Pengertian Filsafat Objek Material Dan Formal Filsafat

32

Click here to load reader

description

filsafat

Transcript of Pengertian Filsafat Objek Material Dan Formal Filsafat

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang menghadang. Berkat bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, hambatan itu dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya hasil yang optimal. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Singaraja, Oktober 2012

Penulis

DAFTAR ISIJUDUL ....................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 11.1Latar Belakang .........................................................................................1

1.2Rumusan Masalah ....................................................................................2

1.3Tujuan Penulisan ......................................................................................2

1.4Manfaat Penulisan ....................................................................................2

1.5Metode Penulisan .....................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 42.1Pengertian Filsafat ...................................................................................4

2.2Objek Material ........................................................................................11

2.3Objek Formal ...........................................................................................12

2.4Implikasi Objek Material dan Objek Formal terhadap

Ilmu Pengetahuan .....................................................................................13

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15

3.1 Simpulan .................................................................................................. 15

3.2 Saran ........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDi masyarakat kita sering mendengar kata filsafat, baik itu filsafat ilmu, filsafat sebagai pandangan hidup, contohnya seperti filsafat seorang pedagang, ataupun filsafat seorang pahlawan. Filsafat sebagai manifestasi ilmu pengetahuan, lahir dengan corak mitologis (Dewi, 2009). Melalui mitologi itulah diterangkan segala yang ada. Setelah ada gerakan demitologisasi yang dilakukan oleh para filsuf alam di zaman pra Sokrates, filsafat setapak demi setapak mencapai puncak perkembangannya melalui pemikiran trio filsuf besar yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles di abad ke-3 SM yang secara rasional mempertanyakan segala yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat yang semula identik dengan mitologi sejak saat itu berubah menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi segala macam ilmu menurut pengertian kita sekarang ini.

Sebagai ilmu, filsafat memiliki ciri-ciri layaknya ilmu pengetahuan. Ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Adanya aktivitas berpikir, meneliti dan menganalisa. Adanya metode tertentu dan sistematika tertentu.

Adanya objek tertentu.

Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu objek. Objek tertentu merupakan syarat mutlak dari suatu ilmu. Karena objek inilah yang menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan itu. Tanpa adanya obyek tertentu maka dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan yang mapan (Ulumudin, tanpa tahun).

Setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua yaitu objek material dan objek formal (Huky, 1982). Kedua objek tersebut memiliki implikasi terhadap ilmu pengetahuan yaitu terciptanya kemandirian masing-masing disiplin ilmu. Hal ini kemudian menimbulkan persoalan-persoalan umum dalam bidang ilmu khusus.

Berdasarkan paparan di atas, maka judul Pengertian Filsafat, Objek Material dan

Objek Formal, serta Implikasinya terhadap Ilmu Pengetahuan perlu diangkat dalam

penulisan kali ini. Pengertian filsafat tersebut mencakup makna yang luas. Sementara itu objek material dan objek formal memberikan sasaran serta sudut pandang terhadap ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan kali ini. Permasalahan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Apakah pengertian dari filsafat?

2. Apakah objek material dari filsafat?

3. Apakah objek formal dari filsafat?

4. Bagaimanakah implikasi objek material dan objek formal terhadap ilmu pengetahuan?

1.3 Tujuan PenulisanAda pun tujuan dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat.

2. Untuk mengetahui objek material dari filsafat.

3. Untuk mengetahui objek formal dari filsafat.

4. Untuk mengetahui implikasi objek material dan objek formal terhadap ilmu pengetahuan.

1.4 Manfaat PenulisanAda pun manfaat yang diperoleh dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh pengetahuan mengenai pengertian, objek material, dan objek formal dari filsafat serta implikasinya.

2. Dapat menjelaskan pengertian filsafat, objek material, dan objek formal, serta implikasinya terhadap ilmu pengetahuan.

1.5 Metode PenulisanMetode yang digunakan dalam penulisan kali ini adalah metode kajian pustaka. Di mana penulis mengumpulkan literatur-literatur yang dapat mendukung penulisan ini. Literatur tersebut sebagian berasal dari buku maupun artikel yang tersedia di media internet.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian FilsafatFilsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu titik tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologi (Koentowibisono, 1997). Tinjauan secara etimologis adalah membahas sesuatu istilah atau kata dari segi asal-usul kata itu. Berikut ini terdapat beberapa pengertian filsafat.

1. Dari Segi Etimologi

Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), dan philosophie (Jerman, Belanda, Perancis). Semua istilah itu bersumber dari istilah Yunani philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan.

Terdapat dua arti secara etimologis dari filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philein dan sophos, artinya mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (bijasana dimaksudkan sebagai kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan sophia, artinya adalah teman kebijaksanaan (kebijaksanaan yang dimaksudkan sebagai kata benda).

Menurut sejarah, Pythagoras (572-497 SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai orang yang bijaksana, Phythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya adalah seorang philosophos yaitu pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom). Banyak sumber yang menegaskan bahwa sophia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan. Artinya ada berbagai macam, antara lain (a) kerajinan, (b) kebenaran pertama, (c) pengetahuan yang luas, (d) kebajikan intelektual, (e) pertimbangan yang sehat, dan (f) kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu

sangat umum. Intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental excelence).

2. Filsafat Sebagai Suatu Sikap

Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Apabila seseorang dalam keadaan krisis atau menghadapi problem yang sulit, kepadanya dapat diajukan pertanyaan Bagaimana Anda menanggapi keadaan semacam itu? Bentuk pertanyaan semacam itu membutuhkan jawaban secara kefilsafatan. Problem-problem tersebut ditinjau secara luas, tenang, dan mendalam. Tanggapan semacam itu menumbuhkan sikap ketenangan, keseimbangan pribadi, mengendalikan diri, dan tidak emosional. Sikap dewasa secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari berbagai sudut pandang.

3. Filsafat Sebagai Suatu Metode

Filsafat sebagai metode, artinya sebagai cara berpikir secara reflektif (mendalam), penyelidikan yang menggunakan alasan, serta berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalamn manusia secara mendalam dan jelas. Metode berpikir semacam ini bersifat inclusive (mencakup secara luas), dan synoptic (secara garis besar). Oleh karena itu, hal itu berbeda dengan metode pemikiran yang dilakukan oleh ilmu-ilmu khusus.

4. Filsafat Sebagai Kelompok Persoalan

Banyak persoalan pribadi (perennial problems) yang dihadapi manusia dan para filsuf berusaha memikirkan dan menjawabnya. Pertanyaan- pertanyaan filsafati berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati. Pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati merupakan pertanyaan berupa fakta-fakta. Pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati bertalian dengan hal-hal tertentu, khusus, dan terikat oleh ruang dan waktu sehingga jawabannya dapat secara langsung diberikan pada saat itu juga. Contohnya, pertanyaan berapa indeks prestasi

yang Anda capai dalam semester lalu, berapa jumlah buku yang Anda miliki, di mana Anda tinggal.

Pertanyaan kefilsafatan tidak mudah untuk dijawab sebab akan menimbulkan pertanyaan susulan terus menerus. Setiap filsuf memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengajukan argumentasi yang logis dan rasional. Contohnya, pertanyaan mengenai Apakah kebenaran?, Apakah perbedaan antara benar dan salah?, Mengapa manusia ada di dunia?, Apa makna kehidupan manusia di dunia?, Apakah segala sesuatu di dunia ini terjadi secara kebetulan ataukah merupakan peristiwa yang sudah pasti?, Apakah manusia mempunyai kehendak bebas untuk menentukan nasibnya sendiri ataukah sudah ditentukan oleh Tuhan?

5. Filsafat Sebagai Sekelompok Teori atau Sistem Pemikiran

Sejarah filsafat ditandai dengan pemunculan teori-teori atau sistem- sistem pemikiran yang melekat pada nama-nama filsuf besar, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karl Max, dan August Compte. Teori atau sistem pemikiran filsafat itu dimunculkan oleh masing- masing filsuf untuk menjawab masalah-masalah seperti yang telah dikemukakan di atas. Besarnya kadar subjektivitas seorang filsuf dalam menjawab-menjawab masalah itu membuat kita sulit untuk menentukan teori atau sistem pemikiran yang baku dalam filsafat.

6. Filsafat Sebagai Analisa Logis Tentang Bahasa dan Penjelasan Makna Istilah

Kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang ahli bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitika, seperti G.E Moore, B. Russell, L. Wittgenstein, G. Ryle, J.L Austin dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan- kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka

berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.

Berkaitan dengan ilmu, maka filsafat mempelajari arti-arti dan menentukan hubungan-hubungan di antara konsep-konsep dasar yang dipakai setiap ilmu. Misalnya dalam ilmu kimia konsep dasarnya adalah substansi (zat), geometri bertalian dengan konsep dasar ruang., dan mekanika dengan konsep dasar gerak. Dalam menghadapi konsep-konsep dasar tersebut ada perbedaan tinjauan antara ahli-ahli ilmu khusus dengan ahli filsafat. Para ilmuan khusus hanya membicarakan konsep dasarnya sendiri sejauh hal itu bersangkutan dengan tujuan-tujuan khusus. Di lain pihak, seorang seorang ahli filsafat menganalisis konsep-konsep dasar tersebut dalam berkaitan dengan konsep-konsep dasar yang berlaku dalam bidang ilmu lainnya. Dengan demikian tinjauan kefilsafatan bersifat umum dan tidak berhenti pada cakupan khusus saja.

7. Filsafat Merupakan Usaha untuk Memperoleh Pandangan yang Menyeluruh

Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut pandangan yang khusus seperti yang dilakukan oleh seorang ilmuan. Para filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas. Menurut para ahli filsafat spekulatif (yang dibedakan dengan filsafat kritis), dengan tokohnya C.D Broad, bahwa tujuan filsafat adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keamanan, etika, dan ilmu pengetahuan. Kemudian hasil-hasil tersebut direnungkan secara menyeluruh. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di dalamnya, serta pandangan-pandangan ke depan. Usaha filsafati semacam ini sebagai reaksi terhadap masa lampau yang mana filsafat hanya terarah pada analisis bidang khusus. Usaha yang hanya mementingkan sebagaian dari pengetahuan atau usaha yang hanya menitikberatkan pada sebagian kecil dari pengalaman manusia. Para filusuf seperti Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Hegel,

Bergson, John Dewey, dan A.N Whitehead termasuk filusuf yang berusaha untuk memperoleh pandangan tentang hal-hal secara komperehensif.

8. Filsafat sebagai Pandangan Hidup

Hampir setiap manusia dapat dikatakan sebagai seorang filsuf, artinya bahwa setiap orang itu mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri. Ia mempunyai pandangan yang khas terhadap alam semesta. Oleh karena itu maka filsafat sering diartikan sebagai usaha manusia yang gigih untuk dapat membuat hidup ini sedapat mungkin dapat dipahami dan bermakna.

Pengertian filsafat yang demikian ini sering kita dapati misalnya fisafat seorang pahlawan, rawe-rawe rantas malang-malang putung dan maju terus pantang mundur. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa di dalam mencapai cita-cita tidak boleh berhenti di tengah jalan. Contoh lain misalnya, filsafat seorang pedagang tuno sathak bathi sanak yang artinya bahwa berdagang itu tidak semata-mata mencari untung tetapi juga untuk mencari teman atau sahabat.

Istilah filsafat kadang-kadang diidentikkan artinya dengan way of life, weltanschauung, wereldbeschouwing, wereld en levens: pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup. Filsafat merupakan suatu konsepsi yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, masyarakat, nilai-nilai serta norma-norma yang dapat dipakai sebagai dasar dalam sikap serta perbuatan manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, sesama (masyarakat), alam semesta, dan dengan penciptanya. Filsafat dalam arti sebagai pandangan dunia ini tercermin pula dalam kebudayaannya.

Filsafat sebagai weltanschauung atau pandangan dunia merupakan pandangan hidup manusia yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Juga di dalam menyelesaikan persoalan- persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Semua itu akan tercermin dalam sikap dan cara hidup. Sikap dan cara hidup ini diarahkan pada tujuan hidup yang dapat diketahui setelah manusia mau memikirkan dirinya sendiri. Manusia di dalam memikirkan dirinya sendiri tidak bisa lepas dalam hubungannya antara ia dengan dirinya, dengan sesama, dengan alam semesta,

dan dengan penciptanya. Pandangan hidup yang telah meningkat menjadi tujuan hidup, kemudian menjadi pendirian hidup, pegangan hidup, dan akhirnya menjadi pedoman hidup.

Jika filsafat sudah menjadi pandangan hidup seseorang, maka ia akan selalu seimbang dalam pribadinya, dapat mawas diri, dan tidak emosional. Ia akan menjadi dewasa dalam berpikir dalam arti selalu mengadakan penyelidikan secara kritis, bersikap terbuka, toleransi dan selalu bersedia meninjau setiap persoalan yang dihadapi secara menyeluruh artinya dari semua sudut pandang. Sehingga filsafat akan menjadi lebih penting daripada hal-hal lain yang diketahuinya sendiri.

9. Filsafat sebagai Ilmu

Agar di dalam membahas filsafat sebagai ilmu itu lebih mudah dan jelas, maka terlebih dahulu perlu dibedakan antara filsafat sebagai suatu azas atau pendirian yang kebenarannya sudah diyakini dan diterima. Azas ini biasanya digunakan oleh manusia sebagai dasar dan pedoman untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dialami dalam kehidupannya. Arti filsafat yang demikian tidak lain adalah filsafat sebagai pandangan hidup seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Sehingga ada bermacam-macam filsafat seperti filsafat seorang pahlawan, filsafat seorang pedagang dan sebagainya.

Filsafat sebagai ilmu, sama seperti ilmu-ilmu yang lain yaitu harus memenuhi empat syarat ilmiah.

a. Mempunyai objek. b. Bermetode.

c. Disusun secara sistematis. d. Bersifat universal.

Banyak filsuf berpendapat bahwa filsafat sebagai ilmu antara lain:

1). PlatoMenurut Plato filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat.

2). Aristoteles

Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika, dan pengetahuan praktis.

3). Immanuel Kant

Sebagai filsuf besar di dalam sejarah filsafat modern Immanuel Kant berpendapat bahwa: filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan.

4). Bertrand Russel

Bertrand Russel berpendapat bahwa filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis azas-azas yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam azas-azas itu. Filsafat adalah suatu yang terletak antara theologia dan ilmu pengetahuan terletak di antara dogma-dogma dan ilmu-ilmu eksakta.

5). D.C.Mulder

D.C.Mulder berpendapat bahwa filsafat ialah pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. Ilmu filsafat itu mengabstraksi susunan kenyataan dan membuat susunan itu menjadi sasaran pemikirannya.

6). N.Driyarkara

N.Driyarkara berpandangan bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya sampai mengapa yang penghabisan.

7). Notonagoro

Notonagoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah; yang disebut hakikat.

8). IR Poedjawijatna

IR Poedjawijatna berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.

9). Fung Yu Lan

Menurut Fung Yu Lan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.

Dari beberapa pengertian filsafat di atas, maka dapat diartikan bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal untuk sampai kepada hakikat atau esensi. Atau dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang menggambarkan usaha manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran atau kenyataan baik mengenai diri sendiri maupun segala sesuatu yang dijadikan objeknya.

2.2 Objek MaterialSetiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek atau bahan yang dijadikan sasaran penyelidikan. Misalnya ilmu kedokteran, ilmu sastra, psikologi, dan lain-lain memiliki objek material yaitu manusia (Lasiyo, 1985). Objek material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu (Ulumudin, tanpa tahun). Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran (Koentowibisono, 1997). Sementara itu menurut Surajiyo dkk. (dalam Ulumudin, tanpa tahun) objek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Objek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, materi maupun nonmateri. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya.

Istilah objek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu sebagai berikut.

Pokok persoalan (subject matter) dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika, penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau biokimia dan sebagainya.

Pokok persoalan (subject matter) dapat juga dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, tetapi dapat juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.

Filsafat sebagai ilmu juga memiliki objek atau sasaran penyelidikan. Ada pun objek material dari filsafat adalah segala sesuatu yang ada yang meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Yang ada dalam kenyataan

2. Yang ada dalam pikiran

3. Yang ada dalam kemungkinan

2.3 Objek FormalObjek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki objek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan dan menurut kemampuan seseorang. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Objek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana objek material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan sudah ditentukan.

Bertalian dengan pengertian objek material dan objek formal, ada perbedaan antara filsafat dengan ilmu yang bukan filsafat. Bahkan berbeda antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Misalnya, objek material berupa pohon kelapa. Ahli ekonomi akan mengarahkan perhatiannya pada atau meninjau (objek formal) pada aspek ekonomi dari pohon kelapa tersebut. Berapa harga jual buahnya, kayunya atau bahkan lidinya. Ekonomi tidak mengarahkan perhatiannya pada unsur-unsur yang menyusun pohon kelapa tersebut. Lain halnya dengan ahli pertanian, yang juga memiliki sudut pandang yang khusus sesuai dangan bidang ilmunya. Misalnya, bagaimana cara agar pohon

tersebut tumbuh dengan subur, dan apakah cocok ditanam di lahan tertentu. Seorang ahli biologi akan mengarahkan perhatiannya pada unsur-unsur yang terkandung dalam pohon tersebu, baik unsur batang, daun maupun buahnya. Seorang ahli hukum akan mempertanyakan status kepemilikan pohon tersebut. Siapa pemilik sah pohon tersebut, apakah ditanam di lahannya sendiri ataukah di lahan sewaan.

Maka dapat disimpulkan, bahwa para ilmuan yang ahli di bidang disiplin ilmu tertentu mengarahkan perhatiannya pada salah satu aspek dari objek materialnya. Disiplin ilmu khusus terbatas ruang lingkupnya. Artinya, bidang sasarannya tidak mencangkup bidang lain yang bukan wewenangnya. Setiap bidang ilmu menganggap atau mengarah pada kapling masing-masing. Mereka tidak begitu peduli dengan kapling ilmu lain. Inilah yang disebut otoritas dan otonomi atau kemandirian keilmuan, yaitu wewenang yang dimiliki seseorang ilmuan untuk mengembangkan disiplin ilmunya tanpa campur tangan pihak luar.

2.4 Implikasi Objek Material dan Objek FormalPersoalan-persoalan umum (implikasi dari objek material dan objek formal) yang ditemukan dalam bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai berikut:

Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing- masing ilmu khusus itu? Dari mana ilmu khusus itu dimulai dan sampai mana harus berhenti? Ilmu ekonomi pertanian termasuk wewenang fakultas ekonomi atau fakultas pertanian?

Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu khusus dalam realitas yang melingkupinya?

Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana?

Misalnya, metode yang dipakai ilmu sosial berbeda dengan yang dipakai ilmu kealaman maupun humaniora.

Apakah persoalan kausalitas (hubungan sebab-akibat) yang berlaku dalam ilmu kealaman juga berlaku bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora? Misalnya, seetiap logam kalau dipanaskan pasti memuai. Gejala ini berlaku bagi semua logam. Panas merupakan faktor penyebab gejala pemuaian. Akan tetapi sulit untuk memastikan bahwa setiap kebijaksanaaan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri akan menimbulkan gejala kenaikkan harga

barang. Mungkin saja kenaikan harga barang itu disebabkan oleh faktor lain, misalnya adanya inflasi, banyaknya permintaaan konsumen, atau langkanya barang-barang tertentu yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kenaikan gaji pegawai negeri barang kali hanyalah salah satu dari beberapa penyebabnya.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa setiap ilmu khusus menjumpai problem-problem yang bersifat umum. Problem semacam ini tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri, (meskipun muncul dari ilmu itu sendiri) karena setiap bidang ilmu memiliki objek material yang terbatas.

Dalam hal ini filsafat mengatasi setiap ilmu, baik dalam hal metode maupun ruang lingkupnya. Objek formal filsafat terarah pada unsur-unsur keumuman yang secara pasti ada pada ilmu-ilmu khusus, dimana filsafat berusaha mencari hubungan-hubungan di antara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Akibatnya filsafat yang demikian ini disebut multidisipliner.BAB III PENUTUP3.1 SimpulanBerdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagaiberikut:

1. Filsafat adalah ilmu yang menggambarkan usaha manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran kenyataan baik mengenai diri sendiri maupun segala sesuatu yang dijadikan objeknya.

2. Objek material merupakan sesuatu, kajian, atau bahan yang dijadikan sasaran, sorotan ataupun penyelidikan oleh suatu disiplin ilmu.

3. Objek formal merupakan sudut pandang darimana objek material itu disorot.

4. Objek material dan objek formal menimbulkan implikasi terhadap ilmu pengetahuan berupa persoalan-persoalan umum yang belum mampu dijawab sampai saat ini.

3.2 SaranAdapun saran yang ingin penulis sampaikan bagi pembaca maupun kalangan masyarakat, hendaknya di dalam menjalani kehidupan ini maupun dalam melakukan suatu hal kita memiliki filsafat, agar sesuatu yang kita kerjakan menemui kebenaran kenyataan.

DAFTAR PUSTAKADewi. 2009. Kelahirandan Perkembangan Ilmu Pengetahuan.Tersedia pada http://dewi.students-blog.undip.ac.id/. Diakses pada 10 Oktober 2009. Huky, DA.Wila. 1982. Pengantar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional.

Koentowibisono, Siswomihardjo, dkk. 1997. Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan

Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Intan Pariwara.

Lasiyo, dkk. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty

Ulumudin, Cahya. Tanpa tahun. Obyek Material dan Obyek Formal Ilmu Pengetahuan.

Tersedia pada http://cahyaulumuddin.multiply.com/journal/item/19. Diakses pada

29 September 2012