Pengertian Filsafat Huku 4

34
PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM Triya Indra Rahmawan Untuk membahas mengenai pengertian daripada filsafat hukum, ada baiknya kita tahu lebih dahulu sekelumit tentang apa yang dimaksud dengan fisafat itu sendiri dan apa pula pengertian daripada hukum. Filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal tersebut. Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan untuk mengumpulkan penegtahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak (1992 : 03). Filsafat dapat kita jadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisa suatu masalah dan menyususn secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang, yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan. Sedangkan hukum sendiri, menurut seorang ahli hokum Indonesia Wirjono Prodjodikoro (1992:9), adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu- satunya tujuan dari hokum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Kemudian, Notohamidjojo (1975:21) berpendapat, bahwa hokum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat Negara serta antarnegara, yang berorientasi

description

FIlsafat hukum

Transcript of Pengertian Filsafat Huku 4

Page 1: Pengertian Filsafat Huku 4

PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM

Triya Indra Rahmawan

Untuk membahas mengenai pengertian daripada filsafat hukum, ada baiknya kita

tahu lebih dahulu sekelumit tentang apa yang dimaksud dengan fisafat itu sendiri

dan apa pula pengertian daripada hukum.

Filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam

terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan

dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar

dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal

tersebut. Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan

untuk mengumpulkan penegtahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik

dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta

mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut,

filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada

tindakan yang lebih layak (1992 : 03). Filsafat dapat kita jadikan sebagai pisau

analisis dalam menganalisa suatu masalah dan menyususn secara sistematis suatu

sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang, yang kemudian dapat menjadi

dasar untuk melakukan suatu tindakan.

Sedangkan hukum sendiri, menurut seorang ahli hokum Indonesia Wirjono

Prodjodikoro (1992:9), adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-

orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari

hokum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam

masyarakat itu. Kemudian, Notohamidjojo (1975:21) berpendapat, bahwa hokum

adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya

bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat Negara serta

antarnegara, yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan dayaguna, demi

tata tertib dan damai dalam masyarakat. Secara umum hukum dapat dipandang

sebagai norma, yaitu norma yang mengandung nilai-nilai tertentu (Darji

Darmodiharjo, shidarta, 2004:13).

Selanjutnya filsafat hukum dapat disebut juga sebagai filsafat tingkah laku atau

nilai-nilai etika, yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum ialah merupakan

ilmu yang mengkaji tentang hukum secara mendalam sampa kepada inti atau

dasarnya yang disebut dengan hakikat (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004:11).

Page 2: Pengertian Filsafat Huku 4

Seorang filsuf hukum pasti akan mencari apa inti atau hakikat daripada hukum,

ingin mengetahui apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi

di dalam hukum, menyelidiki kaidah-kaidah hokum sebagai pertimbangan nilai,

memberi penjelasan tentang nilai-nilai, postulat-postulat (dasar-dasar) hokum

sampai pada dasar-dasarnya filsafat yang terakhir, dan berusaha mencapai akar

dari hokum (Mr. Soetikno, 1986:02). Jadi, filsafat hukum adalah suatu perenungan

atau pemikiran secara ketat, secara mendalam tentang pertimbangan nilai-nilai di

balik gejala-gejala hokum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindera manusia

mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.

Makna Filsafat Hukum Oleh Para Ahli

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1979 : 11). Misalnya, merumuskan

filsafat hukum itu sebagai perenungan dan perumusan nilai-nilai; kecuali itu,

filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyeresaian

antara ketertiban dan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan

antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaharuan. 

Satjipto Rahardjo (1982 : 321) mengemukakan pendapatnya bahwa filsafat hukum

itu mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum.

Pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar-dasar bagi kekuatan

mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang mendasar itu.

Gustav Rdbruch (1952) merumuskannya dengan sederhana, yaitu bahwa filsafat

hukum itu adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar, sedangkan

Langemeyer (1948) mengatakannya pembahasan secara filosofis tentang hukum.

Van Apaldoorn (1975) menguraikan sebagai berikut: “Filsafat hukum menghendaki

jawaban atas pertanyaan: apakah hukum? Ia menghendaki agar kita berpikir

masak-masak tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri sendiri, apa yang

sebenarnya kita tanggap tentang “hukum”. Tak dapatkah ilmu pengetahuan hukum

menjawabnya? Dapat, hanya, tak dapat memberikan jawaban yang serba

memuaskan karena tak lain daripada jawaban yang sepihak, karena ilmu

pengetahuan hukum hanya melihat gejala-gejala hukum belaka. Ia tak melihat

“hukum”; hanya ia melihat apa yang dapat dilihat dengan panca indera, bukan

Page 3: Pengertian Filsafat Huku 4

melihat dunia hukum yang tak dapat dilihat, yang tersembunyi didalamnya; ia

semata-mata melihat hukum sebagai dan sepanjang ia menjelma dalam perbuatan-

perbuatan manusia, dalam kebiasaan-kebiasaan hukum. Kaidah-kaidah hukum

sebagai pertimbangan nilai terletak di luar pandangannya.

E. Utrecht (1966). Ia mengetengahkan sebagai berikut: ‘Filsafat hukum member

jawaban atas pertanyaan seperti: Apakah hukum itu sebenarnya? (persoalan:

adanya tujuan hukum) Apakah sebabnya maka kita menaati hukum? (persoalan:

berlakunya hukum) Apakah keadilan menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum

itu? (persoalan:keadilan) Inilah pertanyaan yang sebetulnya juga dijawab ilmu

hukum. Akan tetapi, bagi orang banyak jawaban ilmu hukum tidak memuaskan.

Ilmu hukum sebagi suatu empiris hanya melihat hukum sebagai suatu gejala saja,

yaitu menerima hukum sebagai suatu gegebenheit belaka.

Kusumadi Pudjosewojo (1961), yang mengajukan beberapa pertanyaan penting

yang harus diselidiki oleh filsafat hukum. Pertanyaan yang dikemukakan, karena

sifatnya yang sangat mendasar, tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan

hukum. Pertanyaan yang dikemukakan adalah: “Dan seekali mempersoalkan hal-

hal dari ilmu hukum, dekatlah orang kepada pertanyaan seperti: Apakah tujuan

dari hukum itu? Apakah semua syarat keadilan? Apakah keadilan itu?

Bagaimanakah hubungannya antara hukum dan keadilan?. Dengan pertanyaan

demikian, orang sudah melewati batas-batas ilmu pengetahuan hukum

sebagaimana arti lazimnya, dan menginjak lapangan “filsafat hukum” sebagian

ilmu pengetahuan filsafat.

L. Bender O.P. (1948) sebagai berikut: “Filsafat hukum adalah suatu ilmu yang

merupakan bagian dari filsafat. Filsafat itu terdiri dari barbagai bagian. Salah satu

bagian utamanya adalah filsafat moral, yang disebut etika. Objek dari bagian

utama ini ialah tingkah laku manusoa, yaitu baik atau buruk menurut kesusilaan.

Menurut keyakinan saya, filsafat hukum adalah bagian dari filsafat moral atau

etika

Objek Kajian Filsafat Hukum;

Ruang Lingkup Objek pengkajian filsafat hukum Bambang Sutiyoso,SH. M.Hum.

Page 4: Pengertian Filsafat Huku 4

Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian

khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya

mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak

relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan kesimpulan seperti ini

sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang khusus

mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja

dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.

Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan

dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat

hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik

antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat,

yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan

perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara

filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara

mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.

Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan

filsafat hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu

hukum, tetapi jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut

Apeldorn , hal tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban

yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat

diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan

kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-

gejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum,

tidak termasuk dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen),

sehingga norma hukum bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.

Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang

hukum. Sampai saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel

Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi

(batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam,

tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.

Ahli hukum Belanda J. van Kan, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan

ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi

Page 5: Pengertian Filsafat Huku 4

kepentingan-kepentingan orang dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan

definisi dari Rudolf von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum bahwa hukum

adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu

negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana

orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia,

Wiryono Prodjodikoro, yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan

mengenai tingkah lau orang-orangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan

satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan

tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa

hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulisyang biasanya

bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar

negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata

tertib dan kedamaian dalam masyarakat.

Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu.

Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono

Soekanto dengan menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum

dapat diartikan sebagai : (1) ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun

secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin, yakni suatu sistem

ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3) norma, yakni

pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau

diharapkan; (4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma

hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk

tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang

berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) ; (6)

keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu

proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan;

(8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang

diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai

kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak

tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan,

kita harus dapat merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang

meliputi paling tidak sembilan arti hukum di atas.

Page 6: Pengertian Filsafat Huku 4

Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan

yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu

sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat

dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai

pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan

dan etika profesi hukum.

Selanjutnya Apeldorn, menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh

filsafat hukum, yaitu: (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum; (2)

apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum; dan (3) adakah sesuatau hukum

kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum,

antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2) hubungan hukum

dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum

seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah

pertanggungjawaban ; (6) masalah hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan

masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili

Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam

pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan

perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin banyaknya para ahli hukum

yang menekuni dunian filsafat hukum.

Page 7: Pengertian Filsafat Huku 4

Manfaat Belajar FilsafatHukum Urgensi dan relevansi filsafat hukum

Bambang Sutiyoso, SH., Hum.

Berfilsafat adalah berfikir. Hal ini tidak berarti setiap berfikir adalah berfilsafat,

karena berfilsafat itu berfikir dengan ciri-ciri tertentu. Ada beberapa ciri berpikir

secara kefilsafatan, yaitu:

1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari kata

Yunani, radix yang berarti “akar”. Berfikir secara radikal adalah berfikir

sampai ke akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikat, essensi, atau samapai ke

substansi yang dipikirkan. manusia yang berfilsafat tidak puas hanya

memperoleh pengetahuan lewat indera yang selalu berubah dan tidak tetap.

Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap

pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan

inderawi.

2. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berfikir secara

universal adalah berfikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat

umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari ummat manusia

(common experience of mankind). Dengan jalan penjajakan yang radikal,

filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal.

Bagaimana cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai sasaran

pemikirannya dapat berbeda-beda. Akan tetapi yang dituju adalah keumuman

yang diperoleh dari hal-hal khusus yang ada dalam kenyataan.

3. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Yang dimaksud dengan

konsep di sini adala hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang

hal-hal sertya proses-proses individual. Berfilsafat tidak berfikir tentang

manusia tertentu atau manusia khusus, tetapi berfikir tentang manusia secara

umum. Dengan ciri yang konseptual ini, berfikir secara kefilsafatan melampoi

batas pengalaman hidup sehari-hari.

4. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren

artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir (logis). Konsisten artinya tidak

mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten, keduanya dapat

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu runtut. Adapun yang dimaksud

runtut adalah bagan konseptual yang disusun tidak terdiri atas pendapat-

pendapat yang saling berkontradiksi di dalamnya.

Page 8: Pengertian Filsafat Huku 4

5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari

kata sistem yang artinya kebulatan dari sejumlah unsur yang saling

berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau

menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban

terhadap sesuatu masalah, digunakan pendapat atau argumen yang

merupakan uraian kefilsafatan yang saling berhubungan secara teratur dan

terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.

6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif. Komprehensif

adalah mencakup secara menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan berusaha

untuk menjelaskan fenomena yang ada di alam semesta secara keseluruhan

sebagai suatu sistem.

7. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang

luas, setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang

bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, atau religius.

Sikap-sikap bebas demikian ini banyak dilukiskan oleh filsuf-filsuf dari segala

zaman. Socrates memilih minum racun dan menatap maut daripada harus

mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinannya. Spinoza

karena khawatir kehilangan kebebasannya untuk berfikir, menolak

pengangkatannya sebagai guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg.

8. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang

bertanggungjawab. Pertangungjawaban yang pertama adalah terhadap hati

nuraninya. Di sini tampak hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat

dengan etika yang melandasinya.

Sebagaimana berfikir secara kefilsafatan, maka pemikiran filsafat hukum juga

memiliki beberapa sifat atau karakteritik khusus yang membedakannya dengan

ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat hukum memiliki karakteristik yang bersifat

menyeluruh dan universal. Dengan cara berfikir holistik tersebut, maka siapa

saja yang mempelajari filsafat hukum diajak untuk berwawasan luas dan

terbuka. Mereka diajak untuk menghargai pemikiran, pendapat dan pendirian

orang lain. Itulah sebabnya dalam filsafat hukumpun dikenal pula berbagai

aliran pemikiran tentang hukum, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dengan demikian diharapkan para cendekiawan hukum, tidak bersikap arogan

dan apriori, bahwa disiplin ilmu yang dimilikinya lebih tinggi dengan disiplin

ilmu yang lainnya.

Page 9: Pengertian Filsafat Huku 4

Kemudian filsafat hukum dengan sifat universalitasnya, memandang kehidupan

secara menyeluruh, tidak memandang hanya bagian-bagian dari gejala

kehidupan saja atau secara partikular. Dengan demikian filsafat hukum dapat

menukik pada persoalan lain yang relevan atau menerawang pada keseluruhan

dalam perjalanan reflektifnya, tidak sekedar hanya memecahkan masalah-

masalah yang dihadapinya. Dalam filsafat hukum, pertimbangan-pertimbangan

di luar obyek adalah salah satu ciri khasnya. Filsafat hukum tidak bersifat

bebas nilai. Justru filsafat hukum menimba nilai yang berasal dari hidup dan

pemikiran.

Ciri yang kedua, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar atau

memusatkan diri pada pertanyaan-pertanyaan mendasar (basic or fundamental

questions). Artinya dalam menganalisis suatu masalah, seseorang diajak untuk

berpikir kritis dan radikal. Dengan mempelajari dan memahami filsafat hukum

berarti diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif belaka.

Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka, tidak akan mampu

memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila orang itu

menjadi hakim misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim yang bertindak

selaku “corong undang-undang” semata.

Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang

spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling.

Sebagai dinyatakan oleh Suriasumantri , bahwa semua ilmu yang berkembang

saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang

mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu

yang baru. Memang, salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang

kepada hal-hal yang baru. Tentu saja tindakan spekulatif yang dimaksud di sini

adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Dengan berpikir spekulatif dalam arti positif itulah hukum dapat

dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Secara spekulatif, filsafat

hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat

hukum. Pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan rasa sangsi dan rasa

terpesona atas suatu kebenaran yang dikandung dalam suatu persoalan.

Apabila jawaban-jawabannya diperoleh maka jawaban-jawaban itu disusun

dalam suatu sistem pemikiran yang universal dan radikal.

Kemudian ciri yang lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui

Page 10: Pengertian Filsafat Huku 4

sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-

masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu

secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat

dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada

dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk

menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah

kongkret. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-

gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespodensi dan

fungsinya. Filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-

pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum.

Filsafat itu juga bersifat introspektif atau mempergunakan daya upaya

introspektif. Artinya, filsafat tidak hanya menjangkau kedalaman dan keluasan

dari permasalahan yang dihadapi tetapi juga mempertanyakan peranan dari

dirinya dan dari permasalahan tersebut. Filsafat mempertanyakan tentang

struktur yang ada dalam dirinya dan permasalahan yang dihadapinya. Sifat

introspektif dari filsafat sesuai dengan sifat manusia yang memiliki hakekat

dapat mengambil jarak (distansi) tidak hanya pada hal-hal yang berada di

luarnya tetapi juga pada dirinya sendiri.

Sebagai bahan perbandingan, Radhakrisnan dalam bukunya The History of

Philosophy, mengemukakan pula tentang arti penting mempelajari filsafat,

termasuk dalam hal ini mempelajari filsafat hukum, bukanlah sekedar

mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita

untuk maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan

tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya

mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak

manusia-manusia yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras dan agama itu

mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama

sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam

semangatnya.

Adanya karakteristik khusus dari pemikiran filsafat hukum di atas sekaligus

juga menunjukkan arti pentingnya. Dengan mengetahui dan memahami filsafat

hukum dengan berbagai sifat dan karakternya tersebut, maka sebenarnya

filsafat hukum dapat dijadikan salah satu alternatif untuk ikut membantu

memberikan jalan keluar atau pemecahan terhadap berbagai krisis

Page 11: Pengertian Filsafat Huku 4

permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia dalam proses reformasi ini.

Tentu saja kontribusi yang dapat diberikan oleh filsafat hukum dalam bentuk

konsepsi dan persepsi terhadap pendekatan yang hendak dipakai dalam

penyelesaian masalah-masalah yang terjadi. Pendekatan mana didasarkan pada

sifat-sifat dan karakter yang melekat pada filsafat hukum itu sendiri.

Dengan pendekatan dan analisis filsafat hukum, maka para para pejabat, tokoh

masyarakat, pemuka agama dan kalangan cendekiawan atau siapapun juga

dapat bersikap lebih arif dan bijaksana serta mempunyai ruang lingkup

pandangan yang lebih luas dan tidak terkotak-kotak yang memungkinkan dapat

menemukan akar masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat

memberikan solusi yang tepat. Karena penyelesaian krisis yang terjadi di

negara kita itu tidak mungkin dapat dilakukan sepotong-potong atau hanya

melalui satu bidang tertentu saja, tapi harus meninjau melalui beberapa

pendekatan lain sekaligus (interdisipliner.atau multidisipliner).

Tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirinya paling benar atau paling jago

dengan pendapatnya sendiri dan menafikan pendapat yang lain. Atau dengan kata

lain hanya ingin menangnya sendiri tanpa mau menghargai pendapat orang lain.

Karena masing-masing bidang atau cara pandang tertentu, mempunyai kelebihan

dan keterbatasannya masing-masing. Justru pandangan-pandangan yang berbeda

kalau dapat dikelola dengan baik, dapat dijadikan alternatif penyelesaian masalah

yang saling menopang satu sama lain.

Apalagi krisis permasalahan yang melanda bangsa Indonesia sesungguhnya amat

kompleks dan multidimensional sifatnya, mulai krisis ekonomi, politik, hukum,

pemerintahan serta krisis moral dan budaya, yang satu sama lain berkaitan

sehingga diperlukan cara penyelesaian yang terpadu dan menyeluruh yang

melibatkan berbagai komponen bangsa yang ada. Dalam konteks ini diperlukan

adanya kerjasama dan sinergi yang erat dari berbagai komponen tersebut. Maka

pejabat pemerintah harus mendengar aspirasi dari rakyat, para pakar mau

mendengar pendapat pakar lainnya, tokoh masyarakat harus saling menghormati

terhadap dengan tokoh masyarakat yang lain. Semua bekerja bahu membahu dan

menghindarkan diri dari rasa curiga, kebencian dan permusuhan. Dengan

pendekatan dan kerangka berfikir filsafati seperti di atas, diharapkan dapat

Page 12: Pengertian Filsafat Huku 4

membantu ke arah penyelesaian krisis yang sedang menerpakan bangsa Indonesia

saat ini.

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM

Sepanjang sejarah hukum mulai dari zaman yunani atau romawi hingga dewasa ini

kita dihadapkan dengan berbagai teori hukum. Dari hasil kajian antropologi sendiri

telah terbukti bahwa hukum berkembang dalam masyarakat, ³Ibi ius ibi societas´

dimana ada masyarakatdisitu ada hukum. Para pakar telah mengklasifikasikan

aliran-aliran filsafat hukum adalah sebagai berikut:

a. Soerjono Soekanto membagi aliran filsafat hukum, adalah sebagai berikut:

Mazhabformalitas, Mazhab sejaran dan kebudayaan, Aliran utilitarianisme,

Aliran sociological yurisprudence dan Aliran realism hukum.

b. Satjipto Rahardjo, mengemukakan berbagai aliran filsafat hukum adalah sebagai

berikut; Teori Yunani dan Romawi, Hukum alam, Positivisme dan utilitarianisme,

Teori hukummurni, Pendekatan sejarah dan antropologis, dan Pendekatan

sosiologis.

c. Lili Rasdji, mengemukakan aliran-aliran yang paling berpengarus saja adalah

sebagai berikut; Aliran hukum alam, Aliran hukum positif, Mazhab sejarah,

Sociological jurisprudence, Pragmatic legal realism. Adapun berbagai teori

tentang hukum adalah sebagai berikut:

1. Aliran Hukum

Alam Aliran hukum alam adalah hukum yang berlaku universal dan abadi

yang bersumber dari Tuhan, filsafat keadilan sebagaimana dikembangkan

oleh teori plato/aristoteles dan Thomas Aquino.

a. Plato mengutarakan pandangan tentang harmoni suasana yang alami

tentram

b. Aristoteles mengutarakan (membagi dua adalah hukum alam dan hukum

positif) teoridualisme, sebagai kontribusi (manusia bagian dari alam,

manusia adalah majikan dari alam)

c. Thomas Aquino: ³Summa Theologica´ dan ³De Regimene Principum´.

Membagi asas

hukum alam menjadi dua adalah sebagai berikut:

Page 13: Pengertian Filsafat Huku 4

Principia Prima adalah merupakan asas yang dimiliki oleh manusia

semenjak lahir

dan bersifat mutlak.

Principia Secundaria adalah merupakan asas yang tidak mutlak dan dapat

berubah

menurut tempat dan waktu

d. Immanuel Kant mengutarakan pandangan tentang hukum kodrat metafisis

yaitu tentangkodrat dan kebebasan. Kodrat adalah merupakan lapangan dari

akal budi, yang tersusunatas kategori kategori pikiran, yang terdiri atas

empat komponen dasar, yaitu kualitet, kuantitet, relasi dan modalitet, tetapi

dibatasi ruang dan waktu. Kebebasan adalah lapangan dari dan bagi akal

budi praktis, wilayah moralitas, yaitu kebebasan normativeetis dari manusia,

yang menampilkan ideal kepribadian manusia.

Hukum Alam Irasional

Filsafat Thomas Aquinas mengakui bahwa disamping kebenaran wahyu juga

terdapat kebenaran akal. Adanya pengetahuan yang tidak ditembus aleh

akal dan untuk itulah diperlukan iman.Dengan demikian, menurut Aquinas,

ada dua pengetahuan yang berjalan bersama-sama, yaitupengetahuan

alamiah dan pengetahuan iman.

Mengenai pembagian hukum, Friedmann menggambarkan pemikiran

Aquinas dengan menyatakan ada empat macam hukum yang diberikan

Aquinas, yaitu lex aeterna (hukum rasioTuhan yang tidak dapat ditangkap

oleh pancaindera manusia), lex divina (hukum rasio Tuhanyang bisa

ditangkap oleh pancaindera manusia), lex naturalis (hukum alam, yaitu

penjelmaan lexaeterna ke dalam rasio manusia) dan lex positivis (penerapan

lex naturalis dalam kehidupanmanusia di dunia).

Hukum alam merupakan sebagai metode tertua yang dapat dikenali sejak

zaman sampai abad pertengahan (abad 7 dan ke-18). Hukum alam adalam

merupakan sebagai substansi (isi) yaituberisikan norma-norma, peraturan-

peraturan dapat diciptakan dari asas-asas hak sasasi manusia.Hukum alam

menganggap pentingnya hubungan antara hukum dan moral.

2. Aliran Hukum Positifisme

Page 14: Pengertian Filsafat Huku 4

Aliran Positifisme menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua hal

yang harus

dipisahkan. Dan aliran ini dikenal sadnya dua subaliran yang terkenal yaitu:

I. Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin.

Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;

Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian

ini berada

di luar bidang hukum.

Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui ad

pengaruhnya pada masyarakat.

Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun

dengan mazhab sejarah.

Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup

hubungan

politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam kenyataan.

Akan tetapi aliran hukum positif pada umumnya kurang atau tidak

memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Austin

mengemukakan cirri-ciri positivism, adalah sebagai berikut:

- Hukum adalah perintah manusia (command of human being).

- Tidak ada hubungan mutlak antar hukum moral dan yang lainnya.

- Analitis konsepsi hukum dinilai dari studi historis dan sosiologis.

- System hukum adalah merupakan system yang logis, tetap, dan bersifat

tertutup dan di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap.

II. Aliran hukum positif murni, dipelopori oleh Hans Kelsen.

Latar belakang ajaran hukum murni merupakan suatu pemberontakan

terhadap ilmu idiologis, yaitu mengembangkan hukum sebagai alat

pemerintah dalam negara totaliter. Dan dikatakan murni karena hukum

harus bersih dari anasir-anasir yang tidak yuridis yaitu anasir etis,

sosiologis,politis, dan sejarah. Maka menurut Hans Kelsen hukum itu berada

dalam dunia ³sollen´dan bukan dalam dunia ³sain´. Sifatnya adalah hipotetis,

lahir karena kemauan dan akal manusia.

Ajaran Hans Kelsen mengemukakan Stufenbau des Recht (hukum itu tidak

boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya). Dan John

Page 15: Pengertian Filsafat Huku 4

Austin mengemukakan ada dua bentuk hukum, adalah sebagai berikut;

Positif law dan Positif morality.

3. Aliran Mazhab Sejarah

Aliran Mazhab sejarah dipelopori Friedrich Carl von Savigny (Volk geist)

hukum kebiasaan sumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan

tumbuh dan berkembang bersama samadengan masyarakat. Pandangannya

bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dantiap-tiap bangsa

memiliki ³volksgeist´ jiwa rakyat. Dia berpendapat hukum semua

hukumberasal dari adat-istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari

pembentukan undang undang.

4. Aliran Sociological Yurisprudence

Sociological Yurisprudence (living law) dipelopori Eugen Ehrlich (german)

tapi berkembang diAmerika Serikat (Roscoe) konsep hukum, hukum yang

dibuat agar memperhatikan hukum yanghidup dalam masyarakat baik

tertulis maupun tidak tertulis. Mengakui sumber hukum formalbaik undang

undang maupun bukan undang undang asal. Dipengaruhi oleh aliran

positifsosiologis dan August Comte yang orientasinya sosiologis.

Inti pemikiran Roscoe Pound hukum yang baik adalah hukum yang sesuai

dengan hukum yanghidup di dalam masyarakat. Berpegang kepada

pendapat pentingnya, baik akal maupun pengalaman.

5. Aliran Pragmatic Legal Realism

Aliran Pragmatic Legal Realism dipelopori oleh Roscoe Pound konsep

hukumnya (Law as a tool of social engineering) sub aliran positivisme

hukum Wiliam James dan Dewey

mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau

akal sebagai sumber hukum. Menurut Liewellyn, aliran realism adalah

merupakan bukan aliran dalam filsafat hukum, tetapi merupakan suatu

gerakan ³movement´ dalam cara berfikir tentang hukum.

6. Aliran Antropolitica Yurisprudence

- Northrop dan Mac Dougall. Northrop mengutarakan pendapatnya bahwa

hukum

mencerminkan nilai sosial budaya.

Page 16: Pengertian Filsafat Huku 4

- Mac dougall dan Values system mengutarakan pendapatnya bahwa

hukum mengandung sistem nilai. Mempengaruhi pendapat Mochtar

Kusumaatmadja

7. Aliran Utilitarianisme

Aliran Utilitarianisme dikemukakan tokoh aliran ini dalah Jeremy Bentham

dan mengutarakan pendapatnya memegang prinsip manusia akan

melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-

besarnya dan mengurangi penderitaan (hukum itu harus bermanfaatbagi

masyarakat, guna mencapai hidup bahagia).

Merupakan aliran yang meletakkan dasar dasar ekonomi bagi pemikiran

hukum, prinsip utamanya adalah tujuan dan evaluasi hukum. Bentham dan

Jhon Stuart Mill memiliki pendapat yang sejalan yaitu pembentukan undang-

undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat

mencerminkan keadilan bagi semua individu.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HUKUM DARI BERBAGAI MAZHAB/ALIRAN 

oleh: Imran Nating, SH.

I. Mazhab Hukum Alam

Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak

teori di dalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat yang dikelompokkan ke

dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa.

Mempelajari sejarah hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia

yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta

kegagalan-kegagalannya. Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya,

pada saat yang lain ia diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah

mati.

Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa,

dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan

sebagai hukum yang berlaku abadi. 

Hukum alam dimaknai dalam berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa

yang berbeda. Berikut ini akan di paparkan pandangan hukum alam dari

Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius;

Aristoteles; 

Page 17: Pengertian Filsafat Huku 4

Aristoteles merupakan pemikir tentang hukum yang petama-tama membedakan

antara hukum alam dan hukum positip.

Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena

hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak

pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan

hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia.

Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum

(hukum alam) juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan

menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang

meliputi keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan

dalam transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum

privat.

Thomas aquinas;

Dalam membahas hukum Thomas membedakan antara hukum yang berasal dari

wahyu dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum yang didapat

wahyu disebut hukum ilahi positif (ius divinum positivum). Hukum yang

didapatkan berdasarkan akal budi adalah ‘hukum alam (ius naturale), hukum

bangsa-bangsa(ius gentium), dan hukum positif manusiawi (ius positivum

humanum). 

Menurut Aquinas hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang,

apa yang sesuai dengan hukum alam itu. Oleh karenanya perlu disusun undang-

undang negara yang lebih kongkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum

posisif. Jika hukum positif bertentangan dengan hukum alam maka hukum alam

yang menang dan hukum positif kehilangan kekuatannya. Ini berarti bahwa

hukum alam memiliki kekuatan hukum yang sungguh-sungguh. Hukum positif

hanya berlaku jika berasal dari hukum alam. Hukum yang tidak adil dan tidak

dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut

sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang

Hugo grotius;

Grotius adalah penganut humanisme, yang mencari dasar baru bagi hukum alam

dalam diri manusia sendiri. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti

segala-galanya secara rasional melalui pemikirannya menurut hukum-hukum

Page 18: Pengertian Filsafat Huku 4

matematika. Manusia dapat menyusun daftar hukum alam dengan

menggunakan prinsip-prinsip a priori yang dapat diterima secara umum. Hukum

alam tersebut oleh Grotius dipandang sebagai hukum yang berlaku secara real

sama seperti hukum positif. 

Hukum alam tetap berlaku, juga seandainya Allah tidak ada. Sebabnya adalah

bahwa hukum alam itu termasuk akal budi manusia sebagai bagian dari

hakekatnya. Dilain pihak Grotius tetap mengaku, bahwa Allah adalah pencipta

alam semesta. Oleh karena itu secara tidak langsung Allah tetap merupakan

pundamen hukum alam. Hak-hak alam yang ada pada manusia adalah:

- hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan.

- hak untuk berkuasa atas orang lain

- hak untuk berkuasa sebagai majikan

- hak untuk berkuasa atas milik dan barang-barang.

Grotius juga memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum

alam yakni:

- prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga

- prinsip kesetiaan pada janji

- prinsip ganti rugi

- prinsip perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam.

Sebagaimana telah di utarakan di muka, hukum alam ini selalu dapat dikenali

sepanjang abad-abad sejarah manusia, oleh karena ia merupakan usaha manusia

untuk menemukan hukum dan keadilan yang ideal.

II. Mazhab Formalistis

Hukum dan moral merupakan dua bidang terpisah dan harus dipisahkan.

Salah satu cabang dari aliran yang menganut pendapat diatas adalah mazhab

formalistik yang teorinya lebih dikenal dengan nama analytical jurisprudence.

Diantara tokoh terkemuka dari mazhab ini adalah John Austin dan Hans Kelsen.

John Austin;

Austin mendefenisikan hukum sebagai; “Peraturan yang diadakan untuk

memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk yang berkuasa

atasnya”.

Hukum merupakan perintah dari yang mereka yang memegang kekuasaan

Page 19: Pengertian Filsafat Huku 4

tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan. Austin menganggap hukum

sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup.

Hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur menurut Austin:

1. Perintah

2. Sanksi (sesuatu yang buruk melekat pada perintah)

3. Kewajiban

4. Kedaulatan. 

Ajaran Austin sama sekali tidak menyangkut kebaikan-kebaikan atau

keburukan-keburukan hukum, oleh karena penilaian tersebut dianggapnya

sebagai persoalan yang berbeda di luar hukum. Walaupun Austin mengakui

hukum Alam atau moral yang mempengaruhi warga masyarakat, tetapi itu

tidak penting bagi hukum.

Hans Kelsen;

Adalah tokoh mazhab Formalistis yang terkenal dengan teori murni tentang

hukum (pure Thory of law). 

Sistem hukum adalah suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana

suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum

yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem

pertanggapan adalah kaidah dasar atau Grundnorm. Grundnorm ini semacam

bensin yang menggerakkan seluruh sistem hukum. Dialah yang menjadi dasar

mengapa hukum harus di patuhi.

Proses konkretisasi setapak demi setapak mulai dari grundnorm hingga

penerapannya pada situasi tertentu. Proses ini melahirkan Stufenbau theori.

Menurut Kelsen dalam ajaran hukum murninya, hukum tidak boleh dicampuri

oleh masalah-masalah politik, kesusilaan, sejarah, kemasyarakatan dan etika.

Juga tak boleh di campuri oleh masalah keadilan. Keadailan menurut Kelsen

adalah masalah ilmu politik.

III. MAZHAB KEBUDAYAAN DAN SEJARAH

Mazhab hukum historis lahir pada awal aabad XIX, yakni pada tahun 1814,

dengan diterbitkannya suatu karangan dari F. Von Savigny, yang berjudul: ‘Vom

Beruf unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenchaft’ (tentang seruan

Page 20: Pengertian Filsafat Huku 4

Zaman kini akan undang-undang dan ilmu hukum). Tokoh mazhab ini ialah F.

Von Savigny dan Sir Henry Maine

Friedrich Carl Von Savigny; 

Menurut Savigny hukum merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama

suatu bangsa, seperti bahasa, adat, moral, dan tatanegara. Oleh karena itu

hukum merupakan sesuatu yang bersifat supra-individual, suatu gejala

masyarakat. 

Pada permulaan, waktu kebudayaan bangsa-bangsa masih bertaraf rendah,

hukum timbul secarah spontan dengan tidak sadar dalam jiwa warga bangsa.

Kemudian sesudah kebudayaan berkembang, semua fungsi masyarakat

dipercayakan pada suatu golongan tertentu. Demikianlah pengolahan hukum

dipercayakan kepada kepada kaum yuris sebagai ahli-ahli bidangnya.

Hakikat dari sistem hukum menurut Savigny adalah sebagai pencerminan jiwa

rakyat yang mengembangkan hukum itu. Semua hukum berasal dari adat

istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang.

Sir Henry Maine;

Aliran sejarah telah membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar terhadap

sejarah dari suatu tata hukum dan dengan demikian mengembangkan

pengertian, bahwa hukum itu merupakan suatu unikum. Keadaan yang demikian

ini menyuburkan dilakukannya penelitian-penelitian serta karya-karya yang

bersifat anthropologis. Maine dianggap sebagai yang pertama-tama melahirkan

karya yang demikan.

Maine mengatakan masyarakat ada yang “statis” dan ada yang “progresip”.

Masyarakat progresip adalah yang mampu mengembangkan hukum melalui tiga

cara, yaitu: fiksi, equity dan perundang-undangan. Perubahan masyarakat tidak

selalu menuju kepada yang lebih baik. Perjalanan masyarakat menjadi proresip,

disitu terlihat adanya perkembangan dari suatu situasi yang ditentukan oleh

status kepada penggunaan kontrak.

IV. MAZHAP UTILITARIANISM

Pada mazhap ini tokohnya adalah Jeremy Bentham dan Rudolph Von Jhering.

Page 21: Pengertian Filsafat Huku 4

Jeremy Bentham;

Bentham adalah pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifikasikan dan

untuk merombak hukum Inggris yang baginya merupakan suatu yang kacau.

Sumbangan terbesarnya terletak dalam bidang kejahatan dan pemidanaan.

Dalilnya adalah, bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa

sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan

serendah-rendahnya penderitaan. Standar penilaian yang di pakai adalah

“apakah suatu tindakan menghasilkan kebahagiaan”.

Selanjutnya Betham mengemukakan agar pembentuk hukum harus membentuk

hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual.

Rudolph von Jhering;

Ia dikenal dengan ajarannya yang biasa disebut social utilitarianism.

Hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya.

Hukum adalah sarana untuk mengendalikan individu-individu, agar tujuannya

sesuai dengan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi warganya.

Hukum merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan

perubahan-perubahan sosial.

V. MAZHAB SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Tokoh mazhab ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound

Eugen Ehrlich;

Penulis yang pertama kali menyandang judul sosiologi hukum (Grundlegung der

Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan

hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi

di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum

positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara

kaidah-kaidah hukum dgn kaidah-kaidah sosial lainnya.

Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup

dalam masyarakat.

Roscoe Pound;

Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum

Page 22: Pengertian Filsafat Huku 4

untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan

sosial dapr terpenuhi secara maksimal.

Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law

in action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis(law in the books).

Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum

substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah

hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.

VI. MAZHAB REALISME HUKUM

Tokoh yang terkenal dalamaliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell

Holmes, Jerome Frank dan Karl Llewellyn.

Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal

mengenai proses peradilan. Menurut mereka hakim itu lebih layak disebut

sebagai pembuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu

melakukan pilian, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan

dimenangkan.

Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manusiawi dari tindakan

tersebut.  Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan

suat dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia

akan menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl

Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum.

Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain; hukum adalah alat untuk

mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung

hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptkan oleh pengadilan.

Page 23: Pengertian Filsafat Huku 4

MEMAHAMI FILSAFAT HUKUM 

FILSAFAT HUKUM

Pengertian

Filsafat: berasal dari bahasa Yunani yaitu : Philosophia. Philo atau philein

artinya cinta.

Sophia artinya kebijaksanaan.

Filsafat: berasal dari bahasa Yunani yaitu : Philosophia. Philo atau philein

artinya cinta. Sophia artinya kebijaksanaan.

Filsafat membicarakan tentang dasar-dasar sesuatu mengenai keberadaannya.

Filsafat membicarakan tentang dasar-dasar sesuatu mengenai keberadaannya.

Obyek Filsafat

Materi: maksudnya adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

Materi: maksudnya adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

Filsafat mempelajari apa saja yang menjadi isi alam semesta mulai dari benda

mati, tumbuhan, hewan, manusia dan Sang Pencipta.

Filsafat mempelajari apa saja yang menjadi isi alam semesta mulai dari benda

mati, tumbuhan, hewan, manusia dan Sang Pencipta.

Forma: maksudnya realita atau kenyataan.

Unsur Filsafat

Unsur internal: meliputi struktur ilmu pengetahuan dan metodologi.

Unsur eksternal: meliputi ilmu dan nilai yang meliputi agama, etika dan

ideologi.

PENGERTIAN

E. Utrecht:

Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah dalam arti kata ethisch

waardeoordeel.

Ilmu hukum sebagai ilmu empiris, hanya melihat hukum sebagai gejala saja,

yaitu menerima hukum sebagai gegebenheit belaka

Menurut Mr. Soetika, Filsafat hukum adalah: 

Page 24: Pengertian Filsafat Huku 4

Mencari hakikat dari hukum;

Mengetahui apa yang ada dibelakang hukum;

Menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai.

Memberikan pertimbang an dan nilai; penjelasan mengenai nilai.

Postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasarnya;

Berusaha mencapai akar akar dari hukum.

Menurut Mahadi, Filsafat Hukum adalah falsafah tentang hukum, falsafah tentang

segala sesuatu di bidang hukum sampai ke akar-akarnya secara mendalam.

Menurut Satjipto Raharjo, Filsafat Hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan

yang bersifat mendasar dari hukum;

Filsafat hukum menggarap bahan hukum dari sudut yang berbeda;

Ilmu Hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu.

Menurut Lili Rasjidi, Filsafat hukum berusaha membuat dunia ethis yang menjadi

latar belakang yang tidak diraba oleh panca indera, sehingga filsafat hukum

menjadi ilmu normatif.

Filsafat hukum berusaha mencari cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum”

dan “ethis” bagi berlakunya sistem hukum positif suatu masyarakat (seperti

Grundnorm yang telah dijabarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang

menganut aliran-aliran Neo kantianisme).

Menurut Gustav Radbruch, Filsafat Hukum mengandung 3 aspek:

1. Aspek keadilan, keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan

pengadilan;

2. Aspek tujuan , finalitas yaitu menentukan isi hukum, sebab isi hukum

memang sesuai dengan tujuan hukum yang hendak dicapai;

3. Aspek kepastian hukum atau legalitas, yaitu menjamin bahwa hukum dapat

berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.

Filsafat hukum adalah filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala

gejala hukum. 

Dalam filsafat pertanyaan pertanyaan yang paling dalam dibahas hubungannya

dengan: makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari kenyataan.

Batasan Pengertian:

Page 25: Pengertian Filsafat Huku 4

• Filsafat hukum adalah menganalisis asas hukum dari suatu peraturan, 

serta menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan hukum,

baik dalam bentuk yuridis normatif maupun empiris, sehingga  tujuan hukum

dapat tercapai, yaitu memperbaiki kehidupan manusia.

Hukum dapat menumbuhkan nilai kebaikan diantara manusia.

Page 26: Pengertian Filsafat Huku 4

Telaah Filsafat Hukum

Menurut Jan Gijssels & Mark van Hoeke Filsafat Hukum memiliki telaah sebagai

berikut:

• Ontologi hukum: kajian tentang hakekat dari hukum ( hakekat demokrasi,

hubungan hukum dengan moral.

• Epistemologi hukum: ajaran pengetahuan hukum ( bentuk metafilsafat );

• Aksiologi hukum: kajian penentuan isi dan nilai dalam hukum (seperti

kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, hak dsb).

• Logika hukum.

• Ideologi hukum: ajaran tentang ide.

• Teleologi hukum: kajian tentang makna & tujuan hukum.

• Ajaran ilmu dari hukum: meta-teori dari ilmu hukum.

Ruang lingkup Filsafat Hukum

• Tujuan hukum merupakan obyek filosof hukum masa lalu.

Masa kini obyek filsafat hukum berkembang meliputi masalah hukum yang

mendasar dan memerlukan pemecahan/solusi, antara lain:

1. Hubungan hukum dengan kekuasaan.

2. Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya.

3. Apa sebab negara berhak menghukum orang.

4. Apa sebab orang mentaati hukum.

5. Pertanggungjwaban.

6. Hak

7. Kontrak.

8. Peran hukum sebagai pembaharuan masyarakat.

9. Hukum sebagai sosial kontrol dalam masyasyarakat.

10.Sejarah hukum.

Fungsi Filsafat Hukum:

- Pada masa Yunani kuno, hukum berfungsi untuk mengatur hidup manusia agar

mengikuti peraturan sesuai dengan hakekatnya.

- Pada abad pertengahan, hukum tetap dipertahankan dalam fungsinya semula,

yaitu menciptakan aturan. Aturan hukum adalah aturan Tuhan ( Allah ) yang

Page 27: Pengertian Filsafat Huku 4

berfungsi untuk menjamin suatu aturan hidup sebagaimana yang dikehendaki

oleh Tuhan.

- Pada zaman modern, hukum dipandang sebagai ciptaan manusia, karena yang

menentukan hukum adalah manusia sendiri, manusia menentukan aturan

dalam kehidupannya. Dalam realitasnya manusia merupakan makhluk yang

bebas.

- Fungsi hukum adalah mewujudkan suatu kehidupan bersama yang teratur

sehingga dapat menunjang perkembangan pribadi manusia.

Manfaat mempelajari filsafat hukum

1. Dapat menjelaskan secara praktis peran hukum dalam pembangunan yang

berfokus pada ajaran sociological jurisprudence dan legal realisme.

2. Untuk pengembangan wawasan pengetahuan dan pemahaman hukum, baik

dalam bentuk pendekatan yuridis normatif mapun empiris.

3. Untuk menempatkan hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat

sebagai bagian dari usaha manusia menjadikan dunia ini suatu tempat yang

pantas didiaminya