Pengertian Etos Kerja Guru

21
Pengertian Etos Kerja Guru Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata Etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan (fasad), sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaanya (no single defect). Dan dari literatur lain juga disebutkan bahwa etos berarti ciri, sifat atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa (Mochtar Buchori, 1994). Dari kata etos terambil pula kata etika dan etis yang mengacu kepada akhlak atau bersifat akhlaki, yakni kualitas esensial seseorang atau kelompok, termasuk suatu bangsa (Muhaimin, 1998). Jadi etos kerja guru dapat berarti ciri-ciri atau sifat (karakteristik) mengenai cara bekerja, yang sekaligus mengandung makna kualitas esensialnya, sikap dan kebiasaanya serta pandangannya terhadap kerja yang dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pendidikan disekolahan dan menurut Toto Tasmara, bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, menyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong

description

etos kerja

Transcript of Pengertian Etos Kerja Guru

Page 1: Pengertian Etos Kerja Guru

Pengertian Etos Kerja Guru

Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,

karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi oleh

kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta

sistem nilai yang diyakininya.

Dari kata Etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian

akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut

terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal,

lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan

menghindari segala kerusakan (fasad), sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaanya (no single defect).

Dan dari literatur lain juga disebutkan bahwa etos berarti ciri, sifat atau kebiasaan, adat

istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang, suatu

golongan atau suatu bangsa (Mochtar Buchori, 1994). Dari kata etos terambil pula kata etika dan

etis yang mengacu kepada akhlak atau bersifat akhlaki, yakni kualitas esensial seseorang atau

kelompok, termasuk suatu bangsa (Muhaimin, 1998).

Jadi etos kerja guru dapat berarti ciri-ciri atau sifat (karakteristik) mengenai cara bekerja,

yang sekaligus mengandung makna kualitas esensialnya, sikap dan kebiasaanya serta

pandangannya terhadap kerja yang dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan dan

mengembangkan kegiatan pendidikan disekolahan dan menurut Toto Tasmara, bahwa etos kerja

adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, menyakini, dan

memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal

yang optimal (high performance).

Sedangkan etos kerja dalam pandangan islam menyebutkan bahwa etos kerja muslim dapat

didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam

bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya,

melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh yang mempunyai nilai ibadah

yangsangat luhur, sebagaimana dalam Q.S Al kahfi: 110

ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ×Ž|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥’n<Î)!$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m

»s9Î) Ó‰Ïnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒuä!$s)Ï9�  ¾ÏmÎn/u‘ ö@yJ÷èu‹ù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur 

õ8ÎŽô³ç„ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u‘ #J‰tnr& ÇÊÊÉÈ

Page 2: Pengertian Etos Kerja Guru

“Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan

amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah dengan sesuatu

apapun”. (Al Kahfi: 110)

Dari Ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau

kerja (praksis), inti ajarannya adalah bahwa seorang hamba itu dekat dan memperoleh ridho dari

Allah melalui bekerja atau amal salehnya dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya

kepada-Nya. Hal ini juga mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan

orientasi kerja (achievement orientation), sebagaimana juga dinyatakan dalam ungkapan bahwa

“penghargaan dalam islam berdasarkan amal” (Nurcholis Madjid, 1995) .

Tinggi atau rendahnya derajat taqwa seseorang juga sangat ditentukan oleh prestasi kerja

atau kualitas amal saleh sebagai aktualisasi dari potensi imannya. Oleh karena itu nilai- nilai

mendasar yang terkandung dalam ajaran islam tersebut hendaknya menjadi pandangan hidup

muslim yang seharusnya lebih menghargai dan concern terhadap kualitas proses dan produk

kerja ketimbang bersikap dan bekerja apa adanya untuk sekedar melaksanakan tugas dan

kewajiban yang bersifat rutinitas. Dan nilai-nilai tersebut sekaligus menjadi kekuatan (pedorong)

serta sumber inspirasi bagi umat islam pada umumnnya dan para pendidik khususnya dalam

upaya peningkatan dan pengembangan kualitas pendidikan di sekolahan.

ETOS KERJA GURU

1.      Pengertian Etos Kerja

“Etos” dari sudut pandang bahasa berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bermakna

watak atau karakter. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) makna lengkap “etos”

adalah “karakteristik, sikap, kebiasaan, kepercayaan, dan seterusnya, yang bersifat khusus

tentang individu atau sekelompok manusia”. Dalam Webster’s News World Dictionary of the

American Languange (1980) dikemukakan istilah “etos” berhubungan dengan “etika”, “etis”,

yakni “kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok atau organisasi.” Sedangkan (Echols dan

Shadily 1994;219) mengartikan “etos” sebagai jiwa khas suatu kelompok manusia. Berdasarkan

jiwa yang khas itulah berkembang pandangan seseorang individu atau kelompok (organisasi)

tentang sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk.

Etos kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) diartikan sebagai “semangat

kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesuatu kelompok”. Dalam

pengertian seperti inilah, maka negara industri baru (INC = Newly Industrializing Countries)

seputas Indonesia, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapore, seringkali disebut

Page 3: Pengertian Etos Kerja Guru

sebagai “Little Dragong” (naga-naga kecil). Maksudnya, NIC adalah negara konfusionis, yaitu

penganut ajaran Kong Hu Cu, dengan naga sebagai binatang mitologis dalam sistem kepercayaan

mereka. Dengan ungkapan lain, sebutan itu menunjukkan anggapan bahwa NIC menjadi maju

adalah berkat ajaran atau etika Kong Hu Cu. Dengan begitu, maka untuk kemajuan negara-

negara tersebut ; Kreditan, pujian, dan penghargaan diberikan kepada ajaran-ajaran Kong Hu Cu,

dengan pandangan yang hampir memastikanbahwa negara-negara itu maju karena ajaran filsuf

Cina itu. Selanjutnya kesimpulanpun dibuat bahwa etika Kong Hu Cu memang relevan, bahwa

begitu mendukung bagi usaha-usaha modernisasi dan pembangunan bangsa industrial (Tu Wei-

Ming 1984:20). Disisi lain ternyata etos kerja sangat sarat dengan persoalan sikap yang ada pada

seseorang dalam melakukan kerjanya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Myrdal (dalam

Soebagio Atmowirio, 2000:214) bahwa etos kerja adalah sikap kehendak seseorang yang

diekspresikan lewat semangat yang didalamnya termuat tekanan-tekanan moral dan nilai-nilai

tertentu. Myrdal lebih jauh mengemukakan pula bahwa etos kerja merupakan sikap yang diambil

berdasarkan tanggung jawab moralnya :

a)      kerja keras

b)      efisiensi

c)      kerajinan

d)     tepat waktu

e)      prestasi

f)       energetic

g)      kerja sama

h)      jujur

i)        loyal

Etos kerja yang jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap

kehendak yang dituntut agar dikembangkan. Tindak lanjut dari etos kerja ini yaitu meningkatnya

kualitas kerja para guru sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam setiap semester

maupun periode tahunan.

Berdasarkan batasan diatas, etos kerja guru dapat dijadikan sebagai suatu pokok pikiran

utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam

suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas proses

pelaksanaan tugas pembelajaran disatuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk

meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat

Page 4: Pengertian Etos Kerja Guru

mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya dikawasan Asia khususnya dan dunia

pada umumnya.

Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan usaha dan proses

pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis

dalam suatu organisasi sekolah yang didalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk

keputusan para guru itu sendiri. Mengenai etos kerja ini, Soebagio Atmowirio (2000:232)

mengemukakan bahwa “etos kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam menilai apa

arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka meningkatkan kehidupannya”. Selanjutnya

Soebagio Admowirio (2000:233) secara lebih spesifik menjelaskan pengertian etos kerja sebagai

berikut : “Etos kerja adalah landasan untuk meningkatkan prestasi kerja/kinerja setiap Pegawai

Negeri Sipil (PNS)”. Mengacu pada batasan tersebut, maka etos kerja guru dalam menjalankan

tugasnya disekolah. Dalam hal ini etos kerja guru dipandang dari segi pelaksanaan tugas-tugas

profesionalisme.                                                                                                                  

2.      Etos Kerja Guru

Dalam upaya meningkatkan etos kerja guru, menurut Wahjosumidjo (1999:92), bahwa

“kepala sekolah adalah seorang yang dapat menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah”. Jika

kepala sekolah cakap maka tentunya akan besar perhatiannya pada etos kerja baik yang

menyangkut guru maupun peserta didik sejak masuk sekolah sampai dengan kembali kerumah

masing-masing. Kepala sekolah juga berpikir dan berusaha bagaimana guru merasa nyaman di

sekolah, senang dalam bekerja dan memperoleh kesejahteraan yang memadai.

Sejalan dengan itu Sergiovanni (1987:269), menyebutkan:  “School Improvement requires

a strong commitment from the principle”. Pernyataan tersebut memberikan pengertian bahwa

perbaikan sekolah itu sesungguhnya berada pada komitmen kuat kepala sekolah. Oleh sebab itu

kepala sekolah juga di tuntut untuk memiliki kemampuan, terampil, cerdas untuk mewujudkan

iklim kerja  yang sehat, sehingga akan tercipta etos kerja pada guru di sekolah. Jika iklim suatu

organisasi dapat merangsang iklim kerja, tersedia sarana dan prasarana yang memadai bagi para

guru dan peserta didik, maka iklim kerja yang demikian akan memberikan sumbangan yang

besar bagi peningkatan etos kerja guru.

Disamping itu, guru sangat memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan

pendidikan. Terbukti bahwa peran dan fungsi guru di dalam proses belajar mengajar masih

sangat dominan. Dengan demikian agar tujuan pendidikan dapat berhasil baik dan optimal sangat

tergantung pada peran guru.

Page 5: Pengertian Etos Kerja Guru

Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa diperhadapkan pada peningkatan kualitas

pribadi dan sosialnya. Jika hal ini dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu

mampu melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan profesional

sebagaimana yang menjadi  tujuan pokok pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4),

bahwa karakter pribadi dan sosial bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:1)      Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas.2)      Guru harus selalu meningkatkan keilmuannya.3)      Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar dan bermanfaat.4)      Guru hendaknya berpikir obyektif dalam menghadapi masalah.5)      Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas.6)      Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral.7)      Guru harus mampu merubah sikap siswa yang berwatak manusiawi.8)      Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian.9)      Guru harus mampu mengatualisasikan materi yang disampaikan.10)  Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek.

Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri kehidupan seorang guru yang amat

fundamental dan dengan keprofesionalan guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi dan

demokratisasi pemikiran yang akan mengarah kepada kreaktivitas yang konstruktif  dalam

menciptakan  etos kerja di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu

tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.

Pada tataran implementasi etos kerja guru dapat terlihat dalam kegiatan guru pada saat

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, itulah sebabnya untuk mengukur efektifitas etos kerja

guru perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang

cakap tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.

Salah satu teori berkaitan dengan peningkatan etos kerja sebagaimana yang dikemukan

oleh Mitchel,T.R dan Larson (1987:343) bahwa indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja

guru meliputi :

a)      kemampuan

b)      prakarsa/inisiatif

c)      ketepatan waktu

d)     kualitas hasil kerja

e)      komunikasi.

A.    Kemampuan Guru

Page 6: Pengertian Etos Kerja Guru

Broke dan Stoine (dalam Wijaya & Rusyan 1992:7-8), menjelaskan bahwa kemampuan

merupakan gambaran hakikat kualitatif dari  perilaku guru atau tenaga kependidikan yang

tampak sangat berarti. Sedangkan Robins,1998:46 (dalam Sitio 2006),  mendefinisikan

kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Charles E. Jhonsons et al (1974:3) (dalam Wijaya dan A. Tabrani Rusyan 1992:8),

mendefinisikan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan

yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah satu

hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki kepentingan

tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh guru. Berhasil tidaknya pendidikan pada sebuah

sekolah salah satu komponennya ialah guru itu sendiri.

B.     Inisiatif Guru

Menurut kamus Bahasa Besar Indonesia inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide

baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor kreatifitas daya pikir

manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada

gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

Manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala perkembangan

yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti, manusia yang inisiatif juga

dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai

kreasi yang berarti.

Keistimewaan dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu mencermati kreasi Tuhan, selanjutnya

menjadikan bahan renungan atau kreatifitas berpikir dalam semua waktu dan tempat, kemudian

membuat kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif memproduksi semua potensi menjadi berdaya

guna.

C.     Ketepatan Waktu Kerja

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, sebelum masuk dalam sebuah organisasi

pendidikan seorang guru tentu mempunyai aturan, nilai dan norma sendiri, yang merupakan

proses sosialisasi dari keluarga atau masyarakatnya. Seringkali terjadi aturan, nilai dan norma

diri yang tidak sesuai dengan aturan-aturan sekolah yang ada. Hal ini menimbulkan konflik

sehingga orang mudah tegang, marah, atau tersinggung apabila orang terlalu menjunjung tinggi

salah satu aturannya. Misalnya, seorang guru yang selalu tepat waktu mengajar sementara itu

iklim di sekolah kurang menjunjung tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap waktu. Jika guru

tersebut memegang teguh prinsip-prinsipnya sendiri, ia akan tersisih dari teman sekerjanya.

Demikian sebaliknya, jika ikut arus maka ia akan mengalami stres, oleh karenanya ia harus

Page 7: Pengertian Etos Kerja Guru

menyesuaikan diri; tidak ikut arus, tetapi juga tidak kaku. Ia jika perlu mempelopori kepatuhan

terhadap waktu kepada teman sejawatnya.

Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas diartikan sebagai sikap seseorang atau

kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya

dengan pekerjaan, pengertian ketepatan waktu atau  disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah

laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi. Niat untuk mentaati

peraturan menurut Suryohadiprojo (1989:65) merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa didasari

unsur ketaatan, tujuan organisasi tidak akan tercapai. Hal  itu berarti bahwa sikap dan perilaku di

dorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya,sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan

organisasi muncul dari dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat

sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam

disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan.

Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat

terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat).

D.    Kualitas Hasil Kerja Guru

Pengertian kualitas hasil kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris

disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada

“kualitas” atau “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata

tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia

sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”. (Ruky, 2001:15).

Menurut  Hasibuan (1990), prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman, kesungguhan, serta waktu.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa kualitas kerja lebih menekankan pada hasil atau

yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada sekolah atau standar pencapaian

hasil akhir dari guru-guru yang ada di sekolah dalam memnuhi kebutuhan dari peserta didik.

Untuk meningkatkatkan kualitas hasil kerja tentunya dipengaruhi oleh faktor organisasional

(sekolah) dan factor personal.

Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai

dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional

tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan

diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua

Page 8: Pengertian Etos Kerja Guru

yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan

dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.

Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa

kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan

hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja

adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan

yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut

dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga

kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.

Di samping itu juga prestasi kerja seseorang tergantung juga dari  kesempatan, kapasitas,

dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan,

inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi.

Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi,

partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri,

kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan

kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku

pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji

yang didapatkan.

E.     Komunikasi Guru

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah

dipahami sebab komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap

kehidupan organisasi, misalnya konflik antar guru, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat

meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat yang

bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan sekelompok

sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang terbuka harus

dikembangkan dengan baik. Dengan demikian masing-masing pegawai dalam organisasi

mengetahui tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Guru-guru yang mempunyai

kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang

diembannya, sehingga tingkat kinerjanya menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan

penting di dalam menunjang kelancaran aktivitas pegawai di sekolah. Adapun komunikasi yang

di bangun di sekolah ini antara lain:

a.       Komunikasi ke bawah (downward communication) atau komunikasi kepala sekolah dengan

para guru dan staf tata usaha.

Page 9: Pengertian Etos Kerja Guru

Yaitu komunikasi yang datang dari kepala sekolah SMP Negeri 5 Bitung kepada seluruh

warga sekolah dan bersifat intern. Seperti instruksi tugas, rasionalisasi pekerjaan, informasi,

idiologi, dan balikan.

b.      Komunikasi keatas (upward communication) atau komunikasi guru dan karyawan kepada

kepala sekolah.

Adalah arus komunikasi yang bergerak dari bawah keatas. Pesan yang disampaikan

antara lain laporan pelaksanaan pekerjaan, keluhan guru, sikap dan perasaan guru tentang

kendala yang dihadapi pada proses kegiatan belajar mengajar, pengembangan media

pembelajaran, informasi tentang pembagian jadwal mengajar dan hasil yang dicapai oleh siswa,

dll.

c.       Komunikasi Horisontal (horizontal comunication)

Komunikasi yang di bangun di antara para guru-guru mata pelajaran, guru kelas dalam

rangka  kerja yang sama demi untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta kemajuan sekolah.

3.      Fungsi dan Manfaat Etos Kerja Guru

Pada umumnya berbicara etos kerja sangat terkait dengan peningkatan kualitas kerja

seseorang dalam suatu kekuatan. Itulah sebabnya, menurut Soebagio Atmowirio sebagaimana

dikemukakan diatas mengatakan bahwa etos kerja itu merupakan landasan untuk meningkatkan

unjuk kerja guru. Etos kerja dengan demikian berfungsi secara fundamental sebagai landasan

pencapaian unjuk kerja yang tinggi.

Dalam hal etos kerja ini, Triguno (2002:9) menyatakan bahwa “program peningkatan etos

(budaya) kerja memiliki arti yang sangat fundamental bagi setiap organisasi, karena akan

merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja atau unjuk

kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan”. Lanjut Triguno, manfaat yang

didapat dari membudayanya etos kerja antara lain sebagai berikut: menjamin hasil kerja dengan

kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan,

kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat

menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi,

sosial, ekonomi, dan lain-lain), mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah

dan palsu. Selain manfaat diatas, etos kerja yang tinggi pada dasarnya akan menjadikan tingkat

efesiensi dalam melakukan pekerjaan tinggi, kerajinan meningkat atau tingkat absensi kurang,

sikap tepat waktu atau disiplin, bersedia untuk melakukan perubahan atau fleksibel, kegesitan

dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, siap bekerja, dan sikap

bekerjasama.

Page 10: Pengertian Etos Kerja Guru

Hal diatas senada dengan Triguno (2002:9) yang menyatakan bahwa terciptanya etos kerja

yang tinggi yang disebutnya sebagai budaya kerja akan meningkatkan kepuasan kerja, pergaulan

yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang

(efisien), tingkat absensi turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi

organisasi dan lain-lain.

Selanjutnya Wolseley & Campbell (dalam Triguno, 2002: 9-10) menyatakan sebagai berikut :

1)      Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran

pendapat, terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari

kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan kedahsyatan dan daya imajinasi seteliti

mungkin dan seobjektif mungkin.

2)      Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan sebara

mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh

pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan.

3)      Orang yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara

kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spiritual maupun standar-

standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.

4)      Orang yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan

pengetahuan umum dan keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dan

bidangnya, demikian juga dengan hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5)      Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai

lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber-

sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi

yang harus ada.

6)      Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja berpartisipasi dengan loyal kepada

kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, penuh tanggung jawab sebagai

manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi tempat secara berdampingan

kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.

Dari keenam manfaat budaya kerja atau etos kerja sebagaimana dikemukakan Wolseley &

Campbell di atas, jelaslah bahwa peningkatan etos kerja ini menjadi mutlak sekaligus pilihan

orientasi bangsa kini dan dimasa depan. Hal ini penting, mengingat bahwa bangsa Indonesia

memang menderita kelemahan etos kerja (Louis Kraar dalam majalah Reader’s Digest edisi

1988:44), keberhasilan Jepang, Cina dan Korea, misalnya dalam membangun perekonomian

mereka adalah karena etos kerja yang memiliki bangsa-bangsa itu tinggi. Artinya etos kerja

Page 11: Pengertian Etos Kerja Guru

memberikan manfaat yang signifikan terhadap pencapaian prestasi kerja atau untuk unjuk kerja

guru tinggi dan berkualitas.

4.      Langkah-langkah Pengembangan Etos Kerja Guru

Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan suatu upaya  yang bersifat wajib

dilakukan oleh setiap guru, kepala sekolah maupun staf administrasi. Usaha untuk

mengembangkan etos kerja guru terfokus pada peningkatan produktifitas mengajar yang

dilakukan oleh guru di sekolah. Secara umum  menurut Triguno (2002: 141-142) upaya yang

harus ditempuh dalam pengembangan  etos kerja tersebut adalah sebagai berikut :

1)      Peningkatan produktifitas melalui penumbuhan etos kerja.Tumbuhnya etos kerja akan

memberikan suatu formulasi baru dalam meningkatkan potensi pribadi yang dimiliki oleh setiap

guru di jenjang pendidikan formal.

2)      Sistim pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan

berbagai keahlian dan ketrampilan yang dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, kualitas,

dan efisiensi kerja.

3)      Dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan

sebaiknya nilai budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal rasa harga

diri dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengedepankan etos kerja para guru yang ada

di lembaga pendidikan.

4)      Disiplin nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh sikap mental

manusia yang produktif.

5)      Menggalakkan partisipasi masyarakat, meningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan

dalam masyarakat tentang tigkah laku, sikap serta psikologi masyarakat. Dampak dari etos kerja

para guru yang ada dalam suatu lembaga pendidikan formal tidak lain adalah sebagaimana

paparan tersebut diatas. Contoh yang positif terhadap masyarakat tentang cara dalam

meningkatkan etos kerja yang diharapkan.

6)      Menumbuhkan motifasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik itu

pengorbanan waktu senggang atau kenikmatan hidup lainnya, semantara itu upah merupakan

ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi seperti yang diharapkan diatas

sangat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan etos kerjanya.

Upaya-upaya pengembangan etos kerja diatas paling tidak harus terus dilakukan secara

teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tanpa dilakukan

secara teratur, mustahil suatu jenis pekerjaan dapat memberikan suatu peningkatan hasil dan

kondusifitas pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Upaya seperti ini perlu direalisasikan apabila

Page 12: Pengertian Etos Kerja Guru

tujuan-tujuan yang telah disepakati tercapai dalam suatu tatanan pekerjaan dalam rangka

membentuk sikap mental dan etos kerja lebih bersifat produktif. Relefansi peningkatan etos kerja

guru ini karena sekolah sebagai organisasi yang melibatkan tenaga kerja manusia, khususnya

dalam meningkatkan produktifitas kerja sesuai dengan target waktu dan usaha yang ditetapkan

oleh setiap sekolah sebagai sebuah organisasi.

Suatu hal yang menarik jika dicermati secara serius, bahwa lembaga pendidikan sekarang

ini sangat antusias untuk mengubah tatanan kerja yang kurang kondusif, menjadikan sekolah

sebagai lembaga yang benar-benar kondusif dengan etos kerja anggota organisasinya yang ideal

sebagaimana batasan yang dikemukakan diatas. Langkah-langkah seperti itu merupakan suatu

upaya untuk meningkatkan etos kerja seorang guru sebagai pekerja pendidikan. Bagi guru, etos

kerja bukan hal yang baru, sebab etos kerja sudah merupakan tuntutan profesionalisme seorang

guru. Etos kerja yang tinggi sudah harus menjadi komitmen guru ketika dia harus mengabdikan

dirinya dalam suatu kegiatan mengajar, mendidik dan memimpin, serta mengelolah anak didik di

sekolah. Artinya bahwa etos kerja telah ada pada guru ketika dia telah diperhadapkan dengan

jenis pekerjaan tersebut, hanya saja tingkat pengembangan etos kerja yang ada perlu

dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.

Barometer sikap mental seorang guru dapat meningkatkan etos kerjanya sangat terkait

dengan seberapa besar pengorbanannya dalam melakukan upaya-upaya perbaikan dalam

pelaksanaan tugasnya (Triguno 2002:3). Lanjut Triguno, hal tersebut dapat dilihat dari sejauh

mana tingkat komitmen diri para guru untuk menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang

diharapkan, meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang telah disepakati, serta

menumbuhkan sikap-sikap inovatif dalam pekerjaannya. Untuk itulah dalam konteks lembaga

sekolah, perlu adanya motifasi yang kuat dari dalam diri maupun dari luar diri guru untuk

mengembangkan etos kerja yang maksimal. Peningkatan etos kerja merupakan bagian dari

motivasi yang kuat dalam memberikan dorongan pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang

dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi

eksteren maupun interen organisasi.

Dari pembahasan tersebut di atas, menurut penulis setiap orang pasti punya masalah

dengan semangat kerja? Jangan gundah gulana, anda tidak sendirian. Banyak orang lain yang

punya problem serupa. Namun, bukan tidak ada solusinya! Hampir semua orang pernah

mengalami gairah kerjanya melorot.

Cara terbaik untuk mengatasinya, dengan langsung membenahi pangkal masalahnya, yaitu

motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen (2010:24)

Page 13: Pengertian Etos Kerja Guru

memetakan motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja Profesional”

yaitu:

Ø  Etos pertama: Kerja adalah rahmat.

Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, guru sampai buruh kasar

sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya

menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun. Bakat dan kecerdasan yang

memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita

menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak

teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak

lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua

nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahanan

Ø  Etos kedua: Kerja adalah amanah.

Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah

amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah

dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini membuat kita bisa bekerja

sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

Ø  Etos ketiga: Kerja adalah panggilan.

Apa pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seperti darma Yudistira

untuk membela kaum Pandawa. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang

sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang

penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat.

Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri,

“I’m doing my best!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang

baik mutunya.

Ø  Etos keempat: Kerja adalah aktualisasi.

Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi

diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk

mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh

lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.

Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan

bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa percaya diri ketika berjumpa

dengan temannya. “Perkenalkan, nama Saya Zakir Hubulo,S.Sos,M.Pd Guru Profesional

Sosiologi sekaligus Waka Hubmas MA Yaspib Bitung.(Mantap To...)

Page 14: Pengertian Etos Kerja Guru

Ø  Etos kelima: Kerja itu ibadah.

Tak peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan

ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi

mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini:

Seorang pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah

puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang

berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran

indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab, “Manusia memang tak bisa menikmatmnya.

Tapi Tuhan bisa melihatnya.” Motivasi kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental.

Ø  Etos keenam: Kerja adalah seni.

Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini

akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan

Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya

meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.

“Antusiaslah yang membuat saya mampu bekerja berbulan-bulan di laboratorium yang

sepi,” katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun

menyebut rumus-rumus fisika yang sangat rumit itu dengan kata sifat beautiful.

Ø  Etos ketujuh: Kerja adalah kehormatan.

Serendah apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga

kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita.

Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini

tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya,

menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi

karya sastra kelas dunia.

Ø  Etos kedelapan: Kerja adalah pelayanan.

Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa

dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. Pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup

seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh istri dan anaknya. Bagi kebanyakan

orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi

dia, tidak. Ia pergi ke lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan

domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang

membayarnya. Tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah

meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km! Sungai-sungai mengalir lagi.

Page 15: Pengertian Etos Kerja Guru

Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali

tidak ia kenal.

Menurut Jansen, kedelapan etos kerja yang ia gagas itu bersumber pada kecerdasan

emosional spiritual. Ia menjamin, semua konsep etos itu bisa diterapkan di semua pekerjaan.

“Asalkan pekerjaan yang halal,” katanya. “Umumnya, orang bekerja itu  hanya untuk mencari

gaji. Padahal pekerjaan itu punya banyak sisi. Kerja bukan hanya untuk mencari makan, tetapi

juga mencari makna. Rata-rata kita menghabiskan waktu 30-40 tahun untuk bekerja. Setelah itu

pensiun, lalu manula, dan pulang ke haribaan Tuhan. Manusia itu makhluk pencari makna. Kita

harus berpikir, untuk apa menghabiskan waktu 40 tahun bekerja. Itukan waktu yang sangat lama.

Ada dua aturan sederhana supaya kita bisa antusias pada pekerjaan. Pertama, mencari

pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat. Dengan begitu, bekerja akan terasa sebagai

kegiatan yang menyenangkan.

Jika aturan pertama tidak bisa kita dapatkan, gunakan aturan kedua: kita harus belajar

mencintai pekerjaan. Kadang kita belum bisa mencintai pekerjaan karena belum mendalaminya

dengan benar. “Kita harus belajar mencintai yang kita punyai dengan segala kekurangannya.

Dalam hidup, kadang kita memang harus melakukan banyak hal yang tidak kita sukai. Tapi

kita tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin kita mau enaknya saja.  Dalam dunia kerja, banyak

masalah yang bisa tampil dalam berbagai macam bentuk. Gaji yang kecil, teman kerja yang tidak

menyenangkan, atasan yang kurang empatik, dan masih banyak lagi.Namun, justru dari sini kita

akan ditempa untuk menjadi lebih berdaya tahan.

Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi guru-guru

dan mahasiswa pascasarjana jurusan manajemen pendidikan.