PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA PADA HEAT … · untuk menggunakan kontrol prediktif pada sistem. pada...

6
1 PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA PADA HEAT EXCHANGER DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PREDIKTIF Rr.rahmawati Putri Ekasari, Rusdhianto Effendi AK., Eka Iskandar Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Surabaya E-mail: [email protected],[email protected],[email protected] Abstrak - Permasalahan yang terjadi dalam pengendalian temperatur sistem kerja Heat exchanger adalah terjadinya perubahan laju fluida yang akan menyebabkan terjadinya perubahan parameter-parameter pada plant heat exchanger yang dapat mempengaruhi output temperatur pada heat exchanger. Respon output pada plant heat exchanger selalu mengalami keterlambatan, karena proses perpindahan panas sehingga menimbulkan time delay pada respon ouput. Adanya time delay pada respon output yang mendasari untuk menggunakan kontrol prediktif pada sistem. pada penelitian ini digunakan metode kontrol jaringan saraf tiruan prediktif. Hasil dari pengujian dapat dilihat bahwa kontroler telah mampu beradaptasi terhadap perubahan dari temperatur, dimana error yang terjadi pada penelitian ini mencapi 2% dan tidak terjadi osilasi pada respon sinyal output pada plant. Kata kunci : Jaringan saraf tiruan, prediktif, heat exchanger I. PENDAHULUAN Heat exchanger (HE) merupakan peralatan yang banyak digunakan dalam industri proses (process industry) yang berfungsi untuk menukarkan atau mengalirkan panas dari suatu fluida ke fluida lainnya. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Proses perpindahan panas ini perlu untuk dikontrol agar diperoleh temperatur fluida sesuai dengan kriteria yang diinginkan, dan pemanfaatan sumber energi yang tersedia dapat digunakan lebih optimal.Untuk mencapai kriteria yang telah dijabarkan diatas, terdapat beberapa permasalahan yang muncul. Masalah ini terjadi akibat dari terbatasnya area kerja sensor dan adanya buffle pada plant heat exchanger, sehingga terjadi keterlambatan respon pada plant heat exchanger. Keterlambatan respon plant heat exchanger jika kontroler dengan menggunakan sistem kontrol PID biasa, tidak mampu mengatasi masalah tersebut. Maka digunakan sistem kontrol jaringan saraf tiruan prediktif. Model kesalahan prediksi dirancang berdasarkan model suatu plant. Model plant tersebut digunakan untuk memprediksi keluaran dari plant, sehingga mengurangi terjadi error dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan. II. PERANCANGAN SISTEM A. Model Dinamik Heat Exchanger Pada penelitian ini digunakan heat exchanger tipe shell and tube. Shell and tube adalah alat penukar panas yang sering digunakan pada dunia industri. Sejumlah metode termal simulasi dan desain telah dikembangkan untuk heat exchanger shell and tube dapat beroperasi dengan baik. Alat penukar panas jenis shell and tube dialiri oleh dua fluida dengan temperatur yang berbeda-beda, hal ini dimaksudkan untuk memfungsikan heat exchanger sebagai pemanas dan pendingin. Heat exchanger tipe shell and tube dibagi menjadi 5 bagian, tiap bagian dari heat exchanger terjadi pertukaran panas, sehingga pertukaran panas yang terjadi pada heat exchanger terjadi secara maksimal. Dapat dilihat pada Gambar 1 pembagian zona pada heat exhanger yang menunjukkan bahwa input fluida pada shell dan tube mengalir secara berlawanan, hal ini dilakukan agar temperatur output pada shell menerima panas dai tube secara maksimal.

Transcript of PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA PADA HEAT … · untuk menggunakan kontrol prediktif pada sistem. pada...

1

PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA

PADA HEAT EXCHANGER DENGAN

MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF

TIRUAN PREDIKTIF

Rr.rahmawati Putri Ekasari, Rusdhianto Effendi AK., Eka Iskandar

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri – Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Surabaya

E-mail: [email protected],[email protected],[email protected]

Abstrak - Permasalahan yang terjadi dalam

pengendalian temperatur sistem kerja Heat exchanger

adalah terjadinya perubahan laju fluida yang akan

menyebabkan terjadinya perubahan parameter-parameter

pada plant heat exchanger yang dapat mempengaruhi

output temperatur pada heat exchanger. Respon output

pada plant heat exchanger selalu mengalami

keterlambatan, karena proses perpindahan panas

sehingga menimbulkan time delay pada respon ouput.

Adanya time delay pada respon output yang mendasari

untuk menggunakan kontrol prediktif pada sistem. pada

penelitian ini digunakan metode kontrol jaringan saraf

tiruan prediktif. Hasil dari pengujian dapat dilihat bahwa

kontroler telah mampu beradaptasi terhadap perubahan

dari temperatur, dimana error yang terjadi pada penelitian

ini mencapi 2% dan tidak terjadi osilasi pada respon

sinyal output pada plant.

Kata kunci : Jaringan saraf tiruan, prediktif,

heat exchanger

I. PENDAHULUAN

Heat exchanger (HE) merupakan peralatan

yang banyak digunakan dalam industri proses

(process industry) yang berfungsi untuk

menukarkan atau mengalirkan panas dari suatu

fluida ke fluida lainnya. Biasanya, medium

pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan

sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air

pendingin (cooling water). Penukar panas

dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas

antar fluida dapat berlangsung secara efisien.

Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak,

baik antara fluida terdapat dinding yang

memisahkannya maupun keduanya bercampur

langsung (direct contact).

Proses perpindahan panas ini perlu untuk

dikontrol agar diperoleh temperatur fluida sesuai

dengan kriteria yang diinginkan, dan pemanfaatan

sumber energi yang tersedia dapat digunakan lebih

optimal.Untuk mencapai kriteria yang telah

dijabarkan diatas, terdapat beberapa permasalahan

yang muncul. Masalah ini terjadi akibat dari

terbatasnya area kerja sensor dan adanya buffle

pada plant heat exchanger, sehingga terjadi

keterlambatan respon pada plant heat exchanger.

Keterlambatan respon plant heat exchanger jika

kontroler dengan menggunakan sistem kontrol PID

biasa, tidak mampu mengatasi masalah tersebut.

Maka digunakan sistem kontrol jaringan saraf

tiruan prediktif. Model kesalahan prediksi

dirancang berdasarkan model suatu plant. Model

plant tersebut digunakan untuk memprediksi

keluaran dari plant, sehingga mengurangi terjadi

error dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

II. PERANCANGAN SISTEM

A. Model Dinamik Heat Exchanger

Pada penelitian ini digunakan heat exchanger

tipe shell and tube. Shell and tube adalah alat

penukar panas yang sering digunakan pada dunia

industri. Sejumlah metode termal simulasi dan

desain telah dikembangkan untuk heat exchanger

shell and tube dapat beroperasi dengan baik. Alat

penukar panas jenis shell and tube dialiri oleh dua

fluida dengan temperatur yang berbeda-beda, hal

ini dimaksudkan untuk memfungsikan heat

exchanger sebagai pemanas dan pendingin.

Heat exchanger tipe shell and tube dibagi

menjadi 5 bagian, tiap bagian dari heat exchanger

terjadi pertukaran panas, sehingga pertukaran panas

yang terjadi pada heat exchanger terjadi secara

maksimal. Dapat dilihat pada Gambar 1 pembagian

zona pada heat exhanger yang menunjukkan bahwa

input fluida pada shell dan tube mengalir secara

berlawanan, hal ini dilakukan agar temperatur

output pada shell menerima panas dai tube secara

maksimal.

2

Ts 1 Ts 2 Ts 3 Ts 4 Ts 5 Ts out

Tt out Tt 5 Tt 4 Tt 1 Tt 2 Tt 3 Tt0

input

Ts 1 Ts 2 Ts 3 Ts 4 Ts 5 Ts0

input

Gambar 1 Pembagian temperatur pada shell and tube

Gambar 1 diatas didapatkan pemodelan matimatika

yang digunakan dalam simulasi pada Malab.

Pemodelan matimatika menggunakan prinsip

perpindahan panas yang dijabarkan dibawah ini:

Untuk energy balance pada heat exchanger

dapat dilihat pada Persamaan 2.5 [1], tingkat

akumalasi energi = energi flow yang masuk –

energi flow yang keluar + heat transfer.

( ) (1)

di mana

adalah laju perubahan terhadap waktu

dari energi didalam sistem, adalah energi flow

yang masuk, adalah energi flow yang keluar

pada sistem dan Q(t) adalah heat transfer dari

sistem.

Dengan asumsi bahwa heat exchanger

terisolasi dengan baik plant, panas yang tidak

penting hilang di sekitarnya. Dalam sistem ini,

istilah akumulasi energi kinetik dan potensial

adalah nol. Maka satu-satunya variabel yang dapat

diukur adalah energi internal dan entalpi adalah

variabel terukur. Dengan menggunakan hubungan

termodinamika[1]

(2)

di mana adalah kepadatan cairan produk, dalam

kg/lt, V adalah volume dari penukar panas,

adalah kapasitas panas dari cairan produk, dalam

kcal/kg dan

adalah laju perubahan temperatur

pada fluida sebagai tambahan:

( ) (3)

( ( ) ) (4)

di mana adalah energi flow yang masuk dalam

sistem, adalah energi flow, adalah flow

yang masuk ke dalam heat exchanger, adalah

temperatur input fluida, ( ) adalah temperatur

fluida output, dan adalah temperatur referensi.

Dari penurunan rumus diatas, didapatkan rumus

perpindahan panas pada tube and shell sebagai

berikut:

Shell

( ) (

) (5)

Tube

( ) (

) (6)

Dari Persamaan 5 pada sheel dan Persamaan 6 pada

tube didapatkan pemodelan matimatika pada heat

exchanger yang menggunakan parameter serta

model matematika didapatkan dari paper dengan

judul “Modeling of a Dynamic Countercurrent

Tubular Heat exchanger”, pada zona 1 sampai

zona 5 pada tube dan shell yang dijabarkan

dibawah ini[4]:

Zona 1= N(shell,tube)

= ( ) - ( ) +

(7)

= β1 ( ) - ( ) -

(8)

Zona 2 = N(shell,tube)

= ( ) - ( ) +

(9)

= ( ) - ( ) -

(10)

Zona 3 = N(shell,tube)

= ( ) - ( )+

(11)

= ( ) - ( ) -

(12)

Zona 4 = N(shell,tube)

= ( ) - ( ) +

(13)

= ( ) - ( ) -

(14)

Zona 5 = N(shell,tube)

= ( ) - ( )+

(15)

= ( )- ( ) -

(16)

Dimana,

(17)

(18)

3

(19)

(20)

Model matimatika yang telah dijabarkan diatas

pada zona 1 sampai zona 5 pada tube dan shell.

Setelah mendapatkan pemodelan plant, langkah

selanjutnya adalah melakukan identifikasi plant

agar dapat mengetahui karakteristik plant tersebut.

Proses identifikasi ini dengan cara melakukan

simulasi plant secara open loop dengan

menggunakan Matlab. Setelah mendapatkan hasil

respons dari sistem open loop selanjutnya

dirancang sistem kontroler dengan menggunakan

jaringan saraf tiruan.

Tabel.1 Parameter Heat exchanger

B. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan

Setelah mendapatkan pemodelan plant, langkah

selanjutnya adalah melakukan identifikasi plant

agar dapat mengetahui karakteristik plant tersebut.

Proses identifikasi ini dengan cara melakukan

simulasi plant secara open loop dengan

menggunakan MATLAB. Setelah mendapatkan

hasil respons dari sistem open loop selanjutnya

dirancang sistem kontroler dengan menggunakan

jaringan saraf tiruan.

Kontroler dirancang sedemikian rupa hingga

memperoleh respons sistem sesuai dengan kriteria

yang diinginkan. Metode kontrol jaringan saraf

tiruan dapat beradaptasi dengan baik terhadap plant

heat exchanger dengan input dan beban berubah-

ubah, maka dapat memperoleh efek kontrol yang

baik, dan meningkatkan quality control pada

sistem. Gambar 2 adalah diagram blok kontroler

yang digunakan dalam metode jaringan saraf

tiruan.

Gambar 2. Diagram blok kontroler

Jaringan saraf tiruan adalah jenis kontroler yang

menggunakan sistem kendali cerdas, sehingga

mampu beradaptasi terhadap perubahan nilai

parameter pada plant, yang nantinya diharapkan

respons plant mampu beradaptasi terhadap nilai

dari set point. Pada Gambar 3 adalah struktur

jaringan saraf yang digunakan pada penelitian ini.

∑ f(.)

∑ f(.)

∑ f(.)

∑ f(.)

LK

LK-1

LK-2

LK-3

ek

ek-1

ek-2

ek-3

ek-4

uk

uk-1

uk-2

uk-3

uk-4

∑ f(.) uk

Gambar 3 Struktur jaringan saraf tiruan

Proses feedforward dari Jaringan Syaraf

Tiruan adalah dengan menjumlahkan semua

masukan yang dikalikan dengan pembobot dari

masing-masing masukan. Selanjutnya fungsi

aktifasi mengubah hasil penjumlahan tadi menjadi

sebuah keluaran. Dalam hal ini fungsi aktifasi

digunakan fungsi linier. Hal ini dikarenakan

pembobot nantinya digunakan sebagai matriks dari

persamaan state.

Proses pembelajaran dari Jaringan Syaraf

Tiruan dengan lapisan tunggal sering dinamakan

Perceptron. Dalam pembelajaran ini dilakukan

dengan melihat error antara keluaran estimasi

dengan keluaran yang sebenarnya. Ketika error

masih besar, maka akan dilakukan koreksi terhadap

setiap pembobot hingga error terhadap respons

plant semakin kecil.

Algoritma pemrograman untuk identifikasi

menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan ini adalah

sebagai berikut[3].

Rumus Perhitungan Forward

∑ (21)

Output Neuron

(22)

Error Model

(23)

Revisi Bobot

4

(24)

C. Model Kesalahan Prediksi

Model prediksi kesalahan adalah suatu sinyal

yang menghasilkan model prediksi kesalahan yang

akan datang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Tujuan dari model prediktif kontrol agar output

dapat mengikuti input.

Setiap plant yang diberikan input maka

outputnya pasti akan terlambat. Jika dapat

diprediksi sinyal output maka dapat dibuat

mekanisme kontroler agar Untuk

mendapatkan model persamaan sistem, dapat

dijelaskan berdasarkan diagram kontroler dari

model sistem pada Gambar 4 sebagai berikut :

Gambar 4. Mekanisme Prediksi

Dari Gambar 4 digunakan untuk keperluan

simulasi dengan penyederhanaan model mekanisme

prediksi sinyal reference. Kontroler didesain

sedemikian rupa agar nilai dari e sama dengan nol

dan model reference didesain dengan cara mencari

nilai yang paling tepat terhadap respons.

Agar sesuai dengan tujuan dari model

prediktif kontrol yaitu output harus sama dengan

input atau , maka dengan input berupa

error antara nilai output plant dan set point. Model

refernce digunakan untuk menyesuaikan terhadap

respons plant. Dari penjelasan yang telah

dipaparkan diatas, maka didesain suatu stuktur

jaringan saraf tiruan prediktif yang nantinya

diharapkan dapat memperbaiki respon plant yang

terdapat time delay yang telah dikontrol dengan

menggunakan jaringan saraf tiruan, sehingga sesuai

dengan kriteria yang dinginkan dan mengurangi

terjadinya error yang sangat besar. Struktur

jaringan saraf tiruan prediktif dapat dilihat pada

Gambar 5.

∑ f(.)

∑ f(.)

∑ f(.)

∑ f(.)

LK

LK-1

LK-2

LK-3

ek

ek-1

ek-2

ek-3

ek-4

uk

uk-1

uk-2

uk-3

uk-4

∑ f(.)

PLANT

z-1

-

+

-

+

uk

e(k+n)

ym(k+n)

ym(k)

Gambar 5. Struktur jaringan saraf tiruan prediktif

III. ANALISA DATA

Berdasarkan perancangan sistem yang telah

dibahas pada Bab III, langkah berikutnya adalah

melakukan simulasi dari perancangan sistem, yang

kemudian akan dilakukan analisa terhadap semua

hasil simulasi. Uji simulasi dilakukan dengan

menggunakan MATLAB. Tujuan dari uji coba dan

analisa adalah untuk mengetahui kinerja dari

pengendali Jaringan Saraf Tiruan Prediktif tanpa

constraints dan dengan constraints dengan

parameter yang berbeda-beda.

Dikatakan kontrol jaringan saraf tiruan

prediktif jika input yang berupa error yang terjadi

karena adanya selisih antara input yang diprediksi

dengan output plant yang telah dikontrol dengan

menggunakan jaringan saraf tiruan. Seperti yang

sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa

respons dari heat exchanger terjadi keterlambatan

karena adanya sekat (baffle) yang membagi heat

exchanger untuk proses perpindahan panas, maka

diperlukan kontrol prediktif untuk memprediksi

output yang akan datang, sehingga menghindari

terjadi lonjakan error yang sangat besar. Pada

penelitian kali ini penulis membuat 4 keadaan

untuk mengetahui seberapa baik respons plant yang

telah didesain.

Keadaan pertama nilai dari set point dibuat

konstan dan nilai beban juga dibuat konstan dengan

kata lain plant tidak terdapat gangguan, keadaan

kedua dengan membuat set point konstan dan nilai

beban berubah-ubah, keadaan ketiga membuat nilai

set point bervariasi dan beban konstan dan

keadaaan keempat membuat set point bervariasi

dan nilai beban juga bervariasi. Dibawah ini akan

dijelaskan hasil dari simulasi dengan 4 keadaan

yang berbeda-beda untuk mengetahui seberapa baik

kontroler yang telah didesain.

Dengan menggunakan metode jaringan saraf

tiruan prediktif diberikan beban konstan dan set

point juga dibuat konstan, respons plant sangat

mudah untuk mengikuti model reference, karena

tidak terdapat gangguan pada plant dilihat dari

5

input berupa beban yang konstan dan input

temperatur juga dibuat konstan. Pada Gambar 5

menunjukan hasil simulink dengan set point

konstan dan beban konstan

Gambar 5 Hasil simulink dengan metode jaringan saraf

tiruan prediktif dengan beban konstan dan set point

konstan

Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa respons

respons plant telah mampu mengikuti respons

sinyal yang terprediksi. Mula-mula respons plant

melonjak hingga mencapai suhu 84oC, kemudian

turun mendekati sinyal yang terprediksi dan

mengalami steady state dengan settling time pada

50 detik. Keadaan untuk mencapai steady state

dengan menggunakan jaringan saraf tiruan prediktif

lebih cepat, karena learning rate yang digunakan

lebih besar.

Keadaan kedua dengan menentukan set point

konstan dan nilai beban yang dibuat bervariasi.

Perubahan beban pada plant heat exchanger

digunakan sebagai gangguan dengan memberikan

nilai beban yang bervariasi dengan range minimal 6

L/menit dan maksimal 10 L/menit, hal ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh

mana kemampuan dari kontroler dapat beradaptasi

dengan perubahan beban dari plant heat exchanger.

Pada Gambar 6 menunjukan hasil simulink

dengan beban berubah-ubah dan set point konstan.

Gambar 6 hasil simulink dengan metode jaringan saraf

tiruan prediktif dengan beban bervariasi dan set point

konstan

Dapat dilihat pada Gambar 6. Mula-mula

respons plant melonjak hingga mencapai suhu

84oC, lonjakan tersebut hanya berlangsung selama

5 detik, kemudian sinyal turun mendekati nilai set

point dengan respons sinyal yang berosilasi.

Terjadinya osilasi akibat adanya beban yang

bervariasi dengan range minimal 6 L/menit dan

maksimal 10 L/menit dan model reference

mengalami steady state dengan settling time pada

60 detik. Keadaan untuk mencapai steady state

dengan menggunakan jaringan saraf tiruan prediktif

lebih cepat, karena learning rate yang digunakan

lebih besar.

Keadaan ketiga melakukan pengujian

kontroler pada plant heat exchanger dengan set

point yang bervariasi dan beban konstan yang

bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan kontroler untuk dapat beradaptasi dan

mampu mengikuti perubahan nilai set point yang

diberikan dengan kesalahan sekecil mungkin.

Dibawah ini pada Gambar 7 menunjukan hasil dari

simulink dengan set point bervariasi dan beban

konstan

Gambar 7 hasil simulink metode jaringan saraf tiruan

dengan set point bervariasi dan beban konstan

Dapat dilihat pada Gambar 7 respons plant

yang telah dikontrol mampu mengikuti respons

respons model reference. Kemampuan dari output

plant yang telah mampu beradaptasi dengan

perubahan set point dapat dikatakan cepat. Dari

hasil respons plant yang ditunjukan bahwa respons

plant mula-mula naik mencapai 85oC kemudian

turun dan terjadi osilasi selama 15 detik dan output

plant mampu beradaptasi dengan perubahan dari

set point. Error yang terjadi bervariasi dengan nilai

maksimal error 2%, dengan error maksimal 2%

respons sudah cukup dikatakan baik.

Pengujian yang empat dengan cara mengubah

nilai set point yang bervariasi dan nilai beban juga

bervariasi dengan error sekecil mungkin. Dengan

harapan agar respons output pada plant dapat

mengikuti perubahan set point dan perubahan

beban. Pada Gambar 8 menunjukan hasil simulink

denga set point yang bervariasi dan beban

bervariasi.

Gambar 8 hasil simulink metode jaringan saraf tiruan

dengan set point bervariasi dan beban bervariasi

Dengan membuat nilai set point yang

bervariasi dengan range 65 o

C -75 o

C dan beban

bervariasi dengan range 6 L/menit-10 L/menit

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Time (s)

Tem

pera

tur

(C)

Respon Model Referensi

Respon Plant

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Time (s)

Tem

pera

tur

(C)

Respon Model Referensi

Respon Plant

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Time (s)

Tem

pera

tur

(C)

Respon Model Referensi

Respon Plant

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Time (s)

Tem

pera

tur

(C)

Respon Model Referensi

Respon Plant

6

dapat dilihat pada Gambar 8 menunjukan bahwa

respons output plant yang telah dikontrol mula-

mula melonjak hingga mencapai 84 oC dan sinyal

turun mendekati nilai dari model reference.

Respons plant yang telah dikontrol tidak dapat

mengikuti perubahan beban dengan baik, tetapi

mampu beradaptasi, hal ini terjadi karena pada

peneletian ini tidak menggunakan metode adaptif.

Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan

metode jaringan saraf tiruan prediktif sehingga

output plant hanya mampu beradaptasi dan error

yang terjadi mencapai 4%, dengan error yang

mencapai 4% sudah cukup dikatakan baik untuk

kontroler dapat mengkontrol suatu plant.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimulan

Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem

kontrol yang didesain untuk mengatur temperatur

pada heat exchanger dapat bekerja dengan baik dan

sudah sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dari

uraian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemodelan kontroler dengan

menggunakan metode jaringan saraf tiruan

dapat bekerja dengan baik. Hal tersebut

dapat dilihat dari hasil pengujian pada

simulink bahwa sinyal output plant dapat

beradaptasi terhadap set point yang

berubah-ubah. Pada pengujian ini terjadi

error sebesar . Dengan error yang

mengcapai dapat dikatakan bahwa

aksi kontroler terhadap perubahan set

point sangat baik.

2. Desain kontroler jaringan saraf tiruan

prediktif tidak mampu mengikuti

perubahan beban yang cepat, sehingga

menimbulkan error yang mencapai

. Error yang terjadi lebih besar

jika dibandingkan dengan mengubah nilai

set point yang bervariasi.Perbedaan

kontrol jaringan saraf tiruan dan jaringan

saraf tiruan prediktif adalah seberapa cepat

respon plant dapat beradaptasi terhadap

perubahan set point. Pada penelitian ini

kontrol jaringan saraf tiruan lebih cepat

beradaptasi terhadap perubahan set point

dibandingkan dengan menggunakan

jaringan saraf tiruan.

3. Lambat atau cepatnya respon output plant

dapat beradapatasi terhadap perubahan set

point dipengaruhi oleh besar kecilnya

learing rate yang digunakan pada struktur

jaringan saraf tiruan dan penggunaan

bobot-bobot hasil revisi pada proses

pemodelan plant.

B. Saran

Saran penulis untuk penelitian penelitian

ini, diharapkan untuk kedepannya nilai dari

learning rate pada struktur jaringan saraf tiruan

dapat dirumuskan, sehingga untuk penelitian

kedepannya tidak harus mencoba-coba nilai yang

tepat untuk menentukan nilai dari learning rate

pada suatu plant. Agar penelitian ini hasilnya lebih

maksimal dapat ditambahkan kontroler adaptif

pada struktur jaringan saraf tiruan, sehingga output

plant dapat mengikuti perubahan beban dan dapat

mengurangi error pada saat tracking.

REFERENCE

[1] Belinda Chong, Mohd Nor B, “Modelling of A

Hot Water Drum and Heat exchanger Process

Control Training System

[2] Kern,D.Q. 1952. Process Heat Transfer.

[3] Sri kusumadewi, “Membangun Jaringan Saraf

Tiruan Menggunakan Matlab&Excel link”.

Penerbit Graha Ilmu.Jogjakarta.2004

[4] Antonio Flores T, “Modeling of a Dynamic

Countercurrent Tubular Heat exchanger”,

2002

RIWAYAT HIDUP

Rr.Rahmawati Putri Ekasari,

lahir di Mataram, pada tanggal

31 Januari 1990. Penulis

memulai pendidikannya dari

TK. Pembina, Mataram,

kemudian melanjutkan studinya

di SDN 31 Ampenan SMPN 2

Mataram, dan SMAN 1

Mataram. Setelah menamatkan SMA, penulis

melanjutkan studinya di Politeknik Negri Malang

pada Jurusan D3 Teknik Elektro dan lulus pada

tahun 2011. Selanjutnya penulis meneruskan studi

sarjana di Teknik Elektro ITS, kemudian fokus

pada bidang studi Teknik Sistem Pengaturan. Pada

bulan Januari 2014, penulis mengikuti seminar dan

ujian Tugas Akhir sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro

dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.