PENGENALAN SAINS KEHIDUPAN MELALUI SENTRA ...lib.unnes.ac.id/36138/1/1601415031_Optimized.pdfdi TK...
Transcript of PENGENALAN SAINS KEHIDUPAN MELALUI SENTRA ...lib.unnes.ac.id/36138/1/1601415031_Optimized.pdfdi TK...
PENGENALAN SAINS KEHIDUPAN MELALUI SENTRA BERKEBUN
UNTUK ANAK USIA DINI DI TK ANAK CERDAS UNGARAN
SKRIPSI
Dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh
Riska Wardani
1601415031
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
The whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking.
(Albert Einstein)
Sains adalah sesuatu yang nyata, bukan untuk dipahami saja tetapi dipraktikkan
juga.
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu tercinta dengan segala
kasih sayang dan keikhlasannya dalam
doa serta pengorbanannya.
2. Almamaterku Universitas Negeri
Semarang
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pengusunan skripsi yang berjudul “Pengenalan Sains Kehidupan
melalui Sentra Berkebun untuk Anak Usia Dini di TK Anak Cerdas
Ungaran”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Dr. Achmad Rifai RC, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Amirul Mukminin, S.Pd.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang, serta selaku Dosen Wali.
3. Neneng Tasu‟ah, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing yang telah
mendampingi, memberikan bimbingan serta arahan, memotivasi dan selalu
memberikan saran kepada penulis untuk menyelesaikam skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Negeri Semarang yang telah menyampaikan ilmunya kepada
penulis.
5. Ibu Dwi Susanti, S.S, selaku Kepala Sekolah TK Anak Cerdas Ungaran
beserta Ibu Rina Kurniasih, A.Md., selaku guru di sentra berkebun yang
vii
sudah berkenan memberikan izin untuk penelitian dan memberikan
informasi yang penulis butuhkan ketika penelitian.
6. Miftakhul Lutfi F, Darmini Septiyani, Ika Pratiwi, Vina Kamaliya, Yulita
Windiasih, Rizka, dan Luluk Choirunnisa para sahabat yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan selama penulisan skripsi ini. Selamat
berjuang kalian.
7. Teman-teman seperjuangan PG PAUD Angkatan 2015 yang telah
memberikan banyak pengalaman selama perkuliahan ataupun tidak saat
perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mengkasihiku selama hidupku, terima
kasih telah memberikan dukungan, motivasi dan materi dalam penulisan
skripsi ini.
9. PH BEM KM 2017 (Mas Adib, Mas Rifki, Mbak Afi, Mbak Salma, Aisyah,
Puput, dan Puri) yang sudah memberikan saya banyak pengalaman selama
mengabdi bersama.
10. Seluruh keluarga besarku, teman-teman seperjuang dan semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dalam bentuk apapun untuk penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya dunia pendidikan.
Semarang, 29 November 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Wardani, Riska, 2019. Pengenalan Sains Kehidupan Melalui Sentra Berkebun
Untuk Anak Usia Dini di TK Anak Cerdas Ungaran. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
Utama Neneng Tasuah, S.Pd., M.Pd.
Kata kunci : Sains, Sains Kehidupan, Sentra Berkebun, Anak Usia Dini
Penelitian dilatar belakangi dengan anak-anak yang belum mengenal sains
kehidupan secara langsung. Tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana
anak mengenal sains kehidupan melalui sentra berkebun. Penelitian menjelaskan
tentang pengenalan sains kehidupan melalui sentra berkebun untuk anak usia dini
di TK Anak Cerdas Ungaran. Penelitian dilaksanakan di sentra berkebun tepatnya
di TK Anak Cerdas Ungaran. Sentra berkebun merupakan sentra yang menjadi
perantara pengenalan sains kehidupan dan anak. Sains kehidupan mencakup
tumbuhan, hewan, dan makhluk hidup lainnya, hal tersebuat membuat anak
mengenal sains kehidupan lebih mudah karena semuanya ada di sentra berkebun.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan pendekatan kualitatif
dengan teknik penelitian menggunakan teori Miles dan Huberman. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi lapangan, wawancara, angket
terbuka dan dokumentasi. Hasil penelitian adalah anak mengenal sains kehidupan
dengan baik melalui sentra berkebun seperti: anak menjadi tidak pemilih dalam
makan sayur atau buah, anak menjadi sayang tanaman, serta anak juga mampu
mengenali berbagai proses kejadian yang berlangsung di sentra berkebun seperti:
proses pertumbuhan tanaman, dan proses kehidupannya.
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 10
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 12
2.1 Sains .................................................................................................. 12
x
2.1.1 Pengertian Sains ..................................................................... 12
2.1.2 Sains Kehidupan (Life Science) .............................................. 18
2.2 Sentra ................................................................................................ 22
2.2.1 Pengertian Sentra .................................................................... 22
2.2.2 Jenis-jenis Sentra .................................................................... 23
2.3 Berkebun ........................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Bekebun ................................................................ 29
2.3.2 Sentra Berkebun ..................................................................... 32
2.4 Anak Usia Dini ................................................................................. 34
2.4.1 Pengertian Anak Usia Dini ..................................................... 34
2.4.2 Karakter Anak Usia Dini ........................................................ 37
2.4.3 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini ................................... 39
2.5 Penelitian Relevan ............................................................................ 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 52
3.1 Pendekatan dan Jenis ........................................................................ 52
3.2 Tahap-tahap Penelitian ..................................................................... 53
3.3 Instrumen Penelitian ......................................................................... 55
3.4 Teknik Analisis Data ........................................................................ 56
3.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .............................................. 58
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 60
4.1 Gambaran Umum TK Anak Cerdas ................................................. 60
4.2 Visi, Misi dan Tujuan TK Anak Cerdas ........................................... 64
4.3 Data Informan Untuk Penelitian ....................................................... 65
4.4 Pelaksanaan Penelitian...................................................................... 66
4.5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ..................................................... 67
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 86
5.1 Simpulan ........................................................................................... 86
5.2 Saran ................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 89
LAMPIRAN ..................................................................................................... 93
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pendidik dan Tenaga Kependidikan ............................................... 62
Tabel 4.2 Keterangan Kode Wawancara .......................................................... 66
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Struktur Organisasi ........................................................................ 63
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Guru membawa labu siam untuk media pembelajaran ................ 71
Gambar 4.2 Anak melakukan kegiatan menyiram tanaman ............................ 75
Gambar 4.3 Anak memasukkan tanah ke polybag ........................................... 76
Gambar 4.4 Anak mampu memotong sayuran ................................................. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anak sejak lahir sampai usia enam tahun diberikan rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, hal tersebut
merupakan upaya pembinaan oleh pendidikan anak usia dini (UU No.20 Tahun
2003 pasal 1 ayat 14). Pendidikan anak usia dini biasanya dilakukan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. Jalur pendidikan formal yang
bisa dilalui bagi anak usia dini yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal
(RA), atau ada jalur pendidikan yang sederajat lainnya. Lalu jalur pendidikan
nonformal yang bisa dilalui bagi anak usia dini yaitu seperti Kelompok Bermain
(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan ada yang sederajat lainnya, sedangkan
yang untuk jalur pendidikan informal yang bisa dilalui untuk anak usia dini seperti
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan (pasal
28 ayat 2-5).
Tujuan dari pendidikan Taman Kanak-kanak adalah dapat membantu anak didik
dalam mengembangkan berbagai potensi yang anak didik miliki baik psikis
maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, fisik motorik, kognitif, sosial,
emosional, bahasa, kemandirian, serta seni untuk persiapan anak memasuki
pendidikan sekolah dasar, karena pada dasarnya anak-anak di taman kanak-kanak
terutama yang berada di TK B disiapkan agar lebih matang perkembangnnya
2
untuk masuk ke sekolah dasar. Mulai berkembang pesatnya ilmu pendidikan pada
saat ini salah satunya adalah PAUD yang mana lebih fokus pada membahas
pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun (Suyanto, 2005). Pendidikan untuk anak
usia dini perlu dikhususkan karena anak usia dini memiliki karakteristik atau sifat
yang berbeda dengan anak yang berusia diatasnya. Pendidikan Taman Kanak-
kanak (TK) adalah suatu lembaga pendidikan yang bersifat formal, didirikan
untuk anak sebelum memasuki ke jenjang pendidikan selanjutnya yaitu sekolah
dasar atau yang sederajat lainnya. Lembaga ini merupakan lembaga yang
dianggap penting untuk mengembangkan potensi anak agar mereka dapat
menyiapkan secara optimal. Mengembangkan sumber daya manusia akan lebih
mudah jika dilakukan sejak usia dini sehingga membuat PAUD akan
mendapatkan perhatian yang sangat luar biasa dan PAUD mulai berkembang
dengan pesat.
Golden Age atau massa emas yaitu massa dimana saat yang paling tepat bagi
seorang anak untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan usianya. PAUD
memiliki tujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak sejak dini agar
individu dapat menyesuaikan lingkungan sekitarnya, anak belum bisa memahami
sopan santun, tata karma, aturan, etika, norma, dan berbagai hal mengenai dunia
yang sangat luas ini. Pengalaman yang didapatkan anak mungkin akan
membentuk pengalaman-pengalaman yang akan dibawa anak seumur hidupnya,
sehingga pada bidang pendidikan ini anak usia dini sangat memerlukan langkah-
langkah yang tepat untuk membekali pengalaman pada anak sejak dini.
Pengalaman yang diperoleh anak ketika mereka memasuki jenjang pendidikan
3
adalah saat anak berada di sekolah. Anak-anak memperoleh pengalaman baru
selain di rumah yaitu di sekolah, mereka juga memperoleh pengalaman di
lingkungan sekolah seperti halaman sekolah dan kebun sekolah. Pembelajaran
yang diberikan sekolah pun bermacam-macam sehingga membuat anak
memperoleh pengetahuan serta wawasan baru dari luar rumah.
Bloom berpendapat bahwa IQ (intelligence quotient) atau kapasitas
kecerdasan berkembang pada masa anak-anak dengan 20% saat usia 1 tahun,
mencapai 50% pada saat anak berusia 4 tahun yang mana hal tersebut merupakan
massa puncak perkembangan otak anak usia dini. Kapasitas itu akan meningkat
hingga 80% pada usia delapan tahun dan menunjukkan pentingnya memberikan
rangsangan pada anak usia dini. Pengenalan sains pada anak bukan berarti
mengenalkan rumus-rumus, mengenalkan sains pada anak harus sesuai dengan
tahapan umur dan perkembangannya, tapi mengenalkan sains harus dengan
suasana dalam keadaan bermain.
Sains merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki hubungan erat dengan
kegiatan penelusuran suatu gejala dan sebuah fakta alam yang ada di sekitar ruang
lingkup anak. Sains dapat dikatakan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang alam sekitar yang bisa disebut dengan proses, yang berisikan
teori atau konsep yang dapat diperoleh melalui pengamatan dan penelitian yang
dilakukan secara langsung. Sains sebagai suatu yang berisikan teori atau konsep
akan berhubungan satu sama lain yang berdasarkan atas hasil pengamatan yang
dilakukan, percobaan-percobaan atas gejala alam dan isi alam semesta. Sehingga
sains dapat mengajak anak agar mulai berpikir lebih kritis dari biasanya, karena
4
dengan adanya sains disekitar lingkungannya anak dapat menerima ataupun
menolak sesuatu tanpa ada keraguan. Agar dapat lebih memahami sebuah konsep
dilakukan melalui proses berpikir dengan memiliki keterampilan proses sikap
ilmiah sehingga hal ini melibatkan pengetahuan afektif dan psikomotor yang
mana sebagai kemampuan sains. Bagi anak cara mudah dapat memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dialami mereka serta dapat
menanggapi secara kritis perkembangan sains membutuhkan pemahaman yang
dapat dimengerti anak.
Rossalind Charlesworth dan Karen K.Lind (2006) dalam bukunya Math and
Science for Young Children memberikan batasan konten pada life science untuk
anak usia dini; mereka menyatakan bahwa konsep dasar untuk memahami life
science adalah dengan memahami materi tentang tumbuhan, hewan dan makhluk
hidup. Life science merupakan sebuah salah satu muatan belajar yang diturunkan
dan disesuaikan dengan aspek perkembangan kognitif anak usia dini (0-6) tahun.
Life science meliputi fakta, konsep, teori, prinsip dan hukum yang berkaitan
dengan tumbuh-tumbuhan, binatang atau hewan, hubungan antara tumbuhan
dan hewan, serta aspek-aspek kehidupan dengan lingkungannya.
Pembelajaran sains yang diberikan untuk anak usia dini merupakan sains
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari anak, misalnya asal mula nasi
yang mereka makan. Disini anak diberi tahu bahwa nasi yang mereka makan
berasal dari sebuah tanaman padi yang dirawat sampai tanaman padi menguning
sehingga tanaman padi dapat dipanen, saat panen diambilah biji-biji tanaman padi
dan digiling sehingga menjadi butiran-butiran beras. Butiran-butiran beras itu
5
dimasak sampai matang sehingga menjadi nasi. Dalam penyampaian
pembelajaran ini pastinya guru memberikan contoh yang konkret bagi anak agar
anak memperoleh pengalaman yang nyata. Anak menjadi memahami proses apa
saja yang harus dilkukan untuk membuat nasi, sederhananya anak tahu apa itu
tanaman padi, anak mengetahui cara memanen padi, serta anak mengetahui cara
menggiling padi agar menjadi beras. Lalu anak bisa mempraktekkan memasak
padi yang sudah digiling menjadi beras itu menjadi nasi. Dengan adanya
pembelajaran sains ini membuat anak-anak menjadi mengerti bagaimana konsep
proses dari asal muasal nasi yang mereka makan dari padi yang digiling menjadi
beras dan dimasak menjadi nasi.
Model pembelajaran yang digunakan adalah sentra, model pembelajaran
sentra seperti mampu membuat aspek kecerdasan anak Multiple Intelligent
melalui bermain terarah. Bermain terarah disini adalah anak dapat mengurutkan
hal-ahal yang akan dia lakukan dalam permainan itu, settingan belajar seperti ini
mampu membuat anak menjadi lebih aktif, kreatif dan terus berfikir dengan
pengalaman masing-masing anak. Model pendekatan sentra dan lingkaran atau
lebih sering disebut “Beyond Centers and Circles Time” merupakan model
pendekatan sentra yang terfokus pada anak dalam proses pembelajaran yang
berpusat di sentra dan lingkaran. Salah satunya adalah sentra bermain yang
merupakan area main bagi anak yang dilengkapi berbagai jenis alat main, yang
memiliki fungsi untuk pijakan lingkungan yang diperlukan untuk tiga jenis
permainan yang mendukung perkembangan anak, yaitu main sensorimotor
(fungsional), main pembangunan dan main peran. Sedangkan yang dimaksud
6
lingkaran yaitu pendidik duduk bersama dengan anak-anak dalam posisi
membentuk melingkar serta memberikan beberapa pijakan kepada anak sebelum
dan sesudah bermain. Karena ini merupakan model pendekatan sentra dan
lingkaran maka menggunakan area main yang menarik serta jenis permainannya
disesuaikan dengan tujuan dan proses perkembangan anak.
Dikatakan bahwa cara anak belajar yaitu melalui bermain dengan berbagai
benda-benda serta orang-orang yang berada di lingkungan sekitar anak, hal
tersebut merupakan dasar asumsi dari pendekatan setra (Depdiknas 2006). Saat
bermain anak-anak melakukan interaksi secara langsung dengan lingkungan.
Sehingga membuat hal tersebut sangat penting disini adalah dengan adanya
pengalaman yang diperoleh anak serta bagaimana anak bisa mengembangkan
dengan optimal seluruh potensi yang terdapat dalam diri anak. Bermain peran,
bermain sensorimotor, serta bermain pembangunan sampai pada waktunya anak
mulai belajar keaksaraan merupakan kegiatan yang dikembangkan dari
pendekatan sentra (Depdiknas 2006). Karena pembelajaran sentra menggunakan
prinsip terpusat yaitu terfokus dalam lingkaran kecil yang dibuat dengan tujuan
untuk membangun potensial agar daya berpikir, akhlak, dan fisik anak agar
berfungsi secara baik serta optimal dalam penyampaian pembelajarannya.
Model pembelajaran sentra yang digunakan bermacam-macam disetiap
sekolah misalnya: sentra main peran, sentra bahan alam, sentra persiapan, sentra
balok, sentra imtaq dan sentra seni. Hampir semua sekolah menggunakan sentra
tersebut, namun beberapa sekolah bisa menambahkan sentra lain seperti sentra
berkebun. Sentra berkebun merupakan sentra yang sangat diminati anak-anak,
7
dimana sentra tersebut membuat anak lebih aktif dan terampil. Karena saat
berkebun anak melakukan berbagai kegiatan aktifitas fisik (seperti mencangkul,
menanam, menyiram serta memetik hasil) yang mana kegiatan tersebut dapat
meningkatkan aktivitas fisik anak, anak bersentuhan langsung dengan alam
(seperti biji tanaman, bibit tanaman, tahan, air, pupuk) kegiatan itu bisa membantu
anak dapat dalam merangsang motorik halus anak dalam merasakan tekstur, anak
diajarkan untuk bertanggung jawab (karena berkebun merupakan kegiatan yang
berkelanjutan anak akan diajarkan bahwa ketika mereka menanam bibit mereka
juga harus merawat bibit agar tumbuh dan membuahkan hasil).
Sentra berkebun dapat menjadi penghubung untuk anak mengenal sains
kehidupan yang mana kegiatan sentra berkebun menjadi ajang dimana anak dapat
mengenal alam sekitar dengan cepat karena setiap kegiatan berkebun pastinya
anak bersentuhan dengan alam secara langsung. Dimana guru akan mengenalkan
tanaman yang akan tanam secara nyata bukan melalui penggambaran guru,
sehingga membuat anak lebih tertarik. Saat anak menanam, anak akan menyentuh
tanah dan merasakan bagaimana tekstur tanah dan bau tanah. Lalu ketika anak
merawat tanaman, anak akan menyiram dengan air dan memberikan pupuk untuk
tanamannya agar tumbuh dengan subur. Setelah tanaman sudah cukup umur untuk
dipanen, anak-anak dan guru bersama-sama memanen hasil kebun yang
ditanamnya. Hal-hal sederhana seperti itu saja bisa membuat anak senang dan
menambah pengetahuan sains mereka akan alam sekitar tepatnya melalui kegiatan
sentra berkebun.
8
Sentra berkebun terkesan kotor tapi aktivitas berkebun berdampak baik untuk
anak misalnya berkebun mengajarkan anak mencintai alam yang mana anak dapat
mengenal tumbuhan dan hewan disekitarnya sehingga menumbuhkan rasa empati
anak terhadap semua makhluk. Sentra berkebun mengajarkan anak untuk
mengetahui proses menanam, memelihara, memetik serta mengolah tanaman
menjadi hidangan yang siap dimakan. Dalam sentra berkebun ini juga membantu
anak memahami proses pertumbuhan yaitu tanaman membutuhkan “makanan”
dan “minuman” agar bisa tumbuh dengan subur. Selain itu, sentra berkebun juga
membuat anak bergerak lebih aktif. Dimana anak melakukan kegiatan menggali
tanah, menabur biji, memberi pupuk serta mengairi, aktivitas luar ruangan seperti
ini bagus untuk perkembangan fisik maupun mental anak.
Berdasarkan observasi prapenelitian yang dilakukan di TK Anak Cerdas
Ungaran, metode pembelajaran yang digunakan sedikit berbeda dengan sekolah
lainnya, dimana ada penambahan sentra yang digunakan dalam pembelajarannya
yaitu sentra berkebun. Sedangkan sangat jarang sekali ada TK yang mempunyai
sentra berkebun dalam pembelajarannya. Sentra berkebun merupakan sentra baru
yang diterapkan di TK Anak Cerdas Ungaran ini dan sentra ini mendapatkan
respon baik dari anak-anak. Anak-anak menyukai sentra berkebun, karena sentra
ini berada di luar kelas sehingga membuat anak lebih leluasa dalam menikmati
kegiatan pembelajaran ini. Sentra berkebun sendiri mengajarkan berbagai hal
seperti menjelaskan tumbuhan apa yang akan ditanam, guru akan membawa
tumbuhan itu sebagai contoh nyata anak. Setelah guru menjelaskan definisi
tumbuhan yang ditanam anak-anak akan memulai untuk menanam biji tanaman
9
tersebut. Dalam pembelajaran menanam di sentra berkebun ini bisa menanam
dengan cara hidroponik dan menanam menggunakan tanah. Selain itu, anak-anak
juga diajarkan untuk merawat tumbuhan yang ada di sentra berkebun. Anak-anak
juga diajak untuk memanen hasil kebun yang bisa dijual atau dibawa pulang, serta
memasak hasil kebun untuk cooking class. Selain itu dalam sentra berkebun ini
anak bisa mengenal sains kehidupan lebih detail, sains kehidupan mempelajari
tentang makhluk hidup seperti manusia, hewan, tanaman dan lailnya. Anak
mengenal sains secara langsung yang mana sewaktu anak diajak untuk menanam
tanaman. Anak akan menyentuh dan mengamati hal baru yang dilakukan, mereka
menggali tanah, menyentuh serta merasakan tekstur tanah, memegang biji
tanaman atau benih tanaman, lalu memberikan pupuk dan menyiraminya dengan
air. Pada hari berikutnya anak akan mengamati pertumbuhan dari tanaman
tersebut, merawat tanaman hingga memanen hasil tanaman tersebut. Dalam
mengenal sains kehidupan ini anak akan lebih bisa menghargai sesama makhluk
hidup, menghargai makanannya anak tidak menjadi pemilih dalam hal makanan,
anak menjadi lebih ingin tahu dengan kegiatan yang mereka lakukan di sekolah
sehingga terkadang diterapkan di rumah.
Sistem sentra yang ada di TK Anak Cerdas Ungaran mempunyai kelebihan
tersendiri dari TK yang lainnya. Sehingga membuat peneliti mulai tertarik untuk
mengkaji lebih lanjut pembelajaran yang dilakukan di TK Anak Cerdas Ungaran,
untuk memberikan pengetahuan bagaimana proses pembelajaran sentra yang
berada di sekolah TK Anak Cerdas Ungaran yang khususnya menggunakan sistem
sentra berkebun untuk proses pembelajarannya. Oleh karena itu peneliti
10
mengambil judul melakukan penelitian tentang “Pengenalan Sains Kehidupan
Melalui Sentra Berkebun Untuk Anak Usia Dini Di TK Anak Cerdas”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah pengenalan sains kehidupan kepada anak usia dini melalui
sentra berkebun di TK Anak Cerdas?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk
mengetahui sejauh mana anak mengenal sains kehidupan melalui sentra
berkebun.”
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Kegunaan Teoritis
Pengenalan sains kehidupan melalui sentra berkebun pada anak usia dini
dengan ilmu pengetahuan alam yang diperoleh di perguruan tinggi. Bagi
para akademis dan pembaca diharapkan memberikan informasi atau
referensi untuk bahan penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Sekolah
Sekolah mengetahui kemampuan diri anak tentang pemahaman sains
kehidupan melalui sentra berkebun yang kemudian dijadikan masukan
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
11
b. Bagi Guru
Penelitian ini bisa membantu guru dalam meningkatkan kegiatan
pembelajaran yang ada di sekolah serta menjadi masukan agar sentra
berkebun memiliki kegiatan lainnya.
c. Bagi Peneliti
Memperkaya ilmu dan wawasan dalam mengamati sejauh mana
pemahaman anak usia dini memahami sains kehidupan melalui sentra
berkebun, memberikan pengalaman, mengembangkan pola berpikir,
serta kemampuan menganalisa dan memecahkan masalah yang
ditemukan.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sains
2.1.1 Pengertian Sains
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin luas, mendalam dan lebih
kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, membuat ilmu
pengetahuan berkembang semakin pesat, ilmu pengetahuan menjadi dua bagian
yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (natural science) dan Ilmu Pengetahuan Sosial
(social science). Dalam perkembangannya, sains (Inggris: science) atau IPA
terbagi menjadi beberapa bidang sesuai dengan perbedaan bentuk dan cara
memandang gejala alam. Biologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
kehidupan. Fisiska merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala fisik
dari alam, dan khusus untuk bumi dan antariksa disebut Ilmu Pengetahuan Bumi
dan Antariksa. Sedangkan kimia merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
sifat materi benda, lalu terkadang dalam pembahasannya suatu gejala tertentu
membuat perbedaannya sudah tidak nampak lagi.
Arti kata Sains yaitu Wissenchaft merupakan kata yang berasal dari bahasa
Jerman, memiliki arti sistematis atau pengetahuan yang terorganisasi. Sedangkan
scientia merupakan kata Sains yang berasal dari bahasa Latin, yang diartikan
secara sederhana yaitu pengetahuan (knowledge) menurut Fisher (1975:5). Sains
memiliki arti pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan
bersama-sama dalam suatu urusan terorganisasi, misalnya seperti pengetahuan
mengenai biologi, fisika, dan kimia.
13
Definisi mengenai sains atau IPA yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan
dikemukakan dalam beragam bentuk. Misalnya definisi sains menurut Jenkins &
Whitefield:1974;Conant:1975 yaitu sains merupakan rangkaian suatu konsep serta
skema konseptual yang saling berhubungan dan dikembangkan dari hasil
eksperimentasi untuk observasi serta sesuai untuk eksperimentasi dan observasi
berikutnya. Chalmers mengutip dalam buku Davis yang berjudul On the Scientific
Methods menyatakan sains sebagai suatu struktur yang dibangun dari fakta-fakta.
Bronowski yang merupakan seorang saintis dan juga filosof tentang sains,
menyatakan sains merupakan organisasi pengetahuan dengan suatu cara tertentu
berupa penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal yang tersembunyi di alam. Sains
dijelaskan secara umum dapat mengacu pada masalah alam (nature) sehingga
dapat diinterpretasikan serta diujikan, dengan begitu keadaan alam yang
merupakan keadaan materi seperti senyawa, atom, dan molekul serta segala
sesuatu yang mempunyai ruang dan massa, serta sepanjang yang menyangkut
“natural law” yang memperlihatkan “behaviour” materi yang merupakan
pengertian dari sains yaitu biologi, fisika dan kimia.
Sains didasari oleh hal-hal yang kita lihat, dengar, raba, dan lain-lain
(Chalmers, 1980:1). Karena sains dapat dibuktikan dan bersifat objektif, serta bisa
dikatakan memiliki batasan yang lebih ditekankan pada cara memperoleh sains
yaitu dengan melalui observasi maka pendapat atau pemikiran imajinatif tidak
dapat dikatakan sebagai sains. Fisher (1975:6) mengatakan batasan sains
merupakan body of knowledge obtained by methods based upon observation, yang
dapat diartikan sebagai berikut: suatu batang tubuh pengetahuan yang diperoleh
14
melalui suatu metode yang berdasarkan observasi. Sains dibagi dalam dua bentuk
yaitu pertama sains dikatakan sebagai batang dari ilmu pengetahuan yang
berguna, merupakan pengetahuan praktis, serta dengan metode memperolehnya;
dan yang kedua yaitu sains sebagai suatu hal yang murni aktifitas intelektual, hal
tersebut dinyatakan oleh Cambbell (dalam Fisher, 1975:7). Bube (dalam Fisher,
1975:9) juga menyatakan sains sebagai ilmu pengetahuan mengenai alam yang
diperoleh melalui interaksi antara akal dengan dunia.
Sains merupakan ilmu pengetahuan atau berupa kumpulan beberapa konsep,
hukum, prinsip serta teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis,
serta melalui inkuari yang dapat dilanjutkan dengan proses observasi (empiris)
secara berulang-ulang. Hal tersebut merupakan suatu upaya perbuatan manusia
yang meliputi keterampilan, operasi mental, serta strategi untuk memanipulasi dan
menghitung, dan dapat diujikan kembali kebenarannya yang dilandasi dengan
sikap keingintahuan (curiousity), ketekunan (persistence), dan keteguhan hati
(courage) yang dilakukan oleh individu untuk membuka rahasia yang ada pada
alam semesta. Hal tersebut dilakukan setelah penelusuran dari berbagai
pendangan para ahli yang berada pada bidang sains dan memperhatikan hakikat
sains.
Ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam, secara harfiah dapat disebut dengan sains atau IPA. Sains
merupakan sistem yang mempelajari mengenai alam semesta yang pengumpulan
datanya diperoleh secara observasi serta eksperimen terkontrol. Sains juga disebut
sebagai produk atau hasil dari suatu proses penyelidikan ilmiah yang dilandasi
15
dengan sikap serta nilai-nilai tertentu yang mendasari sains. Menurut beberapa
bahasa, Sains atau Science dalam bahasa Inggris, merupakan kata Scientia berasal
dari bahasa Latin yang memiliki arti pengetahuan. Amien mendefinisikan
sainstsebagai bidang ilmu alamiah dengan ruang lingkup berupa zat serta energi,
baik yang terdapat dalam mahluk hidup ataupun makhluk tidak hidup, sains lebih
banyak mendiskusikan mengenai alam (natural science) seperti biologi, fisika dan
kimia.
Definisi menurut James Conant yang dikutip oleh Ali Nugraha, hasil
serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat diamati dan diuji lebih lanjut
merupakan sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang
berhubungan satu sama lain. Lain halnya dengan Conant, Ahmadi memberikan
penjelasan mengenai sains berupa ilmu teoritis yang berdasarkan pada
pengamatan yang dilakukan, dan percobaan-percobaan terhadap suatu gejala alam
yang merupakan makrokosmos (alam semesta) serta mikrokosmos (isi dalam alam
semesta yang lebih terbatas, khususnya tentang manusia beserta sifat-sifatnya).
Dodge mengemukakan bahwa sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan
yang dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa metode-metode yang
berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan dengan penuh ketelitian.
Dimensi pengkajian merupakan batasan sains yang dapat membagi sains
berdasarkan dimensinya. Sains merupakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
terdiri dari physical sciences serta life sciences, hal tersebut dijelaskan oleh
Sumaji secara sempit. Terutama physical sciences merupakan ilmu-ilmu yang
mempelajari astronomi, geologi, kimia, fisika, metereologi, dan minerologi,
16
sedangkan yang dimaksud dengan life sciences yaitu biologi, fisiologi dan
zoologi. Dodge juga menjelaskan bahwa sains merupakan bagian dari physical
science, life science serta bumi dan sekitarnya. Dimana physical science terdiri
dari objek-objek yang dapat dieksplor oleh anak, sehingga anak dapat belajar
tentang ukuran, bentuk, berat, suhu dan warna, sedangkan life science
menceritakan tentang proses terjadinya suatu kejadian. Sehingga membuat anak
dapat mempelajari tentang suatu proses terjadinya pertumbuhan tanaman serta
berlangsungnya kehidupan binatang.
Penjelasan Ernest Hagel yang dikutip oleh Indrawati mengatakan bahwa sains
terdiri dari tiga aspek yaitu 1) dari aspek tujuan, sains dapat digunakan sebagai
alat untuk menguasai suatu alam serta untuk memberikan sumbangan kepada
kesejahteraan manusia, 2) sains juga sebagai suatu pengetahuan yang sistematis
serta tangguh dalam arti sains merupakan suatu kesimpulan yang didapat dari
berbagai peristiwa yang telah terjadi, 3) sains sebagai metode, sains merupakan
suatu perangkat sebuah aturan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah,
dan untuk mendapatkan atau mengetahui sebab akibat dari suatu kejadian, serta
sains dapat digunakan untuk mendapatkan teori atau hukum-hukum dari suatu
obyek yang telah diamati.
Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sains bisa
dipandang sebagai sebuah dimensi yang terdiri dari suatu proses, maupun suatu
produk atau hasil, serta sebagai sikap. Pembelajaran sains dapat berkembang
melalui tiga substansi yang mendasar sebagai berikut dengan adanya pendidikan
serta pembelajaran berisi mengenai tentang program yang memfasilitasi
17
penguasaan proses sains, penguasaan produk sains dan program yang
memfasilitasi kegiatan pengembangan-pengembangan terhadap sikap sains.
Sains sebagai suatu proses merupakan cara supaya memperoleh pengetahuan,
selain itu sains juga sangat berhubungan erat dengan proses kegiatan penelusuran
gejala, dan proses yang terjadi di alam, serta fakta-fakta alam yang dilakukan pada
kegiatan laboratorium. Sains akan diakui kebenarannya jika penelusurannya
dilakukan berdasarkan pada berlangsungnya kegiatan pengamatan, terus-menerus
melakukan percobaan, hipotesis (dugaan), dan objektif, walaupun terkadang
berseberangan dengan nilai yang ada.
Sains sebagai produk terdiri dari berbagai fakta, konsep prinsip, hukum dan
teori yang ada. Fakta merupakan berupa suatu keadaan yang terjadi, sifat ataupun
peristiwa yang terjadi, sedangkan konsep merupakan suatu ide atau gagasan yang
merupakan generalisasi dari berbagai peristiwa atau pengalaman khusus yang
dapat dinyatakan dalam istilah atau simbol tertentu yang bisa diterima. Konsep
akan mengacu pada suatu benda atau objek, keadaan, peristiwa, kondisi, sifat, ciri-
ciri dan atribut yang melekatnya. Sedangkan yang disebut teori adalah komposisi
yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi (pernyataan berarti) yang
dianggap memiliki suatu keterhubungan secara sistematis serta kebenarannya
sudah teruji secara empirik dan dianggap berlaku secara universal.
Sains dianggap sebagai suatu sikap atau lebih dikenal juga sebagai istilah
sikap keilmuan, seperti berbagai keyakinan, serta opini dan nilai-nilai yang harus
dipertahankan oleh seorang ilmuan khususnya ketika saat mencari atau
18
mengembangkan pengetahuan baru yang didapatkannya. Sains sebagai sikap
diantaranya seperti rasa tanggung jawab yang tinggi, disiplin, tekun, rasa ingin
tahu, jujur, serta terbuka terhadap pendapat orang lain.
Seperti yang didefinisikan oleh Brewer yaitu sains berarti suatu proses
kegiatan mengamati, serta berpikir dan merefleksikan berbagai suatu tindakan
atau peristiwa yang terjadi. Lain halnya dengan Semiawan, beliau mengemukakan
sains dianggap sebagai pengkajian dan penerjemah pengalaman manusia
mengenai fisik dunia yang dapat mencakup segala aspek pengetahuan yang
berhasil didapat melalui metode saintifik, serta tidak terbatas hanya pada fakta dan
sebuah konsep proses saintifik tetapi juga berbagai variasi dari aplikasi
pengetahuan dan prosesnya seperti pengamatan, penilaian dan perkiraan, serta
interprestasi. Kesimpulan yang didapatkan bahwa sains merupakan ilmu
pensgetahuan yang berkenaan dengan fakta serta gejala alam yang telah tersusun
secara sistematis dan didapatkan melalui pengamatan serta eksperimen.
2.1.2 Sains Kehidupan (Life Science)
Life science secara familiar dikenal dalam bahasa inggris yaitu life science,
secara diktif dapat diturunkan dari dua kata yaitu kata life dan science. Life (dalam
bahasa inggris) berarti hidup sedangkan science dapat diartikan sebagai sains atau
ilmu; singkatnya life science dapat diartikan menjadi ilmu tentang mahluk hidup.
Life science is the study of living things-plants and animals. It helps to explain
how living things relate to one another and to their surroundings (Brierer & Lien,
1981). Sains kehidupan adalah studi tentang makhluk hidup yaitu tumbuhan dan
19
hewan. Hal ini membantu untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup
berhubungan satu sama lain dan sekitarnya, (Brierer & Lien, 1981).
Life science (sains kehidupan) mempelajari tentang makhluk hidup
(mikroorganisme, tumbuhan, hewan, dan manusia). Sains kehidupan tidah hanya
berfokus pada biologi tetapi juga biokimia hingga ilmu hewan, serta mempelajari
tentang dampak perkembangan teknologi seperti biologi monekuler dan rekayasa
genetik terhadap makhluk hidup dan ekosistemnya. Sementara itu, Ali Nugraha
(2006) menyebutkan life science atau lebih dikenal ilmu hayati merupakan bidang
kajian sains yang meliputi botani, zoology, dan ekologi. Botani mengkaji ranah
struktur morfologi, taksonomi, anatomi dan fisiologi tumbuhan atau lebih
tepatnya disebut ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Zoology membahas
tentang struktur anatomi, histologi dan fisiologi hewan. Ekologi mempelajari
tentang hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, konservasi, siklus alam dan
perilaku makhluk hidup.
Life science merupakan salah satu dari area atau tempat kajian sains untuk
anak usia dini yang tidak lain adalah ilmu fisika (fysical science) dan ilmu
geografi (earth science). Tujuan dan nilai life science merupakan tujuan dan nilai
sains untuk anak usia dini secara umum. Karen Worth dan Sharon Grollman
(2003) juga menjelaskan batasan life science untuk anak usia dini adalah sebagai
berikut:
“Life science for young children is about maintaining this fascinantion
throught the close and often systematic observastion plants and animals,
including themselves. It is about guiding children to begin to think about
living thing; what they look like, how they live, and how they change.
20
That is, the life science program in the early childhood clasroom focuses
both on the caracteristic of an organism and how it lives in its natural
environment outside of the classroom. At the same times, it encourages
children to treat all things and their environments with care and
respect.”
“Ilmu kehidupan untuk anak-anak adalah tentang mempertahankan daya
tarik yang mengamati secara dekat dan sistematis melalui tanaman dan
hewan, termasuk diri mereka sendiri. Ini tentang membimbing anak-anak
untuk mulai berfikir tentang makhluk hidup: seperti apa mereka,
bagaimana mereka hidup dan bagaimana mereka berubah. Yaitu,
program sains kehidupan diruang kelas anak usia dini berfokus pada
karakteristik suatu organisme dan bagaimana ia hidup di lingkungan
alaminya di luar kelas. Pada saat yang sama, ia mendorong anak-anak
untuk memperlakukan semua hal dan lingkungan mereka dengan hati-
hati dan hormat.”
Penjabaran di atas menekankan, life science dalam pendidikan anak usia dini
terkait dengan bagaimana anak mengobservasi hewan dan tumbuhan, bagaimana
anak dapat berfikir tentang mahluk hidup, bagaimana kehidupan mahluk hidup
dan bagaimana mahluk hidup dapat tumbuh dan berkembang. Singkatnya, anak
dapat memahami karakteristik mahluk hidup dan bagaimana dia bisa bertahan
hidup di alam bebas.
Ruang lingkup pembelajaran sains menurut (Abruscato, 1996) ada tiga, studi
tentang ilmu bumi (earth and space science) meliputi pengetahuan tentang
bintang, matahari dan planet, kajian tentang tanah, batuan dan pegunungan serta
kajian tentang cuaca atau musim. Selanjutnya studi tentang ilmu hayati (life
science) meliputi studi tentang tumbuhan, hewan, hubungan hewan dan tumbuhan
serta hubungan makhluk hidup dengan lingkungan. Lingkungan ketiga adalah
ilmu tentang fisika (physical science) meliputi studi tentang daya, energy,
rangkaian dan reaksi kimia.
21
Trundle, dkk (2015) menyebutkan ruang lingkup pembelajaran life science
pada anak meliputi perbedaan antara makhluk hidup dan benda mati, pertumbuhan
dan pekembangan organisme (termasuk pembangunan manusia), kuman dan
penyakit menular, tumbuhan serta hewan. Pendapat lainnya, Madison Public
School menyebutkan ruang lingkup life science anak TK adalah keturunan dan
adaptasi yang meliputi perbedaan makhluk hidup dan benda mati. Ministry of
Education, Province of British Columbia menyebutkan lingkup pembelajaran life
science pada anak TK adalah mendeskripsikan karakteristik makhluk hidup.
Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (2006) dalam bukunya Math and
Science for Young Children memberikan batasan konten life science yang
ditujukan pada anak usia dini; mereka menyatakan bahwa konsep dasar untuk
memahami life science adalah dengan memahami materi tentang tumbuhan,
hewan dan mahluk hidup. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulan bahwa
pemahaman life science adalah kemampuan seorang anak dalam mengklasifikasi,
mencontoh, membandingkan, menyimpulkan serta menjelaskan suatu fakta yang
terjadi, prinsip atau konsep yang terdapat dalam materi menjelaskan karakteristik
tumbuhan dan hewan, habitat tumbuhan dan hewan serta pengenalan tubuh
manusia yang didapatkannya melalui komunikasi dengan orang lain yaitu seperti
komunikasi baik secara tertulis, verbal maupun piktorial.
Salah satu konten sains yang penting sebagai sarana mengembangkan aspek-
aspek perkembangan anak usia dini adalah sains kehidupan. Kegiatan dalam life
science melatih anak menggunakan panca indera seperti: melihat, meraba,
membau, merasakan dan mendengar. Semakin banyak kegiatan yang melibatkan
22
panca indera dalam belajar, anak semakin memahami yang dipelajari. Anak
memeroleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda
disekitarnya.
2.2 Sentra
2.2.1 Pengertian Sentra
Model pendekatan sentra dan lingkaran atau lebih sering disebut “Beyond
Centers and Circles Time” merupakan model pendekatan sentra yang terfokus
pada anak dalam proses pembelajaran yang berpusat di sentra dan lingkaran.
Terdapat dua jenis pendekatan dalam pembelajaran AUD , yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach). Model penyelenggaraan di sentra main
terfokus pada anak yang dalam proses pembelajarnnya juga terpusat dan
menggunakan 4 macam pijakan yang tujuan dari pijakan tersebut adalah untuk
mendukung perkembangan anak. Pendekatan dalam sentra memiliki asumsi
bahwa anak-anak belajar melalui bermain dengan benda mati ataupun makhluk
hidup yang berada dilingkungan sekitar mereka (Depsiknas 2006).
Sentra dapat diartikan sebagai suatu wadah yang disiapkan guru untuk
kegiatan bermain anak, karena melalui sentra serangkaian kegiatan bermain yang
telah disusun oleh guru dapat berjalan sesuai materi pembelajaran. Rangkaian
kegiatan harus saling berkaitan dan mendukung satu sama lain agar dapat
mencapai tujuan belajar di sentra. Pendekatan sentra menekankan proses
pembelajaran yang berpusat pada anak, sedangkan guru lebih berfungsi sebagai
23
motivator dan fasilitator dengan memberikan pijakan-pijakan. Depdiknas (2006)
menjelaskan hal yang terpenting disini adalah pengalaman yang didapatkan
seorang anak dan bagaimana cara anak dapat mulai berkembang secara optimal
melalui seluruh potensi yang dimiliki dalam diri anak. Bermain sensorimotor,
bermain pembangunan, serta bermain peran sampai pada anak dapat belajar
keaksaraan merupakan kegiatan yang dikembangkan dari pendekatan sentra.
Sentra menjelaskan dalam pembelajarannya menggunakan suatu prinsip yang
terus terpusat, serta fokus dalam lingkaran kecil yang memiliki tujuan untuk
membangun potensial agar fisik, daya pikir, serta akhlak anak berfungsi secara
lebih baik dan optimal.
2.2.2 Jenis-jenis Sentra
Frederich Wilhelm Frobel dianggap sebagai „the founding father‟ dari
pendidikan anak usia dini, serta beliau juga menyumbangkan pemikirannya untuk
anak usia dini adalah menghasilkan suatu sistem “garden of children” atau
“kindergarten” yang berarti taman atau kebun milik anak, atau dapat diartikan
menjadi Taman Kanak-kanak. Kindergarten Frobel diperuntukkan bagi anak yang
berusia antara 3 sampai 7 tahun. Beliau menggunakan taman sebagai symbol dari
pendidikan anak. Pendidikan nak merupakan dari pandangannya terhadap dunia
dan pemahamannya tentang hubungan individu, sang pencipta dan alam semesta.
Frobel berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga) prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pendidikan anak usia dini: (1) The Gifts, adalah sejumlah benda yang dapat
diraba dan dimainkan oleh anak-anak dengan cara tertentu. Menurut Frobel bola
melambangkan keutuhan alam semesta; (2) The Occupation, adalah serangkaian
24
kegiatan yang memberikan kesempatan pada anak untuk berekspresi artistik; (3)
The Mothers play, adalah lagu-lagu dan permainan atau games yang dirancang
khusus untuk kegiatan sosial dan pengalaman anak terhadap alam sekitarnya.
Montessori seperti yang dikutip oleh Soejono (1988:77-102) sangat berminat
terhadap masalah pendidikan anak yang tergolong terbelakang. Pekerjaan
Montessori yang berhubungan dengan anak-anak yang menyandang cacat mental,
Montessori banyak menemukan ide dan gagasan bagi pendidikan untuk anak
normal, lebih khusus lagi diperuntukkan bagi anak dibawah lima tahun. Beliau
adalah dokter perempuan pertama di Italia, yang pemikirannya dijadikan rujukan
dan pendekatan untuk Pendidikan Anak Usia Dini (dalam hal ini sekolah
Montessori). Montessori mempunyai anggapan bahwa pada dasarnya pendidikan
itu hanyalah pertolongan (bantuan) pada saat anak berada dalam perkembangan.
Konsepsi Montessori dikenal dengan nama “Pedosentris”, berasal dari kata peados
= anak didik , sentries = pusat, sehingga dapat disimpulkan bahwa model
pendidikan Montessori menekankan pusat aktivitas pendidikan terletak pada anak
itu sendiri. Asumsi ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap anak memiliki
pembawaan, kesanggupan, perkembangan serta kodratnya masing-masing.
Berdasarkan teori Montessori, membebaskan setiap anak belajar menurut tempo
dengan caranya sendiri sesuai materi yang dipilihnya sendiri dan ditentukan
berdasarkan taraf kemampuan dan minatnya. Menurut Montessori anak tidak
perlu bersaing dengan anak lainnya, ataupun sebaliknya dihambat kemajuannya
agar sesuai dengan kelompoknya.
25
Helen Parkhurst pada usia 15 tahun telah mengajar sebagai guru di Kota
Dalton. Teknik pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dan tugas mandiri
untuk masing-masing tingkat yang berbeda, maka dari itu Parkhurst
mengibaratkan kelasnya seperti laboratorium anak-anak, sehingga ia
menamakannya „Labolatory Plan‟. Parkhusrt seperti yang dikutip oleh Soejono
pernah belajar di „sekolah Montessori‟ di Italia. Sebagai anak dan asisten
Montessori, ia semakin mengetahui keunggulan dan kelemahan sistem pendidikan
Montessori. Menurut anggapannya, Montessori terlalu menekankan pembelajaran
individual sehingga anak-anak kurang bersosialisasi, serta banyak alat
pembelajaran yang dilakukan secara kaku dan monoton. Berdasarkan
pertimbangan kelemahan tersebut, maka Parkhurst mencoba konsep
pendidikannya untuk anak cacat di sekolah menengah di Kota Dalton.
Keberhasilannya mengembangkan sistem pendidikan tersebut diberi nama “The
Dalton Plan”. Implikasi model pendidikan Dalton memiliki ruang kelas seperti
halnya kelas Montessori. Kelas Dalton juga memiliki ruang kelas yang luas untuk
memberikan pembelajaran klasikal. Ruang kelas ini dapat dibagi menjadi kelas-
kelas kecil yang disebut dengan sentra atau vak. Desain tersebut menunjukkan
bahwa model pendidikan Dalton memberikan pelayanan seimbang antara bentuk
pembelajaran klasikal dan individual.
Ruangan klasikal digunakan untuk membelajarkan hal-hal yang bersifat
umum, misalnya bercerita, berdoa, bernyanyi, menari dan gerak badan, serta
membahas kegiatan yang akan dilakukan anak di sentra-sentra.
26
Ruangan sentra terdiri atas satu bidang pengembangan. Sebagai contoh
adanya sentra persiapan, sentra balok, sentra bermain peran, sentra bahan
alam, sentra imtak, dan lain-lain. Pada setiap sentra memiliki alat sumber
belajar yang spesifik sesuai tujuan pembelajarannya. Pada sentra bahan alam,
misalnya memiliki bahan seperti air, lumpur, pasir, tanah liat, tanaman,
krayon, car air, sedangkan pada sentra balok disiapkan bahan-bahan seperti
balok berwarna, balok berongga, puzzle. Demikian juga sentra persiapan
terdiri dari alat pengembangan bahasa, misalnya buku cerita, map, bola dunia
(globe), poster.
Model Beyond Center and Circle Time adalah suatu metode atau pendekatan
dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dan merupakan perpaduan
antara teori dan pengalaman praktik. Tujuan dari model Beyond Center and Circle
Time yang dimaknai sebagai sentra dan saat lingkaran adalah sebagai:
Model ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak
(kecerdasan jamak) melalui bermain terarah.
Model ini menciptakan setting pembelajaran yang merangsang anak untuk
aktif, kreatif, dan terus berfikir dengan menggali pengalamannya sendiri
(bukan sekedar mengikuti perintah, meniru, atau menghafal).
Dilengkapi dengan standar operasional yang baku, yang berpusat di sentra-
sentra kegiatan dan saat anak berada dalam lingkaran bersama pendidik,
sehingga mudah diikuti.
Model pembelajaran BCCT lebih dikenal dengan sebutan SELING (sentra
keliling) yang dirancang dengan bentuk sentra-sentra. Ada 6 sentra pokok dalam
27
model pembelajaran BCCT, seperti: sentra bahan alam, sentra bermain peran
(sentra bermain peran mikro dan sentra bermain peran makro), sentra rancang
bangun (balok), sentra persiapan, sentra imtaq/agama, sentra seni dan kreativitas,
namun seiring dengan kebutuhan anak yang didalam sentranya belum mencakup
keseluruhan aspek pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga ada beberapa
sekolah yang menambahkan sentranya sesuai dengan kebutuhan seperti : sentra
musik dan olah tubuh, sentra IT, sentra cooking, sentra berkebun dan lain-lain.
Setiap guru bertanggungjawab pada 10 murid dengan moving class sesuai dengan
sentra gilirannya, SELING ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan
anak (Multiple Intelligences).
Keenam sentra pokok tersebut berisikan :
Sentra Bahan Alam
Sentra bagan alam menyediakan bahan sifat cair atau bahan alam (eksplorasi
di bak pasir, bak air dengan perlengkapannya). Diantaranya; a. Alat ukur (literan,
botol, jirigen, sendok, gelas ukur, dan pompa air); b. Bahan dengan benda-benda
yang mengapung dan yang bisa tenggelam (batu, busa, sumba); c. Pencampuran
warna (air, sumba, cat air); d. Ublek (adonan tepung, pewarna, air); e. Pengenalan
tekstur kasar dan halus (tepung, pasir).
Sentra Seni
Sentra seni menyediakan permainan antara lain pembelajaran menggambar,
mewarnai, melukis dengan macam-macam media dan cara, membuat bentuk
benda, binatang atau tanaman dengan bermacam-macam bahan. Selain itu anak
28
juga dikenalkan dengan meronce, menggunting sederhana, melipat kertas,
mencocok gambar, membatik, jumputan, mozaik, kolase, menganyam, dan
menjahit sederhana. Semua kegiatan tersebut untuk anak memahami cara bekerja
dengan bahan-bahan seni serta melatih pengembangan motorik kasar dan halus
pada anak.
Sentra Balok
Sentra ini dilengkapi balok-balok bentuk ukuran geometri dengan berbagai
ukuran dan tanpa warna. Disarankan sedikitnya 100 balok setiap anak, agar dapat
merangsang anak menciptakan bentuk bangunan yang bervariasi dan terstruktur
sesuai dengan ide atau gagsannya. Semua potongan balok tersebut ditata dengan
klasifikasi yang akurat pad loker di sentra balok. Anak tanpa sadar setiap
memandang penataan balok di loker belajar tentang klasifikasi bentuk dan ukuran,
serta belajar menghitung jumlah balok yang diperlukan dalam kontruksi bangunan
yang diciptakannya.
Sentra Persiapan
Sentra persiapan menyediakan permainan yang mengajak anak kepada kerja
yang lebih serius dari sekedar main. Seperti halnya disediakan huruf-huruf, buku-
buku cerita, alat tulis, angka-angka, pohon hitung, dan bahan-bahan lain yang
merangsang anak mencoba kosep aksara dan matematika, hingga ke kemampuan
membuat buku. Pembelajaran ini harus dimulai dari sesuatu yang sederhana agar
anak paham secara alamiah.
29
Sentra Imtaq
Sentra ini menyediakan sarana-sarana ibadah dan aturan-aturan dalam
beribadah, misalnya mengajarkan doa sehari-hari, praktek sholat dan praktek
wudhu. Sehingga nilai-nilai moral yang berlaku menjadi bagian dalam hidup anak
sehari-hari. Sentra imtaq juga membangun keaksaraan dengan huruf-huruf
hijaiyyah.
Sentra Main Peran
Sentra main peran dibagi menjadi dua, yaitu sentra main peran besar dan
sentra main peran kecil, sentra ini disebut juga main simbolik, role play, pura-
pura, make believe, fantasi, imajinasi atau main drama. Sentra main peran besar
menggunakan alat-alat yang sesungguhnya. Misalnya guru menggunakan alat-alat
tulis dalam pembelajaran, perlengkapan makan, dokter dengan perlengkapannya,
dan lain sebagainya. Sentra main peran kecil, misalnya rumah boneka, rangkaian
kereta dengan rel, kebun binatang dengan miniature binatang-binatang liarnya.
Anak diberi kesempatan menciptakan kejadian-kejadian dalam kehidupan nyata
dengan cara memerankannya secara simbolik.
2.3 Berkebun
2.3.1 Pengertian Berkebun
Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebidang lahan, biasanya di
tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khususnya
sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Pengertian kebun bersifat umum karena
lahan yang ditumbuhi tanaman secara liar juga disebut kebun, asalkan berada di
30
wilayah pemukiman. Melalui keadaan yang seperti itu, kebun dibedakan dari
hutan dilihat dari jenis dan kepadatan tumbuhannya. Kata kebun juga digunakan
untuk menyebut pekarangan dan taman. Kebun dalam pengertian di Indonesia
biasanya tidak memiliki sistem budidaya yang intensif dan sekadar menjadi
tempat untuk menumbuhkan tanaman serta pengumpulan hasil panen tidak ada
fasilitas penyortiran atau pengemasan yang tersedia di lahan tersebut, (Pusat
Kepustakaan Berbahasa Indonesia, 2013).
Berkebun adalah kegiatan memanfaatkan sebidang tanah atau lahan sebagai
tempat menanam tumbuhan menurut. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan
sengaja maupun tidak sengaja. Perbedaannya terletak pada bagaimana seseorang
memanfaatkan lahannya, ada yang menggunakannya sebagai lahan untuk
menanam dengan sengaja agar menghasilkan panen dari tumbukan untuk
kebutuhan bisnis ataupun hobi, dan sebaliknya pada kegiatan berkebun tidak
disengaja adalah dari tanaman yang sudah ada atau liar lalu dimanfaatkan hasil
panennya untuk kebutuhan bisnis ataupun pribadi.
The American Heritage Dictionary of the English Language (2000)
menjelaskan mengenai farming gardening (berkebun pertanian) adalah sebagai
berikut:
1. Farm berarti: a) suatu bidang tanah yang diolah dengan tujuan mendapatkan
hasil pertanian, b) suatu bidang tanah yang disiapkan untuk meningkatkan
dan mengembangbiakkan ternak local, c) suatu areal air yang disiapkan untuk
meningkatkan dan mengembangbiakkan atau menghasilkan hewan air
31
tertentu, seperti: ikan air tawar, tiram. Sedangkan farming berarti mengolah
atau menghasilkan panen.
2. Garden memiliki arti: a) suatu bidang tanah yang digunakan untuk menanam
bunga, sayur mayur, buah-buahan dan tanaman apotek hidup, b) sebidang
tanah yang ditanami bunga, pepohonana, tanaman hias dan digunakan untuk
rekreasi atau hiasan. Garden sering juga digunakan untuk banyak makna,
seperti: kebun umum atau kebun pertanian, c) pekarangan atau halaman
penuh rumput, d) daerah yang diolah dengan baik dan subur.
Kegiatan berkebun dapat membakar lebih banyak kalori dan hal ini jauh lebih
baik dari pada duduk di belakang meja kantor sepanjang hari. Selain itu, juga akan
memperoleh udara segar, menikmati pemandangan hijau, mengatasi tingkat stress
dan memperbaiki suasana hati agar lebih tenang. Sudah banyak orang yang
menikmati kepuasan tersendiri melalui aktivitas berkebun. Dapat disimpulkan,
kegiatan berkebun akan lebih memuaskan jika hasil dari berkebun dapat
dikonsumsi sendiri, itu berarti masyarakat juga dapat memulai diet sehat tanpa
harus membeli makanan dari super market. (Kumar, 2015).
Beberapa adalah manfaat berkebun terhadap kesehatan menurut Kumar
(2015):
1. Meningkatkan kebugaran, orang dapat menjalani gaya hidup aktif secara fisik
ketika orang tersebut memiliki hobi berkebun. Ketika melakukan banyak
gerakan akan membuat tingkat kebugaran cenderung meningkat. Selain itu,
dengan membawa dan menggunakan alat-alat berkebun seperti cangkul dan
32
pemotong rumput akan memberikan beberapa latihan yang baik untuk
kesehatan.
2. Meningkatkan kreativitas, pikiran akan jauh lebih bersemangat, berkebun
juga bisa meningkatkan kreativitas. Ketika banyak melihat tanaman hijau,
pikiran akan lebih positif dan jauh lebih produktif.
3. Menjadikan pikiran rileks, menghirup udara segar atau menyentuh tanah akan
memberikan pengalaman baru, pikiran akan jauh lebih santai. Bahkan tanpa
disadari sebelumnya, aktivitas ini membuat pikiran rileks dan membuat
penggiatnya semakin sehat.
4. Mengurangi stress, orang dapat meminimalkan tingkat stres dengan cara
berkebun di halaman belakang rumah. Sebuah studi mengungkapkan bahwa
orang-orang yang menghabiskan waktu berkebun cenderung memiliki tingkat
stres yang lebih rendah.
5. Meningkatkan sirkulasi darah, ada banyak sekali gerakan yang dapat lakukan
ketika berkebun seperti mencangkul tanah, mengisi polibag atau memotong
rumput. Hal ini tentu saja dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah
sehingga peredaran darah menjadi lancar. Jadi, aktivitas berkebun sangat baik
sebagai alternatif latihan.
2.3.2 Sentra Berkebun
Menururt Beetlestone (2012), beliau menjelaskan bahwa proses kegiatan
berkebun dilakukan dengan memberikan kesempatan yang berbeda kepada anak
saat melakukan kegiatan aktivitas fisik, pelepasan energi fisik serta lebih
menonjolkan gerakan-gerakan fisik, seperti mencangkul, menggali tanah, menata
33
pot, menyiram tanaman dan memanen. Sedangkan Wells & Nancy (2014)
mendukung dengan pendapatnya yaitu dengan melakukan school gardens atau
yang disebut taman sekolah dapat meningkatkan aktivitas fisik anak. Herdianing
(2014) yaitu kegiatan berkebun merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan,
dengan berkebun secara tidak langsung anak diajarkan mengenal ilmu tentang
siklus hidup tanaman serta mendapatkan pengalaman tentang keajaiban hidup
benih atau proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan Sutrisno & Harjono (2005)
juga memberikan pendapat bahwa kegiatan berkebun merupakan proses kegiatan
menanam tumbuhan yang sekaligus dapat secara langsung memperoleh
pengetahuan tentang kehidupan tumbuhan serta keterampilan psikomotorik dalam
menanam tumbuhan. Tanggung jawab dalam kegiatan berkebun seperti menyiram
tanaman setiap hari, merawat tanaman, serta mengamati proses pertumbuhan
tanaman yang terjadi.
Beetlestone (2012), menyatakan bahwa kegiatan berkebun memiliki manfaat
yang sangat nyata untuk perkembangan fisik anak karena akan mempengaruhi
perkembangan kreatifitas pada anak. Ketika berkebun anak-anak dapat memiliki
banyak ruang untuk bergerak dan melatih tubuh mereka dengan melakukan
gerakan-gerakan dalam skala besar seperti berlari, menggali, mengangkat,
menyiram dan menggaruk. Herdianing (2014) menjelaskan manfaat dari proses
kegiatan berkebun berpengaruh terhadap fisik motorik anak serta dapat
meningkatkan kecerdasan naturalistik anak, melatih kesabaran, dan bertanggung
jawab, serta membangun emosi dan empati anak. Sutrisno & Harjono (2005) juga
menyampaikan pendapat bahwa berkebun dapat bermanfaat terhadap beberapa
34
aspek lainnya yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan
eksplorasi, dan mengenal lingkungan di sekitarnya serta mengamati proses
pertumbuhan dan atau proses alam lainnya.
2.4 Anak Usia Dini
2.4.1 Pengertian Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agara anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lehih lanjut (Depdiknas, USPN, 2004:4). Anak usia dini memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan
dan perkembangannya. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia
0-6 tahun (Undang-undang Sisdiknas tahun 2003) dan NAEYC (National
Association Education for Young Children) bahwa anak usia dini adalah
sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0-8 tahun.
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Sedangkan
menurut Beichler dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010:7), menjelaskan bahwa anak
usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Sehingga hakikat anak usia
dini (Augusta, 2012) merupakan individu yang memiliki sifat unik dimana dia
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek sosioemosional,
fisik-motorik, bahasa, kognitif, kreativitas, dan komunikasi yang khususnya sesuai
dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.
35
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1
ayat 14 yaitu:
“Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dan pendidikan lebih lanjut.”
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak yang dalam
usia 0-6 tahun yang sedang dalam berada tahap pertumbuhan dan perkembangan,
baik fisik maupun mental merupakan anak usia dini.
Pada masa emas ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk
tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak
sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda.
Perkembangan dimana anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age”
atau masa emas. Perkembangan tersebut dengan memberikan makanan yang
sesuai dengan gizi seimbang anak serta memberikan stimulasi yang intensif sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian stimulasi
pada anak secara terus-menerus dari lingkungan sekitarnya bisa membuat anak
mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik.
Masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya merupakan masa kanak-kanak. Anak-anak cenderung senang bermain
pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering mengubah aturan
main untuk kepentingan diri sendiri. Hal tersebut membutuhkan upaya pendidikan
untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan
36
fisik maupun perkembangan psikis. Maka dari itu potensi anak yang sangat
penting untuk dikembangkan, potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa,
sosio-emosional, kemampuan fisik dan lain sebagainya.
Upaya pembinaan yang ditunjukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut
dilakukan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), upaya yang dilakukan
sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 14. Pendidikan
anak usia dini biasanya dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal
dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk Taman Kanak-
kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan
anak usia dini dalam jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman
Penitipan Anak (TPA). Sedangkan PAUD pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan
seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita
kenal dengan satuan PAUD sejenis (SPS).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini yaitu anak
yang memiliki rentang usia 0-6 tahun dan yang sedang mengalami pertumbuhan
serta perkembangan yang sangat pesat, sehingga memerlukan stimulasi yang tepat
agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Pemberian stimulasi
tersebut harus diberikan melalui lingkungan keluarga, PAUD belajar non formal
seperti Tempat Penitipan Anak (TPA) atau Kelompok Bermain (KB) atau PAUD
jalur formal seperti TK dan RA.
37
2.4.2 Karakter Anak Usia Dini
Anak usia dini mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan banyak
cara yang berbeda serta anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dari
satu anak dengan anak lainnya. Kartini Kartono (1990:109) memberikan
penjelasan mengenai karakteristik anak usia dini yaitu sebagai berikut: 1) Bersifat
egosentris naif, yaitu anak memandang dunia luar dengan pandangannya sendiri
sesuai dengan pengatahuan dan pemahaman dirinya sendiri. 2) Relasi soasial yang
primitif, yang dimaksud adalah anak belum bisa memisahkan keadaan dirinya
dengan keadaan lingkungan sekitarnya. 3) Kesatuan jasmani dan rohani yang
hampir tidak terpisahkan, yaitu anak akan selalu mengekspresikan segala sesuatu
yang dirasakan secara terbuka. 4) Sikap hidup yang fisiognomis, yaitu anak secara
langsung memberikan atribut atau sifat lahiriah serta sifat konkrit terhadap setiap
penghayatannya.
Sedangkan Sofia Hartati (2005:8-9) menjelaskan pendapatnya mengenai
karakteristik anak usia dini sebagai berikut: a) anak memiliki rasa ingin tahu yang
besar, b) anak memiliki pribadi yang unik, c) anak suka berfantasi dan
berimajinasi dengan pikiran mereka, d) masa potensial untuk belajar, e) anak
memiliki sikap egosentris, f) anak memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek,
g) anak merupakan bagian makhluk sosial.
Pendapat lain dari Rusdinal (2005:16) berpendapat sebagai berikut: a) anak
suka menyebutkan nama-nama benda yang ada disekitarnya dan mendefinisikan
kata, b) pada masa praoperasional, anak belajar melalui pengalaman yang konkret
serta dengan orientasi dan tujuan sesaat, c) anak memerlukan struktur kegiatan
38
yang lebih jelas dan spesifik, d) anak belajar melalui bahasa lisan dan pada masa
ini berkembang pesat.
Sementara itu Syamsuar Mochtar (1987:230) juga berpendapat mengenai
karakteristik anak usia dini yaitu sebagai berikut:
a. Anak pada usia 4-5 tahun:
1) Anak sudah dapat membedakan satu dengan banyak.
2) Gerakan lebih terkoordinasi.
3) Anak dapat duduk diam dan menyelesaikan tugas dengan hati-hati.
4) Senang bermain dengan kata.
5) Dapat mengurus diri sendiri.
b. Anak pada usia 5-6 tahun:
1) Anak mulai bergerak lebih terkontrol.
2) Anak dapat berhitung 1-10.
3) Perkembangan bahasa anak sudah mulai cukup baik.
4) Anak dapat bermain bersama temannya.
5) Anak mulai peka terhadap situasi social yang terjadi disekitarnya.
6) Anak mulai mengetahui perbedaan kelamin serta status.
Menurut penjelasan diatas diketahui karakteristik anak yang berusia 5-6
tahun dapat melakukan gerakan secara terkoordinasi, dan perkembangan bahasa
sudah baik serta mampu berinteraksi sosial dengan makhluk hidup lainnya, masa
dimana anak mulai belajar bahasa, anak dapat mengkoordinasikan gerakan dengan
baik yaitu anak dapat mengkoordinasikan gerakkan mata dan tangan untuk
39
mengimajinasikan dalam berbagai bentuk gambar sehingga secara tidak langsung
membuat gambar hasil karya anak tersebut membantu meningkatkan kemampuan
anak dalam berbicara.
2.4.3 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
1. Perkembangan Fisik Motorik
Proses perkembangan kemampuan gerak seorang anak disebut dengan
perkembangan motorik. Hurlock (1987) menjelaskan bahwa perkembangan
motorik berarti merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah
melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi.
Sehingga pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan
kegiatan massa yang ada pada waktu lahir.
Sementara itu perkembangan fisik motorik menurut Slamet Suyanto
(2005:49) sebagai berikut perkembangan fisik anak meliputi otot kasar serta
otot halus, perkembangan badan, selanjutnya lebih disebut dengan motorik
kasar serta motorik halus. Perkembangan pada motorik kasar anak merupakan
gerakan mendasar yang berhubungan serta terkoordinasi dengan otak
sehingga gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh,
seperti berjalan, berlari, memukul, melompat, dan merangkak. Sedangkan
yang dimaksud dengan motorik halus yaitu berfungsi untuk melakukan
gerakan yang lebih spesifik seperti menggenggam, meremas, merobek,
menulis, menggunting, melipat, mengikat tali sepatu, dan mengancingkan
baju.
40
Carol Seefedlt dan Barbara A.Wasik (2008:67) mengemukakan bahwa
anak yang berusia lima tahun memiliki banyak tenaga seperti anak usia empat
tahun, namun keterampilan gerak motorik kasar maupun motorik halus sudah
mulai terarah dan terfokus pada tindakan yang mereka lakukan. Keterampilan
gerak motorik anak akan menjadi lebih diperhalus dan keterampilan gerak
motorik kasar menjadi lebih gesit dan serasi. Keterampilan motorik anak usia
4-6 tahun sudah memiliki keterampil untuk menggunakan otot tangan serta
otot kaki, sehingga keterampilan anak yang berhubungan dengan otot tangan
memiliki kemampuan dalam memasukkan sendok ke dalam mulut,
mengancingkan baju, mengikat sendiri tali sepatunya, menyisir rambut,
melempar serta menangkap bola, menggores pensil ataupun krayon,
menggunting, melipat kertas menjadi beberapa bagian, merobek kertas,
membentuk menggunakan bahan dasar lilin dan mengecat gambar dalam
pola tertentu.
Penjelasan diatas dapat disimpulkan perkembangan fisik motorik yang
terjadi pada saat anak berusia 5-6 tahun bahwa otot kasar serta otot halus anak
sudah mulai berkembang. Anak menjadi sangat aktif karena mereka memiliki
banyak tenaga untuk melakukan berbagai kegiatan, sehingga dapat membuat
anak melakukan gerakan yang lebih terkoordinasikan. Keterampilan yang
menggunakan otot tangan dan otot kaki sudah mulai berkembang dengan baik
yang mana anak sudah mulai dapat menggunakan tangannya untuk
memegang pensil ataupun krayon sehingga dapat menghasilkan gambar yang
41
diinginkan. Sehingga membuat gambar karya anak tersebut dapat digunakan
dalam rangka membantu peningkatan kemampuan bicara anak.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat
susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne, 1976).
Kemampuan kognitif berkembang secara bertahap sejalan dengan
perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada dipusat susunan syaraf.
Menurut Vygotsky aspek kognitif anak akan berkembang dengan sangat baik
bilamana anak-anak tidak hanya bermain melakukan eksperimen pada alat-
alat mainnya tetapi juga berinteraksi dengan orang dewasa dan teman-teman
sebayanya yang memiliki pengetahuan lebih banyak darinya. Endang
Purwanti dan Nur Widodo (2005:40) menjelaskan bahwa perkembangan
kognitif merupakan proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia,
penemuan pengetahuan, pembuatan pertandingan, berfikir dan mengerti.
Sedangkan yang dimaksud dengan proses mental adalah proses pengolahan
informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, intelegensi, belajar, pemecahan
masalah dan pembentukan konsep, sehingga dapat menjangkau kreativitas,
imajinasi dan ingatan pada anak.
Tahap praoperasional pada anak yang berusia 5-6 tahun, mempuyai tahap
dimana anak menunjukkan proses berfikir yang mulai lebih jelas seperti anak
dapat mengenali beberapa simbol beserta tanda termasuk dalam bahasa atau
gambar. Penguasaan anak dalam bahasa sudah sistematis, sehingga anak
dapat melakukan permainan yang berupa simbolis, tetapi tahap ini anak masih
42
memiliki sifat egosentris (Slamet Suryanto, 2005:55). Sifat egosentris ini
dimana anak tidak memandang dari sudut pandang orang lain tetapi anak
hanya memandang dari sudut pandang diri sendiri, maka wajar saja diusia
anak sekarang masih mengalami sifat egosentris terdebut. Semisal anak yang
tidak mau mengalah dalam bermain, masih bertengkar dengan teman
sebayanya, cemburu dengan anggota keluarga baru atau anggota keluarga
lama, ada juga beberapa anak diusia 5-6 tahun yang masih tantrum dengan
hal-hal sepele, dan belum mau berbagi. Selain sifat egosentris anak-anak juga
memiliki pemikiran yang imajinatif disaat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup memiliki perasaan.
Melalui bayangan dan gambar dari Santrock (2007:253) tahap
praoperasional anak dimulai dengan mempresentasikan dunianya dengan
kata-kata. Anak akan mulai berfikir secara simbolik, sehingga
memunculkannya suatu pemikiran mental, serta masih terdapat sikap
egosentrisme yang tumbuh dan keyakinan magis mulai terkontruksi. Pada
tahapan ini dapat dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu sub tahapan fungsi
simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.
Pertama, sub tahap fungsi simbolik yang mulai terjadi pada anak yang
berusia 2–4 tahun. Sub tahap fungsi simbolik ini dimulai dengan ketika anak
mampu menggambarkan suatu objek yang tidak ada secara spontan.
DeLoache mengatakan bahwa kemampuan seperti ini akan dapat memperluas
serta mempengaruhi dunia anak kedepannya. Karena pada saat ini anak-anak
akan mulai menggunakan desain-desain secara acak untuk menggambar atau
43
melukis orang, awan, bunga, mobil, rumah dan sebagainya (Santrock,
2007:253). Anak-anak mulai dapat menggunakan bahasa serta melakukan
permainan “pura-pura” atau yang sering disebut dengan permainan makro.
Tetapi dalam sub tahap fungsi simbolik anak masih berfikir secara
egosentrisme dan animisme serta anak juga belum dapat membedakan antara
perspektif dari dirinya sendiri serta perspektif dari orang lain.
Kedua, dalam sub tahap pemikiran intuitif terjadi pada anak yang berusia
4 sampai 7 tahun, yang mana anak akan mulai mempraktikan suatu penalaran
primitive dan rasa keingintahuan jawaban dari berbagai pertanyaan yang ada
dalam pikiran anak. Tetapi anak masih berfikir secara sentralisasi yaitu
dengan memusatkan perhatian pada suatu karakteristik dan mengabaikan
karakteristik lainnya. Sehingga dengan cara berfikir anak dalam tahapan ini
masih irreversible (tidak dapat dibalik) dan anak belum mampu menangani
suatu tindakan yang datang dari arah sebaliknya.
Sementara itu Caroll Seefedlt dan Barbara A.Wasik (2008:81)
menjelaskan bahwa anak berusia 5 tahun memiliki imajinasi yang mulai
berkembang, serta anak masih berfikir hal yang konkret ataus nyata, anak
dapat melihat benda dari kategori yang berbeda dari orang lain, anak senang
menyortir mainan serta mengelompokan berdasarkan warna atau bentuk,
menigkatnya pemahaman konsep serta mengetahui tentang suatu benda apa
yang asli dan apa yang palsu.
Penjelasan diatas mengenai tentang perkembangan kognitif pada anak,
dapat diketahui bahwa sesungguhnya unsur yang menonjol pada tahap
44
praoperasional yaitu anak sudah dapat menggunakan bahasa simbolis yang
berupa gambaran atau bahasa yang diucapkan oleh anak. Anak-anak mulai
berbicara tanpa basa-basi dan tanpa dibatasi oleh waktu sekarang dan mereka
dapat membicarakan suatu hal bersama-sama. Sehingga melalui bahasa anak-
anak dapat mengenal berbagai macam benda serta mengetahui nama-nama
dari benda yang awalnya tidak dikenal kini melalui pendengaran dan
penglihatan anak dapat mengenalnya. Perkembangan bahasa sangat
mempengaruhi lancar tidaknya perkembangan kognitif pada anak.
3. Perkembangan Bahasa
Menurut Lenneberg, perkembangan bahasa pada anak akan berjalan
sesuai dengan jadwal biologis anak (Eni Zubaidah, 2003:13). Sehingga hal ini
bisa digunakan menjadi tolak ukur sebagai dasar mengapa anak pada di usia
tertentu sudah ada yang dapat berbicara, sedangkan pada usia tertentu pula
ada anak yang belum dapat berbicara. Perkembangan bahasa pada anak
berkembang secara alami yaitu mengikuti bakat anak serta kodrat dan ritme
yang alaminya. Perkembangan bahasa anak tidak ditentukan pada batasan
usia mereka tetapi tertuju pada perkembangan motorik anak, namun
perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan disekitar anak.
Perkembangan bahasa anak akan muncul serta mulai berkembang seiring
dengan situasi interaksi social yang terjadi antara anak dengan orang dewasa
ataupun antar sesama anak (Kartini Kartono, 1995:127).
Bahasa bagi anak usia dini sangat memiliki peranan yang sangat penting
diantaranya sebagai sarana untuk mendengarkan, sebagai sarana untuk
45
berfikir, dan sarana untuk menyuarakan pendapat serta sarana agar anak
mampu berbicara dan menulis (Suhartono, 2005:13-14). Melalui bahasa
seseorang dapat dengan mudah menyampaikan keinginan serta pendapatnya
kepada orang lain karena itu bahasa memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak telah mampu mengenal 8000 kosakata ketika mereka berusia
5 tahun, mereka mampu membuat berbagai macam bentuk kalimat seperti
membuat beberapa pertanyaan-pertanyaan sendiri, kalimat negatif, kalimat
positif, kalimat majemuk, kalimat tunggal, serta bentuk penyusunan kalimat
lainnya. Sehingga membuat anak-anak mampu belajar menggunakan
beberapa bahasa dalam situasi yang berbeda (Gleason dalam Slamet Suyanto,
2005:74).
Menurut Mansur (2005:36) menyatakan bahwa kemampuan bahasa yang
dimiliki anak saling berkaitan dengan kemampuan kognitif anak, walaupun
awal mulanya bahasa dan pikiran merupakan dua aspek yang berbeda. Tetapi
sejalan dengan perkembangan kognitif anak, bahasa merupakan ungkapan
dari pikiran anak. Ninio san Snow seperti yang yang dikutip dari Caroll
Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008:76) menjelaskan bahwa, anak pada usia 5
tahun akan semakin pandai dengan kemampuan yang mereka miliki dalam
mengkomunikasikan suatu gagasan dan mengungkapkan perasaan mereka
dengan kata-kata.
46
Karakteristik perkembangan bahasa pada anak Menurut Caroll Seefelt
dan Barbara A.Wasik (2008:74) yaitu:
1) Anak usia 4 tahun:
Mampu berbicara dalam kalimat 5-6 kata.
Menguasai 4.000 – 6.000 kata.
Anak mampu mendengarkan pembicaraan orang lain serta
menanggapinya dan dapat berpartisipasi dalam percakapan yang
terjadi.
Anak mulai belajar tentang kata mana yang dapat diterima baik
secara social ataupun tidak.
2) Anak usia 5 tahun:
Struktur kalimat menjadi lebih rumit.
Menguasai kosakata 5.000 – 8.000 kata.
Anak mampu berbicara secara lancar, jelas serta benar tata
bahasanya kecuali ketika ada beberapa kesalahan pada pelafalan.
Senang menggunakan bahasa untuk permainan dan cerita.
Mampu mendengarkan orang yang sedang berbicara.
Dapat menggunakan kata ganti orang dengan benar.
Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah perkembangan bahasa pada
anak usia dini dapat diketahui melalui perkembangan bahasa anak yang
terjadi dalam interaksi anak terhadap lingkungan sekitar mereka, bahasa juga
merupakan sebuah ungkapan dari apa yang difikirkan oleh anak itu sendiri,
47
sehingga membuat bahasa dapat memiliki peranan yang sangat penting dalam
berkomunikasi ketika bersama orang lain. Maka dapat dikatakan bahwa
perkembangan bahasa pada anak yang berusia 5-6 tahun sudah mampu
berbicara dengan struktur kalimat yang rumit, sehingga anak senang
menggunakan bahasa untuk menceritakan gagasan, pengalaman, pengetahuan
serta apa yang sedang dipikirkan mereka terhadap orang lain, sehingga karya
dari gambaran anak dapat dipilih dalam rangka meningkatkan kemampuan
bicara anak. Agar kemampuan bicara anak dapat diketahui, maka hal yang
dilakukan yaitu dengan cara meminta anak untuk menjelaskan hasil gambar
yang telah dibuatnya.
4. Perkembangan Emosi
Menurut Crow & Crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah
“An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner
adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and
that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman
afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Syamsudin
(2004 : h.28) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang
kompleks yang muncul sebelum dan sesudah terjadinya suatu peristiwa”.
Sedangkan, Santrock (2007:h.6) mendefinisikan bahwa emosi merupakan
sebuah perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada
dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya.
48
Sementara itu menurut Yudha M Saputra dan Rudyanto, 2005:26
menyatakan seiring dengan bertambahnya usia anak, berbagai ekspresi emosi
diekspresikan secara lebih terpola karena anak sudah dapat mempelajari raksi
orang lai. Reaksi emosi yang timbul dapat berubah menjadi lebih
proporsional, seperti sikap tidak menerima dengan cemberut dan sikap tidak
patuh atau nakal. Beberapa ciri-ciri emosi pada anak yang ditambahkan oleh
Yudha M Saputra dan Rudyanto (2005:145) yaitu a) emosi anak akan
berlangsung secara singkat dan sementara, b) terlihat lebih hebat dan kuat, c)
emosinya bersifat sementara, d) sering terjadi serta e) dapat diketahui dengan
jelas dari tingkah lakunya.
Menurut Ericson (Slamet Suyantop, 2005:72) menjelaskan bahwa anak
usia TK berada pada tahap innititive vs guilt yang sedang berkembang
menuju kearah industry vs inferiority. Sedangkan menurut Ismail yaitu berada
pada tahap ini anak usia dini akan mengalami perkembangan yang positif
serta memiliki kreativitas, imajinasi, memiliki banyak ide, berani mencoba
serta anak sudah berani mengambil resiko dan menjadi mudah bergaul
(Hanun, 2009:120). Tahap perkembangan ini anak usia dini dapat
mununjukan sikap inisiatif, yaitu anak sudah mulai lepas dari ikatan orang
tuanya, anak mulai bergerak bebas serta mulai berinteraksi dengan teman
sebaya dan lingkungan sekitarnya. Anak-anak dituntut dapat mengembangkan
perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial disekitarnya, serta
mempertanggungjawabkan atas apa yang dilakukannya. Hal tersebut dapat
49
didukung dengan perkembangan motorik dan perkembangan bahasa anak
sehingga sudah dapat dijelaskan dan mencoba apa yang anak inginkan.
Beberapa karakteristik perkembangan pada anak usia 5 tahun menurut
Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008:71-72) yaitu:
a. Anak dapat mengungkapkan perasaannya sesuai dengan cara yang
dapat diterima oleh masyarakat sosial dan mengatur emosinya.
b. Anak sudah mulai bisa memisahkan perasaan dan tindakan mereka.
c. Menghayati perilaku sosial yang pantas di masyarakat.
d. Karena anak telah mampu mengungkapkan perasaannya melalui kata-
kata oleh karena itu kekerasan emosi dan ledakan fisik mulai
berkurang.
e. Dapat melucu atau membuat lelucon.
Penjelasan diatas dapat disimpulkan, bagaimana perkembangan motorik
dan perkembangan bahasa anak usia 5–6 tahun sudah dapat mengembangkan
sikap inisiatif untuk menjelaskan serta mencoba apa yang dia inginkan dan
rasakan, anak juga mampu menunjukan reaksi emosinya dengan lebih teratur.
Ada juga menyalurkan perkembangan motorik anak dengan beberapa gambar
sehingga membuat gambar hasil karya dari anak dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam berbicara.
50
2.5 Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mela Murti Roza (2012) mengatakan
bahwa penelitian dilatar belakangi metode pembelajaran sains yang di
berikan guru kurang menarik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana aplikasi metode yang digunakan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran sains. (Pelaksanaan Sains Anak Taman Kanak-Kanak
Aisyiyah Bustanul Athfal 29 Padang).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ayom Estu Royani, Samidi, Joko Daryanto
(2013) mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
pengenalan konsep gejala alam melalui metode eksperimen dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa melalui metode eksperimen dapat
meningkatkan pengenalan konsep gejala alam pada anak. (Peningkatan
Pengenalan Konsep Gejala Alam melalui Metode Eksperimen pada Anak
Kelompok B TK Aisyiyah Kadipiro 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Asri Sudarmiyanti (2014) menyebutkan
bahwa PAUD Alam merupakan sebuah layanan pendidikan bagi anak
yang fokus pada kegiatan outdoor dan pembelajaran melalui interaksi
langsung dengan alam. Konsep ini merupakan sebuah inovasi dibidang
pendidikan anak. (Pelaksanaan Pembelajaran di PAUD Alam (Studi
Deskriptif Kualitatif di PAUD Model Pembelajaran Alam di Kota
Bengkulu)).
4. Penelitian yang dilakukan oleh Azria Asis dan Rosdianah (2018)
mengatakan bahwa pembelajaran sains bagi anak usia dini ditujukan
51
agar anak memiliki kemampuan memecahkan masalah, memiliki sikap
ilmiah dan mengasah kepekaan panca indera dalam bereksplorasi untuk
memahami lingkungan sekitar. (Pengenalan Konten Life Science Pada
Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Fun Cooking Kapurung).
86
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Simpulan tentang pengenalan sains kehidupan melalui sentra berkebun dapat
dilihat melalui proses kegiatan pembelajaran anak-anak saat di sentra. Kegiatan
pembelajaran didiskusikan bersama dengan kepala sekolah dan para guru agar
mengetahui kegiatan yang dilakukan tersebut sesuai atau tidak jika dilakukan
untuk anak usia 4-6 tahun karena sentra berkebun diterapkan untuk TK. Melalui
sentra berkebun anak diajarkan untuk menyayangi dan merawat tanaman, seperti
pilar karakter yang salah satunya adalah cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
Anak sebenarnya sudah mengenal sains kehidupan tetapi melalui sentra berkebun
anak diajak mengenal sains kehidupan lebih mendetail dan mendasar. Karena
melalui kegiatan yang ada di sentra berkebun membuat anak bercengkrama
langsung dengan sains kehidupan, misalnya kegiatan ketika anak memasukkan
tanah ke polybag, anak menanam biji-biji tanaman serta menyiram tanaman, anak-
anak akan saling membaur untuk menanam, mereka akan bermain dengan tanah
dan air. Selain itu anak-anak juga mempelajari proses pertumbuhan dari tanaman
yang akan mereka tanam, proses tanaman dari biji yang mereka tanam sampai bisa
mereka panen hasil buahnya.
Maka fungsi dari sentra berkebun yaitu sebagai tempat anak-anak untuk
mengenal bagaimana sains kehidupan, anak-anak akan bereksplorasi mengenal
87
sains kehidupan melalui sentra berkebun dengan sangat maksimal karena di sentra
berkebun merupakan bagian dari sains kehidupan sehingga anak-anak akan
mengenal sains kehidupan dengan sendirinya.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang Studi Deskriptif Pengenalan Sains
Kehidupan Melalui Sentra Berkebun Di PAUD Anak Cerdas Ungaran, maka saran
yang dapat diberikan yaitu:
a. Bagi Kepala Sekolah
1. Kepala sekolah bisa memberikan masukan untuk kegiatan-kegiatan yang
ada di sentra sebelum menyetujui rencana pembelajaran agar bisa
memperbaiki yang sekiranya perlu diperbaiki.
2. Kepala sekolah bisa memberikan guru tambahan atau guru bantu di
sentra berkebun, agar dapat meringankan beban guru di sentra berkebun
sehingga kinerja guru dapat meningkat serta sentra juga bertambah maju.
b. Bagi Pendidik
1. Bagi pendidik diharapkan bisa meningkatkan proses pembelajaran di
sentra berkebun yaitu dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang
berhubungan dengan proses pembelajaran di sentra berkebun sehingga
dapat meningkatkan kualitas mengajarnya.
2. Pendidik bisa menambahkan kegiatan pembelajaran saat di sentra
berkebun agar anak bisa lebih memahami dan mengenal sentra berkebun.
Serta saling kerjasama antara kepala sekolah dan guru lainnya agar bisa
saling membantu ketika ada kesulitan dalam proses pembelajaran.
88
c. Bagi Orangtua/Wali Murid
1. Bagi orangtua harus selalu memantau perkembangan anak melalui
cacatan di buku harian anak, sehingga orangtua dapat melanjutkan apa
yang telah diajarkan di sekolah agar bisa menjadi kebiasaan yang baik
untuk perkembangan anak.
2. Menjaga komunikasi dengan guru serta kepala sekolah untuk mengetahui
perkembangan anak ketika di sekolah agar orangtua bisa terus memantau
perkembangan anak secara langsung.
89
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, d. (2008). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini.
Anggani, S. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ayom Estu Royani, S. d. (2014). Peningkatan Pengenalan Konsep Gejala Alam
Melalui Meode Eksperimen Pada Anak Kelompok BTK Aisyiyah
Kadipiro 1 Surakarta.
Chayati, Nur. (2014). Pengelolaan Pembelajaran Melalui Bermain Pasir Dan Air
Pada Sentra Bahan Alam Di PAUD Lab School Unnes Kota Semarang.
Journal Belia:Journal of Early Childhood Education Papers (hal 96-98).
Diunduh tanggal 22 Januari 2010
dari:http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/belia.
dkk, E. F. (2016). Model Pembelajran Sentra. Lampung.
Harjono, S. d. (2005). Pengenalan Lingkungan Alam Sekitar Sebagai Sumber
Belajar Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas, DIKTI.
Hartati, S. (2005). Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Tutwuri
Handayani.
Hatrini, A. S. (2016). Hubngan Penggunaan Media Pembelajaran Dengan
Aktivitas Bereksplorasi Pada Anak Usia Dini DI PAUD Permata Bunda
Lampung Tengah. Lampung.
Herdianing, M. (t.thn.). Desain Sarana Berkebun dan Bermain Untuk Anak Usia
4-6 Tahun di Taman Kanak-kanak. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Tupa dan
Desain, 1, 1-10.
90
Herwina. (2016). Penerapan Strategi Garden Based Learning Dalam
Menumbuhkan Kecerdasan Naturalis Anak Taman Kanak-Kanak.
Bandung: Perpustakaan UPI.
Hijriati. (2017). Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini,
Volume III, Nomor 1.
Huberman, M. B. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Hurlock, E. B. (1987). Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Isjoni. (2011). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Iskandar, S. (2001). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam . Bandung: C.V.
Maulana.
Jamaris, M. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-
kanak. Jakarta: Gramedia Wdiasarana Indonesia.
Khasanah, N. (2014). Partisipasi Orangtua dalam Penyelenggaraan PAUD pada
Masyarakat Nelayan. Semarang.
Lestari, N. (2017). Identifikasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Sentra di TK
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Jambi.
Lismadiana. (2013). Jurnal Ilmiah Keolahragaan. Peran Perkembagan Motorik
Pada Anak Usia Dini, 2(3), 101-133.
Mafrukha, H. (2015). Studi Deskriptif Penerapan Pendidikan Karakter di Sentra
Main Peran PAUD Anak Cerdas Ungaran. Semarang.
Moleong, L. J. (2011). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasional, K. P. (2010). Kurikulum Taman Kanak-Kanak Pedoman Penilaian di
Taman Kanak-Kanakn. Jakarta: KEMENDIKNAS.
Nugraha, A. (2008). Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini.
Bandung: JILSI Foundation.
91
Pramitasari, Muktia, E.Y. (2018). Pengembangan Media Sliding Book Untuk
Pengenalan Sains Kehidupan (Life Science) Kelautan Untuk Anak Usia
Dini. Jurnal Pendidikan Usia Dini (hal 281-284). diunduh tanggal 22
Januari 2020 dari:http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpud.
Rosdianah, A. A. (2018, April). Jurnal Tunas Cendekia. Pengenalan Konten Life
Science Pada Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Fun Cooking Kapurung,
Volume 1, Edisi 1.
Roza, M. M. (2012, September). Pesona PAUD. Pelaksanaan Pembelajaran
Sains Anak Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal 29 Padang,
Volume 1, Nomor 1, 1-11.
Saadah, Tafrikhatus, Neneng Tasuah. (2018). The Improvement of Conservative
Characteristic through Science for Beginner Based of Scientific Approach
on Children from 5-6 Years of Age In TK IT As-Shiddiqy Jepara. Journal
Belia:Journal of Early Childhood Education Papaers (hlm. 52-53).
Diunduh tanggal 22 Januari 2020 dari:
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/belia.
Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Somantri, G. R. (2005, Desember). Memahami Metode Kualitatif. Voleme 9,
Nomor 2.
Sriayu, R. (2015). Pelaksanaan Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan
Kecerdasan Naturalis Anak di TK Masjid Syuhada' Yogyakarta.
Yogyakarta.
Sudarmiyanti, A. (2014). Pelaksanaan Pembelajaran di PAUD Alam. Bengkulu.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sujiono, Y. N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT
Indeks.
Suyanto, S. (2005). Pembelajaran Untuk Anak TK . Jakarta: Depdiknas, DIKTI.
92
Suyanto, S. (t.thn.). Pengenalan Sains untuk Anak TK dengan Pendekatan "Open
Inquiry". Yogyakarta.
Syarifah, Ihda, Neneng Tasuah. (2018). The Science Process Skills of Class B
Children Reviewed from the Decision Making Learning Model at TK
ABA Rendeng, Purworejo City. Jurnal Belia:Journal of Early Childhood
Education Papers (hlm. 108-109). Diunduh tanggal 21 Januari 2020
dari:http:journal.unnes.ac.id/sju/index.php.belia.
Waluyo, Edi, Lita Latiana. 2014. Entrepreneurship Learning in Early Childhood
Programs. Journal Ijeces:Journal of Early Chidhood Education Studies
(hlm 60-61). Diunduh tanggal 20 Januari 2020
dari:http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijeces.