Pengenalan pola

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Pola Sebuah pola adalah setiap antar hubungan data (analog atau digital), kejadian atau konsep yang dapat dibedakan. Pengenalan pola merupakan bidang dalam pembelajaran mesin dan dapat diartikan sebagai tindakan mengambil data mentah dan bertindak berdasarkan klasifikasi data. Dengan demikian, pengenalan pola merupakan himpunan kaidah bagi pembelajaran diselia (supervised learning). Ada beberapa definisi lain tentang pengenalan pola, di antaranya: 1. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian ke dalam salah satu atau beberapa kategori. 2. Ilmu pengetahuan yang menitikberatkan pada deskripsi dan klasifikasi (pengenalan) dari suatu pengukuran. 3. Suatu pengenalan secara otomatis suatu bentuk, sifat, keadaan, kondisi, susunan tanpa keikutsertaan manusia secara aktif dalam proses pemutusan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, pengenalan pola dapat didefinisikan sebagai cabang kecerdasan yang menitik-beratkan pada metode pengklasifikasian objek ke dalam klas-klas tertentu untuk menyelesaikan masalah tertentu. Salah satu aplikasinya adalah pengenalan suara, klasifikasi teks dokumen dalam kategori (contoh. surat-E spam/bukan-spam), pengenalan tulisan tangan, pengenalan kode pos secara otomatis pada sampul surat, atau sistem pengenalan wajah manusia. Aplikasi ini kebanyakan menggunakan analisis citra bagi pengenalan pola yang berkenaan dengan citra digital sebagai input ke dalam sistem pengenalan pola. 2.2. Teknik Pengenalan Pola Pengenalan pola merupakan langkah perantaraan bagi proses menghilangkan dan menormalkan gambar dalam satu cara (pemrosesan gambar (image processing), Universitas Sumatera Utara

description

Pengenalan Pola Hough TransformCitra Metode

Transcript of Pengenalan pola

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengenalan Pola

Sebuah pola adalah setiap antar hubungan data (analog atau digital), kejadian atau

konsep yang dapat dibedakan. Pengenalan pola merupakan bidang dalam

pembelajaran mesin dan dapat diartikan sebagai tindakan mengambil data mentah

dan bertindak berdasarkan klasifikasi data. Dengan demikian, pengenalan pola

merupakan himpunan kaidah bagi pembelajaran diselia (supervised learning).

Ada beberapa definisi lain tentang pengenalan pola, di antaranya:

1. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian ke dalam salah satu atau

beberapa kategori.

2. Ilmu pengetahuan yang menitikberatkan pada deskripsi dan klasifikasi

(pengenalan) dari suatu pengukuran.

3. Suatu pengenalan secara otomatis suatu bentuk, sifat, keadaan, kondisi,

susunan tanpa keikutsertaan manusia secara aktif dalam proses pemutusan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, pengenalan pola dapat didefinisikan

sebagai cabang kecerdasan yang menitik-beratkan pada metode pengklasifikasian

objek ke dalam klas-klas tertentu untuk menyelesaikan masalah tertentu. Salah

satu aplikasinya adalah pengenalan suara, klasifikasi teks dokumen dalam

kategori (contoh. surat-E spam/bukan-spam), pengenalan tulisan tangan,

pengenalan kode pos secara otomatis pada sampul surat, atau sistem pengenalan

wajah manusia. Aplikasi ini kebanyakan menggunakan analisis citra bagi

pengenalan pola yang berkenaan dengan citra digital sebagai input ke dalam

sistem pengenalan pola.

2.2. Teknik Pengenalan Pola

Pengenalan pola merupakan langkah perantaraan bagi proses menghilangkan dan

menormalkan gambar dalam satu cara (pemrosesan gambar (image processing),

Universitas Sumatera Utara

teks dll.), pengiraan ciri-ciri, pengkelasan dan akhirnya post-pemrosesan

berdasarkan kelas pengenalan dan aras keyakinan. Pengenalan pola itu sendiri

khususnya berkaitan dengan langkah pengkelasan. Dalam kasus tertentu,

sebagaimana dalam jaringan syaraf (neural networks), pemilihan ciri-ciri dan

pengambilan juga boleh dilaksanakan secara semi otomatis atau otomatis

sepenuhnya. Untuk penyelesaian masalah dengan pengkelasan dapat dilakukan

dengan tiga cara .

Pertama adalah mencari peta ruang ciri (feature space) (biasanya berbagai

dimensi ruang vektor (vector space)) bagi set label. Secara bersamaan dapat

membagi ruang ciri menjadi kawasan-kawasan, kemudian meletakkan label

kepada setiap kawasan. Algoritma yang demikian ini (contohnya the nearest

neighbour algorithm) biasanya belumlah menghasilkan kepercayaan atau kelas

probabilitas, sebelum diterapkannya post-processing.

Masalah kedua adalah dengan menganggap masalah sebagai suatu

kemungkinan, dimana konsepnya adalah kondisi probabilitas bagi bentuk

................................................................ (2.1)

dimana input vektor ciri adalah , dan fungsi f biasanya diparameter oleh

sebagian parameter . Dalam pendekatan statistik Bayesian bagi masalah ini,

berlainan dengan memilih satu vektor parameter , hasil dibentuk bagi kesemua

kelas yang mungkin, sesuai urutan berdasarkan data latihan D:

.................................. (2.2)

Masalah ketiga terkait dengan masalah kedua, tetapi masalahnya adalah

untuk kondisi probabilitas bersyarat (conditional probability) dan

kemudian menggunakan aturan Bayes untuk menghasilkan kemungkinan kelas

sebagaimana dalam masalah kedua.

2.2.1. Evaluasi Ciri Melalui Ukuran-Ukuran Fuzzy

Kriteria sebuah ciri yang baik adalah ciri harus invarian terhadap variasi kelas

dengan penekanan antara jenis-jenis pola yang berlainan. Salah satu teknik yang

Universitas Sumatera Utara

berguna untuk mencapainya yaitu transformasi kluster yang memaksimum dan

meminimumkan jarak dengan menggunakan transformasi diagonal sehingga

bobot-bobot yang lebih kecil memiliki variansi yang lebih besar.

Data-data atau pola yang terpilih akan di kelompokkan menjadi beberapa

kluster dengan parameter yang digunakan untuk proses pengklusteran yaitu:

1. Jumlah kluster yang akan dibentuk.

2. Pembobot.

3. Maksimum iterasi.

4. Kriteria penghentian.

2.2.2. Pendekatan Teoritik Keputusan

Pengenalan pola komputer dapat dipandang sebagai tugas yang berisikan ajar

(learning) perilaku-perilaku invarian dan lazim dari sekumpulan sampel yang

mencirikan sebuah kelas, dan memutuskan sebuah sampel baru. Langkah

pengoperasian yang perlu dalam mengembangkan serta melaksanakan aturan

keputusan dalam sistem pengenalan pola praktis, ditunjuk dalam blok-blok

sebagai berikut:

Gambar 2.1. Tahap Pengoperasian Suatu sistem pengenalan pola

Sebuah sistem fisis untuk tujuan pengenalan pola ditandai oleh beberapa

perwujudan fisisnya yang dinyatakan secara numerik yang membentuk ruang

pengukuran. Pemilihan dan ekstraksi feature dalam pengenalan pola merupakan

proses pemilihan sebuah pemetaan bentuk X = f(Y) yang berasal dari sampel Y(y1,

y2,...., yQ) dalam ruang dimensi yang ditransformasi ke suatu titik X (x1, x2,....,

xN). Fungsi f(Y) akan meminimumkan jarak dan memaksimumkan jarak dalam

ruang feature. Proses penurunan sebuah aturan keputusan berdasarkan

sekumpulan sampel untuk mengklasifikasi suatu titik dalam ruang feature

terhadap sampel.

SISTEM FISIS RUANG PENGUKURAN

RUANG KEPUTUSAN

RUANG CIRI (FEATURE)

Universitas Sumatera Utara

2.3. Algoritma Genetika

2.3.1. Pengertian Algoritma Genetika

Menurut Desiani dan Arhami (2005), Algoritma genetika (AG) merupakan suatu

algoritma pencarian yang berbasis pada mekanisme yang memanfaatkan proses

seleksi alamiah yang dikenal dengan proses evolusi. Dalam proses evolusi,

individu secara terus-menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan

dengan lingkungan hidupnya dan hanya individu yang kuat yang mampu

bertahan. Proses seleksi alamiah ini melibatkan perubahan gen yang terjadi pada

individu melalui proses perkembangbiakan. Dalam algoritma genetika ini, proses

perkembang-biakan ini menjadi proses dasar yang menjadi tujuan untuk

mendapatkan keturunan yang lebih baik.

Algoritma genetika (AG) adalah algoritma pencarian heuristik yang

didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Keberagaman pada evolusi biologis

adalah variasi dari kromosom antar individu organisme. Variasi kromosom ini

akan mempengaruhi laju reproduksi dan tingkat kemampuan organisme untuk

tetap bertahan hidup. Yang membedakan algoritma genetika dengan berbagai

algoritma konvensional lainnya adalah bahwa algoritma memulai dengan suatu

himpunan penyelesaian acak awal yang disebut populasi (Kusumadewi 2005).

Algoritma genetika digunakan untuk penyelesaian masalah optimasi yang

kompleks dan sukar diselesaikan dengan menggunakan metode yang

konvensional. Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma

genetika yang sederhana umumnya terdiri dari tiga operator yaitu: operator

reproduksi, operator crossover (persilangan) dan operator mutasi. Struktur umum

dari suatu algoritma genetika dapat didefinisikan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Membangkitkan populasi awal, Populasi awal ini dibangkitkan secara

random sehingga didapatkan solusi awal. Populasi itu sendiri terdiri dari

sejumlah kromosom yang merepresentasikan solusi yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

2. Membentuk generasi baru, Dalam membentuk digunakan tiga operator

yang telah disebut di atas yaitu operator reproduksi/seleksi, crossover dan

mutasi. Proses ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapatkan jumlah

kromosom yang cukup untuk membentuk generasi baru dimana generasi

baru ini merupakan representasi dari solusi baru.

3. Evaluasi solusi, Proses ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan

menghitung nilai fitness setiap kromosom dan mengevaluasinya sampai

terpenuhi kriteria berhenti. Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka

akan dibentuk lagi generasi baru dengan mengulangi langkah 2.

Sejak dikembangkan sampai saat ini GA ini terus menjadi objek riset

dalam berbagai aplikasi. Alasan mengapa GA banyak menjanjikan, antara lain

banyak problem dibidang sains dan teknik tidak dapat dipecahkan dengan

algoritma deterministik biasa meskipun dengan waktu yang meningkat secara

polynomial. Secara umum algoritma ini memiliki prosedur yang dapat

dirumuskan sebagai berikut

Procedure Genetic Algorithms

Begin t←0 initialize P(t) evaluate P(t) while (not termination condition ) do begin recombine P(t) to yield C(t) evaluate C(t)

select P(t+1) from P(t) and C(t)

t ← t+1

end

end

Dengan t = generasi, P(t)= Populasi pada generasi t, dan C(t)=Populasi

tambahan atau individu baru (offspring) dari hasil proses operasi genetik

Crossover dan Mutasi.

2.3.2. Encoding

Dalam algoritma genetika pengkodean (encoding) solusi problem kedalam suatu

kromosom merupakan isu penting. Populasi awal yang berisi N kromosom

Universitas Sumatera Utara

dibangkitkan secara random yang menjangkau keseluruhan ruang solusi. Proses

evolusi dilakukan dengan melakukan operasi genetik (cross-over dan mutasi) dan

melakukan seleksi kromosom untuk generasi berikutnya sampai sejumlah

generasi yang dikehendaki dengan panduan fungsi fitness.

Algoritma genetika pada dua ruang, yaitu ruang solusi (disebut phenotip)

dan ruang coding (disebut genotip). Operasi genetika (cross over dan mutasi)

dilakukan pada ruang genotip sementara operasi seleksi dilakukan pada ruang

phenotip. Dalam binary encoding variabel keputusan diwakili oleh deretan bit 0,1

yang panjangnya disesuaikan dengan ruang pencarian. Tiap bit 0,1 dapat dianggap

sebagai sebuah gen. Untuk optimasi 2 variabel misalnya, maka solusi adalah x1

dan x

Integer dan literal permutation encoding adalah kode terbaik untuk

problem combinatorial optimization karena inti dari problem ini adalah mencari

kombinasi atau permutasi terbaik dari item solusi terhadap kendala yang ada.

Untuk problem yang lebih komplek encoding menggunakan data struktur yang

lebih sesuai.

2.

2.3.3. Fungsi Fitness

Fungsi fitness adalah fungsi yang digunakan untuk menentukan apakah suatu

kromosom layak bertahan. Pada setiap generasi dipilih kromosom yang mendekati

solusi dengan mengevaluasi fungsi kecocokan dari kromosom tersebut. Fungsi ini

didefinisikan sedemikian sehingga semakin besar nilai fitness semakin besar

probabilitas untuk terseleksi pada generasi berikutnya. Untuk maksimasi maka

fungsi tujuan dapat dijadikan sebagai fungsi fitness, sehingga kromosom yang

mewakili nilai fungsi besar akan memiliki probabilitas terseleksi yang besar juga.

Untuk minimasi dapat dirumuskan sedemikian sehingga fungsi tujuan yang

semakin kecil maka memiliki fungsi fitness yang besar (Fadlisyah 2009).

Pada penyelesaian yang berada diluar daerah visible dapat digunakan suatu

modifikasi fungsi fitness dengan menambahkan suatu fungsi yang sering disebut

sebagai fungsi penalti, sehingga fungsi fitness menjadi:

Universitas Sumatera Utara

fitness(x) = f(x)+p(x)

2.3.4. Seleksi

Setiap anggota populasi diwakili deretan string (disebut kromosom) dengan

panjang tertentu. Elemen string tersebut dapat berupa digit 0,1 (untuk binary

encoding), bilangan real (untuk real encoding), atau elemen lain. Untuk ukuran

populasi N yang biasanya dipertahankan tetap prosedur seleksi diperlukan untuk

memilih anggota populasi yang mana yang akan tetap eksis pada generasi

berikutnya.

Fungsi fitness digunakan untuk menentukan apakah kromosom layak

dipertahankan atau tidak dalam generasi berikutnya. Sebelum dilakukan seleksi

jumlah anggota populasi ditambah dengan hasil offspring dari proses operasi

genetik yang dapat berupa cross over dan mutasi. Hasil operasi genetik dan

populasi semula selanjutnya diseleksi dengan metode tertentu untuk diambil n

anggota populasi yang terbaik. Untuk kasus minimasi maka yang terpilih adalah n

anggota populasi dengan nilai fitness yang terkecil.

2.3.5. Crossover

Proses operasi crossover dirancang untuk mencari kemungkinan yang lebih baik

dari anggota populasi yang telah ada. Dari pasangan induk yang terpilih

berdasarkan seleksi fungsi fitness diambil sejumlah pasangan dengan probabilitas

Pc

untuk dikenakan operasi crossover.

2.3.6. Mutasi

Mutasi dalam konteks binary encoding adalah perubahan pada bit tunggal (bit 0

jadi 1 dan sebaliknya) anggota populasi yang terpilih. Banyaknya bit yang

mengalami mutasi pada setiap generasi diatur oleh probabilitas mutasi (Pm

) yang

nilainya merupakan cacah bit mutasi dibagi cacah bit total dalam populasi

(Widyastuti dan Hamzah 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.3.7. Konsep Penggunaan Algoritma Genetika (GA)

GA bekerja dengan modalitas coding dari set parameter, tetapi tidak menghitung

parameter sendiri. Setiap langkah di GA adalah mencari solusi dari suatu

kelompok ke kelompok lain dalam ruang solusi bukan dari solusi untuk solusi

lain. GA memanfaatkan probabilitas transisi dari aturan kepastian. GA hanya

memanfaatkan informasi fungsi objek tetapi tidak proses derivasi dan informasi

tambahan lainnya.

GA disediakan dengan paralelisme operasi, dan dapat menilai beberapa

data atau titik pada waktu yang sama dalam ruang pencarian yang rumit, yang

hasilnya adalah tepat untuk mencari solusi optimal global dalam ruang solusi

multi-nilai. Hal ini merawat kualitas individu kelompok berkembang setiap kali

dalam proses GA, yaitu kualitas solusi masalah, yang berbeda dari algoritma

optimasi banyak yang membutuhkan informasi rekursif atau semua informasi dari

masalah seperti struktur dan parameter. Sehingga, GA sangat cocok untuk solusi

masalah waktu yang tidak terbatas atau masalah nonlinier yang rumit (Wang

2008).

2.4. Logika Fuzzy

2.4.1 Pengertian Logika Fuzzy

Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar-samar. Suatu nilai dapat

bernilai besar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat

keanggotaan yang memiliki rentang nilai 0 (nol) hingga 1(satu). Berbeda dengan

himpunan tegas yang memiliki nilai 1 atau 0 (ya atau tidak). Logika Fuzzy

merupakan suatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran

(fuzzyness) antara benar atau salah. Dalam teori logika fuzzy suatu nilai bias

bernilai benar atau salah secara bersama. Namun berapa besar keberadaan dan

kesalahan suatu tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika

fuzzy memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0 hingga 1. Berbeda dengan

logika digital yang hanya memiliki dua nilai 1 atau 0.

Universitas Sumatera Utara

Logika fuzzy digunakan untuk menterjemahkan suatu besaran yang

diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan laju

kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat, dan sangat cepat.

Dan logika fuzzy menunjukan sejauh mana suatu nilai itu benar dan sejauh mana

suatu nilai itu salah. Tidak seperti logika klasik (scrisp)/tegas, suatu nilai hanya

mempunyai 2 kemungkinan yaitu merupakan suatu anggota himpunan atau tidak.

Derajat keanggotaan 0 (nol) artinya nilai bukan merupakan anggota himpunan dan

1 (satu) berarti nilai tersebut adalah anggota himpunan.

Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang

input kedalam suatu ruang output, mempunyai nilai kontiniu. Fuzzy dinyatakan

dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu

sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama

(Kusumadewi 2006).

Kelebihan dari teori logika fuzzy adalah kemampuan dalam proses

penalaran secara bahasa (linguistic reasoning). Sehingga dalam perancangannya

tidak memerlukan persamaan matematik dari objek yang akan dikendalikan.

2.4.2. Fungsi Keanggotaan

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan derajat keanggotaan adalah dengan

pendekatan fungsi keanggotaan yang direpresentasikan dalam bentuk kurva bahu.

Membership function ditentukan dari awal yang direpresentasikan menggunakan

kurva bahu.

Dalam kluster, untuk menggabungkan dua atau lebih obyek menjadi satu

kluster dengan menggunakan ukuran kemiripan atau ketidakmiripan. Semakin

mirip dua obyek semakin tinggi peluang untuk dikelompokkan dalam satu kluster.

Sebaliknya semakin tidak mirip semakin rendah peluang untuk dikelompokkan

dalam satu kluster. Untuk mengukur kemiripan (similiarity) dan ketidakmiripan

(dissimiliarity) diantara data atau obyek dapat dipakai beberapa ukuran,

diantaranya:

Universitas Sumatera Utara

1. Cosinus antara dua titik x dan y didefinisikan sebagai:

yxyxT

=θcos ................................................................ (2.3)

dimana x didefinisikan sebagai ∑=

n

iix

1

2

2. Kovarian

Kovarian antara dua data didefinisikan sebagai berikut:

))((1),cov(1

Υ−−= ∑=

i

n

ii YXX

nyx .......................................... (2.4)

dimana x adalah data pertama dan y data kedua.

3. Koefisien korelasi

yx

yxyxrσσ

),cov(),( = ............................................................... (2.5)

2.4.3. Proses Sistem Fuzzy

Sebuah sistem fuzzy akan memiliki struktur proses sebagai berikut:

1. Fuzzification (fuzzifikasi), yaitu proses memetakan crisp input ke

dalam himpunan fuzzy. Hasil dari proses ini berupa fuzzy input dalam

bentuk rule fuzzy.

2. Rule evaluation (rule evaluasi), yaitu proses melakukan penalaran

terhadap fuzzy input yang dihasilkan oleh proses fuzzification

berdasarkan aturan fuzzy yang telah dibuat. Proses ini menghasilkan

fuzzy output.

3. Defuzzification (defuzzifikasi), yaitu proses mengubah fuzzy output

menjadi crisp value. Metode defuzzifikasi yang paling sering

Universitas Sumatera Utara

digunakan adalah metode centroid dan metode largest of maximum

(LOM).

2.5. Fuzzy Clustering

Fuzzy clustering adalah salah satu teknik untuk menentukan kluster optimal dalam

suatu ruang vektor yang didasarkan pada bentuk normal euclidian untuk jarak

antar vektor. Fuzzy clustering sangat berguna bagi pemodelan fuzzy terutama

dalam mengindentifikasi aturan-aturan fuzzy. Metode clustering merupakan

pengelompokkan data beserta parameternya dalam kelompok-kelompok sesuai

kecenderungan sifat dari masing-masing data tersebut (kesamaan sifat)

(Kusumadewi 2004).

Ada dua pendekatan dalam clustering yaitu partisioning dan hirarki. Dalam

postioning, dengan mengelompokkan obyek x1, x2,...,xn

kedalam c kluster. Hal ini

dilakukan untuk menentukan pusat kluster awal, lalu dilakukan realokasi obyek

berdasarkan kriteria tertentu sampai dicapai pengelompokkan yang optimum.

Sedangkan dalam kluster hirarki yaitu dengan membuat m kluster dimana setiap

kluster beranggotakan satu obyek dan berakhir dengan satu kluster dimana

anggotanya adalah m obyek. Pada setiap tahap prosedurnya, satu kluster digabung

dengan satu kluster yang lain. Lalu dengan memilih berapa jumlah kluster yang

diinginkan dengan menentukan cut-off pada tingkat tertentu.

2.5.1. Algoritma Fuzzy Clustering dengan Pendekatan Algoritma Genetika

(Genetic Guided Algorithm for Fuzzy C-Means = GGA-FCM)

Pada pendekatan algoritma genetika untuk penyelesaian fuzzy clustering

ditempuh pilihan untuk menggunakan pendekatan Prototype-based algorithms,

yaitu mengevolusikan matrik pusat kluster V. Beberapa hal yang ditentukan

adalah:

Fungsi Fitness: Fungsi fitness yang digunakan adalah objective function Jm,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara

∑∑= =

−=c

i

n

kkiikik vD

1 1

2 )x()VU,(Jm µ ........................................... (2.6)

Encoding dan Struktur kromosom: Encoding yang digunakan adalah real

encoding. Struktur kromosom untuk V dalam populasi yang dievolusikan

adalahvektor real beranggotakan cxp elemen (c=cacah kluster dan p cacah elemen

dalam objek).

Gambar 2.2. Struktur Kromosom untuk Encoding V

Berdasarkan Algoritma Genetika digunakan fuzzy clustering untuk mengatasi 6

hal yaitu (Wang 2008):

1. Menghasilkan kelompok awal.

Populasi awal terdiri dari individu awal yang dihasilkan secara acak yang

jumlahnya popsize. Delegasi kromosom A data titik, yaitu berisi lokasi setiap

data dalam pengelompokan ruang. Jika jumlah popsize terlalu kecil, situasi

akan keluar keragaman, jika jumlah popsize terlalu besar, clustering akan

menghabiskan banyak waktu.

2. Menentukan pengkodean.

Metode pengkodean tidak hanya menentukan bentuk permutasi kromosom

individu, tetapi juga metode decoding individu dari genotipe transformasi

ruang pencarian untuk fenotipe ruang solusi. Metode coding juga

mempengaruhi pengoperasian GA, seperti operator crossover, operator mutasi

dan sebagainya. Mencari clustering pusat dalam kelompok data titik

memerlukan analisis clustering, setiap titik data dapat menjadi pusat kluster

atau tidak. Ini akan menghadapi masalah jika setiap pemilihan harus

dinyatakan dengan pengkodean bahwa: jika struktur pengkodean rumit,

penghitungan ini akan menjadi lebih kompleks ketika jumlah titik data yang

besar. Oleh karena itu, pada desain metode coding, sangat nyaman untuk

Universitas Sumatera Utara

memilih coding, pengkodean dan operasi crossover dan kemudian proses

pengkodean biner.

3. Menentukan fungsi fitness.

Hal ini mencerminkan bahwa seberapa kuat kemampuan pas individu untuk

keadaan adalah dengan fungsi fitness.

4. Untuk menentukan metode operasi GA.

Dalam operasi GA, metode yang harus ditentukan adalah terutama pemilihan,

metode metode crossover dan mutasi.

5. Seleksi operator.

Dalam rangka warisan biologis dan evolusi alam, spesies yang memiliki daya

adaptasi lebih tinggi untuk lingkungan hidup, akan memperoleh lebih banyak

kesempatan untuk menyebarkan ke generasi berikutnya, sedangkan yang lebih

rendah akan mendapatkan lebih sedikit. Meniru kursus ini, GA membuat

individu dari grup diproses "kelangsungan bagi yang terkuat" dengan

memanfaatkan operator seleksi.

6. Crossover operator.

Dalam tesis ini, operator crossover menerapkan metode persimpangan dua-

titik. Probabilitas crossover tidak boleh terlalu kecil karena operasi crossover

adalah pencarian global, mungkin dari 90 % menjadi 100 %.

2.5.2. Parameter dalam Algoritma Genetika

Parameter dalam dalam algoritma genetika adalah hal yang harus ditentukan

dalam mengimplementasikan algoritma genetika ke dalam penyelesaian masalah.

Parameter ini menentukan ukuran populasi, probabilitas penyilangan (Pc), dan

probabilitas mutasi.

Probabilitas mutasi (Pm) dalam algoritma genetika seharusnya diberi nilai

yang kecil karena tujuan mutasi adalah untuk menjaga perbedaan kromosom

dalam populasi sehingga dapat menghindari konvergensi prematur.

Parameter lain yang ikut berperan untuk menjaga efisiensi kinerja

algoritma genetika adalah ukuran populasi (popsize). Parameter ini menunjukkan

banyaknya kromosom dalam satu populasi. Jika jumlah kromosom dalam populasi

Universitas Sumatera Utara

terlalu sedikit maka algoritma genetika hanya mempunyai probabilitas yang kecil

untuk melakukan penyilangan. Sebaliknya, jika jumlah kromosom dalam populasi

terlalu banyak, maka algoritma genetika akan cenderung lambat dalam

menemukan solusi.

Algoritma Genetika Untuk Fuzzy Clustering

Algoritma genetika (GA) sebagai teknik optimasi dapat diterapkan pada clustering

yang berbasis optimasi fungsi tujuan. Pada pendekatan GA untuk fuzzy clustering

fungsi fitness diambil dari fungsi objektif yang diminimumkan, yaitu Jm (U,V)

(Widyastuti dan Hamzah 2007).

2.5.3. Validitas Clustering dan Classification Rate

Hasil akhir FCM atau GGA-FCM adalah V,U dan Rm tertentu untuk suatu c yang

diinputkan. Pada beberapa kasus c yang tepat mungkin tidak diketahui. Untuk itu

beberapa pendekatan telah diusulkan untuk menentukan berapa sebaiknya c

sehingga hasil clustering dapat dianggap terbaik. Ukuran ini dikenal sebagai

validitas clustering.

2.5.4. Algoritma Fuzzy Clustering konvensional

Berikut diuraikan algoritma fuzzy clustering konvensional, yaitu penyelesaian

fuzzy clustering dengan cara iteratif dengan melakukan update pada matrik

keanggotan U dan matrik prototipe kluster V. Dalam algoritma diperlukan sampel

objek sebanyak n1

X ={x

, tiap objek p parameter, dituliskan :

1, x2,.... ,xn} xi ∈ R

I = 1,2,…,n. Ditentukan dalam proses penyelesaian melalui iterasi :

P

U = [µικ

k =1,2,…,n; V={v1,v2,…,vc} i=1,2,…,c.

] matrik ukuran cxn ; i=1,2,…,c ;

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah algoritma yang diajukan :

1. Initialization step:

Tentukan: n = cacah objek yang akan dikluster; p = cacah parameter dalam tiap

objek; c = cacah kluster; t = 0 (iterasi ke); m = derajat fuzziness = dipilih 2;

ε =nilai yang cukup kecil mendekati 0

Tentukan secara acak : U(0) dan V

2. Iteration step :

(0)

a) Dengan menggunakan U(t), hitung pusat kluster V(t) menurut rumus :

∑=

=n

kik

mikm

iki x

1

1V µµ ...........................................................................

Untuk i=1,2,...,c.

(2.7)

b) Dengan menggunakan V(t)

∑=

−=

c

j

m

jk

m

ikik

vx

vx

12

)1/(1

2

1

1

µ

, hitung derajat keanggotaan dengan rumus:

........................................................ (2.8)

c) Jika max εµµ <− − )( )1()( tik

tik berhenti, Jika tidak ulangi langkah

2.a.

2.5.5. Fuzzy C-Means

Ada beberapa algoritma clustering data, salah satu diantaranya adalah Fuzzy C-

Means. Fuzzy C-Means adalah suatu teknik pengklusteran yang mana

keberadaannya tiap-tiap titik data dalam suatu kluster ditentukan oleh derajat

keanggotaan. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Jim Bezdek pada tahun

1981.

Fuzzy C-means Clustering (FCM), atau dikenal juga sebagai Fuzzy

ISODATA, merupakan salah satu metode clustering yang merupakan bagian dari

metode Hard K-Means. FCM menggunakan model pengelompokan fuzzy

Universitas Sumatera Utara

sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau kluster terbentuk

dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1.

Konsep dari Fuzzy C-Means pertama kali adalah menentukan pusat

kluster, yang akan menandai lokasi rata-rata untuk tiap-tiap kluster. Pada kondisi

awal, pusat kluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap titik data memiliki derajat

keanggotaan untuk tiap-tiap kluster. Dengan cara memperbaiki pusat kluster dan

derajat keanggotaan tiap-tiap titik data secara berulang, maka akan dapat dilihat

bahwa pusat kluster akan bergerak menuju lokasi yang tepat. Perulangan ini

didasarkan pada minimasi fungsi obyektif yang menggambarkan jarak dari titik

data yang diberikan kepusat kluster yang terbobot oleh derajat keanggotaan titik

data tersebut.

Output dari Fuzzy C-Means merupakan deretan pusat kluster dan beberapa

derajat keanggotaan untuk tiap-tiap titik data. Informasi ini dapat digunakan untuk

membangun suatu fuzzy inference system.

Algoritma Fuzzy C-Means

Algoritma Fuzzy C-Means adalah sebagai berikut (Ross, 2005):

1. Input data yang akan dikluster X, berupa matriks berukuran n x m

(n=jumlah sample data, m=atribut setiap data).

X = data sample kei (i=1,2,…,n), atribut ke-j (j=1,2,…,m). 2. Tentukan:

a. Jumlah kluster = c;

b. Pangkat = w;

c. Maksimum iterasi = MaxIter;

d. Error terkecil yang diharapkan = ζ;

e. Fungsi obyektif awal = P=0;

f. Iterasi awal = t=1;

3. Bangkitkan nilai acak μik

, i=1,2,…,n; k=1,2,…,c; sebagai elemen-

elemen matriks partisi awal u.

Universitas Sumatera Utara

μik

adalah derajat keanggotaan yang merujuk pada seberapa besar

kemungkinan suatu data bisa menjadi anggota ke dalam suatu kluster. Posisi dan

nilai matriks dibangun secara random. Dimana nilai keangotaan terletak pada

interval 0 sampai dengan 1. Pada posisi awal matriks partisi U masih belum akurat

begitu juga pusat klusternya. Sehingga kecendrungan data untuk masuk suatu

kluster juga belum akurat. Hitung jumlah setiap kolom (atribut).

Universitas Sumatera Utara