PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENCUCIAN KANDUNGANdigilib.unila.ac.id/59340/2/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENCUCIAN KANDUNGANdigilib.unila.ac.id/59340/2/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENCUCIAN KANDUNGAN
MINERAL TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
MENGGUNAKAN LIMBAH CAIR TAPIOKA
Oleh
LYDIA MAWAR NINGSIH
PROGRAM PASCA SARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
2019
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENCUCIAN KANDUNGAN
MINERAL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
MENGGUNAKAN LIMBAH CAIR TAPIOKA
ABSTRAK
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan produk samping utama yang
dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, keberadaannya
yang melimpah dan kaya potensi dapat dimanfaatkan sebagai bioenergi pengganti
bahan bakar berbahan fosil dan batu bara. Pemanfaatan TKKS sebagai bioenergi
merupakan solusi terbaik untuk mencegah polusi dan dampak buruk yang
ditimbulkan terhadap lingkungan maupun masyarakat sekitar pabrik serta
menambah nilai ekonomi dari limbah biomasa. Namun ada beberapa hal yang
harus di perhatikan dalam pengolahan biopelet dari TKKS salah satunya adalah
kandungan logam alkali yang tinggi, seperti unsur Cl dan Kalium (K) yang
memiliki dampak negatif pada boiler seperti penumpukan abu dan korosif pada
proses pemanasan di pipa-pipa boiler. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya
slagging, fouling dan korosif pada pipa dan dinding boiler selama proses
pembakaran daapat dilakukan dengan metode pencucian (leaching treatment)
untuk mengurangi kadar unsur mineral pada TKKS. Pada penelitian ini metode
pencucian unsur K pada TKKS menggunakan limbah cair tapioka yang dapat
menjadi salah satu alternatif dan ramah lingkungan, selain itu limbah cair tapioka
mengandung zat aditif serta memiliki daya khelat tinggi yang dapat dimanfaatkan
sebagai pengikat unsur mineral yang terdapat pada TKKS. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan kombinasi antara lama waktu perendaman TKKS dan jenis
limbah cair tapioka yang mampu menurunkan unsur alkali dan alkali tanah pada
TKKS. Percobaan ini dilaksanakan dengan dosis 1 : 40 pada setiap perlakuan,
yakni 5 g TKKS dan 200 ml limbah cair tapioka dengan pengulangan sebanyak 3
kali. Faktor pertama adalah lamanya waktu perendaman yakni 0 (kontrol), 5 menit,
30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 12 jam dan 24 jam. Faktor kedua adalah
jenis limbah cair yang digunakan yakni limbah cair tapioka effluent pabrik
pengolahan dan limbah cair tapioka effluent biogas. Variabel pengamatan dari
hasil percobaan adalah unsur K, Si, Ca, Mg, Si dan Cl yang dianaisis
menggunakan metode X-RF, nilai pH dan kadar abu pada TKKS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa unsur K mengalami penurunan hingga 69% pada perlakuan
perendaman selama 30 menit dalam limbah cair tapioka effluent pabrik
pengolahan dari 67,04% menjadi 20,72%, Unsur Cl turun hingga 96% dari 8,53%
menjadi 0,31% pada perlakuan perendaman selama 90 menit di limbah cair
tapioka effluent pabrik pengolahan. Tetapi metode leaching treatment perendaman
dengan limbah cair tapioka tidak efektif dalam menurunkan unsur Ca, Si dan Mg
karena pada ketiga unsur tersebut mengalami kenaikan yang sangat drastis hingga
lebih dari 100%. Hasil pengukuran kadar abu juga menyatakan bahwa perlakuan
perendaman TKKS pada limbah cair tapioka mampu menurunkan kadar abu pada
TKKS hingga 81% yang terdapat pada perlakuan perendaman selama 30 menit di
limbah cair tapioka effluent pabrik pengolahan dari 5,97% menjadi 1,13%,
sedangkan leaching treatment tidak berpengaruh secara signifikan dalam
perubahan nilai pH pada kedua jenis limbah cair tapioka dari hasil perendaman
TKKS.
Kata kunci : leaching treatment, TKKS, limbah cair tapioka,
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENCUCIAN KANDUNGANMINERAL TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
MENGGUNAKAN LIMBAH CAIR TAPIOKA
Oleh
LYDIA MAWAR NINGSIH
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCA SARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 27 Mei
1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak A. Antoni,
S.T., dan Ibu Ir. Daryanti Septiyati.
Pendidikan Taman Kanak – kanak (TK) Aisyiah Bandar Lampung diselesaikan
tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Labuhan Ratu, Bandar Lampung pada
tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 21 Bandar Lampung
pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) SMA AL-AZHAR 3 Bandar
Lampung pada tahun 2007, Pendidikan strata 1 (S-1) di Universitas Lampung
pada tahun 2015.
Tahun 2016, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Magister Industri
Pertanian (MTIP) Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada Oktober 2017 –
Oktober 2018 penulis berkesempatan mengikuti Short Term Exchange Program at
Tokyo University of Agriculture and Technology (STEP@TUAT) dengan
mengikuti proses studi dan kegiatan penelitian selama satu tahun di Jepang.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten laboratorium
pengolahan limbah agro-industri. Penulis pernah menjadi Duta Bahasa Provinsi
Lampung yang tergabung di dalam ikatan keluarga besar duta bahasa Provinsi
Lampung, selama masa jabatan sebagai Duta Bahasa penulis aktif dalam
memberikan edukasi literasi kepada anak jalanan dan kelompok masyarakat buta
huruf serta membantu program kerja kantor bahasa Provinsi Lampung.
“ However difficult life may seem, there isalways something you can do and succeedat.” —Stephen Hawking
“ Power comes not from knowledge keptbut from knowledge shared ” —Bill Gates
“ Without love, intelligence is dangerous.and without intelligence, love is notenough.” — B.J. Habibie
“ APA YANG KAU LIHAT PADA HARI INIMERUPAKAN HASIL PERBUATAN DI MASALALU, APA YANG AKAN KAU HARAPKANPADA MASA DEPAN MERUPAKANPERBUATAN HARI INI ” —Mawar Cutez
ALHAMDULILLAHIROBBIL A’LAMIIN
KARYA INI KUPERSEMBAHKAN
KEPADA ;
BAPAK DAN IBUKU TERCINTA
ADIKKU :
GUNTUR ADJIE PANGESTU
BUAT SEMUA SAHABAT – SAHABATKU DAN SELURUH PIHAK YANG SELALU MENDUKUNG,
MEMOTIVASI, MEMBERIKAN DOA, MENEMANI DAN SEMANGAT KEPADA PENULIS DISETIAP
PERTEMUAN DAN KESEMPATAN DISKUSI.
ALMAMATERKU TERCINTA
UNIVERSITAS LAMPUNG
LANGKAH AWAL UNTUK MENJADI YANG TERBAIK BISMILLAHIRROHMANIRROHIM.
SANWACANA
Segala Puji ke hadirat Allah SWT atas Rahmat, Nikmat dan Taufiknya, sehingga
dapat diselesaikannya proposal tesis yang berjudul “Pengembangan Teknologi
Pencucian Kandungan Mineral Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Menggunakan Limbah Cair Tapioka”. Tesis ini diajukan sebagai bagian dari tugas
akhir dalam rangka menyelesaikan studi di Program Magister Teknologi Industri
Pertanian di Universitas Lampung.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banua, M.Si., sebagai Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., sebagai pembimbing
pertama yang memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis
merencanakan, melaksanakan penelitian hingga selesainya proses
penulisan tesis.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., sebagai pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan pencerahan selama penulis
merencanakan, melaksanakan penelitian hingga selesainya proses
penulisan tesis.
4. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triono, M.Sc., sebagai pembahas yang telah
memberikan motivasi dan bimbingan selama penulis merencanakan,
melaksanakan penelitian hingga selesainya proses penulisan tesis.
5. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P selaku Ketua Jurusan program studi
Magister Teknologi Agroindustri, yang telah banyak membantu penulis
dalam memberikan ide, saran dan kritik selama penulis melaksanakan
penelitian hingga menyelesaikan proses penulisan tesis.
6. Kedua orangtua dan adik yang ku cintai yang selalu memberikan kasih
saying, turut mendukung dan mendoakan semua harapan penulis dalam
menyelesaikan studi.
7. Teman – teman seperjuangan di Magister Teknologi Industri Pertanian
yang membantu, menemani dan berbagi selama penulis menyelesaikan
prose penulisan tesis
8. Intan Zahara Arie, S.P., Taufik Qurrohman, S.T., Andria, S.T., Yureka
Sulistria, S.Kom., Safira Maulidina, S.P., Indah Maulidiyah. MSK., S.H.,
M.H., yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis
hingga dapat menyelesaikan studi.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua
dukungan dan doanya kepada penulis selama proses penelitian hingga
menyelesaikan proses penulisan tesis.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,
tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, September 2019
Penulis,
Lydia Mawar Ningsih, S.P.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL ...................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................... 1
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.3. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 6
1.4. Hipotesis……………………………………………………………….....9
II. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 10
2.1 Kelapa Sawit di Indonesia ...................................................................... 10
2.2 Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)..................................... 13
2.3 Pencucian (Leaching) Unsur- Unsur Pada Biomasa .............................. 16
2.4 Limbah Cair Tapioka.............................................................................. 19
2.4.1. Limbah Cair Tapioka Keluaran Pabrik Pengolahan .................... 19
2.4.2. Limbah Cair Tapioka Effluent Biogas…..……………………....25
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 29
3.1 Tempat dan waktu Penelitian ................................................................. 29
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 29
3.3 Metode Penelitian................................................................................... 29
3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 30
3.4.1. Pengambilan TKKS……………………………………………...30
3.4.2. Pengambilan Limbah Cair Tapioka ………………………….….30
3.4.3 Perlakuan Limbah Cair Tapioka dan TKKS ……………………30
3.5 Peubah Pengamatan …………………………………………………... .313.5.1. Analisis Awal Limbah Cair Tapioka dan TKKS………………....31
3.5.2. Analisis Akhir Pencampuran Limbah Cair Tapioka dan TKKS....31
3.6 Prosedur Analisis………...…………………………………...………....31
3.6.1. Kandungan Unsur Alkali dan Alkali Tanah Pada TKKS (X-RF)..31
3.6.2. Prosedur Analisis Nilai pH……………………………………….32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………….33
4.1. Hasil Penelitian …………………………………………………....33
4.1.1. Analisis Awal Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
dan Limbah Cair Tapioka ………..…………………….…...33
4.1.2. Nilai pH Limbah Cair Tapioka Setelah Leaching
Treatment.................................................................................34
4.1.3. Kadar Abu TKKS Setelah Leaching Treatmet.......................36
4.1.4. Kandungan Unsur K yang Tercuci Pada TKKS Setelah
Leaching Treatment ................................................................38
4.1.5. Pengaruh Leaching Treatment Terhadap Unsur Si Pada
TKKS.......................................................................................44
4.1.6. Pengaruh Leaching Treatment Terhadap Unsur Klorin
(Cl) Pada TKKS …………………………………...………...47
4.1.7. Pengaruh Leaching Treatment Terhadap Unsur Kalsium
(Ca) Pada TKKS ………………………………………….....51
4.1.8. Pengaruh Leaching Treatment Terhadap Unsur Magnesium
(Mg) Pada TKKS ……………………..…………………..... 54
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................... 57
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………....….. 67
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………….. 67
5.2. Saran ……………………………………………………………………. 68
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 69
LAMPIRAN …………………………………………………………………….76
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Areal dan produksi CPO seluruh Provinsi Indonesia 2017............ 11
Tabel 2. Potensi Limbah Biomasa yang dihasilkan dari proses produksi CPO… 13
Tabel 3. Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) ………………… 14
Tabe; 4. Perbandingan Karakteristik TKKS dan batu bara................................... 17
Tabel 5. Karakteristik Limbah Cair Tapioka………………………………….... 23
Tabel 6. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Industri Tapioka............................ 24
Tabel 7. Karakteristik Limbah Cair Tapoka Effluent Biogas…………………… 27
Tabel 8. Analisis awal TKKS ……………….……….…………………………. 33
Tabel 9. Analisis Awal limbah cair tapioka .......................................................... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Produksi CPO di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit….……….. 12
Gambar 2. Diagram Alir Pemanfaatan Energi Biomasa TKKS................................16
Gambar 3. Proses Pengolahan Tepung Tapioka……………………………...… 22
Gambar 4. Skema Proses Fermentasi Secare Anaerobik...................................... 26
Gambar 5. Grafik pH Limbah Cair Tapioka Setelah Diberi Perlakuan................ 34
Gambar 6. Grafik Kadar Abu TKKS Setelah Direndam Dengan Limbah
Cair Tapioka...... ................................................................................. 36
Gambar 7. Grafik Unsur K (relative) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment...............................................................................................39
Gambar. 8. Grafik unsur K (absolut) pada TKKS Setelah Leaching Treatment…40
Gambar 9. Grafik unsur K yang terlarut di dalam air limbah…………….……...42
Gambar 10. Grafik Unsur Si (relatif) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment.............................................................................................44
Gambar 11. Grafik Unsur Si (absolut) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment………..…………………………………………………….……46
Gambar 12. Grafik Unsur Cl (relatif) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment…....................................................................................... 48
Gambar 13. Grafik Unsur Cl (absolut) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment……………………………………………………………49
Gambar 14. Grafik Unsur Ca (relatif) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment…………………………................................................... 51
Gambar 15. Grafik unsur Ca (absolut) pada TKKS setelah leaching treatment...53
Gambar 16. Grafik Unsur Mg (relatif) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment……………………………………………………………………... 54
Gambar 17. Grafik Unsur Mg (absolut) Pada TKKS Setelah Leaching
Treatment……………………………………………...………………….. 56
Gambar 18. Ikatan asam Lewis pada asam asetat ................................................ 59
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan penghasil dan pengkespor terbesar minyak kelapa sawit di
dunia yang diperoleh dari total produksi lima provinsi produsen terbesar di
Indonesia yakni Riau (22,40%), Kalimantan Tengah (15,12%), Sumatera Utara
(12,02%), Sumatera Selatan (8,98%) dan Kalimantan Timur (7,53%), selain itu
berdasarkan perbandingan produksi CPO (Crude palm oil) menurut status
pengusaha pada tahun 2017 dibagi berdasarkan perusahaan perkebunan negara
yakni 5,40%, perusahaan perkebunan swasta, 57,70% dan perkebunan rakyat
36,90% (BPS, 2017). Pratama (2019) menyatakan bahwa produksi CPO pada
tahun 2018 meningkat sebanyak 12,5% dari tahun sebelumnya yakni dari 28 juta
ton pada tahun 2017 menjadi 43 juta ton, peningkatan produksi ini berdampak
pada nilai ekspor CPO.
Sejak tahun 2004 minyak kelapa sawit memiliki pangsa pasar minyak nabati
tertinggi di dunia yakni 30 juta ton total produksi dengan tingkat pertumbuhan
rata-rata 8% per tahunnya, angka tersebut lebih tinggi dari angka produksi kedelai
yakni 25 juta ton dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 3,8% per tahunnya
(Hambali & Rivai, 2017). Tingginya permintaan minyak kelapa sawit pada pasar
dunia disebabkan oleh kemampuan kelapa sawit per hektar-nya yang dapat
menghasilkan minyak tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan rapeseed
(Brassica Napus) dan sebelas kali lebih tinggi dari kedelai (Hambali & Rivai,
2
2017). Proses produksi dari kelapa sawit menjadi CPO menghasilkan limbah
biomasa dalam jumlah yang besar salah satunya adalah tandan kosong kelapa
sawit (TKKS).
TKKS mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga apabila tidak
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin akan berdampak negatif terhadap
lingkungan dan sosial pada masyarakat sekitar pabrik pengolahan (Sudiyani et al.,
2013). TKKS berpotensi untuk diolah dan dikonversi menjadi bahan materi
lainnya yang berguna serta memiliki nilai ekonomi, namun hingga saat ini
pemanfaatannya masih terbilang belum optimal karena TKKS hanya ditimbun
atau digunakan untuk penyubur tanaman sawit muda dengan cara disebarkan
disekitar pohon sawit muda, selain itu TKKS juga dapat diolah menjadi kompos
dan briket arang. Namun pembuatan kompos dan briket arang hanya dapat
digunakan oleh sebagian kecil masyarakat yang memiliki kelemahan yakni
tumpukan TKKS menjadi tempat berkembangnya hama sawit seperti kumbang
sawit (Faisal et al., 2010).
Menurut Fauziah et al. (2010) setiap kg minyak kelapa sawit yang di produksi
menghasilkan kurang lebih 1 kg TKKS basah yang secara keseluruhan
mengandung lebi dari 60% air dari bobot beratnya, oleh sebab itu tidak disarankan
apabila TKKS dijadikan sebagai bahan bakar tanpa melalui proses pengeringan
terlebih dahulu karena dapat menyumbangkan peningkatan emisi. Disisi lain Aziz
(2000) menyatakan bahwa dari sebuah pabrik kelapa sawit berpotensi
menghasilkan sebanyak 95472 ton/tahun tandan buah kosong yang jika hanya di
3
tumpuk pada landfill akan akan membetuk gas metan (CH4) sebesar 7350
ton/tahun.
Salah satu pemanfaatan limbah tandan kosong yang efisien adalah diolah menjadi
biopelet sebagai pengganti batu bara dan bahan bakar minyak (BBM).
Memanfaatkan tandan kosong menjadi biopelet sebagai pengganti bahan bakar
berbahan dasar batu bara dan fosil memiliki banyak sisi positif diantaranya adalah
dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses produksi
minyak kelapa sawit dan dapat meningkatkan nilai ekonomi. Ketersediaan yang
melimpah sebagai produk sampingan dan harga yang murah membuat tandan
kosong menjadi salah satu bahan alternatif untuk dijadikan karbon padat dengan
metode self-adhesive carbon grains (SGAC) (Deraman et al., 2002). Provinsi
Aceh memiliki 22 pabrik kelapa sawit (PKS) yang menghasilkan 724.185
ton/tahun TKKS, jika 75% TKKS tersebut dimanfaatkan sebagai bioenergi akan
sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan energi listsrik sebesar 43,64 GW(e)
yang dapat digunakan oleh 22 PKS untuk kegiatan proses produksi sehingga dapat
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 152.809,04 tCO2e/tahun (Faisal
et al., 2010).
Dalam pengolahan TKKS menjadi biopelet ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan yakni tingginya kadar abu dan kandungan mineral seperti K, Na, Ca,
Mg, Si serta P, karena dua faktor tersebut dapat menimbulkan hal yang merugikan
pada proses pembakaran di boiler dan menghasilkan energy kalor yang rendah.
TKKS pada umumnya memiliki nilai unsur K paling tinggi diantara unsur yang
lain dengan rincian yakni N 0,7 (persen berat kering), S <0,10 (persen berat
4
kering) dan K 2 (persen berat kering ) (Abdullah et al., 2011). Gonçalves et al.
(2008) menyatakan bahwa Chloride (Cl) dan Kalium (K) memiliki dampak
negatif pada boiler yang dapat menyebabkan penumpukan abu dan korosif pada
proses pemanasan di pipa-pipa boiler. Selain unsur K yang tinggi terdapat unsur-
unsur penyusun abu lainnya seperti Cl dan Si serta kandungan abu pada TKKS
yang dapat berpengaruh pada proses pembakaran di dalam boiler serta terhadap
energi kalor yang dihasilkan. Menurut Nugraha (2014) kadar abu yang tinggi pada
TKKS juga berpengaruh terhadap high yield bio-oil yang dihasilkan dari proses
pirolisis, karena semakin tinggi kandungan kadar abu maka semakin rendah energi
yang dihasilkan.
Salah satu solusi untuk mencegah hal negatif yang di timbulkan oleh kandungan
mineral pada TKKS adalah dengan leaching treatment (pencucian). Unsur K
adalah unsur alkali yang sangat mudah larut dalam air sehingga metode pencucian
menggunakan air merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kadar unsur K
pada TKKS. Menurut Abdullah & Sulaiman (2013) pencucian dengan air keran
sangat efektif dalam mengurangi kandungan kadar abu TKKS yakni berkisar
24,9% - 70,3%, mengurangi 90% kadar unsur K dan 98% kadar sodium.
Pada penelitian ini pencucian mineral pada TKKS menggunakan limbah cair
tapioka sebagai bahan pelarut. Penggunaan limbah cair sebagai pelarut dalam
leaching untuk menurunkan unsur mineral dan kandungan abu pada limbah
biomasa merupakan hal yang harus diteliti karena dapat memanfaatkan zat aditif
yang terkandung didalamnya dengan rincian biaya yang tidak mahal dan
jumlahnya yang melimpah (Wang et al., 2012). Potensi limbah cair tapioka sangat
5
melimpah hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara penghasil tepung
tapioka urutan ke -3 di dunia (13,3 juta ton per tahun) setelah Thailand (13,5 juta
ton per tahun) dan Brazil (24,5 juta ton per tahun) (Setyawaty et al., 2011).
Tingginya produksi tepung tapioka berpengaruh pada limbah cair yang dihasilkan
dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka.
Menurut Kinasih (2015) rata-rata limbah cair tapioka yang dihasilkan Indonesia
secara keseluruhan adalah 2400 juta m3 setiap tahunnya. Limbah cair tapioka yang
dihasilkan dari proses produksi secara umum belum dimanfaatkan secara
maksimal dan banyak pelaku kegiatan atau industri tapioka membuang secara
langsung ke sungai tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Limbah cair yang dibuang
tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap sungai dan masyarakat sekitar
pabrik. Disisi lain kandungan unsur hara dan senyawa organik pada limbah cair
tapikoa masih dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk organik cair dan biogas.
Kandungan unsur hara pada limbah cair tapioka adalah N 260,27 mg/l,
P 88,56 mg/l, K 508,17 mg/l dan pH 4,81 (Ningsih, 2015).
Berdasarkan penelitian yang berkaitan dengan metode pencucian kandungan
mineral pada TKKS dan kemampuan pengkhelatan limbah cair tapioka sebagai
bahan pelarut dalam melarutkan unsur-unsur yang terkandung dalam limbah padat
diharapkan akan menjadi sebuah solusi yang baik dalam penelitian ini untuk
mengurangi kadar mineral yang dapat menyebabkan resiko terjadinya slagging,
fouling dan korosif. Maulida (2014) menyatakan bahwa kelarutan yang terjadi
pada unsur K, N-total dan P disebabkan oleh asam organik yang terkandung
dalam limbah cair tapioka yang merupakan kelompok asam organik dengan
6
kemampuan pengkhelatannya lebih besar dibandingkan pengaruh asamnya.
Menggunakan limbah cair tapioka sebagai pelarut untuk mencuci kandungan
mineral pada TKKS merupakan solusi dari pencegahan pencemaran terhadap
lingkungan yang diakibatkan oleh limbah agroindustri.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan jenis limbah cair tapioka yang mampu menurunkan
kandungan mineral tertinggi pada TKKS.
2. Untuk mendapatkan waktu perendaman optimum yang mampu menurunkan
kandungan mineral tertinggi pada TKKS.
3. Untuk mendapatkan kombinasi antara waktu perendaman dan jenis limbah cair
tapioka yang mampu menurunkan kandungan mineral tertinggi pada TKKS.
1.3. Kerangka Pemikiran
TKKS adalah produk samping utama yang dihasilkan dari proses pengolahan
kelapa sawit menjadi CPO dan merupakan limbah padat agroindustri yang
potensinya sangat melimpah di Indonesia. Menurut Wijono (2014) rata-rata
outflow di sebuah pabrik kelapa sawit adalah 60 ton tandan buah segar (TBS) per
jam dan menghasilkan 12,6 ton TKKS atau setara dengan 21% dari TBS yang
diolah. Melimpahnya potensi TKKS yang dihasilkan tidak diimbangi dengan
pemanfaatannya oleh para pelaku usaha dan industri pengolahan kelapa sawit.
Aziz (2000) menyatakan bahwa sekitar 95472 ton/tahun tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit di Long
7
Pinang dan Semuntai tidak di manfaatkan secara baik hanya ditumpuk pada
landfill akan menghasilkan bau busuk yang membetuk gas metan (CH4) sebesar
7350 ton/tahun, namun jika dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan kapasitas
pembangkit tenaga uap sebesar 25 MW dapat menurunkan pembenrtukan CO2
sebesar 188730 ton/tahun. Oleh sebab itu TKKS perlu di kelola dengan baik
sehingga potensi yang dihasilkan dapat dimanfaatakan dan dapat menurunkan
emisi, salah satu pemanfaatan yang bijak adalah diolah menjadi produk biopelet
sebagai pengganti bahan bakar batu bara dan fosil.
Pemanfaatan TKKS sebagai biopelet merupakan sebuah solusi yang baik untuk
mencegah polusi dan dampak buruk yang ditimbulkan ke lingkungan maupun
masyarakat sekitar pabrik serta menambah nilai ekonomi dari limbah biomasa.
Namun ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam pengolahannya salah
satunya adalah tingginya kandungan unsur Kalium (K). TKKS memiliki nilai
kadar abu yang tinggi dan unsur alkali yang tinggi terutama unsur K, hal ini harus
sangat dipertimbangkan dan diperhatikan pada abu deposit saat pembakaran
TKKS di dalam boiler, agar dapat mendapatkan karakteristik terbaik sebagai
bahan bakar (Yoshikawa, 2017). Disisi lain menurut Zevenhoven et al. (2010)
penggunaan bahan bakar berbahan dasar biomasa yang menyebabkan
pemasalahan sintering, fouling dan korosif serta pembentuk abu pada sisi
permukaan perapian adalah unsur Kalium (K). Slagging dan fouling adalah sebuah
penggambaran deposit abu pada transfer panas di dalam tanur dan sistem boiler,
sedangkan slagging adalah deposit abu pada permukaan yang terkena oleh radiasi
panas berdekatan dengan api (Prameswari, 2017). Unsur Kalium (K) dan Silika
(Si) merupakan unsur dominan pada abu deposit, senyawa utama pemicu
8
penumpukan abu pada dinding boiler adalah K2O dengan titik leleh yang rendah
sehingga dapat memicu lebih banyak penumpukan abu deposit pada dinding
boiler (Sidarta, 2017). Senyawa-senyawa K dapat dilepaskan secara efektif pada
saat pembakaran sehingga sangat mudah untuk bereaksi lebih lanjut pada gas
buang, namun hal ini tergantung pada kondisi dan pada bagian senyawa tertentu
yang dapat membentuk senyawa gas (Zevenhoven et al., 2010).
Menurut Udoetok (2012) kandungan abu TKKS kaya akan konsentrasi logam
akali seperti Kalsium (Ca) dan Kalium (K), selain itu juga mengandung logam
lain yakni Chromium, Zinc, Sodium, dan Magnesium dalam jumlah besar.
Berdasarkan hasil dari parameter psikomia seperti TOC, TOM, TDS, Salinitas dan
konduktivitas terbukti bahwa TKKS tidak beracun dan merupakan alkali dengan
nilai pH 10,9. Kandungan unsur K pada TKKS adalah 2 mf wt% dan kandungan
abu-nya sebesar 5,36 mf wt% yang berarti kandungan unsur K adalah 50% dari
total kadar abu biomasanya, unsur K merupakan salah satu komponen utama pada
abu yang dapat mempengaruhi high yield bio-oil yang dihasilkan (Martijn, 2012).
Sedangkan Menurut Yoshikawa (2017) kadar abu pada TKKS adalah sebesar
4,9%, sulfur 0,11%, N 0,6%, H 5,3%, Cl 0,7%.
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya slagging, fouling dan korosif dalam
proses pembakaran biopelet dari TKKS adalah dengan metode pencucian
(leaching treatment) yang dapat mengurangi kadar unsur – unsur mineral pada
TKKS. Menurut Martijn (2012) sifat unsur K sangat mudah larut dalam air
sehingga metode pencucian dengan air dapat menurunkan kandungan unsur K
pada TKKS hingga 90% dan dapat meningkatkan hasil oil yield selama proses
9
pirolisi dari 40% hingga lebih dari 60%. Pencucian dengan air keran sangat efektif
dalam menurunkan kandungan kadar abu TKKS sekitar 24,9% - 70,3%, 90%
kadar unsur K dan 98% sodium (Abdullah & Sulaiman, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan bahwa kadar unsur K pada TKKS dapat di
turunkan dengan berbagai macam metode diantaranya adalah kombinasi antara
proses pirolisis dan hidrotermal dengan air pencucian pada suhu tertentu, metode
perendaman dengan menggunakan air keran dan air destilasi.
Pada penelitian ini digunakan limbah cair tapioka effluent pabrik pengolahan dan
effluent biogas sebagai bahan pelarut untuk metode pencucian kandungan mineral
pada TKKS, sebagai salah satu alternatif hemat dalam segi ekonomi dan ramah
terhadap lingkungan. Disisi lain limbah cair tapioka memiliki zat aditif yang dapat
mengikat unsur K pada TKKS seperti HCN, menurut Wang et al. (2012) zat aditif
berdasarkan pada komposisi yang berbeda mampu menetralkan dan mencegah
masalah yang berhubungan dengan kadar abu saat pembakaran biomasa.
Pemanfaatan limbah cair tapioka merupakan sebuah solusi pencegehan terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan dan memaksimalkan potensi limbah cair tapioka
yang melimpah.
Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan pelarutan unsur mineral yang
menggunakan limbah cair tapioka sebagai bahan pelarut diantaranya adalah ;
Kombinasi terbaik dalam meningkatkan unsur K-larut dan N-total yang terlarut
dari limbah kepala udang pada pupuk organik cair adalah 450 g/l limbah cair
tapioka dengan pH 4,81 dan <0,5 mm ukuran butir limbah kepala udang (Ningsih,
2015). Menurut Maulida (2014) kombinasi pelarut 95% limbah cair tapioka dan
10
5% asam sulfat adalah dosis optimal yang menghasilkan kelarutan P tertinggi dari
batuan fosfat. Sehingga diharapkan pada penelitian yang dilakukan terdapat
kombinasi metode pencucian (leaching treatment) dan waktu terbaik antara
limbah cair tapioka dan TKKS yang dapat menurunkan kandungan mineral pada
TKKS secara optimal.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat jenis limbah cair tapioka terbaik yang mampu menurunkan
kandungan mineral tertinggi pada TKKS.
2. Terdapat waktu optimum perendaman yang mampu menurunkan
kandungan mineral pada TKKS.
3. Terdapat kombinasi antara jenis limbah cair tapioka dan waktu terbaik
yang mampu menurunkan kandungan mineral tertinggi pada TKKS.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit di Indonesia
Indonesia merupakan penghasil dan pengkespor terbesar minyak kelapa sawit di
dunia, sebanyak 50% lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh
beberapa perusahaan besar swasta dan perusahaan perkebunan negara (Hayashi,
2007). Berdasarkan perbandingan produksi CPO (Crude palm oil) menurut status
pengusaha pada tahun 2017 dibagi berdasarkan perusahaan perkebunan negara
sebesar 5,40%, perusahaan perkebunan swasta sebesar 57,70% dan perkebunan
rakyat 36,90% (BPS, 2017). Salah satu daerah yang membudidayakan kelapa
sawit dari pulau sumatera adalah Provinsi Lampung dengan luas yakni 153.160
Ha, dari lahan tersebut dihasilkan produksi total sebesar 364.862 ton, atau 2,383
ton/ha (BPS Provinsi Lampung, 2010). Luas areal perkebunan kelapa sawit pada
34 daerah yang tersebar di Indonesia di sajikan pada Tabel 1.
Sejak tahun 2004 minyak kelapa sawit merupakan pangsa pasar minyak nabati
tertinggi di dunia yakni 30 juta ton dari total produksi dengan tingkat
pertumbuhan rata-rata 8% per tahunnya, angka tersebut lebih tinggi dari angka
produksi kedelai yakni 25 juta ton dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 3,8% per
tahunnya (Hambali & Rivai, 2017). Pada tahun 2017 produksi kelapa sawit
mengalami peningkatan sebesar 18% yakni 38,17 ton produksi CPO dan 3,05 juta
ton produksi kernel oil (PKO), sehingga total produksi kelapa sawit adalah 41,98
juta ton dengan harga rata-rata 714,3 dolla AS per metrik ton (Setiawan, 2018).
12
Tabel 1. Luas areal dan produksi CPO seluruh provinsi Indonesia 2017Provinsi Luas areal (Ha) Total produksi (ton)
Aceh 433.379 875.905Sumatra Utara 1.348.305 4.144.620Sumatra Barat 402.130 1.225.814Riau 2.260.941 7.722.564Jambi 769 870 1.701.363Sumatra Selatan 1.021.255 3.096.794Bengkulu 340717 859.176Lampung 239.861 454.822Bangka Belitung 245.100 772.282Kepulauan Riau 7743 25.435Jawa Barat 15.904 42.848Banten 19.478 34.9943Kalimantan Barat 1.503.058 2.549.363Kalimantan Tengah 1.358.949 5. 212.347Kalimantan Selatan 480.004 1.486.050Kalimantan Timur 1.047.090 2.594.887Kalimantan Utara 69.196 181.737Sulawesi Tengah 184.198 432.279Sulawesi Selatan 75.721 120.007Sulawesi Tenggara 73.387 86.429Gorontalo 8.374 1.485Sulawesi Barat 184.616 552.109Maluku 12.638 10.917Papua Barat 63.690 121.056Papua 132.846 164.145Indonesia (total seluruh) 12. 298. 450 34. 468. 293Sumber : (BPS, 2017)
Tingginya pangsa pasar minyak kelapa sawit disebabkan oleh kelapa sawit per
hektar nya dapat menghasilkan minyak tujuh kali lebih tinggi dibandingkan
dengan rapeseed (Brassica Napus) dan sebelas kali lebih tinggi dari kedelai
(Hambali & Rivai, 2017). CPO yang di produksi di Provinsi Lampung sebanyak
30 - 40% digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sekitar 60-65%
di ekspor ke luar negeri (Muslih et al., 2013). Prasetyani & Miranti (2004)
menyatakan bahwa CPO yang diproduksi sebesar 60% di ekspor, 30% digunakan
sebagai minyak untuk masak, 7% oleochemical, 2% sebagai bahan pembuatan
sabun dan 1,6% untuk margarin (Prasetyani & Miranti, 2004).
13
Gambar 1. Proses Produksi CPO di Pabrik pengolahan Kelapa Sawit (Hayashi, 2007).
Tingginya permintaan minyak kelapa sawit di pasar internasional menyebabkan
meningkatnya perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia
sehingga berdampak terhadap jumlah limbah yang di hasilkan. Salah satu limbah
yang dihasilkan dalam jumlah besar dari proses produksi CPO adalah tandan
kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS adalah produk samping yang dihasilkan
dalam jumlah sangat besar dengan kaya potensi untuk dijadikan sebagai berbagai
macam produk salah satunya adalah biopelet sebagai bioenergi yang dapat
menggantikan posisi bahan bakar fosil dan batu bara.
14
2.2. Limbah Tandan Kosong kelapa Sawit (TKKS)
Limbah Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan produk samping utama
yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, menurut
Kusumaningrum & Munawar (2014) sebanyak 22.508 ton/ tahun CPO yang
dihasilkan berasal dari 20% tandan buah segar (TBS). TKKS merupakan limbah
biomasa yang melimpah keberadaannya namun masih minim dalam pengolahan
dan memanfaatkannya menjadi suatu hal yang memiliki nilai ekonomi, hal ini
dapat dilihat dari presentasi jenis limbah yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi limbah biomasa yang dihasilkan dari proses produksi CPOJenis Limbah Proporsi Potensi per tahun (ton)TKKS 23% TBS 25.884.200Cangkang Kelapa sawit 6,5 % TBS 7.315.100Mesocarop palm oil 13% TBS 14.630.200Palm frond 10 t/ha 89.080.000
Sumber : (Kusumaningrum & Munawar, 2014).
TKKS memiliki kadar air yang tinggi yakni 60% dari bobotnya sehingga tidak
disarankan apabila tandan kosong kelapa sawit dijadikan sebagai bahan bakar
tanpa melalui proses pengeringan karena pembakaran secara langsung dapat
menyumbang peningkatan emisi gas rumah kaca (Fauziah et al., 2010). Menurut
Aziz (2000) dari sebuah pabrik kelapa sawit menghasilkan sebanyak 95472
ton/tahun tandan buah kosong yang di tumpuk pada land fill akan akan membetuk
gas metan (CH4) sebesar 7350 ton/tahun. Oleh sebab itu TKKS perlu di kelola
dengan baik sehingga gas yang dihasilkan dapat di manfaatkan dan mencegah
pencemaran terhadap lingkungan, salah satunya adalah di jadikan produk
bioenergi yakni biopelet. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan potensi
yang melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai biopelet pengganti bahan bakar
15
berbahan fosil atau batu bara. Kalimat ini bisa ditulis: Setiap ton TKKS dengan
kadar air 60% akan setara dengan 400 kg kering yang dengan nilai kalor sebesar
18,795 MJ/kg (4.492 kcal/kg) dapat dikonversi pada PLT biomasa dengan
efisiensi 20%akan menghasilkan listrik sebesar 418 kWh (Wijono, 2014).
Tabel 3. Karakteristik tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Komponen Unit * ** ***AnalisaProksimat
MoistureAshVolatile matterFixed carbon
% massa(kering)
69,04,776,518,8
-4.9--
3,77
Analisaultimasi
CarbonHydrogenNitrogenSulfurChloridaOxygen
% massa(kering)
48,05,51,20,30,539,8
43,65,30,60,110,745,5
0,00630,38
Nilai Panas HHVLHV
Kj/kg (basah)Kj/kg (kering)
19193,25949,7
16,8-
AnalisaKomponenabu (ash)
SiO2
Al2O3
TiO2
Na2OK2OCaOMgOP2O5
Fe2O3
SO3
Mn3O4
% massa
27,12,30,10,835,510,25,16,58,34,00,1
-----------
30,80,53<0,12,9337,84,359,514,870,991,890,12
Sumber : *(Aziz, 2000), ** (Yoshikawa, 2017), *** (Meesters et al., 2018).
Selain itu (Aziz, 2000) menyatakan bahwa TKKS yang hanya dibuang dan di
tumpuk pada landfill mampu menghasilkan gas CH4 sebesar 735000 ton/tahun,
potensi gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga uap sebesar 25
MW dengan memanfaatkan TKKS sebagai bahan bakar boiler sehingga dapat
menurunkan pembentukan gas CO2 sebesar 18873000 ton/tahun. Selain itu
16
dengan memanfaatkan serat dan cangkang TKKS dapat memberikan keuntungan
yakni penambahan energi riil berkisar 10.118 MJ/ton produksi biodiesel atau
dengan kata lain meningkatkan net energy ratio (NER) sebesar 25,5% yang
berdampak terhadap lingkungan pabrik untuk berkelanjutan industri (Susanto et
al., 2017).
Pemanfaatan TKKS sebagai biopelet merupakan solusi terbaik untuk mencegah
polusi dan dampak buruk yang ditimbulkan ke lingkungan maupun masyarakat
sekitar pabrik dan menambah nilai ekonomi dari limbah biomasa. Namun ada
beberapa hal yang harus di perhatikan dalam pengolahan biopelet salah satunya
adalah kandungan logam alkali yang tinggi yakni yang utama adalah unsur kalium
(K). Unsur Chloride (Cl) dan Kalium (K) memiliki dampak negatif pada boiler
yakni dapat menyebabkan penumpukan abu dan korosif pada proses pemanasan di
pipa-pipa boiler (Gonçalves et al., 2008). Unsur Kalium (K) dan Silika (Si)
merupakan unsur dominan pada abu deposit, sedangkan senyawa utamanya adalah
K2O dengan titik leleh yang rendah sehingga dapat meningkatkan penumpukan
abu deposit pada dinding boiler (Sidarta, 2017). Masalah slagging dan fouling dari
penggunaan biomasa padat sebagai pembangkit listrik memiliki keterkaitan pada
tingginya kandungan unsur K pada beberapa tipe biomasa, sehingga berdampak
pada meningkatnya biaya pengoperasian dan waktu off-line pada pembangkit
listrik, oleh sebab itu memahami pengaruh zat aditif unsur K selama proses
pembakaran adalah hal yang penting bagi pembangkit tenaga listrik (Clery et al.,
2018). Salah satu cara untuk mencegah terjadinya slagging, fouling dan korosif
pada pipa dan dinding boiler selama proses pengolahan biopelet dapat dilakukan
17
dengan metode pencucian (leaching treatment) untuk mengurangi kadar unsur
hara K pada TKKS.
2.3. Pencucian (leaching) Unsur – Unsur Pada Biomasa
Setiap industri pengolahan telah menerapkan beberapa cara untuk memanfaatkan
limbah biomasa sebagai biopelet pengganti bahan bakar fosil dan batu bara,
namun ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengolahnya menjadi
bahan bakar karena sifat dari setiap biomasa yang tidak sama.
Gambar 2. Diagam alir pemanfaatan energi biomasa TKKS (Somrat Kerdsuwan &Krongkaew Laohalidano, 2011).
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam mengelola TKKS menjadi
biopelet adalah kandungan unsur K dan unsur penyusun abu lainnya serta
kandungan abunya yang tinggi, karena dapat menyebabkan slagging dan fouling
pada proses pembakaran di dalam boiler (Novianti et al., 2016). Martijn (2012)
menyatakan bahwa kandungan unsur Kalium pada TKKS adalah 50% dari total
18
kadar abu biomasanya, tingginya unsur K berpengaruh pada kadar abu karena
unsur K merupakan salah satu komponen utama pada abu yang dapat
mempengaruhi high yield bio-oil yang dihasilkan.
Kadar abu yang tinggi juga berpengaruh pada nilai kalor yang dihasilkan semakin
tinggi kandungan abunya maka akan semakin rendah energi kalor yang dihasilkan
dan dapat menurunkan efisiensi pembakaran karena abu tidak menghasilkan
energi (Nugraha, 2014). Menurut Meesters et al. (2018) unsur K (2,05%) dan Cl
(0,38%) dapat berkolerasi menyebabkan korosif pada koversi termal, sedangkan
unsur K dan Na berkolerasi terhadap titik leleh rendah abu yang menyebabkan
slagging dan aglomerasi. Perbandingan karakteristik antara TKKS dan batu bara
tidak jauh berbeda namun kandungan abu TKKS lebih tinggi dibangdingkan
dengan batu bara, perbandingan karakteristik berdasarkan uji lab di sajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan karakteristik TKKS dan batu bara
Parameter Uji Komponen UnitNilai karakteristik (%)TKKS Batu bara
Analisaproksimat
Ash% (masakering)
4,7 1,2Volatilematter
76,5 42,1
Fixed carbon 18,8 42,3Analisa ultimasi Carbon
% (masakering)
48,0 72,0Air (H2O) 5,5 5,3Nitrogen 1,2 1,0
Sulfur 0,3 0,1Oxygen 39,8 20,2
Nilai panas HHV kJ/kg (kering) 19193,2 24410,21LHV kJ/kg (basah) 5949,7
Sumber : (Aziz, 2000).
Salah satu solusi untuk mencegah terjadinya slagging dang fouling pada dinding
dan pipa boiler dengan dilakukannya leaching (pencucian) unsur K pada TKKS
19
yang juga dapat menghasilkan High yield bio-oil yang tinggi. Melissari (2014)
menyatakan bahwa salah satu parameter material kandungan abu pada sistem
pembakaran adalah sifatnya yang berhubungan dengan temperatur pada suhu
tertentu dan titik lebur dari partikel abu. Sintering dan peleburan partikel abu pada
pembakaran di tungku api serta sintering, peleburan dan aglomerasi partikel abu
pada pembakaran unggun terfluidasi merupakan proses yang penting.
Menurut Martijn (2012) sifat unsur K mudah larut dalam air sehingga metode
pencucian dengan air dapat menurunkan 90% kandungan unsur K pada TKKS dan
dapat meningkatkan hasil oil yield selama proses pirolisis dari 40% hingga lebih
dari 60%. Sedangkan menurut Abdullah et al. (2011) metode paling baik untuk
menurunkan kandungan unsur K dan kadar abu pada TKKS adalah dengan cara
merendam 100 gam TKKS berukuran sekitar 2 - 3 cm di dalam 5 liter air destilasi
pada suhu kamar selama 1 menit, dari metode tersebut di dapatkan nilai K pada
TKKS yang di cuci sebesar 2,55% dan tidak di cuci 8,61%, sedangkan nilai kadar
abu pada TKKS yang di cuci 1,15% dan tidak di cuci adalah 5,43%.
Metode lain untuk menurunkan kadar abu, kandungan unsur K dan chlorine
adalah kombinasi proses hydrothermal pada suhu 1800 C dan pencucian dengan
rasio 1:10 (biomasa/air) yang dapat dengan efektif menurunkan kadar abu hingga
82%, kandungan chlorine 71,6% dan 82% unsur K (Novianti et al., 2016). Disisi
lain pencucian dengan air keran sangat efektif dalam mengurangi kandungan
kadar abu TKKS sekitar 24,9% - 70,3% dengan cara 100 g TKKS direndam
selama 5 menit di dalam 3 l air, sedangkan metode yang baik dalam mengurangi
20
90% kadar unsur K dan 98% sodium adalah TKKS yang direndam di dalam 5 l air
keran selama 30 menit (Abdullah & Sulaiman, 2013). Pencucian dengan air dapat
menurunkan secara nyata nilai kandungan unsur alkali pada biomasa rerumputan
hingga 92% kandungan unsur sodium, 62% unsur K dan 100% unsur Cl.
(Saddawi et al., 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan bahwa unsur K pada TKKS
dapat di turunkan dengan berbagai macam metode yakni dengan proses pirolisis
dan kombinasi hydrothermal pada suhu tertentu dengan air pencucian, serta
dengan perendaman dengan menggunakan air keran. Pada penelitian ini
dilaksanakan metode pencucian unsur alkali pada TKKS menggunakan limbah
cair tapioka yang dapat menjadi salah satu alternatif dan ramah lingkungan. Disisi
lain limbah cair tapioka mengandung zat aditif yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengikat unsur K dan unsur lainnya pada TKKS. Menurut Wang et al. (2012)
bahan bakar biomasa yang mengandung unsur K, Si dalam jumlah tinggi dan
sejumlah Ca, asam fosfat telah diuji sebagai aditif yang mampu mengurangi
sintering abu dan aglomerasi pada unggun dalam reaktor unggun terfluidasi.
2.4. Limbah Cair Tapioka
2.4.1. Limbah Cair Tapioka effluent Pabrik pengolahan
Indonesia merupakan negara penghasil tepung tapioka urutan ke -3 di dunia (13,3
juta ton per tahun) setelah Thailand (13,5 juta ton per tahun) dan Brazil (24,5 juta
ton per tahun) (Setyawaty et al., 2011). Provinsi Lampung adalah salah satu
daerah yang menghasilkan produksi tepung tapioka tertinggi se-Indonesia dengan
luas perkebunan yang mencapai 366.830 ha (Harjono, 2013). Proses pengolahan
21
tepung tapioka di industri skala kecil meliputi kegiatan pencucian, pemarutan,
penyaringan, pemisahan residu pati, pengeringan, penjemuran dan pengemasan
(Cahyani, 2011). Tepung tapioka dihasilkan dari 20-30% dari berat ubi kayu yang
diolah, dari hasil proses pengolahan menghasilkan berbagai macam limbah yakni
limbah padat berupa onggok, tanah dan kulit, serta limbah cair yang berpotensi
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan karena kandungan senyawa
organik yang tinggi (Roby et al., 2013).
Dari kegiatan pengolahan ubi kayu mnejadi tapioka pada industri pengolahan
dihasilkan tiga jenis limbah yakni limbah padat, limbah cair dan limbah gas, dari
ketiga jenis limbah yang dihasilkan limbah cair dihasilkan paling banyak yang
kemudian diikuti oleh limbah padat (Suroso, 2011). Banyaknya jumlah limbah
cair yang dihasilkan karena dalam proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung
tapioka dibutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak yakni 6 hingga 9 m3
yang digunakan untuk pencucian ubi, perendaman dan mengekstrak pati tapioka,
(Kartasanjaya et al., 2010). Menurut Kinasih (2015) jumlah limbah cair tapioka
yang dihasilkan secara keseluruhan di Indonesia adalah 2400 juta m3 setiap
tahunnya. Limbah cair tapioka tersebut biasanya langsung dibuang ke sungai
tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk menurunkan atau
menghilangkan bahan yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan dan konflik terhadap masyakrakat
di sekitar pabrik pengolahan (Mukminin et al., 2003).
Menurut Cahyani (2011) limbah cair tapioka kaya dengan bahan organik dan
limbah padatan, sehingga tidak ada teknik atau cara yang dapat diaplikasikan
22
untuk menggunakan kembali dan daur ulang air yang digunakan saat proses
produksi berlangsung. Limbah cair tapioka dapat menyebabkan pencemaran
terhadap badan perairan apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu, hal
ini disebabkan oleh kandungan senyawa organik dan limbah padatan yang dapat
tedekomposisi sehingga menimbulkan bau yang menyengat (Cahyani, 2011).
Disisi lain kandungan unsur hara dan senyawa organik yang terkandung pada
limbah cair tapioka dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan produksi
pabrik, perkebunan dan kehidupan sehari-hari. Sehingga pengolahannya perlu
diperhatikan sesuai dengan tujuan pemanfaatannya limbah cair tapioka.
Beberapa karakteristik limbah cair tapioka keluaran pabrik pengolahan tepung
tapioka menurut Prayitno (2008) diantaranya adalah :
a. Warna
Limbah cair yang berasal dari proses pencucian berwarna putih kecoklatan
disertai suspensi dari kotoran dan kulit ubi kayu. Sedangkan limbah cair
yang berasal dari proses pemisahan pati berwarna putih kekuningan.
b. Bau
Limbah baru memiliki bau yang sama dengan bau ubi kayu, namun seiring
berjalannya waktu akan semakin menyengat apabila limbah cair di
diamkan di tempat yang tergenang karena terjadinya proses pembusukan.
c. Padatan tersuspensi
Padatan tersuspensi di dalam limbah cair tapioka cukup tinggi yakni
berkisar antara 1500 - 5000 mg/l, yang berasal dari suspensi yang
23
terendapkan. Nilai padatan tersuspensi berkaitan dengan nilai BOD dan
COD nya, nilai COD pada limbah cair tapioka adalah 7000 - 30000 mg/l,
sedangkan nilai BOD adalah 3000 - 6000 mg/l.
Gambar 3. Proses pengolahan tepung tapiokaSumber : (MNLH, 2009)
Ada berbagai macam cara untuk mengolah limbah cair tapioka namun tidak
semua pelaku usaha atau industri tapioka berhasil dalam mengolah limbah cair
yang mereka produksi. Seperti yang terjadi pada industri tapioka di Lampung
24
Timur meskipun dalam kombinasi bangunan dengan prinsip areobik dan
anaerobik merupakan cara yang efektif dalam mencegah pencemaran pencemaran
oleh limbah cair tapioka masih menjadi topik utama permasalahan (Azizah et al.,
2017). Pemanfaatan dan atau membuang limbah cair tapioka ke badan perairan
memiliki batasan konsentrasi kimia yang harus diperhatikan. Adewumi et al.
(2016) menyatakan bahwa limbah cair tapioka tidak diperbolehkan dibuang secara
langsung ke badan perairan, hal ini dikarenakan konsentrasi dari unsur-unsurnya
melebehi standar dari WHO (world healthy organization) dan standar baku mutu
pencemaran serta bersifat berbahaya. Karakteristik dan kandungan unsur hara
pada limbah cair tapioka disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik limbah cair tapiokaParameter Konsentrasi (mg/l)
* ** ** (WHO standard)warna - berwarna Tidak berwarnapH 5,07 3,8 6,5-8,5N 0,19 - -P 0,18 - -K 0,58 - -Mg 0,82 - -Ca 1,48 - -Na 1,20 - -Fe 2,00 - -Cu 1,83 - -Zn 1,07 - -Cl - 2516,9 600CN - 0,17 0,05Nitrat - 470 50Total Padatan Terlarut 766 17048 2000Total Padatantersuspensi
789 3571 30
COD - 560 10BOD - 1410 10
Sumber : *(Orhue et al., 2014), ** (Adewumi et al., 2016).
Pengolahan limbah cair tapioka oleh industri merupakan solusi untuk mengurangi
pencemaran dari limbah yang mereka hasilkan, namun disisi lain hal tersebut
25
adalah sebuah masalah yang terkait dengan teknologi, ekonomi, dan lokasi yang
dibutuhkan (Azizah et al., 2017). Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur
mengenai baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan industri tapioka
berasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 05. Tahun 2014 untuk
mengurangi dan mencegah dampak pencemaran terhadap lingkungan terutama
badan perairan yang disebabkan oleh limbah cair tapioka yang disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Baku mutu air limbah bagi usaha industri tapiokaParameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban pencemaran
Maksimum (kg/ton)BOD5 150 4,5COD 300 9TSS 100 3CN 0,3 0,009pH 6,0 - 9,0Debit limbah maksimum 30 m3 per ton produk tapioka
Sumber : (Muliawati, 2015).
Salah satu solusi yang terbaik untuk mengurangi pencemaran yang terjadi adalah
memanfaatkan limbah cair tapioka sebagai bahan pelarut pencucian unsur K
(leaching treatment) pada TKKS dan air dari hasil pencucian tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk organik cair pada tanaman. Menurut Ningsih (2015)
kombinasi terbaik dalam meningkatkan unsur K-larut dan N-total yang terlarut
dari limbah kepala udang pada pupuk organik cair adalah 450 g/l limbah cair
tapioka dan <0,5 mm ukuran butir limbah kepala udang. Kombinasi pelarut 95%
limbah cair tapioka dan 5% asam sulfat adalah dosis optimal yang menghasilkan
kelarutan P tertinggi dari batuan fosfat (Maulida, 2014). Kelarutan yang terjadi
pada unsur K, N-total dan P disebabkan oleh asam organik yang terkandung
26
dalam limbah cair tapioka merupakan kelompok asam organik yang kemampuan
pengkhelatannya lebih besar dibandingkan pengaruh asamnya (Maulida, 2014).
2.4.2. Limbah Cair Tapioka Effluent Biogas
Limbah cair tapioka dihasilkan dari 2 tahap proses yakni hasil dari proses
pengolahan tepung tapioka dan keluaran dari biogas (effluent biogas / bioreaktor),
Limbah cair tapioka effluent bioreaktor adalah hasil utama dari proses produksi
biogas, jika dibandingkan dengan limbah cair effluent nutrisi pada limbah cair
effluent kandungannya lebih tinggi (Ministry of Agriculture, Forestry and
Fisheries, 2015). Limbah cair tapioka hasil dari pengolahan memiliki potensi yang
sangat baik untuk anaerobik digestion karena memiliki kandungan organik yang
tinggi terutama gula sehingga dapat diolah menjadi bioenergi (Araujo et al., 2018).
Menurut Ribas et al. (2010) keuntungan dari irigasi menggunakan limbah cair
effluent anaerob yang di aplikasikan ke tanah dapat mengurangi dampak dari
penggunaan pupuk kimia sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah.
Penanganan limbah cair tapioka dapat dilakukan dengan berbagai cara salah
satunya adalah dengan perlakuan anaerob dan membangun anaerob lagoon
(kolam) yang bertujuan untuk memberi perlakuan khusus pada limbah cair
sebelum dibuang ke lingkungan (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries,
2015). Menurut Adiwinata (2014) terdapat 3 tahapan dalam pembentukan biogas
dari limbah cair tapioka yakni :
a. Tahap awal merupakan fermentasi pembentukan gas metan, terjadinya
perombakan senyawa organik kompleks berupa polimer (lipida,
polisakarida) menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam lemak, gliserin
27
monosakarida, disakarida dan asam amino) yang dihidrolisis oleh bakteri
hidrolitik dalam air limbah dengan menggunakan enzim ekstra seluler
b. Tahap kedua, komponen yang telah dihasilkan dari proses tahapan pertama
didegadasikan dengan melibatkan bakteri asidogenik yang menghasilkan
asam lemak volatile, alkohol, asam laktat senyawa mineral (CO2),
hidrogen (H2), amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S).
c. Tahap ketiga, terdapat produk akhir berupa metana dan karbondioksida
yang dihasilkan dari proses metanogenesis yang melibatkan bakteri
perombak. Metana merupakan hasil dari asetat atau reduksi
karbondioksida oleh bakteri asetropik dan hidrogenotropik dengan
menggunakan hidrogen.
Gambar 4. Skema Proses fermentasi secare anaerobikSumber : (Deng et al., 2013).
28
Kandungan nutrisi pada effluent biogas masih sangat tinggi, hal utama
penyebabnya adalah tidak lengkapnya perombakan bahan organik kaerena
kurangnya waktu penyimpanan dalam sistem anaerobik digester (Lembaga Dunia,
2018). Hal ini yang menyebabkan pemanfaatan dan pembuangan limbah cair
tapioka effluent biogas secara langsung ke lingkungan tidak dapat dilakukan dan
harus dilakukan sebuah perlakuan khusus untuk mencapai standar kualitas air
yang telah ditentukan seperti yang dinyatakan oleh Lembaga Dunia (2018) bahwa
kualitas limbah cair effluent anaerobik digester tidak cukup baik untuk mencapai
standar kualitas air yang dapat dibuang ke lingkungan. Limbah cair yang
dihasilkan hanya dapat digunakan atau dibuang ke lingkungan setelah mendapat
perlakuan khusus. Karakteristik limbah cair tapioka effluent biogas disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik limbah cair tapioka effluent biogas
Paremeter Unit
*Effluent
**Effluent
***Effluent
****WHOStandar
*****Baku mutukadarmaksimum
pH - 7.79 - 7.2 6.5-8.5 6.0-9.0
BOD5 mg/l 637 385.36 119 10 150
COD mg/l 954 726.70 1070 10 300
TSS mg/l 932 3223.11 - 30 200
Sianida mg/l 14 - - 0.05 0.3
N mg/l - 188.40 210 - -
P mg/l - 69.27 226 - -
K mg/l - - 4900 - -Sumber : *(Mulyani, 2012), ** (IAE, 2015) ; (Lembaga Dunia, 2018),
*** (Iwai, 2015), ****(Adewumi et al., 2016), ****(Muliawati, 2015)
29
Berdasarkan Tabel 7. bahwa limbah cair effluent biogas masih belum memenuhi
standar baku mutu kualitas air yang dapat dibuang ke badan perairan atau
dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair. Sehingga dalam pemanfaatannya harus
ditambah dengan bahan lainnya yang mampu meningkatkan kandungan nutrisi
agar mencapai nilai standar baku mutu yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah.
Hingga saat ini pemanfaatan limbah cair tapioka effluent biogas masih terbatas
sebagai pupuk organik cair, meskipun dalam aplikasinya dapat berdampak negatif
pada lingkungan (Eze, 2010). Menurut Iwai (2015) bahwa pemanfaatan limbah
cair tapioka sebagai pupuk harus dilakukan pengamatan secara periodik untuk
menghindari ketidak seimbangan nutrisi seperti limbah cair sebagai sumber
organisme patogen, bakteri dan virus enterik, berpotensi zat kimia yang berbahaya
seperti garam, logam berat dan surfaktan.
Memanfaatkan limbah cair tapioka sebagai bahan pelarut untuk mencuci
kandungan minereal pada TKKS merupakan pemanfaatan limbah agoindustri
dengan prinsip recycle, zero waste, dan zero emission. Sehingga proses produksi
dilakukan dengan mengacu kepada wawasan terhadap lingkungan dan pertanian
berkelanjutan (Maulida, 2014).
30
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dan analisis dilakukan di Laboratorium Manajemen Pengelolaan
Limbah Agroindustri jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan laboratotium Ilmu
Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan
laboratorium Kimia, Universitas Negeri Padang (UNP). Penelitian ini
dilaksanakan pada Bulan Maret – Mei 2019.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah limbah, gayung, timer,
oven, wadah limbah, desikator, X-RF, alat tulis dan alat-alat laboratorium lainnya
untuk analisis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tapioka dari Desa
Sri Rejeki, Kecamatan Negeri Katon, Pesawaran dan Tandan Kosong Kelapa
Sawit dari PTPN VII dan bahan-bahan kimia untuk kebutuhan analisis.
3.3. Metode Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan dengan dosis 1 : 40 (w/v) pada setiap perlakuan, yakni
5 g TKKS dan 200 ml limbah cair tapioka. Terdapat dua faktor yang menjadi
parameter yakni faktor pertama adalah pengukuran waktu pada metode
pencucian :
31
0 menit, 5 menit, 30 mneit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 12 jam dan 24 jam
Faktor kedua adalah jenis limbah cair tapioka :
LCTB = Limbah cair tapioka effluent pabrik pengolahan
LCTS = Limbah cair tapioka effluent biogas
Dari perlakuan tersebut diperoleh 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak
3 kali sehingga didapat 48 satuan percobaan.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pengambilan TKKS
TKKS diambil dari pabrik pengolahan kelapa sawit PTPN VII. Bekri, Lampung
Tengah, Provinsi Lampung, kemudian dianalisis untuk mengetahui kandungan
unsur mineral, kadar air dan kadar abu.
3.4.2 . Pengambilan Limbah Cair Tapioka
Limbah cair tapioka yang digunakan adalah limbah cair segar hasil pencucian
umbi yang mengendap dan limbah cari hasil keluaran biogas. Limbah cair tapioka
diambil dari industri tapioka yang berada di Negeri Katon, Kabupten Pesawaran,
kemudian dianalisis kandungan pH dan unsur hara-nya.
3.4.3. Perlakuan Limbah Cair Tapioka dan TKKS
Sebanyak 5 g TKKS di masukkan ke dalam wadah limbah yang berisi 200 ml air
limbah cair tapioka dengan perlakuan perendaman selama 24 jam. Kemudian
32
diamati dan dilakukan analisis unsur K dan pH setiap 0 menit, 5 menit, 30 menit,
60 menit, 90 menit dan 120 menit, 12 jam dan 24 jam dengan menggunakan timer.
Limbah TKKS dari hasil perendaman di tiriskan dan kemudian di oven selama
1 X 24 jam untuk dikeringkan. Limbah TKKS yang sudah di oven kemudian di
abukan dengan menggunakan furnish selama 2 jam pada suhu 6000C. Abu limbah
TKKS tersebut di analisis menggunakan X-RF (X-ray Fluorescence) untuk
mengetahui kandungan unsur sebelum diberi perlakuan. Limbah cair tapioka hasil
perendaman di analisis nilai pH dan kandungan unsur K awal menggunakan
flamefotometer.
3.5. Peubah Pengamatan
3.5.1. Analisis Awal Limbah Cair Tapioka dan TKKS
Analisis awal limbah cair tapioka danTKKS dilakukan untuk mengetahui nilai
kandungan mineral, pH, kandungan abu dan karaktersitik lainnya.
3.5.2. Analisis Akhir Pencampuran Limbah Cair Tapioka dan TKKS
Analisis akhir dari perendaman limbah cair tapioka dan TKKS dilakukan terhadap
air limbah hasil perlakuan dan limbah TKKS untuk mengetahui perubahan
terhadap nilai kandungan mineral dan pH-nya.
3.6. Prosedur Analisis
3.6.1. Kandungan Mineral Pada TKKS (Metode X-RF)
Sampel TKKS yang sudah direndam dengan limbah cair tapioka di oven dengan
suhu 1080 C kemudian diabukan menggunakan furnace. Abu tersebut kemudian
33
dianalisis menggnakan X-ray fluorescence (X-RF), untuk mengetahui perubahan
kandungan unsur - unsurnya setelah diberi perlakuan perendaman pada kedua
jenis limbah cair tapioka. Tahap pertama dilakukan pengecekan (kalibrasi) pada
beberapa standar karbon sebanyak 3 kali, kemudian sampel abu TKKS ditaruh
pada penyangga sampel yang sudah dibersihkan, selanjutnya penyagga tersebut
ditembakkan oleh X-RF untuk mengukur kadar mineral yang terkandung pada
TKKS setelah dilakukan leaching treatment.
3.6.2. Prosedur Analisis Nilai pH
Sampel limbah cair dari hasil perlakuan (perendaman dengan limbah TKKS) akan
dianalisis nilai pH nya menggunakan pH meter setiap 0, 5 menit, 30 menit, 60
menit, 90 menit dan 120 menit, 12 jam dan 24 jam. Pengamatan dilakukan untuk
mengetahui pengaruh dari hasil leaching treatment dengan perendaman
menggunakan 2 jenis limbah cair tapioka yakni effluent biogas dan effluent pabrik
pengolahan.
3.6.3. Prosedur Analisis Kadar K pada Air Limbah Sisa Leaching Treatment
Air limbah tapioka sisa leaching treatment dilakukan analisis menggunakan
metode ICP untuk mengetahui kadar unsur K pada kedua jenis limbah cair tapioka
setelah perlakuan. Tahapannya adalah (Pirdaus et al., 2018) ;
a. Preparasi sampel : 10 ml sampel air dimasukan ke labu destruksi, ditambahkan
0,2 ml HNO3 (1+1) dan 0,1 ml HCl (1+1). Kemudian di destruksi dengan
logam berat digester selama 15 menit pada suhu 95oC. Sampel didiamkan
sampai menjadi dingin. Sampel yang telah dingin kemudian disaring
34
menggunakan kertas saring Whatman No.41 dan volume sampel ditepatkan
menjadi 10 ml dengan ultra pure water.
b. Preparasi Larutan Kerja Standar : Larutan kerja standar dibuat dengan teknik
pengenceran bertingkat dari multi-element standard solution 1000 mg/l yang
diencerkan dengan HNO3 1%. Konsentrasi larutan kerja standar yang
digunakan adalah 0,01; 0,05; 0,1 0,5; 1; 2,50 dan 5 mg/l.
c. Verifkasi Metode Analisis : Parameter linieritas ditentukan dengan mengukur
larutan kerja standar dengan rentang konsentrasi 0,01 – 5 mg/l. Kemudian
membuat kurva kalibrasi dengan memplot intensitas terhadap konsentrasi
standar sehingga diperoleh koefisien regresi dari kurva kalibrasi. Parameter
presisi dihitung menggunakan teknik repeatabilty. Satu larutan sampel diukur
sebanyak 8 kali. Teknik spiking sampel digunakan untuk menentukan
parameter akurasi. Sebanyak 5 ml larutan standar 25 mg/l dipipet ke labu 100
ml, ditambahkan sampel sampai batas miniskus dan dihomogenkan. Larutan
spiking ini dilakukan destruksi seperti sampel sebanyak 8 kali. Batas deteksi
(LoD) dan batas kuantifikasi (LoQ) ditentukan dengan menggunakan sampel
dengan konsentrasi kecil yang diukur sebanyak 6 kali.
71
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Leaching treatment dengan perendaman TKKS di dalam limbah cair
tapioka effluent pabrik pengolahan selama 30 menit efektif dan lebih cepat
dalam menurunkan kadar abu hingga 81% dari 5.97% menjadi 1.13%,
menurunkan unsur K hingga 69% dari 67.04% menjadi 20.72%.
2. Leaching treatment dengan perendaman TKKS di dalam limbah cair
tapioka effluent pabrik pengolahan dan effluent biogas sangat efektif dalam
menurunkan unsur Cl hingga 96% dari 8.53% menjadi 0.31% yang
merupakan perlakuan pada perendaman selama 90 menit dalam limbah
cair tapioka effluent pabrik pengolahan.
3. Leaching treatment dengan perendaman TKKS di dalam limbah cair
tapioka effluent pabrik pengolahan dan effluent biogas tidak cukup efektif
dalam menurunkan unsur Ca, Mg dan Si.
4. Leaching treatment dengan perendaman TKKS di dalam limbah cair
tapioka effluent pabrik pengolahan dan effluent biogas tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai pH pada kedua jenis limbah cair tapioka.
72
5.2. Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah perlakuan dalam proses
leaching treatment yakni menaikkan suhu diatas suhu ruang, memperkecil ukuran
TKKS dan menambah rasio cairan pelarut, agar kandungan unsur alkali dan alkali
tanah penyusun abu utama yang terdapat pada TKKS dapat larut ke dalam limbah
cair tapioka.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N. dan Sulaiman, F. 2013. The Properties of the Washed Empty FruitBunches of Oil Palm. Journal of Physical Science, 24(2): 117–137.
Abdullah, N., Sulaiman, F. dan Gerhauser, H. 2011. Characterisation of Oil PalmEmpty Fruit Bunches for Fuel Application. Journal of Physical Science,22(1): 1–24.
Adewumi, J.R., Babatola, J.O. dan Olayanju, O.K. 2016. The Impact of CassavaWastewater from Starch Processing Industry on Surrounding Soil: A CaseStudy of Matna Foods Industry, Ogbese. Journal of Engineering andTechnology, 1(1): 31–36.
Adiwinata, F. 2014. Potensi Emisi Gas Rumah Kaca Dari Air Limbah IndustriTapioka Rakyat (ITTARA). http://digilib.unila.ac.id/6072/ 1 September2019.
Andarini, N., Haryati, T. dan Yulianti, R. 2018. Pemurnian Silikon (Si) HasilReduksi Silika dari Fly Ash Batubara. Jurnal Berkala Sainstek, 6(1): 49.
Anggraini, S. 2017. Efektivitas Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit UntukMenurunkan BOD dan COD dari Limbah Cair Pabrik Kelapa SawitPadang Tualang Tahun 2017. skripsi. Medan: Unversitas Sumatra Utara.http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1630 2 September 2019.
Araujo, I.R.C., Gomes, S.D., Tonello, T.U., Lucas, S.D., Mari, A.G. dan Vargas,R.J. de. 2018. Methane Production From Cassava Starch Wastewater inPacked-Bed Reactor And Continuous Flow. Journal Engenharia Agrícola,38(2): 270–276.
Arvelakis, S., Gehrmann, H., Beckmann, M. dan Koukios, E.G. 2002. Effect ofLeaching on The Ash Behavior of Olive Residue During Fluidized BedGasification. Jurnal Biomass and Bioenergy, 22(1): 55–69.
Aziz, A. 2000. Investigasi Pengaruh Pemanfaatan Tandan Buah Kosong SebagaiBahan Bakar Boiler Terhadap Pembentukan Gas Rumah Kaca. JurnalTeknologi Lingkungan, 1(2): 176–183.
Azizah, R.N., Slamet, A. dan Yuniarto, A. 2017. Evaluasi Instalasi PengolahanAir Limbah Industri Tapioka Di Kabupaten Lampung Timur. IPTEKJournal of Proceedings Series, 3(5).http://iptek.its.ac.id/index.php/jps/article/view/3126 1 September 2019.
BPS. 2017. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Badan Pusat Statistik.
74
BPS Provinsi Lampung. 2010. Lampung Dalam Angka.https://lampung.bps.go.id/publication/2010/12/22/999c7bd669b289341bc03bc4/provinsi-lampung-dalam-angka-tahun-2010.html 4 September 2019.
Cahyani, F.N. 2011. Tapioca Waste Water for Electricity Generation in MicrobialFuel Cell (MFC) System. 2nd International Conference on EnvironmentalScience and Technology IPCBEE, 6: 218–220.
Clery, D.S., Mason, P.E., Rayner, C.M. dan Jones, J.M. 2018. The Effects of anAdditive on The Release Of Potassium in Biomass Combustion. JournalFuel, 214: 647–655.
Demirbas, A. 2005. Potential Applications of Renewable Energy Sources,Biomass Combustion Problems in Boiler Power Systems and CombustionRelated Environmental Issues. Journal Progress in Energy andCombustion Science, 31(2): 171–192.
Deng, L., Zhang, T. dan Che, D. 2013. Effect of Water Washing on FuelProperties, Pyrolysis and Combustion Characteristics, and Ash Fusibilityof Biomass. Jorunal Fuel Processing Technology, 106: 712–720.
Deraman, M., Omar, R., Zakaria, S., Mustapa, I.R., Talib, M., Alias, N. dan Jaafar,R. 2002. Electrical and Mechanical Properties of Carbon Pellets FromAcid (HNO3) Treated Self-Adhesive Carbon Grain from Oil Palm EmptyFruit Bunch. Journal of Materials Science, 37(16): 3329–3335.
Duff, M.C., Mason, C.F.V. dan Hunter, D.B. 1998. Comparison of acid and baseleach for the removal of uranium from contaminated soil and catch-boxmedia. Canadian Journal of Soil Science, 78(4): 675–683.
Eze, J.I. 2010. Converting Cassava (Manihot spp) Waste from Gari ProcessingIndustry to Energy and BioFertilizer. Global Journal of Researches inEngineering, 10(4): 113–117.
Faisal, M., A. Taleb, M. & Nizar, M. 2010. Pemanfaatan Tandan Kosong KelapaSawit Sebagai Sumber Energi Di Propinsi Aceh Dalam Skema CleanDevelopment Mechanism. In Seminar Nasional Masyarakat PerkelapaSawitan Indonesia MAKSI 2010. 12.
Fauziah, S., Abdullah, N., Heiko, G. dan Shariff, A. 2010. A Perspective of OilPalm and Its Wastes. Journal of Physical Science, 21(1): 67–77.
Gonçalves, C.A., Tran, H., Braz, S., Puig, F.M. dan Shenassa, R. 2008. Chlorideand potassium removal efficiency of an ash leaching system. Pulp &Paper Canada, 109(3): 33–38.
75
Hambali, E. dan Rivai, M. 2017. The Potential of Palm Oil Waste Biomass inIndonesia in 2020 and 2030. IOP Conference Series: Earth andEnvironmental Science, 65: 012050.
Harjono, Y. 2013. Lampung Penghasil Ubi Kayu Terbesar di Tanah Air.https://regional.kompas.com/read/2013/02/04/20192019/Lampung.Penghasil.Ubi.Kayu.Terbesar.di.Tanah.Air 1 September 2019.
Hayashi, K. 2007. Environmental Impact of Palm Oil Industry in Indonesia. InProceeding of International Symposium on Eco Topia Science 2007(ISET07). 646–651.https://www.researchgate.net/publication/237697686_Environmental_Impact_of_Palm_Oil_Industry_in_Indonesia 30 August 2019.
Hensgen, F. dan Wachendorf, M. 2018. Aqueous Leaching Prior to DewateringImproves the Quality of Solid Fuels from Grasslands. Journal Energies,11(4): 846.
IAE. 2015. Agro-ecology Learning alliance in South East Asia. https://ali-sea.org/alisea-member/institute-for-agricultural-environment-iae/ 1September 2019.
Iwai, C.B. 2015. Reuse of Wastewater from Cassava Industry for Napier GrassProduction. International Journal of Environmental and RuralDevelopment, 6(2): 42–47.
Kartasanjaya, S., Hastuti, E.T. dan Karyadi. 2010. Pengaruh Penerapan SistemSirkulasi Air Proses Industri Tapioka Pada Produk Dan Beban Cemaran.Jurnal Agromedia, 28(2): 38–45.
Kim, S., Park, J.M., Seo, J.-W. dan Kim, C.H. 2012. Sequential Acid-/Alkali-Pretreatment of Empty Palm Fruit Bunch Fiber. Journal BioresourceTechnology, 109: 229–233.
Kinasih, P.A. 2015. Kajian Limbah Cair Tapioka Dengan TeknikElektrokoagulasi (Studi Kasus Industri Tapioka Ngemplak Kidul, Pati,Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Teknik UNISSULA.http://repository.unissula.ac.id/3245/ 1 September 2019.
Kusumaningrum, W.B. dan Munawar, S.S. 2014. Prospect of Bio-pellet as anAlternative Energy to Substitute Solid Fuel Based. Journal EnergyProcedia, 47: 303–309.
Lembaga Dunia. 2018. Sustainability of Biogas and Cassava-Based Ethanol ValueChains in Viet Nam - Internationale Klimaschutzinitiative (IKI). FederalMinistry for The Environment, Nature Conservation, and Nuclear Safety.https://www.international-climate-initiative.com/en/infotheque/publications/publications-
76
detail/article/sustainability_of_biogas_and_cassava-based_ethanol_value_chains_in_viet_nam/ 1 September 2019.
Martijn, A. 2012. Design of a Pretreatment Installation For The Washing ofEmpty Fruit Bunches at a Palm Oil Mill. report internship. Netherland:Bimass to liquid. https://essay.utwente.nl/62555/ 1 September 2019.
Masrur, Irmansyah dan Irzaman. 2013. Optimasi Kelajuan Pemanasan PadaEkstraksi Silikon Dioksida (SiO2) Dari Sekam Padi. Jurnal Biofisika,9(2): 13–20.
Maulida, R. 2014. Peningkatan Fosfat Larut Dengan Berbagai Campuran LimbahCair Insutri Tapioka dan Asam Sulfat Pada Waktu Inkubasi Berbeda.Skripsi. Lampung: Universitas Lampung.
Meesters, K., Elbersen, W., Van der Hoogt, P. dan Hristov, H. 2018. Biomass pre-treatment for Bioenergy. IEA Bioenergy.
Melissari, B. 2014. Ash Related Problems With High Alkalii Biomass and ItsMitigation - Experimental Evaluation. Memoria Investigaciones enIngeniería,: 31–44.
Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. 2015. Cassava Handbook. China-Cambodia-UNDP Trilateral Cooperation Cassava Project Phase II.Website: http://www.maff.gov.kh.
MNLH. 2009. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Aliran Material(Karbon) Pada Kolam Anaerobik Instalasi Pengolahan Air LimbahIndustri Tapioka Dengan Kapasitas 100 Ton. fdokumen.com.https://fdokumen.com/document/pedoman-pengelolaan-limbah-industri-pengolahan-315-aliran-material-karbon.html 2 September 2019.
Mukminin, A., Wignyanto dan Hidayat, N. 2003. Perencanaan Unit PengolahanLimbah Cair Tapioka Dengan Sistem Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket(UASB) untuk Industri Skala Menangah. Jurnal Teknik Pertanian, 4(2):91–107.
Muliawati, W. 2015. Potensi Limbah Cair Organik Tapioka Sebagai PenghasilEnergi Listrik Menggunakan Karbon Cloth Pada Sistem Microbial FuelCells (MFCS) Double Chamber Dengan Variasi Konsentrasi KatolitKmNO4. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.http://digilib.uin-suka.ac.id/16285/ 2 September 2019.
Mulyani, H. 2012. Pengaruh Pre-Klorinasi dan Pengaturan pH Terhadap ProsesAklimatisasi dan Penurunan COD Pengolahan Limbah Cair TapiokaSistem Anaerobic Baffled Reactor. Tesis. Universitas Diponegoro.http://eprints.undip.ac.id/36597/ 2 September 2019.
77
Muslih, A.M., Zakaria, W.A. dan Kasymir, E. 2013. Faktor-faktor yangMempengaruhi Ekspor CPO Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu-IlmuAgribisnis, 1(2). http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/2342 September 2019.
Ningsih, L.M. 2015. Pengaruh Pemberian Limbah Kepala Udang TerhadapPeningkatan Kandungan N, P, K dan pH Limbah Cair Tapioka SebagaiPupuk Organik Cair. http://digilib.unila.ac.id/11538/ 2 September 2019.
Novianti, S., Zaini, I.N., Nurdiawati, A. dan Yoshikawa, K. 2016. Low PotassiumContent Pellet Production by Hydrothermal-Washing Co-Treatment -IARAS. International Journal of Chemistry and Chemical EngineeringSystems, 1: 28–38.
Nugraha, E.A. 2014. Karakteristik Pelet Campuran Tandan Kosong KelapaSawit :(Elaeis guineensis jacq.) dan Arang. Skripsi. Bogor: IPB.http://repository.ipb.ac.id/xmlui/handle/123456789/70576 2 September2019.
Orhue, E.R., Imasuen, E.E. dan Okunima, D.E. 2014. Effect of Cassava MillEffluent on Some Soil Chemical Properties and The Growth of FlutedPumpkin (Telfairia Occidentalis Hook F.). Journal of Applied and NaturalScience, 6(2): 320–325.
Pirdaus, P., Rahman, M., Rinawati., Juliasih, N. L. G. R., Pratama, A., danKiswandono A. 2018. Verifikasi Metode Analisis Logam Pb, Cd, Cr, Cu,Ni, Co, Fe, Mn dan Ba Pada Air Menggunakan Inductivly CoupledPlasma-Optical Emission Spectrometer (ICP-OES). Analit ; Analytical andEnvironmental Chemistry, 3 (1) ; 1-10.
Pramandiri, T.H. 2012. Pengaruh Pelindian Terhadap Ketersediaan Kalsium (Ca)dan Magnesium (Mg) Pada Material Vulkanik Hasil Erupsi GunungBerapi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Prameswari, W.A. 2017. Analisa Pembentukan Slagging Dan FoulingPembakaran Batubara Pada Boiler B 0201b Pabrik 3 Unit Ubb Di PT.Petrokimia Gresik. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.http://repository.its.ac.id/2808/ 2 September 2019.
Prasetyani, M. dan Miranti, E. 2004. Potensi dan Prospek Bisnis Kelapa SawitIndonesia. Scribd. https://id.scribd.com/document/39664179/197-Potensi 4September 2019.
Pratama, A.M. 2019. Gapki: Produksi CPO di 2018 Memecahkan Rekor. GAPKI :Produksi CPO di 2018 Memecahkan Rekor.https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/06/172400626/gapki--produksi-cpo-di-2018-memecahkan-rekor 30 September 2019.
78
Prayitno, T.H. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair TapiokaDengan Teknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan danPengendalian Pencemaran Lingkungan Studi Kasus : Desa Sidomukti Kec.Margoyoso Kab. Pati. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://eprints.undip.ac.id/24692/ 2 September 2019.
Prihatinningtyas, E. dan Effendi, A. 2018. Karakterisasi Ekstrak Tapioka danTapioka Ionik sebagai Biokoagulan dalam Proses Pengolahan Air. JurnalTeknologi Lingkungan, 19: 165.
Purwaningsih, I. dan Supriyanto, S. 2017. Pengaruh Jumlah Pencucian Berasdengan Kadar Klorin. Jurnal Laboratorium Khatulistiwa, 1(1): 89–93.
Ribas, M.M.F., Cereda, M.P. dan Villas Bôas, R.L. 2010. Use Of CassavaWastewater Treated Anaerobically With Alkaline Agents as Fertilizer ForMaize (Zea Mays L.). Brazilian Archives of Biology and Technology,53(1): 55–62.
Roby, R.H., Nurrokhim, A., Soewarno, N. dan Nurkhamidah, S. 2013. ProduksiBiogas Dari Limbah Cair Industri Tepung Tapioka Dengan ReaktorAnaerobik 3.000 Liter Berdistributor. Jurusan Teknik Kimia, 2(1): 1–5.
Royani, A. dan Subagja. 2019. Ekstraksi Kalsium Dari Bijih Dolomit TerkalsinasiMenggunakan Pelarutan Asam Klorida. Jurnal Teknologi Mineral danBatubara, 15(1): 13–22.
Saddawi, A., Jones, J.M., Williams, A. dan Le Coeur, C. 2012. Commodity Fuelsfrom Biomass through Pretreatment and Torrefaction: Effects of MineralContent on Torrefied Fuel Characteristics and Quality. Jorunal Energy &Fuels, 26(11): 6466–6474.
Sano, T., Miura, S., Furusawa, H., Kaneko, S., Yoshida, T., Nomura, T. danOhara, S. 2013. Composition of Inorganic Elements and The LeachingBehavior of Biomass Combustion Ashes Discharged From Wood PelletBoilers in Japan. Journal of Wood Science, 59(4): 307–320.
Sapei, L., Padmawijaya, K.S., Sutejo, A. dan Theresia, L. 2015. KarakterisasiSilika Sekam Padi Dengan Variasi Temperatur Leaching MenggunakanAsam Asetat. Jurnal Teknik Kimia, 9(2): 38-43–43.
Setiawan, S.R.D. 2018. Tahun 2017, Produksi Minyak Sawit Indonesia Naik 18Persen. KOMPAS.com.https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/30/160213126/tahun-2017-produksi-minyak-sawit-indonesia-naik-18-persen 4 September 2019.
79
Setyawaty, R., Katayama-Hirayama, K., Kaneko, H. dan Hirayama, K. 2011.Current Tapioca Starch Wastewater (TSW) Management in Indonesia.World Applied Sciences Journal, 14: 658–665.
Sidarta, A. 2017. Kaji Karakteristik Penumpukan Abu Pada Boiler BerbahanBakar Campuran Serabut dan Cangkang Sawit. ETD Unsyiah.http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=36553 2 September2019.
Somrat Kerdsuwan dan Krongkaew Laohalidano. 2011. Renewable Energy fromPalm Oil Empty Fruit Bunch. In Majid Nayeripour, ed. Renewable Energy- Trends and Applications.InTech.http://www.intechopen.com/books/renewable-energy-trends-and-applications/renewable-energy-from-palm-oil-empty-fruit-bunch 3September 2019.
Sudiyani, Y., Styarini, D., Triwahyuni, E., Sudiyarmanto, Sembiring, K.C.,Aristiawan, Y., Abimanyu, H. dan Han, M.H. 2013. Utilization ofBiomass Waste Empty Fruit Bunch Fiber of Palm Oil for BioethanolProduction Using Pilot–Scale Unit. Journal Energy Procedia, 32: 31–38.
Suroso, E. 2011. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah LingkunganBerbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung). Disertasi.Bogor: IPB.
Susanto, J.P., Santoso, A.D. dan Suwedi, N. 2017. Perhitungan Potensi LimbahPadat Kelapa Sawit untuk Sumber Energi Terbaharukan dengan MetodeLCA. Jurnal Teknologi Lingkungan, 18(2): 165–172.
Udoetok, I. 2012. Characterization of Ash made from Oil Palm Empty FruitBunches (OEFB). International Journal of Environmental Sciences, 3:518–524.
Wang, L., Hustad., J.E., Skreiberg., O., Skjevrak., G. dan Gronli., M. 2012. ACritical Review on Additives to Reduce Ash Related Operation Problemsin Biomass Combustion Applications. Journal Energy Procedia, 20: 20–29.
Wijono, A. 2014. PLTU Biomasa Tandan Kosong Kelapa Sawit Studi Kelayakandan Dampak Lingkungan. Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS.http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/5492 4 September 2019.
Wuryanti, Sri. 2016. Neraca Massa dan Energi. Politeknik Negeri Bandung.
Yoshikawa, K. 2017. Potassium-Free Solid Fuel Production From Palm EmptyFruit Bunch By Hydrothermal Treatment. Journal DEStech Transactionson Environment, Energy and Earth Sciences, (eesd). http://dpi-proceedings.com/index.php/dteees/article/view/11969 4 September 2019.
80
Yukamgo, E. dan Yuwono., N.W. 2007. Peran Silikon Sebagai Unsur BermanfaatPada Tanaman Tebu. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 7(2): 103–116.
Zevenhoven, M., Yrjas, P. dan Hupa, M. 2010. Ash-Forming Matter and Ash-Related Problems. In M. Lackner, F. Winter, & A. K. Agarwal, eds.Handbook of Combustion. Weinheim, Germany: Wiley-VCH VerlagGmbH & Co. KGaA: hoc068.http://doi.wiley.com/10.1002/9783527628148.hoc068 4 September 2019.
Zhang, M. dan Wu, H. 2015. Leaching Characteristics of Alkali and AlkalineEarth Metallic Species from Biochar by Bio-oil Model Compounds.Energy & Fuels, 29(4): 2535–2541.