PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

18
PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT ARTIKEL ILMIAH Disusun Dari Sebagian Skripsi Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember

description

PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDABERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

Transcript of PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

Page 1: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA

BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

ARTIKEL ILMIAH

Disusun Dari Sebagian Skripsi Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Jember

� � � � �

� � � � � � �� � � � � � � � � � � � �� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �� � � � � � � � � � � � � � � �

� � � � ! " # $ % $ !& ' ( ) * + ' , - ' + . - ' + / ( ' 0 ' 1 / * - ) 2 . 1 3 . + ' 4 ) ' 1 ' * ' -

5 6 7 8 9 : ; 7 < = ; > 9 ? @ 9 :A B B A

Page 2: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

1

PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

Handoko Budi Prasetiyo1), Bambang Kuswandi2) dan M. Mintadi2)

Chemo and Biosensors Group, Department of Chemistry, University of Jember

1) Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember, 2) Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas jember

Abstract

Dry reagen of lead acetate/PVC has been developed as hydrogen sulphide sensor.

In this work, lead acetate/PVC shows good response toward H2S via it’ s color

change from white to black. Rapid sensor response has been observed for high

concentration of H2S (for 114,4 ppm,the response time was ±2 hours) and reverse.

The sensor has limit detection of 47,2 ppm with linear range in the 47 – 115 ppm.

The sensor can be regenerated with HNO3 6M for 4 times.

Keywords: H2S sensor, dry reagen lead acetate, PVC, intensity of turbidimetry.

PENDAHULUAN

Gas H2S merupakan produk dari reaksi asam dengan sulfida logam,

dengan tingkat toksisitas yang tinggi. Untuk mengetahui keberadaaan serta kadar

gas H2S di alam, salah satu caranya dapat dilakukan dengan melakukan

monitoring udara, yang diawali dengan pendeteksian (pensensoran) dan

dilanjutkan dengan penentuan kadarnya. Sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, para ilmuwan kimia telah berhasil mengembangkan beberapa

metode yang praktis dan sederhana, untuk mendeteksi keberadaan gas H2S baik

Page 3: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

2

secara kualitatif maupun kuantitatif. Contoh praktis yang telah berhasil

dikembangkan adalah mendeteksi kadar H2S dengan memanfaatkan sistem reaksi

oksidasi-reduksi melalui titrasi iod secara langsung hingga tercapai titik ekivalen

dari kedua senyawa (Harjadi, 1990).

Teknik lain yang telah berhasil dikembangkan untuk mendeteksi H2S,

yakni dengan teknik sensor. Teknik sensor ini memanfaatkan sifat sensiti fitas

serta selektifitas dari suatu zat terhadap zat yang akan dideteksi. Salah satunya

adalah dengan menggunakan metode impregnasi kertas, yang dilakukan dengan

mengimpregnasikan reagen pendeteksi ke dalam kertas berpori, lalu dideteksi oleh

detektor lewat serat optik secara reflektansi (Narayanaswamy and Sevilla, 1987).

Teknik sensor H2S yang lain misalnya dengan metode sol gel campuran oksida

SnO2–CeO2, yang sensitif dan selektif terhadap gas H2S (Fang et al., 2000).

Pada penelitian ini diusulkan suatu teknik sensor yang mudah dan

sederhana untuk mendeteksi keberadaan hidrogen sulfida, dengan memanfaatkan

sifat kimiawi timbal asetat terhadap H2S. Di sini diterapkan teknik imobili sasi

terhadap timbal asetat dengan menggunakan polivinil klorida (PVC) sebagai

material pendukung reagen kering. Reagen kering yang dihasilkan memiliki

beberapa keunggulan, seperti kekuatan media dan fase padatan yang tidak mudah

rusak, juga tahan terhadap pengaruh asam, stabil dan mudah diregenerasi.

METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain : timbal asetat, polivinil klorida

(PVC), tributil posfat (TBP) tetrahidro furan (THF), media transparan, FeS yang

diperoleh dari Merck (Art. 3956, lebeled for producing H2S), HCl, I2, KI, natrium

tiosulfat, zink sulfat, amilum serta HNO3. Alat-alat yang digunakan antara lain:

Orbeco-Helli ge digital Direct-Reading Turbidimeter, set reaktor gas, lemari asam,

stirer + magnet, pemanas, neraca analiti s, buret mikro, serta beberapa peralatan

gelas penunjang.

Page 4: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

3

Desain Set Alat

Gambar-1. Set Alat Penentuan Gas H2S secara Iodimetri

Gambar-2. Set Alat Penentuan Kandungan Gas H2S menggunakan Sensor

Imobili sasi Timbal Asetat

Campuran reagen dipreparasi dengan mencampur 0,38 g timbal asetat ke

dalam 10 mL THF. Sedangkan campuran polimer dibuat dengan mencampurkan

0,4 g PVC ke dalam 0,8 mL TBP. Imobilisasi timbal asetat dilakukan dengan

mencampurkan kedua campuran tersebut. Hasil pencampuran tersebut lalu dicetak

pada media secara dip coating, dengan cara mencelupkan media transparan ke

dalam campuran tersebut. Hanya dalam beberapa detik setelah diangkat dari bath,

reagen kering siap digunakan untuk sensor gas H2S.

magnet stirer berputar

permukaan air

ZnSO4

corong

FeS + 2HCl → FeCl2 + H2S

FeS(s)

ZnSO4 + H2S C ZnS + H2SO4

ZnS + I2 C ZnI2 + S↓

A B

sumber sinar

sensor detektor turbidimeter

FeS + HCl

reaktor

Page 5: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

4

Penentuan Kandungan Gas H2S dengan Teknik Iodimetri

Pembentukan gas H2S dilakukan di dalam erlenmeyer (Gambar-1), melalui

reaksi FeS dengan HCl 1M. Komposisi reaktan FeS dan HCl yang digunakan

sesuai dengan Tabel-1. Gas H2S yang terbentuk diali rkan ke reaktor B yang berisi

ZnSO4 hingga terbentuknya ZnS, ditandai dengan perubahan warna larutan

menjadi putih. Reaksi tersebut berlangsung selama 7 jam. Kemudian, larutan ZnS

tersebut segera dititrasi dengan larutan iod yang telah distandarisasi.

Tabel-1. Variasi Komposisi Massa FeS dan Volume HCl 1M

No. Massa FeS (g) Volume HCl 1M (mL) Konsentrasi H2S (ppm) 1. 0,044 1 51,4 2. 0,066 1,5 62,9 3. 0,088 2 70 4. 0,22 5 83,3 5. 0,44 10 114,4

Penentuan Gas H2S menggunakan Sensor Reagen Kering Timbal Asetat

Proses ini hanya membutuhkan satu erlenmeyer sebagai reaktor (Gambar-2),

untuk menghasilkan gas H2S melalui reaksi FeS dengan HCl 1M. Pada bagian

atas (tutup) reaktor tersebut dilapisi sensor, agar gas H2S dapat mengali r ke sensor

dan berinteraksi (berdifusi).

Daerah Kerja dan Limit Deteksi

Setelah pensensoran, sensor yang berubah warna menjadi hitam lalu diukur

intensitasnya dengan turbidimeter (pensensoran pada konsentrasi sesuai Tabel-1).

Limit deteksi ditentukan dengan mengukur intensitas awal sensor, yang nantinya

dikombinasikan ke persamaan yang diperoleh pada penentuan Daerah Kerja.

Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Waktu Respon Sensor

Sensor yang direaksikan dengan H2S diamati waktu responnya. Setelah itu

diregenerasi dan direaksikan lagi dengan H2S, lalu diamati lagi waktu responnya.

Demikian seterusnya hingga tingkat regenerasi mencapai 5 kali .

Page 6: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Imobili sasi Timbal Asetat/PVC Merespon Gas H2S

Pengali ran H2S melalui sensor reagen kering timbal asetat menghasilkan

perubahan warna pada sensor. Hasil pengamatan menunjukan, bahwa gas tidak

berwarna H2S dapat merubah warna sensor dari putih menjadi hitam. Perubahan

warna sensor menjadi hitam terus berlangsung hingga akhirnya warna hitam

sensor menjadi semakin pekat. Ini berarti bahwa timbal asetat yang diimobilisasi

ke dalam material PVC dapat merespon gas H2S dengan baik. Perubahan warna

pada sensor ini akibat terjadinya reaksi antara timbal asetat dalam sensor dengan

H2S menghasilkan timbal sulfida (PbS) hitam. Gambar-3 memperlihatkan struktur

mikroskopik reagen kering yang terbentuk dari imobilisasi timbal asetat/PVC,

antara sebelum pensensoran (putih) dan setelah pensensoran (hitam).

(a) (b) Gambar-3

a. Struktur Mikroskopik Sensor sebelum Pensensoran, Sensor berwarna Putih b. Struktur Mikroskopik Sensor setelah Pensensoran, Sensor berwarna Hitam

Reaksi tersebut sangat dibantu oleh keberadaan uap air di l ingkungannya.

Kehadiran uap air ini membantu proses ionisasi H2S menjadi ion-ionnya, begitu

pula dengan timbal asetat yang juga terionisasi menjadi ion-ionnya. Terbentuknya

asam asetat pada hasil reaksi tampak dari munculnya butir-butir cairan berwarna

bening di permukaan membran. Asam asetat yang berwujud cair ini bermanfaat

dalam mengoptimalkan proses ionisasi timbal asetat di dalam sensor, sehingga

Page 7: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

6

reaksi gas dengan timbal asetat berikutnya menjadi lebih cepat. Gas H2S yang

terionisasi akan mengalami fisisorpsi dengan cara berdifusi ke dalam membran.

Jadi dalam proses ini, yang berdifusi ke dalam membran bukan molekul H2S

melainkan ion-ionnya. Hal ini dipertegas oleh pendapat Reid et al. (1991) yang

mengatakan jika suatu molekul terionisasi, maka bukan molekul-molekulnya

melainkan ion-ionnya yang terdifusi. Selanjutnya ion H+ dan S2- yang terfisisorpsi

tadi akan mengalami kemisorpsi hingga terjadinya reaksi kimia dengan timbal

asetat yang terionisasi. Reaksi kimianya terjadi secara ionik melalui pertukaran

ion menghasilkan PbS yang spesifik berwarna hitam.

Terdapat suatu kemungkinan bahwa timbal asetat berada dan melekat di

permukaan pori-pori PVC bagian dalam. Ketika partikel gas H2S mendekati

permukaan PVC dan lalu berdifusi, maka gas H2S akan melewati pori-pori PVC.

Pada saat melewati pori-pori i tulah kemungkinan terjadinya kontak antara partikel

gas H2S dengan timbal asetat. Maka terjadilah reaksi pembentukan PbS, seperti

yang dii lustrasikan pada Gambar-4.

Ket : adalah partikel gas H2S. adalah partikel timbal asetat yang terimobili sasi pada PVC. adalah partikel PbS..

Gambar-4. Interaksi Gas H2S dengan Timbal Asetat hingga Terbentuknya PbS

Sensiti fitas Sensor

Pengamatan sensiti fitas sensor reagen kering timbal asetat dilakukan

dengan mengamati harga konsentrasi yang dapat dideteksi oleh sensor, yang

ditandai dengan perubahan intensitas sensor setelah pensensoran. Di samping itu,

pengamatan sensitifitas sensor dapat pula didukung dengan pengamatan terhadap

reaksi

pori PVC

Page 8: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

7

hubungan antara konsentrasi gas H2S dengan waktu respon sensor. Respon sensor

ditandai melalui penampakan fisik saat terjadi perubahan warna sensor dari putih

menjadi hitam secara nyata, yang mana pengamatan dilakukan dalam interval

waktu setiap 15 menit dan waktu respon yang diperoleh merupakan rata-rata dari

waktu respon untuk 3 buah membran. Hasil pengamatan sensiti fitas reagen kering

timbal asetat ini disajikan pada Grafik-1.

Tabel-2. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Waktu Respon Sensor

No Konsentrasi gas H2S

(ppm) Waktu respon

(jam) Standart deviasi

1. 51,4 5,83 0,29 2. 62,9 4,67 0,58 3. 70 3,67 0,58 4. 83,3 2,83 0,29 5. 114,4 2,17 0,29

* ) Pengamatan dilakukan setiap 15 menit.

0

1

2

3

4

5

6

7

0 20 40 60 80 100 120 140

Konsentrasi H2S (ppm)

Wak

tu r

espo

n se

nsor

(ja

m)

Grafik-1. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Waktu Respon Sensor

Pada grafik tersebut terlihat bahwa respon sensor semakin optimal seiring

meningkatnya konsentrasi H2S. Ini ditandai dengan semakin cepatnya waktu yang

dibutuhkan untuk terjadinya perubahan warna pada konsentrasi gas H2S yang

semakin tinggi. Respon sensor terbaik diperoleh pada konsentrasi H2S 114,4 ppm,

dimana sensor reagen kering timbal asetat menunjukkan perubahan warna hitam

dalam waktu ± 2 jam. Selanjutnya respon sensor menurun seiring menurunnya

konsentrasi gas H2S hingga pada konsentrasi terendah yakni 51,4 ppm, sensor

memberikan respon dalam waktu ± 6 jam.

Page 9: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

8

Limit Deteksi dan Daerah Kerja Sensor

Grafik-2 memperlihatkan hubungan antara konsentrasi gas H2S terhadap

intensitas sensor reagen kering timbal asetat. Intensitas sensor diukur dengan

menggunakan alat turbidimeter. Pada pengukuran tersebut, intensitas yang rendah

menunjukkan tingkat warna hitam yang semakin pekat.

Tabel-3. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Intensitas Sensor

No. Konsentrasi H2S (ppm)

Intensitas setelah pensensoran

Standart deviasi

1. 51,4 4,35 0,59 2. 62,9 3,68 0,55 3. 70 3,11 0,7 4. 83,3 2,55 0,61 5. 114,4 1,7 0,67

* ) Waktu pensensoran selama 7 jam

y = -0.0411x + 6.2171

R2 = 0.950

1

2

3

4

5

0 20 40 60 80 100 120 140

Konsentrasi H2S (ppm)

Inte

nsita

s tu

rbid

imet

ri

Grafik-2. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Intensitas Sensor

Pada grafik tersebut tampak bahwa intensitas sensor semakin menurun

seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S. Semakin besar konsentrasi gas H2S

berarti akan semakin banyak H2S yang bereaksi dengan sensor. Hal ini

menyebabkan perubahan warna hitam sensor semakin pekat pada konsentrasi

yang semakin besar. Maka kepekatan warna hitam mengakibatkan intensitas

semakin rendah. Hasil ini sejalan dengan penampakan sensor secara fisik, dimana

terlihat bahwa semakin besar konsentrasi, warna hitam yang tampak semakin

pekat.

Page 10: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

9

Berdasarkan perhitungan limit deteksi yang dirujuk dari Mill er and Mil ler

(1993) diperoleh LOD sebesar 47,2 ppm dimana intensitas (y) untuk konsentrasi

pada limit deteksi sebanding dengan sinyal blank dikurangi 3 kali standart deviasi

blank : y = yb – 3.SD.

Tabel-4. Intensitas Awal Sensor

Pengukuran intensitas awal sensor (15 kali ) 7,03 8,71 8,98 7,03 8,70 7,86 6,86 6,73 7,86 6,30 6,25 6,95 5,88 6,25 6,91

n = 15, Standart deviasi (SD) = 0,981

Grafik-2 di atas memperlihatkan linearitas yang baik untuk daerah kerja

sensor reagen kering timbal asetat. Kombinasi data antara konsentrasi pada

Grafik-2 dengan LOD dapat digunakan sebagai dasar untuk penentuan daerah

kerja. Dari hasil perhitungan diperoleh daerah kerja untuk sensor reagen kering

timbal asetat ini berada pada daerah konsentrasi antara 47 ppm hingga 115 ppm.

Hal ini diambil karena sulitnya memproduksi gas H2S, dimana gas H2S di sini

hanya diproduksi secara manual.

Hasil tersebut menunjukan adanya perbedaan dengan hasil peneliti an

sebelumnya, yakni yang dilakukan oleh Fang et al. (2000). Sensor gas H2S hasil

peneliti an mereka yang berupa sol-gel lapis tipis CeO2 – SnO2 memiliki limi t

deteksi pada konsentrasi 5 ppm dengan daerah kerja antara 5 – 25 ppm. Hal i tu

ditunjukan oleh data hubungan konsentrasi terhadap sensitifitas gas H2S, yang

memperlihatkan linearitas yang baik pada konsentrasi antara 5 – 25 ppm. Namun

demikian, sensor reagen kering timbal asetat ini dapat digunakan sebagai sistem

sensor yang berfungsi untuk “peringatan” . Ketika sensor ini diletakan di udara dan

mampu terjadi perubahan warna, maka dapat ditarik kesimpulan dini bahwa kadar

gas H2S di l ingkungan tersebut sudah berada di atas ambang batas (10 – 15 ppm).

Di samping itu, sensor reagen kering timbal asetat ini memiliki keunggulan dari

sisi kemampuan regenerasi serta stabilit asnya yang baik.

Page 11: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

10

Kemampuan Regenerasi Sensor Reagen Kering Timbal Asetat

Salah satu kesempurnaan dari sensor reagen kering timbal asetat ini adalah

kemampuannya untuk diregenerasi secara optimal. Proses regenerasi sensor ini

membutuhkan waktu kira-kira 5 menit. Di sini tampak bahwa sensor yang telah

berwarna hitam akibat terbentuknya PbS, dapat kembali ke kondisi awal setelah

diregenerasi. Hal itu ditandai dengan penampilan fisiknya yang berubah menjadi

putih seperti semula.

Reagen yang digunakan sebagai regenerator sensor ini adalah larutan asam

HNO3 6M. Svehla (1996) menjelaskan bahwa endapan timbal sulfida akan terurai

ji ka ditambahkan asam nitrat pekat, dan unsur sulfur yang berbutir putih halus

akan mengendap.

3PbS(s) + 8HNO3 (aq) D 3Pb2+(aq) + 6NO3

-(aq)

+ 3S(s) + 2NO(g) + 4H2O(l)

Dari reaksi di atas tampak bahwa reaksi bersifat irreversibel. Sifat ini

mendukung keoptimalan regenerasi reagen kering timbal asetat, dimana dengan

sifat reaksi yang irreversibel akan dapat menghambat pembentukan kembali PbS.

Sehingga hasil dari regenerasi hanya akan menguraikan PbS, dan selanjutnya ion

Pb2+ bergabung kembali dengan ion CH3COO- yang tersisa pada sensor untuk

selanjutnya membentuk timbal asetat kembali .

Pada Grafik-3 diperlihatkan trend pengaruh tingkat regenerasi terhadap

intensitas awal reagen kering timbal asetat. Dari gambar tersebut tampak bahwa

intensitas awal dari sensor hanya mengalami sedikit penurunan dibanding

sebelumnya. Penurunan tersebut kemungkinan dikarenakan terjadinya pelarutan

pada beberapa komponen tertentu dalam reagen kering saat regenerasi.

Tabel-5. Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Intensitas Awal Reagen Kering

Tingkat regenerasi ke:

Intensitas awal

Standart deviasi

0 8,24 1,06 1 7,86 0,84 2 7,15 0,62 3 6,50 0,39 4 6,35 0,52

Page 12: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

11

R2 = 0.97

0123456789

0 1 2 3 4 5Tingkat regenerasi (kali )

Inte

nsita

s A

wal

Grafik-3. Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Intensitas Awal

Grafik di atas menunjukkan bahwa proses regenerasi tidak mempengaruhi

stabilit as reagen kering timbal asetat, terlihat dari perubahan intensitas awal yang

relatif kecil akibat proses regenerasi. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa

larutan asam HNO3 yang digunakan sebagai regenerator tidak berpengaruh nyata

terhadap stabilit as reagen kering. Efektifitas dari reagen kering ini tetap teruji

dengan baik ketika digunakan kembali sebagai sensor gas H2S. Sehingga dapat

dikatakan bahwa reagen kering timbal asetat stabil terhadap pengaruh asam.

Grafik-4 dan Grafik-5 menyajikan trend kemampuan tingkat regenerasi

reagen kering timbal asetat. Pada grafik terlihat bahwa setelah sensor diregenerasi

sebanyak 4 kali , maka kemampuan aktifitas sensor mulai menurun ditandai

dengan waktu respon yang semakin lama meskipun pada konsentrasi yang sama.

Tabel-6. Kemampuan Tingkat Regenerasi Reagen Kering Timbal Asetat

Regenerasi ke: Intensitas awal Int. setelah respon *) Waktu respon Awal 7,88 4,91 2 jam 15 menit

1 7,88 4,91 2 jam 15 menit 2 7,82 4,99 2 jam 15 menit 3 6,88 4,26 2 jam 30 menit 4 6,10 3,50 2 jam 45 menit 5 5,81 3,25 3 jam 45 menit

* ) Pengamatan dilakukan setiap 15 menit, pada konsentrasi 114,4 ppm.

Page 13: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

12

0123456789

1 2 3 4 5 6

T ingkat regenerasi (kali)

Inte

nsita

s tu

rbid

imet

ri

E F G H F I J G K IK L K ME F G H F I J G K II H G H M K NO H F I H F I P QK F

Grafik-4. Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Selisih Intensitas Sensor antara Sebelum Pensensoran (awal) dengan Setelah memberikan Respon

0

1

2

3

4

5

6

7

0 1 2 3 4 5 6

Tingkat regenerasi (kali )

Wak

tu r

espo

n se

nsor

(ja

m)

Grafik-5. Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Waktu Respon Sensor

Pengujian kembali reagen kering hasil regenerasi dengan pengali ran H2S,

tetap menunjukkan hasil yang efektif sebagai sensor gas H2S, demikian pula

dengan sensitifitasnya terhadap gas H2S. Kehadiran produk samping pada hasil

regenerasi dapat dikatakan tidak mempengaruhi keoptimalan kerja sensor, dan

dimungkinkan produk samping tersebut tidak berada di dalam sensor, melainkan

ada yang menguap ke udara dan sebagian ada yang berada dalam larutan HNO3.

Page 14: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

13

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa timbal asetat yang

diimobilisasi ke dalam material PVC dapat merespon gas H2S, ditandai perubahan

warna menjadi hitam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa reagen kering yang

dibentuk dari PVC bersifat stabil terhadap pengaruh asam. Semakin besar

konsentrasi gas H2S akan semakin tinggi respon sensor reagen kering timbal

asetat, ditandai dengan semakin cepatnya waktu respon sensor (pada konsentrasi

114,4 ppm waktu respon sensor ± 2 jam). Sensor reagen kering timbal asetat

memiliki limi t deteksi pada konsentrasi 47,2 ppm dengan daerah kerja pada

konsentrasi antara 47 – 115 ppm serta mampu diregenerasi sebanyak 4 kali

menggunakan HNO3 6M.

REFERENSI

Fang, G., Z. Liu, C. Liu dan K.L. Yao. 2000. “Room Temperature H2S Sensing

Properties and Mechanism of CeO2 – SnO2 Sol – Gel Thin Films” . Dalam Sensor and Actuators

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analiti k Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Mil ler, J.C. and J.N. Mil ler. 1993. Statistics for Analytical Chemistry, Third

Edition. New York: Elli s Horword PTR Prentice Hall Narayanaswamy, R. and F. Sevill a. 1998. “Optosensing of Hydrogen Sulphide

Through Paper Impregnated with Lead Acetate” . Dalam Analytical Chemistry. No. 329. p. 789 – 792

Reid, R.C., John M.P. dan Thomas K.S. 1991. Sifat Gas dan Zat Cair. Edisi

Ketiga. Terjemahan Kantjono Widodo dari The Properties of Gases and Liquids (1977). Jakarta: PT. Gramedia

Svehla, G (Ed). 1996. Vogel’s Qualitative Inorganic Analysis. London: Longman

Group Limited

Page 15: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

14

Artikel ilmi ah ini telah diterima oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember pada : Hari :

Tanggal :

Tempat : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember

Dosen Pembimbing,

DPU DPA

Drs. Bambang Kuswandi, MSc, PhD Drs. Mukhamad Mintadi, MSc NIP. 132 094 129 NIP. 131 945 804

Page 16: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

15

Page 17: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

16

Lampiran

Tabel-2. Pengaruh Tingkat Regenerasi terhadap Intensitas Awal Reagen Kering

Intensitas awal membran: Tingkat regenerasi ke: I II III

Rata-rata intensitas

Standart deviasi

0 7,03 8,71 8,98 8,24 1,06 1 7,03 8,70 7,86 7,86 0,84 2 6,86 6,73 7,86 7,15 0,62 3 6,30 6,25 6,95 6,50 0,39 4 5,88 6,25 6,91 6,35 0,52

Tabel-3. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Waktu Respon Sensor

Waktu respon sensor*) (jam) No

Konsentrasi gas H2S (ppm) I II III

Rerata Standart deviasi

1. 51,4 6 6 5,5 5,83 0,29 2. 62,9 4 5 5 4,67 0,58 3. 70 3 4 4 3,67 0,58 4. 83,3 2,5 3 3 2,83 0,29 5. 114,4 2 2 2,5 2,17 0,29

* ) Pengamatan dilakukan setiap 15 menit.

Tabel-4. Pengaruh Konsentrasi Gas H2S terhadap Intensitas Sensor

Intensitas setelah pensensoran*) pada : No.

Konsentrasi H2S (ppm) Memb. I Memb. II Memb. III

Rerata Standart deviasi

1. 51,4 4,85 3,70 4,49 4,35 0,59 2. 62,9 4,00 3,05 4,00 3,68 0,55 3. 70 3,74 2,35 3,23 3,11 0,7 4. 83,3 3,04 1,86 2,74 2,55 0,61 5. 114,4 2,22 0,95 1,94 1,7 0,67

* ) Waktu pensensoran selama 7 jam

Tabel-5. Kemampuan Tingkat Regenerasi Reagen Kering Timbal Asetat

Regenerasi ke: Intensitas awal Int. setelah respon *) Waktu respon Awal 7,88 4,91 2 jam 15 menit

1 7,88 4,91 2 jam 15 menit 2 7,82 4,99 2 jam 15 menit 3 6,88 4,26 2 jam 30 menit 4 6,10 3,50 2 jam 45 menit 5 5,81 3,25 3 jam 45 menit

* ) Pengamatan dilakukan setiap 15 menit, pada konsentrasi 114,4 ppm.

Page 18: PENGEMBANGAN SENSOR GAS HIDROGEN SULFIDA BERBASIS REAGEN KERING TIMBAL ASETAT

17