PENGEMBANGAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN TUTOR …digilib.unila.ac.id/56234/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN TUTOR …digilib.unila.ac.id/56234/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUANTUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Tesis)
Oleh:
AGUS SLAMET SUSANTO
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROBLEM BASED LEARNINGBERBANTUAN TUTOR SEBAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS
SISWA
Oleh :
AGUS SLAMET SUSANTO
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untukmengetahui rumusan Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor sebayayang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan mengujiefektifitasnya terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Tahapanpengembangan ini dimulai dari studi pendahuluan, penyusunan model PBLberbantuan tutor sebaya, validasi, uji coba lapangan awal, dan uji lapangan.Subjek penelitian adalah siswa kelas X IPA MA Ma’arif NU 05 SekampungTahun Pelajaran 2018/2019. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara,angket dan tes kemampuan komunikasi matematis. Teknik analisis data yangdigunakan adalah statistik deskriptif dan Uji-t. Hasil rumusan Problem BasedLearning (PBL) berbantuan tutor sebaya yang dapat meningkatkan kemampuankomunikasi matematis siswa adalah tersusunnya sintak model problem basedlearning berbantuan tutor sebaya yang memfasilitasi kemampuan komunikasimatematis siswa. Hasil problem based learning berbantuan tutor sebaya efektifuntuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, hal ini terlihatberdasarkan perbedaan yang signifikan antara kelas ekperimen yangmenggunakan model problem based learning berbantuan tutor sebaya dan kelaskontrol yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan hasilpenelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasimatematis siswa yang menggunakan problem based learning berbantuan tutorsebaya lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yangmenggunakan pembelajaran berbasis masalah.
Kata kunci : komunikasi matematis, PBL, tutor sebaya,
ABSTRACT
DEVELOPMENT PROBLEM BASED LEARNING ASSISTED BY PEERTUTORS TO IMPROVE STUDENT MATHEMATICAL
COMMUNICATION SKILLS
By :
AGUS SLAMET SUSANTO
This research is a development research that aims for the formulation of ProblemBased Learning (PBL) assisted by peer tutors who can improve students'mathematical communication skills and test the effectiveness of students'mathematical communication skills. This stage of development starts from apreliminary study, preparation of PBL models assisted by peer tutors, validation,preliminary field testing, and main field testing. The research subjects were MAclass X students MA Ma'arif NU 05 Sekampung Academic Year 2018/2019. Datacollection through observation, interviews, questionnaires and tests ofmathematical communication skills. The data analysis technique used isdescriptive statistics and t-test. The result of Problem Based Learning (PBL)assisted by peer tutors that can improve students 'mathematical communicationskills is the compilation of the syntax of problem based learning models assited bypeer tutors that facilitate students' mathematical communication skills. Based onthe results of the above research the results of problem based learning assisted bypeer tutors effective to improve students' mathematical communication skills, thisis seen based on significant differences between experimental classes usingproblem based learning models assisted by peer tutors and control classes that useproblem based learning. Mathematical communication skills of students usingproblem based learning models assisted by peer tutors are higher than students'mathematical communication skills using problem-based learning.
Keywords: mathematical communication, PBL, peer tutors
PENGEMBANGAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUANTUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
Oleh
AGUS SLAMET SUSANTO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1984 di Gerem
Pawiki Desa Sukadana Baru Kecamatan Marga Tiga
Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Penulis
merupakan anak Ketiga dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Erwanto ( ALM ) dan Esti Perwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 3
Sukadana Baru Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur dan selesai
pada tahun 1997, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri I Marga Tiga
selesai tahun 2000, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Metro selesai
tahun 2003. Penulis menyelesaikan sarjana program studi Pendidikan Matematika
di Universitas Muhammadiyah Metro Lampung dan selesai tahun 2008. Penulis
melanjutkan pendidikan pada program studi Pasca Sarjana Pendidikan
Matematika Universitas Lampung tahun 2016.
MOTTO
Setiap usaha pasti akan dihargai oleh yang maha kuasa, seberapa besar hasilnyatergantung seberapa besar usahanya dan doanya,
Demi orang – orang tercinta sukses harus jadi tujuan hidupyang harus diperjuangkan
Agus Slamet Susanto
i
PERSEMBAHAN
Dengan hati yang tulus dan penuh rasa syukur atas limpahan rahmat dan nikmat
Allah SWT, karya ini penulis persembahkan untuk.
1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Erwanto (ALM) dan ibunda Esti
Perwati, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan rasa sayang
dan cintanya yang tulus serta serta mendoakan akan keberhasilanku.
2. Istriku tercinta, Diah Pamularsih yang telah memberikan suport dan semangat
luar biasa, baik doa, tenaga, pikiran, moril dan materil.
3. Kakak tersayang Wagino Efendi dan Bandriyanto serta adik tersayang deni
Leoanda yang selalu mendoakan.
4. Keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan.
5. Teman-teman seperjuangan Magister Pendidikan Matematika Universitas
Lampung yang selalu memberikan motivasi dan semangat.
6. Rekan kerja dan teman – teman di luar kampus yang sering memberikan
semangat.
7. Teman-teman seperjuangan Magister Pendidikan Matematika Universitas
Lampung yang selalu memberikan motivasi dan semangat.
ii
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Matematika di Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan tesis ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D, selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah
memberikan perhatian dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.
2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd, selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung, beserta staf dan jajaran yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Magister
pendidikan Matamatika dan selaku Dosen pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,
sumbangan pemikirian kritik saran dan motivasi selama penyusunan tesis,
sehingga tesis ini bisa selesai dan menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian,
iii
motivasi, kritik, saran serta semangat kepada penulis demi terselesaikannva
tesis ini.
6. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana Pendidikan
Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Ibu Dr. Hj. Meryati, M.Pd, selaku ahli pengembangan pembelajaran dalam
penelitian ini yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk
memperbaiki model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
8. Bapak Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd, selaku ahli materi pada validasi
perangkat pembelajaran Silabus, RPP, LKPD dan Soal dalam penelitian ini
yang telah banyak memberikan saran dan masukan agar menjadi lebih baik.
9. Bapak Fredi Ganda Putra, M.Pd, selaku ahli media pada validasi LKPD
dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk
memperbaiki LKPD agar menjadi lebih baik
10. Bapak Ferry Teguh Apriadi, S.Pd, selaku guru matematika kelas X IPA 1 MA
Ma’arif NU 05 Sekampung yang telah banyak membantu dalam penelitian.
11. Bapak Fitriyanto, S.Ag selaku kepala sekolah MA Ma’arif NU 05
Sekampung yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk bisa
melakukan penelitian disekolah yang dipimpinya.
12. Siswa kelas X IPA 1 dan X IPA 2 MA Ma’arif NU 5 Sekampung Tahun
Pelajaran 2018/2019 .
13. Teman-teman Program Studi Pascasarjana Pendidikan Matematika di
Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lampung
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Aamiin.
Bandar Lampung, Februari 2019
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... viii
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1B. Rumusan Masalah.............................................................................. 6C. Batasan Masalah ................................................................................ 7D. Tujuan Penelitian............................................................................... 7E. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Pembelajaran Matematika .................................................................. 9B. PBL (Problem Based Learning) ......................................................... 11
1. Pengertian PBL (Problem Based Learning)................................... 112. Karakteristik PBL (Problem Based Learning) ............................... 123. Tujuan PBL (Problem Based Learning)......................................... 144. Langkah-langkah PBL (Problem Based Learning)........................ 16
C. Tutor Sebaya ...................................................................................... 201. Pengertian Tutor Sebaya ................................................................. 202. Langkah-langkah Tutor sebaya ....................................................... 213. Kelebihan dan Kekurangan Tutor sebaya ....................................... 23
D. Kemampuan Komunikasi Matematis ................................................. 241. Pengertian Komunikasi dan Kemampuan Komunikasi .................
Matematis ....................................................................................... 242. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ............................. 263. Faktor yang berkaitan dengan Kemampuan ..................................
Komunikasi Matematis................................................................... 28E. Model PBL (Problem Based Learning) Berbantuan Tutor Sebaya .... 30F. Teori Pembelajaran Matematika Yang Mendukung ........................... 37G. Definisi Operasional ........................................................................... 39H. Kerangka Pikir ................................................................................... 41
Halaman
v
III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian ................................................................................... 45B. Subjek Penelitian ................................................................................ 45C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 47D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 52E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 53
1. Instrumen Non Tes ......................................................................... 532. Intrumen Tes................................................................................... 58
F. Teknik Analisis Data........................................................................... 641. Analisis Data Pendahuluan............................................................. 642. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran.................................... 653. Analisis Efektivitas Problem Based Learning Berbantuan Tutor ..
Sebaya untuk Mengingkatkan Kemampuan Komunikasi ..............Matematis Siswa............................................................................. 67
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian Pengembangan .......................................................... 73
1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data ................................. 732. Hasil Penyusunan Pengembangan Problem Based Learning.......
Berbantuan Tutor Sebaya............................................................. 743. Hasil Validasi Ahli....................................................................... 774. Hasil Revisi Validasi Ahli ........................................................... 795. Uji Coba Lapangan Awal ............................................................ 826. Hasil Uji Coba Lapangan Awal ................................................... 887. Uji Coba Lapangan ...................................................................... 88
B. Pembahasan ....................................................................................... 921. Hasil Pengembangan Problem Based Learning Berbantuan.......
Tutor Sebaya Pada Pembelajaran Matematika............................ 932. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ................................ 104
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ............................................................................................. 107B. Saran.................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 109
LAMPIRAN................................................................................................... 114
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahapan Fase Model Problem Based Learning .................................. 173.1 Rancangan Uji Coba Lapangan ........................................................... 513.2 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis............ 583.3 Kriteria Validitas Intrumen Tes ........................................................... 603.4 Hasil Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis ....................... 603.5 Kriteria Reliabilitas Intrumen Tes ....................................................... 613.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran............................................................ 623.7 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal .................................................... 633.8 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ......................................................... 633.9 Hasil Daya Pembeda Butir Soal .......................................................... 643.10 Kriteria Tingkat Kevalidan dan Revisi Produk ................................... 663.11 Kriteria Kepraktisan Analisis Nilai Rata-Rata .................................... 663.12 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis ................ 683.13 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Komunikasi Matematis............. 703.14 Kriteria Indeks Gain ............................................................................ 724.1 Rekapitulasi Angket Respon Siswa Terhadap Model Problem Based..
Learning Berbantuan Tutor Sebaya..................................................... 844.2 Rekapitulasi Angket Respon Siswa Terhadap LKPD ......................... 844.3 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap ............
Model Problem Based Learning Berbantuan Tutor Sebaya................ 854.4 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap ............
Silabus ................................................................................................. 864.5 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap RPP .... 864.6 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap ............
LKPD................................................................................................... 874.7 Hasil Uji t Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis............... 904.8 Hasil Uji t Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis .............. 914.9 Hasil Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.......... 92
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Bagian Isi Pengembangan Pembelajaran Sebelum dan.......................Setelah Revisi ...................................................................................... 80
4.2 Bagian Isi RPP Sebelum dan Setelah Revisi ....................................... 814.3 Bagian Isi LKPD Sebelum dan Setelah Revisi.................................... 824.4 Uji Coba Lapangan Awal .................................................................... 984.5 Tahap Awal Pembelajaran................................................................... 1004.6 Siswa yang Akan Menjadi Tutor Sebaya ............................................ 1014.7 Siswa Berdiskusi Pada Tahap Kegiatan Penyelidikan ........................
Individu Maupun Kelompok ............................................................... 1024.8 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi.............................................. 1034. 9 Guru dan Siswa Melakukan Refleksi dan Evaluasi Terhadap.............
dan Proses-Proses Pembelajaran Yang Telah Dilaksanakan............... 103
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Perangkat PembelajaranA.1 Silabus........................................................................................... 114A.2 Rencana PelaksanaanPembelajaran (RPP) .................................. 138A.3 Lembar Kerja Peserta Didik.......................................................... 158
B. Instrumen PenelitianB.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ............. 190B.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 191B.3 Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ................................... 192B.4 Kunci Jawaban Soal Kemampuan Komunikasi Matematis .......... 194
C. Analisis DataC.1 Analisis Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ...... 202C.2 Analisis Reliabilitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi ...
Matematis...................................................................................... 203C.3 Analisi Daya Beda Soal Kemampuan Komunikasi ......................
Matematis...................................................................................... 204C.4 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan .............................
Komunikasi Matematis ................................................................. 206C.5 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ................................... 207C.6 Normalitas Data Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi .....
Matematis...................................................................................... 209C.7 Homogenitas Data Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi ..
Matematis ..................................................................................... 210C.8 Uji T Data Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi...............
Matematis...................................................................................... 211C.9 N Gain Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis .......... 212C.10 Analisis Validasi Model Problem Based Learning ......................
Berbantuan Tutor Sebaya Oleh Ahli Pengembangan ...................Pembelajaran................................................................................. 213
C.11 Analisis Validasi Perangkat Pembelajaran Model Problem BasedLearning Berbantuan Tutor Sebaya Oleh Ahli Materi ................. 214
C.12 Analisis Validasi LKPD Pembelajaran Model Problem Based.....Learning Berbantuan Tutor sebaya Oleh Ahli Materi ................. 217
C.13 Analisis Validasi LKPD Pembelajaran Model Problem Based.....Learning Berbantuan Tutor sebaya Oleh Ahli Media .................. 218
C.14 Analisis Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap ............Pembelajaran Model Problem Based Learning Berbantuan.........
ix
Tutor Sebaya ................................................................................. 219C.15 Analisis Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap ...........
Perangkat Pembelajaran Model Problem Based Learning ...........Berbantuan Tutor sebaya .............................................................. 221
C.16 Analisis Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap LKPD .Pembelajaran Model Problem Based Learning Berbantuan Tutorsebaya........................................................................................... 224
C.17 Analisis Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Model...Problem Based Learning Berbantuan Tutor Sebaya ................... 226
C.18 Analisis Angket Respon Siswa Terhadap LKPD Pembelajaran ...Model Problem Based Learning Berbantuan Tutor sebaya......... 229
D. Lembar Penilaian Ahli dan AngketD.1 Lembar Validasi Ahli Pengembangan Model Pembelajaran ....... 231D.2 Lembar Validasi Ahli Materi Terhadap RPP................................ 234D.3 Lembar Penilaian Ahli Materi Terhadap LKPD........................... 239D.4 Lembar Validasi Ahli Media Terhadap LKPD ............................ 242D.5 Lembar Validasi Ahli Materi Terhadap Silabus ........................... 245D.6 Lembar Validasi Ahli Materi Terhadap Soal Kemampuan............
Komunikasi ................................................................................... 250
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan baik di dalam maupun di luar sekolah sepanjang
hidup. Pendidikan harus mengikuti perubahan–perubahan yang terjadi
dimasyarakat agar tidak ketinggalan zaman. Pesatnya perubahan ini tentunya
dibarengi dengan perkembangan teknologi dan informasi yang canggih dan
mutakhir, sehingga dibutuhkan suatu pendidikan yang menyiapkan generasi yang
dapat berpikir dan bersikap logis, rasional, kritis, cermat, kreatif dan disiplin yang
dapat diterapkan secara berkelanjutan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari–hari.
Berbagai terobosan dilakukan berbagai pihak dalam upaya memajukan pendidikan
di sekolah, diantaranya dalam pelajaran matematika yang sering dianggap siswa
sebagai pelajaran yang susah dan menakutkan sehingga berdampak pada
pembelajaran yang tidak menyenangkan. Keadaan ini terlihat pada saat proses
pembelajaran dimana terjadi kebosanan disepanjang pelajaran yang
menyebabkan siswa seolah dalam tekanan dan akhirnya tidak menguasai pelajaran
yang disampaikan oleh guru dan pembelajaran tidak lagi bermakna dan sesuai
dengan tujuan. Fenomena yang terjadi seperti ini tentunya sangat beralasan
(Marpaung, 2003) menyatakan pendidikan matematika kita selama ini tidak
2
berhasil meningkatkan pemahaman matematika yang baik pada siswa, sehingga
menumbuhkan perasaan takut terhadap matematika sebagai ilmu yang sukar
dikuasai, tidak bermakna, membosankan, dan menyebabkan stres pada siswa. Hal
semacam inilah yang kemudian akan menghambat berbagai kemampuan yang
yang harusnya dapat dikuasai dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan yang sebaiknya dikuasai oleh siswa pada saat belajar matematika di
sekolah adalah setiap siswa memiliki kemampuan berpikir matematis. Istilah
berpikir matematis memuat arti cara berpikir yang berkaitan dengan karakteristik
matematika. Menurut NCTM (2000) kemampuan berpikir matematis yaitu
komunikasi matematis, penalaran dan pembuktian matematis, pemecahan masalah
matematis, koneksi matematis dan representasi matematis. Kelima kemampuan
tersebut hendaknya dapat dimiliki siswa agar pembelajaran yang dilakukan oleh
siswa benar – benar berkesan dan bermakna sehingga dikemudian hari dapat
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
Diantara kelima kemampuan berpikir matematis, kemampuan komunikasi
matematis adalah kemampuan yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri
dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan ini melatih siswa untuk
menyampaikan berbagai ide dan pendapat serta gagasan yang dimiliki siswa, baik
itu berupa ekspresi tulisan, lisan atau bentuk lain yang lebih luas,
mengkomunikasikan dan mempresentasikan hasil yang telah di pelajari kepada
publik, hal ini sesuai dengan pendapat Vande Walle (2008: 5) menyatakan bahwa:
“cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah dengan mencoba
menyampaikan ide tersebut pada orang lain”. Kemampuan komunikasi
matematika merupakan suatu hal yang sangat mendukung bagi guru dalam
3
memahami kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika. The Intended
Learning Outcomes (Armiati, 2009: 2), komunikasi matematis yaitu kemampuan
untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru,
dan lainnya melalui bahasa lisan tulisan. Ini berarti dengan adanya komunikasi
matematis guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam
menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang
mereka pelajari. Memahami pentingnya kemampuan komunikasi matematis
namun kenyataaanya kemampuan komunikasi matematis masih rendah.
Alzianina (2016) menyatakan penyebab rendahnya kemampuan komunikasi
matematis siswa diduga karena pada umumnya pembelajaran matematika masih
menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran tersebut cenderung
berpusat pada guru (teacher centered), yang dilakukan dengan perpaduan metode
ceramah, tanya jawab, dan penugasan pembelajaran. Hal ini berakibat pada
rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga dialami oleh siswa kelas X
MA Ma’arif NU 05 Sekampung Lampung Timur. Berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan diperoleh data bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
masih sangat rendah. Hal ini berdasarkan tes kemampuan komunikasi matematis
siswa yang memiliki skor rata-rata 65 dibawah skor KKM mata pelajaran
matematika untuk kelas X jurusan IPA yaitu 75. Dari hasil wawancara dengan
guru matematika diketahui bahwa kemampuan komunikasi siswa rendah karena
siswa umumnya masih bingung mengerjakan soal cerita yang sebetulnya bisa
dilustrasikan dalam bentuk gambar atau sebuah model, siswa tidak memahami
soal yang berhubungan dengan masalah kontekstual dan bagaimana bahasa soal
4
cerita tersebut bisa diselesaikan, diskusi dan komunikasi terjadi hanya antar
siswa yang duduk bersebelahan atau berdekatan tanpa ada keberanian untuk
menyampaikan pertukaran ide yang lebih luas. Selain itu guru mengajar dengan
cara konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab, sesekali guru juga
membimbing siswa yang perlu bimbingan tetapi tidak semuanya bisa terlayani
karena keterbatasan waktu. Hal ini berakibat pada rendahnya kemampuan
komunikasi matematis siswa karena pembelajaran yang selama ini digunakan
belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk
mengemukakan ide dan pendapat mereka, dan bahkan para siswa masih enggan
untuk bertanya pada guru jika mereka belum paham terhadap materi yang
disajikan.
Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran matematika yaitu perlu
adanya inovasi dari pembelajaran tradisional (transfer of knowledge) yang
berpusat kepada guru menjadi paradigma baru yaitu pembelajaran inovatif
(construction of knowledge) yang mengedepankan siswa sebagai pusat dari
kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang bisa menciptakan kondisi
yang menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang
bermuatan nilai, menyediakan pengalaman belajar yang beragam sehingga dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Salah satu model yang dapat
digunakan adalah model Problem Based Learning (PBL)
Model PBL adalah salah satu solusi yang dapat membantu siswa dalam
pembelajaran. PBL merupakan model pembelajaran matematika yang
berhubungan dengan dunia nyata dan berkarakter kontekstual serta memfasilitasi
pemecahan masalah. PBL yang akan diterapkan yaitu PBL menggunakan
5
masalah yang real dalam dunia nyata sebagai sarana siswa untuk belajar berpikir
kreatif dan mengkomunikasikan hasil kepada orang lain, dalam pembelajaran PBL
tugas – tugas yang diberikan berdasarkan masalah yang relevan , autentik dan
dipresentasikan dalam suatu konteks secara mandiri atau berkelompok sehingga
memungkinkan pertukaran ide secara terbuka yang merangsang siswa untuk
berkomunikasi dengan teman sebayanya atau lingkungan belajarnya, membangun
pengetahuan dari aktivitas belajarnya, siswa dapat lebih mandiri dalam
menyelesaikan masalah sesuai fakta. Meskipun PBL memiliki kelebihan, PBL
juga memiliki kelemahan.
Kelemahan PBL biasanya terletak pada proses penyelidikan individu maupun
kelompok, pemecahan masalah hanya dilakukan terhadap siswa yang mempunyai
kemampuan berfikir tingkat tinggi, sedang siswa lain yang mempunya
kemampuan berpikir tingkat sedang perlu mendapat petunjuk atau rangsangan
untuk pemecahan masalah yang diberikan dan untuk siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir dibawah itu tidak dapat memahami materi jika tidak
dijelaskan, hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2010: 90) yang menyatakan
bahwa pada PBL, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berfikir secara ilmiah dan berfikir tingkat tinggi. Sanjaya
(2007:220) menyatakan bahwa tanpa pemahaman untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari. Oleh karena itu, perlunya perbaikan pada langkah-langkah PBL.
Perbaikan pada langkah-langkah PBL dapat dilakukan dengan mengembangkan
PBL berbantuan tutor sebaya. Model PBL berbantuan tutor sebaya merupakan
suatu model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah kontekstual yang
6
memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dengan dibantu
oleh teman sekelasnya yang ditunjuk dan dijadikan sebagai ketua kelompok yang
berperan sebagai tutor dalam pembelajaran yang berbasis masalah sehingga
kesulitan dalam memecahkan masalah dapat diselesaikan. Harapan dengan
pembelajaran seperti ini diantaranya dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan
motivasi siswa untuk mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapai karena siswa dapat belajar dengan teman sebaya tanpa
dibatasi perasaan canggung atau segan yang kemudian akan membuat siswa
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah dan meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan pembelajaran yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengembangan Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimanakah rumusan Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor
sebaya yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?
2. Apakah Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor sebaya efektif untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?
7
C. Batasan Masalah
Batasan Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut.
1. Pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya ini
dikhususkan dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa.
2. Pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya ini
difokuskan pada kelas X IPA di MA Ma’arif NU 05 Sekampung Lampung
Timur dengan materi yang telah ditentukan.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui rumusan Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor
sebaya yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Untuk mengetahui Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor sebaya
yang efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan yang
bermanfaat bagi guru dalam pemilihan kegiatan pembelajaran di kelas, terutama
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan
menggunakan model pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi
kepada guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di Sekolah
Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) serta dapat menjadi umpan balik
8
bagi guru dalam merancang suatu kegiatan pembelajaran yang bermakna dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
motivasi dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika
Pada dasarnya pembelajaran merupakan sutu proses interaksi antara guru dan
siswa serta sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Menurut Sagala (2009: 61) pembelajaran adalah “membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu
utama keberhasilan pendidikan”. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua
arah. Mengajar dilakukan pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar oleh
peserta didik. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang dibangun oleh guru dengan
melalui suatu pengkondisian tertentu untuk mengembangkan daya kreatifitas dan
daya berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan cara
dan pola berpikir dalam memahami suatu masalah dan memecahkanya serta
dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru yang
kemudian hari dapat dimanfaatkan dan diimplementasikan dalam kehidupan
nyata. Menurut Hamalik (2006: 239) pembelajaran adalah “suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran”.
10
Menurut Michael (2004) mengungkapkan bahwa “PBL is an instructional method
where relevant problems are introduced at the beginning of the instruction cycle
and used to provide the context and motivation for the learning that follows” yang
mempunyai makna PBL adalah model instruksional di mana masalah yang
relevan diperkenalkan dimulai dari siklus instruksi dan digunakan untuk
memberikan konteks dan motivasi untuk mengikuti pembelajaran”. Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berpikir sehingga tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan yang
diharapakan.
Menurut Muhsetyo (2008: 26), pembelajaran matematika adalah proses
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan
yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari. Pembelajaran matematika, menurut Bruner (Herman,
2000 : 56) adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat
dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur
matematika di dalamnya. Menurut Cobb (Suherman, 2003: 71) pembelajaran
matematika sebagai proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Berbagai pendapat ahli tentunya dapat dijadikan acuan sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses aktif dan
konstruktif sehingga siswa mencoba menyelesaikan masalah yang ada sekaligus
menjadi penerima atau sumber dipelajari serta mencari hubungan antara konsep
dan struktur matematika di dalamnya.
11
B. PBL (Problem Based Learning)
1. Pengertian PBL (Problem Based Learning)
PBL (Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang dasar
filosofinya menggunakan dunia nyata untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep penting dalam pembelajaran. PBL di desain berdasarkan permasalahan
yang nyata dan berhubungan dengan kehidupan sehari – hari, sehingga dalam
penyajianya perlu dibuat menarik yang dapat menumbuhkan motivasi dan
semangat belajar siswa. PBL dapat membangun dasar pengetahuan yang cukup
luas dan dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa secara mandiri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Padmavathy dan Mareesh (2013) “goals Of PBL is
problem-based curricula provide students with guided experience in learning
through solving complex, real-world problems.” yang mempunyai makna bahwa
PBL memiliki tujuan sebagai kurikulum berbasis masalah.
Michael (2004) mengungkapkan bahwa “PBL is an instructional method where
relevant problems are introduced at the beginning of the instruction cycle and
used to provide the context and motivation for the learning that follows” yang
mempunyai makna bahwa PBL adalah metode instruksional di mana masalah
yang relevan diperkenalkan dimulai dari siklus instruksi dan digunakan untuk
memberikan konteks dan motivasi untuk pembelajaran yang mengikuti. Hmelo
Silver (2004) menyebutkan bahwa “problem based learning has been defined as an
instructional method in which students learn through facilitated problem solving that centers on
a complex problem that does not have a single correct answer ” yang mempunyai makna
pembelajaran berbasis masalah telah didefinisikan sebagai metode instruksional di
mana siswa belajar melalui pemecahan masalah difasilitasi yang berpusat pada
12
masalah kompleks yang tidak memiliki jawaban yang benar tunggal. Menurut
Sanjaya (Hidayat, 2015) mengatakan bahwa PBL tidak mengharapkan siswa
hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran,
akan tetapi siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan
akhirnya menyimpulkan. Problem based learning dapat diartikan sebagai cara
penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak
pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau
jawaban oleh siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pembelajaran berbasis masalah, dapat
diambil kesimpulan bahwa PBL (Problem Based Learning) adalah pembelajaran
dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam
usaha mencari pemecahan masalah.
2. Karakteristik PBL (Problem Based Learning)
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan
karakteristik dari PBL, yaitu.
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai
orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme
dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa
mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkanya
dalam kehidupan profesionalnya nanti, sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna
13
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBL dilaksakan dalam kelompok kecil.
Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan
tujuan yang jelas.
e. Teachers act as facilitators.
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun
begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong
siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Forgaty (Mohd, 2010) mengemukakan bahwa pembelajaram PBL dirancang
berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat alamiah dengan kontruksi yang
sedikit rumit. Selain itu, Wheeler (2002) mengungkapkan bahwa PBL dirancang
agar dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa. Sejalan dengan kedua
pendapat tersebut Arends dan Kilcher (2010: 331) menyatakan bahwa dalam PBL
yang terpenting dan tersulit adalah mengidentifikasi atau mendesain situasi
permasalahan yang baik. Ia menambahkan bahwa masalah yang efektif dalam
pembelajaran menggunakan PBL memiliki beberapa karakteristik yaitu:
1) Authentic, artinya masalah sesuai dengan isu dan situasi dunia nyata.
2) Ill-Structured dan messy, artinya permasalahan harus kompleks dengan banyak
isu dan sub isu yang membutuhkan banyak solusi.
14
3) Relevant, artinya masalah atau isu haruslah sangat penting dalam kehidupan
siswa dan masyarakat.
4) Academically rigorous, artinya permasalahan memberikan kesempatan siswa
untuk berpikir kritis dan kreatif,dan untuk mempraktekkan penelitian, menulis,
masalah, membuat keputusan, dan terampil dalam komunikasi.
5) Interdisciplinary in nature, artinya masalahnya mengacu pada pengetahuan
dan pengalaman dari berbagai disiplin ilmu dan berbagi perspektif.
3. Tujuan PBL (Problem Based Learning)
Pembelajaran dengan menggunakan model PBL akan membuat siswa dapat
membangun pengetahuan secara mandiri maupun secara tim dan berkelompok
karena pembelajaran ini menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah yang
telah dirancang guru untuk dapat diselesaikan dengan berbagai macam alternatif
jawaban yang sesuai kaidah. Dengan rentetan menghubungkan masalah dunia
nyata maka siswa akan dapat mengeksplor kemampuanya dan akan mengetahui
sampai dimana tingkat penguasaan materi yang sedang dipelajarinya.
Eksplor kemampuan dapat dituang dalam diskusi teman kelompok atau lebih luas
dalam presentasi kelas untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan
matematika baik secara individu maupun kelompok, eksplor kemampuan ini juga
dapat berupa tanggapan atau argumen yang logis dan kritis yang disampaikan
kepada lingkungan belajar atau publik di lingkungan belajarnya sehingga
dimungkinkan pertukaran ide dengan melibatkan lebih dari beberapa siswa . Hal
ini sesuai dengan pendapat Majid (2014: 162) yang mengemukakan bahwa
pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”,
15
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Berhubungan dengan hal tersebut Bilgin & Senocak (2009) menyebutkan, “the
aim of problem based learning is to help students to think to solve problems and
to enhance their thinking skills by constructing real or resembling situations
pertaining the concepts to be learned”.
Penjelasan tersebut mengungkapkan bahwa tujuan dari PBL adalah membantu
siswa agar berpikir untuk memecahkan masalah dan meningkatkan keterampilan
berpikir mereka dengan membangun situasi yang nyata yang berkaitan dengan
konsep yang dipelajari. Pendapat ini juga mengandung makna bahwa siswa
dibuat terbiasa dengan hal – hal yang terjadi dalam kehidupan sehari hari sehingga
dapat melatih diri dan semaksimal mungkin berpikir logis ketika berada dalam
suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan keputusan yang paling tepat dan
tidak merugikan, serta secara real dapat memberikan manfaat di kemudian hari
ketika sudah jadi bagian dari masyarakat.
Pinar (2011) mengungkapkan bahwa
“PBL became a method which has miscellaneous benefits such as determining theproblems, investigating the causes of them, hypothesizing about these causes,testing these hypotheses, gaining information, determining the learning targets,developing problem solving skill, and using these gained informations in eachstage of life”,
Penjelasan tersebut bermakna PBL menjadi metode yang memiliki berbagai
manfaat seperti menentukan masalah, menyelidiki penyebab mereka, berhipotesis
tentang penyebab ini, menguji hipotesis ini, mendapatkan informasi, menentukan
target pembelajaran, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan
menggunakan informasi yang diperoleh di masing-masing tahap kehidupan.
16
4. Langkah-langkah PBL (Problem Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa tahapan atau langkah langkah
yang terstruktur yang merupakan ciri khas dari pembelajaran ini. Tahapan ini
dijadikan pedoman dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
yang akan dilakukan di kelas. Menurut Yatim (2009), langkah-langkah PBL
adalah sebagai berikut
1) Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik;
2) Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian kelompok tersebut
mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki;
3) Peserta didik juga membuat rumusan permasalahan;
4) Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang sudah diperoleh;
5) Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi
yang tepat.
Sedangkan Pannen (2001) mengemukakan bahwa pada pembelajaran berbasis
masalah paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Mengumpulkan data;
3) Menganalisis data;
4) Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya;
5) Memilih cara untuk memecahkan masalah;
6) Merencanakan penerapan pemecahan masalah;
7) Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan;
8) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah;
17
Berkaitan dengan pendapat yang dikemukan diatas Arends (2004) juga
mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis PBL adalah pembelajaran yang
terdiri dari 5 fase utama. Fase-fase tersebut merujuk pada tahapan-tahapan yang
praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL, sebagaimana
disajikan dalam sintak Problem Based Learning pada Tabel 2.1 yang menjadi
acuan pada penelitian ini.
Tabel 2.1 Tahapan fase model Problem Based Learning
Fase Tahapan modelProblem Based Learning Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,menjelaskan logistik yang diperlukan,pengajuan masalah, memotivasi siswaterlibat dalam aktivitas pemecahanmasalah yang dipilihkan.
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikandan mengorganisasikan tugas belajaryang berhubungan dengan masalahtersebut.
3Membimbing penyelidikanindividual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untukmengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimen, untukmendapat penjelasan pemecahanmasalah.
4Mengembangkan dan menyajikanhasil karya dan memamerkanya
Guru membantu siswa dalammerencanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video,model, dan membantu mereka untukberbagai tugas dengan kelompoknya
5Menganalisis dan mengevaluasiproses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukanrefleksi atau evaluasi terhadappenyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan
18
Berikut ini penjelasan dari setiap fase model Problem Based Learning yang
terdapat pada Tabel 2.1.
Fase 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan motivasi tentang pentingnya
pembelajaran yang akan berlangsung karena berkaitan dengan dunia nyata, guru
menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, guru menjelaskan aktivitas
yang akan dilakukan baik oleh guru dan siswa, selain itu juga guru
menginformasikan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan termasuk
akan mengevaluasi dan menilai aspek – aspek yang telah ditentukan pada saat
proses pembelajaran berlangsung. Guru mengemukakan pertanyaan secara
klasikal yang bersifat menuntun dan menggali.
Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar
fase kedua yaitu guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok – kelompok belajar dimana kelompok terdiri dari siswa yang
mempunyai kemampuan heterogen dan mempunyai tanggung jawab
memecahkan masalah yang berbeda dengan kelompok lain. Guru memfasilitasi
setiap kelompok untuk menentukan ketua dan wakilnya secara demokratis sebagi
penanggung jawab dikelompok tersebut dengan tujuan agar kelompok yang
dibentuk dapat efektif baik dari segi keaktifan, komunikasi, interaksi, kolaborasi
dan kerjasama dalam memecahkan masalah. Berikutnya adalah guru
mengorientasi siswa pada masalah yang sesuai dengan topik, siswa melakukan
penyelidikan terhadap tugas yang diberikan. Guru memonitor dan mengevaluasi
selama proses pembelajaran berlangsung dan membuat catatan – catatan sebagai
bahan untuk perbaikan pada fase berikutnya.
19
Fase 3 : Membimbing penyelidikan individual / kelompok
Fase ini ditandai dengan aktivitas siswa mengumpulkan data dan melakukan
eksperimen, kegiatan ini dilakukan dengan mengkomunikasikan hasil
penyelidikan yang telah dilakukan kelompok, sehingga mereka benar – benar
paham terhadap masalah yang harus dipecahkan kemudian membangun ide untuk
memecahkan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak – banyaknya dari berbagai sumber dan membimbing
kelompok melakukan hipotesis dan memberikan solusi yang bisa dikemukan
sesuai dengan kaidah matematika yang berhubungan dengan dunia nyata.
Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Karya yang dihasilkan tidak hanya sekedar laporan tertulis tetapi bisa berupa
video simulasi, solusi dari pemecahan masalah yang telah diberikan, bentuk
pemecahan alternatif terhadap masalah yang diberikan untuk dapat dikemukakan
di publik dan bentuk lainnya yang menunjang. Hasil dari pemecahan masalah ini
dapat dipresentasikan atau bisa ditunjukan dalam bentuk tabel, gambar atau
skema. Guru bertindak sebagai fasilitator dan organisator pada fase ini.
Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Langkah terakhir dalam pembelajaran berbasis masalah ini adalah pada fase 5
yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Fase terakhir ini
bertujuan membantu siswa untuk menganalisis dan mengevaluasi proses yang
telah dilakukan secara individu dan kelompok. Guru dan siswa merefleksi
terhadap akivitas dan hasil pada saat proses pembelajaran berlangsung dari fase
awal sampai dengan fase akhir.
20
C. Tutor Sebaya
1. Pengertian Tutor Sebaya
Tutor adalah orang yang dipilih dari siswa atau orang lain yang mempunyai
kemampuan lebih untuk membantu siswa lainnya yang kemampuannya kurang
dalam belajar (Susilowati, 2009). Siswa yang dipilih oleh guru sebagai tutor
adalah siswa dalam satu kelas yang memiliki kemampuan lebih cepat memahami
materi yang diajarkan, serta memiliki kemampuan menjelaskan ulang materi yang
diajarkan kepada teman-temannya. Siswa yang dipilih menjadi tutor ini seumur
(sebaya) dengan teman-temannya yang diberikan bantuan, maka tutor tersebut
sering dikenal dengan sebutan tutor sebaya atau tutor sejawat (Djamarah, 2013).
Bayu Mukti (2009:4) mengemukakan“ Tutor sebaya adalah suatu pembelajaran
yang jadi murid dan yang jadi guru adalah teman sebaya juga atau umumnya itu
sebaya. Pengajaran tutor sebaya yang pada dasarnya sama dengan program
bimbingan yang bertujuan memberikan bantuan dari dan kepada siswa supaya
dapat mencapai belajar secara optimal. Tutor sebaya adalah siswa dikelas tertentu
yang memiliki kemampuan diatas rata – rata anggotanya yang memiliki tugas
untuk membantu kesulitan anggotanya dalam memahami materi belajar (wiyono,
2019). Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa
pembelajaran tutor sebaya adalah pembelajaran dimana siswa yang lebih pandai
dari temanya membantu dan mengajari teman lain yang belum bisa terhadap
suatu materi.
Siswa yang ditunjuk sebagai tutor sebaya dapat menjalankan berbagai macam
peran, seperti sebagai mediator, teman kerja, atau role model dalam kelompoknya.
21
Hal tersebut dapat memupuk rasa kerjasama dan saling membantu antar semua
anggota kelompok, meningkatkan kemampuan baik bagi tutor maupun yang
ditutori, membentuk rasa bangga pada diri anak/ orang yang menjadi tutor, bagi
siswa yang ditutori akan lebih mudah memahami materi karena tutor akan
menjelaskandengan bahasa yang mudah dipahami, dan kurangnya sumber belajar
di sekolah dapat teratasi dengan adanya tutor (Susilowati, 2009). Seorang tutor
perlu mengetahui kiat-kiat menjadi pendidik yang baik. Menurut teori, kiat-kiat
menjadi tutor yang baik adalah sebagai berikut:
1) Mau terus belajar dan memperluas wawasan
2) Rajin mencari informasi tambahan
3) Menyisipkan humor dalam memberikan materi
4) Kreatif mencari alat bantu
5) Pandai menghidupkan suasana pembelajaran (Muladi Wibowo,2004:9)
Beberapa implikasi pemanfaatan tutor Sebaya di dalam kelas diantaranya adalah:
(1) bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan, (2)
bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami dan (3) dengan teman sebaya tidak
ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya ataupun
meminta bantuan (Abu, 2013).
2. Langkah-langkah Tutor Sebaya
Langkah-langkah metode tutor sebaya sebagai berikut:
1. Pilihlah materi dan bagi dalam sub-sub materi
2. Guru membentuk kelompok siswa secara heterogen sebanyak sub-sub materi.
Siswa yang pandai tersebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor
sebaya.
22
3. Masing-masing kelompok mempelajari materi itu dengan dipandu siswa yang
pandai.
4. Beri waktu yang cukup untuk persiapan baik di dalam kelas maupun luar kelas.
5. Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan sub materi sesuai dengan
tugas yang telah diberikan. Guru tetap sebagai nara sumber.
6. Berilah kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman siswa yang
perlu diluruskan (Saminanto, 2010).
Adapun menurut Djamarah (2005: 31) langkah-langkah yang digunakan dalam
pembelajaran matematika yang menerapkan bimbingan belajar kelompok dengan
tutor sebaya adalah sebagai berikut:
1. Memilih tutor sebanyak 4-5 orang dengan syarat:
a. Termasuk dalam peringkat 10 terbaik berdasarkan nilai rapor atau nilai
evaluasi sebelumnya.
b. Dapat menguasai materi pelajaran.
2. Mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok.
3. Pengelompokan dilakukan menurut tingkat kecerdasan siswa, yaitu setiap
kelompok terdiri dari siswa pandai, sedang dan kurang.
4. Membahas beberapa contoh soal yang berhubungan dengan materi yang
diajarkan.
5. Memberikan bimbingan sesuai dengan kesulitan yang dihadapi siswa dengan
bantuan tutor sebaya.
6. Mengisi lembar observasi, pengamatan, dan pengidentifikasian siswa selama
kegiatan belajar mengajar antara lain: absent, dan keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar.
23
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bimbingan tutor sebaya
secara kelompok diperlukan langkah-langkah dalam pemilihan tutor sebaya yaitu:
memilih tutor sebaya menurut prestasi belajarnya dan tingkat kecerdasannya
kemudian dimasukkan dalam setiap kelompok, diberikan permasalahan kemudian
membimbing siswa yang lain sesuai kesulitan yang dihadapi.
3. Kelebihan dan Kekurangan Tutor Sebaya
Menurut Hisyam Zaini (2007: 65) mengajar teman sebaya (peer lessons) memiliki
keunggulan tersendiri yaitu: strategi peer lessons baik digunakan untuk
menggairahkan kemauan mahasiswa (siswa) untuk mengajarkan materi kepada
temannya. Jika selama ini ada pameo yang mengatakan bahwa metode belajar
yang paling tepat adalah dengan mengajarkan kepada orang lain, maka strategi ini
akan sangat membantu mahasiswa di dalam mengajarkan materi kepada teman-
teman sekelas. Selain itu, kelebihan tutor sebaya yaitu:
a. Anak-anak diajarkan untuk mandiri, dewasa dan punya rasa setia kawan yang
tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu anak yang dianggap pintar
bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau
ketinggalan;
b. Siswa lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang di hadapi
sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari
materi ajar dengan baik;
c. Membuat siswa yang kurang aktif menjadi aktif karena tidak malu lagi untuk
bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas;
24
d. Membantu siswa yang kurang mampu atau kurang cepat menerima pelajaran
dari gurunya. Kegiatan tutor sebaya bagi siswa merupakan kegiatan yang kaya
akan pengalaman yang sebenarnya merupakankebutuhan siswa itu sendiri;
e. Tutor maupun yang ditutori sama-sama diuntungkan, bagi tutor akan
mendapat pengalaman, sedang yang ditutori akan lebih kreatif dalam menerima
pelajaran (Sawali Tuhusya, 2007).
Adapun kekurangan tutor Sebaya yaitu
a. Tidak semua siswa dapat menjelaskan kepada temannya,
b. Tidak semua siswa dapat menjawab pertanyaan temannya
c. Jika siswa punya masalah dengan tutor ia akan malu bertanya.
d. Sulit menentukan tutor yang tepat
f. Kurang serius dalam belajar (Sawali Tuhusya, 2007)
D. Kemampuan Komunikasi Matematis
1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Paridjo, et al. (2017) menyebutkan bahwa “Mathematical
communication is an essential skill in mathematics that is the ability to express
mathematical ideas coherently to friends, teachers and others through the spoken
and written language” yang mempunyai makna bahwa komunikasi matematis
adalah keterampilan penting dalam matematika yang merupakan kemampuan
untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman-teman,
guru dan orang lain melalui bahasa lisan dan tulisan. Menurut Mooney, et al.
(2012) menyebutkan bahwa “Mathematical communication is a process that my
students can understand what I’m trying to explain to them and I can understand
the answers they give to my questions” yang mempunyai makna bahwa
25
komunikasi matematis adalah proses yang dapat dipahami oleh siswa tentang apa
yang saya coba jelaskan kepada mereka dan saya bisa memahami jawaban yang
mereka berikan untuk pertanyaan saya. Dahlan (Sari dkk, 2017) menyebutkan
bahwa
“the definition of mathematical communication capability is the ability of aperson to write mathematical statements, to write reasons or explanations ofevery mathematical argument that he uses to solve mathematical problems, usingterms, tables, diagrams, notations, or mathematical formulas appropriately, andexamine or evaluate the others mathematical thoughts”,
Penjelasan tersebut mempunyai makna definisi kemampuan komunikasi
matematika adalah kemampuan seseorang untuk menulis pernyataan matematika,
menulis alasan atau penjelasan dari setiap argumen matematis yang dia gunakan
untuk memecahkan masalah matematika, menggunakan istilah, tabel, diagram,
notasi, atau rumus matematika dengan tepat, dan memeriksa atau evaluasi yang
lain pikiran matematika.
Menurut NCTM (Jazuli, 2009), komunikasi matematis adalah kemampuan siswa
dalam menjelaskan suatu algoritma, cara unik untuk pemecahan masalah,
kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia
nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian. Selanjutnya
menurut Sullivan & Mousley (Ansari, 2003), komunikasi matematis bukan hanya
sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan
siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar,
menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya
melaporkan apa yang telah dipelajari.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat tentang kemampuan komunikasi
matematis, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis
26
adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide-ide matematika
menggunakan simbol atau bahasa matematika secara tertulis sebagai representasi
dari suatu ide atau gagasan, dengan memberikan argumen terhadap permasalahan
matematika yang diberikan.
4. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Widjajanti (N H D Jati, Budiyono, and I Slamet, 2017) mengungkapkan
bahwa
“The aspects of mathematical communication are (1) students 'ability in writingstatements, reasons, or explanations, and (2) students' ability to use terms,notations, tables, diagrams, graphics, drawings, illustrations, mathematicalmodels, or mathematical formulas”
Penjelasan tersebut bermakna bahwa aspek komunikasi matematis adalah (1)
kemampuan siswa dalam menulis pernyataan, alasan, atau penjelasan, dan (2)
kemampuan siswa untuk menggunakan istilah, notasi, tabel, diagram, grafik,
gambar, ilustrasi, model matematika, atau rumus matematika. sedangkan N H D
Jati (2017) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa
“the indicators of mathematical communication ability in this study are: (1)students can express the problem given in the form of drawing, (2) the student canchange and interpret the mathematical information of an image in themathematical representation and (3) the student can express the idea ormathematical idea In the form of mathematical writing”,
Penjelasan tersebut bermakna indikator kemampuan komunikasi matematika
dalam penelitian ini adalah: (1) siswa dapat mengungkapkan masalah yang
diberikan dalam bentuk gambar, (2) siswa dapat mengubah dan
menginterpretasikan informasi matematika dari suatu gambar dalam representasi
matematika dan (3) siswa dapat mengekspresikan ide atau ide matematika dalam
bentuk penulisan matematis.
27
Menurut NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematika siswa dapat
dilihat dari : (1) kemampuan mengeksprisikan ide-ide matematika melalui lisan,
tertulis dan mendemonstrasikanya serta menggambarkanya secara visual; (2)
Kemampuan memahami, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide – ide
matematika secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk visual lainya; (3)
Kemampuan dalam menggunakan istilah – istilah, notasi – notasi matematika dan
struktur – strukturnya untuk mnyajikan ide – ide, menggambarkan hubungan-
hubungan dan model-model situasi.
Menurut Sudrajat (Hery A, Utami M, 2015) mengungkapkan bahwa
“the activity of communicate in mathematics is the activity that can include andcontain of various opportunities to communicate orally and in writing. Oralmathematics communication in the form of: 1) the activity of the student to ask thequestions, 2) the activity of the student to answer the questions, 3) the activity ofthe student to express the ideas, 4) the activity of the student to present theanswers. While the written mathematics communication in the form of: 1) reflectthe real objects, pictures, or ideas of mathematics, 2) create a model of thesituation or problem using the written method, concrete, graphs, and algebraic, 3)using the skills of reading, writing, and analyze to interpret and evaluate ideas,symbols, terms, and mathematical information, 4) responds the statement orstatements to the convincing argument”
Penjelasan tersebut bermakna aktivitas berkomunikasi dalam matematika adalah
kegiatan yang dapat mencakup dan mengandung berbagai peluang untuk
berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Komunikasi matematika dalam bentuk
lisan: 1) aktivitas siswa untuk mengajukan pertanyaan, 2) aktivitas siswa untuk
menjawab pertanyaan, 3) aktivitas siswa untuk mengungkapkan ide, 4) aktivitas
siswa untuk menyajikan jawaban. Sedangkan komunikasi matematika dalam
bentuk tertulis: 1) mencerminkan objek nyata, gambar, atau gagasan matematika,
2) membuat model situasi atau masalah menggunakan metode tertulis, konkret,
grafik, dan aljabar, 3) menggunakan keterampilan membaca, menulis, dan
28
menganalisis untuk menafsirkan dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, dan
informasi matematika, 4) menanggapi pernyataan atau pertanyaan untuk argumen
yang meyakinkan
Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa menurut Jacobscin
(Diezmann, 2004) juga memperkuat dan berhubungan dengan pendapat ahli
lainya yaitu.
a. Menyatakan, mengekspresikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam
bentuk gambar atau representasi matematika lain.
b. Menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model
matematika.
c. Menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan
suatu masalah matematis.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat tentang indikator kemampuan komunikasi
matematis, maka dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi
matematis yaitu : (a) menggunakan representasi matematika untuk menyatakan
konsep matematika dan solusi suatu masalah matematis dan (b) menyatakan
situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika.
3. Faktor yang Berkaitan dengan Kemampuan Komunikasi Matematis
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis
antara lain, pengetahuan prasyarat, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis
serta pemahaman matematik (Ansari, 2009), lebih jelasnya akan diuraikan sebagai
berikut.
29
a. Pengetahuan Prasyarat
Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai
akibat proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja bervariasi sesuai
kemampuan dari siswa itu sendiri. Ada siswa berkemampuan diatas rata-rata ada
juga dibawah rata-rata, oleh karena itu kemampuan prasyarat ini sangat menen-
tukan hasil pembelajaran siswa. Namun dalam komunikasi matematika kemam-
puan awal siswa kadang-kadang tidak dapat dijadikan standar untuk meramalkan
kemampuan komunikasi lisan maupun tulisan. Ada siswa yang mampu dalam
komunikasi tulisan, tetapi tidak mampu dalam komunikasi lisan, dan sebaliknya
ada siswa yang mampu berkomunikasi lisan dengan baik tapi tidak mampu
memberikan penjelasan dari tulisannya.
b. Kemampuan Membaca, Diskusi, dan Menulis
Membaca merupakan aspek penting dalam pencapaian kemampuan komunikasi
siswa. Membaca memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika karena
kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif dan
mendorong berpikir kreatif. Apabila siswa diberi tugas membaca, mereka akan
melakukan elaborasi (pengembangan) apa yang telah dibaca dan dipahami secara
alamiah. Ini berarti mereka memikirkan gagasan, contoh-contoh, gambaran, dan
konsep-konsep lain yang berhubungan dengan topik yang dibaca. Diskusi
berperan dalam melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
lisan. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan, dapat dilakukan latihan
teratur seperti presentasi di kelas oleh siswa, berdiskusi dalam kelompok kecil
maupun kelompok besar, dan menggunakan permainan matematika. Menulis
adalah proses bermakna karena siswa secara aktif membangun hubungan antara
30
yang dipelajari dengan apa yang sudah diketahui dalam bentuk ekspresi. Menulis
membantu siswa menyampaikan ide-ide dalam pikirannya ke dalam bentuk
tulisan . Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi yang
perlu dikembangkan untuk semua level, hal ini disebabkan karena melalui diskusi
seseorang mampu mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru dari teman-
temannya.
c. Pemahaman Matematis
Pemahaman matematis adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan komunikasi matematis. Pemahaman matematika dapat diartikan
sebagai kemampuan dalam menguasai suatu konsep matematika yang ditunjukan
dengan adanya pengetahuan terhadap konsep, penerapan dan hubungannya
dengan konsep lain. Pemahaman matematis setiap orang berbeda-beda, hal ini
disebabkan karena beberapa faktor, antara lain kemampuan membaca, menulis
serta faktor lingkungan tempat ia berada, oleh karena itu, pemahaman matematika
dapat di tingkatkan melalui proses pembelajaran.
E. Model PBL (Problem Based Learning) Berbantuan Tutor Sebaya
Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya merupakan suatu model
pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah kontekstual yang
memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dengan dibantu
oleh teman sekelasnya yang ditunjuk sebagai tutor sebaya apabila ditemukan
kesulitan dalam memecahkan masalah, sehingga dapat menumbuhkan rasa
percaya diri dan motivasi siswa untuk mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus memiliki keterampilan untuk
31
memecahkan masalah. Pada implementasi model Problem Based Learning,
siswa tidak hanya belajar secara individu tetapi juga dapat melalui kegiatan
kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi,
berargumentasi dan menyampaikan pendapatnya tentang masalah yang dihadapi
dalam kelompok.
Kemampuan siswa dalam kelompok sangatlah heterogen, maka diperlukan siswa
yang bisa bertindak sebagai pembimbing siswa lainnya dalam kelompok yang
disebut tutor. Tutor adalah orang yang dipilih dari siswa atau orang lain yang
mempunyai kemampuan lebih untuk membantu siswa lainnya yang
kemampuannya kurang dalam belajar (Susilowati, 2009). Siswa yang dipilih oleh
guru sebagai tutor adalah siswa dalam satu kelas yang memiliki kemampuan lebih
cepat memahami materi yang diajarkan, serta memiliki kemampuan menjelaskan
ulang materi yang diajarkan kepada teman-temannya. Siswa yang dipilih menjadi
tutor ini seumur (sebaya) dengan teman-temannya yang diberikan bantuan, maka
tutor tersebut sering dikenal dengan sebutan tutor sebaya atau tutor sejawat
(Djamarah dan Zain, 2013).
Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya ini mengarahkan siswa
untuk aktif berdiskusi menyelesaikan masalah yang diberikan dengan bimbingan
atau arahan dari temannya yang ditunjuk sebagai tutor sebaya. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Pangerti (2015), proses belajar mengajar dengan
menggunakan tutor sebaya membuat siswa lebih aktif dalam bertanya, berdiskusi,
serta berkomunikasi antar teman dalam memecahkan masalah yang ada, sehingga
kegiatan belajar akan berlangsung lebih aktif, efektif, komunikatif, dan
menyenangkan. Siswa yang ditunjuk sebagai tutor sebaya dapat menjalankan
32
berbagai macam peran, seperti sebagai mediator, teman kerja, atau role model
dalam kelompoknya. Hal tersebut dapat memupuk rasa kerjasama dan saling
membantu antar semua anggota kelompok, meningkatkan kemampuan baik bagi
tutor maupun yang ditutori, membentuk rasa bangga pada diri anak/ orang yang
menjadi tutor, bagi siswa yang ditutori akan lebih mudah memahami materi
karena tutor akan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami, dan
kurangnya sumber belajar di sekolah dapat teratasi dengan adanya tutor
(Susilowati, 2009).
Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif menemukan, membentuk, dan mengembangkan
pengetahuannya sendiri melalui permasalahan nyata dengan dibantu temannya
yang ditunjuk sebagai tutor sebaya yang akan menumbuhkan rasa percaya diri dan
motivasi siswa untuk belajar berdasarkan masalah tersebut dan dapat memberikan
dampak positif terhadap hasil belajarnya. Slameto (2010) hasil belajar yang
dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhinya, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang mempengaruhi hasil
belajarnya meliputi faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor
psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat,motif, kematangan, dan kesiapan),
dan faktor kelelahan. Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri
siswa yang mempengaruhi hasil belajarnya meliputi faktor keluarga (cara orang
tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, ekonomi, dan lain sebagainya), faktor
sekolah (metode mengajar, kurikulum, sarana prasarana sekolah, dan lain
33
sebagainya), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media
massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Menurut Zaini (2007: 65) mengajar teman sebaya (peer lessons) memiliki
keunggulan tersendiri yaitu: strategi peer lessons baik digunakan untuk
menggairahkan kemauan mahasiswa (siswa) untuk mengajarkan materi kepada
temannya. Jika selama ini ada pendapat yang mengatakan bahwa metode belajar
yang paling tepat adalah dengan mengajarkan kepada orang lain, maka strategi ini
akan sangat membantu mahasiswa di dalam mengajarkan materi kepada teman-
teman sekelas. Para ahli berpendapat bahwa tutor adalah siswa yang sebaya yang
ditunjuk atau ditugaskan membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar,
karena hubungan antar teman sebaya umumnya lebih dekat dibandingkan
hubungan guru-siswa.
Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya dilaksanakan secara
bertahap untuk mempermudah pengimplementasian pembelajaran, baik bagi guru
atau tenaga kependidikan dan siswa atau anak didik agar mampu mengikuti proses
pembelajaran hingga akhir. Tahapan atau fase-fase tersebut merujuk pada
tahapan-tahapan yang praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
dengan PBL, sebagaimana disajikan dalam sintak Problem Based Learning
berbantuan tutor sebaya pada Tabel 2.2 yang menjadi acuan pada penelitian ini.
34
Tabel 2.1 Model PBL (Problem Based Learning) Berbantuan Tutor Sebaya
Fase Tahapan Model PBL Tahapan Model PBLBerbantuan Tutor Sebaya
1 Orientasi siswa pada masalah
2Mengorganisasi siswa untukbelajar
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Memilih siswa-siswa yang akan
bertindak sebagai tutor Membagi kelompok belajar menurut
tingkat kecerdasan siswa yaitu setiapkelompok terdiri dari siswa pandai,sedang, dan kurang
3Membimbing penyelidikanindividu maupun kelompok
3. Membimbing penyelidikan individumaupun kelompok
Setiap kelompok dibantu oleh siswayang pandai sebagai tutor sebaya
Setiap anggota kelompok bertanggungjawab pada kelompoknya masing-masing dalam mempelajari materi yangdihadapi
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan memamerkanya5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Berikut ini penjelasan dari setiap fase Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya yang terdapat pada Tabel 2.2.
Fase 1: Mengorientasikan Siswa Pada Masalah
Fase pertama dalam penelitian ini yaitu mengorientasi siswa pada masalah.
Pembelajaran pada tahap awal ini dimulai dengan menjelaskan tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa, memberikan motivasi dan arahan kepada
siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah dan
mengajukan pertanyaan atau masalah yang berhubungan dengan penjelasan
sebagai langkah awal pembelajaran. Pertanyaan atau masalah tersebut secara
sosial maupun pribadi bermakna untuk siswa (Arend, 2004). Masalah yang
dibahas dalam proses pembelajaran dapat berupa masalah kontekstual atau juga
dapat berupa masalah yang dimanipulasi.
35
Tahapan orientasi siswa pada masalah ini sangat penting dimana guru harus
menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa, serta dijelaskan
bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang
perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.
a) Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah
penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri yang terbangun dalam
kelompok.
b) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak
“benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak
penyelesaian dan seringkali bertentangan sehingga perlu didiskusikan dan
dikomunikasikan.
c) Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi dari berbagai sumber yang
relevan dengan topik yang dipelajari. Guru akan bertindak sebagai pembimbing
yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau
dengan temannya.
d) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan
ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan
ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk
menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka
(Sutrisno, 2010).
Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya sangat membutuhkan guru
untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi antar siswa dan membantunya
36
untuk melakukan investigasi terhadap permasalahan yang ada secara bersama-
sama. Guru juga harus memilih siswa-siswa yang akan bertindak sebagai tutor
sebaya yang memiliki kemampuan untuk membimbing dan mengaktifkan anggota
kelompoknya. Guru juga harus membantu siswa untuk membatasi dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
(Arend, 2004). Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah
membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-
subtopik yang spesifik dan tugas-tugas penyelidikan
Fase 3. Membimbing Penyelidikan Mandiri Maupun Kelompok
Melakukan penyelidikan untuk mencari solusi yang nyata dari masalah yang
nyata. Setiap kelompok dibantu oleh siswa yang pandai sebagai tutor sebaya.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab pada kelompoknya masing-masing
dalam mempelajari materi yang dihadapi. Pada fase ini sangat diperlukan analisis
masalah, menyusun hipotesis, melacak informasi dan sumber, melakukan
“eksperimen”, interpretasi, dan menyimpulkan (Arend, 2004).
Fase 4. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya
Tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya menunjukkan situasi
masalah dan pemecahan yang telah diselesaikan. Langkah selanjutnya adalah
menyajikan hasil karyanya berupa hasil pemecahan masalah dan guru membantu
siswa dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil pemecahan masalah dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah ini merupakan fase terakhir
yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
37
pemecahan masalah yang telah dilakukan oleh mereka sendiri serta keterampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan selama proses pembelajaran.
Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas
yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajar yang telah mereka lakukan.
F. Teori Pembelajaran Matematika yang Mendukung
Pengembangan pembelajaran berbasis masalah menggunakan beberapa tahapan
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis,
memfasilitasi belajar siswa untuk mengkonstruksi sendiri konsep atau
pengetahuannya melalui proses latihan pemecahan masalah matematika dengan
cara diskusi. Dengan demikian, teori belajar yang mendukung antara lain sebagai
berikut
1. Dewey
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian
John Dewey (Ibrahim, 2004). Dalam demokrasi dan pendidikan, Dewey
menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat
yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah
kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan pembelajar untuk
mendorong pembelajar terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan
membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Dewey
juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya lebih memiliki
manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat
dilakukan oleh pembelajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan
proyek yang menarik dan pilihan mereka sendiri.
38
2. Piaget dan Vygotsky
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas pandangan konstruktivis
kognitif (Ibrahim, 2004). Pandangan ini banyak didasarkan teori Piaget. Piaget
mengemukakan bahwa pembelajar dalam segala usia secara aktif terlibat dalam
proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi
Piaget pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang
(Slavin, 2006). Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus berevolusi. Seperti
halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi
pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan
ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman ini (Ibrahim, 2004). Untuk memperoleh pemahaman, individu
mengaitkan pengetahuan baru yang diperolehnya dengan pengetahuan awal yang
telah dimiliki sebelumnya. Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan
intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya
individu. Sementara itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada aspek sosial
pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain mendorong
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual pembelajar.
Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa pembelajaran
terjadi melalui interaksi sosial dengan pembelajar dan teman sejawat. Melalui
tantangan dan bantuan dari pembelajar atau teman sejawat yang lebih mampu,
pembelajar bergerak ke dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana
pembelajaran baru terjadi.
3. Bruner
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar
kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model instruksional kognitif yang sangat
39
berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa
belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia
dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk
pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 2006: 79). Bruner menyarankan
agar pembelajar hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada keyakinan bahwa
pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.
G. Definisi Operasional
Untuk mengindari salam penafsiran istilah dalam penelitian ini, maka terdapat
istilah-istilah yang perlu dijelaskan, diantaranya adalah.
1. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah model Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya. Model Problem Based Learning
berbantuan tutor sebaya merupakan suatu model pembelajaran yang berdasar
pada masalah-masalah kontekstual yang memungkinkan dikembangkannya
keterampilan berpikir siswa dengan dibantu oleh teman sekelasnya yang
ditunjuk sebagai tutor sebaya apabila ditemukan kesulitan dalam
memecahkan masalah, sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan
motivasi siswa untuk mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah. Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya
dilaksanakan secara bertahap untuk mempermudah pengimplementasian
40
pembelajaran mengikuti fase yang terdapat pada pembelajaran Problem
Based Learning.
2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam
mengekspresikan ide-ide matematika menggunakan simbol atau bahasa
matematika secara tertulis sebagai representasi dari suatu ide atau gagasan,
menggambarkan dan membaca gambar, diagram, grafik maupun tabel, dan
menjelaskan masalah dengan memberikan argumen terhadap permasalahan
matematika yang diberikan. Indikator kemampuan komunikasi matematis
yang digunakan pada penelitian ini yaitu: (1) menyatakan, mengekspresikan
dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau representasi
matematika lain, (2) menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa,
simbol, ide, atau model matematika, dan (3) menggunakan ekspresi
matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah
matematis
3. Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh melalui prosedur
pembelajaran yang tepat. Efektifitas pembelajaran merupakan suatu ukuran
yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses
pembelajaran. Adapun Indikator keefektifan dalam penelitian ini adalah:
a. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa
apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara kelas ekperimen dan kelas kontrol
b. Rata-rata N-gain berada pada kategori tinggi pada kelas eksperimen.
41
H. Kerangka Pikir
Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa adalah sebuah pengembangan
pembelajaran pada penelitian ini yang akan digunakan guru selama proses
pembelajaran. Model Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya
merupakan suatu model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah
kontekstual yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa
dengan dibantu oleh teman sekelasnya yang ditunjuk sebagai tutor sebaya apabila
ditemukan kesulitan dalam memecahkan masalah, sehingga dapat menumbuhkan
rasa percaya diri dan motivasi siswa untuk mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan masalah. Fase penerapan pembelajaran berbasis masalah dimulai
dari mengorientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar,
kemudian membimbing penyelidikan individu maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis serta menge-
valuasi proses pemecahan masalah.
Pada tahap orientasi masalah, guru mengajukan masalah sebagai langkah awal
pembelajaran. Pertanyaan atau masalah tersebut secara sosial maupun pribadi
bermakna untuk siswa. Masalah yang dibahas dalam proses pembelajaran dapat
berupa masalah kontekstual atau juga dapat berupa masalah yang dimanipulasi
untuk menarik minat belajar siswa. Pada saat guru mengajukan
pertanyaan/masalah matematis ini, siswa akan dapat mengekpresikan ide-ide
matematis kedalam representasi matematika.
42
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok
belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik
dan tugas-tugas penyelidikan yang akan dipelajari untuk di bahas dalam
kelompok. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah memilih siswa-siswa
yang akan bertindak sebagai tutor sebaya yang mampu membimbing dan
mengupayakan agar semua anggotanya aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan
penyelidikan. Pada fase ini setiap siswa akan menyatakan ide-ide matematika
kedalam bentuk gambar atau representasi matematika lainnya pada anggota
kelompoknya agar dapat dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan
tersebut.
Tahap guru membimbing siswa dalam penyelidikan individual maupun kelompok.
Dalam tahapan ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber yang sesuai dan relevan dengan topik yang sedang dipelajari,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
pada LKPD yang telah diberikan. Setiap kelompok dibantu oleh siswa yang
pandai sebagai tutor sebaya untuk secara bersama menyelidiki dalam hal ini
mencari solusi pemecahan masalah. Tutor dalam fase ini menjalankan berbagai
peran penting dalam pembelajaran karena menggantikan tanggung jawab guru
yaitu sebagai mediator, teman kerja, dan orang yang bertanggung jawab terhadap
paham tidaknya kelompok itu dalam pembelajaran berkaitan dengan materi yang
diberikan. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab pada kelompoknya
masing-masing dalam mempelajari materi yang dihadapi, diharapkan seluruh
anggota dikelompok tersebut bisa memahami apa yang menjadi permasalahan
untuk kemudian didiskusikan dan mendorong siswa untuk aktif. Pada fase ini
43
sangat diperlukan analisis masalah, menyusun hipotesis, melacak informasi dan
sumber, melakukan eksperimen, interpretasi, dan menyimpulkan sehingga dengan
kata lain siswa mengunakan ekspresi matematika untuk menyelesaikan suatu
masalah.
Tahap selanjutnya mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan
memamerkanya. Pada tahapan ini yaitu menunjukkan situasi masalah dan
pemecahan masalah yang telah diselesaikan, merencanakan dan mempersiapkan
karya untuk disajikan serta menyajikannya dalam bentuk presentasi di depan
publik atau presentasi kelas. Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi dan
menganalisis hasil pemecahan masalah. Dengan bantuan guru, siswa
merefleksikan penyelidikannya dan proses yang digunakan, baik proses
pembelajaran secara umum maupun proses pemecahan masalah. Dengan
demikian, pada kedua tahap terakhir ini, siswa akan mengevaluasi pemecahan
masalah yang telah mereka selesaikan sehingga mereka akan mempunyai
kemampuan menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan
menyelesaikan suatu masalah matematis.
Pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa masing-masing
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan berpikir secara mandiri
menyelesaikan masalah yang diberikan, bekerja sama dalam kelompok dan
menyampaikan pendapat kepada siswa yang lain. Dengan demikian, tahapan-
tahapan yang dilakukan siswa akan memberikan pengalaman sehingga siswa
mampu untuk membangun sendiri pengetahuan dan kemampuan komunikasi
matematisnya.
44
Berdasarkan uraian tahapan-tahapan pembelajaran, diharapkan Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika dan mampu
menjadikan siswa lebih aktif berpikir dan memecahkan masalah yang diberikan.
Dengan demikian, akan memungkinkan kemampuan komunikasi matematis siswa
pada kelas yang menggunakan Model Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
yang menggunakan model lain.
45
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development).
Research and Development adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tesebut. Menurut Gall, et al
(2003), penelitian pengembangan adalah penelitian yang berorientasi untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam
pendidikan. Pengembangan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MA Ma’arif NU 05 Sekampung Lampung Timur
pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Peneliti melaksanakan penelitian
di MA Ma’arif NU 05 Sekampung Lampung Timur karena berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan kemampuan komunikasi matematis di sekolah tersebut
masih tergolong rendah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
X IPA MA Ma’arif NU 05 Sekampung Lampung Timur. Pengambilan subjek
pada penelitian ini adalah menggunakan teknik purpose sampling. Purposive
46
sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2013). Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa
tahap berikut.
1. Subjek Studi Pendahuluan
Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutuhan,
yaitu observasi dan wawancara. Subjek observasi yaitu siswa kelas X IPA 1.
Subjek wawancara yaitu beberapa murid kelas X IPA dan guru yang mengajar
matematika di kelas X IPA.
2. Subjek Validasi Pengembangan Pembelajaran
Subjek validasi pengembangan pembelajaran dalam penelitian ini terdiri atas.
a. Ahli pengembangan pembelajaran yaitu ibu Dr. Hj. Meryati, M.Pd,
b. Ahli materi yaitu bapak Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd
c. Ahli media pada LKPD yaitu bapak Fredi Ganda Putra, M.Pd
3. Subjek Uji Coba Lapangan awal
Subjek uji coba lapangan awal dalam penelitian ini terdiri atas.
a. Subjek uji coba lapangan awal produk pengembangan pembelajaran yaitu
siswa kelas X IPA 1 yang berjumlah 36 siswa.
b. Subjek uji coba lapangan awal pada LKPD yaitu enam orang siswa kelas X
IPA 1 yang belum menempuh materi SPLTV. Pemilihan keenam siswa
tersebut berdasarkan saran dari guru dan didasarkan pada kemampuan
matematis mereka yang tinggi, sedang, dan rendah yang diketahui dari hasil
wawancara dengan guru dan nilai ujian semester. Keenam orang siswa tersebut
yaitu Riki Ferdinan Hamim, Oki Kurnia Refani, Aulia Nanda Khairudin, Fatma
Agustin, Anggun Septiani, dan Dimas Restu Purnawan.
47
4. Subjek Uji Coba Lapangan
Subjek pada tahap ini yaitu sebagai kelas uji coba seluruh siswa kelas X IPA 2
berjumlah 31 siswa yang selanjutnya disebut kelas eksperimen dan sebagai kelas
kontrol seluruh siswa kelas X IPA 1 berjumlah 36 siswa.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D dari
Borg dan Gall (Sukmadinata, 2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi
penelitian dan pengembangan, yaitu:
1. Research and information collecting (Penelitian dan pengumpulan data)
2. Planning (Perencanaan)
3. Develop preliminary form of product (Pengembangan desain/draf produk
awal)
4. Preliminary field testing (Uji coba lapangan awal)
5. Main product revision (Merevisi hasil uji coba)
6. Main field testing (Uji coba lapangan)
7. Operasional product revision (Penyempurnaan produk hasil uji lapangan)
8. Operasional field testing (Uji pelaksanaan lapangan)
9. Final product revision (Penyempurnaan produk akhir)
10. Dissemination and implementation (Diseminasi dan implementasi)
Tetapi penelitian yang akan dilaksanakan ini bersifat terbatas, artinya tahapan
R&D hanya dilakukan hingga revisi hasil uji coba lapangan (Main field testing).
Pembatasan tahapan R&D ini dilakukan karena mengingat keterbatasan waktu,
48
tenaga, dan biaya dalam menyelesaikan penelitian pengembangan ini. Penjelasan
mengenai langkah penelitian dan pengembangan diatas sebagai berikut:
1. Research and information collecting (Penelitian dan pengumpulan data)
Langkah awal melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah mengkaji
metode pembelajaran matematika yang dipakai disekolah tempat penelitian.
Menemukan informasi bahan ajar yang digunakan dengan melakukan observasi
yang digunakan di kelas X dan wawancara kepada salah satu guru mata pelajaran
matematika yang mengajar di kelas X. Langkah selanjutnya analisis terhadap
kompetensi dasar matematika, silabus matematika kelas X, serta indikator
kemampuan komunikasi matematis yang dilakukan sebagai bahan pertimbangan
penyusunan materi dan evaluasi.
2. Planning (Perencanaan)
Setelah melakukan studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan meren-
canakan penelitian. Pada tahap perencanaan, dilakukan penyusunan
pengembangan model problem based learning berbantuan tutor sebaya, silabus,
indikator, RPP, dan LKPD yang akan dikembangkan serta soal untuk mengukur
kemampuan komunikasi matematis. Tahap selanjutnya yaitu menentukan kelas
eksperimen, menentukan ahli (pengembangan model, materi dan media), dan
menentukan siswa untuk uji coba lapangan awal.
3. Develop preliminary form of product (Pengembangan desain produk awal)
Berpegang dari hasil studi pendahuluan dan perencanaan penelitian, langkah
selanjutnya menyusun perangkat pembelajaran berupa draf untuk model problem
based learning berbantuan tutor sebaya, materi yang akan dituangkan dalam
49
pembelajaran, serta susunan dan isi LKPD yang disesuaikan dengan model
problem based learning berbantuan tutor sebaya. Model dan perangkat
pembelajaran yang telah disusun kemudian divalidasi oleh ahli, yaitu ahli
pengembangan model, ahli materi, dan ahli media yang berkompeten dibidangnya
melalui lembar validasi model pembelajaran, silabus, RPP, LKPD dan soal
kemampuan komunikasi matematis. Model dan perangkat pembelajaran yang
telah divalidasi oleh ahli kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari
ahli materi dan ahli media. Selain melakukan revisi, pada tahap ini juga
melakukan analisis terhadap lembar penilaian validasi. Validasi ahli
pengembangan model dilakukan untuk mengetahui teori pendukung dan struktur
pengembangan model problem based learning berbantuan tutor sebaya. Validasi
ahli materi dilakukan untuk mengetahui kebenaran isi dan format silabus, RPP,
LKPD, dan soal kemampuan komunikasi matematis pada model problem based
learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Validasi ahli media dilakukan untuk mengetahui kelayakan
kegrafikan dan bahasa pada LKPD model problem based learning berbantuan
tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
4. Preliminary field testing (Uji coba lapangan awal)
Pada tahap ini, model problem based learning berbantuan tutor sebaya dan
LKPD yang telah dianalisis dan direvisi kemudian diuji cobakan di lapangan
dalam skala kecil. Sebelum ujicoba lapangan awal dilakukan dengan menguji
cobakan model problem based learning berbantuan tutor sebaya dan LKPD
kepada enam siswa MA Ma’arif NU 05 Sekampung kelas X IPA 1 yang berbeda
dengan kelas penelitian untuk melihat kepraktisan model pembelajaran yang
50
dikembangkan. Enam siswa tersebut dipilih dari siswa yang berkemampuan
tinggi, sedang, rendah. Hal ini dilakukan agar LKPD nantinya bisa digunakan oleh
seluruh siswa baik dari kemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Langkah
selanjutnya memberikan angket respon siswa terhadap model problem based
learning berbantuan tutor sebaya berisi uji kemenarikan, kejelasan model dan
materi serta daya guna dan angket respon siswa terhadap LKPD berisi uji
keterbacaan berupa tampilan, penyajian materi dan manfaat. Selain itu, diberikan
angket tanggapan guru matematika terhadap model pembelajaran, silabus, RPP,
LKPD model problem based learning berbantuan tutor sebaya. Angket-angket
tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan salah satu acuan untuk kembali
melakukan revisi dan penyempurnaan model problem based learning berbantuan
tutor sebaya, silabus, RPP, LKPD yang dianggap sudah tepat, maka lanjut pada
tahap uji coba lapangan.
5. Main product revision (Merevisi hasil uji coba)
Analisis skala yang diberikan kepada siswa pada uji coba lapangan awal
dilakukan untuk melihat apakah lembar kerja peserta didik sudah memiliki
kriteria baik atau kurang baik. Revisi dilakukan kembali sampai seluruh saran dan
tanggapan siswa selama tahap uji coba selesai ditindaklanjuti.
6. Main field testing (Uji coba lapangan)
Uji pelaksanaan lapangan model problem based learning berbantuan tutor sebaya
ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas model problem based learning
berbantuan tutor sebaya terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment design. Sampel
51
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah model problem based
learning berbantuan tutor sebaya sedangkan pada kelas kontrol menerapkan
pembelajaran yang tidak menggunakan model problem based learning berbantuan
tutor sebaya
Tabel 3.1 Rancangan Uji Coba Lapangan
Kelas Pretest Treatment Posttest
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:X1 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan
Problem Based Learning berbantuan tutor sebayaX2 = Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan
pembelajaran dengan tidak menggunakan Problem Based Learningberbantuan tutor sebaya
O1 = Tes awal yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diawal penelitian
O2 = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diakhir penelitian
Sebelum melakukan uji coba produk, terlebih dahulu diberikan pretest pada siswa
di kelas eksperimen dan kontrol. Pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan
awal peserta didik mengenai materi yang akan dipelajari. Langkah berikutnya
yaitu pengujian produk yang berupa model dan LKPD model problem based
learning berbantuan tutor sebaya pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas
kontrol dilakukan model problem based learning. Setelah keseluruhan
pembelajaran selesai diberikan pada peserta didik dikedua kelas, berikutnya
diberikan posttest untuk mengetahui efektivitas dari model dan LKPD model
52
problem based learning berbantuan tutor sebaya yang telah dikembangkan, yang
mengacu pada kemampuan komunikasi matematis siswa.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Observasi
Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini diantaranya dengan
menggunakan teknik observasi, observasi dilakukan pada tahap studi pendahuluan
dan pengumpulan data yaitu mengobservasi proses pembelajaran yang
berlangsung dikelas untuk menemukan masalah yang terjadi di sekolah tempat
penelitian.
2. Wawancara
Tekhnik Wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi terstruktur yaitu dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat, gagasan dan ide-idenya. Daftar wawancara dalam
penelitian ini berisi pertanyaan yang akan disesuaikan dengan pertanyaan tentang
masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di sekolah tempat
penelitian.
3. Angket
Pada penelitian ini ada 3 macam angket yang digunakan yaitu angket untuk
validator, angket untuk siswa dan angket tanggapan untuk guru matematika
53
4. Tes
Tes adalah sejumlah pertanyaan atau latihan dan juga alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat.
Pada penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis yang berbentuk uraian .
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan dan memperoleh data.
Penelitian ini ditujukan untuk menilai bagaimana mengembangkan model dan
perangkat Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini menggunakan dua jenis
instrumen, yaitu tes dan non tes.
1. Instrumen Non Tes
Instrument non tes yang digunakan yaitu wawancara dan angket. Wawancara
digunakan pada saat studi pendahuluan dengan mewawancarai guru matematika
dan beberapa siswa kelas X mengenai kondisi awal siswa dan model yang
digunakan dalam proses pembelajaran dikelas. Instrument kedua yang digunakan
dalam penelitian ini adalah angket berupa skala Likert yang disesuaikan dengan
tahapan penelitian. Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai
pendapat para ahli, guru dan siswa terhadap perangkat pembelajaran yang akan
disusun. Instrumen ini akan menjadi pedoman dalam merevisi dan
menyempurnakan model dan perangkat pembelajaran problem based learning
berbantuan tutor sebaya yang disusun. Beberapa jenis angket dan fungsinya
dijelaskan sebagai berikut.
54
a. Angket Uji Validasi Pengembangan Pembelajaran
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui isi rancangan dari pengembangan
Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya. Instrumen validasi ini meliputi
teori pendukung, struktur pengembangan Problem Based Learning berbantuan
tutor sebaya, dan hasil belajar yang diinginkan.
b. Angket Uji Validasi Materi
Instrumen ini digunakan untuk menguji substansi perangkat pembelajaran yang
dikembangkan. Instrumen ini meliputi kesesuaian indikator dengan Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang mencakup aspek kelayakan isi/materi,
aspek kelayakan penyajian, dan penilaian pembelajaran. Instrumen ini diisi oleh
pakar matematika. Adapun kisi – kisi instrumen untuk validasi materi yaitu:
a) Validasi Instrumen Silabus
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen silabus yaitu: (1) isi yang disajikan
meliputi kesesuaian silabus dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar
(KD), Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), dan materi, kegiatan pembelajaran
dirancang berdasarkan pengembangan Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya, kesesuaian antara materi dan sumber belajar, ketepatan pemilihan teknik
penilaian, dan prinsip pengembangan silabus, (2) alokasi waktu meliputi
kesesuaian alokasi waktu dan (3) bahasa meliput penggunaan bahasa yang sesuai
dengan EYD.
b) Validasi Instrumen RPP
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen RPP yaitu: (1) sistematika
pengembangan RPP meliputi identitas RPP, kompetensi inti dan kompetensi
dasar, indikator dan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
55
pembelajaran, langkah kegiatan pembelajaran, tahap-tahap pengembangan
Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya, penilaian, media, alat/bahan
dan sumber pembelajaran, sistematika penyusunan RPP, (2) bahasa meliputi
penggunaan bahasa yang sesuai dengan EYD, dan (3) waktu meliputi kesesuaian
alokasi waktu.
c) Validasi Instrumen LKPD
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen LKPD yaitu: (1) aspek kelayakan
isi meliputi kesesuaian materi dengan KI dan KD, keakuratan materi, dan
mendorong keingintahuan, (2) aspek kelayakan penyajian meliputi teknik
penyajian, kelengkapan penyajian, penyajian pembelajaran, dan koherensi dan
keruntutan proses berpikir, (3) penilaian Problem Based Learning berbantuan
tutor sebaya meliputi karakteristik Problem Based Learning .
d) Validasi Instrumen Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen soal kemampuan komunikasi
matematis meliputi kesesuaan teknik penilaian, kelengkapan instrumen,
kesesuaian isi, konstruksi soal, dan kebahasaan.
c. Angket Uji Validasi Media
Instrumen ini digunakan untuk menguji konstruksi perangkat lembar kerja peserta
didik yang dikembangkan oleh ahli media. Adapun kisi – kisi instrumen untuk
validasi media yaitu (1) aspek kelayakan kegrafikan meliputi lembar kerja peserta
didik, desain sampul lembar kerja peserta didik, desain isi lembar kerja peserta
didik, dan (2) aspek kelayakan bahasa meliputi lugas, lugas, komunikatif,
kesesuaian dengan kaidah bahasa, dan penggunaan istilah, simbol, maupun
lambang.
56
d. Angket Tanggapan Guru Matematika
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tanggapan guru matematika mengenai
model dan perangkat pembelajaran lembar kerja peserta didik yang telah
dikembangkan. Adapun kisi – kisi instrumen untuk angket tanggapan guru
matematika yaitu:
a) Angket Tanggapan Guru Matematika terhadap Problem Based Learningberbantuan tutor sebaya
Adapun kisi-kisi instrumen angket tanggapan guru matematika terhadap Problem
Based Learning berbantuan tutor sebaya yaitu (1) aspek petunjuk meliputi
kejelasan petunjuk, (2) aspek cakupan meliputi ketercapaian kompetensi dan
tujuan pembelajaran, respon siswa, tingkat kesulitan dalam implementasi,
ketercukupan waktu, dan (3) aspek bahasa meliputi menggunakan bahasa
Indonesia yang benar, sederhana, komunikatif.
b) Angket Tanggapan Guru Matematika terhadap Silabus
Adapun kisi-kisi instrumen angket tanggapan guru matematika terhadap silabus
meliputi kesesuaian format silabus dengan BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan), kesesuaian KI, KD, indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu,
teknik penilaian, dan sumber belajar.
c) Angket Tanggapan Guru Matematika terhadap RPP
Adapun kisi-kisi instrumen angket tanggapan guru matematika terhadap RPP
meliputi identitas mata pelajaran, rumusan tujuan/ indikator, materi, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, pemilihan media/ sumber belajar, penilaian
hasil belajar, kebahasaan, dan pengembangan karakter.
d) Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap LKPD
57
Adapun kisi – kisi instrumen angket tanggapan guru matematika terhadap LKPD
yaitu (1) Syarat didaktik meliputi kebenaran konsep, pendekatan pembelajaran,
keluasan konsep, kedalaman materi dan kegiatan peserta didik, (2) syarat teknis
meliputi penampilan fisik, (3) syarat konstruksi meliputi kebahasaan, dan (4)
syarat lain meliputi penilaian dan keterlaksanaan.
e. Angket Respon Siswa
Instrumen ini berupa angket yang diberikan kepada siswa sebagai pengguna
produk. Lembar ini berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap model
Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya dan LKPD. Lembar ini sebagai
dasar untuk merevisi lembar kerja peserta didik. Adapun kisi-kisi angket respon
siswa yaitu.
a) Angket Respon Siswa terhadap model Problem Based Learning berbantuantutor sebaya
Adapun kisi-kisi instrumen angket respon siswa terhadap Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya yaitu (1) kemenarikan (menarik perhatian
peserta didik), (2) kejelasan (kejelasan model dan materi), dan (3) daya guna.
b) Angket Respon Siswa terhadap LKPD
Adapun kisi-kisi instrumen angket respon siswa terhadap LKPD yaitu (1) aspek
tampilan meliputi kejelasan teks dan kesesuaian gambar /ilustrasi dengan materi,
(2) aspek penyajian materi meliputi kemudahan pemahaman materi, ketepatan
penggunaan lambang atau symbol, kelengakapan dan ketepatan sistematika
penyajian dan kesesuaian contoh dengan materi, dan (3) aspek manfaat meliputi
kemudahan belajar, peningkatan motivasi belajar dan ketertarikan mengunakan
lembar kerja peserta didik.
58
2. Instrumen Tes
Intrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Tes
kemampuan komunikasi matematis diberikan secara individual dan tujuannya
adalah untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis. Penilaian hasil tes
dilakukan sesuai dengan pedoman yang digunakan dalam penskoran kemampuan
komunikasi matematis yang diadaptasi dari Jacobscin dalam Diezmann (2004)
dan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
No Indikator Kriteria Penilaian Skor1. Menyatakan,
mengekspresikandan melukiskanide-ide matematikake dalam bentukgambar ataurepresentasimatematika lain.
Tidak ada jawaban 0Membuat gambar/model matematika tetapi hanyasedikit yang bernilai benar.
1
Membuat gambar/model matematika namunkurang lengkap dan benar
2
Membuat model matematika lengkap dan benar3
2. Menyatakan situasi,gambar, diagram kedalam bahasa,simbol, ide, ataumodel matematika.
Tidak ada jawaban 0Hanya sedikit simbol atau ide matematika yangdisajikan bernilai benar.
1
Menyajikan ide matematika namun kuranglengkap dan benar.
2
Menyajikan ide matematika secara lengkap danbenar.
3
3. Menggunakanekspresimatematika untukmenyajikan ide danmenyelesaikansuatu masalahmatematis.
Tidak ada jawaban 0hanya sedikit dari ekspresi matematika yangdibuat bernilai benar.
1
Membuat ekspresi matematika dengan benar,namun salah melakukan perhitungan.
2
Membuat ekspresi matematika dengan benar,perhitungan dilakukan dengan tepat, danmendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
3
Sebelum tes kemampuan matematis digunakan pada saat uji coba lapangan (Main
field testing), terlebih dahulu tes tersebut divalidasi dan kemudian diujicobakan
pada kelas lain (kelas uji coba lapangan awal) untuk diketahui tingkat kesukaran,
59
daya pembeda, dan reliabilitas soal. Lembar tes kemampuan komunikasi
matematis dapat digunakan jika telah memenuhi syarat valid, reliable, tingkat
kesukaran soal merata dan daya pembeda soal yang baik. Instrumen ini digunakan
untuk menilai keefektifan pembelajaran yaitu nilai rata-rata yang dicapai siswa
setelah pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran. Instrumen berisikan
soal latihan untuk mengetahui daya serap siswa dalam pembelajaran. Berikut
pemaparan mengenai tahapan dari uji validitas sampai uji daya pembeda tes
kemampuan komunikasi matematis.
1. Validity (Validitas)
Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi dan validitas
empiris. Validitas isi yaitu validitas yang ditinjau dari isi tes itu sendiri sebagai
alat pengukur hasil belajar siswa. Validitas isi dari tes kemampuan komunikasi
matematis dibandingkan dengan cara membandingkan isi yang ada dalam
indikator kemampuan komunikasi matematis dan indikator pembelajaran yang
telah ditentukan. Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing
terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika
kelas X. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai
dengan kompetensi dasar dan indikator maka tes tersebut dikategorikan valid.
Teknik yang digunakan untuk menguji validitas empiris ini dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment.
= ∑ (∑ )(∑ )( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )
60
Keterangan:: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah Siswa∑ : Jumlah skor siswa pada setiap butir soal∑ : Jumlah total skor siswa∑ : Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soaldengan total skor siswa
Digunakan kriteria validitas yang bersumber dari Arikunto (2008), untuk
menafsirkan skor validitas suatu butir soal.
Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen Tes
Nilai r Interpretasi0,81 – 1,00 Sangat Tinggi0,61 – 0,80 Tinggi0,41 – 0,60 Cukup0,21 – 0,40 Rendah0,00 – 0,20 Sangat Rendah
Sumber Arikunto (2008: 89)
Tabel 3.4 menyajikan hasil validitas instrumen tes komunikasi matematis.
Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1, halaman 202.
Tabel 3.4 Hasil Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal Nilai r Keterangan
1 0,411 Soal mempunyai validitas yang cukup
2 0,724 Soal mempunyai validitas yang tinggi
3 0,823 Soal mempunyai validitas yang sangat tinggi
4 0,726 Soal mempunyai validitas yang tinggi
5 0,923 Soal mempunyai validitas yang sangat tinggi
2. Reliability (Reliabilitas)
Instrumen dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan instrumen tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama
61
menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil). Perhitungan
koefisien reliabilitas instrumen ini didasarkan pada pendapat Arikunto (2008)
yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus
Alpha, yaitu:
2
2
11 11
t
i
n
nr
Keterangan :
11r : nilai reliabilitas instrumen (tes)n : banyaknya butir soal
2i : jumlah varians dari tiap-tiap butir soal
: varians total
Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang
diperoleh sesuai dengan tabel berikut.
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas Instrumen Tes
Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas0,81 < r 1,00 Sangat Tinggi0,61 < r 0,80 Tinggi0,41 < r 0,60 Cukup0,21 < r 0,40 Rendah0,00 < r 0,21 Sangat Rendah
(Arikunto, 2003:75)
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen kemampuan komunikasi
matematis, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,758. Hal ini
menunjukkan bahwa instrumen yang diujicobakan memiliki reliabilitas yang
tinggi sehingga instrumen tes dapat digunakan. Hasil perhitungan reliabilitas
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.2, halaman 203.
2t
62
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu
butir soal digunakan rumus sebagai berikut.
=Keterangan:TK : nilai tingkat kesukaran suatu butir soal
: jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diolah: jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Adapun untuk mengintepretasikan nilai tingkat kesukaran suatu butir soal seperti
pada Tabel 3.6
Tabel 3.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
0,00 – 0,29 Soal sukar
0,30 – 0,69 Soal Sedang0,70 – 1,00 Soal Mudah
(Arikunto, 1999:210)
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan tingkat
kesukaran sedang. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal disajikan
pada Tabel 3.7. Hasil perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya terdapat pada
Lampiran C.4, halaman 206.
63
Tabel 3.7 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal
No. Butir Soal Indeks TK Interpretasi
1 0,61 Soal Sedang2 0,42 Soal Sedang3 0,60 Soal Sedang4 0,36 Soal Sedang5 0,52 Soal Sedang
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Berikut perhitungan indeks daya pembeda soal uraian digunakan rumus
sebagai berikut berdasarkan pendapat Sudijono (2014).
= −Keterangan:DP : indeks daya pembeda suatu butir soal tertentuJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Daya Pembeda Kriteria0,00 – 0,19 Jelek0,20 – 0,39 Cukup0,40 – 0,69 Baik0, 70 – 1,00 Baik SekaliNegatif Tidak Baik, Harus Dibuang
(Arikunto, 1999,213)
64
Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi daya
pembeda baik dan cukup. Hasil perhitungan daya beda uji coba soal disajikan
pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Hasil Daya Pembeda Butir Soal
No. Butir Soal Nilai P Interpretasi
1 0,202 Cukup
2 0,230 Cukup
3 0,373 Cukup
4 0,206 Cukup
5 0,476 Baik
Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang diperoleh, maka
instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya pembeda
soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan daya
pembeda butir soal selengkapnya terdapat pada Lampiran C.3, halaman 204.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif
dan Uji-t. Teknik analisis data dijelaskan berdasarkan jenis instrumen yang
digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan yaitu.
1. Analisis Data Pendahuluan
Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan wawancara dianalisis secara
deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pengembangan perangkat
pembelajaran. Hasil review berbagai buku teks serta KI dan KD matematika SMA
Kelas X IPA juga dianalisis secara deskriptif sebagai acuan untuk menyusun
perangkat pembelajaran.
65
2. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran
Data yang diperoleh dari validasi pengembangan model, silabus, RPP, LKPD
Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya dan soal kemampuan
komunikasi matematis adalah hasil validasi ahli pengembangan model, ahli materi
dan ahli media melalui angket skala kelayakan. Analisis yang digunakan berupa
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa komentar dan saran dari
validator dideskripsikan secara kualitatif sebagai acuan untuk memperbaiki
model, silabus, RPP, dan LKPD. Data kuantitatif berupa skor penilaian ahli
pengembangan model, ahli materi, dan ahli media dideskripsikan secara
kuantitatif menggunakan skala likert dengan 4 skala kemudian dijelaskan secara
kualitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah 4
skala, yaitu.
1) Skor 1 adalah kurang baik.
2) Skor 2 adalah cukup baik.
3) Skor 3 adalah baik.
4) Skor 4 adalah sangat baik.
Berdasarkan data angket validasi yang diperoleh, rumus yang digunakan untuk
menghitung hasil angket dari validator adalah sebagai berikut:
P =∑∑ 100%
Keterangan:P : Presentase yang dicari∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
66
Sedangkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merevisi perangkat
pembelajaran digunakan kriteria penilaian yang dijelaskan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kevalidan dan Revisi Produk
Persentase (%) Kriteria Validasi76 – 100 Valid56 – 75 Cukup Valid40 – 55 Kurang Valid0 -39 Tidak Valid
Arikunto (2006)
Untuk memperkuat data hasil penilaian kevalidan atau kelayakan, dilakukan juga
penilaian model pembelajaran, silabus, RPP dan LKPD untuk mengetahui
kepraktisan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran terhadap guru
matematika dan peserta didik. Penilaian berdasarkan data angket yang diperoleh.
Kriteria analisis nilai rata-rata yang digunakan disajikan dalam tabel di bawah ini.
P =∑∑ 100%
Keterangan:P : Presentase yang dicari∑ : Jumlah nilai jawaban responden∑ : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Tabel 3.11 Kriteria Kepraktisan Analisis Nilai Rata-Rata
Nilai Tingkat Kepraktisan85 – 100 Sangat Praktis70 – 84 Praktis
55 – 69 Cukup Praktis50 – 54 Kurang Praktis
0 – 49 Tidak Praktis
Arikunto (2009)
67
3. Analisis Efektivitas Problem Based Learning Berbantuan Tutor SebayaUntuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Data untuk mengetahui efektifitas Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes kemampuan
komunikasi matematis sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran
(posttest) pada kelas eksperimen dan kontrol. Data yang diperoleh dari pretest dan
postest dianalisis menggunakan uji statistik. Sebelum melakukan analisis uji
statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah sebaran data responden
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan
dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z (K-S Z) menggunakan software SPPS versi
22.0 dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar
dari = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005).
1. Hipotesis untuk uji normalitas data adalah:
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
2. Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka H0 diterima dalam arti data
berdistribusi normal
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dalam arti data tidak
berdistribusi normal
68
3. Hasil Perhitungan
Data uji normalitas diperoleh dari hasil pretest dan hasil posttest kelas X IPA 2
sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA 1 sebagai kelas kontrol. Hasil
perhitungan uji normalitas data pretest dan posttest digunakan untuk menguji
kemampuan komunikasi matematis siswa. Berikut hasil uji normalitas sebaran
data pretest dan posttest pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis
DataKolmogorov-Smirnova
KeteranganStatistic Df Sig.
Pretestkelas kontrol
0,125 36 0,167 Sig >0,05 = normal
Pretestkelasekperimen
0,152 31 0,064* Sig >0,05 = normal
Posttestkelas kontrol
0,140 36 0,071* Sig > 0,05 = normal
Posttestkelasekperimen
0,113 31 0,200* Sig > 0,05 = normal
Hasil uji normalitas sebaran data pretest kelas kontrol diketahui bahwa data
tersebut memiliki Signifikansi = 0,167. Dengan demikian, Signifikansi lebih dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pretest kelas kontrol berdistribusi
normal. Hasil perhitungan normalitas sebaran data posttest kelas kontrol diketahui
bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,071. Dengan demikian, Signifikansi
lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan data posttest kelas kontrol berdistribusi
normal.
Hasil uji normalitas sebaran data pretest kelas eksperimen diketahui bahwa data
tersebut memiliki Signifikansi= 0,064. Dengan demikian, Signifikansi lebih dari
0,05 maka dapat disimpulkan data pretest kelas eksperimen berdistribusi normal.
Hasil perhitungan normalitas sebaran data posttest kelas eksperimen diketahui
69
bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,200. Dengan demikian, Signifikansi
lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data post-test kelas eksperimen
berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas selengkapnya terdapat pada
Lampiran C.6, halaman 209.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas
variansi maka dilakukan uji Levene. Dalam penelitian ini, uji homogenitas
menggunakan uji Levene dengan software SPSS versi 22.0 dengan kriteria
pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari = 0,05, maka
hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 145).
1. Hipotesis untuk uji homogenitas data adalahH : = (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)H : ≠ (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)
2. Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka H0 diterima dan dan varian pada tiap
kelompok sama atau homogen.
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan dan varian pada tiap
kelompok tidak sama atau tidak homogen.
3. Hasil perhitungan
Data uji homogenitas diperoleh dari hasil pretest dan hasil posttest kelas X IPA 2
sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA 1 sebagai kelas kontrol. Hasil
perhitungan uji homogenitas data pretest dan posttest digunakan untuk menguji
70
kemampuan komunikasi matematis siswa. Berikut hasil uji homogenitas sebaran
data pretest dan posttest pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Komunikasi Matematis
Data LeveneStatistic
df1 df2 Sig. Keterangan
Pretes kelaskontrol dankelasEkperimen
0,432 1 65 0,513 Sig >0,05 = homogen
Postestkelaskontrol dankelasEkperimen
0,059 1 65 0,808 Sig >0,05 = homogen
Hasil uji homogenitas sebaran data pretest kelas kontrol dan kelas ekperimen
diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,513. Dengan demikian,
Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pretest kelas
kontrol dan kelas ekperimen mempunyai varian pada tiap kelompok sama atau
homogen.
Hasil perhitungan uji homogenitas sebaran data posttest kelas kontrol dan kelas
eksperimen diketahui bahwa data tersebut memiliki Signifikansi = 0,808. Dengan
demikian, Signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai varian pada tiap
kelompok sama atau homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas selengkapnya
terdapat pada Lampiran C.7, halaman 210.
c. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas, diperoleh bahwa data skor
akhir (post-test) berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila data dari
71
kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama maka analisis
data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t
dengan hipotesis uji sebagai berikut:
1. HipotesisH : = (tidak ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
tidak menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor
sebaya)
H : ≠ (ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya
dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak
menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya)
2. Kriteria pengambilan keputusan:
a. Jika nilai sig > 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika nilai sig ≤ 0,05 maka H diterima.
Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah
kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Problem Based
Learning berbantuan tutor sebaya lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang tidak menggunakan Problem Based Learning berbantuan
tutor sebaya. Adapun analisis lanjutan tersebut melihat data sampel mana yang
rata-ratanya lebih tinggi. Data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest
kemampuan komunikasi matematis dianalisis untuk mengetahui besarnya
72
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang
menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya dan siswa yang
tidak menggunakan Problem Based Learning berbantuan tutor sebaya dalam
pembelajarannya. Menurut Melzer (2001) besarnya peningkatan dihitung dengan
rumus indeks gain adapun rumus indeks gain yaitu:
= − −Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Hake (1999) seperti terdapat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.14 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain (g) Kriteriag > 0,7 Tinggi0,3 < g ≤ 0,7 Sedangg ≤ 0,3 Rendah
107
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tersusunnya sintak Problem Based Learning (PBL) berbantuan tutor sebaya
yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu (a)
orientasi siswa pada masalah, (b) Mengorganisasi siswa untuk belajar meliputi
memilih siswa-siswa yang akan bertindak sebagai tutor dan membagi
kelompok belajar menurut tingkat kecerdasan siswa yaitu setiap kelompok
terdiri dari siswa pandai, sedang, dan kurang, (c) membimbing penyelidikan
individu maupun kelompok meliputi setiap kelompok dibantu oleh siswa yang
pandai sebagai tutor sebaya dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab
pada kelompoknya masing-masing dalam mempelajari materi yang dihadapi,
(d) mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan memamerkanya, dan (e)
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
2. Problem based learning berbantuan tutor sebaya efektif untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa, hal ini terlihat berdasarkan hasil Uji-
t dan rata-rata N-gain. Hasil Uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara kelas ekperimen yang menggunakan model problem
based learning berbantuan tutor sebaya dan kelas kontrol yang menggunakan
108
pembelajaran berbasis masalah. Hasil N-gain menunjukkan bahwa rata-rata N-
gain dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model
problem based learning berbantuan tutor sebaya berkategori tinggi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini maka dikemukakan saran sebagai
berikut.
1. Bagi peneliti lain hendaknya :
a. Siswa yang mempunyai peran sebagai tutor dalam kelompok sebaiknya
diberikan bimbingan secara intensif sebelum pembelajaran
menggunakan problem based learning berbantuan tutor sebaya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
b. Memperhatikan karakteristik masing-masing siswa dalam pembentukan
kelompok diskusi agar diskusi dapat berjalan secara aktif dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan
c. Mengembangkan model problem based learning berbantuan tutor
sebaya pada materi yang lain sebagai alternative meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa
2. Bagi guru hendaknya menggunakan problem based learning berbantuan
tutor sebaya sebagai alternative untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis pada materi SPLTV (Sistem Persamaan Linear Tiga
Variabel).
109
DAFTAR PUSTAKA
Alzianina Eka, Caswita, Sri Hastuti Noer. 2016. Pengaruh Model Problem BasedLearning Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis siwa. JurnalPendidikan Matematika UNILA Vol 4 No 2. (Online).jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/MTK/ article/view/11171,diakses 4 September 2018.
Ahmadi, Abu. 2013, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. 243 halaman
Ansari, Bansu. 2003. Menumbuh Kembangkan Kemampuan Pemahaman dan.Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk.Write.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 218 halaman.
__________. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh:Yayasan Pena. 213 halaman.
Arend, Richard I. 2004. Learning to Teach (6th edition). New York: Mc GrawHill Company. 608 halaman.
Arends, R.I., & Kilcher, A. 2010. Teaching for student learning becoming anaccomplished teacher. New York: Routledge. 456 halaman.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta. 413 halaman.
Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran berbasis Masalah .Bandung: Seminar Nasional pada tanggal 5 Desember 2009.
Aweke Shishigu Argaw, Beyene Bashu Haile, Beyene Tesfaw Ayalew, ShiferawGadisa Kuma. 2016. The Effect of Problem Based Learning (PBL)Instruction on Students’ Motivation and Problem Solving Skills ofPhysics. EURASIA Journal of Mathematics Science and TechnologyEducation. ISSN: 1305-8223
Barrow, Min, Liu. 2005. Motivating Students Through Problem-based Learning.University of Texas : Austin. [online]. Tersedia : http:// [22-03-2007].diakses 4 September 2018
110
Abdullah, Bayu Mukti. 2009. Laporan Workshop Electric Cube. Surakarta:Laboratorium Matematika UMS.
Bilgin, Ibrahim & Senocak, Erdal. 2008. The effect of Problem – Based Learninginstruction on University Student’ Performance of conceptual andQuantitative Problem in Gas Concepts. Eurusia Journal of Mathematicssciensce & Technology education. 5 (2).
Dahar, Ratna, Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta :Erlangga. 188 halaman.
Defne Kaya, Hasan Aydin. 2014. Elementary Mathematics Teachers' Perceptionsand Lived Experiences on Mathematical Communication. Eurasia Journalof Mathematics, Science & Technology Education, 2016, 12(6), 1619-1629.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan. 2013. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta. 226 halaman.
D S Sari, K Kusnandi and S Suhendra. 2017. A Cognitive Analysis of Students’Mathematical Communication Ability on Geometry. InternationalConference on Mathematics and Science Education (ICMScE) IOPPublishing IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 895 (2017)012083
Diezmann, Carmel M. 2004. Assessing learning from mathematics inquiry:Challenges for students, teachers and researchers. In ProceedingsMathematical Association of Victoria Conference,Melbourne.
Gall, M.D, Gall, JI.P. dan Borg, W.R. 2003. Educational Research, An.Introduction (edisi 7). Boston: Pearson. 984 halaman.
Oemar, Hamalik. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 252halaman
Hake dan Richard. R. (1999). Analyzing Change /Gain Scores.http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.Diakses tanggal 23 Februari 2019
Herman, Hudoyo. 2000. Pengembangan Kurikulum dan PembelajaranMatematika. Malang: Universitas Negeri Malang. 171 halaman.
Herry A., Utami, M. 2015. Improving Students’ Activity In MathematicsCommunication Trough Metacognitive Learning Approach Based OnLesson Study . International Journal Of Education And Research Vol. 3No. 2 February 2015
111
Hidayat. 2015. Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah denganpendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan komunikasi matematissiswa. Riau:Jurnal obsesi 1 (1) (2014); 12 – 19, ISSN : 1403 590 515
Hmelo-Silver, E. 2004. Problem-Based Learning, What and How Do StudentsLearn? Educational Psychology Review, 6(3).
Jazuli, A. 2009. Berpikir Kreatif dalam Komunikasi Matematis. Bandung:Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 5Desember 2009. (Online), http://eprints.uny.ac.id/7025/1/P11 Akhmad%20Jazuli.pdf, diakses 4 September 2018.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT RemajaRosdakarya. 244 halaman.
Mary C. English, Anastasia Kitsantas. 2013. Supporting Student Self-RegulatedLearning in Problem- and Project-Based Learning. The InterdisciplinaryJournal of Problem-based Learning • volume 7, no. 2 (Fall 2013). (Online):http://dx.doi.org/10.7771/1541-5015.1339. diakses: 5 September 2018
Marpaung, Yansen. 2003. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan,Makalah Seminar Nasional Komperda Himpunan Matematika IndonesiaWilayah Jawa Tengah & DIY. Surakarta.
Michael, P. 2004. Does Active Learning Work? A Review of the Research.Journal of Engineering Education, 93(3), 223-231.
Mohd Nasir Ismail, Nor Azilah Ngah & Irfan Naufal Umar. 2010. The effects ofmind mapping with ooperative learning on programming performance,problem solving skills and metacognitive knowledge among computerscience students. J. Educational Computing Research, 42 (1): 35-61.http://dx.doi.org/10.2190/EC.42.1.b.
Mooney, C., Briggs, M., Gomm, R., Hansen, A., & McCullouch, J. 2012. Primarymathematics: teaching theory and practice.Exeter: Learning Matters. 192halaman
Muhsetyo Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas.Terbuka. 608 halaman.
Muladi, M. Wibowo.2004. Remaja dan Pendidik Sebaya. Surakarta: Uniba Press.
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston VA:NCTM.
Jati, N H D, Budiyono, and I Slamet. 2017. Students’ MathematicalCommunication Ability using Learning Cycle 7E on Junior High School.International Conference on Mathematics and Science Education (ICMScE)
112
IOP Publishing IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 895(2017) 012040
Padmavathy, R. D., & Mareesh, K. 2013. International Multidisciplinary e –Journal: Effectiveness of Problem Based Learning in Mathematics.[Online]. Tersedia: www. sheeprakashan.com. diakses 4 September 2018
Pangerti, Budi. 2015. “Pengaruh Metode Pembelajaran Tutor Sebaya terhadapMotivasi Belajar, Minat Belajar dan Hasil Belajar Matematika Kelas XIIlmu Alam Man Model Sorong”. Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia,Volume 3 Nomor 1.
Pannen, Paulina dan Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat antarUniversitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas IntruktionalDitjen Dikti Diknas.
Paridjo St. Budi Waluya. 2017. Analysis Mathematical Communication SkillsStudents In The Matter Algebra Based NCTM. IOSR Journal ofMathematics (IOSR-JM).e-ISSN: 2278-5728, p-ISSN: 2319-765X. Volume13, Issue I Ver. V (Jan. - Feb. 2017), PP 60-66. (Online):www.iosrjournals.org. Diakses 4 September 2018.
Pinar Celik, Fatih Onder, Ilhan Silay. 2011. The effects of problem-based learningon the students’ success in physics course. Procedia - Social andBehavioral Sciences 28 (2011) 656 – 660 .
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 266halaman
Saminanto. 2010. PTK .Semarang: RaSAIL Media Group.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses.Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 308 halaman.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja. GrafindoPersada. 487 halaman.
Susilowati. 2009. Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta: Departemen PendidikanNasional.
Slavin, Robert E. 2006. Educational Psychology: Theory and Practice, 8th
edition. New Jersey: Pearson.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta. 195 halaman.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA. 317 halaman
113
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 326 halaman.
Susilowati. 2009. Pembelajaran kelas rangkap. Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup. 376 halaman.
Trihendradi, C. 2011. Langkah Mudah Melakukan Analisis StatistikMenggunakan SPSS 19. Yogyakarta: Andi Publisher. 220 halaman.
Van de Walle, John A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta:Erlangga. 273 halaman.
Wiyono. 2019. Upaya meningkatkan kemampuan melakukan penelitian tindakankelas melalui tutor sebaya. (Online) http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/upaya-meningkatkan-kemampuan-melakukan-penelitian-tindakan-kelas-melalui-tutor-sebaya. diakses 24 Februari 2019.
Wheeler, S. 2002. Dual-Mode Delivery of Problem- Based Learning: AConstructivist Persfective. (Online) http://searchyahoo.com/search?p=problem+based+learning. diakses 4 September 2018
Yatim Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada.316 halaman.
Zaini Hisyam., Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani. 2007. StrategiPembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD Institut Agama Islam NegeriSunan Kalijaga. 58 halaman.