PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN... · iii-1 lembar validasi judul skripsi : pengembangan...
Transcript of PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN... · iii-1 lembar validasi judul skripsi : pengembangan...
i
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN
SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN
EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN
(Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Skripsi
ARYANTININGSIH
I 0305018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
ii
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN
SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN
EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN
(Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ARYANTININGSIH
I 0305018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi :
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN
SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN
EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN
(Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Ditulis oleh:
Aryantiningsih I 0305018
Mengetahui,
Dosen Pembimbing 1
I Wayan Suletra ST, MT
NIP. 19750308 200012 1 001
Pembantu Dekan I
Fakultas Teknik
Ir. Noegroho Djarwanti, MT
NIP. 19561112 195403 2 007
Dosen Pembimbing II
Eko Liquiddanu ST, MT
NIP. 19710128 199802 1 001
Ketua Jurusan
Teknik Industri
Ir. Lobes Herdiman, MT
NIP. 19641007 199702 1 001
III-1
LEMBAR VALIDASI
Judul Skripsi :
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN
SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN
EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN
(Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Ditulis oleh:
Aryantiningsih I 0305018
Telah disidangkan pada hari ............. tanggal ....... Januari 2010 Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan Dosen Penguji
1. Ir. R. Hari Setyanto
NIP. 19630424 199702 1 001
2. Wakhid A. Jauhari ST, MT
NIP. 19791005 200312 1 003
Dosen Pembimbing
1. I Wayan Suletra ST, MT
NIP. 19750308 200012 1 001
2. Eko Liquiddanu ST, MT
NIP. 19710128 199802 1 001
III-2
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Aryantiningsih
Nim : I 0305018
Judul tugas akhir : Pengembangan Network Location Model Dengan Split
Demand Untuk Memaksimalkan Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus
Minimarket Di Kota Surakarta)
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak
mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa
Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan
batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau
dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, Januari 2010
Aryantiningsih
I 0305018
III-3
SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Aryantiningsih
Nim : I 0305018
Judul tugas akhir : Pengembangan Network Location Model Dengan Split
Demand Untuk Memaksimalkan Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus
Minimarket Di Kota Surakarta)
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat
lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan
Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian
dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk
publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat
nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian
dari publikasi karya ilmiah
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta, Januari 2010
Aryantiningsih
I 0305018
III-4
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan Skripsi Pengembangan
Network Location Model dengan Split Demand Untuk Memaksimalkan
Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus Minimarket Di Kota Surakarta)
ini dengan baik.
Dengan segenap ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih atas segala bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat menyelasaikan
Laporan Tugas Akhir ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Allah SWT karena atas segala izin, rizki, dan rahmat-Nya penulis berhasil
menyelesaikan Laporan Skripsi ini.
2. Ibu dan Bapakku yang selalu memberi dukungan dan doa yang tak pernah
putus sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan Skripsi ini.
Semoga Allah selalu menyayangi Bapak dan Ibu.
3. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak I Wayan Suletra ST, MT selaku Dosen Pembimbing, terima kasih
atas segala bimbingan, bantuan, dan kesabaran bapak selama penyelesaian
Laporan Skripsi ini. Penulis banyak belajar dari bapak.
5. Bapak Eko Liquidanu ST, MT selaku Dosen Pembimbing, terima kasih
atas segala bantuan dan bimbingan bapak selama penyelesaian Laporan
Skripsi ini. Penulis banyak belajar dari bapak.
6. Bapak Ir. R Hari Setyanto ST, MT dan Bapak Wakhid A. Jauhari ST, MT
selaku Dosen Penguji, terima kasih atas masukan dan perbaikan untuk
Laporan Skripsi ini.
7. Bapak Taufik Rohman STP, MT selaku koordinator Tugas Akhir yang
telah membantu mempermudah pelaksanaan Skripsi ini.
III-5
8. Ibu Azizah Aisyati selaku Pembimbing Akademis, terimakasih atas segala
bimbingan dan nasehat yang telah ibu sampaikan kepada saya selama
kurang lebih 4,5 tahun di Teknik Industri ini.
9. Seluruh dosen Teknik Industri yang telah mewariskan indahnya ilmu
Teknik Industri kepada penulis.
10. Mbak Yayuk, Mbak Tutik, Mbak Rina & seluruh Admin TI atas segala
bantuan administrasinya.
11. Adekku dan seluruh keluargaku atas dukungan, semangat, dan do’anya,
sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan Skripsi ini.
12. Teman-teman angkatan 2005 jurusan Teknik Industri UNS atas kerjasama
dan kebersamaan yang sangat berarti bagi penulis – Deny, Tri, Dika,
Nancy, Elok, Dewi, Indri, Iffa, Anis, Putri, Dian, Putu, Imung, Anna,
Heni, Diesel, Galih, Antok, Edwin, Rizal, Udin, Muha, Puput, Endri, Aji,
Agus Susan, Agus Bison, Denta, Bryan, Eryko, Syahrul, juga Fajri &
Baarid –, beruntung memiliki sahabat seperti kaliyan semua, semoga
kesuksesan selalu menyertai kita. Amiin.
13. Teman-teman terbaik – Deny, Tri, Dika, Nancy, Elok, Dewi, Indri -, tetap
jaga ukhuwah, semoga kesuksesan selalu menyertai kita. Amiin.
14. Keluarga besar Laboratorium Sistem Kualitas (LSK), terimakasih atas
kebersamaan selama ini. Semoga LSK ke depan jauh lebih baik.
15. Wisma Padang Crew – Melon, Yogi, Hesti Yustina, Nunik, Iffa, Mbak
Ipeh, Ratih, Kristin, Dwi, Bryan, Ika, Tia –, beserta tamu tetap Padang –
Lilis, Deny, Fitria, Nurin, Iren, Hesti, dll -, kaliyan senantiasa memberikan
keceriaan dan semangat untuk meraih semua ini.
16. Teman-teman lama – Nirub, Dieny, Rieke, dan semuanya – yang
senantiasa mengirimkan do’anya, semoga kesuksesan selalu menyertai
kita. Amiin.
17. Mbak Rini Hadiyati ind’04, Mas Sigit (Mas Yipi) ind’04, serta Mas Heru
Mustari ind’03 yang telah banyak mengajari banyak hal kepada penulis.
18. Seseorang yang senantiasa membantu dan melalui hari-hari bersama
selama penyelesaian Skripsi ini, terima kasih.
III-6
19. Semua pihak yang belum tertulis di atas, terima kasih atas segala bantuan
dan dukungannya.
Sebagai akhir dari kata pengantar ini, penulis menyampaikan bahwa laporan ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis
miliki. Saran dan kritik diharapkan untuk perbaikan. Semoga laporan ini
bermanfaat dan dapat memberikan inspirasi bagi semua, Amiin.
Mohon maaf & terima kasih.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
III-7
ABSTRAK
Aryantiningsih, NIM : I 0305018. PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (STUDI KASUS MINIMARKET DI KOTA SURAKARTA). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2010.
Pasar modern dengan pertumbuhan cukup pesat di Indonesia saat ini adalah minimarket dengan konsep waralaba. Minimarket sebagai peritel modern memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan, keamanan berbelanja, kualitas produk terjamin, dan harga relatif stabil. Di Kota Surakarta terdapat 47 pasar modern, yaitu 3 hypermarket, 8 supermarket, 36 minimarket serta 22 pasar tradisional. Namun, jarak antar beberapa minimarket dengan pasar tradisional dan pasar modern lain cukup dekat. Lokasi pasar modern termasuk minimarket juga cenderung di pusat kota, sehingga penambahan minimarket terutama di daerah pinggiran kota dan area yang tidak tercover pasar yang ada dipandang berpotensi.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan lokasi pendirian gerai minimarket baru kepada pihak investor. Penelitian ini mempertimbangkan jarak minimal antar minimarket, jarak minimal minimarket dengan pasar modern lain (hypermarket dan supermarket) dan pasar tradisional yang ada, serta faktor preferensi konsumen, yaitu tingkat pendapatan, jarak konsumen berbelanja, volume belanja, dan frekuensi belanja. Hal ini untuk menghitung bobot masing-masing kelas pelanggan sehingga dapat menghitung ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang berbelanja ke minimarket usulan.
Penyelesaian masalah penentuan lokasi minimarket ini menggunakan model optimasi Network Location Model. Pengolahan data menggunakan bantuan software ArcGIS untuk memetakan lokasi dan Risk Solver Platform 9.0 untuk memaksimalkan jumlah pelanggan yang berpeluang berbelanja ke minimarket usulan dengan running 15 skenario. Skenario ke-1 dimaksudkan untuk memilih satu titik usulan minimarket, skenario ke-2 memilih dua titik usulan, dan seterusnya. Untuk running terdapat 19 alternatif usulan lokasi minimarket. Hasil yang diperoleh adalah 15 usulan lokasi fisibel dan 4 usulan lokasi tidak dapat memenuhi batasan omset.
Model ini mampu memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang belanja ke minimarket usulan sebesar 39.444 KK dengan total omset Rp 314.218.198,62 untuk 15 usulan minimarket. Skenario penambahan usulan minimarket yang paling prospektif adalah 10 gerai minimarket karena dengan penambahan jumlah demand tercover 5,46%, tetapi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat memaksimalkan omset dengan kenaikan 12,22%. Kata kunci : Network Location Model, Penentuan Lokasi, Minimarket.
III-8
xx + 153 hal; 50 gambar; 36 tabel; 11 lampiran Daftar pustaka : 39 (1994 – 2009)
ABSTRACT Aryantiningsih, NIM: I 0305018. DEVELOPMENT NETWORK LOCATION MODELS WITH SPLIT DEMAND EXPECTED TO MAXIMIZE TOTAL CUSTOMER (CASE STUDY MINIMARKET IN SURAKARTA). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, University, in January 2010.
Modern markets are experiencing fairly rapid growth in Indonesia today is a minimarket with the franchise concept. Minimarket as modern retailers give completeness, convenience, comfort, security to shop, guaranteed product quality and relatively stable prices. In Surakarta there are 47 modern market by 3 hypermarkets, 8 supermarkets, 36 minimarket, and 22 traditional market. However, the distance between some minimarket with traditional markets as well as other modern market are too close. In addition, the location of modern markets, including minimarket tend in downtown, therefore the addition of outlets minimarket especially in suburban areas and non coverage area of existing markets are considered potential.
This research aims to provide the proposed location of the establishment of new outlets to the minimarket investors. This research consider minimum distance between minimarket, minimum distance between minimarket with another modern markets (hypermarket and supermarket) and traditional markets, and consumer preferences factors are level of income, shopping distance, volume purchases, and shopping frequency. This is done to calculate the weight of each class so that customers can calculate the expectations of potential customers to shop minimarket proposal.
Problem solving is determining the location minimarket using Network Location optimization model Data processing using ArcGIS software to help map the market locations and Risk Solver Platform 9.0 to maximize the potential number of customers shopping at minimarket proposal by running 15 scenarios. The first scenario is intended to select one point minimarket proposal, the second scenario to select two points minimarket, and so on. For running there are 19 alternatives proposed minimarket location. The results obtained is 15 proposed location that are feasible and 4 proposed location can not meet the limits turnover.
This model is able to maximize the expected number of customers likely to minimarket proposed expenditures for a total of 39,444 families with a turnover of Rp 314.218.198,62 for the 15 proposed minimarket. Proposed addition of the most prospective minimarket is the proposed addition of 10 outlets minimarket due to demand increase in the number tercover 5.46%, but has a higher purchasing power in order to maximize revenue with the increase of 12.22%. Keywords: Network Location Models, Location Determination, Minimarket.
III-9
xx + 153 p.; 50 pictures; 36 tables; 11 attachments Reference: 39 (1994 - 2009)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
LEMBAR VALIDASI ............................................................................
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ............
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
KATA PENGANTAR .............................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
ABSTRACT ............................................................................................
DAFTAR ISI……………………............................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
x
xi
DAFTAR TABEL.................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvii
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …..………………….…………………........... I-1
1.2 Perumusan Masalah……........................................................... I-4
1.3 Tujuan Penelitian ........….…..................................................... I-5
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... I-5
1.5 Batasan Masalah ………............................................................ I-5
1.6 Asumsi ....................................................................................... I-6
1.7 Sistematika Penulisan…………………………….…………… I-7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Retailing ...................................................................................... II-1
2.1.1 Gambaran Umum Bisnis Ritel ........................................ II-1
2.1.2 Perkembangan Pasar Modern ......................................... II-1
2.1.3 Perkembangan Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya ..... II-3
2.1.4 Gerai dan Peritail ............................................................ II-3
III-10
2.1.5 Pasar Modern dan Pasar Tradisional .............................. II-4
2.2 Franchising .................................................................................
2.2.1 Definisi Franchise...........................................................
2.2.2 Elemen Franchise ...........................................................
II-8
II-9
II-10
2.2.3 Tipe Franchise ...............................................................
2.2.4 Keuntungan da Kerugian Franchise................................
2.2.5 Waralaba Minimarket Indomaret ...................................
2.2.6 Waralaba Minimarket Alfamart .....................................
2.2.7 Lokasi Retail ……….......................................................
2.3 Facility Location (Penentuan Lokasi) .........................................
2.3.1 Facility Location Menurut Sule R. Dileep (2001) ..........
2.3.2 Facility Location Menurut Daskin (2008) .....................
2.4 Linear Programming ...................................................................
2.4.1 Komponen Model Integer Linear Programming ...........
2.4.2 Bentuk Baku Model Pemrograman Linier …………….
2.4.3 Asumsi – Asumsi Pemrograman Linier ……………….
2.5 Model Referensi ..........................................................................
2.6 GIS (Geographical Information System) ……………………....
2.6.1 Komponen GIS ………………………………..…….…
2.6.2 Proses Sistem Informasi Geografis ………………….…
2.6.3 Proyeksi dan Sistem Koordinat …………………….….
2.7 Sistem Jaringan Jalan ……………………………………….….
2.8 Sampling ……………………………………………………….
BAB III METODE PENELITIAN
II-11
II-12
II-13
II-14
II-16
II-19
II-19
II-20
II-29
II-29
II-29
II-30
II-31
II-33
II-33
II-35
II-36
II-38
II-41
3.1 Kerangka Konseptual ……..…………….………………..……. III-2
3.1.1 Pengumpulan Data Awal …..……………….....................
3.1.2 Kerangka konseptual .........................................................
3.1.3 Karakterisasi Sistem ..........................................................
3.2 Pengumpulan Data ......................................................................
3.2.1 Penyusunan Kuesioner ......................................................
III-3
III-3
III-8
III-10
III-11
III-11
3.2.2 Desain Pengambilan Sampel .............................................
3.2.3 Penyebaran Kuesioner .......................................................
3.3 Pengolahan Data .........................................................................
3.3.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan
Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta …......
3.3.2 Ketentuan yang Dipertimbangkan Dalam Penentuan
Usulan Lokasi Minimarket Baru …………………….…..
3.3.3 Penentuan Jumlah Alternatif Minimarket ……………….
3.3.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen ……………….…
3.3.5 Penentuan alokasi titik – titik permintaan untuk tiap titik
lokasi minimarket usulan ………………………………..
3.3.6 Penentuan bobot titik demand ……………………….….
3.3.7 Pembentukan Network Location Model …………….…..
3.3.8 Pencarian Solusi ...............................................................
III-12
III-18
III-18
III-18
III-19
III-19
III-20
III-20
III-20
III-20
III-25
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data ...................................................................... IV-1
4.1.1 Peta Kota Surakarta ...........................................................
4.1.2 Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta .....…
4.1.3 Data alamat lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta ....
4.1.4 Data Jumlah Penduduk Tiap RW ......................................
4.1.5 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendapatan dan
Jenis Pekerjaan …………………………………………...
4.1.6 Rekap Kuesioner ...............................................................
4.2 Pengolahan Data …......................................................................
IV-1
IV-2
IV-3
IV-4
IV-5
IV-6
IV-11
4.2.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan
Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta ..........
IV-11
4.2.2 Ketentuan yang Dipertimbangakan dalam Penentuan
Usulan Lokasi Minimarket Baru ........................................
4.2.3 Penentuan Jumlah Alternatif Usulan Lokasi Minimarket...
4.2.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen ...............................
IV-13
IV-19
IV-24
III-12
4.2.5 Penentuan Alokasi Titik – titik Permintaan Untuk Tiap
Titik Lokasi Minimarket Usulan …………………………
4.2.6 Penentuan Bobot Titik Demand ………………………….
4.2.7 Pembentukan Network Location Model ………………….
4.2.8 Pencarian Solusi ………………………………………….
4.2.9 Verifikasi Model ………………………………….……...
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Penelitian ……………………………………………...
5.1.1 Analisis Lokasi Existing Pasar Tradisional dan Pasar
Modern di Kota Surakarta ………………………………...
5.1.2 Analisis Rekap Kuesioner ………………………………...
5.1.3 Analisis Hasil Penelitian ………………………………….
5.2 Interpretasi Hasil Penelitian …………………………………….
5.2.1 Interpretasi Hasil Tiap Skenario………............................
5.2.2 Analisis Perhitungan Kenaikan Marginal Demand dan
Omset …………………………………………………...
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ……………………………………………………..
6.2 Saran ……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
IV-26
IV-27
IV-34
IV-40
IV-44
V-1
V-1
V-7
V-17
V-20
V-20
V-22
VI-1
VI-2
III-13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern ...................
Karakteristik Pasar-pasar Modern .................................
Kategori jenis pekerjaan …………………....................
Strata kelas penduduk yang terbentuk ………….…......
Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta ……......
Lokasi Pasar Tradisional di Kota Surakarta ..................
Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di
minimarket, serta pengeluaran konsumen .....................
Data kebutuhan dan tempat tempat berbelanja ..............
Alasan pemilihan minimarket .......................................
Pola dan Volume Belanja ..............................................
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan
Pokok) ............................................................................
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja ( Makanan dan
Minuman Kemasan ).......................................................
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang
Kebersihan dan Kecantikan) …………………………..
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh Food)…..
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan
Rumah Tangga) ……………………………………….
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan)
………………………………………………………….
Penjelasan Kode Pasar ...................................................
Penjelasan Kode Minimarket Lain ................................
Penjelasan Kode Supermarket dan Hypermarket ..........
Alamat alternatif usulan lokasi minimarket …...............
II-1
II-2
III-15
III-16
IV-2
IV-4
IV-6
IV-8
IV-8
IV-9
IV-9
IV-9
IV-10
IV-10
IV-10
IV-10
IV-15
IV-16
IV-18
IV-23
III-14
Tabel 4.17
Tabel 4.18
Tabel 4.19
Tabel 4.20
Tabel 4.21
Tabel 4.22
Tabel 4.23
Tabel 4.24
Tabel 4.25
Tabel 4.26
Tabel 4.27
Tabel 4.28
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Jarak titik demand terpilih ke dua titik supply usulan
terdekat ……...................................................................
Alokasi titik-titik demand yang berpotensi ke titik
usulan minimarket ..............................................………
Persentase jumlah langganan minimarket …..................
Persentase frekuensi belanja ke minimarket …..............
Kelas distribusi pengeluaran ..........................................
Adjusment pengelompokan tingkat pendapatan .............
Peluang frekuensi tiap kelas pendapatan .......................
Total volume belanja tiap kelas pendapatan per bulan
………………………………………………………….
Volume belanja per hari untuk tiap kelas pendapatan ...
Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible .........
Lokasi 2 Titik Usulan Minimarket Baru …………........
Lokasi titik usulan minimarket baru terpilih beserta
jumlah pelanggan berbobot ………………....................
Klasifikasi alasan berbelanja ke minimarket ………….
Usulan Lokasi yang Tidak Feasibel …………………..
Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket …………..
Perbandingan total serta kenaikan demand dan omset
…………………………………………………………
IV-25
IV-26
IV-28
IV-29
IV-30
IV-30
IV-31
IV-33
IV-33
IV-41
IV-43
IV-44
V-12
V-19
V-21
V-23
III-15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Segmen pasar retail modern dan retail tradisional ……….
Perang antar saluran ...........................................................
Keuntungan dan problema potensial bagi pewaralaba dan
terwaralaba ..……………………………….……………..
Sistem pengadaan barang Indomaret …………….……....
Sistem pengadaan barang Alfamart ..........…….………....
Analisis area perdagangan .................................................
Taksonomi Location Model ………………...........…….…
Breakdown Discrete Location Models ......…………..…...
Data Vektor ........................................................................
Data Raster .........................................................................
Proses SIG ..........................................................................
Proyeksi Longlat ………………………………………….
Proyeksi UTM ....................................................................
Kerangka Penelitian ……………………............................
Gambaran Umum Kerangka Konseptual ..........……..........
Fakta-fakta dalam preferensi konsumen .............................
Diagran Alir Desain Pengambilan Sampel ……………….
Peta Kota Surakarta …………………………. ……..........
Peta lokasi titik demand tiap RW .............………..............
Peta Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan
Pasar tradisional di Kota Surakarta ....................................
Peta Batasan Area Pasar Tradisional di Kota Surakarta ....
Peta Batasan Area Minimarket di Kota Surakarta .............
Peta Batasan Area Supermarket dan Hypermarket di Kota
Surakarta ……………………….........................................
Jaringan Jalan di Kota Surakarta ………………..….…….
Peta Persebaran Pasar Modern dan Pasar Tradisional di
Kota Surakarta …….…………….......................................
II-5
II-6
II-12
II-14
II-15
II-16
II-21
II-23
II-34
II-34
II-35
II-37
II-38
III-1
III-4
III-7
III-13
IV-1
IV-12
IV-13
IV-14
IV-16
I V-17
IV-19
I V-20
III-16
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
Gambar 5.13
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Gambar 5.16
Gambar 5.17
Usulan Awal Lokasi Minimarket di Kota Surakarta ……..
Usulan Lokasi Minimarket di Kota Surakarta ……………
Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible di Kota
Surakarta …………………………………………………
Peta Sebaran Pasar Tradisional dengan Coverage Area
dan Pasar Modern di Kota Surakarta …………….………
Peta Sebaran Pasar Modern dengan Coverage Area dan
Pasar Tradisional di Kota Surakarta ……………………...
Grafik Jumlah Berlangganan Minimarket …………….....
Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-1 ………..
Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-2 ………..
Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-1 ..........
Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-2……...
Grafik Kebutuhan dan Tempat Belanja ……………..........
Grafik Alasan Pemilihan Minimarket ……………………
Grafik Pola Belanja ………………………………………
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan
Makanan Pokok) ………………………………………....
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Makanan
dan Minuman Kemasan) …………………………………
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang
Kebersihan dan Kecantikan) ……………………………...
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Belanja(Fresh food).......
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan
Rumah Tangga) ……………………………………….….
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non
Makanan atau Durable Goods) ……………………..........
Klasifikasi Area (Coverage Area dan Noncoverage Area)
…………………………………………………………….
I V-22
I V-23
I V-42
V-1
V-4
V-8
V-9
V-9
V-10
V-10
V-11
V-12
V-13
V-14
V-14
V-15
V-15
V-16
V-16
V-18
III-17
Gambar 5.18
Gambar 5.19
Gambar 5.20
Gambar 5.21
Gambar 5.22
Bagan Lokasi Usulan Minimarket Terpilih ……………....
Grafik Total Demand .……………………………………
Grafik Total Omset ….…………………………………...
Grafik Persentase Kenaikan Demand dan Omset ………..
Grafik Gap % Kenaikan Demand dan Omset …….............
V-22
V-23
V-24
V-24
V-25
III-18
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya
diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam permasalahan
dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian. Pokok bahasan dalam
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Data penomoran indeks dan data jumlah DPT, jumlah
penduduk tiap RW di Kota Surakarta …………………
Proyeksi jumlah penduduk menurut pekerjaan di Kota
Surakarta ………………………………………………
Proporsi jumlah penduduk berdasar kelas pendapatan
di Kota Surakarta ……………………………………..
Langkah-langlah untuk memperoleh titik pusat RW
dengan ArcGIS ……………………………………….
Langkah – langkah menggunakan Risk Solver Platform
V9.0 dalam Microsoft Excel …………………………..
Jarak titik demand ke titik supply usulan terdekat ……
Profil Usulan Lokasi …………………………………..
Contoh running data menggunakan Risk Solver
Platform V9.0 …………………………………………
Perbandingan Pengolahan 30 Data dan 60 Data ……...
Kuesioner Penelitian …………………………………..
Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket ………….
L-1
L-13
L-20
L-25
L-27
L-30
L-31
L-44
L-45
L-47
L-53
III-19
bab ini diharapkan memberikan gambaran umum mengenai penelitian yang
dilakukan dan perlunya penelitian ini dilakukan.
1.1 LATAR BELAKANG
Pasar modern yang mengalami pertumbuhan cukup pesat di
Indonesia saat ini adalah minimarket retail dengan konsep waralaba atau
franchise yang mempermudah para pelaku usaha dan investor untuk
mengelola bisnis retail ini. Tahun ini, diperkirakan pertumbuhan ritel di
Indonesia sekitar 15% hingga 18 %. Hal ini berdasarkan fakta bahwa
hingga pertengahan tahun 2007, pertumbuhan makro ekonomi Indonesia
adalah yang terbaik selama 10 tahun terakhir. Ditambah lagi, trend
kenaikan indeks kepercayaan konsumen, dari 28 % menjadi 30 % (Ramli,
2007).
Berdasarkan hasil riset AC Nielsen (2007), peritel modern
mengalami pertumbuhan pangsa pasar sebesar 2.4% pertahun terhadap
pasar tradisional. Selain itu, pertumbuhanan ritel modern mencapai 14%,
sedangkan ritel tradisional hanya 3%. Minimarket sebagai peritel modern
memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan, keamanan,
keleluasaan berbelanja, dan kualitas produk terjamin serta harga yang
relatif stabil meskipun relatif lebih mahal dibandingkan dengan pasar
maupun ritel tradisional. Perkembangan minimarket ini disebabkan oleh
banyak faktor. Salah satunya didukung oleh perubahan pola konsumsi
masyarakat saat ini yang bisa dikatakan pada tahap transisi, dari pasar
maupun ritel tradisional ke ritel modern, khususnya minimarket. Hal ini
dapat dijadikan peluang pendirian minimarket baru dengan
pertimbangan lokasi yang strategis.
Pertumbuhan ritel modern terutama pasar modern cukup
signifikan tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di kota yang lebih
kecil, termasuk Surakarta. Kota Surakarta dengan jumlah penduduk
III-20
sebesar 564.770 jiwa, tingkat kepadatan penduduk 12.827 jiwa/km2
(Sumber: Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Surakarta, 2007),
mempunyai tingkat pertumbuhan yang sangat pesat yang dapat dilihat
dari pertumbuhan ekonomi dan sistem aktivitas kota serta pertumbuhan
fisik kota. Rizki dan Saleh (2007) menyatakan bahwa Pendapatan
Domestik Regional Bruto per kapita (PDRB/kapita) Kota Surakarta di atas
rata-rata dengan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata. Berdasarkan
pendataan terakhir Pemerintah Kota Surakarta hingga tanggal 11
September 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 103.725 jiwa (29.199
kepala keluarga miskin) dan panti asuhan 1.041 jiwa sehingga total
penduduk miskin 104.766 jiwa atau 18,55% (Amin, 2007). Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi melebihi persentase pentumbuhan penduduk akan
mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang ditandai dengan
semakin tingginya pendapatan perkapita masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi hingga 9 Desember 2009, web Kota
Surakarta www.surakarta.go.id, data dari UPT Kota Surakarta, serta
Hadiyati (2009), saat ini terdapat 47 pasar modern dengan format
hypermarket 3 gerai, 8 gerai supermarket, dan 36 gerai minimarket.
Sedangkan pasar tradisional terdiri dari 22 pasar yang tersebar di hampir
seluruh wilayah Surakarta. Namun, lokasi pasar modern cenderung di
pusat kota, hanya sebagian kecil minimarket yang berada di pinggiran
kota. Oleh karena itu, penambahan gerai minimarket terutama di daerah
pinggiran kota dan daerah dengan konsumen yang belum tercover pasar
modern yang ada, dipandang mempunyai potensi dan prospek yang
cukup bagus, melihat tingkat kepadatan dan PDRB/kapita yang cukup
tinggi serta tingkat kemiskinan yang rendah, sehingga daya beli dan pola
konsumsi masyarakat cenderung tinggi. Usulan penambahan gerai
minimarket ini dengan mempertimbangkan perkembangan kebutuhan
III-21
masyarakat dan perubahan gaya hidup yang mengakibatkan terjadinya
perubahan perilaku dalam berbelanja.
Tumbuh pesatnya minimarket dengan jarak lokasi yang terlalu
dekat baik antar minimarket maupun dengan pasar modern lain dan
pasar tradisional, akan berakibat pada kecenderungan penurunan pangsa
pasar tradisional dari tahun ke tahun, terjadinya kanibalisme serta
persaingan tidak sehat antar fasilitas pasar yang ada. Hal ini juga tidak
sesuai dengan kebijakan pemerintah, seperti PP No. 112 tahun 2007
mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan,
dan toko modern, serta SK Menperindag No. 107/1998, PP No. 16/1997
dan Kepmenperindag No.259/MPP/Kep/7/1997 mengenai kebijakan
zoning pasar modern dan pasar tradisional.
Ma’ruf (2005) menyatakan bahwa lokasi merupakan salah satu
faktor yang penting dalam pemasaran retail. Oleh karena itu, penentuan
lokasi merupakan faktor yang krusial dalam memulai dan menghadapi
persaingan dalam bisnis minimarket retail ini. Hal ini terkait dengan
prospek minimarket ke depan mengenai tingkat penjualan (omset) dan
kepuasan konsumen. Selain itu, penentuan lokasi yang tepat
dimaksudkan juga untuk melindungi kelangsungan hidup pasar
tradisional dan menghindari kanibalisme antar minimarket. Krajewski
dan Ritzman (2005) menyebutkan faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan usaha jasa, yaitu: (1) lokasi dekat
dengan konsumen, (2) biaya transportasi dan jarak, (3) lokasi kompetitor,
dan (4) lingkungan lokasi. Dilihat dari sudut pandang konsumen, Ma’ruf
(2005) menyebutkan bahwa karakteristik pasar yang dapat menunjang
bisnis retailing salah satunya dapat dilihat dari tingkat perekonomian yang
meliputi tingkat pendapatan, persebaran pendapatan, dan consumer credit.
Oleh karena itu, dalam penentuan lokasi untuk mendirikan
minimarket baru perlu memperhatikan keberadaan pasar tradisional
III-22
maupun pasar modern yang sudah ada, terkait dengan jarak, harga, jenis
produk yang ditawarkan serta kompetitor. Selain itu, penentuan lokasi
juga memperhatikan prospek tingkat penjualan (omset) dan perolehan
laba minimarket dengan mempertimbangkan tingkat kepadatan dan
pendapatan penduduk tiap wilayah serta kecenderungan perilaku
berbelanja masing-masing kelas masyarakat.
Untuk mempermudah dalam menentukan lokasi minimarket baru
agar dapat memenuhi demand konsumen dapat dilakukan dengan
mengembangkan suatu model matematik optimasi, yaitu Network Location
Model. Hal ini mengingat alternatif lokasi cukup banyak dan lokasi
minimarket harus berada di sepanjang jalan umum (network) agar mudah
dijangkau konsumen. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Melkote dan Daskin (2001), model referensi yang digunakan adalah model
mixed integer programming dengan asumsi bahwa satu demand hanya dapat
dilayani oleh satu fasilitas.
Namun, pada kenyataannya dalam menentukan lokasi untuk
berbelanja - dalam hal ini adalah minimarket– konsumen tidak selalu
memilih satu minimarket dengan jarak terdekat. Banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen untuk memilih beberapa alternatif
minimarket, seperti jarak, harga, kelengkapan produk, pelayanan,
keamanan, kenyamanan, kebersihan, faktor objektif (kebutuhan), serta
faktor psikologis, seperti rasa bosan dan ingin mencari suasana baru
dalam berbelanja (Anonymous, 2007). Perubahan selera atau preferensi
konsumen dalam berbelanja menyebabkan konsumen dalam satu lokasi
bisa terbagi ke beberapa minimarket atau disebut dengan split demand.
Pada penelitian ini model yang telah dibuat oleh Melkote dan
Daskin (2001) dikembangkan dengan ketentuan konsumen dapat memilih
2 alternatif minimarket terdekat untuk berbelanja. Penerapan model ini
dilakukan pada kasus penentuan lokasi baru untuk minimarket di Kota
III-23
Surakarta. Berdasarkan observasi pendahuluan dan studi literatur
(Priyono, dkk., 2003; Anonymous, 2007; Ma’ruf, 2005), faktor-faktor
seperti jumlah penduduk, jarak konsumen ke minimarket, frekuensi
belanja, volume belanja, serta tingkat pendapatan konsumen akan
dipertimbangkan dalam model. Hal ini dilakukan untuk menghitung
bobot masing-masing kelas pelanggan sehingga dapat menghitung
ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke
minimarket usulan atau disebut dengan pelanggan berbobot.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan suatu model
Network Location dengan split demand untuk menentukan usulan lokasi
minimarket dengan konsep waralaba di Kota Surakarta dengan
mempertimbangkan faktor jumlah penduduk serta keterkaitan antara
faktor jarak, frekuensi belanja, volume belanja serta kelas pendapatan
penduduk tiap wilayah RW untuk dapat memaksimalkan ekspektasi
jumlah pelanggan berbobot.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
mengembangkan suatu model menggunakan Network Location Model
dengan split demand dengan memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan
berbobot untuk memberikan usulan lokasi minimarket dengan konsep
waralaba di Kota Surakarta.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dari laporan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
III-24
1. Memberikan usulan lokasi pendirian minimarket baru yang
dapat mewakili kecenderungan perilaku masyarakat dalam
berbelanja sehingga dapat memenuhi demand konsumen.
2. Dengan adanya ekspektasi jumlah pelanggan berbobot dan
strategi pemilihan lokasi yang tepat diharapkan mampu
memaksimalkan omset penjualan (pihak minimarket).
3. Dengan mengatur lokasi pendirian minimarket baru dengan
mempertimbangkan jarak minimal, diharapkan dapat
menghindari kanibalisme antar minimarket serta menjaga
kelangsungan hidup pasar tradisional.
1.5 BATASAN MASALAH
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian tidak terlalu luas
dan memperjelas obyek penelitian yang akan dilakukan. Batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penentuan usulan lokasi minimarket mempertimbangkan
keberadaan pasar tradisional, hypermarket, supermarket, dan
minimarket yang ada.
2. Penentuan lokasi minimarket baru terletak di pinggir jalan
umum, yaitu jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal,
sedangkan kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali
jalan lingkungan dalam perumahan/perkotaan.
3. Kriteria yang dijadikan acuan dalam pemilihan lokasi minimarket
adalah jumlah penduduk, jarak konsumen ke minimarket,
frekuensi belanja, volume belanja, serta tingkat pendapatan
konsumen.
1.6 ASUMSI
III-25
Asumsi digunakan untuk menyederhanakan kompleksitas
permasalahan yang diteliti. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan
laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada pembangunan pasar modern dan pasar tradisional
baru selama penelitian karena apabila terjadi perubahan jumlah
existing pasar modern dan pasar tradisional akan berpengaruh
pada jumlah usulan minimarket, sehingga perubahan data yang
terkait tidak dipertimbangkan.
2. Tidak ada pembangunan jalan umum atau network baru selama
penelitian karena apabila terjadi perubahan pada network akan
berpengaruh pada pengolahan data jarak tempuh, sehingga
perubahan data yang terkait tidak dipertimbangkan.
3. Jarak diasumsikan simetris, yaitu jarak dari titik lokasi A ke titik
lokasi B sama dengan jarak dari titik lokasi B ke titik lokasi A.
Pada kenyataannya jarak konsumen dari dan menuju minimarket
bisa saja berbeda karena faktor tertentu, misal kemungkinan jalan
searah. Namun, untuk menyederhanakan perhitungan maka
diasumsikan jarak simetris.
4. Seluruh data yang terkait dalam penelitian tidak mengalami
perubahan selama periode penelitian karena apabila terjadi
perubahan akan berpengaruh pada pengolahan data, sehingga
perubahan data yang terkait dengan penelitian tidak
dipertimbangkan.
5. Berdasarkan jenis pekerjaan penduduk tiap wilayah kelurahan,
tingkat pendapatan diklaster menjadi tiga kelas, yaitu tinggi,
sedang, dan rendah. Hal ini untuk mengklasifikan tingkat daya
beli yang berpengaruh pada perhitungan bobot daya beli untuk
tiap kelas pendapatan.
III-26
6. Tingkat pendapatan seluruh RW diasumsikan sama untuk tiap
kelas. Satu titik RW mewakili satu titik demand, sehingga untuk
mempermudah pengelompokan pendapatan dan perhitungan
daya beli maka tingkat pendapatan diasumsikan sama untuk tiap
kelas.
7. Minimarket yang akan di bangun memiliki satu merk dagang.
Hal ini untuk menegaskan bahwa minimarket yang akan
diusulkan merupakan satu jaringan minimarket dengan satu
merk tertentu. Dari sisi persaingan usaha sebenarnya jarak antar
minimarket tidak begitu dipermasalahkan kecuali minimarket
tersebut memiliki satu merek dagang.
8. Jarak minimal antara minimarket usulan dengan existing
minimarket adalah 1 kilometer. Hal ini untuk menghindari
kanibalisme dan persaingan tidak sehat antar minimarket. Jarak
minimal ini juga ditetapkan berdasarkan referensi dan
pertimbangan salah satu Perda, yaitu Perwali Kota Bandar
Lampung No. 17 Tahun 2009
9. Jarak minimal antara minimarket usulan dengan pasar
tradisional, hypermarket, maupun supermarket adalah 500 meter.
Hal ini untuk dilakukan untuk melindungi keberadaan pasar
tradisional. Jarak minimal ini juga ditetapkan berdasarkan
referensi dan pertimbangan beberapa Perda, yaitu Perwali Kota
Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 dan Perda Kota Jakarta No.2
Tahun 2002.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk memberikan
kemudahan dan pemahaman mengenai hasil penelitian tugas akhir bagi
III-27
pembaca, adapun sistematika yang digunakan dalam penyusunan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan latar belakang penelitian, perumusan
masalah
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
asumsi yang digunakan, dan sistematika penulisan laporan
Tugas Akhir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan konsep dan studi literatur mengenai
retailing, franchising, network location model, Geographic
Information System, dan sampling yang digunakan sebagai
landasan teori, referensi, dan dasar pemikiran dalam
penelitian yang berhubungan dengan penentuan lokasi yang
berasal dari berbagai sumber pustaka.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai tahapan penyelesaian
masalah secara umum secara terstruktur dan sistematis yang
digambarkan dalam flow chart yang disertai dengan
penjelasan singkat.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini diuraikan mengenai proses pengumpulan data
yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan proses
pengolahan data untuk mengembangkan model penentuan
lokasi dan menentukan usulan lokasi minimarket baru di
Kota Surakarta. Data yang diperoleh hasil dari penelitian di
lapangan baik melalui observasi maupun literatur.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
III-28
Pada bab ini diuraikan mengenai analisis hasil perhitungan
dan interpretasi hasil pengolahan data yang dilakukan
untuk memperoleh kesimpulan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diuraikan mengenai target pencapaian dari
tujuan penelitian tugas akhir ini dan kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian. Bab ini juga menguraikan
saran dan masukan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 RETAILING
2.1.1 Gambaran Umum Bisnis Ritel
Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu
bisnis menjual dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi
kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang
ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory, dan providing
service (Sopiah, 2008). Bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni
ritel tradisional dan ritel modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan
pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring
perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut
kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009). Jenis-jenis ritel modern dapat
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern
III-29
URAIANPASAR MODERN
(PASAR SWALAYAN)
DEPARTEMENT STORE SPECIALITY STORE
MALL/ SUPERMALL/
PLAZATRADE CENTRE
Definisi
Sarana penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembako
Sarana penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembako, yang disusun dalam bagian yang terpisah-pisah dalam bentuk counter
Sarana penjualan yang hanya memperdagangkan satu kelompok produk saja. Trend saat ini adalah produk elektronik dan bahan bangunan dalam skala yang cukup besar
Sarana untuk melakukan perdagangan, rekreasi, restoran, dan sebagainya, yang terdiri dari banyak outlet yang terletak dalam bangunan / ruang yang menyatu
Pusat jual beli barang sandangm papan, kebutuhan sehari-hari, dll. Secara grosiran dan eceran yang didukung oleh sarana yang lengkap, seperti restoran/food courts
Metode Penjualan
* Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan (pembeli mengambil sendiri barang dari rak-rak dagangan dan membayar di kasir). * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
* Dilakukan secara eceran dan cara pelayanan umumnya dibantu oleh pramuniaga. * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
* Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan. * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
* Dilakukan secara eceran langsung pada konsumen akhir, di mana outlet di dalamnya menerapkan metode swalayan maupun dibantu pramuniaga. *Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
*Dilakukan secara eceran dan grosir, umumnya dibantu oleh pramuniaga. *Dapat dilakukan tawar menawar harga barang
Sumber: Peraturan Presiden no.112 th 2007, Media Data dalam Pandin (2009) 2.1.2 Perkembangan Pasar Modern
Pasar Modern adalah tempat penjualan barang-barang kebutuhan
rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana penjualan
dilakukan secara eceran dan dengan cara swalayan, konsumen mengambil
sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir (Anonymous,
2009). Dalam lima tahun terakhir, pasar modern merupakan penggerak
utama perkembangan ritel moden di Indonesia. Pada 2004 – 2008, omset
pasar modern bertumbuh 19,8%, tertinggi dibanding format ritel modern
yang lain. Omset Department Store, Specialty Store dan format ritel modern
lainnya masing-masing meningkat hanya 5,2%, 8,1%, dan 10,0% per
tahun. Peningkatan omset yang cukup tinggi tersebut membuat pasar
modern semakin menguasai pangsa omset ritel modern. Perkembangan
market share pasar modern dari tahun 2004-2008 meningkat dari 70,5%
menjadi 78,7% dari total omset ritel modern (AC Nielsen dalam Pandin,
2009).
III-30
Setelah diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada era 1970-an,
saat ini terdapat tiga jenis pasar modern, yaitu minimarket, supermarket,
dan hypermarket. Perbedaan utama dari ketiganya terletak pada luas lahan
usaha dan range jenis barang yang diperdagangkan, dapat dilihat pada
tabel 2.3. Berikut karakteristik dari ke-3 jenis Pasar Modern tersebut
(Pandin, 2009:4):
Tabel 2.2 Karakteristik Pasar-pasar Modern
Uraian Minimarket Supermarket HypermarketBarang yang diperdagangkan
Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari
Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari
Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari
Jumlah item < 5000 item 5000 - 25000 item > 25000 itemJenis Produk Makanan kemasan, barang-
barang hygienis pokokMakanan, barang-barang rumah tangga
Makanan, barang-barang rumah tangga, elektronik, pakaian, alat olahraga
Model Penjualan Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan
Luas Lantai Usaha (BerdasarPerpres No. 112 th 2007)
Maksimal 400m2 4000 - 5000 m2 > 5000 m2
Luas Lahan Parkir Minim Standard Sangat LuasModal (di luar tanah bangunan)
s/d 200 juta Rp 200 juta - Rp 10 Milyar Rp 10 Milyar ke atas
Sumber: Peraturan Presiden no.112 tahun 2007, AC Nielsen, Suryadarma dkk dalam
Pandin(2009)
2.1.3 Perkembangan Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya
Berdasarkan jenisnya, minimarket dan hypermarket adalah pasar
modern dengan performance yang sangat signifikan dalam kurun waktu 5
tahun terakhir ini. Performance minimarket yang sangat baik terlihat dari
laju pertumbuhan omsetnya. Pada 2004 – 2008 omset minimarket
meningkat sangat tinggi, rata-rata 38,1% per tahun. Omset hypermarket
juga meningkat cukup tinggi, yakni 21,5% per tahun. Sementara pada
periode 2004 – 2008 tersebut, omset supermarket meningkat hanya 6,2%
per tahun (Pandin, 2009:5).
III-31
Penguasaan pangsa omset oleh hypermarket telah terjadi sejak tahun
2005. Sebelumnya, yakni pada 2004, market share omset terbesar dipegang
oleh supermarket. Penurunan pangsa omset supermarket yang terjadi
terus menerus – bahkan pada tahun 2008, menjadi yang yang terkecil –
menunjukkan bahwa format supermarket tidak terlalu favourable lagi.
Sebab, dalam hal kedekatan lokasi dengan konsumen, supermarket kalah
bersaing dengan minimarket (yang umumnya berlokasi di perumahan
penduduk), sementara untuk range pilihan barang, supermarket tersaingi
oleh hypermarket. Kinerja cemerlang hypermarket juga ditunjukkan melalui
pertumbuhan jumlah gerai. Pada 2004-2008 pertumbuhan gerai
hypermarket sangat tinggi, yakni 39,8% per tahun. Gerai minimarket juga
meningkat cukup tinggi , yakni 16,4% per tahun, sementara gerai
supermarket meningkat 10,9% per tahun. Jumlah gerai hypermarket yang
bertumbuh sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa format hypermarket
yang baru diperkenalkan ke masyarakat di Indonesia pada awal tahun
2000-an disambut baik oleh konsumen di tanah air (Pandin, 2009:6-7).
2.1.4 Gerai dan Peritail
Peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau
jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen (Ma’ruf,
2005:71). Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai
bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam
segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa,
yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi
berbelanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Gerai-gerai
dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai modern dan
tradisional. Peritel besar adalah peritel berbentuk perusahaan yang
melakukan kegiatan perdagangan ritel dalam skala besar, baik dalam arti
gerai besar maupun dalam arti mempunyai gerai besar dan sekaligus
gerai kecil. Perusahaan perdagangan ritel besar dapat memiliki format
III-32
bervariasi dari yang terbesar (perkulakan) hingga yang terkecil atau
minimarket (Ma’ruf, 2005:71).
1) Gerai tradisional
Adalah gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa:
warung,toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana
yang permanen (tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter
di sambung papan sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya.
Menurut penelitian AC Nilsen dalam Ma’ruf (2005), selama 10 tahun
sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang kebanyakan di luar kota
dengan omset rata-rata Rp 100.000 per hari.
2) Gerai modern
Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta, arti modern
di sini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama
dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil
langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya
pramuniaga profesional.
Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an.
Supermarket mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini, konsep one stop
shopping mulai dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi
populer awal 1990-an. Macam-macam gerai modern diantaranya
minimarket, convenience store, special store, factory outlet, distro,
supermarket, perkulakan, super store, hypermarket, mall, dan trade centre
(Ma’ruf, 2005:74-75).
2.1.5 Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Menurut seorang pakar retail, Prodjolalito dalam Tambunan dkk.
(2004), permasalahan utama antara retail modern (minimarket,
supermarket dan hypermarket) dan retail tradisional, terutama di kota-kota
besar seperti Jakarta adalah lokasi, di mana retail modern dengan
kekuatan modalnya yang luar biasa berkembang begitu pesat yang
III-33
lokasinya berdekatan dengan lokasi retail tradisional. Padahal sudah ada
Peraturan Daerah No 2 Tahun 2002 mengenai pengaturan (izin) lokasi
bagi retail modern. Dua komponen penting dari SK tersebut adalah jarak
minimum antara retail modern dengan retail tradisional, dan jam buka
retail moderen berbeda, yakni antara jam 10 pagi hingga jam 10 malam.
Perbedaan jarak ini dimaksud untuk memberi kesempatan bagi
pasar-pasar tradisional untuk tetap bisa mendapatkan pembeli dari
masyarakat sekitar pasar tersebut. Sedangkan perbedaan waktu buka
adalah untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk
tetap mendapatkan pembeli yang ingin belanja di bawah jam 10 pagi.
Meskipun demikian, dengan berkembangnya retail modern menyebabkan
pangsa pasar tradisional dari tahun ke tahun semakin menurun.
Menurut seorang pakar retail, Prodjolalito dalam Tambunan dkk.
(2004), masih banyaknya pasar yang tetap bisa bertahan hingga saat ini
(dan kemungkinan juga di masa depan), walaupun pertumbuhan retail
modern sangat pesat, juga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
segmen pasar. Berdasarkan pendapatan, konsumen dapat dibagi dalam 5
segmen, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Segmen Pasar Retail Modern dan Retail Tradisional Sumber: Tambunan, dkk., 2004:23
Meskipun segmen pasar retail tradisional dan modern cenderung
berbeda, tetapi masih tetap terjadi persaingan dalam memperoleh
Atas - atas
Bawah - bawah
Menengah – atas Menengah Menengah -
Special market atau toko yang menjual
produk dengan kualitas tinggi
Retail Modern
Retail Tradisional
III-34
konsumen, baik antar retail tradisional dan modern, maupun intern retail
tradisional dan intern retail modern (Ma’ruf, 2005). Gambaran persaingan
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Perang Antar Saluran
Sumber: Ma’aruf, 2005:87
Karakteristik pasar yang dapat menunjang bisnis retailing secara
umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (Ma’ruf, 2005), yaitu :
1. Pola Demografi
Pola Demografi meliputi :
a. Population growth (Pertumbuhan tingkat populasi)
Oleh karena konsumen yang dituju adalah manusia, maka perlu
diketahui pertumbuhan tingkat populasi di sejumlah daerah yang
diinginkan untuk pendirian toko. Hal ini agar pendirian toko dapat
mengena pada target konsumen yang dituju.
b. Age Distribution (Distribusi Umur)
Adanya tingkat kepentingan yang berbeda untuk beragam
kalangan umur. Konsumen dengan umur lebih tua berbelanja lebih
sering namun dengan kuantitas yang lebih sedikit dibandingkan yang
lebih muda. Dari distribusi umur dapat dijadikan acuan dalam
pemilihan jenis toko ritel yang akan dibuat.
III-35
c. Population Mobility
Perubahan lokasi tempat tinggal konsumen setidaknya memiliki
tiga dampak terhadap retailing :
Toko harus mengikuti kemanapun konsumen pergi.
Perbedaan gaya hidup. Perbedaan yang mungkin signifikan
adalah gaya hidup di daerah perkotaan dan pedesaan. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat kota lebih memilih
pasar modern, dengan alasan kenyamanan sedangkan
masyarakat pedesaan akan cenderung memilih pasar tradisional
dengan alasan harga yang relatif lebih murah.
Konsumen yang pindah ke daerah baru, cenderung mencari toko
yang sama seperti di daerah sebelumnya.
d. Suburbanization
Pembangunan di daerah suburban saat ini sudah mulai terlihat
mengalami perkembangan. Hal ini ditandai dengan adanya pendirian
shopping center.
2. Tingkat Perekonomian
a. Tingkat Pendapatan konsumen, dapat dijadika pertimbangan jenis
barang dan tingkatan harga yang sebaiknya diterapkan.
b. Persebaran Pendapatan, dapat diperkirakan seberapa besar daya
beli di suatu daerah.
c. Consumer Credit, dapat dijadikan alternatif dalam menarik
konsumen.
3. Karakteristik konsumen
a. Changing Role of Women
Wanita pekerja kantoran akan memilih membeli makanan jadi
daripada membeli bahan makanan yang mengharuskan mereka untuk
memasak
b. More informality but little extra leisure
III-36
Penerapan “one stop, self service” di sebuah toko akan memberikan
kemudahan dan kenyamanan tersendiri bagi konsumen. Mereka
diberikan kebebasan dalam memilih produk namun tetap dapat
menghubungi karyawan toko apabila menemui kesulitan.
c. Motif Pemilihan Toko Oleh Konsumen
Motif pemilihan toko oleh konsumen hingga saat ini masih
dipelajari dikarenakan banyaknya alasan yang dapat membuat orang
lebih memilih berbelanja di toko A dari pada toko B. Layout toko yang
menarik, ruangan yang nyaman, karyawan yang ramah, dan
kelengkapan barang dapat menumbuhkan motif pemilihan toko oleh
konsumen.
d. Consumerism and ecological interest
Dengan semakin banyaknya orang yang berpendidikan, maka
mereka akan lebih berhati-hati dalam membeli dan mengkonsumsi
suatu produk.
e. Increased Crime
Adanya sebuah kesenjangan sosial di suatu daerah dapat
mendorong seseorang untuk berbuat kejahatan seperti mencuri dan
merampok. Dalam mendirikan sebuah toko perlu dipertimbangkan
kondisi keamanan lingkungan sekitar.
2.2 FRANCHISING
Franchise diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac
Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi
penjualan mesin jahitnya. Konsep ini kemudian diikuti oleh pewaralaba lain yang
lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Selanjutnya, diikuti oleh
sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898. Dalam
III-37
perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama
di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis
(www.pascaldaddy512.wordpress.com).
Di Indonesia, sistem franchise mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu
dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an ketika masuknya Shakey Pisa,
KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangan kedua franchise ini dilakukan
dengan sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi
penyalur, tetapi juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.
Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag
pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia.
Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter.
Hingga tahun 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia.
Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai dengan
perseteruan para elit politik. Tahun 2003, usaha franchise di tanah air mengalami
perkembangan yang sangat pesat (www.pascaldaddy512.wordpress.com).
Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama
yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi
franchisor maupun franchisee. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba
di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16
tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun
2007 tentang Waralaba (www.pascaldaddy512.wordpress.com).
2.2.1 Definisi Franchise
Definisi Waralaba (franchise) secara umum merupakan suatu strategi
pemasaran yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan usaha. Namun,
franchise didefinisikan menjadi beberapa versi, antara lain sebagai berikut
(www.bisnis2121.com):
1. International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai
hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor
berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang
III-38
dijalankan oleh franchisee, di bawah merek dagang yang sama, format dan
standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee
menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
2. Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu
sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan
untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-
cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi
area tertentu.
3. PP No.16/1997 waralaba diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut,
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi
inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.
Definisi franchise menurut sejumlah pakar, antara lain sebagai berikut:
a. Campbell Black dalam bukunya Black''s Law Dict menjelaskan franchise
sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk
menjual produk atau jasa atas nama merek tersebut.
b. David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem
pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee)
yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh
franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
c. Waralaba adalah hubungan bisnis antara pemilik merek, produk dan sistem
operasioal dengan pihak kedua berupa pemberian izin pemakaian merek,
produk, sistem operasional dalam jangka waktu tertentu (Ma’aruf, 2005:90).
2.2.2 Elemen Franchise
Menurut International Franchise Association (www.Franchise.org),
franchise atau waralaba pada hakekatnya memiliki 3 elemen berikut:
1. Merek
III-39
Dalam setiap perjanjian waralaba, sang pewaralaba (franchisor) –
selaku pemilik dari sistem waralabanya memberikan lisensi kepada
terwaralaba (franchisee) untuk dapat menggunakan merek dagang /
jasa dan logo yang dimiliki oleh pewaralaba.
2. Sistem Bisnis
Keberhasilan dari suatu organisasi waralaba tergantung dari
penerapan sistem/metode bisnis yang sama antara pewaralaba dan
terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup
standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah
produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas
bisnis, standar periklanan, sistem reservasi, sistem akuntansi, kontrol
persediaan, kebijakan dagang, dan lain-lain.
3. Biaya (Fees)
Dalam setiap format bisnis waralaba, pewaralaba baik secara langsung
atau tidak langsung menarik pembayaran dari terwaralaba atas
penggunaan merek dan partisipasi dalam sistem waralaba yang
dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas biaya awal, biaya royalti, biaya
jasa, biaya lisensi dan atau biaya pemasaran bersama.
2.2.3 Tipe Franchise
Menurut International Franchise Association (www.Franchise.org),
secara umum terdapat beberapa bentuk, yaitu :
1. Unit franchising
Dalam unit franchise, pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba
untuk menjalankan sejumlah satu (single) bisnis waralabanya dalam
lokasi/daerah yang telah ditentukan. Ada 2 pihak yang
berkepentingan dalam bentuk ini, yaitu pewaralaba dan terwaralaba
2. Area development franchising
Dalam area development franchising, pewaralaba memberikan hak
kepada terwaralaba (disebut area developer) suatu daerah tertentu yang
III-40
harus dikembangkan. Terwaralaba tersebut memiliki hak dan
kewajiban untuk membuka dan mengoperasikan sendiri sejumlah unit
waralaba tertentu sesuai dengan jadwal rencana pengembangan yang
telahditetapkan sebelumnya. Biasanya, jika target jadwal rencana
pengembangan waralaba yang bersangkutan tidak tercapai,
pewaralaba akan memutuskan kontrak perjanjian pengembangan
waralaba pada daerah tersebut.
3. Subfranchising
Subfranchising, kadang disebut juga master franchising, sifatnya mirip
dengan area development franchising, hanya saja bentuk waralaba ini
melibatkan 3 pihak. Perbedaannya adalah, pada bentuk waralaba ini
franchisee memiliki pilihan antara membuka sendiri unit waralabanya
atau menjual kembali unit waralaba (sub kepada pihak lain (ke-3)),
selama tujuan pengembangan waralaba dalam suatu daerah dapat
tercapai.
4. Conversion or affiliation franchising
Bentuk waralaba ini terjadi jika seorang pemilik dari suatu bisnis yang
telah berjalan ingin berafiliasi dengan suatu jaringan waralaba yang
telah terkenal. Tujuannya adalah agar bisnis tersebut dapat
memanfaatkan keuntungan dari merek terkenal dan juga sistem
operasi dari jejaring waralaba yang bersangkutan. Terwaralaba
biasanya diperbolehkan untuk tetap menggunakan merek lama yang
telah mereka miliki diikuti dengan merek terkenal dari pewaralaba.
Bentuk waralaba ini banyak diterapkan di industri perhotelan.
5. Nontraditional franchising
Pada bentuk waraba ini, pewaralaba menjual waralabanya untuk
ditempatkan pada tempat-tempat tertentu yang khusus. Misalkan,
suatu unit waralaba yang dijual didalam lokasi bisnis (misalnya ritel)
milik orang lain. Dalam hal ini pewaralaba membuat 2 perjanjian,
III-41
yaitu perjanjian dengan terwaralaba dan perjanjian dengan pemilik
bisnis.
2.2.4 Keuntungan dan Kerugian Franchise
Terdapat keuntungan dan problem potensial dalam berbisnis waralaba yang
perlu diketahui oleh peminat waralaba dan oleh pemberi hak waralaba
sebagaimana di tampilkan dalam gambar berikut:
Pewaralaba TerwaralabaPeluang pertumbuhan tinggi, tidak memerlukan modal besar, terwaralaba menjadikan pemilik waralaba bersemangat, biaya pengawasan rendah, pewaralaba masih mungkin memiliki sendiri gerai yang dioperasikan sendiri, peluang go internasional, cara mudah melakukan tes pasar atau pengembangan pasar
Mempertahankan kemandirian, reward sejalan dengan performen, resiko pendirian usaha baru sedikit, pinjaman dana mudah diperoleh, adanya bantuan persiapan dan pengoperasian, pengguna merk yang sudah dikenal masyarakat, kegiatan pemasaran yang luas bisa sampai tingkat nasional
Pewaralaba TerwaralabaKurang pengawasan sehari-hari, repuasi rawan cacat oleh perilaku beberapa terwaralaba, seorang terwaralaba menjadi terlalu kuat sehingga terjadi terwaralaba dalam terwaralaba
Realisasi laba dan omset mungkin tidak sesuai harapan, berpeluang terjadi penolakan terhadap peraturan pewaralaba, pemasok lain menawarkan dengan harga yang lebih rendah, masih diharuskan membayar fee untuk marketing meski telah berhasil menghimpun sejumlah konsumen loyal, Ketika omset meningkat fee juga meningkat
Kerugian
Keuntungan
Gambar 2.3 Keuntungan dan Kerugian Bagi Pewaralaba dan Terwaralaba
Sumber: MC Goldrick, hal 52 dalam Ma’ruf, 2005:90
2.2.5 Waralaba Minimarket Indomaret
Indomaret dari badan usaha PT. Indomarco Prismatama, adalah nama
(brand) yang dipakai untuk jaringan minimarket/grocery store, yang mulai
beroperasi tahun 1988 dengan dibukanya toko pertama. Indomaret merupakan
suatu perusahaan nasional, yang sejak tahun 1997 melakukan pola kemitraan
(waralaba) dengan membuka peluang bagi masyarakat luas untuk turut serta
memiliki dan mengelola sendiri gerai Indomaret. Dari jumlah toko yang ada,
sebagian besar adalah dalam bentuk waralaba yang terdiri dari 3 bentuk, yakni
badan hukum/usaha, perorangan, dan koperasi. Rata-rata penjualan per hari
III-42
diperkirakan sebesar 10 juta rupiah, atau per tahunnya hampir mencapai 2,5 triliun
rupiah. Indomaret mini market cenderung berada dipinggiran kota dan dekat
dengan pemukiman(Tambunan, dkk. 2004).
Pengalaman panjang yang telah teruji itu mendapat sambutan positif
masyarakat, terlihat dari meningkat tajamnya jumlah gerai waralaba Indomaret,
dari 2 gerai pada tahun 1997 menjadi 4000 gerai pada Desember 2009. Indomaret
menjadi mini market modern khas Indonesia dengan keunggulan adalah: (a) lokasi
toko dekat pemukiman atau aktivitas konsumen, dan (b) kesegaran produk,
dijamin dengan pemeriksaan produk mulai dari penerimaan, dan penanganan
produk berlaku First In First Out (Tambunan, dkk., 2004).
Strategi yang diterapkan oleh Indomaret mini market adalah melakukan
segmantasi dari target pasarnya. Indomaret memfokuskan diri pada area
pemukiman, perkantoran dan fasilitas umum dengan sasaran utama adalah ibu
rumah tangga/perempuan dan kelas menengah. Kategori produk-produk yang
dijual adalah untuk kebutuhan sehari-hari (total 3300 item), seperti makanan,
produk-produk non-makanan, barang-barang umum dan produk-produk fresh
food. Pesaing-pesaing langsung bagi Indomaret adalah circle K, Alfa dan
Starmart. Sedangkan pesaing-pesaing yang sifatnya tidak langsung karena
kategori retailnya memang berbeda adalah supermarket dan hypermarket
(Tambunan, dkk. 2004).
Jalur distribusi yang diterapkan oleh Indomaret yang memiliki lebih dari
400 produsen / suppliers / distributor/ pemasok besar dan kecil, dan dalam
pengadaan barang-barang, adalah menerapkan 2 sistem, yakni langsung dengan
pabrik-pabrik besar yang sifatnya nasional, yakni pabrik-pabrik yang mensuplai
tidak hanya Indomaret tetapi juga toko-toko lainnya seperti Alfa, Carrefour, dll.,
termasuk juga pasar-pasar tradisional di Indonesia. Sedangkan jalur distribusi
tidak langsung melalui pusat distribusi yang disebut merchandizing, yakni dengan
pemasok-pemasok kecil (industri rumah tangga) untuk jenis-jenis barang tertentu
(Tambunan, dkk., 2004), seperti dijelaskan pada Gambar 2.4.
III-43
Gambar 2.4 Sistem Pengadaan Barang Indomaret
Sumber : Tambunan, dkk., 2004
2.2.6 Waralaba Minimarket Alfamart
Pada awalnya ALFA memposisikan sebagai gudang rabat, di mana
pedagang kecil merupakan target pasar utama, tetapi di dalam perkembangannya
ALFA juga mengembangkan usahanya melalui pembangunan supermarket dan
minimarket (Alfamart). Fungsi dari gudang rabatnya juga telah berubah, tidak lagi
hanya melayani pedagang tetapi juga konsumen/pemakai akhir. Sampai dengan
akhir Septemer 2003, ALFA telah memiliki 492 minimarket, mempekerjakan
5.898 karyawan lokal dan penjualan rata-rata per tahunnya diperkirakan mencapai
1,8 triliun rupiah dengan pangsa pasar sebesar 8%. Sesuai kepemilikan, Alfamart
terdiri dari tiga macam, yakni milik Alfa sendiri, waralaba dan independent
operator. Sejak tahun 1994, kegiatan perusahaan dibagi menjadi 3 (tiga) divisi,
yaitu divisi swalayan, divisi grosir, dan divisi distribusi (Tambunan, dkk., 2004).
Sistem pengadaan barang yang diterapkan oleh Alfa adalah sistem yang
mana pabrik-pabrik, khususnya yang skala besar, mensuplai produknya ke pusat
distribusi (Alfa Distribution Centre), selanjutnya di salurkan ke semua toko
Alfamart. Sedangkan pabrik-pabrik kecil mensuplai langsung ke Alfamart.
Alfamart juga mempunyai kontrak bisnis dengan sejumlah pengumpul komoditi-
komoditi pertanian. Pabrik-pabrik dan pengumpul-pengumpul pertanian yang
mensuplai Alfa juga mensuplai toko-toko dan distributor lainnya (Tambunan dkk.,
2004). Sistem Pengadaan Barang Alfamart dapat dilihat pada gambar 2.5.
III-44
Gambar 2.5 Sistem pengadaan barang Alfamart
Sumber : Tambunan dkk., 2004
Alfamart memfokuskan pemasaran pada golongan menengah dan
menengah ke bawah. Adapun strategi pemasaran yang ditetapkan oleh divisi
swalayan adalah sebagai berikut: (a) promosi dalam gerai; (b) komunikasi dengan
pelanggan melalui telepon bebas pulsa 0-800-1090-234 dan situs www.alfa-
retail.co.id; (c) penjualan murah untuk barang-barang yang dibeli dengan harga
khusus dari pemasok dilakukan secara berkala oleh perseroan dan diinformasikan
melalui Alfa Info yaitu brosur yang diterbitkan 2 minggu sekali; (d) pembentukan
Alfa Familly Club (AFC) sebagai wadah loyalitas konsumen, anggota mendapat
diskon khusus; (e) pembentukan divisi customer care melalui pembinaan
pelayanan karyawan kepada konsumen, serta melakukan kegiatan sosial dalam
pundi amal alfa; dan (f) hadiah undian (Tambunan, dkk., 2004).
Alfamart yang mulai berdiri pada 18 Oktiber 1999 dengan outlet pertama
yang beroperasi di Jl. Beringin-Tangerang. Total kini Alfamart telah memilki
outlet lebih dari 3250 buah, dengan didukung oleh 10 Distribution Centre (DC).
Dari keseluruhan outlet tersebut 35%-nya dioperasikan dengan sistem franchise.
Perkiraan biaya investasi awal adalah sekitar 300 - 500 juta, tergantung luas area
(Mariani, dkk., 2008).
III-45
2.2.7 Lokasi Retail
Lokasi merupakan faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran
ritel (ritail marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses
di banding gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya
menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan
sama-sama punya setting yang bagus. Untuk membuka gerai di suatu lokasi baru,
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Ma’aruf, 2005):
1. Analisis area perdagangan (trading area analisis)
Sebelum suatu toko atau gerai didirikan, langkah pertama adalah
mempelajari suatu area agar investasi yang ditanamkan dapat menguntungkan.
Area perdagangan adalah suatu wilayah dimana beberapa perusahaan menjual
barang atau jasa secara menguntungkan, luas suatu trading area dapat bervariasi
pada jenis gerai. Keputusan mendirikan gerai besar atau kecil tergantung pada
keadaan trading area yang dilayani. Suatu wilayah yang berpenduduk banyak
yang berpenghasilan cukup besar adalah trading area yang menarik banyak
pengecer. Wilayah penjualan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah
perdagangan utama, wilayah perdagangan sekunder, dan wilayah tambahan jika
digambarkan akan terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.6 Analisis Area Perdagangan
Sumber: Ma’aruf, 2005:117
III-46
Informasi itu dipakai untuk memberi gambaran batas geografis tentang
wilayah utama,sekunder,dan wilayah tambahan. Informasi itu pula yang memberi
gambaran seperti (Sumber: Ma’aruf, 2005:117):
a) Frekuensi orang-orang dari wilayah geografis yang berbeda dalam
berbelanja.
b) Besar belanja rata-rata pada toko oleh orang-orang yang berasal dari
suatu wilayah tertentu dalam area perdagangan dimaksud.
c) Konsentrasi kepemilikan kartu belanja
Sedangkan bagi toko berukuran menengah, wilayah perdagangan primer akan
lebih kecil daripada wilayah perdagangan primer gerai besar. Toko kecil akan
lebih terbatas lagi wilayah perdagangan primernya.
2. Mengetahui potensi yang tersedia
Untuk membuka gerai di suatu lokasi baru, daftar berikut ini dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia (Engel, dkk.,1995):
a) Besarnya populasi dan karateristiknya
Jumlah penduduk dan kepadatan pada suatu wilayah menjadi faktor
dalam mempertimbangkan suatu area perdagangan ritel.
b) Kedekatan dengan sumber pemasok
Pemasok mempunyai pengaruh pada peritel dalam hal kecepatan
penyediaan, kualitas produk yang terjaga, biaya pengiriman, dan
lain-lain.
c) Basis ekonomi
Industri daerah setempat, potensi pertumbuhan, fluktuasi karena
faktor musiman, dan fasilitas keuangan di daerah sekitar yang harus
diperhatikan peritel.
d) Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja yang perlu diperhatikan adalah pada semua tingkat,
yaitu tingkat administratif dan lapangan hingga manajemen trainee
dan manajerial.
III-47
e) Situasi persaingan
Penting mengenali jumlah dan ukuran pada peritel di suatu wilayah.
f) Fasilitas promosi
Adanya media massa seperti surat kabar dan radio akan
memfasilitasi kegiatan promosi peritel.
g) Ketersediaan lokasi toko
Faktor bagi suatu area perdagangan dan hal-hal yang terkait dengan
lokasi adalah: jumlah lokasi dan jenisnya, akses pada masing-masing
lokasi, peluang kepemilikan, pembatasan zona perdagangan, dan
biaya-biaya terkait.
h) Hukum dan peraturan
Hukum dan peraturan perlu di perhatikan khususnya jika terdapat
peraturan daerah yang tidak terdapat di daerah lain.
3. Mempertimbangkan faktor dalam letak atau tempat gerai yang akan
didirikan.
a) Lalulintas pejalan kaki
Untuk mendapatkan informasi mengenai:
(1) Jumlah pria dan wanita yang melintas (anak-anak usia tertentu
kebawah tidak dihitung).
(2) Jumlah orang yang melintas pada pagi, siang, sore, dan malam
atau sesuai jam
(3) Proporsi potensi konsumen (presentase pembelanjaan dari orang
yang melintas).
(4) Proporsi orang yang berkunjung dari total yang melintas.
b) Lalu lintas kendaraan
Informasi tentang jumlah dan karakteristik mobil-mobil yang
melintas, faktor lebar jalan, kondisi jalan, dan kemacetan akan
III-48
menjadi nilai tambah atau nilai kurang bagi pelangan itu menjadi
perhatian penting seorang pemasar.
c) Fasilitas parkir
Untuk kota-kota besar, pertokoan atau pusat perbelanjaaan yang
memiliki fasilitas parkir yang memadai dapat menjadi pilihan yang
lebih baik bagi peritel dibandingkan dengan pertokoan dan pusat
belanja yang fasilitas perbelanjaan yang fasilitasnya tidak memadai.
d) Trasportasi umum
Transportasi umum yang banyak melintas di depan pusat
perbelanjaan atau pertokoan akan memberi daya tarik yang lebih
tinggi karena bentuk konsumen dengan mudah langsung masuk ke
areal perbelanjaan
e) Komposisi toko
Jika ingin membuka toko perlu mempelajari dulu toko apa saja
disekitarnya, karena toko yang saling melengkapi akan
menimbulkan sinergi.
f) Letak berdirinya gerai
Letak berdirinya gerai sering kali dikaitkan dengan visibility
(keterlihatan), yaitu mudah terlihatnya toko dan plang namanya
oleh pejalan kaki dan pengendara mobil yang melintas di jalan.
g) Penilaian keseluruhan
Penilaian keseluruhan atau overall rating perlu dilakukan
berdasarkan faktor-faktor diatas agar dapat menentukan pilihan
lokasi lebih tepat.
2.3 FACILITY LOCATION (PENENTUAN LOKASI)
Model penentuan lokasi telah diterapkan di beberapa permasalahan
penempatan fasilitas sektor publik dan privat beberapa tahun terakhir.
Aplikasi location modelling juga digunakan dalam penempatan Emergency
III-49
Medical Service (EMS), stasiun pemadam kebakaran, sekolah, rumah sakit,
perusahaan penerbangan, tempat pembuangan sampah, gudang, dan
beberapa fasilitas lainnya. Teori dan location modelling pertama kali
dipelajari oleh Weber pada tahun 1909 yang membahas permasalahan
penempatan fasilitas tunggal untuk meminimasi total jarak tempuh antara
titik fasilitas dan titik demand. Kemudian, Hotelling pada tahun 1929
mempelajari penempatan dua fasilitas untuk memaksimalkan market share
(Daskin, 2008).
2.3.1 Facility Location Menurut Sule R. Dileep
Dalam penentuan lokasi, terdapat lima permasalahan penentuan
lokasi yang sering muncul (Dileep, 2001), yaitu :
1) p – Median problem
p – Median problem atau p-MP berkaitan dengan penempatan fasilitas p
(dalam p lokasi) dengan tujuan untuk meminimasi kriteria biaya. Jika
besar p adalah 1, maka permasalahannya menjadi 1-MP dst. Biaya
dapat dalam bentuk waktu, mata uang, banyaknya perjalanan (number
of trip), total jarak, atau bentuk ukuran apapun. p-MP juga sering
disebut sebagai minisum problem atau Weber problem.
2) p – Center problem
p – Center problem disebut juga p-CP dan berkaitan dengan
penempatan sejumlah p fasilitas dengan tujuan meminimasi jarak
maksimum dari fasilitas ke titik permintaan yang harusnya dilayani.
Umumnya merupakan permasalahan yang berkaitan dengan
pelayanan darurat publik, seperti pemadam kebakaran, pelayanan
ambulance, dan kantor polisi.
3) Uncapacitated Facility Location Problem (UFLP)
III-50
UFLP memiliki tujuan akhir bersifat minisum dan memperhitungkan
biaya fixed cost tergantung dimana lokasi fasilitas tersebut berada.
Jumlah fasilitas yang akan dibangun tidak ditentukan sebelumnya,
namun diketahui diakhir perhitungan setelah proses minimasi biaya.
Oleh karena kapasitas di tiap fasilitas tidak ditentukan, maka tidak
menguntungkan untuk membagi demand kepada lebih dari satu titik
supply.
4) Capacitated Facility Location Problem (CFLP)
Mirip dengan UFLP namun dengan perbedaan bahwa kapasitas di
setiap fasilitas terbatas sehingga solusi optimum yang didapat
nantinya akan menyatakan bahwa konsumen dapat dilayani oleh lebih
dari satu fasilitas.
5) Quadratic Assignment Problem (QAP)
Adalah menentukan sejumlah n fasilitas, contohnya sejumlah mesin
yang masing-masing memiliki alur, harus ditempatkan dalam
sejumlah n lokasi secara simultan agar didapat minimasi biaya total.
Yang diperoleh dengan perhitungan flow dikali jarak.
2.3.2 Facility Location Menurut Daskin
Menurut Daskin (2008), model penempatan lokasi modern secara
garis besar dibagi menjadi empat, dengan taksonomi yang dapat dilihat
pada gambar berikut:
III-51
Gambar 2.7 Taksonomi Location Model
Sumber: Daskin, 2008
1. Analytic Models
Analytic model merupakan model lokasi yang paling sederhana.
Model ini mengasumsikan bahwa demand kontinyu, tersebar di setiap
tempat di dalam area pelayanan (service region) secara uniform, dan
fasilitas dapat ditempatkan disetiap tempat di area tersebut (kontinyu).
Biasanya diselesaikan dengan kalkulus atau teknik sederhana lain.
2. Continuous Models
Continuous model memiliki karakter hampir sama dengan analytic
model, hanya saja mengasumsikan bahwa titik demand diskret, demand
terjadi pada tiap n titik diskret. Lokasi titik demand i diwakili oleh (xi,yi),
untuk i=1, 2, ..., n. Intensitas demand pada lokasi diwakili oleh hi.
Permasalahan Weber adalah untuk mencari lokasi (X,Y) fasilitas tunggal
untuk meminimasi jarak total antara fasilitas dan titik demand, dengan
formulasi sebagai berikut:
Model diselesaikan menggunakan prosedur iterasi numerik seperti
algoritma Weiszfeld (1936) dalam Daskin (2008).
3. Network Models
III-52
Network model mengasumsikan bahwa demand diskret, hanya terjadi
pada node. Sedangkan fasilitas dapat ditempatkan hanya pada node
(diskret) dan network (kontinyu). Fokus dari network model adalah
menemukan algoritma waktu polinomial. Fungsi tujuan model ini adalah
untuk meminimasi total jarak antara fasilitas dan node, disebut 1-median
problem on a tree. Goldman (1971) dalam Daskin (2008) menyebutkan
bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan pada waktu O(n), di mana n
adalah jumlah node dalam tree. Jika demand dalam suatu node 50% total
demand di seluruh node, maka lokasi optimal pada node tersebut. Jika
tidak, buang node dan linknya dari tree dan tambahkan demand ke node
yang telah dihubungkan. Prosedur diteruskan sampai mendapat node
dengan demand 50% total demand di seluruh node.
Masalah penempatan p fasilitas pada tree untuk meminimasi jarak
total demand juga dapat diselesaikan dengan waktu polinomial. Linear time
algorithma juga digunakan untuk demand yang tak berbobot (hi=1 untuk
semua i), masalah penempatan satu atau dua lokasi untuk meminimasi
jarak antara beberapa node dan fasilitas terdekat.
4. Discrete Models
Model diskret ini secara umum mengasumsikan bahwa demand
maupun fasilitasnya adalah diskret pada titik tertentu, dengan alternatif
lokasi fasilitas di luar titik demand. Demand terjadi di tiap node dan
fasilitas dibatasi pada sebuah set kandidat lokasi yang terbatas. Model
diskret dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, dapat dilihat pada
gambar berikut.
III-53
Gambar 2.8 Breakdown Discrete Location Models
Sumber: Daskin, 2008
a. Covering – based Models
Covering-based model mengasumsikan bahwa terdapat cakupan jarak
kritis atau waktu di mana kebutuhan demand harus terlayani apabila
masih termasuk dalam daerah cakupan (covered) atau “serve adequately”.
Model ini sering digunakan dalam mendesain layanan darurat seperti
stasiun pemadam kebakaran, sebuah node mungkin tidak tercovered
(misal, lebih dari 10 menit dari stasiun terdekat), tetapi demand pada lokasi
tersebut masih di layani apabila masih dalam service region. Model ini
memperlakukan jarak sebagai binary (1,0): sebuah node tercover atau
tidak. Covering model dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Set covering problem
Model set covering (Toregas et al., 1971 dalam Daskin, 2008)
bertujuan meminimumkan jumlah titik lokasi fasilitas pelayanan tetapi
dapat melayani semua titik permintaan. Untuk menggambarkan model
set covering dapat dirumuskan atau formulasikan sebagai berikut :
Dimana :
III-54
I = titik demand dengan indek i
J = titik alternatif lokasi dengan indek j
dij = jarak antara titik permintaan i dengan alternatif lokasi j
Dc = jarak pemenuhan
Ni = cij Ddj
= semua alternatif lokasi yang meliputi titik permintaan i
Variable keputusannya :
tidakjika0
lokaspadajika1 jix j
Dengan notasi di atas maka dapat di formulasikan sebagai berikut :
Minimize Jj
jx (2.1)
Subject to
iNj
j Iix 1 (2.2)
Jjx j 1.0 (2.3)
Berdasarkan Formulasi tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan (2.1)
untuk meminimasi jumlah alternatif lokasi. Batasan (2.2) setiap titik
pemintaan dapat dipenuhi sedikitnya oleh satu fasilitas, (2.3) benar
atau tidaknya suatu keputusan.
2) Max covering problem
Model lokasi maximal covering (Church and ReVelle, 1974 dalam
Daskin, 2008) menunjukkan adanya suatu batasan pada banyaknya
fasilitas untuk dijadikan sebagai lokasi. Model max covering memiliki
fungsi objektif untuk memaksimumkan jumlah titik permintaan yang
terlayani dengan batasan hanya tersedia sejumlah p titik lokasi fasilitas
pelayanan yang dapat melayani titik-titik permintaan tersebut.
Model maximal covering diformulasikan sebagai berikut :
III-55
zi = titik demand dengan indeks I,
zi variabel binary, 1 apabila terdapat titik demand, 0 apabila tidak
ih demand atau permintaan pada titik i
p banyaknya fasilitas untuk penentuan lokasi
tidakjika0
dipenuhititikjika1 ix j
Maximize Ii
ii zh (2.4)
Subject to :
IizxiNj
ij
0 (2.5)
Jj
j px (2.6)
Jjx j 1,0 (2.7)
Iiz i 1,0 (2.8)
Berdasarkan formulasi atau rumus pada model maximal covering dapat
diketahui, tujuan (2.4) memaksimalkan total permintaan yang dapat
dipenuhi. Batasan (2.5) pemenuhan permintaan pada titik i tidak
terhitung, kecuali pada salah satu alternatif lokasi yang dapat
memenuhi titik i. (2.6) membatasi banyaknya fasilitas pada daerah
penempatan. (2.7 dan 2.8) merupakan suatu keputusan penempatan
lokasi sebagai pemenuhan titik-titik permintaan.
3) p-center problem
Model p-center fungsi objektifnya adalah meminimumkan rata-rata
jarak terjauh (coverage distance) antara titik permintaan dan titik lokasi
fasilitas pelayanan. Fungsi objektif dalam model p-center sering disebut
MinMax objective. Model p-center diformulasikan sebagai berikut :
W = memaksimal antara titik permintaan dan lokasi pada
jarak yang telah ditentukan.
III-56
tidakjika0
titikpadalokasisuatumenentukanuntuktitikjika1 jiy ji
Berdasarkan variabel keputusan di atas maka dapat diformulasikan :
Maximize W (2.9)
Subject to :
Jj
j px (2.10)
IiyJj
ij
1 (2.11)
JjIixy jij ,0 (2.12)
IiydhWJj
ijiji
0 (2.13)
Iix j 1,0 (2.14)
JjIiyij ,1,0 (2.15)
Pada formulasi di atas maka dapat diketahui, tujuan (2.9) adalah
meminimasi jarak pada demand-weighted pada tiap titik permintaan
dengan lokasi yang terdekat sehingga dapat bernilai maksimal.
Batasan (2.10) menetapkan p sebagai lokasi, (2.11) setiap titik
permintaan hanya dapat dipenuhi oleh satu lokasi saja, (2.12)
pembatasan pada titik-titik permintaan hanya pada satu lokasi, (2.13)
pada demand-weighted yang maksimal dapat diminimasi dengan jarak
yang lebih kecil, 2.(14) variabel keputusan dengan bilangan biner, (2.15)
permintaan hanya dapat ditentukan oleh satu titik lokasi saja.
b. Median – based Models
Median-based model mengukur jarak yang sebenarnya. Model ini
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) P-median
III-57
Model ini bertujuan menempatkan p fasilitas untuk
meminimalkan jarak rata-rata antara titik lokasi fasilitas terdekat
dengan beberapa titik demand. Model p-median dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Di mana Yij merupakan variabel assigment, bernillai 1 apabila
demand pada node i ditugaskan ke kandidat fasilitas j, dan bernilai 0
jika sebaliknya. Demand node secara otomatis akan ditugaskan ke
fasilitas terdekat yang buka di beberapa solusi feasible, dirumuskan
dalam constraint berikut.
Model ini dapat diselesaikan dengan mengembangkan algoritma secara
heuristik dan optimal. Neighborhood search algorithm berdasar observasi
1-median dapat menemukan waktu polinomial dengan total enumerasi.
Selain itu, juga bisa digunakan algoritma tabu search dan algoritma
genetika.
P-median tidak memperhatikan perbedaan biaya pada fasilitas
yang berbeda. Uncpacitated Facility Location Problem (UFLP) hampir
sama dengan p-median, hanya saja tidak memakai batasan jumlah
fasilitas yang ditempatkan. P-centre tidak memperhatikan demand level,
cenderung ditempatkan di area dengan jumlah populasi sedikit, tetapi
lebih terpusat. Max covering model menghitung populasi tetapi
III-58
perhitungan jarak binary, cenderung menempatkan fasilitas di area
dengan populasi banyak. Sedangkan p-median menghitung baik jumlah
populasi maupun jarak aktual, dan cenderung menempatkan fasilitas
di area padat penduduk.
2) Fixed Charge
Model ini bertujuan untuk meminimalkan biaya fasilitas dan
biaya transport demand menuju lokasi terdekat.
Input:
I set lokasi demand (customer), diwakili i
J set kandidat lokasi fasilitas, diwakili j
hi demand pada node i I
fj fixed cost menempatkan fasilitas pada kandidat j J
cij unit cost shipping antara fasilitas j J dan demand di node i
I
Model fixed charge facility location dapat diformulasikan sebagai berikut
(Balinski, 1965 dalam Daskin, 2008):
Decision Variable:
jX =
tidakjika 0J j fasilitaskandidat enempatkan jika 1 m
Yij = fraksi demand di lokasi demand i I yang dilayani oleh
fasilitas di j J
c. Model Lain
III-59
1) P-dispersion
Model ini bertujuan untuk memaksimalkan jarak minimum antar
faslitas. Hal ini dilakukan untuk menghindari kanibalisme antar
fasilitas sejenis, misal: franchise. Model p-dispersion dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Decision variabel model ini adalah:
M = konstanta yang besar ( misal : ijJjIidMax
,)
D = jarak minimum yang memisahkan antar fasilitas
2.4 LINEAR PROGRAMMING
Linear Programming (LP) merupakan teknik riset operasional
(operation research technique) yang telah dipergunakan secara luas dalam
berbagai jenis masalah manajemen (Gaspersz, 2004: 315). Pemrograman
linier memakai suatu model matematis untuk menggambarkan masalah
yang dihadapi. Kata sifat ‘linier’ berarti bahwa semua fungsi matematis
dalam model ini harus merupakan fungsi – fungsi linier. Kata
‘pemrograman’ di sini merupakan sinonim untuk kata ‘perencanaan’.
Maka, membuat pemrograman linier adalah membuat rencana kegiatan –
kegiatan untuk memperoleh hasil yang optimal, ialah suatu hasil yang
mencapai tujuan yang ditentukan dengan cara yang paling baik (sesuai
III-60
model matematis) di antara semua alternatif yang mungkin (Lieberman
dan Hillier, 1994: 27).
2.4.1 Komponen Model Integer Linear Programming
Lieberman dan Hillier (1994) menyatakan bahwa model integer
linear programming memiliki tiga komponen utama, yaitu :
a. Fungsi Tujuan (Objective Function)
Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran
dari dalam permasalahan integer linear programming yang berkaitan
dengan pengaturan secara optimal sumber daya-sumber daya untuk
mencapai hasil yang optimal.
b. Fungsi Pembatas (Constraint Function)
Fungsi pembatas merupakan bentuk penyajian secara matematis
batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara
optimal ke berbagai kegiatan.
c. Variabel Keputusan (Decision Variables)
Variabel keputusan merupakan aspek dalam model yang dapat
dikendalikan. Nilai variabel keputusan merupakan alternatif yang
mungkin dari fungsi linier.
2.4.2 Bentuk Baku Model Pemrograman Linier
Secara matematis, model umum dari integer linear programming
yang terdiri dari sekumpulan variabel keputusan X1, X2, ..., Xn,
dirumuskan sebagai berikut (Lieberman dan Hillier, 1994) :
Fungsi tujuan : Maksimasi (atau Minimasi)
nn xCxCxCxCZ ...332211 ...................................... (2.4)
Kendala :
nn xaxaxaxaxa 1414313212111 ... ,, 1b
nnxaxaxaxaxa 2424323222121 ... ,, 2b
: :
III-61
nmnmmmm xaxaxaxaxa ...44332211 ,, mb
dan 0,...,,,,,, 654321 nxxxxxxx
dimana :
Z = nilai fungsi tujuan yang dimaksimumkan atau
diminimumkan
n = macam batasan sumber daya atau fasilitas yang ada
m = macam aktivitas yang menggunakan sumber daya atau
fasilitas
ix = variabel keputusan
ib = nilai maksimal sumber daya untuk dialokasikan ke
aktivitas
iC = besarnya kenaikan nilai Z setiap ada kenaikan satu satuan
nilai
2.4.3 Asumsi – Asumsi Pemrograman Linier
Asumsi dasar yang digunakan dalam model analitis Integer Linear
Programming adalah (Lieberman dan Hillier, 1994) :
a. Proporsionalitas
Naik turunnya nilai fungsi tujuan (Z) dan penggunaan sumber daya
berubah sebanding (proporsional) dengan perubahan tingkat aktivitas.
b. Additivitas
Aktivitas (variabel keputusan) tidak saling mempengaruhi dalam
menentukan nilai fungsi tujuan sehingga nilai fungsi tujuan
merupakan penjumlahan kontribusi setiap variabel keputusan atau
dengan kata lain kenaikan fungsi tujuan yang diakibatkan oleh suatu
aktivitas dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai fungsi
tujuan yang diperoleh dari aktivitas lain.
c. Deterministik
III-62
Semua parameter yang terdapat dalam model matematis (Aij, Cj, bi)
dapat ditentukan dengan pasti, meskipun jarang dapat ditentukan
dengan tepat.
d. Accountability
Sumber-sumber yang tersedia harus dapat dihitung sehingga dapat
dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang masih
tersisa.
e. Linearity of Objectives
Fungsi tujuan dan kendala-kendala harus dapat dinyatakan sebagai
suatu fungsi linear.
2.5 MODEL REFERENSI
Model yang digunakan sebagai referensi dalam menyusun model
adalah sebagian model dalam jurnal yang dikembangkan oleh Melkote
dan Daskin (2001). Adapun formulasi matematis model yang
dikembangkan oleh Melkote Daskin (2001) adalah sebagai berikut:
A. Input
N : Kumpulan beberapa titik dalam sebuah network/jaringan.
L : Kumpulan links dalam satu network/jaringan
di : Jumlah permintaan pada titik i
M : Total permintaan pada network N
tij : Biaya transportasi per unit flow on link
fi : Biaya pembangunan fasilitas baru di titik i
Ki : Kapasitas fasilitas di titik i
cij : Biaya pembangunan jaringan baru (i,j)
B. Variabel Keputusan
1, jika dibangun fasilitas di titik i
Zi =
0, jika tidak
III-63
1, jika terdapat jalan antara titik i,j
Xij =
0, jika tidak
Yij = flow on link (i,j)
Wi = total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i
Diasumsikan semua inputs bernilai positif.
C. Formulasi Model
1) Fungsi Tujuan
Tujuan dari model ini adalah meminimalkan total biaya sehingga
dengan rumusan sebagai berikut:
Minimasi
LL N ),(, ji
ijijji i
iiijij XcZfYt ..................... (2.1)
2) Batasan persamaan arus (flow equation)
Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server
dimana demand (dalam hal ini konsumen) bergerak menuju fasilitas
untuk dilayani oleh karena itu diperlukan suatu persamaan yang
mengatur arus (flow) konsumen (demand) ke dan dari minimarket.
Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke fasilitas)
merupakan total inbound demand ditambah demand di node sedangkan
outbound flow (arus dari fasilitas) merupakan outbound demand
ditambah demand yang terlayani di node, sehingga diperoleh
persamaan:
N Nj i
iijiij WYdY , i N .............................
(2.2)
3) Batasan satu titik demand hanya dilayani di satu fasilitas saja
Single-Assignment Property menjadi acuan dalam masalah
pelayanan. Maksudnya adalah bahwa setiap satu titik demand akan
III-64
dilayani oleh satu fasilitas saja sehingga tidak ada pembagian demand
ke titik fasilitas lainnya. Berdasarkan acuan tersebut, maka diperoleh
rumusan sebagai berikut:
Wi ≤ KiZi, i N ................................................
(2.3)
4) Batasan yang menyatakan bahwa arus (flow) hanya melalui jalur
yang terkonstruksi
Yij ≥ MXij (i,j) L ..................................................(2.4)
5) Batasan arus (flow) yang mengalir tidak bernilai negatif
Yij ≥ 0, Xij 1,0 , (i,j) L ...................................... (2.5)
6) Batasan total demand tidak bernilai negatif
Wi ≥ 0, Xij 1,0 , i N .......................................... (2.6)
2.6 GIS (Geographical Information System)
GIS (Geographical Information System) atau dikenal pula dengan SIG
(Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem infomasi berbasis
komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan
informasi tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk
mendapatkan, mengolah, memanipulasi, menganalisa, memperagakan
dan menampilkan data spatial untuk menyelesaikan perencanaan,
mengolah dan meneliti permasalahan (Mufidah, 2006).
2.6.1 Komponen GIS
Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5 komponen, yaitu:
hardware, software, data, manusia dan metode (Husein:2006).
1) Hardware
SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang
memiliki spesifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
informasi lainnya untuk menjalankan software-software SIG, seperti
III-65
kapasitas memori (RAM), hard-disk, prosesor serta VGA Card. Hal
tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik
data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan
ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori
yang besar dan prosesor yang cepat.
2) Software
Sebuah software SIG harus menyediakan fungsi dan tool yang
mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan
informasi geografis. Elemen yang harus terdapat dalam komponen
software SIG adalah:
a) Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis
b) Sistem manajemen basis data
c) Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi
d) Graphical User Interface (GUI), memudahkan akses pada tool
geografi
3) Data
Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data.
Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis
yaitu model data vektor dan model data raster.
a) Model data vektor Informasi posisi point, garis dan polygon
disimpan dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi point
dideskripsikan melalui sepasang koordinat x,y.
III-66
Gambar 2.9 Data Vektor Sumber : rahmad, 2006
b) Model data raster terdiri dari sekumpulan grid/sel seperti peta
hasil scanning maupun gambar/image. Masing-masing grid/sel
atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada
bagaimana image tersebut digambarkan. Sebagai contoh, pada
sebuah image hasil penginderaan jarak jauh dari sebuah satelit.
Gambar 2.10 Data Raster
Sumber : Rahmad, 2006
4) Manusia
Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang
mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat
diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata.
5) Metode
SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang
baik dan aturan dunia nyata, dimana metode, model dan implementasi
akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan.
2.6.2 Proses Sistem Informasi Geografis
Sebelum data geografi digunakan dalam SIG, data tersebut harus
dikonversi kedalam format digital. Proses tersebut dinamakan digitasi.
Untuk mendigitasi peta harus dilekatkan pada peta digitasi titik dan garis
ditelusuri dengan kursor digitasi atau keypad dengan software tertentu
seperti ARC/INFO Autocad, MapInfo atau software lain yang dapat
III-67
mensupport proses digitasi tersebut. Untuk SIG dengan teknologi yang
lebih modern, proses konversi data dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi scanning (Utama, 2004).
Gambar 2.11 Proses Sistem Informasi Geografis
Sumber: Utama, 2004
Tahapan selanjutnya adalah editing merupakan tahap koreksi atas
hasil digitasi. Koreksi tersebut dapat berupa penambahan atau
pengurangan arc atau feature yaitu dengan mengedit arc yang berlebih
(overshoot) atau menambahkan arc yang kurang (undershoot). Editing juga
dilakukan untuk menambahkan arc secara manual seperti membuat
polygon, line maupun point. Setelah data keruangan dimasukkan maka
proses selanjutnya beralih ke pengelolaan data – data deskrptif , dalam hal
ini meliputi annotasi (pemberian tulisan pada coverage), labelling
(pemberian informasi pada peta bersangkutan) , dan attributing yaitu
tahap dimana setiap Label ID hasil proses labelling diberi tambahan atribut
yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang poligon atau arc yang
diwakilinya (Utama, 2004).
2.6.3 Proyeksi dan Sistem Koordinat
Untuk menggambarkan obyek atau features permukaan bumi di atas
layar komputer, kita memerlukan suatu sistem penggambaran yang
III-68
merepresentasikan keadaan bumi sebenarnya yang kita sebut sebagai
proyeksi. Proyeksi kita gambarkan dalam sistem koordinat cartesian, yang
umumnya kita kenal dalam unit X dan Y. Berikut akan kita bahas 2 sistem
proyeksi yang sering digunakan dalam SIG yaitu proyeksi Longitude
Latitude atau Longlat dan Universal Tansverse Mercator atau UTM (Utama,
2004).
1) Proyeksi Longitude Latitude (Geographic Coordinat Systems)
Proyeksi ini umum digunakan untuk menggambarkan keadaan
global. Satuan units yang digunakan adalah degree (derajat atau 0).
Satuan derajat ini dilambangkan dengan satuan decimal degree, DMS
(degree minute second) dan DM (Degree minute decimals). Sebagai contoh:
a) 150 301 2511 berarti 15 derajat (degree) 30 menit dan 25 detik.
Pelambangan ini digunakan dalam unit DMS
Proyeksi longlat didasari dari bentuk bumi spheroid, yang dibagi
atas garis tegak yang mengiris bumi dari belahan bumi utara hingga ke
kutub selatan yang dinamakan garis meridian dan garis-garis
melintang yang membagi bumi dari timur hingga ke barat yang
dinamakan garis paralel. Garis 00 meridian melewati kota Greenwich,
Inggris, implikasinya adalah adanya pembagian waktu yang berbeda
pada daerah-daerah di bumi bagian timur dan barat. Perubahan nilai
garis merdian terjadi secara vertikal sepanjang garis horizontal yang
kita sebut sebagai longitude atau titik X. Sedangkan garis paralel
berubah secara horizontal sepanjang garis vertikal dan kita sebut
sebagai latitude atau titik Y.
Proyeksi ini akan dibaca sebagai proyeksi bumi spheroid oleh
koordinat cartesian, yang memiliki 4 zone utama yaitu zone timur
utara (North East) dengan koordinat (x,y) berupa nilai (+,+), zone timur
selatan (South East) sebagai (+,-), zone barat selatan (South Western)
dengan (-,-) dan zone barat utara (North Western) (-,+). Berikut adalah
III-69
contoh penerapan proyeksi longlat untuk negara-negara di seluruh
dunia.
Gambar 2.12 Proyeksi Longitude Latitude
Sumber: Utama, 2004
Proyeksi tersebut walaupun berlaku global tetapi karena bentuk
bumi yang cenderung elips menyebabkan adanya perbedaan jarak
antar garis meridian dan paralel di setiap belahan bumi. Indonesia
menggunakan sistem yang disebut World Geodetic System tahun 1984
(WGS 1984). Untuk menyatakan batas-batas koordinat Indonesia
adalah sebagai berikut: Proyeksi Longitude Latitude dalam sistem WGS
1984 adalah: 60 Northern (LU) - (-11)0 Southern (LS) dan 950 Eastern (BT)
– 1410 Eastern (BT).
2) Proyeksi Universal Transverse Mercator (projected coordinat systems)
Untuk menyatakan proyeksi yang lebih detail dan bersifat lokal
kita gunakan, salah satunya yaitu proyeksi Universal Transverse
Mercator. Satuan units yang digunakan adalah meter, proyeksi ini
didasarkan pada asumsi bahwa jarak datar di permukaan bumi akan
homogen setiap lebar 60 antar garis meridian dan 80 antar garis
paralell. Dengan demikian apabila perhitungan dimulai dari titik -
III-70
1800W hingga 1800E terdapat 60 zone, tiap zone dinamakan zone 1,
zone 2, dan seterusnya hingga zone 60.
Gambar 2.13 Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Sumber: Utama, 2004
Untuk Indonesia, kita akan menggunakan UTM WGS 1984. Zone
pada tiap daerah berbeda sehingga satu unit zone sistem yang berlaku
di daerah tidak bisa digunakan pada daerah lain. Untuk menyatakan
satuan meter atau feet pada peta yang berlaku global kita dapat
menggunakan proyeksi lain seperti mercator, robinson, dan lain
sebagainya tergantung karakteristik posisi merdian dan paralel tiap
daerah/negara.
2.7 SISTEM JARINGAN JALAN
Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan, orang
dan hewan. Berdasarkan lingkup pengaturan, jalan dikelompokan
menurut peruntukan, sistem, fungsi, status dan kelas (www.dardela.com).
a) Berdasarkan Peruntukan, jalan dikelompokan sebagai :
III-71
1) Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum,
termasuk disini adalah jalan bebas hambatan dan jalan tol.
2) Jalan khusus adalah jalan yang tidak diperuntukan untuk lalu lintas
umum. Termasuk dalam kelompok ini adalah jalan kehutanan, jalan
pertambangan, jalan inspeksi pengairan, minyak dan gas, jalan yang
dimaksud untuk pertahanan & keamanan dan jalan komplek.
b) Berdasarkan Sistem, jaringan jalan dikelompokan sebagai sistem
jaringan jalan:
1) Jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah, yang
menghubungkan simpul jasa distribusi yang berwujud kota.
Jaringan tersebut menghubungkan dalam satu satuan wilayah
pengembangan, yang menghubungkan secara menerus kota, yang
berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal, (PKL).
2) Jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peran
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan, yang menghubungkan antar dan dalam pusat kegiatan di
dalam kawasan perkotaan.
c) Berdasarkan Fungsi, dalam sistem jaringan jalan primer maupun
sekunder, tiap ruas mempunyai fungsi masing-masing, yakni :
1) Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan
masuk dibatasi. Berdasarkan tingkat pengendalian jalan masuk, jalan
Arteri bisa dibedakan menjadi Jalan Bebas Hambatan (Freeway), Jalan
Expressway dan Jalan Raya (Highway). Dalam Jalan Bebas Hambatan,
semua jalan akses secara penuh dikendalikan dan tanpa adanya
persimpangan sebidang. Jalan Expressway, pengendalian jalan masuk
secara parsial dan boleh adanya persimpangan sebidang, secara
III-72
terbatas. Sedang Jalan Raya, pengendalian secara parsial dan boleh
adanya persimpangan sebidang.
2) Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan
/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-
rata sedang dan jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan lokal dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk,
tidak dibatasi.
4) Jalan lingkungan, jalan yang melayani angkutan lingkungan, dengan
ciri perjalanan jarak dekat dan dengan kecepatan rendah.
d) Pengelompokan Jalan berdasarkan Status, terdiri dari :
1) Jalan nasional adalah jalan umum yang menghubungkan antar
ibukota Propinsi, negara atau jalan yang bersifat strategis nasional.
Sebagai penanggung jawab, pengaturan, pembinaan dan
pengawasan jalan ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah bertanggung jawab yang berkaitan dengan pembangunan.
2) Jalan propinsi, adalah jalan umum yang menghubungkan Ibukota
Propinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kota, atau antar kota, atau
antar Kota atau antar Ibukota Kabupaten, atau antar Ibukota
Kabupaten dengan Kota atau jalan yang bersifat strategis regional.
Penanggung jawab penyelenggaraan adalah Pemerintah Propinsi.
3) Jalan kabupaten, adalah jalan umum yang menghubungkan Ibukota
Kabupaten dengan Kecamatan, antar Ibukota Kecamatan, Ibukota
Kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal atau antar Pusat Kegiatan
Lokal dan jalan Strategis Lokal di daerah Kabupaten, serta jaringan
jalan sekunder di daerah Kabupaten. Penanggung jawab adalah
Pemerintah Kabupaten.
4) Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem sekunder yang
menghubungkan antar pusat kegiatan lokal dalam kota,
III-73
menghubungkan pusat kegiatan lokal dengan persil,
menghubungkan antar persil, menghubungkan antar pusat
pemikiman. Tanggung jawab penyelenggaraan ada pada Pemerintah
Kota.
5) Jalan desa, adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan di
dalam desa dan antar pemikiman. Sebagai penanggung jawab
penyelenggaraan ada pada Pemerintah Kabupaten dan Desa.
2.8 Sampling
Menurut Sekaran (1992) populasi (population) mengacu pada
keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti
investigasi. Sampel (sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri
atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain,
sejumlah, tetapi tidak semua, elemen populasi akan membentuk sampel.
Dengan mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik kesimpulan
yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi.
Pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah
elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel
dan pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat
peneliti dapat menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada
elemen populasi (Sekaran, 1992).
Sampel yang dapat diandalkan dan valid akan memampukan kita
untuk menggeneralisasikan temuan dari sampel untuk populasi yang
diteliti. Dengan kata lain, statistik sampel harus menjadi taksiran yang
dapat diandalkan dan mencerminkan parameter populasi sedekat
mungkin dalam margin kesalahan yang tipis. Jika peneliti mengambil
sejumlah besar sampel secara memadai dan memilihnya dengan teliti,
maka ia akan memperolah distribusi pengambilan sampel dari rata-rata
yang berdistribusi normal. Oleh karena itu, peneliti harus berhati-hati
III-74
dalam menentukan ukuran sampel dan teknik pengambilan sampel
(Sekaran, 1992).
Ketelitian dan keyakinan adalah isu penting dalam pengambilan
sampel karena ketika menggunakan data sampel untuk menarik
kesimpulan tentang populasi. Ketelitian (precision) mengacu pada
seberapa dekat taksiran peneliti dengan karakteristik populasi yang
sebenarnya. Sedangkan keyakinan (confidence) menunjukkan seberapa
yakin bahwa taksiran peneliti benar-benar berlaku bagi populasi (Sekaran,
1992).
2.8.1 Ukuran Sampel
Menurut Sekaran (1992) sekurang-kurangnya ada empat hal yang
perlu dipertimbangkan dalam menentukan ukuran sampel. Keempat hal
tersebut yaitu:
1. Seberapa ketelitian yang dibutuhkan dalam menaksir karakteristik
populasi yang diteliti
2. Berapa besar keyakinan yang benar-benar diperlukan
3. Tingkat variabilitas populasi yang diteliti
4. Analisis biaya dan manfaat dari meningkatkan ukuran sampel.
Roscoe (1975) dalam Sekaran (1992) memberikan usulan dalam
penentuan jumlah sampel yaitu sebagai berikut:
a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat
untuk kebanyakan penelitian.
b. Bila sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita,
junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk
tiap kategori adalah tepat.
c. Pada penelitian multivariat (termasuk analisis regresi multivariat)
ukuran sampel sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau
lebih) lebih besar dari jumlah variabel yang akan dianalisis.
III-75
d. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana dengan kontrol
eksperimen yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20
elemen.
Studi kualitatif biasanya menggunakan ukuran sampel kecil karena
sifatnya yang intensif. Bila studi kualitatif dilakukan untuk tujuan
eksploratif, teknik pengambilan sampel yang bisanya digunakan adalah
pengambilan sampel yang mudah (Sekaran, 1992).
Pada berbagai literatur pengantar statistika disebutkan bahwa
angka 30 merupakan pembatas untuk mengkategorikan jumlah sampel.
Jika sampel > 30 maka dikategorikan sampel besar, jika ≤ 30
dikategorikan sampel kecil. Hal ini berimplikasi pada rumus statistika
yang digunakan jika ingin melakukan pendugaan parameter. Distribusi
sampel yang terbentuk mendekati asumsi distribusi normal ketika
jumlah sampel mencapai 30, Semakin besar jumlah sampelnya semakin
normal distribusinya (Anonymous, 2007).
2.8.2 Teknik Pengambilan Sampel
a. Probability sampling
Menurut Istijanto (2005), metode Probability sampling dalam
memilih anggota populasi menggunakan proses random, sehingga
setiap anggota memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Yang termasuk teknik probability sampling yaitu:
1) Simple random sampling
Kata “random” berarti acak, “simple” berarti sederhana atau
tanpa prosedur yang rumit. Dengan metode ini, sampel dipilih
secara langsung dari populasi dengan peluang setiap anggota
populasi untuk terpilih menjadi sampel sama besar. Teknik ini
dilakukan dengan pengambilan langsung secara acak apabila
jumlah populasi terbatas (puluhan hingga ratusan). Namun,
apabila jumlah populasi cukup besar maka digunakan tabel angka
III-76
random yang terdapat di lampiran buku-buku statistik. Bisa juga
digunakan kalkulator atau komputer dengan fasilitas angka
random.
2) Stratified random sampling
Stratified sampling berusaha membagi populasi menjadi
tingkatan atau kelompok. Kemudian, sampel ditarik secara random
dari setiap kelompok. Metode ini digunakan jika tujuan riset
cenderung untuk melihat perbedaan diantara strata populasi
sehingga masing-masing sampel dapat mewakili kelompok
populasi.
3) Cluster sampling
Cluster sampling mrnggambarkan bahwa sampel ditarik hanya
dari salah satu kelompok. Dengan cara ini populasi terlebih dahulu
dibagi menjadi kelompok-kelompok, kemudian sampel ditarik
secara random dari satu cluster group. Desain pengambilan sampel
area merupakan cluster geografis, yaitu jika penelitian berkaitan
dengan populasi dalam area gografi yang dapat diidentifikasi,
seperti negara, blok kota, atau batas tertentu dalam suatu lokasi.
4) Systematic sampling
Kata “systematic” berarti memiliki aturan atau pola tertentu.
Dalam metode ini, sampel dipilih dengan mengambil setiap
anggota populasi yang memiliki interval tertentu diantara para
anggota atau elemen ke- i. jadi interval merupakan pola yang
digunakan dalam pengambilan elemen populasi. Pola disini
menyerupai deret ukur yang berarti bahwa antar anggota yang satu
dengan berikutnya terdapat selang tertentu.
b. Nonprobability sampling
Menurut Istijanto (2005), pada nonprobability sampling pemilihan
elemen populasi tidak maenggunakan proses random, sehingga
III-77
anggota populsi dipilih berdasrkan pertimbangan tertentu atau
berdasar alasan kemudahan saja.
1) Convenience Sampling
Kata “convenience” berarti nyaman, tidak repot, mudah. Pada
metode ini periset menarik anggota populasi berdasarkan
kemudahan ditemui atau ketersediaan anggota populasi.
Responden dipilih karena keberadaan pada waktu dan tempat
dimana riset sedang dilakukan. Akibatnya peluang terpilih sebagai
sampel hanya dimiliki oleh anggota polulasi yang kebetulan berada
di sekitar riset, sedangkan anggota populasi yang tidak berada
disekitar riset tidak memiliki peluang menjadi sampel.
2) Purposive Sampling
Pada metode ini, sampel diambil dengan maksud atau tujuan
tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena
peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
3) Quota Sampling
Dalam metode ini periset menetapkan kuota atau jumlah
tertentu untuk sampel yang memiliki karakteristik yang
diinginkan.
4) Snowball Sampling
Dalam metode ini pemilihan sampel menyerupan gerak bola
salju yang menggelinding dari atas ke bawah. Dalam prakteknya
periset mula-mula memilih beberapa responden pertama yang
cocok untuk risetnya. Setelah para responden berpartisipasi dalam
riset, mereka diminta memberikan daftar referensi anggota lain
sebagai partisipan berikutnya. Demikian seterusnya, hingga sampel
terkumpul atas dasar referensi sebelumya.
III-78
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah gambaran terstruktur tahap demi tahap proses
penyelasaian masalah dalam penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart
dan tiap tahapnya dijelaskan secara singkat, padat dan jelas. Dalam sebuah
penelitian dibutuhkan sebuah metode untuk memperkecil kesalahan dalam
pengambilan keputusan.
Pada Bab ini diuraikan secara sistematis mengenai gambaran umum
metode penelitian yang meliputi 3 tahap, yaitu tahap kerangka konseptual, tahap
pengumpulan data, dan tahap pengolahan data. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam dalam tiap tahap dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.
Tahap Kerangka Konseptual
Tahap Pengumpulan Data
Mulai
Pengumpulan Data Awal
Pengumpulan Data Sekunder1. Data sekunder dari pihak-pihak terkait
- Peta Kota Solo- Data Jumlah Penduduk Tiap RW- Data Jenis Pekerjaan Penduduk
Kerangka Konseptual dan Karakterisasi Sistem
Pengumpulan Data Primer1. Observasi langsung di lapangan
- Lokasi Pasar Modern di Kota Solo- Lokasi Pasar Tradisional di Kota Solo
2. Wawancara dan Kuesioner- Jarak Tempuh Konsumen- Data frekuensi belanja- Data volume belanja- Data Pengeluaran Penduduk
Penyusunan Kuesioner
Design Pengambilan Sampel
A
Penyebaran Kuesioner
Gambar 3.1 Metode Penelitian
III-79
Lanjutan Gambar 3.1 Metode Penelitian
Berdasarkan diagram alir metode penelitian di atas dapat dijelaskan
menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :
3.1 KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konseptual merupakan fondasi di mana seluruh penelitian
didasarkan. Pada tahap ini akan dijelaskan mengenai bagaimana konsep dan dasar
pemikiran peneliti yang dituangkan dalam kerangka konseptual. Selain itu, akan
dijelaskan bagaimana melakukan simplifikasi kondisi sistem nyata agar model
yang akan dikembangkan nantinya dapat merepresentasikan atau sesuai dengan
sistem nyata. Simplifikasi sistem nyata dituangkan dalam karakterisasi sistem.
III-80
Selain itu, untuk memperkuat kerangka konseptual penelitian, maka pada tahap
kerangka konseptual ini, dilakukan pengumpulan data awal.
3.1.1 Pengumpulan Data Awal
Pengumpulan data awal secara umum dilakukan untuk mengetahui
karakteristik obyek penelitian sehingga dapat mengetahui hambatan dan kendala
yang mungkin terjadi saat melakukan pengamatan. Selanjutnya, data awal yang
diperoleh digunakan sebagai dasar dan referensi untuk membangun kerangka
konseptual serta karakterisasi sistem nyata ke dalam model. Data awal yang
dibutuhkan sebagai referensi untuk membangun kerangka penelitian yang
diperoleh melalui buku literatur, web, artikel, jurnal penelitian, serta Tugas Akhir,
yaitu:
a) Perkembangan pasar modern terutama retail minimarket dengan konsep
waralaba secara umum
b) Persaingan antar pasar modern dan pasar tradisional
c) Perubahan pola konsumsi masyarakat
d) Peraturan yang berlaku mengenai zoning pasar modern dan pasar
tradisional
e) Fakta-fakta preferensi konsumen
f) Model optimasi untuk penentuan lokasi (facility location)
3.1.2 Kerangka Konseptual
Secara umum, gambaran kerangka konseptual dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
III-81
Gambar 3.2 Gambaran Umum Kerangka Konseptual
Tujuan utama dari penelitian ini adalah penentuan titik-titik lokasi optimal
untuk usulan lokasi minimarket. Untuk menentukan titik optimal digunakan
model penentuan lokasi, hal ini mengingat alternatif lokasi cukup banyak.
Perkembangan pasar modern (minimarket, supermarket, dan hypermarket) di
Indonesia termasuk Kota Surakarta saat ini sangat pesat, terutama minimarket
dalam konsep franchise. Tiap tahun jumlah gerai minimarket bertambah
signifikan. Perkembangan minimarket ini disebabkan oleh banyak faktor. Selain
kemudahan dalam pengelolaan minimarket dengan konsep franchise itu sendiri,
juga didukung oleh perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini yang bisa
dikatakan pada tahap transisi, sehingga dapat dijadikan peluang untuk mendirikan
minimarket baru dengan pertimbangan lokasi yang strategis. Pada era transisi ini,
kecenderungan perubahan pola konsumsi masyarakat dapat dibagi menjadi tiga
kelas kebutuhan, yaitu:
1. Pola transisi konsumsi kebutuhan pokok (food)
Pola belanja cenderung mingguan atau bulanan, dengan pola transisi
sebagai berikut:
III-82
Ps. Tradisional Supermarket (luwes, mth)
Hypermarket Minimarket
Masyarakat pada awalnya cenderung berbelanja kebutuhan pokok di
pasar tradisional. Seiring dengan perkembangan pasar modern serta perubahan
pola konsumsi, sebagian masyarakat cenderung memilih berbelanja ke
supermarket yang memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan,
keamanan, keleluasaan berbelanja, serta kualitas produk terjamin. Namun, pola
konsumsi sebagian masyarakat cenderung berkembang, sehingga format
supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam hal kedekatan lokasi
dengan konsumen, supermarket kalah bersaing dengan minimarket (yang
umumnya berlokasi di perumahan penduduk), sementara untuk range pilihan
barang, supermarket tersaingi oleh hypermarket (yang menawarkan pilihan
barang yang jauh lebih banyak).
2. Pola transisi konsumsi kebutuhan tambahan (food/non food)
Pola belanja cenderung tiap hari atau accidental, dengan pola transisi
sebagai berikut:
Ritel tradisional minimarket (terutama di deket perumahan)
Dalam hal pemenuhan kebutuhan tambahan, perubahan pola konsumsi
masyarakat terjadi dari berbelanja ke ritel tradisional beralih ke minimarket
yang lebih menawarkan kemudahan, kenyamanan, keamanan, keleluasaan
berbelanja, serta kualitas produk terjamin.
3. Barang tahan lama (durable good)
Pola belanja cenderung dalam jangka waktu relatif lama, dengan pola
transisi sebagai berikut:
Ritel tradisional hypermarket, seperti: carefour
Dalam hal pemenuhan kebutuhan durable good, perubahan pola
konsumsi masyarakat terjadi dari berbelanja ke ritel tradisional beralih ke
hypermarket yang lebih menawarkan kelengkapan serta kualitas produk.
Berdasarkan klaster kebutuhan dan pola transisi tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa motif konsumen cenderung berbeda untuk berbelanja ke pasar
III-83
tradisional, minimarket, supermarket maupun hypermarket. Meskipun begitu,
keberadaan pasar modern khususnya minimarket juga mengurangi pangsa pasar
tradisional walaupun tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan zonasi serta
jarak antara minimarket dan pasar tradisional mapuan antar minimarket sendiri
yang kurang begitu diperhatikan. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan
hidup pasar tradisional serta menghindari kanibalisme antar minimarket maka
dilakukan pengajuan usulan lokasi minimarket dengan mempertimbangkan jarak
minimal antar fasilitas. Ketentuan jarak minimal mengacu beberapa referensi,
seperti pada Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 dan Peraturan
Daerah Jakarta No.2 Tahun 2002 yang selanjutnya ditetapkan sebagai asumsi,
yaitu jarak minimal antar fasilitas minimarket adalah radius 500 meter atau jarak 1
kilometer, sedangkan jarak antara minimarket dengan pasar tradisional adalah 500
meter.
Penentuan usulan lokasi minimarket ini juga mempertimbangkan pola
konsumsi dan behaviour masyarakat dalam berbelanja. Pada kenyataannya,
konsumen tidak selalu memilih minimarket dengan jarak terdekat karena berbagai
pertimbangan, yang nantinya akan diteliti lebih jauh pada penelitian ini. Jadi, ada
kemungkinan konsumen tidak hanya memilih 1 minimarket terdekat saja.
Berdasarkan KPPU, konsumen rela berpindah apabila toko langganan yang
bersangkutan tutup atau karena alasan lain adalah sejauh 2 km atau 20 menit
perjalanan. Jadi jarak coverage terjauh untuk usulan minimarket baru adalah 2
kilometer. Jarak yang berbeda-beda juga kemungkinan berpengaruh pada
frekuensi belanja.
Selain itu, tingkat penghasilan juga merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh pada volume belanja. Sehingga, dalam hal ini tingkat penghasilan
akan dibagi menjadi tiga kelas untuk mengetahui perbedaan kecenderungan dan
pola belanja masing-masing kelas. Pemukiman penduduk yang cenderung di
daerah pinggiran, termasuk Surakarta menjadi pertimbangan sasaran usulan
minimarket cenderung di daerah dengan lokasi pinggiran kota yang mumnya tidak
termasuk coverage area minimarket yang sudah ada. Secara skematis, fakta-fakta
dalam preferensi konsumen dapat digambarkan sebagai berikut:
III-84
Gambar 3.3 Fakta-fakta Dalam Preferensi Konsumen
Berdasar pertimbangan tersebut, maka faktor – faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuan dan pemilihan lokasi minimarket ini antara lain
jarak tempuh, frekuensi belanja, dan volume belanja terkait dengan penghasilan.
Berdasar faktor-faktor tersebut, maka dilakukan perhitungan bobot untuk
memprediksi peluang konsumen berbelanja ke minimarket usulan. Kemudian
dilakukan perhitungan optimasi untuk tiap lokasi usulan minimarket. Selanjutnya
dilakukan pemilihan lokasi usulan minimarket dengan jumlah pelanggan berbobot
yang optimal.
Pada model optimasi network location yang dibuat oleh Melkote dan
Daskin (2001), penentuan titik-titik optimal untuk lokasi fasilitas (titik supply)
baru diperoleh dengan mempertimbangkan biaya pembangunan fasilitas, biaya
transportasi, dan biaya pembangunan network baru sedemikian hingga lokasi yang
terpilih adalah dengan biaya investasi minimum.
III-85
Pada model yang akan digunakan dalam penelitian ini, penentuan lokasi
optimal tidak dipandang dari segi biaya investasi, melainkan dengan
mempertimbangkan faktor jarak tempuh, frekuensi belanja, dan volume belanja
terkait dengan penghasilan dalam rangka memaksimalkan jumlah pelanggan
berbobot dari tiap usulan lokasi sehingga diharapkan omset penjualan maksimal.
Model yang akan dikembangkan secara tidak langsung dapat mencerminkan biaya
investasi. Jarak antar titik demand dan titik supply yang dipertimbangkan adalah
jarak terdekat dan alternatif terdekat ke dua, yang mencerminkan biaya
transportasi. Letak lokasi usulan baru dapat mencerminkan besarnya biaya
investasi pembangunan fasilitas.
Selain itu, pada model yang dibuat oleh Melkote dan Daskin (2001) titik
demand hanya diperbolehkan untuk memilih satu alternatif titik supply atau hanya
dilayani di satu fasilitas. Namun, pada model yang akan dikembangkan, titik
demand diperbolehkan memilih dua alternatif minimarket terdekat dengan jarak
maksimal 2 kilometer. Hasil akhir model yang akan dikembangkan adalah
proyeksi jumlah pelanggan berbobot yang maksimal.
3.1.3 Karakterisasi Sistem
Karakterisasi sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi
minimarket dengan konsep waralaba di Kota Surakarta ini dilakukan agar model
yang dikembangkan mendekati karakteristik kenyataan di lapangan. Karakteristik
sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi minimarket ini adalah
sebagai berikut:
a. Demand dan usulan lokasi fasilitas dinyatakan dalam titik (node).
Demand (penduduk Kota Surakarta) tersebar di seluruh wilayah Surakarta.
Namun, pada penelitian ini sebaran demand diwakili oleh titik-titik pusat
RW. Tiap satu satuan demand mewakili satu rumah tangga atau KK.
Usulan lokasi minimarket yang merupakan luasan yang berkisar antara
50m2 sampai 400m2 diwakili oleh satu titik.
b. Titik permintaan (konsumen) minimarket usulan tidak termasuk titik
permintaan yang tercover di dalam area pelayanan minimarket lama.
c. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum.
III-86
Dalam penentuan usulan lokasi minimarket, tidak mungkin dilakukan
apabila tidak ada akses jalan serta dipilih lokasi yang cenderung ramai
dengan akses jalan yang mudah. Oleh karena itu, usulan lokasi minimarket
dilokasikan di sepanjang jalan umum. Network atau jalan umum yang
dipertimbangkan adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal,
sementara kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali daerah
perumahan.
d. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas setidaknya
harus berjarak 500m dari pasar tersebut.
e. Jarak minimal antara dua fasilitas (minimarket), yaitu fasilitas usulan
dengan fasilitas lama adalah 1 kilometer atau radius 500 meter. Sedangkan
jarak minimal antara minimarket dengan pasar modern lain, yaitu
hypermarket dan supermarket adalah 500 meter.
f. Sistem yang berlaku adalah customer-to-server dimana demand (dalam hal
ini konsumen) bergerak menuju fasilitas (minimarket) untuk dilayani.
Seluruh konsumen yang pergi ke minimarket pasti akan berbelanja dan
mendapatkan produk yang diinginkan, sehingga dalam penelitian ini
semua demand yang datang terlayani.
g. Dalam berbelanja, konsumen berpeluang untuk memilih lebih dari satu
minimarket dengan rata-rata jarak maksimal kosumen masih bersedia
berpindah tempat berbelanja adalah 2 kilometer atau 20 menit perjalanan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini demand dapat dilayani di beberapa
titik fasilitas, dengan ketentuan jarak maksimal 2 kilometer. Dalam hal ini
konsumen dapat memilih 2 alternatif minimarket usulan terdekat. Apabila
alternatif minimarket terdekat kedua lebih dari 2 km, maka demand tidak
diperbolehkan memilih alternatif minimarket terdekat kedua tersebut.
III-87
3.2 PENGUMPULAN DATA
Tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
diamati dan dicatat. Data Primer yang diperoleh, yaitu:
1. Data lokasi pasar modern di Kota Surakarta
Data lokasi pasar modern diperoleh dengan obeservasi langsung
menggunakan alat bantu GPS untuk menentukan titik lokasi pasar
modern tersebut.
2. Data lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta
Data lokasi diperoleh dengan obeservasi langsung menggunakan alat
bantu GPS untuk menentukan titik lokasi pasar tradisional tersebut.
3. Data frekuensi belanja
Data frekuensi belanja diperoleh melalui kuesioner.
4. Data volume belanja
Data volume belanja diperoleh melalui kuesioner.
5. Data pengeluaran penduduk
Data pengeluaran penduduk diperoleh melalui kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang bersumber pada hasil pengamatan
sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data
sekunder yang diperoleh, yaitu:
1. Peta Kota Surakarta
Peta Kota Surakarta berisikan data batas wilayah kota dan jaringan jalan
umum yang ada di Kota Surakarta diperoleh dari Pamungkas (2008).
2. Data jumlah penduduk tiap RW dan jumlah KK
Data jumlah penduduk dan jumlah KK tiap kelurahan diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta. Kemudian data jumlah
penduduk tiap RW diproyeksikan dari data tersebut.
3. Data jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan
III-88
Data jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap kelurahan di Kota
Surakarta ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta.
4. Data alamat lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta
Data alamat 22 pasar tradisional diperoleh dari Hadiyati (2009) serta dari
website resmi Kota Surakarta, www.surakarta.go.id.
5. Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta
Data alamat sebagian merupakan data yang diperoleh dari Hadiyati
(2009) serta dari Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta.
3.2.1 Penyusunan Kuesioner
Kuesioner dirancang untuk mengetahui pola belanja, tingkat pendapatan
yang dilihat dari jumlah pengeluaran, frekuensi belanja, volume belanja, serta
jarak tempuh. Hasil penyusunan kuesioner ini dapat dilihat pada lampiran L-1
sampai L-6. Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan yang dibagi kedalam
tiga bagian, yaitu:
1. Pola belanja
Pada bagian ini, dilakukan penggolongan produk-produk yang sudah
mencakup seluruh kebutuhan rumah tangga. Penggolongan produk dilakukan
berdasarkan beberapa referensi yang saling melengkapi, yaitu sebagai berikut
(sumber: Kompas, 2003 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
112 tahun 2007):
a. Produk non makanan (misal: elektronik, sandang, alat olah raga, dll)
b. Barang-barang peralatan rumah tangga lain / umum (misal: lap pel, sapu)
c. Perishapble atau fresh food (misal: buah, sayur, daging segar)
d. Barang-barang kebersihan dan kecantikan (misal: sabun, pasta gigi,
detergen, parfum, bedak)
e. Makanan & minuman kemasan (misal: soft drink, snack)
f. Bahan makanan pokok (misal: beras, minyak goreng, gula, telur)
Tiap golongan produk terdiri dari 4 item pertanyaan, yaitu pilihan
tempat berbelanja, alasan pemilihan tempat berbelanja, frekuensi belanja, serta
volume belanja.
III-89
2. Pengeluaran
Pada bagian ini terdiri dari dua item pertanyaan, yaitu jumlah
pengeluara per bulan dan jumlah anggota keluarga. Hasilnya akan digunakan
sebagai dasar penggolongan kelas pendapatan.
3. Minimarket
Pada bagian ini terdiri dari empat item pertanyaan, yaitu alasan
pemilihan minimarket sebagai tempat berbelanja, jarak tempuh, frekuensi
belanja, serta volume belanja. Hasilnya akan digunakan sebagai parameter
serta penentuan bobot yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam model
penentuan lokasi minimarket.
3.2.2 Desain Pengambilan Sampel
Secara sistematis, tahap desain pengambilan sampel dapat dilihat pada
flowchart berikut :
III-90
Gambar 3.4 Diagran Alir Desain Pengambilan Sampel
III-91
Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, dirancang desain pengambilan
sampel yang dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan dari penelitian
serta dapat mewakili populasi yang bersangkutan. Penjelasan tahap-tahap desain
pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Masalah Penelitian
Pengambilan sampel ini dilakukan untuk tujuan studi eksploratif, yaitu
untuk mengetahui nilai beberapa variabel yang selanjutnya akan digunakan
untuk perhitungan nilai parameter model. Selain itu, digunakan untuk
mengetahui tingkat hubungan / korelasional antar variabel tersebut.
2. Kategori Penelitian
Pengambilan sampel ini dilakukan untuk penelitian yang bersifat
kuantitatif. Hasil yang diharapkan berupa nilai variabel jarak, frekuensi
belanja, volume belanja serta jumlah pengeluaran. Meskipun dalam rancangan
kuesioner juga terdapat atribut item pertanyaan yang bersifat kualitatif, hanya
digunakan sebagai referensi tambahan dalam peneltian ini.
3. Rumusan tujuan
Tujuan dari pengambilan sampel ini adalah untuk menilai parameter
berbeda dalam sub kelompok populasi. Hasil real berupa nilai rata-rata variabel
jarak, frekuensi belanja, volume belanja serta jumlah pengeluaran dari tiap sub
kelompok populasi yang berbeda.
4. Pendefinisian Populasi
a. Penentuan populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk wilayah
Kota Surakarta, yaitu sebesar 564.770 jiwa yang terbagi ke dalam 133.364
KK (sumber: Badan Pusat Statistik Surakarta, 2007).
b. Analisis Dugaan Karakteristik Populasi
Penduduk Kota Surakarta terdiri dari berbagai jenis pekerjaan
dengan jumlah penduduk yang berbeda untuk tiap wilayah bagian. Untuk
tiap kelurahan terdiri dari berbagai kelompok pekerjaan dengan komposisi
yang berbeda. Dalam analisis dugaan karakteristik populasi ini digunakan
asumsi bahwa seluruh kelurahan di wilayah Surakarta dapat dibagi
III-92
menjadi beberapa kelas atau strata dengan pertimbangan proporsi
komposisi tiap wilayah. Wilayah dengan komposisi yang sama
diasumsikan homogen. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
1) Perhitungan proporsi penduduk berdasar pekerjaan
Konversi jumlah penduduk bekerja menjadi total penduduk untuk
tiap kelurahan. Dihitung dengan rumus:
Ptn = Pd x Ptk
Perhitungan proporsi penduduk berdasar pekerjaan. Dihitung
dengan rumus: Pp = Ptn / Ptk
Keterangan : Ptn = Jumlah penduduk dengan pekerjaan ke-n
Pd = Persentase jumlah penduduk dewasa dengan
pekerjaan ke-n
Ptk = Jumlah penduduk total kelurahan k
Pp = Persentase jumlah penduduk dengan pekerjaan
ke-n
Hasil perhitungan menunjukkan Pp = Pd. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada lampiran L2.1 sampai L2.7.
2) Pengelompokan jenis pekerjaan ke dalam kelas pendapatan
Pada tahap ini dilakukan adjustment pengelompokan kelas
pendapatan berdasarkan pekerjaan, sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kategori jenis pekerjaan
Pendapatan Kelas 1 (atas)
Kelas 2 (menengah)
Kelas 3 (bawah)
Petani sendiri, pedagang, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, lain-lain
Pemilik usaha
Buruh tani, Buruh industri, Buruh
Kategori jenis pekerjaan
Sumber: pengolahan data, 2009
3) Perhitungan proporsi kelas pendapatan untuk tiap kelurahan
Prop sn = Psn / Ptk
Keterangan: Prop sn = Proporsi kelas pendapatan ke-n
PSn = Jumlah penduduk kelas pendapatan ke-n
Ptk = Jumlah penduduk total kelurahan k
III-93
Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran L3.1 sampai L3.5.
4) Penetapan jumlah strata atau kelas yang terbentuk
Berdasarkan perhitungan proporsi, maka terbentuk 2 strata
dengan karakteristik yang sama. Dalam hal ini diasumsikan bahwa
daerah dengan komposisi penduduk yang sama maka dianggap
memiliki pola konsumsi yang sama pula, sehingga dikatakan homogen.
Strata yang terbentuk yaitu:
- Strata 1 dengan komposisi penduduk yang mendominasi adalah
kelas bawah, kemudian kelas menengah, kemudian kelas atas
- Strata 2 dengan komposisi penduduk yang mendominasi adalah
kelas menengah, kemudian kelas bawah, kemudian kelas atas.
Namun dikarenakan data jumlah penduduk berdasarkan jenis
pekerjaan, terdapat pekerjaan lain-lain dan pada sebagian besar daerah,
jenis pekerjaan lain-lain mendominasi dengan persentase lebih dari
50%, sehingga jenis pekerjaan ini tidak dipertimbangkan dengan asumsi
tersebar ke seluruh kelas pendapatan. Sedangkan untuk sebagian daerah
lainnya, jenis pekerjaan lain-lain memiliki proporsi yang normal,
sehingga jenis pekerjaan lain-lain dipertimbangkan dan dimasukkan ke
dalam kelas pendapatan yang kedua.
Strata yang terbentuk serta kelurahan mana saja yang memiliki
karakteristik yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Strata yang terbentuk
Strata Jumlah kelurahan Nama Kelurahan
1 43
Joyotakan, Kratonan, Kemlayan, Nusukan, Gilingan, Gandekan, Sewu, Penumping, Panularan, Joyosuran, Tipes, Danukusuman, Serengan, Jayengan, Sumber, Ketelan, Mangkubumen, Banyu Anyar, Setabelan, Keprabon, Kestalan, Punggawan, Jebres, Mojosongo, Pucang Sawit
2 8 Manahan, Kauman, Semanggi, Kadipiro, Timuran, Sudiroprajan, Sriwedari, Kampung Baru
Sumber: data diolah, 2009
III-94
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mempertimbangkan
keterwakilan tiap kelas atau strata yang telah dibentuk sebelumnya. Oleh
karena itu, penyebaran kuesioner adalah merata untuk semua kelas, dengan
pengambilan sampel yang random dalam tiap strata. Agar dapat mewakili
populasi tiap strata, maka sebaiknya pengambilan sampel minimal untuk tiap
strata adalah 30 sampel.
6. Sasaran Sampel
Sasaran sampling dalam penyebaran kuesioner ini adalah seluruh
penduduk wilayah Surakarta, terutama kelompok ibu rumah tangga yang
umumnya lebih sering dan terbiasa berbelanja. Jadi penyebaran kuesioner
dilakukan dengan proporsi sebagian besar ibu rumah tangga.
7. Sampling Pendahuluan
Sampling ini dilakukan dengan tujuan untuk memvalidasi karakteristik
dugaan masing-masing wilayah bagian (kecamatan / kelurahan). Apabila hasil
dari sampling pendahuluan ini terdapat karakteristik yang sama atau homogen,
maka untuk sampling berikutnya bisa diambil salah satu dari beberapa wilayah
bagian yang homogen tersebut karena dianggap sudah mewakili. Selain itu,
sampling pendahuluan dilakukan untuk mengurangi resiko kesalahan metode
pengambilan sampel yang dipakai. Untuk sampling pendahuluan ini jumlah
sampel yang akan diambil ditetapkan sebesar 30 untuk tiap kelas. Apabila
karakteristik populasi cenderung homogen, maka sudah tidak perlu melakukan
pengambilan sampel, dikarenakan untuk populasi homogen besar sampel tidak
perlu terlalu dipersoalkan.
8. Memilih Metode Sampling
Berdasarkan diagram penentuan sampel di atas, maka metode yang
sesuai digunakan adalah disproporsional stratified sampling atau sampling
acak stratifikasi disproporsional. Hal ini dikarenakan dapat mewakili tiap strata
yang ada. Strata ditentukan berdasarkan komposisi kelas pendapatan tiap
wilayah kelurahan.
III-95
9. Menetapkan ukuran sampel
Metode sampling yang terpilih adalah disproporsional stratified
sampling. Sehingga dalam menentukan jumlah sampel tidak memperhatikan
jumlah penduduk tiap kelas atau strata. Jumlah sampel ditetapkan dengan
memilih jumlah sample minimal untuk tiap strata sehingga dapat mewakili
karakteristik tiap strata, yaitu 30 sampel yang diambil secara random. Jadi,
jumlah sample yang diperlukan adalah 30 x 2 = 60 sampel.
3.2.3 Penyebaran Kuesioner
Penyebaran kuesioner dilakukan berdasar hasil desain pengambilan sampel
pada tahap sebelumnya. Kuesioner diberikan dengan mengambil sampel
penduduk Kota Surakarta di tiap kelas atau strata yang telah ditentukan
sebelumnya dengan sasaran utama adalah ibu rumah tangga dan remaja putri.
Jumlah sampel untuk masing-masing strata adalah 30 sampel. Jadi, jumlah
kuesioner yang disebar adalah 60. Hasil dari penyebaran kuesioner selanjutnya
akan dijadikan sebagai dasar pada tahap pengolahan data.
3.3 PENGOLAHAN DATA
Tahap pengolahan data terdiri dari dua langkah utama. Pertama adalah
digitasi peta, yaitu menentukan titik lokasi demand, pasar modern, dan pasar
tradisional ke dalam peta dan menentukan alternatif usulan lokasi minimarket
baru. Kedua adalah optimasi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket
dengan Network Location Model menggunakan Mixed Integer Programming.
3.3.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar
Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta
Penentuan titik demand berdasarkan lokasi rukun warga (RW) sedangkan
nilai demand merupakan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di Rukun
Warga tersebut dengan mempertimbangkan tingkat pendapatan berdasar
pekerjaan. Setiap penduduk yang tinggal diasumsikan sebagai potential buyer.
Data jumlah penduduk diperoleh dari Data Pemilih Tetap Pemilu 2009 Kota
Surakarta milik KPUD Kota Surakarta. Pemetaan lokasi pasar tradisional dan
pasar modern ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari observasi lapangan.
III-96
Dalam menentukan titik lokasi demand, pasar modern, dan pasar tradisional ke
dalam peta digunakan alat bantu GPS dan software Arc GIS.
3.3.2 Ketentuan yang Dipertimbangkan Dalam Penentuan Usulan Lokasi
Minimarket Baru
Dalam menentukan usulan lokasi minimarket yang akan dibangun,
dipertimbangkan beberapa faktor berikut:
a. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas
haruslah berjarak setidaknya 500m dari pasar tersebut.
Hal ini dilakukan untuk melindungi keberadaan pasar tradisional. Jarak
minimal ditetapkan dalam asumsi berdasarkan referensi dan pertimbangan
beberapa Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009
(www.lampungpost.com) dan Perda Kota Jakarta No.2 Tahun 2002.
b. Lokasi fasilitas usulan mempertimbangkan syarat bahwa jarak
antara fasilitas yang baru dengan fasilitas yang sudah ada adalah 1
kilometer.
Jarak minimal ditetapkan dalam asumsi berdasarkan referensi dan
pertimbangan beberapa Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17
Tahun 2009 (www.lampungpost.com). Terkait dengan asumsi tersebut,
maka cakupan area pelayanan (service coverage) minimarket baru
ditetapkan dengan radius sebesar 500 meter.
c. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007,
Network/jalan umum yang dipertimbangkan dalam penentuan lokasi
minimarket adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, sedangkan
kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali jalan lingkungan
dalam perumahan.
3.3.3 Penentuan Jumlah Alternatif Minimarket
Jumlah alternatif minimarket usulan memperhatikan batasan penentuan
usulan lokasi minimarket. Jumlah minimarket baru ini merupakan batas maksimal
(upper bound) minimarket yang dimungkinkan untuk dibangun. Untuk
menentukan titik lokasi optimal sejumlah minimarket baru digunakan network
III-97
location model. Penentukan lokasi minimarket dengan metode iterasi radius
coverage area berdasarkan titik koordinat tiap RW yang belum tercover
minimarket lama serta pasar tradisional dan pasar modern yang sudah ada, untuk
kemudian ditentukan titik pusatnya. Selanjutnya titik pusat tersebut dipilih untuk
titik lokasi baru minimarket.
3.3.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen
Jarak tempuh yang dimaksud adalah jarak tempuh terukur dari masing-
masing titik demand ke titik usulan lokasi minimarket baru. Jarak maksimal antara
titik permintaan dengan titik lokasi minimarket baru maksimal 2 kilometer agar
dapat dipilih sebagai alternatif tempat berbelanja bagi titik permintaan.
Perhitungan jarak berdasarkan rute jalan dilakukan dengan bantuan software
Arcgis menggunakan tool measure. Jarak diasumsikan simetris, yaitu jarak dari
lokasi A ke lokasi B sama dengan jarak dari lokasi B ke lokasi A.
3.3.5 Penentuan alokasi titik – titik permintaan untuk tiap titik lokasi
minimarket usulan
Titik permintaan yang berpeluang untuk dialokasikan ke satu titik
minimarket usulan dengan jarak maksimal 2 kilometer. Tiap titik permintaan
memiliki peluang yang bersifat probabilistik dengan bobot tertentu untuk
berbelanja ke titik minimarket tersebut.
3.3.6 Penentuan bobot titik demand
Penentuan bobot pelanggan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
jarak, frekuensi belanja, volume belanja, dan jumlah pendapatan. Perhitungan
estimasi bobot dilakukan dengan metode menghitung rataan dari data yang
diperoleh dari kuesioner. Hasil dari nilai rataan ini selanjutnya akan
memproyeksikan peluang atau bobot dari masing-masing kelas pelanggan. Setelah
diperoleh bobot, kemudian nilai bobot ini digunakan sebagai parameter yang
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam pengembangan model yang akan dibuat.
3.3.7 Pembentukan Network Location Model
Model referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
telah dikembangkan oleh Melkote dan Daskin (2001). Model disesuaikan dengan
III-98
karakteristik sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi minimarket dan
kebutuhan penelitian. Maka diperoleh model seperti berikut:
A. Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan model yang dikembangkan adalah memaksimalkan jumlah
pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke minimarket usulan. Fungsi tujuan
jumlah pelanggan berbobot untuk sejumlah tertentu minimarket ini didefinisikan
dengan model matematis sebagai berikut :
Maksimasi )(1
Rn
Rjiji ZYZ …………………………………..….…….(3.1)
untuk i = M1, M2, ..., Mn
j = R1, R2, …, R n
Keterangan:
Yji = jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi
minimarket usulan i (Mn).
Zi = variabel biner (0,1)
tidakjika 0
lokasi padadibangun inimarket jika 1 imZ i
i = titik lokasi minimarket usulan.
j = titik permintaan konsumen ditiap RW.
n
ij kjkjiji dPY
3
1………………………………………………………(3.2)
Keterangan:
Yji = flow on link (i,j)
Pkji = peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke minimarket i
dj = jumlah penduduk di titik j
Berdasarkan fungsi tujuan di atas,
n
j kjkji dP
1
3
1
merupakan flow on
link (i,j). Rumusan ini digunakan untuk mengetahui jumlah konsumen yang
berpotensi ke minimarket usulan. Jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW)
III-99
menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn) diperoleh melalui perhitungan
peluang tiap titik permintaan j ke minimarket i dengan jarak maksimal 2 km.
B. Variabel Keputusan
Variabel keputusan yang dicari dalam formulasi matematis diatas, adalah
sebagai berikut:
Zi = variabel biner (0,1)
tidakjika 0
lokasi padadibangun inimarket jika 1 imZ i
Sedangkan beberapa variable lain yang terlibat dalam model, yaitu:
Yij = flow on link (i,j)
Wi = total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i
C. Parameter
Parameter yang digunakan adalah jumlah belanja untuk tiap kelas
pendapatan dan peluang belanja tiap kelas pendapatan ke minimarket terdekat
pertama dan terdekat kedua, yang ditetapkan berdasar hasil yang diperoleh
melalui kuesioner. Besarnya volume belanja untuk kelas atas adalah B1j, kelas
menegah adalah B2j, sedangkan kelas bawah adalah B3j. Sedangkan peluang
belanja untuk kelas atas adalah P1ji, kelas menegah adalah P2ji, sedangkan kelas
bawah adalah P3ji.
V-1
D. Batasan
Kriteria-kriteria yang menjadi constraint pada formulasi matematis diatas,
adalah sebagai berikut :
1) Batasan persamaan arus (flow equation)
Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server
dimana demand (konsumen) bergerak menuju fasilitas untuk dilayani oleh
karena itu diperlukan suatu persamaan yang mengatur arus (flow) konsumen
(demand) ke dan dari minimarket.
Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke fasilitas)
merupakan total inbound demand yaitu seluruh demand (konsumen) yang
bergerak menuju fasilitas sedangkan outbound flow (arus dari fasilitas)
merupakan outbound demand yaitu jumlah konsumen yang tidak terlayani
ditambah demand yang terlayani di node, sehingga diperoleh persamaan:
ii
Rn
Rjiji WYZY
0
1
……………………………........................ (3.3)
Keterangan:
Wi = jumlah konsumen yang dilayani oleh minimarket i.
Y0i = jumlah konsumen yang tidak terlayani oleh minimarket i.
Yji = jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi
minimarket usulan i (Mn).
Zi = variabel biner (0,1),
tidakjika 0
lokasi padadibangun inimarket jika 1 imZ i
i = titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn).
j = titik permintaan konsumen ditiap RW(R1, R2, ....., R n).
2) Batasan Jumlah Minimarket Yang Ingin Dibangun
Batasan ini memastikan jumlah minimarket yang ingin dibangun.
Berikut adalah formulasi rumusnya:
LZMn
Mii
1 ………………………………………………............…….(3.4)
Keterangan :
V-2
L = jumlah minimarket yang ingin dibangun,
L Upper bound usulan alternatif minimarket
Zi = variabel biner (0,1),
tidakjika 0
lokasi padadibangun inimarket jika 1 imZ i
i = menyatakan titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn).
3) Batasan Omset minimal
Batasan ini digunakan untuk memastikan bahwa omset minimarket
baru memenuhi target minimal rata-rata minimarket yang ada saat ini. Omset
rata-rata per hari untuk sebuah minimarket adalah sebesar 8,5 juta rupiah
(www.indomaret.co.id). Omset per hari untuk minimarket baru dihitung
dengan mempertimbangkan daya beli untuk tiap kelas pendapatan, total
penduduk, serta peluang penduduk berbelanja ke minimarket usulan tersebut
dengan ketentuan jarak maksimal 2 km. Omset per hari (Oi) untuk tiap
minimarket dapat dirumuskan sebagai berikut:
3
1 1k
n
jkjikjikji PdBO
Oleh karena itu, batasan untuk omset perhari minimarket dapat
dirumuskan sebagai berikut:
jutaZPdBk
n
jikjikjikj 5,8
3
1 1
………………….…….………………..(3.5)
Namun, untuk memastikan nilai ruas kiri selalu lebih besar dari ruas kanan
maka pada ruas kiri ditambah dengan bilangan M yang merupakan bilangan
riil yang sangat besar nilainya. Sehingga, persamaan untuk omset perhari
minimarket dirumuskan sebagai berikut:
jutaZMZPdBk
n
jiikjikjikj 5,8))1((
3
1 1
………….………………..(3.6)
Keterangan :
Oi = omset perhari untuk tiap minimarket
Bkj = jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan
dkji = penduduk untuk tiap kelas pendapatan
V-3
Pkji = peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke minimarket i
M = Bilangan riil yang sangat besar
Zi = variabel biner (0,1),
tidakjika 0
lokasi padadibangun inimarket jika 1 imZ i
i = titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn).
j = titik permintaan konsumen ditiap RW (R1, R2, ......, R n).
k = kelas pendapatan penduduk di tiap kelurahan (k1, k2, k3)
4) Nonnegatif constrains
Batasan ini memastikan bahwa nilai aliran permintaan dan total
demand tidak bernilai negatif.
Wi ≥ 0 untuk i = M1, M2, ... Mn ..............(3.7)
Y0i ≥ 0 untuk i = M1, M2, ... Mn ..............(3.8)
5) Binary
Batasan ini memastikan bahwa Zi bernilai 0 dan 1, yaitu keputusan
membangun minimarket bernilai 1 dan keputusan tidak membangun
minimarket bernilai 0.
Zi (0,1) untuk i = M1, M2, ... Mn...............(3.9)
3.3.8 Pencarian Solusi
Pencarian Solusi meliputi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket
dengan menggunakan bantuan program software Risk Solver Premium V9.0 untuk
mempermudah perhitungan. Hasil yang akan diperoleh berupa lokasi usulan
minimarket di Kota Surakarta. Untuk memvalidasi kebenaran hasil perhitungan
software Risk Solver Platform 9.0 dilakukan verifikasi dengan membandingkan
output antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dengan
hasil perhitungan manual.
BAB IV
V-4
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan
dalam penelitian sebagai bahan untuk langkah selanjutnya yaitu tahap
pengolahan data. Data – data yang dikumpulkan merupakan data
sekunder yang diperoleh dari instansi terkait maupun data primer yang
diperoleh dari survey lapangan. Data - data yang diperoleh meliputi:
4.1.1 Peta Kota Surakarta
Peta Kota Surakarta meliputi data batas wilayah kota dan jaringan
jalan umum yang ada di Kota Surakarta. Gambar peta Kota Surakarta
dapat dilihat pada gambar 4.1.
Keterangan :Batas kota
Rel KA
Jalankota
JlnRaya0 850 1.700 2.550 3.400425
Meters
-Jebres
Kadipiro
Mojosongo
Jajar
Pajang
NusukanSumber
Kerten Manahan
Semanggi
Gilingan
KarangAsem
Banyuanyar
Tipes
PucangSawit
Sewu
PurwosariSondokan
Jagalan
Bumi
Baluwerti
Serengan
Sriwedari
Panularan
Joyotakan
Kemlayan
Jayengan
Mangkubumen
Joyosuran
Stabelan
KedunglembuSangkrah
Penumping
Danukusuman
TimuranKeprabon
Gandekan
Keratonan
Ketelan
PasarKliwonGajahan
KapungBaru
PunggawanKastalan
Purwodiningrat
Laweyan
Kauman
Kepatihan Wetan
Tegalharjo
Sudiroprajan
Kepatihan Kulon
475000.000000
475000.000000
476000.000000
476000.000000
477000.000000
477000.000000
478000.000000
478000.000000
479000.000000
479000.000000
480000.000000
480000.000000
481000.000000
481000.000000
482000.000000
482000.000000
483000.000000
483000.000000
484000.000000
484000.000000
485000.000000
485000.000000
9160
000.
0000
00
9160
000.0
0000
0
9162
000.
0000
00
9162
000.0
0000
0
9164
000.
0000
00
9164
000.0
0000
0
9166
000.
0000
00
9166
000.0
0000
0
9168
000.
0000
00
9168
000.0
0000
0
Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta
Sumber: Data Diolah, 2009
V-5
4.1.2 Data Alamat Lokasi Koordinat Pasar Modern Di Kota Surakarta
Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta diperoleh dari
Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. Untuk melengkapi data yang
dibutuhkan dalam penelitian, dilakukan observasi langsung ke lapangan
untuk menentukan titik koordinat lokasi pasar modern dengan
menggunakan alat GPS. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya
penambahan jumlah minimarket terhitung hingga tanggal 9 Desember
2009.
Keseluruhan data titik lokasi pasar modern di Kota Surakarta dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta
V-6
Selatan Timur
1 Alfamart Jl. Adisumarmo No. 208 Kel. Banyuanyar Kec. Banjarsari 478478 91666642 Alfamart Jl. Ir. Suryo No. 114 Kel. Jagalan Kec Jebres 482659 91637223 Alfamart Jl. Letjend Suprapto No. 41 Kel. Sumber Kec. Banjarsari 478360 91656004 Alfamart Jl. Kapten Mulyadi no. 228 Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon 481250 91618655 Alfamart Jl. R.E. Martadinata No. 219 Kel. Gandekan Kec. Jebres 482318 91631466 Alfamart Jl. M. T. Haryono No. 31 Kel. Manahan Kec. Banjarsari 479279 91650087 Alfamart Jl. Bridgen Katamso No. 24 Kel. Jebres Kec. Jebres 482163 91647348 Alfamart Jl. Samratulangi No. 37 Kel. Manahan Kec. Banjarsari 477612 91643419 Alfamart Jl. Monginsidi No. 125 Kel. Kestalan Kec. Banjarsari 480263 916455010 Alfamart Jl. Veteran Kec. Serengan 479721 916201311 Alfamart Fajar Baru Residence 476735 916570012 Alfamart Jl. Jayawijaya Kel. Mojosongo Kec. Jebres 482230 916693713 Alfamart Jl. Kyai Mojo Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon 481959 916130614 Alfamart Jl. Kerinci Kec. Banjarsari 480038 916743915 Indomaret Jl. Agus Salim no. 13 Kel. Sondakan Kec. Laweyan 477306 916337116 Indomaret Jl. Kapten Mulyadi no. 188 Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon 481347 916211117 Indomaret Jl. Letjend Sutoyo No. 11 kel. Mojosongo Kec. Jebres 482034 916692818 Indomaret Jl. Surya No. 117A Kel. Jagalan Kec. Jebres 482689 916372519 Indomaret Jl. Letjend Sutoyo No. 29 kel. Nusukan Kec. Banjarsari 481231 916539820 Indomaret Jl. M. T. Haryono No. 56 Kel. Mangkubumen Kec. Banjarsari 479329 916509821 Indomaret Jl. Kapten Piere Tendean No. 150 Kel. Nusukan Kec. Banjarsari 480165 916609422 Indomaret Jl. Kyai Mojo RT. 001 RW. 010 Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon 481711 916143223 Indomaret Jl. Adisumarmo No. 180 Kel. Banyuanyar Kec. Banjarsari 478649 916653024 Indomaret Fajar Baru Residence 476744 916576725 Indomaret Jl. Jayawijaya Kel. Mojosongo Kec. Jebres 472420 916684726 Indomaret Jl. Veteran Kec. Serengan 479999 916195927 Indomaret Jl. Radjiman Kel. Pajang Kec. Laweyan 476095 916349628 Indomaret Jl. Samanhudi, Kec. Laweyan 477338 916380229 S Mart Jl. Bridgen Sudiarto No.35, Kec. Serengan 480749 916165230 S Mart Jl. Adi Sucipto, Kec. Banjarsari 477798 9165044
JENIS PASAR MODERN NO NAMA
TOKO ALAMAT USAHAKoordinat
MIN
IMA
RK
ET
Sumber : Hadiyati (2009), UPT Kota Surakarta dan Hasil Observasi Lapangan, 2009
Lanjutan Tabel 4.1 Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta
V-7
Selatan Timur
31 Ass Gross Belakang Kampus UNS, Jebres 484870 916491932 Ass Gross Koperasi Jl. Sawo raya 476120 916547633 SFA Toserba Jl. R. E Martadinata, Kec Jebres 482554 916309834 Perdana Jaya Jl. Bromoraya, Kec. Banjarsari 480827 916735035 Viyas Mart Jl. Dr. Setia Budi, Kec. Banjarsari 479459 916512936 Sami Kate Jl. Ks. Tubun, Manahan, Kec. Banjarsari 478243 916475137 Luwes Loji Wetan Jl. Kapten Mulyadi 481618 916284438 Luwes Gading Jl. Veteran 480680 916175439 Luwes Mojosongo Jl. Brigjend Katamso 482265 916506440 Ratu Luwes Jl. S. Parman 480592 916415841 Ratu Luwes Jl. Kapten Piere Tendean 480158 916637942 Sami Luwes Jl. Slamet Riyadi 479826 916331443 Asia Baru Jl. Urip Sumoharjo No.30 Sudiroprajan 481503 916349044 Atria Awalayan Jl. Ronggowarsito 480219 916351445 Hypermart SGM Jl. Slamet Riyadi 478775 916356546 Hypermart Solo Square Jl. Slamet Riyadi 476682 916426247 Makro Jl. Bhayangkara 478924 9162354
HYPERMARKET
JENIS PASAR MODERN NO NAMA TOKO ALAMAT USAHA
Koordinat
SUPE
RM
AR
KE
TM
INIM
AR
KET
Sumber : Hadiyati (2009), UPT Kota Surakarta dan Hasil Observasi Lapangan, 2009
4.1.3 Data Alamat Lokasi Koordinat Pasar Tradisional Di Kota
Surakarta
Data alamat lokasi pasar tradisional diperoleh dari website resmi
Kota Surakarta dan Hadiyati (2009), sedangkan data koordinat lokasi
diperoleh dengan obeservasi langsung menggunakan alat bantu GPS
untuk menentukan titik lokasi pasar tradisional tersebut. Dalam
penentuan usulan lokasi minimarket juga mempertimbangkan
keberadaan pasar tradisional. Hal ini dikarenakan, dengan adanya
minimarket akan mempengaruhi kondisi atau iklim usaha serta omset
pasar tradisional yang berada di dekat lokasi usulan minimarket.
Keseluruhan data titik lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta
dapat dilihat pada tabel 4.2.
V-8
Tabel 4.2 Lokasi Pasar Tradisional di Kota Surakarta
Selatan Timur1 Gading P1 Jl. Veteran 480837 91618802 Gede P2 Jl. Jend. Urip Sumoharjo 481422 91633423 Harjodaksino P3 Jl. Kom. Yos Sudarso 480125 91616984 Jebres P4 Jl. Prof. W.Z. Yohanes 482305 91640525 Jongke P5 Jl. Dr. Rajiman Pajang 476750 91633966 Kabangan P6 Jl. Dr. Radjiman Sondakan 477571 91632767 Kadipolo P7 Jl. Dr. Radjiman Penularan 479633 91629668 Kembang P8 Jl. Dr. Radjiman Sriwedari 479753 91629419 Kliwon P9 Jl. Kapten Mulyadi Kedunglumbu 481503 9162610
10 Ledoksari P10 Jl. Jend. Urip Sumoharjo 481945 916414611 Legi P11 Jl. Jend. S. Parman Stabelan 480577 916403012 Mojosongo P12 Jl. Brigjen Katamso Mojosongo 482234 916504613 Nusukan P13 Jl. Kapten P. Tendean Nusukan 480226 916578414 Purwosari P14 Jl. Brigjen Slamet Riyadi Sondakan 477657 916402515 Sangkrah P15 Barat Stasiun KA. Sangkrah 481954 916264216 Sidodadi P16 Jl. Brigjend Slamet Riyadi 476682 916433017 Sidomulyo P17 Jl. S. Parman Gilingan 480566 916486418 Tanggul P18 Jl. RE. Martadinata Sewu 482448 916311419 Tunggul Sari P19 Jl. Untung Suropati Semanggi 482223 916215720 Turi Sari P20 Jl. RM. Said Mangkubumen 479566 916449021 Notoharjo P21 Jl. Silir Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon 481759 916103822 Pasar kleco P22 Jl. Talas, Kleco 475665 9164671
No Nama Pasar Alamat Pasar KoordinatKode Pasar
Sumber : www.surakarta.go.id dan Hasil Observasi Lapangan 4.1.4 Data jumlah penduduk tiap RW
Data Kependudukan yang digunakan adalah data jumlah
penduduk di tiap kelurahan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Surakarta dan Data Pemilih Tetap (DPT) Kota Surakarta Tahun 2009
dari KPU. Untuk mengetahui jumlah penduduk di tiap RW yang diwakili
dengan jumlah KK, dilakukan dengan menghitung proporsi jumlah
penduduk tiap RW berdasarkan jumlah DPT. Hal ini dilakukan sebagai
proyeksi jumlah penduduk tiap RW yang sebenarnya. Jumlah penduduk
tiap RW dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :
V-9
Jumlah penduduk di RWn
kelurahanKKjumlahtotalkelurahanDPTtotaljumlah
RWnDPTjumlah ______
__
Contoh perhitungan jumlah penduduk di RW 1 Kelurahan
Serengan
15924577750503
Data jumlah KK tiap RW selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
L1.1 sampai L1.12.
4.1.5 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendapatan dan Jenis
Pekerjaan
a. Data jumlah penduduk menurut pekerjaan
Data jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap kelurahan di
Kota Surakarta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta.
Untuk menghitung jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap RW
berdasarkan proporsi jumlah penduduk menurut pekerjaan di
kelurahan yang terkait. Jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap
RW dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan (PMP) di Kelurahan n
(Kn)
KnpendudukjumlahKnPMPtotaljumlah
KnPMPjumlah _____
__
Contoh perhitungan jumlah penduduk dengan pekerjaan
pedagang di Kelurahan Serengan
1264085221021
= 1514
Data jumlah penduduk menurut pekerjaan tiap kelurahan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran L2.1 sampai L2.7.
b. Data jumlah penduduk berdasar pendapatan
V-10
Berdasarkan jenis pekerjaan di atas, tingkat pendapatan
penduduk tiap RW diklaster menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang,
dan rendah dengan rincian sebagai berikut:
Kelas tinggi : pemilik usaha.
Kelas sedang : petani sendiri, pedagang, PNS/TNI/POL,
pensiunan, dan kategori pekerjaan lain - lain.
Kelas rendah : buruh tani, buruh industri, buruh bangunan,
angkutan .
Data jumlah penduduk berdasar pendapatan tiap kelurahan dapat
dilihat pada lampiran L3.1-L3.5.
4.1.6 Rekap Kuesioner
Data yang diperoleh berdasarkan hasil penyebaran kuesioner
adalah data jarak tempuh konsumen, frekuensi belanja, dan volume
belanja di minimarket, serta besar pengeluaran konsumen. Selain itu, juga
diperoleh data yang bisa digunakan sebagai referensi mengenai alternatif
tempat berbelanja dan kebutuhan, pola berbelanja, alasan pemilihan
minimarket, serta alasan pemilihan tempat berbelanja. Hasil rekap data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
a. Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket, serta pengeluaran
konsumen Tabel 4.3 Data Jarak, Frekuensi, dan Volume Belanja di Minimarket, serta
Pengeluaran Konsumen
V-11
jarak (m)
frek (per bl)
volume belanja
(Rp)
total belanja per bulan
jarak (m)
frek (per bl)
volume belanja (Rp)
total belanja per bulan
1 2050000 1 500 1 10000 10000 - - - -2 2575000 1 50 4 20000 80000 - - - -3 1000000 1 25 4 50000 200000 - - - -4 2100000 2 300 2 50000 100000 350 1 50.000 500005 1500000 1 300 2 50000 100000 - - - -6 1100000 2 2000 2 100000 200000 2000 2 100.000 2000007 1270000 2 400 2 100000 200000 500 2 100.000 2000008 1600000 - - - - - - - - -9 750000 2 1200 1 30000 30000 1200 1 30.000 30000
10 1500000 2 1500 1 100000 100000 1200 1 100.000 10000011 1850000 2 500 2 30000 60000 1000 1 20.000 2000012 1850000 1 300 3 50000 150000 - - - -13 950000 1 1000 1 75000 75000 - - - -14 750000 2 200 2 100000 200000 1000 1 30.000 3000015 920000 1 200 1 50000 50000 - - - -16 750000 1 200 1 50000 50000 - - - -17 480000 2 100 4 15000 60000 500 2 50.000 10000018 650000 3 100 2 50000 100000 500 2 100.000 20000019 850000 1 10 8 30000 240000 - - - -20 550000 1 200 3 60000 180000 - - - -21 2100000 2 500 2 100000 200000 2000 1 200.000 20000022 2500000 1 400 1 150000 150000 - - - -23 1800000 2 300 5 50000 250000 800 1 150.000 15000024 1060000 4 500 5 150000 750000 1000 5 150.000 75000025 2000000 1 5 1 - - - - - -26 1000000 2 500 15 30000 450000 650 5 50.000 25000027 1280000 1 50 1 50000 50000 - - - -28 3500000 3 15 2 100000 200000 400 1 100.000 10000029 1250000 2 400 1 50000 50000 500 4 75.000 30000030 6000000 1 500 1 40000 40000 - - - -
No Pengeluaran (Rp)
Jumlah langganan
minimarket
Dekat Jauh
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Lanjutan Tabel 4.3 Data Jarak, Frekuensi, dan Volume Belanja di
Minimarket, serta Pengeluaran Konsumen
V-12
jarak (m)
frek (per bl)
volume belanja
(Rp)
total belanja per bulan
jarak (m)
frek (per bl)
volume belanja (Rp)
total belanja per bulan
31 2300000 2 100 10 50000 500000 3000 1 50.000 5000032 1050000 2 2000 2 100000 200000 5000 1 200.000 20000033 2000000 3 500 3 50000 150000 1000 1 250.000 25000034 2000000 3 2000 2 100000 200000 3000 4 100.000 40000035 700000 1 50 1 100000 100000 - - - -36 1500000 1 200 1 50000 50000 - - - -37 720000 3 100 1 100000 100000 300 1 50.000 5000038 740000 2 50 1 20000 20000 500 1 20.000 2000039 3400000 2 500 1 300000 300000 750 1 250.000 25000040 1100000 2 100 5 10000 50000 1000 1 50.000 5000041 3200000 2 100 1 200000 200000 700 1 200.000 20000042 1025000 3 100 2 60000 120000 600 1 54.000 5400043 2400000 2 800 4 50000 200000 2500 1 75.000 7500044 1500000 1 150 2 100000 200000 - - - -45 1100000 1 200 2 150000 300000 - - - -46 2500000 1 1000 1 50000 50000 - - - -47 1300000 1 100 2 100000 200000 - - - -48 3000000 3 500 4 200000 800000 600 2 100.000 20000049 1650000 2 1000 2 50000 100000 4000 1 50.000 5000050 3200000 2 300 4 100000 400000 500 1 100.000 10000051 2650000 3 150 1 350000 350000 500 1 350.000 35000052 900000 1 200 2 100000 200000 - - - -53 1300000 - - - - - - - - -54 2900000 3 2000 1 400000 400000 - - - -55 750000 1 200 3 100000 300000 - - - -56 1741000 2 500 - - - 1000 1 400.000 40000057 925000 2 750 1 150000 150000 1500 1 150.000 15000058 1700000 2 500 1 100000 100000 2000 1 100.000 10000059 1900000 1 2000 2 50000 100000 - - - -60 2800000 4 100 4 150000 600000 700 1 100.000 100000
Total 101486000 106 28505 146 5080000 10765000 42750 53 3954000 5729000rata2 1691433 2 491 3 90714 192232 1257 2 116294 168500max 6000000 4 2000 15 400000 800000 5000 5 400000 750000min 480000 1 5 1 10000 10000 300 1 20000 20000
No Pengeluaran (Rp)
Jumlah langganan minimarket
Dekat Jauh
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
b. Data Kebutuhan dan Tempat Berbelanja
V-13
Tabel 4.4 Data Kebutuhan dan Tempat Tempat Berbelanja
Kebutuhan Ps. Tradisional Minimarket Hypermarket Supermarket Toko
Bahan makanan pokok 28 5 11 3 17makanan minuman kemasan 1 17 28 8 9Barang kebersihan dan kecantikan 1 9 41 6 4fresh food 47 0 2 2 9peralatan rumah tangga 12 2 23 4 19non makanan 1 0 31 20 9
90 33 136 43 67Bahan makanan pokok 31,11% 15,15% 8,09% 6,98% 25,37%makanan minuman kemasan 1,11% 51,52% 20,59% 18,60% 13,43%Barang kebersihan dan kecantikan 1,11% 27,27% 30,15% 13,95% 5,97%fresh food 52,22% 0,00% 1,47% 4,65% 13,43%peralatan rumah tangga 13,33% 6,06% 16,91% 9,30% 28,36%non makanan 1,11% 0,00% 22,79% 46,51% 13,43%Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
c. Alasan Pemilihan Minimarket
Tabel 4.5 Alasan Pemilihan Minimarket
1 > 1 1 > 110 13,51%7 9,46%3 4,05%2 2,70%5 1 6,76% 2,17%27 7 36,49% 15,22%12 6 16,22% 13,04%8 9 10,81% 19,57%
11 23,91%5 10,87%7 15,22%
74 46 100% 100%
Harga lebih murah
Memilih Minimarket
Waktu mendesakPelayanan lebih baik
iklan&promosiSekaligus Rekreasi
Lokasi / jarak lebih dekatProduk lebih lengkap
Cari suasana baru
dalam perjalanan
Alasan Persentase
Suasana lebih nyaman
Total
lebih mudah dijangkau
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
V-14
d. Pola dan Volume Belanja
Tabel 4.6 Pola dan Volume Belanja
tiap hari 2-3 kali /minggu
1 kali /minggu
2 kali /bulan
1 kali /bulan lainnya Max min rata2
Bahan makanan pokok 5 8 20 10 17 1 500000 5000 142833makanan minuman kemasan 4 4 13 8 20 11 400000 5000 63424Barang kebersihan dan kecantikan 0 1 4 7 42 7 350000 5000 106271fresh food 25 16 13 4 0 3 300000 5000 48750peralatan rumah tangga 0 0 0 3 10 48 200000 10000 44673non makanan 0 0 0 2 6 53 2000000 20000 283804
34 29 50 34 95 123Bahan makanan pokok 8,20% 13,11% 32,79% 16,39% 27,87% 1,64%makanan minuman kemasan 6,67% 6,67% 21,67% 13,33% 33,33% 18,33%Barang kebersihan dan kecantikan 0,00% 1,64% 6,56% 11,48% 68,85% 11,48%fresh food 40,98% 26,23% 21,31% 6,56% 0,00% 4,92%peralatan rumah tangga 0,00% 0,00% 0,00% 4,92% 16,39% 78,69%non makanan 0,00% 0,00% 0,00% 3,28% 9,84% 86,89%
Pola belanja Nilai belanja (Rp)
Kebutuhan
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
e. Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja
Tabel 4.7 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan Pokok)
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
Harga fix
Suasana lebih
nyaman
jumlah yg dibeli
sedikit
Pelayanan lebih baik
Sekaligus rekreasi
Waktu mendesak
Total
Ps. Tradisional 13,33% 8,00% 24,00% 0,00% 1,33% 0,00% 1,33% 0,00% 2,67% 38Minimarket 1,33% 1,33% 0,00% 1,33% 1,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 4Supermarket 1,33% 2,67% 10,67% 0,00% 1,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 12Hypermarket 1,33% 0,00% 1,33% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2Toko / warung 14,67% 0,00% 6,67% 0,00% 0,00% 1,33% 0,00% 0,00% 2,67% 19
100% 75
Bahan makanan pokok
Total
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.8 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Makanan dan Minuman
Kemasan)
V-15
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
Suasana lebih
nyaman
waktu mendesak
Sekaligus Rekreasi
Barang lebih
terjamin
Pelayanan lebih baik
Total
Ps. Tradisional 1,28% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1Minimarket 10,26% 8,97% 1,28% 2,56% 1,28% 0,00% 0,00% 0,00% 19Supermarket 3,85% 17,95% 17,95% 2,56% 1,28% 1,28% 1,28% 3,85% 39Hypermarket 0,00% 6,41% 1,28% 1,28% 0,00% 1,28% 0,00% 0,00% 8Toko / warung 10,26% 0,00% 1,28% 0,00% 2,56% 0,00% 0,00% 0,00% 11
100,00% 78Total
Makanan dan minuman kemasan
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.9 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang Kebersihan dan
Kecantikan)
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
Pelayanan lebih baik
iklan & promosi
Suasana lebih
nyaman
waktu mendesak
Sekaligus rekreasi
Total
Ps. Tradisional 0,00% 0,00% 1,20% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1Minimarket 4,82% 3,61% 2,41% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 9Supermarket 4,82% 30,12% 27,71% 4,82% 2,41% 2,41% 0,00% 3,61% 63Hypermarket 0,00% 4,82% 1,20% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 5Toko / warung 3,61% 0,00% 1,20% 0,00% 0,00% 0,00% 1,20% 0,00% 5
100,00% 83Total
Barang kebersihan dan kecantikan
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.10 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh Food)
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
waktu mendesak
suasana lebih
nyaman
Pelayanan lebih baik
Lebih fresh
Total
Ps. Tradisional 14,29% 18,18% 33,77% 1,30% 0,00% 1,30% 11,69% 62Minimarket 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0Supermarket 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2,60% 0,00% 0,00% 2Hypermarket 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2,60% 2Toko / warung 10,39% 0,00% 1,30% 1,30% 0,00% 0,00% 1,30% 11
100% 77Total
Fresh food
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.11 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah Tangga)
V-16
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
iklan & promosi
Pelayanan lebih baik
Total
Ps. Tradisional 10,81% 2,70% 8,11% 0,00% 1,35% 17Minimarket 2,70% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 2Supermarket 2,70% 20,27% 17,57% 0,00% 2,70% 32Hypermarket 0,00% 2,70% 2,70% 0,00% 0,00% 4Toko / warung 18,92% 2,70% 4,05% 0,00% 0,00% 19
100,00% 74Total
Peralatan rumah tangga
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.12 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan)
jarak lebih dekat
Produk lebih
lengkap
Harga lebih
murah
suasana lebih
nyaman
iklan & promosi
Sekaligus Rekreasi
Pelayanan lebih baik
Total
Ps. Tradisional 1,20% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1Minimarket 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0Supermarket 3,61% 24,10% 14,46% 3,61% 2,41% 4,82% 4,82% 48Hypermarket 0,00% 14,46% 2,41% 3,61% 4,82% 3,61% 2,41% 26Toko / warung 1,20% 3,61% 2,41% 0,00% 2,41% 0,00% 0,00% 8
100,00% 83Total
Non makanan (durable good )
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
4.2 PENGOLAHAN DATA
Tahap pengolahan data terdiri dari dua langkah utama. Pertama
adalah digitasi peta, yaitu menentukan titik lokasi demand, pasar modern,
dan pasar tradisional ke dalam peta dan menentukan alternatif usulan
lokasi minimarket baru. Kedua adalah optimasi pemilihan alternatif lokasi
pendirian minimarket dengan Network Location Model menggunakan
Mixed Integer Programming. Tahapan – tahapan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
4.2.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar
Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta
Untuk digitasi titik lokasi pasar tradisional dan pasar modern di
Kota Surakarta digunakan data titik koordinat tiap lokasi yang diperoleh
dari Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta serta hasil observasi
lapangan menggunakan alat bantu GPS. Kemudian, keseluruhan titik
koordinat lokasi tersebut ditempatkan pada peta digital Kota Surakarta.
Sedangkan untuk titik demand tiap RW diperoleh melalui pencarian titik
V-17
pusat untuk tiap area RW dengan menggunakan tools dalam software
arcGIS, yaitu feature to point. Hasil digitasi lokasi pasar tradisional, pasar
modern, dan titik demand dapat dilihat pada gambar berikut.
a. Digitasi Titik Demand
Jumlah titik demand sesuai dengan jumlah RW di Kota Surakarta,
yaitu 598 titik demand. Pemetaan titik demand dilakukan dengan mencari
titik pusat tiap RW sejumlah 598 titik RW dengan menggunakan software
ArcGIS. Sebaran titik demand digunakan untuk mengetahui potensi
demand yang tercover serta alokasi demand tiap minimarket usulan.
Hasil digitasi lokasi titik demand yang merupakan titik pusat tiap
RW dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Peta Lokasi Titik Demand Tiap RW
Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
V-18
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh titik pusat
tiap RW adalah dengan menggunakan tool ArcGIS arc Toolboxdata
management tool features feature to point. Untuk langkah-langkah lebih
jelas dapat dilihat pada lampiran L4.
b. Digitasi Titik Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan
Pasar Tradisional di Kota Surakarta
Digitasi dilakukan dengan memetakan koordinat lokasi seluruh
pasar tradisional dan pasar modern yang diperoleh melalui observasi
di lapangan yang terdata hingga tanggal 9 Desember 2009 dengan
software ArcGIS. Hal ini dilakukan untuk melihat sebaran 22 pasar
tradisional dan 47 pasar modern di Kota Surakarta, sehingga dapat
diperoleh informasi mengenai area yang masih berpotensi untuk
dilakukan pendirian minimarket.
Hasil digitasi lokasi titik pasar modern dan pasar tradisional
dapat dilihat pada gambar 4.3.
V-19
Gambar 4.3 Peta Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan Pasar
Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
4.2.2 Ketentuan yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Usulan
Lokasi Minimarket Baru
Dalam menentukan usulan lokasi minimarket yang akan dibangun,
dipertimbangkan beberapa faktor berikut:
d. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas
haruslah berjarak setidaknya 500m dari pasar tersebut.
Berdasarkan klaster kebutuhan dan transisi pola belanja
masyarakat saat ini, dapat dikatakan bahwa motif konsumen
cenderung berbeda untuk berbelanja ke pasar tradisional, minimarket,
maupun hypermarket. Meskipun begitu, keberadaan minimarket
V-20
dikhawatirkan mengurangi pangsa pasar tradisional walaupun tidak
terlalu signifikan. Jarak antara minimarket dan pasar tradisional
sendiri yang kurang begitu diperhatikan. Namun, pihak Pemerintah
Daerah Kota Surakarta belum juga mengeluarkan kebijakan mengenai
zonasi serta jarak antara pasar tradisional dengan minimarket.
Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan hidup pasar
tradisional maka dilakukan pengajuan usulan lokasi minimarket
dengan mempertimbangkan jarak minimal antar fasilitas. Ketentuan
jarak minimal ditetapkan dalam asumsi yang mengacu pada Perda
yang ada mengenai zoning pasar tradisional dan pasar modern, yaitu
Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009
(www.lampungpost.com) serta Perda Kota Jakarta No.2 tahun 2002,
yaitu jarak minimal antara minimarket dengan pasar tradisional
adalah 500m. Batasan area untuk 22 pasar tradisional di Kota
Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.4.
V-21
Gambar 4.4 Peta Batasan Area Pasar Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode pasar dapat dilihat pada tabel 4.13:
Tabel 4.13 Penjelasan Kode Pasar
1 Gading P1 12 Mojosongo P122 Gede P2 13 Nusukan P133 Harjodaksino P3 14 Purwosari P144 Jebres P4 15 Sangkrah P155 Jongke P5 16 Sidodadi P166 Kabangan P6 17 Sidomulyo P177 Kadipolo P7 18 Tanggul P188 Kembang P8 19 Tunggul Sari P199 Kliwon P9 20 Turi Sari P20
10 Ledoksari P10 21 Notoharjo P2111 Legi P11 22 Kleco P22
No Nama Pasar Kode Pasar No Nama Pasar Kode Pasar
Sumber: Data Diolah, 2009
e. Lokasi Fasilitas Usulan Mempertimbangkan Syarat bahwa Jarak
Antara Fasilitas yang Baru Dengan Fasilitas yang Sudah Ada
Adalah 1 Kilometer.
Jarak minimal antara minimarket usulan dan existing
minimarket ditetapkan dalam asumsi yang mengacu pada Perwali
Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 (www.lampungpost.com).
Terkait dengan asumsi tersebut, maka cakupan area pelayanan (service
coverage) minimarket ditetapkan dengan radius sebesar 500 meter.
Minimarket usulan boleh didirikan selama tidak beririsan dengan
service coverage dari existing minimarket. Hal ini ditetapkankan untuk
menghindari kanibalisme antar minimarket.
Selain itu, untuk memperkuat ketetapan jarak minimal 1
kilometer, maka dilakukan penyebaran kuesioner. Berdasarkan hasil
kuesioner tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar
konsumen biasanya menempuh jarak 500 meter untuk berbelanja ke
minimarket. Sehingga, dapat ditetapkan coverage area untuk
V-22
minimarket adalah 500 meter. Agar coverage area tersebut tidak
beririsan, maka ditetapkan jarak minimal antar minimarket adalah 1
kilometer.
Batasan area untuk minimarket di Kota Surakarta dapat dilihat
pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Peta Batasan Area Minimarket di Kota Surakarta
Sumber: pengolahan data digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode minimarket lain dapat dilihat pada tabel 4.14:
Tabel 4.14 Penjelasan Kode Minimarket Lain
V-23
No Keterangan
L1 S MartL2 S MartL3 Ass GrossL4 SFA ToserbaL5 Ass Gross Koperasi MekarL6 Perdana JayaL7 Viyas MartL8 Sami Kate
Sumber: Data Diolah, 2009
Selain mempertimbangkan minimarket yang sudah ada dan
pasar tradisional, pasar modern lain, yaitu hypermarket dan
supermarket juga dipertimbangkan. Namun, persaingan yang terjadi
tidak secara head to head dikarenakan ada beberapa jenis varian
produk yang tidak tersedia di minimarket tetapi tersedia di
supermarket dan hypermarket. Jadi, untuk kelengkapan produk
supermarket dan hypermarket lebih unggul, tetapi untuk kedekatan
jarak dengan konsumen minimarket lebih unggul.
Coverage area untuk hypermarket dan supermarket adalah 500m
dengan jarak minimal minimarket yang diperbolehkan untuk dibagun
adalah 500 meter dari lokasi hypermarket maupun supermarket. Jarak
minimal antara minimarket dengan pasar modern lain ditetapkan
dalam asumsi, yaitu sebesar 500 meter. Hal ini mempertimbangkan
tipe persaingan yang terjadi secara tidak langsung, serta baik
minimarket maupun hypermarket dan supermarket sendiri cenderung
memilki keunggulan masing-masing.
Batasan area untuk hypermarket dan supermarket di Kota
Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.6.
V-24
Gambar 4.6 Peta Batasan Area Supermarket dan Hypermarket di Kota
Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode supermarket dan hypermarket dapat dilihat pada
tabel 4.15.
Tabel 4.15 Penjelasan Kode Supermarket dan Hypermarket
No KeteranganS1 Luwes Loji WetanS2 Luwes GadingS3 Luwes MojosongoS4 Ratu LuwesS5 Ratu LuwesS6 Sami LuwesS7 Asia BaruS8 Atria AwalayanH1 Hypermart SGMH2 Hypermart Solo SquareH3 Makro
Sumber: Data Diolah, 2009
V-25
f. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112
Tahun 2007, Network/jalan umum yang dipertimbangkan dalam
penentuan lokasi minimarket adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan
jalan lokal, sedangkan kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan
kecuali jalan lingkungan di daerah perumahan dalam kota atau
perkotaan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kemudahan akses
minimarket merupakan salah satu faktor mengapa konsumen memilih
minimarket untuk berbelanja. Peta jaringan jalan di Kota Surakarta
dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 Jaringan Jalan di Kota Surakarta
Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
V-26
4.2.3 Penentuan Jumlah Alternatif Usulan Lokasi Minimarket
Jumlah alternatif minimarket usulan ini merupakan batas maksimal
(upper bound) minimarket yang dimungkinkan untuk dibangun. Untuk
menentukan jumlah optimal minimarket baru digunakan network location
model. Penentukan lokasi minimarket dengan metode iterasi berdasarkan
titik koordinat tiap RW yang belum tercover minimarket lama.
Penentuan alternatif usulan lokasi minimarket adalah dengan
melihat daerah atau area yang masih berpeluang untuk didirikan
minimarket yang dapat dilihat dari peta sebaran pasar modern dan pasar
tradisional yang sudah ada. Untuk mengetahui daerah yang masih
berpeluang untuk pendirian minimarket, dapat dilihat dari peta
persebaran pasar modern maupun pasar tradisional di Kota Surakarta
pada gambar 4.8.
V-27
Gambar 4.8 Peta Persebaran Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kota
Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Berdasarkan persebaran pasar modern dan pasar tradisional yang
sudah ada, secara kasar dapat dilihat bahwa daerah yang masih
berpeluang untuk pendirian minimarket adalah Kecamatan Jebres, bagian
utara Kecamatan Banjarsari, serta wilayah perbatasan atau pinggiran
kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon.
Persyaratan untuk membangun minimarket baru adalah dengan
mempertimbangkan coverage area dan jarak minimal dari seluruh fasilitas
atau pasar yang sudah ada baik pasar tradisional maupun pasar modern.
Persyaratan tersebut, yaitu:
V-28
- Jarak minimal antara pasar tradisional dan minimarket usulan
adalah 500 meter.
- Jarak minimal antara minimarket usulan dengan hypermarket dan
supermarket adalah 500 meter.
- Jarak minimal antara minimarket yang sudah ada dan minimarket
usulan adalah 1 kilometer.
- radius area pelayanan minimarket adalah 500 meter.
Penentuan lokasi yang baru dilakukan dengan metode iterasi
dengan langkah – langkah sebagai berikut:
1. Penentuan titik awal daerah usulan yang feasible. Daerah feasible
merupakan daerah di luar radius minimarket yang sudah ada serta
mempertimbangkan ketentuan jarak minimal antara minimarket
usulan dengan pasar tradisional, hypermarket, dan supermarket yang
sudah ada.
2. Penentuan titik – titik lokasi dilakukan secara berurutan (sequential)
satu per satu dengan dasar titik awal.
3. Lokasi usulan berikutnya tidak boleh beririsan dengan minimarket
yang sudah ada ataupun titik usulan minimarket yang sebelumnya.
4. Penentuan titik lokasi dengan mencari perkiraan titik pusat dari
radius yang telah dibuat.
5. Apabila titik pusat jatuh pada daerah yang tidak memungkinkan
maka bisa digeser sesuai dengan kondisi agar memungkinkan untuk
bisa dibangun minimarket usulan.
6. Titik harus berada di pinggir network / jalan umum dengan jalan
yang dipertimbangkan adalah jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
sedangkan jalan lingkungan tidak dipertimbangkan kecuali
dilingkungan perumahan.
V-29
Setelah dilakukan tahapan iterasi di atas maka diperoleh 21 titik
usulan minimarket yang tersebar di Kota Surakarta. Pemetaan titik lokasi
usulan minimarket dapat dilihat pada gambar 4.9.
Gambar 4.9 Usulan Awal Lokasi Minimarket di Kota Surakarta
Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Setelah diperoleh titik-titik alternatif usulan lokasi yang diperoleh
dengan cara iterasi tersebut, kemudian dilakukan pencarian lokasi real
untuk titik usulan lokasi baru minimarket. Setelah dilakukan pencarian
titik usulan lokasi baru, maka hanya diperoleh 19 titik usulan yang
memungkinkan. Untuk usulan M20 dan M21 tidak memungkinkan
dikarenakan tingkat kepadatan pada lokasi tersebut tinggi, sehingga tidak
ada lahan ataupun bangunan kosong di sekitar wilayah titik usulan.
Pemetaan titik usulan lokasi baru minimarket dapat dilihat pada gambar
4.10.
V-30
Gambar 4.10 Usulan Lokasi Minimarket di Kota Surakarta
Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Alamat lengkap untuk tiap titik usulan lokasi dapat dilihat pada tabel
4.16. Untuk lebih mengetahui dan menggambarkan bagaimana kondisi
dari tiap titik usulan lokasi pendirian minimarket ini, maka dibuat profil
tiap titik usulan lokasi dengan disertai foto atau gambar daerah alternatif
usulan lokasi tersebut. Profil usulan lokasi dapat dilihat pada lampiran L7.
Tabel 4.16 Alamat Alternatif Usulan Lokasi Minimarket
V-31
No Lokasi Selatan Timur Alamat Ket Kode
1 Tanah Kosong 481164 9166421 Jl. Sumpah pemuda dekat jalan raya M1
2 Tanah & Bangunan Kosong 479522 9163886 Jl. Teratai 1 No.16, RT1
RW13 Mangkubumendekat perumahan dan pemukiman penduduk M2
3 Tanah Kosong 481461 9164195 Jl. Arif Rahman Hakim No.49
dekat perumahan dan pemukiman penduduk M3
4 Tanah Kosong 482581 9162045 Jl. Untung Suropati dekat pemukiman penduduk M4
5 Tanah Kosong 483876 9167108 Jl. Manunggal II dekat pemukiman penduduk M5
Sumber: Observasi Lapangan, 2009 Lanjutan Tabel 4.16 Alamat Alternatif Usulan Lokasi Minimarket
No Lokasi Selatan Timur Alamat Ket Kode
6 Tanah Kosong 484400 9166345 Jl. Ringroad dekat pengambilan retribusi jalan M6
7 Tanah Kosong 483281 9166357 RT03, RW34 Mojosongo
dekat pemukiman penduduk M7
8 Tanah Kosong 482138 9165842 Jl. Wilanda Maramus dekat Poltekkes, USB, perumahan M8
9 Bangunan Kosong 484287 9163793 Jl. Ir. Sutami 107 Dekat Jalan raya, Kampus UNS M9
10 Tanah Kosong 483446 9164381 Jl. Guntur Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk M10
11 Tanah Kosong 482955 9165336 Jl. Cahaya dekat perumahan solo elok M11
12 Tanah Kosong 483907 9165179 Jl. Surya 2, Jebres Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk M12
13 Bangunan Kosong 483560 9163285 Jl. Juanda Kertasanjaya Dekat Jalan raya M13
14 Tanah Kosong 485297 9165929 Daerah sebrang Ring Road
Dekat pemukiman penduduk M14
15 Tanah Kosong 479539 9166760 Jetis, RT08 RW III, Kadipiro
dekat perumahan dan pemukiman penduduk M15
16 Tanah Kosong 475061 9165192 Jl. Duwet II/10, Karangasem
Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk M16
17 Tanah Kosong 476404 9162672 RT06/II, Sidodadi, Pajang
Dekat pertigaan jalan ramai, pemukiman penduduk
M17
18 Bangunan Kosong 478521 9163065 Jl. Radjiman No.401, Panularan Dekat Jalan raya M18
19 Tanah Kosong 480197 9160892 Jl. KH Wakhid Hasyim Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk M19
Sumber: Observasi Lapangan, 2009
4.2.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen
V-32
Jarak tempuh yang dimaksud adalah jarak tempuh terukur dari
titik usulan lokasi minimarket baru ke masing-masing titik demand.
Perhitungan jarak dilakukan untuk seluruh titik demand ke dua alternatif
minimarket terdekat dengan ketentuan jarak maksimal 2 kilometer.
Pengukuran dilakukan dengan software Arcgis menggunakan tool measure
sesuai pola jalan umum yang dilewati konsumen dari titik demand ke dua
titik alternatif minimarket terdekat. Jalan diasumsikan simetris yaitu jarak
dari lokasi titik demand ke lokasi titik minimarket sama dengan jarak dari
lokasi titik minimarket ke lokasi titik demand.
Hasil pengukuran jarak tempuh dari titik demand ke dua titik supply
usulan terdekat dapat dilihat pada lampiran L6. Contoh hasil pengukuran
jarak tempuh titik demand ke dua titik supply usulan terdekat pada tabel
4.17.
Tabel 4.17 Jarak Titik Demand Terpilih Ke Dua Titik Supply Usulan Terdekat
V-33
Titik demand Jarak Titik demand Jarak Titik demand Jarak Titik demand JarakR 48 828,132 R 128 1106,03 R 24 514,12 R 457 1703,87R 49 304,35 R 46 1758,11 R 139 462,54 R 458 1657,84R 50 749,9 R 47 1189,75 R 140 616,92 R 310 1173,92R 53 515,84 R 57 896,38 R 142 977,58 R 311 1098,42R 54 638,46 R 143 954,84 R 312 1208,26R 55 108,93 R 144 650,04 R 313 1241,24R 56 570,71 R 145 1091,41 R 314 1120,05R 58 473,46 R 146 1159,68 R 315 812,79R 59 757,7 R 230 240,29 R 316 732,36R 61 1509,09 R 418 1321,87 R 231 498,02 R 318 855,08R 62 1665,21 R 383 1427,17 R 232 601,53 R 286 1006,96R 63 1567 R 384 1148,85 R 233 223,89 R 194 869,37R 64 1399,92 R 386 1369,9 R 234 716,93 R 195 1122,42R 66 1088,53 R 387 1540,58 R 287 846,59 R 141 930,28R 80 755,85 R 388 1340,29 R 292 653,11 R 147 1286,05R 81 969,32 R 375 1806,29 R 293 698,6 R 70 1104,97R 100 724,47 R 377 1673,24 R 317 547,25 R 71 1356,29R 102 768,43 R 133 1114,73 R 459 1511,86 R 25 1152,6R 103 576,27 R 134 1117,97 R 26 1023,16R 104 568,9 R 135 719,36 R 28 1203,85R 105 470,66 R 96 958 R 31 1267,18R 106 341,48 R 101 804,58 R 32 1137,23R 107 432,79 R 67 1475,46 R 22 932,18R 108 409,24 R 68 1528,33 R 23 949,21R 136 715,77 R 69 1468,33 R 295 740 R 492 1204,02R 137 523,3 R 72 1378,92 R 469 833,14 R 493 1057,96R 138 379,77 R 73 1507,84 R 489 875,81 R 477 857,5R 165 433,79 R 74 1146,61 R 490 988,4 R 478 1001,27R 166 473,48 R 75 1301,25 R 494 869,08R 167 823,14 R 76 1071,6 R 495 857,13R 168 752,2 R 77 1237,11 R 496 445,97R 169 910,68 R 78 1284,39 R 497 690,05R 419 971,57 R 79 903,99 R 498 141,6R 420 550,95 R 65 1587,55 R 499 259,2R 421 479,85 R 555 1543,15 R 500 409,13R 422 402,78 R 559 1487,73 R 501 522,27R 423 648,83 R 502 747,36R 558 1260 R 503 897,57R 560 1112,82 R 521 849,78R 385 1051,17 R 522 719,05R 99 908,3 R 523 581,28
M1
M2
Lokasi Usulan
Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2
M3
M4
Lokasi Usulan
Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2
Sumber: Data Diolah, 2009
Hasil pengukuran jarak tempuh digunakan sebagai dasar
penentuan alokasi titik-titik demand ke titik supply tertentu, dalam hal ini
adalah titik lokasi minimarket. Tiap titik demand diukur jarak terpendek ke
satu dan ke dua dengan titik lokasi minimarket. Titik supply yang
merupakan alternatif minimarket terdekat pertama dan kedua yang
berpeluang dikunjungi titik demand merupakan titik alokasi demand
V-34
tersebut. Hal ini berlaku selama jarak tempuh dari titik demand ke titik
supply maksimal 2 kilometer.
4.2.5 Penentuan Alokasi Titik – titik Permintaan Untuk Tiap Titik
Lokasi Minimarket Usulan
Titik permintaan yang dialokasikan ke satu titik minimarket usulan
dengan jarak maksimal 2 kilometer. Tiap titik permintaan memiliki
peluang yang bersifat probabilistik dengan bobot tertentu untuk
berbelanja ke titik minimarket tersebut selama masih dalam area radius 2
kilometer. Perhitungan bobot tiap titik demand untuk memproyeksikan
peluang pemilihan minimarket akan dihitung pada tahap selanjutnya.
Namun, ada batasan bahwa titik demand hanya boleh memilih sebanyak 2
alternatif minimarket terdekat baik minimarket usulan maupun
minimarket yang sudah ada. Jadi, jumlah peluang titik demand ke
minimarket alternatif terdekat akan berkurang sebesar peluang titik
demand kemungkinan memilih alternatif minimarket yang ke-2.
Alokasi titik-titik demand yang berpotensi ke titik usulan
minimarket dapat dilihat pada tabel 4.18.
Tabel 4.18 Alokasi Titik-titik Demand yang Berpotensi ke Titik Usulan
Minimarket
Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2
M1 R48, R49, R50, R53, R54, R55, R56, 58, R59 R128, R46, R47, R57
M2
R61, R62, R63, R64, R66, R80, R81, R100, R102, R103, R104, R105, R106, R107, R108, R136, R137, R138, R165, R166, R167, R168, R169, R419, R420, R421, R422, R423, R558, R560, R385, R99
R418, R383, R384, R386, R387, R388, R375, R377, R133, R134, R135, R96, R101, R67, R68, R69, R72, R73, R74, R75, R76, R77, R78, R79, R65, R555, R559
M3R24, R139, R142, R143, R144, R145, R146, R230, R231, R232, R233, R234, R287, R292, R293, R317, R459
R457, R458, R310, R311, R312, R313, R314, R315, R316, R318, R286, R194, R195, R141, R147, R70, R71, R25, R26, R28, R31, R32, R22, R23
Titik DemandLokasi Usulan
V-35
Sumber: Data Diolah, 2009 Lanjutan Tabel 4.18 Alokasi Titik-titik Demand yang Berpotensi ke Titik
Usulan Minimarket
Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2
M4R295, R469, R489, R490, R494, R495, R496, R497, R498, R499, R500, R501, R502, R503, R521, R522, R523
R492, R493, R477, R478
M5 R252, R253M6 R264 R245, R263M7 R244, R245, R250, R251, R262, R268 R252, R253, R258, R260, R264
M8 R52, R237, R238, R239, R243, R266 R49, R51, R129, R130, R132, R235, R240, R244, R265, R268, R269
M9 R207, R208, R209, R270, R271, R279 R206, R210, R229, R267, R278, R279, R280, R281, R282
M10 R198, R199, R201, R202, R203, R204, R205, R206, R219, R284
R197, R208, R218, R220, R222, R225, R270, R271
M11 R220, R221, R240, R241, R242, R269 R202, R204, R227, R219, R224, R226, R227, R228, R236, R239, R243, R252
M12 R216, R217, R218, R263 R203, R305, R207, R242
M13 R193, R272, R273, R274, R275, R276, R277, R278, R280, R281, R282, R283 R284
M14 R212, R213 R211, R214, R215
M15 R34, R35, R36, R37, R38, R39R1, R2, R43, R40, R109, R110, R111, R112, R113, R118, R123, R42, R41
M16 R335, R339, R340, R341 R334, R336, R337M17 R359, R360, R361, R362, R364 R363, R366, R367
M18
R320, R322, R323, R324, R325, R375, R376, R377, R378, R379, R381, R386, R387, R388, R389, R390, R391, R392, R394, R396, R418, R595, R596, R383, R384
R319, R321, R356, R357, R380, R385, R393, R395, R419, R420, R421, R422, R423, R583, R585
M19R454, R455, R456, R532, R536, R537, R538, R539, R549, R550, R551, R552, R553, R554
R450, R529, R530, R535
Titik DemandLokasi Usulan
Sumber: Data Diolah, 2009
4.2.6 Penentuan Bobot Titik Demand
Untuk menentukan bobot atau peluang titik demand, dilakukan
berdasar perhitungan data hasil kuesioner. Tahap-tahap penentuan bobot,
yaitu:
1. Perhitungan persentase peluang pemilihan minimarket
V-36
Berdasar hasil rekap kuesioner pada tabel 4.3 maka diperoleh
persentase jumlah konsumen yang hanya berlangganan 1 minimarket
dan lebih dari 1 minimarket, dengan rata-rata konsumen memilih 2
alternatif minimarket terdekat. Persentase pemilihan alternatif
minimarket diperoleh dengan formulasi:
Persentase pemilihan 1 alternatif = jumlah konsumen yang memilih 1
minimarket/total responden
TrTanPan
Keterangan : Pan=Persentase pemilihan alternatif minimarket
Tan= Jumlah pemilih alternatif minimarket sebanyak an.
Tr = Jumlah total responden
an untuk n = 1 atau > 1
Contoh perhitungan: Pa1 = 43,06026
Persentase dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19 Persentase Jumlah Langganan Minimarket
1 > 1Jumlah konsumen 26 34 60persentase 0,43 0,57 1,00
Memilih MinimarketTotal
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar perhitungan di atas maka dapat diketahui proyeksi
peluang titik demand untuk berlanggan 1 minimarket adalah 0.43,
sedangkan untuk berlangganan lebih dari satu minimarket adalah 0.57.
2. Perhitungan bobot untuk pemilihan minimarket
Perhitungan bobot untuk pemilihan minimarket dilakukan
berdasar proporsi frekuensi yang diperoleh melalui kuesioner. Dari hasil
perhitungan dapat diketahui peluang tiap titik demand apakah memilih
alternatif minimarket terdekat ke-1 atau ke-2. Tahap-tahap perhitungan
bobot pemilihan minimarket adalah sebagai berikut:
V-37
1) Perhitungan persentase frekuensi tiap responden
Dalam perhitungan persentase frekuensi belanja, responden
yang digunakan dalam pengolahan data adalah responden yang
berlangganan lebih dari 1 minimarket, yaitu 33 responden.
TrTfnPfn
Keterangan: Pfn=Persentase pemilihan alternatif minimarket
Tfn= persentase pemilih alternatif minimarket terdekat ke-fn.
Tr = Jumlah total responden
fn untuk n = 1 (tertdekat ke-1) atau 2 (terdekat ke-2)
Contoh perhitungan: Pf1 = 61,033
18,20
Hasil perhitungan persentase frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Persentase Frekuensi Belanja ke Minimarket
V-38
Terdekat Terjauh1 2100000 0,67 0,332 1100000 0,50 0,503 1270000 0,50 0,504 750000 0,50 0,505 1500000 0,50 0,506 1850000 0,67 0,337 750000 0,67 0,338 480000 0,67 0,339 650000 0,50 0,50
10 2100000 0,67 0,3311 1800000 0,83 0,1712 1060000 0,50 0,5013 1000000 0,75 0,2514 3500000 0,67 0,3315 1250000 0,20 0,8016 2300000 0,91 0,0917 1050000 0,67 0,3318 2000000 0,75 0,2519 2000000 0,33 0,6720 720000 0,50 0,5021 740000 0,50 0,5022 3400000 0,50 0,5023 1100000 0,83 0,1724 3200000 0,50 0,5025 1025000 0,67 0,3326 2400000 0,80 0,2027 3000000 0,67 0,3328 1650000 0,67 0,3329 3200000 0,80 0,2030 2650000 0,50 0,5031 925000 0,50 0,5032 1700000 0,50 0,5033 2800000 0,80 0,20
1727878,79 0,61 0,39
Responden ke- Pengeluaran
Persentase
Rata-rata Sumber: Data Diolah, 2009
2) Pembuatan kelas distribusi pengeluaran untuk klasifikasi tingkat
pendapatan
Penentuan panjang kelas dan banyak kelas adalah sebagai berikut:
3500000480000
30200006,011 6
503333,33 503333Banyak KelasPanjang Kelas
MaxMinJangkauan
Setelah ditetapkan panjang kelas dan banyak kelas, maka klasifikasi
pengeluaran adalah sebagai berikut:
V-39
Tabel 4.21 Kelas Distribusi Pengeluaran
Kelas BKB BKA Frek1 480000 983333 72 983334 1486667 83 1486668 1990001 54 1990002 2493335 65 2493336 2996669 26 2996670 3500003 5
33Total Sumber: Data Diolah, 2009
3) Pengelompokan kelas pendapatan
Setelah terbentuk 6 kelas distribusi pengeluaran, maka dilakukan
adjustment pengelompokan tingkat pendapatan berdasar kelas
pengeluaran yang terbentuk. Tingkat pendapatan dibagi menjadi 3
kelas, yaitu kelas bawah, menengah, dan atas. Hasil adjusment
dapat dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Adjusment Pengelompokan Tingkat Pendapatan
Kelas BKB BKA Kelas Pendapatan Frek1 480000 983333 3 (bawah) 72 983334 14866673 1486668 19900014 1990002 24933355 2493336 29966696 2996670 3500003
33Total
19
71 (atas)
2 (menengah)
Sumber: Data Diolah, 2009
4) Perhitungan peluang frekuensi untuk tiap kelas pendapatan
Perhitungan peluang untuk tiap kelas pendapatan diperoleh
dengan menghitung rata-rata frekuensi untuk tiap kelas
pendapatan.
Formulasi perhitungan adalah sebagai berikut:
TrkTfknPfkn
Keterangan:
V-40
Pfkn=Persentase pemilihan alternatif minimarket untuk kelas
pendapatan k.
Tfkn =Persentase total pemilih alternatif minimarket terdekat ke-fn.
Trk = Jumlah total responden kelas pendapatan k.
fkn untuk n = 1 (tertdekat ke-1) atau 2 (terdekat ke-2)
k = kelas pendapatan (kelas atas(1), menengah(2), bawah(3))
Contoh perhitungan: Pf11 = 63,0743,4
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.23.
Tabel 4.23 Peluang Frekuensi Tiap Kelas Pendapatan
terdekat terjauh terdekat terjauh1 0,67 0,33 1 0,67 0,332 0,50 0,50 2 0,50 0,503 0,50 0,50 3 0,50 0,504 0,50 0,50 4 0,67 0,335 0,67 0,33 5 0,80 0,206 0,67 0,33 6 0,50 0,507 0,83 0,17 7 0,80 0,208 0,50 0,50 rata2 0,63 0,379 0,75 0,2510 0,20 0,8011 0,91 0,0912 0,67 0,33 terdekat terjauh13 0,75 0,25 1 0,50 0,5014 0,33 0,67 2 0,67 0,3315 0,83 0,17 3 0,67 0,3316 0,67 0,33 4 0,50 0,5017 0,80 0,20 5 0,50 0,5018 0,67 0,33 6 0,50 0,5019 0,50 0,50 7 0,50 0,50
rata2 0,63 0,37 rata2 0,55 0,45
FrekuensiNoNo FrekuensiKelas Menengah Kelas Atas
No FrekuensiKelas Bawah
Sumber: Data Diolah, 2009
Hasil perhitungan rata-rata frekuensi untuk tiap kelas dijadikan
proyeksi peluang pemilihan minimarket alternatif terdekat ke-1
atau ke-2. Untuk kelas atas dan kelas menengah memiliki peluang
yang sama untuk memilih alternatif minimarket, yaitu minimarket
V-41
terdekat ke-1 sebesar 0.63 dan minimarket terdekat ke-2 sebesar
0.37. Sedangkan untuk kelas bawah peluang minimarket terdekat
ke-1 sebesar 0.55 dan minimarket terdekat ke-2 sebesar 0.45.
3. Perhitungan bobot volume belanja untuk tiap kelas pendapatan
Perhitungan bobot volume belanja untuk tiap kelas pendapatan
juga menggunakan metode yang sama dengan bobot peluang pemilihan
minimarket, yaitu dengan menghitung rata-rata volume belanja untuk
tiap kelas pendapatan per bulan. Namun, data yang digunakan adalah
keseluruhan responden, yaitu 60. Dari total volume belanja per bulan
kemudian didisagregasi menjadi per hari, yaitu dengan dibagi 30. Dari
perhitungan tersebut maka diperoleh rata-rata pembelian per hari untuk
tiap kelas pendapatan.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar dapat menghitung proyeksi
omset perhari minimarket usulan. Formulasi perhitungan adalah sebagai
berikut:
TrkT
P vkvk
Keterangan:
Pvk=Persentase volume belanja untuk kelas pendapatan k.
Tvk =Total volume belanja untuk kelas pendapatan k.
Trk = Jumlah total responden kelas pendapatan k.
vk untuk k = kelas pendapatan (kelas atas(1), menengah(2), bawah(3))
Contoh perhitungan: Pv1 = 83,833.40512
000.870.4
Hasil perhitungan bobot volume belanja tiap kelas pendapatan
dapat dilihat pada tabel 4.24.
V-42
Tabel 4.24 Total Volume Belanja Tiap Kelas Pendapatan per Bulan
1 10000,00 1 80000,002 200000,00 2 150000,003 150000,00 3 300000,004 100000,00 4 40000,005 400000,00 5 550000,006 400000,00 6 400000,007 0,00 7 50000,008 200000 8 10000009 80000 9 500000
10 150000 10 70000011 400000,00 11 40000012 400000,00 12 70000013 1500000,00 rata2 405833,3314 015 70000016 5000017 35000018 550000 1 60000,0019 400000 2 75000,0020 400000 3 230000,0021 600000 4 50000,0022 50000 5 50000,0023 100000 6 160000,0024 174000 7 300000,0025 275000 8 240000,0026 200000 9 180000,0027 300000 10 100000,0028 200000 11 150000,0029 150000 12 40000,0030 0 13 20000031 400000 14 30000032 200000 15 30000033 100000 rata2 162333,33
rata2 278454,55
NoVolume
belanja per bulan
No
Kelas Menengah Kelas Atas
Kelas Bawah
Volume belanja per bulan
NoVolume
belanja per bulan
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil rataan total volume
belanja tiap bulan, masing-masing dibagi 30 hari. Volume belanja per
hari untuk tiap kelas pendapatan dapat dilihat pada tabel 4.25.
Tabel 4.25 Volume Belanja per Hari Untuk Tiap Kelas Pendapatan
V-43
Atas Menegah BawahKelas Pendapatan
volume belanja per hari 5411,119281,8213527,78
Sumber: Data Diolah, 2009
Jadi, volume belanja untuk kelas atas sebesar Rp 13.600,00, untuk
kelas menengah sebesar Rp 9.300,00, sedangkan untuk kelas rendah
sebesar Rp 5.500,00. Nilai yang diperoleh selanjutnya akan dijadikan
nilai parameter dalam model penentuan lokasi. Berdasarkan
perhitungan tersebut, maka dapat ketahui bahwa tingkat pendapatan
berpengaruh pada volume belanja.
4.2.7 Pembentukan Network Location Model
Model referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
yang dikembangkan oleh Melkote dan Daskin (2001). Model disesuaikan
dengan karakteristik sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi
minimarket dan kebutuhan penelitian. Maka diperoleh model seperti
berikut:
E. Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan model yang dikembangkan adalah memaksimalkan
jumlah pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke minimarket
usulan. Fungsi tujuan jumlah pelanggan berbobot untuk sejumlah tertentu
minimarket ini didefinisikan dengan model matematis pada persamaan
3.1. Dalam penentuan usulan lokasi baru minimarket ini terdapat 19 titik
usulan yang berfungsi sebagai titik supply (i) dan 598 titik pusat RW di
Kota Surakarta yang berfungsi sebagai titik demand (j). Sehingga,
persamaan fungsi tujuan model penentuan usulan lokasi baru minimarket
dirumuskan dengan model matematis sebagai berikut:
Fungsi Tujuan:
V-44
Maksimasi Z, di mana Z adalah jumlah pelanggan yang berpeluang
belanja ke minimarket usulan.
)]()()()()()()()()()()()()()(
)()()()[(...)]()()()()()()()()()()()()[(
1919535191953019195291919450
19195541919553191955219195511919550
19195491919539191953819195371919536
19195321919456191945519194541157
1147114611128115911581156
115511541153115011491148
MMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMRMMR
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZ
Keterangan:
Yji = jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik
lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi = variabel biner (0,1)
iZ =
tidakjika 0 lokasi titik padadibangun inimarket jika 1 im
i = titik lokasi minimarket usulan, i = M1, M2, M3, ..., M19
j = titik permintaan konsumen ditiap RW, j = R1, R2, R3, ..., R598
n
ij kjkjiji dPY
3
1
………………………………………………………(3.2)
Keterangan:
Yji = flow on link (i,j)
Pkji = peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke
minimarket i
dj = jumlah penduduk di titik j
Berdasarkan fungsi tujuan di atas,
n
j kjkji dP
1
3
1 merupakan flow
on link (i,j). Rumusan ini digunakan untuk mengetahui jumlah
konsumen yang berpotensi ke minimarket usulan. Jumlah konsumen
dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn)
V-45
diperoleh melalui perhitungan peluang tiap titik permintaan j ke
minimarket i dengan jarak maksimal 2 km.
F. Variabel Keputusan
Variabel keputusan yang dicari dalam formulasi matematis diatas,
adalah sebagai berikut :
iZ =
tidakjika 0 lokasi titik padadibangun inimarket jika 1 im
Sedangkan beberapa variabel lain yang terlibat dalam model ini, yaitu:
Yij = flow on link (i,j) (jumlah KK)
Wi = total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i (jumlah
KK)
G. Parameter
Parameter yang digunakan adalah jumlah belanja untuk tiap kelas
pendapatan serta peluang tiap kelas pendapatan untuk ke minimarket
baik terdekat pertama maupun terdekat ke dua. Nilai parameter tersebut
ditetapkan berdasar hasil yang diperoleh melalui kuesioner.
Berdasarkan hasil perhitungan bobot sebelumnya, maka diperoleh
jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan adalah sebagai berikut:
B1j = 13.600
B2j = 9.300
B3j = 5.500
Keterangan :
B1j = jumlah belanja untuk kelas pendapatan atas (Rp/hari)
B2j = jumlah belanja untuk kelas pendapatan menegah (Rp/hari)
B3j = jumlah belanja untuk kelas pendapatan bawah (Rp/hari)
V-46
Berdasarkan hasil perhitungan bobot sebelumnya, maka diperoleh
peluang tiap kelas pendapatan untuk ke minimarket baik terdekat
pertama maupun terdekat ke dua adalah sebagai berikut:
Alternatif terdekat ke-satu : 55,0
63,0
3
21
ji
jiji
PPP
Alternatif terdekat ke-dua :45,0
37,0
3
21
ji
jiji
PPP
Keterangan : Pkji : peluang untuk kelas pendapatan ke-k (untuk k=1, 2,
3)
H. Batasan
Kriteria-kriteria yang menjadi constraint pada formulasi matematis
diatas, adalah sebagai berikut :
6) Batasan persamaan arus (flow equation)
Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server
dimana demand (konsumen) bergerak menuju fasilitas untuk dilayani
oleh karena itu diperlukan suatu persamaan yang mengatur arus (flow)
konsumen (demand) ke dan dari minimarket.
Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke
fasilitas) merupakan total inbound demand yaitu seluruh demand
(konsumen) yang bergerak menuju fasilitas sedangkan outbound flow
(arus dari fasilitas) merupakan outbound demand yaitu jumlah
konsumen yang tidak terlayani ditambah demand yang terlayani di
node. Berdasarkan persamaan 3.3 maka persamaan arus untuk
minimarket usulan dapat diformulasikan sebagai berikut (seluruhnya
terdapat 23 persamaan flow):
V-47
1919019195351919530
1919529191945019195541919553
1919552191955119195501919549
1919539191953819195371919536
1919532191945619194551919454
22022559
22555226522792278
22772276227522742273
227222692268226722101
229622135221342213322377
2237522388223872238622383
223982239722418229922385
2256022558224232242222421
2242022419221692216822167
2216622165221382213722136
2210822107221062210522104
22103221022210022812280
22662264226322622261
110115711471146
111281159115811561155
11541153115011491148
)()()()()()()()()()()()()()()()()()(
)()()()()(
)()()()()()()()()()(
)()()()()()()()()()()()()()()(
)()()()()()()()()()()()()()()()()()()()(
)()()()()()()()()()(
)()()()()()()()()()()()()[(
MMMMRMMR
MMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMR
MMMMR
MMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
MMRMMRMMRMMRMMR
WYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
WYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
ZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
WYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZYZY
Keterangan :
Wi = jumlah konsumen yang dilayani oleh minimarket i.
Y0i = jumlah konsumen yang tidak terlayani oleh minimarket i.
Yji = jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik
lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi = variabel biner (0,1),
iZ =
tidakjika 0 lokasi titik padadibangun inimarket jika 1 im
i = titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ...., M19).
j = titik permintaan konsumen ditiap RW(R1, R2, ....., R598).
V-48
7) Batasan Jumlah Minimarket Yang Ingin Dibangun
Batasan ini memastikan jumlah minimarket yang ingin
dibangun. Berikut adalah formulasi rumusnya:
LZZZZZZ MMMMMM 2354321 ...
Keterangan :
L = Jumlah minimarket yang ingin dibangun, dengan L 19
8) Batasan Omset minimal
Batasan ini digunakan untuk memastikan bahwa omset
minimarket baru memenuhi target minimal rata-rata minimarket yang
ada saat ini. Omset rata-rata per hari untuk sebuah minimarket adalah
sebesar 8,5 juta rupiah (www.indomaret.co.id). Omset per hari untuk
minimarket baru dihitung dengan mempertimbangkan daya beli
untuk tiap kelas pendapatan, total penduduk, serta peluang penduduk
berbelanja ke minimarket usulan tersebut dengan ketentuan jarak
maksimal 2 km.
Namun, untuk memastikan nilai ruas kiri selalu lebih besar dari
ruas kanan maka pada ruas kiri ditambah dengan bilangan M yang
merupakan bilangan riil yang sangat besar nilainya. Hal ini
dimaksudkan untuk memperluas daerah fisibel pada saat pencarian
solusi awal, sehingga apabila batasan omset untuk titik lokasi
minimarket j tidak terpenuhi, tetap diijinkan untuk dibangun tetapi
tidak layak, atau tidak dibangun sama sekali. Berdasarkan persamaan
3.6 maka persamaan omset per hari (Oi) untuk minimarket usulan
dapat diformulasikan sebagai berikut (seluruhnya terdapat 19
persamaan omset minimal):
V-49
000.500.8))1(()]()()(
)]()()()]()()()]()(
)()]()()()]()()()]()()()]()(
)()()()()()()()()()()()(
)()()()[(
1
157357357315725725721571571571
1473473473147247247214714714711463463463
1462462462146146146111283128312831128212821282
1128112811281159359359315925925921591591591
1583583583158258258215815815811563563563
1562562562156156156115535535531552552552
1551551551154354354315425425421541541541
1533533533153253253215315315311503503503
1502502502150150150114934934931492492492
14914914911483483483148248248214814814811
M
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRMRRRM
ZMpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBZ
000.500.8))1(()]()()(
)()()()()()()()()()()()()()()()()()(
)()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()(
)()()[(
11953353535353
1953525352535219535153515351
195303530353031953025302530219530153015301
195293529352931952925292529219529152915291
194503450345031945024502450219450145014501
195543554355431955425542554219554155415541
195533553355331955325532553219553155315531
195523552355231955225522552219552155215521
195513551355131955125512551219551155115511
195503550355031955025502550219550155015501
195493549354931954925492549219549154915491
195393539353931953925392539219539153915391
195383538353831953825382538219538153815381
195373537353731953725372537219537153715371
195363536353631953625362536219536153615361
195323532353231953225322532219532153215321
194563456345631945624562456219456145614561
194553455345531945524552455219455145514551
19454345434543194542454245421945414541454119
MMvRRR
MRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRR
MRRRMRRRMRRRM
ZMpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdB
pdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdBpdB
pdBpdBpdBZ
Keterangan :
Oi = omset untuk tiap minimarket (Rp/hari)
Bkj = jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan (Rp/hari)
V-50
dkj = jumlah penduduk untuk tiap kelas pendapatan
Pji = peluang titik permintaan j ke minimarket i
M = bilangan riil yang sangat besar nilainya
Zi = variabel biner (0,1),
iZ =
tidakjika 0 lokasi titik padadibangun inimarket jika 1 im
i = titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., M19).
j = titik permintaan konsumen ditiap RW (R1, R2, ......, R598).
k = kelas pendapatan penduduk di tiap kelurahan (k1, k2, k3)
9) Nonnegatif constrains
Batasan nonnegatif constrains ini digunakan untuk memastikan
bahwa nilai aliran permintaan dan total demand tidak bernilai negatif.
Formulasi model dari persamaan 3.7 dan 3.8 untuk i = M1, M2, …, M23
adalah sebagai berikut:
0,,0,0,0,0,0 1954321 MMMMMM WWWWWW
0,,0,0,0,0,0 1905040302010 MMMMMM YYYYYY
10) Binary
Salah satu keputusan dalam penentuan usulan lokasi
minimarket ini adalah membangun minimarket atau keputusan tidak
membangun minimarket. Hal ini telah dirumuskan pada persamaan
3.9. Pada persamaan ini hanya terdapat dua alternatif keputusan, yaitu
bernilai 1 apabila minimarket dibangun dan bernilai 0 apabila
minimarket tidak di bangun. Formulasi binary untuk untuk i = M1, M2,
…, M23 adalah sebagai berikut:
)1,0(iZ untuk i = M1, M2, ...., M19
4.2.8 Pencarian Solusi
V-51
Pencarian Solusi meliputi pemilihan alternatif lokasi pendirian
minimarket dengan menggunakan bantuan program software Risk Solver
Premium V9.0 untuk mempermudah perhitungan. Hasil yang akan
diperoleh berupa lokasi usulan minimarket di Kota Surakarta. Langkah-
langkah dalam menggunakan Risk Solver Platform V9.0 dalam Microsoft
Excel dapat dilihat pada lampiran L5.
Running model untuk menemukan solusi dilakukan dengan
beberapa skenario, yaitu sesuai dengan langkah-langkah penggunaan
software Risk Solver Premium V9.0 dengan memasukkan jumlah minimarket
yang ingin dibangun pada batasan atau constraint. Selanjutnya, Risk Solver
Platform V9.0 akan melakukan pencarian solusi dengan metode iterasi.
Hasil pengolahan yang diperoleh adalah nilai optimal untuk fungsi tujuan
memaksimalkan jumlah pelanggan berbobot dari sejumlah minimarket
terpilih yang ingin dibangun.
Setelah dilakukan perhitungan, maka diketahui bahwa jumlah
alternatif yang feasible berdasarkan perhitungan model adalah 15 alternatif
usulan. Untuk 4 usulan lainnya tidak feasible karena tidak memenuhi
batasan omset minimal. List alternatif usulan yang feasibel dapat dilihat
pada tabel 4.26, sedangkan peta sebaran alternatif usulan feasible dapat
dilihat pada gambar 4.11.
Tabel 4.26 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang Feasible
V-52
No Lokasi Selatan Timur Alamat Ket Kode
1 Tanah Kosong 481164 9166421 Jl. Sumpah pemuda dekat jalan raya M1
2 Tanah & Bangunan Kosong 479522 9163886 Jl. Teratai 1 No.16, RT1
RW13 Mangkubumendekat perumahan dan pemukiman penduduk
M2
3 Tanah Kosong 481461 9164195 Jl. Arif Rahman Hakim No.49
dekat perumahan dan pemukiman penduduk
M3
4 Tanah Kosong 482581 9162045 Jl. Untung Suropati dekat pemukiman penduduk
M4
5 Tanah Kosong 483281 9166357 RT03, RW34 Mojosongo dekat pemukiman penduduk
M7
6 Tanah Kosong 482138 9165842 Jl. Wilanda Maramus dekat Poltekkes, USB, perumahan
M8
7 Bangunan Kosong 484287 9163793 Jl. Ir. Sutami 107 Dekat Jalan raya, Kampus UNS
M9
8 Tanah Kosong 483446 9164381 Jl. Guntur Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M10
9 Tanah Kosong 482955 9165336 Jl. Cahaya dekat perumahan solo elok
M11
10 Tanah Kosong 483907 9165179 Jl. Surya 2, Jebres Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M12
11 Bangunan Kosong 483560 9163285 Jl. Juanda Kertasanjaya Dekat Jalan raya M13
12 Tanah Kosong 479539 9166760 Jetis, RT08 RW III, Kadipiro
dekat perumahan dan pemukiman penduduk
M15
Sumber: Data Diolah, 2009 Lanjutan Tabel 4.26 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible
No Lokasi Selatan (49M)
Timur (UTM) Alamat Ket Kode
13 Tanah Kosong 476404 9162672 RT06/II, Sidodadi, PajangDekat pertigaan jalan ramai, pemukiman penduduk
M17
14 Bangunan Kosong 478521 9163065 Jl. Radjiman No.401, Panularan Dekat Jalan raya M18
15 Tanah Kosong 480197 9160892 Jl. KH Wakhid Hasyim Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk M19
Sumber: Data Diolah, 2009
V-53
Gambar 4.11 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible di Kota
Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Hasil running model dengan Risk Solver Platform V9.0 untuk
beberapa scenario adalah sebagai berikut:
a) Skenario 1 (Membangun 1 Gerai Minimarket)
Pada skenario pertama, dilakukan pencarian solusi di titik usulan
lokasi minimarket mana yang terpilih dan paling potensial dilihat dari
potensi jumlah pelanggan, apabila jumlah gerai minimarket yang ingin
dibangun adalah 1. Setelah dilakukan running model, diperoleh
maksimasi jumlah pelanggan yang berpeluang ke minimarket terpilih:
Jumlah pelanggan berbobot maksimal = 5.872 KK
Lokasi usulan minimarket yang terpilih adalah M2 dengan alamat Jl.
Teratai 1 No.16, RT01 RW13, Mangkubumen. Lokasi merupakan tanah
V-54
dan bangunan kosong yang berada di dekat perumahan dan pemukiman
padat penduduk.
b) Skenario 2 (Membangun 2 Gerai Minimarket)
Pada skenario kedua, dilakukan pencarian solusi di titik usulan
lokasi minimarket mana yang terpilih dilihat dari potensi jumlah
pelanggan, apabila jumlah gerai minimarket yang ingin dibangun adalah
2. Setelah dilakukan running model, diperoleh maksimasi jumlah
pelanggan yang berpeluang ke minimarket terpilih:
Jumlah pelanggan berbobot maksimal = 10.549 KK
Rincian lokasi dan peluang jumlah pelanggan potensial adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.27 Lokasi 2 Titik Usulan Minimarket Baru
No Lokasi Selatan Timur Alamat Ket Kode
2 Tanah & Bangunan Kosong 479522 9163886 Jl. Teratai 1 No.16, RT1
RW13 Mangkubumendekat perumahan dan pemukiman penduduk
M2
18 Bangunan Kosong 478521 9163065 Jl. Radjiman No.401, Panularan Dekat Jalan raya M18
Sumber: Data Diolah, 2009
c) Hasil Rekap 15 Model Skenario
15 Model skenario dirunning dengan menggunakan software Risk
Solver Premium V9.0, yaitu dengan memasukkan jumlah minimarket yang
ingin dibangun sebagai batasan atau constraint. Hasil running skenario 1
hingga 15 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.28 Lokasi Titik Usulan Minimarket Baru Terpilih Beserta Jumlah
Pelanggan Berbobot
V-55
No Usulan Jumlah Iterasi
Omset total (Rp)
1 M2 5871,75 ≈ 5872 20 46082540,062 M2, M18 10549,24 ≈ 10549 24 82061259,753 M2, M18, M3 13959,09 ≈ 13959 24 110046193,564 M2, M18, M3, M8 17213,32 ≈ 17213 20 134926851,695 M2, M18, M3, M8, M1 20243,6 ≈ 20244 22 159855182,766 M2, M18, M3, M8, M1, M15 23242,59 ≈ 23243 20 183107662,597 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4 26110,25 ≈ 26110 20 193343998,108 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11 28396,66 ≈ 28397 20 213578140,58
9 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19 30676,72 ≈ 30677 20 230282575,67
10M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13 32351,02 ≈ 32351 20 258433760,83
11M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10 33946,42 ≈ 33946 20 270876782,07
12M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17 35469,73 ≈ 35470 20 282663969,36
13M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7 36899,05 ≈ 36899 20 293792503,80
14M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7, M9 38278,70 ≈ 38279 20 305252272,34
15 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7, M9, M12
39443,74 ≈ 39444 20 314218198,62
Jumlah Pelanggan Berbobot (KK)
Sumber: Data Diolah, 2009
Keterangan : L = jumlah minimarket yang ingin dibangun
4.2.9 Verifikasi Model
Untuk mengecek atau memvalidasi kebenaran hasil perhitungan
software Risk Solver Platform 9.0 dilakukan verifikasi dengan
membandingkan output antara hasil running optimasi software Risk Solver
Platform 9.0 dengan hasil perhitungan manual. Verifikasi dilakukan
dengan menggunakan sebagian data sebagai parameter model. Adapun
parameter yang digunakan dalam validasi model, sebagai berikut :
a) Jumlah minimarket yang ingin dibangun adalah 2
b) Jumlah minimarket usulan yang dipakai adalah 3, yaitu : M17, M18,
dan M19
c) Usulan alternatif 2 minimarket terpilih merupakan kombinasi 3C2,
sehingga ada 3 alternatif kombinasi usulan 2 minimarket terpilih, yaitu
M17M18, M17M19, dan M18M19.
V-56
Langkah dalam melakukan pengujian validitas model optimasi adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung demand yang berpeluang ke masing-masing minimarket
usulan
a) Minimarket 17 (M17)
Y17 =
n
j kjikji dP
1
3
1
=
36733663363336433623361336033593173
36723662363236423622361236023592172
36713661363136413621361136013591171
)]([
RRRRRRRRM
RRRRRRRRM
RRRRRRRRM
ddddddddPddddddddP
ddddddddP
= [0,63 x (2+199+3+240+3+245+2+140+3+227)] + [0,55 x (151+
+182+186+107+ 172)] + [0.37 x (3+271+2+204+1+105)] + [0,45 x
206+155+80]
= 669,23 + 439,94 + 216,93 + 198,22
= 1523,32 ≈ 1523
b) Minimarket 18 (M18)
Y18 =
n
j kjikji dP
1
3
1
=
)]
([)]
([)]
([
5853583342334223421342034193395339333853
3803357335633213319338433833596359534183
3963394339233913390338933883387338633813
3793378337733763375332533243323332233203183
5852583242324222421242024192395239323852
3802357235623212319238423832596259524182
3962394239223912390238923882387238613812
3792378237723762375232523242323232223202182
5851583142314221421142014191395139313851
3801357135613211319138413831596159514181
3961394139213911390138913881387138613811
3791378137713761375132513241323132213201181
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRM
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRM
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRM
dddddddddddddddddddddddddddddd
ddddddddddPdddddddddddddddddddddddddddddd
ddddddddddPdddddddddddddddddddddddddddddd
ddddddddddP
= [0,63x(1+198+1+168+0+156+0+123+0+113+0+88+1+127+1+131+1+
V-57
107+0+55+0+66+4+108+5+122+2+62+3+112+3+118+3+108+2+81
+4+148+3+131+1+149+2+173+3+215+3+91+2+45)]+[0,55x(81+69+
64+50+47+234+341+351+288+148+176+173+195+99+44+46+42+3
2+58+51+56+27+34+145+72)]+[0.37x(1+233+0+152+5+106+6+117
+0+75+3+71+3+109+3+100+1+123+1+92+0+73+1+185+1+143+3+
180+3+203)]+[0,45 x
(96+62+38+42+201+113+42+39+46+34+27+69+
54+29+32)]
= 1915,50 + 1608,15 + 737,42 + 416,41
= 4677,49≈ 4677
c) Minimarket 19 (M19)
Y19 =
n
j kjikji dP
1
3
1
=
)]([
)]([
)]([
535353035293450355435533552355135503
549353935383537353635323456345534543193
535253025292450255425532552255125502
549253925382537253625322456245524542192
535153015291450155415531552155115501
549153915381537153615321456145514541191
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRM
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRM
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRM
ddddddddddddddddddP
ddddddddddddddddddP
ddddddddddddddddddP
= [0,63x(6+99+3+45+4+58+9+137+6+93+5+80+6+92+9+130+8+
52+16+97+22+132+11+66+16+95+10+62)]+[0,55x(271+122+158+6
6+45+38+44+62+129+241+329+165+237+154+)]+[0.37x(5+79+5+7
7+8+121+4+61)]+[0,45 x (214+37+58+29)]
= 860,79 + 1133,53 + 133,26 + 152,48
= 2280,06 ≈ 2280
2. Menghitung jumlah omset masing-masing minimarket usulan
a) Omset M17 (O17)
O17 =
n
j kijikj ZYB
1
3
1
V-58
=
36733663363336433623361336033593173
36723662363236423622361236023592172
36713661363136413621361136013591171
)]([
RRRRRRRRMj
RRRRRRRRMj
RRRRRRRRMj
YYYYYYYYZBYYYYYYYYZB
YYYYYYYYZB
= [13600 x (1,38+1,66+1,70+0,97+1,58+1,11+0,83+0,43)]+[9300 x
(125,19+150,95+154,40+88,36+143,03+100,24+75,42+38,91]+[5500
x (83,02+100,10+102,39+58,6+92,6+69,68+35,94)]
= 131.426,60+8.151.365,18+3.504.395,52 = 11.787.187,29
b) Omset M18 (O18)
O18 =
n
j kijikj ZYB
1
3
1
=
)]
([)]
([)]
([
5853583342334223421342034193395339333853
3803357335633213319338433833596359534183
3963394339233913390338933883387338633813
3793378337733763375332533243323332233203183
5852583242324222421242024192395239323852
3802357235623212319238423832596259524182
3962394239223912390238923882387238623812
3792378237723762375232523242323232223202182
5851583142314221421142014191395139313851
3801357135613211319138413831596159514181
3961394139213911390138913881387138613811
3791378137713761375132513241323132213201181
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRMj
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRMj
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRR
RRRRRRRRRRMj
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY
YYYYYYYYYYZBYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY
YYYYYYYYYYZBYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY
YYYYYYYYYYZB
= [13600x(0,37+0,32+0,29+0,23+0,21+0,31+0,46+0,47+0,39+0,20+
0,24+2,54+2,85+1,45+1,78+1,88+1,71+1,29+2,36+2,09+0,59+1,57+
1,94+2,12+1,05+0,26+0,17+1,98+2,20+0,16+0,97+1,01+0,94+0,29+
0,21+0,17+0,43+0,33+0,96+1,08)]+[9300x(124,60+105,99+98,52+7
7,25+71,44+55,13+80,29+82,53+67,71+34,78+41,35+68,36+76,74+
38,93+70,4+74,41+67,86+50,99+93,42+82,71+93,75+109,15+135,2
7+57,02+28,3+86,35+56,1+39,1+43,43+27,27+26,23+40,17+37,1+4
5,33+34,06+27,08+68,6+52,95+66,74+75,25
)]+[5500x(44,73+38,05+35,37
V-59
+27,73+25,65+128,95+187,80+193,05+158,37+81,34+96,71+95,35+
107,19+54,38+24,01+25,38+23,14+17,39+31,86+28,21+30,6+15,06
+18,67+79,64+39,54+43,19+28,06+17,04+18,93+90,47+51,03+19,0
8+17,63+20,61+15,49+12,32+31,2+24,08+12,83+14,47)]
= 542.143,48+24.301.448,38+11.135.127,83
= 35.978.719,69
c) Omset M19 (O19)
O19=
n
j kijikj ZYB
1
3
1
=
)]([
)]([
)]
([
535353035293450355435533552355135503
549353935383537353635323456345534543193
535253025292450255425532552255125502
549253925382537253625322456245524542192
535153015291450155415531552155115501
549153915381537153615321456145514541191
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRMj
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRMj
RRRRRRRRR
RRRRRRRRRMj
YYYYYYYYYYYYYYYYYYZB
YYYYYYYYYYYYYYYYYYZB
YYYYYYYYY
YYYYYYYYYZB
= [13600x(3,86+1,73+2,25+5,7+3,89+3,33+3,82+5,4+5,34+9,96+
13,58+6,8+9,79+6,35+1,8+1,88+2,96+1,5)]+[9300x(62,65+28,16+3
6,56+86,35+58,89+50,46+57,87+81,76+32,59+60,8+82,86+41,52+5
9,76+38,75+29,17+28,43+44,79+22,73)]+[5500x(148,8+66,88+86,8
3+36,15+24,66+21,13+24,23+34,23+71,16+132,77+180,93+90,67+1
30,49+84,61+96,52+16,58+26,12+13,26)]
= 1223161,71+8408191,21+7073082,16
= 16.704.435,08
3. Menghitung total demand berbobot untuk 2 alternatif minimarket
terpilih
a) Z M17M18 = Y17 + Y18 = 1523,32 + 4677,49 = 6200,81 ≈ 6201
b) Z M17M19 = Y17 + Y19 = 1523,32 + 2280,06 = 3803,38 ≈ 3803
c) Z M18M19 = Y18 + Y19 = 4677,49 + 2280,06 = 6957,55 ≈ 6958
4. Melakukan pemilihan 2 alternatif minimarket usulan dengan jumlah
pelanggan berbobot yang paling maksimal
V-60
Berdasarkan perhitungan total demand berbobot untuk 2 alternatif
minimarket terpilih, kombinasi dengan jumlah pelanggan maksimal
adalah M18M19. Batasan omset untuk tiap alternatif minimarket juga
terpenuhi, yaitu lebih besar sama dengan Rp 8.500.000,00. Jadi, usulan
minimarket yang akan dibangun adalah minimarket usulan 18 dan 19
dengan jumlah pelanggan berbobot sebesar 6958 KK.
5. Melakukan pengolahan data dengan software Risk Solver Platform 9.0
Dengan memasukkan Fungsi tujuan, constraint, serta decision
variabel pada Risk Solver Platform 9.0 dengan langkah-langkah seperti pada
lampiran L6, maka diperoleh output hasil running sebagai berikut:
Objective Cell (Max)Cell Name Original Value Final Value
$V$6 Z= Yji.Zi 0 6957,551034 Decision Variable Cells
Cell Name Original Value Final Value$X$12 M17 Zi 0 0$X$13 M18 Zi 0 1$X$14 M19 Zi 0 1
ConstraintsCell Name Cell Value Formula Status Slack
$AB$12 M17 Oi+(M(1-Zi)) 1011787187 $AB$12>=8500000 Not Binding 1003287187$AB$13 M18 Oi+(M(1-Zi)) 34486608 $AB$13>=8500000 Not Binding 25986608,06$AB$14 M19 Oi+(M(1-Zi)) 16704435 $AB$14>=8500000 Not Binding 8204435,083$T$12 M17 Yji 1523 $T$12=$W$12 Binding 0$T$13 M18 Yji 4677 $T$13=$W$13 Binding 0$T$14 M19 Yji 2280 $T$14=$W$14 Binding 0$T$12 M17 Yji 1523 $T$12>=0 Not Binding 1523,317421$T$13 M18 Yji 4677 $T$13>=0 Not Binding 4677,491153$T$14 M19 Yji 2280 $T$14>=0 Not Binding 2280,059881$V$12 M17 Wi 1523 $V$12>=0 Not Binding 1523,317421$V$13 M18 Wi 4677 $V$13>=0 Not Binding 4677,491153$V$14 M19 Wi 2280 $V$14>=0 Not Binding 2280,059881$W$8 sigma Zi 2 $W$8<=2 Binding 0
6. Membandingkan output antara hasil running optimasi software Risk
Solver Platform 9.0 dan hasil perhitungan manual.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, diperoleh output yang sama
antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dengan hasil
perhitungan manual. Dengan demikian, maka hasil perhitungan model
V-61
yang dikembangkan dengan software Risk Solver Platform 9.0 adalah benar
atau valid.
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada Bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil
perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV.
Analisis dan interpretasi hasil akan diuraikan lebih lanjut pada sub bab di
bawah ini.
5.1 ANALISIS PENELITIAN
5.1.1 Analisis Lokasi Existing Pasar Tradisional dan Pasar Modern di
Kota Surakarta
Berdasarkan data alamat dan lokasi pasar tradisional dan pasar
modern yang ada, maka dapat diketahui sebaran kedua jenis pasar
tersebut di Kota Surakarta. Penyebaran titik lokasi pasar tradisional dan
pasar modern dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2.
V-62
Gambar 5.1 Peta Sebaran Pasar Tradisional dengan Coverage Area dan Pasar
Modern di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Lingkaran dengan warna hijau merupakan coverage area untuk
pasar tradisional dengan radius 500 meter. Ketentuan jarak minimal
antara pasar tradisional dengan pasar modern adalah 500 meter.
Berdasarkan sebaran titik lokasi pada gambar 5.1 dapat dilihat bahwa
sebagian besar lokasi pasar modern masih berada pada jarak kurang dari
500 meter dari pasar tradisional. Lokasi pasar modern yang relatif dekat
dengan pasar tradisional secara tidak langsung dapat mengurangi pangsa
pasar tradisional, sehingga perlu diberlakukan ketentuan jarak minimal
antar pasar tradisional dengan pasar modern. Selain itu, terdapat
beberapa keunggulan yang dimiliki pasar tradisional dibanding dengan
pasar modern, antara lain kokoh terhadap guncangan ekonomi, daya
V-63
menyerap tenaga kerja tinggi, serta keberpihakan terhadap pengusaha
kecil dalam rangka mencapai visi ekonomi kerakyatan.
Lokasi minimarket yang masih berada dalam jarak kurang dari 500
meter terhadap pasar tradisional, yaitu:
a) Alfamart 4 (A4) dan S Mart (L1) masih dalam radius Pasar Gading
(P1). Jarak Pasar Gading dengan Alfamart 4 adalah 413,27 meter,
sedangkan dengan S Mart adalah 244,39 meter.
b) Indomaret 12 (I12) masih dalam radius Pasar Harjodaksino (P3)
dengan jarak 289,82 meter.
c) Alfamart 2 (A2) masih dalam radius Pasar Jebres (P4) dengan jarak
adalah 483,96 meter.
d) Indomaret 1 (I1) masih dalam radius Pasar Kabangan (P6) dengan
jarak adalah 281,51 meter.
e) Alfamart 7 (A7) masih dalam radius Pasar Mojosongo (P12) dengan
jarak adalah 319,98 meter.
f) Indomaret 7 (I7) masih dalam radius Pasar Nusukan (P13) dengan
jarak adalah 315,94 meter.
g) Alfamart 8 (A8) dan Indomaret 14 (I14) masih dalam radius Pasar
Purwosari (P14). Jarak Pasar Purwosari dengan Alfamart 8 adalah
319,19 meter, sedangkan dengan Indomaret 14 adalah 389,22 meter.
h) Alfamart 9 (A9) masih dalam radius Pasar Sidomulyo (P17) dengan
jarak adalah 436,35 meter.
i) Alfamart 5 (A5) dan SFA Toserba (L4) masih dalam radius Pasar
Tanggul (P18). Jarak Pasar Tanggul dengan Alfamart 5 adalah 133,88
meter, sedangkan dengan S Mart adalah 107,20 meter.
j) Alfamart 13 (A13) dan Indomaret 8 (I8) masih dalam radius Pasar
Notoharjo (P21). Jarak Pasar Notoharjo dengan Alfamart 13 adalah
334,40 meter, sedangkan dengan Indomaret 8 adalah 396,91 meter.
V-64
Lokasi pasar modern lain (hypermarket dan supermarket) yang
masih berada dalam jarak kurang dari 500 meter terhadap pasar
tradisional, yaitu:
a) Hypermart Solo Square (H2) masih dalam radius Pasar Sidodadi (P16)
dengan jarak hanya 68 meter. Lokasi Hypermart dan Pasar Sidodadi
sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Brigjend
Slamet Riyadi.
b) Ratu Luwes (S4) masih dalam radius Pasar Legi (P11) dengan jarak
hanya 128,86 meter. Lokasi Ratu Luwes dan Pasar Legi sama-sama
berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Jend. S. Parman
Stabelan Banjarsari.
c) Sami Luwes (S6) yang berada di Jl. Slamet Riyadi masih dalam radius
Pasar Kadipolo (P7) dan Pasar Kembang (P8) yang berada di Jl. Dr.
Radjiman. Jarak Sami Luwes dengan Pasar Kadipolo hanya 397,94
meter, sedangkan dengan Pasar Kembang adalah 380,08 meter.
d) Luwes Gading (S2) masih dalam radius Pasar Gading (P1) dengan
jarak hanya 201,31 meter. Lokasi Luwes Gading dan Pasar Gading
sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Veteran.
e) Luwes Loji Wetan (S1) yang berada di Jl. Kapten Mulyadi masih
dalam radius Pasar Kliwon yang juga berada di Jl. Kapten Mulyadi
(P9) dan Pasar Sangkrah (P15) yang berada di barat stasiun KA
Sangkrah. Jarak Luwes Loji Wetan dengan Pasar Kliwon adalah 260,73
meter, sedangkan dengan Pasar Sangkrah adalah 392,05 meter.
f) Asia Baru (S7) masih dalam radius Pasar Gede (P2) dengan jarak
hanya 168,72 meter. Lokasi Asia Baru dan Pasar Gede sama-sama
berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Urip Sumoharjo.
g) Luwes Mojosongo (S3) masih dalam radius Pasar Mojosongo (P12)
dengan jarak hanya 35,85 meter. Lokasi Luwes Mojosongo dan Pasar
V-65
Mojosongo sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu
Jl. Brigjend Katamso.
Gambar 5.2 Peta Sebaran Pasar Modern dengan Coverage Area dan Pasar
Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Pada gambar 5.2, coverage area untuk tiap jenis pasar modern
ditandai dengan lingkaran dengan warna berbeda dengan radius 500
meter. Warna merah untuk minimarket indomaret, biru untuk alfamart,
ungu untuk minimarket lain, oranye untuk hypermarket, dan coklat untuk
supermarket. Berdasarkan sebaran titik lokasi pada gambar 5.2 dapat
dilihat bahwa sebagian besar coverage area lokasi berhimpitan antar pasar
modern satu dengan lainnya.
Lokasi minimarket yang masih berada dalam jarak kurang dari 500
meter terhadap pasar modern lain (hypermarket dan supermarket), yaitu:
V-66
a) Indomaret 7 (I7) masih dalam radius Ratu Luwes (S5) dengan jarak
hanya 285,08 meter. Lokasi Indomaret 7 dan Ratu Luwes sama-sama
berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Kapten Pierre
Tendean.
b) Alfamart 7 (A7) masih dalam radius Luwes Mojosongo (S3) dengan
jarak hanya 345,40 meter. Lokasi Alfamart 7 dan Luwes Mojosongo
sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Brigjend.
Katamso.
c) S Mart (L1) yang berada di Jl. Brigjend Sudiarto masih dalam radius
Luwes Gading (S2) yang berada di Jl. Veteran dengan jarak adalah
123,15 meter.
Lokasi antar minimarket yang saling berdekatan dan memiliki jarak
kurang dari 1 kilometer, yaitu:
a) Indomaret 10 (I10), Alfamart 11 (A11), dan Ass Gross (L5)
Indomaret 10 dan Alfamart 11 terletak di Fajar Baru Residence,
Kelurahan Jajar, sedangkan Ass Gross terletak di Jl. Sawo Raya,
Kelurahan Karangasem. Jarak antara Indomaret 10 dan Alfamart 11
adalah 67,60 meter, Indomaret 10 dengan Ass Gross adalah 688,52
meter, sedangkan Alfamart 11 dengan Ass Gross adalah 654,52 meter.
b) Indomaret 1 (I1) dan Indomaret 14 (I14)
Indomaret 14 terletak di Jl. Samanhudi, Kelurahan Sondakan,
sedangkan Indomaret 1 terletak di Jl. Agus Salim, Kelurahan
Sondakan. Jarak antara Indomaret 14 dan Indomaret 1 adalah 432,19
meter.
c) Alfamart 8 (A8), Indomaret 14 (I14), dan S Mart (L2)
S Mart terletak di Jl. Adi Sucipto, Kelurahan Kerten, sedangkan
Alfamart 8 terletak di Jl. Sam Ratulangi, Kelurahan Manahan. Jarak
Indomaret 14 dengan Alfamart 8 adalah 604,65 meter, sedangkan
Alfamart 8 dengan S Mart adalah 727,19 meter.
V-67
d) Alfamart 3 (A3) dan S Mart (L2)
Alfamart 3 terletak di Jl. Sam Ratulangi, Kelurahan Manahan. Jarak
Alfamart 3 dengan S Mart adalah 790,56 meter.
e) Alfamart 1 (A1), Indomaret 9 (I9), dan Alfamart
Alfamart 1 dan Indomaret 9 terletak di Jl. Adi Sumarmo, Kelurahan
Banyuanyar. Jarak antara Alfamart 1 dan Indomaret 9 adalah 217,25
meter,
sedangkan Indomaret 9 dengan Alfamart 3 adalah 973,87 meter.
f) Alfamart 6 (A6), Indomaret 6 (I6), dan Viyas Mart (L6)
Viyas Mart Mart terletak di Jl. Dr. Setia Budi, Kelurahan Manahan,
sedangkan Indomaret 6 dan Alfamart 6 terletak di Jl. MT. Haryono,
Kelurahan Manahan. Jarak Indomaret 6 dengan Alfamart 6 adalah
102,96 meter, Indomaret 6 dengan Viyas Mart adalah 133,65 meter,
sedangkan Alfamart 6 dengan Viyas Mart adalah 216,89 meter.
g) Alfamart 14 (A14) dan Ass Gross (L5)
Alfamart 14 terletak di Jl. Kerinci, Kelurahan Kadipiro, sedangkan Ass
Gross terletak di Jl. Sawo Raya, Kelurahan Kadipiro. Jarak antara
Alfamart 14 dan Ass Gross adalah 794 meter.
h) Alfamart 12 (A11), Indomaret 3 (I3), dan Indomaret 11 (I11)
Alfamart 12 dan Indomaret 11 sama-sama terletak di Jl. Jaya Wijaya,
Kelurahan Mojosongo, sedangkan Indomaret 3 terletak di Jl. Letjend
Sutoyo, Kelurahan Mojosongo. Jarak antara Alfamart 12 dan
Indomaret 11 adalah 210,24 meter, Alfamart 12 dan Indomaret 3
adalah 196,21 meter, sedangkan Indomaret 3 dengan Indomaret 11
adalah 394,41 meter.
i) Alfamart 2 (A2), Alfamart 5 (A5), Indomaret 4 (I4), dan SFA Toserba
(L4)
Alfamart 2 dan Indomaret 4 sama-sama terletak di Jl. Ir. Surya,
Kelurahan Jagalan, sedangkan Alfamart 5 dan SFA Toserba terletak di
V-68
Jl. RE. Martadinata, Kelurahan Gandekan. Jarak antara Alfamart 2 dan
Indomaret 4 adalah 264,43 meter, Alfamart 2 dan Alfamart 5 adalah
669,37 meter, Alfamart 2 dan SFA Toserba adalah 632,77 meter,
Indomaret 4 dan Alfamart 5 adalah 687,66 meter, Indomaret 4 dan
SFA Toserba adalah 641,37 meter, sedangkan Alfamart 5 dengan SFA
Toserba adalah 240,83 meter.
j) Alfamart 10 (A10), Indomaret 12 (I12), dan S Mart (L1)
Alfamart 10 dan Indomaret 12 terletak di Jl. Veteran, Kelurahan
Serengan, sedangkan S Mart terletak di Jl. Brigjend Sugiarto,
Kelurahan Serengan. Jarak antara Alfamart 10 dan Indomaret 12
adalah 283,20 meter, sedangkan Indomaret 12 dan S Mart adalah
810,40 meter.
k) Alfamart 4 (A4), Indomaret 2 (I2), S Mart (L1), dan Indomaret 8 (I8)
Alfamart 4 dan Indomaret 2 terletak di Jl. Kapten Mulyadi, Kelurahan
Pasar Kliwon, sedangkan dan Indomaret 8 terletak di Jl. Kyai Mojo,
Kelurahan Semanggi. Jarak antara Alfamart 4 dan Indomaret 2 adalah
264,43 meter, Indomaret 2 dengan S Mart adalah 753,85 meter,
Alfamart 4 dengan S Mart adalah 544,40 meter, Alfamart 4 dan
Indomaret 8 adalah 632,46 meter, sedangkan Indomaret 2 dengan
Indomaret 8 adalah 770,41 meter.
l) Alfamart 4 (A4), Indomaret 8 (I8), dan Alfamart 13 (A13)
Alfamart 13 terletak di Jl. Kyai Mojo, Kelurahan Semanggi. Jarak
antara Alfamart 4 dan Alfamart 13 adalah 902,86 meter, sedangkan
Indomaret 8 dan Alfamart 13 adalah 278,17 meter.
m) Sami Kate (L7) dengan Alfamart 3 (A3), Alfamart 8 (A8), dan S Mart
(L2)
Sami Kate terletak di Jl. Ks. Tubun, Manahan. Jarak antara Sami Kate
dan Alfamart 3 adalah 857,02 meter, Sami Kate dan Alfamart 8 adalah
V-69
752,50 meter, sedangkan Sami Kate dengan S Mart adalah 532,80
meter.
Apabila dilihat dari sisi persaingan usaha, jarak antar minimarket
tidak begitu dipermasalahkan kecuali minimarket yang bersangkutan
memiliki satu merek dagang. Namun, apabila pertumbuhan minimarket
dari tahun ke tahun semakin pesat, maka diperlukan suatu kebijakan yang
mengacu pada aspek tata ruang, persaingan usaha, dan ekonomi untuk
mengatur pertumbuhan minimarket secara bertahap. Salah satunya
adalah dengan menetapkan jarak minimum antar minimarket.
5.1.2 Analisis Rekap Kuesioner
Pada penelitian ini, digunakan kuesioner dalam rangka
memperoleh data nilai jarak tempuh konsumen, frekuensi belanja, dan
volume belanja di minimarket, serta besar pengeluaran konsumen. Selain
itu, juga diperoleh data yang bisa digunakan sebagai referensi mengenai
alternatif tempat berbelanja dan kebutuhan, pola berbelanja, alasan
pemilihan minimarket, serta alasan pemilihan tempat berbelanja.
Metode sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner
adalah disproporsional stratified random sampling dikarenakan dugaan
karakteristik populasi yang diperoleh melalui sampling pendahuluan
adalah heterogen stratifikasi mengelompok dengan ukuran kelomok tidak
sama. Untuk tiap kelas, jumlah sample yang diambil adalah 30 untuk tiap
strata, dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel 30 sudah mendekati
distribusi normal, sehingga dapat mewakili populasi. Analisis hasil rekap
kuesioner akan dijelaskan lebih lengkap pada sub bahasan berikut.
a) Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket, serta
pengeluaran konsumen
Rekap hasil kuesioner untuk data jarak, frekuensi, dan volume
belanja di minimarket serta pengeluaran konsumen dapat dilihat pada
tabel 4.3.
V-70
Gambar 5.3 Grafik Jumlah Berlangganan Minimarket
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa sebagian besar konsumen,
yaitu sebesar 81,03% berlangganan 1 hingga 2 minimarket. Pada
kenyataannya, konsumen masih berpeluang belanja ke minimarket lain,
sehingga pada penelitian ini ditetapkan konsumen boleh memilih dua
alternatif minimarket terdekat (split demand). Hal ini diperkuat dari modus
hasil perhitungan adalah 2 alternatif.
Gambar 5.4 Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-1
Sumber: Data Diolah, 2009
V-71
Gambar 5.5 Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-2
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.4 dan 5.5, dapat diketahui bahwa jarak
maksimum yang ditempuh konsumen untuk berbelanja ke minimarket
terdekat adalah 2 kilometer, sedangkan ke minimarket terjauh adalah 5
kilometer dengan sebagian besar konsumen menempuh jarak 500 meter
(modus). Jarak 500 meter kemudian dijadikan dasar penentuan coverage
area untuk pelayanan minimarket, sehingga untuk menghindari
kanibalisme maka jarak minimal antar minimarket adalah 1 km. Jarak 2
km juga dijadikan dasar jarak terjauh konsumen masih boleh memilih 2
alternatif terdekat. Dalam ketentuan tidak mengambil jarak di atas 2 km
dikarenakan persentase konsumen yang masih mau menempuh jarak
tersebut kecil. Selain itu, setelah dilakukan wawancara lebih lanjut,
konsumen menempuh jarak lebih dari 2 km karena kondisi dalam
perjalanan, sehingga jarak tersebut tidak dipertimbangkan.
V-72
Gambar 5.6 Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-1
Sumber: Data Diolah, 2009
Gambar 5.7 Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-2
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.6 dan 5.7, dapat diketahui bahwa volume belanja
untuk 2 alternatif minimarket hampir sama. Hal ini dikarenakan
kebutuhan yang diperlukan untuk dibeli di minimarket cenderung sama
sehingga jarak tidak terlalu berpengaruh secara signifikan pada volume
belanja.
V-73
b) Data Kebutuhan dan Tempat Berbelanja
Rekap hasil kuesioner untuk data kebutuhan dan tempat berbelanja
dapat dilihat pada tabel 4.4.
Gambar 5.8 Grafik Kebutuhan dan Tempat Belanja
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.8, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada
dasarnya baik pasar tradisional maupun pasar modern memiliki segmen
yang cenderung berbeda, tetapi untuk tiap saluran tetap terjadi
persaingan dalam memperoleh konsumen baik antar pasar tradisional dan
modern, maupun intern pasar tradisional dan intern pasar modern. Untuk
pasar tradisional cenderung bersaing dengan toko atau warung dengan
mayoritas komoditas adalah bahan makanan pokok dan fresh food. Untuk
komoditas peralatan rumah tangga, terjadi persaingan antara toko, pasar
tradisional, serta hypermarket. Sedangkan untuk minimarket cenderung
bersaing dengan supermarket dan hypermarket dengan mayoritas
komoditas makanan dan minuman kemasan serta peralatan kebersihan
dan kecantikan. Untuk produk non makanan (durable goods), minimarket
V-74
tidak bersaing secara langsung (head to head) dengan supermarket dan
hypermarket dikarenakan komoditas tersebut tidak tersedia di minimarket.
c) Alasan Pemilihan Minimarket
Rekap hasil kuesioner untuk alasan pemilihan minimarket dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Gambar 5.9 Grafik Alasan Pemilihan Minimarket
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.9 dapat diketahui bahwa alasan konsumen
hanya berlangganan 1 minimarket adalah karena faktor jarak yang relatif
dekat. Sedangkan, faktor utama yang berpengaruh mengapa konsumen
berlangganan lebih dari 1 minimarket lebih cenderung faktor psikologis,
yaitu keinginan untuk mencari suasana baru. Alasan-alasan tersebut
dapat dikategorikan menjadi 4 klaster yang dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Klasifikasi alasan berbelanja ke minimarket
V-75
Level X1
Waktu mendesakPelayanan lebih baikSekaligus Rekreasi
X2 LevelCari suasana barulebih mudah dijangkaudalam perjalanan
X1-X2 (Kuat)
Lokasi / jarak lebih dekatProduk lebih lengkapHarga lebih murah
Kuat
Lemah
Lemah
Kuat
Suasana lebih nyaman
iklan&promosi X1-X2 (Lemah)
Sumber: Data diolah, 2009
Keterangan: X1 = memilih 1 minimarket X2 = memilih > 1 minimarket
d) Pola dan Volume Belanja
Rekap hasil kuesioner untuk pola dan volume belanja dapat dilihat
pada tabel 4.6 (Bab IV halaman IV-9).
Gambar 5.10 Grafik Pola Belanja
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.10 serta tabel 4.6 dapat diketahui bahwa
untuk fresh food, konsumen cenderung memiliki pola belanja harian
dengan jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 20.000,00 per hari. Untuk
V-76
bahan makanan pokok, konsumen cenderung memiliki pola belanja
mingguan dengan jumlah belanja sebagia besar adalah Rp 100.000,00 per
minggu. Untuk makanan dan minuman kemasan (snack) serta barang
kebersihan dan kecantikan, konsumen cenderung memiliki pola belanja
bulanan dengan jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 100.000,00 per
bulan. Sedangkan untuk peralatan rumah tangga dan produk non
makanan (durable goods), konsumen cenderung memiliki pola belanja yang
tidak pasti, biasanya dalam jangka waktu yang relatif lama, sebagian
besar 6 bulan atau sampai produk yang bersangkutan mengalami
kerusakan. Jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 100.000,00 hingga Rp
2.000.000,00.
e) Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja
Rekap hasil kuesioner untuk alasan pemilihan tempat berbelanja
dapat dilihat pada tabel 4.7 sampai 4.12.
Gambar 5.11 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan
Pokok) Sumber: Data Diolah, 2009
V-77
Berdasarkan grafik 5.11, dapat dilihat bahwa untuk berbelanja
bahan makanan pokok, sebagian besar konsumen memilih pasar
tradisional yang menawarkan harga lebih murah serta jarak yang relatif
dekat dengan konsumen.
Gambar 5.12 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja
(Makanan dan Minuman Kemasan) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.12, dapat dilihat bahwa untuk berbelanja
makanan dan minuman kemasan, supermarket lebih unggul dikarenakan
harga lebih murah serta kelengkapan produk. Kompetitor utama adalah
minimarket dan toko dengan kelebihan kedekatan jarak dengan
konsumen.
V-78
Gambar 5.13 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja
(Barang Kebersihan dan Kecantikan) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.13, dapat diketahui bahwa supermarket
menjadi pemain utama untuk berbelanja barang kebersihan dan
kecantikan dikarenakan supermarket menawarkan kelengkapan produk
serta harga relatif murah.
Gambar 5.14 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh food)
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.14, dapat diketahui bahwa pasar tradisional
tetap menjadi pilihan utama konsumen untuk berbelanja fresh food.
V-79
dikarenakan Pasar tradisional menawarkan produk yang lebih fresh,
harga relatif murah serta jarak yang dekat dengan konsumen.
Gambar 5.15 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah
Tangga) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.15, dapat diketahui bahwa terjadi persaingan
antara supermarket, toko, serta pasar tradisional untuk komoditas
peralatan rumah tangga. Supermarket tampil dengan kelebihannya dalam
hal kelengkapan produk dan harga yang relatif murah, sedangkan pasar
tradisional dan toko tetap menjadi alternatif dikarenakan jarak yang
dekat dengan konsumen.
Gambar 5.16 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja
(Non Makanan atau Durable Goods)
V-80
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.16, dapat diketahui bahwa terjadi persaingan
antara supermarket dan hypermarket yang sama-sama menawarkan
kelengkapan produk. Namun, hypermarket dinilai konsumen lebih unggul
dalam hal harga yang lebih murah disbanding dengan supermarket.
Berdasar penjelasan tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa ada beberapa alasan utama mengapa konsumen cenderung
memilih tempat berbelanja tertentu. Alasan utama konsumen memilih
pasar tradisional adalah dikarenakan jarak yang dekat serta harga yang
lebih murah, tetapi hanya untuk komoditas tertentu yaitu fresh food, bahan
makanan pokok serta peralatan rumah tangga. Alasan konsumen memilih
toko adalah jarak yang dekat, waktu mendesak, serta harga lebih murah,
tetapi hanya untuk komoditas tertentu yaitu fresh food, bahan makanan
pokok serta peralatan rumah tangga. Alasan utama konsumen memilih
hypermarket dan supermarket adalah kelengkapan produk serta harga
lebih murah, dengan alasan lain seperti suasana lebih nyaman, pelayanan
lebih baik, sekaligus rekreasi dengan keluarga serta adanya iklan dan
promosi. Sedangkan alasan utama konsumen memilih minimarket adalah
jarak lebih dekat, kelengkapan produk, harga relatif murah serta suasana
lebih nyaman.
5.1.3 Analisis Hasil Penelitian
Pemilihan alternatif usulan lokasi lokasi dilakukan dengan
menggunakan Network Location Model yang dikembangkan sesuai dengan
karakterisasi sistem pada bab III (halaman III-8 sampai III-9). Batasan yang
paling penting untuk diperhatikan adalah batasan omset minimal sebesar
Rp 8.500.000,00. Hal ini untuk memastikan minimarket usulan layak
untuk dibangun atau tidak.
Penentuan alternatif usulan lokasi minimarket adalah dengan
melihat daerah atau area yang masih berpeluang untuk didirikan
V-81
minimarket yang dapat dilihat dari peta sebaran pasar modern dan pasar
tradisional yang sudah ada. Berdasarkan peta sebaran tersebut maka
dapat diklasifikasikan menjadi dua area, yaitu noncoverage area dan
coverage area pasar modern maupun pasar tradisional yang sudah ada.
Usulan minimarket baru dilokasikan pada noncoverage area. Klasifikasi
area dapat dilihat pada gambar 5.17.
Gambar 5.17 Klasifikasi Area (Coverage Area dan Noncoverage Area)
Sumber: Data Diolah, 2009
Daerah dengan warna biru adalah noncoverage area yang
merupakan daerah yang masih berpeluang untuk didirikan minimarket.
Sedangkan, daerah dengan warna oranye merupakan coverage area pasar
tradisional maupun pasar modern yang sudah ada. Area oranye tua
menunjukkan bahwa coverage area untuk usulan minimarket tidak boleh
beririsan dengan area tersebut dikarenakan jarak minimal antar
minimarket adalah 1 kilometer. Namun, coverage area usulan minimarket
V-82
boleh beririsan dengan area oranye muda sepanjang tidak lebih dari 500
meter dikarenakan jarak minimal antar minimarket dengan pasar
tradisional maupun pasar modern lain (hypermarket dan supermarket)
adalah 500 meter.
Setelah dilakukan running pada software Risk Solver Platform V9.0,
dari 19 alternatif usulan lokasi hanya 15 yang memenuhi batasan yang
telah ditetapkan. Usulan lokasi yang tidak dapat memenuhi batasan
omset, yaitu M5 dan M6 (Kelurahan Mojosongo), M14 (Kelurahan Jebres ),
dan M16 (Kelurahan Karangasem). Profil usulan lokasi yang tidak terpilih
dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Usulan Lokasi yang Tidak Feasibel
No Minimarket Lokasi Kelebihan Kekurangan Demand tercover (KK)
Prediksi omset (Rp)
1 M5
Jl. Manunggal, dibagian utara kelurahan Mojosongo
Area perumahan penduduk
Merupakan jalur pengangkutan sampah menuju TPA Putri Cempo, jarak lokasi usulan relatif dekat dengan TPA, sehingga kurang strategis.
347 2.742.364,93
2 M6 Jl. Ringroad Banyak dilalui kendaraan
kepadatan penduduk rendah, terdapat 3 existing minimarket
426 3.259.097,70
3 M14
di daerah pemukiman sebrang ringroad
Area pemukiman penduduk
Lokasi usulan berada di jalan lokal sehingga tidak terlalu ramai dilalui kendaraan
704 5.347.324,30
4 M16 Jl. Duwet, Karangasem
Area pemukiman penduduk, di tepi jalan kolektor yang cukup ramai
lokasi cukup strategis, tetapi dikarenakan di daerah pinggiran Surakarta maka kepadatan penduduk rendah
798 6.322.992,32
Sumber: Data Diolah, 2009
Meskipun 4 usulan lokasi tersebut tidak memenuhi batasan omset
minimal, tetapi masih boleh didirikan karena sudah memenuhi ketentuan
jarak minimal baik antar minimarket, dengan pasar modern lain, dan
dengan pasar tradisional. Namun, dikhawatirkan apabila didirikan maka
V-83
minimarket tersebut kurang layak, terkait dengan perolehan omset dan
laba minimarket.
Berdasarkan tahapan penelitian hingga pencarian solusi, diperoleh
15 titik usulan terpilih yang tersebar di 9 kelurahan di Kota Surakarta,
yaitu Kelurahan Mojosongo (M7, M8, M11), Jebres (M9, M10, M12),
Kadipiro (M1, M15), Karangasem (M16), Pajang (M17), Mangkubumen
(M2), Panularan (M18), Joyotakan (M19), Kepatihan Wetan (M3), dan
Sangkrah (M4). Lokasi-lokasi tersebut telah memenuhi ketentuan
pendirian, yaitu jarak antar minimarket 1 kilometer, jarak minimarket
dengan pasar tradisional 500 meter, jarak antara minimarket dan pasar
modern lain adalah 500 meter, serta terpenuhinya batasan omset minimal,
sehingga minimarket tersebut layak untuk didirikan.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
5.2.1 Interpretasi Hasil Penelitian Tiap Skenario
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil running tiap
skenario pada software Risk Solver Platform V9.0. Tiap skenario dilakukan
dengan menentukan terlebih dahulu jumlah usulan minimarket yang
ingin dibangun, dengan ketentuan tidak lebih dari 19 usulan minimarket.
Tujuan dari tiap skenario adalah untuk memaksimalkan ekspektasi
jumlah pelanggan berbobot dari tiap usulan minimarket yang terpilih.
Pada perhitungan bab IV dilakukan running untuk 15 skenario. Skenario
ke-1 dimaksudkan untuk memilih satu titik usulan minimarket, scenario
ke-2 dimaksudkan untuk memilih dua titik usulan minimarket, dan
seterusnya hingga skenario ke-15 yang dimaksudkan untuk memilih lima
belas titik usulan minimarket. Hasil perhitungan jumlah pelanggan
berbobot dari tiap skenario dapat dilihat pada tabel 4.28 (Halaman IV-45).
Pada proses pemilihan usulan minimarket terpilih terdapat pola
tertentu di mana minimarket yang terpilih pada skenario sebelumnya
V-84
otomatis akan terpilih pada skenario selanjutnya, dikarenakan usulan
yang terpilih sebelumnya memiliki potensi demand potensial serta omset
yang lebih tinggi dibanding usulan yang belum terpilih. Misal, M2 yang
terpilih pada skenario 1 akan menjadi salah satu lokasi terpilih pada
skenario 2, begitu seterusnya hingga skenario 15. Sehingga, berdasarkan
hal tersebut maka dapat diketahui prioritas untuk lokasi usulan terpilih
mulai dari 1 usulan lokasi hingga 15 usulan lokasi. Urutan prioritas
sebagian dapat dilihat pada tabel 5.3, selengkapnya pada lampiran 11.
V-21
Tabel 5.3 Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket
Radius 500 meter > 500 m s/d ≤ 2 km
1 M2
Jl. Teratai 1 No.16, RT01 RW13, Mangkubumen
tanah dan bangunan
kosong
Dekat perumahan dan pemukiman padat penduduk. Di daerah sekitar Mangkubumen sendiri hanya terdapat supermarket, hypermarket, serta pasar tradisional, sehingga apabila didirikan minimarket memiliki prospek yang cukup bagus
Kelurahan Mangkubumen (RW9, RW10, RW11, RW12, RW13, RW14), Sriwedari (RW2, RW4, RW5, RW6), dan Punggawan (RW1, RW4, RW5, RW6)
Kelurahan Keprabon (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Ketelan (RW1, RW2, RW3, RW4, RW6, RW7, RW8, RW9), Mangkubumen (RW2, RW5, RW6, RW7, RW8), Timuran (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5), Kemlayan (RW1, RW4, RW5, RW6), Penumping (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Sriweda
5872 46.082.540,00
2 M18 Jl. Radjiman, Panularan
bangunan kosong
Di tepi jalan raya, sehingga cenderung ramai dan banyak dilalui kendaraan serta daerah sekitar merupakan kawasan padat penduduk. Di daerah sekitar Panularan sendiri hanya terdapat hypermarket dan pasar tradisional, sehingga apabila didirikan minimarket me
Kelurahan Bumi (RW5, RW6), Panularan (RW1, RW2, RW3), Penumping (RW5, RW6), dan Purwosari (RW1).
Kelurahan Bumi (RW2, RW4, RW7), Panularan (RW4, RW5, RW6, RW7), Penumping (RW1, RW2, RW3, RW4), Purwosari (RW2, RW3, RW4, RW5, RW6, RW7, RW8), Sriwedari (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Tipes (RW2, RW4, RW14, RW15), Bumi (RW1, RW3), Laweyan (RW1, RW2)
4677 35.978.720,69
Keterangan LokasiMinimarket LokasiPrioritas
ke-
Demand Tercover
(KK)
Prediksi Omset (Rp)
Demand PotensialAlasan Terpilih
Sumber: Data Diolah, 2009
V-i
Berdasarkan urutan prioritas di atas, maka dapat dibuat bagan
lokasi usulan minimarket yang terpilih untuk tiap skenario yang dapat
dilihat pada gambar 5.18.
Gambar 5.18 Bagan Lokasi Usulan Minimarket Terpilih Sumber: Data Diolah, 2009
Anak panah biru menunjukkan usulan lokasi minimarket yang
terpilih pada tiap skenario. Usulan lokasi minimarket yang terpilih di
awal maka akan senantiasa menjadi prioritas apabila ingin membangun
lebih banyak gerai lagi, atau bisa dikatakan pada skenario selanjutnya.
5.2.2 Analisis Perhitungan Kenaikan Marginal Demand dan Omset
Pada dasarnya, seluruh alternatif minimarket terpilih
memaksimalkan jumlah pelanggan berbobot untuk tiap skenario. Semakin
banyak gerai minimarket yang dibangun maka total demand yang tercover
serta omset yang diperoleh semakin besar, akan tetapi rata-rata demand
yang tercover dan omset yang diperoleh semakin kecil. Untuk menentukan
berapa penambahan minimarket yang paling menguntungkan (prospektif),
terkait dengan jumlah pendapatan yang berbeda-beda untuk seluruh
demand maka dilakukan perbandingan antara kenaikan demand dengan
omset yang diperoleh. Prospektif yang dimaksudkan adalah meskipun
dengan menambah gerai minimarket baru hanya sedikit penambahan
demand yang tercover, tetapi dapat memberikan kenaikan omset yang
signifikan. Jadi, parameter nilai prospektif yang digunakan apabila
persentase kenaikan omset lebih besar dibanding persentase kenaikan
V-ii
demand. Nilai gap yang paling besar merupakan nilai prospektif jumlah
gerai minimarket yang akan didirikan.
Setelah dilakukan perhitungan pada bab IV maka diperoleh jumlah
demand yang tercover serta omset untuk tiap skenario. Perbandingan total
demand yang tercover dan omset, serta kenaikan omset dan demand untuk
tiap penambahan 1 gerai minimarket adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4 Perbandingan total serta kenaikan demand dan omset
Skenario Ke-
Omset total (Rp)
Demand total (KK)
Gap % Kenaikan Demand dan Omset
1 46082540,06 0,00 0,00% 5872 0 0,00% 0,00%2 82061259,75 35978719,69 78,07% 10549 4677 79,66% -1,59%3 110046193,56 27984933,81 34,10% 13959 3410 32,32% 1,78%4 134926851,69 24880658,14 22,61% 17213 3254 23,31% -0,70%5 159855182,76 24928331,07 18,48% 20244 3030 17,60% 0,87%6 183107662,59 23252479,83 14,55% 23243 2999 14,81% -0,27%7 193343998,10 10236335,52 5,59% 26110 2868 12,34% -6,75%8 213578140,58 20234142,48 10,47% 28397 2286 8,76% 1,71%9 230282575,67 16704435,08 7,82% 30677 2280 8,03% -0,21%10 258433760,83 28151185,16 12,22% 32351 1674 5,46% 6,77%11 270876782,07 12443021,24 4,81% 33946 1595 4,93% -0,12%12 282663969,36 11787187,29 4,35% 35470 1523 4,49% -0,14%13 293792503,80 11128534,44 3,94% 36899 1429 4,03% -0,09%14 305252272,34 11459768,54 3,90% 38279 1380 3,74% 0,16%15 314218198,62 8965926,29 2,94% 39444 1165 3,04% -0,11%
Kenaikan omset (Rp) Kenaikan demand (KK)
Sumber: Data Diolah, 2009
Total demand dan omset tiap skenario dapat dilihat pada gambar 5.19 dan
5.20.
Gambar 5.19 Grafik Total Demand
Sumber: Data Diolah, 2009
V-iii
Gambar 5.20 Grafik Total Omset
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan total
demand cenderung lebih stabil dibanding dengan kenaikan total omset.
Persentase kenaikan demand tercover dan omset dapat dilihat pada grafik
5.21, sedangkan gap antara persentase kenaikan demand dan omset untuk
tiap penambahan satu unit gerai minimarket pada grafik 5.22.
Gambar 5.21 Grafik Persentase Kenaikan Demand dan Omset
Sumber: Data Diolah, 2009
V-iv
Gambar 5.22 Grafik Gap Persentase Kenaikan Demand dan Omset
Sumber: Data Diolah, 2009
Nilai gap positif menunjukkan bahwa persentase kenaikan omset
lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan demand apabila
terjadi penambahan 1 minimarket. Sebaliknya, nilai gap negatif
menunjukkan bahwa persentase kenaikan omset lebih kecil dibandingkan
dengan persentase kenaikan demand. Terjadinya perbedaan gap untuk tiap
kali penambahan gerai minimarket dikarenakan faktor perbedaan tingkat
pendapatan konsumen yang berpengaruh pada tingkat daya beli.
Berdasarkan grafik 5.22 dapat diketahui bahwa skenario yang
memberikan kenaikan omset yang signifikan dengan hanya penambahan
jumlah demand yang tercover kecil adalah skenario ke-10. Hal ini
dikarenakan meskipun penambahan jumlah demand yang tercover sedikit,
tetapi demand memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan omset. Untuk skenario ke-11 hingga ke-15 tidak terjadi
penambahan demand dan omset yang signifikan. Perhitungan ini tidak
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, lebih lanjut untuk
menunjukkan bahwa kenaikan demand tidak selalu sebanding dengan
kenaikan omset karena perbedaan pendapatan yang berpengaruh pada
tingkat daya beli.
V-v
Pada dasarnya investor hanya berkepentingan dengan omset dan
keuntungan, tanpa menghiraukan jumlah demand tercover. Pemilihan
jumlah minimarket yang ingin dibangun tergantung anggaran pihak
investor, dengan usulan lokasi sesuai dengan hasil pemilihan tiap
skenario.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta
saran yang berisi tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan dan saran secara rinci
dipaparkan pada sub bab berikut:
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan yang mengacu pada tujuan, yaitu:
1. Terciptanya 19 alternatif usulan lokasi minimarket dengan konsep waralaba
di kota Surakarta menggunakan model Network Location Model yang telah
mempertimbangkan jarak minimal antar minimarket 1 kilometer, antara
minimarket dan pasar tradisional 500 meter maupun antara minimarket dan
pasar modern lain (supermarket dan hypermarket) 500 meter, sehingga
diharapkan dapat terjadi persaingan yang sehat dan dapat menjaga
kelangsungan hidup pasar tradisional.
2. Model ini mampu memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan yang
berpeluang belanja ke minimarket usulan sebesar 39.444 KK dengan total
omset Rp 314.218.198,62 untuk 15 usulan minimarket jika dibangun. 15
minimarket yang akan dibangun memenuhi omset minimal sebesar Rp
8.500.000,00, sehingga dapat dikatakan minimarket layak untuk didirikan.
3. Usulan penambahan minimarket yang paling prospektif adalah dengan
usulan penambahan 10 gerai minimarket dikarenakan dengan penambahan
V-vi
jumlah demand yang tercover 5,46%, tetapi memiliki daya beli yang tinggi
sehingga dapat memaksimalkan omset dengan kenaikan 12,22%.
6.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah Kota Surakarta sebaiknya mempertimbangkan dan mulai
memikirkan untuk membuat peraturan daerah mengenai penataan dan
pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern serta
zonasinya.
2. Pihak investor sebaiknya memperhatikan jarak minimal baik antar
minimarket, antara minimarket dan pasar tradisional, maupun antara
minimarket dan pasar modern lain (supermarket dan hypermarket) ,
sehingga diharapkan dapat menghindari kanibalisme antar minimarket,
persaingan tidak sehat serta menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional.
3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan variabel lain selain
tingkat pendapatan, seperti faktor tata ruang, faktor demografi lain (misal
jumlah penduduk tidak tetap), serta faktor pejalan kaki dan kendaraan yang
melintas (kepadatan arus lalu lintas).
4. DAFTAR PUSTAKA 5.
6. 7. Amin, Muhammad. 2007. Indikator Lokal Kemiskinan Untuk Efektifitas
Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta. Surakarta: Konsorsium Solo. http:// konsorsiumsolo.multiply.com diakses tanggal 03 Desember 2009.
8. 9. Anonymous. 2007. Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket
terhadap Ritel/Pasar Tradisional. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI.
10.
V-vii
11. Anonymous. 2007. Mitos Jumlah Sampel Minimum. Zebua: Research Digest. http:// researchexpert.wordpress.com diakses tanggal 25 September 2009.
12. 13. Anonymous. 2009. Alamat Pasar Tradisional. http://www.surakarta.go.id
diakses tanggal 25 Juni 2009. 14. 15. Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Surakarta. 2007. Data
Kependudukan Kecamatan Dalam Angka 2007. Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.
16. 17. Dardela Yasa Guna: Engineering Consultant. 2007. Sistem Jaringan
Jalan berdasarkan Konsepsi Pengaturan. http:dardela.com/index.php?option com/content&task/view&id/49&Itemid 9 diakses tanggal 28 Oktober 2009.
18. 19. Daskin, Mark S. 2008. What You Should Know About Location
Modeling. Naval Research Logistics, Vol. 55. 20. 21. Dileep, Sule R. 2001. Logistic of Facility Location and Allocation. New
York: Marcel Dekker. Inc. 22. 23. Engel, James F., Ronger D. Blakwell, and Paul W. Miniard. 1995.
Perilaku Konsumen, Fourth Edition. Fort Wort: Dreyden Press. 24. 25. Gaspersz, Vincent. 2004. Production and Inventory Control
Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
26. 27. Hadiyati, Rini. 2009. Penentuan Lokasi Jaringan Minimarket di Kota
Surakarta dengan Berbasis Pada Network Location Model. Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
28. 29. Husein, Rahmad. 2006. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis
(Geographics Information System). www.ilmukomputer.com diakses tanggal 24 Juni 2009.
30. 31. Istijanto. 2005. Aplikasi Riset Pemasaran. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama. 32.
V-viii
33. Kompas. 2003. Manajemen marchendise Indomaret. Kompas 9 Februari 2003.
34. 35. Krajewski, Lee J. and Larry P. Ritzman. 2005. Operations
Management: Processes And Value Chains 7th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
36. 37. Lieberman, Gerald J., and Frederick S. Hiller. 1994. ”Pengantar Riset
Operasi Ed. 5. Terjemahan: Ellen Gunawan dan Ardi Wirda Mulia. Jakarta:Erlangga.
38. 39. Mariani, Vini, dkk. 2008. Evaluasi Terhadap Program Franchise Studi
Kasus Alfamart dan Indomaret. The 2nd National Conference UKWMS. www.lpksl.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/PR10.pdf diakses tanggal 28 April 2009
40. 41. Ma’ruf, Hendri.2005. Pemasaran Ritel. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka
Utama. 42. 43. Melkote, Sanjay and Daskin, Mark S. 2001. Capacitated Facility
Location/Network Design Problem. European Journal Of Operational Research.
44. 45. Mufidah, Nur Meita Indah. 2006. Pengantar GIS (Geographical
Information System). www.ilmukomputer.com diakses tanggal 24 Juni 2009
46. 47. Nielsen, AC. 2007. The Growth of Indonesian Retail Sales Grocery in
2006 Reaches 14,3 %. http://www.bni.co.id diakses tanggal 03 Juni 2009
48. 49. Pamungkas, Sigit. B. 2008. Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Di Kota Surakarta dengan Model Integer Linear Programming. Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
50. 51. Pandin, Marina L. 2009. Potret Bisnis Ritel di Indonesia: Pasar Modern
(Economic Review No.215). http://www.bni.co.id diakses tanggal diakses tanggal 03 Juni 2009
52. 53. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007
Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
V-ix
Perbelanjaan dan Toko Modern. www.bpkp.go.id diakses tanggal 25 September 2009
54. 55. Peraturan Walikota Lampung No.17 Tahun 2009 Tentang
Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. www.lampungpost.com diakses tanggal 28 Juni 2009
56. 57. Perkembangan franchise di Indonesia tahun 2005-2009.
http://www.kreditmart.com diakses tanggal 28 April 2009 58. 59. Priyono, Edi dkk. 2003. Analisis Cost-Benefit Kehadiran Pengecer
Besar. Bekasi, Indonesia: Akademika – Center for Public Policy Analysis. 30 April 2009
60. 61. Ramli. 2007. Franchise & Enterpreneur: Pertumbuhan Retail di
Indonesia. www.ramli31.blogspot.com. Di akses tanggal 28 April 2009 62. 63. Rizki, Bimo dan Saleh, Samsubar. 2007. Keterkaitan Akses Sanitasi
dan Tingkat Kemiskinan: Studi Kasus Propinsi di Jawa Tengah, (h. 223–233). Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang. http://journal.uii.ac.id diakses tanggal 03 Desember 2009
64. 65. Sekaran, Uma. 1992. Research Methods For Business (Metodologi
Penelitian Untuk Bisnis), Buku 2 Edisi 4. Jakarta:Salemba Empat. 66. 67. Sopiah dan Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta:
Penerbit Andi 68. 69. Tambunan, Tulus TH, dkk.2004. Kajian Persaingan Dalam Industri
Retail. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). www.kadi-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2832-9052008.pdf diakses tanggal 30 April 2009
70. 71. UPT Kota Surakarta. 2009. Alamat Pasar Modern se-Kota Surakarta.
Surakarta: Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. 72. 73. Utama, Eriko. 2004. Modul Pelatihan ARCGIS/MAPINFO, Comlabs
ITB. Bandung. 74. 75. www.alfamartku.com diakses tanggal 30 April 2009 76. 77. www.bisnis2121.com diakses tanggal 05 Mei 2009
V-x
78. 79. www.franchise.org diakses tanggal 05 Mei 2009 80. 81. www.indomaret.co.id diakses tanggal 30 April 2009 82. 83. www.pascaldaddy512.wordpress.com diakses tanggal 05 Mei 2009 84. 85.