Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

244
PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DALAM IMPLEMENTASI MBS (MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH) KARYA ILMIAH Hasil Kajian Teori Karya Pengembanagan Profesi untuk Pemenuhan Persyaratan Penetapan Angka Kredit Jabatan Guru DISUSUN OLEH H. SARTONO Pembina Tingkat I IV/b NIP. 19601231 1986011055 SMA NEGERI 2 MATARAM Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 1

Transcript of Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Page 1: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN

DALAM IMPLEMENTASI MBS

(MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH)

KARYA ILMIAH Hasil Kajian Teori Karya Pengembanagan Profesi

untuk Pemenuhan Persyaratan Penetapan Angka Kredit Jabatan Guru

DISUSUN OLEH

H. SARTONO

Pembina Tingkat I IV/b

NIP. 19601231 1986011055

SMA NEGERI 2 MATARAM

2011

KATA PENGANTAR ...

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 1

Page 2: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dengan selalu mengucap puji syukur alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah

SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Karya Tulis Ilmiyah yang merupakan Kajian Teori

Hasil Karya Pengembangan Profesi ini dapat tersusun meskipun dalam bentuk yang sangat

sederhana dalam rangka pemanfaatan perkembangan keilmuan untuk pemenuhan persyaratan

penetapan Angka Kredit Jabatan Guru dan dapat memiliki perubahan daya berfikir cerdas kreatif

inovatif madani, memiliki kecakapan hidup yang handal serta Ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) dan informasi dalam berbagi hal kehidupan manusia terus menerus berkembang dengan

pesatnya, sehingga secara langsung berdampak terhadap dunia pendidikan ditingkat Daerah,

Nasional maupun Internasional.

Kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya semata-mata ditentukan oleh tingkat

kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan

disiplin, disamping itu juga memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas

dari hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya

adalah faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan

personal/individu dan tidak semua guru dapat berbuat sesuai dengan keadaan ataupun

harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni. Namun

demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap kewajiban pekerjaan/

jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu.

Harapan agar kiranya Karya Tulis Ilmiyah ini dapat diterima pemenuhan persyaratan

penetapan Angka Kredit Jabatan Guru juga juga sebagai usaha untuk pengembangan

pendididkan pada umumnya melalui upaya yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam

upaya pengembangan kependidikan di masa yang akan datang.

Ketua

Drs. HAIRUDDIN AHMADPembina IV/a

NIP 19590107 198103 1 012

Mataram, 17 September 2011.Sekertaris

H SARTONO, S.PdPembina Tingkat I IV/b

NIP. 196012311986011055

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 2

Page 3: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

AbstrakThe implementation of UU Number 14 Year 2005 related to Teachers and Lecturers and UU Number 20 Year 2003 about National Educational System, brought the implication that all institution related to those UU automathically should implement it according to the rules within the UU. The idea to implement the MBS approach emerged along with the application of local authonomy and educational decentralisation as a new paradigm in school operation. The fact nowadays shows that schools are only a tool for center government’s bureaucracy to conduct educational politics matters. With the use of MBS approach, school institution as an operational unit which manage everything directly. The whole components that are

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 3

Page 4: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

principals, teachers, school committees and society should prepare themselves and actively involved in improving educational qualities. In order to conduct school effectively, the school needs an effective leadership as well. Principals are actors who playing the most significant roles as a leader in MBS to manifest vision to be a feasible mission for improving services and schools’ qualities. Keywords: Leadership, School-Based Management.

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH1. Masalah Era Globalisasi

Bangsa Indonesia harus menghadapi Globalisasi dari terjadinya revolusi industri dan revolusi informasi secara bersamaan, disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi yang semakin hari semakin pesat perkembangannya, sehingga menuntut perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan budaya, termasuk pendidikan. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless organization) akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam percaturan global. Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 4

Page 5: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.

Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Bangsa Indonesia harus mampu menyelesaikan persoalan dimaksud yang sedang dihadapi serta ketinggalan di bidang ilmu dan teknologi yang merupakan tumpuan teknologi.

Dalam Era Globalisasi ini, telah dimunculkan juga Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (school based quality managenment), yang merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih memberi keleluasaan pada sekolah untuk dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri, tentu bukan hal asing bagi para praktisi dan pengelola pendidikan formal. Untuk dapat dengan baik mengimplementasikan MBS tersebut, pemberdayaan semua komponen yang bersinggungan dengan pengelolaan sekolah mulai dari kepala sekolah, guru serta komite sekolah merupakan sesuatu yang sangat krusial. Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat ditentukan oleh kwalitas kepala sekolah terutama dalam kemampuannya memberdayakan guru dan karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif ( positif, menggairahkan, dan produktif). Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut: Kepribadian yang kuat; kepala sekolah harus mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial. Memahami tujuan pendidikan dengan baik; pemahaman yang baik merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya. Pengetahuan yang luas; kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait. Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya: teknis menyusun jadwal pelajaran, memimpin rapat. (b) keterampilan hubungan kemanusiaan, misalnya : bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf (c) Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahannya.

2. Masalah Pengembangan Kepemimpinan Kecenderungan pengembangan kepemimpinan di suatu satuan organisasi

termasuk satuan pendidikan ditujukan untuk mempercepat para bawahannya masuk ke dalam suatu lingkungan baru dimana mereka dapat mengembangkan kompetensi dan kapabilitasnya. Di beberapa satuan pendidikan bisa jadi pengembangan kepemimpinan direfleksikan oleh para pemimpin dalam mengelola akan persepsi tentang beragam isu, dan menggunakan kapasitas huhungan untuk memengaruhi perubahan satuan pendidikan. Dan semua dikaitkan dengan strategi satuan pendidikan, Tanpa itu semua satuan pendidikan seolah berjalan tanpa arah. Ketika persaingan global cenderung semakin tinggi, dituntut memiliki program pengembangan kepemimpinan yang unggul yang mampu menggalang jejaring hubungan. Pertanyaannya adalah apakah satuan pendidikan khususnya SMA sudah melakukan seperti itu?

Tidak jarang ditemukan bahwa program pengembangan kepemimpinan telah gagal untuk memasukkan unsur kemampuan dalam membangun suatu nilai hubungan bisnis yang strategik, Hal ini terlihat dalam penerapan gaya kepemimpinannya dan dalam beberapa hal pengembangan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi segala permasalahan secara

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 5

Page 6: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

sistematis, membangun, pemeliharaan personal, fungsional, dan manajemen hubungan untuk memengaruhi orang lain kurang diprogramkan. Dengan kata lain bagaimana setiap orang terutama yang potensial diarahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki kemampuan hubungan dalam memengaruhi, mengarahkan, dan mengkoordinasi orang lain.

Permasalahan yang timbul terus menerus, adalah pengembangan langkah langkah strategis dari Pengembangan kepemimpinan (leadership development) Dimana Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), Bennis and Nanus (1995).

Menurut penadapat (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van Velsor, 1998:4) bahwa perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan bermanfaat. Lebih jauh dinyatakan bahwa ada tiga permasalahan penting yang menjadi latar belakang pengembangan kepemimpinan ini, yaitu:

a) Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu

b) Individu yang belum nanpu secara efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Karena setiap individu dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat.

c) Individu yang belum dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah

Banyak kalangan para pemimpin belum mampu melaksanakan pengembangan langkah langkah strategis dalam Pengembangan kepemimpinan oleh karena itu mencermati dialog antara the manager and the sage dalam buku “Handbook of Leadership Development”, berikut: “Is experience the best teacher?” “Can I develop as a leader from experience?”. “Some people have said that experience is the best teacher,” “But some experiences don’t teach”. “So experience is not the best teacher?”. “Not exaltly that, “. “It is just that not every experience offers important leadership lessons”. “So where do I learn ? What experiences will be help to me ?” “It is the experiences that challenge you that are development,” the sage responded, “the experiences that stretch you, that force you to develop new abilities if you are going to survive and succeed” (1998:1). Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman merupakan faktor yang penting dalam pengembangan kepemimpinan, walaupun tidak semua pengalaman dapat menjadi guru yang baik. Berdasar penelitian pemikiran tersebut, kunci utama pengembangan kepemimpinan adalah penilaian, tantangan, dan dukungan. Faktor keturunan ternyata hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi kepemimpinan seseorang, sebagian besar karena faktor pengalaman sesudah dewasa. Sebuah organisasi akan efektif, apabila dikelola dengan manajemen yang baik. Pendapat ini tidak salah seluruhnya, akan tetapi sebenarnya faktor kepemimpinan-lah yang mampu menggerakkan organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan menjalankan tugasnya agar lebih efisien. Selama beberapa dekade, banyak orang yang menekankan manajemen karena lebih mudah diajarkan dibanding dengan kepemimpinan. Dengan menekankan pada aspek manajemen, banyak persoalan yang tidak terlacak dan akan menimbulkan arogansi. Hal tersebut menyebabkan transformasi organisasi menjadi semakin sulit.

Dari pokok pokok Permasalahan yang timbul tersebut secara langsung maupun tidak langsung bahwa pengembangan kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Sebagaimana didinyatakan oleh Anderson (1988), "leadership means using power to

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 6

Page 7: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance". Antara lain dimaksudkan adalah :

(a) Implikasi pertama: melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.

(b). Implikasi Kedua dimana seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Dan lebih rinci dinyatakan menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: (1) Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. (2) Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya (3) Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. (4) Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Yang berarti bahwa pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. (5) Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.

(c) Implikasi ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Selanjutnya hampir disetiap organisasi termasuk didalamnya organisasi Kependidikan timbul persoalan bahwa kecendrungan dari seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberikan penilaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang apa seorang pemimpin harapkan. selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahan tidak berkembang. Selanjutnya Kecendrungan dari Seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang mempunyai pengalaman terbatas untuk mengerjakan apa yang diminta, tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk mengerjakan apa yang diharapkan, merasa tidak yakin dan kurang percaya diri, bekerja di bawah standar yang telah ditentukan. Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan evaluasi.

Perasalahan lainnya adalah hal yang menyangkut dan melekat pada pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 7

Page 8: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya. Dan ada juga pola kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Idealnya, pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. mempengaruhi bawahan guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi. pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan serta lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.5 Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figure pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan. Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting.

3. Masalah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Salah satu permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah

permasalahan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah.

Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Kemudian munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Sehingga diberlakukannya MBS, dimana Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, sebagamana menurut pendapat Gorton tentang sekolah ia

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 8

Page 9: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang disentralisasikan yang berkaitan erat dengan filosofi otonomi daerah. Secara esensial landasan filosofis otonomi daerah adalah pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat yang dicita-citakan (Gafar, 2000). Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam kehidupan manusia. Ia merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan berlangsungnya eksistensi mereka (Fakih dalam Wahono, 2000: iii).

Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (school based quality managenment) atau sering disebut manejemen mutu berbasis (MBS), yang merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih memberi keleluasaan pada sekolah untuk dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri, tentu bukan hal asing bagi para praktisi dan pengelola pendidikan formal. Untuk dapat dengan baik mengimplementasikan MBS tersebut, pemberdayaan semua komponen yang bersinggungan dengan pengelolaan sekolah mulai dari kepala sekolah, guru serta komite sekolah merupakan sesuatu yang sangat krusial Manajemen Berbasis Sekolah merupakan upaya serius yang rumit, memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Kendati Manajemen Berbasis Sekolah dapat bermakna pemberlakuan desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas namun timbullah persoalan yang paling mendasar yaitu : (a) Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah

Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Kebijakan ini diambil sebagai konsekuensi berlakunya undang-undang tentang otonomi daerah. Sejalan dengan itu terjadi perubahan di bidang pendidikan dari sentralisasi menuju ke desentralisasi pendidikan.

(b) Perubahan paradigma pendidikan di IndonesiaPerubahan paradigma pendidikan di Indonesia ini, di satu sisi memberikan

keleluasaan pada daerah tingkat II maupun sekolah untuk mengatur dirinya sendiri, di lain sisi pemerintah daerah maupun sekolah masih tertanam mind set sentralistik seperti yang selama ini berlangsung menuntut kepemimpinan yang mampu mengarahkan serta mewujudkan visi menjadi misi bersama yang feasible.

Kepala Sekolah diharapkan mampu berperan sebagai aktor yang memimpin demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Namun, keberhasilan dari Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah ini dapat tercapai dengan baik apabila didukung partisipasi stake holder, yakni pemerintah daerah tingkat II melalui Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, para guru, dan masyarakat yang terpanggil untuk bersama-sama meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah. Tentu saja dalam mencermati dengan seksama bahwa

Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) merupakan kebijakan bidang persekolahan di Indonesia. Manajemen Berbasis Sekolah ( School Based Management),

Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini telah sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 9

Page 10: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

(1). Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi kedaerahan. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.

(2.) Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis

(3). Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang.

(4.) Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.

(c) Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat dalam sistem kependidikan Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena

kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.

(d) Diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20//2003Diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Pasal 51 UU Sistem

Pendidikan Nasional No. 20//2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Termasuk didalamnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang merupakan konsep pengelolaan sekolah ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Kemudian diharapkan mampu menjawab tantangan jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga terhadap sekolah. Namun untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan tersebut, maka masih dibutuhkan beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi bersama. Selanjutnya masalah yang krusial dalam implementasi MBS adalah pengaruh dari Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.

(e) Desentralisasi pendidikanDesentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit

bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 10

Page 11: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

negara. Namun belum sepenuhnya menjadi faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan karena adanya : Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru terus menerus turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. Kendati muncul anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu given pada saat ini, sementara sebagian besar mind set para pemimpin di daerah maupun instansi daerah kadang masih bersifat sentralistik. Hanyalah semboyan belaka bahwa desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. karena sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan Negara. Idealnya adalah faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan adalah Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan dan tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.

(f) Otoritas Birokrasi Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif

kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. Lebih mendalam lagi bahwa pada era desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), ini yang merupakan upaya dalam peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah. Akan tetapi seringkali munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. dipandang bahwa para kepala sekolah merasa terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan pemerintahan daerah terselubung dalam kancah penguasa daerah yang dengan rutinitas urusan birokrasi menumpulkan kreativitas berinovasi. Sehingga Desentralisasi pendidikan tidak dapat tiga pilar utamanya yang mencakup tiga hal, yaitu: a. Manajemen berbasis lokal b. Pendelegasian wewenang c. Inovasi kurikulum.

(g) Keterbatasan Pengelolaan Sekolah Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk

mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan yang tadinya di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal akan tetapi berpindah tempat di tingkat pemerintah daerah atau sebagian di instansi pemerintahan daerah dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat didelegasikan ke daerah dan kepala sekolah serta guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing di birokrasi pemerintahan daerah menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Pada kenyataannya selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah (Agus Dharma, 2003).

(h) Pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 11

Page 12: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Pendekatan MBS ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.

Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Jelaslah bahwa dengan pendekatan MBS tersebut, maka institusi sekolah sebagai unit operasional secara langsung menangani segala hal yang berkaitan mempunyai peran yang sangat besar, namun hanya implementasi isapan jempol saja dimana Seluruh komponen persekolahan yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri dan terlibat aktif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Permasalahan yang muncul kemudian adalah siapakah yang harus berperan memimpin dan bagaimanakah mengembangkan kepemimpinan untuk mewujudkan konsep ideal kebijakan MBS tersebut ?.

B. DASAR PEMIKIRAN Sebagai pokok pokok pemikiran dan acuan serta rujukan pendahuluan penting

dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berlandaskan : 1. Rasionalisasi

Pengembanghan Kepemimpinan dalam kaitaitannya dengan mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Pimpinan sekolah disi lain harus benar benar memperhatikan iklim sekolah yang kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, menciptakan kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik dalam dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengawasan pendidikan disekolah. Dan tidak akan dapat diimplementasikan apabila tidak didukung oleh iklim yang kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib. Sehingga proses pembelajaran tidak akan dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan. Kendati kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem evaluasinya harus didesentralisasikan ke sekolah agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.

Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Demokratis Dan Profesional dalam Pelaksanaan implementasi MBS menuntut kepemimpinan kepala sekolah profesional yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk mewujudkan visi menjadi aksi serta demokratis dan transparan dalam berbagai pengambilan keputusan. Dalam implementasi MBS kepala sekolah harus mampu sebagai indikator, manajer, administratior, supervisor, inovator dan motivator pendidikan (Emaslim). Kemudian partisipasi Aktif Masyarakat dan Orang Tua. MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat serta mengefisienkan sistem dan mengendurkan birokrasi yang tumpang tindih.Namun kenyataan sekolah dewasa ini partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah masih relatif rendah. Demikian halnya partisipasi orang tua peserta didik masih terbatas pada pemberian bantuan finansial untuk mendukung kegiatan-kegiatan operasional sekolah.

Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi MBS keterlibatan aktif berbagai kelompok masyarakat dan pihak orang tua dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program-program pendidikan di sekolah merupakan sesuatu yang sangat diperlukan. Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna apabila desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas Selanjutnya Transformasi sekolah diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 12

Page 13: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kesejahteraan pengelolaan Manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah.

Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:

a. Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.

b. Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis

c. Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang.

d. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.

Selanjutnya dinyatakan para peneliti bahwa desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb: Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. (Nuril Huda, 1999)

Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Program ini merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.

Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses kegiatan pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), penggerakan (actuating) dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi.

Lebih jauh lagi bahwa Manajemen pendidikan yang merupakan sekumpulan fungsi untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan pendidikan, melakukan perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, penciptaan iklim organisasi yang kondusif, serta penentuan pengembangan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 13

Page 14: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat dimasa depan. Dan Manajemen pendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang melakukan kerja sama serta sumber-sumber yang didayagunakan.

Manajemen Pendidikan merupakan suatu cabang Ilmu manajemen yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, sumber belajar dan dana serta upaya pencapaian tujuan lembaga secara dinamis.

Disatu sisi upaya meningkatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis dan profesional pada bidangnya masing-masing, ini berarti bahwa sekolah harus dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengajaran sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. Namun penomena telah terjadi akibat adanya tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. * anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. Yang implikasinya diasumsikan bahwa Mutu pendidikan Indonesia dalam berbagai pandangan lapisan masyarakat hingga sekarang ini disimpulkan dalam kategori rendah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Timbulnya pandangan seperti ini dipengaruhi oleh faktor kondisi realita yang dialami masing-masing kelompok masyarakat melalui jumlah lulusan yang belum banyak diserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia. Masyarakat pada dasarnya telah menyadari pada kondisi era globalisasi sekarang ini bahwa mutu pendidikan sudah menjadi bahagian yang prioritas untuk dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Kehidupan masyarakat di semua benua hingga pada abad dua puluh satu ini telah mengalami perubahan dramatis dengan berlomba-lomba memasuki era informasi teknologi. Kondisi seperti ini sudah barang tentu mempunyai konsekuensi terhadap paradigma pendidikan Indonesia untuk dapat menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam menyikapi tuntutan global dimasa mendatang seperti yang dikemukakan Syarifuddin (2002: 8) bahwa setiap negara dituntut untuk berperan dalam kompetensi global, harapan ini akan bias dicapai dengan baik jika didukung oleh sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki oleh setiap bangsa

Pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan di tanah air secara nasional di antaranya melalui peningkatan manajemen sekolah dengan penerapan manajemen berbasis sekolah dan bantuan dana operasional sekolah di semua tingkat dan satuan pendidikan. Usaha lain yang tergolong universal seperti yang dikemukakan Rahman H. (2005: 2) sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi pendidikan berazaskan disentralisasi, dengan pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS). Pendekatan MBS dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan kreativitas kepemimpinan kepala sekolah yang kuat dan efektif. Oleh karena itu, amanat dalam Undang-undang tersebut harus menjadi dasar dan arah dalam pengembangan sekolah masa depan. Sekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia berkualitas akan dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesuksesan untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan pendapat Crawfond M (2005: 18) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka-mereka yang organisasinya telah berhasil dalam mencapai tujuan.

Keberhasilan atau kesuksesan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan pengawasan (controling) terhadap semua operasional tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam meraih mutu pendidikan yang baik banyak ditentukan melalui peran

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 14

Page 15: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini disebabkan Gaya kepemimpinan dari kepala sekolah itu sendiri dikembangkan dalm beberapa gaya kepemimpinan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan di tingkat sekolah, namun fenomena yang berkembang di masyarakat pada saat ini bahwa penerapan desentralisasi pendidikan seperti aktualisasi manajemen berbasis sekolah dapat secara optimal dilakukan oleh kepala sekolah.

2. Landasan Yuridis/ HukumLandasan Hukum dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah : (1) UU RI Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintah Pusat dan Daerah.(2) UU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.(3) UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (4) UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (5) PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah (6) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. (7) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. (8) Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.(9) Permendiknas Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permen 22 dan 23 tahun 2006 (10 ) Permendiknas Nomor 6 thn 2007 tentang perubahan permen nomor 24 tahun 2006 (11) Permendiknas nomor 12,13,16,18,tahun 2007 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan . (12) Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan (13) Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana (17) Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan (18) Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses (19) Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (20) 17.Renstra Depdiknas tahun 2005 – 2009.

School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah (pendidik, tenaga kependikan, kepala sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah (Fadjar, A. Malik dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB III pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Landasan hukum ini sangatlah tepat bahwa MBS diimplementasikan dan diterapkan bertujuan untuk membangun sekolah yang efektif sehingga pendidikan berguna bagi pribadi, bangsa dan Negara. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan harus memperhatikan potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan lokal.

Dalam UU No. 20/2003 BAB XIV pasal 50 ayat (5) yang menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Selanjutnya PP 19/2005 BAB III pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Selanjutnya PP 19 Tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal. Demikian juga seperti tujuan pendidikan yang tercantum dalam Permen Diknas No 23 Tahun 2006 yaitu : Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu tentang School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah (pendidik, tenaga kependikan, kepala sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah (Fadjar, A. Malik dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002).

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 15

Page 16: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

MBS diterapkan bertujuan untuk membangun sekolah yang efektif sehingga pendidikan berguna bagi pribadi, bangsa dan Negara. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan harus memperhatikan potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan lokal..

Selanjutnya PP 19 Tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis sekolah .

Dengan demikian, berdasarkan pemikiran dan perundang-undangan tersebut di atas maka di SMA perlu dikembangkan Pendidikan Berbasis Sekolah. Isi pokok pokok pikiran didalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah:

(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

(3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;

(4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

(6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global;

(7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan pendidikan merupakan bagian integral dari seluruh proses pembangunan. Pendidikan merupakan satu-satunya sarana dalam menciptakan SDM yang berkualitas, sehingga memerlukan penanganan yang serius dan profesional.

Akan tetapi tantangan yang kini dihadapi di bidang pendidikan, antara lain : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; (2) menyiapkan SDM berkualitas dalam rangka menghadapi kompetensi pasar global;(3) mengembangkan sistem pendidikan yang lebih dinamis, demokratis, adaptif dan aspiratif,

memahami keberagaman dan kemajemukan potensi daerah. Satuan pendidikan yang menyadari bahwa tantangan Nyata maka dalam

menjalankan fungsinya berdasarkan landasan hukum tersebut adalah : 1. Melaksanakan pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan 2. Melaksanakan pengembangan metode pembelajaran 3. Melaksanakan peningkatan Standart Kriteria Ketuntasan Minimal 4. Melaksanakan pengembangan profesionalisme guru 5. Meningkatkan prestasi akademik dan nonakademik 6. Memantapkan terwujudnya masyarakat belajar yang mandiri 7. Mencetak lulusan setara nasional yang berkualitas 8. Memajukan dan mengembangkan kegiatan intra dan ekstra kurikuler sebagai

lembaga yang memiliki kehandalan output dan outcomes 9. Melaksanakan pengembangan lingkungan belajar yang bestari dan mandiri Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan kita masih jauh dari

yang diharapkan. Sekolah yang bermutu dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain : nilai

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 16

Page 17: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

rata-rata ujian akhir yang bagus, jumlah lulusan yang dapat diterima di jenjang pendidikan Perguruan tinggi dan banyaknya lulusan yang dapat memperoleh pekerjaan yang layak.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan di sekolah, yaitu ; tenaga pendidik, siswa, lingkungan dan sarana dan prasarana. Kualitas tenaga pendidik akan sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang dikelolanya terutama dalam membelajarkan anak didiknya.

Guru yang ideal adalah guru yang sebelum mengajar sudah mempersiapkan diri dengan melengkapi semua administrasi kelas kemudian mengajar di kelas tanpa terbebani administrasi sekolah. Setelah mengajar mereka belajar di rumah dengan memberi evaluasi kepada siswanya dan belajar lagi untuk menambah pengetahuan yang berguna. Keadaan siswa juga mempengaruhi kualitas mutu pendidikan.

Siswa cenderung masuk ke sekolah favorit. Tentu saja sekolah tersebut akan mempunyai bibit unggul karena pada waktu seleksi di sekolah favorit, siswa mempunyai passing grade tinggi maka outputnya tentu sangat bagus. Sebaliknya sekolah yang tidak ada seleksinya outputnya akan kurang memuaskan.

Sarana dan prasarana juga mempengaruhi mutu pendidikan. Ruang belajar yang nyaman, laboratorium yang cukup memadai dan alat peraga yang lengkap akan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pratikum yang dilaksanakan siswa akan lebih berhasil dalam belajarnya karena pengalaman di ruang praktik dapat menambah wawasan siswa. Faktor lingkungan juga mempengaruhi mutu pendidikan.

Faktor lingkungan bisa di masyarakat maupun di sekolah. Lingkungan di rumah yang kurang mendukung belajarnya, maka siswa tersebut kurang berprestasi karena akan terpengaruh oleh keadaan di sekitarnya. Bila lingkungan kelas/sekolah menyenangkan akan dapat mendorong siswa untuk lebih berprestasi.

PP Nomor 19 Tahun 2005 Ayat 2 dan Ayat 3 menyebutkan bahwa dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kategori sekolah standard dan mandiri didasarkan pada terpenuhinya delapan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan). Ketentuan Peralihan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 94 butir b, menyebutkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Hal tersebut berarti bahwa paling lambat pada tahun 2013 semua sekolah jalur pendidikan formal khususnya di SMA/MA sudah/hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan Mutu pendidikan di lingkup sekolah seperti di atas, maka perlu adanya peningkatan mutu pendidikan melalui Pembinaan prestasi belajar siswa yang intensif , perluasan pemeratan pelatihan Guru, Penyediaan Pusat Sumberbelajar dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya komputer secara optimal. Keberadaan komputer tidak hanya digunakan untuk efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan penyelenggaraan sekolah tetapi juga dapat digunakan untuk mempermudah menunjukkan pengetahuan, mengganti simulasi yang berbahaya, memberi daya tarik yang lengkap menyentuh seluruh modalitas manusia lewat desain multi media.

3. Landasan PedagogisPendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Manusia memiliki potensi, dan

melalui pendidikan potensi tersebut dapat diaktualisasikan menjadi kemampuan yang dapat digunakan dalam kehidupan masyarakat. Jadi pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 17

Page 18: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Menurut Rousseau (Emile, 1762), tujuan utama pendidikan adalah memberi kemampuan pada manusia untuk hidup di masyarakat. Kemampuan ini berupa pengetahuan dan/atau keterampilan, serta prilaku yang diterima masyarakat. Kemampuaan seseorang akan dapat berkembang secara optimal apabila memperoleh pengalaman belajar yang tepat. Untuk itu lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah harus memberi pengalaman belajar yang sesuai dengan potensi dan minat peserta didik. Pendidikan di sekolah harus mampu memanfaatkan potensi siswa, menurut Suderadjat ( 2005 ), Pendidikan merupakan pemberdayaan siswa ( student empowerment) sehingga mereka memiliki fisik manual, intelektual dan emosional.

SMA Negeri 2 Mataram sebagai salah satu unit lembaga pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial atau dapat dipandang sebagai lembaga ekonomi non profit. Sebagai lembaga sosial, sekolah memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat, sedangkan sebagai lembaga ekonomi, sekolah menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi ekonomi untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Hal ini dilihat dari hasil pendidikan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Dampak ekonomi dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dampak sosial dapat dilihat pada kehidupan bermasyarakat yang tenteram, aman, dan sentosa. Etika moral dan akhlak mulia masyarakat dapat dibangun melalui pendidikan, untuk memberi ketenteraman kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bersifat material tetapi juga sosial.

Semua sekolah senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dan dengan Peningkatan kualitas pendidikan tentunya harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Sebagaimana Menurut Quisumbing (2003), kualitas pendidikan bersifat dinamis,saat ini berkualitas namun saat mendatang mungkin sudah ketinggalan. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Selanjutnya faktor yang menentukan kualitas pendidikan antara lain kualitas pembelajaran dan karakter peserta didik yang meliputi bakat, minat, dan kemampuan.

Kualitas pembelajaran dilihat pada interaksi peserta didik dengan sumber belajar, termasuk pendidik. Interaksi yang berkualitas adalah yang menyenangkan dan menantang. Menyenangkan berarti peserta didik belajar dengan rasa senang, sedangkan menantang berarti ada pengetahuan atau keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai kompetensi.

Dan tidak kalah pentingnya adalah Pencapaian kompetensi peserta didik yang menjadi tujuan pembelajaran ditentukan oleh karakter peserta didik yang berbeda satu dengan lainnya, dan memiliki keunikan. Karakter ini merupakan fungsi dari keturunan, pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, kebutuhan dan faktor lain dari kehidupan (Stott, Fink & Earl, 2003).

Pendidikan yang maju merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang maju menjamin terwujudnya generasi pembangun bangsa yang maju pula. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, menurut Yamin (2009:66) “Pendidikan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan memiliki peranan strategis. Pendidikan berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang bermutu dengan indikator kualifikasi akli, terampil, kreatif, inovatif, serta memiliki sikap, dan perilaku yang positif” Bagi Bangsa Indonesia, pendidikan merupakan upaya mewujudkan salah satu tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang tercantum di dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, pendidikan dipandang sebagai: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut UU No.20/2003)

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 18

Page 19: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Selanjutnya, dalam undang-undang yang sama, fungsi dan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Pasal 4).

Sekolah merupakan ujung tombak dan garis terdepan dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Untuk dapat berkembang dengan optimal, sekolah seyogyanya diberikan hak otonomi yang lebih besar dalam mengelola urusan (manajemen) rumah tangganya sendiri. Sistem manajemen ini dikenal dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah (Subakir & Supari, 2001).

Rintisan penerapan MBS mengacu kepada empat pilar (Kristanto, dalam Subakir & Supari, 2001), yaitu: a. Transparansi manajemen; b. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); c. Pembelajaran yang menyenangkan semua fihak terkait; dan,d. Dukungan masyarakat. Dua dari keempat pilar di atas, butir kedua dan ketiga, menjadi titik tolak untuk menjadikan SMA Negeri 2 Mataram sebagai Sekolah Model. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan ayat 9 butir a yang menyatakan bahwa “Sekolah/Madrasah menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan”. Untuk mewujudkan hal tersebut beberapa langkah telah ditempuh, yang meliputi: Penataan Lingkungan Belajar Pengadaan fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK); Pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru-guru; dan, Peningkatan kompetensi guru.

Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang memiliki, langkah-langkah tersebut telah mengantarkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai salah satu dari 132 sekolah model di seluruh Indonesia yang ditetapkan pemerintah melalui SK Direktur Pembinaan SMA Departemen Pendidikan Nasional No 191/C/2010. Sekolah dalam hal ini adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Dan desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan orgnisasi.

Dalam hal ini sekolah sebagai penyelenggara pendidikan nasional berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis

4. Landasan Operasional Landasan operasional dari Karya Tulis Ilmiah ini sebagamana implementasi dari

Renstra SMA Negeri 2 Mataram adalah dalam rangka mewujudkan visi dan misi Sekolah , mengacu pada landasan hukum yang digunakan adalah : UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ; UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ; UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ; Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Secara umum bertujuan Menciptakan SMA Negeri 2 Mataram sebagai salah satu SMA yang memiliki kemandirian dalam pengembangan dan pengelolaan dengan berpola pada Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Mewujudkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai SMA yang menjadi tujuan pendidikan bagi lulusan SMP dilingkungan Kota Mataram. Mewujudkan jumlah lulusan yang berkualitas sehinggga prosentase yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri semakin besar.`Menciptakan lulusan yang

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 19

Page 20: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

memiliki keterampilan khusus yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari. Menciptakan peserta didik yang menghargai dan mampu mengembangkan daya nalar melalui penelitian dan menulis. Mengembangkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai Green School sehingga menjadi arbiratul alam yang bermanfaat bagi lingkungan. Mewujudkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai lingkungan pendidikan yang menyejukkan bagi semua SMA Negeri 2 Mataram yang dalam penyusunannya digunakan rumusan Visi, Misi, dan Program dengan memperhatikan kondisi Nyata yang dihadapi dan tantangan Nyata adalah :dengan melakukan refleksi diri ke arah pembentukkan karakter Komponen Warga Sekolah dan sekolah yang kuat dalam rangka pencapaian visi dan misi sekolah. Dengan melaksanakan pengembangan pengelolaan sekolah yang kompeten dan berdedikasi tinggi yang merupakan refresentasi dari karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan/iklim sekolah, seperti : budaya mutu, budaya progresif, demokratis, kreatif, aspiratif, disiplin, bertanggung jawab, partisipasi warga, inovatif, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Menumbuhkan komitmen untuk mandiri Menumbuhkan sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan.Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib. Menumbuhkan budaya mutu dilingkungan sekolah. Menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi. Menumbuhkan kemauan untuk berubah. Mengembangkan komunikasi yang baik. Mewujudkan temwork yang kompak, cerdas, dan dinamis. Melaksanakan keterbukaan manajemen. Menetapkan secara jelas dan mewujudkan visi dan misi sekolah. melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif. Meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat. Menetapkan Strategi dan Prioritas Kegiatan dalam rangka menunjang dan mempercepat pelaksanaan Kegiatan dan Pencapaian Kinerja;

Landasan Operasional dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah Sekolah merupakan lingkungan belajar yang paling nyata, lingkungan belajar yang paling utama, sarana yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern, yang sengaja diadakan untuk memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat menjalani proses pembelajaran dengan lebih baik daripada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Sekolah memang diperuntukkan bagi peserta didik agar dapat berkembang maksimal sesuai dengan tugas perkembangannya untuk menjadi pelaku-pelaku kehidupan yang berkualitas selama dan setelah mereka menyelesaikan pelajarannya di sekolah. Karenanya sekolah sebagai lingkungan belajar diartikan sebagai “sarana yang dengannya para pelajar dapat mencurahkan dirinya untuk beraktivitas, berkreasi, termasuk melakukan berbagai manipulasi banyak hal hingga mereka mendapatkan sejumlah perilaku baru dari kegiatannya itu“ (Mariyana, Nugraha & Rachmawati: 2010: 17). Selanjutnya Pengelolaan sekolah sebagai lingkungan belajar seyogyanya ditangani dan diatur oleh para pelaku proses pendidikan di sekolah, yang meliputi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, serta komite sekolah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 199 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, berbagai perubahan yang menyangkut kewenangan, termasuk dalam bidang pendidikan, telah dapat diwujudkan. Salah satu perubahan yang signifikan di bidang pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaan sekolah adalah diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya adalah sebuah pengakuan bahwa yang paling layak mengurusi rumah tangga sekolah adalah para pelaku di sekolah. Mulyasa (2009: 11) menjelaskan bahwa MBS merupakan “Suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.” Kemudian Mulyasa lebih jauh membagi komponen-komponen dalam MBS yang meliputi: (a). Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran; (b). Manajemen Tenaga Kependidikan; (c). Manajemen Kesiswaan; (d). Manajemen Keuangan dan Pembiayaan; (e). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan, (f). Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyaraka; dan, (g). Manajemen Layanan Khusus. Dalam manajemen sarana dan prasarana, ia (hal. 50)

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 20

Page 21: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mengemukakan: Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar. Sehubungan dengan hal itu, ketersediaan alat-alat dan fasilitas belajar yang memadai diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Dalam pelaksanaannya di SMA Negeri 2 Mataram, kami menambahkan satu fitur lagi bagi PAKEM yaitu inovatif sehingga menjadi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Untuk mewujudkan hal ini, guru diharapkan dapat memanfaatkan semua potensi dari alat-alat dan fasilitas belajar yang tersedia, bahkan dalam kondisi di mana alat dan fasilitas belajar tidak memadai, guru diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar (Subakir & Sapari, 2001). Lebih luas lagi landasan operasional pembelajaran bahwa Belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2010 : 60) memberikan pengertian belajar sebagai “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.” Dalam pelaksanaannya, belajar memang tidak bisa lepas dari interaksi, terutama dengan pengajar atau guru. Berkaitan dengan ini, Slameto (idem : 17) mempersyaratkan hubungan yang timbal balik dan edukatif antara peserta didik dengan guru dan antara peserta didik dengan peserta didik yang lain agar proses pembelajaran dapat berjalan maksimal dan optimal. Hal ini tidak akan dapat tercapai dengan mudah apabila guru tidak memiliki keterampilan mengelola pembelajaran yang merupakan salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Mengajar, menurut Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2011: 76), merupakan suatu “aktivitas mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar, “ atau juga “upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.” Dengan demikian, pada intinya, mengajar adalah kegiatan memfasilitasi, sedangkan yang aktif berproses adalah peserta didik. Apabila kondisi seperti ini sudah tercipta, diharapkan proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik. PAIKEM dalam Proses Pembelajaran secara operasional bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan terjadinya interaksi antara siswa dan guru, suasana di dalam kelas diusahakan menyenangkan dan menarik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 ayat 1 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakasn secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik” Untuk mengimplentasikan Peraturan Pemerintah tersebut, penerapan PAIKEM sangat tepat. Menurut Ramadhan (2008:5), “Penerapan PAIKEM dalam proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut : Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat , termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang menarik dan menyediakan pojok baca. Guru menerapkan cara mengajar yang leboh kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. Penyediaan Media Pembelajaran digunakan sebagai alat Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan membutuhkan media yang tepat. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 21

Page 22: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampain pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya ; a) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, b) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya, c) Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, d) Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Menurut Djamarah (2005:212), dilihat dari jenisnya media dibagi ke dalam : Media auditif; yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media visual; yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), silde (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Media audio-visual; yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua. Media ini dibagi lagi kedalam (a) audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara, dan (b) audio visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette. Dan ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya. Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran, si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar, program harus mempunyai tampilan yang artistik dan, estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan bahasa Jerman antara lain; a) Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi; b) untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa; c) untuk membuat konsep bahasa Jerman yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa (Darhim, 1993:10).

Jadi salah satu fungsi media pembelajaran bahasa Jerman adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 22

Page 23: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79). Sehubungan dengan hal itu, guru merupakan kunci utama terlaksananya proses pembelajaran. Menurut Djamarah (2005:32), “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.“

Kualitas suatu proses dan hasil pendidikan sangat bergantung kepada kualitas tenaga pendidik. Kualitas tenaga pendidik ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: kompetensi, motivasi, lingkungan kerja fisik maupun non fisik, dan kedisiplinan.

Apabila faktor-faktor penentu tersebut senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan, maka kualitas guru sebagai tenaga pendidik juga akan meningkat. Secara operasional bahwa Guru dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Kompetensi berasal dari Bahasa Inggris, competency atau competence. Menurut Collins English Dictionary (1998: 327), competency adalah bentuk kata competence yang kurang umum. Salah satu makna competence menurut kamus ini adalah “the state of being legally competent or qualified (keadaan menjadi cakap atau layak secara hukum)” (hal. 327).

Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dinyatakan bahwa: “Guru wajib memiliki kualifikasi akdemik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Selanjutnya, dalam pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kompetensi guru itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru dinyatakan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan. Sementara itu profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Kompetensi tenaga pendidik khususnya diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dan diwujudkn oleh guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional .

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik, kompetensi inti guru meliputi : Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, dan intelektual. Mengusai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi Pedagogik adalah Kemampuan merancang pembelajaran Kemampuan tentang proses pengembangan mata pelajaran dalam kurikulum, pengembangan bahan ajar, serta perancangan strategi pembelajaran. Adapun sub kompetensinya terdiri dari :

(1). Menguasai berbagai perkembangan dan isu dalam sistem pendidikan. (2). Menguasai strategi pengembangan kreativitas. (3). Menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran. (4). Mengenal siswa secara mendalam. (5). Menguasai beragam pedekatan belajar sesuai dengan karakteristik siswa

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 23

Page 24: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

(6).Menguasai prinsip prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. (7). Mengembangkan mata pelajaran dalam kurikulum.(8) Mengembangkan bahan ajar dalam berbagai media dan format.(9).Merancang strategi pemanfaatan beragam bahan ajar dalam pembelajaran (10). Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran (11). Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran berbasis ICT

Dan Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran adalah Kemampuan mengenal siswa (Karakteristik awal dan latar belakang siswa), ragam teknik dan metode pembelajaran serta pengelolaan proses pembelajaran.

Adapun sub kompetensinya terdiri dari:Menguasai keterampilan dasar mengajar.Melakukan identifikasi karakteristik awal dan latar belakang siswa.Menerapkan beragam teknik dan metode pembelajaran.Memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.Melaksanakan proses pembelajaran yang produktif, kreatif, aktif, efektif, dan menyenangkan. Mengelola proses pembelajaran.

Melakukan interaksi yang bermakna dengan siswa.Memberi bantuan belajar individual sesuai dengan kebutuhan siswa. Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran Kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil belajar dengan menggunakan alat dan proses penilaian yang sahih dan terpercaya didasarkan pada prinsip, strategi, dan prosedur penilaian yang benar, serta mengacu pada tujuan pembelajaran. Adapun sub kompetensinya terdiri dari: Menguasai standar dan indikator hasil pembelajaran mata pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran

Menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penilaian pembelajaran.Mengembangkan beragam instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran. Melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran secara berkelanjutan.Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran secara berkelanjutan. Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa. Menganalisis hasil penilaian hasil pembelajaran dan refleksi proses pembelajaran.

Menindaklanjuti hasil penilaian untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Kemampuan melaksanakan hasil penelitian tindakan sekolah dan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sub kompetensinya terdiri dari:Menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penelitian pembelajaran dalam berbagai aspek pembelajaran. Melakukan penelitian pembelajaran berdasarkan permasalahan pembelajaran yang otentik. Menganalisis hasil penelitian pembelajaran. Menindaklanjuti hasil penelitian pembelajaran untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :

(1) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu,

(2) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, (3) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat. Pertanggung-jawaban (accountability);

sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.

Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 24

Page 25: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan. Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.

Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat. Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk: mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

C. KRANGKA PEMECAHAN MASALAH KAJIAN Dari latar belakang masalah, dasar pemikiran dan landasan tersbut diatas, yang

penulis uraikan, penulis dapatkan beberapa krangka pemecahan masalah antara lain :v Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin dalam mengembangkan kepemimpinannya ?v Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik dalam mengimplementasikan MBS ?v Apa & bagaimana cara pengembangan kepemimpinan dalam implentasi MBS ?v Apa & bagaimana menjadi pemimpin sejati?v Bagaimana hubungan kepemimpinan dengan MBS?

D. TUJUAN PENULISAN KAJIAN Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah salah satu upaya lebih

meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas Inovasi diri dalam Pengembangan kepemimpinan yang diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu agar Pemimpin/ Kepala Sekolah lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan dalam mengimplementasikan MBS.

E. METODE PENULISAN KAJIAN Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode

kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet).

Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.

F. RUANG LINGKUP KAJIAN Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka

ruang lingkup karya tulis ini terbatas pada pembahasan mengenai Pengembangan kepempinan dalam Implementasi MBS

MBS yang dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 25

Page 26: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang ber-kepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).

Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi MBS sebagai upaya mempertegas pelaksanaan Otonomi Daerah, yang menjadi peranan yang sangat fundamental dalam pengelolaan penyelenggaraan kependidikan di sekolah

Hal itu dimaksudkan bahwa kiat melaksanakan pengembangan kepemimpinan dalam manajerial sebagai salah satu upaya pengembangan gagasan guna membangun suatu kesiapan perangkat pendidikan yang ada di daerah pada umumnya dan di sekolah pada khususnya, dalam pelaksanaan pemberlakuan otonomi daerah yang telah beralngsung hingga kini tahun 2011.

Sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah tentang otonomi daerah, ditegaskan bahwa pelaksanaannya adalah pada Januari 2001, sampai dengan sekarang bukanlah waktu yang panjang bagi upaya pelaksanaan yang sempurna bagi pelaksanaan sebuah sistem yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan secara keseluruhan. Mengingat begitu pentingnya adanya Pengembangan Kepemimpinan

Didalam implementasi MBS oleh penyelenggara pendidikan disekolah, maka penulis mencoba mengungkap dan melakukan kajian kajian secara teoritis berdasarkan latarbelakang, dasar dasar pemikiran, kosep dasar Kepemimpinan dan MBS. Adapun tujuan dari kajian teoritis dalam Penulisan Karya Ilmiah ini adalah membahas secara teoritis tentang “Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah”, dibahas pula secara lebih spesifik , terinci akan hal hal sebagai berikut :

a. Konsep Dasar Kepemimpinan (Kepala Sekolah) yang menyangkut tentang : 1. Pengertian Kepemimpinan (Leadership) 2. Model-Model Kepemimpinan antaralain Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of

Leadership) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)

3. Gaya Kepemimpinan4. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah

b. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat

menerapkan MBS, yakni: 1) Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan Implentasi MBS adalah

peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa.

2) Peningkatan efisiensi, yang diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah

3) Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS

4) Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

5) Mengembangkan kepemimpinan dalam model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan implementasi pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 26

Page 27: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

6) Pengembangan implementasi Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.

7) manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah.

8) Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.

9) Berkonsentrasi pada tugasnya; keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah; guru didorong untuk berinovasi; rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik.

BAB II DEFINISI KONSEP OPERASIONAL

A. Pengembangan kepemimpinan (leadership development)

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 27

Page 28: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Pengembangan kepemimpinan (leadership development) adalah perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan bermanfaat.

Ada tiga hal penting dalam definisi pengembangan kepemimpinan ini, yaitu: (1) Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu (2) Apa yang membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan seterusnya. (3) Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van Velsor, 1998:4)

Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu mengembangkan kepemimpinannya dengan menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Keberhasilan Pengembangan Kepemimpinan menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: (1). Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. (2) Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya (3) Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. (4) Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. (5) Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Yang lebih penting lagi bahwa Para pemimpin berhasil mengembangkan kepemimpinannya apabila dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Namun pengembangan kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Disamping itu juga, Kepemimpinan lebih erat kaitannya dengan fungsi penggerakan (actuating) dalam manajemen. Dimana fungsi penggerak mencakup kegiatan memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya. yang dianggap sebagai tindakan mengambil inisiatif dan mengarahkan pekerjaan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah organisasi. dan actuating sangat erat kaitannya dengan fungsi fungsi manajemen lainnya, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan agar tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai seperti yang diinginkan. Selanjutnya Winardi juga mengemukakan bahwa sekalipun terdapat banyak teori tentang fungsi-fungsi manajemen, namun dapat disederhanakan bahwa fungsi manajemen setidaknya meliputi: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

Pengembangan Kepemimpinan berperan sangat penting dalam manajemen karena diyakini bahwa manusia merupakan variabel yang teramat penting dalam organisasi. bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan organisasi terdiri dari para manajer, para supervisor, dan para pelaksana. Akan tetapi Pengembangan Kepemimpinan tidak terlepas dari kemampuanya karena manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda mempunyai kepentingan masing-masing, yang bahkan saling berbeda dan berakibat terjadi konflik.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 28

Page 29: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Perbedaan kepentingan tidak hanya antar individu di dalam organisasi, tetapi juga antara individu dengan organisasi di mana individu tersebut berada. Sangat mungkin bahwa perbedaan hanya dalam hal yang sederhana, namun ada kalanya terjadi perbedaan yang cukup tajam.

Tanpa kepemimpinan yang baik, hal-hal yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengorganisasian tidak akan dapat direalisasikan. Kepemimpinan sangat diperlukan agar semua sumberdaya yang telah diorganisasikan dapat digerakkan untuk merealisasikan tujuan organisasi.

Pada saat pemunculan teori kepemimpinan telah diidentifikasikan berbagai kondisi para pemimpin hebat. Penampilan fisik, inteligensia, dan kemampuan berbicara di kalangan publik merupakan ciri khas yang harus dimiliki oleh para pemimpin. Pada waktu itu banyak diyakini bahwa orang bertubuh tinggi lebih baik kemampuan memimpinnya dibandingkan dengan orang yang bertubuh pendek. Namun belakangan ini telah terjadi pergeseran, cara pandang tidak lagi pada penampilan fisik, melainkan pada gaya kepemimpinan. Adapun hal yang menyangkut gaya kepemimpinan

Menurut Griffin dan Ebert mengemukakan 3 (tiga) gaya kepemimpinan, yaitu: (1) gaya otokratik (autocratic style), (2) gaya demokratik (democratic style), dan (3) gaya bebas terkendali (free-rein style). Pemimpin dengan gaya otokratik pada umumnya memberikan perintah perintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para komandan militer di medan perang umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada para bawahan untuk bertanya dan hal ini lebih sesuai pada situasi yang memerlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi di mana pimpinan harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi orang selama ini.

Untuk menghadapi anggota tim yang malas, tidak disiplin, susah diatur, dan selalu menjadi trouble maker, gaya kepemimpinan otokratik Pemimpin dengan gaya demokratik pada umumnya meminta masukan kepada para bawahan/stafnya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, namun pada akhirnya menggunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan Pemimpin dengan gaya demokratik cenderung melontarkan gagasannya terlebih dahulu kepada kelompok yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut untuk mendapatkan tanggapan dan atau masukan sebelum mengambil keputusan. Pemimpin dengan gaya bebas terkendali pada umumnya memposisikan dirinya sebagai konsultan bagi para bawahannya dan cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan. Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan gagasannya, telah mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengetahui bagaimana mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut wuri handayani (broad based management). Ketiga gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakan oleh seorang Kepala Sekolah dalam mengembangkan kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Situasi di sini meliputi waktu, tuntutan pekerjaan, kemampuan bawahan, pimpinan, teman sekerja, kemampuan dan harapan-harapan bawahan, serta kematangan bawahan. Selanjutnya Beck dan Neil Yeager mengemukakan empat gaya kepemimpinan yang lazim disebut kepemimpinan situasional (situational leadership) berdasarkan interaksi antara pengarahan (direction) dengan pembantuan (support) Hbungan antara tinggi rendahnya hubungan perilaku (relationship behavior) manusia dengan tinggi rendahnya perilaku pekerjaan (task behavior). Berdasarkan pola hubungan tersebut, maka notasi gaya kepemimpinan

Definisi operasional dari pengembangan kepemimpinan (leadership) merupakan manajemen tingkat puncak harus kokoh berinisiatif untuk mengedepankan pentingnya kepemimpinan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.. Pimpinan puncak adalah Kepala Sekolahn harus mendorong seluruh Guru dan pegawai dan harus menjadi teladan. Segala pikiran dan perkataannya harus merefleksikan filosofi kualitas

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 29

Page 30: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kepemimpinannya yang diterapkan disekolah pada khususnya. Pimpinan puncak dalam hal ini Kepala Sekolah harus berpikir dan bertindak demi kualitas dalam segala situasi dan bersedia mendengarkan siapa pun, bahkan dari seseorang yang berada sampai di tingkat paling bawah, yang mau menyumbangkan pendapatnya untuk peningkatan kualitas pengembangan kepemimpinannya adalah : a) Telling (Directing/Structuring) Leadership

Kecendrungan dari seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberikan penilaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang apa anda harapkan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah dalam kejelasan tentang apa yang diinginkan, kapan keinginan itu harus dilaksanakan, dan bagaimana caranya. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahan tidak berkembang.

Semua persoalan akan bermuara kepada sang pemimpin sehingga mengundang unsur ketergantungan yang tinggi padanya. Kecendrungan dari Seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang mempunyai pengalaman terbatas untuk mengerjakan apa yang diminta, tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk mengerjakan apa yang diharapkan, merasa tidak yakin dan kurang percaya diri, bekerja di bawah standar yang telah ditentukan.

b) Selling (Coaching) LeadershipKecendrungan dari Seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang mau melibatkan

bawahan dalam pembuatan suatu keputusan. Pemimpin bersedia membagi persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang seharusnya dikerjakan. Kekuatan gaya kepemimpinan ini adalah adanya keterlibatan bawahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga mengurangi unsur ketergantungan kepada pemimpin. Keputusan yang dibuat akan lebih mewakili sekelompok pekerjaan daripada pribadi. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah tidak tercapainya efisiensi yang tinggi dalam proses pengambilan keputusan.dalam situasi dan kondisi bawahannya yang respek terhadap kemampuan dan posisi pemimpin, mau berbagi tanggung jawab dan dekat dengan pemimpin, belum dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar yang berlaku, mempunyai motivasi untuk meminta semacam pelatihan atau training agar dapat bekerja dengan lebih baik.

c) Participating (Developing/Encouraging) LeadershipSalah satu ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari

pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan agar dapat berkembang dan bertanggungjawab serta memberikan dukungan sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan. Kekuatan gaya kepemimpinan ini adalah adanya kemampuan yang tinggi dari pemimpin untuk menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga bawahan merasa senang, baik dalam menyampaikan masalah maupun halhal lain yang tidak dapat mereka putuskan. Pemimpin selalu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk dapat berkembang. Kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah diperlukannya waktu yang lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin harus selalu menyediakan waktu yang banyak untuk berdiskusi dengan bawahan.dalam situasi dan kondisi bawahannya yang dapat bekerja di atas rata-rata kemampuan sebagian besar pekerja. mempunyai motivasi yang kuat sekalipun pengalaman dan kemampuannya masih harus ditingkatkan.yang mempunyai keahlian dan pengalaman kerja yang sesuai dengan tugas yang akan diberikan.

d) Delegating LeadershipDalam gaya ini, pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada

bawahan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memecahkan permasalahan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah terciptanya sikap memiliki dari bawahan atas semua tugas yang diberikan. Pemimpin lebih merasa santai sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 30

Page 31: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

lebih banyak. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah saat bawahan memerlukan keterlibatan pemimpin, maka ada kecenderungan ia akan mengembalikan persoalannya kepada bawahan meskipun sebenarnya itu tugas pimpinan. situasi dan kondisi bawahannya yang mempunyai motivasi, rasa percaya diri yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.mempunyai pengalaman dan keahlian memadai untuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah jelas dan rutin dilakukan.berani menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu tugas. kinerjanya di atas rata-rata para pekerja pada umumnya.

Dalam hubungannya dengan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Seorang kepala di suatu Sekolah Negeri seringkali merasa jengkel karena para Guru ataupun Pegawai Tata Usaha yang sering tidak berada di tempat kerjanya ketika diperlukan. Maka hal tersebut, diberlakukan ketentuan bahwa setiap Guru harus mengisi daftar hadir dengan mengisi materi pembelajaran yang telah tersedian di kelas sesuai menurut jadwal pembelajaran yang di embannya sementara Pegawai Tata Usaha harus mengisi daftar hadir Ketentuan absensi tersebut diatur sebagai berikut: (1) pada pagi hari, daftar hadir ditarik oleh bagian kepegawaian pada jam 08.00, batas waktu paling siang yang masih dapat ditolerir, (2) pada jam 12.00, saat para pegawai akan beristirahat siang, (3) pada jam 13.00 ketika para pegawai selesai beristirahat, dan (4) jam 14.00 saat berakhirnya jam kerja pada hari itu. Dengan ketentuan seperti itu, banyak pegawai yang merasa tidak nyaman namun pada umumnya mematuhi ketentuan yang ada. Dari pembicaraan para pegawai di selasela kesibukannya, para pegawai sebenarnya merasa keberatan dengan ketentuan tersebut, namun karena posisinya sebagai bawahan, mereka tidak bisa berbuat lain kecuali mengikutinya. Dari kasus tersebut di atas, peserta secara berkelompok diminta untuk mendiskusikannya dengan mengacu pada gaya-gaya kepemimpinan tersebut serta mengevaluasi efektivitas dari ketentuan tersebut. Kelompok juga diminta memberikan saran-sarannya agar tujuan dapat dicapai dan para pegawai merasa nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut Hughes, Ginnett, dan Curphy, tim (group) adalah sekumpulan orang yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling melakukan interaksi sedemikian rupa sehingga seorang anggota dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh anggota tim yang lain.Dari pengertian tersebut diketahui ada dua aspek yang sangat erat kaitannya dengan studi tentang kepemimpinan, yaitu: (1) terdapat konsep hubungan timbal balik antar anggotanya, yang dengan demikian arah komunikasi bercorak multidimensional, dan (2) para anggota tim saling melakukan interaksi dan saling mempengaruhi. Hughes, Ginnett, dan Curphy menambahkan bahwa seseorang tidak hanya terbatas ikut serta dalam satu tim, melainkan dapat mengikuti beberapa tim dalam waktu yang bersamaan. Ebert mengemukakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh dua hal, yaitu hubungan kemanusiaan (human relations in workplace) dan motivasi para pelaksananya (motivation in the workplace).

Hubungan kemanusiaan ditentukan oleh unsur-unsur kepuasan kerja dan moralitas para anggotanya. Kepuasan kerja adalah tingkat kenyamanan seseorang sebagai akibat dari keberhasilan pelaksaanaan tugas-tugas (job satisfaction is the degree of enjoyment people derive from performing their jobs). Secara singkat dapat dikatakan bahwa jika seseorang merasa nyaman dalam bekerja, berarti orang itu merasa puas dalam pekerjaannya. Demikian pula sebaliknya jika seseorang merasa tidak nyaman dalam bekerja, berarti orang itu merasa tidak puas dalam pekerjaannya. Pada gilirannya, seseorang yang puas dalam pekerjaannya dapat dipastikan mempunyai moralitas yang tinggi yang ditandai dengan mengarahkan seluruh sikap dan kecintaannya pada pekerjaan/tempatnya bekerja. Dengan adanya pegawai yang puas dengan pekerjaannya dan mempunyai moralitas yang tinggi, organisasi tempat mereka bekerja akan mendapatkan keuntungan dalam banyak hal. Pegawai yang puas memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi, bersedia bekerja keras dan banyak memberikan sumbangan berharga bagi organisasi. Sebaliknya, mereka tidak akan banyak mengeluh dan tidak berperilaku negatif seperti banyak menuntut hak, sengaja mengulur-ulur waktu kerja, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai yang merasa puas dalam berkerja tidak hanya akan selalu hadir di tempat kerjanya,

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 31

Page 32: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

melainkan akan terus tetap setia ikut serta berpartisipasi di tempat kerjanya. Sehubungan dengan hal ini maka manajemen (termasuk ketua tim) yang mampu meningkatkan kepuasan kerja dan moralitas para pegawainya dapat dipastikan akan dapat bekerja secara lebih efisien. Sebaliknya manajemen akan menanggung biaya yang tinggi jika para pegawainya tidak merasa puas dalam bekerja yang ditandai dengan tingginya tingkat absensi dengan berbagai alasan seperti sakit, alasan keluarga, dan rasa malas pergi bekerja. Rendahnya tingkat moralitas (kecintaan pada organisasi) akan berdampak pada tingginya turnover. Tingginya turnover merugikan perusahaan karena terganggunya jadwal/proses produksi, tingginya biaya pelatihan, dan menurunnya produktivitas.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai keinginan dan selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, namun jarang mencapai kepuasannya, kecuali untuk jangka waktu yang singkat. Apabila satu keinginan telah terpenuhi, akan timbul keinginan lain, dan apabila keinginan baru tersebut dapat dipenuhi, akan muncul keinginanlain lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia mempunyai sifat tidak pernah merasa puas. Manusia, sepanjang hidupnya selalu mempunyai keinginan atas sesuatu. Adanya kemauan seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya ini menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu. Steers dan Porter mengemukakan bahwa pengertian motivasi meliputi tiga hal, yaitu : (1) apa yang memperkuat perilaku seseorang, (2) apa yang mengarahkan perilaku, dan (3) bagaimana perilaku tersebut dipelihara.15 Soekamto dan Winataputra mengangkat definisi Morgan bahwa “motivasi” sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu.” Barbuto dan Brown mengatakan bahwa dari penelitiannya terhadap pekerja di bidang pertanian menemukan bahwa orang dapat dimotivasi dengan berbagai cara, yaitu melalui: (a) proses intrinsik (orang termotivasi dengan kesenangan), (b) proses buatan (orang termotivasi karena penghargaan-penghargaan), (c) konsep-diri eksternal (orang termotivasi oleh nama baik), (d) konsep-diri internal (orang termotivasi karena tantangan), dan (e) tujuan yang terinternalisasi (orang termotivasi oleh penyebabnya). Orang yang termotivasi dengan kesenangan ditandai dengan rasa senang dalam mengerjakan tugas dan bangga dengan pekerjaannya. Perilaku orang seperti ini adalah memandang pekerjaannya secara santai sekalipun orang lain tidak menyenangi pekerjaan tersebut. Orang yang termotivasi dengan penghargaan-penghargaan ditandai dengan ketertarikannya dengan imbalan nyata seperti upah, bonus, atau berbagai macam imbalan lainnya. Orang yang termotivasi oleh konsepdiri eksternal ditandai oleh rasa senang jika dipuji orang lain. Orang seperti ini sangat tertarik atas pujian yang diberikan oleh teman-teman dan atasannya. Orang yang termotivasi oleh konsep-diri internal ditandai oleh kebanggaannya atas standar pribadinya dalam menyelesaikan pekerjaan. Orang seperti ini tidak mau peduli dengan pujian dari pihak luar, namun cenderung mengikuti kemauan sendiri, mengikuti apa yang dinilainya baik/benar (self-driven). Orang yang termotivasi oleh tujuan yang terinternalisasi ditandai oleh kepercayaannya pada penyebab timbulnya pekerjaan itu sendiri (to believe in the cause at work). Orang seperti ini sangat menghargai nilai-nilai sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan dengan tujuan agar apa yang dikerjakannya sesuai dengan tuntutan dari pekerjaan yang sedang dikerjakannya. Griffin dan Ebert mengatakan bahwa ada atau tidaknya motivasi para pelaksana dapat ditinjau dari tiga sudut teori, yaitu: (1) teori klasik dan saintifik manajemen (classical theory and scientific management), (2) teori perilaku (behavior theory), dan (3) teori motivasi kontemporer (contemporary motivational theories). Teori Klasik dan Saintifik Manajemen adalah Teori klasik tentang motivasi mengatakan bahwa para pegawai akan dengan sendirinya termotivasi dengan uang. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Taylor dalam bukunya yang berjudul The Principles of Scientific Management (1911)18 yang mengusulkan agar perusahaan dan para pegawainya mengambil manfaat dari teori tersebut yang telah diterima secara luas. Alasan yang dikemukakan Taylor adalah bahwa jika para pegawai termotivasi dengan uang, dan perusahaan memberikan uang tersebut, maka para pegawai akan berproduksi lebih besar. Dengan demikian para pegawai akan memberikan sumbangan yang lebih besar kepada perusahaan, perusahaan akan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 32

Page 33: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

menghasilkan produk dengan biaya yang lebih murah, perusahaan untung, dan akan menang dalam bersaing. Pendekatan Taylor tersebut dikenal sebagai saintifik manajemen yang ditindaklanjuti oleh banyak manajer pada awal abad ke-20 dengan mendatangkan banyak pabrik dan menyewa para ahli ke Amerika. Teori Motivasi Kontemporer merupakan Teori ini merupakan kelanjutan dari kajian Hawthorne di mana para manajer dan para peneliti memfokuskan perhatiannya pada pentingnya hubungan kemanusiaan dalam memotivasi para karyawannya. Teori ini menekankan pada faktor-faktor yang dapat memotivasi para karyawan, antara lain meliputi: (a) model sumberdaya manusia (human resources model), (b) model hierarki kebutuhan (the hierarchy of needs model), (c) teori dua-faktor (twofactor theory), (d) teori harapan (expectancy theory), dan (e) teori ekuitas (equity theory). Prilaku kepemimpinan cenderung diekspreikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan.. Sedangakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan. Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung loebih menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggungjawab. Pengembangan kepemimpinan sebagaimana Beck dan Neil Yeager kemukakan diatas maka di simpulkan sebagai berikut : 1) Kepemimpinan Situasional (Situational Leadership)

Secara teori dari Kepemimpinan Situasional adalah dalam mengembangkan teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau kedewasaan bukan sebagai sebatas usia atau emosional melainkan sebagai keinginan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan bergerak melalui empat tahap yaitu: (a) hubungan tinggi dan tugas rendah, (b) tugas rendah dan hubungan rendah, (c) tugas tinggi dan hubungan tinggi, dan (d) tugas tinggi dan hubungan rendah. Pimpinan perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap, dan pada gambar di atas terdapat empat tahap.Pada tahap awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas paling tepat. Pada tahap dua, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu menerima tanggungjawab yang penuh. Namun kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya dengan bawahan dan dorongan yang diberikan kepada bawahan untuk berupaya lebih lanjut. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari tanggungjawab lebih besar, sehingga pemimpin tidak perlu lagi bersifat otoriter. Dan pada tahap empat (akhir), bawahan lebih yakin dan mampu mengarahkan diri, berpengalaman serta pimpinan dapat mnegurangi jumlah dukungan dan dorongan. Bawahan sudah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan atau mengharapkan pengarahan yang detil dari

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 33

Page 34: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

pimpinannya. Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional sangat tergantung dengan kematangan bawahan, sehingga perlakuan terhadap bawahan tidak akan sama baik dilihat dari umur atau masa kerja.

2) Kepemimpinan menurut Fiedler Di sini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan model

Kontingensi Kepemimpian yang Efektif(A Contingency Model of Leadership Effectiveness) berhubungan anatar gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan.

Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:

1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.

2) Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian. Kepemimpinan diatas, sama dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Fiedler mengukur gaya kepemimpinan dengan skala yang menunjukan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred Co-worker), karyuawan yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama dengan orang tadi. Dalam hal ini ditentukan delapan kombinasi yang mungkin dari tiga variabel dalam situasi kepemimpinan tersebut dapat menunjukan hubungan antara pemimpin dengan anggota dapat baik atau buruk, tugas dapat struktur, dan kekuasaan dapat kuat atau lemah. Pemimpin dengan LPC rendah yang berorientasi tugas atau otoriter paling efekif dalam situasi ekstrem, pemimpin mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat besar atau mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat kecil.

3) Kepemimpinan Kontinum (Continum Leadership )Tannenbaum dan Schmidt mengusulkan bahwa, seorang manajer perlu

mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer sendiri, kekuatan yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam situasi. Sehubungan dengan teori tersebut terdapat tujuh tingkat hubungan pemimpin dengan bawahan yaitu:

(1) manajer mengambil keputusan dan mengumumkannya, (2) manajer menjual keputusan, (3) manajer menyajikan gagasan dan mengundang pertanyaan, (4) manajer menawarkan keputusan sementara yang masih diubah, (5) manajer menyajikan masalah, menerima saran, membuat keputusan, (6) manajer menentukan batas-batas, meminta kelompok untuk mengambil keputusan, (7) manajer membolehkan bawahan dalam batas yang ditetapkan atasan.

4) Kepemimpinan menurut Likert Menurut Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative

management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi.13 Selanjutnya ada empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu sebagai berikut: 1) Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter (ekspoitiveauthoritive).

Pemimpin hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

2) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevalent autthoritive). Pemimpin mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 34

Page 35: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

3) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan yang konsultatif. Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

4) Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berparsipatif (participative group). Karena pemimpin dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama.Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama atasannya.

Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam tulisan ini adalah penilaian karyawan terhadap gaya kepemimpinan pemimpin atau atasan dalam mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang mencakup ke dalam tiga aspek yaitu: gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan. Gaya kepemimpinan pada tugas terdiri dari empat indikator yaitu: (1) Pengawasan yang ketat, (2) pelaksanaan tugas, (3) memberi petunjuk, dan (4) mengutamakan hasil daripada proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, (2) memberi dukungan, (3) kekeluargaan, dan (4) kerjasama. Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) ketekunan bekerja, (2) aktif, (3) pengalaman

5) Kepemimpinan Transformasional dalam MBS Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program pembangunan

nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS.

Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.

Dalam kepemimpinan transformasional menurut Burns, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Masih menurut Burns, kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.

Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara :

(1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan

diri sendiri, (3) mengaktifkan kebutuhankebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi.

Tipe kepemimpinan transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS.

Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 35

Page 36: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi.

Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin. Keterampilan Dasar Kepemimpinan,

Griffin dan Ebert mengemukakan bahwa manajer yang efektif perlu memiliki keterampilan dasar kepemimpinan, setidaknya dalam 5 (lima) hal sebagai berikut:

1. keterampilan teknis (technical skills), 2. keterampilan hubungan insani (human relations skills), 3. keterampilan konseptual (conceptual skills), 4. keterampilan mengambil keputusan (decision-making skills), 5. keterampilan manajemen waktu (time management skills). Sementara menurut West dan Michael, mengulas perspektif lainnya tentang

ciri-ciri pemimpin yang kreatif antara lain sebagai berikut: (1). Mempunyai Nilai-Nilai Intelektual dan Artistik dinyatakan bahwa

Mereka dalam pekerjaan cenderung tertarik pada kegiatan-kegiatan intelektual seperti membaca buku bermutu, filsafat, sains, dan matematika. Mereka juga sering memiliki nilai-nilai artistik yang dikembangkan dengan baik termasuk apresiasi seni, musik, menulis, tari, sastra, film, dan teater.

2. Tertarik pada Kompleksitas adalah Mereka cenderung tertarik pada usaha menjelajahi masalah yang sulit dan rumit untuk memahami masalah yang ada dan mendapatkan solusisolusinya.

3. Peduli pada Pekerjaan dan Pencapaian dalam hal ini para pemimpin kreatif cenderung mempunyai disiplin tinggi dalam pekerjaannya, mempunyai motivasi tinggi, dan peduli pada upaya mencapai keunggulan. Mereka cenderung tidak mempunyai rasa puas atas hasil yang diperolehnya, sekalipun bagi orang lain pada umumnya telah dirasakan cukup.

4. Tekun dalam hal ini pemimpin cenderung mempunyai tekad keras untuk mencapai tujuan, selalu berusaha mengidentifikasikan masalah yang dihadapinya dan selalu berusaha memecahkan masalah tersebut. Mereka mempunyai keyakinan kuat bahwa apa yang dilakukannya akan berhasil.

5. Berpikir Mandiri dimana para pemimpin kreatif dan inovatif lebih menunjukkan sifat kemadiriannya dalam membuat kesimpulan dan tetap konsisten dengan opini dan sikapnya, sekalipun banyak di antara kita cenderung menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan kelompok mayoritas dan cenderung menyetujui pendapat pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi.

6. Toleran terhadap Ambiguitas, pemimpin pada umumnya akan merasa tidak enak dalam situasi yang tidak menentu, membingungkan, dan mendua. Misalnya, ketika seseorang berada di suatu kelompok orang yang masih asing baginya yang belum diketahui aturan-aturannya serta norma-norma perilakunya, orang tersebut cenderung risau. Namun orang-orang kreatif umumnya selalu dapat merespon situasi seperti itu secara positif sambil menikmati prosesnya.

7. Otonom, dalam hal ini para pemimpin kreatif cenderung menikmati dan menuntut kebebasan di tempat kerjanya karena kurang senang tergantung kepada orang lain,.

8. Percaya Diri, para pemimpin kreatif cenderung percaya diri dan selalu memelihara citra dirinya yang kreatif. Mereka percaya dan yakin pada kemampuannya untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 36

Page 37: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

9. Siap Mengambil Risiko dimana para pemimpin lebih siap untuk mengambil risiko dengan ide-ide barunya dan senang mencoba cara-cara baru dalam mengerjakan berbagai hal, sekalipun orang-orang di sekitarnya tidak mendukungnya. Berikut ini adalah delapan cara memotivasi: manajer untuk melakukan ini karena kepemimpinan sejati selalu dapat dipraktikkan dari posisi paling bawah

1. Mereka siap melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas. Kepemimpinan dan motivasi ibarat saudara kandung laki-laki dan perempuan. Sulit membayangkan seorang pemimpin yang tidak memotivasi . Individu sendiri harus termotivasi. Seseorang tidak pernah mengilhami orang lain kecuali dia sendiri terilhami. Hanya seorang pemimpin yang termotivasi yang dapat memotivasi orang lain.

2. Pilih orang yang bermotivasi tinggi. Karena sulit memotivasi orang lain, masuk akal bila kita memilih orang yang sudah termotivasi.

3. Perlakukan setiap orang sebagai individu. Bila kita tidak menanyakan motivasi seseorang – keinginannya – kita tidak akan mengetahuinya. Kita semua adalah individu. Apa yang memotivasi seseorang dalam sebuah network, mungkin tidak memotivasi orang lain. Lakukanlah semacam dialog dengan setiap individu anggota tim.

4. Tetapkan sasaran yang realistis dan menantang. ”Tidak ada inspirasi dalam keinginan yang terlalu banyak dan kestabilan”, tulis John Lancaster Spalding. Orang mampu melampaui diri sendiri dalam upaya mendapatkan keinginan yang lebih tinggi.

5. Ingat, kemajuan akan memotivasi. Kita ingin menyelesaikan apa yang kita lakukan. Semakin penting sebuah tugas, semakin kuat kebutuhan untuk menyelesaikannya dengan memuaskan.

6. Ciptakan lingkungan yang memotivasi. 7. Berikan hadiah yang adil. Setiap pekerjaan menyiratkan unsur

penyeimbang antara apa yang kita berikan dengan apa yang kita harapkan. Keadilan di sini berarti apa yang kita peroleh harus sepadan nilainya dengan apa yang kita berikan.

8. Berikan pengakuan. Sifat haus akan pengakuan adalah universal. Bagi orang berbakat, hal ini setara dengan hasrat akan ketenaran atau kejayaan. Raih setiap kesempatan untuk memberi pengakuan, meski hanya atas upaya yang orang lain tunjukkan. Kita tidak bisa selalu mengatur hasil yang diharapkan. Lihatlah nilai pekerjaan orang lain dan tunjukkan penghargaan kepadanya. Seseorang tidak harus menjadi orang lain.

B. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak

bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMA menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Tujuan utama implementasi MBS dimaksud adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 37

Page 38: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.

MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar peserta didik.. Manajemen Berbasis Sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah.

Secara bahasa, menurut .2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT. Grasindo, cet ke 2, hal.172 bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran.

Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber Nurkolis daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Sekolah merupakan lingkungan belajar yang paling nyata, lingkungan belajar yang paling utama, sarana yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern, yang sengaja diadakan untuk memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat menjalani proses pembelajaran dengan lebih baik daripada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Sekolah memang diperuntukkan bagi peserta didik agar dapat berkembang maksimal sesuai dengan tugas perkembangannya untuk menjadi pelaku-pelaku kehidupan yang berkualitas selama dan setelah mereka menyelesaikan pelajarannya di sekolah.

Sekolah sebagai lingkungan belajar diartikan sebagai “sarana yang dengannya para pelajar dapat mencurahkan dirinya untuk beraktivitas, berkreasi, termasuk melakukan berbagai manipulasi banyak hal hingga mereka mendapatkan sejumlah perilaku baru dari kegiatannya itu“ (Mariyana, Nugraha & Rachmawati: 2010: 17).

Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah

Implementasi MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah.

Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 38

Page 39: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dan tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

Pada intinya pengelolaan sekolah sebagai lingkungan belajar seyogyanya ditangani dan diatur oleh para pelaku proses pendidikan di sekolah, yang meliputi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, serta komite sekolah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 199 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, berbagai perubahan yang menyangkut kewenangan, termasuk dalam bidang pendidikan, telah dapat diwujudkan. Salah satu perubahan yang signifikan di bidang pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaan sekolah adalah diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya adalah sebuah pengakuan bahwa yang paling layak mengurusi rumah tangga sekolah adalah para pelaku di sekolah. Mulyasa (2009: 11) menjelaskan bahwa MBS merupakan “Suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.” Mulyasa lebih jauh membagi komponen-komponen dalam MBS yang meliputi: (a). Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran; (b). Manajemen Tenaga Kependidikan; (c). Manajemen Kesiswaan; (d). Manajemen Keuangan dan Pembiayaan; (e). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan, (f). Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyaraka; dan, (g). Manajemen Layanan Khusus. Dalam manajemen sarana dan prasarana, ia (hal. 50) mengemukakan: Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar

Implementasi dari Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) itu juga merupakan kebijakan bidang persekolahan di Indonesia. Kebijakan ini diambil sebagai konsekuensi berlakunya undang-undang tentang otonomi daerah. Sejalan dengan itu terjadi perubahan di bidang pendidikan dari sentralisasi menuju ke desentralisasi pendidikan. kebijakan ini menuntut kepemimpinan yang mampu mengarahkan serta mewujudkan visi menjadi misi bersama yang feasible. Kepala Sekolah diharapkan mampu berperan sebagai aktor yang memimpin demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

Namun, keberhasilan dari Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah ini dapat tercapai dengan baik apabila didukung partisipasi stake holder, yakni pemerintah daerah tingkat II melalui Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, para guru, dan masyarakat yang terpanggil untuk bersama-sama meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah yang diharapkan dalam peimplementasiannya tercermin efektivitas institusi sekolah dalam menerapkan kebijakan MBS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasar teori di atas, dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak hanya tergantung dari kemampuan manajerial, melainkan faktor kepemimpinan (leadership).

Kemudian, siapakah yang paling berkepentingan dan siapakah yang harus menjadi pemimpin (leader) agar kebijakan MBS mencapai tujuannya? Secara teoritis, semua pihak memang harus terlibat aktif yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat yang peduli. Akan tetapi pada prakteknya, peran Kepala Sekolah dan Komite

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 39

Page 40: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Sekolah sangat menentukan; kepemimpinan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah paling menentukan kebijakan sekolah seperti tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum.

Dengan melihat tanggung jawab besar tersebut, maka pengembangan kepemimpinan dari Kepala Sekolah dan Pemilihan Ketua Komite Sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah perlu diperhadapkan pada serangkaian pengalaman belajar yang mendorong pengembangan kepemimpinan. Dalam buku “Handbook Leadership Development” (1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman yang mengandung penilaian, tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang akan mengembangkan kepemimpinan seseorang.

Penggunaan MBS secara ekonomi mendorong masyarakat, khususnya orang tua siswa, untuk menjadi salah satu fondasi utama secara finansial bagi operasi sekolah, mengingat pendidikan persekolahan itu tidak gratis (education is not free). Pemikiran ini tidak mereduksi peran pemerintah yang dari tahaun ke tahun diharapkan dapat mengalokasikan anggaran untuk pendidikan pada kadar yang makin meningkat. Secara akademik, masyarakat akan melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Di sini akuntabilitas sekolah akan teruji. Juga secara proses, berhak mengkritisi kinerja sekolah agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok dan fungsi utamanya. Dengan MBS adalah keharusan bagi masyarakat untuk menjadi fondasi sekaligus tiang penyangga utama pendidikan persekolahan yang berada pada radius tertentu tempaat masyarakat itu bermukim. Serta MBS merupakan salah satu bentuk reformasi manajemen pendidikan (reformation in education management) di tanah air. Lebih lanjut Levacic (1995) dalam Bafadal (2003:91) proses menajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMPBS) meliputi: a. Penetapan dan atau telaah tujuan sekolah; b. Review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah sebelumnya; c.Pengembangan prioritas kerja dan jadwal waktu pelaksanaan; d.Justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah; e.Perbaikan rencana dengan melengkapi berbagai aspek perencanaan; f.Implikasi sumber daya dalam pelaksanaan program prioritas dan; g. Pelaporan hasil.

Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan. Ironisnya selama ini, political will tersebut tidak utuh sebagai pendukung utama, demikian juga kepemimpinan di persekolahan yang cenderung memakai pendekatan birokratis hirarkis dan bukannya demokratis. Walaupun political will adakalanya terlihat tidak begitu utuh dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, seharusya diimbangi dengan format kepemimpinan kepala sekolah yang handal dalam memimpin persekolahan. Menurut Nurkolis (2003:141) kepemimpinan adalah isu kunci dalam MBS, bahkan dalam beberapa terminology Site-Based Leadership digunakan sebagai pengganti Site-Based Management. Dalam implementasi MBS maka diperlukan perspektif dalam keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat pemerintahan maupun tingkat sekolah. Berbagai fenomena yang terlihat dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, menunjukkan bahwa masih diperlukan kemauan yang kuat dari pihak pemerintah dan lingkungan sekolah dalam melakukan perubahan sistem penyelenggaraan manajemen persekolahan. Tidak mungkin melakukan perubahan secara utuh dan komprehensif, jika semua pihak yang terlibat tidak menunjukkan kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan itu. Oleh karenanya, pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan sebuah keharusan oleh siapa saja yang bertanggung jawab dan merasa berkepentingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan persekolahan. Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42).Perluasan keikutsertaan masyarakat dalam sistem manajemen persekolahan merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah dalam hal ini

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 40

Page 41: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

bukan lagi hanya milik sekolah tetapi hakikat sekolah sebagai sub-sistem dalam sistem masyarakat direkonstruksi sehingga fungsi pendidikan dikembalikan secara utuh dalam melestarikan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Pada prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan.

Apabila dikaji secara lebih mendalam secara teoritis dari gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School-Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah.

Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Untuk itu sebelum mengimplementasikan gagasan MBS dimaksud maka perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi

MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan dalam hal ini MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang bersangkutan. 15Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan Sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah. Karena dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.

Dapat difahami bahwa dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.

Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Secara umum manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 41

Page 42: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mandiri. Kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.

Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab,dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yang berlaku. Sebagaimana dinyatakan bahwa alasan dan Tujuan dalam implementasi MBS adalah : Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan MBS di sekolah-sekolah;antara lain: dari Departemen Pendidikan Nasional (2007: 3) merincikan alasan MBS sebagai berikut: 1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah maka sekolah akan lebih

inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk

mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dala mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk menigkatkan mutu sekolah.

3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan

5. Pengembilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah

6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebbih efisien dan efektif7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada

pemerintah, orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah yang lain dalam

peningkatan mutu pendidikan melalui upaya yang inovatif10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkunyannya yang

berubah dengan cepat.Sedangkan Nukolis (2006: 21) memberikan alasan MBS sebagai berikut:

Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

MenurutMulyasa (2009) alasan MBS adalah : Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya (JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Data lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan MBS di sekolah antara lain:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 42

Page 43: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.

4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila masyarakat setempat juga ikut mengontrol

5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat

7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah

8. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Berdasarkan alasan yang dijabarkan di atas dapat diambil alasan MBS menurut penulis antara lain: 1. Lingkungan yang paling dekat dengan siswa adalah lingkungan sekolah. Sehingga stakeholders dapat menyesuaikan program berdasarkan kebutuhan 2. Adanya keterbukaan sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas karena masyarakat ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan 3. Semangat untuk bersaing tinggi dengan sekolah lain dari daerah sendiri sampai nasional. 4. Aspirasi masyarakat cepat tersampaikan.

Ada juga beberapa alasan bahwa para pendukung MBS berpendapat “prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah”. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakannya. Para pendukung MBS menyatakan bahwa pendekatan ini memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBS bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi. Dinyatakan pula bahwa Implementasi MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut : (1). Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.(2). Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.(3). Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.(4). Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. (5). Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.(6). Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. Alasan selanjutnya bahwa pengaruh penerapan impementasi MBS terhadap kewenangan pemerintah pusat (Depdiknas), dinas pendidikan daerah, dan dewan Manajemen sekolah. masih cenderung terpusat tentulah akan banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman besar. Yang seharusnya MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagaimana diungkapkan oleh Nurkolis antara lain16 pertama, sekolah lebih mengetahi kekeuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 43

Page 44: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. Menurut bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan ekonomis, politis, professional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut bahwa implementasi MBS menyebabkan pejabat pusat dan kepala dinas serta seluruh jajarannya lebih banyak berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Pemerintah pusat, dalam rangka pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu saja masih menjalankan politik pendidikan secara nasional. Pemerintah pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Pemerintah harus mampu memberikan bantuan jika sekolah tertentu mengalami kesulitan menerjemahkan visi pendidikan yang ditetapkan daerah menjadi program-program pendidikan yang berkualitas tinggi. Pemerintah daerah juga masih bertanggung jawab untuk menilai sekolah berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini warga sekolah belum memiliki pengalaman dengan dewan sekolah, pada tingkat nasional, dewan pendidikan pada tingkat daerah, dan dewan sekolah di setiap sekolah. Di Amerika Serikat, dewan sekolah (di tingkat distrik) berfungsi untuk menyusun visi yang jelas dan menetapkan kebijakan umum pendidikan bagi distrik yang bersangkutan dan semua sekolah di dalamnya. MBS di Amerika Serikat tidak mengubah pengaturan sistem sekolah, dan dewan sekolah masih memiliki kewenangan dengan berbagi kewenangan itu. Namun, peran dewan sekolah tidak banyak berubah. Dalam rangka penerapan MBS di Indonesia, kantor dinas pendidikan kemungkinan besar akan terus berwenang merekrut pegawai potensial, menyeleksi pelamar pekerjaan, dan memelihara informasi tentang pelamar yang cakap bagi keperluan pengadaan pegawai di sekolah. Kantor dinas pendidikan juga sedikit banyaknya masih menetapkan tujuan dan sasaran kurikulum serta hasil yang diharapkan berdasarkan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat, sedangkan sekolah menentukan sendiri cara mencapai tujuan itu. Sebagian daerah boleh jadi akan memberi kewenangan bagi sekolah untuk memilih sendiri bahan pelajaran (buku misalnya), sementara sebagian yang lain mungkin akan masih menetapkan sendiri buku pelajaran yang akan dipakai dan yang akan digunakan seragam di semua sekolah. Dalam pengimplementasian MBS, Pemerintah (Pusat dan Daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.” Alasan selanjutnya bahwa implementasi penerapan MBS mensyaratkan yang berikut. 1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah. 2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil. 3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru. 4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur. 5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 44

Page 45: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Tujuan utama operasional dari Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri. Nurkolis. 2003. Dalam Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia hal. 21 dan Ibid. hal. 24 mengungkapkan bahwa Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum. Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan ketrampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraanya pula. Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil pertemuan The American Association of School Administration, The National Widiasarana Indonesia.Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School Principal pada tahun 1998 adalah:18 Pertama, secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.Kedua, meningkatkan moral guru. Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen seklah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksioanl yang dikembangkan di sekolah.Kelima, menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan.19 Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternative Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada Sekolah dan mendorong Sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam memenuhi kebutuhan mutu Sekolah atau untuk mencapai sasaran mutu Sekolah. Keputusan partisipatif yang dimaksud adalah cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga Sekolah (guru, siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian tujuan Sekolah.

MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat Sekolah setempat. Karena siswa biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian Sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan (peluang yang sama untuk memperoleh kesempatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik) Di lain pihak, Sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah dapat mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut Sumber Daya Kepala Sekolah dan Guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua,juga anggaran Sekolah

Konsekuensi penerapan manajemen berbasis Sekolah (MBS) menjadi tanggung jawab dan ditangani oleh Sekolah secara profesional. Aspek-aspek yang menjadi bidang garapan Sekolah meliputi:

a. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah,b. Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif,

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 45

Page 46: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

c. Pengelolaan proses belajar mengajar,d. Pengelolaan ketenagaane. Pengelolaan perlengkapan dan peralatan,f. Pengelolaan keuangang. Pelayanan siswah. Hubungan Sekolah-masyarakati. Pengelolaan iklim Sekolah.

Dr. W. Edward Deming (Arcaro, 2006:8) diakui sebagai “Bapak Mutu’’. Beberapa prinsip pokok yang dapat diterapkan dalam bidang pendidikan antara lain: a. Anggota dewan sekolah dan administrator harus menerapkan tujuan mutu pendidikan yang akan dicapai.b. Menekankan pada upaya pencegahan kegagalan pada siswa, bukannya mendeteksi kegagalan setelah peristiwanya terjadi. c. Asal diterapkan secara ketat, penggunaan metode kontrol statistik dapat membantu memperbaiki autcomes siswa dan administratif.

Dr. Joseph M . Juran (Arcaro, 2006:8) diakui sebagai salah seorang “Bapak Mutu” . Dr. Juran berlatar pendidikan teknik dan hukum. Seperti halnya Deming, Juran adalah ahli statistik terpandang. Juran menyebut mutu sebagai ‘’tepat untuk pakai’’ dan menegaskan bahwa dasar misi mutu sebuah sekolah adalah ‘’mengembangkan program dan layanan yang memenuhi kebutuhan pengguna seperti siswa dan masyarakat. Lebih lanjut Juran mengatakan bahwa ‘’tepat untuk dipakai’’ lebih tepat ditentukan oleh pemakai bukan oleh pemberi. Pandangan Juran tentang mutu merefleksikan pendekatan rasional yang berdasarkan fakta terhadap organisasi bisnis dan amat menekankan pentingnya proses perencanaan dan kontrol mutu. Titik fokus filosofi manajemen mutunya adalah keyakinan organisasi terhadap produktivitas individual. Mutu dapat dijamin dengan cara memastikan bahwa setiap individu memiliki bidang yang diperlukannya untuk menjalankan pekerjaan dengan tepat. Dengan perangkat yang tepat, para pekerja akan membuat produk dan jasa yang secara konsisten sesuai dengan harapan kostumer. Seperti halnya Deming, Juran pun memainkan peran penting dalam membangun kembali Jepang setelah perang Dunia II. Dia diakui jasanya oleh bangsa Jepang dan memfasilitasi persahabatan Amerika Serikat dan Jepang. Upaya Juran menemukan prinsip-prinsip dasar proses manajemen membawanya untuk memfokuskan diri pada mutu sebagai tujuan utama. Beberapa pandangan Juran (Arcaro, 2006:9) tentang mutu sebagai berikut: a. Meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir; b. Perbaikan mutu merupakan proses berkesinambungan, bukan program sekali jalan. c. Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator. d. Pelatihan, misal merupakan prasyarat mutu. e. Setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.

Seperti telah dinyatakan di atas, Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi Sekolah, dan oleh karenanya sering pula disebut sebagai Site-Based Management, yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat dalam mengelola Sekolah. Makna "berbasis Sekolah" dalam konsep MBS sama sekali tidak meninggalkan kebijakan-kebijakan startegis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah otonomi. Misalnya, standar kompetensi siswa, standar materi pelajaran pokok, standar penguasaan minimum, standar pelayanan minimum, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun dan lain-lain (lihat UU No. 20/2003 Pasal 51 PP Nomor 25 tahun 2000 yang telah diubah dengan PP Nomor 33 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom). Menurut Buku pedoman MBS yang diterbitkan Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2004. ada empat tahapan implementasi MBS, yaitu sosialisasi, piloting, pelaksanaan, dan diseminasi. Tahap sosialisasi merupakan tahap penting mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik. Ini bahkan menjadi lebih sulit, karena masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Banyak perubahan, baik personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru. Dengan begitu masyarakat dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang baru. Dalam

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 46

Page 47: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan. Tahap piloting merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep manajemen berbasis Sekolah tidak mengandung resiko. Efektifitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas dan substainabilitas. Akseptabilitas artinya adanya penerimaan dari para tenaga kependidikan, khususnya guru dan kepala Sekolah sebagai pelaksana dan penanggungjawab pendidikan di Sekolah. Akuntabilitas artinya bahwa program MBS harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara konsep opersional maupun pendanaannya. Reflikabilitas artinya model MBS yang diujicobakan dapat direflikasi di Sekolah lain sehingga perlakuan yang diberikan kepada Sekolah uji coba dapat dilaksanakan di Sekolah lain.Sementara sustainabilitas artinya program tersebut dapat dijaga kesinambungannya setelah dilakukan ujicoba.Tahap pelaksanaan merupakan tahap untuk melakukan berbagai diskusi curah pendapat dan lokakarya mini antara kelompok kerja MBS dengan berbagai unsure terkait, yakni guru, kepala Sekolah, pengawas, tokoh agama, pengusaha dan para akademisi. Sedang tahap diseminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model MBS yang telah diujicobakan ke berbagai Sekolah baik negeri maupun swasta, agar seluruh amdrasah dapat mengimplementasikan

MBS secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi masing-masing.Kewenangan yang penuh dan luas bagi Sekolah untuk mengembangkan lembaga menjadi sebuah pendidikan yang mandiri maju dan mandiri serta bertanggungjawab terimplementasikan dalam bentuk manajemen yang berbasis Sekolah. Kepala Sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang kependidikan. Wibawa Kepala Sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Impelementasi MBS di Indonesia perlu didukung oleh perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan Sekolah, dengan memperhatikan iklim lembaga yang kondusif, otonomi Sekolah, kewajiban Sekolah,kepemimpinan kepala Sekolah yang demokratis dan professional, serta partisipasi masyarakat dan orangtua peserta didik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pendidikan di Sekolah.

Adapun Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi MBS sebagaimana termuat dalam buku Pedoman Manajemen Berbasis Sekolah dikaitkan bahwa keberhasilan pelaksanaan MBS sangat dipengaruhi oleh berbagai fakta,baik faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor pendukung tersebut pada garis besarnya mencakup sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan, gerakan peningkatan kualitas pendidikan dan gotongroyong kekeluargaan, potensi sumber daya manusia, organisasi formal dan internal, organisasi profesi serta dukungan dunia usaha dan dunia industri. a. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan

Pemerintah dan seluruh stake halder pendidikan perlu terus melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah kerjanya, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui orientasi dan workshop.

b. Gerakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Yang Dicanangkan PemerintahUpaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan, baik secara konvensional maupun movatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan dalam Undang-undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan kepada setiap jenis dan jenjang pendidikan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan .Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan . pada tanggal 2 Mei 2002

c. Gotong Royong Dalam KekeluargaanGotongroyong dan kekeluagaan dapat menghasilkan dampak positif (synergistyc effect) dalam berbagai aktifitas. Gotongroyong dan kekeluargaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih dapat dikembangkan dalam mewujudkan Kepala Sekolah yang profesional, menuju terwujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 47

Page 48: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Sekolah. Kondisi ini dapat ditumbuhkembangkan melalui jalinan kerjasama dan keeratan hubungan dengan msyarakat dan dunia kerja, terutama yang berada di lingkungan Sekolah.

d. Potensi Kepala Sekolah.Kepala Sekolah memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan secara optimal. Setiap kepala Sekolah harus memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Sekolah. Perhatian tersebut harus ditunjukan dalam keamanan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dan Sekolahnya secara optimal.

e. Organisasi Formal dan OptimalPada sebagian besar lingkungan pendidikan Sekolah di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (Pokjamas), Kelompok Kerja Sekolah (KKM), Musyawarah Kepala Sekolah (MKM), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung MBS untuk melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas pendidikan diwilayah kerjanya.

f. Organisasi ProfesiOrganisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti Pokjawas, KKM, Kelompok Kerja guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Peduli Guru (FPG), dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk hampir diseluruh Indonesia, dan telah menyentuh berbagai kecamatan.Organisasi profesi tersebut sangant mendukung implementasi MBS dalam peningkatan kinerja dan prestasi belajar peserta didik menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional

g. Harapan Terhadap Kualitas PendidikanMBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, serta komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatakan mutu Sekolah secara optimal. Tenaga kependidikan memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di Sekolah. Dalam pada itu, peserta didik juga termotivasi untuk secara sadar meningkatkan diri dalam mencapai prestasi sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki. Harapan tinggi dari berbagai dimensi Sekolah merupakan faktor dominan yang menyebabkan Sekolah selalu dinamis untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continous quality improvement).

h. Input ManajemenParadigma baru manajemen pendidikan perlu ditunjang oleh input manajemen yang memadai dalam menjalankan roda Sekolah dan mengelola Sekolah secara efektif. Input manajemen yang telah dimiliki seperti tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas dari warga Sekolah dalam bertindak, serta adanya sistem pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat diwujudkan di Sekolah. Pada buku pedoman implementasi manajemen berbasis Sekolah yang diterbitkan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Jakarta, 2002. bahwa faktor pendukung keberhasilan MBS terdiri dari a. Kepenmimpinan dan manajemen Sekolah yang baik. MBS akan jika ditopang oleh kemampuan professional Kepala Sekolah dalam memimpin dan mengelola Sekolah secara tepat dan akurat, serta mampu menciptakan iklim organisasi di Sekolah yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar. b. Keadaan social ekonomi dan penghayatan masyarakat terhadap pendidikan, factor luar yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah keadaan tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat penghayatan, harapan dan pelibatan diri dalam mendorong anak untuk terus belajar. c. Dukungan pemerintah, hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan penerapan MBS terutama

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 48

Page 49: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

bagi Sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan perannya terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan Sekolah menjadi penentu keberhasilan. d. Profesionalisme, faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan hasil kerja Sekolah. Tanpa profesionalisme kepala Sekolah, guru dan pengawas akan sulit dicapai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa yang tinggi pula.

i. Komponen Manajemen Berbasis Sekolah Tujuan Program MBS adalah peningkatan mutu pembelajaran. Program ini

terdiri atas tiga komponen, yaitu: (1) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) (2) Peran Serta Masyarakat (PSM), dan (3) Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar melalui Penginkatan Mutu Pembelajaran yang disebut Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) Ketersediaan alat-alat dan fasilitas belajar yang memadai diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).

Dalam pelaksanaannya di SMA Negeri 2 Mataram, kami menambahkan satu fitur lagi bagi PAKEM yaitu inovatif sehingga menjadi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).

Untuk mewujudkan hal ini, guru diharapkan dapat memanfaatkan semua potensi dari alat-alat dan fasilitas belajar yang tersedia, bahkan dalam kondisi di mana alat dan fasilitas belajar tidak memadai, guru diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar (Subakir & Sapari, 2001).

Belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2010 : 60) memberikan pengertian belajar sebagai “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.”

Dalam pelaksanaannya, belajar memang tidak bisa lepas dari interaksi, terutama dengan pengajar atau guru. Berkaitan dengan ini, Slameto (idem : 17) mempersyaratkan hubungan yang timbal balik dan edukatif antara peserta didik dengan guru dan antara peserta didik dengan peserta didik yang lain agar proses pembelajaran dapat berjalan maksimal dan optimal.

Hal ini tidak akan dapat tercapai dengan mudah apabila guru tidak memiliki keterampilan mengelola pembelajaran yang merupakan salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Mengajar, menurut Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2011: 76), merupakan suatu “aktivitas mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar, “ atau juga “upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.”

Dengan demikian, pada intinya, mengajar adalah kegiatan memfasilitasi, sedangkan yang aktif berproses adalah peserta didik. Apabila kondisi seperti ini sudah tercipta, diharapkan proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik.

Pelaksanaan PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau Pembelajaran Kontekstual dalam MBS, mengakibatkan peningkatan kehadiran anak di sekolah, karena mereka senang belajar. Sekolah merupakan ujung tombak dan garis terdepan dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

Untuk dapat berkembang dengan optimal, sekolah seyogyanya diberikan hak otonomi yang lebih besar dalam mengelola urusan (manajemen) rumah tangganya sendiri. Sistem manajemen ini dikenal dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah (Subakir & Supari, 2001).

Rintisan penerapan MBS di empat propinsi: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan NTT, mengacu kepada empat pilar (Kristanto, dalam Subakir & Supari, 2001), yaitu:

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 49

Page 50: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

a. Transparansi manajemen; b. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); c. Pembelajaran yang menyenangkan semua fihak terkait; dan, d. Dukungan masyarakat. Dua dari keempat pilar di atas, butir kedua dan ketiga, menjadi titik tolak untuk

menjadikan SMA Negeri 2 Mataram sebagai Sekolah Model. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan ayat 9 butir a yang menyatakan bahwa “Sekolah/Madrasah menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan”.

Untuk mewujudkan hal tersebut beberapa langkah telah ditempuh, yang meliputi: Penataan Lingkungan Belajar Pengadaan fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK); Pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru-guru; dan, Peningkatan kompetensi guru. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan terjadinya interaksi antara siswa dan guru, suasana di dalam kelas diusahakan menyenangkan dan menarik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 ayat 1 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakasn secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik” Untuk mengimplentasikan Peraturan Pemerintah tersebut, penerapan PAIKEM sangat tepat. Menurut Ramadhan (2008:5), “Penerapan PAIKEM dalam proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut :

Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat , termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang menarik dan menyediakan pojok baca. Guru menerapkan cara mengajar yang leboh kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan membutuhkan media yang tepat. Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampain pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya ;

a) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, b) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya,

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 50

Page 51: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

c) Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, d) Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan

sejenisnya. Menurut Djamarah (2005:212), dilihat dari jenisnya media dibagi ke dalam :

Media auditif; yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media visual; yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), silde (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Media audio-visual; yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua. Media ini dibagi lagi kedalam

(a) audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara,

(b) audio visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.

Dan ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya.

Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu.

Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif. Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi.

Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran, si pembelajar atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari.

Untuk menarik minat pembelajar, program harus mempunyai tampilan yang artistik dan, estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan bahasa Jerman antara lain;

a) Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi; b) untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa; c) untuk membuat konsep bahasa Jerman yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa (Darhim, 1993:10).

Jadi salah satu fungsi media pembelajaran bahasa Jerman adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79). Sehubungan dengan hal itu, guru merupakan kunci utama terlaksananya proses pembelajaran.

Menurut Djamarah (2005:32), “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.“ Karenanya, kualitas suatu proses dan hasil pendidikan sangat bergantung kepada kualitas tenaga pendidik.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 51

Page 52: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Kualitas tenaga pendidik ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: kompetensi, motivasi, lingkungan kerja fisik maupun non fisik, dan kedisiplinan. Apabila faktor-faktor penentu tersebut senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan, maka kualitas guru sebagai tenaga pendidik juga akan meningkat.

Guru dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Kompetensi berasal dari Bahasa Inggris, competency atau competence. Menurut Collins English Dictionary (1998: 327), competency adalah bentuk kata competence yang kurang umum. Salah satu makna competence menurut kamus ini adalah “the state of being legally competent or qualified (keadaan menjadi cakap atau layak secara hukum)” (hal. 327).

Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dinyatakan bahwa: “Guru wajib memiliki kualifikasi akdemik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Selanjutnya, dalam pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kompetensi guru itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru dinyatakan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan.

Sementara itu profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Kompetensi tenaga pendidik khususnya diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dan diwujudkn oleh guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional . Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik, kompetensi inti guru meliputi : Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, dan intelektual.

Mengusai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi Pedagogik terdiri dari : Kemampuan merancang pembelajaran Kemampuan tentang proses pengembangan mata pelajaran dalam kurikulum, pengembangan bahan ajar, serta perancangan strategi pembelajaran. Adapun sub kompetensinya terdiri dari :

1. Menguasai berbagai perkembangan dan isu dalam sistem pendidikan.2. Menguasai strategi pengembangan kreativitas.3. Menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran.4. Mengenal siswa secara mendalam.5. Menguasai beragam pedekatan belajar sesuai dengan karakteristik siswa6.Menguasai prinsip prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.7. Mengembangkan mata pelajaran dalam kurikulum.8. Mengembangkan bahan ajar dalam berbagai media dan format. 9.Merancang strategi pemanfaatan beragam bahan ajar dalam pembelajaran10. Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran11. Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran berbasis ICT

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 52

Page 53: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran Kemampuan mengenal siswa (Karakteristik awal dan latar belakang siswa), ragam teknik dan metode pembelajaran serta pengelolaan proses pembelajaran. Adapun sub kompetensinya terdiri dari:

(a) Menguasai keterampilan dasar mengajar. Melakukan identifikasi karakteristik awal dan latar belakang siswa. Menerapkan beragam teknik dan metode pembelajaran.

(b) Memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. (c) Melaksanakan proses pembelajaran yang produktif, kreatif, aktif, efektif, dan

menyenangkan. Mengelola proses pembelajaran. Melakukan interaksi yang bermakna dengan siswa.

(d) Memberi bantuan belajar individual sesuai dengan kebutuhan siswa. Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran Kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil belajar

dengan menggunakan alat dan proses penilaian yang sahih dan terpercaya didasarkan pada prinsip, strategi, dan prosedur penilaian yang benar, serta mengacu pada tujuan pembelajaran. Adapun sub kompetensinya terdiri dari:

1) Menguasai standar dan indikator hasil pembelajaran mata pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran Menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penilaian pembelajaran.

2) Mengembangkan beragam instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran. 3) Melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran secara berkelanjutan. 4) Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran secara berkelanjutan. 5) Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa. 6) Menganalisis hasil penilaian hasil pembelajaran dan refleksi proses pembelajaran. 7) Menindaklanjuti hasil penilaian untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Kemampuan melaksanakan hasil penelitian tindakan sekolah dan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sub kompetensinya terdiri dari:

a) Menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penelitian pembelajaran dalam berbagai aspek pembelajaran.

b) Melakukan penelitian pembelajaran berdasarkan permasalahan pembelajaran yang otentik.

c) Menganalisis hasil penelitian pembelajaran.Menindaklanjuti hasil penelitian pembelajaran untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 Ayat 3 dinyatakan bahwa : Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi pedagogik Kompetensi kepribadian Kompetensi profesional Kompetensi sosial

Peraturan Pemerintah RI yang sama dalam Pasal 3 Ayat 4 menyatakan bahwa “Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi :Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.

Pemahaman terhadap peserta didik; Pengembangan kurikulum atau silabus; Perencanaan pembelajaran; Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; Pemanfaatan teknologi pembelajaran; Evaluasi hasil belajar; Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilkinya.“ Selanjutnya kompetensi pedagogik dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

a) Kemampuan merancang pembelajaran Yaitu kemampuan yang berhubungan dengan proses pengembangnan mata pelajaran dalam kurikulum, pengembangan bahan ajar serta perancangan strategi pembelajaran.

b) Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran Yaitu kemampuan mengenal siswa (karakteristik awal dan latar belakang siswa), ragam teknik dan metode pembelajaran, ragam media dan sumber pembelajaran, serta pengelolaan proses pembelajaran

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 53

Page 54: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

c) Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran d) Kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil belajar

dengan menggunakan alat dan proses penilaian yang sahih dan terpercaya, didasarkan pada prinsip, strategi dan prosedur penilaian yang benar serta mengacu pada tujuan pembelajaran.

e) Kemampuan memanfaatkan hasil penelitian tindakan kelas dan penelitian tindakan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kemampuan melakukan penelitian pembelajaran serta penelitian lainnya, mengintegrasikan temuan hasil penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran dari sisi pengelolaan pembelajaran maupun pembelajaran bidang ilmu.

f) Kemampuan guru sangat besar peranannya dalam menetukan mutu pendidikan yang baik. Untuk itu pelayanan pendidkan yang bermutu merupakan sarana paling ampuh

untuk meningkatkan mutu pendidikan dan tentunya harus diimbangi oleh peningkatan kinerja (performance) para guru. Kompetensi juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu organisasi. Menurut Saydam (2005:287), “… Karyawan yang kompeten dan tertib, mentaati semua norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan akan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas.” Produktivitas adalah ukuran utama dari prestasi kerja.

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan aturan dan kriteria yang ditetapkan oleh lembaga kerjanya. Menghasilkan prestasi yang optimal seyogyanya dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh setiap karyawan, karena manusia butuh berprestasi agar ia dihargai.

Hal tersebut sesuai dengan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Mc. Clelland (Hasibuan, 2008) yang membagi kebutuhan yang dapat memotivasi gairah bekerja menjadi tiga, yaitu:

(1). Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievemnt); (2). Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation); (3). Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power).

Kalau prestasi sudah dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh seseorang, maka ia akan selalu berusaha untuk mewujudkan prestasi yang diharapkannya. Ini merupakan motivasi pendorong untuk selalu menghasilkan produktivitas yang optimal sebagaimana yang dinyatakan Hasibuan (2008:92), “Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.“

Kompetensi merupakan faktor penentu pertama dari guru yang berkualitas. Syah (1999:229) menegaskan bahwa guru yang berkualitas adalah guru yang berkompetensi, yaitu yang berkemampuan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.

Mengupayakan peningkatan kompetensi, menjaga semangat dan motivasi yang tinggi, meningkatkan kedisiplinan, dan menciptakan budaya organisasi yang sehat merupakan sebagian dari tugas dan tanggung jawab kepala sekolah selaku pembina, pengarah, dan pengawas di lingkungan sekolah. Dalam kaitan dengan itu semua, maka kegiatan supervisi menjadi sesuatu yang sangat penting.

Arikunto (2004:5) mengartikan supervisi sebagai kegiatan “mengamati, mengidentifikasi hal-hal mana yang tidak benar, belum benar, dan sudah benar, untuk selanjutnya diperbaiki, dibenahi, dan ditingkatkan lewat upaya pembinaan sehingga semua menjadi tepat sasaran, berdaya guna, dan berhasil guna.”inaan SMA Departemen Pendidikan Nasional No 191/C/2010

Peranan MBS adalah menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 54

Page 55: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah. Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Banyak sekolah yang melaporkan kenaikan sumbangan orang tua untuk menunjang sekolah. Namun beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut 1) Tidak Berminat Untuk Terlibat

Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2). Tidak Efisien Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya

menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3). Pikiran KelompokSetelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan

besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

4) Memerlukan PelatihanPihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau

belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab BaruPihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan

iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

6). Kesulitan KoordinasiSetiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam

mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS.

Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 55

Page 56: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.

7. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berhubungan Prestasi Belajar MuridMBS merupakan salah satu gagasan yang diterapkan untuk meningkatkan

pendidikan umum. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran murid. Dengan demikian, ia bukan sekadar cara demokratis melibatkan lebih banyak pihak dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan itu tidak berarti banyak jika keputusan yang diambil tidak membuahkan hasil lebih baik. Di Amerika Serikat (David Peterson, ERIC_Digests, 2002) upaya mengaitkan MBS dengan prestasi belajar murid masih problematis. penerapan MBS berkaitan dengan prestasi murid. Boleh jadi masih banyak faktor lain yang mungkin mempengaruhi prestasi itu setelah diterapkannya MBS. Masalah penelitian ini makin diperparah dengan tiadanya definisi standar mengenai MBS.

BAB III KAJIAN TEORITIK KEPUSTAKAAN

A. GAMBARAN UMUM KEPEMIMPINAN1. Pengertian Kepemimpinan (Leadership)

Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti .being a leader power of leading . atau the qualities of leader

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang salain berhubungan dengan tugasnya.Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 56

Page 57: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan evaluasi. Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran

Menurut Griffin dan Ebert, kepemimpinan (leadership) adalah proses memotivasi orang lain untuk mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1 Lindsay dan Patrick dalam membahas “Mutu Total dan Pembangunan Organisasi” mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya merealisasikan tujuan perusahaan dengan memadukan kebutuhan para individu untuk terus tumbuh berkembang dengan tujuan organisasi.

Perlu diketahui bahwa para individu merupakan anggota dari perusahaan.2 Peterson at.all mengatakan bahwa kepemimpinan merupakansuatu kreasi yang berkaitan dengan pemahaman dan penyelesaian atas permasalahan internal dan eksternal organisasi.3 Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu upaya dari seorang pemimpin untuk dapat merealisasikan tujuan organisasi melalui orang lain dengan cara memberikan motivasi agar orang lain tersebut mau melaksanakannya, dan untuk itu diperlukan adanya keseimbangan antara kebutuhan individu para pelaksana dengan tujuanperusahaan. Lingkup kepemimpinan tidak hanya terbatas pada permasalahan internal organisasi, melainkan juga mencakup permasalahan eksternal.

Dalam konteks penugasan audit, secara internal seorang ketua tim harus dapat menggerakkan anggota tim sedemikian rupa sehingga tujuan audit dapat dicapai. Seorang ketua tim harus dapat memahami kelebihan dan kekurangan anggota timnya, sehingga dapat menentukan penugasan yang harus diberikan kepada setiap anggota tim. Dilain pihak, secara ekternal seorang ketua tim harus dapat mempengaruhi auditee agar mau menjadi mitra kerjanya dan memperlancar ataupun membantu tugastugas ketua tim dalam rangka mencapai tujuan audit. Untuk dapat mengatasi permasalahan internal dan eksternal tersebut, ketua tim harus mempunyai kemampuan interpersonal serta teknik komunikasi yang baik sehingga dapat memotivasi anggota tim dan mempengaruhi auditee dengan baik

Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.

Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain: Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga. Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower)

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 57

Page 58: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Selanjutnya para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.

1. Hakekat Kepemimpinan Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,

perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.

Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya : · Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Prof. Maccoby, mengemukakan bahwa Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.

Selanjutnya Lao Tzu, menyatakan, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu. Dasar pemikiran lainnya sesuai menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.

Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

v Ing Ngarsa Sung Tulodho : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 58

Page 59: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

v Ing Madyo Mangun Karso : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.

v Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”.

Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.

Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".

Sementara Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama. Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:

(1) Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.

(2) Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 59

Page 60: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.

(3) Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu : Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya. Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb. Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian. Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain : (1) Kecerdasan dimaksudkan bahwa, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya. (2) Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial, umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya. (3) Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi, Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien. (4) Sikap Hubungan Kemanusiaan, dalam hal ini adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya

Kepemimpinan dengan program kegiatannya adalah Merencanakan dan menganggarkan: membuat tahapan-tahapan yang detail dan schedule untuk pencapaian hasil yang diinginkan, kemudian mengalokasikan sumber-sumber yang diperlukan untuk pencapaiannya Mengorganisasi dan staffing: membuat beberapa struktur untuk pelaksanaan unsure-unsur perencanaan, mengisi struktur tersebut dengan individu-individu, mendelegasikan tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan rencana tersebut, merumuskan policy dan prosedur untuk membantu mengarahkan orang, dan membuat metode atau system untuk memonitor kegiatan Mengawasi dan memecahkan masalah: memonitor hasil, mengidentifikasi defiasi perencanaan, kemudian merencanakan dan mengorganisir untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut Menghasilkan sesuatu yang terprediksikan dan menyusun serta memiliki kemampuan untuk secara konsisten memperoleh hasil-hasil jangka pendek yang

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 60

Page 61: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

diinginkan oleh stakeholder (seperti untuk customer, selalu tepat waktu; dan untuk stake holder, sesuai dengan anggaran

Kepemimpinan lebih erat kaitannya dengan fungsi penggerakan (actuating) dalam manajemen. Fungsi penggerakan mencakup kegiatan memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya.4 Fungsi tersebut juga dianggap sebagai tindakan mengambil inisiatif dan mengarahkan pekerjaan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Dengan demikian actuating sangat erat kaitannya dengan fungsifungsi manajemen lainnya, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan agar tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai seperti yang diinginkan. Winardi juga mengemukakan bahwa sekalipun terdapat banyak teori tentang fungsi-fungsi manajemen, namun dapat disederhanakan bahwa fungsi manajemen setidaknya meliputi: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Dalam perencanaan telah ditetapkan arah tindakan yang mengarahkan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk dapat direalisasikan. Rencana-rencana yang ditetapkan telah menggariskan batas-batas di mana orang-orang mengambil keputusan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas.

Hal ini berarti telah dilakukan antisipasi tentang kejadian-kejadian, masalahmasalah yang akan muncul, dan hubungan kausalitas antar pihak terkait dalam suatu organisasi di masa mendatang. Mengingat bahwa di masa mendatang terdapat penuh ketidakpastian, maka antisipasi yang telah ditetapkan pun sering tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk ini para manajer harus siap menghadapi keadaan darurat dengan mengembangkan rencana-rencara alternatif.

Dalam pengorganisasian, manajemen menggabungkan dan mengkombinasikan berbagai macam sumber daya menjadi satu kesatuan untuk dapat memberikan manfaat yang lebih berdaya guna. Sumber daya tersebut dikelompokkan sesuai dengan sifat dan jenisnya, diberikan peran/fungsi, dan dijalin sedemikian rupa untuk dapat saling berinteraksi menjadi suatu sistem. Sistem yang telah ditentukan diarahkan untuk dapat memproduksi barang/jasa sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

Dalam organisasi, yang terlibat dan bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan terdiri dari para manajer, para supervisor, dan para pelaksana. Dengan rencana yang telah ditetapkan, mereka yang terlibat akan merealisasikannya, bahkan dalam proses mencapai manajemen mutu total. Kegiatan atau proyek suatu organisasi merupakan hasil dari kreasi para manajer atau hasil dari gagasan yang disampaikan

Kepemimpinan berperan sangat penting dalam manajemen karena unsure manusia merupakan variabel yang teramat penting dalam organisasi. Seperti dikemukakan di atas bahwa yang terlibat dan bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan organisasi terdiri dari para manajer, para supervisor, dan para pelaksana.

Manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda mempunyai kepentingan masing-masing, yang bahkan saling berbeda dan berakibat terjadi konflik. Perbedaan kepentingan tidak hanya antar individu di dalam organisasi, tetapi juga antara individu dengan organisasi di mana individu tersebut berada. Sangat mungkin bahwa perbedaan hanya dalam hal yang sederhana, namun ada kalanya terjadi perbedaan yang cukup tajam. Tanpa kepemimpinan yang baik, hal-hal yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengorganisasian tidak akan dapat direalisasikan. Kepemimpinan sangat diperlukan agar semua sumberdaya yang telah diorganisasikan dapat digerakkan untuk merealisasikan tujuan organisasi.

Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi MBS dengan cara membuat pedoman: mengembangkan visi masa depan – visi jangka panjang – dan strategi-strategi untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan untuk pencapaian visi tersebut Mengarahkan orang: mengkomunikasikan gagasan dengan kata-kata dan tingkahlaku kepada semua orang dengan mana kerjasama mungkin diperlukan seperti untuk mempengaruhi kreasi team dan kerjasama yang memahami visi dan strategi dan yang menerima validasinya

Memotivasi dan memberikan in spirasi: menyemangati orang un tuk memecahkan hambatan-ham batan politis mendasar, birokrasi, dan keterbatasan-keterbatasan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 61

Page 62: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

sumber daya untuk berubah se suai dengan kepuasan dasar yang merupakan kebutuhan manusia yang sering belum terpenuhi Menghasilkan perubahan, sering pada tingkat yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menghasilkan perubahan yang sungguh-sungguh bermanfaat (seperti produk baru yang diinginkan customer, pendekatan-pendekatan baru guna membangun kerjasama yang membantu menjadikan perusahaan lebih kompetitif

Hirarki dari Kepemimpinan adalah seperangkat proses yang menciptakan organisasi mampu mengadaptasi pada lingkungan yang berubah secara signifikan.

Kepemimpinan mendefinisikan seperti apakah masa depan itu, membimbing orang sesuai dengan visi tersebut, dan memberi inspirasi kepada mereka untuk membuat hal itu terjadi meskipun banyak hambatan (John P. Kotter, 1996). Manajemen itu sendiri adalah seperangkat proses yang dapat menjaga sistem yang kompleks, terdiri dari orang dan teknologi dan berjalan secara perlahan.

Aspek-aspek terpenting dalam manajemen meliputi perencanaan, penganggaran, organizing, staffing, pengawasan, dan pemecahan masalah.

2. Model-Model KepemimpinanBanyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang

dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.

Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.

Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek. Dan dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin.

Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Selanjutnya perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur. (a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)

Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 62

Page 63: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.

(b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin. Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

(c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 63

Page 64: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

(d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

(e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership) Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 64

Page 65: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 65

Page 66: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.

3. Gaya KepemimpinanKepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan

implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figure pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan.Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 66

Page 67: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan. Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu. Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.Para penelti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan (Employee Oriented).8 Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memilki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda terjadi, apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 67

Page 68: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan. Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota. Gaya kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. Pelaksanakan dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Namun jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, tidak ada pilihan lain, selain mengganti pelaksananya tanpa menghiraukan siapa orangnya. Pola dasar ini menggambarkan kecenderungan, jika dalam organisasi tidak ada yang mampu, mencari pengganti dari luar meskipun harus menyewa serta membayar tinggi. Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam memutuskan suatu keputusan.

Pada awal pemunculan teori kepemimpinan telah diidentifikasikan berbagai kondisi para pemimpin hebat. Penampilan fisik, inteligensia, dan kemampuan berbicara di kalangan publik merupakan ciri khas yang harus dimiliki oleh para pemimpin. Pada waktu itu banyak diyakini bahwa orang bertubuh tinggi lebih baik kemampuan memimpinnya dibandingkan dengan orang yang bertubuh pendek. Namun belakangan ini telah terjadi pergeseran, cara pandang tidak lagi pada penampilan fisik, melainkan pada gaya kepemimpinan. Griffin dan Ebert mengemukakan 3 (tiga) gaya kepemimpinan, yaitu: (1) gaya otokratik (autocratic style), (2) gaya demokratik (democratic style), dan (3) gaya bebas terkendali (free-rein style).11 Pemimpin dengan gaya otokratik pada umumnya memberikan perintahperintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para komandan militer di medan perang umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada para bawahan untuk bertanya dan hal ini lebih sesuai pada situasi yang memerlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi di mana pimpinan harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi orang selama ini. Untuk menghadapi anggota tim yang malas, tidak disiplin, susah diatur, dan selalu menjadi trouble maker, gaya kepemimpinan otokratik sangat tepat untuk digunakan oleh seorang ketua tim. Pemimpin dengan gaya demokratik pada umumnya meminta masukan kepada para bawahan/stafnya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, namun pada akhirnya menggunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh, seorang manajer teknik di bagian produksi melontarkan gagasannya terlebih dahulu kepada kelompok yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut untuk mendapatkan tanggapan dan atau masukan sebelum mengambil keputusan. Pemimpin dengan gaya bebas terkendali pada umumnya memposisikan dirinya sebagai konsultan bagi para bawahannya dan cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan. Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan gagasannya, telah mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengetahui bagaimana mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut wuri handayani (broad based management). Ketiga gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakan oleh seorang ketua tim sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Situasi di sini meliputi waktu,

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 68

Page 69: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

tuntutan pekerjaan, kemampuan bawahan, pimpinan, teman sekerja, kemampuan dan harapan-harapan bawahan, serta kematangan bawahan. Beck dan Neil Yeager mengemukakan empat gaya kepemimpinan yangn lazim disebut kepemimpinan situasional (situational leadership) berdasarkan interaksi antara pengarahan (direction) dengan pembantuan (support) Secara universal, pola hubungan tersebut dapat dideskripsikan sebagai suatu pola hubungan antara tinggi rendahnya hubungan perilaku (relationship behavior) manusia dengan tinggi rendahnya perilaku pekerjaan (task behavior). Berdasarkan pola hubungan tersebut, maka notasi gaya kepemimpinan adalah seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberikan penilaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang apa anda harapkan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah dalam kejelasan tentang apa yang diinginkan, kapan keinginan itu harus dilaksanakan, dan bagaimana caranya. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahan tidak berkembang. Semua persoalan akan bermuara kepada sang pemimpin sehingga mengundang unsur ketergantungan yang tinggi padanya.

4. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah Kepemimpinan lebih erat kaitannya dengan fungsi penggerakan (actuating) dalam

manajemen. Fungsi penggerakan mencakup kegiatan memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya.4 Fungsi tersebut juga dianggap sebagai tindakan mengambil inisiatif dan mengarahkan pekerjaan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Dengan demikian actuating sangat erat kaitannya dengan fungsifungsi manajemen lainnya, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan agar tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai seperti yang diinginkan. Winardi juga mengemukakan bahwa sekalipun terdapat banyak teori tentang fungsi-fungsi manajemen, namun dapat disederhanakan bahwa fungsi manajemen setidaknya meliputi: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

Dalam perencanaan telah ditetapkan arah tindakan yang mengarahkan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk dapat direalisasikan. Rencana-rencana yang ditetapkan telah menggariskan batas-batas di mana orang-orang mengambil keputusan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas.

Hal tersebut berarti telah dilakukan antisipasi tentang kejadian-kejadian, masalahmasalah yang akan muncul, dan hubungan kausalitas antar pihak terkait dalam suatu organisasi di masa mendatang. Mengingat bahwa di masa mendatang terdapat penuh ketidakpastian, maka antisipasi yang telah ditetapkan pun sering tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk ini para manajer harus siap menghadapi keadaan darurat dengan mengembangkan rencana-rencara alternatif.

Dalam pengorganisasian, manajemen menggabungkan dan mengkombinasikan berbagai macam sumber daya menjadi satu kesatuan untuk dapat memberikan manfaat yang lebih berdaya guna. Sumber daya tersebut dikelompokkan sesuai dengan sifat dan jenisnya, diberikan peran/fungsi, dan dijalin sedemikian rupa untuk dapat saling berinteraksi menjadi suatu sistem. Sistem yang telah ditentukan diarahkan untuk dapat memproduksi barang/jasa sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dan organisasi, yang terlibat dan bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan terdiri dari para manajer, para supervisor, dan para pelaksana. Dengan rencana yang telah ditetapkan, mereka yang terlibat akan merealisasikannya, bahkan dalam proses mencapai manajemen mutu total. Kegiatan atau proyek suatu organisasi merupakan hasil dari kreasi para manajer atau hasil dari gagasan yang disampaikan oleh para pelaksana, tim, atau kelompok pekerja. Selanjutnya pihak-pihak tersebut bekerja Kepemimpinan berperan sangat penting dalam manajemen karena unsure manusia merupakan variabel yang teramat penting dalam organisasi. Seperti dikemukakan di atas bahwa yang terlibat dan bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan organisasi terdiri dari para manajer, para

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 69

Page 70: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

supervisor, dan para pelaksana. Manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda mempunyai kepentingan masing-masing, yang bahkan saling berbeda dan berakibat terjadi konflik. Perbedaan kepentingan tidak hanya antar individu di dalam organisasi, tetapi juga antara individu dengan organisasi di mana individu tersebut berada. Sangat mungkin bahwa perbedaan hanya dalam hal yang sederhana, namun ada kalanya terjadi perbedaan yang cukup tajam. Tanpa kepemimpinan yang baik, hal-hal yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengorganisasian tidak akan dapat direalisasikan. Kepemimpinan sangat diperlukan agar semua sumberdaya yang telah diorganisasikan dapat digerakkan untuk merealisasikan tujuan organisasi. Domingo, dalam membahas kepemimpinan kualitas (quality leadership) mengemukakan bahwa manajemen tingkat puncak harus kokoh berinisiatif untuk mengedepankan pentingnya kepemimpinan kualitas. Pimpinan puncak harus mendorong seluruh pegawai dan harus menjadi teladan. Segala pikiran dan perkataannya harus merefleksikan filosofi kualitas yang diterapkan perusahaan. Pimpinan puncak harus berpikir dan bertindak demi kualitas dalam segala situasi dan bersedia mendengarkan siapa pun, bahkan dari seseorang yang berada di tingkat paling bawah, yang mau menyumbangkan pendapatnya untuk peningkatan kualitas.dan mengartikan kualitas sebagai “melakukan sesuatu yang benar secara benar sejak awal” (“doing the right thing right the first time”). Juga mengatakan bahwa “menghendaki kualitas berarti berbuat baik untuk melayani konsumen”.

Domingo mengemukakan tiga hal dari tujuh belas dasar kepemimpinan yang diterapkan di General Douglas McArthur, yaitu selalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan berikut dalam setiap tindakannya, sebagai berikut: Apakah seluruh kekuatan yang ada pada saya telah saya arahkan untuk mendorong, memberikan insentif, dan membebaskan dari kelemahan dan kesalahan? Apakah setiap perbuatan saya telah membuat bawahan saya mau mengikutinya? Apakah saya secara konsisten dapat menjadi teladan dalam karakter, berpakaian, sopan-santun?

Jadi dapat diketahui bahwa seorang pemimpin harus selalu berorientasi pada keberhasilan kepemimpinannya. Seluruh kekuatannya difokuskan pada upaya mendorong dan memotivasi bawahannya agar mau melaksanakan kegiatan untuk mencapai tiujuan organisasi dan setiap langkah serta penampilannya diharapkan menjadi suri teladan bagi bawahannya. Dengan demikian pemimpin yang baik selalu memberikan pelayanan terbaik kepada bawahannya, bukan sebaliknya, meminta dilayani oleh para bawahannya.

Seorang pemimpin juga rela mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kemajuan para bawahannya, yang sebenarnya hal ini juga untuk keberhasilan organisasinya.

Pidarta (1997) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai seseorang pemimpin memiliki peran dan tanggungjawab sebagai manajer, pemimpin, supervisor, dan administrator pendidikan, secara rinci dinyatakan :

1. Kepala Sekolah Sebagai Manager : a) Mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang

diinginkan masyarakat b) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang

kreatif untuk kemajuan sekolah c) menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang

inovatif tersebut d) menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan

operasionale) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikanf) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan

hasilnya2. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 70

Page 71: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut:a) Kepribadian yang kuat; kepala sekolah harus mengembangkan pribadi agar

percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial.b) Memahami tujuan pendidikan dengan baik; pemahaman yang baik merupakan

bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya.

c) Pengetahuan yang luas; kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait.

d) Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya: teknis menyusun jadwal pelajaran, memimpin rapat. (b) keterampilan hubungan kemanusiaan, misalnya : bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf (c) Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahannya.

e) menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap guru, staf dan para siswa; harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, dengan cara meyakinkan dan membujuk. Meyakinkan (persuade) dilakukan dengan berusaha agar para guru, staf dan siswa percaya bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Sedangkan membujuk (induce) adalah berusaha meyakinkan para guru, staf dan siswa bahwa apa yang dilakukan adalah benar.

Dari tiga hal yang dikemukakan tersebut dapat diketahui bahwa mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif, dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah, bekerja dengan tim manajemen, berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Sebagai administrator kepala sekolah bertugas: melakukan perencanaan pengorganisasian pengarahan pengkoordinasian pengawasan terhadap bidang-bidang seperti kurikulum, kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Oleh karena itu kepala sekolah harus menguasai: pengelolaan pengajaran pengelolaan kepegawaian pengelolaan kesiswaan pengelolaan sarana dan prasarana pengelolaan keuangan dan pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.

4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu

pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.Ngalim Purwanto juga mengemukakan bahwa supervisi ialah suatu aktivitas

pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sekolah maupun guru, oleh karena itu program supervisi harus dilakukan oleh supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan antar individu dan ketrampilan teknis. Supervisor di dalam

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 71

Page 72: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti atau diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.

Dari uraian di atas akhirnya dapat disimpulkan bahwasesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas; kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif. Sudahkah para kepala sekolah kita berkepribadian dan melaksanakan dengan baik seperti yang diurai di atas?

B. GAMBARAN UMUM MBS1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen yang secara umum artinya pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta (objective) atau tujuan-tujuan tertentu Atmosudirdjo (1986:158). Sedangkan menurut Siagian (1989:5) manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Menurut Terry dalam Manullang (2005:1) manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain. Jadi dapat disimpulkan manajemen adalah suatu pengendalian dan pengawasan kegiatan / aktivitas orang atau kelompok orang dalam mencapai suatu tujuan tertentu

David (dalam Depdiknas 2002) mendefinisikan manajemen berbasis sekolah sebagai otonomi sekolah yang dibarengi dengan pembuatan keputusan secara partisipatori. Demikian pula Caldwell (dalam Depdiknas, 2002) mendefinisikan MPMBS sebagai kewenangan pengalokasian sumber daya yang didesentralisasikan. Dalam upaya menggalakkan manajemen berbasis sekolah harus dipahami dalam dua konteks. (a) Bahwa, dengan diterapkannya MBS di sekolah-sekolah, pada dasarnya kedepan akan terjadi peralihan dari pendekatan yang sentralistik menuju desentralistik dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena sebagai pemberian otonomi, maka banyak sekali pakar manajemen pendidikan dari berbagai negara yang menyebut MPMBS atau MBS sebagai otonomi sekolah atau kewenangan yang didesentralisasikan tidak saja ke tingkat kabupaten dan kota melainkan juga sampai ke sekolah. (b) manajemen berbasis sekolah mulai diperkenalkan di sekolah-sekolah di Indonesia sekitar tahun 1997-1998, namun sebenarnya sekolah-sekolah swasta telah lama menerapkannya.

Dalam dunia pendidikan di Indonesia manajemen berbasis sekolah merupakan satu strategi manajemen pendidikan baru, yaitu manajemen berbasis sekolah ( school-based manajement). Di beberapa negara terdapat berbabagai istilah lain untuk manajemen berbasis sekolah, namun secara keseluruhan mengarahkan kepada konsep desentralisasi pengelolaan pendidikan sampai pada level sekolah atau pengelola secara mandiri oleh sekolah, sebagaimana selama ini banyak dilakukan di sekolah-sekolah swasta dan lembaga-lembaga pendidikan pesantren. Secara Teori manajemen berbasis sekolah dapat didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, yang mana secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Sesuai dengan konsep tersebut, manajemen berbasis sekolah itu pada hakekatnya merupakan pemberian otonomi kepada sekolah untuk secara aktif serta mandiri mengembangkan dan melakukan berbagai program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri. Sekolah swasta selama ini telah berusaha mengelola manajemen secara mandiri dan dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan kualitas dan eksistensinya sekolah swasta berusaha

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 72

Page 73: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

meningkatkan kinerjanya secara mandiri, mencari cara-cara baru sesuai dengan kondisi sekolahnya masing-masing, dan berusaha melibatkan masyarakat layanannya.

Levasic (dalam Depdiknas 2002) mengedepankan 3 karakteristik kunci manajemen berbasis sekolah sebagai berikut. Pertama kekuasaan dan tanggung jawab dalam penganmbilan keputusan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasaikan kepada para stakeholder sekolah. Kedua domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum. Ketiga walaupun keseluruhan domain manajmen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggungjawab sekolah.

Sementara menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (2000), MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang, keluwesan, dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu sekolah.

Dengan kemandiriannya maka diharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah. Sekolah dapat mengembangkan sendiri program-program sesuai kebutuhannya.

Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Peningkatan efesiensi diperoleh malalui keleluasaan pengelolaan sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua siswa, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru.

Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggungjawab pemerintah. MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan

Pada masa yang akan datang pendidikan harus berorientasi pada aspirasi masyarakat (putting customer first), (Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, 2006).

Pendidikan harus mampu mengenali siapa pelanggannya (the customers). Dari pengenalan pelanggan ini, pendidikan akan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya (need assessment). Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan mereka, barulah ditentukan sistem pendidiakan yang termasuk di dalamnya kurikulum, tenaga pengajar, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan.

Pola pengambilan keputusannya pun sudah harus berubah dari pola top down menjadi bottom up karena pola top down mengakibatkan terjadinya sentralistik di bidang pendidikan, khususnya sistem pendidikan. Oleh karena itu sistem pendidikan dimasa depan tidak lagi berorientasi pada sentralistik kekuasaan, tetapi berbasis pada masyarakat. Masyarakat harus diperlakukan sebagai subjek, bukan objek dalam bidang kependidikan.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mulai mencoba menggunakan paradigma baru manajemen pendidikan, baik secara makro maupun mikro. Dalam sekala makro, pemerintah telah mencoba menerapkan pendekatan desentralistik manajemen pendidikan.

Diasumsikan bahwa peningkatan mutu pendidikan di sekolah, hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola atau melalui manajemen yang tepat. Selama ini, peningkatan mutu pendidikan cenderung melalui manajemen yang sentralistik. Betapa banyak dropping buku-buku perpustakaan, buku-buku pelajaran diupayakan secara terpusat, dan sekolah tinggal menerima apa yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat, terlepas apakah barang-barang tersebut dibutuhkan oleh sekolah atau tidak. Begitu banyak program peningkatan mutu penidikan ditetapkan dan diupayakan secara sentralistik oleh pemerintah

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 73

Page 74: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

pusat. Begitu beragam program pelatihan guru dirancang dan dilaksanakan secara terpusat dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan sementara ini kurang memperhatikan kondisi atau tidak berbasis sekolah.

Sebagai akibat dari peningkatan mutu pendidiaan tetap tidak banyak mengalami keberhasilan, kareaa selain tidak sesuai dengan kondisi sekolah, juga tidak dibarengi oleh upaya-upaya dari sekolah yang bersangkutan. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah akan terjadi hanya bilamana ada kemauan dan prakarsa dari bawah, di mana kepala sekolah, guru kelas, orangtua siswa, komite sekolah berkemauan dan bekerja keras berupaya mengembangkan program-program peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya.

Namun mulai sejak tahun 2001, pemerintah mencoba menggunakan paradigma baru manajemen pendidikan. Paradigma baru manajemen makro di bidang pendidikan adalah desentralisasi pendidikan yang dilandasi oleh undang-undang Nomor 1999 tentang Pemerintah Daerah yang melahirkan otonomi pendidikan. Secara mikro, adalah dengan dicobanya sebuah model manajemen pendidikan dari sekolah oleh sekolah dan untuk sekolah, yaitu disebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPMBS) atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Perubahan pola manajemen pendidikan lama (konvensional) ke pola baru (MBS) dapat digambarkan sebagai berikut:

Pergeseran pola manajemen

2. Konsep Dasar MBSKonsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah” dengan tujuan adalah ; a) Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

khususnya kepada masyarakat. b) Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan

mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.

c) Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 74

Page 75: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

d) Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing - masing.

e) Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.

f) Memotivasi timbulnya pemikiran - pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.

g) Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.

Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (2000), MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang, keluwesan, dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan kemandiriannya maka diharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah. Sekolah dapat mengembangkan sendiri program-program sesuai kebutuhannya. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Konsep dasar dari istilah Manajemen Berbasis Sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi ( administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Dalam makalah ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Dan berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu:

1. merencanakan (planning), 2. mengorganisasikan (organizing),3. mengarahkan (directing),4. mengkoordinasikan (coordinating),5. mengawasi (controlling), 6. mengevaluasi (evaluation). Selanjutnya menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen pendidikan

mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih jauh lagi menurut Abdul Aziz ( juli 2003 ) mengungkapkan bahwa :

(1) Manajemen Pendidikana di lingkungan sekolah yang pertama kali dibebankan kepada Kepala Sekolah dalam upaya pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Kependidikan (SDK) di sekolah

(2) tidak jarang Kepala Sekolah mengalami kesulitan sebagai manajer di sekolah, karena dewasa ini menghadapi begitu kompleksnya terutama sumberdaya kependidikan, diakibatkan oleh hamper semua tugas manajerial dilaksanakan dilaksanakan olehnya di sekolah dalam memberdayakan SDM.

Individu kepala sekolah dituntut agar memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisaikan, memonitor, dan mengevaluasi serta memberikan penilaiansemua aspek kegiatan sekolahsecara internal maupun eksternal, selain dari tuntutan tersebut kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan ketrampilan konsep, ketrampilan manusiawi, termasuk kemampuan mengatur iklim organisasi, serta ketrampilan teknik. Disamping itu, kemampuan manejerial kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh kinerja guru guru sebagai pelaksana utama pembinaan peserta didik yang merupakan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 75

Page 76: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

kader kader generasi bangsa dan berhasil tidaknya pendidikan , para guru yang bekerja sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki berpengaruh pula oleh keadaan iklim dan suasana dimana mereka bekerja .

(3). Manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.

4) Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 manejemen pendidikan sudah mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:

(1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan

kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke

penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi,

budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.

Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan, praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri.

5). Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.

6) Kardinata ( LM Tauhid, 1987 : 7 ) memaparkan bhwa Manajemen peningkatan mutu pendidikan pada dasarnya dimaksudkan upaya pengembangan kemampuan pengembangan kemampuan kognitif atau kecerdasan, kemampuan psikomotorik atau ketrampilan afektifdilandasi budi pekerti yang tinggi, dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam mncapai kualitas IPTEK dan IMTAQ yang handal, ditandai dengan kematangan emosional, intelektual, kematangan social, kematangan moral dan tanggung jawab. Guru merupakan salah satu factor penentu manajemen peningkatan mutu pendidikan.

7). Manajemen pendidikan akan berhasil apabila apabila tercapainya kinerja professional guru dan keberhasilan belajar siswa. Namun demikian sangat bergantung pada individu masing masing . sebagaimana Kost dan Rosener Weight (1981) menjelaskan bahwa setiap guru berada pada tingkat yang berbeda kinerjanya. Tingkat kinerjanya berada dalam suatu komitmen yang terentang dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Para guru yang tingkat kinerja rendah ditunjukkan oleh : (1).Tidak memiliki keampuan merencanakan program pengajaran. (2) tidak memiliki kemampuan tugas

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 76

Page 77: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mengajarsesuai dengan program yang telah disusunnya (3) tidak memiliki kemampuan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa. Sedangkan guru yang tingkat kinerjanya tinggi ditunjukkan oleh : (1) adanya kemampuan merencanakan program pengajaran (2) adanya kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan program yang telah disusunnya (3). adanya kemampuan melaksanakan program hasil evaluasi belajar siswa.

8). Agus Dharma ( dalam artikel, 2003 ) menyatakan bahwa MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

Selanjutnya Agus Dharma ( 2003 ) mengungkapkan bahwa Berbicara masalah kemampuan manajerial kepala sekolah tentunya harus mempedomani persyaratan kompetensi dari individu kepala sekolah itu sendiri sebagaimana telah dipersyaratkan kompetensinya adalah “Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru” dimana persyaratan dimaksud adalah :

(1) Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan, Memahami Sekolah sebagai Sistem, Memahami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS),

(2) Merencanakan Pengembangan Sekolah, Mengelola Kurikulum, Mengelola Tenaga Kependidikan, Mengelola Sarana dan Prasarana, Mengelola Kesiswaan, Mengelola Keuangan, Mengelola Hubungan Sekolah-Masyarakat,Mengelola Kelembagaan, Mengelola Sistem Informasi Sekolah, Memimpin Sekolah, Mengembangkan Budaya Sekolah, Memiliki dan Melaksanakan Kreatifitas, Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan, Mengembangkan Diri, Mengelola Waktu, Menyusun dan Melaksanakan Regulasi Sekolah, Memberdayakan Sumberdaya Sekolah, Melakukan Koordinasi/Penyerasian,Mengambil Keputusan secara Terampil, Melakukan Monitoring dan Evaluasi,

(3) Melaksanakan Supervisi (Penyeliaan), Menyiapkan, Melaksanakan dan Menindaklanjuti Hasil Akreditasi

(4) Membuat Laporan Akuntabilitas Sekolah. Namun kiranya dipandang perulu juga beberapa pengertian dan definisi dari istilah “ Kemampuan, Manajerial dan Kepala Sekolah, dimana para ahli memiliki pandangan yang berbeda beda .

Ada yang memiliki pandangan bahwa kemampuan dapat di definisikan dalam artian yang sama dengan kualitas.

9). A.R Tilaar (1999) dikutip oleh Agus Dharma,(dalam artikel 2003) mengungkapkan tentang paradigma baru sistem pendidikan nasional tersebut di antaranya meliputi; Pertama, pengembangan dan pemantapan sistem pendidikan nasional dengan

menitikberatkan pada pemberdayaan lembaga pendidikan melalui pemberian otonomi seluas-luasnya.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 77

Page 78: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Kedua, pengembangan sistem pendidikan nasional yang terbuka bagi keragaman budaya dan masyarakat dalam implementasinya.

Ketiga, program pendidikan nasional hendaknya dibatasi hanya pada upaya pelestarian integritas bangsa.

Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa untuk terlaksananya paradigma di atas diperlukan program-program yang mendukung, di antaranya adalah:

Pertama, mempersiapkan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan di daerah yang meliputi SDM, organisasi, fasilitas dan program kerja sama antarlembaga di daerah.

Kedua, debirokratisasi (demokratisasi) penyelenggaraan pendidikan dengan restrukturisasi departemen pusat agar lebih efisien dan secara bersangsur-angsur memberikan otonomi dalam penyelenggaran pendidikan pada tingkat sekolah (otonomi lembaga).

Ketiga, desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilakukan bertahap, mulai dari provinsi, kabupaten/kota dengan penyediaan SDM, dana, sarana dan prasarana yang memadai pada daerah disertai dengan adanya panduan, arahan dan monitoring dari pusat.

Keempat, penghapusan peraturan perundang-undangan yang menghalangi inovasi dan eksperimen menuju sistem pendidikan yang berdaya saing di masa depan. Kelima, otonomi bagi sekolah untuk mengatur diri sendiri dan peran masyarakat untuk ikut menentukan kebijakan pendidikan yang diwadahi dalam bentuk Dewan Sekolah.

Fungsi pengawasan yang diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme guru serta adanya otonomi guru untuk menentukan metode dan sistem evaluasi belajar.

MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengelolaan sumber dana dan administrasi. Salah satu alasan mengapa MBS diperlukan adalah karena MBS merupakan proses pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan istilah yang sangat populer dalam era reformasi. Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya yang memiliki posisi yang seimbang dengan yang lain yang telah lebih dulu mapan kehidupannya. Manajemen berbasis sekolah merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Untuk dapat memahami dan menerapkan MBS sebagai proses pemberdayaan terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain: Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk memegang kontrol atas diri dan lingkungannya. Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja. Menggunakan pendekatan partisifatif. Pendidikan untuk keadilan.

Manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 78

Page 79: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan.

Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Kemudian apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.

Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini telah sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:

a. Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.

b. Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis

c. Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang.

d. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global

Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.

Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.

Selanjutnya dinyatakan bahwa desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara.

Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb: Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat.

Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. (Nuril Huda, 1999) lebih jauh dinyatakan bahwa Perubahan paradigma ini mempunyai dampak yang luas

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 79

Page 80: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

di bidang pendidikan dan persekolahan di Indonesia.Seluruh institusi pendidikan siap atau tidak harus mulai merubah dan berubah sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Berlandaskan ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 diluncurkan kebijakan tentang persekolahan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dan sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah ada yang melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal.. Sekarang ini beberapa propinsi di Indonesia mulai mencoba menerapkan MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan.. Pelaksanaan MBS sekarang terbukti dapat mengubah kebudayaan dan sistem, sehingga sekolah berkembang efektif dan "sustainable". Terjadi transformasi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sekolah Seluruh komponen warga sekolah yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri. terlibat dan berperan dalam rangka meningkatkan kualitas mutu sekolah.

Sesuai dengan etos MBS peran setiap pihak sangat diperlukan dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah, melalui proses terbuka, diskusi dan saling tukar pikiran dalam rangka mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal.

Di dalam MBS, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior. Semua stakeholder, Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, masing-masing membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik bagi keperluan mereka sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan MBS adalah kebijakan yang mendorong kemandirian dan memberdayakan potensi sekolah-sekolah di Indonesia. Keterlibatan maksimal dari berbagai pihak, antara lain Kepala Sekolah, guru, orang tua, Dewan Pendidikan, dan Dinas Pendidikan di daerah benar-benar diharapkan bagi suksesnya MBS dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Namun pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana efektivitas institusi sekolah dalam menerapkan kebijakan MBS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasar teori di atas, dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak hanya tergantung dari kemampuan manajerial, melainkan faktor kepemimpinan (leadership).

Kemudian, siapakah yang paling berkepentingan dan siapakah yang harus menjadi pemimpin (leader) agar kebijakan MBS mencapai tujuannya? Secara teoritis, semua pihak memang harus terlibat aktif yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat yang peduli. Akan tetapi pada prakteknya, peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah sangat menentukan; kepemimpinan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah paling menentukan kebijakan sekolah seperti tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum.

Dengan melihat tanggung jawab besar tersebut, maka pengembangan kepemimpinan dari Kepala Sekolah dan Pemilihan Ketua Komite Sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah perlu diperhadapkan pada serangkaian pengalaman belajar yang mendorong pengembangan kepemimpinan.

Dalam buku “Handbook Leadership Development” (1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman yang mengandung penilaian, tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang akan mengembangkan kepemimpinan seseorang. pada prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan. Selanjutnya . Mintzberg mengemukan peran manajerial pemimpin memiliki peranan peranan yang sangat strategis yang meliputi :

(1) informational roles menempatkan manager sebagai monitor, disseminator dan spoken person,

(2) decisional roles yang melibatkan manager sebagai entrepreneur, disturbance handler, allocator dan negotiator

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 80

Page 81: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

(3) interpersomal roles melibatkan manager sebagai figurhead, liason dan leader. (4) Pemanfaatan teknologi seperti disebutkan di atas akan lebih besar

kemungkinannya dalam pengelolaan pendidikan yang berbasis sekolah School – based Management (SBM), salah satu bentuk pengelolaan yang kelak akan dilakukan oleh sekolah-sekolah dalam kerangka desentralisasi pendidikan atau otonomi pendidikan.

(5) Kemungkinan keberhasilan bentuk pengelolaan pendidikan di sekolah seperti itu akan lebih besar jika didukung oleh pendidikan yang berbasis masyarakat Community – based Education (CBE) sehingga terjadi hubungan yang sinergi antar sekolah, orang tua, pemerintah dan masyarakat bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan di daerah.

Siagian (1989 ) mendefinisikan tentang Manajerial adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memproleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan yang dilakukan oleh orang lain . Sedangkan Blanchard yang dikutip oleh Agus Dharma (1992) menyatakan bahwa manajerial adalah suatu prses kerja sama melalui orang orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi Kats & Dill ( 1984 ), mengutip pendapat Goston (1976), membagi kemampuan manajerial dalam tiga jenis ketrampilan manajerial yang perlu dikuasai oleh pemimpin pendidikan khususnya Kepala Sekolah yang terdiri dari :

(1) Ketrampilan konseptual ,artinya kemampuan/ketrampilan yang diperlukan seorang pemimpuin untuk memahami dan mengoprasikan organisasi.

(2) Ketrampilan hubungan manusiawi , dapat diartikan sebagai ketrampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin organisasi.

(3).Ketrampilan teknik artinya ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode , strategi, teknik tertentu dalam organisasi.

Kats (dalam Stoner 1992 ) mengungkapkan bahwa manajemen pada umumnya ada tiga tingkatan antara lain :

(1) manajemen tingkat atas (top management) (2). Manajemen tingkat menengah ( Middle Management) (3). Manajemen tingkat bawah ( Lower Management ) . Selanjutnya Indriyo Gito Sudarmo (1988) bahwa manajemen tingkat bawah

dituntut adanya penguasaan ketrampilan yang lebih banyak pada tingkatan yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkatan seorang pimpinan makin banyak memerlukan ketrampilan konseptualnya. Seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam hubungannya dengan manusia . Usaha manajerial dengan menggunakan ketrampilan ini dapat disebut sebagai ketrampilan manusiawi untuk itu semakin rendah tingkatannya dituntut ketrampilan tekniknya.

Terry GR dalam bukunya “ The principle of Management” mengutip definisi management dari orang lain sebagai berikut :

a) Management is the force that runs an enterprise and is responsible for its success or failure ( manajemen adalah kekuasaan yang mengatur suatu usaha dan tanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan dari padanya )

b) Management is the performance of conceiving and achieving of utilizing human talents and resources ( manajemen adalah penyelenggaraan usaha penyusunan dan pencapaian hasil yang diinginkan dengan menggunakan bakat bakat dan sumber sumber manusia )

c) Management is the simply getting things done through people ( manajemen secara sederhana adalah melaksanakan perbuatan perbuatan tertentu dengan tenaga orang lain

Dan selanjutnya ia menyatakan tentang fungsi fungsi manajemen yang meliputi empat peristiwa antara lain :

a) Perencanaan (Planning ) : Merupakan kegiatan yang ditentukan sebelumnya akan sasaran yang ingin dicapai dan memikirkan sarana sarana pencapaiannya. Perencanaan adalah kegiatan menentukan terlebih dahulu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 81

Page 82: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

melakukannya dan siapa yang harus melaksanakan semua kegiatan . perencanaan dimaksud meliputi segi segi teknik, ekonomi, sosial dan layanan atau service. Jadi perencanaan mengandung pengertian : rencana dalam menjembatani status sekarang dengan sasaran yang ingin dicapai pada masa mendatang, sasaran yang ingin dicapai sebagai parameter (ukuran perbandingan) bagi setiap pemimpin untuk menentukan sederetan aktivitas yang harus dilakukan agar setiap pengikut dan atau bawahan dapat memberikan kontribusi maksimal serta positif. Ia lebih jauh menyatakan bahwa Perencanaan meliputi : perkiraan masa mendatang, dan perkiraan perkiraan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi dengan jalan memperhitungkan semua sumber yang tersedia, menentukan tujuan (sasaran atau objective) , menetapkan kebijakan, menetapkan prosedur dan metode metode yang tepat , logis dansestimatis untuk pendayagunaan semua energi serta kegiatan secara maksimal.

b) Pengorganisasian ( Organizing ) Pengorganisasian adalah pengurusan semua sumber dan tenaga yang ada dengan landasan konsepsi perencanaan yang tepat dan penentuan masing masing fungsi yang menyangkut ( persyaratan tuga, tatakerja, penanggungjawab, dan antar relasi dari fungsi fungsi ) pada bagian lainnya. Pengorganisasian dapat diartikan : (a) membagi tugas kerja (b) menentukan kelompok kelompok unit kerja (c) menentukan tingkatan otoritas yaitu kewibawaan dan kekuasaan untuk bertindak secara bertanggung jawab.

c) Aktualisasi/pengarahan ( Actuating ) Aktualisasi/pengarahan merupakan kegiatan penggerakan, pengendalian semua sumber dalam usaha pencapaian sasaran sehingga tujuan dapat dicapai dengan lancer dan lebih efisien.

d) Pengawasan/supervise (supervision) Pengawasan/supervise merupakan pengontrolan dengan melaksanakan supervisi agar para pengikut dapat bekerja samadengan baik kearah pencapaian sasaran sasaran dan tujuan umum organisasi . Pengawasan dilakukan untuk mengukur hasil pekerjaan dan menghimpun penyimpangan penyimpangan , bila perlu segera melakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan tersebut. Pengawasan juga termasuk penilaian atau evaluasi mengandung arti bahwa peninjauan kembali, pengontrolan tugas, agar semua tugas berlangsung dengan tepat , sesuai dengan norma norma dan standar yangsudah digariskan dalam perencanaan. Setiap prestasi kerja dinilai dan diukur , dipertimbangkan standar standar untuk mengetahui kekurangan dan penyimpangan untuk segera dilakukan koreksi revisi . Apabila control evaluasi lemah biasanya mengakibatkan gagalnya menemukan kesalahan.

Kartini Kartono ( 1983 : 114 – 115 ) selanjutnya lebih jauh mengungkapkan bahwa manajemen dapat disebut pula sebagai suatu pengendalian usaha yang merupakan :

(1) proses pendelegasian, pelimpahan suatu usaha wewenang kepada beberapa penanggung jawab dengan tugas tugas kepemimpinan.

(2) proses penggerakan serta bimbingan pengendalian semua sumberdaya manusia dan sumberdaya dalam kegitan pencapaian tujuan organisasi, menciptakan kerjasama yang baik demi kelancaran dan efektifitas kerja untuk mempertinggi daya guna semua sumber dan mempertinggi hasil guna

Peter F. Drucker, judul bukunya “ the practice of management, Harper and Row, New York 1954, halaman 157- 158 yang dikutip oleh kartini Kartono (1983; 157-158) memaparkan tentang kriteria keberhasilan kemampuan manajeial antara lain:

(1) Meningkatkan hasil- hasil produksi dan layanana yang dicapai organisasi dalam bentuk aspek ekonomis dan teknis

(2). Semakin rapinya system administrasi dan semakin efektifnya manajerial. Manajerial yang efektif dimaksud adalah:

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 82

Page 83: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

(a). penelitian sumber daya manusia, alam, dana, sarana, dan waktu yang makin ekonomis dan efisien.

(b) The right in the right place dengan deliegation of authority/ pendelegasian wewenang yang luas.

(c) Struktur organisasi sesuai denga kebutuhan organisasi dan integrasi dari semua bagian

(d) target dan sasaran yang ingin dicapai selalu terpenuhi sesuai dengan penentuan jadwal waktu.

(e) organisasi dengan cepat dan tepat dapat menyesuaikan diri pada tuntutan tuntutan perkembangan dan perubahan dari luar organisasi masyarakat, situasi dan kondisi sosial, politik dan ekonomi

(3). Semakin meningkatnya aktifitas- aktifitas manusiawi atau aspek sosial yang sifatnya lebih manusiawi dimaksudkan adalah: (a) Iklim psikis yang mantap sehinga orang merasa aman dan senang bekerja. (b) Adanya disiplin kerja, disiplin diri, tanggung jawab dan moral yang tinggi dalam organisasi (c) Terdapat suasana saling mempercayai, kerja sama, kooperatif, etnik, dan etos kerja yang tinggi (d) Komunikasi formal dan informal yang lancar serta akrab (e) Adanya kegairahan kerja dan loyalitas tinggi terhadap organisasi (f) Tidak banyak terdapat penyelewengan dalam organisasi (g) adanya jaminan jaminan sosial tertentu. Persaingan dunia dalam segala hal yang begitu kompleks dengan kondisi sumber daya manusia yang memprihatinkan, menghawatirkan kita akan pergolakan-pergolakan kondisi yang terjadi. Keprihatinan kondisi ini memicu terciptanya suasana etos keja organsasi apapun menjadi menurun terutama bagi pelaksana organissi itu sendiri yang tidak memiliki kesiapan sama sekali dan atau tidak memilki pengembangan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaannya.

Jadi dapat diperoleh suatu pengertian bahwa Kepala sekolah dengan kemampuan manapjerialnya menyusun perencanaan yang matang sebagaimana dimaksudkan dalam pemaparan sebelumnya memilki hal-hal pokok sebagai berikut:

(1) Jalannya pendidikan dan pengajaran (2). Penyusunan dan implementasi program pendidikan dan pengajaran di sekolah (3) persiapan dan penerpan administrasi sekolah yang rapi teratur dan

berkesinambungan (4). Menciptakan kewibawaan, keperibadian tinggi, tanggung jawab, etos kerja,

bersih, transparan, dan akuntabilitas terhadap keleluasaan yang dimilkinya serta bersikap demokratis.

(5). Menciptakan kerjasama yang baik antara sekolahnya dan sekolah lainnya serta instansi terkait lainnya

(6). mengatur, mengorganisasikan suatu kebijaksanaan sekolah yang menyangkut kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler

(7). Menciptakan kerja sama dalam suasana kondusif dengan semua komponen-komponen warga sekolah (guru, orang tua murid, siswa, dewan sekolah dan masyarakat lingkungan sekitarnya) sebagaimana dinyatakan oleh Qodri Azizy, 2003 ( dalam kendali mutu pendidikan ).

Craig (1987) menguraikan tentang kemampuan kepala sekolah dapat berhasil melaksanakan tugasnya sebagaimana tugas seorang pengawas dan berfungsi sebagai seorang supervisor yang dikutif oleh Yusuf A. Hasan dan Muhammad Idrus (dalm Pedoman Pengawasan untuk madarasah dan sekolah umum, 2003, halaman 9 adalah sebagai berikut:

(1). Membuat perencanaan kerja (2). Memecahkan masalah (3). Mengendalikan pekerjaan (4). Mengumpulkan dan memanfaatkan masukan umpan balik ( performance feedback) (5). Melatih dan membimbing (6). Memotivasi (7). Mengatur waktu (8).

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 83

Page 84: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Komunikasi lisan maupun tulis. (9). Mengembangkan kemampuan diri (10). Mewakili lembaga (11). Menghadiri dan menyelenggarakan rapat-rapat

Abdul Aziz Drs, MA. (2003) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai pemegang policy dalam menentukan kebijakan di lingkungan sekolah, diharapkan mampu mendorong kegiatan layanan kependidikan antara lain

(a). Menjadi pioneer menegakkan prilaku dan sikap yang dilandasi oleh nilai-nilai moral dan akhlak yang mulia,

(b). Menyediakan berbagai fasilitas berupa sarana dan prasarana pendidikan (c). Melakukan monitoring baik langsung atau tidak langsung terhadap berbagai

bentuk kegiatan pendidikan di sekolah (d). Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan kegiatan pendidikan

yang selanjutnya menjadi bahan laporan kepada instaansi atasan. Atembun (1975) memaparkan tentang fungsi kepala sekolah sebagai supervisor

bertanggung jawab melaksanakana pembinaan kearaha perbaikan situasi pendidikan dan peningklatan mutu belajar mengajar. Kepal sekolah harus menyadari betul bahwa pengembangan dan pembinaan pendidikan yang merupakabn bidang operasional dalam melaksanakan supervise untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab kewenangannya.

Fungsi kepala sekolah sebagai supervisor terbatas dilingkungan sekolah dengan tugas dan tanggung jawabnya serta ruang lingkup garapannya yang sangat luas dan kompleks. Qodri A. Azizy (2003): 17-19 mengungkapkan tentang ruang lingkup tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor antara lain :

(1) Ruang lingkup administrasi tata laksana sekolah seperti (a) Organisasi dan struktur pegawai tata usaha (b). Otorisasi dan anggaran belanja sekolah (APBS) (c). masalah kesejahteraan personalia sekolah (d). masalah perlengkapan dan perbekalan sekolah (e). Keuangan dan pembukuannya (f). Korespondensi surat menyurat dan kearsipan (g) Masalah kepegawaian (h) Laporan (i) Pengangkatan, pemindahan, penempatan , pemberhentian pegawai guru honorer, (j) Pengisian buku pokok klapper dan raport serta lainnya.

(2). Ruang lingkup administrasi guru dan pegawai sekolahFungsi Kepala sekolah sebagai pemimpin memegang peranan penting dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tenggung jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap pengaturan jalannya roda kependidikan di sekolah. Peran utama Kepala Sekolah adalah sebagai pemimpin yang mengenmdalalikan jalnnya penyelenggaraan pendidikan di mana pendidikan itu sendiriberfungsi pada hakekatnyasebagai sebuah transformasi yang mengubah input menjadi output.

Hal ini menentukan suatu prosesyang berlangsung secara benar, terjaga sesuai dengan ketentuan dari tujuan kependidikan itu sendiri. Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan di sekolah seorang pemimpin sebagai top manajer sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah. Kepala Sekolah tentunya memerlukan manajerial yang baik dalam rangka menjamin kualitas agar sesuai dengan tujuan pendidikan, berdasarkan Kompetensi kompetensi yang telah dipersyaratkannya .

Kepala Sekolah sekolah disamping berfungsi sebagai top manager sekolah, juga tak kalah pentingnya berfungsi sebagai pengawas sekolah. Ini dimaksudkan bahwa seorang seorang top menajer adalah faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi atu usaha, dan merupakan kunci pembuka suksesnya organisasi.

Seorang manajer yang sukses artinya memilki kemampuan dan mampu mengelola organisasinya, mampu mengantisipasi perubahan tiba-tiba, mengoreksi kelemahan- kelemahan serta sanggup membawa organisasinya kepada sasaran jangka waktu yang ditetapkan.

Kepala Sekolah sebagai supervisor disekolah. Ini berarti bahwa ia berfungsi sebagai pengawas utama, pengontrol tertinggi yang melakukan supervise manajerial dalam menemukan atau mengidentifikasi kemampuan atau ketidakmampuan personil (guru, pegawai

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 84

Page 85: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

tata usaha, siswa, dan mitra kerja “komite sekolah) dan memberikan pelayanan kepada semua komponen warga sekolah guna meningkatkan kemampuan keahliannya dan mengelola secara lebih efektif untuk memperbaiki, dan mengelola secara lebih efektif untuk memperbaiki situasi belajar mengajaar agar (siswa) dapat mencapai prestasi n hasil belajar yang lebih meningkat.

Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat ditentukan oleh kwalitas kepala sekolah terutama dalam kemampuannya memberdayakan guru dan karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif ( positif, menggairahkan, dan produktif). Guna mendukung hal ini, kepala sekolah dituntut:

Jujur, idealis, cerdas, pemberani, terbuka, aspiratif, komunikatif, kooperatif, kreatif, cekatan/lincah, suka berfikir positif, penuh tanggung jawab, dll yang baik (mengingat harus dapat diteladani)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar dari MBS adalah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu bentuk agenda reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah kebutuhan untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Secara esensial Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan diskursus ketika sekolah tampil secara relatif otonom, dengan tidak mereduksi peran pemerintah, terutama dalam bidang pendanaan. Hal tersebut tentunya akan berakibat pada mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para profesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan yang akan bermuara pada sistem pendidikan bangsa kita. , prinsip efektivitas terhadap perencanaan nasional maupun daerah diharapkan terpenuhi secara maksimal dan optimal

3. Hakekat Manajemen Berbasis Sekolah Pada Hakekatnya, istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan

dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan intidari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut: Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan ( Fattah, 2000).

Fungsi-fungsi pokok manajemen Perencanaan, merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik akan disusun dan dirumuskan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat sipergunakan sebagai pedoman kerja. Pelaksanaan, merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektik dan efisien. Pengawasan, dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan. Pembinaan, merupakan rangkaian upaya pengendalian secara professional semua unsure organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.

Tujuan MBS adalah Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 85

Page 86: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Peningkatan mutu, dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

Manfaat MBS yaitu memberikan beberapa manfaat diantaranya dengan kondisi setempat , sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya; keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah; guru didorong untuk berinovasi; rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut: Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.

Bekerja dengan manajemen Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat memahami dan menerapkan MBS sebagai suatu proses pemberdayaan terhadap beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, seperti berikut: Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk memegang control ( atas diri dan lingkungannya ). Adanya kerjasama dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja. Menggunakan pendekatan partisipatif. Pendidikan untuk keadilan. Efektivitas MBS dapat dilihat dari efektivitas kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya, yang oleh Sergiovanni (1987) diidentifikasi sebagai berikut;

1. Produktivitas; bagaimana peserta didik, guru, kelompok dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Efisiensi; perbandungan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai prestasi tersebut.

3. Kualitas; tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik dan sekolah.

4. Pertumbuhan; perbaikan kualitas kepedulian dan inovasi, tantangan dan prestasi dibandingkan dengan kondisi di masa lalu.

5. Kepuasan kerja guru; bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai macam pekerjaan yang dilakukannya.

6. Kepuasan peserta didik; bagaimana peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7. Semangat; perasaan senang guru, peserta didik dan personil sekolah lain terhadap sekolahnya, tradisi-tradisinya, tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah.

8. Motivasi; kekuatan kecenderungan dan keinginan guru, peserta didik, dan pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah. Hal tersebut bukanlah perasaan senang yang relative terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, teyapi lebih merupakan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 86

Page 87: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, maka seluruh institusi yang berkaitan dengan UU tersebut otomatis harus melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang termaktub di dalamnya. Sesuai dengan amanat UU tersebut, maka paradigma pendidikan berubah dari yang bersifat sentralistik menuju ke arah desentralistik. Perubahan paradigma ini mempunyai dampak yang luas di bidang pendidikan dan persekolahan di Indonesia.Seluruh institusi pendidikan siap atau tidak harus mulai merubah dan berubah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Berlandaskan ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 diluncurkan kebijakan tentang persekolahan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), di Indonesia sudah ada yang melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal.

Dan sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah ada yang melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal.. Sekarang ini beberapa propinsi di Indonesia mulai mencoba menerapkan MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan.. MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengelolaan sumber dana dan administrasi. Salah satu alasan mengapa MBS diperlukan adalah karena MBS merupakan proses pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan istilah yang sangat populer dalam era reformasi. Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya yang memiliki posisi yang seimbang dengan yang lain yang telah lebih dulu mapan kehidupannya. Manajemen berbasis sekolah merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Untuk dapat memahami dan menerapkan MBS sebagai proses pemberdayaan terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain: Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk memegang kontrol atas diri dan lingkungannya. Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja. Menggunakan pendekatan partisifatif. Pendidikan untuk keadilan.

Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah adalah sebagai berikut:

a) Penyusunan kelompok kecil, pemberdayaan difokuskan pada kelompok kecil yang mandiri. Kelompok ini diharapkan tumbuh secara alamiah dan pada gilirannya perlu dibentuk koalisi di antara para anggota kelompok.

b) Pengalihan tanggungjawab, dalam MBS terjadi pengalihan dari pemerintah kepada sekolah untuk dapat memberdayakan diri dan lingkungannya.

c) Pimpinan oleh para partisipan, dengan melatih kontrol atau pengambilan keputusan maka diharapkan mendorong semua aspek organisasi. Kepemimpinan dan pemimpin diharapkan lahir secara alamiah dalam proses ini.

d) Guru sebagai pasilitator, guru diharapkan sebagai pembimbing proses dan nara sumber. Komitmen guru sangat diharapkan dalam hal ini.

e) Proses bersifat demokratis dan hubungan kerja yang luwes, segala sesuatu yang dalam MBS dirundingkan bersama dalam kedudukan yang sederajat dan diputuskan dengan musyawarah.

f) Merupakan integrasi antara refleksi dan aksi, pengalaman dari masing-masing partisipan akan menghasilkan fokus yang melibatkan setiap orang yang terlibat melalui aksi dan reaksi yang sama dan menimbulkan keinginan untuk menghadapi resiko bersama.

g) Metoda yang mendorong kepercayaan diri, metoda yang digunakan bersifat meningkatkan keterlibatan aktif, dialog, dan aktivitas kelompok secara mandiri.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 87

Page 88: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

h) Meningkatkan derajat kemandirian sosial, ekonomi, dan politik sebagai proses pemberdayaan kedudukan partisipan dalam masyarakat meningkat dalam hal-hal khusus tertentu.

Pelaksanaan MBS sekarang terbukti dapat mengubah kebudayaan dan sistem, sehingga sekolah berkembang efektif dan "sustainable". Terjadi transformasi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sekolah Seluruh komponen warga sekolah yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri. terlibat dan berperan dalam rangka meningkatkan kualitas mutu sekolah. . Sesuai dengan etos MBS peran setiap pihak sangat diperlukan dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah, melalui proses terbuka, diskusi dan saling tukar pikiran dalam rangka mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal. Di dalam MBS, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior. Semua stakeholder, Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, masing-masing membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik bagi keperluan mereka sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan MBS adalah kebijakan yang mendorong kemandirian dan memberdayakan potensi sekolah-sekolah di Indonesia. Keterlibatan maksimal dari berbagai pihak, antara lain Kepala Sekolah, guru, orang tua, Dewan Pendidikan, dan Dinas Pendidikan di daerah benar-benar diharapkan bagi suksesnya MBS dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun selanjutnya bagaimana efektivitas institusi sekolah dalam menerapkan kebijakan MBS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasar teori di atas, dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak hanya tergantung dari kemampuan manajerial, melainkan faktor kepemimpinan (leadership). Kemudian, siapakah yang paling berkepentingan dan siapakah yang harus menjadi pemimpin (leader) agar kebijakan MBS mencapai tujuannya? Secara teoritis, semua pihak memang harus terlibat aktif yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat yang peduli. Akan tetapi pada prakteknya, peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah sangat menentukan; kepemimpinan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah paling menentukan kebijakan sekolah seperti tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum. Dengan melihat tanggung jawab besar tersebut, maka pengembangan kepemimpinan dari Kepala Sekolah dan Pemilihan Ketua Komite Sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah perlu diperhadapkan pada serangkaian pengalaman belajar yang mendorong pengembangan kepemimpinan. Dalam buku “Handbook Leadership Development” (1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman yang mengandung penilaian, tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang akan mengembangkan kepemimpinan seseorang. Namun pada prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan Dengan melaksanakan pengembangan pengelolaan sekolah yang kompeten dan berdedikasi tinggi yang merupakan refresentasi dari karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan / iklim sekolah, seperti : budaya mutu, budaya progresif, demokratis, kreatif, aspiratif, disiplin, bertanggung jawab, partisipasi warga, inovatif, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Menumbuhkan komitmen untuk mandiri. Menumbuhkan sikap responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib. Menumbuhkan budaya mutu dilingkungan sekolah. Menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi. Menumbuhkan kemauan untuk berubah. Mengembangkan komunikasi yang baik. Mewujudkan temwork yang kompak, cerdas, dan dinamis. Melaksanakan keterbukaan manajemen. Menetapkan secara jelas dan mewujudkan visi dan misi sekolah.

b) Melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif. Meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 88

Page 89: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Menetapkan Strategi dan Prioritas Kegiatan dalam rangka menunjang dan mempercepat elaksanaan Kegiatan dan Pencapaian Kinerja;

Manajemen berbasis sekolah berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas pemerintah, peranan orangtua dan masyarakat serta peranan profesionalisme dan manajerial dan pengembangan profesi.

a. Kewajiban SekolahMBS menawarkan keleluasaan pengelolan sekolah, guru dan pengelolaan sistem pendidikan profesional. Oleh karenanya maka pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Perkembangan sekolah agar menjadi lebih baik tergantung dari beberapa hal. Salah satu yang terpenting adalah bagaimana merencanakan program-program sekolah, dan siapa yang terlibat didalam penyusunan tersebut. Program biasanya disusun dalam bentuk Rencana Induk Pengembangan Sekolah (RIPS) yang tetap mengacu pada visi dan misi sekolah. Perencanaan sebaiknya tidak dibuat terlalu muluk-muluk, dan tetap berpijak pada kondisi yang sesungguhnya. Kemudian duduk bersama antara kepala sekolah, guru, komite, dan masyarakat untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan menghitung biayanya (kepedulian masyarakat terhadap pendidikan mulai tumbuh) Mengajak anggota stakeholder sekolah lainnya untuk dapat berpartisipasi menyumbangkan pikiran dalam merencanakan pengembangan sekolah Mengajak anggota stakeholder sekolah untuk saling memantau program sekolah

b. Kebijakan dan Prioritas PemerintahBila fenomena aktualisasi desentralisasi pendidikan menghambat

kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan pendidikan maka dikhawatirkan kepemimpinan apapun yang akan dijalankan pada tingkat satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan akan sulit meraih kualitas pendidikan yang efektif. Setiap pengambil kebijakan pada setiap tingkat pemerintahan di Indonesia ini harus lebih memahami tentang aturan yang dipedomani dalam menghasilkan sosok kepala sekolah yang berkualitas. Hal ini dapat dilakukan mulai dari proses rekutmen, diklat dan pengembangan profesi kepala sekolah yang lebih strategis, diharapkan rekutmen dan pengembangan kepala sekolah dapat menghasilkan pembentukan kepemimpinan kepala sekolah yang terampil mengelola kebutuhan pelanggannya. Selain dari tantangan yang digambarkan di atas, perlu diketahui bahwa sekolah yang tidak efektif dalam meraih mutu ada kalanya dipengaruhi oleh kompleksitas dalam manajemen sekolah seperti kondisi siswa, ketenagaan, sarana-prasana, pembiayaan dan kebijakan pemerintah.

Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan erat dengan program melek huruf dan angka, efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Agar prioritas tersebut dilaksanakan oleh sekolah maka pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman umum tentang pelaksanaan MBS. Pedoman tersebut terutama ditujukan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan terevaluasi dengan baik dalam arti, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan dengan efektif, sekolah dioperasikan dalam kerangka yang disetujuai pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai dengan tujuan.

c. Peranan Orangtua dan MasyarakatDengan MBS diharapkan dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefesienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih.

d. Peranan Profesionalisme dan ManajerialManajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah, karena pelaksanaan MBS dimungkinkan beroperasi meningkatkan peranan yang bersifat profesional dan manajerial.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 89

Page 90: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Merubah paradigma bahwa sekolah hanya boleh “dikelola” oleh Kepala Sekolah, menjadi “mengajak” komite dan wakil orangtua untuk dapat memikirkan rencana dan kemajuan sekolah secara bersama-sama Pola penyampaian rencana penyusunan program dan kebutuhan sekolah secara kekeluargaan, menghasilkan target yang melebihi perkiraaan semula Dengan keterbukaan dari pihak sekolah, mengurangi kecurigaan pihak masyarakat, dan malah menghasilkan peningkatan rasa memiliki dari stakeholder sekolah semakin tinggi, karena mereka dilibatkan mulai tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan dan monitoring.

e. Pengembangan ProfesiDidalam MBS pemerintah harus dapat menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif, agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS.

Secara esensial konsep filosofis dalam MBS adalah Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam kehidupan manusia. Ia merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan berlangsungnya eksistensi mereka (Fakih dalam Wahono, 2000: iii).

BAB IVPEMBAHASAN

A. PENGEMABAN KEPEMIMPINAN DALAM IMPLEMENTASI MBSMengacu pada definisi pengembangan kepemimpinan (leadership development)

sebagaimana telah dijabarkan secara rinci dalam bab terdahulu adalah perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan bermanfaat. Ada tiga hal penting dalam

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 90

Page 91: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

definisi pengembangan kepemimpinan menurut (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van Velsor, 1998:4), yaitu:

1. Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu

2. Apa yang membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan seterusnya.

3. Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah

Munculnya teori relativitas, mekanika kuantum, dan penemuan ilmiah lainnya adalah contoh nyata revolusi di bidang keilmuan. Hal ini dapat dijadikan acuan bahwa evolusi perilaku sosial jauh lebih cepat dibandingkan dengan evolusi spesies-genetik nonrekayasa. Meski kita harus pula menerima realitas bahwa pendidikan formal belum menampakkan pergeseran fungsi progresifnya yang signifikan. Fungsi reproduksi atau fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah sebagai pembaru atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang lebih maju. Selain itu, satuan pendidikan dalam hal ini sekolah juga berperan sebagai wahana pengembangan, reproduksi, dan desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekolah sebagai salah satu Lembaga satuan pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengembangkan fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar fungsi sekolah yakni fungsi pendidikan sebagai penyadaran; fungsi progresif pendidikan dan; fungsi mediasi pendidikan ( Danim, 2007:1).

Hah tersebut nampak bahwa sekolah hanyalah salah satu dari subsistem pendidikan karena lembaga pendidikan itu sesungguhnya identik dengan jaringan-jaringan kemasyarakatan. Fungsi penyadaran atau fungsi konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua orang.

Dengan adanya sekolah sebagai satuan Pendidikn formal, terdapat pula satuan Pendidikn informal dan pendidikan kemasyarakatan yang kesemuanya merupakan pranata masyarakat bermoral dengan partisipasi total sebagai replica idealnya. Partisipasi anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai alat pendidikan, melainkan sebagai intinya. Sebagai bagian dari jaring-jaring kemasyarakatan, masyarakat pendidikan perlu mengemban tugas pembebasan, berupa penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru. Orang tua, guru, dan dosen harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara menetapkan norma tunggal atau menuntut kepatuhan secara membabi buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi lahirnya proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah eksistensial mereka. Tidak menguntungkan jika anak dan anak didik diberi pilihan tunggal ketika mereka menghadapi fenomena relatif dan normatif, termasuk fenomena moralitas. Fungsi konservatif atau fungsi penyadaran sekolah sebagai lembaga pendidikan masih menjelma dalam sosok konservatisme pendidikan persekolahan, bukan sebagai wahana pewarisan dan seleksi budaya, ditandai denga makin terperosoknya kearifan generasi dalam mewarisi nilai-nilai mulai peradaban masa lampau. Bukti konservatisme pendidikan formal benar-benar nyata di dalam alur perjalanan sejarah. Seperti dikemukakan oleh Ash Hatwell (1995), diperlukan waktu sekitar 100 tahun bagi teori dan ide ilmiah untuk dapat mempengaruhi isi, proses, dan struktur persekolahan. Bersamaan dengan itu, perubahan wajah dunia terus berakselerasi.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 91

Page 92: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Kepemimpinan di sekolah merupakan faktor penting dalam melaksanakan program sekolah dan memobilisasi seluruh sumberdaya sekolah. Pemimpin di sekolah adalah kepala sekolah, yang memiliki fungsi sebagai pemimpin dan juga sebagai manajer. Sebagai pemimpin Kepala sekolah berfungsi memobilisasi dan memberdayakan sumber daya yang ada, sebagai manajer Kepala Sekolah berfungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan.Dalam praktiknya kepala sekolah dapat menjadi contoh dan panutan, dapat mendistribusikan tugas di sekolah sesuai dengan kapasitas, ada kesamaan pola pikir dan pola tindak antara pemimpin dengan warga sekolah dan masyarakat, mengoptimalkan peran serta pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), program sekolah yang terencana, terlaksana, dan terpantau dengan baik, tranparansi dan akuntabilitas kinerja sekolah. Kondisi tersebut akan membawa kebersamaan dalam membangun iklim kondusif di sekolah. Berikut adalah salah satu contoh kreativitas kepala sekolah yang mengelola sekolah dengan mengorganisasi seluruh sumber daya.

Dalam buku “Handbook Leadership Development” (1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman yang mengandung penilaian, tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang dapat mengembangkan kepemimpinan seseorang.

Pengembangan Kepemimpinan pada prakteknya, Kepala Sekolah merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam implementasi MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan.

Keberhasilan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sangat ditentukan political will kepemimpinan di sekolah itu sendiri. Ironisnya selama ini, political will tersebut tidak utuh sebagai pendukung utama, demikian juga kepemimpinan di sekolah yang cenderung memakai pendekatan birokratis hirarkis dan bukannya demokratis. Walaupun political will adakalanya terlihat tidak begitu utuh dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, seharusya diimbangi dengan format kepemimpinan kepala sekolah yang handal dalam memimpin persekolahan.

Menurut Nurkolis (2003:141) kepemimpinan adalah isu kunci dalam MBS, bahkan dalam beberapa terminology Site-Based Leadership digunakan sebagai pengganti Site-Based Management. Dalam implementasi MBS maka diperlukan perspektif dalam keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat pemerintahan maupun tingkat sekolah. Oleh karena itu Pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup "seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya."

Menjawab Krangka pemecahan masalah tentang Hakikat menjadi seorang pemimpin dalam mengembangkan kepemimpinannya pada intinya tentu berfokus ke dalam Keonsep Pengembangan Kepemimpinan sebagaimana telah dikemukan dalam banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin. Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 92

Page 93: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan. Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan. Ada tiga hal penting dalam pengembangan kepemimpinan ini, yaitu:

1. Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu

2. Apa yang membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan seterusnya.

3. Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah

Langkah Pengembangan Kepemimpinan dalam Implentasi MBS sebagaimana telah dilaksanakan pengkajian tentang Konsep dasar MBS yang merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS. Secara sederhana dikatakan,

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 93

Page 94: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah.

Dalam implementasi MBS maka diperlukan perspektif dalam keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat tingkat sekolah. Namun realitasnya terjadi berbagai fenomena yang tampak dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, menunjukkan bahwa masih diperlukan kemauan yang kuat dari pihak lingkungan sekolah dalam melakukan perubahan sistem penyelenggaraan MBS. Tidak mungkin melakukan perubahan secara utuh dan komprehensif, jika semua pihak yang terlibat tidak menunjukkan kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan itu. Oleh karenanya, pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan sebuah keharusan oleh siapa saja yang bertanggung jawab dan merasa berkepentingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan MBS Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42). Perluasan keikutsertaan masyarakat dalam sistem manajemen persekolahan merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah dalam hal ini bukan lagi hanya milik sekolah tetapi hakikat sekolah sebagai sub-sistem dalam sistem masyarakat direkonstruksi sehingga fungsi pendidikan dikembalikan secara utuh dalam melestarikan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

B. IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH Manajemen dapat diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan. Di berbagai

lieteratur dalam fungsi pokoknya acap kali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang sama. Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Manajemen adalah seperangkat proses yang dapat menjaga sistem yang kompleks, terdiri dari orang dan teknologi dan berjalan secara perlahan. Aspek-aspek terpenting dalam manajemen meliputi perencanaan, penganggaran, organizing, staffing, pengawasan, dan pemecahan masalah. Kepemimpinan adalah seperangkat proses yang menciptakan organisasi mampu mengadaptasi pada lingkungan yang berubah secara signifikan. Kepemimpinan mendefinisikan seperti apakah masa depan itu, membimbing orang sesuai dengan visi tersebut, dan memberi inspirasi kepada mereka untuk membuat hal itu terjadi meskipun banyak hambatan (John P. Kotter, 1996).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya

Melaksanakan MBS pada dasarnya kepemimpinan transformasional mempunyai tiga komponen yang harus dimilikinya, yaitu: memiliki kharisma yang didalamnya termuat perasaan cinta antara KS dan staf secara timbal-balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri, dan saling percaya dalam bekerja, memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya, memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berfikir dan mengembangkan atau mencari berbagai alternatif baru. Dengan demikian, MBS yang dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 94

Page 95: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang ber-kepentingan/tanggung gugat (public accountability dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal yaitu : menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut mengetahui sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelengaraan sekolah persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan. Ini mengandung makna bahwa implementasi MBS tidak terlepas dari pengembangan kepemimpinan dalam hal sebagai berikut :

Manajemen • Merencanakan dan menganggarkan: membuat

tahapan-tahapan yang detail dan schedule untuk pencapaian hasil yang diinginkan, kemudian mengalokasikan sumber-sumber yang diperlukan untuk pencapaiannya

• Mengorganisasi dan staffing: membuat beberapa struktur untuk pelaksanaan unsure-unsur perencanaan, mengisi struktur tersebut dengan individu-individu, mendelegasikan tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan rencana tersebut, merumuskan policy dan prosedur untuk membantu mengarahkan orang, dan membuat metode atau system untuk memonitor kegiatan

• Mengawasi dan memecahkan masalah: memonitor hasil, mengidentifikasi defiasi perencanaan, kemudian merencanakan dan mengorganisir untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut

• Menghasilkan sesuatu yang terprediksikan dan menyusun serta memiliki kemampuan untuk secara konsisten memperoleh hasil-hasil jangka pendek yang diinginkan oleh stakeholder (seperti untuk customer, selalu tepat waktu; da

Kepemimpinan • Membuat pedoman: mengembangkan visi masa

depan – visi jangka panjang – dan strategi-strategi untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan untuk pencapaian visi tersebut

• Mengarahkan orang: mengkomunikasikan gagasan dengan kata-kata dan tingkahlaku kepada semua orang dengan mana kerjasama mungkin diperlukan seperti untuk mempengaruhi kreasi team dan kerjasama yang memahami visi dan strategi dan yang menerima validasinya

• Memotivasi dan memberikan in spirasi: menyemangati orang un tuk memecahkan hambatan-ham batan politis mendasar, birokrasi, dan keterbatasan-keterbatasan sumber daya untuk berubah se suai dengan kepuasan dasar yang merupakan kebutuhan manusia yang sering belum terpenuhi

• Menghasilkan perubahan, sering pada tingkat yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menghasilkan perubahan yang sungguh-sungguh bermanfaat (seperti produk baru yang diinginkan customer, pendekatan-pendekatan baru guna membangun kerjasama yang membantu menjadikan perusahaan lebih kompetitif

Mulyasa (2002) memberi penjelasan mengenai istilah manajemen yang menurutnya mempunyai arti yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.

Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan terwujud secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah maupun tujuan pendidikan. Manajemen atau pengelolaan mempunyai fungsi pokok antara lain:

1. PerencanaanPoses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan

dilakukan pada waktu yang akan datang.2. PelaksanaanKegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka

mencapai tujuan secara efektif dan efisien.3. PengawasanUpaya untuk mengamati secar sistematis dan berkesinambungan.4. PembiayaanRangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar

berfungsi sebagaimana mestinya.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 95

Page 96: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dengan adanya manajemen sekolah diharapkan memberikan kontibusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Didalam manajemen sekolah dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi.

Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah. Sedangkan desentralisasi berarti daerah artinya wewenang peraturan diberikan kepada pemerintah daerah setempat.

Tilaar (1991: 22) dalam Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya adalah kelompok ummur yang pedagogik sangat peka terhadap pembentukan kepribadian.

Mulyasa (2002) mengemukakan desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah baik di tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efesiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.

Jadi pemerintah pusat memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan tetapi pemerintah pusat tidak lepas tangan begitu saja namun masih ikut serta dalam penyusunan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan standar pendidikan di seluruh tanah air.

2. MBS dan Konsep DesentralisasiMBS merupakan salah satu gagasan yang diterapkan untuk meningkatkan

pendidikan umum. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran murid. Dengan demikian, ia bukan sekadar cara demokratis melibatkan lebih banyak pihak dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan itu tidak berarti banyak jika keputusan yang diambil tidak membuahkan hasil lebih baik

MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.

Berdasar kajian pengalaman MBS yang dipraktekan di beberapa negara, didapat ciri desentralisasi yang diberikan oleh penguasa pusat kepada tingkat sekolah dalam bentuk pemberian wewenang untuk mengambil keputusan.

Kewenangan tersebut untuk hal hal tertentu seperti menentukan anggaran sekolah, mengangkat dan memberhentikan karyawan, kesempatan yang lebih besar kepada kepala sekolah, guru, dan masyarakat dalam pengelolaan secara mandiri.

Jadi, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.. MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampumelibatkan stakeholders terutama peningkatan peranserta masyarakat dalam menentukan kewenangan pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualita dan keadilan, pemerataan, bagi semua peserta didik yang didasarkan atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.

Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu, harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 96

Page 97: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan yaitu sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif danpartisipasi masyarakat semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan didorong dari motivasi diri sekolah, lebih mengutamakan teamwork, lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur organisasi lebih datar.

Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan menginginkan perubahan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi positif guna perbaikan manajemen sebelumnya yang dirasa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu upayanya adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

Pengadaan fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru-guru; dan, Peningkatan kompetensi guru dalam rangka mewujudkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Dalam bagian ini satu persatu langkah tersebut akan dibahas lebih rinci.

Menurut Ramadhan (2008:1), “Berdasarkan teori belajar, melalui pendekatan lingkungan pembelajaran menjadi bermakna. Sikap verbalisme siswa terhadap penguasaan konsep dapat diminimalkan dan pemahaman siswa akan membekas dalam ingatannya”. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang pembangunan dan pengembangannya tidak bisa lepas dari berbagai pertimbangan. Pertimbangan pertama adalah pemilihan lokasi yang tepat, yaitu lokasi yang strategis, bebas banjir, aman, dan memiliki aksesibilitas yang tinggi. Lokasi yang baik juga didukung oleh infrastruktur jalan yang memudahkan sekolah untuk dijangkau oleh sarana transportasi umum, dilengkapi dengan drainase serta sarana dan prasarana terpadu yang berkualitas. Pertimbangan kedua adalah lahan. Lahan sekolah pada umumnya digunakan dengan komposisi 40-60 persen ruang terbangun dan 60-40 persen ruang terbuka hijau, karena pengelolaan lingkungan sekolah perlu mempertimbangkan akuntansi lingkungan dengan menghitung jumlah investasi lahan yang dibutuhkan serta keuntungan nyata dalam pemanfaatan ruang dan bangunan sekolah. Efisiensi pemanfaatan lahan sekolah pada pemakaian jangka panjang akan menguntungkan warga sekolah dan menghemat sumber daya karena sekolah yang dilengkapi dengan tempat pengelolaan air bersih, limbah, sampah dan efisiensi pengelolaan lahan akan dapat mendatangkan berbagai manfaat, termasuk meredam pencemaran udara dengan adanya ruang terbuka hijau yang tertutup oleh pohon yang rindang. Ruang terbuka bagi resapan air sesuai dengan ketersediaan lahan yang memungkinkan air terserap kembali ke dalam tanah juga dapat berfungsi sebagai suplai air bersih dimusim kemarau.Melirik sekolah-sekolah di negara tetangga seperti di Singapura, Malaysia, atau Australia, ternyata kita sudah ketinggalan jauh dengan fasilitas dan lingkungan sekolah mereka yang nyaman. Terlebih, siswa di sana juga mendapatkan kewajiban yang mengikat untuk bersama-sama merawat lingkungan di sekitar sekolah.

Mungkin itu pula sebabnya siswa-siswi di negara-negara tetangga kita lebih berkualitas secara rata-rata daripada di Indonesia. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.

Pengembangan mutu pengelolaan sekolah menuntut peran kepala sekolah yang efektif dan efisien, utamanya pola kepemimpinan dan kerjasama yang solid Perbaikan kinerja kepala sekolah dasar dan madrasah mula-mula adalah kepala sekolah sebagai tenaga potensial dalam pengelolaan sekolah mampu memberikan teladan terutama dalam kedisiplinan, misalnya dengan datang di sekolah lebih awal. Kepala sekolah mampu memberikan tanggung jawab kepada guru dan stakeholder sesuai dengan kapasitas dan perannya. Perencanaan program sekolah dilakukan bersama-sama dengan komite dan orang tua siswa. Pelaksanaan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 97

Page 98: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

program dan evaluasi keberhasilannya juga dilakukan secara bersamasama dengan komite dan orang tua siswa. Selanjutnya Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) juga disusun bersama antara Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, dan orangtua siswa, bahkan RAPBS ini dipajangkan. Perubahan manajemen sekolah seperti ini berdampak pada tingginya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Jadi prinsip perubahan manajemen sekolah adalah mampu mengorganisasi sumber daya serta dilandasi perubahan alur berpikir terutama pada pemberian tanggung jawab kepada guru dan stakeholder sebagai mitra dalam pengembangan sekolah kemudian dalam usaha peningkatan mutu pendidikan di sekolah membutuhkan peran kepemimpinan kepala sekolah dan kerjasama yang baik antar warga sekolah dan warga masyarakat yang terkait (stakeholder). Oleh karena itu, pola kepemimpinan yang efektif dan partisipatif sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan prinsip otonomi sekolah. Dalam praktiknya, pengelolaan sekolah harus mempertimbangkan berbagai potensi, baik potensi warga sekolah dan potensi warga masyarakat yang dapat dijangkau untuk dijalin kerjasama yang sinergis. Pola sinergi berbagai potensi dalam pengelolaan pendidikan akan berdampak pada hal berikut: munculnya kepemimpinan yang partisipatis, demokratis, dan fleksibel; adanya tranparansi dan akuntabilitas berbagai hal di lingkungan sekolah itu sendiri; adanya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah; adanya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengontrolan kinerja sekolah di berbagai sisi; dan memunculkan iklim belajar yang baik. Untuk mencapai kemajuan yang diinginkan beberapa sekolah memiliki kreativitas yang bervariasi.

Dalam meningkatkan manajemen sekolah, Kepala Sekolah idealnya melakukan terobosan sebagai berikut:

1) Berusaha agar setiap hari datang di sekolah berlomba dengan siswa agar tidak kedahuluan mereka;

2) Menyusun program sekolah yang jelas berdasarkan visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai;

3) Menginventarisasi kebutuhan pembelajaran dan kebutuhan sekolah lewat pertemuan dengan guru dan pihak terkait untuk bisa menyusun RIPS dan program kerja jangka pendek serta RAPBS;

4) Membentuk beberapa wakasek dengan tugas dan peran yang berbeda tetapi saling mendukung ketercapaian program sekolah;

Sebagaimana telah dikemukakan di dalam bagian Pendahuluan, SMA Negeri 2 Mataram telah memiliki kreativitas menempuh beberapa langkah untuk mewujudkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai Sekolah Model, yang kegiatan pengembangan mengimplementasikan MBS melalui kegiatan yang meliputi: 1. Renovasi fisik dan penataan lingkungan sekolah;

a) Pengembangan/ Pengadaan Fasilitas sekolahb) Pengembangan penyediaan Lapangan bermainc) Penataan Pepohonan rindangd) Penataan Tempat pembuangan sampahe) Lingkungan sekitar sekolah yang mendukung

a. Pengembangan/ Pengadaan Fasilitas sekolahAlat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat

pelajaran yang digunakan oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Di samping itu, ketersediaan Dari pemaparan di atas, tergambar bahwa lingkungan sekolah sangat besar peranannya di dalam menentukan dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 98

Page 99: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

yang teratur dan berkelanjutan. Disamping itu, setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana ,yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dan rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A. Pada daerah rawan gempa dan yang tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa.

Jika kita mencari korelasi antara lingkungan sekolah yang nyaman dengan prestasi siswa di sekolah, maka didapatlah fakta bahwa proses belajar mengajar itu memerlukan ruang dan lingkungan pendukung untuk dapat membantu siswa dan guru agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Belajar memerlukan kondisi psikologi yang mendukung. Jika para siswa belajar dalam kondisi yang menyenangkan dengan kelas yang bersih, udara yang bersih, dan sedikit polusi suara, diharapkan siswa akan lebih mudah mencapai tingkat prestasi yang lebih baik.

Bagi para siswa, tentunya kegiatan belajar mengajar memerlukan lingkungan pekarangan sekolah yang nyaman, bersih, dan cukup pepohonan. Di antara fasilitas-fasilitas yang penting untuk diperhatikan antara lain:

b. Pengembangan penyediaan Lapangan bermainFasilitas lapangan bermain adalah sesuatu hal yang sangat penting bagi

kegiatan belajar mengajar di sekolah, khususnya yang berhubungan dengan ketangkasan dan pendidikan jasmani. Selain itu lapangan bermain juga dapat digunakan untuk kegiatan bermain siswa, kegiatan upacara/apel pagi, dan kegiatan perayaan/pentas seni yang memerlukan tempat yang luas.

c. Penataan Pepohonan rindangSemakin pesatnya pertumbuhan sebuah daerah menyebabkan pepohonan

rindang habis ditebangi untuk dijadikan bangunan, terlebih jika harga tanah ikut melonjak naik. Inilah yang menjadikan jumlah oksigen berkurang. Oksigen adalah salah satu pendukung kecerdasan anak. Kadar oksigen yang sedikit pada manusia akan menyebabkan suplai darah ke otak menjadi lambat, padahal nutrisi yang kita makan sehari-hari disampaikan oleh darah ke seluruh tubuh kita. Karena itulah dibutuhkan banyaknya pohon rindang di lingkungan pekarangan sekolah dan lingkungan sekitar sekolah.

d. Penataan Sistem sanitasi dan sumur resapan airSistem sanitasi yang baik adalah syarat terpenting sebuah lingkungan layak

untuk ditinggali. Dengan sistem sanitasi yang bersih, maka seluruh warga sekolah akan dapat lebih tenang dalam mengadakan proses belajar mengajar. Selain itu diperlukan juga sistem sumur resapan air untuk mengaliri air hujan agar tidak menjadi genangan air yang dapat menjadikan lingkungan sekolah menjadi kotor bahkan membahayakan apabila didiami oleh jentik-jentik nyamuk.

e. Penataan Tempat pembuangan sampahSampah adalah salah satu musuh utama yang mempengaruhi kemajuan suatu

peradaban. Nampaknya semakin bersih suatu tempat, maka semakin beradab pula orang-orang di tempat itu. Hal ini terbukti dari kesadaran penduduk-penduduk di negara maju yang sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dalam masalah sampah di sekolah, perlu ditumbuhkan kesadaran bagi seluruh warga sekolah untuk turut menjaga lingkungan. Caranya adalah dengan menyediakan tempat pembuangan sampah berupa tong-tong sampah dan tempat pengumpulan sampah akhir di sekolah, dan memberikan contoh kepada siswa untuk selalu membuang sampah pada tempatnya.

f. Penataan Lingkungan sekitar sekolah yang mendukung

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 99

Page 100: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Lingkungan sekolah yang dekat dengan pabrik yang bising dan berpolusi udara, atau lingkungan sekolah yang berada di pinggir jalan raya yang selalu padat, atau bahkan lingkungan sekolah yang letaknya berdekatan dengan tempat pembuangan sampah atau sungai yang tercemar sampah dapat menimbulkan ketidaknyamanan akibat bau-bau tak sedap. Kasus-kasus tersebut adalah kasus yang perlu penanganan langsung dan serius dari pemerintah. Lingkungan sekitar sekolah yang seperti itu akan dapat menyebabkan siswa cenderung tidak nyaman belajar, atau bahkan menurunkan kualitas kecerdasan akibat polusi tersebut.

g. Bangunan sekolah yang kokoh dan sehatBangunan sekolah yang kuat dan kokoh akan menimbulkan rasa aman belajar

di dalamnya. Karenanya, bangunan sekolah sudah semestinya dibangun dengan kokoh dan memiliki syarat-syarat bangunan yang sehat, seperti ventilasi yang cukup dan luas masing-masing ruang kelas yang ideal.

Keenam poin di atas cukup mewakili kondisi sekolah ideal yang ingin dituju oleh SMA Negeri 2 Mataram dengan program renovasinya untuk menjadikan siswa siswi di sekolah menjadi siswa-siswi yang berprestasi. Prestasi belajar di sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana anak-anak giat belajar dan dapat memahami pelajaran di sekolah, tapi juga kondisi lingkungan sekolahnya yang mendukung.

Lingkungan sekolah yang nyaman dan bersih dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, anak-anak menjadi lebih sehat dan dapat berpikir secara jernih, sehingga dapat menjadi anak-anak yang cerdas dan kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Kondisi yang ada di SMA Negeri 2 Mataram menunjukkan bahwa sarana fisik yang serba kurang, yang meliputi gedung sekolah, jumlah ruang belajar, jumlah ruang laboratorium, serta ruang administrasi dapat melemahkan budaya organisasi yang akan menyebabkan rendahnya mutu pembelajaran yang pada gilirannya juga akan menurunkan prestasi sekolah, misalnya dengan seringnya siswa diliburkan karena kondisi sekolah atau ruang belajar yang terendam air apabila hujan atau musim hujan tiba.

Hal ini tentunya menghambat proses pembelajaran dan bisa berdampak pada tidak tercapainya target pembelajaran, misalnya karena banyak materi yang terlambat atau tidak sempat disampaikan karena sering libur. Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang segera.

Sarana fisik yang tidak memadai seperti ruangan dengan kapasitas daya tampung yang kecil tentu akan memberikan suasana belajar yang sumpek, apalagi jika ruangannya sudah sangat tua tentu akan menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakamanan. Begitu pula kondisi halaman akan mempengaruhi suasana pembelajaran.

Di SMA Negeri 2 Mataram, jika terjadi musim hujan maka sering terjadi banjir karena pondasi sekolah yang rendah sehingga air menggenangi ruangan belajar. Sebagai konsekuensinya, maka sekolah diliburkan. Hal ini tentu saja terasa sangat mengganggu suasana belajar dan berpotensi menurunkan mutu pembelajaran karena banyak materi pembelajaran yang tertunda dan bahkan tidak tersampaikan karena keterbatasan waktu.

Terlepas dari permasalahan sarana dan prasarana fisik, minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di SMA Negeri 2 Mataram selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat di dalam tabel berikut.

Tabel 1. Data Penerimaan siswa SMA Negeri 2 MataramTahun jumlah siswa

laki-lakiJlh siswa perempuan

jumlah

2008 310 312 6222009 320 332 6522010 472 605 1077

Sumber : SMA Negeri 2 Mataram

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 100

Page 101: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dari tabel di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa dari tahun ke tahun yang menunjukkan minat masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah putra putrinya di SMA Negeri 2 Mataram sangat tinggi. Minat masyaratakat ini tentunya harus diakomodir oleh pihak sekolah dengan memberikan pelayanan yang baik dalam bentuk peningkatan sarana pendukung lainnya seperti: jumlah gedung (ruang belajar), jumlah sarana penunjang lainnya seperti ruang laboratorium, ruang perpustakaan, serta jumlah guru dan staf akademik. Akan tetapi kemampuan sekolah untuk mengakomodir keinginan masyarakat ini sangat terbatas, maka perlu peran semua pihak seperti komite sekolah, pemerintah daerah dan tentunya para guru. Beranjak dari kondisi di atas maka kiranya bukanlah hal yang berlebihan apabila kami pihak sekolah (Kepala Sekolah) terus memperjuangkan pembangunan sarana fisik gedung sekolah berupa penambahan ruang belajar. Pembangunan gedung sekolah ini tentunya dengan melihat aspek kebutuhan, dalam rangka mempertahankan mutu sekolah, bukan untuk hal-hal lainnya seperti untuk bermegah megah. Dengan kondisi seperti di atas, kiranya dapat difahami bahwa renovasi sarana fisik sekolah adalah sesuatu yang penting yang harus dilakukan oleh sekolah bersama dengan komite sekolah dengan mengkoordinasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Renovasi sarana fisik sekolah merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk dapat mewujudkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran sekolah karena sekolah dituntut memiliki infrastuktur atau sarana fisik yang memadai guna menunjang proses pembelajaran yang kondusif untuk meningkatkan mutu sekolah, Renovasi Fisik Sekolah (RPS) sangat perlu dilakukan oleh sekolah untuk menumbuhkembangkan budaya organisasi sekolah dalam rangka mewujudkan suasana pembelajaran yang sehat dan menunjang para pelaku pendidikan di sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang bermutu sesuai dengan visi misi sekolah. Berbagai usaha telah dilakukan oleh sekolah bersama dengan komite sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah termasuk perbaikan sarana fisik sekolah melalui renovasi fisik. Proses renovasi dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi hasil renovasi fisik serta peningkatan mutu pembelajaran. Evaluasi menyangkut estimasi biaya, dampak terhadap mutu pembelajaran dan rasio jumlah ruangan kelas terhadap jumlah murid. Kepala Sekolah memiliki peran yang sangat dominan dalam mengkoordinasikan pemanfaatan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah melalui program-program yang dilakukan secara berencana dan bertahap. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Bagian A ayat 1 butir a dinyatakan bahwa “Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi dan mengembangkannya” serta ayat 2 butir a “Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya”. Oleh karena itu Kepala Sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif / prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Tugas dan fungsi Kepala sekolah adalah mengelola penyelenggaraan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, salah satu tugas Kepala Sekolah adalah menyusun rencana dan melaksanakan renovasi sarana fisik sekolah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Manajemen Berbasis Sekolah yang menyatakan bahwa salah satu tugas dan fungsi Kepala Sekolah adalah menjalankan Rencana dan Program Pengembangan Sekolah termasuk renovasi sarana fisik sekolah dengan melibatkan semua unsur, termasuk: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha, Wakil Siswa (OSIS), Wakil orang tua siswa, Wakil Organisasi profesi, Wakil Pemerintah dan Tokoh masyarakat (Depdiknas, tahun 2003 : 29).

Dalam buku panduan pelaksanaan Workshop Pendayagunaan MBS Kecamatan / Kota dalam rangka renovasi sarana fisik sekolah, disebutkan bahwa salah satu upaya meningkatkan Manajemen Berbasis Sekolah yang diminta Kepala Dinas Dikpora Kota Mataram adalah Sekolah mampu Melaksanakan Renovasi Sarana Fisik Sekolah dengan asas transparansi, akuntabilitas dan bekerja berdasarkan rencana dapat tercapai (Depdikbud Kota Mataram, 2002). Namun dalam kenyataannya, masih banyak kendala yang dihadapi di

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 101

Page 102: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

lapangan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : (1) Keterbatasan dana; (2) Keterbatasan tim perencana sekolah ; serta (3) Tugas Kepala Sekolah, terutama di SMAN 2 Mataram, yang sangat kompleks. Akan tetapi, dengan berbagai keterbatasan yang menjadi kendala, pada akhirnya SMA Negeri 2 Mataram telah berhasil sedikit demi sedikit merealisasikan program renovasi sekolah yang telah direncanakan.

2. Pengadaan fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru-guru

Bangunan sekolah yang bagus dan kokoh dengan lingkungan sekolah yang memenuhi persyaratan kelayakan tidak akan dapat menjadikan sebuah sekolah maju tanpa dibarengi dengan terwujudnya fasilitas-fasilitas pembelajaran yang memadai yang didukung kemampuan segenap pelaksananya untuk menjalankan segala fasilitas dengan baik dan benar. Sejalan dengan upaya renovasi fisik sekolah, fasilitas-fasilitas lain seperti sarana dan fasilitas olahraga, ruang UKS, koperasi sekolah, kantin, tempat parkir, mushola, kamar mandi/WC dan fasilitas lainnya juga diperlukan untuk menampung dan mengembangkan bakat dan minat siswa. Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran, sekolah juga telah mengambil langkah-langkah strategis dalam hal pengadaan fasilitas dan penjaminan dan pengembangan kemampuan tenaga pendidik untuk memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dan pengajaran Langkah-langkah yang dilakukan meliputi: 2.1. Yang berkaitan dengan pengadaan fasilitas:

2.1.1. Melengkapi laboratorium TIK dan laboratorium Multimedia dengan komputer, LCD monitor, dan jaringan internet. Saat ini, masing-masing ruang laboratorium TIK dan laboratorium Multimedia telah dilengkapi dengan 40 unit komputer bagi siswa, 1 unit komputer bagi administrator jaringan, dan 3 unit komputer tambahan di ruang pengelola/penjaga laboratorium Multimedia. Semua komputer yang ada di kedua laboratorium tersebut tersambung dengan jaringan internet.

2.1.2. Menyediakan fasilitas internet dan wireless hotspot yang dapat diakses di seluruh kawasan sekolah setiap hari kerja selama jam kerja kantor. Fasilitas hotspot sebagai pelengkap jaringan internet sangat diperlukan untuk memudahkan pengguna jaringan mengakses internet di mana saja di seluruh kawasan lingkungan sekolah, baik di dalam maupun di luar ruangan, selama jam kerja.

2.1.3. Melengkapi ruangan belajar dengan fasilitas LCD monitor secara bertahap. Dengan adanya jaringan internet dan LCD monitor, guru dapat membawa siswa kepada suasana dan lingkungan pembelajaran yang sangat bervariasi dengan menayangkan materi yang diambil dari berbagai sumber dengan mudah pada saat pembelajaran berlangsung.

2.1.4. Menyediakan beberapa unit komputer di ruang guru. Bagi guru yang tidak memiliki komputer pribadi tetapi memerlukan komputer di sekolah, ruang guru telah dilengkapi dengan 2 unit komputer yang tersambung dengan jaringan internet. Guru dapat memanfaatkan komputer tersebut untuk mengolah dan menyimpan data-data yang diperlukannya bagi kemudahan pengajaran di kelas.

2.1.5. Membuat website sekolah sebagai sarana pusat sumber belajar di dunia maya. Keberadaan website sekolah memiliki beberapa nilai penting, di antaranya sebagai: media informasi, alat hubung antara sekolah dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) dan masyarakat di luar sekolah; media komunikasi, guru dapat dengan mudah mengkomunikasikan rencana pengajaran dan materi pembelajaran kepada siswa serta orang tua dan masyarakat dapat memanfaatkan website sekolah sebagai sarana untuk memantau perkembangan pembelajaran para siswa dalam bentuk informasi kehadiran dan pembayaran dana komite sekolah. Di samping itu, kepala sekolah juga dapat menjalankan fungsi manajemen dengan afaktif dan efisien lewat website sekolah; dan media pembelajaran (e-learning), guru dapat menyajikan materi

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 102

Page 103: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

pembelajaran secara online dan siswa dapat mengaksesnya secara online pula, baik di dalam maupun di luar sekolah.

2.1. Yang berkaitan dengan penjaminan dan pengembangan kemampuan tenaga pendidik untuk memanfaatkan ICT untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dan pengajaran:

2.2.1. Mengikut sertakan dua orang guru dalam BRIDGE Project. BRIDGE (Building Relationships through Intercultural Dialogue and Growing) Project adalah sebuah proyek kerjasama antara Indonesia dan Australia yang dimotori oleh Asia Education Foundation (AEF) yang melibatkan 90 pendidik dari Indonesia dan 90 pendidik dari Australia dan 40 sekolah di Indonesia dan 40 sekolah di Australia. Dalam proyek ini, SMA Negeri 2 Mataram telah mengikutsertakan 2 orang guru, yaitu Hudri Ahmad, S.Pd., dan Sri Wahyuni, S.Pd., M.Pd., untuk mengunjungi sekaligus mengikuti pelatihan lanjutan tentang BRIDGE Project di Harristown State High School, Queensland, Australia. Sebagai kelanjutannya, beberapa orang guru dan siswa SMA Negeri 2 Mataram telah terlibat dalam komunikasi aktif lewat ”Membership 26” dengan guru dan siswa di Harristown State High School untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang budaya kedua negara.

2.2.2. Mengadakan pelatihan perancangan web dinamis sekolah bagi administrator website sekolah dengan mengirim salah seorang guru TIK, yaitu Hendri Agung Mahendra, S.Kom., untuk mengikuti Pelatihan Pembuatan Website Sekolah Dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan APEC Learning Community Builders (ALCoB) di Hotel Jayakarta dari tanggal 30 Mei – 3 Juni 2011.

2.2.3. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru untuk membuat blog, membuat modul bahan belajar berbasis IT, membuat bank soal, mengadakan ulangan dan penilaian lewat internet, dan memanfaatkan e-mail dan facebook untuk keperluan pengajaran dan pembelajaran.

3. Peningkatan kompetensi guru dalam rangka mewujudkan pembelajaran aktif, Inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).

3.1. Pelatihan Penggunaan Peralatan TIK Bagi Guru Bahasa JermanDalam rangka mewujudkan pembelajaran Bahasa Jerman yang aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan, salah satu upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah dengan mengadakan pelatihan penggunaan TIK bagi guru bahasa Jerman. Kegiatan pelatihan dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah pengenalan dan pelatihan menggunakan program Power Point untuk pengajaran yang diikuti dengan observasi oleh Kepala Sekolah terhadap pelaksanaannya di kelas. Kegiatan observasi dilanjutkan dengan pertemuan dengan para guru Bahasa Jerman untuk membahas hasil observasi Kepala Sekolah dan apa-apa yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan pengajaran di kelas. Kegiatan berikutnya adalah kegiatan observasi kedua untuk melihat peningkatan pelaksanaan pembelajaran setelah mendapatkan masukan perbaikan. Kegiatan pelatihan seperti ini telah membuat pembelajaran Bahasa Jerman menjadi lebih menyenangkan bagi siswa dan guru. Suasana pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi siswa.

3.2. Peningkatan Kompetensi GuruKompetensi pedagogik guru-guru Bahasa Indonesia SMAN 2 Mataram, sebagaimana

kompetensi guru-guru yang lain perlu terus ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru-guru yang kompetensi pedagogiknya sudah baik akan meningkatkan kualitas pengajaran yang berimplikasi pada peningkatan prestasi. Untuk meningkatkan kompetensi ini, kepala sekolah perlu mengawasi dan membantu mereka dalam bentuk supervisi klinis. Pelaksanaan supervisi klinis oleh kepala sekolah diharapkan dapat menutup bahkan mengatasi permaslahan kompetensi pedagogik yang rendah di kalangan guru.

Kegiatan peningkatan kompetensi guru telah dilakukan dalam bentuk supervisi klinis yang diikuti dengan pertemuan bersama para guru Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru Bahasa Indonesia, dan kegiatan pelatihan pembuatan soal standar bagi guru

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 103

Page 104: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Bahasa Inggris. Kedua macam kegiatan ini telah dapat meningkatkan kompetensi guru-guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pada bidang-bidang yang dilatihkan.

B. Gambaran Teoritik untuk menjadi pemimpin yang baik dalam mengimplementasikan MBS Kehadiran program MBS telah membangkitkan semangat baru dan pola pikir yang kreatif-

inovatif, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan. Hasil yang dicapai oleh tindakan ini amatlah banyak. Pengelolaan sekolah dengan memberdayakan potensi warga sekolah dan warga masyarakat (stakeholder) mendorong arah dan tujuan sekolah menjadi jelas dan bermakna. Berbagai tanggung jawab pada semua warga sekolah sesuai dengan kemampuan masingmasing bidang berjalan dengan baik. Program sekolah jangka panjang dituangkan dalam bentuk RIPS. RIPS dan RAPBS disusun secara partisipatif dan berjenjang.Program sekolah dilaksanakan sesuai RIPS dan RAPBS, dan keberhasilannya dievaluasi secara bersama-sama. Dari sisi kepemimpinan sekolah muncul kesadaran bahwa kinerja Kepala Sekolah dalam pengelolaan sekolah terpantau melalui indikator kinerja yang telah tercantum, missal transparansi program, transparansi keuangan, dan disiplin. Tupoksi kepala sekolah adalah penting dan strategis, kerja sama adalah kata kunci menuju ke keberhasilan pengelolaan sekolah. Pembagian kerja secara merata dan proporsional akan memunculkan sinergi berbagai potensi sekolah dan potensi masyarakat.

Sebagamana telah di kaji dalam bab terdahulu dan telah dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur. (a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership) Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970). Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut. (b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership) Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin. Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 104

Page 105: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu. (c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders) Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya. (d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model) Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itudipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 105

Page 106: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional. (e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership) Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.

Pengelolaan sekolah dengan memberdayakan potensi warga sekolah dan warga masyarakat (stakeholder) memberikan sebuah refleksi bahwa komitmen bersama dalam melakukan perubahan adalah hal utama dalam pengelolaan sekolah. Pengelolaan sekolah akan lebih bermakna apabila kepala sekolah mampu memberi contoh dan mampu bermitra kerja dengan warga sekolah dan warga masyarakat. Hal tersebut juga memberikan wawasan baru bagi warga sekolah dan warga masyarakat. Masyarakat menjadi paham dan ada kemungkinan pelibatan potensinya. Penyadaran masyarakat atas pentingnya peran masyarakat ini adalah hal terpenting. Kepala Sekolah “mengajak dan memberi contoh” tidak “memerintah”. Kepala sekolah mengupayakan suasana agar semua warga merasa “Sekolahku adalah Istanaku” yaitu dengan cara: Transparan dalam hal keuangan, program-program dikembangkan secara musyawarah dan dipertanggungjawabkan bersama. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan proses pendidikan, baik tenaga, keahlian, dana, maupun pemikiran, sehingga tumbuh rasa “ikut memiliki”.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 106

Page 107: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Menjadi pemimpin yang baik dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah bilamana Budaya kepemimpinan yang partisipatif dan demokratis serta kerjasama yang solid antar warga sekolah dan warga masyarakat dapat dikembangkan secara terus menerus. Keterlibatan semua komponen juga memberikan harapan bahwa apa yang telah dilakukan akan terus berjalan meskipun terjadi pergantian kepala sekolah. Dan yang prasyarat utama pemimpin yang baik adalah Kepemimpinan dalam hal ini Kepala Sekolah yang merupakan bagian penting dan mendasar dalam manajemen dan sekaligus sebagai motor penggerak (mobilisator) dalam pelaksanaan program dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah

C. Cara pengembangan kepemimpinan dalam implentasi Manajemen Berbasis Sekolah Cara pengembangan kepemimpinan dalam implentasi MBS yang tepat adalah

sebagaimana telah dinyatakan di atas, konsep Manajemen Berbasis Sekolah dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi Sekolah, dan oleh karenanya sering pula disebut sebagai Site-Based Management, yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat dalam mengelola Sekolah. Makna "berbasis Sekolah" dalam konsep MBS sama sekali tidak meninggalkan kebijakan-kebijakan startegis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah otonomi. Misalnya, standar kompetensi siswa, standar materi pelajaran pokok, standar penguasaan minimum, standar pelayanan minimum, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun dan lain-lain (lihat UU No. 20/2003 Pasal 51 PP Nomor 25 tahun 2000 yang telah diubah dengan PP Nomor 33 Tahun 2004 tentang Tentunya para ahli telah memahami bahwa teori MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan.Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternative Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada Sekolah dan mendorong Sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam memenuhi kebutuhan mutu Sekolah atau untuk mencapai sasaran mutu Sekolah. Keputusan partisipatif yang dimaksud adalah cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga Sekolah (guru, siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian tujuan Sekolah. MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat Sekolah setempat. Karena siswa biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian Sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan (peluang yang sama untuk memperoleh kesempatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik) Di lain pihak, Sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah dapat mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut Sumber Daya Kepala Sekolah dan Guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran Sekolah . Selanjutnya dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 107

Page 108: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dalam kepemimpinan transformasional menurut Burns, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Masih menurut Burns, kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi kepentingan diri sendiri. Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara :

(1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri

sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhankebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi.

Tipe kepemimpinan transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.

UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.Mengemukakan MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang bersangkutan. 15Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan Sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah. Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah. Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan,orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 108

Page 109: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

peningkatan rasa tanggungjawab,dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yang berlaku.sekolah lebih mengetahi kekeuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Dalam rangka mewujudkan MBS kepala sekolah memiliki beberapa kiat sukses yaitu: Keberanian kepala sekolah melakukan perubahan yaitu memunculkan kepemimpinan yang partisipatif, demokratis dan fleksibel; Berpikir logis dalam melakukan perubahan; Melaksanakan pola kemitraan dalam melakukan perubahan; Pengambilan kebijakan dengan pola partisipatif; Memberikan kebebasan berinovasi kepada warga sekolah; Adanya transparansi dan akuntabilitas di lingkungan sekolah; Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan khususnya dalam pembelajaran; Adanya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi pendidikan; Penerapan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Sehingga hasil yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang telah menjalankan MBS mengalami kemajuan dalam hal pengelolaan maupun proses dan hasil belajar, antara lain: Warga sekolah mampu mengembangkan inovasi-inovasi pendidikan dan pembelajaran; Munculnya kepemimpinan yang partisipatif, demokratis, dan fleksibel; Adanya transparansi dan akuntabilitas di lingkungan sekolah; Adanya peran serta masyarakat dalam pendidikan khususnya dalam pembelajaran; Adanya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi pendidikan; Adanya pembelajaran yang inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;

Adanya peningkatan prestasi siswa; Adanya bantuan dari paguyuban memberikan les (pelajaran tambahan) pada siswa. Kepala sekolah telah berfungsi sebagai Educator, Motivator, Administrator, Supervisor, Leadership, Inovator, dan Managerial; Warga sekolah dapat mengembangkan potensinya; Mampu menjalin kerjasama dengan warga sekolah/stakeholder; Adanya keterbukaan oleh warga sekolah

Budaya kepemimpinan yang partisipatif dan kerjasama yang solid dapat dikembangkan secara terus menerus. dalam upaya pengembangan mutu pendidikan, maka peran kepala sekolah sangat besar, utamanya pola kepemimpinan dan menjalin kerjasama yang solid dengan warga sekolah/stakeholders, sehingga apa yang menjadi program pendidikan di sekolah, stakeholders mempunyai rasa memiliki program dan bertanggung jawab atas program yang direncanakan.

Kepala sekolah perlu mengupayakan kerja sama tim yang kompak/kohesif dan cerdas, membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya serta menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi, sehingga terbentuk iklim kolektivitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah.

D. Karakteritik menjadi pemimpin sejatiPeningkatan kinerja sekolah terutama kinerja guru menjadi kunci utama

keberhasilan proses belajar mengajar. Sebagai sebuah lembaga pendidikan sekolah tidak seharusnya menutup diri terhadap perkembangan–perkembangan yang menyangkut kemajuan pembelajaran. Keterbukaan menerima informasi dari berbagai pihak dapat meningkatkan wawasan dan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Agar tercipta iklim yang kondusif untuk pembelajaran kepala sekolah tidak hanya berfungsi sebagai manajer tetapi juga berfungsi sebagai edukator, administrator, leader, inovator, supervisor, dan organisator. Fungsi-fungsi ini sangat signifikan pengaruhnya pada peningkatan kinerja guru.

Oleh sebab itu pengelolaan guru harus menciptakan suasana kesejawatan serta tetap memiliki target-target yang jelas dan terukur Karakteristik menjadi pimpinan / Kepala

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 109

Page 110: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

sekolah sejati tehah melaksanakan fungsinya mengembangkan kepemimpinannya dalam implementasi MBS sebagamana Tugas pokok dan fungsinya adalah : mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pembelajaran di Sekolah. Kepala sekolah berfungsi dan bertugas sebagai edukator, manajer, administrator dan supervisor, pemimpin/leader inovator, motivator, rincian tugasnya sebagai berikut :

1) Kepala sekolah Sebagai EdukatorKepala sekolah selaku edukator bertugas melaksanakan proses belajarmengajar secara efektif dan effisien (lihat tugas guru).

2) Kepala sekolah Selaku Manajer, mempunyai tugas :a) Menyusun perencanaanb) Mengorganisasikan kegiatanc) Mengarahkan kegiatand) Mengkoordinasikan kegiatane) Melaksanakan pengawasanf) Melakukan evaluasi terhadap kegiatang) Menentukan kebijaksanaanh) Mengadakan rapati) Mengambil keputusanj) Mengatur proses belajar mengajark) Mengatur administrasi ketatausahaan, siswa, ketenagaan, sarana danprasarana, keuangan/RAPBSl) Mengatur organisasi siswa intra sekolah (OSIS)m) Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait

3) Kepala sekolah Selaku AdministratorBertugas menyelenggarakan administrasi perencanaan, perpustakaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengkoodinasian, pengawasan, kurikulum, kesiswaan, ketaausahaan, ketenagaan, kantor, keuangan, laboratorium, ruang keterampilan/kesenian, bimbingan konseling, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), serbaguna, media, gudang dan 7 K.

4) Kepala sekolah Selaku Supervisor Bertugas menyelenggarakan supervisi mengenai: a) Proses Belajar Mengajar b) Kegiatan bimbingan dan konseling c) Kegiatan ekstra kurikuler d) Kegiatan ketatausahaan e) Kegiatan kerjasama dengan masyarakat dan instansi terkait f) Sarana dan prasarana g) Kegiatan OSIS h) Kegiatan 7 K

5) Kepala sekolah Selaku Pimpinan/Leader : a) Dapat dipercaya, jujur dan bertanggungjawab b) Memahami kondisi kondisi guru, karyawan dan siswa c) Memiliki visi dan memahami misi sekolah d) Mengambil keputusan urusan intern dan ekstern sekolah e) Membuat, mencari dan memilih gagasan baru 6) Kepala sekolah Sebagai Inovator Melakukan pembaharuan dibidang: a) KBM b) BK c) Ekstrakurikuler d) Pengadaan e) Melaksanakan pembinaan guru dan karyawan f) Melakukan pembaharuan dalam menggali sumber daya di komite sekolah dan masyarakat.

7) Kepala sekolah Sebagai Motivator : a) Mengatur ruang kantor yang konduktif untuk bekerja b) Mengatur ruang kantor yang konduktif untuk KBM/BK c) Mengatur ruang laboratorium yang konduktif untuk praktikum d) Mengatur ruang perpustakaan yang konduktif untuk belajar e) Mengatur halaman/lingkungan Sekolah yang sejuk dan teratur f) Menciptakan hubungan kerja yang harmonis sesama guru dan karyawan g) Menciptakan hubungan kerja yang harmmonis antar Sekolah dan lingkungan h) Menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala sekolah dapat mendelegasikan kepada wakil kepala sekolah. Untuk mencapai tujuan secara optimal diperlukan adanya jadwal kerja kepala sekolah yang meliputi kegiatan rutin harian, mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan.

1) Kegiatan Harian a) Memeriksa daftar hadir guru, tenaga teknis pendidikan dan tenaga tata usaha. b) Mengatur dan memeriksa kegiatan 5K di Sekolah (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan dan Kekeluargaan). c) Memeriksa

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 110

Page 111: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

program satuan pelajaran guru dan persiapan lainnya yang menunjang proses belajar mengajar. d) Menyelesaikan surat-surat, menerima tamu dan menyelenggarakan pekerjaan Kantor lainnya. e) Mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam proses belajar mengajar. f) Mengatsi kasus yang terjadi pada hari itu.

2) Kegiatan Mingguan. a) Upacara bendera pada hari Senin dan hari istimewa lainnya. b) Memeriksa agenda dan menyelesaikan surat-surat. c) Mengadakan briefing dengan guru-guru pada hari Senin setelah upacara bendera. d) Memeriksa keuangan Sekolah. e) Mengatur menyediakan perlengkapan lainnya.

3) Kegiatan bulanan. a) Mengecek penyelesaian kegiatan setoran SPP, gaji pegawai, guru, laporan bulanan, rencana keperluan perlengkapan Kantor /sekolah dan rencana belanja bulanan. b) Melaksanakan pemeriksaan umum antara lain: Agenda kelas. Daftar hadir guru dan pegawai tata usaha. Kumpulan bahan evaluasi berikut bahan analisisnya. Kumpulan program satuan pelajaran.Diagram pencapaian kurikulum. Diagram daya serap murid/siswa.Buku catatan pelaksanaan harian.Memberikan petunjuk catatan kepada guru-guru tentang siswa yang perlu diperhatikan, kasus yang perlu diketahui dalam rangka kegiatan pembinaan siswa.c) Penutupan buku. d) Pertanggung jawaban keuangan. e) Evaluasi terhadap persediaan, penggunaan dan bahan praktek. f) Kegiatan caturwulan: g) Menyelenggarakan perbaikan alat Sekolah, alat kantor,dan alat praktek. h) Mengecek pengisian buku induk siswa.

Peningkatan kapasitas dan kinerja guru dipandang cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan Inovasi adalah suatu kegiatan diawali dengan pelaksanaan pelatihan yang diikuti oleh semua unsur sekolah khususnya guru terkait dengan pengembangan kapasitas guru dalam pembelajaran Sekolah mengadakan rapat bersama yang diikuti semua staf sekolah dan dipimpin oleh Kapala Sekolah untuk membahas RTL (Rencana Tindak Lanjut) yang telah dan disepakati dalam pelatihan.

Hal yang dibahas meliputi target, waktu, penanggung jawab, dan pelaksana Kepala Sekolah memonitor guru mengajar di kelas. Hal ini sangat efektif karena akan mempengaruhi motivasi guru mengajar, baik dari sisi kehadirannya maupun pembuatan persiapan guru dalam mengajar.

Kesiapan RP, pengorganisasian kelas, penyiapan alat peraga, hasil karya siswa yang diharapkan pertemuan semua guru dan kepala sekolah untuk membahas permasalahan yang ditemui di dalam kelas dalam pembelajaran, disepakati alternatif solusi kemudian dievaluasi pada pertemuan berikutnya. Tetapi forum ini juga tidak menutup kemungkinan membicarakan masalah di luar pembelajaran sangat tergantung pada persoalan sekolah. Pertemuan ini dilaksanakan rata – rata 2 kali dalam satu bulan Kepala Sekolah mengkomunikasikan kebijakan yang telah diambil sekolah kepada komite dan melibatkan secara aktif komite sekolah untuk bersama sama membahas program sekolah.

Keterlibatan komite ini sangat meringankan beban sekolah dan meningkatnya rasa memiliki komite pada sekolah. Sebagai konsekuensi dari program yang bersifat uang dan material orang tua siswa akan dengan senang hati memberikan kontribusi.Sekolah melaporkan hasil belajar dan prestasi siswa kepada orang tua/wali murid. Hal ini dilakukan pada akhir semester setahun sekali dengan tujuan untuk mendapatkan kritik, saran, dan masukan guna perbaikan selanjutnya Sekolah mengambil kebijakan untuk memanfaatkan jumlah guru yang lebih, termasuk guru sukwan dengan menggunakan metode pembelajaran, Meningkatnya kinerja guru dapat dilakukan dengan memberi motivasi dan memberikan kesempatan untuk berinovasi.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 111

Page 112: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Dukungan sekolah kepada guru menyebabkan guru merasa percaya diri dalam menjalankan tugasnya. Peningkatan kinerja guru secara langsung dapat meningkatkan kualitas sekolah. Secara bertahap kegiatan peningkatan kinerja guru dapat dimasukkan sebagai program utama di sekolah dan termuat dalam RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) sehingga kemajuannya dapat diukur. Usaha peningkatan kinerja guru berdasarkan pengalaman dari sekolah-sekolah yang dituliskan di atas dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain.

E. Hubungan kepemimpinan dengan MBSSekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia

berkualitas akan dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesuksesan untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan pendapat Crawfond M (2005: 18) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka-mereka yang organisasinya telah berhasil dalam mencapai tujuan. Keberhasilan atau kesuksesan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan pengawasan (controling) terhadap semua operasional tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam meraih mutu pendidikan yang baik banyak ditentukan melalui peran kepemimpinan kepala sekolah.

Peran kepala sekolah sangat kuat mempengaruhi prilaku sumber daya ketenagaan dalam hal ini guru dan sumber-sumber daya pendukung lainnya. Sebagaimana dikemukakan Rahman H. (2005: 67) bahwa, kepemimpinan yang efektif membuat sekolah berubah secara dinamis karena adanya komunikasi lancar dalam kehidupan berorganisasi secara sistemik di mana di dalamnya mempunyai ciri dialogis, kerja sama dan tumbuhnya ilmu pengetahuan berpikir, mental model, penguasaan personal, berbagai visi sehingga anggota kelompok di sekolah terpenuhi kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, status dan kepuasan diri.

Kepala sekolah dalam membuat kebijakan pengelolaan sekolah diharapkan mampu saling berkonsultasi dengan unsur ketenagaan sekolah secara pedagogis yang dapat mengembangkan potensi guru, staf administrasi dalam melakukan aktifitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan satuan pendidikan. Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang dialogis, komunikatif akan dapat mendukung perubahan prilaku guru dalam perbaikan-perbaikan mutu pendidikan.

Komunikasi atau dialogis yang baik dari kepala sekolah dapat dideskripsikan dalam berbagai bidang kegiatan operasional sekolah antara lain: 1) Komunikasi dengan siswa dalam upaya pembinaan siswa 2) Komunikasi dengan orang tua siswa tentang prestasi murid-murid 3) Komunikasi dengan guru dalam waktu tertentu dalam membahas kebijakan baru yang akan diterapkan 4) Komunikasi umum terhadap komite sekolah tentang informasi program perbaikan sekolah 5) Komunikasi dengan mass media dalam mengakses keberhasilan dan hambatan yang dialami sekolah.

Pelimpahan dan Distribusi kewenangan Salah satu kompetensi profesional Kepala sekolah adalah menerapkan kepemimpinan dalam pekerjaan, dengan subdimensi mengembangkan profesional kebijaksanaan sekolah, dan mendistribusikan kewenangan kepada bawahannya sesuai dengan job description Mekanisme Pembuatan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan salah satu hal terpenting dalam manajemen. Pengambilan keputusan tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan.

Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi MBS diperlukan perspektif keterampilan kepemimpinan baik pada tingkat sekolah. Berbagai fenomena yang terlihat dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah, menunjukkan bahwa masih diperlukan kemauan yang kuat dari pihak pemerintah dan lingkungan sekolah dalam melakukan perubahan sistem penyelenggaraan manajemen persekolahan. Tidak mungkin melakukan perubahan secara utuh dan komprehensif, jika semua pihak yang terlibat tidak menunjukkan kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan itu. Oleh karenanya, pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 112

Page 113: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

merupakan sebuah keharusan oleh siapa saja yang bertanggung jawab dan merasa berkepentingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan persekolahan.Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga nonstruktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat, dan murid (Nurkolis, 2003:42). Perluasan keikutsertaan masyarakat dalam sistem manajemen persekolahan merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah dalam hal ini bukan lagi hanya milik sekolah tetapi hakikat sekolah sebagai sub-sistem dalam sistem masyarakat direkonstruksi sehingga fungsi pendidikan dikembalikan secara utuh dalam melestarikan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Hubungan Kepemimpinan didalam MBS adalah dimungkinkan beroperasi meningkatkan implementasi yang bersifat profesional dan manajerial.dan dapat menjamin semua unsur penting tenaga kependidikan menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif, agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS

Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan. Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan. Proses manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah meliputi kegiatan: (1) penetapan dan telaah tujuan sekolah, (2) review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah, (3) pengembangan prioritas kerja dan jdwal waktu pelaksanaan, (4) justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah, (5) perbaikan rencana dengan melengkapi berbagai aspek perencanaan, (6) implikasi sumber daya dalam pelaksanaan program prioritas dan, (7) pelaporan hasil.

F. Tantangan yang dihadapi Sekolah : Tantangan yang dihadapi sekolah dalam implementasi MBS adalah tantangan

Peningkatan efesiensi diperoleh malalui keleluasaan pengelolaan sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua siswa, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggungjawab pemerintah. MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini

1. Secara Umum1. Tantangan Nyata Perluasan Kesempatan dan Pemerataan Pendidikan 2. Tingkat kesadaran sebagian warga masyarakat terhadap arti pentingnya pendidikan

masih rendah. 3. Perilaku dan budaya masyarakat yang kurang mendukung program pendidikan 4. Pemerintah Kota Mataram belum mampu sepenuhnya membantu biaya

penyelenggaraan pendidikan 5. Tantangan Nyata Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan, 6. Kualitas dan Kuantitas Peralatan Praktik dan Sarana Pusat Sumber Belajar Kurang

Memadai. 7. Tidak semua guru dapat mengikuti program pelatihan, 8. Minat siswa terhadap program minat keilmuan masih sangat rendah., 9. Kualitas dan Kuantitas pentingnya Belajar Mandiri masih sangat rendah, 10. Dedikasi dan mutu sabagian tenaga pendidikan masih kurang.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 113

Page 114: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

11. Masih banyak guru yang belum menguasai cara Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) .

12. Tantangan Efisiensi Peningkatan Manajemen Pendidikan adalah Peningkatan mutu lulusan, Program pengembangan life skill, Peningkatan kegiatan ekstrakurikuler prestasi, Peningkatan budi pekerti/ akhlak,Peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas tenaga pendidik dan kependidikan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah dalam Peningkatan Kualitas kemampuan profesionalismenya

2. Secara Khususa. Tantangan Nyata Meningkatnya kualitas nilai lulusan dan jumlah lulusan yang diterima

di Perguruan Tinggi b. Tantangan Nyata Prosentase kelulusan 100 % dan Meningkatnya rata-rata nilai hasil

UN dengan kenaikan 0,5c. Tantangan Nyata Meningkatknya kegiatan dan pembinaan siswa dalam ekstrakurikulerd. Tantangan Nyata persepsi, kreasi, dan apresiasi serta inovasi dengan

mengaktualisasikan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kesenian, olahraga, pramuka, paskibra, PMR, KIR, PIR dan lain-lain.

e. Tantangan Nyata Mewujudkan Peningkatan Prestasi Siswa Kelas X,XI, dan XII SMA Negeri 2 Mataram agar tidak lagi memiliki prestasi rendah

f. Tantangan Nyata Mewujudkan Sarana Prasarana Pusat Sumber Belajar Online g. Tantangan Nyata Mewujudkan Peningkatan Kinerja Tenaga Pendidik/ Kependidikan

SMA Negeri 2 Mataram h. Tantangan Nyata Perluasan kesempatan dan pemerataan Pelatihan Profesionalisme

Tenaga Pendidik/ Kependidikan SMA Negeri 2 Mataram

BAB VSIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulanpengembangan kepemimpinan (leadership development) adalah perluasan

kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang memungkinkan kelompok orang

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 114

Page 115: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan bermanfaat. Ada tiga hal penting dalam definisi pengembangan kepemimpinan ini, yaitu:

1. Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu

2. Apa yang membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan seterusnya.

3. Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah

4. Membuat pedoman: mengembangkan visi masa depan – visi jangka panjang – dan strategi-strategi untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan untuk pencapaian visi tersebut

5. Mengarahkan orang: mengkomunikasikan gagasan dengan kata-kata dan tingkahlaku kepada semua orang dengan mana kerjasama mungkin diperlukan seperti untuk mempengaruhi kreasi team dan kerjasama yang memahami visi dan strategi dan yang menerima validasinya

6. Memotivasi dan memberikan in spirasi: menyemangati orang un tuk memecahkan hambatan-ham batan politis mendasar, birokrasi, dan keterbatasan-keterbatasan sumber daya untuk berubah se suai dengan kepuasan dasar yang merupakan kebutuhan manusia yang sering belum terpenuhi

7. Menghasilkan perubahan, sering pada tingkat yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menghasilkan perubahan yang sungguh-sungguh bermanfaat (seperti produk baru yang diinginkan customer, pendekatan-pendekatan baru guna membangun kerjasama yang membantu menjadikan perusahaan lebih kompetitif

Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah : 1. Merencanakan dan menganggarkan: membuat tahapan-tahapan yang detail dan schedule

untuk pencapaian hasil yang diinginkan, kemudian mengalokasikan sumber-sumber yang diperlukan untuk pencapaiannya

2. Mengorganisasi dan staffing: membuat beberapa struktur untuk pelaksanaan unsure-unsur perencanaan, mengisi struktur tersebut dengan individu-individu, mendelegasikan tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan rencana tersebut, merumuskan policy dan prosedur untuk membantu mengarahkan orang, dan membuat metode atau system untuk memonitor kegiatan

3. Mengawasi dan memecahkan masalah: memonitor hasil, mengidentifikasi defiasi perencanaan, kemudian merencanakan dan mengorganisir untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut

4. Menghasilkan sesuatu yang terprediksikan dan menyusun serta memiliki kemampuan untuk secara konsisten memperoleh hasil-hasil jangka pendek yang diinginkan oleh stakeholder (seperti untuk customer, selalu tepat waktu; dan untuk stake holder, sesuai dengan anggaran

Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb:

• Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.

• Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 115

Page 116: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

• Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.

• Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. • Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.

Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan Pengembangan sekolah dalam mengelola institusinya. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Desentralisasi pendidikan mencakup tiga hal, yaitu: Manajemen berbasis lokasi Pendelegasian wewenang Inovasi kurikulum

Peran Pemimpin / Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan. Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah menjadi kebijakan yang mengiringi implementasi MBS dalam rangka membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel dan sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya., sekolah lebih mengetahuikebutuhannya dan keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Dalam pelaksanaannya, keberhasilan pengembangan kepemimpinan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, dimana kepala sekolah sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut:

a) Kepribadian yang kuat; kepala sekolah harus mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial.

b) Memahami tujuan pendidikan dengan baik; pemahaman yang baik merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya.

c) Pengetahuan yang luas; kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait.

d) Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya: teknis menyusun jadwal pelajaran, memimpin rapat. (b) keterampilan hubungan kemanusiaan, misalnya : bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf (c) Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahannya.

Wahjosumidjo berpendapat pula bahwa kepala sekolah harus: menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap guru, staf dan para siswa; harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, dengan cara meyakinkan dan membujuk. Meyakinkan (persuade) dilakukan dengan berusaha agar para guru, staf dan siswa percaya bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Sedangkan membujuk (induce) adalah berusaha meyakinkan para guru, staf dan siswa bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Mulyasa juga berpendapat bahwa kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang: mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 116

Page 117: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

dengan baik, lancar dan produktif, dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah, bekerja dengan tim manajemen, berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, Kepala sekolah yang: mampu mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, mampu melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, mampu menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, mampu menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan mampu melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya Selanjutnya Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat ditentukan oleh kwalitas kepala sekolah terutama dalam kemampuannya memberdayakan guru dan karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif ( positif, menggairahkan, dan produktif). Guna mendukung hal ini, kepala sekolah dituntut: jujur idealis cerdas pemberani terbuka aspiratif komunikatif kooperatif kreatif cekatan/lincah suka berfikir positif penuh tanggung jawab dll yang baik (mengingat harus dapat diteladani)

Kemudian dari pada itu untuk pengembangan kepemimpinan dalam MBS, Kepala Sekolah Sebagai Administrator dan sebagai administrator kepala sekolah bertugas: melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti kurikulum, kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Oleh karena itu kepala sekolah harus menguasai: pengelolaan pengajaran, pengelolaan kepegawaian, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan keuangan dan pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.

Selanjutnya Kepala Sekolah Sebagai Supervisor dimana Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas. Memiliki makna bahwa suatu aktivitas pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sekolah maupun guru, oleh karena itu program supervisi harus dilakukan oleh supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan antar individu dan ketrampilan teknis. Supervisor di dalam tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti atau diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif.

Impementasi MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari pengimplementasian MBS sebagai berikut(Kathleen, ERIC_Digests, downloaded April 2002) : Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu, MBS harus benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 117

Page 118: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

adalah kepemimpinan transformasional mempunyai tiga komponen yang harus dimiliki antara lain :

a) memiliki kharisma yang didalamnya termuat perasaan cinta antara KS dan staf secara timbal-balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri, dan saling percaya dalam bekerja

b) memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya

c) memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berfikir dan mengembangkan atau mencari berbagai alternatif baru. Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang ber-kepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).

2. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMA Negeri 2 Mataram mengacu kepada 4 pilar rintisan MBS di Jawa Timur dengan dua pilar utama, yaitu: Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) dan pembelajaran yang menyenangkan bagi banyak fihak. Dalam rangka mewujudkan PAIKEM, SMA Negeri 2 Mataram mengambil langkah-langkah strategis penataan kondisi lingkungan sekolah, pengadaan peralatan TIK, pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru, dan peningkatan kompetensi guru. Langkah-langkah yang telah ditempuh telah dapat mengantarkan SMA Negeri 2 Mataram menjadi salah satu sekolah yang paling diminati masyarakat dan menjadi salah satu dari 132 SMA Model di seluruh Indonesia.

3. Implementasi MBS, merupakan tanggung jawab sekolah semakin besar. Sekolah akan ditagih hasil kerjanya sehubungan dengan kewenangan (otonomi) yang diberikannya. Meskipun rumusan MBS dalam penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tampak sederhana, namun pelaksanaanya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam pasal pasal lain dalam undang-undang tersebut karena pelaksanaan Sisdiknas sebagai sitem tidak boleh dilakukan secara sepotong-sepotong.

4. Dalam pelaksanaan implementasi MBS, kurikulum sekolah harus taat terhadap pasal mengenai kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya. Diantara pedoman-pedoman pelaksanaannya antara lain : penilaian, akreditasi sekolah, dana pendidikan, tenaga kependidikan dan lain sebagainya. Output pendidikan merupakan kinerja sekolah.Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efisiensinya, inovasinya, efektivitasnya, produktivitasnya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Dan sebagai indikator-indikator output sekolah yang berkualitas adalah a) Jika prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam akademik,

seperti nilai ulangan umum, Ujian Akhir Nasional, karya ilmiah, lomba akademik dan lain-lain

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 118

Page 119: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

b) Jika sekolah memiliki prestasi yang tinggi dalam hal-hal yang berkaiatan dengan nonakademik, seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan, kejuruan dan ekstra kurikuler lainnya

5. Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam tingkat sekolah dimaksud adalah pengembangan pengembangan proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajarmengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan pesertadidik.

6. Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah adalah Mutu dalam pendidikan yang dapat dilihat dari segi relevansinya dengan keeebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Kemudian Input pendidikan mengandung merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari:

1. sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dsb).

2. perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan,deskripsi tugas, rencana, program dsb

3. harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah

7. Pengembangan Kepemimpinan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah harus menggunakan empat prinsip MBS sbagamana dinyatakan (Cheng, op.cit, hh, 48-58). yaitu prinsip equifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip pengelolaan mandiri dan prinsip inisiatif manusia yang secara jelas diuraikan sebagai berikuta) Prinsip MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing

sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Selain itu dalam menyelesaikan masalah dan dalam pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah seperti siswa, guru, tenaga administrasi, orang tua, masyarakat lingkungan dan para tokoh masyarakat (Anonim, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas, 2001, hh. 9-10).

b) Prinsip Equifinalitas (Equifinality) yang didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat perbedaan cara untuk mencapai tujuan. Manajemen sekolah menekankan fleksibilitas dan sekolah harus dikelola oleh sekolah itu sendiri berdasarkan kondisinya masing-masing. Prinsip equifinalitas ini mendorong terjadinya desentralisasi kekuasaan dan mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang cukup, berkembang dan bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk mengelola sekolahnya secara efekif.

c) Prinsip Desentralisasi (Decentralization). Konsisten dengan prinsip equifinalitas maka desentraslisasi merupakan gejala penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Dasar teori dari prinsip desentralisasi ini adalah manajemen sekolah dalam aktivitas pengajaran menghadapi berbagai kesulitan dan permasalahan. Oleh karena itu sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif sesegera mungkin ketika permasalahan muncul. Tujuan dari prinsip desentralisasi adalah memecahkan masalah secara efisien dan bukan menghindari masalah. Maka MBS harus mampu menemukan permasalahan, memecahkannya tepat waktu dan memberi kontribusi terhadap efektivitas aktivitas belajar mengajar.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 119

Page 120: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

d) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Self-Managing System). MBS tidak menyangkal perlunya mencapai tujuan berdasarkan kebijakan dari atas, tetapi menurut MBS terdapat berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu amat penting dengan mempersilahkan sekolah untuk memiliki sistem pengelolaan mandiri (self-managing system) di bawah kendali kebijakan dan struktur utama, memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi manajemen, mendistribusikan sumber daya manusia dan sumber daya lain, memecahkan masalah dan meraih tujuan menurut kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah menerapkan sistem pengelolaan mandiri maka sekolah dipersilahkan untuk mengambil inisiatif atas tanggung jawab mereka sendiri.

e) Prinsip Inisiatif Manusia (Human Initiative). Sesuai dengan perkembangan hubungan kemanusiaan dan perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen modern, maka orang-orang mulai memberikan perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia dalam efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan pentingnya sumber daya manusia sehingga poin utama manajemen adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk lebih berperan dan berinisiatif. Maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan para konstituen sekolah untuk berpartisipasi secara luas dan mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia.

8. Pengembangan Kepemimpinan dalam MBS memiliki delapan karakteristik yang bertolakbelakang dengan karakteristik Manajemen Kontrol Eeksternal (MKE) yaitu dalam hal misi sekolah, strategi-strategi manajemen, hakikat aktivitas-aktivitas, penggunaan sumber-sumber daya, peran warga sekolah, hubungan interperonal, kualitas pada administrator dan indikator-indikator efektivitas (Ibid, hh. 48-58). 1. Misi sekolah. Sekolah dengan MBS memiliki cita-cita menjalankan sekolah untuk

mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan arahan kerja. Ini adalah budaya organisasi yang besar pengaruhnya terhadap fungsi dan efektivitas sekolah. Budaya organisasi sekolah yang kuat harus dikembangkan diantara warga sekolah sehingga mereka bersedia berbagi tanggung jawab, bekerja keras dan terlibat secara penuh dalam pekerjaan sekolah untuk mencapai cita-cita bersama. Budaya sekolah yang kuat juga mensosialisasikan warga baru untuk memiliki komitmen terhadap misi sekolah dan dalam waktu yang sama memaksa warga lama bekerjasama secara terus menerus untuk menjalankan misi. Bila kita ingin sekolah kita mengambil inisiatif untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang bermacam-macam dan kompleks maka budaya organisasi yang kuat harus dikembangkan oleh warga sekolah untuk sekolahnya sendiri.

2. Hakikat aktivitas-aktivitas sekolah berarti sekolah menjalankan aktivitas-aktivitas pendidikannya berdasarkan karakteristik, kebutuhan dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas berbasis sekolah adalah amat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini secara tak langsung mempromosikan perubahan manajemen sekolah dari model manajemen kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah. Ketika sebuah sekolah dikontrol secara eksternal, hanya mengimplementasikan tugas-tugas berdasarkan kebijakan dari otoritas pusat. Isi, metode dan evaluasi pengajaran cenderung mengikuti standar yang sama. Selain itu fasilitas, personel, organisasi, pengajaran dan pengelolaan sekolah semuanya dikontrol secara hati-hati oleh otoritas pusat ekstenal dan oleh karena itu aktivitas-aktivitas sekolah tidak berbasis sekolah.

3. Strategi-strategi manajemen. Perubahan arah dari MKE ke MBS dapat direfleksikan dalam aspek-aspek strategi manajemen berikut ini.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 120

Page 121: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia. Berlandaskan pada teori McGregor (1960) MBS menggunakan teori manajemen Y yang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Teori Y menyarankan bahwa partisipasi demokratik, perkembangan profesional dan kemajuan kehidupan kerja adalah penting untuk memotivasi guru-guru dan para siswa. Selain itu berlandaskan teori Maslow (1943) dan Alderfer (1972) bahwa guru dan siswa kemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda, diluar keuntungan ekonomi. Mereka mengejar interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Dalam rangka memuaskan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih dan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan-kebuthan guru dan siswa dan memberi peran terhadap talenta-talenta mereka.

b. Konsep organisasi sekolah. Dalam organisasi modern, konsep organisasi telah berubah. Kini orang percaya bahwa sebuah organisasi adalah tempat untuk hidup dan berkembang. Organisasi bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang statis, misalnya produk yang berkualitas. Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak dimasa mendatang, tetapi juga tempat untuk siswa-siswa atau guru dan admnistrator untuk hidup, tumbuh dan menjalani perkembangan. Tanpa perkembangan profesional dan keterlibatan yang antusias dari guru-guru dan administrator maka sekolah tak dapat dikembangkan dan ditinkatkan secara terus menerus, dan siswa-siswa tidak memiliki pembelajaran hidup yang kaya. Oleh karena itu dalam sebuah manajemen berbasis sekolah, sekolah tidak hanya tempat membantu perkembangan siswa tetapi juga tempat perkembangan guru dan administrator.

c. Gaya pengambilan keputusan. Dalam MBS maka gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi (partisipation) dengan alasan sebagai berikut: (1). Tujuan sekolah sering tidak jelas dan berubah-ubah. Partisipasi guru, orang tua, siswa dan alumni dapat membantu untuk mengembangkan tujuan yang dapat lebih merefleksikan situasi saat ini dan kebutuhan masa depan. (2). Tujuan sekolah itu beragam dan misi sekolah itu kompleks. Diperlukan intelegensi, imajinasi dan usaha dari banyak orang untuk mencapainya. Partisipasi atau keterlibatan guru, orang tua dan siswa dalam pengambilan keputusan adalah sebuah sumbangan yang penting bagi siswa. (3). Partisipasi dalam pengambilan keputusan memberikan kesempatan kepada warga dan bahkan administrator untuk belajar dan berkembang dan juga mengerti dalam mengelola sekolah. (4). Partisipasi dalam pengambilan keputusan adalah proses untuk mendorong guru-guru, orang tua dan siswa untuk terlibat di sekolah.

d. Gaya kepemimpinan. Menurut Sergiovanni (1984) terdapat lima tingkat kepemimpinan Kepala Sekolah dari rendah ke tinggi yaitu kepemimpinan teknis, manusia, pendidikan, simbolik dan budaya. Dalam merespon perubahan ke MBS maka gaya kepemimpinan kepala sekolah berubah dari tingkat rendah ke pememimpinan multi tingkat, berarti tidak hanya kepemimpinan teknis dan manusia melainkan juga kepemimpinan kependidikan, simbolik dan budaya.Bila kita yakin bahwa pekerjaan sekolah menjadi kian tak menentu, kompleks dan sulit, dan latar belakang pemikiran dan talenta warga sekolah lebih bermacam-macam dari sebelumnya maka aspek simbolik dan budaya kepemimpinan kepala sekolah harus ditetakankan. Kepala sekolah harus mmberi contoh yang baik untuk membantu warga sekolah memahami dan menghargai makna yang melandasi aktivitas-aktivitas sekolah, menyatukan berbagai perbedaan diantara berbagai warga, mengklarifikasi ketidakpastian dan ambiguitas, mengembangkan keunikan budaya

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 121

Page 122: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

dan misi sekolah, dan memotivasi setiap orang untuk bekerja demi masa depan yang lebih baik.

e. Pengunaan kekuasaan. French dan Reven (1968) mengklasifikasikan kekuasaan menjadi lima kategori yaitu penghargaan, paksaan, legitimasi, referensi dan keahlian. MBS simaksudkan untuk mengembangkan SDM dan mendorong komitten dan inisiatif warga sekolah, maka gaya tradisional dalam penggunaan kekuasaan harus dirubah. Maka administrator disarankan menggunakan kekuasaan terutama keahlian dan referensi, memberi perhatian terhadap pertumbuhan profesional guru, menjadi pemimpin yang profesional terhadap guru-guru dan memberi inspirasi pada guru-guru dan siswa untuk bekerja secara antusias dengan kepribadian mulia mereka.

f. Keterampilan-keterampilan manajemen. Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih kompleks dan berat oleh karena itu diperlukan konsep-konsep baru dalam keterampilan manajemen baru. Misalnya metode-metode ilmiah untuk analisis keputusan, keterampilan mengelola konflik, strategi efektif untuk perubahan dan perkembangan organisasi.

4. Penggunaan sumber-sumber daya. MBS dalam model school-based budgeting program memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengadakan dan menggunakan sumber daya. Dengan demikian, self-budgeting menyediakan suatu kondisi yang penting pada sekolah untuk menggunakan sumberdaya-sumberdaya secara efektif berdasarkan karakteristik dan kebutuhan mereka guna memecahkan masalah yang timbul saat itu dan mengejar tujuan mereka sendiri sepeti yang berlaku di Inggris, Kanada, Australia, Amerika Serikat dan Hong Kong. Namun pada MKE sebagian besar sumber daya dan pengeluaran sekolah-sekolah negeri datang langung dari pemerintah. Pemerintah perlu mengawasi secara dekat bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya. Sehingga pemerintah memerlukan SDM yang banyak dan sumber daya yang besar untuk mengawasi penggunaan sumber daya di sekolah. Setiap aspek pembiayaan sekolah harus berkonsultasi dan minta persetujuan dari pusat. Sekolah tidak mudah untuk mengadakan sumber daya di bawah pertentangan-pertentangan dengan otoritas pusat. Oleh karena itu sekolah tidak dapat menggunakan sumber daya secara efektif dalam rangka memenuhi kebutuhan manajemen dan aktivitas pengajaran.

5. Perbedaan-perbedaan peran. Peran warga sekolah secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh kebijakan manajemen pemerintah, misi sekolah, hakikat aktivitas sekolah, strategi-strategi pengelolaan internal sekolah, dan gaya penggunaan sumber daya. Perubahan ke model MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator, guru, orang tua dari yang semula pasif.

a. Peran Sekolah. MBS bertujuan untuk mengembangkan siswa, guru dan sekolah menurut karkteristik sekolah itu sendiri. Oleh karena itu peran sekolah adalah gaya pengembangan, inisiatif, memecahkan masalah, dan mengeksplorasi semua kemungkinan untuk memfasilitasi efektivitas pengajaran guru dan efektivitas pembelajaran siswa.

b. Peran Departemen Pendidikan. Dalam MBS aktor kunci adalah sekolah dan peran otoritas pusat (Departemen Pendidikan) hanya sebagai suporter/pendukung atau advisor/penasehat yang membantu sekolah untuk mengembangkan sumber dayanya dan secara khusus untuk menjalankan aktivitas pengajaran efektif.

c. Peran Para Administrator. Peran administrator dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin sebuah tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah menurut situasi dan kebutuhannya. Selain itu juga memimpin warga sekolah untuk mencapai tujuan dan berkolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi sekolah. Mereka juga memperlebar sumber-sumber daya untuk mempromosikan perkembangan sekolah.

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 122

Page 123: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

d. Peran Para Guru. Dalam MBS, cita-cita sekolah dan strategi-strategi pengelolaan mendorong partisipasi dan perkembangan dan peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan dan pengimplementasi. Mereka bekerja bersama-sama dengan komitmen bersama dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk mempromosikan pengajaran efektif dan mengembangkan sekolah mereka dengan antusiasme.

e. Peran Para Orang Tua. Dalam MBS, para orang tua menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Peran orang tua adalah sebagai partner dan suporter. Mereka dapat berpartisipasi dalam proses sekolah, mendidik siswa secara kooperatif, berusaha membantu perkembangan yang sehat kepada sekolah dengan memberi sumbangan sumber daya dan informasi, mendukung dan melindungi sekolah pada saat mengalami kesulitan dan krisis.

6. Hubungan antar manusia. Dalam terminologi MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerjasama, semangat tim dan komitmen yang saling menguntungkan. Maka iklim organisasi cenderung mengarah ke tipe komitment. Iklim organisasi seperti gaya tanpa pimpinan (headless style), gaya tanpa sepemahaman (disengagement style) dan gaya kontrol (conrol style) dapat merusak pengajaran dan manajemen sekolah serta mempengaruhi efektivitas sekolah.

7. Kualitas para administrator. Dalam model MBS sekolah memiliki otonomi tertentu. Partisipasi dan perkembangan dipandang sebagai suatu yang penting dalam menghadapi tugas pendidikan yang kompleks dan dalam mengejar efektivitas pendidikan. Dalam kasus ini persyaratan administrator yang berkualitas adalah sangat tinggi/penting. Mereka tidak hanya harus dilengkapi dengan pengetahuan dan teknik manajemen modern untuk mengembangkan sumber daya dan manusia, tetapi juga perlu untuk belajar dan tumbuh secara terus menerus untuk menemukan dan memecahkan masalah demi kemajuan sekolah. Singkatnya, untuk menjadi akrab dengan persyaratan sekolah semacam ini mereka perlu memperluas wawasan dan pemikirannya untuk belajar sehingga mereka dapat mempromosikan demi perkembangan jangka panjang sekolahnya.

8. Indikator-indikator efektivitas. Pada sekolah-sekolah yang dikontrol dari luar, maka perkembangan misi dan tujuan sekolah tidaklah penting. Indikator utama efektivitas sekolah adalah prestasi akademik pada pada akhir suatu tingkat sekolah, dan mengabaikan proses pendidikan dan pencapaian penting lainnya. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multi-tingkat dan multi-segi. Penilaian tentang efektivitas sekolah harus mencakup proses pembelajaran dan metode untuk membantu kemajuan sekolah. Oleh karena itu penilaian efektivitas sekolah harus memperhatikan multi-tingkat yaitu pada tingkat sekolah, kelompok, individual dan indikator multi-segi yaitu mencakup input, proses dan output sekolah disamping perkembangan akademik siswa.

Sementara itu berdasarkan konsep MPMBS karakteristiknya terdiri dari: output yang diharapkan, proses dan input (Depdiknas, op. cit, hh. 11-20).

1. Output yang diharapkan. Sekolah harus memiliki output yang diharapkan yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Output bisa berupa prestasi akademik seperti NEM, lomba karya ilmiah remaja, loma Bahasa Inggris, Metematika, Fisika, cara berfikir kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif dan ilmiah. Juga prestasi non akademik misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olah raga, kesenian dan kepramukaan.

2. Proses. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki karakteristik proses sebagai berikut. a. Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi. b. Kepemimpinan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 123

Page 124: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

sekolah yang kuat. c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib. d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. e. Sekolah memiliki budaya mutu. f. Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis. g. Sekolah memiliki kewenangan/kemandirian. h. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat. i. Sekolah memiliki keterbukaan manajemen. j. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah. k. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.l. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.m. Komunikasi yang baik. n. Sekolah memiliki akuntabilitas.

3. Input pendidikan yang meliputi: a. Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas. b. Sumberdaya tersedia dan siap. c. Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi. d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi. e. Fokus pada pelanggan.f. Input manajemen.

B. Rekomendasi OperasionalUntuk menjaga dan meningkatkan kondisi fisik serta kualitas pendidikan di SMA Negeri 2

Mataram pada masa-masa selanjutnya, disarankan untuk melakukan beberapa hal:1. Untuk membangkitkan semangat guru dalam mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), perlu diadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan kelas yang bernuansa PAIKEM dan penghargaan bagi mereka yang dapat menciptakan nuansa PAIKEM dalam kegiatan mengajar mereka.

2. Mengadakan kotak saran yang dikelola kepala sekolah dan tim pengembangan mutu sekolah untuk menampung saran dari siswa tentang proses pembelajaran yang mereka harapkan.

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKAAgus Dharma (30 April 2003) Staf Administrasi di Pusdiklat Depdiknas dalam Artikel: Manajemen Berbasis

Sekolah ( MBS ) , Pusdiklat Pegawai Depdiknas Pendidikan Netwoirk , Jakarta Agus Dharma. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. hhtp://www.ed. Manajemen Berbasis Sekolah.html American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, andAdair, John, Kepemimpinan yang Memotivasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008Anonim. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah: Buku I Konsep Pelaksanaan.Jakarta: Direktorat SLP

Dirjen Dikdasmen Depdiknas.Arikunto, S. (2004). Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka CiptaAzis Wahab, 2003 ( Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam artikel :”

MEMBANGUN KEMAMPUAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MELALUI PEMANFAATAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH DAN OTONOMI PENDIDIKAN, Pendidikan Network Jakarta

Balitbank, Puspendik, 2002 Ketentuan Umum Pendidikan Jasmani SDMi, SMPMTs dan, SMA /M, Depdiknas Jakarta .

_________________ 2003 final KBK Pendidikan jasmani, Depdiknas Jakarta _________________2002 MBS , Depdiknas Jakarta _________________1999 MPMBS, Depdiknas JakartaBentley, T. & Wilsdon, J. (2004). The Adaptive State: London: Demos.Caldwell, B. J. (2002). Autonomy and self-management: Concepts and evidence. In Bush, T., & Bell, L. (Eds.),

The Principles and Practice of Educational Management’ (pp. 21-40 ). London: Paul Chapman Publishing.

Caldwell, B. J., & Hayward, D. K. (1998). The Future of Schools: Lessons from the Reform of Public Education. London: Falmer Press.

Caldwell, B. J., & Spinks, J. M. (1998). Beyond the Self-Managing School. London: Falmer Press.Costa, Vincent. P. 2000. Panduan Pelatihan untuk Pengembangan Sekolah. Jakarta:Depdiknas.Cocheu Ted, Making Quality Happen: How Trainig Can Turn Strategy into Real Improvement. San Francisco:

Jossey-Bass Publishers. 1993.Cynthia D. McCauley, Russ S. Moxley, Ellen Van Velsor. 1998. The Centre For Creative Leadership: Handbook

of Leadership Development. San Francisco: Jossey-Bass Publisher Depdiknas.2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah

Umum

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 124

Page 125: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Djamarah, S.B. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka CiptaDjokosantoso Moeljono, Beyond Leadership, 12 Konsep Kepemimpinan, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2004.Domingo, Rene T, Quality means Survival: Caveat Vendidor Let The Seller Beware. Singapore:Prentice Hall.

1997.Effendy, Onong Uchjana. 1977. Kepemimpinan dan Komunikasi. Jakarta: Gunung Agung.Flippo, Edwin B. 1984. Personnel Management, sixth edition. New York: Mc. Graw- Hill Book Company.Fred C. Lunenburg & Allan C. Ornstein, Education Administration: Concepts and Practices (California:

Wadsworth, Inc).Fullan, M., & Watson, N. (2000). School-based management: Reconceptualizing to improve learning outcomes.

School Effectiveness and School Improvement, 11(4), 453-474.

Griffin W. Ricky dan Ebert J. Ronald, Business, edisi-5. New Jersey: Prentice Hall International Inc. 1999.Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif (Yogjakarta: Gajah Mada University Press,

1995),Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: BPFEHasibuan, M. (2008), Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara Hargreaves, D. (2003). Education Epidemic. London: DemosHughes Richard L., Ginnett Robert C., dan Curphy Gordon J., Leadership, third edition. Singapore:

Irwin/McGraw-Hill. 1999.Jesson, D. (2004)Educational OutcomesandValueAdded by Specialist Schools. London: Specialist Schools Trust.John E. Barbuto dan Lance L. Brown, Motivating Your Employees.http://www.ianr.unl.edu/pubs

/consumered/g1397.htm.Kusnadi, Masalah, Kerjasama, Konflik, dan Kinerja (Kontemporer & Islam).Malang: Taroda. 2002.Kotter, John. 1996. Leading Change. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press. Leung, Y.H. (2003). The politics of decentralization: A case study of school management reform in Hong Kong. In

Mok, K.H. (Ed.), Centralization and Decentralization: Educational Reforms and Changing Governance in Chinese Societies (pp. 21-38). Hong Kong: Comparative Education Research Centre, The University of Hong Kong, & Kluwer Academic Publishers.

LLECE (2002). Qualitative Study of Schools with Outstanding Results in Seven Latin American Countries. Report of the Latin American Laboratory for Assessment of the Quality of Education (LLECE). Santiago: UNESCO.

Mariyana, R., Nugraha, A. & Rachmawati, Y. (2010). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Miftah Thoha. 1999. Desentralisasi Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan No. 017. Tahun Ke-5 Juni 1999

Mulyasa, E. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

National Association of Secondary School Principals. 1988. School-Based Management: A Strategy for Better Learning. Arlington, Virginia.

Nuril Huda. 1999. Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan No. 017. Tahun Ke-5 Juni 1999

Nitisemito, Alex. 1982. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana IndonesiaNurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT. Grasindo, cet ke 2Ouchi, W. G., & Segal, L. G. (2003). Making Schools Work: A Revolutionary Plan To Get Your Children The

Education They Need. New York: Simon & Schuster.PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi LulusanPermendiknas Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permen 22 dan 23 tahun 2006 Permendiknas Nomor 6 thn 2007 tentang perubahan permen nomor 24 tahun 2006 Permendiknas nomor 12,13,16,18,tahun 2007 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan . Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 125

Page 126: Pengembangan Kepemimpinan Dalam Implementasi Mbs

Prime Minister’s Delivery Unit (2003). ‘Key Stage 4 Priority Review: Final Report’. London: PMDU.Ramadhan, A. T. 2008. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diambil dari:

http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/ tanggal 27 September 2011.

Renstra Depdiknas tahun 2005 – 2009. Ross, K. N., & Levacic, R. (Eds.). (1999). Needs-Based Resource Allocation in Education Via Formula Funding of

Schools. Paris: International Institute for Educational Planning, UNESCO.Saydam, G. (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta: DjambatanSubakir, S. dan Sapari, A. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah. Surabaya: Penerbit SIC.Syah, M. (1999). Psikologi Pendidkan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya............(2205) Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, JakartaSuyata, Ph.D., Prof. 2010. Teori Persekolahan: Catatan Kuliah. Yogyakarta: PPS- UNYTerecy WR, 1971 Designing Training & Development System, amirican Management Assosiation Inc. Tilaar, HAA, 2001, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Masa depan Bandung , PT Renaji Kosdakarya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen & Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Bandung: FermanaUU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Pusat dan DaerahUU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerahUU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah Volansky, A., & Friedman, I. A. (2003). School-based management: An International Perspective. Israel: Ministry

of Education.American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals. School-Based Management: A Strategy for Better Learning. Arlington, Virginia: 1988.David Peterson, School-Based Management and Student Performance,

Wilkes, G. A. (1998). Collins English Dictionary Fourth Australian Edition. Glasgow: HarperCollins Publishers. Yamin, M. (2009). Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Jogjakarta: DIVA Press

Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 126