PENGEMBANGAN KECAKAPAN MULTILITERASI MELALUI...
Transcript of PENGEMBANGAN KECAKAPAN MULTILITERASI MELALUI...
1 |
PENGEMBANGAN KECAKAPAN MULTILITERASI
MELALUI STRATEGI MEMBANGUN KOMUNITAS LITERASI TERPADU
SEBAGAI UPAYA PENGUATAN KARAKTER
Development of Multiliteration Proficiency Through Building Integrated Literacy
Community Strategy as a Character Strengthening
U’um Qomariyah
Universitas Negeri Semarang
Pos-el: [email protected]
Abstrak
Literasi dianggap sebagai salah satu parameter kesuksesan pendidikan sekaligus sebagai
penanda kualitas sumber daya manusia di sebuah negara. Namun, pada perkembangannya,
literasi mendukung pemahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural.
Semua ini merambah pada pemahaman dan pembelajaran multiliterasi. Realitas di
lapangan menunjukkan bahwa penguatan literasi di Sekolah belum memenuhi harapan.
Didapatkan temuan bahwa multiliterasi yang dipahami sebatas kemampuan siswa dalam
membaca dan menulis. Belum pada perkembangan yang baik pada aspek implementatif.
Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian mengingat guru di Sekolah Dasar
memiliki tanggung jawab yang besar penguatan kecakapan multiliterasi untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. Berdasar hal tersebut, tujuan dari tulisan ini adalah
mendeskripsi strategi membangun komunitas literasi terpadu guna meningkatkan guna
meningkatkan kecakapan multiliterasi sebagai upaya penguatan karakter. Strategi
Membangun Komunitas Literasi Terpadu dilakukan dengan sinergi integratif antara orang
tua dan anak melalui tahapan pengarahan aktivitas, pemilihan bahan, pengembangan
komunikasi literasi, pemberian umpan balik, dan penguatan latar multiliterasi. Diharapkan
dengan strategi tersebut yang dilakukan melalui proses pembiasan, maka akan tercipta
generasi literat yang siap berkompetisi, berdaya saing, dan berkarakter.
Kata-kata kunci: kecakapan multiliterasi, komunitas literasi terpadu, karakter
Abstract
Literacy is considered as one of the parameters of educational success as well as an
indication of the quality of human resources in a country. However, in its development,
literacy supports the understanding of the meaning of texts and contexts in a multicultural
society. All of this extends to multiliterational learning and understanding. Reality shows
that the strengthening of literacy in schools has not met expectations. It was found that
multiliteration is understood only on the ability of students in reading and writing. Not yet
on good development on implementation aspect. This, of course, needs to be given
attention since teachers in elementary schools have a great responsibility for
strengthening multiliterational skills to achieve national education objectives. Based on
this, the purpose of this paper is to describe the strategy of building an integrated literacy
community to improve multiliteration skills as an effort to strengthen the character.
Building Integrated Literacy Community Strategy is able to be done by integrative synergy
between parent and child through the stages of activity briefing, selection of materials,
development of literacy communication, giving feedback, and strengthening
multiliteration background. It is hoped that with this strategy which is done through the
2 |
process of refraction, it will create a literacy generation that is ready to compete,
competitive, and characterized.
Keywords: Multiliteration skills, characters, integrated literacy community
PENDAHULUAN
Literasi merupakan salah satu budaya yang sedang digalakkan pemerintah
Indonesia, baik integratif melalui program belajar formal maupun nonformal. Literasi
menjadi salah satu penguatan bangsa dalam bidang pendidikan yang disinyalir akan
mempengaruhi aspek lain khususnya penguatan karakter bangsa dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ditegaskan dalam Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003 Pasal 4 (empat) ayat 5 (lima) tentang prinsip
penyelenggaraan pendidikan nasional bahwa pendidikan naisonal diselenggarakan
dengan mengembangkan prinsip budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap
warga masyarakat. Prinsip penyelenggaraan pendidikan dengan menekankan pada
penguasaan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan konsep dasar literasi
menjadi penting ditekankan karena kemampuan tersebut sangat diperlukan di kehidupan
sehari-hari.
Demikian pentingnya literasi karena literasi dianggap sebagai salah satu parameter
kesuksesan pendidikan sekaligus sebagai penanda kualitas sumber daya manusia di
sebuah negara. Sayangnya, performa Indonesia dalam asesmen literasi pada skala
internasional belum terlalu baik. Skor Indonesia pada kecakapan numerasi, literasi
membaca dan sains, meskipun relatif meningkat dari tahun 2012 hingga 2015, masih jauh
terbelakang dibandingkan negara lain. Bahkan berdasar tes INAP 2016 (Indonesian
National Assessment Programme) yang mengukur kecakapan literasi membaca, sains dan
numerasi, menyatakan bahwa kecakapan siswa SD kelas 4 di Indonesia masih perlu
ditingkatkan
Literasi secara umum diartikan sebagai kemampuan masyarakat dalam “melek
wacana”. Literasi pada awalnya merujuk pada pengembangan dan penguatan kompetensi
menulis dan membaca. Namun, pada perkembangannya, literasi merujuk pada integrasi
dari beberapa kemampuan yakni kemampuan mendengarkan, berbicara, memirsa,
membaca, menulis, dan berpikir kritis. Namun, pada perkembangannya, literasi
mendukung keterpahaman antara makna teks dan penciptaan konteks dalam masyarakat
multikultural. Semua ini merambah pada pemahaman dan pembelajaran multiliterasi.
3 |
Multiterasi dapat dimaknai sebagai sebuah keterampilan yang mampu
menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan ide ide dan gagasan baik secara tulis
maupun lisan; baik dengan menggunakan teks konvensional, teks inovatif, simbol-
simbol, maupun perangkat multimedia. Adapun yang dimaksud dengan pembelajaran
multiterasi yakni sebuah pembelajaran yang menggunakan strategi literasi dengan
memadukan penguatan karakter dan keterampilan abad ke-21 yang mengacu pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir kreatif. Harapannya dengan
pembelajaran multiliterasi ini makan peserta didik akan memperoleh bekal kecakapan
hidup sepanjang hayat. Morocco, et al (2008) menjelaskan bahwa pembelajaran
multiliterasi sebagai konsep terpenting yang harus dimiliki oleh manusia.
Berkait dengan pembelajaran multiliterasi, kompetensi belajar dan berkehidupan
ini ditandai dengan lima hal penting yakni kompetensi pemahaman tingkat tinggi,
kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkolaborasi, kompetensi berkomunikasi, serta
kompetensi berpikir kreatif. Kelima kompetensi tersebut berintegrasi dan saling terkait
satu sama lain. Kemampuan sesorang dalam mendayagunakan multiliterasi dalam dirinya
(generasi literat), maka akan mendorongnya untuk bisa bertahan dan berkembang. Hal ini
memperlihatkan bahwa pembelajaran multiliterasi menjadi hal penting untuk
dikembangkan.
Berkaitan dengan upaya peningkatan pendidikan dan penguatan karakter, maka
sejak tahun 2013, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Kurikulum 2013.
Kurikulum tersebut diharapkan akan menghasilkan insan yang kreatif, produktif, inovatif,
mandiri, dan afektif melalui penguatan sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan
keterampilan (psikomotorik). Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui pendekatan
saintifik yang memuat aktivitas mengamati (mendengar, melihat, membaca), menanya,
menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Terlepas dari beberapa evaluasi dan revisi
yang dilakukan pemerintah terkait implementasi Kurikulum 2013, pada prinsipnya
kurikulum ini dirancang sebagai upaya penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan dan
perkembangan kemajuan.
Sebagai pondasi dasar dari pendidikan, kemampuan literasi (membaca dan menulis)
di tahap awal (Sekolah Dasar) merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam
kegiatan belajar peserta didik. Kemampuan literasi di tahap awal, baik kelas rendah
maupun kelas tinggi dianggap sebagai prasyarat yang mendasari penguasaan kemampuan
lain di tahap-tahap selanjutnya. Karena itu, pembelajaran literasi di Sekolah Dasar
4 |
seharusnya perlu mendapat perhatian serius para guru pengampu khususnya Sekolah
Dasar. Bagaimanapun juga, penguatan literasi yang tepat akan menunjang kemampuan
berfikir tingkat tinggi di tahapan perkembangan anak.
Dijelaskan dalam salah satu poin analisis psikologi perkembangan (developmental
psychology) bahwa masa anak-anak merupakan masa yang kritis bagi perkembangan
kejiwaan seseorang. Artinya, pembentukan mental dan kecerdasan selama masa anak-
anak amat menentukan terhadap karakter anak itu ketika dewasa kelak. Masa inilah
tahapan kecerdasan afektif, psikomotorik, dan kognitif sedang mencari bentuknya.
Di satu sisi, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penguatan literasi di Sekolah
Dasar belum memenuhi harapan. Banyak guru yang belum memahami konsep literasi
dengan benar. Terlebih lagi, stekholder seperti orang tua dan lingkungan sekolah serta
lingkungan rumah belum dilibatkan secara integratif. Pemahaman yang minim serta
praktik literasi yang belum maksimal tentu saja tidak mendukung pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Terlebih lagi pemahaman tentang multiliterasi yang meliputi literasi
membaca dan menulis, literasi bahasa dan sastra, numerasi, literasi sains, literasi budaya
dan kewargaan, literasi finansial, dan literasi digital.
Meskipun demikian, bukan berarti pembelajaran literasi di jenjang berikutnya yakni
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengan Atas dan Perguruan Tinggi tidak
diperhatikan. Jenjang sekolah berikutnya juga tak kalah pentingnya. Hanya dalam jenjang
ini, literasi akan lebih kepada aspek pengembangan, tidak lagi berada dalam tahap
peningkatan atau pembiasaan yang biasanya dilewati di sekolah Dasar. Inilah yang
menjadikan literasi di jenjang Sekolah Dasar memegang peran penting.
Berdasarkan pada pentingnya perhatian terhadap pengembangan literasi di Sekolah,
penguatan kecakapan multiliterasi dengan memadukan pendidikan karakter dan berpikir
kritis, pentingnya pendidikan karakter dan upaya peningkatannya, serta peran besar guru
dan orang tua sebagai motivator dan fasilitator, maka menjadi satu hal yang penting
dengan melakukan kegiatan terintegratif dalam upaya pengembangan kecakapan
multiliterasi. Maka tulisan ini memiliki tujuan mengembangkan kecakapan multiliterasi
melalui strategi membangun komunitas literasi terpadu guna penguatan karakter. Tulisan
ini adalah wujud dari pengalaman praktis tridharma perguruan tinggi dalam bidang
pengabdian kepada masyarakat.
Dengan tercapainya tujuan tersebut, maka diharapkan kecakapan multiliterasi siswa
melalui peran guru dan orang tua akan dapat dicapai secara maksimal. Pembelajaran yang
5 |
memberikan penguatan multiliterasi dengan mengintegrasikan dan memadukan karakter
serta keterampilan berpikir tingkat tinggi diharapkan dapat menjadi bekal kecakapan
hidup sepanjang hayat.
LANDASAN TEORI
Wacana literasi yang gencar dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya
menyongsong era disrupsi sekaligus revolusi industri 4.0 seakan mendorong para praktisi,
akademisi, maupun pemangku kepentingan untuk merancang, menerapkan,
mengembangkan, dan mengkaji beragam persoalan literasi. Berdasar hal tersebut,
beberapa kajian yang relevan dnegan topik yang penulis tulis diantaranya pernah
dilakukan oleh Abidin (2015) yang membukukan pemikirannya dalam buku berjudul
Pembelajaran Literasi sebuah Jawaban Atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam
Konteks Keindonesiaan. Buku ini lebih mengungkap pada pentingnya literasi dan konsep-
konsep dasar literasi dan multiliterasi. Kajian tentang literasi juga pernah dilakukan
Qomariyah (2017, 2018) dengan judul Wacana Literasi sebagai Penguat Implementasi
Kurikulum 2013 di tahun 2017 dan di tahun 2018 dilakukan pengabdian pada masyarakat
dengan judul Pengembangan Kecakapan Multiliterasi Melalui Strategi Home and
Community Literacy Practices Sebagai Upaya Penguatan Karakter. Senada dengan itu,
Doyin (2017) juga pernah menulis dengan judul Selamat Datang “Hoax” Harapan dari
Pengajaran Bahasa Indonesia K-13. Kajian sebelumnya lebih menekankan pada aspek
pentingnya pembelajaran literasi dan multiliterasi bagi pengembangan karakter dan
berpikir tingkat tinggi secara umum.
Adapun tulisan tentang karakter sudah banyak dikembangkan oleh pakar dan
praktisi. Diantara tulisan yang relatif lengkap tentang pendidikan karakter dilakukan oleh
Ping (2009) dengan judul A critique of "moral and character development". Ping
menyatakan bahwa pendidikan karakter terintegrasi dari beberapa nilai diantaranya nilai
sosial, nilai budaya, dan bahkan nilai politik. Ping juga membahas pentingnya prinsip-
prinsip moral diajarkan di sekolah dan upaya pendidikan moral dapat dipraktikkan di
kelas. Selain itu, Ping juga mengusulkan pendekatan menurutnya signifikan dan dianggap
efektif dalam pendidikan upaya penguatan karakter.
Selain tulisan diatas, perhatian literasi dan pendidikan karakter juga dikembangkan
oleh beberapa departemen maupun perguruan tinggi dengan pengadaan pada seminar,
diskusi, workshop dan Focus Group Discussion (FGD). Wacana diskusi, seminar dan
6 |
forum ilmiah yang banyak dilakukan menandakan bahwa literasi dan pendidikan karakter
mendapat perhatian yang banyak karena terkait dengan kepentingan dan implementasinya
yang dianggap penting. Lebih lebih literasi yang harus dimiliki oleh seorang anak sebagai
penerus bangsa. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemajuan suatu bangsa salah
satunya bisa dilihat dari literasinya.
METODE PENELITIAN
Tulisan ini menggunakan penelitian studi pustaka dengan menggunakan berbagai
referensi yang relevan. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengungkap
kespesifikan, keunikan, dan karakteristik dari objek penelitian. Pengambilan data
dilakukan dengan teknik mencatat berbagai data yang relevan, baik dari media cetak,
elektronik, dan juga dai berbagai referensi buku yang relevan. Hasil penelitian ini berupa
pendapat, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana yang terkait erat dengan permasalahan
yang dikaji dalam tulisan ini.
PEMBAHASAN
Penguatan Karakter dan Kecakapan Multiliterasi
Indonesia adalah satu negara yang memiliki keberagaman dalam banyak hal
dengan ditopang oleh kearifan lokal budayanya. Satu sisi hal itu menjadi kekuatan yang
barangkali tidak dimiliki orlah semua negara. Namun, disisi lain, keberagaman yanga
sangat variatif itu bisa juga menimbulkan perpecahan. Memasuki era disrupsi dimana
dunia seakan menyongsong era digital, menggantikan sesuatu yang biasa dengan sesuatu
yang tidak biasa. Era ini disebut sebagai era yang penuh kejutan karena semua hal bisa
berlangsung serba cepat, singkat, dan penuh dinamika. Bisa dibayangkan jika era ini tidak
dihadapi dengan kesiapan, maka tentu bangsa ini akan tergilas dengan zamannya. Satu
hal yang tentu sangat lekat untuk dipersiapkan sedari dini adalah penguatan karakter yang
menjadi modal utama manusia dalam berkembang dan menghadapi tantangan di setiap
camannya.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menyebutkan bahwa gerakan pendidikan karakter
berada dibawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk
memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir,
dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan
7 |
pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian
dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Nilai-nilai pendidikan karakter merupakan pendidikan yang menanamkan serta
mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik. Pendidikan menurut Kemdiknas
(2010:4) adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi
peserta didik. Pendidikan juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan
generasi muda untuk keberlangsungan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
lebih baik di masa yang akan depan. Adapun karakter menurut beberapa ahli diantaranya
Abidin (2012:56) yang mengungkapkan bahwa pendidikan karakter merupakan
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagaimana karakter dirinya. Adapun karakter
menurut Hidayatullah (2010:13) adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak
atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong
dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain.
Karakter pada hakikatnya adalah suatu watak, sikap, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil kristalisasi berbagai kebaikan, nurani
yang diyakini dan diimplementasikan sebagai cara pandang, cara berpikir, cara bersikap,
dan cara berperilaku. Kebaikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, diantaranya
nilai kejujuran, amanah (dapat dipercaya), menghargai orang lain, keberanian membela
kebenaran, bertanggung jawab, dan rasa menghargai kepada orang lain. Nilai itu
terbentuk dari interaksi antarsesama yang menumbuhkan karakter individu dalam suatu
masyarakat yang muaranya akan membentuk karakter bangsa. Oleh karena itu,
pengembangan karakter suatu bangsa bisa dilakukan melalui pengembangan sekaligus
penguatan karakter individu.
Sebelumnya, Kemendiknas (2010) secara umum merumuskan 18 (delapan belas)
nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan pada peserta didik selama proses
pembelajaran. Kedelapan belas nilai-nilai karakter tersebut sebagai berikut (1) religius,
(2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis,
(9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai
prestasi, (13) bersahabat, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan,
(17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Namun, di tahun 2017, melalui Peraturan
Presiden No 87 Tahun 2018, dari 18 nilai karakter itu, maka dikristalisasi lagi menjadi 5
nilai yakni nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
8 |
Selanjutnya, literasi merupakan satu kata yang pada tahun tahun terakhir memang
banyak didiskusikan karena banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan
khususnya dunia pendidikan. Lebih-lebih pada era digital yang mana banyak tersebar
berita berita yang hoaks yang kurang bisa dipertanggungjawabkan, literasi seakan
menjadi satu bagian tidak terpisahkan dengan karakter.
Literasi di awala munculnya dimaknai “keberaksaraan” dan selanjutnya dimaknai
“melek” atau “keterpahaman”, “kemelekwacanaan” atau
kecakapan dalam membaca dan menulis (Cooper 1993:6; Alwasilah 2001). Kemampuan
“melek baca dan tulis” ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan
dasar bagi pengembangan “melek” dan berbagai hal. Berdasar perkembangannya,
pemahaman literasi tidak hanya merambah pada masalah baca tulis, tetapi ke ranah lebih
luas. Adanya istilah multiterasi memberikan ruang yang lebih luas dari hanya sekadar
wacana baca dan tulis.
Beberapa definisi literasi dipaparkan dengan penekanan bahwa literasi adalah
kemampuan seseorang dalam berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis guna berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai
dengan tujuannya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Beynham (1995:9) yang
menjelaskan bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara,
menulis, membaca, dan berpikir kritis. Selanjutnya Thompkin (1994) melihat literasi dari
sudut pandang ideologis kewacanaan dengan menyebutkan bahwa literasi adalah
“mastery of, or fluent control over, secondary discourse.” Sudut pandnag demikian
menurut Gaile berdasar pada pemikiran bahwa literasi merupakan suatu keterampilan
yang dimiliki seseorang dari kegiatan berpikir, berbicara, membaca, dan terakhir menulis.
Hampir sama dengan dua pendapat sebelumnya, International Literacy Institute (2002)
mendefinisikan literasi sebagai sebuah keahlian dalam jangkauan yang relatif untuk
membaca, menulis, berkomunikasi, dan berpikir secara kritis. Definisi yang meluas
tentang literasi dikemukakan oleh Stripling (1992) yang menyatakan bahwa “literacy
means being able to understand new
ideas well enaugh to use them when needed. Literacy means knowing how to learn”.
Pengertian tersebut didasarkan pada konsep dasar literasi sebagai kemelekwacanaan
sehingga ruang lingkup literasi berkisar pada upaya dan segala hal yang dilakukan dalam
memahami, menguasai, dan menyampaikan informasi.
9 |
Hampir sebagian pendapat memang menyatakan bahwa literasi secara luas yaitu
penguasaan suatu keterampilan maupun ilmu yang mengintegrasikan antara keterampilan
mendengar, berbicara, membaca, menulis, berhitung, dan berpikir kritis. Karena
mengintegrasikan aspek keterampilan berbahasa, maka penguasan literasi juga termasuk
mengarahkan seseorang untuk menyampaikan bahasa (baik lisan maupun tulis) secara
tepat sesuai konteks dan koteks yang dibangun. Selaras dengan pendapat tersebut, Krisch
dan Jungelbut dalam Literacy: Profile of America’s Young Adult menyampaikan literasi
kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis
maupun lisan tak untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat
bagi khalayak banyak.
Berdasar definisi literasi diatas, maka terlihat perluasan definisi literasi yang tidak
hanya merujuk pada kemampuan maca dan tulis secara literer, melainkan kemampuan
memahami, memanfaatkan, menerapkan, dan mengembangkan bahasa dan keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, memirsa, menulis) dalam berbagai bidang
sesuai konteksnya. Prinsipnya, manusia harus melek berbagai bidang. Penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi hal yang mutlak dicapai.
Agar mampu bertahan di abad XXI, masyarakat harus menguasai enam literasi
dasar, yakni literasi baca-tulis, matematika, sains, teknologi informasi, dan komunikasi,
keuangan, serta kebudayaan dan kewarganegaraan. Tiga literasi lainnya yang perlu
dikuasai adalah literasi kesehatan, keselamatan (jalan, transportasi, mitigasi bencana),
dan kriminal (bagi siswa SD disebut “sekolah aman”) Literasi gesture pun perlu dipelajari
guna mendukung pemahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural.
Semua ini merambah pada pemahaman multiliterasi.
Multiterasi dapat dimaknai sebagai sebuah keterampilan yang mampu
menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan ide ide dan gagasan baik secara tulis
maupun lisan; baik dengan menggunakan teks konvensional, teks inovatif, simbol-
simbol, maupun perangkat multimedia. Adapun yang dimaksud dengan pembelajaran
multiterasi yakni sebuah pembelajaran yang menggunakan strategi literasi dengan
memadukan penguatan karakter dan keterampilan abad ke-21 yang mengacu pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir kreatif. Harapannya dengan
pembelajaran multiliterasi ini makan peserta didik akan memperoleh bekal kecakapan
hidup sepanjang hayat.
10 |
Membangun Komunitas Literasi Terpadu
Terkait dengan kurikulum 2013, lingkup materi pembelajaran Bahasa Indonesia
meliputi materi berbahasa, bersastra dan literasi. Ruang lingkup kebahasaan mencakupi
aspek kebahasaan, ragam bahasa, dan keterampilan berbahasa. Ruang lingkup sastra
mencakupi pembahasan ragam sastra, tanggapan terhadap karya sastra, menilai karya
sastra, dan menciptakan karya sastra. Ruang lingkup literasi mencakupi kemampuan
peserta didik dalam memanfaatkan informasi dan pengetahuan melalui kegiatan
berbahasa, terutama membaca dan menulis. Bahasa Indonesia memiliki peran dalam
membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik sebagai komunikator dan
pemikir (termasuk pemikir imajinatif).
Secara menyeluruh, mata pelajaran bahasa Indonesia menekankan agar peserta
didik memiliki kemampuan mendengarkan, berbicara, memirsa (viewing), membaca, dan
menulis. Kemampuan tersebut merujuk pada aspek keterampilan berbahasa yang secara
alamiah diperoleh dan ditingkatkan melalui proses pembelajaran. Meskipun begitu, aspek
yang paling mendasar adalah keterampilan membaca dan menulis. Keterampilan ini
diperlukan untuk membangun sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena
kehidupan yang mampu menumbuhkan kehalusan budi, kesetiakawanan, dan sebagai
bentuk upaya melestarikan budaya bangsa.
Sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena dan permasalahan kehidupan
akan menuntut kecakapan personal yang berfokus pada kecakapan berpikir rasional.
Kecakapan berpikir rasional mengedepankan kecakapan menggali informasi dan
menemukan informasi serta bernalar dengan menghubungkan berbagai informasi yang
ditemukan. Keterampilan menemukan informasi ditunjukkan melalui kemampuan
seseorang dalam menemukan, mengidentifikasi, mengklasifikasikan informasi yang
dibutuhkan, kemampuan mengakses dan menemukan informasi, kemampuan
mengevaluasi informasi, dan kemampuan memanfaatkan informasi secara efektif, etis,
dan tepat sasaran.
Harapannya, dengan mampu berpikir kritis, maka peserta didik dikemudian hari
akan lebih siap karena mampu memahami, menjalani kehidupan dan dapat hidup secara
bermakna bagi diri maupun orang lain. Untuk itu, penting bagi peserta didik agar
memahami dan menguasai ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, menguasai keterampilan
yang dperlukan, dan memahami nilai-nilai serta norma kehidupan. Penguasaan tersebut
11 |
kali pertama diajarkan melalui penguasaan aspek pengetahuan, penguasaan keterampilan
yang dibutuhkan, dan pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan.
Merujuk pada pentingnya literasi dalam membangun kecakapan multiliterasi, maka
strategi membangun komunitas literasi terpadu ini perlu diimplementasikan dan
dikembangkan. Pada prinsipnya, strategi membangun komunitas literasi terpadu adalah
satu strategi yang melibatkan peran guru dan peran orang tua sebagai motivator dan
fasilitator yang memiliki peran integratif saling mendukung dalam menguatkan
kemampuan multiliterasi yang melibatkan penguasaan kognitif, psikomotorik, dan afektif
secara optimal berbasis nilai-nilai pendidikan karakter.
Proses anak dalam penguatan multiliterasi melalui strategi membangun komunitas
literasi terpadu pada dasarnya memberi anak kesempatan untuk mengeksplorasi dan
menyelesaikan masalah sendiri guna membangun pemahamannya melalui interaksi sosial
di sekolah dan di rumah. Interaksi sosial dibutuhkan lebih guna meningkatkan
kemampuan anak dalam berpikir kritis jika dibandingkan dengan ketika anak belajar
individu. Lingkungan sosial melalui media diantaranya berupa objek budaya, bahasa,
simbol dan interaksi sosial mempunyai berpengaruh secara kognitif terhadap
perkembangan anak. Interaksi sosial merupakan salah satu faktor kunci untuk
merangsang proses perkembangan dan meningkatkan pertumbuhan kognitif manusia.
Namun, interaksi sosial bukan bersifat tradisional yang hanya sekadar memberi informasi
pada anak, melainkan lebih memberi kesempatan agar anak memiliki pengalaman yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan fase kehidupannya.
Dibawah ini akan dipaparkan prinsip-prinsip pengembangan strategi membangun
komunitas literasi terpadu yang terdiri atas unsur pengarahan aktivitas, pemilihan bahan,
pengembangan komunikasi literasi, pemberian umpan balik, dan penguatan latar
multiliterasi. Tiap unsur akan dideskripsikan sebagai berikut.
1. Pengarahan Aktivitas
Pada tahap awal pendidikan literasi, menjadi penting untuk mengenalkan anak
tentang muatan dan bentuk literasi. Diantara contoh paling sederhana adalah berbagi
kenikmatan tentang buku dan menunjukkan bagaimana bahasa dapat ditulis dengan huruf
sehingga orang lain bisa membaca apa yang telah kita tulis. Tahap dasar ini menjadi
penting tatkala dilakukan dirumah. Karena pada tahap awal, anak belum mengenal
pendidikan sekolah. Orang tua menjadi barometer utama dalam pengenalan literasi tahap
12 |
awal. Selanjutnya, orangtua, pendidik anak usia dini, dan guru dapat berbuat banyak
untuk mempersiapkan anak membaca dan menulis melalui pengalaman buku bersama
yang dirancang guna memudahkan pemahaman anak tentang hubungan antara bahasa
lisan dan cetak.
Hal yang paling penting adalah pengarahan aktivitas yang membuat anak nyaman
dan nikmat berinteraksi dengan buku dan senang menerima informasi dari buku.
Pengarahan aktivitas lebih ditekankan bahwa anak di usia dini karena pada fase ini anak
cenderung melakukan segala aktivitas mengalir tanpa tekanan dan pemikiran yang berat.
Anak lebih cenderung beraktivitas bebas dan tidak memikirkan hal hal yang akan
didapatkannya dan hal-hal apa yang dipelajarinya. Namun begitu, pengarahan tetap
menjadi bagian penting dari orang tua maupun guru agar anak maupun siswa mengetahui
dan memahami aktivitas dan informasi yang didapat secara tepat sesuai dengan kebutuhan
dan daya tangkapnya, khususnya terkait penguatan literasi. Adapun ditahap berikutnya,
pengarahan aktivitas hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan literasi anak.
Semakin tinggi jenjang pendidikan diharapkan pengarahan aktivitas semakin meningkat
pula.
2. Pemilihan Bahan
Unsur pemilihan bahan adalah salah satu prinsip strategi membangun komunitas
literasi terpadu guna penguatan kecakapan multiliterasi. Prinsip ini menekankah bahwa
dalam pemahaman literasi, maka tidak hanya guru saja yang harus paham, dalam hal ini
orang tua juga harus memiliki pengetahuan tentang kecakapan multiliterasi. Misal, pada
tahap anak memasuki jenjang Sekolah Dasar di kelas rendah yang biasanya usaha atau
tugas sudah mulai diberikan untuk mengkonsolidasi pengetahuan yang sudah dipelajari
tentang teks dan bangun struktur sederhana. Sampai mereka mencapai kefasihan,
membaca dan menulis merupakan karya bagi siswa. Salah satu metode belajar yang bisa
digunakan adalah dengan cara membangun kelancaran membaca dan ekspresi untuk
menciptakan kefasihan. Cara yang bisa digunakan adalah membaca dnegan suara nyaring.
Selain membaca, menulis juga menjadi penting untuk dilakukan. Bahan teks atau audio
atau yang lain menjadi penting untuk memantik kemampuan mereka berinterasi dan
berpikir kritis.
Pemilihan, pengdefinisian, dan penyiapan sebuah bahan pembelajaran menjadi
aspek penting bagi guru khususnya dalam proses pembelajaran. Ini juga menjadi bagian
13 |
penting dari orang tua khususnya dalam pemilahan. Ketika anak disekolah sudah
mendapatkan pendidikan literasi yang baik, namun tidak diiringi dengan pengetahuan
orang tua dalam memperkuat di rumah, maka hasil yang akan didapatkan anak tersebut
tidak akan optimal. Dengan sumber bahan dan media yang tepat maka proses penguatan
multiliterasi akan maksimal. Bahan pembelajaran tentu saja harus disesuaikan dengan
kemampuan siswa dan kondisi psikologi siswa dengan mempertimbangkan pemerolehan
literasi siswa kelas rendah dan siswa kelas tinggi.
3. Pengembangan Komunikasi Literasi
Komunikasi dianggap sebagai bagian dari muara penyebarluasan informasi. Maka,
komunikasi menjadi bagian yang penting dalam upaya menginternalisasi informasi yang
diperoleh dan menyampaikan informasi tersebut kepada orang lain. Sebaik dan selengkap
apaun informasi yang diperoleh, jika upaya komunikasi dilakukan dengan kurang baik,
maka informasi yang diperoleh juga tidak akan maksimal bahkan bisa menimbulkan
interpretasi yang berkebalikan dari informasi sebenarnya. Demikian pentingnya
komunikasi sehingga menjadi salah satu ruh dalam proses berpikir dalam pendekatan
yang dilakukan secara berulang dan terus menerus. Proses berpikir penekatan saintifik
di kurikulum 2013 jelas terlihat pasti bermuara pada aspek “mengomunikasikan kepada
orang lain”.
Jika di atas adalah literasi dalam hal komunikasi oleh si anak ketika memperoleh
pengetahuan, maka pengembangan komunikasi literasi juga seharusnya menjadi
tanggung jawab guru dan orang tua dalam menggali pertanyaan-pertanyaan kreatif guna
meningkatkan peengetahuan anak tentang suatu hal.
4. Pemberian umpan balik
Evaluasi akan maksimal dan tepat sasaran jika instrumen alat evaluasi dilakukan
dengan benar. Salah satu alat evaluasi yang selama ini rentan diabaikan adalah pemberian
umpan balik dari hasil kerja siswa maupun portofolio. Refleksi selama ini lebih pada
aspek kuantitatif yang sekadar berpedoman pada data angka. Padahal, siswa akan lebih
mengetahui dan merefleksi dengan tepat jika mengetahui hasil kerja yang telah dilakukan
baiks ecara kualitatif maupun kuantitatif. Minimal, pemberian itu akan memberikan
motivasi dan bimbingan secara langsung serta memberikan upaya tindak anjut yang tepat
guna.
14 |
Pemberian umpan balik ini akan sangat berarti jika itu diperkuat secara terpadu oleh
orang tua. Selama ini disadari bahwa penguatan literasi dan multiliterasi adalah murni
tugas guru. Disatu hal ini dapat dibenarkan jika merunut bahwa literasi menjadi satu
pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan melalui proses atau tahapan, dirancang,
diimplementasikan, dan dievaluasi. Namun, jika hanya mengandalkan pada guru saja,
maka kecakapan multiliterasi yang diperoleh anak tidak akan optimal. Anak akan merasa
lelah dan pada kahirnya jika anak memiliki kemampuan literasi baik itu hanya sekadar
memenuhi kewajiban, dan belum menajdi satu kebutuhan. Maka penting untuk
melakukan evaluasi secara maksimal yang dilakukan dengan benar
5. Penguatan Latar Multiliterasi
Multiliterasi merupakan bagian dari perilaku yang akan menguat jika dilakukan
dengan benar, tepat sasaran, dan berkelanjutan. Peran latar dan setting menjadi bagian
yang paling tidak akan mempercepat penguatan literasi tersebut, salah satunya melalui
pembiasaan dan pembudayakan literasi bagi siswa yang memerlukan ketepatan dalam
pemilihan strategi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran.
Berdasarkan lima unsur diatas, maka strategi membangun komunitas literasi
terpadu prinsipnya mengintegrasikan peran orang tuda dan guru dalam mengoptimalkan
pengetahuan dan penalaran anak. Meskipun tentu saja dalam penguatan kecakapan
multiliterasi di sekolah meliputi beberapa tahapan. Artinya, tiap tahapan memiliki
dinamika, permasalahan, dan karakter yang berbeda. Tahapan itu dimulai dari
pembiasaan, tahap pengembangan pengembangan, dan tahap pembelajaran. Diharapkan
tingkatan literasi yang dimulai dari awal akan dapat ditingkatkan kemampuan literasinya
dalam membangun kecakapan multiliterasi.
Terdapat empat tingkatan literasi menurt Wells (1987), yakni tingkat performative,
functional, informational, dan epistemic. Tingkat performative sebatas pada kemampuan
seseorang dalam membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang
digunakan (bahasa). Tingkat functional merambah pada peggunakan bahasa untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku teks/ manual. Literasi tingkat ini
tampak pada kemampuan melaksanakan komunikasi dan interaksi sosial. Tingkat
informational menekankan pada kemampuan seseorang dalam mengakses pengetahuan
dengan bahasa. Selanjutnya pada tingkat epistemic maka seseorang akan mampu
15 |
mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Di semua tingkat inilah, anak akan
membangun kecakapan multiliterasi secara bertahap dan berkelanjutan.
PENUTUP
Membangun kecakapan multiliterasi menjadi bagian penting dalam kehidupan
karena hakikatnya objek literasi adalah bagian dari kehidupan itu. Pembelajaran yang
menerapkan strategi membangun komunitas literasi terpadu akan menumbuhkan
pembaca yang baik dan kritik dalam bidang apapun. prinsip-prinsip pengembangan
strategi membangun komunitas literasi terpadu yang terdiri atas unsur pengarahan
aktivitas, pemilihan bahan, pengembangan komunikasi literasi, pemberian umpan balik,
dan penguatan latar multiliterasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. (2001). “Membangun Kota Berbudaya Literat”. Media Indonesia.
Jakarta: Sabtu 6 Januari 2001.
Baynham, Mike. (1995). Literacy Practices: Investigating Literacy in Social Contexts.
London: Longman.
Cooper, J.D. (1993). Literacy: Helping Children Construct Meaning. Boston Toronto:
Hougton Miffin Company
Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Refika Aditama.
Doyin, Mukh.(2017). Selamat Datang “Hoax” Harapan dari Pengajaran Bahasa
Indonesia K-13. Artikel Makalah dismapaikan dalam Seminar Nasional
Pascasarjana universitas Negeri Semarang 15 Mei 2017.
Hidayatullah, M. Furqon. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Jakarta: Yuma Pustaka.
Kemdiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Bapepan.
Tompkin, Gaile E. 1994. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York:
Macmilan College Publishing Company.
Morocco, C.C, et al. (2008). Supported Literacy for Adolescents: Transforming Teaching
and Content Learning for the Twenty-First Century. San Fransisco: Jossey-Bass a
Wiley Imprint. http://bhairawaputera.multiply.com. Diakses 15 Desember 2016
Ping, Liu. (2009). “A critique of ‘moral and character development’". Journal of
Education. 3/4: 42. Online at http://find.galegroup.com/gtx/retrieve.do? (diunduh
26 April 2011).
Peraturan Presiden (Perpress) No 87 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan
Karakter.
Qomariyah, U’um. (2017). Wacana Literasi sebagai Penguat Implementasi Kurikulum
2013. Artikel Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pascasarjana
universitas Negeri Semarang 15 Mei 2017.
16 |
Qomariyah, U’um. (2018). Pengembangan Kecakapan Multiliterasi melalui Strategi
Home And Community Literacy Practices Sebagai Upaya Penguatan Karakter bagi
Guru Sekolah Dasar Di Kabupaten Demak. Laporan Pengabdian pada Masyarakat.
Universitas Negeri Semarang.
Wells, B. (1987) Apprenticeship in Literacy. Dalam Interchange 18,1/2:109-123
.
4 |