PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH …

of 228 /228
i PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Lingkungan Disusun Oleh : RENDI SWANDHANA NIM : 331320101 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELITA BANGSA BEKASI 2018

Embed Size (px)

Transcript of PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH …

KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA
SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik – Program Studi Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
RENDI SWANDHANA
NIM : 331320101
BEKASI
2018
iv
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
banyak kenikmatan, kesabaran dan ketabahan kepada peneliti, sehingga Peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA
MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN
TENGAH”. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik dalam bentuk pikiran, materil dan non materil, dukungan
dan motivasi sehingga peneliti dapat menyusun laporan skripsi ini. Dengan
kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Supriyanto, M.P. selaku Ketua STT Pelita Bangsa.
2. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kaprodi Jurusan Teknik Lingkungan
STT Pelita Bangsa.
3. Bapak Ir. Isyulianto., M.M. M.T. dan Bapak Ir. Aris Dwi Cahyanto.,M.M.M.Si.
selaku dosen pembimbing skripsi jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita
Bangsa.
4. Kepada keluarga saya yang telah menjadi penyemangat hidup saya dan
selalu mendoakan agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu oleh
peneliti, yang telah berjasa membatu peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu peneliti mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk pernyempurnaan laporan ini.
Akhir kata Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bekasi, 4 Oktober 2018
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
banyak kenikmatan, kesabaran dan ketabahan kepada peneliti, sehingga Peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA
MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN
TENGAH”. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik dalam bentuk pikiran, materil dan non materil, dukungan
dan motivasi sehingga peneliti dapat menyusun laporan skripsi ini. Dengan
kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Supriyanto, M.P. selaku Ketua STT Pelita Bangsa.
2. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kaprodi Jurusan Teknik Lingkungan
STT Pelita Bangsa.
3. Bapak Ir. Isyulianto., M.M. M.T. dan Bapak Ir. Aris Dwi Cahyanto.,M.M.M.Si.
selaku dosen pembimbing skripsi jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita
Bangsa.
4. Kepada keluarga saya yang telah menjadi penyemangat hidup saya dan
selalu mendoakan agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu oleh
peneliti, yang telah berjasa membatu peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu peneliti mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk pernyempurnaan laporan ini.
Akhir kata Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bekasi, 4 Oktober 2018
2.3. Sistem Penyediaan Air Minum Kawasan .............................................................................8
2.4. Sumber-Sumber Air Minum .................................................................................................9
2.5. Analisa Kebutuhan Air .......................................................................................................11
2.5.1. Jenis Kebutuhan Air .......................................................................................................11
2.6. Bangunan Penyadap Air Baku (Intake) ..............................................................................15
vi
3.4. Gambaran Umum Wilayah .................................................................................................44
3.5.3. Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi (pengedapan) ...................................................49
3.5.4. Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi (saringan cepat) .......................................................50
3.6. Rencana tapak dan saranan pelengkap ..............................................................................51
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................52
4.1. Kondisi Eksisting Unit IPA PDAM ..................................................................................52
4.2. Estimasi Kebutuhan Air Bersih & Kriteria Pengembang ..................................................54
4.3. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum ...........................................................................67
4.4. Pengolahan Unit-Unit Air Minum ...................................................................................69
4.4.1. Bangunan Intek................................................................................................................69
4.4.3. Unit Water Treatment Plant (instalasi pengolahan air) ...................................................77
4.4.3.1. Bak Flokulasi ................................................................................................................80
4.4.3.2. Bak Sedimentasi ...........................................................................................................84
4.4.3.3. Unit Filter .....................................................................................................................90
4.4.3.4. Bak Penampung Sementara Sistem Bejana Berhubungan dan Thomson Outlet .........92
4.4.4 Unit Resevoir ...................................................................................................................93
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................................94
5.2. Saran ..................................................................................................................................96
Tabel.2.5. Spesifikasi proses pencucian Filter ........................................................................34
Tabel.3.1. Metode Survey Peneliti ........................................................................................43
Tabel.3.2. Luas wilayah kabupaten Kotawaringin Timur menurut kecamatan .......................45
Tabel.3.3. Jumlah rumah tangga, penduduk, dan sex ration menurut kecamatan di kabupaten
Kotawaringin timur, 2015 ......................................................................................46
Tabel.4.1. Standar kebutuhan air minum fasilitas daerah perkotaan .......................................57
Tabel.4.2. Standar kebutuhan air minum fasilitas per Unit .....................................................58
Tabel.4.3. Perhitungan kebutuhan air fasiltas pendidikan .......................................................60
Tabel.4.4. Perhitungan kebutuhan air fasiltas peribadatan ......................................................61
Tabel.4.5. Perhitungan kebutuhan air fasiltas kesehatan .........................................................61
Tabel.4.6. Standar kebutuhan air non domestik untuk kategori lain .......................................62
Tabel.4.7. Perhitungan kebutuhan air fasiltas tempat umum transportasi ...............................62
Tabel.4.8. Perhitungan kebutuhan air fasiltas kantor dan lainnya ...........................................63
Tabel.4.9. Proyeksi kebutuahan air bersih wilayah kec. Mentaya Baru dan kec. Baamang ..65
Tabel.4.10. Persyaratan penerapan metode pengolahan air bersih ............................................67
Tabel.4.11. Data Uji Kinerja IPA ..............................................................................................72
Tabel.4.12. Kebutuhan bahan kimia dan setting pompa dosing ................................................73
ix
Gambar 2.2 Hubungan vektor aliran pada tube settler ...........................................................25
Gambar 3.1 Peta administrasi Kabupaten Kotawaringin Timur ............................................45
Gambar 3.2 Peta administrasi Kec. Baamang Kab. Kotawaringin Timur .............................45
Gambar 3.3 Peta administrasi Kec. Mentaya baru ketapang Kab. Kot-Tim ..........................45
Gambar 4.1 Skema kondisi eksisting unit IPA PDAM Sampit ..............................................52
Gambar 4.2 Unit-unit PDAM Tirta Mentaya Sampit .............................................................53
Gambar 4.3 Desain denah lay out PDAM Tirta Mentaya Sampit. .........................................53
Gambar 4.4 Foto Bangunan Intake PDAM Tirta Mentaya Sampit ........................................69
Gambar 4.5 Foto Pompa inteke PDAM Tirta Mentaya..........................................................69
Gambar 4.6 Ruang Dosingan PDAM Tirta Mentaya Sampit. ................................................70
Gambar 4.7 Pemasangan dan unit pengadukan cepat kimia (koagulan). ...............................75
Gambar 4.8 Denah IPA 100 l/dt tampak atas .........................................................................77
Gambar 4.9 Denah dan foto tampak depan WTP 100 l/dt .....................................................78
Gambar 4.10 Denah dan foto tampak samping kanan unit IPA 100 l/dt ..................................79
Gambar 4.11 Denah dan foto tampak samping kiri unit IPA 100 l/dt ......................................80
Gambar 4.12 Denah dan foto detail Flokulator inlet unit IPA 100 l/dt ....................................81
Gambar 4.13 Tube settler yang belum di pasang di bak sedimentasi ......................................84
Gambar 4.14 Gutter unit IPA 100 l/dt ......................................................................................85
Gambar 4.15 Ruang sedimentasi bagian sayap kiri unit 100 l/dt .............................................85
Gambar 4.16 Dua buah Thomson outlek dengan kapasitas (50 l/d x 2)...................................92
x
LAMPIRAN
Lampiran I Foto-foto kegiatan penelitian di PDAM Tirta Mentaya Sampit
Lampiran II Data uji kinerja IPA 100 lt/dt di PDAM Tirta Mentaya Sampit
Lampiran III Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.122 tahun 2015
tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Lampiran IV Standar Nasional Indonesia (SNI) 6773:2008 Spesifikasi Unit Paket
Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Lampiran V Standar Nasional Indonesia (SNI) 6774:2008 Tata cara perencanaan
unit Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Lampiran VI Desain Instalasi Pengolahan Air kap. 100 liter/detik
ABSTRAKS
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan air oleh masyarakat
selalu meningkat setiap tahun, terutama pada masyarakat perkotaan. Salah satu cara
pemenuhan kebutuhan air di perkotaan yaitu melalui PDAM, dengan menambahkan kapasitas
air dengan membangun unit Instalasi Pengolahan Air (IPA).
Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui kondisi eksisting, kebutuhan air bersih serta
mengetahui pengembangan Unit IPA 100 liter/detik di PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit.
Penelitian ini menggunakan metode documenter dan perpustakaan serta metode
observasi. Data yang diperlukan antara lain antara lain data jumlah Q eksisting PDAM, jumlah
penduduk serta jumlah kebutuhan air bersih 10 tahun kedepan di daerah cakupan PDAM
Sampit serta spesifikasi teknis dari masing-masing unit pengolahan kap 100 l/dt dengan
melakukan perhitungan serta gambarnya yang sesuai kriteria desain.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan prediksi kebutuhan air domestik dan non
domestk untuk tahun 2028 adalah Q 281,39 l/dt, dan di tambah Q rata-rata Q_337,66 l/dt,
kemudian kebutuhan produksi (f = 1,1) Q 371,43 l/dt, kebutuhan puncak (f=1,5). Instalasi
pengolahan air kapasitas 100 l/dt ini memerlukan lahan se-luas 455 m2 (termasuk drainase IPA)
dengan dimensi 32,5 m x 14 m. Dan bangunan IPA berdimensi 30, 1 m x 11 m. Dan Volume
IPA dari unit flokulasi (Vol. 165,051 m3) unit sedimentasi (Vol. 360 m3), unit filtrasi (Vol.
206,8 m3) dan bak penampung sementara (Vol. 131,600 m3) total menjadi 695,4 m3.
Kata kunci : Dimensi, Eksisting, Instalasi Pengolahan Air, PDAM.
ABSTRACT
Water is one of the basic human needs. Water needs by the community always
increase every year, especially in urban communities. One way to fulfill urban water needs is
through the PDAM, by adding water capacity by building a Water Treatment Plant (WTP) unit.
The purpose of this study was to determine the existing conditions, clean water needs
and to know the development of the 100 liter/second WTP Unit in PDAM Tirta Mentaya, Sampit
City.
This research uses documentary and library methods and observation methods. Data
needed include data on the number of existing Q PDAMs, the number of residents and the
amount of clean water needs for the next 10 years in the PDAM Sampit coverage area and the
technical specifications of each cap processing unit 100 l / sec by carrying out calculations
and images that match the criteria design.
The results of this study indicate that the prediction of domestic and non domestic
demand for 2028 is Q 281.39 l / dt, and Q added Q_337.66 l / dt, then production needs (f =
1.1) Q 371 , 43 l / s, peak requirements (f = 1.5). This 100 l / dt water treatment plant requires
an area of 455 m2 (including WTP drainage) with dimensions of 32.5 m x 14 m. And the WTP
building has dimensions of 30, 1 m x 11 m. And the WTP volume of the flocculation unit (Vol.
165,051 m3) sedimentation unit (Vol. 360 m3), filtration unit (Vol. 206,8 m3) and temporary
reservoir (Vol. 131,600 m3) totaled 695.4 m3.
Keywords: Dimensions, Existing, Water Treatment Plant, PDAM.
1
Di Indonesia, dengan berlaku kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), mengamanatkan bahwa
tugas pengembangan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum merupakan
tugas pemerintah Kabupaten/Kota. Namun seiring dengan tugas Pemerintah Pusat
terkait pembinaan menuju terpenuhinya mutu dan keluaran hasil pengembangan
infrastruktur di bidang air minum, maka diperlukan suatu fasilitasi dan
pendampingan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal penyusunan rencana
induk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Sebagai salah satu produk perencanaan, rencana teknis merupakan suatu
turunan yang lingkungannya lebih sempit tapi memiliki kedalaman yang lebih rinci
dari perencanaan produk-produk yang lebih makro, seperti rencana induk
pengembangan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) dan Rencana
Program Investasi Jangka Menengah khususnya di Kota Sampit Kotawaringin.
Sebagai tindak lanjut dalam memenuhi kebutuhan air pada daerah Kota
Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur perlu dibangun sebuah pengolahan air
bersih yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Pada daerah ini sebelumnya sudah terdapat
pengolahan air dengan kapasitas 175 ltr/dtk, namun semakin bertambahnya
cakupan daerah pelayanan maka diperlukan pengolahan air bersih dengan kapasitas
yang lebih besar.
Di samping itu yaitu Design Perencanaan dan Estimasi Biaya Pembangunan
Water Treatment Plant ini juga dimaksudkan untuk mencapai target pelayanan
sesuai dengan kesepakatan PBB yang tertuang dalam MDGS 2016 (Millennium
Development Goals) bahwa pada tahun 2016 target pelayanan tercapai 80% untuk
perkotaan dan 60% untuk pedesaan. Disamping itu, penyusunan rencana induk
2
sistem penyediaan air minum ini merupakan hasil kesepakatan seluruh kabupaten
Kotawaringin Timur. Untuk memenuhi tugas amanat tersebut melalui Perusahaan
Daerah Air Minum Kota Kotawaringin Timur pada tahun anggaran 2017,
menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan Design Perencanaan dan Estimasi Biaya
Pembangunan Water Treatment Plant Kota Sampit Kotawaringin tahun 2017-2027.
Oleh karena itu, PDAM Tirta Mentaya sebagai salah satu perusahaan di
bidang industri air bersih di kota Sampit yang mendistribusikan air bersih untuk
kebutuhan penduduk perlu melakukan pengambangan strategis guna memenuhi
pelanggannya untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Saat ini air baku
yang dihasilkan berasal dari Sungai Metaya. Sebagai tindak lanjut sebagai alternatif
pemecahan masalah pelayanan air bersih dan ketersediaan air baku adalah dengan
membangun instalasi pengolahan air dengan kapasitas 100 ltr/dtk.
Dengan demikian, pada skripsi ini, dilakukan cara mengetahui kebutuhan air
bersih masyarakat sekitar PDAM (cakupan PDAM tirta mentaya) guna dapat
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penerapan ilmu pengetahuan dalam
dunia kerja dan dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa.
1.2 Perumusan Masalah
a. Bagaimana kondisi eksisting PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit ?
b. Bagaimana cara mengetahui kebutuhan air bersih untuk di daerah Kota
Sampit ?
c. Bagaimana cara menentukan dimensi dan desain teknis unit-unit pengolahan
air minum kap 100 l/dt dan serta gambarnya yang sesuai kriteria desain ?
1.3 Batasan Masalah
Mengingat permasalahan yang akan dikaji sangat luas, maka perlu adanya
pembatasan masalah agar dapat dilakukan pembahasan lebih mendalam. Penulisan
laporan skripsi dibatasi hanya pada pembahasan masalah teknis IPA ini akan
difokuskan pada hal – hal sebagai berikut :
a. Menganalisa kondisi eksisting PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit
3
b. Menganalisa kebutuhan air bersih untuk 10 tahun ke depan di daerah
cakupan PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit.
c. Menentukan dimensi dan spesifikasi teknis dari masing-masing unit
pengolahan kap 100 l/dt dengan melakukan perhitungan serta gambarnya
yang sesuai kriteria desain.
a. Mengetahui kondisi eksisting PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit
b. Mengetahui kebutuhan air bersih untuk 10 tahun dan memberikan solusi
penyelesaian terhadap masalah yang ada di PDAM Tirta Mentaya berfokus
pada pengembangan Unit IPA.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Laporan Skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan ataupun usulan
perbaikan dalam pemecahan masalah-masalah di dalam Perusahaan Daerah
Air Minum Kabupaten Kotawaringin Timur (PDAM–Kab. KOTIM).
b. Memperkuat keterampilan kerja mahasiswa sekaligus mempraktekannya
langsung ilmu yang telah didapat di bangku kuliah pada dunia kerja.
c. Bagi dunia akademik, merupakan sumbangan untuk memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan dalam mengembangkan unit instalasi pengolahan air
minum.
Susunan penulisan Laporan Tugas akhir/skripsi terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Awal Laporan
Bagian awal laporan terdiri dari atas Halaman Kulit, Halaman Judul, Halaman
Pernyataan, Halaman Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar,
Daftar Tabel dan Daftar l.
4
BAB I. Pendahuluan : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Batasan
Masalah, Tujuan, Manfaat, Sistematika Penyusunan.
BAB II. Tinjauan Pustaka : Teori, landasan, paradigma, cara pandang,
metode-metode yang telah ada dan atau akan digunakan.
BAB III. Metode Penelitian : Objek dan waktu penelitian, Bahan dan Alat
Penelitian, Variabel Penelitian, Analisis Data dan Tahapan Pelaksanaan
Penelitian.
permasalahan yang lebih khusus dari judul.
BAB V. Kesimpulan dan Saran : Kesimpulan ( rangkuman keseluruhan isi
yang sudah dibahas ), saran ( saran perluasan, pengembangan, dan
pendalaman).
5
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dapat diminum apabila dimasak.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan tapi masih memungkinkan mengandung mikroorganisme
dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan oleh karena itu masih perlu ada
pengolahan lebih lanjut terlebih dahulu seperti dimasak sebelum diminum (Daud,
2011).
Air merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan kebutuhan manusia.
Keberadaan air di muka bumi ini sangat berlimpah, mulai dari mata air, sungai, waduk,
danau, laut, hingga samudera. Luas wilayah perairan lebih besar dari pada luas wilayah
daratan. Walaupun demikian tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan air bersih dan air
minum.
tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air. Air minum adalah air yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah
air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak Air Minum.
Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan
biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktifitas
mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum
menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak
berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber
6
alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ni telah tercemar bakteri
(misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh
dengan memasak air hingga suhu 100°C, banyak zat berbahaya, terutama logam tidak
dapat dihilangkan dengan cara ini.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefinisikan air bersih
sebagai berikut :
a. Dipandang dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari mineral,
bahan kimia jasad renik
b. Dipandang dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan rumah tangga dan dapat diminum setelah dimasak.
2.2 Dasar Hukum Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3, menyebutkan
bahwa bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, namun Undang-Undang
(UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa boleh
dikelola oleh pihak swasta, ini bertentang tentang UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Sehingga
ada perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
No 16 Tahun 2005 menjadi Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015.
Pada pelaksanaan kegiatan penyediaan air baku harus mengacu kepada dasar
hukum yang berlaku Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 Tentang Sistem
Penyediaan Air Minum, didalamnya juga mengatur beberapa hal mengenai penyediaan
air baku. Dalam Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015, dinyatakan bahwa
pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan
kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah
tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan,
perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
Sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun tentang Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM). Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksut
dengan air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku
adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan/atau air
hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
7
Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 tersebut, dinyatakan bahwa sistem
penyediaan air minum (SPAM) dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan
atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air
Baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengolahan. Sedangkan
SPAM bukan jaringan perpipaan, dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan,
bak penampung air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air.
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 Tentang
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menyebutkan bahwa sistem penyediaan
air minum terdiri dari unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan
unit pengelolaan.
Pipa Transmisi
Unit Pengolahan Air
Gambar 2.1 Skematik Sistem Penyediaan Air Minum Sumber: Data Penelitian,2018
1. Unit air baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem
pemompaan, dan/atau bangunan sarana pengambilan dan/atau penyediaan air
baku. Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air
minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Unit produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk
mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau
biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan
perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.
3. Unit distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan
penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit distribusi wajib
Sumber
memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.
4. Unit pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan
hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin
keakurasiannya, meter air wajib dikalibrasi secara berkala oleh instalasi yang
berwenang.
5. Unit pengelolaan, terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis.
Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan
pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi. Sedangkan
pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan.
2.3 Sistem Penyediaan Air Minum Kawasan
Berdasarkan pada Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknis Sistem
Penyediaan Air Bersih Perkotaan, sistem air bersih yang direncanakan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih suatu daerah yang merupakan bagian daerah
perkotaan kemudian dikembangkan menjadi suatu kawasan tertentu, sehingga
merupakan bagian dan sistem air bersih perkotaan dengan unit produksi melalui
penyediaan sendiri ataupun melalui sistem air bersih perkotaan.
Karakteristik spesifikasi sistem penyediaan air bersih untuk kawasan
perumahan meliputi beberapa aspek sebagai berikut :
1. Aspek teknis dan fisik :
a. Unit produksi SPAM kawasan berupa :
Pengolahan sederhana pengadaan sendiri
Pengolahan paket pengadaan sendiri
Suplai dari SPAM kota,
bersangkutan,
d. Daerah pelayanan adalah kawasan yang bersangkutan
e. Sistem jaringan umumnya tertutup,
9
g. Besaran konsumsi air umumnya mencapai bahkan melebihi standar.
2. Aspek sosial ekonomi dan kependudukan
a. Pola pengembangan penduduk terpusat di kawasan tersebut,
b. Tingkat keinginan dan kemauan masyarakat tinggi,
c. Tingkat keinginan dan kamauan masyarakat sangat tinggi terhadap
sambungan air minum,
e. Pola penggunaan lahan terpusat dan terbatas.
2.4 Sumber-Sumber Air Minum
1. Air Tanah, yang terdiri dari :
a. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan
tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.
b. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur
akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan
jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut)
karena melalui lapisan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai saringa.
c. Air Tanah Dalam
Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam
hal ini harus digunakan bor dam memasukan pipa kedalamnya sehingga dalam
suatu keadaan (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapisan air. Jika
tekanan air tanah ini besar, maka air tanah dapat menyembur keluar dan dalam
keadaan ini sumur disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan
sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam.
10
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapatkan pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah industri dan
sebagainya.
a. Air sungai
Air sungai adalah alternatif utama yang sampai saat ini masih digunakan
sebagai sumber air yang dapat dikelola untuk masuk kedalah proses pengolahan.
Ini disebabkan kondisi morfologi sungai yang memungkinkan untuk membuat
bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaannya sebagai air minum
harus mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai
ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
b. Air Rawa/Air Gambut
Kebanyakan dari air rawa ini berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya zat-
zat organis yang telah membusuk, misalnya: asam humus yang dalam air
menyebabkan warna kuning kecoklatan. Dengan adanya pembusukan kadar
organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dalam keadaan
kelarutan oksigen kurang sekali, maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada
permukaan ini akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dan
oksigen. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar
endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada
pada permukaan rawa.
Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk
diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan,
Sumatera maupun Papua. Secara umum proses/tahapan pengolahan air gambut
tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah utama dalam
mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya
(Nur, 2012).
Air gambut tersebut cukup potensial bila dilihat dari kwantitasnya untuk
dijadikan sebagai sumber air bersih melalui pengolahan terlebih dahulu
(Departemen Kesehatan, 2010).
3. Air Laut
Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar
garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi
syarat untuk air minum.
4. Air Hujan
Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluan rumah tangga,
pertanian, dan lain-lain. Air hujan dapat diperoleh dengan cara penampungan, air
hujan dari atap rumah dialirkan ke tempat penampungan yang kemudian dapat
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Air hujan tidak selalu dapat
digunakan secara langsung, diakibatkan kandungan elektrik yang dikandung
awan serta tidak terjaminnya sterilisasi wadah penampungan yang terbuka.
2.5 Analisa Kebutuhan Air
ukur tinggi rendahnya kemajuan suatu masyarakat.
2.5.1 Jenis Kebutuhan Air
1. Kebutuhan domestik
sehari-hari tau rumah tangga seperti untuk minum, memasak, kesehatan individu
(mandi, cuci dan sebagainya), menyiram tanaman, halaman, pengangkutan air
buangan (buangan dapur dan toilet).
2. Kebutuhan non domestik
Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air baku yang digunakan untuk
beberapa kegiatan seperti :
- Kebutuhan fasilitas umum, seperti kebutuhan air bersih untuk kegiatan di
tenpat-tempat ibadah, rekreasi, maupun terminal.
3. Kebocoran dan kehilangan air
Besarnya kebutuhan air mengakibatkan kebocoran dan kehilangan air cukup
signifikan. Kebocoran dan kehilangan air disebabkan karena adanya
sambungan ilegal dan kebocoran dalam sistem yang sebagian besar terjadi di
aksesoris dan sambungan pipa.
dalam penyediaan air bersih ini meliputi hal - hal sehagai berikut :
1. Penentuan service area atau daerah pelayanan disesuaikan dengan
kondisi setempat berdasarkan kepadatan penduduk;
2. Population coverage atau banyaknya penduduk di daerah service
pemerintah Republik Indonesia pada akhir (Millennium Development
Goals) MDGs mencapai 80 % pelayanan;
3. Service level atau penyampaian air ke konsumen.
Usaha pelayanan air bersih pada umumnya melalui 2 macam cara. Yaitu
melalui sambungan rumah dan melalui hidran umum. Ketentuan
perbandingan SR (sambungan rumah) dan HU (hidran umum) berkisar
antara 50 : 50 sampai 80 : 20 dimana faktor recovery cost merupakan
faktor yang perlu dipertimbangkan. Besar angka perbandingan tersebut
terutama dan hasil survey sosio ekonomi rnelalui ke yang bersangkutan.
4. Consumption rate atau besarnya pemakian per hari, tergantung jenis
sambungan rurnah dan hidran umum, dan besaran kota, seperti kota
kecil, sedang dan metropolitan.
5. Pelayanan fasilitas non domestik. Pelayanan air bersih untuk fasilitas-
fasilitas non domestik diperhitungkan besarnya 5% dan kebutuhan rumah
tangga;
2.5.3 Proyeksi Penduduk
menggambarkan kondisi suatu wilayah adalah penduduk. Semakin besar jumlah
penduduk akan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan jumlah dan
jenis kegiatan dalam suatu wilayah. Begitu juga sebaliknya, kegiatan yang ada
akan mempengaruhi jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Perhitungan proyeksi penduduk sampai 15 tahun ke depan digunakan rumus
Pn = Po ( 1 + r)n (1)
Dimana :
r = laju perkembangan penduduk (%)
n = jumlah tahun proyeksi
2.5.4 Perhitungan Kebutuhan Air
perencanaan didasarkan pada kapasitas kebutuhan airnya. Adapun perkiraan
kebutuhan air suatu kota dihitung atas dasar standar kebutuhan rata-rata.
Kebutuhan air dibagi sesuai dengan jenis klarifikasi konsumen dana macam
kebutuhannya, selanjutnya dibagi ke dalam kelompok-kelompok sebagai
berikut:
14
lt/org/hari
pendidikan, niaga, fasilitas peribadatan dan lain-lain.
Kehilangan air direncanakan tidak lebih dari 20 % dari kebutuhan air rata-
rata.
Fluktuasi kebutuhan air bersih adalah ketidaktetapan atau guncangan
kebutuhan air bersih di wilayah tersebut. Fluktuasi pemakaian air dimaksud
sebagai air yang tidak merata untuk setiap satuan waktu dari fluktuasi
pemakaian air pada hari maksimum dan pemakaian air pada jam puncak.
Pemakaian pada hari maksimum diartikan sebagai pemakaian tertinggi
pada hari tertentu selama periode 1 (satu) tahun. Dalam perencanaan ini faktor
pemakaian pada hari maksimum ditentukan 1,1 kali kebutuhan rata-rata.
Pemakaian pada jam puncak diartikan sebagai pemakaian tertinggi pada
jam-jam tertentu selama periode 1 (satu) hari, ditentukan 1,5 kali kebutuhan
rata-rata.
Kebutuhan Air Rata-rata,
Q average = Standar Konsumsi Air Bersih (m3/dt) (2) (lt/jiwa/hari x Jumlah Penduduk jiwa) x Safety factor
Kebutuhan Air Harian Maksimum,
Kebutuhan jam puncak,
15
2.6 Bangunan Penyadap Air Baku (Intake)
Intake adalah konstruksi yang dibangun di sumber air baku untuk menganbil
sejumlah air yang direncanakan.Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
peletakan intake adalah :
b. Ketinggian tanah berhubungan dengan sistem pengaliran air baku;
c. Sedekat mungkin dengan daerah pelayanan;
d. Dibangun pada tempat yang anam, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada
daerah sungai yang landai dan lurus;
e. Tanah disekitar intake harus stabil;
f. Mempertimbangkan debit di masa mendatang;
g. Posisi inlet harus benar-benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum;
h. Jaun dari sumber kontaminan; dan
i. Dilengkapi dengan screening.
River intake merupakan intake untuk menyadap air baku yang berasal dari
sungai atau danau. Tipe ini biasanya dilengkapi dengan screen dan bak enampung
dengan pintu air. River intake dapat diterapkan pada sungai relatif dangkal dengan
memodifikasi bangunan penampungnya.
aliran air untuk mencegah kerusakan pompa dan unit pengolahan berikutnya.
Persamaan yang digunakan adalah :
dimana :
= faktor bentuk batang
= kemiringan batang dari horizontal
16
Pintu air digunakan untuk mengatur aliran air dari sumber air baku ke
saluran intakesehingga diperoleh debit pengaliran yang diinginkan. Pengaturan
aliran air ini juga dilakukan pada saat pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan).
Persamaan yang digunakan menurut Triadmojo, 1995 :
ghBHQ 26,0 (6)
B = lebar pintu (m)
Saluran pembawa berfungsi untuk menyalurkan air dari intakeke bak
pengumpul. Saluran ini dapat menggunakan pipa atau berupa saluran terbuka.
Persamaan yang digunakan adalah menurut Hazen-Williams, yaitu :
167,1
85,1
v = kecepatan aliran pada pipa/saluran pembawa (m/dt)
L = panjang pipa (m)
C = koefisien kekasaran Hazen-Williams
Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk diolah
oleh unit pengolahan berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake
dan pengukur debit. Persamaan yang digunakan menurut (JWWA, 1978) adalah :
td
V = Volume air yang masuk bak pengumpul (m3)
td = Waktu detensi (dt)
2.8 Koagulasi
pertikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Destabilisasi
partikel dapet diperoleh melalui mekanisme :
1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik;
2. Netralisasi muatan;
4. Pengikatan antar partikel.
1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid organik maupun
anorganik di dalam air;
2. Mengurangi kadar warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air;
3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan
organisme plankton lainnya;
4. Mengurangi kadar rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di
dalam air.
Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata di suatu reaktor koagulator. Setelah pencampuran ini
akan terjadi destabilisasi dari koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini
menyebabkan koloid-koloid mengalami saling tarik menarik dan menggumpal
menjadi ukuran yang lebih besar. Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu
tahap dan dalam waktu yang relatif cepat, yaitu kurang dari 1 menit, sehingga
koagulator juga disebut sebagai pengaduk cepat (Darmawan, 2001). Proses
18
koagulasi dapat menurunkan kekeruhan, warna, bau, rasa, dan bakteri yang ada di
dalam air baku.
koagulasi, yaitu :
2. Dosis pembubuhan bahan kimia koagulan
3. Pengadukan dari bahan kimia dengan air baku
Jenis bahan kimia koagulan ada 2 (dua) jenis yang umum dipakai yaitu :
1. Koagulan garam logam
Natrium karbonat atau soda ash (Na2CO3)
Kalsium hipoklorit atau Kaporit (Kaporit) Ca(ClO)2.
2. Koagulan polimer kationik
laboratorium dengan menggunakan penelitian Jar-test. Prosedur Jar-test pada
prinsipnya merupakan replika dari proses pengolahan koagulasi dan flokulasi
dalam skla kecil.
pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai
berikut :
karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif dan flesibel pada
pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller,
Paddle impleiir atau propeler untuk menghabiskan turbulensi (Reynold, 1982.
Unit Operations and Processes In Environmental Engineering).Pengadukan tipe
yang sangan kecil.
b. Pengadukan Pneumatis
Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang mirip
dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu
detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sam dengan pengadukan mekanis.
Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran
udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki
kehilangan tekanan tang relatif kecil.
c. Pengadukan Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain dengan menggunakan buffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini
dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang
turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih
banyak dipergunakan di negara berkembang terutama daerah yang jauh dari kota
besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang
menghasilkan nilai gradien (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor
peralatan, mdah dioperasikan dan pemeliharaannya yang minimal (Okun, 1971).
Pada desain instalasi pengolahan air ini, sistem pengadukan yang
diaplikasikan pada proses koagulasi adalah sistem pengadukan hidrolis dengan
menggunakan terjunan. Pengadukan dengan sistem ini memberikan hasil yang
cukup memuaskan dengan biaya konstruksi, operasional dan pemeliharaan yang
relatif rendah. Mengenai keterbatasan fleksibilitas yang dimiliki oleh tipe ini
dapat diatasi dengan melakukan pengolahan pada debit yang spesifik.
Pengadukan dengan terjunan adalah pengadukan yang umum dipakai pada
instalasi pengolahan air dengan kapasitas yang besar diatas 50 liter/detik
(Darmasetiawan, 2006). Pembubuhan koagulan dilakukan dengan cara injeksi
secara otomatis pada pipa air baku dengan kadar koagulan yang sudah disesuaikan
dan diatur pada ruang kimia sesaat sebelum air di terjunkan, dengan demikian air
yang terjun sudah mengandung koagulan. Persamaan-persamaan yang digunakan
untuk dedain unit koagulasi hidrolis adalah :
20
adalah sebagai berikut :
= viskositas kinematis (m2/s2)
Proses koagulasi adalah proses pertama yang mana pada proses ini air
baku yang akan diolah dicampur dengan bahan koagulan yaitu alum sulfat (tawas)
dan diharapkan proses ini terjadi pencampuran yang sempurna antara air baku
dengan bahan koagulan. Hal ini sangat diperlukan karena bahan yang terlarut
didalam air baku (tersuspensi) akan dirubah bentuk fisiknya menjadi partikel-
partikel yang cukup berat (koloidal), dan bilamana pH air baku turun akibat
pencampuran alum sulfat maka ditambahkan soda ash agar pH kembali normal.
Dalam proses ini dapat dikatakan pengadukan secara cepat dan dapat bekerja
secara gravitasi.
Tabel 2.1. Spesifikasi Unit Koagulan IPA 100 l/dt
U r a i a n S p e s i f i k a s i T y p e Hidrolis (pipe line mixing/pengaduk statis).
Waktu Pengadukan 1 – 4 detik
Nilai Gradient Kecepatan > 750 /detik
Kecepatan Aliran 1,0 3,0 m/detik
Bentuk Pipa yang di dalamnya terdapat sekat atau bafflel dan terdapat
lubang injeksi untuk pompa dosing sebanyak tiga buah
Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
21
membentuk partikel yang dihasilkan oleh proses koagulasi menjadi berat dan
besar.
partikel padat yang telah terdestabilisasi menjadi flok-flok yang dapat diendapkan
pada unit pengolahan berikutnya dengan cepat. (Reynolds, 1982). Flokulasi dapat
dilakukan dengan cara pengadukan hidrolis, mekanik, dan pneumatik.
Flokulasi yang baik dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat
untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi
harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat,
serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 menit sampai 40 menit.
Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa
menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh
sebab itu kecepatan pengadukan dan eaktu detensi dibatasi. Hal ini yang harus
diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi harus bisa menghindari
aliran mati pada bak.
yaitu :
Pengadukan hidrolis dengan buffle channel vertical menitikberatkan pada
konstruksi pada celah antar buffle dengan tingkat pengadukannya diatur dengan
pintu antar buffle. Gradien kecepatan yang terjadi dapat dihitung dengan cara :
2 1
H = tinggi muka air di bak (m)
A = luas dasar kompartemen (m2)
22
g
G = gradien kecepatan aliran air, (det-1)
td = Waktu detensi, (detik)
g = Percepatan gravitasi, (m/det2)
(15)
Dimana:
g = Percepatan gravitasi, (m/det2)
Nilai gradien kecepatan (G) dapat diatur besarannya dengan mengatur
hidrolisnya. Tetapi pengaturan waktud etensi (Td) sulit untuk dilakukan karena
menyangkut rancangan volume reactor. Untuk itu perencanaan Td suatu instalasi
pengolahan air terutama untuk flokulasi sangatlah penting. Flokulasi yang terlalu
cepat akan menghasilkan flok yang kurang besar untukd iendapkan secara
sempurna, sedangkan flokulasi yang terlalu lama akan menghancurkan kembali
flok yang sudah jadi. (Darmasetiawan, 2006).
hgbQ ..2...
Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
2.10 Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah pemisahan partikel yang larut dalam air secara
gravitasi. Partikel yang larut dalam air tersebut keberadaannya dapat dilihat dari
kekeruhan atau dilakukan pengukuran berat zat padat yang terlarut.
Pada instalasi air bersih, proses pengendapan dilakukan pada bak
sedimentasi. Secara umum yang perlu direncanakan dalam sistem bak pengendap
adalah :
1. Bak pengendap dengan aliran batch
2. Bak pengendap dengan aliran kontinyu, yang terdiri dari :
Aliran horizontal
Aliran vertikal
Aliran miring
Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses kontinyu dibagi menjadi
empat daerah (zona), yaitu :
T y p e
Waktu Tinggal
S p e s i f i k a s i
Hidrolis / Up and Down Flow / Helicoidal.
Hexagonal yang dibawahnya terdapat katup penguras
lumpur, terdapat 6 buah bak Hexagonal.
100 – 20 /detik (Tiap bak berbeda nilai gradiennya
dengan maksud untuk memperlambat aliran)
20 40 menit
1. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan aliran
secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang
baru masuk.
2. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk mengalirkan air
secara perlahan arah horizontal menuju outlet zone dan didalam zona ini
terjadi proses pengendapan.
3. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan
partikel-partikel yang terendap dan juga tempat pengeluaran lumpur.
4. Daerah pengeluaran air (outlet zone) berfungsi sebagai tempat keluaran air
yang telah bersih dari proses pengendapan melalui pelimpah.
Untuk memperluas permukaan bidang pengendapan dapat dilakukan dengan
memasang keping pengendap (plate settler). Plate settler merupakan keping
pengendap yang dipasang pada settling zone (zona pengendapan) di bak
sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan memperluas bidang pengendapan sehingga proses fisika dari
sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif dan menghemat luas bahan yang
diperlukan. Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendricks,
2005) :
1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana lumpur (sludge) yang mengendap turun
ke dasar bak melalui plate, ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet
zone.
2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana lumpur yang mengendap turun
ke dasar bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke
bawah.
3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana lumpur yang mengendap turun ke
dasar bak, sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing-masing
plate.
25
Lintas suatu partikel yang mengendap pada plate merupakan hasil penjumlahan 2
vektor yaitu vektor kecepatan aliran pada plate dan vector kecepatan pengendapan
partikel. Kedua hubungan vektor tersebut seperti ditungjukan pada gambar
dibawah ini.
Gambar. 2.2 Hubungan vektor aliran pada plate settler. Sumber: Qasim, S.R., Motley, E.M., dan Zhu, G., 2002
Pada gambaar di atas, dapat dilihat bahwa bila permukaan pengendapan
dimiringkan ke atas searah aliran, maka lintasan partikelnya pun akan berubah.
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada komponen kecepatan dari
partikel. Secara geometrik dapat dijelaskan sebagai berikut sseperti pada
persamaan (a) dan (b). Jika jarak pengendapan pada permukaan plate adalah AC
dan CD, makan : = + = × (16) = = × (17)
26
Dari persamaan (11) dan (12) dapat digabungkan menjadi persamaan berikut : = .. +.2 (18)
Jika A adalah surface area pada zona pengendapan (settling zone) dan Q adalah
debit, maka dari persamaan (13) dapat menjadi persamaan berikut : = . (19)
disubtitusikan menjadi: = × .+.2 (20)
dimana :
So = Kecepatan horizontal partikel (m2/s)
W = Jarak antar partikel (m)
= Sudut kemiringan plate
Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah pecah, berserat,
semacam polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene
yang banyak digunakan adalah berupa plastik yang keras dan betal.
Kelebihan-kelebihan dari penggunaan polythylene ini dibandingkan yang
lainnya adalah :
1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan tidak
berserat.
2. Bahan baku tidak terlalu sulit dipasaran.
3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan
bakunya sulit untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan
lumut.
4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakan akibat
adanya penguraian efek mikroba.
Proses pengendapan terjadi pada zone bidang pengendapan, dimana flok
yang sudah terbentuk dapat mengendap. Secara ideal bidang pengendapan ini drus
memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata dan mempunyai kecepatan sama
diseluruh area potongan melintang.
menentukan tingkat keberhasilan proses pengendapan. Untuk menggambarkan
tingkat keseragaman dan turbulensi aliran ditentukan oleh bidang Froude (Fr) dan
Reynold (Re) sebagai berikut :
- Bilangan Froude, Fr >10-5
- Bilangan Reynold, Re <500
Persamaan bilangan Froude dan Reynold : = 2. (21) = . (22)
Dimana :
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan partikelpartikel yang sudah
dihasilkan oleh unit flokulasi (berat dan besar) diharapkan pada proses ini sudah
terlihat perbedaan kualitas air baku yang diolah. Hal ini disebabkan adanya
pengendapan dari hasil proses flokulasi sehingga sudah ada pemisah antara air
dengan partikel. Untuk mempercepat pengendapan dibantu dengan tube settler
yang dipasang berlawanan dengan aliran dan dipasang dengan kemiringan 60º
28
Tabel 2.3. Spesifikasi Unit Sedimentasi IPA 100 l/dt
U r a i an S p e s i f i k a s i
Type dan Bentuk
Hidrolis/Aliran masuk vertikal./PersegiPanjang
horizontal, aliran keluar
Media penyambung antara proses flokulasi dan proses sedimentasi
Manifold pipe yang disisi kiri dan kanannya terdapat lubang, dengan kriteria luas lubang di sisi kiri dan kanan pipa manifold harus lebih dari luas 2 kali dari pipa manifold, ini dimaksudkan agar aliran tetap laminar dan tidak turbulen dengan kecepatan aliran di dalam pipa manifold 0,1 – 0,25 m/dt.
Beban permukaan 1,0 – 4,0 m3/m2/jam
Kemiringan tube settler 60º
Jarak antara tube settler 2,5 5 cm
Jarak minimum antara atas settler dengan tinggi air di unit Sedimentasi
25 40 cm
100 cm
Bilangan Reynold (Re) < 500
Bilangan Freud (Fr) > 10-5
Pelimpah Gutter dengan deretan Vnotch
Pengurasan Lumpur Hidrostatik dengan daya tampung Lumpur diruang lumpurnya 23 menit dari kapasitas produksi paket IPA
Waktu tinggal tidak termasuk ruang Lumpur Tinggi Paket IPA
> 25 menit 2 – 6 M
Periode antara waktu pengurasan 12 – 24 jam
Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
2.10 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat yang tersuspensi dan koloid. Pada
pengolahan air bersih, filtrasi digunakan untuk menyaring air dari proses
koagulasi-flokulasi-sedimentasi sehingga dihasilkan air bersih yang berkualitas
baik. Selain mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat juga mereduksi
kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Proses
filtrasi dibutuhkan untuk sebagian besar pengolahan air permukaan sebagai
29
merupakan cara yang lebih utama untuk mencegah transmisi tersebut, filtrasi
dapat membantu mengurangi proses desinfeksi secara signifikan dan
meningkatkan efisiensi dari proses desinfeksi.
Secara umum filtrasi berdasarkan kecepatan penyaringan, dibagi menjadi :
1. Saringan Pasir Lambar (Slow Sand Filter)
Saringan pasir lambat (Slow Sand Filter) merupakan penyaringan yang
menggunakan media pasir dengan kecepatan penyaringan 1-5 m3/m2/jam. Air
baku dialirkan ke bak penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa
memakai zat kimia, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan
saringan pasir lambar. Untuk merancang saringan pasir lambat perlu
memperhatikan kriteria saringan pasir lambat. Saringan pasir lambat bekerja
dengan cara kombinasi antara penyaringan, absorpsi (penyerapan) dan flokulasi
biologi. Saringan pasir lambat cukup efektif untuk menurunkan kadar bakteri,
turbiditas (kekeruhan), dan warna pada kekeruhan < 50 mg/lr. Unit ini
memerlukan tempat yang luas untuk bangunan filter, dan tidak cocok untuk
kekeruhan yang tinggi.
Saringan pasir cepat (Rapid Sand Filter) dapat digunakan untuk
penyaringan dengan kecepatan 40 kali lebih besar dari pada saringan pasir lambat.
Saringan pasir cepat ini berfungsi untuk menyaring partikel flok hasil proses
koagulasi dan flokulasi, sehingga sebelum proses penyaringan dengan saringan
pasir cepat ini, terlebih dahulu harus dilakukan proses kogulasi dan flokulasi
dengan pembubuhan bahan kimia.
pasir cepat ini adalah :
85.1
63.2
54.0
..2785,0
Q = debit pengolahan, (m3/det)
L = panjang pipa, (m)
C = koefisien Hazen Williams
D = diameter pipa, (m)
2
V = Kecepatan aliran, (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
Persamaan pada saat filtrasi berlangsung :
Kehilangan tekanan pada media penyaringan : = (1−3 ) × 2. × × ∑ () (26) = 150 (1− ) + 1,75 (27) = ... (28)
Dimana :
e = Porositas media filter V = Kecepatan aliran filtrasi, (m/det)
Φ = Faktor bentuk g = Percepatan grafitasi, (m/det2)
L = Ketebalan lapisan media filter, (m) fi = Faktor gesekan
31
xi = Fraksi berat pertikel di = Ukuran tengah geometrik butir media filter, (m)
Re = Bilangan Reynold ρ = Berat jenis air, (kg/m3)
µ = Viskositas dinamik, (N.det/m2)
Persamaan pada saat pencucian (backwash) :
Kehilangan tekanan pada saat backwash, (He) : = × (1 − ) × (− ) (29)
Ketebalan media terekspansi, (Le) :
Dimana :
He = Kehilangan tekanan pada media filter saat backwash, (m) Le = Ketebalan media saat teekspansi, (m)
L = Ketebalan media saat awal sebelum backwash, (m) ee = Porositas terekspansi
e = Porositas media filter saat awal ρm = Berat jenis spesifik media filter, (kg/m3)
ρw = Berat jenis spesifik air, (kg/m3) xi = Fraksi tebal lapisan media
= 24 + 3√ + 0,34 (31)
= [ 4.3. × ( − 1) × ]0,5 (32)
= ()0.22 (33)
Vs = Kecepatan mengendap butir filter, (m/det) Vb = Kecepatan aliran pencucian (backwaash), (m/det)
32
Kehilangan tekanan pada orifice : = 2. (35)
Kehilangan tekanan pada pipa lateral dan manifold: 1 = 13 2. (36)
Dimana :
Proses ini adalah proses terakhir, diharapkan pada proses sedimentasi
semua partikel dapat diendapkan, akan tetapi ada beberapa partikel yang lolos
karena terlalu ringan dan melayang dengan adanya partikel tersebut perlu adanya
proses filtrasi untuk menjaga hasil air olahan memenuhi standard. Karena aliran
gravitasi maka proses filtrasi ini menggunakan saringan pasir cepat terbuka
dengan dua media, yaitu : media antrasit dan media pasir silica.
33
Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
Proses filtrasi ini apabila berjalan terus menerus dengan menyaring partikel
yang ringan dan halus maka poripori media filter akan tersumbat, oleh sebab itu
diproses filtrasi perlu dilakukan pencucian media pasir. Pada proses pencucian ini
tidak memerlukan pompa backwash karena memakai system Bejana
Berhubungan yang mana air hasil olahan ditampung dulu pada bak yang saling
berhubungan dengan unit Filtrasi, pencuian akan berlangsung dengan sendirinya
apabila aliran yang masuk keunit filtrasi ditutup katubnya dan katup penguras
dibuka, karena adanya perbedaan muka air di unit Filtrasi dengan di unit bak
penampungan maka pencucian akan berlangsung, untuk hal tersebut.
Muka air di dalam bak penampung harus lebing tinggi 1,5 m dari atas
media filter dan harus tersedia volume air bersih untuk mencuci 5 M3 untuk luas
1 M2 media filter yang akan dicuci.
34
Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
2.11 Reservoir
Reservoir mempunyai fungsi penting bagi penyediaan air bersih di suatu
kota. Perbedaan kapasitas pada jaringan transmisi yang menggunakan kebutuhan
maksimum per hari dengan kebutuhan pada jam puncak untuk sistem distribusi,
menyebabkan dibutuhkannnya reservoir. Saat pemakaiaan air dibawah rata-rata,
reservoir akan menampung kelebihan air untuk digunakan saat pemakaian
maksimum. Beberapa fungsi reservoir yang lain diantaranya yaitu :
a. Mengumpulkan air bersih.
b. Menyimpan air untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air yang berubah tiap
jam.
c. Meratakan aliran dan tekanan air bila pemakaian air pelayanan bervariasi.
d. Mendistribusikan air ke daerah pelayanan.
e. Menyimpan cadangan air untuk pemadam kebakaran.
Kapasitas reservoir ditentukan dari fluktuasi pemakaian air selama sehari
penuh (24 jam) dengan mengambil jumlah presentase dari surplus maksimum dan
defisit minimum. Dari grafik fluktuasi pemakaian air per hari yang mungkin
sering kita lupakan. Perilaku pemakaian air masyarakat ikut menentukan kapasitas
reservoir.
Volume defisit = ∑( − 1 ) × − (37)
Volume surplus = ∑( − 1 ) × − (38)
Volume surplus dan defisit dalam m3 sedangkan Q rata-rata dalam m3/jam. Volume
surplus adalah volume pada saat jam dibawah rata-rata, sedangkan volume defisit
adlah volume pada daat jam puncak.
Namun bila data fluktuasi pemakaian air tidak tersedia, perhitungan
kapasitas reservoir dapat langsung dihitung dengan memperkirakannya sebesar
35
15%-30% (Steel, Ernest W., 1989) atau 15%-20% (Hammer, Makr J., 1986)
sedangkan menurut M. Anis Al-layla, 1977, kapasitas reservoir berkisar antara 1/6
sampai 1/3 dari total kebutuhan sehari. Sehingga dari beberapa sumber tersebut
umumnya kapasitas reservoir dihitung sebesar 15%-30%.
Peletakan reservoir distribusi perlu diperhatikan dalam suatu sistem jaringan
distribusi. Reservoir dapat ditempatkan di lokasi yang relatif tinggi pada daerah
perencanaan dan sedapat mungkin terletak di pusat atau di lokasi yang terdekat
dengan daerah pelayanan. Jika sistem distribusi air tidak dapat dilakukan secara
gravitasi akibat tidak adanya lokasi yang cukup memadai, maka tipe reservoir
yang dipilih dapat merupakan kombinasi antara reservoir yang ditempatkan di
dalam tanah (ground reservoir) dengan menara air (elevated reservoir) yang
terletak di atas permukaan tanah dengan ketinggian tertentu.
Bebrapa kriteria perancanaan untuk reservoir diantaranya adalah :
1. Ambang Batas dan Dasara Bak
a. Diperlukan ambang bebas minimum 30cm di atas permukaan air
tertinggi
b. Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah
c. Kemiringan dasar bak sebaiknya antara 1/100 hingga 1/500 ke arah
pipa pengurasan.
a. Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan
bentuk dan struktur tangki sehingga tidak ada daerah aliran yang mati.
b. Pipa outlet dilengkapi dengan saringan (screen) dan diletakan minimum
10 cm di atas lantai atau pada muka air terendah.
c. Perlu diperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding reservoir,
karena harus dapat dipastikan dindingnya kedap air dan diberi flexible
joint.
e. Pipa peluap dan penguras memiliki diameter yang mampu melingkari
debit air maksimum secara gravitasi dan saluran outlet harus terjaga
dari kontaminasi dari luar.
a. Reservoir harus dilengkapi dengan ventilasi, manhole, dan alat ukur
tinggi muka air.
b. Tinggi ventilasi lebih kurang 50 cm dari atap bagian dalam.
c. Ukuran manhole harus cukup besar agar mudah dimasuki petugas dan
kontruksinya harus kedap air agar tidak terjadi rembesan air dari luar.
d. Ventilasi harus mampu memberikan sirkulasi udara yang cukup ke
dalam reservoir sesuai dengan volumenya.
4. Kapasitas Standar
diantaranya sebesar 100, 300, 500, 750, dan 1000 m3.
b. Reservoir atas (elevated reservoir) meliliki kapasitas standar
diantaranya sebesar 300, 500, dan 750 m3 dengan muka air maksimum
20 – 25 m dari permukaan tanah.
2.12 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses untuk membunuh bakteri, protozoa, dan virus
dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia. Reaksi
desinfeksi yang terjadi harus dilaksanakan di bawah kondisi normal, termasuk
suhu, aliran, kualitas air, dan waktu kontak. Hal ini akan membuat air menjadi
tidak beracun, tidak berasa, lebih mudah diolah, ekonomis, serta akan
meninggalkan residu yang tetap untuk jangka waktu yang aman, sehingga
kontaminan dapat dihilangkan (Al-Layla, 1980). Desinfeksi yang sering
digunakan adalah dengan klorinasi menggunakan gas klor. Metode desinfeksi
secara umum ada dua, yaitu preklorinasi dan post chlorination.
Kebutuhan gas klor = 610
Air yang telah melalui proses pengolahan ditampung dalam suatu reservoir
sebelum didistribusikan ke konsumen. Menurut JWWA (1978), kapasitas efektif
reservoir adalah mampu menampung air yang diproduksi selama minimum satu
jam.
37
Untuk mendapatkan mutu air bersih sesuai dengan standart kesehatan perlu
diadakan proses disinfeksi dengan menggunakan Sodium Hypochloride yang
perlu dipompakan dengan pompa dosing.
38
pekerjaan dan pengkajian diupayakan terlebih dahulu dengan membuat suatu
pendekatan yang dapat memberikan kerangka pikir bagi pedoman dan arahan bagi
pelaksanaan pekerjaan ini. Kerangka berpikir tersebut terbagi atas beberapa proses
yang meliputi :
Pekerjaan pembuatan Water Treatment Plant untuk PDAM Kota Sampit
Kotawaringin yang meliputi:
Berdasarkan wilayah studi ini dapat disimpulkan bahwa sistem pelayanan air
minum yang akan di studi adalah Sistem kota (sistem pelayanan dan jaringan air
minum yang berada di wilayah perkotaan dari Kota Sampit Kotawaringin) Namun
demikian, pelayanan air minum di pedesaan yang masih dimungkinkan terlayani,
perlu dikaji bentuk pelayanan yang terbaik dengan atau tanpa penambahan jaringan
perpipaan.
Deskripsi eksisting wilayah studi untuk Kota Sampit Kotawaringin yang
mencakup berbagai aspek merupakan langkah awal guna mengkaji keadaan dan
potensi serta permasalahan yang ada. Aspek yang dikaji mencakup; Aspek Fisik,
Aspek Sosio-Ekonomi dan Aspek Kependudukan.
a. Pendekatan kajian eksisting fasilitas sistem pelayanan air minum.
Kajian ini mencakup semua fasilitas yang terpasang untuk sistem
pelayanan air minum. Kajian akan ditujukan pada sumber air, unit produksi
dan distribusi. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dapat
dimanfaatkan secara optional fasilitas yang ada dalam kaitannya dalam
perencanaan SPAM Kota.
39
menengah 10 tahun ke depan.
Dalam kurun waktu ini peranan aspek kelembagaan dan regulasi akan
sangat menentukan kelangsungan (sustainability) pelayanan sistem
penyediaan air minum. Semua produk hukum baik nasional maupun peraturan
daerah perlu dikaji kaitannya dengan pengelolaan SPAM kota. Disamping
produk hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah, perlu
dikaji norma-norma atau hukum adat yang ada. Oleh karena terkait dengan
adat istiadat atau hukum adat maka aspek sosial budaya dan aspek sosial
ekonomi merupakan substansi dari pendekatan ini.
d. Pendekatan literatur atau kepustakaan.
Pendekatan literatur merupakan suatu pendekatan ilmiah dalam
penyusunan rencana induk pelayanan. Beberapa karya ilmiah terkait dengan
pembangunan daerah/wilayah lintas kabupaten/kota serta pengalaman negara
lain yang terkait dengan lintas negara atau lintas daerah akan memberi
masukan bagi pemilihan model atau alternatif rencana induk pelayanan
SPAM. Informasi yang dapat diperoleh melalui jaringan internet akan digali
untuk dapat digunakan sebagai masukan pada studi ini.
Produk hukum, pedoman dan ketentuan-ketentuan teknis dapat merupakan
dokumen dan/atau sebagai literatur. Produk hukum sebagai landasan regulasi yang
perlu digunakan pada studi ini antara lain meliputi :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Pengelolaan Keuangan
Negara;
Penyediaan Air Minum (SPAM);
40
Permen PU No. 20 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan SPAM (KSNP SPAM);
Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara
Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM;
Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Kepegawaian PDAM;
Permenkeu No. 107 Tahun 2006 tentang Restrukturisasi Hutang
Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 61/KPTS/CK/1998 tentang
Petunjuk Teknis Perencanaan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum
Perkotaan;
Restrukturisasi Hutang PDAM.
Penyediaan Air Minum (SPAM)
Data–data Badan Pusat Statistik (BPS);
Data–data dari Pemerintah Kota/Kabupaten;
Laporan Hasil Penelitian/Studi terkait dengan studi ini;
Laporan dari PDAM Kota sebagai pengelola Sistem Penyediaan Air Minum
3.1.2 Pendekatan Teknis
dilakukan secara berurutan yaitu Pendekatan Teknis.
Pendekatan Teknis adalah penyusunan rencana induk sistem penyediaan air
minum di lokasi studi dengan cara mengembangkan beberapa alternatif sistem
dengan mengkaji semua aspek teknis mulai dari alternatif air baku sampai dengan
jaringan distribusi air minum. Hal-hal yang akan dikaji dalam pendekatan teknis ini
antara lain meliputi :
41
struktur kependudukan dan lain-lain);
c. Sosial ekonomi (pendapatan penduduk, prasarana dan sarana kota dan lain-
lain);
e. Industri dan pariwisata.
2. Sistem Penyediaan Air Minum yang ada di daerah studi yang meliputi:
a. Jenis dan lokasi air baku (air permukaan, mata air dan air tanah);
b. Potensi air baku (kualitas dan kuantitas);
c. Sistem pengolahan yang ada;
d. Kondisi sistem transmisi dan distribusi;
e. Cakupan Pelayanan;
3. Kebutuhan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
a. Cakupan pelayanan;
c. Penurunan kobocoran;
d. Jenis dan lokasi air baku (air permukaan, mata air dan air tanah);
e. Potensi air baku (kualitas dan kuantitas);
f. Alternatif sistem pengolahan yang dibutuhkan;
g. Alternatif sistem transmisi dan distribusi;
h. Kebutuhan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan.
42
Pendekatan yang ditempuh dalam proses pengumpulan data adalah
penggunaan mekanisme kerja yang ada di institusi sebagai sumber data baik institusi
di Pusat maupun institusi dan lembaga di Daerah, dengan pemilihan metode
pengumpulan data yang dapat digunakan. Mekanisme atau pengumpulan data yang
merupakan tahapan pelaksanaan antara lain meliputi :
1. Pemilihan data yang diperlukan;
Pendekatan ini ditempuh agar upaya pengumpulan data dapat berjalan secara
efektif dan efisien mengingat jangka waktu pengumpulan data yang terbatas.
Data/informasi yang dikumpulkan diharapkan dapat digunakan sesuai
kuantitas, kualitas dari tiap item data yang diperlukan.
2. Pemilihan Sumber Data;
Sumber data perlu ditentukan dan dapat mewakili kebutuhan secara nasional.
Sumber data berupa institusi terkait di Pusat, Perusahaan Daerah Air Minum
sebagai Institusi Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum.
3. Metode Survey/Pengumpulan Data;
a. Metode Dokumenter dan Kepustakaan;
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari
instansi sumber data dan data kepustakaan/literatur.
b. Metode Observasi;
Sebelum observasi dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan instrumen
pengumpulan data
data
di daerah cakupan PDAM Tirta
Mentaya Kota Sampit.
penyelesaian terhadap masalah yang
pada pengembangan Unit IPA.
gambarnya yang sesuai
l/dt dengan melakukan
perhitungan serta gambarnya
melakukan perhitungan serta
Pendekatan yang ditempuh untuk proses pengolahan data, analisis dan
interpretasi data didasarkan pada :
prediksi, kondisi wilayah studi).
Metode penelitian yang dipakai seperti; penelitian evaluasi, penelitian deskriptif,
penelitian historis dan metode analisis yang lainnya.
3.4 Gambaran Umum Wilayah Pembangunan
3.4.1. Letak Administrasi
Kotawaringin Timur merupakan salah satu dari 13 kabupaten/kota yang ada di
Propinsi Kalimantan Tengah dan ibukota administrasinya berada di kota Sampit.
Secara geografis berkedudukan pada 1127’ 29” - 113 14’ 22” Bujur Timur dan 1
11’ 504” - 3 18’ 51” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 16.496 Km². Adapun
batas-batas administrasi wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah
Sebelah Selatan : Laut Jawa
Lokasi pembangunan pengolahan air minum PDAM Tirta Mentaya, tepatnya
di Jl. Christopel D.Mihing no. 5 Sampit, Kab. Kotawiringin Timur.
45
Sumber : Bps Kotawaringin Timur,2016
Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki 17 Kecamatan dan wilayah
pelayanan PDAM Tirta Mentaya itu mencakup dua (2) kecamatan yaitu kec.
Mentaya Baru Ketapang dan Kec. Baamang, jadi luas wilayah pelayanannya
1.365,00 Km2. Lebih jelasnya lihat tabel 2.1.
Tabel.3.2. Luas Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur Menurut Kecamatan, 2013
Kecamatan Luas (km2) % terhadap Luas
Kotawaringin Timur
2. Teluk Sampit 610.00 3.63
3. Pulau Hanaut 620.00 3.69
4. Mentaya Baru/Ketapang 726.00 4.32
5. Seranau 548.00 3.26
7. Kota Besi 1889.00 11.25
8. Telawang 317.00 1.89
Kotawaringin Timur
Kotawaringin Timur
46
12. Parenggean 493.15 2.94
Jumlah / Total 16796.00
Kecamatan Baamang 1365.00
3.4.2. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015 sekitar 426.176
orang, yang terdiri dari 225.087 orang penduduk lakilaki dan 201.089 orang
penduduk perempuan. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur
ratarata sebanyak 23,53 orang per kilometer persegi. Kecamatan terpadat
penduduknya adalah Kecamatan Baamang yaitu ratarata 155,90 orang per kilometer
persegi dan yang terjarang penduduknya adalah di Kecamatan Bukit Santuai yaitu
ratarata 5,18 orang per kilometer persegi. Jumlah penduduk kecamatan mentaya baru
dan kecamatan Baamang yaitu 141.376 jiwa.
Tabel.3.3. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Dan Sex Ratio Menurut kecamatan Di Kabupaten Kotawaringin Timur, 2015
Kecamatan Penduduk
Teluk Sampit 2489 5178 4825 10003 107.32
Pulau Hanaut 4319 8844 8480 17324 104.29
Mentawa
Baru/Ketapang
Seranau 2636 5451 5053 10504 107.88
Bersambung ke halaman selanjutnya (Sambungan Tabel 3.2)
47
Kota Besi 4418 9367 8802 18169 106.42
Telawang 5287 11399 9005 20404 126.59
Baamang 14517 29198 27865 57063 104.78
Cempaga 5198 12406 11608 24014 106.87
Cempaga Hulu 7226 15771 13513 29284 116.71
Parenggean 8018 15238 12876 28114 118.34
Tualan Hulu 3636 6520 5019 11539 129.91
Mentaya Hulu 7819 15230 12548 27778 121.37
Bukit Santuai 2681 6022 5130 11152 117.39
Antang Kalang 4251 8701 6983 15684 124.6
Telaga Antang 5612 10867 9440 20307 115.12
Jumlah 111955 225087 201089 426176 111.93
Sumber : Bps kabupaten Kotawaringin Timur, 2016
3.5 Gambaran Umum tentang Instalasi Pengolahan Air
Pengolahan air minum merupakan proses pemisahan air dari pengotornya
secara fisik, kimia dan biologi. Dengan bertujuan untuk mendapatkan air bersih dan
sehat dengan standar mutu air yang memenuhi syarat kesehatan.
Sistem instalasi pengolahan air minum berfungsi untuk mengolah air dari
kualitas air baku (influent) terkontaminasi untuk mendapatkan kualitas air yang sesuai
dengan baku mutu atau siap untuk dikonsumsi. Instalasi pengolahan air merupakan
sarana yang sangat penting di seluruh dunia yang akan menghasilkan air bersih dan
sehat untuk dikonsumsi.
Instalasi pengolahan air dirancang dengan teknologi tepat guna yang dapat
dioperasikan dengan mudah. Sistem ini dirancang dengan cara gravitasi yang
dimensinya sesuai perhitungan yang mengacu pada SNI 19-6774-2008 mengenai tata
cara perencanaan teknis unit instalasi pengolahan air.
Sumber air baku PDAM Tirta Mentaya berasal dari Sungai Mentaya. Sungai
Mentaya memiliki luas Daerah Aliaran Sungai (DAS) 4765,9 km², debit terbesar
762,31 m³/dt dan debit terkecil 113,11 m³/dt (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, 2013). Melalui intake air baku di
48
alirkan ke pengolahan dengan bantuan pompa yang beroperasi 24 jam kemudian
diolah dalam water threatment plant (WTP) PDAM Tirta Mentaya. Dalam WTP ini
terjadi proses pengolahan air dari air baku menjadi air bersih. Proses pengolahan ini
terdiri dari proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan kemudian ditampung
dalam reservoar dengan kapasitas penampungan 1000 m3 selanjutnya didistribusikan
kepada pelanggan.
Kriteria perencanaan ini sesusai dengan peraturan SNI 19-6774-2008, untuk
unit koagulasi (pengaduk cepat) dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Kriteria perencanaan unit koagulasi (pengaduk cepat)
Sumber : SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
3.5.2 Kriteria perencanaan unit flokulasi (pengaduk lambat)
Kriteria perencanaan untuk unit flokulasi (pengaduk lambat) dapat dilihat
pada Tabel 3.5 berikut:
49
Kriteria perencanaan untuk unit sedimentasi (Pengendap) dapat dilihat pada
Tabel 3.6. berikut:
Sumber : SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
CATATAN: *) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap
**) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap
***) pembuangan lumpur sebagian
Kriteria Perencanaan untuk Unit Filtrasi (Saringan Cepat) dapat dilihat pada
Tabel 3.7. berikut:
Sumber : SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA
51
Rencana tapak dan sarana pelengkap perencanaan untuk instalasi pengolahan
air paket adalah sebagai berikut:
a. Rancangan tapak harus mengikuti peraturan mendirikan bangunan yang berlaku
setempat
b. Apabila tidak ditentukan oleh peraturan setempat yang ada, untuk kemudahan
operasi dan pemeliharaan, jarak bagian terluar instalasi pengolahan air paket
terhadap bangunan lain disekitarnya yang terdekat sekurang-kurangnya sebagai
berikut:
3, 0 meter untuk instalasi pengolahan air dengan kapasitas sampai dengan 20
l/detik.
4,0 meter untuk instalasi pengolahan air dengan kapasitas diatas 20 l/detik
c. Luas rencana tapak dan pelengkap bangunan harus memenuh ketentuan luas
berikut:
kapasiras (10 – 30) l/detik, luas minimal 2400 m2
kapasitas (40 – 80) l/detik, luas minimal 3000 m2
d. Tata letak bangunan penunjang instalasi pengolahan air berdasarkan mudah
operasi, sirkulasi dan efisien, dilengkapi tempat parkir, pagar, kamar mandi, toilet
dan fasilitas penerangan.
e. Untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan paket unit instalasi pengolahan air
harus dilengkapi dengan lantai pemeriksaan.
f. Jalan masuk dari jalan besar menuju ke tapak instalasi pengolahan air lebarnya
harus mencukupi untuk dilalui kendaraan roda empat.
g. Jalan dan tempat parkir harus diberikan perkerasan yang memadai.
h. Tapak instalasi pengolahan air haruas bebas banjir.
52
4.1 Kondisi Eksisting Unit IPA PDAM Kota Sampit
Gambar.4.1 Skema kondisi Eksisting Unit IPA PDAM Kota Sampit Sumber: Data Peneliti, 2018
Kondisi eksisting unit PDAM terdiri dari 6 unit IPA yang total kapasitasnya 175
l/dt, kondisi ini tidak mampu melayani konsumen khusunya masyarakat
dikarenakan Q pdam ≤ Q kebutuhan . Semakin berkembangnya jumlah penduduk
semakin pula kebutuhan air bersih meningkat dan harus diukut sertakan
pembangunan/ infrastruktur, terutama di bidang SPAM.
sehingga kita memerlukan pembanguna IPA.
53
Gambar.4.3 Desain Denah Lay Out PDAM Sumber: Data Peneliti, 2018
54
4.2.1 Umum
Sistem penyediaan air minum merupakan salah satu aspek yang harus
diperhatikan dalam perencanaan pembangunan sebuah daerah baik kota maupun
desa. Kebutuhan air minum suatu daerah ditentukan berdasarkan tingkat
perkembangan daerah, antara lain jumlah pemakai, tingkat pelayanan di daerah
tersebut, dan pelayanan terhadap fasilitas (sarana) daerah yang ada. Segala
kegiatan dan aktivitas yang terjadi di suatu daerah menjadi salah satu parameter
perkembangan suatu daerah.
dahulu sebelum dikonsumsi.
Dalam perancangan sistem penyediaan air minum membutuhkan data
yang cukup mengenai jumlah volume dan debit air yang akan dialirkan serta
hubungannya dengan jumlah penduduk dan periode perencanaan.
Selain faktor-faktor diatas perlu juga diperhitungkan faktor kehilangan
air selama proses pengolahan pada instalasi maupun selama proses
pendistribusian air ke konsumen.
pemakaian air terdiri dari :
1. Pemakaian hari maksimum, yaitu pemakaian tertinggi selama 1 hari
dalam periode 1 tahun. Perhitungan kebutuhan air maksimum adalah
kebutuhan rata-rata dikalikan dengan faktor hari maksimum.
2. Pemakaian jam maksimum, yaitu pemakaian tertinggi selama 1 jam
dalam 1 hari. Ini disebabkan oleh adanya pemakaian yang bersamaan.
4.2.2 Kriteria Pengembangan
Secara umum kriteria yang digunakan dalam penyediaan air bersih ini
meliputi hal - hal sehagai berikut :
55
kondisi setempat berdasarkan kepadatan penduduk;
2. Population coverage atau banyaknya penduduk di daerah service
pemerintah Republik Indonesia pada akhir (Millennium Development
Goals) MDGs mencapai 80 % pelayanan;
3. Service level atau penyampaian air ke konsumen.
Usaha pelayanan air bersih pada umumnya melalui 2 macam cara. Yaitu
melalui sambungan rumah dan melalui hidran umum. Ketentuan
perbandingan SR (sambungan rumah) dan HU (hidran umum) berkisar
antara 50 : 50 sampai 80 : 20 dimana faktor recovery cost merupakan
faktor yang perlu dipertimbangkan. Besar angka perbandingan tersebut
terutama dan hasil survey sosio ekonomi rnelalui ke yang bersangkutan.
4. Consumption rate atau besarnya pemakian per hari, tergantung jenis
sambungan rurnah dan hidran umum, dan besaran kota, seperti kota
kecil, sedang dan metropolitan.
5. Pelayanan fasilitas non domestik. Pelayanan air bersih untuk fasilitas-
fasilitas non domestik diperhitungkan besarnya 5% dan kebutuhan rumah
tangga;
4.2.3 Proyeksi Penduduk
menggambarkan kondisi suatu wilayah adalah penduduk. Semakin besar jumlah
penduduk akan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan jumlah dan
jenis kegiatan dalam suatu wilayah. Begitu juga sebaliknya, kegiatan yang ada
akan mempengaruhi jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Perhitungan proyeksi penduduk sampai 10 tahun ke depan digunakan rumus
56
Dimana :
r = laju perkembangan penduduk (%)
n = jumlah tahun proyeksi
Contoh perhitungan proyeksi jumlah penduduk dari tahun 2016 sampai 2028,
diketahui ;
r kec. Mentaya baru Ketapang (Y) = 1,80%
r (rata-rata X & Y) = ( 2
%8,1%01,2 ) = 1,905%
perencanaan didasarkan pada kapasitas kebutuhan airnya. Adapun perkiraan
kebutuhan air suatu kota dihitung atas dasar standar kebutuhan rata-rata.
Kebutuhan air dibagi sesuai dengan jenis klarifikasi konsumen dan macam
kebutuhannya, selanjutnya dibagi ke dalam kelompok-kelompok sebagai
berikut:
lt/org/hari atau rata-rata 120 lt/org/hari
Kebutuhan air untuk domestik dengan hidran umum 30 lt/org/hari
Kebutuhan air non domestik yang meliputi kepentingan sosial, perkantoran,
pendidikan, niaga, fasilitas peribadatan dan lain-lain.
57
total.
Kehilangan air direncanakan tidak lebih dari 20 % dari kebutuhan air rata-
rata.
Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air minum untuk rumah tangga
yang terdiri dari sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU). Untuk
mengetahui besarnya kebutuhan air minum domestik untuk periode perencanaan
tertentu maka dilakukan perhitungan proyeksi penduduk. Lebih jelasnya lihat
Tabel 4.9 Proyeksi kebutuhan air bersih wilayah kec. Mentaya baru ketapang
dan kec. Baamang. (Hal 67-68)
b. Kebutuhan Non Domestik
Kebutuhan air minum non domestik adalah kebutuhan air minum untuk
fasilitas-fasilitas sosial ekonomi dan budaya yang terdapat pada suatu daerah
perencanaan.
Tabel 4.1 Standar Kebutuhan Air Minum Fasilitas Daerah Perkotaan Fasilitas Standar Kebutuhan
Sekolah 10 L/murid/hari
Kantor 10 L/pegawai/hari
Sumber ; Dirjen Cipta Karya, PU, 1998
58
Fasilitas Standar (L/unit/hari)
Warung / Toko 500
Bioskop 2.000
Tempat bermain 1.000
Fasilitas yang akan dilayani diproyeksikan pada pertambahan penduduk. Jenis-
jenis yang akan dilayani adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas Pendidikan.
2. Fasilitas Peribadatan.
3. Fasilitas Kesehatan.
4. Fasilotas Transortasi.
5. Fasilitas Perkantoran.
perencanaan dapat dilihat dari penambahan jumlah penduduk yang dimaksud,
jumlah kebutuhan air minum yang akan dihitung hingga akhir periode pelayanan
hanya fasilitas yang berada di dalam daerah perencanaan atau juga dapat
dikatakan yang termasuk daerah pelayanan sistem penyediaan air minum.
1. Fasilitas Pendidikan
penduduk. Kebutuhan air minum untuk tiap fasilitas berdasarkan standar yang
berlaku adalah sebesar 10 Liter/murid/hari. Perhitungan kebutuhan air minum
ini berdasarkan pada banyaknya murid.
Contoh perhitungan proyeksi fasilitas pada tahun 2017 untuk fasilitas
pendidikan (TK).
Populasi tahun 2016 = 204.406 Jiwa
Populasi tahun 2017 = 209.272 Jiwa
Maka banyaknya TK tahun 2017 = ntahunPopulasi tahunPopulasi
TKmuridJumlah
2016
2016
dapat dilihat pada Tabel 4.3 Perhitungan Kebutuhan Air fasilitas Pendidikan.
Tabel.4.3 Perhitungan Kebutuhan Air fasilitas Pendidikan
Jenis Std.
(L/unit/hari)*
SLB 10 61 0,0071 67 0,0078 72 0,0084 77 0,0089
TK 10 3471 0,4017 3814 0,4415 4114 0,4761 4353 0,5038
SD/MI 10 19245 2,2274 21149 2,4478 22807 2,6398 24136 2,7935
SLTP/MTs 10 8700 1,0069 9561 1,1066 10310 1,1933 10911 1,2628
SLTA/SMK 10 8433 0,9760 9267 1,0726 9994 1,1567 10576 1,2241
Jumlah 39910
Perguruan Tinggi
Jumlah 4,735 5,215 5,636 5,955
Sumber: dari Perhitungan Peneliti,2018
Fasilitas peribadatan terdiri dari mesjid, musholla, langgar, gereja, vihara
dan balai kaharingan. Jumlah Fasilitas Peribadatan pada tahun 2016 akan sama
dengan tahun 2017, ini dikarenakan fasilitas tersebut sudah merata ditiap
Kecamatan. Pada tahun 2019 mesjid diperkirakan hanya akan bertambah 2 unit
sampai dengan akhir periode pelayanan, untuk musholla akan bertambah 2 unit
pada setiap fase pembangunan sedangkan langgar diperkirakan akan terjadi
penambahan sebanyak 2 unit untuk setiap fase pembangunan. Fasilitas gereja
diperkirakan akan bertambah 1 unit pada tahun 2019 dan jumlahnya akan tetap
hingga tahun 2028, untuk vihara/pura dan balai kaharingan diperkirakan akan
terjadi penambahan 1 unit 10 tahun sekali. Asumsi ini didasarkan pada
bertambahnya jumlah penduduk selain itu juga penambahan yang tidak terlalu
besar pada fasilitas peribadatan ini dikarenakan akan berdirinya mesjid agung di
tengah kawasan. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 halaman
berikutnya :
61
Jenis Std.
Fasilitas Air
(L/unit/hari) Jumlah Keb.Air Jumlah Keb.Air Jumlah Keb.Air Jumlah Keb.Air Jumlah Keb.Air
Unit (L/dtk) Unit (L/dtk) Unit (L/dtk) Unit (L/dtk) Unit (L/dtk)
Masjid 800 78 0,722 80 0,741 82 0,759 84 0,778 86 0,796
Mushola 800 93 0,861 95 0,880 97 0,898 99 0,917 101 0,935
Gereja 300 27 0,250 27 0,250 28 0,259 28 0,259 29 0,269
Vihara/Pura 100 4 0,037 4 0,037 4 0,037 5 0,046 5 0,046
Balai kaharingan
100 2 0,019 2 0,019 2 0,019 3 0,028 3 0,028
Jumlah 1,889 1,926 1,972 2,028 2,074
Sumber: dari Perhitungan Peneliti,2018
Fasilitas kesehatan terdiri Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Balai
pengobatan. Perkiraan jumlah fasilitas pada 2019 untuk Puskesmas
Pembantu, Balai Pengobatan diperkirakan terjadi pertambahan sebanyak 2
unit setiap fasenya, sedangkan untuk Puskesmas akan bertambah 1 unit pada
tiap fase Pertumbuhan. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5
sebagai berikut:
Jenis Std.
Fasilitas Air
Unit (L/dtk) Unit (L/dtk) Unit (L/dtk) Unit (L/dtk)
RSU 2000 1 0,0231 2 0,0463 2 0,0463 3 0,0694
Ruang Bersalin 600 1 0,0231 2 0,0463 2 0,0463 3 0,0694
Klinik Kesehatan
Posyandu 1000 50 1,1574 52 1,2037 53 1,2269 54 1,2500
Polindes 1000 7 0,1620 9 0,2083 10 0,2315 11 0,2546
Puske