Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

104
TK4082 PENELITIAN TB 1 Semester II Tahun 2012/2013 Judul PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT Kelompok B.1213.B.07 Arti Murnandari (13010036) Jasmiandy` (13010063) Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati Prof. Dr. Tjandra Setiadi PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2013

description

Berisi langkah kerja dan tinjauan pustaka mengenai produksi xilitol secara fermentasi

Transcript of Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

Page 1: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

TK4082 PENELITIAN TB 1

Semester II Tahun 2012/2013

Judul PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL

DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT

Kelompok B.1213.B.07

Arti Murnandari (13010036)

Jasmiandy` (13010063)

Pembimbing

Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Mei 2013

Page 2: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 i

LEMBAR PENGESAHAN

TK4082 PENELITIAN TB 1

Semester II Tahun 2012/2013

PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL

DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT

Kelompok B.1213.B.07

Arti Murnandari (13010036)

Jasmiandy (13010063)

Catatan

Bandung, Mei 2013

Disetujui Pembimbing

Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati Prof. Dr. Tjandra Setiadi

Page 3: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 ii

SURAT PERNYATAAN

TK4082 PENELITIAN TB 1

Semester II Tahun 2012/2013

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Kelompok : B.1213.B.07

Nama (NIM) : Arti Murnandari (13010036)

Nama (NIM) : Jasmiandy (13010063)

dengan ini menyatakan bahwa laporan dengan judul:

PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL

DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT

adalah hasil penelitian kami sendiri di mana seluruh pendapat dan materi dari sumber lain

telah dikutip melalui penulisan referensi yang sesuai.

Surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan dalam lembar

pernyataan ini di kemudian hari diketahui keliru, kami bersedia menerima sangsi sesuai

peraturan yang berlaku.

Bandung, 20 Mei 2013

Tanda tangan

Arti Murnandari

Tanda tangan

Jasmiandy

Page 4: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 iii

TK4082 PENELITIAN TB 1

Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol Dari Hidrolisat Tandan Kosong Sawit

Kelompok B.1213.B.07

Arti Murnandari (13010036) dan Jasmiandy (13010063)

Pembimbing

Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

ABSTRAK

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah industri kelapa sawit

yang memiliki banyak potensial. Limbah TKKS yang dihasilkan dari industri CPO hingga

tahun 2011 jumlahnya mencapai 22 juta ton per tahun. Pada kenyataannya, potensi TKKS

tidak dimanfaatkan secara optimal. TKKS memiliki kandungan lignoselulosa tinggi yang

berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk bernilai jual tinggi, salah satunya adalah

xilitol. Xilitol merupakan gula alkohol yang memiliki banyak kegunaan, sebagai gula

diabetes, pencegah karies gigi, dan memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan

sukrosa. Selama ini, produksi xilitol dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimiawi dan

biologis. Proses secara biologis memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan

produksi secara sintesis kimia. Kondisi yang lunak dan pretreatment yang tidak sulit

merupakan contoh dari kelebihan proses secara biologis yaitu dengan fermentasi

menggunakan mikroorganisme.

Xilosa diperoleh dari hidrolisis secara enzimatik TKKS, kemudian digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi. Hasil fermentasi akan dianalisis dengan metode HPLC untuk

diketahui konsentrasi xilitol dan xilosa di dalam sampel. Sampel dari hasil fermentasi

juga diambil untuk dihitung konsentrasi biomassa yang terbentuk dengan interpolasi

menggunakan kurva baku. Data-data yang didapat digunakan untuk menghitung

perolehan xilitol dan biomassa terhadap substrat, serta produktivitas xilitol masing-

masing hasil fermentasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konfigurasi fermentasi terbaik untuk

optimasi produksi xilitol dari TKKS melalui perbandingan perolehan dan produktivitas

masing-masing fermentasi, yaitu fermentasi batch, fed-batch, kontinyu dengan sel bebas

dan kontinyu dengan sel teramobilisasi. Mikroorganisme yang digunakan adalah

Debaryomyces hansenii. Fermentasi akan dilakukan dengan menggunakan medium

xilosa sintetik. Pengujian dengan hidrolisat TKKS akan dilakukan setelah diketahui

konfigurasi terbaik dari hasil pengujian dengan medium xilosa sintetik untuk validasi

data.

Kata kunci : TKKS, xilitol. fermentasi, Debaryomyces hansenii

Page 5: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 iv

TK4082 RESEARCH PROJECT OF TB 1

Optimalization Xylitol Fermentation From Empty Palm Fruit Bunch

Group B.1213.B.07

Arti Murnadari (13010036) and Jasmiandy (13010063)

Advisor

Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

ABSTRACT

Crude Palm Oil (CPO) Industry produces 22 millions tons per year empty palm fruit

bunch (EPFB) as waste. Until now, EPFB waste is not treated well so its potential not

optimally utilized. Many products can be made from EPFB. EPFB is one of potential

material because it has lignocelullose. Lignocellulose can be converted into high level

commercial product such as xylitol. Xylitol is one of alcohol sugar which has many use.

It can be used as diabetic sugar, prevent dental caries, and its glycemic index (GI)

equivalent with sucrose. Xylitol has been produced in two ways, chemically and

biologically. Biological process is preffered because it has more advantages than

chemical process. Biological process used microbial fermentation as biocatalyst, it can be

occured in soft condition and doesn’t need special treatment for EPFB.

Xylose is obtained from enzymatic hydrolysis EPFB. Xylose then used as substrate for

fermentation. The result from fermentation process is analyzed by HPLC to know the

concentration of xylose and xylitol in sample. Biomass concentration also analyzed with

standard curve method. Xylose, Xylitol and Biomass concentration are used to count yield

and productivity of fermentations.

The purpose of this research is to find the best fermentation configuration to obtain xylitol

from EPFB by comparing yield and productivity of batch, fed-batch, continuous with free

cell, and continuous with immobilized cell fermentation. Debaryomyces hansenii is used

as biological catalyst. Synthetic xylose used as substrate in fermentation medium. The

best configuration obtained will be selected and tested with EPFB hydrolysate as data

validation.

Keywords : EPFB, fermentation, Debaryomyces hansenii

Page 6: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-

Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian awal yang berjudul

“Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol Dari Hidrolisat Tandan Kosong Sawit”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati dan Prof. Dr. Tjandra Setiadi selaku

pembimbing karena telah bersedia membimbing, membantu, dan mengarahkan

penulis dalam proses pembuatan laporan awal penelitian.

2. Efri Mardawati, sebagai mahasiswa S3 yang turut membantu penulis dengan

memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses pembuatan laporan

awal penelitian.

3. Andi Trirakhmadi, S.T. sebagai mahasiswa S2 yang turut membantu penulis

dengan memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses pembuatan

laporan awal penelitian.

4. Tan Mellisa Tantra dan David, sebagai mahasiswa S1 yang turut membantu

penulis dengan memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses

pembuatan laporan awal penelitian.

5. Pihak-pihak lain yang turut membantu dan mendukung penulis untuk

menyelesaikan pembuatan laporan ini.

Penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu bagian dari tugas akhir untuk

memenuhi syarat kelulusan pada Program Sarjana Program Studi Teknik Kimia Institut

Teknologi Bandung. Laporan ini diharapkan dapat membantu penelitian lebih lanjut

mengenai penggunaan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku dalam produksi

xilitol.

Laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik sangat

diharapkan oleh penulis. Penulis meminta maaf atas kesalahan yang terdapat pada laporan

ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Mei 2013

Penulis

Page 7: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................................... iii

ABSTRACT ................................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... xi

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................................ 3

1.4. Ruang Lingkup ................................................................................................................... 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 5

2.1. Kelapa Sawit ...................................................................................................................... 5

2.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit ....................................................................................... 7

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) .............................................................................. 8

2.4. Komposisi TKKS ............................................................................................................. 11

2.4.1. Selulosa ..................................................................................................................... 11

2.4.2. Hemiselulosa ............................................................................................................. 12

2.4.3. Lignin ........................................................................................................................ 15

2.5. Hidrolisis .......................................................................................................................... 16

2.5.1. Hidrolisis Asam ......................................................................................................... 16

2.5.2. Hidrolisis enzimatik .................................................................................................. 17

2.6. Xilitol ............................................................................................................................... 17

Page 8: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 vii

2.7. Teknologi Produksi Xilitol ............................................................................................... 18

2.7.1. Ekstraksi padat-cair ................................................................................................... 18

2.7.2. Sintesis Kimia ........................................................................................................... 18

2.8. Bioteknologi ..................................................................................................................... 19

2.9. Debaryomyces hansenii ................................................................................................... 23

2.10. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme ......................................... 26

2.10.1. Konsentrasi Awal Sel .............................................................................................. 26

2.10.2. Waktu Inkubasi ....................................................................................................... 26

2.10.3. Oksigen Terlarut...................................................................................................... 26

2.10.4. pH ............................................................................................................................ 28

2.10.5. Konsentrasi Awal Substrat ...................................................................................... 28

2.10.6. Ko-Substrat ............................................................................................................. 29

2.10.7. Campuran gula ........................................................................................................ 30

2.10.8. Pengaruh Xilitol ...................................................................................................... 31

2.10.9. Komposisi Kultur Media ......................................................................................... 32

2.10.10. Pengaruh Imobilisasi Sel ....................................................................................... 34

2.11. Jenis Fermentasi ............................................................................................................. 37

2.11.1. Fermentasi batch ..................................................................................................... 37

2.11.2. Fermentasi Fedbatch ............................................................................................... 38

2.11.3. Fermentasi Kontinu ................................................................................................. 39

2.12. Penentuan Kadar Xilitol ................................................................................................. 40

2.12.1. Metode Beutler & Becker ....................................................................................... 40

2.12.2. Metode HPLC ......................................................................................................... 40

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN ................................................................................................... 42

3.1. Metodologi ....................................................................................................................... 42

3.2. Percobaan ......................................................................................................................... 43

3.2.1. Bahan ........................................................................................................................ 43

Page 9: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 viii

3.2.2. Alat ............................................................................................................................ 44

3.2.3. Prosedur .................................................................................................................... 46

3.2.3.1 Persiapan Sel Ragi............................................................................................... 47

3.2.3.1.1 Peremajaan Sel Ragi .................................................................................... 48

3.2.3.1.2 Proses Inokulasi ........................................................................................... 49

3.2.3.1.2 Imobilisasi Sel .............................................................................................. 50

3.2.3.2 Proses Fermentasi................................................................................................ 51

3.2.3.2.1 Fermentasi Batch .......................................................................................... 52

3.2.3.2.2 Fermentasi Fed-batch ................................................................................... 53

3.2.3.2.3 Fermentasi Kontinyu .................................................................................... 54

3.2.3.3 Tahap Analisis Hasil Penelitian .......................................................................... 55

3.2.3.3.1 Pembuatan Kurva Baku Sel.......................................................................... 55

3.2.3.3.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel ............................................................. 56

3.2.3.3.3 Analisis menggunakan HPLC ...................................................................... 57

3.2.4. Variasi ....................................................................................................................... 57

3.3. Interpretasi Data ............................................................................................................... 58

3.4. Jadwal............................................................................................................................... 60

LAMPIRAN A ............................................................................................................................ 69

Prosedur Operasi Alat Percobaan dan MSDS ............................................................................. 70

Prosedur Operasi Alat Percobaan ............................................................................................ 70

A.1. Autoklaf ....................................................................................................................... 70

A.2. Biological safety cabinet ............................................................................................. 71

A.3. Fermentor .................................................................................................................... 72

A.4. HPLC ........................................................................................................................... 73

A.5. Inkubator Shaker ......................................................................................................... 74

A. 6. Mikroskop ............................................................................................................... 75

A.7. Sentrifuga .................................................................................................................... 76

A.8. Spektrofotometer ......................................................................................................... 77

Page 10: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 ix

A.9. Wet test meter.............................................................................................................. 78

MSDS ...................................................................................................................................... 79

INSTRUKSI KERJA .............................................................................................................. 83

HAZOP (Hazard and Operability) Alat Percobaan ................................................................. 85

JOB SAFETY ANALYSIS ..................................................................................................... 87

LAMPIRAN B ............................................................................................................................ 88

PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT ....................................................... 89

B.1. Produksi Enzim Xilanase ................................................................................................ 89

B.1.1. Penyediaan Jamur Penghasil Enzim Xilanase .......................................................... 89

B.1.2. Penyiapan Substrat Tandan Kosong Kelapa Sawit ................................................... 90

B.1.3. Kultivasi Padat.......................................................................................................... 90

B.1.1.3 Ekstraksi Enzim ...................................................................................................... 90

B.2. Hidrolisis Enzimatik ........................................................................................................ 91

Page 11: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Berat Kering Senyawa Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit

dalam Persen ............................................................................................................. 9

Tabel 2.2. Kemampuan D. hansenii Mengutilisasi Substrat ........................................... 23

Tabel 2.3. Produksi Xilitol Pada Berbagai Kecepatan Pengocokan Dengan Menggunakan

Candida athensensis SB18 ....................................................................................... 27

Tabel 2.4. Perbandingan Kultur Medium Inokulum Berbagai Mikoorganimse .............. 33

Tabel 2.5. Perbandingan Kultur Medium Fermentasi Debaromyces Hansenii .............. 33

Tabel 2.6. Efek Imobilisasi Sel dalam Produksi Xilitol dengan C.tropicalis ..................... 36

Tabel 2.7. Jenis Fermentasi yang Telah Digunakan dalam Produksi Xilitol .................... 39

Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan Pada Penelitian ........................................................ 43

Tabel 3.2. Komposisi dari Glucose Yeast Extract (Yeast Extract Pepton Glucose) ......... 43

Tabel 3.3. Komposisi dari 500 mL Medium Fermentasi ................................................. 43

Tabel 3.4. Komposisi TKKS .............................................................................................. 44

Tabel 3.5. Alat yang Digunakan Pada Penelitian ............................................................ 44

Tabel 3.6. Jadwal Penelitian ........................................................................................... 60

Tabel A.1. MSDS Penelitian ............................................................................................ 79

Tabel B.1. Komposisi Medium Agar Dekstrosa Kentang ................................................ 89

Tabel B.2. Komposisi Larutan Prado ............................................................................... 90

Page 12: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kelapa Sawit ............................................................................................... 5

Gambar 2.2. Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

................................................................................................................................... 6

Gambar 2.3. Peta Sebaran Kelapa Sawit ......................................................................... 7

Gambar 2.4. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) .......................................... 8

Gambar 2.5. Tandan Kosong Kelapa Sawit .................................................................... 9

Gambar 2.6. Kompos Hasil Pemanfaatan TKKS .......................................................... 10

Gambar 2.7. Papan Serat Berkerapatan Sedang Hasil Olahan Kayu Sawit .................. 10

Gambar 2.8. Struktur Selulosa ...................................................................................... 11

Gambar 2.9. Penampang Membujur Hemiselulosa ....................................................... 12

Gambar 2.10. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa ..................... 13

Gambar 2.11. Xilan sebagai komponen penyusun hemiselulosa .................................. 14

Gambar 2.12. Struktur Kimia Xilan .............................................................................. 15

Gambar 2.13. Struktur Lignin ....................................................................................... 15

Gambar 2.14. Perbedaan Struktur Xilitol dan Xilosa .................................................... 18

Gambar 2.15. Sintesis Xilitol secara kimiawi ............................................................... 19

Gambar 2.16. Metabolisme xilosa oleh khamir ............................................................ 22

Gambar 2.17. Debaromyces Hansenii ........................................................................... 23

Gambar 2.18. Jalur Metabolisme xilosa oleh D.hansenii ............................................. 25

Gambar 2.19. Fase Pertumbuhan Pada Fermentasi Batch ............................................ 38

Gambar 3.1. Fermentor BioFlo/Celligen 115 New Brunswick ..................................... 45

Gambar 3.2. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Batch ..................................... 45

Gambar 3.3. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Fed-batch .............................. 46

Gambar 3.4. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Kontinyu ............................... 46

Gambar 3.5. Prosedur Penelitian ................................................................................... 47

Gambar 3.6. Peremajaan Sel Ragi ................................................................................. 48

Gambar 3.7. Proses Inokulasi ........................................................................................ 49

Gambar 3.8. Proses Imobilisasi Sel ............................................................................... 50

Gambar 3.9. Proses Fermentasi ..................................................................................... 52

Gambar 3.10 Proses Fermentasi Fed-batch ................................................................... 53

Gambar 3.11. Proses fermentasi kontinyu .................................................................... 54

Gambar 3.12. Pembuatan Kurva Baku Sel .................................................................... 55

Gambar 3.13. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel ....................................................... 56

Page 13: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 xii

Gambar 3.14. Analisis Menggunakan HPLC ................................................................ 57

Gambar A. Autoklaf ...................................................................................................... 70

Gambar B. Biological Safety Cabinet ........................................................................... 71

Gambar C. Fermentor ................................................................................................... 72

Gambar D. HPLC .......................................................................................................... 73

Gambar E. Inkubator shaker ......................................................................................... 74

Gambar F. Mikroskop ................................................................................................... 75

Gambar H. Spektrofotometer ........................................................................................ 77

Gambar I. Wet Test Meter ............................................................................................ 78

Page 14: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tumbuhan yang mudah hidup dan tumbuh di daerah tropis

seperti Indonesia. Di Indonesia, kelapa sawit telah banyak dimanfaatkan untuk

menghasilkan CPO (crude palm oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil). Harga produk

yang dihasilkan dari kelapa sawit cukup mengiurkan kalangan masyarakat baik dari

golongan bawah maupun golongan atas. Harga yang cukup menggiurkan membuat

banyak petani berminat untuk menanam pohon kelapa sawit. Menurut data dari Badan

Pusat Statistik (BPS., 2012), perkiraan luas lahan kebun kelapa sawit pada tahun 2012

mencapai 5,4 juta hektar. Selain petani, berbagai kalangan masyarakat juga tertarik pada

peluang pemanfaatan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah CPO yang dihasilkan

pada tahun 2009 mencapai 14 juta ton dan sekitar 60% diekspor keluar negeri (BPS.,

2012). Karena itu, kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggul

Indonesia.

Meningkatnya produksi minyak kelapa sawit juga berbanding lurus dengan limbah yang

dihasilkan. Limbah ini menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak ditangani

dengan tepat. Limbah kelapa sawit terdiri dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS),

padatan basah, cangkang, serabut, limbah cair dan air kondensat dengan presentasi

masing-masing 23%, 4%, 6,5%, 13%, 50% dan 3,5% (Ditjen PPHP.,2006). TKKS

merupakan bagian limbah yang memiliki presentasi yang cukup besar. Kandungan dari

TKKS meliputi selulosa, Hemiselulosa, Lignin, kadar abu, dan kadar air (Darnoko.,

1992).

Kandungan yang cukup besar (23%) dari TKKS adalah hemiselulosa (Darnoko., 1992).

Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen yang tersusun dari unit glukosa,

manosa, arabinosa, dan xilosa. Xilosa adalah bahan baku dalam produksi xilitol. Xilosa

yang terkandung dalam hemiselulosa adalah sebesar 33%, dari data ini dapat disimpulkan

Page 15: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 2

TKKS berpontensi besar untuk dimanfaatkan di industri gula xilitol.

Xilitol adalah salah satu gula alkohol yang memiliki banyak manfaat di bidang pangan

dan kesehatan. Salah satu contoh pemanfaatan xilitol dibidang kesehatan adalah gula

yang cocok untuk penderita diabetes karena gula ini memiliki tingkat kemanisan yang

setara dengan sukrosa namun nilai kalorinya 40% lebih rendah dan GI (Glycemic Index)

yang rendah yaitu 7 (Anastasia., 2012). Untuk industri pangan, xilitol cocok untuk

dijadikan permen karet. Hal ini disebabkan xilitol memiliki sifat yang tidak dapat

difermentasi oleh bakteri penyebab kerusakan gigi.

Xilitol kini sudah diproduksi secara batch dengan bioteknologi. Karena saat ini jenis

fermentasi yang digunakan baru sebatas fermentasi batch, maka jenis fermentasi yang

lain masih perlu diujikan untuk mengetahui perolehan terbaik dalam proses produksi

xilitol. Dengan mengetahui jenis fermentasi terbaik diharapkan industri mampu

memproduksi xilitol dengan harga yang murah, mencukupi kebutuhan dalam negeri,

bahkan dapat menjadi negara pengekspor xilitol. Selain itu, TKKS yang semulanya

merupakan limbah dapat dimanfaatkan secara optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Teknologi pengolahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) saat ini masih sebatas

dijadikan pupuk dan bahan mebel yang tidak memerlukan proses yang sulit. Hal ini

disebabkan oleh belum diterapkannya proses pengolahan yang menggunakan sintesis

secara kimiawi. Pengolahan secara kimia sebenarnya cukup mahal mengingat diperlukan

pemurnian tingkat tinggi untuk bahan baku sehingga industri tidak melirik pengolahan

TKKS dengan cara ini. Padahal dengan jumlah TKKS yang dihasilkan di Indonesia,

pengubahan menjadi produk-produk lain yang berguna sangat dibutuhkan.

Teknik pengolahan secara biokimia menggunakan mikroba berfokus pengubahan

senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam TKKS. Senyawa organik yang

terkandung di dalam TKKS, khususnya xilosa akan dibiokonversi menjadi xilitol yang

memiliki nilai dagang lebih tinggi. Dengan pengolahan secara bioproses ini, selain ramah

Page 16: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 3

lingkungan, biaya yang diperlukan untuk produksinya juga lebih rendah dibandingkan

secara kimiawi.

Penelitian ini melanjutkan penelitian dari Tan Melissa Tantra (13009024) dan David

(13010053) yang telah berhasil mendapatkan mikroba yang menghasilkan yield terbesar

dalam produksi xilitol, yaitu Debaryomyces hansenii. Melalui data dan kondisi optimum

yang telah didapatkan, penelitian ini akan dilanjutkan dengan mencari jenis fermentasi

yang akan mendukung peningkatan yield subtrat yang diubah menjadi xilitol. Jenis

fermentasi yang akan diteliti adalah fermentasi secara batch, fed-batch, dan kontinyu.

Fermentasi secara batch merupakan fermentasi yang paling sederhana. Fermentasi

dengan cara ini mudah namun pada saat fermentasi, produk tidak dapat diambil secara

bersamaan. Dalam proses industri, waktu produksi merupakan salah satu hal yang

penting, sehingga sedapatnya produk dihasilkan terus menerus. Fermentasi secara

kontinyu merupakan fermentasi yang dapat menghasilkan produk saat bioreaktor masih

melakukan proses fermentasi. Bila menggunakan fermenatsi secara kontinyu, waktu

tinggal di dalam reaktor harus sangat diperhitungkan agar tidak terjadi wash-out, yaitu

saat mikroorganisme terbawa keluar bersama produk saat sebelum mencapai fasa

stasionernya. Fermentasi secara fed-batch merupakan gabungan dari fermentasi batch

dengan fermentasi kontinyu. Fermentasi jenis ini menggabungkan kedua prinsip

fermentasi tersebut.

Dalam fermentasi xilitol, penting untuk menyiapkan medium fermentasi yang tepat.

Kandungan xilosa yang terdapat dalam medium harus disesuaikan dengan volume larutan

dalam bioreaktor yang akan digunakan untuk fermentasi. Kesterilan dalam melakukan

fermentasi juga penting agar tidak terdapat mikroorganisme lain yang menjadi

penghambat pertumbuhan Debaryomyces hansenii sebagai biokatalis yang digunakan.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi limbah industri minyak kelapa

sawit berupa tanda kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi gula xylitol. Tujuan yang lebih

Page 17: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 4

khusus yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis fermentasi

yang menghasilkan perolehan terbaik. Jenis fermentasi yang akan dilaksanakan meliputi

fermentasi batch, fedbatch dan kontinyu

1.4. Ruang Lingkup

Dalam percobaan ini, digunakan mikroba Debaromyces hansenii. Untuk menggantikan

hidrolisat TKKS, digunakan hidrolisat sintetik dengan komposisi yang menyerupai

hidrolisat TKKS dengan campuran gula berupa glukosa, xilosa, galaktosa, manosa, dan

arabinosa. Untuk menvalidasi data, penelitian ini juga menggunakan hidrolisat TKKS.

Proses fermentasi berlangsung secara batch, fed-batch, kontinu dengan sel bebas dan

kontinu dengan sel teramobilisasi dalam keadaan semiaerobik, disesuaikan dengan hasil

penelitian kelompok B.1112.3.34 dengan judul Produksi Xilitol Mikrobial Dari Hidrolisat

Tandan Kosong Sawit.

Page 18: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Menurut Loebis (1992), tanaman

ini berasal dari Guinea, pantai barat Afrika. Tanaman ini memiliki batang lurus dan daun

yang menyerupai bulu ayam atau burung. Diujung sisi daun terdapat duri yang keras dan

tajam. Tanaman ini akan menghasilkan bunga ketika telah berumur tiga tahun. Bunga

yang dihasilkan berupa bunga jantan yang berbentuk lonjong atau bunga betina yang

berbentuk agak bulat. Bagian yang lainnya adalah buah. Buah memiliki kulit yang licin

dan keras. Warna buah dari yang paling muda sampai matang adalah hijau pucat, hijau

kehitaman, dan merah kuning (oranye). Ketika buah telah berwarna oranye maka buah

mulai lepas dari tandan kelapa sawit.Pohon dan buah kelapa sawit dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit akan tumbuh dengan optimal apabila kondisi lingkungan memiliki curah

hujan 2.000-3000 mm, suhu 24-28°C, pH 5,0-5,5 , kelembapan udara 80%, dan lama

penyinaran 5-12 jam/hari dengan intensitas matahari bervariasi dari 1.410 – 1.540

Page 19: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 6

J/cm2/hari. Salah satu negara yang memiliki kondisi seperti yang telah disebutkan diatas

adalah negara Indonesia. Oleh sebab itu, tanaman kelapa sawit banyak dibudidaya di

Indonesia.

Kelapa sawit memiliki beberapa jenis, seperti dura, pisifera, dan tenera. Pembagian jenis

tersebut berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah seperti yang terlihat pada

Gambar 2.2. Dura memiliki tempurung dan daging buah yang tebal. Ketebalannya adalah

2 sampai 8 mm. Jenis ini dikenal sebagai pohon induk betina dan memiliki kandungan

minyak sebesar 18% per tandannya. Pisifera memiliki tempurung yang sangat tipis,

bahkan tidak memiliki tempurung. Selain itu, jenis ini memiliki daging buah yang tipis.

Pisifera dikenal sebagai pohon induk jantan karena bunga betina yang dihasilkan jarang

menjadi buah. Jenis terakhir adalah tenera. Jenis ini merupakan persilangan dari dura dan

pisifera dengan harapan mendapatkan sifat unggul dari kedua induknya (dura dan

pisifera). Kandungan minyak dari tenera lebih besar dari dura yaitu 28% per tandannya.

Gambar 2.2. Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

(Sumber: 2.bp.blogspot.com)

Di Indonesia, kelapa sawit paling banyak ditemukan di provinsi Riau dengan luas lahan

1.547.940 ha. Selain di Riau, kelapa sawit juga banyak ditemukan seperti pada Gambar

2.3. Kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh swasta

(50.53%) dan rakyat (40.80%), sedangkan sisanya negara. (data dari bps.go.id)

Page 20: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 7

Gambar 2.3. Peta Sebaran Kelapa Sawit

(Sumber: http://regionalinvestment.bkpm.go.id)

2.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Hasil panen perkebunan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS). Setelah dipanen,

TBS diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. TBS akan diolah melalui beberapa

tahapan seperti proses perebusan, perontokan buah, pengolahan minyak, pemurnian

minyak, dan pengolahan inti kelapa sawit. Proses perebusan bertujuan untuk

menghentikan aktivitas enzim yang dapat menurunkan kualitas minyak. Selain itu, proses

perebusan juga berfungsi untuk memisahkan buah dari tandan dan cangkang dari inti.

Perontokan buah bertujuan untuk melepaskan buah yang masih melekat di TBS setelah

proses perebusan. Prinsip dari proses ini adalah pembantingan. Setelah buah berpisah dari

tandan, buah diolah untuk menghasilkan minyak. Minyak yang dihasilkan pada tahap ini

merupakan minyak dari serabut. Prinsip dari proses ini adalah penekanan serabut agar

minyak yang terkandung di dalamnya dapat keluar. Setelah proses penekanan, minyak

yang dihasilkan dipisah dari bahan lain seperti pasir, ampas dan biji. Minyak yang

dihasilkan pada tahap sebelumnya akan dimurnikan lebih lanjut untuk menghasilkan

CPO. Selain bagian serabut, biji juga dapat mengandung minyak. Biji yang berhasil

dipisahkan kemudian diolah untuk menghasilkan CPKO. Proses pengolahan ini dapat

dilihat pada Gambar 2.4.

Hasil akhir pengolahan tanda buah segar (TBS) kelapa sawit adalah crude palm oil (CPO)

Page 21: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 8

dan crude kernel palm oil (CPKO). Kualitas dan kuantitas minyak yang dihasilkan sangat

bergantung pada kandungan minyak dan kadar garam asam lemak bebas dari TBS. TBS

yang belum matang memiliki kandungan minyak dan kadar garam asam lemak bebas

yang rendah dan sebaliknya. Minyak berkualitas tinggi dihasilkan dari TBS yang

memiliki kandungan minyak yang tinggi namun rendah kadar garam asam lemak bebas.

Sehingga TBS yang dipanen adalah TBS yang matang dan setelah dipanen harus segera

mungkin untuk diangkut ke pabrik untuk diproses lebih lanjut untuk menghasilkan CPO

dan CPKO.

Gambar 2.4. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS)

(Sumber: B3olahlimbahkelapasawit)

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Limbah yang dihasilkan dari produksi CPO dan CPKO adalah tandan kosong kelapa sawit

(TKKS), ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Persentase limbah TKKS yang dihasilkan adalah

Page 22: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 9

28% dari tandan buah segar yang diolah, sedangkan presentase serat dan cangkang biji

masing-masing adalah 13% dan 5,5% dari tandan buah segar (Peni, 1995). Limbah padat

kelapa sawit terutama terdiri dari selulosa dan lignin. TKKS yang merupakan limbah

padat kelapa sawit terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang disebut juga holoselulosa

(Darnoko, 1992). Kedua komponen ini menempati 70% dari komposisi total TKKS dan

kandungan lignin 17%(Peni, 1995). Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit

berbagai literatur disajikan pada Tabel 2.1.

Gambar 2.5. Tandan Kosong Kelapa Sawit

(Sumber: http://alfonsorodriguezpenadelcastillo.blogspot.com)

Tabel 2.1. Komposisi Berat Kering Senyawa Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit dalam

Persen

KANDUNGAN MENURUT

DARNOKO(1992)

LASURE DAN ZHANG,

M.(2004)

MENURUT

HAMBALI,

DKK(2007)

Selulosa 45,95 40-50 36,81

Hemiselulosa 22,84 20-30 27,01

Lignin 16,94 15-20 15,70

Kadar Abu 1,23 6,04

Kadar Air 3,74 -

Page 23: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 10

TKKS saat ini di Indonesia kebanyakan dijadikan pupuk kompos. Pupuk kompos seperti

pada Gambar 2.6 ini diolah dengan cara fermentasi menggunakan mikroba. Selain

dijadikan kompos, beberapa produsen membakar TKKS. Cara pembakaran ini kini sudah

dilarang karena dapat mencemari lingkungan. Pemanfaatan yang lebih modern adalah

dengan dijadikan papan serat berkerapatan sedang (MDF) seperti pada Gambar 2.7.

Menurut referensi dari Safii dan Sudohadi, dewasa ini terdapat enam pabrik MDF yang

produksinya mencapai 550.000 m3 per tahun diambil dari jurnal “Kemungkinan

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Pembuatan Papan Serat

Berkerapatan Sedang”. MDF banyak digunakan untuk bahan baku mebel, peralatan

listrik, bahan konstruksi dan produk-produk panel lainnya.

Gambar 2.6. Kompos Hasil Pemanfaatan TKKS

(Sumber : http://bumi_sriwijaya_sejahtera.en.ecplaza.net/main.jpg)

Gambar 2.7. Papan Serat Berkerapatan Sedang Hasil Olahan Kayu Sawit

(Sumber : http://4.bp.blogspot.com/)

Page 24: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 11

Selain pupuk dan bahan baku mebel, ternyata TKKS dapat juga dimanfaatkan sebagai

bahan bakar. Pada Januari 2011 telah diresmikan pembangkit listrik dengan kapasitas 3

MW di Unit Kebun Pabatu yang telah menggunakan bahan bakar TKKS

(www.bumn.go.id, 2011). Sebagai bahan bakar, biasanya TKKS diolah dahulu menjadi

berbentuk serabut dan briket (Irawan, 2012).

2.4. Komposisi TKKS

Sebelum memanfaatkan TKKS, terlebih dahulu harus diketahui komposisi dari TKKS.

Komposisi tersebut akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikut ini.

2.4.1. Selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satu jenis monomer

(homopolisakarida). Monomer dari selulosa adalah unit-unit D-glukopiranosa yang

berikatan secara β-1,4 glikosidik (Sjostrom,1998). Bahan ini dapat ditemukan pada

bagian mikrofibril tumbuhan. Struktur molekul selulosa diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Sifat yang dimiliki selulosa adalah tidak larut dalam air, tapi larut dalam larutan tembaga

hidroksida berammonia dan larutan ZnCl2.

Gambar 2.8. Struktur Selulosa

(Sumber: http://chapter5macromolecules.wikispaces.com)

Page 25: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 12

Selulosa dapat dibagi menjadi tiga bagian, α-selulosa, β-selulosa dan γ-selulosa. α-

selulosa bersifat tidak larut dalam larutan alkali kuat (NaOH). β-selulosa dapat larut

dalam media alkali dan mengendap jika larutan dinetralkan, sedangkan γ-selulosa adalah

bagian selulosa yang dapat larut dalam alkali dan tetap berbentuk larutan saat dinetralkan

(Fengel dan Wegener, 1995).

2.4.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa terdiri dari monomer polisakarida heterogen. Monomer penyusun

hemiselulosa adalah D-glukosa, D-manosa, L-arabinosa, dan D-xilosa (Sukarta, 2008).

Hemiselulosa merupakan salah satu komponen penyusun TKKS yang juga banyak

terdapat pada dinding sel tanaman. Penampang membujur hemiselulosa dalam jaringan

tanaman dapat dilihat pada Gambar 2.9. Menurut Fengel dan Wegener (1995),

hemiselulosa bersifat tidak tahan terhadap temperatur yang terlalu tinggi. Selain itu,

hemiselulosa berstruktur amorf dan mudah diresapi oleh pelarut (Sjostrom, 1995).

Pengekstraksian hemiselulosa dapat menggunakan alkali sehingga ikatan pada

hemiselulosa menjadi lemah dan dapat dengan mudah dihidrolisis (Winarno, 1994).

Gambar 2.9. Penampang Membujur Hemiselulosa

(Sumber : http://bp2.blogger.com/)

Menurut Wenzl (1990), komponen-komponen monomer hemiselulosa dapat dibagi dalam

beberapa jenis berdasarkan monomer penyusunnya.

Page 26: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 13

1. Glukomanan, yaitu hemiselulosa yang tersusun dari β-D-glukopiranosa dan β-D-

manopiranosa.

2. Arabinogalaktan, yaitu hemiselulosa yang tersusun dari β-D-galaktopiranosa dan α-

L-arabinosa.

3. Xilan, yaitu hemiselulosa yang tersusun adalah β-Dxilopiranosa.

Hemiselulosa tanaman Angiospermae pada umumnya terdiri dari komponen glukomanan

(2-5 %), xilan (15-30 %) dan sejumlah kecil asam galakturonat (Fengel dan Wegener,

1995). Struktur molekul monosakarida sebagai monomer penyusun hemiselulosa

diperlihatkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa

(Sumber: http://www.rpi.edu)

Pada umumnya, xilan diklasifikasikan sebagai hemiselulosa karena diperoleh melalui

prosedur ekstraksi hemiselulosa dan xilan adalah komponen pokok dari hemiselulosa

(Whistler, 1950). Dua jenis proses ekstraksi hemiselulosa (xilan), yaitu hemiselulosa A

(55 %)dan hemiselulosa B (45 %). Hemiselulosa A yang identik dengan nama xilan

adalah endapan yang diperoleh dari pengasaman filtrat alkali hingga pH-nya sekitar 4,5-

5,0. Hemiselulosa A mengandung xilosa (88,5 %), arabinosa 9,1 % dan galaktosa 2,4 %.

Hemiselulosa B adalah endapan yang diperoleh dari penambahan etanol pada filtrat dari

hemiselulosa A. Hemiselulosa B terdiri atas xilosa (61,2 %), galaktosa 27,8 % dan

arabinosa 11,0 % (Soltes, 1983). Gambar 2.11 menunjukkan xilan sebagai komponen

penyusun hemiselulosa.

Page 27: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 14

Gambar 2.11. Xilan sebagai komponen penyusun hemiselulosa

(Sumber :http://isroi.files.wordpress.com)

Xilan banyak ditemukan pada dinding sel tanaman, yaitu sekitar 30-35 % dari total berat

kering (Joseleau dkk, 1992). Komponen xilan pada tanaman tersebut lebih banyak

ditemukan pada kayu keras golongan angiospermae (15-30 %, b.k) dibandingkan pada

kayu lunak golongan gymnospermae (7-12 %, b.k) (Subramaniyan dan Prema, 2002).

Menurut Sjostrom (1995), xilan merupakan polimer dari xilosa yang berikatan β-1,4-

xilopiranosa dengan jumlah monomer 150 sampai 200 unit. Xilan memiliki rantai cabang

dan strukturnya tidak berbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibanding

selulosa. Struktur asli xilan sangat kompleks dan dapat disubstitusi dengan grup asetil, L-

arabinofuranosil dan glukoronosil pada rantai sampingnya (Whistler, 1950). Struktur

kimia xilan dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Menurut Whistler (1950), xilan bersifat dapat larut dalam larutan alkali (NaOH atau KOH

2-15%) dan larut dalam air. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Richana (2006), xilan

bersifat larut sempurna dalam alkali (NaOH 1 %), larut dalam air panas dan sedikit larut

dalam air dingin, serta tidak larut dalam asam (HCl 1 N).

Page 28: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 15

Gambar 2.12. Struktur Kimia Xilan

(Eriksson dkk, 1990)

2.4.3. Lignin

Lignin adalah polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan

ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin tahan terhadap hidrolisis karena

adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Judoamidjojo dkk, 1989), dan tidak larut dalam

air, larutan asam dan larutan hidrokarbon (Krik dan Othmer 1952).Sjostrom (1995)

menyatakan reaktivitas lignin sangat dipengaruhi oleh gugus-gugus fungsi yang terdapat

pada polimer lignin itu sendiri.Polimer lignin mengandung gugus metoksil, gugus

hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehid pada rantai sampingnya. Menurut Achmadi

(1989), gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktivitas lignin adalah gugus hidroksil

fenolik dan gugus karbonil. Struktur molekul lignin dan monomer penyusunnya

diperlihatkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Struktur Lignin

(Sumber: http://www.namrata.co)

Page 29: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 16

2.5. Hidrolisis

Dari komposisi TKKS, hemiselulosa merupakan bahan yang sangat potensial untuk

dimanfaatkan karena jumlahnya sangat besar di TKKS. Sebelum dimanfaatkan,

hemiselulosa terlebih dahulu harus dipecah menjadi monomer, dan salah satu caranya

adalah pemanfaatan proses hidrolisi. Hidrolisis adalah proses pemecahan molekul

kompleks menjadi molekul yang lebih kecil dengan bantuan asam atau enzim sebagai

katalis. Contoh proses hidrolisis adalah pemecahan hemiselulosa menjadi xilosa baik

dengan menggunakan asam maupun enzim.

2.5.1. Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam adalah proses penambahan molekul air pada polimer untuk memutuskan

ikatan glikosidik secara acak oleh asam menjadi monomer-monomer penyusunnya. Asam

yang digunakan adalahasam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), dan asam fosfat

(H3PO4). Hidrolisis ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu hidrolisis pada temperatur

tinggi dan hidrolisis pada konsentrasi asam yang tinggi.

Pada penelitian Yani(2008), hidrolisis hemiselulosa dilakukan pada kondisi 105°C,

tekanan 0,05mPa dan konsentrasi hemiselulosa 20%. Variasi yang dilakukan pada

penelitian ini adalah variasi konsentrasi HCl ( 0,3%; 0,5%; dan 0,7%) dan waktu

hidrolisis(1, 2, 3, 4, dan 5 jam). Berdasarkan keseluruhan hasil hidrolisis, diketahui bahwa

kondisi optimal hidrolisis hemiselulosa dengan HCl tercapai pada konsentrasi HCl 0,3%

(v/v) dan waktu hidrolisis selama 4 jam. Pada kondisi tersebut dihasilkan xilosa dengan

rendemen sebesar 57,36%. Selain variasi diatas, peneliti juga membandingkan rendemen

xilosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam lain yaitu H2SO4 pada kondisi optimum

penggunaan HCl. Hasil hidrolisis dengan H2SO4 tersebut tidak berbeda secara signifikan

dengan hasil hidrolisis HCl. Jadi dapat disimpulkan bahwa selain H2SO4, HCl juga

berpotensi untuk digunakan karena selain memberikan hasil yang sama juga harganya

lebih murah dibandingkan dengan menggunakan H2SO4.

Pada penelitian Rahman dkk, (2006), variasi yang dilakukan adalah konsentrasi asam

Page 30: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 17

sulfat (H2SO4) 2 sampai 6% dan waktu reaksi sampai 90 menit. Konsentrasi xilosa

tertinggi yang diperoleh adalah 31.1g/l pada konsentrasi asam yang digunakan adalah 6%

dan waktu reaksi 15 menit. Keuntungan dari hidrolisis asam ini adalah biaya yang lebih

kecil dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik.

2.5.2. Hidrolisis enzimatik

Hidrolisis enzimatik memerlukan aktivitas sinergi enzim endo-β-xilanase dengan exo-β-

xilosidase (Saddler, 1993). Enzim endo-β-xilanase berfungsi dalam memutus ikatan β-

1,4 pada bagian dalam dari rantai xilan sehingga dihasilkan xilooligosakarida (baik

bercabang maupun tidak) yang meliputi xilopentosa, xilotetraosa, xilotriosa dan

xilobiosa. Sedangkan enzim exo-b-xilosidase berfungsi dalam menghidrolisis

xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa.Enzim ini bekerja dengan memutus ujung-

ujung nonpereduksi dari rantai xilooligosakarida (Saha, 2000).

Rendemen yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh pH, temperatur,

waktu reaksi, dan perlakuan awal yang diberikan. Rendemen terbesar diperoleh pada pH

4,8 (Caminal dkk, 1985), waktu reaksi 24 jam (Sinitsyn dkk, 1991), dan perlakuan awal

berupa delignifikasi dengan 1% NaOH dan dilanjutkan dengan 79% H3PO4 (Sinitsyn dkk,

1991). Perlakuan awal lain yang dapat memberikan rendemen terbesar adalah dengan

perlakuan awal pada suhu 160°C selama 20 menit.

2.6. Xilitol

Xilosa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memproduksi xilitol. Xilitol adalah

gula alkohol dengan 5 atom karbon (C) dan 5 atom hidroksi (OH) seperti pada Gambar

2. 14. Gula ini disebut sebagai gula alkohol atau poliol karena pada gula ini terdapat

beberapa gugus OH. Gula ini secara alami dapat ditemukan pada buah dan sayuran

seperti: pisang, stroberi, apel, plum kuning, wortel, kembang kol, selada, bawang, dan

bayam. Selain pada buah dan sayuran, xilitol juga dapat ditemukan pada tubuh manusia

karena gula ini merupakan senyawa antara dalam metabolisme glukosa.

Page 31: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 18

Gambar 2.14. Perbedaan Struktur Xilitol dan Xilosa

(Sumber: http://www.chem.umass.edu)

Xilitol memiliki sifat mudah larut dalam air, tahan terhadap panas sehingga tidak mudah

terkaramelisasi,memberikan sensasi dingin seperti mentol, tingkat kemanisan setara

dengan sukrosa (gula tebu) namun kalori yang lebih rendah (40%), dan glikemiks indeks

(GI) yang rendah (7). Dari sifat GI yang rendah, gula ini tidak cepat meningkatkan kadar

gula sehingga dalam metabolismenya tidak melibatkan hormon insulin. Oleh karena itu,

gula ini dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes.Keunggulan lainnya adalah xilitol aman

untuk kesehatan gigi karena gula ini tidak dapat difermentasi oleh bakteri penyebab karies

gigi yaitu bakteri Streptococcus mutans.Karena sifat-sifat diatas, gula ini banyak

dimanfaatkan dalam di bidang pangan dan farmasi.

2.7. Teknologi Produksi Xilitol

Xilitol pada saat ini telah dapat diproduksi dengan cara ekstraksi padat-cair, sintesis

kimia, dan bioteknogi.

2.7.1. Ekstraksi padat-cair

Xilitol dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran dengan cara ekstraksi padat-cair.

Cara ini tidak dianjurkan karena kandungan xilitol pada buah-buahan dan sayur-sayuran

tergolong rendah yaitu kurang dari 1%( Vandeska dkk, 1996; Sampaio dkk, 2003).

2.7.2. Sintesis Kimia

Page 32: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 19

Proses produksi xilitol secara komersial yang ada pada saat ini dilakukan secara sintesis

kimia, yaitu proses hidrogenasi xilosa pada suhu dan tekanan tinggi (suhu 80-140oC,

tekanan 50 atmosfer) dengan bantuan katalis. Proses hidrogenasi xilosa ditunjukkan oleh

Gambar 2. 15.

Gambar 2.15. Sintesis Xilitol secara kimiawi

(Sumber: Affleck RP. 2000. Recovery of xilitol from fermentation of model hemicelluloses hydrolysates

using membrane technology [tesis]. Blacksburg: Master of Science, Virigina Polytechnic Institute)

Kelemahan dari sintesis kimia adalah bahan baku (xilosa) yang akan digunakan harus

dalam keadaan murni dan xilitol yang dihasilkan juga harus dimurnikan lebih lanjut

sebelum dimanfaatkan di industri makanan dan obat-obatan. Karena proses pemurnian

tersebut, produksi xilitol sintesis kimia memerlukan biaya yang cukup tinggi (Rao dkk,

2006).

2.8. Bioteknologi

Produksi xilitol secara komersial memiliki hambatan karena biaya produksi yang mahal.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi xilitol namun dengan

biaya yang murah dan efisien. Pendekatan bioteknologi yang memanfaatkan hidrolisat

hemiselulosa (xilan) sebagai pengganti bahan baku xilosa murni pada produksi xilitol

dapat mengurangi biaya untuk proses pemisahan dan pemurniaan (Sampaio dkk, 2003).

Beberapa tanaman yang dapat dijadikan sumber hemiselulosa (xilan) adalah jenis

tanaman dari genus Betula dan Fagus , padi, gandum, jerami, bongkol, jagung, ampas

Page 33: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 20

tebu, dan tanda kosong kelapa sawit (TKKS) (Vandeska dkk, 1996).

Pendekatan bioteknologi lainnya dengan memanfaaatkan mikroba sebagai alternatif

untuk menggantikan proses produksi secara kimia sehingga diharapkan lebih ekonomis

dan efisien. Mikroba yang terlibat dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah

khamir, bakteri, serta fungi.

Bakteri galur Corynebacterium dan Enterobacter memiliki sistem enzimatik oksido-

reduktif yang dapat mereduksi xilosa menjadi xilitol. Penelitian yang telah dilakukan oleh

Yoshitake dkk (1973) (diacu dalam Parajo dkk, 1998) menggunakan galur Enterobacter

menghasilkan xilitol sebesar 33g/L dan produktivitas xilitol 0,35 g/l/h dengan konsentrasi

awal xilosa 100g/L.

Fungi dapat memetabolisme xilosa melalui konversi oskido-reduktif menjadi xilulosa.

Produksi xilitol oleh fungi dalam konsentrasi yang masih rendah, seperti yang dilaporkan

oleh Chiang dan Knight (1961) (diacu dalam Parajo dkk, 1998) saat mengkulturkan fungi

Penicillium, Aspergillus, Rhizopus, Gliocladium, Byssochlamy, Myrothecium, dan

Neurospora pada media xilosa. Xilitol dihasilkan sebesar 39.8 g/L dan II.8 g/L setelah 10

hari oleh Petromyces albertensis pada media kulktur yang mengandung 100 g/L

berdasarkan penelitian Dahiya (1991) (diacu dalam Parajo dkk. 1998).

Salah satu mikroba yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah

khamir, terutama dari genus Candida. Candida merupakan kelompok makhluk hidup

eukariot bersel tunggal (uniseluler) yang umumnya melakukan reproduksi vegetatif

dengan tunas (Pelczar dkk, 2005). Xilitol diproduksi oleh khamir dan fungi pengasimilasi

xilosa seperti Pachysolen tannophilus, Candida guilliermondii, Candidaparapsilosis, dan

Candida tropicalis. Khamir dari genus lain telah diteliti dapat menghasilkan xilitol yaitu

Saccharomyces, Debaryomyces, Pichia, Hansenula, Torulopsis, Kloeckera,

Trichosporon, Cryptococcus, Rhodotorula, Monilia, Kluyveromyces, Pachysolen,

Ambrosiozyma, and Torula. Tidak seperti mikroorganisme prokariotik lainnya yang

memiliki xilosa isomerase, sebagian besar khamir pengasimilasi xilosa termasuk Candida

tropicalis menggunakan D-xilosa melalui dua reaksi enzimatik oksidoreduktif yaitu

Page 34: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 21

xilosa reduktase (XR) dan xilitol dehidrogenase (XDH) (Parajo dkk. 1998).

Candida tropicalis termasuk ke dalam kingdom Fungi, filum Deuteromycotina, famili

Tarulopsidaceae, genus Candida, dan spesies Candida tropicalis. Candida tropicalis

tergolong khamir patogen dan bagian dari flora normal manusia. Penggunaannya di

industri makanan menjadi kendala karena sifatnya yang patogen namun berpotensi karena

kemampuannya dalam konversi xilosa, produksi xilitol, dan degradasi alkana dan asam

lemak di dalam peroksisomnya (Granstrom 2002). Candida tropicalisdimanfaatkan untuk

produksi asam dikarboksilat, yaitu bahan mentah untuk pembuatan parfum, polimer, dan

antibiotik karena khamir tersebut menggunakan alkana dan asam lemak sebagai sumber

karbon (Ko dkk. 2006). Menurut Gong dkk. (1981), dari 10 jenis khamir ditemukan

bahwa Candida tropicalis adalah penghasil xilitol terbaik yang berasal dari xilosa. Begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Barbosa dkk. (1988) (diacu dalam Santos

dkk. 2008), dari 44 golongan khamir yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi

xilitol, diantaranya Candida guilliermondiidan Candida tropicalis sebagai penghasil

xilitol terbaik.

Metabolisme xilosa oleh khamir ditunjukkan pada Gambar 2. 16. Xilitol reduktase

mengkatalisis reduksi xilosa menjadi xilitol dan xilitol dehidrogenase mengoksidasi

xilitol menjadi D-xilulosa. Kemudian D-xilulosa dikonversi menjadi D-xilulosa 5-fosfat

oleh xilulosa kinase dan memasuki jalur pentosa fosfat. XDH menggunakan NAD sebagai

koenzim sedangkan XR koenzimnya adalah NAD(P)H (Ko dkk. 2006). Jalur pentosa

fosfat terdiri atas tahap oksidatif dan nonoksidatif. Tahap oksidatif mengubah heksosa

fosfat menjadi pentosa fosfat yang memerlukan NADPH dalam biosintesisnya.

Tahap nonoksidatif mengubah pentosa fosfat menjadi heksosa fosfat (fruktosa-6-fosfat)

dan trigliserida (Granstrom 2002). Kedua senyawa ini akan masuk ke dalam Lintasan

Embden Meyerhoff Parnas (glikolisis). Siklus ini akan menghasilkan produk berupa

piruvat, yang selanjutnya dikonversi menjadi etanol atau masuk ke dalam siklus asam

karboksilat. Penelitian Choi dkk. (2000), produksi xilitol melalui proses fermentasi daur

ulang sel (cell recycle) dengan C. tropicalis dapat meningkatkan produktivitas xilitol.

Page 35: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 22

Hasil yang diperoleh yaitu rendeman sebesar 0.82 g/g dan produktivitas xilitol 4.94 g/L

jam.

Horitsu dkk. (1992) mencapai produksi xilitol yang maksimal dengan menggunakan

konsentrasi awal xilosa sebesar 172 g/L dan konsentrasi ekstrak khamir 21 g/L. Oh dan

Kim (1998) melakukan percobaan dengan menambahkan xilosa dan glukosa pada rasio

yang berbeda dan melihat pengaruhnya pada produksi xilitol oleh C.tropicalis. Hasil yang

diperoleh dari 300 g/L xilosa dengan rasio glukosa/xilosa 15% adalah 91% sedangkan

produksi volumetrik diperoleh sebesar 3.98 g/L dengan rasio glukosa/xilosa 20%.

Penelitian yang dilakukan oleh Yahashi dkk. (1996) menggunakan fed batch pada

produksi xilitol oleh Candida tropicalis memperoleh rendemen sebesar 0.82 g/g dan

produktivitas volumetrik sebesar 3.26 g/L jam dengan penambahan glukosa sebagai

kosubstrat.

Gambar 2.16. Metabolisme xilosa oleh khamir

(Sumber: Sirisansaneeyakul dkk,1995)

Page 36: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 23

2.9. Debaryomyces hansenii

Gambar 2.17. Debaromyces Hansenii

(Sumber: http://www.cemeb.science.gu.se/)

Debaromyceshansenii merupakan ragi yang dapat hidup pada kondisi salinitas yang

tinggi. Menurut Onishi (1963), D. hansenii dapat hidup pada media yang mengandung 4

M NaCl, sedangkan S.cerevisiae hanya mampu hidup pada media dengan konsentrasi

garam di bawah 1,7 M. Ragi ini biasanya terdapat dalam kondisi haploid dan bersifat non

patogen . D. hansenii dapat mengakumulasi lipid atau disebut juga ragi oleaginous.

Bakteri jenis ini mampu mengakumulasi lipid hingga 70% dari biomassa keringnya

(Ratledge dan Tan K H, 1990). Selain dapat hidup dalam media dengan konsentrasi garam

10% dan gula 5% (Kurtzmann, 1998), Tabel X menunjukkan substrat yang dapat

diutilisasi oleh ragi ini.

Tabel 2.2. Kemampuan D. hansenii Mengutilisasi Substrat (Nakase dkk,1998)

Glukosa + N-Asetil-D-

Glukosamin

V

Galaktosa + Metanol -

L-Sorbosa V Etanol +/W

Sukrosa + Gliserol +

Maltosa + Eritritol V

Selobiosa + Ribitol +

Page 37: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 24

Perkembangbiakkan D.hansenii berlangsung secara vegetatif dan generatif. Secara

vegetatif dengan tunas multilateral, secara generatif dengan konjugasi heterogami. Pada

tahap reproduksi seksualnya ini, terjadi fasa diploid singkat yang diikuti dengan meiosis

dan pembentukan askospora (Forrest SI, dkk, 1987).

Ragi jenis ini dapat mensintesis toksin untuk melindungi dirinya dari ragi lain. Penelitian

dari Llorente dkk, aktivitas toksin yang disebut myocin ini terjadi apabila terdapat NaCl

atau KCl (Breuer and Harms, 2006). Myocin efektif untuk membunuh ragi patogen pada

37°C. Makin tinggi konsentrasi NaCl dan KCl, makin tinggi pula efektivitas toksin dalam

membunuh ragi lain (Breuer and Harms, 2006).Penelitian lain menunjukkan bahwa D.

hansenii dapat hidup dalam larutan yang mengandung ClO2 yang tinggi, keuntungannya

adalah D.hansenii dapat ditumbuhkan pada media yang nonsteril, karena ClO2 merupakan

biosida (Breuer and Harms, 2006).

Beberapa karakter D. hansenii yang sangat baik bagi industri bioteknologi adalah sifat

Trehalosa + Galacitol V

Laktosa V D-Mannitol +

Melibiosa V D-Glucitol +/W

Raffinosa + Α-Metil-D-Glukosida +

Melezitosa V Salicin +/W

Inulin V D-Glukonat +/W

Pati yang dapat

larut

V DL-Laktat V

D-Xilosa + Suksinat +

L-Arabinosa +/w Sitrat V

D-Arabinosa V Inositol -

D-Ribosa V Hexadecan V

L-Rhamnosa V Nitrat -

D-Glukosamin V Nitrit V

2-Keto-D-Glukonat + 5-Keto-D-Glukonat V

Saccharate -

+, positive; W, weak; V, variable; -, negative.

Page 38: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 25

oleaginous dan halotolerant. Sifat oleaginous ini hanya terdapat pada 30 dari 600 spesies

(Ratledge, 2002). Kemampuan ini disebabkan oleh adanya enzim ATP-sitrat

liase(Ratledge, 1986). Enzim tersebut memproduksi asetil Ko-A yang merupakan substrat

kunci untuk pembentukan asam lemak di sitoplasma (Breuer and Harms,2006). Dengan

sifat ini, produksi minyak dan lemak komersial dapat dilakukan melalui rekayasa

genetika. Sifat halotolerant D.hansenii dapat digunakan untuk menumbuhkan ragi ini

dalam berbagai media seperti daging, bir, anggur, dan keju.

Produksi xilitol oleh D. hansenii telah diminati selama beberapa dekade terakhir karena

ragi ini mampu menghasilkan xilitol dibandingkan etanol dengan rasio lebih dari empat

(>4) (Breuer and Harms, 2006). Gambar 2.18 menunjukkan jalur metabolisme xilitol dari

xilosa oleh D.hansenii (Breuer and Harms, 2006). Menurut Vongsuvanlert dan Tani

(1998), xylitol dapat diproduksi melalui dua jalur metabolism oleh sel khamir. Xilosa

akan diproduksi menjadi xilitol oleh NADH atau NADPH dependent xylose reductase,

seperti pada Gambar 2.18, atau melalui isomerasi D-xilosa menjadi D-xilulosa oleh D-

xilosa isomerase baru kemudian D-xilulosa akan direduksi menjadi xylitol oleh NADH

dependent xylitol dehydrogenase.

Gambar 2.18. Jalur Metabolisme xilosa oleh D.hansenii

(Sumber: Girio FM, Pelica F, Amaral-Collaco MT. 1996. Characterization of xylitol dehydrogenase

from Debaryomyces hansenii .)

Page 39: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 26

D. hansenii mensintesis produk bergantung pada substrat yang digunakan.D. hansenii

dapat memproduksi arabinitol dan xilitol sebaik memproduksi etanol dari gula pentosa.

Pada fermentasi menggunakan kemostat dalam keadaan oksigen berlebih, D. hansenii

tidak memproduksi xilitol maupun etanol (Breuer and Harms, 2006). Dalam keadaan

Oksigen terbatas, maka yield biomassa akan berkurang, sedangkan yield xilitol akan

bertambah seiring juga dengan terbentuknya gliserol (Breuer and Harms, 2006).

2.10. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme

2.10.1. Konsentrasi Awal Sel

Produksi xilitol tertinggi dicapai dengan menggunakan konsentrasi awal Candida

tropicalis sebesar 2,5g/L. Penelitian ini membandingkan hasil dari penggunaan

konsentrasi awal sel dari 1 sampai 2,5g/l (Windarti, 2010). Hasil ini sesuai dengan hasil

yang dilaporkan oleh Parejo dkk, 1998 bahwa semakin tinggi konsentrasi sel maka

semakin tinggi xilitol yang dihasilkan.

2.10.2. Waktu Inkubasi

Hasil penelitian pendahuluan dan penelitian yang dilakukan oleh Vandeska dkk. (1995),

dengan menggunakan Candida boidinii dan Silva dkk. (1996), dengan menggunakan

Candida guillermondii menunjukkan produksi xilitol menjadi konstan atau menurun

setelah mencapai fase pertumbuhan stasioner. Fasa stasioner ini akan tercapai setelah 7

hari, sehingga xilitol paling tinggi yang dihasilkan adalah pada hari ke-7 (Wisnu, 2001).

Literatur lain (Windarti, 2010) melaporkan bahwa produksi xilitol paling tinggi

dihasilkan pada waktu inkubasi 96 jam.

2.10.3. Oksigen Terlarut

Aerasi dan konsenstrasi substrat merupakan faktor yang berhubungan erat dalam produksi

xilitol. Hasil penelitian Horitsu dkk. (1992), Roseiro dkk. (1991), dan Nolleau dkk. (1993)

yang dilaporkan oleh Parajó dkk. (1998) menunjukkan kondisi aerasi yang sesuai akan

Page 40: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 27

menghasilkan produktivitas optimum. Untuk mengetahui pengaruh oksigen dan jumlah

oksigen optimum, Zhang dkk. (2012) melakukan penelitian dengan menvariasikan

kecepatan agitator dari 100 hingga 200 rpm. Penelitian tersebut dilakukan pada labu

Erlenmeyer 100mL yang berisi xilosa awal sebesar 150 g L-1. Fermentasi dilakukan pada

30°C selama 108 jam. Selain dilakukan variasi kecepatan, penelitian tersebut juga

melakukan variasi jumlah tahap fermentasi dan hasil dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Dari

tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi dengan kecepatan pengocokan

yang tinggi (fermentasi I: 250 dan fermentasi II: 250 rpm) menghasilkan konsentrasi

biomassa sel yang tinggi ( 21.25 g L-1) dengan perolehan xilitol yang rendah (0,61 g g-1).

Disisi lain, pada pengocokan rendah (fermentasi I: 150 dan fermentasi II: 100 rpm)

konsentrasi biomassa yang dihasilkan paling rendah (10,52 g L-1) dan peroleh xilitol yang

cukup tinggi (0,75 g g-1).

Tabel 2.3. Produksi Xilitol Pada Berbagai Kecepatan Pengocokan Dengan Menggunakan

Candida athensensis SB18 (Zhang dkk. 2012)

Kocok (rpm) Residu xilosa

(g L-1)

Xilitol (g L-1) X (g L-1) YP/S (g L-1) Qp (g L-1 h-1) Ƞ (%)

200 0 96,73 20,18 0,65 0,91 70,7

150 0,55 112,61 15,04 0,75 1,04 82,6

250/200 0 90,77 21,25 0,61 0,84 66,4

250/150 0 99,27 19,47 0,66 0,92 72,6

250/100 0 110,18 17,03 0,73 1,02 80,5

200/150 0 107,15 17,56 0,71 0,99 78,3

200/100 0,12 115,62 12,47 0,77 1,07 84,6

150/100 0,97 112,41 10,52 0,75 1,04 82,7

Pengaruh konsentrasi oksigen terlarut akan berbeda pada sel bebas dan sel amobil. Parajó

dkk. (1998) melaporkan penelitian Peschke dkk. (1992) dengan sel C. guilliermondii

bebas dan sel C. guilliermondii amobil. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi

oksigen terlarut 5% dan konsumsi xilosa yang sama, sel C. guilliermondii bebas

menghasilkan 27,3 g xilitol/l (QP = 0,70 g/l.h dan YP/S = 0,64 g/g), sedangkan sel C.

guilliermondii yang diperangkap dalam Ca-alginat menghasilkan 18,4 g xilitol/l (QP =

0,43 g/l.h dan YP/S = 0,78 g/g). Peningkatan aerasi akan meningkatkan laju perpindahan

oksigen (Oxygen Transfer Rate / OTR). Pada sel amobil, OTR yang tinggi berarti oksigen

dapat lebih mudah masuk ke bagian dalam agar.

Page 41: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 28

Pada fermentasi menggunakan kemostat dalam keadaan oksigen berlebih, D. hansenii

tidak memproduksi xilitol maupun etanol (Breuer and Harms, 2006). Dalam keadaan

Oksigen terbatas, maka yield biomassa akan berkurang, sedangkan yield xilitol akan

bertambah seiring juga dengan terbentuknya gliserol (Breuer and Harms, 2006).

Pembentukan xylitol terjadi di bawah kondisi okigen terbatas dengan tujuan untuk

mengakumulasi NADH karena keberadaan oksigen dapat menurunkan aktivitas NADH

yang berakibat pada menurunnya aktivitas akumulasi produksi xylitol (Winkelhausen dan

Kuzmanova, 1998).

2.10.4. pH

Dari laporan penelitian Wisnu, 2001, kecepatan produksi volumetrik tertinggi(0,314g/l/h)

diperoleh pada pH 5. Variasi pH yang digunakan pada penelitian ini dari pH 4 sampai 7

dengan menggunakan Candida shehatee WAY 08. pH selama proses fermentasi

berlangsung mengalami peningkatan dan penurunan pH. Penurunan pH dapat disebabkan

oleh terbentuknya asam-asam organik seperti asam asetat, sedangkan peningkatan pH

disebabkan oleh terbentuknya ammonia dari reaksi deaminasi terhadap substrat

berprotein atau berpolipeptida sebagai sumber nitrogennya (Prior el al, 1989; Forage dkk,

diacu dalam Moo-Young, 1985). Naik turunnya pH kultur tersebut dipengaruhi oleh besar

kecilnya perbandingan antara senyawa organic yang bersifat asam dengan ammonia yang

bersifat basa (Wisnu, 2001).

Dari berbagai literatur, kadar xilitol tertinggi dicapai pada pH awal 5,3 oleh Candida

guiliermondii, pH 4 oleh Candida tropicalis dan pH 7 oleh Candida boidinii.

2.10.5. Konsentrasi Awal Substrat

Peningkatan produksi xilitol berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi xilosa

oleh khamir karena xilosa terus dikonsumsi menjadi xilitol. Saat konsentrasi xilitol yang

diproduksi lebih besar atau sama dengan konsentrasi xilosa yang menjadi substratnnya,

maka produksi xilitol oleh mikroorganisme akan menurun (Suryadi dkk., 1998). Pada

penelitian Wisnu, 2001, variasi konsentrasi yang digunakan adalah 50g/L sampai 200g/L .

Page 42: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 29

Dari hasil penelitian, kecepatan produksi volumetrik tertinggi Candida shehatee WAY

08 (0,314g/l/h) diperoleh pada substrat yang menggunakan konsetrasi awal xilosa sebesar

150g/L. Selain itu juga, dari hasil penelitian Wisnu, (2001) dapat disimpulkan bahwa

peningkatan konsentrasi awal xilosa dari 50 sampai 150 g/l pada pH media awal yang

sama menunjukkan peningkatan konsentrasi xilitol yang dihasilkan. Dominguez dkk

(1996) melaporkan kecepatan produksi volumetrik xilitol dari xilosa awal sekitar 150g/l

oleh Candida parapsilosis, C. guilliermondii, C. guilliermondii 20118, C. guillermondii

42050, Pachysolen tannophilus, Mutan Candida sp. Dan D hansenii berturut-turut adalah

0,19; 0,72; 0,14; 0,01; 0,99 dan 0,90 g/l/h.

2.10.6. Ko-Substrat

Ko-substrat yang digunakan pada penelitian Windarti, 2001, adalah arabinosa. Variasi

yang dilakukan pada penelitian ini adalah rasio xilosa dan arabinosa. Rasio yang

digunakan 6:1%; 6:2%; dan 6:3%. Penelitian ini menggunakan Candida tropicalis yang

dijebak di Ca-alginat dan proses fermentasi berlangsung secara batch. Pada penelitian ini,

kecepatan produksi volumetric yang tercapai adalah 4,2g/l/h pada kondisi rasio xilosa dan

arabinosa adalah 6:3%.

Menurut penelitian Mussato dkk, 2006 yang menggunakan rasio xilosa dan arabinosa

sebesar 10:1 dan 2:1 sudah dapat menghambat kerja enzim yang memetabolisme

arabinose pada C.guillierrmondii sedangkan pada D.hansenii, asimilasi arabinose

dihambat pada media yang mengandung xilosa dan arabinose dengan rasio 4:1 (Girio dkk,

2000, diacu dalam Mussato dkk, 2006).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Walther (2001) dengan menggunakan arabinosa

berkonsentrasi tinggi oleh candida tropicalis dapat menghasilkan xilitol dengan

perolehan sebesar 0,84g/g dan produktivitas volumetrik sebesar 0,49g/l/h. Secara teoritis,

efisiensi fermentasi xilosa menjadi xilitol maksimal adalah 0,917 g xilitol/ g xilosa

terkonsumsi (Barbosa dkk, 1988, diacu dalam Santos dkk, 2008).

Perolehan maksimum dari Candida mogii adalah 0,62g/g, Candida tropicalis ATCC

Page 43: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 30

7349 0,4g/g, C.parapsilosis 0,4g/g, Candida kefyr 0,29g/g dan C.utilis 0,18g/g

(Sirisansanee yakul dkk, 1995). Literatur lain menyebutkan Candida sp L 102 dapat

memberikan perolehan sebesar 0,877g/g.

Selain menggunakan arabinosa, Wisnu (2001) menggunakan glukosa juga sebagai ko-

substrat. Penelitian yang dilakukan menggunakan Candida shehatee WAY 08 pada

variasi glukosa yang digunakan dari 0 sampai 4%. Dari hasil penelitian, disimpulkan

bahwa penambahan glukosa sebagai ko-substrat dari 1 sampai 4% pada media xilosa awal

150g/L dapat menghambat produksi xilitol (kadar dan kecepatan produksi volumetrik

xilitol), tetapi mampu menigkatkan perolehan xilitol. Selain itu, penelitian Felipe dkk.

(1993), dan Rosa dkk. (1998), (diacu dalam Mussato dkk, 2006) melaporkan penambahan

glukosa dengan rasio lebih kecil dari 1:10 tidak akan menyebabkan penurunan produksi

xilitol.

Penelitian yang dilakukan Mussato dkk, (2006) dengan menggunakan sel

C.guilliermondii melaporkan bahwa penambahan glukosa ke dalam media yang

mengandung xilosa dapat menurunkan rendemen xilitol sebesar 10% sedangkan

penambahan arabinose meningkatkan rendemen xilitol sebesar 8%. Hasil ini sejalan

dengan pendapat peneliti terdahulu (Hsiao dkk, Meyrial dkk, diacu dalam Nigam dan

Singh, 1995) yang menyatakan glukosa menghambat penggunaan xilosa oleh Candida

dan Schizosaccharomyces, dan dilaporkan bahwa C. guillermondii mampu

mengkonsumsi glukosa, manosa, galaktosa, dan arabinosa secara cepat hanya untuk

pertumbuhan dan pembentukan etanol, tetapi senyawa poliol (salah satunya adalah xilitol)

tidak terdeteksi di dalam media kultur.

Penelitian Silva dkk. (1996), melaporkan bahwa efisiensi konversi xilosa menjadi xilitol

sebesar 45% pada media yang mengandung glukosa dan xilosa, tetapi meningkat sampai

66% jika tanpa adanya glukosa.

2.10.7. Campuran gula

Penelitian yang dilakukan oleh Windarti, 2010, variasi campuran gula yang digunakan

Page 44: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 31

adalah media xilosa dan glukosa, xilosa dan arabinose, serta xilosa, glukosa, dan

arabinosa. Metode penelitian yang digunakan adalah penjebakan C.tropicalis di matriks

Kalsium alginat. Kecepatan produksi volumetrik xilitol dan peroleh xilitol tertinggi dari

fermentasi batch ini adalah 4,2g/l/h dengan media yang digunakan adalah campuran

berupa xilosa, glukosa, dan arabinosa. Glukosa dalam media fermentasi diketahui

menurunkan produksi xilitol sebesar 20% dibandingkan dengan media kontrol.

Hasil penelitian Windarti, (2010) tidak sesuai dengan fermentasi oleh C.guilliermondii

yang dilakukan pada penelitian Mussato dkk, (2006). Hasil penelitian Mussato dkk,

(2006), produksi xilitol tertinggi diperoleh pada media campuran xilosa dan arabinosa.

Data hasil penelitiannya adalah media xilosa (kontrol) menghasilkan xilitol sebesar 0,68

g/l. Sedangkan pada media xilosa dan glukosa sebesar 0,68 g/l, media campuran xilosa

dan arabinosa sebesar 0,74g/L, dan media campuran xilosa, glukosa, dan arabinose

sebesar 0,67 g/l.

Campuran gula memberikan perolehan xilitol yang lebih besar dibandingkan hanya

menggunakan xilosa murni (Rao dkk, 2004; Kim dkk, 1999). Media yang menggunakan

campuran dua substrat dalam produksi xilitol oleh C.tropicalis meberikan perolehan

xilitol sebesar 0,81g/g dan produktivitas sebesar 0,49 g/l/h. Sedangkan, media yang

menggunakan xilosa murni hanya dapat menghasilkan xilitol dengan perolehan sebesar

0,78 g/g.

2.10.8. Pengaruh Xilitol

Parajó dkk. (1998) melaporkan beberapa hasil penelitian (oleh da Silva & Afschar (1994),

Girio dkk. (1990), Nolleau dkk. (1993) dan Neirinck dkk. (1985)) terkait konsentrasi

xilitol hasil fermentasi dalam medium. Da Silva & Afschar (1994) melaporkan inhibisi

xilitol pada fermentasi xilosa dengan C. tropicalis terjadi saat konsentrasi xilitol

mencapai 200 g/l. Hasil penelitian Girio dkk. (1990) menunjukkan D. hansenii dapat

menggunakan xilitol dan etanol sebagai substrat setelah xilosa habis digunakan. Hal

tersebut didukung oleh Neirinck dkk. (1985) yang menyatakan bahwa xilitol dapat

berperan sebagai sumber karbon ketika konsentrasi xilitol tinggi. Nolleau dkk. (1993)

Page 45: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 32

melaporkan bahwa produk samping yang terbentuk dalam jumlah kecil, seperti etanol,

gliserol, arabitol atau ribitol, dapat digunakan sebagai sumber karbon ketika xilosa habis

dikonsumsi.

2.10.9. Komposisi Kultur Media

Komposisi kultur media dan salinitas akan mempengaruhi produk yang dihasilkan.

Sumber dan konsentrasi Nitrogen merupakan salah satu faktor penting pada fermentasi

xilitol, efeknya akan tergantung pada strain mikroorganisme yang digunakan. Dari

beberapa hasil penelitian yang dilaporkan Parajó dkk. (1998), seperti hasil penelitian

Vandeska dkk. (1995) dan Barbosa dkk. (1988), umumnya sumber nitrogen organik akan

meningkatkan produktivitas dan yield produksi xilitol. Hasil penelitian Vandeska dkk.

(1995) menunjukkan peningkatan perolehan xilitol oleh C. boldinii dengan sumber

nitrogen urea dibandingkan dengan sumber nitrogen amonium sulfat. Barbosa dkk.

(1988) juga melaporkan hasil yang sama dengan hasil penelitian Vandeska dkk. (1995).

Vitamin dan oligoelemen dibutuhkan oleh beberapa ragi untuk pertumbuhan atau

meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Lee dkk. (1988) menggunakan C.

guilliermondii yang dilaporkan oleh Parajó dkk. (1998) menunjukkan peningkatan

produktivitas dari 0,002 g/l.h menjadi 0,009 g/l.h dengan penambahan 0,05 μg biotin/l

dan menjadi 0,044 g/l.h dengan penambahan 0,25 μg biotin/l. Penambahan 1% (v/v)

metanol meningkatkan produktivitas C. boidinii dari 0,25 g xilitol/l.h menjadi 0,6 g

xilitol/l.h (hasil penelitian Vongsuvanlert & Tani (1989) yang dilaporkan oleh Parajó dkk.

(1998)).

Parajó dkk. (1998) juga melaporkan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan

penambahan senyawa tertentu yang dapat menghambat produksi xilitol, antara lain

penelitian Skoog & Hahn-Hägerdal (1988) dan Linden & Hahn-Hägerdal (1989), serta

Barbosa dkk. (1990). Hasil penelitian Skoog & Hahn-Hägerdal (1988) dan Linden &

Hahn-Hägerdal (1989) menunjukkan bahwa polietilenglikol dan sodium azide dapat

menurunkan produksi xilitol dan meningkatkan produksi etanol pada C. tropicalis. Hasil

penelitian Barbosa dkk. (1990) menunjukkan 10 μM dinitrofenol dapat menghambat

Page 46: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 33

produksi xilitol, namun tidak menghambat pembentukan xilitol, sedangkan dinitrofenol

di atas 20 μM dapat benar-benar menghambat pertumbuhan dan penggunaan xilosa. Tabel

2.4 dan Tabel 2. 5 menunjukkan perbandingan kultur media yang digunakan dalam

beberapa penelitian untuk produksi xilitol.

Tabel 2.4. Perbandingan Kultur Medium Inokulum Berbagai Mikoorganimse

Komponen

medium

(g/L)

(Windarti,

2010)

(g/L)

(Oetomo dan Ardina,

2011)

(g/L)

(Yulianto, 2001)

Candida

tropicalis

C. utilis, D. hansenii, H.

polymorpha

C.shehatee

Xilosa 30 5-15 30

Ekstrak khamir 10 5 20

pepton 20 10 -

K2HPO4 0.5 - -

KH2PO4 0.5 2.5 15

MgSO4.7H2O 0.5 0.5 1

Amonium sulfat 2 9.438 3

pH 5 4,5-5,5 4-7

Tabel 2.5. Perbandingan Kultur Medium Fermentasi Debaromyces Hansenii

Literatur Converti

dkk, 2001

Domingu

ez dkk,

1997

Sampaio

dkk, 1996

Altamira

no, 1999

Nobre dkk, 1999

Strain

D.

hansenii

NRRL Y-

7246

NRRL

Y-7246

UVF -170 NRRL

Y-7246

CCMI 941

Komposisi Inokulum (g/L)

Glukosa 10 0.01 20 20 Xilosa 20 H3BO3 0,002

Xilosa 10 0.01 (NH4)2SO

4

9,438 KI 0,003

5

Ekstrak

Bacto-

3 3 10 10 KH2PO4 2,5 Al2(SO4)3 0,000

5

Page 47: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 34

yeast

Ekstrak

bacto-

malt

3 3 CaCl2.2H2

O

0,05 Myo-inositol 0,1

Bacto

pepton

5 5 20 20 MgSO4.7H

2O

0,5 Kalsium

pantonat

0,02

Agar 15 20 Asam sitrat 0,5

Thiamin

Hidroklorida

0,005

Komposisi Fermentasi - FeSO4.7H

2O

0,035 Piridoxal

Hidroklorida

0,005

Glukosa 10 0.12 - - MnSO4.4H

2O

0,009

2

Asam

Nicotinat

0,005

Xilosa 3 3 - - ZnSO4.7H

2O

0,011 D-biotin 0,000

1

Ekstrak

Bacto-

yeast

3 3 - - CuSO4.5H

2O

0,001 Asam

aminobenzoat

0,001

Ekstrak

bacto-

malt

5 5 - - CoClII.6H

2O

0,002

Bacto

pepton

20 - - Na2MoO4.

2H2O

0,001

3

Agar - -

2.10.10. Pengaruh Imobilisasi Sel

Imobilisasi sel adalah pengikatan sel secara fisik maupun kimia pada matriks berpori atau

secara adsorbsi (Shuler dan Kargi, 2002). Matriks berpori yang digunakan biasanya

berupa polimer berpori, poliuretan, gel silika, polistirena dan selulosa triasetat. Polimer

berpori misalnya agar, alginat, karaginan, poliakrilamida, chitosan, gelatin, dan kolagen.

Keuntungan dari mengimobilisasi sel adalah (Shuler dan Kargi, 2002) :

1. Meningkatkan konsentrasi sel.

2. Sel dapat digunakan berkali-kali dan menghemat biaya recovery dan daur ulang sel.

Page 48: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 35

3. Kombinasi dari konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa terjadi

washout) menyebabkan produktivitas yang tinggi.

4. Masalah washout teratasi.

5. Menyediakan lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme (contoh : kontak antar

sel, nutrien, pH) yang meningkatkan performansi biokatalis.

6. Dalam beberapa kasus, meningkatkan stabilitas sel.

7. Pada beberapa jenis mikroorganisme, adanya imobilisasi baik untuk perlindungan

dari kerusakan akibat geseran (shear damage).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Batal dan Khalaf(2004) dalam jurnal “Xilitol

Production from Corn Cobs Hemicellulosic Hydrolysate by Candida tropicalis

Immobilized Cells in Hydrogel Copolymer Carrier”, semakin tinggi konsentrasi sel

C.tropicalis amobil yang ditanam pada media, maka semakin besar juga utilisasi xilosa

dan produksi xilitol.

Dengan menggunakan sel amobil, fasa lag dapat dihindari. Semakin besar konsentrasi

sel yang ditanam pada matriks, maka Oksigen yang dialirkan juga harus dipertimbangkan

agar sel amobil tetap dapat menggunakan Oksigen. Pada penelitian Batal dan Khalaf

(2004), konsentrasi sel amobil untuk produksi xilitol dengan yield terbesar adalah 15

gram hidrogel per 40 mL medium kultur dalam labu 125 mL dan 150 rpm kecepatan

adukan.

Metode yang digunakan oleh Carvalho dkk (2007) dalam mengimobilisasi sel adalah

dengan memerangkap sel dalam kristal kalsium alginate. Awalnya, ditambahkan volum

suspensi sel yang cukup dalam larutan Natrium Alginat yang sebelumnya telah

dipanaskan hingga suhu 121oC selama 15 menit. Konsentrasi akhir Natrium alginat

menjadi 20g/L dan konsentrasi berat kering sel adalah 3 g/L. Kristal campuran sel dan

Kristal diproduksi dengan meneteskan campuran ke dalam 11 g/L larutan Kalsium

Klorida menggunakan jarum 19-G untuk menghasilkan kristal sel-alginat dengan

diameter 2.7 mm. Kristal didiamkan dalam larutan kalsium klorida pada 4oC selama 24

jam. Langkah terakhir adalah pencucian Kristal dengan air akuades steril dan dimasukan

dalam labu fermentasi.

Page 49: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 36

Metode yang digunakan dalam percobaan oleh Windarti (2010) untuk mengimobilisasi

sel C.tropicalis, dimodifikasi dari metode Carvalho dkk (2007), yaitu suspensi sel yang

diperoleh sebelumnya dari sentrifugasi medium inokulum diresuspensi dengan 1 mL

akuades steril kemudian ditambahkan dalam 9 mL larutan natrium alginat yang

disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit hingga diperoleh konsentrasi alginat akhir

20 g/L. Butiran diperoleh dengan cara yang sama dengan metode Carvalho dkk (2007).

Pencucian Kristal dilakukan untuk menghilangkan larutan kalsium klorida yang tersisa

pada butiran Kristal. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali kemudian ditambahkan ke

dalam media fermentasi.

Metode yang digunakan oleh Batal dan Khalaf (2004) adalah metode imobilisasi dengan

hidrogel Polivinil alcohol (PVA) dan Hidroksimetil Metaakrilat (HEMA). Metode

pembuatan Hidrogel dilakukan dengan radiasi kopolimer. Dari metode yang dilakukan

oleh Mostafa dan El-Hadi (2009), pembuatan hidrogel PVA dilakukan dengan melarutkan

PVA ke dalam akuades steril kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 90oC

selama 50 menit. PVA kemudian digabungkan pada polivinilpyrrolidone (PVP) dan

HEMA. Campuran dipisahkan ke dalam tabung uji dan dialirkan Nitrogen selama 24 jam

untuk menghilangkan oksigen terlarut. Hidrogel yang terbentuk kemudian diautoklaf

pada 121oC selama 2 jam (Razzak dkk, 1999). Penelitian Batal dan Khalaf (2004) juga

dilaporkan perbandingan produksi xilitol dengan sel terimobilisasi dan sel tidak

diimobilisasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Efek Imobilisasi Sel dalam Produksi Xilitol dengan C.tropicalis ( El-batal dan

Khalaf. 2004)

Page 50: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 37

Dari penelitian Batal dan Khalaf (2004) ditemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi sel

yang diimobilisasi dalam hidrogel, konsumsi xilosa semakin besar dan produksi xilitol

semakin besar. Namun pada konsentrasi 20 g/50mL kultur produksi xilitol menurun. Hal

ini disebabkan bahwa pada media yang mengandung densitas sel yang besar, terjadi

reduksi ketersediaan Oksigen. Hal ini menyebabkan berkurangnya yield dan

produktivitas. Dapat dikatakan dari penelitian Batal dan Khalaf (2004), bahwa produksi

xilitol dengan konsentrasi sel terimobilisasi dalam hidrogel 15 g lebih besar daripada

produksi xilitol dengan sel bebas dengan waktu inkubasi empat hari dan pH medium awal

6.

2.11. Jenis Fermentasi

2.11.1. Fermentasi batch

Fermentasi batch juga disebut sistem tertutup karena selama proses fermentasi

berlangsung tidak ada input (substrat) atau output (campuran substrat, produk, dan

biomassa). Proses fermentasi batch seperti yang dijelaskan Crueger(1998) adalah reaktor

yang diisi dengan nutrien substrat dan inokulum mikroorganisme. Proses fermentasi

dihentikan jika tidak ada lagi produk yang dihasilkan. Selama proses fermentasi batch,

mikroba mengalami 4 fase pertumbuhan, yaitu fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase

Parameter Sel bebas Sel terimobilisasi (g Hidrogel/50 mL

kultur)

5 10 15 20

Xilosa terkonsumsi (g/L) 42.1 33.1 48.5 53.2 56.7

Konsentrasi xilitol (x) 21.2 16.0 26.2 30.7 27.8

Yield xilitol Yx/s (g/g) 0.50 0.48 0.54 0.58 0.49

% yield xilitol dari hasil teoretis 56.0 53.7 60.0 64.1 54.5

Massa kering akhir (mg massa

kering per g hidrogel)

- 32.3 30.8 30.5 30.4

Massa kering bebas (mg sel/mg

kultur)

10.4 0.03 0.08 0.13 0.19

Page 51: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 38

kematian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Fase Pertumbuhan Pada Fermentasi Batch

(Sumber: http://www.hypertextbookshop.com)

Fase lag merupakan fase yang tidak mengalami peningkatan jumlah sel meski berat sel

mengalami perubahan. Selama fase ini, sel beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru.

Lamanya fase lag bergantung pada kondisi fisiologi dan konsentrasi inokulum (Saarela

dkk, 2003). Setelah akhir fase lag, sel akan beradaptasi kembali dengan kondisi

pertumbuhan baru yang disebut fase log. Pertumbuhan massa sel meningkat dua kali lipat

karena selain meningkat berat biomassa sel, jumlah sel per unit waktu juga mengalami

peningkatan.

Saat substrat telah dimetabolisme dan senyawa toksik mulai terbentuk, pertumbuhan sel

menurun bahkan terhenti total.Fase ini disebut fase stasioner.Biomassa hanya bertambah

sedikit atau konstan selama fase ini.Fase terakhir pertumbuhan adalah fase

kematian.Cadangan energi pada fase ini sangat terbatas sehingga pertumbuhan sel

menurun dan sel mulai lisis (Saarela dkk. 2003). Waktu yang diperlukan dari fase

stasioner menuju fase kematian tergantung pada organisme dan proses fermentasi yang

digunakan.

2.11.2. Fermentasi Fedbatch

Fermentasi fedbatch berbeda dengan batch karena penambahan substrat yang bersifat

kontinu hingga fase stasioner. Jenis fermentasi ini cocok untuk pembentukan produk

metabolit sekunder yang bersifat katabolit represi pada penggunaan substrat yang tinggi.

Page 52: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 39

Oleh sebab itu, substrat ditambahkan dalam jumlah sedikit secara kontinu selama proses

produksi. Proses produksi yang menggunakan fermentasi ini adalah penisilin.

2.11.3. Fermentasi Kontinu

Fermentasi kontinu disebut sebagai sistem terbuka karena selama proses fermentasi

berlangsung terdapat aliran masuk reaktor berupa substrat dan aliran keluar reaktor

berupa campuran substrat, biomassa, dan produk. Kelebihan dari fermentasi kontinu

adalah fermentasi dapat dikerjakan pada jangka waktu yang panjang tanpa adanya

kontaminasi sehingga produktivitas dapat ditingkatkan dan tingkat pertumbuhan sel dapat

diatur untuk memperoleh produk optimum.Karena kelebihan tersebut, fermentasi jenis ini

telah dikembangkan untuk produksi protein sel tunggal, antibiotik, pelarut organik, kultur

starter, dan dekomposisi selulosa (Crueger & Crueger 1982).

Tabel 2.7. Jenis Fermentasi yang Telah Digunakan dalam Produksi Xilitol

Mikroorganisme Xilosa

awal (g L-

1)

Xilitol

(g L-1)

YP/S (g g-

1)

Qp (g L-1 h-

1)

Referensi Jenis

fermentasi

C. tropicalis

ASM III

200 130 0.93 1,08 Lo pez dkk. (2004) yang

di acu dalam Zhang dkk.

(1999)

Batch

C. sp.559-9 300 210 0,87 0,73 Ikeuchi dkk. (1999) yang

di acu dalam Zhang dkk.

(1999)

C. tropicalis

KCTC 10457

350 228 0,65 2,07 Kwon dkk. (2006) yang

di acu dalam Zhang dkk.

(1999)

C. athensensis

SB 18

250 207.8 0,83 1,15 Zhang dkk. (2012)

C. shehatae

WAY 08

150 52,76 0,45 0,314 Wisnu. (2001)

C.

guilliermondii

79 18,4 0,5 0.29 Rodrigues dan Silva

(1998)

C. tropicalis

KFCC 10960

270 251 0,93 4,56 Oh and Kim. (1998)

yang di acu dalam Zhang

dkk. (1999)

Fed-batch

C. tropicalis

KCTC 10457

260 234 0,90 4,88 Kwon et al.m (2006)

yang di acu dalam Zhang

dkk. (1999)

C. athensensis

SB18

300 256,5 0,87 0,97 Zhang dkk. (2012)

C.

guilliermondii

79 23,7 0.46 0.16 Rodrigues dan Silva

(1998)

Page 53: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 40

C.

guilliermondii

79 34 0,79 0,65 Rodrigues dan Silva

(1998) Continous

2.12. Penentuan Kadar Xilitol

2.12.1. Metode Beutler & Becker

Pengukuran kadar xilitol dilakukan berdasarkan metode Beutler dan Becker (1977).

Empat jenis larutan digunakan dalam metode ini, yaitu buffer kalium fosfat/ trietanolamin

(larutan 1), diaphorase (larutan 2), iodonitrotetrazolium klorida (larutan 3), dan enzim

sorbitol dehidrogenase/SDH (larutan 4).

Sebanyak 0.6 mL larutan 1 dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kemudian

ditambahkan larutan 2 sebanyak 0.2 mL, larutan 3 sebanyak 0.2 mL, sampel yang telah

diencerkan sebesar 100 kali sebanyak 0.1 mL, akuabides sebanyak 1.9 mL, divorteks agar

homogen. Setelah itu,dibiarkan selama 2 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ

492 nm. Setelah 2 menit dilakukan pengukuran kembali.Pengukuran pertama yang

dilakukan disebut sebagai Absorban pertama (A1).Selanjutnya, ditambahkan larutan 4

yang berisi enzim sorbitol dehidrogenase dan dibiarkan selama 30 menit.Setelah itu 30

menit, diukur absorbansinya dengan interval 5 menit hingga menit ke-50, terhitung dari

5 menit pertama. Pengukuran kedua ini disebut Absorbansi kedua (A2). Konsentrasi

xilitol yang terukur akan diperoleh sesuai dengan perhitungan yang terdapat di Kit.

2.12.2. Metode HPLC

1. Alat yang diperlukan

a) High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

b) Microsyringe 25μL

2. Reagen

a) Acetonitrile

b) Larutan Standar yang mengandung xilitol, sorbitol, arabinatol, galactitol,

mannitol.

3. Kondisi Kromatografi

Page 54: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 41

a) Fasa gerak: larutan acetonitrile 35%

b) Kolom kromatografi: HPX-87C300×7.8mm

c) Laju alir: 0.6-0.8mL/min

d) Temperatur Kolom: 75oC

e) Temperatur detektor: 45°C-60°C.

Page 55: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 42

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

3.1. Metodologi

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh konfigurasi fermentor terbaik untuk

optimasi produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit dengan bantuan

mikroorganisme Debaryomyces hansenii. Untuk memperoleh konfigurasi terbaik ini,

maka diperlukan data perolehan (yield) dan produktivitas dari masing-masing fermentasi.

Perolehan dan produktivitas diperoleh setelah mendapatkan data konsentrasi substrat dan

produk, laju pertumbuhan maksimal dan waktu yang diperlukan pada sekali fermentasi.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data ini adalah melakukan

percobaan dengan variasi-variasi sebagai berikut, yang pertama adalah memvariasikan

ketiga jenis fermentasi, yaitu fermentasi batch, fed-batch, dan kontinyu. Pada fermentasi

kontinyu, dilakukan fermentasi dengan sel bebas dan dengan mengimobilisasi sel

Debaryomyces hansenii.

Sampel diambil dalam rentang waktu tertentu selama masa fermentasi untuk pengujian

pertumbuhan sel dan produk yang terbentuk. Untuk pengambilan sampel pada fermentasi

batch, sampel dari dalam fermentor tidak diambil dengan volum lebih dari 10% volum

total untuk menjaga asumsi volum tetap. Pengujian sampel menggunakan HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) dilakukan untuk memperoleh konsentrasi xilosa

(substrat) dan xilitol (produk) di dalam fermentor. Dari data tersebut maka yield dan

produktivitas dapat diperoleh dengan memasukkan data yang ada ke persamaan yang

tersedia.

Selama masa pengujian dengan menggunakan ketiga jenis fermentasi, digunakan media

sintetis yang mengandung xilosa dan glukosa. Hasil konfigurasi yang terbaik dari hasil

pengujian akan diujikan pada hidrolisat tandan kosong kelapa sawit untuk validitas data.

Validitas data akan diperoleh melalui perbandingan perolehan dan produktivitas dari

Page 56: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 43

hasil konfigurasi fermentor terbaik dengan fermentasi yang dilakukan pada konfigurasi

proses yang sama menggunakan substrat/media hidrolisat tandan kosong kelapa sawit.

3.2. Percobaan

3.2.1. Bahan

Mikroba yang digunakan adalah Debaryomyces hansenii ITB CC R85.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1, tabel 3.2,

tabel 3.3, dan tabel 3.4. Tabel 3.2 menampilkan bahan-bahan penyusun agar miring. Tabel

3.3 menampilkan bahan-bahan yang digunakan sebagai medium fermentasi dengan

volume kerja 500 mL.

Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan Pada Penelitian

Alkohol CaCl2

Agar H2SO4/HCl

Aqua dm NaOH/KOH

Bacto-malt extract Polivinil alkohol

Bacto-peptone Ca-Alginat

Bacto-yeast extract Spiritus

Tabel 3.2. Komposisi dari Glucose Yeast Extract (Yeast Extract Pepton Glucose)

Yeast extract 5 g

Peptone 10 g

Glucose 20 g

Aqua dm 1 L

Agar-agar 20 g

Tabel 3.3. Komposisi dari 500 mL Medium Fermentasi

Komponen Jumlah (g) Komponen Jumlah (g)

(NH4)2SO4 9,438 KH2PO4 2,5

Al2(SO4)3 0,0005 KI 0,0035

Asam aminobenzoat 0,001 MgSO4.7H2O 0,5

Page 57: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 44

CaCl2.2H2O 0,05 MnSO4.4H2O 0,0092

Calcium-pamthotenate 0,02 Myo-inositol 0,1

CoCl2.6H2O 0,002 Na2MoO4.2H2O 0,0013

CuSO4.5H2O 0,001 Nicotinic acid 0,005

D-biotin 0,0001 Pyridoxal

hydrochloride 0,005

FeSO4.7H2O 0,035 Thiamine

hydrochlorine 0,005

H3BO3 0,002 ZnSO4.7H2O 0,011

Kompisisi gula sebagai sumber karbon pada media hidrolisat TKKS sintetik disajikan

pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Komposisi TKKS

Komponen Jumlah (g/L)

Xilosa 10

Glukosa 5

3.2.2. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Alat yang Digunakan Pada Penelitian

Aqua dm Filter Kuvet Spektrofotometer

Autoklaf HPLC Mikropipet Stopwatch

Biological safety

cabinet

Inkubator shaker, T

controlled Mikrotube syringe

Bunsen Jarum ose Mikroskop syringe filter

Counting chamber Kapas steril Neraca analitis Tabung reaksi steril

Erlenmeyer 1L Kertas saring Pipet tetes Vial

Fermentor Korek api Sentrifuga Wet test meter

Page 58: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 45

Fermentor yang digunakan pada penelitian ini adalah BioFlo/Celligen 115 New

Brunswick yang dilengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, pH, level cairan, dan

foam (Gambar 3.1). Rangkaian bioreaktor untuk proses fermentasi batch, fed-batch, dan

kontinyu secara berturut-turut seperti pada Gambar 3.2, 3.3, dan 3.4.

Gambar 3.1. Fermentor BioFlo/Celligen 115 New Brunswick

Gambar 3.2. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Batch

Page 59: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 46

Gambar 3.3. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Fed-batch

Gambar 3.4. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Kontinyu

3.2.3. Prosedur

Proses fermentasi xilitol secara bioteknologi terdiri atas tiga tahap utama, yaitu persiapan sel ragi,

proses fermentasi xilitol, dan analisis data hasil penelitian seperti pada Gambar 3.5.

Page 60: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 47

Gambar 3.5. Prosedur Penelitian

3.2.3.1 Persiapan Sel Ragi

Peremajaan sel ragi

Inokulasi

Fermentasi

Analisis

•Fermentasi Batch

•Fermentasi Fed-batch

•Fermentasi Kontinyutanpa imobilisasi seldan denganimobilisasi sel

RancanganPenelitian

•Xilitol

•Xilosa

•Sel

Data

•Perolehan

•Produktivit

asParameter

Page 61: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 48

3.2.3.1.1 Peremajaan Sel Ragi

Gambar 3.6. Peremajaan Sel Ragi

tidak

ya

Biakan ragi

lama

Tabung reaksi steril, jarum

ose, biakan ragi lama, dan

pembakar spritus

Bahan medium gula

dan nutrient lain

Larutan nutrien Larutan gula

Sterilisasi Sterilisasi

Mulai

Alat dan bahan disiapkan

Bahan medium gula dilarutkan dalam

aqua dm, nutrient lain dilarutkan

terpisah

Dicampurkan secara aseptik

Larutan dimasukkan ke tabung reaksi steril secara

aseptik dan ditunggu hingga mengeras

Satu ose ragi diolehkan ke agar baru secara aseptik

Biakan ragi baru diinkubasi

Apakah sel ragi

tumbuh?

Sel ragi baru tumbuh dalam

biakan agar miring baru

Selesai

Biakan agar

miring

1

Page 62: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 49

3.2.3.1.2 Proses Inokulasi

Gambar 3.7. Proses Inokulasi

Mulai

Alat dan bahan

disiapkan

Bahan medium gula dilarutkan

dalam aqua dm, nutrient lain

dilarutkan terpisah

Dicampurkan secara aseptik

Medium

inokulasi

Bahan

medium

inokulasi

Labu erlenmeyer

steril, jarum ose,

dan pembakar

spritus

Larutan gula Larutan nutrien

Sterilisasi Sterilisasi

Dicampurkan tiga ose mikroba

dari biakan agar secara aseptik

Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperatur 30oC

dan pH 5

Larutan inokulasi

Selesai

1

2

Page 63: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 50

3.2.3.1.2 Imobilisasi Sel

Gambar 3.8. Proses Imobilisasi Sel

Selesai

Mulai

Campurkan

dan aduk Aqua dm PVA atau

Ca-Alginat

Panaskan larutan,

hingga PVA/ Ca-

Alginat benar-benar

larut

Dinginkan hingga

30-40◦C

Sel

Sel dilarutkan dalam

aqua dm dengan

konsentrasi tertentu

Sel terlarut Campurkan larutan

Larutan diinjeksikan

Aduk perlahan

Saring Kristal

dengan kertas saring

Bilas Kristal dengan

aqua dm

Sel terimobilisasi

Page 64: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 51

3.2.3.2 Proses Fermentasi

Proses fermentasi batch, fed-batch, dan kontinyu hanya berbeda pada aliran masuk berupa

larutan nutrient dan aliran keluar. Pada batch, tidak terdapat aliran masuk maupun keluar

dari reaktor,.fed-batch, hanya terdapat aliran masuk reaktor, dan kontinyu, terdapat aliran

masuk maupun aliran keluar dari reaktor selama proses fermentasi berlangsung.

Untuk batch dan fed batch, sampel diambil setiap selang waktu tertentu, misal 3 jam.

Untuk kontinu, dilution rate diatur maksimal senilai laju pertumbuhan maksimum

mikroorganisme, sampel (pada fasa kontinu) diambil setiap waktu tinggal. Pada setiap

fermentasi diambil minimal empat data untuk pengukuran konsentrasi substrat dan

produk.

Page 65: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 52

3.2.3.2.1 Fermentasi Batch

Gambar 3.9. Proses Fermentasi

Mulai

Alat dan bahan

disiapkan

Bahan medium gula dilarutkan

dalam aquades, nutrient lain

dilarutkan terpisah

Dicampurkan secara aseptik

Medium fermentasi

Dicampurkan secara aseptik

Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan pH 5

Larutan fermentasi

Selesai

Sampling 3

2

Labu Erlenmeyer

steril, jarum ose,

dan pembakar

spritus

Larutan gula

Sterilisasi

Bahan

medium

fermentasi

Larutan

nutrien

Sterilisasi

Page 66: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 53

3.2.3.2.2 Fermentasi Fed-batch

Gambar 3.10 Proses Fermentasi Fed-batch

Selesai

Mulai

Alat dan bahan

disiapkan

Bahan medium gula dilarutkan

dalam aquades, nutrient lain

dilarutkan terpisah

Dicampurkan secara aseptik

Medium fermentasi

Dicampurkan secara aseptik

Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan pH 5

Larutan fermentasi

2

Labu Erlenmeyer

steril, jarum ose,

dan pembakar

spritus

Larutan gula

Sterilisasi

Bahan medium

fermentasi

Larutan

nutrien

Sterilisasi

Substrat dimasukkan

setiap rentang waktu

tertentu larutan substrat

sampling

Absorbansi dan

konsentrasi diukur

absorbansi dan

konsentrasi

Page 67: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 54

3.2.3.2.3 Fermentasi Kontinyu

Gambar 3.11. Proses fermentasi kontinyu

Mulai

Alat dan bahan

disiapkan

Bahan medium gula

dilarutkan dalam aquades,

nutrient lain dilarutkan

terpisah

Dicampurkan secara

aseptik

Medium

Dicampurkan secara

aseptik

Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan

pH 5

Larutan

Selesai

2

Labu

Erlenmeyer

steril, jarum ose,

dan pembakar

Larutan gula

Sterilisas

i

Bahan

medium

fermentasi

Larutan

nutrien

Sterilisasi

Substrat

dimasukkan ke

dalam fermentor

larutan

Produk

Absorbansi dan

konsentrasi

absorbansi dan

konsentrasi

Page 68: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 55

3.2.3.3 Tahap Analisis Hasil Penelitian

3.2.3.3.1 Pembuatan Kurva Baku Sel

Gambar 3.12. Pembuatan Kurva Baku Sel

Mulai

Alat dan bahan

disiapkan

Diambil 8 sampel : 50 mL; 25 mL; 16,7 mL; 12,5 mL; 10

mL; 8,3 mL; 7,1 mL; 6,3 mL

Diencerkan hingga 50 mL

Sampel pada berbagai konsentrasi

Diukur absorbansi

sentrifugasi Blanko Data absorbansi

Endapan Supernatan

Dikeringkan dengan

cawan petri hingga

berat konstan

Buang Selesai

Bandingkan dengan berat

cawan penguapan kosong

Massa sampel Dipetakan massa sel

kering terhadap

absorbansi sel Kurva baku sel

Selesai

3

Page 69: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 56

3.2.3.3.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel

Gambar 3.13. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel

Alat dan bahan disiapkan

Ukur absorbansi setiap waktu

tertentu dan dicatat

Spektrofotometer dan

kuvet 3

Mulai

Nilai absorbansi sampel

Pada waktu tertentu

Plot nilai absorbansi

sampel terhadap waktu

Waktu pertumbuhan

sel

Selesai

Page 70: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 57

3.2.3.3.3 Analisis menggunakan HPLC

Gambar 3.14. Analisis Menggunakan HPLC

3.2.4. Variasi

Empat variasi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu fermentasi batch, fed-batch,

kontinyu dengan sel bebas, dan kontinyu dengan sel terimobilisasi. Masing-masing

variasi dilakukan secara duplo.

Mulai

Alat dan bahan disiapkan

Ambil sampel setiap

waktu tertentu

Sampel

disentrifugasi

Supernatan sampel diambil

dan disimpan di lemari es

Filtrasi supernatan

Analisis dengan HPLC

Selesai

Hasil komposisi

beberapa komponen

sampel

Larutan standar

dan alat HPLC

Analisis

dengan HPLC

Selesai

Beberapa

konsentrasi

larutan standar

Kurva kalibrasi

komponen

Page 71: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 58

3.3. Interpretasi Data

Data yang akan didapatkan pada percobaan ini adalah berat sel kering, konsentrasi xilitol

serta produk metabolik lainnya dan konsentrasi xilosa serta gula dalam substrat lainnya.

Berat sel kering (X)

Kurva baku sel yang disiapkan akan memiliki x sebagai absorbansi dan y sebagai berat

sel kering. Setelah data baku sel diperoleh, lakukan regresi linear untuk memperoleh

persamaan relasi absorbansi dan berat sel kering. Dari percobaan yang dilakukan, data

yang didapat adalah absorbansi larutan sampel hasil analisa spektrofotometer. Nilai

absorbansi yang didapatkan dihitung dengan persamaan relasi absorbansi dengan berat

sel kering sehingga diperoleh nilai berat sel kering sampel tersebut.

Konsentrasi Xilitol (P)

Konsentrasi xilitol didapatkan melalui analisis HPLC sehingga didapatkan xiltol dengan

konsentrasi (g/L) tertentu. Konsentrasi xylitol diperoleh dengan memasukkan data luas

puncak ke kurva kalibrasi konsentrasi xilitol.

Konsentrasi Xilosa (S)

Konsentrasi xilosa tersisa dalam fermentasi juga dilakukan dengan HPLC sehinggs

didapatkan xilosa dengan konsentrasi tertentu (g/L)

Dari ketiga data di atas maka yield dari percobaan ini dapat ditentukan dengan persamaan

3.1 dan 3.2

𝒀𝑿/𝑺 = −∆𝑿

∆𝑺=

𝑿 − 𝑿𝒐

𝑺𝒐 − 𝑺 (𝟑. 𝟏)

𝑌𝑃/𝑆 = −∆𝑃

∆𝑆=

𝑃 − 𝑃𝑜

𝑆𝑜 − 𝑆 (3.2)

Yx/s menyatakan yield biomassa terhadap substrat dan Yp/s menyatakan yield produk

terhadap substrat.

Nilai produktivitas ditentukan dengan menghitung produk dibagi dengan volume dan

waktu yang diperlukan untuk melakukan sekali fermentasi.

Page 72: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 59

Produktivitas fermentasi batch ditentukan dengan terlebih dulu menentukan waktu siklus

(tc) melalui persamaan 3.3.

𝑡𝑐 = (1

𝜇𝑚𝑎𝑘𝑠) 𝑙𝑛

𝑋𝑚𝑎𝑥

𝑋𝑜+ 𝑡𝑙𝑎𝑔 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒 (3.3)

Setelah menghitung tc, maka produktivitas fermentasi batch dan dapat dihitung dengan

persamaan 3.4.

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑌𝑥

𝑠.𝑆𝑜

𝑡𝑐+𝑡𝑚𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 (3.4)

Produktivitas fermentasi fed-batch dapat dihitung dengan menghitung waktu siklus

fermentasi fed-batch (tw) melalui persamaan 3.5.

𝑡𝑤 =(𝑉𝑤−𝑉0)

𝐹 (3.5)

Vw adalah volume medium fermentasi pada akhir siklus, Vo adalah volume medium awal

sebelum ditambahkan substrat baru, sedangkan F adalah laju umpan yang dimasukkan ke

dalam fermentor. Setelah diketahui tw, maka nilai produktivitas dapat dihitung dengan

persamaan 3.6.

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑌𝑥

𝑠.𝑆𝑜

𝑡𝑤 (3.6)

Produktivitas fermentasi kontinyu dan dihitung dengan persamaan 3.7.

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝜇𝑚𝑎𝑘𝑠. 𝑌𝑥/𝑠. 𝑆𝑜 (3.7)

Page 73: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 60

3.4. Jadwal

Jadwal penelitian ini disajikan pada tabel 3.6.

Tabel 3.6. Jadwal Penelitian

Percobaan Mei Agustus September Oktober November Desember Januari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan alat dan

bahan

Peremajaan sel

Pembuatan

inokulum

Pembuatan medium

fermentasi

Tempuhan 1

Tempuhan 2

Tempuhan 3

Tempuhan 4

Tempuhan 5

Analisis berat sel

kering

Analisis HPLC

Pengolahan data

Pembuatan laporan

Page 74: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 61

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, S.S. 1989. Kimia Kayu. Diktat PAU Ilmu Hayati. IPB. Bogor

2. Ahmed SA. 2006. Invertase production by Bacillus macerans immobilized on

calcium alginate beads. J. of App. Sci. Research 4: 1777-1781.

3. Ahmed Z. 2001. Production of natural and rare pentoses using microorganisms and

their enzymes. Electronic J Biotechnol 4:2.

4. Anastasia, Astrid. 2012. “Xylitol : Pengganti Gula yang Menyehatkan”.

http://www.preventionindonesia.com. 21 Februari 2013.

5. Anggraini, F. 2003. Kajian Ekstraksi dan Hidrolisis Xilan dari Tongkol Jagung (Zea

mays L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

6. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.2012.Luas Tanaman Perkebunan Besar

Menurut Jenis Tanaman, Indonesia". http://www.bps.go.id. 20 Februari 2013.

7. Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. 2012. “Produksi Perkebunan Besar

menurut Jenis Tanaman, Indonesia”. http://www.bps.go.id. 20 Februari 2013.

8. Beutler HO, Becker J. 1977. Enzymatische bestimmung von D-sorbit und xylit in

lebensmitteln. Deutsche LebensmittelnRundschau 6: 182-187.

9. Breuer, Uta dan Hauke Harms.2006.”Debaryomyces hansenii — an extremophilic

yeast with biotechnological potential”. Yeast 2006; 23: 415–437.

http://www.researchgate.net/publication/7129904_Debaryomyces_hansenii--

an_extremophilic_yeast_with_biotechnological_potential/file/d912f50178047cc501.

pdf

10. Buckl, H, Fahn, R. Hofstadt, dan C. Ernst. 1976. Process for Obtaining Xylitol from

Natural Products Containing Xylan. United States Patent: 3980719.

11. Cao, N.J, Xu, Q. and Chen, L.F. 1995. Xylan Hydrolysis in Zinc Chloride Solution.

Appl Biochem Biotechnol, 51/52, 97.

12. Carvalho, W, dkk. 2001. “Improvement in Xylitol Production from Sugarcane

Bagasse Hydrolysate Achieved by the Use of a Repeated-Batch Immobilized Cell

System”. http://www.znaturforsch.com/ac/v57c/s57c0109.pdf

13. Choi JH, Moon K, Ryu YW, Seo JH. 2000. Production of xylitol in cell recycle

Page 75: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 62

fermentations of Candida tropicalis. Biotechnol. Lett. 22: 1625-1628.

14. Crueger W, Crueger A. 1982. Biotechnology: a Textbook of Industrial

Microbiology. Sunderland: Sinauer.

15. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. "Pedoman Pengelolaan Limbah

Industri Kelapa Sawit". Jakarta: Ditjen PPHP.

16. Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Sawit hal. 7

17. Departemen Pertanian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kelapa Sawit hal. 1

18. El-Batal A dan Salwa A. Khalaf. 2004. “Xylitol Production from Corn Cobs

Hemicellulosic Hydrolysate by Candida tropicalis Immobilized Cells in Hydrogel

Copolymer Carrier”. http://www.fspublishers.org/ijab/past-

issues/IJABVOL_6_NO_6/31.pdf.

19. Elander, R. and T. Hsu. 1995. Processing and Economic Impacts of Biomass

Delignification for Ethanol Production. Appl. Biochem Biotechnol, 51/52, 463.

20. Fengel, D. dan Wegener. 1995. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions.

Terjemahan S. Hardjono. UGM. Press, Yogyakarta.

21. Food and Agriculture Organization (FAO). 2000. FAO Agricultural Service Bulletin

148; Small-scale palm oil processing in

Africa.http://www.fao.org/DOCREP/005/Y4355E/y4355e03.htm [14 April 2012]

22. Forrest SI, Robinow CF, Lachance MA. 1987. Nuclear behaviour accompanying

ascus formation in Debaryomyces polymorphus. Can J Microbiol 33: 967–970.

23. Foster-Powell, K.; Susanna H.A.H.; Janette C. Brand-Miller, “International Table of

Glycemic Index and Glycemic Load Values: 2002”, The American Journal of

Clinical Nutrition (76) 2002, 5-56.

24. Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Gardjito, M, S. Naruki, A. Murdiati,

Sardjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

25. Gare N. D, Fran, “The Sweet Miracle of Xylitol: The All Natural Sugar Substitute

Approved by the FDA as a Food Additive”, US: Basic Health Publications, Inc, 2003

(hlm 7-8)

26. Girio FM, Pelica F, Amaral-Collaco MT. 1996. Characterization of xylitol

dehydrogenase from Debaryomyces hansenii . Appl Biochem Biotechnol 56: 79–87.

Page 76: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 63

27. Gong CS, Chen LF, Tsao GT. 1981. Quantitative production of xylitol from D-

xylose by a high xylitol producing yeast mutant Candida tropicalis HXP2.

Biotechnology Letters 3: 130-135.

28. Granstrom T. 2002. Biotechnological production of xylitol with Candida yeasts.

[tesis]. Finlandia: Universitas Teknologi Helsinki.

29. Hallborn et al. 1994. The influence of cosubstrate and aeration on xylitol formation

on recombinant Saccharomyces cerevisiae expressing the XYL 1 gene. J of Appl

Microbial Biotechnol 42: 326-333.

30. Hespell, R. B, Bryan, M. Moniruzzaman, and R. J. Bothast. 1997. Hydrolysis by

Commercial Enzyme Mixtures of AFEX-Treated Corn Fiber and Isolated Xylans.

Appl. Biochem. Biotechnol, 62, 87.

31. Horitsu dkk. 1992. Production of xylitol from D-xylose by Candida tropicalis:

optimization of production rate. Biotech. Bioeng. 40: 1085-1091.

32. Indonesia Palm Oil Advocacy Team - Indonesian Palm Oil Board. 2010. Facts Of

Indonesian Oil Palm hal. 10.

33. Judoamidjojo, R.M, E.G. Said, L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen

Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor

34. Ko BS, Kim J, Kim JH. 2006. Production of xylitol from D-xylose by a xylitol

dehydrogenase gene-disrupted mutant of Candida tropicalis. Appl Environ

Microbiol 72:6.

35. Kosaric, H, A. Wieczorek, G.P. Cosentino, R.J. Magee dan J.E. Prenosil. 1983.

Ethanol Fermentation. Di dalam H. Dellweg. Biotechnology Vol.3. Verlag Chemie,

Weinheim.

36. Kurakake, M, K. Ouchi, W. Kisaka, dan T. Komaki. 2005. Production of L-

arabinose and Xylose from Corn Hull and Bagasse. J. Appl. Glycosci. Vol. 52: 281-

285.

37. Ladish, M.R. 1989. Hydrolysis of Wheat Straw Hemicellulose with Trifluoroacetic

Acid. Di dalam Biomass Handbook. Kitani, O. and C.W. Hall. Gordon and Breach

Science Publisher, New York, p. 435.

38. Meinander NQ dan Hahn-Hagerdal B. 1997. Influence of cosubstrate concentration

on xylose conversion by recombinant, XYL1- expressing S.cerevisiae: a comparison

Page 77: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 64

of different sugar and ethanol as cosubstrate. J of Appl Environ Microbiol 63: 1959-

1964.

39. Mohamad, N. L.; Kamal S. M. Mustapa; Liew A. G. 2009. “Effects of Temperature

and pH on Xylitol Recovery from Oil Palm Empty Fruit Bunch Hydrolysate by

Candida tropicalis”. Journal of Applied Sciences 9 (17) hal. 3192-3195

40. Mussato et al. 2006. Fermentation performance of Candida guilliermondii for

xylitol production on single and mixed substrate media. Appl. Microbiol Biotechnol

72: 681-686.

41. Oetomo, Victor Prasetyo dan Angela Bella Ardina, Biosintesis Xylitol Dengan

Menggunakan Mikroba, Laporan Penelitian Program Studi Teknik Kimia Fakultas

Teknologi Industri ITB, 2011.

42. Oh DK, Kim SY. 1998. Increase of xylitol by feeding xylosa and glucose in

Candida tropicalis. J. Appl Microbiol Biotechnol 50:419-425.

43. Parajó, J. C.; Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.

Part 1: Interest of Xylitol and Fundamentals of Its Biosynthesis”, Bioresource

Technology (65) 1998, 191-201.

44. Parajó, J. C, Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.

Part 2: Operation in Culture Media Made with Commercial Sugars”, Bioresource

Technology (65) 1998, 203-212.

45. Parajó, J. C, Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.

Part 3: Operation in Culture Media Made with Lignocellulose Hydrolysates”, 1998,

Bioresource Technology (66) 1998, 25-40.

46. Pelczar MJJr, Chen ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjirosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Press.

Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

47. Pessoa, A, I.M. Mancilha dan S. Sato. 1997. Acid Hydrolysis of Hemicellulose from

Sugarcane Bagasse. Braz. J. Chem. Eng. vol. 14 no. 3.

48. Rao et al. 2004. Xylitol production by Candida sp.: parameter optimization using

Taguchi approach. Process Biochem 39: 951-956.

49. Ratledge C. 1986. Lipids. In Biotechnology, vol 4. VCH:Weinheim; 185–198.

Page 78: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 65

50. Rodrigues, D.C.G.A., S.S.Silva, dan M.G.A.Felipe. 1998. Using Response Surfanse

Methodology to Evaluate Xylitol Production by Candida Guilliermondii by Fed-

batch Process with Exponential Feeding Rate. Journal of Biotechnology 62:73-77.

51. Saarela U, Leiviska K, Juuso E. 2003. Modelling of fed batch fermentation process.

Oulu: University of Oulu.

52. Saddler,J.N. 1993. Bioconversion of Forest and Agricultural Plant Residues. CAB

International. United Kingdom.

53. Saha BC, Bothast RJ. 1996. Production of L-arabitol from L-arabinose by Candida

entomae and Pichia guilliermondii. Appl. Microbiol Biotechnol 45: 299-306.

54. Sampaio FC, WB Silveira, VMC Alves, FML Pasos, JLC Coelho. 2003. Screening

of filamentous fungi for production of xylitol from D-xylose. Braz J. Microbiol 34:

325- 328.

55. Santos et al. 2008. Use of sugarcane bagasse as biomaterial for cell immobilization

for xylitol production. J. Food Engineering 86:542-548.

56. Setyamidjaja, Djoehana. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budi Daya, Panen, dan

Pengolahan hal 28-31

57. Shuler, Michael L, dan Fikret Kargi.2002.”Bioprocess Basic Concepts 2nd

Edition”. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.

58. Silva SS, Afschar AS. 1994. Microbial production of xylitol from D-xylose using

Candida tropicalis. Bioprocess Eng 11: 129-134.

59. Sirisansaneeyakul S, Staniszewski M, Rizzi M. 1995. Screening of yeasts for

production of xylitol from D-xylose. J.of Fermentation and Bioengineering 6 (80):

565-570.

60. Sjostrom, E. 1995. Wood Chemistry. Jilid II. Diterjemahkan oleh Hardjono S. UGM

Press, Yogyakarta.

61. Soltes Ed.J. 1983. Wood and Agricultural Residues. Research on Use for Feed,

Fuels, and Chemicals. Academic Press, New York.

62. Sukarta, I Nyoman. 2008. “ADSORPSI ION Cr3+ OLEH SERBUK GERGAJI

KAYU ALBIZIA(Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap

Limbah Logam Berat”. http://damandiri.or.id/file/nyomansukartaipbbab2.pdf

Page 79: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 66

63. Suryadi, H., T. Katsuragi., N. Yoshida., S. Suzuki, dan Y. Tani. 2000. “Polyol

Production by Culture of Methanol Utilizing Yeast”. Journal of Bioscience and

Bioengineering 89(3).

64. Toyoda, Tomoyuki; Ohtaguchi, Kazuhisa. 2009. “Xylitol Production from Lactose

by Biotransformation”. Journal Biochemical Technology 2 (1) hal. 126-132

65. Tran, Lie Ha, et al. 2004. “ The Production of Xylitol by Enzymatic Hydrolisis of

Agricultural Wastes”. Biotechnology and Bioprocess Engineering (9) hal. 223-228.

66. Uhari M, T Kontiokari, M Koskela, M Niemela. 1996. Xylitol chewing gum in

prevention of acute otitis media: double blind randomized trial. Br Med Journal

313: 1180-1184.

67. Vandeska E, S Amartey, S Kuzmanova, TW Jeffries. 1996. Fed-batch culture for

xylitol production by Candida boidinii. Process Biochem 33: 63-67.

68. Vongsuvanlert V dan Tani, Y. 1989. “Xylitol Productiol by Methanol Yeast,

Candida boidinii (Kloeckera sp.)No. 2201”. Journal of Fermentation and

Bioengineering 67 (1).

69. Walther T, Hensirisak P, Agblevor FA. 2001. Influence of aeration and

hemicellulosic sugars on xylitol production by Candida tropicalis. J. Biores Technol

76: 213-220.

70. Wayman, M. 1986. Cellulose. Wiley-Interscience, New York, p.265.

71. Wenzl, H.F.J. 1990. The Chemical Technology of Wood. Academic Press, New

York.

72. Whistler, R.L. 1950. Xylan. Di dalam Hudson, C.S. dan Sidney (eds). Advances in

Carbohydrate Chemistry. Volume V. General Polysaccharides. Academic Press,

New York.

73. Widiastuti, Happy; Panji, Tri. 2007. “Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit

Sisa Jamur Merang (Volvariella volvacea) (TKSJ) sebagai Pupuk Organik pada

Pembibitan Kelapa Sawit”, Menara Perkebunan 75 (2), 70-79.

74. Widowati S. 2007. Sehat dengan pangan indeks glikemik. [terhubung berkala].

75. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

76. Windarti, Wiwin. 2010. “Optimasi Konsentrasi Arabinosa Sebagai Ko-substrat

Untuk Produksi Xilitol Oleh Sel Amobil Candida tropicalis”. http:

repository.ipb.ac.id 3 Maret 2012.

Page 80: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 67

77. Winkelhausen., E dan S. Kuzmanova. 1998. “Microbial Conversion of the Xylose to

Xylitol”. Journal of Fermentation and Bioengineering 86 (1):1-14.

78. Witjaksana, D. (2006). Toward sustainable palm oil development in Indonesia. In

Proc. Inter. Oil Palm Conf. Denpasar, 19-23 June 2006. p. 1-12.

79. Yahashi et al. 1996. Production of xylitol from D-xylosa by Candida tropicalis: the

effect of D-glucose feeding. J. Fermentation Engineering 81: 148-152.

80. Yulianto et al. 2005. Kinetika fermentasi pada produksi xilitol dengan penambahan

arabinosa dan glukosa sebagai ko-substrat oleh Candida shehatae way 08. J.Teknol.

dan Industri Pangan 16: 3.

Page 81: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 68

DAFTAR SIMBOL

P = Konsentrasi xilitol saat t

Po = Konsentrasi xilitol awal

Qp = Laju volumetrik pembentukan produk

Qs = Laju volumetrik konsumsi substrat

S = Konsentrasi xilosa saat t

So = Konsentrasi xilosa awal

X = Berat sel kering saat t

Xo = Berat sel kering awal

YX/S = Perolehan biomassa dari substrat yang terkonsumsi

YP/S = Perolehan produk dari substrat yang terkonsumsi

μ = Laju pertumbuhan mikroba

μmax = Laju pertumbuhan maksimum

tc = Waktu siklus fermentasi batch

tmaintenance = Waktu persiapan dan pembersihan fermentor

tw = Waktu siklus fermentasi fed-batch

Xmax = Jumlah biomassa maksimum

tlag phase = Waktu mikroorganisme melewati fasa lag

Vw = Volume medium fermentasi pada akhir siklus

Vo = Volume medium awal sebelum ditambahkan substrat baru

F = Laju umpan yang dimasukkan ked dalam fermentor

Page 82: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 69

LAMPIRAN A

PROSEDUR OPERASI ALAT PERCOBAAN DAN MSDS

Page 83: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 70

Prosedur Operasi Alat Percobaan dan MSDS

Operation Procedure of Experimental Setup and MSDS

Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat

Tandan Kosong Sawit

Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036

Jasmiandy 13010063

Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

Prosedur Operasi Alat Percobaan

A.1. Autoklaf

Gambar A. Autoklaf

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Siapkan bahan yang akan disterilkan

3. Tekan tombol on dan atur jenis sterilisasi menjadi mode liquid (121◦C, 10 atm

selama 15 menit)

4. Masukkan Fermentor terlebih dahulu, kemudian masukkan medium fermentasi

serta alat-alat yang ingin disterilkan

5. Tutup autoklaf dan pastikan terkunci dengan baik

6. Tekan tombol start

Page 84: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 71

7. Ketika alarm bunyi, buka autoklaf, dan keluarkan bahan yang telah disterilkan

8. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik

A.2. Biological safety cabinet

Gambar B. Biological Safety Cabinet

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Tekan tombol on, buka penutup sampai batas sash heigh

3. Masukan bahan yang ingin disterilkan

4. Tekan tombol UV dan atur waktu selama 15 menit

5. Buka lagi penutup hingga batas sash heigh, tekan tombol blower dan tunggu

hingga 3 menit

6. Proses persiapan sel ragi sudah dapat dilakukan didalam alat ini

7. Tekan tombol blower, tombol off

8. Putuskan colokan dari sambung listrik

Page 85: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 72

A.3. Fermentor

Gambar C. Fermentor

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Tekan tombol on, masukan medium kedalam fermentor

3. Pasang perlengkapan fermentor seperti alat pengukur temperatur, pH, ketinggian

cairan, kondensor, dan batang pengaduk

4. Lakukan sterilisasi fermentor

5. Pasang motor pada fermentor dan masukkan inokulum ke dalam fermentor secara

aseptik. Tutup lubang untuk memasukkan inokulum

6. Lakukan kalibrasi pada alat pengendali fermentor

7. Set laju agitasi, temperatur, pH, dan DO (dissolved oxygen) yang diinginkan

8. Sambungkan selang ke pompa asam, basa, dan antifoam

9. Tekan tombol on pada pengaturan agitasi, temperatur, pH, dan DO

Page 86: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 73

A.4. HPLC

Gambar D. HPLC

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Tekan tombol on pada alat reflactive index detector, autosample,kolom, dan

isocractic pump

3. Nyalakan komputer

4. Naikan suhu kolom dan detektor secara bertahap (naikkan 10◦C setiap 15 menit

agar HPLC tidak cepat rusak) hingga suhu kolom dan detector menjadi 60◦C dan

40◦C.

5. Naikkan laju alir hingga 0,1

6. Isi data sampel di komputer

7. Lakukan Run

8. Setelah analisis selesai, turunkan laju alir dan temperatur

9. Tekan tombol off pada alat reflactive index detector, autosample,kolom, dan

isocractic pump

10. Putuskan dari sambungan listrik

Page 87: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 74

A.5. Inkubator Shaker

Gambar E. Inkubator shaker

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Tekan tombol on

3. Atur waktu inkubasi, laju putaran, dan suhu inkubasi

4. Buka penutup shaker

5. Masukkan inokulum ke dalam shaker

6. Tutup shaker dan tekan tombol start

7. Setelah waktu inkubasi selesai, keluarkan inokulum

8. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik

Page 88: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 75

A. 6. Mikroskop

Gambar F. Mikroskop

1. Nyalakan mikroskop dengan menekan tombol

2. Atur pencahayaan

3. Buka diafragma hingga terbuka penuh

4. Letakkan preparat atau counting chamber yang akan diamati di atas meja sediaan.

5. Peganglah lengan mikroskop dengan salah satu tangan dan tangan lain menyangga

kaki mikroskop. Letakkan mikroskop di atas meja pengamatan dengan bagian

lengan tepat berada di hadapan pengamat. Lalu, bersihkan lensa dan cermin

dengan menggunakan kertas tisu. Setelah dibersihkan, pasangkan lensa okuler

dengan perbesaran lemah.

6. Agar didapat medan penglihatan yang baik, putarlah revolver sehingga diperoleh

perbesaran terkecil pada lensa objektif yang searah dengan lensa okuler dan tubus

okuler.

7. Untuk mencari fokus, lakukanlah dengan dua cara berikut ini :

a. Perbesaran lemah. Lensa okuler dengan perbesaran 5 kali dan lensa objektif

dengan perbesaran 10 kali dapat diartikan bahwa preparat diamati dengan

perbesaran 50 kali. Dengan cara menurunkan lensa okuler serendah mungkin,

lensa objektif juga diturunkan sampai berjarak kira-kira 8 mm dari kaca

preparat. Setelah itu, arahkan salah satu mata kalian ke lubang lensa okuler

sambil memutar-mutar makrometer sampai diperoleh gambaran preparat yang

Page 89: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 76

jelas.

b. Perbesaran kuat. Lensa okuler dengan perbesaran 12,5 dan lensa objektif

dengan perbesaran 60 kali sehingga preparat dapat diamati dengan perbesaran

750 kali. Mulailah dengan menutup preparat dengan kaca penutup, lalu

naikkan kondensor sampai mau menyentuh kaca preparat (objek), kemudian

bukalah diafragma selebar-lebarnya dan turunkan lensa objektif sampai

hampir menyentuh kaca penutup preparat. Setelah itu, dengan makrometer,

naikkan lensa objektif sampai diperoleh gambaran preparat yang jelas.

8. Setelah mikroskop selesai digunakan, bersihkanlah lensa objektif

dengan menggunakan xylol.

A.7. Sentrifuga

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Masukkan sampel ke dalam mikrotube

3. Pastikan sampel yang ingin di sentrifugasi berjumlah genap agar saat proses

sentrifugasi berlangsung seimbang

4. Atur posisi penempatan sampel dalam alat sentrifugasi secara berlawanan agar

seimbang proses sentrifugasi

5. Atur waktu dan kecepatan proses sentrifugasi

6. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik

Page 90: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 77

A.8. Spektrofotometer

Gambar H. Spektrofotometer

1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik

2. Tekan tombol on

3. Atur panjang gelombang yang akan digunakan

4. Masukan blanko ke dalam kuvet dan lakukan set blanko sehingga nilai absorbansi

yang terbaca adalah 0

5. Masukkan sampel kedalam kuvet dan lakukan homogenisasi

6. Masukkan sampel ke dalam spektrofotometer dan baca nilai absorbansi

7. Tekan tombol off, dan putuskan dari sambungan listrik

Page 91: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 78

A.9. Wet test meter

Gambar I. Wet Test Meter

1. Sediakan wet test meter.

2. Hubungkan selang aliran gas yang akan diukur laju alirnya

3. Nyalakan aliran gas, atur pengukuran pada rotameter.

4. Hitung waktu yang diperlukan untuk wet test meter melakukan sekali putaran.

5. Variasikan ukuran pada rotameter, dan ulangi langkah 4.

Page 92: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 79

MSDS

Tabel A.1. MSDS Penelitian

No Bahan Sifat Bahan Tindakan Penanggulangan

1 Agar Menyebabkan iritasi

mata, gangguan

pernafasan dan

pencernaan.

Padatan Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari

udara segar. Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

2 Aqua dm Tidak berbahaya bagi

mata, kulit dan tidak

berbahaya bila tertelan

atau terhirup.

Cairan tidak berbau

dan tidak berwarna

Titik didih: 100°C

Tidak diperlukan.

3 Aluminiu

m Sulfat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Padatan putih tidak

berbau

Titik didih: 117°C

Titik leleh: 105°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis.

4 Amonium

Sulfat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Padatan tidak berbau

Titik leleh: 280°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis.

5 Asam

Borat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan,

mempengaruhi sistem

saraf, hati, dan ginjal

Padatan tidak berbau

Titik didih: 300°C

Titik leleh: 169°C

Hindari pemanasan

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis.

6 Asam

Nikotinat

(Niasin)

Sangat berbahaya bila

terkena kulit, mata dan

terhidup. Berbahaya

bila tertelan.

Padatan

Titik leleh: 236,6°C

Bilas mata dengan air paling tidak 15

menit. Bilas kulit dengan air dan sabun

yang tidak bersifat abrasif. Bila terhirup

segera cari udara segar.

7 Asam

Sulfat

Berbahaya bila terkena

kulit, mata, terhirup

dan tertelan.

Cairan tidak berwarna,

berbau ketika panas,

memiliki rasa asam

kuat.

Titik didih: 270°C

Titik leleh: -35°C

(kemurnian 93%

hingga 100%)

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit. Bilas kulit dengan sabun

disinfektan. Bila terhirup segera cari

udara segar. Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

8 Bacto

Malt

Extract

Tidak mengandung

komponen berbahaya.

Serbuk yang memiliki

bau khas

Bila terkena kulit bilas dengan air dan

sabun. Bila terkena mata segera bilas

dengan air paling tidak 15 menit. Bila

saat terhirup dan tertelan menimbulkan

gangguan pernafasan, serta setelah

kontak dengan mata menimbulkan iritasi,

segera hubungi dokter.

9 Bacto

Yeast

Extract

Tidak mengandung

komponen berbahaya.

Serbuk berwarna krem

yang memiliki bau

khas

Bila terkena kulit dan mata segera bilas

dengan air paling tidak 15 menit. Bila

saat terhirup dan tertelan menimbulkan

gangguan pernafasan, serta setelah

kontak dengan mata menimbulkan iritasi,

segera hubungi dokter.

10 Besi

Sulfat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan,

mempengaruhi hati

Padatan berwarna

hijau –biru, tidak

berbau

Titik leleh: 64°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis.

11 d-biotin Menyebabkan iritasi

kulit

Kristal putih

Titik leleh: 229°C

Hindari pemanasan

Bilas kulit dengan air paling tidak 15

menit

12 Glukosa Menyebabkan iritasi

kulit dan mata.

Padatan putih

Titik leleh: 146°C

Bilas kulit dengan air paling tidak 15

menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.

Page 93: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 80

13 Kalsium

Klorida

Dihidrat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Padatan tidak berbau

Titik leleh: 175,5°C

Higroskopik

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

14 Kalsium

Pantotena

t

Berbahaya bila terkena

mata. Menyebabkan

iritasi kulit, gangguan

pernafasan dan

gangguan pencernaan.

Padatan berwarna

putih, hampir tidak

memiliki bau,

memiliki rasa manis

dan aftertaste pahit.

Titik leleh: 195°C

Bilas mata dengan air paling tidak 15

menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.

Bila terhirup segera cari udara segar.

Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

15 Kobalt

Klorida

Dihidrida

Mempengaruhi sistem

saraf, hati, dan ginjal;

alergi saluran

pernafasan,

mempengaruhi kerja

tiroid, paru-paru, dan

ginjal

Kristal merah tidak

berbau

Titik didih: 110°C

Titik leleh: 86°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

16 Magnesiu

m Sulfat

Berbahaya jika tertelan

Tidak berbau,

berwarna putih

Titik leleh: 1120-

1150°C

Hindari api dan

pemanasan

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

17 Mangan(I

I) Sulfat

Tetrahidra

t

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Padatan berwarna

merah muda

Titik leleh: 26-27°C

Hindari pemanasan

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

18 Myo-

inositol

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

dan pencernaan.

Padatan putih

Titik leleh: 224,5°C

Bilas mata dengan air paling tidak 15

menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.

Bila terhirup segera cari udara segar.

Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

19 Piridoksal

Hidroklor

ida

Berbahaya bila terkena

mata dan tertelan.

Menyebabkan iritasi

kulit dan gangguan

pernafasan.

Padatan

Titik leleh: 165°C

(terdekomposisi)

Bilas terkena mata segeran cari

pertolongan medis. Bilas kulit dengan air

dan sabun yang tidak bersifat abrasif.

Bila terhirup segera cari udara segar.

Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

20 Kalium

Iodida

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Kristal putih tidak

berbau

Titik didih: 1330°C

Titik leleh: 681°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

21 Kalium

Fosfat

Monobasi

c

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Kristal padat putih,

tidak berbau

Titik leleh: 253°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

22 Sodium

Molibdat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Serbuk putih, tidak

berbau

Titik leleh: 687°C

Hindari api,

pemanasan dan kondisi

lembab

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

23 Tembaga

Sulfat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan;

mempengaruhi sistem

saraf, hati, dan ginjal

Kristal putih keabuan

hingga putih

kehijauan, tidak berbau

Titik leleh: 200°C

Hindari kondisi

lembab

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

24 Thiamin

hidroklori

Sangat berbahaya bila

terkena mata.

Padatan

Titik leleh: 248°C

Bilas mata dengan air paling tidak 15

menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.

Page 94: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 81

da Berbahaya bila tertelan,

terhirup. Menyebabkan

iritasi kulit.

(terdekomposisi) Bila terhirup segera cari udara segar.

Bila tertelan, jangan dipaksa

dimuntahkan dan longgarkan pakaian

yang ketat.

25 Xilosa Berbahaya jika

terhirup. Menyebabkan

iritasi kulit, mata dan

dapat berbahaya bila

tertelan.

Serbuk putih

Titik leleh: 144,5°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari

udara segar.

26 Zinc

Sulfat,7-

hidrat

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Kristal tidak berwarna,

tidak berbau

Titik leleh: 100°C

Hindari kondisi

lembab dan pemanasan

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit, pernafasan buatan,

pertolongan medis

27 Polivini

alkohol

Menyebabkan iritasi

mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Serbuk tidak berwarna,

tidak berbau

Titik leleh: 200°C

Bilas mata dan kulit dengan air paling

tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari

udara segar, pernafasan buatan,

pertolongan medis

28 Ca-alginat Menyebabkan diare,

iritasi mata, kulit, serta

gangguan pernafasan

Serbuk berwarna putih

dan sedikit berbau

Bilas mata dengan air banyak selama 15

menit, jika terkena kulit, basuh kulit

dengan air dan sabun, jika terminum,

jangan dimuntahkan, minum air 1-3

gelas, jika terdapat kesulitan bernapas,

berikan oksigen.

Page 95: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 82

S.04

Kecelakaan yang mungkin terjadi Penanggulangan

Tabung biakan pecah menyebabkan

kontaminasi

Bersihkan dan sterilkan tempat tersebut

dengan menyemprotkan alkohol

Tangan terluka karena menyentuh alat

panas

Hindari panas dari benda-benda saat

peralatan bekerja dan menggunakan

sarung tangan

Kapas terbakar Hindari kapas dari sumber api saat

melakukan proses pemindahan biakan

dari agar miring ke labu inokulasi atau

dari labu inokulasi ke fermentor

Larutan fermentasi tumpah dari

fermentor

Bersihkan dan keringkan

Perlengkapan keselamatan kerja

Bandung, 6 Mei 2013

Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,

Dr. Yogi Wibisono Budhi

Dosen Pembimbing,

Dr. Made Tri Penia Kresnowati

Safety Unit Last updated: Mei 2013

Contact: 2500989 ext 424

.. Biakan agar dibuat dengan cara aseptik,

hati-hati saat dekat dengan api

.. Proses sterilisasi alat dengan autoklaf

Jangan ditinggal

.. Pastikan kebersihan lingkungan kerja

supaya tidak terkontaminasi

.. Jika terjadi kebocoran, segera

dibersihkan

.. Sterilkan hasil fermentasi sebelum

dibuang

.. Pastikan hubungan listrik dan panas

sudah terputus

Pasca Percobaan

Percobaan Berlangsung Persiapan Bahan dan Alat

Page 96: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 83

INSTRUKSI KERJA

(WORK INSTRUCTION)

Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat Tandan

Kosong Sawit

Nama Mahasiswa Arti Murnandari NIM 13010036

Jasmiandy NIM 13010063

Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

1. Siapkan medium agar untuk peremajaan mikroba.

2. Oleskan mikroba ke dalam medium agar yang telah disiapkan lalu inkubasikan di

dalam inkubator bertemperatur 30oC selama 2 hari.

3. Siapkan fermentor dan labu erlenmeyer yang diperlukan untuk tempat nutrien dan

gula serta untuk keperluan inokulasi.

4. Siapkan larutan nutrien untuk fermentasi dan larutan gula sebagai substrat.

5. Sterilisasi nutrien dan larutan gula.

6. Ambil 3 ose mikroba dari biakan yang telah diremajakan selama 2 hari dan

kemudian masukkan ke dalam labu inokulasi.

7. Lakukan proses inokulasi selama 2 hari dengan meletakkan labu inokulasi di atas

shaker.

8. Nyalakan shaker.

9. Setelah 2 hari dari proses inokulasi, matikan shaker.

10. Ambil labu inokulasi dan masukkan ke dalam fermentor yang telah berisi nutrien

dan larutan gula.

11. Atur kondisi proses fermentasi

12. Ambil sampel dengan menggunakan syringe melalui selang yang ada pada

fermentor.

13. Analisis sampel menggunakan spektrofotometer dan HPLC

14. Lakukan fermentasi selama kurang lebih 2-3 hari.

15. Setelah alat selesai digunakan:

a. Matikan fermentor dan bersihkan

b. Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.

c. Keringkan.

Page 97: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 84

CATATAN KESELAMATAN

Selalu pastikan bahwa meja dan daerah di sekitar Anda sudah bersih dan kering

sebelum meninggalkan ruangan laboratorium

Page 98: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 85

HAZOP (Hazard and Operability) Alat Percobaan

Hazop (Hazard and Operability) of Experimental Setup

Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat

Tandan Kosong Sawit

Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036

Jasmiandy 13010063

Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

N

o

Guide

Word+Paramete

r

Penyebab Konsekuensi Safeguard Tindakan

yang

dibutuhkan

1 Pecahnya tabung

reaksi berisikan

biakan mikroba

Terjatuh

atau retak

karena

perubahan

temperatur

mendadak

Kontaminasi

lingkungan

Peletakan

alat di

tempat

yang aman

Berhati-hati

saat

meletakkan

alat kaca dan

menghindari

perubahan

temperatur

mendadak

2 Kebocoran pada

selang sampling

Lubang Kontaminasi,

dan sampel

tumpah

Pengecekan

selang

sebelum

dipakai

Bersihkan

tumpahan,

bila perlu

gunakan

alkohol dan

segera ganti

dengan selang

baru

3 Kontak langsung

dengan sumber

panas

Bersentuhan

dengan

pemanas

Luka bakar Sarung

tangan

Menggunakan

sarung tangan

saat

memanaskan

larutan dan

mebiakkan

mikroba

4 Kapas terbakar

pada proses

aseptic

Kapas

terlalu dekat

dengan

sumber api

Kapas

terbakar dan

tidak

menutup

kemungkinan

dapat

membakarkan

Lab

Alat

pemadam

api

Pastikan

kapas yang

terbakar

sudah mati

dan jika api

membesar

padamkan

dengan alat

pemadam api

Bandung, 6 Mei 2013

Page 99: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 86

Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,

Dr. Yogi Wibisono Budhi

Dosen Pembimbing,

Dr. Made Tri Penia Kresnowati

Safety Unit Last updated: Mei 2013

Contact: 2500989 ext 424

Page 100: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 87

JOB SAFETY ANALYSIS

Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat

Tandan Kosong Sawit

Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036

Jasmiandy 13010063

Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati

Prof. Dr. Tjandra Setiadi

Identifikasi Bahaya Mitigasi Resiko

Pecahnya tabung reaksi biakan mikroba Letakkan di tempat yang aman dan

bekerja dengan hati-hati

Kebocoran pada selang sampling Lakukan pengecekan selang sebelum

digunakan dan segera ganti selang bila

terjadi kebocoran

Tumpahan H2SO4 Gunakan sarung tangan

Tumpahan fermentation broth dapat

menyebabkan lantai licin

Bersihkan jika terjadi

Kapas terbakar pada proses aseptik Siram kapas dengan air dan pastikan api

telah mati sebelum dibuang ke tempat

sampah

Bandung, 6 Mei 2013

Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,

Dr. Yogi Wibisono Budhi

Dosen Pembimbing,

Dr. Made Tri Penia Kresnowati

Safety Unit Last updated: Mei 2013

Contact: 2500989 ext 424

Page 101: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 88

LAMPIRAN B

PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Page 102: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 89

PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT

Proses produksi hidrolisat dilakukan melalui dua tahap proses yaitu :

1. Produksi ekstrak enzim xilanase dari TKKS

2. Hidrolisis enzimatik TKKS

B.1. Produksi Enzim Xilanase

B.1.1. Penyediaan Jamur Penghasil Enzim Xilanase

Peremajaan sel jamur jamur Tricoderma viride ITB L.67 dilakukan dengan cara menumbuhkan

kembali biakan mikroorganisme di dalam medium kentang dekstrosa agar (PDA). Adapun

komposisi medium agar dekstrosa kentang untuk volume 500 mL ditunjukkan Tabel B.1.

Tabel B.1. Komposisi Medium Agar Dekstrosa Kentang

Komponen Jumlah

Kentang 100 g

Dekstrosa 10 g

CaCO3 0,1 g

MgSO4 0,1 g

Aquades 0,5 L

Agar-agar 8 g

Bahan baku medium kentang dekstrosa agar (PDA atau Potato Dextrose Agar) ini diolah lebih

lanjut sebagai berikut. Mula-mula kentang dipotong-potong dan direbus dalam aquades 250 mL

di dalam labu erlenmeyer hingga mendapat air sari kentang. Kentang kemudian dipisahkan dan

air sari dipindahkan ke labu erlenmeyer lainnya, ukur volumenya. Air sari tersebut kemudian

ditambahkan aquades 250 mL. Pada tahap berikutnya, dilakukan penambahan CaCO3, MgSO4,

dan agar-agar kemudian diaduk dan dipanaskan hingga mendidih. Ke dalam larutan mendidih ini,

ditambahkan dekstrosa sedikit demi sedikit kemudian diaduk hingga larutan homogen. Larutan

medium PDA yang telah siap dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi pada suhu

121°C selama 13 menit. Larutan medium PDA yang telah dibuat menjadi agar miring

ditambahkan dengan biakan mikroorganisme lama. Biakan baru ini selanjutnya diinkubasi selama

5 hari.

Page 103: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 90

B.1.2. Penyiapan Substrat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Substrat TKKS yang digunakan dalam proses produksi enzim xilanase ini diperoleh dari

perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat. Serat TKKS terlebih dahulu dibersihkan melalui

proses pencucian menggunakan air mengalir beberapa kali, kemudian dikeringkan dengan

bantuan sinar matahari dilanjutkan dengan proses pengeringan menggunakan oven blower

dengan suhu 60°C selama 24 jam. Proses pengayakan menggunakan alat disc mill saringan

menggunakan ayakan tyler dengan ukuran 60 mesh.

B.1.3. Kultivasi Padat

Produksi enzim xilanase dilakukan dengan metode kultivasi padat menggunakan medium

kultivasi yang diadaptasi dari Prado, dkk (2010) dengan komposisi dalam 1000 mL

larutan seperti pada Tabel B.2. di bawah ini :

Tabel B.2. Komposisi Larutan Prado

Komponen Jumlah

(NH4)2SO4 1,5 g

KH2PO4 2 g

Urea 0,3 g

CaCl2 0,03 g

MgSO4.7H2O 0,2 g

5 g substrat TKKS dicampur dengan 7,5 mL medium Prado, dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer 300 mL dan disterilisasi dengan autoklaf. Biakan jamur sebanyak 106/mL

larutan (atau kalau menggunakan stok inokulasi kultur jamur yang sudah dikeringkan 0,4

g dalam 39,6 mL aquadest) diinokulasikan secara aseptis ke dalam substrat steril yang

berisi TKKS dan medium Prado. Inkubasi dilakukan selama rentang waktu 48 jam.

B.1.1.3 Ekstraksi Enzim

Ekstraksi enzim dari kultur jamur dengan menambahkan 30 mL aquades (4 kali medium

Page 104: Pengembangan Fermentasi Xilitol dari Tandan Kosong Sawit Tinjauan Pustaka

B.1213.B.07 91

Prado) ke dalam larutan hasil fermentasi, pengadukan dengan stik gelas steril yang

dilanjutkan dengan shaker (100 rpm selama 1 jam pada suhu ruangan), penyaringan

vakum dengan kertas saring Whatman, dan sentrifugasi (10.000 rpm selama 15 menit

pada suhu 5°C). Larutan hasil penyaringan adalah crude enzim xilanase yang dihasilkan.

Enzim diuji aktivitas xilanasenya.

B.2. Hidrolisis Enzimatik

Tepung tandan kosong kelapa sawit sebanyak 3 gr dicampur dengan 25 mL bufer asetat

pH 4,7 dalam erlenmeyer 300 mL (konsensentrasi substrat 3% yaitu 3 g TKKS dalam

100 mL medium, 25% buffer asetat pH 5 dan 75% larutan enzim) kemudian campuran

bahan disterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah sterilisasi, bahan ditambahkan 75 mL

ekstrak kasar xilanase yang berasal dari optimasi produksi enzim sebelumnya. Proses

dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatik pada temperatur 42oC selama 24 jam

menggunakan inkubator shaker 150 rpm. Setelah hidrolisis bahan disentrifugasi dan

cairan hasil sentrifugasi merukan hidrolisat TKKS hasil hidrolisis dan disimpan pada

refrigerasi. Hasil hidrolisis berupa gula glukosa dan xilosa dianalisis menggunakan

HPLC.