PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MINYAK BUMI TERINTEGRASI …
Transcript of PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MINYAK BUMI TERINTEGRASI …
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MINYAK BUMI
TERINTEGRASI KONTEKS KEJURUAN UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR
KRITIS SISWA
TESIS
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan Kimia
oleh Devy Lestari
0404517016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
Tesis dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Minyak Bumi Terintegrasi
Konteks Kejuruan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”
karya,
Nama : Devy Lestari
NIM : 0404517016
Program Studi : Pendidikan Kimia
telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke Panitia Ujian Tesis.
Semarang, ..………..................
Pembimbing I,
Dr. Sri Haryani, M.Si
NIP 19580808 198303 2 002
Pembimbing II,
Dr. Sri Susilogati S, M.Si
NIP 19571112 198303 2 002
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya
nama : Devy Lestari
nim : 0404517016
program studi : Pendidikan Kimia, S2
menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis yang berjudul “Pengembangan Bahan
Ajar Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa” ini benar-benar karya saya sendiri, bukan
jiplakan dari karya orang lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat
atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya secara pribadi siap
menanggung resiko/sanksi hukum yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini.
Semarang, 24 September 2019
Yang membuat pernyataan,
ditempeli meterai
Rp. 6.000
Devy Lestari
NIM 0404517016
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
v
Moto:
Keterampilan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang
menggunakan bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan.
Persembahan:
Keluarga Besar Universitas Negeri Semarang, SMK Negeri 4 Semarang, SMK
Negeri Jateng Di Semarang.
v
ABSTRAK
vi
han aian
Lestari, Devy. 2019. Pengembangan Bahan Ajar Minyak Bumi Terintegrasi
Konteks Kejuruan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Tesis,
Pendidikan Kimia Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr.
Sri Haryani, M.Si. Pembimbing II Dr. Sri Susilogati S, M.Si.
Kata Kunci: bahan ajar, terintegrasi, konteks kejuruan, berpikir kritis
Abad 21 menuntut setiap manusia untuk mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi dengan berpikir kreatif dan kritis. Dunia usaha dan industri
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan pasar. SMK merupakan lembaga pendidikan yang diharapkan dapat
menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dalam dunia usaha dan industri. Mata
pelajaran kimia dimasukkan ke dalam kelompok muatan peminatan kejuruan
sehingga menegaskan bahwa kimia digunakan untuk memperkuat mata pelajaran
kejuruan di SMK. Oleh karena itu, pembelajaran kimia di SMK seyogyanya
diintegrasikan dengan materi kejuruan siswa. Pembelajaran kimia terintegrasi
dapat terlaksana dengan baik dengan menggunakan bahan ajar yang tepat.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar kimia pada materi
minyak bumi yang diintegrasikan dengan konteks materi kejuruan teknik otomotif
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Dengan demikian, fokus
penelitian ini ialah menghasilkan bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks
kejuruan teknik otomotif dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa.
Penelitian dan pengembangan bahan ajar ini dilaksanakan di SMK Negeri
Jateng Di Semarang pada uji coba skala kecil dan di SMK Negeri 4 Semarang
pada uji coba skala besar dengan siswa kelas X TKRO sebagai subjek penelitian.
Instrumen utama penelitian yaitu bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks
kejuruan teknik otomotif dan soal tes keterampilan berpikir kritis. Validitas ba
ajar ditinjau dari aspek materi konten kimia, materi konteks kejuruan, kesesu
konten kimia dengan konteks kejuruan, dan kesesuaian bahan ajar dengan
indikator keterampilan berpikir kritis. Uji peningkatan keterampilan berpikir kritis
siswa dilakukan dengan menghitung presentase kenaikan rerata nilai pretest dan
posttest, uji Paired Sampel t-test, dan uji N-Gain.
Hasil uji validasi bahan ajar didapatkan nilai validasi bahan ajar sebesar
3,78 dengan kategori valid pada kriteria sangat baik. Sedangkan uji peningkatan
keterampilan berpikir kritis yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan
nilai dari hasil pretest dan posttest sebesar 35%. Uji t menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 25,15 lebih besar dibandingkan harga ttabel sebesar 2,03 sehingga
dapat disimpulkan ada peningkatan nilai yang signifikan dari hasil pretest dan
posttest. Selain itu, uji N-Gain yang telah dilakukan menunjukkan N-Gain rata-
rata kelas sebesar 0,55 dengan kriteria sedang. Uji yang telah dilakukan tersebut
dapat digunakan untuk mengambil simpulan bahwa bahan ajar minyak bumi
terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif yang telah dikembangkan efektif
dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
vi
vii
ABSTRACT
Lestari, Devy. 2019. Development of Petroleum Teaching Material Integrated to
Vocational Context to Improve Students’ Critical Thinking Skills. Thesis,
Chemistry Education Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Supervisor I Dr.
Sri Haryani, M.Si. Supervisor II Dr. Sri Susilogati S, M.Si.
Key words: teaching materials, integrated, vocational context, critical thinking
The 21st Century demands that every human being be able to solve the
problems faced by thinking creatively and critically. Business and industry need
workers who have the ability to meet market needs. Vocational Schools are
educational institutions that are expected to produce graduates who can compete in
business and industry. Chemistry subjects are included in the vocational
specialization content group thereby emphasizing that chemistry is used to strengthen
vocational subjects in SMK. Therefore, learning chemistry in vocational schools
should be integrated with students' vocational materials. Integrated chemistry learning
can be carried out well by using appropriate teaching materials.
The purpose of this study is to produce chemical teaching materials on
petroleum materials that are integrated with the context of automotive technical
vocational material to improve students' critical thinking skills. Thus, the focus of this
research is to produce integrated petroleum teaching materials in the vocational
context of automotive engineering and enhancing students' critical thinking skills.
The research and development of teaching materials was carried out at the
Central Java State Vocational School in Semarang on a small scale trial and at the
State Vocational School 4 Semarang on a large scale trial with class X TKRO
students as research subjects. The main research instruments are petroleum teaching
materials integrated with the vocational context of automotive engineering and
critical thinking skills test questions. The validity of teaching materials is reviewed
from the material aspects of chemical content, the material of the vocational context,
the suitability of the chemical content with the vocational context, and the suitability
of the teaching material with indicators of critical thinking skills. The test to improve
students' critical thinking skills is done by calculating the percentage increase in the
average pretest and posttest, Paired Sample t-test, and N-Gain test.
The results of the validation of teaching materials obtained the value of
teaching material validation of 3,78 with a valid category on very good criteria. While
the critical thinking skills improvement test conducted showed an increase in the
value of the results of the pretest and posttest by 35%. The t test shows that the t-
count value of 25,15 is greater than the t-table price of 2,03 so it can be concluded
that there is a significant increase in the value of the results of the pretest and posttest. In addition, the N-Gain test that was carried out showed an average N-Gain grade of
0,55 with moderate criteria. The test that has been carried out can be used to draw the
conclusion that integrated petroleum teaching materials in the vocational context of
automotive engineering that have been developed can effectively improve students'
critical thinking skills.
vii
PRAKATA
viii
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat melaksanakan
penelitian dan menyusun tesis dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Minyak
Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar
Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. Pertama
kali, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Sri Haryani, M.Si.
(Pembimbing I) dan Dr. Sri Susilogati S, M.Si. (Pembimbing II) yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam penyusunan tesis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Direksi Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.
2. Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Kimia
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
kesempatan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah
banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama menempuh
pendidikan.
4. Bapak dan Ibu Validator yang telah memberikan saran dan masukan terhadap
instrumen yang digunakan pada penelitian.
5. Kepala Sekolah SMK Negeri Jateng Di Semarang dan SMK Negeri 4
Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
viii
ix
6. Guru kimia kelas X TKRO SMK Negeri Jateng Di Semarang dan SMK
Negeri 4 Semarang yang telah membantu terlaksananya penelitian.
7. Siswa kelas X TKRO SMK Negeri Jateng Di Semarang dan SMK Negeri 4
Semarang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan penelitian.
8. Suami, anak, dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan
motivasi dalam penyusunan tesis.
9. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Kimia angkatan 2017 yang
telah berbagi suka dan duka selama kuliah hingga terselesaikannya tesis ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Semarang, Oktober 2019
Devy Lestari
ix
DAFTAR ISI
x
2.1 Kajian Pustaka …………………………….…………………………… 14
2.2 Kerangka Teoretis ……………………………………………………… 16
2.1.1 Bahan Ajar dan Pengembangannya ……………………………… 16
2.1.2 Bahan Ajar Terintegrasi …………………………………………… 21
2.1.3 Kimia di SMK Teknik Otomotif ………………………………… 22
2.1.4 Minyak Bumi ……………………………………………………… 29
2.1.5 Terintegrasi Konteks Kejuruan …………………………………… 44
2.1.6 Keterampilan Berpikir Kritis ……………………………………… 47 2.3 Kerangka Berpikir ……………………………………………………… 55
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ……………………………………………………… 57
3.2 Prosedur Penelitian ……………………………………………………… 58
3.3 Sumber Data dan Subjek Penelitian …………………………………… 63
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……………………………… 64
3.5 Uji Keabsahan Data, Uji Validitas, dan Reliabilitas …………………… 66
3.6 Teknik Analisis Data …………………………………………………… 68
3.7 Indikator Keberhasilan Penelitian ……………………………………… 75
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i
PENGESAHAN UJIAN TESIS ………………………………………………. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ………………………………………………… iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………………. vi
ABSTRACT …………………………………………………………............... vii
PRAKATA ……………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiv
BAB
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………………………… 9
1.3 Cakupan Masalah ……………………………………………………… 9
1.4 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 10
1.5 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 11
1.6 Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 11
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ……………………………… 13
1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ……………………………… 13
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA
BERPIKIR
x
xi
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelayakan Bahan Ajar yang Dikembangkan…………………………... 76
4.2 Efektifitas Bahan Ajar yang Dikembangkan …………………………… 122
4.3 Respon Siswa Terhadap Bahan Ajar yang Dikembangkan ………… 134
V. PENUTUP 5.1 Simpulan ………………………………………………………………… 137
5.2 Implikasi ……………………………………………………………..… 138
5.3 Saran …………………………………………………………………… 138
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 139
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 147
xi
DAFTAR TABEL
xii
Tabel Halaman
2.1 Kompetensi Dasar dan Alokasi Waktu Kimia di SMK Teknologi dan
Rekayasa ................................................................................................... 26
2.2 Integrasi Kompetensi Dasar Kejuruan Teknik Otomotif dengan
Kompetensi Dasar Minyak Bumi .............................................................. 29
2.3 Jenis Fraksi Minyak Bumi dan Kegunaannya ........................................... 32
2.4 Jenis Bensin dan Angka Oktan ................................................................. 36
2.5 Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ................................................... 50
3.1 Kriteria Validitas Bahan Ajar Aspek Ketepatan Materi Konten
Kimia ......................................................................................................... 69
3.2 Kriteria Validitas Bahan Ajar Aspek Ketepatan Materi Konteks
Kejuruan .................................................................................................... 70
3.3 Kriteria Validitas Bahan Ajar Aspek Kesesuaian Konten Kimia
dengan Konteks Kejuruan ......................................................................... 70
3.4 Kriteria Validitas Bahan Ajar Aspek Kesesuaian Bahan Ajar dengan
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ..................................................... 71
3.5 Kriteria Validitas Bahan Ajar ................................................................... 72
3.6 Kriteria Tingkat Pencapaian N-Gain ......................................................... 73
3.7 Kriteria Respon Siswa terhadap Bahan Ajar ............................................. 75
4.1 Hasil Integrasi Kurikulum Kejuruan Teknik Otomotif dengan
Konten Kimia ............................................................................................ 79
4.2 Hasil Penilaian Ahli terhadap Ketepatan Konten Kimia .......................... 108
4.3 Deskripsi Saran dan Revisi Ketepatan Konten Kimia dari Validator ....... 109
4.4 Hasil Penilaian Ahli terhadap Ketepatan Konteks Kejuruan .................... 110
4.5 Deskripsi Saran dan Revisi Ketepatan Konteks Kejuruan dari
Validator ................................................................................................... 111
4.6 Hasil Penilaian Ahli terhadap Kesesuaian Konten Kimia dengan
Konteks Kejuruan ..................................................................................... 112
4.7 Deskripsi Saran dan Revisi Kesesuaian Konten Kimia dengan
Konteks Kejuruan dari Validator .............................................................. 112
4.8 Hasil Penilaian Ahli terhadap Kesesuaian Konten Bahan Ajar
dengan Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ........................................ 113
4.9 Deskripsi Saran dan Revisi Kesesuaian Konten Bahan Ajar dengan
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis dari Validator ............................. 114
4.10 Hasil Analisis Validitas Keseluruhan Aspek ............................................. 114
4.11 Hasil Penilaian Ahli terhadap Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis ..... 117
4.12 Deskripsi Saran dan Revisi Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis
dari Validator ............................................................................................ 118
4.13 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Uji Coba ............................................ 119
4.14 Saran dan Masukan pada Uji Coba Skala Kecil ....................................... 120
4.15 Presentase Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ................................... 131
xii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Tabung Fraksionasi Minyak Bumi ............................................................ 31
2.2 Proses Distilasi Bertingkat Minyak Bumi ................................................. 33
2.3 Reaksi Reforming N-oktana Menjadi Isooktana........................................ 36
2.4 Kode pada Kemasan Pelumas ................................................................... 39
2.5 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 56
3.1 Desain Penelitian dan Pengembangan Bahan Ajar Minyak Bumi
Terintegrasi Konteks Kejuruan ................................................................. 57
4.1 Cuplikan Hasil Wawancara Kebutuhan Bahan Ajar Kimia
Terintegrasi Konteks Kejuruan ................................................................. 87
4.2 Analisis Materi Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan
Teknik Otomotif ........................................................................................ 88
4.3 Tampilan Halaman Sampul Depan (Cover) .............................................. 95
4.4 Tampilan Daftar Isi ................................................................................... 96
4.5 Tampilan Daftar Gambar .......................................................................... 97
4.6 Tampilan Kata Pengantar .......................................................................... 98
4.7 Tampilan Petunjuk Belajar ....................................................................... 99
4.8 Tampilan Halaman Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian
Kompetensi, dan Peta Konsep .................................................................. 100
4.9 Tampilan Halaman Materi Minyak Bumi ................................................. 101
4.10 Tampilan Lembar Kegiatan Siswa ............................................................ 102
4.11 Tampilan Halaman Evaluasi ..................................................................... 103
4.12 Tampilan Daftar Pustaka ........................................................................... 104
4.13 Tindak Lanjut Penambahan Reaksi Kimia pada Proses Cracking ............ 115
4.14 Tindak Lanjut Teks Keluaran Berdasarkan Saran Validator ..................... 116
4.15 Halaman Cover Hasil Revisi Uji Coba Skala Kecil .................................. 121
4.16 Cuplikan Bahan Ajar Berisi Pertanyaan Menantang ................................ 126
4.17 Tampilan Indikator Keterampilan Berpikir Kritis dalam Bahan Ajar ....... 127
4.18 Hasil Pekerjaan Siswa dalam Menyelesaikan Tahapan Keterampilan
Berpikir Kritis ........................................................................................... 128
4.19 Tampilan Latihan Soal Keterampilan Berpikir Kritis ................................ 130
4.20 Diagram Respon Siswa terhadap Bahan Ajar ............................................ 134
4.21 Analisis Respon Siswa Tiap Pernyataan ..................................................... 134
4.22 Komentar Siswa terhadap Bahan Ajar ....................................................... 135
DAFTAR TABEL
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Wawancara Observasi Awal Kebutuhan Bahan Ajar Kimia
Terintegrasi Konteks Kejuruan di SMK ...................................................... 147
2. Silabus Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan ................................ 149
3. RPP Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan Teknik Otomotif ......... 153
4. Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis .............................................. 162
5. Validasi Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis ................................. 168
6. Validasi Ketepatan Materi Bahan Ajar Konten Kimia ................................ 182
7. Validasi Ketepatan Materi Bahan Ajar Konteks Kejuruan .......................... 201
8. Validasi Kesesuaian Konten Kimia dengan Konteks Kejuruan ................... 211
9. Validasi Kesesuaian Bahan Ajar dengan Indikator Keterampilan
Berpikir Kritis .............................................................................................. 240
10. Angket Respon Siswa .................................................................................. 258
11. Analisis Validitas Ketepatan Materi Bahan Ajar Konten Kimia ................. 260
12. Analisis Validitas Ketepatan Materi Bahan Ajar Konteks Kejuruan ........... 261
13. Analisis Validitas Kesesuaian Konten Kimia dengan Konteks
Kejuruan ....................................................................................................... 262
14. Analisis Validitas Kesesuaian Bahan Ajar dengan Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ....................................................................... 263
15. Analisis Validitas Ahli Tes Keterampilan Berpikir Kritis ........................... 264
16. Analisis Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Uji Coba Tes Keterampilan Berpikir Kritis ....................................................................... 265
17. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Respon Siswa ........................... 266
18. Data Nilai Pretest dan Posttest .................................................................... 267
19. Uji Normalitas Nilai Pretest dan Posttest .................................................... 268
20. Uji Paired Sampel t-Test ............................................................................ 272
21. Uji t Perbandingan Kelas Menggunakan dan Tanpa Bahan Ajar yang Dikembangkan ............................................................................................. 274
22. Analisis Proporsi Ketuntasan Siswa ............................................................ 276
23. Analisis Skor N-Gain ................................................................................... 278
24. Analisis Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Tiap Indikator ............ 279
25. Analisis Respon Siswa ................................................................................. 282
26. Hasil Mind Mapping Siswa .......................................................................... 284
27. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 285
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan kejuruan merupakan salah satu bentuk investasi pendidikan
yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas
Sumber Daya Manusia (Hidayati, 2015). Sekolah Menengah Kejuruan merupakan
salah satu bentuk investasi pendidikan kejuruan ini. Penyelenggaraan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
dan membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal hidup
(Soenarto et al., 2017). Artinya, lembaga pendidikan ini diharapkan dapat
mempersiapkan para lulusan untuk mampu bekerja dan bersaing dengan kompeten
dalam bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
Hasil lembaga pendidikan yaitu sumber daya manusia yang mampu
mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien
untuk kesejahteraan masyarakat. Lembaga pendidikan harus selalu melakukan
inovasi agar menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Meningkatnya persaingan global yang terjadi saat ini mengharuskan SMK
berkembang mengikuti arah perkembangan dunia kerja.
Berdasarkan informasi yang terus berkembang hingga saat ini, dunia kerja
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kompetensi sesuai
dengan perkembangan zaman dan tuntutan ekonomi (Boahin & Hofman, 2013).
Permintaan dunia kerja mengenai keterampilan kerja dan kemampuan
1
2
mengembangkan kompetensi diri menyoroti pentingnya berpikir kreatif, berpikir
kritis, memecahkan masalah, serta keterampilan penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
mempersiapkan siswa yang kompeten di dunia kerja tidak dapat dikembangkan
melalui pembelajaran tradisional karena pembelajaran ini seringkali mengabaikan
realitas kebutuhan pasar (Lainema & Nurmi, 2006). Di sisi lain, (Boahin &
Hofman, 2013) menyatakan bahwa pembinaan keterampilan kerja dan kompetensi
siswa dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis masalah dan melibatkan
kerja sama tim.
Tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri ialah
tenaga yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Hal
ini berakibat pembelajaran di sekolah yang masih mengandalkan pemikiran pada
tingkat yang lebih rendah dan tidak berorientasi pada peningkatan keterampilan
berpikir kritis akan membahayakan kinerja lulusan (Kiener et al., 2014). Oleh
karena itu, HOTS (high order thinking skills), yang di dalamnya terdapat
kreativitas, berpikir kritis, dan pemecahan masalah sangat penting untuk siswa
SMK. Pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan kerja masa
depan dan pengembangan keterampilan akan mempengaruhi karir professional
seorang tenaga kerja.
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang sangat penting diajarkan kepada siswa (Yotiani et al., 2016). Siswa yang
terbiasa berpikir kritis berarti mampu membuat pertimbangan yang cermat dalam
mengambil keputusan dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan paling penting dalam
segala tingkat pendidikan (Rahma, 2012). Oleh karena itu, paradigma
pembelajaran sudah seharusnya bergeser dari pembelajaran konvensional yang
menekankan pada keterampilan berpikir tingkat rendah ke arah pembelajaran
keterampilan berpikir tingkat tinggi, terutama berpikir kritis merupakan dasar
yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengembangkan berpikir tingkat tinggi.
Seharusnya, kurikulum di SMK disesuaikan dengan perkembangan dunia
kerja agar lulusan yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Aspek intelektual,
emosional, sosial, dan motorik dari siswa wajib menjadi perhatian agar
menghasilkan lulusan yang diharapkan. Dalam pencapaian ini, diperlukan inovasi
pengembangan dalam pembelajaran kimia yang meliputi pengembangan
keterampilan ilmiah, kimia untuk kebutuhan masyarakat, dan kimia untuk
menunjang pekerjaan (Bell & Donnelly, 2006). Kompetensi lulusan yang
berkaitan dengan kemampuan kerja di bidang tertentu ditentukan oleh kurikulum
di SMK. Kemampuan kompetensi kejuruan lulusan diperoleh melalui kurikulum
di program produktif dengan didasari oleh nilai-nilai pada program normatif dan
dasar keilmuan pada program adaptif (Purwana, 2010).
Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa dalam
penyusunan kurikulum SMK mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu
kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Kelompok normatif merupakan
kelompok mata pelajaran yang berfungsi untuk membentuk siswa menjadi pribadi
utuh yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial. Kelompok adaptif menitikberatkan pada pemberian kesempatan
4
kepada siswa untuk memahami dan menguasai konsep dan prinsip dasar ilmu dan
teknologi yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan melandasi
kompetensi untuk bekerja. Sedangkan kelompok produktif berfungsi membekali
siswa agar memiliki kompetensi kerja.
Mata pelajaran kimia dimasukkan ke dalam kelompok adaptif bersama
dengan mata pelajaran fisika, matematika, IPA, IPS, KKPI, kewirausahaan, dan
bahasa inggris. Mata pelajaran kimia ini diharapkan dapat membentuk siswa yang
memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Selain itu,
pemberian mata pelajaran kimia diharapkan dapat mendukung siswa dalam
mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Namun, tidak semua kompetensi keahlian terdapat mata pelajaran kimia.
Hal ini dikarenakan mata pelajaran dalam pembelajaran di SMK disesuaikan
dengan teori kejuruan yang berkaitan.
Berbeda dengan kurikulum 2006, kurikulum 2013 membagi mata
pelajaran di SMK dalam tiga kelompok yaitu kelompok A, B, dan C. Mata
pelajaran kimia dimasukkan ke dalam kelompok C yaitu muatan peminatan
kejuruan, satu kelompok dengan mata pelajaran kejuruan. Hal ini semakin
menegaskan bahwa mata pelajaran kimia digunakan untuk memperkuat mata
pelajaran atau kompetensi di kejuruan SMK. Pembelajaran kimia di SMK
seharusnya dikaitkan langsung dengan pembelajaran kejuruan.
Belum sejalan dengan tujuan pemberian mata pelajaran di sekolah
kejuruan, hingga saat ini pembelajaran kimia di SMK belum terintegrasi dengan
5
konteks kejuruan. Hal ini menjadi salah satu penyebab siswa SMK memiliki
anggapan bahwa mata pelajaran kimia tidak menjadi prioritas yang penting
dibandingkan mata pelajaran kejuruan. Selain itu, siswa SMK juga beranggapan
bahwa tidak ada kaitan atau hubungan antara mata pelajaran kimia dengan minat
kejuruan mereka. Pada umumnya siswa SMK lebih menyukai mata pelajaran
kejuruan karena lebih banyak menekankan pada kompetensi kerja praktik
dibandingkan mata pelajaran non kejuruan (Retnoningrum et al., 2016).
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia SMK selain dipengaruhi
oleh strategi pembelajaran juga dipengaruhi beberapa faktor diantaranya padatnya
materi, keterbatasan waktu, minat siswa dan proses pembelajaran. Kenyataan
dilapangan menunjukkan bahwa umumnya guru SMK memberikan materi kimia
hanya dalam bentuk konsep dasar secara teoritis saja. Konsep dasar ilmu kimia
tersebut diberikan secara terpisah tanpa menghubungkan langsung dengan materi
pembelajaran di minat kejuruan siswa, sehingga siswa beranggapan bahwa mata
pelajaran kimia tidak ada keterkaitan materi dengan mata pelajaran lain khususnya
materi di pelajaran kejuruan mereka. Guru cenderung memberikan materi kimia
yang sama untuk semua program keahlian. Padahal materi pembelajaran yang
tidak dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata (kontekstual) semakin
membentuk anggapan siswa bahwa pelajaran kimia di SMK tidaklah penting.
Banyak materi kimia yang dapat dikaitkan dengan materi kejuruan.
Misalnya, materi hidrokarbon dan minyak bumi yang pengaplikasiannya sangat
dekat dengan materi kejuruan teknik otomotif dimana di dalam materi ini terdapat
penjelasan mengenai mutu bensin. Mutu bahan bakar dalam kendaraan,
6
perbandingan bahan bakar dengan udara dalam mesin kendaraan, dampak
pembakaran bahan bakar, serta cara mengurani dampak pembakaran dapat
dikaitkan langsung dengan materi di bidang otomotif. Seperti mutu bahan bakar
yang ditentukan oleh angka oktan. Kemudian definisi bilang oktan, bagaimana
ketukan yang terjadi di mesin kendaraan dapat terjadi, serta TEL yang berdampak
buruk bagi kesehatan. Jika materi kimia dalam kompetensi dasar yang diberikan
di sekolah menengah kejuruan dihubungkan atau dikaitkan langsung dengan
aplikasi dalam kejuruan siswa, seharusnya tidak ada lagi siswa yang menganggap
pelajaran kimia kurang penting dan tidak dapat mendukung mereka dalam
pembelajaran kejuruan.
Berdasarkan hasil observasi di lima SMK kota Semarang terlihat jelas
bahwa guru-guru kimia di SMK belum melakukan pembelajaran kimia yang
terintegrasi konteks kejuruan. Lima SMK tersebut meliputi SMK Negeri Jateng di
Semarang, SMK Negeri 3 Semarang, SMK Negeri 4 Semarang, SMK
Muhammadiyah 2 Semarang, dan SMK Texmaco Semarang. Alasan paling utama
yaitu karena belum tersedianya buku atau bahan ajar yang mendukung. Guru
kimia di SMK belum mendapat gambaran atau inspirasi untuk mengintegrasikan
materi dalam kimia dengan materi yang diberikan di kompetensi kejuruan sesuai
minat siswa. Ini artinya banyak guru kimia di sekolah kejuruan belum memahami
esensi pembelajaran kimia sebagai pendukung kompetensi keahlian yang harus
dikembangkan (Wiyarsi et al., 2017).
Observasi awal juga dilakukan analisis terhadap beberapa buku atau bahan
ajar yang digunakan oleh guru kimia SMK di kota Semarang. Buku ajar A lebih
7
lengkap dari segi materi tetapi penugasan atau latihan soal belum sesuai dengan
kurikulum yang terbaru. Sedangkan buku ajar B memiliki materi yang lebih
sedikit dan kurang terperinci dibandingkan buku A tetapi memiliki penugasan
yang lebih sesuai dengan kurikulum terbaru. Ini terlihat dari adanya penugasan
proyek, refleksi, dan penilaian diri. Meskipun begitu, baik buku A maupun buku
B belum ada yang menyertakan keterkaitan materi kimia dengan materi pada
pelajaran kejuruan. Kedua buku ini terdiri dari materi yang hampir sama dengan
kimia di SMA. Sifatnya umum dan tidak memberikan contoh terapan di bidang
kejuruan siswa.
Bahan ajar yang baik harus relevan dengan kondisi masa kini dan dapat
memberikan informasi yang baik untuk siswa. Penggunaan lembar kerja siswa
dari penerbit tertentu sebagai media pembelajaran membuat siswa kurang
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna karena ilmu yang didapat hanya
sebatas hapalan teori dan latihan soal saja (Febrianti et al., 2015). Seharusnya,
bahan ajar kimia untuk SMK juga harus mampu memberikan informasi yang
bermanfaat sesuai dengan ilmu kejuruan yang dimiliki siswa.
Salah satu cara untuk menanggulangi tanggapan siswa yang menyatakan
bahwa pelajaran kimia kurang penting dan tidak memiliki keterkaitan dengan
mata pelajaran kejuruan yaitu dengan mengintegrasikan materi kimia dengan
materi kejuruan. Materi kimia yang terintegrasi dengan materi program keahlian
akan memotivasi siswa untuk lebih mengetahui arti pentingnya kimia (Widodo,
2017).
8
Usaha untuk mengatasi kelemahan pembelajaran kimia yaitu dengan
menyediakan buku atau bahan ajar kimia yang diselaraskan dengan kebutuhan
kejuruan (Thompson, 2001). Bahan ajar yang terintegrasi dengan mata pelajaran
produktif Agribisnis Produksi Tanaman dapat menjadikan pembelajaran lebih
bermakna dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik (Retnoningrum et
al., 2016). Pengembangan bahan ajar yang bersifat kontekstual dan aplikasi dalam
kehidupan memberikan respon yang positif dan membawa perubahan sikap
peserta didik terhadap pembelajaran kimia (Asliyani et al., 2014).
Bahan ajar yang diberikan juga dapat disertai dengan berbagai pendekatan
model pembelajaran dengan tujuan yang ditetapkan. Perangkat pembelajaran IPA
dengan kontekstual berbasis proyek dapat meningkatkan hasil belajar kognitif,
afektif, dan psikomotorik peserta didik (Hayati et al., 2013). Selain itu, perangkat
ini juga menyebabkan peserta didik memberikan respon positif terhadap
pembelajaran. Bahan ajar yang berbasis keterampilan soft skills pada materi
termokimia dapat meningkatkan kemampuan siswa SMK (Purnawan, 2015).
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pembelajaran
kimia di SMK sebaiknya menggunakan bahan ajar yang terintegrasi dengan
konteks kejuruan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengembangkan bahan
ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan yang layak, efektif dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, dan mendapatkan respon yang baik
dari siswa SMK bidang keahlian teknik otomotif.
9
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa masalah
berkaitan dengan pembelajaran kimia di SMK bidang keahlian teknik otomotif
sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan pemberian mata pelajaran kimia dalam kurikulum SMK
diharapkan dapat membentuk siswa yang memiliki dasar pengetahuan
yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Namun, kompetensi
dasar kimia di SMK sampai saat ini masih bersifat umum, belum
disesuaikan dengan minat kejuruan siswa.
1.2.2 Banyak guru kimia di SMK belum melakukan pembelajaran kimia yang
diintegrasikan dengan konteks kejuruan. Guru kimia di SMK jarang
mengkaitkan materi dalam pembelajaran kimia dengan materi di bidang
produktif atau kejuruan.
1.2.3 Belum ada buku atau bahan ajar yang mengintegrasikan materi kimia
dengan materi kejuruan sehingga guru tidak memiliki acuan untuk
memberikan pembelajaran yang lebih bermakna untuk siswa SMK.
1.2.4 Keterampilan berpikir kritis siswa SMK masih tergolong rendah padahal
keterampilan ini sangat dibutuhkan di era abad 21.
1.3 Cakupan Masalah
Dari penjabaran identifikasi masalah di atas, ruang lingkup cakupan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
10
1.3.1 Bahan ajar yang dikembangkan berisi materi minyak bumi yang disusun
secara runtut, sistematis, terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif
serta menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Konten minyak bumi langsung
diaplikasikan dengan kompetensi keahlian teknik otomotif.
1.3.2 Bahan ajar yang dikembangkan bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa sehingga disusun mengikuti indikator
keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (1985) yaitu menganalisis
argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan menantang, mendefinisikan
istilah dan mempertimbangkan suatu definisi, mengobservasi dan
mempertimbangkan laporan observasi, mempertimbangkan kredibilitas
suatu sumber, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,
membuat dan menentukan hasil pertimbangan, menentukan suatu
tindakan, serta berinteraksi dengan orang lain.
1.3.3 Bahan ajar yang dikembangkan diimplementasikan di kelas X SMK
Negeri 4 Semarang program keahlian teknik otomotif.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
dirumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana kelayakan bahan ajar minyak bumi yang terintegrasi konteks
kejuruan untuk siswa SMK bidang keahlian teknik otomotif?
11
1.4.2 Bagaimana keefektifan bahan ajar minyak bumi yang terintegrasi konteks
kejuruan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMK
bidang keahlian teknik otomotif?
1.4.3 Bagaimana respon siswa siswa SMK bidang keahlian teknik otomotif
terhadap bahan ajar minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian
pengembangan ini bertujuan untuk:
1.5.1 Menganalisis kelayakan bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks
kejuruan untuk siswa SMK bidang keahlian teknik otomotif yang
dikembangkan.
1.5.2 Menganalisis efektifitas bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks
kejuruan efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
SMK bidang keahlian teknik otomotif.
1.5.3 Menganalisis respon siswa terhadap bahan ajar minyak bumi terintegrasi
konteks kejuruan untuk siswa SMK bidang keahlian teknik otomotif.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian pengembangan bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks
kejuruan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
12
1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan menghasilkan tesis
mengenai bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
1.6.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian pengembangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
praktis:
1.6.2.1 Bagi Siswa
Salah satu sumber belajar alternatif yang menarik sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada
pembelajaran kimia.
1.6.2.2 Bagi Guru
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar yang dapat
digunakan oleh guru-guru SMK bidang keahlian Teknik Otomotif untuk
meningkatkan pemahaman mengenai konten kimia yang diintegrasikan
dengan konteks kejuruan sehingga kualitas pembelajaran kimia dapat
meningkat. Selain itu, dapat digunakan sebagai motivasi dan wawasan
untuk membuat bahan ajar dengan materi yang berbeda.
1.6.2.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan keilmuan dan motivasi serta membekali diri dalam
melaksanakan proses pembelajaran dengan mengaplikasikan bahan ajar
kimia yang terintegrasi konteks kejuruan di SMK.
13
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu bahan
ajar minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif sebagai
upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Karakteristik bahan
ajar yang akan dikembangkan yaitu:
1.7.1 Bahan ajar ini memuat tentang prinsip pengintegrasian ilmu kimia
khususnya materi minyak bumi dengan konteks kejuruan teknik otomotif.
1.7.2 Bahan ajar yang dikembangkan ini berupa bahan ajar cetak berwarna
dalam bentuk buku berukuran A4.
1.7.3 Bahan ajar yang dikembangkan ini disesuaikan dengan indikator
keterampilan berpikir kritis sehingga dapat digunakan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis siswa
1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi yang diharapkan adalah bahwa penelitian ini akan berhasil melalui
produk bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif
yang telah dikembangkan sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa SMK. Keterbatasan pengembangan produk dalam penelitian ini yaitu:
1.8.1 Bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar cetak.
1.8.2 Bahan ajar yang dikembangkan hanya pada materi minyak bumi sehingga
tidak dapat digunakan untuk materi lain.
1.8.3 Pengintegrasian materi minyak bumi hanya dengan kejuruan teknik
otomotif sehingga kejuruan lain belum tentu dapat mengaplikasikannya.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA
BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang
bertujuan untuk membekali siswanya dengan pengetahuan dan keterampilan
sebagai bekal hidup (life skill). Lembaga pendidikan ini diharapkan dapat
mempersiapkan para lulusan sebagai tenaga kerja yang mampu bersaing dengan
kompeten di dunia kerja. Tujuan tersebut direalisasikan dengan struktur
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap bidang keahlian.
Struktur kurikulum tahun 2017 memasukkan mata pelajaran kimia ke
dalam kelompok C1 yaitu Dasar Bidang Kejuruan, satu kelompok dengan mata
pelajaran produktif. Hal ini semakin menegaskan bahwa mata pelajaran kimia
diberikan di sekolah kejuruan bertujuan untuk mendukung kompetensi keahlian
siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kimia di SMK seharusnya relevan dengan
mata pelajaran kejuruan. Guru kimia di SMK dituntut untuk mampu
mempresentasikan dalam pembelajaran di kelas agar tujuan tersebut tercapai.
Tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri ialah
tenaga yang memiliki keterampilan abad 21, diantaranya yaitu kemampuan
berpikir kritis dan memecahkan masalah. Hal ini berakibat pembelajaran di
sekolah yang masih mengandalkan pemikiran pada tingkat yang lebih rendah dan
tidak berorientasi pada peningkatan keterampilan berpikir kritis akan
14
15
membahayakan kinerja lulusan (Kiener et al., 2014). Keterampilan berpikir kritis
sangat diperlukan dalam memahami materi kimia yang membutuhkan penalaran
lebih. Pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan kerja masa
depan dan pengembangan keterampilan akan mempengaruhi karir professional
seorang tenaga kerja. Oleh karena itu, siswa perlu diajarkan belajar berpikir kritis
secara bertahap melalui kebiasaan yang dilatihkan dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar merupakan semua bentuk bahan pembelajaran yang digunakan
untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bahan ajar merupakan salah satu sarana keberhasilan proses belajar mengajar.
Bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan dapat menjadi alternatif media
pembelajaran yang mendukung tujuan pemberian mata pelajaran kimia di sekolah
kejuruan. Penggunaan bahan ajar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar kimia terintegrasi konteks
kejuruan yang telah dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut: (1)
Pengembangan Bahan Ajar Elektrokimia Terintegrasi Berbasis Kontekstual untuk
SMK Teknik Mesin (Widodo, 2017), (2) Pengembangan Bahan Ajar Kimia SMK
Teknologi Kelas X Berbasis Kontekstual oleh (Asliyani et al., 2014), dan (3) The
Development of The Chemical Teaching Material Integrated to Nautical Material
to Improve Understanding The Hydrocarbon and Petroleum Concept in The
Shipping Vocational High School (Ariyani et al., 2019).
Selain itu, penelitian mengenai pengembangan bahan ajar untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga telah dilakukan, diantaranya yaitu:
16
(1) Pengembangan E-Modul Berorientasi Pemecahan Masalah untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa (Suarsana & Mahayukti,
2013) dan (2) Pengembangan Bahan Ajar Hidrolisis Garam Bermuatan Karakter
Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa (Yotiani et al., 2016). Penelitian keduanya menunjukkan bahwa bahan ajar
berperan dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Dari paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia di
SMK seharusnya terintegrasi dengan konteks kejuruan dan pelaksanaannya dapat
dilakukan menggunakan bahan ajar yang berkaitan. Selain itu, bahan ajar yang
digunakan juga seyogyanya dapat menjadi sarana untuk membangun salah satu
keterampilan abad 21 yaitu keterampilan berpikir kritis. Oleh karena itu,
penelitian yang dikembangkan ini berupa pengembangan bahan ajar kimia
terintegrasi konteks kejuruan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa.
2.2 Kerangka Teoretis
2.2.1 Bahan Ajar dan Pengembangannya
Kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan baik dan mencapai
tujuan yang diinginkan jika ditunjang dengan terpenuhinya komponen penting
dalam pembelajaran. Salah satu komponen penting dalam pembelajaran agar
siswa dapat belajar dengan lancar yaitu bahan ajar (Ardiansyah et al., 2017).
Bahan ajar dikatakan penting karena bahan ajar merupakan representasi dari
penjelasan guru di kelas (Chodijah et al., 2012). Selain itu, bahan ajar memiliki
17
peran sebagai pusat pembelajaran dan berfungsi sebagai alat pembelajaran yang
strategis bagi guru dan siswa (Kristian et al., 2016). Ini artinya, bahan ajar
memiliki peran yang penting dalam menunjang proses pembelajaran.
Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan
ajar memuat rencana dan uruttan pembelajaran berbasis aktivitas yang akan
dilakukan siswa (Muqodas et al., 2015). Bahan ajar dapat berupa cetak atau
perangkat lunak yang disusun secara sistematis dan menarik (Chodijah et al.,
2012). Selain disusun secara sistematis dan menarik, bahan ajar juga dapat
memudahkan siswa dalam mencapai tujuan belajar (Imaduddin, 2013). Bahan ajar
juga dapat didefinisikan sebagai semua bentuk bahan pembelajaran yang
digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
di kelas, baik berupa bahan tertulis seperti hand out, buku, modul, lembar kerja
siswa, brosur, leaflet, wallchart, maupun bahan tidak tertulis seperti
video/film,VCD, radio, kaset, CD audio, foto, gambar, model/maket, CD
interaktif berbasis komputer dan internet (Sholahuddin, 2011). Bahan ajar dapat
membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dengan efisien karena
pembelajaran dapat bergeser dari teacher center learning menuju students center
learning dan sekaligus meningkatkan karakter baik siswa (Situmorang, 2013).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dipahami bahwa bahan ajar
merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara
sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa
mencapai tujuan belajar. Bahan ajar memungkinkan siswa untuk mempelajari
18
kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga mampu menguasai semua
kompetensi secara utuh dan terpadu (Syafiudin et al., 2016).Bahan ajar harus
berisi semua materi yang wajib dikuasai oleh siswa sebagai sarana untuk
menguasai semua kompetensi dasar. Materi pembelajaran (instructional
materials) tersebut berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dikuasai siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Bahan ajar merupakan salah satu sarana keberhasilan proses belajar
mengajar (Lamb & Annetta, 2013). Bahan ajar yang relevan dibutuhkan dalam
pembelajaran sebagai pedoman pelaksanaan agar tujuan pembelajaran yang
diinginkan dapat tercapai (Wardani et al., 2014). Sebagai tokoh penentu arah
pembelajaran, guru dapat menjadikan bahan ajar sebagai pedoman untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan substansi yang harus diajarkan kepada
siswa. Guru akan mengalami kesulitan dalam mengelola pembelajaran jika tidak
mempunyai bahan ajar yang lengkap (Rahmi et al., 2014). Selain itu, bahan ajar
juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi pencapaian dan penguasaan hasil
pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Oleh karena itu, bahan ajar dapat
dikatakan sebagai jembatan antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar itu sangat unik dan spesifik. Unik, artinya bahan ajar tersebut
hanya dapat digunakan untuk audiens tertentu dalam suatu proses pembelajaran
tertentu. Spesifik artinya isi bahan ajar tersebut dirancang sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan tertentu dari audiens tertentu. Sistematika cara penyampaiannya
pun disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa yang
menggunakannya. Bahan ajar paling tidak mencakup petunjuk belajar, kompetensi
19
yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, dan lembar kerja siswa
(Majid, 2009).
Seiring majunya ilmu pengetahuan yang menyangkut teori pembelajaran,
inovasi di bidang pembelajaranpun tak dapat dielakkan. Jika guru atau pendidik
hanya terpaku pada bahan ajar konvensional tanpa ada inovasi untuk
mengembangkan bahan ajar, maka kualitas pembelajaran akan menjadi rendah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bahan ajar harus selalu
dikembangkan sesuai dengan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan
pemecahan masalah (Syafiudin et al., 2016). Trianto juga menuliskan bahwa
keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran bergantung pada
pengetahuan, pemahaman, wawasan, dan kreativitas dalam mengelola bahan ajar
(Yanti et al., 2015).
Terdapat beberapa alasan mengapa dibutuhkan pengembangan bahan ajar,
yakni antara lain ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, karakteristik
sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus
memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang akan
dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Selain itu, pengembangan bahan
ajar juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran.
Selanjutnya, pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan
masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran
yang seringkali siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit untuk
menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut
abstrak, rumit, asing, dan sebagainya. Kekurangsesuaian antara kondisi siswa
20
dengan tujuan materi yang terdapat dalam bahan ajar tertentu dapat diatasi dengan
mengembangkan bahan ajar sendiri (Wikhdah et al., 2015).
Pengembangan bahan ajar yang inovatif dapat membuat siswa menjadi
lebih aktif dalam belajar. Selain itu, inovasi pengembangan bahan ajar dapat
membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran dengan cara
mengkaitkannya dengan contoh yang kontekstual agar pembelajaran menjadi
lebih bermakna (Rizka et al., 2017). Bahan ajar yang baik harus biasa
menampilkan materi ajar yang sesuai dengan tuntunan kurikulum, mengikuti
perkembangan IPTEK, dan mampu mendukung pembelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai (Situmorang, 2013).
Untuk mendapatkan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi
yang harus dikuasai oleh peserta didik, diperlukan analisis terhadap SK-KD,
analisis sumber belajar, dan penentuan jenis serta judul bahan ajar. Bahan ajar
yang baik harus memiliki kriteria atau standar tertentu seperti kesesuaian metode
dengan materi yang disampaikan, relevansinya dengan kurikulum yang sedang
berlaku saat ini, isi buku atau sudut keilmuannya yaitu apakah teori-teori yang
digunakan di dalam penulisan bahan ajar ini sudah sesuai atau belum (Laksono et
al., 2016). Bahan ajar harus memiliki daya tarik yang kuat karena akan
mempengaruhi minat peserta didik dalam belajar. Penggunaan bahan ajar yang
tepat dapat meningkatkan keaktifan peserta didik di kelas (Setiowati et al., 2017).
Selain itu, pengembangan bahan ajar juga dapat membantu memecahkan masalah
dalam hal kesulitan belajar yang berkualitas serta menyediakan kegiatan
pembelajaran yang terencana dengan baik (Somayasa et al., 2013).
21
2.2.2 Bahan Ajar Terintegrasi
Bahan ajar terintegrasi dapat diartikan sebagai bahan ajar yang memuat
pendekatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir berdasarkan interaksi
dengan lingkungan dan pengalamannya dalam kehidupan. Bahan ajar yang
terintegrasi memungkinkan siswa dapat belajar materi-materi yang berhubungan
di mata pelajaran yang berbeda secara bersamaan. Model bahan ajar yang seperti
ini sangat membantu siswa memperoleh pemahaman mengenai kesinambungan
satu materi dengan materi yang lain. Bahan ajar terintegrasi dapat mendukung
pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan secara terpadu antar materi ajar
yang diintegrasikan (Izzatika et al., 2015).
Pengembangan bahan ajar yang terintegrasi dapat dilakukan untuk
memadukan materi yang dipelajari siswa dengan melihat seluruh pembelajaran
berdasarkan bidang yang diminati. Siswa dapat menyaring dan memadukan
berbagai pengalaman dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan. Melalui bahan
ajar yang diintegrasikan, siswa dapat memperoleh berbagai informasi dari sumber
yang berbeda-beda.
Dalam upaya mengembangkan bahan ajar terintegrasi, guru harus
memiliki wawasan yang luas, kreativitas yang tinggi, rasa percaya diri, dan
keberanian dalam mengembangkan materi. Guru dituntut untuk terus belajar dan
menggali informasi agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian
tertentu saja. Selain itu, kebutuhan akan bahan bacaan atau sumber informasi juga
perlu ditambah lebih bervariasi. Sumber informasi yang kaya akan membantu
pengembangan bahan ajar.
22
Bahan ajar terintegrasi menuntut kemampuan siswa dalam menguraikan,
menghubungkan, serta menemukan keterkaitan materi yang dihubungkan. Hal ini
menjadi dasar bahwa pengembangan bahan ajar terintegrasi harus disesuikan
dengan kepentingan siswa dalam upaya mencapai keberhasilan dalam
pembelajaran. Kurikulum yang menjadi acuan harus berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman siswa sehingga guru dapat mengembangkan materi,
metode, dan evaluasi pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan dimaksudkan untuk
memadukan materi kimia dengan materi di kejuruan. Melalui bahan ajar ini, siswa
dapat memperoleh berbagai pengetahuan dari dua bidang ilmu sekaligus. Bahan
ajar terintegrasi dapat membantu siswa mengkaitkan langsung materi kimia
dengan materi kejuruan.
2.2.3 Kimia di SMK Teknik Otomotif
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanahkan bahwa pendidikan kejuruan memiliki tugas untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang bertujuan untuk: (1) memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, (2) meningkatkan pilihan pendidikan
bagi setiap individu, dan (3) menumbuhkan motivasi untuk belajar sepanjang
hayat (Soenarto et al., 2017). Lulusan SMK yang diharapkan yaitu lulusan yang
kompeten di dunia kerja sesuai dengan bidang keahlian dari SMK yang
23
bersangkutan (Suryania, 2017). Artinya, pendidikan kejuruan adalah pendidikan
untuk menghasilkan lulusan yang dapat bekerja di bidang tertentu.
BSNP mengungkapkan bahwa tujuan adanya SMK yaitu untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya (Purwana, 2010). SMK juga memiliki tujuan mempersiapkan peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, dapat beradaptasi di
lingkungan kerja, dapat melihat peluang kerja dan dapat mengembangkan diri di
kemudian hari (Susanto, 2012). Tujuan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
tersebut direalisasikan dengan struktur kurikulum yang memuat tiga program
yaitu program normatif, adaptif, dan produktif.
Kelompok normatif merupakan kelompok mata pelajaran yang berfungsi
untuk membentuk siswa menjadi pribadi utuh yang memiliki norma-norma
kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Kelompok adaptif
menitikberatkan pada pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk
memahami dan menguasai konsep dan prinsip dasar ilmu dan teknologi yang
dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan melandasi kompetensi untuk
bekerja. Sedangkan kelompok produktif berfungsi membekali siswa agar memiliki
kompetensi kerja (Hidayati, 2015).
Dengan melihat karakteristik kurikulum di SMK, pembelajaran
terintegrasi sangatlah dibutuhkan. Berbagai alasan yang menyebabkan
pembelajaran terintegrasi di sekolah kejuruan perlu dilakukan, antara lain konsep-
konsep dalam mata pelajaran C1 dengan mata pelajaran C2 dan C3 saling terkait
24
satu sama lain sehingga mata pelajaran tersebut menjadi satu kelompok yaitu
muatan peminatan kejuruan. Selain itu, untuk memecahkan suatu permasalahan
dalam kehidupan diperlukan berbagai disiplin ilmu sehingga pembelajaran
terintegrasi dapat membantu siswa untuk berlatih memecahkan suatu masalah dari
berbagai sudut pandang kelimuan (Indrawati, 2009).
Khusus untuk pendidikan kejuruan, Grubb dalam Quinn (2013)
memberikan gagasan bahwa ada empat tipe integrasi kurikulum akademis (konten
dasar) dengan kurikulum kejuruan (konten kejuruan). Tipe tersebut meliputi 1)
dengan memasukkan lebih banyak konten akademis dalam program kejuruan, 2)
penggabungan konten akademis dan konten kejuruan, 3) membuat konten
akademik relevan dengan program kejuruan, serta 4) menyelaraskan program
akademik secara horizontal dan vertikal.
Dari keempat tipe integrasi tersebut yang paling memungkinkan untuk
dilakukan oleh guru kimia yaitu tipe yang ketiga. Sebagai salah satu bentuk usaha
dalam mengintegrasikan kurikulum, guru kimia di sekolah kejuruan dapat
mengembangkan pembelajaran dengan konten kimia yang relevan dengan konten
kejuruan yang dibutuhkan oleh siswa kejuruan. Guru kimia di sekolah kejuruan
perlu merepresentasikan pengetahuan dalam konteks otentik, yaitu setting dimana
pengetahuan akan diaplikasikan. Sebagai contoh pada pembelajaran konten kimia
organik, siswa kejuruan Teknik Otomotif lebih membutuhkan pengayaan untuk
konten fraksinasi minyak bumi dan polimer.
Penyampaian pembelajaran kimia yang diintegrasikan dengan mata
pelajaran kejuruan (C2 dan C3) dapat disampaikan melalui dua cara yaitu secara
25
lisan dan tertulis (Saputro, 2006). Penyampaian secara lisan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan mengutip beberapa materi kejuruan yang
ada kaitannya dengan materi di pelajaran kimia. Selain itu, dapat pula dengan
memberikan suatu masalah yang melibatkan berbagai disiplin ilmu kepada siswa.
Penyampaian secara tertulis dapat ditempuh dengan menyusun buku atau bahan
ajar kimia yang diintegrasikan dengan mata pelajaran kejuruan.
Sesuai dengan struktur kurikulum SK Dirjen No. 130 tahun 2017, mata
pelajaran kimia digolongkan pada mata pelajaran dasar bidang keahlian,
khususnya kelompok C1. Mata pelajaran kimia diberikan di sekolah kejuruan agar
siswa tidak hanya memahami dan menguasai apa dan bagaimana sesuatu hal
dilakukan melainkan juga tentang alasan sesuatu hal harus dilakukan.
Pembelajaran kimia di SMK semestinya relevan dengan mata pelajaran kejuruan
dalam mendukung tercapainya kompetensi keahlian siswa.
Pengintegrasian materi kimia dengan konteks kejuruan diharapkan dapat
mengembangkan potensi pembelajaran kimia dalam penguasaan mata pelajaran
kejuruan. Siswa dapat menguasai mata pelajaran kejuruan dengan dasar aspek
ilmu pengetahuan lain yang mendukung. Pembelajaran terintegrasi kejuruan dapat
membantu peserta didik dalam pembangunan konsep dasar dari pembelajaran
kimia sehingga menguatkan konsep dalam pembelajaran kejuruan (Ariyani et al.,
2019)
Kompetensi dasar mata pelajaran kimia di SMK Teknologi dan Rekayasa
disajikan pada Tabel 2.1.
26
Tabel 2.1. Kompetensi Dasar dan Alokasi Waktu Kimia di SMK
Teknologi dan Rekayasa
Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar Alokasi Waktu
3.1 Menganalisis 4.1 Melakukan pemisahan 9 JP
perubahan materi dan campuran melalui praktikum
pemisahan campuran berdasarkan sifat fisika dan
dengan berbagai cara sifat kimianya 3.2 Menganalisis lambang 4.2 Mengintegrasikan penulisan 9 JP
unsur, rumus kimia lambang unsur dengan
dan persamaan reaksi rumus kimia pada persamaan
reaksi kimia berdasarkan
kasus-kasus dalam
kehidupan sehari-hari 3.3 Mengkorelasikan 4.3 Menentukan letak unsur 9 JP
struktur atom dalam tabel periodik
berdasarkan berdasarkan konfigurasi
konfigurasi elektron elektron
untuk menentukan
letak unsur dalam
tabel periodik 3.4 Menganalisis proses 4.4 Mengintegrasikan proses 9 JP
pembentukan ikatan pembentukan ikatan kimia
kimia pada beberapa pada beberapa senyawa
senyawa dalam dalam kehidupan sehari hari
kehidupan sehari hari dengan elektron valensi
atom atom penyusunnya 3.5 Menerapkan hukum 4.5 Menggunakan hukum- 9 JP
dasar kimia dalam hukum dasar kimia dalam
perhitungan kimia perhitungan kimia 3.6 Menganalisis sifat 4.6 Membandingkan sifat sifat 15 JP
larutan berdasarkan larutan melalui praktikum
konsep asam basa dan berdasarkan konsep asam
pH larutan (asam kuat basa dan pH larutan (asam
dan asam lemah, basa kuat dan asam lemah, basa
kuat dan basa lemah) kuat dan basa lemah) dalam
dalam kehidupan kehidupan sehari hari
sehari hari 3.7 Menentukan bilangan 4.7 Membandingkan antara 9 JP
oksidasi unsur untuk reaksi oksidasi dengan
mengidentifikasi reaksi reduksi berdasarkan
reaksi oksidasi dan hasil perhitungan bilangan
reduksi oksidasinya 3.8 Mengevaluasi proses
yang terjadi dalam sel
4.8 Mengintegrasikan antara
hasil perhitungan E0
sel
12 JP
elektrokimia dengan proses yang terjadi
27
Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar Alokasi Waktu
(menghitung E0
sel,
reaksi reaksi pada sel
volta dan sel
eletrolisa, proses
pelapisan logam) yang
digunakan dalam
kehidupan
3.9 Menganalisis struktur,
sifat senyawa
hidrokarbon serta
dampak pembakaran
senyawa hidrokarbon
terhadap lingkungan
dan kesehatan serta
cara mengatasinya
3.10 Menganalisis proses
teknik pemisahan
fraksi-fraksi minyak
bumi serta
kegunaannya
3.11 Menganalisis struktur,
tata nama, sifat,
penggolongan dan
kegunaan polimer
dalam sel elektrokimia
(menghitung E0
sel, reaksi
reaksi pada sel volta dan sel
eletrolisa, proses pelapisan
logam) reaksi yang
digunakan dalam kehidupan
4.9 Mengatasi dampak
pembakaran senyawa
hidrokarbon terhadap
lingkungan dan kesehatan
berdasarkan hasil analisis
struktur, sifat senyawa
hidrokarbon
4.10 Mempresentasikan proses
teknik pemisahan fraksi-
fraksi minyak bumi serta
kegunaannya.
4.11 Mengintegrasikan kegunaan
polimer dalam kehidupan
sehari hari dengan struktur,
tata nama, sifat,
penggolongan polimer
12 JP
6 JP
9 JP
Total Jam Pelajaran 108
Jika dilihat dari Tabel 2.1 tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kompetensi dasar
yang diberikan masih bersifat sangat umum, belum menjurus ke konteks kejuruan.
Hal ini menjadi salah satu penyebab terbatasnya bahan atau buku ajar kimia yang
terintegrasi konteks kejuruan.
Meskipun kompetensi dasar yang tertuang tersebut masih bersifat umum,
kompetensi dasar ini sudah dipilah oleh pemerintah menyesuaikan kebutuhan
bidang keahlian. Terdapat 142 kompetensi keahlian di SMK dengan 9 jenis
bidang keahlian. Dibutuhkan pemikiran ekstra jika pemerintah harus membuat
28
kompetensi dasar yang terintegrasi konteks kejuruan untuk semua jenis
kompetensi keahlian.
Banyak materi kimia lain yang dapat dihubungkan dengan materi di
kejuruan. Pada materi pokok perubahan materi dan pemisahan campuran, buku
ajar SMK yang serimg digunakan oleh guru hanya berisi materi secara teoritis
saja. Sebenarnya ketika materi ini diajarkan, dapat diberikan informasi tambahan
tentang aplikasi dalam bidang kejuruan peserta didik. Misalnya, untuk peserta
didik teknik otomotif diberikan informasi bahwa uji emisi pada kendaraan
bermotor merupakan salah satu cara pemisahan campuran yaitu asap.
Salah satu konten kimia yang aplikatif pada program kejuruan teknik
otomotif yaitu konten minyak bumi. Terdapat beberapa kompetensi dasar mata
pelajaran kejuruan teknik otomotif yang memerlukan dasar pengetahuan konten
minyak bumi yang baik. Kompetensi dasar tersebut meliputi memahami sistem
bahan bakar bensin, memahami bahan bakar diesel, menjelaskan pelumas yang
digunakan pada sistem hidrolik dan kandungannya, dan memahami kontaminasi
pada bahan bakar, oli, dan bodi sesuai standar lingkungan. Berdasarkan
kompetensi dasar pada kejuruan teknik otomotif tersebut, konten kimia yang dapat
diajarkan antara lain konsep dan kegunaan fraksinasi minyak bumi, mutu bahan
bakar dalam kendaraan, perbandingan bahan bakar dengan udara dalam mesin
kendaraan, dampak pembakaran bahan bakar, dan cara mengurangi dampaknya.
Integrasi kompetensi dasar kejuruan teknik otomotif dengan kompetensi
dasar minyak bumi yang diadopsi dari Wiyarsi (2016) disajikan pada Tabel 2.2.
29
Tabel 2.2. Integrasi Kompetensi Dasar Kejuruan Teknik Otomotif dengan
Kompetensi Dasar Minyak Bumi
Kompetensi Dasar
Kimia
Kompetensi Dasar Kejuruan
Teknik Otomotif yang Dapat
Diintegrasikan dengan
Konten Kimia Konteks
Kejuruan Teknik
Pembelajaran Kimia Otomotif
KD Pengetahuan
Menganalisis
proses teknik
pemisahan fraksi-
fraksi minyak bumi
serta kegunaannya
KD Keterampilan
Mempresentasikan
proses teknik
pemisahan fraksi-
fraksi minyak bumi
serta kegunaannya.
- Menerapkan cara perawatan
sistem pelumasan
- Menerapkan cara perawatan
sistem bahan bakar bensin
konvensional/karburator
- Menerapkan cara perawatan
sistem bahan bakar bensin
injeksi (EFI)
- Mendiagnosis kerusakan
sistem pelumasan
- Mendiagnosis kerusakan
sistem bahan bakar bensin
konvensional/karburator
- Mendiagnosis kerusakan
sistem bahan bakar bensin
injeksi (Electronic Fuel EFI)
- Proses pembentukan
minyak bumi
- Fraksinasi minyak
bumi
- Karakteristik dan
kualitas bensin
- Karakteristik dan
kualitas oli
- Proses, manfaat dan
dampak daur ulang oli
pada bidang otomotif
- Reaksi pembakaran
bensin dan dampaknya
- Cara mengatasi
dampak negatif
pembakaran bensin
2.2.4 Minyak Bumi
2.2.4.1 Pembentukan Minyak Bumi
Sumber energi utama yang digunakan untuk bahan bakar rumah tangga,
kendaraan bermotor dan mesin industri berasal dari minyak bumi, batubara dan
gas alam. Ketiga jenis bahan bakar tersebut terbentuk dari peruraian senyawa-
senyawa organik yang berasal dari jasad organisme kecil yang hidup di laut jutaan
tahun yang lalu. Proses peruraian berlangsung lambat di bawah suhu dan tekanan
tinggi, dan menghasilkan campuran hidrokarbon yang kompleks. Sebagian
campuran berada dalam fase cair dan dikenal sebagai minyak bumi. Sedangkan
sebagian lagi berada dalam fase gas dan disebut gas alam.
30
Karena memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah dari air, maka minyak
bumi (dan gas alam) dapat bergerak ke atas melalui batuan sedimen yang berpori.
Jika tidak menemui hambatan, minyak bumi dapat mencapai permukaan bumi.
Akan tetapi, pada umumnya minyak bumi terperangkap dalam bebatuan yang
tidak berpori dalam pergerakannya ke atas. Hal ini menjelaskan mengapa minyak
bumi juga disebut petroleum (berasal dari bahasa Latin petrus artinya batu dan
oleum artinya minyak).
Cara yang dilakukan untuk memperoleh minyak bumi atau petroleum yaitu
dengan pengeboran. Pengeboran untuk mengambil minyak bumi (dan gas alam) di
lepas pantai dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menanam jalur pipa di dasar
laut dan memompa minyak (dan gas alam) ke daratan serta membuat anjungan di
mana minyak bumi (dan gas alam) selanjutnya dibawa oleh kapal tanker menuju
daratan. Di darat, minyak bumi (dan gas alam) dibawa ke kilang minyak (refinery)
untuk diolah.
Minyak bumi ditemukan bersama-sama dengan gas alam. Minyak bumi
yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah (crude oil).
Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama
alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa
anorganik. Meskipun kompleks, untungnya terdapat cara mudah untuk
memisahkan komponen-komponennya, yakni berdasarkan perbedaan nilai titik
didihnya. Proses ini disebut distilasi bertingkat. Untuk mendapatkan produk akhir
sesuai dengan yang diinginkan, maka sebagian hasil dari distilasi bertingkat perlu
31
diolah lebih lanjut melalui proses konversi, pemisahan pengotor dalam fraksi, dan
pencampuran fraksi.
2.2.4.2 Fraksi Minyak Bumi dan Kegunaannya
Prinsip pengolahan minyak mentah menggunakan distilasi bertingkat
adalah pemisahan komponen atau fraksi-fraksi minyak bumi melalui perbedaan
titik didih. Dimana fraksi yang memiliki titik didih paling rendah akan keluar
terlebih dahulu disusul oleh fraksi yang memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Fraksi yang memiliki titik didih paling rendah adalah gas petroleum, yakni sekitar
20°C, dan fraksi yang memiliki titik didih paling tinggi adalah aspal, sekitar
400°C. Makin ke bawah tabung fraksionasi, makin tinggi suhu tangki tersebut.
Tabung fraksionasi minyak bumi dan jenis fraksi minyak bumi serta kegunaannya
disajikan pada Gambar 2.1 dan Tabel 2.3.
Gambar 2.1. Tabung Fraksionasi Minyak Bumi
32
Tabel 2.3. Jenis Fraksi Minyak Bumi dan Kegunaannya
Fraksi Jumlah Titik
Atom (C) Didih (oC)
Kegunaan
Gas 1-4 < 30 Bahan bakar
LPG, sumber
hidrogen
Peteroleum eter 5-6 30 – 90 Pelarut
Bensin 6-9 90 – 175 Bahan bakar
(gasoline) Nafta (bensin 9-12 175 – 200 Zat aditif bensin
berat) Minyak tanah 12-15 175 – 275 Bahan bakar
(kerosin), Avtur rumah tangga,
mesin jet
Solar dan 15-16 250 – 375 Bahan bakar
minyak diesel diesel, industri
Pelumas (oli) 16-20 350 ke atas Pelumas
Parafin/ lilin/ 21-24 350 ke atas Penerangan
malam Aspal 25 ke atas 350 ke atas Pelapis jalan raya
Minyak mentah tidak dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen
murni, melainkan ke dalam fraksi-fraksi, yakni kelompok-kelompok yang
mempunyai kisaran titik didih tertentu melalui proses distilasi bertingkat. Hal ini
dikarenakan jenis komponen hidrokarbon begitu banyak dan isomer-isomer
hidrokarbon mempunyai titik didih yang berdekatan. Proses distilasi bertingkat ini
dapat dijelaskan pada Gambar 2.2.
33
Minyak mentah dipanaskan dalam
boiler dengan uap air bertekanan tinggi.
Uap minyak mentah dialirkan ke bagian bawah menara/tanur
distilasi.
Uap minyak mentah bergerak ke atas
melewati pelat-pelat (tray).
Uap minyak mentah menjadi
dingin.
Sebagian uap terkondensasi
membentuk zat cair.
Zat cair yang diperoleh dalam kisaran suhu
tertentu disebut fraksi.
Fraksi senyawa dengan titik didih tinggi akan
terkondensasi di bagian bawah menara.
Fraksi senyawa dengan titik didih rendah
terkondensasi di bagian atas menara.
Fraksi selanjutnya dialirkan ke bagian kilang minyak
lainnya untuk proses konversi.
Gambar 2.2. Proses Distilasi Bertingkat Minyak Bumi
Proses konversi bertujuan untuk memperoleh fraksi-fraksi dengan
kuantitas dan kualitas sesuai permintaan pasar. Sebagai contoh, untuk memenuhi
kebutuhan fraksi bensin yang tinggi, maka sebagian fraksi rantai panjang perlu
diubah/dikonversi menjadi fraksi rantai pendek. Di samping itu, fraksi bensin
harus mengandung lebih banyak hidrokarbon rantai bercabang/ alisiklik/aromatik
dibandingkan rantai lurus. Jadi, diperlukan proses konversi untuk penyusunan
ulang struktur molekul hidrokarbon. Beberapa jenis proses konversi dalam kilang
minyak dituliskan sebagai berikut.
1. Perengkahan (cracking)
Perengkahan adalah pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul
kecil. Contohnya, perengkahan fraksi minyak ringan/berat menjadi fraksi gas,
bensin, kerosin, dan minyak solar/diesel.
34
2. Reforming
Reforming bertujuan mengubah struktur molekul rantai lurus menjadi rantai
bercabang/alisiklik/ aromatik. Sebagai contoh, komponen rantai lurus (C5-C6)
dari fraksi bensin diubah menjadi aromatik.
3. Alkilasi
Alkilasi adalah penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar.
Contohnya, penggabungan molekul propena dan butena menjadi komponen
fraksi bensin.
4. Coking
Coking adalah proses perengkahan fraksi residu padat menjadi fraksi minyak
bakar dan hidrokarbon intermediat. Dalam proses ini, dihasilkan kokas (coke).
Kokas digunakan dalam industri alumunium sebagai elektrode untuk ekstraksi
logam Al.
2.2.4.3 Mutu Bensin
Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang
peranan penting sampai saat ini. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis
hidrokarbon yang memiliki rantai C6-C9. Kadarnya bervariasi tergantung
komposisi minyak mentah dan kualitas yang diinginkan.
Oleh karena bensin hanya terbakar dalam fase uap, maka bensin harus
diuapkan dalam karburator sebelum dibakar dalam silinder mesin kendaraan.
Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran bensin diubah menjadi gerak.
Pembakaran bensin yang diinginkan adalah yang menghasilkan dorongan yang
35
mulus terhadap penurunan piston. Hal ini tergantung dari ketepatan waktu
pembakaran agar jumlah energi yang ditransfer ke piston menjadi maksimum.
Ketepatan waktu pembakaran tergantung dari jenis rantai hidrokarbon yang
selanjutnya akan menentukan kualitas bensin.
Alkana rantai lurus dalam bensin seperti n-heptana, n-oktana, dan nonana
sangat mudah terbakar. Hal ini menyebabkan pembakaran terjadi terlalu awal
sebelum piston mencapai posisi yang tepat. Akibatnya timbul bunyi ledakan yang
disebut ketukan (knocking). Pembakaran terlalu awal berarti ada sisa komponen
bensin yang belum terbakar sehingga energi yang ditransfer ke piston tidak
maksimum. Sedangkan alkana rantai bercabang/alisiklik/ aromatik dalam bensin
seperti isooktana tidak terlalu mudah terbakar. Hal ini yang menyebabkan lebih
sedikit ketukan yang dihasilkan, dan energi yang ditransfer ke piston lebih besar.
Oleh karena itu, bensin dengan kualitas yang baik harus mengandung lebih
banyak alkana rantai bercabang/ alisiklik/ aromatik dibandingkan alkana rantai
lurus. Kualitas bensin ini dinyatakan oleh angka oktan. Angka oktan menunjukkan
kemampuan pembakaran suatu bahan bakar yang setara dengan pembakaran
campuran n-heptana dan isooktana. Angka oktan (octane number) dapat dikatakan
pula sebagai ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan
sewaktu terbakar dalam mesin. Angka oktan suatu bensin dapat ditentukan
melalui uji pembakaran sampel bensin untuk memperoleh karakteristik
pembakarannya. Karakteristik tersebut kemudian dibandingkan dengan
karakteristik pembakaran dari berbagai campuran n-heptana dan isooktana. Jika
ada karakteristik yang sesuai, maka kadar isooktana dalam campuran n-heptana
36
dan isooktana tersebut digunakan untuk menyatakan nilai bilangan oktan dari
bensin yang diuji. Semakin tinggi kadar isooktana maka kualitas pembakaran
semakin baik dan energy yang dihasilkan lebih besar.
Ada beberapa jenis bensin produksi Pertamina, seperti Premium, Pertalite,
Pertamax, dan Pertamax Plus. Angka oktan beberapa jenis bensin diberikan pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Jenis Bensin dan Angka Oktan
Jenis Bensin Angka Oktan
Premium 88 Pertalite 91
Pertamax 92
Pertamax Plus 95
Pertamax Turbo 98
Fraksi bensin dari menara distilasi umumnya mempunyai bilangan oktan
~70. Untuk menaikkan nilai bilangan oktan tersebut, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan :
1. Mengubah hidrokarbon rantai lurus dalam fraksi bensin menjadi hidrokarbon
rantai bercabang melalui proses reforming. Contohnya mengubah n-oktana
menjadi isooktana, seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Reaksi Reforming N-oktana Menjadi Isooktana
2. Menambahkan hidrokarbon alisiklik/aromatik ke dalam campuran akhir fraksi
bensin.
37
3. Menambahkan aditif anti ketukan ke dalam bensin untuk memperlambat
pembakaran bensin. Pernah menggunakan timbal (Pb), tetapi karena bersifat
racun, maka penggunaannya dilarang dan diganti dengan senyawa organik,
seperti etanol dan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether).
Beberapa keunggulan dari Pertalite, Pertamax dan Pertamax Plus
dibandingkan Premium adalah:
1. Mempunyai bilangan oktan yang tinggi.
Produsen mobil cenderung memproduksi kendaraan yang menggunakan
perbandingan kompresi mesin yang tinggi. (Perbandingan kompresi mesin
adalah perbandingan volume silinder sebelum dan sesudah kompresi). Hal ini
dimaksudkan agar tenaga mesin menjadi besar dan kendaraan dapat melaju
dengan kecepatan tinggi. Mesin demikian membutuhkan bensin dengan
bilangan oktan yang tinggi.
2. Meningkatkan kinerja mesin agar mesin makin bertenaga
Pertalite, Pertamax dan Pertamax Plus memiliki stabilitas oksidasi yang tinggi
dan juga mengandung aditif generasi terakhir. Pembakaran bensin menjadi
semakin sempurna sehingga kinerja mesin bertambah baik.
3. Bersifat ramah lingkungan
Pertalite, Pertamax dan Pertamax Plus tidak mengandung Pb yang bersifat
racun. Pembakaran yang semakin sempurna juga dapat mengurangi kadar
emisi gas polutan seperti CO dan NOx.
4. Lebih ekonomis dari segi harga bahan bakar dan biaya perawatan
38
Pertamax dan Pertamax Plus sudah mengandung aditif sehingga praktis dan
tepat takarannya. Aditif juga dapat melindungi mesin sehingga dapat menekan
biaya perawatan.
2.2.4.4 Minyak Pelumas (Oli)
Pelumas adalah zat kimia berwujud cair atau padat, yang diberikan di
antara dua benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan
fraksi hasil destilasi minyak bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung yang
memisahkan dua permukaan yang berhubungan. Umumnya pelumas terdiri dari
90% minyak dasar dan 10% zat tambahan. Salah satu penggunaan pelumas paling
utama adalah oli mesin yang dipakai pada mesin pembakaran dalam.
Pada dasarnya yang menjadi fungsi utama pelumas adalah mencegah
atau mengurangi keausan sebagai akibat dari kontak langsung antara permukaan
logam satu dengan permukaan logam lain yang terus menerus bergerak. Selain
keausan dapat dikurangi, permukaan logam yang terlumasi akan mengurangi
besar tenaga yang diperlukan akibat terserap gesekan, dan panas yang ditimbulkan
oleh gesekan akan berkurang. Pelumas juga memiliki fungsi tambahan
diantaranya yaitu sebagai penghantar panas, pelindung mesin, pembersih, dan
pendingin mesin.
Viskositas merupakan kekentalan suatu minyak pelumas yang merupakan
ukuran kecepatan bergerak atau daya tolak suatu pelumas untuk mengalir. Oli
memiliki suhu paling rendah dimana mesin diharapkan beroperasi. Kekentalan oli
berkaitan dengan kemampuan oli bekerja pada suhu yang ekstrim. Oli yang baik
39
adalah oli yang mempunyai kekentalan stabil/ memiliki daya tahan terhadap suhu
rendah (dingin) dan suhu tinggi (panas). Kemampuan ini akan sangat mendukung
beberapa fungsi oli yang telah disebutkan.
Gambar 2.4. Kode pada Kemasan Pelumas
Ukuran kekentalan pelumas umumnya menggunakan standar SAE (Society
of Automotive Engineering), seperti pada Gambar 2.4 dimana pada kemasan
tertulis SAE 5W-30. Tanda 5W (Winter) berarti pada suhu rendah (dingin), oli
akan tetap memiliki kekentalan 5 dan pada suhu tinggi (panas) oli akan berada
pada tingkat kekentalan 30. Kode 15W-50 mempunyai makna pada suhu terendah
oli akan memiliki derajat kekentalan sebesar 15 dan pada suhu tertinggi oli
memiliki tingkat kekentalan 50. Semakin kecil jarak kekentalan oli maka semakin
baik kualitas oli tersebut. Misalnya, SAE 5W-30 akan lebih baik dari kode SAE
5W-40.
Semakin rendah suhu udara di luar (tempat yang dingin) maka dibutuhkan
oli yang lebih encer atau dengan kode 5W. Negara dingin biasanya memakai oli
dengan kode 5W. Sebaliknya, semakin panas cuaca/ suhu udara di luar maka
40
dibutuhkan oli dengan tingkat kekentalan yang lebih tinggi, seperti Indonesia akan
lebih baik untuk menggunakan kode SAE 15W-30. Pemakaian kekentalan yang
tidak sesuai dengan suhu suatu negara akan menyebabkan oli tidak bisa bekerja
maksimal. Jika Indonesia menggunakan kode SAE 5W-40 maka oli akan sangat
encer sehingga tidak mampu melakukan tugas pelumasan dengan baik. Begitu
pula sebaliknya jika pada negara dengan cuaca ekstrim dingin menggunakan kode
SAE 15W maka oli akan sangat kental pada saat udara dingin sehingga oli tidak
dapat mengalir pada ruang-ruang antar komponen mesin.
2.2.4.5 Dampak Pembakaran Bahan Bakar dan Cara Mengatasinya
Pembakaran bensin dalam mesin kendaraan mengakibatkan pelepasan
berbagai zat yang dapat mengakibatkan pencemaran udara. Berikut beberapa
penjelasan mengenai dampak pembakaran bahan bakar bensin.
1. Pembakaran bensin
Pembakaran bensin merupakan penyebab polusi udara terbesar karena sumber
utama gas CO2. Gas ini dihasilkan dari proses pembakaran sempurna. Reaksi
pembakaran sempurna tersebut adalah 2C8H8 + 25O2 → 16CO2 + 18H2O. Gas
CO2 memiliki dampak yang tidak baik bagi lingkungan. Peningkatan
konsentrasi CO2 mengakibatkan peningkatan suhu lingkungan yang dapat
memicu perubahan iklim yang drastis. Selain itu, kenaikan suhu lingkungan
yang signifikan juga berakibat menipis dan mencairnya es di kutub,
permukaan air laut yang terus naik, serta musim dingin yang berakhir lebih
cepat dan musim panas yang datang lebih awal.
41
2. Pemakaian TEL pada bensin
Pembakaran bensin menghasilkan partikulat Pb dari knalpot yang
mengakibatkan pencemaran udara, mengganggu pernapasan, gigi rapuh,
kerusakan tulang belakang, terhambatnya kerja enzim, dan terganggunya
pembentukan hemoglobin (Gusnita, 2012). Untuk mengganti TEL digunakan
MTBE (metil tersier butil eter).
3. Pembakaran tidak sempurna
Pembakaran bensin juga menghasilkan gas CO yang beracun dan dapat
berikatan dengan hemoglobin dalam darah dan menghalangi ikatan O2 dengan
hemoglobin. Reaksinya yaitu 2C8H18(l) + 21O2(g) → 8CO(g) + 8CO2(g) +
18H2O(g) atau 2C8H18(l) + 15O2(g) → 8C(s) + 4CO(g) + 4CO2(g) +
18H2O(g). Bila gas O2 yang tersedia cukup, reaksi tersebut akan berjalan
sempurna. Namun jika tidak, maka akan terjadi pembakaran tidak sempurna
yang menghasilkan gas CO. Gas CO yang terhirup dapat berikatan dengan
hemoglobin dalam darah yang seharusnya mengikat O2. Karena kemampuan
gas CO untuk mengikat Hb lebh kuat daripada O2, maka Hb yang telah
berikatan dengan CO akan menjadi HbCO dan tidak bisa lagi mengikat O2
sehingga tubuh akan kekurangan O2. Ambang batas CO di udara adalah < 100
ppm. Udara dengan kadar CO > 100 ppm dapat menyebabkan sakit kepala dan
cepat lelah. Adapun pada kadar CO > 750 ppm dapat menyebabkan kematian.
Sementara itu, karbon (C) menghasilkan serbuk halus jelaga yang jika terhirup
dapat merusak alat pernafasan.
42
4. Hujan asam
Selain gas karbon dioksida dan karbon monoksida, dampak pembakaran bahan
bakar dalam mesin kendaraan bermotor dapat menghasilkan gas belerang
dioksida (SO2) karena di dalam minyak bumi terdapat senyawa belerang, serta
gas oksida nitrogen (NOx) karena untuk membakar bahan bakar (bensin)
dalam mesin digunakan udara sebagai sumber oksigen dan udara mengandung
gas nitrogen. Belerang dari minyak bumi dapat teroksidasi menjadi gas
belerang dioksida (SO2) menurut reaksi S(s) + O2(g) → SO2(g). Ketika di
udara, gas SO2 ini dapat teroksidasi menjadi gas SO3 sesuai reaksi SO2(g) +
O2(g) → SO3(g). Gas SO3 ini sangat mudah bereaksi dengan air menghasilkan
asam sulfat, sehingga gas SO3 ini dapat menyebabkan hujan asam seperti
reaksi SO3(g) + H2O(l) H2SO4(aq). Kadar asam yang berlebih dalam
lingkungan juga berakibat buruk bagi lingkungan karena sifatnya yang korosif
sehingga perkaratan pada logam lebih mudah terjadi.Sedangkan pada suhu
tinggi, di dalam mesin kendaraan bermotor dapat terjadi reaksi antara nitrogen
dan oksigen yang menghasilkan gas oksida nitrogen dalam kadar tinggi. Gas
ini dapat menyebabkan iritasi pada mata sehingga menyebabkan mata perih
dan merah.
Dampak negatif pembakaran bensin sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor ini perlu diatasi agar tidak semakin merusak lingkungan. Berikut
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak dari pembakaran
bensin.
43
1. Produksi bensin yang ramah lingkungan, seperti tanpa aditif Pb.
Bahan bakar di Bumi banyak, salah satunya adalah biofuel (bahan bakar yang
terbuat dari makhluk hidup, biasanya tanaman). Biofuel termasuk bahan bakar
yang ramah lingkungan. Biofuel itu bisa dibagi menjadi beberapa jenis, yakni
bioetanol, biodiesel, dan biogas. Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat
dari minyak kedelai, minyak rapeseed (sejenis bunga), minyak buah jarak,
hingga minyak bunga matahari. Biogas adalah bahan bakar yang berasal dari
hasil fermentasi sampah tumbuhan atau kotoran (manusia atau hewan).
Sedangkan bioetanol adalah alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
seperti gandum, tebu, jagung, singkong, ubi, buah-buahan, hingga limbah
sayuran. Untuk mendapatkan alkohol, tumbuhan di atas harus melewati proses
fermentasi terlebih dahulu.
2. Penggunaan EFI (Electronic Fuel Injection) pada sistem bahan bakar.
EFI adalah suatu rangkaian penyuplai bahan bakar secara elektronik. Artinya,
sistem suplai bahan bakar dari tanki ke ruang bakar sudah berbasis elektronik.
Prinsip kerja sistem EFI juga menggunakan perbedaan tekanan, namun
perbedaan tekanan ini dibuat lebih tinggi. Sehingga akan meningkatkan
tekanan didalam saluran bensin, ini akan menyebabkan bensin mengabut
secara sempurna.
3. Penggunaan konverter katalitik pada sistem buangan kendaraan.
Konverter katalitik ini berfungsi untuk mengurangi emisi gas buang dari
motor agar lebih ramah lingkungan. Konverter katalitik terbuat dari logam
palladium. Ketika gas buang menyentuh logam akan terjadi reaksi kimia
44
sehingga beberapa kandungan atau senyawa yang berbahaya dapat
dihilangkan, seperti hidrokarbon.
4. Penghijauan atau pembuatan taman dalam kota.
5. Penggunaan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui dan yang lebih
ramah lingkungan, seperti tenaga surya dan sel bahan bakar (fuel cell).
2.2.5 Terintegrasi Konteks Kejuruan
Seperti yang telah dipaparkan tentang pembelajaran kimia di SMK, pada
penelitian ini materi minyak bumi akan diintegrasikan dengan konteks kejuruan di
kompetensi keahlian teknik otomotif. Berikut beberapa paparan yang dijelaskan:
a. Konsumsi Bahan Bakar Sepeda Motor
Penggunaan bahan bakar Pertamax Plus dengan nilai oktan 95 memberikan
efisiensi lebih baik dibanding penggunaan bahan bakar Pertamax beroktan 92
dan Premium beroktan 88 (Budiharto & Priangkoso, 2013). Hal ini disebabkan
desain mesin kendaraan uji menyesuaikan dengan standar emisi di Indonesia
yaitu standar Euro 2 yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar bensin yang
sesuai dengan Pertamax Plus, sehingga mesin kendaraan mendapatkan
efisiensi terbaiknya.
b. Air Fuel Ratio
Bahan bakar (bensin) yang hendak dimasukan ke dalam ruang bakar haruslah
dalam keadaan yang mudah terbakar. Hal ini dilakukan agar didapatkan
efisiensi tenaga motor yang maksimal. Campuran bahan bakar yang belum
sempurna akan sulit dibakar oleh percikan bunga api dari busi. Bahan bakar
45
tidak dapat terbakar tanpa adanya udara (O2) yang tentunya dalam keadaan
yang homogen. Jumlah bahan bakar atau bensin yang dipakai dalam
pembakaran harus sesuai dengan aturan. Hal ini dikarenakan bahan bakar yang
melimpah pada ruang bakar tidak akan meningkatkan tenaga dari motor
tersebut melainkan akan merugikan motor sendiri. Semakin banyak bahan
bakar yang tidak terbakar akan meningkatkan filamen pada dinding silinder
(tempat gesekan antara dinding silinder dengan ring piston). Perbandingan
campuran udara dan bahan bakar (AFR) sangat dipengaruhi oleh pemakaian
bahan bakar. Bensin harus dapat terbakar seluruhnya agar menghasilkan
tenaga yang besar dan meminimalkan tingkat emisi gas buang. AFR (Air Fuel
Ratio) adalah faktor yang mempengaruhi kesempurnaan proses pembakaran di
dalam ruang bakar. AFR juga diartikan sebagai komposisi campuran bensin
dan udara (Widodo et al., 2014). Idealnya AFR bernilai 14,7 artinya campuran
terdiri dari 1 bensin dan 14,7 udara biasa (Syahrani, 2006).
c. Electronic Fuel Injection (EFI)
Sistem injeksi bahan bakar elektronik perlahan tapi pasti akan menggantikan
sistem yang sudah lama bertahan (karburasi motor). EFI (Electronic Fuel
Injection) adalah sebuah sistem bahan bakar yang dalam kerjanya dikontrol
secara elektronik agar didapatkan nilai campuran udara dan bahan bakar yang
selalu sesuai dengan kebutuhan motor bakar. Penyemprotan bahan bakarnya
sudah di atur secara elektronik, maka pada EFI dikenal ada komponen yang
bernama injector yang berfungsi untuk menginjeksikan bahan bakar dalam
bentuk kabut yang mudah terbakar. Dengan adanya EFI ini, maka proses
46
pembakaran yang terjadi diruang bakar akan terjadi secara sempurna sehingga
didapatkan daya motor yang optimal serta didapatkan gas buang yang ramah
lingkungan, sehingga pada saat ini menjadi primadona karena mampu
menjawab tantangan zaman dan mampu menekan angka emisi gas buang serta
mampu memenuhi standard EURO. Pada dasarnya, sistem EFI memiliki 3
komponen utama yakni sensor, ECU (Electronic Control Unit) dan aktuator.
Setiap ada perubahan kondisi penggunaan sepeda motor, ECU akan mengatur
supaya kondisi AFR tetap ideal dan diatur secara digital. Pada sistem EFI
terdapat beberapa sensor diantaranya yaitu sensor udara (oksigen), sensor
putaran mesin, sensor suhu udara, sensor posisi, dan sensor suhu air. Sensor
suhu udara (Intake Air Temperature) akan menjaga pasokan BBM tetap sesuai
(waktu buka injector ditambah atau dikurangi) saat kondisi kepadatan O2
berubah. Jadi sepeda motor yang menggunakan EFI digunakan siang atau
malam tetap optimum atau tenaga tetap sama.
d. Daur Ulang Oli di Bidang Otomotif
Oli merupakan pelumas utama bagi mesin kendaraan. Oli yang buruk akan
meninggalkan ampas atau sisa yang buruk pada mesin. Hal ini dapat
menyebabkan mesin tidak berumur lama. Akibatnya, kendaraan akan sering
mengalami mogok atau mati mesin. Limbah oli bekas tergolong limbah B3
yang berdampak negatif bagi lingkungan. Untuk itu, limbah oli ini dapat
dimanfaatkan kembali dengan cara mendaur ulang. Pemanfaatan kembali
limbah oli di bidang otomotif diataranya yaitu pelumas rantai roda dan gear,
penghilang karat pada knalpot, dan bahan bakar mesin diesel atau mesin
47
jenset. Selain di bidang otomotif, oli bekas juga dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan hewan ternak dan pengawet kayu. Meskipun begitu, pengelolaan
oli bekas tidak boleh dilakukan sembarangan karena berbahaya jika terpapar
pada makhluk hidup.
2.2.6 Keterampilan Berpikir Kritis
Salah satu tantangan pendidikan dewasa ini adalah membangun
keterampilan abad 21 (Suarsana & Mahayukti, 2013). Salah satu tantangan
tersebut yaitu lulusan yang dihasilkan memiliki keterampilan berpikir kritis (Lai,
2011). Siswa yang mendapat bekal keterampilan berpikir kritis dapat mencermati
kebenaraan pendapat orang lain berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga siswa
tanpa ada rasa ragu dapat memutuskan atau menilai kebenaran pendapat tersebut
(Rahmawati et al., 2016).
Salah satu kemampuan siswa Indonesia yang rendah pada pemecahan
masalah ialah kurangnya perhatian terhadap pembangunan keterampilan berpikir
kritis (Firdaus et al., 2015). Padahal, dalam memecahkan masalah dan mengambil
keputusan sesuai dengan kebenaran ilmiah, siswa memerlukan keterampilan
berpikir kritis (Hasruddin, 2009) Siswa yang memiliki tingkat kemampuan
berpikir kritis yang tinggi dapat memproses informasi, menganalisis,
mengevaluasi, menalar, dan mampu mengkomunikasikan dengan baik (Kadarsono
et al., 2019). Belajar berpikir kritis bagi siswa dilalui melalui proses menanya,
kapan menanya, apa pertanyaannya, bagaimana menalar, kapan menggunakan
penalaran, dan apa metode yang digunakan untuk menalar (Palinussa, 2013).
48
Conklin menyatakan bahwa higher order thinking skills meliputi berpikir
kritis dan berpikir kreatif (Arifin, 2016). Berpikir kritis menjadi dasar dari tiga
pola berpikir tingkat tinggi yang lain yaitu berpikir kreatif, pemecahan masalah,
dan pengambilan keputusan (Hasnunidah, 2012). Hal ini dapat diartikan bahwa
diperlukan penguasaan berpikir kritis terlebih dahulu sebelum mencapai tiga pola
berpikir tingkat tinggi yang lain (Habibah et al., 2017).
Berpikir kritis merupakan istilah yang umumnya dikaitkan dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang ditandai dengan analisis yang cermat dan
pertimbangan. Berpikir kritis merupakan berpikir yang masuk akal dan reflektif
yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau
diyakini (Ennis, 1993). Berpikir kritis juga diartikan sebagai keterampilan yang
dimiliki seseorang untuk bersikap rasional dalam memecahkan masalah yang
dihadapi (Dahlia et al., 2018). Fisher mendefinisikan berpikir kritis sebagai
berpikir evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan yang
secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau argumen yang
disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan tindakan (Masfuah et
al., 2011).
Berpikir kritis memiliki arti penting bagi seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti tuntutan pribadi, sosial, dan profeisonalitas (Che, 2002).
Orang-orang yang berpikir kritis secara konsisten berusaha untuk hidup secara
rasional, cukup, dan empati. Ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, orang-
orang yang berpikir kritis, akan tetap belajar menyelesaikan permasalahan
tersebut. Mereka berkomitmen untuk berpikir logis tentang permasalahan sampai
49
akhirnya selesai. Mereka berjuang untuk menyingkirkan keraguan yang datang ke
dalam pemikirannya dan berusaha untuk melihat situasi dengan cara baru
sehingga dapat dianalisis dan dievaluasi secara logis. Selain itu, mereka akan
merefleksikan apa yang sudah mereka pelajari.
Keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif ini datang
bersama-sama di bawah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang didasarkan pada
pemikiran tingkat yang lebih rendah. Kemampuan berpikir tentang topik pada
tingkat yang lebih tinggi, harus terlebih dahulu memahami topik yang diberikan.
Seorang siswa ketika berpikir tingkat tinggi, harus mengetahui fakta-fakta dasar,
memahami konsep, dan menerapkan apa yang mereka ketahui, sehingga mereka
dapat memilih topik terpisah melalui analisis, membuat penilaian atau sesuatu
yang baru berdasarkan ide. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk
mempelajari masaah secara sistematis dalam menghadapi berbagai tantangan
secara terorganisasi dengan merumuskan pertanyaan inovatif dan merancang
solusi original (Abdurahim, 2016).
Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang
beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang
dilakukan (Sumarmo et al., 2012). Aspek indikator berpikir kritis diklasifikasikan
menjadi lima, yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana; (2) membangun
keterampilan dasar; (3) menyimpulkan; (4) memberikan penjelasan lebih lanjut;
dan (5) mengatur strategi dan taktik (Ennis, 1985). Indikator kemampuan berpikir
kritis dijabarkan lebih rinci sebagai berikut: memfokuskan diri pada pertanyaan,
menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan, jawaban, dan argumen,
50
mempertimbangkan sumber yang terpercaya, mengamati dan menganalisis
deduksi, menginduksi dan menganalisis induksi, merumuskan eksplanatori,
kesimpulan dan hipotesis, menarik pertimbangan yang bernilai, menetapkan suatu
aksi, dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam melaksanakann berpikir kritis,
terlibat disposisi berpikir yang dicirikan dengan bertanya secara jelas dan
beralasan, berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang
terpercaya, mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, berusaha tetap
mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap
terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan
bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan
cara berpikir orang lain yang kritis, dan bersikap sensisif terhadap perasaan orang
lain.
Indikator keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (1985) disajikan pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis
Aspek Indikator Sub Indikator
1. Memberikan
penjelasan
sederhana
1. Memfokuskan
pertanyaan
2. Menganalisis
argumen
Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban
Menjaga kondisi pikiran
Mengidentifikasi kesimpulan
Mengidentifikasi alasan
(sebab) yang dinyatakan
(eksplisit)
Mengidentifikasi alasan yang
tidak dinyatakan
Mencari atau menemukan
persamaan dan perbedaan
51
Aspek Indikator Sub Indikator
Mengidentifikasi kerelevanan
dan tidak relevan
Mencari atau menemukan
struktur argument
Membuat ringkasan
3. Bertanya dan Mengapa?
menjawab Apa intinya?
pertanyaan Apa artinya?
menantang Apa contoh dan bukan
contohnya?
Bagaimana menerapkannya
pada kasus tersebut?
Perbedaan apa yang
menyebabkannya?
Apa faktanya?
Benarkah apa yang anda
katakan?
2. Membangun 4. Mempertimbangkan Ahli
keterampilan kredibilitas Tidak ada konflik interest
dasar (kriteria) suatu Kesepatan antar sumber
sumber Reputasi
Menggunakan prosedur yang
tersedia
Mengetahui resiko terhadap
reputasi
Kemampuan memberikan
alasan
Kebiasaan berhati-hati
5. Mengobservasi dan Melibatkan sedikit dugaan
mempertimbangkan Menggunakan waktu yang
laporan observasi singkat antara observasi dan
laporan
Melaporkan hasil observasi
sendiri
Mencatat hal-hal yang
diinginkan
Penguatan
Kemungkinan penguatan
Kondisi akses yang baik
Penggunaan teknologi yang
kompeten
Kepuasan observer yang
kredibilitas
3. Menyimpulkan 6. Mendeduksi dan Kelompok yang logis
mempertimbangkan Kondisi yang logis
52
Aspek Indikator Sub Indikator
7.
hasil deduksi
Menginduksi dan
Interpretasi pernyataan /
menyatakan tafsiran
Membuat generalisasi
mempertimbangkan
hasil induksi
Mengemukakan kesimpulan
dan hipotesis
Investigasi
8.
Membuat dan
Kriteria berdasarkan asumsi
Latar belakang fakta-fakta
4. Memberikan
9.
menentukan hasil
pertimbangan
Mendefinisikan
Konsekuensi
Penerapan prinsip-prinsip
Mempertimbangkan
alternatif
Mempertimbangkan dan
menentukan
Membuat bentuk definisi :
penjelasan
lanjut istilah dan
mempertimbangkan
suatu definisi
sinonim, klasifikasi, rentang,
ekspresi yang sama,
operasional, contoh dan
bukan contoh
Bertindak dengan
memberikan penjelasan
lanjut
Isi
5. Mengatur
10.
11.
Mengidentifikasi
asumsi-asumsi
Menentukan suatu
Alasan yang tidak dinyatakan
Asumsi yang dibutuhkan,
mengkonstruksi argumen
Mengungkap masalah
strategi dan
taktik tindakan
Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi
yang mungkin
Merumuskan solusi alternatif
Menentukan tindakan
sementara
Memutuskan hal-hal yang
akan dilakukan secara tentatif
Menelaah
12.
Berinteraksi dengan
orang lain
Memonitor
Menyenangkan
Strategi logis
Strategi retorika
Presentasi
53
Tingkat keterampilan berpikir kritis siswa perlu dinilai. Penilaian
keterampilan berpikir kritis ini memiliki banyak manfaat penting (Ennis, 1993).
Hal penting tersebut diantaranya yaitu (1) dapat mendiagnosis tingkat
keterampilan berpikir kritis siswa; (2) memberikan motivasi kepada siswa untuk
menjadi pemikir kritis yang lebih baik; (3) melakukan penelitian tentang
pembelajaran keterampilan berpikir kritis dan masalah yang dihadapi. Pengukuran
keterampilan berpikir kritis siswa sebaiknya menggunakan soal tes open ended
yang lebih komprehensif.
Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan dalam memahami materi
yang membutuhkan penalaran lebih (Kemdikbud, 2016). Jika tidak ada perbaikan
dalam cara bernalar siswa yang salah maka kesulitan akan terus dihadapi siswa
hingga kelas berikutnya (Bao et al., 2002). Oleh karena itu, siswa perlu diajarkan
belajar berpikir kritis secara bertahap melalui kebiasaan yang dilatihkan.
Proses pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilakukan
seorang guru dengan memberikan stimulasi kepada siswa untuk melakukan
aktivitas keterampilan berpikir kritis. Keterampilan ini dapat dikembangkan jika
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dikelola secara sengaja untuk
mendukung perkembangan keterampilan berpikir kritis siswa (Dahlia et al.,
2018). Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah pembelajaran yang semula
berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa dengan pendekatan kontekstual
(Verawati et al., 2017). Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
dapat dimulai dengan memberikan suatu masalah di awal pembelajaran,
melakukan eksperimen untuk memecahkan masalah, melakukan observasi untuk
54
menjelaskan fenomena, bereksplorasi, dan melaporkan hasil eksperimen
(Prayogi & Muhali, 2015). Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa sudah banyak dilaksanakan dalam beberapa
penelitian dengan menggunakan berbagai model pembelajaran (Lestari et al.,
2016; Uswatun & Rohaeti, 2015; Kristanto & Susilo, 2015). Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dilaksanakan
dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Selain itu, peningkatan motivasi belajar siswa juga perlu dilakukan dalam
rangka melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Motivasi merupakan tenaga
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai (Sanderayanti, 2015). Siswa dengan motivasi belajar
yang tinggi akan lebih fokus mengikuti pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai (Rahmawati, 2013). Artinya, siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi akan melakukan usaha dan upaya belajar yang lebih
banyak sehingga memungkinkan siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang
tinggi pula (Nugraha et al., 2017).
Keterampilan berpikir kritis dapat dilatihkan kepada siswa menggunakan
pendekatan yang menekankan pada hubungan antara keterampilan tersebut
dengan pengalaman dan konteks yang lebih khusus (Subiantoro & Fatkhurohman,
2009). Pendekatan ini mengisyaratkan perlunya bahan ajar yang memberikan
kesempatan siswa dalam menggali kontekstualitas pengalaman belajar dan
menerapkan keterampilan berpikir kritis. Proses belajar yang menekankan pada
55
kemampuan berpikir kritis akan membuat siswa lebih paham terhadap suatu
konsep (Wijayanti et al., 2016).
2.3 Kerangka Berpikir
Mata pelajaran kimia diberikan di sekolah kejuruan untuk mendukung
materi di bidang kejuruan. Seyogyanya, pembelajaran kimia di sekolah kejuruan
ini mengintegrasikan materi kimia dengan materi kejuruan agar fungsi pemberian
mata pelajaran kimia di SMK terwujud. Permasalahan yang mucul yaitu belum
terlaksananya pembelajaran yang terintegrasi antara mata pelajaran kimia dan
mata pelajaran kejuruan oleh guru. Salah satu alasan yang banyak dikemukakan
yaitu belum adanyan bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan.
Solusi dari permasalahan ini yaitu dengan melakukan pengembangan
bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan. Materi minyak bumi memiliki
keterkaitan yang besar dengan kejuruan teknik otomotif sehingga pengembangan
bahan ajar dapat dilakukan dengan mengkaitkan kedua materi tersebut. Integrasi
kedua materi tersebut akan mendorong keingintahuan siswa pada mata pelajaran
kimia karena berhubungan langsung dengan materi kejuruan. Selain itu,
keberadaaan bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa yang merupakan salah satu keterampilan abad
21 yang dibutuhkan di dunia kerja.
Secara ringkas, kerangka berpikir penelitian ini akan dijelaskan pada
Gambar 2.5.
56
Pembelajaran kimia di sekolah menengah kejuruan
1. Tujuan SMK menghasilkan lulusan yang siap
bekerja di bidangnya, beradaptasi di lingkungan
kerja, dan mengembangkan diri
2. Kimia : kelompok mata pelajaran adaptif (C1
Dasar Bidang Kejuruan)
Harapan
Pembelajaran kimia di SMK
seharusnya dikaitkan langsung
dengan pembelajaran produktif
(C2 dan C3)/ kompetensi kejuruan
Fakta
Guru kimia di SMK belum
melakukan pembelajaran kimia
yang diintegrasikan dengan
konteks kejuruan
Masalah
Belum adanya bahan ajar atau buku yang
dapat digunakan acuan untuk guru dalam
mengajar kimia yang diintegrasikan
dengan konteks kejuruan
Solusi
Diperlukan pengembangan bahan ajar
kimia terintegrasi konteks kejuruan
Keterampilan
berpikir kritis
Keterampilan abad 21
yang dibutuhkan
dalam dunia kerja
Tujuan
Meningkatkan
keterampilan berpikir
kritis siswa
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir
137
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pengembangan bahan ajar
minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa SMK teknik otomotif maka dapat diambil simpulan sebagai
berikut.
1) Bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif
memenuhi kriteria valid dengan tingkat kesahihan yaitu 3,78 pada kategori
sangat baik.
2) Bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif
mencapai kriteria efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis dengan
syarat yang telah terpenuhi yaitu rerata hasil tes keterampilan berpikir kritis
yang meningkat sebesar 35%, skor N-Gain mencapai 0,55 dengan kriteria
sedang, dan proporsi ketuntasan siswa mencapai 86,11% dengan rerata hasil
posttest keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal sebesar 82,71.
3) Respon siswa terhadap bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan
teknik otomotif menunjukkan sebesar 78% siswa memberikan respon sangat
baik dan 22% siswa memberikan respon baik.
137
138
5.2. Implikasi
Berdasarkan simpulan tersebut, maka implikasi hasil penelitian yang
diajukan sebagai berikut.
1) Bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif dapat
digunakan sebagai alternatif media pembelajaran yang inovatif di SMK.
2) Bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif
bermanfaat untuk mendukung terselenggaranya pembelajaran kimia yang
terintegrasi materi kejuruan untuk meningkatkan pemahaman dan motivasi
siswa terhadap ilmu kimia.
5.3. Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Pengembangan bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik
otomotif sebaiknya dilakukan juga pada kompentensi dasar yang lain.
2) Bahan ajar minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif dibuat
sebaiknya dibuat e-book agar akses mendapatkan bahan ajar tersebut menjadi
lebih mudah.
139
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahim, A. (2016). Keefektifan Model Pembelajaran Resik Ditinjau dari
Sikap, Motivasi, dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP.
Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 3(2), 137–149.
Ardiansyah, R., Corebima, A, D., & Rohman, F, (2017). Pengembangan Bahan
Ajar Mutasi Genetik pada Matakuliah Genetika. Jurnal Pendidikan: Teori,
Penelitian, Dan Pengembangan, 2(7), 927–933.
Arifin, Z, (2016). Pengembangan Instrumen pengukur Berpikir Kritis Matematika
Siswa SMA Kelas X. Jurnal Theorems (The Original Research of
Mathematics), 1(1), 58–74.
Ariyani, N., Susilaningsih, E., & Mahatmanti, F. W. (2019). Journal of Innovative
Science Education The Development of The Chemical Teaching Material
Integrated to Nautical Material to Improve Understanding The Hydrocarbon
and Petroleum Concept in The Shipping Vocational High School. Journal of
Innovative Science Education, 8(1), 516–524.
Asliyani, Rusdi, M., & Asrial. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Kimia SMK
Teknologi Kelas X Berbasis Kontekstual. Edu-Sains, 3(2), 1–7.
Bao, L., Hogg, K., & Zollman, D. (2002). Model analysis of fine structures of
student models : An example with Newton’s third law. American Association
of Physics Teachers, 70(7), 766–778. https://doi.org/10.1119/1.1484152
Bauer, K. (2010). Textbooks and Teaching Resources: A Case Study from the
Early Childhood Classroom – Australia. IARTEM E-Journal, 3(2), 81–95.
Bell, J. & Donnelly, J. (2006). A Vocationalized School Science Curriculum?
International Journal of Science Education, 28(12), 1389–1410.
https://doi.org/10.1080/09500690600708600
Boahin, P. & Hofman, A. (2013). Journal of Vocational Education & A
disciplinary perspective of competency-based training on the acquisition of
employability skills. Journal of Vocational Education & Training, 65(3),
385–401. https://doi.org/10.1080/13636820.2013.834954
Budiharto, M. & Priangkoso, T. (2013). Hubungan Jenis Bahan Bakar dengan
Konsumsi Bahan Bakar Sepeda Motor Bertransmisi CVT, Semi-Otomatik
dan Manual. Momentum, 9(2), 22–24.
Che, F. S. (2002). Teaching Critical Thinking Skills in a Hong Kong Secondary
School. Asia Pacific Education Review, 3(1), 83–91.
140
Chodijah, S., Fauzi, A., & Wulan, R. (2012). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Guided Inquiry yang Dilengkapi
Penilaian Portofolio pada Materi Gerak Melingkar. Jurnal Penelitian
Pembelajaran Fisika, 1, 1–19.
Dahlia. Ibrohim. & Mahanal, S. (2018). Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa SMP Menggunakan Perangkat Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Terbimbing dengan Sumber Belajar Hutan Wisata Bening. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(2), 188–194.
Destino, M. D., Bharata, H., & Caswita. (2019). Pengembangan Bahan Ajar
Transformasi Geometri Berorientasi pada Kemampuan Bepikir Kritis Siswa.
KREANO Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 10(1), 57–67.
Ennis, R. H. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills.
Educational Leadership, 43(2), 44–48.
Ennis, R. H. (1993). Critical Thinking Assessment. Theory Into Practice, 32(3),
179–186. https://doi.org/10.1080/00405849309543594
Faraday, S., Overtob, C., & Cooper, S. (2011). Effective Teaching and Learning
ini Vocational Education. London: LSN. Available at
http://policyconsortium.co.uk/wp-content/uploads/2012/01/110052RP-
effective-VET_final-report1.pdf.
Fatmawati, H., Mardiyana, & Triyanto. (2014). Analisis Berpikir Kritis Siswa
dalam Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Polya pada Pokok
Bahasan Persamaan Kuadrat. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika,
2(9), 899–910. https://doi.org/10.17605/OSF.IO/WSZA9
Febrianti, E., Haryani, S., & Supardi, K. I. (2015). Pengembangan Lembar Kerja
Siswa (LKS) Materi Larutan Penyangga Model Problem Based Learning
Bermuatan Karakter untuk Siswa SMA. Journal of Innovative Science
Education, 4(2), 50–58.
Firdaus, Kailani, I., Bakar, M. N. Bin, & Bakry. (2015). Developing Critical
Thinking Skills of Students in Mathematics Learning. Journal of Education
and Learning, 9(3), 226–236.
Gusnita, D. (2012). Pencemaran logam berat timbal (Pb) di udara dan upaya
penghapusan bensin bertimbal. Berita Dirgantara, 13(3), 95–101.
Habibah, F. N., Widodo, A. T., & Jumaeri. (2017). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Kontekstual Berpendekatan Inkuiri Terbimbing Materi Ksp.
Journal of Innovative Science Education, 6(1), 66–74.
Hasnunidah, N. (2012). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada
Pembelajaran Ekosistem Berbasis Konstruktivisme Menggunakan Media
141
Maket. Jurnal Pendidikan MIPA, 13(1), 64–74.
Hasruddin. (2009), Memaksimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui
Pendekatan Kontekstual. Jurnal Tabularasa PPS Unimed, 6(1), 48–60.
Hayati, M. N., Supardi, K. I., & Miswadi, S. S. (2013). Pengembangan
Pembelajaran IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek untuk
Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 2(1), 53–58.
Hayudiyani, M., Arif, M., & Risnasari, M. (2017). Identifikasi Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas X TKJ Ditinjau dari Kemampuan Awal dan Jenis
Kelamin Siswa di SMKN 1 Kamal. Jurnal Ilmiah Edutic, 4(1), 20–27.
Hidayati, A. (2015). Relevansi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
dengan Kebutuhan Dunia Usaha dan Industri (Studi Kasus di SMK Negeri 1
Batang), Dalam: Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Surakarta, 07 November 2015. Surakarta: FKIP UNS. Hlm:1-12.
Imaduddin, M. (2013). Modul Q-SETS sebagai Rekayasa Bahan Ajar Kimia yang
Bermuatan Quantum Learning dan Bervisi Salingtemas. Jurnal Pendidikan
Sains Universitas Muhammadiyah Semarang, 1(1), 26–36.
Indrawati. (2009). Keterampilan Proses Sains IPA. Bandung: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikdasmen P3GIPA.
Izzatika, A., Supartono, & Susilaningsih, E. (2015). Pengembangan Bahan Ajar
IPA Terintegrasi Pendidikan Karakter Tema Matahari sebagai Sumber
Energi. Journal of Primary Education, 4(1), 24–29.
Kadarsono, M., Suyitno, H., & Waluya, B. (2019). Mathematical Critical
Thinking Ability of Students in CTL Learning Based on Cognitive Style.
Unnes Journal of Mathematics Education Research, 8(8), 89–95.
Kharisma, E. N. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
SMK pada Materi Barisan dan Deret. Jurnal Review Pembelajaran
Matematika, 3(1), 62–75.
Kemdikbud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2016. Jakarta: Kemdikbud.
Kiener, M., Ahuna, K. H., & Tinnesz, C. G. (2014). Documenting critical thinking
in a capstone course: moving students toward a professional disposition.
Educational Action Research, 22(1). 109–121.
https://doi.org/10.1080/09650792.2013.856770
Kristanto, Y. E. & Susilo, H. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri
142
Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 22(2), 197-
208.
Kristian, N., Suyono, & Sunaryo. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Menulis
Laporan Skemata Bacaan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 1(2), 203–213.
Lai, E. R. (2011). Critical Thinking : A Literature Review. Pearson, 1–49.
Lainema, T. & Nurmi, S. (2006). Applying an authentic, dynamic learning
environment in real world business. Computers & Education, 47, 94–115.
Doi: https://doi.org/10.1016/j.compedu.2004.10.002
Laksono, P. J., Ashadi, & Saputro, S. (2016). Analis Bahan Ajar Kimia untuk
SMA/MA di Kabupaten Karanganyar pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan Berdasarkan Kurikulum 2013. Dalam: Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sains (SNPS). Surakarta, 22 Oktober 2016. Surakarta:
UNS. Hlm: 389–394.
Lestari, N., Edi, S. S., & Hartono. (2016). Keefektifan Pembelajaran Problem
Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Unnes Physics Education Journal,
5(1), 56-62. Doi: https://doi.org/10.15294/upej.v5i1.12706
Lamb, R. L. & Annetta, L. (2013). The Use of Online Modules and the Effect on
Student Outcomes in a High School Chemistry Class The Use of Online
Modules and the Effect on Student Outcomes in a High School Chemistry
Class. Journal of Science Education and Technology, 22(5), 603–613. Doi:
https://doi.org/10.1007/s
Majid, A. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya Offset.
Masfuah, S., Rusilowati, A., & Sarwi. (2011). Pembelajaran Kebencanaan Alam
dengan Model Bertukar Pasangan Bervisi SETS untuk Menumbuhkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7,
115–120.
Merlianita, D., Cahyono, E., & Saptorini. (2017). Keefektifan Pembelajaran
dengan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Bahan Ajar Bermuatan
Karakter Terhadap Hasil Belajar. Chemistry in Education, 6(2), 49–55.
Muqodas, R. Z., Sumardi, K., & Berman, E. T. (2015). Desain dan Pembuatan
Bahan Ajar Berdasarkan Pendekatan Saintifik pada Mata Pelajaran Sistem.
Journal of Mechanical Engineering Education, 2(1), 106–115.
Nugraha, A. J., Suyitno, H., & Susilaningsih, E. (2017). Analisis Kemampuan
143
Berpikir Kritis Ditinjau dari Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar
melalui Model PBL Abstrak. Journal of Primary Education, 6(1), 35–43.
Nugraha, D. A. & Binadja, A. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks
Bervisi SETS, Berorientasi Konstruktivistik. Journal of Innovative Science
Education, 2(1), 27–34.
Palinussa, A. L. (2013). Students’ Critical Mathematical Thinking Skills and
Character: Experiments for Junior High School Students through Realistic
Mathematics Education Culture-Based. Journal on Mathematics Education,
4(1), 75-94.
Prayogi, S. & Muhali. (2015). Pengembangan Model Pembelajaran Aktif Berbasis
Inkuiri (ABI) untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis
Mahasiswa. Jurnal Prisma Sains, 3(1): 346-351.
Purnawan, S. D. (2015). The Development of Soft Skills-Based Study Material of
Chemistry in The Topic of Termochemistry for Vocational High School
Student. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 4(2), 127–134. Doi:
https://doi.org/10.15294/jpii.v4i2.4180
Purwana, B. H. (2010). Penerapan Desain Kurikulum Sistemik untuk
Mengembangkan Kurikulum Program Produktif Sekolah Menengah
Kejuruan. Manajerial, 8(16), 46–53.
Quinn, T. T. (2013). An investigation o curriculum integration in a vocational
school setting: a qualitative study. Education Doctoral Theses. Paper 104.
Available at http://hdl.handle.net/2047/d20003039.
Rahma, A. N. (2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Inkuiri
Berpendekatan SETS Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk
Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Empati Siswa Terhadap
Lingkungan. Journal of Educational Research and Evaluation, 1(2), 133–
138.
Rahmawati, B. F. (2013). Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan
Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
Jurnal EducatiO, 8(2), 17–27.
Rahmawati, I., Hidayat, A., & Rahayu, S. (2016). Analisis Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa SMP pada Materi Gaya dan Penerapannya. Dalam: Prosiding
Semnas Pend. IPA Pascasarjana UM. Malang, 08 Oktober 2016. Malang:
Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hlm: 1112–1119.
Rahmi, A., Yusrizal, & Maulana, I. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Modul
pada Materi Hidrokarbon di SMA Negeri 11 Banda Aceh. Jurnal Pendidikan
Sains Indonesia, 2(1), 12–26.
144
Retnoningrum, A., Dasna, I. W., & Santoso, A. (2016). Penggunaan Pendekatan
Saintifik dalam Bahan Ajar Berbantuan Multimedia Konsep Larutan untuk
SMK Agribisnis Produksi Tanaman. Dalam: Prosiding Semnas Pend. IPA
Pascasarjana UM. Malang, 08 Oktober 2016. Malang: Pascasarjana
Universitas Negeri Malang. Hlm: 542–548.
Rizka, C., Harahap, F., & Edi, S. (2017). Analisis Kebutuhan Mahasiswa pada
Mata Kuliah Bioteknologi di Universitas Negeri Medan. Dalam: Prosiding
Seminar Nasional III Biologi dan Pembelajarannya. Medan, 08 September
2017. Medan: Universitas Negeri Medan. Hlm: 326–332.
Sanderayanti, D. (2015). Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Berpikir
Kritis terhdap Hasil Belajar Matematika Siswa di SDN Kota Depok. Jurnal
Pendidikan Dasar, 6(2), 222–231.
Saputro, A. N. C. (2006). Pengintegrasian Nilai-Nilai Relegius dalam Buku
Pelajaran Kimia SMA/MA sebagai Metode Alternatif Membentuk Karakter
Insan Mulia pada Siswa. Dalam: Prosiding Seminar Nasional VIII
Pendidikan Biologi di Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 16 Juli 2011.
Surakarta: UNS. Hlm: 304–310.
Setiowati, H., Utomo, S. B., & Ashadi. (2017). Analisis Bahan Ajar Kimia SMA
pada Materi Kesetimbangan Kelarutan Berdasarkan Sintaks Model Poe
(Predict, Observe, Explain). Dalam: Prosiding Semiar Nasional Pendidikan
Sains (SNPS). Surakarta, 26 Oktober 2017. Surakarta: UNS. Hlm: 157–161.
Sholahuddin, A. (2011). Pengembangan Buku Ajar Kimia Kelas X Berbasis
Reduksi Didaktik : Uji Kelayakan di SMA Negeri Kota Banjarmasin. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(2), 166–177.
Sihombing, S. N. & Marheni. (2012). Analisis Kebutuhan dalam Pembelajaran
IPA Kimia untuk Pengembangan Bahan Ajar Kimia SMP di DKI Jakarta.
Jurnal Riset Pendidikan Kimia, 2(1), 119–126.
Situmorang, M. (2013). Pengembangan Buku Ajar Kimia SMA Melalui Inovasi
Pembelajaran dan Integrasi Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa. Dalam: Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Lampung, 10-12 Mei 2013. Lampung: Universitas Lampung. Hlm: 237–246.
Soenarto, Amin, M. M., & Kumaidi. (2017). Evaluasi Implementasi Kebijakan
Sekolah Menengah Kejuruan Program 4 Tahun dalam Meningkatkan
Employability Lulusan. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 21(2),
215–227.
Somayasa, W., Natajaya, N., & Candiasa, M. (2013). Pengembangan Modul
Matematika Realistik disertai Asesmen Otentik untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Peserta Didik Kelas X di SMK Negeri 3 Singaraja. E-
145
Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3, 1–12.
Suarsana, I. M. & Mahayukti, G. A. (2013). Pengembangan E-Modul Berorientasi
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(2), 264–275. Doi:
https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v2i2.2171
Subiantoro, A. B. & Fatkhurohman, B. (2009). Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa dalam Pembelajaran Biologi Menggunakan Media Koran. Jurnal
Pendidikan Matematika Dan Sains, II(XIV), 111–114.
Sumarmo, U., Hidayat, W., & Zukarnaen, R. (2012). Kemampuan dan Disposisi
Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematik. Jurnal Pengajaran MIPA,
17(1), 17–33.
Suryania, F. (2017). Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda dan Peningkatan
Mutu Lulusan di SMK. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Vokasional (SNPV). Yogyakarta, 06 Februari 2017. Yogyakarta: UNY. Hlm:
31–40.
Susanto, H. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Sekolah
Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(2), 197–212.
Syafiudin, M., Sumarmi, & Astina, I. K. (2016). Pengembangan Modul Geografi
Pariwisata dengan Project Based Learning untuk Materi Ekowisata Pesisir
dan Laut di Program Studi S1 Pendidikan Geografi Universitas Negeri
Malang. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 1(3),
347–353.
Syahrani, A. (2006). Analisa kinerja mesin bensin berdasarkan hasil uji emisi.
Jurnal SMARTek, 4(4), 260–266.
Tasdelen, U. & Koseoglu, F. (2008). Learner-Friendly Textbooks: Chemistry
Texts Based on a Constructivist View of Learning. Asia Pacific, 9(2), 136-
147.
Thompson, G. W. (2001). Perceptions of oregon secondary principals regarding
integrating science into agricultural science and technology programs.
Journal of Agricultural Education, 42(1), 50–61.
Uswatun, D. A. & Rohaeti, E. (2015). Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis
Inkuiri untuk Meningkatkan Critical Thinking Skills dan Scientific Attitude
Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 1(2), 138-152. Doi:
http://dx.doi.org/10.21831/jipi.v1i2.7498.
Verawati, N. N. S. P., Kosim, Gunawan, Jannatin, A., & Arizona, K. (2017).
Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis LKM Ceria untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa Calon Guru Fisika.
146
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Lensa, 5(1), 18–22.
Wardani, W., Nurhayati, S., & Pribadi, T. A. (2014). Unnes Science Education
Journal. Unnes Science Education Journal, 3(2), 557–562.
Widodo, W. (2017). Pengembangan Bahan Ajar Elektrokimia Terintegrasi
Berbasis Kontekstual untuk SMK. Jurnal Pena Sains, 4(2), 80–87.
Widodo, Y., Lagiyono, & Wibowo, A. (2014). Penentuan Air Fuel Ratio (AFR)
Aktual Pembakaran LPG pada Celah Sempit Tipe Horisontal. Engineering
Jurnal Bidang Teknik, 8(1), 45–51.
Wijayanti, T. F., Prayitno, B. A., & Sunarto. (2016). Pengembangan Modul
Berbasis Berpikir Kritis disertai Argument Mapping pada Materi Sistem
Pernapasan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI
SMA Negeri 5 Surakarta. Jurnal Inkuiri, 5(1), 105–111.
Wikhdah, I. M., Sumarti, S. S., & Wardani, S. (2015). Pengembangan Modul
Larutan Penyangga Berorientasi Chemoentrepreneurship (CEP) untuk Kelas
XI SMA/MA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 9(2), 1585–1595.
Wiyarsi, A. (2016). Pengembangan Model Pembekalan Kemampuan Merancang
Pembelajaran Sesuai Konteks Kejuruan Berbasis Pedagogical Content
Knowledge dan Collaborative Learning Bagi Calon Guru Kimia. Disertasi
Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiyarsi, A., Fajar, C., Ikhsan, J., & Sukisman. (2017). Pelatihan Pengembangan
Pembelajaran Kimia Terintegrasi Konteks Kejuruan Untuk Meningkatkan
Profesionalisme Guru SMK di DIY. Jurnal Pengabdian Masyarakat MIPA
Dan Pendidikan MIPA, 1(2), 70–76.
Yanti, E., Haryani, S., & Supardi, K. I. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Koloid
Bermuatan Karakter Berbasis Discovery-Inquiry untuk Meningkatkan
Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMA. Journal of Innovative Science
Education, 4(1), 1–9.
Yotiani, Supardi, K, I., & Nuswowati, M. (2016). Pengembangan Bahan Ajar
Hidrolisis Garam Bermuatan Karakter Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia, 10(2), 1731–1742.