PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS …digilib.unila.ac.id/54899/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS …digilib.unila.ac.id/54899/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS LOKAL MELALUI MODEL
GUIDED INQUIRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK
KELAS IV SEKOLAH DASAR
(Tesis)
Oleh
ISNAINI FITRAH SARI
PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS LOKAL MELALUI
MODEL GUIDED INQUIRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK
KELAS IV SEKOLAH DASAR
Oleh
ISNAINI FITRAH SARI
Penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar
berupa modul berbasis lokal melalui model guided inquiry learning untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menguji efektivitas, dan perbedaan
hasil belajar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan
pengembangan (Research and Development) yang merujuk pada teori Borg and
Gall. Populasi penelitian adalah peserta didik kelas IV SD di Kecamatan Raman
Utara, dan sampel 20 peserta didik kelas IV SDN 1 Kota Raman. Instrumen yang
digunakan adalah tes untuk mengukur hasil belajar, lembar observasi kemampuan
berpikir kritis peserta didik, dan angket untuk mengetahui kelayakan produk
bahan ajar. Produk akhir penelitian ini adalah bahan ajar berupa buku suplemen
pembelajaran yang telah divalidasi oleh ahli materi, ahli media, dan ahli bahasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk bahan ajar yang dikembangkan
layak untuk digunakan, efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
serta terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan bahan ajar
berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan peserta didik yang
tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry
kearning.
Kata Kunci: bahan ajar, lokalitas, guided inquiry learning, dan berpikir kritis
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF TEACHING MATERIALS USING LOCAL-
BASED THROUGH GUIDE INQUIRY LEARNING MODEL TO
IMPROVE LEARNERS’S CRITICAL THINKING ABILITY IN FOURTH
GRADE ELEMENTARY SCHOOL
By
ISNAINI FITRAH SARI
This study aims to develop module of teaching materials local-based through
guided inquiry learning to improve critical thinking skills, test the effectiveness,
and the difference of result study. The research method is Research and
Development (R & D) refers to the theory of Borg and Gall. The study population
was fourth grade elementary school students in Raman Utara sub-district, and a
sample of 20 fourth grade students at SDN 1 Kota Raman. The instruments that
used were tests to measure student learning outcomes, observation sheets to
critical thinking skills, and questionnaire to find out the feasibility of teaching
material products. The final product of this research is teaching material as a
learning supplement books that has been validated by material experts, media
experts, and linguists. The results showed that the teaching materials developed
are feasible to use, the materials developed could be used which is effective in
improving critical thinking ability,and the result study of students who use local-
based teaching materials through guided learning inquiry model is higher than the
result study of students who do not use local-based teaching materials through
guided inquiry learning models.
Keywords: teaching materials, locality, guided inquiry learning, and critical
thinking
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS LOKAL MELALUI MODEL
GUIDED INQUIRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK
KELAS IV SEKOLAH DASAR
Oleh
ISNAINI FITRAH SARI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
pada
Program Studi Magister Keguruan Guru SD
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Isnaini Fitrah Sari. Peneliti lahir di
Taman Cari, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung
Timur, pada tanggal 30 Maret 1993. Peneliti adalah anak
kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Wasikin dan
Ibu Sri Wulandari.
Pendidikan formal yang telah diselesaikan peneliti sebagai berikut.
1. TK Ma’arif Taman Cari, Purbolinggo, Lampung Timur lulus pada tahun 1999.
2. SD Negeri 4 Raman Fajar, Raman Utara, Lampung Timur lulus pada tahun 2005.
3. SMP Negeri 1 Raman Utara, Lampung Timur lulus pada tahun 2008.
4. SMA Negeri 1 Purbolinggo, Lampung Timur lulus pada tahun 2011.
5. S1 PGSD Universitas Lampung lulus pada tahun 2015.
Tahun 2016 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S2 Program Studi Magister Keguruan
Guru Sekolah Dasar Universitas Lampung.
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim…
Kupersembahkan karya ilmiah ini, sebagai rasa syukur kepada Allah dan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta, Bapak Wasikin dan Ibu Sri Wulandari
yang selalu memanjatkan doa untuk putri tercinta dalam setiap sujudnya
Kakakku tercinta Sigit Wahyudi
Yang selalu memberikan motivasi dalam setiap senyuman dan semangat untuk terus
berjuang dalam menggapai cita-cita
Yang tercinta Kakak Iparku Yuni Lukfiati
Yang selalu memberikan senyum, dukungan dan motivasi untuk terus berjuang dalam
menyelesaikan tesis ini
Keponakanku tercinta Putri Nigita Wahyudi yang selalu memberi keceriaan
Almamater tercinta Universitas Lampung
MOTTO
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka
mengubah diri mereka sendiri”
(Q.S Ar-Ra’d: 11)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model
Guided Inquiry Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Peserta Didik Kelas IV Sekolah Dasar”.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan tesis ini tentunya
tidak akan mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. M. Thoha B.S Jaya,
M.S., selaku Pembimbing Utama, atas jasanya baik tenaga dan pikiran yang
tercurahkan untuk bimbingan, masukan, kritik dan saran yang diberikan dengan
sabar dan ikhlas di sela kesibukannya dalam penyelesaian tesis ini. Ibu, Dr.
Rochmiyati, M.Si., selaku Pembimbing II, yang telah senantiasa meluangkan
waktu dalam kesibukannya untuk membimbing dalam penyusunan tesis ini.
Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Pembahas sekaligus Validator Ahli Materi
yang telah memberikan saran-saran dan masukan guna perbaikan dalam
penyusunan dan kelancaran tesis ini. Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir Hi. Hasriadi Mat Akin, M.P., Rektor Universitas Lampung
yang telah berkontribusi membangun Universitas Lampung menjadi lebih
maju dan memfasilitasi peneliti menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku dekan FKIP Universitas
Lampung yang telah menyediakan fasilitas sehingga peneliti dapat
menyelesaikan studi tepat waktu.
3. Bapak Prof. Dr. Mustofa, M.A, Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Lampung yang telah memperlancar dalam penyusunan tesis ini.
4. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
Universitas Lampung yang telah memberikan pengarahan dan bantuan
kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Keguruan Guru SD FKIP Universitas Lampung sekaligus sebagai Validator
Ahli Media yang membantu sumbangsih untuk kemajuan MKGSD tercinta
serta memberikan motivasi, kritik dan saran kepada peneliti.
6. Ibu Dr. Siti Samhati, M.Pd., selaku Validator Ahli Bahasa yang telah
bersedia meluangkan waktu menjadi validator dalam penyusunan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Magister Keguruan Guru SD di FKIP
Universitas Lampung yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,
motivasi, serta memberikan kemudahan peneliti dalam menyelesaikan tesis
ini
8. Ibu Dra. Bolot Ratinah, selaku Kepala SDN 1 Kota Raman yang telah
memberikan izin dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan tesis ini.
9. Ibu Yayuk Tri Rahayu, S.Pd, dan Ibu Eni Anavia, S.Pd., selaku Wali Kelas
dan Guru kelas IVA dan IVB SDN 1 Kota Raman yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian.
10. Siswa-siswi kelas IV SDN 1 Kota Raman yang ikut andil pada pelaksanaan
penelitian ini.
11. Sahabat seperjuangan peneliti Riyani Cahyanti, Putri Nurul Aini, Mesi Ruli
Wulan, Azka Falaih, Fifi Astuti, Qiptia, dan Dian Jani Prasinta yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
12. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Keguruan Guru SD FKIP
Universitas Lampung angkatan 2016.
Bandar Lampung, September 2018
Peneliti
Isnaini Fitrah Sari
NPM 1623053001
xvi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 6
C. Batasan Masalah ....................................................................................... 7
D. Rumusan Masalah dan Permasalahan ....................................................... 7
1. Rumusan Masalah ............................................................................... 7
2. Permasalahan ...................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
G. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 9
H. Spesifikasi Produk .................................................................................... 10
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar ....................................................................................................... 12
1. Pengertian Belajar .............................................................................. 12
2. Teori Belajar ...................................................................................... 13
3. Pengertian Pembelajaran ................................................................... 16
4. Hasil Belajar....................................................................................... 17
B. Pembelajaran Tematik Terpadu ................................................................ 19
C. Pendekatan Scientific ................................................................................ 21
D. Model Pembelajaran Inkuiri ...................................................................... 23
1. Model Pembelajaran .......................................................................... 23
2. Macam-macam Model Pembelajaran ................................................ 24
3. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri ............................................ 26
4. Jenis-jenis Model Pembelajaran Inkuiri ............................................. 30
E. Guided Inquiry Learning .......................................................................... 31
1. Pengertian Model Guided Inquiry Learning ...................................... 31
2. Langkah-langkah Model Guided Inquiry Learning ........................... 33
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Guided Inkuiri Learning ............. 34
F. Kemampuan Berpikir Kritis ...................................................................... 37
xvii
G. Keterkaitan antara Berpikir Kritis, Pendekatan Scientific,
dan Model Guided Inquiry Learning ........................................................ 40
H. Pengembangan Bahan Ajar ....................................................................... 42
1. Pengertian Bahan Ajar ....................................................................... 42
2. Jenis-jenis Bahan Ajar ....................................................................... 44
3. Suplemen Bahan Ajar ........................................................................ 45
4. Lokalitas ............................................................................................. 47
5. Keterkaitan Pengembangan Modul dengan Lokalitas ....................... 49
I. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 53
J. Kerangka Pikir .......................................................................................... 58
K. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 60
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 61
B. Prosedur Pengembangan ........................................................................... 62
1. Penelitian Dan Pengumpulan Informasi ............................................ 62
2. Perencanaan ....................................................................................... 63
3. Pengembangan Format Produk Awal ................................................ 64
4. Uji Coba Awal ................................................................................... 64
5. Revisi Produk ..................................................................................... 65
6. Uji Coba Kelompok Kecil ................................................................. 65
7. Revisi Produk ..................................................................................... 66
8. Uji Lapangan` .................................................................................... 66
9. Revisi Produk Akhir .......................................................................... 67
10. Desiminasi dan Implementasi ............................................................ 67
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 68
1. Populasi .............................................................................................. 68
2. Sampel................................................................................................ 68
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 69
1. Teknik Nontes ..................................................................................... 69
2. Teknik Tes .......................................................................................... 70
E. Variabel Penelitian .................................................................................... 70
1. Variabel Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal
melalui Model Guided Inquiry Learning .......................................... 71
2. Variabel Kemampuan Berpikir Kritis ................................................ 72
3. Variabel Hasil Belajar ........................................................................ 73
F. Instrumen Pengumpul Data ....................................................................... 74
1. Lembar Validasi (Angket) ................................................................. 74
2. Tes Hasil Belajar ................................................................................ 74
3. Lembar Observasi .............................................................................. 75
G. Uji Persyaratan Instrumen Tes .................................................................. 76
1. Uji Validitas ....................................................................................... 76
2. Uji Reliabilitas ................................................................................... 77
3. Taraf Kesukaran ................................................................................. 78
4. Uji daya Pembeda Soal ...................................................................... 78
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 80
1. Analisis Validasi Ahli ........................................................................ 80
2. Uji Efektivitas .................................................................................... 80
xviii
3. Keterampilan Berpikir Kritis ............................................................. .. 81
I. Uji Persyaratan Analisis Data ...................................................................... 82
J. Uji Normalitas .............................................................................................. 82
K. Uji Homogenitas .......................................................................................... 82
L. Uji Hipotesis ................................................................................................ 83
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 86
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 86
2. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model Guided
Inquiry Learning .................................................................................... 87
a. Pengumpulan Informasi Awal ......................................................... 87
b. Perencanaan ..................................................................................... 89
c. Pengembangan Format Produk Awal .............................................. 91
d. Uji Coba Produk Awal ................................................................... 108
e. Revisi Produk .................................................................................. 110
f. Uji Coba Kelompok Kecil ............................................................... 124
g. Revisi Produk .................................................................................. 127
h. Uji Coba Kelompok Besar ............................................................... 127
i. Revisi Produk Akhir ........................................................................ 135
j. Implementasi ................................................................................... 135
B. Pembahasan
1. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model Guided
Inquiry Learning ................................................................................... 13
2. Efektivitas Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model Guided
Inquiry Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik 140
3. Perbedaan Hasil Belajar Peserta Didik .................................................. 145
C. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 148
V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................................... 149
B. Implikasi ...................................................................................................... 150
C. Saran ............................................................................................................ 150
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 153
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Spesifikasi produk ................................................................................... 10
2. Data peserta didik kelas IV SDN Kecamatan Raman Utara ................... 68
3. Kisi-kisi kemampuan berpikir kritis ....................................................... 75
4. Koefisien reliabilitas Kuder Richardson ................................................. 77
5. Klasifikasi taraf kesukaran soal .............................................................. 78
6. Kriteria daya pembeda soal ..................................................................... 79
7. Penafsiran skor uji validasi ahli .............................................................. 80
8. Kategori gain ternormalisasi ................................................................... 81
9. Kategori kemampuan berpikir kritis ....................................................... 81
10. Hasil validasi ahli materi ........................................................................ 108
11. Hasil validasi ahli media ......................................................................... 109
12. Hasil validasi ahli bahasa ........................................................................ 110
13. Rekapitulasi hasil observasi kemampuan berpikir kritis
peserta didik kelompok kecil .................................................................. 124
14. Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelompok kecil .. 125
15. Data hasil belajar peserta didik kelompok kecil ..................................... 126
16. Rekapitulasi hasil observasi kemampuan berpikir kritis
peserta didik kelompok besar .................................................................. 129
17. Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelompok besar . 130
18. Rekapitulasi rata-rata indikator kemampuan berpikir kritis ................... 131
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Keterkaitan antara berpikir kritis, pendekatan scientific,
dan Model Guided Inquiry Learning ...................................................... 42
2. Kerangka pikir ........................................................................................ 59
3. Langkah-langkah R&D menurut Borg & Gall (1983:775) ..................... 62
4. Tampilan cover bahan ajar ...................................................................... 93
5. Tampilan kata pengantar ......................................................................... 94
6. Tampilan penjelasan buku suplemen pembelajaran................................ 95
7. Tampilan kompetensi inti ....................................................................... 96
8. Tampilan pemetaan kompetensi dasar .................................................... 97
9. Tampilan petunjuk umum penggunaan buku suplemen ......................... 98
10. Tampilan daftar isi .................................................................................. 99
11. Tampilan pemetaan SD dan indikator ..................................................... 100
12. Tampilan tujuan pembelajaran ............................................................... 101
13. Tahap kegiatan orientasi ......................................................................... 102
14. Tampilan tahap merumuskan masalah dan hipotesis .............................. 103
15. Tampilan tahap mengumpulkan data dan menguji hipotesis .................. 104
16. Tampilan tahap merumuskan kesimpulan............................................... 105
17. Tampilan rangkuman .............................................................................. 106
18. Tampilan glosarium ................................................................................ 106
19. Tampilan uji kompetensi ......................................................................... 107
20. Tampilan pembelajaran sesuai tahapan model guided inquiry
learning sebelum revisi ........................................................................... 111
21. Tampilan pembelajaran sesuai tahapan model guided inquiry
learning sesudah revisi ........................................................................... 112
22. Tampilan petunjuk umum penggunaan modul sebelum revisi ............... 113
23. Tampilan petunjuk umum penggunaan modul sesudah revisi ................ 114
24. Tampilan penilaian akhir uji kompetensi ................................................ 115
25. Tampilan jenis huruf sebelum revisi ....................................................... 116
26. Tampilan jenis huruf sesudah revisi ....................................................... 116
27. Tampilan gambar cover sebelum revisi .................................................. 117
28. Tampilan gambar cover sesudah revisi ................................................... 118
29. Tampilan jenis huruf dan jarak spasi sebelum revisi .............................. 119
30. Tampilan jenis huruf dan jarak spasi sesudah revisi ............................... 119
31. Tampilan daftar isi sebelum revisi ......................................................... 120
32. Tampilan daftar isi sesudah revisi ........................................................... 121
xxi
33. Tampilan sebelum penambahan nomor pada keterangan gambar .......... 122
34. Tampilan sesudah penambahan nomor pada keterangan gambar ........... 122
35. Tampilan sumber bacaan sebelum revisi ................................................ 123
36. Tampilan sumber bacaan sesudah revisi ................................................. 123
37. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis ............................................... 131
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Izin Penelitian .................................................................................... 161
2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas .............................................................. 162
3. Surat Izin Penelitian dari SD ...................................................................... 163
4. Lembar Observasi Pra Penelitian ............................................................... 164
5. Angket Analisis Kebutuhan ........................................................................ 166
6. KI dan KD yang Dikembangkan dalam Bahan Ajar Berbasis Lokal
Melalui Model Guided Inquiry Learning ................................................... 172
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................................... 174
8. Lembar Pelaksanaan Pembelajaran ............................................................ 186
9. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Bahan Ajar Berbasis Lokal
Melalui Model Guided Inquiry Learning ................................................... 190
10. Soal Tes Hasil Belajar ................................................................................ 194
11. Instrumen Validasi Ahli Materi .................................................................. 205
12. Instrumen Validasi Ahli Media .................................................................. 209
13. Instrumen Validasi Ahli Bahasa ................................................................. 212
14. Validitas Instrumen Tes .............................................................................. 215
15. Reliabilitas dan Taraf Kesukaran Soal Tes ................................................. 219
16. Hasil Uji Daya Pembeda Soal .................................................................... 224
17. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Kelompok Kecil .......................................................................................... 229
18. Hasil Belajar Peserta Didik Pembelajaran 1 s.d 6 Kelompok Kecil ........... 233
19. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Kelompok Besar ......................................................................................... 234
20. N-gain Uji Coba Kelompok Besar Kelas Eksperimen ............................... 239
21. Hasil Belajar Peserta Didik Kelompok Besar Pembelajaran 1 s.d 6 .......... 240
22. Perhitungan Uji Normalitas Tes Hasil Belajar ........................................... 241
23. Hasil Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol ........................................................................................................ 246
24. Uji Hipotesis Ke-3 ...................................................................................... 247
25. Tabel Nilai-nilai r Product Moment ........................................................... 248
26. Tabel Nilai-nilai Chi Kuadrat ..................................................................... 249
27. Kurva Normal (Z tabel) Area antara 0 sampai Z ........................................ 250
28. Tabel Nilai-nilai Distribusi F (Probabilita 0,05) ....................................... 252
29. Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t ............................................................ 253
30. Dokumentasi ............................................................................................... 254
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat menemukan
hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan diperoleh untuk menghadapi
tantangan yang ada sesuai dengan perkembangan zaman. Sistem pendidikan
nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Salah satu komponen dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena
kurikulum merupakan komponen pendidikan yang menjadi acuan
penyelenggara, khususnya oleh pendidik dan kepala sekolah karena kurikulum
sebagai acuan harus mampu berkembang mengimbangi perubahan zaman.
Pemerintah telah melakukan inovasi dalam pengembangan kurikulum baru,
yakni kurikulum 2013. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan
tematik terpadu (tematik integratif), pendekatan saintifik (scientific approach),
dan juga penilaian autentik.
Pendekatan saintifik (scientific approach), sebagaimana dimaksud dalam
Permendikbud No. 103 Tahun 2014 meliputi lima pengalaman belajar yaitu:
mengamati (observing), menanya (Quetioning), mencoba (eksperimenting),
2
menalar (associating), mengomunikasikan (communicating). Dalam
impelentasi Kurikulum 2013, peserta didik tidak lagi mempelajari masing-
masing pelajaran secara terpisah. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 berbasis
tematik terpadu. Tematik terpadu adalah pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam
tema.
Tema yang dipilih pada pembelajaran tematik terpadu berkenaan dengan alam
dan kehidupan manusia, yang merupakan pemberi makna yang substansial
terhadap mata pelajaran IPA, IPS, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni
Budaya dan Prakarya, serta Penjaskes. Keberhasilan dalam pembelajaran
sangat tergantung pada kemampuan pendidik dalam merencanakan,
menentukan tujuan belajar peserta didik, melalui penggunaan bahan ajar atau
alat bantu yang menunjang serta model pembelajaran untuk mengembangkan
potensi peserta didik.
Bahan ajar merupakan komponen penting dalam pembelajaran. Bahan ajar
diperlukan sebagai pedoman beraktivitas dalam proses pembelajaran sekaligus
merupakan substansi komponen yang dibelajarkan kepada peserta didik.
Melalui penggunaan bahan ajar, program pembelajaran dapat dilaksanakan
secara lebih teratur karena pendidik sebagai pelaksana pendidikan akan
memperoleh pedoman materi yang jelas. Berdasarkan lampiran Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi,
pendidik sebagai pendidik profesional diharapkan memliki kemampuan
mengembangkan bahan ajar sesuai dengan mekanisme yang ada dengan
3
memerhatikan karakteristik dan lingkungan sosial peserta didik. Banyaknya
nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar
peserta didik, bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari
lingkungan sekitar (lokal). Pendidikan yang relevan harus menghargai dan
mengembangkan keutamaan lokal, nilai-nilai yang terdapat di dalam sebuah
masyarakat dapat menjadi panduan bagi sekolah dalam mendesain pendidikan
karakter.
Sekolah harus memahami budaya daerah setempat sehingga dapat
menanamkan berbagai macam nilai kearifan lokal pada setiap individu yang
nantinya akan dianggap sebagai warisan kebudayaan masyarakat. Pendidik
hendaknya memberikan fasilitas kepada peserta didik untuk melakukan kontak
langsung dengan lingkungan serta unsur budaya yang sedang dipelajarinya
dengan mengenalkan wisata lokal melalui bahan ajar berbasis lokal, karena
wisata lokal berpengaruh pada aspek pendidikan, aspek sosial, ekonomi, dan
budaya. Selain mengangkat kearifan lokal, Kurikulum 2013 menuntut peserta
didik untuk berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis menuntut peserta didik
melakukan penalaran dan mengolah informasi yang didapat. Peserta didik
bukan hanya sekedar menerima pengetahuan dari pendidik melainkan
melakukan proses pengalaman berpikir.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas IV SDN 1 Kota Raman
pada tanggal 12 September 2017 diketahui bahwa dalam pembelajaran peserta
didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,
mereka hanya mempelajari konsep-konsep dengan cara menghafal, hanya
4
beberapa peserta didik yang memenuhi aspek yang terdapat pada lembar
observasi. Pembelajaran dengan cara menghafal tersebut menyebabkan peserta
didik tidak mengembangkan kemampuan berpikirnya, serta penyampaian
materi masih terpaku pada buku ajar yang digunakan, sehingga dalam
pelaksanaannya peserta didik hanya belajar sesuai dengan prosedur yang
terdapat dalam buku ajar. Data lengkap hasil observasi dapat dilihat pada
lampiran 4 halaman 164.
Hasil angket kebutuhan pendidik yang diberikan kepada guru kelas IVA dan
IVB SDN 1 Kota Raman diketahui bahwa bahan ajar yang digunakan sebagai
sumber belajar masih sebatas buku peserta didik dan buku guru. Belum
mengembangkan bahan ajar. Belum adanya pengembangan bahan ajar tematik
SD yang berwawasan kearifan lokal Kabupaten Lampung Timur sebagai
sarana untuk mengenalkan kearifan lokal Kabupaten Lampung Timur pada
peserta didik. Belum adanya pengembangan bahan ajar yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Daerah tempat
tinggal dan lingkungan peserta didik sangat beragam namun, kearifan lokal
pada masing-masing daerah peserta didik tidak termuat dalam buku peserta
didik yang berasal dari pemerintah. Padahal dengan mengenal dan memahami
kearifan lokal daerahnya peserta didik akan lebih bangga pada daerahnya,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 166.
Alam menyediakan berbagai sumber belajar yang bervariasi, perlu
pemanfaatan yang tepat dalam bentuk pengemasan bahan ajar dan disesuaikan
dengan materi pembelajaran. Provinsi Lampung terdiri atas beberapa
5
kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Lampung Timur. Kabupaten
Lampung Timur memiliki beberapa wisata lokal antara lain: Taman Nasional
Way Kambas, Taman Purbakala Pugung Raharjo, dan Suaka Rhino Sumatera
yang dapat digali potensinya untuk meningkatkan pemahaman serta nilai
kearifan lokal. Hendaknya pendidik mengembangkan bahan ajar yang sudah
tersedia dengan kondisi yang ditemui di lapangan selama proses pembelajaran
serta mengangkat kearifan lokal sehingga mereka dapat mengenal dan
memahami kearifan lokal Kabupaten Lampung Timur.
Mengkaji permasalahan di atas peneliti tertarik untuk mengembangkan bahan
ajar berbasis lokal berupa modul pembelajaran. Melalui pengembangan bahan
ajar berbasis lokal diharapkan peserta didik memiliki keterampilan berpikir
kritis yang lebih baik, kemampuan belajar secara mandiri maupun
berkelompok, dan tentunya memiliki wawasan yang baik terkait kearifan lokal.
Selain, dengan mengembangkan bahan ajar, penggunaan model pembelajaran
yang tepat juga dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Permendikbud No. 103 tahun 2014 menyebutkan beberapa model
pembelajaran dalam kurikulum 2013, antara lain: discovery learning, project-
based learning, problem-based learning, inquiry learning (inkuiri). Model
pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran penemuan, peserta didik
dituntut untuk menemukan serta mencari jawaban atas suatu permasalahan
yang tentunya dilakukan dengan cara sistematis, logis dan kritis dan dianalisis
dengan perhitungan yang matang. Model pembelajaran inkuiri terbagi menjadi
tiga jenis model pembelajaran yaitu: guided inquiry (inkuiri terbimbing), free
6
inquiry (inkuiri bebas), modified free inquiry (modifikasi inkuiri bebas). Model
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah guided inquiry.
Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang dilakukan
terhadap peserta didik kelas IV Sekolah Dasar, dimana tahap perkembangan
kognitif peserta didik masih bersifat operasional konkret.
Proses berpikir dan belajar peserta didik pada tahap ini sebagian besar melalui
pengalaman yang nyata yang berawal dari proses interaksi peserta didik dengan
obyek (benda) bukan dengan lambang, gagasan ataupun abstraksi, dengan kata
lain pada tahap ini peserta didik belum mampu melakukan proses berpikir yang
abstrak sehingga masih memerlukan bimbingan pendidik. Berdasarkan
penjelasan tersebut dalam penelitian ini mengembangkan bahan ajar berbasis
lokal dengan model guided inquiry learning.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan
yang ada, yaitu sebagai berikut.
1. Bahan ajar yang digunakan sebagai sumber belajar masih sebatas buku
peserta didik dan buku pendidik.
2. Proses pembelajaran kurang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik.
3. Penyampaian materi masih terpaku pada buku ajar.
4. Pendidik belum mengembangkan bahan ajar.
5. Belum adanya pengembangan bahan ajar yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik.
7
6. Bahan ajar yang digunakan hanya memuat isu isu nasional.
7. Belum adanya pengembangan bahan ajar tematik SD yang berwawasan
kearifan lokal daerah setempat sebagai sarana untuk mengenalkan kearifan
lokal pada peserta didik.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini
hanya meneliti masalah tentang “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal
melalui Model Guided Inquiry Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas IV Sekolah Dasar”.
D. Rumusan Masalah dan Permasalahan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian adalah: Belum adanya pengembangan bahan ajar yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Atas dasar rumusan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengembangan produk bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning yang layak bagi peserta didik kelas IV SD?
2. Bagaimanakah pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model
guided inquiry learning yang efektif terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis peserta didik kelas IV SD?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan
bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan
hasil belajar peserta didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis
lokal melalui model guided inquiry learning pada kelas IV SD?
8
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menghasilkan produk bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning yang layak bagi peserta didik kelas IV SD.
2. Menghasilkan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry
learning yang efektif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
peserta didik kelas IV SD.
3. Mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan
bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan
peserta didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning pada kelas IV SD.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian pengembangan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peserta didik
Menambah pengetahuan, pemahaman, dan motivasi peserta didik terhadap
lingkungan sekitar mereka serta menjadi awal pelestarian kearifan lokal
masing-masing daerah.
2. Pendidik
Memberikan motivasi kepada pendidik-pendidik lain untuk
mengembangkan bahan ajar serta memperbaiki proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, agar hasil belajar
peserta didik dalam pembelajaran meningkat.
3. Sekolah
Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas
9
pendidikan, sehingga memiliki output yang berkualitas dan berkompetitif.
4. Peneliti
Menambah pengetahuan, pengalaman serta wawasan tentang penelitian
pengembangan (Research and Development) dan pengembangan bahan
ajar.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian yang berjudul “Pengembangan
Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model Guided Inquiry Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas IV Sekolah
Dasar” sebagai berikut.
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Kota Raman, Kecamatan Raman
Utara, Kabupaten Lampung Timur.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IV SDN 1 Kota
Raman, sedangkan obyek penelitian ini adalah pengembangan bahan ajar
berbasis lokal.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah sejak diterbitkannya izin penelitian
pendahuluan (pra pendahuluan) sampai penelitian selesai.
4. Ilmu
Ruang lingkup ilmu adalah kependidikan.
10
H. Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa bahan ajar
berbasis lokal. Spesifikasi produk yang dikembangkan adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Spesifikasi produk
No. Identifikasi Produk Penjelasan
1. Jenis Buku Suplemen Pembelajaran
2. Kelas IV
3. Tema Daerah Tempat Tinggalku (Tema 8)
4. Subtema Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
(Subtema 2)
5. Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia
3.9 Mencermati tokoh-tokoh yang terdapat
pada teks fiksi.
4.9 Menyampaikan hasil identifikasi tokoh-
tokoh yang terdapat pada teks fiksi secara
lisan, tulis, dan visual.
Ilmu Pengetahuan Sosial
3.3 Mengidentifikasi kegiatan ekonomi dan
hubungannya dengan berbagai bidang
pekerjaan, serta kehidupan sosial dan
budaya di lingkungan sekitar sampai
provinsi.
4.3 Menyajikan hasil identifikasi kegiatan
ekonomi dan hubungannya dengan
berbagai bidang pekerjaan, serta
kehidupan sosial dan budaya di
lingkungan sekitar sampai provinsi
Ilmu Pengetahuan Alam
3.4 Menghubungkan gaya dengan gerak pada
Peristiwa di lingkungan sekitar.
4.4 Menyajikan hasil percobaan tentang
hubungan antara gaya dan gerak.
11
No. Identifikasi Produk Penjelasan
5. Kompetensi Dasar PPKn
1.3 Mensyukuri berbagai bentuk
keberagaman suku bangsa, sosial, dan
budaya di Indonesia yang terikat persatuan
dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa.
2.3 Bersikap toleran dalam keberagaman umat
beragama di masyarakat dalam konteks
Bhinneka Tunggal Ika.
2.4 Menampilkan sikap kerja sama dalam
berbagai bentuk keberagaman suku bangsa,
sosial, dan budaya di Indonesia yang
terikat persatuan dan kesatuan.
3.3 Menjelaskan manfaat keberagaman
karakteristik individu dalam kehidupan
sehari-hari.
4.3 Mengemukakan manfaat keberagaman
karakteristik individu dalam kehidupan
sehari-hari.
SBdP
3.3 Mengetahui gerak tari kreasi daerah.
4.3 Meragakan gerak tari kreasi daerah.
12
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan subtansi pokok yang harus dilakukan oleh setiap orang
terutama sebagai peserta didik. Peserta didik dikatakan telah belajar apabila
telah terjadi perubahan dari dirinya yang sebelumnya tidak tahu menjadi
tahu. Amri (2013: 24) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah
laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena
adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Menurut Thobroni & Mustofa (2012: 16) belajar merupakan aktivitas
manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama
manusia tersebut masih hidup. Manusia tidak mampu hidup sebagai
manusia jika tidak dididik atau diajar oleh manusia lainnya. Pengertian
belajar menurut Wayan & Suryana (2015: 48) yaitu suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
belajar adalah proses memperoleh pengetahuan sekaligus perubahan tingkah
laku individu yang meliputi perubahan kemampuan, sikap dan minat. Proses
13
perubahan tingkah laku tersebut sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Teori Belajar
Teori belajar diperlukan sebagai landasan terjadinya proses belajar. Menurut
Trianto (2011: 27) teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses dalam
pikiran peserta didik. Banyak teori tentang belajar yang telah dikembangkan
oleh para ahli, diantaranya yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar
kognitif, dan teori belajar konstruktivisme.
a. Teori Belajar Behaviorisme
Perspektif behaviorisme pertama kali dikemukakan oleh Ivan Pavlov
pada tahun 1927, seorang fisiologist Rusia, dan selanjutnya
dikembangkan oleh Skinner pada tahun 1953. Menurut Winataputra
(2008: 2.5) mengemukakan bahwa “belajar” pada teori behaviorisme
merupakan perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas peserta
didik untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai
hasil proses pematangan (atau pendewasaan) semata. Belajar diartikan
pula sebagai perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulus dan
respon, yaitu proses manusia untuk memberikan respon tertentu
berdasarkan stimulus yang datang dari luar.
Perspektif behaviorisme menjelaskan bahwa seseorang akan berubah
perilakunya (belajar) apabila dia berada dalam suatu kondisi belajar
yang meregulasi perilaku. Menurut Suprijono (2010: 17) perilaku dalam
14
pandangan behaviorisme adalah segala sesuatu yang dilakukan dan
dapat dilihat secara langsung. Perilaku tersebut dijelaskan melalui
pengalaman yang dapat diamati bukan melalui proses mental. Teori
behaviorisme sering disebut stimulus-respons (S-R) psikologis yang
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Proses
stimulus-respons terdiri dari beberapa unsur, yaitu dorongan (drive),
stimulus atau rangsangan, respons, dan penguatan (reinforcement).
Teori belajar behaviorisme sangat menekankan pada hasil belajar
(outcome), yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat, dan tidak
begitu memperhatikan apa yang terjadi dalam otak manusia karena hal
tersebut tidak dapat dilihat. Sesorang dianggap telah belajar sesuatu
apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
b. Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan sematamata
proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang
kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental peserta didik
yang tidak tampak. Perspektif teori kognitif, belajar merupakan
peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang
bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap peristiwa
belajar. Suprijono (2010: 22) menyatakan bahwa teori kognitif
menekankan belajar sebagai proses internal. Belajar adalah proses
15
mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan.
Winataputra (2008: 3.4) menyatakan prinsip teori psikologi
kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan
mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-
tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Teori
belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkonstruksi prinsip-
prinsip belajar secara ilmiah Hasilnya berupa prosedur-prosedur
yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil
yang sangat produktif.
Menurut Bruner dalam Suprijono (2010: 24) perkembangan kognitif
individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi pelajaran dan
mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu
tersebut. Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif,
yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup
ingatan jangka panjang (long-term memory).
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkonstruksi
pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan
orang lain. Dengan demikian hasil belajar akan dipengaruhi oleh
kompetensi dan struktur intelektual sesorang. Menurut Suprijono (2010:
30) gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai
berikut:
a. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka,
tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui
kegiatan subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan
struktur yang perlu untuk pengetahuan.
16
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep sesorang.
Struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.
Pengetahuan menurut konstruktivisme bersifat subjektif, bukan
objektif. Pengetahuan tidak pernah tunggal. Pengetahuan merupakan
realitas plural. Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan
atau tindakan sesorang. Teori konstruktivisme menekankan pada belajar
autentik bukan artifisial yang berarti belajar bukan sekedar mempelajari
teks-teks (tekstual), terpenting ialah bagaimana menghubungkan teks
itu dengan kondisi nyata atau kontekstual.
Menurut Winataputra (2008: 6.15) perspektif konstruktivisme
pembelajaran dimaksudkan untuk mendukung proses belajar yang
aktif yang berguna untuk membentuk pengetahuan dan
pemahaman. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai
sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun
ide-ide baru atau konsep.
Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh
kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk
mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah
dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa
pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran
yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif
pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam
diri mereka masing-masing.
3. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan
17
pendidik dapat mengajar dan peserta didik dapat menerima materi pelajaran
yang diajarkan oleh pendidik secara sistematik dan saling mempengaruhi
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada
suatu lingkungan belajar. Rusman (2012: 322) mengemukakan bahwa
pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum
yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas pendidik dan
peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif
dan menyenangkan.
Menurut Miarso dalam Yamin (2013: 17) pembelajaran adalah usaha
mengelola lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang membentuk
diri sendiri secara positif dalam kondisi tertentu. Selanjutnya, Trianto (2010:
17) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang pendidik dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi
komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dan pendidik
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses interaksi tersebut
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar tujuan
pembelajaran yang efektif dan efisien dapat tercapai.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran. Makna
hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik,
18
baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar. Hal ini di dukung oleh definisi hasil belajar menurut
Nawawi dalam Susanto (2016: 39) yang menyatakan bahwa Djamarah &
Zain (2006: 119) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar, dari hasil belajar
seorang pendidik mampu mengetahui kemajuan peserta didiknya. Hasil
belajar juga menunjukkan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pengajaran
yang dicerminkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes.
Kunandar (2014: 62) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kompetensi
atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang
dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil belajar tidak hanya dalam
pengetahuan atau kognitif, tetapi juga afektif maupun psikomotorik.
Perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah
melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan berupa pernyataan tentang
apa yang diinginkan pada diri peserta didik setelah mengalami kegiatan
pembelajaran. Setiap kegiatan, selalu membuahkan hasil. Hasil dari proses
belajar mengajar ini disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar digunakan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan penguasaan materi yang
telah dicapai oleh peserta didik.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada peserta
19
didik menuju lebih baik. Hasil yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada
saat pembelajaran berlangsung dan setelah proses pembelajaran, yang
menggambarkan penguasaan peserta didik pada bidang pengetahuan dan
pemahaman tentang materi pembelajaran. Indikator hasil belajar meliputi
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun Peneliti hanya mengukur
pada indikator hasil belajar ranah kognitif dengan menggunakan alat
pengumpul data berupa lembar tes.
B. Pembelajaran Tematik Terpadu
Pemerintah telah melakukan inovasi pada semua jenjang pendidikan dengan
diterapkannya kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Salah satu karakteristik
kurikulum 2013 adalah bersifat tematik terpadu pada jenjang pendidikan dasar
(SD). Menurut Fogarty (1991: 77)
the integrated curriculum model represents a cross disciplinary approach
similar to the shared model. The integrated model blends the four major
disciplines by setting curricular priorities in each and finding the
overlaping skills, concepts, and attitudes in all four. In the elementary
classroom an integrated model that illustrates the critical elements of this
approach is the whole language movement in which reading, writting,
listening, and speaking skills spring a holistic, literature-based program
that taps all the energies of the learner and disciplines. A distinct
advantages of the integrated model is the ease with which the learner is
lead to the interconnectedness and interrelationship among the various
disciplines. the integrated model builds understanding across.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa model terpadu memadukan berbagai
disiplin ilmu dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang tumpang
tindih. Model terpadu pada kelas dasar merupakan program berbasis literatur
holistik yang memanfaatkan semua disiplin ilmu. Keuntungan dari model
terpadu adalah memudahkan peserta didik membangun pemahaman serta
mengarah pada keterkaitan antar berbagai disiplin ilmu.
20
Pembelajaran tematik memadukan beberapa mata pelajaran ke dalam satu
tema. Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik, karakteristik peserta
didik dalam belajar bersifat holistik, maka kegiatan pembelajaran bagi peserta
didik sekolah dasar (SD) sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik.
Kunandar (2014: 311) menyatakan bahwa tema merupakan alat atau wadah
untuk mengedepankan berbagai konsep peserta didik secara utuh. Tema
diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang
utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa peserta didik dan membuat
pembelajaran melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman yang bermakna kepada peserta didik.
Menurut Trianto (2010: 254) pembelajaran tematik adalah salah satu model
dalam pembelajaran terpadu (integrated instructur) yang merupakan suatu
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara kelompok
maupun individual aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik.
Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Majid (2014: 85) bahwa
pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang secara sengaja
mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra-mata pelajaran maupun antar-
mata pelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke
dalam sebuah tema.
21
C. Pendekatan Scientific
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan scientific (saintifik) atau pendekatan ilmiah.
Menurut Daryanto (2014: 51) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengontruksi
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang ditemukan.
Kemendikbud (2013: 24) menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam, mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah. Informasi dapat berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari pendidik. Oleh karena
itu kondisi pembelajaran yang diharapkan adalah terciptanya pembelajaran
yang mengarahkan peserta didik untuk mencari tahu dari berbagai sumber
observasi, bukan diberi tahu, peserta didik mampu merumuskan masalah
dengan banyak menanya bukan hanya dengan menjawab saja, pembelajaran
diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana
mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya
mendengarkan dan menghafal semata).
22
Pendekatan saintifik dapat membentuk peserta didik untuk memiliki domain
sikap, ketereampilan, dan pengetahuan yang seimbang dan utuh sesuai tututan
pendidikan abad 21. Kemendikbud (2013: 31) memaparkan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang
digunakan adalah:
1) Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2) Dari pendidik sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar
berbasis aneka sumber belajar;
3) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah;
4) Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5) Dari pembelajara parsial menuju pembelajaran terpadu;
6) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7) Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal
(hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodho), membangun kemauan (ing
madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11) Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di
masyarakat;
12) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah
pendidik, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah
kelas;
13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya
peserta didik.
Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Kemendikbud (2013: 208) bahwa
langkah-langkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran meliputi:
(1) mengamati (observing), (2) menanya (questioning), (3) menalar
(associating), (4) mencoba (experimenting), (5) membentuk jaringan
(networking). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
23
pendekatan scientific adalah salah satu pendekatan yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berpikir peserta didik
dalam memperoleh pengetahuan bermakna dengan mencari tahu, merumuskan
masalah, berpikir analitik sehingga membentuk domain sikap, keterampilan,
dan pengetahuan yang seimbang dan utuh melalui tahapan sistematis meliputi
mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating),
mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).
D. Model Pembelajaran Inkuiri
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan pendidik untuk
menyampaikan materi. Pemilihan model pembelajaran yang tepat
merupakan salah satu penentu tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut
Amri (2013: 4) model pembelajaran yaitu suatu desain yang
menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan peserta didik berinteraksi sehingga terjadi perubahan
perkembangan pada diri peserta didik.
Model pembelajaran menurut Sani (2013: 89) adalah kerangka konseptual
berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan
digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan belajar. Joyce & Weill dalam Huda (2013: 73)
menyatakan bahwa model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi
instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau setting
24
yang berbeda. Selanjutnya, Trianto (2010: 74) mengatakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perncanaan yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan rencana atau pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran
memiliki tujuan-tujuan pembelajaran dan sistem pengelolaan dalam
pembelajaran untuk menyiasati perubahan perilaku peserta didik secara
adaptif maupun generatif.
2. Macam-macam Model Pembelajaran
Salah satu faktor tercapainya tujuan pembelajaran yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran yang sesuai agar tujuan dari
pembelajaran dapat tercapai. Terdapat beberapa macam model
pembelajaran yang dapat digunakan pendidik dalam proses pembelajaran.
Permendikbud No. 103 tahun 2014 menyebutkan beberapa model
pembelajaran dalam kurikulum 2013, antara lain: discovery learning,
project-based learning, problem-based learning, inquiry learning. Berikut
penjelasan dari model-model pembelajaran tersebut.
a) Discovery Learning
Model Discovery Learning merupakan penemuan konsep melalui
serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan
atau percobaan.
25
b) Project-based Learning dapat didefinisikan sebagai sebuah
pembelajaran dengan aktivitas jangka panjang yang melibatkan
peserta didik dalam merancang, membuat, dan menampilkan produk
untuk mengatasi permasalahan dunia nyata.
c) Problem-based Learning merupakan model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai
disiplin ilmu.
d) Inquiry Learning (Inkuiri) adalah model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan yang
mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya membangun
pengetahuan dan makna baru.
Berdasarkan model-model pembelajaran yang telah dijelaskan di atas,
peneliti memilih model pembelajaran inkuiri, karena model pembelajaran
inkuiri memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari solusi
permasalahan atau investigasi ide dengan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Rahma (2012: 138) dengan penelitiannya
yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Inkuiri
Berpendekatan SETS Materi Kelarutan dan hasil kali Kelarutan untuk
Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Empati Peserta didik
Terhadap Lingkungan”, menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis
inkuiri dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.
26
Hasil penelitian Qing, dkk. (2010 :4602) yang berjudul “Promoting
Preservice Teachers’ Critical Thinking Skills by Inquiry-Based Chemical
Experiment”, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta
didik meningkat dengan adanya penggunaan model pembelajaran inkuiri.
Kemudian, Aykol & Garrison (2011: 246) dengan penelitiannya yang
berjudul “Understanding Cognitive Presence in an Online and Blended
Community of inquiry: Assessing Outcomes and Processes for Deep
Approaches to Learning”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan model inkuiri memberikan pengalaman belajar yang
mendalam dan bermakna.
3. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu
melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan dan indera-indera
lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus
berkembang dengan menggunakan akal pikirannya. Pengetahuan yang
dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh
keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu model pembelajaran yang
dikenal dengan inquiry (inkuiri) dikembangkan. Inkuiri merupakan model
pembelajaran yang menempatkan pendidik bukan sebagai sumber belajar,
akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar peserta didik.
Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab
antara pendidik dan peserta didik, sehingga kemampuan pendidik dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri. Menurut Glimer, dkk (2008: 21) This inquiry program opened an
27
opportunity for some of the teachers to engage in a previously
undiscovered mechanism to expand their horizons in teaching and
learning. Science is not a subject but a process, and that is a brand new
practice and perspective for the inquiry teachers. As a result of this
program, the teachers have a new view of the classroom in which asking
the questions and figuring out ways to find the answers involves team
effort and is more important than knowing the answers. Critical thinking,
problem-solving skills and innovation are essential for our children to
learn and experience in order to become the citizens and leaders of
tomorrow.
Glimer, dkk (2008: 21) pada bukunya yang berjudul “Teaching the Nature
and Practice of Scientific Inquiry; Working With Science Teachers in
Rural America” mengajak pendidik-pendidik di Amerika untuk
melakukan penelitian agar mereka dapat memperbaiki proses
pembelajaran di kelas. Hasil dari kegiatan ini bahwa inkuiri membuka
kesempatan bagi beberapa pendidik untuk memperluas cakrawala mereka
dalam pengajaran dan pembelajaran. Ilmu pengetahuan bukan subjek tapi
sebuah proses, dan itu adalah praktik dan perspektif baru untuk pendidik
melakukan model inkuiri. Sebagai hasil dari program ini, para pendidik
memiliki pandangan baru tentang pembelajaran di kelas, dengan
mengajukan pertanyaan dan mencari tahu cara untuk menemukan
jawabannya, melibatkan usaha tim lebih penting daripada mengetahui
jawabannya. Pemikiran kritis, keterampilan memecahkan masalah dan
inovasi sangat penting bagi anak-anak kita untuk belajar dan
28
berpengalaman agar bisa menjadi warga negara dan pemimpin masa
depan.
Menurut Keengwe & Maxfield (2015: 240) inquiry learning heavy
emphasis on posting questions, gathering and analyzing data, construction
evidenced based argument. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa
pembelajaran dengan model inkuiri menekankan pada pertanyaan,
pengumpulan dan analisis data, konstruksi dibuktikan berdasarkan
argumen. Selanjutnya, menurut Blessinger & Carfora (2015: 7) inquiry is
an learning model to active learning that is driven problem based
question. Inquiry is oriented around process, content, and outcome and is
considered a way of learning that focuses on investigating authentic (real-
world) question and problems that are meaningful to learners.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa model pembelajaran inkuiri
merupakan pembelajaran aktif yang didorong dengan pertanyaan berbasis
masalah. Penyelidikan berorientasi pada proses, konten, dan hasil yang
dianggap sebagai cara pembelajaran yang berfokus pada penyelidikan
pertanyaan dan masalah dunia nyata (real world) yang bermakna bagi
peserta didik.
Model pembelajaran inkuiri menurut Sani (2013: 214) menekankan pada
proses penyelidikan berbasis pada upaya menjawab pertanyaan. Inkuiri
merupakan investigasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan laboratorium
atau aktivitas lainnya yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
informasi. Hanafiah & Suhana (2012: 77) menyatakan bahwa inkuiri
29
merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat
menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud
adanya perubahan perilaku.
Rooney (2012: 102) pada penelitiannya yang berjudul “How am I using
inquiry-based learning to improve my practice and to encourage higher
order thinking among my students of mathematics?” menyatakan bahwa
model inkuiri adalah model pembelajaran yang membangun pemahaman
tentang informasi baru, mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya
secara terorganisir dan sistematis. Dalam hal ini konteks, inkuiri adalah
eksplorasi peserta didik tentang masalah kehidupan nyata (real-world).
Selanjutnya, model pembelajaran inkuiri menurut Khanifatul (2013: 21)
merupakan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Model pembelajaran inkuri menurut Smallhorn, dkk. (2015: 66) pada
penelitiannya yang berjudul “Inquiry-based learning to improve student
engagement in a large first year topic” adalah model pembelajaran yang
menuntut peserta didik untuk disiplin dan bertanggung jawab sendiri
dalam pembelajaran. Berdasarkan para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelidikan pertanyaan atau masalah yang nyata
30
dan bermakna. Peserta didik dituntut untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan.
4. Jenis-jenis Model Pembelajaran Inkuiri
Jenis-jenis model pembelajaran inkuiri menurut Ali (2004: 87) adalah
sebagai berikut:
a. Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing)
Pelaksanaan Guided Inquiry dilakukan oleh peserta didik berdasarkan
petunjuk-petunjuk pendidik. Petunjuk diberikan pada umumnya dalam
bentuk pertanyaan membimbing. Umumnya model pembelajaran
inkuiri terbimbing terdiri atas : (1) Pertanyaan masalah; (2) Prinsip-
prinsip atau konsep-konsep yang ditemukan; (3) alat/bahan; (4)
diskusi pengarahan; (5) kegiatan penemuan oleh peserta didik; (7)
proses berfikir kritis dan ilmiah; (8) pertanyaan yang bersifat open
ended; (9) catatan pendidik.
b. Free Inquiry (Inkuiri Bebas)
Pembelajaran pada Free Inquiry peserta didik melaksanakan
penelitian sendiri. Peserta didik harus dapat mengidentifikasi dan
merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diteliti.
Bimbingan pendidik pada jenis model inkuiri sangat sedikit sekali
bahkan sama sekali.
c. Modified Free Inquiry (Modifikasi Inkuiri Bebas)
Modified Free Inquiry merupakan kolaborasi antara jenis guided
inquiry (inkuiri terbimbing) dan free inquiry (inkuiri bebas), pada
31
pembelajaran pada modified free inquiry pendidik memberikan
permasalahan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan
permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur
penelitian. Modified free inquiry bertujuan untuk membantuk peserta
didik mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang
dibutuhkan.
Berdasarkan penjelasan di atas jenis model inkuiri yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah guided inquiry (inkuiri
terbimbing), Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
penelitian yang akan dilakukan terhadap peserta didik kelas IV
Sekolah Dasar dimana tahap perkembangan kognitif peserta didik
masih bersifat operasional konkret. Peristiwa berpikir dan belajar
peserta didik pada tahap ini sebagian besar melalui pengalaman yang
nyata yang berawal dari proses interaksi peserta didik dengan obyek
(benda) bukan dengan lambang, gagasan ataupun abstraksi, dengan
kata lain pada tahap ini peserta didik belum mampu melakukan proses
berpikir yang abstrak sehingga masih memerlukan bimbingan
pendidik
.
E. Guided Inquiry Learning
1. Pengertian Model Guided Inquiry Learning
Guided inquiry learning merupakan model pembelajaran dimana pendidik
memandu dan memberikan peserta didik contoh-contoh topik spesifik
untuk memahaminya. Menurut Sanjaya (2008: 200) pembelajaran inkuiri
32
terbimbing yaitu jenis model pembelajaran inkuiri yang dalam
pelaksanaannya pendidik menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup
luas kepada peserta didik. Pendidik membimbing peserta didik dalam
merumuskan masalah.
Pendidik harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada peserta
didik dalam melakukan kegiatan-kegiatan seingga peserta didik yang
berpikir lambat atau peserta didik yang mempunyai intelegensi rendah
tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan
peserta didik mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli
kegiatan, oleh sebab itu pendidik harus memiliki kemampuan mengelola
kelas.
Menurut Throwbridge & Bybee (1990: 212 ) In a guided inquiry approach
the instructor provides the problem and encourages students to work out
the procedures to resolve it. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam
pembelajaran inkuiri terbimbing pendidiklah yang memberikan
permasalahan dan langkah-langkah percobaan untuk menyelesaikan
permasalahan. Model guided inquiry learning ini sesuai untuk peserta
didik usia Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan peserta didik terlibat aktif
dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui kegiatan
pengamatan dan pengumpulan data sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Peserta didik akan melakukan percobaan untuk menemukan konsep-
konsep yang telah ditetapkan oleh pendidik. Sedangkan pendidik membuat
rencana pembelajaran atau langkah-langkah percobaan. Hal tersebut juga
33
dipertegas Jerolimek & Foster (1976:101), because inquiry is higher
learner centered, the role of the teacher is that of guide stimulation, a
facilitator who challenger pupils by helping them identify questions and
problem and guides their inquiry. Pada tahap awal kegiatan pembelajaran,
peserta didik diberikan bimbingan lebih banyak dengan pemberian
pertanyaan-pertanyaan pengarah. Pertanyaan-pertanyaan ini berguna agar
peserta didik mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang
harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan
pendidik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model
guided inquiry learning adalah model pembelajaran yang melibatkan
kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis
dan logis. Pendidik sebagai fasilitator berperan untuk menyediakan
bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada peserta didik.
2. Langkah-langkah Model Guided Inquiry Learning
Sagala (2006: 197) mengungkapkan langkah-langkah pembelajaran
dengan model guided inquiry learning adalah sebagai berikut:
a) Peserta didik merumuskan masalah untuk dipecahkan.
b) Peserta didik mengajukan hipotesis.
c) Peserta didik mencari informasi informasi/ data untuk menjawab
hipotesis.
d) Peserta didik menarik kesimpulan.
e) Peserta didik mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi baru.
Langkah-langkah model guided inquiry learning menurut Sanjaya (2010:
201) adalah sebagai berikut.
34
1) Orientasi
Pendidik menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan.
2) Merumuskan Masalah
a) Pendidik memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan
rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan
sebaiknya diserahkan kepada peserta didik.
b) Pendidik mendorong peserta didik agar dapat merumuskan
masalah, peserta didik mencari dan mendapatkan jawaban
tersebut secara pasti.
3) Merumuskan Hipotesis
Pendidik mengajukan berbagai pertanyaan yang mendorong peserta
didik untuk dapat merumuskan jawaban sementara dari suatu
permasalahan.
4) Mengumpulkan Data
a) Pendidik mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang
dibutuhkan.
b) Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan diskusi.
5) Menguji Hipotesis
Peserta didik diberi kesempatan membuktikan kebenaran jawaban
yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi serta didukung
oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan
6) Merumuskan Kesimpulan
Peserta didik menyimpulkan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil
pengujian hipotesis.
Berdasarkan langkah-langkah model guided inquiry learning yang telah
dikemukakan para ahli di atas, maka peneliti akan menggunakan langkah-
langkah yang telah dikemukakan oleh Sanjaya (2010: 201) sebagai acuan
dalam pelaksanaan model guided inquiry learning yang disesuaikan
dengan materi pelajaran. Secara garis besar terdapat enam tahapan dalam
model pembelajaran ini, yaitu: 1) orientasi, 2) merumuskan masalah, 3)
merumuskan hipotesisi, 4) mengumpulkan data, 5) menguji hipotesis, 6)
merumuskan kesimpulan.
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Guided Inquiry Learning
Seperti halnya model pembelajaran yang lain, model guided inquiry
learning juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Colburn dalam
35
Keengwe & Maxfield (2015: 240) inquiry learning model as an
environment where students are engaged in essential open-ended, student
centered, hands-on activity. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa model
pembelajaran inkuiri melibatkan peserta didik pada aktivitas open-ended,
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan hands on activity.
Open-ended merupakan sifat keterbukaan dalam menjawab pertanyaan
yang mengarahkan peserta didik dalam menjawab masalah dengan banyak
cara untuk merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman peserta
didik dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Hands on activity
merujuk pada keterlibatan peserta didik dalam menggali informasi dan
bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan
menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.
Menurut Blessinger & Carfora (2014: 4) inquiry learning model can use to
not only foster high order thinking and deep cognitive capabilities but also
to develop life skills, value clarification, and meaning-making in all
complexity. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa model pembelajaran
inkuiri tidak hanya menumbuhkan pemikiran tingkat tinggi dan
kemampuan kognitif tetapi juga untuk mengembangkan kecakapan hidup,
klarifikasi nilai, dan pembuatan makna dalam semua kompleksitas.
Menurut Carin & Sund (1989: 90) kelebihan model guided inquiry
learning antara lain:
a) Pembelajaran dengan penemuan terbimbing lebih mengaktifkan
peserta didik dalam memecahkan masalah, sehingga peserta didik
belajar dari pengalaman langsung.
36
b) Penemuan terbimbing mempunyai kemungkinan untuk
meningkatan hasil yang diharapkan.
c) Peserta didik yang berada pada taraf berpikir operasional konkrit
akan lebih baik belajar pengetahuan bernalar melalui diskusi
terbimbing berdasar pada pengalaman belajar langsung yang
disediakan oleh pendidik.
d) Adanya kegiatan dalam kelompok mengarahkan semua peserta
didik berpartisipasi dalam proses konstruksi, bekerja sama, berbagi
pendapat, dan saling belajar satu sama lain.
Mempertegas pendapat tersebut, Sanjaya (2008: 208) juga
mengungkapkan beberapa keunggulan model guided inquiry learning.
a) Mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga
pembelajaran ini menjadi lebih bermakna.
b) Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
gaya belajarnya.
c) Pembelajaran inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Beberapa kelemahan model guided inquiry learning adalah sebagai
berikut.
a) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.
b) Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan
kebiasaan peserta didik dalam belajar.
c) Memerlukan waktu yang panjang sehingga pendidik sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d) Selama kriteria keberasilan belajar di tentukan oleh kemampuan–
kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, maka model
37
pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap
pendidik.
F. Kemampuan Berpikir Kritis
Salah kompetensi dalam kurikulum 2013 adalah mengembangkan kreativitas,
rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk
pikiran kritis. Spliter dalam Komalasari (2010: 266) menyatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan bernalar dan berpikir reflektif
yang difokuskan untuk memutuskan hal-hal yang diyakini dan dilakukan.
Menurut Johnson (2006: 210) berpikir kritis adalah aktivitas mental sistematis
yang dilakukan oleh orang-orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk
memperluas pemahaman mereka.
Menurut Rajendran (2013: 20) critical thinking is the intellectually disciplined
process of activity and skillfully conceptualizing, appliying, analyzing,
synthesizing, and evaluating information. Pengertian tersebut menjelaskan
pengertian dari kemampuan berpikir kritis yang merupakan proses aktivitas
disiplin secara intelektual dengan terampil mengkonseptualisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi. Ennis
dalam Demir dkk. (2011: 547) mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah
cara berpikir yang wajar dan mendalam ketika memutuskan apa peserta didik
lakukan.
Menurut Stratton (2000: 13) critical thinking is a particular type of thinking
that makes use of other types of thinking to review, evaluate, and revise the
way ideas have been understood, processed, and communicated. Pengertian
38
tersebut menjelaskan pengertian berpikir kritis sebagai jenis pemikiran yang
memanfaatkan jenis pemikiran lain untuk meninjau, mengevaluasi, dan
merevisi cara gagasan dipahami, diproses, dan dikomunikasikan.
Seseorang dikatakan berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa indikator.
Menurut Ennis dalam Susanto (2013: 125) indikator keterampilan berpikir
kritis dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
a. Memfokuskan pertanyaan.
b. Menganalisis pertanyaan.
c. Menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan.
2) Membangun keterampilan dasar (basic support).
a. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak.
b. Mengamati serta mempertimbangkan suatu hasil laporan observasi.
3) Menyimpulkan.
a. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi.
b. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi.
c. Membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya.
4) Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
a. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi.
b. Mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).
a. Memutuskan suatu tindakan.
b. Mengomunikasikan keputusan kepada orang lain.
Indikator berpikir kritis menurut Saputro (2013: 3) adalah sebagai berikut.
39
1) Keterampilan menganalisis.
2) Keterampilan mensitesis.
3) Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah.
4) Keterampilan menyimpulkan.
Selanjutnya, menurut Dike (2010: 22) aspek dan sub indikator kemampuan
berpikir kritis adalah sebagai berikut.
1) Klarifikasi masalah.
a. Mengidentifikasi pokok permasalahan.
b. Membandingkan kesamaan dan perbedaan.
c. Merumuskan pertanyaan.
2) Menilai informasi yang berhubungan dengan masalah.
a. Menemukan sebab kejadian permasalahan.
b. Menilai dampak dari permasalahan.
c. Memprediksi konsekuensi lanjut dari dampak permasalahan.
3) Membuat kesimpulan
a. Menjelaskan permasalahan.
b. Merancang solusi permasalahan.
c. Membuat kesimpulan sederhana.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
berpikir kritis adalah proses aktivitas disiplin secara intelektual dengan
terampil mengkonseptualisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi sehingga peserta didik dapat membuat kesimpulan
yang masuk akal. Indikator yang akan digunakan diteliti dalam penelitian ini
40
yaitu: (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) membangun keterampilan
dasar, (3) menyimpulkan.
G. Keterkaitan antara Berpikir Kritis, Pendekatan Scientific, dan Model
Guided Inquiry Learning
Berpikir kritis menurut Susanto (2013: 121) merupakan suatu kegiatan melalui
cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang
diberikan atau masalah yang dipaparkan. Usia anak SD/MI memiliki
kecenderungan dan kemampuan untuk berpikir, kecenderungan itu terlihat
ketika ia memandang sesuatu disekitarnya, menyentuh, bahkan meraba sebagai
bentuk keingintahuannya. Melatih berpikir kritis sangat penting diterapkan
sejak usia anak. Pembentukan dan pembinaan cara berpikir yang lebih kritis
pada anak jika dibina dengan baik akan mampu menumbuhkembangkan
kesadaran berpikir sejak dini.
Tilaar (2011: 17) mengartikan pengembangan berpikir kritis merupakan
pemberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect as
person), mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya. Selain
itu, tujuan pembelajaran berpikir kritis pada peserta didik menyiapkan mereka
menjadi pemikir yang kritis, mampu bertanggung jawab dan memecahkan
masalah, sehingga dapat menghadapi kehidupan ditengah era globalisasi.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah kewajiban pendidik,
dengan menggunakan model, pendekatan atau strategi pembelajaran yang
sesuai dan prosesnya mampu melatih peserta didik untuk berpikir kritis. Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
41
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik.
Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model guided inquiry learning yang di
dalamnya menggunakan pendekatan yang telah diterapkan pada Kurikulum
2013 yaitu pendekatan scientific (saintifik).
Hanafiah & Suhana (2012: 77) menyatakan bahwa model guided inquiry
learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat
menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud
adanya perubahan perilaku. Sedangkan, pendekatan scientific adalah salah satu
pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang
kemampuan berpikir peserta didik dalam memperoleh pengetahuan bermakna
dengan mencari tahu, merumuskan masalah, berpikir analitik sehingga
membentuk domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang seimbang dan
utuh melalui tahapan sistematis meliputi mengamati (observing), menanya
(questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk
jaringan (networking).
42
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran guided inquiry learning memiliki keterkaitan yang kuat untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Keterkaitan antara
ke-tiganya juga terlihat pada indikator dari berpikir kritis, pendekatan saintifik,
dan model pembelajaran inkuiri. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Gambar 1. Keterkaitan antara Berpikir Kritis, Pendekatan Scientific,
dan Model Guided Inquiry Learning
H. Pengembangan Bahan Ajar
1. Pengertian Bahan Ajar
Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan
adalah dengan menggunakan bahan ajar yang menarik, agar peserta didik
merasa tertarik dan senang mempelajari bahan ajar tersebut. Menurut
Majid (2008: 173) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun
secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang
Berpikir Kritis
1. Mengamati
2. Menanya
1. Memberikan penjelasan
sederhana
5. Membentuk
Jaringan
2. Membangun
keterampilan dasar.
3. Menalar
4. Mencoba
3. Menyimpulkan
1. Orientasi
2. Merumuskan
masalah
3. Merumuskan
hipotesis
4. Mengumpulkan
data
6. Merumuskan
kesimpulan
5. Menguji
hipotesis
Scientific Guided inquiry Learning
43
memungkinkan sehingga peserta didik belajar dengan baik. Asmawati
(2015: 4) pada mendefinisikan bahan ajar sebagai segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu pendidik atau instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Menurut Suwarni (2015: 90) bahan ajar merupakan media pembelajaran
cetak yang dapat digunakan untuk memudahkan pendidik dan peserta
didik guna meningkatkan kompetensinya. Menurut Prastowo (2015: 16)
bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat maupun teks)
yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran. Bahan ajar tersebut berupa materi pelajaran yang digunakan
pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat berupa bahan
tertulis maupun bahan tidak tertulis. Melalui bahan ajar peserta didik dapat
mempelajari suatu kompetensi secara sistematis dan runtut.
Sejalan dengan pendapat Prastowo, Majid (2008: 176) mengemukakan
bahwa sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain:
a) Petunjuk belajar (petunjuk peserta didik/pendidik)
b) Kompetensi yang akan dicapai
c) Informasi pendukung
d) Latihan-latihan
e) Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
f) Evaluasi
Astuti (2016: 200) menyatakan bahwa secara umum, fungsi bahan ajar
adalah untuk mengarahkan semua aktivitas pendidik dalam proses
pembelajaran, sebagai pedoman bagi peserta didik dalam proses
44
pembelajaran, dan merupakan kompetensi yang seharusnya dipelajari.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
merupakan materi pelajaran yang digunakan pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran dapat berupa bahan tertulis maupun bahan
tidak tertulis. Melalui bahan ajar peserta didik dapat mempelajari suatu
kompetensi.
2. Jenis-jenis Bahan Ajar
Beragam jenis bahan ajar yang digunakan pada sekolah sebagai penunjang
proses pembelajaran. Menurut Yaumi (2013: 250) bahan ajar dilihat dari
segi format atau bentuknya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu bahan cetak,
bahan bukan cetak, dan kombinasi cetak dan bukan cetak. Menurut Amri
(2013: 95) jenis-jenis bahan ajar berdasarkan pengemasannya dapat
dibedakan menjadi: (a) buku teks belajar, (b) modul belajar, (c) diktat, (d)
LKPD, (e) petunjuk praktikum, (f) handout.
Jenis-jenis bahan ajar menurut Depdiknas dalam Asmawati (2015: 4)
adalah sebagai berikut.
a) Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed)
seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja peserta
didik, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non
printed), seperti model/maket.
b) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio.
c) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact
disk, film.
d) Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material)
seperti CAI (Computer Assisted Instruction), Compact Disk (CD)
multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web
(web based learning materials).
45
Majid (2008: 174) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat, yaitu:
a) Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar
kerja peserta didik, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar,
mode/maket.
b) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio.
c) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact
disk, film.
d) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti
compact disk interaktif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai jenis-jenis bahan ajar,
bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah suplemen
pembelajaran untuk buku peserta didik. Suplemen bahan ajar digunakan
sebagai tambahan atau pelengkap yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
3. Suplemen Pembelajaran
Suplemen pembelajaran merupakan tambahan atau pelengkap yang
digunakan dalam proses pembelajaran, dengan tujuan untuk melengkapi
materi yang telah ada. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011: 1359)
suplemen adalah sesuatu yang ditambahkan untuk melengkapi, tambahan,
bagian ekstra pada surat kabar majalah dan sebagainya, lampiran
pelengkap.
Menurut Majid (2008: 180) suplemen bahan ajar berfungsi sebagai
suplemen (tambahan) apabila pendidik atau peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau
tidak untuk materi pelajaran tertentu. Jenis-jenis suplemen bahan ajar
menurut Amri (2016: 100) sumplemen bahan ajar dapat berupa LKPD
46
(Lembar Kerja Peserta didik), modul pembelajaran, serta buku ajar
lainnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, suplemen bahan ajar merupakan
suplemen bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah
suplemen bahan ajar yang berupa modul pembelajaran pada tema 8
(Daerah Tempat Tinggalku), subtema 2 (Keunikan Daerah Tempat
Tinggalku. Modul pembelajaran adalah bahan ajar yang disusun secara
sistematis dan menarik yang mencakup isi materi, metode dan evaluasi
yang dapat digunakan secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi menurut (2014: 115)
antara lain:
1) Judul
2) Petunjuk belajar
3) Kompetensi yang akan dicapai
4) Informasi pendukung
5) Latihan-latihan
6) Petunjuk kerja atau Lembar Kerja
7) Evaluasi
Langkah-langkah penyusunannya menurut Prastowo (2014: 119) yaitu:
1) Analisis Kurikulum
Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi dari hasil Standar
Kompetensi, Kompetensi Inti, dan kompetensi Dasar, jaringan tema,
dan tujuan yang harus dimiliki oleh peserta didik.
2) Menentukan Judul
47
Mengacu pada Kompetensi Dasar atau materi pokok yang ada dalam
kurikulum.
3) Penulisan
Dalam penulisan modul ada lima acuan yang harus diperhatikan,
yaitu:
a. Perumusan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai
b. Penentuan alat evaluasi atau penilaian yang digunakan.
c. Penyususnan materi harus disesuaikan dengan kompetensi
dasar yang akan dicapai.
d. Urutan pengajaran dapat diberikan dalam petunjuk
menggunakan modul struktur bahan ajar (modul).
4. Lokalitas
Lokalitas merupakan suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari
suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang
bernilai tinggi, bersifat unik, memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif. Lokalitas berupa hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya,
pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya
yang menjadi keunggulan suatu daerah.
Menurut Ambarwangi & Suharto (2014: 40) pada penelitiannya yang
berjudul “Reog as Means of Students’ Appreciation and Creation in Arts
and Culture Based on The Local Wisdom” kearifan lokal sering disebut
local genious dapat dipahami sebagai upaya manusia menggunakan
kecerdasannya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap hal-hal,
48
benda, atau peristiwa yang terjadi di ruang tertentu. Menurut Rusilowati,
dkk. (2015: 42) pada penelitiannya yang berjudul “Natural Disaster vision
Learning SETS Integrated in Subject of Physics-Based Local Wisdom”
menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berlaku
dalam suatu mayarakat, yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan
dalam bertingkah laku sehari-hari, serta menggambarkan cara bersikap dan
bertindak untuk merespon perubahan-perubahan yang khas dalam
ingkungan fisik maupun kultural.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level
lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya
alam (wisata) dan kegiatan masyarakat. Menurut hasil penelitian
Callaghan (2008: 43) by connecting local issues to scientific inquiry can
provide students the opportunity to apply facts from their book to real life
situation. they will become more environmentally aware of their world.
Callaghan (2008: 43) menjelaskan bahwa dengan menghubungkan isu
lokal dengan inkuiri dapat memberi peserta didik kesempatan menerapkan
fakta dari buku mereka hingga situasi kehidupan nyata, mereka akan
menjadi lebih sadar lingkungan akan dunia mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lokalitas (local
wisdom) adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu mayarakat, dan
menjadi dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang
kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam (wisata)
dan kegiatan masyarakat. Penelitian ini akan mengembangkan modul
49
berbasis lokal. Modul berbasis lokal memuat pengetahuan yang ditemukan
oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam
mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap keadaan alam
suatu tempat.
5. Keterkaitan Pengembangan Bahan Ajar dengan Lokalitas
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
pendidik atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak
tertulis. Bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
modul berbasis lokalitas, dimana materi yang terdapat di dalamnya
mengandung unsur nilai-nilai lokal agar peserta didik lebih memahami
keunggulan daerahnya. Pengembangan bahan ajar berbasis lokalitas
mengadaptasi pada dimensi pengetahuan yang dikemukakan oleh
Anderson & Karthwol (2001: 38) yaitu pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, konseptual, dan metakognitif. Berikut penjelasannya:
1) Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan
oleh para pakar dalam menjelaskan, memahami, dan secara sistematis
menata disiplin ilmu mereka. Pengetahuan faktual berisikan elemen-
elemen dasar yang harus diketahui peserta didik jika mereka akan
mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam
disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terbagi menjadi dua
subjenis yaitu: a) pengetahuan tentang terminologi; dan b)
pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik.
50
Pengetahuan tentang terminologi melingkupi pengetahuan tentang
label dan simbol verbal dan nonverbal (kata, angka, tanda, gambar).
Setiap materi kajian mempunyai banyak label dan simbol, baik verbal
maupun nonverbal, yang merujuk pada makna-makna tertentu. Label
dan simbol ini merupakan bahasa dasar dalam suatu disiplin ilmu.
Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik
merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, orang, tanggal,
sumber informasi, dan semacamnya.
2) Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori,
klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori pengetahuan
yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan konseptual meliputi
skema, model, mental, dan teori yang mempresentasikan pengetahuan
manusia tentang bagaimana suatu materi kajian ditata dan
distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling berkaitan
secara sistematis, dan berfungsi bersama.
Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu: a) pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori; b) pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi; dan c) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan
generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model,
dan struktur. Prinsip dan generalisasi dibentuk oleh klasifikasi dan
kategori. Prinsip dan generalisasi merupakan bagian yang dominan
dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji masalah-
51
masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Prinsip dan generalisasi
merangkum banyak fakta dan peristiwa yang spesifik,
mendeskripsikan proses dan interelasi di antara detail-detail fakta dan
peristiwa, dan menggambarkan proses dan interelasi di antara
klasifikasi dan kategori.
3) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu. Sesuatu tersebut mulai dari permasalahan yang
sering dihadapi sampai permasalahan yang benar-benar baru.
Pengetahuan prosedural seringkali berbentuk urutan langkah-langkah
yang harus diikuti, mencakup keterampilan, algoritma, teknik, dan
metode, yang secara umum dikenal dengan nama prosedur.
Pengetahuan prosedural mencakup pengetahuan tetang kriteria yang
digunakan untuk menentukan kapan menggunakan prosedur tertentu.
Pengetahuan prosedural terdiri dari tiga subjenis, yaitu: a)
pengetahuan tentang keterampilan dan algoritma khusus dalam suatu
subjek. Sebagaimana telah dikemukakan, pengetahuan prosedur dapat
dinyatakan sebagai sebuah deretan langkah-langkah yang biasa
disebut dengan prosedur. Kadangkala langkah-langkah yang harus
diikuti telah ditentukan, tetapi kadangkala tidak. Meskipun hasil akhir
dari pengetahuan ini bukan merupakan pernyataan tertentu (open
ended), tetapi secara umum hasil akhir dari pengetahuan ini
merupakan sesuatu yang tertentu; b) pengetahuan tentang metode dan
teknik subjek yang spesifik. Beberapa prosedur tidak mengantar pada
52
pemecahan masalah tunggal atau jawaban tunggal sebagaimana jenis
pengetahuan ini; c) pengetahuan untuk menentukan kriteria tentang
prosedur yang tepat. Sebagai tambahan pengetahuan tentang prosedur
yang harus dilakukan, peserta didik diharapkan juga mengetahui
kapan menggunakan prosedur tersebut.
4) Pengetahuan Metakognitif
Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi
pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian penelitian terbaru tentang
peran penting pengetahuan peserta didik mengenai kognisi mereka
sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar.
Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang pembelajaran yang
berkembang adalah menekankan pada metode untuk membuat peserta
didik semakin menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan
dan pemikiran mereka sendiri.
Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: a)
pengetahuan strategis; b) pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif,
yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisional; dan c)
pengetahuan diri. Pengetahuan strategis adalah pengetahuan tentang
strategi-strategi belajar dan berpikir serta pemecahan masalah.
Subjenis pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang berbagai
strategi yang dapat digunakan peserta didik untuk menghafal materi,
mencari makna teks, atau memahami apa yang mereka dengar dari
pelajaran di kelas atau yang dibaca dalam buku dan bahan ajar lain.
53
Strategi belajar ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu
pengulangan, elaborasi, dan organisasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan bahan ajar dengan lokalitas
memiliki keterkaitan, karena content dalam modul tersebut mengandung
lokalitas daerah tempat tinggal peserta didik yang merujuk pada dimensi
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Pengetahuan faktual
yang akan dikembangkan pada bahan ajar berbasis lokalitas ini berupa
sejarah berdirinya Kabupaten Lampung Timur, mengenalkan tempat
wisata Kabupaten Lampung Timur lebih dekat lagi dengan gambar atau
materi yang disajikan. Pengetahuan konseptual pada bahan ajar berbasis
lokalitas ini memberi kesempatan peserta didik untuk mencari tahu
dampak adanya wisata lokal yang ada di Kabupaten Lampung Timur baik
dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Pengetahuan prosedural pada modul
berbasis lokalitas ini berupa pengambilan kesimpulan atas penjelasan-
penjelasan mengenai dampak didirikan Kabupaten Lampung Timur,
dampak adanya wisata lokal yang ada di Kabupaten Lampung Timur.
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang telah dilakukan dan mendukung penelitian pengembangan ini
adalah sebagai berikut:
1. Ambarwangi & Suharto (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Reog
as Means of Students’ Appreciation and Creation in Arts and Culture
Based on The Local Wisdom”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran yang mengusung kearifan lokal dapat meningkatkan
54
kreativitas dan kecerdasan peserta didik serta sebagai penghargaan untuk
budaya lokal itu sendiri. Karena budaya lokal adalah dasar untuk
pembentukan karakter dari masyarakat serta parameter keberhasilan
pendidikan.
2. Bahr (2010) dengan penelitiannya yang berjudul “Thinking Critically
about Critical Thinking in Higher Education dalam International Journal
for the Scholarship of Teaching and”. Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa peserta didik pada umumnya memiliki percaya diri dalam
kemampuan mereka untuk berpikir kritis dengan mengidentifikasi
aktivitas mereka di kelas. Peserta didik tidak hanya memahami konsep
berpikir kritis tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpikir kritis
dengan rasa percaya diri.
3. Bailey (2012) yang berjudul “Learning Transferable Skills in Large
Lecture Halls: Implementing a POGIL Approach in Biochemistry”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan
model guided inquiry learning menjadikan pembelajaran berpusat pada
peserta didik, peserta didik dapat memaksimalkan pengalaman belajar,
serta pendidik dapat memanfaatkan model ini untuk mendorong
keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
4. Demir (2011) dengan penelitiannya yang berjudul “Quadruple Thinking:
Critical Thinking.”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran
kritis akan memberi kontribusi untuk menentukan tujuan dalam
memikirkan fenomena atau objek.
55
5. Douglas (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Process-oriented
Guided Inquiry Learning in Engineering” menunjukkan peserta didik
dalam kelompok eksperimen mengakui manfaat dari POGIL yaitu dapat
bekerja dalam kelompok, membangun pemikiran kritis, belajar
keterampilan kooperatif, dan meningkatkan pengetahuan.
6. Hansen & Buczynski (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “The
Teaching of Inquiry-based Science in Elementary Classrooms: A Bi-
national Comparative Reflection of US and Lithuanian Practices”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya penggunaan model
pembelajaran inkuiri peserta didik terlibat aktif untuk berpikir kritis
tentang konsep-konsep ilmu, serta peserta didik dapat membuat hubungan
antara apa yang sudah mereka ketahui dan materi baru yang disajikan.
7. Qing (2010) dengan penelitiannya yang berjudul “Promoting Preservice
Teachers’ Critical Thinking Skills by Inquiry-Based Chemical
Experiment”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis peserta didik meningkat dengan adanya penggunaan model
pembelajaran inkuiri.
8. Lee (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “What is Inquiry Guided
Learning?”. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa guided inquiry
Learning merupakan serangkaian proses pengajaran yang menentukan
cara praktik sederhana dengan mengembangkan kerangka kerja
konseptual, model, dan rubrik perkembangan sebagai langkah awal yang
penting.
9. Rooney (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “How am I using
56
inquiry-based learning to improve my practice and to encourage higher
order thinking among my students of mathematics?”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri mendorong peserta didik
untuk berpikir tingkat tinggi serta menunjukkan sikap positif pada
aktivitas belajar peserta didik.
10. Samah (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Factors Affecting
Educational Tourism Development among Local Communities in the
Klang Valley, Malaysia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dampak sosial budaya, ekonomi, dan sikap masyarakat terhadap
pendidikan berbasis lokal memiliki peran penting dalam komunikasi
warga dengan peserta didik internasional, serta menghasilkan beberapa
kontribusi metodologis dan konseptual terhadap pemahaman masyarakat
lokal terhadap pengembangan pariwisata untuk mengukur kesadaran dan
sikap warga terhadap pariwisata pendidikan di Malaysia.
11. Simonson & Shadel (2013) dengan penelitiannya yang berjudul
“Implementing Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) in
Undergraduate Biomechanics: Lessons Learned by a Novice”. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pemanfaatan POGIL (Process Oriented
Guided Inquiry Learning) tidak hanya meningkatkan interaksi materi
peserta didik, tapi juga interaksi instrukturnya, serta meningkatkan
keterlibatan peserta didik, retensi pengetahuan, dan keterampilan berpikir
dan aplikasi tingkat tinggi.
12. Soltis (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Process-Oriented
Guided Inquiry Learning Strategy Enhances Students’ Higher Level
57
Thinking Skills in a Pharmaceutical Sciences Course”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa penggunaan strategi POGIL memiliki efek positif
secara keseluruhan pada pembelajaran di kelas. Nilai ujian peserta didik
meningkat seiring dengan meningkatnya kinerja permintaan yang
memerlukan pemikiran tingkat tinggi seperti aplikasi dan analisis. Peserta
didik menyatakan bahwa keterampilan mereka dalam pemecahan masalah
dan pemikiran kritis meningkat dengan penggunaan strategi POGIL.
13. Ural (2016) pada penelitiannya yang berjudul “The Effect of Guided-Inquiry
Laboratory Experiments on Science Education Students' Chemistry
Laboratory Attitudes, Anxiety and Achievement”. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan prestasi peserta didik pada pembelajaran
setelah diterapkannya model guided inquiry learning.
14. Ural (2016) dengan penelitiannya yang berjudul“A Model of Critical
Thinking as an Important Attribute for Success in the 21st Century”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan abad 21 ini membutuhkan
pemikiran peserta didik untuk menghadapi masalah di dunia nyata yang
melibatkan mereka dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, kreativitas,
inovasi, komunikasi, kolaborasi, pemikiran kritis dan pemecahan masalah.
Penelitian relevan yang telah dipaparkan di atas, memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan. Persamaan yang ada
diantaranya adalah pengembangan bahan ajar berbasis lokal, pentingnya
kemampuan berpikir kritis serta penggunaan model guided inquiry learning
yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.
58
Perbedaannya yaitu terletak pada perbedasan materi dan subyek penelitian
yang berbeda-beda tingkat.
J. Kerangka Pikir
Proses pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dengan pendidik
serta sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendidik maupun peserta
didik dituntut aktif dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran
berjalan dengan baik. Pemerintah telah melakukan inovasi pada tahun 2013
dengan diterapkannya kurikulum 2013 yang bersifat tematik integratif.
Menurut Trianto (2010: 78) pembelajaran tematik dimaknai sebagai
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Pembahasan
tema ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Pelajaran yang satu dengan yang
lain saling berintegrasi. Dengan demikian pembelajaran dapat melatih peserta
didik untuk berpikir secara holistik, mengontruksi sendiri pengetahuan dan
kehidupan nyata peserta didik, serta dapat melatih kemandirian peserta didik
dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Suksesnya penerapan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari perangkat
pembelajaran yang digunakan. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan
media atau sarana yang digunakan oleh pendidik dan peserta didik dalam
proses pembelajaran di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran harus
dipersiapkan oleh pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik.
Potensi peserta didik akan muncul apabila dibantu dengan penggunaan bahan
ajar yang mencakup unsur model guided inquiry learning serta pendekatan
saintifik untuk mendukung proses interaksi dalam pembelajaran.
59
Pengembangan modul berbasis lokal dengan menggunakan model guided
inquiry learning diharapkan mampu memunculkan keterampilan berpikir kritis
peserta didik. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada kerangka pikir berikut ini.
Gambar 2. Kerangka Pikir
K. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Menghasilkan produk bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning yang layak bagi peserta didik kelas IV SD.
2. Produk bahan ajar berbasis lokal yang dihasilkan melalui model guided
inquiry learning efektif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
Berpikir Kritis
Input
Proses
Output
1. Belum adanya pengembangan bahan ajar berbasis
lokal melalui model guided inquiry learning.
2. Belum adanya pengembangan bahan ajar yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik.
Mengembangkan bahan ajar berbasis lokal
Pendekatan
Scientific
Guided Inquiry
Learning
Lokalitas
Faktual
Konseptua
l
Prosedura
l
Produk bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis.
60
peserta didik kelas IV SD.
3. Terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan bahan
ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan peserta
didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui model
guided inquiry learning pada kelas IV SD.
61
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
pengembangan yang mengacu pada metode penelitian pengembangan Borg &
Gall. Menurut Borg & Gall, R&D dalam penelitian pendidikan disebut juga
dengan Reasearch-Based-Development (1983: 772) adalah sebuah prosedur
penelitian dengan tujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk
pendidikan yang dikembangkan tersebut.
Sugiyono (2015: 26) menjelaskan bahwa metode penelitian dan
pengembangan adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan
rancangan produk baru, menguji keefektifan produk yang telah ada, serta
mengembangkan dan menciptakan produk baru dan menguji keefektifan
produk tersebut. Putra (2013:67) mendefinisikan R&D secara sederhana yaitu
sebagai metode penelitian secara sengaja, sistematis, bertujuan untuk
mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki, mengembangkan,
menghasilkan, menguji keefektifan produk, model/metode, jasa, prosedur
tentunya yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif dan bermakna.
62
B. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan Borg & Gall (1983: 775) terdapat sepuluh langkah
dalam melaksanakan penelitian pengembangan yaitu sebagai berikut:
1) penelitian dan pengumpulan informasi (research and information
collection), 2) perencanaan (planning), 3) pengembangan produk
pendahuluan (develop premilinaryform of product), 4) uji coba
pendahuluan (preliminary field study), 5) revisi terhadap produk utama
(main product revision), 6) uji coba utama (main field testing), 7) revisi
produk operasional (operational product revision), 8) uji coba
operasional (operational field testing), 9) revisi produk akhir (final
product revision), dan 10) deseminasi dan distribusi (dissimination and
distribution). Langkah pengembangan digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Langkah-Langkah R&D Menurut Borg & Gall (1983: 775)
Berikut adalah penjabaran langkah pengembangan menurut Borg & Gall
(1983: 775).
1. Penelitian dan Pengumpulan Informasi
Analisis kebutuhan dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan
informasi di SDN 1 Kota Raman dengan tahapan sebagai berikut:
Research And
Information
Collection
Planning Preliminary
Field Testing
Develop
Preliminary form
of product
operational
product
revision
main field testing
Main
Product
Revision
operational
field testing
Final Product
Revision
Dissemination and
Implementation
63
a. Analisis Awal
Analisis dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan guru
kelas IV SDN 1 Kota Raman. Tahap ini adalah tahap penelitian
pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi peserta didik
dan menggali informasi terhadap pemahaman guru mengenai
pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning. Salah satu temuan dari wawancara dan observasi
diketahui bahwa belum adanya pengembangan bahan ajar berbasis
lokal, bahan ajar berbasis lokal dikembangkan agar peserta didik
lebih mengenal kearifan lokal Lampung Timur.
b. Analisis Kurikulum
Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi Kompetensi Inti,
Kompetensi Dasar serta materi yang ada dalam tema dan subtema
yang relevan dengan produk yang akan dikembangkan.
2. Perencanaan
Tahap perencanaan ini peneliti membuat tujuan dari pengembangan
produk. Hasyim (2016: 114) mengemukakan bahwa menyusun rencana
penelitian meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam
pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang akan dicapai dengan
penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan
pengujian dalam lingkup terbatas. Hal yang paling utama dalam tahap ini
menurut Setyosari (2013: 238) adalah merumuskan tujuan khusus yang
ingin dicapai oleh produk yang dikembangkan. Perencanaan desain dalam
penelitian ini adalah penggunaan model inquiry pada pembelajaran dan
64
menghasilkan produk berupa bahan ajar berbasis lokal sebagai upaya
untuk mengembangkan keterampilan beripikir kritis peserta didik.
3. Pengembangan Format Produk Awal
Setelah melakukan perencanaan terhadap materi yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Selanjutnya adalah pengembangan
format produk awal atau desain produk. Pada tahap ini merupakan bentuk
permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Setyosari (2013: 238) yang menyatakan bahwa pengembangan
format awal atau draf awal mencakup penyiapan bahan-bahan
pembelajaran, handbooks, dan alat evaluasi. Bahan pembelajaran yang
peneliti gunakan berupa bahan ajar berbasis lokal melalui model
pembelajaran guided inquiry learning. Produk awal yang dikembangkan
disusun selengkap mungkin.
4. Uji Coba Awal
Tahap uji coba awal diujikan kepada para ahli untuk mengoreksi
kelayakan produk yang dikembangkan. Sanjaya (2013: 143) menyatakan
bahwa uji coba adalah tahap mencobakan produk pendidikan hasil
pengembangan yang bertujuan untuk menemukan efektivitas produk
dilihat dari sisi hasil belajar serta kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh
guru (pengguna) baik yang dirasakan guru dalam pengelolaan
pembelajaran maupun kesulitan peserta didik dalam belajar. Uji coba
dilakukan terhadap format produk yang dikembangkan apakah sesuai
65
dengan tujuan. Hasil analisis dari uji coba awal ini menjadi bahan masukan
untuk melakukan revisi produk awal.
5. Revisi Produk
Setelah melakukan uji coba awal, maka akan ditemukan kelemahannya,
maka langkah selanjutnya adalah merevisi produk tersebut. Menurut Ali
(2014: 116) revisi produk adalah melakukan revisi terhadap bentuk awal
produk mengikuti saran dan masukan yang dilakukan berdasarkan hasil uji
coba awal. Setelah direvisi ada berbagai perubahan sesuai masukan yang
diperoleh dari uji coba tahap awal. Revisi produk tahap awal ini
menghasilkan bentuk utama perangkat yang siap untuk dilakukan
pengujian selanjutnya.
Ada berbagai perubahan setalah produk direvisi. Perubahan-perubahan
tersebut sesuai dengan masukan yang diperoleh dari uji coba tahap awal.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar produk yang
dihasilkan lebih memenuhi kebutuhan. Revisi terhadap bentuk awal
produk ini menghasilkan bentuk utama perangkat yang siap untuk
dilakukan serangkaian pengujian lebih lanjut.
6. Uji Coba Kelompok Kecil
Uji coba lapangan ini merupakan uji coba lapangan utama dilakukan
dalam skala kecil. Uji coba dalam skala kecil ini dilakukan untuk menilai
uji kelayakan bahan ajar yang dikembangkan. Menurut Ali (2014: 117)
produk yang telah direvisi, dilakukan uji coba produk secara eksperimen.
Eksperimen awal bentuk utama produk dengan tujuan untuk melihat
66
peningkatan kemampuan pengguna produk yang dikembangkan ini setelah
mengikuti proses pembelajaran menggunakan produk tersebut.
7. Revisi Produk
Setelah melakukan uji coba lapangan tahap 1 maka akan didapatkan hasil
berupa data kuantitatif hasil dan juga penilaian bahan ajar. Apabila hasil
yang didapat belum mencapai nilai yang maksimal maka produk dapat di
revisi kembali, tetapi apabila hasil yang didapat sudah mencapai maksimal
maka produk dapat digunakan untuk langkah selanjutnya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Setyosari (2013: 86) hasil uji coba lapangan
dengan melibatkan kelompok subjek lebih besar ini dimaksudkan untuk
menentukan keberhasilan produk dalam mencapai tujuannya dan
mengumpulkan informasi yang dapat dipakai untuk meningkatkan produk
untuk keperluan perbaikan pada tahap selanjutnya.
8. Uji Lapangan
Berdasarkan hasil uji coba skala kecil, kemudian diuji cobakan kembali
kepada unit atau subjek yang lebih besar. Menurut Setyosari (2013: 239)
setelah produk direvisi, apabila pengembang menginginkan produk yang
lebih layak dan memadai maka diperlukan uji lapangan. Tujuan dari
tahapan penelitian ini adalah menentukan apakah produk yang
dikembangkan telah menunjukkan performansi sebagaimana kriteria yang
telah ditetapkan atau tidak.
67
9. Revisi Produk Akhir
Setelah dilakukan uji coba lapangan atau uji coba kelompok besar,
kemudian produk direvisi kembali. Menurut setyosari (2013: 239) revisi
produk akhir merupakan revisi yang dikerjakan berdasarkan uji lapangan
yang lebih luas/ eksperimentasi yang dilakukan pada tahap delapan. Revisi
produk akhir inilah yang menjadi ukuran bahwa produk tersebut benar-
benar dikatakan valid karena telah melewati serangkaian uji coba secara
bertahap.
10. Desiminasi dan Implementasi
Produk yang telah selesai dapat disebarluaskan dan digunakan oleh umum.
Menurut Setyosari (2013: 239) desiminasi dan implementasi adalah
menyampaikan hasil pengembangan (proses, prosedur, program, atau
produk) kepada para pengguna dan profesional melalui forum pertemuan
atau menulis dalam jurnal, atau bentuk buku, atau handbook. Desiminasi
yang dilakukan dengan membuat laporan eksekutif lengkap, yang berisi
latar dan rasional perlu dikembangkannya produk, tujuan dan
kepentingannya.
Langkah-langkah penelitian di atas tentu saja bukan merupakan langkah baku
yang harus diikuti secara lengkap. Setiap pengembangan dapat memilih dan
menentukan langkah-langkah yang paling tepat bagi dirinya berdasarkan
kondisi yang dihadapi dalam proses pengembangannya. Sehingga dapat
disimpulkan, bahwa dalam penelitian pengembangan ini peneliti dapat
melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi dan pertimbangan
68
yang ada. Mengacu pada model pengembangan (R&D) oleh Borg & Gall
(1983: 775) maka langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini
sampai pada tahap ke-10 (hanya pada implementasi), sedangkan desiminasi
tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan biaya.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi menurut Sugiyono (2015: 117) adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
peserta didik kelas IV di SDN Kecamatan Raman Utara Kabupaten
Lampung Timur yang telah menggunakan kurikulum 2013.
Tabel 2. Data peserta didik kelas IV SDN Kecamatan Raman Utara
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2015: 118) sampel adalah bagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel penelitian merujuk
pada peserta didik kelas IVA SDN 1 Kota Raman yang berjumlah 20
peserta didik sebagai kelompok eksperimen, dan peserta didik kelas IVB
SDN 1 Kota Raman yang berjumlah 20 peserta didik sebagai kelompok
kontrol. Pengambilan sampel ini menggunakan purposive sampling.
No Nama Sekolah Rombel Jumlah Peserta
Didik Ket.
1. SDN 1 Kota Raman 2 20 20 Sampel
2. SDN 1 Raman Aji 1 36 -
3. SDN 1 Rantau Fajar 1 27 Uji coba
Jumlah 103
69
Menurut Margono (2013: 128) pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dikarenakan memuat karakteristik sampel yang
sudah ditetapkan oleh peneliti sehingga teknik sampling ini dinamakan
sampling bertujuan (purposive sampling).
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian pengembangan ini adalah
menggunakan teknik nontes dan teknik tes.
1. Teknik Nontes
Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Dokumentasi
Dokumentasi sering diibaratkan dengan foto-foto baik dalam acara
tertentu maupun penelitian. Menurut Arikunto (2013: 201)
“dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-
barang tertulis”. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang
diperlukan peneliti seperti catatan, arsip sekolah, dan perencanaan
pembelajaran di SDN 1 Kota Raman.
b) Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas keterampilan
berpikir kritis peserta didik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang dapat mengukur keterampilan berpikir kritis peserta
didik dengan bentuk instrumen rating scale, dari sinilah diketahui
bagaimana tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik.
70
c) Angket
Sukmadinata (2010: 219) mengemukakan bahwa angket adalah salah
satu teknik pengumpulan data secara tidak langsung. Angket
berbentuk pertanyaan yang ditujukan kepada narasumber untuk
dijawab. Angket digunakan untuk memperoleh data dari ahli media,
ahli materi, dan ahli bahasa untuk mengetahui kelayakan bahan ajar
yang dikembangkan sebelum diberikan kepada peserta didik.
2. Teknik Tes
Tes merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam rangka
pengukuran dan penilaian yang berbentuk pemberian serangkaian tugas.
Penelitian ini menggunakan tes tertulis. Teknik ini digunakan untuk
memperoleh data mengenai hasil belajar peserta didik pada pembelajaran
Tema 8 Lingkungan Tempat Tinggalku 2 Keunikan Daerah Tempat
Tinggalku.
E. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yakni variabel bebas dan variabel
terikat. Menurut Sugiyono (2009: 61) variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
depanden (terikat). Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pengembangan bahan ajar berbasis lokal
melalui model guided inquiry learning, sementara variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis.
71
1. Variabel Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal melalui Model
Guided Inquiry Learning
a. Definisi Konseptual
Pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning memuat pengetahuan yang ditemukan oleh
masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam
mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap keadaan
alam suatu tempat. Materi yang terdapat di dalamnya mengandung
unsur nilai-nilai lokal agar peserta didik lebih memahami
keunggulan daerahnya, serta langkah-langkah dalam bahan ajar
menggunakan model guided inquiry learning. Bahan ajar ini
tersusun dari judul, petunjuk belajar, kompetensi inti dan kompetensi
dasar, materi pokok, informasi pendukung, tugas dan cara kerja serta
penilaian.
.
b. Definisi Operasional
Pengembangan bahan ajar berbasis lokalitas mengadaptasi pada
dimensi pengetahuan, content dalam bahan ajar tersebut
mengandung lokalitas daerah tempat tinggal peserta didik yang
merujuk pada dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis peserta
didik. Proses penilaian pembelajaran memanfaatkan pengembangan
bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning.
Bahan ajar disusun oleh pendidik, format bahan ajar dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran sehingga
72
keberadaannya membuat peserta didik dapat memaksimalkan
pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai
indikator pencapaian yang ditempuh. Bahan ajar yang disusun oleh
pendidik dapat membantu peserta didik memberdayakan
pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh serta membantu peserta
didik untuk mengaitkan konsep yang satu dengan yang lain.
Penilaian bahan ajar dilakukan oleh ahli atau pakar menggunakan
skala likert dengan skor 1-4.
2. Variabel Kemampuan Berpikir Kritis
a. Definisi Konseptual
Keterampilan berpikir kritis merupakan jenis pemikiran yang
memanfaatkan jenis pemikiran lain untuk meninjau, mengevaluasi,
dan merevisi cara gagasan dipahami, diproses, dan dikomunikasikan.
Indikator keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti yaitu
menganalisis, membangun keterampilan dasar, serta membuat
kesimpulan.
b. Definisi Operasional
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan bernalar dan
berpikir reflektif yang difokuskan pada kemampuan peserta didik
untuk menjawab pertanyaan dalam pembelajaran dengan
menggunakan bahan ajar berbasis lokal serta model pembelajaran
inquiry. Keterampilan berpikir kritis diamati dengan menggunakan
lembar observasi yang terdiri dari skor 1 – 4, skor tertinggi yaitu 4
73
yang artinya sangat baik, skor 3 baik, skor 2 cukup, dan skor 1
kurang baik. Adapun indikator kemampuan berpikir kritis yang
diamati yaitu: 1) memberikan penjelasan sederhana, 2) membangun
keterampilan dasar, 3) menyimpulkan.
3. Variabel Hasil Belajar
a. Definisi Konseptual
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah
melalui kegiatan belajar, dari hasil belajar seorang pendidik mampu
mengetahui kemajuan peserta didiknya. Hasil belajar juga
menunjukkan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pengajaran yang
dicerminkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes.
b. Definisi Operasional
Hasil belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada
peserta didik menuju lebih baik. Hasil belajar digunakan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan dan penguasaan materi yang
telah dicapai oleh peserta didik.
Hasil yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada saat pembelajaran
berlangsung dan setelah proses pembelajaran, yang menggambarkan
penguasaan peserta didik pada bidang pengetahuan dan pemahaman
tentang materi pembelajaran. Indikator hasil belajar meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Indikator hasil belajar yang diukur
dalam penelitian adalah indikator hasil belajar ranah kognitif dengan
menggunakan alat pengumpul data berupa lembar tes pilihan ganda
74
yang berjumlah 40 soal, tes ini dilaksanakan setelah pembelajaran di
akhir subtema atau di akhir pembelajaran keenam.
F. Instrumen Pengumpul Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar kuesioner (angket), tes tertulis, dan observasi. Lembar kuesioner
digunakan peneliti dalam mengukur kelayakan produk yang dikembangkan.
Lembar kuesioner ini peneliti tujukan kepada tim ahli untuk menilai
kelayakan bahan ajar berbasis lokal yang akan dikembangkan melalui model
guided inquiry learning.
1. Lembar Validasi (Angket)
Lembar validasi ini adalah alat yang digunakan peneliti guna mengukur
kelayakan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry
learning. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen validasi ahli materi, instrumen validasi ahli media, dan
instrumen validasi ahli bahasa yang dilampirkan pada lampiran 11, 12,
dan 13 halaman 206-214.
2. Tes Hasil Belajar
Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes penilaian hasil
belajar peserta didik. Tes ini diberikan kepada peserta didik secara
individual, pemberiannya ditujukan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model
guided inquiry learning di kelas IV SDN 1 Kota Raman. Tes ini
menggunakan tes pilihan ganda yang terdiri dari 50 butir soal dengan 4
75
pilihan jawaban. Soal-soal tes yang diberikan pada setiap kelas adalah
soal-soal yang sama. Kisi-kisi tes hasil belajar dapat dilihat pada tabel
lampiran 9 halaman 190.
3. Lembar Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada
objek pengamatan. Instrumen observasi digunakan oleh observer untuk
mengamati dan mengumpulkan data yang berkaitan pengembangan
bahan ajar terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Tabel 3. Kisi-kisi kemampuan berpikir kritis
No. Indikator
Kemampuan
Berpikir Kritis Indikator Penilaian Skor
A. Memberikan
penjelasan
sederhana
1. Mencari informasi 1
2. Membuat pertanyaan. 2
3. Memilih informasi yang relevan. 3
4. Mengelompokkan informasi yang
sesuai. 4
B. Membangun
Keterampilan
Dasar
1. Menemukan masalah. 1
2. Membangun asumsi. 2
3. Menemukan pemecahan. 3
4. Menentukan tindakan. 4
C. Menyimpulkan 1. Menjelaskan asumsi dasar. 1
2. Mencari alternatif pemecahan
masalah. 2
3. Memberikan alasan pemilihan
alternatif pemecahan masalah. 3
4. Membuat kesimpulan. 4
Skor Maksimal 30
Teknik penskoran dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom
indikator penilaian lembar observasi kemampuan berpikir kritis. Tanda
checklist (√) dapat diberikan pada 1-4 indikator sesuai dengan
pencapaian peserta didik saat proses pembelajaran
76
G. Uji Persyaratan Instrumen Tes
1. Uji Validitas
Validitas sangat erat kaitannya dengan tujuan pengukuran suatu
penelitian. Menurut Arikunto (2013: 211) validitas merupakan derajat
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu
instrumen. Pengujian validitas instrumen ini memiliki tujuan guna
mengetahui butir-butir instrumen yang valid. Uji validitas instrumen ini
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus dari korelasi product
moment, yaitu sebagai berikut:
𝑟 =(𝑛 − 𝛴𝑋𝑌) − (𝛴𝑋)(𝛴𝑌)
√{(𝑛. ∑𝑋2) − (∑X)2}{n. ∑Y2) − (∑Y)²}
Keterangan:
n = Jumlah responden
X = Skor variabel (jawaban responden)
Y = Skor total dari variabel (jawaban responden)
Sumber: Arikunto (2013: 317)
Kriteria pengujian apabila rhitung > rtabel dengan α= 0,05, maka instrument
tes tersebut dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila rhitung < rtabel, maka
instrument tes tersebut tidak valid. Validitas tes diperoleh setelah
melaksanakan uji coba soal. Jumlah soal yang diujicobakan sebanyak 50
soal, dengan responden sebanyak 32 peserta didik. Soal yang tidak valid
berjumlah 8 soal yaitu soal nomor 5, 10, 26, 32, 33, 36, 39, 40. Hal ini
berdasarkan dari hasil perhitungan nilai rhitung untuk nomor soal diatas
kurang dari rtabel. Validitas soal untuk instrumen baru berjumlah 40 soal
dan tidak ada soal yang tidak valid. Hasil perhitungan validitas butir soal
selengkapnya pada lampiran 14 halaman 214.
77
2. Uji Reliabilitas
Syarat lainnya yang juga penting bagi seorang peneliti adalah reliabilitas.
Semakin reliabel persyaratan yang dimiliki suatu tes maka semakin yakin
kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil
yang sama ketika dilakukan tes kembali. Hasil indeks reliabilitas
diketahui bahwa data termasuk dalam kategori tinggi, sehingga soal
tersebut dapat digunakan untuk penelitian ini. Hasil uji reliabilitas pada
penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 219.
Perhitungan reliabilitas soal tes menggunakan rumus KR. 20 (Kuder
Richardson) sebagai berikut.
𝑟11 = (𝑛
𝑛−1) (
𝑠2−∑ 𝑝𝑞
𝑠2 )
Keterangan:
r11 = reliabilitas tes
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya/jumlah item
S = standar deviasi dari tes
Sumber: Kasmadi & Sunariah (2014: 166).
Perhitungan reliabilitas tes pada penelitian ini dibantu dengan program
microsoft office excel 2013. Kemudian dari hasil perhitungan tersebut
diperolah kriteria penafsiran untuk indeks reliabilitasnya. Indeks
reliabilitas dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 4. Koefisien reliabilitas Kuder Richardson
Koefisien r Reliabilitas
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
0,60 – 0,79 Kuat
0,40 – 0,59 Sedang
0,20 – 0,39 Rendah
78
Koefisien r Reliabilitas
0,00 – 0,19 Sangat Rendah
Sumber: Sugiyono (2009: 257)
3. Taraf Kesukaran
Pengujian tingkat kesukaran soal dalam penelitian ini menggunakan
program Microsoft Office Excel 2013. Menurut Arikunto (2013: 208)
taraf kesukaran yaitu kemampuan suatu soal untuk melihat banyaknya
peserta didik yang menjawab benar dan salah. Hasil taraf kesukaran soal
yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 219.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari 50 item soal yang di
ujicobakan diperoleh hasil bahwa 3 item soal dengan kategori sukar, 39
item soal dengan kategori sedang, 8 item soal dengan kategori mudah.
Rumus yang digunakan untuk menghitung taraf kesukaran yaitu:
𝑃 = 𝐵
𝐽𝑆
Keterangan:
P : tingkat kesukaran
B : jumlah peserta didik yang menjawab pertanyaan benar
JS : jumlah seluruh peserta didik peserta tes
Tabel 5. Klasifikasi taraf kesukaran soal
No. Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran
1. 0,00 – 0,30 Sukar
2. 0,31 – 0,70 Sedang
3. 0,71 – 1,00 Mudah
Sumber: Arikunto (2013: 349)
4. Uji Daya Pembeda Soal
Menganalisis daya pembeda soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi
kesanggupan tes tersebut dalam kategori tertentu. Menurut Arikunto
79
(2013: 211) daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan
antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik
yang berkemampuan rendah. Teknik yang digunakan untuk menghitung
daya pembeda adalah dengan mengurangi rata-rata kelompok atas yang
menjawab benar dan rata-rata kelompok bawah yang menjawab benar.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda yaitu:
𝐷 =𝐵𝐴
𝐽𝐴−
𝐵𝐵
𝐽𝐵= 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵
Keterangan:
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal
Dengan benar.
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
𝑃𝐴 =𝐵𝐴
𝐽𝐴 = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
dengan benar.
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
𝑃𝐵 =𝐵𝐵
𝐽𝐵 = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
Kriteria daya pembeda soal adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Kriteria daya pembeda soal
No. Indeks Daya Pembeda Klasifikasi
1. 0,00 – 0,19 Rendah/Kurang
2. 0,20 – 0,39 Cukup/Sedang
3. 0,40 – 0,69 Baik/Tinggi
4. 0,70 – 1,00 Sangat Baik/Tinggi
Sumber: Arikunto (2013: 218)
Berdasarkan hasil analisi daya pembeda soal diketahui bahwa 8 item soal
dengan kategori baik, 25 item soal dengan kategori cukup, dan 17 item
soal dengan kategori kurang baik. Hasil daya pembeda soal selengkapnya
terdapat pada lampiran 16 halaman 224.
80
H. Teknik Analisis Data
1. Analisis Validasi Ahli
Analisis data berdasarkan instrumen uji ahli dilakukan untuk menilai
sesuai atau tidaknya produk yang dihasilkan. Instrumen penilaian uji ahli
atau validasi ahli menggunakan skala likert dengan skor 1 = kurang baik,
skor 2 = cukup baik, skor 3 = baik, dan skor 4 = sangat baik. Kemudian
menghitung persentase jawaban angket pada setiap butir pernyataan
dengan menggunakan rumus berikut:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 4
Penafsiran skor hasil penilaian uji ahli memiliki kategori yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 7. Penafsiran skor uji validasi ahli
Skor Penilaian Rerata Skor Kategori
4 3,26 - 4,00 Sangat Baik
3 2,51 – 3,25 Baik
2 1,76 – 2,50 Cukup Baik
1 1,01 – 1,75 Kurang Baik
Sumber: Suyanto (2009: 20)
2. Uji Efektivitas
Uji efektivitas digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kritis peserta didik. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kritis, menurut Meltzer dalam Khasanah (2014: 39) dapat
digunakan rumus sebagai berikut.
𝑔 = 𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡 − 𝑆𝑝𝑟𝑒
𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑝𝑟𝑒
Keterangan:
g = N-Gain
81
Spost = Skor kemampuan berpikir kritis awal
Spre = Skor kemampuan berpikir kritis akhir
Smax = Skor Maximum
Hasil perhitungan N-Gain di atas, kemudian dapat dikategorikan sebagai
nilai tinggi, sedang, dan rendah.
Tabel 8. Kategori gain ternormalisasi
Besar Persentase Interpretasi
-1,00 ≤ g ≤ 0,00 Terjadi penurunan
g = 0,00 Tetap
0,00 < g < 0,30 Rendah (Cukup Baik)
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang (Baik)
0,70 ≤ g ≤ 1,00 Tinggi (Sangat Baik)
Sumber: Sundayana (2015: 151)
3. Keterampilan Berpikir Kritis
Nilai kemampuan berpikir kritis peserta didik dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
N =SP
SM× 100
Keterangan:
N = Nilai akhir
SP = Skor perolehan
SM = Skor maksimal
100 = Bilangan tetap
Sumber: Kunandar (2013: 130)
Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori kemampuan berpikir kritis
peserta didik sebagai berikut.
Tabel 9. Kategori kemampuan berpikir kritis
Nilai Kategori
76 – 100 Sangat Baik
51 – 75 Baik
26 – 50 Cukup Baik
0 – 25 Kurang
Sumber: Aqib (2009: 41)
82
I. Uji Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas
Terdapat dua data yang perlu diuji normalitaskan, yaitu data posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Uji normalitas menggunakan rumus Chi
Kuadrat dan program Microsoft Excel 2013. Interpretasi hasil perhitungan
dilakukan dengan membanding-kan χ2hitung dengan χ2
tabel untuk α = 0,05
dengan dk = k – 1.
Hasil perhitungan uji normalitas data posttest kelas ekperimen secara
manual menyatakan bahwa χ2hitung < χ2
tabel yaitu 5,808 < 11,070 berarti
data posttest kelas eksperimen berdistribusi. Sedangkan hasil perhitungan
uji normalitas untuk data posttest kelas kontrol secara manual menyatakan
bahwa χ2hitung < χ2
tabel yaitu 5,257 < 11,070 berarti data posttest kelas
kontrol berdistribusi normal. Data lengkap dapat dilihat pada lampiran 22
halaman 241.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dihitung dengan menggunakan uji-F dengan program
Microsoft Excel 2013. Kaidah keputusan jika Fhitung < Ftabel maka varians
homogen, sedangkan jika Fhitung > Ftabel maka varians tidak homogen. Taraf
signifikansi yang ditetapkan adalah 0,05.
Hasil perhitungan didapat nilai F untuk pretest yaitu Fhitung < Ftabel yaitu
1,53 < 2,17 dan posttest Fhitung < Ftabel yaitu 1,11 < 2,17. Hasil dari pretest
dan posttest yaitu Fhitung < Ftabel. Berdasarkan perbandingan nilai F tersebut
83
maka dapat disimpulkan bahwa populasi memiliki varian yang homogen.
Data lengkap dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 246.
J. Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2015: 96) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berikut adalah uji
hipotesis dalam penelitian pengembangan ini.
Hipotesis 1
Ha : Menghasilkan produk bahan ajar berbasis lokalitas melalui model
guided Inquiry learning yang layak bagi peserta didik kelas IV SD.
Ho : Tidak menghasilkan produk bahan ajar berbasis lokalitas melalui model
Guided inquiry learning yang layak bagi peserta didik kelas IV SD.
Pengujian hipotesis pertama ini berdasarkan produk bahan ajar yang
dihasilkan berbasis lokal melalui model guided inquiry learning.
Hipotesis 2
Ha : Produk bahan ajar berbasis lokal yang dihasilkan melalui model guided
inquiry learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik kelas IV SD.
Ho : Produk bahan ajar berbasis lokal yang dihasilkan melalui model guided
inquiry learning tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik kelas IV SD.
Pengujian efektivitas penggunaan bahan ajar berbasis dengan rumus n-gain.
Seperti yang diungkapkan Hake dalam Sundayana (2015: 151) bahwa dengan
84
mendapatkan nilai rata-rata gain ternormalisasi maka secara kasar akan dapat
mengukur efektivitas suatu pembelajaran dalam pemahaman konseptual.
Berikut ini adalah rumus n-gain.
𝑔 = 𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡 − 𝑆𝑝𝑟𝑒
𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑝𝑟𝑒
Keterangan:
g = N-Gain
Spost = Skor kemampuan berpikir kritis awal
Spre = Skor kemampuan berpikir kritis akhir
Smax = Skor Maximum
Kemudian dapat dikategorikan sebagai nilai tinggi, sedang, dan rendah.
Tabel 8. Kategori gain ternormalisasi
Besar Persentase Interpretasi
-1,00 ≤ g ≤ 0,00 Terjadi penurunan
g = 0,00 Tetap
0,00 < g < 0,30 Rendah (Cukup Baik)
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang (Baik)
0,70 ≤ g ≤ 1,00 Tinggi (Sangat Baik)
Sumber: Sundayana (2015: 151)
Hipotesis 3
Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan
bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan
peserta didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning pada kelas IV SD.
Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan
bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan
peserta didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning pada kelas IV SD.
85
Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus uji t (t-test). Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus statistik t-test pooled
varians sebagai berikut.
𝑡 =�̅�1 − �̅�2
√(𝑛1 − 1)𝑆1
2 + (𝑛2 − 1)𝑆22
𝑛1 + 𝑛2 − 2 (1𝑛1
+1
𝑛2)
Keterangan:
𝑋1 : Nilai rata- rata data pada sampel 1
𝑋2 : Nilai rata- rata data pada sampel 2
𝑆12 : Standar deviasi sampel 1
𝑆22 : Standar deviasi sampel 2
𝑛1 : Jumlah anggota sampel 1
𝑛2 : Jumlah anggota sampel 2
Sumber: Sugiyono (2016: 273)
Kriteria Pengujian:
Apabila thitung> ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak
Apabila thitung< ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak
149
V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian dan pengembangan yang telah
dilaksanakan dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal
melalui Model Guided Inquiry Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
berpikir kritis Peserta Didik Kelas IV SD” dapat disimpulkan bahwa:
1. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar berbasis
lokal melalui model guided inquiry learning kelas IV SD tema daerah
tempat tinggalku, subtema keunikan daerah tempat tinggalku yang
didesain berdasarkan kurikulum 2013 dan kerifan daerah tempat tinggal
peserta didik. Penelitian pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning merujuk pada teori Borg and Gall. Bahan
ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning berisi materi dan
latihan yang disertai gambar pendukung, sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan ajar pendamping di kelas.
2. Produk bahan ajar berbasis lokal yang dihasilkan melalui model guided
inquiry learning efektif bagi peserta didik kelas IV SD.
3. Terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang menggunakan bahan
ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry learning dengan hasil
150
belajar peserta didik yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis lokal
melalui model guided inquiry learning pada kelas IV SD. Hasil belajar
kelas IVA SDN 1 Kota Raman lebih tinggi dibandingkan hasil belajar
kelas IVB SDN 1 Kota Raman.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan bahwa implikasi dari penelitian
pengembangan ini adalah suatu harapan untuk dapat meningkatkan
ketercapaian kompetensi hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta
didik dengan menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning. Pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model
guided inquiry learning ini disesuaikan dengan materi tema 8 Daerah Tempat
Tinggalku, subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku. Kelebihan dari
bahan ajar ini adalah dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
Pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis lokal melalui model
guided inquiry learning dapat menjembatani teori yang ada di sekolah dengan
fakta-fakta yang terdapat di lapangan yang ditemukan oleh peserta didik dan
masyarakat. Selain itu, pembelajaran dengan bahan ajar berbasis lokal melalui
model guided inquiry learning dapat mengurangi kejenuhan peserta didik
dalam pembelajaran, menuntut peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran,
serta mengenalkan kearifan lokal daerah peserta didik lebih dalam.
C. Saran
1. Bagi peserta didik
Diharapkan dapat selalu aktif dalam proses pencarian informasi untuk
151
memecahkan masalah yang ada sehingga pengetahuan peserta didik akan
semakin kaya. Selain itu juga memanfaatkan bahan ajar berbasis lokal
melalui model guided inquiry learning ini sebagai sumber belajar mandiri
khususnya tema daerah tempat tinggalku subtema keunikan daerah tempat
tinggalku, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam
rangka mencapai kompetensi yang diharapkan.
2. Bagi pendidik
Pendidik diharapkan untuk dapat menggunakan model pembelajaran yang
dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dan
mengaitkan materi pembelajaran dengan kearifan lokal setempat agar
peserta didik lebih mengenal daerah tempat tinggalnya. Pendidik juga
dapat memanfaatkan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided
inquiry learning ini sebagai salah satu sumber belajar tambahan yang
diberikan kepada peserta didik sebagai pendamping buku siswa
kurikulum 2013.
3. Bagi sekolah
Hendaknya memfasilitasi buku-buku pengayaan bagi peserta didik agar
semakin banyak sumber belajar sekaligus sebagai sarana untuk
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis peserta didik
dengan kegiatan membaca.
4. Bagi pemerintah daerah
Hendaknya mengadakan program pengenalan kearifan lokal daerah
setempat kepada peserta didik lebih, dekat seperti program kunjungan
pada tempat wisata dan pengadaan bahan ajar yang memuat kearifan lokal
152
daerah Lampung Timur untuk meningkatkan pemahaman peserta didik,
dapat menjadi kebanggan bagi mereka terhadap daerah tempat tinggalnya,
serta dapat mempromosikan potensi daerah dengan pengenalan kearifan
lokal tersebut.
5. Bagi peneliti
Pengembangan bahan ajar berbasis lokal melalui model guided inquiry
learning dapat menambah pengetahuan dan pengelaman sebagai pendidik
profesional. Peneliti juga merekomendasikan pe ngembangan bahan ajar
berbasis lokal melalui model guided inquiry learning kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian bukan hanya di ranah kognitifnya
saja, melainkan pada ranah afektif dan psikomotornya serta pada tema,
subtema, atau materi lainnya dengan mengaitkan kearifan lokal daerah
setempat.
153
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. & Asrori, M. 2014. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bumi
Aksara. Jakarta.
Ali, M. 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Batu Algesindo.
Bandung.
Ambarwangi dan Suharto. 2014. Reog as Means of Students’ Appreciation and
Creation in Arts and Culture Based on The Local Wisdom. Journal of Arts
Research and Education. Vol. 14, No.1. Hlm 37-45.
Amri, S. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Prestasi Pustakarya. Jakarta.
Anderson, L.W., and Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy of Learning, Teaching,
and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.
Longman. New York.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta.
Jakarta.
Asmawati, E.Y.S. 2015. Lembar Kerja Siswa (LKS) Menggunakan Model Guided
Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Penguasaan
Konsep Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol. 3, No. 1. Hlm 1-16.
Astuti, R. 2016. Pengembangan Bahan Ajar IPS Berbasis Sejarah Lokal. Jurnal
Tematik. Vol. 6, No. 3. Hlm 199-204.
Aykol, Z. and Garrison, D. R. 2011. Understanding Cognitive Presence in an
Online and Blended Community of inquiry: Assessing Outcomes and
Processes for Deep Approaches to Learning. British Journal of Educational
Technology. Vol. 42, No 2. Hlm 233-250.
Bahr, N. 2010. Thinking Critically about Critical Thinking in Higher Education
dalam International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning.
Vol. 4, No. 2.
154
Bailey, C.P. 2012. Learning Transferable Skills in Large Lecture Halls:
Implementing a POGIL Approach in Biochemistry. Biochemistry And
Molecular Biology Education. Vol. 40, No. 1. Hlm 1-7.
Blessinger, P. and Carfora, J.M. 2014. Inquiry-Based Learning for Faculty and
Instutional Development: A Conceptual and Practical Resouce for
Educators. Emerald Group Publishing Limited. United States of America.
. 2015. Inquiry-Based Learning Science,
Technology, Engineering, and Math (STEM) Programs: A Conceptual and
Practical Resource for Educators. Emerald Group Publishing Limited.
United States of America.
Borg, W.R. and Gall, M.D. 1989. Educational Research; An Introduction Fifth
Edition. Longman. New York.
Brookhart, S. M. 2010. How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your
Classroom. ASCD. Alexandria.
Callaghan, M. 2008. Connecting Local Issues to Scientific Inquiry; Oyster
Research and Its Impact on a Teacher. Panhandle Area Educational
Consortium. Florida
Carin, A.A. and Sund, R.B. 1989. Teaching Science Trough Discovery. Merrill
Publishing Company. Colombus.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Gava
Media. Yogyakarta.
Demir, M. 2011. Quadruple Thinking: Critical Thinking. Procedia Social and
Behavioral Sciences. Vol. 12. Hlm: 545–551.
Dike, D. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Model
TASC (Thinking Actively in a Social Context). Pada Pembelajaran IPS.
Jurnal Penelitian.
Douglas. E.P. 2012. Process-oriented Guided Inquiry Learning in Engineering.
Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol. 56. Hlm 253 – 257
Djamarah, S.B. dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.
Jakarta.
Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Erlangga. Jakarta.
Fogarty, R. 1991. The Mindful School: How to Integrate the Curricula. Skylight
Publishing. United States of America.
155
Glimer, P. J. 2008. Teaching the Nature and Practice of Scientific Inquiry.
Panhandle Area Educational Consortium. Florida.
Hake, R., R. 1991. Analyzing Change/Gain Score. American Educational
Research Association’s Division Measurement and Research Methodology.
Hanafiah, N. dan Suhana, C. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama.
Bandung.
Hansen and Buczynski. 2013. The Teaching of Inquiry-based Science in
Elementary Classrooms: A Bi-national Comparative Reflection of US and
Lithuanian Practices. International Journal of Higher Education. Vol. 2,
No. 3. Hlm 41-53.
Hanum, F. 2014. Panduan Lengkap Membuat Karya Tulis Penelitian dan Non
Penelitian untuk Guru. Araska. Yogyakarta.
Hasyim, A. 2016. Metode Penelitian dan Pengembangan di Sekolah. Media
Akademi. Yogyakarta.
Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan
Paradigmatis. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Jarolimek, J. and Foster, C. D.1976. Teaching and Learning in the Elementary
School. Publishing Co,Inc. London, Macmillan.
Johnson, B.E. 2006. Contextual Teaching and Learning (Alih bahasa: Ibnu
Setiawan). MLC. Bandung.
Keengwe, J. and Maxfield, M.B. 2015. Advancing Higher Education with Mobile
Learning Technologies: Cases, Trends, and Inquiry-Based Methods. IGI
Global. United States of America.
Kemendikbud. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.
Kemendikbud. Jakarta.
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif: Strategi Mengelola Kelas Secara Efektif
dan Menyenangkan.. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta
Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama. Bandung.
Koohang, A. and Harman, K. 2007. Learning Objects: Theory, Praxis, Issues, and
Trends. Informing Science Press. California.
Kunandar. 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulu 2013). Rajawali Press. Jakarta.
156
Lee, V. S. 2012. What is Inquiry Guided Learning?. New Directions For Teaching
And Learning. No. 129.
Majid, A. 2008. Perencanaan Pembelajaran; Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Rosdakarya. Bandung.
Majid, A. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Margono, S. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Mulyasa. E. 2016. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Noor, J. 2014. Metodologi Penelitian. Kencana. Jakarta.
Prastowo, A. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Tematik Panduan Lengkap
Aplikasi. Diva Press. Yogyakarta.
. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Tematik Panduan Lengkap
Aplikasi. Diva Press. Yogyakarta.
Purnawan, Y. 2007. Model Pembelajaran Berbasis Proyek. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Remaja Rosdakarya. Bandung.
Putra, N. 2013. Research & Development (Penelitian dan Pengembangan: Suatu
Pengantar). Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Qing. 2010. Promoting Preservice Teachers’ Critical Thinking Skills by Inquiry-
Based Chemical Experiment. Procedia Social and Behavioral Sciences.
Vol. 2, Issue 2. Hlm 4597–4603.
Rahma, A. N. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Inkuiri
Berpendekatan SETS Materi Kelarutan dan hasil kali Kelarutan untuk
Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Empati Siswa Terhadap
Lingkungan. Journal of Educational Research and Evaluation. Vol. 1, No.2.
Hlm 133-138.
Rahmawati. 2017. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Metode
Pembelajaran Penemuan Terbimbing Untuk Melatih Keterampilan Berpikir
Kritis Dan Penguasaan Konsep Pada Siswa SMP. Jurnal Penelitian
Pendidikan Sains. Vol. 1, No. 2. Hlm 68-73.
157
Rajendran, N.S. 2013. Higher Order-Thinking Skill. Universitas Pendidikan
Sultan Idris. Tanjong Malim Perak.
Rooney, C. 2012. How am I using inquiry-based learning to improve my practice
and to encourage higher order thinking among my students of mathematics?.
Educational Journal of Living Theories. Vol. 5, No.2. Hlm 99-127.
Rusilowati. 2015. Natural Disaster vision Learning SETS Integrated in Subject of
Physics-Based Local Wisdom. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 1,
No. 11. Hlm 42-48.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Saido. 2015. Higher Order Thinking Skills Among Secondary School Students in
Science Learning. The Malaysian Online Journal of Educational Science.
Vol. 3, No. 3. Hlm 13-20.
Samah. 2012. Factors Affecting Educational Tourism Development among Local
Communities in the Klang Valley, Malaysia. Life Science Journal. Vol. 9,
No.4. Hlm 3298-3303.
Sani, R. A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
. 2014. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
Sanjaya, W . 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana Media Group. Jakarta.
. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Prenada Media Group. Jakarta.
Saputro, R. D. dan Gunansyah, G. 2013. Peningkatan Keterampilan Berpikir
Kritis Melalui Model Pembelajaran Inkuiri pada pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar. Ejournal Unesa. Surabaya.
Setyosari, P. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Kencana.
Jakarta.
Simonson R. S. and Shadle S. E. 2013. Implementing Process Oriented Guided
Inquiry Learning (POGIL) in Undergraduate Biomechanics: Lessons
Learned by a Novice. Kinesiology Faculty Publications and Presentations.
Vol. 14. Issue. 1. Hlm 55-63.
Smallhorn. 2015. Inquiry-based learning to improve student engagement in a large
first year topic. Student Success. Volume 6, Issue 2. Hlm 65-71.
158
Soltis, R. 2015. Process-Oriented Guided Inquiry Learning Strategy Enhances
Students’ Higher Level Thinking Skills in a Pharmaceutical Sciences
Course. American Journal of Pharmaceutical Education. Vol. 79, No 1.
Hlm 1-8.
Stratton, J. 2000. Critical Thinking for College Students Rowman & Littlefield
Publishers. United States of America.
Sudjana, N. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung.
. 2015. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung.
. 2016. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Sukmadinata, N. S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Sundayana, R. 2015. Statistik Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.
Susanto, A. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana.
Jakarta.
. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Prenadamedia Group. Jakarta.
Suwarni, E. 2015. Pengembangan Buku Ajar Berbasis Lokal Materi
Keanekaragaman Laba-laba di Kota Metro Sebagai Sumber Belajar
Alternatif Biologi untuk Siswa SMA Kelas X. Jurnal Pendidikan Biologi.
Vol. 6, No. 2. Hlm 86-92.
Suyanto, E. dan Sartinem. 2009. Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika
Siswa dengan Latar Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan
Keterampilan Proses untuk SMA Negeri 3 Bandar Lampung. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan. Bandar Lampung. Unila.
Tanujaya, B. 2016. Development of an Instrument to Measure Higher Order
Thinking Skills in Senior High School Mathematics Instruction. Journal of
Education and Practice. Vol.7, No.21. Hlm 144-148.
159
Teguh, M. 2014. Metode Kuantitatif untuk Analisis Ekonomi dan Bisnis. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Thobroni, M dan Arif M. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Ar-ruzz Media.
Yogyakarta.
Tilaar, H.A.R. 2011. Pedagogik Kritis (Perkembangan, substansi, dan
perkembangannya di Indonesia). Rineka Cipta. Jakarta.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada Media
Group. Jakarta.
. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Bumi Aksara. Jakarta.
. 2011. Mendesain Pembelajaran Inovatif-Produktif. Kencana Prenada
Group. Jakarta.
Trowbridge, L W and Bybee, R. W. 1990. Becoming a Secondary School Science
Teacher. Merril Publishing Company. Ohio.
Ural, E. 2016.The Effect of Guided-Inquiry Laboratory Experiments on Science
Education Students' Chemistry Laboratory Attitudes, Anxiety and
Achievement. Journal of Education and Training Studies. Vol. 4, No. 4.
Hlm 217-227.
Wayan dan Suryana. 2015. Kompetensi Pedagogik untuk Peningkatan Kinerja
Mutu Guru. Az-Zahra. Jakarta.
Widoyoko, E. P. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Winarno. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis High Order
Thinking Skill (HOTS) pada Tema Energi. Jurnal Inkuiri. Vol. 4, No.1 . Hlm
82-91.
Winataputra, U. S. (2008). Materi dan Pembelajaran PKN SD. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Yamin, M. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Referensi (GP
Press Group). Jakarta.
Yaumi. M. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Kencana Prenamedia
Group. Jakarta.
Živkovic, S. 2016. A Model of Critical Thinking as an Important Attribute for
Success in the 21st Century. Procedia-Social and Behavioral Sciences. No.
232. Hlm: 102 – 108.