PENGELOLAAN PENDIDIKAN BAGI ANAK...
-
Upload
hoangkhuong -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of PENGELOLAAN PENDIDIKAN BAGI ANAK...
1
MAKALAH ILMIAH
JUDUL :
MENGEJAR KETERTINGGALAN PENANGANAN ANAK GIFTED :
Sebuah Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah, Media Massa, dan
Masyarakat Indonesia
Oleh :
Hanny Hafiar
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2010
2
MENGEJAR KETERTINGGALAN PENANGANAN ANAK GIFTED :
Sebuah Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah, Media Massa, dan
Masyarakat Indonesia1
1. Fenomena Anak Gifted di Indonesia
Pada rubrik konsultasi di suatu media yang diasuh oleh sebuah rumah
sakit, terdapat pertanyaan yang menarik tentang Anak Gifted. Pertanyaan tersebut
diajukan oleh ibu Wijaya yang berdomisili di Bekasi. Isi pertanyaannya adalah :
“Anak laki-laki saya berumur 11 tahun duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Beberapa bulan lalu diadakan tes IQ di sekolah. Menurut wali kelas, anak saya termasuk sangat cerdas karena IQ-nya 129 yang tergolong superior. Tapi, mengapa nilai-nilai sekolahnya tidak sesuai dengan taraf kecerdasannya?”2
Berdasarkan pertanyaan tersebut dapat disimpulkan, apabila ditinjau dari
perspektif masyarakat umum, jika seorang anak diketahui ber-IQ tinggi maka
seharusnya ia adalah anak pintar serta memiliki prestasi akademik yang baik.
Namun jika berkaca pada kasus di atas, maka kenyataan yang dihadapi orang tua
dari anak ber-IQ tinggi ternyata tidak selalu sesuai dengan harapan atau teori.
Kasus unik di atas tidak hanya dialami oleh Ibu Wijaya karena kasus anak
ber-IQ tinggi namun memiliki prestasi akademik yang tidak memuaskan juga
dialami oleh banyak orang tua yang membawa anak-anak “cerdas”nya ke biro
1 Disampaikan pada seminar Antar Bangsa Universitas Padjadjaran Indonesia - Universiti
Teknologi Mara Malaysia pada tanggal 4-5 Februari 2008 2 http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/01/4/kes02.html
3
konsultasi ataupun terapi di berbagai klinik tumbuh kembang anak di kota-kota
besar.
Sesungguhnya, anak Ibu Wijaya adalah Anak ber-IQ tinggi yang memiliki
disinkronisasi atau dual exceptional Gifted Children (Anak Gifted dengan
kesulitan ganda) (Baum, 2004). Hal ini lah yang belum banyak diketahui oleh
masyarakat Indonesia tentang kompleksitas permasalahan yang dialami Anak
Gifted.
Anak cerdas yang diharapkan para orang tua di Indonesia adalah jenis
Gifted Children. Bukan sekedar Bright Children (anak-anak yang memiliki IQ
melebihi rata-rata, namun mempunyai kreativitas sebagaimana anak-anak pada
umumnya), atau Talented Children (anak-anak yang IQ-nya normal tidak berada
di atas rata-rata, namun mempunyai prestasi yang menonjol dalam bidang
tertentu), melainkan Gifted Children (anak yang memang memiliki IQ, motivasi
dan kreativitas yang tinggi sehingga dianggap mampu membuat sebuah prestasi)3,
namun tidak mengalami disinkronisasi akibat lompatan perkembangan pada usia
balita.
Artinya pada saat balita, anak tersebut mengalami seluruh proses tumbuh
kembang yang sesuai dengan tahapan perkembangan yang seharusnya dan sesuai
dengan juga dengan masanya. Misalnya si anak sempat mengalami tahapan
merangkak, atau sudah tidak mengeluarkan air liur saat telah diperkenalkan
makanan padat pada usia 9 bulan.
3 http://gifted-disinkroni.blogspot.com/2004/09/antara-anak-berbakat-gifted-talented.html
4
Sesungguhnya, peluang orang tua di Indonesia untuk memiliki anak ber IQ
tinggi cukup besar mengingat sebanyak 2 persen dari anak yang lahir adalah anak
jenius, sehingga jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang
mencapai angka 250 juta jiwa maka dapat diasumsikan Bangsa Indonesia
memiliki kurang lebih 5 juta penduduk yang terdiri dari orang-orang jenius baik
anak-anak maupun dewasa.
Jika sedemikian banyak warga negara yang jenius maka seharusnya
Indonesia dapat disejajarkan dengan negara maju mengingat potensi sumber daya
alam dan sumber daya manusianya yang luar biasa memadai. Pertanyaan
selanjutnya, Namun mengapa Negara Indonesia masih berada dalam kelompok
negara yang memiliki utang luar negeri cukup besar?.
Jawabannya tidak terlepas dari manajemen sumber daya yang masih belum
optimal terutama manajemen sumber daya manusia yang acap kali mengalami
inkonsistensi kebijakan, terutama dalam pengelolaan bidang pendidikan yang
tidak memadai menjadi salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia (Nasution,
2002 : 30).
2. Permasalahan Anak Gifted di Indonesia
Jika berkaca pada pengelolaan pendidikan di negara maju, keseriusan
pengelolaan bidang pendidikan sudah mulai terasa dengan adanya kesadaran
untuk menyediakan anggaran negara yang cukup besar, optimalisasi peranan
5
media massa sebagai alat pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan partisipasi
masyarakat dalam bidang pendidikan.
Fokus perhatian pada bidang pendidikan merupakan hal yang sudah
semestinya dilakukan sebab pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang
dipersyaratkan agar sebuah negara dapat bergerak maju ke arah modern, karena
cara berpikir ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat
merupakan salah satu syarat modernisasi yang membutuhkan penanganan serius
(Soekanto, 2002, 349).
Pergantian kebijakan, perubahan kurikulum, modifikasi sistem ujian,
perombakan sistem untuk lembaga pendidikan, problematika gaji pendidik dan
penyesuaian aturan pengajuan anggaran untuk sarana pendidikan yang dipayungi
kekuatan hukum berupa undang-undang yang proses penetapannya acap kali
membutuhkan waktu yang relatif lama, menjadi faktor-faktor yang menjadikan
iklim pendidikan di Indonesia terasa tidak kondusif. Apalagi jika harus ditambah
penanganan pendidikan bagi masyarakat yang membutuhkan pendidikan yang
spesifik seperti Anak Gifted.
Mengingat fenomena Anak gifted sudah menjadi perbincangan hangat di
parlemen beberapa negara maju, tampaknya tidak terlalu dini jika kita membahas
pengelolaan anak Gifted di Indonesia beserta perancangan model pendidikan yang
disesuaikan dengan haknya sebagai anak dan sebagai manusia yang terlahir
dengan segala kekhasannya.
6
Sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan Masyarakat Indonesia
yang pluralistik maka pemahaman Masyarakat Indonesia tentang Anak Gifted pun
beragam. Hal ini dapat disebabkan kurangnya informasi dari media massa
mengenai Anak Gifted yang kalah populer dengan berita seputar keartisan.
Selain itu ajang kompetensi untuk mengoptimalkan potensi Anak Gifted
dalam bidang ilmiah di Indonesia yang terekspos media massa pun sangat terbatas
dibandingkan dengan ajang kompetisi untuk mencari bibit selebriti yang mampu
mendulang popularitas di televisi. Padahal media massa dapat berperan sebagai
alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat
didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lain misalnya
pemerintah (McQuail, 1987 : 1).
Sesungguhnya media massa dengan kekuatan agenda setting-nya mampu
menggiring opini masyarakat untuk menilai sebuah fenomena menjadi penting
atau sebaliknya. Sehingga jika pembahasan Anak Gifted jarang tersorot maka
bukan mustahil masyarakat luas dan pemerintah akan menganggap permasalahan
Anak Gifted ini menjadi tidak penting.
Akibatnya, pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang Anak Gifted
pun relatif minim. Sehingga proses deteksi dini dan penanganan Anak Gifted ini
seolah-olah bukan hal yang krusial. Apalagi sebagian besar Masyarakat Indonesia
berpersepsi bahwa anak Gifted adalah anak ber-IQ tinggi yang tidak
membutuhkan penanganan sebesar anak ber-IQ di bawah rata-rata.
7
Dengan demikian, tidak mengherankan jika potensi Anak Gifted di
Indonesia tidak teroptimalisasi bahkan malah menimbulkan permasalahan baru
akibat salah penanganan. Namun hal tersebut tidak patut untuk disesali mengingat
memang belum terlihat adanya upaya yang cukup signifikan dari pemerintah,
media massa dan Masyarakat Indonesia untuk memberikan hak yang seharusnya
diperoleh oleh Anak Gifted, yang sekarang ini kepentingannya dapat dikatakan
masih terabaikan.
3. Penanganan Anak Gifted di Negara Maju
Salah satu negara yang sudah melakukan perencanaan dan penanganan
terpadu bagi Anak Gifted adalah Belanda. Menurut Julia Van Tiel seorang
pembina kelompok orang tua anak berbakat, negara ini telah melakukan upaya
penatalaksanaan penanganan Anak Gifted yang dimulai dengan cara optimalisasi
pelayanan pemerintah bagi Anak Gifted, pembenahan sistem dan lembaga
pendidikan guna mengakomodasi kebutuhan Anak Gifted serta pemberdayaan
masyarakat agar turut berpartisipasi dalam penyediaan lingkungan yang kondusif
bagi Anak Gifted.
Guna mengantisipasi kompleksitas permasalahan Anak Gifted, yang
cenderung mengalami disinkronisasi, dilakukanlah berbagai penelitian yang
komprehensif guna menghasilkan model penanganan Anak Gifted. Hasilnya,
Belanda melakukan skrining pada semua bayi pada usia 1,2, dan 3 tahun untuk
8
memastikan ada atau tidaknya gangguan pendengaran, perkembangan bicara dan
berbahasa, yaitu gejala yang umumnya dialami oleh Anak Gifted.
Setelah memasuki usia 4 tahun yang merupakan usia wajib sekolah di
Belanda (4-16 tahun), maka anak yang terdeteksi memiliki Giftedness ini tetap
diperbolehkan untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler (umum) yang
membuka kelas inklusif (menerima anak-anak yang membutuhkan penanganan
khusus) dengan syarat tertentu, sehingga tidak pelu dimasukan ke sekolah luar
biasa. Untuk itu, kepada para guru di sekolah yang membuka kelas inklusif ini,
diberikan pelatihan atau pendidikan di pusat-pusat pendidikan guru untuk
mendalami metoda pengajaran bagi Anak Gifted.
Selain itu dilakukan penyesuaian kurikulum dari content-based-curriculum
ke arah competence-based-curriculum yaitu dengan memberikan kurikulum
berdiferensiasi dan metoda yang sesuai dengan karakteristik setiap anak didik.
Pendekatan ini lebih dikenal sebagai adaptieve onderwijs (pendidikan yang
adaptif) dengan nama WSNS atau We zijn samen weer naar school.
Selama menjalani pendidikan di sekolah, anak-anak tersebut berhak
mendapatkan psychoeducational assessment yang dilakukan oleh dokter sekolah,
dinas bimbingan pedagogi, speech patolog, dan ahli gerak, yang dibantu oleh guru
dan konselor yang semuanya berdinas dalam tingkatan kecamatan. Jika terdapat
permasalahan yang memerlukan penanganan lebih khusus maka dapat dilakukan
pemeriksaan ke lembaga yang memiliki tingkatan lebih tinggi (tingkat regional),
rumah sakit, atau pusat diagnosa yang lebih khusus untuk menangani masalah ini.
9
Semua data akan terekam dalam portofolio anak, baik hasil diagnosis dari
dokter keluarga, dokter anak, dokter tumbuh kembang, dokter sekolah maupun
para ahli lainnya yang berkaitan dengan perkembangan anak. Portofolio ini dapat
digunakan untuk bahan evaluasi demi kepentingan si anak.
Di samping itu pemerintah Belanda juga mendirikan pusat informasi
nasional yang berfungsi untuk memberikan informasi kepada guru, orang tua,
murid, dan berbagai kalangan lainnya, serta melakukan inventarisasi berbagai
masalah yang dihadapi seputar Anak Gifted. Upaya lain yang dilakukan adalah
menyediakan kelas-kelas khusus pada tingkatan sekolah lanjutan yang terbagi
dalam kelompok bidang ilmu sosial dan bahasa serta bidang ilmu alam, biologi,
dan matematika.
Perencanaan pelayanan terpadu tidak hanya diberikan pada Anak Gifted
yang bersangkutan saja namun juga bagi orang tuanya. Para orang tua dari Anak
Gifted diharuskan mengikuti pelatihan-pelatihan tertentu dan bergabung dalam
kelompok atau organisasi orang tua Anak Gifted yang dibina oleh pemerintah atau
lembaga lain yang memiliki kredibilitas. Kegiatan yang berlangsung dalam
kelompok atau organisasi ini antara lain : penerbitan media informasi seperti
majalah, mengadakan pertemuan antar orang tua, pertemuan sesama Anak Gifted,
penyelenggaraan seminar, pelatihan, forum diskusi, dan penyediaan hotline
service dll.
Bentuk pelayanan lain dari pemerintah bagi anak-anak ini adalah
diberikannya subsidi kesehatan dan jaminan asuransi jika memerlukan berbagai
10
pemeriksaan yang berkaitan dengan pengembangan giftedness-nya. Selain itu bagi
ibu dari Balita Gifted yang bekerja dianjurkan untuk berhenti bekerja dan
menerima kompensasi dari pemerintah untuk pemberhentiannya di samping
rencana pemberian santunan dan asuransi jika orang tua membutuhkan pelatihan-
pelatihan khusus untuk meningkatkan kemampuannya dalam menangani Anak
Gifted (Van Tiel, 2007).
4. Usulan Pemecahan Masalah Anak Gifted di Indonesia
Dunia pendidikan mancanegara kini lebih mengutamakan pendekatan
Triadik Renzulli-Mönks, yang lebih memahami bahwa giftedness akan terwujud
jika giftedness sebagai potensi bawaan mendapatkan dukungan yang mencukupi
dari lingkungannya (Mönks & Pflüger, 2005). Agar lingkungan mampu
mendukung dengan baik, keluarga, sekolah, serta masyarakat perlu memahami
berbagai permasalahan anak-anak gifted, tumbuh kembang, dan karakteristik
personalitas seorang anak gifted (Van Tiel, 2007).
Untuk itu perlu dilakukan beberapa tindak lanjut untuk mengurai benang
kompleksitas masalah Anak Gifted di Indonesia agar tidak semakin kusut. Upaya
tersebut dapat dilakukan oleh beberapa pihak, antara lain : pemerintah, media
massa, masyarakat dan lain-lain. Adapun upaya yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Perlu adanya penyadaran dan peningkatan pemahaman masyarakat
mengenai disinkronitas Anak Gifted. Dalam hal ini media massa dapat
mengambil peran sebagai media publikasi yang menginformasikan secara
11
intensif keunggulan potensi sekaligus resiko Anak Gifted yang harus
dikelola dengan hati-hati, agar tidak terjadi salah pemahaman ataupun
salah penanganan sehingga kasus disinkronisasi Anak Gifted dapat
diminimalisasi
2. Perlu adanya penetapan aturan yang konsisten melalui undang-undang
atau kebijakan yang mengatur sistem pendidikan bagi Anak-anak Gifted.
Untuk masalah ini tentu pemerintah lah yang memiliki kewenangan dalam
membuat payung hukum sebagai pijakan penanganan Anak Gifted agar
ketidakseragaman penanganan Anak Gifted akibat ketidakjelasan
peraturan dapat dihindari.
3. Perlu adanya keterampilan dan keahlian khusus dalam proses pemberian
pendidikan bagi Anak-anak Gifted. Maka sebaiknya para guru dan
lembaga yang memiliki murid dengan Giftedness disarankan mengikuti
pelatihan khusus yang berkaitan dengan penanganan dan metode
pengajaran bagi Anak Gifted agar hak Anak Gifted sebagai manusia yang
memiliki kebutuhan khusus dapat terpenuhi
4. Perlu adanya peraturan khusus yang mengharuskan para ahli seperti dokter
dan psikolog memberikan penjelasan komprehensif mengenai hasil
diagnosis dan upaya pencegahan yang harus dilakukan, kepada orang tua
dari Anak Gifted agar alasan dan manfaat dari rangkaian proses tes dan
terapi yang berkepanjangan dapat dipahami dengan baik sehingga orang
tua pun mendapatkan proses pembelajaran yang partisipatif bukan hanya
12
sekedar pendengar yang pasif dan terima jadi, karena jika hal ini terjadi
bukan mustahil, akibatnya orang tua akan merasa terabaikan dan malas
untuk melanjutkan terapi akibat ketidakpahaman.
5. Perlu adanya sebuah wadah yang menampung dan menyediakan segala
informasi yang berkaitan dengan Anak Gifted. LSM yang memiliki
kredibilitas dapat mengisi kekosongan ini sehingga masyarakat tidak akan
kebingungan untuk medapatkan informasi yang valid seputar Anak Gifted.
6. Perlu adanya pembinaan khusus bagi orang tua dari Anak Gifted agar
terbentuk kesadaran akan kekhususan anaknya sehingga tidak terjadi rasa
frustasi akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk menangani Anak
Gifted yang mengakibatkan timbulnya sikap apatis orang tua serta
berdampak pada tidak optimalnya potensi Anak Gifted tersebut.
5. Penutup.
Memang agak terlampau muluk jika membandingkan penanganan Anak
Gifted di Indonesia dengan penanganan Anak Gifted di negara maju seperti
Belanda, apalagi Belanda merupakan negara perintis yang mencetuskan
pendekatan pendidikan bagi Anak Gifted. Namun tidak ada salahnya apabila
inovasi yang dilakukan negara lain, diadopsi untuk penanganan masalah sosial
demi kepentingan nasional.
Untuk itu, fenomena Anak Gifted di Indonesia dapat dijadikan sebagai
tantangan yang menarik bagi kaum akademisi yang memiliki bidang kajian yang
13
berkaitan dengan penanganan Anak Gifted. Salah satunya adalah bidang
komunikasi.
Ilmu komunikasi adalah ilmu yang memiliki objek formal berupa manusia
yang bersifat dinamis dan unik (Bungin, 2006 :38). Dan ilmu Komunikasi adalah
ilmu yang memiliki objek material berupa pernyataan manusia. Untuk itu para
akademisi dan praktisi yang bergerak di bidang komunikasi sudah saatnya
memikirkan siapa?, apa?, kepada siapa?, melalui apa? dan dengan cara
bagaimana? serta target apa yang ingin dicapai? guna menyelesaikan
permasalahan Anak Gifted di Indonesia yang dilengkapi dengan konteks keunikan
kultur yang melingkupinya.
Pertanyaan tersebut harus dijawab sekarang ini juga mengingat jumlah
anak-anak cerdas Indonesia yang melakukan eksodus ke luar negeri guna
mendapatkan penanganan dan pendidikan yang lebih baik sudah semakin tak
terhitung.
Untuk itu marilah kita bersama-sama mulai memikirkan dan ambil bagian
dalam penanganan anak potensial ini mulai dari detik ini, mulai dari diri kita dan
mulai dari hal yang kecil seperti mendeteksi kemungkinan giftedness yang ada di
dalam anak kita masing-masing sebagai salah satu tanggung jawab sosial kita
sebagai warga negara, sebagai akademisi, sebagai orang tua dan sebagai individu
yang peduli.
14
DAFTAR PUSTAKA
Baum, Susan.. 2004. Twice-Exceptional and Special Populations of Gifted Students. California : Corwin Press.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada media group.
McQuail, Denis.1991. Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar.
Diterjemahkan Aminuddin Ram. Jakarta : Erlangga. Mönks, JF & Pflüger, R (2005): Gifted Education in 21 European Country:
Inventory and Persfective. Netherland : Radboud University Nijmegen. Nasution, Zulkarimen. 2002. Komunikasi Pembangunan : pengenalan Teori dan
Penerapannya. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : RajaGrafindo
Persada. Van Tiel, Julia. 2007. Pengalaman pengasuhan dan pendidikan anak gifted
dengan disinkronitas perkembangan di Belanda. Makalah Seminar Trend Perubahan Dunia Pendidikan Khusus : Deteksi dan Pendidikan gifted and talented children. Tanggal 3 Maret 2007 di Jakarta.