PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN BERBASIS...
Transcript of PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN BERBASIS...
PENGELOLAAN MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN BERBASIS
PADA TRADISI DAN BUDAYA LOKAL MASYARAKAT
PENDHALUNGAN
Diskusi Periodik
Nur Hidayat , S.E, MM NUP 201603132
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2018
Pengelolaan Manajemen Risiko Perbankan Berbasis Pada Tradisi dan Budaya
Lokal Masyarakat Pendhalungan
Abstraksi
Penelitian ini mengeksplorasi tradisi lokal pada masyarakat Pendhalungan Bondowoso yang
menjadi pertimbangan dalam pengelolaan manajemen risiko sektor keuangan mikro di
Bondowoso. Pengumpulan data dengan observasi partisipasi selama 3 tahun mulai tahun
2013 sampai awal 2016, wawancara semi struktur dan studi literatur. Hasil penelitian
menunjukkan adanya gap bahwa perbankan dalam sistem deteksi early waning sign (EWS)
hanya mempertimbangkan aspek keuangan, non keuangan dan transaksional, belum
mempertimbangkan aspek budaya. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kinerja keuangan
berupa pinjaman, simpanan dan kualitas kredit (non performing loan) dipengaruhi oleh
pelaksanaan tradisi budaya lokal masyarakat Bondowoso. Dari hasil penelitian tersebut,
peneliti memberikan saran untuk perbankan di Bondowoso dan di Indonesia untuk
mempertimbangkan aspek budaya lokal atau local wisdom sebagai dasar pertimbangan
strategi operasional perbankan di masing-masing daerah di Indonesia.
Kata kunci :manajemen risiko, tradisi budaya lokal, early warning sign
I. Pendahuluan
Perubahan menjadi sebuah keniscayaan, dalam seluruh bidang dan sektor,
kemampuan melakukan adaptasi terhadap perubahan menjadi kunci.Perilaku masyarakat atau
konsumen yang berubah harus mampu ditangkap oleh pebisnis.Di era legacy marketing
sebuah entitas bisnis selain harus memperhatikan keinginan customer dan peta kompetisi
juga harus memperhatikanperubahan karena “perubahan” tidak lagi didorong oleh customer
dan competitornamun ada faktor lain yang independen dan sulit dihindarkan, yaitu Change
atau perubahan itu sendiri (kertajaya, 2014) atau yang kita kenal dengan konsep 4 C.
CUSTOMER
COMPANY
COMPETITOR
Gambar 1 Model 4 C Era Legacy Marketing
Sumber : Hermawan Kertajaya, 2014
Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan
internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank akan berhadapan dengan
berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang
dapat diperkirakan (anticipated) atau tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko - risiko tersebut tidak
bisa dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan.Oleh karena itu perbankan memerlukan
serangkaian prosedur dan metode, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang biasa
disebut sebagai manajemen risiko.
Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau
dan mengendalikan, jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara
terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian manajemen risiko berfungsi
sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning sign) terhadap kegiatan usaha bank
(karim, 2010).
Perbankan melalui proses identifikasi kondisi debitur dengan indikator indikator
early warning sign, belum mempertimbangkan faktor perilaku konsumen yang berkaitan
dengan budaya konsumen, menurut Hoftsede (1980), budaya mengacu pada suatu
penyusunan pikiran secara kolektif yang mencirikan satu kelompok dengan yang lainnya.
Dalam operasionalnya perbankan harus memperhatikan kondisi budaya mayarakat di mana
bank tersebut mau menjalankan operasionalnya. Karena jika tidak dikenali, dipahami dan
CHANGE
dikelola dengan baik, budaya di sebuah daerah masyarakat tertentu akan menjadi hambatan
dalam operasional perusahaan. Budaya telah memberikan pengaruh yang luas dan dramatis
terhadap proses psikologis ( Bontempo, 1997). Teori budaya risiko mengemukakan bahwa
individu memilih apa yang ditakuti dalam kaitannya cara mereka hidup (Thompson, 1990).
Disinilah penelitian ini difokuskan, yaitu untuk mempertimbangkan faktor-faktor budaya dan
adat istiadat masyarakat lokal sebagai salah satu dasar pertimbangan perbankan dalam
pengambilan keputusan manajemen likuiditas selain aspek keuangan, aspek non keuangan
dan aspek transaksional.
2. Literature Review
Kebudayaan merupakan sisi kehidupan manusia yang sangat berpengaruh terhadap
praktik kehidupannya secara keseluruhan termasuk dalam praktik ekonomi.Menurut
Koentjoro ningrat (2009) kebudayaan bisa diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
akal.Output dari olah akal manusia itulah yang dinamakan kebudayaan. Nilai-nilai budaya
sendiri merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat,
komunitas, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan ,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan
satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang
terjadi (Malik, 2015).
Nilai – nilai budaya di dalam bentuk gejala dan simbolnya yang sangat beragam itu
juga mempresentasikannilai-nilai kearifan.Nilai-nilai kearifan dalam bentuknya yang paling
lokal itulah yang kemudian dikenal dengan local wisdom (Malik, 2015).Menurut Suyoto
Suyatno (2015) di Indonesia kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya
atau etnis tertentu tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga
membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Hal ini bisa diambil contoh berbagai bentuk
kearifan lokal di dalam masyarakat Indonesia seperti toleransi, gotong royong, semangat
kerja, menghormati alam dan seterusnya.
Hofstede (1980) dalam studinya mengidentifikasi budaya dalam hubungannya
dengan dimensi – dimensi (a) individualism vs keloktivisme, (b) maskulinitas vs femininitas
(c) besar vs kecil jarak kekuasaan (d) kuat vs lemah yang kesemuanya dimensi dalam
menghindari ketidakpastian (uncertainty avoidance). Bond (1988) dalam studi lanjutannya
menambahkan orientasi jangka pendek dan jangka panjang.
Perkembangan suatu bisnis sangat membutuhkan kompetensi lintas budaya seperti
pembentukan aliansi terkait vendor, distributor, konsumen, serta ketiga sektor organisasi
untuk memenuhi kebutuhan manusia di belahan bumi manapun berada (Perlmuter, 1997).
Menurut Kanungo (2006) budaya adalah kunci bagaimana cara hidup manusia menerima
perubahan dan melakukan bisnis dalam dunia yang berubah dengan cepat tanpa batasan
geografi.
Secara umum, risiko-risiko yang melekat pada aktivitas fungsional perbankan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko (Karim, 2010) yaitu (1) risiko pembiayaan, (2)
risiko pasar ; terdiri dari forex risk, interest rate risk, liquidity risk dan price risk, serta (3)
risiko operasional; terdiri dari transactional risk, compliance risk, strategic risk, reputation
risk, dan legal risk.
3. Research Design and Methodology
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
modelexplorative. Dalam paradigma constructivis, peneliti berfungsi untuk menerjemahkan
apa yang dikatakan oleh subyek penelitian. Subjek penelitian ditentukan dengan metode
purposive samplingadalah tokoh masyarakat tradisional Bondowoso yang memahami tradisi
– tradisi lokal sebagai informan kuncinya, sedangkan informan pokoknya adalah nasabah
Bank X Kantor Cabang Bondowosoyang dalam kondisi bermasalah dan pihak Bank X
Bondowoso. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam (indeptinterview) dan
observasi partisipasi yang dilakukan selama 3 tahun mulai bulan Februari 2013 sampai
dengan Februari 2016. Validitas dan keabsahan data dilakukan dengan member check dan
triangulasi baik pada data maupun sumber. Analisis data dilakukan sejak, sedang dan sampai
semua data di lapangan diperoleh. Semua data dianalisis dengan menggunakan model analisis
interaktif, yakni rangkaian yang saling kait mengkait sejak penelitian dirancang, diverifikasi
dan ditarik kesimpulannya
4. Pembahasan
4.1 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Bondowoso
Bondowoso merupakan salah satu wilayah kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang
secara posisi sering sebagai wilayah “tapal kuda”, yang didiami oleh masyarakat
pendalungan. Yuswadi (2005) memberikan definisi sederhana tentang Pendhalungan sebagai
(1) sebuah percampuran antara budaya Jawa dan Madura dan (2) masyarakat Madura yang
lahir di Jawa dan beradaptasi dengan budaya Jawa. Tentang posisi dan wilayah masayarakat
Pendhalungan ini juga sering di sebut sebagai wilayah Tapal Kuda. Dinamakan Tapal Kuda
karena bentuk kawasan ini yang terdiri Pasuruan, Probolinggo, Situbondo (bagian utara),
Lumajang (bagian barat), Bondowoso, Jember (bagian selatan) dan Banyuwangi (bagian
timur) dari jika digambar dalam bentuk peta mirip dengan gambar tapalnya kuda (Wibisono
& Haryono, 2016)
Menurut salah satu tokoh masyarakat yang menjadi informan penelitian, dalam tata
kehidupan sosial masyarakat Madura dan Jawa sebagai pembentuk masyarakat pendhalungan,
hampir semua pelaksanaan kegiatan di masyarakat mengacu pada beberapa periode waktu
tertentu yang menurut mereka dianggap sebagai hari baik.
Tabel 1 Kalender Hijriyah, Jawa dan Madura
No
Penanggalan
Hijriah Penanggalan Jawa Penanggalan Madura
1 Muharram Sura Sorah
2 Safar Sapar Sappar
3 Rabi’ul Awwal Mulud Molod
4 Rabi’uts Tsani Bakda Mulud Rasol
5 Jumadil Awwal Jumadilawal Mandhilawal
6 Jumadits Tsani Jumadilakir Mandhilaher
7 Rajab Rejeb Rejjeb
8 Sya’ban Ruwah Rebbe
9 Ramadhan Pasa Pasah
10 Syawal Sawal Tong Areh
11 Dzul Qo’dah Apit (Dulkangidah) Takepek
12 Dzul Hijjah Besar (Dulkahijjah) Rerajeh
Sumber : data primer dari informan penelitian
Kalender atau penanggalan yang dipakai masyarakat Pendhalungan sangat kental
dengan nuansa islami karena menggunakan sistem penanggalan qomariyah.
Beberapa kegiatan sosial dan budaya di Bondowoso hasil konfirmasi ke tokoh
masyarakat yaitu kegiatan hajatan perkawinan dan khitanan, acara lamaran, tasyakuran tanam
dan panen, tasyakuran wanita yang baru hamil pertama kali “mitoni / thok pethok” (ketika
umur 7 bulan) yang diselenggarakan dengan gotong royong atau masyarakat setempat
menyebutnya “koleman”. Dan beberapa jenis tradisi yang banyak ditemukan peneliti dalam
kehidupan masyarakat Pendhalungan.“Koleman” sebagai salah local wisdom masyarakat
Pendhalungan, adalah bentuk kerjasama dan gotong royong membantu warga yang
melaksanakan hajatan, bisa berupa material uang, bahan makanan, ataupun bantuan tenaga
dan pemikiran.
Solidaritas keluarga itu sering diutarakan dengan papareghanMadura ras-bherasan
tan-palotanan, las-bellasan sataretanan (saling kasih mengasihi sesaudara), Long-tolong
saroso’ (bertolong tolongan serusuk) atau song osong lombbung (serempak mengusung
lumbung) merupakan peribahasa Madura untuk menyatakan kegiatan orang banyak yang
berkumpul dan bersepakat mengerjakan suatu pekerjaan bersama-sama (Rifai, 2007).
Awalnya tradisi koleman adalah bentuk gotong royong dan solidaritas masyarakat
kepada saudara atau tetangga yang sedang melaksanakan hajat, dengan memberikan bantuan
sekedarnya dan semampunya baik berupa materi, tenaga dan pemikiran untuk meringankan
beban pemilik hajat. Namun dalam perkembangannya mengalami pergeseran menjadi ajang
untuk menunjukkan kelas sosial dan mencari keuntungan pribadi.
. Hasil penelitian Hasanah (2010) Koleman dalam acara-acara pernikahan di
Pamekasan memiliki syarat dan rukun sama persis dengan hutang piutang yaitu adanya dua
orang yang melakukan akad (pemilik walimah atau sahibul hajah dengan para tamu yang
diuandangnya), adanya saksi dan juga catatan dalam pemberian barang kepada pemilik
walimah.
Di luar Pulau Madura juga ditemukan acara yang hampir sama seperti dalam
penelitian Aminah (2007), di Kecamatan Purworejo kota Malang dan di Pasuruan memiliki
tradisi yang kurang baik karena ditujukan untuk mendapatkan keuntungan yang besar (profit
oriented).
Tradisi pelaksanaan walimah yang kurang lebih sama juga terjadi di Situbondo yang
diungkap dalam penelitian Insyiroh (2006), tradisi ini di Situbondo disebut masyarakat
dengan aparloh baik untuk pesta penikahan maupun untuk khitanan. Dalam penelitian ini
menemukan sedikit perbedaan dalam tradisi di Situbondo yaitu tradisi menyiarkan dengan
pengeras sura barang-barang bawaan para tamu pada pesta pernikhan, tradisi siaran bawaan
ini telah mempertegas kelas ekonomi masyarakat Madura Situbondo.yang menyumbangkan
persaingan antarelit ekonomi masyarakat, karena dalam pelaksanaan aparloh juga terjadi
“perang” persaingan bawaan, penampilan, dan perhiasan yang mewah. Kondisi ini, pada
akhirnya menimbulkan rasa iri hati dan cemburu sosial bagi masyarakat kelas menengah ke
bawah yang tidak mampu.Tradisi ini juga menyebabkan masyarakat kelas menengah ke
bawah mendapatkan kesulitan sebab sebagian masyarakat kalangan elit, terkadang juga
dengan sengaja memberikan cecce’an, yakni pemberian koleman yang harus
dikembalikan.Sebagian masyarakat kelas menengah ke bawah sudah sering mengingatkan
pada kalangan elit untuk tida memberikan cecce’an, tetapi karena untuk gengs sosialnya
masih tetap melaksanaan cecce’an itu.
Masyarakat Pendhalungan yang kental dengan nuansa religinya juga melaksanakan
beberapa peringatan hari besar islam dengan semarak yang tentunya membutuhkan biaya
besar seperti peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, Peringatan Hari Raya Besar (Idul
Adha) atau masyarakat menyebutnya bulan “Rerajeh”, Isra’Mi’raj, malam sya’ban (malam 15
bulan Sya’ban), malam ke 21 dan 27 bulan Ramadhan, peringatan pada periode tertentu
keluarga yang telah wafat (malam ke 3, 7, 40 hari, 100 hari, 1 tahun dan 1000 hari),
peringatan Asyuroan (masyarakat pendhalungan membuat bubur “jhenang” syuro ketika
masuk bulan syuro).
Dari hasil pengamatan peneliti semua tradisi unik dalam masyarakat pendhalungan
tersebut diselingi dengan tradisi budaya “ater-ater” ketika melaksanakan hajatan,
“selametan”, hari raya keagamaan, dan tasyakuran, yaitu dengan mengirimkan barang
(khususnya makanan atau sajian) kepada sanak keluarga atau tetangga di sekitar rumah dan
tidak jarang juga dikirimkan ke beberapa keluarga jauh.
4.2 Perbankan di daerah Bondowoso
Fokus kajian penelitian ini adalah pada kredit mikro yang sebagian besar nasabahnya
adalah masyarakat menengah ke bawah yang lebih bisa menggambarkan stereotype
masyarakat asli pendhalungan, yang tentunya masih memegang teguh adat istiadat dan
budaya masyarakat lokal, salah satunya tradisi koleman. Nasabah mikro Bank X dipilih
sebagai subyek penelitian karena core bisnisBank X fokus pada layanan micro banking.Bank
X memiliki market share yang cukup baik dalam peta persaingan perbankan di Bondowoso,
seperti data yang ditampilkan dalam tabel 2 berikut :
Tabel 2Posisi Market Share Bank X
Tahun 2013-2015
(dalam jutaan)
Kinerja 2013 2014 2015
Bank X Perbankan Bank X Perbankan Bank X Perbankan
Di Bondowoso Di Bondowoso Di Bondowoso
Aset 853,003 1,352,325 885,773 1,420,843 835,484 1,484,770
Dana 342,393 549,365 392,891 647,434 429,501 1,047,318
Kredit 849,191 1,292,743 881,702 1,369,005 836,821 1,381,849
NPL 2.73% 2.04% 4.26% 3.24% 6.69% 4.73%
LDR 248.01% 235.68% 224.41% 211.45% 194.83% 131.94% Sumber : Laporan Bank Indonesia diolah
Perkembangan Pinjaman Mikro
Salah satu produk pinjaman mikro yang dilayani melalui Bank Xmemberikan
plafond pinjaman mulai Rp 1 juta sampai dengan Rp 100 juta. Pinjaman mikro Bank X
berupa kredit modal kerja dan kredit investasi untuk pertanian, peternakan, perdagangan dan
golongan berpenghasilan tetap.Dari hasil pengamatan peneliti terjun langsung selama 3 tahun
dan wawancara dengan beberapa kepala cabang mikro Bank X, tata kehidupan sosial
kemasyarakatan dan pola musiman masyarakat agraris cukup mempengaruhi siklus
penyaluran pinjaman.
Seperti dalam grafik 1 ada bulan bulan tertentu yang penyaluran atau realisasi
kreditnya cukup tinggi, dan berbeda ritme setiap tahunnya.
Grafik 1 Posisi Outstanding Pinjaman Mikro Tahun 2013-2016
Sumber : Data pimer diolah (lihat lampiran)
05.000
10.00015.00020.00025.00030.00035.00040.000
Posisi Outstanding / Pinjaman Mikro
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Dari informasi beberapa kepala cabang mikro Bank X, perilaku nasabah di sektor
mikro memiliki keunikan.Perilaku meminjam, mengangsur pinjaman, menabung dan
berinvestasi tidak hanya dipengaruhi musim tanam dan musim panen, tapi juga dipengaruhi
beberapa pelaksanaan kegiatan sosial di masyarakat. Kondisi ini memaksa mereka untuk
menerapkan strategi lokal untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat di wilayah
kerjanya walaupun menurut mereka tidak diatur dalam Buku Pedoman Operasional (BPO)
perbankan, misalnya pada saat musim hajatan, untuk penyaluran kredit dibatasi dan benar
benar harus memperhatikan prinsip prudential banking.
Dari grafik 1 tentang penyaluran kredit mikro di Bondowoso periode 2013 – 2016
ditemukan bahwa ada bulan bulan tertentu yang prosentase kenaikan penyalurannya
tinggi.Menurut keterangan beberapa Kepala cabang mikro Bank X memang terjadi kenaikan
permintaan atau jumlah pengajuan kredit pada bulan Maret sampai Juni dan meningkat lagi
pada sekitar bulan Oktober dan Nopember.Tokoh masyarakat dan beberapa nasabah mikro
yang diwawancarai membenarkan kondisi tersebut, bahwa pada bulan April, Mei, Juni
bertepatan dengan bulan Jumadil Akhir, Rajab, dan Sya’ban atau menjelang Ramadhan
dimana banyak masyarakat melaksanakan hajatan khususnya perkawinan dan khitan. Sekitar
bulan Oktober dan Nopember adalah bulan Dzul Hijjah atau “rerajeh” atau masyarakat
pendhalungan menyebut “besar”, puncak – puncaknya masyarakat melaksanakan hajatan.
Tabel 2 Kalender Masehi dan Hijriyah
Tahun 2013-2014
Tahun 2013 Tahun 2014
Masehi Hijriyah Masehi Hijriyah
Januari Shafar - Rabi'ul Awal Januari Shafar - Rabi'ul Awal
Februari Rabi'ul Awal - Rabi'ul Akhir Februari Rabi'ul Akhir
Maret Rabi'ul Akhir- Jumadil Awal Maret Rabi'ul Akhir- Jumadil Awal
April Jumadil Awal - Jumadil akhir April Jumadil akhir - Rajab
Mei Jumadil akhir - Rajab Mei Rajab - Sya'ban
Juni Rajab - Sya'ban Juni Sya'ban - Ramadhan
Juli Sya'ban - Ramadhan Juli Ramadhan - Syawwal
Agustus Ramadhan - Syawwal Agustus Syawwal - Dzulqo'idah
September Syawwal - Dzulqo'idah September Dzulqo'idah - Dzul Hijjah
Oktober Dzulqo'idah - Dzul Hijjah Oktober Dzul Hijjah - Muharram
Nopember Dzul Hijjah - Muharram Nopember Muharram - Shafar
Desember Muharram - Shafar Desember Shafar - Rabi'ul Awal
Sumber : Data Primer diolah
Tabel 3 Kalender Masehi dan Hijriyah
Tahun 2015-2016
Tahun 2015 Tahun 2016
Masehi Hijriyah Masehi Hijriyah
Januari Rabi'ul Awal - Rabi'ul Akhir Januari Rabi'ul Awal - Rabi'ul Akhir
Februari Rabi'ul Akhir- Jumadil Awal Februari Rabi'ul Akhir- Jumadil Awal
Maret Jumadil Awal - Jumadil akhir Maret Jumadil Awal - Jumadil akhir
April Jumadil akhir - Rajab April Jumadil akhir - Rajab
Mei Rajab - Sya'ban Mei Rajab - Sya'ban
Juni Sya'ban - Ramadhan Juni Sya'ban - Ramadhan
Juli Ramadhan - Syawwal Juli Ramadhan - Syawwal
Agustus Syawwal - Dzulqo'idah Agustus Syawwal - Dzulqo'idah
September Dzulqo'idah - Dzul Hijjah September Dzulqo'idah - Dzul Hijjah
Oktober Dzul Hijjah - Muharram Oktober Dzul Hijjah - Muharram
Nopember Muharram - Shafar Nopember Shafar
Desember Shafar - Rabi'ul Awal Desember Rabi'ul Awal - Rabi'ul Akhir
Sumber : Data Primer diolah
Simpanan Mikro
Dalam microfinance,salah seorang manajer bisnis mikro (secara struktur,
membawahi beberapa kepala cabang mikro) memberikan keterangan bahwa mobilisasi
simpanan atau penghimpunan dana pihak ketiga memiliki 2 fungsi yaitu (1) sebagai fungsi
intermediasi mempertemukan pihak yang surplus dana dengan pihak yang defisit dana yang
disalurkan sebagai pembiayaan atau kredit, (2) sebagai persiapan bagi golongan usaha kecil
atau mikro apabila terjadi risiko risko di kemudian hari yang menganggu cash flow harian
dan mempengaruhi kualitas pinjaman.
Pihak Bank X menyampaikan, masyarakat Pendhalungan juga memiliki perilaku
dan persepsi bahwa menabung bukan untuk motif berjaga – jaga dan transaksi tapi
merupakan dana persiapan untuk merayakan hari-hari besar dan tradisi dalam masyarakat.
Motif menabung menurut (Antonio, 2000) yaitu (1) Berjaga-jaga ketidakpastian masa depan,
(2) persiapan pembelian suatu barang konsumsi, (3) mengakumulasi kekayaan. Dari posisi
simpanan dalam grafik 2 diketahui posisi simpanan Bank X menurun pada periode
pelaksanaan hari hari besar dan bulan bulan hajatan masyarakat atau berbanding terbalik
dengan posisi pinjaman.
Beberapa informan dari nasabah mikro Bank X yang diwawancarai menyampaikan
bahwa masyarakat Pendhalungan khususnya dari keturunan Madura rantau, dalam
berinvestasi dan menabung lebih memilih berupa hewan ternak terutama sapi daripada
menabung di bank.Beberapa alasan mereka, usaha turun temurun sehingga sangat menguasai
seluk beluk sapi, sapi mudah dijual, dalam periode tertentu harga mahal dan keuntungan bisa
lebih dari 100 persen.
Grafik 2 Posisi Instanding Simpanan Mikro Tahun 2013-2016
Sumber : Data pimer diolah (lihat lampiran)
Kredit Mikro Bermasalah
Suatu kredit dinyatakan bermasalah jikabank benar – benar tidak mampu
menghadapi risiko yang disebabkan oleh kredit tersebut. Risiko kredit didefinisikan sebagai
risiko sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan atau tidak mau
untuk memenuhi kewajiban membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada
saat jatuh tempo atau sesudahnya (Idroes, 2006). Parameter yang menunjukkan kerugian
adanya kredit dalam bank konvensional dinyatakan dengan Non Performing Loan (NPL) dan
di bank syariah dinyatakan dengan Non Performing Financing (NPF), untuk posisi NPL
kredit mikro di Bank X Bondowoso bisa dilihat di grafik 3.
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Posisi Instanding / Simpanan Mikro
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Grafik 3 Posisi NPL Absolut Pinjaman Mikro Tahun 2013-2016
Sumber : Data pimer diolah (lihat lampiran)
Pinjaman bermasalah pada microfinance di Bondowoso terjadi fluktuasi pada bulan
–bulan tertentu. Beberapa kepala cabang mikro Bank X menyampaikan bahwa sebenarnya
pinjaman bermasalah sudah bisa diprediksi, terutama pada bulan-bulan yang bersamaan
dengan pelaksanaan hajatan di masyarakat ataupun pelaksanaan hari hari besar islam.
Nasabah bermasalah yang menjadi informan juga memperkuat pendapat itu dengan
menyampaikan bahwa tradisi “koleman” atau hajatan di masyarakat memiliki sanksi sosial,
ketika seseorang memiliki pinjaman di bank dan jatuh temponya bersamaan waktu yang
bersangkutan mengembalikan “cece’an” dana yang dulu dia terima dari warga lain pada saat
melaksanakan hajatan, maka dia akan lebih memilih mengembalikan dana koleman (cece’an
balasan) terlebih dahulu daripada pinjaman ke bank.
Informan dari petugas Bank X juga menambahkan bahwa persepsi masyarakat
tentang investasi dan menabung selain menjadi penyebab kredit bermasalah juga menjadi
penyebab lambatnya mobilisasi dana pihak ketiga di daerah Bondowoso atau bahkan di
daerah tapal kuda lainnya. Hewan ternak khususnya sapi menjadi andalan produk investasi
masyarakat Bondowoso, beberapa nasabah bermasalah yang sebagian besar petani / peternak
menyampaikan bahwa pinjaman yang mereka terima dari bank dengan jangka waktu 6
bulanan atau 1 tahun sesuai siklus pertaniannya dibelikan hewan ternak. Namun pada saat
jatuh tempo mereka enggan menjual hewan ternaknya karena mereka mempersepsikan bahwa
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Posisi NPL Absolut Pinjaman Mikro
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
sapi bukan komoditas bisnis yang diperdagangkan tapi adalah asset investasi yang akan dijual
kalau ada kebutuhan besar saja seperti hajatan atau mendaftar ongkos naik haji (ONH).
Bank X sebagai salah satu bank yang fokus pada microfinance, keterangan salah
seorang manajer mikro sebenarnya Bank X memiliki panduan dalam mendeteksi atau
pencegahan kredit bermasalah yang dikenal dengan istilah early warning sign (EWS).Salah
satu bentuk penerapan prinsip kehati-hatian tersebut adalah diberlakukannya ketentuan
mengenai “tanda tanda peringatan dini” atau Early Warning Sign (EWS) (Surat Edaran No 7
tahun 2002 Bank X). Akan tetapi pengaturan mengenai Early Warning Sign masih sebatas
prinsip-prinsip dan faktor-faktor (tanda-tanda) yang harus dilakukan dalam upaya pengenalan
dini, antara lain (SE No 7/2002 Bank X) :
1. Aspek Keuangan, yang dimaksud dengan tanda-tanda bahaya atau kelemahan dini
dilihat dari aspek keuangan adalah menurunnya kemampuan keuangan / kinerja usaha
debitur yang ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan pada rasio-rasio atau
angka angka keuangan debitur yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan
sejenis pada umumnya atau past performance usahanya.
2. Aspek Non Keuangan, kejadian atau hal-hal di luar faktor keuangan yang
diperkirakan dapat mempengaruhi kinerja usaha dan kemampuan debitur dalam
memenuhi kewajibannya baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain
kehilangan pelanggan inti, force majeure, perubahan manajemen, gangguan
keamanan, perselisihan tenaga kerja, pencemaran lingkungan, Kebijakan pemerintah
yang berakibat negatif pada perusahaan.
3. Aspek Transaksional, tanda-tanda menurunnya kemampuan debitur yang Nampak
atau tercermin dari perkembangan transaksi / mutasi keuangannya di bank.
Aspek budaya belum menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan system EWS di
perbankan. Dari hasil penelitian selama 3 tahun peneliti terlibat langsung dalam proses kredit,
budaya masyarakat sangat berpengaruh dalam microfinance di Bondowoso, baik penyaluran
pinjaman maupun mobilisasi dana pihak ketiga. Perbankan
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kinerja Bank
X berupa posisi penyaluran pinjaman, perolehan dana pihak ketiga dan kualitas pinjaman
dipengaruhi oleh pelaksanaan keanekaragaman budaya dalam masyarakat Bondowoso.
Adanya gap antara sistem manajemen risiko bank dan fenomena sosial di
masyarakat.Perbankan dalam mendeteksidan mengelola risiko menerapkan system Early
Warning Sign (EWS), yang mendeteksi Aspek keuangan, Aspek non keuangan dan aspek
transaksional. Sistem EWS perbankan belum memasukkan aspek sosial budaya yang ternyata
dari hasil penelitian di Bondowoso cukup mempengaruhi kinerja bank.
Ke depan strategi perbankan disarankan mempertimbangkan aspek aspek budaya
dan tradisi lokal dalam operasionalnya. Dalam penyaluran kredit dan mobilisasi simpanan
memperhatikan waktu waktu atau bulan tertentu sehingga kualitas kredit tetap terjaga, tepat
waktu, tepat jumlah dan tepat orang.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A Karim, 2014. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Aminah, 2007.IPAMA dan Pergeseran Maknah Walimah Pernikahan, Skripsi Fakultas Syari’ah UIN
Maliki Malang
Bambang Wibisono dan Ahmad Haryono, 2016.Wacana Perkawinan di Tapal Kuda, Penerbit Tapal
kuda, Jember
Bontempo, Robert N; William P. Bottom; and Elke U Weber, 1997.Cross-Cultural Differences in Risk
Perception : A Model-Based Approach
Ferry N Idroes dan Sugiarto. 2006. Manajemen Resiko Perbankan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Hermawan Kertajaya, 2014. Wow Marketing,Gramedia Pustaka Tama, Jakarta
Hermen Malik, 2015. Bangun Industri Desa Selamatkan Bangsa; Strategi Pembangunan Industri Desa
di kabupaten Kaur Bengkulu. IPB Press, Bogor
Hofstede, G, 1980. Culture’s Consequences : International Difference in Work Related Values. Beverly
Hills, California: Sage
Hofstede, Geert and Michael Harris Bond,1988. The Conficus Connection : From Cultural Roots to
Economic Growth, Organizational Dynamics, Vol 16 No 4, pp 5-21
Kanugo Rama Prasad, 2006.Cross Culture and Business Practice : Are They Coterminous or Cross Verging ?.Cross Cultural Management An International Journal 13 (1): PP 23-31
Koentjoroningrat, 2009.Pengantar Ilmu Antropologi, PT Rineka Cipta, Jakarta
Mien Ahmad Rifai, 2007. Manusia Madura; Pembawaan, Perilaku, Etos kerja, Penampilan, dan
Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. Pilar Media (Anggota IKAPI),
Yogyakarta
Muhammad Syafi’I Antonio, 2000.Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum. Tazkia Institute
Jakarta
Perlmutter, HV, 1997. Becoming Globally Civilized. Financial Times Mastering Management, Pitman
Publishing in Association with IMD, London Business School and Wharton, Business School,
Philadelphia, PA
Sugiyono, 2013.Memahami Penelitian Kualitatif. Alfa beta, Bandung
Suyatno Suyoto, 2015. Revitalisasoi Kearifan lokal Sebagai upaya Penguatan Identitas
Keindonesiaan.http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1336
(akses:18/02/2016)
Thompson, M; R Ellis; and A Wildavsky, 1990. Cultural Theory, Oxford, Wes View
Titik Insyiroh,2006. Tradisi Siaran Bawaan pada Pesta Pernikahan: Kasus di Desa Curah Kalak Kec.
Jangkar Kab. Situbondo, Skripsi Fakultas Syari’ah UIN Maliki Malang
Uswatun Hasanah, 2010. Koleman (Pemberian), Antara Hutang Piutang, Pinjam Meminjang, Hibah
dan Sedekah, Tesis Program Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
Yuswadi, Harry. 2005. Melawan Demi Kesejahteraan, Perlawanan Petani Jeruk terhadap KebijakanPembangunan Pertanian. Jember: Kompyawisda.
Sumber Lain :
Laporan Bank Indonesia Tahun 2013
Laporan Bank Indonesia Tahun 2014
Laporan Bank Indonesia Tahun 2015
Surat Edaran Bank X : SE No 7 tahun 2002; tentang Early Warning Sign
Website :
www.bi.go.id
www.bps.go.id