Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

download Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

of 147

Transcript of Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    1/147

    i

    Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (Bunga Rampai)

    Editor:

    Jamaluddin Jompa Natsir Nessa Muhammad Lukman

    Kontributor:

    Andriani|Dining|Jamaluddin Jompa |MuhammadLukman | Naomi| Natsir Nessa Rahmi | Sudirman | Syamsu Alam Ali |

    Yusran Nur Indar dkk

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    2/147

    Daftar Isi

    Daftar Isi .......................................................................................................................................... i

    URGENSI KONSERVASI LAUT (KAWASAN DAN JENIS) DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI INDONESIA .............................................. 1

    Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa, Muhammad Lukman1

    PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI YANG EFEKTIF DAN ADAPTIF ... 7

    Yusran Nur Indar dan Jamaluddin Jompa ............................................................................... 7

    KONEKTIVITAS KAWASAN KONSERVASI ................................................................... 35

    Jamaluddin Jompa et al. ............................................................................................................ 35 STATUS KEBERLANJUTAN PENYU LAUT DI PULAU KAPOPOSANG .............. 14

    Syamsu Alam Ali dan Deasy Ariani ........................................................................................ 14

    MODEL-MODEL PENGELOLAAN KONSERVASI ....................................................... 33

    Dining, Jamaluddin Jompa dkk ............................................................................................... 33

    PERIKANAN DAN KONSERVASI: SINERGIS ATAU KONTRADIKTIF ? ............. 54

    Sudirman dan Natsir Nessa ..................................................................................................... 54 KAWASAN KONSERVASI LAUT DAN PEMULIHAN KEANEKARAGAMANLARVA ........................................................................................................................................... 68

    Muhammad Lukman, Andriani Nasir. ................................................................................... 68

    KAWASAN KONSERVASI LAUT DAN PREVALENSI PENYAKIT KARANG DIINDONESIA ................................................................................................................................. 83

    Rahmi, Jamaluddin Jompa dkk . .............................................................................................. 83

    i

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    3/147

    URGENSI KONSERVASI LAUT (KAWASAN DAN JENIS)DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI

    INDONESIA

    Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa, Muhammad Lukman

    Pendahuluan

    Memimpikan Indonesia di tahun 2020 memiliki kawasan konservasi dengan luas

    20 Jt Ha merupakan sebuah keniscayaan yang akan segera terwujud. Hingga akhirtahun 2012, KKP telah merilis 10,7 Jt Ha kawasan konservasi (KKP, 2012). LuasKKP itu sudah menjadi 1.84% dari luas lautannya, 580 Jt Ha (KKP, 2009).Indonesia dengan kawasan konservasi itu menjadi cita-cita besar bagi sebuahnegara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 17,540 dan panjang garispantai 95,000 Km yang membentang dari ujung barat ke timur. Ini yangmendapat apresiasi dari berbagai stakeholder baik . dalam negeri maupunkomunitas luar negeri. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di duniadengan jumlah pulau 17.540 dan panjang garis pantai 95 ribu kilometer yang

    membentang dari ujung barat ke timur. Karunia sumber daya alam yangmelimpah dan keanekaragaman hayati yang besar membuat Indonesia menjadibangsa yang diperhitungkan di dunia. Indonesia menjadi Center of Excellentkeanekaragaman sumber daya hayati. Hal tersebut didukung oleh potensi kelautandan perikanan, pertambangan, perhubungan laut, industri maritime, ekowisata,jasa kelautan dan energy sumber daya mineral yang yang melimpah. Sumberdaya hayati terumbu karang mencapai 500 jenis spesies dan spesies ikan 2000jenis, budidaya (12,4 juta hektar), perikanan tangkap (6,8 juta ton), cadanganminyak bumi (9,1 milyar barel), cekungan minyak dan gas/migas sampai 70

    persen. Potensi tersebut akan memberi manfaat jika dibarengi denganpengembangan konservasi sumber daya ikan, wilayah pesisir dan pulau-pulaukecil

    Pendayagunaan potensi sumber daya laut terus berkembang. Berbagai kegiatandilakukan untuk mengeksplorasi sumber daya laut tersebut. Data BPS 2014menyebutkan bahwa potensi kelautan memberikan kontribusi terhadap ProdukDomesti Bruto tahun 2013 sebesar 3,21 % atau 291,799 trilliun rupiah. Upayapeningkatan pendapatan dari sector kelautan terus ditingkatkan dan akanmemberi dampak positif terhadap akses pertumbuhan ekonomi di bidang

    1

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    4/147

    kelautan. Disisi lain, pembukaan lapangan pekerjaan akan meningkatkanpenyerapan tenaga kerja di sector kelautan.

    Tabel 1. Jenis dan Luas Kawasan Konservasi Perairan

    No Lokasi/ Nama KKP Luas (Ha) Keterangan1 KKPN/TNP Laut Sawu, NTT 3,521,130.01 KKJI+UPT2 KKPN/TWP Gili Matra, NTB 2,954.00 KKJI+UPT3 KKPN/TWP Laut Banda, Maluku 25,000.00 KKJI+UPT4 KKPN/TWP P. Pieh, Sumbar 39,900.00 KKJI+UPT5 KKPN/TWP Padaido 183,000.00 KKJI+COREMAP+UPT6 KKPN/TWP Kapoposang, Sulsel 50,000.00 KKJI+COREMAP+UPT

    7 KKPN/SAP Aru Tenggara, Maluku 114,000.00 KKJI+UPT

    8KKPN/SAP Raja Ampat, PapuaBarat 60,000.00 KKJI+COREMAP+UPT

    9 KKPN/SAP Waigeo, Papua Barat 271,630.00 KKJI+COREMAP+UPT10 KKPD/Raja Ampat, Papua Barat 970,900.00 KKJI+COREMAP+UPT+PEMDA11 KKPD/Sukabumi, Jawa Barat 1,771.00 KKJI+PEMDA12 KKPD/Berau, Kaltim 1,271,749.00 KKJI+PEMDA13 KKPD/Pesisir Selatan, Sumbar 733.00 KKJI+PEMDA

    14 KKPD/Bonebolango, Gorontalo 2,460.00 KKJI+PEMDA15 KKPD/Batang, Jawa Barat 6,800.00 KKJI+PEMDA16 KKPD/Lampung Barat, Lampung 14,866.87 KKJI+PEMDA17 KKPD/Alor, NTT 400,008.30 KKJI+PEMDA18 KKPD/Indramayu, Jawa Barat 720.00 KKJI+PEMDA19 KKPD/Batam, Kepri 66,867.00 KKJI+PEMDA20 KKPD/Bintan, Kepri 472,905.00 KKJI+PEMDA21 KKPD/Natuna, Kepri 142,997.00 KKJI+PEMDA22 KKPN/Anambas, Kepri 1,842,960.27 KKJI+PEMDA23 KKP Lainnya (54-12=42 KKPD) 1,262,686.20 KKJI+PEMDA

    Jumlah 10,703,537.65Sumber. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, 2012

    Mendorong pertumbuhan ekonomi dari sector kelautan seperti pisau bermatadua. Pemanfaatan sumber daya yang tidak mengacu pada prinsip keberlanjutandan mengabaikan asas pelestarian menjadi ancaman serius. Hal tersebut sesuaidengan pernyataan Menurut Selig and Bruno (2010) bahwa segala kegiatanmanusia akhirnya mempengaruhi struktur bangunan terumbu karang. Aktivitas

    2

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    5/147

    manusia pada akhirnya akan menghasilkan pencemaran dan berdampak padakerusakan sumber daya hayati laut. Sumber pencemaran bersumber daripembangunan kawasan pemukiman, pertambangan, pelayaran, industri perikanan,

    budidaya. Selain itu, aktivitas masyarakat pesisir yang melakukan alih fungsi lahanmangrove menjadi lahan tambak dan kawasan pemukiman membuat kawasanpesisir makin terdegradasi. Penyebab kerusakan sumber daya hayati laut jugaakibat dari penangkapan ikan yang berlebihan ( over-exploitation ). Laju penangkapanikan yang berlebihan mengakibatkan stok populasi ikan menurun. Kehidupannelayan akan mengalami kerugian akibat sumber daya ikan yang makin berkurang.Berkurangnya sumber pendapatan ekonomi akan mengakibatkan nelayan mencariikan di wilayah lain. Sumber daya yang makin berkurang itu membuat nelayanmemilih jalan singkat menangkap ikan. Penangkapan secara destruktif menjadipilihan yang cepat dan menghasilkan ikan yang banyak. Namun demikan, caratersebut mengakibatkan kerusakan habitat ikan dan lingkungan laut semakinmeningkat.

    Lemahnya peran pemerintah mendorong kebijakan pemanfaatan sumber dayaalam menjadi celah bertambahnya tingkat kerusakan. Apalagi masyarakat pesisiryang makin terhimpit secara ekonomi. Keadaan ini membuat kesadaranmengelola lingkungan pesisir semakin rendah. Situasi itu kemudian mendorongmasyarakat pesisir terjebak pada ruang kemiskinan. Hasil kajian Kementerian

    Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa penduduk miskin di Indonesiakebanyakan di wilayah pesisir dengan jumlah 7,9 juta atau 25 persen daripenduduk miskin di Indonesia. (Kabarbisnis.com, 30 Mei 2014). Pada saatbersamaan, kerusakan lingkungan pesisir dan laut juga terus meningkat. Hasilkajian Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan sekitar 30,4 persenkondisi terumbu karang mengalami kerusakan. Hanya 5,29 persen yang beradadalam kondisi baik. (Koran Sindo, 16 April 2014).

    Membumikan Konservasi Laut Upaya penyelamatan ekosistem dan konservasilaut sudah dilakukan sejak dahulu. Melalui program Marine and CoastalResources Managemen Program (MCRMP), pemerintah mendorong pengelolaansumber daya alam yang bertujuan pada pelestarian ekosistem dan peningkatankesejahteraan masyarakat pesisir. Setelah program MCRMP, pemerintahIndonesia kemudian memprakarsai program COREMAP (Coral ReefRehabilitation and Management Program), atau Program Rehabilitasi danPengelolaan Terumbu Karang. Program Coremap I dan Coremap II dilaksanakanuntuk mendorong peningkatan rehabilitasi, melindungi dan mengelola terumbukarang secara lestari. Program Coremap menggambarkan peningkatanperlindungan kawasan yang cukup signifikan. Seiring dengan itu, nilai manfaatprogram Coremap secara ekonomi dirasakan oleh masyarakat pesisir. Walhasil

    3

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    6/147

    masyarakat semakin menyadari pentingnya upaya perlindungan terhadapekosistem laut. Meski demikian, ancaman kerusakan ekosistem laut juga makinserius. Melihat dampak yang akan ditimbulkan membuat Indonesia dan negara-

    negara yang berkepentingan dengan laut menginisiasi pertemua kelautan dunia.Indonesia kemudian mejadi tuan rumah World Ocean Conference dan Coral

    Triangle Initiative (CTI) Summit 2009. Dukungan dunia internasional dibuktikandengan hadirnya 121 negara. Sementara CTI Summit secara khusus dilakukanoleh negara negara yang mencakup segitiga terumbu karang dunia yakni Filipina.Indonesia, Papua Nugini, Malaysia, Timor Leste, Kepulauan Solomon, utusankhusus pemerintah Australia dan Amerika Serikat. CTI merupakan upaya kerjasama negara-negara di segitiga karang dunia untuk melakukan pengelolaansumber daya laut yang berkelanjutan dengan mewujudkan kawasan KawasanPerlindungan Laut (Marine Protected Area-MPA). Kawasan ini merupakan pusatkeanekaragaman hayati di dunia yang memiliki pengaruh terhadap keseimbanganekosistem secara global. Setiap negara sangat berkepentingan agar kawasan initetap lestari, dengan 500 spesies karang, 3.000 spesies ikan dan kawasan hutanmangrove yang paling besar di dunia, kawasan CTI menjadi harapan manusia dimasa mendatang. Dukungan internasional untuk meningkatkan pengelolaan lautyang berkelanjutan melalui penetapan kawasan konservasi laut terus berkembang.Harapannya konservasi laut mampu memberikan manfaat secara ekonomi kepadamasyarakat pesisir. Untuk mencapai hal itu, pemerintah bersama bersama Deputy

    Administrator of United States Agency for International Development (USAID),secara resmi menyatakan dimulainya program Marine Protected AreasGovernance (MPAG) di Indonesia.

    MPA bukan hanya tentang melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayatilaut, tetapi juga untuk mendukung perikanan berkelanjutan, ekowisata bahari, dankeperluan lainnya untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. Dukungan terhadapMPA cukup kuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, danPeraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17 / MEN / 2008 yang

    mengatur kawasan konservasi daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60/ 2007tentang Konservasi Sumber Daya Perikanan menjadi dasar program MPA. Haltersebut mengatur sistem zonasi perairan yang dibutuhkan dalam MPA. SistemZonasi yang digunakan dalam mengelola MPA terbagi atas empat zona yaknizona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan, dan zona lainnya.Pembagian zona tersebut merupakan satu kesatuan kawasan yang dikelola secaraefektif, dengan harapan mampu memajukan industri kelautan dan perikanan.

    4

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    7/147

    Solusi Pengelolaan Terumbu Karang

    Pendekatan kawasan konservasi laut sangat signifikan dalam mengurangi aruskerusakan terumbu karang. Secara perlahan terumbu karang mampu melakukanrecovery dengan berkembangnya konsep pengelolaan kawasan konservasi. Pilarpengelolaan kawasan konservasi yakni perlindungan, pelestarian dan pengelolaanyang berkelanjutan menjadi faktor yang cukup menentukan dalam pengelolaanterumbu karang. Untuk mendukung target pencapaian 20 juta Ha Luas KawasanKonservasi di tahun 2020, sesuai dengan Konferensi Biodiversity yangmenyatakan bahwa target Marine Protected Area (MPA) sebesar 10% dari luasPerairan Dunia. Olehnya itu, pemerintah Indonesia menetapkan pola jejaringkawasan konservasi. Aturan pelaksanaan tersebut telah diatur dalam Pasal 19Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 TentangKonservasi Sumber Daya Ikan yang menyebutkan bahwa Dalam pengelolaankawasan konservasi perairan dapat dibentuk jejaring kawasan konservasi perairan,baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Pembentukannyaberdasarkan keterkaitan biofisik antar kawasan konservasi perairan disertaidengan bukti ilmiah yang meliputi aspek oceanografi, limnologi, bioekologiperikanan, dan daya tahan lingkungan. Tahun 2013, Kawasan Konservasiperairan di Indonesia telah mencapai 15.764.210.85 Hektar yang berjumlah 131kawasan, diantaranya terdiri dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah, Taman

    nasional, Taman Wisata Perairan, Cagar Alam dan Suaka Alam Perairan. SulawesiSelatan memiliki empat kawasan Konservasi yang semuanya terletak di SelatMakassar dan memanjang kearah selatan selat dengan luas kawasan Konservasimencapai 757,020 Ha atau +5% dari total luas Kawasan Konservasi saat ini diIndonesia. (Direktorat Konservasi Kawasan Dan Jenis Ikan, 2014).Mengembangkan kawasan MPA mejadi tanggung jawab secara social semuapihak. Pemerintah, masyarakat, NGO, perusahaan swasta mesti memiliki visi yangsama tentang MPA. Sehingga tahun 2020 target pencapaian 20 juta Ha bisatercapai.

    Menembus Dimensi Kawasan Konservasi Laut Buku ini membahas gambarankonservasi laut dari berbagai dimensi. Sebagai bahan bacaan yang disajikan secarailmiah namun tetap renyah untuk dibaca. Setiap Bab membahas tema berbedayang mendukung pengelolaan kawasan konservasi laut. Bab II, dibahas bagaimanamengevaluasi efektivitas pengelolaan kawasan taman wisata perairan dan kawasankonservasi laut khususnya di daerah Kabupaten Pangkep. BabIII memaparkan aspek hubungan dan keterkaitan secara biofisik antar kawasan

    konservasi untuk mendukung jalinan jejaring kawasan konservasi. Pada Bab IVdan V secara khusus mengupas pengelolaan kawasan konservasi jenis penyu. Dari

    5

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    8/147

    Bab ini akan diperoleh status keberlanjutan setiap dimensi dalam pengelolaanpenyu di Pulau Kapoposang. Bab V membahasa berbagai macam Bagan yangperannya dianggap menjadi ancaman dalam pengelolaan MPA. Sementara itu Bab

    VII dan Bab VIII secara khusus membahas konservasi laut kaitannya denganpemulihan keanekaragaman larva dan perevelnsi terhadap penyakit karang.

    6

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    9/147

    PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI YANGEFEKTIF DAN ADAPTIF

    Yusran Nur Indar dan Jamaluddin Jompa

    Pendahuluan

    S ebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikelilingi oleh konfigurasipulau-pulau yang berjumlah 17.480 terbentang sepanjang 3.977 mil di antara

    Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dengan panjang garis kurang lebih 95.186km yang merupakan garis pantai tropis terpanjang di dunia setelah Kanada. Luasdaratan Indonesia sebesar 1.922.570 km2 dan luas perairannya 3.257.483 km2. Didalam wilayah tersebut terkandung berbagai potensi perikanan tangkap lestarisebesar 6,4 juta ton, lahan budidaya sekitar 1,1 juta ha, dan potensi lain baik dariudang-udangan, kerang-kerangan, maupun mamalia laut. Sekitar 80% industri dan75% kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir. Potensi lain yang tidakkalah pentingnya adalah jasa transportasi laut, industri maritim, wisata bahari,industri alternatif dan sumber obat-obatan (Ruchimat, 2012).

    Sumber daya alam pulau-pulau kecil bila dipadukan dengan sumber daya manusiayang handal serta di dukung dengan iptek yang di tunjang dengan kebijakanpemanfaatan dan pengelolaan yang tepat bisa menjadi modal yang besar bagipembangunan nasional. Peluang yang dimiliki adalah kekayaan sumber daya alamdan sumber daya manusianya yang potensial untuk ditumbuhkembangkanpendayagunaannya. Sumber daya alam pulau-pulau kecil mempunyai arti pentingbagi kegiatan perikanan, konservasi dan preservasi lingkungan, wisata bahari dankegiatan jasa lingkungan lain yang terkait.

    Kawasan konservasi perairan di Indonesia tidak kurang dari 16 juta hektar(Ruchimat dalam Pedoman Teknis E-KKP3K, 2012) yang kini menghadapiancaman dan persoalan pengelolaan yang sangat berat. Ancaman tersebut dapatberupa ancaman langsung maupun tidak langsung. Ancaman langsung meliputipraktik penebangan liar, penyerobotan dan konversi lahan, penangkapan hewanlangka, pengeboman ikan, maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor alamseperti kebakaran hutan dan fenomena pemanasan global yang mengakibatkanterjadinya perubahan iklim. Ancaman tidak langsung meliputi hal-hal yangdisebabkan oleh adanya kebijakan yang berkonotasi dua ( ambiguity ), ketidakjelasan

    akan hak-hak dan akses masyarakat, peraturan perundang-undangan yang kurangmemadai dan tumpang tindih, serta penegakan hukum yang lemah sehingga

    7

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    10/147

    pengelolaan kawasan konservasi termasuk yang berkategori taman wisata alamlaut tidak efektif.

    Pada pertemuan internasional Convention on Biological Diversity pada tahun 2006 diBrazil, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memperluas kawasankonservasi laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan berkomitmenmemperluasnya menjadi 20 juta hektar pada tahun 2020 (UNEP-WCMC, 2008).Komitmen didasarkan selain pada tingginya kebutuhan untuk mendukungpembangunan berkelanjutan juga untuk menghadapi ancaman tekanan terhadapsumberdaya laut. Kepulauan Spermonde memiliki keragaman ekosistem dankeanekaragaman jenis biota laut yang tinggi. Kepulauan ini terbentuk dan munculdi atas dangkalan Spermonde ( Spermonde Shelf ) yang terletak di pesisir baratPropinsi Sulawesi Selatan (Selat Makassar) membentang dari utara ke selatansepanjang kurang lebih 300 km dengan luas 16.000 km2. Kabupaten Pangkepdicirikan oleh wilayah perairan lautnya yang luas dengan taburan 117 pulau-pulaumerupakan ekosistem dengan keragaman hayati yang sangat tinggi terutama padahabitat terumbu karang (Ditjen KP3K http://kkji.kp3k.kkp.go.id/, diakses padatanggal 25 Desember 2013).

    Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Pangkep dicirikan dengan produktivitasekosistem yang tinggi sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian.Ekosistem pesisir utama Kabupaten Pangkep adalah terumbu karang, mangrove,

    dan padang lamun. Salah satu upaya dalam menyelamatkan ekosistem wilayahpesisir di Kabupaten Pangkep adalah dengan membetuk Daerah PerlindunganLaut (DPL) yang telah diinisiasi oleh COREMAP II. DPL merupakan wilayahperlindungan laut yang dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat. Hingga saat inihampir di setiap desa kecamatan pesisir memiliki DPL. Akan tetapi, permasalahankerusakan ekosistem pesisir tidak secara otomatis telah terpecahkan denganterbetuknya DPL tersebut.

    Selain itu, kemampuan resistensi dan resiliensi dari setiap DPL belum teruji

    karena belum ada mekanisme konektivitas antar DPL yang dijadikanpertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut. Oleh karena itu, dibentuklahKawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep berdasarkanSurat Keputusan Bupati No. 180 Tahun 2009 tentang Penetapan KawasanKonservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep dan Peraturan Bupati PangkajeneDan Kepulauan nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan KawasanKonservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan untuk menjamindaya resistensi dan resiliensi dari setiap lokasi terpilih melalui mekanismekonektivitas antar habitat, biota, dan kondisi ekologinya. Berdasarkan SK Bupati

    tersebut, KKLD Pangkep mencakup wilayah administrasi Kecamatan Liukang Tupabbiring dan Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara.

    8

    http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    11/147

    Kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dansecara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Pangkajene Kepulauan(Pangkep) Provinsi Sulawesi Selatan. SK Menteri Kehutanan No. 588/KPTS-

    VI/1996 tanggal 12 September 1996 menetapkan Kepulauan Kapoposangsebagai Taman Wisata Alam Laut dengan luas sebesar 50.000 hektar dan memilikipanjang batas 103 km. Saat ini Pengelolaan Kepulauan Kapoposang dan perairansekitarnya telah diserahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuaidengan Berita Acara Serah Terima No. BA.108/MEN.KP/III/2009 pada tanggal4 Maret 2009. Kawasan ini lalu ditetapkan sebagai Taman Wisata PerairanKepulauan Kapoposang (TWP Kepulauan Kapoposang) sesuai denganKeputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.66/MEN/2009(Haslindah, 2012).

    Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan terjadinyatekanan ekologis terhadap sumberdaya pesisir dan laut. Setiap tahunnya terjadipenurunan kualitas dan daya dukung ekosistem pesisir dan laut terutama akibatdari penangkapan ikan secara destruktif. Demikian halnya terjadi di wilayahkawasan konservasi TWP Kapoposang maupun KKLD Kabupaten Pangkepdimana Tingkat PITRaL masih sering terjadi (Saleh. A, 2010). Oleh karenanya,pengelolaan kawasan konservasi bertujuan untuk mendapatkan bentuk penataanruang dan arah pengelolaan kawasan konservasi yang optimal sehingga dapat

    meningkatkan fungsi dari kawasan konservasi itu sendiri serta untuk mencegahtimbulnya kerusakan lingkungan.

    Keputusan Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil nomorKEP/44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas PengelolaanKawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) adalahpedoman teknis yang diterbitkan untuk menilai capaian kinerja pengelolaankawasan konservasi di Indonesia, tujuannya adalah untuk mendukung komitmenpemerintah dalam proses perluasan kawasan konservasi sampai 20 juta hektarpada tahun 2020.

    Taman Wisata Perairan Kapoposang dan Kawasan Konservasi Laut DaerahKabupaten Pangkep adalah kawasan konservasi yang dikelola oleh Pemerintahuntuk menjamin ketersediaan sumberdaya laut. Pengelolaan kawasan konservasitersebut ditujukan untuk menselaraskan kepentingan perlindungan sumberdayalaut dan kepentingan pemanfaatan sumberdaya sehingga proses pemanfaatansumberdaya dapat berlangsung secara berkelanjutan. Proses pengelolaan keduakawasan konservasi tersebut tentunya harus terus ditingkatkan sehingga padaakhirnya pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan dapat segera terwujud.

    Untuk mendorong percepatan kinerja pengelolaan kawasan konservasi TWPKapoposang dan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep

    9

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    12/147

    tentunya harus dievaluasi agar upaya peningkatan kinerja pengelolaannyadidasarkan pada hasil-hasil evaluasi tersebut dan dengan berdasarkan hal tersebutsehingga penelitian ini ditujukan untuk Mengkaji capaian kinerja pengelolaan

    Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang dan KawasanKonservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep dengan menggunakanPedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan,Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) sesuai keputusan KementerianKelautan Perikanan melalui Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau-PulauKecil nomor 44 /KP3K/2012 serta mengetahui persepsi nelayan setempatterhadap keberadaan kawasan TWP Kapoposang dan KKLD KabupatenPangkep.

    Gambaran Umum

    Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang pada awalnya berada dalam

    pengelolaan Kementerian Kehutanan dimana berdasarkan keputusan MenteriKehutanan No. 588/KPTS-VI/1996 tanggal 12 September 1996 ditetapkanKepulauan Kapoposang sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) seluas 50.000ha. Kemudian TWAL Kapoposang diserahterimakan pengelolaannya dariKementerian Kehutanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan denganBerita Acara nomor 01/Menhut-IV/2009 dan BA 108/MEN.KP/III/2009 pada

    tanggal 4 Maret 2009. Nomen klaturnya kemudian berubah menjadi Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang dan Laut di Sekitarnya melaluikeputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 66/MEN/2009 tentangpenetapan kawasan konservasi perairan nasional Kepulauan Kapoposang danLaut di sekitarnya di Propinsi Sulawesi Selatan (Ditjen KP3Khttp://kkji.kp3k.kkp.go.id , diakses pada tanggal 12 Mei 2014).

    10

    http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    13/147

    Gambar 6 : Peta Zonasi Taman Wisata Perairan Kapoposang . Sumber :Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kota Kupang (2014)

    Secara geografis Kawasan konservsi TWP Kepulauan Kapoposang terletak pada

    koordinat 4°37’ sampai 4°52’ Lintang Selatan dan 118°54’00” sampai119°10’00” Bujur Timur. Secara administratif, Kepulauan Kapoposang termasukdalam wilayah Kecamatan Liukang Tupabbiring dengan batas-batas wilayahadministrasinya adalah sebagai berikut:• Sebelah utara berbatasan dengan Selat Makasar• Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mattiro Walie• Sebelah selatan berbatasan dengan Perairan Kota Makasar• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Liukang Kalmas dan Selat

    Makasar.Pada TWP Kapoposang terdapat 2 desa yaitu Desa Mattiro Ujung yang meliputiPulau Kapoposang dan Pulau Papandangan dan Desa Mattiro Matae yangmeliputi Pulau Gondongbali, Pulau Pamanggangan, Pulau Tambakulu dan PulauSuranti. Dari keenam pulau tersebut, 3 diantaranya berpenduduk yaitu PulauKapoposang, Pulau Papandangan dan Pulau Gondongbali (Rencana Pengelolaandan Zonasi TWP Kapoposang, 2013).

    11

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    14/147

    Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep

    Kawasan Konservasi laut daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep baru dieksposedengan adanya program COREMAP II, namun sesungguhnya beberapa kawasandi kabupaten ini telah lama di tetapkan oleh masyarakat sebagai kawasan yangtidak boleh dijamah oleh manusia, Kawasan seperti ini dapat ditemukan di daerahKecamatan Liukang Tupabbiring misalnya daerah terumbu karang Kalaroangyang dikenal sejak tahun 60an yang tidak bisa dijamah oleh masyarakat disekitartersebut karena dikeramatkan (Management Plan KKLD Kab.Pangkep, 2010).

    Bila mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NomorPER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan,maka status KKLD Kabupaten Pangkep masih bersifat pencadangan kawasan

    oleh Pemerintah Daerah dimana belum mendapatkan pengesahan secara resmioleh Menteri mengingat beberapa persyaratan yang dibutuhkan belum terpenuhi.Dalam hal penataan batas kawasan dimana luasan dan batas-batas titik koordinatkawasan sudah ditentukan namun saat ini belum ada penandaan dan penempatanbatas kawasan berdasarkan zona yang telah ditentukan. Selain itu, status KawasanKonservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang masihdalam status pencadangan kawasan Konservasi juga ditetapkan melalui PeraturanBupati Pangkajene Dan Kepulauan nomor 32 Tahun 2010 tentangPengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkajene Dan

    Kepulauan.

    12

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    15/147

    Gambar 7 : Peta Zonasi Kawasan Konservasi Laut DaerahKabupaten Pangkep . Sumber : Dinas Kelautan Dan PerikananKabupaten Pangkep (2014).

    Berdasarkan Peraturan Bupati Pangkajene Dan Kepulauan Nomor 32 Tahun2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah KabupatenPangkajene Dan Kepulauan bahwa kewenangan Pengelolaan KKLD dilaksanakanoleh Pemerintah Kabupaten Pangkep dimana kewenangan pengelolaannyadilaksanakan oleh instansi terkait yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan.

    Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Taman Wisata PerairanKapoposang Dan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep

    Capaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan(TWP) Kapoposang

    Berdasarkan hasil perhitungan capaian kinerja pengelolaan kawasankonservasi TWP Kapoposang dengan menggunakan rumus E-KKP3K diperolehnilai persentase yang variatif menurun dari setiap peringkat. Pada peringkat merah(kawasan konservasi diinisiasi) diperoleh persentase capaian kinerja senilai 100 %,peringkat kuning (kawasan konservasi didirikan) dengan capaian 100 %, peringkathijau (kawasan konservasi dikelola minimum) dengan capaian 76,19 %, peringkatbiru (kawasan konservasi dikelola optimum) dengan capaian 57,14 % danperingkat emas (kawasan konservasi mandiri) dengan capaian 33,33 %.

    13

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    16/147

    Pada peringkat hijau, kinerja pengelolaan baru mencapai 76,19 %, hal inidisebabkan karena unit pengelola memiliki SDM yang fungsinya belum sesuaidengan fungsi pengelolaan dimana fungsi yang dimaksud berupa fungsi

    pengawasan, monitoring sumberdaya dan penguatan sosial ekonomi budaya.Selain dokumen rencana pengololaan belum disahkan, juga belum ada dokumen-dokumen tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan administrasiperkantoran, SOP sarana-prasarana minimum dan SOP yang mengatur tentangpenguatan kelembagaan, patroli bersama, pengelolaan sumberdaya kawasan, danpenguatan sosial ekonomi dan budaya.

    Pada peringkat biru, kinerja pengelolaan baru mencapai 57,14 %, hal inidisebabkan karena kualifikasi SDM pada unit organisasi pengelola belum sesuaidengan kompetensi yang ada dalam artian bahwa sejumlah SDM belum pernahmengikuti pelatihan pengelolaan kawasan konservasi. Selain itu, anggaranpengelolaan kawasan konservasi belum terpenuhi sesuai kebutuhan perencanaanpengelolaan sehingga kebutuhan terhadap sarana dan prasarana pengelolaan jugabelum terpenuhi. Persoalan lain yang timbul akibat dari keterbatasan anggaranpengelolaan adalah belum adanya inisiasi kegiatan pengawasan kawasankonservasi berbasis masyarakat. Unit pengelola TWP Kapoposang sampai saat inijuga belum menetapkan data ekologis mana yang akan digunakan sebagai garisdasar (t0 ) untuk melakukan pemantauan secara berkala perubahan-perubahan

    kondisi habitat, kualitas fisika, kimia, biologi dan goelogi, kondisi populasi ikan,dan dampak kawasan konservasi TWP Kapoposang terhadap peningkatan hasiltangkapan ikan sehingga belum dapat dinilai perubahan-perubahannya.1

    Pada peringkat emas, kinerja pengelolaan TWP baru mencapai 33,33 %, hal inidisebabkan karena unit pengelola TWP Kapoposang belum pernah melakukankegiatan-kegiatan pengkajian berupa pengkajian tentang dampak kegiatanpariwisata terhadap kawasan konservasi, kajian dampak kegiatan budidayaterhadap kawasan konservasi, kajian dampak kegiatan perikanan terhadapkawasan konservasi, kajian peningkatan pendapatan masyarakat sebagai dampakdari pengelolaan, dan kajian tentang kesadaran masyarakat dalam mendukungpelestarian sumberdaya kawasan. Selain itu, sistem pendanaan berkelanjutan yangmelibatkan stakeholder juga belum ada.

    Dalam upaya melakukan pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, unitpengelola juga telah melakukan banyak hal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Diantaranya mengusulkan dokumenpencadangan calon kawasan konservasi kepada Kementerian Kelautan dan

    1Keterangan lisan Koordinator Unit Pengelola TWP Kapoposang.

    14

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    17/147

    Perikanan sesuai Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesianomor PER.02/MEN/2009 tentang tata cara

    Penetapan kawasan konservasi perairan, identifikasi, inventarisasi, sosialisasi dankonsultasi publik calon kawasan konservasi perairan. Hasil dari upaya inisiasipencadangan kawasan kawasan konservasi tersebut adalah diterbitkannyaKeputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia nomorKEP.66/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan NasionalKepulauan Kapoposang Dan Laut Di Sekitarnya Di Provinsi Sulawesi Selatanpada tanggal 3 September 2009 dengan luas kawasan 50.000 ha. Sebagai tindaklanjut dari Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesianomor KEP.66/MEN/2009 adalah mengumumkan dan mensosialisasikankawasan konservasi TWP Kapoposang kepada masyarakat.

    Capaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah KabupatenPangkepHasil perhitungan capaian kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkepdengan menggunakan rumus E-KKP3K diperoleh nilai persentase capaian kinerjapengelolaan yang tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan E-KKP3K TWPKapoposang pada setiap peringkat. Pada peringkat merah (kawasan konservasidiinisiasi) diperoleh persentase capaian kinerja senilai 100 %, peringkat kuning

    (kawasan konservasi didirikan) dengan capaian 81,81 %, peringkat hijau (kawasankonservasi dikelola minimum) dengan capaian 61,90 %, peringkat biru (kawasankonservasi dikelola optimum) dengan capaian 35,71 % dan peringkat emas(kawasan konservasi mandiri) dengan capaian 0 % (tidak ada pencapaian kinerja).

    Pada peringkat kuning, kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep barumencapai 81,81 %, hal ini disebabkan karena Dinas Kelautan PerikananKabupaten Pangkep sebagai unit organisasi pengelola memiliki jumlah SDM yangbelum memadai untuk melakukan pengelolaan kawasan konservasi. Selain itu,

    dokumen rencana pengelolaan masih dalam bentuk draft tentative dan masihdalam proses penyusunan, belum memadainya sarana dan prasarana pengelolaanminimum seperti alat monitoring dan alat komunikasi.

    Pada peringkat hijau, kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep barumencapai 61,90 %, hal ini disebabkan karena dokumen rencana pengelolaanbelum disahkan, belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) saranaprasarana standar minimum dan SOP penguatan kelembagaan, patroli bersama,pengelolaan sumberdaya kawasan, dan penguatan sosial ekonomi budaya.

    Pada peringkat biru, kinerja pengelolaan baru mencapai 35,71 %, hal inidisebabkan karena kapasitas SDM pengelola belum sesuai dengan kompetensi

    15

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    18/147

    yang dibutuhkan seperti SDM dengan kualifikasi perencanaan, monitoringsumberdaya, evaluasi, pengawasan, penelitian, dan SDM yang memiliki kualifikasiuntuk mengkaji kondisi sosial ekonomi budaya. Selain itu, dukungan terhadap

    pembiayaan pengelolaan juga masih sangat minim, belum adanya dokumen-dokumen SOP misalnya SOP penelitian dan pendidikan, SOP pelaksanaankegiatan pariwisata, SOP pelaksanaan kegiatan budidaya, dan SOP pelaksanaankegiatan perikanan tangkap. Dalam hal pengelolaan sumberdaya kawasan, unitpengelola KKLD Kabupaten Pangkep juga belum menetapkan data ekologismana yang akan digunakan sebagai garis dasar (t0 ) untuk melakukan pemantauansecara berkala perubahan-perubahan kondisi habitat, kualitas fisika, kimia, biologidan goelogi, kondisi populasi ikan, dan dampak kawasan konservasi TWPKapoposang terhadap peningkatan hasil tangkapan ikan sehingga belum dapatdinilai perubahan-perubahannya.Pada peringkat emas, kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep tidakmenunjukkan capaian kinerja apapun (0 %), hal ini disebabkan karena belumtersedianya data tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai dampakdari adanya pengelolaan KKLD dan peningkatan kesadaran masyarakat dalammendukung pelestarian sumberdaya kawasan, serta belum adanya sistempendanaan berkelanjutan yang melibatkan stakeholder dalam mendukungpengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep.

    Meskipun masih banyak yang belum dilakukan oleh unit pengelola KKLDKabupaten Pangkep dalam meningkatkan level/peringkat pengelolaan KKLDnamun layak mendapatkan apresiasi karena kinerja pengelolaan telah mencapaiperingkat merah dengan status pencadangan kawasan konservasi. Hal inidibuktikan dengan terbitnya Peraturan Bupati Pangkajene Dan Kepulauannomor 32 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan

    Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan. Halyang paling mendasar yang harus dilakukan oleh unit pengelola KKLD

    Kabupaten Pangkep adalah menginisiasi penetapan dokumen RencanaPengelolaan KKLD.

    Perbandingan Capaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi TWPKapoposang Dengan KKLD Kabupaten Pangkep

    Kawasan Konservasi TWP Kapoposang dan Kawasan Konservasi Laut Daerah(KKLD) Kabupaten Pangkep adalah kawasan konservasi yang dikelola olehpemerintah namun dalam proses inisiasi pencadangan kawasan tersebut dilakukandengan proses yang berbeda. Inisiasi pencadangan Kawasan Konservasi TWP

    16

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    19/147

    Kapoposang dilakukan dengan perencanaan kebijakan secara top-down sedangkanKawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep inisiasipencadangan kawasannya dilakukan secara kolaboratif antara masyarakat dan

    pemerintah dengan melalui proses perencanaan kebijakan secara bottom-up. Selainitu, pengelolaan Kawasan Konservasi TWP Kapoposang dikelola langsung olehUnit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional(BKKPN) Kota Kupang lingkup Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

    Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan sedangkanKawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep pengelolaankawasannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep yang melekatpada Bidang Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan danPerikanan Kabupaten Pangkep.

    Pada grafik yang divisualisasikan di bawah terlihat kedua kawasan konservasi yaitu TWP Kapoposang dan KKLD Kab.Pangkep telah mencapai kinerja pengelolaan100 % namun pada peringkat kuning hanya TWP Kapoposang yang telahmencapai kinerja pengelolaan 100 % sedangkan kinerja pengelolaan KKLDKabupaten Pangkep baru mencapai 81,81 %.

    Pada Peringkat hijau, kinerja pengelolaan kawasan konservasi TWP Kapoposangmencapai 76,19% dan kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep mencapai61,90 %. Pada peringkat biru, kinerja pengelolaan kawasan konservasi mencapai57,14 % dan kinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep mencapai 35,71 %,dan pada peringkat emas kinerja pengelolaan kawasan konservasi TWPKapoposang mencapai 33,33 % dan kinerja pengelolaan KKLD KabupatenPangkep belum ada capaian apapun (0 %).

    17

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    20/147

    Gambar 12 : Grafik Perbandingan Presentase Capaian KinerjaPengelolaan Kawasan Konservasi Berdasarkan Analisis E-KKP3K

    .Pengelola TWP Kapoposang : BKKPN Kota Kupang. Pengelola KKLD Kab.Pangkep : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.Pangkep. Peringkat : (1) Merahkawasan konservasi diinisiasi; (2) Kuning: kawasan konservasi didirikan; (3)Hijau: kawasan konservasi dikelola minimum; (4) biru : kawasan konservasidikelola optimum; dan (5) Emas : kawasan konservasi yang dikelola secara efektif

    dan berfungsi penuh atau disebut mandiri. Diolah berdasarkan KeputusanDirektur Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Nomor KEP. 44/KP3K/2012 Tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas PengelolaanKawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K).

    Adanya perbedaan capaian kinerja pengelolaan kedua kawasan konservasitersebut dimana kinerja pengelolaan kawasan konservasi TWP Kapoposangmemiliki capaian kinerja dengan persentase yang lebih besar dibanding capaiankinerja pengelolaan KKLD Kabupaten Pangkep pada peringkat kuning, hijau,biru dan emas diduga disebabkan karena porsi anggaran pengelolaan TWPKapoposang lebih besar dari pada KKLD Kabupaten Pangkep. Hipotesispendugaan ini didasarkan pada kelembagaan pengelolaan kawasan konservasidimana proses pengelolaan kawasan konservasi TWP Kapoposang berada dibawah naungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Kawasan Konservasi PerairanNasional (BKKPN) Kota Kupang lingkup Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) yang anggaran pengelolaannya melekat pada

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedangkan pengelolaanKKLD Kabupaten Pangkep berada di bawah naungan Bidang Kelautan, PesisirDan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep yang

    18

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    21/147

    anggaran pengelolaannya hanya melekat pada Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD) Kabupaten Pangkep dan APBD Propinsi Sulawesi Selatan.

    Status Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi TWP Kapoposang DanKKLD Kabupaten PangkepBerdasarkan hasil Evaluasi Efektifitas Efektivitas Pengelolaan KawasanKonservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) untuk kawasankonservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang yang telah dilakukan olehKementerian Kelautan Perikanan pada tahun 2012 diperoleh status efektif(100%) pada peringkat merah (Ditjen KP3K http://kkji.kp3k.kkp.go.id diaksespada tanggal 12 Mei 2014) sedangkan berdasarkan hasil penelitian ini diperolehkemajuan capaian kenerja pengelolan kawasan konservasi dengan persentasetertinggi 100 % pada peringkat merah dan peringkat kuning.

    Tabel 1 : Status Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi TWPKapoposang dan KKLD Kab.Pangkep .

    Diolah berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Nomor KEP. 44 /KP3K/2012 Tentang Pedoman Teknis EvaluasiEfektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-PulauKecil (E-KKP3K).

    PERINGKAT

    KINERJA PENGELOLAAN TWP Kapoposang KKLD Kab. Pangkep

    Capaian (%) Ket Capaian(%) Ket

    MERAH(1)

    KAWASANKONSERVASIDIINISIASI

    100 Efektif 100 Efektif

    KUNING(2) KAWASANKONSERVASIDIDIRIKAN

    100 Efektif 81,81 BelumEfektif

    HIJAU(3)

    KAWASANKONSERVASIDIKELOLA MINIMUM

    76,19 BelumEfektif 61,90BelumEfektif

    BIRU(4)

    KAWASANKONSERVASIDIKELOLA OPTIMUM

    57,14 BelumEfektif 35,71BelumEfektif

    EMAS (5) KAWASANKONSERVASI MANDIRI 33,33

    BelumEfektif 0

    BelumEfektif

    19

    http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    22/147

    Berbeda dengan capaian kenerja pengelolan kawasan Kawasan Konservasi LautDaerah (KKLD) Kabupaten Pangkep yang baru mencapai kinerja pengelolaan100 % pada peringkat merah. Hasil E-KKP3K tersebut membuktikan bahwa

    kinerja pengelolaan TWP Kapoposang telah mencapai pengelolaan efektif padaperingkat kuning dengan status kawasan konservasi didirikan sedangkan kinerjapengelolaan KKLD Kab.Pangkep baru mencapai pengelolaan efektif padaperingkat merah dengan status telah dicadangkan.

    Capaian kinerja pengelolaan TWP Kapoposang pada peringkat hijau, biru, emasdan capaian kinerja pengelolaan KKLD Kab.Pangkep pada peringkat kuning,hijau, biru, emas masih berada di bawah 100 % sehingga dapat dikategorikanbelum efektif. Hal ini disebabkan karena belum sempurnanya aktivitaspelaksanaan rencana pengelolaan, penguatan kelembagaan, dan belum adanyapendanaan yang mandiri dan berkelanjutan.

    Persepsi Nelayan Terhadap Keberadaan Kawasan KonservasiMenurut Walgito (2000), Persepsi merupakan aktivitas yang integrated, makaseluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman,kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diriindividu masyarakat akan ikut berperan dalam persepsi tersebut, sehinggaberdasarkan hal tersebut menjadi penting untuk menggambarkan pengetahuannelayan terhadap keberadaan TWP Kapoposang dan KKLD Kab.Pangkep yangkemudian dapat dijadikan pertimbangan kebijakan khususnya dalam prosespengelolaan menuju kawasan konservasi laut yang mandiri dan berkelanjutan.

    Persepsi responden disampaikan melalui wawancara yang terbagi dalam 2 lokasipenelitian, yaitu kawasan konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposangdan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkep. Untukmengetahui persepsi nelayan setempat terhadap keberadaan Taman WisataPerairan maka ditentukan Desa Mattiro Matae (Pulau Gondongbali) sebagai

    lokasi penelitian sedangkan untuk mengetahui persepsi nelayan setempat terhadapkeberadaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Pangkepmaka ditetapkan Desa Mattiro Uleng (Pulau Kulambing), Desa Mattiro Walie(Pulau Samatellu Lompo), dan Desa Mattiro Dolangeng (Pulau Pala) sebagailokasi penelitian.

    20

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    23/147

    Gambar 13 : Peta Lokasi Penelitian . Keterangan : (a) Lokasi Penelitian di wilayah TWP Kapoposang (Pulau Gondongbali); (b) Lokasi Penelitian di wilayahKKLD Kab. Pangkep (Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo, Pulau Pala).

    Pengetahuan Terhadap Keberadaan Kawasan Konservasi.Pada umumnya responden (91,4%) di Pulau Gondongbali sudah mengetahuikeberadaan Kawasan Konservasi TWP Kapoposang. Berbeda dengan tingkatpengetahuan responden di Pulau Samatellu Lompo dan Pulau Pala dimana tidakada yang mengetahui keberadaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)Kabupaten Pangkep dan hanya 2,9% responden di Pulau Kulambing yangmengetahui keberadaan KKLD Kabupaten Pangkep. Pada kasus ini respondenlebih banyak mengetahui keberadaan Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang

    dikelola oleh Coremap dari pada KKLD Kab.Pangkep. Hal ini diduga karenatidak adanya atribut sosialisasi KKLD Kab. Pangkep seperti atribut sosialisasi TWP Kapoposang yang ada di Pulau Gondongbali. Dugaan lain terkaitrendahnya pengetahuan responden terhadap keberadaan KKLD Pangkep adalahkarena sosialiasi mengenai KKLD Pengkep yang difasilitasi oleh Dinas Kelautandan Perikanan hanya dilakukan sekali pada tahun 2010 dan hanya melibatkanstakeholder tertentu saja. 2

    2 Berdasarkan keterangan lisan staf unit pengelola KKLD Kab.Pangkep bahwa sosialisasi KKLDKab.Pangkep baru sekali dilaksanakan pada tahun 2010 setelah diterbitkannya Peraturan BupatiPangkajene Dan Kepulauan nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi

    21

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    24/147

    Menurut keterangan lisan mantan ketua LPSTK Desa Mattiro Uleng bahwa unitpengelolaa KKLD Kab.Pangkep tidak pernah melakukan sosialisasi edukatifterkait keberadaan KKLD Kab. Pangkep sehingga nelayan sebagai entitas yang

    menerima manfaat langsung sumberdaya laut tidak mengetahui keberadaanKKLD Kab.Pangkep. 3

    Pengetahuan Tentang Aturan Di Kawasan Konservasi Tingkat pengetahuan responden terhadap aturan pemanfaatan sumberdaya dikawasan konservasi cukup bervariasi namun umumnya respoden baik di wilayah

    TWP Kapoposang (Pulau Gondongbali) maupun wilayah KKLD Kab.Pangkep(Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo) sudah mengetahui aturan

    pemanfaatan sumberdaya berupa larangan penggunaan bom dan racun/bius.Nelayan yang berada di TWP Kapoposang (Pulau Gondongbali) dan KKLD KabPangkep (Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo) yang masing-masingsebanyak 88,6%; 97,1%; 91,4%; dan 91,4% sudah mengetahui adanya aturantermasuk aturan pelarangan aktivitas Penangkapan Ikan Tidak RamahLingkungan (PITRaL).

    Sanksi Atas Pelanggaran Yang Terjadi di Kawasan KonservasiPersepsi responden (Pulau Gondongbali) terhadap sanksi atas pelanggaran yangterjadi di kawasan konservasi di kawasan TWP Kapoposang seperti yang terlihatpada gambar di bawah dimana umumnya menyatakan bahwa sanksi terhadappelanggaran pemanfaatan sumberdaya laut hanya berupa peringatan lisan (82,9),namun sebanyak 5,7% responden menyatakan bahwa sanksi terhadappelanggaran pemanfaatan sumberdaya laut pernah sampai pada proses hukumpenjara, namun penegakan aturan yang lebih berat tersebut pernah dilakukan olehLantamal VI Wilayah Makassar.

    Berbeda dengan persepsi responden yang ada di KKLD Kab. Pangkep dimana

    umumnya menyatakan tidak ada pemberian sanksi terhadap pelanggaranpemanfaatan sumberdaya laut dan peringatan lisan hanya disampaikan oleh kepaladesa atau nelayan setempat yang melihat praktek destructive fishing .

    Laut Daerah Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan dan karena keterbatasan anggaran sehinggahanya mengundang beberapa tokoh-tokoh masyarakat pada spot desa tertentu. Sosialisasi inisekaligus ditujukan untuk mengetahui gambaran umum resistensi masyarakat terhadap keberadaanKKLD Kab. Pangkep. Dari hasil sosialisasi ini ditemukan banyak tanggapan unlinear darimasyarakat terkait luasan zona inti sehingga akan diupayakan untuk dilakukan pengurangan zonainti KKLD Kab.Pangkep.3 Keterangan lisan mantan ketua Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)Desa Mattiro Uleng.

    22

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    25/147

    Persepsi Terhadap Aktivitas Penangkapan Ikan Tidak RamahLingkungan (PITRaL) di Sekitar Wilayah Kawasan Konservasi.

    Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan (PITRaL) merupakan aktivitaspenangkapan yang sifatnya eksploitatif dan tidak memperhatikan kaidah-kaidahkonservasi (Saleh, 2010). Alat PITRaL yang paling sering dipergunakan adalahracun sianida (bius), bahan peledak (bom ikan), trawl, bubu tindis, dan muroami.Berdasarkan laporan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia (2003) dalam Saleh (2010), untuk kepulauan Spermonde diperkirakan 64,88% nelayannyaadalah pelaku PITRaL.

    Persepsi nelayan terhadap aktivitas Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan(PITRaL) menggambarkan bahwa aktivitas PITRaL masih terjadi baik di wilayah

    TWP Kapoposang maupun di wilayah KKLD Kab.Pangkep meski intensitasnyasudah menurun. Indikasinya terlihat dimana sebanyak 17,1% responden di wilayah TWP Kapoposang menyebutkan aktivitas PITRaL pernah terjadi sekalidalam kurun waktu 6 bulan; dan 11,4% menyatakan aktivitas PITRaL seringterjadi lebih dari 3 kali dalam kurun waktu 6 bulan.

    Demikian hanya di wilayah KKLD Pangkep dimana tergambarkan masih adaindikasi terjadinya aktivitas PITRaL. Responden di Pulau Kulambing sebanyak74,3% menyatakan aktivitas PITRaL pernah terjadi sekali dalam kurun waktu 6bulan dan sebanyak 20% menyatakan aktivitas PITRaL masih terjadi lebih dari 3kali dalam kurun waktu 6 bulan. Sebanyak 14,3% responden di Pulau SamatelluLompo menyatakan aktivitas PITRaL pernah terjadi sekali dalam kurun waktu 6bulan dan sebanyak 20% menyatakan aktivitas PITRaL masih terjadi lebih dari 3kali dalam kurun waktu 6 bulan. Responden di Pulau Pala umumnya (80%)menyatakan aktivitas PITRaL pernah terjadi sekali dalam kurun waktu 6 bulandan 8,6% aktivitas PITRaL masih terjadi lebih dari 3 kali dalam kurun waktu 6bulan.

    Laporan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Kecamatan Liukang

    Tupabbiring Kabupaten Pangkep 2006 (Coremap II, 2006) menjustifikasi bahwanelayan yang berada di kepulauan Kab.Pangkep terutama nelayan yang berasaldari Pulau Karanrang masih melakukan aktivitas PITRaL dalam prosespemanfaatan sumberdaya laut. Senada dengan itu, Saleh (2010) mengungkapkanbahwa nelayan yang berada di kepulauan Kab.Pangkep terutama nelayanpenangkap ikan sunu menggunakan alat tangkap pancing sunu yang selaluberbarengan dengan penggunaan sianida. Hal ini disebabkan pancing sunudimaksudkan untuk mendapatkan target dalam keadaan hidup, sedang ikan targetsendiri berada di dalam celah karang, sehingga untuk dapat ditangkap target harusdipaksa keluar dari lubang persembunyiannya dengan cara menyemprotkansianida (bius).

    23

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    26/147

    Persepsi Terhadap Eksploitasi KimaPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentangPengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa menjustifikasi perlindungan terhadap

    berbagai jenis Bivalvia, diantaranya Kima Tapak Kuda ( Hippopus hippopus ), KimaCina ( Hippopus porcellanus ), Kima kunia ( Tridacna crocea ), Kima selatan ( Tridacnaderasa ), Kima raksasa ( Tridacna gigas ), dan Kima sisik ( Tridacna squamosa ).Berdasarkan hal tersebut sehingga menjadi penting untuk menggambarkanaktivitas eksploitasi Kima di wilayah TWP Kapoposang dan KKLD Kab,Pangkep.

    Talibo’ adalah nama local ( local common name ) untuk jenis biota Kima bagimasyarakat kepulauan di Kab. Pangkep. Sudah menjadi tradisi masyarakatkepulauan di Kab. Pangkep untuk menyajikan hidangan Kima pada saat acara-acara hajatan dan atau pesta pernikahan. Meski belum ada data tentangmenurunnya tingkat populasi Kima yang digambarkan dalam deret waktu, namunmasyarakat kepulauan di Kab.Pangkep cukup merasakan berkurangnya hasiltangkapan Kima.

    Baik di Wilayah TWP Kapoposang maupun di wilayah KKLD Kab. Pangkeptergambarkan masih adanya indikasi eksploitasi Kima meski intensitasnya sudahmenurun. Responden di wilayah TWP Kapoposang (Pulau Gondongbali)sebanyak 20% masih melihat adanya aktivitas eksploitasi Kima sekali dalam kurun

    waktu 6 bulan dan sebanyak 17,1% responden menyatakan eksploitasi Kimamasih terjadi lebih dari 3 kali dalam kurun waktu 6 bulan.

    Demikian halnya juga di wilayah KKLD Kab.Pangkep (Pulau Kulambing, PulauSamatellu Lompo) dimana terindikasi masih adanya eksploitasi Kima. Respondendi Pulau Kulambing sebanyak 17,1% masih melihat adanya aktivitas eksploitasiKima sekali dalam kurun waktu 6 bulan dan sebanyak 11,4% respondenmenyatakan aktivitas eksploitasi Kima masih terjadi lebih dari 3 kali dalam kurun

    waktu 6 bulan.

    Di Pulau Samatellu Lompo, 14,3% responden menyatakan masih melihat adanyaaktivitas eksploitasi Kima sekali dalam kurun waktu 6 bulan dan sebanyak 22,9%menyatakan aktivitas eksploitasi Kima masih terjadi lebih dari 3 kali dalam kurun

    waktu 6 bulan. Responden di Pulau Pala sebanyak 14,3% juga masih melihataktivitas eksploitasi Kima sekali dalam kurun waktu 6 bulan dan sebanyak 8,6%responden menyatakan aktivitas eksploitasi Kima masih terjadi lebih dari 3 kalidalam kurun waktu 6 bulan. Masih adanya indikasi eksploitasi Kima di wilayahkawasan konservasi laut diduga kemungkinan disebabkan karena pengawasanterhadap sumberdaya laut masih belum terlalu ketat.

    24

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    27/147

    Persepsi Terhadap Aktivitas Penambangan Karang.

    Penambangan karang adalah aktivitas yang dilarang apalagi dilakukan di wilayahkawasan konservasi laut. Kebanyakan masyarakat yang berada di daerahkepulauan di Indonesia yang wilayahnya jauh dari daratan dimana sulit untukmendapatkan material bahan bangunan untuk pembangunan sementarakebutuhan untuk mendapatkan atau membangun rumah semakin tinggi sehinggakadang secara terpaksa melakukan penambangan karang yang biasanya ditujukanuntuk membangun fondasi bangunan. Tak terkecuali masyarakat yang berada di

    wilayah TWP Kapoposang dan KKLD Kab. Pangkep seperti yangtervisualisasikan pada grafik di bawah menggambarkan masih adanya aktivitaspenambangan karang meski responden umumnya menyatakan sudah tidak adalagi atau sudah tidak pernah melihat lagi aktivitas penambangan karang.

    Sebanyak 17,1% responden di Pulau Gondongbali menyatakan pernah melihataktivitas penambangan karang lebih dari 3 kali selama kurun waktu 1 tahun. DiPulau Kulambing, sebanyak 14,3% responden pernah melihat aktivitaspenambangan karang dengan aktivitas kurang dari 3 kali selama kurun waktu 1tahun dan sebanyak 11,4% responden pernah melihat aktivitas penambangankarang lebih dari 3 kali dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Sebanyak 8,6%respoden di Pulau Samatellu Lompo pernah melihat aktivitas penambangankurang dari 3 kali dalam setahun terakhir dan 20% menyatakan aktivitas

    penambangan karang lebih dari 3 kali dalam setahun terakhir. Demikian halnya diPulau Pala bahwa sebanyak 31,4% responden menyatakan aktivitas penambangankarang terjadi kurang dari 3 kali dalam setahun dan 8,6% responden menyatakanaktivitas penambangan karang terjadi lebih dari 3 kali dalam setahun terakhir.

    Terlepas dari rendahnya pendapatan nelayan dalam hal memenuhi kebutuhan,terutama dalam hal pembangunan pemukiman.

    Persepsi Tentang Dampak Setelah Adanya Zonasi Kawasan Konservasi

    Pengelolaan kawasan konservasi laut mengharuskan adanya penataan zonasi yangditujukan untuk mengantisipasi terjadinya konflik kepentingan dalam halpemanfaatan sumberdaya laut. Selain itu, pengelolaan kawasan konservasi lautjuga ditujukan untuk menselaraskan antara kepentingan pemanfaatan sumberdayalaut dengan kepentingan perlindungan sumberdaya laut sehingga sumberdaya lautdapat memberikan manfaat kepada nelayan dalam jangka waktu yang panjang danberkelanjutan ( sustainable use ).

    TWP Kapoposang telah dicadangkan oleh pemerintah dalam hal ini KementerianKelautan Perikanan melalui Keputusan Menteri Kelautan Dan PerikananRepublik Indonesia Nomor KEP.66/MEN/2009 tentang Penetapan KawasanKonservasi Perairan Nasional Kepulauan Kapoposang Dan Laut Di Sekitarnya

    25

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    28/147

    Di Provinsi Sulawesi Selatan dan KKLD Kabupaten Pangkep juga telahdicadangkan melalui Peraturan Bupati Pangkajene DanKepulauan nomor 32 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    Daerah Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan. Setelah dicadangkannya TWPKapoposang pada tahun 2009 dan KKLD Kab. Pangkep pada tahun 2010, keduakawasan konservasi ini tentunya harus dikelola efektif agar dapat memberikanmanfaat banyak kepada nelayan setempat.

    Secara umum responden baik responden yang berada di kawasan TWPKapoposang (Pulau Gondongbali) maupun yang berada di wilayah KKLD Kab.Pangkep (Pulau Kulambbing, Pulau Samatellu Lompo, dan Pulau Pala )menyatakan bahwa sejak ditetapkannya kawasan konservasi TWP Kapoposangdan KKLD Kab.Pangkep hasil tangkapan tidak mengalami perubahanpeningkatan atau sama saja. Pendugaan sementara kemungkinan disebabkan olehfaktor daya jangkauan trip armada tangkap nelayan yang hanya sebagian besarhanya menjangkau daerah-daerah yang dekat dengan pulau. Menurut kepala desaMattiro Dolangeng 4 bahwa daerah fishing ground nelayan sebagian besar beradadi sekitar pulau yang kaya akan karang dikarenakan armada tangkap nelayan hanyamampu menjangkau wilayah perairan dangkal yang dekat dengan pulau sehinggaekosistem karang semakin rusak dikarenakan aktivitas PITRaL.

    Di saat ekosistem karang sudah banyak yang rusak, nelayan mulai merasakan

    bahwa semakin hari ikan hasil tangkapan tidak meningkat bahkan dirasakansemakin berkurang, sementara nelayan secara ekonomi tidak mampumeningkatkan kapasitas armada tangkap yang lebih besar untuk menjangkau

    wilayah fishing ground yang lebih jauh

    Dugaan kedua kemungkinan disebabkan oleh sejak ditetapkannya TWPKapoposang dan KKLD Kabupaten Pangkep oleh Pemerintah sampai sekarangbelum ada penataan tapal batas zona-zona yang ada dalam wilayah kawasankonservasi sehingga kegiatan-kegiatan ekstraktif tetap dilakukan oleh nelayan

    pada daerah-daerah yang kaya akan karang. Kegiatan ekstraktif tersebut secarateoritis akan memberikan dampak negative yaitu terganggunya rekrutmen ikankarang sehingga kestabilan rantai makanan, aliran energi dan siklus materi dalamekosistem terumbu karang tidak terjadi secara optimal. Menurut staf unitpengelola KKLD Kab. Pangkep 5 bahwa isu pengurangan luasan zona inti KKLDKab.Pangkep sedang bergulir dikarenakan beberapa stakeholder (PengusahaBisnis Perikanan) yang mengetahui keberadaan KKLD Kab.Pangkep merasa

    wilayah fishing groundnya semakin terbatasi.

    4 Keterangan lisan Kepala Desa Mattiro Dolangeng5 Keterangan lisan staf Unit Pengelola KKLD Kab. Pangkep

    26

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    29/147

    Stakeholder yang dekat dengan kekuasaan dan memiliki ketergantungan politiksecara vertikal menggulirkan isu tersebut secara vertikal. Resistensi beberapastakeholder tersebut dikarenakan kekhawatiran akan berkurangnya penghasilan

    akibat berkurangnya hasil tangkapan karena terlalu luasnya zona inti KKLDKab.Pangkep. Karena adanya resistensi dari stakeholder tersebut sehinggapenataan tapal batas KKLD Kab.Pangkep belum bisa dilakukan. Hal inilah yangmendasari sehingga dinamika otonomi daerah dirasakan sangat berpengaruhterhadap proses pengelolaan kawasan konservasi laut. Kepentingan stakeholderyang bertabrakan diupayakan untuk disinkronisasi secara harmonis agar tidakterjadi konflik kepentingan. Disadari atau tidak, sistem demokrasi politik diIndonesia belum dewasa sehingga kebijakan selalu disandarkan pada kepentingansebagian kecil orang yang memiliki kekuatan ekonomi politik meski harusmengorbankan kepentingan perlindungan sumberdaya laut.

    Persepsi Responden Terhadap Kondisi Terumbu Karang di Sekitar Wilayah Kawasan KonservasiSebanyak 62,9% responden di Pulau Gondongbali menjawab mulai terdapatkerusakan terumbu karang di sekitar TWP Kapoposang, demikian halnya denganresponden yang berada di sekitar wilayah KKLD Kab. Pangkep dimanaresponden di Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo, dan Pulau Pala yang

    masing-masing sebanyak 65,7%, 65,7%, dan 68,6% menyatakan mulai terdapatkerusakan terumbu karang di sekitar wilayah KKLD Kab. Pangkep. Hal ini bisadigeneralisasikan bahwa baik di sekitar wilayah

    TWP Kapoposang maupun di sekitar wilayah KKLD Kabupaten Pangkep sudahterjadi kerusakan terumbu karang.

    Berdasarkan laporan monitoring tren kondisi terumbu karang KabupatenPangkep tahun 2012 yang direlease oleh Dinas Kelautan dan Perikananmenunjukkan bahwa persentase terumbu karang dengan kondisi rusak

    berfluktuasi meningkat. Pada tahun 2008 kondisi karang yang rusak sebesar 18,60% meningkat menjadi 48,84 % pada tahun 2010 kemudian menurun menjadi41,86 % pada tahun 2011 sementara kondisi terumbu karang yang sangat baikpersentasenya sangat sedikit dimana pada tahun 2008 hanya sebesar 4,65 % danmengalami sedikit peningkatan pada tahun 2011 sebesar 9,30 %. Pada laporantersebut juga disebutkan bahwa meningkatnya persentase kerusakan terumbukarang pada tahun 2010 disebabkan oleh fenomena pemutihan karang (Bleaching)dan aktivitas antropogenik yang destruktif seperti penangkapan ikan denganmenggunakan bahan peledak.

    27

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    30/147

    Persepsi Terhadap Manfaat Terumbu Karang Sebagai Daerah Tempat Tinggal (Nursery Ground), Tempat Mencari Makan (Feeding Ground)dan tempat Beregenerasi Berbagai Macam Ikan Laut (Spawning Ground).

    Responden yang ada di kawasan konservasi laut Kab. Pangkep baik di wilayah TWP Kapoposang (Pulau Gondongbali) maupun di wilayah KKLD Kab.Pangkep (Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo, Pulau Pala) pada umumnyaadalah adalah nelayan dengan armada tangkap yang sederhana sehingga hanyabisa mengakses fishing ground yang dekat dimana sebagian besar daerah fishinggroundnya adalah perairan dangkal daerah ekosistem karang tumbuhberkembang. Coremap telah memberikan banyak pelajaran dan pengetahuankepada nelayan tentang manfaat terumbu karang sebagai Nursery Ground , FeedingGround , dan Spawning Ground . Sehingga dengan demikian dapat menjustifikasibahwa responden baik di wilayah TWP Kapoposang maupun KKLD Kab.Pangkep pada umumnya sudah mengetahui manfaat terumbu karang sebagai

    Nursery Ground , Feeding Ground , dan Spawning Ground.

    Hal ini tergambarkan dimana sebanyak 77,1% responden di TWP Kapoposang(Pulau Gondongbali) menjawab bahwa terumbu karang bermanfaat sebagai

    Nursery Ground , Feeding Ground , dan Spawning Ground. Demikian halnya wilayahKKLD Pangkep dimana sebanyak 68,6% responden di Pulau Kulambing, 60%responden di Pulau Samatellu Lompo dan 54,3% responden di Pulau Pala sudah

    mengetahui manfaat terumbu karang sebagai Nursery Ground , Feeding Ground , danSpawning Ground. Hal ini dapat digeneralisasi bahwa masyarakat nelayan di baik di wilayah TWP Kapoposang maupun di KKLD Kab.

    Pangkep sudah mengetahui manfaat terumbu karang sebagai Nursery Ground ,Feeding Ground , dan Spawning Ground.

    Persepsi Terhadap Perlunya Aturan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (SDI) Wilayah Terumbu Karang

    Pada dasarnya pengelolaan kawasan konservasi perairan ditujukan untukmenselaraskan kepentingan pemanfaatan sumberdaya laut dengan kepentinganperlindungan laut sehingga pemanfaatan sumberdaya laut dapat berkelanjutan.Nelayan di kepulauan Kabupaten Pangkep mayoritas adalah nelayan kecil yangmemanfaatkan terumbu karang sebagai daerah fishing ground karena jarakaksesnya yang dekat. Modernisasi yang mengejar pertumbuhan telahmengakselerasi pemanfaatan pengggunaan teknologi penangkapan ikan yang tidakmemberikan keadilan secara merata kepada nelayan dalam hal pemanfaatansumberdaya laut sementara tingkat kepentingan pemanfaatan sumberdaya lautsemakin meningkat. Semakin meningkatnya pemanfaatan sumberdaya lauttentunya harus diharmonisasikan dengan penegakan aturan. Olehnya itu,

    28

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    31/147

    pengelolaan kawasan konservasi adalah juga merupakan upaya penegakan aturan(hukum) yang diharapkan dapat memberikan keadilan kepada seluruh nelayandalam hal pemanfaatan sumberdaya laut. Upaya penegakan aturan pemanfaatan

    sumberdaya laut tersebut harus disandarkan pada kepentingan mayoritas nelayandengan tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem.

    Dari hasil penelitian menggambarkan tingginya harapan mayoritas nelayanterhadap perlunya mensegerakan optimalisasi penegakan aturan pemanfaatansumberdaya laut, baik di wilayah TWP Kapoposang maupun di wilayah KKLDKab. Pangkep. Sebanyak 68,6% responden di wilayah TWP Kapoposang (PulauGondongbali) menganggap perlu ada aturan pemanfaatan sumberdaya di wilayahterumbu karang dan sebanyak 20% menyatakan sangat perlu ada aturanpemanfaatan sumberdaya. Responden yang berada di wilayah KKLD kabupatenpangkep, yaitu Pulau Kulambing, Pulau Samatellu Lompo, dan Pulau Palamasing-masing sebanyak 62.9%, 62.9% dan 57.1% mengharapkan perlu adaaturan pemanfaatan sumberdaya dan masing-masing sebanyak 28.6%, 14.3%, dan25.7% menyatakan sangat perlu adanya aturan dalam hal pemanfaatansumberdaya laut. Berdasarkan hal tersebut sehingga dapat menjustifikasi bahwasecara umum responden berharap adanya penegakan aturan secara optimal agardapat memberikan keadilan dalam hal pemanfaatan sumberdaya laut.

    Issue Discussion ; Problematika Silang Singkarut Pengelolaan KawasanKonservasi Laut di Wilayah Perairan Kab. PangkepDari hasil E-KKP3K ditemukan bahwa kinerja pengelolaan TWP Kapoposangtelah mencapai pengelolaan efektif pada peringkat kuning dengan status kawasankonservasi didirikan sedangkan kinerja pengelolaan KKLD Kab.Pangkep barumencapai pengelolaan efektif pada peringkat merah dengan status telahdicadangkan. Status kawasan konservasi TWP Kapoposang ditetapkan melaluiKeputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia nomor

    KEP.66/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan NasionalKepulauan Kapoposang Dan Laut Di Sekitarnya Di Provinsi Sulawesi Selatan.Demikian halnya dengan KKLD Kab. Pangkep dimana status pencadangannyaditerbitkan melalui Peraturan Bupati Pangkajene Dan Kepulauan nomor 32

    Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah KabupatenPangkajene Dan Kepulauan.

    Hasil wawancara dengan staf unit pengelola TWP Kapoposang menyatakanbahwa management plan TWP Kapoposang masih sementara dalam prosespengusulan untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun,dalam proses upaya penetapan managemen plan tersebut ditemukan kekeliruandalam penentuan titik koordinat kawasan dimana konsekuensi dari kekeliruan

    29

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    32/147

    tersebut menyebabkan luasan kawasan menjadi 90.000 hektar sementara dalamKeputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia nomorKEP.66/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    Kepulauan Kapoposang Dan Laut Di Sekitarnya Di Provinsi Sulawesi Selatantercantum luasan kawasan 50.000 hektar. Hal ini memungkinkan akan dilakukanpeninjauan kembali Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan tersebut. 6

    Demikian halnya dengan management plan KKLD Kab. Pangkep masih belumditetapkan karena masih dalam proses sinkronisasi dengan Rencana Zonasi

    Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Propinsi Sulawesi Selatan.Selain itu, pertimbangan lain sehingga management plan KKLD Kab. Pangkepmasih belum ditetapkan adalah karena luas zona inti ( no take zone ) KKLDKab.Pangkep masih ingin dikurangi. Hipotesis sementara terkait rencanapengurangan luas zona inti KKLD Kab.Pangkep adalah diduga sedikit banyaknyaterkait dengan dinamika otonomi daerah.

    Lambatnya progresifitas pengelolaan kawasan konservasi TWP Kapoposang danKKLD Kab. Pangkep yang dikarenakan oleh belum ditetapkannya ManagementPlan TWP Kapoposang dan KKLD Kab.Pangkep menyebabkan lemahnyapengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah perairanKab.Pangkep sehingga memberi ruang kepada para pemanfaat sumberdaya lautuntuk tetap melakukan aktivitas PITRaL, penambangan karang dan eksploitasi

    biota dilindungi (Kima). Sejak tahun 2006-2011 melalui pengelolaan DaerahPerlindungan Laut (DPL), Coremap telah banyak memberikan pengetahuan danpembelajaran kepada masyarakat nelayan di wilayah Kepulauan Kab.Pangkepsehingga masyarakat nelayan umumnya mengetahui manfaat terumbu karangnamun realitas menunjukkan kondisi yang un-linear dimana masih ada indikasiterjadinya pelanggaran pemanfaatan sumberdaya laut yang terindikasi denganmasih adanya aktivitas PITRaL, penambangan karang, eksploitasi biota dilindungi(Kima). Hipotesis sementara kemungkinan disebabkan oleh : (1) rendahnyapengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut yang dikarenakan belumditetapkannya Management Plan kawasan konservasi laut TWP Kapoposang danKKLD Kab.Pangkep; (2) Rendahnya dukungan Pemerintah dalam halmeningkatkan kapasitas (teknologi dan daya tampung hasil tangkapan) armadatangkap nelayan untuk menjangkau fishing ground yang lebih jauh sehingga sebagianbesar nelayan secara determinan melakukan penangkapan ikan di wilayahterumbu karang sekitar pulau; (3) Rendahnya dukungan pemerintah dalam upayamengembangkan mata pencaharian alternative bagi masyarakat nelayan. Dugaanini masih perlu dikaji lebih jauh agar dapat menjadi landasan ilmiah dalam proses

    6 Keterangan lisan Koordinator Pengelola TWP Kapoposang.

    30

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    33/147

    pengambilan keputusan untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya laut secaraberkeadilan dan berkelanjutan.

    RekomendasiBerdasarkan hasil penelitian, penulis merekomendasikan beberapa hal,

    yaitu : (1) Segera menetapkan dan mensosialisasikan management plan TWPKapoposang dan KKLD Kab.Pangkep; (2) Untuk mempercepat pencapaianefektifitas kinerja pengelolaan pada peringkat emas, diperlukan keseriusan darimasing-masing pengelola untuk memenuhi persyaratan-persyaratan dokumenpengelolaan sesuai dengan Pedoman Teknis E-KKP3K; (3) Meningkatkankapasitas (teknologi dan daya tampung hasil tangkapan) armada tangkap nelayan

    untuk menjangkau fishing ground yang lebih jauh serta meningkatkan kapasitasteknologi pasca panen untuk menjaga kualitas hasil tangkapan; (4)Mengembangkan mata pencaharian alternative dan memberikan jaminan pasarterhadap hasil produksi mata pencaharian alternative bagi masyarakat nelayan dikepulauan Kab.Pangkep; (5) Diperlukan penelitian lanjutan tentang partisipasimasyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi TWP Kapoposang danKKLD Kab. Pangkep sebagai landasan teoritis dalam pengelolaan kawasankonservasi perairan berbasis masyarakat.

    31

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    34/147

    DAFTAR PUSTAKA Anggoro, S., 2000. Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Berwawasan

    Lingkungan. Seminar Nasional Fakultas Teknik dalam rangka Dies

    Natalis Universitas Diponegoro ke 43. Universitas Diponegoro.Semarang.

    Anggoro, S. 2006. Modul Matrikulasi Pengelolaan Pesisir dan Laut. UniversitasDiponegoro, Semarang.

    Budiharsono, S., Asbar., E Triwibowo., F Sutopo. 2003. Strategi PengembanganKonservasi Laut. Dalam Lokakarya Nasional Strategi Pengembangandan Pengelolaan Konservasi Laut. Bogor, Oktober 2003. DirektoratKonservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen Pesisir dan Pulau-pulauKecil, DKP. Jakarta.

    Bengen, D.G.. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Lautserta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir danLautan Institut Pertanian Bogor (IPB).

    Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut SertaPrinsip Pengelolaannya. PKSPL. IPB. Bogor.

    Bengen D dan A. Retraubun . 2006. Menguak Realitas Dan Urgensi PengelolaanBerbasis Eko-Sosial Sistem Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil. Bogor :Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L).

    Coremap II. 2006. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Tahun 2006.

    Coremap II. 2011. Dokumen Percontohan Perikanan Berkelanjutan di TWPKapoposang Tahun 2011.

    Clark, J.R.1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publisher, BocaRaton , FL.

    Daerah Dalam Angka. 2012. Kabupaten Pangkep Dalam Angka 2012. BPSPropinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

    Dahuri, R. 1996. An analysis of Enviromental Threath to Marine Fisheries inIndonesia. Paper Submited for Asia Pasific Fisheries Commision

    APFIC) Symposium on Enviromental Aspects of ResponsibleFisheries, Soul Republic of Korea. 15-18 Oct 1996.

    Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting., M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan SumberdayaPesisir dan Lautan. Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita.

    Dian Ayunita dan Trisnani Dwi Hapsari. 2012. Analisis Persepsi Dan PartisipasiMasyarakat Pesisir Pada Pengelolaan KKLD UjungnegoroKabupaten Batang. Jurnal SEPA : Vol. 9 No.1 September 2012 : 117

    – 124. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasDiponegoro.

    32

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    35/147

    Ditjen KP3K. 2012. Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan KawasanKonservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K).Keputusan

    Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil nomorKEP.44/KP3K/12. Jakarta.

    Ditjen KP3K. Basis Data Kawasan Konservasi. http://kkji.kp3k.kkp.go.id/(Diakses pada tanggal 25 Desember 2013)

    Ditjen KP3K. Eksotisme Kapoposang. Publikasi Kementerian Kelautan danPerikanan seri Kawasan Konservasi Perairan Nasional. Jakarta Pusat.http://kkji.kp3k.kkp.go.id (Diakses pada tanggal 12 Mei 2014)

    Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Pedoman Tata Ruang Pesisir danLaut. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 34 tahun2002, tanggal 4 September 2002. Jakarta.

    Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Pedoman Penetapan KawasanKonservasi Laut Daerah. Direktorat Konservasi dan Taman lautDirektorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2003. Jakarta

    Elida, F. 2005. Pola Pengembangan Pariwisata Yang Berbasis Masyarakat DiKepulauan Karimunjawa. Tesis. Program Pasca TeknikPembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang.

    Gay,L.R. and Diehl, P.L. 1992. Research Methods for Business and Management.Macmillan Publishing Co., NewYork

    Gubbay, S. 1995. Marine Protected Areas. Chapman & hall. London-Glssgow- Weinheim-New York-Tokyo-Melbourne-Madras.

    Ghofar, A., 2004, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Terpadu danBerkelanjutan, Cipayung-Bogor.

    Haslindah. 2012. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Taman WisataPerairan Kapoposang Kabupaten Pangkep. Tesis. PPs UniversitasHasanuddin.

    Hockings, M., S. Stolton, F. Leverington, N. Dudley, J. Courrau. 2006. EvaluatingEffectiveness : A Framework For Assessing ManagementEffectiveness of Protected Area 2 nd Edition. IUCN, Gland,Switzerland and Cambridge, UK.

    IUCN, 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories CNPPA with assistance of WC,WM, IUCN,.Gland, Switzerland andCambridge, UK.

    Kartono, Kartini & Gulo, Dali. 1987. Kamus Psikologi. Pionir Jaya. BandungKeputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil nomor

    KEP. 44 /KP3K/2012 Tentang Pedoman Teknis EvaluasiEfektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir DanPulau-Pulau Kecil (E-KKP3K)

    33

    http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/92http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/92

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    36/147

    Latupapua, Y. 2011. Persepsi Masyarakat terhadap Potensi objek daya tarik wisataPantai di kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal

    Agroforestri Volume VI Nomor 2 Juni 2011. Jurusan Kehutanan

    Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura – Ambon Locally-ManagedMarine Management Area. www.Lmmanetwork.org

    Mackinnon, J. dan Mackinnon, K. 1990. Pengelolaan Kawasan yang dilindungi diDaerah Tropika. Terjemahan. Yogyakarta:Gajahmada UniversityPress.

    Mardijono. 2008. Persepsi Dan Partisipasi Nelayan Terhadap PengelolaanKawasan Konservasi Laut Kota Batam. Tesis. Program Pasca SarjanaManajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang.

    McNeely, J.A., 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati. Mengembangkandan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi Untuk MelestarikanSumberdaya Hayati. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

    Nawawi, H.H. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada UniversityPress. Bulaksumur. Yogyakarta

    National Research Council., 1999. Sustaining Marine Fisheries. National Academy Press. Washington D.C.

    Ruchimat, Dkk. 2012. Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-PulauKecil di Indonesia ; Paradigma, Perkembangan dan Pengelolaannya.Publikasi Ditjen KP3K KKP. Jakarta. http://kkji.kp3k.kkp.go.id(Diakses pada tanggal 12 Mei 2014)

    Robbins, Stephen P. (2003). Perilaku organisasi. PT. Indeks KelompokGramedia. Jakarta

    Saleh, A. 2010. Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)Perairan Kecamatan Liukang Tuppabiring Kabupaten Pangkep.

    Tesis. PPs Universitas Hasanuddin. Makassar.Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah

    Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ___________.2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah

    Pesisir Dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.Susanto, H. A. 2011. Progres Pengembangan Sistem Kawasan Konservasi

    Perairan Indonesia: A Consultancy Report. Kerjasama KementerianKelautan dan Perikanan dengan Coral Triangle Support Partnership(CTSP). Jakarta.

    UNEP-WCMC. 2008. Nasional and Regional Networks of Marine Protected Areas : A Review of Pregress. Cambridge: UNEP-WCMC

    Walgito, Bimo. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Andi Offset. Yogyakarta.

    34

    http://www.lmmanetwork.org/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://kkji.kp3k.kkp.go.id/http://www.lmmanetwork.org/

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    37/147

    KONEKTIVITAS KAWASAN KONSERVASI

    Jamaluddin Jompa et al.

    Pendahuluan

    Jejaring Konservasi diperkenalkan oleh IUCN yang menyatakan bahwa JaringanMPA merupakan kumpulan Kawasan Konservasi individu atau daerahPencadangan sinergis pada berbagai skala spasial, dan dengan kisaran tingkatperlindungan yang dirancang untuk memenuhi tujuan dimana perlindungankawasan tidak cukup pada tingkatan yang lebih kecil (IUCN-WCPA, 2008). Saatini Jejaring Konservasi juga dikembangkan di Indonesia guna mengejar target 20juta Ha Luas Kawasan Konservasi di tahun 2020, sebagaimana hasil KonferensiBiodiversity yang menyarankan akan target Marine Protected Area (MPA) sebesar10% dari luas Perairan Dunia. Tahun 2013 luas KawasanKonservasi perairan di Indonesia telah mencapai 15.764.210.85 Hektar yangberjumlah 131 kawasan. Sulawesi Selatan memiliki empat kawasan Konservasiyang semuanya terletak di Selat Makassar dan memanjang kearah selatan selatdengan luas kawasan Konservasi mencapai 757,020 Ha atau +5% dari total luasKawasan Konservasi saat ini di Indonesia. Peluang untuk mencapai targetkawasan konservasi sebagaimana yang disyaratkan 20 juta Ha ditahun 2020 yangsaat ini masih kurang 4,215,870.48 masih dapat dilakukan. Kekurangan tersebutdapat ditambahkan salah satunya dengan membuat jejaring kawasan konservasi diEcoregion Selat Makassar. Kebutuhan untuk peningkatan kawasankonservasi, kepentingan dalam menjamin berkembangnya diversitas biologi dankeberlansungan proses ekologi di Perairan, maka dilakukan pengkajianpembentukan Jejaring Konservasi di Kepulauan Spermonde dan KabupatenSelayar. Selain itu, kesiapan pembentukan Jejaring konservasi juga perlu mendapatperhatian dari sisi Kelembagaan, hal ini menjadi factor dalam berjalannyapengelolaan kawasan serta dinamika kelembagaan sosial yang berpengaruh dalampengembangan Jejaring Konservasi. Oleh karenanya keterkaitan biofisik dankelembagaan menjadi kajian dalam Penelitian ini.

    Peningkatan Luas Kawasan Konservasi dan berkembangnya diversitas biologimelalui Jejaring Konservasi memerlukan langkah penilaian biofisik dan penilaiankelembagaan dalam inisiasi dan pengelolaan kawasan. Penelitian ini akan melihat(1) Bagaimana Kondisi dan Keterkaitan Biofisik Perairan Kepulauan Spermondedan Perairan Kabupaten Selayar sebagai daerah pembentukan Jejaring Kawasan

    Konservasi Perairan (2) Apakah terdapat wilayah penting untuk perlindungan diPerairan Kepulauan Spermonde dan Perairan Kabupaten Selayar (3) Bagaimana

    35

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    38/147

    aspek Ekologi dan Kelembagaan dalam Pembentukan Jejaring KawasanKonservasi Perairan di Kepulauan Spermonde dan Perairan Kabupaten Selayar

    Adapun Tujuan Penelitian adalah (a) Mengetahui Kondisi dan KeterkatianBiofisik Perairan Kepulauan Spermonde dan Kabupaten Selayar sebagai daerahPembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Peraian (b) Menghasilkan Wilayahpenting untuk perlindungan di Perairan Kepulauan Spermonde dan PerairanKabupaten Selayar (c) Mengetahui aspek Ekologi dan Kelembagaan dalamPembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Peraian,

    Sementara itu manfaat penelitian ini yakni (a) Mengetahui keadaan KondisiBiofisik Perairan Kepulauan Spermonde dan Kabupaten Selayar, (b) Dapatmenjadi pertimbangan dalam perencanaan dalam mengelola Kawasan Konservasi

    Perairan, (c) Tersedianya kajian ilmiah dalam perencanaan pembentukan JejaringKonservasi di Kepulauan Spermonde dan Kabupaten Selayar

    Ecoregion Laut Sulawesi

    Selat Makassar memiliki kelimpahan organisme dari proses pencampuran air dariSamudra pasifik melewati Laut Sulawesi dan masuk ke Selat Makassar. Dari hasilpenelitian G Allen (Huffard, Erdmann, & Gunawan, 2012), Ecoregion LautSulawesi Selat Makassar memiliki kelimpahan jenis ikan karang tertinggi diantaraecoregion lainnya yaitu 1785 jenis ikan karang, namun tidak ditemukan ikankarang endemic di perairan tersebut. Untuk jenis karang kerasditemukan 511 jenis karang keras (khusus ecoregion Karang Selat Makassar), jenisfungi memiliki 46 spesies, Stomatopod yang berasosiasi dengan Karang 37 jenisspesies, 23 jenis vegetasi mangrove dan 2 spesies Penyu. Komposisi yangmelimpah di Selat Makassar ini menjadi saluran air dari samudra pasifik.Ecoregion ini juga memfasilitasi penyebaran larva sehingga memiliki nilaikonservasi yang sangat tinggi dan berpotensi tinggi sebagai konektivitas koridormasa depan yang mendistribusikan varian genetic yang telah mentolelir berbagaikondisi lingkungan seperti dengan perubahan iklim global(Huffard, Erdmann, &Gunawan, 2012). Kelimpahan spesies mangrove di Selat Makassarjuga memberikan kontribusi bagi berkembangnya larva dengan ketersediaanserasah dalam jumlah banyak. Hal ini juga diikuti dengan jumlah spesies burunglaut yang mencari makan dan berkembang di hutan mangrove. Di kepulauanSpermonde baru baru ini juga telah ditemukan lamun dengan spesies baru yaituHalophila Sulawesii (Huffard, Erdmann, & Gunawan, 2012).

    36

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    39/147

    Gambar.2.1Pembagian Ecoregion Laut (MEOW) di Indonesia (Huffard,Erdmann, & Gunawan, 2012).

    Pendekatan Biofisik dan Pembentukan Kawasan Konservasi

    Jenis Penelitian adalah Kuantitatif dengan pendekatan Penilaian terhadapKeadaan Wilayah Perairan terhadap komponen biotic dan abiotic pada habitatlaut dangkal kedalaman kurang dari 200 meter. Diharapkan bahwa dengan datasekunder juga mampu tergambarkan daerah spesifik seperti daerah dengankeanekaragaman tinggi ikan karang, daerah lamun, terumbu karang, mangrove,daerah pemijahan dan migrasi, daerah peneluran penyu, jalur migrasi, daerahupwelling dan lainnya. Untuk data sebaran mangrove, lamun dan karangdidapatkan dari hasil data sekunder dan pengolahan Citra Landsat ETM yangtelah ada.

    Untuk pengambilan data Primer, maka titik yang telah ditentukan dilakukanpengecekan di lapangan untuk kebutuhan data biotic dan abiotic, Kawasan

    Konservasi Perairan yang telah ada dan pengambilan data kelembagan. Setelahmasing masing wilayah tergambarkan dengan kondisi tersebut, maka selanjutnyadilakukan pengelompokan data untuk dianalisis. Dengan tergambarnya keadaanperairan selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan terhadap wilayah pentingperlindungan sebagai calon daerah Konservasi. Pengambilan data primer untukKelembagaan dilakukan di masing masing Wilayah Kawasan Perairan Spermondedan Perairan Selayar. Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Spermonde danKabupaten Selayar. Kepulauan Spermonde meliputi wilayah perairan dariKabupaten Takalar hingga Kabupaten Barru. Lokasi pengambilan data ditentukanberdasarkan informasi data sekunder terhadap daerah yang melimpah

    37

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    40/147

    keanekaragaman hayatinya. Waktu penelitian akan dilakukan dari Bulan FebruariHingga April. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Februari 2014

    Biofisik Kawasan Perlindungan

    Kesamaan biofisik menjadi factor penting dalam kegiatan dalam perlindungan. Diperairan Selayar dan Spermonde, salah satu indikasi untuk melihat kesamaanbiofisik di kedua perairan ini data jenis terumbu karang. Data jenis terumbukarang yang digunakan adalah data tahun 19847 yang merupakan data hasilidentifikasi jenis karang di beberapa daerah bagian Indonesia timur. Data tersebutdigunakan karena menunjukkan adanya tingkat biodiversitas yang tinggi di keduaperairan dibandingkan dengan hasil identifikasi karang saat ini. Dari hasilperbandingangan sebelumnya dimana hasil identifikasi jenis karang saat ini

    mengalami penurunan jenis karang. Sebagaimana hasil penelitian Edinger, Jurek Kolasa, & Michael J. Risk, (2000) dimana ditemukan genera 25% lebihsedikit dibandingkan hasil studi tahun 1980 (Moll, 1983). Kesamaan biofisik inidibagi menjadi tiga yakni kesamaan jenis karang, konektivitas dan keterwalikan

    wilayah.

    Jumlah jenis karang yang ditemukan di kedua peraian berbeda, dimanaSpermonde lebih banyak dibanding dengan Selayar dan Takabonerate. Jenis yangditemukan di ketiga perairan tersebut Faviidae dengan 43 jenis, Fungiidae dengan

    25 jenis, Acroporidae dengan 22 jenis dan total jenis yang ditemukan untukseluruh family 138 jenis. Jenis karang yang tidak ditemukan di Selayar tetapiditemukan di Spermonde sebanyak 31 jenis karang. Jenis karang ini seperti

    Acroporidae Jenis Montipora informis Bernard, Fungiidae Halomitra spec. nov. FungiidaeHalomitra spec.nov.Sekitar 25 spesies hanya ditemukan di Selayar. Sementara Semuaspesies lain juga ditemukan di perairan Spermonde (MOLL, 1983). Di perairan

    Takabonerate daerah identifikasi Taka Garlarang, Taka Lamungan dan karang disekitar Tinanja terumbu ditemukan sekitar 200 jenis karang dan ditemukanspesies Spesies langka atau baru ( Montipora spec. 1, Acropora spec. 2 dan Acropora spec.6 ). Phy-sophyllia patula Hodgson & Ross , sejauh ini hanya dijelaskan dari Filipina,juga ditemukan di daerah ini(Best, et al., 1989).

    7M. Borel Best et all, Recent Scleractinian Coral Species Collected During The Snellius-IiExpedition In Eastern Indonesia (1984)Netherlands Journal of Sea Research 23 (2): 107-115(1989)

    38

  • 8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

    41/147

    Gambar 4.4 Trend tutupan karang hidup di Perairan Spermonde danSelayarSesuai dengan tabel 5.1, berdasarkan data kehadiran dan ketidakhadiranjenis karang pada ketiga perairan tersebut, didapatkan tingkat kesamaan jeniskarang diatas 70% dengan tingkat