Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

22
LAPORAN PRAKTIKUM KLINIK TANAMAN (PTN402) PENGAMATAN KEJADIAN SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADA KOMODITAS CABAI DI DESA SUKA DAMAI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Disusun Oleh: Andrixinata B Maeniwati Rachmah R Tia Santiani Heryana Muhammad Prio Santoso A34070016 A34080054 A34080072 A34080081 Dosen: Dr. Suryo Wiyono DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

Page 1: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

LAPORAN PRAKTIKUM

KLINIK TANAMAN (PTN402)

PENGAMATAN KEJADIAN SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT

TANAMAN PADA KOMODITAS CABAI DI DESA SUKA DAMAI

KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

Disusun Oleh:

Andrixinata B

Maeniwati Rachmah

R Tia Santiani Heryana

Muhammad Prio Santoso

A34070016

A34080054

A34080072

A34080081

Dosen:

Dr. Suryo Wiyono

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annum varlongum) merupakan salah satu komoditas

hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai

merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama

ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru

dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara

Indonesia.

Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya.

Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya.

Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai

besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Secara umum cabai memiliki

banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak,

Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk

keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri

diantaranya, Industri bumbu masakan, industry makanan dan industri

obat‐obatan atau jamu. Buah cabai ini selain dijadikan sayuran atau bumbu

masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping

itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki

peluang eksport, membuka kesempatan kerja.

Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat

sejalan dengan kenaikan pendapatan dan atau jumlah penduduk sebagaimana

terlihat dari trend permintaan yang cenderung meningkat yaitu tahun 1988

sebesar 2,45 kg/kapita, menjadi sebesar 2,88 kg/kapita pada tahun 1990 dan pada

tahun 1992 mencapai sebesar 3,16 kg/kapita.

Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan

terhadap cabai merah untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang

disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang

terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga

terjadi pada kondisisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal ini yang mengakibatkan harga

akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat

rendah.

Tujuan

Melakukan observasi dan identifikasi serangan organisme pengganggu

tanamana (OPT) pada tanaman cabai merah serta memberikan rekomendasi

pengendalian yang spesisfik.

Page 3: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai
Page 4: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pengamatan

Pengamatan dilakukan di lahan Cabai bapak Ata yang dikelola oleh bapak

Eman desa Sukadamai, kecamatan Dramaga, Bogor barat, Jawa Barat.

Pengamatan dilakukan mulai tanggal 19 september 2011, pengamatan dilakukan

seminggu sekali selama 5 minggu.

Bahan

Pada pengamatan kali ini bahan-bahan yang digunakan adalah daun, buah

dan batang tanaman yang terinfeksi pada lahan pengamatan seluas 4000 m2.

Bagian tanaman yang diambil tersebut adalah sampel dalam pengamatan.

Alat

Alat yang digunakan berupa kamera untuk pengambilan gambar bagian tanaman

yang terinfeksi, mikroskop cahaya dan stereo, cawan petri, spatula, plastik dan

label

Metode

Pengamatan dilakukan di desa Koncong, kelurahan Sukadamai kecamatan

Dramaga kabupaten Bogor. Lahan yang diamati adalah milik Bapak Ata dan

pengelola lahan adalah Bapak Eman, tanaman cabai ditanam pada lahan seluas

4000 m2.

Metode pengambilan contoh

Tanaman tumbuh di atas lahan seluas 4000 m2 sehingga tanaman yang

diamati adalah hanya tanaman yang sudah ditentukan secara acak. Metode

pengacakan dilakukan dengan metode silang. Pada lahan diambil beberapa

tanaman yang berada pada garis silang yang telah ditentukan. Sehingga diperoleh

22 tanaman contoh yang akan diambil bagian-bagiannya yang menunjukkan

gejala kemudian diamati secara mikroskopis.

Metode wawancara

Informasi yang lebih lengkap dapat diperoleh dengan cara melakukan

wawancara pada pemilik lahan, dan pengelola lahan. Informasi yang diperoleh

berupa tanaman budidaya, penggunaan benih, sistem budidaya, sejarah

pertanaman, kondisi pertanaman disekitarnya,dan sejarah pengendalian.

Metode pengamatan.

Pengamatan dilakukan secara lapang dan laboratorium. Pengamatan lapang

pada tanaman contoh dilakukan seminggu sekali selama 5 minggu dengan

mengamati perkembangan gejala penyakit yang timbul pada saat itu, sedangkan

Page 5: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

pengamatan laboratorium dilakukan di laboratorium pendidikan Proteksi

Tanaman. Pengamatan laboratorium dilakukan dengan menggunakan mikroskop

cahaya untuk mendeteksi gejala penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan.

Bagian tanaman yang menunjukkan gejala dibawa dengan menggunakan plastik

yang digelembungkan dan diamati. Perlakuan sama untuk bagian tanaman yang

terserang oleh hama atau cendawan.

Page 6: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai
Page 7: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA

Cara Budidaya Tanaman

1. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah menjadi gembur

sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan peredaran air, peredaran

udara dan suhu di dalam tanah. Sebelum dibajak lahan digenangi sehari semalam

agar tanah menjadi lunak dan tidak melekat pada mata bajak saat pembajakan.

Setelah dibajak lahan dikeringkan dan digaru, kemudian diangin-anginkan selama

5-7 hari. Plot dibuat dengan ukuran panjang 10-12 m. lebar 110-20 cm, tinggi 30-

40 cm (untuk musim kemarau) 50-70 cm (untuk musim hujan), lebar parit 50-55

cm (musim kemarau), dan 60-70 cm (musim hujan).

2. Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah, selain itu juga untuk

menambahkan unsur hara Calsium (Ca) maupun unsur Magnesium (Mg).

Kebutuhan Kapur sangat tergantung tinggi rendahnya pH. Pada pH < 5

dibutuhkan kapur 5-10 ton/ha, sedangkan pada pH > 6 diperlukan kapur 1- 4 ton.

3. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang di butuhkan

tanaman, unsur tersebut terdiri dari unsur makro yaitu N, P, K, Ca, S, C, H dan

Mg dan unsur mikro yaitu Fe, B, Zn, Cu dan Mo. Jenis dan dosis pupuk makro

dan mikro, yang diberikan melalui akar maupun melalui daun.

4. Waktu dan Cara Pemupukan

Pemupukan pertama masing-masing pupuk kandang (pupuk organik)

sebanyak 100%, pupuk buatan (an-organik) sebanyak 40% dan nematisida

furadan diberikan 7-10 hari sebelum tanam menjelang pemasangan mulsa.

Pemupukan kedua dan ketiga masing-masing 30% pupuk buatan diberikan pada

umur 30 dan 60 hari setelah tanam melalui

lubang yang dibuat antar tanaman. Aplikasi ZPT masing-masing jenis

diberikan tiap 10 hari sekali secara bersamaan. Sedangkan pupuk daun Gandasil D

diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif dan Gandasil B diberikan pada akhir

masa vegetatif sampai akhir masa generatif.

5. Pemasangan Mulsa

Selain mulsa plastik hitam-perak (MPHP) mulsa jerami dapat juga diberikan

sebanyak 5ton/ha. Pemasangan mulsa dikerjakan setelah penyiraman secukupnya

dan pemberian pupuk dasar.

Page 8: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

6. Pembuatan Lubang Tanaman

Bedengan yang telah ditutup mulsa dibiarkan selama 5-7 hari agar unsur

hara dengan pupuk bereaksi dan dalam bentuk tersedia hingga segera dapat

diserap tanaman muda. Satu atau dua hari sebelum penanaman, lubang tanaman

sudah dipersiapkan dengan ukuran diameter 10cm.

7. Persiapan Polybag

Sebaiknya persemaian cabai merah dilakukan dalam polybag sebelum

penanaman ke lapangan. Media tanam dalam polybag merupakan campuran tanah

yang telah diayak terlebih dahulu kemudian dicampur dengan pupuk kandang atau

kompos, dengan dosis 1:1. Pemberian pupuk an-organik dan kapur pada media

persemaian masing-masing pupuk majemuk NPK sebanyak 2 kg dan kapur 10

kg/ton media kompos dan tanah. Setelah media tanam diisi dalam polybag, lalu

dibiarkan antara 5-7 hari sebelum benih disemai.

8. Persemaian Benih

Sebelum disemai, benih yang terpilih terlebih dahulu direndam dalam

larutan fungisida sampai 12 jam dan dikering-anginkan hingga airnya kering.

Setelah itu, benih ditebarkan ke dalam media tanam (polybag) sebanyak 1 biji

benih per polybag. Perawatan persemaian terdiri dari penyiraman, pengaturan

cahaya, dan pemberantasan hama/penyakit.

9. Penanaman dan Model Tanam

Setelah umur bibit di persemaian 18-25 hari, bibit sudah dapat dipindahkan

ke lapangan, pemindahan sebaiknya dilakukan pagi-pagi sebelum terik matahari

atau sore hari. Jarak tanam dianjurkan bervariasi 60 x 50 cm, 60 x 70 cm atau 70 x

70 cm, hal ini tergantung tingkat kesuburan tanah dan varietas yang digunakan.

Bentuk pertanaman sebaiknya dengan sistem tanam segitiga (zigzag).

10. Penyulaman

Bibit atau tanaman muda yang mati harus diganti atau disulam. Bibit

sulaman yang baik diambil dari tanaman yang sehat dan tepat waktu (umur bibit)

untuk penanaman. Penyulaman dilakukan pada minggu pertama atau selambat-

lambatnya minggu kedua. Sebaiknya penyulaman dilakukan pagi atau sore hari.

11. Perempelan

Perempelan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas

produksi. Bagian yang dirempel yaitu tunas samping, yang keluar di ketiak daun

pada saat tanaman berumur 10-20 hari. Perempelan dilakukan 2-3 kali sampai

terbentuk percabangan utama yang ditandai dengan munculnya bunga pertama,

sekitar umur 18-22 HST dataran rendah, dan 25-30 HST dataran tinggi. Selain

perempelan tunas, perempelan bunga pertama dan bahkan sampai bunga kedua

pada tanaman yang cukup sehat perlu dilakukan. Perempelan bunga bertujuan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dengan menunda pertumbuhan

generatif.

Page 9: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

12. Pemasangan Ajir (sokongan)

Sokongan harus dipasang sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanam

atau maksimal 1 (satu) bulan setelah penanaman. Sokongan dipasang sekitar 10

cm dari pangkal batang tanaman. Ukuran sokongan 125 - 150 cm, lebar 4 cm, dan

tebal 2,5 cm. Sisi ajir perlu dihaluskan untuk mengurangi kerusakan mekanis pada

tanaman akibat gesekan.

13. Pengairan

Pengairan harus senantiasa diperhatikan, karena air merupakan faktor vital

bagi tanaman cabai. Penyiraman yang paling banyak (2 hari sekali) yaitu, pada

fase vegetatif <40 HST. Sistem pengairan dapat dengan menggunakan selang

yang dimasukkan ke mulsa plastik melalui lubang tanaman, hingga posisi selang

air tepat di tengah-tengah tempat tanaman cabai. Untuk pertanaman pada lahan

sawah, sistem pengairan dilakukan dengan cara penggenangan pada saluran

drainase antar bedengan dengan ketinggian air sekitar 3/4 tinggi bedengan.

Hama Thrips sp. (Thysanoptera : Thripidae)

Siklus hidup

Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabai.

Menurut beberapa sumber, thrips yang menyerang cabai tergolong sebagai

pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabai hanya salah

satunya saja. Dengan panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat

kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang

bagian daun muda dan bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim

kemarau, namun tidak menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga

terjadi serangan.

Thrips dapat berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif

melalui proses Phartenogenesis, misalnya thrips yang mengalami phartenogenesis

adalah Thrips tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara

phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut

Kalshoven (1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15

butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan

masa inkubasi telur sekitar 7 hari.

Gejala serangan

Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah pada permukaan

daun akan terdapat bercak-bercak yang berwarna putih seperti perak. Hal ini

terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap

cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling

berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip

seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna

coklat dan akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka

tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga terdapat bisul-bisul.

Kotoran-kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun sehingga daun

Page 10: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini

adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai

yang masih muda ( Setiadi, 2004 ).

Hama Thrips ini sudah menyerang tanaman cabai dimulai saat nimfa sampai

kepada imago. Artinya begitu telur menetas menjadi nimfa maka akan langsung

menghisap cairan tanaman. Nimfa biasanya bergerak jauh lebih lambat daripada

imago, hal ini penting untuk membedakan antara imago dengan nimfa, Kotoran

hama ini yang berbentuk seperti tetes hitam dapat menutupi jaringan daun yang

diserangnya sehingga daun berubah menjadi hitam ( Setiadi, 2004 )

Penyakit Antraknosa

Siklus hidup penyakit

Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji.

Kelak cendawan menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit.

cendawan menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buah,- buah.

Cendawan hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi

memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu

cendawan dapat mempertahankan diri dalam sisa - sisa tanaman sakit. Seterusnya

konidium disebarkan oleh angin. Aservulus dangkal, seta bersekat 1–2. Konidium

hialin, berbentuk bulat telur dengan kedua ujungnya agak runcing (Sinaga, 2006).

Umumnya, spora cendawan patek disebarkan oleh angin. Bisa juga melalui

peralatan pertanian, bahkan manusia. Cendawan dapat menginfeksi biji dan

bertahan dalam sisa-sisa tanaman sakit. Tanaman inang lain lain yang diserang

oleh cendawan ini diantaranya yaitu bawang-bawangan, jambu mete, srikaya,

sirsak, teh, pepaya, tapak dara, beras tumpah (Dieffenbachia saguine).

Umumnya gejala serangan penyakit antraknosa atau patek pada buah

ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari

diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam.

Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah

menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa

dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun

dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman.

Faktor yang sangat mempengaruhi mati ranting atau ujung adalah lemahnya

jaringan tanaman karena kondisi tanaman kurang baik, yang dapat disebabkan

oleh perawatan yang kurang baik, misalnya tanah yang kurus terutama defisiensi

fosfor, kekurangan air, dan adanya lapisan cadas atau adanya gangguan organisme

lain.

Gejala serangan

Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh

Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides

Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai

karena bisa menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama pada saat musim

hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan

Page 11: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 % dengan

suhu 320C

Cendawan C. capsici menyerang tanaman dengan menginfeksi jaringan

buah dan membentuk bercak cokelat kehitaman yang kemudian meluas menjadi

busuk lunak. Serangan yang berat menyebabkan buah mengering dan keriput

seperti jerami. Pada bagian tengah bercak yang mengering terlihat kumpulan

titik-titik hitam dari koloni cendawan. Sedangkan cendawan C. gloeosporioides

Pens menyerang tanaman cabe pada saat buah masih berwarna hijau dan

menyebabkan mati ujung (die back). Ciri-ciri yang dapat dikenali akibat serangan

cendawan ini adalah buah yang terserang terlihat bintik-bintik kecil berwarna

kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning,

membesar dan memanjang. Pada kondisi lembab, cendawan memiliki lingkaran

memusat berwarna merah jambu.

Penyakit Layu Fusarium

Siklus hidup

Layu Fusarium adalah penyakit yang paling lazim ditemukan diantara kedua

penyakit ini, di daerah Kansas, layu Fusarium umumnya terjadi pada pertengahan

musim panas ketika temperatur udara dan tanah tinggi. Patogen penyebab layu

Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau

pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Sekali menginfeksi, cendawan ini akan

bertahan selama bertahun-tahun pada tanah. Cendawan ini dapat menginfasi

tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air

dan mineral pada tanaman.Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium,

didukung oleh suhu tanah yang hangat (48oC) dan kelembapan tanah yang rendah.

Cendawan Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne

pathogen” yang termasuk parasit lemah dan bersifat saprofit. memiliki miselium

bersekat dan membentuk percabangan. Cendawan ini menular melalui tanah atau

rimpang yang berasal dari tanaman sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka

pada rimpang. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan,

pembumbunan, atau karena serangga dan nematode.

Daur hidup Fusarium sp. mengalami fase patogenesis dan saprogenesis.

Pada fase patogenesis, cendawan hidup sebagai parasit pada tanaman inang dan

mematikan tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di

dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis,

yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman

lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah

terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia

Gejala serangan

Penyebab penyakit ini adalah cendawan Fusarium sp., penyakit ini biasanya

menyerang tanaman cabai yang ditanam pada tanah masam (ph tanah rendah,

kurang dari 6). Serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sebelah atas

dan diikuti menunduknya tangkai daun. Jika pada batas antara akar dengan

Page 12: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

batang dipotong akan terlihat cicncin coklat kehitaman diikuti busuk basah pada

berkas pembuluh.

Awal terbentuknya penyakit tanaman ini adalah perubahan warna daun yang

paling tua menjadi kekuningan (daun yang dekat dengan tanah). Seringkali

perubahan warna menjadi kekuningan terjadi pada satu sisi tanaman atau pada

daun yang sejajar dengan petiole tanaman. Daun yang terinfeksi akan layu dan

mongering, tetapi tetap menempel pada tanaman. Kelayuan akan berlanjut ke

bagian daun yang lebih muda dan tanaman akan segera mati. Batang tanama

tomat akan tetap keras dan hijau pada bagian luar, tetapi pada jaringan vaskular

tanaman, terjadi diskolorisasi, berupa luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi

dapat dilihat dengan mudah dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah

dan akan terlihat luka sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara daera

sumbu tanaman dan bagian terluar batang. Penyakit tular tanah umumnya, sulit

dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas, dapat bertahan dalam

tanah dalam waktu yang lama, dan gejala dini sulit diidentifikasi, sehingga

penyakit baru dapat diketahui ketika serangan sudah lanjut dan menyebabkan

gejala pada bagian atas tanah.

Tanaman yang sehat dapat terinfeksi oleh kedua patogen ini, jika di dalam

tanah tempat tanaman tumbuh terkontaminasi oleh jamur ini. Jamur ini dapat

menyebar pada tanaman lain dengan menginfeksi akar tanaman menggunakan

tabung kecambah, atau miselium. Akar tanaman dapat terinfeksi langsung melalui

jaringan akar, atau melalui akar lateral. Setelah memasuki akar tanaman, miselium

akan berkembang hingga mencapai jaringan korteks akar. Pada saat miselium

jamur mencapai xylem, maka miselium ini akan berkembang hingga menginfeksi

pembuluh xylem. Miselium yang telah menginfeksi pembuluh xylem, akan

terbawa ke bagian lain tanaman, dan mengganggu peredaran nutrisi dan air pada

tanaman.

Page 13: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

DATA DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Pengamatan

Tabel 1 Jenis hama dan penyakit yang ditemukan di lapangan

Jenis OPT Gambar

Thrips sp.

Antraknosa (Colletotrichum

gloeosporioides Pens)

Layu Fusarium sp.

Lalat buah (Bactrocera dorsalis)

Page 14: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

Jenis OPT Gambar

Virus gemini

Bercak daun Cercospora sp.

Tabel 2. Kejadian dan keparahan penyakit yang utama di lahan cabai

Jenis OPT Kejadian penyakit

(%)

Keparahan penyakit

(%)

Thrips sp. Tysanoptera: Thripidae 100 69.7

Layu Fusarium sp. 100 64.4

Busuk buah (Colletotrichum

gloeosporioides) 22.72 60.5

Contoh perhitungan :

Hama Thrips sp. (Tysanoptera: Thripidae)

Page 15: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

Layu Fusarium

Layu Fusarium merupakan penyakit tanaman cabai yang disebabkan oleh

jamur Fusarium oxyporum Schlecht. Gejala diawali dengan menguning dan

layunya daun bagian bawah dekat pangkal. Bagian pembuluh kayu pangkal

batang jika diiris akan terlihat berwarna coklat seperti gambar 3, dan akar tanaman

yang terserang penyakit ini akan rusak dan busuk, selanjutnya tanaman akan

menjadi layu dan mati. Gejala serangan yang tampak hampir mirip dengan gejala

serangan layu bakteri. Perbedaanya dapat terlihat saat bagian pangkal batang

dipotong dan dicelupkan ke dalam gelas berisi air putih. Tanaman yang terserang

layu fusarium tidak akan mengeluarkan eksudat berupa lendir. Tanaman yang

terserang penyakit layu fusarium akan mengalami kematian dengan cepat.

Tanaman terserang menjadi sumber inokulum cendawan yang dapat tersebar

melalui tanah dan air.

Gambar 1 Tanaman terserang layu Gambar 2 Tingkat kejadian layu

Pada pertanaman yang diamati, kejadian serangan penyakit layu fusarium

mulai nampak pada saat tanaman cabai berumur 4 bulan dimana tanaman mulai

panen pertama. Jumlah tanaman terserang cukup tinggi, tanaman yang sakit

dicabut oleh pengelola dan diganti dengan tanaman kacang panjang. Sayangnya,

tanaman yang dicabut tidak diisolasi dan dimusnahkan sehingga serangan tetap

terjadi dengan tingkat keparahan yang semakin tinggi. Akibatnya kejadian

penyakit sangat tinggi sampai pada saat panen ke 12 saat pengamatan sudah

banyak sekali tanaman yang dicabut dan diganti dengan kacang panjang (gambar

1 dan 2).

Lahan yang diamati sebelumnya merupakan lahan sawah yang dibera.

Lahan sawah yang dibera ini besar kemungkinan tergenang air dalam waktu yang

cukup lama. Hal ini menyebabkan peningkatan pH atau tingkat keasaman tanah.

peningkatan pH ini diduga menjadi salah satu pemicu perkembangan patogen di

lahan tersebut. Seperti diketahui, layu fusarium banyak menyerang tanaman pada

lahan dengan tingkat keasaman yang tinggi. Kemudian penanganan dengan

pencabutan juga memicu penyebaran penyakit. Hal ini dikarenakan tanaman yang

dicabut tidak dimusnahkan dan tanaman tersebut masih ditumpuk di sekitar

pertanaman seperti pada gambar 4.

Page 16: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

Gambar 3 Akar tanaman terserang Gambar 4 Tumpukan tanaman mati

Berdasarkan hasil wawancara, kerugian yang disebabkan oleh kerusakan

tanaman akibat layu fusarium dapat dikatakan sangat tinggi. Akan tetapi, kerugian

tersebut kurang dirasakan karena kejadian penyakit yang tinggi baru pada saat

tanaman telah beberapa kali panen sehingga dapat dikatakan kerugian yang

ditimbulkan hanya mengakibatkan penurunan keuntungan/laba bersih dari

budidaya.

Antraknosa

Penyakit antraknosa disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici

Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Penyakit ini berkembang

dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80

rH dengan suhu 32 ºC, gejala serangan penyakit antraknosa pada buah dan daun

ditandai bercak kering konsentris dengan spora yang nampak tersusun melingkar

berlapis (gambar 5). Kejadian penyakit ini banyak teramati di lahan yang diamati,

serangan juga tidak hanya pada buah yang sudah matang tetapi juga pada buah

yang masih hijau. Berdasarkan hasil pengamatan spora di laboratorium, penyebab

antraknosa pada pertanaman yang diamati adalah C. gloeosporioides. Spora C.

gloeosporioides berbentuk lonjong dan tidak berbentuk bulan sabit seperti pada

gambar 6.

Gambar 5 Gejala antraknosa Gambar 6 Spora C. gloeosporioides

Page 17: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

Tingkat serangan antraknosa di lahan yang diamati nampak merata di

sebagian besar pertanaman. Serangan yang lebih tinggi umumnya terjadi pada

tanaman yang berada di tempat agak teduh dan tajuk tanaman rimbun. Hal ini

mengindikasikan bahwa salah satu penyebab tingkat serangan tersebut adalah

kelembaban relatif di area pertanaman. Kelembaban yang tinggi akan memicu

perkembangan penyakit menjadi lebih cepat. Hal ini juga disebabkan oleh

kurangnya pengaplikasian fungisida. Berdasarkan hasil wawancara,

pengaplikasian fungisida hanya dilakukan pada saat tanamanbaru di transplantasi

ke lahan selebihnya hanya dilakukan pengaplikasian insektisida.

Trips

Trips merupakan salah satu hama yang memiliki kisaran inang cukup luas.

Cabai merupakan salah satu tanaman budidaya yang kerap kali menjadi sasaran

dari hama trips. Gejala dari serangan hama ini terlihat pada permukaan daun yang

terdapat bercak-bercak klorotik dan nekrotik berwarna putih seperti perak. Selain

menimbulkan gejala nekrotik dan klorotik, daun terserang akan mengalami

malformasi atau perubahan bentuk menjadi keriting. Daun-daun cabai yang

terserang akan menampakkan tepian daun yang menggulung ke dalam dan

kadang-kadang juga terdapat gejala mirip puru. Menurut Setiadi (2004),

umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun,

kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda.

Pertanaman cabai yang diamati banyak terserang trips, gejala yang teramati

pada pertanaman termasuk tanaman sampel tergolong cukup parah. Serangan pada

bagian bunga juga banyak ditemukan. Hal ini menimbulkan keguguran bunga dan

menurunkan produktifitas buah cabai. Berdasarkan hasil wawancara, serangan

trips memang banyak terjadi meskipun sudah dilakukan penyemprotan insektisida

secara rutin.

Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lahan, diketahui bahwa

pemakaian insektisida oleh pengelola cenderung kurang memperhatikan tingkat

keamanan. Pengelola juga kurang memperhatikan dosis maupun teknis

pengaplikasian yang baik. Hal ini dapat terlihat dari teknik pemakaian insektisida

yang banyak dicampur atau dioplos dengan alasan untuk meningkatkan efektifitas.

Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, pengoplosan yang dilakukan selalu diiringi

dengan penurunan dosis insektisida yang dipakai. Paradigm yang salah ini secara

tidak langsung mengakibatkan penurunan daya bunuh insektisida yang dipakai

dan dalam waktu panjang dapat menimbulkan resurjensi hama trips. Oleh sebab

itu, pengaplikasian insektisida kurang memberikan hasil pada pertanaman cabai

yang diamati.

Sementara itu, kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan trips kurang

begitu dirasakan oleh petani penggarap. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai

ekonomi cabai pada saat panen sehingga yang terjadi hanya pengurangan nilai

keuntungan saja. Namun hal ini hanya sebatas penilaian dan perhitungan

sementara dari pihak petani, akan lebih jelas jika dilakukan perhitungan yang

lebih mendetil.

Page 18: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

REKOMENDASI

Pengendalian Layu Fusarium

Pengendalian penyakit layu fusarium dapat dilakukan dengan beberapa cara

pengendalian antara lain :

1. Pengapuran lahan sebelum tanam untuk meningkatkan pH tanah dan

mengurangi kemasaman tanah.

2. Pengaturan pengairan dengan baik, jangan sampai air menggenang

berlebihan pada lahan pertanaman. Jika pertanaman pada musim hujan

maka bedengan agar dibuat lebih tinggi.

3. Pencelupan bibit ke dalam air yang telah dicampur dengan fungisida

seperti Derosal 1,5 g per liter air sebelum bibit di tanam untuk

pencegahan.

4. Penambahan Trichoderma sp pada media sebelum tanam bersama dengan

pupuk kandang. Lubang tanaman yang terserang juga dapat diisi dengan

Trichoderma sp sebesar butir jagung. dosis pemakaian 1 baglog per

karung pupuk kandang.

5. Penyiraman dengan larutan fungisida seperti seperti Derosal dengan

takaran 1,5 gram per liter air pada saat tanaman berumur 25 – 40 hari

setelah tanam (HST).

6. Lakukan eradikasi pada tanaman terserang dengan cara mencabut tanaman

yang terserang. Usahakan jangan sampai tanahnya tercecer dan bertebaran

ke mana-mana karena dapat menulari tanaman yang sehat. Setelah

dicabut, taburi lubang bekas tanaman terserang tadi dengan kapur

secukupnya dan lubang ditutup kembali dengan tanah.

7. Untuk tanaman yang sehat yang berada di sekitar tanaman terserang,

disiram dengan larutan formalin dengan takaran 2 – 5 cc per liter air

sebanyak 200 ml per tanaman. Gunanya untuk pencegahan agar tidak

tertular oleh fusarium dari tanaman yang terserang tadi.

8. Pengendalian yang lain adalah secara teknis budidaya dengan pergiliran

tanaman lain selain tanaman dari famili Solancea (terung-terungan). Jika

sebelumnya lahan pernah ditanami cabe atau tanaman lain yang masih satu

famili, lebih baik cari lahan yang lain.

Pengendalian Antraknosa

Pengendalian Penyakit Antraknosa atau Patek dapat dilakukan dengan

beberapa cara antara lain dengan melakukan:

1. Melakukan perendaman biji dalam air panas (sekitar 55 derajat Celcius)

selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan

triazole dan pyrimidin (0.05-0.1%) sebelum ditanam atau menggunakan

agen hayati.

2. Penyiraman fungisida atau agen hayati yang tepat pada umur 5 sebelum

pindah tanam.

Page 19: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

3. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, namun perlu diperhatikan

saat melakukan pemusnahan, tangan yang telah menyentuh (sebaiknya

diusahakan tidak menyentuh) luka pada tanaman tidak menyentuh

tanaman/buah yang sehat, dan sebaiknya dilakukan menjelang pulang

sehingga kita tidak terlalu banyak bersinggungan dengan tanaman/buah

yang masih sehat.

4. Penggiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain yang bukan famili

solanaceae(terong, tomat dll) atau tanaman inang lainnya misal pepaya

karena berdasarkan penelitian IPB patogen antraknosa pada pepaya dapat

menyerang cabai pada pertanaman.

5. Penggunaan fungisida fenarimol, triazole, klorotalonil, dll. khususnya

pada periode pematangan buah dan terutama saat curah hujan cukup

tinggi.. Fungisida diberikan secara bergilir untuk satu penyemprotan

dengan penyemprotan berikutnya, baik yang menggunakan fungisida

sistemik atau kontak atau bisa juga gabungan keduanya.

6. Penggunaan mulsa hitam perak, karena dengan menggunakan mulsa hitam

perak sinar matahari dapat dipantukan pada bagian bawah permukaan

daun/tanaman sehingga kelembaban tidak begitu tinggi.

7. Menggunakan jarak tanam yang lebar yaitu sekitar 65-70 cm (lebih baik

yang 70 cm) dan ditanam secara zig-zag ini bertujuan untuk mengurangi

kelembaban dan sirkulasi udara cukup lancar karena jarak antar tanaman

semakin lebar, keuntungan lain buah akan tumbuh lebih besar.

8. Jangan gunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi, misal pupuk Urea, Za,

ataupun pupuk daun dengan kandungan N yang tinggi.

9. Penyiangan / sanitasi gulma atau rumput-rumputan agar kelembaban

berkurang dan tanaman semakin sehat.

10. Jangan menanam cabai dekat dengan tanaman cabai yang sudah terkena

lebih dahulu oleh antraknosa / patek, ataupun tanaman inang lain yang

telah terinfeksi.

11. Pengelolaan drainase yang baik di musim penghujan.

Pengendalian Trips

Pengendalian serangan trips dapat dilakukan dengan pengelolaan

diantaranya:

1. Menanam berbagai jenis tanaman inang diatas dengan lokasi yang

berdekatan. Hal ini untuk menghindari terjadinya perpindahan hama

Thrips dari komoditi yang satu ke komoditi yang lain, sehingga

menyulitkan dalam hal pengendaliannya atau bahkan bisa menyebabkan

kerusakan produksi- hasil.

2. Kultur teknis dengan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara

bertahap sepanjang musim.

3. Menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem.

4. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida

dengan bahan aktiv abamektin. Bila untuk pencegahan, sebaiknya

menggunakan insektisida berbahan aktiv Profenofos.

Page 20: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

5. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida

Winder 25WP konsentrasi anjuran 0.25 – 0.5 gr /liter atau bisa juga

menggunakan insektisida bentuk cair Winder 100EC dengan konsenstrasi

0.5 – 1 cc/L.

6. Bila di areal pertanaman sudah ada tanaman yang di serang hama ini maka

sebaiknya tanaman tersebut dibongkar dan dimusnahkan. Ini dilakukan

karena untuk menghindari penyebarannya pada tanaman lain yang masih

sehat.

7. Untuk mengatasi serangan thrips yang belum parah, pemakaian insektisida

yang bersifat kontak maupun sistemik sangat dianjurkan. Insektisida yang

dapat dipakai antara lain Nudrin 24 dan Tokuthion 500 EC. Perlu dicatat

bahwa selang waktu penyemprotan harus disesuaikan dengan siklus hidup

hama tersebut, yaitu berkisar 20 hari. Dengan selang waktu penyemprotan

sekitar 10 hari sekali sebelum atau sesudah ada serangan maka tanaman

akan terhindar dari serangan yang lebih menghebat.

8. pemberian insektisida butiran yang ditabur dalam tanah akan sangat

membantu. Ini disebabkan pupa thrips banyak bertebaran di dalam tanah

di sekitar tanaman. Jenis insektisida butiran yang sering dipakai petani

adalah Furadan 3G dan Ternik 3G.

Page 21: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang banyak menyerang di tanaman

cabai tempat pengamatan adalah Thrips sp. (Tysanoptera: Thripidae) dengan

tingkat keparahan 69.7%. kemudian penyakit Layu Fusarium yang disebabkan

oleh Fusarium oxyporum Schlecht dengan tingkat keparahan 64.4 pada tanaman

sampel, dan penyakit Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum

gloeosporioides dengan tingkat keparahan 60.6%. Pengendalian yang baik untuk

menghindari atau mengurangi serangan OPT diatas diantaranya dengan

mengintegrasikan teknik budidaya, pengelolaan agroekosistem dan pengendalian

hama penyakit secara bijaksana.

Saran

Penggunaan pestisida tidak selalu menjadi solusi terbaik dalam mengatasi

masalah serangan hama dan penyakit tanaman. Manajemen dan pengelolaan

sumberdaya serta memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan, murah, dan

efektif akan sangat dibutuhkan dalam proses pemeliharaan tanaman. Oleh sebab

itu, pengelolaan hama penyakit terpadu dibutuhkan dalam mewujudkan pertanian

yang sehat, aman, dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Page 22: Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Cabai

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant pathology. London: Academic Press BB Pengkajian. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah [internet]. [diunduh

2011 November 8]. Tersedia pada: http://lampung.litbang.deptan.go.id/

ind/images/stories/publikasi/teknologibudidayacabai.pdf

Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.