Pengelolaan Air Mendukung Perikanan Budidaya Yang Berkelanjutan

download Pengelolaan Air Mendukung Perikanan Budidaya Yang Berkelanjutan

of 50

Transcript of Pengelolaan Air Mendukung Perikanan Budidaya Yang Berkelanjutan

PENGELOLAAN AIR MENDUKUNG PERIKANAN BUDIDAYA YANG BERKELANJUTANHits: 156 | Ditulis pada: 2014-05-22Air merupakan sumber energi utama bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Perikanan Budidaya sebagai salah satu producen kebutuhan pangan bagi masyarakat di Indonesia juga tidak terlepas dari kebutuhannya terhadap air. Hari Air Dunia yang diperingati setiap tanggal 22 Maret telah menjadi wadah menyatukan fokus perhatian dunia terhadap peran pentingnya ketersediaan air dan mengupayakan tata kelola sumber daya air yang berkelanjutan. Pada hari Air Dunia Tahun 2014 kali ini tema yang diambil adalah Water and Energy. Tema ini sejalan dan mendukung program pembangunan perikanan budidaya yang menuju ke arah industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy. Dimana, keberlanjutan atau sustainability dari kegiatan usaha perikanan budidaya dengan memperhatikan lingkungan menjadi perhatian utama, dan air adalah kebutuhan utama pada suatu lingkungan usaha perikanan budidaya. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam rangka menyambut Hari Air Dunia 2014.

Pada peringatan ini sekaligus dilaksanakan kegiatan Forum Prasarana dan Sarana Budidaya yang bertujuan untuk melaksanakan koordinasi dalam rangka integrasi kebijakan pembangunan prasarana dan sarana budidaya dengan lintas sector. Hal ini selaras dengan Kebijakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui Program industrialisasi perikanan budidaya, yang bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan produksi, penanganan dan pemrosesan hasil produksi dan kegiatan pemasaran atau proses hulu sampai hilir. Pelaksanaan program ini harus terus digelorakan melalui berbagai kebijakan dan strategi serta kegiatan yang semakin efektif dan efisien. Hal ini memerlukan keterlibatan instansi terkaiit, masyarakat pembudidaya, pihak swasta dibidang perikanan budidaya dan juga perbankan untuk dapat bersinergi dalam upaya peningkatan produksi perikanan budidaya yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing ungkap Slamet.

Lebih lanjut Slamet mengatakan bahwa pertemuan ini akan dapat menghasilkan suatu yang bermanfaat bagi para pembudidaya. Sinergi dan integrasi kegiatan antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka menyediakan prasarana dan sarana budidaya di kawasan budidaya ikan yang efektif dan efisien akan terus ditingkatkan. Dan juga upaya pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan yang sekaligus mendukung usaha perikanan budidaya yang berkelanjutan papar Slamet.

Dukungan lingkungan dalam usaha budidaya

Semakin berkembangnya usaha perikanan budidaya dewasa ini, khususnya udang perlu di dukung dengan perbaikan dan pemeliharaan lingkungan pantai dan pesisir, khususnya di sekitar tambak. Untuk itu perlu dilakukan upaya penghijauan melalui penanaman mangrove atau bakau. Dengan adanya penghijauan ini maka lahan tambak akan terhindar dari abrasi yang terjadi di sekitar tambak dan juga mampu dimanfaatkan untuk mempertahankan produktivitas lingkungan perairan di sekitar pantai dan tambak dan menjaga kualitas air pantai tambah Slamet.

Dengan lingkungan usaha perikanan budidaya yang sudah didukung dengan prasarana yang memadai dan terjaga lingkungannya, maka akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya. DJPB juga telah melakukan kerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan sertifikasi lahan budidaya, yang saya yakin akan mampu mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha perikanan budidaya. Disamping itu juga mendorong pihak perbankan untuk menanamkan modalnya di bidang perikanan budidaya karena sudah adanya agunan berupa sertifikat tanah, Kata Slamet.

Slamet menambahkan, kesuksesan program pemerintah, tidak akan terlepas dari kerja keras dan kerjasama dari semua komponen yang terkait. Artinya, seluruh komponen ikut turut serta dalam menangani perikanan budidaya agar bisa lebih maju dan kuat. DJPB menyadari bahwa peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di budidaya perikanan, tidak bisa berjalan sendirian. DJPB akan terus melakukan Sinergi dan koordinasi dengan semua pihak terkait untuk menuju perikanan budidaya yang kuat dan berkelanjutan melalui program industrialisasi perikanan budidaya berbasis ekonomi biru dan menuju Era Pasar Bebas ASEAN 2015, pungkas Slamet.

Sumber: DJPB RMRINDUSTRIALISASI PERBENIHAN PERIKANAN NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INDUSTRIALISASI PERIKANAN BUDIDAYA BERBASIS BLUE ECONOMYHits: 48 | Ditulis pada: 2014-05-22Induk dan benih unggul merupakan kebutuhan utama dalam suatu proses produksi perikanan budidaya. Untuk menunjang dan mendukung kenerhasilan Industrialisasi Perikanan Budidaya, diperlukan induk dan benih unggul dalam jumlah yang memadai dan berkesinambungan. Ketersediaan induk dan benih unggul untuk pemenuhan usaha budidaya ikan menuju era industrialisasi perikanan budidaya, perlu mendapatkan perhatian khusus. Apalagi saat ini, para pembudidaya sedang giat-giatnya untuk melakukan usaha budidaya, sehingga kebutuhan benih berkualitas akan meningkat dan ini hanya dapat dipenuhi oleh induk-induk unggul. Pemenuhan kebutuhan induk dan benih unggul ini bukan hanya tugas Pemerintah, Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, perlu adaya sinergi dan kerjasama dengan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam sub sector perbenihan perikanan ini seperti pengumpul induk, pemulia, unit pembenihan baik skala kecil maupun skala besar dan juga para pembudidaya, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam Siaran Pers yang diberikan pada saat Focus Discussion Group (FGD) yang diadakan di Press Room Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Lebih lanjut Slamet menyatakan bahwa usaha perbenihan perikanan merupakan suatu usaha dengan perputaran permodalan yang cepat. Bahkan dengan kebutuhan ukuran tebar benih yang semakin besar, maka usaha perbenihan dapat dilakukan dengan segmentasi usaha perbenihan.Ukuran tebar ikan yang semakin besar akan mengurangi resiko kematian benih atau meningkatkan survival rate ikan yang ditebar. Dengan demikian diharapkan hasil panen akan meningkat. Disamping itu hal ini akan membuka segmentasi usaha pembenihan mulai dari telur menjadi benih, kemudian benih menjadi tokolan, bahkan sampai tokolan menjadi ukuran siap tebar. Semakin banyak segmentasi usaha pembenihan ikan akan semakin banyak menyerap tenaga kerja dan mendorong perekonomian pedesaan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pembenih ikan, ungkap Slamet.

Untuk pemenuhan induk dan benih unggul dalam jumlah dan kualitas yang memadai, KKP melalui DJPB telah memiliki beberapa strategi yang dijalankan. Pembangunan dan pengembangan Broodstock centre di beberapa wilayah terus dilakukan.National Broodstock Center (NBC)danRegional Broodstock Center(RBC).bersama-sama akan melakukan pengumpulan induk dan benih alam dari berbagai lokasi, untuk kemudian akan digunakan memproduksi calon induk hasil budidaya melalui serangkaian metoda dan proses seleksi danselektif breeding.Strategi ini sudah cukup berhasil untuk komoditas lele, nila, udang vaname dan kerapu. Bahkan rumput laut melalui hasil kultur jaringan telah menghasilkan bibit rumput laut yang unggul untuk dapat dikembangkan di masyarakat. Sehingga, strategi ini juga akan diterapkan untuk komoditas lain seperti patin, gurame, udang windu dan yang lainya, papar Slamet.

Selanjutnya untuk menyebarluaskan atau mendistribusikan benih unggul secara merata kemasyarakat, dikembangkan kawasan perbenihan baik payau/laut maupun air tawar. Sebagai contoh pengembangan telur/nauplii center untuk memenuhi kebutuhan telur kerapu dan juga nauplii udang. Kemudian didukung dengan PL centre (Post Larva centre) dan Benih Centre. Pengembangan sentra-sentra ini, selain merupakan implemtasi dari segmentasi usaha pembenihan juga sekaligus membantu distribusi benih unggul ke pada masyarakat pengguna kata Slamet.

Gerakan Penggunaan Induk Unggul (GAUL)

GAUL perlu digalakkan untuk mengembangkan usaha budidaya udang yang berkelanjutan. Masyarakat pembenih perikanan harus diberikan pemahaman bahwa penggunaan induk unggul mutlak dilakukan untuk menghasilkan benih yang berkualitas. DJPB akan berusaha memenuhi kebutuhan induk unggul ini melalui Broodstock-broodstock centre yang sudah ada dan dibantu oleh Balai-balai benih yang tergabung dalam Jejaring Perbenihan Perikanan Nasional. untuk memproduksi benih ikan unggul dalam jumlah besar diperlukan industri perbenihan. Sedangkan untuk mendukung industri perbenihan diperlukan revolusi perbenihan. GAUL akan mendukung revolusi perbenihan ini agar penggunaan induk ikan unggul membumi dan menjadi kebutuhan masyarakat pembudidaya, ujar Slamet.

Disamping itu untuk menjaga benih yang tersedia tetap terjaga dari serangan penyakit, tetap perlu dilakukan vaksinasi baik kepada induk maupun langsung kepada benih. GAUL yang disebarkan kepada masyarakat harus juga diikuti dengan Gerakan Vaksinasi Ikan (GERVIKAN). Karena pencegahan penyakit lebih mudah apabila dilakukan vaksinasi dilakukan mulai dari induk. Kekebalan terhadap penyakit dapat diturunkan dari induk kepada benih yang dihasilkannya. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut vaksinasi juga dilakukan terhadap benih sebelum atau setelah di tebar, ungkap Slamet

Revitalisasi Perbenihan

Pengembangan perbenihan perikanan juga dilakukan melalui revitalisasi perbenihan khususnya di wilayah yang merupakan sentra-sentra perbenihan. Peningkatan peran Balai Benih Ikan (BBI) baik untuk ikan air tawar maupun ikan payau/laut terus ditingkatkan melalui peremajaan induk-induk yang ada di setiap BBI tersebut akan terus di dorong melalui bantuan induk-induk unggul dan juga pembinaan SDM pengelolanya. Kemudian Balai-balai ini diharapkan akan membantu melakukan pembinaan kepada Unit Permbenihan Rakyat (UPR) maupun Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) sehingga mereka mampu menghasilkan benih yang berkualitas. Untuk itu modernisasi unit pembenihan juga harus dilakukan karena ini merupakan kebutuhan untuk mendukung revitalisasi dan industrialisasi perbenihan, ujar Slamet.

Penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) merupakan syarat mutlak dalam menghasilkan benih unggul dan juga mengelola induk unggul. Revitalisasi Perbenihan juga mencakup sertifikasi CPIB. Dengan sudah menerapkan CPIB maka benih yang dihasilkan merupakan benih berkualitas yang akan dapat digunakan oleh para pembudidaya yang juga harus menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Ini adalah integrasi hulu dan hilir dalam sistem perikanan budidaya. Input yang bagus, proses yang sesuai aturan akan menghasilkan output yang optimal dengan kualitas yang baik, ungkap Slamet.

Produksi induk unggul, untuk mendukung semakin bergairahnya usaha budidaya ikan nasional akan terus ditingkatkan. Selain itu ke depan, menuju pasar bebas ASEAN tahun 2015, kita harus mampu swasembada benih dan induk nasional. Hal ini selain untuk membuktikan bahwa kita cinta produk dalam negeri, juga untuk menghindari masuknya penyakit dari negara lain. Swasembada benih dan induk ini bisa dimulai dari kawasan kawasan minapolitan yang kemudian dapat ditiru oleh daerah lainnya. Swasembada ini salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan Cara Perbenihan yang Baik (CPIB), sehingga selain kebutuhan benih tercukupi, kualitas benih tetap terjaga pungkas Slamet.

Sumber: DJPB RMR

Sinergitas, Kata Kunci untuk Pembangunan Perikanan BudidayaHits: 240 | Ditulis pada: 2014-04-11DENGAN BERSINERGI KITA BISA. Itulah ungkapan yang selalu didengungkan oleh Dirjen Perikanan Budidaya dalam setiap kesempatan untuk memotivasi seluruh stakeholder yang bergerak dalam bidang perikanan budidaya agar saling bersinergi dan bersama-sama membangun perikanan budidaya pada masa-masa mendatang. Ungkapan tersebut kembali diungkapkan dalam kesempatan presentasi Bapak Dirjen pada acara Temu Koordinasi Pemantapan Pelaksanaan Kebijakan Industrialisasi Perikanan Budidaya Tahun 2014 bertemaPelaksanaan Strategi Pro-Poor, Pro-Job, Pro-Growth, dan Pro-Environment dalam pembangunan Perikanan Budidaya yang berkelanjutan untuk penguatan ekonomi dan kesejahteraan rakyatyang dilaksanakan pada tanggal 4 7 Maret 2014 di Hotel Golden Flower Bandung.

Pengembangan industrialisasimaricultureuntuk bahan baku konsumsi dan industri menjadi fokus pembangunan perikanan budidaya ke depan dengan pengembangan komoditas ikan laut unggulan. Dalam upaya mensukseskan pelaksanaan kebijakan pembangunan perikanan budidaya diperlukan peningkatan dukungan dan sinergitas antar pihak-pihak yaitu: i) di dalam internal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); ii) antara KKP dengan Kementerian/Lembaga lainnya; iii) antara KKP dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota; iv) antara KKP dengan pengusaha dan investor; v) antara KKP dengan masyarakat pembudidaya.

Adapun sinergi di dalam internal KKP dalam hal ini antara Ditjen Perikanan Budidaya dengan Eselon I lingkup KKP antara lain:

1. DJPB dengan BPSDMKP: (i) pelatihan bagi para pembudidaya dan penyuluh; (ii) pendampingan teknologi oleh penyuluh dalam kegiatan pemberdayaan usaha perikanan budidaya;dan (iii) Pengaturan penugasan penyuluh perikanan dengan mempertimbangkan rasio ideal dari jumlah penyuluh dan pokdakan.

2. DJPB dengan PSDKP: (i) Pengawasan ketaatan pelaku usaha perikanan budidaya; (ii) Pengawasan penggunaan dan peredaran obat ikan, kimia, dan bahan biologi lainnya dalam perikanan budidaya; (iii) Pemberdayaan POKMASWAS di kawasan perikanan budidaya; dan (iv) Penanganan tindak pidana perikanan.

3. DJPB dengan BKIPM: (i) pengembangan sistem kendali ketersediaan hasil perikanan dan cadangan hasil perikanan; (ii) Pengembangan standar mutu dan keamanan hasil perikanan; (iii) Pengembanganculture based quarantine and food safety measurement; (iv) Penguatan system kendali cemaran biologis, kimia dan bahan lain sesuai standar ikan dan manusia.

4. DJPB dengan KP3K : berupa implementasi undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, terutama terkait penetapan zonasi budidaya.

5. DJPB dengan P2HP: (i) pengembangan pasar dalam dan luar negeri; (ii)peningkatan konsumsi ikan dalam negeri; (iii) pengendalian impor produk perikanan; (iv) pengembangan produk hasil perikanan budidaya; (v) diversifikasi dan promosi produk(hidup, segar, beku dan olahan); serta (vi) pengembanganbrand image.

6. DJPB dengan Badan Litbang: berupa hasil-hasil penelitian dalam pengembanganmariculture, khususnya budidaya laut lepas pantai (offshore), bahan baku pakan local terutama bersumber dari organisme laut yang melimpah dan murah, domestikasi ikan-ikan penting dari perairan umum.

7. DJPB dengan Sekretariat Jenderal : berupa produk hukum antara lain peraturan tentang perlindungan usaha pembudidaya ikan akibat cuaca ekstrim dan bencana alam lainnya.

8. DJPB dengan Inspektorat Jenderal berupa pengawasan intern, baik di Pusat maupun Daerah dalam pelaksanaan kegiatan perikanan budidaya.

Adapun sinergi Ditjen Perikanan Budidaya dengan Kementerian/Lembaga lainnya yaitu:

i. DJPB dengan ESDM: kerjasama kelistrikan

ii. DJPB dengan PU: Rehabilitasi saluran irigasi dan pembangunan jalan produksi

iii. DJPB dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal: Bantuan sarana produksi KJA, benih ikan, bibit rumput laun, dll.

iv. DJPB dengan Perbankan dan Kementerian Koperasi dan UKM: Bantuan permodalan

v. DJPB dengan Badan Pertanahan Nasional: Kerjasama Sertifikat Tanah untuk usaha Perikanan Budidaya

vi. DJPB dengan Perguruan Tinggi, LIPI, BPPT: Kerjasama iptek bidang perikanan budidaya

vii. DJPB dengan TNI AD: Kerjasama pengamanan kegiatan produksi perikanan budidaya

Pada tahun-tahun mendatang, DJPB perlu meningkatkan dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian produksi perikanan budidaya nasional berupa kebijakan pembangunan daerah yang mendorong pembangunan dan pengembangan perikanan budidaya. Dalam upaya meningkatkan peran pengusaha swasta dan investor dalam pembangunan perikanan budidaya,pemerintah akan memberikan dukungan berupa: (i) regulasi yang mendukung dan konsisten; (ii) melibatkan pelaku usaha (swasta) dalam penyusunan kebijakan; dan (iii) promosi produk ke pasar internasional.

Sumber: ardi

PENDAHULUANSaat ini, sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi dan berpeluang untuk menjadi penggerak perekonomian nasional dan perikanan budidaya merupakan salah satunya. Perikanan budidaya dengan segala potensi pengembangan dan sumber daya alam yang mendukung, memiliki banyak peluang untuk menyediakan lapangan usaha dan menyerap tenaga kerja (Pro job), meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Pro poor) dan menjadi sumber devisa bagi negara (Pro growth) serta memelihara lingkungan (Pro environment). Terlebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segala kelebihan yang dimiliki oleh sektor perikanan budidaya harus terus digali dan dikembangkan sehingga produk perikanan budidaya mampu bersaing di pasar ASEAN dengan kualitas yang tinggi dan jumlah yang memenuhi kebutuhan pasar.Salah satu upaya percepatan peningkatan produksi yang berkualitas dan memiliki nilai tambah tinggi adalah melalui Industrialisasi Perikanan Budidaya yang berbasis Ekonomi Biru yang menjadi pokok arah kebijakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Selaras dengan hal tersebut, DJPB berkomitmen untuk mendorong pengembangan industrialisasi komoditas unggulan perikanan budidaya yaitu udang, rumput laut, patin dan bandeng melalui kegiatan INDOAQUA 2014 dengan tema PERIKANAN BUDIDAYA UNTUK BISNIS DAN KETAHANAN PANGANPenyelenggaraan INDOAQUA 2014 diharapkan dapat mendorong investasi di bidang Perikanan Budidaya dan mampu menjadikan Perikanan Budidaya sebagai salah satu pilar dalam Ketahanan pangan Nasional dan sebagai penggerak perekonomian nasional. Selain itu diharapkan mampu menjadi media komunikasi bagi pelaku perikanan budidaya melalui pengenalan hasil-hasil perekayasaan teknologi, pameran dan temu bisnis di bidang perikanan budidaya.

Konsumsi Ikan Di Dunia Terus Meningkat Hingga Tahun 2021Hits: 156 | Ditulis pada: 2012-07-13Budidaya ikan semakin gencar dilakukan para pembudidaya ikan. Karena kebutuhan akan konsumsi ikan semakin meningkat setiap tahun. Bahkan konsumsi ikan di dunia per kapita bisa mencapai 19,6 kg di tahun 2021.

Meskipun para nelayan tetap menangkap ikan di laut namun belum tentu bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Nantinya, pembudidaya ikan semakin banyak dan meningkat hingga 33 persen. Ini adalah cara untuk membantu memenuhi permintaan dunia akan ikan segar yang sehat dan bergizi. Hal ini juga telah disempaikan oleh badan pangan PBB, Senin (9/7).

Food and Agriculture Organisation(FAO), mengatakan hasil budidaya ikan diperkirakan akan meningkat sekitar 172 juta ton pada tahun 2021, jumlahnya naik 15 persen dari rata-rata kebutuhan tahun 2009-2011. Budidaya ikan adalah salah satu cara yang cepat untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Pada tahun 2018, jumlah konsumsi ikan ternak diperkirakan akan melebihi ikan tangkap. Meningkatnya jumlah permintaan disebabkan oleh kandungan nutrisi ikan yang merupakan sumber protein dan mikronutrien penting untuk mencapai gizi seimbang yang baik untuk kesehatan.

Menurut FAO, asupan protein penduduk dunia berasal dari hewan sekitar 16,6 persen dan 6,5 persen protein didapat dari sumber makanan lainnya.

Dunia perdagangan ikan diharapkan dapat meluas hingga 25 % di tahun 2012 hingga 2021. Karena dibutuhkan seluruh dunia, jumlah porsinya juga harus signifikan dengan jumlah produksi ikan yang akan diekspor.

Sumber: detik.com

Penguatan Kemitraan dalam Pencapaian Industrialisasi Perikanan BudidayaHits: 562 | Ditulis pada: 2012-06-20Ada 3 (tiga) faktor kunci dalam konsep industrialisasi perikanan yaitu peningkatan nilai tambah (value added), efesiensi dan daya saing (bargaining position), dimana ke-tiga faktor tersebut akan mampu mendorong terciptanya iklim usaha yang positif sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun perlu diingat, bahwa konsep ini akan berjalan dengan baik jika seluruh aspek penggerak siklus aquabisnis mampu dibangun secara efektif. Pencapaian produksi dan kapasitas usaha akan mampu dicapai jika para pelaku utama maupun pelaku usaha secara ekonomi mampu mencapai titik optimal dari kelayakan usaha. Sedangkan kelayakan usaha tentunya sangat bergantung pada jalannya subsistem-subsistem yang saling berinteraksi mulai dari kegitatan di hulu (on farm) sampai kegiatan di hilir (off farm), hal ini karena keberadaan subsistem dalam siklus yang berjalan secara efektif akan mampu meningkatkan efesiensi produksi.

Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya, dinilai oleh sebagian besar masyarakat perikanan sebagai langkah positif dalam upaya mengembalikan kemandirian dan daya saing produk perikanan Indonesia di tataran global, yang nota bene memiliki potensi perikanan budidaya terbesar di dunia, namun minim pemanfaatan. Sudah saatnya potensi tersebut digali dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Guna mewujudkan harapan mulia tersebut, maka perencanaan sebelum implementasi perlu menjadi fokus perhatian Pemeritah dengan melibatkan dukungan dan kerjasama sinergi dari seluruh stakeholders, sehingga program Industrialisasi tidakterkesan program "kagetan". Dalam hal ini penulis menekankan akan pentingnya penataan "Kelembagaan" pada setiap kawasan pengembangan, mengapa,..? karena faktor inilah yang seringkali diabaikan, sehingga konsep apapun seringkali terkendala pada saat implementasi di lapangan.

Perkuat kelembagaan di kawasan industrialisasi perikanan

Kenapa Kelembagaan yang penulis tekankan, dan apa pula hubungannya dengan siklus aquabisnis ? Menurut Hermanto dan Subowo, 2006 membedakan bahwa secara empiris kelembagaan dapat dibedakan, antara lain: (1) kelembagaan sosial nonbisnis yang merupakan lembaga yang mendukung penciptaan teknologi, penyampaian teknologi, penggunaan teknologi dan pengerahan partisipasi masyarakat, seperti lembaga penelitian, penyuluhan, kelompok tani dan sebagainya, dan (2) lembaga bisnis penunjang yang merupakan lembaga yang bertujuan mencari keuntungan, seperti koperasi, usaha perorangan, usaha jasa keuangan dan sebagainya.

Kelembagaan sendiri mempunyai arti luas yang mencakup aturan main, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang, organisasi atau suatu sistem. Nah, ke-dua jenis kelembagaan inilah sesungguhnya yang harus menjadi isyu penting dalam upaya menggerakan siklus aquabisnis rumput laut yang berkelanjutan, jika kelembagaan ini mampu berjalan secara efektif sangat mungkin permasalahan yang saat ini masih mendera tidak lagi menjadi penghambat bagi keberlangsungan usaha dari para pelaku.

Pada Negara-negara maju, faktor kelembagan menjadi bagian penting yang harus diperkuat dalam mendorong tumbuh kembangnya kegiatan bisnis dan pembangunan secara umum. Melalui kelembagaan maka akan terbangun aturan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama, hak dan kewajiban anggota, mampu mengatur kode etik, membangun kontrak melalui pola kemitraan yang berkelanjutan, informasi pasar dan teknologi, serta membangun link pasar yang berkelanjutan. Pelaku yang tergabung dalam kelembagaan yang kuat sudah sejatinya akan mempunyai pola pikir yang maju (visioner), mampu beradaptasi dalam menghadapi proses dinamika kelompok, serta dapat membangun kerjasama sinergi yang didasarkan oleh rasa tanggungjawab (responsibility), komitmen, kesamaan kebutuhan dan kepercayaan (trust).

Membangun kemitraan usaha yang berkelanjutan

Dalam hal ini penulisperlu menekankan bagaimana kelembagaanmenjadi faktor penting dalam membuka peluang membangun kemitraan usaha yang bersifat luas. Karena dalam aquabisnis sendiri interaksi antara subsistem/unit usaha akan berjalan efektif jika pola kemitraan tersebut mampu dibangun secara kuat dan berkelajutan. Dalam siklus aquabisnis peran kemitraan sendiri diibaratkan sebagai Bahan bakar yang tentunya akan mempengaruhi pergerakan semua sistem yang ada. Lalu kemitraan yang bagaimana yang akan mampu menggerakan jalannya siklus tersebut,.? Jika penulis kaitkan dengan usaha perikanan budidaya, maka sejatinya kemitraan usaha tersebut adalah hubungan antara perusahaan mitra dengan pelaku utama (pembudidaya) dalam meningkatkan efektifitas, efesiensi dan produktifitas diseluruh subsistem aquabisnis sehingga tercipta nilai tambah dan daya saing produk perikanan budidaya yang dihasilkan.

Hasil identifikasi pada beberapa kawasan pengembangan budidaya, khususnya budidaya udang, hampir secara umum keberhasilan budidaya disebabkan oleh adanya pola kemitraan yang dibangun, dalam hal ini perusahaan pakan ikan. Tengok, misalnya konsep yang diberi nama kampung vaname pada kawasan-kawasan budidaya udang di Pantura Jawa, telah secara nyata membawa keberhasilan yang cukup menggembirakan. Konsep kemitraan yang dilandasi rasa tanggung jawab dalam hubungan saling menguntungkan, sudah barang tentu akan membuahkan keberhasilan yang dirasakan bersama. Bagi penulis konsep ini, sangat baik dan telah membuktikan keberhasilannya, sehingga implementasi industrialisasi perikanan budidaya khususnya industrialisasi udang sudah sewajarnya melakukan adopsi terhadap konsep tersebut, atau bahkan melibatkan secara langsung pihak swasta (perusahaan pakan) yang mempunyai konsep maupun SOP yang jelas dan telah terbukti berhasil.

Pemerintah dalam hal ini pun menyadari bahwa ada keterbatasan sumberdaya dalam melakukan implementasi kebijakan industrialisasi perikanan, sehingga perlu membuka diri bagi keterlibatan pihak-pihak terkait khususnya pihak swasta, perbankkan, perguruan tinggi dan organisasi perikanan serta stakeholders lain dalam melaksanakan dan mengawal secara langsung pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya, terlebih program ini membutuhkan perencanaan dan sumberdaya baik materi maupun non materi yang tidak sedikit. Menyadari keterbatasan tersebut, pemerintah juga dapat mengambil langkah dengan mendorong pengembangan program kemitraan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar maupun BUMN melalui program CSR (Corporate Social Responsibility).

CSR sebagai manifestasi peran pihak perusahaan dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal memang menjadi sebuah keharusan sebagai bentuk tanggung jawab moral yang harus secara langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar. Pengembangan program kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, Peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pada beberapa kasus, program CSR telah secara nyata mampu mendukung dan memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga ke-depan perusahaan-perusahaan besar maupun BUMN harus dilibatkan dalam turut serta menopang kegiatan usaha perikanan budidaya.Dalam upaya mendorong pengembangan kemitraan, maka pemerintah harus melakukan langkah-langkah, antara lain :

Memfasilitasi/mengadvokasi pengembangan kemitraan, serta mengeluarkan kebijakan dalam mendorong program kemitraan;

Melakukan pengawalan, dan penerapan kebijakan secara konsisten baik di tingkat pusat maupun daerah;

Memberikan reward bagi perusahaan yang berprestasi dalam mengembangkan dan memperkuat UMKM

Memperkuat Peran Pendampingan dan Penyuluhan di Daerah

Pola-pola kemitraan serupa hendaknya sudah mulai dikembangkan di sentra kawasan pengembangan industrialisasi perikanan budidaya. Peran pendampingan dan penyuluhan yang profesional sangat dituntut dalam membangun kelembagaan yang kuat dan mandiri. Penyuluh bukan hanya sekedar menampung permasalahan yang ada, tetapi penyuluh profesional seyogyannya mampu menjadi,mitra, motivator, fasilitator dan dinamisator bagi pelaku utama. Peran advokasi dari penyuluh sangat diharapkan dalam membangun sebuah kelembagaan yang profesional di kawasan pengembangan budidaya.

Akhirnya, semoga kebijakan strategis dan mulia ini akan mampu diimplementasikan dengan baik melalui kerjasama sinergi dan tanggungjawab dari seluruh stakeholders, sehingga pada akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dan daya saing perikanan budidaya demi kesejateraan masyarakat.

Sumber: 67

Teknik Pemberian Pakan Ikan GurameHits: 2303 | Ditulis pada: 2012-06-11Keberhasilan pembudidayaan ikan gurame dimulai dari teknik pemberian pakannya. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh pembudidaya agar pembudidayaan ikan guramenya dapt berhasil dan menghasilkan.

Pemberian pakan yang teratur dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh ikan lebih cepat. Indukinduk gurami yang sehat dan terjamin makanannya dapat dipijahkan dua kali setahun berturut-turut selama 5 tahun (www.ristek.go.id). Gurami terkenal sebagai ikan yang gerakannya lambat sehingga sering kalah bersaing dengan jenis ikan lain dalam memperebutkan makanan hewani. Jadi tak mengherankan jika pertumbuhannya tidak secepat ikan omnivora lainnya.

Untuk merangsang pertumbuhan gurami perlu diberikan pakan hewani dan nabati dalam komposisi yang ideal. Gurami tidak dapat diberi 100% pakan pabrik karena dagingnya akan menjadi lembek. Untuk memenuhi pakan nabati, bisa disediakan berbagai jenis hijauan seperti daun sente, kangkung, daun ubi kayu, tanaman air atau daun tanaman darat yang lunak dan masih muda. Jika ditambah enzim komplek, komposisi pemberian pakan hewani dan nabati yang baik adalah 2%/kg. Berdasarkan pengalaman beberapa petani, pemberian daun sente (Alocasia machoriza), sejenis talastalasan menunjukkan pertumbuhan yang paling baik. Pemberian pakan nabati dimulai saat benih seukuran korek atau kira-kira berumur 3,5 bulan (Agus, 2001).

Pakan diberikan berupa pelet dengan kandungan protein yang disesuaikan dengan ukuran ikan jika: a). Ukuran ikan 35 cm kadar proteinnya 38%, b). Ukuran ikan 515 cm kadar proteinnya 32% dan c). Ukuran ikan > 15 cm kadar proteinnya 28% (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Ransum harian pakan buatan dilakukan secara berkala dengan dosis 13% dari bobot biomass perhari dengan frekuensi pemberian 12 kali per hari yaitu pagi dan sore. Sedangkan pakan hijauan diberikan dengan dosis 12% dari bobot biomass perhari dengan frekuensi satu kali per hari.

Dengan patokan dosis tersebut, maka bobot pakan per hari dapat berubah seiring dengan penambahan bobot ikan dalam kolam. Penambahan bobot tersebut sering disebut dengan pertumbuhan. Besarnya pertumbuhan dapat diketahui melalui teknis sampling (mengambil beberapa ekor ikan dan menimbang bobotnya). Bobot total ikan dalam kolam adalah perkalian antara bobot rata-rata ikan yang disampling dengan jumlah ikan yang dipelihara. Penyesuaian jumlah pakan disesuaikan dengan hasil sampling bobot total ikan yang dilakukan sekali dalam dua pekan.

Sumber: 67

INDOAQUA-FITA 2012: PACU PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA UNTUK KETAHANAN PANGANHits: 253 | Ditulis pada: 2012-06-11Selain itu, KKP juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C.Sutardjo saat membuka acara Indonesia Aquaculture (INDOAQUA) dan Forum Inovasi Teknologi Aquaculture (FITA) 2011 di hotel Aryaduta, Makassar hari ini (8/6).

Lebih lanjut Sharif menuturkan bahwa untuk meningkatan produksi dan produktivitas perikanan budidaya, strategi yang ditempuh KKP adalah melakukan intensifikasi, ekstensifikasi maupun diversifikasi. Dalam mewujudkan industrialisasi perikanan budidaya, dibutuhkannya kegiatan penelitian, perekayasaan dan pertukaran informasi melalui gelar teknologi. Atas dasar itulah, KKP kembali menggelar INDOAQUA-FITA 2012 yang berlangsung tanggal 8 hingga 11 Mei 2012 di Makassar.

Dalam perhelatan tahunan ini, Menteri Kelautan dan Perikanan juga secara resmi merilis vaksin ikan Aeromonas hydrophyla atau disebut CAPRIVAC AERO-L dan beberapa varietas unggul perikanan budidaya, seperti ikan nila NIRWANA (Nila Ras Wanayasa) II, ikan nila SRIKANDI, ikan nila Sultana, dan ikan Torsono. Ikan nila NIRWANA II sendiri merupakan hasil pengembangan dari NIRWANA sebelumnya. Kehadiran vaksin ikan Aeromonas hydrophila menjadi solusi dalam mengatasi kegagalan pembudidaya ikan skala kecil sehingga mampu mengatasi problem penyakit ikan yang selama ini menghantui kegagalan budidaya. Sementara itu, kehadiran varietas unggul perikanan budidaya diyakini dapat memacu produksi perikanan budidaya. "Sinergitas antara peneliti dan perekayasa dengan pemerintah, masyarakat pembudidaya dan pelaku usaha dapat menjadi memacu produksi dan produktivitas perikanan budidaya, sambung Sharif.

Perluasan dan intensifikasi budidaya perlu dibarengi keseimbangan antara pembangunan ekonomi, jaminan atas pasokan dan ketahanan pangan, serta lingkungan yang berkelanjutan dan tangguh. "Untuk memacu produktivitas dan keuntungan yang berkeberlanjutan dibutuhkan suatu kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dan sumberdaya manusia untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan", ujar Sharif.

Industrialisasi perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing. Hingga kini, perikanan budidaya memiliki potensi yang sangat besar kendati baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan. Sharif mencontohkan, potensi tambak seluas 2.963.717 ha, namun baru terealisasi 682.858 ha dan itupun sebagian besar menerapkan teknologi tradisional.

Lanjutnya, potensi budidaya laut seluas 12.545.072 ha, dan baru terealisasi hanya 117.649 ha. Disamping itu, KKP telah menetapkan target produksi pada 2014 sebesar 16,89 juta ton untuk perikanan budidaya atau dapat dikatakan naik sebesar 353 persen dari produksi di 2009 yakni sebesar 4,78 Juta Ton. Ia menyadari bahwa, target tersebut terbilang sangat fantastis, namun dengan potensi yang ada, maka program dan kegiatan yang dilakukan harus nyata (riil) dan langsung menyentuh ke masyarakat pembudidaya. Sharif mengemukakan, cara agar target 353 persen pada 2014 itu melalui pendekatan industrialisasi, dan ia pun optimis target tersebut dapat terealisasi karena produksi perikanan budidaya pada tahun 2011 telah mencapai 6,97 juta ton.

Sebagai langkah nyata, KKP mendorong industrialisasi udang pada tahap awal yang akan difokuskan di Pantai Utara Pulau Jawa. Pada 2012 akan dilakukan rehabilitasi/perbaikan saluran primer, sekunder dan tersier pada kawasan tambak seluas 20 ribu ha di enam kabupaten di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Diantara kawasan tambak tersebut sebagiannya yakni seluas 5 ribu ha diperuntukkan agar dapat menerapkan teknologi semi intensif. Untuk itu akan dilakukan perbaikan kontruksi tambak, seperti kedalaman dan pemasangan plastik mulsa, serta pengembangan kemitraan dengan swasta, terang Sharif.

Sedangkan untuk pengembangan tambak udang di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur sepenuhnya melalui kemitraan pembudidaya dengan pihak swasta. Sementara itu, secara khusus kawasan industrialisasi di Kabupaten Gresik akan dilakukan melalui pola kemitraan pembudidaya dengan swasta sehingga dapat dioperasionalkannya minimal tambak dengan teknologi semi intensif. Untuk perbaikan kontruksi dan operasional usaha dapat memanfaatkan pinjaman modal dari perbankan, jelasnya.

Disamping itu, eksibisi ini juga akan memberikan kesempatan kepada beberapa ahli dan praktisi untuk menyajikan studi kasus dan membicarakan serta mendiskusikan berbagai bidang seperti, pengembangan budidaya teknologi akuakultur, benih dan induk, nutrisi dan pakan ikan, pengolahan produk, biotek dan sosial ekonomi, penyakit dan Lingkungan bahkan sampai kepada kualitas produk, papar Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Subyakto dalam kesempatan yang sama.

Menurut Slamet, INDOAQUA-FITA kali ini akan diikuti oleh lebih dari 500 orang peserta sehingga kegiatan ini akan menjadi forum penyatuan visi dan persepsi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perbankan, pelaku usaha, pembudidaya ikan dan stakeholder lainnya dalam Industri Perikanan Budidaya. Selain itu, eksebisi ini dapat menjadi forum pertukaran penelitian dan pengembangan, teknologi terapan dan informasi dalam pengembangan perikanan budidaya melalui ekspose maupun evaluasi seluruh aktivitas usaha perikanan budidaya dengan hasil yang telah dicapai dan prospek pengembangan ke depannya, sambung Slamet.

sumber : www.kkp.go.id

Sumber: 67

Harmonisasi Standardisasi dan Sertifikasi CPIB Tahun 2014Hits: 322 | Ditulis pada: 2014-03-28 Persaingan bisnis di era globalisasi semakin kompleks dan dinamis sehingga diperlukan peningkatan daya saing bisnis secara simultan. Pebisnis usaha kecil tidak lepas dari pengaruh tersebut, sehingga sudah saatnya UPR open minddalam meningkatkan kinerja dan strategi bisnisnya, jika ingin tetap eksis dan berkembang. Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing adalah melalui penerapan CPIB. Hal yang mendasar dalam penerapan CPIB adalah perubahan pola fikir konservatifmenjadi berkonsep system,memiliki visi dan misi bisnis serta perbaikan berkesinambungan. Namun demikian tingkat kesadaran mutu para pelaku usaha perbenihan masih sangat minim sehingga para produsen benih masih perlu memahami secara mendalam urgensi unit pembenihan menerapkan tahapan CPIB. Faktor-faktor yang mempengaruhi penting atau tidaknya sertifikasi CPIB dapat ditinjau dari 3 hal, yaitu manajemen, wilayah pemasaran, dan tuntutan konsumen, Apabila pasar yang dirambah sudah bersifat internasional dan ada tuntutan dari konsumen maka sistem mutu CPIB menjadi penting serta merupakan keharusan jika unit pembenihan ingin tetap eksis sehingga implementasi sistem ini dapat meningkatkan daya saing unit pembenihan, terutama pada perdagangan pasar di Eropa.

Hal yang sangat penting yang harus dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh unit pembenihan adalah komitmen terhadap kualitas produk, efisiensi, efektifitas, produkstivitas dan perbaikan berkelanjutan. Tujuan sertifikasi memiliki landasan motivasi penerapan sertifikasi CPIB yang dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, (1) adanya tuntutan, (2) adanya instruksi atau bahkan (3) adanya prakarsa sendiri/logically, maka landasan motivasi tersebut akan berdampak pada kutub potensi yang akan tergali bagi unit pembenihan yang menerapkan sistem mutu CPIB, yaitu kutub positif atau sebaliknya malah kutub negatif. Artinya faktor yang menentukan potensi yang akan tergali terdiri atas beberapa hal, yaitu Motivasi CPIB, Komitmen dan SDM.

Apabila urgensi, tujuan dan landasan motivasi penerapan sertifikasi sudah benar maka inti pembenihan dapat memperoleh manfaat utama, yaitu (1) Meningkatkan efisiensi kerja, efektivitas kerja dan produktifitas; (2) Meningkatkan daya saing; (3) Adanya jaminan konsistensi mutu benih; (4) Meningkatkan kepercayaan konsumen; (5) Struktur organisasi lebih jelas dan transparan; (6) lingkungan kerja unit pembenihan lebih rapih dan bersih karena menerapkan biosecurity; (7) dokumentasi lebih teliti untuk tinjauan manajemen. Semua manfaat tersebut akan diperoleh jika didukung oleh sistem sertifikasi CPIB yang optimal mulai dari standard, prosedur penilaian dan kriteria penilaian yang benar. Maka dengan demikian dibutuhkan harmonisasi antara prosedur dan penerapan sertifikasi CPIB yang proporsional terhadap auditi,dan persamaan persepsi dari seluruh komponen sertifikasi yaitu auditi, auditor, pembina mutu dan lembaga sertifikasisebagai upaya percepatan pencapaian unit pembenihan bersertifikat dari seluruh komponen sertifikasi. Harmonisasi standarisasi dan sertifikasi bertujuan untuk menghasilkan sistem sertifikasi CPIB yang harmoni dengan kondisi terkini yang dapat menjamin daya saing unit pembenihan yang menerapkan CPIB.

Kegiatan Harmonisasi Standardisasi dan Sertifikasi CPIB dilaksanakan di Kota Bogor tanggal 18 - 21 Februari 2014 yang dihadiri oleh 50 perserta yang terdiri dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Jogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengan, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, BBPBAP Jepara, BBPBL Lampung, BBPBAT Sukabumi, BBAP Takalar, BBAP Situbondo, BBAP Ujung Batee, BBAT Mandiangin, Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali, BLU Produksi Perikanan Budidaya Karawang dan Pusat Pembenihan Udang Probolinggo. Pada kegiatan ini juga menghadirkan narasumber (Badan Karantina Ikan dan Pengendali Mutu/BKIPM, Konsultan Sistem Manajemen Mutu/AIMS dan Direktorat Kesling, Tim Teknis (Kasubdit lingkup Direktorat Perbenihan), auditor perbenihan, serta para pembina mutu.

Pada kesempatan tersebut Direktur Perbenihan memberikan arahan tentang industrialisasi kelautan dan perikanan, strategic quality management, program utama perbenihan, urgensi unit pembenihan menerapkan CPIB, landasan motivasi penerapan CPIB, hambatan dalam percepatan sertifikasi CPIB ditinjau dari seluruh komponen sertifikasi dan solusi yang sudah diimplementasikan menuju percepatan implementasi sertifikasi CPIB serta timeline.

Narasumber Direktorat Kesling menyampaikan zat aktif yang dilarang sebagai obat ikan, Sampai saat ini belum ada jenis antibiotika yang terdaftar, sebelumnya pernah diadakan akan tetapi dari peredaran karena belum ada data withdrawal time (waktu yang ditentukan sejak pemberian obat dihentikan sampai dengan seluruh obat dan metabolit yang ada dalam tubuh ikan dikeluarkan), penggunaan hormon reproduksi belum dilarang baik regulasi Internasional maupun Nasional, dengan penggunaan sesuai ketentuan tidak akan menimbulkan dampak negative, untuk obat ikan sediaan biologik dalam satu sediaan probiotik paling banyak mengandung 5 species mikroba serta tidak mengandung bakteri patogen, dan untuk sediaan obat alami paling banyak mengandung 5 jenis simplisia serta materi tentang gerakan Vaksinasi Nasional (GERVIKAN)

Narasumber Kapus MM BKIPM menyampaikan peran sertifikasi CPIB dalam Pengendalian Sistem Jaminan Mutu & Keamanan Hasil Perikanan, serta konsultan MM (AIMS) menyampaikan tentang mengapa organisasi menerapkan sistem jaminan mutu dan ISO 9001. Kegiatan harmonisasi standarisasi dan sertifikasi CPIB yang telah terlaksana dengan baik dan telah mengeluarkan/output sebagai berikut;

1. Peningkatan Kapasitas Kompetensi Auditor

2. Pemahaman dan Kompetensi SDM Komponen Sertifikasi

3. Review Cheklist CPIB

4. Capaian Unit Pembenihan Bersertifikat Tahun 2013

5. Target Jumlah Unit Pembenihan Bersertifikat CPIB per Provinsi Tahun 2014.

Sumber: Dit. Perbenihan

Koordinasi Pengembangan Perbenihan Skala Besar Ikan Air TawarHits: 164 | Ditulis pada: 2014-03-11 Seiring dengan meningkatnya penerapan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi produk olahan ikan meningkatnya permintaan terhadap produk perikanan, maka pengembangan usaha budidaya ikan perlu diupayakan. Hal ini mengingat sebagian besar sumber pasokan ikan pada saat ini masih berasal dari hasil penangkapan di alam yang sudah cenderung menurun.

Sampai saat ini, pengembangan usaha budidaya ikan masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, seperti keterbatasan jumlah induk unggul, ketersediaan dan distribusi benih bermutu serta sulitnya akses permodalan dalam memulai usaha. Disisi lain sebagian produsen benih seperti BBIS/BBI dan UPR masing-masing dihadapkan pada berbagai keterbatasan seperti sarana prasarana, SDM dan biaya operasional.

Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah terus mengupayakan pembinaan, sosialisasi, pelatihan dan koordinasi dengan para stakeholder perikanan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat perikanan dalam penerapan teknologi budidaya ikan khususnya pembenihan, membentuk jaringan kemitraan antara konsumen dan produsen serta bekerjasama dengan perbankan guna mendukung penyediaan dan dana untuk pengembangan usaha pembudidayaan ikan.

Sehubungan dengan itu, maka Direktorat Perbenihan memandang perlu dilakukannya kegiatan Koordinasi Pengembangan Perbenihan Skala Besar Ikan Air Tawar dalam rangka revitalisasi UPTD perbenihan baik dari sisi pengembangan SDM, Prasarana dan Sarana Pembenihan, komitmen serta dukungan Pemerintah Daerah guna meningkatkan produksi dan produktivitas UPTD Perbenihan sehingga menjadi lebih optimal.

Pertemuan Koordinasi Pengembangan Perbenihan Skala Besar Ikan Air Tawar ini diselenggarakan di Bogor Jawa Barat tanggal 26 28 Februari 2014.

Maksud kegiatan Koordinasi Pengembangan Perbenihan Skala Besar Ikan Air Tawar ini adalah :

1. Menelaah kinerja BBIS dan BBI terkait peran dan fungsinya sebagai penyedia induk unggul dan benih bermutu.

2. Mengkaji pengelolaan pembenihan dan kekuatan UPTD Perbenihan Ikan Air Tawar dalam penyediaan induk dan benih di wilayah kerjanya.

Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui kemampuan penyediaan benih, musim puncak penebaran benih pada kolam budidaya, pengaturan pemanfaatan dan distribusi induk unggul serta menetapkan strategi untuk meningkatkan produksi benih dalam rangka mendorong peningkatan produksi perikanan budidaya.

Rumusan Koordinasi Pengembangan Perbenihan Skala Besar Air Tawar adalah sebagai berikut :

3. Induk dan benih bermutu hanyalah salah satu aspek budidaya, sedangkan untuk mendukung pencapaian target produksi perlu dilakukan secara Total Akuakultur. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pakan induk yang berkualitas untuk memperoleh telur/benih ikan yang bermutu. Aplikasi MINAGROW dapat sebagai alternatif peningkatan protein pakan. Selain itu penanganan aspek Kesehatan ikan dan lingkungan dapat ditempuh dengan menggunakan vaksin. UPT Pusat dan Daerah agar dapat berfungsi sebagai Unit Percontohan Total Akuakultur.

4. DJPB mengupayakan dukungan anggaran yang memadai untuk operasional UPT Pusat dan UPTD Provinsi seperti biaya pakan induk dan konstruksi/rehabilitasi sarana-prasarana agar dapat malaksanakan tugas dan fungsinya dengan optimal.

5. Segmentasi usaha pada tahap pembenihan perlu diperbanyak sehingga waktu untuk pembesaran lebih singkat. Untuk hal ini diperlukan sistem segmentasi setiap komoditas agar rotasi dari satu segmen ke segmen selanjutnya dapat berjalan lancar.

6. Perlu pembentukan dan penguatan Forum Komunikasi Perbenihan di masing-masing wilayah sebagai wadah untuk menjalin koordinasi dan penyampaian informasi.

7. Perlu peningkatan sinergitas DJPB dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi, lembaga Litbang, para ahli dan pakar, Pemerintah Daerah dan Swasta dalam rangka pengembangan induk unggul dan benih bermutu termasuk monitoring dan evaluasi terhadap penyebaran induk ikan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Kesiapan induk unggul di UPT Pusat / UPTD (anggota jejaring BC) agar dimanfaatkan oleh UPTD dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya UPTD agar menyusun rencana kebutuhan induk unggul di wilayahnya serta memberi masukan (umpan balik) dan memantau induk yang telah didistribusikan.

9. Dalam rangka mendukung UGADI maka UPT Pusat (BBPBAT Sukabumi, BBPBAP Jepara, BBAP Takalar, BBAP Situbondo, BBAP Ujung Batee) agar memproduksi juvenil/benih udang galah untuk selanjutnya dilakukan pentokolan di BBI sebelum didistribusikan ke pembudidaya.

10. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan dukungan biaya operasional dan penyediaan SDM di UPTD untuk pengembangan serta penyediaan induk dan benih unggul.

11. UPT Pusat agar meningkatkan pendampingan kepada UPTD serta menjalin kerjasama dalam peningkatan kompetensi SDM UPTD.

12. UPT Pusat dan UPTD mendorong perkembangan UPR dan Unit Pembenihan Swasta dalam penyediaan benih unggul di wilayah kerjanya.

13. UPT Pusat dan UPTD agar menyusunroad mapkegiatan dan pengembangan penyediaan induk unggul sebagai dasar penentuan kebijakan lebih lanjut .

Sumber: Dit. Perbenihan

Penilaian Jenis dan/atau Varietas Ikan Nila Salin BPPTHits: 524 | Ditulis pada: 2013-07-15Dalam upaya untuk terus meningkatkan produksi perikanan, para pemulia ikan senantiasa berusaha menciptakan varietas unggul modern yang memiliki sifat-sifat yang dinginkan dan cocok untuk kondisi lingkungan tertentu.

Penelitian di bidang pemuliaan ikan dikatakan berhasil, apabila diperoleh produk akhir, yaitu adanya pelepasan varietas unggul baru. Di sini antara lain ditegaskan bahwa dalam pelepasan varietas diperlukan berbagai kebutuhan kelembagaan, syarat-syarat dan prosedur pelepasan varietas.

Ikan nila (Oreochromis spp) di Indonesia merupakan ikan introduksi yang datang pertama kali dari Taiwan pada tahun 1969. Kemampuan ikan nila beradaptasi dengan lingkungan barunya, menjadikan ikan ini mudah menyebar dan menjadi primadona dalam dunia budidaya perairan, khususnya perairan air tawar.

Penyebaran ikan nila yang begitu cepat didukung dengan kecepatan reproduksi, menyebabkan perkembangan ikan ini tidak terkontrol. Dampak negatifnya adalah terjadinya perkawinan sedarah(inbreeding)yang menyebabkan menurunnya fenotif seperti pertumbuhan, kelangsungan hidup dan kelulushidupan serta meningkatnya jumlah individu yang abnormal.

Untuk mengatasi masalah penurunan kualitas ikan nila tersebut, berbagai upaya telah dilaksanakan, diantaranya dengan dibentuknyaBroodstok Centeryang memiliki tugas diantaranya adalah melakukan perbanyakan induk dasar dan induk pokok disamping itu dalam jangka panjang diharapkan terus melakukan perbaikan genetika induk melalui berbagai metode rekayasa genetika di beberapa sentra induk dengan sasaran akhir mendapatkan induk ikan nila unggul. Untuk selanjutnya dikembangkan dan didistribusikan ke daerah sentra produksi benih. Dalam pelaksanaannya pemuliaan, perbanyakan maupun distribusi perlu dibuatkan petunjuk pelaksanaannya agar terbentuk suatu kegiatan yang selaras dengan perencanaan.

Sebagai salah satu sentra produksi induk nila (Regional TilapiaCenter) untuk wilayah Indonesia, BPPT dengan kerjasama dengan BLU Karawang telah melaksanakan kegiatan pemuliaan ikan Nila Salin atau yang tahan terhadap salinitas air laut sampai 25 dengan metode seleksi individu dan selanjutnya mengajukan permohonan untuk dilakukan penilaian terhadap jenis ikan Nila dari BPPT baru dengan benih sebar yang layak untuk dilepas atau diperbanyak.

Penilaian Jenis dan/atau Varietas Ikan Nila Salin dari BPPT Serpong dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2013 di Hotel Sahira, Bogor. Pertemuan dibuka oleh Plt Kapus Litbang Perikanan Budidaya, Dr. Budi Sulistiyo, M.Sc dan dilanjutkan oleh Kasubdit Induk mewakili Direktur Perbenihan DJPB. Pertemuan dihadiri oleh Tim Pemulia Benih Hibrida Ikan Nila Salina (Oreochromissp) dari Pusat Teknologi Produksi Pertanian-BBPT yang diketuai oleh Direktur PTPP-BPPT (Dr. Neni), Tim Penilai yang terdiri dari : Ir. Kusno Susanto, Ir. H. Sarifin, MS, Ir. Fatmah,MM, Heriyanto Ilyas, A.Pi.,MM, Herry Subhan, A.Pi.,M.Si., Setiadi Heri Surono, SH.,M.H, Zaenal Aristanto, ST,M.Si., Drs. Sugeng Riyono, Ir. Mohamad Soleh, M.Si., Wisriati Lasima, A.Pi.MP, Abdul Wakhid, S.Pi.,M.Si., dan Tim Ahli yang terdiri dari Prof.Dr.Komar Sumantadinata, Prof.Dr.Ketut Sugama, Dr. Atmadja Hardjamulia, Dr. I Nyoman Adiasmara Giri, Dr. Estu Nugroho, Dr.Imron, Dr. Alimuddin, Dr. M.Murdjani dan Ir. Iskandar Ismanadji dan peserta lainnya;

Hasil dari penilaian Ikan Nila Salin dari BPPT Serpong, dinyatakan Lulus Bersyarat. Ikan nila yang dihasilkan oleh BPPT tersebut akan diberi namaIkan Nila SalinaatauSalineIndonesian Tilapiayang selanjutnya direncanakan akan dilepas pada Tahun 2013

Sumber: Direktorat Perbenihan

WORKSHOP EVALUASI PERCEPATAN PRODUKSI INDUK DAN BENIHHits: 487 | Ditulis pada: 2011-09-09

Dalam rangka Sinkronisasi dan Koordinasi arah kebijakan pembangunan perbenihan perikanan yang tertuang pada Rencana Strategis Direktorat Perbenihan sampai tahun 2015, diperlukan konsolidasi antara Direktorat Perbenihan dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) baik Pusat maupun Daerah dalam rangka percepatan produksi induk unggul dan benih bermutu untuk itu Direktorat Perbenihan akan mengadakan Workshop Evaluasi Percepatan Produksi Induk dan Benih. Acara akan dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Kamis sd Sabtu /15 sd 17 September 2011Check in : Kamis, 15 September 2011, mulai pukul 12.00 WIBTempat : Banana Inn Hotel, Jl. Setiabudi No. 191, Bandung

Untuk konfirmasi lebih lanjut peserta dapat menghubungi Ende Hernadi dengan Nomor HP. 0812 9095 687 atau Krido Yuniarso dengan Nomor HP : 0812 4517 7982 dan 0819 0620 1913 atau Nomor Telpon/Fax : (021) 7815630.

Daftar Nama Undangan Antara Lain :

Tim Satgas Perbenihan :1. Ir. Kurniasih2. Prof. Dr. Komar Sumantadinata3. Prof. Dr. Achmad Sudrajat4. Dr. Atmadja Harjamulia5. Dr. Ratu Siti Aliyah6. Dr. Fajar Basuki7. Dr. Alimuddin8. Ir. Ign. Hardaningsih, M.Si9. Ir. Maheno, MS10. Ir. Ben Malik11. Ir. Sri Wahyani

UPT Ditjen Perikanan Budidaya1. Kepala BBPBAT Sukabumi;2. Kepala BBPBAP Jepara;3. Kepala BBPBL Lampung;4. Kepala BBAT Jambi;5. Kepala BBAT Mandiangin Kalimantan Selatan;6. Kepala BBAT Tatelu Sulawesi Utara;7. Kepala BBAP Ujung Batee NAD;8. Kepala BBAP Situbondo Jawa Timur;9. Kepala BBAP Takalar Sulawesi Selatan;10. Kepala BBL Batam Kepri;11. Kepala BBL Lombok NTB;12.Kepala BBL Ambon Maluku;13.Kepala BLUPPB Karawang;14.Kepala BPIUUK Karangasem, Bali.Sumber: Administrator

DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA OPTIMIS MENATAP 2015-2019Hits: 1438 | Ditulis pada: 2014-01-15Berakhirnya tahun 2013 dan dimulainya tahun 2014, memiliki makna yang yang mendalam bagi Ditjen Perikanan Budidaya. Oleh karena tahun 2014 adalah tahun terakhir dalam proses pencapaian target produksi dengan kenaikan sebesar 353 persen. Menatap lima tahun ke depan Ditjen Perikanan Budidaya sangat optimistis dengan prospek perikanan budidaya selama lima tahun ke depan. Demikianlah hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Perikanan Budidaya dalam penyusunan sasaran target produksi perikanan budidaya di Bogor, Jawa Barat.

Dalam pertemuan tersebut Dirjen Perikanan Budidaya menyampaikan rasa optimisme menyongsong prospek perikanan budidaya ke depan. Rasa optimisme tersebut didasari masih luasnya potensi lahan perikanan budidaya di Indonesia, pasar yang sangat potensial, banyaknya komoditas yang dapat dibudidayakan, dan tersedianya teknlogi.

Potensi lahan Indonesia memang masih sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya tingkat pemanfaatan lahan pada tahun 2012 hanya sebesar 6,33 persen. Budidaya di laut dan di perairan umum yang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah yakni dikisaran angka 1 persen. Sementara budidaya lain tingkat pemanfaatannya juga tidak terlalu besar. Bahkan budidaya kolam dan tambak yang sangat berkembang tingkat pemanfaatannya masih jauh di bawah 50 persen, seperti tergambar pada tabel berikut :

Tabel Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatannya, 2012

No.Jenis BudidayaPotensi (Ha)Luas Lahan di gunakan (Ha)Tingkat Pemanfaatan (%)

1Laut 12,545,072 176,930 1.41

2Tambak 2,963,717 657,346 22.18

3Kolam 541,100 131,776 24.35

4Perairan Umum 158,125 1,798 1.14

5Minapadi 1,536,289 156,193 10.17

Total 17,744,303 1,124,043 6.33

sumber : Ditjen Perikanan Budidaya

Oleh karena itu, dengan merujuk data di atas maka pengembangan perikanan budidaya akan lebih tepat bila diarahkan pada pemanfaatan lahan-lahan budidaya yang masih sangat rendah dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut Direktur Produksi pengembangan perikanan budidaya sangat tepat jika pengembangannya diarahkan ke budidaya yang pengembangan lahan budidayanya masih sangat luas seperti Karamba Jaring Apung di laut dan perairan umum. Selain itu, usaha budidaya minapadi juga cukup menjanjikan untuk dikembangkan. potensi budidaya minapadi sangat besar dan ini sejalan dengan program perikanan budidaya yang akan mengembangkan budidaya minapadi dengan lebih besar lagi di tahun-tahun mendatang.

Prospek cerah perikanan budidaya juga ditunjang dengan fakta bahwa ikan merupakan andalan dalam memasok ketahanan pangan nasional. Perikanan budidaya yang dapat dikembangkan dengan lebih besar serta ditopang dengan data bahwa ikan merupakan makanan yang sehat dan menyehatkan maka tidak salah jika ke depan perikanan utamanya budidaya akan menjadi ujung tombak dalam menopang ketahanan pangan nasional. Dengan mudahnya dan banyak komoditas yang dapat dikembangkan oleh perikanan budidaya menjadikan ikan dapat diproduksi dengan cepat dan dalam jumlah yang besar. Data statistik perikanan budidaya menunjukan bahwa selama lima tahun terakhir produksi ikan dari budidaya meningkat cukup besar setiap tahunnya. Ambisi besar perikanan budidaya yang dulu diragukan, kini mulai terbukti hasilnya. Bahkan beberapa komoditas melampaui target produksinya.

Tabel Angka Konsumsi Ikan, 2008 - 2012

RINCIAN -ITEMTAHUNKenaikan rata-rata

Increasing average (%)

200820092010201120122008-20122011-2012

Penyediaan Ikan untuk Konsumsi -Fish Supply for Consumption

Total -Total(1000 Ton) 7,072 7,754 9,119 10,282 11,58913.1812.71

Per Kapita -Per Capita(Kg/Kap/Th) 31 34 38 42 4610.6310.39

Konsumsi Ikan

Per Kapita -Per Capita(Kg/Kap/Th)28.0029.0830.48 32.2533.89**)4.895.09

sumber : Pusdatin KKP

Angka konsumsi ikan selama lima tahun terakhir terus naik. Hal ini menunjukkan bahwa ikan menjadi salah satu konsumsi masyarakat yang minati dan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan semakin besar seiring dengan bertambahnya tahun. Dengan berbagai program yang dicanangkan untuk meningkatkan angka konsumsi ikan diharapkan masyarakat semakin banyak yang mengkonsumsi ikan sebagai makanannya.

Terus meningkatnya angka konsumsi ikan ini menjadikan perikanan budidaya optimis dengan program peningkatan produksinya selama lima tahun kedepan. Apalagi ke depan perikanan menjadi salah satu kekuatan dari ketahanan pangan nasional.

Tabel Proyeksi Konsumsi Ikan, 2015 - 2019

URAIANPerkiraanTargetRencana

2013201420152016201720182019

Konsumsi (Kg/Kap) 35.62 38.00 40.01 42.12 44.35 46.69 49.16

Jumlah penduduk (org) 248,422,956 252,124,458 255,881,112 259,693,741 263,563,178 267,490,269 271,475,874

Jumlah kebutuhan ikan utk konsumsi (ton) 8,848,826 9,580,729 10,237,377 10,939,030 11,688,774 12,489,904 13,345,941

Volume ekspor (selain RL) (ton) 1,063,079 1,506,743 1,671,557 1,854,401 2,057,244 2,282,275 2,531,922

Kebutuhan bahan baku utk ekspor dgn asumsi rend. 60% (ton) 1,771,798 2,511,238 2,785,929 3,090,668 3,428,740 3,803,792 4,219,870

Impor untuk konsumsi dengan asumsi 30% impor untuk konsumsi 140,215 133,265 155,782 182,104 212,872 248,840 290,884

sumber : Ditjen P2HP KKP

Merujuk pada tabel di atas maka tergambar bahwa angka konsumsi ikan diprediksi akan terus naik. Selain itu, jumlah penduduk pun diproyeksikan akan terus bertambah. Dua hal ini menunjukkan bahwa pasar ikan konsumsi di dalam negeri sangat potensial dan membutuhkan ikan yang cukup besar setiap tahunnya. Pada tabel di atas tergambar bahwa kebutuhan ikan untuk konsumsi dalam negeri terus meningkat dan cukup besar. Dengan telah optimalnya perikanan tangkap maka perikanan budidaya menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan ikan di dalam negeri.

Pasar ikan konsumsi tidak hanya di dalam negeri. Beberapa komoditas terutama ikan laut dan payau pasarnya adalah luar negeri. Proyeksi Ditjen P2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa pasar ekspor sangat potensial dan akan terus naik seiring dengan petumbuhan penduduk dunia. Beberapa komoditas ekspor kini mulai dikembangkan untuk konsumsi dalam negeri sehingga produksi komoditas laut dan payau tidak hanya bergantung pada kondisi pasar luar negeri namun juga di dukung dengan pasar dalam negeri.

Rasa optimisme perikanan budidaya dalam menyongsong lima tahun ke depan didukung pula oleh banyaknya komoditas perikanan yang kini sudah dapat dibudidayakan. Dengan semakin banyaknya komoditas yang dapat dibudidayakan tentu masyarakat dapat memilih jenis ikan apa yang akan dibudidayakan sesuai dengan kebutuhan dan kecocokan lingkungannya.

Pada budidaya air tawar, kini tidak hanya ikan mas, nila, gurame, lele dan patin saja yang dapat dibudidayakan dan berkembang. Terdapat pula ikan belut, yang kini dapat dibudidayakan dan mulai dikembangkan di beberapa daerah. kemudian ikan betok yang dikembangkan oleh provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang juga merupakan ikan spesifik lokal. Sementara Toman dan gabus yang juga merupakan ikan asli Kalimantan juga sangat baik perkembangannya di sana. Udang galah kini mulai digalakkan pengembangannya di budidaya minapadi. Masih banyak lagi ikan air tawar yang dikembangkan.

Komoditas lain yang dulu dikembangkan di air payau kini sebagian dapat dikembangkan di air tawar. Bandeng dan udang vaname adalah dua contoh komoditas yang dapat dikembangkan di air tawar. Kedua komoditas ini mulai dikembangkan di provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan laporan kedua provinsi tersebut produksi cukup besar.

Pada budidaya air payau, banyak pula komoditas yang dikembangkan dan sangat disukai oleh pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain udang dan bandeng, terdapat beberapa komoditas yang dapat dibudidayakan di air payau seperti rajungan, kepiting, ikan nila, kerapu dan kakap. Rajungan ke depannya akan dikembangkan dan menjadi salah komoditas yang akan digenjot produksinya. Ikan nila yang selama ini menjadi andalan ikan air tawar juga meupakan ikan yang cukup besar produksinya selama ini sehingga ikan nila juga akan digenjot produksinya melalui budidaya di air payau. Sementara kerapu, selain dapat dikembangkan di KJA laut juga dapat dikembangkan di tambak. Salah satu daerah yang mengembangkan ikan kerapu di tambak adalah provinsi Aceh.

Kemudian di budidaya laut, terdapat ikan bawal bintang, beronang dan cobia yang kini perkembangannya cukup baik. Ikan bawal bintang dan cobia telah dibudidayakan terutama bawal bintang telah dibudidayakan oleh perusahaan. Dengan masih terbuka luas potensi budidaya di laut maka ke depan pengembangan budidaya di laut dengan sistem Karamba Jaring akan terus digalakkan.

Faktor teknologi budidaya yang telah dikuasai juga menjadikan salah satu hal yang membuat Ditjen Perikanan Budidaya mantap menatap lima tahun ke depan. Terdapat 14 balai di bawah Ditjen Perikanan Budiaya yang siap memberikan teknik budidaya kepada pembudidaya di lapangan dan akan terus melakukan pengembangan teknik budidaya yang dapat diaplikasikan ke masyarakat perikanan budidaya.

Selain, beberapa hal tersebut di atas, hal lain yang membuat optimis menyongsong lima tahun ke depan adalah ketersediaan benih, ketersediaan pakan dan berkembangkan produk-produk olahan hasil dari budidaya. Masalah benih, tidak akan menjadi kendala ketika produksi perikanan budidaya akan dinaikkan produksinya. Balai-balai yang memproduksi benih siap untuk memasok benih yang selama ini menjadi komoditas andalan budidaya dan juga benih-benih untuk komoditas baru. Baik UPT pusat maupun daerah siap untuk memasok permintaan benih dari pembudidaya. Ketersediaan pakan juga siap dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan pakan. Selain itu, pakan-pakan mandiri juga dapat digalakkan untuk menunjang proses kegiatan budidaya. Satu hal lagi, bahwa kini juga sudah banyak berkembang produk-produk olahan dari ikan hasil budidaya. Dengan adanya produk olahan ini tentu menambah nilai tambah bagi produk perikanan dan membuka peluang pasar lain selain pasar ikan segar dan beku.

Berhasil tidaknya peningkatan produksi perikanan budidaya dengan cukup besar tidak dapat dilakukan hanya oleh Ditjen Perikanan budidaya namun juga memerlukan keterlibatan seluruh stakeholder perikanan budidaya. Oleh karenanya kerjasama dengan kementerian terkait, pihak swasta, Badan dan Lembaga Kemasyarakatan mutlak diperlukan agar turut serta dan bersama-sama dalam pengembangan perikanan budidaya. Selain itu, dari internal Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri juga harus solid dan bersama-sama dalam memajukan perikanan ke depannya.

Sumber: d2f

807 Merek Pakan Ikan Telah TerdaftarHits: 455 | Ditulis pada: 2013-07-16Usaha Budidaya Perikanan Budidaya saat ini sudah sangat berkembang dan diminati oleh masyarakat sebagai usaha. Survey yang dilakukan oleh subdit data dan statistik menunjukan bahwa sebagian pembudidaya ikan menjadikan usaha perikanan budidaya sebagai Usaha Utama dan Usaha Sambilan Utama. Hal tersebut merata tergamba budidaya ikan. Pakan merupakan unsur penting dalam pemeliharaan ikan. Perkembanganr pada seluruh jenis budidaya, baik budidaya laut, budidaya air payau maupun budidaya air tawar.

Pakan memegang peranan penting dalam usaha benih ikan sangat bergantung pada pakan yang diberikan. Pakan ikan yang baik, bermutu dan bernutrisi sangat membantu dalam perkembangan ikan. Namun, Sebagian besar bahan baku pakan ikan saat ini diimpor dari luar negeri. Keadaan ini, membuat perlunya pengawasan terhadap peredaran pakan dan bahan baku pakan ikan.

Pengendalian dilakukan pengendalian melalui pemberian Surat Keterangan Teknis (SKT) Impor Pakan dan atau Bahan Baku Pakan Ikan. Pengaturan pemberian SKT Impor Pakan dan atau Bahan Baku Pakan Ikan didasarkan pada tindakan dan ketentuan yang menyangkutSanitarydanPhitosanitary(SPS-Measure),World Trade Organisation(WTO), dan Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE).

Saat ini berdasarkan data dari subdit data sertifikasi Direktorat Produksi Ditjen Perikanan Budidaya sampai dengan bulan Juni 2013, telah terdaftar sebanyak 807 Surat Keterangan Teknis (SKT) Impor Pakan dan atau Bahan Baku Pakan Ikan yang terdistribusi dari 49 Perusahaan Pakan di Indonesia.

Perikanan Budidaya IndonesiaHits: 1512 | Ditulis pada: 2014-01-07Budidaya ikan khususnya di negara-negara berkembang merupakan suatu potensi usaha bisnis yang sangat menggiurkan serta menguntungkan. Karena Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang kaya protein, sehingga banyak diminati orang banyak. Budidaya ikan juga dapat memanfaatkan efisiensi lahan/tanah yang tidak cocok untuk pertanian atau perkebunan, jadi lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Menurut Survei produksi hasil dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tahun 2012, total produksi ikan dari perikanan budidaya mencapai 9.675.553 ton.

Berdasarkan data dari KKP, tingkat konsumsi ikan pada 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44 persen. Di mana, pada 2010 tingkat konsumsi ikan mencapai 30,48 kilogram (kg) per kapita per tahun, pada 2011 sebanyak 32,25 kg per kapita per tahun.

Sedangkan pada 2012, tingkat konsumsi ikan mencapai 33,89 kg per kapita per tahun, namun demikian tingkat konsumsi ikan belum merata di setiap daerah.

Begitu juga kebutuhan akan konsumsi ikan di Dunia yang semakin meningkat setiap tahun. Menurut sumber dari FAO konsumsi ikan di dunia per kapita bisa mencapai 19,6 kg di tahun 2021. Di lain hal para nelayan hasil tangkapannya cenderung berkurang, sehingga budidaya ikan semakin banyak untuk memenuhi ketersediaan akan daging ikan. Ini adalah cara untuk membantu memenuhi permintaan dunia akan ikan segar yang sehat dan bergizi. Hal ini juga telah disempaikan oleh badan pangan PBB,Food and AgricultureOrganisation(FAO) mengatakan hasil budidaya ikan diperkirakan akan meningkat sekitar 172 juta ton pada tahun 2021.

Pada tahun 2018, jumlah konsumsi ikan diperkirakan akan melebihi ikan tangkap. Meningkatnya jumlah permintaan disebabkan oleh kandungan nutrisi ikan yang merupakan sumber protein dan mikronutrien penting untuk mencapai gizi seimbang yang baik untuk kesehatan. Menurut FAO, asupan protein penduduk dunia berasal dari hewan sekitar 16,6 persen dan 6,5 persen protein didapat dari sumber makanan lainnya.

Selama periode yang sama ada kemungkinan tidak ada peningkatan yang signifikan dalam hasil tangkapan ikan oleh nelayan, dalam hal ini disebabkan akan biaya operasional yang cukup tinggi karena kenaikan biaya bahan bakar. Menurut data dari FAO tahun 2011, saat ini Cina masih memimpin dunia dalam produksi ikan budidaya.

World Aquaculture Production 2009 - 2011

Unit : Tonnes

Country

2009

2010

2011

Annual Average Rate (%)

TOTAL

73.093.355

78.091.908

83.729.313

7,03

China

45.279.173

47.829.610

50.173.140

5,27

Indonesia

4.712.847

6.277.925

7.937.072

29,82

India

3.798.842

3.790.021

4.577.965

10,28

Viet Nam

2.589.680

2.706.800

3.052.500

8,65

Philippines

2.477.392

2.545.967

2.608.120

2,60

Bangladesh

1.064.285

1.308.515

1.523.759

19,70

Korea, Republic of

1.331.719

1.377.233

1.499.335

6,14

Norway

961.840

1.008.010

1.138.797

8,89

Thailand

1.416.668

1.286.122

1.008.049

(15,42)

Egypt

705.490

919.585

986.820

18,83

Other

8.755.419

9.042.121

9.223.758

2,64

Source : Fishstat FAO, 2012

Namun demikian kalau kita melihat perkembangan produksi perikanan budidaya dari tahun 2009 sampai dengan 2011, Indonesia merupakan negara dengan perkembangan produksi perikanan budidaya yang paling tinggi. Yaitu perkembangan produksinya mencapai 29,82%, Cina sendiri sebagai Negara produsen perikanan budidaya terbesar perkembangannya hanya mencapai 5,03%.

Disamping hal akan kebutuhan ikan yang semakin meningkat dan kurangnya pasokan ikan tangkapan juga disebabkan akan kelayakan ikan hasil dari budidaya ikan sudah diakui secara luas. Dikatakan bahwa lebih dari setengah ikan yang di komsumsi di Israel dihasilkan dari ikan budidaya. Demikian pula 25% ikan yang di komsumsi di Cina dan India, 11% di Amerika Serikat dan 10% masyarakat di Jepang adalah mengkomsumsi ikan produksi budidaya. Di negara berkembang, budidaya ikan tidak hanya meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kecil saja tetapi juga menciptakan lapangan kerja khususnya di daerah pedesaan.

Sejalan dengan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menghendaki Indonesia menjadi produsen produk perikanan terbesar pada tahun 2015, maka Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencanangkan program peningkatan produksi dari 4,7 Juta Ton pada tahun 2009 menjadi 16,8 Juta Ton pada tahun 2014 atau meningkat 353 % selama lima tahun.

Kemudian sesuai dengan misi Kelautan dan Perikanan yang ingin mensejahterakan masyarakatnya khususnya pembudidaya ikan, maka pada tahun 2011 dicanangkan kegiatan Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Budidaya.

Disamping program tersebut Pemerintah juga membuat program-program lain yang dapat meningkatkan produksi perikanan budidaya. Beberapa program yang di buat diantaranya ada PNPM Mandiri KP merupakan upaya kegiatan pemberdayaan diantaranya melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha bagi pembudidaya ikan dalam wadah Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan). Pokdakan merupakan kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan pelaksana PUMP-PB untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota.

Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUMP-PB, Pokdakan didampingi oleh Tenaga Pendamping (Penyuluh atau PPTK) serta peningkatan ketrampilan. Melalui pelaksanaan PUMP-PB diharapkan Pokdakan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola pembudidaya ikan. Ada pula program DEMFARM (Demonstration farm) yang konsentrasi di usaha budidaya tambak khususnya budidaya udang di daerah pantai utara jawa, diharapkan di tahun 2013 dapat menyumbangkan produksi udang nasional.

Proyeksi Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama, 2009 - 2014

Satuan : ton

No.

Rincian

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Kenaikan rata-rata (%)

2010-2014

Jumlah

4.780.100

5.376.200

6.847.500

9.415.700

13.020.800

16.891.000

29,07

1

Udang

348.100

400.300

460.000

529.000

608.000

699.000

14,96

Udang windu

123.100

125.300

130.000

139.000

158.000

199.000

10,42

Udang vaname

225.000

275.000

330.000

390.000

450.000

500.000

17,38

2

Bandeng

291.300

349.600

419.000

503.400

604.000

700.000

19,18

3

Patin

132.600

225.000

383.000

651.000

1.107.000

1.883.000

70,00

4

Lele

200.000

270.600

366.000

495.000

670.000

900.000

35,10

5

Nila

378.300

491.800

639.300

850.000

1.105.000

1.242.900

27,09

6

Rumput laut

2.574.000

2.672.800

3.504.200

5.100.000

7.500.000

10.000.000

32,18

7

Kerapu

5.300

7.000

9.000

11.000

15.000

20.000

30,51

8

Kakap

4.600

5.000

5.500

6.500

7.500

8.500

13,12

9

Gurame

38.500

40.300

42.300

44.400

46.600

48.900

4,90

10

Mas

254.400

267.100

280.400

300.000

325.000

350.000

6,60

11

Lainnnya

553.000

646.700

738.800

925.400

1.032.700

1.038.700

13,72

Sumber : Ditjen. Perikanan Budidaya

Menurut Ditjen. Perikanan Budidaya, program demfarm memang memberikan dorongan bagi tambak rakyat kembali bangkit. Diantaranya, di Kabupaten Serang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon telah dibuka kembali tambak - tambak yang sebelumnya terlantar oleh masyarakat secara mandiri. Total tambak yang dibuka kembali oleh masyarakat secara mandiri di Subang dan Indramayu mencapai kurang lebih 400 ha. Kegiatan percontohan demfarm ini sifatnya hanya stimulan dengan luasan yang sangat terbatas dibanding luasan lahan pertambakan yang ada.

Sementara untuk tahun 2013 data sementara yang dikumpulkan oleh Ditjen. Perikanan Budidaya sudah mencapai 13.703.369 Ton atau capaian sementara terhadap target mencapai 105,2 %.

PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA 2009 S/D 2013* dan TARGET 2013

No.

KOMODITAS

Produksi (Ton)

Perkembangan 2009 s/d 2013* (%)

Capaian target 2013 (%)

T A H U N

2009

2010

2011

2012

2013*

Target 2013

TOTAL

4 708 565

6 277 923

7 928 962

9 675 553

13 703 369

13 020 800

30,8

105,2

1

Udang

338 060

380 972

400 385

415 703

619 400

608 000

17,7

101,9

Udang Windu

124 561

125 519

126 157

117 888

-

158 000

Udang Vanamei

170 969

206 578

246 420

251 763

-

450 000

2

Kerapu

8 791

10 398

10 580

11 950

14 400

15 000

13,4

96,0

3

Kakap

6 400

5 738

5 236

6 198

7 504

7 500

5,1

100,1

4

Bandeng

328 288

421 757

467 449

518 939

667 116

604 000

19,7

110,4

5

Patin

109 685

147 888

229 267

347 000

972 778

1 107 000

80,4

87,9

6

Nila

323 389

464 191

567 078

695 063

1 604 810

1 105 000

54,8

145,2

7

Ikan Mas

249 279

282 695

332 206

374 366

340 863

325 000

8,7

104,9

8

Lele

144 755

242 811

337 577

441 217

758 455

670 000

52,3

113,2

9

Gurame

46 254

56 889

64 252

84 681

86 773

46 600

17,6

186,2

10

Rumput Laut

2 963 556

3 915 017

5 170 201

6 514 854

7 687 654

7 500 000

27,0

102,5

11

Lainnya

190 108

349 567

344 731

265 580

943 616

1 032 700

78,7

91,4

Sumber : Ditjen. Perikanan Budidaya

Melihat data tersebut diatas, perkembangan produksi perikanan budidaya dari tahun 2009 s/d 2013 sementara cukup tinggi dengan perkembangan produksi mencapai 30,8%. Sementara kalau dibandingkan dengan target produksi tahun 2013 data sementara 2013 sudah melampaui target yaitu sebesar 105,2%. Hal ini disumbang terutama oleh komoditas Udang, Patin, Nila, Lele, Rumput laut serta Ikan lainnya.

Namun demikian hampir semua komoditas unggulan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mengalami peningkatan produksi di tahun 2013 sementara dibandingkan tahun 2012. Kecuali untuk komoditas Ikan Mas yang mengalami penurunan sebesar 33.503 Ton atau sebesar 8,9%.

PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA 2012 dan 2013 SEMENTARA

No.

KOMODITAS

Produksi (Ton)

Kenaikan 2012 s/d 2013* (%)

T A H U N

2012

2013*

Kenaikan

TOTAL

9 675 553

13 703 369

4 027 816

41,6

1

Udang

415 703

619 400

203 697

49,0

Udang Windu

117 888

-

Udang Vanamei

251 763

-

2

Kerapu

11 950

14 400

2 450

20,5

3

Kakap

6 198

7 504

1 306

21,1

4

Bandeng

518 939

667 116

148 177

28,6

5

Patin

347 000

972 778

625 778

180,3

6

Nila

695 063

1 604 810

909 747

130,9

7

Ikan Mas

374 366

340 863

(33503)

(8,9)

8

Lele

441 217

758 455

317 238

71,9

9

Gurame

84 681

86 773

2 092

2,5

10

Rumput Laut

6 514 854

7 687 654

1 172 800

18,0

11

Lainnya

265 580

943 616

678 036

255,3

Peningkatan komoditas patin sebesar 180,3% atau 625.778 ton, merupakan peningkatan produksi yang sangat luar biasa. Berdasarkan juknis (SNI) yang di buat oleh Ditjen. Perikanan Budidaya tentang budidaya patin di kolam, produktifitas budidaya patin dikolam sebesar 54 ton/Ha. Sehingga luas lahan kolam untuk budidaya patin tahun 2013 ada penambahan luas sebesar kurang lebih11.588 Hektar. Tetapi sangat disayangkan harga ikan konsumsi patin turun, tidak sebanding dengan harga pelet hasil pabrikan yang digunakan untuk usaha budidaya ikan patin.

Begitu juga untuk budidaya ikan Nila dan ikan Lele, peningkatan produksinya dibandingkan dengan tahun 2012 ada peningkatan sebesar 909.747 ton untuk ikan Nila dan ikan Lele sebesar 317.238 ton sementara di tahun 2013. Sehingga lahan yang di butuhkan untuk budidaya ikan Nila, apabila produktifitas usaha budidaya ikan nila rata-rata kurang lebih 60 ton/tahun/Ha. Maka penambahan lahan untuk budidaya ikan Nila sebesar kurang lebih15.162 Hektar.

Sementara peningkatan komoditas total udang sebesar 49,0% atau 203.697 ton, yang di suplai terutama dari dua sumber besar yaitu SCI dan PT. CP yang produksinya kurang lebih sebesar 300.000 ton di tahun 2013. Seperti di sampaikan diatas hal ini karena adanya pemanfaatan lahan yang sudah lama tidak terpakai. Lahan tambak tersebut terutama digunakan untuk budidaya udang vaname yang saat ini harganya sangat tinggi.

Untuk produksi udang vaname per hektar/musim dapat menghasilkan 7 ton udang vaname, dalam setahun jika kurang lebih tiga siklus maka akan menghasilkan kurang lebih 21 ton/Ha per tahun. Dengan peningkatan produksi tahun 2013 sebesar 203.697 ton maka ada pemanfaatan lahan kurang lebih sebesar 9.700 Hektar tambak udang.

Sumber: Udin Stat