PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK...

95
I PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: MUHAMMAD TAJAM TEGUH NIM: 1112048000059 PROGRAM STUDI IL MU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M

Transcript of PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK...

I

PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA ALAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MUHAMMAD TAJAM TEGUH

NIM: 1112048000059

PROGRAM STUDI IL MU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

LEMBAR PERSETUJUAN

… PEⅣlGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEⅣ IBANGANSUNEIBER DAYA ALAVII

SKRIPsIDttukan kepada Fakultas Syttiah dall Hulcul■ l

Untuk NIemcnuhi Salall satu syarat

Memperdeh Gelar Sttana Hukulll(S.H.)

Oleh:

Muhammad Taiam TeguhNIⅣI:1112048000059

Pembillllbing

鰤Drs.Abu Tamrin,S.Ⅱ ..PII,Hum.

NIP:196509081995031001

PROGRAⅣISTuDIILⅣIU ⅡUKUンI

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUPIIUNIVERSITAS ISLAルI NEGERISYARIF HIDAYATULLAⅡ

JAKARTA144011/2019 ⅣI

、 11

PENGESAHAN PANITIA U」 IAN SKRIPSI

Skripsi yang bcttuduI PENGAヽ VASAN DE 「ヽAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK

IlgDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA ALAM tclah dittikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Syaridl dan

Hukum Universitas lslam Negri(UDヾ )SyarifHidayatullah Jakalta Pada tangga1 9 Mci 2019,

Shipsi ini telah ditcrima sebagai saltt satu syarat mcmperolell gclar Saゴ ana Hukum(SH)

pada Proganl Studi 11lnu lltlkul■.

Jakafta, 9 Mei2019

Mengesahkan,

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Pengu1l I

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Dro Ahnad Tholabi narlie,S.H.,M.H。 ,M.A.

NIP。 197608072003121001

1ndra Ralunamllall,s.H.I.,lⅥ .H.

NIE)N。 2021088601

DrS・ Abu Tamrin,S.H.,]Ⅵ .Hlll■ .

NIP。 196509081995031001

Fathudin,S.H.I,S.H.,IⅥ .A.Hulll.,NI.H.

NI]P。 198506102019031007

Muhallmad lshar Helmi,SiHoI.,S.H.,M.H.r.

″`.…

… ...)

tas Syariah dan Hukum

NIP.197608072003121001

5。 PcnttiII・・・・・・・・・・

ガ・・・・・・・・・・・・・ 7'

(…………………)

∈皿 .…ぅ

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah J akarta.

3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 ⅣIci 2019

1112048000059

V

ABSTRAK

MUHAMMAD TAJAM TEGUH NIM 1112048000059 PERAN DEWAN

PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD-RI) DALAM

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440

H/2019 M.

Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem

perwakilan teritorial menghasilkan wakil-wakil daerah, sedangkan sistem

perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. Begitupun

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonedsia (DPD-RI) yang diketahui juga

sebagai lembaga perwakilan baru produk amandemen atau tepatnya pada

perubahan ketiga atas UUD NRI 1945 yang dihasilkan melalui Pemilu 2004,

antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI).

Dewan Perwakilan Daerah merupkan Lembaga legislatif yang memiliki visi

sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel

memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi

kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Konsep peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga daerah

sampai saat ini belum menunjukkan apa yang menjadi harapan bagi para

kepentingan daerah. Penguatan kedudukan hukum kelembagaan DPD berdasarkan

konstitusi menjadi salah satu isu yang sedang dikumandangkan di tataran internal

DPD. Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat tumpulnya peranan DPD dalam

mengawal proses legislasi sehingga wacana penguatan kelembagaan DPD tersebut

menjadi isu yang terus dilemparkan oleh anggota DPD ke pemerintah guna

memaksimalkan fungsi DPD sendiri.

Namun DPD saat ini belum diberikan kewenangan dalam proses

pengesahan UU, akan tetapi hal tersebut tidak melunturkan semangat DPD untuk

berupaya dan menjadikan DPD lembaga perwakilan daerah yang diharapkan

masyarakat daerah untuk terus mengawal aspirasi daerah sampai tingkatan akhir.

Dari beberapa data yang peneliti sertakan dalam skripsi peneliti terlihat jelas

bahwa upaya anggota DPD dalam hal penguatan kelembagaan DPD sendiri

sangatlah serius dan terukur. Hal tersebut didorong dengan upaya dari DPD

sendiri dalam mengambil simpati publik serta beberapa dukungan baik dari

masyarakat maupun organisasi-organisasi masyarakat, dan telah disampaikan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menunggu keputusan yang terkait.

Kata Kunci: Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Legislasi RUU, Mahkamah

Konstitusi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3,

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3, Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembimbing : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : 1994 s.d. 2017

VI

KATA PENGANTAR

هللا الرحمن الرحيم بسم

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana atas

limpahan nikmat karuniaNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dan tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjugan

kita baginda Nabi Muhammad SAW.

Peneliti menyadari dengan setulus hati bahwa skripsi yang

dibuat oleh peneliti masih sangat jauh dari kata sempurna. Hal tersebut

didasari pada keterbatasan waktu, tenaga, maupun pengetahuan yang

peneliti miliki. Tetapi peneliti berupaya semaksimal mungkin untuk

memberikan yang terbaik kepada para pembaca khususnya mahasiswa

ilmu hukum UIN Jakarta untuk memberikan pengetahuan dan sebagai

tambahan refrensi mengenai apa yang telah peneliti buat. Peneliti

sangat bersyukur atas pengalaman serta wawasan yang semakin

bertambah ketika menyusun skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, perkenankanlah peneliti menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A., Dekan fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H., Ketua Program Studi

Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris

Program Studi Ilmu Hukum atas segala petunjuk dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. yang telah berkenan menjadi

pembimbing dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh

kesabaran, ketelitian, dan banyak memberikan masukan yang

sangat positif sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

VII

4. Abdul Aziz, S.H., Dr. Rahman Hadi, M.Si, Hendri Jhon, S.Ip.,M.Si

yang bersedia untuk diwawancarai dan meluangkan waktu untuk

memberikan masukan dan saran untuk peneliti.

5. Pimpinan Dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakutas

Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas berupa buku-

buku dan referensi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.

6. Orang tua peneliti dan pihak-pihak lain yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang selalu berdoa dan tiada henti

mendukung peneliti untuk menyelesaikan studi nya.

Akhir kata, Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak, peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini. Untuk itu, peneliti menerima segala saran

dan kritikan demi kebaikan dan kemajuan penelitian di masa

mendatang, Terima kasih.

Jakarta, 30 April 2019

Penulis

VIII

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... III

DAFTAR ISI .............................................................................................................. VI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi, Perumusan Dan Pembatasan Masalah ............................ 6

1. Identifikasi Masalah .................................................................... 6

2. Pembatasan Masalah ................................................................... 7

3. Perumusan Masalah ..................................................................... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8

1. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8

2. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8

D. Metode Penelitian ............................................................................... 8

1. Jenis Penelitian ............................................................................ 8

2. Pendekatan Penelitian .................................................................. 9

3. Sumber Bahan Hukum Penelitian ............................................... 9

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .......................................... 10

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ......................... 10

6. Teknik Penulisan ......................................................................... 11

E. Sistematika Penulisan ......................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

A. Kerangka Konseptual ......................................................................... 12

1. Peran DPD RI .............................................................................. 12

2. Pengelolaan Dan Pengembangan ................................................ 12

3. Sumber Daya Alam ..................................................................... 12

B. Kerangka Teori ................................................................................... 14

1. Legislasi ....................................................................................... 14

IX

2. Legislasi Dalam Perspektif Bikameral ........................................ 18

3. Kategori/Karakteristik Sumber Daya Alam ................................ 19

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu............................................... 20

BAB III KEDUDUKAN HUKUM DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA (DPD-RI) BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG

A. Sejarah dan Dasar Hukum pembentukan Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia ........................................... 23

B. Dasar Hukum Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia........................................................................... 30

C. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia .............................................................. 31

1. Visi .............................................................................................. 31

2. Misi .............................................................................................. 31

3. Tujuan .......................................................................................... 32

4. Sasaran Strategis .......................................................................... 32

D. Fungsi, Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia........................................................................... 34

E. Keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia......... 36

F. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia . 38

G. Kinerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia .................. 41

H. Perjuangan meningkatkan kewenangan konstitusional

Dewan Perwakilan Daerah ............................................................... 47

BAB IV PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK

INDONESIA DALAM PENGELOLAAN DAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM

A. Peran dan Kewenangan DPD RI dalam Pengelolaan dan

Pengembangan Sumber Daya Alam dalam Pembentukan

dan Pengawasan RUU Otonomi Daerah .......................................... 48

X

B. Peran Pengawasan DPD RI Terhadap Pengelolaan dan

Pengawasan Sumber Daya Alam dari Tahun 2009-2017 ................ 52

1. Hasil Pengawasan Komite II DPD RI dalam Kurun

Waktu 2009-2011 ........................................................................ 52

2. Hasil Pengawasan DPD RI (Komite II) dalam Kurun

Waktu 2009-2014 ........................................................................ 57

3. Hasil Pengawasan Komite II Pelaksanaan Undang-

Undang Pada Tahun 2014-2017 .................................................. 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 70

B. Rekomendasi .................................................................................... 72

XI

DAFTAR TABEL

TABEL 1

Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode I 2004-2009............................................. 41

TABEL 2

Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode II 2009-2014 ........................................... 41

TABEL 3

Rekapitulasi pelaksanaan Tugas DPD RI yang telah Disampaikan Kepada DPR RI

Masa Sidang I s/d IV Tahun Sidang 2014-2019 Sampai Dengan Sidang Paripurna

Ke 8 Tanggal 9 Maret 2017 ....................................................................................... 42

TABEL 4

Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2004-2009 .................................... 55

TABEL 5

Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2009-2017 .................................... 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

DPD RI merupakan perwujudan sistem perwakilan teritorial dan DPR

RI sebagai perwakilan politik. Untuk mengoptimalkan sistem tersebut

pemerintah terus berupaya melakukan reformasi dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia. Peran Pemerintah Daerah yang sebelumnya kurang diberdayakan,

didorong untuk dapat berpartisipasi demi mengakomodir kepentingan daerah.

Sesuai dengan amanat UUD NRI 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem

perwakilan teritorial menghasilkan wakil-wakil daerah, sedangkan sistem

perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. 1

Begitupun Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang

diketahui juga sebagai lembaga perwakilan baru produk amandemen atau

tepatnya pada perubahan ketiga atas UUD NRI 1945 yang dihasilkan melalui

Pemilu 2004, antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia (DPD RI).2

Dalam perkembangannya, pemerintahan daerah diawali oleh adanya

Dekrit presiden 5 juli 1959, yang menyatakan berlakunya kembali UUD NRI

1945 dan tidak berlakunya UUD NRI 1950. Sebagai kelanjutan dari Dekrit

tersebut maka dibidang Pemerintahan Daerah pun terjadi perubahan

fundamental dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6

1 Dwi Reni Purnomowati, "Implementasi Sistem Parlemen Bikameral dalam Parlemen di

Indonesia" (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.102

2 T.A. legowo, dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, (Jakarta: Forum

Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia, 2005 ) h.132

2

Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah.3 Serta disempurnakan dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang pemerintahan daerah

menggantikan posisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, dan melanjutkan

ide Penetapan Presiden (penpres) Nomor 6 Tahun 1959. Kemudian pasca

amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia telah

membawa reformasi dalam bidang ketatanegaraan Indonesia.

DPD RI dibentuk dan kemudian disejajarkan kedudukannya dengan

lembaga-lembaga lainnya seperti DPR RI, dan presiden demi mewujudkan

keseimbangan antara pusat dan daerah. Hal ini kemudian diperkuat dengan

munculnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD,

dan DPRD, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah

sebagaimana keanggotaan senator pada negara lain, jadi karena pemilihan

umum selama ini cenderung lebih proporsional ketimbang distrik maka untuk

mengoptimalkan perwakilan dari daerah-daerah diperlukan keberadaan DPD

RI.4 Ide pembentukan DPD RI memang tidak terlepas dari ide pembentukan

struktur bikameral. Dengan stuktur bikameral itu diharapkan proses legislasi

dapat diselenggarakan dengan sistem double check yang representasi seluruh

rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas.

DPR RI merupakan representasi politik (political representation) sedangkan

DPD RI mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional

representation).5

3 Prajudi Atmosudirjo, "Hukum Administrsi Negara" (Jakarta: Ghalia Indonesia,1994),

h.126

4 Inu Kencana Syafi’i, “Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia” (Jakarta: Refika

Aditama, 2003), h.73

5 Jimly Asshiddiqie, "Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi"

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006), h. 138

3

Secara lebih rinci, UUD NRI 1945 BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal

22D mengatur kewenangan DPD-RI sebagai berikut:

1. DPD RI dapat mengajukan kepada DPR RI rancangan Undang-Undang

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang

berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Ikut membahas

RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta

memberikan pertimbangan kepada DPR RI atas RUU APBN, RUU yang

berkaitan dengan pajak, RUU yang berkaitan dengan pendidikan, RUU

yang berkaitan dengan agama.

3. DPD RI dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil

pengawasan. Menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR-RI

sebagai bahan pertimbangan untuk di tindak lanjuti.

Haruslah dibedakan antara fungsi DPD RI dalam badan legislatif dan

bidang pengawasan, keberadaan DPD RI bersifat utama (main cinstitution

organ) yang sederajat dan sama penting dengan DPR RI, tetapi dalam bidang

legislasi, fungsi DPD RI hanya menunjang tugas konstitutional DPR RI,

dengan kata lain DPD RI hanya memberikan masukan, sedangkan yang

memutuskan adalah DPR RI, sehingga DPD RI ini lebih tepat disebut sebagai

dewan pertimbangan DPR RI, karena kedudukannya hanya memberikan

4

pertimbangan kepada DPR RI.6 Seperti yang diatur pada Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 BAB V Tentang penyusunan perundang-undangan

pasal 48 Ayat (1) bahwasanya pimpinan DPD RI harus menyampaikan secara

tertulis Rancangan Undang-Undang kepada pimpinan DPR RI dan harus

disertai Naskah Akademik.

Diundangkannya UU MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD menjadi

semangat baru dalam ketatanegaraan indonesia khususnya dalam struktur

kelembagaan. Dimana melahirkan DPD RI sebagai lembaga yang mempunyai

fungsi dan kedudukan yang setara dengan DPR RI dan lembaga-lembaga

lainnya. Kelahiran DPD RI sangat didasari oleh keinginan semua pihak

termasuk pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja

dan menyalurkan kepentingan antara dua level pemerintahan tersebut.7

DPD-RI juga diharapkan ikut berperan dalam pengelolaan dan

pengembangan Sumber Daya Alam. Sumber Daya Alam adalah keseluruhan

faktor fisik, kimia, biologi, dan sosial yang membentuk lingkungan sekitar.

Semua yang berasal dari alam semesta dan tergantung pada aktivitas manusia

maka dikatakan Sumber Daya Alam.8 Oleh karena itu keberadaan Sumber

Daya Alam sangat tergantung pada pilihan-pilihan bentuk pengelolaan yang

dilakukan manusia.

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas

sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk

kesatuan ekosistem. Sumber daya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna.

Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan

sosial yang membentuk lingkungan sekitar kita. Hunker dkk menyatakan

bahwa sumber daya alam adalah semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan

6 Jimly Asshiddiqie, "Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUD Tahun 1945, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII" (Jakarta: BPHN, 2003),

h. 20

7 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam

UUD 1945, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 172

8 Hunker dalam, Susan L. Renwick, William H. 2004. Explortat1on, Consemt,on,

PreseNation, A Geographic Perspective on Natural Resource Use. Fourth edition. JohnWiley &

Sons, Inc.

5

atmosfer, yang keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia. Semua

bagian lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air, udara,

matahari, sungai) adalah sumber daya alam.

Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu

yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber

daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa

yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes mendefinisikan

sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.9

Sumber Daya Alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang

dapat dikembangkan untuk proses produksi. Proses terbentuknya Sumber

Pengelolaan dan pengembangan oleh Komite II DPD RI.10

a. Pertanian dan Perkebunan

b. Kelautan dan perikanan

c. Energi dan Sumber daya Mineral

d. Kehutanan dan Liungkungan Hidup

e. Pemberdayaan Ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal

f. Perindustrian dan perdagangan

g. Penanaman modal pekerjaan umum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka yang dimaksud

pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Salah satu wujud dari pelestarian fungsi tersebut dengan konservasi Sumber

Daya Alam. Konservasi Sumber Daya Alam menurut Undang-Undang

tersebut adalah pengelolaan Sumber Daya Alam untuk menjamin

pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediannya

9 Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and

Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and Community based

Sustainable Development. Belhaven Press, London.

10 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.9

6

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta

keanekaragamannya. Namun pada kenyataannya peran DPD-RI dalam

pengelolaan Sumber Daya Alam ini tidak terlihat dengan jelas padahal di

dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD sangat jelas menerangkan bahwa DPD-RI ikut bereksistensi dalam

pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Alam, dan diperkuat oleh

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 45 bahwasanya Rancangan

Undang-Undang baik yang berasal dari DPR-RI maupun presiden serta

Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD-RI kepada DPR-RI disusun

berdasarkan prolegnas.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam berkenaan dengan

hal ini, sekaligus juga sebagai bentuk pemenuhan tugas akhir guna

memperoleh gelar sarjana setrata satu (S1) dengan mengangkat judul skripsi

tentang: “PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN

DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa

persoalan yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan dibidang

legislatif yang dimiliki oleh DPD-RI didalam UU MD3 serta UU P3

terkait dengan proses pengajuan dan pembahasan Rancangan

Undang-Undang.

Dari latar berfikir tersebut di atas ternyata terdapat berbagai

masalah yang muncul yaitu:

a. Mengoptimalkan peranan Daerah dengan dibentuknya DPD-RI.

b. Tidak diikutsertakan DPD-RI dalam proses pembahasan RUU

Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam).

7

c. Dibatasinya kewenangan DPD-RI dalam proses pengajuan dan

pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam).

d. Minimnya konstribusi daerah dalam proses perancangan dan

pembentukan Peraturan Undang-Undang Otonomi Daerah (Sumber

Daya Alam).

e. Belum terwujudnya keseimbangan antara pusat dan daerah.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang peneliti

singgung dalam identifikasi masalah, maka dalam pembatasan masalah

ini peneliti membatasi pada pembahasan mengenai kewenangan Komite

II DPD-RI dibidang legislatif dalam Kurun waktu 2009-2017 khususnya

mengenai Peran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

(DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam di

Indonesia.

3. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat

perumusan masalah berkaitan dengan peran pengelolaan dan pengawasan

DPD-RI terhadap Undang-Undang Sumber Daya Alam.

Pasca Amandemen UUD NRI 1945 ke-4 negara lebih

mengoptimalkan peranan Daerah khususnya dalam mengawal

pemerintahan dengan dibentuknya DPD-RI akan tetapi Peran DPD

seolah-olah dikerdilkan karena tidak diikutsertakan DPD-RI dalam

proses pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam) Dengan

dibatasinya kewenangan DPD-RI dalam proses pengajuan dan

pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam), maka pada

penelitian ini perlu dibahas tentang peran DPD-RI terhadap RUU

Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam) dengan dibatasinya kewenangan

DPD-RI.

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti ambil, peneliti

mengemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

8

a. Bagaimana peran DPD-RI sebagai lembaga legislatif dalam

pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam ?

b. Bagaimana peran DPD-RI terhadap pengawasan Pelaksanaan

Undang-Undang Sumber Daya Alam ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan

penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran DPD-RI sebagai Lembaga legislatif dalam

pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam.

b. Untuk mengetahui peran DPD-RI terhadap pengawasan pelaksanaan

Undang-Undang Sumber Daya Alam.

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan

manfaat dalam segi akademisi dan praktisi, yaitu:

Secara Teoretis, dapat menjadi aspek pendukung dalam

pengembangan Ilmu Hukum Kelembagaan Negara, agar penelitian ini

dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis

para akademisi dibidang hukum, khususnya dalam hal kewenangan

DPD-RI di bidang legislatif khususnya eksistensi Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dalam pengelolaan dan

pengawasan Sumber Daya Alam.

Secara praktis, memberikan informasi bagi para akademisi dan

masyarakat luas mengenai Peran Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia (DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya

Alam.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

9

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum kepustakaan. 11 Penelitian hukum normatif

didefinisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan

dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu

penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 12 Alat

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan

konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan

perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah yang mengacu

pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,

serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.

3. Sumber bahan hukum Penelitian

Jenis bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah

bahan hukum primer. Data primer adalah berupa bahan hukum, yang

terdiri dari:

a. Bahan Hukum primer: Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIIA

Pasal 22C dan 22D tentang Kewenangan DPD-RI.

b. Bahan Hukum sekunder: buku-buku yang membahas tentang

11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, "Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat," (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 23.

12 Ronny Hanitijo Soemitro, "Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,"

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 10.

10

hal-hal yang terkait dengan pembahasan.

c. Bahan terdiri: buku, kamus, ensiklopedia, artikel, koran, majalah,

situs, internet, jurnal, politik, dan pemerintahan serta makalah

yang berkaitan.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan

penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain adalah tulisan berupa

pendapat para pakar Hukum Tata Negara yang terdapat dalam

buku-buku, makalah, jurnal hukum. Bahan hukum sekunder diperoleh

dari hasil penelusuran pustaka dan dokumentasi di berbagai lembaga atau

instansi.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi lebih lanjut terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum,

majalah, artikel, koran dan lainnya.13

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

oleh peneliti adalah:

a. Observasi

Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang diteliti. Peneliti mengawasi dengan

cermat setiap perkembangan yang berkaitan dengan peneliti ini.

b. Dokumentasi

Pada tahap dokumentasi, penulis mengumpulkan buku-buku,

majalah, artikel-artikel dan lain-lain untuk memudahkan penulis

dalam mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

kuesioner, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke

13 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat,(Jakarta: Rajawali Press, 1995), h. 33

11

dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Analisis bahan hukum dalam penelitian ini bersifat deskriptif

kualitatif, yaitu setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang

terkumpul dan diinterpretasikan secara logis. dengan melihat data-data

yang diperoleh peneliti melalui observasi dan dokumentasi setelah itu

dianalisis kemudian disusun dalam laporan penelitian.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum” yang diterbitkan oleh

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidyatullah Jakarta, Tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman dan memperoleh gambaran yang

jelas mengenai keseluruhan dari penulisan skripsi ini, berikut sistematikanya:

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang masalah, (b)

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, (c) tujuan

dan manfaat penelitian, (d) metode penelitian, (e) sistematika

penulisan.

BAB II Dalam bab ini menjelaskan (a) Kerangka Konseptual, (b) Teori

(c) Tinjauan (review) Kajian Terdahulu.

BAB III Bab ini berisi penjelasan mengenai (a) profil lembaga, (b) visi

dan misi lembaga, serta (c) data kewenangan DPD RI.

BAB IV Pada bab ini peneliti Menganalisa peran DPD-RI sebagai

lembaga legislatif dalam pembentukan Undang-Undang

Sumber Daya Alam dan peran DPD-RI terhadap Pengawasan

Pelaksanaan Undang-Undang Sumber Daya Alam.

BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan

dan rekomendasi dari penel.

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

A. Kerangka Konseptual

1. Peran DPD RI

Tugas dan Wewenang DPD RI1

a. Kewenangan DPD dalam mengajukan RUU setara dengan DPR dan

Presiden.

b. Kewenangan DPD ikut membahas RUU.

c. Kewenangan DPD memberikan persetujuan atas RUU.

d. Keterlibatan DPD dalam menyusun Prolegnas.

2. Pengelolaan dan Pengembangan

Pengelolaan dan pengembangan oleh Komite II DPD RI2

a. Pertanian dan Perkebunan

b. Kelautan dan perikanan

c. Energi dan Sumber daya Mineral

d. Kehutanan dan Liungkungan Hidup

e. Pemberdayaan Ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal

f. Perindustrian dan perdagangan

g. Penanaman modal pekerjaan umum.

3. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri

atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan

membentuk kesatuan ekosistem. Sumber daya adalah sesuatu yang

memiliki nilai guna. Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan

faktor fisik, kimia, biologi dan sosial yang membentuk lingkungan

sekitar kita. Hunker dkk menyatakan bahwa sumber daya alam adalah

1 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.6

2 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.9

13

semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan atmosfer, yang

keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia. Semua bagian

lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air, udara, matahari,

sungai) adalah sumber daya alam.

Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai

sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan

bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan

barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan

Berkes mendefinisikan sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan

kepuasan dan utilitas manusia.3

Rees lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan

sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria yang pertama yaitu

harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk

memanfaatkannya yang kedua adalah harus ada permintaan (demand)

terhadap sumber daya tersebut.4

Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu

yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya

komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikro organisme, tetapi

juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai

jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban

dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia

pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus

berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.

Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan

3 Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and

Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and Community based

Sustainable Development. Belhaven Press, London.

4 Fauzi, A. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2004), h. 16

14

manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan

beberapa negara seperti Indonesia, Brasil, Kongo, Maroko, dan berbagai

negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati

yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur

Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di

dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar

setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam

ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-

negara tersebut, dan ada juga contoh di Indonesia bedasarkan data tahun

2006 yang diperoleh dari kementrian kehutanan, perubahan penutupan

lahan dari hutan menjadi tidak berhutan seluas 42,263 juta ha.5

B. Kerangka Teori

1. Legislasi

Pandangan Hans Kelsen mengenai definisi Legislatif.

Menurutnya, kekuasaan legislatif (pembuatan undang-undang) orang

tidak memahami keseluruhan fungsi membuat hukum, melainkan satu

aspek khusus dari fungsi ini, yaitu pembentukan norma-norma umum.

Hukum sebagai suatu produk dari proses legislatif pada hakekatnya

adalah norma umum, atau sekumpulan norma umum. Fungsi Legislatif

dipahami bukan sebagai pembentukan dari semua norma umum,

melainkan hanya pembentukan norma umum oleh organ khusus, yang

disebut Lembaga legislatif.6

Menurut Frank Goodnow, kekuasaan negara dapat dibedakan

antara fungsi pembuatan kebijakan (policy making) dan pelaksanaan

kebijakan (policy executing). Teori Goodnow ini dapat dinamakan

sebagai teori duo politica. Berbeda dari Goodnow, fungsi-fungsi

kekuasaan, menurut Montesquieu, terdiri atas tiga cabang atau trias

5 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan

Kepentingan Daerah”, Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend.

Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014, h.212

6 Hans Kelsen,”Teori Umum Tentang Hukum dan Negara”, (Bandung: Nusa Media,

2009) h.362

15

politica yaitu legislature, executive, dan judiciary. Executive adalah

pelaksana, sedangkan judiciary menegakkannya jika timbul sengketa atau

pelanggaran terhadap kebijakan. Namun, baik menurut Goodnow

maupun menurut Montesquieu, yang dimaksud dengan fungsi legislative

atau legislature itu berkaitan dengan semua kegiatan yang dengan

mengatasnamakan atau mewakili rakyat membuat kebijakan-kebijakan

negara. Inilah yang disebut sebagai legislature atau fungsi legislatif.7

Pembuatan norma-norma umum oleh suatu organ selain lembaga

legislatif, yakni, organ-organ dari kekuasan eksekutif atau yudikatif

biasanya dipandang sebagai fungsi eksekutif atau yudikatif. Ditinjau dari

sudut fungsinya, tidak ada perbedaan esensial antara norma-norma yang

dibuat oleh organ eksekutif atau yudikatif ini dengan hukum-hukum atau

undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif. Norma-norma umum

yang dibuat oleh lembaga legislatif disebut undang-undang (statuta) yang

dibedakan dari norma-norma umum yang secara pengecualian, mungkin

dibuat oleh suatu organ selain lembaga legislatif. Sementara, norma-

norma umum yang diterbitkan oleh organ-organ kekuasaan eksekutif

biasanya tidak disebut dengan undang-undang melainkan “peraturan”

atau “ordinasi”. Peraturan atau ordinasi diterbitkan sebagai pengganti

undang-undang, dalam terminologi Perancis disebut “decrets-lois”, dan

dalam terminologi Jerman disebut Verordnungen mit Gesetzeskraft.8

Penjabaran tersebut seolah-olah menegaskan bahwa kekuasaan

legislatif bukan hanya dibangun oleh pembentukan hukum semata

melainkan menekankan kepada eksistensi dari norma-norma hukum

secara khusus dalam pembuatan produk hukum yang kewenangannya

dimiliki oleh lembaga legislatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang

7 Jimly Asshiddiqie, “Makalah Lembaga Perwakilan dan Permusyawaratan Rakyat

Tingkat Pusat”. h. 2

8 Hans Kelsen,”Teori Umum Tentang Hukum dan Negara”, (Bandung: Nusa Media,

2009) h.363

16

disebut sebagai lembaga legislatif ini adalah sumber dari semua norma

umum, sebagian secara langsung dan tidak langsung melalui organ-organ

yang mendapat kompetensi legislatif yang didelegasikan kepadanya oleh

lembaga legislatif. Suatu organ adalah organ legislatif sepanjang organ

ini diberi wewenang untuk membuat norma-norma hukum yang umum.

Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh tersebut dapat dilihat, bahwa

legislatif memiliki makna yang luas. Tidak hanya sebatas pembuat

kebijakan atau pembuat undang-undang saja, lebih jauh bahwa legislatif

merupakan resprentatif seluruh kegiatan yang dipangku oleh parlemen.

Dalam hal ini, di Indonesia kombinasi ketiga lembaga parlemen MPR,

DPR, dan DPD diharapkan mampu memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap kebijakan-kebijakan yang dilahirkan. DPR sebagai

lembaga perwakilan partai politik, DPD sebagai lembaga perwakilan

daerah, sementara MPR perwujudan dari perwakilan politik dan daerah.

Kemudian secara fungisional, DPR memiliki fungsi sebagai pembuat

undang-undang , DPD juga memiliki kewenangan tersebut, akan tetapi

hanya terbatas pada undang-undang otonomi daerah, serta MPR sebagai

legitimate dari UUD NRI 1945. Dengan komposisi tersebut diharapkan

mampu, meningkatkan kinerja parlemen dalam mewujudkan berbagai

aspirasi serta secara umum memberikan hasil yang maksimal terhadap

kebijakan-kebijakan yang dihasilkan untuk kepentingan seluruh rakyat

Indonesia.

Dalam tatanan pemerintahan Indonesia, peran serta lembaga

legislatif mempunyai peran yang signifikan dalam proses ketatanegaraan.

Bukan hanya sebagai lembaga pembentuk produk hukum saja, akan

tetapi lembaga legislatif didorong untuk lebih berperan aktif dalam

pengawasan-pengawasan lembaga eksekutif maupun yudikatif. Hal ini

tak terlepas dari implementasi check and balances untuk menciptakan

good governance. Selain itu secara umum, demokrasi menghendaki

bahwa organ legislatif harus diberi kekuasaan pengawasan atas organ-

organ eksekutif dan yudikatif.

17

Fungsi legislasi secara teoritik dibanyak Negara, dijalankan oleh

lembaga legislatif. Tetapi di Perancis, lebih menonjol dijalankan oleh

lembaga legilatif dan eksekutif. Bahkan di beberapa Negara, terutama di

Indonesia, sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, fungsi

legislatif lebih banyak diemban oleh kekuasaan eksekutif. Tetapi saat

ini, kekuasaan legislatif di Indonesia dipegang oleh DPR. Presiden,

walaupun tidak memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang,

tetapi ikut menjalankan dan memainkan peranan penting dalam bidang

perUndang-Undangan. Disana sini peranan Presiden, sekalipun tidak

diposisikan sebagai pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang,

tetapi sebagai kepala kekuasaan eksekutif dapat mengajukan

RUU,membahas RUU, menyutujui RUU bersama-sama DPR, dan

mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang.9

Diketahui bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD) telah lahir

sebagai sebuah lembaga baru berdasarkan Pasal 22C UUD 1945 (Hasil

amandemen ketiga) dan Pasal 3 UUD 1945 (Hasil amandemen keempat).

Sebagai institusi Negara yang baru, peran DPD belom begitu berarti,

setidaknya karena empat hal. Pertama, belum terumus dengan baik

fungsi, tugas, wewenang dan hak DPD, dan juga hak dari anggota-

anggota DPD, sekalipun hal itu telah dituangkan di dalam UUD 1945

maupun didalam UUD Nomor 22 Tahun 2003 tentang susunan dan

kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kedua sebagai lembaga

Negara yang baru, tentunya masih dicari sebuah system yang

memungkinkan berperannya DPD secara optimal. Ketiga, lembaga-

lembaga Negara yang sudah ada sebelumnya, khususnya DPR-RI belum

sepenuh hati memberikan peran yang menentukan bagi DPD, setidaknya

hal ini dapat diketahui didalam UUD Nomor 22 Tahun 2003 yang dibuat

oleh DPR dan Presiden sebelum anggota-anggota DPD terpilih pada

pemilu 2004. Didalam Undang-Undang tersebut peran DPD tidak

9 John Pieris, “Dewan perwakilan Daerah Republik Indonesia Study, Analisis, dan Solusi

Kajian Hukum dan Politik”. (Jakarta: Pelangi Cendekia, 2006), h.120

18

dirumuskan secara signifikan, sehingga wibawa politik dan kewenangan

yang dimilikinya sangat lemah. Keempat, karena Indonesia belum

memiliki pengalaman yang luas mengenai system bicameral.10

2. Legislasi dalam Perspektif Bikameral

Setelah menjabarkan secara umum mengenai definisi secara

umum tentang Legislasi, penulis kemudian mencoba mensingkroniasikan

antara legislatsi dengan bikameral. Pasca amandemen UUD NRI 1945

terjadi perubahan sistem ketatanegaraan terkait munculnya DPD.

Indonesia yang awalnya menerapkan unikameral berubah menjadi

bicameral. Penerapan ini memunculkan banyak polemik. Penerapan

sistem bikameral tersebut diharapkan mampu memaksimalkan

keterwakilan (respresentation) dan membangun sistem check and

balances dalam lembaga perwakilan.11

Akan tetapi muncul banyak perdebatan mengenai penerapan

sistem ini. Banyak yang beranggapan bahwa sistem bicameral ini tidak

cocok diterapkan dinegara kita yang meerupakan negara kesatuan. Hal

tersebut dilandasi dengan mayoritas negara yang menganut sistem ini,

negaranya berbentuk negara federal. Namun, dalam perkembangannya,

akibat tuntutan desentralisasi kekuasan sistem bicameral saat ini

dipraktekkan di beberapa negara kesatuan.

Ahli hukum tata negara Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menjelaskan

ada dua alasan utama yang sering digunakan untuk menerapkan sistem

bikameral ini :

10 John Pieris, Makalah dengan topik: “penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia”, disampaikan pada Inception Meeting

tim kerja program kegiatan penguatan kelembagaan dan penigkatan kapasitas Anggota Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia dimakassar, kerjasama Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia dengan Support Office For Eastern Indonesia World Bank pada tanggal 14-16

Maret 2005. h.1

11 M. Ichsan Loulembah, Kelompok DPD di MPR RI,”Bikameral Bukan Federal”, artikel

DPD dan Perwakilan Politik Daerah oleh 2006. H.139

19

a. Adanya kebutuhan untuk menjamin keseimbangan yang lebih stabil.

b. Keinginan untuk membuat sistem pemerintahan benar-benar berjalan

lebih efisien dan setidaknya lebih lancer.12

Giovanni Sartori membagi sistem parlemen bikameral menjadi

tiga jenis yaitu :

a. Sistem bikameral yang lemah (asymmetric bicameralism atau weak

bicameralism atau soft bicameral) yaitu apabila kekuatan salah satu

kamar jauh lebih dominan atas kamar lainnya.

b. Sistem bikameral yang kuat (symmetric bicameralism atau strong

bicameralism) yaitu apabila antara kedua kamarnya nyaris sama

kuat.

c. Perfect Bicameralism yaitu apabila kekuatan di antara kedua

kamarnya betul-betul seimbang.13

3. Kategori / Karakteristik Sumber Daya Alam

Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat

digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat

diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang

dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan.

Tumbuhan, hewan, mikro organisme, sinar matahari, angin, dan air

adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat

berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk

dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang

jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat dari pada proses

pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis.

Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada

umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk

kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas, minyak bumi dan

12 Jimly Asshidiqie,”Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi”,(Jakarta:. Sekjen MK, 2006).

13 Giovanni Sartori, “Comparative Constitutional Engineering”, (1997). h. 184

20

gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang

hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan

perairan. Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini

kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi

berbagai jenis bahan tambang tersebut, sehingga Pengelolaan SDA

melibatkan berbagai stakeholders terkait. Namun Undang-Undangnya

belum menunjukkan hubungan antar lembaga secara eksplisit, sehingga

mampu memfasilitasi sinerji dan keterpaduan yang harmonis antar

wilayah, antar sector, antar waktu, antar generasi, dan konservasi

lingkungan.14

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Review kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian

yang sudah dilakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-

penelitian lainnya yang pernah membahas seputar kewenangan DPD yaitu:

1. Skripsi ini ditulis oleh Fikri Abdullah dari Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. Yang

berjudul “KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH

DALAM LEGISLASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG

OTONOMI DAERAH ANALISIS PUTUSAN MK 93/PUU/-X/2013”.

Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini sebagai berikut: (a)

Bagaimana konsep peran DPD sebagai lembaga legislatif, (b) Bagaimana

kedudukan hukum DPD berdasarkan konstitusi tertulis di Indonesia, (c)

Bagaimana kewenangan hukum DPD dalam pengajuan dan pembahasan

RUU Otonomi Daerah sesudah diputuskannya Putusan MK Nomor

92/PUU-X/2013. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif, dimana penelitian ini mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan dan putusan pengadilan atau disebut penelitan hukum doktrinal

14 Masnur Marzuki, “buku catatan tahunan kinerja komite II DPD RI tahun 2012-2013”,

Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend. Gatot Subroto No.6

Jakarta, 2013, h.74

21

yaitu hukum yang menggunakan data sekunder. Alat pengumpulan data

dalam penelitian ini melalui penelitian kepustakaan dimana untuk

mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konseptual dan penlitian terdahulu yang berhubungan dengan objek

telaahan. Adapun sumber dan jenis data yang digunakan adalah data

sekunder yang selanjutnya dianalisis, pengumpulan digunakan tekhnik

observasi dan dokumentasi. Pada tulisannya ini peneliti menjelaskan

tentang kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

(DPD-RI) dalam legislasi Rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah

Analisis Putusan MK 93/PUU/-X/2013, Sedangkan skripsi yang saya

tulis, berfokus pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIIA Pasal 22C

dan 22D tentang kewenangan DPD RI yang berkaitan dengan

pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam Indonesia priode 2009-

2017 oleh Komite II DPD RI

2. Karya M. Yusuf. Buku dengan judul DEWAN PERWAKILAN

DAERAH REPUBLIK INDONESIA ARSITEKTUR HISTORI,

PERAN DAN FUNGSI DPD RI TERHADAP DAERAH DI ERA

OTONOMI DAERAH, ini terdiri dari beberapa bab yang membahas

mengenai Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, yaitu

mengenai DPD RI dalam konsep trias politika, pembentukan DPD RI,

serta peran dan fungsi DPD RI. Namun salah satu bab dalam buku

tersebut dapat menjadi referensi peneliti dalam penyusunan penelitian

yang membahas tentang Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indinesia (DPD-RI) Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Sumber

Daya Alam.

3. Jurnal ini ditulis oleh Salmon E. M. Nirahua dari Fakultas Hukum

Universitas Patimura."KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA", Pada jurnal ini penulis

menjelaskan tentang kedudukan dan kewenangan Dewan perwakilan

daerah dalam sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia, Sedangkan

22

skripsi yang saya tulis, hanya mengenai eksistensi DPD RI dalam

pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam.

23

BAB III

KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK

INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Sejarah Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Dalam UUD NRI 1945 sebelum diubah, dikenal adanya Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Keduanya sering dianggap lembaga legislatif berdasarkan UUD NRI 1945.

Kedua lembaga tersebut memang diakui sebagai parlemen Indonesia..

masalahnya kemudian bagaimanakah kedua lembaga tersebut, baik MPR

maupun DPR dalam struktur organisasi parlemen Indonesia menurut Harun

Al- Rasyid dalam bukunya UUD NRI 1945 sudah dirubah empat kali oleh

MPR mengatakan badan-badan Negara yang dibentuk oleh para pembuat

UUD NRI 1945 merupakan transformasi dari aparatur negara zaman Hindia

Belanda.1

Pada saat proses amandemen, muncul pro kontra terkait pembentukan

lembaga DPD. Pihak yang setuju dengan lahirnya DPD, beranggapan bahwa

upaya pembentukan DPD ini lebih disebabkan dengan kewenangan yang

dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagaimana diatur

oleh UUD 1945 sebelum perubahan. Unsur utusan daerah dalam susunan

keanggotan MPR sebelum UUD 1945 diubah sebagaimana disebut dalam

Pasal 2 ayat (1), adalah merupakan embrio bagi lahirnya DPD. Dengan

demikian, keberadaan DPD fungsinya lebih berterkaitan dengan lembaga

MPR yang perlu penambahan keanggotaan disamping dari anggota DPR, agar

terbentuk kelembagaan MPR.2

1 Harun Al-Rasyid, “Naskah UUD 1945 Sudah Empat Kali Diubah Oleh MPR”,(Jakarta:

Uipress, 2003) h. 38

2 Jurnal Legislasi Indonesia, “Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pembentukan

Undang-Undang”, (Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan

HAM RI), h. 9

24

Bagi pihak yang menentang akan munculnya DPD menilai bahwa

dengan munculnya DPD akan mereformasi tatanan ketatanegaraan serta

merusak sistem presidensial. Bahkan mereka beranggapan bahwa dengan

munculnya DPD negara akan semakin bergeser ke arah federal, seperti yang

dianut oleh Amerika Serikat. Penolakan akan munculnya DPD ini terpotret

dalam formulir tanda tangan yang menolak Perubahan ketiga UUD NRI

Tahun 1945 berkenaan dengan adopsi Dewan Perwakilan Derah dalam UUD

1945. Formulir itu dibukukan dengan Sikap Politik Para Anggota MPR-RI,

tanggal 7 November 2001, diterbitkan oleh Yayasan Kepada Bangsaku dan

Yayasan Pendidikan Tinggi 17 Agustus 1945.3

Dalam menelusuri lintasan sejarah bangsa Indonesia, Sebelum Tahun

1945 terlihat secara jelas posisi dan peran historis daerah-daerah dan para

pejuangnya yang telah berkorban bagi kemanusiaan dan harga diri bangsa.

Berabad-abad lamanya, masyarakat adat yang mendiami daerah-daerah telah

menjadi entitas sosial dan budaya yang mandiri. Mereka, bahkan mampu

mengatur pemerintahan adatnya masing-masing. Mereka secara gemilang dan

heroik berjuang dan berperang melawan dan mengusir bangsa-bangsa

penjajah yang ingin menguasai wilayah mereka dan menindas warganya.

Indonesia secara konstitusional merupakan Negara hukum sebagaimana

termaktub dalam pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka menjadi sebuah Negara hukum modern

dan demokratis diperlukan reformasi menyeluruh terhadap sistem demokrasi

fungsi-fungsi lembaga Negara utama baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Dengan semangat pantang menyerah, para pejuang mampu

mengorganisir diri membentuk sebuah kekuatan kolektif dan

mengkonsolidasikan diri secara sederhana. Mereka dengan kemampuannya,

yang terbatas itu telah memiliki tekad yang kuat untuk hadir sebagai kekuatan

3 Jurnal Legislasi Indonesia, “Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pembentukan

Undang-Undang”, (Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan

HAM RI), h. 1

25

politik, jauh sebelum terbentuknya organisasi pra-modern yang bisa

mengonsolidasikan diri secara teratur.

Para pahlawan lokal (daerah) telah mendarmabaktikan dirinya

sebelum bangsa dan negara Indonesia terbentuk berdasarkan teori-teori

politik dan hukum tata negara modern yang dikenal selama ini. Mereka

berjuang bukan untuk merebut jabatan-jabatan politik, tetapi untuk menjaga

keutuhan wilayah mereka, yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Mereka berjuang dengan sepenuh hati untuk

menjaga kehormatan suku-suku bangsa sebagai entitas-entitas sosial dan

budaya yang sekarang menjelma menjadi bangsa Indonesia yang merdeka,

bersatu dan berdaulat. Sebut saja, Teuku Umar dari Aceh, Imam Bonjol dari

Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro dari Jawa, Sultan Hasanudin dari

Makassar, Patimura dari Maluku, Sisingamangaraja dari Tapanuli, Antasari

dari Kalimantan, dan lain-lain.4

Fase sejarah selanjutnya, generasi bangsa ini berjuang melalui

organisasi lokal (beserta para pendiri/tokoh) untuk menabur dan memupuk

semangat nasionalisme untuk memerdekakan Indonesia). Sebut saja, peran

organisasi Budi Utomo (1908), Sarekat Islam/Sarekat Dagang Islam (1905),

Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), Sumpah Pemuda (1928)

yang dilahirkan oleh para pemuda yang tergabung dalam Jong Java, Jong

Sumatra, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, dll, Indische Partij (1912),

National Indische Partij / NIP (1919), Indische Democratische Vereniging

(ISDV), Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Partai Kristen dan

Partai Katolik di Jawa Tengah, Partai Politik Kaum Kristen (PPKK) di

Sumatera Utara, dan banyak sekali organisasi politik dan lokal serta para

tokohnya juga bergerak dalam merintis kemerdekaan Indonesia. Partai-partai

politik ini didirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan ke arah

4 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.4

26

kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap

orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa.5

Ketika kemerdekaan Indonesia di proklamasikan, Republik Indonesia

belum memiliki Undang-Undang Dasar. Konstitusi Negara Republik

Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Sabtu 18 Agustus 1945,

sehari setelah proklamsi. Pembahasan Undang-Undang Dasar dilakukan

dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian

sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam siding pertama dibahas tentang

dasar Negara sedangkan rancangan Undang-Undang Dasar dibahas pada

sidang kedua. Pada sidang kedua itu, dibentuk Panitia Hukum Dasar yang

bertugas membuat rancangan Undang-Undang Dasar, panitia tersebut

beranggota 19 orang yang diketahui oleh Ir. Soekarno.6 The founding fathers

bangsa Indonesia yang duduk di BPUPKI dan PPKI saat itu termasuk

penyusun UUD, sejatinya adalah representasi dari perwakilan seluruh tokoh

Daerah di Indonesia yang berjiwa negarawan, patriotis dan rasa nasionalisme

yang tinggi. Tokoh-tokoh politik yang berasal dari partai politik sebelum

Indonesia merdeka ternyata juga mempunyai andil yang sangat besar dalam

proses pembentukan negara RI.7

Lintasan sejarah tersebut di atas mendeskripsikan bahwa ada dua

komponen utama yang mempunyai andil yang sangat besar dalam

membentuk bangsa dan negara Indonesia, yaitu komponen (unsur) daerah dan

komponen unsur partai politik. Kedua komponen utama ini telah meletakan

prinsip-prinsip perjuangan, serta membangun nasionalisme yang tinggi dalam

konteks bernegara dan berbangsa. Karena itu dalam mengkonstruksi sistem

5 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.4

6 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi

Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam, Jakarta: 2016) h.123

7 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.5

27

pemerintahan negara Republik Indonesia, kedua komponen utama ini

memiliki tanggung jawab moral dan politik yang kuat dalam

mengkonstruksikan sistem pemerintahan, terutama sistem parlemen yang

bersifat bikameral.

Proses sejarah selanjutnya perdebatan-perdebatan politik yang bersifat

dialektik, logis dan fundamental, para pendiri negara (Founding Fathers)

sebagai perumus undang-undang dasar dalam sidang-sidang BPUPKI,

maupun PPKI (1945), berupaya untuk membuat konstitusi yang sesuai

dengan keinginan para pendirinya yang disemangati nilai-nilai kejuangan

bangsa Indonesia yang berabad-abad lamanya.8

Wajar jika lembaga perwakilan dalam konstitusi Indonesia tidak boleh

melupakan/mengabaikan peran dan keterwakilan partai politik maupun peran

dan keterwakilan daerah-daerah. Itulah sebabnya, desain lembaga perwakilan

yang ideal adalah sebuah desain yang bertumpu pada latar belakang sejarah,

pembentukan bangsa dan negara. Mazhab sejarah dan kebudayaan dalam hal

ini haruslah menjadi titik pijak yang kuat dalam membangun demokrasi

konstitusional. Karena itu, dalam melahirkan kaidah-kaidah konstitusi, tidak

saja mengutamakan aspek rules dan logic (aturan-aturan yang kaku dan

logika para pembuatnya), tetapi yang sangat penting harus juga memahami

social structure (struktur sosial) dan kultur bangsa (nation culture).

Berdasarkan pemahaman ini, wajar jika sistem bikameral harus

berupaya mencari titik keseimbangan baru dalam mendudukkan kewenangan

konstitusional DPR sebanding dengan kewenangan konstitusional DPD.

Dengan demikian, sistem parlemen Indonesia adalah sistem bikameral yang

berimbang dan efektif (balance and effective bi-cameral). Dengan pilihan

seperti ini, maka proses pembuatan undang-undang menjadi sebuah proses

8 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.6

28

yang efektif dalam memperjuangkan kepentingan nasional yang diemban oleh

DPR sebagai perwakilan politik, dan DPD sebagai perwakilan daerah.

Setelah Tahun 1945 pada awal berdirinya negara RI, UUD 1945

menganut sistem parlemen MPR, yang merupakan ciri khas Indonesia.

Memang belum menemukan bentuknya yang ideal, karena itu digantikan

dengan KNP dan Badan Pekerja KNP. Pada masa RIS, atas keinginan

Belanda dibentuk negara federal dengan struktur organisasi parlemen

bikameral, dengan Senat sebagai perwakilan teritorial. Pada masa UUDS

1950, kembali dengan struktur organisasi parlemen unikameral. Sistem

unikameral ini ternyata tidak efektif dilaksanakan, karena kepentingan

daerah-daerah tidak diperjuangkan secara maksimal. Pemberlakuan Undang-

Undang dasar sementara 1950 (UUDS 1950) merujuk kepada pasal 190, pasal

127 a, dan pasal 191 Ayat (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat yaitu

pasal-pasal tentang perubahan Undang-Undang Dasar. 9

Sistem bikameral, pernah berlaku pada zaman periode Konstitusi RIS

(UUD RIS). Pada saat itu, Indonesia menganut sistem pemerintahan

parlementer (federal) dan saat itu pula dibentuklah Lembaga Senat.

Keanggotaan Senat ketika itu merepresentasikan wakil dari tiap negara bagian

dan kedudukannya seimbang dengan Dewan Perwakilan Rakyat-RIS sebagai

kamar kedua.

Pada masa UUD Sementara (UUDS) 1950, Lembaga Senat tetap eksis

sepanjang masa transisi berlangsung hingga diberlakukkannya kembali UUD

1945 pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Eksistensi lembaga Senat di zaman

UUD 1950 tetap berlangsung sepanjang belum terselenggaranya Pemilu

pertama pada tahun 1955. Secara konstitusional, desain lembaga perwakilan

yang ditentukan UUDS 1950 tidak lagi mengenal lembaga Senat. Hal ini

tentunya lebih disebabkan kehadiran Lembaga Senat oleh UUD 1950

9 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi

Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam, Jakarta: 2016 ) h.131

29

dipersepsi menjadi konsep Negara Republik Indonesia Serikat seperti

sebelumnya, padahal sejatinya tidak demikian.10

Lembaga Konstituante (lembaga pembuat UUD) yang dibentuk,

didominasi unsur partai politik dengan kepentingan ideologinya masing-

masing tidak berhasil membentuk UUD yang baru, maka melalui Dekrit

Presiden Soekarno 5 Juli 1959, UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus

1945 diberlaku kan kembali, setelah itu dibentuk MPRS, walaupun

kedudukannya masih merupakan kepanjangan tangan dari Presiden, tetapi

pemerintah Indonesia saat itu sudah mulai mengikuti struktur parlemen yang

diinginkan UUD 1945.

Pada masa Orde Baru, orde yang bertekad melaksanakan UUD 1945

secara murni dan konsekuen, kembali memfungsikan MPR dan DPR sesuai

yang diinginkan oleh UUD 1945. Tetapi, apa yang terjadi, MPR dan DPR

lebih sering menjadi lembaga legislatif yang melegitimasi tindakan

Presiden/kekuasaan eksekutif. Hal ini bisa terjadi, karena kedudukan Presiden

dalam konsep UUD 1945 melahirkan konsep executive heavy di mana

Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang juga. Hal ini

dapat dibaca dalam Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945. Kekuasaan Presiden

dikonsepkan sebagai sebuah kekuasaan yang sulit diawasi. Konsep ini dikenal

dengan istilah Concentration of Power and Responsibility upon the President.

Setelah Reformasi pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto

menyatatakan berhenti dari jabatan presiden setelah terjadi gelombang unjuk

rasa besar-besaran, yang menandakan dimulainya era revormasi yang sangat

luas dengan fundamental itu dilalui dengan selamat dan aman. Negara

kepulauan yangbesar dan majemuk dengan keaneka ragaman suku, berhasil

10 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.7

30

menjalani proses reformasi dengan utuh tidak terpecah-belah, terhindar dari

perpecahan dan kekerasan.11

Pasca tuntutan reformasi 1998, keinginan membentuk badan legislasi

bikameral muncul kembali sebagai respons (antitesis) terhadap sistem politik

sentralistik sebelumnya yang jarang memperhatikan aspirasi Daerah di

Indonesia. Sistem bikameral dimunculkan pada Perubahan Ke-III UUD 1945

tahun 2001. Dengan dibentuknya sistem bikameral di Indonesia, maka

lembaga parlemen di Indonesia saat ini terdiri dari Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Pada

dasarnya, pembentukan lembaga Perwakilan Daerah Indonesia (DPD RI)

bertujuan untuk membangun sistem bikameral yang kuat dan efektif (strong

and effective bicameral) walaupun kenyataannya hingga sekarang masih

bersifat “weak bicameralism”. DPD RI mencerminkan keterwakilan politik

teritorial/daerah di tingkat pusat. Keanggotaannya berjumlah masing-masing

4 orang perwakilan dari setiap Provinsi di seluruh Indonesia yang dipilih oleh

rakyat melalui Pemilu setiap 5 tahun sekali.12

B. Dasar hukum pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia

Pembentukan DPD adalah salah satu proses mereformasi sturuktur

dan tatanan kelembagaan negara yang ada di Indonesia. Pembentukan DPD

tersebut telah mengubah konsep parlemen di Indonesia yang sebelumnya

merupakan konsep satu kamar (unikameral) kemudian berubah menjadi

konsep dua kamar (bikameral). Perubahan ini tentu membuat perubahan

mendasar dalam hal pembuatan peraturan perundang– undangan. Peranan

legislasi yang sebelumnya dilakukan sepenuhnya oleh DPR bersama–sama

11 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi

Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, h.137

12 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.9

31

presiden, kemudian berkembang dengan memberikan sebagian kewenangan

legislasi tersebut kepada DPD. Ide pemikiran dari lahirnya DPD sebagai

kamar baru dalam sistem parlemen di Indonesia ialah untuk memberikan

sebuah double check sehingga lebih representatif terhadap kepentingan

rakyat. Menurut Jimly Asshiddiqie bahwa DPR merupakan suatu perwakilan

politik (political representation) sedangkan DPD merupakan (regional

representation).13

Dalam buku yang diterbitkan MPR periode 1999-2004 berjudul jejak

langkah MPR dalam era reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan

wewenang MPR RI periode 1999-2004 disebut bahwa dengan dibentuknya

DPD RI maka system perwakilan Indonesia memiliki dua lembaga, yaitu

DPR dan DPD RI. Perbedaannya jika DPR merupakan Lembaga perwakilan

yang mencerminkan perwakilan politik (political refresentation) maka DPD

RI merupakan lembagaperwakilan yang mencerminkan perwakilan

kedaerahan (regional representation).14

C. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia

1. Visi

“Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel

memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional

demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.15

2. Misi

a. Memperkuat kewenangan DPD RI melalu amandemen UUD 1945.

13 Jimly Asshiddiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi”

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 139

14 Pimpinan majelis permusyawaratan Rakyat RI, “Jejak langkah MPR dalam era

reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan wewenang MPR RI periode 1999-2004”,(

jakarta: Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, 2004), h.110

15 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.3

32

b. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan

penganggaran sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh UUD 1945

dan Undang-Undang.

c. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang

mencakup penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan

pengaduan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat

tentang kelembagaan DPD dalam rangka akuntabilitas publik.

d. Meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan lembaga-lembaga

negara/pemerintah di dalam negeri dan lembaga perwakilan negara-

negara sahabat termasuk masyarakat parlemen internasional.

e. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik yang

menyangkut tampilan perorangan para anggota DPD RI maupun

pelaksanaa fungsi kesekretariatan jenderal termasuk tunjangan

fungsional/keahlian.16

3. Tujuan

a. Terwujudnya DPD RI sebagai salah satu lembaga negara yang

berperan aktif dan menjaga keseimbangan dalam penyelenggaraan

kekuasaan negara dalam bidang legislatif, melalui optimalisasi

pelaksanaan fungsi-fungsi parlemen dan memperjuangkan penguatan

kewenangan melalui proses amandemen UUD 1945.

b. Terwujudnya unsur penunjang (Kesekretariatan Jenderal DPD RI)

beserta sarana dan prasarananya yang mampu mendukung

kelancaran pelaksanaan fungsi dan tugas DPD.17

4. Sasaran Strategis

16 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017,h.3-4

17 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.14

33

a. Pengembangan kapasitas kelembagaan DPD dengan melaksanakan

penguatan kewenangan melalui upaya amandemen UUD NRI 1945

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan MPR RI Nomor

4/MPR/2014 sehingga setiap pelaksaan fungsi parlemen diimbangi

dengan wewenang yang utuh sebagai pemegang kekuasaan legislatif

penyeimbang (checks and balances) dalam sistem ketatanegaraan

dengan pola dua kamar (bi-cameralism) sesuai prinsip-prinsip

masyarakata demokratis.

b. Penerapan peran DPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi,

pengawasan dan penganggaran DPD secara optimal sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan, disertai upaya penguatan kapasitas

kelembagaan dalam undang-undang terkait sesuai amanat konstitusi

sehingga kekuatan DPD dapat dirasakan manfaatnya oleh pemangku

kepentingan dalam kehidupan masyarakat yang semakin demokratis.

c. Peningkatan peran dan optimalisasi pelaksanaan fungsi representasi

terutama dalam memperjuangkan aspirasi daerah termasuk

menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan permasalahan yang

disampaikan pemerintah daerah terkait hubungan antar pemerintah

daerah dan atau pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

d. Peningkatan kerja sama dengan lembaga-lembaga negara/

pemerintah serta lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan organisasi-

organisasi kemasyarakatan dalam rangka menunjang kelancaran dan

keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang DPD RI.

e. Peningkatan peran/kualitas aktivitas dalam hubungan dan kerja sama

internasional/regional dalam rangka keanggotaan asosiasi parlemen

dunia/regional dan kerja sama lembaga perwakilan serupa dengan

negara-negara sahabat serta pelaksanaan fungsi parlemen yang

diperlukan negara-negara sahabat.

f. Peningkatan pemahaman publik tentang keberadaan dan aktivitas

DPD termasuk publikasi pertannggungjawaban moral dan politik

setiap anggota sehingga diharapkan dapat semakin memperluas

34

kepercayaan dan dukungan masyarakat dan pemerintah daerah dalam

menjalankan peran dan fungsi DPD.

g. Peningkatan kemampuan dan integritas anggota melalui berbagai

upaya dan kegiatan pengembangan sumber daya manusia dalam

rangka menjamin tegaknya kehormatan dan kewibawaan lembaga

dan kualitas kemampuan anggota sehingga mencerminkan kegiatan

Kelembagaan DPD yang dipercaya dan dibanggakan pemangku

kepentingan.

h. Pelaksanaan fungsi dan tugas sekretariat jenderal secara optimal

dalam memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan tugas dan

fungsi alat-alat kelengkapan dan anggota, termasuk kompnonen

pendukung dari unsur kewilayahan dan provinsi sehingga menjamin

pencapaian visi dan misi DPD secara efektif dan efisien.18

D. Fungsi, Tugas, dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia

Mengacu pada ketentuan pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD

RI mempunyai fungsi Legislasi, Pengawasan, dan penganggaran.19

Posisi dan peran DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

tercermin dari fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana amanat Pasal 22D

dan Pasal 23F UUD NRI 1945, yaitu:

18 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.14-15

19 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, h.5

FUNGSI REFRESENTA

SI

FUNGSI LEGISLAS

I

FUNGSI PENGAW

ASAN

FUNGSI ANGGAR

AN

35

1. Dapat mengajukan RUU tertentu (otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah). Pasal 22 D ayat (1)

2. Ikut membahas RUU tertentu. Pasal 22 D ayat (2)

3. Memberikan pertimbangan atas RUU yang berkaitan dengan pajak,

pendidikan, agama, dan RAPBN. Pasal 22D ayat (2)

4. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu, pelaksanaan

APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil

pengawasannya kepada DPR. Pasal 22D ayat (3)

5. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam

pemilihan Anggota BPK. Memberikan pertimbangan

kepada DPR dalam pemilihan Anggota BPK. Pasal

23F ayat (1).

Dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang diatur dalam UUD 1945,

sangatlah sulit DPD RI dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab

politiknya secara optimal. Keterbatasan fungsi, tugas dan wewenang DPD RI

ternyata menimbulkan sejumlah pertanyaan dari masyarakat tentang kinerja

DPD RI selama ini. Sebagian masyarakat lalu mempertanyakan eksistensi

DPD RI, tetapi sebagian besar lagi masyarakat, terutama komunitas ahli

hukum dan politik menghendaki perlu ditingkatkannya fungsi, tugas dan

wewenang DPD RI. Peningkatan fungsi, tugas dan wewenang DPD RI dapat

melalui judicial review UU MD 3 dan P3 terhadap UUD 1945. Bisa juga

melalui perubahan atau revisi terbatas terhadap UU MD 3 dan P3. Arus

pemikiran besar saat ini menginginkan perlu dilakukan perubahan ke-5

terhadap UUD 1945 untuk meningkatkan tugas, fungsi dan kewenangan DPD

RI.20

20 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.19

36

Namun meskipun DPD berwenang mengajukan RUU di bidang

tertentu, DPD tidak dapat langsung mengajukan kepada Presiden.21

E. Keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Repubik Indonesia

Berdasarkan pasal 22 ayat (1) UUD 1945, Anggota Dewan Perwakilan

Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Pada ayat (2)

pasal ini disebutkan, Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi

jumlahnya sama, dan jumlah seluruh anggota dewan perwakilan daerah itu

tidak lebih dari sepertiga jumlah Dewan Perwakilan Rakyat. Pada pasal 22E

ayat (4), disebutkan, Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota dewan

adalah perorangan.

Berdasarkan konstitusi Anggota DPD RI dari setiap provinsi

jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD RI tidak boleh lebih dari

sepertiga jumlah anggota DPR RI. Keanggotan DPD RI terbentuk pertama

kali berdasarkan hasil pemilu tahun 2004 dan secara resmi dilantik pada

21 Faisal djamal, Buku panduan tentang mekanisme kerja anggota dan Parlemen,

(Jakarta), h.5

DPD

Dapat mengajukan RUU kepada DPR

RUU yang berkaitan dengan otonomiDaerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan, pemekaran danpenggabungan daerah, Sumber DayaAlam, dan Sumber Daya ekonomilainnya, serta perimbangan keuanganpusat dan daerah.

pasal 22D UUD 1945

memiliki kewenanganuntuk melakukanpengawasan terhadappelaksanaan undang-undang tertentu.

pasal 22D ayat (3) UUD1945

37

tanggal 1 oktober 2004dengan masa kerja selama 5 tahun,22 Undang-Undang

Dasar 1945 memang menegaskan jumlah keanggoatan DPD sama di tiap

provinsi yakni 4 (empat) orang. Hal ini dikarenakan DPD sebagai

representasi daerah dari seluruh Indonesia (regional representation) memiliki

posisi yang sama, sebagaimana tercermin dalam jumlah anggota DPD yang

sama banyaknya dari setiap provinsi.

Lembaran sejarah baru ketatanegaraan Indonesia dimulai sejak

tanggal 1 Oktober 2004 dengan pengucapan sumpah/janji Anggota DPD,

sehingga keanggotaan DPD untuk pertama kalinya dipilih pada pemilu tahun

2004 berjumlah 128 orang. Dengan komposisi 128 Anggota DPD dari 32

Provinsi, maka Anggota DPD Provinsi Sulawesi Selatan, juga berfungsi

mewakili Provinsi Sulawesi Barat.

Saat ini jumlah Provinsi di seluruh Indonesia adalah 33 Provinsi,

dengan demikian Anggota DPD RI berjumlah 132 orang. Jumlah seluruh

Anggota DPD berdasarkan ketentuan perundang-undangan tidak lebih dari ⅓

jumlah Anggota DPR. Kedepan, jumlah seluruh anggota DPD akan

bertambah, seiring dengan penambahan atau pemekaran provinsi baru, seperti

misalnya Provinsi Kalimantan Utara. Masa keanggotaan DPD adalah selama

5 (lima) tahun.

Masing-masing dari 4 (empat) orang Anggota DPD di 33 Provinsi

(kecuali Pimpinan DPD), berdasarkan kesepakatan internal, membagi diri

menjadi anggota di 4 (empat) Komite. Di samping itu, keempat Anggota,

sesuai kesepakatan juga merangkap di alat-alat kelengkapan lain yang bersifat

tetap.

Kedepan, mengingat, betapa banyak, luas dan cakupan kegiatan

Anggota DPD yang hanya berjumlah 4 (empat) orang dari setiap provinsi,

perlu diwacanakan, jumlah Anggota DPD dari setiap provinsi 5 (lima) orang.

Dengan begitu, distribusi Anggota DPD ke alat-alat kelengkapan tidak terlalu

22 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, h.11

38

memberatkan beban kerja dan tugas para Anggotanya seperti selama ini, yang

rata-rata, setiap Anggota merangkap keanggotaan pada 3 (tiga) alat

kelengkapan DPD. Belum lagi diatur pembagian mitra kerja dari kementerian

yang terlalu banyak pada setiap komite. 23

F. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Untuk kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPD RI,

telah diadakan pembagian tugas dan kerja yang diatur melalui Peraturan Tata

Tertib DPD RI, yakni:

1. Pimpinan DPD RI

Merupakan kesatuan yang bersifat kolektif kolegial, terdiri atas

satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua. Dalam negara-negara

berbahasa Inggris, ketua parlemen biasanya disebut “speaker” of the

parliament/house, bukan “chairperson.”

2. Panitia Musyawarah (Panmus)

Dalam dinamika politik DPD, Panmus dapat dikatakan sebagai

representasi kecil DPD. Secara umum aktualisasi Panmus merupakan

“agenda setting” atas berbagai kegiatan DPD yang harmonisasinya

dilakukan melalui rapat Panmus. Prinsip musyawarah dalam forum-

forum rapat tersebut secara nyata menunjukkan prinsip-prinsip

musyawarah dalam keanekaragaman pandangan para anggota.

3. Komite

Sebanyak 4 (empat) Komite. Komite dibentuk dalam rangka

pelaksanaan ruang lingkup tugas DPD RI terkait fungsi legislasi,

pengawasan, dan anggaran. 1 (satu) anggota DPD RI dari setiap

perwakilan dan provinsi, kecuali Pimpinan DPD RI, wajib bergabung ke

dalam 1 (satu) Komite sesuai peminatan/kompetensi, dan dapat digilir

23 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.24

39

berdasarkan musyawarah diantara 4 (empat) anggota DPD RI. Ruang

lingkup tugas masing-masing Komite adalah sebagai berikut:

Komite I

Otonomi daerah, hubungan Pusat dan Daerah, pembentukan, serta

pemekaran dan Penggabungan Daerah.

Komite II

Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Komite III

Pendidikan, Agama, Kebudayaan, Kesehatan, Kesejahteraan

Sosial, Tenaga Kerja, dan masalah sosial lainnya.

Komite IV

RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan

Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan

Anggota BPK, serta Pajak.

4. Panitia Perancang Undang-Undang

Adalah alat kelengkapan yang diberikan wewenang menjadi

koordinator dalam perancangan RUU dari DPD.

5. Panitia Urusan Rumah Tangga

Membantu Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan

kerumahtanggaan DPD RI, membantu Pimpinan DPD RI dalam

pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan

oleh Sekretaris Jenderal, membantu Pimpinan DPD dalam merencanakan

dan menyusun kebijakan anggaran DPD.

6. Badan Kehormatan

Merupakan alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung

pelaksanaan tugas DPD RI dalam menegakkan Peraturan Tata Tertib dan

Kode Etik Anggota DPD RI.

7. Panitia Khusus

40

Merupakan alat kelengkapan yang bersifat sementara, dibentuk

oleh DPD RI dengan tugas tertentu yang diamanatkan dalam Sidang

Paripurna.

8. Badan Akuntabilitas Publik

Dibentuk untuk melakukan penelaahan lanjutan terhadap temuan

hasil pemeriksaan BPK, melakukan kajian terhadap indikasi

penyimpangan anggaran pembangunan di daerah yang bersumber dari

APBN, serta melakukan advokasi dan menindaklanjuti pengaduan

masyarakat tentang penyimpangan anggaran pembangunan di daerah

yang bersumber dari APBN.

9. Badan Kerja Sama Parlemen

Dibentuk untuk membina, mengembangkan, dan meningkatkan

hubungan persahabatan serta kerja sama antara DPD RI dengan lembaga

negara sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral.

10. Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan

Merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap berkenaan

dengan pelaksanaan fungsi pengembangan kapasitas kelembagaan

termasuk kajian atas sistem ketatanegaraan secara khusus, dalam rangka

mewujudkan lembaga perwakilan daerah yang mampu

mengejewantahkan nilai-nilai demokrasi. Badan Pengembangan

Kapasitas Kelembagaan juga berfungsi memerankan tugas-tugas sebagai

kelompok anggota di MPR yang berasal dari seluruh Anggota DPD, yang

mempersatukan dan mengorganisasikan fungsi dan tugas segenap

Anggota DPD dalam kapasitasnya sebagai Anggota MPR. Dalam rangka

itu, sangat perlu menempatkan DPD sebagai Brand of State, dalam hal

menciptakan citra positif dari DPD RI sebagai perwakilan daerah yang

akan merefleksikan citra negara. Dalam konteks demikian, DPD RI perlu

melibatkan daerah-daerah dalam proses penyelenggaran pemerintahan

negara dan proses pembangunan nasional secara berkelanjutan.24

24 Banu Prasetio DKK, Laporan Kineja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-2017,

(Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta 2017), h.5-8

41

G. Kinerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

dalam sub bab kali ini penulis mencoba menjabarkan secara umum

mengenai hasil kinerja DPD dalam bidang legislasi. Jumlah rancangan

undang-undang yang diprakarsai oleh DPD RI pada periode 2004-2009

berjumlah 19 buah yang berasal dari PAH I, PAH II, dan Panitia Perancang

Undang-Undang (PPUU). Jumlah RUU usulan DPD RI berdasarkan

pembidangan dapat dilihat dalam uraian berikut:

1. PAH I : Membidangi Otonomi Daerah, Hubungan Pusat dan Daerah,

Pemekaran dan Penggabungan Daerah, Pemukiman dan Penduduk,

Pertanahan dan Tata Ruang

Beberapa produk panitia Ad Hoc I antara lain usulan RUU

pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara ke DPR pada tanggal 13

Oktober 2005. DPD RI juga berinisiatif mengajukan RUU tentang

perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah Istimewa Yogyakarta. Usul RUU ini diajukan ke DPR pada

tanggal 26 September 2007.

Inisiatif DPD RI juga menyampaikan usul revisi terhadap

Undang-Undang Nomor 5 Thun 1960 tentang UUPA. Usulan RUU ini

diajukan DPD RI ke DPR pada tanggal 19 Juli 2009. Selain itu DPD saat

ini masih terus menggodok upaya revisi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 secara signifikan, mengingat masih terdapatnya berbagai

kekurangan atau kelemahan undang-undang ini. Hal yang paling disorot

ialah mengenai tentang pemilihan kepala daerah dan pemerintahan desa.

2. PAH II : Membidangi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber

Daya Ekonomi Lainnya

Beberapa hasil kerja Panitia Ad hoc II antara lain dalam masalah

pegelolaan hutan, berhasil merampungkan RUU tentang Perubahan

Kedua atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan

yang diajukan ke DPR pada tahun 2007. Untuk mensinergikan dengan

perkembangan situasi terutama setelah reformasi dan amandemen UUD

1945, DPD RI memandang perlu untuk dilakukan perubahan terhadap

42

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Aspek-aspek penguatan sumber daya ekonomi yang turut menjadi

sorotan DPD RI pada periode 2004-2009 adalah masalah lembaga

keuangan mikro, ketahanan oangan, dan jasa lingkungan. Dasar

pemikiran penyususnan RUU tentang lembaga keuangan mikro

dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor rill

indrusti kreatif melalui ketersediaan jasa keuangan dengan tingkat suku

bunga rendah, prosesnya cepat, dan mudah. RUU berhasil dirampungkan

dan hasilnya disampaikan kepada DPR pada tahun 2009.

3. Panitia Perancang Undang-Undang ( PPUU )

Salah satu kelengkapan DPD RI yang membidangi perancangan

undangundang adalah Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU).

Meskipun semua PAH dapat mengkaji hingga mengeluarkan RUU tetapi

secara kelembagaanfinalisasi seluruh bentuk RUU berada di PPUU.

Beberapa hasil kerja PPUU antara lain ialah RUU tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan. DPD RI menyadari bahwa

permasalahan mendasar dalam RUU Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan menempatkan DPD RI sekedar supporting system bagi DPR.

Selain itu juga RUU tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD,

dan DPRD. Dalam UU DPD ini DPD RI juga diposiisikan sekedar

sebagai supporting system bagi DPR. RUU tentang Administrasi

Pemerintahan. RUU ini diinisiasi oleh PPUU sehubungan dengan

meningkatnya spirasi masyarakat terkait dengan perbaikan administrasi

sebagai salh satu indikator perangkat penciptaan good governance. Dan

RUU tentang Mahkamah Agung. PPUU memberikan perhatian yang

besar antara lain terhadap penyempurnaan penataan system rekurtmen

hakim agung agar dapat dihasilkan hakim-hakim agung yang

berintregitas tinggi, profesional, dan menjunjung tinggi keadilan dan

kebenaran.25

25 Kelompok DPD di MPR, “Eksistensi DPD RI 2009-2013, Untuk Daerah Dan

NKRI”,(Jakarta,Sekjen DPD 2005), h. 6-8

43

Meskipun kewenangannya terbatas, DPD RI berupaya

mengoptimalkan perannya dalam rangka mengagregasikan dan

mengartikulasikan kepentingan daerah di level kebijakan tingkat

nasional. Hal ini tidak lain adalah wujud pertanggung jawaban

konstitusional secara moral, dan politis DPD RI kepada bangsa dan

negara, khususnya daerah dan masyarakat.

Dalam bidang legislasi, sebagai contoh, kinerja DPD dapat

terlihat pada pembahasan berbagai RUU dengan DPR dan Pemerintah,

seperti RUU Pemda, RUU Pilkada, RUU Desa, RUU Kelautan, dan

lainnya. Bahkan RUU Kelautan menjadi sangat bersejarah bagi DPD

karena perjuangan fungsi legislasi DPD telah diakui dengan disahkannya

RUU Kelautan oleh DPR sebagai produk legislasi dari DPD. Pengakuan

ini dapat terlihat pada konsideran mengingat UU Nomor 32 Tahun 2014

Tentang Kelautan yang memasukkan Pasal 22 D ayat (1) UUD 1945,

yang merupakan salah satu kewenangan DPD dalam mengajukan RUU

tertentu kepada DPR.

Berikut, merupakan hasil kinerja DPD RI sejak terbentuknya

DPD RI yang dapat diinventarisasi sebagai berikut:26

Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode I 2004-2009

No Keputusan DPD RI Jumlah

1 Usul RUU yang berasal dari DPD RI 19

2 Pandangan dan pendapat DPD RI 92

3 Pertimbangan DPD RI atas RUU 7

4 Hasil pengawasan DPD RI 49

5 Pertimbangan DPD RI terkait Anggaran 29

Jumlah 196

Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017

Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode II 2009-2014

26 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017, h.33-34

44

No Keputusan DPD RI Jumlah

1 Usul RUU yang berasal dari DPD RI 38

2 Pandangan dan pendapat DPD RI 145

3 Pertimbangan DPD RI atas RUU 9

4 Hasil pengawasan DPD RI 89

5 Pertimbangan DPD RI terkait Anggaran 29

6 Usul DPD RI untuk program Legislasi

Nasional

4

7 Rekomendasi DPD RI 5

Jumlah 319

Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017

Rekapitulasi pelaksanaan tugas DPD RI

yang telah disampaikan kepada DPR RI

Masa siding I s/d IV

Tahun siding 2014-2019

Sampai dengan siding paripurna ke-8

Tanggal 9 maret 2017

No Keputusan DPD RI 2014 2015 2016 2017 Jumlah

1 Usul RUU yang berasal dari

DPD RI

9 10 10 0 28

2 Pandangan dan pendapat DPD

RI

35 2 11 0 48

3 Pertimbangan DPD RI 2 0 3 1 6

4 Hasil pengawasan DPD RI 20 28 20 2 70

5 Pertimbangan DPD RI yang

berkaitan dengan Anggaran

6 6 5 0 17

6 Usul DPD RI untuk program

Legislasi Nasional

1 2 1 0 4

7 Rekomendasi DPD RI 1 0 5 2 5

45

Jumlah 74 48 52 5 179

Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang

2016-2017

Mengapa Perlu Penataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia. Setidaknya ada lima pertimbangan mendasar mengapa

penataan kewenangan DPD penting untuk dilakukan, yakni:

1. Produktivitas dalam Bidang Legislasi yang Cukup Baik

DPD RI selama ini telah banyak mengajukan rancangan undang-

undang dan menghasilkan produk politik yang mengakomodasi aspirasi

dan kepentingan masyarakat dan daerah. Hasil kerja tersebut secara resmi

telah disampaikan secara periodik kepada DPR, namun DPD sulit

mengetahui sejauh mana progress keputusan-keputusan itu

ditindaklanjuti oleh DPR RI sampai menjadi sebuah produk UU

(Prolegnas) sesuai harapan rakyat. Hal ini disebabkan karena

kewenangan DPD RI sungguh masih sangat reduktif/inferior.

Pasal 249 ayat (1) UU MD3: DPD mempunyai wewenang dan tugas:

Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR.

2. Kewenangan Dibatasi

Kewenangan DPD RI dalam Pasal 22 D UUD 1945 dibatasi

hanya dapat mengajukan, ikut membahas, dapat memberikan

pertimbangan dan turut mengawasi beberapa RUU tertentu kepada DPR.

DPD tidak memiliki kewenangan membahas sampai dengan memutuskan

suatu rancangan undang-undang, bahkan yang terkait langsung dengan

daerah, sehingga DPD tidak dapat secara optimal mengawal aspirasi

masyarakat dan daerah dalam proses legislasi nasional (dalam bentuk

UU). Dengan kewenangan yang terbatas, mustahil bagi DPD dapat

mewujudkan keinginan dan memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah-

46

daerah. Selain itu, sulit bagi anggota DPD untuk mempertanggung

jawabkan secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah

pemilihannya.

3. Penerapan Mekanisme Check and Balances dalam Lembaga Legislatif

Mekanisme check and balances pada hakekatnya juga harus

diterapkan dalam lembaga legislatif, dimana interaksi dan sinergisasi

antar kamar dalam sistem bikameral dapat berjalan konstruktif dan

simultan. Memang karakteristik basis pemilihan yang berbeda antara

DPR (berdasarkan jumlah penduduk, dicalonkan melalui partai) dan DPD

(berdasarkan keterwakilan daerah, secara perseorangan) harus

didudukkan dalam konteks saling mengisi, saling mengimbangi, dan

saling menjaga antar lembaga perwakilan, sekaligus untuk meningkatkan

fungsi penyerapan aspirasi dan artikulasi masyarakat dan daerah-daerah.

4. Peran keterwakilan (Representation)

Peran keterwakilan (representation) dalam rangka membangun

mekanisme check and balances antar lembaga perwakilan akan

membuka ruang bagi pembahasan proses pengambilan keputusan politik

yang berdampak besar bagi daerah dan masyarakat. Oleh karenanya,

diperlukan penguatan peran DPD RI terkait dengan fungsi legislasi,

pengawasan, dan anggaran, untuk memberi peluang keterwakilan daerah

dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional.

5. Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang

Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang yang telah

dilakukan oleh DPD RI sebagaimana ketentuan Pasal 22D ayat (3) UUD

1945 dipandang tidak efektif dan sangat sulit diakses terutama

menyangkut hak budget/anggaran. Hal ini dikarenakan Hasil Pengawasan

DPD RI tidak secara langsung disampaikan kepada Pemerintah

melainkan kepada DPR RI, dan “hanya” sebagai bahan pertimbangan.

Harusnya, kedepan, konstitusi harus mengkonstruksikan fungsi

pengawasan DPD RI itu harus secara langsung disampaikan kepada

pemerintah tanpa melalui DPR.

47

H. Perjuangan meningkatkan kewenangan konstitusional Dewan

Perwakilan Daerah

UUD 1945 telah mengalami 4 (empat) tahap perubahan dalam kurun

waktu 1999 s.d. 2002, namun pada kenyataannya UUD 1945 tidak

memberikan cukup ruang bagi peran, fungsi, dan wewenang DPD RI.

Rekonstruksi kewenangan DPD RI sebagai kamar kedua dalam sistem

bikameral dilemahkan. Sementara kewenangan DPR RI sangat dominan,

sehingga sulit melakukan double check, terutama dalam proses pembentukan

Undang-Undang. Pada tataran perundang-undangan, lemahnya kewenangan

DPD RI yang semula diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003

tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk)

sedikit menguat ketika UU tersebut digantikan dengan UU Nomor 27 Tahun

2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang selanjutnya

diganti dengan UU Nomor 17 Tahun 2014. Dalam UU MD3, DPD

mempunyai kesempatan untuk ikut membahas bersama DPR sampai tahap

Pembahasan Tingkat I.27

Sejak awal pembentukannya, DPD selalu memperjuangkan hak

konstitusional sehingga dapat berperan maksimal bagi masyarakat. Hal ini

dilakukan melalui uji materi sejumlah UU di Mahkamah Konstitusi hingga

berjuang untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan

konstitusi (perubahan UUD NRI Tahun 1945).28

27 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,

Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h. 45 28 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia,” Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945”. h. 45

48

BAB IV

PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA ALAM

A. Peran dan Kewenangan DPD RI dalam Pengelolaan dan Pengembangan

Sumber Daya Alam

Fungsi DPD dalam legislasi pasca amandemen UUD NRI 1945, dan

masih banyak pihak yang menganggap bahwa amandemen UUD NRI 1945

belum mengakomodir dan mengefektifkan peranan DPD dalam bidang

legislasi. Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2013 Tentang Kewenangan DPD

dalam legislasi RUU Otonomi Daerah. Upaya para anggota DPD untuk

mendorong pemerintah memaksimalkan fungsi DPD dalam legslasi terus

diupayakan sejak lama. Berbagai upaya terus dilakukan dengan membawa isu

amandemen ke -5 UUD NRI 1945 yang digagas sekitar tahun 2006.

Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para anggota DPD dilalui

dengan jalan yang berliku. Pola yang dikembangkan dengan cara terstruktur

dan sistematis demi mengupayakan amandemen ke 5 UUD NRI 1945.

Mekanisme pola pengajuan amandemen yang digagas oleh anggota DPD

antara lain sebagai berikut :

1. Naskah Akademik

2. Opini Building: media cetak, media elektronik, serta polling

3. Penetrasi Parpol: Pimpinan Parpol, Pimpinan Fraksi, dan Anggota DPR

dan MPR

4. Penetrasi Non Parpol: Gubernur/Bupati,Walikota, Perguruan Tinggi

Organisasi Masyarakat, LSM , Opini para tokoh masyarakat.1

1 Kelompok DPD di MPR RI, “Eksistensi Dpd Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan

NKRI”(Jakarta:Sekjen DPD), h. 99

49

Pola tersebut terus digencarkan guna mendorong MPR RI

melaksanakan amandemen UUD NRI 1945. Namun berbagai upaya tersebut

tidak mendapat sambutan positif dari pimpinan MPR yang tidak berkenan

menyampaikan kepada seluruh anggota MPR RI karena dianggap belum

memenuhi ketentuan dalam UUD NRI 1945. Setelah gagal melalui pola

tersebut DPD tak patah arang, kemudian DPD semakin gencar bersosialisasi

kepada seluruh elemen masyarakat mengenai pentingnya agenda amandemen

UUD NRI 1945 ke –5.

Hingga akhirnya, dalam rapat gabungan MPR RI pda tanggal 19 Juli

2012, disepakati pembentukan Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan

Indonesia yang merupakan tim kerja Pimpinan MPR RI. Tugas Tim Kerja

adalah melakukan kajian yang komprehensif mengenai sistem Ketatanegaraan

Indonesia, dimana salah satunya membahas berkembangnya aspirasi yang

meminta dilakukannya amandemen kelima oleh MPR2

Namun, hingga saat ini tim kerja tersebut masih terus berjalan guna

menggagas dan merumuskan konsep mengenai amandemen UUD NRI 1945.

Sambil berharap amandemen UUD NRI 1945 dapat segera terlaksana, DPD

terus berupaya keras untuk mendorong perubahan kewenangan legislasi DPD

saat ini. Hal tersebut dilatar belakangi dengan kondisi DPD RI dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia, khususnya ketika berhubungan dengan DPR dapat

dilihat dengan realitas sebagai berikut:

1. DPD RI dalam kurun waktu dari 1 Oktober 2004 sampai dengan Maret

2013 telah mengajukan 39 RUU, 184 Pandangan dan Pendapat, 60

Pertimbangan, dan 110 Hasil pengawasan.

2. Seluruh RUU, Pandangan, dan Pendapat, serta Pertimbangan DPD RI

yang telah disampaikan ke DPR tersebut tidak ada tindak lanjutnya

2 Kelompok DPD di MPR RI, “Eksistensi Dpd Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan NKRI”,

h.133

50

sebagaimana amanat UUD NRI 1945 untuk melibatkan DPD RI dalam

proses pengajuan, pembahasan, dan pertimbangan RUU.3

Dari fakta tersebut semua pihak termasuk rakyat dapat melihat betapa

hasil kerja DPD tidak memperoleh respon memadai dari DPR. DPD telah

berupaya melakukan berbagai langkah komunikasi politik dengan DPR untuk

mencari solusi terhadap masalah yang terjadi ini. Namun demikian walau

telah bertahun-tahun komunikasi politik itu dilakukan oleh DPD namun pihak

DPR tidak memberi respon memadai dan menerima berbagai usul solusi yang

ditawarkan DPD. Atas dasar tersebut, maka DPD melakukan Judicial Review

terhadap UU MD3 dan UU P3.

Setelah melalui proses yang berliku dan panjang, maka pada tanggal

27 Maret 2013 MK menggelar sidang pleno dengan agenda pembacaan

putusan. Dalam sidang pleno tersebut, MK memutuskan untuk menerima

permohonan yang diajukan oleh DPD RI tersebut. Dalam putusannya

tersebut, MK meneguhkan lima hal, yakni :

1. DPD RI terlibat dalam pembahasan Program Legislasi Nasional

2. DPD RI berhak mengajukan RUU yanng dimaksud dalam Pasal 22D ayat

(1) UUD NRI 1945 sebagaimana halnya atau bersama-sama dengan DPR

dan Presiden, termasuk dalam pembentukan RUU Pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang

3. DPD RI berhak membahas RUU secara penuh dalam kontek Pasal 22D

ayat (2) UUD NRI 1945.

4. Pembukaan RUU dalam kontek Pasal 22D Ayat (2) UUD NRI 1945

bersifat tiga pihak (tripartit) yaitu antara DPR, DPD RI, dan Presiden

Dalam hal di atas dapat dilihat bahwa peran DPD-RI memiliki

kedudukan dan kewenangan dalam memutuskan suatu kebiajakan yang

berkaitan dengan Otonomi Daerah maka mereka diberikan peran dan

3 Sekjen DPD RI, “Fungsi Legislasi DPD Pasca Putusan MK”, (Jakarta:Sekjen DPD

RI,2013).h. 2

51

kewenangan yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pemaparan informan

berikut ini:

Peran dan wewenang DPD RI itu sebenarnya yang saya ketahui

didalam pasal 22D UUD yang mengatur wewenang DPD ada 5, dan

itu apa saja. Pertama,didalam pasal 42 UU SUSDUK jadi DPD itu

dapat mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Sumber

Daya Alam. Kedua dan DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR

atas rancangan undang-undang otonomi daerah dan Sumber Daya

Alam. Ketiga DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR

berkaitan dengan otonomi daerah dan Sumber Daya Alam. Keempat

DPD memberikan pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima

dapat melakukan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang

mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan pembentukan Otonomi

Daerah.4

Abdul aziz sebagai Perwakilan daerah menyatakan bahwa tugas

dan fungsi DPD RI memiliki 5 wewenang, berkaitan dengan tugasnya

sebagai perwakilan daerah, adapun kewenangan yang disampaikannya

seperti, DPD RI sebagai pemberi pertimbangan kepada DPR berkaitan

dengan sumber daya alam, dan bisa ikut dalam pembahasan Undang-

Undang berkaitan dengan otonomi daerah dan sumber daya alam.

Peran DPD maupun dalam perancangan Undang-Undang

Otonomi daerah ataupun undang-undang lain yang menyangkut tugas

DPD itu untuk mengajukan kepada DPR seperti halnya yaitu tentang

sumber daya alam ataupun laporan-laporan dari daerah yang harus

di selesaikan dan di musyawarakan sebelum di laporkan kepada

DPR.5

Peran DPD RI menurut Rahman Hadi Kepala Pusat (Kajian

Kedaerahan) dalam perencangan Undang-Undang tugasnya mengajukan

kepada DPR RI yang berkaitan tentang kedaerahan dan Sumber Daya

Alam dalam komite II.

Peran DPD dalam perancangan undang-undang otonomi

daerah sangat berperan untuk untuk mengawal setiap kebijakan yang

berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam, nah untuk

menyelasaikan tugas-tugas itu, DPD itu terbagi dari beberapa komite

dan untuk membahas dan menyelasaikan Sumber Daya Alam itu

4 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

5 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,

2019. (Lihat Lampiran)

52

sendiri yaitu Komite II dan komite II membuat beberapa rangkaian

kegiatan, misalnya pembahasan RUU usul inisiatif, terus menyusun

pandangan dan pendapat dalam rangka pembahasan RUU bersama

DPR dan Pemerintah, terus yang terakhir itu untuk mengawasi

pelaksanaan Undang-Undang.6

Pembahasan dalam penelitian ini tentang komite II DPD-RI yang

lebih terfokus kedalam Sumber Daya Alam, maka dari itu sesuai dengan

putusan. Adapun kewenangan yang bisa di lakukan meliputi beberapa

hal, salah satunya berkaitan dengan sumber daya alam yang ada disetiap

daerah.

B. Peran Pengawasan DPD RI Terhadap Pengelolaan dan Pengawasan

Sumber Daya Alam dari Tahun 2009-2017

1. Hasil Pengawasan Komite II DPD RI dalam Kurun Waktu 2009-

2011

Beberapa hasil pengawasan DPD RI yang lahir melalui komite II

pada tahun sidang 209-2011, antara lain:

a. Hasil pengawasasn DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang

Kehutanan.

Pengurusan dan perencanaan kawasan hutan sebagaimana

diatur dalam UU kehutanan Bab II pasal 10 tentang pengurusan

hutan dan Bab IV pasal 11 dan 12 tentang perencanaan kawasan

hutan dianggap masih belum maksimal. Berdasarkan data tahun

2006 yang diperoleh dari kementrian kehutanan, perubahan

penutupan lahan dari hutan menjadi tidak berhutan seluas 42,263

juta ha. Sebagian besar luasan tersebut (36%) telah berubah menjadi

lahan alang-alang sedangkan 26% merupakan lahan pertanian, dan

sisanya terdiri dari semak, lahan basah (wetland), perumahan, dan

penggunanan lainnya. Perubahan penutupan lahan ini mencerminkan

tingkat deforestasi dan degratasi hutan yang cukup tinggi di

Indonesia. Beberapa contoh situasi yang ditemui di daerah misalnya:

6 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

53

tingkat deforestasi di Kalimantan selatan yang mencapai 140 ha

perharinya. Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan dari aktivitas

pertambangan dan perkebunan, pembalakan liar, dan kebakaran

hutan. Hal itu telah menyebabkan Kalimantan selatan berada

diperingkat 12 diantara 33 provinsi sebagai emitter di Indonesia dari

sector kehutanan dan menyumbang 0,5 giga ton karbon pada tingkat

emisi gas rumah kaca nasional. Conto lain adalah: pemberian izin

usaha pertambangan sebanyak 300 IUP dengan 20 IUP perusahaan

yang telah berproduksi dalam rangka rencana pebangunan kawasan

ekonomi khusus (KEK) pertambangan Sulawesi-Tenggara yang

sangat ambisius, namun disisi lainnya kurang memperhatikan

perencanaan tata ruang wilayah dan tata batas kawasan hutan.7

Dari beberapa temuan lapangan yang yang mejadi tempat

pengawasan Sumber Daya Alam dilakukan DPD-RI melalui

beberapa tahapan yaitu aspek yuridis dan formal oleh sebab itu

pengawasan yang dilakuakan, melalui beberapa hal melalui setudi

dokumen dan beberapa daerah.

Pengawasannya melalui aspek yuridis dan formal

berdasarkan penulisan naskah dokumen perundang-undangan

dan temuan yang terkait dengan aspirasi daerah, selain aspek

yuridis terdapat juga aspek sosio-politik yang merupakan

bagian dari temuan yang menonjol, aspirasi masyarakat dan

kunjungan-kunjungan kerja ke daerah, dari hal tersebut

pengawasan yang kita lakukan.8

Banyak hal yang diawasi oleh DPD mengenai

pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam itu sendiri,

apalagi di Indonesia inikan banyak Sumber Daya Alam itu

maupun yang sudah terekspos ataupun yang belom

tereksposjadi semuanya itu kita awasin maupun daerah mana

saja.9

7 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II DPD RI 2009-2014 Dalam Menyuarakan

Kepentingan Daerah”h. 212

8 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

9 Wancara Pribadi, Dr. Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

54

Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh

DPD sama halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan

Undang-Undang mengenai Otonomi Daerah, pembentukan

pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan

daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya

Ekonomi yang lainnya, pajak, pelaksaanaan APBN, pendidikan

dan Agama, nah bentuk pengawasannya itu merupakan

pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan hasil

pengawasannya di sampaikan kepada DPR untuk bahan

pertimbangan menindak lanjutinya.10

Dalam pelaksanaanya Hasil pengawasan DPD RI atas

pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 Tentang Kehutanan, pengurusan dan perencanaan kawasan

hutan sebagaimana diatur dalam UU kehutanan Bab II pasal 10

tentang pengurusan hutan dan Bab IV pasal 11 dan 12 tentang

perencanaan kawasan hutan dianggap masih belum maksimal.

Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh DPD sama

halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

mengenai Otonomi Daerah, pembentukan pemekaran, dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi yang lainnya, pajak,

pelaksaanaan APBN, pendidikan dan Agama, nah bentuk

pengawasannya itu merupakan pengawasan atas pelaksanaan

Undang-Undang dan hasil pengawasannya di sampaikan kepada

DPR untuk bahan pertimbangan menindak lanjutinya.

Berdasarkan temuan-temuan dan hasil kunjungan kerja ke

beberapa daerah yang meliputi Provinsi Jawa Timur, Sulawesi

Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan atas

pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

10 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

55

tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dapat

dirumuskan hasil pengawasan sebagai berikut;

Pelaksanaan UU PPLH dianggap belum maksimal dalam

melindungi kelestarian lingkungan danmempertahankan

keseimbangan ekosistem, Pelaksanaan UU PPLH ditingkat daerah

terhambat dengan beberapa persoalan yang kerap ditemui misalnya

kurangnya Sumber Daya Manusia ditingkat daerah dan kurangnya

pendanaan. Penguatan SDM para PPNS dan PPLH didaerah wajib

dibenahi untuk dapat mengiplementasikan UU PPLH. Kuatnya

kewenangan PPNS dan PPLH sesuai amanah UU No 32 pasal 74

mensyaratkan perlunya peningkatan kapasitas PPNS dan PPLH.

Karena itu program sertifikasi aparat hukum dan rekrutmen PPNS

serta PPLH harus menjadi program berkesinambungan kementrian

lingkungan hidup untuk membangun kapasitas kelembagaan.11

b. Pengawasan atas pelaksanaan UU Sumber Daya Air

Sumber daya air merupakan bagian yang menjadi bagian

dalam pengawasan terutama dalam proses pelaksanaannya.

Berdasrkan temuan dari kunjungan kerja dari beberapa daerah yang

dilakukan Oleh DPD-RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2004 tentang sumber daya air.12

Pengaturan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2004 belum optimal dalam memperbaiki kondisi sumber daya

air di Indonesia yang sudah mencapai tingkat krisis. Kondisi ini yang

ditemukan didaerah seperti DKI Jakarta yang memiliki 13 sungai

sudah tidak layak digunakan.13

11 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 dalam menyuarakan

kepentingan daerah”. h. 214

12 Mansur Marzuki, “jejak langkah komite II DPD RI 2009-2014 dalam menyuarakan

kepentingan Daerah”. h. 219

13 Mansur Marzuki, “jejak langkah komite II DPD RI 2009-2014 dalam menyuarakan

kepentingan Daerah”. h 217

56

Hal ini merupakan dampak dari banyaknya pencemaran

lingkungan yang berada di kawasan DKI Jakarta, penggunaan air

tanah sebagai alternatif dikarenakan tidak bisa difungsikannya

potensi-potensi sungai-sungai yang berada di Ibu Kota. Padahal

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

pasal 37 menegaskan bahwa air tanah merupakan salah satu sumber

daya alam yang keberadaanya terbatas dan kerusakannya dapat

mengakibatkan dampak yang sangat luas serta pemulihannya sulit

dilakuakan. Bedasarkan pasal 37 ayat (2) UU Sumber Daya Air

mengamanahkan bahwa “pengembangan air tanah pada cekungan air

tanah dilakukan secara terpadu dalam pengembangan sumberdaya air

pada wilayah sungai dengan pencegahan terhadap kerusakan air

tanah”. dalam peraturan pemerintah untuk hak menggunakan air

diatur dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang-Undang No 7 tahun

2004 tentang sumber daya air. Oleh sebab itu penggunaan sumber

daya air harus sesuai peraturan Undang-Undang yang telah

ditentukan.

Dalam pengelolaan sumber daya alam memang seharusnya

mengikuti ketentuan Undang-Undang, dalam hal ini maka prosedur

yang dilakukan setiap daerah bisa memenuhi syarat atau tidak.

Bentuk pola kerjanya itu ketika komite II yang berfokus

kepada Sumber Daya Alam dan menemukan permasalahan yang

berkaitan dengan hal tersebut melaui kunjungan kerja ke

daerah dan aspirasi masyarakat di daerah, dan ketika

menemukan permasalahan dilapangan maka kami himpun dan

akan kami ajukan kepada pusat untuk di musyawarakan

bagaimana solusi atas masalah tersebut.14

Nah kalau untuk pola dan teknis kerja DPD dalam

menangani Sumber Daya Alam itu sendiri yang

melakukankannya adalah Komite II DPD-RI dan ketika ada

permasalahan baru dirembukkan bersama lalu dilaporkan ke

DPR dan menunggu gimana hasil rapat DPR atas

14 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

57

keputusannya, kan DPR juga harus rapat dulu dong buat

mutusin antar sesam anggota DPR itu sendiri gak mungkin

langsung di putuskan sepihak saja.15

Kalau buat pola dan teknisnya itu didalam DPD itu

sendiri sudah di bagi-bagi bagiannya buat yang urus ini ada

yang urus yang lainnya juga ada contok buat yang urus Sumber

Daya Alam ini yang terfokus kesana yaitu Komite II dan mereka

yang melakukan teknis dan polanya misal dengan kunjungan ke

Daerah-daerah di Indonesia.16

Seperti yang dikatakan para pemangku jabatan yang berada di

DPD-RI yaitu komite II telah mengatakan dalam pengelolaan,

pengawasan, pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam

melalui proses seperti kunjungan kedaerah, dan memusyawarahkan

atas temuan-temuan dilapangan tentang sumber daya alam yang di

awasi.

2. Hasil Pengawasan DPD RI (Komite II) dalam Kurun Waktu 2009-

2014

Representasi DPD RI selain memiliki fungsi legislasi dan

pertimbangan, juga memilik fungsi pengawasan. Mengawasi

pelaksanaan Undang-Undang dan menyampaikan hasil pengawasannya

kepada DPR, sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Selama

periode 2009 sampai dengan 2014nkomite II telah melaksanakan

kunjungan kerja dan kunjungan daerah ke berbagai provinsi di Indonesia

dan dalam kunjungan tersebut Komite II juga melaksanakan fungsi-

fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang.

Dalam beberapa periode terahir dalam pengawasannya DPD-RI

telah berperan sesuai temuan Komite II dalam laporannya.

Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2009-2014

15 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,

2019. (Lihat Lampiran)

16 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

58

No Nama UU Tahun Sidang Status

1. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

tentang pertabangan Mineral dan

Batubara

2009-2010 Telah disampaikan

ke DPR

2. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 30 Tahun 2009

tentang ketenagalistrikan

2009-2010 Telah disampaikan

ke DPR

3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun

2004 tentang jalan

2009-2010 Telah disampaikan

ke DPR

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan Lingkungan Hidup

2009-2010 Telah disampaikan

ke DPR

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan

Sebagaimana Telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2004 tentang penetapan

2010-2011 Telah disampaikan

ke DPR

6. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 7 tahun 2004

tentang Sumber Daya Air

2010-2011 Telah di sampaikan

ke DPR

7. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 tahun 2009

tentang penerbangan

2010-2011 Telah di sampaikan

ke DPR

8. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 18 tahun 2004

tentang perkebunan

2010-2011 Telah di sampaikan

ke DPR

9. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 tahun 2001

2010-2011 Telah di sampaikan

ke DPR

59

tentang minyak dan gas bumi

10. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 tahun 2009

tentang perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan

2011-2012 Telah di sampaikan

ke DPR

11. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 tahun 21

tentang minyak dan gas bumi

2011-2012 Telah di sampaikan

ke DPR

12. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 24 tahun 2007

tentang penanggulangan bencana

2011-2012 Telah di sampaikan

ke DPR

13. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 tahun 2009

tentang lalu lintas angkutan jalan

2011-2012 Telah di sampaikan

ke DPR

14. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 45 tahun 2009

tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 tahun 2004

tentang perikanan

2011-2012 Telah di sampaikan

ke DPR

15. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 30 tahun 2009

tentang ketenagalistrikan

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

16. Undang-Undang Nomor 27 tahun

2007 tentang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

17. Undang-Undang Nomor 17 tahun

2008 tetang pelayaran

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

18. Undang-Undang Nomor 16 tahun

2006 tentang sistem pertanian,

perikanan dan kehutanan

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

19. Undang-Undang Nomor 25 tahun

2007 tentang penanaman modal

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

60

20. Undang-Undang Nomor 20 tahun

2007 tentang energy

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

21. Undang-Undang Nomor 1 tahun

2009 tentang penerbangan

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

22. Undang-Undang Nomor 1 tahun

2001 tentang perumahan dan

kawasan pemukiman

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

23. Undang-Undang Nomor 27 tahun

2003 tentang panas bumi

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

24. Undang-Undang Nomor 18 tahun

2008 tentang pengelolaan sampah

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

25. Undang-Undang Nomor 39 tahun

2009 tentang kawasan ekonomi

khusus

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

26. Undang-Undang Nomor 02 tahun

2009 tentang lembaga pembiayaan

ekspor Indonesia

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

27. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 tahun 2007

tentang perkeretaapian

2012-2013 Telah di sampaikan

ke DPR

28. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 tahun 2011

tentang perumahan dan kawasan

permukiman

2013-2014

29. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 tahun 2004

tentang perikanan

2013-2014

30. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 tahun 2009

tentang perlindungan lahan

2013-2014

61

pertanian dan pangan berkelanjutan

31. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 39 tahun 2009

tentang kawasan ekonomi khusus

2013-2014

32. Undang-Undang Nomor 22 tahun

2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan

2013-2014

Sumber: Jejak Langkah Komite II DPD RI 2009-2014 dalam Menyuarakan

Kepentingan Daerah

a. Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

Tentang Perikanan

Bukti bahwa tidak ditemukan satupun keraguan di dalam Al-

qur’an semakin terkuak dari hari ke hari seiring dengan kemajuan

ilmu teknologi yang dikuasai oleh umat manusia. Salah satu sisi

keakurasian Al-qur’an dalam berbicara mengenai laut dan samudera.

Dalam hal itu Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-

Ma’idah Ayat 96.

د ي م ص ك ي ل م ع ر ح و ة ر ا ي لس ل م و ك ل ا اع ت م ه ام ع ط ر و ح ب ل د ا ي م ص ك ل ل ح أ

ون ر ش ح ه ت ي ل إ ي ذ ل ا وا للا ق ات و ا م ر م ح ت م ا د ر م ب ل (٩٦سورة المائدة:) ا

Artinya:

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang

berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi

orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu

(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.

Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan

dikumpulkan.”

Sebagai Negara maritime, sektor perikanan merupakan salah

satu potensi yang dapat dikembangkan demi meningkatkan

perekonomian Indonesia. Atas dasar laporan dan aspirasi yang

berkembang, DPD RI melalui PAH II melaksanakan pengawasan

atas pelaksanaan Undang-Undang perikanan di dua provinsi.

62

Pemerintah hingga saat ini masih belum melaksanakan tugas

dan fungsi membangun jaringan informasi perikanan dengan

lembaga lain sebagaimana diamanatkan dalam pasal 47 ayat (1)

Undang-Undang perikanan, maka diperlukannya peran serta dari

pemerintah untuk meningkatkan Sumber Daya Nelayan dengan

memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan sesuai dengan

amanat Bab IX pasal 57 s.d pasal 59 Undang-Undang perikanan.17

b. Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004

tentang Perkebunan

Pada dasarnya Undang-Undang perkebunan memiliki tujuan

untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat secara

berkeadilan, menjamin keberlanjutan serta meningkatkan fungsi dan

peranan perkebunan, dan melakukan usaha perkebunan secara

terencana, terbuka, terpadu, professional, dan bertanggung jawab.

Terdapat beberapa temuan di lapangan yang di peroleh ketika komite

II melakukan kunjungan kerja ke daerah, serta berdasarkan informasi

perbanding (empiris) dari media massa tentang mermasalahan

perkebunan. Dari kajian dan fakta hasil pengawasan yang

disampaikan sebelumnya, secara khusus beberapa simpulan penting

dan saran mengenai perkebunan menjadi bagian dalam laporan

pengawasan terhadap Undang-Undang perkenbunan ini terutama

menyangkut komoditi kelapa sawit, karet, dan teh.

Dampak sosial ekonomi yang banyak timbul di daerah-daerah

perkebunan, terutama pada perkebunan tunggal (monokultur) sekala

besar adalah perubahan budaya tani yang radikal ke model

monokultur yang menyebabkan rendahnya produktivitas hasil kebun

petani plasma di berbagai tempat di Indonesia. Di perlukan

pendalaman pemahaman Undang-Undang dipadukan dengan

berbagai fakta dilapangan untuk membuat peraturan-peraturan

17 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan

Kepentingan Daerah”, Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend.

Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014, h.206

63

pelaksanaan yang betul-betul memihak kepada masyarakat, terutama

terkait dengan penataan tata ruang perkebunan masih terjadi

permasalahan sehingga aspek monokultur, homogenitas, dan

overloads konversi tidak menyebabkan hilangnya keaneka ragaman

atau memicu kerentanan kondisi alam, termasuk menurunnya

kualitas lahan yang disertai erosi, hama, dan penyakit.18

Peran DPD-RI untuk pengawasan dan pengelolaan Sumber

Daya Alam seperti yang telah disampaikan sebagai berikut.

Kalau untuk sejauh ini peran kami sebagai

perwakilan DPD sudah melakukan pengawasan dalam

pengelolaan Sumber Daya Alam itu sendiri, yang dilakukan

oleh pemerintah daerah dalam hal tersebut seperti halnya

pengawasan tambang batu bara yang ada di Indnesia itu kan

sudah termasuk Sumber Daya Alam yang ada di indonesia.19

Untuk saat ini DPD sudah melakukan pengawasan dan

pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia dengan

adanya kunjungan kerja yang kita lakukan di setiap daerah.20

Disetiap kunjungan kerja yang DPD lakukan ke daerah-

daerah itu juga sudah termasuk kewajiban dan bahkan emang

itu kerjanya DPD dan gak hanya Sumber Daya alamnya saja

yang kita lihat tapi semua Otonomi Daerah yang ada di daerah-

daerah di Indonesia, kalau buat yang terkhusus sumber daya

alam sendiri itu Komite II yang mengatur.21

Peran dan wewenang yang dilakukan oleh Komite II DPD-RI

dengan melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah merupakan

kewajiban yang harus dilakuakan, oleh sebab itu yang berkaitan

dengan sumber daya alam.

18 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite Ii Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan

Kepentingan Daerah”,.h. 208

19 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

20 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,

2019. (Lihat Lampiran)

21 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

64

3. Hasil Pengawasan Komite II Pelaksanaan Undang-Undang Pada

Tahun 2014-2017

Dalam masa sidang II tahun sidang 2014-2015 yang dilaksanakan

pada 12 januari -19 februari tahun sidang 2014-2015, komite II DPD RI

melaksanakan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 22 tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 22

Dalam pelaksanaan pengawasan Undang-Undang tahun 2014-

2015 DPD RI melaksanakan pengawasannya sebagai tugas dan fungsinya

dengan dasar UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

dengan Dasar tersebut maka pengawasan yang dilakukan telah kuat

secara hukum. Dalam prosesnya DPD RI secara legal hukum melakukan

pengawasan sehingga pihak yang terkait harus patuh dan mengikuti

prosedur pengawasan yang dilakukan.

a. Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi.

Dalam hasilnya pengawasan meliputi aspek yuridis-formal

berdasarkan penelusuran naskah dokumen perundang-undangan dan

temuan yang terkait dengan penyerapan aspirasi di daerah. Selain

aspek yuridis dan formal terdapat aspek sosio-politik yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari temuan menonjol, aspirasi

masyarakat, kunjungan kerja provinsi antara komite II DPD RI

dengan pemangku kepentingan.

Pengawasan yang dilakuakan oleh DPD RI yang melalui aspek

yuridis maupun formal merukan tahapan yang dilakukan sehingga

dalam prosesnya telah menyesuaikan dengan ketentuan yang

dilakukan baik itu data yang menjadi acuan melalui naskah dokumen

perundang-undangan yang terkait dengan aspirasi di daerah menjadi

tempat yang dilakukan pengawasan. Adapun bagian-bagian yang tak

22 Parlindungan Purba, Ketua Komite Ii Dpd Ri, Buku Catatan Tahunan Kinerja Komite

Ii Dpd Ri Tahun 2014-2015, ( Jakarta, Desember 2015). h. 82

65

terpisahkan yang dilakuakan seperti sosio-politik, asprasi masrakat

yang menjadi acuan untuk mengawasi dan minilai sejauhmana yang

telah dilakuakan untuk kepentingan masyarakat.

Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

(DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya

Alam di indonesia ternyata DPD-RI berperan penting dalam

pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam itu sendiri, Maka

pada Sub bab ini penulis berusaha mencoba memaparkan secara

ringkas mengenai peran DPD-RI Sebagai Lembaga Legislatif dalam

pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam. Upaya Anggota

DPD-RI mendorong untuk memaksimalkan fungsi DPD-RI dalam

legislasi terus diupayakan.

Beberapa hasil kerja panitia Ad Hoc II antara lain dalam

masalah pengelolaan Hutan, berhasil merampungkan RUU tentang

perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun1999

tentang kehutanan yang diajukan ke DPR pada tahun 2007.

DPD-RI juga menyoroti masalah kebakaran hutan. Besarnya

kerugian yang di timbulkan terhadap keanekaragaman hayati flora

dan fauna menjadi dasar pemikiran untuk mengusulkan RUU di

bidang penanggulangan kebakaran hutan guna mengantisipasi

kerugian yang ditimbulkan. RUU tersbut disampaikan kepada DPR

pada awal 2009.

Untuk mensinergikan dengan perkembangan situasi terutama

setelah reformasi dan amandemen UUD 1945, DPD-RI memandang

perlu untuk dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor

23 tahun 1999 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.23

Untuk pembentukan dan pengembangan Sumber Daya

Alam itu sebenarnya dilakukan oleh DPD dan pemerintah

daerah dan disampaikan kepada pusat itu saja sih.24

23 Eksistensi Dpd-Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan Nkri. h. 8-9

24 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

66

Untuk masalah pembentukan dan pengembangan sumber

daya alam itu sendiri yang bertugas itu dilakukan langsung oleh

pemerintah daerah dan DPD langsung nah setelah di teliti dan

di musyawarahkan baru di sampaikan kepada pusat dan yang

berhak untuk masalah penetapannya yaitu pusat.25

Untuk saat ini sudah diputuskannya oleh Mahkamah

Konstitusi bahwasnya DPD terlibat dalam pembuatan program

legislasi Nasional, DPD berhak mengajukan RUU sama seperti

DPR dan Presiden,berhak membahas secara penuh RUU yang

terkait dengan bidang tugasnya, pembahasan RUU bersifat tiga

pihak yaitu DPR, pemerintah, dan DPD, dan terakhir

menyatakan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang MD3

dan Undang-Undang PPP yang tidak sesuai dengan tafsir

Mahkamah Konstitusi atas kewenangan DPD dengan sendirinya

bertentangan dengan UUD 1945 baik diminta maupun tidak.26

Pada dasarnya proses pengawasan yang dilakukan oleh DPD-

RI meliputi pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Alam

yang dilakukan oleh DPD dan pemerintah daerah dan disampaikan

kepada pusat, oleh sebab itu dalam pengambangannya, harus

melakukan diskusi dengan pemerintah daerah dan pusat dan di

ajuakan oleh DPD-RI.

Dalam keterlibatannya DPD berhak mengajukan RUU yang

membahas tentang tugas yang terkait dibidangnya, terutama komite

II yang lebih terfokus kepada kajian sumberdaya alam, ntuk melihat

sejauh mana eksistesi DPD-RI dalam peran dan pengawasanya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

Tentang pertabangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 Tentang

ketenagalistrikan, Penyampaai pengawasan yang dilakukan Oleh

DPD-RI telah disampaikan Kepada DPR-RI, Undang-Undang

25 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,

2019. (Lihat Lampiran)

26 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.

Februari, 2019. (Lihat Lampiran)

67

Nomor 38 Tahun 2004 Tentang jalan, Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan

Hidup, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Sebagaimana Telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2004 Tentang penetapan Dalam penyampainnya maka yang

diajukan oleh pemerintah daerah menjadi masukan dan

pertimbangan yang dilakukan

Tabel pelaksanaan Fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-

Undang oleh Komite II Tahun 2014-2017

No Nama UU Tahun Sidang Status

1. Undang-Undang Nomor 30 tahun

2009 tentang ketenagalistrikan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

2. Undang-Undang Nomor 38 tahun

2004 tentang jalan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

3. Undang-Undang Nomor 12 tahun

1992 tentang sistem budidaya

tanaman

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

4. Undang-Undang Nomor 22 tahun

2001 tentang inyak dan gas

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

5. Undang-Undang Nomor 1 thun

2009 tentang penerbangan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

6. Undang-Undang Nomor 45 tahun

2009 entang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun

2004 tentang perikanan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

7. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014-2015 Telah disampaikan ke

68

2012 tentang pangan DPR RI

8. Undang-Undang Nomor 22 tahun

2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

9. Undang-Undang Nomor 7 tahun

2014 tentang perdagangan

2014-2015 Telah disampaikan ke

DPR RI

10. Undang-Undang Nomor 41 tahun

2009 tentang perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

11. Undang-Undang Nomor 3 tahun

2014 tentang perindustrian

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

12. Undang-Undang Nomor 32 tahun

2014 tentang kelautan

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

13. Undang-Undang Nomor 30 tahun

2009 tentang Energi

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

14. Undang-Undang Nomor 21 tahun

2014 tentang panas bumi

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

15. Undang-Undang Nomor 17 tahun

2008 tentang pelayaran

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

16. Undang-Undang Nomor 17 tahun

1974 tentang pengairan

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

17. Undang-Undang Nomor 39 tahun

2014 tentang perkebunan

2015-2016 Telah disampaikan ke

DPR RI

18. Undang-Undang Nomor 2 tahun

2007 tentag penanggulangan

2016-2017 Telah disampaikan ke

69

bencana DPR RI

19. Undang-Undang Nomor 38 tahun

2004 tentang jalan

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

20. Undang-Undang Nomor 1 tahun

2011 tentang perumahan dan

kawasan pemukiman

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

21. Undang-Undang Nomor 18 tahun

2008 tentang pengelolaan sampah

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

22. Undang-Undang Nomor 4 tahun

2009 tentang pertambangan

mineral dan batubara

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

23. Undang-Undang Nomor 22 tahun

2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

24. Undang-Undang Nomor 7 tentang

perdagangan

2016-2017 Telah disampaikan ke

DPR RI

25. Undang-Undang Nomor 18 tahun

2008 tentang pengelolaan sampah

2017-2018 Telah selesai disusun

26. Undang-Undang Nomor 7 tahun

2016 perlindungan dan

pemberdayaan nelayan, pembudi

daya ikan, dan petambak garam

2017-2018 Telah selesai disusun

Sumber: Laporan Kinerja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-2017

Dari table di atas kita bisa melihat atas kerja pengawasan DPD RI

selama masa kerja dari priode ke priode dan dari tahun ke tahunnya.

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah Peneliti mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi ini,

maka dari hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Peran DPD RI sebagai Lembaga Legislatif dalam pembentukan

Undang-Undang Sumber Daya Alam

Dalam sistem keterwakilan daerah yang mengkaji peran DPD RI

Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan memaparkan pembahasan

skripsi ini, maka dari hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa: Peran dan wewenang DPD RI didalam pasal 22D UUD yang

mengatur wewenang DPD, Didalam pasal 42 UU SUSDUK DPD itu

dapat mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Pengawasan

Kebijakan Sumber Daya Alam.

a. DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR atas rancangan undang-

undang otonomi daerah dan Sumber Daya Alam.

b. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR berkaitan dengan

otonomi daerah dan Sumber Daya Alam.

c. DPD memberikan pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima

dapat melakukan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang

mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan pembentukan

Otonomi Daerah.

2. Peran DPD RI terhadap pengawasan pelaksanaan Undang-Undang

Sumber Daya Alam

Peran DPD RI dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber

Daya Alam pada tahun 2009-2017 meliputi beberapa aspek. Pertama

71

hasil pengawasasn DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang

Kehutanan, Kedua Pengawasan atas pelaksanaan UU Sumber Daya

Air, ketiga Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Adapun kewenangan yang bisa di lakukan meliputi beberapa hal,

salah satunya berkaitan dengan sumber daya alam yang ada disetiap

daerah. Dalam perannya DPD RI secara tidak langsung memberi

pengaruh dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berdada di daerah.

Oleh sebab itu untuk pengawasannya DPD RI memberikan saran dari

daerah kepusat untuk keberlanjutan sumberdaya alam yang dikelola oleh

pemerintah daerah.

B. Rekomendasi

Dari berbagai informasi yang peneliti hasilkan dari wawancara

langsung dan analisis data yang peneliti lakukan, maka rekomendasi yang

peneliti berikan adalah:

1. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan terhadap peran DPD RI.

Dikarenakan kewenangan DPD RI sungguh sangat produktif atau

interior. Pasal 249 ayat (1) UU MD3: DPD mempunyai wewenang dan

tugas: Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR.

2. Perlu adanya dasar Hukum yang kuat tantang pembahasan peran dan

fungsi pengawasan DPD.

karena dasar hukum yang ada saat ini dinilai belum mampu

mengakomodir peran dan fungsi DPD secara efektif, dikarenakan hanya

beberapa kewenangan yang dikabulkan oleh MK, akan tetapi hal tersebut

72

merupakan modal awal yang sangat berharga bagi DPD untuk terus

melakukan upaya penguatan DPD.

73

DAFTAR PUSTAKA

Alquran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: 2014.

Abidin, Zainal. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad, 2007.

Al-Rasyid, Harun, “Naskah UUD 1945 Sudah Empat Kali Diubah Oleh MPR.

Jakarta: Uipress, 2003.

Asshiddiqie, jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan

dalam UUD 1945. Yogyakarta: UII Press, 2005.

, Makalah Lembaga Perwakilan dan Permusyawaratan Rakyat

Tingkat Pusat.

, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi.

Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,

2006.

, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUD Tahun 1945, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII.

Jakarta: BPHN, 2003.

Atmosudirjo, Prajudi, Hukum Administrsi Negara. Jakarta: Ghalia

Indonesia,1994.

Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen

UUD 1945. Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia Jakarta, Maret 2016.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Djamal, Faisal, Buku panduan tentang mekanisme kerja anggota dan Parlemen,

Jakarta.

Fauzi, A. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2004.

Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and

Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and

Community based Sustainable Development. Belhaven Press, London.

Hunker dalam, Susan L. Renwick, William H. 2004. Explortat1on, Consemt,on,

PreseNation, A Geographic Perspective on Natural Resource Use. Fourth

edition. JohnWiley & Sons, Inc.

Kelompok DPD di MPR, Eksistensi DPD RI 2009-2013, Untuk Daerah Dan

NKRI. Jakarta,Sekjen DPD 2005.

74

Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusa Media,

2009.

Lexy, Moleong J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Roda Karya,

2004.

Loulembah, M. Ichsan, Kelompok DPD di MPR RI,”Bikameral Bukan Federal”,

artikel DPD dan Perwakilan Politik Daerah oleh 2006,

Marzuki, Mansur, Jejak Langkah Komite II Dpd RI 2009-2014 Dalam

Menyuarakan Kepentingan Daerah. Secretariat Jendral Dewan Perwakilan

Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014

Pieris, Jhon, Dewan perwakilan Daerah Republik Indonesia Study, Analisis, dan

Solusi Kajian Hukum dan Politik. Jakarta: Pelangi Cendekia, 2006.

, Makalah dengan topik: “penguatan kelembagaan dan peningkatan

kapasitas Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia”,

disampaikan pada Inception Meeting tim kerja program kegiatan

penguatan kelembagaan dan penigkatan kapasitas Anggota Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia dimakassar, kerjasama Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan Support Office For Eastern

Indonesia World Bank pada tanggal 14-16 Maret 2005.

Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Jejak langkah MPR dalam era

reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan wewenang MPR RI

periode 1999-2004. jakarta: Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat

RI, 2004.

Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam,

Jakarta: 2016.

Prasetio, Banu DKK, Laporan Kineja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-

2017. Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,

Jakarta 2017.

Purba, Parlindungan S.H., M.H., Ketua Komite II Dpd Ri, Buku Catatan Tahunan

Kinerja Komite II DPD RI Tahun 2014-2015. Jakarta, Desember 2015.

Purnomowati, Dwi Reni, Implementasi Sistem Parlemen Bikameral dalam

Parlemen di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Sartori Giovanni, “Comparative Constitutional Engineering”, (1997).

75

Sekjen DPD RI, Fungsi Legislasi DPD Pasca Putusan MK. Jakarta:Sekjen DPD

RI,2013.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 1995.

Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun

Sidang 2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017.

Sueroso, Bambang DKK,Eksistensi Dpd-RI 2009-2013 Untuk Daerah Dan Nkri,

Kelompok DPD di DPR RI, Jakarta, 2014.

Syafi’i, Inu Kencana, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Refika

Aditama, 2003.

T.A. legowo, dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia. Jakarta: Forum

Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia, , 2005.

- Jurnal

Jurnal Legislasi Indonesia, Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam

Pembentukan Undang-Undang. Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-

Undangan Departemen Hukum Dan HAM RI.

76

Lampiran I

SURAT PENJADWALAN WAWANCARA

77

Lampiran II

Nama: Abdul Aziz, SH

Jabatan: Anggota DPD RI Provinsi Sumatera Selatan

WAWANCARA

1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang

berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam

pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?

Peran dan wewenang DPD RI itu sebenarnya yang saya ketahui

didalam pasal 22D UUD yang mengatur wewenang DPD ada 5, dan itu

apa saja. Pertama,didalam pasal 42 UU SUSDUK jadi DPD itu dapat

mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan

pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Sumber Daya Alam.

Kedua dan DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR atas rancangan

undang-undang otonomi daerah dan Sumber Daya Alam. Ketiga DPD

juga memberikan pertimbangan kepada DPR berkaitan dengan otonomi

daerah dan Sumber Daya Alam. Keempat DPD memberikan

pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima dapat melakukan

pengawasn dan pelaksanaan Undang-Undang mengenai pengelolaan

Sumber Daya Alam dan pembentukan Otonomi Daerah.

2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan

Sumber Daya Alam ?

Secara tugas dan fungsinya DPD itu seperti yang dikatakan dalam

lima hal tadi terkait hubungan pusat dan daerah itu mengajukan saran

terkait rancangan undang-undang, membahas bersama dengan DPR,

memberikan pertimbangan kepada DPR atas Undang-Undang yang

berkaitan dengan Sumber Daya Alam tadi.

3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber

Daya Alam ?

78

Untuk pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Alam itu

sebenarnya dilakukan oleh DPD dan pemerintah daerah dan disampaikan

kepada pusat itu saja sih.

4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber

Daya Alam ?

Kalau untuk sejauh ini peran kami sebagai perwakilan DPD sudah

melakukan pengawasan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam itu

sendiri, yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal tersebut

seperti halnya pengawasan tambang batu bara yang ada di Indnesia itu

kan sudah termasuk Sumber Daya Alam yang ada di indonesia.

5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan

Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?

Pengawasannya melalui aspek yuridis dan formal berdasarkan

penulisan naskah dokumen perundang-undangan dan temuan yang terkait

dengan aspirasi daerah, selain aspek yuridis terdapat juga aspek sosio-

politik yang merupakan bagian dari temuan yang menonjol, aspirasi

masyarakat dan kunjungan-kunjungan kerja ke daerah, dari hal tersebut

pengawasan yang kita lakukan.

6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?

dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?

Bentuk pola kerjanya itu ketika komite II yang berfokus kepada

Sumber Daya Alam dan menemukan permasalahan yang berkaitan dengan

hal tersebut melaui kunjungan kerja ke daerah dan aspirasi masyarakat di

daerah, dan ketika menemukan permasalahan dilapangan maka kami

himpun dan akan kami ajukan kepada pusat untuk di musyawarakan

bagaimana solusi atas masalah tersebut.

7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan

Sumber Daya Alam ?

Untuk bentuk evaluasi kerja DPD itu sendiri kami membuat buku

catatan tahunan kinerja pertahun sesuai dengan permasalahan dan hasil

79

kerja yang ada dilapangan itu sendiri dan yang berkaitan dengan sumber

daya Alam itu sendiri di buat oleh Komite II DPD RI.

8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat

dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?

Dalam hal tersebut bentuk keseimbangan antara pusat dan daerah

itu sendiri sudah diatur masing-masing tugas dan fungsinya kalau di

DPD itu yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam yaitu melalui komite

II, jadi komite II mengusulkan dan memusyawarakan hal-hal yang

berkaitan dengan Sumber Daya Alam lalu kita sampaikan usulnya kepada

DPR dan disetujui oleh DPR.

80

Lampiran III

Nama: Dr. Rahman Hadi, M.Si

Jabatan: Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan) DPD RI

WAWANCARA

1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang

berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam

pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?

Peran DPD maupun dalam perancangan Undang-Undang

Otonomi daerah ataupun undang-undang lain yang menyangkut tugas

DPD itu untuk mengajukan kepada DPR seperti halnya yaitu tentang

sumber daya alam ataupun laporan-laporan dari daerah yang harus di

selesaikan dan di musyawarakan sebelum di laporkan kepada DPR.

2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan

Sumber Daya Alam ?

Kalau di tanya hubungan antara pusat dan daerah kan kalau buat

pusat keputusan dan segala pertimbang harus dari pusat tapi kalau

daerah hanya mengontrol saja kan sudah diatur semua tugas, fungsi, dan

wewenangnya masing-masing.

3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber

Daya Alam ?

Untuk masalah pembentukan dan pengembangan sumber daya

alam itu sendiri yang bertugas itu dilakukan langsung oleh pemerintah

daerah dan DPD langsung nah setelah di teliti dan di musyawarahkan

baru di sampaikan kepada pusat dan yang berhak untuk masalah

penetapannya yaitu pusat.

4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber

Daya Alam ?

Untuk saat ini DPD sudah melakukan pengawasan dan

pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia dengan adanya

kunjungan kerja yang kita lakukan di setiap daerah.

81

5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan

Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?

Banyak hal yang diawasi oleh DPD mengenai pengelolaan dan

pengawasan Sumber Daya Alam itu sendiri, apalagi di Indonesia inikan

banyak Sumber Daya Alam itu maupun yang sudah terekspos ataupun

yang belom tereksposjadi semuanya itu kita awasin maupun daerah mana

saja.

6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?

dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?

Nah kalau untuk pola dan teknis kerja DPD dalam menangani

Sumber Daya Alam itu sendiri yang melakukankannya adalah Komite II

DPD-RI dan ketika ada permasalahan baru dirembukkan bersama lalu

dilaporkan ke DPR dan menunggu gimana hasil rapat DPR atas

keputusannya, kan DPR juga harus rapat dulu dong buat mutusin antar

sesam anggota DPR itu sendiri gak mungkin langsung di putuskan sepihak

saja.

7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan

Sumber Daya Alam ?

Nah untuk bentuk evaluasi kerja DPD itu sendiri kami mengadakan

Sidang-sidang di setiap tahunnya, apa aja yang sudah tercapai dan apa

saja yang belom tercapai serta agar tahu sudah sejauh mana pencapaian

selama sethun itu dan juga di bikin dalam bentuk buku cacatan tahunan

yang ada di setiap komite.

8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat

dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?

Antara pusat dan daerah itu sama pentingnya dalam tugas-tugas

yang ada pada DPD ini, nah buat yang dari daerah itu seperti DPRD,

PEMKOT, PEMPROV tugasnya untuk memastikan kerja-kerja yang ada

didaerah sedangkan pusat mengawasi dan meninjau hasil kerja yang ada

di daerah itu dengan cara yaitu kunjungan kerja.

82

Lampiran IV

Nama: Hendri Jhon, S.IP.,M.Si,

Jabatan: Kepala Subbagian Rapat dan Operasional Komite II DPD RI

WAWANCARA

1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang

berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam

pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?

Peran DPD dalam perancangan undang-undang otonomi daerah

sangat berperan untuk untuk mengawal setiap kebijakan yang berkaitan

dengan pengelolaan Sumber Daya Alam, nah untuk menyelasaikan tugas-

tugas itu, DPD itu terbagi dari beberapa komite dan untuk membahas dan

menyelasaikan Sumber Daya Alam itu sendiri yaitu Komite II dan komite

II membuat beberapa rangkaian kegiatan, misalnya pembahasan RUU

usul inisiatif, terus menyusun pandangan dan pendapat dalam rangka

pembahasan RUU bersama DPR dan Pemerintah, terus yang terakhir itu

untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang.

2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan

Sumber Daya Alam ?

Kehadiran DPD itu sendiri yaitu untuk menata daerah otonom,

yaitu provinsi, kabupaten dan kota yang ada di Indonesia, termasuk

menyiapkan grand strategy pemekaran daerah dan menyempurnakan

persyaratannya serta mengevaluasi daerah otonom baru dan mengetahui

kinerjanya, sekaligus itu untuk mengharmoniskan hubungan antaga pusat

dan daerah dan juga memperlancar pendistribusian Sumber Daya.

3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber

Daya Alam ?

Untuk saat ini sudah diputuskannya oleh Mahkamah Konstitusi

bahwasnya DPD terlibat dalam pembuatan program legislasi Nasional,

DPD berhak mengajukan RUU sama seperti DPR dan Presiden,berhak

membahas secara penuh RUU yang terkait dengan bidang tugasnya,

83

pembahasan RUU bersifat tiga pihak yaitu DPR, pemerintah, dan DPD,

dan terakhir menyatakan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang

MD3 dan Undang-Undang PPP yang tidak sesuai dengan tafsir

Mahkamah Konstitusi atas kewenangan DPD dengan sendirinya

bertentangan dengan UUD 1945 baik diminta maupun tidak.

4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber

Daya Alam ?

Disetiap kunjungan kerja yang DPD lakukan ke daerah-daerah itu

juga sudah termasuk kewajiban dan bahkan emang itu kerjanya DPD dan

gak hanya Sumber Daya alamnya saja yang kita lihat tapi semua Otonomi

Daerah yang ada di daerah-daerah di Indonesia, kalau buat yang

terkhususu sumber daya alam sendiri itu Komite II yang mengatur.

5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan

Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?

Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh DPD sama

halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai

Otonomi Daerah, pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber

Daya Ekonomi yang lainnya, pajak, pelaksaanaan APBN, pendidikan dan

Agama, nah bentuk pengawasannya itu merupakan pengawasan atas

pelaksanaan Undang-Undang dan hasil pengawasannya di sampaikan

kepada DPR untuk bahan pertimbangan menindak lanjutinya.

6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?

dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?

Kalau buat pola dan teknisnya itu didalam DPD itu sendiri sudah

di bagi-bagi bagiannya buat yang urus ini ada yang urus yang lainnya

juga ada contok buat yang urus Sumber Daya Alam ini yang terfokus

kesana yaitu Komite II dan mereka yang melakukan teknis dan polanya

misal dengan kunjungan ke Daerah-daerah di Indonesia.

7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan

Sumber Daya Alam ?

84

Bentuk evaluasi yang ada pada DPD itu sendiri dalam bentuk

rapat bulanan dan tahunan serta adanya buku catatan hasil kerja selama

setahun dan satu priode.

8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat

dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?

Di setiap kunjungan kerja yang dilakukan oleh pusat itu ada jalur komunikasi

yang jelas sama pemerintah daerah nggak hanya asal kunjungan aja, kan keja

bukan lagi jalan-jalan kedaerah-daerah itu.