PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK...
Transcript of PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK...
I
PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA ALAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD TAJAM TEGUH
NIM: 1112048000059
PROGRAM STUDI IL MU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
LEMBAR PERSETUJUAN
… PEⅣlGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA
TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEⅣ IBANGANSUNEIBER DAYA ALAVII
SKRIPsIDttukan kepada Fakultas Syttiah dall Hulcul■ l
Untuk NIemcnuhi Salall satu syarat
Memperdeh Gelar Sttana Hukulll(S.H.)
Oleh:
Muhammad Taiam TeguhNIⅣI:1112048000059
Pembillllbing
鰤Drs.Abu Tamrin,S.Ⅱ ..PII,Hum.
NIP:196509081995031001
PROGRAⅣISTuDIILⅣIU ⅡUKUンI
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUPIIUNIVERSITAS ISLAルI NEGERISYARIF HIDAYATULLAⅡ
JAKARTA144011/2019 ⅣI
、 11
PENGESAHAN PANITIA U」 IAN SKRIPSI
Skripsi yang bcttuduI PENGAヽ VASAN DE 「ヽAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK
IlgDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA ALAM tclah dittikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Syaridl dan
Hukum Universitas lslam Negri(UDヾ )SyarifHidayatullah Jakalta Pada tangga1 9 Mci 2019,
Shipsi ini telah ditcrima sebagai saltt satu syarat mcmperolell gclar Saゴ ana Hukum(SH)
pada Proganl Studi 11lnu lltlkul■.
Jakafta, 9 Mei2019
Mengesahkan,
1. Ketua
2. Sekretaris
3. Pembimbing
4. Pengu1l I
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Dro Ahnad Tholabi narlie,S.H.,M.H。 ,M.A.
NIP。 197608072003121001
1ndra Ralunamllall,s.H.I.,lⅥ .H.
NIE)N。 2021088601
DrS・ Abu Tamrin,S.H.,]Ⅵ .Hlll■ .
NIP。 196509081995031001
Fathudin,S.H.I,S.H.,IⅥ .A.Hulll.,NI.H.
NI]P。 198506102019031007
Muhallmad lshar Helmi,SiHoI.,S.H.,M.H.r.
″`.…
… ...)
tas Syariah dan Hukum
NIP.197608072003121001
5。 PcnttiII・・・・・・・・・・
ガ・・・・・・・・・・・・・ 7'
(…………………)
∈皿 .…ぅ
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah J akarta.
3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 ⅣIci 2019
1112048000059
V
ABSTRAK
MUHAMMAD TAJAM TEGUH NIM 1112048000059 PERAN DEWAN
PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD-RI) DALAM
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM
Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H/2019 M.
Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem
perwakilan teritorial menghasilkan wakil-wakil daerah, sedangkan sistem
perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. Begitupun
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonedsia (DPD-RI) yang diketahui juga
sebagai lembaga perwakilan baru produk amandemen atau tepatnya pada
perubahan ketiga atas UUD NRI 1945 yang dihasilkan melalui Pemilu 2004,
antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI).
Dewan Perwakilan Daerah merupkan Lembaga legislatif yang memiliki visi
sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel
memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi
kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsep peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga daerah
sampai saat ini belum menunjukkan apa yang menjadi harapan bagi para
kepentingan daerah. Penguatan kedudukan hukum kelembagaan DPD berdasarkan
konstitusi menjadi salah satu isu yang sedang dikumandangkan di tataran internal
DPD. Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat tumpulnya peranan DPD dalam
mengawal proses legislasi sehingga wacana penguatan kelembagaan DPD tersebut
menjadi isu yang terus dilemparkan oleh anggota DPD ke pemerintah guna
memaksimalkan fungsi DPD sendiri.
Namun DPD saat ini belum diberikan kewenangan dalam proses
pengesahan UU, akan tetapi hal tersebut tidak melunturkan semangat DPD untuk
berupaya dan menjadikan DPD lembaga perwakilan daerah yang diharapkan
masyarakat daerah untuk terus mengawal aspirasi daerah sampai tingkatan akhir.
Dari beberapa data yang peneliti sertakan dalam skripsi peneliti terlihat jelas
bahwa upaya anggota DPD dalam hal penguatan kelembagaan DPD sendiri
sangatlah serius dan terukur. Hal tersebut didorong dengan upaya dari DPD
sendiri dalam mengambil simpati publik serta beberapa dukungan baik dari
masyarakat maupun organisasi-organisasi masyarakat, dan telah disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menunggu keputusan yang terkait.
Kata Kunci: Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Legislasi RUU, Mahkamah
Konstitusi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pembimbing : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka : 1994 s.d. 2017
VI
KATA PENGANTAR
هللا الرحمن الرحيم بسم
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana atas
limpahan nikmat karuniaNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dan tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjugan
kita baginda Nabi Muhammad SAW.
Peneliti menyadari dengan setulus hati bahwa skripsi yang
dibuat oleh peneliti masih sangat jauh dari kata sempurna. Hal tersebut
didasari pada keterbatasan waktu, tenaga, maupun pengetahuan yang
peneliti miliki. Tetapi peneliti berupaya semaksimal mungkin untuk
memberikan yang terbaik kepada para pembaca khususnya mahasiswa
ilmu hukum UIN Jakarta untuk memberikan pengetahuan dan sebagai
tambahan refrensi mengenai apa yang telah peneliti buat. Peneliti
sangat bersyukur atas pengalaman serta wawasan yang semakin
bertambah ketika menyusun skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah peneliti menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A., Dekan fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H., Ketua Program Studi
Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris
Program Studi Ilmu Hukum atas segala petunjuk dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. yang telah berkenan menjadi
pembimbing dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh
kesabaran, ketelitian, dan banyak memberikan masukan yang
sangat positif sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
VII
4. Abdul Aziz, S.H., Dr. Rahman Hadi, M.Si, Hendri Jhon, S.Ip.,M.Si
yang bersedia untuk diwawancarai dan meluangkan waktu untuk
memberikan masukan dan saran untuk peneliti.
5. Pimpinan Dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakutas
Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas berupa buku-
buku dan referensi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.
6. Orang tua peneliti dan pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang selalu berdoa dan tiada henti
mendukung peneliti untuk menyelesaikan studi nya.
Akhir kata, Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak, peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk itu, peneliti menerima segala saran
dan kritikan demi kebaikan dan kemajuan penelitian di masa
mendatang, Terima kasih.
Jakarta, 30 April 2019
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... III
DAFTAR ISI .............................................................................................................. VI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi, Perumusan Dan Pembatasan Masalah ............................ 6
1. Identifikasi Masalah .................................................................... 6
2. Pembatasan Masalah ................................................................... 7
3. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8
1. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
D. Metode Penelitian ............................................................................... 8
1. Jenis Penelitian ............................................................................ 8
2. Pendekatan Penelitian .................................................................. 9
3. Sumber Bahan Hukum Penelitian ............................................... 9
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .......................................... 10
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ......................... 10
6. Teknik Penulisan ......................................................................... 11
E. Sistematika Penulisan ......................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
A. Kerangka Konseptual ......................................................................... 12
1. Peran DPD RI .............................................................................. 12
2. Pengelolaan Dan Pengembangan ................................................ 12
3. Sumber Daya Alam ..................................................................... 12
B. Kerangka Teori ................................................................................... 14
1. Legislasi ....................................................................................... 14
IX
2. Legislasi Dalam Perspektif Bikameral ........................................ 18
3. Kategori/Karakteristik Sumber Daya Alam ................................ 19
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu............................................... 20
BAB III KEDUDUKAN HUKUM DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA (DPD-RI) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG
A. Sejarah dan Dasar Hukum pembentukan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia ........................................... 23
B. Dasar Hukum Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia........................................................................... 30
C. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia .............................................................. 31
1. Visi .............................................................................................. 31
2. Misi .............................................................................................. 31
3. Tujuan .......................................................................................... 32
4. Sasaran Strategis .......................................................................... 32
D. Fungsi, Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia........................................................................... 34
E. Keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia......... 36
F. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia . 38
G. Kinerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia .................. 41
H. Perjuangan meningkatkan kewenangan konstitusional
Dewan Perwakilan Daerah ............................................................... 47
BAB IV PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK
INDONESIA DALAM PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM
A. Peran dan Kewenangan DPD RI dalam Pengelolaan dan
Pengembangan Sumber Daya Alam dalam Pembentukan
dan Pengawasan RUU Otonomi Daerah .......................................... 48
X
B. Peran Pengawasan DPD RI Terhadap Pengelolaan dan
Pengawasan Sumber Daya Alam dari Tahun 2009-2017 ................ 52
1. Hasil Pengawasan Komite II DPD RI dalam Kurun
Waktu 2009-2011 ........................................................................ 52
2. Hasil Pengawasan DPD RI (Komite II) dalam Kurun
Waktu 2009-2014 ........................................................................ 57
3. Hasil Pengawasan Komite II Pelaksanaan Undang-
Undang Pada Tahun 2014-2017 .................................................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 70
B. Rekomendasi .................................................................................... 72
XI
DAFTAR TABEL
TABEL 1
Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode I 2004-2009............................................. 41
TABEL 2
Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode II 2009-2014 ........................................... 41
TABEL 3
Rekapitulasi pelaksanaan Tugas DPD RI yang telah Disampaikan Kepada DPR RI
Masa Sidang I s/d IV Tahun Sidang 2014-2019 Sampai Dengan Sidang Paripurna
Ke 8 Tanggal 9 Maret 2017 ....................................................................................... 42
TABEL 4
Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2004-2009 .................................... 55
TABEL 5
Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2009-2017 .................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
DPD RI merupakan perwujudan sistem perwakilan teritorial dan DPR
RI sebagai perwakilan politik. Untuk mengoptimalkan sistem tersebut
pemerintah terus berupaya melakukan reformasi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Peran Pemerintah Daerah yang sebelumnya kurang diberdayakan,
didorong untuk dapat berpartisipasi demi mengakomodir kepentingan daerah.
Sesuai dengan amanat UUD NRI 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem
perwakilan teritorial menghasilkan wakil-wakil daerah, sedangkan sistem
perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. 1
Begitupun Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang
diketahui juga sebagai lembaga perwakilan baru produk amandemen atau
tepatnya pada perubahan ketiga atas UUD NRI 1945 yang dihasilkan melalui
Pemilu 2004, antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI).2
Dalam perkembangannya, pemerintahan daerah diawali oleh adanya
Dekrit presiden 5 juli 1959, yang menyatakan berlakunya kembali UUD NRI
1945 dan tidak berlakunya UUD NRI 1950. Sebagai kelanjutan dari Dekrit
tersebut maka dibidang Pemerintahan Daerah pun terjadi perubahan
fundamental dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6
1 Dwi Reni Purnomowati, "Implementasi Sistem Parlemen Bikameral dalam Parlemen di
Indonesia" (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.102
2 T.A. legowo, dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, (Jakarta: Forum
Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia, 2005 ) h.132
2
Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah.3 Serta disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang pemerintahan daerah
menggantikan posisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, dan melanjutkan
ide Penetapan Presiden (penpres) Nomor 6 Tahun 1959. Kemudian pasca
amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia telah
membawa reformasi dalam bidang ketatanegaraan Indonesia.
DPD RI dibentuk dan kemudian disejajarkan kedudukannya dengan
lembaga-lembaga lainnya seperti DPR RI, dan presiden demi mewujudkan
keseimbangan antara pusat dan daerah. Hal ini kemudian diperkuat dengan
munculnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD.
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah
sebagaimana keanggotaan senator pada negara lain, jadi karena pemilihan
umum selama ini cenderung lebih proporsional ketimbang distrik maka untuk
mengoptimalkan perwakilan dari daerah-daerah diperlukan keberadaan DPD
RI.4 Ide pembentukan DPD RI memang tidak terlepas dari ide pembentukan
struktur bikameral. Dengan stuktur bikameral itu diharapkan proses legislasi
dapat diselenggarakan dengan sistem double check yang representasi seluruh
rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas.
DPR RI merupakan representasi politik (political representation) sedangkan
DPD RI mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional
representation).5
3 Prajudi Atmosudirjo, "Hukum Administrsi Negara" (Jakarta: Ghalia Indonesia,1994),
h.126
4 Inu Kencana Syafi’i, “Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia” (Jakarta: Refika
Aditama, 2003), h.73
5 Jimly Asshiddiqie, "Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi"
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006), h. 138
3
Secara lebih rinci, UUD NRI 1945 BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal
22D mengatur kewenangan DPD-RI sebagai berikut:
1. DPD RI dapat mengajukan kepada DPR RI rancangan Undang-Undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Ikut membahas
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta
memberikan pertimbangan kepada DPR RI atas RUU APBN, RUU yang
berkaitan dengan pajak, RUU yang berkaitan dengan pendidikan, RUU
yang berkaitan dengan agama.
3. DPD RI dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang
mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasan. Menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR-RI
sebagai bahan pertimbangan untuk di tindak lanjuti.
Haruslah dibedakan antara fungsi DPD RI dalam badan legislatif dan
bidang pengawasan, keberadaan DPD RI bersifat utama (main cinstitution
organ) yang sederajat dan sama penting dengan DPR RI, tetapi dalam bidang
legislasi, fungsi DPD RI hanya menunjang tugas konstitutional DPR RI,
dengan kata lain DPD RI hanya memberikan masukan, sedangkan yang
memutuskan adalah DPR RI, sehingga DPD RI ini lebih tepat disebut sebagai
dewan pertimbangan DPR RI, karena kedudukannya hanya memberikan
4
pertimbangan kepada DPR RI.6 Seperti yang diatur pada Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 BAB V Tentang penyusunan perundang-undangan
pasal 48 Ayat (1) bahwasanya pimpinan DPD RI harus menyampaikan secara
tertulis Rancangan Undang-Undang kepada pimpinan DPR RI dan harus
disertai Naskah Akademik.
Diundangkannya UU MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD menjadi
semangat baru dalam ketatanegaraan indonesia khususnya dalam struktur
kelembagaan. Dimana melahirkan DPD RI sebagai lembaga yang mempunyai
fungsi dan kedudukan yang setara dengan DPR RI dan lembaga-lembaga
lainnya. Kelahiran DPD RI sangat didasari oleh keinginan semua pihak
termasuk pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja
dan menyalurkan kepentingan antara dua level pemerintahan tersebut.7
DPD-RI juga diharapkan ikut berperan dalam pengelolaan dan
pengembangan Sumber Daya Alam. Sumber Daya Alam adalah keseluruhan
faktor fisik, kimia, biologi, dan sosial yang membentuk lingkungan sekitar.
Semua yang berasal dari alam semesta dan tergantung pada aktivitas manusia
maka dikatakan Sumber Daya Alam.8 Oleh karena itu keberadaan Sumber
Daya Alam sangat tergantung pada pilihan-pilihan bentuk pengelolaan yang
dilakukan manusia.
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem. Sumber daya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna.
Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan
sosial yang membentuk lingkungan sekitar kita. Hunker dkk menyatakan
bahwa sumber daya alam adalah semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan
6 Jimly Asshiddiqie, "Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat
UUD Tahun 1945, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII" (Jakarta: BPHN, 2003),
h. 20
7 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam
UUD 1945, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 172
8 Hunker dalam, Susan L. Renwick, William H. 2004. Explortat1on, Consemt,on,
PreseNation, A Geographic Perspective on Natural Resource Use. Fourth edition. JohnWiley &
Sons, Inc.
5
atmosfer, yang keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia. Semua
bagian lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air, udara,
matahari, sungai) adalah sumber daya alam.
Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu
yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber
daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa
yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes mendefinisikan
sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.9
Sumber Daya Alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang
dapat dikembangkan untuk proses produksi. Proses terbentuknya Sumber
Pengelolaan dan pengembangan oleh Komite II DPD RI.10
a. Pertanian dan Perkebunan
b. Kelautan dan perikanan
c. Energi dan Sumber daya Mineral
d. Kehutanan dan Liungkungan Hidup
e. Pemberdayaan Ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal
f. Perindustrian dan perdagangan
g. Penanaman modal pekerjaan umum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka yang dimaksud
pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Salah satu wujud dari pelestarian fungsi tersebut dengan konservasi Sumber
Daya Alam. Konservasi Sumber Daya Alam menurut Undang-Undang
tersebut adalah pengelolaan Sumber Daya Alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediannya
9 Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and
Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and Community based
Sustainable Development. Belhaven Press, London.
10 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.9
6
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya. Namun pada kenyataannya peran DPD-RI dalam
pengelolaan Sumber Daya Alam ini tidak terlihat dengan jelas padahal di
dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD sangat jelas menerangkan bahwa DPD-RI ikut bereksistensi dalam
pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Alam, dan diperkuat oleh
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 45 bahwasanya Rancangan
Undang-Undang baik yang berasal dari DPR-RI maupun presiden serta
Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD-RI kepada DPR-RI disusun
berdasarkan prolegnas.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam berkenaan dengan
hal ini, sekaligus juga sebagai bentuk pemenuhan tugas akhir guna
memperoleh gelar sarjana setrata satu (S1) dengan mengangkat judul skripsi
tentang: “PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN
DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa
persoalan yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan dibidang
legislatif yang dimiliki oleh DPD-RI didalam UU MD3 serta UU P3
terkait dengan proses pengajuan dan pembahasan Rancangan
Undang-Undang.
Dari latar berfikir tersebut di atas ternyata terdapat berbagai
masalah yang muncul yaitu:
a. Mengoptimalkan peranan Daerah dengan dibentuknya DPD-RI.
b. Tidak diikutsertakan DPD-RI dalam proses pembahasan RUU
Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam).
7
c. Dibatasinya kewenangan DPD-RI dalam proses pengajuan dan
pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam).
d. Minimnya konstribusi daerah dalam proses perancangan dan
pembentukan Peraturan Undang-Undang Otonomi Daerah (Sumber
Daya Alam).
e. Belum terwujudnya keseimbangan antara pusat dan daerah.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang peneliti
singgung dalam identifikasi masalah, maka dalam pembatasan masalah
ini peneliti membatasi pada pembahasan mengenai kewenangan Komite
II DPD-RI dibidang legislatif dalam Kurun waktu 2009-2017 khususnya
mengenai Peran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam di
Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat
perumusan masalah berkaitan dengan peran pengelolaan dan pengawasan
DPD-RI terhadap Undang-Undang Sumber Daya Alam.
Pasca Amandemen UUD NRI 1945 ke-4 negara lebih
mengoptimalkan peranan Daerah khususnya dalam mengawal
pemerintahan dengan dibentuknya DPD-RI akan tetapi Peran DPD
seolah-olah dikerdilkan karena tidak diikutsertakan DPD-RI dalam
proses pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam) Dengan
dibatasinya kewenangan DPD-RI dalam proses pengajuan dan
pembahasan RUU Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam), maka pada
penelitian ini perlu dibahas tentang peran DPD-RI terhadap RUU
Otonomi Daerah (Sumber Daya Alam) dengan dibatasinya kewenangan
DPD-RI.
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti ambil, peneliti
mengemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
8
a. Bagaimana peran DPD-RI sebagai lembaga legislatif dalam
pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam ?
b. Bagaimana peran DPD-RI terhadap pengawasan Pelaksanaan
Undang-Undang Sumber Daya Alam ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui peran DPD-RI sebagai Lembaga legislatif dalam
pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam.
b. Untuk mengetahui peran DPD-RI terhadap pengawasan pelaksanaan
Undang-Undang Sumber Daya Alam.
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
manfaat dalam segi akademisi dan praktisi, yaitu:
Secara Teoretis, dapat menjadi aspek pendukung dalam
pengembangan Ilmu Hukum Kelembagaan Negara, agar penelitian ini
dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis
para akademisi dibidang hukum, khususnya dalam hal kewenangan
DPD-RI di bidang legislatif khususnya eksistensi Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dalam pengelolaan dan
pengawasan Sumber Daya Alam.
Secara praktis, memberikan informasi bagi para akademisi dan
masyarakat luas mengenai Peran Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya
Alam.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
9
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan. 11 Penelitian hukum normatif
didefinisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan
dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu
penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 12 Alat
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan
konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah yang mengacu
pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,
serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
3. Sumber bahan hukum Penelitian
Jenis bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
bahan hukum primer. Data primer adalah berupa bahan hukum, yang
terdiri dari:
a. Bahan Hukum primer: Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIIA
Pasal 22C dan 22D tentang Kewenangan DPD-RI.
b. Bahan Hukum sekunder: buku-buku yang membahas tentang
11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, "Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat," (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 23.
12 Ronny Hanitijo Soemitro, "Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,"
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 10.
10
hal-hal yang terkait dengan pembahasan.
c. Bahan terdiri: buku, kamus, ensiklopedia, artikel, koran, majalah,
situs, internet, jurnal, politik, dan pemerintahan serta makalah
yang berkaitan.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan
penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain adalah tulisan berupa
pendapat para pakar Hukum Tata Negara yang terdapat dalam
buku-buku, makalah, jurnal hukum. Bahan hukum sekunder diperoleh
dari hasil penelusuran pustaka dan dokumentasi di berbagai lembaga atau
instansi.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
informasi lebih lanjut terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum,
majalah, artikel, koran dan lainnya.13
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh peneliti adalah:
a. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti. Peneliti mengawasi dengan
cermat setiap perkembangan yang berkaitan dengan peneliti ini.
b. Dokumentasi
Pada tahap dokumentasi, penulis mengumpulkan buku-buku,
majalah, artikel-artikel dan lain-lain untuk memudahkan penulis
dalam mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi.
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
kuesioner, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,(Jakarta: Rajawali Press, 1995), h. 33
11
dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.
Analisis bahan hukum dalam penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif, yaitu setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang
terkumpul dan diinterpretasikan secara logis. dengan melihat data-data
yang diperoleh peneliti melalui observasi dan dokumentasi setelah itu
dianalisis kemudian disusun dalam laporan penelitian.
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum” yang diterbitkan oleh
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidyatullah Jakarta, Tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dan memperoleh gambaran yang
jelas mengenai keseluruhan dari penulisan skripsi ini, berikut sistematikanya:
BAB I Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang masalah, (b)
identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, (c) tujuan
dan manfaat penelitian, (d) metode penelitian, (e) sistematika
penulisan.
BAB II Dalam bab ini menjelaskan (a) Kerangka Konseptual, (b) Teori
(c) Tinjauan (review) Kajian Terdahulu.
BAB III Bab ini berisi penjelasan mengenai (a) profil lembaga, (b) visi
dan misi lembaga, serta (c) data kewenangan DPD RI.
BAB IV Pada bab ini peneliti Menganalisa peran DPD-RI sebagai
lembaga legislatif dalam pembentukan Undang-Undang
Sumber Daya Alam dan peran DPD-RI terhadap Pengawasan
Pelaksanaan Undang-Undang Sumber Daya Alam.
BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan
dan rekomendasi dari penel.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
A. Kerangka Konseptual
1. Peran DPD RI
Tugas dan Wewenang DPD RI1
a. Kewenangan DPD dalam mengajukan RUU setara dengan DPR dan
Presiden.
b. Kewenangan DPD ikut membahas RUU.
c. Kewenangan DPD memberikan persetujuan atas RUU.
d. Keterlibatan DPD dalam menyusun Prolegnas.
2. Pengelolaan dan Pengembangan
Pengelolaan dan pengembangan oleh Komite II DPD RI2
a. Pertanian dan Perkebunan
b. Kelautan dan perikanan
c. Energi dan Sumber daya Mineral
d. Kehutanan dan Liungkungan Hidup
e. Pemberdayaan Ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal
f. Perindustrian dan perdagangan
g. Penanaman modal pekerjaan umum.
3. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri
atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem. Sumber daya adalah sesuatu yang
memiliki nilai guna. Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan
faktor fisik, kimia, biologi dan sosial yang membentuk lingkungan
sekitar kita. Hunker dkk menyatakan bahwa sumber daya alam adalah
1 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.6
2 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.9
13
semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan atmosfer, yang
keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia. Semua bagian
lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air, udara, matahari,
sungai) adalah sumber daya alam.
Dalam pengertian umum, sumber daya didefinisikan sebagai
sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan
bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan
barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan
Berkes mendefinisikan sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan
kepuasan dan utilitas manusia.3
Rees lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan
sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria yang pertama yaitu
harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk
memanfaatkannya yang kedua adalah harus ada permintaan (demand)
terhadap sumber daya tersebut.4
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu
yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya
komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikro organisme, tetapi
juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai
jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban
dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia
pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.
Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan
3 Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and
Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and Community based
Sustainable Development. Belhaven Press, London.
4 Fauzi, A. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2004), h. 16
14
manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan
beberapa negara seperti Indonesia, Brasil, Kongo, Maroko, dan berbagai
negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati
yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur
Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di
dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar
setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam
ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-
negara tersebut, dan ada juga contoh di Indonesia bedasarkan data tahun
2006 yang diperoleh dari kementrian kehutanan, perubahan penutupan
lahan dari hutan menjadi tidak berhutan seluas 42,263 juta ha.5
B. Kerangka Teori
1. Legislasi
Pandangan Hans Kelsen mengenai definisi Legislatif.
Menurutnya, kekuasaan legislatif (pembuatan undang-undang) orang
tidak memahami keseluruhan fungsi membuat hukum, melainkan satu
aspek khusus dari fungsi ini, yaitu pembentukan norma-norma umum.
Hukum sebagai suatu produk dari proses legislatif pada hakekatnya
adalah norma umum, atau sekumpulan norma umum. Fungsi Legislatif
dipahami bukan sebagai pembentukan dari semua norma umum,
melainkan hanya pembentukan norma umum oleh organ khusus, yang
disebut Lembaga legislatif.6
Menurut Frank Goodnow, kekuasaan negara dapat dibedakan
antara fungsi pembuatan kebijakan (policy making) dan pelaksanaan
kebijakan (policy executing). Teori Goodnow ini dapat dinamakan
sebagai teori duo politica. Berbeda dari Goodnow, fungsi-fungsi
kekuasaan, menurut Montesquieu, terdiri atas tiga cabang atau trias
5 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan
Kepentingan Daerah”, Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend.
Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014, h.212
6 Hans Kelsen,”Teori Umum Tentang Hukum dan Negara”, (Bandung: Nusa Media,
2009) h.362
15
politica yaitu legislature, executive, dan judiciary. Executive adalah
pelaksana, sedangkan judiciary menegakkannya jika timbul sengketa atau
pelanggaran terhadap kebijakan. Namun, baik menurut Goodnow
maupun menurut Montesquieu, yang dimaksud dengan fungsi legislative
atau legislature itu berkaitan dengan semua kegiatan yang dengan
mengatasnamakan atau mewakili rakyat membuat kebijakan-kebijakan
negara. Inilah yang disebut sebagai legislature atau fungsi legislatif.7
Pembuatan norma-norma umum oleh suatu organ selain lembaga
legislatif, yakni, organ-organ dari kekuasan eksekutif atau yudikatif
biasanya dipandang sebagai fungsi eksekutif atau yudikatif. Ditinjau dari
sudut fungsinya, tidak ada perbedaan esensial antara norma-norma yang
dibuat oleh organ eksekutif atau yudikatif ini dengan hukum-hukum atau
undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif. Norma-norma umum
yang dibuat oleh lembaga legislatif disebut undang-undang (statuta) yang
dibedakan dari norma-norma umum yang secara pengecualian, mungkin
dibuat oleh suatu organ selain lembaga legislatif. Sementara, norma-
norma umum yang diterbitkan oleh organ-organ kekuasaan eksekutif
biasanya tidak disebut dengan undang-undang melainkan “peraturan”
atau “ordinasi”. Peraturan atau ordinasi diterbitkan sebagai pengganti
undang-undang, dalam terminologi Perancis disebut “decrets-lois”, dan
dalam terminologi Jerman disebut Verordnungen mit Gesetzeskraft.8
Penjabaran tersebut seolah-olah menegaskan bahwa kekuasaan
legislatif bukan hanya dibangun oleh pembentukan hukum semata
melainkan menekankan kepada eksistensi dari norma-norma hukum
secara khusus dalam pembuatan produk hukum yang kewenangannya
dimiliki oleh lembaga legislatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang
7 Jimly Asshiddiqie, “Makalah Lembaga Perwakilan dan Permusyawaratan Rakyat
Tingkat Pusat”. h. 2
8 Hans Kelsen,”Teori Umum Tentang Hukum dan Negara”, (Bandung: Nusa Media,
2009) h.363
16
disebut sebagai lembaga legislatif ini adalah sumber dari semua norma
umum, sebagian secara langsung dan tidak langsung melalui organ-organ
yang mendapat kompetensi legislatif yang didelegasikan kepadanya oleh
lembaga legislatif. Suatu organ adalah organ legislatif sepanjang organ
ini diberi wewenang untuk membuat norma-norma hukum yang umum.
Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh tersebut dapat dilihat, bahwa
legislatif memiliki makna yang luas. Tidak hanya sebatas pembuat
kebijakan atau pembuat undang-undang saja, lebih jauh bahwa legislatif
merupakan resprentatif seluruh kegiatan yang dipangku oleh parlemen.
Dalam hal ini, di Indonesia kombinasi ketiga lembaga parlemen MPR,
DPR, dan DPD diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap kebijakan-kebijakan yang dilahirkan. DPR sebagai
lembaga perwakilan partai politik, DPD sebagai lembaga perwakilan
daerah, sementara MPR perwujudan dari perwakilan politik dan daerah.
Kemudian secara fungisional, DPR memiliki fungsi sebagai pembuat
undang-undang , DPD juga memiliki kewenangan tersebut, akan tetapi
hanya terbatas pada undang-undang otonomi daerah, serta MPR sebagai
legitimate dari UUD NRI 1945. Dengan komposisi tersebut diharapkan
mampu, meningkatkan kinerja parlemen dalam mewujudkan berbagai
aspirasi serta secara umum memberikan hasil yang maksimal terhadap
kebijakan-kebijakan yang dihasilkan untuk kepentingan seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam tatanan pemerintahan Indonesia, peran serta lembaga
legislatif mempunyai peran yang signifikan dalam proses ketatanegaraan.
Bukan hanya sebagai lembaga pembentuk produk hukum saja, akan
tetapi lembaga legislatif didorong untuk lebih berperan aktif dalam
pengawasan-pengawasan lembaga eksekutif maupun yudikatif. Hal ini
tak terlepas dari implementasi check and balances untuk menciptakan
good governance. Selain itu secara umum, demokrasi menghendaki
bahwa organ legislatif harus diberi kekuasaan pengawasan atas organ-
organ eksekutif dan yudikatif.
17
Fungsi legislasi secara teoritik dibanyak Negara, dijalankan oleh
lembaga legislatif. Tetapi di Perancis, lebih menonjol dijalankan oleh
lembaga legilatif dan eksekutif. Bahkan di beberapa Negara, terutama di
Indonesia, sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, fungsi
legislatif lebih banyak diemban oleh kekuasaan eksekutif. Tetapi saat
ini, kekuasaan legislatif di Indonesia dipegang oleh DPR. Presiden,
walaupun tidak memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang,
tetapi ikut menjalankan dan memainkan peranan penting dalam bidang
perUndang-Undangan. Disana sini peranan Presiden, sekalipun tidak
diposisikan sebagai pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang,
tetapi sebagai kepala kekuasaan eksekutif dapat mengajukan
RUU,membahas RUU, menyutujui RUU bersama-sama DPR, dan
mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang.9
Diketahui bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD) telah lahir
sebagai sebuah lembaga baru berdasarkan Pasal 22C UUD 1945 (Hasil
amandemen ketiga) dan Pasal 3 UUD 1945 (Hasil amandemen keempat).
Sebagai institusi Negara yang baru, peran DPD belom begitu berarti,
setidaknya karena empat hal. Pertama, belum terumus dengan baik
fungsi, tugas, wewenang dan hak DPD, dan juga hak dari anggota-
anggota DPD, sekalipun hal itu telah dituangkan di dalam UUD 1945
maupun didalam UUD Nomor 22 Tahun 2003 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kedua sebagai lembaga
Negara yang baru, tentunya masih dicari sebuah system yang
memungkinkan berperannya DPD secara optimal. Ketiga, lembaga-
lembaga Negara yang sudah ada sebelumnya, khususnya DPR-RI belum
sepenuh hati memberikan peran yang menentukan bagi DPD, setidaknya
hal ini dapat diketahui didalam UUD Nomor 22 Tahun 2003 yang dibuat
oleh DPR dan Presiden sebelum anggota-anggota DPD terpilih pada
pemilu 2004. Didalam Undang-Undang tersebut peran DPD tidak
9 John Pieris, “Dewan perwakilan Daerah Republik Indonesia Study, Analisis, dan Solusi
Kajian Hukum dan Politik”. (Jakarta: Pelangi Cendekia, 2006), h.120
18
dirumuskan secara signifikan, sehingga wibawa politik dan kewenangan
yang dimilikinya sangat lemah. Keempat, karena Indonesia belum
memiliki pengalaman yang luas mengenai system bicameral.10
2. Legislasi dalam Perspektif Bikameral
Setelah menjabarkan secara umum mengenai definisi secara
umum tentang Legislasi, penulis kemudian mencoba mensingkroniasikan
antara legislatsi dengan bikameral. Pasca amandemen UUD NRI 1945
terjadi perubahan sistem ketatanegaraan terkait munculnya DPD.
Indonesia yang awalnya menerapkan unikameral berubah menjadi
bicameral. Penerapan ini memunculkan banyak polemik. Penerapan
sistem bikameral tersebut diharapkan mampu memaksimalkan
keterwakilan (respresentation) dan membangun sistem check and
balances dalam lembaga perwakilan.11
Akan tetapi muncul banyak perdebatan mengenai penerapan
sistem ini. Banyak yang beranggapan bahwa sistem bicameral ini tidak
cocok diterapkan dinegara kita yang meerupakan negara kesatuan. Hal
tersebut dilandasi dengan mayoritas negara yang menganut sistem ini,
negaranya berbentuk negara federal. Namun, dalam perkembangannya,
akibat tuntutan desentralisasi kekuasan sistem bicameral saat ini
dipraktekkan di beberapa negara kesatuan.
Ahli hukum tata negara Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menjelaskan
ada dua alasan utama yang sering digunakan untuk menerapkan sistem
bikameral ini :
10 John Pieris, Makalah dengan topik: “penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia”, disampaikan pada Inception Meeting
tim kerja program kegiatan penguatan kelembagaan dan penigkatan kapasitas Anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia dimakassar, kerjasama Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia dengan Support Office For Eastern Indonesia World Bank pada tanggal 14-16
Maret 2005. h.1
11 M. Ichsan Loulembah, Kelompok DPD di MPR RI,”Bikameral Bukan Federal”, artikel
DPD dan Perwakilan Politik Daerah oleh 2006. H.139
19
a. Adanya kebutuhan untuk menjamin keseimbangan yang lebih stabil.
b. Keinginan untuk membuat sistem pemerintahan benar-benar berjalan
lebih efisien dan setidaknya lebih lancer.12
Giovanni Sartori membagi sistem parlemen bikameral menjadi
tiga jenis yaitu :
a. Sistem bikameral yang lemah (asymmetric bicameralism atau weak
bicameralism atau soft bicameral) yaitu apabila kekuatan salah satu
kamar jauh lebih dominan atas kamar lainnya.
b. Sistem bikameral yang kuat (symmetric bicameralism atau strong
bicameralism) yaitu apabila antara kedua kamarnya nyaris sama
kuat.
c. Perfect Bicameralism yaitu apabila kekuatan di antara kedua
kamarnya betul-betul seimbang.13
3. Kategori / Karakteristik Sumber Daya Alam
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat
digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat
diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang
dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan.
Tumbuhan, hewan, mikro organisme, sinar matahari, angin, dan air
adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat
berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk
dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang
jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat dari pada proses
pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis.
Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada
umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk
kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas, minyak bumi dan
12 Jimly Asshidiqie,”Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi”,(Jakarta:. Sekjen MK, 2006).
13 Giovanni Sartori, “Comparative Constitutional Engineering”, (1997). h. 184
20
gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang
hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan
perairan. Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini
kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi
berbagai jenis bahan tambang tersebut, sehingga Pengelolaan SDA
melibatkan berbagai stakeholders terkait. Namun Undang-Undangnya
belum menunjukkan hubungan antar lembaga secara eksplisit, sehingga
mampu memfasilitasi sinerji dan keterpaduan yang harmonis antar
wilayah, antar sector, antar waktu, antar generasi, dan konservasi
lingkungan.14
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Review kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian
yang sudah dilakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-
penelitian lainnya yang pernah membahas seputar kewenangan DPD yaitu:
1. Skripsi ini ditulis oleh Fikri Abdullah dari Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. Yang
berjudul “KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DALAM LEGISLASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG
OTONOMI DAERAH ANALISIS PUTUSAN MK 93/PUU/-X/2013”.
Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini sebagai berikut: (a)
Bagaimana konsep peran DPD sebagai lembaga legislatif, (b) Bagaimana
kedudukan hukum DPD berdasarkan konstitusi tertulis di Indonesia, (c)
Bagaimana kewenangan hukum DPD dalam pengajuan dan pembahasan
RUU Otonomi Daerah sesudah diputuskannya Putusan MK Nomor
92/PUU-X/2013. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif, dimana penelitian ini mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan pengadilan atau disebut penelitan hukum doktrinal
14 Masnur Marzuki, “buku catatan tahunan kinerja komite II DPD RI tahun 2012-2013”,
Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend. Gatot Subroto No.6
Jakarta, 2013, h.74
21
yaitu hukum yang menggunakan data sekunder. Alat pengumpulan data
dalam penelitian ini melalui penelitian kepustakaan dimana untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konseptual dan penlitian terdahulu yang berhubungan dengan objek
telaahan. Adapun sumber dan jenis data yang digunakan adalah data
sekunder yang selanjutnya dianalisis, pengumpulan digunakan tekhnik
observasi dan dokumentasi. Pada tulisannya ini peneliti menjelaskan
tentang kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD-RI) dalam legislasi Rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah
Analisis Putusan MK 93/PUU/-X/2013, Sedangkan skripsi yang saya
tulis, berfokus pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIIA Pasal 22C
dan 22D tentang kewenangan DPD RI yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam Indonesia priode 2009-
2017 oleh Komite II DPD RI
2. Karya M. Yusuf. Buku dengan judul DEWAN PERWAKILAN
DAERAH REPUBLIK INDONESIA ARSITEKTUR HISTORI,
PERAN DAN FUNGSI DPD RI TERHADAP DAERAH DI ERA
OTONOMI DAERAH, ini terdiri dari beberapa bab yang membahas
mengenai Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, yaitu
mengenai DPD RI dalam konsep trias politika, pembentukan DPD RI,
serta peran dan fungsi DPD RI. Namun salah satu bab dalam buku
tersebut dapat menjadi referensi peneliti dalam penyusunan penelitian
yang membahas tentang Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indinesia (DPD-RI) Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Sumber
Daya Alam.
3. Jurnal ini ditulis oleh Salmon E. M. Nirahua dari Fakultas Hukum
Universitas Patimura."KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA", Pada jurnal ini penulis
menjelaskan tentang kedudukan dan kewenangan Dewan perwakilan
daerah dalam sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia, Sedangkan
22
skripsi yang saya tulis, hanya mengenai eksistensi DPD RI dalam
pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam.
23
BAB III
KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK
INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA
A. Sejarah Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Dalam UUD NRI 1945 sebelum diubah, dikenal adanya Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keduanya sering dianggap lembaga legislatif berdasarkan UUD NRI 1945.
Kedua lembaga tersebut memang diakui sebagai parlemen Indonesia..
masalahnya kemudian bagaimanakah kedua lembaga tersebut, baik MPR
maupun DPR dalam struktur organisasi parlemen Indonesia menurut Harun
Al- Rasyid dalam bukunya UUD NRI 1945 sudah dirubah empat kali oleh
MPR mengatakan badan-badan Negara yang dibentuk oleh para pembuat
UUD NRI 1945 merupakan transformasi dari aparatur negara zaman Hindia
Belanda.1
Pada saat proses amandemen, muncul pro kontra terkait pembentukan
lembaga DPD. Pihak yang setuju dengan lahirnya DPD, beranggapan bahwa
upaya pembentukan DPD ini lebih disebabkan dengan kewenangan yang
dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagaimana diatur
oleh UUD 1945 sebelum perubahan. Unsur utusan daerah dalam susunan
keanggotan MPR sebelum UUD 1945 diubah sebagaimana disebut dalam
Pasal 2 ayat (1), adalah merupakan embrio bagi lahirnya DPD. Dengan
demikian, keberadaan DPD fungsinya lebih berterkaitan dengan lembaga
MPR yang perlu penambahan keanggotaan disamping dari anggota DPR, agar
terbentuk kelembagaan MPR.2
1 Harun Al-Rasyid, “Naskah UUD 1945 Sudah Empat Kali Diubah Oleh MPR”,(Jakarta:
Uipress, 2003) h. 38
2 Jurnal Legislasi Indonesia, “Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pembentukan
Undang-Undang”, (Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan
HAM RI), h. 9
24
Bagi pihak yang menentang akan munculnya DPD menilai bahwa
dengan munculnya DPD akan mereformasi tatanan ketatanegaraan serta
merusak sistem presidensial. Bahkan mereka beranggapan bahwa dengan
munculnya DPD negara akan semakin bergeser ke arah federal, seperti yang
dianut oleh Amerika Serikat. Penolakan akan munculnya DPD ini terpotret
dalam formulir tanda tangan yang menolak Perubahan ketiga UUD NRI
Tahun 1945 berkenaan dengan adopsi Dewan Perwakilan Derah dalam UUD
1945. Formulir itu dibukukan dengan Sikap Politik Para Anggota MPR-RI,
tanggal 7 November 2001, diterbitkan oleh Yayasan Kepada Bangsaku dan
Yayasan Pendidikan Tinggi 17 Agustus 1945.3
Dalam menelusuri lintasan sejarah bangsa Indonesia, Sebelum Tahun
1945 terlihat secara jelas posisi dan peran historis daerah-daerah dan para
pejuangnya yang telah berkorban bagi kemanusiaan dan harga diri bangsa.
Berabad-abad lamanya, masyarakat adat yang mendiami daerah-daerah telah
menjadi entitas sosial dan budaya yang mandiri. Mereka, bahkan mampu
mengatur pemerintahan adatnya masing-masing. Mereka secara gemilang dan
heroik berjuang dan berperang melawan dan mengusir bangsa-bangsa
penjajah yang ingin menguasai wilayah mereka dan menindas warganya.
Indonesia secara konstitusional merupakan Negara hukum sebagaimana
termaktub dalam pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka menjadi sebuah Negara hukum modern
dan demokratis diperlukan reformasi menyeluruh terhadap sistem demokrasi
fungsi-fungsi lembaga Negara utama baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dengan semangat pantang menyerah, para pejuang mampu
mengorganisir diri membentuk sebuah kekuatan kolektif dan
mengkonsolidasikan diri secara sederhana. Mereka dengan kemampuannya,
yang terbatas itu telah memiliki tekad yang kuat untuk hadir sebagai kekuatan
3 Jurnal Legislasi Indonesia, “Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pembentukan
Undang-Undang”, (Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan
HAM RI), h. 1
25
politik, jauh sebelum terbentuknya organisasi pra-modern yang bisa
mengonsolidasikan diri secara teratur.
Para pahlawan lokal (daerah) telah mendarmabaktikan dirinya
sebelum bangsa dan negara Indonesia terbentuk berdasarkan teori-teori
politik dan hukum tata negara modern yang dikenal selama ini. Mereka
berjuang bukan untuk merebut jabatan-jabatan politik, tetapi untuk menjaga
keutuhan wilayah mereka, yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Mereka berjuang dengan sepenuh hati untuk
menjaga kehormatan suku-suku bangsa sebagai entitas-entitas sosial dan
budaya yang sekarang menjelma menjadi bangsa Indonesia yang merdeka,
bersatu dan berdaulat. Sebut saja, Teuku Umar dari Aceh, Imam Bonjol dari
Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro dari Jawa, Sultan Hasanudin dari
Makassar, Patimura dari Maluku, Sisingamangaraja dari Tapanuli, Antasari
dari Kalimantan, dan lain-lain.4
Fase sejarah selanjutnya, generasi bangsa ini berjuang melalui
organisasi lokal (beserta para pendiri/tokoh) untuk menabur dan memupuk
semangat nasionalisme untuk memerdekakan Indonesia). Sebut saja, peran
organisasi Budi Utomo (1908), Sarekat Islam/Sarekat Dagang Islam (1905),
Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), Sumpah Pemuda (1928)
yang dilahirkan oleh para pemuda yang tergabung dalam Jong Java, Jong
Sumatra, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, dll, Indische Partij (1912),
National Indische Partij / NIP (1919), Indische Democratische Vereniging
(ISDV), Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Partai Kristen dan
Partai Katolik di Jawa Tengah, Partai Politik Kaum Kristen (PPKK) di
Sumatera Utara, dan banyak sekali organisasi politik dan lokal serta para
tokohnya juga bergerak dalam merintis kemerdekaan Indonesia. Partai-partai
politik ini didirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan ke arah
4 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.4
26
kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap
orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa.5
Ketika kemerdekaan Indonesia di proklamasikan, Republik Indonesia
belum memiliki Undang-Undang Dasar. Konstitusi Negara Republik
Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Sabtu 18 Agustus 1945,
sehari setelah proklamsi. Pembahasan Undang-Undang Dasar dilakukan
dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian
sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam siding pertama dibahas tentang
dasar Negara sedangkan rancangan Undang-Undang Dasar dibahas pada
sidang kedua. Pada sidang kedua itu, dibentuk Panitia Hukum Dasar yang
bertugas membuat rancangan Undang-Undang Dasar, panitia tersebut
beranggota 19 orang yang diketahui oleh Ir. Soekarno.6 The founding fathers
bangsa Indonesia yang duduk di BPUPKI dan PPKI saat itu termasuk
penyusun UUD, sejatinya adalah representasi dari perwakilan seluruh tokoh
Daerah di Indonesia yang berjiwa negarawan, patriotis dan rasa nasionalisme
yang tinggi. Tokoh-tokoh politik yang berasal dari partai politik sebelum
Indonesia merdeka ternyata juga mempunyai andil yang sangat besar dalam
proses pembentukan negara RI.7
Lintasan sejarah tersebut di atas mendeskripsikan bahwa ada dua
komponen utama yang mempunyai andil yang sangat besar dalam
membentuk bangsa dan negara Indonesia, yaitu komponen (unsur) daerah dan
komponen unsur partai politik. Kedua komponen utama ini telah meletakan
prinsip-prinsip perjuangan, serta membangun nasionalisme yang tinggi dalam
konteks bernegara dan berbangsa. Karena itu dalam mengkonstruksi sistem
5 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.4
6 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam, Jakarta: 2016) h.123
7 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.5
27
pemerintahan negara Republik Indonesia, kedua komponen utama ini
memiliki tanggung jawab moral dan politik yang kuat dalam
mengkonstruksikan sistem pemerintahan, terutama sistem parlemen yang
bersifat bikameral.
Proses sejarah selanjutnya perdebatan-perdebatan politik yang bersifat
dialektik, logis dan fundamental, para pendiri negara (Founding Fathers)
sebagai perumus undang-undang dasar dalam sidang-sidang BPUPKI,
maupun PPKI (1945), berupaya untuk membuat konstitusi yang sesuai
dengan keinginan para pendirinya yang disemangati nilai-nilai kejuangan
bangsa Indonesia yang berabad-abad lamanya.8
Wajar jika lembaga perwakilan dalam konstitusi Indonesia tidak boleh
melupakan/mengabaikan peran dan keterwakilan partai politik maupun peran
dan keterwakilan daerah-daerah. Itulah sebabnya, desain lembaga perwakilan
yang ideal adalah sebuah desain yang bertumpu pada latar belakang sejarah,
pembentukan bangsa dan negara. Mazhab sejarah dan kebudayaan dalam hal
ini haruslah menjadi titik pijak yang kuat dalam membangun demokrasi
konstitusional. Karena itu, dalam melahirkan kaidah-kaidah konstitusi, tidak
saja mengutamakan aspek rules dan logic (aturan-aturan yang kaku dan
logika para pembuatnya), tetapi yang sangat penting harus juga memahami
social structure (struktur sosial) dan kultur bangsa (nation culture).
Berdasarkan pemahaman ini, wajar jika sistem bikameral harus
berupaya mencari titik keseimbangan baru dalam mendudukkan kewenangan
konstitusional DPR sebanding dengan kewenangan konstitusional DPD.
Dengan demikian, sistem parlemen Indonesia adalah sistem bikameral yang
berimbang dan efektif (balance and effective bi-cameral). Dengan pilihan
seperti ini, maka proses pembuatan undang-undang menjadi sebuah proses
8 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.6
28
yang efektif dalam memperjuangkan kepentingan nasional yang diemban oleh
DPR sebagai perwakilan politik, dan DPD sebagai perwakilan daerah.
Setelah Tahun 1945 pada awal berdirinya negara RI, UUD 1945
menganut sistem parlemen MPR, yang merupakan ciri khas Indonesia.
Memang belum menemukan bentuknya yang ideal, karena itu digantikan
dengan KNP dan Badan Pekerja KNP. Pada masa RIS, atas keinginan
Belanda dibentuk negara federal dengan struktur organisasi parlemen
bikameral, dengan Senat sebagai perwakilan teritorial. Pada masa UUDS
1950, kembali dengan struktur organisasi parlemen unikameral. Sistem
unikameral ini ternyata tidak efektif dilaksanakan, karena kepentingan
daerah-daerah tidak diperjuangkan secara maksimal. Pemberlakuan Undang-
Undang dasar sementara 1950 (UUDS 1950) merujuk kepada pasal 190, pasal
127 a, dan pasal 191 Ayat (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat yaitu
pasal-pasal tentang perubahan Undang-Undang Dasar. 9
Sistem bikameral, pernah berlaku pada zaman periode Konstitusi RIS
(UUD RIS). Pada saat itu, Indonesia menganut sistem pemerintahan
parlementer (federal) dan saat itu pula dibentuklah Lembaga Senat.
Keanggotaan Senat ketika itu merepresentasikan wakil dari tiap negara bagian
dan kedudukannya seimbang dengan Dewan Perwakilan Rakyat-RIS sebagai
kamar kedua.
Pada masa UUD Sementara (UUDS) 1950, Lembaga Senat tetap eksis
sepanjang masa transisi berlangsung hingga diberlakukkannya kembali UUD
1945 pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Eksistensi lembaga Senat di zaman
UUD 1950 tetap berlangsung sepanjang belum terselenggaranya Pemilu
pertama pada tahun 1955. Secara konstitusional, desain lembaga perwakilan
yang ditentukan UUDS 1950 tidak lagi mengenal lembaga Senat. Hal ini
tentunya lebih disebabkan kehadiran Lembaga Senat oleh UUD 1950
9 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam, Jakarta: 2016 ) h.131
29
dipersepsi menjadi konsep Negara Republik Indonesia Serikat seperti
sebelumnya, padahal sejatinya tidak demikian.10
Lembaga Konstituante (lembaga pembuat UUD) yang dibentuk,
didominasi unsur partai politik dengan kepentingan ideologinya masing-
masing tidak berhasil membentuk UUD yang baru, maka melalui Dekrit
Presiden Soekarno 5 Juli 1959, UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus
1945 diberlaku kan kembali, setelah itu dibentuk MPRS, walaupun
kedudukannya masih merupakan kepanjangan tangan dari Presiden, tetapi
pemerintah Indonesia saat itu sudah mulai mengikuti struktur parlemen yang
diinginkan UUD 1945.
Pada masa Orde Baru, orde yang bertekad melaksanakan UUD 1945
secara murni dan konsekuen, kembali memfungsikan MPR dan DPR sesuai
yang diinginkan oleh UUD 1945. Tetapi, apa yang terjadi, MPR dan DPR
lebih sering menjadi lembaga legislatif yang melegitimasi tindakan
Presiden/kekuasaan eksekutif. Hal ini bisa terjadi, karena kedudukan Presiden
dalam konsep UUD 1945 melahirkan konsep executive heavy di mana
Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang juga. Hal ini
dapat dibaca dalam Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945. Kekuasaan Presiden
dikonsepkan sebagai sebuah kekuasaan yang sulit diawasi. Konsep ini dikenal
dengan istilah Concentration of Power and Responsibility upon the President.
Setelah Reformasi pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto
menyatatakan berhenti dari jabatan presiden setelah terjadi gelombang unjuk
rasa besar-besaran, yang menandakan dimulainya era revormasi yang sangat
luas dengan fundamental itu dilalui dengan selamat dan aman. Negara
kepulauan yangbesar dan majemuk dengan keaneka ragaman suku, berhasil
10 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.7
30
menjalani proses reformasi dengan utuh tidak terpecah-belah, terhindar dari
perpecahan dan kekerasan.11
Pasca tuntutan reformasi 1998, keinginan membentuk badan legislasi
bikameral muncul kembali sebagai respons (antitesis) terhadap sistem politik
sentralistik sebelumnya yang jarang memperhatikan aspirasi Daerah di
Indonesia. Sistem bikameral dimunculkan pada Perubahan Ke-III UUD 1945
tahun 2001. Dengan dibentuknya sistem bikameral di Indonesia, maka
lembaga parlemen di Indonesia saat ini terdiri dari Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Pada
dasarnya, pembentukan lembaga Perwakilan Daerah Indonesia (DPD RI)
bertujuan untuk membangun sistem bikameral yang kuat dan efektif (strong
and effective bicameral) walaupun kenyataannya hingga sekarang masih
bersifat “weak bicameralism”. DPD RI mencerminkan keterwakilan politik
teritorial/daerah di tingkat pusat. Keanggotaannya berjumlah masing-masing
4 orang perwakilan dari setiap Provinsi di seluruh Indonesia yang dipilih oleh
rakyat melalui Pemilu setiap 5 tahun sekali.12
B. Dasar hukum pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia
Pembentukan DPD adalah salah satu proses mereformasi sturuktur
dan tatanan kelembagaan negara yang ada di Indonesia. Pembentukan DPD
tersebut telah mengubah konsep parlemen di Indonesia yang sebelumnya
merupakan konsep satu kamar (unikameral) kemudian berubah menjadi
konsep dua kamar (bikameral). Perubahan ini tentu membuat perubahan
mendasar dalam hal pembuatan peraturan perundang– undangan. Peranan
legislasi yang sebelumnya dilakukan sepenuhnya oleh DPR bersama–sama
11 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI, (Sekertariat Jendral MPR RI, h.137
12 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.9
31
presiden, kemudian berkembang dengan memberikan sebagian kewenangan
legislasi tersebut kepada DPD. Ide pemikiran dari lahirnya DPD sebagai
kamar baru dalam sistem parlemen di Indonesia ialah untuk memberikan
sebuah double check sehingga lebih representatif terhadap kepentingan
rakyat. Menurut Jimly Asshiddiqie bahwa DPR merupakan suatu perwakilan
politik (political representation) sedangkan DPD merupakan (regional
representation).13
Dalam buku yang diterbitkan MPR periode 1999-2004 berjudul jejak
langkah MPR dalam era reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan
wewenang MPR RI periode 1999-2004 disebut bahwa dengan dibentuknya
DPD RI maka system perwakilan Indonesia memiliki dua lembaga, yaitu
DPR dan DPD RI. Perbedaannya jika DPR merupakan Lembaga perwakilan
yang mencerminkan perwakilan politik (political refresentation) maka DPD
RI merupakan lembagaperwakilan yang mencerminkan perwakilan
kedaerahan (regional representation).14
C. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia
1. Visi
“Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel
memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional
demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.15
2. Misi
a. Memperkuat kewenangan DPD RI melalu amandemen UUD 1945.
13 Jimly Asshiddiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi”
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 139
14 Pimpinan majelis permusyawaratan Rakyat RI, “Jejak langkah MPR dalam era
reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan wewenang MPR RI periode 1999-2004”,(
jakarta: Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, 2004), h.110
15 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017, h.3
32
b. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan
penganggaran sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh UUD 1945
dan Undang-Undang.
c. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang
mencakup penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan
pengaduan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat
tentang kelembagaan DPD dalam rangka akuntabilitas publik.
d. Meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan lembaga-lembaga
negara/pemerintah di dalam negeri dan lembaga perwakilan negara-
negara sahabat termasuk masyarakat parlemen internasional.
e. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik yang
menyangkut tampilan perorangan para anggota DPD RI maupun
pelaksanaa fungsi kesekretariatan jenderal termasuk tunjangan
fungsional/keahlian.16
3. Tujuan
a. Terwujudnya DPD RI sebagai salah satu lembaga negara yang
berperan aktif dan menjaga keseimbangan dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara dalam bidang legislatif, melalui optimalisasi
pelaksanaan fungsi-fungsi parlemen dan memperjuangkan penguatan
kewenangan melalui proses amandemen UUD 1945.
b. Terwujudnya unsur penunjang (Kesekretariatan Jenderal DPD RI)
beserta sarana dan prasarananya yang mampu mendukung
kelancaran pelaksanaan fungsi dan tugas DPD.17
4. Sasaran Strategis
16 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017,h.3-4
17 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.14
33
a. Pengembangan kapasitas kelembagaan DPD dengan melaksanakan
penguatan kewenangan melalui upaya amandemen UUD NRI 1945
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan MPR RI Nomor
4/MPR/2014 sehingga setiap pelaksaan fungsi parlemen diimbangi
dengan wewenang yang utuh sebagai pemegang kekuasaan legislatif
penyeimbang (checks and balances) dalam sistem ketatanegaraan
dengan pola dua kamar (bi-cameralism) sesuai prinsip-prinsip
masyarakata demokratis.
b. Penerapan peran DPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi,
pengawasan dan penganggaran DPD secara optimal sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, disertai upaya penguatan kapasitas
kelembagaan dalam undang-undang terkait sesuai amanat konstitusi
sehingga kekuatan DPD dapat dirasakan manfaatnya oleh pemangku
kepentingan dalam kehidupan masyarakat yang semakin demokratis.
c. Peningkatan peran dan optimalisasi pelaksanaan fungsi representasi
terutama dalam memperjuangkan aspirasi daerah termasuk
menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan permasalahan yang
disampaikan pemerintah daerah terkait hubungan antar pemerintah
daerah dan atau pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
d. Peningkatan kerja sama dengan lembaga-lembaga negara/
pemerintah serta lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan organisasi-
organisasi kemasyarakatan dalam rangka menunjang kelancaran dan
keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang DPD RI.
e. Peningkatan peran/kualitas aktivitas dalam hubungan dan kerja sama
internasional/regional dalam rangka keanggotaan asosiasi parlemen
dunia/regional dan kerja sama lembaga perwakilan serupa dengan
negara-negara sahabat serta pelaksanaan fungsi parlemen yang
diperlukan negara-negara sahabat.
f. Peningkatan pemahaman publik tentang keberadaan dan aktivitas
DPD termasuk publikasi pertannggungjawaban moral dan politik
setiap anggota sehingga diharapkan dapat semakin memperluas
34
kepercayaan dan dukungan masyarakat dan pemerintah daerah dalam
menjalankan peran dan fungsi DPD.
g. Peningkatan kemampuan dan integritas anggota melalui berbagai
upaya dan kegiatan pengembangan sumber daya manusia dalam
rangka menjamin tegaknya kehormatan dan kewibawaan lembaga
dan kualitas kemampuan anggota sehingga mencerminkan kegiatan
Kelembagaan DPD yang dipercaya dan dibanggakan pemangku
kepentingan.
h. Pelaksanaan fungsi dan tugas sekretariat jenderal secara optimal
dalam memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi alat-alat kelengkapan dan anggota, termasuk kompnonen
pendukung dari unsur kewilayahan dan provinsi sehingga menjamin
pencapaian visi dan misi DPD secara efektif dan efisien.18
D. Fungsi, Tugas, dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia
Mengacu pada ketentuan pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD
RI mempunyai fungsi Legislasi, Pengawasan, dan penganggaran.19
Posisi dan peran DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
tercermin dari fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana amanat Pasal 22D
dan Pasal 23F UUD NRI 1945, yaitu:
18 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.14-15
19 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, h.5
FUNGSI REFRESENTA
SI
FUNGSI LEGISLAS
I
FUNGSI PENGAW
ASAN
FUNGSI ANGGAR
AN
35
1. Dapat mengajukan RUU tertentu (otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah). Pasal 22 D ayat (1)
2. Ikut membahas RUU tertentu. Pasal 22 D ayat (2)
3. Memberikan pertimbangan atas RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, agama, dan RAPBN. Pasal 22D ayat (2)
4. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR. Pasal 22D ayat (3)
5. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan Anggota BPK. Memberikan pertimbangan
kepada DPR dalam pemilihan Anggota BPK. Pasal
23F ayat (1).
Dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang diatur dalam UUD 1945,
sangatlah sulit DPD RI dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab
politiknya secara optimal. Keterbatasan fungsi, tugas dan wewenang DPD RI
ternyata menimbulkan sejumlah pertanyaan dari masyarakat tentang kinerja
DPD RI selama ini. Sebagian masyarakat lalu mempertanyakan eksistensi
DPD RI, tetapi sebagian besar lagi masyarakat, terutama komunitas ahli
hukum dan politik menghendaki perlu ditingkatkannya fungsi, tugas dan
wewenang DPD RI. Peningkatan fungsi, tugas dan wewenang DPD RI dapat
melalui judicial review UU MD 3 dan P3 terhadap UUD 1945. Bisa juga
melalui perubahan atau revisi terbatas terhadap UU MD 3 dan P3. Arus
pemikiran besar saat ini menginginkan perlu dilakukan perubahan ke-5
terhadap UUD 1945 untuk meningkatkan tugas, fungsi dan kewenangan DPD
RI.20
20 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.19
36
Namun meskipun DPD berwenang mengajukan RUU di bidang
tertentu, DPD tidak dapat langsung mengajukan kepada Presiden.21
E. Keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Repubik Indonesia
Berdasarkan pasal 22 ayat (1) UUD 1945, Anggota Dewan Perwakilan
Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Pada ayat (2)
pasal ini disebutkan, Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi
jumlahnya sama, dan jumlah seluruh anggota dewan perwakilan daerah itu
tidak lebih dari sepertiga jumlah Dewan Perwakilan Rakyat. Pada pasal 22E
ayat (4), disebutkan, Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota dewan
adalah perorangan.
Berdasarkan konstitusi Anggota DPD RI dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD RI tidak boleh lebih dari
sepertiga jumlah anggota DPR RI. Keanggotan DPD RI terbentuk pertama
kali berdasarkan hasil pemilu tahun 2004 dan secara resmi dilantik pada
21 Faisal djamal, Buku panduan tentang mekanisme kerja anggota dan Parlemen,
(Jakarta), h.5
DPD
Dapat mengajukan RUU kepada DPR
RUU yang berkaitan dengan otonomiDaerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan, pemekaran danpenggabungan daerah, Sumber DayaAlam, dan Sumber Daya ekonomilainnya, serta perimbangan keuanganpusat dan daerah.
pasal 22D UUD 1945
memiliki kewenanganuntuk melakukanpengawasan terhadappelaksanaan undang-undang tertentu.
pasal 22D ayat (3) UUD1945
37
tanggal 1 oktober 2004dengan masa kerja selama 5 tahun,22 Undang-Undang
Dasar 1945 memang menegaskan jumlah keanggoatan DPD sama di tiap
provinsi yakni 4 (empat) orang. Hal ini dikarenakan DPD sebagai
representasi daerah dari seluruh Indonesia (regional representation) memiliki
posisi yang sama, sebagaimana tercermin dalam jumlah anggota DPD yang
sama banyaknya dari setiap provinsi.
Lembaran sejarah baru ketatanegaraan Indonesia dimulai sejak
tanggal 1 Oktober 2004 dengan pengucapan sumpah/janji Anggota DPD,
sehingga keanggotaan DPD untuk pertama kalinya dipilih pada pemilu tahun
2004 berjumlah 128 orang. Dengan komposisi 128 Anggota DPD dari 32
Provinsi, maka Anggota DPD Provinsi Sulawesi Selatan, juga berfungsi
mewakili Provinsi Sulawesi Barat.
Saat ini jumlah Provinsi di seluruh Indonesia adalah 33 Provinsi,
dengan demikian Anggota DPD RI berjumlah 132 orang. Jumlah seluruh
Anggota DPD berdasarkan ketentuan perundang-undangan tidak lebih dari ⅓
jumlah Anggota DPR. Kedepan, jumlah seluruh anggota DPD akan
bertambah, seiring dengan penambahan atau pemekaran provinsi baru, seperti
misalnya Provinsi Kalimantan Utara. Masa keanggotaan DPD adalah selama
5 (lima) tahun.
Masing-masing dari 4 (empat) orang Anggota DPD di 33 Provinsi
(kecuali Pimpinan DPD), berdasarkan kesepakatan internal, membagi diri
menjadi anggota di 4 (empat) Komite. Di samping itu, keempat Anggota,
sesuai kesepakatan juga merangkap di alat-alat kelengkapan lain yang bersifat
tetap.
Kedepan, mengingat, betapa banyak, luas dan cakupan kegiatan
Anggota DPD yang hanya berjumlah 4 (empat) orang dari setiap provinsi,
perlu diwacanakan, jumlah Anggota DPD dari setiap provinsi 5 (lima) orang.
Dengan begitu, distribusi Anggota DPD ke alat-alat kelengkapan tidak terlalu
22 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, h.11
38
memberatkan beban kerja dan tugas para Anggotanya seperti selama ini, yang
rata-rata, setiap Anggota merangkap keanggotaan pada 3 (tiga) alat
kelengkapan DPD. Belum lagi diatur pembagian mitra kerja dari kementerian
yang terlalu banyak pada setiap komite. 23
F. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Untuk kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPD RI,
telah diadakan pembagian tugas dan kerja yang diatur melalui Peraturan Tata
Tertib DPD RI, yakni:
1. Pimpinan DPD RI
Merupakan kesatuan yang bersifat kolektif kolegial, terdiri atas
satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua. Dalam negara-negara
berbahasa Inggris, ketua parlemen biasanya disebut “speaker” of the
parliament/house, bukan “chairperson.”
2. Panitia Musyawarah (Panmus)
Dalam dinamika politik DPD, Panmus dapat dikatakan sebagai
representasi kecil DPD. Secara umum aktualisasi Panmus merupakan
“agenda setting” atas berbagai kegiatan DPD yang harmonisasinya
dilakukan melalui rapat Panmus. Prinsip musyawarah dalam forum-
forum rapat tersebut secara nyata menunjukkan prinsip-prinsip
musyawarah dalam keanekaragaman pandangan para anggota.
3. Komite
Sebanyak 4 (empat) Komite. Komite dibentuk dalam rangka
pelaksanaan ruang lingkup tugas DPD RI terkait fungsi legislasi,
pengawasan, dan anggaran. 1 (satu) anggota DPD RI dari setiap
perwakilan dan provinsi, kecuali Pimpinan DPD RI, wajib bergabung ke
dalam 1 (satu) Komite sesuai peminatan/kompetensi, dan dapat digilir
23 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h.24
39
berdasarkan musyawarah diantara 4 (empat) anggota DPD RI. Ruang
lingkup tugas masing-masing Komite adalah sebagai berikut:
Komite I
Otonomi daerah, hubungan Pusat dan Daerah, pembentukan, serta
pemekaran dan Penggabungan Daerah.
Komite II
Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
Komite III
Pendidikan, Agama, Kebudayaan, Kesehatan, Kesejahteraan
Sosial, Tenaga Kerja, dan masalah sosial lainnya.
Komite IV
RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan
Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan
Anggota BPK, serta Pajak.
4. Panitia Perancang Undang-Undang
Adalah alat kelengkapan yang diberikan wewenang menjadi
koordinator dalam perancangan RUU dari DPD.
5. Panitia Urusan Rumah Tangga
Membantu Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan
kerumahtanggaan DPD RI, membantu Pimpinan DPD RI dalam
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan
oleh Sekretaris Jenderal, membantu Pimpinan DPD dalam merencanakan
dan menyusun kebijakan anggaran DPD.
6. Badan Kehormatan
Merupakan alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung
pelaksanaan tugas DPD RI dalam menegakkan Peraturan Tata Tertib dan
Kode Etik Anggota DPD RI.
7. Panitia Khusus
40
Merupakan alat kelengkapan yang bersifat sementara, dibentuk
oleh DPD RI dengan tugas tertentu yang diamanatkan dalam Sidang
Paripurna.
8. Badan Akuntabilitas Publik
Dibentuk untuk melakukan penelaahan lanjutan terhadap temuan
hasil pemeriksaan BPK, melakukan kajian terhadap indikasi
penyimpangan anggaran pembangunan di daerah yang bersumber dari
APBN, serta melakukan advokasi dan menindaklanjuti pengaduan
masyarakat tentang penyimpangan anggaran pembangunan di daerah
yang bersumber dari APBN.
9. Badan Kerja Sama Parlemen
Dibentuk untuk membina, mengembangkan, dan meningkatkan
hubungan persahabatan serta kerja sama antara DPD RI dengan lembaga
negara sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral.
10. Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan
Merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap berkenaan
dengan pelaksanaan fungsi pengembangan kapasitas kelembagaan
termasuk kajian atas sistem ketatanegaraan secara khusus, dalam rangka
mewujudkan lembaga perwakilan daerah yang mampu
mengejewantahkan nilai-nilai demokrasi. Badan Pengembangan
Kapasitas Kelembagaan juga berfungsi memerankan tugas-tugas sebagai
kelompok anggota di MPR yang berasal dari seluruh Anggota DPD, yang
mempersatukan dan mengorganisasikan fungsi dan tugas segenap
Anggota DPD dalam kapasitasnya sebagai Anggota MPR. Dalam rangka
itu, sangat perlu menempatkan DPD sebagai Brand of State, dalam hal
menciptakan citra positif dari DPD RI sebagai perwakilan daerah yang
akan merefleksikan citra negara. Dalam konteks demikian, DPD RI perlu
melibatkan daerah-daerah dalam proses penyelenggaran pemerintahan
negara dan proses pembangunan nasional secara berkelanjutan.24
24 Banu Prasetio DKK, Laporan Kineja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-2017,
(Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta 2017), h.5-8
41
G. Kinerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
dalam sub bab kali ini penulis mencoba menjabarkan secara umum
mengenai hasil kinerja DPD dalam bidang legislasi. Jumlah rancangan
undang-undang yang diprakarsai oleh DPD RI pada periode 2004-2009
berjumlah 19 buah yang berasal dari PAH I, PAH II, dan Panitia Perancang
Undang-Undang (PPUU). Jumlah RUU usulan DPD RI berdasarkan
pembidangan dapat dilihat dalam uraian berikut:
1. PAH I : Membidangi Otonomi Daerah, Hubungan Pusat dan Daerah,
Pemekaran dan Penggabungan Daerah, Pemukiman dan Penduduk,
Pertanahan dan Tata Ruang
Beberapa produk panitia Ad Hoc I antara lain usulan RUU
pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara ke DPR pada tanggal 13
Oktober 2005. DPD RI juga berinisiatif mengajukan RUU tentang
perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Usul RUU ini diajukan ke DPR pada
tanggal 26 September 2007.
Inisiatif DPD RI juga menyampaikan usul revisi terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Thun 1960 tentang UUPA. Usulan RUU ini
diajukan DPD RI ke DPR pada tanggal 19 Juli 2009. Selain itu DPD saat
ini masih terus menggodok upaya revisi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 secara signifikan, mengingat masih terdapatnya berbagai
kekurangan atau kelemahan undang-undang ini. Hal yang paling disorot
ialah mengenai tentang pemilihan kepala daerah dan pemerintahan desa.
2. PAH II : Membidangi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Ekonomi Lainnya
Beberapa hasil kerja Panitia Ad hoc II antara lain dalam masalah
pegelolaan hutan, berhasil merampungkan RUU tentang Perubahan
Kedua atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan
yang diajukan ke DPR pada tahun 2007. Untuk mensinergikan dengan
perkembangan situasi terutama setelah reformasi dan amandemen UUD
1945, DPD RI memandang perlu untuk dilakukan perubahan terhadap
42
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Aspek-aspek penguatan sumber daya ekonomi yang turut menjadi
sorotan DPD RI pada periode 2004-2009 adalah masalah lembaga
keuangan mikro, ketahanan oangan, dan jasa lingkungan. Dasar
pemikiran penyususnan RUU tentang lembaga keuangan mikro
dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor rill
indrusti kreatif melalui ketersediaan jasa keuangan dengan tingkat suku
bunga rendah, prosesnya cepat, dan mudah. RUU berhasil dirampungkan
dan hasilnya disampaikan kepada DPR pada tahun 2009.
3. Panitia Perancang Undang-Undang ( PPUU )
Salah satu kelengkapan DPD RI yang membidangi perancangan
undangundang adalah Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU).
Meskipun semua PAH dapat mengkaji hingga mengeluarkan RUU tetapi
secara kelembagaanfinalisasi seluruh bentuk RUU berada di PPUU.
Beberapa hasil kerja PPUU antara lain ialah RUU tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. DPD RI menyadari bahwa
permasalahan mendasar dalam RUU Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menempatkan DPD RI sekedar supporting system bagi DPR.
Selain itu juga RUU tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD,
dan DPRD. Dalam UU DPD ini DPD RI juga diposiisikan sekedar
sebagai supporting system bagi DPR. RUU tentang Administrasi
Pemerintahan. RUU ini diinisiasi oleh PPUU sehubungan dengan
meningkatnya spirasi masyarakat terkait dengan perbaikan administrasi
sebagai salh satu indikator perangkat penciptaan good governance. Dan
RUU tentang Mahkamah Agung. PPUU memberikan perhatian yang
besar antara lain terhadap penyempurnaan penataan system rekurtmen
hakim agung agar dapat dihasilkan hakim-hakim agung yang
berintregitas tinggi, profesional, dan menjunjung tinggi keadilan dan
kebenaran.25
25 Kelompok DPD di MPR, “Eksistensi DPD RI 2009-2013, Untuk Daerah Dan
NKRI”,(Jakarta,Sekjen DPD 2005), h. 6-8
43
Meskipun kewenangannya terbatas, DPD RI berupaya
mengoptimalkan perannya dalam rangka mengagregasikan dan
mengartikulasikan kepentingan daerah di level kebijakan tingkat
nasional. Hal ini tidak lain adalah wujud pertanggung jawaban
konstitusional secara moral, dan politis DPD RI kepada bangsa dan
negara, khususnya daerah dan masyarakat.
Dalam bidang legislasi, sebagai contoh, kinerja DPD dapat
terlihat pada pembahasan berbagai RUU dengan DPR dan Pemerintah,
seperti RUU Pemda, RUU Pilkada, RUU Desa, RUU Kelautan, dan
lainnya. Bahkan RUU Kelautan menjadi sangat bersejarah bagi DPD
karena perjuangan fungsi legislasi DPD telah diakui dengan disahkannya
RUU Kelautan oleh DPR sebagai produk legislasi dari DPD. Pengakuan
ini dapat terlihat pada konsideran mengingat UU Nomor 32 Tahun 2014
Tentang Kelautan yang memasukkan Pasal 22 D ayat (1) UUD 1945,
yang merupakan salah satu kewenangan DPD dalam mengajukan RUU
tertentu kepada DPR.
Berikut, merupakan hasil kinerja DPD RI sejak terbentuknya
DPD RI yang dapat diinventarisasi sebagai berikut:26
Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode I 2004-2009
No Keputusan DPD RI Jumlah
1 Usul RUU yang berasal dari DPD RI 19
2 Pandangan dan pendapat DPD RI 92
3 Pertimbangan DPD RI atas RUU 7
4 Hasil pengawasan DPD RI 49
5 Pertimbangan DPD RI terkait Anggaran 29
Jumlah 196
Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017
Rekapitulasi Hasil Kerja DPD RI Periode II 2009-2014
26 Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017, h.33-34
44
No Keputusan DPD RI Jumlah
1 Usul RUU yang berasal dari DPD RI 38
2 Pandangan dan pendapat DPD RI 145
3 Pertimbangan DPD RI atas RUU 9
4 Hasil pengawasan DPD RI 89
5 Pertimbangan DPD RI terkait Anggaran 29
6 Usul DPD RI untuk program Legislasi
Nasional
4
7 Rekomendasi DPD RI 5
Jumlah 319
Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017
Rekapitulasi pelaksanaan tugas DPD RI
yang telah disampaikan kepada DPR RI
Masa siding I s/d IV
Tahun siding 2014-2019
Sampai dengan siding paripurna ke-8
Tanggal 9 maret 2017
No Keputusan DPD RI 2014 2015 2016 2017 Jumlah
1 Usul RUU yang berasal dari
DPD RI
9 10 10 0 28
2 Pandangan dan pendapat DPD
RI
35 2 11 0 48
3 Pertimbangan DPD RI 2 0 3 1 6
4 Hasil pengawasan DPD RI 20 28 20 2 70
5 Pertimbangan DPD RI yang
berkaitan dengan Anggaran
6 6 5 0 17
6 Usul DPD RI untuk program
Legislasi Nasional
1 2 1 0 4
7 Rekomendasi DPD RI 1 0 5 2 5
45
Jumlah 74 48 52 5 179
Sumber: profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun Sidang
2016-2017
Mengapa Perlu Penataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia. Setidaknya ada lima pertimbangan mendasar mengapa
penataan kewenangan DPD penting untuk dilakukan, yakni:
1. Produktivitas dalam Bidang Legislasi yang Cukup Baik
DPD RI selama ini telah banyak mengajukan rancangan undang-
undang dan menghasilkan produk politik yang mengakomodasi aspirasi
dan kepentingan masyarakat dan daerah. Hasil kerja tersebut secara resmi
telah disampaikan secara periodik kepada DPR, namun DPD sulit
mengetahui sejauh mana progress keputusan-keputusan itu
ditindaklanjuti oleh DPR RI sampai menjadi sebuah produk UU
(Prolegnas) sesuai harapan rakyat. Hal ini disebabkan karena
kewenangan DPD RI sungguh masih sangat reduktif/inferior.
Pasal 249 ayat (1) UU MD3: DPD mempunyai wewenang dan tugas:
Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR.
2. Kewenangan Dibatasi
Kewenangan DPD RI dalam Pasal 22 D UUD 1945 dibatasi
hanya dapat mengajukan, ikut membahas, dapat memberikan
pertimbangan dan turut mengawasi beberapa RUU tertentu kepada DPR.
DPD tidak memiliki kewenangan membahas sampai dengan memutuskan
suatu rancangan undang-undang, bahkan yang terkait langsung dengan
daerah, sehingga DPD tidak dapat secara optimal mengawal aspirasi
masyarakat dan daerah dalam proses legislasi nasional (dalam bentuk
UU). Dengan kewenangan yang terbatas, mustahil bagi DPD dapat
mewujudkan keinginan dan memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah-
46
daerah. Selain itu, sulit bagi anggota DPD untuk mempertanggung
jawabkan secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya.
3. Penerapan Mekanisme Check and Balances dalam Lembaga Legislatif
Mekanisme check and balances pada hakekatnya juga harus
diterapkan dalam lembaga legislatif, dimana interaksi dan sinergisasi
antar kamar dalam sistem bikameral dapat berjalan konstruktif dan
simultan. Memang karakteristik basis pemilihan yang berbeda antara
DPR (berdasarkan jumlah penduduk, dicalonkan melalui partai) dan DPD
(berdasarkan keterwakilan daerah, secara perseorangan) harus
didudukkan dalam konteks saling mengisi, saling mengimbangi, dan
saling menjaga antar lembaga perwakilan, sekaligus untuk meningkatkan
fungsi penyerapan aspirasi dan artikulasi masyarakat dan daerah-daerah.
4. Peran keterwakilan (Representation)
Peran keterwakilan (representation) dalam rangka membangun
mekanisme check and balances antar lembaga perwakilan akan
membuka ruang bagi pembahasan proses pengambilan keputusan politik
yang berdampak besar bagi daerah dan masyarakat. Oleh karenanya,
diperlukan penguatan peran DPD RI terkait dengan fungsi legislasi,
pengawasan, dan anggaran, untuk memberi peluang keterwakilan daerah
dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional.
5. Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang
Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang yang telah
dilakukan oleh DPD RI sebagaimana ketentuan Pasal 22D ayat (3) UUD
1945 dipandang tidak efektif dan sangat sulit diakses terutama
menyangkut hak budget/anggaran. Hal ini dikarenakan Hasil Pengawasan
DPD RI tidak secara langsung disampaikan kepada Pemerintah
melainkan kepada DPR RI, dan “hanya” sebagai bahan pertimbangan.
Harusnya, kedepan, konstitusi harus mengkonstruksikan fungsi
pengawasan DPD RI itu harus secara langsung disampaikan kepada
pemerintah tanpa melalui DPR.
47
H. Perjuangan meningkatkan kewenangan konstitusional Dewan
Perwakilan Daerah
UUD 1945 telah mengalami 4 (empat) tahap perubahan dalam kurun
waktu 1999 s.d. 2002, namun pada kenyataannya UUD 1945 tidak
memberikan cukup ruang bagi peran, fungsi, dan wewenang DPD RI.
Rekonstruksi kewenangan DPD RI sebagai kamar kedua dalam sistem
bikameral dilemahkan. Sementara kewenangan DPR RI sangat dominan,
sehingga sulit melakukan double check, terutama dalam proses pembentukan
Undang-Undang. Pada tataran perundang-undangan, lemahnya kewenangan
DPD RI yang semula diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk)
sedikit menguat ketika UU tersebut digantikan dengan UU Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang selanjutnya
diganti dengan UU Nomor 17 Tahun 2014. Dalam UU MD3, DPD
mempunyai kesempatan untuk ikut membahas bersama DPR sampai tahap
Pembahasan Tingkat I.27
Sejak awal pembentukannya, DPD selalu memperjuangkan hak
konstitusional sehingga dapat berperan maksimal bagi masyarakat. Hal ini
dilakukan melalui uji materi sejumlah UU di Mahkamah Konstitusi hingga
berjuang untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan
konstitusi (perubahan UUD NRI Tahun 1945).28
27 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945 (Sekretariat Jenderal Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jakarta, Maret 2016), h. 45 28 Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia,” Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen UUD 1945”. h. 45
48
BAB IV
PERAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA ALAM
A. Peran dan Kewenangan DPD RI dalam Pengelolaan dan Pengembangan
Sumber Daya Alam
Fungsi DPD dalam legislasi pasca amandemen UUD NRI 1945, dan
masih banyak pihak yang menganggap bahwa amandemen UUD NRI 1945
belum mengakomodir dan mengefektifkan peranan DPD dalam bidang
legislasi. Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2013 Tentang Kewenangan DPD
dalam legislasi RUU Otonomi Daerah. Upaya para anggota DPD untuk
mendorong pemerintah memaksimalkan fungsi DPD dalam legslasi terus
diupayakan sejak lama. Berbagai upaya terus dilakukan dengan membawa isu
amandemen ke -5 UUD NRI 1945 yang digagas sekitar tahun 2006.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para anggota DPD dilalui
dengan jalan yang berliku. Pola yang dikembangkan dengan cara terstruktur
dan sistematis demi mengupayakan amandemen ke 5 UUD NRI 1945.
Mekanisme pola pengajuan amandemen yang digagas oleh anggota DPD
antara lain sebagai berikut :
1. Naskah Akademik
2. Opini Building: media cetak, media elektronik, serta polling
3. Penetrasi Parpol: Pimpinan Parpol, Pimpinan Fraksi, dan Anggota DPR
dan MPR
4. Penetrasi Non Parpol: Gubernur/Bupati,Walikota, Perguruan Tinggi
Organisasi Masyarakat, LSM , Opini para tokoh masyarakat.1
1 Kelompok DPD di MPR RI, “Eksistensi Dpd Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan
NKRI”(Jakarta:Sekjen DPD), h. 99
49
Pola tersebut terus digencarkan guna mendorong MPR RI
melaksanakan amandemen UUD NRI 1945. Namun berbagai upaya tersebut
tidak mendapat sambutan positif dari pimpinan MPR yang tidak berkenan
menyampaikan kepada seluruh anggota MPR RI karena dianggap belum
memenuhi ketentuan dalam UUD NRI 1945. Setelah gagal melalui pola
tersebut DPD tak patah arang, kemudian DPD semakin gencar bersosialisasi
kepada seluruh elemen masyarakat mengenai pentingnya agenda amandemen
UUD NRI 1945 ke –5.
Hingga akhirnya, dalam rapat gabungan MPR RI pda tanggal 19 Juli
2012, disepakati pembentukan Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan tim kerja Pimpinan MPR RI. Tugas Tim Kerja
adalah melakukan kajian yang komprehensif mengenai sistem Ketatanegaraan
Indonesia, dimana salah satunya membahas berkembangnya aspirasi yang
meminta dilakukannya amandemen kelima oleh MPR2
Namun, hingga saat ini tim kerja tersebut masih terus berjalan guna
menggagas dan merumuskan konsep mengenai amandemen UUD NRI 1945.
Sambil berharap amandemen UUD NRI 1945 dapat segera terlaksana, DPD
terus berupaya keras untuk mendorong perubahan kewenangan legislasi DPD
saat ini. Hal tersebut dilatar belakangi dengan kondisi DPD RI dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, khususnya ketika berhubungan dengan DPR dapat
dilihat dengan realitas sebagai berikut:
1. DPD RI dalam kurun waktu dari 1 Oktober 2004 sampai dengan Maret
2013 telah mengajukan 39 RUU, 184 Pandangan dan Pendapat, 60
Pertimbangan, dan 110 Hasil pengawasan.
2. Seluruh RUU, Pandangan, dan Pendapat, serta Pertimbangan DPD RI
yang telah disampaikan ke DPR tersebut tidak ada tindak lanjutnya
2 Kelompok DPD di MPR RI, “Eksistensi Dpd Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan NKRI”,
h.133
50
sebagaimana amanat UUD NRI 1945 untuk melibatkan DPD RI dalam
proses pengajuan, pembahasan, dan pertimbangan RUU.3
Dari fakta tersebut semua pihak termasuk rakyat dapat melihat betapa
hasil kerja DPD tidak memperoleh respon memadai dari DPR. DPD telah
berupaya melakukan berbagai langkah komunikasi politik dengan DPR untuk
mencari solusi terhadap masalah yang terjadi ini. Namun demikian walau
telah bertahun-tahun komunikasi politik itu dilakukan oleh DPD namun pihak
DPR tidak memberi respon memadai dan menerima berbagai usul solusi yang
ditawarkan DPD. Atas dasar tersebut, maka DPD melakukan Judicial Review
terhadap UU MD3 dan UU P3.
Setelah melalui proses yang berliku dan panjang, maka pada tanggal
27 Maret 2013 MK menggelar sidang pleno dengan agenda pembacaan
putusan. Dalam sidang pleno tersebut, MK memutuskan untuk menerima
permohonan yang diajukan oleh DPD RI tersebut. Dalam putusannya
tersebut, MK meneguhkan lima hal, yakni :
1. DPD RI terlibat dalam pembahasan Program Legislasi Nasional
2. DPD RI berhak mengajukan RUU yanng dimaksud dalam Pasal 22D ayat
(1) UUD NRI 1945 sebagaimana halnya atau bersama-sama dengan DPR
dan Presiden, termasuk dalam pembentukan RUU Pencabutan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3. DPD RI berhak membahas RUU secara penuh dalam kontek Pasal 22D
ayat (2) UUD NRI 1945.
4. Pembukaan RUU dalam kontek Pasal 22D Ayat (2) UUD NRI 1945
bersifat tiga pihak (tripartit) yaitu antara DPR, DPD RI, dan Presiden
Dalam hal di atas dapat dilihat bahwa peran DPD-RI memiliki
kedudukan dan kewenangan dalam memutuskan suatu kebiajakan yang
berkaitan dengan Otonomi Daerah maka mereka diberikan peran dan
3 Sekjen DPD RI, “Fungsi Legislasi DPD Pasca Putusan MK”, (Jakarta:Sekjen DPD
RI,2013).h. 2
51
kewenangan yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pemaparan informan
berikut ini:
Peran dan wewenang DPD RI itu sebenarnya yang saya ketahui
didalam pasal 22D UUD yang mengatur wewenang DPD ada 5, dan
itu apa saja. Pertama,didalam pasal 42 UU SUSDUK jadi DPD itu
dapat mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Sumber
Daya Alam. Kedua dan DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR
atas rancangan undang-undang otonomi daerah dan Sumber Daya
Alam. Ketiga DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR
berkaitan dengan otonomi daerah dan Sumber Daya Alam. Keempat
DPD memberikan pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima
dapat melakukan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang
mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan pembentukan Otonomi
Daerah.4
Abdul aziz sebagai Perwakilan daerah menyatakan bahwa tugas
dan fungsi DPD RI memiliki 5 wewenang, berkaitan dengan tugasnya
sebagai perwakilan daerah, adapun kewenangan yang disampaikannya
seperti, DPD RI sebagai pemberi pertimbangan kepada DPR berkaitan
dengan sumber daya alam, dan bisa ikut dalam pembahasan Undang-
Undang berkaitan dengan otonomi daerah dan sumber daya alam.
Peran DPD maupun dalam perancangan Undang-Undang
Otonomi daerah ataupun undang-undang lain yang menyangkut tugas
DPD itu untuk mengajukan kepada DPR seperti halnya yaitu tentang
sumber daya alam ataupun laporan-laporan dari daerah yang harus
di selesaikan dan di musyawarakan sebelum di laporkan kepada
DPR.5
Peran DPD RI menurut Rahman Hadi Kepala Pusat (Kajian
Kedaerahan) dalam perencangan Undang-Undang tugasnya mengajukan
kepada DPR RI yang berkaitan tentang kedaerahan dan Sumber Daya
Alam dalam komite II.
Peran DPD dalam perancangan undang-undang otonomi
daerah sangat berperan untuk untuk mengawal setiap kebijakan yang
berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam, nah untuk
menyelasaikan tugas-tugas itu, DPD itu terbagi dari beberapa komite
dan untuk membahas dan menyelasaikan Sumber Daya Alam itu
4 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
5 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,
2019. (Lihat Lampiran)
52
sendiri yaitu Komite II dan komite II membuat beberapa rangkaian
kegiatan, misalnya pembahasan RUU usul inisiatif, terus menyusun
pandangan dan pendapat dalam rangka pembahasan RUU bersama
DPR dan Pemerintah, terus yang terakhir itu untuk mengawasi
pelaksanaan Undang-Undang.6
Pembahasan dalam penelitian ini tentang komite II DPD-RI yang
lebih terfokus kedalam Sumber Daya Alam, maka dari itu sesuai dengan
putusan. Adapun kewenangan yang bisa di lakukan meliputi beberapa
hal, salah satunya berkaitan dengan sumber daya alam yang ada disetiap
daerah.
B. Peran Pengawasan DPD RI Terhadap Pengelolaan dan Pengawasan
Sumber Daya Alam dari Tahun 2009-2017
1. Hasil Pengawasan Komite II DPD RI dalam Kurun Waktu 2009-
2011
Beberapa hasil pengawasan DPD RI yang lahir melalui komite II
pada tahun sidang 209-2011, antara lain:
a. Hasil pengawasasn DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang
Kehutanan.
Pengurusan dan perencanaan kawasan hutan sebagaimana
diatur dalam UU kehutanan Bab II pasal 10 tentang pengurusan
hutan dan Bab IV pasal 11 dan 12 tentang perencanaan kawasan
hutan dianggap masih belum maksimal. Berdasarkan data tahun
2006 yang diperoleh dari kementrian kehutanan, perubahan
penutupan lahan dari hutan menjadi tidak berhutan seluas 42,263
juta ha. Sebagian besar luasan tersebut (36%) telah berubah menjadi
lahan alang-alang sedangkan 26% merupakan lahan pertanian, dan
sisanya terdiri dari semak, lahan basah (wetland), perumahan, dan
penggunanan lainnya. Perubahan penutupan lahan ini mencerminkan
tingkat deforestasi dan degratasi hutan yang cukup tinggi di
Indonesia. Beberapa contoh situasi yang ditemui di daerah misalnya:
6 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
53
tingkat deforestasi di Kalimantan selatan yang mencapai 140 ha
perharinya. Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan dari aktivitas
pertambangan dan perkebunan, pembalakan liar, dan kebakaran
hutan. Hal itu telah menyebabkan Kalimantan selatan berada
diperingkat 12 diantara 33 provinsi sebagai emitter di Indonesia dari
sector kehutanan dan menyumbang 0,5 giga ton karbon pada tingkat
emisi gas rumah kaca nasional. Conto lain adalah: pemberian izin
usaha pertambangan sebanyak 300 IUP dengan 20 IUP perusahaan
yang telah berproduksi dalam rangka rencana pebangunan kawasan
ekonomi khusus (KEK) pertambangan Sulawesi-Tenggara yang
sangat ambisius, namun disisi lainnya kurang memperhatikan
perencanaan tata ruang wilayah dan tata batas kawasan hutan.7
Dari beberapa temuan lapangan yang yang mejadi tempat
pengawasan Sumber Daya Alam dilakukan DPD-RI melalui
beberapa tahapan yaitu aspek yuridis dan formal oleh sebab itu
pengawasan yang dilakuakan, melalui beberapa hal melalui setudi
dokumen dan beberapa daerah.
Pengawasannya melalui aspek yuridis dan formal
berdasarkan penulisan naskah dokumen perundang-undangan
dan temuan yang terkait dengan aspirasi daerah, selain aspek
yuridis terdapat juga aspek sosio-politik yang merupakan
bagian dari temuan yang menonjol, aspirasi masyarakat dan
kunjungan-kunjungan kerja ke daerah, dari hal tersebut
pengawasan yang kita lakukan.8
Banyak hal yang diawasi oleh DPD mengenai
pengelolaan dan pengawasan Sumber Daya Alam itu sendiri,
apalagi di Indonesia inikan banyak Sumber Daya Alam itu
maupun yang sudah terekspos ataupun yang belom
tereksposjadi semuanya itu kita awasin maupun daerah mana
saja.9
7 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II DPD RI 2009-2014 Dalam Menyuarakan
Kepentingan Daerah”h. 212
8 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
9 Wancara Pribadi, Dr. Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
54
Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh
DPD sama halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan
Undang-Undang mengenai Otonomi Daerah, pembentukan
pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Ekonomi yang lainnya, pajak, pelaksaanaan APBN, pendidikan
dan Agama, nah bentuk pengawasannya itu merupakan
pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan hasil
pengawasannya di sampaikan kepada DPR untuk bahan
pertimbangan menindak lanjutinya.10
Dalam pelaksanaanya Hasil pengawasan DPD RI atas
pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 Tentang Kehutanan, pengurusan dan perencanaan kawasan
hutan sebagaimana diatur dalam UU kehutanan Bab II pasal 10
tentang pengurusan hutan dan Bab IV pasal 11 dan 12 tentang
perencanaan kawasan hutan dianggap masih belum maksimal.
Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh DPD sama
halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang
mengenai Otonomi Daerah, pembentukan pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi yang lainnya, pajak,
pelaksaanaan APBN, pendidikan dan Agama, nah bentuk
pengawasannya itu merupakan pengawasan atas pelaksanaan
Undang-Undang dan hasil pengawasannya di sampaikan kepada
DPR untuk bahan pertimbangan menindak lanjutinya.
Berdasarkan temuan-temuan dan hasil kunjungan kerja ke
beberapa daerah yang meliputi Provinsi Jawa Timur, Sulawesi
Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan atas
pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
10 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
55
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dapat
dirumuskan hasil pengawasan sebagai berikut;
Pelaksanaan UU PPLH dianggap belum maksimal dalam
melindungi kelestarian lingkungan danmempertahankan
keseimbangan ekosistem, Pelaksanaan UU PPLH ditingkat daerah
terhambat dengan beberapa persoalan yang kerap ditemui misalnya
kurangnya Sumber Daya Manusia ditingkat daerah dan kurangnya
pendanaan. Penguatan SDM para PPNS dan PPLH didaerah wajib
dibenahi untuk dapat mengiplementasikan UU PPLH. Kuatnya
kewenangan PPNS dan PPLH sesuai amanah UU No 32 pasal 74
mensyaratkan perlunya peningkatan kapasitas PPNS dan PPLH.
Karena itu program sertifikasi aparat hukum dan rekrutmen PPNS
serta PPLH harus menjadi program berkesinambungan kementrian
lingkungan hidup untuk membangun kapasitas kelembagaan.11
b. Pengawasan atas pelaksanaan UU Sumber Daya Air
Sumber daya air merupakan bagian yang menjadi bagian
dalam pengawasan terutama dalam proses pelaksanaannya.
Berdasrkan temuan dari kunjungan kerja dari beberapa daerah yang
dilakukan Oleh DPD-RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang sumber daya air.12
Pengaturan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 belum optimal dalam memperbaiki kondisi sumber daya
air di Indonesia yang sudah mencapai tingkat krisis. Kondisi ini yang
ditemukan didaerah seperti DKI Jakarta yang memiliki 13 sungai
sudah tidak layak digunakan.13
11 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 dalam menyuarakan
kepentingan daerah”. h. 214
12 Mansur Marzuki, “jejak langkah komite II DPD RI 2009-2014 dalam menyuarakan
kepentingan Daerah”. h. 219
13 Mansur Marzuki, “jejak langkah komite II DPD RI 2009-2014 dalam menyuarakan
kepentingan Daerah”. h 217
56
Hal ini merupakan dampak dari banyaknya pencemaran
lingkungan yang berada di kawasan DKI Jakarta, penggunaan air
tanah sebagai alternatif dikarenakan tidak bisa difungsikannya
potensi-potensi sungai-sungai yang berada di Ibu Kota. Padahal
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
pasal 37 menegaskan bahwa air tanah merupakan salah satu sumber
daya alam yang keberadaanya terbatas dan kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang sangat luas serta pemulihannya sulit
dilakuakan. Bedasarkan pasal 37 ayat (2) UU Sumber Daya Air
mengamanahkan bahwa “pengembangan air tanah pada cekungan air
tanah dilakukan secara terpadu dalam pengembangan sumberdaya air
pada wilayah sungai dengan pencegahan terhadap kerusakan air
tanah”. dalam peraturan pemerintah untuk hak menggunakan air
diatur dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang-Undang No 7 tahun
2004 tentang sumber daya air. Oleh sebab itu penggunaan sumber
daya air harus sesuai peraturan Undang-Undang yang telah
ditentukan.
Dalam pengelolaan sumber daya alam memang seharusnya
mengikuti ketentuan Undang-Undang, dalam hal ini maka prosedur
yang dilakukan setiap daerah bisa memenuhi syarat atau tidak.
Bentuk pola kerjanya itu ketika komite II yang berfokus
kepada Sumber Daya Alam dan menemukan permasalahan yang
berkaitan dengan hal tersebut melaui kunjungan kerja ke
daerah dan aspirasi masyarakat di daerah, dan ketika
menemukan permasalahan dilapangan maka kami himpun dan
akan kami ajukan kepada pusat untuk di musyawarakan
bagaimana solusi atas masalah tersebut.14
Nah kalau untuk pola dan teknis kerja DPD dalam
menangani Sumber Daya Alam itu sendiri yang
melakukankannya adalah Komite II DPD-RI dan ketika ada
permasalahan baru dirembukkan bersama lalu dilaporkan ke
DPR dan menunggu gimana hasil rapat DPR atas
14 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
57
keputusannya, kan DPR juga harus rapat dulu dong buat
mutusin antar sesam anggota DPR itu sendiri gak mungkin
langsung di putuskan sepihak saja.15
Kalau buat pola dan teknisnya itu didalam DPD itu
sendiri sudah di bagi-bagi bagiannya buat yang urus ini ada
yang urus yang lainnya juga ada contok buat yang urus Sumber
Daya Alam ini yang terfokus kesana yaitu Komite II dan mereka
yang melakukan teknis dan polanya misal dengan kunjungan ke
Daerah-daerah di Indonesia.16
Seperti yang dikatakan para pemangku jabatan yang berada di
DPD-RI yaitu komite II telah mengatakan dalam pengelolaan,
pengawasan, pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam
melalui proses seperti kunjungan kedaerah, dan memusyawarahkan
atas temuan-temuan dilapangan tentang sumber daya alam yang di
awasi.
2. Hasil Pengawasan DPD RI (Komite II) dalam Kurun Waktu 2009-
2014
Representasi DPD RI selain memiliki fungsi legislasi dan
pertimbangan, juga memilik fungsi pengawasan. Mengawasi
pelaksanaan Undang-Undang dan menyampaikan hasil pengawasannya
kepada DPR, sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Selama
periode 2009 sampai dengan 2014nkomite II telah melaksanakan
kunjungan kerja dan kunjungan daerah ke berbagai provinsi di Indonesia
dan dalam kunjungan tersebut Komite II juga melaksanakan fungsi-
fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang.
Dalam beberapa periode terahir dalam pengawasannya DPD-RI
telah berperan sesuai temuan Komite II dalam laporannya.
Tabel Pengawasan Komite II DPD Masa Sidang 2009-2014
15 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,
2019. (Lihat Lampiran)
16 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
58
No Nama UU Tahun Sidang Status
1. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2009
tentang pertabangan Mineral dan
Batubara
2009-2010 Telah disampaikan
ke DPR
2. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2009
tentang ketenagalistrikan
2009-2010 Telah disampaikan
ke DPR
3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2004 tentang jalan
2009-2010 Telah disampaikan
ke DPR
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup
2009-2010 Telah disampaikan
ke DPR
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan
Sebagaimana Telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2004 tentang penetapan
2010-2011 Telah disampaikan
ke DPR
6. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air
2010-2011 Telah di sampaikan
ke DPR
7. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 2009
tentang penerbangan
2010-2011 Telah di sampaikan
ke DPR
8. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 tahun 2004
tentang perkebunan
2010-2011 Telah di sampaikan
ke DPR
9. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 2001
2010-2011 Telah di sampaikan
ke DPR
59
tentang minyak dan gas bumi
10. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 41 tahun 2009
tentang perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan
2011-2012 Telah di sampaikan
ke DPR
11. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 21
tentang minyak dan gas bumi
2011-2012 Telah di sampaikan
ke DPR
12. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 tahun 2007
tentang penanggulangan bencana
2011-2012 Telah di sampaikan
ke DPR
13. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 2009
tentang lalu lintas angkutan jalan
2011-2012 Telah di sampaikan
ke DPR
14. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 45 tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 tahun 2004
tentang perikanan
2011-2012 Telah di sampaikan
ke DPR
15. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 tahun 2009
tentang ketenagalistrikan
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
16. Undang-Undang Nomor 27 tahun
2007 tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
17. Undang-Undang Nomor 17 tahun
2008 tetang pelayaran
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
18. Undang-Undang Nomor 16 tahun
2006 tentang sistem pertanian,
perikanan dan kehutanan
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
19. Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tentang penanaman modal
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
60
20. Undang-Undang Nomor 20 tahun
2007 tentang energy
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
21. Undang-Undang Nomor 1 tahun
2009 tentang penerbangan
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
22. Undang-Undang Nomor 1 tahun
2001 tentang perumahan dan
kawasan pemukiman
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
23. Undang-Undang Nomor 27 tahun
2003 tentang panas bumi
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
24. Undang-Undang Nomor 18 tahun
2008 tentang pengelolaan sampah
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
25. Undang-Undang Nomor 39 tahun
2009 tentang kawasan ekonomi
khusus
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
26. Undang-Undang Nomor 02 tahun
2009 tentang lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
27. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2007
tentang perkeretaapian
2012-2013 Telah di sampaikan
ke DPR
28. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 2011
tentang perumahan dan kawasan
permukiman
2013-2014
29. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 41 tahun 2004
tentang perikanan
2013-2014
30. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 41 tahun 2009
tentang perlindungan lahan
2013-2014
61
pertanian dan pangan berkelanjutan
31. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 tahun 2009
tentang kawasan ekonomi khusus
2013-2014
32. Undang-Undang Nomor 22 tahun
2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan
2013-2014
Sumber: Jejak Langkah Komite II DPD RI 2009-2014 dalam Menyuarakan
Kepentingan Daerah
a. Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan
Bukti bahwa tidak ditemukan satupun keraguan di dalam Al-
qur’an semakin terkuak dari hari ke hari seiring dengan kemajuan
ilmu teknologi yang dikuasai oleh umat manusia. Salah satu sisi
keakurasian Al-qur’an dalam berbicara mengenai laut dan samudera.
Dalam hal itu Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-
Ma’idah Ayat 96.
د ي م ص ك ي ل م ع ر ح و ة ر ا ي لس ل م و ك ل ا اع ت م ه ام ع ط ر و ح ب ل د ا ي م ص ك ل ل ح أ
ون ر ش ح ه ت ي ل إ ي ذ ل ا وا للا ق ات و ا م ر م ح ت م ا د ر م ب ل (٩٦سورة المائدة:) ا
Artinya:
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi
orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu
(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.
Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan
dikumpulkan.”
Sebagai Negara maritime, sektor perikanan merupakan salah
satu potensi yang dapat dikembangkan demi meningkatkan
perekonomian Indonesia. Atas dasar laporan dan aspirasi yang
berkembang, DPD RI melalui PAH II melaksanakan pengawasan
atas pelaksanaan Undang-Undang perikanan di dua provinsi.
62
Pemerintah hingga saat ini masih belum melaksanakan tugas
dan fungsi membangun jaringan informasi perikanan dengan
lembaga lain sebagaimana diamanatkan dalam pasal 47 ayat (1)
Undang-Undang perikanan, maka diperlukannya peran serta dari
pemerintah untuk meningkatkan Sumber Daya Nelayan dengan
memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan sesuai dengan
amanat Bab IX pasal 57 s.d pasal 59 Undang-Undang perikanan.17
b. Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan
Pada dasarnya Undang-Undang perkebunan memiliki tujuan
untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat secara
berkeadilan, menjamin keberlanjutan serta meningkatkan fungsi dan
peranan perkebunan, dan melakukan usaha perkebunan secara
terencana, terbuka, terpadu, professional, dan bertanggung jawab.
Terdapat beberapa temuan di lapangan yang di peroleh ketika komite
II melakukan kunjungan kerja ke daerah, serta berdasarkan informasi
perbanding (empiris) dari media massa tentang mermasalahan
perkebunan. Dari kajian dan fakta hasil pengawasan yang
disampaikan sebelumnya, secara khusus beberapa simpulan penting
dan saran mengenai perkebunan menjadi bagian dalam laporan
pengawasan terhadap Undang-Undang perkenbunan ini terutama
menyangkut komoditi kelapa sawit, karet, dan teh.
Dampak sosial ekonomi yang banyak timbul di daerah-daerah
perkebunan, terutama pada perkebunan tunggal (monokultur) sekala
besar adalah perubahan budaya tani yang radikal ke model
monokultur yang menyebabkan rendahnya produktivitas hasil kebun
petani plasma di berbagai tempat di Indonesia. Di perlukan
pendalaman pemahaman Undang-Undang dipadukan dengan
berbagai fakta dilapangan untuk membuat peraturan-peraturan
17 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite II Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan
Kepentingan Daerah”, Secretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend.
Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014, h.206
63
pelaksanaan yang betul-betul memihak kepada masyarakat, terutama
terkait dengan penataan tata ruang perkebunan masih terjadi
permasalahan sehingga aspek monokultur, homogenitas, dan
overloads konversi tidak menyebabkan hilangnya keaneka ragaman
atau memicu kerentanan kondisi alam, termasuk menurunnya
kualitas lahan yang disertai erosi, hama, dan penyakit.18
Peran DPD-RI untuk pengawasan dan pengelolaan Sumber
Daya Alam seperti yang telah disampaikan sebagai berikut.
Kalau untuk sejauh ini peran kami sebagai
perwakilan DPD sudah melakukan pengawasan dalam
pengelolaan Sumber Daya Alam itu sendiri, yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dalam hal tersebut seperti halnya
pengawasan tambang batu bara yang ada di Indnesia itu kan
sudah termasuk Sumber Daya Alam yang ada di indonesia.19
Untuk saat ini DPD sudah melakukan pengawasan dan
pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia dengan
adanya kunjungan kerja yang kita lakukan di setiap daerah.20
Disetiap kunjungan kerja yang DPD lakukan ke daerah-
daerah itu juga sudah termasuk kewajiban dan bahkan emang
itu kerjanya DPD dan gak hanya Sumber Daya alamnya saja
yang kita lihat tapi semua Otonomi Daerah yang ada di daerah-
daerah di Indonesia, kalau buat yang terkhusus sumber daya
alam sendiri itu Komite II yang mengatur.21
Peran dan wewenang yang dilakukan oleh Komite II DPD-RI
dengan melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah merupakan
kewajiban yang harus dilakuakan, oleh sebab itu yang berkaitan
dengan sumber daya alam.
18 Mansur Marzuki, “Jejak Langkah Komite Ii Dpd Ri 2009-2014 Dalam Menyuarakan
Kepentingan Daerah”,.h. 208
19 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
20 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,
2019. (Lihat Lampiran)
21 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
64
3. Hasil Pengawasan Komite II Pelaksanaan Undang-Undang Pada
Tahun 2014-2017
Dalam masa sidang II tahun sidang 2014-2015 yang dilaksanakan
pada 12 januari -19 februari tahun sidang 2014-2015, komite II DPD RI
melaksanakan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 22
Dalam pelaksanaan pengawasan Undang-Undang tahun 2014-
2015 DPD RI melaksanakan pengawasannya sebagai tugas dan fungsinya
dengan dasar UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
dengan Dasar tersebut maka pengawasan yang dilakukan telah kuat
secara hukum. Dalam prosesnya DPD RI secara legal hukum melakukan
pengawasan sehingga pihak yang terkait harus patuh dan mengikuti
prosedur pengawasan yang dilakukan.
a. Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi.
Dalam hasilnya pengawasan meliputi aspek yuridis-formal
berdasarkan penelusuran naskah dokumen perundang-undangan dan
temuan yang terkait dengan penyerapan aspirasi di daerah. Selain
aspek yuridis dan formal terdapat aspek sosio-politik yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari temuan menonjol, aspirasi
masyarakat, kunjungan kerja provinsi antara komite II DPD RI
dengan pemangku kepentingan.
Pengawasan yang dilakuakan oleh DPD RI yang melalui aspek
yuridis maupun formal merukan tahapan yang dilakukan sehingga
dalam prosesnya telah menyesuaikan dengan ketentuan yang
dilakukan baik itu data yang menjadi acuan melalui naskah dokumen
perundang-undangan yang terkait dengan aspirasi di daerah menjadi
tempat yang dilakukan pengawasan. Adapun bagian-bagian yang tak
22 Parlindungan Purba, Ketua Komite Ii Dpd Ri, Buku Catatan Tahunan Kinerja Komite
Ii Dpd Ri Tahun 2014-2015, ( Jakarta, Desember 2015). h. 82
65
terpisahkan yang dilakuakan seperti sosio-politik, asprasi masrakat
yang menjadi acuan untuk mengawasi dan minilai sejauhmana yang
telah dilakuakan untuk kepentingan masyarakat.
Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD-RI) dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya
Alam di indonesia ternyata DPD-RI berperan penting dalam
pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam itu sendiri, Maka
pada Sub bab ini penulis berusaha mencoba memaparkan secara
ringkas mengenai peran DPD-RI Sebagai Lembaga Legislatif dalam
pembentukan Undang-Undang Sumber Daya Alam. Upaya Anggota
DPD-RI mendorong untuk memaksimalkan fungsi DPD-RI dalam
legislasi terus diupayakan.
Beberapa hasil kerja panitia Ad Hoc II antara lain dalam
masalah pengelolaan Hutan, berhasil merampungkan RUU tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun1999
tentang kehutanan yang diajukan ke DPR pada tahun 2007.
DPD-RI juga menyoroti masalah kebakaran hutan. Besarnya
kerugian yang di timbulkan terhadap keanekaragaman hayati flora
dan fauna menjadi dasar pemikiran untuk mengusulkan RUU di
bidang penanggulangan kebakaran hutan guna mengantisipasi
kerugian yang ditimbulkan. RUU tersbut disampaikan kepada DPR
pada awal 2009.
Untuk mensinergikan dengan perkembangan situasi terutama
setelah reformasi dan amandemen UUD 1945, DPD-RI memandang
perlu untuk dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor
23 tahun 1999 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.23
Untuk pembentukan dan pengembangan Sumber Daya
Alam itu sebenarnya dilakukan oleh DPD dan pemerintah
daerah dan disampaikan kepada pusat itu saja sih.24
23 Eksistensi Dpd-Ri 2009-2013 Untuk Daerah Dan Nkri. h. 8-9
24 Wancara Pribadi, Abdul Aziz, Pada 11. Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
66
Untuk masalah pembentukan dan pengembangan sumber
daya alam itu sendiri yang bertugas itu dilakukan langsung oleh
pemerintah daerah dan DPD langsung nah setelah di teliti dan
di musyawarahkan baru di sampaikan kepada pusat dan yang
berhak untuk masalah penetapannya yaitu pusat.25
Untuk saat ini sudah diputuskannya oleh Mahkamah
Konstitusi bahwasnya DPD terlibat dalam pembuatan program
legislasi Nasional, DPD berhak mengajukan RUU sama seperti
DPR dan Presiden,berhak membahas secara penuh RUU yang
terkait dengan bidang tugasnya, pembahasan RUU bersifat tiga
pihak yaitu DPR, pemerintah, dan DPD, dan terakhir
menyatakan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang MD3
dan Undang-Undang PPP yang tidak sesuai dengan tafsir
Mahkamah Konstitusi atas kewenangan DPD dengan sendirinya
bertentangan dengan UUD 1945 baik diminta maupun tidak.26
Pada dasarnya proses pengawasan yang dilakukan oleh DPD-
RI meliputi pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Alam
yang dilakukan oleh DPD dan pemerintah daerah dan disampaikan
kepada pusat, oleh sebab itu dalam pengambangannya, harus
melakukan diskusi dengan pemerintah daerah dan pusat dan di
ajuakan oleh DPD-RI.
Dalam keterlibatannya DPD berhak mengajukan RUU yang
membahas tentang tugas yang terkait dibidangnya, terutama komite
II yang lebih terfokus kepada kajian sumberdaya alam, ntuk melihat
sejauh mana eksistesi DPD-RI dalam peran dan pengawasanya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009
Tentang pertabangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 Tentang
ketenagalistrikan, Penyampaai pengawasan yang dilakukan Oleh
DPD-RI telah disampaikan Kepada DPR-RI, Undang-Undang
25 Wancara Pribadi, Rahman Hadi, Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan). Pada 19. Februari,
2019. (Lihat Lampiran)
26 Wancara Pribadi, Hendri Jhon, (Kepala Subbagian Rapat dan Operasional). Pada 22.
Februari, 2019. (Lihat Lampiran)
67
Nomor 38 Tahun 2004 Tentang jalan, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan
Hidup, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Sebagaimana Telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 Tentang penetapan Dalam penyampainnya maka yang
diajukan oleh pemerintah daerah menjadi masukan dan
pertimbangan yang dilakukan
Tabel pelaksanaan Fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-
Undang oleh Komite II Tahun 2014-2017
No Nama UU Tahun Sidang Status
1. Undang-Undang Nomor 30 tahun
2009 tentang ketenagalistrikan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
2. Undang-Undang Nomor 38 tahun
2004 tentang jalan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
3. Undang-Undang Nomor 12 tahun
1992 tentang sistem budidaya
tanaman
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
4. Undang-Undang Nomor 22 tahun
2001 tentang inyak dan gas
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
5. Undang-Undang Nomor 1 thun
2009 tentang penerbangan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
6. Undang-Undang Nomor 45 tahun
2009 entang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 tahun
2004 tentang perikanan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
7. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014-2015 Telah disampaikan ke
68
2012 tentang pangan DPR RI
8. Undang-Undang Nomor 22 tahun
2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
9. Undang-Undang Nomor 7 tahun
2014 tentang perdagangan
2014-2015 Telah disampaikan ke
DPR RI
10. Undang-Undang Nomor 41 tahun
2009 tentang perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
11. Undang-Undang Nomor 3 tahun
2014 tentang perindustrian
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
12. Undang-Undang Nomor 32 tahun
2014 tentang kelautan
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
13. Undang-Undang Nomor 30 tahun
2009 tentang Energi
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
14. Undang-Undang Nomor 21 tahun
2014 tentang panas bumi
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
15. Undang-Undang Nomor 17 tahun
2008 tentang pelayaran
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
16. Undang-Undang Nomor 17 tahun
1974 tentang pengairan
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
17. Undang-Undang Nomor 39 tahun
2014 tentang perkebunan
2015-2016 Telah disampaikan ke
DPR RI
18. Undang-Undang Nomor 2 tahun
2007 tentag penanggulangan
2016-2017 Telah disampaikan ke
69
bencana DPR RI
19. Undang-Undang Nomor 38 tahun
2004 tentang jalan
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
20. Undang-Undang Nomor 1 tahun
2011 tentang perumahan dan
kawasan pemukiman
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
21. Undang-Undang Nomor 18 tahun
2008 tentang pengelolaan sampah
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
22. Undang-Undang Nomor 4 tahun
2009 tentang pertambangan
mineral dan batubara
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
23. Undang-Undang Nomor 22 tahun
2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
24. Undang-Undang Nomor 7 tentang
perdagangan
2016-2017 Telah disampaikan ke
DPR RI
25. Undang-Undang Nomor 18 tahun
2008 tentang pengelolaan sampah
2017-2018 Telah selesai disusun
26. Undang-Undang Nomor 7 tahun
2016 perlindungan dan
pemberdayaan nelayan, pembudi
daya ikan, dan petambak garam
2017-2018 Telah selesai disusun
Sumber: Laporan Kinerja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-2017
Dari table di atas kita bisa melihat atas kerja pengawasan DPD RI
selama masa kerja dari priode ke priode dan dari tahun ke tahunnya.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Peneliti mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi ini,
maka dari hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Peran DPD RI sebagai Lembaga Legislatif dalam pembentukan
Undang-Undang Sumber Daya Alam
Dalam sistem keterwakilan daerah yang mengkaji peran DPD RI
Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan memaparkan pembahasan
skripsi ini, maka dari hasil analisis tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa: Peran dan wewenang DPD RI didalam pasal 22D UUD yang
mengatur wewenang DPD, Didalam pasal 42 UU SUSDUK DPD itu
dapat mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Pengawasan
Kebijakan Sumber Daya Alam.
a. DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR atas rancangan undang-
undang otonomi daerah dan Sumber Daya Alam.
b. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR berkaitan dengan
otonomi daerah dan Sumber Daya Alam.
c. DPD memberikan pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima
dapat melakukan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang
mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan pembentukan
Otonomi Daerah.
2. Peran DPD RI terhadap pengawasan pelaksanaan Undang-Undang
Sumber Daya Alam
Peran DPD RI dalam pengelolaan dan pengawasan Sumber
Daya Alam pada tahun 2009-2017 meliputi beberapa aspek. Pertama
71
hasil pengawasasn DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang
Kehutanan, Kedua Pengawasan atas pelaksanaan UU Sumber Daya
Air, ketiga Pengawasan atas pelaksanan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan.
Adapun kewenangan yang bisa di lakukan meliputi beberapa hal,
salah satunya berkaitan dengan sumber daya alam yang ada disetiap
daerah. Dalam perannya DPD RI secara tidak langsung memberi
pengaruh dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berdada di daerah.
Oleh sebab itu untuk pengawasannya DPD RI memberikan saran dari
daerah kepusat untuk keberlanjutan sumberdaya alam yang dikelola oleh
pemerintah daerah.
B. Rekomendasi
Dari berbagai informasi yang peneliti hasilkan dari wawancara
langsung dan analisis data yang peneliti lakukan, maka rekomendasi yang
peneliti berikan adalah:
1. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan terhadap peran DPD RI.
Dikarenakan kewenangan DPD RI sungguh sangat produktif atau
interior. Pasal 249 ayat (1) UU MD3: DPD mempunyai wewenang dan
tugas: Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR.
2. Perlu adanya dasar Hukum yang kuat tantang pembahasan peran dan
fungsi pengawasan DPD.
karena dasar hukum yang ada saat ini dinilai belum mampu
mengakomodir peran dan fungsi DPD secara efektif, dikarenakan hanya
beberapa kewenangan yang dikabulkan oleh MK, akan tetapi hal tersebut
73
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: 2014.
Abidin, Zainal. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad, 2007.
Al-Rasyid, Harun, “Naskah UUD 1945 Sudah Empat Kali Diubah Oleh MPR.
Jakarta: Uipress, 2003.
Asshiddiqie, jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan
dalam UUD 1945. Yogyakarta: UII Press, 2005.
, Makalah Lembaga Perwakilan dan Permusyawaratan Rakyat
Tingkat Pusat.
, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
2006.
, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat
UUD Tahun 1945, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII.
Jakarta: BPHN, 2003.
Atmosudirjo, Prajudi, Hukum Administrsi Negara. Jakarta: Ghalia
Indonesia,1994.
Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia, Deskripsi Perjuangan DPD RI:Menuju Amandemen
UUD 1945. Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia Jakarta, Maret 2016.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Djamal, Faisal, Buku panduan tentang mekanisme kerja anggota dan Parlemen,
Jakarta.
Fauzi, A. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2004.
Grima, A.P.L and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Acces, Right to Use and
Management in Berkes, F. (ed) Common Property Resources: Ecology and
Community based Sustainable Development. Belhaven Press, London.
Hunker dalam, Susan L. Renwick, William H. 2004. Explortat1on, Consemt,on,
PreseNation, A Geographic Perspective on Natural Resource Use. Fourth
edition. JohnWiley & Sons, Inc.
Kelompok DPD di MPR, Eksistensi DPD RI 2009-2013, Untuk Daerah Dan
NKRI. Jakarta,Sekjen DPD 2005.
74
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusa Media,
2009.
Lexy, Moleong J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Roda Karya,
2004.
Loulembah, M. Ichsan, Kelompok DPD di MPR RI,”Bikameral Bukan Federal”,
artikel DPD dan Perwakilan Politik Daerah oleh 2006,
Marzuki, Mansur, Jejak Langkah Komite II Dpd RI 2009-2014 Dalam
Menyuarakan Kepentingan Daerah. Secretariat Jendral Dewan Perwakilan
Daerah Republic Indonesia, Jl.Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta, 2014
Pieris, Jhon, Dewan perwakilan Daerah Republik Indonesia Study, Analisis, dan
Solusi Kajian Hukum dan Politik. Jakarta: Pelangi Cendekia, 2006.
, Makalah dengan topik: “penguatan kelembagaan dan peningkatan
kapasitas Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia”,
disampaikan pada Inception Meeting tim kerja program kegiatan
penguatan kelembagaan dan penigkatan kapasitas Anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia dimakassar, kerjasama Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan Support Office For Eastern
Indonesia World Bank pada tanggal 14-16 Maret 2005.
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Jejak langkah MPR dalam era
reformasi, gambaran singkat pelaksanaan tugas dan wewenang MPR RI
periode 1999-2004. jakarta: Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat
RI, 2004.
Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosial MPR RI Priode 2009-2014, Materi
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Sekertariat Jendral MPR RI, Cetakan Ke Enam,
Jakarta: 2016.
Prasetio, Banu DKK, Laporan Kineja Komite II DPD RI Tahun Sidang 2014-
2017. Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Jakarta 2017.
Purba, Parlindungan S.H., M.H., Ketua Komite II Dpd Ri, Buku Catatan Tahunan
Kinerja Komite II DPD RI Tahun 2014-2015. Jakarta, Desember 2015.
Purnomowati, Dwi Reni, Implementasi Sistem Parlemen Bikameral dalam
Parlemen di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Sartori Giovanni, “Comparative Constitutional Engineering”, (1997).
75
Sekjen DPD RI, Fungsi Legislasi DPD Pasca Putusan MK. Jakarta:Sekjen DPD
RI,2013.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Study Dokumen, Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun
Sidang 2016-2017, Cetakan Pertama, April 2017.
Sueroso, Bambang DKK,Eksistensi Dpd-RI 2009-2013 Untuk Daerah Dan Nkri,
Kelompok DPD di DPR RI, Jakarta, 2014.
Syafi’i, Inu Kencana, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Refika
Aditama, 2003.
T.A. legowo, dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia. Jakarta: Forum
Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia, , 2005.
- Jurnal
Jurnal Legislasi Indonesia, Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam
Pembentukan Undang-Undang. Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-
Undangan Departemen Hukum Dan HAM RI.
77
Lampiran II
Nama: Abdul Aziz, SH
Jabatan: Anggota DPD RI Provinsi Sumatera Selatan
WAWANCARA
1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang
berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam
pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?
Peran dan wewenang DPD RI itu sebenarnya yang saya ketahui
didalam pasal 22D UUD yang mengatur wewenang DPD ada 5, dan itu
apa saja. Pertama,didalam pasal 42 UU SUSDUK jadi DPD itu dapat
mengajukan kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah yang berkaitan. Salah satunya Sumber Daya Alam.
Kedua dan DPD juga bisa ikut membahas bersama DPR atas rancangan
undang-undang otonomi daerah dan Sumber Daya Alam. Ketiga DPD
juga memberikan pertimbangan kepada DPR berkaitan dengan otonomi
daerah dan Sumber Daya Alam. Keempat DPD memberikan
pertimbangan atas pemilihan BPK RI dan kelima dapat melakukan
pengawasn dan pelaksanaan Undang-Undang mengenai pengelolaan
Sumber Daya Alam dan pembentukan Otonomi Daerah.
2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan
Sumber Daya Alam ?
Secara tugas dan fungsinya DPD itu seperti yang dikatakan dalam
lima hal tadi terkait hubungan pusat dan daerah itu mengajukan saran
terkait rancangan undang-undang, membahas bersama dengan DPR,
memberikan pertimbangan kepada DPR atas Undang-Undang yang
berkaitan dengan Sumber Daya Alam tadi.
3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber
Daya Alam ?
78
Untuk pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Alam itu
sebenarnya dilakukan oleh DPD dan pemerintah daerah dan disampaikan
kepada pusat itu saja sih.
4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber
Daya Alam ?
Kalau untuk sejauh ini peran kami sebagai perwakilan DPD sudah
melakukan pengawasan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam itu
sendiri, yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal tersebut
seperti halnya pengawasan tambang batu bara yang ada di Indnesia itu
kan sudah termasuk Sumber Daya Alam yang ada di indonesia.
5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan
Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?
Pengawasannya melalui aspek yuridis dan formal berdasarkan
penulisan naskah dokumen perundang-undangan dan temuan yang terkait
dengan aspirasi daerah, selain aspek yuridis terdapat juga aspek sosio-
politik yang merupakan bagian dari temuan yang menonjol, aspirasi
masyarakat dan kunjungan-kunjungan kerja ke daerah, dari hal tersebut
pengawasan yang kita lakukan.
6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?
dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?
Bentuk pola kerjanya itu ketika komite II yang berfokus kepada
Sumber Daya Alam dan menemukan permasalahan yang berkaitan dengan
hal tersebut melaui kunjungan kerja ke daerah dan aspirasi masyarakat di
daerah, dan ketika menemukan permasalahan dilapangan maka kami
himpun dan akan kami ajukan kepada pusat untuk di musyawarakan
bagaimana solusi atas masalah tersebut.
7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan
Sumber Daya Alam ?
Untuk bentuk evaluasi kerja DPD itu sendiri kami membuat buku
catatan tahunan kinerja pertahun sesuai dengan permasalahan dan hasil
79
kerja yang ada dilapangan itu sendiri dan yang berkaitan dengan sumber
daya Alam itu sendiri di buat oleh Komite II DPD RI.
8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat
dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?
Dalam hal tersebut bentuk keseimbangan antara pusat dan daerah
itu sendiri sudah diatur masing-masing tugas dan fungsinya kalau di
DPD itu yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam yaitu melalui komite
II, jadi komite II mengusulkan dan memusyawarakan hal-hal yang
berkaitan dengan Sumber Daya Alam lalu kita sampaikan usulnya kepada
DPR dan disetujui oleh DPR.
80
Lampiran III
Nama: Dr. Rahman Hadi, M.Si
Jabatan: Kepala Pusat (Kajian Kedaerahan) DPD RI
WAWANCARA
1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang
berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam
pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?
Peran DPD maupun dalam perancangan Undang-Undang
Otonomi daerah ataupun undang-undang lain yang menyangkut tugas
DPD itu untuk mengajukan kepada DPR seperti halnya yaitu tentang
sumber daya alam ataupun laporan-laporan dari daerah yang harus di
selesaikan dan di musyawarakan sebelum di laporkan kepada DPR.
2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan
Sumber Daya Alam ?
Kalau di tanya hubungan antara pusat dan daerah kan kalau buat
pusat keputusan dan segala pertimbang harus dari pusat tapi kalau
daerah hanya mengontrol saja kan sudah diatur semua tugas, fungsi, dan
wewenangnya masing-masing.
3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber
Daya Alam ?
Untuk masalah pembentukan dan pengembangan sumber daya
alam itu sendiri yang bertugas itu dilakukan langsung oleh pemerintah
daerah dan DPD langsung nah setelah di teliti dan di musyawarahkan
baru di sampaikan kepada pusat dan yang berhak untuk masalah
penetapannya yaitu pusat.
4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber
Daya Alam ?
Untuk saat ini DPD sudah melakukan pengawasan dan
pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia dengan adanya
kunjungan kerja yang kita lakukan di setiap daerah.
81
5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan
Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?
Banyak hal yang diawasi oleh DPD mengenai pengelolaan dan
pengawasan Sumber Daya Alam itu sendiri, apalagi di Indonesia inikan
banyak Sumber Daya Alam itu maupun yang sudah terekspos ataupun
yang belom tereksposjadi semuanya itu kita awasin maupun daerah mana
saja.
6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?
dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?
Nah kalau untuk pola dan teknis kerja DPD dalam menangani
Sumber Daya Alam itu sendiri yang melakukankannya adalah Komite II
DPD-RI dan ketika ada permasalahan baru dirembukkan bersama lalu
dilaporkan ke DPR dan menunggu gimana hasil rapat DPR atas
keputusannya, kan DPR juga harus rapat dulu dong buat mutusin antar
sesam anggota DPR itu sendiri gak mungkin langsung di putuskan sepihak
saja.
7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan
Sumber Daya Alam ?
Nah untuk bentuk evaluasi kerja DPD itu sendiri kami mengadakan
Sidang-sidang di setiap tahunnya, apa aja yang sudah tercapai dan apa
saja yang belom tercapai serta agar tahu sudah sejauh mana pencapaian
selama sethun itu dan juga di bikin dalam bentuk buku cacatan tahunan
yang ada di setiap komite.
8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat
dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?
Antara pusat dan daerah itu sama pentingnya dalam tugas-tugas
yang ada pada DPD ini, nah buat yang dari daerah itu seperti DPRD,
PEMKOT, PEMPROV tugasnya untuk memastikan kerja-kerja yang ada
didaerah sedangkan pusat mengawasi dan meninjau hasil kerja yang ada
di daerah itu dengan cara yaitu kunjungan kerja.
82
Lampiran IV
Nama: Hendri Jhon, S.IP.,M.Si,
Jabatan: Kepala Subbagian Rapat dan Operasional Komite II DPD RI
WAWANCARA
1. Bagaimana peran DPD-RI dalam merancang Undang-Undang yang
berkaitan dengan Otonomi Daerah ? dan apa peran DPD-RI dalam
pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam ?
Peran DPD dalam perancangan undang-undang otonomi daerah
sangat berperan untuk untuk mengawal setiap kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan Sumber Daya Alam, nah untuk menyelasaikan tugas-
tugas itu, DPD itu terbagi dari beberapa komite dan untuk membahas dan
menyelasaikan Sumber Daya Alam itu sendiri yaitu Komite II dan komite
II membuat beberapa rangkaian kegiatan, misalnya pembahasan RUU
usul inisiatif, terus menyusun pandangan dan pendapat dalam rangka
pembahasan RUU bersama DPR dan Pemerintah, terus yang terakhir itu
untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang.
2. Bagaimana hubungan DPD-RI antara pusat dan daerah dalam pengelolaan
Sumber Daya Alam ?
Kehadiran DPD itu sendiri yaitu untuk menata daerah otonom,
yaitu provinsi, kabupaten dan kota yang ada di Indonesia, termasuk
menyiapkan grand strategy pemekaran daerah dan menyempurnakan
persyaratannya serta mengevaluasi daerah otonom baru dan mengetahui
kinerjanya, sekaligus itu untuk mengharmoniskan hubungan antaga pusat
dan daerah dan juga memperlancar pendistribusian Sumber Daya.
3. Bagaimana peran DPD-RI dalam pembentukan dan pembangunan Sumber
Daya Alam ?
Untuk saat ini sudah diputuskannya oleh Mahkamah Konstitusi
bahwasnya DPD terlibat dalam pembuatan program legislasi Nasional,
DPD berhak mengajukan RUU sama seperti DPR dan Presiden,berhak
membahas secara penuh RUU yang terkait dengan bidang tugasnya,
83
pembahasan RUU bersifat tiga pihak yaitu DPR, pemerintah, dan DPD,
dan terakhir menyatakan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang
MD3 dan Undang-Undang PPP yang tidak sesuai dengan tafsir
Mahkamah Konstitusi atas kewenangan DPD dengan sendirinya
bertentangan dengan UUD 1945 baik diminta maupun tidak.
4. Bagaimana peran DPD-RI dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber
Daya Alam ?
Disetiap kunjungan kerja yang DPD lakukan ke daerah-daerah itu
juga sudah termasuk kewajiban dan bahkan emang itu kerjanya DPD dan
gak hanya Sumber Daya alamnya saja yang kita lihat tapi semua Otonomi
Daerah yang ada di daerah-daerah di Indonesia, kalau buat yang
terkhususu sumber daya alam sendiri itu Komite II yang mengatur.
5. Dalam hal apa saja DPD-RI mengawasi pengelolaan dan pengembangan
Sumber Daya Alam ? dan bagaimana proses pengawasannya ?
Pengawasan Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh DPD sama
halnya dengan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai
Otonomi Daerah, pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Ekonomi yang lainnya, pajak, pelaksaanaan APBN, pendidikan dan
Agama, nah bentuk pengawasannya itu merupakan pengawasan atas
pelaksanaan Undang-Undang dan hasil pengawasannya di sampaikan
kepada DPR untuk bahan pertimbangan menindak lanjutinya.
6. Bagaimana pola kerja DPD-RI dalam pengawasan Sumber Daya Alam ?
dan bagaimana Teknis Pengawasannya ?
Kalau buat pola dan teknisnya itu didalam DPD itu sendiri sudah
di bagi-bagi bagiannya buat yang urus ini ada yang urus yang lainnya
juga ada contok buat yang urus Sumber Daya Alam ini yang terfokus
kesana yaitu Komite II dan mereka yang melakukan teknis dan polanya
misal dengan kunjungan ke Daerah-daerah di Indonesia.
7. Bagaimana bentuk evaluasi dan pengukuran keoptimalan pengawasan
Sumber Daya Alam ?
84
Bentuk evaluasi yang ada pada DPD itu sendiri dalam bentuk
rapat bulanan dan tahunan serta adanya buku catatan hasil kerja selama
setahun dan satu priode.
8. Bagaimana peran DPD-RI dalam mewujudkan keseimbangan antara pusat
dan daerah dibidang Sumber Daya Alam ?
Di setiap kunjungan kerja yang dilakukan oleh pusat itu ada jalur komunikasi
yang jelas sama pemerintah daerah nggak hanya asal kunjungan aja, kan keja
bukan lagi jalan-jalan kedaerah-daerah itu.