PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …
Transcript of PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …
1
PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN
PUSAT TENAGA LISTRIK APLIKASI PADA SISTEM
INTERKONEKSI ANTARA PT. INALUM DENGAN
PT. PLN (PERSERO)
Oleh :
AMRI MH SINAGA
NIM. 050422039
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyusun
dan menyelesaikan tugas akhir ini.
Penyusunan tugas akhir saya ini adalah untuk memenuhi persyaratan
untuk menyelesaikan program studi pendidikan sarjana ekstension pada jurusan
teknik elektro Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul tugas akhir saya ini adalah “PENGATURAN
FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT TENAGA LISTRIK
APLIKASI SISTEM INTERKONEKSI ANTARA PT. INALUM DENGAN
PT. PLN (PERSERO)“. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan
bantuan baik moril maupun materi dari para dosen serta dukungan dari berbagai
pihak, tugas akhir saya ini akan sulit diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. P. Sinaga dan T. br Sihombing (†), Netty br. Sitompul, SH, selaku orang tua
penulis yang tercinta dan tersayang.
2. Bapak Ir. A. Rachman Hasibuan, sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, sebagai Ketua Departemen Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Thalib Pasaribu dan Bapak Prof. Ir. Rachman Siregar, sebagai
Dosen Pembimbing Seminar.
5. Seluruh staf Dosen Pengajar Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3
6. Seluruh staff Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
7. Rekan-rekan stambuk 2005 PPSE Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
8. Seluruh staff Karyawan PT. INALUM yang telah membantu saya untuk dapat
menyelesaikan Tugas Akhir saya ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tugas
akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang memerlukannya.
Medan, 30 April 2009
Penulis,
Amri M. H. Sinaga
Nim : 050422039
Universitas Sumatera Utara
4
ABSTRAK
Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para
pelanggan dengan frekwensi yang praktis konstan. Penyimpangan frekwensi dari
nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Daya aktif
mempunyai hubungan erat dengan nilai frekwensi dalam sistem, sedangkan beban
sistem yang berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah sepanjang
waktu.
Sehubungan dengan hal ini, maka untuk mempertahankan frekwensi dalam
batas toleransi yang diperbolehkan, penyediaan / pembangkitan daya aktif dalam
sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas daya aktif, harus selalu
disesuaikan dengan beban daya aktif.
Universitas Sumatera Utara
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan .............................................. 2
1.3 Batasan Masalah.................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan .................................................................. 2
1.5 Sistematika Penulisan............................................................ 3
BAB II. DASAR TEORI
2.1 Generator Sinkron ................................................................. 4
2.2 Kecepatan Putar Generator Sinkron ...................................... 6
2.3 Gaya Gerak Listrik Induksi ................................................... 7
2.4 Segi Tiga Daya ...................................................................... 8
2.5 Sifat-Sifat Kelistrikan Arus Bolak-Balik .............................. 10
BAB III. PENGATURAN FREKWENSI DENGAN GOVERNOR
3.1 Prinsip Kerja Governor ......................................................... 17
3.2 Penyetelan Speed Drop ......................................................... 27
Universitas Sumatera Utara
6
BAB IV. PENGATURAN FREKWENSI DENGAN PELEPASAN BEBAN
4.1 Hubungan Antara Beban Dan Frekwensi .............................. 33
4.2 Pelepasan Beban (Load Shedding)........................................ 39
4.3 Tahap-tahap Yang Terjadi Bila Ada Perubahan Beban ........ 44
4.4 Karakteristik Daya-Frekwensi Pada Suatu Sistem
Interkoneksi .......................................................................... 46
4.5 Perhitungan Frekwensi di Sistem Interkoneksi
Antara PT. INALUM Dengan PT. PLN (Persero) ................ 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 56
5.2 Saran ...................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gelombang listrik arus bolak-balik satu fasa ........................ 5
Gambar 2.2 Gelombang listrik arus bolak-balik tiga fasa ........................ 5
Gambar 2.3 Segi tiga daya ........................................................................ 8
Gambar 2.4 Aljabar fasor dan konfigurasi elemen pasif
pada sebuah kapasitor ........................................................... 12
Gambar 2.5 Aljabar fasor sifat sistem tenaga listrik ................................. 12
Gambar 2.6 Hubungan tahanan (resistansi) terhadap frekwensi............... 13
Gambar 2.7 Hubungan tahanan induktif terhadap frekwensi ................... 14
Gambar 2.8 Hubungan tahanan kapasitif terhadap frekwensi .................. 15
Gambar 3.1 Governor sentrifugal ............................................................. 16
Gambar 3.2 Prinsip kerja governor ........................................................... 19
Gambar 3.3.A Respon governor yang statis ................................................. 22
Gambar 3.3.B Respon governor yang stabil ................................................. 22
Gambar 3.4 Berbagai respon dari governor terhadap perubahan beban ... 25
Gambar 3.5 Karakteristik speed drop governor ........................................ 26
Gambar 3.6 Speed drop diatur posisi engsel E ......................................... 28
Gambar 3.7 Proses pengaturan frekwensi sebagai fungsi waktu .............. 29
Gambar 4.1 Karakteristik alternator yang bekerja paralel ....................... 33
Gambar 4.2 Perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu dengan adanya
pelepasan beban .................................................................... 39
Gambar 4.3 Diagram blok pelepasan beban di PT. INALUM.................. 41
Gambar 5.1 Pengaturan frekwensi yang dilakukan governor ................... 56
Universitas Sumatera Utara
8
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sistem tenaga listrik membutuhkan keseimbangan yang terus menerus,
energi pada penggerak awal dengan beban listriknya agar dapat beroperasi dengan
stabil. Beban listrik terus bervariasi seperti misalnya beban penerangan, peralatan
listrik, atau motor-motor listrik. Perubahan sebuah beban mungkin relatif kecil
dibandingkan sistem tenaga listrik secara keseluruhan tetapi setiap kali beban
bertambah atau berkurang harus diikuti dengan perubahan daya pada penggerak
awal generator. Jika daya mekanik pada poros penggerak awal tidak dengan
segera menyesuaikan dengan besarnya beban listrik maka frekwensi dan tegangan
akan bergeser dari posisi normal. Keadaan yang lebih buruk dapat terjadi apabila
ada pada sistem seperti pada saluaran transmisi, hilangnya pembangkitan atau
beban yang besar.
Untuk menjaga sistem dari kegagalan / kerusakan dikarenakan makin
turunnya frekwensi maka sebagian beban harus dilepaskan. Setelah sebagian
beban lepas, beban-beban yang dipikul oleh pembangkit-pembangkit yang masih
bekerja akan berkurang dan frekwensi akan dapat kembali ke keadaan normal
segera setelah terjadi keseimbangan antara sisa pembangkit dan sisa beban.
Dengan pelepasan sebagian beban pembangkit-pembangkit yang masih
bekerja dapat terhindar dari kerusakan dan juga pelayanan terhadap beban yang
tinggal masih dapat tetap dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
9
I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah:
Untuk mengetahui hubungan perubahan beban terhadap frekwensi sistem
dan cara mengembalikan frekwensi ke keadaan normal.
I.3 Batasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan tentang Pengaturan Frekwensi pada
Pengoperasian Pusat Tenaga Listrik Aplikasi Pada Sistem Interkoneksi Antara PT.
INALUM dengan PT. PLN (Persero), maka untuk mendapatkan hasil tulisan yang
maksimal penulis perlu membatasi masalah yang dibahas. Adapun batasan
masalah dalam tulisan ini adalah:
a. Tidak membahas sistem pengontrolan governor.
I.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Studi literature : merupakan studi kepustakaan dan kajian dari buku-
buku pendukung.
2. Survei di PLTA Siguragura – Paritohan dan Pabrik peleburan di Kuala
Tanjung PT. INALUM.
3. Studi bimbingan : diskusi dan konsultasi berupa tanya jawab dengan
dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik
Elektro USU mengenai masalah-masalah yang timbul selama
penulisan Tugas Akhir berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
10
BAB II
DASAR TEORI
II.1 GENERATOR SINKRON
Dalam sistem tenaga listrik umumnya digunakan generator sinkron tiga
fasa untuk pembangkit tenaga listrik yang utama, maka pengaturan frekwensi
sistem praktis tergantung kepada karakteristik generator sinkron
Jika sebuah kumparan diputar pada kecepatan konstan pada medan magnet
homogen, maka akan terinduksi tegangan sinusoidal pada kumparan tersebut.
Medan magnet bisa dihasilkan oleh kumparan yang dialiri arus DC atau oleh
magnet tetap. Tegangan AC tiga fasa dibangkitan pada mesin sinkron kutub
internal pada tiga kumparan stator yang diset sedemikian rupa sehingga
membentuk beda fasa dengan sudut 120 derajat.
Pada gelombang listrik arus bolak-balik (sinusoidal), seperti hanya
gelombang pada ummnya, terdapat besaran frekwensi. Frekwensi daya listrik
yang umum adalah 50 Hz (Indonesia) dan 60 Hz (Amerika Serikat).
Karena frekwensi : f = T
1 (2.1)
di mana : T = perioda (detik).
Jadi untuk frekwensi 50 Hz gelombang listrik sebanyak 50 perioda akan
dibangkitkan dalam waktu satu detik, atau dalam waktu 1/50 (= 0,02) detik akan
dibangkitkan satu perioda gelombang listrik sinusoidal. Pada satu perioda
gelombang tersebut dibangkitkan berupa pergantian kutub listrik di kabel fasa
(line) dari kutub positif ke kutub negatif atau sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 di bawah ini menggambarkan bentuk gelombang
listrik arus bolak-balik satu phasa dengan tiga phasa.
Gambar 2.1. Gelombang listrik arus bolak-balik satu fasa.
3600
ωt
Im
+
-
R S T
00 60
0
1200
1800
2400
Gambar 2.2. Gelombang listrik arus bolak-balik tiga fasa.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB III
PENGATURAN FREKWENSI DENGAN GOVERNOR
Governor adalah komponen pada generator yang berfungsi untuk
mengontrol kecepatan turbin dengan cara mengendalikan jumlah bahan bakar, uap
atau air yang diberikan sehingga kecepatan turbin dapat dipertahankan tetap stabil.
Contoh klasik dari mekanisme governor adalah governor sentrifugal atau
dikenal sebagai watt governor atau fly-ball governor, ditunjukkan pada Gambar
3.1.a dan 3.1.b. Governor jenis ini menggunakan bandul yang dipasang pada
lengan yang berpegas.
(a) (b)
Gambar 3.1. Governor sentrifugal.
Universitas Sumatera Utara
13
Pada enjin modern seperti saat ini mekanisme governor umumnya menggunakan
mekanisme mekanik-hidrolik (Woodward Governor), walaupun terdapat juga
versi governor elektronik. Pada governor elektronik, deteksi frekwensi dilakukan
melalui generator kecil yang mempunyai magnet permanen sehingga tegangan
jepitnya sebanding dengan putarannya. Karena generator kecil ini dikopel secara
mekanis dengan poros generator utama maka putarannya sebanding dengan
putaran generator utama, sehingga tegangan jepit generator kecil ini sebanding
dengan frekwensi generator utama. Selanjutnya tegangan jepit generator kecil ini
dibandingkan dengan tegangan referensi di mana selisihnya menjadi sinyal
penggerak sistem elektronik seperti halnya pada governor hidrolik.
III.1 Prinsip Kerja Governor.
Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanis penggerak
generator dengan perputaran generator, yaitu :
(TG - TB) = Hx dt
d (3.1)
dimana :
TG = Kopel / torsi penggerak generator (Nm).
TB = Kopel / torsi beban yang membebani generator (Nm).
H = Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya (MW . Sec).
w = Kecepatan sudut perputaran generator (rad).
Universitas Sumatera Utara
14
Sedangkan frekwensi yang dihasilkan generator adalah :
=
2 (3.2)
Hal ini berarti bahwa pengaturan frekwensi dalam sistem berarti pula
pengaturan kopel penggerak generator atau juga berarti pengaturan daya aktif dari
generator. Ditinjau dari segi mesin penggerak generator ini berarti bahwa
pengaturan frekwensi sistem adalah pengaturan pemberian bahan bakar pada unit
termis. Ditinjau dari beban sistem, frekwensi akan turun apabila daya aktif yang
dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya frekwensi akan
naik apabila ada surplus daya aktif dalam sistem. Secara mekanis dengan melihat
persamaan-persamaan ini berarti bahwa apabila :
TG - TB = ΔT ‹ 0 , maka dt
d ‹ 0, frekwensi turun (3.3)
TG - TB = ∆T > 0, maka dt
d > 0, frekwensi naik (3.4)
Pengaturan frekwensi dilakukan dengan mengatur daya aktif yang
dibangkitkan generator, maka governor harus mengatur kopel mekanis yang
dihasilkan mesin penggerak generator, hal ini berarti pengaturan pemberian uap
pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas dan
mesin diesel dan pengaturan banyaknya air yang masuk pada turbin air pada unit
PLTA.
Untuk melakukan fungsinya tersebut, governor mengukur frekwensi yang
dihasilkan generator dengan cara mengukur kecepatan putar poros generator
Universitas Sumatera Utara
15
tersebut karena frekwensi yang dihasilkan generator sebanding dengan kecepatan
putar poros generator. Gambar 3.2 menggambarkan prinsip kerja dari suatu
governor.
Gambar 3.2. Prinsip kerja Governor.
1. Pengisap pegarah tekanan minyak.
2. Pengisap pengatur volume uap / air.
Jika pada saat t = t0 (lihat gambar 3.2 dan 3.3) ada penambahan beban
maka frekwensi akan menurun dari nilai f0 menjadi f1. Turunnya frekwensi ini
dikarenakan nilai TB pada persamaan menjadi lebih besar sebagai akibat
penambahan beban sehingga TG - TB = ∆T < 0 dan selanjutnya dt
d juga menjadi
< 0. dt
d adalah percepatan sudut, apabila nilainnya < 0 maka berarti terjadi
Universitas Sumatera Utara
16
pengurangan kecepatan sudut ω dan karena frekwensi f =
2 maka hal ini berarti
penurunan frekwensi. Penurunan frekwensi dari nilai f0 menjadi f1 dirasakan oleh
governor dan governor segera beraksi untuk mengembalikan nilai frekwensi ke f0.
Reaksi ini berlangsung sebagai berikut :
a. Karena kecepatan sudut ω dari mesin penggerak generator turun maka bola-
bola berputar pada Gambar 3.2 juga akan turun kecepatan sudutnya karena
poros yang memutarnya dihubungkan langsung melalui sistem roda gigi
dengan mesin penggerak generator. Hal ini akan menyebabkan titik A
menurun yang selanjutnya juga akan menurunkan titik B. Dengan turunnya
titik B maka torak pengaruh tekanan minyak akan mengalirkan minyak
bertekanan ke torak penggerak katup utama akan menambah air ke turbin air.
Untuk mesin diesel dan turbin gas maka yang digerakkan adalah batang
pengatur bahan bakar sehingga katup utama terangkat ke atas untuk
menambah bahan bakar.
b. Pada Gambar 3.3 waktu bertambahnya beban adalah pada saat t = t1 dan ini
akan menyebabkan turunnya frekwensi dan pada saat t = t2 governor mulai
bekerja, penurunan frekwensi berkurang sampai pada saat t = t3. Kecuraman
penurunan frekwensi telah hilang atau secara matematis dt
df = 0, pada
persamaan 3.1 dan 3.2, berarti jika dt
df = 0, ΔT = TG - TB juga mempunyai
nilai nol.
c. Pada saat t = t3 nilai frekwensi f = f’ dimana f’ ↔ f0, dan ini akan
menyebabkan generator akan terus menambah bahan bakar/uap/air dengan
Universitas Sumatera Utara
17
cara mengangkat katup utama dari turbin. Kopel yang dihasilkan mesin
penggerak generator terus diperbesar sehingga ΔT = TG - TB menjadi ↔ 0 dan
mengakibatkan dt
df > 0, berarti frekwensi naik.
d. Pada saat t = t4 nilai frekwensi f = f0, sebetulnya pada saat seperti ini tidak
diperlukan lagi penambahan bahan bakar/uap/air karena frekwensi telah pas.
Tetapi pada saat t = t4 nilai ΔT > 0, sebagai akibat penambahan bahan
bakar/uap/air yang menyebabkan frekwensi terus naik. Beberapa saat setelah t
= t4 nilai frekwensi f > f0 sehingga governor mulai bereaksi untuk menurunkan
frekwensi dengan cara mengurangi uap/air ke turbin sehingga nilai ΔT
diperkecil dan ini juga memperkecil dt
df sesuai dengan persamaan 3.1 dan 3.2.
e. Pada saat t = t5 nilai frekwensi f’ = f” dimana f” > f0 sehingga governor akan
terus bereaksi untuk menurunkan frekwensi. Pada saat t = t5 nilai ΔT = TG -
TB. Sehingga keseimbangan kopel generator dengan kopel beban tidak
diperlukan lagi. Pengurangan nilai kopel generator TG yang dilakukan oleh
governor (tidak mengurangi bahan bakar/uap/air lagi), tetapi karena pada saat
t = t5 nilai frekwensi f” > f0 maka governor akan terus bereaksi untuk
mengurangi uap/air/bahan bakar.
f. Pada saat t = t6 keadaan adalah serupa dengan pada saat t = t4 yaitu bahwa
nilai frekwensi f = f0, tetapi bedanya dengan pada saat t = t4 adalah bahwa
pada saat t = t6 nilai ΔT < 0 sehingga frekwensi setelah saat t = t6 akan
menurun.
Universitas Sumatera Utara
18
0
t1 t2 t3 t4 t5 t6
Sebelum ada penambahan beban
TG = TB atau
Garis Frekwensi
f = f0 , penambahan uap berhenti tetapi ΔT > 0
f naik terus
Kerja governor mulai terasa
T > 0f’ akan naik
Garis (TG - TB) =
.//0,0,0 bakarbahanairuappenambahanadatetapmakaftetapiTkarenadt
df
t0 t (detik)
Gambar 3.3.A. Respon governor yang statis.
t1 t2t0
0
f0
Saat penambahan beban, TB naik
T naik secara discreate
TG naik secara discreate
TB turun dengan turunnya frekuensi
f’ < 0
bertahaparaberkurangdt
dfsec
Gambar 3.3.B. Respon governor yang stabil.
Frekwensi (f)
Kopel (T)
Universitas Sumatera Utara
19
Agar governor stabil maka titik C dan D dalam Gambar 3.3 perlu dihubungkan.
Dengan dihubungkanya titik C dengan D maka dengan mengingat uraian-uraian
dalam butir a sampai dengan butir d maka bertambahnya uap yaitu dengan
naiknya katup utama, menyebabkan titik-titik C, D, dan B juga akan naik.
Naiknya titik B ini dipercepat oleh naiknya titik C dan D disamping titik B juga
dinaikkan oleh titik A yang bersamaan dengan naiknya frekwensi. Ini
menyebabkan titik B akan lebih cepat menutup pengiriman tekanan minyak yang
mengangkat katup uap dalam arti juga penambahan kopel pada mesin penggerak
generator ( penambahan nilai TG ) akan lebih cepat berhenti. Jika berhentinya
penambahan uap ini akan diikuti berhentinya gerakan titik A maka governor akan
berhenti bekerja.
Seperti diuraikan pada butir a, gerakan titik A mula-mula bergerak turun
yang diakibatkan turunnya frekwensi, dan gerakan titik A ini merupakan awal dari
tanggapan governor. Berhentinya gerakan titik A terjadi apabila ∆T = TG - TB = 0,
sehingga menurut persamaan 3.1 nilai dt
d = 0. Titik A akan bergerak apabila
nilai ω berubah atau apabila dt
d = 0 dan akan berhenti apabila
dt
d = 0. Apabila
dt
d belum mencapai nilai nol. Maka titik A akan bergerak lagi turun dan proses
penambahan uap dengan uraian seperti di atas, berlangsung lagi tetapi selalu
diikuti dengan naiknya titik C dan D yang akan menghentikan proses penambahan
uap ini. Jadi proses penambahan uap akan berlangsung selangkah demi selangkah
sampai pada satu langkah tertentu nilai dt
d menjadi nol, dan governor berhenti
Universitas Sumatera Utara
20
bekerja. Dengan demikian governor bekerja stabil walaupun nilai dt
d = 0, terjadi
pada frekwensi f’ < f0.
Penambahan uap selangkah demi selangkah ini menyebabkan nilai TG naik
secara discrate sehingga juga ∆T = TG - TB naik secara discrate seperti terlihat
pada Gambar 3.3.B. Pada governor yang astatis kenaikan ∆T ini berlangsung
secara kontinyu dan sifatnya “ terlampau cepat “ sehingga menimbulkan osilasi
seperti digambarkan pada Gambar 3.3.A.
Dengan bertambahnya ∆T secara discrate maka governor menjadi stabil
walaupun pada saat frekwensi f’ < f0 seperti pada Gambar 3.3.B. Kestabilan ini
dapat dicapai karena naiknya nilai ∆T secara discrate bisa mencapai
keseimbangan TG = TB tanpa “keterusan“, artinya tanpa terjadi keadaan di mana
∆T menjadi > 0. nilai ∆T yang sejak adanya penambahan beban menjadi < 0
karena TB menjadi > TG, naik secara discrate hingga mencapai nilai = 0 tanpa
memasuki kondisi ∆T > 0.
Jika sempat mencapai nilai ∆T > 0 maka akan terjadi osilasi. Beban sistem
yang ikut menurun akan membantu tercapainya keseimbangan apabila frekwensi
dalam sistem menurun. Hal ini digambarkan pada Gambar 3.3.B. f’ < 0 adalah
keseimbangan baru yang tercapai dan selisih f0 – f’ disebut speed drop dari
governor.
Gambar 3.3.A maupun Gambar 3.3.B menggambarkan keadaan-keadaan
yang ekstrim dari karakteristik governor dalam keadaan yang tidak stabil, terus
menerus berisolasi dan keadaan yang langsung stabil tanpa osilasi. Dalam praktek
bisa terjadi keadaan diantara kedua keadaan ekstrim ini yaitu terjadi osilasi yang
Universitas Sumatera Utara
21
teredam dan akhirnya tercapai keadaan yang stabil, hal ini ditunjukkan oleh
Gambar 3.4 lengkung b.
ab
c
50f (Hertz)
t1
t2
t3 t (detik)0
Gambar 3.4. Berbagai respon dari governor terhadap perubahan beban.
Pada saat t = t1 ada penambahan beban.
Pada saat t = t2 governor mulai memberi respon.
Garis a menggambarkan respon yang tidak stabil, berisolasi.
Garis b menggambarkan respon berisolasi yang teredam dan akhirnya stabil.
Speed droop governor dan dash pot time governor sangat mempengaruhi
cepat atau lambatnya osilasi ini teredam. Dengan menghubungkan titik C dan titik
D akan tercapai keseimbangan baru, namun keseimbangan baru ini terjadi pada
frekwensi f1 yang lebih rendah dari frekwensi semula f0. Agar frekwensi selalu
bernilai f0 maka titik B ditekan ke bawah. Langkah-langkah tersebut di atas yang
dilakukan oleh governor secara otomatis tetapi menghasilkan frekwensi f1 < f0
disebut pengaturan primer yang dilakukan oleh governor.
Universitas Sumatera Utara
22
Sedangkan penekanan titik B untuk mengembalikan frekwensi ke nilai f0 disebut
pengaturan sekunder. Pengaturan sekunder tidak dilakukan otomatis oleh
governor namun dapat dilakukan secara manual oleh operator atau oleh komputer.
104
100
Pengaturan Sekunder
S1, Speed Drop = 4 %
S2, Speed Drop > S1
Beban (%)
Frekuensi (%)
Garis Speed Drop
setelah dilakukan Pengaturan Sekunder
Gambar 3.5. Karakteristik Speed Drop Governor.
Sifat governor yang dapat stabil tetapi tidak dapat mengembalikan nilai
frekwensi ke nilai frekwensi semula disebut bahwa governor mempunyai speed
drop dari governor. Gambar 3.5 menggambarkan karakteristik speed drop dari
governor.
Apabila pada beban penuh (100 %) dikehendaki frekwensi = 100 % dan
untuk ini frekwensi pada beban nol harus = 104 % maka dikatakan bahwa
governor mempunyai speed drop = 4 %. Speed drop sesungguhnya merupakan
hasil umpan balik dari gerakan penambahan uap/air, yaitu dengan bergeraknya
titik C dan D ke atas yang juga menyeret titik B keatas dan akhirnya menutup
aliran tekanan minyak yang akan mengangkat pengisap titik C.
Universitas Sumatera Utara
23
III.2 PENYETELAN SPEED DROP
Speed drop berfungsi untuk membatasi naik turunnya mesin sewaktu
beban dikurangi / ditambah. Dan merupakan salah satu karakteristik governor
yang perlu diperhatikan dalam pengaturan frekwensi sistem. Dengan
memperhatikan Gambar 3.2 terlihat bahwa makin dekat jarak titik B dengan titik
D makin cepat pengisap titik B menutup aliran minyak yang mengangkat atau
menurunkan posisi pengisap dan sebaliknya makin jauh jaraknya makin lambat
gerakan menutup aliran minyak ini.
Hal ini berarti bahwa makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat
governor menghentikan tanggapanya terhadap perubahan frekwensi dan
menghasilkan speed drop yang besar dan sebaliknya makin jauh jarak titik B
dengan titik D makin lambat governor menghentikan tanggapanya terhadap
perubahan frekwensi dan sebaliknya menghasilkan speed drop yang kecil. Titik B
dalam Gambar 3.2 dipecah menjadi titik B1 dan titik B2 dalam Gambar 3.6 makin
kecil speed drop dari governor makin peka governor tersebut terhadap perubahan
beban tetapi juga lebih besar kemungkinannya untuk tidak stabil.
Jadi penyetelan speed drop governor dapat dilakukan dengan menyetel
jarak titik B dan titik D. Dalam praktek hal ini tidak mudah pelaksanaanya, karena
untuk melakukan pengaturan sekunder titik B harus dapat digerakkan ke atas dan
ke bawah secara bebas. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi sistem mekanik
dan hidrolik seperti pada Gambar 3.6 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 3.6 Speed drop diatur posisi engsel E
Titik B yang bertugas mengarahkan tekanan minyak dapat digerakkan
melalui titik A oleh bola-bola berputar dan dapat pula digerakkan melalui titik B2
oleh motor pengatur putaran. Sedangkan gerakan umpan balik dari titik D untuk
memberhentikan tekanan minyak diterima melalui titik B1. Besarnya umpan balik
ini dapat diatur dengan mengatur posisi engsel E, umpan balik dari titik D
diterima titik B1 melalui engsel E dan akan menggerakkan rumah dari torak yang
digerakkan titik B untuk menutup lubang minyak yang menuju ke rumah torak
Universitas Sumatera Utara
25
penggerak titik D. Bergeraknya titik C dan D ke atas yang selanjutnya melalui
engsel E menekan rumah pengisap kiri ke bawah sehingga menutup lubang-
lubang yang meneruskan tekanan minyak ke pengisap kanan dan akhirnya
menghentikan proses penambahan uap atau air.
Motor pengatur putaran dapat merubah-ubah posisi titik B melalui titik
B2 dengan cara memutar roda gigi cacing. Pada saat generator mau diparalelkan
dengan sistem, motor pengatur putaran akan mengatur jumlah putaran per menit
dari turbin. Tetapi kalau generator sudah paralel dengan sistem maka motor
pengatur putaran akan mengatur daya nyata ( mengatur putaran dan frekwensi }.
Hasil umpan balik dari gerakan penambahan uap atau air disebut dengan
speed drop. Governor juga dilengkapi dengan rangkaian peredam (dashpot) untuk
menghindari osilasi dan menggunakan penguatan bertingkat dan juga perlu ada
katup darurat. Untuk menghentikan unit pembangkit dalam keadaan darurat
dengan menutup katup uap pada turbin uap atau katup air, sedangkan pada turbin
gas dan mesin diesel menutup saluran bahan bakar.
f0
f1
0 t0 t1 t2 t3 t4
I1
I2
Waktu (detik)
f0 Frekuensi (Hertz) ∆f
Gambar 3.7 Proses Pengaturan Frekwensi sebagai fungsi waktu.
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 3.7 menunjukkan perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu. Pada saat t
= t0 ada penambahan beban sehingga frekwensi menurun menurut garis I1.
Apabila inersia sistem lebih kecil maka penurunan frekwensi akan lebih cepat
misalnya menurut garis I2. Pada saat t = t1 governor mulai terasa kerjanya, mulai
mengadakan pengaturan primer sampai t = t2 dan tercapai frekwensi = f1. Pada
saat t = t3 dilakukan pengaturan sekunder sehingga frekwensi kembali menjadi f0.
Besarnya Δf tergantung kepada penyetelan speed drop governor.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB IV
PENGATURAN FREKWENSI DENGAN PELEPASAN BEBAN
Daya dan frekwensi pada sistem tenaga listrik sangat erat hubungannya
satu sama lain. Tujuan dari pengaturan daya – frekwensi di dalam pengoperasian
pusat tenaga listrik adalah menjaga frekwensi yang konstan bila ada perubahan
beban. Governor seperti telah dibahas pada Bab III adalah alat utama untuk
mengatur daya dan frekwensi. Apabila berkurangnya daya pembangkit hanya
berkisar diantara 10 sampai 15% dari kapasitas pembangkitan yang ada maka
dalam hal ini penurunan frekwensi akan terjadi secara perlahan sehingga tidak
akan menyebabkan hal-hal yang serius terhadap sistem. Hal ini disebabkan karena
governor pembangkit-pembangkit masih sempat bekerja dan daya cadangan panas
yang ada atau spinning reserve (kira-kira 10-15%) dapat digunakan. Umumnya,
dalam hal ini turunnya frekwensi masih dapat ditahan dan dikembalikan
kekeadaan normal karena bekerjanya governor, tanpa melakukan pelepasan
beban.
Tetapi apabila berkurangnya jumlah pembangkitan lebih besar lagi,
misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh (trip), maka turunnya
frekwensi akan makin cepat sehingga dapat memberi harga yang relatif rendah
hanya dalam waktu yang sangat singkat. Governor dan daya cadangan panas yang
ada tidak sempat bekerja sehingga tidak dapat membantu memperbaiki keadaan
sistem.
Untuk menjaga sistem dari kegagalan / kerusakan dikarenakan makin
turunnya frekwensi maka sebagian beban harus dilepaskan. Setelah sebagian
Universitas Sumatera Utara
28
beban lepas, beban-beban yang dipikul oleh pembangkit-pembangkit yang masih
bekerja akan berkurang dan frekwensi akan dapat kembali ke keadaan normal
segera setelah terjadi keseimbangan antara sisa pembangkit dan sisa beban.
Dengan pelepasan sebagian beban pembangkit-pembangkit yang masih
bekerja dapat terhindar dari kerusakan dan juga pelayanan terhadap beban yang
tinggal masih dapat tetap dilaksanakan.
Daya aktif tergantung pada frekwensi tergantung juga pada tegangan,
tetapi pengaruh dari tegangan ini kecil, terutama untuk sistem tegangan tinggi.
Untuk sistem transmisi tegangan tinggi tahanan R jauh lebih kecil dari reaktansi
(x) sehingga sudutnya 900.
Dengan demikian persamaan daya aktif dan daya reaktif dapat ditulis
sebagai,
P = sin. 21
X
VV
Q = X
V
X
VV2
221cos
. (4.1)
Karena pada umumnya nilai sudut δ kecil, maka :
sin δ ≈ δ
cos δ ≈ 1 (4.2)
Jadi persamaan 4.1 dan 4.2 dapat ditulis,
P = X
VV 21 . (4.3)
dan
Q = X
V
X
VV2
221 .
Universitas Sumatera Utara
29
atau
Q = 21
2VV
X
V
atau
Q = VX
V
2 (4.4)
Dari persamaan 4.3 dapat dilihat bahwa aliran daya aktif (watt) hanya
tergantung dari selisih sudut daya δ selama tegangan-tegangan dipertahankan
konstan, dan aliran daya reaktif (VAR) hanya tergantung dari selisih tegangan
ΔV. Oleh karena itu kedua persoalan ini secara pendekatan dapat dibahas terpisah.
IV.1 Hubungan Antara Beban Dan Frekwensi
Dalam keadaan paralel kecepatan turbin ditentukan oleh kecepatan
sinkronisasi generator terhadap frekwensi sistem daya. Daya output generator
sinkron dan hubungannya dengan frekwensi seperti pada Gambar 4.1.
N ppm
[kW]Pbp0
[kW]Pbp0
Nbn
Nbp
fbn
fbp
f [Hertz]
(a) (b)
Gambar 4.1. Karakteristik alternator yang bekerja paralel.
Universitas Sumatera Utara
30
Keterangan : N = putaran alternator (rpm)
P = daya aktif (Watt)
bp = kondisi beban penuh
bn = kondisi beban nol (tanpa beban)
f = frekwensi (Hertz)
Dimana kita tahu kondisi pada Gambar 4.1 adalah kondisi paralel,
hubungan antara frekwensi dan daya dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut :
Pout = K . (fbn - fsis) (4.5)
dimana : Pout = daya keluaran generator (kW)
K = karakteristik (kW/Hz) atau (MW/Hz)
fbn = frekwensi beban nol generator (Hertz)
fsis = frekwensi sistem listrik keseluruhan (Hertz)
Karakteristik pembangkitan untuk satu mesin, biasanya dinyatakan dalam
MW per 0,1 Hertz. Karakteristik pembangkitan suatu daerah dapat ditentukan
dengan menjumlahkan karakteristik-karakteristik pembangkitan mesin-mesin
daerah itu.
Misal : Karakteristik pembangkitan mesin ke-1 = KG1
Karakteristik pembangkitan mesin ke-2 = KG2
Karakteristik pembangkitan mesin ke-3 = KGn
maka karakteristik pembangkitan daerah itu :
KG1 + KG2 + ............ + KGn (4.6)
Universitas Sumatera Utara
31
Untuk mendapatkan nilai K (karakteristik / konstanta) maka di lakukan
load rejection test, load rejection test merupakan salah satu rangkaian test
terhadap unit pembangkit baik itu unit baru maupun unit pembangkit yang baru
selesai dipelihara. Hal ini dilakukan untuk melihat performance dari alat-alat
bantu dari unit itu sendiri. Selain tujuan di atas, load rejection test juga
diperuntukkan untuk melihat pengaruh unit tersebut pada saat lepas terpaksa dari
sistem (trip).
Load rejection test unit pembangkit dilakukan secara bertahap (25%, 50%,
75%, 100%) tergantung dari rekomendasi pabrikan. Load rejection test dilakukan
dengan mentripkan unit pada saat berbeban sampai beban unit 100% dari beban
nominal dimana hal tersebut akan berdampak pada sistem terutama frekwensi.
Oleh sebab itu perlu dilakukan strategi pengamanan agar sistem tetap stabil.
Perubahan frekwensi sistem tergantung dari kekuatan sistem. Kekuatan
sistem itu sendiri tergantung dari total moment inersia unit pembangkit yang
beroperasi saat itu, besarnya cadangan putar dan profil beban.
● Strategi Pengamanan Sistem
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengamanan sistem pada
saat dilakukannya load rejection test, antara lain :
1. Mengoperasikan sistem dengan mode frekwensi di atas 50 Hz sesaat sebelum
PMT unit ditripkan. Hal ini dilakukan agar penurunan frekwensi sistem tidak
menyebabkan under frekuensi relay (UFR) kerja. Berdasarkan statistik
gangguan unit pembangkit di sistem, kekuatan sistem / konstanta PT. PLN
(Persero), SUMBAGUT adalah sesuai dengan persamaan 4.5 dan 4.6 maka :
Universitas Sumatera Utara
32
Konstanta PT. PLN (Persero) = 53 MW/Hz
Nilai K menunjukkan bahwa kekuatan sistem SUMBAGUT adalah ± 53
MW/Hz (tidak terhubung terhadap PT. INALUM). Jika dilakukan load
rejection test pada kondisi beban penuh (115 MW) maka frekwensi akan turun
sebesar :
Δf = 53
115 = 2,17 Hz
Dengan demikian frekwensi sistem akan drop sekitar 2,17 Hertz dari
frekwensi awal. Agar UFR tahapan tidak kerja perlu diset frekwensi awal
sebesar 52,2 Hz. Di mana setting UFR tahapan pada sistem SUMBAGUT
diawali pada frekwensi 49,4 Hz untuk tahap 1.
2. Memperbesar cadangan putar
Besar cadangan putar adalah sebesar unit terbesar yang beroperasi saat itu atau
sebesar unit yang akan dilakukan load rejection test. Cadangan putar ini akan
dioperasikan sebagai pengganti daya hilang sehingga sistem tetap stabil.
Jumlah cadangan yang ada tersebut akan dibagi menjadi dua mode operasi
yakni free governor dan unit dengan pola operasi follower.
3. Memperbesar kekuatan sistem (K) dengan cara memperbesar moment inersia
sistem yang dilakukan dengan mengoperasikan unit yang mempunyai bobot
(massa) rotor yang besar seperti PLTG dan PLTD.
4. Meningkatkan keandalan sistem penyaluran.
Perubahan konfigurasi unit pembangkit juga mempengaruhi arah dan besar
aliran daya pada sistem. Hal ini dapat menyebabkan bekerja proteksi di sistem
penyaluran seperti Over Current Relay (OCR) dan Power Relay. Oleh sebab
Universitas Sumatera Utara
33
itu besar transfer daya antar sub sistem harus dijaga di bawah nominal dan
setting relay proteksi.
5. Pengamanan sistem oleh Under Frequency Relay (UFR)
Setelah dilakukan pelepasan PMT unit pembangkit, kemudian frekwensi
sistem cenderung turun, maka under frequency relay tahapan akan bekerja dan
memadamkan beberapa penyulang sehingga frekwensi sistem diharapkan
kembali stabil. Adapun estimasi beban hilang karena UFR bekerja.
Waktu yang paling baik dalam pelaksanaan load rejection test adalah pada
saat beban sistem tinggi karena pada saat itu sebagian besar unit pembangkit
masuk sistem. Dengan demikian moment inersia sistem menjadi lebih besar.
Namun saat kondisi sistem dalam keadaan defisit dimana tidak terdapat cadangan
daya (cadangan putar), maka waktu pelaksanaan load rejection test adalah pada
saat trend beban rendah. Pada laporan beban harian di sistem SUMBAGUT
menunjukkan bahwa beban sistem sedikit lebih rendah antara jam 07.00 s.d 08.00
wib antara jam 12.00 s.d 13.00 wib.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan :
• Load rejection test sangat perlu dilakukan untuk melihat performance alat-alat
bantu unit itu sendiri serta dampaknya secara langsung terhadap sistem.
• Pelaksanaan load rejection test dilakukan pada saat sistem memiliki cadangan
putar agar unit-unit pembangkit dapat dioperasikan dengan mode free
governor maupun sebagai unit follower.
Universitas Sumatera Utara
34
● Konstanta PT. INALUM
Load rejection test PT. INALUM pada tanggal 31 juli 1989 dengan
tahapan beban sebagai berikut : 50% (39,8 MW), 75% (60 MW), 100% (81 MW).
Dimana momen inersia seluruh pembangkit adalah sama karena sama-sama
mempunyai bobot massa rotor yang sama dan tidak terhubung ke sistem PT. PLN
(Persero). Konstanta PT. INALUM dengan menggunakan persamaan 4.5 adalah
sebagai berikut :
▪ Pada beban 50% (39,8 MW), frekwensi maksimum 57,6 Hz dan stabil pada
frekwensi 49,8 Hz.
K = sisbn ff
P
=
8,496,57
8,39
= 5,1
Hz
MW
▪ Pada beban 75% (60 MW), frekwensi maksimum 60,2 Hz dan stabil pada
frekwensi 49,9 Hz.
K = sisbn ff
P
=
9,492,60
60
= 5,8
Hz
MW
▪ Pada beban 100% (81 MW), frekwensi maksimum 64,8 Hz dan stabil pada
frekwensi 49,8 Hz.
K = sisbn ff
P
=
8,498,64
81
= 5,4
Hz
MW
▪ Rata – rata kostanta load rejection test pada saat itu adalah :
KINALUM = 3
4,58,51,5 = 5,4
Hz
MW per unit pada tahun 1989.
PT. INALUM baru-baru ini melakukan load rejection test dan konstanta yang di
dapat adalah 5,2 Hertz
MW per unit dan konstanta inilah yang dipakai hingga hari ini.
(terdapat pada Lampiran 1).
Universitas Sumatera Utara
35
IV.2 Pelepasan Beban (Load Shedding)
Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia
tidak dapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar
jatuh (trip), maka untuk menghindari terputusnya secara total penyaluran tenaga
listrik maka perlu dilakukan pelepasan beban. Keadaan yang kritis dalam sistem
karena jatuhnya unit pembangkit dapat dideteksi melalui frekwensi sistem yang
menurun dengan cepat. Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 4.2, pada saat t
= tA ada unit pembangkit yang jatuh sehingga frekwensi menurun.
tA tB tC tD tE tF tG
f0
fE
fB
fC
Δ fA
B
C
D
E F
G
123
Waktu (detik)
frekwensi (Hertz)
0
Gambar 4.2. Perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu dengan adanya pelepasan beban.
Turunnya frekwensi dapat menurut garis 1, garis 2 atau garis 3. Makin
besar unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang) makin
cepat frekwensi menurun. Kecepatan menurunnya frekwensi juga tergantung
kepada besar kecilnya moment inersia sistem, makin kokoh sistemnya, makin
lambat turunnya frekwensi.
Dalam gambar 4.2 dimisalkan bahwa frekwensi menurun menurut garis 2.
Setelah mencapai titik B dilakukan pelepasan beban tingkat pertama oleh Under
Universitas Sumatera Utara
36
Frequency Relay (UFR) yang bekerja setelah mendeteksi frekwensi sebesar fB.
Dengan adanya pelepasan beban tingkat pertama maka penurunan frekwensi
berkurang kecepatannya, sampai di titik C UFR mendeteksi frekwensi sebesar fC
dan akan melakukan pelepasan beban tingkat ke dua.
Setelah pelepasan beban tingkat ke dua frekwensi sistem tidak lagi
menurun tapi menunjukkan gejala yang baik yaitu naik kembali menuju titik D.
Naiknya frekwensi dari titik C menuju titik D disebabkan karena daya yang masih
tersedia dalam sistem adalah lebih besar dari pada beban setelah mengalami
pelepasan beban tingkat ke dua. Mulai dari titik D, yaitu setelah proses tersebut di
atas berlangsung selama tD. Governor unit-unit pembangkit dalam sistem mulai
melakukan pengaturan primer.
Nilai tD berkisar 4 detik, periode sebelum governor melakukan pengaturan
primer disebut periode transien dan ini berlangsung selama kira-kira 4 detik.
Setelah governor melakukan pengaturan primer maka frekwensi mencapai titik fE
yaitu kondisi pada titik E. Kemampuan governor melakukan pengaturan primer
sangat tergantung kepada besarnya spinning reserve yang masih tersedia dalam
sistem. Seandainya unit-unit pembangkit yang masuk (paralel) ke dalam sistem
mempunyai kemampuan pembangkitan 100 MW tetapi bebannya baru 70 MW
maka dikatakan bahwa spinning reserve masih 100 – 70 = 30 MW. Setelah
mencapai titik E masih ada deviasi frekwensi sebesar f terhadap frekwensi yang
diinginkan yaitu f0 dan deviasi ini dikoreksi dengan pengaturan sekunder yang
dimulai pada titik f dan frekwensi menjadi normal kembali pada titik G.
Apabila unit pembangkit yang jatuh tidak begitu besar mungkin penurunan
frekwensi tidak pernah mencapai nilai fC sehingga dalam hal ini pelepasan beban
Universitas Sumatera Utara
37
tingkat pertama saja sudah cukup untuk menghindarkan sistem menjadi
collapssed.
Dalam praktek pelepasan beban (load shedding) dilakukan dengan
memasang UFR pada berbagai feeder distribusi yang dipilih menurut kondisi
setempat. Feeder diberi UFR, jumlah UFR harus sedikitnya cukup melepas beban
sebesar unit terbesar dalam sistem.
■ Pelepasan Beban di PT. INALUM
Sistem pelepasan beban seperti digambarkan pada Gambar 4.3 berikut
adalah sistem pelepasan beban di pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung :
UFR 1
49 Hz
UFR 2
48 Hz
UFR 3
47,5 Hz
UFR 4
45 Hz
KT
f
Selective
Tripping
Circuit
1 P.L Trip
2 P.L Trip
OR
AND No.1-3 No.2-1 No.3-2
Gambar 4.3. Diagram blok pelepasan beban di PT. INALUM.
Switch
Tripping Order
1 ST 2ND
No. 1-3 No. 1 Pot Line No. 3 Pot Line
No. 2-1 No. 2 Pot Line No. 1 Pot Line
No. 3-2 No. 3 Pot Line No. 2 Pot Line
Keterangan gambar :
K = 1,44 Hz /detik
Ada 3 pot line tiap-tiap pot line = 170 pot, jadi ada 510 tungku peleburan alumunium.
Universitas Sumatera Utara
38
Dalam gambar 4.2 dapat kita lihat UFR di PT. INALUM ada sebanyak 4. Yang
mana disetting dalam 4 tahap yaitu 49 Hz; 48 Hz; 47,5 Hz; dan 45 Hz. Apabila
UFR 1 dan UFR 2 beroperasi dan nilai dt
df1,44 Hz/detik dan diikuti
beroperasinya UFR 3 maka akan trip 1 pot line, dan apabila frekwensi masih
belum kembali ke keadaan normal maka akan dilanjutkan trip ke pot line
berikutnya jadi ada 2 pot line yang trip (karena gerbang and).
Dan apabila t
f
≤ K, dan UFR 4 beroperasi maka akan trip 1 pot line, dan
apabila frekwensi masih belum kembali ke keadaan normal maka akan dilanjutkan
trip ke pot line berikutnya (sama seperti uraian di atas) jadi ada 2 pot line yang
trip (karena gerbang or).
Kesimpulan :
• Apabila UFR 1 dan UFR 2 beroperasi bila t
f
≤ K, maka tidak terjadi
pelepasan beban.
• Dan apabila UFR 4 beroperasi bila t
f
≤ K, maka akan terjadi pelepasan beban.
• UFR 1 dan UFR 2 beroperasi dan nilai t
f
> K, maka akan terjadi pelepasan
beban.
▪ Diagram satu garis sistem tenaga PT. INALUM, terdapat pada Lampiran 2
▪ Rangkaian UFR di 275 kV terdapat pada Lampiran 2.
Universitas Sumatera Utara
39
■ Pelepasan Beban di PT. PLN (Persero)
PT. PLN (Persero) mempunyai 6 relay di sistem interkoneksi antara PT.
INALUM dengan PT. PLN.(Persero) dan ada 3 tahap pelepasan beban di
penyulang PT. PLN (Persero). Semua ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
- UFR 1 → disetting = 49,4 Hz dan tenggang waktu 0,1 detik apabila relay ini
beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap pertama di penyulang PT. PLN
(Persero) yaitu sebesar 53 sampai 80 MW.
- UFR 2 → disetting = 49,2 Hz dan tenggang waktu 0,2 detik apabila relay ini
beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap kedua di penyulang PT. PLN
(Persero) yaitu sebesar 36 sampai 57 MW.
- UFR 3 → disetting = 49,0 Hz dan tenggang waktu 0,2 detik apabila relay ini
beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap ketiga di penyulang PT. PLN
(Persero) yaitu sebesar 12 sampai 14 MW.
- UFR 7 → disetting = 48,5 Hz dan tenggang waktu 0,24 detik apabila relay ini
beroperasi maka akan terlepas sistem medan / sistem interkoneksi antara PT.
INALUM dengan PT. PLN (Persero).
- Relay daya → disetting = 66 MW dan tenggang waktu 0,41 detik apabila relay
ini bekerja maka pengiriman daya akan terlepas.
- Relay arus lebih → disetting = 166,7 Amper, rele ini akan bekerja apabila ada
arus lebih (ada gangguan dan beban lebih).
Universitas Sumatera Utara
40
IV.3 Tahap – Tahap Yang Terjadi Bila Ada Perubahan Beban
Perubahan beban mula-mula akan dilayani oleh sebagian energi kinetis
yang dimiliki mesin-mesin. Misalnya suatu penambahan beban akan
mengakibatkan berkurangnya energi kinetis mesin-mesin sehingga kecepatannya
turun, jadi frekwensi turun.
Energi kinetis mesin-mesin sebanding dengan kwadrat frekwensinya
sehingga dapat dituliskan :
0
2
0
11 . E
f
fE
( 4.7)
1E energi kinetis pada frekwensi 1f
0E = energi kinetis pada frekwensi 0f
Untuk suatu perubahan frekwensi yang kecil ∆f, perubahan energi kinetis
∆E adalah sebagai berikut :
01 EEE
1.
2
0
2
1000
2
0
1
f
fEEE
f
fE
karena f kecil maka persamaan menjadi :
00 /.2 fEfE
atau :
( 4.8)
Energi kinetis mesin-mesin pada frekwensi nominal adalah sama dengan
kapasitas mesin-mesin dikalikan dengan konstanta inersianya. Hubungan energi
mekanik terhadap momen inersia adalah :
0
0
2 E
fEf
Universitas Sumatera Utara
41
I = 222 f
H
(4.9)
di mana : H = besarnya energi mekanik per MW terpasang.
I = momen inersia (kWs / kVA)
f = frekwensi (Hertz)
Konstanta inersia ini = 2 s/d 6 kWs / kVA untuk unit - unit hydro,
= 5 s/ d 9 kWs / kVA untuk unit - unit uap.
Misalnya konstanta inersia ini diambil gabungannya yaitu : 6 kWs/ kVA,
maka energi kinetis pada frekwensi nominal untuk kapasitas daerah sebesar 5.000
MVA :
Bila pada keadaan ini terjadi penambahan beban tiba – tiba sebesar 25
MW yang dapat diatasi dengan mengambil sebagian energi kinetis daerah dalam
periode 6 detik , maka :
E = 25 MW x 6 s = 150 MWs
E = 2 . 00 /. fEf
maka penurunan frekwensi adalah :
Hzx
x
E
fxEf 125,0
000.302
50150
2 0
0
Energi kinetis harus dinaikkan sebesar 150 MWs (sebesar gangguan) untuk
mengembalikan frekwensi ke harga nominalnya.
MWskVAkWsxMVAE 000.30/6000.50
Universitas Sumatera Utara
42
IV.4 Karakteristik Daya-Frekwensi Pada Suatu Sistem Interkoneksi
Karakteristik Daya-Frekwensi yang telah dibicarakan pada pasal yang lalu
dapat didekati dengan garis lurus dan
K = f
P
(4.10)
dimana K adalah konstanta dalam MW per Hz, konstanta K tergantung dari
governor dan karaktristik beban.
Misalkanlah, ∆PG perolehan pembangkitan dengan governor bekerja bebas
sebagai akibat dari penambahan beban tiba-tiba sebesar ∆PL, jadi besar
ketidakseimbangan daya dalam sistem itu :
∆P = ∆PL - ∆PG (4.11)
dan karena itu
K = f
P
f
P GL
(4.12)
∆PL/∆f mengukur pengaruh dari karakteristik frekwensi dari beban dan ∆PG
berbanding lurus dengan (PT - PG), dimana PT kapasitas turbin yang terhubung ke
sistem dan PG daya keluar generator. Apabila keadaan mantap telah dicapai beban
PL = PG, jadi :
K = K1.PT – K2.PL (4.13)
Dimana K1 dan K2 adalah koefisien-koefisien yang berhubungan dengan turbin
dan bahan. (untuk sistim British : K = 0,8 PT – 0,6 PL MW/Hz).
Universitas Sumatera Utara
43
IV.5 Perhitungan Frekwensi di Sistem Interkoneksi Antara PT. INALUM
Dengan PT. PLN (Persero).
Dengan menggunakan persamaan-persamaan 4.10 dan 4.11 dapat kita
selesaikan perhitungan no.1 berikut :
1■ Konstanta PLN = 53 Hertz
MW
* - Generator INALUM yang beroperasi = 8 unit
- Konstanta INALUM = 5,2 Hertz
MWper unit
* Settingan relay :
1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz, dan dt
df = 1,43
ik
Hertz
det
- 2 Pot Line : 45 Hertz
- Generator : 43 Hertz
2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)
UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)
UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)
UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik
Relay daya : 66 MW + 0,41 detik
Relay arus lebih : 166,7 Amper
* - Trip 1 generator yang sedang beroperasi di Tangga = 75 MW
- Trip 1 generator yang sedang beroperasi di Siguragura = 70 MW
- Beban pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung = 342 MW
* Trip 75 MW di Tangga
Δf maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons
P
tantan
Universitas Sumatera Utara
44
= 53)2,56(
75
x = 0,89 Hertz
f1 minimum = 50 – 0,89 = 49,1 < 49,2 Hertz, rele UF2 beroperasi
ΔP Inalum = Δf2 x Konstanta INALUM
= (50 – 49,2) x (6 x 5,2)
= 24,96 MW (yang ditanggung sesaat sebelum sistem medan
terpisah)
* Trip 70 MW di Siguragura
Δf maksimum = INALUMtaKons
P
tan
= 2,56
70
x
= 2,24 Hertz
f2 minimum = 50 – 2,24 = 47,76 < 48,5 Hertz, rele UF7 beroperasi
sistem medan terlepas
* Daya aktif yang dibangkitkan pembangkit INALUM agar dapat terhubung
kembali ke sistem medan sebesar :
(49,2 – 47,76) = 2,56 x
X
X = 44,93 MW
* Beban PLN yang ditanggung oleh INALUM sebesar :
Beban PLN = 44,93 – 24,96
= 19,97 MW
Jadi total beban INALUM = 342 + 19,97 = 361,97 MW.
Universitas Sumatera Utara
45
Dengan menggunakan persamaan 4.10 dapat kita selesaikan perhitungan
no.2 berikut :
2■ PLN : Trip PLTU turbin gas GT 11 di Belawan (117,5 MW) → konstanta
yang trip 9,4 Hertz
MW(dapat di lihat pada Lampiran 1 pada Power
generating system at north sumatera)
Konstanta PLN = 53 – 9,4 = 43,6 Hertz
MW
- Generator INALUM yang beroperasi = 6 unit
Konstanta total = (6 x 5,2) + 43,6 = 74,8Hertz
MW
* Settingan relay :
1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz dan dt
df = 1,43
ik
Hertz
det
- 2 Pot Line : 45 Hertz
- Generator : 43 Hertz
2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)
UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)
UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)
UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik
Relay daya : 66 MW + 0,41 detik
Relay Arus lebih : 166,7 Amper
* Δf maksimum = totaltaKons
P
tan
= 8,74
5,117 = 1,57 Hertz
Universitas Sumatera Utara
46
f1 minimum = 50 – 1,57 = 48,43 < 48,5 Hz, terlepas dari sistem medan
ΔP INALUM = (50 – 49,2) x (6 x 5,2) = 24,96 MW
* ΔP = 117,5 – 57
= 60,5 MW
Δf maksimum = 8,74
5,60 = 0,8 Hertz
f2 minimum = 49,2– 0,8 = 48,4 < 48,5 Hz, terlepas dari sistem medan
∆P INALUM = (49,2 – 49) x (6 x 5,2) = 6,24 MW
* ∆P = 60,5 – 39
= 21,5 MW
∆f maksimal = 8,74
5,21
= 0,28 Hertz
f3 minimum = 49 – 0,28 = 48,72 Hertz → final frekwensi (sistem
medan terhubung kembali)
∆P INALUM = 0,28 x 31,2
= 8,736 MW
P INALUM total = 24,96 + 6,24 + 8,736
= 39,9 MW
* Penambahan pembangkitan dari INALUM yang di izinkan < 40 MW
Universitas Sumatera Utara
47
Dengan menggunakan persamaan 4.10 dan persamaan-persamaan yang
terdapat dalam dokumen PT. INALUM. Maka kita dapat menyelesaikan
perhitungan no.3 berikut :
3■ Konstanta PLN = 53 Hertz
MW
* - Generator INALUM yang beroperasi = 7 unit
- Konstanta INALUM = 5,2 Hertz
MWper unit
* Settingan relay :
1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz dan dt
df = 1,43
ik
Hertz
det
- 2 Pot Line : 45 Hertz
- Generator : 43 Hertz
2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)
UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)
UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)
UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik
Rele daya : 66 MW + 0,41 detik
Relay arus lebih : 166,7 Amper
* Trip 1 unit generator 65 MW di PLTU belawan, dimana konstanta PLTU
tersebut adalah 4,7 Hertz
MW (dapat di lihat pada Lampiran 1 pada Power
generating system at north sumatera)
dt
df =
TN
P x
GP
INALUMtaKons tan
NT = jumlah generator yang beroperasi di sistem interkoneksi.
Universitas Sumatera Utara
48
NI = jumlah generator di PT. INALUM
PG = daya normal keluaran generator PT. INALUM per unit
NT = NI + INALUMtaKons
PLNtaKons
tan
tan
= 7 + 2,5
3,48
= 16,28
Daya minimum generator = 71,5 MW
Daya maksimum generator = 79,2 MW
PG = 71,5 + 79,2
2
= 75,4 MW
Konstanta INALUM = 4,19 ik
Hertz
det
KINALUM = 7 x 5,2 = 36,4 Hertz
MW
KPLN = 53 – 4,7 = 48,3 Hertz
MW
KTotal = 84,7 Hertz
MW
NINALUM = 7 unit
NPLN = 9,28 unit
NTotal = 16,28 unit
Δf maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons
P
tantan
= 3,48)2,57(
65
x = 0,767 Hertz
Universitas Sumatera Utara
49
f 1 minimum = 50 – 0,767 = 49,2 < 49,4 Hertz, rele UF1 beroperasi
dt
df = TN
P x
GP
INALUMtaKons tan
= 28,16
65 x
4,75
19,4
= - 0,22 ik
Hertz
det
t1 = 22,0
504,49
+ 0,1 + 0,2 = 3,0 detik
df = (- 0,22) x 3,0 = - 0,66 HZ
f1 = 50 - 0,66 = 49,34 Hertz
ΔPINALUM = df x KINALUM
= 0,66 x 36,4
= 24 MW
ΔPPLN = df x KPLN
= 0,66 x 48,3
= 31,8 MW
ΔTotal = df x KTotal
= 0,66 x 84,7
= 55,9 MW
* Pelepasan beban di penyulang PT. PLN (Persero) sebesar 53 MW
Δf2 maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons
P
tantan
= 7,84
5365
= - 0,14 Hertz
Universitas Sumatera Utara
50
f2 minimum = 49,34 - 0,14 = 49,2 < 49,2 Hertz, rele UF2 beroperasi
dt
df = TN
P x
GP
INALUMtaKons tan
= 28,16
12 x
4,75
19,4
= - 0,04 ik
Hertz
det
t2 = 04,0
34,492,49
+ 0,4 = 3,9 detik
df = (- 0,04) x 0,4 = 0,156 Hertz
f2 = 49,34 - 0,156 = 49,184 Hertz
ΔPINALUM = df x KINALUM
= (0,66 + 0,156) x 36,4
= 29,7 MW
ΔPPLN = df x KPLN
= (0,66 + 0,156) x 48,3
= 39,4 MW
ΔTotal = df x KTotal
= (0,66 + 0,156) x 84,7
= 69,1 MW
* Pelepasan beban di penyulang PT. PLN (Persero) sebesar 36 MW
Δf3 maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons
P
tantan
= 7,84
3612
= 0,283 Hertz
Universitas Sumatera Utara
51
f3 maksimum = 49,184 + 0,283 = 49,467 Hertz
dt
df = TN
P x
GP
INALUMtaKons tan
= 28,16
24 x
4,75
19,4 = 0,0819
ik
Hertz
det
t3 = 08.0
283,0 = 3,45 detik
ΔPINALUM = 0,283 x (7 x 5,2) = 10,3 MW
P INALUM TOTAL = 24 + 29,7 + 10,3 = 64 MW
* Sistem interkoneksi (F7) masih terhubung, jadi frekwensi masih dapat kembali
kekeadaan normal (relay daya beroperasi pada 66 MW).
Universitas Sumatera Utara
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
● Governor
1. Pada saat adanya beban bertambah, frekwensi turun dan governor bereaksi
untuk memperbaiki frekwensi ke nilai semula yaitu f0.
2. Dalam proses memperbaiki / mengembalikan nilai frekwensi ke nilai semula
f0 ternyata apabila telah tercapai nilai f0 nilai ΔT ≠ 0 sehingga nilai f0 akan
berubah lagi. Di lain pihak apabila nilai ΔT = 0, hal ini terjadi pada saat nilai
frekwensi f ≠ f0 Hal ini dapat di lihat pada Gambar 3.3 A.
3. Ternyata governor tidak bisa mencapai nilai f0 (50 Hz), dikatakan bahwa
governor berisolasi / berfluktuasi. Dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut :
50 Hz
Pengatruran
Primer
Pengaturan
Sekunder
Pengaturan
Primer
Pengaturan
Sekunder
Gambar 5.1. Pengaturan frekwensi yang dilakukan governor.
Universitas Sumatera Utara
53
Pengaturan sekunder dilakukan governor secara otomatis dan pengaturan
primer dilakukan oleh operator atau P3B)
● Pelepasan Beban
4. Semakin besar kekuatan sistem / konstanta, semakin kecil pengaruh turunya
frekwensi. Dapat dilihat pada persamaan 4.10 berikut : K
Pf
, di mana
konstanta adalah pembagi beban apabila terjadinya trip unit pembangkit.
5. Pada saat hilangnya pembangkitan dan pembangkit-pembangkit tidak cukup
menyuplai daya aktif ke sistem atau pembangkit-pembangkit cadangan tidak
mampu memperkecil ΔT (kecepatan untuk mempercepat naiknya frekwensi
sebelum terputusnya generator-generator dari sistem), maka dilakukan
pelepasan beban dari sistem.
6. Dengan pengaturan rele penurunan frekwensi (UFR setting) dan pengaturan
pelepasan beban secara bertahap, sangat membantu untuk mempermudah
memperbaiki frekwensi sistem medan di dalam pengoperasian sistem tenaga
listrik pada saat hilangnya pembangkitan.
Universitas Sumatera Utara
54
V.2 SARAN
1. Karena pentingnya menjaga agar sampai tidak terputusnya penyaluran
tenaga listrik maupun pemadaman bergilir yang disalurkan ke pelanggan,
Oleh sebab itu sebaiknya suatu sistem tenaga listrik harus mempunyai
beberapa cadangan unit-unit pembangkit yang siap operasi, seperti unit
PLTA, unit PLTD dan unit PLTG. Yang mana unit-unit pembangkit ini
masih bisa lebih cepat mencapai beban penuh dibandingkan dengan unit
PLTU yang sudah dalam keadaan panas. Hal ini disebabkan karena masalah
mekanik yang terdapat dalam PLTU. Untuk menjamin terdapatnya
pengaturan frekwensi yang baik, selain harus tersedia cadangan unit-unit
pembangkit yang siap beroperasi, yang cukup perlu pula diperhatikan bahwa
keadaan governor adalah bebas (free) dalam arti bahwa titik D (pada
Gambar 3.2) dapat bergerak bebas. Karena alasan-alasan teknis ada kalanya
titik D dikunci (locked), sehingga dengan demikian unit pembangkit yang
bersangkutan tidak dapat berpartisipasi dalam pengaturan frekwensi sistem,
baik pengaturan primer maupun pengaturan sekunder. Salah satu alasan
teknis untuk mengunci D adalah adanya gangguan mekanis pada unit
pembangkit yang memerlukan pembatasan daya yang dibangkitkan.
Universitas Sumatera Utara
55
2. Sebaiknya PT. PLN (Persero) menambah unit-unit pembangkitnya, karena
dapat kita lihat pada saat tripnya unit pembangkit PLTU turbin gas GT 11 di
Belawan (117,5 MW) sistem medan antara PT. INALUM dan PT. PLN
(Persero) telah terlepas, ini menandakan kekuatan sistem dan unit-unit
pembangkit cadangan di PT. PLN (Persero) masih sangat kurang. Hal ini
akan mengakibatkan kekurangan daya aktif yang sangat besar di sisi sistem
PT. PLN (Persero) karena PT. INALUM tidak dapat lagi berpartisipasi
untuk memperbaiki frekwensi sistem.
Universitas Sumatera Utara
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Penerbit Graha Ilmu,
Yogyakarta, Edisi Pertama, 2006.
2. Mochtar Wijaya, ST, Dasar-dasar Mesin Listrik, Penerbit Djambatan,
Jakarta, 2001.
3. Robert H. Miller, Power System Operation, International Edition, 1994.
4. Richard C. Dorf, The Electrical Enginering Handbook, CRC Press, 1993.
5. Satria Ginting, Dasar-dasar Mesin Listrik, Penerbit USU Press, Medan.
6. Suryatmo, Dasar-dasar Teknik Listrik, Penerbit Rineka Cipta.
7. PT. INALUM, Dokumen-dokumen, Paritohan.
Universitas Sumatera Utara
57
Universitas Sumatera Utara