PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

57
1 PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT TENAGA LISTRIK APLIKASI PADA SISTEM INTERKONEKSI ANTARA PT. INALUM DENGAN PT. PLN (PERSERO) Oleh : AMRI MH SINAGA NIM. 050422039 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Universitas Sumatera Utara

Transcript of PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

Page 1: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

1

PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN

PUSAT TENAGA LISTRIK APLIKASI PADA SISTEM

INTERKONEKSI ANTARA PT. INALUM DENGAN

PT. PLN (PERSERO)

Oleh :

AMRI MH SINAGA

NIM. 050422039

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyusun

dan menyelesaikan tugas akhir ini.

Penyusunan tugas akhir saya ini adalah untuk memenuhi persyaratan

untuk menyelesaikan program studi pendidikan sarjana ekstension pada jurusan

teknik elektro Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul tugas akhir saya ini adalah “PENGATURAN

FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT TENAGA LISTRIK

APLIKASI SISTEM INTERKONEKSI ANTARA PT. INALUM DENGAN

PT. PLN (PERSERO)“. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan

bantuan baik moril maupun materi dari para dosen serta dukungan dari berbagai

pihak, tugas akhir saya ini akan sulit diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. P. Sinaga dan T. br Sihombing (†), Netty br. Sitompul, SH, selaku orang tua

penulis yang tercinta dan tersayang.

2. Bapak Ir. A. Rachman Hasibuan, sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, sebagai Ketua Departemen Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Thalib Pasaribu dan Bapak Prof. Ir. Rachman Siregar, sebagai

Dosen Pembimbing Seminar.

5. Seluruh staf Dosen Pengajar Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

3

6. Seluruh staff Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan stambuk 2005 PPSE Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

8. Seluruh staff Karyawan PT. INALUM yang telah membantu saya untuk dapat

menyelesaikan Tugas Akhir saya ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tugas

akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang memerlukannya.

Medan, 30 April 2009

Penulis,

Amri M. H. Sinaga

Nim : 050422039

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

4

ABSTRAK

Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para

pelanggan dengan frekwensi yang praktis konstan. Penyimpangan frekwensi dari

nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Daya aktif

mempunyai hubungan erat dengan nilai frekwensi dalam sistem, sedangkan beban

sistem yang berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah sepanjang

waktu.

Sehubungan dengan hal ini, maka untuk mempertahankan frekwensi dalam

batas toleransi yang diperbolehkan, penyediaan / pembangkitan daya aktif dalam

sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas daya aktif, harus selalu

disesuaikan dengan beban daya aktif.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan .............................................. 2

1.3 Batasan Masalah.................................................................... 2

1.4 Metode Penulisan .................................................................. 2

1.5 Sistematika Penulisan............................................................ 3

BAB II. DASAR TEORI

2.1 Generator Sinkron ................................................................. 4

2.2 Kecepatan Putar Generator Sinkron ...................................... 6

2.3 Gaya Gerak Listrik Induksi ................................................... 7

2.4 Segi Tiga Daya ...................................................................... 8

2.5 Sifat-Sifat Kelistrikan Arus Bolak-Balik .............................. 10

BAB III. PENGATURAN FREKWENSI DENGAN GOVERNOR

3.1 Prinsip Kerja Governor ......................................................... 17

3.2 Penyetelan Speed Drop ......................................................... 27

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

6

BAB IV. PENGATURAN FREKWENSI DENGAN PELEPASAN BEBAN

4.1 Hubungan Antara Beban Dan Frekwensi .............................. 33

4.2 Pelepasan Beban (Load Shedding)........................................ 39

4.3 Tahap-tahap Yang Terjadi Bila Ada Perubahan Beban ........ 44

4.4 Karakteristik Daya-Frekwensi Pada Suatu Sistem

Interkoneksi .......................................................................... 46

4.5 Perhitungan Frekwensi di Sistem Interkoneksi

Antara PT. INALUM Dengan PT. PLN (Persero) ................ 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 56

5.2 Saran ...................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gelombang listrik arus bolak-balik satu fasa ........................ 5

Gambar 2.2 Gelombang listrik arus bolak-balik tiga fasa ........................ 5

Gambar 2.3 Segi tiga daya ........................................................................ 8

Gambar 2.4 Aljabar fasor dan konfigurasi elemen pasif

pada sebuah kapasitor ........................................................... 12

Gambar 2.5 Aljabar fasor sifat sistem tenaga listrik ................................. 12

Gambar 2.6 Hubungan tahanan (resistansi) terhadap frekwensi............... 13

Gambar 2.7 Hubungan tahanan induktif terhadap frekwensi ................... 14

Gambar 2.8 Hubungan tahanan kapasitif terhadap frekwensi .................. 15

Gambar 3.1 Governor sentrifugal ............................................................. 16

Gambar 3.2 Prinsip kerja governor ........................................................... 19

Gambar 3.3.A Respon governor yang statis ................................................. 22

Gambar 3.3.B Respon governor yang stabil ................................................. 22

Gambar 3.4 Berbagai respon dari governor terhadap perubahan beban ... 25

Gambar 3.5 Karakteristik speed drop governor ........................................ 26

Gambar 3.6 Speed drop diatur posisi engsel E ......................................... 28

Gambar 3.7 Proses pengaturan frekwensi sebagai fungsi waktu .............. 29

Gambar 4.1 Karakteristik alternator yang bekerja paralel ....................... 33

Gambar 4.2 Perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu dengan adanya

pelepasan beban .................................................................... 39

Gambar 4.3 Diagram blok pelepasan beban di PT. INALUM.................. 41

Gambar 5.1 Pengaturan frekwensi yang dilakukan governor ................... 56

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

8

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem tenaga listrik membutuhkan keseimbangan yang terus menerus,

energi pada penggerak awal dengan beban listriknya agar dapat beroperasi dengan

stabil. Beban listrik terus bervariasi seperti misalnya beban penerangan, peralatan

listrik, atau motor-motor listrik. Perubahan sebuah beban mungkin relatif kecil

dibandingkan sistem tenaga listrik secara keseluruhan tetapi setiap kali beban

bertambah atau berkurang harus diikuti dengan perubahan daya pada penggerak

awal generator. Jika daya mekanik pada poros penggerak awal tidak dengan

segera menyesuaikan dengan besarnya beban listrik maka frekwensi dan tegangan

akan bergeser dari posisi normal. Keadaan yang lebih buruk dapat terjadi apabila

ada pada sistem seperti pada saluaran transmisi, hilangnya pembangkitan atau

beban yang besar.

Untuk menjaga sistem dari kegagalan / kerusakan dikarenakan makin

turunnya frekwensi maka sebagian beban harus dilepaskan. Setelah sebagian

beban lepas, beban-beban yang dipikul oleh pembangkit-pembangkit yang masih

bekerja akan berkurang dan frekwensi akan dapat kembali ke keadaan normal

segera setelah terjadi keseimbangan antara sisa pembangkit dan sisa beban.

Dengan pelepasan sebagian beban pembangkit-pembangkit yang masih

bekerja dapat terhindar dari kerusakan dan juga pelayanan terhadap beban yang

tinggal masih dapat tetap dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

9

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah:

Untuk mengetahui hubungan perubahan beban terhadap frekwensi sistem

dan cara mengembalikan frekwensi ke keadaan normal.

I.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan tentang Pengaturan Frekwensi pada

Pengoperasian Pusat Tenaga Listrik Aplikasi Pada Sistem Interkoneksi Antara PT.

INALUM dengan PT. PLN (Persero), maka untuk mendapatkan hasil tulisan yang

maksimal penulis perlu membatasi masalah yang dibahas. Adapun batasan

masalah dalam tulisan ini adalah:

a. Tidak membahas sistem pengontrolan governor.

I.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Studi literature : merupakan studi kepustakaan dan kajian dari buku-

buku pendukung.

2. Survei di PLTA Siguragura – Paritohan dan Pabrik peleburan di Kuala

Tanjung PT. INALUM.

3. Studi bimbingan : diskusi dan konsultasi berupa tanya jawab dengan

dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik

Elektro USU mengenai masalah-masalah yang timbul selama

penulisan Tugas Akhir berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

10

BAB II

DASAR TEORI

II.1 GENERATOR SINKRON

Dalam sistem tenaga listrik umumnya digunakan generator sinkron tiga

fasa untuk pembangkit tenaga listrik yang utama, maka pengaturan frekwensi

sistem praktis tergantung kepada karakteristik generator sinkron

Jika sebuah kumparan diputar pada kecepatan konstan pada medan magnet

homogen, maka akan terinduksi tegangan sinusoidal pada kumparan tersebut.

Medan magnet bisa dihasilkan oleh kumparan yang dialiri arus DC atau oleh

magnet tetap. Tegangan AC tiga fasa dibangkitan pada mesin sinkron kutub

internal pada tiga kumparan stator yang diset sedemikian rupa sehingga

membentuk beda fasa dengan sudut 120 derajat.

Pada gelombang listrik arus bolak-balik (sinusoidal), seperti hanya

gelombang pada ummnya, terdapat besaran frekwensi. Frekwensi daya listrik

yang umum adalah 50 Hz (Indonesia) dan 60 Hz (Amerika Serikat).

Karena frekwensi : f = T

1 (2.1)

di mana : T = perioda (detik).

Jadi untuk frekwensi 50 Hz gelombang listrik sebanyak 50 perioda akan

dibangkitkan dalam waktu satu detik, atau dalam waktu 1/50 (= 0,02) detik akan

dibangkitkan satu perioda gelombang listrik sinusoidal. Pada satu perioda

gelombang tersebut dibangkitkan berupa pergantian kutub listrik di kabel fasa

(line) dari kutub positif ke kutub negatif atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

11

Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 di bawah ini menggambarkan bentuk gelombang

listrik arus bolak-balik satu phasa dengan tiga phasa.

Gambar 2.1. Gelombang listrik arus bolak-balik satu fasa.

3600

ωt

Im

+

-

R S T

00 60

0

1200

1800

2400

Gambar 2.2. Gelombang listrik arus bolak-balik tiga fasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

12

BAB III

PENGATURAN FREKWENSI DENGAN GOVERNOR

Governor adalah komponen pada generator yang berfungsi untuk

mengontrol kecepatan turbin dengan cara mengendalikan jumlah bahan bakar, uap

atau air yang diberikan sehingga kecepatan turbin dapat dipertahankan tetap stabil.

Contoh klasik dari mekanisme governor adalah governor sentrifugal atau

dikenal sebagai watt governor atau fly-ball governor, ditunjukkan pada Gambar

3.1.a dan 3.1.b. Governor jenis ini menggunakan bandul yang dipasang pada

lengan yang berpegas.

(a) (b)

Gambar 3.1. Governor sentrifugal.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

13

Pada enjin modern seperti saat ini mekanisme governor umumnya menggunakan

mekanisme mekanik-hidrolik (Woodward Governor), walaupun terdapat juga

versi governor elektronik. Pada governor elektronik, deteksi frekwensi dilakukan

melalui generator kecil yang mempunyai magnet permanen sehingga tegangan

jepitnya sebanding dengan putarannya. Karena generator kecil ini dikopel secara

mekanis dengan poros generator utama maka putarannya sebanding dengan

putaran generator utama, sehingga tegangan jepit generator kecil ini sebanding

dengan frekwensi generator utama. Selanjutnya tegangan jepit generator kecil ini

dibandingkan dengan tegangan referensi di mana selisihnya menjadi sinyal

penggerak sistem elektronik seperti halnya pada governor hidrolik.

III.1 Prinsip Kerja Governor.

Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanis penggerak

generator dengan perputaran generator, yaitu :

(TG - TB) = Hx dt

d (3.1)

dimana :

TG = Kopel / torsi penggerak generator (Nm).

TB = Kopel / torsi beban yang membebani generator (Nm).

H = Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya (MW . Sec).

w = Kecepatan sudut perputaran generator (rad).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

14

Sedangkan frekwensi yang dihasilkan generator adalah :

=

2 (3.2)

Hal ini berarti bahwa pengaturan frekwensi dalam sistem berarti pula

pengaturan kopel penggerak generator atau juga berarti pengaturan daya aktif dari

generator. Ditinjau dari segi mesin penggerak generator ini berarti bahwa

pengaturan frekwensi sistem adalah pengaturan pemberian bahan bakar pada unit

termis. Ditinjau dari beban sistem, frekwensi akan turun apabila daya aktif yang

dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya frekwensi akan

naik apabila ada surplus daya aktif dalam sistem. Secara mekanis dengan melihat

persamaan-persamaan ini berarti bahwa apabila :

TG - TB = ΔT ‹ 0 , maka dt

d ‹ 0, frekwensi turun (3.3)

TG - TB = ∆T > 0, maka dt

d > 0, frekwensi naik (3.4)

Pengaturan frekwensi dilakukan dengan mengatur daya aktif yang

dibangkitkan generator, maka governor harus mengatur kopel mekanis yang

dihasilkan mesin penggerak generator, hal ini berarti pengaturan pemberian uap

pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas dan

mesin diesel dan pengaturan banyaknya air yang masuk pada turbin air pada unit

PLTA.

Untuk melakukan fungsinya tersebut, governor mengukur frekwensi yang

dihasilkan generator dengan cara mengukur kecepatan putar poros generator

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

15

tersebut karena frekwensi yang dihasilkan generator sebanding dengan kecepatan

putar poros generator. Gambar 3.2 menggambarkan prinsip kerja dari suatu

governor.

Gambar 3.2. Prinsip kerja Governor.

1. Pengisap pegarah tekanan minyak.

2. Pengisap pengatur volume uap / air.

Jika pada saat t = t0 (lihat gambar 3.2 dan 3.3) ada penambahan beban

maka frekwensi akan menurun dari nilai f0 menjadi f1. Turunnya frekwensi ini

dikarenakan nilai TB pada persamaan menjadi lebih besar sebagai akibat

penambahan beban sehingga TG - TB = ∆T < 0 dan selanjutnya dt

d juga menjadi

< 0. dt

d adalah percepatan sudut, apabila nilainnya < 0 maka berarti terjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

16

pengurangan kecepatan sudut ω dan karena frekwensi f =

2 maka hal ini berarti

penurunan frekwensi. Penurunan frekwensi dari nilai f0 menjadi f1 dirasakan oleh

governor dan governor segera beraksi untuk mengembalikan nilai frekwensi ke f0.

Reaksi ini berlangsung sebagai berikut :

a. Karena kecepatan sudut ω dari mesin penggerak generator turun maka bola-

bola berputar pada Gambar 3.2 juga akan turun kecepatan sudutnya karena

poros yang memutarnya dihubungkan langsung melalui sistem roda gigi

dengan mesin penggerak generator. Hal ini akan menyebabkan titik A

menurun yang selanjutnya juga akan menurunkan titik B. Dengan turunnya

titik B maka torak pengaruh tekanan minyak akan mengalirkan minyak

bertekanan ke torak penggerak katup utama akan menambah air ke turbin air.

Untuk mesin diesel dan turbin gas maka yang digerakkan adalah batang

pengatur bahan bakar sehingga katup utama terangkat ke atas untuk

menambah bahan bakar.

b. Pada Gambar 3.3 waktu bertambahnya beban adalah pada saat t = t1 dan ini

akan menyebabkan turunnya frekwensi dan pada saat t = t2 governor mulai

bekerja, penurunan frekwensi berkurang sampai pada saat t = t3. Kecuraman

penurunan frekwensi telah hilang atau secara matematis dt

df = 0, pada

persamaan 3.1 dan 3.2, berarti jika dt

df = 0, ΔT = TG - TB juga mempunyai

nilai nol.

c. Pada saat t = t3 nilai frekwensi f = f’ dimana f’ ↔ f0, dan ini akan

menyebabkan generator akan terus menambah bahan bakar/uap/air dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

17

cara mengangkat katup utama dari turbin. Kopel yang dihasilkan mesin

penggerak generator terus diperbesar sehingga ΔT = TG - TB menjadi ↔ 0 dan

mengakibatkan dt

df > 0, berarti frekwensi naik.

d. Pada saat t = t4 nilai frekwensi f = f0, sebetulnya pada saat seperti ini tidak

diperlukan lagi penambahan bahan bakar/uap/air karena frekwensi telah pas.

Tetapi pada saat t = t4 nilai ΔT > 0, sebagai akibat penambahan bahan

bakar/uap/air yang menyebabkan frekwensi terus naik. Beberapa saat setelah t

= t4 nilai frekwensi f > f0 sehingga governor mulai bereaksi untuk menurunkan

frekwensi dengan cara mengurangi uap/air ke turbin sehingga nilai ΔT

diperkecil dan ini juga memperkecil dt

df sesuai dengan persamaan 3.1 dan 3.2.

e. Pada saat t = t5 nilai frekwensi f’ = f” dimana f” > f0 sehingga governor akan

terus bereaksi untuk menurunkan frekwensi. Pada saat t = t5 nilai ΔT = TG -

TB. Sehingga keseimbangan kopel generator dengan kopel beban tidak

diperlukan lagi. Pengurangan nilai kopel generator TG yang dilakukan oleh

governor (tidak mengurangi bahan bakar/uap/air lagi), tetapi karena pada saat

t = t5 nilai frekwensi f” > f0 maka governor akan terus bereaksi untuk

mengurangi uap/air/bahan bakar.

f. Pada saat t = t6 keadaan adalah serupa dengan pada saat t = t4 yaitu bahwa

nilai frekwensi f = f0, tetapi bedanya dengan pada saat t = t4 adalah bahwa

pada saat t = t6 nilai ΔT < 0 sehingga frekwensi setelah saat t = t6 akan

menurun.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

18

0

t1 t2 t3 t4 t5 t6

Sebelum ada penambahan beban

TG = TB atau

Garis Frekwensi

f = f0 , penambahan uap berhenti tetapi ΔT > 0

f naik terus

Kerja governor mulai terasa

T > 0f’ akan naik

Garis (TG - TB) =

.//0,0,0 bakarbahanairuappenambahanadatetapmakaftetapiTkarenadt

df

t0 t (detik)

Gambar 3.3.A. Respon governor yang statis.

t1 t2t0

0

f0

Saat penambahan beban, TB naik

T naik secara discreate

TG naik secara discreate

TB turun dengan turunnya frekuensi

f’ < 0

bertahaparaberkurangdt

dfsec

Gambar 3.3.B. Respon governor yang stabil.

Frekwensi (f)

Kopel (T)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

19

Agar governor stabil maka titik C dan D dalam Gambar 3.3 perlu dihubungkan.

Dengan dihubungkanya titik C dengan D maka dengan mengingat uraian-uraian

dalam butir a sampai dengan butir d maka bertambahnya uap yaitu dengan

naiknya katup utama, menyebabkan titik-titik C, D, dan B juga akan naik.

Naiknya titik B ini dipercepat oleh naiknya titik C dan D disamping titik B juga

dinaikkan oleh titik A yang bersamaan dengan naiknya frekwensi. Ini

menyebabkan titik B akan lebih cepat menutup pengiriman tekanan minyak yang

mengangkat katup uap dalam arti juga penambahan kopel pada mesin penggerak

generator ( penambahan nilai TG ) akan lebih cepat berhenti. Jika berhentinya

penambahan uap ini akan diikuti berhentinya gerakan titik A maka governor akan

berhenti bekerja.

Seperti diuraikan pada butir a, gerakan titik A mula-mula bergerak turun

yang diakibatkan turunnya frekwensi, dan gerakan titik A ini merupakan awal dari

tanggapan governor. Berhentinya gerakan titik A terjadi apabila ∆T = TG - TB = 0,

sehingga menurut persamaan 3.1 nilai dt

d = 0. Titik A akan bergerak apabila

nilai ω berubah atau apabila dt

d = 0 dan akan berhenti apabila

dt

d = 0. Apabila

dt

d belum mencapai nilai nol. Maka titik A akan bergerak lagi turun dan proses

penambahan uap dengan uraian seperti di atas, berlangsung lagi tetapi selalu

diikuti dengan naiknya titik C dan D yang akan menghentikan proses penambahan

uap ini. Jadi proses penambahan uap akan berlangsung selangkah demi selangkah

sampai pada satu langkah tertentu nilai dt

d menjadi nol, dan governor berhenti

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

20

bekerja. Dengan demikian governor bekerja stabil walaupun nilai dt

d = 0, terjadi

pada frekwensi f’ < f0.

Penambahan uap selangkah demi selangkah ini menyebabkan nilai TG naik

secara discrate sehingga juga ∆T = TG - TB naik secara discrate seperti terlihat

pada Gambar 3.3.B. Pada governor yang astatis kenaikan ∆T ini berlangsung

secara kontinyu dan sifatnya “ terlampau cepat “ sehingga menimbulkan osilasi

seperti digambarkan pada Gambar 3.3.A.

Dengan bertambahnya ∆T secara discrate maka governor menjadi stabil

walaupun pada saat frekwensi f’ < f0 seperti pada Gambar 3.3.B. Kestabilan ini

dapat dicapai karena naiknya nilai ∆T secara discrate bisa mencapai

keseimbangan TG = TB tanpa “keterusan“, artinya tanpa terjadi keadaan di mana

∆T menjadi > 0. nilai ∆T yang sejak adanya penambahan beban menjadi < 0

karena TB menjadi > TG, naik secara discrate hingga mencapai nilai = 0 tanpa

memasuki kondisi ∆T > 0.

Jika sempat mencapai nilai ∆T > 0 maka akan terjadi osilasi. Beban sistem

yang ikut menurun akan membantu tercapainya keseimbangan apabila frekwensi

dalam sistem menurun. Hal ini digambarkan pada Gambar 3.3.B. f’ < 0 adalah

keseimbangan baru yang tercapai dan selisih f0 – f’ disebut speed drop dari

governor.

Gambar 3.3.A maupun Gambar 3.3.B menggambarkan keadaan-keadaan

yang ekstrim dari karakteristik governor dalam keadaan yang tidak stabil, terus

menerus berisolasi dan keadaan yang langsung stabil tanpa osilasi. Dalam praktek

bisa terjadi keadaan diantara kedua keadaan ekstrim ini yaitu terjadi osilasi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

21

teredam dan akhirnya tercapai keadaan yang stabil, hal ini ditunjukkan oleh

Gambar 3.4 lengkung b.

ab

c

50f (Hertz)

t1

t2

t3 t (detik)0

Gambar 3.4. Berbagai respon dari governor terhadap perubahan beban.

Pada saat t = t1 ada penambahan beban.

Pada saat t = t2 governor mulai memberi respon.

Garis a menggambarkan respon yang tidak stabil, berisolasi.

Garis b menggambarkan respon berisolasi yang teredam dan akhirnya stabil.

Speed droop governor dan dash pot time governor sangat mempengaruhi

cepat atau lambatnya osilasi ini teredam. Dengan menghubungkan titik C dan titik

D akan tercapai keseimbangan baru, namun keseimbangan baru ini terjadi pada

frekwensi f1 yang lebih rendah dari frekwensi semula f0. Agar frekwensi selalu

bernilai f0 maka titik B ditekan ke bawah. Langkah-langkah tersebut di atas yang

dilakukan oleh governor secara otomatis tetapi menghasilkan frekwensi f1 < f0

disebut pengaturan primer yang dilakukan oleh governor.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

22

Sedangkan penekanan titik B untuk mengembalikan frekwensi ke nilai f0 disebut

pengaturan sekunder. Pengaturan sekunder tidak dilakukan otomatis oleh

governor namun dapat dilakukan secara manual oleh operator atau oleh komputer.

104

100

Pengaturan Sekunder

S1, Speed Drop = 4 %

S2, Speed Drop > S1

Beban (%)

Frekuensi (%)

Garis Speed Drop

setelah dilakukan Pengaturan Sekunder

Gambar 3.5. Karakteristik Speed Drop Governor.

Sifat governor yang dapat stabil tetapi tidak dapat mengembalikan nilai

frekwensi ke nilai frekwensi semula disebut bahwa governor mempunyai speed

drop dari governor. Gambar 3.5 menggambarkan karakteristik speed drop dari

governor.

Apabila pada beban penuh (100 %) dikehendaki frekwensi = 100 % dan

untuk ini frekwensi pada beban nol harus = 104 % maka dikatakan bahwa

governor mempunyai speed drop = 4 %. Speed drop sesungguhnya merupakan

hasil umpan balik dari gerakan penambahan uap/air, yaitu dengan bergeraknya

titik C dan D ke atas yang juga menyeret titik B keatas dan akhirnya menutup

aliran tekanan minyak yang akan mengangkat pengisap titik C.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

23

III.2 PENYETELAN SPEED DROP

Speed drop berfungsi untuk membatasi naik turunnya mesin sewaktu

beban dikurangi / ditambah. Dan merupakan salah satu karakteristik governor

yang perlu diperhatikan dalam pengaturan frekwensi sistem. Dengan

memperhatikan Gambar 3.2 terlihat bahwa makin dekat jarak titik B dengan titik

D makin cepat pengisap titik B menutup aliran minyak yang mengangkat atau

menurunkan posisi pengisap dan sebaliknya makin jauh jaraknya makin lambat

gerakan menutup aliran minyak ini.

Hal ini berarti bahwa makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat

governor menghentikan tanggapanya terhadap perubahan frekwensi dan

menghasilkan speed drop yang besar dan sebaliknya makin jauh jarak titik B

dengan titik D makin lambat governor menghentikan tanggapanya terhadap

perubahan frekwensi dan sebaliknya menghasilkan speed drop yang kecil. Titik B

dalam Gambar 3.2 dipecah menjadi titik B1 dan titik B2 dalam Gambar 3.6 makin

kecil speed drop dari governor makin peka governor tersebut terhadap perubahan

beban tetapi juga lebih besar kemungkinannya untuk tidak stabil.

Jadi penyetelan speed drop governor dapat dilakukan dengan menyetel

jarak titik B dan titik D. Dalam praktek hal ini tidak mudah pelaksanaanya, karena

untuk melakukan pengaturan sekunder titik B harus dapat digerakkan ke atas dan

ke bawah secara bebas. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi sistem mekanik

dan hidrolik seperti pada Gambar 3.6 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

24

Gambar 3.6 Speed drop diatur posisi engsel E

Titik B yang bertugas mengarahkan tekanan minyak dapat digerakkan

melalui titik A oleh bola-bola berputar dan dapat pula digerakkan melalui titik B2

oleh motor pengatur putaran. Sedangkan gerakan umpan balik dari titik D untuk

memberhentikan tekanan minyak diterima melalui titik B1. Besarnya umpan balik

ini dapat diatur dengan mengatur posisi engsel E, umpan balik dari titik D

diterima titik B1 melalui engsel E dan akan menggerakkan rumah dari torak yang

digerakkan titik B untuk menutup lubang minyak yang menuju ke rumah torak

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

25

penggerak titik D. Bergeraknya titik C dan D ke atas yang selanjutnya melalui

engsel E menekan rumah pengisap kiri ke bawah sehingga menutup lubang-

lubang yang meneruskan tekanan minyak ke pengisap kanan dan akhirnya

menghentikan proses penambahan uap atau air.

Motor pengatur putaran dapat merubah-ubah posisi titik B melalui titik

B2 dengan cara memutar roda gigi cacing. Pada saat generator mau diparalelkan

dengan sistem, motor pengatur putaran akan mengatur jumlah putaran per menit

dari turbin. Tetapi kalau generator sudah paralel dengan sistem maka motor

pengatur putaran akan mengatur daya nyata ( mengatur putaran dan frekwensi }.

Hasil umpan balik dari gerakan penambahan uap atau air disebut dengan

speed drop. Governor juga dilengkapi dengan rangkaian peredam (dashpot) untuk

menghindari osilasi dan menggunakan penguatan bertingkat dan juga perlu ada

katup darurat. Untuk menghentikan unit pembangkit dalam keadaan darurat

dengan menutup katup uap pada turbin uap atau katup air, sedangkan pada turbin

gas dan mesin diesel menutup saluran bahan bakar.

f0

f1

0 t0 t1 t2 t3 t4

I1

I2

Waktu (detik)

f0 Frekuensi (Hertz) ∆f

Gambar 3.7 Proses Pengaturan Frekwensi sebagai fungsi waktu.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

26

Gambar 3.7 menunjukkan perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu. Pada saat t

= t0 ada penambahan beban sehingga frekwensi menurun menurut garis I1.

Apabila inersia sistem lebih kecil maka penurunan frekwensi akan lebih cepat

misalnya menurut garis I2. Pada saat t = t1 governor mulai terasa kerjanya, mulai

mengadakan pengaturan primer sampai t = t2 dan tercapai frekwensi = f1. Pada

saat t = t3 dilakukan pengaturan sekunder sehingga frekwensi kembali menjadi f0.

Besarnya Δf tergantung kepada penyetelan speed drop governor.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

27

BAB IV

PENGATURAN FREKWENSI DENGAN PELEPASAN BEBAN

Daya dan frekwensi pada sistem tenaga listrik sangat erat hubungannya

satu sama lain. Tujuan dari pengaturan daya – frekwensi di dalam pengoperasian

pusat tenaga listrik adalah menjaga frekwensi yang konstan bila ada perubahan

beban. Governor seperti telah dibahas pada Bab III adalah alat utama untuk

mengatur daya dan frekwensi. Apabila berkurangnya daya pembangkit hanya

berkisar diantara 10 sampai 15% dari kapasitas pembangkitan yang ada maka

dalam hal ini penurunan frekwensi akan terjadi secara perlahan sehingga tidak

akan menyebabkan hal-hal yang serius terhadap sistem. Hal ini disebabkan karena

governor pembangkit-pembangkit masih sempat bekerja dan daya cadangan panas

yang ada atau spinning reserve (kira-kira 10-15%) dapat digunakan. Umumnya,

dalam hal ini turunnya frekwensi masih dapat ditahan dan dikembalikan

kekeadaan normal karena bekerjanya governor, tanpa melakukan pelepasan

beban.

Tetapi apabila berkurangnya jumlah pembangkitan lebih besar lagi,

misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh (trip), maka turunnya

frekwensi akan makin cepat sehingga dapat memberi harga yang relatif rendah

hanya dalam waktu yang sangat singkat. Governor dan daya cadangan panas yang

ada tidak sempat bekerja sehingga tidak dapat membantu memperbaiki keadaan

sistem.

Untuk menjaga sistem dari kegagalan / kerusakan dikarenakan makin

turunnya frekwensi maka sebagian beban harus dilepaskan. Setelah sebagian

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

28

beban lepas, beban-beban yang dipikul oleh pembangkit-pembangkit yang masih

bekerja akan berkurang dan frekwensi akan dapat kembali ke keadaan normal

segera setelah terjadi keseimbangan antara sisa pembangkit dan sisa beban.

Dengan pelepasan sebagian beban pembangkit-pembangkit yang masih

bekerja dapat terhindar dari kerusakan dan juga pelayanan terhadap beban yang

tinggal masih dapat tetap dilaksanakan.

Daya aktif tergantung pada frekwensi tergantung juga pada tegangan,

tetapi pengaruh dari tegangan ini kecil, terutama untuk sistem tegangan tinggi.

Untuk sistem transmisi tegangan tinggi tahanan R jauh lebih kecil dari reaktansi

(x) sehingga sudutnya 900.

Dengan demikian persamaan daya aktif dan daya reaktif dapat ditulis

sebagai,

P = sin. 21

X

VV

Q = X

V

X

VV2

221cos

. (4.1)

Karena pada umumnya nilai sudut δ kecil, maka :

sin δ ≈ δ

cos δ ≈ 1 (4.2)

Jadi persamaan 4.1 dan 4.2 dapat ditulis,

P = X

VV 21 . (4.3)

dan

Q = X

V

X

VV2

221 .

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

29

atau

Q = 21

2VV

X

V

atau

Q = VX

V

2 (4.4)

Dari persamaan 4.3 dapat dilihat bahwa aliran daya aktif (watt) hanya

tergantung dari selisih sudut daya δ selama tegangan-tegangan dipertahankan

konstan, dan aliran daya reaktif (VAR) hanya tergantung dari selisih tegangan

ΔV. Oleh karena itu kedua persoalan ini secara pendekatan dapat dibahas terpisah.

IV.1 Hubungan Antara Beban Dan Frekwensi

Dalam keadaan paralel kecepatan turbin ditentukan oleh kecepatan

sinkronisasi generator terhadap frekwensi sistem daya. Daya output generator

sinkron dan hubungannya dengan frekwensi seperti pada Gambar 4.1.

N ppm

[kW]Pbp0

[kW]Pbp0

Nbn

Nbp

fbn

fbp

f [Hertz]

(a) (b)

Gambar 4.1. Karakteristik alternator yang bekerja paralel.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

30

Keterangan : N = putaran alternator (rpm)

P = daya aktif (Watt)

bp = kondisi beban penuh

bn = kondisi beban nol (tanpa beban)

f = frekwensi (Hertz)

Dimana kita tahu kondisi pada Gambar 4.1 adalah kondisi paralel,

hubungan antara frekwensi dan daya dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai

berikut :

Pout = K . (fbn - fsis) (4.5)

dimana : Pout = daya keluaran generator (kW)

K = karakteristik (kW/Hz) atau (MW/Hz)

fbn = frekwensi beban nol generator (Hertz)

fsis = frekwensi sistem listrik keseluruhan (Hertz)

Karakteristik pembangkitan untuk satu mesin, biasanya dinyatakan dalam

MW per 0,1 Hertz. Karakteristik pembangkitan suatu daerah dapat ditentukan

dengan menjumlahkan karakteristik-karakteristik pembangkitan mesin-mesin

daerah itu.

Misal : Karakteristik pembangkitan mesin ke-1 = KG1

Karakteristik pembangkitan mesin ke-2 = KG2

Karakteristik pembangkitan mesin ke-3 = KGn

maka karakteristik pembangkitan daerah itu :

KG1 + KG2 + ............ + KGn (4.6)

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

31

Untuk mendapatkan nilai K (karakteristik / konstanta) maka di lakukan

load rejection test, load rejection test merupakan salah satu rangkaian test

terhadap unit pembangkit baik itu unit baru maupun unit pembangkit yang baru

selesai dipelihara. Hal ini dilakukan untuk melihat performance dari alat-alat

bantu dari unit itu sendiri. Selain tujuan di atas, load rejection test juga

diperuntukkan untuk melihat pengaruh unit tersebut pada saat lepas terpaksa dari

sistem (trip).

Load rejection test unit pembangkit dilakukan secara bertahap (25%, 50%,

75%, 100%) tergantung dari rekomendasi pabrikan. Load rejection test dilakukan

dengan mentripkan unit pada saat berbeban sampai beban unit 100% dari beban

nominal dimana hal tersebut akan berdampak pada sistem terutama frekwensi.

Oleh sebab itu perlu dilakukan strategi pengamanan agar sistem tetap stabil.

Perubahan frekwensi sistem tergantung dari kekuatan sistem. Kekuatan

sistem itu sendiri tergantung dari total moment inersia unit pembangkit yang

beroperasi saat itu, besarnya cadangan putar dan profil beban.

● Strategi Pengamanan Sistem

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengamanan sistem pada

saat dilakukannya load rejection test, antara lain :

1. Mengoperasikan sistem dengan mode frekwensi di atas 50 Hz sesaat sebelum

PMT unit ditripkan. Hal ini dilakukan agar penurunan frekwensi sistem tidak

menyebabkan under frekuensi relay (UFR) kerja. Berdasarkan statistik

gangguan unit pembangkit di sistem, kekuatan sistem / konstanta PT. PLN

(Persero), SUMBAGUT adalah sesuai dengan persamaan 4.5 dan 4.6 maka :

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

32

Konstanta PT. PLN (Persero) = 53 MW/Hz

Nilai K menunjukkan bahwa kekuatan sistem SUMBAGUT adalah ± 53

MW/Hz (tidak terhubung terhadap PT. INALUM). Jika dilakukan load

rejection test pada kondisi beban penuh (115 MW) maka frekwensi akan turun

sebesar :

Δf = 53

115 = 2,17 Hz

Dengan demikian frekwensi sistem akan drop sekitar 2,17 Hertz dari

frekwensi awal. Agar UFR tahapan tidak kerja perlu diset frekwensi awal

sebesar 52,2 Hz. Di mana setting UFR tahapan pada sistem SUMBAGUT

diawali pada frekwensi 49,4 Hz untuk tahap 1.

2. Memperbesar cadangan putar

Besar cadangan putar adalah sebesar unit terbesar yang beroperasi saat itu atau

sebesar unit yang akan dilakukan load rejection test. Cadangan putar ini akan

dioperasikan sebagai pengganti daya hilang sehingga sistem tetap stabil.

Jumlah cadangan yang ada tersebut akan dibagi menjadi dua mode operasi

yakni free governor dan unit dengan pola operasi follower.

3. Memperbesar kekuatan sistem (K) dengan cara memperbesar moment inersia

sistem yang dilakukan dengan mengoperasikan unit yang mempunyai bobot

(massa) rotor yang besar seperti PLTG dan PLTD.

4. Meningkatkan keandalan sistem penyaluran.

Perubahan konfigurasi unit pembangkit juga mempengaruhi arah dan besar

aliran daya pada sistem. Hal ini dapat menyebabkan bekerja proteksi di sistem

penyaluran seperti Over Current Relay (OCR) dan Power Relay. Oleh sebab

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

33

itu besar transfer daya antar sub sistem harus dijaga di bawah nominal dan

setting relay proteksi.

5. Pengamanan sistem oleh Under Frequency Relay (UFR)

Setelah dilakukan pelepasan PMT unit pembangkit, kemudian frekwensi

sistem cenderung turun, maka under frequency relay tahapan akan bekerja dan

memadamkan beberapa penyulang sehingga frekwensi sistem diharapkan

kembali stabil. Adapun estimasi beban hilang karena UFR bekerja.

Waktu yang paling baik dalam pelaksanaan load rejection test adalah pada

saat beban sistem tinggi karena pada saat itu sebagian besar unit pembangkit

masuk sistem. Dengan demikian moment inersia sistem menjadi lebih besar.

Namun saat kondisi sistem dalam keadaan defisit dimana tidak terdapat cadangan

daya (cadangan putar), maka waktu pelaksanaan load rejection test adalah pada

saat trend beban rendah. Pada laporan beban harian di sistem SUMBAGUT

menunjukkan bahwa beban sistem sedikit lebih rendah antara jam 07.00 s.d 08.00

wib antara jam 12.00 s.d 13.00 wib.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan :

• Load rejection test sangat perlu dilakukan untuk melihat performance alat-alat

bantu unit itu sendiri serta dampaknya secara langsung terhadap sistem.

• Pelaksanaan load rejection test dilakukan pada saat sistem memiliki cadangan

putar agar unit-unit pembangkit dapat dioperasikan dengan mode free

governor maupun sebagai unit follower.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

34

● Konstanta PT. INALUM

Load rejection test PT. INALUM pada tanggal 31 juli 1989 dengan

tahapan beban sebagai berikut : 50% (39,8 MW), 75% (60 MW), 100% (81 MW).

Dimana momen inersia seluruh pembangkit adalah sama karena sama-sama

mempunyai bobot massa rotor yang sama dan tidak terhubung ke sistem PT. PLN

(Persero). Konstanta PT. INALUM dengan menggunakan persamaan 4.5 adalah

sebagai berikut :

▪ Pada beban 50% (39,8 MW), frekwensi maksimum 57,6 Hz dan stabil pada

frekwensi 49,8 Hz.

K = sisbn ff

P

=

8,496,57

8,39

= 5,1

Hz

MW

▪ Pada beban 75% (60 MW), frekwensi maksimum 60,2 Hz dan stabil pada

frekwensi 49,9 Hz.

K = sisbn ff

P

=

9,492,60

60

= 5,8

Hz

MW

▪ Pada beban 100% (81 MW), frekwensi maksimum 64,8 Hz dan stabil pada

frekwensi 49,8 Hz.

K = sisbn ff

P

=

8,498,64

81

= 5,4

Hz

MW

▪ Rata – rata kostanta load rejection test pada saat itu adalah :

KINALUM = 3

4,58,51,5 = 5,4

Hz

MW per unit pada tahun 1989.

PT. INALUM baru-baru ini melakukan load rejection test dan konstanta yang di

dapat adalah 5,2 Hertz

MW per unit dan konstanta inilah yang dipakai hingga hari ini.

(terdapat pada Lampiran 1).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

35

IV.2 Pelepasan Beban (Load Shedding)

Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia

tidak dapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar

jatuh (trip), maka untuk menghindari terputusnya secara total penyaluran tenaga

listrik maka perlu dilakukan pelepasan beban. Keadaan yang kritis dalam sistem

karena jatuhnya unit pembangkit dapat dideteksi melalui frekwensi sistem yang

menurun dengan cepat. Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 4.2, pada saat t

= tA ada unit pembangkit yang jatuh sehingga frekwensi menurun.

tA tB tC tD tE tF tG

f0

fE

fB

fC

Δ fA

B

C

D

E F

G

123

Waktu (detik)

frekwensi (Hertz)

0

Gambar 4.2. Perubahan frekwensi sebagai fungsi waktu dengan adanya pelepasan beban.

Turunnya frekwensi dapat menurut garis 1, garis 2 atau garis 3. Makin

besar unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang) makin

cepat frekwensi menurun. Kecepatan menurunnya frekwensi juga tergantung

kepada besar kecilnya moment inersia sistem, makin kokoh sistemnya, makin

lambat turunnya frekwensi.

Dalam gambar 4.2 dimisalkan bahwa frekwensi menurun menurut garis 2.

Setelah mencapai titik B dilakukan pelepasan beban tingkat pertama oleh Under

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

36

Frequency Relay (UFR) yang bekerja setelah mendeteksi frekwensi sebesar fB.

Dengan adanya pelepasan beban tingkat pertama maka penurunan frekwensi

berkurang kecepatannya, sampai di titik C UFR mendeteksi frekwensi sebesar fC

dan akan melakukan pelepasan beban tingkat ke dua.

Setelah pelepasan beban tingkat ke dua frekwensi sistem tidak lagi

menurun tapi menunjukkan gejala yang baik yaitu naik kembali menuju titik D.

Naiknya frekwensi dari titik C menuju titik D disebabkan karena daya yang masih

tersedia dalam sistem adalah lebih besar dari pada beban setelah mengalami

pelepasan beban tingkat ke dua. Mulai dari titik D, yaitu setelah proses tersebut di

atas berlangsung selama tD. Governor unit-unit pembangkit dalam sistem mulai

melakukan pengaturan primer.

Nilai tD berkisar 4 detik, periode sebelum governor melakukan pengaturan

primer disebut periode transien dan ini berlangsung selama kira-kira 4 detik.

Setelah governor melakukan pengaturan primer maka frekwensi mencapai titik fE

yaitu kondisi pada titik E. Kemampuan governor melakukan pengaturan primer

sangat tergantung kepada besarnya spinning reserve yang masih tersedia dalam

sistem. Seandainya unit-unit pembangkit yang masuk (paralel) ke dalam sistem

mempunyai kemampuan pembangkitan 100 MW tetapi bebannya baru 70 MW

maka dikatakan bahwa spinning reserve masih 100 – 70 = 30 MW. Setelah

mencapai titik E masih ada deviasi frekwensi sebesar f terhadap frekwensi yang

diinginkan yaitu f0 dan deviasi ini dikoreksi dengan pengaturan sekunder yang

dimulai pada titik f dan frekwensi menjadi normal kembali pada titik G.

Apabila unit pembangkit yang jatuh tidak begitu besar mungkin penurunan

frekwensi tidak pernah mencapai nilai fC sehingga dalam hal ini pelepasan beban

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

37

tingkat pertama saja sudah cukup untuk menghindarkan sistem menjadi

collapssed.

Dalam praktek pelepasan beban (load shedding) dilakukan dengan

memasang UFR pada berbagai feeder distribusi yang dipilih menurut kondisi

setempat. Feeder diberi UFR, jumlah UFR harus sedikitnya cukup melepas beban

sebesar unit terbesar dalam sistem.

■ Pelepasan Beban di PT. INALUM

Sistem pelepasan beban seperti digambarkan pada Gambar 4.3 berikut

adalah sistem pelepasan beban di pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung :

UFR 1

49 Hz

UFR 2

48 Hz

UFR 3

47,5 Hz

UFR 4

45 Hz

KT

f

Selective

Tripping

Circuit

1 P.L Trip

2 P.L Trip

OR

AND No.1-3 No.2-1 No.3-2

Gambar 4.3. Diagram blok pelepasan beban di PT. INALUM.

Switch

Tripping Order

1 ST 2ND

No. 1-3 No. 1 Pot Line No. 3 Pot Line

No. 2-1 No. 2 Pot Line No. 1 Pot Line

No. 3-2 No. 3 Pot Line No. 2 Pot Line

Keterangan gambar :

K = 1,44 Hz /detik

Ada 3 pot line tiap-tiap pot line = 170 pot, jadi ada 510 tungku peleburan alumunium.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

38

Dalam gambar 4.2 dapat kita lihat UFR di PT. INALUM ada sebanyak 4. Yang

mana disetting dalam 4 tahap yaitu 49 Hz; 48 Hz; 47,5 Hz; dan 45 Hz. Apabila

UFR 1 dan UFR 2 beroperasi dan nilai dt

df1,44 Hz/detik dan diikuti

beroperasinya UFR 3 maka akan trip 1 pot line, dan apabila frekwensi masih

belum kembali ke keadaan normal maka akan dilanjutkan trip ke pot line

berikutnya jadi ada 2 pot line yang trip (karena gerbang and).

Dan apabila t

f

≤ K, dan UFR 4 beroperasi maka akan trip 1 pot line, dan

apabila frekwensi masih belum kembali ke keadaan normal maka akan dilanjutkan

trip ke pot line berikutnya (sama seperti uraian di atas) jadi ada 2 pot line yang

trip (karena gerbang or).

Kesimpulan :

• Apabila UFR 1 dan UFR 2 beroperasi bila t

f

≤ K, maka tidak terjadi

pelepasan beban.

• Dan apabila UFR 4 beroperasi bila t

f

≤ K, maka akan terjadi pelepasan beban.

• UFR 1 dan UFR 2 beroperasi dan nilai t

f

> K, maka akan terjadi pelepasan

beban.

▪ Diagram satu garis sistem tenaga PT. INALUM, terdapat pada Lampiran 2

▪ Rangkaian UFR di 275 kV terdapat pada Lampiran 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

39

■ Pelepasan Beban di PT. PLN (Persero)

PT. PLN (Persero) mempunyai 6 relay di sistem interkoneksi antara PT.

INALUM dengan PT. PLN.(Persero) dan ada 3 tahap pelepasan beban di

penyulang PT. PLN (Persero). Semua ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

- UFR 1 → disetting = 49,4 Hz dan tenggang waktu 0,1 detik apabila relay ini

beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap pertama di penyulang PT. PLN

(Persero) yaitu sebesar 53 sampai 80 MW.

- UFR 2 → disetting = 49,2 Hz dan tenggang waktu 0,2 detik apabila relay ini

beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap kedua di penyulang PT. PLN

(Persero) yaitu sebesar 36 sampai 57 MW.

- UFR 3 → disetting = 49,0 Hz dan tenggang waktu 0,2 detik apabila relay ini

beroperasi maka akan terlepas beban pada tahap ketiga di penyulang PT. PLN

(Persero) yaitu sebesar 12 sampai 14 MW.

- UFR 7 → disetting = 48,5 Hz dan tenggang waktu 0,24 detik apabila relay ini

beroperasi maka akan terlepas sistem medan / sistem interkoneksi antara PT.

INALUM dengan PT. PLN (Persero).

- Relay daya → disetting = 66 MW dan tenggang waktu 0,41 detik apabila relay

ini bekerja maka pengiriman daya akan terlepas.

- Relay arus lebih → disetting = 166,7 Amper, rele ini akan bekerja apabila ada

arus lebih (ada gangguan dan beban lebih).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

40

IV.3 Tahap – Tahap Yang Terjadi Bila Ada Perubahan Beban

Perubahan beban mula-mula akan dilayani oleh sebagian energi kinetis

yang dimiliki mesin-mesin. Misalnya suatu penambahan beban akan

mengakibatkan berkurangnya energi kinetis mesin-mesin sehingga kecepatannya

turun, jadi frekwensi turun.

Energi kinetis mesin-mesin sebanding dengan kwadrat frekwensinya

sehingga dapat dituliskan :

0

2

0

11 . E

f

fE

( 4.7)

1E energi kinetis pada frekwensi 1f

0E = energi kinetis pada frekwensi 0f

Untuk suatu perubahan frekwensi yang kecil ∆f, perubahan energi kinetis

∆E adalah sebagai berikut :

01 EEE

1.

2

0

2

1000

2

0

1

f

fEEE

f

fE

karena f kecil maka persamaan menjadi :

00 /.2 fEfE

atau :

( 4.8)

Energi kinetis mesin-mesin pada frekwensi nominal adalah sama dengan

kapasitas mesin-mesin dikalikan dengan konstanta inersianya. Hubungan energi

mekanik terhadap momen inersia adalah :

0

0

2 E

fEf

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

41

I = 222 f

H

(4.9)

di mana : H = besarnya energi mekanik per MW terpasang.

I = momen inersia (kWs / kVA)

f = frekwensi (Hertz)

Konstanta inersia ini = 2 s/d 6 kWs / kVA untuk unit - unit hydro,

= 5 s/ d 9 kWs / kVA untuk unit - unit uap.

Misalnya konstanta inersia ini diambil gabungannya yaitu : 6 kWs/ kVA,

maka energi kinetis pada frekwensi nominal untuk kapasitas daerah sebesar 5.000

MVA :

Bila pada keadaan ini terjadi penambahan beban tiba – tiba sebesar 25

MW yang dapat diatasi dengan mengambil sebagian energi kinetis daerah dalam

periode 6 detik , maka :

E = 25 MW x 6 s = 150 MWs

E = 2 . 00 /. fEf

maka penurunan frekwensi adalah :

Hzx

x

E

fxEf 125,0

000.302

50150

2 0

0

Energi kinetis harus dinaikkan sebesar 150 MWs (sebesar gangguan) untuk

mengembalikan frekwensi ke harga nominalnya.

MWskVAkWsxMVAE 000.30/6000.50

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

42

IV.4 Karakteristik Daya-Frekwensi Pada Suatu Sistem Interkoneksi

Karakteristik Daya-Frekwensi yang telah dibicarakan pada pasal yang lalu

dapat didekati dengan garis lurus dan

K = f

P

(4.10)

dimana K adalah konstanta dalam MW per Hz, konstanta K tergantung dari

governor dan karaktristik beban.

Misalkanlah, ∆PG perolehan pembangkitan dengan governor bekerja bebas

sebagai akibat dari penambahan beban tiba-tiba sebesar ∆PL, jadi besar

ketidakseimbangan daya dalam sistem itu :

∆P = ∆PL - ∆PG (4.11)

dan karena itu

K = f

P

f

P GL

(4.12)

∆PL/∆f mengukur pengaruh dari karakteristik frekwensi dari beban dan ∆PG

berbanding lurus dengan (PT - PG), dimana PT kapasitas turbin yang terhubung ke

sistem dan PG daya keluar generator. Apabila keadaan mantap telah dicapai beban

PL = PG, jadi :

K = K1.PT – K2.PL (4.13)

Dimana K1 dan K2 adalah koefisien-koefisien yang berhubungan dengan turbin

dan bahan. (untuk sistim British : K = 0,8 PT – 0,6 PL MW/Hz).

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

43

IV.5 Perhitungan Frekwensi di Sistem Interkoneksi Antara PT. INALUM

Dengan PT. PLN (Persero).

Dengan menggunakan persamaan-persamaan 4.10 dan 4.11 dapat kita

selesaikan perhitungan no.1 berikut :

1■ Konstanta PLN = 53 Hertz

MW

* - Generator INALUM yang beroperasi = 8 unit

- Konstanta INALUM = 5,2 Hertz

MWper unit

* Settingan relay :

1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz, dan dt

df = 1,43

ik

Hertz

det

- 2 Pot Line : 45 Hertz

- Generator : 43 Hertz

2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)

UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)

UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)

UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik

Relay daya : 66 MW + 0,41 detik

Relay arus lebih : 166,7 Amper

* - Trip 1 generator yang sedang beroperasi di Tangga = 75 MW

- Trip 1 generator yang sedang beroperasi di Siguragura = 70 MW

- Beban pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung = 342 MW

* Trip 75 MW di Tangga

Δf maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons

P

tantan

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

44

= 53)2,56(

75

x = 0,89 Hertz

f1 minimum = 50 – 0,89 = 49,1 < 49,2 Hertz, rele UF2 beroperasi

ΔP Inalum = Δf2 x Konstanta INALUM

= (50 – 49,2) x (6 x 5,2)

= 24,96 MW (yang ditanggung sesaat sebelum sistem medan

terpisah)

* Trip 70 MW di Siguragura

Δf maksimum = INALUMtaKons

P

tan

= 2,56

70

x

= 2,24 Hertz

f2 minimum = 50 – 2,24 = 47,76 < 48,5 Hertz, rele UF7 beroperasi

sistem medan terlepas

* Daya aktif yang dibangkitkan pembangkit INALUM agar dapat terhubung

kembali ke sistem medan sebesar :

(49,2 – 47,76) = 2,56 x

X

X = 44,93 MW

* Beban PLN yang ditanggung oleh INALUM sebesar :

Beban PLN = 44,93 – 24,96

= 19,97 MW

Jadi total beban INALUM = 342 + 19,97 = 361,97 MW.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

45

Dengan menggunakan persamaan 4.10 dapat kita selesaikan perhitungan

no.2 berikut :

2■ PLN : Trip PLTU turbin gas GT 11 di Belawan (117,5 MW) → konstanta

yang trip 9,4 Hertz

MW(dapat di lihat pada Lampiran 1 pada Power

generating system at north sumatera)

Konstanta PLN = 53 – 9,4 = 43,6 Hertz

MW

- Generator INALUM yang beroperasi = 6 unit

Konstanta total = (6 x 5,2) + 43,6 = 74,8Hertz

MW

* Settingan relay :

1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz dan dt

df = 1,43

ik

Hertz

det

- 2 Pot Line : 45 Hertz

- Generator : 43 Hertz

2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)

UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)

UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)

UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik

Relay daya : 66 MW + 0,41 detik

Relay Arus lebih : 166,7 Amper

* Δf maksimum = totaltaKons

P

tan

= 8,74

5,117 = 1,57 Hertz

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

46

f1 minimum = 50 – 1,57 = 48,43 < 48,5 Hz, terlepas dari sistem medan

ΔP INALUM = (50 – 49,2) x (6 x 5,2) = 24,96 MW

* ΔP = 117,5 – 57

= 60,5 MW

Δf maksimum = 8,74

5,60 = 0,8 Hertz

f2 minimum = 49,2– 0,8 = 48,4 < 48,5 Hz, terlepas dari sistem medan

∆P INALUM = (49,2 – 49) x (6 x 5,2) = 6,24 MW

* ∆P = 60,5 – 39

= 21,5 MW

∆f maksimal = 8,74

5,21

= 0,28 Hertz

f3 minimum = 49 – 0,28 = 48,72 Hertz → final frekwensi (sistem

medan terhubung kembali)

∆P INALUM = 0,28 x 31,2

= 8,736 MW

P INALUM total = 24,96 + 6,24 + 8,736

= 39,9 MW

* Penambahan pembangkitan dari INALUM yang di izinkan < 40 MW

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

47

Dengan menggunakan persamaan 4.10 dan persamaan-persamaan yang

terdapat dalam dokumen PT. INALUM. Maka kita dapat menyelesaikan

perhitungan no.3 berikut :

3■ Konstanta PLN = 53 Hertz

MW

* - Generator INALUM yang beroperasi = 7 unit

- Konstanta INALUM = 5,2 Hertz

MWper unit

* Settingan relay :

1). INALUM : - 1 Pot Line : 47,5 Hertz dan dt

df = 1,43

ik

Hertz

det

- 2 Pot Line : 45 Hertz

- Generator : 43 Hertz

2). PLN : UFR1 : 49,4 HZ + 0.1 detik (53 – 80 MW)

UFR2 : 49,2 HZ + 0,2 detik (36 – 57 MW)

UFR3 : 49,0 HZ + 0,2 detik (12 – 14 MW)

UFR7 : 48,5 HZ + 0,24 detik

Rele daya : 66 MW + 0,41 detik

Relay arus lebih : 166,7 Amper

* Trip 1 unit generator 65 MW di PLTU belawan, dimana konstanta PLTU

tersebut adalah 4,7 Hertz

MW (dapat di lihat pada Lampiran 1 pada Power

generating system at north sumatera)

dt

df =

TN

P x

GP

INALUMtaKons tan

NT = jumlah generator yang beroperasi di sistem interkoneksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

48

NI = jumlah generator di PT. INALUM

PG = daya normal keluaran generator PT. INALUM per unit

NT = NI + INALUMtaKons

PLNtaKons

tan

tan

= 7 + 2,5

3,48

= 16,28

Daya minimum generator = 71,5 MW

Daya maksimum generator = 79,2 MW

PG = 71,5 + 79,2

2

= 75,4 MW

Konstanta INALUM = 4,19 ik

Hertz

det

KINALUM = 7 x 5,2 = 36,4 Hertz

MW

KPLN = 53 – 4,7 = 48,3 Hertz

MW

KTotal = 84,7 Hertz

MW

NINALUM = 7 unit

NPLN = 9,28 unit

NTotal = 16,28 unit

Δf maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons

P

tantan

= 3,48)2,57(

65

x = 0,767 Hertz

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

49

f 1 minimum = 50 – 0,767 = 49,2 < 49,4 Hertz, rele UF1 beroperasi

dt

df = TN

P x

GP

INALUMtaKons tan

= 28,16

65 x

4,75

19,4

= - 0,22 ik

Hertz

det

t1 = 22,0

504,49

+ 0,1 + 0,2 = 3,0 detik

df = (- 0,22) x 3,0 = - 0,66 HZ

f1 = 50 - 0,66 = 49,34 Hertz

ΔPINALUM = df x KINALUM

= 0,66 x 36,4

= 24 MW

ΔPPLN = df x KPLN

= 0,66 x 48,3

= 31,8 MW

ΔTotal = df x KTotal

= 0,66 x 84,7

= 55,9 MW

* Pelepasan beban di penyulang PT. PLN (Persero) sebesar 53 MW

Δf2 maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons

P

tantan

= 7,84

5365

= - 0,14 Hertz

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

50

f2 minimum = 49,34 - 0,14 = 49,2 < 49,2 Hertz, rele UF2 beroperasi

dt

df = TN

P x

GP

INALUMtaKons tan

= 28,16

12 x

4,75

19,4

= - 0,04 ik

Hertz

det

t2 = 04,0

34,492,49

+ 0,4 = 3,9 detik

df = (- 0,04) x 0,4 = 0,156 Hertz

f2 = 49,34 - 0,156 = 49,184 Hertz

ΔPINALUM = df x KINALUM

= (0,66 + 0,156) x 36,4

= 29,7 MW

ΔPPLN = df x KPLN

= (0,66 + 0,156) x 48,3

= 39,4 MW

ΔTotal = df x KTotal

= (0,66 + 0,156) x 84,7

= 69,1 MW

* Pelepasan beban di penyulang PT. PLN (Persero) sebesar 36 MW

Δf3 maksimum = PLNtaKonsINALUMtaKons

P

tantan

= 7,84

3612

= 0,283 Hertz

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

51

f3 maksimum = 49,184 + 0,283 = 49,467 Hertz

dt

df = TN

P x

GP

INALUMtaKons tan

= 28,16

24 x

4,75

19,4 = 0,0819

ik

Hertz

det

t3 = 08.0

283,0 = 3,45 detik

ΔPINALUM = 0,283 x (7 x 5,2) = 10,3 MW

P INALUM TOTAL = 24 + 29,7 + 10,3 = 64 MW

* Sistem interkoneksi (F7) masih terhubung, jadi frekwensi masih dapat kembali

kekeadaan normal (relay daya beroperasi pada 66 MW).

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

● Governor

1. Pada saat adanya beban bertambah, frekwensi turun dan governor bereaksi

untuk memperbaiki frekwensi ke nilai semula yaitu f0.

2. Dalam proses memperbaiki / mengembalikan nilai frekwensi ke nilai semula

f0 ternyata apabila telah tercapai nilai f0 nilai ΔT ≠ 0 sehingga nilai f0 akan

berubah lagi. Di lain pihak apabila nilai ΔT = 0, hal ini terjadi pada saat nilai

frekwensi f ≠ f0 Hal ini dapat di lihat pada Gambar 3.3 A.

3. Ternyata governor tidak bisa mencapai nilai f0 (50 Hz), dikatakan bahwa

governor berisolasi / berfluktuasi. Dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut :

50 Hz

Pengatruran

Primer

Pengaturan

Sekunder

Pengaturan

Primer

Pengaturan

Sekunder

Gambar 5.1. Pengaturan frekwensi yang dilakukan governor.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

53

Pengaturan sekunder dilakukan governor secara otomatis dan pengaturan

primer dilakukan oleh operator atau P3B)

● Pelepasan Beban

4. Semakin besar kekuatan sistem / konstanta, semakin kecil pengaruh turunya

frekwensi. Dapat dilihat pada persamaan 4.10 berikut : K

Pf

, di mana

konstanta adalah pembagi beban apabila terjadinya trip unit pembangkit.

5. Pada saat hilangnya pembangkitan dan pembangkit-pembangkit tidak cukup

menyuplai daya aktif ke sistem atau pembangkit-pembangkit cadangan tidak

mampu memperkecil ΔT (kecepatan untuk mempercepat naiknya frekwensi

sebelum terputusnya generator-generator dari sistem), maka dilakukan

pelepasan beban dari sistem.

6. Dengan pengaturan rele penurunan frekwensi (UFR setting) dan pengaturan

pelepasan beban secara bertahap, sangat membantu untuk mempermudah

memperbaiki frekwensi sistem medan di dalam pengoperasian sistem tenaga

listrik pada saat hilangnya pembangkitan.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

54

V.2 SARAN

1. Karena pentingnya menjaga agar sampai tidak terputusnya penyaluran

tenaga listrik maupun pemadaman bergilir yang disalurkan ke pelanggan,

Oleh sebab itu sebaiknya suatu sistem tenaga listrik harus mempunyai

beberapa cadangan unit-unit pembangkit yang siap operasi, seperti unit

PLTA, unit PLTD dan unit PLTG. Yang mana unit-unit pembangkit ini

masih bisa lebih cepat mencapai beban penuh dibandingkan dengan unit

PLTU yang sudah dalam keadaan panas. Hal ini disebabkan karena masalah

mekanik yang terdapat dalam PLTU. Untuk menjamin terdapatnya

pengaturan frekwensi yang baik, selain harus tersedia cadangan unit-unit

pembangkit yang siap beroperasi, yang cukup perlu pula diperhatikan bahwa

keadaan governor adalah bebas (free) dalam arti bahwa titik D (pada

Gambar 3.2) dapat bergerak bebas. Karena alasan-alasan teknis ada kalanya

titik D dikunci (locked), sehingga dengan demikian unit pembangkit yang

bersangkutan tidak dapat berpartisipasi dalam pengaturan frekwensi sistem,

baik pengaturan primer maupun pengaturan sekunder. Salah satu alasan

teknis untuk mengunci D adalah adanya gangguan mekanis pada unit

pembangkit yang memerlukan pembatasan daya yang dibangkitkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

55

2. Sebaiknya PT. PLN (Persero) menambah unit-unit pembangkitnya, karena

dapat kita lihat pada saat tripnya unit pembangkit PLTU turbin gas GT 11 di

Belawan (117,5 MW) sistem medan antara PT. INALUM dan PT. PLN

(Persero) telah terlepas, ini menandakan kekuatan sistem dan unit-unit

pembangkit cadangan di PT. PLN (Persero) masih sangat kurang. Hal ini

akan mengakibatkan kekurangan daya aktif yang sangat besar di sisi sistem

PT. PLN (Persero) karena PT. INALUM tidak dapat lagi berpartisipasi

untuk memperbaiki frekwensi sistem.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Penerbit Graha Ilmu,

Yogyakarta, Edisi Pertama, 2006.

2. Mochtar Wijaya, ST, Dasar-dasar Mesin Listrik, Penerbit Djambatan,

Jakarta, 2001.

3. Robert H. Miller, Power System Operation, International Edition, 1994.

4. Richard C. Dorf, The Electrical Enginering Handbook, CRC Press, 1993.

5. Satria Ginting, Dasar-dasar Mesin Listrik, Penerbit USU Press, Medan.

6. Suryatmo, Dasar-dasar Teknik Listrik, Penerbit Rineka Cipta.

7. PT. INALUM, Dokumen-dokumen, Paritohan.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PENGATURAN FREKWENSI PADA PENGOPERASIAN PUSAT …

57

Universitas Sumatera Utara