PENGARUH TUAK TERHADAP BERAT BADAN, SERTA ...repositori.uin-alauddin.ac.id/14124/1/Pengaruh...
Transcript of PENGARUH TUAK TERHADAP BERAT BADAN, SERTA ...repositori.uin-alauddin.ac.id/14124/1/Pengaruh...
i
PENGARUH TUAK TERHADAP BERAT BADAN, SERTA PERUBAHAN
MORFOLOGI GINJAL DAN KADAR ERITROSIT PADA
MENCIT (Mus musculus) ICR JANTAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains
Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Oleh
HUSNUL KHATIMAH
NIM. 60300114126
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :Husnul Khatimah
NIM :60300114126
Tempat, Tgl. Lahir :Bontang, 02 juli 1996
Jurusan :Biologi
Fakultas/Program :Sains dan Teknologi
Alamat :Samata
Judul :“ Pengaruh Tuak Terhadap Berat Badan, Serta Perubahan
Morfologi Ginjal dan Kadar Eritrosit Pada Mencit (Mus
musculus) ICR Jantan”.
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Samata, 16 November 2018
Penyusun,
Husnul Khatimah
60300114126
iii
iv
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah swt yang telah
melimpahkan segalah Rahmat-Nya, Ilmu-Nya, Kesehatan-Nya, Waktu-Nya dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Tuak Terhadap Berat Badan, Serta Perubahan Morfologi Ginjal
dan Kadar Eritrosit Pada Mencit (Mus musculus) ICR Jantan” dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar. Shalawat serta salam
senentiasa tercurahkan kepada baginda Rasul Muhammad saw beserta keluarga dan
sahabatnya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ibunda tercinta St. Aminah Padjjara yang yang telah merawat, mencurahkan
perhatian, kasih sayang dan doanya serta pengorbanannya yang tulus menunjang
kesuksesan penulis dalam menggapai cita-citanya serta ayahanda tercinta alm.
Syahrir Ritta yang telah luput dari pandangan namun tetap hidup dalam jiwa penulis,
dan seluruh keluarga penulis. Penulis menyadari banyak pihak yang membantu
dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu lewat lembaran ini penulis dengan segala
kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar serta sejajarannya.
v
2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassardan sejajarannya.
3. Dr. Mashuri Masri, S.Si., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Biologi di Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.
4. Hasyimuddin, S.Si., M.Si., selaku Sekertaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Alaudddin Makassar.
5. Dr. Cut Muthiadin, S.Si., M.Si., sebagai pembimbing I dan St. Aisyah Sijid,
S.Pd., M.Kes., sebagai pembimbing II yang dengan sabar memberikan
bimbingan, arahan, masukan baik dari keilmuan maupun agama yang dengan
tulus hati meluangkan waktu membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Semoga rahmat dan kasih sayang Allah swt selalu menaugi
mereka.
6. Ar. Syarif Hidayat, S.Si., M.Kes., dan Dr. H. Muh. Sadik Sabry, M.Ag., selaku
Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan serta saran yang sangat
membangun untuk memulai penelitian dan penulisan skripsi.
7. Dr. Mashuri Masri, S.Si., M.Kes., selaku dosen Komprehensif Mikrobiologi dan
Ulfa triyani A. Latif, S.Si., M.Pd.,selaku dosen Komprehensif ilmu biologi dasar
yang sangat membantu penulis untuk mengingat kembali ilmu yang penulis
dapatkan dan Prof. Mardan, M.Ag., selaku Dosen Komprehensif Agama yang
sangat membantu penulis untuk mempelajari agama lebih banyak lagi.
vi
8. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen Pengajar yang selama ini telah mengajarkan banyak
hal serta pengetahuan yang penulis belum pernah dapatkan dimana pun, semoga
Allah swt selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.
9. Kepada para Laboran Jurusan Biologi Kak Kurni, Kak Nain, Kak Sidar dan Ibu
Faridah yang selalu mendampingi penulis dalam bekerja di laboratorium mulai
dari penulis menjadi praktikan hingga penulis melakukan penelitian untuk
penyelesaian tugas akhir, semoga Allah swt selalu memberikan rahmat dan
hidayahNya kepada beliau.
10. Karyawan dan Staf dalam lingkup Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin
Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus surat-
menyuratnya.
11. Terima kasih kepada Kak Ati yang sangat membantu penulis dalam mengurus
surat-menyurat penelitian hingga surat-menyurat setiap penulis melaksanakan
seminar, semoga Allah swt selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada
beliau.
12. Terima kasih kepada kak cia selaku laboran laboratorium biofarmaka Fakultas
Farmasi, Universitas Hasanuddin yang dengan sabarnya membimbing penulis
menjalankan penelitannya.
13. Terima kasih kepada Om Jaja selaku pemilik pohon lontar yang dengan
kerendahan hatinya memanjat pohon lontarnya setiap hari selama 30 hari untuk
pengambilan nira lontar yang merupakan salah satu bahan pokok penelitian
penulis.
vii
14. Terima kasih kepada angaktan saya yang tercinta 14CTEAL kalian adalah
saudari-saudara saya semoga hubungan silaturrahmi kita semua tetap terjaga.
15. Terima kasih kepada laleng bata squad tercinta saudara-saudari saya di posko 2
KKN angkatan 57.
16. Terima kasih kepada Tim Mencit Susan sugiarti dan Samsinar, selaku the real
support system penulis dalam melakukan penelitian hingga pada saat ini.
17. Terima kasih kepada HMJ Biologi perode 2015-2016 karena kepercayaan
kepada penulis untuk membagi ilmu dan belajar.
Semoga Allah swt memberikan balasan atas segala bantuannya. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skrpisi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan
skrpsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa robbal alaminn
Makassar, 16 November 2018
Penulis
Husnul Khatimah.
Nim : 60300114126.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
ABSTRAK ....................................................................................................... xiii
ABSTRACT ..................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1-12
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 8
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................. 9
D. Kajian Pustaka .................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian................................................................ 11
F. Kegunaan Penelitian........................................................... 12
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................... 13-35
A. Ayat dan Hadis yang Relevan ............................................ 13
B. Tinjauan Teori Tentang Tumbuhan Lontar ......................... 14
C. Tinjauan Teori Tentang Mencit (Mus musculus) ................ 20
D. Tinjauan Teori Tentang Ginjal (Ren) .................................. 23
E. Tinjauan Teori Tentang Patofisiologi Gangguan Ginjal Akibat
Alkohol ............................................................................... 28
F. Tinjauan Teori Tentang Eritrosit (Sel Darah Merah).......... 32
G. Kerangka Pikir ................................................................... 35
H. Hipotesis ............................................................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 36-42
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian......................................... 36
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................. 36
C. Variabel Penelitian ............................................................. 37
D. Populasi dan Sampel ......................................................... 37
E. Definisi Operasional Variabel ............................................ 37
ix
F. Metode Pengumpulan Data ................................................ 38
G. Instrumen Penelitian (Alat dan Bahan) .............................. 38
H. Prosedur Kerja .................................................................... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 43-56
A. Hasil Penelitian .................................................................. 43
B. Pembahasan ........................................................................ 48
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 57
A. Kesimpulan ........................................................................ 57
B. Saran ................................................................................... 57
KEPUSTAKAAN ............................................................................................ 58
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 66-82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 83
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komponen Nira Lontar (Borassus flabellifer) ............................ 18
Tabel 2.2. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) ........................................ 21
Tabel 2.3. Data Fisiologi Mencit (Mus musculus) ....................................... 22
Tabel 4.1. Rata-rata Berat Badan awal dan Berat Badan Akhir .................. 43
Tabel 4.2. Rata-rata Bera Ginjal Mencit ...................................................... 44
Tabel 4.3. Rata-rata Panjang Ginjal Mencit ................................................. 45
Tabel 4.4. Rata-rata Lebar Ginja Mencit ..................................................... 46
Tabel 4.5. Rata-rata Jumlah Eritrosit/ RBC ................................................. 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pohon Lontar (Borassus flabellifer) .......................................... 15
Gambar 2.2 Mencit (Mus musculus) Jantan .................................................. 20
Gambar 2.3 Ginjal Mencit (Mus musculus) Jantan ....................................... 24
Gambar 4.1 Diagram Rata-rata Berat Badan Awal dan akhir Mencit ........... 43
Gambar 4.2 Diagram Rata-rata Berat Ginjal ................................................. 44
Gambar 4.3 Diagram Rata-rata Panjang Ginjal ............................................. 45
Gambar 4.4 Diagram Rata-rata Lebar Ginjal ................................................. 46
Gambar 4.5 Diagram Rata-rata Jumlah Eritrosit/ RBC ................................. 47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ............................................................................. 61
Lampiran 2. Hasil Berat Badan Awal dan Akhir ............................................. 68
Lampiran 3. Hasil Berat Ginjal ........................................................................ 68
Lampiran 4. Hasil Panjang dan Lebar Ginjal ................................................... 68
Lampiran 5. Hasil Jumlah Eritrosit .................................................................. 69
Lampiran 6. Skema Kerja Uji Kadar Alkohol. ................................................ 70
Lampiran 7. Alat dan Bahan. ........................................................................... 73
xiii
ABSTRAK
Nama : Husnul Khatimah
NIM : 60300114126
Judul Skripsi : “Pengaruh Tuak Terhadap Berat Badan, Serta Perubahan
Morfologi Ginjal dan Kadar Eritrosit Pada Mencit (Mus
musculus) ICR Jantan.”
Penyebab penyakit gagal ginjal disebabkan faktor resiko perilaku yang
kurang sehat karena mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Tanaman siwalan
(Borassus flabellifer) adalah salah satu tanaman penghasil minuman yang
terfermentasi mengandung alkohol (tuak) dengan kadar alkohol 35% selama 1 hari
fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tuak terhadap
perubahan morfologi ginjal dan kadar eritrosit pada mencit (Mus musculus).
Penelitian menggunakan 16 sampel mencit dengan beberapa kategori yang di peroleh
dari Laboratorium Biofarmaka Universitas Hasanuddin. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak lengkap (RAL) satu faktor, yang terdiri dari empat perlakuan yaitu
P0= 0 mL/Ekor/Hari, P1= 0,1 mL/Ekor/Hari, P2= 0,2 mL/Ekor/Hari, P3= 0,3
mL/Ekor/Hari. Setiap perlakuan di ulang selama 4 kali sehingga diperoleh 16 satuan
percobaan. Parameter yang diamati adalah mengukur berat badan mencit, berat
ginjal, panjang dan lebar ginjal serta kadar eritrosit. Hasil penelitian menunjukkan
pemberian tuak pada mencit memberikan pengaruh berat badan dan menyebabkan
perubahan pada ginjal berupa pembesaran ginjal dan penurunan kadar eritrositnya.
Kata Kunci : Siwalan (Borassus flabellifer), Mencit (Mus musculus), Tuak.
xiv
ABSTRACT
Name : Husnul Khatimah
NIM : 60300114126
Thesis Title : "The Influence of Tuak on Body Weight, and Changes to
Kidney Morphology and Erythrocyte Levels in Mice (Mus
musculus) Male ICR."
The causes of kidney failure are caused by risk factors for unhealthy behavior
due to excessive alcohol consumption. Siwalan plants (Borassus flabellifer) are
fermented beverage producing plants were containing alcohol (tuak) with an
alcoholic content of 35% for 1 day of fermentation.This study aims to determine the
effect of palm wine on changes in renal morphology and erythrocyte levels in mice
(Mus musculus). The study used 16 samples of mice with several categories obtained
from the Hasanuddin University Biopharmaca Laboratory. This study used a
completely randomized complete design (CRD) of one factor, which consisted of
four treatments, namely P0= 0 mL/Tail/Day, P1 = 0,1 mL/Tail/Day, P2= 0,2 mL/
Tail/Day, P3= 0,3 mL/Tail/Day. Each treatment was repeated 4 times to obtain 16
experimental units. The parameters observed were measuring body weight of mice,
kidney weight, length and width of kidney organs and erythrocyte levels. The results
showed that giving tuak to mice had an effect on body weight and caused changes in
the kidneys in the form of kidney enlargement and decreased erythrocyte levels.
Keywords: Siwalan (Borassus flabellifer), Mice (Mus musculus), Tuak.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuak merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari nira lontar
yang difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada air buah siwalan
(nira), menyebabkan nira tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam,
enzime, ataupun nutrisi lain. Tuak dibuat dengan cara memfermentasi air buah
siwalan (nira) menggunakan khamir, sehingga jika dikonsumsi secara berlebihan bisa
memabukkan. Sementara yang memabukkan itu dilarang oleh agama, sebagaimana
dalam firman Allah swt QS al-Baqarah/ 2: 219 yang berbunyi :
Terjemahnya :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir
(Kementerian Agama RI, 2011).
Dalam tafsir al Mishbah yang disebut khamar adalah segala sesuatu yang
memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh seorang normal, minuman itu
adalah khamar sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak maupun
1
2
sedikit. Jika demikian, keharaman minuman keras bukan karena bahan alkoholik
pada minuman itu, tetapi karena ada potensi memabukkan bila dimakan atau
diminum oleh orang yang normal. Berdasarkan QS al Baqarah 219, para ulama’ tiada
kata sepakat dalam mendefinisikan khamar, perbedaan presepsi ini mengakibatkan
pula adanya perbedaan dalam istimbath hukum. Ulama- ulama’ irak seperti Abu
hanifah, Ibrahim, Sufyan Tsauri mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
khamar adalah minuman yang mamabukkan yang terbuat dari perasan anggur saja.
Sedangkan minuman yang memabukkan selain yang terbuat dari anggur, seperti dari
kurma, gandum, ketan dan sebagainya tidak dinamakan khamar melainkan mereka
menyebutnya dengan “nabidz”. Dengan demikian, maka khamar yang mengandung
konsekuensi hukum haram hanyalah perasan anggur saja. Sedangkan status hukum
nabidz, mereka mencari status hukumnya dalam as sunnah hingga sampailah mereka
kepada sebuah kesimpulan bahwa nabidz bila sedikit dan tidak memabukkan tidak
haram. Meskipun pendapat ini ditentang oleh jumhur ulama’ karena ijma’ telah
menyatakan bahwa sesuatu yang yang memabukkan baik sedikit atau banyak
hukumnya tetap haram. Sebagaimana diungkapkan dalam ayat di atas khamar
termasuk dosa besar dan sangat membahayakan. Oleh karena itu al maraghi
menjelaskan tentang pengaruh negatif khamar terhadap jasmani, rohani, akal, harta,
pergaulan dan terhadap agama. Namun dalam ayat itu juga disebutkan bahwasannya
ada beberapa manfaat dengan adanya khamar sebelum ayat ini dinasakh yaitu
diantaranya manfaat materil yakni, dapat memperoleh laba dan keuntungan dengan
jalan bisnis khamar, dapat digunakan untuk memenangkan orang-orang yang stress,
3
dapat dijadikan obat penyakit-penyakit tertentu, dan dapat membangkitkan semangat
dan keberanian (Quraish, 2003).
Hubungan ayat pada penelitian ini bahwasanya khamar adalah segala sesuatu
yang bisa menghilangkan akal sehat, merusak organ vital dalam tubuh hingga bisa
menyebabkan kematian, Apapun bentuknya jika bisa memabukkan maka masuk
dalam kategori khamar. Ulama’ bersepakat mengenai keharaman khamar baik dalam
kadar sedikit atau banyaknya. Karena khamar adalah sumber dari segala kejahatan
dan dapat merusak kesehatan jiwa dan jasmani peminumnya. Oleh karena itu Allah
swt sangatlah tegas dalam mengharamkan menkonsumsi khamar, meskipun dalam
prosesnya dengan tahapan sampai empat kali surah turun. Karena dalam islam juga
sangat menjaga atas kehidupan umatnya, terutama hifdzun nafsi.
Sehat ialah karunia dari Allah swt yang menjadi dasar bagi segala nikmat dan
kemampuan. Nikmatnya makan, minum, tidur, serta kemampuan bergerak, bekerja,
dan berpikir, akan berkurang atau bahkan hilang jika terganggu kesehatan kita. Di
era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperhatikan kualitas pola hidup
sehat yang dipicu oleh perkembangan zaman yang menuntut setiap individu untuk
berkompetisi bekerja keras mempertahankan hidup. Sehingga membuat individu
tersebut lupa akan hal ini. Pola hidup sehat adalah suatu gaya hidup dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain
makanan, minuman dan olahraga. Namun pola hidup sehat tidak menjadi tren pada
masa sekarang oleh setiap individu. Hal ini dibuktikan oleh semakin banyaknya
penyakit baru. Di Indonesia data pada tahun 2010 menunjukan 59% kematian
4
penyakit tidak menular karena pola hidup tidak sehat dengan mengonsumsi makanan
siap saji dan minum minuman beralkohol secara berlebihan yang dapat berdampak
memicu gagal ginjal dan meningkatkan resiko serangan jantung (Guyton, 1995).
Beberapa tahun belakangan telah terjadi perubahan pola penyakit di
Indonesia, antara lain dengan meningkatnya tren penyakit katastropik setiap tahun.
Penyakit katastropik, merupakan penyakit berbiaya tinggi dan secara komplikasi
dapat membahayakan jiwa penderitanya, antara lain penyakit ginjal, penyakit
jantung, penyakit syaraf, kerusakan hati dan halusinasi yang tinggi sehingga bisa
mengakibatkan seseorang terkena gangguan jiwa dan kerusakan syaraf otak yang
disebabkan berlebihan dalam pemakaian mengonsumsi zat adiktif dan psikotropika
(Guyton, 2007).
Dapat kita lihat bahwa sebagian besar penyebab gagal ginjal disebabkan
faktor risiko perilaku yang kurang sehat karena berlebihan mengonsumsi alkohol dan
zat adiktif lainnya yang merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit tidak
menular, melengkapi pernyataan tersebut, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan data bahwa penduduk
Indoensia usia >15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%) dan penduduk usia>10
tahun memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol (4,6%). Tidak hanya orang
dewasa yang mengonsumsi minum minuman beralkohol, sesuai data anak-anak usia
<10 tahun juga mengonsumsi sehingga mempunyai resiko terkena penyakit tidak
menular (PTM) (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Secara global penyakit tidak
menular (PTM) penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit
5
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan
fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti penyakit jantung koroner, gagal ginjal,
payah jantung, hipertensi dan stroke (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Penyakit ginjal merupakan beberapa diantara penyakit yang mencapai angka
kematian yang tinggi setiap tahunnya dikarenakan pola hidup yang kurang sehat
seperti makan makanan siap saji dan juga beberapa faktor seperti penyakit keturunan.
Jika manusia tidak memperhatikan pola hidup yang sehat maka penderita gagal
ginjal, serangan jantung dan penyakit yang lain di Indonesia terus meningkat dari
tahun-ketahun (Guyton, 1995).
Ginjal merupakan organ penting pada tubuh. Ginjal berkaitan dengan tekanan
darah dan juga asupan cairan pada tubuh. Jika tekanan darah menjadi tinggi dan
tubuh sering dehidrasi akibat konsumsi alkohol, maka tentu saja fungsi ginjal akan
terganggu. Apalagi, ada beberapa kandungan atau senyawa dari alkohol yang bisa
jadi memang berbahaya bagi tubuh. Jika senyawa tersebut bercampur dengan darah
dan harus disaring oleh organ ginjal, kinerja ginjal akan menjadi lebih berat dari
sebelumnya. Dan ini bisa mengganggu fungsi ginjal baik jangka pendek, maupun
jangka panjang. Dan jika fungsi ginjal memang sudah terganggu karena pola makan
yang sering mengonsumsi alkohol, maka ginjal akan terus menerus mengalami
penurunan fungsi. Dan hal ini bisa memicu penyakit gagal ginjal kronis. Alkohol
bisa menyebabkan seseorang harus sering-sering cuci darah di kemudian hari. Dan
ini tentu bukan penyakit sembarangan (Bena, 2017). Ginjal juga mengekskresi hasil
metabolisme yang harus dibuang terutama hasil metabolisme protein seperti urea,
6
kreatinin, asam urat, amonia. Selain itu, sel-sel ginjal menghasilkan 2 hormon
penting yaitu renin dan eritropoietin. Renin mengatur tekanan darah untuk
mempertahankan tekanan penyaringan yang sesuai oleh ginjal. Eritropoietin
dipercaya dihasilkan oleh endotel jalinan kapiler peritubular, meningkatkan
pembentukan eritrosit di sumsum tulang merah (Bijanti, 2009).
Eritrosit matur yang berwarna merah muda seluruhnya, adalah cakram
bikonkaf tak berinti. Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin
merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat
untuk eritropoiesis. Eritrosit Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan
dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru. Membran eritrosit terdiri atas lipid
dua lapis (lipid bilayer), protein membran integral, dan suatu rangka membran. 4
Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas. Proses
tersebut dinamakan peroksidasi lipid. Peroksidasi molekul lemak selalu mengubah
atau merusak struktur molekul lemak. Peroksidasi lipid akibat radikal bebas pada
membran eritrosit akan mengakibatkan membran eritrosit lisis (Ali, 2013).
Tanaman siwalan (Borassus flabellifer) yang banyak terdapat di berbagai
daerah yang disebut siwalan yang memiliki banyal manfaat salah satunya adalah
menjadi penghasil minuman yang disebut legen. Tandan bunga siwalan itu diiris
sedikit pada pucuknya dengan menggunakan pisau sampai mengeluarkan air
berwarna putih disebut nira. Nira segar yang terkumpul itulah yang disebut dengan
legen dan bisa langsung diminum. Rasanya segar campuran antara manis dan sedikit
asam dengan sensasi bau legen yang khas. Minuman legen yang masih alami
7
berwarna putih pekat seperti air yang telah digunakan untuk mencuci beras. Legen ini
hanya bisa bertahan 3-4 jam saja. Di luar batas itu, rasa legen segera berubah
menjadi minuman tuak yang berasa pahit dan bisa memabukkan karena kadar
alkoholnya yang cukup tinggi (Amola, 2008).
Kerusakan nira siwalan ditandai oleh penurunan pH yang disebabkan
adanya perombakan gula menjadi alkohol oleh mikroorganisme seperti khamir
Saccharomyses sp serta asam organik oleh bakteri Acetobacter sp. Nira sangat
mudah terkontaminasi karena mengandung nutrisi yang lengkap seperti gula, protein,
lemak dan mineral yang mana merupakan subtrat atau media yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba (Jatmika, 1990).
Menurut Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003, tentang
standarisasi fatwa halal ditetapkan bahwa minuman yang termasuk dalam kategori
Khamr adalam minuman yang mengandung ethanol (C2H5OH) minimal 1%.
Sehingga sangat disayangkan jika nira siwalan yang memiliki kandungan etanol.
Standarisasi minuman beralkohol sesuai dengan keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 282/MENKES/SK/II/1998 tentang standar mutu produksi
minuman keras di bagi menjadi 3 golongan, yaitu golongan A minuman berakohol
dengan kadar etanol (C2H5OH) 1% sampai dengan 5%, golongan B minuman
berakohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5% sampai dengan 20%,
golongan C minuman berakohol dengan kadar etanol (C2H5OH) 20% sampai dengan
55%.
8
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa tuak merupakan minuman
yang mengandung alkohol yang tidak jauh beda dengan minuman keras (miras).
Tuak berasal dari nira pohon lontar. Tuak mengalami fermentasi sehingga
menghasilkan alkohol. Seperti yang kita ketahui bahwasanya alkohol dapat
menganggu kesehatan dan salah satunya dapat mempengaruhi fungsi organ seperti
pada ginjal dan jumlah eritrosit dalam hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan mencit. Maka dari itu, dilakukanlah penelitian ini agar dapat
mengetahui lebih jelas pengaruh tuak terhadap ginjal dan jumlah eritrosit mencit
(Mus musculus). Selain untuk mengetahui pengaruh tuak terhadap ginjal, penelitian
ini juga dapat dijadikan sebagai penyuluhan terhadap bahaya dari mengonsumsi
minuman keras atau alkohol.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah tuak berpengaruh
terhadap berat badan, serta perubahan morfologi ginjal dan kadar eritrosit mencit
(Mus musculus) ?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sampel berupa ginjal dan darah dari hewan percobaan mencit (Mus musculus)
ICR jantan yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmaka, Fakultas Farmasi,
Universitas Hasanuddin.
9
2. Tuak didapatkan dari hasil fermentasi nira pohon lontar di Desa Julukanaya,
Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan selama 1 hari
sehingga menghasilkan sebesar 35% kadar alkohol.
3. Pengaruh tuak terhadap perubahan morfologi ginjal dan kadar sel darah merah
pada mencit (Mus musculus).
D. Kajian Pustaka
1. (Mardiati, 2016) Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek ekstrak air
biji pepaya terhadap reproduksi mencit betina ditinjau dari aspek
pertambahan berat badan. Mencit strain Swiss Webster betina digunakan
sebagai hewan uji. Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu K(-),
bahan perlakuan berupa akuades K(+), bahan perlakuan sediaan pil
kontrasepsi merk X dengan dosis, P1, bahan perlakuan ekstrak air biji pepaya
dengan dosis 1,4 mg/ekor/hari, P2, bahan perlakuan ekstrak air biji pepaya
dengan dosis 3,5 mg/ekor/hari, P3, bahan perlakuan ekstrak air biji pepaya
dengan dosis 1,4 mg/ekor/hari. Masing-masing kelompok perlakuan diulang 7
kali. Biji pepaya diperoleh dari pohon pepaya lokal diJawa Tengah.
Pemberian bahan perlakuan secara oral selama 21 hari berturut-turut.
Pemberian pakan dan minum dilakukan secara ad libitum. Parameter yang
diamati adalah pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konsumsi
minum. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis variansi
dengan taraf kepercayaan 95% dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian
10
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata terhadap pertambahan berat
badan (P>0,05) padasemua kelompok hewan, terdapat perbedaan nyata pada
konsumsi pakan (P<0,05) antara K(+) dan P1dan terdapat perbedaan nyata
pada konsumsi minum (P<0,05) antara P2 dengan K(+) dan P1. Kesimpulan
penelitian adalah pemberian biji pepaya dengan paparan kronis tidak
mempengaruhi pertambahan berat badan mencit.
2. (Pratiwi, 2016) Pasien GGK dan thalassemia keduanya mengalami anemia
mikrositik hipokromik. Beberapa rumus index eritrosit dapat digunakan
sebagai parameter penapisan thalassemia. Beberapa contohnya yaituMentzer
Index (MI), RBC distribution width index (RDWI), Hisham Index (HI) dan
Hameed Index (HA). Tujuan penelitian ini untuk membuktikan perbedaan
index eritrosit pada pasien gagal ginjal kronik dan thalassemia. Metode
penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
belah lintang. Masing-masing populasi berjumlah 40 orang. Data Complete
Blood Count (CBC) yang didapat dengan menggunakan alat analisa
hematologi otomatis dimasukkan ke dalam rumus MI, RDWI, HI, dan HA.
Uji statistik menggunakan uji T tidak berpasangan. Hasil rerata MI pada
GGK yaitu 28,03 dan pada thalassemia yaitu 20,24 . Rerata RDWI pada
GGK yaitu 399,64 dan pada thalassemia yaitu 402,01. Rerata HI pada GGK
yaitu 132,39 dan pada thalassemia yaitu 138,49. Rerata HA pada GGK yaitu
14,37 dan pada thalassemia yaitu 23,8. Terdapat perbedaan bermakna antara
dua kelompok pada MI (p=0,00) dan HA (p=0,01). Tidak terdapat perbedaan
11
bermakna antara dua kelompok pada RDWI (p=0,917) dan HI (p=0,448).
Kesimpulan penilitian initerdapat perbedaan MI dan HA, tetapi tidak terdapat
perbedaan pada RDWI dan HI antara 2 kelompok.
3. (Suroyya, 2016) Penelitian ini merupakan eksperimen dengan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan 3 kali ulangan. faktor I adalah
suhu penyimpanan (40C dan 25
0C). Faktor II adalah lama penyimpanan (1
hari, 2 hari, 3 hari, dan 4 hari) dari kedua faktor tersebut dikombinasikan
dengan penambahan ekstrak biji kelengkeng. Kontrol dibuat tanpa perlakuan
baik suhu maupun lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak biji
kelengkeng. Hasil penelitian menunjukkan, ada pengaruh interaksi suhu dan
lama penyimpanan minuman nira siwalan setelah ditambahkan ekstrak biji
kelengkeng terhadap bilai pH, total gula dan kadar alkohol. Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran nilai pH dengan rata-rata 3.28-4.67, total gula
dengan rata-rata hasil pengukuran 27.82%-06.32% dan kadar alkohol dengan
rata-rata hasil pengukuran 0.16%-4.75%. berdasarkan data yang diperoleh,
minuman nira siwalan dalam penyimpanan suhu refrigerator (40C) selama 4
hari masih dalam kualitas baik.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tuak
terhadap berat badan, serta perubahan morfologi ginjal dan kadar erirosit pada
mencit (Mus musculus).
12
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Sebagai sumber informasi bahaya dari mengonsumsi minuman yang
mengandung alkohol.
2. Mengkaji secara mendalam mengenai perubahan morfologi ginjal dan kadar
eritrosit pada mencit jantan setelah mengonsumsi tuak selama 30 hari.
3. Dapat dijadikan sebagai penyuluhan kepada masyarakat bahaya dari
mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol.
13
57
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Komponen utama dari nira berupa air, karbohidrat dalam bentuk sukrosa,
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kerusakan nira dapat disebabkan oleh aktifitas
bakteri (Acetobacter sp) dan khamir (Saccharomyces sp) yang dapat menfermentasi
sukrosa menjadi alkohol maupun asetat sehingga apabila dikonsumsi berlebihan bisa
memabukkan, sementara minuman yang memabukkan diharamkan untuk dikonsumsi.
Sebagaimana dalam firman Allah swt. QS al-Maidah/ 5: 90, yang berbunyi:
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan (Kementerian Agama RI, 2011).
Dalam tafsir Al Azhar Hamka menyebutkan khamar diharamkan karena
merupakan minuman yang menimbulkan dan menyebabkan mabuk, dalam bahasa
kita disebut arak atau tuak. Minuman ini menimbulkan mabuk oleh karena ada
alkoholnya, alkohol timbul dari ragi. Orang Arab negeri tempat tuak mulai
diharamkan itu membuat tuak atau arak itu dari buah anggur, atau kurma. Dan pada
suku-suku bangsa kita arak itu bisa timbul daripada nira, yaitu diambil dari pohon
enau (aren). Dan diambil juga dari beras pulut atau ketan, yang mulanya sebagai tape,
tetapi setelah dipermalamkan beberapa hari bisa juga memabukkan. Dan diambil
13
14
orang juga dari air saringan beras, bukan pulut. Sebagai sake yang diminum orang
Jepang. Di Sulawesi diambil dari pohon lontar, serupa juga dengan mengambil nira
dari pohon enau, di Batak, di Minang dan tempat-tempat lain. Ada yang menjadi tuak
oleh karena dicampurkan ragi kedalamnya, sebagai air tapai yang jadi arak itu. Dan
ada yang timbul ragi atau alkohol itu setelah dipermalamkan beberapa hari, sebagai
nira. Nira itu bisa berubah menjadi cuka dan bisa pula menjadi tuak. Maka segala
minuman yang memabukkan atau bisa memabukkan, menjadi haramlah diminum
(Hamka, 1990).
Allah swt memerintahkan kita untuk menjauhi minuman keras, berjudi,
berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, karena termasuk
perbuatan syaitan, menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara sesama, serta
menghalang-halangi kita dari mengingat Allah swt.
A. Tinjauan Teori Tentang Tumbuhan Lontar (Borassus flabellifer)
Asia Selatan dan Asia Tenggara tumbuh sejenis palma yang biasanya dikenal
dengan lontar (Borassus flabellifer) atau biasa disebut dengan nama siwalan. Pohon
ini dikenal dengan nama-nama seperti lonta (Minangkabau), ental (Sunda, Jawa,
Bali), taal (Madura), jun tal (Sumbawa), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), dan
manggitu (Sumba) (Siti, 2010).
Pohon siwalan (lontar) merupakan pohon palma (Palmae dan Aracaceae)
yang kokoh dan kuat. Banyak yang dapat dimanfaatkan dari pohon ini dari
batangnya, daunnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap dan dijadikan
15
berbagai minuman ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah). Salah
satu contoh minuman yang dapat dihasilkan dari pohon lontar melalui fermentasi
yaitu biasa disebut dengan tuak. Pohon lontar ini menjadi flora identitas didaerah
Sulawesi Selatan (Amalo, 2008).
Gambar 2.1. Pohon lontar (Borassus flabellifer).
Batang lontar ini berbatang kasap tunggal dan dapat mencapai 30 m, agak
kehitam-hitaman dengan penebalan sisa pelepah daun dibagian bawah, lontar
biasanya dikenal dengan pohon palem. Bunga betinanya kadang-kadang bercabang
sedangkan bunga jantan bercabang banyak. Bunga berwarna putih susu,
berkelompok, tertanam pada tongkolnya. Tajuknya rimbun dan membulat, daun
daunnya terkulai tetapi tetap melekat diujung batang. Pelepah pendek, agak jingga,
bercelah dipangkal berijuk. Pelepah dan tangkai daun tepinya berduri hitam tidak
teratur. Buah agak bulat, bergaris tengah 7-20 cm, ungu tua sampai hitam, pucuknya
16
kekuningan, buah berisi 3 bakal biji. Daging buah muda berwarna putih
kaca/transparan. Daun seperti kipas, bundar, kaku, bercangap menjari, hijau keabu-
abuan. Perbungaan berumah dua, menerobos celah pelepah, menggantung (Flach,
2014).
Hampir semua bagian dari lontar dapat dimanfaatkan diantaranya tandan bunga
jantannya biasanya dipergunakan untuk obat pegal-pegal, batangnya menghasilkan
sagu walaupun hanya sedikit saja jumlahnya. Sabutnya dapat digunakan sebagai
bahan pewangi dalam pembuatan kue. Di kota jawa buah muda lontar biasanya,
selain menghasilkan sagu batang lontar bisa digunakan untuk bahan bangunan dan
getahnya sebagai perekat (Flach, 2014).
Dari uraian di atas terlihat dengan jelas manfaat pohon siwalan (Borassus
flabellifer) sangat banyak. Dalam konteks agama islam setiap ciptaan Allah swt tidak
ada yang sia-sia, seperti dalam firman Allah swt QS shaad/ 38: 27, yang berbunyi :
Terjemahnya:
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir. Maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka
(Kementerian Agama, 2009).
Allah swt menceritakan bahwa tidak sekali-kali Dia menciptakan makhluk-Nya
dengan main-main, melainkan Allah swt menciptakan langit dan bumi ada
hikmahnya. Dia ciptakan mereka supaya mereka menyembah-Nya dan
17
mengesakanNya. Bumi dengan alam yang indah, berbagai macam tumbuhan yang
juga memiliki berbagai banyak manfaat bagi manusia, hanya Allah swt yang mampu
menciptakan itu semua. Anggapan ini tentunya bagi orang-orang yang bertakwa.
Namun sebaliknya bagi orang-orang kafir, alam raya dan isinya justru mereka salah
gunakan. Mereka membuat kerusakan demi ambisi serakahnya maka tidak ada
balasan yang pantas bagi orang-orang kafir di akhirat kecuali azab yang pedih (Ibnu
katsir, 2004).
Adapun klasifikasi pohon lontar menurut (Amola, 2008), sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Borassus
Spesies : Borassus flabellifer L.
Nama lokal : Lontara
Pohon lontar betina lebih banyak menghasilkan nira namun lebih sulit
penyadapannya karena tandannya lebih keras dan susah diremas untuk mengalirkan
niranya (Siti, 2010).
18
Nira dapat diolah menjadi minuman beralkohol seperti penduduk setempat
yang menempati daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan minahasa. Proses
pembuatan bioetanol tersebut bisa didapatkan dari pengetahuan tradisional seperti itu.
Nira lontar dapat dikembangakan untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi
seperti etanol (Amola, 2008).
Cairan yang disadap dari bunga pohon lontar, cairan ini mengandung gula
antara 10-15% yang disebut nira lontar. Ada beberapa minuman yang dapat diolah
dari tumbuhan nira menjadi minuman ringan maupun beralkohol, sirup, gula aren dan
nata de arrange (Siti, 2010).
Berikut komposisi nira lontar (Borassus Flabellifer) menurut Davis and
Jhonson, 1987:
Tabel 2.1. Komponen nira lontar (Borassus Flabellifer).
Komponen Jumlah
Total gula (g/100 cc) 10,93
Gula reduksi (g/100 cc) 0,96
Protein (g/100 cc) 0,35
Nitrogen (g/100 cc) 0,056
pH (g/100 cc) 6,7-6,9
Specific gravity 1,07
Mineral sebagai abu (g/100 cc) 0,54
Kalsium (g/100 cc) Sedikit
Fosfor (g/100 cc) 0,14
Besi (g/100 cc) 0,4
Vitamin C (mg/100 cc) 13,25
Vitamin B1 (IU) 3,9
Kerusakan nira dapat terjadi pada saat nira mulai keluar dari tandan dan
ditampung pada penampung atau pada waktu nira tersebut disimpan untuk menunggu
pengolahan. Walaupun sebenarnya cairan yang keluar dari malai adalah steril dengan
pH netral namun beberapa waktu kemudian akan terjadi proses fermentasi yaitu
19
sukrosa dalam nira diubah menjadi alkohol oleh mikroorganisme dan lama kelamaan
akan berubah menjadi semakin asam. Proses fermentasi tersebut dilakukan oleh
mikroba seperti Saccharomyces cerevisiae serta Acetobacter sp Pertumbuhan
mikroba sangat cepat, hingga alkohol di bentuk dengan cepat juga oleh khamir yang
berasal dari lingkungan (Borse, 2007).
Reaksi pembentukan etanol dari glukosa yakni sebagai berikut C6H12O6 →
2C2H5OH + 2CO2 + energi yang lebih sedikit dan dalam suasana anaerob. Yeast
sendiri termasuk jasad renik yang akan mengeluarkan enzim sangat kompleks dan
mampu melakukan perombakan gula menjadi etanol dan karbondioksida, jenis yeast
untuk proses etanol adalah Saccharomyces cereviceae (Schlegel, H.G dan K.
Schmidt, 1994).
Dengan cara sintesis dan fermentasi merupakan cara pembuatan etanol, cara
sintesis yaitu dengan melakukan reaksi kimia elementer dengan mengubah bahan
baku menjadi etanol dan dengan cara fermentasi yaitu menggunakan aktifitas
mikroba. Salah satu bahan utama pembuatan etanol yaitu hasil pertanian yang dapat
digolongkan menjadi 3 yaitu bahan yang mengandung gula, bahan yang mengandung
pati serta bahan yang mengandung selulosa. Semua etanol terdapat dalam minuman
yang lebih dari setengah etanol industrial dibuat melalui proses fermentasi mikrobial
ini. Sintesis etanol melalui fermentasi oleh mikroba memiliki keunggulan yaitu biaya
produksi, presentase rendemen yang tinggi, substratnya murah, prosesnya relatife
cepat, penanganannya sederhana dan produk samping yang lebih sedikit aman bagi
lingkungan. Etanol bisa berubah menjadi asam asetat yang dilakukan oleh
20
Acetobacter apabila terdapat oksigen, maka dari itu sangat dihindari adanya oksigen
dalam proses pembuatan etanol secara fermentasi (Sen, 1989).
B. Tinjauan Teori Tentang Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae yang berukuran kecil.
Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu
karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta
bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua
di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan
yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih
sedikit daripada yang tinggal di perkotaan (Arrington, 2012).
Gambar 2.2. Mencit jantan (Mus musculus)
Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui
proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan
(Aisyah, 2017).
21
Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya
dan aktif pada malam hari. Pada umumnya mencit sangat senang berada pada
belakang perabotan jika dipelihara atau berkeliaran di rumah. Mencit yang dipelihara
sendiri makannya lebih sedikit dan bobotnya lebih ringan dibanding yang dipelihara
bersama-sama dalam satu kandang, kadang-kadang mempunyai sifat kanibal
(Mardanung, 2008).
Mencit ini mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan
pengganggu. Karena kebiasaannya menggigiti barang-barang meubel, barang kecil
lainnya, dan sering bersembunyi di sudut-sudut lemari. Mencit ini merupakan
binatang asli Asia, India, dan Eropa barat. Mencit ini memakan makanan manusia dan
barang-barang kecil lainnya. Mencit ini sekarang ada yang menjadi bintang
peliharaan, dan sering digunakan untuk percobaan ilmiah (Yang, 2008).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dalam Suardi (2006) sifat-sifat
biologis mencit adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)
Kriteria Keterangan
Lama hidup 1-3 tahun
Lama produksi ekonomis 9 bulan
Lama bunting 19-21 hari
Umur sapih 21 hari
Umur dewasa 35 hari
Umur dikawinkan 8 minggu
Berat dewasa jantan 20-40 g/ekor
Berat dewasa betina 18-35 g/ekor
Berat lahir 0,5-1,0 g/ekor
Berat sapih 18-20 g/ekor
Jumlah anak Rata-rata 5-15 ekor
Suhu tubuh 35-39oC
Puting susu 4 pasang
22
Kecepatan tumbuh 1 g/hari
Siklus estrus 4-5 hari
Aktivitas Nokturnal (malam hari)
Menurut Marcellino (1985), data fisiologis mencit sebagai hewan percobaan
disajikan pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2.3. Data Fisiologi Mencit (Mus musculus)
Berat badan dewasa jantan 20-40 g
Berat badan dewasa betina 25-40 g
Berat lahir 0,5-1,5 g
Luas permukaan badan 36 cm2
Angka diploid 40
Jangka waktu hidup 1,5-3 tahun
Konsumsi makanan 15 g/100 g/hari
Konsumsi air 15 ml/100 g/hari
Waktu transit pencernaan 8-14 jam
Onset perkawinan jantan 50 hari
Onset perkawinan betina 50-60 hari
Siklus birahi 4-5 hari
Lama kebuntingan 19-21 hari
Estrus postpartum Fertil
Jumlah kelahiran 10-12
Umur penyapihan 21-28 hari
Lama perkembangbiakan 7-9 bulan
Produksi anak 8 minggu
Komposisi air susu Protein 9,0%, laktosa 3,2%,
dan lemak 12,1%
Temperatur tumbuh 36,5-38,0oC
Laju pernafasan 94-163/mencit
Laju denyut jantung 325-780/mencit
23
Adapun klasifikasi mencit menurut (Somala, 2006), sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Myoimorphia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
C. Tinjauan Teori Tentang Ginjal (Ren)
Ginjal mencit merupakan sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang
terletak retroperitoneal di kedua sisi tulang punggung. Keduanya tidak melekat
langsung pada dinding tubuhtetapi dilapisi jaringan lemak. Ginjal kanan lebih besar,
lebih berat dan terletak lebih anterior. Ginjal mencit jantan lebih berat dan lebih besar
(Green, 2008).
Ginjal mempunyai kemampuan kompensasi yang luar biasa. Bahkan setelah
beberapa perubahan yang cukup penting pada fungsi dan morfologi ginjal, ginjal
dapat mengkompensasikan dan berfungsi secara normal (Lu, 1995).
24
Gambar 2.3. Anatomi ginjal mencit.
Keterangan :
a. Dexter
b. Sinister
Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak
sengaja masuk ke dalam tubuh akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran
utama dari efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal
memiliki volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat,
membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu (Riska,
2013).
Ginjal adalah organ yang mempunyai peranan penting dalam tubuh organ ini
berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin/
air seni. Selain itu, ginjal juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan air,
garam dan elektrolit, tidak kalah pentingnya ginjal merupakan kelenjar endokrin yang
sedikitnya mengeluarkan tiga hormon. Ginjal merupakan organ tubuh yang rentan
a
b
a
25
terhadap pengaruh zat zat kimia, karena organ ini menerima 25-30 % sirkulasi darah
untuk dibersihkan, sehingga sebagai organ filtrasi kemungkinan terjadinya perubahan
patologik sangat tinggi (Corwin, 2001).
Ginjal tersusun dari beberapa juta unit fungsional (nefron) yang akan
melakukan ultrafiltrasi, reabsorpsi dan ekskresi. Kerja ginjal dimulai saat dinding
kapiler glomerulus melakukan ultrafiltrasi untuk memisahan plasma darah dari
sebagian besar air, ion-ion dan molekul-molekul dengan berat rendah. Ultrafiltrat
hasil ultrafiltrasi ini, dialirkan ke tubulus proksimalis untuk direabsorpsi melalui
brush border dengan mengambil bahan-bahan yang diperlukan tubuh seperti gula,
asam-asam amino, vitamin dan sebagainya. Sisa bahan-bahan buangan yang tidak
diperlukan disalurkan ke saluran penampung (collecting tubulus) dan diekskresikan
sebagai urin yang dikeluarkan setiap harinya (Soeksmanto, 2006).
Ginjal tersusun dari dua bagian yaitu bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam disebut medula. Unit fungsional dari ginjal adalah nefron yang berperan
dalam pembentukan urin. Setiap nefron berhubungan erat dengan suplai darah.
Fungsi dasar darinefron adalah untuk membersihkan plasma darah dari substansi
yang tidak diinginkan tubuh, sewaktu darah mengalir melalui ginjal. Substansi yang
dibersihkan terutama hasil akhir metabolisme, seperti urea, kreatinin, asam urat dan
lain-lain. Beberapa substansi yang lain seperti ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen cenderung untuk berakumulasi di badan dalam jumlah yang berlebihan.
Setiap nefron pada dasarnya terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung
henle, tubulus distal dan duktus koligentes yang cukup panjang dimana cairan hasil
26
filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal (Eroschenko,
2003).
Pada dasarnya ginjal mempunyai dua fungsi utama yaitu mengekskresikan
sebagian besar hasil akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi unsurunsur
dari cairan tubuh. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal mencakup
komposisi darah arterial, hormon dan sistem saraf otonom. Fungsi ekskresi ginjal
adalah untuk mempertahankan homeostasis tubuh, mempertahankan volume cairan
ekstraseluler, mengatur tekanan darah, komposisi darah dan volume cairan tubuh,
menghasilkan urin dan mempertahankan keseimbangan asam basa serta
mengekskresikan bahan kimia asing tertentu misalnya obat-obatan, hormon dan
metabolit lain. Ginjal juga mengekskresi hasil metabolisme yang harus dibuang
terutama hasil metabolisme protein seperti urea, kreatinin, asam urat, amonia.Selain
itu, sel-sel ginjal menghasilkan 2 hormon penting yaitu renin dan eritropoietin. Renin
mengatur tekanan darah untuk mempertahankan tekanan penyaringan yang sesuai
oleh ginjal. Eritropoietin dipercaya dihasilkan oleh endotel jalinan kapiler peritubular,
meningkatkan pembentukan eritrosit di sumsum tulang merah. Ginjal juga
mensintesis 1,25 dehidroksi vitamin D3 dan hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi
bentuk aktif (Bijanti, 2009).
Bahan kimia dan obat memiliki kerja toksik yang spesifik pada sel epitel
tubulus ginjal, hal ini menyebabkan sel epitel hancur dan terlepas dari membran basal
dan menempel menutupi tubulus sehingga tubulus dapat mengalami nekrosis jika
pemberian zat tersebut tidak dihentikan. Sebelumnya zat toksik tersebut akan
27
melewati ultra filtrat dari glomerulus, pemberian dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan tertembusnya lapisan basal glomerulus, sehingga menyebabkan
permeabilitas glomerulus meningkat. Akibatnya terjadi penyerapan kembali zat
toksik ke dalam sel tubulus dan akhirnya tubulus mengalami degenerasi. Degenerasi
tubulus ditandai dengan pembengkakan epitel yang mengakibatkan penyempitan
lumen dan berbentuk seperti bintang yang disebabkan adanya penonjolan tak
beraturan sel ke dalam lumen (Robbins and Kumar, 1995).
Kerusakan pada ginjal dapat dibagi dalam empat komponen morfologi dasar
yaitu glomerulus, tubulus, interstitial, dan pembuluh darah. Penyakit glomerulus
paling sering disebabkan imunologik, sedangkan kelainan-kelainan tubuler dan
interstisium lebih sering disebabkan oleh agen racun atau infeksi (Robbins and
Kumar, 1995).
Kerusakan pada tubulus dapat berupa degenerasi, nekrosis sel tubulus serta
atropi. Gangguan pada interstitium secara umum dapat berupa edema, haemorrhagi
atau keradangan yang berupa infiltrasi neutrofil. Secara anatomi terjadi saling
ketergantungan struktur ginjal, kerusakan pada satu bagian dapat menimbulkan
kerusakan sekunder pada bagian yang lain, gangguan fungsi baru nyata terlihat
setelah terjadi kerusakan berat (Mcgavin et al, 2001).
D. Tinjauan Teori Tentang Patofisiologi Gangguan Ginjal Akibat Alkohol
Pasien dengan sirosis hati yang diinduksi alkohol menunjukkan
kecenderungan besar untuk mempertahankan garam (yaitu, natrium klorida), dan urin
28
mereka sering hampir bebas dari sodium. Akumulasi progresif dari hasil cairan
ekstraseluler, dan kelebihan cairan ini diasingkan terutama di daerah perut, di mana ia
bermanifestasi sebagai pembengkakan ditandai (yaitu, asites) (Laube et al., 1967).
Secara tidak langsung, sebagai konsekuensi dari penyakit hati. Artikel ini
pertama kali meninjau efek langsung dari alkohol pada struktur ginjal, fungsi, dan
regulasi, menyoroti efek yang relevan yang terkait dengan penyakit hati. Setelah
pembahasan ini lebih dalam tentang beberapa efek tidak langsung penting dari
alkohol pada ginjal yang terjadi begitu penyakit hati telah terbentuk (Somberg, 1996).
Meskipun beberapa kemungkinan penyebab asidosis, gangguan dalam
keseimbangan asam-basa lebih sering dimanifestasikan sebagai keasaman rendah
(yaitu, alkalosis). Alkaosis muncul pada 71 persen pasien dengan penyakit hati yang
sudah ada dalam 11 penelitian, dan alkalosis respirator adalah gangguan yang paling
umum di 7 penelitian (Oster dan Perez 1996).
Ginjal memproduksi hormon yang mempengaruhi sejumlah proses
fisiologis, termasuk regulasi tekanan darah, produksi sel darah merah, dan
metabolisme kalsium. Selain memproduksi hormon, ginjal merespons tindakan
hormon pengatur yang diproduksi di otak, kelenjar paratiroid di leher, dan kelenjar
adrenal yang terletak di atas ginjal. Karena peran ginjal penting dan bervariasi dalam
tubuh, gangguan fungsi mereka dapat mengakibatkan berbagai gangguan, dari variasi
ringan dalam keseimbangan cairan hingga gagal ginjal akut dan kematian. Alkohol,
salah satu dari banyak faktor yang dapat mengganggu fungsi ginjal, dapat
mengganggu fungsi ginjal secara langsung (Laffi, 1996).
29
Seringkali, disfungsi ginjal seperti itu berasal dari masalah hati yang
berkaitan dengan alkohol. Bahkan, sebagian besar pasien di Amerika Serikat yang
didiagnosis dengan penyakit hati dan disfungsi ginjal terkait adalah kontrol ini,
namun, sampai kadar alkohol bergantung (Epstein 1992).
Kedua konsumsi alkohol akut dan kronis bisa kompromi fungsi ginjal,
terutama dalam hubungannya dengan penyakit hati didirikan. Para peneliti telah
mengamati perubahan terkait alkohol dalam struktur dan fungsi ginjal dan gangguan
dalam kemampuan mereka untuk mengatur volume dan komposisi cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Dengan mempromosikan penyakit hati, minum kronis
memiliki efek merusak lebih lanjut pada ginjal, termasuk gangguan natrium dan
penanganan cairan dan bahkan gagal ginjal akut (Koppel et aI., 1969).
Salah satu cara di mana alkohol secara langsung mempengaruhi ginjal
adalah dengan mengubah bentuk dan struktur pasangan oran ini, seperti yang
ditunjukkan oleh berbagai penelitian pada hewan. Sebagai contoh, dalam studi awal
pada anjing (Chaikoff et al. 1948).
Beberapa penelitian yang berfokus pada efek langsung alkohol pada perfusi
di ginjal manusia menunjukkan bahwa mekanisme regulasi mempertahankan kontrol
atas komponen fungsi ginjal ini meskipun konsumsi alkohol. Bahkan pada tingkat
alkohol darah tinggi, hanya fluktuasi kecil ditemukan dalam tingkat aliran plasma dan
filtrasi melalui ginjal (Rubini et al. 1955).
Hasil penelitian selanjutnya pada model hewan tampaknya bervariasi sesuai
dengan spesies yang diperiksa, rute dan dosis pemberian alkohol, dan lamanya waktu
30
setelah pemberian yang mana kelompok penelitian diamati. Sebagai contoh, beberapa
penelitian menyiratkan bahwa konsumsi alkohol akut tidak secara signifikan
mengubah hemodinamik ginjal atau ekskresi natrium pada anjing, tetapi penelitian ini
tidak memperpanjang sekitar 6 jam setelah konsumsi alkohol. Sebaliknya, penelitian
sebelumnya bahwa anjing yang diperiksa untuk periode yang lebih lama melaporkan
bahwa dosis tunggal 3 gram alco- hol per kilogram berat badan (g/ kg) meningkatkan
volume plasma antara 10 dan 26 jam setelah penggunaan alkohol (Nicholson dan
Taylor 1940).
Penelitian lain dengan anjing mengungkapkan bahwa efek konsumsi alkohol
kronis bertahan lebih lama. Para peneliti mencatat peningkatan volume cairan plasma
dan ekstraseluler 1 minggu setelah konsumsi alkohol kronis, dan ekspansi volume ini
bertahan selama 7 minggu sisa penelitian. Perubahan serupa telah ditemukan dalam
volume cairan tubuh di antara pasien alkoholik kronis (Beard et al, 1965).
Biasanya ginjal adalah rute utama ekskresi ion kalium dan berfungsi sebagai
tempat penting pengaturan kalium. Konsumsi alkohol secara historis telah ditemukan
untuk mengurangi jumlah kalium diekskresikan oleh ginjal (misalnya, Rubini et al.
1955), meskipun keadaan hidrasi tubuh dapat membantu menentukan apakah ekskresi
kalium akan meningkat atau menurun sebagai respons terhadap alkohol. Tingkat
potasium, seperti sodium, juga dapat mempengaruhi cara ginjal menangani eliminasi
cairan atau retensi. Selain itu, deplesi kalium telah diusulkan untuk memperburuk
hiponatremia melalui beberapa mekanisme (Epstein 1992) Sebagai contoh,
kehilangan potasium dapat merangsang aktivitas ADH, sehingga meningkatkan
31
jumlah cairan yang diserap kembali dan menyebabkan konsentrasi natrium tubuh
menurun. hasil dari. Atau, kehilangan potassium dapat meningkatkan rasa haus, juga
melalui mekanisme hormonal, sehingga meningkatkan asupan cairan.
Tingkat darah yang rendah umumnya terjadi akut pada pasien alkoholik
yang dirawat di rumah sakit, muncul dalam lebih dari setengah kasus alkoholisme
yang parah. Memang, ketika kondisi tidak muncul, dokter yang merawat pasien
alkoholik harus menduga bahwa masalah lain adalah menutupi kadar fosfat yang
rendah, seperti pembubaran otot yang berkelanjutan, keasaman darah berlebih (yaitu,
asidosis), volume darah yang tidak adekuat, atau gagal ginjal (Klatsky, 1977).
Studi klinis pasien hipertensi telah menunjukkan bahwa mengurangi asupan
alkohol menurunkan tekanan darah dan melanjutkan konsumsi memunculkannya.
Meskipun mekanisme yang bertanggung jawab untuk efek ini belum ditetapkan,
sebuah studi eksperimental oleh Chan dan Sutter (1983) menawarkan beberapa
wawasan. Dalam studi ini, tikus jantan yang diberikan alkohol 20 persen dalam air
minum mereka selama 4 minggu mengalami penurunan volume urin dan ekskresi
natrium serta peningkatan konsentrasi darah hormon yang meningkatkan tekanan
darah dengan menyempitkan pembuluh darah.
Pasien tetap dapat mengeluarkan natrium, mereka akan terus
mempertahankan natrium yang mereka konsumsi dalam diet mereka. Akibatnya,
mereka akan mengembangkan peningkatan asites dan edema dan peningkatan berat
badan. Dalam beberapa kasus, cairan perut dalam jumlah besar dapat terkumpul,
kadang-kadang lebih dari 7 galon (Epstein 1996).
32
E. Tinjauan Teori Tentang Eritrosit (Sel Darah Merah)
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan
CO2 dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung
protein khusus yaitu hemoglobin. Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat
dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil, eritrosit yang berdiameter 8 µm
harus dapat secara berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter minimumnya 3,5
µm. Masa hidup eritrosit adalah 120 hari. Eritrosit adalah cakram bikonkaf yang
fleksibel dengan kemampuan menghasilkan energi sebagai ATP melalui jalur
glikolisis anaerob dan menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai NADH melalui jalur
tersebut serta sebagai NADPH melalui jalur lintas fosfat. Membran eritrosit terdiri
atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein membran integral, dan suatu rangka
membran. Sekitar 50% membran adalah protein, 40% lemak, 10% karbohidrat. Lipid
dua lapis terutama terdiri dari fosfolipid, yang tersusun dengan kepala hidrofiliknya
menghadap lingkungan cair di kedua sisi membran dan ekor asil lemak membentuk
bagian tengah membran yang hidrofobik. Karbohidrat hanya terdapat pada
permukaan luar sedangkan protein dapat di perifer, menembus lipid dua lapis.Rangka
membran terbentuk oleh protein-protein struktural yang mencakup spektrin α dan
β, ankirin, protein 4,1, dan aktin. Protein-protein tersebut membentuk jaring
horizontal pada sisi dalam membran eritrosit dan penting untuk mempertahankan
bentuk bikonkaf. Perubahan komposisi lipid akibat kelainan kongenital atau didapat
33
dalam kolesterol atau fosfolipid plasma dapat disertai dengan kelainan membran (Ali,
2013).
Eritrosit mengeluarkan superoksida melalui superoksida dismutase, yang
mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida.Glutation peroksidase mereduksi
hidrogen peroksida menjadi H2O dan mengoksidasi glutation menjadi bentuk
disulfida. Hemoglobin mengalami pengikatan silang oleh ikatan disulfide yang
menyebabkan terbentuknya jembatan yang mengalami oksidasi lebih lanjut, dan
struktur yang terbentuk di membran sel darah merah disebut badan Heinz.Dalam
keadaan normal, eritrosit harus mengalami cacat bentuk (deformasi) untuk dapat
mengalir dalam sistem pembuluh darah halus. Dengan adanya badan Heinz, membran
sel tidak dapat mengalami deformasi dan mudah mengalami kerusakan atau lisis,
terutama apabila membran sel mengalami kerusakan oksidatif akibat spesies oksigen
reaktif (ROS). Keadaan tersebut dinamakan stres oksidatif dan dapat mengakibatkan
kerusakan sel yang berat jika stres tersebut masih atau berlangsung lama (Alioes,
2009).
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia, leukemia, penurunan
fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritomatosus sistematik. Dapat juga
terjadi karena obat (Drug induced anemia). Jumlah sel darah merah meningkat pada
pasien diare/ dehidrasi, luka bakar, olahraga berat, dan orang yang tinggal di dataran
tinggi (kailis, 1980).
34
F. Kerangka Pikir
G. Hipotesis
Pemberian tuak yang mengandung alkohol secara berkelanjutan dapat
berpengaruh pada berat badan, perubahan morfologi ginjal serta jumlah eritrosit
mencit (Mus musculus) ICR jantan.
• Faktor eksternal dapat mempengaruhi perubahan ginjal secara morfologi dan jumlah sel darah merah (Red Blood Cell) dengan mengonsumsi minum minuman berlkohol, obat-obatan terlarang serta zat adiktif dan psikoptropika lainnya.
• Tuak diperoleh dari nira pohon lontar (Borassus flabellifer) yang di difermentasi selama 1 hari.
• Hewan uji yaitu mencit (Mus musculus) ICR jantan.
Input
• Pemberian tuak terhadap mencit dilakukan secara oral.
• Penimbangan berat badan mencit (Mus musculus) selama perlakuan.
• Pembedahan untuk mengambil sampel yaitu ginjal.
• Pengambilan darah di bagian pembuluh darah diantara jantung dan hati.
• Pengukuran organ ginjal mulai dari berat, panjang dan lebar.
• Analisis pengaruh berat badan dan ginjal dengan melihat morfologi ginjal serta jumlah eritrosit menggunakan tuak (alkohol) sebagai bahan uji penelitian.
• Pengamatan perubahan secara morfologi pada ginjal serta perhitungan kadar eritrosit.
Proses
• Alkohol dapat menambah berat badan.
• Alkohol dapat menambah volume berat, panjang dan lebar ginjal.
• Alkohol dapat mempengaruhi jumlah eritrosit
Output
35
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen ekspoloratif dengan
melihat kerusakan morfologi ginjal dan jumlah sel darah merah mencit (Mus
musculus) setelah diberi minum tuak. Pendekatan penelitian untuk mendapatkan hasil
pada penelitian ini berupa penelitian kuantitatif eksploratif yang menerapkan prinsip-
prinsip penelitian laboratorium dengan membandingkan hasil observasi dan hasil
eksperimental.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 03 Agustus 2018 sampai dengan
11 September 2018. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Biofarmaka,
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, dilakukan perawatan dan perlakuan
mencit. Laboratorium Kimia organik, Jurusan Kimia, Fakutas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Makassar, di lakukan uji kadar alkohol pada tuak.
Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
IslamNegeri Alauddin Makassar, dilakukan pembedahan mencit dan pengukuran
organ ginjal. Dan Peternakan Klinik Makassar, dilakukan uji hematologi untuk
mengetahui jumlah eritrosit (sel darah merah).
35
36
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel bebas dan terikat. Dimana variabel
bebasnya adalah tuak sedangkan variabel terikatnya adalah berat bada, perubahan
morfologi ginjal dan kadar eritrosit.
D. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasinya yaitu mencit (Mus musculus) dengan berat
badan ±20 gram, dan berumur 2 sampai 3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium
Biofarmaka, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin. Dalam penelitian ini jumlah
sampel yang digunakan adalah 4 ekor setiap kelompok, sehingga jumlah sampel
keseluruhan berjumlah 16 ekor.
E. Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional variable pada penilitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tuak adalah minuman hasil fermentasi dari nira pohon lontar (Borassus
flabellifer) yang diperoleh dari Desa Julukanaya, Kecamatan Palangga,
Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, selama 1 hari sehingga
menghasilkan 35% kadar alkohol. Setiap kelompok diberi dosis berbeda yaitu
P1= 0,1 mL/Hari/Ekor, P2=0,2 mL/Hari/Ekor dan P3=0,3 mL/Hari/Ekor.
2. Berat badan adalah berat badan mencit (Mus musculus) yang dihitung setiap
hari selama 30 hari perlakuan.
37
3. Perubahan morfologi ginjal adalah kerusakan yang diamati pada ginjal
meliputi berat, panjang dan lebar yang dilakukan setelah perlakuan selama 30
hari.
4. Kadar eritrosit adalah jumlah sel darah merah yang dihitung dengan uji
hematologi setelah perlakuan selama 30 hari.
F. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL).
P0= 0 mL/Hari/Ekor
P1= 0,1 mL/Hari/Ekor
P2= 0,2 mL/Hari/Ekor
P3= 0,3 mL/Hari/Ekor
G. Instrumen Penelitian
1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, baskom
(kandang), rang, nipel, spoit, kanula, labu alas bulat, tongkat statistik, labu
erlenmeyer, thermometer, hotplate, selang, ember, piknometer, desikator, oven,
neraca analitik, gelas kimia, kertas, pentul, papan seksi, gunting, pinset, cawan
petri tempat penyimpanan organ, tub penyimpanan darah, pipet thoma, bilik
hitung, mikroskop, kamera, alat tulis, dan jangka sorong.
38
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 16 ekor mencit
jantan (Mus musculus), sekam, pakan AD1, air minum, tuak, tissue, NaCl,
aquades, es batu, vaseline, dan larutan hayem.
H. Prosedur Kerja
1. Tahap Persiapan
Pengambilan nira
Dalam menyadap nira mempunyai waktu-waktu tertentu mulai dari pagi
jam 06.00 dan sore mulai jam 15.00. Penyadapan nira digunakan dua
penampung kecil dan satu keranjang yang disimpan dipuncak setiap pohon
lontar. Di puncak pohon lontar terdapat kira-kira lima tandan yang
menghasilkan nira. Nira yang baru keluar dari tandanya memiliki bau manis
sedikit asam, dan warna putih dan bersih.
Hewan percobaan
Mempersiapkan alat dan bahan kemudian mencuci alat-alat. Pada
penelitian ini menggunakan 16 ekor mencit jantan dengan kriteria berat badan
20 gram keatas, sehat, dan mengonsumsi pakan normalnya 80 gram perhari,
kemudian dibagi 4 kelompok dengan masing-masing 4 ekor. Sebelum
diberikan perlakuan, hewan percobaan diaklimatisasi selama 1 minggu.
39
Mencit ditempatkan di baskom yang berisi sekam/ serbuk kayu sebagai
penyerap urin dan kotoran mencit kemudian ditutup dengan rang.
Uji kadar alkohol pada tuak
Setelah merangkai alat destilasi, nira yang sudah difermentasi selama 1
hari dituangkan ke tabung labu alas bulat, kemudian hotplate dinyalakan, lalu
labu alas bulat yang sudah berisi tuak disimpan diatas hotplate untuk di
panaskan, menunggu hasil destilat di bawah suhu 780C titik didih. Kemudian
di lanjut pengukuran kadar alkohol menggunakan piknomoter, pertama alat
disterilkan dalam oven dengan suhu 600C selama 15 menit, lalu piknomoter
kosongditimbang untuk mengetahui bobotnya, setelah ditimbang piknometer
diisi dengan aquades tanpa ada gelembung karena dapat mempengaruhi bobot
piknometer, kemudian, piknometer yang telah disi aquades di sterilkan
kembali untuk penimbangan bobot kosong yang kedua. Kemudian piknometer
diisi tuak tanpa ada gelembung, setelah itu timbang piknometer berisi tuak.
Setelah itu, sterilkan semua alat yang telah digunakan.
2. Tahap Pelaksanaan
Perlakuan
Pada tahap pelaksanaan mencit jantan diberi minum tuak dengan metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, kemudian mencit
jantan yang sudah dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing masing 4 ekor
diberi minum tuak dengan dosis P0 (Kontrol)= 0 mL/hari/ekor, P1= 0,1
40
mL/hari/ekor, P2= 0,2 mL/hari/ekor, P3= 0,3 mL/hari/ekor. Kemudian setiap
kelompok diberi minum tuak menggunakan kanula/ sonde lambung secara
oral dan dilakukan selama 30 hari berturut-turut, keculai P0 (kontrol) hanya
diberi air minum. Dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat badan
mencit setiap harinya.
Pembedahan, pengambilan ginjal dan darah
Setelah 30 hari perlakuan hewan uji yaitu mencit akan dibedah untuk
pengambilan ginjal dan darah. Ginjal yang telah dipisahkan dengan selaput
lemak dibersihkan menggunakan NaCl pada cawan petri. Kemudian diambil
darahnya dibagian pembuluh darah diantara jantung dan hati dengan
menggunakan spoit 1 mL, lalu dimasukkan ke dalam tabung Na-EDTA (tub
warna ungu).
Pengukuran ginjal
Organ ginjal yang telah diambil dari tubuh mencit dibersihkan terlebih
dahulu menggunakan NaCl pada cawan petri kemudian diletakkan pada kertas
putih untuk melihat warna dan tekstur ginjal serta diukur panjang dan
lebarnya menggunakan jangka sorong, setelah itu dilakukan penimbangan
menggunakan neraca analitik untuk mngetahui berat ginjal.
Uji perhitungan jumlah eritrosit
Darah mencit dihisap dengan menggunakan pipet thoma sampai angka 0,5
kemudian larutan hayem (pengencer) dihisap sampai angka 101. Selanjutnya
41
dilakukan pengocokan selama 2 menit dengan cara kedua ujung pipet thoma
ditutup menggunakan ibu jari dan jari tengah. Cairan dalam pipet thoma
dikeluarkan 1-2 tetes dan dibuang, kemudian pada tetesan selanjutnya ujung
pipet mikro ditempelkan pada salah satu bilik hitung yang telah diberi gelas
penutup dan kertas tissu pada sisi lainnya. Cairan dalam pipet thoma akan
mengalir memenuhi bilik hitung dan selanjutnya bilik hitung diletakkan di
bawah mikroskop. Jumlah eritrosit diketahui dari eritrosit yang berada dalam
5 bilik hitung daerah R. Perhitungan dimulai dari sebelah kiri secara zigzag.
Untuk menghindari perhitungan yang kurang tepat eritrosit yang ada di garis
batas sebelah kiri dan atas suatu bilik kecil hitung, dihitung sebagai eritrosit
yang ada didalam bilik kecil tersebut. Jumlah eritrosit diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut (Sastradipraja et al., 1989).
Jumlah total eritrosit = a x 104
Keterangan: a adalah jumlah eritrosit hasil perhitungan dalam hemositometer.
Analisis data
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan
disusun ke dalam bentuk tabel. Analisis yang digunakan adalah analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Adapun analisis kualitatif meliputi data
visual yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Sedangkan
analisis kuantatif yaitu pengolahan data dengan program Microsoft Office
42
Excel dalam analisis rata-rata hasil yang diperoleh menggunakan rumus
Average.
43
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pada penelitian ini dilakukan penimbangan setiap hari pada mencit selama
30 hari perlakuan untuk melihat perbedaan berat badan awal sebelum perlakuan
dengan berat badan akhir setelah perlakuan mencit yang diambil dari 4 kelompok
perlakuan dengan 4 kali ulangan. Berikut hasil presentase dari penelitian kali ini:
Tabel 4.1. Rata-rata berat badan awal dan berat badan akhir mencit.
Perlakuan Berat Badan Awal (gr) Berat Badan Akhir (gr)
P0 (Kontrol) 25,90 28,13
P1 (0,1 mL) 25,48 28,33
P2 (0, 2 mL) 25,55 31,48
P3 (0, 3 mL) 26,33 35,35
Gambar 4.1. Perbandingan berat badan awal dan berat badan akhir.
25.9 25.48 25.55 26.33 28.13 28.33
31.48
35.35
BE
RA
T B
AD
AN
AW
AL
DA
N B
ER
AT
BA
DA
N A
KH
IR (
GR
)
PERLAKUAN Berat Badan Awal Berat Badan Akhir
P1 P2 P3
43
44
Setelah 30 hari perlakuan dilakukan pembedahan terhadap mencit untuk
pengambilan sampel yaitu ginjal, kemudian dilakukan penimbangan menggunakan
neraca analitik untuk mengetahui berat ginjal setelah perlakuan, sebagai berikut :
Tabel 4.2. Rata-rata berat ginjal mencit selama 30 hari perlakuan.
Perlakuan Sinister (gr) Dexter (gr)
P0
P1
P2
P3
0,17 0,18
0,17 0,20
0,20 0,23
0,26 0,29
Keterangan:
Sinister: Kiri
Dexter: Kanan
Gambar 4.2. Perbandingan pengukuran berat ginjal kiri dan ginjal kanan mencit.
0.17 0.17
0.21
0.26
0.18
0.20
0.23
0.29
BE
RA
T G
INJA
L (
GR
)
PERLAKUAN
Sinister
Dexter
45
Kemudian dilakukan pengukuran panjang terhadap ginjal dengan
menggunakan jangka sorong, data dari panjang ginjal kanan dan kiri dari ginjal setiap
ulangan :
Tabel 4.3. Rata-rata panjang ginjal mencit selama 30 hari perlakuan.
Perlakuan Sinister (gr) Dexter (gr)
P0 0,89 0,95
P1 0,98 1,04
P2 1,00 1,15
P3 1,10 1,20
Keterangan:
Sinister: Kiri
Dexter: Kanan
Gambar 4.3. Perbandingan pengukuran panjang ginjal kiri dan ginjal kanan mencit.
0.89 0.98 1.00
1.10
0.95 1.04
1.15 1.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
P0 P1 P2 P3
Pa
nja
ng
G
inja
l (g
r)
Perlakuan
Sinister
Dexter
46
P0 0,50 0,54
P1 0,51 0,54
P2 0,56 0,59
P3 0,63 0,68
Keterangan:
Sinister: Kiri
Dexter: Kanan
Gambar 4.4. Perbandingan pengukuran lebar ginjal kiri dan ginjal kanan mencit.
0.51 0.50 0.55
0.63
0.54 0.54 0.59
0.68
Leb
ar
Gin
jal
(gr)
Perlakuan
Sinister
Dexter
Setelah dilakukan pengukuran panjang pada ginjal mencit (Mus musculus),
kemudian dilanjutkan pengukuran pada lebar ginjal kiri dan kanan mencit (Mus
musculus) menggunakan jangka sorong, dari pengukuran lebar ginjal kiri dan kanan
mencit (Mus musculus) setiap ulangan:
Tabel 4.4. Rata-rata lebar ginjal mencit selama 30 hari perlakuan.
Perlakuan Sinister (gr) Dexter (gr)
47
Pada saat pembedahan juga dilakukan pengambilan sampel darah dibagian
pembuluh darah diantara jantung dan hati untuk uji perhitungan jumlah eritrosit pada
mencit :
Tabel 4.5. Rata-rata jumlah eritrosit.
Perlakuan Eritrosit 106/ µL
P0 8,01
P1 4,43
P2 4,90
P3 4,41
Keterangan:
RBC (Red Blood Cell): Eritrosit/ sel darah merah
Gambar 4.5. Perbandingan kadar eritrosit pada mencit.
8.01
4.43 4.9
4.41
Ju
mla
h E
ritr
osi
t 10
6/
µL
Perlakuan
48
B. Pembahasan
Metabolisme alkohol dalam tubuh. Alkohol merupakan dari fermentasi, dimana
mikroorganisme seperti ragi memecah gula gula (seperti gula, atau maltosa), menjadi
alkohol, karbon dioksida, dan air tanpa bantuan oksigen. Berbagai jenis alkohol
dibuat dari bahan yang berbeda. Ethanol sebagai zat penting dalam alkohol bersifat
mudah larut dalam air dan lemak sehingga ethanol langsung diserap ke dalam usus
melalui difusi pasif. Ketika alkohol dikonsumsi, sekitar 20% diserap oleh lambung
dan 80% diserap oleh usus halus. Alkohol jika dikonsumsi dalam keadaan perut
kosong akan mencapai kadar puncak dalam darah setelah 15-90 menit. Penyerapan
alkohol menjadi lebih lambat dan lebih sedikit bila konsumsi alkohol dilakukan
bersamaan dengan makanan (wardiaw, 2012).
Sekitar 85-98% etanol yang diserap oleh tubuh dimetabolisme di dalam hati,
sisanya dikeluarkan melalui paru dan ginjal. Enzim enzim yang berperan dalam
metabolisme etanol antara lain enzim alcohol dehydrogenase, acetaldehyde
dehydrogenase, dan microsomal ethanol oxidizizng system (MEOS). alcohol
dehydrogenase dan MEOS mengubah alkohol menjadi asetaldehid sedangkan
acetaldehyde dehydrogenase mengubah asetaldehid menjadi asetat (Lieberman et al.,
2007).
Dalam penelitian ini, parameter yang dilakukan adalah untuk mengetahui berat
badan mencit (Mus musculus), berat ginjal, panjang dan lebar ginjal, dan jumlah
kadar eritrosit (Sel darah merah)/ RBC untuk melihat pengaruh dari tuak.
49
1. Analisis data penambahan berat badan mencit setelah perlakuan selama 30 hari.
Penambahan berat badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur
pertumbuhan yaitu suatu proses yang sangat kompleks yang meliputi pertambahan
bobot hidup dan perkembangan semua bagian tubuh secara serentak dan merata
Gutama (2008). Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa berat badan
meningkat dipengaruhi berat organ dalam tubuh mencit dewasa dan peningkatan
lemak perut dengan jumlah abnormal. Menurut (Mardiati, 2016), peningkatan berat
badan pada mencit karna pembengkakan organ diakibatkan perlakuan etanol 20%
dari ekstrak biji pepaya yang terjadi pada organ hati, ginjal dan lambung.
Pada tabel 4.1 dapat dilihat hasil persentase berat badan awal sebelum
perlakuan dan berat badan akhir setelah perlakuan. Data yang didapatkan dari hasil
rata-rata menggunakan rumus Average pada Microsoft Office Excel. Seperti pada
grafik 4.1 persentase data dari tabel 4.1 di bentuk dalam diagram untuk melihat
perbandingan antar berat badan awal dan berat badan akhir, dan bisa di lihat dari
grafik bahwa pencapaian angka paling tinggi terdapat pada kelompok dengan dosis
tertinggi yaitu P3= 0,3 mL/Ekor/Hari yang telah diberi perlakuan (tuak) selama 30
hari. Argumen bahwa alkohol dapat memicu kenaikan berat badan dibenarkan oleh
(Dinas kesehatan, 2010) hasil penelitian riset kesehatan dasar menyatakan bahwa
setelah mengonsumsi alkohol, seseorang umumnya akan merasa lapar, hal ini akan
memicu konsumsi makanan berlebih yang pada akhirnya mengakibatkan kenaikan
berat badan. Seperti yang dikemukakan (Diez-Ruiz, 2010), bahwa rasa lapar setelah
mengonsumsi alkohol adalah wajar, metabolisme alkohol mengubah keseimbangan
50
gula darah dengan cara mengosongkan glikogen atau karbohidrat yang tersimpan,
glikogen adalah sumber energi dalam tubuh. Ketika simpanan glikogen terkuras,
maka tubuh membutuhkan lebih banyak asupan sehingga rasa lapar pun muncul.
Karena glikogen berasal dari karbohidrat, maka makanan yang diincar makanan yang
mengandung gula atau garam, begitupun yang terjadi pada mencit yang memiliki
karateristik yang mirip dengan manusia, teori tersebut dibuktikan pada penelitian ini
bahwa jumlah rata-rata konsumsi perharinya adalah 150 gram pada kelompok
perlakuan P2, P3, dan diketahui setelah 10 hari perlakuan ditandai dengan keadaan
beberapa mencit yang mulai saling menyerang satu sama lain hingga mati dalam satu
kelompok dan pada hari 20 perlakuan konsumsi pakan menurun pada kelompok
perlakuan akan tetapi keadaan perut secara morfologi masih membengakak dan berat
badan tetap konstan, hal ini ditandai bahwa ada beberapa organ yang membengkak
dan setelah dilakukan pembedahan organ ginjal mengalami pembengkakan akibat
pemberian tuak dengan dosis yang tinggi pada kelompok P2 dan P3 dan waktu
pemberian yang cukup lama yaitu 30 hari. Pada penelitian ini, pencatatan berat awal
dilakukan pada mencit berumur ±2 bulan yang sudah diaklimatisasi selama 1 minggu
dan pencatatan berat akhir dilakukan pada mencit yang telah diberi perlakuan yaitu
diberi minum tuak selama 30 hari.
Selain peningkatan berat badan dalam penelitian ini juga terjadi beberapa
gangguan pada gerak motorik pada hewan uji setelah perlakuan, seperti mencit
mengalami sensasi positif, seperti mengalami perasaan rileks dan kegembiraan
(euphoria) ditandai dengan keaktifan mencit dalam bergerak hingga bisa
51
membahayakan dirinya sendiri, karena neurontransmiter yang berperan dalam jalur
kesenangan adalah dopamine dan serotonin. Jalur dopamine menghasilkan hadiah,
euphoria, dan kesenangan, jalur serotonin berperan terhadap mood, memori dan tidur.
Ketika korteks profontal menerima stimulus yang diinterpretasikan sebagai hadiah,
maka impuls akan diteruskan ke VTA yang kemudian melepaskan dopamine ke
seluruh sistem jalur kesenangan. Menurut (Dasgupta, 2011), bahwa ethanol dengan
sifat kimianya mampu menembus sawar darah otak. Alkohol mengaktifasi
pengeluaran dopamine secara langsung dari sistem mesolimbik sehingga terjadi
kesenangan. Ethanol juga meningkatkan pengeluaran dopamine secara tidak langsung
melalui penghambatan pengeluaran non-transmitter GABA. Peningkatan dopamine
oleh alkohol menyebabkan peminum mengalami kesenangan. Dan semakin tinggi
konsentrasi perlakuan maka semakin tinggi pula tingkat kesenangan yang terjadi pada
setiap mencit.
2. Analisis data pengaruh perubahan morfologi ginjal
Hasil analisis pengaruh morfologi ginjal menunjukkan bahwa adanya faktor
dosis, tingginya dosis memberikan pengaruh terhadap perubahan morfologi ginjal.
Pemberian tuak dengan dosis yang bertingkat dapat meningkatkan persentase
kerusakan morfologi ginjal mencit. Hal ini dikarenakan tuak mengandung alkohol
yang bersifat toksik dan memberikan efek yang semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya dosis yang diberikan. (Hanifa, 2008), menyatakan bahwa bahan-bahan
yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam
bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. (Suhenti, 2007) menyatakan bahwa
52
seperti halnya hati, ginjal juga rawan terhadap zat-zat kimia sehingga zat kimia yang
terlalu banyak berada di dalam ginjal akan mengakibatkan kerusakan sel.
Pada tabel 4.2, 4.3, dan 4.4 analisis kerusakan morfologi pada lama pemberian
30 hari menunjukkan adanya perbedaan pada berat, panjang dan lebar ginjal pada
mencit, setiap kelompok dan pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukkan
perbandingan setiap kelompok dan diposisi tertinggi ada pada kelompok perlakuan
dengan dosis tertinggi yaitu P3= 0,3 mL/Hari/Ekor, dan pada penelitian ini
membuktikan pada perlakuan P3= 0,3 mL/Hari/Ekor memiliki berat, panjang dan
lebar dengan nilai tertinggi karena ginjal pada kelompok P3 memiliki tekstur yang
sangat keras dan memiliki ukuran terbesar di antara 4 kelompok karena terjadi
eudema pada ginjal yang membuat ukuran ginjal membesar. Menurut (Diez-ruiz, et
al., 2010), Alkohol menyebabkan pembesaran ginjal hanya jika terjadi sirosis hati.
Dan pada penelitian ini terjadi gangguan pada hati yang disebabkan alkohol yang di
metabolisme di hati sebelum dieksresikan di ginjal. Boggan, (2003), alkohol telah
terlihat dapat mengubah struktur dan fungsi ginjal serta merusak kemampuannya
untuk mengatur volume, komposisi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Perubahan
mikroskopis pada ginjal termasuk perubahan struktur glomerulus, pembengkakan
atau pembesaran ginjal dan meningkatnya jumlah sel-sel lemak, protein dan air. Efek
ini akan mengubah kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal sehingga bisa
menyebabkan penyakit pada ginjal. Pada penelitian ini ginjal kanan lebih dominan
mulai dari berat, panjang dan lebar dibanding ginjal kiri, seperti pada grafik 4.2, 4.3,
53
dan 4.4 hal sesuai dengan yang dikemukakan (Green, 2008) Ginjal kanan lebih besar,
lebih berat dan terletak lebih anterior.
3. Analisis data kadar eritrosit
Penurunan jumlah eritrosit kelompok perlakuan disebabkan karena tuak yang
mengandung alkohol menghasilkan lebih banyak radikal bebas yang akan mengikat
protein, DNA dan lipid penyusun membran sel. Radikal bebas juga berpengaruh
terhadap hormon eritropoietin yang merupakan suatu hormon glikoprotein yang
penting pada proses eritropoiesis terutama dalam merangsang poliferasi sel eritrosit
(Suryanti dkk., 2005). Menurut (Zahrah, 1990), abnormalitas atau kerusakan yang
disebabkan keracunan suatu zat menyebabkan konsentrasi jumlah eritrosit dibawah
normal.
Hasil perhitungan jumlah eritrosit pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan jumlah eritrosit yang dilaporkan oleh (Biester dan Schwarte,
1965), mencit yaitu 7,2- 9,6 106/μl. Adanya perbedaan dosis dan lama absorbsi, tuak
secara oral dalam jangka pendek tidak menyebabkan keracunan, tetapi jika tertimbun
diatas ambang batas dapat mengganggu kesehatan, absorbsi secara oral memiliki
waktu yang absorbsi lebih lama dibandingkan secara intraperitoneal. Pemberian tuak
secara intraperitoneal yang langsung masuk ke dalam tubuh dan bersirkulasi dalam
darah. (Apriliyanti dkk, 2007) menyatakan bahwa absorbsi toksikan melalui saluran
cerna, toksikan yang masuk akan menuju ke lambung yang merupakan tempat
penyerapan penting, kemudian terikat dalam plasma dan diangkut lalu diserap di usus
dengan sistem transport carrier.
54
Dari grafik 4.5. dapat dilihat bahwa jumlah eritrosit pada kelompok perlakuan
pemberian tuak terjadi penurunan dan kelompok kontrol dengan nilai rata rata
eritrosit 8,01 bukan berarti mengalami peningkatan tapi berada di batas normal
jumlah eritrosit pada mencit. Biester dan Schwarte (1965), melaporkan bahwa jumlah
eritrosit normal pada mencit yaitu 7,2- 9,6 106/μl. Adanya perbedaan ini terjadi
disebabkan oleh faktor dosis yang berbeda antar kelompok kontrol dan perlakuan.
Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi eritrosit adalah nutrisi
pakan, temperatur lingkungan dan faktor iklim lainnya (Swenson, 1970). Konsumsi
alkohol secara berlebihan dapat menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada
penurunan nilai eritrosit. Pada penelitian (Riany, 2013) melakukan pengisian
kuisioner pada residen, dan didapatkan bahwa sebagian besar residen yang
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan mengalami penyakit anemia akibat
penurunan jumlah eritrosit. Faktor faktor lain penyebab turunnya nilai eritrosit adalah
malnutrisi serta defisiensi asam folat, karna asam folat dapat mengubah nilai eritrosi
dan dapat meringankan kecanduan pada alkohol jika dikonsumsi secara teratur.
Menurut Almatsier (2001), penurunan sel darah merah terjadi, salah satunya
dikarenakan adanya penyakit penurunan fungsi ginjal yang disebabkan tidak adanya
pembentukan nefron baru karena ginjal yang sudah tidak berfungsi secara normal
lagi, sehingga hormon eritroprotein juga tidak bisa menstimulasi produksi eritrosit
secara normal.
Protein merupakan unsur utama dalam pembentukan eritrosit darah.Enzim
protease dalam tubuh merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi menghidrolisis
55
protein menjadi asam amino yang dibutuhkan tubuh. Wardhana dkk., (2001),
menyatakan bahwa kurangnya prekusor seperti zat besi dan asam amino yang
membantu proses pembentukan (Shawaludin, 2013).
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang mengatur eritropoiesis
(pembentukan sel darah merah) dan dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada
globulin plasma. Menurut Almatsier (2001), di dalam sumsum tulang besi digunakan
untuk membuat hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah. Sedangkan
fungsi vitamin C dalam darah yaitu membantu penyerapan zat besi tersebut. Selain itu
pada proses perombakan sel darah merah kembali, hati mengikat zat besi (Fe) ke
transferin darah yang mengankutnya kembali ke sumsum tulang untuk digunakan
kembali membuat sel darah merah yang baru. Protein dalam tubuh berperan sebagai
pembentuk eritrosit. Zat besi akan berasosiasi dengan molekul protein yang
membentuk ferritin dan dalam keadaan transpor akan membentuk tansferrin yang
berfungsi mengangkut besi yang akan digunakan pada proses hematopoiesis atau
pembentukan butir-butir darah (Andanna & Sri Sumarni, 2006).
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia, leukemia, penurunan
fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritomatosus sistematik. Dapat juga
terjadi disebabkan obat (Drug induced anemia) (kailis, 1980).
Anemia pada penyakit kronik yang sering dijumpai yaitu pada penyakit gagal
ginjal kronik (GGK).Anemia pada GGK berhubungan dengan penurunan kualitas
hidup, peningkatan risiko penyakit jantung, risiko rawat inap, gangguan kognitif, dan
kematian (Pratiwi dkk, 2016).
56
Pasien dengan gagal ginjal kronik (GGK) memiliki jumlah eritropoietin (EPO)
yang sedikit, maka sumsum tulang membuat lebih sedikit eritrosit sehingga terjadi
anemia. Penderita thalassemia juga mengalami anemia karena terjadi gangguan
sintesis salah satu rantai alfa (α) atau beta (β) pada gen globin akibatnya
pembentukan hemoglobin dalam eritrosit berkurang sehingga terjadi anemia ringan
sampai berat. Anemia pada gagal ginjal kronik (GGK) termasuk jenis anemia
normositik normokromik tetapi jika terdapat penurunan kadar besi dalam serum atau
saturasi transferin maka terjadi anemia mikrositik dan hipokromik. Anemia yang
terjadi pada thalassemia juga termasuk jenis anemia mikrositik hipokromik (Pratiwi
dkk, 2016).
Dari hasil tersebut didapatkan data berat badan mencit sebelum perlakuan
berada pada berat normal mencit yaitu 20-28 gram, dan setelah diberikan perlakuan
selama 30 hari berat badan mencit mengalami kenaikan sampai 25-40 gram. Hal ini
disebabkan pembengkakan ginjal dalam tubuh mencit, sehingga mengalami
perubahann secara morfologis mulai pertambahan ukuran berat, lebar dan panjang
organ hingga tekstur pada ginjal kelompok dosis tertinggi. Pada penelitian ini kadar
eritrosit pada mencit menurun, akibat terjadi overload atau terlalu banyak radikal
bebas yang menyerang tubuh mencit yang diperoleh dari alkohol sehingga
mengganggu fungsi hormon eritroproten yang merupakan suatu hormon glikoprotein
yang penting pada proses eritropoiesis terutama dalam merangsang poliferasi sel
eritrosit sehingga tidak bisa memproduksi sel eritrosit perharinya akibatnya mencit
kekurangan darah merah (anemia).
50
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian tuak pada mencit
memberikan pengaruh terhadap berat badan dan menyebabkan perubahan pada
morfologi ginjal berupa pembesaran ginjal dan penurunan kadar eritrosit.
B. Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu melihat kerusakan sel-sel yang
terdapat dalam ginjal dengan pemeriksaan histopatologi untuk mendapatkan hasil
yang lebih jelas dan lengkap.
58
57
KEPUSTAKAAN
Adnan. Struktur perkembangan hewan II. Jurusan Biologi FMIPA UNM: Makassar,
2007.
Aisyah, S.S, dkk. Pengaruh Pemberian Alkohol Terhadap Organ Vital Mencit (Mus
musculus) ICR. Jurusan Biologi. Fakultas sains dan Teknologi.Universitas
Islam Negeri Makassar. 2017
Ali AS, dkk. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis
itik lokal terhadap penambahan probiotik dalam ransum. Jurnal Ilmiah
Peternakan 1(3): 1001-1013, September 2013.
Alioes, Y. dan S. Y. Elmatris. Efek Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah Eritrosit
dan Aktivitas Enzim Katalase Tikus Akibat Paparan Sinar Ultraviolet.
Majalah Kedokteran Andalas 33(2): 127-135. 2009.
Amalo, P. Multiguna dari akar hingga nira. Media Indonesia, 2008.
Aprilianti, A., A. Ma’ruf, Z. N. Fajarini, dan D. Purwanti. 2007. Studi Kasus
Penggunaan Formalin pada Tahu Takwa di Kota Madya Kediri.
Skripsi.FKIP, Universitas Muhammadiyah, Malang.
Arisman MB. Dislipidemia. Dalam: Mahode AA, editor (penyunting). Buku ajar ilmu
gizi obesitas, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Jakarta: EGC; 2010. hlm.
127.
Arrington, L.R. “Introductory Laboratory Animal Science”, The Breeding, Care and
Management Of Experimental Animal : The Interstate printers and Publishers.
Inc. Danville. 2012.
Beard, J. D. Barlow, G. And Overman, R. R. Body fluids and blood electrolytes in
dogs subjected to chronic ethanol administration. Journal of Pharmacology
and Experimental Therapeutics 148(3):348–355, 1965.
Bena, E. F, “Renal care Untuk Ginjal”. Pusat Studi Ginjal Nusantara. Jakarta. 2017.
58
59
Bijanti, R. Buku Ajar Kimia Klinik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya. 2009.
Boggan, B. Alcohol, Chemistry and You. Effects of Ethyl Alcohol on Organ Function.
2003.
Borse, B. B., L. J. M. Rao, K. Ramalakshmi, and B. Raghavan. Natural Product. Inc.
Evanston, IL 60203. USA. 2007.
Chan, T. C. K., And Sutter, M. C. Ethanol consumption and blood pressure. Life
Sciences 33(20):1965– 1973, 1983.
Chandrasekhar, K. “A Review on palm wine”. International Journal of Research in
Biological Sciences. Dept. of Microbiology, S.V.University, Tirupati, A.P,
India. Vol. 2 No. 1. P. 33-38. 2012.
Chaikoff, I. L. Entenman, C. Gillman, T. And Connor, C.L. Pathologic reactions in
the livers and kidneys of dogs fed alcohol while maintained on a high protein
diet. Archives of Pathology 45(4):435–446, 1948.
Corwin, E. J. Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa BrahmU. Pendit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2001.
Dasgupta, A. The Scince Of Drinking; How Alcohol Affects Your Body And Your
Mind. I anham, Rowman and Littlefield. 2011.
Davis, T.A. dan D.V. Johnson.Current Utilization and Further Development of the
Palmyra Palm (Borassus falabellifer L. Arecaceae) in Tamil Nandu State.
India. Economic Botany 41: 247 -266. 1987.
Diez-Ruiz, A., Garcia-Saura, P.L ., Garcia-Ruiz, P., Gonzalez-Calvin, J.L., Gallego-
Rojo, F., Fuchs, D. Alcohol and alcoholism. 45 (5). 427-430. 2010.
Dinas Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
60
Epstein, M. Renal sodium handling in liver disease. In: Epstein, M., ed. The Kidney
in Liver Disease. 4th
ed. Philadelphia: Hanley & Belfus. pp. 1–31. 1996.
Epstein, M. Alcohol and the kidney. In: Lieber, C.S., ed. Medical and Nutritional
Complications of Alcoholism: Mechanisms and Management. New York:
Plenum Medical Book Company, 1992. pp. 495–513.
Eroschenko, P.V. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2003.
Flach dan Paisooksantivatana, Borassus flabillifer linn, Presea Flora Kita. 2014.
Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran ECG:
Jakarta. 2003.
Green, H. J. Fisiologi Kedokteran. Bina Aksara Rupa. 2008.
Guyton, A.C. and J. E Hall. Textbook of Medical Physiology. WB Saunders Co.
Philadelphia. 1997.
Guyton, A.C. dan J.E., Hall. Ginjal dan Cairan Tubuh. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi XI. Penerbit EGC. Jakarta.2007.
Guyton, A.C. Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit EGC: Jakarta, 1995.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (singapura: Pustaka Nasional, 1990).
Hanifah, L. Pengaruh Pemberian Buah Pepaya (Carica papaya. L) Terhadap Tingkat
Nekrosis Epitel Glomerulus dan Tubulus Ginjal Mencit (Mus musculus) yang
diInduksi CCL4 (Karbon Tetraklorida). Universitas Islam Negeri Malang.
Malang. 2008.
Haribi, Ratih, dkk. “ Kelainan Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih (Rattus
norvegicus, L.) Akibat Suplemen Asi Tawas Dalam Pakan”. Jurnal Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah. Semarang. Vol. 2 No. 2. 2009.
Kailis SG, Jellet LB, Chisnal W. A Rational Approach To The Interpretation Of
Blood And Urine Phatology Test. Aust J Pharm. (April, 1980). 221-30.
61
Kementrian Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Kementrian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta Selatan: Pusat dan
Data Informasi, 2014.
Kementrian Kesehatan RI. Cegah Nefropatik Sejak Dini. Jakarta: Hari Ginjal
Sedunia, 2016.
Klatsky, A. L. Friedman, G. D. Siegelaub, A. B. and Gerard, M. J. Alcohol
consumption and blood pressure Kaiser-Permanente Multiphasic Health
Examination data. New England Journal of Medicine 296:1194–1200, 1977.
Koppel, M. H. Coburn, J. W. Mims, M. M. Goldstein, H. Boyle, J. D. and Rubini, M.
E. Transplantation of cadaveric kidneys from patients with hepatorenal
syndrome. Evidence for the functional nature of renal failure in advanced liver
disease. New England Journal of Medicine 280(25):1367–1371, 1969.
Laffi, G. La Villa, G. Pinzani, M. and Gentilini, P. Lipid-derived autacoids and renal
function in liver cirrhosis. In: Epstein, M., ed. The Kidney in Liver Disease,
4th ed. Philadelphia: Hanley & Belfus, pp. 307–337. 1996.
Laube, H. Norris, H. T. and Robbins, S. L. The nephromegaly of chronic alcoholics
with liver disease. Archives of Pathology 84:290–294, 1967.
Lieberman, M., Marks, A.D. Smith, C. Mars Essentials Of Medical Biochemistry A
Clinic Approach. 2nd
ed., Lippincot Williams and Wilkins. p-342-359. 2007.
Lu, F. C. Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko.
Diterjemahkan oleh Edi Nugroho. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
1995.
Marcellino, Mardanung. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. Skripsi.
Institut Petanian Bogor. 1985.
Mardanung, S.M. “Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan. Bogor:
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, 2008.
Mardiati, M. S. Pertambahan Berat Badan Mencit (Mus musculus L.) Setelah
Perlakuan Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya Linn.) Secara Oral
62
Selama 21 Hari. Departemen Biologi. Fakultas Sains dan Matematika.
Universitas Diponegoro. Vol 1 No. 1. 2016.
Mcgavin, M. D., W. W. Carlton and J. F. Zachary. Thomson’s Special Veterinary
Pathology 3rd. Ed. Mosby, Inc Missouri. 2001.
Munawaroh, E. Upaya konservasi dan budidaya lontar pleh masyarakat melolo di
kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur, LIPI: UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya, 1999.
Muchtadi, D. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor,
1998.
Nicholson, W. M., And Taylor, H.M. Blood volume studies in acute alcoholism.
Quarterly Journal of Studies on Alcohol 1:472, 1940.
Nursalim. A, Yuniadi. Y. “Paradox Obesitas Pada Pasien Gagal Jantung” Jurnal
Kardiologi Indonesia. Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Vol. 32 No. 4
H: 207. 2011.
Oster, J.R., And Perez, G.O. Derangements of acidbase homeostasis in liver disease.
In: Epstein, M., ed. The Kidney in Liver Disease. 4th ed. Philadelphia: Hanley
& Belfus. pp. 109–122. 1996.
Pratiwi. B. Y., Rachmawati. B., Hendrianingtyas. M,. Perbedaan Index Eritrosit
Pada Pasien Anemia Gagal Ginjal Kronik dan Talassemia Mayor. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Tembalang-Semarang.Vol. 5.No. 4. 2016.
Putu, N. L, “Histopatologi Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan
(Centella asiatica) Peroral”.Buletin Veteriner Udayana.Laboratorium
patologi fakultas kedokteran. Universitas udayana: Denpasar. Bali.Vol. 5 No.
1 (2013). H. 63-69.
63
Riany, Riris. Hematology and Blood Cemistry Test Result Among In Balai
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, West Java.Departement Of
Oral Medicine. Faculty Of Dentistry, Universitas Indonesia. Jakarta: 2013.
Riska Mayori, dkk.”Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis
Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.)” Jurnal Biologi Universitas Andalas.
Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA
Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis Padang. 2013.
Rubini, M. E. Kleeman, C. R. And Lamdin, E. Studies on alcohol diuresis. I. The
effect of ethyl alcohol ingestion on water, electrolyte and acid-base
metabolism. Journal of Clinical Investigation 34(3): 439–447, 1955.
Robbins Stenley L. and Kumar, Vinay. Buku Ajar Patologi I (Basic Pathology Part
II) .Edisi 4. Editor : Dr. Jonatan Oswari. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 1995.
Al-Shekh Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq. Terjemah Ibnu
Katsir Jilid I. Bogor, Pustaka Asy-syafi’i. 2004.
Sastradipraja D, SHS Sikar, R Widjajakusuma, TUngerer, A Maad, H Nasution, R
Sunawinata,dan R Hamzah. Penuntun praktikum veteriner. PAU Ilmu Hayati.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 1989.
Siti Khomariah. “Kajian Kadar Etnaol Nira Siwalan Menggunakan Metode
Kromatografi Gas”. Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malan, 2010.
Suardi. Performa Mencit Putih (Mus musculus) dengan Penambahan Ekstrak Kunyit
(Curcuma domestica) dalam Air Minum. Bogor: Program Studi Teknologi
Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, 2006.
Sugondo, Obesitas. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM,
Setiati S, editor (penyunting). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
ke-4.Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. hlm. 1919-23.
2007.
64
Suhenti, R. Pengaruh Tepung Tempe Terhadap Jaringan Kanker Mamma Dan
Gambaran Mikroanatomi Ginjal Mencit (Mus musculus) Galur C3H Yang
Ditransplantasi Sel Adenocarcinoma mammae. UNNES. Semarang. 2007.
Sen, D.C, Ethanol fermentation. Biomass handbook: gordon dan breach science
publishers, 1989.
Shihab Q.M, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.Jakarta;
Lentera Hati, 2003.
Shihab Q.M, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.Jakarta;
alquran dan hadits tentang menghalalkan dan mengharamkan perkara, 2011.
Somberg, K. A. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt in the treatment of
refractory ascites and hepatorenal syndrome. In: Epstein, M., ed. The Kidney
in Liver Disease. 4th ed. Philadelphia: Hanley & Belfus. pp. 507–516. 1996.
Smith, J. B. dan Mangkoewidjojo. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. 1988.
Sundaryono, Agus. Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Total Dari Gynura Segetum
(Lour) Terhadap Peningkatan Eritrosit dan Penurunan Leukosit Pada Mencit
(Mus musculus). Jurnal Exacta. Kimia JPMIPA. FKIP. Universitas Bengkulu.
Vol. IX No.12 Desember 2011.
Suryanty, R.N., Rosdiana, dan B. Lubis. Peran Eritropoietin pada Anemia. Jurnal
Sari Pediati. 7(1): 34-35. 2005.
Soeksmanto, Arif. Pengaruh Ekstrak Butanol Buah Tua Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencil ( Mus musculus). Biodiversitas.
Vol. 7 No. 3 (2006) H: 278-281
Somala, L. Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering. Program Studi Teknologi
Produksi Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 2006.
65
Schlegel, H.G., & Schmidt, K. (1994). Mikrobiologi Umum. Indonesia: Universitas
Gajah Mada.
Suroyya, Mayang. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Nira
Siwalan (Borassus Flabellifer) Dengan Penambahan Ekstrak Biji Kelengkeng
(Euphoria lengan L). Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2016.
Suryadi, A, dkk.“Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak Terhadap
Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Yang Diinduksi Dmba” Laboratorium
Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2013.
Swenson, M.J. Physiology Preperties of Cellular and Chemical Constituents of
Blood, Dukes Physiology of Domestic Animal. 8th ed. Cornell University
Press, Ithaca. 1970.
Wahl, I. Building Anatomy: An Illustrated Guide to How Structures Work. New
York: McGraw-Hill Book Co. 2006.
Wardiaw, G.M., Smith, A.M., Lindeman, A.K. Contenporary Nutrion A Functional
Approach. McGraw-Hill. P. 672-677. 2012.
Yang, M. “Chemopreventive Effects Of Diosmin And Hesperidin On N-Butyl-N-(4-
Hydroxbuthyl) Nitrosamine-Induced Urinary-Bladder carcinogenesis In Male
ICR Mice”. International journal cancer.Department of Urology, Gifu
University School of Medicine, Gifu, Japan.Vol.73 (2008). P.719-724
Yuliani, Fadma, dkk. “Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2” Jurnal
Kesehatan Andalas” Vol. 3 No. 1. 2014.
Zahrah. Pengaruh Breed Terhadap konsentrasi Eritrosit dan Hematokrit pada Sapi
Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh. 1990.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Alur Peneliti
Sebelum perlakuan, terlebih
dahulu hewan uji di aklimatisasi
selama 1 minggu
Perlakuan selama
30 hari
Diberi makan dan diberi minum
setiap hari jam 09.00 pagi
Pembedahan
P0 (Kontrol)= 0 mL/Hari/Ekor, P1= 0,1
mL/Hari/Ekor, P2= 0,2 mL/Hari/Ekor,
P3= 0,2 mL/Hari/Ekor.
Darah
Pengambilan sampel yaitu
darah dan ginjal
Ginjal
Dilakukan penimbangan berat
ginjal dan pengukuran
panjang dan lebar ginjal
Diuji hematologi untuk
mengetahui kadar jumlah
eritrosit
68
Lampiran 2 Hasil analisis data
Hasil data berat badan awal dan berat badan akhir mencit.
Perlakuan
Berat BadanA wal
Berat Badan Akhir
Ulangan ke- Ulangan ke-
a (gr) b (gr) c (gr) d (gr)
Rata-
rata a (gr) b (gr) c (gr) d (gr)
Rata-
rata
P0
(Kontrol) 25.00 27.10 25.40 26.10 25.90 27.80 30.00 26.70 28.00 28.13
P1 (0,1
ml) 27.10 24.00 25.90 24.90 25.48 29.60 27.50 30.10 26.10 28.33
P2 (0,2
ml) 26.30 26.50 25.00 24.40 25.55 27.70 36.40 34.00 27.80 31.48
P3 (0,3
ml) 26.30 25.50 26.40 27.10 26.33 28.10 43.80 33.50 36.00 35.35
Hasil data dari berat ginjal setelah 30 hari perlakuan.
Perlakuan
Sinister Rata-
rata
Dexter Rata-
rata Ulangan ke- Ulangan ke-
a (gr) b (gr) c (gr) d (gr) a (gr) b (gr) c (gr) d (gr)
P0 0.19 0.16 0.14 0.18 0.17 0.19 0.17 0.16 0.18 0.18
P1 0.15 0.19 0.16 0.18 0.17 0.18 0.23 0.19 0.20 0.20
P2 0.17 0.23 0.20 0.22 0.21 0.18 0.29 0.21 0.23 0.23
P3 0.19 0.35 0.27 0.24 0.26 0.24 0.39 0.28 0.25 0.29
Hasil data panjang dan lebar ginjal mencit.
Perlakuan p/l
Sinister
Rata-rata
Dexter
Rata-rata Ulangan ke- Ulangan ke-
a
(cm)
b
(cm)
c
(cm)
d
(cm)
a
(cm)
b
(cm)
c
(cm)
d
(cm)
P0 p 0.95 0.90 0.80 0.90 0.89 1.00 0.95 0.85 1.00 0.95
l 0.55 0.50 0.50 0.50 0.51 0.50 0.55 0.55 0.55 0.54
P1 p 1.00 1.00 1.00 0.90 0.98 1.10 1.00 1.10 0.95 1.04
l 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.60 0.50 0.50 0.55 0.54
P2 p 1.10 1.00 0.90 1.00 1.00 1.20 1.20 1.10 1.10 1.15
l 0.50 0.60 0.60 0.50 0.55 0.60 0.60 0.60 0.55 0.59
P3 p 1.10 1.20 1.10 1.00 1.10 1.20 1.30 1.20 1.10 1.20
69
l 0.65 0.65 0.60 0.60 0.63 0.70 0.70 0.65 0.65 0.68
Hasil data jumlah eritrosit pada mencit setelah 30 hari perlakuan.
P RBC 106/µL Kadar normal 10
6/μL Interpretasi
P0
A 7.00
7.20 - 9.60
N
B 7.80 N
C 8.00 N
D 9.22 N
Rata-rata 8.01
P1
A 4.00 L
B 5.00 L
C 4.20 L
D 4.50 L
Rata-rata 4.43
P2
A 5.10 L
B 4.90 L
C 4.60 L
D 5.00 L
Rata-rata 4.90
P3
A 4.00 L
B 4.50 L
C 4.15 L
D 5.00 L
Rata-rata 4.41
70
Lampiran 3 : Skema Kerja Uji Kadar Alkohol
Destilasi
Uji bobot jenis
Alat destilasi
Dimasukkan tuak
kedalam labu destilasi
Dipanaskan
dengan hotplate
- Diamati perubahan suhunya
- Ditampung destilat pada
suhu constant yaitu 780C
Destilat
Alat piknometer
Timbang
piknometer kosong
Timbang
piknometer kosong
Timbang piknometer
berisi aquades
Timbang piknometer
berisi tuak
Hasil
71
Sampel
Bobot (gram)
Suhu Piknometer kosong Piknometer sampel
Aquades 15,8279 26,0847 250C
Tuak 15,8245 25,6440
Bobot jenis (ρ)
x suhu
x 0,997044
x 0,997044
= 0,9573 x 0,997044
= 0,9545
= 35 %
Keterangan:
W0 : Piknometer kosong
W1 : Piknometer beriisi aquades
W2 : Piknometer beriisi tuak
72
Tabel persentase etanol.
Kerapatan (densitas) pada berbagai suhu
73
LAMPIRAN 4: Alat dan Bahan Penelitian
Baskom dan rang Nipel
Spoit 10 mL Kanula
Gunting bedah Pinset
74
Cawan petri Tub EDTA
Pentul Tissue
Handskun pH meter
75
Neraca analitik Jangka sorong
Alat destilasi
Pakan Tuak
76
NaCl Mencit jantan
Gambar pohon lontar
Pohon lontar yang menghasilkan nira Tempat penampungan air nira
Perawatan mencit
77
Pengisian sekam dalam kandang Pemindahan mencit setiap kelompok
Mencit dalam setiap kelompok
Pemberian tuak
Pemberian tuak secara oral Mencit ditimbang setiap hari
Pembedahan
78
Dislokasi mencit sebelum pembedahan Pembedahan mencit
Mencit yang telah dibedah Pengambilan ginjal
Ginjal yang sudah dipisahkan dari Pengambilan darah diantara hati
dan selaput lemak jantung
79
Darah disimpan dalam tub EDTA
Penimbangan dan pengukuran ginjal
Penimbangan ginjal Pengukuran panjang dan lebar ginjal
80
Gambar organ ginjal setiap kelompok
Ginjal setiap kelompok
Keterangan :
A : Kepala
B : Punggung
C : Ekor
D : Kaki
RIWAYAT HIDUPNama Husnul Khatimah yang biasa disapa
Husnul atau Nunu lahir di Bontang (Kalimantan Timur)
pada tanggal 02 Juli 1996, ia anak tunggal dari pasangan
Alm. Syahrir Ritta dan St. Aminah Padjjara, ia memulai
pendidikannya pada tahun 2001 di TK Ilham Bontang,
kemudian lanjut di SDN 151 Batulappa, setelah lulus
pada tahun 2008, ia melanjutkan pendidikan SMP di
Pesantren Modern Darul Falah Enrekang, setelah lulus
pada tahun 2011, lanjut di SMAN 1 Lembang, setelah
lulus, dan gagal di SNMPTN ia mendaftar jalur SBMPTN dan ia lulus pilihan ke 3 di
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, fakultas Sains dan Teknologi, jurusan
Biologi yang sekarang sudah berada pada tahap akhir penyelesaian studinya dengan
waktu 4 tahun 2 bulan.