Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

26
PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP KENAMPAKAN PIROKLASTIK Abstrak Batuan Piroklastik memiliki beberapa jenis yang dikategorikan berdasarkan cara dalam proses konsolidasinya, diantaranya adalah Piroklastik Jatuhan atau material piroklastik yang terlontar dan jatuh sehingga terakumulasi di tempat yang sama dan mengalami proses kompaksi dengan karakteristik umumnya adanya pengaruh gas yang menimbulkan struktur berlubang pada batuannya. Terdapat juga Piroklastik Aliran yaitu material piroklastik yang mengalir dari tempat keluarnya lava, umunya membawa material-material dari batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Dengan karakteristik yang membentuk perlapisan dengan penyusun fragmen batuan asal sebelumnya dan matriks dari material piroklastik saat erupsi terjadi. Dan terakhir ada Piroklastik Surge yaitu ground hugging, aliran partikel yang diangkut secara lateral di dalam gas turbulen, umumnya membawa material fragmen dari batuan lainnya dan menampakkan kesan tidak karuan. Umumnya piroklastik terakumulasi di sekitar dari pusat erupsinya, dengan karakteristik topografi yang memiliki kelerengan berbeda disekitarnya mempengaruhi 1

Transcript of Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Page 1: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP KENAMPAKAN

PIROKLASTIK

Abstrak

Batuan Piroklastik memiliki beberapa jenis yang dikategorikan

berdasarkan cara dalam proses konsolidasinya, diantaranya adalah Piroklastik

Jatuhan atau material piroklastik yang terlontar dan jatuh sehingga terakumulasi di

tempat yang sama dan mengalami proses kompaksi dengan karakteristik

umumnya adanya pengaruh gas yang menimbulkan struktur berlubang pada

batuannya. Terdapat juga Piroklastik Aliran yaitu material piroklastik yang

mengalir dari tempat keluarnya lava, umunya membawa material-material dari

batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Dengan karakteristik yang membentuk

perlapisan dengan penyusun fragmen batuan asal sebelumnya dan matriks dari

material piroklastik saat erupsi terjadi. Dan terakhir ada Piroklastik Surge yaitu

ground hugging, aliran partikel yang diangkut secara lateral di dalam gas turbulen,

umumnya membawa material fragmen dari batuan lainnya dan menampakkan

kesan tidak karuan.

Umumnya piroklastik terakumulasi di sekitar dari pusat erupsinya,

dengan karakteristik topografi yang memiliki kelerengan berbeda disekitarnya

mempengaruhi kenampakan dari piroklastik ini. Topografi ini sangat berperan

dalam membentuk kenampakan piroklastik terutama piroklastik aliran yang

pembentukannya menyesuaikan dengan topografi yang ada. Topografi yang ada

juga akan berubah setelah aliran piroklastik tersebut terendapkan. Fasies Gunung

Api yang membagi zona-zona dengan memiliki topografi yang berbeda juga

berkaitan dengan hasil dari produk piroklastik.

Kata Kunci : Aliran Piroklastik, Topografi dan Fasies Gunung Api

I. Pendahuluan

Bumi ini adalah hasil dari berbagai aktivitas yang telah

berlangsung selama lebih dari 4 milyar tahun yang lalu. Dari berbagai

1

Page 2: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

aktivitas tersebut salah satunya yang memiliki peranan besar dalam

membentuk kenampakan muka bumi adalah aktivitas vulkanisme.

Aktivitas vulkanisme sendiri memiliki pengertian segala aktivitas yang

berasal dari bawah permukaan bumi tepatnya pada lapisan bawah kerak

yaitu astenosfer. Yang merupakan tempat material fluida yang memiliki

suhu dan tekanan yang sangat tinggi yaitu magma. Aktivitas vulkanisme

ini memiliki peranan mengahasilkan penyusun kerak bumi yaitu batuan

beku, selain batuan beku produk dari aktivitas ini adalah batuan

piroklastik. Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari aktivitas

vulkansime berupa akumulasi material yang dihasilkan yang telah

mengalami konsolidasi dan belum mengalami transportasi atau reworking.

Batuan Piroklastik memiliki beberapa jenis yang dikategorikan

berdasarkan cara dalam proses konsolidasinya, diantaranya adalah

Piroklastik Jatuhan atau material piroklastik yang terlontar dan jatuh

sehingga terakumulasi di tempat yang sama dan mengalami proses

kompaksi. Terdapat juga Piroklastik Aliran yaitu material piroklastik yang

mengalir dari tempat keluarnya lava, umunya membawa material-material

dari batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Dan terakhir ada Piroklastik

Surge yaitu ground hugging, aliran partikel yang diangkut secara lateral di

dalam gas turbulen, umumnya membawa material fragmen dari batuan

lainnya.

Dari ketiga jenis piroklastik tersebut yang memiliki karakteristik

yang berbeda-beda dengan berbagai factor yang mempengaruhinya.

Berbagai parameter dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan

kenampakannya di lapangan. Perbedaan karakteristik ini menjadi acuan

dalam penentuan jenis dari piroklastik tersebut. Selain penentuan jenis

kenampakannya juga menajdi dasar dalam penamaan dari batuan

piroklastik tersebut menurut klasifikasi dari Fishcer, 1966.

2

Page 3: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

II. Geologi Regional

Kompleks pegunungan Ungaran ini termasuk dalam Pegunungan

Serayu Utara. Secara lebih rinci, fisiografi Pegunungan Serayu Utara

dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian barat (Bumiayu), bagian tengah

(Karangkobar) dan bagian timur (Ungaran). Dalam Bemmelen (1970)

diuraikan bahwa stratigrafi regional Pegunungan Serayu Utara bagian

timur (Gunung Ungaran dan sekitarnya) dari yang tertua adalah sebagai

berikut:

1. Lutut Beds Endapan ini berupa konglomerat dan batugamping dengan

fosil berupa Spiroclypeus, Eulipidina, Miogypsina dengan penyebaran

yang sempit. Endapan ini menutupi endapan Eosen yang ada di

bawahnya.endapan ini berumur Oligo-Miosen.

2. Merawu Beds Endapan ini merupakan endapan flysch yang berupa

perselangselingan lempung serpihan, batupasir kuarsa dan batupasir

tufaan dengan fosil Lepidocyclina dan Cycloclypeus. Endapan ini

berumur Miosen Bawah.

3. Panjatan Beds Endapan ini berupa lempung serpihan yang relatif tebal

dengan kandungan fosil Trypliolepidina rutteni, Nephrolepidina

ferreroi PROV., N. Angulosa Prov., Cycloclypeus sp.,

Radiocyclocypeus TAN., Miogypsina thecideae formis RUTTEN.

Fosil yang ada menunjukkan Miosen Tengah.

4. Banyak Beds Endapan ini berupa batupasir tufaan yang diendapkan

pada Miosen Atas.

5. Cipluk Beds Endapan ini berada di atas Banyak Beds yang berupa

napal yang berumur Miosen Atas.

6. Kapung Limestone Batugamping tersebut diendapkan pada Pliosen

Bawah dengan dijumpainya fosil Trybliolepidina dan Clavilithes sp.

Namun fosil ini kelimpahannya sangat sedikit.

7. Kalibluk Beds Endapan ini berupa lempung serpihan dan batupasir

yang mengandung moluska yang mencirikan fauna cheribonian yang

berumur Pliosen Tengah.

3

Page 4: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

8. Damar Series Endapan ini merupakan endapan yang terbentuk pada

lingkungan transisi. Endapan yang ada berupa tuffaceous marls dan

batupasir tufaan yang mengandung fosil gigi Rhinocerous, yang

mencirikan Pleistosen awal-Tengah.

9. Notopuro Breccias Endapan ini berupa breksi vulkanik yang menutupi

secara tidak selaras di atas endapan Damar Series. Endapan ini

terbentuk pada Pleistosen Atas.

10. Alluvial dan endapan Ungaran Muda Endapan ini merupakan endapan

alluvial yang dihasilkan oleh proses erosi yang terus berlangsung

sampai saat ini (Holosen). Selain itu juga dijumpai endapan breksi

andesit yang merupakan produk dari Gunung Ungaran Muda. Menurut

Budiardjo et. al. (1997), stratigrafi daerah Ungaran dari yang tua ke

yang muda adalah sebagai berikut:

Batugamping volkanik

Breksi volkanik III

Batupasir volkanik

Batulempung volkanik

Lava andesitic

Andesit porfiritik

Breksi volkanik II

Breksi volkanik I

Lava andesit

Aluvium

4

Page 5: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Gambar 1. Peta geologi regional daerah Ungaran (Budiardjo, et. al., 1997)

III. Metodologi

Dalam menganalisis pengaruh topografi terhadap kenampakan

dari batuan Piroklastik ini dilakukan dengan dua cara pengamatan yaitu

pengamatan laboratorium dan pengamatan lapangan. Pengamatan

laboratorium ini dilakukan untuk mengamati kenampakan dari sample

batuan piroklastik dalam bentuk handspecimen. Dan pengamatan kedua

yaitu pengamatan lapangan yang dilakukan di daerah Bandungan,

Semarang pada singakapan batuan piroklastik. Kedua pengamatan ini

bertujuan untuk membandingkan kenampakan secara handspecimen dan

kenampakan di singkapan. Karena kenampakan di lapangan atau

singkapan akan lebih jelas memperlihatkan bentukan dari batuan

piroklastik tersebut.

Pengamatan yang dilakukan adalah deskripsi secara megaskopis

meliputi warna, struktur, tekstur dan komposisinya. Serta petrogenesa atau

proses dari pembentukan batuan tersebut. Akhirnya kita dapat menentukan

nama dari batuan tersebut menurut klasifikasi Fisher 1966.

5

Page 6: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

IV. Hasil Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dengan dua metode yaitu

pengamatan laboratorium dan pengamatan lapangan. Hasil pengamatan

secara megaskopis di laboratorium diantaranya adalah sampel batuan no

Lntg 2 berwarna coklat, berstruktur massif, bertekstur glassy karena

tersusun atas 100% atas gelasan. Batuan ini terbentuk Batuan peraga no

Lntg 2 ini tersusun atas material gelasan yang menunjukkan proses

pembentukanya. Material gelasan ini dapat terbentuk karena lava yang

terlontarkan saat terjadinya erupsi tidak sempat untuk saling berikatan satu

sama lain menjadi suatu tubuh Kristal. Sehingga hanya gelasan yang

terbentuk. Material gelasan ini membentuk material piroklas berukuran

sangat halus yaitu debu dan terakumulasi setelah jatuh dari udara di suatu

tempat. Proses pengakumulasian material abu ini dengan waktu lama akan

mengompakkan atau terkonsolidasi sehingga menjadi batuan utuh. Batuan

ini Batu Tuff Lapili (Fisher, 1966).

Gambar 2 Batuan Peraga No Lntg 2

Batuan peraga no 99 x tersusun atas 100% gelasan yang

berwarna biru. Batuan ini terbentuk saat terjadinya aktivitas erupsi dari

gunung api. Cairan panas berupa lava panas sebagian terlontar dan dari

setiap bagian lava tersebut tidak terjadi pengikatan antar atom sehingga

tidak terbentuk Kristal tetapi gelasan. Lava tersebut terkena kontak dengan

air sehingga atom-atom berikatan dengan air membentuk kenampakan

6

Page 7: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

seperti gelasan tersebut. Sama halnya terjadi pada saat proses pembekuan

pada es. Batuan ini adalah Obsidian (Thorpe and Brown, 1985).

Gambar 3 Batuan Peraga No 99x

Batuan peraga F-2 ini berwarna coklat tersusun atas gelasan yang

terbentuk akibat proses reupsi gunung api yang melontarkan lava tetapi

tidak sempat saling berikatan membentuk mineral. Karena waktu yang

sangat cepat dalam proses pembentukannya. Dalam pembentukan batu ini

diengaruhi oleh adanya gas yang berada dalam lava tersebut sehingga

ketika lava membeku masih ada gas didalamnya. Gas inilah yang

mebentuk lubang saling berkaitan satu dengan yang lain menyebabkan

berat dari batuan ini sangat ringan. Batuan ini adalah Pumice (Thorpe and

Brown, 1985).

Gambar 4 Batuan Peraga No F-2

Batuan peraga RPR ini terbentuk dari material halus yang

berukuran < 2mm (abu). Batuan ini berasal dari akumulasi material

7

Page 8: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

piroklas sebagai hasil dari aktivitas erupsi gunung api. Piroklas ini

terbentuk karena tidak sempatnya berikatan dan membentuk kristal karena

waktu yang sangat cepat. Piroklas tersebut jatuh ke permukaan dan

terakumulasi lalu adanya konsolidasi mengaompakkan dari bentuknya.

Dalam kenampakannya batuan peraga RPR ini memiliki keadaan seperti

layer atau perlapisan yang bagian atas dan bawahnya berupa tuff dan

bagian tengahnya berupa seperti fragmen. Batuan ini adalah Tuff

(Fisher,1966).

Gambar 5 Batuan Peraga RPR

Batuan peraga no 42 ini merupakan hasil dari konsolidasi dari 2

material yang berbeda. 2 material tersebut memiliki sumber yang berbeda.

Adanya aktivitas erupsi tadi menghasilkan adanya material baru. Material

yang sebelumnya sudah terbentuk akan membentuk fragmen batuan yang

berkonsolidasi dengan material baru berupa abu yang terakumulasi. Kedua

material ini bisa terkonsolidasi dengan baik dengan adanya pengeruh

aliran serta adanya gas sehingga membentuk kenampakan tidak karuan

pada batuan peraga tersebut. Batuan ini adalah Tuff Lapili (Fisher,1966).

8

Page 9: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Gambar 6 Batuan Peraga No 42

Batuan peraga no F-3 ini terbentuk dari magma yang membeku,

saat proses pembekuan berlangsung terdapat rsebutgas-gas yang berada di

magma tersebut. Gas-gas tersebut membentuk lubang-lubang pada batuan

tersebut. Ketika adanya magma cair melewati batuan tersebut membentuk

mineral plagioclase mengisi lubang-lubang tersebut. Jadilah amigdoloidal

ini terbentuk. Batuan ini adalah Amigdoloidal (Thorpe and Brown, 1985).

Gambar 7 Batuan Peraga No F-3

Hasil lainnya yaitu pengamatan di lapangan yaitu dilakukan di 2

tempat. Pada STA 1 ini terlihat kenampakan dari perlapisan atau layer yang

berjumlah 3 dengan karakteristik layer yang berbeda-beda. Pada layer yang

paling bawah memiliki kenampakan seperti batuan yang memiliki banyak

fragmen berupa andesit (coklat,massif,porfiroafanitik, mineral biotit dan

9

Page 10: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

hornblend) dan tuff (abu-abu, berukuran halus seperti abu). Kenampakan

layer paling bawah tidak fresh atau sudah melapuk. Layer kedua adalah

layer tipis berukuran 4-6 cm yang berwarna coklat, keras seperti

terkompaksi. Layer ini membatasi layer atas dan bawah merupakan soil

yang telah terkena hempasan aliran piroklastik dengan suhu yang sangat

tinggi sehingga mengeras bersamaan dengan aliran piroklastik tersebut.

Gambar 8. Fragmen Andesit

Gambar 9. Fragmen Tuff

Layer paling atas mirip seperti layer bawah tapi lebih fresh

dengan adanya baking effect (efek gosong) pada permukaanya. Memiliki

fragmen sama yaitu berupa andesit berukuran kurang lebih seperti

berangkal. Fragmen tersebut adalah batuan yang sebelumnya telah terbentuk

yang berasal dari bawah permukaan bumi yang keluar melalui pengangkatan

maupun terlontar saat erupsi. Pada erupsi selanjutnya batuan tersebut hancur

karena terkena aliran piroklastik yang mengalir menuruni kelerengan atau

10

Page 11: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

mengikuti topografi daerah tersebut. Sehingga membentuk kenampakan

seperti perlapisan.

Layer paling atas ini berupa piroklastik aliran terlihat dari

kenampakannya yang membentuk perlapisan serta dengan fragmen yang

banyak serta adanya baking effect (efek gosong) yang merupakan bukti

bahwa lapisan ini berasal dari material yang sangat panas. Material ini

berjalan mengikuti topografi dari pusat erupsi yaitu puncak gunung

Ungaran, selama turun tersebut membawa material-material yang hancur

karena dilewatinya sehingga mengalami proses pendinginan karena

pengaruh suhu dan tekanan pada udara luar yang lebih rendah. Akhirnya

menghasilkan singkapan berupa perlapisan.

Gambar 10. Kenampakan Seperti Perlapisan

Selain STA 1 terdapat STA 2 yang bertempat di Gunung

Kendalisada. Pada LP 1 ini terdapat singkapan berupa bentukan hasil

intrusi magma yang menghasilkan andesit karena memiliki warna abu-abu,

struktur massif, tekstur porfiroafanitik dan mengandung mineral biotit,

hornblend dan plagioklas. Magma yang menyusun ini adalah magma

bersifat intermediet. Adanya warna merah kehitaman pada permukaan

batuan tersebut disebabkan adanya oksidasi besi terjadi pada permukaan

11

Layer Bawah (Lahar)

Layer Atas (Aliran Piroklastik)

Layer Batas (Paleosoil)

Fragmen Andesit

Baking Effect (Efek Gosong)

Page 12: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

tersebut. Terdapat juga unsur sulfur dicirikan dari bau yang menyengat

serta warna kuning.

Gambar 11. Andesit Hasil Intrusi

Pada LP 2 ini adalah bagian atas dari LP 1 sebelumnya. Pada LP

2 ini terdapat perbedaan dari LP 1 yaitu komposisi mineralnya yang

didominasi oleh mineral halus sebagai penyusun batuannya meskipun

masih terdapat juga andesit. Mineral halus ini adalah mineral lempung

yang berasal dari andesit yang telah mengalami alterasi atau perubahan

komposisi dan bentuk akibat hydrothermal. Hydrothermal ini berasal dari

adanya lapisan air tanah (aquifer) yang telah terpanaskan oleh magma

dibagian bawah permukaan bumi tersebut.

Alterasi ini memiliki zona-zona khusus yang menghasilkan

mineral-mineral tertentu zona tersebut diantaranya paling bawah yaitu

zona potasik dengan kedalaman ratusan meter yang diakibatkan

penambahan unsur potassium. Mineral yang umum dijumpai diantaranya

K-feldspar, Kuarsa, Serisit, Magnetit, Biotit Sekunder, dan pirit. Lalu zona

diatasnya yaitu Zona Phylic adalah zona dimana kuarsa dan serisit sangat

melimpah begitu juga dengan pirit serta sedikit klorit.

Zona selanjutnya adalah zona Propolitik yang dicirikan dengan

adanya kumpulan mineral epidot dan juga klorit. Alterasi ini dipengaruhi

oleh adanya penambahan unsur H+ dan CO2. Zona selanjutnya yaitu Zona

Argilik yang terbentuk karena rusaknya unsur potassium, kalsium dan

magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan

12

Page 13: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

mineral lempung, kuarsa, dan karbonat. Zona paling luar adalah zona

Skarn yang dicirikan dengan mineral karbonat yang melimpah.

Alterasi ini dipengaruhi oleh adanya air yang berperan dalam

prosesnya. Air ini dapat berasal dari air tanah maupun dari air meteorit

atau air hujan yang memiliki unsur tertentu yang dapat bereaksi sehingga

merubah kandungan dari mineral tersebut. Sumber air tanah yang menjadi

media alterasi pada daerah ini berasal dari aliran air Gunung Ungaran. Hal

ini ditunjukkan dengan kandungan kimia yang dikandungnya.

Adapun bukti-bukti adanya aktivitas alterasi pada daerah ini

dibuktikan dengan adanya sebagian batuan yang memiliki kenampakan

seperti serabut-serabut, berwarna putih dan hijau, sedikit rapuh serta

adanya unsur sulfur merupakan salah satu penciri aktivitas alterasi

hydrothermal yang terjadi pada daerah tersebut.

V. Pembahasan

Topografi adalah keadaan rupa muka bumi yang beragam

berkaitan erat dengan ketinggian atau kelerengan dari suatu daerah,

terutama di daerah lingkungan gunung yang memiliki keberagaman jenis

kelerengan. Kelerengan ini umunya diklasifikasikan oleh Van Zuidam.

Tabel 1. Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.

(sumber: Van Zuidam,1985)

KELAS RELIEF KEMIRINGAN

LERENG ( % )

PERBEDAAN

KETINGGIAN

(m)

Datar - Hampir datar 0 – 2 < 5

Berombak 3 – 7 5 – 50

Berombak –

Bergelombang

8 – 13 25 – 75

Bergelombang -

Berbukit

14 – 20 75 – 200

13

Page 14: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Berbukit - Pegunungan 21 – 55 200 – 500

Pegunungan curam 55 – 140 500 - 1.000

Pegunungan sangat

curam

> 140 > 1.000

Selain dari kelerengannya pegunungan juga memiliki fasies-

fasies yang menunjukkan komplek suatu batuan yang dihasilkan oleh

proses vulkanisme.

Gambar 12. Fasies Gunung Api

Fasies gunung api ini menunjukkan adanya hubungan dengan

kelerengan, semakin menjauh dari puncak gunung kelerengan akan

semakin berkurang cenderung mendatar. Produk-produk batuannya pun

beragam dengan proses tertentu yang mengontrolnya. Adapun contohnya

yaitu sampel batuan dalam pengamatan lab.

Selain itu dari hasil pengamatan baik di laboratorium maupun

lapangan dapat dibandingkan kenampakan dari batuan piroklastik yang

diamati. Pada laboratorium batuan peraga no RPR dan 42 memiliki ciri

yang hampir sama yaitu terdapatnya dua konstituen atau komposisi berupa

matriks atau material yang berukuran halus dan fragmen atau material

yang berukuran kasar sebagai penyususnnya. Kedua batuan tersebut

14

Page 15: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

memiliki perbedaan dengan sampel batuan lain dari segi bentuk dan

komposisinya. Hal ini menunjukkan karakteristik yang berbeda berkaitan

dengan proses pembentukannya.

Kedua sampel batuan tersebut memiliki kenampakan fragmen

yang melekat pada matriks menunjukkan bahwa proses pembentukannya

berkaitan dengan batuan yang sebelumnya telah terbentuk. Dalam hal ini

terbentuk menjadi material dalam batuan tersebut. Adapun kenampakan

layer pada batuan RPR menunjukkan bahwa adanya pergantian material

yang terkonsolidari atau fragmen tersebut tertambat diantara lapisan atas

dan bawah berupa tuff. Sedangkan batuan sampel no 42 ini menurut

klasifikasi Fisher 1966 adalah vitric tuff karena didominasi oleh adanya

fragmen batuan lain.

Sejalan dengan kenampakan sampel batuan tersebut, dalam

pengamatan lapangan ditemukan juga ditemukan kenampakan seperti

layer yang merupakan perbesaran dari sampel batuan tersebut.

Kenampakan layer atau perlapisan ini menampakan keadaan seperti

lapisan batuan yang terdiri dari fragmen yang berukuran besar hingga

kecil. Fragmen pada layer paling bawah pada singkapan berupa batuan

berwarna coklat, berstruktur massif, inequigranular (porfiroafanitik),

dengan komposisi mineral biotit, hornblend dan sedikit plagioclase atau

andesit. Adapun fragmen batuan berwarna abu berukuran material sangat

halus (abu/<2mm) terkonsolidari dengan baik atau disebut tuff.

Kedua fragmen tersebut melekat pada matriks berukuran halus

(abu/<2mm). Kenampakan dari layer paling bawah ini cenderung lebih

lapuk atau tidak fresh bertolakbelakang dengan layer paling atas. Layer

paling aats memiliki kenampakan yang sama tetapi berbeda yaitu memiliki

efek gosong (baking effect) pada batuan sekitarnya. Dan terkesan lebih

fresh dari layer bawah. Diantara dua layer tersebut dibatasi oleh adanya

layer tipis berukuran kurang lebih 4 cm berwarna coklat dank eras tetapi

lapuk. Kemungkinan layer paling bawah sudah terpengaruh oleh air atau

yang dikenal dengan lahar dingin yang biasa ditemukan di fasies medial.

15

Page 16: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Sedangkan layer paling atas menurut Fisher 1966 adalah Tuff Lapili

karena adanya fragmennya yang umum ditemukan di zona proksimal

hingga medial.

Gambar 13. Kenampakan Layer

Layer tersebut merupakan bukti kenampakan piroklastik yang

cenderung membentuk layer atau perlapisan. Dalam hal ini proses

pembentukannya dimungkinkan adalah piroklastik aliran karena adanya

bukti bahwa terbentuknya layer atau perlapisan tersebut dengan membawa

material yang menjadi fragmen pada batuan tersebut.

Kenampakan di lapangan tersebut bukti dari topografi daerah

Bandungan yang merupakan bagian lereng dari gunung Ungaran yang

berkarakterstik daerah terjal yang dapat atau cocok dalam mengalirkan

material piroklastik berupa magma yang panas menerobos batuan yang

sebelumnya terbentuk. Batuan tersebut akan menjadi fragmen dari

keseluruhan batuan yang terseingkap di lapangan tersebut.

Semakin daerah tersebut memiliki keberagaman ketinggian yang

memungkinkan untuk terbentuknya aliran magma kental maupun cair

karena pengaruh gravitasi. Aliran piroklastik yang mengalir dari puncak

gunung mengikuti keadaan kontur dengan suhu tinggi membawa material

hancuran dari batuan lain. Selama perjalanan menuruni ketinggian atau

kelerengan dari gunung tersebut proses pendinginan pun berlangsung

16

Layer Bawah (Lahar)

Layer Atas (Aliran Piroklastik)

Layer Batas (Paleosoil)

Fragmen Andesit

Baking Effect (Efek Gosong)

Page 17: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

bersamaan dengan produk dari hasil letusan material yang terlontar pun

terakumulasi pada bagian lava yang mengalir tersebut sehingga

membentuk kesan seperti batuan sedimen karena terdapat fragmen dan

matriks sebagai penyusun dari batuan tersebut.

Dapat dikatakan pengaruh topografi tersebut mempengaruhi

kenampakan piroklastik yang cenderung membentuk piroklastik aliran.

Sedangkan yang tidak dipengaruhi oleh topografi seperti pada sampel

batuan no 99x yang merupakan 100% gelasan dengan warna biru adalah

obsidian yang pembentukannya dikontrol oleh kontak dengan fluida

sehinga membentuk kenampakan seperti gelas tersebut. Batuan ini

termasuk jenis piroklastik jatuhan yang umumya ditemukan hampir

diseluruh fasies karena merupakan produk material jatuhan. Serta sampel

batuan no F-2 dan F-3 berupa pumice dan amigdoloidal umumnya

ditemukan menjadi material lepasan atau sering ditemukan menjadi

fragmen pada batuan sedimen yang dapat ditemukan di fasies distal.

Jadi pengaruh topografi sangat berperan dalam kenampakan

bentukan piroklastik yang ada terutama piroklastik aliran.

VI. Kesimpulan

Kenampakan sebuah batuan piroklastik dipengaruhi berbagai factor

diantaranya sifat magma, sifat letusan gunung serta topografi daerah

sekitarnya.

Topografi di sekitar gunung Ungaran ini tergolong perbukitan terjal

yang sangat cocok dalam pengendapan material aliran piroklastik.

Pada STA 1 di Bandungan menampakkan singkapan seperti

perlapisan. Kenampakan tersebut adalah kenampakan dari produk dari

piroklastik aliran yang dicirikan dengan adanya baking effect (efek

gosong) dan fragmen-fragmen batuan penyusun batuan tersebut.

Topografi mempengaruhi proses pembentukan batuan piroklastik dan

piroklastik mempengaruhi topografi setelah terbentuk.

17

Page 18: Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik

Piroklastik juga berkaitan dengan fasies gunung api karena tiap fasies

memiliki keadaan topografi dan kelerengan yang berbeda sehingga

mempengaruhi kenampakan dari piroklastik tersebut.

VII. Referensi

Bantimala.blogspot.com/2009/12/alterasi-dan-mineralisasi.html

http://heruharyadi27.blogspot.com/2009/11/batuan-piroklastik.html

Tim Asisten Petrologi. 2011. Buku Panduan Praktikum Petrologi.

Semarang ; UNDIP

VIII. Lampiran

18