PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL...

104
ii PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL INFLUENCE, SELF-ESTEEM DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSE BUYING Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh: Rachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Transcript of PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL...

Page 1: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

ii

PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL INFLUENCE,

SELF-ESTEEM DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP

IMPULSE BUYING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Rachmawati

(1110070000102)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

ii

PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL INFLUENCE,

SELF-ESTEEM DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP

IMPULSE BUYING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Rachmawati

(1110070000102)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 3: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Page 4: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Page 5: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Page 6: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Bukan karena bahagia kita lalu bersyukur,

tetapi karena selalu bersyukur kita akan selalu bahagia “

Skripsi ini dipersembahkan untuk orang tua,

keluarga dan orang-orang yang telahmembantu dan mendoakan

Page 7: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

vi

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Januari 2015

(C) Rachmawati

(D) Pengaruh Subjective Well-Being, Social Influence, Self-Esteem, dan

Faktor Demografis terhadap Impulse Buying.

(E) xiv + 86 halaman + lampiran

(F) Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari subjective

well-being, social influence, self-esteem, dan faktor demografis terhadap

Impulse Buying. Pada penelitian ini peneliti menggunakan dimensi

subjective well-being, social influence, self-estee dan faktor demografis

sebagai IV. Peneliti berhipotesis bahwa ada pengaruh subjective well-

being, social influence, self-estee dan faktor demografis terhadap impulse

buying.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi

berganda. Sampel berjumlah 210 orang pembeli ritel Alfamidi, Alfamart

dan Indomart di Jl. Otista Raya Sasak Tinggi Ciputat. Mengunakan teknik

pengambilan sampel probability sampling dan peneliti mengadaptasi skala

dari Verplanken & Herabadi (2001), Diener et al,. (1985), Clark, Watson

& Tellegen (1988), Bearden et al,. (1989), Tafarodi and Swann (2001).

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh signifikan dari subjective well-

being (cognitif dan affect), social influence (component normative dan

component informational), self-esteem (self-liking dan self-competence)

terhadap impulse buying. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya

ada tiga dimensi yang signifikan dari social influence (component

normative dan component informational) dan factor demografis (jenis

kelamin).

Peneliti berharap implikasi penelitian ini dapat dikaji ulang dan dapat

ditingkatkan untuk penelitian masa depan. Misalnya, dengan

menambahkan variabel lain yang relevan impulse buying

(G) Bahan bacaan: 5 buku + 20 jurnal + 3 tesis + 1 website

Page 8: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

vi

ABSTRACT

(A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University

(B) January 2015

(C) Rachmawati

(D) Effect subjective well-being, social influence, self-esteem and faktor

demografis toward impulse buying.

(E) xiv + 86 pages + appendix

(F) This study is to examine effect of subjective well-being, social influence,

self-esteem and faktor demografis toward impulse buying. On this study

researcher use dimensions of subjective well-being, social influence, self-

esteem and faktor demografis (IV). Researcher hypothesis that there

subjective well-being, social influence, self-esteem and faktor demografis

toward impulse buying.

This study use quantitative approach with multiple regression analysis.

Participants were 210 consumens ritels Alfamidi, Alfamart dan Indomart

on Jl. Otista Raya Sasak Tinggi Ciputat. The sampling technique is non

probability sampling. In this study, researcher addapt instruments of

Verplanken & Herabadi (2001), Diener et al,. (1985), Clark, Watson &

Tellegen (1988), Bearden et al,. (1989), Tafarodi and Swann (2001).

The results showed a significant influence of subjective well-being

(cognitive and Affect), social influence (component of normative and

informational component), self-esteem (self-liking and self-competence)

against impulse buying. Minor hypothesis test results showed there were

only three significant dimensions of social influence (component of

normative and informational component) and demographic factors

(gender)..

Researcher hope the implication of this study can be reexamined and can

be improved for future research. For example, by adding other relevant

variable with impulse buying

(G) References: 5 book + 20 journal + 3 tesis + 1 website

Page 9: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT atas segala berkah, rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikanNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul baik

“pengaruh subjektif wellbeing, sosial influence, self-esteem dan faktor

demografis terhadap impulse buying”. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan

bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang

terang benderang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak

akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali

ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran wakil Dekan

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas

arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya

kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak

mulia.

2. Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi, selaku dosen Pembimbing Skripsi atas kesabaran

dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan

bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis agar mampu menghasilkan

skripsi yang bermutu dan berkualitas. Juga atas dorongan dan dukungan yang

tiada henti agar penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Miftahuddin, M.Si, Dosen pembimbing Akademik atas Motivasinya

selama penulis mengerjakan skripsi dan selama penulis menjalani pendidikan

di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada

Page 10: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

viii

penulis demi kesuksesan penulis dimasa yang akan dating dan seluruh Staff

bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam

pembelajaran dikampus ini.

5. Seluruh responden pengunjung Alfamart, Alfamidi dan Indomart di Jl.Otista

Raya, terimakasih banyak atas kesempatan dan izin yang diberikan kepada

penulis untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian.

6. Kedua orang tua penulis Bapak Matum dan Ibu Ernawati untuk doa, kasih

saying, dukungan, semangat dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini.

Terima kasih karena tidak pernah bosan untuk mengingatkan, menasehati,

membimbing, mendoakan karena berkat mereka penulis selalu termotivasi

untuk menyelesaikan satu tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya. Semoga

Allah SWT selalu memberikan rahmat dan kebahagiaan yang berlimpah untuk

Ibu dan Ayah. Kakak Penulis Arif Rahman serta Adik penulis Maulia

Mukhtaromah dan Siti Ghonia yang selalu memberikan dukungan dan

mendoakan penulis sehigga penulis semakin bersemangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis GG (Lisa, Mayang, Vina dan Nadiya) yang selalu

membagi suka maupun duka bersama. Selalu menemani penulis dalam

mengerjakan skripsi, menyebar kuesioner dan terimakasih atas

kebersamaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat terdekat penulis andil, anggi, pacil, dan siska yang selalu memberikan

semangat dan doa sehingga membuat penulis semakin termotivasi untuk

menyelesaikan skripsi.

9. Syahid Izharudin S.Psi dan Muhammad Dwi Rifqi S.Psi yang telah

memberikan bantuan yang sebesar-besarnya dalam mengolah data dan segala

hal dalam bidang statistik yang penulis tidak mengerti sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

Page 11: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

ix

10. Teman-teman kelas C angkatan 2010, terima kasih atas segala kenangan yang

indah selama kita kuliah, kita sudah lewati banyak hal penuh makna bersama,

semoga kelak kita dapat bertemu kembali dan telah menjadi sesuatu yang telah

kita mpikan selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa bersama kalian

11. Seseorang yang penulis sayang, Dwi Mohammad Luthfi Yahya. Terima kasih

atas perhatian, kasih sayangnya yang tak pernah lelah untuk memotivasi

penulis. Serta tempat berbagi suka maupun duka, bimbingannya untuk

menjadikan penulis lebih dewasa dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan

moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga

mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan.

Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang

membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan

yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar

skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa

saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.

Tangerang, 8 januari 2015

Penulis

Page 12: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. . ii

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................... . iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................... v

ABSTRAK............................................................................................................... . vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... …….. vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. …….. x

DAFTAR TABEL.................................................................................................... . xii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah ...................................................... 8

1.2.1 Batasan masalah ...................................................................... 8

1.2.2 Perumusan masalah ................................................................. 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 9

1.3.1 Tujuan penelitian ..................................................................... 9

1.3.2 Manfaat penelitian ................................................................... 10

1.3.2.1 Manfaat teoritis…..................................................…. 10

1.3.2.2 Manfaat praktis…………………………................... 10

1.4 SistematikaPenilitian ............................................ .............................. 11

BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................ 12

2.1 Impulse Buying .................................................................................. 12

2.1.1Pengertian impulse buying ........................................................ 13

2.1.2 Jenis-jenis impulse buying ....................................................... 14

2.1.3 Karakteristik impulse buying ................................................... 15

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying ................. 16

2.1.5 Perbedaan perilaku impulsif dan non impulsive ..................... 20

2.1.6 Pengukuran impulse buying ..................................................... 21

2.2 Subjective Well-being ........................................................................ 22

2.2.1 Pengertian subjective well-being .............................................. 22

2.2.2 Aspek subjective well-being ..................................................... 24

2.2.3 Karakteristik subjective well-being…………………………… ... 25

2.2.4 Pengukuran subjective well-being……………………………… 26

2.3 Social Influence ................................................................................. 27

2.3.1 Pengertian social influence ...................................................... 27

2.3.2 Aspek social influnce ............................................................... 28

2.3.3 Macam-macam social influence ............................................... 30

2.3.4 Pengukuran social influence…………………………………. 30

2.4 Self-Esteem……………………………………………………………… 31

2.4.1 Pengertian self-esteem……………………………………………. 31

Page 13: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

xi

2.4.2 Aspek self-esteem………………………………………………… 32

2.4.3 Karakteristik individu berdasarkan tingkatan self-esteem……. 35

2.4.4 Pengukuran self-esteem………………………………………….... 36

2.5 Faktor Demografis………………………………………………… 37

2.5.1 Usia…………………………………………………………. 37

2.5.2 Jenis kelamin ……………………………………………………… 38

2.6 Kerangka Berfikir.............................................................................. 39

2.7 Hipotesis Penelitian............................................................................ 41

BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................ 43

3.1 Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel.......................... 43

3.1.1 Populasi dan sampel................................................................ 43

3.1.2 Teknik pengambilan sampel.................................................... 43

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional................................... 44

3.2.1 Variabel penelitian.................................................................... 44

3.2.2 Definisi operasional variabel……………………………........ 44

3.3Instrumen Penelitian………………………………….... ................... 45

3.3.1 Teknik pengumpulan data ……………………………........ 45

3.3.2 Alat ukur penelitian ……………………………................. 47

3.4 Uji Validitas Konstruk…………………………………………….... 50

3.4.1 Uji validitas konstruk impulse buying……............................ 52

3.4.2 Uji validitas konstruk subjective well-being............................ 53

3.4.3 Uji validitas konstruk social influence..…… …………........... 56

3.4.4 Uji validitas konstruk self-esteem............................................. 58

3.5 Teknik Analisis Data…………………………………………….... .. 60

3.6 Prosedur Pengumpulan Data................…….. ................................... 64

BAB 4 HASIL PENELITIAN……………….…………………… ....................... 65

4.1 Analisis Deskriptif……………….……………………………....... . 65

4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….…………….….......... 65

4.2 Hasil Analisis Deskriptif……………….…………………………. . 66

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……………….…………..... . 68

4.4 Uji Hipotesis Penelitian……………….…………………………..... 69

4.5 Proporsi Varian……………….…………………………………...... 74

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN…………………………....... . 78

5.1 Kesimpulan……………….……………………………………..... . 78

5.2 Diskusi……………….………………………………………….... . 79

5.3 Saran……………….…………………………………………….. ... 84

5.3.1 Saran teoritis……………….………………………................ 85

5.3.2 Saran praktis……………….…………………………….... .... 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel pilihan jawaban ................................................................... 46

Tabel 3.2 Blue print skala impulse buying .................................................... 47

Tabel 3.3 Blue print skala subjective well-being ........................................... 48

Tabel 3.4 Blue print skala social influence .................................................... 49

Tabel 3.5 Blue print skala self-esteem ........................................................... 50

Tabel 3.6 Muatan faktor item impulse buying ............................................... 53

Tabel 3.7 Muatan faktor item kognitif ........................................................... 54

Tabel 3.8 Muatan faktor item affect ............................................................... 55

Tabel 3.9 Muatan faktor item component informational ............................... 56

Tabel 3.10 Muatan faktor item component normative ..................................... 57

Tabel 3.11 Muatan faktor item self-liking ........................................................ 59

Tabel 3.12 Muatan faktor item self-competence .............................................. 60

Tabel 4.1 Gambaran umum subjek penelitian ................................................ 65

Tabel 4.2 Statistik deskriptif .......................................................................... 67

Tabel 4.3 Pedoman interpretasi skor .............................................................. 68

Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel .............................................................. 68

Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi ................................................. 70

Tabel 4.6 Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ............... 71

Tabel 4.7 Koefisien Regresi ........................................................................... 72

Tabel 4.8 Proporsi Varians Untuk Masing-masing Independent Variable (IV)

................................................................................................................................ 75

Page 15: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 KerangkaBerpikir ..................................................................................... 41

Page 16: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kuesioner

Lampiran B Path Diagram

Lampiran C Syntax & Output CFA Variabel Impulse Buying

Page 17: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

batasan dan perumusan masalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat menyebabkan

keberadaan berbagai macam toko ritel besar maupun pusat perbelanjaan terus

bertumbuh dan berkembang di Indonesia. Munculnya berbagai macam toko ritel

di Indonesia juga memberikan pengaruh pada pengusaha karena persaingan bisnis

yang semakin ketat, sehingga perusahaan ritel harus mempunyai strategi-strategi

perusahan agar dapat terus bertahan dari dunia bisnis. Salah satu aspek penting

yang perlu diperhatikan adalah mengenai perilaku konsumen yang merupakan

kunci dalam merencanakan suatu strategi promosi yang baik dengan mempelajari

konsumen yang berbelanja. Pernyataan ini diperkuat dengan data hasil survey

yang dilakukan oleh Nielsen Media Research dan Retail Asia Magazine (dalam

Rahmasari, 2010) bahwa jumlah gerai hypermarket di tahun 2008 meningkat

sekitar 25 persen dari 109 menjadi 146 unit; sementara supermarket

pertumbuhannya lebih cepat yakni sekitar 29 persen dari 85 menjadi 120.

Peningkatan jumlah gerai yang paling tajam terjadi pada minimarket. Alfamart

pada tahun 2005 hanya memiliki 1263 gerai. Kemudian pada tahun 2008

Page 18: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

2

jumlahnya berkembang menjadi 2750 gerai. Peningkatan Indomart bahkan lebih

fantastis, dari 1401 pada tahun 2005 menjadi 3093 pada tahun 2008.

Banyaknya penawaran barang oleh ritel yang berkembang pesat diduga

akan menimbulkan semakin meningkatnya perilaku impulse buying. Bellenger

et.al. (dalam Dincer, 2010) menunjukkan hasil penelitian mereka bahwa 38,7%

dari pembelian di department store merupakan perilaku pembelian impulsif.

Tingginya insiden perilaku pembelian impulsif juga dilaporkan dalam penelitian

lain yang menunjukkan bahwa hampir 90% konsumen kadang-kadang melakukan

pembelian impulsif, diantaranya 30% dan 50% dari semua pembelian dapat

diklasifikasikan sebagai pembelian impulsif.

Sedangkan menurut Bell et.al. (dalam Soeseno, 2011) penelitian di

Amerika dan Eropa menemukan kontribusi belanja impulsif ini mencapai 60

sampai 70% dari total penjualan terjadi dalam toko ritel. Nilai belanja impulsif

semakin meningkat searah dengan kemajuan ekonomi dan gaya hidup masyarakat

setempat. Menurut Abrahams et.al, (dalam kacen & lee, 2002) perilaku pembelian

konsumen secara impulsif diakui secara luas berdasarkan fenomena di Amerika

Serikat yaitu dengan menyumbang hingga 80% dari semua pembelian di kategori

produk tertentu.

Sementara itu menurut Ramaun (2010) mengacu pada hasil studi yang

dilakukan Nielsen melalui wawancara tatap muka dengan 1.804 responden,

dengan belanja rumah tangga lebih dari Rp 1.5 juta per bulan di Jakarta, Bandung,

Surabaya, Makassar, dan Medan, 21% konsumen mengaku tidak pernah membuat

rencana belanja. Di Indonesia sendiri pada tahun 2011 untuk jumlah konsumen

Page 19: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

3

dengan perilaku impulse buying meningkat dua kali lipat dari tahun 2003 yang

hanya 13%. Secara tidak langsung hal ini dapat meningkatkan pendapatan

produsen sendiri, termasuk pusat perbelanjaan yang memanfaatkan kebiasaan

pembelian impulsif dari konsumen saat ini. (http://www.antaranews.com).

Persaingan antar pusat perbelanjaan semakin kompetitif sehingga

menuntut para retailer di pusat perbelanjaan untuk mengembangkan strategi

pemasaran yang lebih baik dan efektif lagi sehingga dapat meningkatkan

penjualan serta meningkatkan keeksistensiannya di dalam pusat perbelanjaan.

Sementara itu menurut hasil penelitian POPAI (Point Of Purchase Advertising

Institute, 2007) dan GMA (Grocery Marketing Association, 2007) (dalam

Soeseno, 2011) mengindikasikan 75% keputusan pembelian dilakukan di dalam

toko adalah keputusan impulsif.

Fenomena tersebut mempengaruhi konsumen untuk membeli barang pada

sebuah pasar atau perusahaan tanpa perencanaan sebelumnya. Hal ini dapat

didorong oleh perhitungan yang hanya melihat kebutuhan jangka pendek,

sehingga berhubungan dengan keputusan konsumen untuk membeli barang yang

tidak direncanakan. Keadaan ini juga dapat melibatkan kurangnya perencanaan

dan emosi konsumen, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang

bersifat segera.

Menurut Rook (1987) impulse buying terjadi ketika seorang konsumen

mengalami dorongan tiba-tiba, kuat dan dorongan yang tetap untuk membeli

sesuatu dengan segera. Sedangkan menurut Dawson et al. (2009) bahwa isyarat-

isyarat internal pembelian impulsif mencakup keadaan aspek afektif dan kognitif

Page 20: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

4

seseorang. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Verplanken dan Herabadi (dalam Widawati, 2011) yang menjelaskan bahwa

impulse buying terdiri dari dua elemen, yaitu: kognisi, dalam hal kurangnya

perencanaan dan pertimbangan serta emosi, dalam hal adanya perasaan nikmat

dan senang.

Sedangkan Coley (2002) yang menyatakan, bahwa kognitif dan afektif

bersama-sama mempengaruhi bagaimana dan untuk apa emosi yang besar dan

atau alasan-alasan yang menimbulkan impulsif atau kontrol diri. Afektif

mencerminkan sebuah dorongan yang tak tertahankan untuk membeli, emosi

pembelian positif, dan pengelolaan suasana hati. Sedangkan kognitif

mencerminkan pertimbangan kognitif, pembelian yang tidak direncanakan, dan

mengabaikan masa depan. Selain itu komponen kognitif mengacu pada struktur

mental dan proses yang terlibat dalam pemikiran. Sehingga dapat dimungkinkan

konsumen yang lebih mementingkan afektifnya dari pada kognitifnya dalam

melakukan pembelian, memiliki kecenderungan lebih besar dalam melakukan

pembelian impulsif.

Dari beberapa fenomena mengenai impulse buying terdapat bebarapa

faktor yang mempengaruhi impulse buying. Menurut Chang dan Lucas (dalam

David et al., 2008) salah satunya faktor yang mempengaruhi impulse buying

adalah subjective well-being yang berhubungan positif dengan optimisme, self-

esteem dan berhubungan negatif dengan depresi. Subjective well-being adalah

persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi

kognitif dan afektif terhadap hidup dan merepresentasikan kesejahteraan

Page 21: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

5

psikologisnya. Menurut Argyle (dalam David et al., 2008) menyimpulkan bahwa

faktor eksternal, termasuk faktor-faktor demografi seperti pendidikan dan status

sosial ekonomi, secara kolektif menyumbang sekitar 15% terhadap subjektif well-

being.

Meskipun subjective well-being telah dipelajari secara luas dalam

psikolog, ada relatif sedikit riset pemasaran terhadap subjective well-being.

Menurut Oropesa (dalam David et al., 2008) penelitian dalam pemasaran

memfokuskan pada bagaimana perolehan barang material berhubungan dengan

kepuasan kehidupan, dimana impulse buying berfungsi terutama sebagai cara

untuk menghindari keadaan psikologis yang negatif pada seseorang.

Selain subjective well-being, impulse buying juga dipengaruhi oleh faktor

social influence. Menurut Bearden (1992) sosial influence telah diperiksa dalam

konteks CSII (consumer susceptibility to interpersonal influence) dimana CSII

adalah suatu kondisi dimana pilihan konsumen akan suatu barang dipengaruhi

oleh orang lain. Menurut Bearden et al. (dalam Kropp et al., 2005) juga menguji

hubungan antara CSII dan sensitivitas atributional dan menemukan bahwa

konsumen cenderung rentan terhadap pengaruh orang lain untuk membeli produk

yang mereka anggap akan menyebabkan orang lain membuat atribusi yang

menguntungkan tentang mereka.

Menurut David et.al (2008) Social influence mengandung dua dimensi

yaitu komponen informasi dan komponen normatif. Komponen informasi

mengukur kecenderungan individu untuk memperoleh informasi tentang produk

atau layanan dengan mengamati atau mencari informasi langsung dari orang lain.

Page 22: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

6

Komponen normatif mengukur kebutuhan individu dengan menggunakan

pembelian untuk mengidentifikasi atau meningkatkan gambarannya di mata orang

lain yang signifikan dan kemauan agar sesuai dengan harapan orang lain dalam

membuat keputusan pembelian.

Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi impulse buying adalah self-

esteem. Self-esteem adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Bagaimana

seseorang dapat menilai dirinya secara umum maupun secara keseluruhan dirinya.

Penelitian yang dilakukan O'Guinn dan Faber (1989) menemukan bahwa

seseorang yang melakukan compulsive buying memiliki self-esteem yang rendah.

Terlepas dari kenyataan bahwa ada perbedaan penting antara compulsive buying

dan impulsive buying (Rook dalam David et al., 2008). Dimana compulsive buying

yaitu pembelian kronis yang berulang yang menjadi respon utama terhadap

kejadian atau perasaan negatif, sedangkan impulse buying yaitu pembelian yang

terjadi ketika seseorang membeli barang dan tiba-tiba ingin membeli barang

tersebut. Menurut O'Guinn dan Faber (1989) hasil ini konsisten dengan proposisi

bahwa impulse buying bisa berfungsi sebagai pelarian dari keadaan psikologis

seperti keadaan self-esteem seseorang yang rendah. Selain itu, Verplanken et al.

(dalam David et al., 2008) menyatakan bahwa self-esteem yang rendah cenderung

menjadi sumber yang sangat kuat dari keadaan psikologis negatif yang terkait

dengan impulse buying.

Selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi impulse buying, ternyata

faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap

impulse buying. Menurut Ditmar (dalam Lin & Lin, 2005) perempuan cenderung

Page 23: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

7

bergerak di bidang pembelian impuls untuk alasan emosional dengan demikian

mungkin remaja perempuan lebih cenderung tertarik ke sebuah obyek dan

keinginan untuk mendapatkan kepuasan dengan segera.

Rook dan Hoch (1985) menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam

impulsif konsumen sebagian bisa mencerminkan fakta bahwa pria dan wanita

biasanya berbelanja untuk berbagai jenis produk. Pada umumnya di dalam toko

ritel konsumen dapat menemukan produk laki-laki, produk perempuan, dan

produk anak-anak, baik kebutuhan pribadi konsumen maupun pakaian dan mainan

yang telah disegmentasi oleh pembagian pada lantai belanja di toko ritel.

Perbedaan usia dan jenis kelamin membuat pengaruh berbeda terhadap belanja

impulsif.

Bellenger et al. (dalam Kaceen & lee, 2002) menemukan pembeli di

bawah usia 35 lebih rentan terhadap impulse buying dibandingkan dengan mereka

yang memiliki usia lebih dari 35 tahun. Sedangkan menurut Eysenck et al. (dalam

Kaceen & lee, 2002) individu-individu yang lebih muda memiliki skor yang lebih

tinggi pada tindakan impulsif dibandingkan dengan orang yang lebih tua dan

menunjukkan kurang kontrol diri dari pada orang dewasa.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, penting untuk

mengkaji lebih lanjut pengaruh subjective well-being, social influence, self-esteem

dan faktor demografis terhadap impulse buying. Judul skripsi ini adalah pengaruh

subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis

terhadap impulse buying

Page 24: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

8

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Batasan masalah

Dalam batasan dan perumusan masalah penelitian ini hanya dibatasi mengenai

pengaruh subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor

demografis terhadap impulse buying. Selain itu subjek penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen yang belanja pada pusat

perbelanjaan seperti ritel dan peniliti memfokuskannya pada Alfamidi,

Alfamart dan Indomart di Jl. Otista Raya Sasak Tinggi Ciputat. Adapun

mengenai konsep-konsep variabel yang menjadi fokus penelitian dibatasi

sebagai berikut:

1. Impulse buying dalam penelitian ini adalah sebagai pembelian yang tidak

rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak

direncanakan, diikuti oleh konflik fikiran dan dorongan emosional

(Verplanken & Herabadi, 2001).

2. Subjektif well-being dalam penelitian ini adalah evaluasi kognitif dan

afektif individu terhadap hidupnya, evaluasi ini mencakup reaksi

emosional terhadap peristiwa serta pertimbangan kognitif mengenai

kepuasan dan pemenuhan kehidupan (Diener et al., 2005)

3. Social influence dalam penelitian ini adalah kecenderungan seseorang

untuk belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati, mencari

informasi agar sesuai dengan harapan orang lain (Bearden et al., 1992).

4. Self-Esteem dalam penelitian ini adalah mengukur sikap negatif dan positif

seseorang secara keseluruhan terhadap dirinya (Tafarodi & Swann, 1995).

Page 25: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

9

5. Adapun variabel demografis dalam penelitian ini adalah usia dan jenis

kelamin (laki-laki dan perempuan).

a. Aspek demografis usia diukur dari data identitas sampel yang

diperoleh.

b. Aspek demografis jenis kelamin dari data identitas sampel yang

diperoleh

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas mengenai

Pengaruh subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor

demografis terhadap impulse buying, maka penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut :

1. Apakah ada pengaruh subjective well-being terhadap impulse buying?

2. Apakah ada pengaruh social influence terhadap impulse buying?

3. Apakah ada pengaruh self-esteem terhadap impulse buying?

4. Apakah ada pengaruh faktor demografis (usia dan jenis kelamin)

terhadap impulse buying?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh subjektif well-being, sosial influence, self-

esteem dan faktor demografis (jenis kelamin dan usia) terhadap impulse

buying.

Page 26: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

10

2. Untuk mengukur kontribusi pengaruh setiap Independent Variable (IV)

terhadap Dependent Variabel (DV).

3. Untuk mengetahui kategori setiap Independent Variable (IV).

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berbagai pihak

baik konsumen yang melakukan pembelian maupun pihak lain yang terkait

dalam penelitian ini yaitu:

1.3.2.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor-

faktor yang secara potensial dapat menyebabkan konsumen melakukan

impulse buying. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi

acuan dan memberikan manfaat berupa kerangka teoritis tentang perilaku

impulse buying yang dilakukan konsumen serta faktor-faktor penyebabnya

dan nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

melakukan penelitian lebih lanjut variabel-variabel lain yang

mempengaruhi impulse buying.

1.3.2.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang bermanfaat

bagi para praktisi produk yang rentan terhadap impulse buying. Sehingga

temuan dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan

pertimbangan bagi manager dalam menyusun strategi pemasaran yang

tepat. Bagi konsumen agar dapat lebih cermat dalam memenuhi kebutuhan

Page 27: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

11

dan keinginannya berbelanja sesuai dengan kemampuan ekonomi yang

dimilikinya dan pertimbangan rasional lainnya.

1.4 Sistematika Penelitian

Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab dengan sistematika

penulisan sebagai berikut :

BAB 1 : Pendahuluan

Bab ini menguraikan secara singkat isi dari penelitian yang meliputi Latar

Belakang Penelitian, Pembatasan dan Perumusan masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Peneltian dan Sistematika Penelitian.

BAB 2 : Landasan Teori

Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan impulse buying,

subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis,

kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis.

BAB 3 : Metode Penelitian

Bab ini menguraikan populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel,

variabel penelitian dan definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan

data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

BAB 4 : Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan

tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif dan pengujian hipotesis

penelitian.

BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian.

Page 28: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

12

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini mencakup tujuh subbab, yaitu pembahasan teoritis mengenai impulse

buying sebagai Dependent Vaiabel (DV). Selanjutnya pembahasan teoritis

mengenai subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor

demografis sebagai Independent Variabel (IV). Dan akan dibahas juga

mengenai instrument serta analisis data yang digunakan untuk menemukan

jawaban atas hipotesis penelitian

2.1 Impulse Buying

2.1.1 Pengertian impulse buying

Impulse buying merupakan pembelian yang tidak direncanakan,

dimana karekteristiknya adalah pengambilan keputusan yang dilakukan dalam

waktu relatif cepat, pada saat melihat barang dan mengingat barang yang

persediannya hampir habis, karena adanya kebutuhan dan penawaran yang

menarik.

Menurut Rook (1987) impulse buying adalah pembelian yang terjadi

ketika seorang konsumen mengalami dorongan tiba-tiba, kuat dan dorongan

yang tetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Selain itu menurut Rook

(1987) impulse buying cenderung mengganggu perilaku konsumen, sedangkan

pembelian kontemplatif lebih mungkin untuk menjadi bagian dari rutinitas

seseorang, karena seseorang yang melakukan impulse buying lebih

menggunakan emosional dari pada rasionalnya, dan lebih cenderung dianggap

Page 29: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

13

sebagai sesuatu yang "buruk" dari pada yang "baik" sehingga konsumen lebih

cenderung merasa lepas kendali saat pembelian impulsif dari pada ketika

melakukan pembelian kontemplatif.

Sedangkan Piron (dalam Madhavaram & laverie, 2004) berbeda

pendapat dengan definisi Rook (1987), ia menyiratkan bahwa reaksi

emosional dan kognitif harus menyertai pembelian, karena reaksi pengalaman

emosional dan kognitif konsumen tergantung pada faktor-faktor ekonomi,

kepribadian, dan budaya atas nama konsumen sedangkan karakteristik dan

harga atas nama produk.

Selain itu Beatty dan Ferrel (1998) memperluas definisi dari Rook

(1987), ia menyatakan bahwa impulse buying adalah pembelian tiba-tiba dan

langsung tanpa niat sebelum berbelanja baik untuk membeli kategori produk

tertentu atau untuk memenuhi tugas membeli tertentu. Perilaku tersebut terjadi

setelah mengalami dorongan untuk membeli dan cenderung spontan tanpa

banyak refleksi dan tidak termasuk pembelian item sederhana, yang

merupakan item yang hanya persediaan barang di rumah telah habis.

Sedangkan Verplanken dan Herabadi (2001) sebagai pembelian yang tidak

rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak

direncanakan, diikuti oleh konflik fikiran dan dorongan emosional.

Menurut Dincer (2010) impulse buying dapat didefinisikan sebagai

sejauh mana seorang individu mungkin membeli sesuatu yang tidak

diinginkan, segera, dan unreflective. Konsumen dengan kecenderungan

Page 30: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

14

impulse buying yang tinggi memiliki kecenderungan dorongan secara umum

untuk membeli barang-barang dari semua kategori produk.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa pendapat ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa impulse buying adalah pembelian yang tidak di

rencanakan, disertai dorongan emosional yang kuat serta reaksi kognitif harus

menyertai pembelian, pengambilan keputusan yang cepat dan berlangsung

secara tiba-tiba serta, mengabaikan konsekuensi berbahaya yang berujung

kepada penyesalan. Adapun teori yang digunakan untuk variabel impulse

buying yang menjadi landasan penilitian yaitu teori yang digunakan oleh

Verplanken dan Herabadi (2001) .

2.1.2 Jenis-jenis impulse buying

Beberapa ilmuwan menyatakan tentang beberapa jenis impulse buying, salah

satunya menurut Loudon dan Bitta (1993) terdapat beberapa jenis impulse

buying yaitu :

1. Pure impulse buying yaitu dorongan untuk membeli produk baru, mencari

variasi baru, atau pembelian terhadap produk diluar kebiasaan pembelinya.

2. Reminder impulse buying yaitu dorongan saat melihat barang pada rak

toko, display, atau mengingat iklan dan informasi lain tentang sebuah

produk.

3. Sugestion impulse buying yaitu dorongan yang didasarkan pada toko dan

ditunjang dengan pemberian saran, baik dari sales promotion, pramuniaga,

maupun teman.

Page 31: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

15

4. Planned impulse buying yaitu pembelian yang terjadi ketika kondisi

penjualan tertentu diberikan. Dorongan berupa intensi membeli

berdasarkan harga khusus, kupon, diskon lain sebagainya tanpa

merencanakan produk yang akan dibeliya.

Dalam penelitian ini peneliti tidak membatasi jenis impulse buying yang

dilakukan oleh partisipan karena tidak adanya wawancara langsung terhadap

partisipan.

2.1.3 Karakteristik impulse buying

Rook (dalam Eangle et al., 1995) menggolongkan seseorang yang

melakukan impulse buying dapat memiliki satu atau lebih karakteristik, ia

menggolongkan kedalam empat karakteristik yaitu spontanitas, kekuatan,

paksaan, dan intensitas, kegembiraan dan stimulasi serta mengabaikan

konsekuensi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Spontanitas. Artinya bahwa pembelian dilakukan secara tidak diharapkan

dan memotivasi konsumen untuk membeli saat itu juga, sering dalam

menanggapi rangsangan visual langsung.

2. Kekuasaan, paksaan dan intensitas. Hal ini dapat menjadi motivasi untuk

menempatkan dan mengenyampingkan segalanya dan segera bertindak.

3. Kegembiraan dan stimulasi. Artinya dorongan seseorang yang mendadak

untuk membeli seringkali disertai oleh emosi yang ditandai sebagai hal

yang "menggembirakan," "sangat gembira" atau "liar."

Page 32: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

16

4. Mengabaikan konsekuensi. Artinya dorongan seseorang untuk membeli

barang bisa begitu tak tertahankan dengan konsekuensi yang berpotensi

negatif yang diabaikan.

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi impulse buying

Menurut Dawson dan Kim (2009) faktor yang mempengaruhi impulse buying

dibagi ke dalam dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal berikut

penjelasannya:

1. Faktor eksternal

Menurut Youn dan Faber (dalam Dawson & Kim, 2009) faktor eksternal

impulse buying mengacu pada isyarat pemasaran atau rangsangan yang

ditempatkan dan dikendalikan oleh pemasar dalam upaya untuk memikat

konsumen dalam perilaku pembelian.

2. Faktor internal

Menurut Kacen dan lee (dalam Dawson & Kim, 2009) Faktor internal

impulse buying fokus langsung pada individu, faktor internal dan

karakteristik individu yang membuat mereka terlibat dalam perilaku

pembelian impuls. Faktor-faktor eksternal tersebut melibatkan ciri

kepribadian konsumen yang menentukan tingkat impulse buying mereka,

seperti kondisi emosional, component normative, dan faktor demografi.

Stimulus internal diproses oleh konsumen melalui afektif atau

kognitif yang menghasilkan perilaku impulsif atau non impulsif. Menurut

Coley dan Burgess (dalam Dawson & Kim, 2009) Perasaan mungkin

Page 33: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

17

mencakup dorongan tak tertahankan untuk membeli, emosi membeli yang

positif, dan manajemen mood.

Sedangkan component normative menurut Rook dan Fisher (dalam

Dawson & Kim, 2009) sebagai penilaian konsumen tentang kesesuaian

yang membuat pembelian impulsif dalam situasi pembelian tertentu.

Konsumen terlibat dalam impulse buying hanya ketika mereka merasa

sesuai dengan orang lain. Kecenderungan impuls konsumen digagalkan

ketika mereka percaya impulse buying secara sosial tidak pantas.

Selain itu Stern (1986) menyebutkan bahwa terdapat sembilan faktor yang

mempengaruhi seseorang melakukan impulse buying. Faktor-faktor tersebut

yaitu low price, Marginal Need for Hem, Mass Distribution, Mass

Distribution, Self-Service, Mass Advertising, Prominent Store Display,

Short Product Life, Small Size or Light Weight, Ease of Storage.

Penjelasannya adalah sebagai berikut yaitu:

1. Low Price.

Dari beberapa faktor yang paling banyak mempengaruhi impulse buying

adalah harga, harga mungkin faktor yang paling langsung dapat dirasakan

oleh pembeli. Harga juga mempengaruhi pembelian impulsif barang

kenyamanan misalnya, jika pembeli berencana untuk membeli dua batang

sabun dengan harga sekitar Rp. 3000 masing-masing tetapi menemukan

sabun pada penjualan khusus tiga buah sabun Rp. 7500, mungkin pembeli

Page 34: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

18

akan membeli 3 buah sabun dengan harga khusus tersebut, sehingga hal ini

memungkinkan pembeli untuk melakukan impulse buying.

2. Marginal Need for Item

Beberapa barang yang dapat membuat nyaman atau dapat menyenangkan

konsumen. Banyak barang kenyamanan dalam kategori bukan kebutuhan,

karena barang-barang ini bukan tujuan utama dari perjalanan belanja, dan

kebutuhan mereka tidak mendesak, mereka cenderung menjadi pembelian

yang tidak direncanakan dan lebih cenderung menjadi barang impuls.

3. Mass Distribution

Semakin banyak outlet di mana suatu barang dapat tersedia, semakin

banyak peluang konsumen harus mencari dan membelinya. Karena ia tidak

belanja khusus untuk suatu barang, tetapi harus dibuat tersedia baginya di

banyak tempat di mana dia mungkin berbelanja.

4. Self-Service

Tentu saja pelayanan diri sendiri memungkinkan pembeli untuk membeli

lebih cepat dan dengan kebebasan yang lebih besar dari pada pelayanan

petugas. Karena lebih banyak barang yang tersedia untuk pembeli untuk

melayani dirinya sendiri, terjadi peningkatan kesempatan untuk membeli

impuls.

5. Mass Advertising

Sebagian besar impulse buying didasarkan pada pengetahuan konsumen

tentang suatu barang. Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman

sebelumnya dengan barang atau melalui iklan.

Page 35: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

19

6. Prominent Store Display

Display yang menonjol dari barang-barang tersebut diperlukan untuk

meningkatkan kesempatan bagi konsumen melakukan impulse buying.

Tampilan disini termasuk posisi peletakan rak, promosi dan kemasan yang

menarik.

7. Short Product Life

Fakta bahwa pembeli cenderung membeli barang yang memiliki jangka

waktu kadarluarsa lebih lama dibandingkan kadaluarsa yang lebih singkat

sehingga pembeli sering mengurangi kebutuhannya untuk merencanakan

hal tersebut.

8. Small Size or Light Weight

Berat atau ukuran adalah masalah yang berhubungan dengan barang yang

mewajibkan pembeli untuk melakukan beberapa perencanaan khusus dan

dengan demikian mengurangi impulse buying. Di sisi lain, kecil, ringan,

barang yang mudah diangkut menjadi tidak masalah dan lebih

memungkinkan pembeli untuk menjadi impulse buying.

9. Ease of Storage

Masalah di mana pembelanja harus menempatkan barangnya di dalam

rumah juga mempengaruhi impulse buying. Misalnya, pembelanja

terdorong untuk membeli banyak es krim tetapi, dia tidak memiliki ruang

untuk menyimpan dalam freezer. Sebaliknya, barang-barang yang tidak

ada masalah penyimpanan lebih mungkin menjadi barang impuls.

Page 36: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

20

Jadi faktor yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah menurut Dawson

dan Kim (2009) dimana component normative dan faktor demografis

digunakan sebagai independent variabel (IV) dalam penelitian ini.

2.1.5 Perbedaan perilaku impulsif dan nonimpulsif

Perilaku impulse buying memiliki beberapa perbedaan dengan perilaku

nonimpulsif. Menurut Rook dan Hock (1985), terdapat lima elemen penting

yang membedakan perilaku konsumen impulsif dengan non impulsif yaitu:

1. Perilaku impulsif melibatkan keinginan tiba-tiba dan spontan untuk

bertindak, mewakili perilaku sebelumnya yang sedang berlangsung, gagasan

perubahan yang cepat dalam keadaan psikologis sesuai dengan representasi

neurofisiologis, dimana dorongan digambarkan sesuai dengan gelombang

perubahan aktif disepanjang serat saraf (Wolman dalam Rook, 1985).

Dengan cara yang sama bahwa impuls saraf memicu beberapa respon

biologi, impuls psikologis dapat dilihat sebagai agen stimulasi didorong oleh

proses mental sadar dan bawah sadar.

2. Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu kegiatan belanja yang

menempatkan konsumen dalam keadaan di sekuilibrium secara psikologis,

dimana impulse buying dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan

kendali untu sementara waktu.

3. Elemen yang ketiga dari impulse buying yaitu konflik psikologis dan

perjuangan yang mungkin terjadi (Thaler & Sherin, dalam Rook, 1985).

Freud (dalam Rook, 1985) melihat impuls seperti pertarungan antara dua

Page 37: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

21

kekuatan yang bersaing, kesenangan dan prinsip realitas (id dan superego).

Konsumen ditarik didalam dua arah, dan harus mempertimbangkan manfaat

dari kepuasan untuk segera melawan apapun konsekuensi jangka panjang

yang mungkin diakibatkan.

4. Elemen yang keempat aspek-aspek yang membedakan pembelian impulsif

adalah evaluasi kognitif mereka dari atribut produk. Sebagian besar perilaku

yang dimunculkan ketika impulse buying ialah otomatis, aktifasi efektif

tinggi, dan kontrol yang rendah saat keputusan membeli.

5. Akhirnya seseorang sering mengkonsumsi secara impulsif tanpa

mempertimbangkan konsekuensinya. Indivdu hanya sedikit memikirkan

konsekuensi dari perilakunya saat ini.

2.1.4 Pengukuran impulse buying

Seseorang memiliki tingkat impulse buying yang berbeda-beda, untuk

mengetahui tingkat impulse buying pada seseorang dapat menggunakan skala

impulse buying yang digunakan oleh skala Asugman dan Cote (1993).

Sebelumnya Asugman dan Cote mengadaptasi skala afektif dari Larsen dan

Diener yaitu Affect Intensity Measure Questionaire (AIMQ) (1993), skala

kognisi dari Cacioppo, Petty dan Kao masing-masing dengan jumlah 18 item.

Dari dua skala tersebut didapat 17 item yang sesuai untuk diklasifikasikan

kedalam karakteristik dekriptif reactive buying (9 item) dan reminder buying

(8 item). Asugman dan Cote merevisi semua skala tersebut setelah

mengujinya dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Dari hasil uji CFA

Page 38: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

22

terdapat delapan item yang valid, lima item mengukur reactive buying dan

tiga item mengukur reminder buying.

Selain itu Verplanken dan Herabadi (2001) mengukur impulse buying

dengan menggunakan impulse buying tendency scale (IBTS). IBTS terdiri

dari 20 item yang mengukur dua apsek kognitif dan afektif. Aspek kognitif

melihat mengenai kurangnya perencanaan dan kehati-hatian, sedangkan pada

aspek afektifnya mengukur perasaan menyenangkan, kegairahan, tekanan,

kontrol yang rendah dan rasa penyesalan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur yang digunakan

oleh Verplanken dan Herabadi (2001), karena peneliti tidak membatasi jenis

impulse buying yang dilakukan partisipan dan hanya melihat secara kognitif

dan afektifnya saja.

2.2 Subjective Well-Being

2.2.1 Pengertian subjective well-being

Dalam hidup ini, kebahagiaan merupakan tujuan dari kehidupan. Kebahagiaan

dapat merujuk ke banyak arti seperti rasa senang (pleasure), kepuasan hidup,

emosi positif, hidup bermakna, atau bisa juga merasakan kebermaknaan

(contentment). Beberapa peneliti menulis kebahagiaan sebagai sinonim dari

subjective well-being .

Menurut Diener et.al. (2005) subjective well-being adalah evaluasi

kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini

termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap

Page 39: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

23

kepuasan dan pemenuhan kehidupan. Dengan demikian, subjective well-being

merupakan suatu konsep umum yang mencakup mengalami emosi yang

menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati negatif, dan kepuasan hidup

yang tinggi. Pengalaman positif yang terkandung dalam kesejahteraan

subjektif yang tinggi adalah konsep inti dari psikologi positif karena mereka

membuat hidup mereka berharga.

Meskipun subjectif well-being telah banyak dipelajari dalam psikologi,

terdapat riset pemasaran yang relatif kecil pada subjectif well-being. Menurut

Oropesa (dalam David et.al., 2008) penelitian yang berfokus pada bagaimana

perolehan barang material berhubungan dengan kepuasan kehidupan. Selain

itu Penelitian sebelumnya yang dilakukan Deneve dan Cooper (dalam David

et.al., 2008) menunjukkan bahwa kepuasan hidup secara langsung berkaitan

dengan pengaruh positif dan berbanding terbalik dengan pengaruh negatif.

Pengaruh negatif terkait dengan neurotisisme dan pengaruh positif terkait

dengan extraversion, keramahan, kesadaran dan keterbukaan terhadap

pengalaman.

Adapun teori yang digunakan untuk variabel subjectif well-being yang

menjadi landasan penilitian yaitu teori yang digunakan oleh Diener et.al.,

(2005) menyatakan bahwa subjectif well-being adalah evaluasi kognitif dan

afektif individu terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini termasuk reaksi

emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan

pemenuhan kehidupan.

Page 40: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

24

2.2.2 Aspek subjective well-being

Subjective well-being mencangkup beberapa aspek. Beberapa ilmuwan

menyatakan tentang aspek-aspek subjective well-being. Menurut Diener aspek

tersebut dibagi menjadi dua yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek

kognitif mencangkup evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global dan

evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu. Sedangkan aspek afektif

mencangkup evaluasi terhadap keberadaan afek positif dan evaluasi terhadap

keberadaan afek negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Aspek kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap

kepuasan hidup individu. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi

evaluasi umum (global) dan evaluasi khusus (domain tertentu). Berikut ini

penjelasan lebih lanjut mengenai kedua penilaian tersebut.

a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu

terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penilaian umum ini

merupakan penilaian individu yang bersifat reflektif terhadap kepuasan

hidupnya (Diener et.al., 2005).

b. Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang

dibuat individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam

kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi,

hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan dan kehidupan dengan

keluarga (Diener et.al., 2005).

2. Aspek afektif dari subjective well-being merefleksikan pengalaman dasar

yang terjadi dalam hidup seseorang. Dimana aspek tersebut dikategorikan

Page 41: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

25

menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi

terhadap afek-afek negatif.

a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek-afek positif dianggap

bagian dari subjective well-being karena afek-afek tersebut

merefleksikan reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup

yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang

diinginkan Diener et.al. (2005).

b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Afek negatif

merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan dan

merefleksikan respon negatif yang dialami individu sebagai reaksinya

terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka

alami (Diener et.al., 2005).

2.2.3 Karakteristik subjective well-being

Subjective well-being memiliki beberapa karakteristik. Menurut Diener (dalam

Diener, Suh & Oishi, 1997) terdapat tiga karakteristik dasar subjective well-

being. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Subjective well-being mencangkup faktor-faktor yang membedakan

seseorang yang cukup bahagia dan sangat bahagia, kepuasan hidup dan

kepuasan spesifik. Selain itu subjective well-being juga mencakup keadaan

yang tidak diinginkan seperti depresi atau anxiety. Individu yang memiliki

subjective well-being yang tinggi dalam satu faktor, dapat memiliki

subjective well-being yang rendah pada faktor lainnya. Karenanya, untuk

Page 42: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

26

mengukur keseluruhan subjective well-being perlu dilakukan pengkuran

mental lainnya.

2. Subjective well-being merupakan pengalaman pribadi individu, bukan sudut

pandang para ahli dan peneliti.

3. Subjective well-being merupakan fokus jangka panjang dan bukan

merupakan emosi sesaat.

2.2.4 Pengukuran subjective well-being

Salah satu alat ukur untuk mengukur subjective well-being adalah

Satisfaction with life scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener et.al

(1985). Skala SWLS ini berisi lima item dengan mengukur penilaian kognitif

seseorang terhadap kepuasan kehidupannya. Selain itu untuk mengukur

subjective well-being dapat juga menggunakan Flourishing Scale (FS). Skala

tersebut dikembangkan oleh Diener et.al (dalam Diener et al., 2010) yang

terdiri dari delapan item yang dirancang untuk mengukur social-psychological

prosperity, untuk melengkapi keberadaan pada pegukuran subjective well-

being.

Untuk mengukur komponen afektif seseorang terdapat beberapa jenis

skala yang dapat digunakan, salah satunya yaitu Positive Affect Negative Affect

Schedule (PANAS) dari Watson, Clark dan Tellegen (1988). PANAS scale

mengukur tingkat afek positif dan afek negatif individu yang terdiri dari 20

item. Selain itu terdapat Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)

untuk mengukur perasaan positif dan negatif terlepas dari asal mereka, tingkat

Page 43: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

27

gairah, atau sifat dalam budaya barat di mana sebagian skala telah diciptakan

yang terdiri dari 12 item (Diener et al., 2010).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala SWLS dari Diener et.al

(1985) dan PANAS dari Watson, Clark dan Tellegen (1988). Alasan peneliti

menggunakan skala tersebut karena ingin melihat kepuasan hidup seseorang

secara kognitif dan afektif seseorang.

2.3 Social Influence

2.3.1 Pengertian social influence

Social influence adalah perubahan sikap, keyakinan, dan opini individu

setelah berinteraksi dengan individu atau kelompok lain. Menurut Coleman

et.al. (dalam Zagenczyk, 2006) social influence adalah seseorang yang menjaga

hubungan satu sama lain akan memiliki kesamaan interpersonal yang lebih

besar mengenai persepsi atau sikap. Selain itu menurut Bearden (dalam

Bearden et.al., 1992) social influence adalah kecenderungan seseorang untuk

belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati, mencari informasi agar

sesuai dengan harapan orang lain.

Menurut McGuire (Hoffman & Broekhuizen) social influence adalah sifat

umum yang bervariasi pada seseorang dan pengaruh kemampuan relatif

seseorang dalam satu situasi cenderung memiliki hubungan positif yang

signifikan terhadap kemampuan mempengaruhi seseorang dalam berbagai

situasi sosial lainnya. Adapun teori yang digunakan untuk variabel social

influence yang menjadi landasan penilitian yaitu teori yang digunakan oleh

Bearden et.al. (1992).

Page 44: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

28

2.3.2 Aspek social influence

Beberapa ilmuwan menyatakan tentang beberapa aspek social influence.

Menurut Bearden et.al. (1992) terdapat dua aspek social influence yaitu

component normative dan component informational penjelasannya adalah

sebagai berikut:

1. Component normative

Menurut Bearden et.al (dalam Bearden et.al., 1992) component

normative dianggap sebagai nilai ekspresif atau utilitarian. Nilai ekspresi

mencerminkan keinginan untuk meningkatkan citra seseorang di mata

orang lain yang relevan dan beroperasi melalui proses identifikasi.

Pengaruh utilitarian menurut Burnkrant et.al (dalam Bearden et.al., 1992)

adalah mencerminkan upaya individu untuk memenuhi harapan referen

untuk mencapai rewads atau menghindari sanksi dari rujukan tersebut dan

beroperasi melalui prosess kepatuhan. Dengan demikian, individu-individu

yang tinggi component normativenya cenderung untuk membeli produk

dimana mereka merasa orang lain akan menyetujui atau melihat positif.

Sedangkan menurut Kropp et.al. (2005) component normative adalah

seorang individu perlu menggunakan produk atau merek untuk

mengidentifikasi citra mereka di mata orang lain (nilai ekspresif) dan

kemauan individu untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang lain

dalam membuat keputusan pembelian (utilitarian).

Sedangkan menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Hoffman &

Broekhuizen) component normative adalah kerentanan terhadap pengaruh

Page 45: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

29

yang didorong oleh keinginan untuk mencapai rasa memiliki, untuk

mengidentifikasi dengan orang lain atau untuk mendapatkan persetujuan

sosial.

2. Component informational

Menurut Deutsch et.al (dalam Bearden et.al., 1992) component

informational dipandang sebagai kecenderungan untuk menerima

informasi sebagai bukti realitas dengan mengamati orang lain atau aktif

mencari informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan. Component

informational tercermin dalam keinginan untuk memperoleh informasi

yang obyektif tentang produk dan merek.

Selain itu menurut Kropp et.al. (2005) komponen informasi mengukur

kecenderungan individu untuk mendapatkan informasi tentang produk atau

jasa dengan mengamati atau langsung mencari informasi dari orang lain.

Sedangkan menurut Bearden et al. (dalam Hoffmann & Broekhuizen)

component informatinal adalah kerentanan terhadap pengaruh informasi

antar seseorang yang mencerminkan kecenderungan individu untuk

menerima informasi dari orang lain sebagai bukti kredibel tentang realitas.

Selain menurut Park dan Lessig (dalam Hoffman & Broekhuizen)

pengaruh informasi dapat diperoleh dengan meminta informasi dari orang

lain atau dengan mengamati orang lain

Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Hoffman & Broekhuizen)

component normative beroperasi melalui proses internalisasi yang terjadi

Page 46: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

30

jika informasi dari orang lain meningkatkan pengetahuan individu tentang

beberapa aspek lingkungan. Pengaruh informasi didorong oleh keinginan

untuk membentuk interpretasi yang akurat tentang realitas dalam rangka

untuk membuat keputusan yang lebih dan berperilaku dengan cara yang

benar.

2.3.3 Macam-macam social influence

Beberapa ilmuwan menyatakan tentang macam-macam social influence salah

satunya yaitu menurut Kelman (1958) terdapat tiga proses social influence

yang dapat dibedakan yaitu:

1. Compliance yaitu induvidu menerima pengaruh karena ia berharap untuk

mencapai reaksi baik dari seseorang atau kelompok lain.

2. Identification yaitu ketika seorang individu menerima pengaruh karena dia

ingin membangun atau mempertahankan hubungan untuk memuaskan

seseorang atau kelompok lain.

3. Internalization yaitu ketika seorang individu menerima pengaruh karena

terdorong perilaku yang berisi ide-ide dan tindakan yang bermanfaat.

2.3.4 Pengukuran social influence

Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil

oleh seseorang termasuk dalam melakukan pembelian suatu barang. Oleh sebab

itu faktor penting dari perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain.

Pengukuran social influence dalam penelitian ini menggunakan skala

Consumers Susceptibility to Interpersonal Influence (CSII) dari Bearden et.al.

Page 47: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

31

(1989) dimana skala ini mengukur seberapa besar seseorang akan terpengaruh

terhadap lingkungan sosialnya.

Skala Consumers Susceptibility to Interpersonal Influence (CSII) terdiri

dari 12 item yang mengukur dua subskala. Subskala pertama melihat pengaruh

komponen informational yang mencakup tiga item untuk mengukur sejauh

mana individu mencari informasi yang berkaitan dengan pembelian dari

lingkungan sosialnya. Sedangkan subskala kedua melihat pengaruh komponen

normatif yang mencakup sembilan item mengukur sejauh mana konsumen

mendapatkan persetujuan atau penegasan dari lingkungan sosial mereka.

2.4 Self-Esteem

2.4.1 Pengertian self-esteem

Self-esteem adalah sikap, yaitu evaluasi individu dari konsep diri. Self-

esteem menurut Tafarodi dan Swann (1995) harus mengukur sikap negatif dan

positif secara keseluruhan terhadap dirinya. Sedangkan menurut Rosenberg

(dalam Guindon,2009) self-esteem adalah sikap terhadap objek tertentu setiap

karakteristik diri dievaluasi dan menghasilkan perkiraan karakteristik tersebut

dan setiap elemen diri dievaluasi sesuai dengan nilai yang telah berkembang

selama masa kanak-kanak dan remaja.

Selain itu menurut Minchington (1993) self-esteem adalah nilai yang kita

tempatkan pada diri kita sendiri. Nilai tersebut adalah penilaian kita sebagai

manusia, berdasarkan persetujuan atau ketidaksetujuan dari diri kita sendiri dan

perilaku kita. Self-esteem juga bisa menggambarkan sebagai hal untuk

menahan diri, atau perasaan tentang diri sendiri berdasarkan pada siapa dan apa

Page 48: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

32

yang kita percaya. Meskipun kita berpikir apakah kita sebagai seseorang yang

baik.

Self-esteem menurut Minchington (1993) bukanlah kualitas tunggal atau

aspek dalam arti yang lebih luas, tetapi self-esteem adalah kombinasi dari sifat-

sifat dan sikap yang berhubungan dan merupakan pusat dasar di mana kita

membangun kehidupan kita dan karena kita tidak hidup terisolasi dengan

lingkungan, cara kita merasa tentang diri kita dapat mempengaruhi bagaimana

kita berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita dan setiap aspek

kehidupan lainnya. Adapun teori yang digunakan untuk variabel self-esteem

yang menjadi landasan penelitian yaitu teori yang digunakan oleh Tafarodi and

Swann (1995).

2.4.2 Aspek self-esteem

Beberapa ilmuwan menyatakan tentang aspek-aspek self-esteem, salah satunya

yaitu menurut Tafarodi dan Swann (1995) membagi self esteem menjadi dua

aspek atau dua dimensi yaitu self-liking dan self-competence penjelasannya

adalah sebagai berikut:

1. Self-liking adalah penilaian afektif kita tentang diri kita, persetujuan atau

ketidaksetujuan dari diri kita, sejalan dengan nilai-nilai sosial

diinternalisasi, keinginan diri yang tinggi ditandai dengan positif

mempengaruhi, penerimaan diri, dan kenyamanan dalam pengaturan sosial

Rogers (dalam Tafarodi & Swann, 1995).

2. Self-competence adalah rasa keseluruhan dalam diri yang mampu, efektif

dan terkendali. Jika seseorang memiliki self-competence yang tinggi maka

Page 49: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

33

ia akan memiliki afektif dan evaluatif karakteristik yang positif (Tafarodi

& Swann, 1995).

Sedangkan menurut Michington (1993) self-esteem bukanlah sifat atau

aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari beragam sifat dan

perilaku kemudian ia membagi aspek self-esteem menjadi tiga aspek yaitu:

1. Perasaan mengenai diri sendiri

a. Menerima diri sendiri

Individu dapat menerima dirinya secara penuh, merasa nyaman dengan

keadaan dirinya dan memandang baik tentang dirinya apapun

kondisinya. Oleh karena itu, apapun yang terjadi individu mampu

menilai dirinya memiliki keunikan tersendiri, menghargai setiap

potensi yang dimiliki tanpa pernah mengeluh.

b. Memaafkan diri sendiri

Memaafkan diri sendiri atas ketidaksempurnaan dan kesalahan yang

dibuatnya. Jika seseorang tidak menyukai dirinya sendiri, membiarkan

orang lain merendahkannya, kerap mencela dirinya sendiri, serta

merendahkan diri maka ia akan merasakan kepedihan dan penderitaan

mental. Dua hal ini pada puncaknya akan termanifestasikan dalam

harga diri yang rendah

c. Menghargai diri sendiri.

Dengan menghargai dirinya sendiri, perasaannya tentang kompetensi

lebih tinggi dan tidak bergantung pada kondisi eksternal. Dimana

perasaannya akan gembira saat dipuji orang lain. Seseorang dengan

Page 50: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

34

self-esteem rendah berusaha membuktikan dirinya dan ingin

mengesankan orang lain. Apabila melakukan kesalahan dan orang lain

mencacinya, maka ia pun akan menghukum dirinya sendiri. Dengan

demikian orang dengan self-esteem rendah tidak akan berani mencoba,

karena tidak berani mengambil resiko.

d. Mengendalikan emosi diri

Seseorang dengan harga diri yang tinggi memegang kendali atas

emosinya sendiri. Sebaliknya, keadaan yang buruk dapat

mempengaruhi perasaan seseorang dengan self-esteem yang rendah.

2. Perasaan terhadap hidup

a. Menerima realita (kenyataan)

Perasaan terhadap realitas berarti menerima tanggung jawab atas setiap

bagian hidup yang dijalaninya. Maksudnya, seseorang dengan self-

esteem tinggi akan lapang dada dan tidak menyalahkan orang lain atas

segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semuanya itu terjadi

berkaitan dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena

faktor eksternal.

b. Harapan yang realitas

seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan membangun

harapan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Perasaan

seseorang terhadap hidup juga menentukan apakah ia akan

menganggap sebuah masalah adalah rintangan hebat atau kesempatan

bagus untuk mengembangkan diri.

Page 51: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

35

c. Memegang kendali atas diri sendiri

Seseorang dengan self-estem tinggi tidak akan berusaha untuk

mengendalikan orang lain, sebaliknya ia akan dengan mudah dapat

menyesuaikan diri dengan keadaan.

3. Hubungan dengan orang lain

a. Menghargai orang lain

Seseorang dengan toleransi dan penghargaan yang sama terhadap

semua orang berarti memiliki self-esteem yang baik. Ia percaya bahwa

setiap orang termasuk dirinya, mempunyai hak yang sama dan patut

dihormati.

b. Bijaksana dalam melakukan hubungan

Seseorang dengan self-esteem yang tinggi mampu memandang

hubungannya dengan orang lain secara lebih bijaksana.

c. Bersikap asertif

Secara alami seseorang dengan self-esteem yang tinggi akan menjadi

seseorang yang asertif. Ia menghormati kebutuhan dirinya serta

mengakui kebutuhan orang lain. Ia tahu apa yang ia inginkan dan tidak

takut mewujudkannya.

2.4.3 Karakteristik individu berdasarkan tingkatan self-esteem

Michington (1993) menjelaskan beberapa karakteristik individu ditinjau

dari tinggi rendahnya atau positif negatifnya self-esteem. Oleh karena itu setiap

orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sebagai individu maka

penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan sebagi berikut :

Page 52: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

36

1. Karakteristik individu dengan self-esteem tinggi

a. Seseorang dapat menerima dirinya tanpa syarat, seperti ia menghargai

nilai dirinya sebagai manusia.

b. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi memliki suatu

keyakinan bahwa ia memiliki rasa bertanggung jawab dan merasa

mampu mengontrol setiap bagian kehidupannya.

c. Tingginya self-esteem dapat terlihat dari bagaimana cara seseorang

dalam bentuk rasa penghormatan, toleransi, kerja sama dan saling

memiliki antara satu dengan yang lain.

2. Karakteristik individu dengan self-esteem yang rendah:

a. Seseorang dengan self-esteem yang rendah meyakini bahwa dirinya

memiliki kemampuan instrinsik yang kecil, merasa bahwa keberhasilan

yang diperolehnya merupakan sebuah prestasinya.

b. Seseorang dengan self-esteem yang rendah merasa bahwa kehidupan ini

sering berada diluar kontrol atau kendali dirinya.

c. Seseorang dengan self-esteem yang rendah kita kurang menghormati

dasar bagi orang lain, tidak toleran terhadap orang-orang dan percaya

bahwa mereka harus hidup dengan cara yang kita inginkan.

2.4.4 Pengukuran self-esteem

Beberapa ilmuan mengemukakan beberapa pengukuran mengenai self-

esteem. Diantaranya yaitu Rosenberg Self-Esteem (RSE) (1965), skala ini

terdiri dari sepuluh item dan skala ini cukup sensitif terhadap manipulasi

eksperimenal. Selain itu self-esteem inventory yang dikembangkan oleh

Page 53: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

37

Michinton (1993) terdiri dari 25 item yang mengukur perasaan terhadap diri

sendiri, perasaan terhadap orang lain dan perasaan terhadap kehidupan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala yang diperkenalkan

oleh Tafarodi and Swann (2001) yaitu Self-Lliking and Competence Scale-

Revised (SLCS-R). SLCS-R berisi dua sub-skala, yang masing-masing diukur

dengan delapan item. Self-liking subskala merupakan senilai sosial (misalnya

"saya merasa hebat tentang siapa saya"), dan self-competence merupakan

subskala perasaan keberhasilan dan kontrol (misalnya "Saya hampir selalu

mampu untuk mencapai apa yang saya coba" ). Tanggapan pada semua item

diberikan dengan menggunakan skala likert.

2.5 Faktor Demografis

2.5.1 Usia

Usia merupakan suatu tahapan perkembangan individu, yang tumbuh dan

berkembang secara potensial. Variabel demografis ini atau usia dapat

membedakan variasi tingkat impulse buying pada setiap jenjang hidup

manusia. Menurut Rawlings (dalam Činjarević, 2010) bahwa seseorang yang

memliki usia muda memiliki impulsif yang lebih dibandingkan dengan orang

tua. Selain itu, konsumen yang lebih muda lebih cenderung mengalami

dorongan untuk membeli hal-hal secara spontan ketika terkena benda-benda

yang relevan dan untuk bertindak berdasarkan dorongan. Sedangkan konsumen

orang tua dapat menunjukkan kemampuan lebih baik untuk mengendalikan

impuls pembelian mereka.

Page 54: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

38

Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Antasari & sahrah) menunjukkan

bahwa remaja putri pada usia 16-21 tahun tergolong konsumen yang

konsumtif, karena dalam pembelian suatu produk hanya ditujukan untuk

prestise dan harga diri, bukan berdasarkan pada kebutuhan yang sebenarnya.

Selain itu menurut Antasari dan sahrah alasan seorang remaja melakukan

impulse buying biasanya tertarik dengan kemasan, warna atau banyak teman-

temannya juga memiliki.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Widawati (2011) usia di

atas 42 tahun, lebih banyak yang menunjukkan perilaku impluse buying yang

tinggi dibanding sampel yang berusiadi bawah 42 tahun. Kondisi ini menjadi

menarik, mengingat bila merujuk pada tahap perkembangan manusia, pada

masa usia di atas 42 tahun, adalah masa dewasa madya. Pada masa ini, manusia

memiliki kebutuhan untuk menampilkan eksistensi diri melalui kemapanan dari

sisi status sosial. Dengan status sosial dan ekonomi yang mapan, memberi

peluang bagi konsumen untuk dengan mudah menentukan perilaku pembelian.

Kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan sisi pengakuan atau penghargaan

sosial menjadi hal yang signifikan penting untuk dipenuhi, dan hal tersebut

memberi peluang untuk melakukan pembelian-pembelian secara spontan.

2.5.2 Jenis Kelamin

Menurut Underhill (dalam Coley, 2002) wanita pada umumnya lebih

sabar dan ingin tahu dari pada pria mengenai keputusan pembelian dan mereka

bangga dengan kemampuan mereka untuk memilih item yang sempurna.

Page 55: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

39

Perempuan memiliki tuntutan yang lebih tinggi dari lingkungan belanja dari

pada laki-laki. Secara umum, pria bergerak lebih cepat dari pada wanita

melalui lorong toko, menghabiskan lebih sedikit waktu melihat- lihat barang,

biasanya tidak suka untuk bertanya mengenai suatu hal atau pertanyaan lain,

dan dalam banyak pengaturan cenderung tidak melihat sesuatu yang mereka

tidak bermaksud untuk membelinya.

Widawati (2011) menemukan bahwa sejalan dengan sifat wanita yang

menyenangi belanja, maka dibanding konsumen laki-laki, wanita tetap

memiliki kecenderungan impulse buying tinggi yang lebih banyak dibanding

konsumen laki-laki. Sisi emosi yang cenderung mendominasi perasaan dan

pikiran wanita menjadi sumber mengapa mereka menjadi mudah tergugah oleh

stimulasi dari lingkungan yang ditawarkan, sekalipun mereka menyadari

bahwa barang-barang tersebut belum tentu dibutuhkan.

2.6 Kerangka Berfikir

Kehidupan konsumtif semakin menjadi gaya hidup masyarakat, hal ini

tampak dari semakin banyaknya pusat perbelanjaan yang melayani penyediaan

barang-barang kebutuhan konsumen dalam berbagai kebutuhan. Banyak alasan

yang menyebabkan konsumen melakukan kegiatan konsumtif, semua alasan

dapat digolongkan dalam keinginan untuk memenuhi kebutuhan (needs)

bahkan keinginan (wants). Aktifitas pemenuhan kebutuhan konsumtif

dilakukan dengan istilah belanja. Berbelanja yang dilakukan konsumen pada

dasarnya tidak hanya dilakukan untuk pembelian yang direncanakan tetapi

termasuk juga untuk pembelian barang-barang yang tidak direncanakan.

Page 56: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

40

Impulse buying atau pembelian dengan dorongan tanpa perencanaan

sebelumnya mungkin saja terjadi dengan adanya stimuli-stimuli yang

diberikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi emosi konsumen. Impulse

buying biasanya ditandai dengan pembelian yang dilakukan secara spontan,

tidak direncanakan sebelumnya, dan keinginan membeli sesegera mungkin oleh

konsumen. Selain itu impulse buying juga terjadi karena adanya pengaruh

dalam diri orang tersebut, seperti menurut Chang dan Lucas (dalam David et.

al, 2008) salah satunya adalah subjective well-being berhubungan positif

dengan optimisme dan self-esteem. Sebagian orang mungkin akan merasa

kepuasan dalam hidupnya dengan melakukan impulse buying karena ia juga

merasa akan terangkat harga dirinya. Selain itu seseorang melakukan impulse

buying karena adanya pengaruh dari lingkungan sekitar atau pengaruh dari

orang lain.

Selanjutnya dalam penelitian ini variabel demografis seperti usia dan jenis

kelamin juga dilihat pengaruhnya terhadap impulse buying. Untuk demografis

usia dapat berpengaruh terhadap pembelian impuls. Menurut Rawlings (dalam

Činjarević, 2010) bahwa seseorang yang memliki usia muda memiliki impulsif

yang lebih dibandingkan dengan orang tua jadi konsumen dengan usia muda

dianggap sangat berpengaruh terhadap pembelian impuls. Selain usia jenis

kelamin juga mempengaruhi impulse buying. Dittmar et al. (dalam Kaceen &

Lee, 2002) berhipotesis bahwa pembelian impulsif lebih mungkin untuk

menjadi item yang melambangkan hal yang disukai atau ideal, dengan

demikian seharusnya dipengaruhi oleh kategori sosial seperti gender. Ia

Page 57: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

41

berpendapat bahwa perempuan menghargai harta mereka karena alasan

emosional dan berorientasi pada hubungan, sedangkan laki-laki menghargai

harta mereka untuk alasan fungsional dan instrumental.

Skema Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian

Bserdasarkan kerangka berfikir yang sudah dijelaskan diatas, maka

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Page 58: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

42

Hipotesis Mayor

Terdapat pengaruh signifikan dari variabel subjective well-being, social

influence, self-esteem, dan faktor demografis terhadap impulse buying?

Hipotesis Minor

H1 : Apakah ada pengaruh kognitif terhadap impulse buying?

H2 : Apakah ada pengaruh affect terhadap impulse buying?

H3 : Apakah ada pengaruh informational component terhadap impulse

buying?

H4 : Apakah ada pengaruh normative component terhadap impulse

buying?

H5 : Apakah ada pengaruh self-liking terhadap impulse buying?

H6 : Apakah ada pengaruh self-competence terhadap impulse buying?

H7 : Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap impulse buying?

H8 : Apakah ada pengaruh usia terhadap impulse buying?

Page 59: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

43

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian

dan definisi operasional, instrumen penelitian, teknik analisa data, dan uji

hipotesis.

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang belanja di sebuah ritel,

khususnya pada Alfamidi, Alfamart dan Indomart di Jl.Otista Sasak Tinggi

Ciputat. Peniliti mengambil sampel pada tanggal 16-18 Oktober 2014, banyaknya

sampel yang diambil adalah 210 orang. Peneliti memilih orang-orang yang

belanja di ritel khususnya pada Alfamidi, Alfamart dan Indomart di Jl. Otista

Sasak Tinggi Ciputat sebagai sampel penelitian karena dianggap sesuai dengan

tujuan penelitian yaitu karena banyakya barang yang ditawarkan pada sebuah ritel

yang memungkinkan terjadinya impulse buying. Adapun kriteria populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Berusia >16 tahun

2. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

3.1.2 Teknik pengambilan sample

Metode dalam penelitan ini adalah nonprobability sampling yaitu dengan

menggunakan teknik accidental sampling. Peneliti mengunjungi sebuah pusat

perbelanjaan atau ritel didaerah Ciputat dan membagikan kuesioner pada

Page 60: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

44

responden yang memiliki karakteristik tertentu yaitu berusia diatas 16 tahun dan

berjenis kelamin laki-laki maupun peremuan.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.2.1 Variabel penelitian

Dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki sembilan variabel yang

terdiri dari delapan variabel bebas atau Independent Variabel (IV) dan satu

variabel terikat atau Dependent Variabel (DV). Adapun delapan Independent

Variabel (IV) sebagai berikut:

1. Penilaian kognitif (X1)

2. Penilaian afektif (X2)

3. Component normatif (X3)

4. Component informational (X4)

5. Self-liking (X5)

6. Self-competence (X6)

7. Jenis kelamin (X7)

8. Usia (X8)

Sedangkan yang menjadi variabel terikat atau Dependent Variabel (DV)

yaitu impulse buying

3.2.2 Definisi operasional variabel

Setelah menentukan variabel mana yang menjadi variabel terikat dan

variabel bebas, maka selanjutnya menentukan definisi operasional dari variabel-

variabel yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun definisi

Page 61: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

45

operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Impulse buying dalam penelitian ini adalah sebagai pembelian yang tidak

rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak

direncanakan, diikuti oleh konflik fikiran dan dorongan emosional (Verplanken

& Herabadi, 2001).

2. Subjektif well-being dalam penelitian ini adalah evaluasi kognitif dan afektif

individu terhadap hidupnya, evaluasi ini mencakup reaksi emosional terhadap

peristiwa serta pertimbangan kognitif mengenai kepuasan dan pemenuhan

kehidupan (Diener et al., 2005)

3. Social influence dalam penelitian ini adalah kecenderungan seseorang untuk

belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati, mencari informasi agar

sesuai dengan harapan orang lain (Bearden et al., 1992).

4. Self-esteem dalam penelitian ini adalah mengukur sikap negatif dan positif

seseorang secara keseluruhan terhadap dirinya (Tafarodi & Swann, 1995).

5. Adapun variabel demografis dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin

(laki-laki dan perempuan).

a. Aspek demografis usia diukur dari data identitas sampel yang diperoleh.

b. Aspek demografis jenis kelamin dari data identitas sampel yang diperoleh.

3.3 Instrumen Penelitian

3.3.1 Teknik pengumpulan data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan established

instrument yaitu alat ukur yang sudah dikembangkan oleh peneliti lain. Instrumen

Page 62: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

46

pengukuran subjective well-being, social influence, self-esteem, dan faktor

demografis terhadap impulse buying diadaptasi dalam bahasa inggris, sehingga

kemudian dilakukan penerjemahan item-item dalam instrument tersebut kedalam

bahasa Indonesia.

Format pengukuran menggunakan model Likert dengan empat pilihan jawaban

yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

1. Sangat setuju, apabila subjek merasa sangat sesuai berdasarkan pernyataan

yang diberikan.

2. Setuju, apabila subjek merasa sesuai berdasarkan pernyataan yang diberikan.

3. Tidak setuju, apabila subjek merasa tidak sesuai berdasarkan pernyataan yang

diberikan .

4. Sangat tidak setuju, apabila subjek merasa sangat tidak sesuai berdasarkan

pernyataan yang diberikan.

Tabel 3.1

Pilihan Jawaban

Jawaban Nilai

Favorabel Unfavorabel

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Berdasarkan tabel, skala disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga

responden tinggal memberi tanda checklist (√) pada kolom atau tempat yang telah

disediakan.

Page 63: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

47

3.3.2 Alat ukur penelitian

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan terdiri dari:

1. Skala impulse buying

Untuk mengukur impulse buying, alat ukur yang digunakan adalah skala impulse

buying yang diperkenalkan oleh Verplanken dan Herabadi (2001). Alat ukur

terdiri dari 20 item dan dibagi menjadi 2 aspek, yaitu aspek kognitif berjumlah 10

item dan aspek afektif berjumlah 10 item. Aspek kognitif pada alat ukur ini

melihat mengenai kurangnya perencanaan dan kehati-hatian, sedangkan pada

aspek afektifnya mengukur perasaan menyenangkan, kegairahan, tekanan, kontrol

yang rendah, dan rasa penyesalan.

Tabel 3.2

Blue print skala impulse buying

No Dimensi Indikator Fav Unfav Jml Contoh item

1 Aspek

kognitif

Kurang perencanaan 3,8,9,

10

1,2,4,5,

6,7

10

item

Kebanyakan

barang yang

saya beli tidak

direncanakan

sebelumnya

Spontanitas dalam

membeli

Berhati-hati dalam

membeli

2 Aspek

afektif

Ada perasaan

menyenangkan ketika

membeli.

11,12

,15,1

6,17,

18,19

,20

13,14 10

item

Saya bisa

menjadi sangat

tertarik apabila

saya melihat

sesuatu yang

ingin saya beli

Adanya kegairahan

dalam membeli

Kurangnya kontrol

dalam membeli

Adanya rasa

penyesalan

Page 64: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

48

2. Skala subjective well-being

Untuk mengukur subjective well-being alat ukur yang digunakan adalah skala

yang diperkenalkan oleh Diener et.al. (1985) yaitu SWLS (satisfaction with life

scale) dan skala dari Watson, Clark dan Tellegen (1988) yaitu PANAS (positive

affect negative affect schedule). Alat ukur SWLS terdiri dari 5 item dan alat ukur

PANAS terdiri dari 20 item.

Tabel 3.3

Blue print skala subjective well-being

No Dimensi Indikator Nomer

item

Jml Contoh item

1 Kognitif Merasa puas dengan kehidupan 1, 3, 5 3 item Saya puas

dengan

kehidupan saya Menilai kondisi hidup individu

menyenangkan

2,4 2 item

2 Afektif Memiliki perasaan bahagia 3, 10 2 item Saya merasa

gembira

Merasa bersemangat

mengerjakan sesuatu

1, 9, 14,

16, 19

5 item

Memiliki fokus perhatian

terhadap sesuatu

5, 12, 17 3 3 item

Merasakan kesedihan 2,4 2 item

Merasakan kecemasan 6, 7, 15,

18, 20

5 item

Mudah tersinggung 11,13,8 3 item

3. Skala social influence

Untuk mengukur social influence alat ukur yang digunakan adalah skala yang

diperkenalkan oleh Bearden et.al. (1989) yaitu skala susceptibility to

interpersonal influence (CSII) yang terdiri dari 12 item yang mengukur dua

Page 65: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

49

subskala. Sub skala pertama melihat pengaruh component informational yang

mencakup tiga item untuk mengukur sejauh mana individu mencari informasi

yang berkaitan dengan pembelian dari lingkungan sosialnya. Sedangkan subskala

kedua melihat pengaruh component normative yang mencakup sembilan item

mengukur sejauh mana konsumen mendapatkan persetujuan atau penegasan dari

lingkungan sosial mereka.

Tabel 3.4

Blue print skala social influence

No Dimensi Indikator Fav Jml

Contoh item

1 Component

informational

Berkosultasi dengan

orang lain.

1, 7,10, 3

item

Saya biasanya

berkonsultasi

kepada orang,

untuk memilih

alternative terbaik

yang tersedia dari

sebuah produk

mencari informasi

berkaitan dengan

pembelian dari

lingkungan sosialnya

2 component

normative

mendapatkan

persetujuan dari

lingkungan sosial. 2, 3, 4,

5, 6, 8,

9,11,12

9

item Konsumen mendapatkan

penegasan atas

pembelian mereka pada

lingkungan sosialnya.

4. Skala self-esteem

Untuk mengkur self-esteem alat ukur yang digunakan adalah skala yang

diperkenalkan Tafarodi dan Swann (2001) yaitu self-liking and competence scale-

revised (SLCS-R). SLCS-R berisi dua sub-skala, yang masing-masing diukur

dengan delapan item. Self-liking subskala merupakan senilai sosial (misalnya

"Saya merasa hebat tentang siapa saya"), dan self-competence merupakan

Page 66: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

50

subskala perasaan keberhasilan dan control (misalnya "Saya hampir selalu mampu

untuk mencapai apa yang saya coba" ).

Tabel 3.5

Blue print skala self-esteem

No Dimensi Indikator Fav Unfav Jml Contoh

item

1 Self-liking Memberikan penilaian

terhadap diri sendiri

3, 5, 9 1, 6,

10,11, 15

8

item

Saya

cenderung

tidak

menghargai

diri sendiri

Menghargai diri sendiri

Menerima diri sendiri.

Merasa nyaman dengan

dirinya

2 Self-

competence

Perasaan akan keberhasilan 2, 4,

12,

14, 16

7,8,13 8

item

Saya sangat

berbakat Dapat mengontrol dirinya

3.4 Uji Validitas Konstruk

Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti

menggunkan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70

adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapat kriteria hasil CFA yang

baik dijelaskan oleh Umar (dalam Adiprasetyo, 2011), yaitu:

1. dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square yang

dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p> 0.05) berarti semua item

hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika Chi-Square signifikan (p< 0,05),

maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai

langkah kedua berikut ini.

Page 67: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

51

2. Jika Chi-Square signifikan (p< 0,05) , maka dilakukan modifikasi model

pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan

pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur konstruk yang ingin

diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain(mengukur lebih dari satu

konstruk/ multidimensional), jika setelah beberapa kesalahan pengukuran

dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model yang fit,

maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.

3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan

melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai

koefisien positif. Untuk melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur

faktornya, digunakan t-test terhadap koefisien muatan faktor item. Jika t >1.96

maka item tersebut signifikan dan tidak akan di drop, begitupun sebaliknya.

4. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Dalam hal

ini, jika ada pernyataan negatif, maka ketika dilakukan skoring terhadap item,

arah skoringnya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah arah skoringnya

masih terdapat item bermuatan negatif, maka item tersebut akan di drop.

5. Apabila kesalahan pengkurannya berkorelasi terlalu banyak dengan kesalahan

pengukuran pada item lain, maka item seperti ini pun dapat di drop karena

bersifat multidimensi yang sangat kompleks.

Selanjutnya, dengan menggunakan SPSS 17.0 dan model satu faktor

kemudian dihitung (di estimasi) nilai satu faktor (true score) bagi setiap orang

untuk variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya

Page 68: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

52

item yang memiliki nilai faktor positif. Item yang bernilai faktor negatif di drop

dan tidak diikut sertakan dalam skoring.

Dalam penelitian ini data yang akan dianalisis adalah hasil pengukuran

dalam bentuk skor faktor seperti yang diperoleh pada langkah diatas, kecuali

untuk variabel usia dan jenis kelamin.

3.4.1 Uji validitas konstruk impulse buying

Pertama-tama, diteliti apakah 20 item yang ada bersifat unidimensional,

artinya benar hanya mengukur impulse buying. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =

118.81, df = 170, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.169. Oleh karena itu,

dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 71

kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 119.48, df = 99,

P-value = 0.07892, RMSEA = 0.031. Nilai chi-square menghasilkan P-value >

0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)

di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu impulse buying.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.6.

Page 69: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

53

Tabel 3.6

Muatan faktor item impulse buying

No item Lamda Error T-Value Signifikan

1 0.23 0.07 3.38 V

2 0.31 0.07 4.33 V

3 0.47 0.07 6.91 V

4 0.39 0.07 5.58 V

5 0.36 0.07 5.28 V

6 0.48 0.07 7.31 V

7 0.70 0.07 10.42 V

8 0.48 0.07 7.41 V

9 0.49 0.07 7.46 V

10 0.59 0.06 9.30 V

11 0.60 0.07 8.93 V

12 0.63 0.06 9.53 V

13 0.60 0.07 8.87 V

14 0.67 0.07 10.95 V

15 0.56 0.08 8.71 V

16 0.70 0.07 10.79 V

17 0.59 0.07 8.81 V

18 0.41 0.07 5.74 V

19 0.48 0.07 7.14 V

20 0.54 0.07 8.33 V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.5, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor

tiap item impulse buying yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.

3.4.2 Uji validitas konstruk subjective well-being

1. Kognitif

Pertama-tama, diteliti apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur kognitif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 49.12, df = 5, P-value =

0.00000, RMSEA = 0.205. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model.

Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu

sama lainnya. Setelah dilakukan 3 kali pembebasan item, diperoleh model fit

Page 70: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

54

dengan chi-square = 1.06, df = 2, P-value = 0.58799, RMSEA = 0.000. Nilai chi-

square menghasilkan P-value > 0.0 5 (tidak signifikan), yang artinya model

bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu faktor kognitif.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.7.

Tabel 3.7

Muatan faktor item kognitif No item Lamda Error T-Value Signifikan

1 1.43 0.49 2.94 V

2 0.39 0.15 2.66 V

3 1.49 0.50 2.96 V

4 0.86 0.32 2.70 V

5 0.22 0.10 2.18 V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.6, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor

tiap item subjective well-being yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.

2. Affect

Pertama-tama, diteliti apakah 20 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur affect. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 536.37, df = 170, P-

value = 0.00000, RMSEA = 0.102. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap

model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

Page 71: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

55

satu sama lainnya. Setelah dilakukan 41 kali pembebasan item, diperoleh model

fit dengan chi-square = 155.60, df= 129, P-value = 0.05536, RMSEA = 0.031.

Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya

model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu

faktor saja yaitu affect.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.8.

Tabel 3.8

Muatan faktor item affect No item Lamda Error T-Value Signifikan

1 0.54 0.07 7.84 V

2 0.65 0.07 9.56 V

3 0.60 0.07 9.10 V

4 0.02 0.07 0.32 X

5 0.35 0.07 4.98 V

6 0.30 0.07 4.21 V

7 0.32 0.07 4.62 V

8 0.52 0.07 7.33 V

9 0.31 0.07 4.37 V

10 0.27 0.07 3.97 V

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

0.53

0.68

0.40

0.74

0.16

0.45

0.12

0.60

0.68

0.38

0.07

0.06

0.07

0.06

0.07

0.07

0.07

0.07

0.06

0.07

8.14

10.73

6.00

11.49

2.13

6.52

1.73

9.15

10.87

5.68

V

V

V

V

V

V

X

V

V

V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.8, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan tetapi terdapat 2 item yang tidak signifikan

Page 72: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

56

koefisien t < 1.96 yaitu item 4 dan 17. Sedangkan item lainnya signifikan (t >

1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 4 dan 17 tidak ikut

dianalisis dalam penghitungan faktor skor.

3.4.2 Uji validitas konstruk social influence

1. Component informational

Pertama-tama, diteliti apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur component informational. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan chi-square = 0.00, df = 0,

P-value = 1.0000, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value >

0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di

mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu component informational.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.9.

Tabel 3.9

Muatan faktor item component informational No item Lambda Error T-Value Signifikan

1 0.54 0.09 6.31 V

7 0.69 0.09 7.30 V

10 0.60 0.09 6.72 V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.9, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor

tiap item component informational yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.

Page 73: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

57

2. Component normative

Pertama-tama, diteliti apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur component normative. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =

144.24, df = 27, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.144. Oleh karena itu, dilakukan

modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 7 kali pembebasan

item, diperoleh model fit dengan chi-square = 27.93, df = 20, P-value = 0.11112,

RMSEA = 0.044. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak

signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana

seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu component normative.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Muatan faktor item component normatif No item Lamda Error T-Value Signifikan

2 0.66 0.07 9.82 V

3 0.70 0.06 10.92 V

4 0.57 0.07 8.60 V

5 0.28 0.07 3.90 V

6 0.68 0.06 10.82 V

8

9

11

12

0.77

0.60

0.63

0.77

0.06

0.07

0.07

0.06

12.04

9.12

9.28

12.61

V

V

V

V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Page 74: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

58

Dari tabel 3.10, berdasarkan pada muatan faktor (lamda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor

tiap item component normative yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.

3.4.2 Uji validitas konstruk self-esteem

1. Self-liking

Pertama-tama, diteliti apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur self-liking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 536.09, df = 20, P-value

= 0.00000, RMSEA = 0.351. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap

model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya. Setelah 14 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan

chi-square = 11.49, df = 6, P-value = 0.07430, RMSEA = 0.066. Nilai chi-square

menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu

faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu self

-liking.

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.11.

Page 75: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

59

Tabel 3.11

Muatan faktor item self liking

No item Lamda Error T-Value Signifikan

1 0.91 0.07 13.56 V

3 -0.03 0.07 -0.46 X

5 -0.19 0.07 -2.62 X

6 0.38 0.07 5.50 V

9

10

11

15

-0.18

0.52

0.25

0.74

0.07

0.07

0.09

0.07

-2.35

7.34

2.89

10.95

X

V

V

V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.11, berdasarkan pada muatan faktor (lamda) dan t-value,

setiap item dikatakan signifikan tetapi terdapat 3 item yang tidak signifikan

koefisien t < 1.96 yaitu item 3, 5 dan 9. Sedangkan item lainnya signifikan (t >

1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 3,5 dan 9 tidak ikut

dianalisis dalam penghitungan faktor skor.

2.Self-competence

pertama-tama, diteliti apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur self-competence. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 1185.18, df =

20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.1999. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi

terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 8 kali pembebasan item,

diperoleh model fit dengan chi-square = 19.10, df = 12, P-value = 0.12012,

RMSEA = 0.047. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak

signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana

seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu self-competence.

Page 76: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

60

Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel

3.12.

Tabel 3.12

Muatan faktor item self-competence

No item Lamda Error T-Value Signifikan

2 0.80 0.07 12.37 V

4 0.73 0.06 11.41 V

7 0.29 0.07 3.95 V

8 0.19 0.07 2.63 V

12 0.66 0.07 10.11 V

13 0.52 0.07 7.23 V

14 0.74 0.07 10.95 V

16 0.40 0.07 5.49 V

Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari tabel 3.12 berdasarkan pada muatan faktor (lamda) dan t-value, setiap

item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap

item self-competence yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan teknik analisis regresi

berganda. Teknik analisis regresi berganda ini digunakan untuk menentukan

ketepatan prediksi dan ditunjukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari

variable bebas (IV), yaitu subjective well-being, social influence, self-esteem dan

faktor demografis, yaitu usia dan jenis kelamin terhadap impulse buying (DV).

Page 77: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

61

Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk

model hubungan antara DV dengan lebih dari satu IV.

Persamaan regresi berganda penelitian adalah sebagai berikut:

Y’ = a + b1 X1 + b2X 2 +b3 X3+ b4X4 + b5X 5 +b6 X6+ b7X7 + b8X8+e

Keterangan :

Y’ = Impulse Buying

a = Konstan intersepsi

b = Koefisien regresi

X1 = Penilaian kognitif

X2 = Penilaian afektif

X3 = Component Informational

X4 = Component Normative

X5 = Self-Liking

X6 = Self-Competence

X7 = Jenis kelamin

X8 = Usia

e = Residu

Dari analisis regresi berganda dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien

korelasi berganda antara impulse buying dengan subjective wellbeing, social

influence, self-esteem dan faktor demografis. Besarnya nilai impulse buying

disebabkan oleh independent variable yang telah disebutkan ditunjukkan oleh

Page 78: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

62

koefisien determinasi berganda atau R2 (R Square). R2 merupakan proporsi varian

impulse buying yang dijelaskan oleh subjective wellbeing, social influence, self-

esteem dan faktor demografis. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumusan

sebagai berikut :

Dari analisis Multiple Regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, di

antaranya:

1. R2, yang menunjukkan proporsi varians (persentase varian) dari variable

impulse buying yang dijelaskan oleh subjective well-being, social

influence, self-esteem dan faktor demografis..

2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien

regresi. Koefisien regresi yang signifikan menunjukkan dampak yang

signifikan dari subjective well-being, social influence, self-esteem dan

faktor demografis.

3. Persamaan regresi yang di temukan biasa digunakan untuk membuat

prediksi tentang impulse buying jika subjective well-being, social

influence, self-esteem dan faktor demografis diketahui.

Kemudian untuk membuktikan apakah regresi subjective well-being,

social influence, self-esteem dan faktor demografis terhadap impulse buying

signifikan, maka digunakan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan, dapat dilihat

apakah subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis

memiliki pengaruh terhadap impulse buying dengan rumus sebagai berikut :

R2 = SSREG/∑Y2

Page 79: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

63

F= R2/k

(1- R2) / (N-k-1)

Keterangan :

k = jumlah independent variable

N = jumlah sampel.

Kemudian, hipotesis minor dianalisa melalui penjelasan tentang apakah

terdapat pengaruh signifikan yang diberikan subjective well-being, social

influence, self-esteem dan faktor demografis terhadap impulse buyisng terhadap

caranya adalah dengan dilakukan uji koefisien regresi dari tiap IV dan DV yang

dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan

subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis

signifikan terhadap impulse buying secara dimensional atau parsial.

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah sebuah IV memberikan kontribusi

terhadap DV. Sebelum di dapatkan nilai t dari tiap IV, harus di dapat dulu nilai

standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang di dapatkan melalui akar

Msres dibagi dengan SSx. Setelah di dapatkan Sb barulah bias dilakukan uji t, yaitu

hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t akan dilakukan

sebanyak sebelas kali sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Page 80: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

64

t = b

Sb

Keterangan :

b = koefisien regresi

sb = standar eror dari b

Di mana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil uji t

ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data,

yaitu:

1. Sebelum turun kelapangan, peneliti menemukan masalah yang akan diteliti

kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari

sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori secara lengkap, penelti

kemudian menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu skala impulse buying, skala subjective well-

being, skala social influence dan skala self-esteem.

2. Menentukan sampel penelitian yaitu orang-orang yang melakukan

pembelian dipusat perbelanjaan ritel. Pengambilan sampel dilakukan

dengan metode nonprobability sampling, kemudian memberikan angket

yang telah disediakan kepada sampel tersebut.

3. Melakukan pengolahan dan pengujian dari hasil skala yan telah didapatkan

untuk dianalisis datanya.

Page 81: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

65

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis

deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis,

pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.

4.1 Analisis Deskriptif

4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 210 orang yang melakukan pembelian di toko

ritel Alfamart, Indomart dan Alfamidi di Jalan OtistaSasak Tinggi Ciputat.

Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan data demografis

responden yang terdiri dari jenis kelamin dan usia. Hal ini dilakukan untuk

mengukur apakah aspek tersebut memberikan kontribusi terhadap Dependent

Variabel (DV) yang ingin diteliti. Untuk sampel pada subjek penelitian dapat

dilihat dalam tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1

Gambaran umum subjek penelitian

Demografis (jenis kelamin) Frekuensi Persentase

Laki-laki 78 37%

Perempuan 132 63%

Total 210 100%

Demografis (usia) Frekuensi Persentase

16– 18 8 3.8%

18 – 40 198 94.3%

40 – 60 4 1,9%

>60 0 0%

Page 82: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

66

Berdasarkan data pada pada tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa jumlah

sampel sebanyak 210 orang.Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 78 partisipan atau 37%.Untuk sampel dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 132 orang atau 63%.Sampel untuk perempuan lebih banyak

dimungkinkan yang berbelanja lebih banyak perempuan dibandingkan laki-

laki.Rook dan Hoch (1985) menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam

impulsif konsumen sebagian bisa mencerminkan fakta bahwa pria dan wanita

biasanya berbelanja untuk berbagai jenis produk.Sedangkan untuk jumlah sampel

berdasarkan usianya adalah usia 16-18 tahun sebanyak 8 orang atau 3,8%, usia

18-40 tahun sebanyak 198 orang atau 94.3%, usia 40-60 tahun sebanyak 4 orang

atau 1.9%, usia >60 tahun sebanyak 0 atau 0%. Peneliti membedakan jenjang usia

partisipan berdasarkan usia perkembangan manusia menurut Harlock (1980). Dari

hasil presentase tersebut, usia 18-40 lebih menonjol karena tergolong konsumen

yang konsumtif, Eysenck et al,.(dalam Kaceen & lee, 2002) menemukan bahwa

individu-individu yang lebih muda memiliki skor yang lebih tinggi pada tindakan

impulsif dibandingkan dengan orang yang lebih tua dan menunjukkan kurang

kontrol diri daripada orang dewasa.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Pada hasil analisis deskriptif menjelaskan hasil deskriptif statistik dari variabel

dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum

dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel

4.2.

Page 83: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

67

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Impulse 210 30.38 74.38 49.9998 9.31704

Affect 210 5.61 67.32 49.9999 9.13173

Kognitif 210 27.74 72.20 49.9999 8.53502

Normative 210 21.73 75.89 49.9997 9.11779

Informasi 210 30.13 66.14 50.0010 7.39243

Competence 210 28.53 74.83 50.0001 8.69341

Liking 210 21.81 68.96 49.9998 8.91089

Usia 210 4.00 47.00 21.9286 4.47424

Valid N (listwise) 210

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui pertama-tama bahwa nilai

minimum impulse buying sebesar = 30.38, nilai maksimum = 74.38, mean

49.9998, dan SD = 9.31704. Kedua variabel affectadalah 5.61 dengan nilai

maksimum = 67.32, mean = 49.9999, dan SD = 913. Ketiga,kognitifmemiliki nilai

minimum = 27.74, nilai maksimum = 72.20, mean = 49.9999, dan SD = 8.53502.

Keempat,component normative memiliki nilai minimum = 21.73, nilai maksimum

= 75.89, mean = 49.9997 dan SD = 9.11779. Kelima, componentinformational

memiliki nilai minimum = 30.13, nilai maksimum = 66.14, mean = 50.0010, dan

SD = 7.39243. Keenam, self-competence memiliki nilai minimum = 28.53, nilai

maksimum = 74.83, mean = 50.0001, dan SD = 8.69341. Ketujuh, self-liking

memiliki nilai minimum = 21.81, nilai maksimum = 68.96, mean = 49.9998, dan

SD = 8.91089. Kedelapan, usia memiliki nilai minimum = 4.00, nilai maksimum

= 47.00, mean = 21.9286, dan SD = 4.47424. Nilai terendah dari tabel di atas

Page 84: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

68

adalahvariabel usia sedangkan nilai tertinggi didapat oleh variabel component

normative.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan

rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut yaitu dengan

menggunakan pedoman sebagai berikut:

Tabel 4.3

Pedoman Interpretasi Skor

Norma Rentang Interpretasi

X ≥ Nilai Mean >50 Tinggi

X< Nilai Mean <50 Rendah

Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai

persentase kategori untuk variabel impulse buying, kognitif, affect, component

informational, component normative, self-liking, self-competence dan faktor

demografis (usia dan jenis kelamin).

Tabel 4.4

Kategorisasi Skor Variabel

Variable Frekuensi Presentase

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Impulse Buying 106 104 50.48 49.52

Kognitif 118 92 56.2 43.8

Affect 108 102 51.4 48.6

Component Informational 66 144 31.5 68.5

Component Normative 102 108 48.5 51.5

Self-Liking 89 121 42.4 57.6

Self-Competence 144 96 54.2 45.8

Page 85: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

69

Berdasarkan data pada table 4.4, dapat dilihat bahwa skor pada

variabelimpulse buying, kognitif, affect dan self-competence cenderung tinggi hal

tersebut mungkin dapat terjadi karena seseorang berfikir terlebih dahulu ketika

membeli suatu barang dan dapat mengontrol dirinya sehingga setelah melakukan

pembelian tidak ada perasaan menyesal dan dapat menimbulkan kepuasan dalam

dirinya setelah melakukan pembelian. Sedangkan component informational,

component normative dan self-liking cenderung rendah.

4.4 Uji Hipotesis Penelitian

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh antara masing-

masing IV terhadap DV dalam penelitian ini.Analisisnya dilakukan dengan teknik

multiple regression.Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang

diperoleh dari hasil analisis faktor.Alasan digunakannya faktor skor ini adalah

untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran.

Pada tahapan ini dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda dengan menggunakan software SPSS 17.0.Dalam regresi ada 3 hal yang

dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%)

varian DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara keseluruhan IV

berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan

atau tidaknya koefisien regresi dari masing -masing IV.

Pengujian hipotesis dilakukan dilakukan dengan beberapa

tahapan.Langkah pertama peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui

Page 86: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

70

berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.Selanjutnya untuk tabel R

square, dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Model summary analisis regresi

Dari tabel 4.11, dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.118

atau 11.8%. Artinya proporsi varians dari impulse buying yang dapat dijelaskan

oleh semua independent variabel adalah sebesar 11.8%, sedangkan 88.2% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Hal ini terjadi dikarenakan

ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku tertentu.Dalam hal

impulse buying, tentu terdapat banyak hal yang memprediksi terjadinya pembelian

impulsif selain subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor

demografis yang dipakai.Jumlah pendapatan dan status pernikahan merupakan

dua diantara faktor penyebab terjadinya impulse buying. Selain itu menurut

beberapa penelitian display toko dan packaging atau kemasan dapat

mempengaruhi terjadinya impulse buying. Karena ketika seseorang melihat

kemasan dan penempatan barang yang menarik memungkinkan orang tersebut

dengan mudah melihatnya dan membuat seseorang segera untuk membeli barang

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .344a .118 .083 8.92095

a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, component normatif, self-competence,

usia, component informational, kognitif, affect, self-liking

Page 87: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

71

tersebut. Selain itu adanya penawaran seperti diskon atau sale juga dapat

mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian secara impulsif.

Selanjutnya dianalisis dampak dari seluruh IV terhadap impulse buying.Adapun

hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6

Tabel ANOVA pengaruh keseluruhan IV terhadap DV

Jika melihat kolom ke-6 dari kiri dapat diketahui bahwa jika tabel

signifikan (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari variabel subjective well-being, social influence, self-esteem

dan faktor demografisterhadap impulse buying ditolak. Artinya, ada pengaruh

yang signifikan dari subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor

demografis terhadap impulse buying.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent

variable. Jika nilai t> 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti

bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku impulse

buying. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7.

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2146.632 8 268.329 3.372 .001a

Residual 15996.243 201 79.583

Total 18142.875 209

a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, component normatif, self-competence, usia, component

informational, kognitif, affect, self-liking

b. Dependent Variable: impulse buying

Page 88: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

72

Tabel 4.7Koefisien regresi

-Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 39.146 5.062 7.733 .000

Self-competence .021 .101 .068 .995 .321

Self-liking -.098 .099 -.064 -.829 .408

Component informational .345 .090 .145 2.136 .034

Component normative -.305 .073 -.0144 -2.167 .031

Kognitif -.123 .081 -.082 -1.230 .220

Affect .021 .089 .101 1314 .190

Usia .109 .145 .071 1.050 .295

Jenis kelamin 2.949 1.316 .290 4.198 .000

a. Dependent Variable: impulse buying

Dari tabel 4.7, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi

yang dihasilkan, dengan melihat nilai sig pada kolom paling kanan (kolom ke-

6), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya

terhadap impulse buying dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefisien

regresi component informational, component normative dan faktor demografis

(jenis kelamin) saja yang signifikan, sedangkan sisa lainnya tidak signifikan.

Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV

adalah sebagai berikut :

1. Variabel self-competence

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.068 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.321 (p >0,05), yang berarti variabel self competence tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap impulse buying.

2. Variabel self-liking

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.064 dengan nilai signifikansi

sebesar 0..408 (p >0,05), yang berarti variabel self-liking tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap impulse buying.

Page 89: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

73

3. Variabel component informational

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.0145 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.034 (p < 0,05), yang berarti component informational memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying. Artinya semakin

tinggi component informational maka semakin tinggipula impulse buying

orang tersebut, begitupun sebaliknya.

4. Variabel component normative

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.0144 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.031 (p < 0,05), yang berarti component normativememiliki

pengaruh negatif dan signifikan terhadap impulse buying.Artinya semakin

tinggi component normative maka semakin rendah impulse buying orang

tersebut, begitupun sebaliknya.

5. Variabel kognitif

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.082 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.220 (p > 0,05), yang berarti kognitif tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap impulse buying.

6. Variabel affect

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.101 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.190 (p > 0,05), yang berarti bahwa affect tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap impulse buying.

Page 90: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

74

7. Variabel faktor demografis (usia)

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.071 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.295 (p > 0,05), yang berarti bahwa faktor demografis (usia) tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap impulse buying

8. variabel faktor demografis (jenis kelamin)

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.290 dengan nilai signifikansi

sebesar 0.000 (p < 0,05), yang berarti bahwa variabel faktor demografis

(jenis kelamin) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

impulse buying. Artinya laki-laki dan perempuan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap impulse buying.

Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada impulse buying

yaitu:

Impulse buying = 39.146 + 0.068*self-competence - 0.064*self-liking

+0.0145*componentinformational-

0.0144*componentnormative- 0.082*kognitif +0.101*affect

+ 0.071*usia + 0.290*jenis kelamin.

4.5 Proporsi Varian

Selanjutnya, dianalisa bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-

masing independent variable (IV) terhadap impulse buying. Pada tabel 4.16 kolom

pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan

penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu, kolom ketiga

merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per

satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df

Page 91: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

75

adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator

dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F

dengan df yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan

dibandingkan dengan kolom nilai F hitung.

Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom

selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan

sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada impulse buyingdapat dilihat pada tabel

4.8.

Tabel 4.8

Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variable (IV)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .023a .001 -.004 9.33700 .001 .109 1 208 .741

2 .077b .006 -.004 9.33454 .005 1.109 1 207 .293

3 .141c .020 .006 9.29139 .014 2.927 1 206 .089

4 .167d .028 .009 9.27501 .008 s1.728 1 205 .190

5 .182e .033 .009 9.27342 .005 1.070 1 204 .302

6 .182f .033 .005 9.29503 .000 .052 1 203 .819

7 .203g .041 .008 9.28079 .008 1.623 1 202 .204

8 .344h .118 .083 8.92095 .077 17.625 1 201 .000

a. Predictors: (Constant), afektif

b. Predictors: (Constant), afektif, kognitif

c. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normative

d. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normatif, informational

e. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normatif, informational, self-liking

f. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normatif, informational, self-liking , self-competence

g. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normatif, informational, self-liking , self-competence, usia

h. Predictors: (Constant), afektif, kognitif,normatif, informational, self-liking, self-competence,usia, jenis kelamin

Page 92: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

76

1. Variabel affectmemberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap varians impulse

buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 0.109, df1 =

1 dan df2= 208 dengan Sig.F Change = 0.741 (p < 0,05).

2. Variabel kognitifmemberikan sumbangan sebesar 0.5% terhadap varians

impulse buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =

1.109, df1 = 1 dan df2= 207 dengan Sig.F Change = 0.293 (p < 0,05).

3. Variabel component normative memberikan sumbangan sebesar 1.4%

terhadap varians impulse buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan F

Change = 2.927, df1 = 1 dan df2= 206 dengan Sig.F Change = 0.089 (p <

0,05).

4. Variabel component informationalmemberikan sumbangan sebesar 0.8%

terhadap varians impulse buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan F

Change = 1.728, df1 = 1 dan df2= 205 dengan Sig.F Change = 0.190 (p >

0,05).

5. Variabel self-lkingmemberikan sumbangan sebesar 0.5% terhadap varians

impulse buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =

1.070, df1 = 1 dan df2= 204 dengan Sig.F Change = 0.302 (p < 0,05).

6. Variabel self-competencememberikan sumbangan sebesar 0.0% terhadap

varians impulse buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F

Change = 0.052, df1 = 1 dan df2= 203 dengan Sig.F Change = 0.819 (p <

0,05).

7. Variabel demografis (usia) memberikan sumbangan sebesar 0.8% terhadap

varians impulse buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F

Page 93: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

77

Change = 1.623, df1 = 1 dan df2= 202 dengan Sig.F Change = 0.204 (p >

0,05).

8. Variabel demografis (jenis kelamin) memberikan sumbangan sebesar 7.7%

terhadap varians impulse buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan F

Change = 17.625, df1 = 1 dan df2= 201 dengan Sig.F Change = 0.000 (p >

0,05).

Dengan demikian, terdapat tiga dari delapan IV, yaitu component informational,

component normative dan factor demografis jenis kelamin yang mempengaruh

impulse buying secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan dari

sumbangan proporsi variabel yang diberikan.

Page 94: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

78

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang

dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada uji hipotesis mayor, maka

kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: “terdapat pengaruh

yang signifikan dari subjective well-being, social influence, self-esteem dan

faktor demografi terhadap impulse buying”.

Selanjutnya, berdasarkan uji hipotesis minor yang menguji signifikansi

masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh

hanya terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi impulse

buying yaitu dimensi component informational, component normative dan

factor demografis (jenis kelamin).Dengan demikian terdapat tiga hipotesis

yang diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari dimensi

component informational, component normative dan faktor demografis (jenis

kelamin) terhadap impulse buying.

Page 95: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

79

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, didapatkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifkan dari variabel social influence yang

mempengaruhi konsumen dalam melakukan impulse buying. Social

influenceadalah kecenderungan seseorang untuk belajar tentang produk dan

jasa dengan mengamati, mencari informasi agar sesuai dengan harapan orang

lain (Bearden dalam Bearden et.al., 1992). Hal ini menunjukkan bahwa,

konsumen dalam melakukan pembelian mudah terpengaruh oleh lingkungan

atau orang lain. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh David et.al.(2008) dimensi-dimensi social influence yaitu

component informational dan component normative, ternyata keduanya

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dimensi component informational

memiliki pengaruh signifikan terhadap impulse buying. Hal tersebut tidak

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh David et.al.(2008) bahwa

component informational memiliki pengaruh signifikan tetapi berhubungan

negative dengan impulse buying. Artinya semakin tinggi component

informational maka semakin rendah impulse buying orang tersebut, begitupun

sebaliknya jika semakin rendah component informational yang seseorang

peroleh dari orang lain maka semakin tinggi impulse buying orang tersebut.

Dalam penelitian ini hasil koefisien regresi component informational

Page 96: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

80

menunjukkan signifikansi yang positif sehingga dapat dikatakan jika semakin

banyak informasi yang didapat dari orang lain maka impukse buying orang

tersebut juga meningkat, begitupun sebaliknya

Selanjutnya dimensi component normative memiliki pengaruh

signifikan terhadap impulse buying.Artinya terdapat kecenderungan bahwa

individu yang memiliki component normativetinggi maka akan dengan mudah

terpengaruh oleh dukungan orang lain. Hal ini tidak sesuaidengan penelitian

yang dilakukan olehDavid et.al (2008) bahwa component normative memiliki

hubungan signifikan yang positif terhadap impulse buying.

Component normative mencangkup kurangnya rasa percaya diri yang

mengarah pada ketergantungan orang lain untuk memutuskan apa yang

"benar" atau "terbaik." Sehingga dalam melakukan pembelian suatu barang,

seseorang cenderung akan merasa perlu untuk mendapatkan persetujuan

lingkungannya mengenai keputusan terbaik yang akan diambil oleh orang

tersebut.Hal tersebut dapat terjadi karena dalam melakukan pembelian

seseorang mudah terpengaruh oleh orang lain. Dalam penelitian ini

component normative memiliki koefisien regresi yang negatif berarti jika

seseorang yang memiliki component normative yang tinggi maka impulse

buying orang tersebutcenderungtinggi pula, begitupun sebaliknya.

Page 97: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

81

Kemudian, faktor demografis yang berpengaruh terhadap impulse buying

hanyajenis kelamin.Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

olehČinjarević (2010)menunjukkan bahwafaktor demografijenis kelamin, usia

dan status perkawinan, menghasilkanperbedaan yang signifikan

dalamkecenderunganmembeli impuls. Impulsebuyingbiasanyatampakjelas

pada perbedaan gender. Temuanyang paling banyak dilaporkanadalahbahwa

perempuancenderung melakukanpembelian dari pada pria. Temuan tersebut

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widawati (2011) bahwa

sejalan dengan sifat wanita yangmenyenangi belanja, maka dibanding sampel

laki-laki,konsumen wanita tetap memilikikecenderungan impulse buyingtinggi

yang lebihbanyak dibanding konsumen laki-laki. Sisi emosiyang cenderung

mendominasi perasaan dan pikiranwanita menjadi sumber mengapa mereka

menjadimudah tergugah oleh stimulasi dari lingkunganyang ditawarkan,

sekalipun mereka menyadaribahwa barang-barang tersebut belum

tentudibutuhkan.

Tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode

analisis yang sama, sehingga hanya diambil kesimpulan secara menyeluruh

bahwa jenis kelamin mempengaruhi impulse buying dan tidak diketahui

besarannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan peneliti karena jumlah

sampel wanita yang lebih dominan dibandingkan laki-laki sehingga tidak

Page 98: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

82

dapat dilakukan perbandingan diantara keduanya dan hal tersebut merupakan

salah satu kelemahan dalam penelitian ini.

Dimensi subjective well-being yang tidak signifikan yaitu dimensi

kognitif dan dimensi afektif.Hasil penelitian ini berarti bahwa seseorang

melakukan pembelian karena mereka merasakan kepuasan terhadap hal

tertentu dalam hidup mereka bukan karena adanya dorongan perasaan untuk

membeli barang tanpa adanya perencanaan sebelumnya atau impulse

buying.Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Diener et.al.(1997) yaitu suatu aspek afektif dan kognitif individu dimana

mereka merasakan kepuasan terhadap aspek-aspek tertentu dari kehidupan

mereka.

Selain itu dimensi self-esteem yang tidak signifikan adalah self-liking

danself-competence.Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwaself-esteem

yang berarti penilaian individu terhadap dirinya dan kurangnya kontrol

individu tersebut, tidak berpengaruh terhadap impulse buying. Karena adanya

dorongan dalam membeli suatu barang yang dilakukan oleh seseorang tidak

hanya berasal dari persetujuan dalam diri orang tersebut saja, tetapi banyak

hal lain yang dapat mendorong orang tersebut untuk melakukan pembelian.

Misalnya ketidaksungguhan responden dalam mengisi angket, hal tersebut

dapat terjadi karena tujuan utama mereka datang ke ritel untuk melakukan

pembelanjaan.Selain itu seseorang membutuhkan kenyamanan dalam

Page 99: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

83

melakukan pembelian, kenyamanan tersebut tidak hanya datang dari dalam

dirinya saja tetapi bisa juga kenyamanan dari lingkungan dimana orang

tersebut melakukan pembelian.Suasana toko yang tidak nyaman

dapatmenyebabkan seseoranguntuk lebih banyak melakukan pembelian.Hal

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmasari (2010)

bahwa element-element yang ada dalam store environtment, dapat memicu

atau menggerakkan pelanggan untuk membeli lebih banyak barang di luar

rencana mereka.Oleh sebab itu hal diatas merupakan keterbatasan dalam

penelitian ini, ketidaknyamanan suatu tempat pembelanjaan dan kurangnya

kontrol dalam berbelanja dapat memicu timbulnya impulse buying.

Kemudian faktor demografis yang tidak signifikan yaitu usia. Hal

tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehČinjarević (2010)

bahwafaktor demografijenis kelamin, usia dan status perkawinan,

menghasilkanperbedaan yang signifikan dalamkecenderunganmembeli

impuls.Hasil tes Bonferroni menunjukkanperbedaan yang signifikanstatistik

dalamkecenderunganmembeli impulsdi antarakonsumendengan usia 18dan2,

dankonsumendarisemua kelompokusia lainnya, di manakonsumen

inimenunjukkankecenderungan yang lebih tinggiterhadapimpulse

buyingdibandingkan dengankelompokusia lainnya. Temuan inimirip

dengantemuanWood(dalam Činjarević, 2010), yang menemukan hubungan

terbalik antaraperilaku pembelianimpulsifdantingkat usia.

Page 100: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

84

Hal yang patut dicatat berdasarkan adanya keunikan dari hasil

penelitian, yaitu tidak signifikannya variabel subjective well-being, self-

esteem dan faktor demografis (usia). Hal ini terjadi dikarenakan adanya

beberapa keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian. Antara lain partisipan

yang kurang serius saat mengisi skala sehingga respon menjadi tidak terpola,

atau kondisi serta situasi pada saat partisipan mengisi skala yang tidak

kondusif menyebabkan partisipan menjadi tidak konsentrasi dalam

memberikan responnya, atau dapat juga dikarenakan oleh banyaknya item dan

tidak semua item mencakup konsep yang bisa dimengerti secara jelas oleh

partisipan.

Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan IV (subjective well-

being, social influence, self-esteem dan faktor demografis) terhadap DV

(impulse buying ) hanya 11.8%. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak

variabel lain di luar penelitian ini yang ikut mempengaruhi impulse buying.

Hal demikian bisa terjadi karena dalam penelitian ini hanya diteliti empat IV

saja, sehingga variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.

5.3 Saran

Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran

praktis.Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan

pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya.Selain itu, peneliti

Page 101: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

85

juga menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan

masukan bagi pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.

5.3.1 Saran Metodologis

1. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan hanya konsumen ritel di

Jl.Otista Raya Ciputat. Oleh karena itu pada penelitian selanjutnya

disarankan untuk menggunakan sampel dari cabang ritel yang lebih luas.

2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih beragam, variabel lain

yang tidak terdapat dalam peelitian ini, seperti lingkungan fisik, atmosfir

suatu toko dan factor demografis lainnyauntuk mengetahui pengaruhnya

terhadap impulse buying. Hal ini karena lingkungan fisik suatu toko dapat

menentuskan kesenangan konsumen untuk berbelanja.

5.3.2 Saran Praktis

1. Bagi akademisi, sebaiknya diadakan seminar mengenai impulse buying

dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari, sehingga terhindar dari

impulse buying.

2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa dimensi dari social influence

signifikan mempengaruhi impulse buying. Maka disarankan seseorang

yang melakukan pembelian dapat mengendalikan dirinya agar tidak

mudah terpengaruh oleh lingkugan sosialnya seperti iklan, promosi atau

diskon.

Page 102: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

DAFTAR PUSTAKA

Adiprasetyo, P. (2011). Pengaruh personality needs terhadap kepuasan pelanggan.

Skripsi Sarjana, tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri:

Jakarta.

Antasari & Sahrah. Hubungan antara konformitas dengan perilaku membeli impulsif

pada remaja putri. Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala:

Yogyakarta.

Bearden, W.O., Netemeyer, R.G., & Teel, J.E. (1989). “Measurement of consumer

susceptibility to interpersonal influence”. Journal of Consumer Research. 15,

473-81.

Bearden, W.O., Netemeyer, R.G., & Teel, J.E. (1992). Consumer susceptibility to

interpersonal influence and atributional sensitivity. Psychology & Marketing:

ProQuest Psychology Journals. 9(2), 379.

Beatty, S.E., & Ferrel, M.E. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal

of Retailing. 72(2), 169-191.

Činjarević, M.M. (2010). Cognitive and affective aspect of impulse buying. Sarajevo

Business and Economics Review. 30, 168- 184.

Coley, A.L. (2002). Affective and cognitive processes involved in impulse buying.

Thesis S2, tidak diterbitkan. BSFCS: The University of Georgia.

Engel, F., Blackwell, Roger, Paul, Miniard. (1990). Consumer behavior.(6th. Ed). The

Dryden Press.

David, H. S. Anne, M. L and Fredric, K. (2008) Impulse buying: The role of affect,

social influence, and subjective wellbeing. Journal of Consumer Marketing.

25(1), 23–33.

Dawson. S., & Kim, M. (2009). External and internal trigger cues of impulse buying

online. International Journal. 3(1), 20-34.

Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with

life scale. Journal of Personality Assessment. 49, 71-75.

Diener, Ed, Lucas, Richard. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being : The

science of happiness and life satisfaction. dalam C.R. Snyder & SJ. Lopez

(edtr.), Handbook of Positive Psychology (hal 63-73). New York: Oxford

University Press.

Page 103: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Diener, Suh & Oishi. (1997). Recent findings on subjective well-being. Indian

Journal of Clinical Psycholog. 24 (1), 25-41.

Dincer, C. (2010). The influence of affect and cognition on impulse buying. Social

Responsibility Journal and Review of Social, Economic and Business Studies.

9(33), 153-158.

Guidon, M. (2009). Self-esteem across the lifespan issues and interventions. Taylor &

Francis Group 270 Madison Avenue New York, NY 10016.

Hoffmann, A.O.I., & Broekhuizen. T.L.J. Susceptibility to interpersonal influence in

an investment context. Department of Strategy and Innovation, Faculty of

Economics and Business. Thesis, tidak diterbitkan University of Groningen.

Kacen, J.J., & Anne, L.J. (2002). The influence of culture on consumer. Journal of

Consumer Psychology. 12(2), 163–176.

Kelman, H.C. (1958). Compliance, identification, and internalization: Three processes

of attitude change. J. Conflict Resolut. 2(1), 51–60.

Kropp, L., & Silvera. (2005). Values and collective self-esteem as predictors of

consumers susceptibility to interpersonal influence among university student.

International Marketing Review. 22(1), 7-33.

Lin, C.H., & Lin, H.M. (2005). An exploration of taiwanese adolescents impulsive

buying tendency. Academic Research Library. 40(157), 215-223.

Loudon, DL & Bitta, AJ. (1993). Consumer behavior concept and application. 4th ed.

Singapore: McGraw Hill.

Madhavaram & laverie. (2004). Exploring impulse purchasing on the Internet.

Advances in Consumer Research. 31(61), 59-66.

Minchington, J. (1993). Maxium self esteem : The handbook for reclaiming your

sense of self worth. Kuala lumpur : Golden Books Center Sdn, Bhd.

Muruganantham, G., & Shankar, B.R. (2013). A Review of impulse buying behavior.

International Journal of Marketing Studies. 5(3), 149-160.

O’Guinn, T., & Faber, R. (1989). Compulsive buying: A phenomenological

exploration. Journal of Consumer Research.16(2), 147.

Rahmasari, L. (2010). Menciptakan impulse buying. Majalah Ilmiah informatika.

1(3), 56-68.

Page 104: PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING, SOCIAL ...repository.uinjkt.ac.id/.../28816/1/RACHMAWATI-FPSI.pdfRachmawati (1110070000102) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Rook, D.W. (1987). The buying impulse. Journal of Consumer Research. 14(2), 189-

199.

Rook, D., & Hoch, S. (1985). Consuming impulses. Advances in Consumer Research,

7(1), 23-27.

Soeseno, B. (2011). Pengaruh in-store stimuli terhadap impulse buying behavior

konsumen hypermarket dijakarta. Ultima Management. 3(1), 31-52.

Stern, H. (1962). The significance of impulse buying today. Journal of Marketing.

26(2), 59-62.

Tafarodi, R.W., & Swann, W.B. Jr. (1995). Self-liking and self-competence as

dimensions of global self-esteem: initial validation of a measure. Journal of

Personality Assessment. 65(2), 322-342.

Tafarodi, R.W., & Swann, W.B. Jr. (2001). Two-dimensional self-esteem: Theory and

measurement. Personality and Individual Differences. 31, 653-73.

Zagenczyk, T.J. (2006). A social influence analysis of perceive organizational

Support). University of Pittsburgh, ProQuest, UMI Dissertations Publishing,

3224069. 1-115

Verplanken, B., & Herabadi, A.G. (2001). Individual differences in impulse buying

tendency: feeling and no thinking.” European Journal of Personality. 5(1),

571-583.

Watson, D., Clark, L.A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief

measures of positive and negative affect: The PANAS scales, Journal of

Personality and Social Psychology. 54(10), 63-70.

Widawati, L. (2011). Analisis perilaku “impulse buying” dan “locus of control” pada

Konsumen di Carrefour Bandung. 2, 125-132.

(http://www.antaranews.com/berita/264056/nielsen-pebelanja-makin-impulsif).