PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA : STUDI LINTAS NEGARA DI...
-
Upload
trixionary -
Category
Documents
-
view
90 -
download
0
description
Transcript of PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA : STUDI LINTAS NEGARA DI...
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA : STUDI LINTAS NEGARA DI ASIA
TENGGARA TAHUN 2011
Rizta Rosiva BardaniaSylvia Veronica N.P. Siregar
Universitas Indonesia
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional) dan kualitas audit terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek di Indonesia, Malaysia, dan Singapura di tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap besaran manajemen laba. Kualitas audit yang dilihat dari ukuran kantor akuntan publik juga tidak signifikan mempengaruhi praktek manajemen laba yang dilakukan suatu perusahaan.
Kata Kunci : Manajemen laba; kepemilikan keluarga; kepemilikan institusional; kualitas audit
ABSTRACTThis study investigates the effect of ownership structure (family ownership and institutional ownership) and audit quality on earnings management practice for listed companies in Indonesia, Malaysia, and Singapore stock exchange at 2011. The result of this study shows that family ownership and institutional ownership has no significant effect on the level of earnings management. Audit quality based on the size of public accountant firm also has no significant effect on the level of earnings management.
Keywords: earning management; family ownership; institutional ownership; audit quality
1. Pendahuluan
Pencapaian tujuan tertentu dalam perusahaan memberikan nilai bagi perusahaan tersebut.
Salah satu nilai tersebut adalah laba. Laba merupakan salah satu ukuran yang penting dalam
menjelaskan kemampuan ekonomis suatu perusahaan. Menurut Bernard dan Stober (1989),
kualitas laba dikatakan berkualitas tinggi apabila laba yang dilaporkan dapat digunakan oleh
para pengguna (users) untuk membuat keputusan yang terbaik dan dapat digunakan untuk
menjelaskan atau memprediksi harga dan return saham. Namun demikian, adanya
fleksibilitas prinsip akuntansi menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba agar
laba yang dilaporkan terlihat bagus, tindakan ini disebut manajemen laba. Scott (2012)
menjelaskan ada dua jenis manajemen laba, yakni manajemen laba yang efisien dan
oportunis. Manajemen laba yang efisien dilakukan untuk meningkatkan kemampuan laba
untuk mengkomunikasikan private information, yaitu informasi personal perusahaan yang
tidak dipublikasikan dan hanya bisa diakses oleh pihak yang berwenang. Sebaliknya,
manajemen laba yang oportunis dilakukan manajer untuk memaksimalkan kepentingan
pribadinya.
Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan juga dapat
menimbulkan suatu konflik yang disebut konflik keagenan dan konflik keagenan tersebut
dapat mengakibatkan timbulnya motivasi manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk
memaksimumkan kepentingan pribadinya salah satunya dengan cara memanajemenisasi laba.
Salah satu mekanisme dalam corporate governance yang dapat mempengaruhi konflik
keagenan adalah struktur kepemilikan. Arifin (2003) menemukan bahwa konflik keagenan
pada perusahaan yang struktur kepemilikannya adalah keluarga lebih sedikit karena hanya
ada sedikit konflik antara agen dan prinsipal. Sedangkan Bushee (1998) dalam Siregar dan
Utama (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai peran dalam
monitoring yang mengharuskan manajer untuk mengambil aksi yang tidak akan
membahayakan perusahaan dalam jangka panjang.
Ada kalanya angka laba manipulasi oleh manajemen lolos dan tersaji sebagai angka
laba laporan keuangan auditan. Sedangkan investor dan pihak eksternal lainnya tidak
memiliki sumber daya seperti waktu, akses, dan kemampuan untuk mengetahui apakah angka
laba dimanipulasi atau tidak atau berapa besar jumlah manipulasinya. Maka yang berperan
memberikan pengawasan terhadap perusahaan adalah auditor eksternal yang berperan
memberikan opini secara independen atas kewajaran dan kesesuaian pelaporan laporan
keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Becker, Defond, Jiambalvo, dan Subramanyam (1998) dalam Velury dan Jenkins (2006)
ditemukan bukti bahwa akrual diskresioner pada perusahaan yang diaudit oleh auditor KAP
big six lebih rendah daripada akrual diskresioner yang terdapat pada perusahaan yang diaudit
oleh KAP non-big six.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan dan ukuran
Kantor Akuntan Publik sebagai pengukuran kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen
laba yang diukur melalui akrual diskresionernya. Perbedaan penelitian ini dengan Siregar dan
Utama (2008) adalah tidak memasukkan proporsi komisaris independen dan keberadaan
komite audit, karena pada periode penelitian ini aturan mengenai komisaris independen dan
komite audit telah ditetapkan oleh pihak regulator dan diwajibkan untuk diterapkan pada
setiap perusahaan publik. Perbedaan lainnya terdapat pada pemilihan negara sebagai sampel
penelitian, yang memilih untuk melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan
manufaktur di tiga negara berbeda di Asia yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Perbedaan juga terletak pada model akrual diskresioner yang digunakan, pada penelitian
sebelumnya Siregar dan Utama (2008) menggunakan model Kasznik (1999), sedangkan
peneliti memilih menggunakan tiga model pengukuran manajemen laba akrual yaitu model
Jones (1991), Dechow et al. (1995), dan model Kothari et al. (2005). Selanjutnya penelitian
ini tidak memasukkan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel utama penelitian, namun
dijadikan sebagai variabel kontrol. Namun, penelitian ini tidak menemukan bukti adanya
pengaruh antara struktur kepemilikan dan kualitas audit terhadap manajemen laba.
2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Konflik keagenan adalah konflik yang timbul sebagai akibat keinginan manajemen
(agen) untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingannya yang dapat
mengorbankan kepentingan pemegang saham (prinsipal) untuk memperoleh return dan nilai
jangka panjang perusahaan (Alijoyo & Zaini, 2004) Hal ini dapat mendorong manajemen
untuk melakukan manajemen laba oportunis.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Rebecca (2012) menyatakan bahwa struktur
kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan
pemegang saham. Berle dan Means (1932) membagi tipe kepemilikan perusahaan menjadi
dua yaitu perusahaan yang dikontrol oleh pemilik dan perusahaan yang dikontrol oleh
manajemen. Salah satu bentuk struktur kepemilikan adalah kepemilikan keluarga. Struktur
kepemilikan yang mayoritas digunakan di negara Asia yaitu kepemilikan keluarga. Menurut
La Porta et al. (1998) dalam Arifin (2003), kepemilikan keluarga merupakan kepemilikan
dari individu dan kepemilikan dari perusahaan tertutup (di atas 5%), yang bukan perusahaan
publik, negara, ataupun institusi keuangan. Arifin (2003) berpendapat bahwa perusahaan
yang dikendalikan oleh keluarga memiliki konflik keagenan yang rendah. Hal ini dikarenakan
rendahnya konflik kepentingan antara principal dan agent pada perusahaan yang
dikendalikan keluarga dibandingkan perusahaan lainnya. Jiraporn & Dadalt (2007) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa manajemen laba memang terjadi pada tingkat lebih rendah
di perusahan dengan kepemilikan keluarga dibandingkan dengan perusahaan non-keluarga.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghabdian et al. (2012) yang
membandingkan tingkat manajemen laba pada perusahaan keluarga dan non-keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
Bentuk struktur kepemilikan lainnya yaitu kepemilikan institusional. Juniarti dan
Sentosa (2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham
perusahaan yang dimiliki oleh investor institusional, seperti pemerintah, perusahaan investasi,
bank, perusahaan asuransi, institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya.
Brickley et al. (1988) dalam Azharia (2007) mencoba mengklasifikasikan investor
institusional ke dalam tiga jenis, yaitu pertama pressure-resistant yaitu investor yang
cenderung tidak mempunyai hubungan dengan perusahaan dimana mereka menginvestasikan
dananya dan mempunyai pengaruh yang lebih kuat dalam mempengaruhi pemilihan strategi
di dalam perusahaan. Contohnya seperti dana pensiun dan reksa dana. Jenis yang kedua yaitu
pressure-sensitive, seperti bank dan asuransi. Investor institusional jenis ini memiliki
hubungan dengan perusahaan dimana mereka menginvestasikan dananya dan cenderung lebih
pasif dibandingkan investor institusional jenis pressure-resistant karena investor institusional
jenis ini berkewajiban untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan yang diambil oleh
manajemen. Jenis yang ketiga yaitu pressure-indeterminate. Investor jenis ini yaitu dana
pensiun perusahaan yang mengelola dana pensiun khusus untuk para pegawai yang bekerja di
perusahaan tersebut. Hubungan antara perusahaan dengan dana pensiun perusahaan terjalin
dengan baik dan dana pensiun perusahaan biasanya tidak aktif berperan dalam menggunakan
haknya untuk menentang segala keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan.
Monks dan Minow (1995) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki
peluang, sumber daya, dan kemampuan untuk mengawasi, mendisiplinkan dan
mempengaruhi manajer di perusahaan. Shiller dan Pound (1989) dalam Shuhaela (2008)
menyatakan bahwa investor institusional menghabiskan waktu lebih banyak untuk melakukan
analisis dan memiliki akses dan informasi yang perolehannya terlalu mahal untuk dimiliki
oleh investor lain. Dikarenakan telah menghabiskan banyak waktu dan uang untuk
mendapatkan informasi, maka investor institusional akan melakukan monitoring secara
efektif dan juga tidak mudah dikelabui oleh manajemen. Balsam et al. (2002) dalam Velury
dan Jenkins (2006) menyimpulkan bahwa investor institusional mempunyai akses untuk
informasi yang lebih relevan dan tepat waktu, mereka juga dapat mengidentifikasi
manajemen laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor non-institusional.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
De Angelo (1981) dalam Jauhari (2011) mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas nilaian-pasar bahwa laporan keuangan mengandung kekeliruan material dan
auditor akan menemukan dan melaporkan kekeliruan material tersebut. Menurut De Angelo
(1981) dalam Jauhari (2011), audit yang berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh
orang yang kompeten dan orang yang independen. Pada saat ini ukuran auditor sering
dianggap mempresentasikan independensi dan kompetensi dari seorang auditor dan hal itu
direpresentasikan oleh KAP “big four” atau leading KAP. Krishnan (2002) dalam Jauhari
(2011) menyatakan bahwa leading KAP dipersepsikan oleh investor sebagai KAP yang
mempunyai kualitas yang lebih tinggi yang memiliki karakteristik yang dihubungkan dengan
kualitas seperti pelatihan yang terspesialisasi dan peer review, memiliki sumber daya yang
berlebih untuk pelatihan staf, berinvestasi kepada teknologi informasi dan mengembangkan
teknik-teknik untuk mendeteksi praktek manajemen laba.
Dalam penelitiannya Balsam et al. (2003) dalam Francis (2004) mendukung bahwa
kualitas audit dapat mengurangi manajemen laba sehingga meningkatkan kualitas laba yang
dilaporkan perusahaan. Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Piot dan Janin (2005) yang
menggunakan ukuran KAP big four dan non big four dalam mengukur kualitas audit lalu
menguji pengaruh dari kualitas audit terhadap manajemen laba di negara Perancis. Menurut
Zhou dan Elder (2004), kualitas audit dapat diukur dari ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)
dan spesialisasi industri oleh auditor. Becker et al. (1998) dalam Velury dan Jenkins (2006)
serta Francis et al. (1999) dalam Susanto (2012) menemukan bahwa manajemen laba pada
perusahaan yang diaudit oleh KAP big six lebih kecil daripada manajemen laba pada
perusahaan yang diaudit oleh KAP non-big six. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis
yang diajukan adalah:
H3 : Tingkat manajemen laba pada perusahaan yang diaudit oleh KAP big four
lebih rendah dibandingkan perusahaan yang diaudit oleh KAP non-big four
3. Metode Penelitian
3.1 Model Penelitian
Berikut adalah model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:
ABSDACi = β0 + β1FAM_OWNi + β2INST_OWNi + β3BIG4i + β4SIZEi + β5AGEi
+ β6GRWTi + β7LEVi + β8DMali + β9DSingi + ℮i
ABSDACi = Absolut akrual diskresioner
FAM_OWNi = Jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga
INST_OWNi = Jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional
BIG4i = Ukuran KAP yang merupakan variabel dummy, jika perusahaan
diaudit oleh KAP big four akan diberi nilai 1 sedangkan jika diaudit
KAP non big four akan diberi nilai 0
SIZEi = Ukuran perusahaan dengan logaritma total aset
AGEi = Umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri
GRWTi = Pertumbuhan penjualan
LEVi = Rasio total utang terhadap total aset
DMali = Variabel dummy negara, nilai 1 untuk perusahaan Malaysia dan nilai
0 untuk perusahaan negara selain Malaysia
DSingi = Variabel dummy negara, nilai 1 untuk perusahaan Singapura dan
nilai 0 untuk perusahaan negara selain Singapura
3.2 Operasionalisasi Variabel
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang
menggunakan proksi akrual diskresioner. Pada penelitian ini, akrual diskresioner diperoleh
dengan menggunakan model Jones (1991), Dechow et al. (1995) dalam Siregar dan Utama
(2008) dan Kothari et al. (2005) dalam Susanto (2012).
1. Model Jones (1991)
2. Model Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995)
3. Model Kothari et al. (2005):
Keterangan:
Tait = Total akrual perusahaan i pada tahun t diperoleh dari selisih antara
laba bersih sebelum pos luar biasa dan arus kas dari aktivitas
operasional
ΔREVit = Selisih pendapatan perusahaan i pada tahun t dengan t-1
ΔRECit = Selisih piutang perusahaan i tahun t dengan tahun t-1
PPEit = Aset tetap bruto perusahaan i tahun t
TAit = α0 + α1(ΔREVit - ΔRECit) + α2PPEit + α3ROAit + еit
TAit = α0 + α1ΔREVit + α2PPEit + еit
TAit = α0 + α1(ΔREVit - ΔRECit) + α2PPEit + еit
ROAit = Laba bersih dibagi dengan total aset
Akrual nondiskresioner adalah nilai yang didapatkan dari model diatas dan akrual
diskresional merupakan residualnya. Untuk mendapatkan nilai akrual diskresioner maka data
diolah secara cross section untuk semua perusahaan yang tergolong di industri manufaktur.
3.2.2 Variabel Independen
a. Kepemilikan keluarga
Penelitian ini menggunakan prosentase kepemilikan saham oleh pemegang saham
yang termasuk di dalam definisi kepemilikan keluarga yang dinyatakan oleh La Porta et al.
(1999) dan Claessens et al. (2000) dalam Rebecca (2012) yaitu keseluruhan individu dan
perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan 5% keatas wajib dicatat), kecuali
perusahaan publik, negara, institusi keuangan (seperti lembaga investasi, reksadana, asuransi,
dana pensiun, bank, koperasi) dan publik (individu yang kepemilikannya tidak wajib
tercatat).
FAM_OWNi = Jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga
b. Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh
investor institusional, seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, institusi luar
negeri, dana perwalian serta institusi keuangan lainnya (Juniarti dan Sentosa, 2009).
Penelitian ini menggunakan persentase kepemilikan saham oleh investor institusional.
INST_OWNi = Jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional
c. Kualitas audit
Ukuran KAP disini menggunakan variabel dummy, jika perusahaan sampel diaudit
oleh KAP big four diberi nilai 1, sedangkan jika diaudit oleh KAP non-big four diberi nilai 0.
3.2.3 Variabel Kontrol
a. Ukuran Perusahaan
Diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan seperti
pengukuran size dalam penelitian Liu dan Peng (2006). Sejalan dengan political cost
hypothesis, yaitu semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan
tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Dengan demikian, ukuran
perusahaan diduga berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
b. Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan perusahaan diukur dengan selisih antara pendapatan tahun ini
dengan pendapatan tahun sebelumnya yang kemudian dibagi oleh pendapatan tahun
sebelumnya. Salah satu indikator dalam menilai kinerja manajemen adalah pertumbuhan
penjualan. Hal ini menyebabkan manajer terdorong untuk melakukan manajemen laba agar
pertumbuhan penjualan perusahaan terus meningkat dan kondisi ini menyebabkan
pertumbuhan penjualan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besaran akrual
diskresioner. Pertumbuhan penjualan diduga berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
c. Usia Perusahaan
Semakin lama perusahaan beroperasi, maka semakin kecil kemungkinan adanya
akrual diskresioner karena perusahaan yang telah berdiri lama memungkinkan perusahaan
berada dalam keadaan operasi dan kinerja keuangan yang kokoh. Ukuran usia perusahaan
pada penelitian ini dilihat dari tahun perusahaan pertama kali berdiri. Usia perusahaan diduga
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
d. Leverage
Karena perusahaan yang memiliki perjanjian utang tertentu dengan kreditur akan
cenderung mendorong manajer untuk meningkatkan laba saat ini agar dapat dilaporkan di
laporan keuangan sehingga perusahaan tidak terlihat melanggar perjanjian utang yang akan
membawa dampak negatif pada perusahaan. Dengan demikian perusahaan yang memiliki
tingkat utang yang tinggi akan menggunakan akrual diskresioner yang tinggi pula untuk
memenuhi covenant ratio yang ditetapkan oleh kreditur. Leverage diukur dengan rasio
jumlah total utang (interest bearing debt) terhadap total aset. Leverage diduga berpengaruh
positif terhadap manajemen laba.
3.3 Pemilihan Sampel
Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Indonesia, Malaysia, dan Singapura menurut datastream. Pemilihan jenis industri hanya satu
saja yaitu manufaktur dan periode penelitian hanya satu tahun. Adapun kriteria sampel adalah
pertama yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah go public atau terdaftar di
bursa efek negaranya masing-masing selama periode 1 Januari 2010 sampai 31 Desember
2011. Kedua yaitu, perusahaan menerbitkan laporan tahunan secara lengkap pada tahun 2010
dan 2011 dan ketiga yaitu, memiliki data keuangan secara lengkap dari tahun 2010 hingga
2011. Berdasarkan kriteria tersebut, maka terdapat 285 perusahaan sampel untuk penelitian.
Setelah dikurangi outliers sebanyak 18 perusahaan, maka tersisa 267 perusahaan sampel.
Tabel 1 Prosedur Pemilihan Sampel
Keterangan Jumlah PerusahaanPopulasi perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia menurut datastream 97(-) Perusahaan yang tidak dapat diakses (0)(-) Perusahaan yang datanya tidak lengkap (1)
Sampel yang dapat digunakan: 96Populasi perusahaan manufaktur di Bursa Efek Malaysia menurut datastream 106(-) Perusahaan yang tidak dapat diakses (0)(-) Perusahaan yang datanya tidak lengkap (5)
Sampel yang dapat digunakan: 101Populasi perusahaan manufaktur di Bursa Efek Singapura menurut datastream 115(-) Perusahaan yang tidak dapat diakses (26)(-) Perusahaan yang datanya tidak lengkap (1)
Sampel yang dapat digunakan: 88
Total jumlah perusahaan sampel 285(-) Outliers (18)
Total jumlah perusahaan sampel 267
4. Analisis Hasil Penelitian
Tabel 2 menyajikan hasil statistik deskriptif untuk 267 perusahaan pada model
penelitian.
Pada Tabel 2 didapatkan nilai rata-rata berkisar antara 0,050116 hingga 0,057006
yang menunjukkan bahwa besaran praktek manajemen laba di negara-negara perusahaan
sampel yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura relatif kecil. Standar deviasi untuk absolut
akrual diskresioner lebih kecil daripada nilai rata-rata akrual diskresioner. Hal ini berarti
bahwa besaran akrual diskresioner antara satu perusahaan dengan lainnya tidak terlalu
bervariasi.
Tabel 2 Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maksimum Rerata Simpangan BakuDAC1 267 0.000100 0.205800 0.050116 0.045117
DAC2 267 0.000010 0.237400 0.057006 0.048659
DAC3 267 0.000180 0.213440 0.055537 0.045706
FAM_OWN 267 0.0000 0.9956 0.5448 0.2554
INST_OWN 267 0.0000 0.9914 0.1777 0.2633
BIG4 267 0.0000 1.0000 0.4607 0.4994
SIZE (Rp jt) 267 75,351.89 57,305,559.96 3,069,977.92 7,099,680.82
AGE 267 3 95 26 16
GRWT 267 -0.6678 1.2882 0.1099 0.2408
LEV 267 0.0002 0.8851 0.1995 0.1735
DMAL 267 0.0000 1.0000 0.3670 0.4829
DSING 267 0.0000 1.0000 0.3109 0.4637
DAC1 = akrual diskresioner (Model Jones), DAC2 = akrual diskresioner (Model Dechow et al.), DAC3 = akrual diskresioner (Model Kothari), FAM_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga, INST_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional, BIG4 = variabel dummy untuk kualitas audit, 1 jika diaudit oleh KAP big four dan 0 jika tidak, SIZE = ukuran perusahaan (total aset), AGE = umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri, GRWT = pertumbuhan penjualan, LEV = rasio total utangterhadap total aset, DMAL = variabel dummy untuk negara, 1 jika perusahaan dari negara Malaysia dan 0 jika tidak, DSING = variabel dummy untuk negara, 1 jika perusahaan dari negara Singapura dan 0 jika tidak.
Nilai FAM_OWN berkisar antara 0% hingga 99,56% dengan rata-rata 54,48%. Hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata struktur kepemilikan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura
memiliki bentuk kepemilikan keluarga. Standar deviasi untuk FAM_OWN adalah sebesar
25,54%, ini berarti tingkat kepemilikan keluarga cukup bervariasi antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya.
Nilai INST_OWN berkisar antara 0% hingga 99,14% dengan rata-rata 17,77%. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak banyak perusahaan yang menggunakan struktur kepemilikan
institusional. Standar deviasi untuk INST_OWN adalah sebesar 26,33%, hal ini berarti bahwa
tingkat kepemilikan institusional cukup bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya.
Proporsi nilai 1 untuk BIG4 adalah 46% dan proporsi nilai 0 untuk BIG4 adalah 54%,
ini berarti bahwa sebagian besar perusahaan diaudit oleh KAP non big four. Selanjutnya,
proporsi nilai 1 untuk DMAL adalah 37%, yang berarti 37% dari total 267 perusahaan sampel
adalah perusahaan yang berasal dari negara Malaysia. Proporsi nilai 1 untuk DSING adalah
31%, yang berarti 31% dari total 267 perusahaan sampel adalah perusahaan yang berasal dari
negara Singapura, dan sisanya sebesar 32% dari total 267 perusahaan sampel adalah
perusahaan yang berasal dari negara Indonesia.
Tabel 3 Statistik Deskriptif Indonesia
Variabel N Minimum Maksimum Rerata Simpangan BakuDAC1 86 0.00327 0.19387 0.06527 0.04917
DAC2 86 0.00280 0.19891 0.06578 0.04953
DAC3 86 0.00296 0.21344 0.06885 0.04913
FAM_OWN 86 0.00000 0.98700 0.47477 0.29710
INST_OWN 86 0.00000 0.99140 0.26203 0.34210
BIG4 86 0.00000 1.00000 0.24419 0.43212
SIZE (Rp. jt) 86 87,419.11 57,305,559.96 4,575,130.12 10,061,601.99
AGE 86 3 95 35 14
GRWT 86 -0.66779 0.72398 0.17681 0.18723
LEV 86 0.00016 0.71194 0.23704 0.19188
DAC1 = akrual diskresioner (Model Jones), DAC2 = akrual diskresioner (Model Dechow et al.), DAC3 = akrual diskresioner (Model Kothari), FAM_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga, INST_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional, BIG4 = variabel dummy untuk kualitas audit, 1 jika diaudit oleh KAP big four dan 0 jika tidak, SIZE = ukuran perusahaan(total aset), AGE = umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri, GRWT = pertumbuhan penjualan, LEV = rasio total utangterhadap total aset
Tabel 4 Statistik Deskriptif Malaysia
Variabel N Minimum Maksimum Rerata Simpangan BakuDAC1 98 0.00010 0.13769 0.02788 0.02636
DAC2 98 0.00001 0.21376 0.04424 0.04283
DAC3 98 0.00018 0.20227 0.04233 0.04155
FAM_OWN 98 0.00610 0.95000 0.55987 0.23501
INST_OWN 98 0.00000 0.83780 0.17045 0.22286
BIG4 98 0.00000 1.00000 0.58163 0.49583
SIZE (Rp. jt) 98 75,351.89 11,589,086.59 1,344,773.74 2,157,769.07
AGE 98 4 92 26 17
GRWT 98 -0.59742 1.17366 0.06561 0.23734
LEV 98 0.00035 0.64139 0.18118 0.16132
DAC1 = akrual diskresioner (Model Jones), DAC2 = akrual diskresioner (Model Dechow et al.), DAC3 = akrual diskresioner (Model Kothari), FAM_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga, INST_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional, BIG4 = variabel dummy untuk kualitas audit, 1 jika diaudit oleh KAP big four dan 0 jika tidak, SIZE = ukuran perusahaan (total aset), AGE = umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri, GRWT = pertumbuhan penjualan, LEV = rasio total utangterhadap total aset
Berdasarkan tabel 3, tabel 4 dan tabel 5, nilai absolut akrual diskresioner tertinggi
didapatkan pada perusahaan di negara Singapura sedangkan nilai absolut akrual diskresioner
terendah ada pada perusahaan di negara Malaysia. Rerata absolut akrual diskresioner paling
tinggi terdapat di Indonesia yang berarti negara yang rata-rata perusahaaannya melakukan
praktek manajemen laba dengan besaran yang lebih tinggi yaitu Indonesia dibandingkan
Malaysia dan Singapura. Simpangan baku untuk absolut akrual diskresioner di Malaysia lebih
kecil daripada Indonesia dan Singapura. Hal ini berarti bahwa besaran akrual diskresioner di
perusahaan-perusahaan di negara Malaysia tidak terlalu bervariasi dibandingkan di negara
Indonesia dan Singapura.
Tabel 5 Statistik Deskriptif Singapura
Variabel N Minimum Maksimum Rerata Simpangan BakuDAC1 83 0.00177 0.20580 0.06067 0.04827
DAC2 83 0.00034 0.23740 0.06298 0.05153
DAC3 83 0.00058 0.17886 0.05733 0.04284
FAM_OWN 83 0.00170 0.99560 0.59954 0.21508
INST_OWN 83 0.00000 0.75390 0.09881 0.17584
BIG4 83 0.00000 1.00000 0.54217 0.50125
SIZE 83 158,213.57 51,785,965.67 3,547,410.69 6,848,311.74
AGE 83 4 57 16 12
GRWT 83 -0.36921 1.28819 0.09274 0.27902
LEV 83 0.00025 0.88510 0.18233 0.16297
DAC1 = akrual diskresioner (Model Jones), DAC2 = akrual diskresioner (Model Dechow et al.), DAC3 = akrual diskresioner (Model Kothari), FAM_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga, INST_OWN = jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional, BIG4 = variabel dummy untuk kualitas audit, 1 jika diaudit oleh KAP big four dan 0 jika tidak, SIZE = ukuran perusahaan(total aset), AGE = umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri, GRWT = pertumbuhan penjualan, LEV = rasio total utangterhadap total aset
Persentase kepemilikan keluarga tertinggi ada pada perusahaan di Singapura.
Sedangkan kepemilikan keluarga terendah yaitu perusahaan di Indonesia. Rata-rata
kepemilikan keluarga di ketiga negara berkisar antara 47% hingga 60%. Hal ini
menggambarkan bahwa mayoritas perusahaan di negara Indonesia, Malaysia dan Singapura
menganut struktur kepemilikan keluarga. Simpangan baku untuk FAM_OWN antara ketiga
negara tidak jauh berbeda. Simpangan baku terbesar yaitu pada negara Indonesia. Hal ini
berarti tingkat kepemilikan keluarga di Indonesia cukup bervariasi antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya.
Kepemilikan institusional di ketiga negara tersebut berkisar antara 9% hingga 26%.
Hal ini berarti tidak banyak perusahaan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang
menganut struktur kepemilikan institusional karena rata-rata tingkat kepemilikan institusional
bahkan belum mencapai 50%. Simpangan baku terendah terdapat pada negara Singapura dan
simpangan baku tertinggi terdapat pada negara Indonesia yang berarti bahwa tingkat
kepemilikan institusional di Singapura tidak terlalu bervariasi antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya, sedangkan tingkat kepemilikan institusional di Indonesia cukup
bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Berikut tabel hasil uji regresi pada model penelitian:
Tabel 6 Ringkasan Hasil Uji Regresi Model dengan Variabel Dependen DAC1
Variabel Dependen
Variabel Independen Estimasi Koefisien t-statistik Prob.
DAC1
C 0.158 2.515
FAM_OWN H1: - -0.025 -1.324 0.093***
INST_OWN H2: - -0.023 -1.210 0.114
BIG4 H3: + -0.003 -0.595 0.276
SIZE + 0.001 -1.415 0.079***
AGE - 0.000 0.443 0.329
GRWT + 0.006 0.582 0.280
LEV + 0.041 2.690 0.004*
DMAL -0.034 -4.870 0.000*
DSING -0.001 0.101 0.460
R-squared 0.184
Adj. R-squared 0.156
F-statistik 6.459
Prob(F-statistik) 0.000
Keterangan
DAC1 : Akrual diskresioner (menggunakan model Jones)
FAM_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga
INST_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional
BIG4 : Dummy ukuran KAP, "1" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan "0" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four
SIZE : Ukuran perusahaan dengan logaritma total aset
AGE : Umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri
GRWT : Pertumbuhan penjualan
LEV : Rasio total utang terhadap total aset
DMAL : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Malaysia, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Malaysia
DSING : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Singapura, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Singapura
*) = signifikan pada α 1%, **) = signifikan pada α 5%, ***) = signifikan pada α 10%
Tabel 7 Ringkasan Hasil Uji Regresi Model dengan Variabel Dependen DAC2
Variabel Dependen
Variabel Independen Estimasi Koefisien t-statistik Prob.
DAC2
C 0.188 2.619
FAM_OWN H1: - -0.027 -1.259 0.104
INST_OWN H2: - -0.021 -0.972 0.166
BIG4 H3: + -0.004 -0.548 0.292
SIZE + -0.004 -1.659 0.049**
AGE - 0.000 0.327 0.372
GRWT + 0.013 1.029 0.152
LEV + 0.041 2.379 0.009*
DMAL -0.018 -2.243 0.013**
DSING 0.004 0.419 0.338
R-squared 0.082
Adj. R-squared 0.050
F-statistik 2.561
Prob(F-statistik) 0.008
Keterangan
DAC2 : Akrual diskresioner (menggunakan model Modified Jones)
FAM_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga
INST_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional
BIG4 : Dummy ukuran KAP, "1" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan "0" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four
SIZE : Ukuran perusahaan dengan logaritma total aset
AGE : Umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri
GRWT : Pertumbuhan penjualan
LEV : Rasio total utang terhadap total aset
DMAL : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Malaysia, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Malaysia
DSING : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Singapura, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Singapura
*) = signifikan pada α 1%, **) = signifikan pada α 5%, ***) = signifikan pada α 10%
Tabel 8 Ringkasan Hasil Uji Regresi Model dengan Variabel Dependen DAC3
Variabel Dependen
Variabel Independen Estimasi Koefisien t-statistik Prob .
DAC3
C 0.155 2.304
FAM_OWN H1: - -0.024 -1.220 0.112
INST_OWN H2: - -0.025 -1.241 0.108
BIG4 H3: + 0.001 0.150 0.440
SIZE + -0.003 -1.119 0.132
AGE - -0.000 -0.261 0.397
GRWT + 0.025 2.168 0.015**
LEV + 0.014 0.851 0.197
DMAL -0.025 -3.364 0.000*
DSING -0.010 -1.194 0.117
R-squared 0.089
Adj. R-squared 0.057
F-statistik 2.784
Prob(F-statistik) 0.004
Keterangan
DAC2 : Akrual diskresioner (menggunakan model Kothari)
FAM_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh keluarga
INST_OWN : Jumlah persentase kepemilikan saham oleh institusional
BIG4 : Dummy ukuran KAP, "1" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan "0" untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four
SIZE : Ukuran perusahaan dengan logaritma total aset
AGE : Umur perusahaan dihitung dari tahun pertama berdiri
GRWT : Pertumbuhan penjualan
LEV : Rasio total utang terhadap total aset
DMAL : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Malaysia, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Malaysia
DSING : Dummy negara, "1" untuk perusahaan dari negara Singapura, dan "0" untuk perusahaan dari negara selain Singapura
*) = signifikan pada α 1%, **) = signifikan pada α 5%, ***) = signifikan pada α 10%
Berdasarkan hasil uji regresi dengan menggunakan variabel dependen DAC1, variabel
FAM_OWN memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Pada uji
regresi dengan menggunakan variabel dependen DAC2 dan DAC 3, variabel FAM_OWN
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, hipotesis
pertama cenderung ditolak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Peivy (2009). Hal ini kemungkinan bisa disebabkan oleh manajer yang merangkap sebagai
pemilik belum memiliki kompetensi yang memadai. Dalam Peivi (2009) juga dinyatakan
bahwa menurut Villalonga (2004), kepemilikan keluarga hanya akan berdampak signifikan
pada penciptaan nilai perusahaan yang akhirnya mengurangi manajemen laba jika pendiri
perusahaan berperan sebagai CEO dari perusahaan keluarga atau sebagai Chairman.
Kemungkinan lain yang menyebabkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa kepemilikan
keluarga tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba adalah karena posisi keluarga
sebagai weak shareholders karena mungkin saja saham dipegang oleh banyak anggota
keluarga, namun proporsi dari setiap pemegang saham tersebut relatif kecil. Penjelasan lain
dari temuan tersebut mungkin saja dikarenakan keterbatasan dalam pengukuran persentase
kepemilikan keluarga yang ditentukan hanya berdasarkan definisi kepemilikan keluarga dan
cara pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini mungkin kurang akurat.
Kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen
laba (hipotesis 2 ditolak). Pada bagian statistik deskriptif, rata-rata dari kepemilikan
institusional sangat kecil. Hal ini bisa menjadi penyebab investor institusional tidak dapat
melakukan pengawasan yang efektif atas manajemen, termasuk manajemen laba yang
dilakukan manajemen. Kemungkinan lainnya yaitu mungkin saja dikarenakan kepemilikan
institusional memiliki tipe yang berbeda, yaitu pressure-sensitive investor dan pressure-
insensitive investor (Rahmadiyani, 2012) sehingga menyebabkan hasil yang tidak signifikan.
Adanya investor yang berhubungan dengan kepemerintahan juga mungkin menyebabkan
hasil yang tidak signifikan karena investor yang berhubungan dengan kepemerintahan seperti
ini tidak berperan dalam pengawasan aktif perusahaan, setidaknya pada periode studi ini.
Kualitas audit yang diukur dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP big four dan
KAP non-big four) juga dibuktikan tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba
(hipotesis 3 ditolak). Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan
Utama (2008). Ini menunjukkan bahwa kualitas audit big four dan non big four bisa jadi tidak
berbeda (Siregar dan Utama, 2008). Faktor lainnya mungkin saja dikarenakan ukuran KAP
bisa jadi kurang bagus untuk dijadikan sebagai pengukur kualitas audit. Selain itu, praktek
manajemen laba hanya memanfaatkan fleksibilitas dari standar akuntansi yang tidak
menyimpang dari standar yang berlaku, sehingga auditor eksternal tidak bisa secara langsung
mempengaruhi kecenderungan praktek manajemen laba dalam perusahaan.
Variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZE) cenderung tidak berpengaruh terhadap
tingkat manajemen laba. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010).
Umur perusahaan (AGE) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini
kemungkinan karena umur dihitung dari tahun pertama perusahaan berdiri, bukan dari tahun
perusahaan terdaftar sebagai perusahaan publik di Bursa Efek, sedangkan motivasi besar
untuk melakukan manajemen laba adalah ketika perusahaan ingin go public sehingga variabel
umur menjadi tidak berpengaruh. Variabel pertumbuhan perusahaan cenderung tidak
memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini mungkin disebabkan karena
pertumbuhan penjualan bukan merupakan indikator bahwa perusahaan tersebut memiliki
kualitas laba yang baik, karena pengukuran pertumbuhan perusahaan hanya dilihat dari
tingkat penjualan. Variabel struktur utang cenderung memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sesuai dengan salah satu dari hipotesis teori
akuntansi positif, yaitu hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypothesis).
Untuk menguji sensitivitas dilakukan analisis per negara, tetapi pada uji regresi, hasil
uji F tidak signifikan yang mungkin disebabkan karena jumlah sampel per negara yang tidak
terlalu besar. Oleh karena itu maka tidak dilakukan analisis lebih lanjut.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Struktur kepemilikan keluarga cenderung tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
tingkat manajemen laba. Struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
tingkat manajemen laba. Hasil ini mengindikasikan perbedaan dalam struktur kepemilikan
tidak memiliki pengaruh terhadap praktek manajemen laba. Kualitas audit yang dilihat dari
ukuran kantor akuntan publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
praktek manajemen laba. Hasil ini mengindikasikan ukuran KAP big four mungkin bukan
proksi yang bagus untuk mengukur kualitas audit di negara yang juga mempunyai KAP
second tier yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan KAP big four.
5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Berikutnya
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, periode penelitian
masih terlalu singkat yaitu 1 tahun, padahal untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat,
penelitian sebaiknya meneliti lebih dari 1 tahun. Penelitian berikutnya dapat memperpanjang
periode penelitian.
Kedua, sampel yang digunakan kurang banyak, hanya berdasarkan satu jenis industri
saja dan hanya berasal dari tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura sehingga
penelitian ini belum cukup mewakili Asia Tenggara. Penelitian berikutnya dapat meneliti
perusahaan dari semua jenis industri dan menambah jumlah negara sehingga lebih mewakili
Asia Tenggara.
Ketiga, pengukuran manajemen laba hanya diukur dari akrual diskresionernya saja,
padahal ada beberapa alternatif untuk mendeteksi manajemen laba seperti ERC (Earnings
Response Coefficients) dan volatility of earnings. Model pengukuran yang digunakan dalam
mengukur akrual diskresioner juga bukan model terbaru. Penelitian berikutnya dapat
menggunakan model pengukuran akrual diskresioner yang lebih terbaru.
Keempat, pengukuran kualitas audit masih belum komprehensif karena penilaian
hanya dari ukuran KAP. Padahal kualitas audit tidak bisa hanya diukur dari ukuran kantor
akuntan publik tanpa memperhatikan aspek lainnya. Penelitian berikutnya dapat mengukur
kualitas audit dari spesialisasi industri dan audit tenure.
Kelima, komponen corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini hanya
terbatas dari auditor eksternal dan struktur kepemilikan saja. Sedangkan, selain mekanisme
eksternal juga terdapat mekanisme internal yang terdapat pada auditor internal. Penelitian
berikutnya dapat menambahkan ukuran efektivitas audit internal dengan menyebarkan
kuesioner kepada perusahaan.
Daftar Referensi
Alijoyo, Antonius & Subarto Zaini. (2004). Komisaris Independen, Penggerak Praktik GCG di Perusahaan. PT Indeks kelompok Gramedia. Jakarta.
Arifin, Z. (2003). Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga : Bukti dari Perusahaan Publik di Indonesia. Disertasi: Universitas Indonesia.
Azharia, Adania. (2007). Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Penjualan Perusahaan, dan Umur Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Berle, A.A., & G.C. Means. (1932). The modern corporation and private property, New York.
Bernard, V., & T. Stober. (1989). The nature and amount of information reflected in cash flows and accruals. The Accounting Review, 64, 624-952.
Francis, Jere. R. (2004). What do we know about audit quality? The British Accounting Review, 36, 345-368.
Ghabdian, B., Attaran, N., & Froutan, O. (2012). Ownership structure and earnings management: Evidence from Iran. International Journal of Business and Management, Vol. 7, No. 15, 88-97.
Jauhari, Arief. (2011). Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba dan Manajemen Pajak. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Jiraporn, P. & Dadalt, P. (2007). Does founding family control affect earnings management? An empirical note. Working paper, SSRN abstract_id=1017856.
Juniarti dan AA. Sentosa. (2009). Pengaruh good corporate governance voluntary disclosureterhadap biaya utang (cost of debt). Jurnal Akuntansi Keuangan, Vol. 11, No. 2, November, 88-100.
Liu, L.Y. & Peng, E.Y. (2006). Institutional ownership composition and accruals quality. Working paper, SSRN abstract_id=929582.
Monks, R.A.G. & Minow, N. (1995). Corporate Governance. New York: Blackwell Publishers.
Peivy. (2008). Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Biaya Hutang pada Perusahaan Non Keuangan di Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Piot, C & R. Janin. (2005). Audit quality and earnings management in France. Working paper.
Rahmadiyani, Ni’mah. (2012). Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost dengan Aktivitas Pengawasan Dewan Komisaris sebagai Pemoderasi. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Rebecca, Yulisa. (2012). Pengaruh Corporate Governance Index, Kepemilikan Keluarga, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Ekuitas dan Biaya Utang: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sari, Nur Astri. (2010). Pengaruh Struktur Kepemilikan, Struktur Hutang, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Besaran dan Jenis Manajemen Laba. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Scott, R. William. (2012). Financial Accounting Theory. 6th Edition.Shuhaela. (2008). Pengaruh Kepemilikan Investor Institusional terhadap Praktik Manajemen
Laba. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.Siregar, Sylvia Veronica., dan Sidharta Utama. (2008). Type of earnings management and the
effect of ownership structure, firm size, and corporate- governance practices: Evidence from Indonesia. The International Journal of Accounting, 43, 1-27.
Susanto, Siswardika. (2012). Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Biaya Ekuitas: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Velury, U & Jenkins, D.S. (2006). Institutional ownership and the quality of earnings. Journal of Business Research, 59(9), 1043-1051.
Zhou, Jian & Elder, J. Randal. (2004). Audit quality and earnings management by seasoned equity offering firms. Journal of Accounting and Economics, Vol. 11, No. 2, 95-120.