Pengaruh Stres Pada Hiperemesis Gravidarum Dr Endang
-
Upload
santri-dwizamzami-nasution -
Category
Documents
-
view
183 -
download
3
description
Transcript of Pengaruh Stres Pada Hiperemesis Gravidarum Dr Endang
PENGARUH STRES PADA HIPEREMESIS
GRAVIDARUM
BAB I
PENDAHULUAN
Rasa mual dan muntah merupakan suatu hal yang umum pada kehamilan, terjadi pada
70-85% wanita hamil.(1) Puncak insidens terjadi pada kehamilan 8-12 minggu, dan
gejala-gejalanya akan membaik sebelum kehamilan 20 minggu pada 90% pasien.(1)
Rasa mual dan muntah yang normal pada kehamilan mungkin merupakan mekanisme
protektif yang akan melindungi wanita hamil dan janinnya dari zat-zat
membahayakan yang terdapat dalam makanan, seperti mikroorganisme patologis pada
daging dan toksin pada sayuran. Dan mekanisme protektif ini berlangsung maksimal
saat embriogenesis (periode paling rentan dalam suatu kehamilan). Hal ini disokong
dari suatu penelitian yang menunjukkan bahwa wanita yang mengalami mual dan
muntah lebih rendah untuk mengalami keguguran.(2)
Bentuk yang paling berat dari mual dan muntah pada kehamilan disebut Hiperemesis
Gravidarum. Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis eksklusi,
maksudnya kita baru dapat mendiagnosis seorang wanita hamil dengan hiperemesis
gravidarum apabila semua penyakit yang memiliki gejala yang sama sudah
disingkirkan. Penyebab hiperemesis gravidarum yang paling dipercaya saat ini ialah
kenaikan kadar hormon yang salah satunya dipengaruhi oleh stres, namun penyebab
pasti masih belum diketahui. Keadaan hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan
turunnya berat badan; defisiensi nutrisi; abnormalitas dalam cairan, kadar elektrolit
serta keseimbangan asam-basa dalam tubuh; bahkan sampai kematian. Hiperemesis
berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit terjadi pada 0,3 – 2% kehamilan
dan dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan ibu dan janin.(2) Keadaan ini
tidak dapat dicegah, namun sebagai dokter kita dapat memberitahu pasien bahwa
terdapat cara untuk mengatasinya.
1
BAB II
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
I. DEFINISI
Hiperemesis garvidarum ialah bentuk berat dari mual dan muntah pada
kehamilan. Umumnya keadaan ini dideskripsikan sebagai unrelenting,
excessive pregnancy- yang berhubungan dengan mual dan/atau muntah yang
menghalangi intake makanan dan cairan secara adekuat (3). Bila berat dan tidak
ditangani secara adekuat maka akan berhubungan dengan: (4)
1. Turunnya berat badan sampai lebih dari 5 % dari berat badan sebelum
kehamilan (umumnya lebih dari 10%)
2. Dehidrasi dan produksi dari keton meningkat
3. Defisiensi nutrisi
4. Ketidakseimbangan metabolik
5. Kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari
Hiperemesis gravidarum umumnya terjadi pada kehamilan trimester pertama
dan akan membaik sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu, namun pada
kurang dari setengah kasus dapat berlangsung terus sampai akhir kehamilan.(1,2,3) Komplikasi dari muntah (ulkus gaster, perdarahan esofagus, malnutrisi,
dll) juga dapat membuat mual yang berkepanjangan.(3)
II. INSIDENS
Dalam 30 tahun terakhir insidens hiperemesis gravidarum sangat menurun.
Pada kasus di rumah sakit hanya 1 dari 1000 kehamilan yang menderita
hiperemesis, hal ini disebabkan karena (4):
a. Aplikasi yang lebih baik terhadap Keluarga Berencana
sehingga mengurangi angka kehamilan yang tidak diinginkan
b. Kunjungan lebih awal dari antenatal care
2
c. Obat-obatan anti histamin dan anti emetik yang poten
III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Terdapat banyak teori yang berhubungan dengan etiolog dari hiperemesis
gravidarum. Namun, hiperemesis gravidarum masih belum dimengerti dan
penelitian dari penyebab yang potensial terhadap kasus ini masih jarang yang
menghasilkan suatu kesimpulan pasti. Teori-teori baru bermunculan setiap
tahun dan menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan suatu penyakit dengan
patofisiologis kompleks yang disebabkan oleh banyak faktor.
1. Hormonal (2,3,4, 5,6)
a. Kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) yang meningkat dipercaya
sebagai penyebab utama dari hiperemesis, hal ini dibuktikan dengan
munculnya hiperemesis pada kadar puncak hCG wanita hamil (trimester
I) dan muncul juga pada kasus mola hidatidosa serta kehamilan multipel
di mana kadar hCG juga jauh meningkat. Diduga kadar hCG yang tinggi
akan merangsang pusat muntah di medulla oblongata (7)
b. Kadar estrogen yang meningkat
c. Kadar progesteron yang meningkat yang mengakibatkan terganggunya
motilitas gaster
2. Psikologis
Ketidakmatangan psikoseksual, pertentangan di keluarga, kesulitan sosio-
ekonomi, konflik rumah tangga, ketakutan akan persalinan ataupun
kehamilan yang tidak diinginkan dapat menyebabkan konflik mental yang
dapat memicu rasa mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.(5) Namun
menurut penelitian faktor neurogenik juga berperan, terbukti dengan
membaiknya klinis pasien bila jauh dengan rumah (di rumah sakit).(4)
Ada juga yang menyatakan bahwa efek psikologis (frustrasi, depresi,
terisolasi, dll) justru adalah akibat dari hiperemesis gravidarum, bukan
penyebabnya.(3)
3. Kadar tiroksin
3
Peningkatan kadar serum tiroksin terjadi pada 70% kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum.(3) Wanita dengan hiperemesis gravidarum
cenderung mempunyai kadar hCG yang tinggi yang menyebabkan
hipertiroidisme transien. Secara fisiologis hCG dapat menstimulasi kelenjar
tiroid yang merupakan reseptor TSH. Kadar hCG mencapai puncak saat
trimester pertama. Beberapa wanita dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai gejala klinis hipertiroid. Namun, pada 50-70% penderita, TSH
tersupresi secara transien dan tirosin bebas (T4) meningkat (40-73%) tanpa
gejala klinis dari hipertiroid, circulating thyroid antibodies, atau
pembesaran dari kelenjar tiroid. Pada hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid transien, fungsi tiroid akan kembali normal pada pertengahan
trimester kedua tanpa pengobatan anti tiroid. (1,3)
4. Disfungsi neuromuskular gaster
Teori terbaru mengatakan bahwa pada hiperemesis gravidarum terjadi
disfungsi yang mengakibatkan regurgitasi isi duodenal ke lambung yang
menimbulkan rasa mual dan muntah.(3)
5. Defisiensi nutrisi
Kemungkinan disebabkan berkurangnya cadangan karbohidrat.
Sedangkan defisiensi vitamin B6 dan B1 lebih merupakan akibat, bukan
sebagai penyebab. (2,3,4)
6. Alergi
Kemungkinan berkaitan dengan produksi yang disekresi oleh ovum. (1,2,3,4)
7. Helicobacter pylori
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa H.pylori berperan dalam
terjadinya hiperemesis gravidarum, walaupun pada penelitian yang lain
tidak dapat dibuktikan. (1)
IV. PATOFISIOLOGI
4
Pada hiperemesis gravidarum terjadi muntah-muntah berlebihan. Stimulus
terkuat dari muntah adalah iritasi dan distensi dari gaster, stimuli lainnya
berupa cahaya yang menyilaukan, anestesia umum, pusing berputar dan obat-
obat tertentu (morfin, derivat digitalis). Impuls dari stimuli tersebut ditransmisi
oleh saraf menuju pusat muntah di medulla oblongata dan impuls
dikembalikan merangsang organ traktus digesitivus bagian atas, diafragma
serta otot-otot abdomen.(8) Kenaikan hCG juga dapat merangsang pusat
muntah di medulla oblongata. (7) Melalui tes yang sensitif, hCG dalam urin
atau plasma mulai dapat terdeteksi 8 sampai 9 hari setelah ovulasi. Konsentrasi
hCG akan naik dua kali lipat dalam 14-20 hari. Pada hari ke 60-70 usia
kehamilan (hamil 9-10 minggu) kadar hCG akan mencapai puncaknya, setelah
itu konsentrasi akan menurun sampai stabil mulai hari ke 100-130 usia
kehamilan. (9)
Akibat dari muntah-muntah berlebihan akan mengakibatkan gangguan
elektrolit, terutama natrium; kalium; dan klorida. Selain itu dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, berupa alkalosis metabolik
akibat hilangnya asam karena muntah-muntah berlebihan ataupun asidosis
metabolik akibat peningkatan asam (ketosis).(10) Dapat juga terjadi dehidrasi
yang menyebabkan: (10)
1. penurunan saliva, yang berakibat mulut dan
faring kering.
2. Peningkatan osmolaritas darah, yang akan
merangsang osmoreseptor di hipothalamus
3. Penurunan volome darah yang berakibat
penurunan tekanan darah, sehingga renin akan meningkat, begitu juga
angiotensin II
Ketiga hal tersebut akan merangsang pusat rasa haus di hipothalamus, yang
seharusnya akan meningkatkan intake cairan, namun karena terdapat mual
dan muntah yang tidak bisa ditoleransi akibatnya cairan juga tidak dapat
masuk per oral. Akibatnya cairan tubuh tidak mencapai kadar normal dan
dehidrasi tetap terjadi.
Karena muntah terus menerus terjadi dan tidak ada makanan yang dapat
masuk, cadangan karbohidrat pun sangat berkurang, sehingga untuk
5
memenuhi kebutuhan respirasi sel dan menghasilkan ATP dipakai jalur
pemecahan lemak (katabolisme lipid/lipolisis) secara berlebih, bukan
memakai jalur glikolisis. Asam lemak dikatabolisme di mitokondria melalui
proses yang dinamakan beta oxidation, yang akhirnya membentuk acetyl coA.
Acetyl coA akan masuk ke dalam siklus krebs. Hepatosit akan mengambil dua
molekul acetyl coA dan terkondensasi membentuk asam asetoasetat, asam
beta-hidroksibutirat, dan aseton (ketone bodies). Proses tersebut dinamakan
ketogenesis. Keton-keton tersebut akan mudah berdifusi ke membran plasma,
meninggalkan hepatosit untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah.
Akibatnya terjadi ketosis dalam darah, yang kemudian dikeluarkan melalui
urin, sehingga pada hiperemesis gravidarum lanjut didapatkan keton pada
urin. (11)
V. FAKTOR RISIKO
Faktor – faktor risiko pada hiperemesis gravidarum umumnya:
Asma yang tidak diobati (3)
Diet tinggi lemak (1,2,3,7,10,11)
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)(3)
Stres sosial yang tinggi (bukan penyebab, tetapi
memperberat HG) (3,5)
Kehamilan multipel (kembar), atau pada
keluarganya (1,2,3)
Epilepsi(3)
Riwayat berikut: (3)
Mual dan muntah dalam kehamilan
Mabuk udara/laut
Sensitif pada penggunaan KB oral
Mual sebelum menstruasi
Migrain (1)
Alergi (3)
Gastritis atau ulkus (1,3)
Ibu/kakak dengan hiperemesis gravidarum (1,2,3)
Hipertensi (3)
Penyakit liver (3)
6
Penyakit ginjal (3)
Diet yang jelek (1,3,11)
VI. DIAGNOSIS
Hiperemesis gravidarum menurut manajemen dan prognosanya dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu hiperemesis gravidarum awal dan lanjut (sedang sampai
berat).(4)
A. Pada hiperemesis gravidarum awal hanya terjadi gangguan aktivitas
sehari-hari, tanpa terjadi dehidrasi dan atau kelaparan. Pada keluhan
subyektif ditemukan:
1. Memuntahkan segala yang dimakan, muntah mengandung cairan
empedu atau hanya makanan.
2. Aktivitas sehari-hari terhambat.
3. Belum ada gangguan nutrisi.
Pada pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan baik dan tidak tampak suatu
kelainan. Pada pemeriksaan penunjang kimia darah dan urinalisis dalam
batas normal.
B. Pada hiperemesis gravidarum lanjut terjadi tanda dan gejala dari
dehidrasi serta kelaparan. Pada keluhan subjektif ditemukan:
1. Muntah dengan frekuensi dan jumlah yang bertambah. Mual selalu ada di
antara muntah. Muntahan berwarna biji jopi atau mengandung darah.
2. Frekuensi BAK berkurang bahkan sampai tingkat oligouria.
3. Konstipasi, terkadang terdapat diare juga
4. Nyeri ulu hati
5. Pasien hanya ingin tidur
6. Keluhan dari komplikasi yang terjadi:
(a) Wernicke’s ensefalopati – apatis, rasa lelah, rasa tidak dapat tidur,
kejang atau bahkan koma
(b) Korsakoff’s psikosis – hilang ingatan jangka pendek
(c) keluhan-keluhan neuritis perifer
(d) Komplikasi mata – diplopia, kebutaan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
1. Penurunan berat badan yang signifikan.
7
Cara perhitungan presentasi penurunan berat badan:
BB sebelum hamil
(A):
BB sekarang (B): Persentasi perubahan berat
badan: [( A-B)/A x 100%]
lbs. or kgs. lbs. or kgs. %
Derajat penurunan berat badan
Lamanya proses penurunan: Penurunan berat
badan yang
signifikan (%):
Penurunan erat
badan yang berat
(%):
1 minggu 1-2% > 2%
1 bulan 5% > 5%
3 bulan 7.5% > 7.5%
6 bulan 10% > 10%
2. Tampak curiga.
3. Mata – cekung, apatis.
4. Kulit – turgor menurun.
5. Lidah – kering dan kotor.
6. Bau nafas – bau aseton, bau badan.
7. Nadi – 100 -120 atau lebih per menit.
8. Tekanan darah – sistolik 100 – 110 mmHg atau lebih rendah.
9. Suhu – dapat meningkat.
10. Jaundice – bila sudah sangat berat dan lanjut.
11. Tanda-tanda manifestasi neurologis seperti nistagmus.
12. Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda-tanda ke arah kehamilan.
Pada pemeriksaan penunjang:
1. Urinalisis: jumlah sedikit, warna pekat, berat jenis yang meningkat,
terdapat keton, terkadang terdapat protein, kadar klorida yang menurun
bahkan sampai tidak ada.
8
2. Darah: kadar elektrolit (natrium, kalium dan klorida) yang menurun,
kadar enzim hati yang dapat meningkat, kadar hemoglobin yang
menurun, kadar hematokrit yang meningkat.
3. Pemeriksaan oftalmoskop, diperlukan pada keadaan yang sangat serius
karena dapat ditemukan komplikasi berupa perdarahan dan lepasnya
retina.
4. EKG, diperlukan bila terdapat kadar kalium yang abnormal.
Pada beberapa pasien, kadar elektrolit dapat tampak normal karena dehidrasi
dapat merubah konsentrasinya.(3) Oleh sebab itu, bila cairan Intra vena
diberikan rehidrasi maka vitamin dan elektrolit parenteral juga harus
diberikan.
Bila pasien tidak dapat makan cukup selama beberapa minggu dan juga terus-
menerus muntah, maka pasien ini memiliki risiko tinggi untuk terjadi
defisiensi nutrisi. Kondisi kehamilan juga membuat rasa lapar terjadi lebih
cepat. Malnutrisi yang signifikan dapat terjadi pada pasien ini. Banyak nutrisi
yang akan menurun dalam waktu singkat, terutama vitamin yang larut dalam
air, seperti thiamine (B1). Defisiensi dari thiamine banyak terjadi pada
hiperemesis gravidarum dan bila lanjut akan menyebabkan Wernicke’s
ensefalopati (suatu bentuk inflamasi, perdarahan dari ensefalopati). Prognosis
dari keadaan ini sangat jelek karena akan terjadi kerusakan neurologis yang
ireversibel, bahkan dapat terjadi kematian. (4)
Bila Hiperemesis gravidarum ditangani secara agresif dari awal kehamilan,
maka tidak akan terjadi komplikasi yang mengancam kehidupan atau
kesembuhan yang lama. Jadi mengidentifikasi wanita yang memiliki risiko
untuk mengalami hiperemesis gravidarum sangat menolong, dan pemeriksaan
laboratorium dasar dapat langsung dilakukan untuk mencegah gejala lanjut.
Alat yang dipakai untuk mengukur derajat keparahan dari mual dan muntah
memang belum ada yang standar, namun tampaknya rhodes index dapat
dipertimbangkan untuk digunakan dalam memonitor kemajuan keadaan
pasien.(3) Alat ini dapat dipakai satu atau dua kali sehari dan dapat dievaluasi
baik secara terpisah per kategori ataupun secara keseluruhan.
9
VII. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit yang memiliki gejala muntah berkepanjangan harus
disingkirkan terlebih dahulu. Penyakit-penyakit tersebut seperti gastroenteritis,
kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pyelonefritis dan fatty liver
pada kehamilan.(4,7) Atau dapat juga muntah tersebut akibat konsumsi obat-
obatan seperti antibiotik sulfasalazin atau digoxin.12 Untuk menyingkirkannya
10
tentu diperlukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang teliti.
Tabel diferensial diagnosis dari mual dan muntah: (7)
GASTROINTESTINAL
Gastroparesis
Gastroenteritis
Achalasia
Cholelithiasis
Ileus
Obstruksi
intestinal
Ulkus peptikum
Pankreatitis
Apendiksitis
Hepatitis
METABOLIK
Diabetik ketoasidosis
Penyakit Addison’s
Hipertiroid
NEUROLOGIS
Pseudotumor serebral
Lesi vestibular
Migrain
Neoplasma SSP
GENITO-URINAL
Pyelonefritis
Uremia
Torsio ovarium
Nefrolitiasis
Leiomiomoma
degeneratif
LAIN-LAIN
Intoksikasi obat
Pre Eklampsia
Psikologis
Penyakit trofoblas
Acute fatty liver pada
kehamilan
VIII. PENATALAKSANAAN
Wanita dengan hiperemesis gravidarum yang tidak ditangani mungkin akan
mengakhiri kehamilan yang diinginkannya untuk menghilangkan
penderitaannya. Seingkali datang penyulit berupa keadaaan psikologis seperti
depresi dan anxietas yang tentunya akan tambah mempersulit manajemen dari
hiperemesis.(3) Depresi ditandai dengan keinginan hanya untuk tinggal di
rumah dan hanya ingin tidur, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang
ringan dan tidak peduli dengan keadaan rumah tangganya. Sedangkan anxietas
seringkali merupakan keadaaan akibat pikiran akan terus muntah tiada henti,
dan perasaan sangat mual di antara muntah. Banyak wanita yang merasa
11
bersalah karena mereka merasa yang menyebabkan kematian pada janinnya
bila mereka tidak memaksakan untuk makan, namun yang terjadi akibat
mereka paksakan makan ialah muntah yang terus-menerus. Bila kita lihat
keadaan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penanganan
hiperemesis gravidarum tidaklah mudah.
Selain itu, tiap wanita dengan hiperemesis gravidarum tentunya akan memberi
respon yang berbeda terhadap penatalaksanaan yang diberikan mengingat
penyebabnya multifaktorial, sehingga tidak dapat hanya diberikan satu jenis
pengobatan. Jadi yang diperlukan ialah intervensi yang proaktif yang memilki
perencanaan penatalaksanaan yang matang dan bagaimana menemukan
penatalaksanaan yang tepat untuk tiap wanita.
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa bed rest dan hidrasi intra vena
ialah tatalaksana yang paling bermanfaat untuk penyakit ini. Namun tidak
berarti hanya kedua hal tersebut cukup. Cairan IV dapat juga diberi vitamin
yang dibutuhkan di dalamnya. Sebaiknya pasien dipuasakan dulu selama 24
jam setelah muntah-muntah, dan saat itulah cairan IV diberikan. Bedrest yang
berkepanjangan juga tidak baik, karena akan menimbulkan atrofi, jadi yang
terbaik ialah bagaimana pasien dapat istirahat sehingga mendapat
penatalksanaan yang efektif namun sebisa mungkin tetap mobile bila pasien
mampu.(3) Selain bed rest dan cairan IV yang dapat diberikan yaitu:1. Obat-obatan (1,2,3,4,5)
Anti emetik ialah yang paling umum dan efektif untuk hiperemesis
gravidarum. Beberapa golongan anti emetik ialah sebagai berikut:
a. Serotonin Antagonis: Ondansetron (Narfoz, Zofran), Granisetron
(Kytril), Dolasetron (Anzemet)*
b. Phenothiazines (Agen antidopaminergik): Prochlorperazine
(Compazine), Promethazine (Nufapreg)**
c. Agen prokinetik: Metoclopramide (Primperan)
d. Agen anti refluks: Ranitidine (Rantin, Gastridin, Zantac),
Famotidine (Interfam), Lansoprazole (Gastrolan)***
12
* Harga obat ini cukup mahal sehingga keuntungan akan efeknya harus
lebih besar
** Efek samping dari obat ini cukup tinggi
*** Mengatasi refluks dan mengurangi produksi asam serta mengurangi
mual dan muntah.
2. Tatalaksana alergi (3,4)
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum
dapat diatasi dengan anti histamin (diphenhydramine) ataupun
kortikosteroid (metyl prednisolone)
3. Terapi nutrisi
Penelitian menunjukkan bahwa mual dan muntah yang berlangsung
berminggu-minggu menyebabkan defisisensi signifikan dari nutrisi yang
penting bagi tubuh, yang dapat memperburuk mual dan muntah itu sendiri.
Bila tidak digantikan, seorang wanita akan berisiko untuk mendapat
komplikasi yang berat dan lamanya proses kesembuhan. Nutrisi penting
yang dibutuhkan ialah vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin K serta
vitamin B kompleks.(3) American College of Obstetrics and Gynecology
merekomendasikan pyridoxine (vitamin B-6) sebagai terapi lini pertama.
Pyridoxine menurut penelitian ditemukan efektif untuk mengurangi muntah
yang berat, namun kurang efektif untuk muntah yang ringan atau sedikit.(1)
4. Diet (2, 13)
Makan bila lapar, walaupun melebihi frekuensi biasa makan sehari.
Makan dalam jumlah kecil, namun sering.
Hindari makanan tinggi lemak.
Hindari makanan pedas.
Hindari makanan atau bau-bauan yang membuat muntah.
Tingkatkan intake.
Hindari pil mengandung zat besi
Makan makanan ringan yang tinggi protein
Konsumsi vitamin prenatal sebelum pre konsepsi dapat mengurangi
mual dan muntah pada kehamilan
13
5. Psikoterapi
Terapi ini sangat efektif bagi pasien yang mengalami depresi dan anxietas,
bila gejala ini tidak ada maka tidak diperlukan psikoterapi pada pasien
hiperemesis gravidarum. (1,2,3,4)
6. Aborsi terapeutik
Hal ini sangat dihindari, namun pada keadaaan di mana wanita hiperemesis
gravidarum tidak tertangani maka ia akan sangat terganggu metabolismenya
sehingga aborsi dipilih untuk menyelamatkan sang ibu.(1,3,5)
PROTOKOL HIPEREMESIS GRAVIDARUM (menurut Hyperemesis
Educational and Research Foundation / HER Foundation) (3)
1. Saat pasien masuk dan penilaian pasien.
Pasien diberi kamar tersendiri untuk meminimalkan stimulus yang
mengganggu baik dari pasien lain maupun staff medis. Banyak dari penderita
yang tidak dapat bertoleransi pada cahaya yang sangat terang ataupun suasana
berisik seperti suara telepon dan televisi, mereka akan muntah terhadap
gangguan tersebut. Oleh sebab itu, kamar yang tenang dengan posisi di ujung
bangsal merupakan hal yang sangat dianjurkan dan bersifat terapeutik.
Membina hubungan yang baik dengan pasien (compasionate rapport).
Paisen ditimbang dan dievaluasi berat-ringannya penurunan berat badan.
Menyingkirkan kemungkinan penyakit lain pada pasien dengan gejala mual
dan muntah dengan anamnesa yang baik
Penilaian terhadap status metaboik dan hormonal: melakukan pemeriksaan
laboratorium, terutama elektrolit, kadar hormon (hCG, fungsi tiroid, -hCG
kuantitatif), Urinalisis, H-pylori, darah lengkap (untuk mengetahui tanda awal
dari infeksi), fungsi hati, dan glukosa.
Pemeriksaan USG untuk menyingkirkan penyakit trofoblas pada kehamilan,
melihat kehamilan kembar, kelainan kandung empedu dan pankreas.
Monitor intake dan ouput
Pencatatan perubahan berat badan
Memeriksa keton urine, minimal 8 jam sekali.
14
2. Rehidrasi secara hati-hati dengan cairan dan vitamin. Hidrasi dilanjutkan sampai
pasien dapat menoleransi makanan peroral, serta ditemukan keton urin menurun
atau tidak ada sama sekali.
Cairan yang digunakan ialah Normal saline (NaCl 0,9%) atau RL atau
Dextrose 5% (D5%). Cairan D5% digunakan untuk mengurangi pemecahan
lemak.
Cairan intra vena dihangatkan terlebih dulu sebelum dialirkan demi
kenyamanan pasien dan guna mencegah hilangnya kalori.
Bila pasien dehidrasi, koreksi defisiensi elektrolit sampai batas marginal,
karena muntah akan berulang.
Pertimbangkan untuk menambahkan antioksidan seperti glutathione. Menurut
penelitian HG berhubungan dengan stress oksidatif.
Tambahkan glukosa, vitamin (terutama B6, B12, C dan K), magnesium,
termasuk pasien dalam Total Parenteral Nutrition ataupun Total Periheral
Parenteral Nutrition. Gunakan teknik aseptik, karena bila terjadi sepsis akan
mengancam ibu dan janin.
Yang perlu diperhatikan:
Onset secara tiba-tiba atau perburukan dari Wernicke’s ensefalopati setelah
pemberian glukosa, biasanya karena pasien telah mengalami defisiensi
thiamine. Oleh sebab itu thiamine sebaiknya diberikan sebelum atau
bersamaan dengan cairan mengandung dextrose pada pasien HG dengan
curiga defisiensi thiamine.
Rehidrasi dan koreksi elektrolit secara cepat dapat mengakibatkan komplikasi
kardiovaskular dan neurologis yang fatal.
3. Pemberian obat anti-emetik. Analisa riwayat pengobatan dan respons dari pasien.
Risiko dari obat tersebut harus benar-benar dipertimbangkan, apakah sepadan
dengan sekuele dari dehidrasi dan kelaparan yang berkepanjangan.
Catatan: Intervensi dini dari obat-obatan dapat mencegah pengulangan pemberian
cairan intra vena. Hentikan pemberian obat secara bertahap bila sudah asimptomatik
lebih dari 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
15
4. Konsultasi multidisipliner bila dibutuhkan.
Fisioterapi – bila pasien dalam kedaan bed rest baik karena memang tidak
dapat beranjak dari tempat tidur ataupun merupakan suatu penatalaksanaan.
o Edukasi untuk melakukan latihan progresif untuk meminimalkan
atrofi. Konsultasi dimulai saat masuk atau setelah sebulan dalam
keadaan mobilitas terbatas. Terapi diteruskan sampai akhir kehamilan
bila gejala berlanjut (lemah dan ambang nyeri berkurang) agar tidak
menganggu proses penyembuhan dan penderita nantinya mampu
merawat bayinya.
Gizi
o Jika pasien mengalami penurunan berat badan sampai lebih dari 10%
pada trimester pertama dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan,
maka intervensi dari ahli gizi sangatlah penting. Bila tidak didukung,
maka pasien memiliki risiko komplikasi dan lamanya penyembuhan.
o Pertimbangkan diet untuk penyakit hati bila ditoleransi (tinggi
karbohidrat, tidak ada lemak, sayuran segar yang dikukus, tidak ada
gula, tidak ada produk susu dan pemberian makanan dalam jumlah
kecil namun frekuensi sering)
Ahli perawatan di rumah
Gastroenterologi
o Evaluasi infeksi H-pylori, dan kemungkinan komplikasi akibat
muntah/refluks.
5. Pertimbangkan terapi tambahan atau alternatif seperti hipnotis, pemijatan,
acupressure, dll.
6. Mengimplementasikan cara-cara perawatan yang bertujuan untuk memberi
kenyamanan pasien.
Cairan intra vena yang hangat untuk mencegah ketidaknyamanan dan
hilangnya kalori akibat menggigil kedinginan.
Menawarkan selimut serta kamar/ruangan yang tenang serta bebas bau-bauan.
Menggunakan lidokain pada insersi intra vena dan dilakukan oleh petugas
yang handal, untuk mencegah luka-luka akibat percobaan memasang abocath.
16
Pemberian anti emetik dan vitamin melalui intra vena, hindari jalur intra
muskular karena terdapat atrofi otot.
7. Memberikan edukasi ke pasien dan keluarga
Menerangkan kondisi dan penatalaksanaan yang diberikan
Mengajarkan pasien tanda-tanda dehidrasi dan cara untuk menggunakan
ketostix di rumah.
Penjelasan mengenai risiko dan hasil dari penatalaksanaan
Pengisian lembar penilaian terhadap kemajuan keaadaan pasien
Memberi edukasi kepada keluarga untuk selalu memberi dukungan ke pasien
IX. KOMPLIKASI
Karena sudah majunya pentalaksanaan di rumah sakit, komplikasi-komplikasi
berat sudah jarang terjadi sekarang. Komplikasi yang dapat terjadi pada
hiperemesis gravidarum yang berkepanjangan ialah:
1. Komplikasi neurologis
(a) Wernicke’s ensefalopati. Trias dari kelainan ini ialah gangguan
penglihatan berupa diplopia dan nistagmus, tidak dapat berpikir jernih
(kebingungan), serta kelemahan otot. Terkadang bisa sampai koma dan
dapat terjadi abortus spontan. Kelainan ini akibat dar defisiensi thiamine
(B1) dan dicetuskan oleh pemberian cairan mengandung glukosa sebelum
defisiensi thiamine dikoreksi. (3,5)
(b) Neuritis perifer (4)
(c) Korsakoff’s psikosis. Merupakan kelainan pada otak yang melibatkan
hilangnya fungsi spesifik tertentu dari otak, akibat defisiensi thiamine.
Merupakan bentuk lanjut dari wernicke’s ensefalopati, dengan gejala
berupa hilangnya ingatan, tidak mampu untuk membuat ingatan baru,
konfabulasi (cerita yang dibuat-buat), halusinasi.(4)
17
(d) Central pontine myelinolisis, terjadi akibat deplesi natrium yang
dikoreksi terlalu cepat. Gejala berupa kebingungan, ketidakmampuan untuk
melihat ke satu titik untuk waktu yang lama, quadriplegia spastik.
2. Stress related mucosal injury , stress ulcer pada gaster. (4)
3. Jaundice. Terjadi akibat gangguan hati yang berkepanjangan sehingga
menyebabkan kadar bilirubin meningkat. Terjadi bila hiperemesis
gravidarum tidak ditangani.(3,4)
4. Gagal ginjal akut. Hilangnya kemampuan ginjal untuk menjalankan
fungsinya seperti ekskresi, mengatur elektrolit, mengatur retensi air. Gejala
berupa: oligouria, retensi cairan, perubahan status kesadaran, peningkatan
tekanan darah, bau nafas, lemah, mual dan muntah.(3)
5. Atrofi, hilangnya jaringan otot karena jarang dipakai. Dengan gejala: lemah,
nyeri.(3)
7. Koagulopati, terjadi akibat defisiensi vitamin K sehingga mengganggu
pembekuan darah. (3)
8. Disfungsi pencernaan. (1,2,3)
9. Kerusakan esofagus. (3)
Esofagitis (inflamasi esofagus)
Perdarahan
Ruptur esofagus (Mallory-Weiss Tear/Syndrome) – robekan dari
lapisan dalam (membran mukosa) dari esofagus bagian yang
berhubungan dengan gaster (gastroesophageal junction). Gejala:
hematemesis, melena, sinkop, sakit menelan, nyeri epigastrium atau
dispesia.
11. Retinitis hemoragik (3)
12. Hipoglikemia (3)
18
13. Malnutrisi dan kelaparan (1,2)
14. Pneumomediastinum, terjadi bila ada komplikasi dari ruptur esofagus (3)
15. Depresi postpartum (1,2,3)
16. PTSD (Post traumatic Stress Disorder) (3)
17. Depresi sekunder (1,2)
18. Avulsi splenic (3)
19. Vasospasme arteri serebral (3)
20. Komplikasi potensial dari janin (3)
Belum ada penelitian jangka panjang yang dilakukan pada bayi dengan
ibu hiperemesis gravidarum. Kebanyakan komplikasi tampaknya
berkaitan dengan malnutrisi maternal yang berat. Seorang wanita yang
kehilangan berat badan lebih dari 10% dan gagal untuk mencapai berat
badan adekuat sebelum persalinan akan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami komplikasi pada janinnya. Penelitian baru-baru ini mencoba
menghubungkan adakah keterkaitan antara stress berkepanjangan,
malnutrisi dan dehidrasi pada ibu dengan risiko penyakit kronis (Diabetes,
penyakit jantung) yang akan dialami janin setelah dewasa nanti. Penelitian
ini dinamakan “fetal programming” yang sedang gencar-gencarnya
dilakukan peneliti di seluruh dunia.(3) Selain risiko penyakit kronis,
komplikasi potensial dari janin lainnya adalah sebagai berikut: (3)
Persalianan preterm (2)
Penjakit jantung bawaan
Abnormalitas pada kulit
Berat bayi lahir rendah(1,2)
Panjang badan yang lebih pendek
Undescended testicles
Displasia panggul
19
Sekuele pada perkembangan neurologis
Defek pada neural tube
Malformasi susunan saraf pusat
Malformasi skletal
Kematian perinatal
Keganasan testis
Gangguan emosi/perilaku
X. PROGNOSIS
Hiperemesis Gravidarum merupakan self-limiting disease, pada kebanyakan
kasus, akan menunjukkan perbaikan pada akhir trimester pertama. Namun,
gejala dapat terus ada sampai kehamilan 20-22 minggu, dan bahkan pada
beberapa kasus sampai persalinan.(2) Sehingga bila keadaan hiperemesis
gravidarum terus berlanjut dan tidak tertangani akan mengakibatkan komplikasi
serius.
Terdapat suatu penelitian yang membuktikan bahwa kesejahteraan janin
bergantung pada kenaikan berat badan ibu. Pada wanita hiperemesis gravidarum
yang kenaikan berat badannya kurang dari 3.5 kg pada kehamilannya cenderung
untuk memiliki risiko komplikasi janin lebih tinggi. Namun, pada wanita yang
kenaikan berat badannya lebih dari 3.5 kg tidak memiliki peningkatan risiko
komplikasi janin. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penatalaksanaan
hiperemesis gravidarum sangatlah penting untuk dapat meningkatkan berat
badan ibu, sehingga prognosa janin ke arah yang baik.(1)
BAB III
STRES
I. PENGERTIAN STRES
20
Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “stingere” yang berarti
keras. Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan
penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu dari straise, strest, stresce dan
stress. Selanjutnya istilah ini digunakan dengan lebih menunjukkan kekuatan,
tekanan, ketegangan atau usaha keras yang berpusat pada benda dan manusia
terutama kekuatan mental manusia.
Mc Nerney menyebutkan stress sebagai reaksi fisik, mental dan kimiawi dari
1 1. http://www.emedicine.com/emerg/topic479.htmJuly 18, 2006, Author: Susan Renee Wilcox, MD, Resident, Department of Emergency Medicine, Harvard Medical School , Pregnancy, Hyperemesis Gravidarum.
2 . http://www.emedicine.com/med/topic1075.htmAugust 8, 2006, Dotun A Ogunyemi, MD, Associate Professor of Obstetrics & Gynecology, David Geffen School of Medicine UCLA; Chief of Inpatient Obstetrics, Department of Obstetrics & Gynecology, Cedars Sinai Medical Center .
3 . http://www.helpher.org/hyperemesis-gravidarum/Hyperemesis Education and Research.
4 . Dutta, DC. Hyperemesis Gravidarum in text books of Obstetrics including Perinatology and Contraception 4th ed. New Central Book Agency, Calcutta; 1998.pp 166-9.
5 . Winkjosastro H. Hiperemesis Gravidarum, dalam Ilmu Kebidanan, Balai Penerbit FK UI. Jakarta: 1997.hal 275-80.
6 . Cunningham, F.G. Hyperemesis Gravidarum, in William Obstetrics. 21th ed. Prentice Hall International, USA: 2001.pp.1275-6.
7 . Wright J. and Wyatt S. In the Washington mannual, suvival guide series, obstetrics and gynecology survival suode. Department of medicine, Washington University School of Medicine, Lippincot Williams and Wilkins: 2003. pp 57-9.
8 . Tortora G. and Derrickson B. Vomiting, The Digestive System, In Principles of Anatomy and Physiology 11th ed.. Wiley, New Jersey: 2006.Pp 915.
9 . Cunningham, F.G.Pregnancy: Overview, Organization, and Diagnosis, in William
Obstetrics. 21th ed. Prentice Hall International, USA: 2001.pp.27.
10 . Tortora G. and Derrickson B. Fluid, Electrolyte and Acid-base Homeosatsis, In Principles of Anatomy and Physiology 11th ed.. Wiley, New Jersey: 2006.Pp 1037-51
11 . Tortora G. and Derrickson B. Fluid,Metabolism and Nutrition, In Principles of Anatomy and Physiology 11th ed.. Wiley, New Jersey: 2006.Pp 951-67.
21
tubuh terhadap situasi yang menakutkan, membingungkan, membahayakan dan
merisaukan seseorang. Sumber lain menyebutkan bahwa stress sebagai keadaan
atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stress
dengan hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang
bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem
sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada padanya. Tubuh akan
memberikan reaksi tertentu terhadap berbagai tantangan yang dijumpai dalam
kondisi stress ini berdasarkan adanya perubahan biologi dan kimia dalam tubuh.
II. PENYEBAB STRES
Salah satu sumber menjelaskan stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga
orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menganggulangi stressor yang
timbul. Namun demikian, tidak semua mampu mengadakan adaptasi dan
mampu menganggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan
antara lain depresi. Jenis stressor psikososial pada umumnya dapat digolongkan
sebagai berikut:
1) Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami
seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah
satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya. Stressor ini dapat
menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
2) Problem orangtua
Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,
kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit. Permasalahan tersebut di atas
Sem12 . Burrow, N and Ferris F. Hyperemesis Gravidarum in Medical Complications
During Pregnancy 4th ed. WB Saunders Co, Philadelphia: 1995.pp.287.
13 . htttp://www.acog.org/publications/patient_education/bp126.cfmAmerican College of Obstetrics and Gynecologists, pamphlet for patient education.
22
merupakan sumber stress yang pada gilirannya dapat jatuh dalam depresi
dan kecemasan.
3) Hubungan interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami
konflik, misal dengan kekasih, atasan dengan bawahan dan lain sebagainya.
4) Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah
perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena
masalah pekerjaan, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak
cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan
dan lain sebagainya.
5) Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan
seseorang misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran,
hidup dalam lingkungan yang rawan dan lain sebagainya.
6) Keuangan
Masalah keuangan yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah
dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan
sebagainya.
7) Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber
stress pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya.
8) Perkembangan
Perkembangan yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik
fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut dan sebagainya.
23
9) Penyakit fisik atau cidera
Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini
antara lain penyakit, kecelakaan, operasi, aborsi dan lain sebagainya.
10) Faktor keluarga
Faktor keluarga yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh
anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik
Stuart menyebutkan terdapat empat macam sumber utama pencetus stress,
yaitu :
. 1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan,
termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau
harga diri.
. 2) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai
pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-
masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
. 3) Peran dan ketegangan peran dilaporkan mempengaruhi
perkembangan depresi, terutama pada wanita.
. 4) Perubahan fisiologik yang diakibatkan oleh obat-obatan atau
berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma dan gangguan
keseimbangan metabolik, dapat menyebabkan gangguan dalam
perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat antihipertensi
dan zat yang menyebabkan kecanduan.
III. TAHAPAN STRES
Gangguan stress biasanya timbul secara perlahan, tidak jelas kapan mulainya
dan seringkali kita tidak menyadarinya. Berdasarkan pengalaman praktik
psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam enam tahapan. Tahapan
stress menuurt Robert J. Van Amberg sebagai berikut :
1) Stress tingkat I
24
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang ringan, dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
. a) Semangat besar
. b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
. c) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya.
2) Stress tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak cukup lagi
sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang dikemukakan sebagai berikut :
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi
b) Merasa lelah sesudah makan siang
c) Merasa lelah menjelang sore hari
d) Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan, kadang-kadang pula
jantung berdebar-debar.
e) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk
f) Perasaan tidak bisa mati
3) Stress tingkat III
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan
gejala-gejala :
a) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke
belakang).
b) Otot-otot terasa lebih tegang
c) Perasaan tegang yang semakin meningkat
25
d) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar
tidur kembali, atau bangun terlalu pagi)
e) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh
pingsan).
4) Stress tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit
b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit
c) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan
social, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
d) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali
terbangun dini hari.
e) Perasaan negativistik
f) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
g) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan.
5) Stress tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV
diatas, yaitu :
a) Keletihan yang mendalam
b) Untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana saja terasa kurang mampu
c) Gangguan sistem percernaan lebih sering, sukar buang air besar
atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang.
d) Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik .
26
6) Stress tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat. Tidak jarang dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejala
pada tahapan ini cukup mengerikan :
. a) Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin
yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran
darah.
. b) Nafas sesak, megap-megap
. c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
. d) Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan
atau collaps.
IV. PENGELOLAAN STRES
Pengelolaan stress dapat dilakukan dengan menggali sumber-sumber koping
meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan interpersonal, dan organisasi
sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Kurangnya
sumber personal tersebut menambah stress bagi individu.
Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan ekspresi dari
mekanisme pertahanan penyangkal dan supresi yang berlebihan dalam
upayanya untuk menghindari distres hebat yang berhubungan dengan berduka.
BAB IV
PENGARUH STRES PADA HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena peningkatan
Human Chorionic Gonodhotropin (HCG) dapat menjadi faktor mual dan muntah.
Peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem
gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas menurun dan lambung
menjadi kosong.
27
Salah satu teori penyebab terjadinya Hiperemesis Gravidarum yang disebut teori
endokrin menyatakan bahwa peningkatan kadar progesteron, estrogen, dan HCG
mudapat menjadi faktor pencetus mual muntah. Peningkatan hormon progesteron
menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi, hal itu
mengakibatkan penurunan motilitas lambung sehingga pengosongan lambung
melambat. Refleks esofagus, penurunan motilitas lambung dan penurunan sekresi
dari asam hidroklorid juga berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah.
Selain itu HCG juga menstimulasi kelenjar tiroid yang dapat mengakibatkan mual
dan muntah.
Hormon progesteron ini dihasilkan oleh korpus luteum pada masa awal
kehamilan dan mempunyai fungsi menenangkan tubuh ibu hamil selama
kehamilan, termasuk saraf ibu hamil sehingga perasaan ibu hamil menjadi tenang.
Hormon ini berfungsi untuk membangun lapisan di dinding rahim untuk
menyangga plasenta di dalam rahim. Hormon ini juga dapat berfungsi untuk
mencegah gerakan kontraksi atau pengerutan otot-otot rahim. Hormon ini dapat
"mengembangkan" pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah, itu
penyebab mengapa ibu sering pusing saat hamil. Hormon ini juga membuat
sistem pencernaan jadi lambat, perut menjadi kembung atau sembelit. Hormon ini
juga mempengaruhi perasaan dan suasana hati ibu, meningkatkan suhu tubuh,
meningkatkan pernafasan, mual, dan menurunnya gairah berhubungan intim
selama hamil.
Seseorang dalam kondisi stress akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis, untuk
melepaskan hormon stress berupa adrenalin dan kortisol. Sistem imun merupakan
komponen penting dan responden adaptif stress secara fisiologis.
Stress menggunakan adrenalin dalam tubuh untuk meningkatkan kepekaan,
prestasi dan tenaga. Peningkatan adrenalin akan membuat kontraksi otot empedu,
menyempitkan pembuluh darah perifer, dilatasi pembuluh darah koroner,
meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan
jumlah detak jantung. Adrenalin juga menambah pembentukan kolesterol dari
lemak protein berkepadatan rendah. Tekanan darah yang tinggi dan peningkatan
denyut jantung akan dapat meningkatkan HCG. HCG (Human Chorionic
Gonadotrophin) adalah hormon yang dihasilkan selama kehamilan, yang dapat
28
dideteksi dari darah atau air seni wanita hamil sesudah kurang lebih 10 hari
sesudah pembuahan. HCG ini dapat menstimulasi terjadinya mual dan muntah
pada ibu hamil.
BAB V
RINGKASAN
Mual dan muntah adalah gejala yang normal pada kehamilan, namun jika keadaan ini
berlanjut dan bertambah berat sampai mengganggu aktivitas sehari-hari maka dapat
menyebabkan kedaaan yang disebut dengan hiperemesis gravidarum. Bila keadaan
hiperemesis gravidarum tidak dideteksi dan diatasi secara dini maka akan dapat
menimbulkan komplikasi yang cukup serius.
29
Hormon progesteron, estrogen, dan HCG yang meningkat dikarenakan stres menjadi
salah satu penyebab hiperemesis gravidarum. Diperlukan edukasi kepada ibu dan
keluarga tentang penyakitnya dan kemungkinan berulang selama kehamilannya yang
sekarang, sehingga pasien tahu tindakan pertama apa yang harus dilakukannya jika
hal tersebut terjadi. Antenatal care yang teratur juga diperlukan agar ibu dan janin
sehat dan sejahtera.
30
DAFTAR PUSTAKA
31