PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh...

59
*) Dosen FKIP Universitas Jabal Ghafur PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP KELENGKAPAN FASILITAS BELAJAR SISWA SUB BIDANG STUDI SEJARAH PADA SLTP DARUSSA'ADAH RAYA KABUPATEN PIDIE Oleh : Amiruddin *) Abstrak. Keadaan sosial ekonomi pada orang tua mempunyai pengaruh terhadap kemampuan orang tua memenuhi fasilitas belajar anaknya. Orang tua yang baik keadaan sosial ekonominya mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk melengkapi fasilitas anaknya dan dengan demikian ikut membantu anak atau siswa meningkatkan prestasi belajar secara maksimal. Namun demikian, keadaan sosial ekonomi orang tua yang lebih dan fasilitas belajar yang memadai, bukan merupakan faktor satu-satunya penunjang keberhasilan pendidikan seorang siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat sosial ekonomi orang tua siswa SLTP Darussa'adah Teupin Raya Kabupaten Pidie, dan bagaimanakah pengaruh tingkat sosial ekonomi orang tua terhadap pengadaan fasilitas belajar siswa SLTP Darussa'adah Teupin Raya Kabupaten Pidie. Methoda penelitian yang dipergunakan adalah methoda penelitian kepustakaan (library researc) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan menelaah buku-buku, artikel ataupun karangan ilmiah lainnya yang dikarang oleh para ahli, sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mengedarkan angket, wawancara dan pengamatan dilapangan mengenai masalah yang dikemukakan dalam skripsi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi orang tua dengan fasilitas belajar. Pekerjaan pokok sebagian besar orang tua adalah petani yang mempunyai tanah relatif terbatas. Oleh karena itu pula pendapatan mereka terbatas, sehingga kehidupan sosial ekonomi mereka rendah. Siswa mengandalkan pemenuhan fasilitas belajar pada orang tua, sedangkan pada sisi lain keadaan sosial ekonomi orang tua rendah, sehingga kurang mampu memenuhi semua fasilitas untuk anaknya. Disarankan agar orang tua dapat mencari terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan pendapatannya dan disamping itu orang tua dapat bekerjasama dengan pimpinan sekolah dalam melengkapi secara bertahap kebutuhan fasilitas belajar siswa khususnya dalam pengadaan buku-buku dan lain-lainnya. Kata Kunci : Sosial Ekonomi, Fasilitas Belajar PENDAHULUAN Orang Tua sangat berpagaruh terhadap keberhasilan siswa terutama pada tingkat pendidikan dasar dan menengah , tanpa dorongan dan pemberian orang tua sangat sedikit siswa yang berhasil dalam berlajar, lebih banyak yang mengalami kegagalan dalam pendidikan Sejalan dengan uraian di atas, Henry N , Siahaan ( 1986 : 86 ) menyatakan sebagai berikut : Tidak dapat di sangkal lagi bahwa bila semakin tinggi perhatian orang tua terhadap pretasi belajar anak – anaknya, maka semakin tinggi pula prestasi yang akan di capai anak- anak itu. Dan sebaliknya akan terjadi, bila semakin berkurang perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anak –

Transcript of PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh...

Page 1: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

*) Dosen FKIP Universitas Jabal Ghafur

PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP KELENGKAPAN FASILITAS BELAJAR SISWA

SUB BIDANG STUDI SEJARAH PADA SLTP DARUSSA'ADAH RAYA

KABUPATEN PIDIE

Oleh : Amiruddin *)

Abstrak. Keadaan sosial ekonomi pada orang tua mempunyai pengaruh terhadap kemampuan orang tua memenuhi fasilitas belajar anaknya. Orang tua yang baik keadaan sosial ekonominya mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk melengkapi fasilitas anaknya dan dengan demikian ikut membantu anak atau siswa meningkatkan prestasi belajar secara maksimal. Namun demikian, keadaan sosial ekonomi orang tua yang lebih dan fasilitas belajar yang memadai, bukan merupakan faktor satu-satunya penunjang keberhasilan pendidikan seorang siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat sosial ekonomi orang tua siswa SLTP Darussa'adah Teupin Raya Kabupaten Pidie, dan bagaimanakah pengaruh tingkat sosial ekonomi orang tua terhadap pengadaan fasilitas belajar siswa SLTP Darussa'adah Teupin Raya Kabupaten Pidie. Methoda penelitian yang dipergunakan adalah methoda penelitian kepustakaan (library researc) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan menelaah buku-buku, artikel ataupun karangan ilmiah lainnya yang dikarang oleh para ahli, sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mengedarkan angket, wawancara dan pengamatan dilapangan mengenai masalah yang dikemukakan dalam skripsi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi orang tua dengan fasilitas belajar. Pekerjaan pokok sebagian besar orang tua adalah petani yang mempunyai tanah relatif terbatas. Oleh karena itu pula pendapatan mereka terbatas, sehingga kehidupan sosial ekonomi mereka rendah. Siswa mengandalkan pemenuhan fasilitas belajar pada orang tua, sedangkan pada sisi lain keadaan sosial ekonomi orang tua rendah, sehingga kurang mampu memenuhi semua fasilitas untuk anaknya. Disarankan agar orang tua dapat mencari terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan pendapatannya dan disamping itu orang tua dapat bekerjasama dengan pimpinan sekolah dalam melengkapi secara bertahap kebutuhan fasilitas belajar siswa khususnya dalam pengadaan buku-buku dan lain-lainnya. Kata Kunci : Sosial Ekonomi, Fasilitas Belajar

PENDAHULUAN

Orang Tua sangat berpagaruh

terhadap keberhasilan siswa terutama pada tingkat pendidikan dasar dan menengah , tanpa dorongan dan pemberian orang tua sangat sedikit siswa yang berhasil dalam berlajar, lebih banyak yang mengalami kegagalan dalam pendidikan

Sejalan dengan uraian di atas, Henry N , Siahaan ( 1986 : 86 ) menyatakan sebagai berikut :

Tidak dapat di sangkal lagi bahwa bila semakin tinggi perhatian orang tua terhadap pretasi belajar anak – anaknya, maka semakin tinggi pula prestasi yang akan di capai anak- anak itu. Dan sebaliknya akan terjadi, bila semakin berkurang perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anak –

Page 2: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

2

anaknya , maka semakin rendah pulalah pretasi yang di capai anak sekolahnya.

Perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anaknya dapat dipegaruhi oleh beberapa faktor diantaranya latar belakang pendidikan orang tua, sikap hidup, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya. Di antara berbagai faktor tersebut, keadaan sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap partisipasi orang tua dalam pendidikan anak dan sekaligus menpengaruhi kemampuan orang tua dalam menyekolahkan anak.

Tingkat kehidupan sosial ekonomi orang tua yang relatif baik memberikan kesempatan yang lebih besar kepada orang tua untuk memperhatikan pretasi belajar anak, karena adanya kesempatan orang tua untuk mengalihkan perhatian dari pemenuhan kebutuhan ekonomi kelurga dan dengan demikian berkesempatan memperhatikan perkembangan pendidikan anaknya (Gerungan 1988 : 181).

Keadaan sosial ekonomi orang tua yang memadai akan memberikan pembedaan yang lebih besar kepada pendidikan anaknya. Yang khususnya dalam memenuhi fasilitas yang diperlukan awal untuk kepentigan belajar, namun demikian hal tersebut bukanlah jaminan (Guarsa, 1987 : 76).

Walaupun tingkat kehidupan sosial ekonomi orang tua yang baik akan memberikan kesempatan pada orang tua untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya termasuk fasilitas dalam belajar, akan tetapi keadaan sosial ekonomi yang baik tersebut bukan jaminan anaknya akan berpretasi di sekolah suasana rumah yang tenang dan nyaman juga memberikan pengaruh positif kepada perkembangan anak.Sebagai mana dikatakan oleh NY. Y. Singgih D. Gurnasa/ Singgih D. Gurnasah ( 1987: 76 ) Sebagi berikut :

Peranan keadaan ekonomi suatu keluarga tidak terlalu besar mempergaruhi perkembangan anak. Keadaan rumah yang sederhana, bersih rapi, di mana anak mendapat makanan yang sehat dan anggota kelurga bersikap sedemikian rupa sehingga

memberikan rasa aman kepada anak, inilah yang akan membantu perkembangan keperbadian anak ke arah terbentunya keperbadian yang harmonis yang wajar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa keadaan ekonomi orang tua yang relatif baik berbagai kemungkinan bagi seorang anak atau siswa memgembangkan diri, akan tetapi kemampuan ekonomi anak akan berhasil dalam pendidikannya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa faktor sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh yang positif sekaligus negatif bagi pendidikan anak, khususnya dalam hal pemenuhan fasilitas belajarnya.

Dikatakan memberikan pengaruh yang positif jika kemampuan sosial ekonomi orang tua yang relatif baik mampu di manfaatkan dengan sebaik – baiknya oleh anak atau siswa untuk menunjang pendidikannya, seperti dapat bersekolah pada sekolah yang baik mutunya, dapat memenuhi segala fasilitas belajar yang diperlukan seperti buku-buku, ruangan belajar yang tenang, meja, kursi belajar dan sebaginya. Selain dari pada itu kemampuan sosial ekponomi orang tua yang memadai juga memberikan kesempatan yang lebih besar kepada mereka untuk lebih memperhatikan kemajuan pendidikan anaknya tersebut.

Selanjutnya di katakan memberikan pengaruh yang negatif jika kemampuan ekonomi orang tua yang baik malah dapat menjerumuskan seorang anak atau siswa kepada kegagalan pendidikannya. Hal ini dapat terjadi bila orang tua dengan kemampuannya yang baik itu menjadi memanjakan anaknya dengan materi sehingga anak lalai dalam pendidikannya . Orang tua menganggap dengan memenuhi kebutuhan secara maksimal kepada anak maka selesailah tugasnya, padahal yang diperlukan anak bukanlah sekedar kebutuhan materi semata, akan tetapi juga kebutuhan akan perhatian , kasih sayang , kotisifasi, fasilitas belajar yang memadai dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa antara kemampuan sosial

Page 3: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Amiruddin, Pengaruh Sosoial Ekonomi Orang Tua

ekonomi orang tua dengan pengadaan kebutuhan fasilitas anak terdapat hubungan yang erat, karena saling mendukung untuk membawa seorang anak atau siswa ke pintu keberhasilan pendidikannya.

Permasalahannya adalah sampai dimanakah pengaruh kehidupan sosial ekonomi orang tua terhadap pemenuhan fasilitas belajar anak, apakah orang tua yang kehidupan sosial ekonominya baik sudah pasti akan memenuhi segala fasilitas belajar anaknya das apakah orang tua yang kehidupan sosial ekonominya rendah tidak akan berusaha untuk memenuhi fasilitas belajar yang diperlukan anaknya. Hal ini dapat menimbulkan suatu permasalahan karena pada prinsipnya bukan suatu jaminan bahwa kehidupan sosial ekonomi orang tua dapat mempergaruhi pemenuhan fasilitas belajar anaknya.

Berdasarkan kepada latar belakang permasalahan tersebut sebagaimana dikemukan di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana pengaruh sosial ekonomi orang tua terhadap pengadaan fasilitas belajar anaknya. Untuk itu penulis melakukan suatu penelitian dengan membatasi pada sub bidang studi sejarah, sehingga akan dapat diketahui apakah keadaan sosial ekonomi orang tua mempergaruhi pengadaan fasilitas belajar anak ataukah tidak memberikan pengaruh terhadap pengadaan fasilitas belajar anak.

Adapun judul penelitian penulis adalah " pengaruh sosial Ekonomi Orang Tua terhadap kelengkapan fasilitas Belajar Siswa Sub Bidang studi sejarah pada SLTP Darussaadah Teupin Raya Kabupaten Pidie."

PELAKSANAAN PENELITIAN 1.1. Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari pada objek yang akan di teliti . Di dalam penelitian ini, populasinya ada dua pihak orang tua siswa itu sendiri. Adapun populasi dari siswa adalah sebagian siswa dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP ) Darussaadah Teupin Raya Kabupaten Pidie yaitu seban yak 120 orang siswa, sedangkan populasi dari orang tua siswa juga sebanyak

120 orang yaitu sebanyak populasi dari siswa itu sendiri.

Sampel adalah bagian yang mewakili populasi di dalam penelitian. Dalam penelitian ini , berhubung populasinya tidak begitu besar , maka semua populasi yang ada di jadikan sebagai sampel.Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini mempergunakan total sampel . Dengan demikian sampelnya adalah 120 orang siswa dan 120 orang tua siswa.

1.2. Methode Penelitian Di dalam penelitian ini, ada dua

methode utama yang dipergunakan sebagai berikut : 1. Penelitian Kepustakaan ( Librariy Research) Penelitiaan perpustakaan adalah suatu penelitian dengan cara menelah buku-buku, artikel-artikel ataupun karangan ilmiah lainnya yang dikarang oleh para ahli yang berkaitan dengan masalah dibahas dalam skripsi ini. 2. Penelitian Lapangan ( Field research ) Penelitiaan lapangan adalah suatu penelitian dengan cara mengadakan studi kasus dilapangan, baik dengan mengadakan angket, wawancara maupun dengan cara pengamatan tentang masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini. 1.3. Pengumpulan Data Untuk mendapat data, dipergunakan teknik angket, Angket diedarkan kepada siswa dan siswi sendiri. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan selama 15 hari sejak tanggal 15 Februari 2006 sampai tanggal 1 Maret 2006. Jumlah angket yang semuanya yang edarkan adalah berjumlah 240 buah yaitu 120 untuk orang tua siswadan 120 untuk siswa sendiri. Keseluruh angket bertujuan untuk mendapat data guna menjawab pertanyaan penelitian. Pada tanggal 2 maret 2006, semua angket yang telah diedarkan dapat dikumpulkan seluruhnya kembali , dan ternyata dapat dikumpulkan kembali

Page 4: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

4

seluruhnya dalam keadaan utuh dan dapat diolah. 4.1. Pengolahan Data. Dalam usaha pengolahan dan penganalisaan data yang diperoleh, maka dimasukkan setiap data kedalam sebuah tabel, Kemudian berdasarkan jumlah dan perentase dari masing-masing tabel tersebut, di analisakan hasilnya. Jumlah sampel dari masing-masimg tabel dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya, oleh karena ada tabel yang alternatif jawabannya dijawab lebih dari satu.

Adapun langkah pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Memeriksa semua angket yang masuk, dari 240 angket yang diedarkan semuanya kembali dan dapat diolah.

2. Mentabulasikan data dengan cara

menghitung frekwensi dan persentase dari alternatif jawaban yang ada.

3. Setelah diadakan perhitungan, langkah selanjutnya adalah memberikan penafsiran, analisan dan

kesimpulan terhadap data yang telah diolah. Dalam memberikan penafsiran data

dipergunakan patokan atau standar sebagai

berikut:

Persentase jawaban antara 80-100 dikatagorikan

dengan pada umumnya.

Persentase jawaban antara 60-79 dikatagorikan

denagan sebagian besar.

Persentase jawaban antara 50-59 dikatagorikan

dengan lebih dari setengah.

Persentase jawaban antara 40-49 dikatagorikan

dengan kurang dari setengah.

Persentase jawaban antara 20-39 dikatagorikan

dengan sebagian kecil.

Persentase jawaban antara 0-19 dikatagorikan

dengan sedikit sekali.

Dibawah ini disajikan hasil dari

penelitian l;ma;yang telah dilakukan dilapangan

terhadap sasaran dan orang tua siswa tentang

pekerjaannya.

TABEL. 1 PEKERJAAN POKOK SEHARI-HARI

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Petani Pedagang kecil Pegawai negeri / ABRI Wiraswasta Tukang dan lain-lain

95 5 5 15 -

79,17 % 4,17 % 4,16 % 12,5 %

-

Jumlah 120 100 %

Tabel diatas menunjukkan bahwa

pada umumnya responden menyatakan pekerjaannya sebagai petani, sedikit sekali yang bekerja pedagang kecil, pegawai negeri / ABRI, wiraswasta dan tukang dan lain-lain.

Pekerjaan berkaitan pula dengan penghasilan. Pada tabel dibawah ini dikemukakan tentang penghasilan responden sehari-hari.

Page 5: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Amiruddin, Pengaruh Sosoial Ekonomi Orang Tua

TABEL. 2 PENGHASILAN SEHARI-HARI

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Di bawah Rp 10.000,- Antara Rp 10.000,- Rp 15.000,- Antara Rp 15.000,- Rp 20.000,- Antara Rp 20.000,- Rp 25.000,- Di atas Rp 25.000,-

- 15 21 64 20

- 12,5 % 17,5 % 53,33 % 16,16 %

Jumlah 120 100 %

Uraian tabel diatas memperlihatkan

bahwa sedikit sekali responden mempunyai penghasilan sehari-hari di bawah Rp. 10.000,- dan antara Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 15.000,- sebagian kecil berpenghasilan antara Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 20.000,- dan diatas Rp. 25.000,-. Sebahagian besar yang

berpenghasilan antara Rp. 20.000,- sampai dengan Rp. 25.000,-

Penghasilan berpengaruh kepada kemampuan pemenuhan kebutuhan keluarga. Di bawah ini di kemukakan mengenai kemampuan memenuhi kebutuhan fasilitas belajar anak oleh responden.

TABEL. 3 KEMAMPUAN MEMENUHI KEBUTUHAN FASILITAS BELAJAR

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Sangat mampu Mampu Kurang mampu Tidak mampu Sama sekali tidak mampu

- 65 47 8 -

- 54,16 % 39,16 % 6,66 %

Jumlah 120 100 %

Uraian tabel diatas memperlihatkan

bahwa sebagian besar responden menyatakan mampu memenuhi kebutuhan fasilitas belajar anak, hanya sebagian kecil yang menyatakan tidak mampu dan kurang dari setengah yang menyatakan kurang mampu.

Ada bebagai bentuk fasilitas belajar yang dapat dipenuhi untuk anak. Di bawah ini dikemukakan tentang pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar anak oleh responden sehari-hari.

TABEL. 4 KEBUTUHAN FASILITAS BELAJAR YANG DIPENUHI UNTUK ANAK

No Alternatif Jawaban Frekuensi

(f) Persentase

(%)

1. 2 3 4.

Sarana belajar berupa buku pelajaran pokok dan alat tulis menulis. Pakaian sekolah Makanan yang bergizi dan terpelihara kesehatan. Kesempatan belajar dengan tenang dan tidak banyak di ganggu oleh kesibukan mencari nafkah.

82 - 6 32

68,33% -

5,00 % 26,66 %

Jumlah 120 100 %

Page 6: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

6

Dari uraian diatas dapat dikatakan

bahwa pada umumnya fasilitas belajar yang dipenuhi untuk anak adalah sarana belajar berupa buku pelajaran pokok dan alat tulis menulis, sedangkan yang menyatakan pakaian sekolah dan makanan yang bergizi dan terpelihara kesehatannya hanya sedikit sekali.s dan sebagian kecil responden yang menyatakan kesempatan belajar dengan

tenang dan tidak banyak diganggu oleh kesibukan mencari nafkah.

Dalam memenuhi kebutuhan anak akan buku-buku pelajaran, maka ada berbagai macam tindakan yang dilakukan oleh responden. Pada tabel dibawah ini dikemukakan tentang kehidupan sosial ekonomi responden menurut penilaian sendiri.

TABEL. 5 KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MENURUT PENILAIAN SENDIRI

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Ya cukup baik Tidak karena kebutuhan sehari-haripun susah Ya tapi cukup sederhana Tidak karena pendapatan sering tidak menentu. Kadang-kadang baik kadang-kadang tidak.

20

12 45 -

43

16,66 %

10,00 % 37,5 %

-

35,83 %

Jumlah 120 100 %

Uraian tabel di atas memperlihatkan

bahwa kurang dari setengah responden menyatakan kehidupan sosial ekonomi dirinya baik tapi cukup sederhana, kadang-kadang baik, kadang-kadang tidak dan sebahagian kecil yang menyatakan cukup baik. Sedangkan yang menyatakan tidak, karena kebutuhan sehari-haripun susah, sedikit sekali.

Demikianlah telah dikemukakan uraian pernyataan terhadap orang tua siswa, maka selanjutnya di bawah ini akan dikemukakan uraian pertanyaan terhadap siswa sendiri. Pada uraian dibawah ini dikemukakan tentang kemampuan orang tua responden dalam memenuhi kebutuhan keluarga di rumah.

TABEL. 6 KEMAMPUAN ORANG TUA RESPONDEN MEMENUHI KEBUTUHAN

KELUARGA

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Sangat mampu Mampu Kurang mampu Tidak mampu Tidak mampu sama sekali

- 65 47 8 -

- 54,17 % 39,17 % 6,66 %

-

Jumlah 120 100 %

Page 7: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Amiruddin, Pengaruh Sosoial Ekonomi Orang Tua

Uraian tabel di atas memperlihatkat bahwa sebagian besar responden menyatakan orang tuanya mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik di rumah, dan kurang dari setengah yang menyatakan kurang mampu, sedangkan yang menyatakan tidak mapu, sedikit sekali.

Dalam menyekolahkan anak, ada orang tua yang merasa kesulitan di samping ada pula yang tidak dalam membiayai keperluan anaknya. di bawah ini dikemukakan tentang saat penyediaan peralatan tulis menulis dan buku-buku oleh orang tua responden

. TABEL. 7 SAAT PENYEDIAAN PERALATAN TULIS MENULIS SERTA BUKU-BUKU

No Alternatif Jawaban Frekuensi (f) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Ya setiap saat Tidak tetapi setiap tahun ajaran baru Kapan saja di butuhkan Kapan saja ada uang orang tua Tergantung kepada keadaan

-

14 82 11 13

-

11,67 % 68,33 % 9,17 % 10,83 %

Jumlah 120 100 %

Uraian tabel diatas menunjukkan bahwa pada umumnya responden menyatakan saat penyediaan peralatan tulis menulis serta buku-buku adalah kapan saja dibutuhkan, sedangkan yang menyatakan setiap tahun ajaran baru, kapan saja ada uang orang tua dan tergantung kepada keadaan, sedikit sekali.

Di samping penyediaan peralatan tulis menulis serta buku-buku, maka penyediaan pakaian sekolah juga penting diperhatikan. Pembuktian Hipotesa

Untuk membuktikan hipotesa yang telah dikemukakan pada Bab I di atas apakah dapat di terima atau tidak kebenarannya, maka akan diadakan tinjauan terhadap data yang telah didapat melalui angket yang diedarkan.

Ada dua hipotesa yang akan dibuktikan kebenarannya ya itu sebagai berikut :

Karena pekerjaan pokok sebagian benar orang tua adalah petani, maka kehidupan sosial ekonomi mereka rendah.

Untuk membuktikan apakah hipotesa pertama ini dapat diterima atau tidak, akan diukur melalui hasil pengolahan data dari beberapa tabel yang ada kaitannya dengan hipotesa pertama tersebut yaitu tabel 1 dan dua tabel 2 Tabel 1 : Pada umumnya responden menyatakan pekerjaannya sebagai petani. Tabel 2 : Sebagian besar responden mempunyai penghasilan sehari-hari antara Rp. 7000,- sampai dengan Rp. 10.000,-.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas dan dipadukan lagi dengan hasil wawancara dan pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa orang tua anak yang anaknya bersekolah pada SLTP Darussaadah Teupin Raya Kabupaten Pidie, pada umumnya bekerja sebagai petani sederhana, dengan luas tanah yang terbatas dan pola tanam yang belum terbina dengan baik.

Dengan kehidupan sebagai petani sederhana tanpa adanya pekerjaan lain untuk menambah penghasilan yang memadai, maka penghasilan orang tua pun menjadi terbatas,karena tampa adanya pekerjaan

Page 8: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

8

yang lain maka sangat mempengaruhi kemampuan orang tua dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonominya, sehingga orang tua pun kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga, walaupun kondisi makanan yang disediakan di rumah memenuhi kebutuhan gizi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian kecil kehidupan sosial ekonomi para orang tua relatif rendah dan sebagian besar dapat dikatakan sederhana.

Oleh karena itu maka hipotesa pertama yang menyatakan karena pekerjaan pokok pada umumnya orang tua adalah petani, tetapi selain bertani sebagian besar orang tua mereka adanya pekerjaan lain, maka kehidupan sosial ekonomi mereka yang rendah dan ada pula yang sederhana, dapat diterima kebenarannya.

Karena pendapat orang tua rendah, maka fasilitas belajar siswa tidak memadai.

Untuk membuktikan apakah hipotesa kedua ini dapat diterima atau tidak, akan diukur melalui hasil pengolahan data dari beberapa tabel yang ada kaitannya dengan hipotesa kedua tersebut yaitu tabel 3, tabel 4, tabel 5 dan tabel 6.

Tabel 3 : Sebagian besar responden menyatakan mampu memenuhi kebutuhan fasilitas belajar anak. Tabel 4 : Pada umumnya responden menyatakan fasilitas belajar yang dipenuhi untuk anak adalah sarana belajar berupa buku pelajaran pokok dan alat tulis menulis. Tabel 5 : Kurang dari setengah responden menyatakan kehidupan sosial ekonomi dirinya cukup baik tapi cukup sederhana. Tabel 6 : Sebagian besar responden menyatakan bahwa oranga tuanya yang masih bersekolah adalah 3 (tiga) orang. Tabel 7 : Pada umumnya responden menyatakan saat penyediaan peralatan tulis menulis serta buku-buku adalah kapan saja dibutuhkan.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas dan dipadukan lagi dengan hasil wawancara dan pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa orang tua anak yang anaknya bersekolah pada SLTP Darussa'adah Teupin Raya Kabupaten Pidie, sebagian kecil pendapatan rendah dan oleh karena itu kurang mampu memenuhi kebutuhan fasilitas belajar anak.

Apabila anak memang sangat memerlukan pemenuhan fasilitas belajarnya, maka tidak dengan segera dapat dipenuhi akan tetapi meminta kesabaran anak, sehingga anak sendiri merasakan bahwa orang tuanya ada yang mengalami kesulitan dalam menyekolahkannya. Hal ini terlihat antara lain dalam pemenuhan peralatan tulis menulis dan buku-buku dimana dirasakan oleh anak masih kurang memuaskan, serta harus menunggu kapan ada uang orang tua dan tergantung kepada keadaan, sedangkan penyediaan pakaian sekolah tergantung kepada kebutuhan, demikian juga halnya dengan penyediaan waktu belajar di rumah.

Oleh karena itu maka hipotesa kedua yang menyatakan karena pendapatan orang tua ada yang rendah dan ada pula yang sederhana, maka fasilitas belajar siswa ada yang tidak memadai dan ada pula yang memadai, dapat diterima kebenarannya.

P E N U T U P

Berdasarkan uraian-uraian bab-bab sebelumnya, maka pada bab penutup ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran, yaitu sebagai berikut :

I. Kesimpulan

Bawah pekerjaan pokok sebagian besar orang tua siswa adalah petani. Pertanian yang dikelola orang tua siswa bukanlah pertanian modern, akan tetapi adalah pertanian dengan sistem sederhana dengan luas tanah relatif terbatas. Oleh karena itu pula pendapatan mereka terbatas, sehingga kehidupan sosial ekonomi mereka rendah.

Page 9: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Amiruddin, Pengaruh Sosoial Ekonomi Orang Tua

Bahwa terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi orang tua dengan fasilitas belajar anak, oleh karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya fasilitas belajar siswa masih terbatas. Siswa mengandalkan pemenuhan fasilitas belajar pada orang tuanya, sedangkan kemampuan sosial ekonomi orang tua masih rendah. Rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua mempengaruhi kemampuannya membiayai kehidupan keluarga, termasuk membiayai pemenuhan fasilitas belajar anaknya. II. Saran-saran

Didasarkan agar orang tua dapat mencari terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan pendapatannya. Dengan meningkatnya pendapatan tersebut maka kehidupan sosial ekonomi akan membaik, sehingga disamping mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga secara baik, juga mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak khususnya dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas belajarnya.

Disaran agar orang tua anak dapat bekerjasama dengan pimpinan sekolah dan guru bidang studi untuk dapat melengkapi secara bertahap kebutuhan fasilitas belajar siswa di sekolah seperti buku-buku dan lain-lainnya. Dengan demikian siswa akan dapat belajar dengan baik dalam rangka meningkatkan kemampuannya secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA Gerungan, W.A., 1988. Psikologi Sosial,

Penerbit Eresco, Bandung. Gunarsa, S. D., 1987. Psikologi Untuk

Membimbing, Penebit Gunung Mula, Jakarta.

Siahaan, H. N. , 1986 Peranan Ibu Bapak

Mendidik Anak, Penerbit Angkasa, Bandung.

Page 10: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

*) Drs. Zamzami, M.Si Dosen FKIP Universitas Abulyatama Aceh

10

PROBLEMATIKA LINK AND MATCH DAN SUPPLY AND DEMAND

DALAM SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA

Oleh

Zamzami *)

Abstrak. Hal yang terabaikan dalam pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan di

Indonesia adalah tuntutan ketrampilan guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas

hidup lulusan pendidikan pada khususnya serta rakyat Indonesia pada umumnya. Akibat

abaian tuntutan itu menghasilkan lulusan pendidikan tidak siap dan tidak sesuai dengan

lapangan kerja yang menambah permasalahan educated unemployment. Tujuan

penulisan ini untuk membuka pikiran para pengambil kebijakan pendidikan dalam

menata dan mereformasi kembali pendidikan yang dapat mengatasi permasalahan itu

guna tujuan pendidikan nasional dapat mencapai maksimal. Hasil kajian masalah ini

menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha menyiapkan diri guna mendapatkan

pekerjaan yang layak dengan gaji yang tinggi setelah lulus, daya dan biaya yang

dikeluarkan untuk pendidikan merupakan harapan untuk memiliki kemampuan ilmu

pengetahuan dan ketrampilannya yang dapat menjadi investasi yang dapat dipetik kelak

(learning for eating). Karena itu arahan pendidikan kepada dunia kerja pada setiap

jenjang pendidikan harus segera dimulai. Materi ajar di setiap jenjang pendidikan harus

sesuai dengan pemanfaatan sumber daya alam daerah. Budaya self-employment untuk

mengisi sektor informal yang berpeluang besar dan luas perlu dikembangkan melalui

magang. Perlu dilakukan seleksi dan evaluasi secara ketat agar diperoleh lulusan yang

bermotivasi dan berintelektualitas tinggi. Sistem pendidikan perlu direstrukturisasi dan

mempunyai link dengan potensi daerah. Pembangunan unit-unit lapangan kerja harus

merata di setiap daerah bahkan perlu dibebankan kepada pejabat daerah untuk

mendirikan Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Usaha Milik Pejabat agar dapat

menyerap tenaga kerja..

Kata Kunci : Pendidikan, Link and Match, dan Supply and Demand

Page 11: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 12: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

*) Drs. Bukhari, M.Si Staf pengajar Kop. Wil. I dpk. Pada FKIP Abulyatama Aceh

14

1. PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional yang dicita-citakan bangsa Indonesia seperti termuat dalam Undang-

Undang Dasar 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki

rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Zamzami, 2005).

Selanjutnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan

nasional dijelaskan juga bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta

memungkinkan para warganya mengembangkan diri dengan baik berkenaan dengan aspek jasmaniah dan rohaniah

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan

tujuan nasional (Zamzami, 2005).

Di tengah terbatasnya peluang dan lapangan kerja, tujuan dan fungsi pendidikan seperti yang diamanatkan itu

tidak relevan lagi bila hanya sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, dalam meningkatkan kemampuan

dan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia hal yang perlu dipikirkan adalah memberikan ketrampilan yang

ada relevansi dengan dunia kerja. Dalam konteks ini, maka peserta didik jangan semata-mata diarahkan kepada

penguasaan pengetahuan tetapi harus dibekali keahlian khusus sesuai dengan tuntutan lapangan kerja bahkan dengan

keahlian itu mampu menciptakan lapangan kerja.

Berkaitan dengan uraian di atas, lembaga pendidikan harus dijadikan pabrik sumber daya manusia yang akan

menghasilkan produk terlaris dalam masyarakat. Dalam proses produksi semberdaya manusia itu, materi ajar diarahkan

kepada bidang yang benar-benar relevan. Karena itu prinsip link and match menurut kemampuan, ketrampilan, bidang

keahlian, dan kualifikasi lulusan harus diprioritaskan pada setiap jenjang pendidikan. Dengan demikian, semakin tinggi

jenjang pendidikan akan semakin tinggi link and matchnya. Derajat link and match ditentukan oleh waktu perolehan

pekerjaan oleh para lulusan, artinya semakin besar derajat link and match akan semakin cepat para lulusan memperoleh

pekerjaan.

Di samping link and match, hal yang terabaikan dalam kancah pendidikan Indonesia adalah supply and demand.

Lulusan lembaga pendidikan selalu lebih tinggi dari pada permintaan lapangan kerja yang berakibat timbulnya

pengangguran. Fakta ini disebabkan oleh pemberian izin kepada pembukaan lembaga pendidikan yang sama dengan yang

sudah ada dan tidak terkontrolnya jumlah penerimaan dengan jumlah kebutuhan.

Mencermati permasalahan tersebut, maka penulis terdorong untuk mengangkatnya ke permukaan agar mendapat

pemikiran oleh pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan di Indonesia, khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam.

2. LINK AND MATCH DALAM PENDIDIKAN

Kebijaksanaan keterkaitan dan kepadanan (link and match) dalam pendidikan pada intinya menekankan

perlunya pendidikan menyesuaikan diri dengan tuntutan bidang ekonomi. Dengan kata lain, pendidikan merupakan

pelayan untuk pertumbuhan ekonomi melalui produksi barang dan jasa. Dalam arti sempit, pendidikan yang bermutu

adalah pendidikan yang mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi (Supriadi, 1997).

Diketahui bahwa kunci keberhasilan manusia di negara maju dalam mencapai kejayaannya adalah karena

penguasaan ilmu ekonomi dan teknologi. Ilmu tekonologi mampu memberikan pengetahuan untuk mencari, menggali,

mengolah, menyimpan, dan mengangkut sumber daya alam untuk diproses menjadi barang dan jasa. Ilmu ekonomi

memainkan peranan dalam mengatur pemanfaatan sumber daya alam seefisien dan seefektif mungkin dalam bentuk

produksi, barang, dan jasa (Zamzami, 2002).

Untuk menempatkan pendidikan pada tempat yang strategis, maka pendidikan harus dikaitkan dengan lapangan

kerja. Dalam konteks ini mengupayakan lulusan pendidikan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang relevan dengan

tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara inilah pendidikan akan memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana mempertemukan wawasan pendidikan yang sangat luas

dengan kepentingan ekonomi yang serba sempit. Para pendidik dan kolega dunia pendidikan pada umumnya

menempatkan pendidikan pada posisi yang tinggi. Oleh karena itu mereka tidak mau bila pendidikan didegradasikan

hanya sebagai pelayan untuk dunia kerja. Begitu luasnya misi dan fungsi pendidikan dipahami oleh sebagian orang

sehingga mengaburkan dan tidak jelas peranan pendidikan dalam konstelasi perekonomian bangsa Indonesia. Dalam

Page 13: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Bukhari, Pengajaran Remidial Sebagai Upaya

*) Drs. Zamzami, M.Si Dosen FKIP Universitas Abulyatama Aceh

15

banyak kasus, cara berpikir seperti itu yang justeru menjadi salah satu penyebab terjadinya pengangguran lulusan

pendidikan.

Meskipun link and match dianggap sangat prgmatis, tetapi masalah itu pada akhirnya akan diyakini manakala

lulusan pendidikan dihargai masyarakat, tidak sulit mendapat pekerjaan, dan memperoleh imbalan yang layak. Logika

praktisnya, seseorang belajar dengan keras, mengeluarkan daya dan dana dengan mengharapkan kelak dapat menggunakan

kemampuan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya untuk mencari nafkah. Jadi, berlaku prinsip learning for eating.

Sebagai gambaran tentang keterkaitan itu, hasil penelitian Supriadi, dkk. (1997) menjelaskan bahwa “sebanyak

90 % mahasiswa ITB memandang perguruan tinggi merupakan tempat menyiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan

yang layak setelah lulus. Pandangan yang sama dikemukakan juga oleh 76 % mahasiswa UNPAD dan 70 % mahasiswa

IKIP Bandung. 73 % mahasiswa ITP, 72 % mahasiswa UNPAD, dan 53 % mahasiswa IKIP Bandung memiliki tujuan

utama kuliah adalah agar kelak mendapat pekerjaan yang baik dengan gaji yang tinggi. Sebagian besar mahasiswa (ITB 65

%, UNPAD 78 %, dan IKIP Bandung 72 %) beranggapan bahwa biaya yang mereka keluarkan untuk kuliah merupakan

investasi yang harus dapat dipetik kelak, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Dengan demikian belajar mempunyai

tujuan finansial yang kuat.

Harapan itu selayaknya menjadikan lembaga pendidikan merasa berhutang jasa. Hal ini relevan

dengan hasil studi di Indonesia yang menemukan bahwa tingkat keuntungan (rate of return) perguruan tinggi

(0,32) dan STM (0,18). Hal ini antara lain disebabkan oleh biaya (investasi) belajar di perguruan tinggi lebih

tinggi (Supriadi, 1997).

Uraian di atas memberikan gambaran kepada semua pihak agar link and match antara pendidikan dan dunia

kerja harus diaktualisasikan menjadi kenyataan. Oleh karena itu dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi dan dunia

kerja harus saling membuka diri dan berdialog secepatnya dan setepat-tepatnya guna mewujudkan kemapanan,

kesejahteraan, dan kualitas hidup manusia.

3. SUPPLY AND DEMAND DALAM PENDIDIKAN

Secara kuantitatif patut diakui bahwa lulusan pendidikan, khususnya perguruan tinggi selama orde

baru sangat menggembirakan. Hal ini dibuktikan dengan adanya penambahan jumlah mahasiswa yang cukup

drastis. Pada tahun 1967 jumlah mahasiswa di Indonesia hanya sekitar 230.000 orang, namun pada tahun

1991/1992 meledak menjadi 2,1 juta orang atau mengalami kenaikan 900 %. Sementara itu educated

unemployment sangat mengkhawatirkan mulai terasa sejak repelita IV. Meskipun masalah pengangguran

berkaitan dengan banyak aspek, tetapi jika masalah itu berkenaan dengan youth and educated unemployment

maka tanggung jawab sistem pendidikan tidak dapat dielakkan (Mark Blaug disitasi oleh Tilaar, 1994).

Berbicara tentang masalah pengangguran sarjana tidak terlepas dari poros Sekolah Dasar sampai

Sekolah Menengah Atas yang mempunyai dorongan sangat kuat. Poros itu diawali dengan pengadaan SD

Inpres pada tahun 1983/1984 yang kemudian mendorong tingkat di atasnya, yaitu SMP dan SMA. Pada akhir

repelita IV mulai tampak adanya ekses dari dorongan itu. Indikator dorongan adalah menjamurnya Perguruan

Tinggi Swasta sehingga melebihi Perguruan Tinggi Negeri. Menjamurnya PTS dan menghasilkan lulusannya

dengan sendirinya memenuhi kebutuhan akan tenaga profesional dan akademis untuk pembangunan di segala

bidang.

Angka partisipasi perguruan tinggi dalam dunia kerja di Indonesia sebenarnya masih rendah

dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1991 angka partisipasi perguruan tinggi dalam

pembangunan sekitar 10 %. Angka ini telah dicapai Korea Selatan pada tahun 1965. Angka partisipasi sekitar

38 % telah dicapai Filipina dan Thailand 20 % pada tahun 1985. Sedangkan Singapore 12 % pada tahun 1983.

Tidak mengherankan bahwa lulusan perguruan tinggi dalam dunia kerja Indonesia masih rendah, yaitu 2,3 %

pada tahun 1989. Sedangkan pada tahun 1988, partisipasi lulusan perguruan tinggi dalam dunia kerja di Korea

Selatan telah mencapai 9,4 %, dan Taiwan 10 %. Di Malaysia, partisipasi lulusan perguruan tinggi dalam

dunia kerja pada tahun 1987 telah mencapai 5,1 % (Tilaar, 1994).

Sementara itu profil tenaga kerja Indonesia saat ini yaitu buta huruf mencapai 11,4 %, 72 % lebih

berpendidikan SD, SMP dan SMA masing-masing 11,4 % dan 13,2 %. Tenaga kerja dengan kualifikasi

pendidikan tinggi hanya 2,7 % (Achmad Sanusi, 1998).

Angka partisipasi dan bertambahnya lulusan perguruan tinggi belum mampu meningkatkan

produktivitas kerja. Hal ini terbukti dengan adanya pengangguran sumber daya manusia, baik yang telah

menjadi pegawai negeri maupun pengangguran total. Apabila kecenderungan perguruan tinggi terus berjalan

seperti sekarang maka semakin besar kemungkinan terjadi pengangguran (Tilaar, 1994).

Page 14: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

16

Beberapa penyebab adanya kesenjangan antara supply and demand di perguruan tinggi antara lain

pemilihan program studi yang mudah oleh mahasiswa, pembukaan program studi yang sama pada setiap

perguruan tinggi, dan perataan jumlah mahasiswa setiap program studi.

Pada umumnya mahasiswa lebih cenderung memilih program studi yang mudah, misalnya ilmu

sosial dari pada ilmu eksakta yang justeru sangat dibutuhkan. Kecenderungan ini dapat dilihat pada angka-

angka berikut. Pada tahun 1983 sekitar 65,5 % sarjana penganggur dari kalangan ilmu sosial. Pada tahun

1986 sekitar 22,4 % dan 6,8 % sarjana pertanian dan teknologi menganggur. Hal ini terjadi karena mereka

tidak mau bekerja di pedesaan yang masih membutuhkannya.

Kecuali mahasiswa program studi langka, akhir-akhir ini sebagian besar alumni harus menunggu

puluhan tahun untuk mendapat kesempatan bekerja (menganggur). Hal ini disebabkan oleh lulusan program

studi sama pada setiap perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa yang tidak terkoordinasi. Fakta ini

memberikan kesenjangan antara lulusan dengan kebutuhan dalam dunia kerja. Di samping itu, pada umumnya

para lulusan itu tidak mau atau tidak memiliki ketrampilan dalam mengaplikasikan pengetahuan dengan dunia

kerja. Bahkan para lulusan itu bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang ditekuninya, misalnya sarjana pertanian

bekerja sebagai wartawan, sarjana teknik dan sarjana non kependidikan lainnya bekerja sebagai guru. Fakta

ini lebih menambah kesenjangan antara supply and demand dalam dunia pendidikan.

4. PENUTUP

Untuk mengatasi persoalan tersebut dapat dilakukan pengelolaan pendidikan sebagai berikut;

dorongan poros pendidikan dari SD menuju ke jenjang pendidikan selanjutnya perlu didiferensiasi.

Pengarahan kepada dunia kerja pada setiap jenjang pendidikan harus dimulai sejak dini. Materi ajar di setiap

jenjang pendidikan harus diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya alam daerah. Perlu dikembangkan self-

employment untuk mengisi sektor informal yang berpeluang besar dan luas. Perlu dilakukan seleksi dan

evaluasi secara ketat agar diperoleh lulusan yang bermotivasi dan berintelektualitas tinggi. Sistem pendidikan

perlu direstrukturisasi dan mempunyai link dengan potensi daerah. Pembangunan unit-unit lapangan kerja

harus merata di setiap daerah bahkan perlu dibebankan kepada pejabat daerah, misalnya Badan Usaha Milik

Daerah dan Badan Usaha Milik Pejabat.

5. DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi.1998. Pengelolaan Pendidikan Lamban dan Korup. Bandung: Harian Pikiran Rakyat Edisi 6

September 1998.

Depdikbud. 1994. Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal Landas. Jakarta: Depdikbud.

Supriadi, Dedi. 1998. Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jakarta: Rosda Jayaputra.

Supriyoko, Ki. 1998. Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: Harian Pikiran Rakyat Edisi 16 Juni 1998.

Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan SDM Unggul Indonesia Menghadapi Masyarakat Kompetitif Era

Globalisasi. Bandung: Pidato Acara Wisuda STM.

------------------.1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspekstif Abad 21.

Magelang: Tera Indonesia.

------------------.1998. Managemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Karya.

Yatim, Wildan. 1989. Perguruan Tinggi Harus Direformasi. Bandung: harian Pikiran Rakyat Edisi 16 Juni

1998.

Zamzami.2002. Pengetahuan Lingkungan (Diktat Kuliah). Banda Aceh: FKIP Unaya.

Zamzami.2005. Nasib Pendidikan NAD Akibat Konflik. Bandung: Jurnal Mondial Edisi Januari-Juni 2005

Page 15: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Bukhari, Pengajaran Remidial Sebagai Upaya

*) Drs. Zamzami, M.Si Dosen FKIP Universitas Abulyatama Aceh

17

PENGAJARAN REMEDIAL SEBAGAI UPAYA MENGATASI

KESULITAN BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN

KESETIMBANGAN KIMIA

Oleh:

Bukhari *)

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengajaran remedial

dapat mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa, khususnya bagi yang mengalami

kesulitan belajar untuk memahami pelajaran kimia pada pokok bahasan

kesetimbangan kimia.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kela XI SMA Lueng Putu

sebanyak 4 kelas, sedangkan sampel diperoleh secara hipotesis penelitian,

diperoleh t hitung =22,432 sedangkan t tabel = 2, 01785 pada α = 0,05, sehingga t

hitung > t tabel. Dengan remedial dapat meningkatkan hasil belajar pada pokok

bahasan kesetimbangan kimia di SMA. Besar persentase peningkatan hasil belajar

siswa adalah 136,84%.

Kata Kunci : Remedial, mengatasi, kesulitan.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah salah satu faktor

yang sangat penting dalam meningkatkan

Sumber Daya manusia. Sejalan dengan itu

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

menuntut manusia untuk meningkatkan mutu

pendidikannya.

Belajar pada hakekatnya adalah suatu

aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah

laku pada individu yang belajar. Perubahan

tingkah laku tersebut terjadi karena usaha

individu yang bersangkutan. Belajar

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : bahan

yang dipelajari, instrumen, lingkungan, dan

kondisi pelajar itu sendiri. Sedangkan mengajar

pada hakekatnya adalah membantu siswa

memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai,

cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan

dirinya, dan cara-cara bagaimana belajar

(Natawidjaja 1984:13). Hasil akhir atau jangka

panjang proses mengajar adalah kemampuan

siswa yang tinggi untuk dapat belajar dengan

mudah dan efektif dimasa mendatang.

Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuan

utama dari kegiatan belajar dapat menguasai

bahan-bahan belajar sesuai dengan tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu guru

melakukan berbagai upaya mulai dari

penyusunan rencana pelajaran, silabus,

penggunaan sirategi belajar mengajar yang

relavan, sampai dengan pelaksanaan penilaian

dan umpan balik. Namun demikian, kenyataan

menunjukkan bahwa setetah kegiatan belajar -

mengajar selesai, masih ada saja murid yang

tidak menguasai materi pelajaran dengan baik

sebagaimana tercermin dalam nilai atau hasil

belajar. Djamarah dan Zain (1995:24)

mengungkapkan bahwa dari hasil berbagai studi

menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja

siswa yang mampu menguasai 90%-100% dari

bahan pelajaran yang telah disampikan guru,

sebagian besar anak bervariasi 50%-80%, malah

sebagian lagi ada yang lebih kecil lagi

penguasaannya terhadap bahan yang telah

disajikan guru. Akan tetapi pada kenyatannya

siswa umumnya naik kelas 100%.

Belajar dipengaruhi oleh banyak faktor

salah satu diantaranya adalah bakat. Menurut

Carrol dalam Psikologi Kependidikan

(Syamsuddin Abin, 2003.308) bakat bukanlah

merupakan indeks kemampuan melainkan

sebagai ukuran kecepatan belajar. Artinya

seseorang yang memiliki bakat tinggi memerluka

waktu yang relatif sedikit dibanding peserta didik

yang tidak berbakat. Oleh karena adanya tingkat

Page 16: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Bukhari, Pengajaran Remidial Sebagai Upaya

*) Drs. Zamzami, M.Si Dosen FKIP Universitas Abulyatama Aceh

15

( )( )

ΣΥ−ΣΧ

ΣΧ−ΣΧ

ΣΥΣΧ−ΣΧΥ

2222

nn

n

penguasaan dan bakat maka yang diperlukan

adanya pendekatan-pendekatan yang khusus

untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

membantu meningkatkan hasil belajar siswa

seperti itu adalah dengan melakukan pengajaran

remedial yaitu pengajaran yang dilakukan setelah

pengajaran biasa dan eveluasi.

Remedial berarti bersifat menyembuhkan

atau membetulkan atau membuat menjadi baik.

Dengan pengajaran remedial, murid yang

mengalami kesulitan belajar dapat dibetulkan atau

disembuhkan atau diperbaiki sehingga dapat

mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan

kemampuannya.

Siswa dapat dipandang atau diduga

mengalami kesulitan belajar apabila yang

bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu

dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa

dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak

mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat

keberhasilan atau tingkat pengusaan minimal

dalam pengajaran tertentu. Dalam konteks sistem

pendidikan di Indonesia angka nilai batas lulus itu

adalah angka 6 atau 60 atau C atau 60% dari

tingkat ukuran yang diharapkan.

Kesulitan belajar yang dihadapi siswa

mungkin menyangkut semua bidang studi,

mungkin beberapa bidang studi, atau mungkin

satu bidang studi atau satu kemampuan khusus

dalam satu bidang studi. Kesetimbangan kini

merupakan salah satu pokok bahasan kimia yang

berbentuk abstrak dan memerlukan penalaran

yang tinggi sehingga .pada umutnnya siswa

mengalami kesulitan di dalam mempelajarinya.

Tugas kewajiban guru bukan hanya

mengajar pelajaran pokok saja, melainkan

berkewajiban juga memberikan kegiatan

perbaikan dan pengayaan. Tanpa memperhatikan

kegiatan-kegiatan perbaikan, keseluruhan proses

belajar mengajar hasilnnya akan sedikit. Dengan

kata lain, guru yang telah menyelenggarakan

pengajaran pokok disertai dengan kegiatan

perbaikan berarti menunaikan tugas sepenuhnya.

(Sutomo, 1985 : 176).

METODELOGI PENELITIAN

1. Papulasi dan Sampel penelitian a. Populasi penelitian,

Populasi dalam penenlitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI SMA,

Lueng Putu.

b. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terdiri

dari 2 kelas yang diambil secara

purposif.

2. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah penerapan pengajaran

remedial sebagai upaya mengatasi

kesulitan belajar siswa pada pokok

bahasan kesetimbangan kimia.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penenlitian ini

adalah hasil belajar siswa.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk

memperoleh data dalam penelitian ini adalah

instrumen test sebanyak 15 soal dalam bentuk

test objektif Sebelum digunakan, alat

pengumpul data terlebih dahulu diuji

validitas, reliabilitas, uji daya beda dan

tingkat kesukaran.

4. Uji Validitas

Uji vatiditas dilakukan untuk

mengetahui apakah isntrurnen yang

digunakan untuk rnemperoleh data sudah

valid/sahih atau belum. Pada Penelitian ini uji

validitas dilakukan dengan menggunakan

rumus korelasi product moment sebagai

berikut :

r xy =

(Arikunto, 1999:72)

5. Uji Reliabilitas

Uji reabilitas digunakan untuk

mengukur tingkat kepercayaan dari suatu

instrumen. Pada penelitian ini uji reabilitas

dilakukan dengan menggunakan KR-20

sebagai berikut :

Rl l =

ΣΡ−

−2

2

.

1S

qS

n

n

Page 17: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

16

(Arikunto, 1999:100)

6. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah

kemampuan suatu kemampuan suatu soal

untuk membedakan antara siswa yang pandai

dengan siswa yang bodoh. Rumus yang

digunakan sebagai berikut :

D = JB

BB

JA

BA− (Arikunto, 1999 : 213)

7. Uji Tingkat Kesukaran

Dalam penelitian ini uji tingkat

kesukaran dilakukan dengan menggunakan

rumus :

P = JS

B (Arikunto, 1999 : 208)

8. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental,

dimana dalam melaksanakan penelitian ini

dilakukan pengajaran remedial terhadapa

sampel, dan kemudian dilihat pengaruhnya

terhadap hasil belajar siswa.

9. Tehnik Analisa Data

9.1. Uji normalitas

Uji normalitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji Liliefors

dengan langkah-langkah berikut :

- Membuat tabel distribusi frekuensi

- Menghitung rata-rata ( )X dengank

rumus

Χ = n

in

i

∑=

Χ1

- Menghitung standar deviasi (S) dengan

rumus

S = ( )

)1(

22

ΣΧ−ΣΧ

nn

iin

- Membuat tabel penolong

- Data X1.,X2…,Xn dijadikan dalam bentuk

baku Z1, Z2,…,Zn dengan rumus

Z1 = S

i

Χ−Χ

- Untuk tiap bentuk baku dengan

menggunakan daftar distribusi normal

baku yang dihitung dengan peluang

F(Zi) = P (Z ≤ Zi)

- Menghitung porposi dengan rumus

-

S (Zi) = banyaknya n

in Ζ≤ΖΖΖ ,...,.1

- Menghitung harga mutlak selisih F (Zi)

dengan S(Zi)

- Menentukan harga terbesar dari selisih |F

(Zi) – S (Zi| sebagai Lo. Untuk menerima

atau menolak distribusi normal Lo

dibandingkan dengan nilai kritis L. Pada

taraf signifikan 0,05 dilakukan

pengujian:

Jika Lo < L berdistirbusi normal

Jika Lo > L tidak berdistribusi

normal. (Sujana, 2002 : 446)

9.2. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan

rumus :

=

nsd

dod − (Sujana, 1992 : 267)

Ho diteriama jika –t αα2

12

1 tt +≤≤ pada

α = 0,05 dan dk = n – 1

9.3. Persentase Peningkatan Hasil Belajar

Rumus menghitung persentase

peningkatan hasil belajar siswa digunakan

rumus :

% peningkatan = Χ

d x 100 %

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Analisa Data Hasil Penelitian

Page 18: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Bukhari, Pengajaran Remidial Sebagai Upaya

*) Drs. Zamzami, M.Si Dosen FKIP Universitas Abulyatama Aceh

17

Deskripsi data hasil belajar sebelum

remedial dan hasil belajar sesudah remedial

siswa sebagai berikut :

Tabel.1. Desktripsi Data Hasil belajar sebelum

remedial dan Hasil belajar sesudah

remedial Siswa

Hasil belajar

sebelum

remedial

Hasil belajar

sesudah

remedial

Rata-rata 2,66 6,3

Varians 1,116 0,82

Standar

deviasi

1,06 0,67

Banyak

data

44 44

Jumlah siswa sebanyak 44 diperoleh

data hasil belajar sebelum remedial dan hasil

belajar sesudah remedial siswa. Hasil belajar

sebelum remdial dengan rata-rata 2,66, varians

1,116 dan standar devisiasi 1,06 sedangkan hasil

belajar sesudah remedial siswa dengan rata-rata

6,3 varians 0,82 dan standar deviasi 0,67.

2. Uji Normalitas Uji normalitas data Hasil belajar

sebelum remedial dan hasil belajar sesudah

remedial siswa mengunakan uji Liliefors. Hasil

uji normalitas data Hasil belajar sebelum

remedial dan hasil belajar sesudah remedial

siswa dinyatakan pada tabel berikut:

Tabel 2. Uji normalitas Data Hasil belajar

sebelum remedial dan Hasil belajar

sesudah remedial siswa.

Variabel Lo L Kesimpulan

X 0,0993 0,1336 Normal

Y 0,1310 0,1336 Normal

Untuk Data Hasil belajar sebelum

remedial, Lo (0,1336) maka data berdistribusi

normal. Untuk data hasill belajar sesudah

remedial siswa, Lo (0,1310) < L (0,1336) maka

data juga berdistribusi normal.

3. Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji

t, Ho diterima jika –t 2

1 ( )αα −1 ≤ t ≤ t

( )α−1 pada α = 0,05 dan dk = n – 1. Hasil

perhitungan diperoleh bahwa thitung = 21,423

sedangkan ttabel = 2,01785. Dengan demikian

thitung > ttabel sehingga Ho ditolak sedangkan Ha

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran

remedial dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada pokok bahasan kesetimbangan kimia di

SMA.

4. Persentase Peningkatan Hasil Belajar

Siswa Selisih rata-rata hasil belajar siswa

sebelum dan sesudah remedial ( )d adalah 3,64

sedangkan rata-rata hasil belajar siswa sebelum

remedial ( )Χ adalah 2,66. Sehingga persentase

peningkatan hasil belajar siswa adalah sebesar

136,84 %.

5. Diskusi dan Pembahasan

Pengajaran remedial dapat

meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan

kesetimbangan kimia di SMA, dimana dengan

adanya pengajaran remedial, maka pemahaman

siswa terhadap kesetimbangan kimia semakin

bertambah.

Pengajaran peningkatan hasil belajar

pada siswa penilaian ini adalah sebesar 136,84%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan penelitian tersebut

dapat diambil kesimpulan adalah bahwa

pengajaran remedial dapat meningkatkan hasil

belajar pada pokok bahasan ksetimbangan kimia

di SMA.

Saran

1. Guru sebaiknya melakukan pengajaran

remedial agar siswa yang mengalami

kesulitan belajar dapat lebih memahami

pelajaran.

2. Penelitian ini dilakukan pada pokok

bahasan kesetimbangan kimia, sehingga

perlu dilakukan penelitian lanjut tentang

pengajaran remedial pada pokok

bahasan lain.

Page 19: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 20: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

18

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadii, A., (2000), Psikologi belajar, Rineka

Cipta, Jakarta.

Arikunto, S., (1999), Dasar-Dasarv Evaluasi

Pendidikan, Bumi Aksara,

Jakarta.

Djamarah, S.B dan Zain, A., (1995), Strategi

Belajar mengajar, Rineka Cipta.

Jakarta.

Engkowara, (1984), Dasar-dasar Metodelogi

Pengajaran, Bina Aksara,

Jakarta.

Entang, M., (1984) Diagnosis Kesulitan Belajar

dari Pengajaran Remedi, Bumi

Aksara, Jakarta

Majid, A., (2005), Perencanaan Pembelajaran,

penerbit PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Muhibbin, (2000), Psikologi Pendidikan,

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Mulyasa, E., (2005), Implementasi kurikulum

2004 Panduan Pembelajaran KBK,

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,

Badung.

Natawidjaja, (1984), Pengajaran Remedial,

Depdikbud, Jakarta.

Sudjana, Nana (2005), Penelitian Hasil Proses

Belajar Mengajar, Penerbit, PT.

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sudjana, (1992) Metode Statistika, Tasiti,

Bandung.

Sutomo, (1985), Teknik Penilaian Pendidikan.

PT. Bina Ilmu, Surabaya.

Syamsudin Abin, (2003), Psikologi Pendidikan,

Penerbit PT. Remaja Rodakarya,

Bandung.

Page 21: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

*) Drs. Abdul Hamid, Msi dosen FKIP UNSYIAH Banda Aceh

Model Pembelajaran Sains Menurut

Pandangan Konstruktivisme

Oleh: Jailani *)

Abstrak: Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran IPA maka akhir-akhir ini para

ahli mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan

konstruktivisme dari Piaget. Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak

membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah.

Oleh karena itu, setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama

berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut pandangan

konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau

kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan

"makna" oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Pembentukan makna

merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab

akhir atas belajar mereka sendiri. Implikasi dari pandangan konstruktivisme di sekolah

ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran

siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada

dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar sains

merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga di

sini peran guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan

fasilitator belajar siswa.

Kata-kunci: Pembela jaran Sains , Konstruk tiv isme

Dewasa ini telah dilakukan berbagai

upaya perbaikan dan peningkatan mutu

pembelajaran IPA di sekolah. Salah satu

pembelajaran yang ditawarkan untuk

meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah

adalah model pembelajaran yang didasarkan pada

pandangan konstruktivis karena dianggap paling

sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA. Hal

itu tampak dengan banyaknya tulisan tentang

pandangan konstruktivis dalam bentuk jurnal hasil

penelitian atau penuangan gagasan dalam upaya

mengembangkan model pembelajaran IPA.

Model pembelajaran IPA yang dikembangkan

berdasarkan pandangan konstruktivis ini

memperhatikan dan mempertimbangkan

pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh

di luar sekolah. Disarankan oleh Bell (1993:16)

agar pengetahuan siswa yang diperoleh dari luar

sekolah dipertimbangkan sebagai pengetahuan

awal dalam sasaran pembelajaran, karena sangat

mungkin terjadi miskonsepsi. Sebaliknya apabila

guru tidak mempedulikan konsepsi atau

pengetahuan awal siswa, besar kemungkinan

miskonsepsi yang terjadi akan semakin kompleks.

Menurut pandangan konstruktivis dalam

proses pembelajaran IPA seyogianya disediakan

serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata

yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan

memungkinkan terjadi interaksi sosial. Dengan

kata lain saat proses belajar berlangsung siswa

harus terlibat secara langsung dalam kegiatan

nyata.

Pembentukan pengetahuan mewarnai

pembentukan sistem konseptual IPA bagi yang

mempelajarinya. Model pembelajaran IPA dipilih

sesuai dengan sifat IPA sebagai pengetahuan

deklaratif maupun pengetahuan prosedural.

Komponen-komponen pembentuk model

pembelajaran dirumuskan sesuai dengan sifat

model pembelajaran yang disusun dan terutama

ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai melalui

pembelajaran tersebut.

Pembentukan sistem konseptual bukan dengan

cara memasangkan (match) dengan kenyataan di

alam, melainkan dengan mencocokkan (fit) dengan

kenyataan. Model konstruktivis menekankan

pandangan instrumental tentang pengetahuan atau

sistem konseptual. Pada proses pembentukannya

sistem konseptual mengalami pengujian secara

Page 22: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

terus-menerus. Sistem konseptual IPA sebagai

suatu pengetahuan logik-matematik dan fisik

hanya dapat dipelajari melalui penyesuaian arti

antara pengajar dan pelajar (Herron, 1978).

Kerangka konseptual atau sistem konseptual IPA

biasanya terdiri atas konsep-konsep IPA dengan

hubungan-hubungan bermakna antara konsep-

konsep yang dipelajari dengan yang telah ada.

Karena itu pembentukan sistem konseptual IPA

haruslah melalui hubungan kebermaknaan antar-

konsep yang telah dipelajari. Hubungan bermakna

ini dapat bersifat superordinat, subordinat dan

koordinat, sesuai dengan ruang lingkup konsep

IPA yang terbentuk dapat lebih luas, lebih sempit

atau sama luas. Jadi hubungannya dapat bersifat

vertikal dan horizontal.

Dari beberapa model pembelajaran yang

diperkenalkan oleh Joyce et al. (1992) model

perolehan konsep tampaknya cocok dengan

strategi pembelajaran yang bertujuan untuk

memperoleh konsep dan menganalisis strategi

berpikir. Model pembelajaran yang dikembangkan

hendaknya memberikan kesempatan untuk terjadi

transaksi aktif antara individu dengan data, dan

proses berpikir berurutan. Selain itu model

pembelajaran yang dikembangkan juga

memperhatikan perkembangan kognitif anak.

Sejumlah kaidah psikologi, pendekatan dan

pandangan tentang pembelajaran merupakan

komponen yang tidak terpisahkan atau berdiri

sendiri-sendiri. Kesemuanya akan bermakna

apabila diwujudkan dalam suatu model

pembelajaran. Model pembelajaran sebagai suatu

rencana atau kerangka yang dapat digunakan

untuk merancang mekanisme pengajaran yang

bermakna. Menurut Westbrook & Rogers (1994)

jenis program pembelajaran yang diterapkan

mempengaruhi pengembangan kemampuan

penalaran siswa. Komponen utama yang secara

langsung membentuk model pembelajaran adalah

materi subjek yang dibahas, guru pengajar, tahap

berpikir siswa sebagai subjek belajar, pendekatan

dan metode, serta alat evaluasi yang digunakan.

Materi subjek yang dibahas harus dapat

dikaitkan dengan konsep IPA yang telah dimiliki

siswa. Konsep yang dimiliki siswa adalah

apresiasinya terhadap konsep yang disepakati para

saintis. Konsep tersebut dipelajari dengan

menggunakan analogi terhadap konsep-konsep

yang berhubungan dan ditemukan dalam

kehidupannya sehari-hari, yang merupakan dasar

pemahaman terhadap konsep-konsep IPA (Flick,

1991).

Pendidik atau guru dapat mempengaruhi siswa

dalam eksplanasinya di kelas. Pada saat belajar

dengan bahan bacaan yang sama dapat diamati ada

sejumlah eksplanasi yang dapat dikemukakan

guru. Dalam suatu model pembelajaran dapat

dikembangkan cara membaca bahan ajar, bertanya,

menerapkan konsep dan prinsip, berorientasi pada

masalah dan menyelesaikan materi subjek dengan

refleksi dan pemahaman (Whittington, 1994). Alat

evaluasi suatu program pembelajaran dapat

dirumuskan dengan jelas apabila dirumuskan

berdasarkan peta atau bagan konsep materi subjek

yang dikembangkan.

A. Model Pembelajaran Interaktif

1. Pengertian

Model pembelajaran interaktif sering dikenal

dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model

ini dirancang agar siswa akan bertanya dan

kemudian menemukan jawaban pertanyaan

mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen,

1992). Meskipun anak-anak mengajukan

pertanyaan dalam berbagai kegiatan bebas,

pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu

melebar dan sering kali kabur sehingga kurang

terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus

untuk mengumpulkan, memilah dan mengubah

pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan

khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-

langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk

suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan

dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan

siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992: 48-50).

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran

Interaktif

a. Persiapan: guru dan kelas memilih topik

dan menemukan informasi yang melatar-

belakanginya.

c. Kegiatan penjelajahan: lebih melibatkan

siswa pada topik yang sedang dibahas.

d. Pertanyaan anak: saat kelas

mengundang siswa untuk mengajukan

pertanyaan tentang topik yang dibahas.

d. Penyelidikan: Guru dan siswa memilih

pertanyaan untuk dieksplorasi, selama 2-3

hari, dalam selang 3-4 hari.

e. Refleksi: melakukan evaluasi untuk

memantapkan hal-hal yang terbukti dan

memisahkan hal-hal yang masih perlu

diperbaiki.

3. Kebaikan dan Keterbatasannya

Page 23: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Abdul Hamid, Pengembangan Sistem Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran

37

Salah satu kebaikan dari model pembelajaran

interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan

pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan,

dan mencoba menemukan jawaban terhadap

pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan

(observasi, penyelidikan). Dengan cara seperti itu

siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.

Langkah-langkah terstruktur seperti di atas

menjamin bahwa pertanyaan anak/siswa

dikumpulkan dan serius ditindaklanjuti.

Sayangnya karena dipolakan seperti itu, ternyata

model ini menjadi rutin dan kehilangan tujuannya

yang esensi. Sekali siswa merasa perlu berpikir

tentang suatu objek atau gejala alam yang sedang

dipelajari. Jadi penting melakukannya dengan

serius, tidak sebagai sesuatu yang rutin.

B. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated)

1. Pengertian

Model pembelajaran terpadu merupakan salah

satu model yang sedang trend dilakukan dewasa

ini. Berdasarkan sifat keterpaduannya

pembelajaran terpadu dapat dibedakan menjadi

tiga, yakni model dalam satu disiplin ilmu, model

antar bidang, dan model dalam lintas siswa. Salah

satu pendekatan pembelajaran terpadu melibatkan

konsep-konsep dalam satu bidang studi atau lintas

bidang studi. Suatu pola belajar mengajar dalam

model pembelajaran terpadu menggunakan payung

untuk memadukan beberapa konsep IPA yang

terkait menjadi satu paket pembelajaran sehingga

pemisahan antar konsep tidak begitu jelas. Sifat

model pembelajaran terpadu semacam itu

termasuk model connected (Fogarty, 1991:55).

Pelaksanaan pendekatan ini bertolak dari suatu

topik atau tema sebagai payung untuk mengaitkan

konsep-konsepnya. Tema sentral hendaknya

diambil dari kehidupan sehari-hari yang menarik

dan menantang kehidupan anak untuk memicu

minat anak belajar. Menurut Fogarty tema sentral

harus dapat dikembangkan dalam arti cakupannya

luas dan memberi bekal bagi siswa untuk belajar

selanjutnya.

Sedikitnya terdapat empat kriteria yang harus

dipertimbangkan dalam mengembangkan model

pembelajaran terpadu berkenaan dengan

perkembangan anak. Keempat kriteria tersebut

adalah: (1) kebutuhan anak, (2) karakteristik mata

pelajaran, (3) lingkungan sebagai sarana belajar,

dan terakhir (4): masing-masing kriteria

memberikan sumbangan tersendiri.

Perkembangan dan kebutuhan anak dapat

diterangkan sebagai berikut. Siswa SD secara

alamiah tidak dapat berpikir dan memandang mata

pelajaran secara terkotak-kotak. Mereka cenderung

memandang secara holistik dalam kehidupannya.

Oleh karena itu, pengembangan model

pembelajaran hendaknya memperhatikan

perkembangan anak. Karakteristik siswa SD yang

suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar,

dan mudah terpengaruh oleh lingkungan,

memerlukan terciptanya lingkungan pembelajaran

yang menyenangkan, antara lain prinsip belajar

sambil bekerja dan prinsip bermain sambil belajar.

Melalui program bermain sambil belajar siswa

belajar dari pengalaman bermainnya, sehingga

secara tidak langsung muncul kreativitas dari

pengalaman bermain. Untuk itu guru hendaknya

menciptakan bentuk permainan yang kreatif dalam

menyampaikan materi pembelajarannya.

Karakteristik mata pelajaran IPA perlu

diperhatikan dalam menyusun pembelajaran

terpadu. IPA merupakan hasil kegiatan manusia

berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitarnya yang

diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian

proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan

dan pengujian gagasan. Oleh karena itu, dalam

pembelajaran IPA pengalaman belajar siswa

membangun pengetahuannya berdasarkan

pengamatan, dan penyusunan gagasan melalui

suatu percobaan sangatlah penting. Dalam

pengembangan pembelajaran terpadu siswa

hendaknya dilibatkan dalam kegiatan langsung

pada objek nyata, karena akan membantu siswa

untuk berpikir melalui pengalaman belajarnya.

Kehidupan anak tidak terlepas dari lingkungan

tempat tinggal mereka. Pendekatan lingkungan

dapat digunakan dalam pembelajaran, terutama

pembelajaran IPA. Melalui model pembelajaran

terpadu guru dapat mengajar melalui lingkungan,

guru dapat mengajarkan tentang lingkungan dan

guru dapat mengajar untuk kegiatan lingkungan.

Siswa yang menggunakan lingkungan sebagai

sarana dan sumber belajar akan terdorong untuk

lebih mencintai lingkungan sekitarnya.

2. Langkah-langkah Penyusunan Model

Pembelajaran Terpadu

Terdapat sejumlah langkah untuk menyusun

model pembelajaran terpadu. Langkah-langkah

tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut.

a. Mengkaji standar isi (GBPP IPA) untuk

menganalisis konsep-konsep penting yang

tercakup dalam SK dan KD akan diajarkan.

b. Membuat bagan konsep yang menghubungkan

konsep satu dengan konsep lainnya.

Page 24: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

c. Memilih tema sentral yang dapat menjadi

payung untuk memadukan konsep-konsep

tersebut.

d. Membuat TPK dan deskripsi kegiatan

pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat

perkembangan untuk setiap konsep.

e. Membuat bahan bacaan berupa cerita yang

mengacu pada tema, disertai gambar dan

permainan.

f. Menyusun jadwal kegiatan dan alokasi waktu

yang diperlukan secara proporsional.

g. Menyusun kisi-kisi perangkat tes dan soal tes.

3. Kebaikan dan Keterbatasannya

Dalam pembelajaran terpadu siswa diajak

untuk mengamati gejala alam sebagaimana

adanya, tidak dipilah-pilah menurut biologi atau

fisika, juga tidak dibedakan hal-hal lain yang

menyebabkan siswa melihatnya secara terkotak-

kotak. Melalui pembelajaran siswa diajak untuk

melakukan pengelompokan berdasarkan hal yang

teramati oleh mereka. Keterbatasannya jika

konsepnya sudah kompleks, sulit dipadukan atau

guru mengalami kesulitan untuk memadukannya.

C. Model Pembelajaran Siklus Belajar

(Learning Cycle)

1. Pengertian

Model siklus belajar pertama kali

dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS

(Science Curriculum Improvement Study), suatu

program pengembangan pendidikan sains di

Amerika Serikat. Dalam, pelaksanaannya model

siklus belajar terdiri atas tiga fase, yaitu eksplorasi,

eksplanasi, dan aplikasi. Siklus di sini diartikan

bahwa tahap-tahap tersebut dapat berulang.

2. Urutan pembelajaran

a. Eksplorasi

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan

untuk melakukan penjelajahan atau eksplorasi

secara bebas. Kegiatan ini memberi siswa

pengalaman fisik dan interaksi sosial dengan

teman dan gurunya. Pengalaman ini mendorong

terjadinya asimilasi, dan menyebabkan siswa

bertanya tentang konsep tertentu yang tidak sesuai

dengan konsepsi awal mereka. Konflik kognitif ini

diakomodasi melalui proses ekuilibrasi dan

kemudian diasimilasikan ke dalam struktur

kognitif.

b. Eksplanasi atau Pengenalan Konsep

Pada fase pengenalan konsep guru dengan

metode yang sesuai menjelaskan konsep dan teori-

teori yang dapat membantu siswa untuk menjawab

permasalahan yang muncul dan menyusun gagasan

mereka.

c. Aplikasi atau Penerapan Konsep

Pada fase ini siswa mencoba menggunakan

konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan

masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini

guru menyiapkan masalah-masalah yang dapat

dipecahkan berdasarkan konsep yang telah

diperoleh siswa pada fase sebelumnya.

3. Kebaikan dan Keterbatasannya Jumlah tahap yang hanya tiga termasuk

sederhana dan mudah diingat, namun

memunculkan situasi konflik tidak selalu berhasil.

Dengan demikian jika tahap pertama tidak

berhasil, maka tahap-tahap selanjutnya mungkin

juga kurang bermakna. Selain model pembelajaran

ini sering tertukar dengan siklus dalam penelitian

tindakan kelas.

D. Model Pembelajaran Sains-Teknologi-

Masyarakat

1. Pengertian

Sains Teknologi dan Masyarakat (STM)

didefinisikan sebagai belajar dan mengajar

mengenai sains dan teknologi dalam konteks

pengalaman manusia. Apabila STM digunakan

dalam pembelajaran sains berarti kita sedang

membicarakan mengenai cara pencapaian tujuan

pengajaran sains dalam konteks di atas.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan

dalam mengembangkan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan STM adalah sebagai

berikut.

a. Bertolak dari isu yang sedang hangat

dibicrakan, siswa mengidentifikasikan

masalah-masalah yang ada di daerahnya dan

dampaknya.

b. Dalam memecahkan masalah tersebut siswa

dapat menggunakan sumber-sumber setempat

(narasumber dan bahan-bahan) untuk

memperoleh informasi yang dapat digunakan

dalam pemecahan masalah.

c. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari

informasi yang dapat diterapkan untuk

memecahkan masalah-masalah nyata dalam

hidupnya.

d. Perluasan untuk terjadinya belajar melebihi

periode, kelas dan sekolah.

Page 25: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Abdul Hamid, Pengembangan Sistem Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran

39

e. Memusatkan pada pengaruh sains dan

teknologi kepada individu siswa

f . Pemandangan mengenai sains sebagai bahan

lebih dari sekadar yang hanya berisi konsep

dan untuk menyelesaikan ujian.

g. Penekanan pada keterampilan proses sains,

agar dapat digunakan oleh siswa dalam

mencari solusi terhadap masalahnya.

h. Penekanan pada kesadaran mengenai karier,

khususnya karier yang berhubungan dengan

sains dan teknologi.

i. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berperan dalam bermasyarakat sebagai usaha

untuk memecahkan kembali masalah-masalah

yang didefinisikannya.

j. Menentukan proses sains dan teknologi yang

mempengaruhi masa depan.

k. Sebagai perwujudan otonomi setiap individu

dalam proses belajar.

2. Urutan Pembelajaran IPA menggunakan

pendekatan STM

Dalam penggunaan pendekatan STM, Yager

menyarankan hendaknya dalam belajar

menggunakan strategi konstruktivisme. Yager

mengorganisasikan strategi konstruktivisme dalam

pengajaran sains dalam STM ke dalam 4 tahap,

yaitu tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap

penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan

tindakan.

a. Invitasi: siswa didorong agar mengemukakan

pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan

dibahas. Bila perlu guru memancing dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan problematis

tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari

dengan mengkaitkan konsep-konsep yang akan

dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk

mengkomunikasikan, mengilustrasi

pemahamannya tentang konsep itu.

b. Eksplorasi: siswa diberi kesempatan untuk

penyelidikan dan menemukan konsep melalui

pengumpulan, pengorganisasian,

penginterprestasian data dalam suatu kegiatan

yang telah dirancang guru. Secara

berkelompok/individu siswa melakukan kegiatan

dan diskusi. Secara keseluruhan, tahap ini akan

memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang

fenomena alam sekelilingnya.

c. Penjelasan dan Solusi: saat siswa memberikan

penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil

observasinya ditambah dengan penguatan guru,

maka siswa dapat menyampaikan gagasan,

membuat model, membuat penjelasan baru,

membuat solusi, memadukan solusinya dengan

teori dari buku, membuat rangkuman dan

kesimpulan. Siswa membangun pemahaman baru

tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini

menjadikan siswa tidak ragu-ragu tentang

konsepsinya.

d. Pengambilan Tindakan:, siswa dapat membuat

keputusan, menggunakan pengetahuan dan

keterampilan, berbagi informasi dan gagasan,

mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan

saran baik bagi individu maupun masyarakat yang

berhubungan dengan pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan STM

ini banyak metode mengajar yang dapat digunakan

guru. Metode yang dapat digunakan misalnya

diskusi, bermain peran, studi kasus, eksperimen,

survey dan studi lapangan. Penggunaan metode-

metode tersebut menekankan pada keterlibatan

siswa secara aktif dalam belajar. Untuk

mengetahui keberhasilan siswa dengan pendekatan

STM tetap diadakan pengujian dan penilaian

terhadap siswa. Mungkin pengujian hasil belajar

siswa agak sulit pelaksanaannya karena meliputi

banyak aspek dan bahkan menyangkut beberapa

bidang studi baik sains maupun non-sains.

Langkah yang perlu dilakukan dalam

penilaian siswa adalah merumuskan tujuan umum

dan tujuan khusus. Kemudian merumuskan

kelebihan-kelebihan yang akan diperoleh siswa

setelah mempelajari suatu topik dalam pendekatan

STM itu. Perumusan tujuan hendaknya meliputi 5

domain (konsep, proses, aplikasi, kreativitas, dan

sikap).

Kesimpulan Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme

mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1)

berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan

awal (prior knowledge) siswa; (2) mengandung

kegiatan pengalaman nyata (experience); (3)

melibatkan interaksi sosial (social interaction);

dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap

lingkungan (sense making). Model pembelajaran

yang dikembangkan hendaknya memberikan

kesempatan untuk terjadi transaksi aktif antara

individu dengan data, dan proses berpikir

berurutan. Selain itu model pembelajaran yang

dikembangkan juga memperhatikan perkembangan

kognitif anak. Model pembelajaran yang dimaksud

adalah, model pembelajaran interaktif, model

pembelajaran terpadu (integrated), model

pembelajan siklus belajar (learning cycle), dan

mdel pembelajaran sain teknologi masyarakat.

Menurut pandangan konstruktivis dalam proses

pembelajaran IPA seyogianya disediakan

Page 26: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata

yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan

memungkinkan terjadi interaksi sosial. Dengan

kata lain saat proses belajar berlangsung siswa

harus terlibat secara langsung dalam kegiatan

nyata.

Daftar Rujukan

Bell, B. (1995). Children's Science,

Constructivism and Learning in Science.

Geelong: Deakin University.

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Flick, L. (1991). "An elaboration of a cardinal goal

of science instruction". Educational

Philosophy and Theory. 23(1), 31-43.

Fogarty, R. (1991). How to Integrate the

Curricula. Illinois: IRI Sky Publishing Inc.

Harlen, W. (1992). The Teaching of Science.

London: David Fulton Publishers Ltd.

Herron, J.D. (1977). "Problem associated with

concept analysis". In Journal of Science

Education. 61(2), 185-199.

Joyce, B., Weil, M. & Showers,. (1992). Models of

Teaching. London: Prentice-Hall

International.

West, L.H.T., & Pines, A.L. (1985). Cognitive

Structure and Conceptual Change.

London: Academic Press INC.

PROFIL LITERASI SAINS DAN TEKNOLOGI GURU MATA PELAJARAN IPA SD

DAN SMP SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPA

SISWA SD DAN SMP DI KABUPATEN GAYO LUWES, PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)

Oleh :

Soewarno S*. dan Zulfadli**

Abstrak. International Forum on Scientific and Technological Literacy For All (Project

2000+) di Paris memutuskan antara lain agar semua negara anggota memperkenalkan dan

mengarahkan implimentasi pendidikan sains dan teknologi mulai pada pendidikan dasar,

agar masing-masing negara dapat meningkatkan literasi sains dan teknologi semua anggota

masyarakat (scientific and technological literacy for all). Sebagai sampel pada penelitian

ini adalah guru SD dan SMP yang memberikan pelajaran IPA, penarikan sampel dilakukan

dengan metode purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes tentang literasi

sains dan teknologi, serta tes sikap terhadap masalah ataupun peristiwa yang ada di

lingkungan. Di samping itu diadakan juga wawancara dengan para responden untuk

mengetahui pola aplikasi proses pembelajaran sains dan teknologi di kelas. Teknik Analisis

data dilakukan dengan statistik regresi multiple. Hasil analisis data ditemukan bahwa nilai

rata-rata literasi sains dan teknologi kelompok A (guru SMP) 52,66 dan kelompok B (guru

SD) 40,69, secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok

tersebut pada taraf signifikansi 0,05. Tes mengenai sikap kelompok A dan B terhadap

peristiwa dan masalah yang terjadi di lingkungan mereka menunjukkan bahwa kelompok A

memperoleh rata-rata skor 127 (84,67%) dan kelompok B memperoleh rata-rata skor 124

(82,67%) dari keseluruhan skor 150 yang diharapkan. Di antara keduanya tidak terdapat

perbedaan yang signifikan. Nilai rata-rata yang dicapai siswa untuk pelajaran IPA di SD

dan di SMP masing-masing adalah 6,16 dan 6,37. Hasil pengolahan dengan analisis regresi

multiple ternyata bahwa hubungan antara literasi sains dan teknologi guru dengan prestasi

belajar siswa pada pelajaran IPA dapat dikatakan sangat rendah, yakni masing-masing

0,0363 dan 0,0716, dengan koefesien korelasi multiple 0,37 dan koefesien determinasi

Page 27: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

0,12. Data ini menunjukkan juga bahwa hubungan antara literasi sains dan teknologi guru

dengan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA rendah.

Kata Kunci :Literasi Sains, Teknologi guru, Prestasi Belajar

I. PENDAHULUAN Perkembangan sains dan teknologi yang

amat pesat khususnya dalam abad ke XXI ini,

makin menampakkan pengaruhnya dalam segala

aspek kehidupan. Hal ini ternyata pada banyaknya

kegunaan sain dan teknologi tersebut bagi

kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian

setiap anggota masyarakat perlu memperoleh

pendidikan yang sesuai untuk dapat menyadari dan

memanfaatkan kemajuan itu secara optimal.

Nilai sains dan teknologi antara lain

mencakup nilai pendidikan, nilai agama, nilai

kebudayaan, yang mutlak harus dimiliki oleh

pendidik dan juga peserta didik atau siswa di

sekolah. Dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional (UUSPN) tercantum bahwa

sejak pendidikan dasar pengantar sains dan

teknologi sudah harus merupakan bahan kajian di

sekolah.

Gagasan untuk menyelenggarakan pendidikan

sains dan teknologi sejak sekolah dasar

sebenarnya sudah dirintis sebelum tahan 80-an

dan UNESCO serta organisasi internasional

lainnya mulai melaksanakan pertemuan-

pertemuan internasional setelah tahun 1980.

Rupanya kecenderungan yang merupakan

globalisasi ini, memberikan inspirasi kepada

para penyusun UUSPN kita tentang pendidikan

sains dan teknologi.

Dewasa ini pembangunan sumber daya

manusia merupakan salah satu sektor yang

menentukan dalam upaya pelaksanaan

pembangunan, sedangkan kunci yang menentukan

pembangunan sumber daya manusia adalah

melalui pembangunan pendidikan.

Penggalian informasi tentang sains dan

teknologi di suatu daerah dirasa cukup penting

dalam rangka menyusuri kehidupan era globalisasi

dewasa ini, bagi guru dan juga siswa yang kurang

pemahaman akan sains dan teknologi tentunya

akan sulit berkompetisi nantinya. Melalui

penelitian ini akan dijadikan acuan tingkat literasi

sains dan teknologi yang dipahami oleh guru

khusausnya sebelum ke siswa, yang pada

gilirannya data dan informasi yang didapat

tersebut sebagai bahan masukan untuk perbaikan

kurikulum IPA di sekolah, yaitu mulai tingkat SD

sampai SMA di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi

NAD.

Pada penelitian ini digunakan istilah

literasi sains dan teknologi sebagai terjemahan dari

scientific and technological literacy. Beberapa

orang menggunakan istilah melek sains dan

teknologi, akan tetapi kami merasa istilah “melek”

kurang tepat karena secara harfiah melek (bahasa

Jawa) artinya membuka mata sebagai lawan dari

kata “merem” yang berarti menutup mata.

II. METODE PENELITIAN

Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek

Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitis. Dengan demikian fokus utama penelitian ini

terletak pada hasil tes tentang literasi sains dan teknologi

para guru IPA di SD dan guru matematika, fisika, dan

biologi di SMP, berikutnya akan ditinjau lebih

mendalam tentang literasi sains dan teknologi dari para

guru, dengan dasar penggolongan: latar belakang

pendidikan guru, kecamatan domisili, dan jenis kelamin.

Pengujian korelasi dilakukan untuk mengestimasi

derajat asosiasi di antara variabel-variabel tadi dengan

tingkat literasi sains dan teknologi yang dimiliki guru.

Sampel Penelitian

Anggota populasi yang ditetapkan dalam

penelitian ini adalah guru IPA di SD dan guru

matematika, fisika, dan biologi SMP di Kabupaten

Gayo Lues, Propinsi NAD. Sedangkan sebagai

sampel penelitian digunakan metode purposive

sampling dari populasi.

Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Langkah awal yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah mengadakan prasurvei

tentang situasi dan kondisi calon

responden/sampel para guru SD dan SMP,

mengingat mereka adalah para guru yang berstatus

PNS, tim peneliti harus memperoleh kepercayaan

dan pengertian dari responden, agar semua

Page 28: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

jawabannya dibuat dengan sungguh-sungguh

dengan tujuan untuk membantu penelititan ini.

Untuk kelompok A (guru IPA di SMP) dan

kelompok B (guru IPA di SD), instrumen yang

digunakan berupa tes tentang literasi sains dan

teknologi, kepada mereka juga diberikan pula tes

sikap terhadap masalah ataupun peristiwa yang

ada di lingkungannya. Di samping tes tentang

literasi sains dan teknologi dan sikap, diadakan

juga wawancara dengan para responden untuk

mengetahui pola aplikasi proses pembelajaran

sains dan teknologi di kelas.

Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan

melalui beberapa tahapan, yaitu penyekoran

terhadap jawaban responden pada tiap butir tes

tentang literasi sains dan teknologi, tabulasi data

semua jawaban responden pada tes sikap, dan

analisis data selanjutnya dilakukan dengan statistik

analisis regresi multiple

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengolahan data statistik

tentang literasi sains dan teknologi diperoleh

bahwa nilai rata-rata literasi sains dan teknologi

kelompok A (guru SMP) adalah 52,66 dan

kelompok B (guru SD) adalah 40,69 dan terdapat

perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok

tersebut pada taraf signifikansi 0,05. Dari tabel

diketahui bahwa untuk taraf signifikansi 0,05,

harga z0,475 = 1,96.

Tes mengenai sikap kelompok A dan B

terhadap peristiwa dan masalah yang terjadi di

lingkungan mereka menunjukkan bahwa

kelompok A memperoleh rata-rata skor 127

(84,67%) dan kelompok B memperoleh rata-rata

skor 124 (82,67%) dari keseluruhan skor 150 yang

diharapkan. Di antara keduanya tidak terdapat

perbedaan yang signifikan.

Nilai rata-rata yang dicapai siswa untuk

pelajaran IPA di SD dan di SMP masing-masing

adalah 6,16 dan 6,37. Hasil pengolahan dengan

analisis regresi multiple ternyata bahwa hubungan

antara literasi sains dan teknologi guru dengan

prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA dapat

dikatakan sangat rendah, yakni masing-masing

0,0363 dan 0,0716, dengan koefesien korelasi

multiple 0,37 dan koefesien determinasi 0,13. Data

ini menunjukkan juga bahwa hubungan antara

literasi sains dan teknologi guru dengan prestasi

belajar siswa pada pelajaran IPA masih rendah.

Bila dilihat dari hasil tes kelompok A dan

kelompok B, peningkatan tes literasi sains dan

teknologi pada kelompok A mungkin akibat

tuntutan pada pelajaran IPA di SMP yang lebih

banyak berorientasi ke sains dan teknologi bila

dibandingkan pada guru SD yang mengajarkan

IPA. Akibat tuntutan pelajaran di SMP tersebut,

guru tentunya lebih cenderung menggali berbagai

pengetahuan dari literature dan sumber-sumber

lainnya.

Pelajaran IPA di SD bila mengacu ke

kurikulum yang ada saat ini, tidak banyak materi

yang meninjau fenomena alam secara terintegrasi.

Yang mungkin hanyalah menggunakan

pendekatan terpadu atau pendekatan STS dalam

mengajarkan materi pelajaran IPA di kelas,

sementara materi tes literasi dan teknologi yang

diberikan meliputi penerapan konsep-konsep IPA

di SMP.

Jadi fakta bahwa hasil tes literasi sains

dan teknologi guru IPA SD yang rendah

disebabkan antara lain karena materi-materi

pelajaran dan pendekatan pembelajaran IPA di SD

banyak yang tidak menunjang untuk meningkatkan

literasi sains dan teknologi bagi guru tersebut.

Memang kenyataannya bahwa konsep-konsep IPA

yang diberikan di tingkat SD sangat kecil

porsinya, yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah lingkungan atau

menanggapi isu-isu dalam lingkungan yang perlu

diketahui oleh guru dalam menjelaskan materi

pelajaran IPA.

Nilai rata-rata mata pelajaran IPA di SD

dan SMP yang dicapai siswa juga relatif rendah.

Hal ini memang dirasakan sukar bagi mereka

untuk mencerna konsep-konsep yang abstrak dan

menyelesaikan soal-soal yang abstrak pula.

Dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan

problematik menyelesaikan masalah dalam sains

merupakan hal baru yang seringkali memusingkan

dan menegangkan. Pengakuan ini diketahui dari

hasil wawancara.

Temuan lain yang menarik dari hasil

wawancara dengan responden adalah timbulnya

rasa ingin tahu yang lebih jauh dan mulai

menyenangi sains setelah beberapa pertanyaan

menantang yang disodorkan tim peneliti. Beberapa

responden bahkan menyatakan akan berusaha

mengubah strategi pembelajaran sebagaimana

yang selama ini mereka lakukan. Beberapa

diantaranya bahkan mengungkapkan untuk

mencari informasi ekstra dengan jalan mencari

tahu dengan jalan bertanya pada orang lain yang

lebih mengetahui tentang sains atau membaca dari

Page 29: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Soewarno Sdan Zulfadli Profil Literasi Sains Dan Teknologi Guru 27

berbagai sumber. Di samping itu ditemukan juga

sikap apatisme dari responden, hal ini mungkin

mereka menganggap pengetahuan tentang sains

dan teknologi bukanlah sebagai modal utama

dalam mengajarkan IPA.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan:

(1) Profil literasi sains dan teknologi yang dicapai

guru SD dan SMP di Kabupaten Gayo Lues masih

rendah, hal ini disebabkan karena penerapan

konsep-konsep sains ke dalam kehidupan sehari-

hari telah banyak terlupakan, (2) Perbedaan literasi

sains dan teknologi antara guru IPA di SD dan di

SMP lebih disebabkan oleh pengaruh materi yang

diajarkan pada SD dan SMP, dimana untuk

jenjang SMP lebih banyak konsep IPA yang

berkenaan dengan sains dan teknologi dalam

kehidupan sehari-harinya, dan (3) Sikap guru

terhadap peristiwa dan masalah yang ada di

lingkungan mereka tergolong tinggi, kemungkinan

disebabkan oleh profesi mereka sebagai guru IPA.

DAFTAR PUSTAKA

Blair, G.M. et al. (1988). Educational Psychology, New

York : The Macmillan Company.

Bowyer, J. (1990). Scientific and Technological

Literacy, UNESCO.

Deboer, G.E. (1991). “Scientific Literacy and The

New Progressivism”, A History of Ideas

in Science Education, New York:

Teachers College Press.

Harry Firman, et al. (1990). “Kenetrailmuan

(scientific literacy) Masyarakat Umum

Menjelang Era Tinggal Landas”, Laporan

Penelitian, FPMIPA-IKIP Bandung: tidak

diterbitkan.

Kauchak, D. dan Eggen, P.D. (1989). Learning

and Teaching, Research Based Methods,

Massachustts: Allyn and Bacon.

Krech, S. et al. (1972). Individual in Society,

Tokyo: McGraw Hill Kogakusha Ltd.

Poedjiadi, A. (1994). “Konsep STS dan

Pengembangannya Berdasarkan

Kurikulum Sekolah”, Makalah

disampaikan pada Seminar/Lokakarya

Sains, Teknologi dan Masyarakat. 11-21

januari 1994 di PPPG-IPA Bandung.

Stoltman, J.P. (1993). “Scientific and

Technological Literacy for

Development”, Makalah disajikan pada

International Forum on Scientific and

Technological Literacy For All di Paris

tanggal 5 – 10 Juli 1993.

Trowbridge, L.W. dan Bybee, R.W. (1990).

Becoming A Secondary School Science

Teacher. 5th

Ed., Columbus: Merrill

Publishing Company.

UNESCO, International Forum on Scientific and

Technological Literacy for All, Final

Report, Paris 5 – 10 July, 1993.

Zainal Mustafa EQ. (1992). Microstat Untuk

Mengolah Data Statistik, Yogyakarta:

Penerbit Andi Offset.

Page 30: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 31: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN

Oleh :

Sofyan Ibrahim*)

Abstrak. Banyak factor yang mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia pada umunya

khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sekurang-kurangnya ada tiga factor

utama yaitu : Pertama, Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan

pendekatan input-output analylisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Kedua,

penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik. Ketiga,

peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan

selama ini sangat minim. Untuk mengatasi masalah tersebut menuntut adanya paradikma

baru menyangkut kebijakan atau upaya penyempuraan sistem pendidikan, baik di tingkat

nasional maupun di tingkat daerah. Adapun yang termuat dalam paradigma baru

pendidikan, yaitu sistem pendidikan Nanggroe Aceh Darussalam yang disebut sistem

pendidikan Islami atau sistem pendidikan Nasional plus Islami.

Kata kunci : Paradikma baru, pendidikan

Pendahuluan

Setiap negara menginginkan agar

masyarakatnya berkualitas. Perwujudan

masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung

jawab pendidikan, terutama dalam

mempersiapkan peserta didik menjadi subyek

yang makin berperan menampilkan keunggulan

dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan

profesional pada bidangnya masing-masing.

Upaya peningkatan mutu pendidikan

pada setiap dan jenjang telah banyak dilakukan

baik ditingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan

Nasional telah mencanangkan “Gerakan

Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2

Mei 2002. Namun demikian, berbagai indicator

mutu pendidikan belum menunjukkan

peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah

terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan

mutu pendidikanyang cukup mengembirakan,

namun sebagian besar lainnya masih

memprihatikan.

Dari sekian banyak actor penyebab mutu

pendidikan yang masih relative rendah. Depdiknas

mencatat ada tiga factor utama, yaitu: Pertama,

kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan

nasional menggunakan pendekatan input-output

analysis yang tidak dilaksanakan secara

konsekuen. Kedua, Penyelenggarakan pendidikan

selama ini sangat minim.

Permasalahan di atas menuntut adanya

paradikma baru enyangkut kebijakan atau upaya

penyempurnaan Sistem pendidkan, baik di tingkat

nasional maupun daerah. Adapun termuat dalam

paradigma baru pendidikan yaitu : sistim

pendidikan NAD, Kurikulum Berbasis

Kompetensi

Pembahasan

a. Qanun Pendidikan

1) Landasan Yuridis Formal Pendidikan

NAD

Qanun No. 23 Tahun 2002 merupakan

salah satu landasan yuridis formal untuk

penyelenggaraan pendidikan di Nanggroe Aceh

Darussalam. Qanun tersebut disusun berdasarkan

Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang

otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa

Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Qanun 23 itu adalah pergantian dari

Perda No. 6 tahun 2000 tentang Penyelenggara

Pendidikan yang disusun berdasarkan Undang No.

44 tahun 1999 tentang Penyelenggaran

Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh (sebelum

Aceh menjadi otonomi khusus). Adapun landasan

yuridis formal lainnya mengenai pendidikan NAD

adalah Undang-Undang mengenai Sistem

Pendidikan Nasioanal serta berbagai peraturan

lainnya yang berkaitan, sebagaimana tercantum

dalam konsideran Qanun.

2) Landasan Agamis, Filosofis dan Sosio-

Kultural Pendidikan NAD Adapun semangat yang terkandung

dalam Qanun Pendidikan NAD adalah keiginan

atau aspirasi masyarakat agar sistem pendidikan di

Aceh haruslah sistem yang berlandaskan pada

Page 32: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi, September 2008, Volume 6 Nomor 1

ajaran Islam dan nilai-nilai sosial budaya (sosio-

kultural) masyarakat Aceh. Dan sistem pendidikan

yang demikian adalah sistem islami sifatnya. Sifat

Islami itu merupakan jiwa atau roh dari sistem

pendidikan di Nanggroe Aceh Darussalam.

Namun di samping itu sebagai bagian

dari NKRI, pendidikan di provinsi NAD sudah

tentu harus pula berlandaskan pada dasar Negara

dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Di Indonesia

hanya ada satu Sistem pendidikan nasional

(Sisdiknas). Kalau pada zaman sentralisasi dahulu

Sisdiknas itu diterapkan sama di seluruh provinsi,

tetapi di era desentralisasi dan otonomi daerah

sekarang ini Sisdiknas itu dapat disesuaikan

dengan kondisi, nilai-nilai sosial budaya dan

aspirasi masyarakat di daerah yang pada

hakekatnya berbeda-beda antara satu daerah

dengan daerah lainnya.

Qanun Pendidikan Provinsi NAD itu

mengakomodasi aspirasi masyakat Aceh, yang

pada dasarnya menghendaki agar sistem

pendidikan di Aceh mengandung warna

kebangsaan dan ke Acehan. Ini terlihat jelas

dalam rumusan Qanun pasal 2 mengenai landasan

pendidikan NAD yang berbunyi :

“Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam adalah pendidikan yang

berlandaskan pada Al-Quran dan Al-

Hadist, falsafah Negara Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945 dan

Kebudayaan Aceh”.

Bunyi pasal tersebut merupakan landasan

akademis, filosifis dan sosio-kultural untuk

pendidikan di Nanggroe Aceh Drussalam yang

pada hakekadnya adalah Islami. Oleh karena

warna ke Acehan itu tidak dapat dipisahkan

dengan dengan nilai Islami, maka sistim

pendidikan NAD di sebut Sistem Pendidikan

Islami atau disebut juga Sistem Pendidikan plus

Islami.

Qanun Pedidikan Provinsi NAD itu

mengakomodasi aspirasi masyarakat Aceh, yang

pada dasarnya menghendaki agar Sistem

pendidikan di Aceh mengandung warna

kebangsaan dan keAcehan. Karena warna

keAcehan itu tidak dapat dipisahkan dengan nilai-

nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang berakar pada

ajaran Islam, maka sistem pendidikan yang

dikembangkan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam sejak dari pra sekolah sampai

Perguruan Tinggi adalah Sistem Pendidikan

Islami, yang maksudnya adalah Sistem

Pendidikan Nasional plus Islami.

3) Qanun Pendidikan Mencerminkan

Sistem Pendidikan Islami Ada beberapa bagian dalam Qanun yang

jelas menunjukkan bahwa Qanun itu

mencerminkan sistem pendidikan islami.

a. Pasal 2 tentang dasar pendidikan seperti telah

disebutkan di atas.

b. Pasal 3 tentang fungsi pendidikan, yang

berbunyi sebagai berikut :

“Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam berfungsi untuk memantapkan

iman dan taqwa kepada Allah SWT,

mengembangkan kemampuan, ilmu dan amal

saleh, dalam upaya meningkatkan mutu

kehidupan dan martabat manusia sesuai

dengan tuntutan ajaran Islam, dan dalam

rangka mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

c. Pasal 4 tentang tujuan pendidikan, yang

berbunyi sebagai berikut :

“Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam bertujuan untuk membina pribadi

muslim seutuhnya sesuai dengan fitrahnya,

yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah SWT, berakhlakul karimah,

demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusian dan hak asasi manusia,

berpengatahuan, berketerampilan, sehat

jasmani dan rohani, berkepribadian mantap

dan mandiri, mampu menghadapi berbagai

tantangan global, dan memilki tanggung

jawab kepada Allah SWT, masyarakat dan

Negara”.

d. Dalam Qanun dengan tegas disebutkan bahwa

pendidikan dasar (pasal 12 ayat 4),

pendidikan menengah (pasal 13 ayat 7),

pendidikan tinggi (pasal 14 ayat 3)

diselenggarakan secara islami.

e. Dalam Qanun dirumuskan satu bab tersendiri

tentang pendidikan dayah (Bab X pasal 16),

yang mencerminkan pentingnya pendidikan

dayah sebagai lembaga pendidikan yang

bercorak Islam.

f. Qanun menegaskan bahwa tenaga kependidikan

haruslah berkepribadian Islami, yang

tercamtum dalam pasal 18 ayat 1 yang

dirumuskan sebagai berikut : “Guru dan

Tengku dayah harus memiliki kepribadian

yang islami, kompetensi professional,

kompetensi personal, dan kompetensi sosial”.

g. Dalam Bab XIII tentang kurikulum dikemukan

beberapa hal yang me-nunjukkan kepada

pendidikan yang islami.

Page 33: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Sofyan Ibrahim Paradigma Baru Pendidikan

• Pada pasal 23 ayat (1) mata pelajaran

pendidikan Agama diperinci menjadi 5

macam , yaitu : Al-Qur’an dan Hadist,

Aqidah Akhlak, Fiqih, Praktek Ibadah

dan Sejarah Islam. Sedangkan pada ayat

(5)ditegaskan bahwa kurikulum

sebagaimana yang dimaksud pada pasal

23 itu adalah kurikulum yang islami dan

terpadu sifatnya.

• Dalam pelaksanaan kurikulum pada pasal

24 disebutkan bahwa :

• Pada hari-hari belajar peserta didik dan

guru melaksanakan shalat berjamaah

bersama di madrasah/dayah (ayat 1), dan

bahwa peserta didik yang beragama

Islam pada jenjang pendidikan dasar

wajib mengetahui dasar-dasar

pengetahuan agama, mampu membaca

Al-Qur’an serta dapat melaksanakan

ibadah shalat dengan sempurna (ayat 3)”.

• Dalam pasal 26 mengenai hari belajar

dan hari libur disebutkan bahwa peserta

didik dan guru melaksanakan shalat

dhuhur dan ashar berjemaah sesuai

dengan jadwal jam belajar, dan juga

shalat jum’at (ayat 5). Selain itu

disebutkan bahwa pada setiap bulan

Ramadhan, kegiatan belajar pada

madrasah diliburkan (ayat 8).

h. Bahwa sistem pendidikan yang akan

dikembangkan di NAD adalah sistem

pendidikan islami juga disebut dalam

penjelasan Qanun Pendidikan tersebut.

b. Sistem Pendidikan NAD (Sistem Pendidikan

Islami)

1) Apa yang dimaksud dengan pendidikan

islami

Sistem pendidikan Islami adalah suatu

sistem pendidikan yang berdasarkan pada ajaran

agama Islam. Adapun prinsip dasar dari sistem

pendidikan Islami itu adalah sebagai berikut :

- Pendidikan berlangsung sepanjang hayat (life

long education).

- Pendidikaan adalah proses pembentukan

manusia seutuhnya, artinya yang berkembang

semaksimal mungkin aspek-aspek badan, jiwa,

dan rohaninya serta semua potensi-potensinya

(kognitif, afektif, dan psikomotorik).

- Pendidikan bertujuan memakmurkan seluruh

alam dengan cara memadukan dan

menyempurnakan iman dan amal shaleh demi

tercapainya kesejahteraan hidup di dunia dan di

akhirat.

Dengan prinsip dasar demikian

menunjukkan bahwa pendidikan islami bukan

semata-mata menekankan pada pengembangan

aspek jasmaniah, akal, dan moral saja, tetapi juga

menekankan pentingya ubudiyah dan amal saleh.

Pendidikan Islami memberikan tekanan pada

perkembangan aspek kepribadian, sehingga

pribadi yang ingin dikembangkan dengan

pendidikan islami adalah pribadinya seutuhnya,

yaitu yang berkembang kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional dan spritualnya.

Sistem Pendidikan Islami pada

hakekatnya bertolak dari konsep pendidikan

humanisme theosentris, yaitu pandangan bahwa

pendidikan bersumber dari Allah SWT dan

berpusat pada aktulisasi fitrah manusia secara

menyeluruh. Manusia menurut Islam pada

hakekatnya adalah makhluk individu dan

makhluk sosial, yang memilki potensi-potensi

emosional, religius, etis, dan estetis; makhluk

ciptaan Allah SWT yang paling sempurna karena

dirinya merupakan totalitas dari unsur-unsur

jasmani, jiwa (akal budi dan perasaan), dan

rohani; makhluk yang memiliki kedudukan

istimewa sebagai khalifah Allah di bumi untuk

mengemban tugas memelihara dan mengolah alam

ini bagi kepentingan kehidupan umat manusia;

dan manusia adalah makhluk yang tujuan

penciptaannya oleh Allah SWT adalah untuk

mengabdi kepadaNya. Pendidikan Islami

memandang bahwa seorang anak itu dilahirkan

sesuai fitrahnya, dan adalah tugas pendidikan

untuk membantu perkembangan semua potensi

yang dimilikinya dan menjadikannya manusia

sesuai dengan fitrahnya itu. Ilmu pengetahuan

dalam perspektif Islam bersumber pada satu

sumber, yaitu Allah SWT sehingga karena itu

tidak ada dikotomi antara ilmu wahyu dengan

ilmu akal, atau antara ilmu “ilmu agama” dengan

“ilmu umum”. Menurut Islam, nilai-nilai

kebenaran ilahiyah bersifat pasti dan mutlak, yang

merupakan panduan bagi kebenaran insaniah yang

relatif sifatnya. Karena itu adalah tugas

pendidikan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai

kebenaran lahiyah dan insaniah itu kepada peserta

didik.

Adapun tujuan akhir pendidikan Islami

mencakup hal-hal sebagai berikut :

� Pembinaan iman dan taqwa kepada Allah

SWT;

� Pembentukan akhlak yang mulia;

� Menyadarkan manusia akan pentingnya ilmu

pengetahuan;

� Menyedarkan akan perannya sebgai khalifah;

Page 34: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi, September 2008, Volume 6 Nomor 1

� Pembentukan insan yang shaleh yang dapat

memadukan iman, ilmu dan amal.

� Mempersiapkan manusia untuk kehidupan di

dunia dan akhirat;

� Mengembangkan manusia sebagai individu

dan sebagai makhluk sosial.

2) Apa yang dimaksud dengan Kurikulum

Pendidikan Islami? Seperti telah dikemukakan bahwa sistem

pendidikan yang sedang dikembangkan di

Provinsi NAD ialah sistem pendidikan Islami atau

sistem pendidikan nasional plus Islami. Nilai plus,

yaitu nilai Islami tersebut tercermin dalam semua

komponen pendidikan di sekolah, yaitu dalam

kurikulum, proses pembelajaran, lingkungan

sekolah, perilaku guru dan siswa, manajemen

sekolah, alat-alat pendidikan, dan sebagainya.

Nilai-nilai Islami itu harus dikembangkan juga

melalui pendidikan dalam keluarga dan dalam

masyarakat.

2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

a. Apakah yang dimaksud dengan KBK? KBK adalah suatu konsep kurikulum yang

menekankan pada kemampuan melakukan

(kompetensi) tugas-tugas dengan standar

perfomansi tertentu, sehingga hasilnya dapat

dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan

terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

KBK diarahkan untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai,

sika, dan minat peserta didik agar dapat

melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran,

ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh

tanggung jawab.

b. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Karakteristik KBK antara lain mencakup

seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi

indicator-indikator evaluasi untuk menentukan

kesuksesan pencapaian kompetensi; dan

pengembangan sistem pembelajaran. Di samping

itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang

harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian

dilakukan berdasarkan standar sebagai hasil

demontrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh

peserta didik, pembelajaran lebih menekankan

pada kegiatan invidual personal untuk menguasai

kompetensi yang disyaratkan, peserta didik dapat

dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka

sudah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik

dapat maju sesuai dengan kecepatan dan

kemampuan masing-masing.

Depdiknas (2002) mengemukan bahwa

kurikulum berbasis kompetensi memiliki

karakteristik sebagai berikut:

• Menekankan pada ketercapaian kompetensi

siswa baik secara individual maupun klasikal

• Berorientasi pada hasil belajar (learning

outcomes) dan keberagaman.

• Penyampaian dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan dan metode yang

bervariasi.

• Sumber belajar bukan hanya guru, tapi juga

sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

edukatif.

• Penilaian menekankan pada proses dan hasil

belajar dalam upaya penguasaan atau

pencapaian suatu kompetensi.

c. Asumsi Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) Sedikinya terdapat tujuh asumsi yang

mendasari KBK, sebagai berikut:

Pertama, Banyak sekolah yang memiliki

sedikit guru yang professional, dan tidak mampu

melakukan proses pembelajaran secara optimal.

Oleh itu penerapan KBK menuntut peningkatan

kemampuan profesional guru.

Kedua, Banyak sekolah yang hanya

mengkoleksi sejumlah mata pelajaran dan

pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai

kegiatan menyajikan materi yang terdapat dalam

setiap mata pelajaran.

Ketiga, Peserta didik bukanlah tabung

kosong atau kertas putih bersih yang dapat diisi

atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu

yang sejumlah potensi yang perlu dikembangkan.

Keempat, Peserta didik memiliki potensi

yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu

memiliki potensi diri, tetapi dalam hal lain biasa-

biasa saja, bahkan rendah.

Kelima, Pendidikan berfungsi

mengkondisikan lingkungan untuk membantu

peserta didik mengembangkan berbagai potensi

yang dimilikinya secara opimal.

Keenam, Kurikulum sebagai rencana

pembelajaran harus berisi jabaran dari seluruh

aspek kepribadian peserta didik yang

mencerminkan keterampilan yang dapat

diharapkan dalam kehidupan.

Ketujuh, Kurikulum sebagai proses

pembelajaran harus menyediakan berbagai

kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk

Page 35: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Sofyan Ibrahim Paradigma Baru Pendidikan

mengembangkan berbagai potensinya secara

optimal.

d. Keunggulan KBK

Pertama, pendekatan bersifat alamiah

(kontekstual), karena berangkat, berfokus, dan

bermuara pada hakekat peserta didik untuk

mengembangkan berbagai kompetensi sesuai

dengan potensinya masing-masing.

Kedua, Kurikulum berbasis kompetensi

boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-

kemampuan lain.

Ketiga, Ada bidang-bidang studi atau

mata pelajaran tertentu yang dalam

pengembangannya lebih tepat menggunakan

pendekatan kompetensi., terutama yang berkaitan

dengan keterampilan.

e. Bagaimana Kurikulum Islami atau

KurikulumNasional plus Islami Sesuai dengan sistem pendidikan Islami,

maka kurikulum sekolah-sekolah di Nanggroe

Aceh Darussalam adalah kurikulum Islami atau

Kurikulum Nasional plus Islami.

Adapun cirri-ciri kurikulum nasional plus

Islami (kurikulum NAD), adalah sebagai berikut:

� Kurikulum nasional plus Islami lebih luas

dari kurikulum nasional.

� Isi kurikulum nasional (KBK) semuanya

terakomodasi dalam kurikulum NAD.

Kelebihannya antara lain ialah dalam hal :

- Materi pendidikan agama Islam lebih banyak

dari kurikulum nasional yang diperinci dalam

5 mata pelajaran, yaitu: Qur’an-Hadist,

Ibadah/Akhlak, Fikh, praktek badah dan

sejarah Islam.

- Ada muatan lokal yang terdiri atas adat-

istiadat, kesenian dan bahasa daerah.

Penambahan materi pendidikan agama Islam

juga dapat dimasuk ke dalam muatan lokal.

- Proses pembelajaran dilaksanakan secara

Islami. Perhatian lebih besar diletakkan pada

pembinaan kepribadian peserta didik, khusus

pada pembinaan akhlak mereka. Peran guru

di tekankan pada mengajar yang bersifat

mendidik. Sarana pendukung pembelajaran

seperti buku-buku pelajaran, tempat shalat,

serta lingkungan sekolah diupayakan

bernuansa Islami.

- Mengembangkan prinsip belajar sepanjang

hayat. Kegiatan belajar yang mendorong

peserta didik gemar membaca dan belajar

dalam rangka pengembangan pibadi (leaning

to be), kemampuan hidup bersama (leaning to

live together), penambahan ilmu pengetahuan

(leaning to know), dan peningkatan

keterampilan hidup (leaning to do).

Disamping itu pendidikan Islami juga

menekankan pentingnya belajar dengan cara

yang benar (leaning how to learn), sehingga

hasil belajar menjadi lebih efektif.

- Menggunakan pendekatan terpadu, baik

dalam kurikulum dan pembelajaran maupun

dalam pengelolaan pendidikan. Antara lain

keterpaduan antara pelajaran umum dengan

pelajaran agama. Antara iptek dan imtaq,

antara aspek-aspek kepribadian (berpikir,

merasa, bersikap, berbuat), keterpaduan

antara teori dan praktek, dan antara

pendidikan formal dan informal.

Penutup

Paradikma baru pendidikan merupakan

alternatif kebijakan pemerintah dari sentralistik

ke desentralistik. Kebijakan penyelenggaraan

pendidikan dengan sistem desentralistik memberi

peluang kepada daerah untuk menyelenggarakan

pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah dan

sosio-kultural masyarakat. Sesuai dengan kultur

masyarakat Aceh yang Islami, maka sifat Islami

itu jiwa atau roh dari sistem pendidikan di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam

bingkai sistem pendidikan Nasional.

Qanun pendidikan Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam meng-akomodasi aspirasi

masyarakat Aceh, yang pada dasarnya

menghendaki agar sistem pendidikan di Aceh

mengandung warna kebangsaan dan ke Acehan.

Sistem pendidikan Islami pada hakekatnya

bertolak dari konsep pendidikan Humanisme

Theosentris, yang memandang bahwa pendidikan

bersumber dari Allah dan berpusat pada

aktualisasi fitrah manusia secara menyeluruh.

Konsep Islami inilah yang diterapkan pada

sekolah-sekolah di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta : Pusat Kurikulum

Balitbang, Depdiknas.

MPD Provinsi NAD. (2004). Qanun Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam No. 23

Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan

Pendidikan. Banda Aceh : MPD Prov.

NAD.

Page 36: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi, September 2008, Volume 6 Nomor 1

Mulayasa E. (2002). Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Bandung : PT. Remaja

Rosda Karya.

___________ (2002). Manajemen Berbasis

Sekolah. Bandung : PT. Remaja Rosda

Karya.

Soelaiman, Darwis A. (2004). Pedoman

Sosialisasi Qanun Pendidikan Islami,

Program Gemajar. Banda Aceh : MPD

Prov. NAD.

Page 37: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 38: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi, September 2008, Volume 6 Nomor 1

1 Penulis adalah staf pengajar Kop. Wil I Dpk Universitas Abulyatama, Banda Aceh.

PENGEMBANGAN SISTEM ASESMEN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN

FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh:

Abdul Hamid*)

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem asesmen otentik dalam

pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran inovatif dan menguji efektivitasnya

secara empirik melalui penelitian tindakan kelas. Penelitian ini melibatkan 78 orang

siswa yang tersebar ke dalam 2 kelas di SMA Negeri 3 Banda Aceh dan SMA Negeri 8

Banda Aceh. Perangkat asesmen otentik dikembangkan dengan menggunakan model IDI

(Instructional Model Institute) dengan tahapan, yaitu penentuan, pengembangan, dan

evaluasi. Sistem asesmen otentik yang dikembangkan diimplementasikan dalam dua

model pembelajaran, yaitu model inkuiri terbimbing dan model pembelajaran dengan

pendekatan starter eksperimen. Data penelitian dikumpulkan dengan kuesioner, tes hasil

belajar, pedoman observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem asesmen

otentik yang dikembangkan melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model

pembelajaran dengan pendekatan starter eksperimen secara konsisten dapat

meningkatkan kompetensi dasar Fisika dengan skor rerata pada akhir siklus secara

berturut-turut untuk setiap model pembelajaran adalah 70,5 (kualifikasi baik) dan 76,2

(kualifikasi baik). Respon siswa terhadap sistem asesmen otentik yang dikembangkan

dalam pembelajaran Fisika sangat positif. Disarankan kepada guru-guru Fisika SMA agar

menerapkan sistem asesmen otentik melalui berbagai model pembelajaran inovatif seperti

inkuiri terbimbing, pendekatan starter eksperimen, dan model inovatif lainnya. Bila guru

menerapkan sistem asesmen otentik dalam pembelajaran, diharapkan jumlah siswa dalam

kelompok eksperimen tidak melebihi 4 orang, serta pengamatan kinerja dan sikap siswa

dalam pembelajaran difokuskan pada 2 sampai 3 kelompok siswa dalam satu seri

pembelajaran.

Kata kunci: asesmen otentik, pembelajaran Fisika,model pembelajaran inovatif

Page 39: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Sofyan Ibrahim Paradigma Baru Pendidikan

Page 40: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 41: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

*) Drs. Ruhadi, M.Pd Dosen FKIP USM Banda Aceh

43

1. PENDAHULUAN

Dalam rangka memajukan Pendidikan Nasional khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA),

secara umum pemerintah menetapkan tiga arah pengembangan pendidikan yaitu (1) perluasan dan pemerataan

pendidikan, (2) peningkatan kualitas dan relevansi, dan (3) peningkatan efektivitas dan efisiensi. Untuk

mewujudkan rencana pengembangan ini Direktorat Pendidikan Menengah Umum (Dikmenum) melahirkan

suatu gagasan reformasi sekolah (school reform) bersamaan dengan dicanangkannya “Gerakan Peningkatan

Mutu Pendidikan” oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada tanggal 2 Mei 2002.

Di tingkat sekolah, salah satu bentuk penerapan school reform adalah dalam hal penerapan

pengukuran dan penilaian hasil belajar mengajar. Hal ini disebabkan pengukuran dan penilaian memegang

peranan penting dalam proses belajar mengajar. Pengukuran dan penilaian, baik penilaian proses, formatif,

maupun sumatif, merupakan prosedur logis yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Dalam hal ini, penilaian merupakan lanjutan dari suatu proses untuk dapat diketahui seberapa besar tujuan

dapat dicapai. Bila suatu penilaian tergelincir menjadi tujuan yang ingin dicapai, saat itu pula akan mulai

terjadi penyederhanaan proses pembelajaran, yaitu diorientasikan pada bagaimana penilaian akan dilakukan.

Seperti yang dikatakan Dantes (2004), saat ini pengukuran dan penilaian prestasi siswa sebagian besar

bertumpu pada aspek kognitif saja, di semua jenjang, mulai dari penilaian di kelas sampai ke penilaian tingkat

nasional. Di samping itu, tes yang digunakan bertumpu pada satu jenis soal (tes objektif). Hal ini terbukti

berakibat sangat fatal, yaitu guru dalam mengelola pembelajaran hanya berorientasi pada bagaimana prestasi

siswanya akan dinilai nanti, sehingga guru tidak merasa perlu untuk mengikuti berbagai inovasi pembelajaran

dan lebih baik mengajak siswanya berlatih menjawab berbagai bentuk soal.

Sementara itu, dalam sistem pendidikan nasional terdapat tiga ranah kemampuan peserta didik yang

diharapkan (merujuk taksonomi Bloom) yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dimana pada setiap

proses pembelajaran, guru diharapkan dapat mengkombinasikan ketiga ranah kemampuan bagi setiap peserta

didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rose & Nicholl (1997) dalam gagasannya tentang ”percepatan belajar

di abad ke 21” (accelerated learning for the 21st century) bahwa pembelajaran dan penilaian tidak selalu

tertuju kepada aspek kognitif saja, tetapi juga menilai aspek psikomotor, melalui keterampilan dan keahlian

yang dimiliki peserta didiknya. Untuk itu Rose & Nicholl (1997) menganjurkan adanya pendekatan atau

modifikasi baru dalam sistem penilaian (modify the exam system).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada SMA (SMA Negeri 3 Banda Aceh dan SMA

Negeri 8 Banda Aceh) serta diskusi dengan guru Fisika yang mengajar Fisika di sekolah tersebut diperoleh

informasi berikut ini.

Pertama, strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini masih didominasi dengan ekspository,

kemudian dilanjutkan dengan diskusi, pemberian latihan-latihan soal, dan tugas rumah. Guru jarang

sekali mengajak siswanya melakukan berbagai aktivitas penyelidikan di laboratorium. Alasan

guru tidak melakukan kegiatan laboratorium adalah keterbatasan alat dan sarana laboratorium, banyak

menyita waktu untuk mempersiapkan, tidak ada laboran khusus yang dapat membantu guru menyiapkan alat

dan bahan percobaan, dan tes-tes yang diberikan pada ujian nasional maupun Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) tidak ada yang berhubungan langsung dengan kegiatan praktikum. Oleh karena

itu, guru lebih banyak memberikan latihan soal-soal, kemudian mendiskusikannya, daripada

melakukan praktikum sehingga mereka terbiasa dengan cara memecahkan soal tersebut.

Pemahaman guru seperti ini disebabkan guru kurang memahami secara baik hakikat belajar Fisika. Salah satu

ciri khusus IPA (Fisika) adalah adanya keterpaduan antara eksperimen dan teori. Teori dalam sains tidak lain

adalah pemodelan matematis terhadap berbagai prinsip dasar, yang kebenarannya harus diuji dengan

eksperimen yang dapat memberikan hasil serupa dalam keadaan yang sama. Dengan menggunakan teori

dalam sains, orang dapat membuat prediksi kuantitatif terhadap suatu peristiwa. Eksperimen, selain

merupakan suatu proses induktif dalam menemukan prinsip dasar yang baru, juga merupakan suatu

proses deduktif bagi pengujian teori baru. Dalam membuat interpretasi hasil eksperimen untuk

pengambilan kesimpulan, diperlukan kemampuan melakukan inferensi. Ciri sains inilah yang disebut

dengan metode ilmiah, suatu metode yang belakangan juga digunakan ilmu-ilmu lain. Salah satu

ciri IPA adalah bahwa untuk menekuninya diperlukan kecintaan yang dalam terhadap ilmu sebagai suatu

Page 42: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

44

sistem logik yang indah dan ampuh. Kesadaran ini akan menimbulkan dedikasi yang tinggi terhadap

pemahaman ataupun pengembangan ilmu sebagai kebutuhan hidup.

Kedua, sistem penilaian yang digunakan dalam pembelajaran Fisika di SMA masih didominasi

dengan penilaian paper and pencil test. Dengan demikian, keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran

Fisika cenderung dinilai dari aspek kognitif semata, sedangkan penilaian aspek keterampilan proses dan

sikap kurang mendapat perhatian serius. Pada hal, aspek keterampilan proses maupun sikap-sikap

ilmiah seperti menghargai fakta (objektivitas), keuletan dalam bekerja, kritis, menghargai pandangan orang

lain yang berbeda justru sangat dibutuhkan dalam meniti karier maupun terjun dalam kehidupan mereka

nanti di masyarakat.

Ketiga, sampai saat ini guru-guru Fisika yang diwawancarai belum memahami betul tentang

penilaian otentik seperti penilaian kinerja (performance assessment) maupun penilaian fortofolio. Pada

hal, proses pembelajaran Fisika sangat menuntut penilaian otentik tersebut. Dengan penilaian otentik, semua

aspek pendidikan seperti kognitif, afektif, maupun psikomotor dapat dinilai secara utuh dalam pembelajaran.

Menurut Depdiknas (2005) penilaian otentik termasuk salah satu pendekatan untuk mengamati prestasi siswa.

Penilaian otentik menekankan pada proses dan kinerja siswa untuk mempraktekkan kemampuan berpikir

kritis dan mendapatkan hal-hal yang menyenangkan selama belajar. Penilaian otentik tidak mendorong

pembelajaran hafalan, tetapi mengutamakan berpikir analitik, mengintegrasikan apa yang siswa pelajari

dengan situasi yang sebenarnya di lapangan atau di lingkungan mereka sendiri. Baron & James (dalam Nitko,

1996) mengemukakan empat ciri penilaian otentik yaitu: (1) mengutamakan aplikasi (emphasize on

application) artinya, menilai apa yang dilakukan siswa (what a student can do), untuk menilai apa yang

diketahui siswa (what a student knows), (2) berfokus pada penilaian langsung (focused on direct assessment),

(3) berhubungan dengan masalah yang realitis (realistic problem), dan (4) mengandalkan cara berpikir

terbuka (encourage open-ended thinking) biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara itu,

Suastra (2005) menyatakan bahwa tidak dilaksanakannya penilaian otentik oleh guru disebabkan karena guru

kurang memahami aspek-aspek apa saja yang mesti dinilai, bagaimana prosedur penilaiannya, serta

bagaimana mengolah hasil penilaian tersebut. Pada hal, dengan melakukan penilaian otentik, guru akan

memiliki informasi yang lengkap tentang siswanya dan memudahkan dalam membuat keputusan dalam

menentukan hasil belajar siswa. Di samping itu, beberapa keuntungan lain yang diperoleh dari

penggunaan penilaian otentik adalah (1) mendorong siswa untuk sibuk dalam pemecahan masalah dan

bekerja secara bermakna dalam tugas kehidupan sehari-hari yang kekomplekannya semakin meningkat, (2)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kejelasan yang lebih tentang kewaj ibannya

dan apa-apa yang diharapkan mereka kuasai , (3) memungkinkan siswa memanfaatkan

pengetahuan mereka secara efektif dan berusaha dengan disiplin untuk menemukan dan menjawab

pertanyaan-per tanyaan yang relevan dengan kehidupan dan masyarakat, (4) meningkatkan

kemampuan guru dalam memahami hasil penilaian yang bermakna dan diperlukan untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran, (5) mendorong guru untuk mengubah cara pandangnya tentang pengetahuan,

pembelajaran, dan kesuksesan akademik, dan (6) memperbaiki kemampuan guru dalam menggunakan

berbagai sumber bukti-bukti untuk menilai kinerja siswa (Arend, 2004).

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan mutu pada setiap jenjang

pendidikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan model asesmen

otentik dalam pembelajaran Fisika dengan model Pembelajaran Inovatif di SMA. Ada beberapa alasan

pengembangan model asesmen otentik dalam pembelajaran Fisika, yaitu (1) sangat mendukung

pengembangan kurikulum Fisika yang dilandasi dengan hakikat sains sebagai proses dan produk sesuai

dengan kurikulum yang sedang berlaku saat ini, (2) memberikan pengalaman nyata bagi siswa

dalam melakukan berbagai aktivi tas pemecahan masalah melalui eksperimen dan demonstrasi,

(3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan berbagai kemampuannya, baik dalam

bentuk pengetahuan, kinerja, maupun sikapnya dalam pembelajaran Fisika, dan (4) berupaya

untuk memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, serta menilai dirinya sendiri (self evaluation).

2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan sistem asesmen otentik dalam pembelajaran

Fisika dengan model pembelajaran inovatif (inkuiri terbimbing dan pendekatan starter eksperimen) di

SMA yang melibatkan 78 orang siswa kelas X sebagai subjek uji coba model asesmen otentik dengan

Page 43: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

model pembelajaran inovatif. Terdiri dari SMA Negeri 3 Banda Aceh 38 orang siswa kelas X2 dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dan SMA Negeri 8 Banda Aceh 40 orang siswa kelas X4 dengan model

pembelajaran pendekatan starter eksperimen.

Peneli t ian pengembangan ini menggunakan model 1131 (Instructional Development

Institute). Model ini telah digunakan secara luas di kalangan sekolah mulai dari sekolah dasar hingga

perguruan tinggi (Miarso, 1987). Pengembangan model IDI terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1) penentuan

(define), (2) pengembangan (development), dan (3) evaluasi (evaluate).

T ahap p enen tua n t e rd i r i d a r i t i ga ke g ia t a n , ya kn i : ( a ) mengidentifikasi masalah

(identify problem) yang meliputi kegiatan menilai kebutuhan, menentukan prioritas kebutuhan, dan

merumuskan masalah yang akan dipecahkan, (b) menganalisis rancangan (analyze setting) dilakukan

dengan mengumpulkan data tentang karakteristik sasaran, kondisi dimana kegiatan akan berlangsung,

hambatan-hambatan yang ada, se r t a me n g u mp u l k a n s u mb er - s u mb er ya n g r e l e v a n , d a n ( c )

mengorganisasiksn pengelolaan (organize management) yang meliputi perumusan tugas, pembagian tugas

atau tanggung jawab, serta penentuan waktu dan tempat.

Tahap pengembangan terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) mengidentifikasi tujuan (identify

objective), yaitu tujuan umum (terminal objective) dan tujuan khusus (enabling objective), (2) menentukan

metode (specify methods) yang mencakup penentuan strategi belajar, metode, media/sarana yang diperlukan,

dan (3) menyusun prototipe (construct prototype) yang meliputi unit pembelajaran dalam bentuk

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pedoman tugas, pedoman penilaian kinerja siswa dalam

aktivitas laboratorium, pedoman penilaian sikap dalam mengikuti pembelajaran, tes hasil belajar

dengan rubrik penilaiannya, pedoman pembuatan laporan praktikum, pedoman pembuatan ringkasan,

kuesioner penilaian diri siswa, dan kuesioner respon siswa terhadap pembelajaran.

Tahap evaluasi meliputi kegiatan (1) pengujian prototipe (test prototipes) dengan kegiatan uji

pakar dengan melibatkan 2 orang pakar dari dosen dan seorang praktisi dari sekolah, (2) melakukan

perbaikan-perbaikan sesuai dengan rekomendasi dari pakar, dan (3) melakukan implementasi di kelas

melalui penelitian tindakan kelas. Setelah kegiatan ini, dilakukan pengumpulan data-data dan analisis

data. Hasil analisis dikaji melalui panel group discussion. Bila hasilnya sudah dianggap baik, maka dapat

direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran dan Penilaian di Sekolah

Berdasarkan hasil pemberian kuesioner pada 78 orang siswa yang tersebar pada 2 sekolah yakni SMA

Negeri 3 Banda Aceh dan SMA Negeri 8 Banda Aceh diperoleh data seperti pada tabel 1 berikut.

Tabel 1 : Data Pelaksanaan Pembelajaran dan Penilaian No A s p e k Persentase Siswa

1 . Penilaian yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa meliputi:

a. Kuis, ulangan akhir pokok bahasan, ulangan umum, tuga

b. Unjuk kerja

c. Penilaian diri

100

0

0

2 .

A l a t p e n i l a i a n h a s i l b e l a j a r

a. Tes (Uraian, objektif)

b. Non-tes dan lainnya

89,7

10,3

3 .

Sifat penilaian yang digunakan dalam menilai hasil belajar

a. Terbuka (dengan beberapa altematif jawaban benar)

b. Tertutup (dengan hanya satu jawaban benar)

16,7

83,3

4 .

Penilaian hasil belajar dilakukan secara

a. Berkala (periodik)

b. Terus menerus

9 7 , 4

2,6

5 . Jumlah pemberian kuis /ulangan harian

a. 1 — 4 kali dalam satu semester

b. 5 — 8 kali

c. 9 - 12 kali

88,4

11,6

0

6 . Pemberian tugas-tugas yang diberikan guru

a. Dilengkapi dengan penjelasan tugas yang jelas

b. Tidak dilengkapi dengan penjelasan tugas yangj elas

c. Dikembalikan hasilnya dilengkapi dengan komentar

d. Tidak dikembalikan hasilnya

84,6

15,4

41,0

59,0

Page 44: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

46

7 . Se te t ah ulangan akhir pokok bahas an

a. Hasilnya dibahas

b. Hasilnya tidak dibahas

c. Bagi yang gagal tidak diremidi

d. Bagi yang gagal diremidi

89,7

10,3

0

100

8 . Cara guru menentukan nilai akhir dalam Buku Raport Siswa

a. Diberikan penjelasan pada awal pembelajaran

b. Tidak diberikan penjelasan pada awal pembelajaran

25,6

74,4

9 . Jumlah kegiatan praktikum di laboratorium dalam satu semester

a. 1 - 2 kali

b. 3 – 4 kali

c. 5 – 6 kali

d. 7 – 10 kali

87,2

12,8

0

0

10. Metode mengajar yang selama ini digunakan guru

a. Ceramah

b. Tanya jawab/diskusi

c. Latihan soal

d. Demonstrasi

e. Kerja kelompok

f. Kerja di laboratorium

g. Proyek (penelitian lapangan)

h. Presentasi

83,3

91,0

100

6,4

24,4

19,2

0

0

11 Dalam kegiatan praktikum di laboratorium

a. Dinilai oleh guru dan diberitahukan aspek penilaiannya

b. Dinilai oleh guru dan tidak pernah diberitahukan aspek penilaian

c. Tidak pernah dinilai

20,5

66,7

12,8

12 Da la m p r os e s pen i l a ia n ha s i l be la j a r

a. Siswa pernah disuruh menilai sendiri dirinya

b. Siswa tidak pernah menilai sendiri dirinya

3,9

96,1

Hasil di atas memperl ihatkan bahwa sistem asesmen yang dikembangkan di sekolah

ternyata belum sesuai dengan sistem asesmen dalam kurikulum berbasis kompetensi. Kinerja siswa

maupun penilaian diri oleh siswa tidak pernah dilakukan oleh guru. Pada hal, kurikulum berbasis kompetensi

untuk mata pelajaran Fisika menuntut agar penilaian kinerja (performance asessessment) khususnya dalam

aktivitas laboratorium wajib dilaksanakan. Tanpa itu, sulit bagi guru untuk memberikan nilai kompetensi

dasar khususnya menyangkut penilaian psikomotor dan afektif. Hal ini juga memperlihatkan bahwa metode

mengajar yang digunakan masih didominasi dengan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan soal-

soal, sedangkan metode demonstrasi dan kerja di laboratorium (praktikum) mendapat porsi yang

masih minim. Hasil ini dijadikan rujukan untuk mengembangkan strategi pembelajaran dan sistem

asesmen otentik dalam pembelajaran Fisika.

3. 2 Hasil Pengembangan Perangkat Asesmen Otentik

Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perangkat asesmen otentik yang efektif

untuk pembelajaran Fisika di SMA, maka tahapan penelitian ini melalui beberapa tahapan. Tahap

pertama, dilakukan identifikasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan asesmen dalam

pembelajaran Fisika di SMA. Hasil penelusuran terhadap permasalahan dalam melaksanakan

penilaian (asesmen) tampak pada tabel 1 di atas. Tahap kedua, dilakukan pengembangan perangkat

asesmen, meliputi: (1) Rencana Pembelajaran beserta Lembaran Kerja Siswa Model Pembelajaran inkuiri

terbimbing dan Starter Eksperimen, (2) Tes Hasil Belajar beserta rubrik penilaiannya, (3) Pedoman

Penilaian Keterampilan Proses Sains (psikomotor), (4) Pedoman Penilaian Sikap Siswa dalam

Pembelajaran (aspek afektif), (5) Pedoman Pembuatan Laporan Praktikum, (6) Pedoman Membuat

Ringkasan, (7) Penilaian Diri (Self Evaluation), dan (8) Kuesioner Respon Siswa terhadap Pembelajaran.

Seluruh perangkat pembelajaran dikembangkan bersama-sama mahasiswa yang menjadi payung penelitian ini

dan selanjutnya draf hasil pengembangan dikoreksi oleh dua orang pakar (dosen) dan satu orang praktisi (guru SMA

yang telah berpengalaman mengajar Fisika di SMA). Setelah diberikan masukan-masukan dan dilakukan

diskusi secara intensif dan revisi, selanjutnya tim penilai memberikan penilaian kelayakan terhadap perangkat

yang dikembangkan. Setelah memperoleh kualifikasi layak (skor minimal 70), perangkat asesmen otentik yang

dikembangkan siap diujicobakan secara empirik dalam pembelajaran di kelas.

Page 45: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

3. 3 Hasil Uji Coba Perangkat Asesmen dalam Pembelajaran Fisika

Untuk melihat keefektifan perangkat asesmen otentik yang telah dikembangkan, dilakukan uji empirik

melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkannya pada dua model pembelajaran, yaitu: model inkuiri

terbimbing dan model pembelajaran starter eksperimen. Hasil uji coba perangkat asesmen otentik dalam

pembelajaran Fisika di SMA dapat dilihat pada tabel 2, tabel 3, dan tabel 4.

Tabel 2 : Hasil Uji Coba Perangkat Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Siklus

Aspek Kognitif

Aspek

Psikomotor

Aspek Afektif

Rerata

nilai

I 66,7 60,2 61,0 62,6

II 71,3 69,3 71,0 70,5

Tabel 3 : Hasil Uji Coba Perangkat Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Starter Eksperimen

Siklus Aspek Kognitif Aspek

Psikomoto

r

Aspek

Afektif Rerata

nilai

1 71,7 71,0 69,2 70,6

II 76,8 75,7 76,2 76,2

Tabel 4 : Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbantuan Asesmen Otentik

No Model

Pembelajaran

Skor Respon Kualifikasi

1. Inkuiri terbimbing 77,8 Sangat

Positif

2. Pembelajaran

starter eksperimen

78,0 Sangat

Positif

3.4 Pembahasan

Hasil analisis kebutuhan terhadap pelaksanaan asesmen otentik di SMA Negeri 3 Banda Aceh dan SMA

Negeri 8 Banda Aceh dengan melibatkan 78 orang Siswa menunjukkan bahwa pelaksanaan asesmen otentik

dalam pembelajaran Fisika masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari temuan berikut ini. Penilaian

hasil belajar Fisika siswa masih difokuskan pada aspek kognitif yang oleh hampir seluruh siswa

(89,7%) dinyatakan dilakukan melalui paper and pencil test, baik dalam bentuk tes objektif maupun

tes esai/uraian. Non-tes yang semestinya dapat digunakan untuk menilai kinerja maupun sikap siswa

dalam pembelajaran hampir tidak digunakan oleh guru. Hal ini akan menyulitkan guru untuk

menilai kompetensi siswa dalam aspek afektif dan psikomotor. Tes yang selama ini digunakan dalam

menilai hasil belajar masih didominasi (83,3%) dengan tes yang menuntut jawaban tertutup (satu

jawaban benar). Penggunaan tes semacam ini tentu t idak memberi peluang yang lebih luas

pada pengembangan kreativitas berpikir siswa.

Hal lain yang ditemukan dalam analisis kebutuhan adalah intensitas pemberian kuis atau ulangan

harian masih relatif kecil (1 - 4 kali) dalam satu semester. Pada hal, untuk melakukan penilaian kelas, hal

itu semestinya dilakukan secara terus-menerus atau kontinu selama proses belajar mengajar.

Dampak dari penilaian yang tidak kontinu adalah guru akan mengalami kesulitan dalam pengambilan

keputusan pada akhir semester khususnya dalam pengisian nilai rapor siswa.

Metode mengajar yang selama ini dilakukan di SMA masih didominasi oleh metode

ceramah (83,3%), tanya jawab/diskusi (91,0%), dan latihan soal (100%), sedangkan metode eksperimen

(19,2%) dan metode demonstrasi (6,4%). Begitu juga presentasi dan kinerja siswa hampir tidak mendapat

porsi dalam pembelajaran (0%). Kenyataan ini tentu mengkhawatirkan terutama dalam

Page 46: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

48

pengembangan kompetensi dasar Fisika siswa. Jika guru memahami betul hakikat Fisika sebagai

produk dan proses ilmiah, maka sudah tentu lebih banyak mestinya memporsikan metode eksperimen

daripada metode ceramah. Jika memang demikian, wajarlah Fisika dianggap sebagai mata pelajaran

yang sulit, banyak rumus, tidak kontekstual, dan terkesan membosankan.

Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah diidentifikasi, disusun perangkat pembelajaran seperti:

rencana pembelajaran, LKS, pedoman observasi kinerja siswa (keterampilan proses dalam praktikum),

pedoman observasi sikap dalam pembelajaran (afektif), tes hasil belajar, pedoman tugas, dan penilaian

diri siswa. Dengan berbagai kajian dan masukan dari pakar dan praktisi, diperoleh perangkat

pembelajaran yang layak untuk diterapkan dalam pembelajaran. Untuk melihat efektivitas dan

konsistensi dari perangkat asesmen otentik yang dikembangkan, dilakukan pengujian model asesmen

otentik melalui penelitian tindakan kelas. Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara konsisten model sistem

asesmen otentik yang dikembangkan dalam pembelajaran Fisika berdampak positif terhadap hasil

pembelajaran Fisika siswa. Hasil belajar dalam bentuk kompetensi dasar Fisika secara konsisten melalui

dua model yang dicobakan menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis terhadap

kompetensi dasar Fisika siswa, melalui pembelajaran Fisika dengan model inkuiri terbimbing (rerata skor

pada siklus akhir sebesar 70,5 dengan kualifikasi baik) dan model pembelajaran starter eksperimen

(rerata skor pada siklus akhir sebesar 76,2 dengan kualifikasi baik). Hasil lain yang mendukung, selain

dilihat dari belajar siswa, adalah respon siswa terhadap pengembangan asesmen otentik. Melalui

kedua model pembelajaran yang dikembangkan semuanya menunjukkan respon yang sangat positif. Hal

ini tampak dari skor respon siswa yang diperoleh melalui model pembelajaran dengan inkuiri

terbimbing sebesar 77,8 (sangat positif) dan model pembelajaran starter eksperimen sebesar 78,0

(kualifiaksi sangat baik). Ini berarti bahwa pembelajaran Fisika berbantuan asesmen otentik ternyata

direspon sangat positif oleh siswa. Siswa merasakan bahwa dengan penilaian yang

komprehensif (kognitif, psikomotor, dan afektif), dilakukan secara kontinu, transparan ternyata

dapat memotivasi belajar siswa.

Temuan ini mengindikasikan bahwa pengembangan asesmen otentik dalam pembelajaran

Fisika baik melalui model inkuiri terbimbing dan model pembelajaran starter eksperimen cukup

efektif dalam meningkatkan kompetensi Fisika siswa. Hal ini sesuai dengan fungsi utama dari penilaian

otentik yaitu membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dan mengetahui tingkat

pencapaian kompetensi tersebut (Depdiknas, 2005). Lebih lanjut, Doran (1998), Hart (1994), dan

Depdiknas (2005) menekankan bahwa manfaat asesmen otentik antara lain mendorong siswa

terlibat aktif dalam memecahkan masalah dan bekerja secara bermakna dalam tugas sehari-hari yang

semakin kompleks dan memungkinkan siswa memanfaatkan pengetahuan mereka secara efektif

untuk memecahkan persoalan-persoalan yang relevan dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, guru perlu

terus mengembangkan asesmen otentik dalam pembelajaran Fisika karena hal itu dapat memotivasi siswa

belajar serta pada akhirnya akan berdampak pula pada hasil belajarnya (kompetensi yang diharapkan).

Pembelajaran berbantuan asesmen otentik, meskipun telah memiliki kontribusi yang cukup baik,

dalam pelaksanaannya di lapangan menghadapi beberapa kendala. Kendala yang paling menonjol adalah

jumlah siswa yang relatif cukup besar (berkisar 40 orang) akan menyulitkan guru dalam

memberikan penilaian khususnya yang menyangkut observasi kinerja siswa. Namun, kesulitan ini

telah dapat diatasi dengan memfokuskan penilaian pada beberapa kelompok saja (2 sampai 3

kelompok) pada dua jam pembelajaran, sedangkan kelompok lainnya diobservasi pada

pertemuan berikutnya. Kendala lainnya adalah jumlah set alat yang ada di masing-masing sekolah masih

belum memadai. Standar minimal peralatan laboratorium yang harus dimiliki oleh sekolah adalah 10 set

percobaan. Dengan demikian, satu percobaan akan dikerjakan oleh 4 orang siswa sehingga penilaian

akan dapat dilakukan secara optimal.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik beberapa simpulan berikut ini. (1) Sistem asesmen

otentik yang dilaksanakan selama ini di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 8 Banda Aceh masih

belum optimum. Penilaian paper and pencil test masih mendominasi, sedangkan penilaian kinerja

masih kurang mendapat perhatian. (2) pembelajaran yang selama ini dilaksanakan oleh guru masih

didominasi dengan metode ceramah, diskusi/tanya jawab, dan latihan soal, sedangkan metode praktikum

dan demonstrasi mendapat porsi yang sangat minim. (3) Sistem asesmen otentik yang

Page 47: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

dikembangkan melalui model inkuiri terbimbing dan pembelajaran dengan pendekatan starter

eksperimen cukup efektif dalam meningkatkan kompetensi dasar Fisika siswa. (4) Respon siswa

terhadap Sistem asesmen otentik melalui pembelajaran Fisika model inkuiri terbimbing dan

pembelajatan dengan pendekatan starter eksperimen sangat positif.

Berdasarkan temuan dan simpulan penelitian ini, disarankan hal-hal berikut ini. (1) Kepada guru-

guru Fisika SMA disarankan untuk menerapkan asesmen otentik dalam pembelajaran Fisika karena

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan sekaligus dapat mengembangkan kompetensi Fisika siswa. (2)

Bila menerapkan sistem asesmen otentik dalam pembelajaran Fisika, maka kembangkanlah melalui berbagai

pembelajaran inovatif seperti inkuiri terbimbing dan pendekatan starter eksperimen, maupun

pembelajaran inovatif lainnya. (3) Dalam menerapkan asesmen otentik, usahakan kelompok siswa

tidak melebihi 4 orang dan observasi kinerja maupun sikap siswa dilakukan secara bertahap dengan

memfokuskan pengamatan pada 2 atau 3 kelompok dalam satu sesi pembelajaran. (4) Oleh karena

penelitian ini baru pada tahap uji coba model secara terbatas, disarankan penelitian ini dapat

dilanjutkan dengan menerapkannya dalam jangkauan yang lebih luas dan pengujiannya dilakukan

dengan eksperimen semu. (quasi experiment).

DAFTAR RUJUKAN

Arends,R.I. 2004. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill Companies

Dantes, N. 2004. Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Rumpun Pelajaran Sains. Laporan Penelit ian Hibah Pasca Sarjana.

Tidak Dipublikasikan. IKIP Negeri Singaraja.

Depdiknas, 2002. Sosialisasi hasil studi Dikmenum. Jakarta. Dirjen Dikmenum.

Depdiknas. 2005. Buku Pedoman Umum Pengembangan Sistem Asesmen Berbasis Kompetensi. Jakarta:

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan & Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Doran, R., F. Chan & P. Tamir. 1998. Science Educator's Guide to Assessment. Virginia: National

Science Teachers Association.

Hart, D. 1994. Authentic Assessment: A Handbook for Educator. California: Addison-Wesley.

Miarso, Y. 1987. Survei Model Pengembangan Instruksional. Jakarta: Depdikbud, PAU.

Nitko, AJ. 1996. Educational assessment of students 2nd

edition. New Jersey: Merril an Imprint of Prentice

Hall.

Rose, C. & Nicholl, MJ. 1997. Accelerated learning for the 21st century, the six step plan to unlock your master

mind. New York: Delacorte Press.

Suastra. I.W. 2005. Pengembangan Perangkat Penilaian (Asessment) Keterampilan Proses dan

Sikap dalam Pembelajaran Sains Berbasis Inkuiri Terbimbing di Sekolah Dasar. Makalah disajikan pada "Seminar Nasional Hasil Penelitian Tentang Evaluasi Hasil Belajar Serta Pengelolaannya". Yogyakarta, 14-15 Mei 2005.

Page 48: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

50

Page 49: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE “STAD”

SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MENGAJARKAN SAINS IPA

YANG MENGGUNAKAN KURIKULUM

BERBASIS KOMPETENSI

Oleh:

Ruhadi *)

Abstrak.Tulisan ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang model pembelajaran

kooperatif khususnya dengan menggunakan pendekatan tipe STAD (Student Team-

Achievement Divisions). Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk salaing

kerjasama, saling ketergantungan, aktif antar sesame salam satu kelompok untuk

memecahkan suatu permasalahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu model

pembelajaran ini juga dapat memotivasi siswa, meningkatkan hasil belajar yang

efektif,kognitif,dan psikomotorik serta mampu berkompetisi baik secara individu

maupun secara klasikal. Untuk menunjang proses pelaksanaan model pembelajaran ini

diperlukan berbagai fasilitas seperti Buku, LKS, Alat dan Bahan, OHP serta media

lainnya. Dalam perkembangan ini, guru tidak memonopoli seluruh kegiatan belajar dari

awal sehingga akhir pembelajaran namun lebh ditekankan pada pendekatan

konstruktivis dan demokrasi sehingga tidak membosankan bagi para siswa. Dengan

demikian guru lebih berperan sebagai motivator, fasilitator dan guide (penuntun) serta

siap menyempurnakan seluruh jawaban pertanyaan yang diajukan oleh anggota

kelompok satu ke kelompok yang lain. Pedoman penilaian penghargaan terhadap

kelompok dibagi dalam dua kelompok yaitu I. kelompok baik jika skor perolehan 15

sampai dengan 19,2, kelompok baik jika skor perolehan 20 sampai dengan 24 dan

2.kelompok super jika skor perolehan lebih besar atau sama dengan 25.Sedangkan untuk

melihat nilai hasil belajar masing-masing siswa dilakukan tes hasil belajar produk

(kognitif) dan proses (psikomotorik) Berbagai hasil uji coba telah dilaksanakan terutama

pada pelajaran Sains IPA dan pada umumnya dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran ini cocok digunakan untuk mengukur sekaligus ranah kognitif dan

psikomotorik siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang sedang

digunakan pada saat ini.

Kata Kunci: Kooperatif, Pembelajaran

A.PENDAHULUAN

Guru yang baik adalah guru yang mampu

menguasai materi yang akan disampaikan dan

selanjutnya dapat menyajikannya dengan baik di

dalam kelas.Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin

dalam Nur (1997:7) bahwa guru yang efektif tidak

hanya menguasai bahan ajar yang mereka ajarkan,

tetapi mereka juga dapat mengkomunikasikan

pengetahuan mereka kepada siswa.Oleh karena

itu,kunci kewibawaan dan keberhasilan guru

bergantung dari penguasaan materi dan

kemampuannya menyajikan materi tersebut

kepada siswa.

Berbicara masalah kemampuan guru dalam

menyampaikan materi kepada siswa tidak terlepas

dari strategi yang dipilih guru. Pada dasarnya

strategi itu merupakan rumusan petunjuk ke mana

dan bagaimana upaya dan perbuatan harus

diarahkan agar tujuan yang dimaksud dapat

terwujud.Selanjutnya maksud utama dari strategi

pembelajaran terletak pada pemilihan cara-cara

pembelajaran yang paling efektif dan efisien

dalam memberikan pengalaman belajar yang

diperlukan siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan (Suparno,

1997:11).

Hal ini senada dengan yang digariskan pada

kurikulum berbasis kompetensi 2004 yang

merincikan sebagai berikut: 1.penekanan pada

ketercapaian kompetensi siswa, baik secara

individual maupun secara klasikal; 2.berorentasi

pada hasil belajar (learning outcomes) dan

keberagaman; 3.penyampaian dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan dan metode yang

bervariasi; 4.sumber belajar tidak hanya dari guru,

tapi juga sumber lainnya yang memenuhi unsur

Page 50: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

44

edukatif; dan 5.penilaian menekankan pada proses

dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau

pencapaian suatu kompetensi. Oleh karena itu

guru harus pandai memilih strategi pembelajaran

yang dapat melibatkan seluruh komponen yang

ada secara optimal sehingga siswa dapat belajar

secara aktif.

Pada dasarnay strategi pembelajaran aktif

merupakan strategi pembelajaran yang

mementingkan proses belajar dari pada hasil

belajar. Namun kenyataannya dilapangan saat ini,

guru masih mementingkan hasil belajar dari pada

proses belajar. Oleh karena itu, pembelajaran

dikelas saat ini sebaikya sudah dimulai dengan

menerapkan pembelajaran yang menganut

pendekatan konstruktivis. Hal ini dikarnakan

tujuan dari teori pembelajaran konstruktivis

adalah agar siswa secara aktif membangun serdiri

pengetahuan yang dipelajari. Dan menurut Soejadi

(1985:12), pada dasarnya pendekatan konstrktivis

dalam belajar adalah siswa haruslah secara

individual menemukan dan mentransformasikan

informasi yang kompleks, memeriksa dengan

aturan yang ada, dan merevisinya bila perlu.

Selanjutnya guru bertindak sebagai fasilitator.

Dalam memilih strategi pembelajaran

dipelukan beberapa pertimbangan, antara lain

adalah keadaan siswa, keadaan

sekolah,lingkungan belajar yang dapat menunjang

kemajuan IPTEK dan kemajuan kehidupan sosial

di masyarakat, dan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Dengan demikian secara umum pemilihan

strategi pembelajaran menduduki posisi yang

penting dalam proses pembelajaran di kelas dan

merupakan keterampilan yang harus dimiliki

setiap guru.

Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa,pertama,keadaan siswa di sekolah-sekolah

pada umumnya adalah heterogen. Maksudnya

heterogen di sini adalah heterogen dalam hal jenis

kelamin, agama, tingkat sosial

ekonomi,kemampuan akademik, dan suku.Kedua,

perlu diketahui bahwa pada era globalisasi ini

diperlukan kehidupan yang saling berkerjasama

(kooperatif) untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Untuk mencptakan kehidupan kooperatif yang

baik diperlukan sikap sisoal yang baik pula. Oleh

karena itu, siswa di sekolah perlu dilatih sikap-

sikap sosial dalam masyarakat, antara lain adalah

sikap saling menghargai pendapat orang lain, mau

mengemukakan pendapat atau ide dengan cara

yang baik, mau menjelaskan sesuatu kepada orang

lain yang belum memahami, mau berbagi dalam

tugas,dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas, maka menurut

penulis dalam kegiatan pembelajaran di atas perlu

diciptakan lingkungan belajar kelompok yang

heterogen.Artinya kelompok yang beranggota

siswa pandai, sedang, rendah,laki-laki, perempuan

secara merata. Selanjutnya menurut Slavin

kelompok belajar tersebut dinamakan dengan

kelompok belajar kooperatif dan model

pembelajaran yang digunakan adalah

pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

pembelajaran yang menempatkan siswa belajar

dalam kelompok beranggota 4 atau 5 siswa

dengan tingkat kemampuan yang berbeda serta

menekankan kerjasama dan tanggung jawab

kelompok dalam mencapai tujuan yang sama. Dan

menurut pandangan teori motivasi (Slavin,

1995:16), struktur kooperatif menciptakan suatu

situasi di mana satu-satunya cara agar anggota

kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka

sendiri hanya apabila tujuan kelompok berhasil.

Dari penelitian Hutten dan De Vries,Madden,

dan Slavin diperoleh hasil bahwa dengan belajar

kooperatif memuat anggota kelompok

bersemangat belajar (Slavin, 1995:16). Sedangkan

Murray dalam penelitiannya juga diperoleh hasil

bahwa interaksi antar siswa dalam belajar dapat

meningkatkan perkembangan kognitif siswa

(Slavin, 1995:18).

Selanjutnya salah satu tipe pendekatan untuk

belajar kooperatif yang mudah dilaksanakan

dalam tahap perkenalan adalah pembelajaran

kooperatif tipe STAD.STAD atau Student

Achievement Division adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang sederhana dalam

pelaksanaannya meliputi 6 langkah, yaitu

persiapan, penyajian materi, kegiatan kelompok,

kuis, penghargaan kelompok dan perhitungan

ulang nilai awal dan pengubahan kelompok. Dan

perlu diketahui pula bahwa menurut Slavin

(1997:124) dalam pembelajaran kooperatif tipe

STAD Bercirikan materi pelajaran yang

disampaikan adalah sederhana dan tugas utama

siswa adalah menyesesaikan lembaran kerja

dengan cara gotongronyong.

B.PEMBAHASAN

1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Istiah pembelajaran kooperatif berasal dari

bahasa Inggris yaitu “Cooperative Learning”.

Dalam sebuah kamus Inggris-Indonesia,

cooperative berarti kerjasama dan Learning berarti

pengetahuan atau pelajaran (Hassan S & Echols

J.M, 1987:67). Karena berhubungn dengan proses

belajar mengajar, maka istilah Cooperative

Page 51: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Learning tersebut diartikan dengan pembelajaran

kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu

bentuk pembelajaran dengan mengelompokkan

siswa-siswanya dalam beberapa kelompok untuk

memecahkan suatu masalah. Menurut Lie

A.(1995:32), Cooperative Learning adalah sistem

pengajaran yang memberi kesempatan kepada

anak didik untuk bekerjasama dengan sesame

siswa dalam tugas-tugas yang terstuktur. Dengan

demikian dalam pembelajaran kooperatif

menekankan kerja sama anggota dalam kelompok

supaya dapat memecahkan masalah dengan benar.

Linda Lundgren (1994:5) dalam bukunya yang

berjudul Cooperative Learning In The Science

Classroom menjelaskan tentang unsure-unsur

dasar dalam pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi

bahwa mereka “tenggelam atau berenang

bersama” (sink or swim together).

b. Para siswa harus memiliki tanggung

jawab terhadap tiapsiswa lain dalam

kelompoknya, disamping tanggung

jawab terhadap dirinya sendiri, dalam

mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa

mereka semuanya memiliki tujuan yang

sama.

d. Para siswa harus membagi tugas dan

berbagi tanggung jawab sama besar

diantara para anggota kelompok.

e. Para siswa akan diberi satu evaluasi atau

penghargaan yang akan ikut berpengaruh

terhadap evaluasi seluruh anggota

kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan

bekerja sama selama belajar.

g. Para siswa akan diminta

mempertanggugjawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam

kelompok kooperatif.

Dan selanjutnya menurut Arends (1997:111),

ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah

sebagai berikut:

a. Para siswa bekerja secara kooperatif

dalam kelompok untuk mendapatkan

Bahan-bahan akademik (pelajaran).

b. Kelompok terdiri dari siswa

pandai,sedang, dan rendah.

c. Bila mungkin, kelompok terdiri dari

bermacam-macam suku, kebudayaan dan

jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan lebih menekankan

kelompok daripada individu.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan

saling ketergantungan dalam struktur pencapaian

tugas, tujuan, dan penghargaan.Perlu diketahui

bahwa unsur-unsur kelompok dalam pembelajaran

kooperatif (Linda Lundren, 1994:5) adalah

sebagai berikut:

a. Kepemimpinan bersama

b. Saling ketergantungan positif.

c. Ketergantungan yang heterogen.

d. Pengajar mempelajari keterampilan

kooperatif.

e. Tanggung jawab terhadap hasil

belajar seluruh anggota kelompok.

f. Menekankan pada tugas dan

hubungan kooperatif.

g. Didukung oleh guru

h. Satu hasil kelompok

i. Evaluasi kelompok.

Selanjutnya dijelaskan pula tugas pengajar (guru)

dalam menggunakan metode pembelajaran

kooperatif (Linda Lundgren, 1994:9) adalah

sebagai berikut:

a. Menunjang.

b. Melemparkan pertanyaan

c Mengajar ketrampilan sosial

d Mengelola konflik

e Struktur saling ketergantungan

f Membantu siswa menilai kerja

kelompok

g Struktur kontroversi atau perdebatan.

h Menyediakan sumber.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa keberhasilan pembelajaran kooperatif itu

bergantung dari keberhasilan masing-masing

individu dalam kelompok tersebut sangat berarti

untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam

belajar kelompok. Selanjutnya pada Gambar 1

ditunjukkan skema model pembelajaran

kooperatif.

Page 52: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

46

____________________________

Motivasi belajar

____________________________

____________________________

________________________ Motivasi untuk mendorong

Semangat teman agar belajar

Keberhasilan kelompok ____________________________

Didasarkan pada masing-

Masing anggota kelompok ____________________________

________________________ Motivasi untuk membantu

Teman supaya belajar

____________________________

__________________________________________________________

Gambar 1. Skema Model Pembelajaran Kooperatif (Slavin, 1995:45).

Selanjutnya pada table 1 ditunjukkan tahap-

tahap dari model pembelajaran kooperatif.

2. teori belajar yang melandasi pembelajaran

kooperatif.

Ide pembelajaran kooperatif dikembangkan

berdasarkan pendapat seorang filosof pada awal

abad pertama.Pendapat tersebut mengatakan

bahwa untuk dapat belajar, seseorang harus

memiliki teman. Karena dengan teman tersebut

siswa dapat menjelaskan materi yang dipelajari

kepada orang lain dan ini merupakan salah satu

cara elaborasi kognitif yang efektif.

Menurut Slavin (1997:114), Jhon Dewey

dalam bukunya “Democracy and Education”

menetapkan bahwa kelas sebagai cermin

masyarakat yang besar dan laboratorium untuk

belajar tetang kedupan nyata. Selanjutnya Thelan

juga berargumentasi bahwa kelas haruslah

merupakan laboratorium atau miniature demokrasi

yang bertujuan menjelajah/mencari masalah-

masalah sosial dan interpersonal.Kedua pendapat

tersebut menghendaki adanya sistem sosial dan

interaksi dalam lingkungan belajar yangbercirikan

prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Maksud

tersebut dapat diwujudkan dengan kelompok.

_____________________________________________________

Penjabaran keteranagan2

Teman kelompok

Teman kelompok sebagai contoh

Penjabaran kognitif

Berlatih bersama teman kelompok

Menguji dan mengoreksi hasil kerja teman kelompok

_______________________________________________________

_____________________________________________________

Meningkatkan Pembelajaran

_____________________________________________________

Belajar kooperatif di kelas. Selanjutnya dalam

pembentukan kelompok kooperatif perlu dicegah

agar tidak terjadi konflik antar suku yang

ada.Oleh karana itu Goldon Allport

memformulasikan tiga kondisi dasar untuk

mencegah konflik antar suku, yaitu a. kontak

langsung antar etnis, b. berada bersama dalam

kondisi dan status yang sama sebagai anggota

suatu kelompok yang heterogen, dan c. bekerja

bersama dan berembuk bersama untuk mencapai

tujuan bersama (Slavin, 1997:114).

Page 53: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Tabel 1 Tahab-tahab Model Pembelajaran Kooperatif

____________________________________________________________

Tahapan Prilaku Guru

____________________________________________________________

Tahab 1 Menyampaikan perlengkapan

Menyapaikan TPK dan memperlihatkan perlengka-

Dan perlengkapan. pan pembelajaran.

Tahab 2 Menyampaikan informasi atau

Menyampaikan materi pelajaran kepada siswa

Informasi atau materi baik dengan menggunakan

Pelajaran. Demontrasi atau teks.

Tahab 3 Menjelaskan kepada siswa

Mengantar siswa bagaimana membentuk kelompok

Dalam kelompok belajar. belajar dan kerjasama dalam

Kelompok agar terjadi perubahan

Yang efesien.

Tahab 4 membantu kelompok belajar

Membantu belajar dan sebagaimana siswa mengerjakan

Bekerja kelompok. Pekerjaannya.

Tahab 5 Mengevaluasi materi pelajaran

Evaluasi akhir pelajaran. Atau kelompok menyampaikan

Hasil kerja mereka.

Tahab 6 Menentukan cara untuk menghargai

Mengumumkan pengakuan hasil dan usaha siswa baik secara

Atau penghargaan. Individu maupun kelompok.

____________________________________________________________

Arends (1997:113)

3. Manfaat Pembelajaran kooperatif.

Linda Lundgren 1994:6) menunjukkan

manfaat-manfaat dari pembelajaran kooperatif

untuk siswa dengan prestasi rendah didukung

penelitian antara lain sebagai berikut:

a. Meningkatkan pencurahan waktu pada

tugas

b. Rasa harga diri lebih tinggi

c. Memperbaiki sikap terhadap

pengetahuan dan sekolah

d. Memperbaiki kehadiran

e. Angka putus sekolah lebih rendah

f. Penerimaan terhadap perbedaan individu

lebih besar

g. Komflik antar perseorangan berkurang

h. Bekurangnya sikap apatis

i. Pemahaman lebih mendalam

j. Motivasi lebih besar

k. Hasil belajar lebih tinggi

l. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan

,dan toleransi

Model Pembelajaran Kooperatif

dikembangkan untuk mencpai tiga tujuan

pengajaran yang penting, yaitu prestasi akademik,

penerimaan perbedaan, dan perkembangan

keterampilan sosial (Arends, 19997:111-113).

1) Prestasi Akademik (Academic Achievement)

Meskipun pembelajaran kooperatif mencakup

bermacam-macam objek-objek sosial, namun juga

bertujuan meperbaiki prestasi siswa pada tugas-

tugas akademik yang penting. Dan selanjutnya

pembelajaran kooperatif dapat bermanfaat baik

bagi siswa yang berprestasi tinggi maupun rendah

yang berkerja bersama-sama dalam tugas-tugas

akademik.Hal ini dapat terjadi karena siswa yang

prestasinya tinggi harus membantu yang rendah,

sehingga siswa yang berprestasi tinggi akan selalu

berpikir untuk menjelaskan pada temannya yang

berprestasi rendah.Oleh karena itu akan terjadi

hubungan sosial di antaranya.

2) Penerimaan Perbedaan (Achievement of

Diversity)

Maksudnya adalah penerimaan terhadap orang

yang berbeda baik ras, kebudayaan kelas sosial,

maupun kemampuan. Pembelajaran kooperatif

memberikan kesempatan pada siswa dengan

bermacam-macam latar belakang dan keadaan

untuk mengerjakan tugas bersama-sama.

Page 54: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

48

3) Perkembangan Keterampilan sosial (Social

Skill Development)

Tujuannya adalah untuk mengajar

keterampilan kerjasama siswa dalam lingkungan

sosial dan lingkungan yang banyak perbedaan

budaya.

4. Keterampilan Kooperatif

Keterampilan Kooperatif adalah suatu

keterampilan yang dilakukan siswa dalam

pembelajaran kooperatif. Hal ini berarti dalam

pembelajaran kooperatif tersebut, siswa selain

mempelajari materi yang diberikan juga harus

mempelajari keterapilan-keterampilan kooperatif.

Selanjutnya jika siswa yang berada dalam

keompok belajar kooperatif tersebut

menggunakan keterampilan-keterampilan

kooperatif yang dilatihkan, maka dapat

memperlancar proses belajar yang berlangsung

dalam kelompok tersebut.

Adapun keterampilan-keterampilan kooperatif

tersebut antara lain dijelaskan oleh Linda

Lundgren (1995:22-26) sebagai berikut:

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi

kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil

giliran dan berbagai tugas, berada dalam

kelompok,berada dalam tugas, mendorong

partisipasi, memancing orang lain untuk berbicara,

menyelesaikan tugas pada waktunya, dan

menghormati perbedaan individu.

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah

meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati,

mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara

yang dapat diterima, mendengarkan dengan aktif,

bertanya, membuat ringkasan,

menafsirkan,mengatur dan mengorganisir,

memeriksa ketetapan, mererima tanggung jawab,

dan mengurangi ketegangan.

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir,

meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan

cermat, menuntut kebenaran, menetapkan tujuan,

dan berkompromi.

5. STAD (Student Teams-Achievement Division)

STAD merupakan salah satu metode

pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang

paling sederhana dan merupakan sebuah model

pendekatan yang cocok untuk guru yang baru

mulai menggunakan pendekatan kooperatif. Selain

itu STAD juga merupakan suatu metode

pembelajaran kooperatif yang efektif Slavin,

1994:288).

Selanjutnya berikut ini akan diuraikan

bagaimana STAD digunakan dalam kegiatan

pembelajaran menurut Slavin (1994:288).

a.Pandangan umum.

STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu

penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor,

perkembangan individu, dan penghargaan

kelompok.

b.Persiapan.

Persiapan dalam pembelajaran ini meliputi

persiapan materi, penetapan siswa dalam

kelompok (berdasarkan jenis kelamin, rangking,

dan sebagainya), menentukan skor awal,dan

menyiapkan siswa untuk bekerja kooperatif

dengan memperkenalkan keterampilan kooperatif

yang akan digunakan.

c. Urutan kegiatan.

Urutan kegiatan dalam pembelajaran ini

adalah sebagai berikut:

1) pengajaran

2) Belajar kelompok

3) Kuis

4) Penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok ini didasarkan dari

rata-rata nilai perkembangan individu dan

sekelompok, selanjutnya nilai perkembangan

didasarkan dari nilai kuis yang diperoleh siswa.

Pada Tabel 2 menampilkan penentuan nilai

perkembngan dari Slavin kriterianya:

Tabel 2 Pedoman Menentukan Nilai

Perkembangan

________________________________________

___________________

Nilai Kuis Dibandingkan dengan Nilai

Awal Nilai

Perkembangan

________________________________________

___________________

Lebih dari 10 poin di bawah

0

10 sampai dengan 1 poin di bawah

10

Sama sampai dengan 10 poin di atas

20

Lebih dari 10 poin di atas

30

________________________________________

____________________

Arends(1997:140)

Page 55: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Selanjutnya criteria untuk memberikan

penghargaan kelompok adalah sebagai berikut:

a. Jika rata-rata nilai perkembangan dalam

kelompok 15-19, maka kelompok

tersebut disebut dengan kelompok baik.

b. Jika rata-rata nilai perkembangan dalam

kelompok 20-24, maka kelompok

tersebut disebut dengan kelompok

terbaik.

c. Jika rata-rata nilai perkembangan dalam

kelopok lebih besar atau sama dengan 25,

maka kelompok tersebut disebut dengan

kelompok super baik.

6. Keunggulan dan Kelemahan P embelajaran

kooperatif.

Carin (1993:63) menyatakan bahwa:

Cooperative Learning has theses is faca-to-face

interaction among students, students are

responsible for their own learning as will as for

the of their teammates,teachers helps students

develop interact with the group skills, and

teachers interact with the groups as needed.

Kutipan diatas menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif mempunyai

keistimewaan-keistimewaan, yaitu setiap anggota

kelompok diberi tugas,adanya interaksi langsung

antar siswa, siswa dilarang belajar untuk dirinya

sendiri dan teman satu kelompok,guru membantu

siswa mengembangkan keterampilan seseorang

dalam kelompok kecil, dan guru berinteraksi

dengan siswa jika diperlukan.

Selanjutnya pembelajaran kooperatif

mempunyai beberapa keunggulan, antara lain

sebagai berikut:

a. Semua anggota kelompok wajib

mendapat tugas

b. Ada interaksi langsung antar siswa

dengan siswa dan siswa dengan guru.

c. Siswa dilatih untuk mengembangkan

keterampilan sosial

d. Mendorong siswa untuk menghargai

pendapat orang lain

e. Dapat meningkatkan kemampuan

akademik siswa

f. Melatih siswa untuk berani berbicara di

depan kelas

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran

kooperatif juga mempunyai kelemahan-

kelemahan, antara lain sebagai berikut:

a. Jika ditinjau dari sarana kelas, maka

untuk membentuk kelompok kesulitan

mengatur dan mengangkat tempat duduk.

Hal ini karena tempat

duduknya terlalu berat.

b. Karena rata-rata jumlah siswa di dalam

kelas adalah 45 orang, maka guru kurang

maksimal dalam mengamati belajar

kelompok secara bergantian.

c. Guru dituntut bekerja cepat dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang

berkaitan dengan pembelajaran yang

telah dilakukan, antara lain koreksi

pekerjaan siswa, menentukan perubahan

kelompok belajar.

d. Memerlukan waktu dan biaya yang

banyak untuk mempersiapkan dan

kemudian melaksanakan pembelajaran

kooperatif tersebut.

7. Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan.

Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang model

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

sebagai berikut:

a. Sharan dan kawan-kawan (1994:21)

dalam penelitiannya menyatakan

Bahwa terdapat pengaruh yang positif

dari STAD terhadap sikap

Kesukuan antar orang Timur Tengah dan

Yahudi Eropa di sekolah-sekola

H Israel (Slavin, 1995:52).

b. Kagan, Zahn, Widaman, Schmarzwald,

dan Tyrell (1985:11) menunjukkan

bahwa STAD dapat mengurangi

pertentangan suku antara Anglo,

Hispanic, dan kulit hitam(Slavin,

1995:52).

c. Rosye (1998:14) dalam penelitiannya

tentang penerapan pemebelajaran

kooperatif tipe STAD pada

pembelajaran Biologi SMA hasilnya

menunjukkan criteria tinggi pada tugas-

tugas pembelajaran yang mengukur

produk dan dapat mengembangkan

keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran sehingga dapat

mengembangkan kooperatif siswa.

d. Azizah (1998:22) dari hasil

penelitiannya terhadap pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam

pembelajaran Kimia SMA menunjukkan

bahwa aktivitas siswa dan guru selama

pembelajaran dapat meningkat demikian

juga dengan hasil belajarnya.

e. Watson, Scott B (1993:87) dalam

penelitiannya membandingkan tentang

pengaruh pembelajaran kooperatif dan

pembelajaran tradisional dengan

Page 56: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Sept 2008, Volume 6 Nomor 1

50

menggunakan modul (GEM) terhadap

efek-efek kognitif siswa SMA bidang

Biologi. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan dalam hal kemampuan

kognitif siswa yang belajar dengan

modul dikombinasikan dengan teknik-

teknik kooperatif.

f. Sherman, Lwrence W (1989:78)

melakukan penelitian dengan

membandingkan pembelajaran kerja

kelompok tradisional, kooperatif STAD,

dan pembelajaran kompetitif individual

seluruh kelas Biologi SMA. Hasil

temuannya dilaporkan bahwa (1)

pembelajaran kerja kelompok tradisional

dan kooperatif STAD mempunyai efek

yang sama terhadap prestasi akademik

siswa, (2) kedua metode pembelajaran

tersebut lebih efektif dari pada

berhipotesis.

C. PENUTUP.

Dari berbagai uraian, pendapat dan hasil

penelitian yang relevan maka model pembelajaran

kooperatif tipe STAD diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif

bertujuan untuk memberhasilkan

masing-masing individu di dalam

kelompok terutama bagi siswa yang

kemampuannya tergolong rendah.

2. Model pembelajaran kooperatif menurut

guru berpikiran luas dan mendalam

serta mampu menampung sekaligus

menjawab segala pertanyaan yang

diajukan oleh siswa.

3. Dengan menerapakn model

pembelajaran kooperatif tipe STAD,

siswa lebih tertarik untuk mengikuti

pelajaran, sebab mereka akan

mendapatkan predikat kelompok baik,

sangat baik dan super baik sesuai

dengan hasil penilaian.

4. Model pembelajaran kooperatif tipe

STAD tergolong tipe yang sederhana

namun memerlukan sarana,prasarana

dan fasilitas yang memadai agar

pembelajaran dapat dilakukan secara

maksimal terutama untuk mengukur

hasil belajar afektif, proses dan

psikomotorik sesuai dengan tuntutan

kurikulum berbasis kompetensi yag

sedang digunakan pada saat ini.

5. Model pembelajaran kooperatif

memiliki 3 keterampilan yaitu

keterampilan kooperatif tingkal awal,

keterampilan kooperatif tingkat

menengah dan keterampilan kooperatif

tingkat mahir.

6. Model pembelajaran kooperatif

memiliki keistimewaan dengan model

pembelajaran yang lain yaitu anggota

kelompok diberi tugas, adanya interaksi

langsung antar siswa, siswa dirangsang

untuk belajar dirinya sendiri dan teman

satu kelompok, guru membantu siswa

mengembangkan keterampilan

seseorang dalam kelompok kecil, dan

guru berinteraksi dengan siswa bila

diperlukan.

7. Model pebelajaran kooperatif memiliki

keunggulan dan kelemahan sebagai

berikut:

a. Keunggulan

Model pembelajaran kooperatif

mempunyai keunggulan-keunggulan

sebagai berikut:

1) Seua anggot kelompok wajib

mendapat tugas

2) Ada interaksi langsung antar

siswa dengan siswa dan siswa

dengan guru

3) Mendorong siswa untuk

menghargai pendapat orang lain

4) Siswa dilatih untuk

mengembangkan keterampilan

sosial

5) Dapat meningkatkan

kemampuan akademik siswa

6) Melatih siswa untuk berani

berbicara di depan kelas

b. Kelemahan

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran

kooperatif juga mempunya kelemahan-kelemahan,

antara lain sebagai berikut:

1) Jika ditinjau dari sarana kelas, maka untuk

membentuk kelompok Kesulitan mengatur dan

mengangkat tempat duduk. Hal ini karena

Tempat duduknya terlalu berat.

2) Karena rata-rata jumlah siswa di dalam kelas

adalah 45 orang, Maka guru kurang

maksimal dalam mengamati belajar

kelompok secara bergantian.

3. Guru dituntut bekerja cepat dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang Berkaitan

dengan pembelajaran yang telah dilakukan,

Page 57: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang

antara lain koreksi pekerjaan siswa,

menentukan perubahan kelompok belajar.

4. Memerlukan waktu dan biaya yang banyak

untuk mempersiapkan Dan kemudian

melaksanakan pembelajaran kooperatif

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 2000. Pengembangan dan Implementasi

Perangkat Pembelajaran IPA Pada SLTP

Pokok Bahasan Lisstik Berorientasi

Model Pembelajaran Kooperatif tipe

STAD. Surabaya:PPS UNESA.

Azizah, U. 1998. Pembelajaran Kooperatif tipe

STAD dalam Pengajaran Biologi

SMA.Surabaya:PPS IKIP Surabaya.

]Arends, 1997. Classroom Instruction and

Management.USA:.Mc Graw Hill.

Bruce Joice dan Marsha Weil. 1986. Models of

Teaching. USA:Printice-Hall

Carin,Arthur A. 1993. Teaching Science

Thorough Discovery. New York: Mac

Milla Publishing.

Depdiknas, 2002. Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.

Hassan S dan Echols J.M, 1987. Kamus Inggris

Indonesia. Jakarta:Gramedia.

Lie, Anita. 1995 Peranan Sistem Pengajaran

Gotong Ronyong Dalam Era Globalisasi.

Surabaya: Surabaya Post.

Lundgren, Linda. 1994. Classroom Learning In

The Scince Classroom. New York:

Glencou / Mc Graw-Hill.

Nur, Muhammad. 1997. Keterampilan-

keterampilan Metakognitif. Makalah

Disampaikan pada Workshop Penelitian

Elaka IKIP SurabayaPada bulan

Desember 1997. Surabaya:PPS IKIO

Surabaya.

0ssont, Dave. 1993. Science Scope:How I Use

Cooperative Learning. New York.

Rosye, RT. 1998. Penerapan Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD untuk

Meningkatkan Kualitas Proses Belajar

Mengajar Biologi SMA. Surabaya: PPS

IKIP Surabaya.

Sherman, Lawrence W 1989. A.Comparative

Study of Cooperative and Competitive

Achievement in Two Secondary Biology

Classroom, The Group Investigation

Model Versus an Individually

Competitive Goal Structure. Journal of

Research in Science Teachig Vol. 26, no.

1, pp 55-64 (1988). Ew York: Jhon

Wiley and Sons.

Slavin,Robert E.1995. Cooperative Learning:

Theory, Research, And Practice. Second

Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Soedjadi, 1985. Mencari Strategi Pengelolaan

Pendidikan IPA Menyongsong Tinggal

Landas Pembangunan Indonesia (suatu

Upaya Mawas Diri). Pidato Pengukuhan

Guru Besar IKIP Surabaya.

Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivise Dalam

Pendidikan.Yoyakarta: Kanisius.

Page 58: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang
Page 59: PENGARUH SOSIALA EKONOMI ORANG TUA TERHADAP … · *) dosen fkip universitas jabal ghafur pengaruh sosiala ekonomi orang tua terhadap kelengkapan fasilitas belajar siswa sub bidang