Pengaruh relasasi benson pada lansia
-
Upload
petrus-nurak -
Category
Health & Medicine
-
view
130 -
download
0
Transcript of Pengaruh relasasi benson pada lansia
LAPORAN AKHIR PENELITIANPENELITI MUDA (LITMUD) STIKES MARANATHA
PENGARUH PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI BENSONTERHADAP GANGGUAN TIDUR (INSOMNIA) PADA
LANSIA DI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNANLANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG
Oleh:
Ketua : Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep.Anggota I : Stefanus Mendes Kiik, S.Kep.,Ns.Anggota II : Servas Ratu Banin, S.Kep.,Ns.
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMARANATHA KUPANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA INI DISAHKAN
SESUAI PENELITIAN YANG TELAH DILAKSANAKAN PADA
TANGGAL 13 FEBRUARI-26 FEBRUARI 2012
Tim Peneliti
1. Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep. ( .................................... )
2. Stefanus Mendes Kiik, S.Kep.,Ns. ( .................................... )
3. Servas Ratu Banin, S.Kep.,Ns. ( .................................... )
Mengetahui :
Ketua STIKes Maranatha Kupang
Juleha Pua Geno, SKp, M.Kes
ABSTRAK
Tehnik Relaksasi Benson merupakan upaya untuk memusatkan
perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual
dan menghilangkan berbagai pikiran yang mengganggu. Penelitian ini
dilakukan di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi benson
terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah desain pra-ekperimental yaitu one group pre test-
post test design. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Sampel
diambil secara probability/random dengan teknik simple random Sampling.
Variabel independent adalah relaksasi Benson. Variabel dependen adalah
insomnia. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi cheklist.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank test dengan taraf kesalahan
(α)=0,05 diperoleh nilai p=0,000 (p<α) yang berarti Ha diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan penerapan
teknik relaksasi Benson terhadap insomnia pada lansia.
Kata kunci : Relaksasi Benson, insomnia,lansia
Pustaka : 22 (1993-2012)
ABSTRACT
Benson Relaxation Technique is an attempt to focus attention on a
focus by calling the ritual repeated sentences and eliminate disturbing
thoughts. The research was conducted in UPT Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang. This study aims to determine the effect of
Benson relaxation technique on sleep disorders (insomnia) in the elderly.
Design used in this study were pre-experimental design that is one group pre
test-post test design. The sample in this study amounted to 20 people.
Samples taken in probability or random with simple random sampling
technique. Independent variable is the Benson relaxation. Dependent variable
is the insomnia. Research instruments use observation checklist sheet.
Based on the results of Wilcoxon signed rank test with a standard error test
(α) = 0.05 obtained p-value = 0.000 (p <α), which means that Ha is received.
It can be concluded that there was a significant effect of Benson relaxation
technique on the application of insomnia in the elderly.
Key words: Benson Relaxation, insomnia, elderly
Ref: 22 (1993-2012)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan sembah sujud yang tak terhingga penulis panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat-Nya sehingga Tim
Pelaksana Penelitian STIKES Maranatha Kupang dapat menyelesaikan
penelitian tentang “Pengaruh teknik relaksasi benson terhadap gangguan
tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia
Budi Agung Kupang.”
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti dibantu oleh petugas UPT
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang yang memberikan
kesempatan dan tenaga, Pihak yayasan Maranatha Groups yang telah
membiayai penelitian ini, dua belas orang mahasiswa yang telah membantu
menerapkan terapi relaksasi Benson, para responden yang dengan sukarela
bersedia menerima kehadiran peneliti. Oleh karena itu peneliti mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Peneliti mengharapkan dengan dilaksanakannya penelitian ini pihak
UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang dapat
melanjutkan terapi ini kepada lansia yang sudah teratasi insomnianya agar
masalahnya tidak kambuh kembali.
Kupang, 15 April 2012
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...........................................................................................i
ABSTRACT .........................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................iii
DAFTAR ISI ........................................................................................iv
DAFTAR TABEL .................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................vii
Bab I PANDAHULUAN ...............................................................1
A. Latar Belakang.............................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................3
C. Tujuan Penelitian .........................................................4
D. Manfaat Penelitian .......................................................4
Bab II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................6
A. Tinjauan Umum tentang Lanjut Usia............................6
B. Konsep Dasar Gangguan tidur (insomnia)...................15
C. Konsep Dasar Relaksasi Benson ................................21
D. Kerangka Konsep Penelitian....................................... 23
E. Hipotesis Penelitian .....................................................24
Bab III METODE PENELITIAN .....................................................25
A. Rancangan Penelitian..................................................25
B. Populasi dan Sampel ..................................................26
C. Definisi Operasional.....................................................27
D. Waktu dan tempat penelitian .......................................28
E. Instrumen penelitian ....................................................28
F. Prosedur pengumpulan data.......................................28
G. Pengolahan data..........................................................30
H. Analisis Data................................................................30
I. Etika Penelitian ............................................................31
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................32
A. Hasil Penelitian............................................................ 32
B. Pembahasan............................................................... 37
Bab V PENUTUP........................................................................ 42
A. Kesimpulan ...................................................................42
B. Saran ............................................................................43
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rancangan penelitian ............................................................25
2. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Kriteria Objektif
dan Skala Pengukuran .......................................................27
3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................33
4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur.............................. 33
5. Distribusi Responden Berdasarkan gangguan insomnia
sebelum diberikan Teknik Relaksasi Benson .........................34
6. Distribusi Responden Berdasarkan gangguaninsomnia
setelah diberikan Teknik Relaksasi Benson ...........................34
7. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh Relaksasi
Benson terhadap Insomnia.....................................................35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar permohonan menjadi responden
2. Lembar persetujuan responden
3. Surat keterangan pengambilan data awal
4. Surat keterangan telah melakukan penelitian
5. Master tabel
6. Hasil uji statistik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.1
Pada tahun 2000, dua di antara tiga lansia di seluruh dunia yang
berjumlah 600 juta, akan hidup dan bertempat tinggal di negara-negara
sedang berkembang. Sebelumnya angka ini pada tahun 1960 adalah
50%. Kenaikan jumlah sebanyak ini terutama terjadi di Asia. 1
Proyeksi biro sensus Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada
tahun 2030 akan terdapat lebih banyak lanjut usia di atas 65 tahun (22%)
dibanding usia 18 tahun (21%) dimana diperkirakan tahun 2010 terdapat
40,1 juta lanjut usia. Dengan adanya peningkatan populasi lanjut usia
berarti lebih banyak orang sangat tua. 2
Menurut laporan data penduduk internasional yang dikeluarkan oleh
Bureau of the Census USA (1993) di laporkan bahwa Indonesia pada
tahun 1990 sampai tahun 2025 akan mempunyai kenaikan lansia sebesar
414%, suatu angka paling tinggi di seluruh dunia. Pertambahan jumlah
lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025, tergolong
tercepat di dunia. Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah
16 juta.3 Jumlah penduduk Lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih
19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan
sebesar 23,9 juta (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada
tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia
harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah
penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%)
dan yang tinggal di pedesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). 4
Sedangkan menurut data BPS Provinsi NTT jumlah penduduk lansia
(65 tahun ke atas) pada Tahun 2007 sebanyak 205.538 orang atau
4,62% dari total penduduk.5
Seiring dengan pertambahan umur, apalagi memasuki masa lanjut
usia (lansia) terjadi berbagai perubahan pada tubuh. Salah satu masalah
yang paling sering dikeluhkan oleh lansia adalah gangguan tidur atau
kesulitan tidur (insomnia).
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan
adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67
%. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan
bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.
Dampak yang terjadi apabila seseorang tidak mampu mencukupi
kebutuhan tidurnya, adalah perubahan kepribadian dan perilaku seperti:
agresif, menarik diri, atau depresi, rasa capai meningkat, gangguan
persepsi, halusinasi pendengaran atau pandangan, bingung dan
disorientasi terhadap tempat dan waktu, koordinasi menurun serta bicara
tidak jelas, mudah tersinggung dan tidak rileks.10
Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
adalah dengan menggunakan tehnik relaksasi Benson. Benson
memperkenalkan tehnik relaksasi yaitu suatu tehnik pengobatan untuk
menghilangkan nyeri, insomnia dan kecemasan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari UPT Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang pada tahun 2010 terdapat 57,8% lansia
mengalami gangguan tidur dari total 121 orang penghuni panti tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson
terhadap gangguan tidur (insomnia) pada Lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dirumusan masalah
penelitian sebagai berikut : “Adakah pengaruh teknik relaksasi benson
terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi benson terhadap
gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
sebelum penerapan Tekhnik Relaksasi Benson.
b. Teridentifikasinya gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT
Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang setelah
penerapan Tekhnik Relaksasi Benson.
c. Dianalisisnya pengaruh teknik relaksasi benson terhadap
gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi
yang dapat membantu tenaga kesehatan untuk memberikan
pelayanan yang optimal kepada lansia khususnya dalam memenuhi
istirahat tidur.
2. Manfaat teoritis
Sebagai bahan masukan tersendiri bagi pengembangan ilmu
pengetahuan keperawatan dan untuk menambah wawasan yang
bersifat teoritis dan ilmiah tentang cara mengatasi gangguan tidur
(insomnia) pada lansia dengan menggunakan tekhnik relaksasi
benson. .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Definisi usia tua beragam tergantung pada kerangka pandang
individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap muda bagi
anaknya dan muda bagi orang tuanya. Orang sehat, aktif berusia 65
tahun mungkin mengangap usia 75 tahun sebagai permulaan lansia.
Ketika usia pensiun ditentukan pada usia 65 tahun melalui legislasi
sosial security pada tahun 1930-an, maka masyarakat Amerika Serikat
menerima usia 65 tahun sebagai awal usia tua.6
Ini menunjukan defenisi kronologis usia yang paling sering
dipakai dalam masyarakat. Namun, usia fungsional dan fisiologis
berbeda dari satu individu dengan individu yang lainnya dan
karenanya tidak bisa distandarisasi. Para gerontologis telah mencoba
memberikan perbedaan individual dengan menggunakan klasifikasi
young-old untuk usia 65 sampai 74 tahun dan old-old untuk usia 75
tahun atau lebih.6
Menurut Constantinides (1994), menua (menjadi tua) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.7
Dalam mendefenisikan batasan penduduk lanjut usia Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998). Secara biologi penduduk lansia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya karena tidak lagi
memberikan banyak manfaat. Sedangkan dari aspek sosial, penduduk
lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.8
Menurut Bernice Neugarten (1986) James C. Chalhoun (1995)
masa tua adalah masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok
lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami
dengan cara berbeda-beda. Ada orang lanjut usia yang mampu
melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu
sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan
untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti.8
Disamping itu untuk mendefenisikan lanjut usia dapat ditinjau dari
pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis
merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka.
Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah
digunakan adalah usia kronologis, karena batasan ini mudah untuk
diimplementasikan.8
2. Teori-Teori Proses Menua
Sebenarnya secara individual tahap proses menua terjadi pada
orang dengan usia berbeda, dimana masing-masing lanjut usia
mempunyai kebiasaan yang berbeda. Beberapa teori berikut
menjelaskan tentang proses menua : 9
a. Teori Biologi
1) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
species-species tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin.
2) Pemakaian dan Rusak
Menurut teori ini kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-
sel tubuh lelah (terpakai).
3) Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang
disebut teori akumulasi dari produk sisa.
4) Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
5) Tidak ada perlindungan terhadap; radiasi, penyakit, dan
kekurangan gizi.
6) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit.
7) Teori Immunologi Slow Virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
8) Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
9) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
10) Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya
fungsi.
11) Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah stelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
2) Keperibadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori-teori di atas.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimilikinya.
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan disekitarnya.
3. Batasan-Batasan Lanjut Usia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab
secara memuaskan. Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat
mengenai batasan umur: 9
a. Batasan usia menurut WHO meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai
59 tahun.
2) Lanjut usia (erderl) antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 da 90 tahun.
4) Lanjut sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)
Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasan dapat dibagi menjadi empat bagian. Pertama=fase
iuventus, antara 25 dan 40 tahun, kedua=fase verilitas, antara 40
dan 50 tahun, ketiga=fase prasenium, antara 55 dan 65 tahun, dan
keempat=fase senium, antara 65 tahun hingga tutup usia.
c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut: usia dewasa muda: 18
atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh: 25-60 atau 65 tahun. Lanjut
usia lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 70-75 tahun,
75-80 tahun, dan lebih dari 80 tahun.
d. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut:
“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia
setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain.” Saat ini berlaku UU No.13 tahun 1998 BAB
I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.”
4. Perubahan Organ Akibat Proses Menua Normal
Kinerja fungsional sebuah organ pada lanjut usia tergantung pada
2 faktor, yakni laju penurunan fungsi dan tingkat kinerja yang
dibutuhkan. Perbedaan penting yang menandai proses menua tidak
terletak pada tingkat kinerja saat istirahat (tanpa stres), melainkan
pada saat organ beradaptasi terhadap stres eksternal. Sebagai contoh
pada lanjut usia mungkin memiliki denyut nadi yang normal pada saat
istirahat, tetapi tidak mampu meningkatkan curah jantung pada waktu
melakukan aktivitas.4
Pada beberapa sistem organ, sekelompok individu tampak
mengalami penurunan fungsi secara bertahap sepanjang waktu
(misalnya organ ginjal), sedangkan fungsi organ-organ lain tetap
konstan. Bila penemuan terbaru ini dapat dibenarkan, maka teori
penurunan fungsi organ secara bertahap seperti tersebut diatas harus
dikaji kembali karena mungkin lebih mencerminkan proses patologis
atau penyakit, dari pada proses menua normal. Perubahan fisiologis
pada sebagian besar sistem organ akibat proses menua
mengakibatkan berkurangnya daya cadangan fungsional. Menurunnya
daya cadang tersebut menyebabkan lansia rentan terhadap stres
maupun psikososial yang minimal sekalipun.4
Secara umum perubahan organ pada proses penuaan normal
terjadi secara instrinsik dan ekstrinsik. Penuaan intrinsik mengacu
pada perubahan yang diakibatkan oleh proses menua normal yang
telah diprogram secara genetik dan pada dasarnya universal dalam
spesies yang bersangkutan. Penuaan ekstrinsik mengacu pada
penuaan akibat pengaruh dari luar. Penyakit, polusi udara dan sinar
matahari adalah contoh faktor ekstrinsik yang akan mempercepat
proses penuaan.6
Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal
sebagian besar merupakan akibat kehilangan atau penurunan secara
bertahap. Kehilangan tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak usia
muda, tetapi pada sebagian besar organ kehilangan tersebut baru
bermakna secara fungsional setelah terjadi kehilangan yang besar.
Pada tingkat sel perubahan seluler dan ekstrasel pada lansia
mengakibatkan penurunan tampilan dan fungsi fisik. Terjadi
perubahan yang dapat diukur dalam bentuk dan susunan tubuh. Masa
tubuh bersih berkurang dan masa lemak bertambah. Jaringan adiposa
(lemak) akan didistribusi dari jaringan subkutan dan ekstremitas
kembali ke tubuh. Kemampuan tubuh memelihara homeostatis
menjadi berkurang bersama dengan penuaan seluler. Sistem organ
tidak dapat berfungsi pada tingkat efisiensi penuh akibat defisit seluler
dan jaringan. Akibatnya terjadi penimbunan pigmen, dan didalam
jaringan ikat terjadilah degradasi elastin dan kolagen yang
mengakibatkan jaringan menjadi lebih keras dan kurang elastis.6
Telah diyakini secara luas bahwa terjadi penurunan fungsi saraf
sejalan dengan proses menua. Berkurangnya masa otak progresif
akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti menyebabkan
penurunan struktur dan fungsi saraf. Hal ini juga menyebabkan
penurunan sintesis dan metabolisme neurotransmiter utama sehingga
lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk berespon dan
bereaksi.6
5. Penyakit Kronis dan Gangguan Kesejahteraan yang Lazim Terjadi
pada Lansia
a. Inkontinensia urin
b. Keletihan
c. Sakit kepala
d. Nyeri punggung
e. Gangguan tidur
f. Nyeri uluhati dan indigesti
g. Dispnea
h. Masalah kaki 6
B. Konsep Dasar Gangguan tidur (insomnia)
1. Pengertian
Insomnia adalah gejala-gejala kelainan dalam tidur berupa
kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun
ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan
fungsional saat bangun.11
2. Etiologi
Sebagai faktor etiologik dikenal 4 kategori, yaitu:
a. Faktor biologik dan psikologik
Dilihat dari segi anatomi, fisiologi dan biokimia dari otak
dapat dikemukakan bahwa proses tidur dan bangun sangat erat
hubungannya, bahkan diatur oleh sistem bangun (arousal system)
dan sistem tidur (hypnagogic system) yang terdapat dalam otak.
Pada umumnya dianggap bahwa dalam formatio reticularis
terdapat pengaturan tidur dan bangun. Bila formatio reticularis
(ascending reticular system) berada dalam keadaan aktif, maka
dikirimkannya isyarat-isyarat ke korteks yang menyebabkan sese-
orang bangun. Sebaliknya apabila dalam sistem retikuler terdapat
keadaan yang kurang aktif,maka impuls yang dikirim ke korteks
dan pusat-pusat lain dan otak kurang, sehingga seseorang men-
jadi mengantuk. Kedua sistem bangun dan tidur bersama-sama
bekerja untuk mencapai keseimbangan yang wajar.
Namun, pada beberapa individu terdapat predisposisi, yaitu
adanya sistem bangun yang lebih peka atau sistem hipnagogik
yang kurang sempurna, sehingga padanya ada kecenderungan
untuk bangun pada rangsang yang sedikit saja. Diduga pada
orang dengan insomnia kronik terdapat predisposisi individual ini.
Sistem bangunnya berada dalam kedaan keaktifan berlebih yang
kronik. Pada mereka dengan ciri-ciri ini tampak adanya denyutan
jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan orang lain,
begitupun suhu badannya yang lebih tinggi. Seseorang yang
menderita keadaan keaktifan fisiologik yang berlebihan ini, dapat
terangsang pula keadaan mentalnya menjadi cemas, tegang,
frustrasi, se-hingga dapat memperkuat ketidakmampuan tidur.
Di samping predisposisi fisiologik ini terdapat pula kondisi-
kondisi atau penyakit fisik yang mempengaruhi tidur. Sebagai
contoh dapat disebut:
1) Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus. Setiap jenis pe-
rasaan nyeri dapat menjadikan seseorang mengalami
insomnia. Pada siang hari seseorang dapat melupakannya
dan tidak merasakan nyeri, tetapi di malam hari mulailah
dirasakan nyeri tersebut, sehingga terganggulah tidurnya.
2) Apnoe sewaktu tidur.
3) Mioklonus nokturnal
4) Faktor dietetik (malnutrisi)
5) Efek obat dan efek putus obat
6) Faktor psikologik.
b. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif atau intoksikasi
Sebagaimana tadi telah dikatakan, mereka yang menderita
insomnia sering berusaha mengobati dir sendiri dengan meng-
gunakan alkohol atau obat-obat penenang, dengan akibat keter-
gantungan terhadap obat-obat itu. Walaupun pada mulanya
alkohol memperbaiki masuknya tidur, tetapi kualitas tidur itu
sendiri adalah kurang dalam, sehingga mereka yang mengguna-
kan alkohol untuk tidur pada pagi harinya sering bangun dengan
perasaan kurang segar.
Pada penggunaan obat-obat penenang perlu diperhatikan
adanya rebound phenomena yang dirasakan oleh yang
bersangkutan sebagai sesuatu yang tidak enak. Untuk
menghilangkan efek samping dari obat penenang, maka diguna-
kan obat penenang lagi dan seterusnya, sehingga timbul ke-
tergantungan psikik yang dapat menjadi ketergantungan fisik.
Perlu dipikirkan pula kemungkinan bahwa para penyalahguna obat
atau zat yang menimbulkan ketergantungan, ada kalanya
melakukannya untuk mengobati diri sendiri, yaitu pada penyakit
fisik atau gangguan psikiatrik. Ada pula obat-obat tertentu yang
dapat menimbulkan insomnia, seperti derivat-derivat amfetamin,
MAO inhibitors dan obat-obat untuk menguruskan tubuh.
c. Faktor lingkungan atau kebiasaan yang kurang baik.
Dalam kategori etiologik di sini dapat disebut tempat tidur
yang kurang nyaman, kamar tidur terlalu terang atau terlalu
berisik, iklim yang terlalu panas, dan sebagainya. Di samping itu
dapat pula disebut makan atau minum hal-hal yang me-rangsang
sebelum tidur, seperti kopi atau teh kental, makan ter-lalu banyak
sebelum tidur, tidur terlalu lama pada hal-hal besar, sehingga
terjadi insomnia pada malam harinya yang juga dikenal dengan
Sunday night insomnia, melakukan usaha yang memerlu-kan
pikiran yang intensif sebelum tidur, seperti main bridge.
d. Pengkondisian negatif (negative conditioning)
Keadaan ini terjadi apabila seseorang mengalami ketakutan
untuk tidak bisa tidur dan untuk keperluan itu ia melakukan ritual-
ritual atau perbuatan-perbuatan tertentu dengan maksud bisa
tidur. Namun ini mempunyai akibat sebaliknya, yaitu tidak bisa
tidur. Penderita dengan gangguan ini begitu takut untuk tidak bisa
tidur, sehingga akhimya apa yang ditakutkan itu terlaksana benar-
benar (self-fulfilling prophecy). Ada pula yang sebelumnya adalah
orang yang dapat tidur dengan normal, tetapi sewaktu mengalami
suatu stres melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik
untuk tidur. Setelah stres hilang, dia tetap menderita insomnia.
Keadaan ini juga disebut insomnia psiko- fisiologik.12
3. Gejala Insomnia
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga
di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Keluhan
kurang tidur dapat menimbulkan rasa ngantuk berlebihan, rasa lesu
pada saat bangun sehingga mengurangi kemampuan bekerja bahkan
dapat menimbulkan kecelakaan di jalan.
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit tertidur, sering
terbangun, jika terbangun sulit tidur lagi sampai pagi dan banyak yang
merasa tidak puas dengan tidurnya atau merasa tidak pulih tenaganya
sehingga penderita merasa letih atau mengantuk saja sepanjang hari
akibatnya penderita merasa sulit konsentrasi, sulit mengingat sesuatu,
mudah marah serta tidak dapat bekerja lebih efisien. Pada waktu pagi
individu mengeluh lelah fisik dan mental, pada siang hari individu
merasa depresi, cemas, tegang dan mudah tersinggung.13
4. Klasifikasi Insomnia
Menurut klasifikasi diagnostik yang dikeluarkan oleh WHO,
insomnia dimasukkan dalam golongan Disorders of Initiating and
Maintaining Sleep (DIMS), yang terdiri dari sembilan kategori, namun,
untuk mudahnya pada umumnya insomnia dibagi dalam tiga golongan
besar, yaitu:
a. Transient insomnia
Mereka yang menderita transient insomnia biasanya adalah
mereka yang termasuk orang yang tidur secara normal, tetapi di-
karenakan suatu stres atau suatu situasi penuh stres yang ber-
langsung untuk waktu yang tidak terlalu lama (misalnya
perjalanan jauh dengan pesawat terbang yang melampaui zona
waktu, hospitalisasi, dan sebagainya), tidak bisa tidur.
b. Short term insomnia
Mereka yang menderita short-term insomnia adalah mereka
yang mengalami stres situasional (kehilangan/kematian seorang
yang dekat, perubahan pekerjaan dan lingkungan pekerjaan,
pemindahan dan lingkungan tertentu ke lingkungan lain, atau
penyakit fisik). Biasanya insomnia yang demikian itu lamanya
sampai tiga minggu dan akan pulih lagi seperti biasa
c. Long term insomnia
Yang lebih serius adalah insomnia kronik, yaitu long-term
insomnia. Untuk dapat mengobati insomnia jenis ini maka tidak
boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan fisik dan
psikiatrik yang terinci dan komprehensif untuk dapat mengetahui
etiologi dari insomnia ini. Di luar negeri untuk kepentingan ini
telah didirikan beberapa klinik insomnia, yang antara lain
mengkhususkan diri untuk menegakkan diagnosis yang terinci
dan sebab insomnia dengan pemberian terapi yang sesuai.
Insomnia ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun dan perlu diobati dengan cara yang tersedia kini yaitu
dengan teknik tertentu untuk tidur atau obat-obatan sesuai
dengan gangguan utama yang diderita pasien.12
C. Konsep Dasar Relaksasi Benson
1. Pengertian
Relaksasi Benson yaitu suatu tehnik pengobatan untuk
menghilangkan nyeri, insomnia (tidak bisa tidur) atau kecemasan.
Cara pengobatan ini merupakan bagian pengobatan spiritual. Pada
tehnik ini pengobatan sangat fleksibel dapat dilakukan dengan
bimbingan mentor, bersama-sama atau sendiri. Tehnik ini merupakan
upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan
menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan berbagai
pikiran yang mengganggu. Tehnik pengobatan ini dapat dilakukan
setengah jam dua kali sehari. 14
2. Prosedur Relaksasi Benson
Langkah-langkah respons relaksasi ini dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan.
b. Duduklah dengan santai.
c. Tutup mata.
d. Kendurkan otot-otot.
e. Bernapaslah secara alamiah. Mulai mengucapkan kalimat spiritual
yang dibaca secara berulang-ulang dan khidmat.
f. Bila ada pikiran yang mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran.
g. Lakukan 10 sampai 20 menit.
h. Untuk berhenti jangan langsung, duduklah dulu dan beristirahat.
Buka pikiran kembali. Barulah berdiri dan melakukan kegiatan
kembali.
Menurut Benson, yang menemukan tehnik ini, cara ini bisa
diubah misalnya tidak dengan posisi duduk tapi dilakukan sambil
melaksanakan gerakan jasmani.14
3. Manfaat Relaksasi Benson
Adapun manfaat dari tekhnik relaksasi Benson adalah14:
a. Mengurangi nyeri
b. Mengatasi gangguan tidur (insomnia)
c. Mengatasi kecemasan.
D. Kerangka Konsep Penelitian
Tekhnik RelaksasiBenson
Faktor biologi
Penyalahgunaan zat
Faktor lingkungan
Pengkondisian negatif
Insomnia
a.Kelelahan Fisikb.Kecemasanc.Tegangd.Depresie.Mudahtersinggung
f. Mudah marahg.Lesuh.Sulitmengingat
Memusatkankonsentrasi danperhatian padasatu titik
Relaksasi otot,pikiran, emosi
Insomnia teratasi
E. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh penerapan teknik relaksasi benson terhadap
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
Subjek Pre test Perlakuan Post test
K 0
Time 1
I
Time 2
01
Time 3
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Pre-eksperimental
(One group pretest-posttest design). Penelitian ini melibatkan satu
kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Keterangan:
K : Subjek perlakuan
O : Observasi gangguan tidur (insomnia) sebelum penerapan
Tekhnik Relaksasi Benson
I : Tekhnik Relaksasi Benson
O1: Observasi gangguan tidur (insomnia) setelah penerapan Tekhnik
Relaksasi Benson
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang tinggal
di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
(77 orang).
2. Sampel dan sampling Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien lansia yang
mengalami gangguan tidur (insomnia) yang memenuhi criteria
inklusi. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
metode Probability/random Sampling dengan teknik simple random
Sampling.20
a. Kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Lansia yang tinggal di panti werdha
2) Lansia yang mengalami insomnia
3) Bersedia diteliti
b. Kriteria eksklusi
1) Lansia yang sementara mengkonsumsi obat tidur, kopi
alcohol dan susu hangat
2) Lansia yang tidak bersedia diteliti
C. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Variabel Penelitian, Definisi Operasional,Kriteria Objektif dan Skala Pengukuran
D. Waktu dan tempat penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Februari-26 Februari
VariabelPenelitian
Definisi Operasional SkalaData
Alat Ukur Skor
IndependenTekhnik
relaksasi
benson
Tekhnik relaksasi yang
dilakukan dengan cara
memusatkan perhatian
pada udara yang
keluar masuk melalui
hidung disertai
pengucapan kata
“tidur”.
Dilakukan 2 kali sehari
dengan lama waktu
setiap kali latihan 30
menit, latihan ini
dilakukan selama dua
minggu.
DependenGangguan
tidur
(insomnia)
Ganguan tidur pada
lansia yang
ditunjukkan dengan
sulit memulai tidur,
sering terbangun saat
tidur, terlalu cepat
bangun dan tidak
dapat tidur lagi.
Nominal
.
lembar
observasi
cheklist.
Ya:2
Tidak
:1
2012.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPT Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
E. Instrumen penelitian
Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini dirancang oleh peneliti sesuai dengan literatur yang ada.
F. Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi gangguan tidur : insomnia pada lansia
2. Lansia yang mengalami insomnia diberikan tekhnik relaksasi
Benson 2 kali sehari selam 30 menit dan dilakukan selama 2
minggu.
3. Melakukan evaluasi gangguan tidur :insomnia pada lansia.
Pola pengumpulan dan analisis data sebagai berikut:
Lanjut usia
Simple random
Sampling
Lansia yang mengalami insomnia sesuai kriteria inklusi
Intervensi Tekhnik Relaksasi Benson
Pengukuran Metode Skala kategorikal Pengukuran
Pengumpulan data (editing, koding dan tabulasi)
Analisa data dengan program komputerisasi
Uji Statistik: Wilcoxon sign rank test
Kesimpulan
.
G. Pengolahan data
1. Editing
Setelah data terkumpul maka dilakukan editing atau
penyuntingan data, lalu data tersebut dikelompokkan sesuai kriteria.
2. Koding
Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan
melakukan pengkodean pada lembar observasi cheklist.
3. Tabulasi
Setelah dilakukan pengkodean, kemudian data dimasukkan
kedalam tabel untuk memudahkan dalam menganalisis data.
H. Analisis data
Setelah memperoleh nilai dari masing-masing tabel, selanjutnya data
dianalisis dengan menggunakan program Komputerisasi.
1. Analisis univariat
Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini
menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel yang
diteliti.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel (independen
dan dependen) yang diduga memiliki korelasi, dengan
menggunakan uji Wilcoxon signed ranks test15 dengan tingkat
signifikansi 0,05. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
ada pengaruh tekhnik relaksasi benson terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur (insomnia) pada lansia..
I. Etika penelitian
Dengan cara mengajukan permohonan izin kepada institusi tempat
penelitian maka peneliti tetap memperhatikan masalah etik yang meliputi:
1. Informed consent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang
memenuhi kriteria inklusi untuk diteliti. Kepada responden dijelaskan
tentang maksud, tujuan dan dampak penelitian. Bila pasien menolak
maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap
menghormati hak-hak pasien.
2. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden dalam penyajian hasil penelitian, tetapi lembar
tersebut diberi nama inisial.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi dan identitas dari responden dijamin oleh
peneliti dan hanya melaporkan data tersebut sebagai hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum Lokasi Penelitian
UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
berdiri pada tahun 1968 di jalan Rambutan No 9 Oepura. Panti ini
merupakan UPTD Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2000 setelah Depsos di likwidasi
dan dalam pelaksanaan otonomi daerah, panti penyantunan lanjut
usia diserahkan kepada daerah, dan dengan Peraturan Gubernur
nomor 36 tahun 2008 tanggal 30 Nopember 2008 tentang
organisasi dan tata kerja UPT Dinas dan Badan Provinsi NTT yang
berubah namanya menjadi UPTD Panti Sosial Penyantunan Lanjut
Usia Budi Agung Kupang.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia dimana UPT PSLUBA kupang
mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lanjut usia dengan
menciptakan rasa aman, nyaman dan tenteram di hari tua.
Panti ini dapat menampung sebanyak 100 orang. Kapasitas isi
sebanyak 80 orang dan jumlah lansia saat ini sebanyak 77 orang.
Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan kepada lansia
adalah PNS sebanyak 23 orang, termasuk pekerja sosial fungsional
4 orang dan pegawai non PNS sebanyak 7 orang.21
2. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UPTPanti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 4 20,0
Perempuan 16 80,0
Total 20 100,0
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang berjenis kelamin perempuan dibanding laki-laki.
Di mana responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak
16 responden (80%) dan laki-laki sebanyak 4 responden (20%).
b. Umur Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di UPT Panti SosialPenyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
Umur n %
Lanjut usia (erderly age) antara 60 dan 74 tahun 13 65,0
Lanjut usia tua (older age) antara 75 da 90 tahun 7 35,0
Total 20 100,0
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang lanjut usia (erderly age) yaitu sebanyak 13
responden (65%) dan sisanya adalah lanjut usia tua (older age)
sebanyak 7 responden (35%).
3. Insomnia pada lansia di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia
Budi Agung Kupang
Hasil analisis univariat dan bivariat tentang insomnia pada lansia
di Panti Sosial Budhi Agung kupang disajikan sebagai berikut :
a. Analisis Univariat
1) Insomnia Sebelum diberikan Teknik Relaksasi Benson
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan gangguan insomniasebelum diberikan Teknik Relaksasi Benson di UPT Panti
Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
Insomnia n %
Ya 20 25,97
Tidak 57 74,03
Total 77 100,0Sumber: Data Primer,Februari 2012
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebelum
diberikan Teknik Relaksasi Benson terdapat 20 orang lansia
(25,97%) mengalami insomnia.
2) Insomnia Setelah diberikan Teknik Relaksasi Benson
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan gangguan insomniaSetelah diberikan Relaksasi Benson di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang
Insomnia n %
Ya 2 10,0
Tidak 18 90,0
Total 20 100,0
Sumber: Data Primer, Februari 2012
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa setelah
diberikan Teknik Relaksasi Benson hampir seluruh reponden;
18 orang lansia (90%) teratasi insomnianya.
b. Analisis Bivariat
1) Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Insomnia
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh RelaksasiBenson terhadap Insomnia di Panti Sosial Budhi
Agung Kupang Kota KupangRanks
a. Insomnia Setelah Terapi Benson < Insomnia SebelumTerapi Benson
b. Insomnia Setelah Terapi Benson > Insomnia SebelumTerapi Benson
c. Insomnia Setelah Terapi Benson = Insomnia SebelumTerapi Benson
Test Statisticsb
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Sumber : Data Primer, Februari 2012 = 0,05, p=0,000
Hasil Uji Statistik menggunakan Wilcoxon signed ranks
test pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signfikan pemberian teknik relaksasi benson terhadap
insomnia pada lansia di Panti Sosial Budhi Agung Kupang,
yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000, (p<α). .
B. Pembahasan
1. Insomnia Sebelum Perlakuan Relaksasi Benson
Insomnia
Setelah Terapi
Benson -
Insomnia
SebelumTerapi
Benson
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a-4,243
,000
N Mean Rank Sum of Ranks
Insomnia Setelah Terapi Negative Ranks
Benson - Insomnia Positive Ranks
SebelumTerapi Benson Ties
Total
0a
18b
2c
20
,00
9,50
,00
171,00
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya
kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur,
sering terbangun malam hari kemudian kesulitan untuk kembali tidur,
bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak(Edinger, 2000).
Menurut National Institute of Health (1995) Insomnia atau gangguan
sulit tidur dibagi menjadi tiga yaitu insomnia sementara (intermittent)
terjadi bila gejala muncul dalam beberapa malam saja. Insomnia
jangka pendek (transient) bila gejala muncul secara mendadak tidak
sampai berhari-hari, kemudian insomnia kronis (Chronic) gejala
susah tidur yang parah dan biasanya disebabkan oleh adanya
gangguan kejiwaan.
Penyebab insomnia intermitten dan transient antara lain stress,
kebisingan, udara yang terlalu dingin atau terlalu panas, tidur tidak di
tempat biasanya, berubahnya jadwal tidur dan efek samping dari
obat-obatan. Sedangkan insomnia yang kronik disebabkan oleh
beberapa faktor terutama secara fisik dan mental disorder. Insomnia
merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia.
Kebanyak insomnia pada lansia tidak didiagnosis oleh dokter (satu
dari delapan kasus yang didiagnosis oleh dokter).
Hasil penelitian pada 77 lansia yang tinggal di Panti Sosial Budhi
Agung Kupang ditemukan 20 orang (25,97%) mengalami
insomnia.Insomnia pada lansia dapat mempengaruhi kebugaran fisik
maupun mental pada lansia. Jika lansia kurang tidur, dapat
menyebabkan lansia mengantuk pada pagi atau siang hari sehingga
tidak dapat melakukan aktifitas fisik dengan baik, tidak bisa
berkonsentrasi dengan baik, kurang bersemangat karena perasaan
letih, lemah, dan lesu.
Treatmen yang sering dilakukan untuk mengurangi insomnia
umumnya dilakukan dengan memakai obat tidur. Namun pemakaian
yang berlebihan membawa efek samping kecanduan, bila overdosis
dapat membahayakan pemakainya (Coates, 2001). Pemakaian obat-
obatan inipun bila tidak disertai dengan perbaikan pola makan, pola
tidur serta penyelesaian penyebab psikologis, maka obat-obatan
hanya dapat mengatasi gangguan yang bersifat sementara dan tidak
menyembuhkan (Shawan, 2000. Coates, 2001). Teknik relaksasi
benson merupakan teknik relaksasi yang sedarhana yang dapat
dilakukan oleh lansia tanpa efek samping, tanpa mengeluarkan biaya,
dan sangat bermanfaat untuk menciptakan relaksasi dan membantu
mengatasi insomnia pada lansia..
2. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Insomnia
Benson memperkenalkan tehnik respons relaksasi yaitu suatu
tehnik pengobatan untuk menghilangkan nyeri, insomnia (tidak bisa
tidur) atau kecemasan. Cara pengobatan ini merupakan bagian
pengobatan spiritual (diuraikan dalam buku Timeless Healing , The
Power and Biology of Belief). Pada tehnik ini pengobatan sangat
fleksibel dapat dilakukan dengan bimbingan mentor, bersama-sama
atau sendiri. Tehnik ini merupakan upaya untuk memusatkan
perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat
ritual dan menghilangkan berbagai pikiran yang mengganggu. Pada
penelitian ini kalimat ritual yang dipilih adalah “tidur”. Tehnik ini
dilakukan dengan bantuan mentor satu lansia satu mentor, dilakukan
setengah jam dua kali sehari. Langkah-langkah tindakan dilakukan
sebagai berikut :
a. Memilih kalimat mantara (tidur) yang akan digunakan.
b. Mempersilahkan lansia mengambil posisi duduk santai/rileks.
c. Menganjurkan lansia menutup mata.
d. Mengajurkan lansia mengendurkan otot-otot seluruh tubuh
e. Menganjurkan lansia bernapas secara alamiah. Mulai
mengucapkan kalimat tidur yang dibaca secara berulang-ulang
dan khidmat.
f. Memberitahukan lansia bahwa bila ada pikiran yang
mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran pada pernapasan dan
kata tidur.
g. Menganjurkan lansia melakukan tindakan ini selama 30 menit.
h. Mengingatkan lansia jika berhenti jangan langsung membuka
mata dan berjalan, tetapi duduklah dulu dan beristirahat. Buka
pikiran kembali. Barulah berdiri dan melakukan kegiatan kembali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan penerapan teknik relaksasi Benson terhadap insomnia
pada lansia di Panti Sosial Budhi Agung Kupang yang ditunjukkan
hasil uji wilcoxon sign rank test p=0,000<0,05. Hasil ini sesuai
dengan Teori yang dikemukan oleh Benson bahwa teknik relasasi
benson akan memberikan hasil yang baik jika dilakukan dengan
benar dan teratur (Setyawati, 2005). Pada penelitian ini, teknik
relaksasi Benson diberikan kepada lansia selama 14 hari selama 30
menit, dilakukan 2 kali sehari.
Hasil penelitian ini ini juga sejalan dengan Potter dan Perry
(2005) bahwa seseorang akan tertidur jika ia merasa nyaman dan
rileks. Hal ini dapat dicapai melalui latihan teknik relaksasi. Relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres.
Tekhnik relaksasi memberikan kesempatan kepada individu untuk
dapat kontrol diri dan lingkungan. Tekhnik ini dapat digunakan saat
individu sehat maupun sakit. Tekhnik ini merupakan upaya
pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali dan beregenerasi
setiap hari. Klien yang menggunakan tekhnik ini dengan berhasil
mengalami beberapa perubahan baik fisiologis maupun perilaku.
Pikiran relaksasi merupakan pengaktifan dari syaraf parasimpatis
yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh
sistem syaraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang
diturunkan oleh syaraf simpatis. Masing-masing syaraf parasimpatis
dan simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah
satu aktivitas sistem yang satu, akan menghambat atau menekan
fungsi yang lain. Ketika seseorang mengalami gangguan tidur maka
ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan mengaktifkan
syaraf parasimpatis dengan teknik relaksasi Benson maka secara
otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang akan mudah
untuk masuk ke kondisi tidur. Pada saat tubuh dan pikiran rileks,
secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot
mengencang- akan diabaikan (Utami, 1993).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pengaruh teknik relaksasi benson
terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang dapat ditarik kesimpulan
sbb :
1. Gangguan tidur (insomnia) pada lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang sebelum penerapan
Tekhnik Relaksasi Benson, dari 77 lansia yang tinggal di Sosial Budhi
Agung Kupang ditemukan 20 orang (25,97%) lansia di antaranya
mengalami insomnia.
2. Setelah diberikan Latihan Teknik Relaksasi Benson, responden yang
mengalami insomnia berkurang menjadi hanya 2 orang (10%)
sedangkan responden yang tertangani insomnianya sebanyak 18
orang (90%).
3. Ada pengaruh yang signifikan Penerapan Teknik Relaksasi Benson
terhadap insomnia pada lansia di UPT Panti Sosial Penyantunan
Lanjut Usia Budi Agung Kupang menggunakan uji Wilcoxon signed
ranks test p=0,000<0,05.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti dapat memberikan saran
sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Panti Sosial Budhi Agung Kupang
Bagi pihak Panti Sosial Budhi Agung Kupang agar dapat
melanjutkan terapi ini kepada lansia yang sudah teratasi insomnianya
agar masalahnya tidak kambuh kembali.
2. Bagi Pihak Institusi Pendidikan
Agar terus mengembangkan pengetahuan tentang cara
mengatasi gangguan tidur (insomnia) pada lansia khususnya
menggunakan tekhnik relaksasi benson. Agar dipikirkan juga
bagaimana penggunaan tekhnik ini dalam mengatasi insomnia di
Rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nogroho, W. (2000). Keperawatan gerontik. Ed 2. EGC. Jakarta.
2. Pujianti. (2006). Lansia masa kini dan mendatang. (online).http://www.menkokesra.go.id. Diakses 20 Juli 2010.
3. Ismayadi (2004). Reumatik Pada Lansia. (online).http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-ismayadi2.pdf. Diakses20 Juli 2010.
4. Suyono, S., Waspadji, S., Lesmana, L., et al. (2001). Buku ajar ilmupenyakit dalam. Ed 3. Jilid I, II. Penerbit FKUI. Jakarta.
5. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2007.
6. Smeltzer, S. C & Bare, B.G.(1996). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah. Ed 8. Terjemahan Agung W, Monica , H.Y Kuncara. 2002 EGC.Jakarta. Vol 1. 105-107, 168, 173.
7. (2006). Lansia Masa Kini dan Mendatang (on line),http://www.menkokesra.go.id. Diakses 14 Agustus 2007.
8. Ismayadi. (2004). Proses Menua (Aging Proses) (on line)http://www.infokes.com/today/artikelview.html?. Diakses 25 Juli 2007.
9. Nogroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik. Ed 2. EGC. Jakarta. 1-3, 13,16-20, 42-43, 72.
10. Meida fitri Y. (2009). Gangguan Tidur Pada Lansia.http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/22/konsep-dasar-istirahat-dan-tidur/.
11. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. Insomnia. (online).Diakses dari http//www.wikipedia.co.id. diakses tanggal 17 Januari 2012.
12. Salan, R. (1988). Terapi Medisinal Pada Insomnia. Jakarta, Cermin DuniaKedokteran.
13. Oebit, T. M. (2009). Insomnia. (online). Diakses darihttp//www.rspcinsomnia, diakses tanggal 17 Januari 2012.
14. Green dan Setyawati. (2005). Seri Buku Kecil Terapi Alternatif. YayasanSpiritia. Yogyakarta.
15. Sugiyono. (2008). Statistik Penelitian Nonparametris. Alfabeta. Bandung.44-45..
16. Chandra, B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta. 32.
17. Dahlan, M. S. (2006). Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran danKesehatan. Seri 2. PT Arkans. Jakarta. 47-48.
18. Hidayat, A. A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan TekhnikAnalisis Data. Salemba Medika.Jakarta. 60, 78-79.
19. Uyanto, S. S.. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu.Yogyakarta. 311-319.
20. Notoatmodjo, S. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta,Jakarta. 120-121.
21. Koran Bogor. (2012). Lanjut Usia Sejahtera di Hari Tua, (online). Diaksesdari: http://koranbogor.com/sosial-budaya/12/12/2011/lanjut-usia-sejahtera-di-hari-tua.html, diakses tanggal 2 April 2012.
22. Utami, M.S. (1993). Prosedur Relaksasi. Fakultas Psikologi UGM :Yogyakarta.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Bapak / Ibu / Saudara / i
di Tempat.
Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep.
2. Stefanus Mendes Kiik, S.Kep.,Ns.
3. Servas Ratu Banin, S.Kep.,Ns.
adalah Dosen STIKes Maranatha Kupang yang mengadakan penelitian
tentang : Pengaruh Teknik Relaksasi Benson terhadap gangguan tidur
(insomnia) pada Lansia di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi
Agung Kupang.Dengan tujuan mengetahui pengaruh teknik relaksasi benson terhadap
gangguan tidur (insomnia) pada lansia, maka dengan rendah hati saya
memohon kesediaan Bapak/ibu/saudara(i) untuk berpartisipasi menjadi
responden dalam kegiatan tersebut. Kerahasiaan dan identitasnya akan saya
jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja serta bila tidak
digunakan lagi akan dimusnahkan.
Apabila Bapak/ibu/saudara(i) bersedia, mohon diminta dengan hormat
untuk bertanda tangan pada lembar persetujuan yang terlampir.
Demikian permohonan ini, atas perhatian dan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara(i), dihaturkan banyak terima kasih.
Ketua Tim Peneliti Anggota 1 Anggota 2
Aemilianus M. S.Kep.,Ns, M.Kep. Stefanus M.K. S.Kep.,Ns. Servas R.B, S.Kep.,Ns.
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian
ini, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini, Menyatakan
Bersedia/Tidak Bersedia *) menjadi responden dari saudara
1. Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep.
2. Stefanus Mendes Kiik, S.Kep.,Ns.
3. Servas Ratu Banin, S.Kep.,Ns.
dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Benson
terhadap gangguan tidur (insomnia) pada Lansia di UPT Panti Sosial
Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.”
Apabila sewaktu-waktu saya tidak bersedia atau mengundurkan
diri menjadi responden dalam penelitian ini, maka tidak ada tuntutan atau
sanksi yang dikenakan kepada saya di kemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Kupang, 2012
Responden
Nama & tanda tangan
*) Coret Yang tidak perlu
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI BENSON TERHADAP GANGGUANTIDUR (INSOMNIA) PADA UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNAN
LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG
No Kode Responden
A. Identitas Responden :
1. Nama Responden (Initial) :
2. Jenis Kelamin :
Laki-laki :
Perempuan :
3. Umur : tahun
B. Lembar Observasi Cheklist Insomnia
No Pernyataan Ya Tidak
1. Sulit memulai tidur
2. Sering terbangun saat tidur
3. Terlalu cepat bangun dan tidak dapat tidur lagi
MASTER TABEL
HASIL ANALISIS DESKRIPTIF
Statistics
Frequency Table
Insomnia SebelumTerapi Benson
Insomnia Setelah Terapi Benson
ANALISIS INFERENSIAL
Wilcoxon Signed Ranks Test
Insomnia
Setelah Terapi
Benson -
Insomnia
SebelumTerapi
Benson
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a-4,243
,000
N Mean Rank Sum of Ranks
Insomnia Setelah Terapi Negative Ranks
Benson - Insomnia Positive Ranks
SebelumTerapi Benson Ties
Total
0a
18b
2c
20
,00
9,50
,00
171,00
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Insomnia 20 100,0 100,0 100,0
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Insomnia
Tidak Insomnia
Total
2
18
20
10,0
90,0
100,0
10,0
90,0
100,0
10,0
100,0
Insomnia
SebelumTerapi
Benson
Insomnia
Setelah Terapi
Benson
N Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
20
0
1,0000
,00000
1,0000
1,00
,00000
,000
,00
1,00
1,00
20,00
20
0
1,9000
,06882
2,0000
2,00
,30779
,095
1,00
1,00
2,00
38,00
NO No koderesponden
Inisial JenisKelamin
UmurPre Test Post test
Insomnia Koding Insomnia Koding1 1 Ny.HR Perempuan 70 Tahun Ya 1 Tidak 22 2 Ny.J Perempuan 79 Tahun Ya 1 Tidak 23 3 Ny.N Perempuan 78 Tahun Ya 1 Tidak 24 4 Ny.S Perempuan 78 Tahun Ya 1 Ya 15 5 Ny.AB Perempuan 84 Tahun Ya 1 Tidak 26 6 Ny.M Perempuan 79 Tahun Ya 1 Tidak 27 7 Ny.YK Perempuan 77 Tahun Ya 1 Tidak 28 8 Ny.P Perempuan 73 Tahun Ya 1 Tidak 29 9 Tn.N Laki-laki 77 Tahun Ya 1 Tidak 210 10 Ny.ML Perempuan 63 Tahun Ya 1 Tidak 211 11 Ny.IP Perempuan 60 Tahun Ya 1 Tidak 212 12 Ny.RRD Perempuan 69 Tahun Ya 1 Tidak 213 13 Ny. BP Perempuan 65 Tahun Ya 1 Tidak 214 14 Tn.R Laki-laki 70 Tahun Ya 1 Tidak 215 15 Tn.T Laki-laki 69 Tahun Ya 1 Tidak 216 16 Ny.NB Perempuan 69 Tahun Ya 1 Tidak 217 17 Ny.W Perempuan 69 Tahun Ya 1 Ya 118 18 Ny.S Perempuan 66 Tahun Ya 1 Tidak 219 19 Tn. L Laki-laki 73 Tahun Ya 1 Tidak 220 20 Ny. U Perempuan 72 Tahun Ya 1 Tidak 2
Ranks
a. Insomnia Setelah Terapi Benson < Insomnia SebelumTerapi Benson
b. Insomnia Setelah Terapi Benson > Insomnia SebelumTerapi Benson
c. Insomnia Setelah Terapi Benson = Insomnia SebelumTerapi Benson
Test Statisticsb
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Kesimpulan :Ada pengaruh yang signifikan terapi bedson terhadap insomnia lansia di UPT Panti
Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang yang ditunjukkan dengan nilai
p=0,000 ≤ 0,05.