PENGARUH REGULASI DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN DUKUNGAN...
Transcript of PENGARUH REGULASI DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN DUKUNGAN...
i
PENGARUH REGULASI DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR
SISWA SMP YPUI JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Mega Famela
NIM: 11150700000004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
v
MOTTO
“Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan
saling menasehati untuk kesabaran” (QS. Al-Asr)
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) September 2019
C) Mega Famela
D) Pengaruh Regulasi Diri, Iklim Sekolah dan Dukungan Sosial terhadap
Kemandirian Belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan
E) xiii + 88 Halaman + Lampiran
F) Kemandirian belajar merupakan mengendalikan proses pembelajaran dimana
siswa membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pengalaman pembelajarannya yang diambil dari berbagai sumber belajar (Song
& Hill, 2007). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh regulasi diri, iklim
sekolah (school safety, school connectedness, social relationship), dan
dukungan sosial (family, friend, significant other) terhadap kemandirian
belajar.
Populasi dalam penelitian adalah siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
Pengambilan sampel sebanyak 250 siswa yang dilakukan menggunakan teknik
non-probability sampling dan metode convenience sampling. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis regresi berganda
pada taraf signifikansi 0.05 atau 5%. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur kemandirian belajar pada penelitian ini adalah skala kemandirian
belajar yang dikembangkan oleh Song dan Hill (2007), alat ukur yang
digunakan untuk mengukur regulasi diri adalah skala regulasi diri yang
dikembangkan oleh Zimmerman (1989), alat ukur iklim sekolah adalah
Meriden School Climate Survey-student version (MSCS-SV) yang
dikembangkan oleh Gage dan Larson (2014), dan alat ukur dukungan sosial
adalah Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) oleh
Zimet, dkk (1988).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh regulasi diri, iklim
sekolah dan dukungan sosial terhadap kemandirian belajar dengan nilai
R2=0.303. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa koefisien regresi
terdapat dua dari regulasi diri yaitu regulasi diri dan aspek friend yang
signifikan terhadap kemandirian belajar. Saran untuk penelitian selanjutnya
adalah menggunakan independen variabel selain yang diteliti dalam penelitian
sebelumnya dan sampel dengan cakupan yang lebih luas. Siswa diharapkan
semakin melatih dan mengatur regulasi diri dalam hal belajar dan menciptakan
dukungan pertemanan yang seimbang dan postif untuk meningkatkan
kemandirian belajar.
Kata Kunci: Regulasi diri, iklim sekolah, dukungan sosial, dan
kemandirian belajar.
G) Bahan bacaan: 41; Buku: 8 + Jurnal: 23+skripsi 6+ Tesis 2+ Artikel: 2
vii
ABSTRACT
A) Faculty Of Psychology
B) September 2019
C) Mega Famela
D) Effect Self Regulation, School climate, and Social Support Towards Self
Directed Learning South Jakarta YPUI Middle School students
E) xiii + 88 Pages + Appendix
F) Self-directed learning is a learning process where students make their own
planning in planning, implementing and evaluating his learning experience
that is taken from various learning sources (Song & Hill, 2007). This
research deals with understanding of self-regulation, school climate (school
safety, school connectedness, social relationship), and social support
(family, friends, other important people) to self-directed learning.
The population in this study were South Jakarta YPUI Middle
School students. Sampling of 250 students was carried out using the non-
probability sampling and convenience sampling method. This research was
calculated using quantitative estimates with multiple regression analysis
methods at a significance level of 0.05 or 5%. The measuring instrument
used for measuring self-directed learning in this study is the scale of self-
directed learning developed by Song and Hill (2007), a measuring tool used
to measure self-regulation is the scale of self-regulation developed by
Zimmerman (1989), the school climate measurement tool is The Meriden-
student version of the School Climate Survey (MSCS-SV) created by Gage
and Larson (2014), and a measure of social support is the Multidimensional
Scale of Social Perception Support (MSPSS) by Zimet, et al (1988).
The results showed differences in self-regulation, school climate and
social support for self-development rected learning with values R2 = 0.303.
Minor hypothesis test results indicated that the regression coefficient that
are significantly influence self-directed learning are two of self-regulation,
that is self-regulation and friend aspect. Suggestions for further research is
using independent variables other than those examined in the study
beforehand and a wider range of samples. Students are expected
increasingly train and manage self-regulation in terms of learning and
creating balanced and positive friendship support to improve self-directed
learning
Keywords: Self directed learning, Self-regulation, School climate,
Social support
G) Refferences: 41; Books: 8 + Journals: 23+ Skripsi 6+ Theses 2+ Articles: 2
viii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH
REGULASI DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP YPUI JAKARTA
SELATAN” Proposal penelitian ini telah disusun dengan baik dan penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan skripsi ini,
yaitu:
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan juga selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah merelakan banyak waktu untuk memberikan bimbingan kepada
penulis serta mengarahkan penulis dengan baik selama proses
penyusunan proposal penelitian skripsi ini.
2. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis sejak awal perkuliahan, dan senantiasa
memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan perkuliahan
dengan baik.
3. Kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan banyak sekali ilmu selama masa
perkuliahan.
4. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril,
material, & spiritual serta doa tulus yang tidak pernah henti-hentinya
kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Terimakasih kepada sahabat penulis Isma Dayanti, Nurliana Rahayu,
Deisya, Khusnul, Ayang, Vinda, Seftiana, Andyta, Tyas yang selama ini
menjadi teman yang sangat baik dan senantiasa memberikan doa dan
dukungan serta bantuan kepada penulis selama proses perkuliahan dan
proses penyusunan skripsi.
6. Terimakasih kepada Adam Yalfiz Hakki, memberikan support selama
masa kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Besar HMI Komisariat Psikologi dan DEMA UIN JAKARTA
2018 telah memberikan kisah kasih selama di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Terlepas dari itu semua, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih
banyak sekali kekurangannya dalam penulisan maupun penyusunan karena
adanya keterbatasan pengalaman, pengetahuan, serta analisis. Maka dari itu
dengan sangat terbuka penulis menerima adanya saran dan kritik dari
pembaca sebagai masukkan yang membangun untuk penyusunan proposal
penelitian dengan lebih baik lagi.
Jakarta, 12 September 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................iv
MOTTO .................................................................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
DAFTAR ISI .........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xiii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................1
1.2 Pembatasan Masalah ............................................................................11
1.3 Perumusan Masalah .............................................................................13
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................13
1.4.1 Tujuan Penelitian .......................................................................13
1.4.2 Manfaat Penelitian .....................................................................14
BAB 2 TEORI.......................................................................................................15
2.1 Kemandirian Belajar.............................................................................15
2.1.1 Definisi Kemandirian Belajar ...................................................15
2.1.2 Teori Kemandirian Belajar .........................................................16
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi Kemandirian Belajar ........19
2.1.4 Dimensi-dimensi Kemandirian Belajar .....................................22
2.1.5 Alat Ukur Kemandirian Belajar……………………………….24
2.2 Regulasi Diri .......................................................................................24
2.2.1 Definisi Regulasi Diri ................................................................24
2.2.2 Dimensi-dimensi Regulasi Diri..................................................26
2.2.3 Alat ukur Regulasi Diri ..............................................................28
2.3 Iklim Sekolah........................................................................................29
2.3.1 Definisi Iklim Sekolah…………...............................................29
2.3.2 Dimensi-dimensi Iklim Sekolah.................................................31
2.3.3 Alat ukur Iklim Sekolah.............................................................32
2.4 Dukungan Sosial .................................................................................33
2.4.1 Definisi Dukungan Sosial............................................................33
2.4.2 Dimensi-dimensi Dukungan Sosial............................................35
2.4.3 Alat Ukur Dukungan Sosial........................................................36
2.5 Kerangka Berpikir ..............................................................................37
2.6 Hipotesis Penelitian..............................................................................41
BAB 3 METODE PENELITIAN .......................................................................43
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ...........................43
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ......................................43
3.3 Instrumen Penelitian.............................................................................46
3.3.1 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................46
3.3.2 Alat Ukur Penelitian ..................................................................46
x
3.4 Uji Validitas Konstruk .........................................................................52
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kemandirian Belajar….........................52
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Regulasi Diri ........................................54
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Iklim Sekolah .......................................56
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial…………….………..59
3.5 Teknik Analisa Data ............................................................................63
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................65
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................65
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ......................................................................65
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................................65
4.4 Hasil Uji Hipotesis ...............................................................................69
4.4.1 Analisis Regresi Varibel Penelitian ............................................69
4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variable....74
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN .....................................................77
5.1 Kesimpulan ..........................................................................................77
5.2 Diskusi .................................................................................................77
5.3 Saran ....................................................................................................83
5.3.1 Saran Teoritis .............................................................................83
5.3.2 Saran Praktis ...............................................................................83
DAFTAR PUSTAKA………………………..………………………………….85
LAMPIRAN .........................................................................................................89
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skoring Pengukuran Skala Kemandirian Belajar...................................46
Tabel 3.2 Blue print Kemandirian Belajar .............................................................47
Tabel 3.3 Blue print Regulasi Diri ........................................................................48
Tabel 3.4 Blue print Iklim Sekolah .......................................................................49
Tabel 3.5 Blue print Dukungan Sosial....................................................................50
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Kemandirian Belajar....................................53
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Regulasi Diri ................................................55
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala School safety…............................................57
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala School conectedness…................................58
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Social Relationship....................................59
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Family .......................................................60
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Friend………………................................61
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Significant other..........................................62
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................................65
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif .......................................................................65
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi ......................................................................67
Tabel 4.4 Kategorisasi Tingkat Kemandirian Belajar, Regulasi Diri, Iklim Sekolah,
Dukungan Sosial....................................................................................................68
Tabel 4.5 R Square ..............................................................................................69
Tabel 4.6 Anova Signifikansi Pengaruh seluruh Independet Variable terhadap
Dependent Variable ............................................................................................70
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................................71
Tabel 4.8 Model Summary Proposi Varians Tiap-tiap Independet Variable terhadap
Dependent Variable .............................................................................................75
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ..................................................................41
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara Penelitian ....................................................................... 89
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian........................................................................... 90
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian .......................................................................... 91
Lampiran 4 Syntax dan Path Diagram ................................................................ 100
Lampiran 5 Output Analisis Regresi……………………………………….…...110
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemandirian belajar merupakan substansi yang esensial pada zaman era global
untuk dimiliki dan dikembangkan oleh siswa. Kemandirian belajar akan mendorong
siswa akan mengelola perilaku mereka, mengajarkan keterampilan hidup dengan
disiplin diri yang tinggi dari siswa. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 21 Tahun 2016, tahap deep knowledge (pengetahuan mendalam) diperoleh pada
Tingkat Pendidikan Dasar untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada
kompetensi sikap sosial siswa diharuskan jujur, disiplin, santun, percaya diri,
peduli, dan bertanggung jawab. Selain itu pada keterampilan siswa SMP dapat
menunjukkan keterampilan dalam menalar, mengolah, dan menyaji secara kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif dalam ranah konkret dan
ranah abstrak sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang teori.
Dalam pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sikap siswa
diarahkan dan diharapkan untuk mampu belajar mandiri. Siswa diarahkan untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan atas usahanya sendiri, tidak tergantung
sepenuhnya ke guru, sehingga dapat dicapai harapan siswa mempunyai
kemandirian belajar. Dengan kemandirian belajar, siswa dapat menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan pelajarannya tanpa tergantung kepada guru
maupun teman sekelasnya (Wulandari, 2016). Hal ini dipertegas oleh pendapat
Masrun dan Martaniah (dalam Djauhari D, 2016) bahwa dalam kemandirian belajar
2
terdapat aspek-aspek yang dapat mendukung keberhasilan siswa dalam meraih
prestasi yaitu: bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian diri dan kemantapan
diri. Apabila aspek-aspek tersebut dimiliki secara optimal oleh subjek penelitian,
maka secara tidak langsung sikap, pola pikir dan perilakunya akan mengarah pada
hal-hal yang mendukung kemandirian belajar. Siswa akan memahami pentingnya
arti kemandirian serta dapat mengetahui bagaimana cara meningkatkan
kemandirian belajarnya dengan keyakinan serta kepercayaan pada dirinya sendiri
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Bapak Muhadjir
Effendy, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan poros utama perbaikan
pendidikan nasional yang berkaitan erat dengan berbagai program prioritas
pemerintah. Ia mengatakan, lima nilai karakter yang menjadi prioritas pada PPK,
berkaitan erat dengan berbagai program prioritas Kemendikbud di bidang
pendidikan dan kebudayaan. Lima nilai itu adalah religius, nasionalis, mandiri,
integritas, dan gotong royong. Selanjutnya, program penguatan pendidikan karakter
diharapkan menjadi ruh dari pendidikan nasional. Nilai utama karakter PPK tidak
hanya menyasar para siswa, tetapi juga para pendidik, dan orangtua sebagai
pendidik utama dan pertama (Maulipaksi, 2017).
Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang semakin
pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri, khususnya dalam
mengakses informasi-informasi pendidikan. Siswa harus dapat mengetahui
bagaimana belajar yang baik, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang
mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif secara mandiri ketika
3
kesempatan tersedia. Siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat
mempersiapkan dirinya dalam dunia baru (Gibbons, 2002).
Kemandirian siswa dalam belajar merupakan suatu hal yang sangat penting
dan perlu ditumbuh kembangkan pada siswa sebagai peserta didik. Martinis Yamin
(dalam Yanti & Surya, 2017) mengungkapkan tentang pentingnya kemandirian,
bahwa kemandirian belajar yang diterapkan oleh siswa membawa perubahan yang
positif terhadap intelektualitas. Selain itu Muhammad Asrori (Yanti et al, 2017)
mengungkapkan bahwa kurangnya kemandirian dikalangan remaja berhubungan
dengan kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu tidak tahan lama dan belajar
setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal ujian.
Data tersebut didapat melalui wawancara langsung, yaitu melalui
wawancara siswa SMP YPUI Jakarta Selatan pada tanggal 10 Desember 2018
dengan siswa SMP YPUI Jakarta Selatan. Dari hasil wawancara dua orang setiap
kelas dari lima ruang kelas tujuh dan empat ruang kelas delapan, bahwa hasil
jawaban sebanyak 75% yang disampaikan siswa SMP YPUI Jakarta Selatan, siswa
tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan di sekolah, karena siswa
berpendapat mengerjakan tugas dapat mengurangi waktu bermain dan istirahat.
Jawaban wawancara lainnya, didapatkan siswa menyukai aktivitas diluar jam
belajarnya seperti kumpul dengan teman sebaya hingga larut malam. Saat ujian
semester siswa bekerjasama dengan siswa lain yang berada disisi kanan, kiri, depan
dan belakang. Siswa tidak percaya dengan kemampuan menyelesaikan tanggung
jawab pekerjaan rumahnya dan kemampuan akademik siswa dalam ujian semester.
4
Di sisi lain pemerintah sudah membentuk karakter mandiri dalam setiap proses
pembelajaran siswa.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
siswa, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari
luar diri siswa. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi faktor
psikis seperti, self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, sikap, minat, locus of
control, kebiasaan belajar dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar
diri siswa, yaitu faktor lingkungan alam, faktor sosio-ekonomi, guru, metode
mengajar, kurikulum, mata pelajaran, sarana dan prasarana (dalam Djauhari, 2016).
Meichenbaum (dalam Tarmidi A.R dan Rambe A.R.R, 2010), pembentukan
kemandirian belajar pada siswa ditentukan oleh dua hal. Pertama adalah sumber
sosial, yaitu orang dewasa yang ada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih,
anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai
kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah, dan mengatur perilaku
yang akan dimunculkan. Sumber kedua adalah mempunyai kesempatan untuk
melatih kemandirian belajar. Siswa yang selalu konstan diatur secara langsung oleh
keluarga atau orangtua dan guru tidak dapat membangun keterampilannya untuk
dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya.
Proses pembelajaran (Prayuda, 2014), siswa yang berusaha bekerja keras
dengan ketekunan dan kedisiplinan selalu menyiapkan peralatan pembelajaran,
mengumpulkan tugas tepat waktu dan mencatat penjelasan guru serta selalu
membuat rangkuman pelajaran. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan
tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak sengaja. Tanggung
5
jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Dalam
proses pembelajaran, siswa yang memilki tanggung jawab atas tindakannya sendiri
akan dapat menjelaskan bagaimana prosedur langkah pengerjaan dalam
menyelesaikan suatu soal dan tugas yang diberikan guru.
Siswa yang memiliki kemandirian belajar, memiliki tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha belajar. Mereka tidak
akan mudah terpengaruh oleh orang lain mengenai proses belajarnya. Mereka akan
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri
tanpa bantuan orang lain. Mereka juga mampu memanfaatkan waktu dengan sebaik
mungkin untuk belajar. Individu yang memiliki kemandirian belajar tidak akan
memilih bersenang-senang dibandingkan dengan belajar demi mencapai tujuannya
(Pratiwi & Laksmiwati, 2016).
Menurut Bandura (dalam Arifiati, 2013), selain faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar (kebudayaan, keluarga, sistem
pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di masyarakat) ada lagi faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal (pengetahuan,
kesiapan, nilai, locus of control, memiliki self reliance atau kepercayaan diri) dan
atribut perilaku (keterampilan, motivasi dalam diri siswa).
Haris Mudjiman (dalam Febriani, 2016) kemandirian belajar juga
dipengaruhi oleh regulasi diri. Siswa yang memiliki kemandirian mampu menyusun
dan menetapkan tujuan belajarnya sendiri karena siswa mampu menjadi pengendali
dalam kegiatan belajarnya sendiri. Cervon & Pervin (dalam Febriani, 2016)
mengemukakan pendapat bahwa regulasi diri merupakan suatu proses kepribadian
6
yang melibatkan perilaku motivasi diri secara langsung. Siswa yang memiliki
regulasi diri mampu memotivasi diri mereka sendiri untuk menyusun tujuan-tujuan
pribadi, merencanakan strategi yang akan dilakukan agar dapat mencapai tujuan
tersebut, hingga mengevaluasi perilaku yang telah dilakukan. Siswa dapat lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dengan adanya regulasi diri.
Jika siswa mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, siswa tidak akan
mengalami kekecewaan yang mendalam karena siswa mampu meregulasi diri dan
mengatasi tekanan tersebut dengan baik. Siswa juga mampu mengontrol dirinya,
mengevaluasi kegagalan, dan memodifikasi strategi belajar yang digunakan agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Wulandari (2016) berpendapat peserta didik diarahkan untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan atas usahanya sendiri, tidak tergantung sepenuhnya
pada guru, sehingga dapat dicapai harapan peserta didik mempunyai kemandirian
belajar. Dengan kemandirian belajar, seorang peserta didik dapat menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan pelajarannya tanpa tergantung kepada guru
maupun teman sekelasnya. Sebagai suatu karakter atau kepribadian, maka
kemandirian akan menjadi suatu kebutuhan psikologi peserta didik. Peserta didik
yang mempunyai tingkat kemandirian tinggi akan merasa puas dan bangga apabila
oleh diri sendiri tanpa bantuan atau bergantung pada orang lain. Kemandirian juga
merupakan bentuk intelegensi atau kecerdasan.
Hasil lain yang dapat diperoleh adalah bahwa dari kategorisasi tingkat
kemandirian belajar dapat dilihat bahwa 90 orang (46.15%) termasuk dalam
kategori kemandirian belajar tinggi. Long (dalam Tarmidi et al, 2010) menyatakan
7
bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi siswa akan lebih
mandiri dan lebih bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Siswa yang
memiliki karakteristik kemandirian belajar yang tinggi juga selalu mempunyai
perencanaan yang matang dan efektif dalam proses belajarnya. Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa banyak di antara siswa yang memiliki kemandirian belajar yang
sedang yaitu 104 orang (53.33%) dan siswa yang berada pada kategori rendah ada
satu orang.
Jika setiap siswa yang tidak mempunyai kemandirian pasti tidak akan
mampu melakukan apapun dengan sendiri dan tidak mempunyai suatu kepercayaan
diri dalam menghadapi kehidupan khususnya dalam kehidupan di dunia
pendidikan. Menurut Mujiman (dalam Isnawati & Samian, 2015) belajar mandiri
adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motivasi mengenai suatu
kompetensi yang dimiliki. Bagi peserta didik yang kedepannya merupakan
pemuda-pemudi generasi penerus bangsa sangat diharapkan dapat menumbuhkan
sikap mandiri dan mempunyai semangat yang kuat untuk meningkatkan kualitas
mutu pendidikan di Indonesia dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Siswa dalam kegiatan belajar memerlukan sebuah proses panjang, tidak bisa
dilakukan dalam satu waktu. Belajar dilakukan secara rutin dan mandiri, sehingga
rutinitas belajar mandiri akan menjadi suatu kebiasan yang dilakukan siswa. Sering
dijumpai seorang siswa yang mempunyai kemandirian belajar yang tinggi, prestasi
belajarnya juga tinggi, dan orangtua yang mendukung siswa dalam belajar
kemungkinan prestasi belajarnya juga tinggi. Namun ada juga seorang siswa yang
mempunyai kemandirian belajar yang tinggi, hasil belajarnya cukup rendah karena
8
tidak adanya perhatian dan keterlibatan orangtua untuk melatih agar siswa terbiasa
belajar mandiri.
Siswa yang memiliki self regulated learning yang tinggi dapat
mengorganisir pekerjaan mereka, menetapkan tujuan, mencari bantuan ketika
diperlukan, menggunakan strategi kerja yang efektif, mengatur waktu mereka untuk
belajar, dan memiliki efikasi diri. Kemampuan-kemampuan tersebut menimbulkan
berkembangnya sikap belajar yang positif. Dengan sikap belajar yang positif dan
didukung oleh adanya efikasi diri, siswa dapat mengontrol emosinya, menentukan
tindakan berdasarkan pandangan pribadi, berani mengambil keputusan tentang
tingkah laku pribadi serta pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah, dapat
mengurangi ketergantungan pada orang lain, dapat menentukan baik-buruk dan
benar-salah. Kemampuan mengontrol emosi, menentukan tindakan berdasarkan
pandangan pribadi, berani mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadi dan
dalam pemecahan masalah, dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain,
dapat menentukan baik-buruk dan benar-salah merupakan pencerminan dari
kemandirian. Penelitian sebelumnya pengaruh efikasi diri dan regulasi diri terhadap
kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan sumbangan efektif
sebesar 28,09% dengan nilai siginifikansi p=0,000 (p<0,05) maka dapat dikatakan
signifikan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri berpengaruh
terhadap kemandirian belajar (Afianti dkk, 2010).
Penelitian sebelumnya regulasi diri belajar merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kemandirian siswa sebesar 43,9%. Tingginya sumbangan self
regulated learning (SRL) terhadap kemandirian terjadi karena adanya aspek yang
9
sama antara self regulated learning dengan kemandiriannya itu aspek behavioral
(perilaku). Aspek behavioral pada self regulated learning tercermin dari perilaku
merencanakan waktu dan usaha belajar, pemantauan dari usaha belajar, serta
mencari bantuan saat mengalami kesulitan dalam belajar. Perilaku merencanakan
waktu, usaha belajar dan memantau usaha belajar berkaitan dengan kemampuan
individu dalam pengambilan keputusan tentang tingkah laku dalam belajar, dan
mencari bantuan saat mengalami kesulitan dalam belajar merupakan bagian dari
pengambilan keputusan tentang pemecahan masalah.
Sesuai dengan Anderson (dalam Greenway. G.H, 2017) dengan
menyelesaikan ulasan dari penelitian tentang iklim sekolah, bahwa iklim sekolah
adalah konstruk yang kompleks dan unik bagi organisasi individual dan memahami
konstruk ini akan meningkatkan pemahaman tentang bagaimana sekolah berfungsi
dan berdampak pada pembelajaran siswa. Untuk penelitian sebelumnya, peneliti
menggunakan definisi berikut yang dikembangkan oleh The National School
Climate Council (2007): Iklim sekolah merupakan kualitas dan karakter kehidupan
sekolah. Iklim sekolah didasarkan pada pola pengalaman siswa, orangtua dan
personil sekolah tentang sekolah dan mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan
interpersonal praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi. Iklim sekolah yang
berkelanjutan dan positif mendorong perkembangan anak muda dan pembelajaran
yang diperlukan untuk kehidupan yang produktif, berkontribusi, memuaskan dalam
masyarakat yang demokratis.
Freiberg (dalam Robbani, M.A.A, 2016), Iklim sekolah merupakan jiwa
dari sekolah yang terdiri dari siswa, guru, administrator, dan karyawan lainnya yang
10
menjadikan sekolah itu ada dan hidup. Rogers dan Freiberg mengatakan iklim
sekolah adalah mutu sekolah dalam menciptakan tempat pendidikan yang sehat,
memelihara impian, aspirasi para orangtua dan anak, guru-guru yang kreatif dan
antusias, serta menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada disekolah untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan anak. Loukas (dalam Robbani, M.A.A, 2016) menjelaskan
bervariasinya suatu lingkungan sekolah dengan adanya bentuk sekolah yang ramah,
mengundang, mendukung, merasa di prioritaskan. Selain itu, adanya bentuk
sekolah yang tidak nyaman, perasaan, dan sikap yang ditimbulkan oleh lingkungan
sekolah.
Menurut Sarafino (dalam Tarmidi, Rambe A R, 2010)), dukungan yang
diterima oleh seseorang dari orang lain dapat disebut dengan dukungan sosial.
Dukungan sosial ini dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan
atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari
kelompok. Penelitian dukungan sosial orangtua oleh Sarafino (dalam Tarmidi,
Rambe A R, 2010) dengan menggunakan uji pearson correlation diperoleh nilai
r=0,477 dengan signifikansi sebesar 0.000 (p<0,01) maka dapat diambil kesimpulan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar. Nilai r yang bersifat positif
memiliki arti bahwa ada hubungan antara kedua variabel bersifat positif. Semakin
tinggi dukungan sosial orangtua maka akan semakin tinggi kemandirian belajar
siswa.
Dukungan sosial merupakan sebagai diterimanya dukungan yang diberikan
oleh orang-orang terdekatnya individu meliputi dukungan orangtua, dukungan
11
pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu
(Zimmet, Zimet & Farley, 1989)
Dari hasil penelitian Arifiati (2013) dapat dilihat setiap aspek dukungan
sosial keluarga dengan kemandirian belajar sebesar 16,16 % dan kepercayaan diri
dengan kemandirian belajar sebesar 24,36 % yang ditunjukkan dari koefisien
determinan (R2) = 0,405 atau 40,5 %. Jadi pengaruh dukungan sosial keluarga dan
kepercayaan diri dengan kemandirian belajar sebesar 40,5 % hal ini berarti masih
terdapat 59,5 % faktor lain yang mempengaruhi kemandirian belajar. Dukungan
sosial keluarga dan kemandirian belajar menunjukkan koefisien korelasi sebesar
0,538 dengan p=0,000 (p<0,01) berarti ada hubungan positif dan signifikansi.
Berdasarkan fenomena dan fakta yang didukung oleh beberapa literature
terkait, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu terhadap siswa,
dengan judul “Pengaruh Regulasi Diri, Iklim Sekolah, dan Dukungan Sosial
terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
1.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan penelitian ini pada Pengaruh regulasi diri, iklim sekolah, dan
dukungan sosial terhadap kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
Definisi dari variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian belajar merupakan mengendalikan proses pembelajaran
dimana siswa membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi pengalaman pembelajarannya yang diambil dari berbagai
12
sumber belajar. Di dalam kemandirian belajar siswa belajar tentang
membuat rencana, strategi kognitif dan mengambil keputusan. Siswa
memikirkan strategi kognitif untuk dapat mengambil keputusan yang baik
dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan
(Song & Hill, 2007).
2) Regulasi diri merupakan pengelolaan diri baik pikiran, perasaan, serta
tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik yang disesuaikan
pada pencapaian tujuan personal. Dengan kata lain, pengelolaan diri
berhubungan dengan metakognitif, motivasi dan perilaku yang
berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan personal Zimmerman (dalam
Ghufron & Risnawati, 2016).
3) Iklim sekolah merupakan kualitas dan karakter lingkungan sosial sekolah
yang menetapkan kesempatan untuk membentuk norma, nilai, aturan, dan
struktur sekolah. Iklim sekolah yang positif, atau sekolah yang aman
(emosional dan fisik), terlibat kolaboratif antara guru, siswa dan orang tua.
(Gage & Larson, 2014).
4) Dukungan sosial merupakan sebagai diterimanya dukungan yang
diberikan oleh orang-orang terdekatnya individu meliputi dukungan
orangtua, dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang
berarti disekitar individu (Zimmet, Zimet & Farley, 1989)
5) Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dari SMP YPUI Jakarta Selatan.
13
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, penulis membatasi rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh reguasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial
terhadap kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan?
2. Variabel manakah yang paling berpengaruh signifikan dari regulasi diri,
school safety, school connectedness, social relationship, family, friend,
dan significant other terhadap kemandirian belajar siswa SMP YPUI
Jakarta Selatan?
3. Seberapa besar pengaruh dari reguasi diri, iklim sekolah, dan dukungan
sosial terhadap kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu jawaban dari rumusan masalah yang
penulis cantumkan diatas, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara
reguasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial terhadap
kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
2. Variabel manakah yang paling berpengaruh paling signifikan dari
regulasi diri, school safety, social relationship, and school
connectedness, family, friend and significant other terhadap
kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
14
3. Seberapa besar pengaruh dari regulasi diri, iklim sekolah (school
safety, school connectedness, social relationship) dan dukungan
sosial (family, friend, and significant other) terhadap kemandirian
belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan?
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam ilmu psikologi,
terutama psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial.
Sumbangan hasil penelitian juga akan memperkuat penelitian sebelumya terkait
pengaruh regulasi diri, iklim sekolah (school safety, school connectedness, social
relationship) dan dukungan sosial (family, friend, and significant other) terhadap
kemandirian belajar siswa jika hasil penelitian signifikan.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh dari regulasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial terhadap
kemandirian belajar terutama bagi siswa, guru, orangtua, dan pihak sekolah agar
dapat meningkatkan kemandirian belajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di sekolah tersebut.
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab dua ini membahas uraian tentang kemandirian belajar, dukungan sosial, iklim
sekolah, regulasi diri, kerangka berpikir, dan hipotesis. Uraian kemandirian belajar
terdiri atas definisi, faktor yang mempengaruhi dan pengukuran kemandirian
belajar, uraian dukungan sosial, iklim sekolah, dan regulasi diri antara lain definisi,
dimensi dan pengukuran
2.1 Kemandirian Belajar
2.1.1. Definisi kemandirian belajar
Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti berdiri sendiri, yaitu
suatu keadaan yang memungkinkan seseoran mengatur dan mengarahkan diri
sesuai tingkat perkembangannya. Basir (dalam Ningsih dkk, 2016) bahwa
kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada diri
seseorang dan dalam usahanya untuk mencapai tujuan belajar orang tersebut
dituntut untuk aktif secara individu atau tidak bergantung kepada orang lain,
termasuk tidak tergantung kepada gurunya.
Menurut Song & Hill (2007), kemandirian belajar merupakan
mengendalikan proses pembelajaran dimana siswa membuat inisiatif sendiri dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengalaman pembelajarannya yang diambil
dari berbagai sumber belajar. Di dalam kemandirian belajar siswa belajar tentang
membuat rencana, strategi kognitif dan mengambil keputusan. Siswa memikirkan
strategi kognitif untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan memikirkan
keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan.
16
Belajar mandiri dapat dipandang sebagai metode belajar dan juga
karakteristik pembelajar itu sendiri. Belajar mandiri sebagai tujuan mengandung
makna bahwa setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu pembelajar
diharapkan menjadi seorang pebelajar mandiri. Sedangkan belajar mandiri sebagai
proses mengandung makna bahwa pembelajar mempunyai tanggung jawab yang
besar dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu tanpa terlalu tergantung pada
guru (dalam Djauhari, 2016).
Konsep belajar mandiri (self-directed learning) sebenarnya berakar dari
konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa
penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Scheidet (2003) ternyata belajar
mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia (dalam Djauhari, 2016)
2.1.2 Teori Kemandirian Belajar
Tentang pembelajaran mandiri Tan, Tan, dan Cheah (2011) mendefinisikan
pembelajaran mandiri sebagai keterampilan abad ke-21 yang mencakup sebagai
berikut:
a) Kepemilikan pembelajaran: Tanggung jawab pribadi dalam
mengidentifikasi kesenjangan belajar dan menetapkan tujuan pembelajaran;
b) Manajemen diri dan pemantauan diri: Proses mengelola tugas, waktu dan
sumber daya serta upaya berkelanjutan dalam melakukan perbaikan atau
mengambil tindakan untuk memenuhi tujuan pembelajaran;
c) Perluasan pembelajaran: Membuat hubungan lintas disiplin, koneksi antara
pembelajaran formal dan informal serta minat di dalam dan di luar sekolah.
17
Gibbons (2002) tentang pembelajaran mandiri remaja, bahwa pembelajaran
mandiri lebih dipahami sebagai gambaran yang dimulai dari tingkat terendah
pembelajaran mandiri yang tidak disengaja ke tingkat tertinggi belajar yang
diarahkan sendiri. Meskipun fase-fase ini mungkin tidak selalu terjadi dalam urutan
linear dan hierarkis, ini menandakan perkembangan progresif kesiapan siswa dalam
pengarahan diri.
Delwiche, Henderson, Ito, & Sefton-Green, (Tan & Ling, 2015),
Kementerian Pendidikan Singapura pada tahun 2011 telah mendeskripsikan
pembelajar mandiri sebagai orang yang bisa: (a) mengartikulasikan kesenjangan
belajar mereka; (b) menetapkan tujuan pembelajaran dan mengidentifikasi tugas
belajar untuk mencapai tujuan; (c) mengeksplorasi alternatif dan membuat
keputusan yang baik; (d) merumuskan pertanyaan dan menghasilkan pertanyaan
sendiri; (e) merencanakan dan mengelola beban kerja dan waktu secara efektif dan
efisien; (f) merefleksikan pembelajaran mereka dan menggunakan umpan balik
untuk meningkatkan tugas sekolah mereka. Ini adalah hasil yang diinginkan
Kementerian bertujuan untuk membina di antara siswa di Pendidikan Singapura
abad 21. Kesulitan praktis yang dihadapi oleh guru ketika mencoba untuk
menerapkan pembelajaran mandiri adalah kelangkaan model yang dapat digunakan
oleh para guru untuk mengatur instruksi seperti pembelajaran berbasis inkuiri,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis skenario atau pembelajaran
berbasis kasus.
Suhendri dan Mardalena (dalam Ningsih, 2016) menyatakan bahwa
kemandirian belajar adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa
18
bergantung kepada orang lain baik teman maupun gurunya dalam mencapai tujuan
belajar yaitu menguasai materi atau pengetahuan dengan baik dengan kesadarannya
sendiri siswa serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kemandirian belajar, siswa
dituntut untuk mampu mengggali informasi materi pelajaran tidak hanya bersumber
dari guru. Artinya dari sumber lain seperti internet. Selain itu, siswa mampu
melakukan aktivitas belajar tanpa pengaruh dari orang lain atau teman.
Kemandirian belajar yang dimiliki seorang siswa, mendorong siswa
tersebut untuk dapat berperilaku tidak bergantung kepada orang lain. Hal ini sesuai
pendapat Mujiman (dalam Aini dan Taman, 2012) kemandirian belajar dapat
diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan
kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu
kompetensi yang telah dimiliki. Hal ini karena dengan kemandirian belajar,
seseorang dapat mengontrol tindakannya sendiri, bebas dalam mengatur
kemandirian dan kompetensi serta kecakapan yang akan dicapainya.
Thoha (dalam Sundayana, 2016) mengemukakan terdapat delapan ciri
kemandirian belajar, yaitu: 1) Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif; 2)
Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain; 3) Tidak lari atau menghindari
masalah; 4) Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam; 5) Apabila
menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain; 6) Tidak
merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain; 7) Berusaha bekerja
dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan; serta 8) Bertanggung jawab atas
tindakannya sendiri.
19
Tujuan pokok yang dapat menyebabkan terjadinya proses belajar mengajar
ditentukan oleh siswa sendiri. Siswa yang mencari dan memilih sendiri kompetensi
yang diinginkan berlangsung setiap saat, karena semua kegiatan yang dilakukan
tidak lagi tergantung pada orang lain.
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi Kemandirian Belajar
Nyambe et al (dalam Ramli dkk, 2018), implementasi metode pembelajaran
berbasis masalah yang menuntut keaktifan dan kemandirian dalam belajar
membutuhkan kesadaran yang sangat baik akan kesiapan belajar mandiri dan
faktor–faktornya mempengaruhi tingkat kesiapan belajar mandiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesiapan belajar mandiri adalah faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terdiri dari kesehatan fisik, ketersediaan waktu luang, hobi atau
gairah, kedewasaan atau kecerdasan. Faktor eksternal terdiri dari dukungan
keluarga dan teman, fasilitas sekolah, masalah yang dihadapi, hubungan teman
sebaya, dan pengaruh orangtua dan teman. Tingkatan kesiapan belajar mandiri
siswa juga dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial keluarga (dalam Tarmidi,
2010).
Menurut Bandura (dalam Arifiati, 2013), selain faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar (kebudayaan, keluarga, sistem
pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di masyarakat) ada lagi faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal (pengetahuan,
kesiapan, nilai, locus of control, memiliki self reliance atau kepercayaan diri) dan
atribut perilaku (keterampilan, motivasi dalam diri siswa).
20
Menurut Basri (Zahara, 2012) kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
a. Faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen). Faktor
endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam
dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak
dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan siswa selanjutnya. Bermacam-macam sifat
dasar dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang,
seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya, serta
jenis kelamin.
b. Faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen). Faktor eksogen
(eksternal) adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar
dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan. Lingkungan
kehidupan yang dihadapi siswa sangat mempengaruhi perkembangan
kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan
keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan
kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula
dalam hal kemandiriannya.
Menurut Karmila (dalam Nofrianti, Ansofino, & Amelia, 2017),
terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri,
faktor keturunan, kondisi fisik seperti kesehatan, kreativitas, disiplin, gaya
21
belajar, dan kepribadian. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar
individu, berupa lingkungan keluarga, masyarakat, pola asuh orangtua,
sekolah, dan pertemanan akan membentuk kebiasaan hidup.
Meichenbaum (dalam Tarmidi dkk, 2010) pembentukan kemandirian
belajar pada siswa ditentukan oleh dua hal. Pertama adalah sumber sosial, yaitu
orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih,
anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai
kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur
perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai
kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan
selalu diatur secara langsung oleh keluarga atau orangtua dan guru tidak dapat
membangun keterampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena
lemahnya kesempatan yang mereka punya.
Menurut Bandura (dalam Arifiati, 2013), selain faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar (kebudayaan, keluarga,
sistem pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di masyarakat) ada lagi faktor
yang mempengaruhi yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal seperti
pengetahuan, kesiapan, nilai, locus of control, memiliki self reliance atau
kepercayaan diri dan atribut perilaku seperti keterampilan, motivasi dalam diri
siswa.
22
2.1.4 Dimensi Kemandirian Belajar
Song & Hill (Kumalasari, 2014) sebagaimana dipaparkan sebelumnya
mengembangkan dimensi kemandirian belajar yang mencakup tiga aspek yang
yaitu:
1. Personal attribute
Personal attribute merupakan aspek yang berkenaan dengan
motivasi dari pelajar, tanggung jawab untuk pembelajaran, penggunaan
sumber belajar, dan strategi belajar. Motivasi belajar merupakan
keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang merangsang pelajar
untuk melakukan kegiatan belajar. Personal attribute mengacu pada
motivasi peserta didik untuk dapat mengetahui kemampuan mengambil
tanggung jawab untuk mereka belajar. Personal attribute juga mencakup
penggunaan sumber daya dan strategi kognitif yang kuat. Personal
attribute adalah karakteristik peserta didik membawa ke konteks
pembelajaran tertentu misalnya, motivasi intrinsik dan akal bersama-
sama dengan pengetahuan mereka sebelumnya dari area konten dan
pengalaman sebelumnya dengan konteks pembelajaran. Dalam belajar,
sumber belajar yang digunakan siswa tidak terbatas, harus sesuai dengan
materi yang dipelajari dan dapat menambah pengetahuan siswa.
Sedangkan yang dimaksud dengan strategi belajar disini adalah segala
usaha yang dilakukan siswa untuk menguasai materi yang sedang
dipelajari, termasuk usaha yang dilakukan apabila siswa mengalami
kesulitan.
23
2. Processes
Processes merupakan aspek yang berkenaan dengan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa meliputi perencanaan,
monitoring, serta evaluasi pembelajaran. Pengalaman pemblajaran guru
yang memberikan materi mata pelajaran 100% tidak akan terkontrol
kepada siswa yang bertanggung jawab atas proses belajar dalam
pengalaman sendirinya. Kegiatan perencanaan meliputi: (a) mengelola
waktu secara efektif misalnya membuat jadwal belajar, menyusun
kalender studi untuk menulis atau menandai tanggal-tanggal penting
dalam studi, tanggal penyerahan tugas-tugas, dan tanggal penting
lainnya, mempersiapkan buku, alat tulis dan peralatan belajar lainnya.
(b) menentukan prioritas dan menata diri seperti mencari tahu mana
yang penting dilakukan terlebih dahulu dan kapan mesti dilakukan.
3. Learning Context
Learning context berfokus pada faktor lingkungan dan
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi tingkat kemandirian
siswa. Ada beberapa faktor dalam konteks pembelajaran yang dapat
mempengaruhi pengalaman kemandirian belajar siswa. Struktur dan
tugas dalam konteks pembelajaran ini misalnya, siswa belajar dengan
mengerjakan tugas kelompok. Dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar siswa merupakan suatu bentuk belajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menentukan tujuan belajar,
perencanaan belajar, sumber-sumber belajar, mengevaluasi belajar dan
24
menentukan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Konteks berfokus pada faktor lingkungan dan bagaimana faktor-faktor
tersebut mempengaruhi tingkat diri, arah yang diberikan kepada siswa.
Learning context tidak hanya berdampak pada cara siswa
merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pembelajarannya, tetapi
memiliki potensi untuk mempengaruhi bagaimana siswa menjadi
termotivasi untuk belajar, bagaimana siswa menggunakan sumber
belajar, dan strategi untuk mencapai pembelajaran tersebut.
2.1.5 Alat Ukur Kemandirian Belajar
Adapun alat ukur pada penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti mengukur
kemandirian belajar yaitu:
Skala kemandirian belajar dalam penelitian diukur yang dijelaskan dan
dikembangkan oleh Song & Hill (2007) dengan 26 item yang mengukur personal
attribute, processes, learning context.
Pada penelitian ini diukur dengan indikator dari dimensi yang dijelaskan oleh
Song & Hill (2007) yaitu: personal attribute, processes, learning context.
2.2 Regulasi Diri
2.2.1 Definisi Regulasi Diri
Cervon & Pervin (dalam Febriani, 2016) mengemukakan pendapat bahwa
regulasi diri merupakan suatu proses kepribadian yang melibatkan perilaku
motivasi diri secara langsung. Siswa yang memiliki regulasi diri mampu
memotivasi diri mereka sendiri untuk menyusun tujuan-tujuan pribadi,
25
merencanakan strategi yang akan dilakukan agar dapat mencapai tujuan tersebut,
hingga mengevaluasi perilaku yang telah dilakukan. Siswa dapat lebih bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dengan adanya regulasi diri ini.
Zimmerman (Ghufron et al, 2014), regulasi diri merupakan pengelolaan diri
baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik
yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal. Dengan kata lain, pengelolaan
diri berhubungan dengan metakognitif, motivasi dan perilaku yang berpartisipasi
aktif untuk mencapai tujuan personal.
Regulasi diri dalam bahasa inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan
regulation adalah terkelola. Albert Bandura menyatakan tentang konsep regulasi
diri bahwa individu tidak dapat secara efektif beradaptasi terhadap lingkungannya
selama dapat mampu membuat kemampuan kontrol pada proses psikologi dan
perilakunya (Ghufron & Rini Risnawati, 2014).
Suryani (Ghufron et al, 2014) berpendapat bahwa pengelolaan diri atau self
regulation bukan merupakan kemampuan mental seperti inteligensi atau
keterampilan akademik seperti keterampilan membaca, melainkan proses
pengarahan atau pengintruksian diri individu untuk mengubah kemampuan mental
yang dimilikinya menjadi keterampilan dalam suatu bentuk aktivitas.
Adapun pada penelitian ini dijelaskan oleh Zimmerman (Ghufron & Rini
Risnawati, 2014), regulasi diri merupakan pengelolaan diri berkaitan dengan
pembangkitan diri baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan
adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.
26
2.2.2 Dimensi-dimensi Regulasi Diri
Menurut Miller dan Brown (dalam Fatmawati, 2018) yang dipaparkan ada
tujuh aspek regulasi diri yang terdiri dari:
a. Receiving atau menerima informasi yang relevan. Langkah awal
individu dalam menerima informasi dari berbagai sumber. Dengan
informasi-informasi tersebut, individu dapat mengetahui karakter yang
lebih khusus dari suatu masalah.
b. Evaluating atau mengevaluasi. Menyadari seberapa besar masalah
tersebut. Proses evaluasi diri ini mengharuskan individu menganalisis
informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar
diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal) yang tercipta dari
pengalaman yang sebelumnya yang serupa.
c. Triggering atau membuat suatu perubahan. Suatu proses perbandingan
dari hasil evaluasi sebelumnya, akan timbul perasaan positif atau
negatif. Individu menghindari sikap-sikap atau pemikiran-pemikiran
yang tidak sesuai dengan informasi yang didapat dengan norma-norma
yang ada. Semua reaksi yang ada pada tahap ini disebut juga
kecenderungan kearah perubahan.
d. Searching atau mencari solusi. Pada tahap sebelumnya proses evaluasi
menyebabkan reaksi-reaksi emosional dan sikap. Pada akhir proses
evaluasi tersebut menunjukkan pertentangan antara sikap individu
dalam memahami masalah kemudian mencari jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi.
27
e. Formulating atau merancang suatu rencana. Perencanaan aspek-aspek
pokok untuk meneruskan target atau tujuan seperti soal waktu, aktivitas
untuk pengembangan, tempat-tempat dan aspek lainnya yang mampu
mendukung efesien dan efektif.
f. Implementing atau menerapkan rencana. Secepatnya mengarah pada
aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan yang tepat yang mengarah
ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan dalam
proses.
g. Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.
Pengukuran ini dapat membantu dalam menentukan dan menyadari
apakah perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak serta apakah hasil yang didapat sesuai dengan
yang diharapkan.
Menurut Zimmerman (Ghufron et al, 2014) sebagaimana dijelaskan
sebelumnya pengelolaan diri atau self regulation mencakup tiga aspek yang
diaplikasikan dalam belajar yaitu metakognitif, motivasi dan perilaku. Paparan
selengkapnya sebagai berikut:
1. Metakognitif
Metakognitif adalah pemahaman dan kesadaran tentang proses
kognitif atau pikiran tentang berpikir. Bahwa poin metakognitif bagi
siswayang melakukan pengelolaan diri adalah siswa yang merencanakan,
mengorganisasi, mengukur diri dan mengintruksikan diri sebagai
kebutuhan selama proses perilakunya, misalnya dalam hal belajar.
28
2. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri siswa
yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi yang dimiliki
dalam aktivitas belajar. Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar
untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan kompetensi yang
dimiliki setiap siswa.
3. Perilaku
Perilaku merupakan upaya siswa untuk mengatur diri, menyeleksi
dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung
aktivitasnya. Pada perilaku ini bahwa siswa memilih, menyusun dan
menciptakan lingkungan sosial dan fisik seimbang untuk
mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan
Pada penelitian ini menggunakan dimensi regulasi diri yang dijelaskan oleh
Zimmerman (Ghufron & Rini Risnawati, 2014) yang mencakup aspek
metakognitif, motivasi, perilaku
2.2.3 Alat ukur Regulasi Diri
Regulasi diri adalah kemampuan seseorang untuk mengatur perilaku dan
emosinya sendiri, yang berakibat pada timbulnya keinginan untuk mencapai target
yang mereka inginkan.
29
1. Variabel regulasi diri diukur dengan menggunakan skala regulasi diri
berdasarkan aspek-aspek regulasi diri menurut Zimmerman (1989)
dalam yaitu: metakognitif, motivasi, dan perilaku dengan 26 item.
Pada penelitian ini diukur dengan indikator dari dimensi regulasi diri yang
dijelaskan oleh Zimmerman (1989) yaitu: metakognitif, motivasi dan perilaku.
2.3 Iklim Sekolah
2.3. Definisi Iklim Sekolah
Persepsi siswa terhadap sekolah dalam konteks psikologi pendidikan,
dikenal dengan sebagai iklim sekolah (school climate). Konstruk iklim sekolah
sebenarnya dari turunan dari konsep yang lebih luas yaitu konsep tentang iklim
organisasi yang banyak diteliti dalam ranah psikologi industri dan organisasi,
misalnya dalam konteks perusahaan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,
dan tempat kerja lainnya yang bersifat formal. Dengan kata lain, iklim sekolah
merupakan kajian yang berkaitan dengan penerapan dan pengembangan konsep
iklim organisasi dalam iklim sekolah (Van Horn, 2003).
Hoy & Miskell (dalam Milner & Khoza, 2008) mengemukakan bahwa iklim
sekolah adalah karakteristik internal sekolah yang membedakan dengan sekolah
lainnya, yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang, dan merupakan produk
akhir dari interaksi antar kelompok peserta didik di sekolah, guru-guru dan para
pegawai tata usaha yang bekerja untuk mencapai keseimbangan antara dimensi
organisasi sekolah dengan dimensi individu. Produk-produk itu mencakup nilai-
nilai, kepercayaan sosial dan standar sosial. Di samping itu, iklim sekolah
30
merupakan kualitas dari lingkungan sekolah yang terus menerus dialami oleh guru-
guru, mempengaruhi tingkah laku mereka dan berdasar pada persepsi kolektif
tingkah laku mereka.
Hughes & Kwok; Mattison & Aber (Bottiani J, Bradshaw, Mendelson,
2014), iklim sekolah yang adil juga dapat dipahami sebagai distribusi pengalaman
siswa yang merata dari iklim sekolah yang mendukung sebagai sumber daya di
berbagai kelompok siswa. Penelitian yang relatif terbatas telah menguji kesetaraan
ras pada siswa. Namun, penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa siswa kulit
hitam mungkin mengalami kurang mendukung hubungan, merasakan perlakuan
kurang adil, dan merasa kurang terlibat di sekolah relative terhadap rekan-rekan
mereka yang putih.
Jika melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan
aspekaspek kesejahteraan subjektif di sekolah secara spesifik, maka akan
didapatkan nilai hubungan yang lebih kuat dengan aspek kognitif. Hal tersebut
kemungkinan terjadi karena keduanya sama-sama melibatkan unsur kognitif siswa.
Persepsi siswa terhadap iklim sekolah didasari atas kesesuaian antara kebutuhan
siswa dengan apa yang telah diberikan oleh sekolah (Way, Reddy, & Rhodes,
2007).
Sementara itu, persepsi terhadap iklim sekolah juga memiliki hubungan
yang cukup kuat dengan aspek afektif kesejahteraan subjektif di sekolah, meskipun
tidak sekuat hubungannya dengan aspek kognitif. Aspek afektif mengacu pada
sejauh mana seseorang mengalami perasaan senang atau sebaliknya tidak senang
dalam kehidupannya (Schimmack, 2008). Dengan demikian, aspek afektif dari
31
kesejahteraan subjektif mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perasaan
senang atau tidak senang ketika berada di sekolah. Penilaian siswa terhadap
berbagai keadaan atau situasi di sekolahnya akan menjadi dasar untuk melakukan
evaluasi subjektif secara afektif terhadap pengalaman-pengalamannya ketika
berada di sekolah. Siswa akan mengevaluasi apakah selama berada di sekolah
dirinya merasa senang atau tidak senang.
Gage & Larson (2014) Iklim sekolah adalah sebuah kualitas dan karakter
lingkungan sosial sekolah yang menetapkan kesempatan untuk membentuk norma,
nilai, aturan, dan struktur sekolah. Iklim sekolah yang positif, atau sekolah yang
aman (emosional dan fisik), terlibat, kolaboratif (antara guru, siswa dan orang tua).
Thapa dkk (Gage et al, 2014) para peneliti sebelumnya telah
mengidentifikasi sejumlah domain atau faktor, iklim sekolah, termasuk (a)
keselamatan (misalnya, aturan dan norma, keselamatan yang dirasakan,
keselamatan fisik); (b) hubungan sosial misalnya, hubungan guru-siswa, hubungan
sebaya, dukungan sosial; dan (c) keterhubungan sekolah misalnya, perasaan siswa
dan orang tua tentang sekolah, dukungan orang tua terhadap keberhasilan akademis
siswa, antusiasme siswa.
Adapun penelitian ini dijelaskan oleh Gage & Larson (2014) yang
menjelaskan bahwa iklim sekolah adalah sebuah kualitas dan karakter lingkungan
sosial sekolah yang menetapkan kesempatan untuk membentuk norma, nilai,
aturan, dan struktur sekolah.
2.3.2 Dimensi-dimensi Iklim Sekolah
32
Dimensi yang digunakan untuk mengukur iklim sekolah menurut Tagiuri
(dalam Anderson, 1982), yaitu ecology (aspek fisik dan matrial), milieu (dimensi
sosial yang konsen pada kehadiran seseorang atau kelompok), social system
(dimensi sosial yang konsen kepada pola hubungan seseorang dan kelompok),
culture (dimensi sosial yang konsen kepada system kepercayaan nilai-nilai, struktur
kognitif, dan meaning).
Gage dan Larson (2014) mengembangkan dimensi school climate menjadi
tiga dimensi yaitu, school climate yaitu school safety, social relationship, and
school connectedness.
1. School safety adalah melibatkan persepsi siswa tentang keamanan
(misalnya, merasa aman di sekolah dan laporan diri mereka tentang
rekan korban), serta aturan, harapan, dan norma disekolah.
2. Social relationship, hubungan sosial baik siswa-guru dan peer to peer,
merupakan kontribusi yang signifikan di iklim sekolah. Persepsi siswa
tentang bagaimana guru-guru mereka memperlakukan mereka untuk
meningkatkan kemauan siswa untuk melaporkan suatu tindakan.
3. School connectedness adalah hubungan yang terjalin antara siswa
dengan ruang lingkup sekolahnya yang terbentuk dari awal masuk
hingga menjadi anggota atau bagian dari sekolah dan sebagai tempat
dimana ada hubungan emosional bersama anggota, dimana semua
merasakan kepentingan dalam kelompok.
33
Pada penelitian ini menggunakan dimensi iklim sekolah yang dijelaskan
oleh Gage & Larson (2014) yang mencakup aspek school safety, school
connectedness, and social relationship.
2.3.3. Pengukuran Iklim Sekolah
Ada sejumlah penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti mengukur
iklim sekolah:
1. Skala persepsi iklim sekolah, yang disusun berdasarkan model
semantic differential Osgood yang terdiri dari 32 butir (Cronbach α=
0.912), yang dikembangkan berdasarkan dua aspek utama
kesejahteraan subjektif yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.
2. Meriden school climate survey–Student version (MSCS-SV)
dikembangkan oleh Gage dan Larson (2014). Survey terdiri 16 item
secara luas berdasarkan tiga inti dari iklim sekolah yaitu school safety,
social relationship, and school connectedness.
Pada penelitian ini diukur dengan iklim sekolah menggunakan indikator dari
dimensi iklim sekolah yang dijelaskan oleh Gage dan Larson (2014) yaitu school
safety, social relationship, and school connectedness.
2.4 Dukungan Sosial
2.4.1 Definisi Dukungan Sosial
Menurut Baron & Byrne (dalam Arifiati, 2013), dukungan sosial adalah
kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman dan keluarga kepada
34
siswa sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai oleh orang-orang
disekitarnya seperti, teman, keluarga dan orang lain.
Sarafino (dalam Tarmidi dkk, 2010), menjelaskan dukungan yang diterima
oleh seseorang dari orang lain dapat disebut dengan dukungan sosial. Dukungan
sosial ini dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan atau harga diri,
dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok.
Menurut Canavan & Dolan (2000), dukungan sosial dapat diaplikasikan ke dalam
lingkungan keluarga, seperti orang tua. Jadi dukungan sosial orang tua adalah
dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik secara emosional,
penghargaan, instrumental, informasi ataupun kelompok.
Zimet, Zimet, & Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai
diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekatnya individu
meliputi dukungan orangtua, dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang
yang berarti disekitar individu.
Corviile‐Smith, Ryan, Adam & Dalicandro (dalam Tarmidi dkk, 2010),
menjelaskan dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang
terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan sistem dukungan sosial lainnya,
dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran
diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental.
Keterlibatan orangtua dihubungkan dengan prestasi sekolah dan emosional serta
penyesuaian selama sekolah pada. Menurut Lee & Detels (Tarmidi dkk, 2010),
dukungan sosial orangtua dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu dukungan yang
bersifat positif dan dukungan yang bersifat negatif. Dukungan positif adalah
35
perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua, dan dukungan yang bersifat negatif
adalah perilaku yang dinilai negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku negatif
anak.
Adapun pada penelitian ini dijelaskan oleh Zimet, Zimet, & Farley (1988)
menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan
oleh orang-orang terdekatnya individu meliputi dukungan orangtua, dukungan
pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu.
2.4.2 Dimensi - dimensi Dukungan Sosial
Sarafino & Timothy (dalam Faradhiga, 2016) memaparkan bahwa terdapat
beberapa karakteristik dimensi dukungan sosial, antara lain adalah:
1. Dukungan emosi yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui
perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap
individu lain.
2. Dukungan penghargaan yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan
melalui penghargaan dan tanpa syarat atau apa adanya. Bentuk dukungan
sosial seperti ini dapat menimbulkan perasaan berharga dan kompeten.
3. Dukungan instrumental yaitu dukungan sosial yang diwujudkan dalam
bentuk langsung yang mengacu pada penyediaan barang dan jasa.
4. Dukungan informasi yaitu suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk
pemberian nasehat atau saran.
5. Dukungan jaringan yaitu bentuk hubungan yang diperoleh melalui
keterlibatan dalam suatu aktivitas kelompok yang diminati oleh individu
yang bersangkutan.
36
Zimet, Zimet & Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai
diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekatnya individu yaitu:
1. Dukungan keluarga (family support) merupakan dukungan yang
diberikan oleh keluarga seperti ayah, ibu, kakak, adik terhadap siswa
seperti membantu membuat keputusan seperti menentukan masa depan
siswa dalam pendidikan selanjutnya maupun kebutuhan secara
emosional dalam pemecahan masalah.
2. Dukungan teman (friend support) merupakan dukungan yang diberikan
oleh teman-teman individu seperti dukungan dalam kegiatan sehari-hari
seperti mengerjakan mengalami kesulitan dalam pekerjaan rumah atau
belajar bersama maupun bantuan dalam bentuk lainnya.
3. Dukungan orang yang istimewa (significant other support) merupakan
dukungan yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan
siswa seperti membuat siswa merasa nyaman dan merasa dihargai.
Dukungan orang yang istimewa bisa menjadikan siswa lebih termotivasi
dan semangat dalam belajarnya misalnya, guru disekolah.
Pada penelitian ini digunakan dimensi dukungan sosial yang dijelaskan oleh
Zimet, dkk (1988) yang mencakup aspek keluarga, teman, dan orang yang dianggap
penting.
2.4.3 Pengukuran Dukungan Sosial
Ada sejumlah penelitian dilakukan oleh beberapa penelitian untuk
mengukur dukungan sosial (social support):
37
1. Dukungan Sosial diukur menggunakan alat ukur Multidimensional
Scale of Perceived Social Support oleh Zimet, dkk (1988). Alat ukur
terdiri dari 12 item dan menggunakan skala likert. Alat ukur ini
kemudian dibagi tiga dengan masing-masing empat item untuk
mengidentifikasi sumber dukungan sosial yaitu family, friend, dan
significant other. (Zimet, dkk., 1988).
2. Dukungan Sosial dengan Cuestionario de Apoyo Social (CAS, inisial
dalam bahasa spanyol). Instrument ini terdiri dari 9 item dalam skala 5
point likert. Tujuh item pertama mengukur jenis dukungan sosial yang
dibutuhkan (emosional, interpersonal, dan material).
Pada penelitian ini diukur dengan indikator dari dimensi yang dijelaskan
oleh Zimet dkk (1988) dengan pengukuran MSPSS (Multidimensional Scale of
Perceived Social Support) terdiri dari 12 item. Pengukuran dukungan sosial pada
aspek yaitu: family, friend, and a significant other.
2.5 Kerangka Berpikir
Kemampuan kemandirian belajar siswa merupakan salah satu bagian dari
hasil belajar siswa. Kemandirian belajar dapat merupakan hal penting yang harus
dimiliki siswa untuk menjalani kegiatan belajar mengajar dan bagaimana siswa
menilai hasil belajarnya dengan secara keseluruhan dari perencanaan, proses, dan
evaluasi belajar, apakah sudah memuaskan atau belum. Siswa yang memiliki
kemandirian belajar yang baik akan berpengaruh positif untuk diri sendiri tapi juga
kepada orang lain.
38
Di dalam hal ini peneliti tertarik meneliti kemandirian belajar siswa. Siswa
harus memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri, limgkungan dan sekolah.
Siswa harus melibatkan aspek yang ada di lingkungan agar terbentuk kebiasaan
kemandirian belajar siswa dengan proses yang baik kemudian mendapatkan hasil
yang baik, apabila proses mendapatkan tidak baik siswa dapat mengevaluasi hasil
kemandirian belajar sebelumnya. Menurut Song & Hill (2007), kemandirian belajar
merupakan mengendalikan proses pembelajaran dimana siswa membuat inisiatif
sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengalaman pembelajarannya
yang diambil dari berbagai sumber belajar. Di dalam kemandirian belajar siswa
belajar tentang membuat rencana, strategi kognitif dan mengambil keputusan.
Siswa memikirkan strategi kognitif untuk dapat mengambil keputusan yang baik
dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan.
Menurut Basri (Zahara, 2012), kemandirian belajar seorang siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri
(faktor endogen) seperti keadaan keturunan ataupun bakat, potensi intelektual.
Faktor yang kedua adalah faktor yang terdapat di luar dirinya seperti lingkungan
yang membentuk kepribadian individu.
Menurut Karmila (dalam Nofrianti et al 2017), terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri, berupa faktor keturunan, kondisi
fisik (kesehatan), kreativitas, disiplin, gaya belajar, dan kepribadian. Faktor
eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu berupa lingkungan keluarga,
39
masyarakat, pola asuh orangtua, sekolah, dan pertemanan akan membentuk
kebiasaan hidup.
Menurut Zimmerman (dalam Ghufron et al, 2016) regulasi diri merupakan
pengelolaan diri baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan
adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal. Dengan
kata lain, pengelolaan diri berhubungan dengan metakognitif, motivasi dan perilaku
yang berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan personal.
Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar lainnya terhadap siswa
sekolah menengah pertama (SMP) adalah iklim sekolah, salah satunya dimensinya
school safety dimana siswa merasa nyaman dan aman berada di sekolah tanpa
adanya ancaman atau tekanan serta aturan dan norma di sekolah bisa diterapkan.
Selanjutnya, social relationship hubungan siswa terhadap guru ketika
memperlakukan siswa dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa.
Selanjutnya, school connectedness hubungan yang terjalin dengan ruang lingkup
sekolahnya dimana siswa dapat diterima di pertemanan sebayanya dan antusiasme
dalam kerjasama kelompok.
Iklim sekolah merupakan kualitas dan karakter lingkungan sosial sekolah
yang menetapkan kesempatan untuk membentuk norma, nilai, aturan, dan struktur
sekolah (Gage dan Larson, 2014). Selanjutnya, iklim sekolah yang baik didukung
dengan lingkungan sekolah akan membuat siswa merasa aman disekolah, tidak
adanya tekanan darimanapun, dan merasa bisa menjalankan aktifitas disekolah
dengan siswa lainnya. Hubungan dengan teman sebaya juga merupakan hal penting
dalam iklim sekolah, jika siswa merasa dukungan teman sebaya mempengaruhi
40
dengan kemandirian belajarnya maka siswa itu mampu mengerjakan tugasnya
dengan sendiri maupun kelompok.
Jika lingkungan iklim sekolah yang kurang baik akan menimbulkan siswa
merasa tidak nyaman disekolah akan berdampak bolos sekolah, tidur dikelas, males
belajar dan sibuk dengan smartphone. Jika ada tugas yang diberikan guru lebih baik
siswa melihat hasil belajar temannya itu yang menyebabkan siswa tidak ada
tanggung jawab kemandirian belajar karena tidak percaya dengan kemampuannya.
Jadi dapat diasumsikan, bahwa iklim sekolah yang baik akan mempengaruhi siswa
dalam kemandirian belajarnya. Selanjutnya, regulasi diri adalah kemampuan
individu dalam mengontrol perilaku untuk mencapai target yang diinginkan. Jika
regulasi tinggi maka kemandirian belajar siswa akan tinggi karena siswa itu mampu
mengontrol yang ada dalam dirinya. Jika siswa merasa gagal maka ia akan
mengevaluasi hasil.
Dukungan sosial yang tinggi maka kemandirian belajar siswa juga tinggi,
akan tetapi jika dukungan sosial rendah maka kemandirian belajar siswa juga
rendah. Dukungan yang dimaksud tidak hanya dukungan sosial dari keluarga akan
tetapi juga dari lingkungan teman sebaya, orang lain di sekolah dan tempat tinggal.
Fischer (dalam Tarmidi dkk, 2010) menyatakan bahwa salah satu hal yang berperan
penting di dalam pembentukan kemandirian belajar pada diri siswa adalah dari
dukungan yang diterima oleh siswa dari komunitas tempat siswa berada seperti dari
sekolah, teman, orangtua, guru, dan sebagainya. Menurut Zimet, Zimet, dan Farley
(1998) menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang
41
diberikan oleh orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga, dukungan
pertemanan, dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Mayor
H1: Ada pengaruh yang signifikan regulasi diri, iklim sekolah (School safety, school
relationship, school connectedness), dan dukungan sosial (Family, friend, and
significant others) terhadap kemandirian belajar.
2.6.2 Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh yang signifikan dimensi regulasi diri terhadap kemandirian
belajar.
42
H2: Ada pengaruh yang signifikan dimensi school safety terhadap kemandirian
belajar.
H3: Ada pengaruh yang signifikan dimensi school relationship terhadap
kemandirian belajar.
H4: Ada pengaruh yang signifikan dimensi school connectedness terhadap
kemandirian belajar.
H5: Ada pengaruh yang signifikan dimensi family terhadap kemandirian belajar.
H6: Ada pengaruh yang signifikan dimensi friend terhadap kemandirian belajar.
H7: Ada pengaruh yang signifikan dimensi significant other terhadap kemandirian
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dari sekolah SMP YPUI Jakarta Selatan
dengan jumlah keseluruhan populasi siswa dan siswi sebanyak 535 siswa dengan
sampel sebanyak 250 siswa dengan karakteristik sebagai berikut. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability
sampling. Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini ialah metode convenience sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan
kebetulan atau tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar, sedangkan
regulasi diri, iklim sekolah dan dukungan sosial merupakan variabel independen.
Berikut adalah penjelasan dan definisi operasional mengenai masing-masing
variabel:
1. Kemandirian Belajar
Menurut Song & Hill (2007), kemandirian belajar merupakan
mengendalikan proses pembelajaran dimana siswa membuat inisiatif sendiri
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengalaman pembelajarannya
yang diambil dari berbagai sumber belajar. Di dalam kemandirian belajar siswa
belajar tentang membuat rencana, strategi kognitif dan mengambil keputusan.
44
Siswa memikirkan strategi kognitif untuk dapat mengambil keputusan yang
baik dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan.
2. Regulasi Diri
Zimmerman (Ghufron et al, 2014), regulasi diri merupakan pengelolaan diri
baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal
balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal. Dengan kata lain,
pengelolaan diri berhubungan dengan metakognitif, motivasi dan perilaku yang
berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan personal.
3. Iklim Sekolah
Iklim sekolah merupakan kualitas dan karakter lingkungan sekolah yang
menetapkan kesempatan untuk membentuk norma, nilai, aturan, dan struktur
sekolah. Iklim sekolah yang positif atau sekolah yang aman (emosional dan
fisik), terlibat kolaboratif antara guru, siswa dan orang tua (Gage & Larson,
2014). Adapun penjelasan dari tiap dimensi yaitu sebagai berikut:
a. School safety adalah melibatkan persepsi siswa tentang keamanan
(misalnya, merasa aman di sekolah dan laporan diri mereka tentang rekan
korban), serta aturan, harapan, dan norma disekolah.
b. Social relationship adalah hubungan sosial baik siswa-guru dan peer to
peer, merupakan kontribusi yang signifikan di iklim sekolah. Persepsi siswa
tentang bagaimana guru-guru mereka memperlakukan mereka untuk
meningkatkan kemauan siswa untuk melaporkan suatu tindakan.
c. School connectedness adalah hubungan yang terjalin antara siswa dengan
ruang lingkup sekolahnya yang terbentuk dari awal masuk hingga menjadi
45
anggota atau bagian dari sekolah dan sebagai tempat dimana ada hubungan
emosional bersama anggota, dimana semua merasakan kepentingan dalam
kelompok.
4. Dukungan Sosial
Zimet, Zimet, dan Farley (1988) merupakan sebagai dukungan yang
diberikan oleh orang-orang terdekatnya individu meliputi dukungan orangtua,
dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar
siswa. Adapun penjelasan dari tiap dimensi yaitu sebagai berikut:
a. Dukungan keluarga (family support) merupakan dukungan yang
diberikan oleh keluarga seperti ayah, ibu, kakak, adik terhadap individu
seperti membantu membuat keputusan seperti menentukan masa depan
siswa dalam pendidikan selanjutnya maupun kebutuhan secara
emosional dalam pemecahan masalah.
b. Dukungan teman (friend support) merupakan dukungan yang diberikan
oleh teman-teman individu seperti dukungan dalam kegiatan sehari-hari
seperti mengerjakan mengalami kesulitan dalam pekerjaan rumah atau
belajar bersama maupun bantuan dalam bentuk lainnya.
c. Dukungan orang yang istimewa (significant other support) merupakan
dukungan yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan
individu seperti membuat siswa merasa nyaman dan merasa dihargai.
Dukungan orang yang istimewa bisa menjadikan siswa lebih termotivasi
dan semangat dalam belajarnya misalnya, guru disekolah.
46
3.3 Instrumen Penelitian
3.3.1 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa kuesioner.
Kuesioner yang digunakan berbentuk model skala likert, yang terdiri dari empat
skala, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju
(STS). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tertera
pada kuesioner dengan masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian
pernyataan yang diberikan sesuai dengan keadaan yang sedang dirasakan oleh
subjek. Model skala likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan
pernyataan negatif (unfavorable). Perhitungan skor dari setiap pilihan jawaban
yang dipilih adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skoring Pengukuran Skala Kemandirian Belajar
Pilihan Jawaban Favorable Skor
Unfavorable
Sangat Tidak Setuju (STS) 4 1
Tidak Setuju (TS) 3 2
Setuju (S) 2 3
Sangat Setuju (SS) 1 4
3.3.2 Alat Ukur Penelitian
Instrumen pengumpulan data peneitian ini terdiri dari empat alat ukur, yaitu alat
ukur kemandirin belajar, regulasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sekolah.
1. Alat ukur Kemandirian Belajar
Untuk mengukur kemandirian belajar, penulis menggunakan alat ukur
Kemandirian belajar di ukur dengan skala kemandirian belajar yang dijelaskan oleh
47
Song dan Hill (2007) dengan 26 item yang mengukur personal attribute, processes,
learning context. Blueprint kemandirian belajar dapat di lihat Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Blueprint Kemandirian Belajar
Dimensi Indikator Item Jumla
h
Favorable Unfavorabl
e
1. Personal attribute
-Motivasi belajar
- Sumber belajar
-Strategi belajar
Memiliki keinginan
belajar yang kuat
Menggunakan
sumber-sumber
belajar yang sesuai
dengan materi yang
sedang dipelajari
Berusaha menguasai
materi yang sedang
dipelajari
1,2,3,4,5, 16,17,18,
19,20,
10
2. Processes
- Perencanaan
- Monitoring
- Evaluasi
pembelajaran
Dapat mengelola
waktu secara efektif
Dapat menyusun dan
mengutamakan yang
lebih penting
terlebih dahulu
Dapat mengevaluasi
atau menyimpulkan
apa yang sudah
dipelajari.
8,9,10,24 6,7,11,26 8
3. Learning
Context Belajar berdasarkan
pendapat-pendapat
Belajar secara
berkelompok
12,13,21,23 14,15,22,
25
8
13 13 26
2. Alat ukur Regulasi Diri
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel regulasi diri dengan 26
item berdasarkan aspek-aspek regulasi diri menurut Zimmerman (1989) yaitu,
metakognitif, motivasi, dan perilaku. Blueprint regulasi diri dapat dilihat pada
tabel 3.3.
48
Tabel 3.3 Blueprint regulasi diri
Dimensi Indikator Item Jumla
h
Favorable Unfavorable
1. Metakognitif
Rehearsal (mengingat &
mengulang)
Elaboration
(menggunakan kalimat
untuk merangkai materi )
Mastery self talk
(memuaskan
keingintahuan menjadi
lebih kompeten)
Extrinsic self talk
(berpikir untuk
memperoleh prestasi
lebih tinggi)
1,2
5,
8,9,10,
12,13,
3,4
6,7
11
13
2. Motivasi Relative ability self talk
(melakukan usaha yang
lebih baik)
Relevance enhancement
(meningkatkan
keterhubungan tugas dan
kehidupan)
Situsional interest
enhancement
(meningkatkan motivasi)
Effort regulation
(meregulasi usaha)
14,15
16,17
18,19
21,
20
8
3. Perilaku Time/study environment
(mengatur waktu untuk
mempermudah proses
belajar)
Help seeking (mencoba
mendapatkan bantuan
teman sebaya, guru, dan
lain-lain)
22,23
25
24
26
5
JUMLAH 18 8 26
3. Alat Ukur Iklim Sekolah
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel iklim sekolah adalah
Meriden school climate survey–Student version (MSCS-SV) dikembangkan oleh
Gage dan Larson (2014). Survey terdiri 16 item secara luas berdasarkan tiga inti
49
dari school climate yaitu: school safety, social relationship, and school
connectedness. Blueprint iklim sekolah dapat dilihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4. Blueprint Iklim Sekolah
Dimensi Indikator Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1. School safety
Bangunan sekolah
yang memadai seperti
ruang perpustakaan,
ruang BK, ruang uks,
ruang komputer, dan
toilet
Peraturan sekolah
terhadap siswa
Suasana belajar siswa
di sekolah
Kedisiplinan siswa
terhadap sekolah
2,4,14,16 1,3,13,15 8
2.Social
Relationship
Komunikasi sekolah-
guru-siswa
Partisipasi guru dalam
pengambilan
keputusan
Keterlibatan siswa
dalam pengambilan
keputusan
Hubungan guru
kepada siswa
10,12 9,11 4
3.School
Connectedness Moral kinerja guru
Karakteristik setiap
siswa
Stabilitas hubungan
guru dan siswa.
6,7,8 5 4
JUMLAH 10 6 16
4. Alat Ukur Dukungan Sosial
Dukungan Sosial diukur menggunakan alat ukur Multidimensional Scale of
Perceived Social Support (MSPSS) oleh Zimet, dkk (1988). Alat ukur terdiri dari
12 item dan menggunakan skala Likert. Alat ukur ini kemudian dibagi tiga, dengan
50
masing-masing empat item untuk mengidentifikasi sumber dukungan sosial, yaitu
family, friend, and significant other. Untuk mendapatkan gambaran dukungan
sosial individu, diambil skor total dari penjumlahan setiap item (Zimet, dkk., 1988).
Blueprint dukungan sosial dapat dilihat tabel 3.5.
Tabel 3.5 Blueprint Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Item Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Family
subscale Dukungan dengan
membantu membuat
keputusan dan
pemecahan masalah
melalui keluarga.
Memperoleh dukungan
dan bantuan secara
emosional dari keluarga
3,8,11
4
- 4
2. Friend
subscale Dukungan bantuan dari
temen.
Dukungan memperoleh
strategi coping yang
efektif dalam
menyelesaikan masalah
individu melalui teman
Dukungan dalam
kesulitan bersama
teman
6,7
12
9
- 4
3. Significant
others
subscale
Dukungan dihargai dan
dipercaya.
Dukungan oranglain
bisa nyaman berada
bersama individu.
2,10
1,5
- 4
12 0 12
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap
validitas konstruk dari ketiga instrumen yang digunakan, yaitu: 1) Kemandirian
belajar 2) Regulasi diri, 3) Iklim Sekolah dan 4) Dukungan sosial. Untuk menguji
51
validitas kontruk instrumen pengukuran dalaam penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan analisis faktor berupa Confirmatory Factor Analysis
(CFA). Pengujian analisis CFA ini dilakukan dengan bantuan software LISREL
8.70. Adapun langkah-langkah dalam menguji CFA:
1) Sebuah konsep yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun
dengan pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini
dikenal sebagai faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan
melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2) Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun setiap
subtes hanya mengukur satu faktor. Artinya, baik item maupun subtes
memiliki sifat unidimensional.
3) Adanya data yang tersedia dapat diestimasi oleh matriks korelasi antar item
yang seharusnya diperoleh jika memang memiliki sifat unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris yang disebut matriks S. Apabila teori tersebut benar
(bersifat unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks
∑ dengan matriks S dan dapat dinyatakan ∑ - S = 0.
4) Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya, teori unidimensional tersebut dapat diterima
bahwa item maupun subtes instrument hanya dapat mengukur satu faktor saja.
5) Apabila model fit, maka langkah selanjutnya yaitu menguji apakah item
tersebut signifikan atau tidak untuk mengukur apa yang akan di ukur dengan
52
menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak
signifikan dalam mengukur apa yang akan diukur, sebaiknya item yang
demikian di drop. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan taraf
kepercayaan 95% sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang
memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96).
6) Selanjutnya, jika dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif maka item tersebut harus di drop. Sebab hal tersebut tidak
sesuai dengan sifat item yang bersifat positif (favorable).
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kemandirian Belajar
Penulis ingin menguji apakah item yang digunakan untuk mengukur
variabel kemandirian belajar bersifat unidimensional, artinya item-item tersebut
benar-benar hanya menguji kemandirian belajar. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
1329.80, df = 299, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.118. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 60 kali, maka
diperoleh model fit dengan chi-square = 234.63, df = 203, P-value = 0.06332,
RMSEA = 0.025. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu kemandirian belajar.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
53
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran kemandirin belajar
pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.6 Muatan Faktor Skala Item Kemandirian Belajar
No Koefisien Standar Error T-Value Keterangan
Item 1 0.37 0.06 6.00
Item 2 0.30 0.06 4.86
Item 3 0.47 0.06 7.58
Item 4 0.51 0.06 8.45
Item 5 0.36 0.06 5.73
Item 6 0.47 0.06 7.85
Item 7 0.42 0.06 6.81
Item 8 0.47 0.06 7.95
Item 9 0.27 0.06 4.17
Item 10 0.50 0.06 8.11
Item 11 0.62 0.06 9.93
Item 12 0.00 0.06 -0.03 X
Item 13 0.29 0.06 4.56
Item 14 0.60 0.06 10.09
Item 15 0.15 0.07 2.25
Item 16 0.28 0.06 4.49
Item 17 0.68 0.06 12.13
Item 18 0.55 0.06 9.29
Item 19 0.65 0.06 11.31
Item 20 0.62 0.06 10.43
Item 21 0.18 0.06 2.86
Item 22 0.01 0.06 0.15 X
Item 23 -0.20 0.06 -3.19 X
Item 24 0.35 0.06 5.51
Item 25 -0.18 0.06 -2.69 X
Item 26 0.82 0.06 14.64
Keterangan: tanda =Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 di atas diketahui bahwa terdapat 22 item yang
bermuatan positif dan signifikan, sementara lima item nomor 12, 22, 23, 25
memiliki nilai t < 1.96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut harus di drop.
54
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Regulasi Diri
Penulis ingin menguji apakah item yang digunakan untuk mengukur variabel
regulasi diri bersifat unidimensional, artinya item-item tersebut benar-benar hanya
menguji regulasi diri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 1429.92, df = 299, P-value =
0.00000, RMSEA = 0.123. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan satu sama
lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak Sembilan puluh tuju kali, maka
diperoleh model fit dengan chi-square = 234.38, df = 202, P-value = 0.05879,
RMSEA = 0.025. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu regulasi diri.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran motivasi pada tabel
3.7 dibawah ini.
55
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Regulasi Diri
No Koefisien
Standar
error
T-
Value
Keterangan
Item 1 0.67 0.06 11.03
Item 2 0.54 0.06 8.50
Item 3 0.16 0.07 2.42
Item 4 0.34 0.06 5.65
Item 5 0.38 0.06 6.09
Item 6 -0.14 0.07 -2.11 X
Item 7 0.22 0.06 3.52
Item 8 0.45 0.07 6.91
Item 9 0.61 0.06 10.55
Item 10 0.40 0.06 6.28
Item 11 -0.49 0.06 -7.92 X
Item 12 0.60 0.06 9.64
Item 13 0.62 0.06 10.62
Item 14 0.37 0.06 5.92
Item 15 0.70 0.06 12.43
Item 16 0.30 0.07 4.65
Item 17 0.23 0.06 3.58
Item 18 0.45 0.06 7.41
Item 19 0.53 0.06 8.38
Item 20 0.20 0.06 3.10
Item 21 0.13 0.06 1.98
Item 22 0.49 0.06 7.96
Item 23 0.46 0.06 7.24
Item 24 0.11 0.06 1.83 X
Item 25 0.64 0.06 10.59
Item 26 0.31 0.06 5.01
Keterangan: tanda =Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas ini diketahui bahwa terdapat 23 item yang
bermuatan positif dan signifikan, sementara dua item nomor 6, 11,24 memiliki nilai
t < 1.96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut harus di drop.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
56
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan
demikian item-item tersebut tidak ada yang didrop.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Iklim sekolah
3.4.3.1 School Safety
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya
item-tem tersebut benar-benar hanya mengukur school safety. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan dengan
ChiSquare=148.17, df=20, P-Value=0.00000 RMSEA=0.160. Oleh karena itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
sebanyak 2 kali, maka diperoleh model fit dengan chi-square =19.09, df = 14, P-
Value = 0.16160, RMSEA=0.038. Artinya model satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu school
safety.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t >1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran school safety
disajikan pada tabel 3.8 berikut:
57
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala School Safety
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.47 0.09 5.37
item 2 -0.2 0.08 -2.43 X
item 3 1.26 0.23 5.58
item 4 -0.06 0.05 -1.33 X
item 5 0.15 0.05 2.81
item 6 0.08 0.05 1.56 X
item 7 -0.33 0.08 -4.27 X
item 8 -0.70 0.12 -5.96 X
Keterangan: tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat empat item yang bermuatan
positif dan signifikan, sementara satu item nomer 2, 4, 6, 7, 8 memiliki nilai t < 1.96
dan tidak signifikan sehingga item tersebut harus di drop.
3.4.3.2 School Connectedness
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya
item-tem tersebut benar-benar hanya mengukur school connectedness. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dengan ChiSquare=11.76, df=2, P-Value=0.00280 RMSEA=0.140. Oleh karena
itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
sebanyak 2 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.00, df=0, P-
Value=1.00000, RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu school
connectedness.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
58
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran school connectedness
disajikan pada tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala School Connectedness
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.66 0.19 3.47
item 2 0.28 0.09 3.03 item 3 0.75 0.19 3.94 item 4 0.45 0.12 3.60
Keterangan: tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.4.3.3 Social relationship
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya
item-item tersebut benar-benar hanya mengukur social relationship. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dengan ChiSquare=2.00, df=2, P-Value=0.36865, RMSEA=0.000. Oleh karena
itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
sebanyak 1 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.77, df=1, P-
Value=0.37933, RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu social
relationship.
59
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran social relationship
disajikan pada tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10 Muatan Faktor Social Relationship
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.90 0.15 5.83
item 2 0.39 0.09 4.48
item 3 0.43 0.09 4.66
item 4 -0.03 0.07 -0.43 X
Keterangan: tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat tiga item yang bermuatan
positif dan signifikan, sementara satu item 4 memiliki nilai t< 1.96 dan tidak
signifikan sehingga item tersebut harus di drop.
3.4.4. Dukungan Sosial
3.4.4.1 Family
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem
tersebut benar-benar hanya mengukur family. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan dengan
ChiSquare=6.35, df=2, P-Value=0.04173 RMSEA=0.093. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 2
60
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.00, df=0, P-Value=1.00000,
RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu family.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran family disajikan pada
tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11 Muatan Faktor Skala Item Family
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.73 0.09 8.16
item 2 0.73 0.09 8.19
item 3 0.41 0.07 5.61 item 4 0.51 0.09 5.79
Keterangan : tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan
demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.4.4.2 Friend
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem
tersebut benar-benar hanya mengukur friend. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan dengan Chi-
61
square=5.75, df=2, P-Value=0.05639 RMSEA=0.087. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 2
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.00, df=0, P-Value=1.00000,
RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu friend.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran friend disajikan pada
tabel 3.12 berikut:
Tabel 3.12 Muatan Faktor Skala Item Friend
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.89 0.06 14.76
item 2 0.75 0.06 12.37
item 3 0.67 0.06 10.89
item 4 0.58 0.08 7.68
Keterangan: tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
62
3.4.4.3 Significant Other
Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya
item-tem tersebut benar-benar hanya mengukur significant other. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dengan ChiSquare=6.70, df=2, P-Value=0.03514 RMSEA=0.097. Oleh karena itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
sebanyak 1 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=0.10, df=1, P-
Value=0.75216, RMSEA=0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
significant other
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran significant other
disajikan pada tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13 Muatan Faktor Skala Item Significant Other
No Koefisien Std Error Nilai T Signifikan
item 1 0.61 0.07 8.11
item 2 0.57 0.08 7.48
item 3 0.49 0.08 6.24
item 4 0.72 0.08 8.80
Keterangan: tanda = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
63
3.5 Teknik Analisa Data
Dalam menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan analisis regresi
berganda. Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis variannya)
yaitu kemandirian belajar, sedangkan yang dijadikan IV (prediktor) adalah regulasi
diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial
Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory
Factor Analysis), maka akan didapat data variabel berupa true-score yang
selanjutnya dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda. Karena
dalam penelitian ini akan dilakukan pegujian hipotesis dengan analisis statistik,
maka hipotesis penelitian yanga ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis nihil
inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebid dari satu variabel
bebas untuk memprediksi variabel yang terikat.
Pada penelitian ini terdapat delapan independent variabel (variabel bebas)
dan satu dependent variabel (variabel terikat). Adapun persamaan regresi berganda
untuk penelitian ini sebagai berikut:
Y|= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +e
Keterangan:
Y| = Nilai prediksi Y (Kemandirian belajar)
a = Intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Regulasi Diri
64
X2 = School safety
X3 = School connectedness
X4 = Social Relationship
X5 = Family
X6 = Friend
X7 = Significant Other
e = residu
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang
paling sesuai (error kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis berikut:
1. R2 (R-Square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan DV yang
dijelaskan oleh IV berpengaruh signifikan terhadap DV.
2. Dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap IV.
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari IV yang
bersangkutan.
3. Dapat diketahui besarnya sumbangan pengaruh dari setiap IV terhadap DV
serta signifikansinya.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah siswa di SMP YPUI Jakarta Selatan
berjumlah 250 siswa kelas tujuh dan delapan. Gambaran Subjek dalam penelitian
ini dapat dilihat di tabel 4.1.
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Jumlah Persentase (%)
Kelas
Tujuh 140 56
Delapan
Jenis Kelamin
110
44
Laki-Laki 135 54
Perempuan 115
46
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan secara detail mengenai hasil analisis deskriptif
dari kemandirian belajar, regulasi diri, iklim sekolah, dukungan sosial. Skor yang
digunakan dalam analisis deskriptif ini adalah nilai murni (t-score) dari raw score
yang dikonversi. Tujuannya adalah agar mempermudah penulis dalam
membandingkan skor hasil dari penelitian masing-masing variabel, sehingga
semua raw score pada setiap variabel harus memiliki skala yang sama yang
dihitung dengan menggunakan maximum likelihood, skor ini disebut true score.
Item-item yang dianalisis oleh maximum likelihood adalah item yang bermuatan
positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh maximum
66
likelihood bentuk satuannya adalah Z-score. Bilangan negatif dari Z-score dapat
dihilangkan dengan cara mentranformasi semua skor ke skala T yang semuanya
positif dengan menetapkan nilai mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah
selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui formula yaitu:
T-score = (skor faktor x 10) + 50
Untuk menjelaskan gambaran umum mengenai deskriptif statistik dari
variabelvariabel dalam penelitian ini, yang menjadi patokan adalah nilai mean,
standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variabel.
Nilai tersebut ditunjukkan dalam tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
KEMANDIRIANBELAJAR 250 26.85 69.45 50.0000 9.22770
REGULASIDIRI 250 15.27 69.78 50.0000 9.10514
SCHOOLSAFETY 250 42.04 80.80 50.0000 9.99500
SCHOOLCONNECTEDN
ESS 250 31.09 63.65 50.0000 7.16295
SOCIALRELATIONSHIP 250 21.44 58.44 50.0000 7.67960
FAMILY 250 19.70 61.04 50.0000 8.04482
FRIEND 250 24.32 62.11 50.0000 8.75427
SIGNIFICANTOTHER 250 30.91 63.28 50.0000 7.90442
Valid N (listwise) 250
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa deskripsi statistik pada setiap
variabel di kolom N menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel berjumlah
250. Pada kolom minimum dan maximum menjelaskan mengenai nilai minimum
dan maximum dari setiap variabel. Pada kolom minimum diketahui bahwa variabel
regulasi diri memiliki nilai yang paling rendah dengan nilai 15.27. Sementara itu,
67
pada kolom maximum diketahui bahwa variabel school safety memiliki nilai yang
paling tinggi dengan nilai 80.80. Dari hasil tabel diatas, dengan skala yang sama
diperoleh mean dari tujuh variabel adalah 50.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Katagori skor variabel bertujun untuk mengkelompokkan atau
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok menurut satu jenjang
kontinum tertentu. Contoh dari jenjang kontinum adalah dari rendah ke tinggi.
Jenjang kontinu ini akan digunakan dalam katagori skor variabel penelitian.
Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti pada
tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi
Kategorisasi Rumus
Rendah X<MEAN
Tinggi X ≥ MEAN
Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh masing-
masing individu), Mean (nilai rata-rata skor keseluruhan). Setelah penetapan
norma, selanjutnya peneliti memaparkan peroleh nilai persentase untuk setiap
katagori skor (rendah dan tinggi) yang meliputi variabel kemandirian belajar,
regulasi diri, school safety, school connectedness, social relationship, family,
friend, dan significant other pada tabel 4.4 berikut:
68
4.3.1 Kategorisasi Kemandirian Belajar, Regulasi Diri, Iklim Sekolah dan
Dukungan Sosial
Tabel 4.4 Katagori kemandirian belajar, iklim sekolah dan dukungan sosial
Variabel Frekuensi Total Persen Total
R T R T
Kemandirian Belajar 112 138 250 44.8 55.2 100
Regulasi Diri 122 128 250 48.8 51.2 100
Iklim Sekolah
1. School safety 130 120 250 52 48 100
2. School
connectedness 123 127 250 49.2 50.8 100
3. Social relationship 101 149 250 40.4 59.6 100
Dukungan sosial
1. Family 118 132 250 47.2 52.8 100
2. Friend 133 117 250 53.2 46.8 100
3. Significant Other 127 123 250 50.8 49.2 100
R= rendah T= tinggi
Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan antara kategori rendah,
sedang dan tinggi pada variabel kemandirian belajar. Selisih antara kategori rendah
dan kategori tinggi tidak terlalu jauh, yaitu masing-masing sebesar 55.2% (138
sampel) dan katagori rendah sebesar 44.8% (112 sampel). Meski angkanya berbeda,
namun dapat dilihat adanya kecenderungan kategori tinggi. Selanjutnya analisis
pada variabel regulasi diri lebih dominan kategori tinggi sebesar 51.2% (128
sampel) dan katagori rendah sebesar 51.2% (122 sampel).
Analisis pada aspek iklim sekolah. Pertama, school safety lebih dominan
rendah sebesar 52% (130 sampel) dibanding katagori tinggi sebesar 48% (120
sampel). Kedua, school connectedness lebih dominan pada katagori tinggi sebesar
50.8% (127 sampel) dibanding katagori rendah sebesar 49.2% (123 sampel).
Ketiga, social relationship lebih dominan pada katagori tinggi sebesar 59.6% (149
sampel) dibanding katagori rendah sebesar 59.6% (101 sampel).
69
Kemudian analisis pada aspek-aspek iklim sekolah. Pertama, family
kategori rendah sebesar 47.2% (118 sampel) dibanding kategori tinggi yang sebesar
52.8% (132 sampel). Kedua, friend lebih dominan kategori rendah sebesar 53.2%
(133 sampel) dibanding kategori tinggi yang sebesar 46.8% (117 sampel). Terakhir,
significant other lebih dominan kategori rendah sebesar 50.8% (127 sampel)
dibanding kategori tinggi yang sebesar 49.2% (123 sampel).
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis Regresi Varibel Penelitian
Pada tahap uji hipotesis penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis
regresi menggunakan software SPSS 22 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3.
Dalam regresi ini ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama melihat R-Square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
independent variable, yang kedua melihat apakah independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, kemudian terakhir
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent
variable.
Langkah pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk
tabel R-Square, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 R Square
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .550a .303 .273 7.99048
a. Predictors: (Constant), SIGNFICANTOTHER, SCHOOLSAFETY, FRIEND,FAMILY,
SCHOOLCONNECTEDNESS, SOCIALRELATIONSHIP, REGULASIDIRI
70
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa R Square sebesar 0.303 atau 30.3%. Artinya,
proporsi varians terhadap variabel kemandirian belajar siswa yang diberikan oleh
variabel regulasi diri, iklim sekolah (school safety, school connectedness, social
relationship), dan dukungan sosial (family, friend, and significant other) dalam
penelitian ini sebesar 30.3%, sedangkan 69.7% sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain di luar penelitian ini. Langkah kedua dalam penelitian ini, penulis menguji
apakah keseluruhan independent variable memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kemandirian belajar. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut
ini:
Tabel 4.6 Anova Signifikansi Pengaruh Seluruh Independet Variable
Terhadap Dependent Variable
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 4624.278 7 660.611 10.347 .000b
Residual 10662.567 167 63.848
Total 15286.845 174
a. Dependent Variable: KEMANDIRIANBELAJAR
b. Predictors: (Constant), SIGNIFICANTOTHER, FAMILY, FRIEND, SCHOOLSAFETY,
SOCIALRELATIONSHIP, REGULASIDIRI, SCHOOLCONNECTEDNESS
Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai p (Sig<0.05)
pada kolom paling kanan adalah p=0.000 dengan nilai p<0.05. Sedangkan
diketahui bahwa syarat terpenuhinya nilai sig adalah p<0.05, maka hipotesis mayor
yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan regulasi diri, iklim sekolah (school
safety, school connectedness, social relationship), dan dukungan sosial (family,
friend, and significant other) terhadap kemandirian belajar siswa SMP YPUI
Jakarta Selatan” diterima. Dengan demikian artinya ada pengaruh yang signifikan
71
dari variabel regulasi diri, iklim sekolah (school safety, school connectedness,
social relationship), dan dukungan sosial (family, friend, and significant other)
Langkah selanjutnya, penulis melihat koefisien regresi dari masing-masing
independent variable. Jika sig<0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan
yang berarti bahwa variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang
siginifikan terhadap kemandirian belajar. Adapun besarnya koefisien regresi dari
masing-masing variabel independen terhadap kemandirian belajar dapat dilihat
pada tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Koefisien Regresi
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat disampaikan persamaan regresi
sebagai berikut:
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.727 8.476 .558 .578
REGULASIDIRI .528 .078 .511 6.753 .000
SCHOOLSAFETY .081 .061 .089 1.338 .183
SCHOOLCONNECT
EDNESS .145 .095 .119 1.537 .126
SOCIALRELATION
SHIP .068 .090 .055 .757 .450
FAMILY -.130 .095 -.111 -1.362 .175
FRIEND .160 .070 .150 2.294 .023
SIGNIFICANTOTH
ER .068 .080 .056 .854 .394
a. Dependent Variable: KEMANDIRIANBELAJAR
72
Kemandirian Belajar| = 4.727 + 0.528*Regulasi diri+ 0.081*School safety +
0.145*School connectedness +0.068*Social relationship – 0.130*Family
+0.160*Friend +0.068*Significant other
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua
variabel yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu regulasi diri dan aspek
fried pada dukungan sosial. Sementara lima variabel lain tidak signifikan.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independent
variable adalah sebagai berikut:
1. Variabel regulasi diri memiliki koefisien regresi sebesar 0.528 dengan nilai p =
0.000 (p <0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis minor yang berbunyi
“Ada pengaruh yang signifikan pada variabel regulasi diri terhadap kemandirian
belajar siswa” tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa pada variabel
regulasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar.
Arah koefisien regresi dari regulasi diri adalah positif. Maka dapat diartikan
bahwa, semakin tinggi regulasi diri maka semakin tinggi kemandirian belajar.
2. Aspek school safety pada variabel iklim sekolah memiliki koefisien regresi
sebesar 0.081 dengan nilai p = 0.183 (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka
hipotesis minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan school safety
pada variabel iklim sekolah terhadap kemandirian belajar siswa” ditolak. Hal
ini mengandung arti bahwa aspek school safety pada variabel iklim sekolah
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemandirian belajar.
3. Aspek school connectedness pada variabel iklim sekolah memiliki koefisien
regresi sebesar 0.145 dengan nilai p= 0.126 (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut,
73
maka hipotesis minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan school
connectedness pada variabel iklim sekolah terhadap kemandirian belajar siswa”
ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa aspek school connectedness pada
variabel iklim sekolah memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
kemandirian belajar.
4. Aspek social relationship pada variabel iklim sekolah memiliki koefisien
regresi sebesar 0.068 dengan nilai p= 0.450 (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut,
maka hipotesis minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan social
relationship pada variabel iklim sekolah terhadap kemandirian belajar siswa”
ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa aspek social relationship pada variabel
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemandirian belajar.
5. Aspek family pada variabel dukungan sosial memiliki koefisien regresi sebesar
-0.130 dengan nilai p= 0.175 (p >0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka
hipotesis minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan family pada
variabel dukungan sosial terhadap kemandirian belajar siswa” ditolak. Hal ini
mengandung arti bahwa aspek family pada variabel dukungan sosial memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemandirian belajar.
6. Aspek friend pada variabel dukungan sosial memiliki koefisien regresi sebesar
0.160 dengan nilai p= 0.023 (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis
minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan friend pada variabel
dukungan sosial terhadap kemandirian belajar siswa” tidak ditolak. Hal ini
mengandung arti bahwa aspek friend pada variabel dukungan sosial memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar. Hal ini mengandung
74
arti bahwa pada variabel regulasi diri memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kemandirian belajar siswa. Arah koefisien regresi dari aspek friend
pada variabel dukungan sosial adalah positif. Maka dapat diartikan bahwa,
semakin tinggi friend maka semakin tinggi kemandirian belajar.
7. Aspek significant other pada variabel dukungan sosial memiliki koefisien
regresi sebesar 0.068 dengan nilai p= 0.394 (p > 0.05). Berdasarkan hal tersebut,
maka hipotesis minor yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan significant
other pada variabel terhadap kemandirian belajar siswa” ditolak. Hal ini
mengandung arti bahwa aspek significant other pada variabel dukungan sosial
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemandirian belajar.
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui koefisien regresi mana pengaruh yang lebih
besar. Dalam penelitian ini, variabel regulasi dengan nilai p= 0.000 dan aspek
friend memiliki pengaruh terhadap kemandirian belajar dengan nilai p=0.023.
4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variable
Langkah selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varian
dari masing-masing independent variabel terhadap kemandirian belajar. Oleh
karena itu, penulis melakukan analisis regresi berganda dengan cara menambahkan
satu independent variable setiap melakukan regresi. Kemudian, penulis dapat
melihat penambahan dari R2 (R Square Change) setiap melakukan analisis regresi
dan dapat melihat signifikansi dari penambahan R2 tersebut. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.8 berikut ini:
75
Tabel 4.8 Model Summary Proposi Varians Tiap-tiap Independet Variable
terhadap Dependent Variable
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .252a 58.331 1 173 .000
2 .010b 2.368 1 172 .126
3 .008c 1.778 1 171 .184
4 .001d .171 1 170 .680
5 .008e 1.959 1 169 .163
6 .020f 4.905 1 168 .028
7 .003g .730 1 167 .394
a. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI
b. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY
c. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS
d. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP
e. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY
f. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY, FRIEND
g. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY, FRIEND, SIGNIFICANTOTHER
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.8, dapat diketahui bahwa:
1. Regulasi diri memberikan sumbangan sebesar 25.2% terhadap varians
kemandirian belajar. Sumbangan tersebut signifikan, dengan nilai signifikansi
F Change=0.000.
2. School safety memberikan sumbangan sebesar 1.0% terhadap varians
kemandirian belajar. Sumbangan tersebut tidak signifikan, dengan nilai F
Change=0.126.
76
3. School connectedness memberikan sumbangan sebesar 0.8% terhadap varians
kemandirian belajar. Sumbangan tersebut tidak signifikan, dengan nilai F
Change=0.184.
4. Social relationship memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap varians.
Sumbangan tersebut tidak signifikan, dengan nilai F Change=0.680.
5. Family memberikan sumbangan sebesar 0.8% terhadap varians kemandirian
belajar. Sumbangan tersebut tidak signifikan, dengan nilai F Change=0.163.
6. Friend memberikan sumbangan sebesar 2.0% terhadap varians kemandirian
belajar. Sumbangan tersebut signifikan, dengan nilai F Change=0.028.
7. Significant other sumbangan sebesar 0.3% terhadap varians kemandirian
belajar. Sumbangan tersebut tidak signifikan, dengan nilai F Change=0.394.
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel
signifikan berdasarkan proporsi variansnya yaitu regulasi diri dan friend. Jika
dilihat besarnya pertambahan R2 dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan
variabel independen sebagai sumbangan proporsi varian diberikan. Dan variabel
regulasi diri sebagai variabel yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
kemandirian belajar.
77
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, kesimpulan pertama yang penulis
dapatkan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan regulasi
diri, iklim sekolah, dukungan sosial terhadap kemandirian belajar siswa
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor dari signifikansi
masing-masing koefisien regresi independent variable terhadap dependent
variable, terdapat regulasi diri yaitu regulasi diri dan friend pada dukungan
sosial. Sementara lima aspek tidak signifikan pada iklim sekolah pada aspek
school safety, school connectedness, social relationship dan dukungan sosial
yaitu family dan significant other.
5.2 Diskusi
Pada penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kemandirian belajar siswa. Penulis tertarik untuk meneliti kemandirian belajar
siswa, karena hal tersebut berpengaruh terhadap kualitas belajar dan kemampuan
proses belajar siswa. Kualitas dan kemampuan belajar siswa memiliki pengaruh
yang lain terhadap kehidupan siswa dan disekolah, seperti kepuasan terhadap hasil
belajar yang telah dicapai, suasana sekolah yang sangat aman dan nyaman bagi
siswa. Kemandirian belajar yang dibahas dalam penelitian ini adalah kemandirian
dalam aspek akademik siswa. Kemandirian belajar yang dimaksud merupakan
bentuk kemandirian belajar yang dinilai secara subjektif dari setiap siswa, sehingga
78
ukuran kemandirian yang dinilai tidak sama antara siswa yang satu dengan siswa
yang lain, melainkan setiap penilaian kemandirian siswa yang dilakukan yaitu
kemandirian belajar yang sesuai dengan standar kemampuan dari masing-masing
siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan
regulasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial terhadap kemandirian belajar
siswa sebesar 30.3%, sedangkan 69.7% berasal dari faktor yang mempengaruhi
lainnya seperti faktor keturunan, pola asuh orangtua, pertemanan yang membentuk
kebiasaan, lingkungan keluarga dan masyarakat. Menurut Song & Hill (2007),
kemandirian belajar merupakan mengendalikan proses pembelajaran dimana siswa
membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pengalaman pembelajarannya yang diambil dari berbagai sumber belajar. Di dalam
kemandirian belajar siswa belajar tentang membuat rencana, strategi kognitif dan
mengambil keputusan. Siswa memikirkan strategi kognitif untuk dapat mengambil
keputusan yang baik dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang
diharapkan.
Variabel dalam proporsi varians penelitian ini adalah regulasi. Dari ketiga
independen variable tersebut dari regulasi diri dan friend pada dukungan sosial
yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar. Regulasi
diri memiliki sumbangan sebesar 0.252 atau 25.2% terhadap kemandirian belajar
dan nilai signifikansi F-change=0.000, friend pada dukungan sosial memiliki
sumbangan sebesar 2.0% dan nilai signifikansi F-change= 0.028 hal tersebut
memiliki arti bahwa regulasi diri dan friend memiliki pengaruh yang signifikan
79
terhadap kemandirian belajar. Dalam penelitian ini regulasi diri bagi siswa yang
melakukan pengelolaan diri adalah individu yang merencanakan, mengorganisasir,
mengukur diri dan mengintruksikan diri sebagai kebutuhan selama proses
perilakunya, misalnya dalam hal belajar. Dukungan sosial pada friend memiliki
pengaruh terhadap kemandirian belajar siswa. Dengan ada dukungan teman siswa
dalam melakukan kegiatan sehari-hari untuk meningkatkan kemandirian akan
berkembang dan dukungan teman dalam keadaan kesulitan sangat membantu siswa
dalam memecahkan setiap masalahnya.
Haris Mudjiman (dalam Febriani, 2016), kemandirian belajar juga
dipengaruhi oleh regulasi diri. Siswa yang memiliki kemandirian mampu
menyusun dan menetapkan tujuan belajarnya sendiri karena siswa mampu menjadi
pengendali dalam kegiatan belajarnya sendiri. Cervon & Pervin (dalam Febriani,
2016) mengemukakan pendapat bahwa regulasi diri merupakan suatu proses
kepribadian yang melibatkan perilaku motivasi diri secara langsung. Siswa yang
memiliki regulasi diri mampu memotivasi diri mereka sendiri untuk menyusun
tujuan-tujuan pribadi, merencanakan strategi yang akan dilakukan agar dapat
mencapai tujuan tersebut, hingga mengevaluasi perilaku yang telah dilakukan.
Siswa dapat lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dengan adanya
regulasi diri ini.
Penelitian sebelumnya pengaruh efikasi diri dan regulasi diri terhadap
kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan sumbangan efektif
sebesar 28,09% dengan nilai siginifikansi p=0,000 (p<0,05) maka dapat dikatakan
signifikan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri berpengaruh
80
terhadap kemandirian belajar (Afianti dkk, 2010). Penelitian sebelumnya regulasi
diri belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian siswa
sebesar 43,9%. Tingginya sumbangan self regulated learning (SRL) terhadap
kemandirian terjadi karena adanya aspek yang sama antara self regulated learning
dengan kemandiriannya itu aspek behavioral (perilaku). Aspek behavioral pada self
regulated learning tercermin dari perilaku merencanakan waktu dan usaha belajar,
pemantauan dari usaha belajar, serta mencari bantuan saat mengalami kesulitan
dalam belajar. Perilaku merencanakan waktu dan usaha belajar dan memantau
usaha belajar berkaitan dengan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan
tentang tingkah laku dalam belajar, dan mencari bantuan saat mengalami kesulitan
dalam belajar merupakan bagian dari pengambilan keputusan tentang pemecahan
masalah
Dalam hal ini fokus penelitian dari kemandirian belajar siswa ditinjau dari
faktor – faktor eksternal yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya. Pada iklim sekolah dalam aspek school connectedness, school safety
dan social relationship hasilnya pada setiap independent variable tidak signifikan.
Pada dukungan sosial dalam family dan significant other yang hasilnya tidak
signifikan pada setiap independent variabel.
Berdasarkan informasi diatas, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian
ini adalah regulasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial. Pada penelitian
sebelumnya terkait regulasi diri, iklim sekolah, dan dukungan sosial terhadap
kemandirian belajar memiliki hasil yang bervariasi. Dalam penelitian ini, penulis
melakukan uji regresi secara simultan atau bersama-sama, kemudian mendapatkan
81
hasil bahwa kedua variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kemandirian belajar siswa. Akan tetapi, ketika dilakukan uji regresi kedua yang
dilakukan dengan menguji signifikansi dari masing-masing dimensi pada setiap
variabel, hanya terdapat dua variabel yang nilai koefisien regresinya memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar.
Pengaruh antara aspek-aspek dalam variabel regulasi diri, iklim sekolah
(school safety, school connectedness, social relationship), dukungan sosial (family,
friend, significant other) dalam penelitian ini cenderung berbeda dengan penelitian
lain, hal tersebut disebabkan karena siswa menganggap bahwa hubungan timbal
balik yang baik antara siswa dan guru dalam konteks belajar hanya tidak
berpengaruh kepada perasaan nyaman yang dialami selama melakukan aktifitas
akademik serta kepuasan ketika dalam hal belajar, sedangkan tingkat kemandirian
belajar tidak mengalami pengaruh sedikitpun, karena ada faktor-faktor lain yang
diduga lebih berpengaruh terhadap tingkat kemandirian belajar siswa seperti hasil
belajar yang diperoleh baik.
Variabel berikutnya dalam koefisien regresi penelitian ini pada regulasi diri.
Dari ketiga independen variabel tersebut hanya terdapat dua pada variabel regulasi
diri dan friend pada dukungan sosial yang berpengaruh. Pada aspek iklim sekolah
dan dukungan sosial pada aspek family dan significant other tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar. Regulasi diri memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 0.528 atau 52.8% terhadap kemandirian belajar dengan
nilai signifikansi sebesar 0.000, Friend memiliki nilai koefisien regresi sebesar
0.160 atau 16.0% dengan nilai signifikansi sebesar 0.023, hal tersebut memiliki arti
82
bahwa metakognitif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian
belajar.
Dalam konteks belajar, seorang siswa yang memiliki tingkat regulasi diri
yang tinggi mampu mengorganisir, merencanakan, dan menyelesaikan tanggung
jawab sehingga hal tersebut mampu menambah motivasi siswa dalam kemandirian
belajar maupun melakukan suatu hal. Ada beberapa siswa yang lebih aktif dalam
mengerjakan tugas dan diberikan kepada gurunya, siswa yang tetap melakukan
kemandirian belajar dengan sesuai namun prosesnya dengan hasil usaha sendiri.
Aspek friend pada dukungan sosial yang tinggi siswa mampu dengan adanya
dukungan teman siswa dalam melakukan kegiatan sehari-hari untuk meningkatkan
kemandirian akan berkembang dan dukungan teman dalam keadaan kesulitan
sangat membantu siswa dalam memecahkan setiap masalahnya
Dari beberapa tinjauan literature yang digunakan dalam penelitian ini,
memiliki hasil yang bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya. Namun, hal
tersebut tidak meragukan teori yang sudah ada sebelumnya. Banyak faktor-faktor
lain yang menjadi penyebab dari hasil penelitian yang tidak sesuai. Seperti kondisi
siswa ketika mengisi kuesioner yang diberikan waktu proses pengambilan data,
yang mana kondisinya sedang melakukan remedial Ujian Kenaikan Kelas (UKK)
dengan siswa, adanya perbedaan latar belakang dan perbedaan kondisi demografi
pada setiap kelas yang diambil dalam penelitian, perubahan serta perbedaan kondisi
psikologis dari masing-masing siswa serta latarbelakang dari keluarga, teman dan
motivasinya. Sehingga dalam penelitian ini tidak seluruhnya sesuai dengan
83
hipotesis yang diajukan karena terdapat eror dan faktor-faktor lain yang
berpengaruh didalamnya.
5.3 Saran
5.3.1 Saran Teoritis
1. Berdasarkan nilai varians yang dihasilkan dari penelitian ini dengan delapan
independent variable (IV) yang diteliti menyumbang 30.3%. Sedangkan
sisanya 69.7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat
menambah variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap kemandirian
belajar dilihat dari Karmila (dalam Nofrianti, Ansofino, & Amelia, 2017)
faktor yang mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri, faktor
keturunan, kondisi fisik (kesehatan), kreativitas, disiplin, gaya belajar, dan
kepribadian. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu,
berupa lingkungan keluarga, masyarakat, pola asuh orangtua, sekolah, dan
pertemanan akan membentuk kebiasaan hidup.
2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan jumlah
sampel yang berbeda dengan jumlah lebih banyak agar lebih bervariasi.
Sampel yang digunakan bisa menggunakan sekolah yang cakupannya lebih
luas.
3. Selain IV dan jenis sampel yang digunakan, hendaknya peneliti selanjutnya
juga memperhatikan waktu pengambilan data pada sekolah yang dituju,
84
karena hal tersebut berpengaruh terhadap efektivitas waktu dan hasil dari
penelitian yang didapatkan.
5.3.2 Saran Praktis
Untuk dapat hasil kemandirian belajar pada siswa, maka peneliti menyarankan
beberapa sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini ditemukan hasil bahwa semakin tinggi regulasi diri,
maka semakin tinggi kemandirian belajar siswa SMP YPUI Jakarta Selatan.
Dengan demikian diharapkan siswa harus terus melatih regulasi diri dengan
cara merencanakan, mengorganisasi, mengukur diri, mengintruksikan diri
sebagai kebutuhan selama proses perilaku, misalnya dalam hal belajar.
Dalam lingkungan keluarga dan sekolah bisa membantu mengoptimalkan
regulasi diri pada siswa dengan memberi saran dan evaluasi hasil belajar
setiap hari.
2. Dalam penelitian ini ditemukan hasil bahwa semakin tinggi friend pada
variabel dukungan sosial, maka semakin tinggi kemandirian belajar siswa
SMP YPUI Jakarta Selatan. Dengan demikian diharapkan siswa dengan
adanya dukungan dari teman siswa mampu meningkatkan kemandirian
belajar dengan meningkatkan motivasi belajar dengan belajar bersama dan
jika ada kesulitan siswa mampu menyelesaikan masalahnya dengan sendiri.
85
DAFTAR PUSTAKA
Afianti, R., Hartati, S & Sawitri, D.R. (2010). Jurnal Hubungan antara self-
regulated learning dengan kemandirian pada siswa program akselerasi
SMA Negeri 1 Purwerejo. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Aini, P. N & Taman, A. (2012). Pengaruh kemandirian belajar dan lingkungan
belajar terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas xi ips SMA N 1
Sewon Bantul. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, X (1): 48-65.
Anderson, C. S. (1982). The Search for School Climate: A Review of the Research.
Journal Review Educational Research Vol: 52 No 3 Pp 368-420. University
of Arizona
Arifiati, R.F. (2013). Hubungan antara dukungan sosial keluarga dan kepercayan
diri dengan kemandirian belajar. Naskah publikasi Tesis: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Bernal, G., Mildred M., and Maria R. (2003). Development of A brief scale for
social support: Reliability and validity in Puerto Rico. International Journal
of Clinical and Health Psychology.
Bottiani J, Catherine, P. Bradshaw, and Mendelson, T. (2014). Promoting an
equitable and supportive school climate in high schools: The role of school
organizational health and staff burnout. Journal of School Psychology.
Canavan, J & Dolan P. (2000). Family support as reflective practice direction from
diversity. Jessica Kingsley Publishers 116 Pontonville Road: London N1
9JB, UK
Djauhari, D. (2016). Hubungan antara self-esteem dan adversity quotient dengan
kemandirian belajar pada siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik: ISBN: 978-602-
60885-0-5.
Fatmawati, I. (2018). Skripsi Hubungan antara regulasi diri pada remaja di
keluarga bercerai. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta.
Faradhiga, A.Y. (2015). Skripsi Pengaruh Dukungan sosial, loneliness, dan trait
kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga
Pemasyarakatan. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
Febriani, V (2016). Pengaruh efikasi diri dan regulasi diri terhadap kemandirian
belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Jurnal: Universitas Negeri
Yogyakarta
Gage N, A dan Larson A. (2014). school climate and bullying victimization: A
latent class growth model analysis. American Psychological Association
Ghufron, M. Nur., & Risnawati, R. (2016). Teori-Teori Psikologi. Ar-Ruzz Media:
Jogjakarta
Gibbons, M. (2002). The self –directed learning handbook. Challenging adolescent
students to excel. San Fransisco, CA: Jossey Bass
Hooks G, Gail (2017). Theses Relationship a between school climate and student
achievement. Georgia Southern University
Isnawati, S (2010). Kemandirian belajar ditinjau dari kreativitas belajar dan
motivasi belajar mahasiswa. Jurnal Prodi Pendidikan Akuntansi FKIP –
UMS.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016). Pendidikan dan Kebudayaan
No.21 Tahun 2016: Standar Isi Pendidikan Dasar & Menengah. Salinan
Lampiran
Kumalasari, I. (2014). Skripsi Hubungan antara self-efficacy dengan kemandirian
belajar pada siswa SMPN 2 Randuagung Lumajang. Fakultas Psikologi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Maulipaksi, D (2017). Kemendikbud: Pendidikan karakter adalah poros perbaikan
pendidikan Nasional. Sumber: BKLM
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/mendikbud-
pendidikan-karakter-adalah-poros-perbaikan-pendidikan-nasional
Muslimah (2016). Hubungan antara regulasi diri dengan prokrastinasi dalam
menghafal Al-Qur’an mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Milner, K. & Khoza H. (2008). A Comparison Of Teacher Stress And School
Climate Across Schools With Different Matric Success Rates. South
African. Journal of Education. Vol. 28:155-173.
Ningsih, R & Nurrahmah. (2016). Pengaruh kemandirian belajar dan perhatian
orangtua terhadap prestasi belajar matematika. Program Studi Pendidikan
Matematika: Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas
Indraprasta PGRI. Jurnal Formatif 6(1): 73-84, 2016 ISSN: 2088-351X
Nofrianti, N., Ansofino & Mona Amelia. (2017). Pengaruh pola asuh orang tua,
kreativitas belajar, disiplin belajar, dan gaya belajar terhadap kemandirian
87
belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi kelas XI SMA Negeri 1
Canduang. Jurnal Pendidikan STKIP PGRI Sumatera Barat.
Prasetyo, R.A.B. (2018). Persepsi iklim sekolah dan kesejahteraan subjektif siswa
disekolah. Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal
Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 8, No. 2, 133-144 p-ISSN: 2087-1708;
e-ISSN: 2597-9035
Pratiwi, I.D., & Laksmiwati, H. (2016). Kepercayaan diri dan kemandirian belajar
pada siswa SMA Negeri “X”. Jurnal Psikologi dan Terapan Universitas
Negeri Surabaya.
Prayuda, R. (2014). Pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar siswa pada
mata pelajaran ekonomi di SMA. Artikel Penelitian Program Studi
Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Ramli, N., Mulyono, O., & Farit, M.A. (2018). External factors, internal factors and
self directed learning readiness. Journal Educational: Institut Pertanian
Bogor
Rizqiyah, N. (2016). Skripsi Pengaruh strategi regulasi diri dalam Belajar dan
dukungan sosial orangtua terhadap prestasi belajar siswa-siswi
Hasanuddin Sepanjang Gondanglegi. Fakultas Psikologi UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Robbani, M.A.A. (2016). Skripsi pengaruh self concept dan school climate
terhadap berperilaku bullying pada masa kanak-kanak. Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Schimmack, U. (2008). The Structure of Subjective Well-Being. Dalam M. Eid &
R. J. Larsen (Editor), The Science of Subjective Well-Being. New York:
The Guildford Press
Song, L and Hill J.R. (2007). A conceptual model for understanding self directed
learning online environment. Journal of Interactive Learning: Volume 6,
number 1. Spring 2007 ISSN: 1541-4914
Sundayana, R. (2016). Kaitan antara gaya belajar, kemandirian belajar, dan
kemampuan pemecahan masalah siswa SMP dalam pelajaran matematika.
Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut. Volume 5 Nomor 2. ISSN
2086 4280
Tan, L., & Ling, J.K.H. (2015). Self Directed Learning (Learning in the 21st
Century). Https://www.researchgate.net/publication/285591239. Ebook
88
Tarmidi, A & Rambe, A.R.R. (2010). Korelasi antara dukungan sosial orangtua dan
self‐directed learning pada siswa SMA. Jurnal Psikologi: Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Van Horn, M. L. (2003). Assessing the Unit of Measurement for School Climate
Through Psychometric and Outcome Analysis of the School Climate
Survey. Educational and Psychological Measurement
Way N., Reddy R., & Rhodes, J. (2007). Student’s Perceptions of School Climate
During the Middle School Years: Associations with Trajectories of
Psychological and Behavioral Adjustment. American Journal of
Community Psychology
Wulansari, L. (2016). Pengaruh kemandirian belajar dan minat terhadap prestasi
belajar pelajaran ilmu pengetahuan. Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Indraprasta PGRI. Faktor Jurnal Ilmiah
Kependidikan Vol. 3 No. 2 Juli 2016, hal 141-156
Yanti, S & Surya, E. (2017). Kemandirian belajar dalam memaksimalkan kualitas
pembelajaran. Jurnal Prodi Pendidkan Matematika, PPs Universitas
Medan
Zahara, F. (2012). Hubungan dukungan sosial orangtua dan motivasi belajar dengan
kemandirian belajar siswa di SMA Negeri 7 Medan. Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area. Jurnal Psikologi Prima, Volume 4 No 2. ISSN
2088-3633
Zimmet G.D, Nancy W, etc (1988). The Multidimensional scale of perceived social
support. Journal of Personality Assesment, 52(1), 30-41. Lawrence
Erlbaum Associates.
Zimmerman B, J. & Schunk, D.L. (1989) Self-regulated learning and Academic and
Academic Achievement: Theory, Research and Practice. Springer-
Veing SPR: Newyork: 22
89
Lampiran 1
Wawancara Penelitian
1. Perkenalan
2. Kapan memulai melakukan tugas dari sekolah?
3. Bagaimana menyelesaikan tugas sekolah dengan individu apa kelompok?
4. Berapa lama waktu mengerjakan tugas sekolah?
5. Siapa yang membantu mengerjakan tugas?
6. Apa yang dilakukan sekolah kalau tidak mengerjakan tugas?
7. Dimana biasanya mengerjakan tugas?
8. Kenapa suka mengerjakan sendiri atau kelompok atau mencontek?
Alesannya?
9. Bagaimana tadi mengerjakan ulangan semester?
10. Bagaimana jika dihukum guru tidak mengerjakan sekolah?
90
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
91
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Assalamu’alaikum Wr.Wb / Salam Sejahtera saya Mega Famela, Mahasiswa
Program Strata 1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang saat ini sedang
melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, Saya
mengharapkan Adik-Adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Adik-
Adik dapat mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk pengisian yang telah
diberikan. TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Adapun
informasi yang Adik-Adik berikan dalam penelitian ini akan dijaga
KERAHASIAANNYA dan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Atas
perhatian Adik-Adik, Saya ucapkan terima kasih.
DATA RESPONDEN
Nama :
Jenis Kelamin :
Kelas :
*) silang (x) salah satu pilihan
Tanda Tangan dan Nama jelas
Petunjuk Pengisian Berikut terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami setiap
butir pernyataan. Adik-Adik diminta mengemukakan apakah pernyataan tersebut
sesuai dengan apa yang Adik-Adik pikirkan dengan cara menyilang (X) salah satu
dari empat pilihan yang tersedia, pada bagian kanan dari masing-masing
pernyataan. Jika jawaban Adik-Adik, Adik-Adik Sangat Setuju, silanglah pada
92
bagian SS Jika jawaban Adik-Adik, Adik-Adik Setuju, silanglah pada bagian S Jika
jawaban Adik-Adik, Adik-Adik Tidak Setuju, silanglah pada bagian TS Jika
jawaban Adik-Adik, Adik-Adik Sangat Tidak Setuju, silanglah pada bagian STS.
Contoh
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Orangtua saya menanyakan kegiatan belajar di
sekolah
X
SKALA 1
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Saya percaya pada kemampuan saya sendiri,
bahwa saya akan berhasil dalam belajar.
2 Setiap ada PR atau tugas dari bapak/ibu guru
langsung saya kerjakan pada hari itu juga.
3 Saya meminjam buku diperpustakaan untuk
mencari materi yang saya butuhkan.
4 Saya berusaha belajar untuk menguasai materi
yang sedang dipelajari.
5 Saya bertanya ketika ada materi yang belom
saya pahami.
6 Saya suka mengulur waktu belajar yang ada.
7 Ketika dirumah, saya lebih suka bermain dengan
teman-teman.
93
8 Saya berusaha memanfaatkan waktu belajar saya
sebaik mungkin.
9 Saya selalu membuat jadwal belajar saya
dirumah.
10 Saya belajar dengan teratur, tidak hanya akan
ujian saja.
11 Saya lebih suka mengandalkan teman daripada
harus belajar sendiri.
12 Saya mengerjakan tugas dalam LKS bersama
teman-teman saya.
13 Ketika teman mengajak untuk jalan jalan saya
tetap memilih untuk belajar.
14 Saya mudah terpengaruh oleh ajakan teman
untuk bermain.
15 Saya tidak suka mengerjakan tugas dalam LKS
bersama teman-teman saya.
16 Saya baru akan menyelesaikan tugas jika
dikumpulkan keesokan harinya.
17 Saya malas untuk belajar.
18 Saya lebih suka mencari sumber belajar lewat
internet daripada meminjam buku
diperpustakaan.
19 Saya tidak peduli dengan materi yang tidak saya
pahami.
94
20 Ketika bapak/ibu guru memberikan kesempatan
untuk bertanya maka kesempatan itu saya
biarkan saja, meskipun ada materi yang belum
saya pahami.
21 Saya suka belajar kelompok dengan teman-
teman.
22 Saya lebih suka belajar sendiri daripada harus
belajar secara berkelompok.
23 Pendapat orang lain dapat mempengaruhi proses
belajar saya.
24 Saya mengulang kembali materi yang telah
disampaikan guru.
25 Saya tidak menghiraukan pendapat orang lain.
26 Sepulang sekolah saya malas untuk mengulang
kembali materi yang telah saya pelajari
disekolah.
SKALA 2
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Saya membaca kembali materi yang sudah
diajarkan sebelum mengerjakan tugas sekolah
2 Saya membuat catatan penting disetiap mata
pelajaran dan mengingat catatan tersebut
95
3 Ketika materinya sulit, saya menyerah atau
mempelajari bagian-bagian yang mudah saja
4 Saya mudah bosan ketika membaca ulang
materi sekolah
5 Ketika membaca materi sekolah, saya mencoba
menghubungkan materi tersebut dengan apa
yang sudah saya ketahui sebelumnya
6 Saya belajar semampunya saja tanpa
menggunakan strategi strategi khusus dalam
belajar
7 Selama pelajaran berlangsung saya sering
kehilangan materi penting, karena saya sedang
memikirkan hal lain
8 Saya harus ingat diri sendiri bahwa harus belajar
lebih giat
9 Saya yakin diri sendiri bahwa harus belajar
lebih giat
10 Saya tanya diri sendiri untuk memastikan dan
memahami materi yang telah di pelajari
11 Ketika saya berniat mengerjakan tugas sekolah,
saya merasa kesulitan untuk melaksanakan
12 Saya ingat dengan diri sendiri pentingnya
mendapatkan nilai yang baik
96
13 Saya mencoba berpikir bahwa mengerjakan
tugas sekolah adalah hal yang sangat
menyenangkan
14 Saya sudah belajar lebih baik daripada teman
saya
15 Saya yakin penting untuk mempelajari setiap
materi karena akan bermanfaat dikemudian hari
16 Saya memikirkan cara untuk membagi tugas
sekolah nampak menyenangkan
17 Saya berusaha untuk menghubungkan apa yang
telah dipelajari untuk kepentingan pribadi
18 Apabila saya membutuhkan pertolongan
mengenai bahan-bahan sekolah (buku), saya
akan bertanya kepada teman dan guru
19 Saya mengatur waktu dengan baik saat
mengerjakan tugas sekolah dengan membuat
jadwal
20 Ketika menghadapi mata pelajaran yang sulit,
saya langsung menyerah
21 Saya mencoba menghubungkan mata pelajaran
sekolah yang satu dengan mata pelajaran lain
jika memungkinkan
22 Saya akan membuat grafik/diagram/tabel, untuk
memudahkan dalam memahami materi sekolah
97
23 Saya memastikan tetap membaca dan
mengerjakan tugas sekolah setiap minggu
24 Saya sulit belajar sesuai jadwal yang telah saya
buat
25 Apabila saya tidak mengerti materi langsung
bertanya kepada guru
26 Ketika saya kesulitan dalam mengerjakan tugas
sekolah, saya tidak sungkan bertanya kepada
siapapun
SKALA 3
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Sekolah saya bersih dan terawat
2 Saya tidak suka dengan sekolah saya karena
terlihat kumuh
3 Sekolah saya memiliki fasilitas yang memadai
seperti ruang kesehatan/UKS, ruang komputer,
dan lain sebagainya
4 Ketika toilet sekolah rusak, pihak sekolah lama
untuk memperbaikinya
5 Guru menasihati saya ketika berbuat salah
6 Guru membiarkan saya ketika saya dikasari
teman
7 Saya pernah melihat guru bertindak kasar
kepada murid
98
8 Suasana kelas selalu rebut ketika guru keluar
sebentar
9 Menurut saya, guru adalah contoh teladan yang
harus saya ikuti
10 Didalam atau diluar sekolah saya
mempraktekan 3S (senyum, sapa, salam)
11 Guru memberikan senyuman ketika saya
menyapa
12 Saya mengalihkan pandangan dengan guru saat
berpapasan di koridor sekolah
13 Disekolah saya hukuman diberikan kepada
murid yang melanggar peraturan sekolah
14 Saya sering tidak mematuhi peraturan sekolah
15 Saya sering kesal dengan pihak sekolah karena
aturan yang dibuat tidak berlaku untuk guru
16 Ketika pelajaran dimulai, guru selalu datang
tepat waktu
SKALA 4
NO PERNYATAN SS S TS SS
1 Guru siap membantu saya saat saya
membutuhkan bantuan
2 Saya bisa mengungkapkan perasaan yang saya
rasakan kepada guru di sekolah
99
3 Keluarga memberikan dukungan dan bantuan
kepada saya
4 Keluarga selalu menghibur saat saya merasa
sedih
5 Saya merasa nyaman ketika guru di sekolah
berada di dekat saya
6 Saya mendapatkan bantuan dari teman-teman di
sekitar saya
7 Teman-teman membantu saya saat menghadapi
kesulitan
8 Saya membicarakan masalah di sekolah kepada
keluarga
9 Saya memiliki teman-teman yang mau
mendengarkan perasaan saya
10 Guru di sekolah peduli dengan apa yang saya
rasakan
11 Keluarga saya bersedia membantu saya untuk
memecahkan masalah
12 Saya bisa membicarakan masalah saya dengan
teman-teman saya
TERIMAKASIH
100
Lampiran 4
Syntax dan Path Diagram
1. Syntax dan Path Diagram Kemandirian Belajar
UJI VALIDITAS KONSTRUK KEMANDIRIAN BELAJAR
DA NI=26 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26
PM SY FI=KEMANDIRIAN.COR
MO NX=26 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
KEMANDIRIAN
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1
LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX
20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1
FR TD 13 2 TD 10 8 TD 8 4 TD 24 10 TD 15 12 TD 11 3 TD 5 1 TD 12 1 TD 15
10 TD 19 17 TD 5 3 TD 21 4 TD 15 4 TD 23 3 TD 26 3 TD 19 1 TD 26 10 TD 21
8 TD 10 9 TD 14 1 TD 17 15 TD 3 2 TD 23 12 TD 9 8 TD 24 21 TD 25 14 TD 22
2 TD 15 8 TD 16 1 TD 16 12 TD 24 19 TD 24 11 TD 26 11 TD 26 20 TD 8 2 TD
26 25 TD 25 17 TD 25 12 TD 25 23 TD 9 4 TD 21 9 TD 25 8 TD 25 21 TD 24 18
TD 18 13 TD 18 16 TD 20 7 TD 21 2 TD 13 11 TD 11 2 TD 11 7 TD 7 1 TD 4 3
TD 8 3 TD 18 7 TD 22 7 TD 18 5 TD 12 4 TD 24 9 TD 11 1 TD 11 5 TD 26 4 TD
13 4 TD 17 16 TD 16 9 TD 13 7 TD 21 16 TD 21 14 TD 26 14 TD 19 13 TD 18 12
101
TD 12 11 TD 20 12 TD 6 3 TD 18 6 TD 19 15 TD 19 11 TD 24 20 TD 20 8 TD 18
9 TD 26 9 TD 19 8 TD 17 6 TD 20 15 TD 16 11 TD 26 15 TD 19 4 TD 17 10 TD
23 22 TD 22 5 TD 22 4 TD 22 18 TD 21 15 TD 21 12 TD 21 17 TD 23 21
PD
OU SS TV MI AD=OFF
2. Syntax dan Path Diagram Regulasi Diri
UJI VALIDITAS KONSTRUK REGULASI DIRI
DA NI=26 NO=250 MA=PM
102
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26
PM SY FI=REGDIR.COR
MO NX=26 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
REGULASI DIRI
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10
1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19
1 LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1
FR TD 11 10 TD 7 4 TD 12 1 TD 22 19 TD 20 3 TD 23 21 TD 16 8 TD 8 6 TD
10 8 TD 11 4 TD 7 6 TD 25 12 TD 11 2 TD 24 17 TD 14 4 TD 20 7 TD 20 4
TD 4 3 TD 16 4 TD 20 11 TD 24 19 TD 7 3 TD 6 1 TD 23 6 TD 26 17 TD 18
13 TD 21 13 TD 9 8 TD 21 10 TD 18 2 TD 14 1 TD 25 16 TD 26 25 TD 15 14
TD 6 3 TD 19 3 TD 9 3 TD 20 8 TD 22 12 TD 20 15 TD 25 10 TD 10 4 TD 8
1 TD 15 6 TD 7 5 TD 26 24 TD 12 5 TD 24 5 TD 23 17 TD 25 2 TD 13 1 TD
21 17 TD 24 21 TD 24 23 TD 17 1 TD 25 1 TD 25 3 TD 23 11 TD 23 12 TD
23 20 TD 23 1 TD 12 2 TD 20 2 TD 2 1 TD 17 15 TD 16 3 TD 23 3 TD 8 2 TD
23 8 TD 8 5 TD 26 14 TD 26 20 TD 24 20 TD 26 15 TD 15 8 TD 14 8 TD 12
8 TD 19 12 TD 13 3 TD 16 13 TD 6 4 TD 14 6 TD 19 16 TD 20 16 TD 16 15
TD 26 16 TD 24 16 TD 16 2 TD 10 7 TD 15 11 TD 18 11 TD 10 9 TD 10 1 TD
21 3 TD 24 3 TD 24 4 TD 24 7
PD
OU SS TV MI
103
3. Syntax dan Path Diagram School Safety
UJI VALIDITAS KONSTRUK SCHOOL SAFETY
DA NI=8 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=SCHOOLSAFETY.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SCHOOL SAFETY
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1
104
FR TD 7 6 TD 4 2 TD 7 3 TD 6 5 TD 8 3 TD 3 2
PD
OU SS TV MI
4. Syntax dan Path Diagram School Connectedness
UJI VALIDITAS KONSTRUK SCHOOL CONNECTEDNESS
DA NI=4 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SC.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
105
SCHOOL CONNECTEDNESS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 2 1 TD 3 1
PD
OU SS TV MI
5. Syntax dan Path Diagram Social Relationship
UJI VALIDITAS KONSTRUK SOCIAL RELATIONSHIP
DA NI=4 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SR.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
106
SOCIAL RELATIONSHIP
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 3
PD
OU SS TV MI AD=OFF ME=UL
6. Syntax dan Path Diagram Family
UJI VALIDITAS KONSTRUK FAMILY
DA NI=4 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=FAMILY.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
107
FAMILY
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 3 TD 4 1
PD
OU SS TV MI
7. Syntax dan Path Diagram Friend
UJI VALIDITAS KONSTRUK FRIEND
DA NI=4 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=FRIEND.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
108
FRIEND
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 3 td 4 1
PD
OU SS TV MI
8. Syntax dan Path Diagram Significant Other
UJI VALIDITAS KONSTRUK SIGNIFICANT OTHER
DA NI=4 NO=250 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SIGNIFICANTOTHER.COR
109
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SIGNIFICANT OTHER
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 3 2
PD
OU SS TV MI
110
Lampiran 5
Output Analisis Regresi
1. Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .550a .303 .273 7.99048
b. Predictors: (Constant), SIGNFICANTOTHER, SCHOOLSAFETY, FRIEND, FAMILY,
SCHOOLCONNECTEDNESS, REGULASIDIRI
SOCIALRELATIONSHIP
2. ANOVA
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 4624.278 7 660.611 10.347 .000b
Residual 10662.56
7 167 63.848
Total 15286.84
5 174
a. Dependent Variable: KEMANDIRIANBELAJAR
b. Predictors: (Constant), SIGNIFICANTOTHER, FAMILY, FRIEND,
SCHOOLSAFETY, SOCIALRELATIONSHIP, REGULASIDIRI,
SCHOOLCONNECTEDNESS
111
3. Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.727 8.476 .558 .578
REGULASIDIRI .528 .078 .511 6.753 .000
SCHOOLSAFETY .081 .061 .089 1.338 .183
SCHOOLCONNEC
TEDNESS .145 .095 .119 1.537 .126
SOCIALRELATIO
NSHIP .068 .090 .055 .757 .450
FAMILY -.130 .095 -.111 -1.362 .175
FRIEND .160 .070 .150 2.294 .023
SIGNIFICANTOTH
ER .068 .080 .056 .854 .394
a. Dependent Variable: KEMANDIRIANBELAJAR
112
4. Model Summary Proporsi Varian Independent Variable
Model
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .252a 58.331 1 173 .000
2 .010b 2.368 1 172 .126
3 .008c 1.778 1 171 .184
4 .001d .171 1 170 .680
5 .008e 1.959 1 169 .163
6 .020f 4.905 1 168 .028
7 .003g .730 1 167 .394
a. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI
b. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY
c. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS
d. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP
e. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY
f. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY, FRIEND
g. Predictors: (Constant), REGULASIDIRI, SCHOOLSAFETY, SCHOOLCONNECTEDNESS,
SOCIALRELATIONSHIP, FAMILY, FRIEND, SIGNIFICANTOTHER