PENGARUH PSIKOEDUKASI PSIKOFARMAKA TERHADAP …eprints.ums.ac.id/75433/11/NASKAH...

18
PENGARUH PSIKOEDUKASI PSIKOFARMAKA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN GANGGUAN JIWA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: JESSLYN KHOIRUNNISAA JAYANTHI J 210 154 005 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

Transcript of PENGARUH PSIKOEDUKASI PSIKOFARMAKA TERHADAP …eprints.ums.ac.id/75433/11/NASKAH...

1

PENGARUH PSIKOEDUKASI PSIKOFARMAKA TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN

GANGGUAN JIWA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada

Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

JESSLYN KHOIRUNNISAA JAYANTHI

J 210 154 005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

2 i

3ii

4 iii

1

PENGARUH PSIKOEDUKASI PSIKOFARMAKA TERHADAP TINGKAT

PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN GANGGUAN JIWA

Abstrak

Gangguan jiwa dapat di alami setiap orang, tanpa memandang umur, ras, agama

maupun status social-ekonomi. Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu

permasalahan kesehatan yang sangat penting di dunia,termasuk Indonesia. Keluarga

merupakan rekan yang paling dekat dengan penderita dan merupakan “perawat

utama” bagi penderita. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan

design before and after study. Populasi penelitian ini adalah keluarga yang

menemani anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa yang sedang berobat

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Arif Zainudin. Penelitian ini menggunakan metode

Accidental Sampling, keluarga yang menemani pasien berobat ke Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta berjumlah 45 keluarga. Instumen dalam penelitian ini berupa

kuesioner Tingkat Pengetahuan Keluarga tentang Psikofarmaka. Pengujian hipotesis

menggunal Uji Paired T Test. Hasil perhitungan menggunakan program SPSS 21.0

for windows diperoleh hasil nilai significant adalah 0,000 (P < 0,05). Kesimpulan

penelitian adalah adanya pengaruh yang signifikan dalam pemberian materi

psikoedukasi psikofarmaka untuk meningkatkan pengetahuan tentang efek samping

yang di alami penderita gangguan jiwa. Maka dengan demikian pemberian

psikoedukasi psikofarmaka dapat membuat keluarga mengerti dan memperhatikan

efek samping yang di alami anggota atau penderita gangguan jiwa dan memahami

cara penanganan efek samping obat tersebut.

Kata Kunci : Psikoedukasi, Psikofarmaka, Pengetahuan, Peran Keluarga.

Abstract

Mental disorders can be experienced by everyone, regardless of age, race, religion or

socioeconomic status. Mental health is still one of the most important health problems

in the world, including Indonesia. The family is the closest partner to the sufferer and

is the "main nurse" for the sufferer. This study uses a type of quantitative research

with design before and after study. The population of this study was a family who

accompanied a family member who suffered from a mental disorder who was being

treated at the Arif Zainudin Regional Mental Hospital.This study uses the Accidental

Sampling method, the family accompanying patients to the Surakarta Regional Mental

Hospital is 45 families. The instruments in this study were in the form of a Family

Knowledge Level questionnaire on Psychopharmaceuticals. The hypothesis testing

uses the Paired T Test. The results of calculations using the SPSS 21.0 for windows

program showed that the value of t count was -15,922 with sig = 0,000 (P = 0.01).

The conclusion of the study is that there is a significant influence in the provision of

psychopharmaceutical psychoeducation material to increase knowledge about side

effects experienced by people with mental disorders. So thus giving

psychopharmaceutical psychoeducation can make families understand and pay

2

attention to the side effects experienced by members or people with mental disorders

and understand how to handle the side effects of these drugs.

Keywords: Psychoeducation, Psychopharmacy, Knowledge, Family Role.

1. PENDAHULUAN

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis WHO

terdapat sekitar 450 juta orang menderita skizofenia. Skizofrenia menjadi gangguan

jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Gejala skizofrenia muncul

pada usia 15-25 tahun,lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding dengan

perempuan (Ashturkar & Dixit,2013). Skizofrenia merupakan salah satu jenis psikotik

yang menunjukan gejala halusinasi dan waham (Townsend,2011). Pasien yang

menderita skizofrenia umumnya menunjukkan salah satu gejalanya adalah halusinasi

akibat cemas berkepanjangan yang tidak mampu dihadapi pasien menggunakan

mekanisme koping dalam diri pasien.Penyebab gangguan jiwa lainnya adalah adanya

tekanan yang berat dalam peristiwa hidup.

Penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Prevalensi skizofrenia yaitu sekitar 0,17% menempati posisi kelima

( Riset Kesehatan Dasar, 2013). Penderita gangguan jiwa dari data Dinas Kesehatan

Jawa Tengah mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa pada 2013 adalah

121.962 orang. Pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi 260.247 orang. Pada

tahun 2015 meningkat menjadi 317.504 orang (Wibowo,2016). Kemudian

berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah penderita gangguan

jiwa pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah pasien skizofrenia pada tahun 2014

tercatat sebanyak 1.559 orang, pada tahun 2015 menjadi 2.136 kemudian pada tahun

2016 sebanyak 2.034 orang dan meningkat kembali pada tahun 2017 sebesar 2.072

pasien ( Rekam Medis RSJD Surakarta 2017).

Keluarga merupakan rekan yang paling dekat dengan penderita dan

merupakan “perawat utama” bagi penderita. Keluarga sangat berperan dalam

menentukan bagaimana cara dan apa saja yang diperlukan dalam melakukan

perawatan pada penderita di rumah.Pengobatan yang telah dilakukan di rumah sakit

akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita

harus di rawat kembali (kambuh). Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah

satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita adalah kurangnya peran

keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit

3

tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Nurlaily (2010) tentang

pengalaman keluarga merawat anggota keluarga yang menderita penyakit mental

kronis ditemukan bahwa mereka berpresepsi tentang anggota keluarga yang menderita

penyakit mental tidak penting, mereka tidak dilibatkan dalam masalah

keluarga,mereka dikurung dan dirantai saat kambuh atau mengamuk.Penyebab

kurangnya peran keluarga dalam melakukan perawatan pada penderita gangguan jiwa

adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.

Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi

penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan

keluarga. ( Anna K, dalam Nurdiana, 2007).

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif dengan metode pendekatan

komparatif. Menurut Cresswell (2013) Penelitian kuantitatif adalah metode untuk

menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel

menggunakan instrumen penelitian yang menghasilkan data berupa angka-angka yang

di analisis menggunakan statistik. Menurut Sugiyono (2014), Penelitian komparatif

adalah penelitian yang membandingkan keadaan suatu variabel atau lebih pada dua

atau lebih sampel yang berbeda dan waktu yang berbeda. Rancangan dalam penelitian

ini adalah Before and After Study.Desain Before and After study sangat berguna

karena menunjukkan dampak langsung dari program jangka pendek.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Arif Zainudin Surakarta.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019 - Mei 2019. Adapun ruang di RSJD

yang digunakan untuk penelitian ini adalah poliklinik jiwa dengan jumlah responden

sebanyak 45 keluarga. Penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling

dengan teknik Accidental Sampling. Menurut Notoatmodjo (2012) Accidental

Sampling adalah pengambilan sampel secara aksidental dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Kueisoner A dan

Kuesioner B. Kuesioner A adalah kuesioner yang berisi data demografi responden

yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan hubungan

dengan pasien. Kuesioner data demografi bertujuan untuk mengetahui karakteristik

responden.Kemudian Kuesioner B adalah Kuesioner tingkat pengetahuan keluarga

4

tentang efek samping psikofarmaka, yaitu suatu instrumen penelitian yang bertujuan

untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga tentang efek samping obat

psikofarmaka. Kuesioner terdiri dari 20 item pertanyaan terkait efek samping

psikofarmaka. Jawaban benar bernilai 2 dan jawaban salah bernilai 1.

Kuesioner tingkat pengetahuan keluarga yang sudah dimodifikasi. Instrumen ini

sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr. RM. Soeradji Klaten. Uji validitas dan reliabilitas dilakukandengan

melibatkan partisipan yang memiliki karakteristik yang sama dengan partisipan yang

sama dengan partisipan yang dijadikan penelitian. Uji coba instrumen dilakukan pada

20 keluarga pasien gangguan jiwa dengan kuesioner yang sama. Selanjutnya, hasil uji

coba didiskusikan untuk dilakukan perbaikan kuesioner. Proses tersebut dilakukan

dengan berdiskusi dengan expert atau seseorang yang ahli dalam bidang kejiwaan yaitu

pembimbing penelitian ini. Hasil dari kuesioner disimpulkan dan dipilih pertanyaan

yang valid. Kemudian kuesioner tersebut dijadikan sebagai kuesioner untuk penelitian.

Hasil uji validitas dan reliabilitsa dengan nilai Alpha Cronbach yaitu 0,847 yang

dinyatakan reliabel dan nilai r hitung > 0,444 yang dinyatakan valid

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

univariat dan bivariat. Kemudian data dianalisis dalam bentuk menjadi 3 (tiga)

kategori yaitu: Baik, Cukup, dan Buruk. Analisis Bivariat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah komparative quantitative dengan menggunakan uji Paired T Test.

Paired T-Test digunakan untuk menguji perbedaan dua sampel yang berpasangan.

Sampel yang berpasangan dimaknakan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang

sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda pada situasi sebelum dan

sesudah proses (Santoso,2001). Paired Sample T-Test digunakan apabila data

berdistribsui normal. Menurut Widiyanto (2013) Paired Sample T-Test merupakan

salah satu metode pengujian yang digunakan untuk mengkaji kefektifan

perlakuan,ditandai adanya perbedaan rata-rata sebelum dan rata-rata sesudah

diberikan perlakuan.Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Ho

pada Paired Sampel T-Test. adalah sebagai berikut:

Jika probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Jika probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

Karakteristik Responden Frekuensi Presentage

Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

18

27

40

80

Usia

1. 25 - 35 Tahun

2. 36 - 45 Tahun

3. 46 - 55 Tahun

4. > 55 Tahun

7

5

18

15

15.6

11.1

40.0

33.3

Tingkat Pendidikan

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Perguruan Tinggi

3

24

15

3

6.7

53.3

33.3

6.7

Pekerjaan

1. Tidak Bekerja

2. Swasta

3. PNS

4. Lain - Lain ( Pedagang,

Buruh, Ibu Rumah

Tangga )

5

1

3

36

11.1

2.2

6.7

80.0

Distribusi responden menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar

responden adalah perempuan yaitu sebanyak 27 orang (60%) kemudian Laki-laki

yaitu sebanyak 18 orang (40%). Distribusi responden menurut usia menunjukkan

bahwa sebagian besar responden dari keempat kelompok, rentang usia 25 - 35 tahun

yaitu 7 orang (15.6%), pada rentang usia 36 - 45 tahun yaitu 5 orang ( 11.1%),pada

rentang usia 46 - 55 tahun yaitu 18 orang (40%) dan rentang usia > 55 tahun yaitu 15

orang ( 33.3%). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan terakhir

menunjukkan bahwa sebagian besar responden dari keempat kategori, pada jenjang

SD yaitu 3 orang ( 6.7 %), pada jenjang SMP yaitu 24 orang ( 53.3%), pada jemjang

SMA/SMK yaitu 15 orang ( 33.3%) dan pada jenjang Perguruan Tinggi yaitu 3 orang

( 6.7% ) . Distribusi responden menurut pekerjaan menunjukkan bahwa sebagian

besar responden dari keempat kategori jenis pekerjaan, responden yang tidak/belum

bekerja yaitu sebanyak 5 orang (11.1%), responden yang bekerja di Swasta yaitu

6

sebanyak 1 orang (2.2%),responden yang bekerja di pemerintahan (PNS) yaitu

sebanyak 3 orang (6.7%) dan responden yang bekerja selain Swasta dan Pemerintahan

seperti Buruh, Petani dan Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 36 orang ( 80.0%) .

Tabel 2. Distribusi Tendensi Sentral Skor Pre Test dan Post Test Tingkat

Pengetahuan Keluarga.

Berdasarkan table 2 didapatkan bahwa Tingkat Pengetahuan keluarga sebelum

diberikan psikoedukasi psikofarmaka memiliki nilai rata-rata (mean ) 59.91 , nilai

tengah ( median ) 60.00, nilai terendah adalah 40 dan nilai tertinggi adalah 76.

Kemudian setelah diberikan psikoedukasi psikofarmaka,terdapat peningkatan yaitu

dengan nilai rata-rata (mean) 82.31, nilai tengah (median) 84.00 , nilai terendah

adalah 64 dan nilai tertinggi adalah 100.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor Pre Test dan Post Test Tingkat

Pengetahuan Keluarga

Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa Tingkat Pengetahuan keluarga sebelum

diberikan psikoedukasi psikofarmaka, sebanyak 5 orang ( 11.1% ) memiliki skor pre

test <56.00 , 35 orang (77.8%) memiliki skor pre test antara 56.00 - 64.00 dan 5 orang

(11.1%) memiliki hasil skor pre test > 64.00. Kemudian setelah diberikan

psikoedukasi psikofarmaka terdapat peningkatan, bisa terlihat dari hasil skor post test

yang di dapatkan yaitu sebanyak 5 orang (11.1%) mendapatkan hasil skor post test

<76.00 , sebanyak 32 orang memiliki skor post test antara 76.00 - 88.00 dan 8 orang

( 17.8%) memiliki skor post test tertinggi yaitu >88.00.

Mean Median Minimum Maximum Std Deviation N

45

Pre Test 60.00 60.00 40 76 7.628

Post Test 82.31 84.00 64 100 8.022

Quartil Skor Pre Test Frekuensi Quartil Skor Post Test Frekuensi

N % N %

Q1 < 56.00 5 11.1 Q1 < 76.00 5 11.1

Q2 56.00- 64.00 35 77.8 Q2 76.00 - 88.00 32 71.1

Q3 >64.00 5 11.1 Q3 >88.00 8 17.8

Total 45 100 Total 45 100

7

3.2 Analisa Univariat

Pengukuran tingkat pengetahuan keluarga menggunakan Kuesioner Tingkat

Pengetahuan Efek Samping Psikofarmaka yang dimodifikasi yang terdiri dari 20

pertanyaan yang dapat mengukur tingkat pengetahuan keluarga terhadap efek

samping obat yang di alami pasien gangguan jiwa. Interpretasi skor kurang ≤60%,

Cukup 60 - 75%, Baik 76 - 100%.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Keluarga Pre test

dan Post test

Tingkat

Pengetahuan

Keluarga

Frekuensi

Pre Test Post Test

N % N %

Kurang

Cukup

Baik

43

2

-

95.6

4.4

-

2

17

26

4.4

37.8

57.8

Total 45 100 45 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh skor tingkat pengetahuan keluarga

sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasi psikofarmaka. Untuk hasil skor

sebelum diberikan psikoedukasi psikofarmaka atau pre test kategori kurang yaitu

sebanyak 43 orang (95.6%), pada kategori cukup yaitu sebanyak 2 orang (4.4%)

dan pada kategori Baik tidak ada. Kemudian untuk hasil skor setelah diberikan

psikoedukasi psikofarmaka atau post test terdapat peningkatan yaitu pada

kategori kurang menjadi 2 orang ( 4.4%), pada kategori cukup menjadi 17 orang

(37.8%) dan pada kategori baik menjadi 26 orang ( 57.8%).

3.3 Analisa Bivariat

Uji Normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena

responden <50 orang. Untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu variabel

adalah jika sig > 0,05 maka norma dan jika sig < 0,05 dapat dikatakan tidak

normal. Hasil uji Shapiro-Wilk ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data

No Kelompok Sig Keterangan

1. Pre-Test 0,061 Normal

2. Post-Tes 0,170 Normal

8

Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pre Test dan Post Test

Kelompok Rata-Rata Std

Deviasi

P Value Keterangan N

45

Pre Test 60,00 7,628 0,000 Ha diterima

Post Test 82,31 8,002 0,000 H0 ditolak

Berdasarkan tabel menunjukkan hasil uji Paired Sample T-test pada keluarga

pasien yang diberikan psikoedukasi psikofarmaka didapatkan nilai P=0,000 atau

P < 0,05 sehingga Ha diterima atau pengaruh terhadap tingkat pengetahuan

keluarga.

3.4 Pembahasan

3.4.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah keluarga pasien dengan gangguan

jiwa yang memenuhi kriteria responden peneliti. Jumlah responden yang

memenuhi kriteria peneliti adalah 45 orang. Karakteristik responden dalam

penelitian ini yang digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden

penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

Karakteristik responden berdasarkan umur menunjukkan bahwa sebagian

besar adalah pasien yang berumur 46 – 55 tahun. Masa ini termasuk dalam masa

dewasa akhir. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi

(Slamet, 1994:142). Dalam hal ini golongan usia yang dianggap lebih

berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dalam hal

menetapkan keputusan.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian

besar adalah responden Perempuan dan sebagian kecilnya adalah Laki-laki.

Faktor jenis kelamin mempengaruhi keinginan dan kemampuan untuk

berpartisipasi. Biasanya pemikiran laki-laki dan perempuan mengenai suatu

permasalahan berbeda sudut pandangnya (Plumer dalam Suryawan, 2004 : 27).

Karakteristik responden menurut pendidikan terakhir menunjukkan sebagian

besar adalah responden yang berpendidikan terakhir SMP. Menurut Ramlan

Surbakti (2006) pengetahuan masyarakat terhadap proses partisipasi akan

menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil.

9

Karakteristik responden menurut pekerjaan menunjukkan sebagian besar

reponden adalah Lain-lain ( Buruh, Pedagang, Ibu Rumah Tangga ). Berdasarkan

observasi peneliti, pada umumnya yang menemani pasien berobat adalah Ibu

Rumah Tangga dan Pekerja tidak tetap. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurjanah

(2003) bahwa 62% pengunjung pelayanan kesehatan adalah orang yang tidak

memiliki pekerjaan tetap atau ibu rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa psikoedukasi dapat

meningkatkan pengetahuan keluarga,sehingga bisa meningkatkan tingkat

pengetahuan keluarga dan kemampuan dalam merawat anggota keluarga nya

yang memiliki riwayat penyakit jiwa. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian

bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan keluarga, sebelum dan setelah

diberikan psikoedukasi psikofarmaka.

Berdasarkan hasil uji T diketahui rata-rata pre-test 60,00 setelah dilakukan

post-test 82,31. Sehingga peningkatannya sebesar 22,31. Selanjutnya berdasarkan

uji T diperoleh nilai thitung 15,922. Nilai t tabel dengan df 45 pada taraf signifikan 5%

adalah 1.680 . Oleh karena itu thitung > ttabel (15,922 >1.680 ) dan nilai signifikansinya

lebih kecil daripada 0,05 ( 0,00 < 0,05 ) maka dapat dinyatakan terdapat

peningkatan secara singinfikan pada skor hasil post test atau setelah diberikan

psikoedukasi psikofarmaka

3.4.2 Pemahaman Pentingnya Peran Keluarga dalam merawat penderita

gangguan jiwa

Setiap keluarga perlu menyadari pentingnya pengetahuan tentang peran

keluarga dalam proses pemulihan pasien penderita gangguan jiwa.Dalam hal

pengobatan penyakit jiwa, keluarga sangat berperan penting, karena keluarga

memiliki keterampilan khusus dalam menangani penderita gangguan jiwa.

Karena pada penderita penyakit jiwa ini,penderita mengalami suatu kelemahan

mental dimana suatu keadaan terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan

pikiran yang mencakup gangguan makna intelegensia dan fungsi sosial

disertai dengan pikiran tak bertanggung jawab serius atau agresif abnormal 9

Roan. W.M, 1979 dalam Hamdani. 2005; 4-5).

Salah satu kendala kesembuhan penderita gangguan jiwa adalah sikap

keluarga dalam menyikapi penderita gangguan jiwa. Masih banyak yang

menganggap bahwa gangguan jiwa sebagai penyakit yang memalukan dan

membawa aib keluarga serta tidak dapat disembuhkan secara medis.

10

3.4.3 Pemahaman Keluarga Tentang Efek Samping Obat ( Psikofarmaka )

Psikoedukasi Keluarga merupakan salah satu elemen program kesehatan jiwa

keluarga dengan cara memberikan informasi, edukasi melalui komunikasi yang

terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi

dan pragmatik ( Stuart dan Laraia, 2005 ).

Pendapat lain juga mengatakan bahwa psikoedukasi keluarga merupakan

memberikan pendidikan kepada seseorang yang mendukung treatment dan

rehabilitasi ( Psychoeducation, 2006 ). Menurut Stuart dan Laraia(2005) program

psikoedukasi keluarga meningkatkanp pencapaian pengetahuan keluarga tentang

penyakit, mengajarkan keluarga tentang cara merawat dalam membantu atau

melindungi anggota keluarga nya dengan mengetahui gejala-gejala perilaku dan

mendukung.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan,sebagian besar responden adalah berjenis kelamin

perempuan. Karakteristik keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang memiliki

riwayat gangguan jiwa berada pada rata-rata usia dewasa menengah dengan jumlah

perempuan lebih banyak, berpendidikan kelas menengah, status bekerja, hubungan

dengan pasien adalah keluarga inti. Psikoedukasi psikofarmaka yang diberikan pada

keluarga dapat meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga.

Ada pengaruh psikoedukasi psikofarmaka terhadap tingkat pengetahuan

keluarga. Nilai signifikansi t untuk variabel post test atau sesudah psikoedukasi

psikofarmaka adalah lebih kecil dari probabilitas 0.05. Sehingga dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang positif dan signifikan antara psikoedukasi psikofarmaka terhadap

tingkat pengetahuan keluarga.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti - peneliti

selanjutnya khususnya pengetahuan tentang efek samping psikofarmaka.

11

4.2.2 Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Peneliti yang akan datang hendaknya menganalisis faktor - faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan keluarga, sehingga dapat

dibuktikan secara statistik faktor - faktor apakah yang dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuan keluarga baik faktor internal ( karakteristik keluarga )

ataupun faktor eksternal ( peran petugas kesehatan, informasi, dan

sebagainya ).

DAFTAR PUSTAKA

Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of

Schizophrenia: A Cross Sectional Study At Terityary Care Hospital In

Maharashtra. National Journal of Community Medicine, 65-69.

Azwar, S.( 2011). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bordbar, M. & Faridhosseini, F. (2010). Psychoeducation for Bipolar Mood Disorder.

Jurnal: Clinical, Research, Treatment Approaches to Affective Disorders.

Brown, N. W. (2011). Psychoeducational Groups 3rd Edition: Process and Practice.

New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Budiman. (2010). Jumlah Gangguan Jiwa. http://www.suarabandung.com. diakses

pada tanggal 9 Agustus 2016.

Cartwright, M.E. (2007). Psychoeducation among caregivers of children receiving

mental health services. Dissertation. Ohio : Graduate School Of The Ohio

State University

Creswell W. John. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Creswell W. John. 2013. Research

Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Dalami. (2009). Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta. Ilmu Kedokteran FK-Unika

Atmajaya.

Ekowati, Wahyu. (2015). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Diambil dari

http://perawatku.blog.unsoed.ac.id/files/2012/05/Konsep-DasarKeperawatan-

Jiwa.Pdf

Hengky W. Pramana, (2012). Aplikasi InventoryBerbasis Access2003.PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Iskandar. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan

Kualitatif). Jakarta: GP Press.

Keliat, B.A., & Akemat. (Ed). (2009). Model praktik keperawatan profesional jiwa.

Jakarta : EGC.

12

Kemenkes RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kemenkes RI. Jakarta.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kemenkes RI. Jakarta.

Lukens & McFarlane. (2004). Psycho education as Evidence-Based Pra Consideration

for Practice, Research and Policy. Brif Treatment Crisis Intervention Vol. 4

No. 3. Oxford University Press.

Maramis. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga

Mottaghipour Y. (2005). The Pyramid Of Family Care, A Framework For Family

InvolmentWith Adult Mental Health Services.Toronto:Prentice Hall Health

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: rineka cipta.

Notoatmodjo,S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nunnally dalam Ghozali, Imam, (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan

Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. (2007). Peran Serta Keluarga Terhadap

TingkatKekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Keperawatan

Nursalam. (2013) . Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Pratiwi, A., McEldowney, R., Richardson, F., & He, F. (2014). Family’s Beliefs

About A Family Member With A Mental Illness In Javanese Culture.

Pratiwi, A., & Nurlaily, F. (2010). Pengalaman Keluarga dalam merawat anggota

keluargannya yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kabupaten

sukoharjo. riset kolaboratif. Jurusan keperawatan. Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Pratiwi, Arum. (2018). Modul Keperawatan Jiwa Program Studi Ilmu Kesehatan.

Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Rao Purba, (2006). Measuring Consumer Perception Through Factor Analysis, The

Asian Manager (February – March).

Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta. (2017). Rekam Medis RSJD Surakarta.

Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT. Percetakan

dan Penerbitan UNSOED.

Sharif, F., Shaygan, M., & Mani, A. (2012). Effect of a psycho-educational

intervention for family members on caregiver burdens and psychiatric

symptoms in patients with schizophrenia in Shiraz, Iran. BMC

psychiatry, 12, 48. doi:10.1186/1471-244X-12-48.

Singgih Santoso. (2001). SPSS Versi 10 : Mengolah Data Statistik Secara

Profesional.Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

13

Slamet, Y. (1994). Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:

Sebelas Maret University Press.

Shimazu, K., Shimodera, S., Mino, Y., Nishida, A., Kamimura, N., Sawada, K., .. .

Inoue, S. (2011). Family psychoeducation for major depression: Randomised

controlled trial. British Journal of Psychiatry, 198(5), 385-390.

doi:10.1192/bjp.bp.110.078626.

Stuart, Laria. (2009).Prinsip dan Praktek Keperawatan PsikiatriEd.8.Jakarta EGC

Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosadakarya

Supratiknya, A. (2008). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi.Yogyakarta:

USD Press

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taylor, D. L. (2016). Psikofarmakologi. Dalam G. W. Stuart (Eds.), Prinsip dan

Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart (Buku 2 pp 440 - 477).

Singapore : Elsevier.

Townsend, M.C. (2009). Psychiatricnmental health nursing (6th

ed). Philadephia :

F.A. Davis Company.

Townsend, M. C. (2011). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in

Evidence-Based Practice. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Walsh, Joseph. (2010). Psycheducation In Mental Health. Chicago: Lyceum Books,

Inc.

Wibowo, S. (2016). Penderita Gangguan Jiwa di Jawa Tengah Terus Meningkat.

Retrieved April 18, 2017, from Tempo.co:

https://gaya.tempo.co/read/811005/penderita-gangguan-jiwa-di-jawa-tengah-

terus-meningkat.Diakses pada tanggal 23 April 2017

Widiyanto, M.A (2013). Statistika Terapan, Jakarta : PT Elex Media Komputindo

World Health Organization. (2009). Improving Health System And Service For

Mental Health. WHO. Library Cataloguing in Publication Data.

World Health Organization, (2015). Improving Health Systems and Services for

Mental Health (Mental Health Policy and Service Guidance Package),

Geneva27, Switzerland: WHO Press.

World Health Organization. (2017) Mental disoreders. Retrieved April 03, 2017, from

WHO:http://www.who.int/mental_health/management/depression/prevalence

_global_health_estimates/en/.Diakses pada tanggal 23 April 2017

Yulianti, Devi, dkk. (2010). Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat,

ed. 2, EGC.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa Edisi Refisi. Bandung: PT.Refika Aditama.

14

World Health Organization, (2015). Improving Health Systems and Services for

Mental Health (Mental Health Policy and Service Guidance Package),

Geneva27, Switzerland: WHO Press.

World Health Organization. (2017, February 23). Mental disoreders. Retrieved April

03, 2017, from

WHO:http://www.who.int/mental_health/management/depression/prevalence

_global_health_estimates/en/.Diakses pada tanggal 23 April 2017

Yulianti, Devi, dkk. (2010). Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat,

ed. 2, EGC.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa Edisi Refisi. Bandung: PT.Refika Aditama.