PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

74
PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.) (Skripsi) Oleh JAKA PRIMANDIRA 15110046 SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER) DHARMA WACANA METRO 2019

Transcript of PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

Page 1: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

i

PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.)

(Skripsi)

Oleh

JAKA PRIMANDIRA

15110046

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)

DHARMA WACANA METRO

2019

Page 2: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

ii

PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi

Oleh

JAKA PRIMANDIRA

NPM : 15110046

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)

DHARMA WACANA METRO

2019

Page 3: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

i

PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh:

JAKA PRIMANDIRA

ABSTRAK

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan terpenting setelah padi dan

gandum. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga sebagai pakan

ternak dan bahan baku industri. Konsumsi jagung per tahun di Indonesia

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan daya

beli masyarakat. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan

produksi jagung melalui peningkatan produksi dalam budidaya jagung. Upaya

untuk menciptakan produksi jagung yang tinggi dengan uji pertumbuhan dan hasil

perlu dikaji lebih lanjut untuk meningkatkan produksi jagung tersebut terutama

pada penggunaan pola jarak tanam dan biopestisida. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui (1) Pengaruh pola jarak tanam dalam meningkatkan pertumbuhan dan

hasil tanaman jagung (Zea mays L.). (2) Pengaruh biopestisida terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.). (3) Interaksi antara pola

jarak tanam dan biopestisida terhadap semua parameter.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2018 sampai Februari 2019 di

hamparan lahan kering Desa Margototo, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten

Lampung Timur. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Petak

Terbagi (Spil Plot) yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(RAKL) dengan 3 (tiga) ulangan. Sebagai petak utama adalah pola jarak tanam

(P) terdiri atas 2 taraf yaitu: pola jarak tanam lurus (p1) dan pola jarak tanam

zigzag (p2). Sebagai anak petak yakni pengendalian OPT terdiri dari 4 taraf yaitu:

Kontrol (b0), Biopestisida (b1), Asam Humat (b2), dan Agen Hayati (b3). Sehingga

terdapat 8 perlakuan dan 24 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pola jarak tanam berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yaitu pada variabel tinggi tanaman, bobot

berangkasan kering, bobot pertongkol, panjang per tongkol, diameter per tongkol,

dan hasil per petak panen berat tongkol. Pada pola jarak tanam lurus (P1) lebih

baik dari pada pola jarak tanam zig-zag (P2). (2) Pengendalian organisme

pengganggu tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

jagung yaitu pada variabel jumlah daun, dan bobot berangkasan kering. Perlakuan

pengendali organisme pengganggu tanaman menggunakan biopestisida (b1) lebih

Page 4: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

ii

baik dari pada kontrol (b0), asam humat (b2), dan agen hayati (b3). (3) Tidak

terdapat interaksi antara pola jarak tanam dan pengendalian organisme

pengganggu tanaman kecuali pada variabel bobot berangkasan kering. Interaksi

terbaik pada pola jarak tanam lurus (P1) dan pengendali organisme pengganggu

tanaman menggunakan biopestisida (b1).

Page 5: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : PENGARUH POLA JARAK TANAM

DAN BIOPESTISIDA TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

(Zea mays L.).

Nama Mahasiswa : JAKA PRIMANDIRA

NPM : 15110046

Jurusan/PS : Agroteknologi

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Yatmin, M.T.A.

NIP. 196302161990031003

Sri Wahyuni, SP.,M.Si

NIP.197210091998032001

2. Ketua Jurusan

Priyadi, SP, M.Si

NIDN. 0214108803

Page 6: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

iv

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Yatmin, M.T.A. (.............................)

Penguji Utama : Jamaludin, SP.,M.Si. (..............................)

Anggota : Sri Wahyuni, SP.,M.Si. (..............................)

2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana

Ir. Rakhmiati, MTA

NIP.196304081989032003

Tanggal Lulus Ujian : 16 Juli 2019

Page 7: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis tinggal di Desa Penawar Jaya, Kecamatan Banjar

Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung.

Lahir di Gedung Karya Jitu pada tanggal 05 September

1996, anak pertama dari dua bersaudara dari pasang

Bapak Ahmad Syamsul Arifin dan Ibu Karmila.

Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Penawar Rejo lulus tahun 2008,

pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Banjar Margo lulus

tahun 2011, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Banjar

Margo Lulus tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan studi

strata satu (S1) jurusan Agroteknologi di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

(STIPER) Dharma Wacana Metro Lampung.

Page 8: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

vi

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholatmu sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

Page 9: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

vii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT

Saya persembahkan karya sederhana ini

Kepada :

“Kedua orang tua saya”

(Bpk. Ahmad Syamsul Arifin dan Ibu Karmila)

Karena doa dan jerih payah nya

Saya dapat menyelesaikan semuanya

“Adik dan keluarga besar saya”

Yang selalu mendukung saya untuk menjadi orang sukses

“Sahabat-sahabat saya”

Yang menjadi keluarga ke-2 saya

Yang selalu ada baik susah maupun senang.

Page 10: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

berkah dah rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pola Jarak Tanam dan Biopestisida Terhadap Pertumbuhan

dan Hasil Jagung (Zea mays L.)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

tulus kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis terutama ditujukan

kepada:

1. Ibu Ir. Rakhmiati, MTA, sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertania

(STIPER) Dharma Wacana Metro.

2. Bapak Ir. Yatmin, MTA, sebagai Pembantu Ketua 1 dan sebagai dosen

pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan, saran, dukungan, selama

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Sri Wahyuni, SP., M.Si, sebagai penanggung jawab kegiatan lapang di

Desa Margototo, Kecaman Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur, dan

sebagai pembimbing lapang sekaligus pembimbing skripsi yang telah

memberi bimbingan, saran, dukungan, selama penelitian dan penyusunan

skripsi.

Page 11: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

ix

4. Bapak Jamaludin, M.Si., sebagai dosen penguji atas saran-saranya yang

bermanfaat dalam penyusunan dan perbaikan skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Samsun dan Staff dari Balai Penelitian Tanah (Balittanah)

Taman Bogo Lampung Timur, yang telah membantu membimbing dilapangan

dan memberi bimbingan, saran, dukungan dan motivasi, selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staff STIPER Dharma Wacana Metro yang

selalu memberikan dukungan dan ilmu yang telah diberikan.

7. Kedua orang tua saya yaitu Bpk. Ahmad Samsul Arifin dan Ibu Karmila yang

selalu berjuang dan mendoakan demi keberhasilan dan kesuksesan saya.

8. Teman-teman seperjuangan baik AGT maupun AGB yaitu mahasiswa-

mahasiswi angkatan 2015 STIPER Dharma Wacana Metro.

9. Semua pihak yang telah berperan serta dan membantu baik dalam penulisan

skripsi ini maupun masa perkuliahan.

Penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan sempurna dan sebaik-baiknya,

namun sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan

adalah milik manusia. Oleh karna itu penulis mengharapkan saran dan masukan

dari pembaca untuk menyikapi kekurangan-kekurangan yang ada pada tulisan ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, Amin.

Metro, Juli 2019

Penulis

Page 12: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ............................................ 1

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................. 6

1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis ................................................ 7

1.4 Hipotesis .......................................................................... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10

2.1 Botani Tanaman Jagung .................................................. 10

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ...................................... 14

2.2.1 Tanah ....................................................................... 14

2.2.2 Iklim ....................................................................... 15

2.3 Biopestisida ....................................................................... 16

2.4 Asam Humat ..................................................................... 21

2.5 Agen Hayati ...................................................................... 23

2.6 Pola Jarak Tanam .............................................................. 29

III. BAHAN DAN METODE ......................................................... 31

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 31

Page 13: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

x

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................. 31

3.3 Metodelogi Penelitian ...................................................... 32

3.4 Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 32

3.4.1 Persiapan Lahan .................................................. 32

3.4.2 Penanaman ......................................................... 33

3.4.3 Pemupukan .......................................................... 33

3.4.4 Pemeliharaan ....................................................... 33

3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit ....................... 34

3.4.6 Pemanenan .......................................................... 34

3.5 Peubah yang Diamati ........................................................ 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 37

4.1 Hasil .................................................................................. 37

4.2 Pembahasan ...................................................................... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 49

5.1 Kesimpulan ....................................................................... 49

5.2 Saran ................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 51

LAMPIRAN ........................................................................................ (57-91)

Page 14: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Uji BNT Tinggi Tanaman 56 hst ................................................... 37

2. Uji BNT Jumlah Daun 56 hst ......................................................... 39

3. Uji BNT Bobot Berangkasan Kering ............................................. 40

4. Uji BNT Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot ................................. 41

5. Uji BNT Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot .............................. 42

6. Uji BNT Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot ............................ 43

7. Uji BNT Bobot 1000 Butir ............................................................. 44

8. Uji BNT Hasil per Petak Berat Tongkol ........................................ 45

Page 15: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tata Letak Percobaan ..................................................................... 58

2. Tatak Letak Pola Tanaman Lurus .................................................. 59

3. Tatak Letak Pola Tanaman Zigzag ................................................ 60

4. Deskripsi Jagung Varietas NK 22 .................................................. 61

5. Jadwal Kegiatan ............................................................................. 62

6. Tabel Rekapitulasi Uji BNT Semua Variabel Pengamatan ........... 64

7. Data Rata-Rata Tinggi Tanaman Umur ke 14 hst sampai 56 hst ... 65

8. Data Tinggi Tanaman Umur 56 hst ................................................ 65

9. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 56 hst .............................. 66

10. Data Rata-Rata Jumlah Daun Umur ke 14 hst sampai 56 hst ........ 66

11. Data Jumlah Daun Umur 56 hst ..................................................... 67

12. Analisis Ragam Jumlah Daun Umur 56 hst ................................... 67

13. Data Berangkasan Kering .............................................................. 68

14. Analisis Ragam Berangkasan Kering............................................. 68

15. Data Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot ........................................ 69

16. Analisis Ragam Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot ...................... 69

17. Data Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot ..................................... 70

18. Analisis Ragam Panjang Tongkol Tanpa Kelobot ......................... 70

Page 16: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xiii

19. Data Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot ................................... 71

20. Analisis Ragam Diameter Tongkol Tanpa Kelobot ....................... 71

21. Data Bobot 1000 Butir ................................................................... 72

22. Analisis Ragam Bobot 1000 Butir ................................................. 72

23. Data Hasil per Petak Panen Berat Tongkol .................................... 73

24. Analisis Ragam Hasil per Petak Panen Berat Tongkol .................. 73

25. Data Hasil per Petak Panen Berat Tongkol (Transformasi) (√𝑥) .. 74

26. Analisis Sidik Ragam Hasil per Petak Panen Berat Tongkol ........ 74

27. Konversi Berat Pipilan (Kg) KA 29 % .......................................... 75

28. Konversi Berat Pipilan (Kg) KA 19 % .......................................... 75

29. Data Organisme Pengganggu Tanaman ......................................... 76

30. Data pH Tanah ............................................................................... 78

Page 17: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kurva pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 14 hst, 28 hst, 42 hst,

dan 56 hst ....................................................................................... 38

2. Kurva pertumbuhan Jumlah Daun umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, dan

56 hst .............................................................................................. 39

3. Pembuatan Petak Perlakuan ........................................................... 79

4. Pemasangan Plat Perlakuan............................................................ 79

5. Pemasangan Ajir ............................................................................ 80

6. Pengukuran Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun umur 14 hst ........ 80

7. Penyemprotan Biopestisida umur 14 hst ........................................ 81

8. Penimbangan Asam Humat ............................................................ 81

9. Pengukuran pH Tanah dan Kelembaban Tanah ............................. 82

10. Pengamatan Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun umur 28 hst........ 82

11. Penyemprotan Biopestisida umur 28 hst ........................................ 83

12. Pembuatan Biopestisida ................................................................. 83

13. Pengamatan Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun umur 42 hst........ 84

14. Pemanenan Tanaman Sampel ........................................................ 84

15. Penjemuran Bobot Berangkasan Kering ........................................ 85

16. Penimbangan Hasil per Petak Panen .............................................. 85

17. Pengukuran Panjang Tongkol Tanpa Kelobot ............................... 86

Page 18: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

18. Pengukuran Diameter Tongkol Tanpa Kelobot ............................. 86

19. Penimbangan Bobot Tongkol Tanpa Kelobot ................................ 87

20. Pemipilan dan Penghitungan 1000 butir ........................................ 87

21. Pemanenan ..................................................................................... 88

22. Penjemuran Bobot 1000 butir ........................................................ 88

23. Pengukuran Kadar Air.................................................................... 89

24. Penimbangan Bobot 1000 butir ...................................................... 89

25. Kerapatan Tanaman Zigzag ........................................................... 90

26. Foto dari Udara Lahan Penelitian .................................................. 90

27. Foto Jagung Penelitian Pola Jarak Tanam Zigzag ......................... 91

28. Foto Jagung Penelitian Pola Jarak Tanam Lurus ........................... 91

Page 19: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan terpenting setelah padi dan

gandum. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga sebagai pakan

ternak dan bahan baku industri. Permintaan jagung untuk industri pangan, pakan,

dan kebutuhan industri lainnya, setiap tahun diperkirakan akan terus meningkat

seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan daya beli

masyarakat (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2002).

Sektor pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

Indonesia. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian mencapai 13,6%,

namun harus diakui bahwa keterlibatan dan penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian sangat luar biasa besar. Ini telah dibuktikan ketika Indonesia diterpa

krisis ekonomi tahun 1998, sektor pertanianlah yang masih tetap eksis dan bahkan

dapat menampung tenaga kerja sektor lain yang mengalami goncangan. Program

Upaya Khusus (UPSUS) padi-jagung-kedelai (PAJALE), bawang merah-cabe

merah (BABE), sapi-ternak (SATE), yang direncanakan pemerintah sejak tahun

2014 telah nyata membuahkan hasil nyata secara positif. Tahun 2016 Indonesia

telah berhasil swasembada beras, pada tahun 2017 Indonesia telah berhasil

Page 20: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

2

swasembada jagung, dan tahun 2018 telah berhasil mengeksport bawang merah

yang cukup besar. Keberhasilan ini harus terus dikawal untuk keberlanjutannya.

Dalam mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri, pada tahun 2015 pemerintah

menetapkan sasaran produksi sebesar 20,313 juta ton atau naik sekitar 5%

dibandingkan produksi tahun 2014. Produksi jagung tahun 2014 sebanyak

19,01 juta ton pipilan kering atau meningkat sebanyak 0,50 juta ton (2,68 persen)

dibandingkan tahun 2013. Produksi jagung tahun 2015 diperkirakan sebanyak

20,67 juta ton pipilan kering atau mengalami peningkatan sebanyak 1,66 juta ton

(8,72 persen) dibandingkan tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015). Untuk

mencapai swasembada jagung pada tahun 2016 Kementan merencaanakan

pertambahan luas lahan tanaman jagung sebesar satu juta hektar

(Kementan RI, 2015).

Indonesia berpotensi besar dalam memproduksi jagung karena banyak lahan yang

sesuai untuk budidaya jagung, salah satunya di Provinsi Lampung. Luas lahan

tegalan di Provinsi Lampung perkembanganya berfluktuatif. Luas lahan tegalan di

Provinsi Lampung pada tahun 2009 seluas 791.362.00 ha, tahun 2010 seluas

768.715.00 ha, tahun 2011 seluas 452.458.00 ha, tahun 2012 seluas

749.597.00 ha, dan pada tahun 2013 seluas 743.725.00 ha (Badan Pusat Statistik,

2014). Namun demikian, produksi jagung di Provinsi Lampung hampir setiap

tahun mengalami penurunan. Produksi jagung di Provinsi Lampung pada tahun

2011 sebanyak 1.817.906 ton, tahun 2012 sebanyak 1.760.275 ton, tahun 2013

sebanyak 1.760.278 ton, tahun 2014 sebanyak 1.719.386 ton, dan pada tahun 2015

sebanyak 1.502.800 ton (Badan Pusat Statistik, 2016). Untuk itu dibutuhkan

Page 21: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

3

peningkatan produksi jagung secara maksimum di Provinsi Lampung agar dapat

membantu memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia.

Budidaya jagung seperti halnya tanaman lain, memerlukan faktor - faktor

pendukung yang mampu membantu tercapainya tingkat produksi yang optimum.

Faktor-faktor yang mendukung antara lain lingkungan, genetik, agronomis,

gangguan hama, dan penyakit serta pemupukan yang semuanya harus terjaga

dalam kondisi yang baik karena faktor-faktor tersebut akan saling terkait dan

saling mempengaruhi satu sama lain dalam menunjang pertumbuhan dan

produktivitas tanaman jagung (Puslitbangtan, 2007).

Menurut Barbieri et. al, (2000), Faktor iklim mempengaruhi produksi jagung pada

jarak tanam yang berbeda. Dengan curah hujan yang lebih banyak akan

menghasilkan produksi jagung lebih tinggi pada jarak yang lebih sempit. Dengan

jarak tanam 35 cm x 70 cm meningkatkan produksi persatuan luas lahan.

Kerapatan tanam harus diatur dengan jarak tanam sehingga tidak terjadi

persaingan antar tanaman, mudah memeliharanya dan mengurangi biaya.

Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman, terutama

karena koefisien penggunaan cahaya.

Sistem jarak tanam mempengaruhi cahaya, CO2, angin dan unsur hara yang

diperoleh tanaman sehingga akan berpengaruh pada proses fotosintesis yang pada

akhirnya memberikan pengaruh yang berbeda pada parameter pertumbuhan dan

produksi jagung (Barri, 2003). Jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan

produksi perluas lahan dan jumlah biji namun menurunkan bobot biji

(Maddonni et. al, 2006). Sedangkan menurut Liu et. al, (2004) variasi jarak tanam

Page 22: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

4

berpengaruh tidak nyata pada jumlah daun, tinggi tanaman, indeks jumlah daun,

indeks panen, serta jumlah tongkol namun berpengaruh nyata pada produksi

per hektar.

Kendala utama selain air adalah munculnya hama pengganggu tanaman, seperti

penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) dan penyakit bulai (Slerospora

maydis). Munculnya hama dan penyakit ini mendatangkan kerugian yang luar

biasa bagi petani. Selama ini pengendalian OPT tersebut sangat tergantung pada

penggunaan pestisida kimia.

Penggunaan pestisida kimia yang terus menerus sering menimbulkan masalah

yang serius termasuk didalamnya menghasilkan produk pertanian yang tercemar

residu pestisida. Terakhir ini membuat kekawatiran berbagai pihak baik

pemerintah, petani, dan bahkan konsumen penggunanya. Oleh karena itu

penggunaan pestisida kimia harus digunakan secara benar, bijaksana, dan

digunakan sebagai komponen terakhir bila cara yang lain sudah tidak lagi mampu

lagi digunakan.

Sebagai amanat dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan,

penggunaan pestisida kimia harus segera dikurangi. Pestisida organik termasuk di

dalamnya pestisida nabati, diharapkan sebagai pestisida yang dampaknya ramah

terhadap lingkungan. Pestisida jenis ini berbahan baku dari ekstrak tanam-

tanaman yang ada di sekitar kita. Oleh karenanya bersifat ramah lingkungan dan

tidak beracun bagi OPT non target.

Page 23: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

5

Bio-pestisida atau pestisida organik merupakan pestisida yang bahan dasarnya

terdiri dari bahan-bahan alami dan tidak mengandung bahan kimia sama sekali.

Salah satu contoh biopestisida yang sering digunakan petani secara mandiri

adalaah pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan

seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok

metabolit sekunder atau senyawa bioaktif dengan tujuan untuk mengendalikan

OPT (Kastono, 2005). Senyawa bioaktif dapat mengganggu pertumbuhan dan

pekermbangan hama dan penyakit tanaman. Biopestisida dapat menyerang hama

melalui dua cara yaitu secara kontak atau langsung dan secara sistemik. Beberapa

bioaktif tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat

membunuh, menarik, atau menolak serangga.

Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-

senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem

pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).

Menurut Harjono (1999) pestisida nabati memiliki keunggulan yaitu: daya

kerjanya selektif, residunya cepat terurai dan tidak beracun, tidak menimbulkan

pencemaran air, tanah, udara dan tanaman, serangga-serangga berguna/predator

tidak ikut musnah, tidak menimbulkan kekebalan serangga, murah dan mudah

di dapat. Sehingga biopestisida sering digunakan sebagai pengganti pestisida

kimia dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Pengaplikasian biopestisida pada produk pascapanen dapat menambah umur

produk lebih lama karena memiliki sifat anti-bakteri dan anti-jamur tergantung

pada bahan dasar yang digunakan pada biopestisida nabati tersebut. Sedangkan

Page 24: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

6

Kardinan (2000) mengungkapkan bahwa pembakuan pestisida nabati memang

sedikit sulit dilakukan berbanding pertisida sintetik karena beberapa faktor.

Bahan-bahan alami potensial menggantikan pestisida kimiawi tersedia melimpah

dan mudah diperoleh di sekitar lingkungan kegiatan pertanian. Beberapa bahan

berbasis sumberdaya lokal dapat digunakan sebagai pestisida nabati misalnya

kunyit, daun randu, biji sirsak, daun kenikir, daun/biji mimba, daun/biji mahoni,

dan brotowali. Pestisida nabati memberikan prospek terhadap perbaikan kualitas

produk pertanian, ramah lingkungan, dan berkontribusi terhadap stabilitas hasil

tanaman budidaya.

Pestisida organik sekarang banyak dikembangkan, yaitu pestisida yang dibuat dari

bahan tumbuh-tumbuhan atau produk tumbuhannya. Banyak tanaman yang

mempunyai potensi sebagai pestisida organik baik dari akar, batang, daun,

bungabahkan buangan (limbah) dari produk yang telah diproses (Sudarmo,2005).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Pengaruh pola jarak tanam dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung (Zea mays L.).

2. Pengaruh biopestisida terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung

(Zea mays L.).

3. Interaksi antara pola jarak tanam dan biopestisida terhadap semua

parameter.

Page 25: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

7

1.3 Dasar Pengajuan Hepotesis

Menurut Subandi, dkk (2006), salah satu cara untuk mendapatkan hasil jagung

yang optimal adalah mengatur populasi tanaman. Hasil jagung cenderung

meningkat pada populasi tinggi, tergantung pada varietas. Bagi beberapa varietas,

populasi tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah dan terjangkit penyakit. Pada

umumnya dianjurkan menanam jagung dengan populasi 62.500-71.400 tanaman

per hektar dan antara barisan berjarak 70-80 cm, dalam barisan 20 cm dengan satu

tanaman, atau 40 cm dengan dua tanaman per rumpun. Bagi daerah-daerah yang

menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja, dianjurkan jarak tanam dalam

barisan 40 cm dengan dua tanaman per rumpun (Subandi, dkk 1988 dan Subandi,

dkk 2006). Penelitian tentang sistem tanam zigzag belum dilaporkan dan masih

terbatas pada penggunaan sistem tanam lurus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter pertumbuhan, komponen

hasil dan hasil nyata dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan sistem tanam,

kecuali tinggi letak tongkol, hasil biji/plot dan bobot 100 biji. Perbedaan varietas

tidak nyata pengaruhnya terhadap tinggi letak tongkol, populasi tanaman panen

dan bobot 1000 biji. Sistem tanam lurus dan zigzag memberikan pengaruh yang

nyata terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dari masing-masing

varietas. Varietas Pioner-21 memiliki rata-rata hasil biji kering yang nyata lebih

tinggi (6.3 t/ha) dibanding Bisi-2 dan Sukmaraga, masing-masing adalah 5.4 dan

4.8 t/ha. (Jafri, dkk 2006).

Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan agen hayati dan pestisida

nabati telah banyak dilakukan. Ekstrak daun tapak liman, mimba, sirih, dan serai

Page 26: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

8

wangi ternyata memiliki potensi menekan penyakit bulai pada jagung manis

(Sekarsari, dkk 2013). Prayogo (2011) melaporkan pestisida nabati serbuk biji

srikaya dan biji jarak yang dikombinasikan dengan cendawan entomopatogen

Lecanicillium lecanii mampu meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik

cokelat dibandingkan dengan aplikasi secara tunggal. Pengendalian hayati

penyakit bulai menggunakan kombinasi agens pengendali biologi Trichoderma

viride dan B. subtilis lebih efektif daripada aplikasi secara tunggal

(Sadoma, dkk 2011).

Muis, dkk (2015) juga telah melakukan penelitian virulensi beberapa isolat bakteri

antagonis putative Bacillus subtilis (Ehrenberg Cohn) sebagai agensia pengendali

hayati penyakit tanaman jagung. Pada pengujian lapang, agen hayati harus

diformulasikan secara tepat agar bakteri tetap hidup dan efektif mengendalikan

patogen (Suriani dan Muis 2016). Oleh karena itu, Muis, dkk (2015) telah

melakukan evaluasi beberapa bahan pembawa dan pembuatan formulasi B.

subtilis untuk pengendalian hawar pelepah dan upih daun jagung, sehingga

ditemukan talk sebagai bahan pembawa terbaik untuk formulasi B. subtilis isolat

TM4. Selanjutnya Djaenuddin, dkk (2017) melakukan pengujian formula B.

subtilis TM4 sebagai biopestisida untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah

dan upih daun jagung serta penyakit hawar daun jagung. Formula B. subtilis TM4

relatif kurang efektif menekan perkembangan B. maydis.

Penelitian yang dilakukan Arsensi (2012), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

daun sirih cenderung menghasilkan diameter tongkol jagung manis yang lebih

besar dan berat tongkol yang lebih berat dibandingkan dengan perlakuan tanpa

pemberian ekstrak daun sirih. Penelitian yang dilakukan Rugaya dan Dahyar

Page 27: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

9

(2002), menunjukkan bahwa semua pestisida yang diuji (daun tembakau, daun

nimbi, daun srikaya, daun sirsak, daun sereh, kulit biji jambu, mete dan cengkeh)

memperlihatkan efektifitas terhadap penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis,

namun yang paling efektif adalah pestisida nabati yang berasal dari daun

tembakau. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua pestisida yang

diujikan tidak memperlihatkan pengaruh terhadap musuh alami.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi formulasi B. subtilis

dengan pestisida nabati ekstrak daun cengkeh, daun sirih, dan rimpang kunyit

tidak berbeda nyata dengan perlakuan agens hayati dan nabati yang diaplikasikan

secara tunggal. Perlakuan tunggal formulasi B. subtilis dapat menekan

perkembangan penyakit hawar pelepah dan upih daun pada jagung dengan

persentase serangan 39,1% dan hasil panen mencapai 8,4 t/ha (Djaenuddin dan

Muis, 2017).

1.4 Hipotesis

1. Pola jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

jagung (Zea mays L.).

2. Pemberian biopestisida memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman jagung (Zea mays L.).

3. Terdapat interaksi antara pola jarak tanam dan biopestisida terhadap

pertumbuhan dan hassil tanaman jagung (Zea mays L.).

Page 28: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu

siklus hidupnya selama 80-150 hari. Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat

tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Iriany, dkk 2007)

Akar tanaman berfungsi sebagai organ yang bertanggung jawab agar tanaman

dapat berdiri tegak pada tanah, organ yang melakukan absorbsi tanah dan air,

melakukan aktivitas metabolisme dan membentuk berbagai persenyawa yang

diperlukan oleh tanaman, dan tempat menyimpan cadangan makanan. Seperti

tanaman jenis rumput-rumputan lainnya, jagung mempunyai akar serabut dengan

tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara atau

Page 29: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

11

penyangga (Singh, 1987; Subekti, dkk 2007). Akar seminal adalah akar yang

berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat

setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan

berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari

buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku

secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah

permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar

seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan

dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar

adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar

adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi

dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi

rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air

(Subekti, dkk 2007).

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris,

dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang

berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol

yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit

(epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).

Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles

yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan

bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler

yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah

(Subekti, dkk 2007).

Page 30: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

12

Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka.

Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat

pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun

umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka

sempurna adalah 3-4 hari setiap daun (Subekti, dkk 2007) . Daun tanaman jagung

mampu berkembang hingga 20-21 helai daun, walaupun jagung memproduksi

20 helai daun namun hanya 14-15 saja yang menyelesaikan stadia vegetatifnya

(Farnham, dkk 2003).

Jagung termasuk tanaman menyerbuk silang karena tanaman ini termasuk

tanaman berumah satu (monoecious) dengan bunga jantan dan bunga betina

terpisah pada bunga yang berbeda tetapi masih pada satu tanaman yang sama.

peluang penyerbukan silang sebesar 95% dan sisanya 5 % peluang menyerbuk

sendiri (Poehlman dan Borthakur, 1969). Tanaman ini berumah satu dengan

bunga jantan tumbuh sebagai pembungaan ujung (tassel) pada batang utama

(poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai pembungaan

samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini

menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Katang-kadang bunga jantan tumbuh

pada ujung tongkol dan bunga betina pada tassel (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1998).

Bunga jantan berbentuk malai, terdiri atas kumpulan bunga tunggal dan terletak

pada bagian ujung batang. Masing-masing bunga jantan memiliki tiga stamen dan

satu pistil rudimenter. Bunga betina keluar dari buku-buku batang berupa tongkol.

Tangkai putik pada bagian betina berbentuk seperti rambut yang bercabang

Page 31: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

13

cabang kecil. Bagian atas putik keluar dari tongkol untuk menangkap serbuk sari.

Bunga betina mempunyai pistil tunggal dan stamen rudimenter (Habibah, 2005).

Bunga jantan mampu menghasilkan 25 juta polen atau rata-rata lebih dari 25 000

polen untuk menyerbuki satu rambut sehingga menghasilkan satu biji. polen

menyebar satu sampai tiga hari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama

telah siap diserbuki sampai beberapa waktu setelah bunga betina siap diserbuki

(Poehlman dan Borthakur, 1969).

Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel)

berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Rambut jagung (silk)

adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut

jagung tumbuh dengan panjang hingga 30.5 cm atau lebih sehingga keluar dari

ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan

kelobot (Subekti, dkk 2007).

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol tergantung varietas. Tongkol

jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih

besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas

10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti, dkk 2007). Biji-biji

tertempel kuat pada suatu poros yang kuat ‘janggel’, dan seluruhnya tertutup oleh

daun pelindung bunga. Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada janggel sesuai

letak bunga. Seluruh tongkol terbungkus oleh pelepah-pelepah daun yang berubah

yang disebut kelobot, ini merupakan suatu perlindungan alami tongkol yang

sedang masak terhadap banyak hama di lapangan. Bentuk biji ada yang berbentuk

Page 32: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

14

bulat, sesuai dengan varietasnya. Warna biji bervariasi antara kuning, putih,

merah/orange dan merah hampir hitam.

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

Jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa karakter diantaranya

lingkungan tempat tumbuh dan umur panen. Jenis jagung berdasarkan lingkungan

tempat tumbuh meliputi jagung yang tumbuh di dataran rendah tropik

(< 1 000 mdpl), dataran rendah subtropik dan mid-altitude (1 000 – 1 600 m dpl),

dan dataran tinggi tropik (>1 600 m dpl). Jenis jagung berdasarkan umur panen

dikelompokkan menjadi dua yaitu jagung berumur genjah dan umur dalam.

Jagung umur genjah adalah jagung yang dipanen pada umur kurang dari 90 hari

sedangkan jagung umur dalam dipanen pada umur lebih dari 90 hari

(Iriany, dkk 2007).

2.2.1 Tanah

Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase yang baik,

pH tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami jagung antara lain

andosol, latosol dengan syarat pH-nya harus memadai untuk tanaman tersebut

(Rukmana, 1997). Pada tanah-tanah yang bertekstur berat, jika akan ditanami

jagung maka perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik. Namun, apabila

kondisi tanahnya gembur, dalam budidaya jagung tanah tidak perlu diolah

(sistem TOT). Tanaman jagung ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah

sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 mdpl.

Sedangkan daerah yang optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 0-600

mdpl (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Page 33: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

15

2.2.2 Iklim

Tanaman jagung menghendaki daerah yang beriklim sedang hingga subtropik atau

tropis yang basah dan di daerah yang terletak antara 0-500 LU hingga 0-400 LS.

Tanaman jagung juga menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Suhu

optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26ºC sampai 30ºC dan pH

tanah 5.7 – 6.8 (Subandi dalam Iriany, dkk 2007). Agar dapat tumbuh dengan

baik, tanaman jagung memerlukan temperatur rata-rata antara 14ºC sampai 30ºC,

dengan curah hujan sekitar 600 mm – 1 200 mm per tahun yang didistribusikan

rata selama musim tanam (Kartasapoetra, 1988). Intensitas cahaya matahari

sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang baik. Tanaman jagung membutuhkan

cahaya matahari secara langsung bukan di tempat-tempat terlindung karena dapat

mengurangi hasil (Sudjana, dkk 1991). Hari panas dan suhu malam yang tinggi

meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan, dan walaupun suhu panas adalah

ideal untuk pertumbuhan vegetatif dan tongkol, suhu sedang adalah optimum

untuk akumulasi karbohidrat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Faktor air merupakan salah satu faktor pembatas untuk pertumbuhan jagung.

Kebutuhan air yang terbanyak pada tanaman jagung adalah stadia pembungaan

dan stadia pengisian biji. Jumlah radiasi surya yang diterima oleh tanaman selama

fase berbunga juga merupakan faktor yang penting untuk penentuan jumlah biji

(Subandi, Syam dan Widjono, 1988).

Page 34: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

16

2.3 Biopestisida

Pestisida nabati berbasis sumberdaya lokal mudah diperoleh, dibuat, relatif murah,

dan ramah lingkungan. Pemberian pestisida nabati secara terus menerus tidak

meninggalkan residu dalam tanah dan produk tanaman. Pestisida nabati relatif

mudah terdegradasi. Bahan-bahan alami yang berfungsi sebagai pestisida nabati

antara lain adalah kunyit, daun randu, biji srikaya, daun kenikir, daun/biji mimba,

daun/biji mindi, biji mahoni, dan brotowali. Balai Penelitian Lingkungan

Pertanian telah menginisiati pestisida nabati berbasis sumberdaya lokal dengan

memanfaatkan biji mahoni, daun/biji mimba, cairan dari asap cair proses pirolisis

arang hayati, dan urin sapi. Pestisida tersebut telah dimanfaatkan dalam sistem

budidaya tanaman pangan dan sayuran sebagai upaya preventif terhadap serangan

hama dan penyakit tanaman.

Urine sapi merupakan sisa ekresi dari metabolisme ternak sapi, dan oleh sebagian

besar patani urine ini belum dimanfaatkan dan biarkan terbuang percuma. Selama

ini yang termanfaatkan hanya kotoran (faeses) untuk dibuat pupuk kandang.

Menurut Murniyati dan Safriani (2013) urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai

pupuk organik cair karena kandungan zat hara pada urine sapi, terutama

kandungan nitrogen, fosfor, kalium, dan air. Dari fakta tersebut maka urine sapi

layak dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (POC) bagi tanaman budidaya.

Selain sebagai POC, urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pestisida pembasmi

hama pada tanaman. Urine sapi yang diketahui berkhasiat sebagai pestisida

(Marlina, 2012). Urine sapi sebagai pestisida dikenal sebagai pestsida ramah

lingkungan karena mengandung unsur yang mampu mengusir dan membunuh

hama tanaman budidaya.

Page 35: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

17

Sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk dan pestisida organik, urine perlu

diperlakukan dengan cara fermentasi. Fermentasi merupakan aktivitas

mikroorganisme aerob dan/atau anaerob yang mampu mengubah atau

mentransformasikan senyawa kimia ke subtrat organik (Rahman, 1989).

Selanjutnya Winarno (1990) mengemukan bahwa fermentasi dapat terjadi karena

ada aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi pada subtrat organik yang

sesuai, proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan yang

difermentasikan.

Asap cair (wood vinegar, liquid smoke) adalah cairan yang dihasilkan dari sebuah

proses pengembunan (kondensasi) dari uap pembakaran secara langsung maupun

tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Bahan baku yang banyak digunakan

antara lain berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa,

sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Dalam dunia

pertanian, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asap cair sebagai bio

pestisida pengendali hama ulat adalah tempurung kelapa, sekam padi dan limbah

kayu.

Pengembangan produk bio-pestisida berbasis "asap cair" adalah untuk

mengendalikan hama yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan

sumberdaya lokal yang efektif, aman, murah dan mudah dilaksanakan petani yang

dapat meningkatkan keamanan tanaman kedelai serta meningkatkan kesejahteraan

petani. Hasil kajian Rumbaina, dkk (2004) menunjukkan bahwa asap cair

berpotensi dan efektif sebagai penolak (repellent) hama ulat grayak dan

penggerek polong pada tanaman kedelai.

Page 36: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

18

Pohon mimba dapat mencapai tinggi 20 m, batangnya agak bengkok dan pendek,

terasnya berwarna merah dan keras. Tajukrapat, berbentuk oval dan besar. Selalu

hijau tidak menggugurkan daun pada musim panas dan kering yang ekstrim.

Memiliki daun majemuk 7-17 pasang setiap tangkainya, daunnya berbentuk

lonjong dan bergigi. Daun sangat pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti

bawang putih.Bunga berbentuk malai dengan panjang 10-30 cm, dan berwarna

putih sampai krem. Buah berbentuk elips, berdaging tebal, memiliki panjang

1,2-2 cm, berwarna hijau/kuning ketika masak, dengan lapisan tipis kutikula yang

keras, dan daging buah berair. Mimba mengandung azadirachtin, meliantriol,

salannin, dan nimbin, di mana kandungan bahan aktif tertinggi terdapat pada

bagian biji.

Mekanisme pestisida dari daun mimba yaitu bahwa pestisida yang dibuat dari

tumbuhan dapat memengaruhi reproduksi dan perilaku serangga hama, dan dapat

berperan sebagai penolak, penarik, antifeedant, dan menghambat perkembangan

serangga, baik sebagai racun perut maupun racun kontak.

Kunyit atau Rhizome (batang dalam tanah) dapat digunakan sebagai insektisida

untuk mengendalikan serangga hama ataupun sebagai fungisida untuk

mengendalikan jamur yang merusak tanaman. Kandungan utama kunyit adalah

minyak atsiri dan kurkuminoid (Rukmana, 1994 dalam Nurhayati, dkk. 2012).

Minyak atsiri dalam rhizoma kunyit berfungsi sebagai anti fungi maupun anti

mikroba. Komponen minyak atsiri rhizoma kunyit mengandung senyawa

metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen. Dimana

senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur, sehingga

kunyit dapat dijadikan sebagai pengendali penyakit tanaman yang disebabkan

Page 37: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

19

oleh jamur. Senyawa turunan dari minyak atsiri rhizoma kunyit yang termasuk ke

dalam golongan sesquiterpen yaitu: turmerone, turmerol, ar-turmeron, curlon, ar-

kurkumin dan senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga mempunyai sifat

antifungi.

Kunyit mempunyai sifat yang sangat baik sebagi pengendali hama. Bila dicampur

dengan air kencing sapi dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa penyakit

dan hama. Campuran tersebut diencerkan dengan 15-20 liter air ditambah dengan

4cc emulsifier (misal: gum arab, getah karet) setiap liter dapat digunakan untuk

menyemprot tanaman yang diserang hama.(Astuti, dkk., 2013).

Sasaran hama penggunaan bahan pestisida nabati kunyit yaitu Aphis, ulat grayak

(Spodoptera litura), ngengat punggungberlian (Plutella xylostella), wareng hijau

(Nephotettix virescens), pengebor batang padi (Scirpophaga incertulus),

penggulung daun padi (Cnaphalocrocis medinalis), dan ulat ataupun tungau

padaumumnya. Juga berfungsi sebagai insektisida terhadap hama gudang seperti

Bubuk-bubuk kapri (Callosobochus maculatus), bubuk biji gandum (Sitophilus

granarius), pengebor biji (Callosobruchus chinensis), kumbang tepung beras

(Tribolium sp.), bubuk beras (Sitophilus oryzae) (Astuti, dkk., 2013).

Mahoni merupakan tanaman tahunan yang tingginya 5-25 m. Batang berkayu,

bentuk bulat, mempunyai banyak percabangan. Daun majemuk, menyirip genap,

bentuk bulat telur sampai lonjong atau elips, ujung dan pangkalnya runcing, tepi

rata, pertulangan daun menyirip, daun muda warna merah dan setelah berwarna

hijau. Perbungaan bentuk malai, terdapat di ketiak daun, warna kuning

kecoklatan. Mahoni tumbuh pada ketinggian ± 700 m dpl, di daerah panas. Buah

Page 38: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

20

mahoni mengandung senyawa yang mirip dengan Butane Hexane Chlor (BHC)

dengan konsentrasi 0,005 ppm. Senyawa BHC atau yang dikenal sekarang

Hexa Chlorosiclo Hexana (HCH) merupakan insektisida organoklorida yang

bersifat racun perut dan racun pernapasan.

Pengendalian hama Aphis dapat dilakukan dengan menerapkan konsep

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan menggunakan bahan-bahan nabati

yang tersedia di alam, salah satunya adalah ekstrak biji mahoni. Ekstrak sederhana

biji mahoni dapat menyebabkan mortalitas pada hama Aphis jantan dan

menghambat reproduksi serangga betina. Cara pembuatan ekstrak biji mahoni

yaitu biji mahoni ditumbuk halus, dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 10 gr/l,

biarkan 1 malam, kemudian disemprotkan (Budiyanto, 2016).

Selain kayunya, buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip dengan

Butane Hexane Chlor (BHC) dengan konsentrasi 0,005 ppm. Senyawa BHC atau

yang dikenal sekarang Hexa Chlorosiclo Hexana (HCH) merupakan insektisida

organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan. Hal inilah yang

melandasi biji mahoni dijadikan insektisida organik (Anonim, 2016).

Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan famili dari Meliaceae dapat

digunakan sebagai insektisida organik. Biji mahoni mengandung senyawa

flavonoid, saponin, alkaloid, steroid, dan terpenoid. Kelompok flavonoid yang

bersifat insektisida alam yang kuat adalah isoflavon. Isoflavon memiliki efek pada

reproduksi, yaitu antifertilitas. Senyawa flavonoid yang lain bekerja sebagai

insektisida ialah rotenon. Rotenoid merupakan racun penghambat metabolisme

dan sistem saraf yang bekerja perlahan. Serangga yang mati diakibatkan karena

Page 39: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

21

kelaparan akibat kelumpuhan padaalat mulutnya. Saponin menunjukkan aksi

sebagai racun yang dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Pada biji

mahoni juga terdapat senyawa sweitenin yang termasuk senyawa limonoid yang

bersifat sebagai antifeedant dan penghambat pertumbuhan (Budiyanto, 2016).

Pestisida organik mampu merusak perkembangan telur, larva hingga pupa dengan

cara spesifik sehingga tidak mengganggu organisme lain. Selain itu mampu

mengurangi nafsu makan bagi serangga, menghambat reproduksi pada serangga

betina, hingga bersifat reppelent (mengusir). Jadi, biji mahoni ini sangat efektif

untuk dijadikan sebagai insektisida organik (Budiyanto, 2016).

2.4 Asam Humat

Bahan organik tanah sering dibedakan menjadi bahan terhumifikasi dan tak

terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-senyawa dalam

tanaman dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam

amino, protein, lipid, asam nukleat, dan lignin. Sedangkan fraksi terhumifikasi

dikenal sebagai humus ataupun bahan humat, yang dianggap sebagai hasil akhir

dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah (Tan, 1993).

Asam humat ialah fraksi utama dari bahan organik tanah yang merupakan faktor

penting untuk pemeliharaan kesuburan tanah (Bama, Selvakumari, Santhi, dan

Singaram, 2003). Menurut Stevenson (1982), asam humat adalah senyawa organik

hasil proses penguraian dan modifikasi sisa organisme yang berasal dari tanaman

dan hewan dalam tanah. Asam humat bersifat amorf, berwarna gelap, dan tahan

terhadap degradasi mikroba.

Page 40: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

22

Asam humat adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik,

merupakan fraksi yang larut dalam basa (Kononova, 1966). Asam humat

merupakan bahan koloid terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga

coklat kehitaman dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993).

Karakteristik lainnya adalah memiliki beban elektrositas yang tinggi, kapasitas

tukar yang tinggi, menjadi hidrofil dan asam secara alami (Orlov, 1985). Asam

humat bukanlah pupuk, tetapi merupakan bagian dari pupuk. Pupuk adalah

sumber hara untuk tanaman dan miktonutrien dari tanah ke tanaman (Sahala, Hari,

Setyoso, dan Bambang, 2006).

Asam humat biasanya kaya akan karbon, yang berkisar antara 41 dan 57%. Asam

humat mengandung kadar oksigen yang tinggi, sedangkan kadar hidrogennya

rendah serta mengandung nitrogen. Kadar oksigen sekitar 33-46% dan

mengandung 2-5% N. Kemasaman total atau kapasitas tukar senyawa - senyawa

humat tanah dikarenakan oleh kehadiran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-

ion H pada gugus-gugus karboksil dan alifatik dan gugus hidroksil fenolik. Asam

humat dicirikan oleh kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah

daripada asam fulvat (Tan, 1993).

Menurut Tan (1993), tiga tahap dasar yang terlibat dalam pembentukan asam

humat: pembentukan satuan-satuan struktur dari dekomposisi jaringan tanaman,

kondensasi dari satuan-satuan tersebut, dan polimerisasi dari produkproduk

kondensasi. Hasilnya adalah suatu sistem multi komponen, yang disebut asam

humat atau asam fulvat. Keduanya menunjukkan pola struktur yang mirip, tetapi

dapat berbeda dalam rincian komposisi struktur dan kimia misalnya asam fulvat

mempunyai inti aromatik yang kurang padat, tetapi mempunyai komponen

Page 41: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

23

peripheral yang lebih berkembang. Asam fulvat dapat merupakan pendahulu atau

produk dekomposisi dari asam humat. Humus dan bahan humat merupakan

komponen tanah yang sangat penting. Bahan humat dengan lempung tanah

berperan atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya

secara tidak langsung diketahui dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan

mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, bahan-

bahan humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya

terhadap metabolisme dan proses fisiologi lainnya. Senyawa humat dan sejenisnya

dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung dengan mempercepat

proses respirasi, dengan meningkatkan permeabilitas sel, atau melalui kegiatan

hormon pertumbuhan. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan

tanah dan berperan penting dalam translokasi atau metabolisme lempung,

alumunium, dan besi yang menghasilkan horizon spodik dan horizon argilik (Tan,

1993). Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa asam humat berpengaruh

langsung pada pertumbuhan tanaman, diantaranya mempercepat perkecambahan

benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pemanjangan sel akar, dan

mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberikan dalam jumlah

yang tepat.

2.5 Agen Hayati

Agen Hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, atau

varietas dari semua jenis serangga, nematode, protozoa, cendawan, bakteri, virus,

mikoplasma, serta organisme lain yang dalam semua tahap perkembangannya

dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian OPT dalam proses produksi,

Page 42: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

24

pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya (Permentan no 411

tahun 1995).

Jenis-jenis jamur yang biasa digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit

diantaranya:

1. Beauveria Bassiana, sp

2. Spicaria, sp

3. Paecylomiceus, sp

4. Trichoderma, sp

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap jamur diantaranya :

1. Jamur dapat berkembang biak pada suhu 20-30˚C.

2. Kelembaban 80-100%.

3. Sinar Matahari dan pestisida kimia dapat menghambat perkembangan

jamur bahkan dapat mematikan.

Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Agens Hayati

Agen hayati memiliki kelebihan :

1. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang

organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan

menyerang hama penyakit sasaran.

2. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah

tersedia di alam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai

menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya

terganggu.

Page 43: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

25

3. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup

yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat

secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.

4. Tidak ada efek samping.

5. Relatif murah.

6. Tidak menimbulkan resistensi organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

sasaran.

Kekurangan agen hayati :

1. Bekerja secara lambat.

2. Sulit diprediksi hasilnya, perkembangabiakkan agen hayati setelah

diaplikasikan sangat tergantung dengan ekosistem.

3. Lebih optimal jika digunakan untuk preventif (pencegahan), kurang cocok

digunakan untuk kuratif (penyembuhan penyakit).

4. Pada jenis hayati tertentu sulit dikembangkan secara massal.

Penggolongan Agen Hayati

1. Predator

Predator adalah binatang yang memakan hama OPT untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Berikut adalah contoh musuh alami dari golongan predator :

• Paedorus sp. atau dikenal dengan nama Tom-ket , merupakan predator

dari hama kutu-kutuan, wereng, dan Myzus sp.

• Laba-laba sebagai pemangsa belalang dan hama tanaman yang lainnya

seperti walang sangit dll.

Page 44: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

26

• Belalang sembah merupakan predator yang pemangsa belalang dan hama

tanaman yang lainnya seperti walang sangit, ulat, dan imago dari

penggerek dll.

• Burung hantu Tyto alba adalah musuh alami dari tikus, sangat efektif

mengendalikan populasi tikus.

2. Parasitoid

Serangga Parasitoid adalah serangga yang memarasit atau hidup dan berkembang

dengan menumpang pada serangga lain (inang). Berdasarkan inangnya, parasitoid

dibagi dalam 3 golongan yaitu: Parasitoid Telur, Parasitoid Larva, dan Parasitoid

Imago.

Parasitoid idiobion adalah parasit yang mencegah pertumbuhan inang setelah

parasitisasi awal, dan khususnya ini melibatkan tahapan hidup inang yang tak

bergerak (mis, telur atau kepompong), dan hampir tanpa pengecualian mereka

tinggal di luar inang. Parasitoid koinobion memugkinkan inang terus berkembang

dan sering tak membunuh atau mengambil makanan dari inang hingga menjadi

kepompong ataupun dewasa, yang kemudian khasnya melibatkan hidup dalam

inang bergerak. Tak umum bagi parasitoid sendiri bertindak sebagai inang untuk

anak parasitoid lainnya. Yang terakhir ini umum disebut sebagai hiperparasit

namun istilah ini agak membingungkan, karena inang dan parasitoid primer

dibunuh. Istilah yang lebih baik adalah parasitoid sekunder, atau hiperparasitoid;

yang sebagian besar diketahui termasuk ordo Hymenoptera.

Page 45: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

27

3. Patogen Serangga

Patogen Serangga adalah jasad renik (mikroorganisme) yang menyebabkan

infeksi dan menimbulkan penyakit pada serangga hama. Patogen serangga ada 3

yaitu jamur entomopatogen, bakteri entomopatogen dan virus. Jamur

entomopatogen adalah jamur yang dapat hidup dan berkembang biak di dalam

tubuh serangga. Cara kerja jamur ini sangat khas, spora yang awalnya menempel

di tubuh serangga akan mengeluarkan semacam kecambah yang akan menembus

dinding sel tubuh serangga, biasanya ini terjadi pada bagian tubuh seragga yang

lunak seperti ruas-ruas tubuh serangga. Kemampuan ini dikarenakan jamur dapat

memproduksi semacam enzim kitinase yang dapat melunakkan jaringan keras

pada tubuh serangga. Kecambah yang sudah masuk akhirnya akan tumbuh dan

berkembang secara pesat di dalam tubuh inangnya.

Serangga yang terserang patogen akan turun aktifitasnya, tidak mau makan, tidak

mau bergerak, lalu akhirnya mati. Searangga yang mati akan mengeluarkan benda

semacam kapas berwarna putih, coklat, ataupun kehijauan tergantung jenis jamur

yang menginfeksinya. Salah satu contoh jamur entomopatogen adalah Jamur

Beauveria Basssiana. Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah

sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi

oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan,

kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Proses

ini memakan waktu 3-5 hari sampai akhirnya serangga mati, bangkai yang

terinfeksi dapat berfungsi sebagai sumber spora untuk penyebaran sekunder

jamur. Serangga juga dapat menyebarkan jamur melalui perkawinan.

Page 46: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

28

Selain dari golongan jamur seperti diuraikan di atas, ada golongan bakteri yang

juga menginfeksi serangga hama, salah satunya adalah Serratia marcescens atau

dikenal juga dengan naman bakteri merah.Bakteri sangat efektif untuk

mengendalikan hama ulat, belalang, dan serangga penggit pengunyah lainnya.

Namun bakteri ini kurang efektif terhadap serangga dengan tipe mulut pencucuk

penghisap. Cara kerja bakteri ini adalah menyerupai racun lambung, yaitu massa

bakteri harus tertelan oleh serangga, setelah itu infeksi akan dimulai dari daerah

pencernaan serangga.

4. Agens Antagonis

Agen antagonis adalah jasad renik yang mengintervensi aktvitas pathogen

penyebab penyakit tumbuhan baik fase parasitic maupun saprofitiknya. Beberapa

alasan kenapa jamur tersebut bisa menjadi pilihan sebagai pengendali hayati yaitu:

mempunyai kapasitas reproduksi yang tergolong tinggi, mempunyai siklus hidup

yang pendek, dapat membentuk spora yang mampu bertahan lama di alam bahkan

dalam kondisi ekstrim, relatif aman digunakan, mudah diproduksi, cocok dengan

berbagai insektisida, dan kemungkinan menimbulkan resistensi hama sangat kecil.

Salah satu jamur antagonis adalah Gliocladium sp, Trichoderma sp. Yang

digunakan untuk mengendalikan penyakit layu baik Fusarium (jamur) atau

Xanthomonas sp dan Pseudomonas sp. (bakteri) dan bisa mengendalikan penyakit

akar gada pada kubis dan akar putih pada tanaman perkebunan (kakao, karet,

sawit, sengon, kopi, teh dan kina).

Page 47: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

29

2.6 Pola Jarak Tanam

Jarak tanam adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberi ruang tumbuh

pada tiap–tiap tanaman agar tumbuh dengan baik. Jarak tanam akan

mempengaruhi kepadatan dan efisiensi penggunaan cahaya, persaingan diantara

tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara sehingga akan mempengaruhi

produksi tanaman (Hidayat, 2008). Pola tanam adalah usaha yang dilakukan

dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan

tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu,

termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode

tertentu. (Musyafa, 2011).

Madodonni et. al, (2006) menyatakan bahwa jarak tanam yang lebih sempit akan

meningkatkan populasi yang bertujuan agar memberikan produksi per hektar yang

lebih besar. Sistem jarak tanam metode zigzag memiliki populasi yang lebih besar

dibandingkan sistem satu baris, ternyata dengan populasi yang lebih banyak lebih

mampu memberikan produksi per ha yang maksimal. Metode zigzag yang

digunakan pada penelitian ini yaitu dengan jarak tanam ukuran 20 x 25 cm.

Di lapangan pertumbuhan tanaman menggunakan metode zigzag ini cukup baik

proses pertumbuhannya.

Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman, terutama

karena koofesien penggunaan cahaya. Tanaman memberikan respon dengan

mengurangi ukuran baik pada seluruh tanaman atau bagian-bagian tertentu

(Setyati, 1983). Jarak tanam yang lebih sempit meningkatkan persaingan antar

jagung. Sistem satu baris memiliki persaingan yang lebih rendah sehingga mampu

Page 48: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

30

memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Metode jarak tanam sistem satu baris

yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan jarak tanam 20 x 30 cm (2 benih

perlubang tanam).

Page 49: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

31

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di hamparan lahan kering Desa Margototo,

Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai Februari 2019.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung (NK-22), pupuk

buatan (UREA, SP36, KCl), Agen Hayati, Asam Humat, bahan biopestisida

terdiri dari : urin sapi, daun mahoni, daun mimba, asap cair, rimpang kunyit, dan

mikroba Bacillus aryabhattai.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: bajak, timbangan

analitik tipe HWH DJ 1002C dengan ketelitian 0,01 gram, tangki sprayer

kapasitas 16 liter lengkap dengan APD-nya , kantong plastik ukuran 1 kg, karung

plastik ukuran 10 kg dan 50 kg, terpal ukuran 1 X 1 m, gergaji, pisau, sendok,

cangkul, golok, meteran, map plastik, ember kecil dan besar, paku, palu, kamera,

dan alat tulis. Sedanngkan peralatan pembuataan pestisida nabati terdiri dari: alat

pencacah atau seperangkat alat penumbuk, tungku pemanas, saringan, timbangan,

gayung, drum, botol, dan derigen.

Page 50: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

32

3.3 Metodelogi Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot)

yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3

(tiga) ulangan. Sebagai petak utama adalah pola jarak tanam (P) terdiri atas 2 taraf

yaitu: pola jarak tanam lurus (p1) dan pola jarak tanam zigzag (p2). Sebagai anak

petak yakni pengendalian OPT terdiri dari 4 taraf yaitu: Kontrol (b0), Biopestisida

(b1), Asam Humat (b2), dan Agen Hayati (b3). Sehingga terdapat 8 perlakuan dan

24 satuan percobaan.

Data hasil pengamatan diuji homogenitasnya dengan uji Barlett dan

ketidakadiktifan data antara lingkungan dan perlakuan diuji deangan Tuckey

kemudian di analisis dalam sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata

terkecil (BNT), semua pengujian dilakukan dengan taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Lahan

Lahan yang ditanami merupakan lahan sisa atau residu penggunaan berbagai

pembenah tanah dan selanjutnya diolah dengan di bajak dalam dan dirotari. Tanah

diolah hingga menjadi gembur, bersih dari gulma serta sisa-sisa tanaman, tanah

diratakan dan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan petakan percobaan lalu

tanah diratakan. Pembuatan petakan pada pola jarak tanam lurus seluas 10 m x 6

m dan pola jarak tanam zigzag seluas 10,2 m x 7 m sebanyak 24 petakan, dengan

jarak antar petak dan ulangan yaitu 2 m.

Page 51: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

33

3.4.2 Penanaman

Penanaman menggunakan benih jagung NK-22, dilakukan dengan membuat

lubang tanam dengan cara menugal dengan kedalaman 3 cm. Pada pola jarak

tanam lurus 75 cm x 40 cm dalam 1 lubang diisi 2 butir biji jagung, dan pada

sistem tanam zig-zag 60 cm x 25 cm dalam 1 lubang diisi 1 butir biji jagung.

Populasi tanaman jagung setiap plot percobaan sistem tanam row/lurus adalah 384

tanaman, dan pada sistem tanam zig-zag adalah 636 tanaman.

3.4.3 Pemupukan

Pemberian pupuk kandang 800 kg/ha dan dolomit 1 ton/ha dilakukan pada saat

olah tanah. Pemberian pupuk UREA 300 kg/ha, Phonska 200 kg/ha, SP-36 100

kg/ha, dan KCL 100 kg/ha diberikan pada saat tanam dengan cara di tabur secara

larikan yang berjarak 5cm dari lubang.

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi :

1. Penyiraman

Untuk penyiraman disesuaikan dengan kondisi cuaca Jika pelaksanaan

penelitian pada musim penghujan maka tidak perlu dilakukan penyiraman,

tetapi jika pada waktu penelitian pada musim kemarau maka dilakukan

penyiraman.

2. Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara kimiawi dan manual. Kimiawi dengan

menggunakan herbisida zenus pada gulma yang tumbuh di areal pertanaman,

Page 52: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

34

dan manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di areal pertanaman dengan

tangan dan membersihkan gulma da parit drainase dengan cangkul.

3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada tanaman sehat untuk mencegah

terjadinya serangan hama dan penyakit. Sedangkan aplikasi pestisida nabati

dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan konsentrasi 10 ml/L air, dimulai sejak

tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST). Untuk menghindari serangan

penggerek tongkol, khusus awal pembungaan sampai pengisian biji interval

aplikasi pestisida dipercepat menjadi 1 minggu sekali dengan dosis sama. Dalam

satu periode tanam jagung disemprot pestisida nabati sebanyak 8 kali. Aplikasi

asam humat dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan dosis 7 gr/petak, dimulai

sejak tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST). Aplikasi agen hayati

dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan konsentrasi 15 l/L air, dimulai sejak

tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST).

3.4.6 Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat 105 hari setelah tanam dengan kriteria batang

daun dan kelobot menguning, biji jagung padat, keras dan menguning.

3.5 Peubah yang Diamati

3.5.1 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dalam satuan meter (m). Pengukuran dimulai dari pangkal

batang sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran dimulai saat tanaman berumur

Page 53: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

35

14 hst dengan interval 2 minggu sekali sampai muncul bunga jantan

sebanyak 75%.

3.5.2 Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna, penghitungan

dimulai saat tanaman berumur 14 hst dengan interval 2 minggu sekali sampai

muncul bunga jantan sebanyak 75%.

3.5.3 Bobot Berangkasan Kering Tanaman (gram).

Berangkasan yang diambil dikeringkan dengan dijemur dan ditimbang kemudian

dioven selama 5 jam dengan suhu 700C dan setelah dingin ditimbang lagi, ketika

tidak terjadi perubahan berat maka pengeringan dihentikan dan didapatkan berat

konstanta.

3.5.4 Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot (gram)

Bobot tongkol dihitung dengan cara menimbang jagung tanpa kelobot pada saat

panen pada setiap tanaman sampel.

3.5.5 Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot (cm)

Panjang tongkol diukur setelah jagung dipanen dan dikupas kelobotnya setelah itu

diukur mulai dari pangkal hingga ujung tongkol.

3.5.6 Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot (cm)

Diameter tongkol diukur setelah jagung dipanen dan dikupas kelobotnya setelah

itu diukur diameter tongkol bagian tengah menggunakan jangka sorong.

Page 54: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

36

3.5.7 Bobot 1000 butir dengan Kadar Air 14% (gram)

Penimbangan bobot 1000 butir dilakukan setelah pemanenan tanaman. Setelah

dipanen jagung dijemur, kemudian biji jagung yang sudah kering dipisahkan dari

tongkol (dipipil) lalu dihitung 1000 butir, kemudian dijemur hingga kadar air 14%

dan ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk semua tanaman diambil dari petak

panen dan dinyatakan dalam gram.

3.5.8 Hasil per Petak Panen Berat Tongkol ( kg).

Hasil per petak diperoleh dengan mengambil hasil dari seluruh tanaman dalam

petak panen yaitu seluas 2.5 m x 4 m kemudian ditimbang menggunakan

timbangan duduk kapasitas 20kg dan 100 kg.

Page 55: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tinggi Tanaman

Data rata-rata tinggi tanaman jagung umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, dan 56 hst dapat

dilihat pada lampiran 10. Data pengamatan tinggi tanaman jagung umur 56 hst

disajikan pada lampiran 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan

pola jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, pengendalian

organisme pengganggu tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan lampiran 9 Hasil Uji BNT

Tinggi Tanaman Umur 56 hst dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji BNT Tinggi Tanaman 56 hst

Pola jarak tanam Pengendalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….m………………………..

Lurus (P1) 2,96 2,97 2,99 3,00 2,98 B

Zigzag (P2) 2,72 2,75 2,77 2,77 2,75 A

Rata-Rata 2,84 2,86 2,88 2,89

BNT P (0,05) = 0,14

BNT b (0,05) = 0,08

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Page 56: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

38

Berdasarkan uji BNT (Tabel 1) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus menghasilkan tinggi tanaman lebih baik 8,36% dibandingkan pola jarak

tanam zig-zag. Sedangkan pengendalian organisme pengganggu tanaman

menghasilkan tinggi tanaman yang relatif sama. Hal tersebut dapat dilihat dari

kurva pertumbuhan (Gambar 1) menunjukan gradient pada masing-masing

tanaman.

Kurva pertumbuhan tinggi tanaman umur 14 hst sampai 56 hst dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, dan

56 hst.

4.1.2 Jumlah Daun

Data rata-rata jumlah daun tanaman jagung umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, dan 56 hst

disajikan pada lampiran 10. Data pengamatan jumlah daun tanaman jagung umur

56 hst dapat dilihat pada lampiran 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan pola jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun,

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

14 hst 28 hst 42 hst 56 hst

Umur Tanaman (hst)

Tin

gg

i T

an

am

an

(cm

) p1b0

p1b1

p1b2

p1b3

p2b0

p2b1

p2b2

p2b3

Page 57: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

39

pengendalian organisme pengganggu tanaman berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan lampiran 12. Hasil

Uji BNT Jumlah Daun Umur 56 hst dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji BNT Jumlah Daun 56 hst

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….helai………………………..

Lurus (P1) 12,83 13,56 13,5 13,50 13,35

Zigzag (P2) 12,78 13,78 13,83 13,00 13,35

Rata-Rata 12,81 a 13,67 b 13,67 b 13,25 ab

BNT P (0,05) = 0,36

BNT b (0,05) = 0,64

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 2) menunjukan bahwa pengendali organisme

pengganggu tanaman menggunakan biopestisida (b1) dan asam humat (b2)

menghasilkan jumlah daun terbanyak. Sedangkan pola jarak tanam menghasilkan

jumlah daun yang relatife sama. Hal tersebut dapat dilihat dari kurva pertumbuhan

(Gambar 2) menunjukan gradient pada masing-masing tanaman.

Kurva jumlah daun umur 14 hst sampai 56 hst dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan Jumlah Daun umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, dan

56 hst.

0.00

5.00

10.00

15.00

14 hst 28 hst 42 hst 56 hst

Umur Tanaman (hst)

Jum

lah

Dau

n (

he

lai) p1b0

p1b1

p1b2

p1b3

p2b0

p2b1

p2b2

Page 58: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

40

4.1.3 Bobot Berangkasan Kering (gram)

Data pengamatan berangkasan kering disajikan pada lampiran 13. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola jarak tanam berpengaruh nyata

terhadap bobot berangkasan kering, pengendalian organisme pengganggu tanaman

berpengaruh nyata terhadap bobot berangkasan kering dan terdapat interaksi

terhadap kedua perlakuan lampiran 14. Hasil Uji BNT Bobot Berangkasan Kering

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji BNT Bobot Berangkasan Kering

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat (b2)

Agen

Hayati (b3)

………………gram………………..

Lurus (P1) 266,93 A 271,07 A 260,93 A 298,47 B

a a a B

Zigzag (P2) 219,87 A 257,80 A 236,73 A 234,2 A

a b ab Ab

BNT P dalam level b yang sama (0,05) = 48,86

BNT b dalam level P yang sama (0,05) = 23,88

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama (huruf kecil arah

vertical, huruf besar arah horizontal) tidak berbeda nyata pada

uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 3) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus (P1) pada pengendali organisme pengganggu tanaman menggunakan agen

hayati (b3) menghasilkan bobot berangkasan kering lebih baik, sedangkan pada

pola jarak tanam zigzag (P2) bobot berangkasan kering terbaik pada pengendali

organisme pengganggu tanaman menggunakan biopestisida (b1) dan sama dengan

asam humat (b2) dan agen hayati (b3).

Page 59: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

41

4.1.4 Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot (gram)

Data pengamatan bobot per tongkol tanpa kelobot disajikan pada lampiran 15.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola jarak tanam berpengaruh

nyata terhadap bobot per tongkol tanpa kelobot, pengendalian organisme

pengganggu tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot per tongkol tanpa

kelobot dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan lampiran 16. Hasil

Uji BNT Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji BNT Bobot per Tongkol Tanpa Kelobot

Pola Jarak

Tanam Pengedalian OPT

Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….gram………………………..

Lurus (P1) 246,37 248,31 227,90 226,00 237,14 B

Zigzag (P2) 175,59 180,32 173,46 178,82 177,05 A

Rata-Rata 210,98 214,32 200,68 202,41

BNT P (0,05) = 4,90

BNT b (0,05) = 20,55

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 4) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus menghasilkan bobot per tongkol tanpa kelobot lebih baik 33,93%

dibandingkan pola jarak tanam zig-zag. Sedangkan pengendalian organisme

pengganggu tanaman menghasilkan bobot per tongkol tanpa kelobot yang relatif

sama.

Page 60: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

42

4.1.5 Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot (cm)

Data pengamatan panjang per tongkol tanpa kelobot disajikan pada lampiran 17.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola jarak tanam berpengaruh

nyata terhadap panjang per tongkol tanpa kelobot, pengendalian organisme

pengganggu tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap panjang per tongkol tanpa

kelobot dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan lampiran 18. Hasil

Uji BNT Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji BNT Panjang per Tongkol Tanpa Kelobot

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….cm………………………..

Lurus (P1) 17,12 17,04 16,66 16,37 16,80 B

Zigzag (P2) 14,44 14,48 13,52 14,00 14,11 A

Rata-Rata 15,78 15,76 15,09 15,19

BNT P (0,05) = 0,84

BNT b (0,05) = 0,84

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 5) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus menghasilkan panjang per tongkol tanpa kelobot lebih baik 19,06%

dibandingkan pola jarak tanam zig-zag. Sedangkan pengendalian organisme

pengganggu tanaman menghasilkan panjang per tongkol tanpa kelobot yang relatif

sama.

Page 61: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

43

4.1.6 Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot (cm)

Data pengamatan diameter per tongkol tanpa kelobot disajikan pada lampiran 19.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola jarak tanam berpengaruh

nyata terhadap diameter per tongkol tanpa kelobot, pengendalian organisme

pengganggu tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap diameter per tongkol

tanpa kelobot dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan lampiran 20.

Hasil Uji BNT Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji BNT Diameter per Tongkol Tanpa Kelobot

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….cm………………………..

Lurus (P1) 4,89 4,98 4,85 4,84 4,89 B

Zigzag (P2) 4,61 4,62 4,61 4,66 4,63 A

Rata-Rata 4,75 4,8 4,73 4,75

BNT P (0,05) = 0,05

BNT b (0,05) = 0,11

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 6) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus menghasilkan diameter per tongkol tanpa kelobot lebih baik 5,62%

dibandingkan pola jarak tanam zig-zag. Sedangkan pengendalian organisme

pengganggu tanaman menghasilkan diameter per tongkol tanpa kelobot yang

relatif sama.

Page 62: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

44

4.1.7 Bobot 1000 Butir

Data pengamatan bobot 1000 butir disajikan pada lampiran 21. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola jarak tanam dan pengendalian

organisme pengganggu tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 1000

butir lampiran 22. Hasil Uji BNT bobot 1000 butir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji BNT Bobot 1000 Butir

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….gram………………………..

Lurus (P1) 379,67 347,60 384,13 382,53 373,48

Zigzag (P2) 347,33 346,60 355,80 367,87 354,40

Rata-Rata 363,50 347,10 369,97 375,20

BNT P (0,05) = 48,79

BNT b (0,05) = 39,44

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 7) menunjukan bahwa pola jarak tanam dan

pengendalian organisme pengganggu tanaman menghasilkan bobot 1000 butir

yang sama.

4.1.8 Hasil per Petak Panen Berat Tongkol (kg)

Data pengamatan hasil per petak panen dapat dilihat pada lampiran 23. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa pola jarak tanam berpengaruh berbeda nyata

terhadap hasil per petak panen berat tongkol, pengendalian organisme

pengganggu tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap hasil per petak panen

berat tongkol, dan tidak terdapat interaksi terhadap kedua perlakuan tersebut

Page 63: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

45

lampiran 24. Hasil Uji BNT Hasil per Petak Berat Tongkol dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Uji BNT Hasil per Petak Panen Berat Tongkol

Pola Jarak Tanam Pengedalian OPT Rata-Rata

Kontrol

(b0)

Biopestisida

(b1)

Asam

Humat

(b2)

Agen

Hayati

(b3)

……………………….kg………………………..

Lurus (P1) 19,93 21,00 20,03 21,00 20,49 B

Zigzag (P2) 11,70 12,17 10,57 12,33 11,69 A

Rata-Rata 15,82 16,58 15,30 16,67

BNT P (0,05) = 2,02

BNT b (0,05) = 1,90

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada uji BNT 5%

Berdasarkan uji BNT (Tabel 8) menunjukan bahwa perlakuan pola jarak tanam

lurus menghasilkan hasil per petak panen berat tongkol lebih baik 75,28%

dibandingkan pola jarak tanam zig-zag. Sedangkan pengendalian organisme

pengganggu tanaman menghasilkan hasil per petak panen yang relatif sama.

Page 64: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

46

4.2 Pembahasan

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa uji pola jarak tanam berpengaruh nyata

terhadap variabel tinggi tanaman, bobot berangkasan kering tanaman, bobot

per tongkol tanpa kelobot, panjang per tongkol tanpa kelobot, diameter per

tongkol tanpa kelobot, dan hasil per petak panen berat tongkol. Sedangkan uji

pola jarak tanam yang berpengaruh tidak nyata terdapat pada variabel jumlah

daun, dan bobot 1000 butir.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengendalian organisme pengganggu

tanaman berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah daun, dan bobot

berangkasan kering tanaman. Sedangan pada variabel tinggi tanaman, bobot per

tongkol, panjang per tongkol, diameter per tongkol, bobot 1000 butir, dan hasil

per petak panen berat tongkol berpengaruh tidak nyata. Berpengaruh tidak nyata

pada variabel tersebut diduga karena faktor lingkungan lebih dominan

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

yaitu meliputi air, suhu, dan kelembaban. Pada lahan pertanian di Desa Margototo

sedang dilanda kekeringan pada saat penelitian, dan sumber air disekitar lahan

penelitian mengalami kekeringan. Sehingga pada saat aplikasi pengendali

organisme pengganggu tanaman biopestisida, asam humat, dan agen hayati suhu

dan kelembaban lahan penelitian kurang baik pada saat aplikasi.

Hosang, dkk (2006) menjelaskan, tinggi tanaman berkaitan erat dengan kerebahan

batang, semakin tinggi suatu individu makin besar peluang individu tanaman

tersebut mengalami kerebahan. Hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas

tanaman terutama bila ditanam pada lokasi yang rentan terhadap kecepatan angin.

Page 65: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

47

Penggunaan agen hayati secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pestisida

nabati mampu menekan perkembangan penyakit hawar daun B. maydis. Hal

tersebut karena senyawa antifungi harus masuk ke dalam sel melalui dinding sel

untuk dapat mematikan cendawan (Iskarlia, dkk 2014). Sesuai dengan pernyataan

Tombe (2008) bahwa Bacillus spp. merupakan salah satu kelompok

mikroorganisme yang dapat berfungsi sebagai agen hayati untuk mengendalikan

penyakit tanaman dan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman. Perkembangan

penyakit tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, namun juga faktor

fisik tanaman, di antaranya penetrasi stomata. B. maydis masuk ke jaringan

tanaman yang tidak hanya melalui stomata terbuka, tetapi juga dapat

mendegradasi jaringan tanaman untuk masuk ke dalam sel (Arrahman, dkk 2015).

Hasil penelitian menunjukan terdapat interaksi pada pola jarak tanam dan

pengendalian organisme pengganggu tanaman pada variabel bobot berangkasan

kering. Interaksi terbaik pada pola jarak tanam lurus dan pengendali organisme

pengganggu tanaman menggunakan agen hayati. Hal ini diduga karena perlakuan

agen hayati lebih optimal dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pola jarak tanam lurus (P1) menghasilkan

pertumbuhan dan hasil yang tinggi, karena didukung oleh beberapa komponen

pengamatan yaitu tinggi tanaman, bobot berangkasan kering, bobot per tongkol,

panjang per tongkol, diameter per tongkol, hasil per petak panen berat tongkol

terbaik, dibandingkan dengan pola jarak tanam zigzag (P2). Hal ini diduga karena

pola jarak tanam zigzag tidak mencukupi dari faktor lingkungan dalam masa

pertumbuhannya.

Page 66: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

48

Rendahnya hasil pada pola jarak tanam zigzag (P2) disebabkan oleh populasi yang

terlalu tinggi sehingga mempengaruhi kompetisi tanaman yang tinggi sehingga

terjadi plastisitas. Plastisitas adalah reaksi tumbuhan terhadap perubahan

lingkungan sehingga terjadi modifikasi berbagai organnya, dalam rangka

menyesuaikan terhadap faktor lingkungan yang tidak menguntungkan. Perubahan

atau modifikasi ini menunjukan adannya plastisitas dari organ tersebut. Apabila

kondisi menjadi normal maka bentuk organ ini akan sesuai dengan bentuk

normalnya (Cartono, 2005). Dengan demikian pola jarak tanam zigzag (P2) faktor

lingkungan tumbuhan berdiri dalam kondisi kurang optimal. Pertumbuhan bentuk

tanaman jagung pada pola jarak tanam zigzag (P2) mengalami modifikasi organ

seperti batang menjadi kecil, penyerbukan terganggu karena terhalang oleh daun

yang terlalu rapat sehingga pembuahan serbuk sari pada kepala putik tidak merata

dan menyebabkan tongkol tidak terisi biji secara menyeluruh. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Sufardi (2010) menjelaskan jika faktor lingkungan lebih

dominan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil dibandingkan dengan faktor

genetik. Faktor lingkungan yang dimaksud terutama dalam kompetisi merebutkan

sarana ruang tumbuh, unsur hara, air, dan cahaya matahari.

Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan produksi

tanaman. Demikian juga gangguan biotik berupa serangan hama dan penyakit,

menunjukan tingkat perkembangannya dilapangan sangan rendah. Keadaaan ini

diduga karena pengendalian yang dilakukan cukup intensif yang berupa

perpaduan pengaturan pola jarak tanam dan perlakuan biopestisida (Lampiran 27).

Page 67: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa :

1. Pola jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

jagung yaitu pada variabel tinggi tanaman, bobot berangkasan kering, bobot

pertongkol, panjang per tongkol, diameter per tongkol, dan hasil per petak

panen berat tongkol. Pada pola jarak tanam lurus (P1) lebih baik dari pada

pola jarak tanam zig-zag (P2).

2. Pengendalian organisme pengganggu tanaman berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yaitu pada variabel jumlah daun, dan

bobot berangkasan kering. Perlakuan pengendali organisme pengganggu

tanaman menggunakan biopestisida (b1) lebih baik dari pada kontrol (b0),

asam humat (b2), dan agen hayati (b3).

3. Tidak terdapat interaksi antara pola jarak tanam dan pengendalian organisme

pengganggu tanaman kecuali pada variabel bobot berangkasan kering.

Interaksi terbaik pada pola jarak tanam lurus (P1) dan pengendali organisme

pengganggu tanaman menggunakan biopestisida (b1).

Page 68: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

50

5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil yang baik, sebaiknya petani menanam dengan pola

jarak tanam lurus (P1) dan menggunakan pengendalian organisme pengganggu

tanaman agent hayati. Perlu dilakukan pengujian selanjutnya untuk pola jarak

tanam zigzag (P2) dengan menambah jarak tanam agar populasi tidak terlalu rapat

sehingga plastisitas dapat di tekan dan menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang

tinggi Sedangkan pada pengendalian organisme pengganggu tanaman biopestisida

(b1) perlu dilakukan pengujian ulang untuk mengetahui apakah perlakuan

biopestisida (b1) pada pola jarak tanam yang berbeda akan menghasilkan

pengaruh pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.

Page 69: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

51

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2016. Pengendali Hayati: membunuh Serangga dengan Serangga.

Arrahman, A., Suriani, dan A. Muis. 2015. Pengaruh faktor fisik tanaman

terhadap intensitas serangan Bipolaris maydis terhadap 10 varietas

jagung. Prosiding Semnas dan Kongres PFI di Bekasi 11-13 November

2015: Hal. 39.

Arsensi I. 2012. Pengaruh Pemberian ekstrak Daun sirih Terhadap Penyebab

Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays L.

Sacaracharata). Ziraa’ah 33(1):17-21.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 19932015.

http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/868. Diakses pada 03

Januari 2019.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2002. Inovasi Teknologi Jagung; Menjawab

Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Balai Penelitian Tanaman

Serealia. Maros. 19 hlm.

Bama, S. K., G. Selvakumari, R. Santhi and P. Singaram. 2003. Effect of humic

acid on nutrient release pattern in an alfisol (Typic Haplustalf). Dept. of

Soil Sci. and Agrl. Chemistry, Tamil Nadu Agrl. University, Tamil Nadu.

The Madras Agriculture Journal, 9(10): 665.

Barbieri, P. A., H. R. S. Rozas, F. H. Andrade and H. E. Echeverria. 2000. Soil

Management; Row Spacing Effects at Different Levels of Nitrogen

Availability in Maize. Agron J. 92:283-288.

Barri, N. L. 2003. Peremajaan Kelapa Berbasis Usahatani Polikultur Penopang

Pendapatan Petani Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Desember

2003.

Brady, N.C. and R.R. Weil, 2002. The nature and properties of soils. 31th ed.

Prentice-Hall, Upper Saddle River, New York. 511 p.

Page 70: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xv

Budianto, Sugeng. 2016. Asyiknya bertanam Sayuran Hias Organik di Halaman

Rumah. Yogyakarta: Araska.

Bunaiyah, T. Wahyuni, dan U.P. Astuti. 2013. Petunjuk Teknis Pembuatan

Pestisida Nabati. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu.

Bengkulu.

Cartono, 2005. Biologi Umum Untuk Perguruan Tinggi LPTK, Bandung, Prime

press.

Djaenuddin, N., dan A. Muis. 2017. Efektifitas biopestisida Bacillus subtilis BNt8

dan pestisida nabati untuk pengendalian penyakit hawar pelepah dan upih

daun jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Vol. 17, No. 1 :

53-61.

Djaenuddin, N., N. Nonci, dan A. Muis. 2017. Efektivitas formula Bacillus

subtilis TM4 untuk pengendalian penyakit pada tanaman jagung. J.

Fitopatologi Indonesia 13(4): 113-118.

Farnham, D. E. 2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn

Grain Yield and Moisture. Agron J. 93:1049-1053.

Habibah, E.Z. 2005. Uji Daya Hasil Lima Genotipe Jagung Manis pada Dua

Lokasi di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 45 hal.

Harjono, I. 1999. Sistem Pertanian Organik. Solo : Aneka.

Hidayat. N. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogae

L.) Varietas Lokal Madura pada Berbagai Jarak Tanam dan Pupuk Fosfor.

Madura. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Agrovivor. Vol 1 no 1 :

55-63.

Hosang E.Y., F. Kasim dan P. Bhuja. 2006. Karakteristik agronomi jagung lokal

NTT. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. Makassar, 29-30

September 2005. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 196- 205.

Iriany, R.N, M. Yasin H.G, dan Andi Takdir M. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan

Taksonomi Jagung. Dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Iskarlia, GR, Linda, R , & Uswatun, C, 2014, ‘Fungisida Nabati dari Tanaman

Serai Wangi (Cymbopogon nardus ) untuk Menghambat Pertumbuhan

Jamur pada Batang Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)’, PolhaSains,

vol. 3, no. 1, hal. 1 – 7.

Page 71: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xvi

Jafri, Sigit S. Wibowo, M. Hattta dan Tatang M. Ibrahim. 2006. Pemanfaatan

lahan gambut untuk pengembangan jagung di Kalimantan Barat. Prosiding

Seminar dan Lokakarya Nasional. Makassar, 29-30 September 2005.

Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 234-240.

Kardinan, Agus, 2000, Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi, Penebar Swadaya,

Jakarta.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah

Tropik. Bina Angkasa, Jakarta.

Kastono. 2005. Ilmu Gulma, Jurusan Budidaya Pertanian. UGM: Yogyakarta.

Kementrian pertanian RI. 2015. Mentan Bersama 100 Bupati Tingkatkan

ProduksiJagung.http://www.pertanian.go.id/ap_posts/detil/334/2015/05/05/

10/24/29/Diakses pada tanggal 14 Januari 2019.

Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter. Persemon Press. London. England.

Liu, W., M. Tollenaar, G. Stewart and W. Deen. 2004. Within – Row Plat Spacing

Variability Does Not Effect Corn Yield. Agron. J. 96 : 275 – 280.

Maddonni, G. A., A. G. Cirilo and M. E. Otegui. 2006. Roww Width and Maize

Grain Yield. Agron. J. 98:1532-1543.

Marlina, N. dkk.2012. Respons Tanaman Padi (Oryza sativa L.) terhadap

Takaran PupukOrganik Plus dan Jenis Pestisida Organik dengan System of

Rice Intensification(SRI) di Lahan Pasang Surut. Lahan Suboptimal, 1(2):

138- 148.

Mentri Pertanian RI. 1995. Peraturan Mentri Pertanian Nomor

411/Kpts/TP.120/6/1995 tentang Pemasukan Agens Hayati ke dalam

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Departemen Pertanian,

Jakarta.

Muis, A., N. Nonci, dan N. Djaenuddin. 2015. Evaluasi lima jenis inert carrier

dan formulasi Bacilus subtilis untuk pengendalian hawar pelepah jagung

(Rhizoctonia solani Kuhn). J. HPT Tropika 15(2): 164–169.

Murniati, N., & Safriani, E. 2013. Pemanfaatan Urine Sapi Sebagai Pupuk

Organik Cair Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Selada

( Lactuca sativa L.). Jurnal silampari Fakultas Pertanian UNMURA, 1 (2):

9-17.

Musyafa dan Rahayu, S. 2011. Evaluasi Gangguan Hama dan Penyakit Potensial

pada Casuarina equisetifolia di Lahan Pantai. Univesitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Page 72: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xvii

Nurhayati, U Abu, dan EA Silvia. 2012. Aplikasi Trichoderma virens melalui

penyemprotan pada daun, akar, dan perendaman akar untuk menekan

infeksi penyakit downy mildew pada tanaman caisin. Dharmapala. 4:22-28.

Orlov, D. S. 1985. Humus Acid of Soils. Oxionian Press Pvt, Ltd. New Delhi.

Poehlman, J.M. dan D. Borthakur. 1969. Breeding As field crops of India. Oxford

& IBH. New Delhi.

Prayogo, Y. 2011. Sinergisme Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii

dengan Insektisida Nabati untuk Meningkatkan Efikasi Pengendalian Telur

Kepik Coklat Riptortus linearis pada Kedelai. Jurnal HPT Tropika. ISSN

1411-7525. Vol. 11. No. 2 : 166-177.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Penelitian Pertanian

Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

www.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 20 februari 2019.

Rahma, S., Nur, Widodo dan Krisno, Budiyanto. 2016. Uji Efektifitas Insektisida

Nabati Buah Crescentia cujete Dan Bunga Syzygium aromaticum Terhadap

Mortalitas Spodoptera litura Secara In Vitro Sebagai Sumber Belajar

Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 2(3) : 263-276.

Rahman, A. 1989. Teknologi Fermentasi Industrial: Produksi Metabolit Primer.

Bogor. Arcan.

Rubatzky,V.E dan Yamaguchi. 1998. (Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan

Gizi, alih bahasa Catur Herison).ITB, Bandung.

Rugaya, A. dan Dahyar. 2002. Pengendalian Hama Jagung dengan Menggunakan

Pestisida Nabati. Prosiding seminar ilmiah dan Pertemuan PEI, PFI& HPTI

XV Sulsel, 29 Oktober 2002. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan

Hortikultura Maros.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Rumbaina D, Amrizal N, Widiyantoro, Marwoto, Taufiq A, Kuntyastuti H,

Arsyad DM, Heriyanto. 2004. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di

lahan masam. Makalah Lokakarya Pengembangan Kedelai melalui

Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Lahan Masam. BPTP

Lampung, 30 September 2004.p. 61-72.

Sadoma, M.T., A.B.B. El-Sayed, and S.M. El-Moghazy. 2011. Biological control

of downey mildew disease of maize caused by Peronosclerospora sorghi

using certain biocontrol agents alone or in combination. J. Agric. Res.

Kafer El-Sheikh Univ. 37(1):1-11.

Page 73: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xviii

Sahala, M. H., M. W Hari, H. Setyoso dan P. Bambang. 2006. Influence of Humic

Acid Application for Oil Palm in PT Astra Agro Lestari Tbk. International

Oil Palm Conference. Nusa Dua-Bali. June 19-23, 2006.

Sekarsari, R,A., J. Prasetyo, dan T. Maryono. 2013. Pengaruh beberapa fungisida

nabati terhadap keterjadian penyakit bulai pada jagung manis (Zea mays

saccharata). J.. Agrotek Tropika 1(1):98-101.

Setyati, S. 1983. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Hal. 168 – 169.

Singh, J. 1987. Field Manual of Maize Breeding Procedures. Food and

Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry Genesis, Composition, and Reaction.

John Wiley and Sons. New York.

Subandi, IG. Ismail dan Hermanto. 1998. Jagung. Teknologi produksi dan

pascapanen. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 57 hal.

Subandi et al. 2006. Teknik Peningkatan Produksi dan Mutu Jagung. Balai

Penelitian Serealia.

Subekti, N.A., Syafruddin, R. Efendi, dan S.Sunarti. 2007. Morfologi tanaman

dan fase pertumbuhan jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros

Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati, Pembuatan Dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta : Kanisius. 60 hal.

Sudjana, A., A. Rifin, dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Bul. Teknik no.4. Balai

Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. 42 hal.

Sufardi. 2010. Mengenal Unsur Hara Tanaman. Universitas Syiah Kuala. Banda

Aceh.

Supriyatin dan Marwoto. 2000. Efektivitas beberapa bahan nabati terhadap

perusak daun kedelai. Pengelola sumberdaya lahan pada tanaman kacang-

kacangan dan umbi-umbian. PPTP. Malang.458.

Suriani & A. Muis. 2016. Prospek Bacillus subtilis sebagai agen pengendali

hayati patogen tular tanah pada tanaman jagung. J. Litbang Pert. 35(1):

37-45.

Tan, K.H., 1993. Principle Of Soil Chemistry. 2nd ed. Marcel Dekker Inc. New

York.

Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia,

Bandung.

Page 74: PENGARUH POLA JARAK TANAM DAN BIOPESTISIDA TERHADAP ...

xix

Tombe, M. 2008. Teknologi Aplikasi Mikroba Pada Tanaman.

http://www.google//sekilas pupuk hayati. Html. Diakses pada tanggal 14

februari 2019.

Winarno, F. G., 1990. Protein, Sumber dan Peranannya. Penerbit Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.