Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

21
Journal of Psychology: Humanlight | IAKN Manado Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 48 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Fienny M. Langi 1) , Feronica Talibandang 2) Institut Agama Kristen Negeri Manado [email protected], [email protected] Abstrak Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak anak. Kepribadian seorang anak dibentuk dari pola asuh yang diterimanya sejak dini. Anak sebagai peniru ulung, mengimitasi perilaku orang tua, sehingga pola asuh yang diterapkan berperan penting dalam pertumbuhan karakter anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh sistem pola asuh yang diterima anak pada pembentukan kepribadian. Subjek penelitian adalah anak anak dengan rentang umur 5 sampai 7 tahun pada Jemaat GMIM Bukit Sion Taas Manado dan GMIM Abraham Sario Sentra Manado. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara terhadap subjek penelitian, kemudian dilakukan observasi dan pengamatan terhadap hasil data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh orang tuanya sendiri, memiliki perilaku yang berbeda dengan anak yang tidak diasuh oleh orang tua sendiri, atau berada dalam keluarga yang tidak harmonis. Anak cenderung meniru apa yang dilihatnya sehari hari, dan melampiaskan emosi pada sikap dan perilakunya. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan, antara pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak. Pola asuh yang baik menjadikan anak memiliki kepribadian yang baik dan disukai oleh lingkungan sekitar. Sedangkan orangtua dengan sistem pola asuh yang salah, menciptakan anak dengan karakter yang buruk dan cenderung bermasalah. Orang tua dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, sehingga tidak menimbulkan trauma serta gangguan kepribadian saat anak beranjak dewasa. Kata kunci: pola asuh, orang tua, kepribadian anak

Transcript of Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

Page 1: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 48

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak

Fienny M. Langi1), Feronica Talibandang2)

Institut Agama Kristen Negeri Manado

[email protected], [email protected]

Abstrak

Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak – anak. Kepribadian seorang

anak dibentuk dari pola asuh yang diterimanya sejak dini. Anak sebagai peniru

ulung, mengimitasi perilaku orang tua, sehingga pola asuh yang diterapkan

berperan penting dalam pertumbuhan karakter anak. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan bagaimana pengaruh sistem pola asuh yang diterima anak pada

pembentukan kepribadian. Subjek penelitian adalah anak – anak dengan rentang

umur 5 sampai 7 tahun pada Jemaat GMIM Bukit Sion Taas Manado dan GMIM

Abraham Sario Sentra Manado. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh melalui

wawancara terhadap subjek penelitian, kemudian dilakukan observasi dan

pengamatan terhadap hasil data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang

diasuh oleh orang tuanya sendiri, memiliki perilaku yang berbeda dengan anak

yang tidak diasuh oleh orang tua sendiri, atau berada dalam keluarga yang tidak

harmonis. Anak cenderung meniru apa yang dilihatnya sehari – hari, dan

melampiaskan emosi pada sikap dan perilakunya. Dalam penelitian ini, ditemukan

bahwa adanya hubungan yang signifikan, antara pola asuh orang tua terhadap

pembentukan kepribadian anak. Pola asuh yang baik menjadikan anak memiliki

kepribadian yang baik dan disukai oleh lingkungan sekitar. Sedangkan orangtua

dengan sistem pola asuh yang salah, menciptakan anak dengan karakter yang

buruk dan cenderung bermasalah. Orang tua dituntut untuk mampu menciptakan

suasana yang menyenangkan dalam keluarga, sehingga tidak menimbulkan trauma

serta gangguan kepribadian saat anak beranjak dewasa.

Kata kunci: pola asuh, orang tua, kepribadian anak

Page 2: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 49

Pendahuluan

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Mereka berhak difasilitasi untuk

mendapatkan pendidikan yang layak, untuk nantinya mampu meningkatkan kualitas diri

mereka, dalam pengembangan kepribadian. Proses tumbuh kembang yang baik memastikan

anak memiliki kualitas diri yang baik pula. Mendidik anak dengan baik dan benar akan

mampu mengembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmani anak

diupayakan melalui kebutuhan – kebutuhan jasmani, sedangkan potensi rohani anak

diupayakan perkembangannya lewat usaha pembinaan intelektual.

Hal ini tidak lepas dari peranan orang tua sebagai guru pertama bagi anak, dalam

keluarga. Orang-tua adalah pendidik kodrati bagi anak di dalam keluarga. Pengetahuan

orang-tua terhadap fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak sangat menentukan

terjadinya komunikasi dan interaksi yang baik antara anak dan orang-tua, dengan demikian

apa yang diinginkan orang-tua dalam pembentukan kepribadian anak menuju kepribadian

yang mandiri dapat tercapai. Anak – anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka

bersama keluarga. Karena itu, komponen keluarga sangat penting, karena didalamnya ada

peran orang tua sebagai pemimpin yang memiliki otoritas tertinggi dalam keluarga serta

bertanggung jawab terhadap pembinaan pribadi anak-anaknya. Dalam kehidupan keluarga,

kehadiran orang tua yaitu ibu dan ayah memiliki arti yang besar bagi perkembangan

kepribadian seorang anak. Tetapi, pada hakekatnya kehadiran ayah dan in=bu saja belum

cukup. Hal yang penting dalam pengembangan kepribadian anak adalah bagaimana corak

hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak, serta bagaimana hubungan emosional

antara mereka terjalin. Hubungan antara orang tua dan anak lebih diwarnai dengan sikap

bagaimana orang tua bertindak terhadap anak. Tetapi, kadang kondisi dan keadaan anak juga

ikut mempengaruhi sikap orang tua. Misalnya, orang tua akan cenderung bersikap

overprotected terhadap anak yang memiliki sistem imun yang lemah. Hal seperti ini tentunya

akan menimbulkan balasan sikap tertentu dari pihak anak.

Perhatian, kendali, dan tindakan orang tua merupakan salah satu bentuk pola asuh yang

mampu memberikan dampak panjang terhadap kelangsungan perkembangan fisik dan mental

anak. Pola asuh adalah suatu model perlakuan atau tindakan orang tua dalam membina dan

membimbing, serta memelihara anak agar dapat berdiri sendiri. Sistem pola asuh ini akan

membentuk watak dan karakter anak dimasa dewasanya, dimana untuk memahami orang

Page 3: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 50

dewasa harus dilihat dari informasi pada masa kanak-kanaknya karena masa kanak – kanak

adalah masa pembentukan kepribadian (Dan Dreikurs, 1954 dalam Bacon, 1997).

Gaya pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah salah satu aspek penting

dalam hubungan orang tua dan anak itu sendiri. Pola asuh adalah suatu proses yang ditujukan

untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, dan intelektual

seorang anak sejak bayi sampai dewasa. Baumrind (dalam Silalahi, 2010: 8-9), mengatakan

bahwa gaya pola asuh orangtua ada empat tipe yaitu otoriter, demokratis, permisif,

uninvolved. Dijelaskan pada pola asuh otoriter, ditandai dengan adanya aturan-aturan yang

kaku dari orang-tua, cenderung untuk menentukan peraturan tanpa berdiskusi dengan anak-

anak mereka terlebih dahulu. Pada pola asuh demokratis, orang-tua lebih mendorong

kemandirian pada batasan tertentu, hangat dan penuh kasih sayang sehingga anak mampu

berkompeten secara sosial, mampu bergantung pada diri sendiri bertanggung jawab secara

sosial. Karena itu, penenaman bimbingan orang tua terhadap anak harus ditekankan sesuai

dengan pola asuh, terutama dalam mendidik anak.Mendidik anak secara tepat berarti

menumbuhkembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Perlakuan orang tua terhadap

seorang anak akan berakibat pada anak, bagaimana ia memandang segala sesuatu, menilai,

juga mengambil sikap.Pembelajaran dan pendidikan anak harus berjalan secara ilmiah, tidak

boleh didesak dan ditekan, hanya untuk memenuhi keinginan orang tua saja. Belajar dalam

lingkungan merupakan proses yang terjadi dalam otak manusia, dikumpulkan oleh sel-sel

saraf, dan disusun sebagai hasil belajar. (Sobur, 2003). Sehingga, apapun stimulus yang

diterima oleh anak, adalah suatu proses belajar, yang mempengaruhi keprbadian. Proses

belajar terjadi bukan hanya saat anak menginjak bangku sekolah saja, tetapi dimulai sejak

usia dini.

Anak usia dini sering disebutkan sebagai masa Golden Age, pada masa keemasan ini

anak mulai sensitive /peka dalam menerima berbagai ransangan, anak yang baru dilahirkan

ibarat secarik kertas kosong, Locke mengemukakan dengan istilah “Tabula Rasa”. Anak usia

dini dikatakan sebagai usia meniru tapi pada masa meniru ini, anak juga menunjukan

kreativitasnya dalam bermain artinya bahwa tidak semua hal yang anak tiru. Adapun peran

orang tua sangat penting terhadap pembentukan kepribadian anak, karena segala hal yang

menjadi kebiasaan orang tua dapat ditiru oleh anak, orang tua merupakan figur bagi seorang

anak, berbicara mengenai anak, dan orang tua bisa dikatakan keluarga nah keluargalah yang

menyiapkan perkembangan kepribadian anak sejak dini, pemikiran dan perilaku anak

Page 4: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 51

tergantung bagaimana orangtua mendidik. Dalam mendidik anak banyak sebagian besar

orangtua rela menghabiskan waktunya bekerja daripada mendidik anak, memberi kasih

sayang, memberi perhatian, sehingga berdampak pada kepribadian serta emosi anak nantinya

setelah dia tumbuh dewasa anak akan menjadi orang yang mood swing, melanggar aturan

disekolah misalnya bolos hanya untuk mendapat perhatian dari orangtuanya, / membuat onar

dan lain sebagainya.

Pada usia di bawah lima tahun, umumnya anak – anak memiliki sifat imitasi yang

sangat kuat. Mereka mampu mengingat dan menyerap dengan cepat apa yang dilihat dan

didengarnya, tidak perduli hal itu baik atau buruk. Dalam proses ini, sang anak tidak tahu dan

tidak mengenal apakah kejadian tersebut bermanfaat bagi dirinya atau tidak. Karena itu, pada

usia inilah saat yang tepat untuk memberikan latihan dan pembiasaan tentang segala sesuatu,

sambil tetap diiringi oleh contoh dari orangtua dan lingkungan sekitar, sehingga anak

menyerap dan mengikuti hal – hal yang baik yang dilihatnya. Pembentukan dan pendidikan

agama dan moral dalam keluarga terjadi secara tidak formil sebelum anak masuk sekolah.

Pendidikan agama anak pada masa Golden Age terjadi lewat semua pengalaman anak, baik

melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun

perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu peran dan keadaan kedua orang tua dalam

kehidupan anak sehari-hari (keluarga) mempunyai pengaruh yang sangat besar. Maka dari itu

orang tua harus mengerti serta memahami apa yang menjadi tugas tanggung jawab mereka

sebagai orang tua.

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Menurut

Megawangi (2003), anak – anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter, apabila

dibesarkan pada lingkungan berkarakter juga. Hal ini juga mengingat bahwa lingkungan yang

dimaksud bukan saja lingkungan yang bersifat mikro, tetapi juga lingkungan yang bersifat

maksro, seperti tempat tinggal dan sekolah. Orang tua yang bergaul pada lingkungan yang

tidak sehat, secara tidak langsung membawa pengaruh tersebut pada lingkungan keluarganya

juga. Anak pada fase awal perkembangan, sangat mudah meniru dan menyerap apa yang

didapatkan di lingkungan sekitar. Karena itulah, untuk mengembangkan generasi penerus

bangsa yang berkarakter diperlukan tanggung jawab semua pihak, termasuk juga lingkungan

sekeliling dimana anak – anak tinggal dan dibesarkan.

GMIM Bukit Sion Taas dan GMIM Abraham Sario Sentra adalah lingkungan yang

menjadi tempat penelitian yang dipilih oleh peneliti. Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat

Page 5: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 52

Bukit Sion Taas ini terbagi atas 14 kolom dan berada di wilayah pelayanan Manado Timur 4.

Gereja Bukit Sion Taas dibangun dan disahkan pada tanggal 23 Februari 1996, setelah

dimekarkan dari GMIM Bukit Moria Tikala Baru. Ketua BPMJ yang pertama adalah Pdt.

Olga Ruru Kawung, S.Th, dan sekarang diketuai oleh Pdt. Evelin Massie-Lintang, S.Th.

Mayoritas profesi jemaat adalah pekerja swasta dan buruh. Untuk Gereja Masehi Injili di

Minahasa Jemaat Abraham Sario Sentra sendiri terbagi atas 15 kolom dan berada di wilayah

pelayanan Manado Tititwungen. Yang menjadi ketua jemaat saat ini adalah Pdt. Detty

Pangemanan – Kewas. Mayoritas profesi jemaat adalah pekerja swasta dan Aparatur Sipil

Negara. Sebagai jemaat yang berdomisili di wilayah pusat kota, kebanyakan orang tua fokus

dengan pekerjaan, sehingga anak – anak kebanyakan dititipkan kepada pengasuh pengganti

lainnya, seperti kakek nenek atau babysitter. Sistem pola asuh yang bervariasi, menjadi latar

belakang dan alasan peneliti untuk melihat lebih lanjut, bagaimana pengaruh pola asuh orang

tua terhadap pembentukan kepribadian anak.

Penelitian ini melengkapi beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian dari Ani

Siti Anisah tentang Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pembentukan Karakter

Anak, serta Penelitian dari Anggraini, Pudji Hastuti, dan Afifatus Sholihah mengenai

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kepribadian Siswa SMA di Kota Bengkulu. kedua

penelitian ini sama – sama membahas mengenai pola asuh. Hanya saja, penelitian dari Siti

Anisah memfokuskan penelitiannya pada anak usia dini, dan penelitan Anggraini dan kawan

– kawan memfokuskan penelitiannya pada anak remaja. Dalam penelitiannya, Siti Anisah

berpendapat bahwa pendidikan karakter hendaknya dilakukan secara komprehensif, mulai

dari persiapan anak sejak lahir sampai kepada upaya memperkuat kemampuan jasmani dan

rohani anak. Anak harus menerima nasihat yang disampaikan dengan baik, serta dengan

proses pembiasaan terhadap hal – hal yang baik, sehingga berimplikasi pada kepribadian

anak dimasa dewasa. Anggraini dan kawan kawan juga berpendapat bahwa adanya hubungan

positif antara pola asuh yang diterapkan pada anak, terhadap kepribadian yang dimilki siswa-

siswi SMA di kota Bengkulu. Hal ini membuktikan teori tentang pola asuh yang diterima

anak sejak dini berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak saat dewasa.

Hal ini menguntungkan bagi peneliti sendiri, sehubungan dengan judul penelitian kali

ini, yang meneliti tentang pengaruh pola asuh terhadap kepribadian. Dari pembandingan

penelitian terdahulu, peneliti dapat mempelajari perubahan perilaku akibat tindakan dan

perlakuan yang diterima anak pada masa lalu yang berdampak pada masa depan.

Page 6: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 53

Landasan Teori

Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh merupakan pola atau bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua

terhadap anak, dan termasuk dalam pengaruh mikrosistem perkembangan (Santrok, 2003).

Sedangkan orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah

tangga, yang dalam kehidupan sehari – hari dikenal dengan panggilan “ibu” dan “ayah”.

Dengan tidak memperdulikan balasan apa yang akan diterimanya nanti, orang tua adalah

orang – orang yang bersedia mengorbankan apa saja, untuk kepentingan anaknya (Hasan,

2011).

Dari dua pengertian dan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa pola asuh orang tua

adalah model dan bentuk pengasuhan orang tua, yang mempunyai tanguung jawab dalam

memelihara anak – anaknya. Pola asuh orang tua juga merupakan interaksi antara anak dan

orang tua, bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan fisik (sandang, pangan, dan papan)

atau kebutuhan psikis (rasa aman, kasih sayang, dan lain sebagainya), tetapi juga

mengajarkan norma – norma yang berlaku dimasyarakat sehingga anak mampu selaras

beradaptasi dengan lingkungan sekelilingya.

Ada empat macam bentuk pola asuh yang bisa diterapkan dalam pengembangan

karakter anak, seperti yang dikemukakan Baumrind (dalam Santrock, 2002), berikut ini :

1. Pola asuh Otoriter.

Pola asuh jenis ini adalah bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk

terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua, tanpa adanya kebebasan

bagi anak untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sang anak sendiri. Orang tua

otoriter cenderung berusaha menjalankan rumah tangga dengan didasarkan pada

struktur dann tradisi, meskipun terdapat banyak tekanan mengenai keteraturan dan

pengawasan yang sangat membebani anak. (Shapiro, 1992).

2. Pola asuh demokratif.

Dalam bentuk pola asuh ini, orangtua mendorong anak – anaknya untuk mandiri

dengan tetap memberikan batas – batas pengendalian atas semua tindakan anak.

Diskusi dan musyawarah verbal dilakukan dengan menunjukkan kehangatan dan kasih

Page 7: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 54

sayang, lewat tutur kata yang baik. Anak – anak yang hidup dalam keluarga dengan

bentuk pengasuhan secara demokratif memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang

tinggi, serta menunjukkan perilaku yang baik. Saphiro (1999) mengemukakan bahwa

orang tua yang demokratif menghargai kemandirian serta memberikan dorongan dan

pujian pada anak. Penerapan pola asuh yang identik dengan penanaman nilai – nilai

demokrasi, seperti mengutamakan diskusi daripada instruksi, menghargai dan

menghormati hak – hak anak, memberi kebebasan berpendapat, mampu menjadi

motivasi tersendiri bagi anak untuk menjadi lebih baik.

3. Pola asuh penelantaran.

Pola asuh penelantaran adalah bentuk pengasuhan dimana orang tua menjadi sangat

tidak terlibat dalam kehidupan anak. Pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan

waktu dan biaya yang sangat minim untuk anak – anaknya. Waktu orangtua banyak

digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja, dan kadang terlalu

menghemat biaya untuk anak – anaknya. Orang tua dengan jenis pengasuhan ini

mengembangkan perasaan bahwa aspek – aspek lain kehidupan orangtua lebih penting

daripada anak – anak. Orangtua lebih cenderung membiarkan anak – anaknya

dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.

4. Pola asuh permisif.

Pola asuh jenis ini tidak menuntut anak – anaknya dengan target khusus, juga tidak

menetapkan sasaran yang jelas bagi anakknya. Mereka yakin bahwa anak – anak

seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya. Orangtua permisif

berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat

pasif saat menanggapi masalah ketidakpatuhan anak (Shapiro, 1999). Covey (2007)

mengatakan bahwa orang tua dengan pola asuh jenis ini cenderung ingin selalu disukai

anak, tanpa pengertian mendalam mengenai standard dan harapan, juga tanpa

komitmen pribadi untuk disiplin dan bertanggung jawab. Karenanya, dapat dikatakan

bahwa pola asuh permisif tidak dapat menanamkan perilaku moral yang sesuai dengan

standar sosial pada anak, karena orangtua bersifat longgar dan menuruti semua

keinginan anak.

Page 8: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 55

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jenis pola pengasuhan orang tua,

seperti yang diuraikan menurut teori E.B. Hurlock (2002) berikut ini:

1. Budaya

Orangtua cenderung mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua.

Mereka merasa bahwa orang tua mereka sebelumnya berhasil mendidik mereka dengan

baik, maka mereka cenderung menggunakan teknik dan sistem pengasuhan yang

serupa, dalam mendidik anak – anak mereka.

2. Pendidikan Orang Tua

Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, mampu

mengerti kebutuhan anak, serta mampu menemukan cara untuk tetap memenuhi

kebutuhan anak dari segi psikis dan fisik.

3. Status Sosial Ekonomi

Orang tua dari kelas menengah dikatakan cenderung lebih keras atau lebih permisif

dalam mengasuh anak. Faktor kebutuhan dan faktor ekonomi menjadi alasan

kebanyakan orang tua bersikap keras dalam mendidik anak.

4. Pengalaman

Setiap orang tua memiliki pengalaman atau latar belakang yang berbeda – beda.

Orangtua yang memiliki trauma masa kecil ataupun memiliki pengalaman masa kecil

yang buruk, cenderung mewariskan pengalaman buruk tersebut kepada anak – anak

penerus mereka. Akan tetapi, apabila diberi penanganan yang tepat, trauma masa kecil

orang tua dapat diatasi, sehingga anak – anak sebagai generasi penerus tidak merasakan

hal yang sama.

Teori Imitasi dari Albert Bandura

Menurut Bandura, Imitasi adalah proses belajar dengan mengamati tingkah laku atau

perilaku dari orang lain disekitar kita. Hasil dari Imitasi atau peniruan tersebut cenderung

menyerupai bahkan sama perilakunya dengan perilaku orang yang ditiru tersebut. Teori ini

Page 9: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 56

memberi banyak penekanan terhadap efek – efek dari isyarat pada perilaku, dan proses

mental yang terjadi secara internal.

Bandura yakin bahwa dengan mengamati, manusia memberikan ruang bagi dirinya

sendiri untuk belajar tanpa berbuat apapun. Manusia belajar dengan mengamati perilaku

orang lain. Apabila orang dapat belajar dengan mengamati, maka mereka pasi mampu untuk

memfokuskan perhatiannya, mengkonstruksi gambaran, mengingat, menganalisis, dan

membuat keputusan – keputusan yang mampu mempengaruhi karakter dan kepribadian.

Individu mengamati model apabila ia percaya bahwa dirinya mampu mempelajari atau

melakukan perilaku yang dimodelkan. Pengamatan terhadap model yang mirip, berpengaruh

terhadap self-efficacy, dan hal ini berperan penting dalam pembentukan kepribadian anak.

Albert Bandura juga mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara

manusia dengan lingkungannya. Pembentukan karakter terjadi dalam keterkaitan antara tiga

pihak, yaitu lingkungan, perilaku, dan faktor – faktor pribadi. Atas dasar inilah, maka teori

Bandura disebut teori imitasi karena membentuk perilaku melalui proses imitasi atau

peniruan terhadap perilaku di lingkungan sekitar, sehingga sesuai dengan keadaan diri

seseorang atau tujuannya.

Anak meniru apa yang dilihatnya sehari – hari. Apabila anak melihat perilaku yang

baik, maka anak akan mencontoh perilaku yang baik tersebut, untuk terapkannya dalam

karakter dan kepribaniannya. Jika yang disaksikannya setiap hari adalah hal yang buruk,

maka karakter yang buruklah yang akan melekat pada kepribadian anak.

Teori Hirearki kebutuhan dari Abraham Maslow

Menurut maslow kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirearki dikatakan hirearki

karena memang manusia memenuhi kebutuhannya secara berjenjang, menurut maslow

pribadi / kepribadian seseorang akan baik ketika kebutuhannya terpenuhi maka dari itu

maslow membuat ada lima kebutuhan hirearki menurut Maslow:

- Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling mendasar dari hirearki Maslow,

bisa dikatakan juga kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, dan tempat

tinggal.

Page 10: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 57

- Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan kedua kebutuhan ini meliputi rasa aman

dan perlindungan.

- Kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang (love needs) kebutuhan ini

meliputi keinginan memiliki pasangan, dekat dengan keluarga dan diberikan kasih

sayang dari orang lain seprti keluarga, sahabat, dan pasangan

- Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) setelah kebutuhan dicintai telah

tercukupi selanjutnya manusia akan bebas mengejar egonya maslow mengemukakan

bahwa setiap orang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan yaitu

kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan rendah adalah kebutuhan

untuk menghormati oranglain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan,

pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat dan dominasi, kebutuhan yang

tinggi adalaj kebutuhan akan harga diri, termasuk perasaan keyakinan, kompetensi,

penguasaan, kemandirian, dan kebebasan.

- Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) ini adalah tingkatan terakhir

yaitu aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya

kepada oranglain, Maslow mengibaratkan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin

menjadi diri sepenuh kemampuannya snediri dan menjadi apa saja menurut

kemampuannya.

Teori Hirarki Abraham Maslow dapat dilihat dari gambar diagram berikut ini :

Page 11: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 58

Pengertian Kepribadian

Kepribadian adalah cara unik individu untuk menunjukkan perilaku bersama segala

sifatnya, yang menjadikan individu tersebut dapat dibedakan dengan individu lainnya.

Eysenk (dalam Alwisol, 2009) berpendapat bahwa dasar umum sifat – sifat kepribadian

berasal dari keturunan. Semua tingkah laku yang dipelajari dari lingkungan dan kepribadian,

merupakan keseluruhan pola tingkah laku dari manusia sendiri, sebagaimana diturunkan oleh

keturunan, dan dipengaruhi oleh lingkungan. Kepribadian mencakup keseluruhan pikiran,

perasaan, tingkah laku, kesadaran, dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing manusia

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Kepribadian

berpotensi membentuk kesatuan antara semua elemen.

Cattel (dalam Sumandi, 2001) menyatakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari sifat

– sifat yang sudah ada, atau bawaan sejak lahir, dan dianggap sebagai pemberian Tuhan.

Kepribadian adalah dinamika dari setiap sikap yang sudah ada. Sikap positif, seperti sabar,

suka menolong, berprestasi, memiliki rasa ingi tahu yang tinggi, mengikuti aturan, suka

bergaul, menerima pendapat orang lain, dan sikap positif lainnya, adalah perilaku yang

muncul dari kepribadian yang baik. Sedangkan sikap negatif yang ditunjukkan seseorang,

adalah bentuk berlawanan dari sikap positif, yang berasal dari pendidikan karakter yan

kurang tepat.

Adapun faktor yang mempengaruhi kepribadian anak adalah sebagai berikut;

1. Faktor internal

2. Faktor eksternal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak/bawaan misalnya

seperti kata pepatah bahwa “buah tidak jatuh jauh dari pohon” baik berupa hal-hal yang

bersifat kejiwaan, atau sifat turunan dari salah satu orangtua. Faktor eksternal merupakan

faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi kepribadian anak seperti faktor lingkungan

keluarga, atau teman-temannya cntohnya kedua orangtua yang sering marah, dan terlalu

otoriter tidak pernah mendengar usulan,ide, kemauan anak hal ini tentunya berpengaruh

kepada emosional si anak dan kepribadian si anak. Anak akan menjadi pendiam dan lain -

lain. Bisa juga keluarga itu harmonis saling menyayangi kemudian anak akan menjadi

seorang yang hatinya tulus, lembut, mudah berempati dan simpati kepada setiap orang.

Page 12: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 59

Metode Penelitian

Untuk bisa meneliti, mencermati, memahami, dan menganalisis data, peneliti

menggunakan metode kualitatif sebagai tolak ukur dan metode dalam penelitian, dengan

pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang bersifat

deskriptif. untuk bisa mengukur hubungan dan mengukur kecenderungan pada data

(Moleong, 2002).

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa transkripsi wawancara dan hasil

observasi terhadap sampel penelitian. Teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah Simple Random Sampling, dimana peneliti mengambil anggota sampel secara acak

dari populasi subjek penelitian, tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut

(Sugiyono, 2017).

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu, dengan lokasi penelitian difokuskan pada

dua tempat, yaitu di lingkungan Gereja Masehi Injili di Minahasa khususnya di Jemaat Bukit

Sion Taas Lingkungan I, Manado, dan Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat Abraham

Sario Sentra.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah anak sekolah minggu Kolom 7 dan 8 untuk GMIM Bukit

Sioan Taas, dan kolom 12 untuk GMIM Abraham Sario Sentra. Data dalam penelitian ini

diambil sampel acak anak – anak sekolah minggu berjumlah 7 orang yang memiliki rentang

umur 4 sampai 7 tahun.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif. Data diperoleh

melalui wawancara terhadap 7 orang responden sebagai sampel, yang diambil secara acak

lewat teknik random sampling. Hasil data adalah sebagai berikut:

Page 13: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 60

No. Nama

Jenis

Kelamin Umur Pendidikan

Orang Tua Diasuh

Oleh Perilaku

Ayah Ibu

1. BM L 5 thn SD v v Ibu - Pemalu

- Manja

- Cengeng

- Susah diajak

bicara

- Takut dengan

orang baru.

- Sopan

2 JD P 7 thn SD v v Oma

&

Opa

- Pemarah

- Kasar dalam

berbicara.

- Mood yang

berubah-ubah.

- Sulit berteman.

- Cenderung egois

- Suka mengalah

pada saudara

yang lebih kecil.

3 JL L 7 thn SD v v Orangtua - Sopan

- Baik dalam tutur

kata

Page 14: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 61

- Mendengarkan

pendapat orang

lain

- Pemalu

- Mudah

berinteraksi

dengan orang

yang sudah

dikenal.

- Suka mengalah

pada saudara

yang lebih kecil.

4 AH P 5 thn - v v Oma

&

Opa

- Pemarah

- Suka membantah

orang lain.

- Hanya menuruti

ayah dan ibunya

saja.

- Ketergantungan

gawai sangat

tinggi.

- Ceria.

- Suka bergaul

5 TM L 6 thn SD v v Orangtua - Egois

- Tidak suka

berbagi

Page 15: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 62

- Tidak mau

mendengar

nasihat orang lain

- Cerdas

- Mudah bergaul.

6 CS P 5 thn TK v v Orangtua

dan

Nenek

- Manja

- Cengeng

- Gampang

menangis

- Belum mandiri

- Banyak hal yang

belum bisa

dilakukan sendiri.

7 SR L 7 thn SD v - Kakek

&

Nenek

- Suka berkelahi

- Suka memukul

teman

- Mendengarkan

nasihat guru

sekolah minggu

- Sering di bully

anak – anak yang

usianya lebih tua.

- Tidak segan

meminta maaf.

Page 16: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 63

Subjek penelitian yang pertama (BM) adalah seorang anak laki – laki berusia 5 tahun.

BM duduk di bangku Sekolah Dasar, dan masih mempunyai ayah dan ibu. Orang tuanya

sudah dua tahun hidup terpisah, karena ayah BM bekerja di luar kota. BM diasuh dan tinggal

bersama ibunya disebuah kamar kost. Ibu BM sering menghabiskan waktu di dalam kamar

bersama dengan BM, dan kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. BM sendiri jarang

bermain dengan teman – teman sebaya, karena dilarang oleh ibunya. Akibatnya, BM kurang

berinteraksi dengan orang lain dan tidak memiliki banyak teman sebaya. Kendati demikian,

BM adalah anak yang sopan dalam bertutur kata, walaupun terbatas hanya pada orang yang

sudah dikenalnya sejak lama. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu BM berdampak pada

perilaku yang ditunjukkan BM sebagai subjek penelitian. Subjek menjadi pemalu, susah

dalam berkomunikasi, dan takut bertemu dengan orang yang baru pertama kali dilihatnya.

Subjek cenderung bersikap sangat manja, dan memiliki ketergantungan yang berlebihan

terhadap ibunya.

Orang tua yang tidak memperbolehkan anak bersosialisasi dan bergaul dengan teman –

temannya, cenderung membentuk kepribadian anak menjadi pemalu dan sulit untuk

menyampaikan apa yang ada dalam pikiran anak. Dalam kasus subjek JD, orang tua JD bisa

dikategorikan sebagai orang tua dengan pola asuh penelantaran, karena meskipun orang tua

mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi dukungan dalam hal – hal yang bersifat

emosional tidak ada. Akibatnya, anak cenderung tidak memiliki kemampuan untuk

mengontrol diri, dan cenderung manja. Kurangnya kehadiran sosok ayah juga sangat

berperan dalam menjadikan anak kurang percaya diri dan tidak berani untuk bertemu dengan

orang lain selain ibunya sendiri. Anak merasa bahwa ibunya akan selalu melakukan apa yang

dikehendaki, sehingga tidak mau untuk melakukan kegiatan secara mandiri.

Subjek selanjutnya adalah anak perempuan (JD), siswa Sekolah Dasar yang berusia 7

tahun. Walaupun JD masih memiliki orang tua yang lengkap, JD diasuh oleh kakek dan

neneknya, karena kedua orang tua JD sudah berpisah. Ayah JD sudah menikah lagi dan

punya keluarga baru. Ibu JD juga sudah memiliki keluarga baru, sehingga ayah dan ibu JD

menitipkan JD pada kakek dan nenek dari pihak ibu JD. Ayah JD bekerja sebagai pekerja

swasta dan Ibu JD bekerja di luar kota Manado. Dalam kesehariannya, JD yang diasuh oleh

kakek dan neneknya sering menerima kata – kata makian yang kasar, yang dilontarkan oleh

nenek JD saat memarahi JD. Nenek JD mengasuh JD secara otoriter dan tegas. Akibatnya JD

tumbuh menjadi anak yang pemarah, memiliki temperamen yang berubah – ubah, juga suka

Page 17: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 64

berkata kasar. JD sulit bergaul dengan teman – teman di lingkungan sekitarnya, karena

perilakunya yang cenderung bersikap kasar terhadap teman – temannya. Akan tetapi, dalam

bersikap terhadap saudara kandung yang lebih kecil, JD menunjukkan simpati dan empati

dengan sering mengalah kepada adiknya.

Pola asuh otoriter yang diterapkan pada anak membuat orang tua cenderung bersifat

keras, dan menuntut anak untuk selalu menuruti apa yang diinginkan orang tua atau

pengasuhnya. Anak tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat, sehingga anak cenderung

melampiaskan emosi dan perasaannya dengan cara lain, seperti misalnya marah – marah atau

menggunakan kata – kata kasar. Hal ini tidak terlepas dari perlakuan kasar pengasuh terhadap

anak, yang diterima anak setiap hari, sehingga anak menjadikan perlakuan dan kata – kata

kasar tersebutlah yang ada dalam pikiran alam bawah sadar anak. Karena itu, apabila anak

hendak melampiaskan emosi dan perasaannya, anak menggunakan referensi sikap perilaku

yang sering diterima dan dilihatnya sehari – hari, yakni sikap dan kata – kata yang kasar juga.

Hal ini sejalan dengan teori Imitasi dari Bandura, yang mengatakan bahwa anak mengamati

dan meniru apa yang selalu dilihatnya.

Subjek yang ketiga yaitu JL, adalah seorang anak laki – laki berusia 7 tahun. JL anak

keempat dari lima bersaudara, memiliki ayah dan ibu, dan diasuh oleh kedua orang tua JL

sendiri. Kedua orang tua JL berperan aktif dalam proses pengasuhan JL sendiri. Mereka

mengajarkan JL dan kakak beradiknya, untuk selalu bersikap baik terhadap orang lain,

memberi salam bila berpapasan di tengah jalan, hormat kepada orang yang lebih tua, bertutur

kata yang lembut, dan diajarkan untuk saling mengalah dan berbagi terhadap saudaranya

sendiri. Perlakuan yang diterima subjek penelitian (JL), menjadikan subjek tumbuh dengan

sikap yang sopan terhadap orang lain, serta baik dalam bertutur kata. Walaupun pemalu dan

belum percaya diri, subjek mudah berinteraksi dengan orang lain, serta memiliki sikap mau

berbagi. Subjek juga bersikap terbuka terhadap orang lain serta mudah menyalurkan emosi

diri, karena adanya rasa percaya terhadap orang – orang dan lingkungan sekitar.

Pola asuh jenis ini masuk dalam kategori pola asuh demokratif. Orang tua memberi

kepercayaan pada anaknya, juga mendorong anak untuk bersikap positif serta ditanamkan

untuk memiliki kebiasaan yang baik. Rasa percaya yang ditanamkan orang tua,

menghilangkan keraguan anak terhadap dunia sekitar dan membangkitkan rasa percaya diri

anak. Dalam perkembangannya, orang tua juga memberikan contoh dan teladan untuk

Page 18: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 65

bersikap. Dengan melihat apa yang dilakukan orang tua, secara otomatis anak meniru dan

melakukan hal yang sama dengan apa yang dilihatnya.

Sampel subjek penelitian yang terakhir adalah AH, seorang anak perempuan berusia 5

tahun dan belum duduk di bangku sekolah. AH masih memiliki kedua orang tua, namun

diasuh oleh kakek dan neneknya. Pada subjek ini, kedua orang tua tinggal bersama – sama

dengan kakek dan nenek dalam 1 rumah. Hal ini menjadikan sering adanya perbedaan pola

asuh antara orang tua AH dan kakek neneknya. Orang tua AH yang sibuk dengan pekerjaan,

cenderung bersikap permisif, dan selalu menuruti keinginan AH. Sedangkan kakek nenek AH

lebih bersikap otoriter terhadap AH. Apabila orang tua AH tidak ada, AH diasuh oleh kakek

nenek, dengan sistem pengsuhan yang tegas. Sedangkan jika AH bersama orangtuanya, AH

cenderung menerima pola pengasuhan permisif, karena orang tua selalu mengikuti seluruh

kemauan anak.

Perbedaan pola asuh yang diterima oleh anak, menjadikan anak kehilangan pegangan

untuk diikuti dan bingung dengan dirinya sendiri. Anak cenderung pemarah karena melihat

contoh dari sikap dan pengasuhan yang otoriter dan kasar, tetapi juga sekaligus menjadi sulit

diatur karena terbiasa diikuti seluruh keinginannya. Perbedaan budaya dan sudut pandang

pengasuhan antara orang tua dan kakek nenek, menyebabkan adanya dua jenis pola

pengasuhan yang diterapkan pada anak. Hal ini menjadikan anak memiliki sikap dan perilaku

yang berbeda saat bersikap terhadap orang tua, dan saat bersikap terhadap kakek neneknya.

Tidak adanya contoh dan model yang tepat, menjadikan anak sulit memilih model

percontohan dalam bersikap.

Subjek penelitian selanjutnya adalah seorang anak laki – laki (TM) berumur 6 tahun

dan duduk di kelas 1 bangku sekolah dasar. Orang tua TM memiliki karir yang bagus dalam

pekerjaan, tetapi jarang berada di rumah, sehingga TM diasuh oleh kakek dan neneknya.

Dalam kesehariannya, TM adalah anak yang baik dalam bertutur kata, suka bergaul dan

cerdas. Tetapi, dalam kehidupan pergaulan TM, TM masih kesulitan dalam berbagi sesuatu

dengan teman sepantarannya atau juga dengan orang lain. TM juga sering tidak mau

meminjamkan mainannya atau bahkan tidak mengembalikan mainan yang dipinjamnya dari

anak lain. Dalam hal otoritas, TM hanya mendengar nasihat orang tuanya, dan tidak perduli

pada pendapat dari orang lain.

Page 19: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 66

Orang tua denga pola pengasuhan seperti ini menggnakan sistem pengasuhan dengan

pola permisif, dengan tidak memberikan target khusus terhadap anak – anaknya. Dalam kasus

TM, orang tua TM selalu mengabulkan keinginan TM tanpa memberikan tekanan dan target

khusus akan pencapaian anak dan apa yang harus dilakukan oleh sang anak. Perlakuan seperti

ini menjadikan anak cerdas dan kreatif karena adanya kebebasan bagi anak untuk berkreasi.

Tetapi, anak menjadi egois dan memiliki rasa tidak ingin berbagi, karena dibiasakan untuk

memiliki sendiri apa yang diinginkan. Anak tidak menuruti pengasuh pengganti orang tua,

karena menganggap bahawa yang memiliki otoritas pada diri anak hanyalah kedua orangtua.

Selanjutnya peneliti mengobservasi CS, seorang anak perempuan berusia 5 tahun dan

diasuh oleh neneknya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. CS berperilaku manja dan

tidak mandiri untuk anak seusianya. Dalam pergaulan dengan teman – teman sebaya, CS

belum bisa mengimbangi dari segi kecerdasan motorik, sehingga jika CS kalah dan tertinggal

dalam permainan anak – anak, CS mudah menangis dan kurang bisa mengontrol dirinya. Hal

ini menjadikan CS dijauhi oleh anak – anak lainnya, karena sikap dan perilaku CS yang

mudah menangis, bahkan untuk hal – hal kecil sekalipun.

Sikap dan perilaku anak dalam kasus CS dikarenakan sistem pola asuh orang tua

(dalam hal ini nenek CS) yang terlalu melindungi anak dan bersikap overprotected. Anak

yang terlalu dimanjakan, menjadi kurang mandiri dalam banyak hal. Anak merasa orang tua

atau pengasuh akan selalu ada disampingnya dan melakukan hal – hal tersebut untuk diri sang

anak. Dalam perkembangan mental, anak mudah merasa sedih dan sakit hati, sehingga

melampiaskan perasaan kecewanya dengan menangis.

Sampel dari subjek penelitian yang terakhir adalah SR, anak laki – laki berusia 7 tahun,

dan duduk di kelas 1 SD. Orang tua SR sudah bercerai, dan SR diasuh oleh Neneknya. Ibu

SR tidak pernah mengunjungi SR lagi, karena pindah di luar kota Manado sesudah bercerai.

Ayah SR bekerja sebagai tukang ojek online untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari

keluarga mereka. Dalam kesehariannya, SR temasuk anak yang rajin datang ke sekolah

minggu, dan menurut apabila mendapat nasihat dari guru – guru sekolah minggu. SR sendiri

adalah anak yang aktif dan ceria, tetapi juga suka berkelahi dan memukul teman. SR

beberapa kali mngalami perundungan oleh anak – anak dengan usia yang lebih tua. Nenek SR

sangat memperhatikan SR terutama dalam memenuhi kebutuhan primer seperti makanan,

tempat tinggal, dan pakaian, juga pemenuhan kebutuhan sekunder seperti pendidikan dan

hiburan anak. SR sering dibelikan mainan anak – anak apabila SR meminta.

Page 20: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 67

Ketimpangan hadirnya orang tua, mengakibatkan pengasuh pengganti orang tua

berusaha memenuhi semua kebutuhan anak, yang dianggap tidak cukup. Jenis pola asuh

penelantaran, bukan hanya tidak mencukupkan kebutuhan anak dari segi materi, tetapi juga

dari segi emosi. Anak tidak didampingi dalam tumbuh kembangnya, sehingga anak

cenderung bersikap seenaknya tanpa adanya pemeberitahuan dan penjelasan lebih lanjut dari

orang tua bahwa apa yang dilakukan anak adalah salah.

Orang tua pada lingkungan perkotaan sering mengasuh anak secara permisif, dengan

menuruti keinginan anak. Apabila anak rewel atau berusaha menunjukkan emosi dan

perasaannya, hal yang dilakukan orang tua adalah langsung menuruti keinginan anak, atau

memberikan handphone kepada anak agar anak diam. Anak – anak harus dilatih untuk bisa

mengungkapkan perasaannya dengan baik melalui komunikasi terhadap orang tuanya. Hal ini

hanya akan terwujud apabila orang tua dan pengasuh bersikap aktif dan terbuka juga terhadap

anak, sehingga anak mampu melihat contoh perilaku yang baik, yang ditunjukkan oleh

keluarga sebagai lingkungan terdekat anak.

Kesimpulan Dan Saran

Kehidupan keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah dan ibu merupakan pusat paling

awal dan sangat menentukan dalam proses pembinaan, pendidikan dan pembentukan

kepribadian anak sejak dini bahkan sejak masih dalam kandungan sekalipun. Dari

keluargalah anak memperoleh pengalaman dan sentuhan pendidikan untuk pertama kalinya,

baik secara fisik maupun secara moral spiritual. Pada akhirnya, pengalaman-pengalaman

tersebut akan sangat mewarnai corak kehidupan dan kepribadian anak di masa-masa

selanjutnya, karena segala sesuatu yang pernah di alami oleh anak semasa kecil sejak dari

dalam kandungan, akan tertanam didalam jiwa dan rohaninya sedemikian kuat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan supaya orang tua

perlu memiliki pemahaman yang benar sehubungan dengan pola asuh anak, demi terciptanya

kehangatan dan hubungan yang harmonis dalam keluarga, antara anak dan orang tua. Hal ini

dapat dikaji lebih dalam lagi lewat penelitian lanjutan yang akan dilakukan. Dalam penelitian

selanutnya, peneliti dapat menambah jumlah populasi dan subjek penelitian, sehingga data

yang diperoleh bisa lebih luas dan variatif.

Page 21: Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan ...

J o u r n a l o f P s y c h o l o g y : H u m a n l i g h t | IAKN Manado

Volume 2, Nomor 1 - Juni 2021 | 68

Daftar Pustaka

Afifatus, Soliha & Anggraini. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kepribadian Siswa

di Kota Bengkulu. Consilia: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling, Vol. 01 No. 01.

2017.

Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. 2009.

Anisah, Siti Ani. Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan Karakter

Anak. Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Vol. 05 No .01. 2011

Beaty, Janice, J. Observasi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:. Prenadamedia Group.

2013

Gunarsa, Singgih, D. 2016. Dasar dan Teori Kepribadian Anak cetakan ke 7. Jakarta; Libri.

2016

Mashar, Riana. Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi Pengembangannya. Jakarta;.

Prenadamedia Group. 2011.

Moleong, J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Fudyartanta, Ki. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2012

Singgih D. Gunarsa. Dasar Dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2006

Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. 2003.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, C.V

2017.

Tandri, Novita. Buku Pintar Perilaku Anak cetakan ke 1. Jakarta. Libri. 2011