PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT...
Transcript of PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT...
PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR
EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT
PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Oleh
LUH RAHMI SUSANTI
H24103061
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
Luh Rahmi Susanti. H24103061. Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Di bawah bimbingan Wita Juwita Ermawati.
Bank BNI melakukan portofolio kredit menurut sektor ekonomi, yaitu sektor
pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Diversifikasi yang optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada pendapatan bunga kredit yang akan membawa BNI pada suatu tingkat keuntungan. Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah berupa meningkatnya Non Performing Loan (NPL), maka manajemen BNI menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna mengurangi NPL yang tinggi, dengan ekspansi kredit.
Tujuan penelitian adalah : (1) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI; (2) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI; (3) Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung kinerja perkreditan Bank BNI. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa publikasi laporan keuangan dan data makroekonomi. Data dianalisis dengan model analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi terhadap pendapatan bunga kredit dengan menggunakan perangkat lunak komputer SPSS versi 11.
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan secara keseluruhan perubahan portofolio kredit sektoral signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Secara parsial, hanya tiga sektor yang memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit, yaitu sektor perindustrian (1,417), perdagangan (0,152), dan sektor lain-lain dengan nilai koefisien regresi 0,052. Dari ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu, tiga sektor lainnya (pertanian, pertambangan, dan jasa-jasa) berdampak negatif dan berpengaruh tidak siginifikan. Dalam rangka maksimisasi pendapatan bunga kredit, Bank BNI perlu memprioritaskan alokasi kredit untuk sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain, karena pengaruh positif portofolio kredit ketiga sektor tersebut dan juga laju pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) riil ketiga sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP nasional. Sedangkan tiga sektor lainnya yang berpengaruh negatif yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan jasa, perlu dikaji ulang pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.
PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR
EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT
PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
LUH RAHMI SUSANTI
H24103061
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR
EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT
PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
LUH RAHMI SUSANTI
H24103061
Menyetujui, Juli 2007
Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal ujian : 26 Juni 2007 Tanggal lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Luh Rahmi Susanti, dilahirkan di Bogor pada tanggal 8
November 1984 dari pasangan Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ni Made
Neteri. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor
pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 sampai
dengan tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi dalam organisasi
kemahasiswaan, yaitu Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) dan
Brahmacarya, serta peserta berbagai seminar dan pelatihan. Penulis juga pernah
mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2005. Selain itu, penulis pernah mengikuti praktik kerja
(magang) pada PT. Federal International Finance tahun 2006.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, sehingga penyusunan
skripsi yang berjudul Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi
terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk. dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri dari sektor pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (konsumsi)
dilakukan Bank BNI dalam penyaluran kreditnya. Diversifikasi yang optimal pada
portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada
pendapatan bunga yang akan membawa Bank BNI pada suatu tingkat keuntungan.
Penelitian ini menganalisis pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi
terhadap perubahan pendapatan bunga kredit baik secara keseluruhan maupun
secara parsial, sehingga hasil dari analisis ini diharapkan akan dapat memberikan
arahan ke depan tentang alokasi kredit sektoral dalam rangka peningkatan kinerja
penyaluran kredit Bank BNI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada:
1. Ayahku Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ibuku Ni Made Neteri serta
Kakakku Gde Ary Suwedha, S.Komp., MM atas segala doa, kasih sayang,
serta dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.
2. Ibu Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan,
membagikan ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis dalam
penyempurnaan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA dan Farida Ratna Dewi, SE,
MM atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan memberikan
masukan, kritik serta saran.
v
4. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen,
seluruh staf dosen pengajar dan karyawan/wati Departeman Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
5. Sahabat-sahabat terbaik (Etty, Else, Ulfa, Rinrin, Pasus Oks, Yayuk, Uchi,
Ipeh, Nela, Ruslan, Irwan, Aldhika, Adit, Yan) atas segala bantuan,
kebersamaan, serta kebahagiaan yang telah diberikan selama ini.
6. Teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan serta bantuan saat
seminar dan sidang (Dian SMS, Silva, Sri, Ai, Ranti, Kania, Dian Schum,
Irma, Desty, Andien, Evi, Kurnia).
7. Loly, Uyan, dan Lola atas persaudaraan dan kegembiraan yang telah
diberikan, juga atas kebersamaannya dalam berjuang melewati masa TPB di
Asrama A3-295.
8. Saudaraku di Brahmacarya 40 (Royn, Dadi, Deta, Adit, Yuli, Turi, Dewa,
Devit, Aries, Dhika, Ayu, Wahyu, Eka S, Ferry) atas persaudaraan yang
selama ini diberikan.
9. Sahabat sejati (Indie Bfn dan Made Laksmi) atas semua yang telah diberikan,
keluarga M4 dan Sayap Kanan atas kebersamaannya, Dayu Gek atas
bantuannya, serta Putra atas motivasi dan pencerahan spiritualnya.
10. Rekan-rekan Manajemen 40 untuk persahabatan selama 4 tahun di masa
perkuliahan.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam penulisan yang
lebih baik lagi.
Bogor, Juli 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank .................................................................................. 6 2.2. Sumber Dana Bank ............................................................................. 7 2.3. Penggunaan Dana Bank ...................................................................... 8 2.4. Pengertian Portofolio Kredit ............................................................... 9 2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit ................................................................... 11 2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi ............................................... 12 2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit ............................................. 14 2.8. Analisis Kinerja Perkreditan ............................................................... 16 2.9. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................. 16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 19 3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 21 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 21 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 22
3.4.1. Analisis Regresi Berganda .................................................... 22 3.4.2. Uji Normalitas ....................................................................... 23 3.4.3. Uji Multikolinearitas .............................................................. 24 3.4.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 24 3.4.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 24 3.4.6. Uji F ....................................................................................... 24 3.4.7. Uji t ....................................................................................... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................... 28
vii
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk... 28 4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan ....................................... 29 4.1.3. Struktur Organisasi ................................................................ 30
4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional ...................................................... 33 4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi ................................. 33 4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan ....................... 39 4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP............................................. 45
4.3. Validasi Dampak Model Portofolio Kredit ....................................... 48 4.3.1. Uji Normalitas ....................................................................... 48 4.3.2. Uji Multikolinearitas ............................................................. 49 4.3.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 50 4.3.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 50 4.4. Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit ................... 51
4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan ............................... 52 4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial ........................................ 53
A. Langkah Uji t ................................................................... 53 B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial ......................... 56
4.5. Dampak Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral .................................... 61
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan........... ..................................................................................... 66 2. Saran......... ................................................................................................. 66 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68 LAMPIRAN................. .................................................................................... 71
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................ 33
2. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ......................... 34
3. Pertumbuhan penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ......................... 35
4. Struktur penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................ 36
5. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 37
6. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 38
7. Pertumbuhan total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 39
8. Struktur total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 40
9. Struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan Bank BCA menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005 .......... 41
10. Proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .......... 42
11. Pertumbuhan total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 43
12. Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................ 45
13. Pertumbuhan GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................ 46
14. Struktur GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................ 47
15. Hasil uji normalitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun1997-2005 .................................................................................. 48
16. Hasil uji multikolinearitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 ............................................................... 49
ix
17. Dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 .................................................... 56
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran operasional...................... .......................................... 20
2. Hasil uji heteroskedastisitas (scatterplot pendapatan bunga kredit) model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, 1997-2005 ...................................... 51
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil uji normalitas .................................................................................. 71
2. Hasil uji multikolinearitas ......................................................................... 72
3. Hasil uji heteroskedastisitas ..................................................................... 73
4. Hasil regresi berganda .............................................................................. 74
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bank sebagai lembaga keuangan yang didasarkan pada unsur
kepercayaan, memiliki tugas pokok sebagai perantara antara pihak yang
membutuhkan dana dan pihak yang memiliki kelebihan dana. Dalam
fungsinya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan penting dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi
ditunjukkan dengan perkembangan dunia usaha melalui kegiatan bisnis
dalam sektor ekonomi. Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari adanya
kredit yang dikeluarkan bank untuk membiayai kegiatan ekonomi tersebut.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang memadai membutuhkan laju
pertumbuhan kredit perbankan yang tinggi. Karena itu, perbankan yang
sehat merupakan syarat mutlak untuk mendukung perekonomian nasional.
Terdapat hubungan saling ketergantungan antara perbankan dan
kondisi dunia usaha dengan pertumbuhan ekonomi. Dimana kondisi
perbankan yang sehat merupakan salah satu faktor penunjang dalam
menggerakkan dunia usaha terutama dalam pemenuhan kebutuhan modalnya
melalui pemberian kredit. Dengan demikian, bergeraknya dunia usaha
diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui output yang
dihasilkannya. Begitupun sebaliknya, kondisi dunia usaha yang baik akan
mendorong tersalurkannya kredit perbankan sehingga memberikan
keuntungan pada bank dan peningkatan perekonomian negara.
Kegagalan dunia perbankan akan memberi pengaruh pada kondisi
perekonomian. Terbukti pada krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada
tahun 1997-1998, perbankan Indonesia mengalami kelumpuhan. Kredit yang
menjadi andalan perbankan dalam perolehan pendapatan mengalami
permasalahan, karena kinerja dunia usaha yang mengalami kemerosotan
secara tajam. Perbankan sebagai usaha yang dinamis dituntut untuk selalu
mampu beradaptasi dengan cepat atas perubahan lingkungan. Dalam hal ini,
pengelolaan kredit sebagai sumber pendapatan terbesar bank harus menjadi
2
perhatian. Pada periode 1996/1997 – 1997/1998 jumlah kredit bermasalah
(NPL atau Non Performing Loan) bank umum meningkat dari 9,3% menjadi
19,8%, dan meningkat drastis menjadi 58% pada tahun 1998/1999 (Bank
Indonesia, 1998/1999). Pada periode yang bersamaan pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,72% pada tahun 1997
menjadi minus 13,13% pada tahun 1998. Pada tahun 1999, PDB nasional
mulai tumbuh secara positif, tetapi dengan laju di bawah laju pertumbuhan
penduduk, yaitu hanya 0,79% (BPS, 1999).
Tingginya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan dikeluarkannya
kebijakan pengetatan penyaluran kredit dengan sasaran agar dapat dilakukan
pengelolaan penyaluran kredit secara lebih tepat dan bijaksana. Kebijakan
ini ternyata berdampak terhadap penurunan kinerja sektor riil akibat
penyaluran kredit yang terbatas. Menyadari keadaan ini, BI melakukan
beberapa pelonggaran, yakni menurunkan BI rate dari 13,75% pada tahun
2005 sebesar 9,75% pada tahun 2006 dan 9,5% pada awal tahun 2007
(Seputar Indonesia, 2007). Disamping itu, BI mengeluarkan Paket Oktober
(Pakto) 2006 dengan tujuan mengaktifkan kembali penyaluran kredit oleh
sektor perbankan. Kebijakan moneter tersebut ternyata tidak memberikan
dampak seperti yang diharapkan akibat adanya permasalahan struktural
dalam perekonomian Indonesia. Permasalahan struktural tersebut mencakup
lemahnya dukungan iklim investasi, belum memadainya ketersediaan
infrastruktur dan permasalahan birokrasi yang berdampak negatif terhadap
perkembangan investasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha.
Bank BNI sebagai salah satu bank umum terbesar di Indonesia turut
berperan dalam menunjang pembangunan negara. Dalam usaha
mengaktifkan fungsi intermediasi, Bank BNI melakukan penyaluran kredit
kepada beberapa segmen, seperti segmen masyarakat secara individu,
segmen dunia usaha skala kecil dan menengah (UKM) dalam sektor
pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa-jasa. Untuk
membiayai segmen korporasi, Bank BNI membentuk perbankan korporasi
untuk memenuhi kebutuhan kredit menurut sektor ekonomi. Dengan
tersalurkannya kredit kepada berbagai segmen (masyarakat, dunia usaha,
3
dan korporasi) menunjukkan besarnya peran Bank BNI dalam mendukung
pembangunan ekonomi nasional (Sugema, et.al., 2003).
Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat luas, Bank BNI
menghadapi berbagai risiko. Bank BNI memiliki tanggung jawab besar,
karena dana yang dikelola berasal dari dana masyarakat yang menyimpan
kelebihan dananya. Kepercayaan dari masyarakat ini harus dijaga melalui
pengelolaan kredit yang benar dengan semaksimal mungkin mengurangi
timbulnya risiko. Risiko ini mencakup tidak tertagihnya dana yang telah
disalurkan beserta bunganya. Dalam konteks ini Bank BNI melakukan
alokasi kredit menurut sektor ekonomi (portofolio kredit) secara berimbang
dan tepat. Bank BNI harus mampu menganalisis dampak portofolio kredit
sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lain-
lain terhadap kinerja pendapatan bunga usaha perbankan. Diversifikasi yang
optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan
berpengaruh pada pendapatan bunga yang akan membawa BNI pada suatu
tingkat keuntungan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah
berupa meningkatnya NPL. Pada tahun 2005, NPL gross Bank BNI
mencapai 14,4% berbeda jauh dengan kondisi NPL pada tahun 2004 yang
berada pada 4,6% (Kompas, 2006). Per September 2006, rasio NPL gross
BNI mencapai 16% atau secara nominal senilai Rp 9 triliun (Kompas, 2006).
NPL yang melonjak naik membuat sejumlah besar perusahaan ingin menarik
dananya dari BNI, sehingga hal ini memberi pengaruh langsung pada
penurunan pendapatan bunga kredit Bank BNI. Karena itu, manajemen BNI
perlu menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk
memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna
mengurangi NPL yang tinggi. Selama Bank BNI belum bisa
menyeimbangkan portofolio kreditnya, Bank BNI masih rentan terhadap
pengaruh gejolak makroekonomi yang ada.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam menata komposisi portofolio perlu diketahui dampak alokasi
kredit terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, sebagai bahan evaluasi
4
arah kebijakan pengalokasian kredit. Keadaan ini dikaitkan dengan kondisi
makro yang terjadi sebagai tolok ukur penilaian kualitas portofolio kredit.
Sehingga, dalam upaya Bank BNI mengurangi tingkat NPL melalui ekspansi
kredit, dapat diketahui sektor-sektor mana yang perlu difokuskan
pengelolaannya.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam
sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan,
perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan
terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI ?
2. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit pada
setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan
pendapatan bunga Bank BNI ?
3. Kebijakan antisipatif apakah yang perlu diambil untuk memperbaiki
kinerja penyaluran kredit Bank BNI ?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam
sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan,
perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan
terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI.
2. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap
sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan
bunga Bank BNI.
3. Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung
kinerja perkreditan Bank BNI.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan
masukan, sebagai berikut :
5
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
bank BNI dalam penyusunan portofolio penyaluran kredit ke dalam
sektor-sektor ekonomi secara tepat dalam kaitannya dengan pencapaian
pendapatan bunga yang optimal, sehingga ekspansi kredit dan penataan
portofolio kredit dapat dilakukan guna memperkuat permodalan bank
melalui laba yang dihasilkan dari pendapatan bunga kredit.
2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
pembelajaran bagi pihak yang melakukan penelitian lanjutan mengenai
sejauh mana portofolio penyaluran kredit di dalam sektor ekonomi
memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga kredit pada bank.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengkajian portofolio kredit sektor
ekonomi karena sektor tersebut mampu dijelaskan oleh kondisi
makroekonomi. Pendapatan bunga yang menjadi variabel terkait dalam
penelitian ini merupakan pendapatan bunga yang berasal dari bunga atas
kredit yang diberikan. Pendapatan bunga kredit dijadikan sebagai dasar
pembanding karena kredit yang disalurkan akan langsung memberikan
pendapatan berupa pendapatan bunga kredit bagi perusahaan. Periode 1997-
2005 digunakan untuk menggambarkan kondisi alokasi kredit setelah krisis
ekonomi dan sebagai kecukupan jumlah sampel.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank
Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10
November 1998 (Kasmir, 2004) tentang perbankan, yang dimaksud dengan
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa dalam
melakukan usahanya pihak perbankan umumnya menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana utama.
Dari segi penyaluran dana, bank hendaknya tidak semata-mata
memaksimumkan keuntungan bagi pemilik, tetapi juga harus diarahkan pada
peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas.
Pada dasarnya sistem perbankan berfungsi sebagai salah satu medium
di dalam menjalankan kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2003). Menurut
Suta dan Musa (2003), perbankan pada umumnya mempunyai dua peran,
yaitu (1) Institusi penampung dana yang menerima deposito, membayar
untuk dan atas nama deposan, dan menyediakan fasilitas penukaran mata
uang asing; (2) Perusahaan yang berorientasi profit, di mana perbankan
menyediakan produk-produk liabilities dan memberikan pinjaman kepada
nasabah. Di dalam menjalankan peran ini bank memperoleh spread dan fee
based income untuk memenuhi target keuntungan yang ditetapkan oleh bank
tersebut.
Pengertian bank secara lebih teknis dapat ditemukan pada Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31
dalam Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 1999),
adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang
memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.
7
2.2. Sumber Dana Bank
Menurut Kasmir (2004), sumber dana bank adalah usaha bank dalam
menghimpun dana dari masyarakat. Secara garis besar sumber dana bank
dapat diperoleh dari bank itu sendiri, dari masyarakat luas dan dari lembaga
lainnya, dengan deskripsi sebagai berikut:
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya
adalah dana yang diperoleh dari dalam bank. Perolehan dana ini
biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk
memperoleh dana dari luar. Adapun pencarian dana yang bersumber dari
bank itu sendiri terdiri dari: (a) Setoran modal dari pemegang saham,
yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemegang
saham baru; (b) Cadangan laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun
dicadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan; (c) Laba
bank yang belum dibagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum
dibagikan kepada para pemegang saham.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan
tiga macam jenis simpanan (rekening). Sumber dana yang dimaksud
adalah sebagai berikut: (a) Simpanan giro. Pengertian giro menurut
Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan; (b) Simpanan tabungan. Pengertian tabungan menurut
Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat
lainnya yang dipergunakan dengan itu; (c) Simpanan deposito. Simpanan
deposito menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
8
3. Dana yang bersumber dari lembaga lain
Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari: (a)
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang
diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan
likuiditasnya; (b) Pinjaman antar bank (Call Money), merupakan
pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah
kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar
kekalahannya; (c) Pinjaman dari bank-bank luar negeri, merupakan
pinjaman yang diperoleh perbankan dari pihak luar negeri; (d) Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini pihak perbankan
menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang
berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.
2.3. Penggunaan Dana Bank
Menurut Siamat (2004), penggunaan dana bank pada prinsipnya dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada prioritas penggunaan dana dan sifat aktiva
bank.
1. Prioritas Penggunaan Dana
a. Cadangan primer (primary reserves), yang dimaksudkan untuk
memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan
operasi bank sehari-hari.
b. Cadangan sekunder (secondary reserves), yang dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya
diperkirakan kurang dari satu tahun.
c. Penyaluran kredit, adalah pemberian kredit kepada nasabah yang
memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank. Penyaluran kredit
merupakan kegiatan utama bank dan merupakan sumber pendapatan
utama bank.
d. Investments, yaitu penanaman dana dalam surat-surat berharga yang
berjangka panjang.
9
2. Penggunaan Dana Menurut Sifat Aktiva
Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktivanya adalah pengalokasian
dana ke dalam bentuk aktiva yang dapat memberikan hasil dan tidak
memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan.
a. Aktiva Tidak Produktif. Aktiva tidak produktif atau non-earning
assets adalah penanaman dana ke dalam aktiva yang tidak
memberikan hasil bagi bank, terdiri dari: (i) Alat likuid atau cash
asset adalah aktiva yang dapat digunakan setiap saat untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas bank; (ii) Aktiva tetap dan inventaris
yang penggunaan dananya diperoleh dari modal sendiri bank yang
bersangkutan.
b. Aktiva Produktif. Aktiva produktif atau earning assets adalah semua
penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan
untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen
aktiva produktif bank terdiri dari: (i) Kredit yang diberikan, adalah
penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga tertentu; (ii) Penempatan pada bank lain, dapat dalam bentuk
call money, deposito berjangka, deposit on call dan sertifikat
deposito; (iii) Surat-surat berharga, penanaman dana dalam surat-
surat berharga meliputi surat-surat berharga jangka pendek dan
jangka panjang yang dimaksudkan untuk mempertinggi profitabilitas
bank; (iv) Penyertaan modal adalah penanaman dana dalam bentuk
saham secara langsung pada bank atau lembaga keuangan lain yang
dapat berkedudukan di dalam dan di luar negeri.
2.4. Pengertian Portofolio Kredit
Menurut Sartono (2004), yang dimaksud dengan portofolio adalah
kombinasi dari berbagai aset, baik berupa aset keuangan atau sekuritas
maupun aset riil. Teori portofolio menekankan pada usaha untuk mencari
kombinasi investasi optimal yang memberikan tingkat keuntungan atau rates
10
of return maksimal pada suatu tingkat risiko tertentu. Teori mengenai
portofolio pertama kali dikemukakan oleh Markowitz pada tahun 1952
melalui artikelnya yang menjadi dasar munculnya teori tersebut. Prinsip
dasar yang berkaitan dengan alokasi portofolio yang rasional sering
ditampilkan dalam ungkapan “don’t put all your eggs in one basket”.
Markowitz menunjukkan bahwa ketika seseorang menambahkan suatu aset
ke dalam portofolio investasinya, maka total risiko dari portofolio tersebut
akan berkurang namun ekspektasi tingkat pengembaliannya tetap sebesar
rata-rata tertimbang dari ekspektasi tingkat pengembalian masing-masing
aset yang ada di portofolio, sehingga portofolio berarti penempatan aset
pada berbagai kombinasi yang optimal dari suatu investasi guna mengurangi
adanya risiko.
Istilah credit, berasal dari perkataan latin credo, yang berarti
believe/trust, yakni suatu kepercayaan. Perkataan credo berasal dari
kombinasi perkataan sansekerta cred yang berarti kepercayaan (trust) dan
perkataan latin do, yang berarti saya menaruh. Sesudah kombinasi tersebut
menjadi bahasa latin, kata kerjanya dan kata bendanya masing-masing
menjadi credere dan creditum. Menurut Veithzal (2006), kredit adalah
penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor atau pemberi
pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau borrower)
dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada
tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Sedangkan pengertian
kredit menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 yang
dikutip Kasmir (2004) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Distribusi portofolio kredit di antara berbagai segmen pasar perbankan
dan sektor industri dicapai dengan menetapkan batasan bagi masing-masing
segmen atau sektor (Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004).
Diversifikasi kredit dan portofolio mencakup segmen usaha atau sektor
industri (Laporan Tahunan Bank Niaga 2004).
11
2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit
Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari kredit
(Veithzal, 2006), yaitu sebagai berikut.
1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan yang diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah.
2. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus
benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar
tercapai tanpa hambatan yang berarti.
Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan kredit kepada usaha-
usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan kredit yang
telah diterimanya. Dalam faktor kemampuan dan kemauan ini tersimpul
unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability)
dari suatu kredit sehingga kedua unsur tersebut saling berkaitan.
Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian.
Secara garis besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan
keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut (Veithzal, 2006).
1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang.
Dana yang diperoleh dari para penyimpan uang yang terdapat di bank
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi
pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.
2. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang.
Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi
sehingga utility dari bahan tersebut meningkat atau dapat memindahkan
barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih
bermanfaat.
3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena
kredit menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan
uang akan lebih bertambah, baik secara kualitatif apalagi secara
kuantitatif.
12
4. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.
Bantuan kredit yang diterima pengusaha dari bank berfungsi untuk
memperbesar volume usaha dan produktivitas dalam melakukan
kegiatan ekonomi.
5. Kredit sebagai alat stabilisasi ekonomi.
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi
pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk pengendalian inflasi,
peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, serta pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan pokok rakyat, melalui kredit yang diarahkan pada sektor-
sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung
berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat.
6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional.
Kredit yang diperoleh pengusaha tentu akan digunakan sepenuhnya
untuk peningkatan usaha yang menyebabkan peningkatan laba.
Peningkatan akan berlangsung terus menerus ketika laba dikembalikan
ke struktur modal, yang mengakibatkan peningkatan pajak. Sedangkan
kredit yang diberikan untuk peningkatan ekspor akan meningkatkan
devisa negara.
7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.
Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi
juga di luar negeri. Negara-negara yang kuat ekonominya banyak
memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang.
Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk kredit dengan syarat-syarat
ringan.
2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi
Menurut Veithzal (2006), jenis kredit menurut sektor ekonomi dapat
dibagi ke dalam :
1. Sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian
Sektor ini meliputi usaha-usaha di bidang pertanian dalam arti luas,
usaha-usaha di bidang perburuan binatang dan usaha di bidang sarana
pertanian, yang diperinci sebagai berikut :
13
a. Pertanian, yaitu usaha-usaha untuk memproduksi hasil-hasil tanaman,
perikanan, peternakan serta kehutanan dan pemotongan kayu.
b. Perburuan, yaitu usaha-usaha penangkapan binatang-binatang liar
yang hidup di darat untuk tujuan komersil, seperti usaha
pengumpulan daging, kulit buaya, dan lain-lain.
c. Sarana pertanian, yaitu usaha pengadaan alat-alat dan fasilitas bagi
pertanian yang sifatnya menunjang usaha untuk menghasilkan atau
menampung bahan pangan maupun hasil-hasil tanaman lainnya.
2. Sektor pertambangan
Sektor ini meliputi usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahan-
bahan tambang dalam bentuk padat, cair, dan gas, seperti minyak dan
gas bumi, biji logam, ataupun batu bara.
3. Sektor perindustrian
Sektor ini meliputi kegiatan untuk mengubah bentuk (transformasi)
pengolahan, baik secara mekanis maupun secara kimiawi dari bahan
menjadi barang yang baru yang dikerjakan dengan mesin, tenaga
manusia, dan lain-lain.
4. Sektor listrik, gas, dan air
Sektor ini meliputi usaha-usaha pengadaan dan distribusi listrik, gas, dan
air, baik untuk rumah tangga, untuk industri maupun untuk tujuan
komersil.
5. Sektor konstruksi
Sektor ini meliputi kontraktor-kontraktor untuk keperluan pembangunan
dan perbaikan gedung, pasar, jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan,
lapangan udara, proyek tenaga air, proyek listrik, pemasangan alat-alat
komunikasi, instalasi pemanasan, instalasi air conditioner, ventilasi, dan
lain-lain.
6. Sektor perdagangan, restoran dan hotel
Sektor ini meliputi ekspor, impor, distribusi, perdagangan eceran,
restoran dan hotel.
14
7. Sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi
Sektor ini meliputi pengangkutan umum yang meliputi usaha-usaha di
bidang pengangkutan darat, laut, maupun udara. Pergudangan yang
meliputi usaha-usaha penyediaan fasilitas penyimpanan/penyewaan
barang dan komunikasi yang meliputi pos, telepon, telegraf, dan
telekomunikasi.
8. Sektor jasa-jasa dunia usaha
Sektor ini mencakup usaha-usaha membangun gedung dan jasa profesi
seperti pengacara, notaris, akuntan dan jasa-jasa individual lainnya, serta
jasa garansi makelar, iklan pedagang valuta asing, dan lain-lain.
9. Sektor jasa-jasa sosial/masyarakat
Sektor ini mencakup sektor hiburan dan kebudayaan, seperti film,
pemancar radio, taman hiburan, dan lain-lain, serta jasa-jasa dokter,
rumah sakit, dan poliklinik.
10. Sektor lain-lain
Sektor lain-lain yang dimaksud di sini adalah sektor ekonomi yang tidak
termasuk dalam sektor ekonomi tersebut di atas, misalnya sektor
ekonomi dari kredit konsumsi.
Bank Indonesia mengelompokkan sektor ekonomi ke dalam sektor
pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.
Untuk sektor listrik, gas, dan air, sektor konstruksi, dan sektor pengangkutan
dimasukkan ke dalam sektor jasa-jasa.
Dalam pelaporan total kredit perbankan yang dikeluarkan Badan Pusat
Statistik melalui Statistik Indonesia, pengelompokkan sektor ekonomi sama
seperti yang dilakukan Bank Indonesia, yakni sektor pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.
2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit
Berikut ini adalah faktor penting dalam kebijakan kredit (Veithzal,
2006).
1. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat.
15
2. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah
didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan
yang jelas.
3. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam
pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank.
4. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan
perkreditan yang disusun dan diterapkan berdasarkan asas-asas
perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
5. Ketentuan kebijakan perkreditan perlu ditetapkan agar setiap bank
memiliki dan menerapkan kebijakan kredit yang baik, yang :
a. mampu mengawasi portofolio kredit secara keseluruhan dan
menetapkan standar dalam proses pemberian kredit secara individual
b. memiliki standar/ukuran dan pengawasan intern pada semua tahapan
proses perkreditan
6. Bagi bank yang belum memiliki kebijakan perkreditan, wajib menyusun
dan menerapkan kebijakan kredit yang minimal mengandung semua
aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan.
7. Bagi bank yang telah memiliki kebijakan perkreditan, wajib meneliti
kembali apakah semua aspek dalam pedoman kebijakan perkreditan
telah tercakup dalam kebijakan perkreditan dan melakukan penyesuaian
apabila belum mencakup seluruh aspek yang tertuang dalam pedoman
kebijakan perkreditan.
8. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal dalam
kebijakan tersebut mencakup :
a. prinsip kehati-hatian perkreditan
b. organisasi dan manajemen perkreditan
c. kebijakan persetujuan perkreditan
d. dokumentasi dan administrasi
e. pengawasan kredit
f. penyelesaian kredit bermasalah
16
9. Kebijakan perkreditan bank yang minimal sebagai pedoman dalam
penyusunan kebijakan perkreditan. Dalam penyusunan kebijakan
perkreditan bank dapat menambah dan memperluas aspek-aspek yang
tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan.
10. Kebijakan kredit selanjutnya harus menjadi acuan dan harus tercermin
dalam pedoman pelaksanaan kredit yang dipergunakan oleh setiap bank.
11. Bank wajib menyampaikan kebijakan kredit dan wajib mendapat
persetujuan dewan komisaris.
12. Bank wajib melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten.
13. Bank Indonesia memantau, mengawasi, dan menilai pelaksanaan
kebijakan kredit bank tersebut.
14. Pengertian kredit dalam kebijakan kredit meliputi semua jenis fasilitas
keuangan yang disediakan kepada nasabah.
2.8. Analisis Kinerja Perkreditan
Menurut Veithzal (2006), dalam mengawali tahun anggaran atau ketika
rencana dan anggaran bank disusun perlu diawali dengan melakukan analisis
kinerja mengenai kondisi bank serta perkreditan bank tersebut. Tujuannya
adalah untuk mengetahui kondisi bank serta kondisi perkreditan sebagai
tolok ukur dalam penyaluran kredit pada tahun yang akan datang. Analisis
kinerja ini perlu dilakukan sebagai pedoman operasional bank berikutnya
karena keberhasilan bank dalam perkreditan juga akan sangat tergantung
salah satunya pada tersedianya sumber dana.
2.9. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramantha (2003) pada jurusan
akuntansi, fakultas ekonomi. Penelitian ini menganalisis pengaruh
perubahan portofolio kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi yang terdiri atas
sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan
lain-lain terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia dari
tahun 1997-2002, baik secara keseluruhan maupun secara parsial. Dalam
penelitian ini data diolah menggunakan model analisis Regresi Linear
17
Berganda dengan pembuktian hipotesis menggunakan uji statistik secara
keseluruhan (uji F) dan uji regresi secara parsial (uji t), melalui program
SPSS. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa secara serentak
perubahan proporsi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi
mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan laba dan
modal bank umum di Indonesia. Perubahan proporsi penyaluran kredit pada
sektor perindustrian, sektor jasa-jasa, dan sektor lain-lain secara parsial
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perubahan laba dan modal
bank umum di Indonesia.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Ramantha
adalah sama-sama meneliti pengaruh perubahan portofolio kredit perbankan
pada sektor ekonomi dengan menggunakan alat analisis yang sama.
Sedangkan perbedaannya adalah pada periode data yang digunakan dan
variabel terkait yang diteliti dimana pada penelitian terdahulu menggunakan
laba dan modal sebagai variabel terkait, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan pendapatan bunga kredit sebagai variabel terkait. Selain itu,
pada penelitian terdahulu mengambil studi kasus pada bank umum dan pada
penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.
Penelitian ini juga memasukkan kondisi makroekonomi untuk menjelaskan
hasil analisis regresi.
Penelitian yang dilakukan Rusmiyati (2005) dari departemen Ilmu
Ekonomi, menganalisis pengaruh kredit perbankan terhadap output nasional
melalui jalur pinjaman. Penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-
faktor apa yang mempengaruhi kredit menurut jalur pinjaman, menganalisis
pengaruh kredit terhadap output nasional dan merumuskan implikasi
kebijakan yang berkaitan dengan peran kredit terhadap output nasional.
Hasil penelitian menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap
kredit, yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan kredit belum berpengaruh secara
nyata terhadap output nasional, karena belum pulihnya fungsi intermediasi
perbankan dan belum kondusifnya iklim perekonomian bagi dunia usaha dan
perbankan. Oleh karena itu, diperlukan kestabilan nilai tukar, tingkat inflasi,
kepastian hukum dan faktor keamanan.
18
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rusmiyati
adalah sama-sama menghubungkan kredit perbankan dengan kondisi
makroekonomi, dimana kredit yang disalurkan perbankan berperan dalam
menggerakkan dunia usaha dan mempengaruhi output nasional. Sehingga
hasil analisis regresi berganda pada penelitian ini diharapkan dapat lebih
dijelaskan dengan keterkaitan kredit dengan kondisi makroekonomi.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu dilihat dari sisi
internal bank melalui analisis regresi berganda dan dari kondisi
makroekonomi melalui analisis pertumbuhan sektor ekonomi nasional
(Gambar 1). Analisis regresi melihat dampak sektoral alokasi kredit terhadap
pendapatan bunga Bank BNI. Hasil analisis ini dijelaskan secara deskriptif
dengan analisis pertumbuhan dan struktur GDP, total investasi (penanaman
modal), total kredit perbankan, dan alokasi kredit Bank BNI. Analisis ini
menggunakan data sekunder deret waktu (time series) periode tahun 1997-
2005 dari laporan keuangan perusahaan Bank BNI dan Statistik Indonesia,
BPS, Jakarta. Selang tahun tersebut dipilih untuk melihat kondisi alokasi
kredit setelah krisis ekonomi menimpa Indonesia.
Kinerja dampak portofolio kredit sektoral terhadap pendapatan bunga
Bank BNI akan ditentukan oleh kinerja pertumbuhan dan struktur
makroekonomi nasional. Sektor ekonomi dengan tingkat pertumbuhan tinggi
dan struktur yang dominan akan memberikan pengaruh signifikan pada
kinerja dampak portofolio kredit terhadap pendapatan bunga, ketika proporsi
alokasi kredit terhadap sektor ekonomi tersebut semakin besar. Hasil analisis
diharapkan akan dapat memberikan arahan ke depan tentang alokasi kredit
sektoral dalam rangka peningkatan kinerja Bank BNI. Hal tersebut
dirumuskan pada kerangka pemikiran operasional seperti yang terlihat pada
Gambar 1.
20
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Menekan tingginya NPL yang terjadi melalui optimalisasi portofolio kredit
Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan Laporan Laba/Rugi)
Pada Tahun 1997-2005
Variabel Independen Portofolio Kredit Sektor Ekonomi : - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain
Analisis Regresi Berganda - Uji Normalitas - Uji Multikolinearitas - Uji Autokorelasi - Uji Heteroskedastisitas - Uji F - Uji t
Interpretasi Data - Pengaruh perubahan portofolio kredit
pada sektor ekonomi secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI
- Pengaruh perubahan portofolio kredit pada sektor ekonomi secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI
Kondisi Makroekonomi Nasional
Statistik Indonesia, BPS 1997-2005
- PDB - Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) dan Luar Negeri (PMLN)
- Posisi Kredit Perbankan
Hasil Analisis Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Nasional
- Pertumbuhan dan struktur GDP riil
- Pertumbuhan dan struktur PMDN
- Pertumbuhan dan struktur PMLN
- Pertumbuhan dan struktur total investasi (PMDN+PMLN)
- Pertumbuhan dan struktur total kredit perbankan
- Pertumbuhan dan struktur alokasi kredit BNI
- Proporsi kredit BNI terhadap total kredit perbankan
Evaluasi alokasi kredit sektoral BNI
Variabel Dependen : Pendapatan bunga kredit
21
3.2. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini menggunakan data kuantitatif,
yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik dan data kualitatif, yaitu
data yang tidak dapat diukur dalam skala numerik (Kuncoro, 2003).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini menggunakan data deret waktu
(time-series) yang digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dalam
rentang waktu tertentu. Sedangkan menurut sumbernya, penelitian ini
menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan sebuah
perusahaan perbankan yang telah menjadi perusahaan publik. Data laporan
keuangan tersebut bersumber dari laporan keuangan (annual report) yang
dipublikasikan oleh Bank BNI kepada masyarakat pengguna data.
Sedangkan untuk data pendukung diperoleh dari Statistik Indonesia yang
diterbitkan Badan Pusat Statistik, Jakarta, 1997-2005.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
mengumpulkan data yang berasal dari neraca, laporan laba/rugi, dan catatan
atas laporan keuangan perusahaan dimulai dari tahun 1997 sampai dengan
tahun 2005. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menggunakan
program Microsoft Excel dengan cara mengelompokkan data menurut tahun,
sehingga diperoleh data deret waktu pendapatan bunga dan portofolio kredit
menurut sektor ekonomi. Data tersebut dideflit (memperoleh nilai riil dari
nilai nominal) menggunakan indeks harga konsumen untuk mendapatkan
nilai riil pendapatan bunga dan portofolio kredit selama periode analisis.
Data pendukung terdiri dari data PDB atas dasar harga berlaku, data posisi
kredit perbankan, dan data penanaman modal dalam negeri dan luar negeri
yang telah disetujui pemerintah. Data ini kemudian dikelompokkan
berdasarkan tahun dimulai dari tahun 1997 sampai dengan 2005
menggunakan Microsoft Excel dan dideflit untuk memperoleh nilai riil
dengan menggunakan indeks harga konsumen yang didapat dari Indikator
Ekonomi, BPS.
22
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh penyaluran portofolio
kredit terhadap pendapatan bunganya secara parsial maupun keseluruhan.
Perangkat lunak komputer (software) yang digunakan untuk mengolah dan
menganalisis data dalam penelitian ini adalah software SPSS versi 11
(Statistical Program for Social Science), yaitu dengan menggunakan metode
statistik parametrik. Uji statistik parametrik melalui sub menu regression
pada menu analyze menguji dua hal, yaitu (1) melihat apakah terdapat
pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara keseluruhan
terhadap perubahan pendapatan bunga menggunakan uji F, serta (2) melihat
apakah terdapat pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara
parsial terhadap perubahan pendapatan bunga dengan menggunakan uji t.
Pengolahan data pendukung (kinerja makroekonomi nasional)
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel guna mendapatkan tingkat
pertumbuhan (growth) dan struktur GDP, investasi, dan total kredit
perbankan nasional. Selain itu juga diperoleh proporsi kredit BNI terhadap
total kredit perbankan.
3.4.1. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi menjelaskan mengenai seberapa jauh suatu
variabel mempengaruhi variabel yang lainnya. Regresi berganda
merupakan suatu teknik statistik dimana terdapat lebih dari satu
variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
independen, yaitu variabel yang memberi pengaruh pada variabel
lainnya seperti portofolio kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi.
Sedangkan untuk variabel dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi
oleh variabel lain seperti pendapatan bunga kredit. Model regresi
berganda ditunjukkan oleh persamaan berikut ini :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e................(1)
23
Keterangan :
Y : nilai variabel dependen (pertumbuhan tahunan pendapatan
bunga kredit)
β0 : konstanta
X1 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertanian
X2 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertambangan
X3 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perindustrian
X4 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perdagangan
X5 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor jasa-jasa
X6 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor lain-lain
β1 : koefisien regresi variabel X1
β2 : koefisien regresi variabel X2
β3 : koefisien regresi variabel X3
β4 : koefisien regresi variabel X4
β5 : koefisien regresi variabel X5
β6 : koefisien regresi variabel X6
e : tingkat kesalahan (galat)
Sebuah model regresi yang baik harus memenuhi beberapa
asumsi. Karena itu, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi
klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
3.4.2. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk
mengetahui distribusi kenormalan data, yaitu apakah data dapat
dianggap berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan jika
sampel yang digunakan kurang dari 30. Ketika data telah
berdistribusi normal, maka data tersebut dapat diolah menggunakan
stasistik parametrik yang dalam penelitian ini menggunakan model
regresi berganda. Pengujian normalitas data dilakukan menggunakan
statistik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih
besar dari 0,05 maka dikatakan data berdistribusi normal.
24
3.4.3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat
apakah terdapat korelasi antara variabel independen yang digunakan
dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinearitas, digunakan matriks korelasi. Besar korelasi antara
variabel independen yang masih dapat diterima adalah maksimum
0,80. Namun, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih dari 0,80,
keadaan tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi tidak lebih
dari nilai R-squared (Koutsoyiannis, 1977).
3.4.4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antar anggota
serangkaian observasi yang diurutkan melalui deret waktu (time
series). Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi adalah uji Durbin Watson (D-W). Jika angka D-W
berada di antara -2 sampai 2, maka dapat dinyatakan tidak terdapat
autokorelasi (Santoso, 2000).
3.4.5. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varian dari residual
untuk variabel independen yang diketahui. Jika varian dari residual
untuk variabel independen yang diketahui tetap, disebut dengan
homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, disebut
heteroskedastisitas (Santoso, 2000). Dalam SPSS, uji
heteroskedastisitas ditunjukkan dalam grafik. Jika ada pola tertentu,
seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah
terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-
titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.4.6. Uji F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
25
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Kuncoro,
2003). Langkah-langkah uji statistik F adalah :
1. Merumuskan Hipotesis
- H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah semua
parameter dalam model sama dengan nol. Artinya, semua
variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
- H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0
Hipotesis alternatifnya (H1), tidak semua parameter secara
simultan sama dengan nol. Artinya, semua variabel independen
secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
2. Menentukan F tabel,
- F α (k-1, n-k)
- taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat
ditolerir.
- derajat bebas pembilang (df) = k-1
- derajat bebas penyebut (df) = n-k
3. Menentukan F hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui
program SPSS.
4. Membandingkan F hitung dengan F tabel
- Jika statistik hitung (angka F output) > statistik tabel (F tabel)
atau F hitung < - F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
- Jika - F tabel < statistik hitung (angka F output) < statistik tabel
(F tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan
program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat
sigifikansi dengan α = 0,1.
- Jika tingkat signifikansi F > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1
ditolak.
26
- Jika tingkat signifikansi F < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1
diterima.
3.4.7. Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2003). Langkah-
langkah uji statistik t adalah :
1. Merumuskan Hipotesis
- H0 : β1 = 0
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu
parameter (β1) sama dengan nol. Artinya, suatu variabel
independen bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
- H1 : β1 ≠ 0
Hipotesis alternatifnya (H1), parameter suatu variabel tidak
sama dengan nol. Artinya, variabel tersebut merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
2. Menentukan t tabel,
- t (α, n-k)
- taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat
ditolerir.
- derajat bebas (df) = n-k
3. Menentukan t hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui
program SPSS.
4. Membandingkan t hitung dengan t tabel
- Jika statistik hitung (angka t output) > statistik tabel (t tabel)
atau t hitung < - t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
- Jika – t tabel < statistik hitung (angka t output) < statistik tabel
(t tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan
program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat
sigifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,1.
27
- Jika tingkat signifikansi t > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1
ditolak.
- Jika tingkat signifikansi t < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1
diterima.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Bank BNI dalam perjalanannya berawal dari suatu yayasan
yang didirikan dengan Akte Notaris tanggal 19 Oktober 1945
bernama “Poesat Bank Indonesia” oleh R. M. Margono
Djojohadikoesoemo. Pendirian ini dilandasi oleh pemikiran untuk
memiliki bank sirkulasi dan bank umum nasional yang didirikan oleh
pemerintahan Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946, yayasan tersebut
berganti nama menjadi Bank Negara Indonesia yang dibentuk
dengan jumlah modal sebesar 10 juta rupiah pada tanggal 5 Juli 1946
(Sugema, et.al., 2003).
Bank Negara Indonesia merupakan bank nasional pertama di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bukan berasal dari
nasionalisasi perbankan yang didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Pada awal berdirinya, Bank BNI berfungsi sebagai bank
sentral/sirkulasi dan bank umum sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 1. Sebagai bank sentral, Bank BNI memiliki hak tunggal untuk
mengatur pengeluaran dan peredaran uang dalam batas-batas wilayah
kekuasaan RI. Uang yang merupakan alat pembayaran yang sah yang
pertama milik RI dinamakan Oang Republik Indonesia (ORI). Selain
sebagai bank sentral, Bank BNI juga berfungsi sebagai bank umum
dengan memberikan kredit kepada perusahaan milik pemerintah dan
berbagai bank swasta. Selain itu, semasa perjuangan (1946-1949),
Bank BNI merupakan bank yang memiliki peranan cukup besar
dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, melalui
penyediaan dana bagi perjuangan melawan Belanda.
Namun kemudian, dalam perjalanannya, Bank BNI ditetapkan
secara yuridis sebagai bank umum melalui Undang-Undang Darurat
29
No. 2 Tahun 1955 pada tanggal 4 Februari 1955. Sejak saat itu,
usaha Bank BNI diarahkan pada peningkatan kemakmuran rakyat
dan pembangunan ekonomi nasional. Kemudian, dalam masa
demokrasi terpimpin melalui Penetapan Presiden Nomor 17 tahun
1965 tentang Pengintegrasian Bank-Bank Umum dan Bank
Tabungan Pos ke dalam suatu bank tunggal, bank BNI berubah nama
menjadi Bank Negara Indonesia Unit III. Selanjutnya dengan terjadi
pergantian rezim pemerintahan, melalui Undang-Undang Perbankan
Nomor 17 Tahun 1968, ditetapkan bahwa nama resmi untuk bank ini
adalah Bank Negara Indonesia 1946 (Sugema, et.al., 2003).
Pada tanggal 31 Juli 1992 melalui Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 1992, Bank BNI sebagai bank pemerintah ditetapkan sebagai
perusahaan perseroan (Persero) sehingga Bank BNI berubah
namanya menjadi PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Perubahan
bentuk hukum ini membawa implikasi pada berkurangnya campur
tangan pemerintah dalam operasi perbankan. Lebih lanjut lagi, Bank
BNI dituntut untuk dapat berkompetisi penuh dengan bank-bank
lainnya, namun tetap menjalankan misinya untuk menunjang
program pembangunan nasional. Salah satu peristiwa monumental
bagi segenap jajaran Bank BNI adalah perubahan status Bank BNI
menjadi perusahaan publik pada tanggal 25 Noveber 1996 melalui
Initial Public Offering (IPO), yakni penawaran umum perdana atas
sejumlah saham kepada masyarakat melalui pasar modal (Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya). Dengan demikian sejak saat itu,
Bank BNI secara resmi bernama PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk.
4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan
Visi jangka panjang yang ditetapkan Bank BNI adalah menjadi
bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja.
Visi ini diharapkan akan dapat diwujudkan pada tahun 2018. Untuk
dapat mencapai visi tersebut, Bank BNI melakukannya secara
bertahap. Sampai dengan tahun 2008 yang menjadi visinya adalah
30
menjadi bank yang unggul dalam layanan. Selanjutnya, menjadi
bank yang unggul dalam kinerja hendak dicapai Bank BNI pada
tahun 2013. Melalui pernyataan visinya menjadi bank kebanggaan
nasional, yang menawarkan layanan terbaik dengan harga kompetitif
kepada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer, Bank BNI
menetapkan misinya untuk memaksimalkan stakeholder value
dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar
korporasi, komersial, dan konsumer. Dengan demikian nilai yang
diharapkan akan diperoleh adalah kenyamanan dan kepuasan
terutama ditujukan bagi nasabah (Laporan Tahunan BNI, 2005).
Berdasarkan pada pernyataan visi dan misi, Bank BNI
membentuk suatu budaya perusahaan yang mendukung pencapaian
visi dan misi tersebut. Adapun pernyataan dari budaya perusahaan
tersebut adalah (http://www.bni.co.id) :
1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik
2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional
3. BNI secara terus-menerus membina hubungan yang saling
menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha
4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai
5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar
pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.
4.1.3. Struktur Organisasi
Dalam sebuah perusahaan, begitupun pada dunia perbankan,
reorganisasi atau penyempurnaan organisasi harus senantiasa
dilakukan agar jalannya usaha dapat lebih efektif. Dalam
perjalanannya, Bank BNI telah melakukan perubahan struktur
organisasi beberapa kali sebagai bagian dari upaya penyesuaian
terhadap kondisi lingkungan ekonomi yang senantiasa berubah. Pada
dasarnya Bank BNI telah melakukan reorganisasi secara terus-
menerus sejak pendiriannya, namun ketika tahun 1997 Bank BNI
mengalami guncangan ekonomi yang berimplikasi pada perubahan
organisasi dengan menerapkan pola organisasi Strategic Business
31
Unit (SBU) secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Sampai
dengan tahun 2007, bidang bisnis Bank BNI dikelompokkan sesuai
dengan segmentasi pasar yang dituju, sesuai dengan misinya yakni
memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi
keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial, dan
konsumer. Selain itu, Bank BNI juga membentuk bisnis unit
manajemen risiko, sumberdaya manusia, serta perbankan
internasional dan tresuri, sebagai pendukung bagi bisnis unit utama
yang menjadi misi Bank BNI (http://www.bni.co.id).
Bisnis perbankan korporat meliputi aktivitas-aktivitas dalam
pinjaman korporasi, pinjaman bagi lembaga-lembaga pemerintah,
pinjaman bagi perusahaan multinasional, kredit sindikasi dalam
negeri serta jasa-jasa keuangan lainnya baik yang berkenaan dengan
aktivitas nasabah di pasar modal, pasar uang, maupun jasa dalam
penerbitan surat hutang serta aktivitas keuangan lain. Termasuk juga
aktivitas menghimpun dan mengelola dana pihak ketiga dari nasabah
corporate.
SBU komersial mencakup segmen usaha menengah, usaha
kecil, dan usaha mikro. Kegiatannya meliputi aktivitas
penghimpunan dana middle-retail dan beberapa aktivitas penunjang
bisnis ritel. Aktivitas penunjang bisnis ritel ini dilaksanakan dalam
rangka komitmen Bank BNI untuk senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan dan kepuasan nasabah. Unit bisnis komersial juga
mencakup perbankan syariah, dimana dalam pelaksanaannya BNI
Syariah merupakan konsep perbankan yang berlandaskan pada
hukum Islam. SBU konsumer merupakan unit bisnis yang khusus
melayani nasabah individu melalui pemenuhan pada pelayanan
kredit dan penghimpunan dana melalui produk-produk unggulan
Bank BNI.
Selain segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumen yang
menjadi fokus dalam misinya, Bank BNI juga menangani fasilitas
bagi pebisnis Indonesia yang melakukan usaha di luar negeri melalui
32
SBU perbankan internasional dan tresuri. BNI merupakan satu-
satunya bank nasional yang mengoperasikan kantor cabang penuh di
luar negeri. Hal ini terbukti efektif untuk mengembangkan skala
usaha unit bisnis internasional, yang saat ini dilakukan melalui
kantor cabang yang beroperasi di London, Singapura, Tokyo, dan
Hongkong, serta agensi di New York.
Cabang BNI di luar negeri menjadi perpanjangan tangan
cabang di Indonesia yang memungkinkan BNI memberikan jasa
layanan yang lengkap dan komprehensif kepada nasabah yang
melakukan perdagangan internasional. Kantor cabang BNI di luar
negeri (kecuali New York) memiliki izin untuk menghimpun dana
masyarakat yang sangat dibutuhkan oleh nasabah korporasi, baik
yang berdomisili di Indonesia maupun perusahaan setempat yang
memiliki hubungan dagang yang erat dengan Indonesia. Untuk bisnis
tresuri, jasa yang diberikan meliputi jasa pasar uang, transaksi valuta
asing, dan jasa pasar modal (Sugema, et.al., 2003).
Selanjutnya unit bisnis manajemen risiko di BNI didasarkan
pada pemikiran untuk menjaga keseimbangan antara penciptaan nilai
melalui ekspansi usaha dibandingkan dengan risiko yang ada dalam
setiap kegiatan usaha. Dengan menggunakan kebijakan dan prosedur
manajemen risiko yang baik, sebuah sistem yang seimbang dapat
diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari operasi dan
usaha perusahaan. Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran bisnis,
Bank BNI membentuk unit bisnis sumberdaya manusia. Unit bisnis
sumberdaya manusia mencakup strategi pengembangan manajemen
personalia, perencanaan tenaga kerja, rekrutmen dan seleksi,
pelatihan dan pengembangan, pengelolaan kinerja, perencanaan
jenjang karir, serta penghargaan prestasi.
Unit bisnis operasi dibentuk guna memperlancar kegiatan
operasional melalui divisi layanan dan divisi jaringan yang saling
menghubungkan antara kantor pusat, kantor wilayah serta kantor
cabang. Sedangkan unit bisnis kepatuhan dibentuk untuk tetap
33
menjaga kepatuhan Bank BNI terhadap perundangan dan peraturan
yang berlaku, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum.
4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional
4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi
Penanaman modal merupakan suatu upaya untuk membangun
dan menambah nilai bagi suatu perekonomian melalui sejumlah dana
yang diinvestasikan pada sektor ekonomi. Penanaman modal dibagi
menjadi penanaman modal dalam negeri dan luar negeri.
Pembentukan penanaman modal dalam negeri dipengaruhi oleh
kredit yang disalurkan perbankan dalam sektor ekonomi yang ada.
Tabel 1 di bawah ini menggambarkan pertumbuhan dari penanaman
modal dalam negeri menurut sektor pembangunan periode 1997-
2005.
Tabel 1. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Dari tabel tersebut, pertumbuhan total investasi dalam negeri
mengalami penurunan sebesar 22,8% setiap tahunnya. Dari enam
sektor yang dipertimbangkan hanya sektor pertambangan yang
mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 15,5% per tahun.
Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah
rataan total PMDN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor lain-
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11050.52 94.25 59204.70 1964.78 15655.30 1487.84 89457.391998 3157.74 69.09 26680.13 731.82 4122.15 1330.62 36091.551999 1188.52 85.87 23069.39 824.61 855.65 403.44 26427.482000 1967.90 17.31 39540.64 199.93 1503.69 718.98 43948.452001 587.73 511.05 18752.20 1088.37 3427.58 657.77 25024.702002 554.23 306.36 6043.00 453.09 1813.92 477.37 9647.972003 689.97 269.25 14465.00 348.51 1524.88 43.78 17341.392004 622.29 223.07 6952.18 257.32 4094.36 358.07 12507.292005 1370.24 299.50 8173.64 1418.65 3106.62 1052.23 15420.88
Pertumbuhan (%/tahun) -34,5 15,5 -23,22 -8,87 -20,2 -12,91 -22,8
34
lain dengan laju penurunan sebesar 8,87%, 20,2%, dan 12,91%. Di
lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan
investasi dalam negeri yang relatif tinggi yaitu sebesar 34,5% dan
23,22%. Kondisi penanaman modal dalam negeri secara keseluruhan
mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor
pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi dalam
negeri masih belum bisa mendukung pergerakan perekonomian
melalui bertumbuhnya dunia usaha pada sektor riil.
Tabel 2. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Dalam penelitian ini, struktur penanaman modal riil dalam
negeri dibagi ke dalam dua periode, yaitu masa krisis ekonomi
(1997-2000) dan masa pemulihan ekonomi (2001-2005). Deskripsi
struktur investasi dalam negeri selama dua periode analisis tersebut
memberikan beberapa informasi penting (Tabel 2), berikut : (a)
Terdapat tiga sektor ekonomi yang memperoleh alokasi penanaman
modal cukup dominan, yaitu perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian;
(b) Dalam dua periode analisis, alokasi investasi sektor perindustrian
mengalami penurunan dari 75,79% menjadi 68,03% dan pertanian
dari 8,86% menjadi 4,78%; (c) Investasi untuk sektor jasa
mengalami peningkatan dari 11,30% menjadi 17,47%; dan (d)
Investasi sektor ekonomi lainnya memperoleh alokasi investasi
kurang dari 5%, dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti
dalam periode pemulihan ekonomi. Ketiga jenis sektor diatas dengan
alokasi investasi yang dominan, mengalami laju pertumbuhan negatif
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 8,86 4,78 2. Pertambangan (X2) 0,14 2,01 3. Perindustrian (X3) 75,79 68,03 4. Perdagangan (X4) 1,90 4,46 5. Jasa-Jasa (X5) 11,30 17,47 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,24
Total 100 100
35
dalam penanaman modal dalam negeri, sehingga akan memberi
pengaruh kurang baik terhadap kinerja investasi dalam negeri dan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Tabel 3. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Penanaman modal luar negeri menunjukkan investasi investor
asing dalam rangka perolehan keuntungan dan membantu
menggerakkan dunia usaha dalam pertumbuhan ekonomi negara.
Pertumbuhan penanaman modal luar negeri menurut sektor
pembangunan periode 1997-2005 digambarkan pada Tabel 3.
Pertumbuhan total investasi asing mengalami penurunan sebesar
23,46% setiap tahunnya. Hanya sektor pertambangan yang
mengalami pertumbuhan investasi positif 44,65% per tahun dari
keseluruhan sektor. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan
investasi di bawah rataan total PMLN adalah sektor pertanian,
perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain sebesar 17,80%, 1,98%,
20,92%, dan 8,34%. Sedangkan sektor perindustrian mengalami
penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 28,22%.
Seperti halnya pada kondisi penanaman modal dalam negeri,
penanaman modal luar negeri secara keseluruhan juga mengalami
penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan,
sehingga investasi luar negeri belum mampu membantu
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 346.04 1.19 17177.09 352.24 7047.99 323.58 25248.131998 593.04 0.18 4983.48 399.77 1986.16 95.29 8057.931999 242.41 6.96 3419.63 250.56 1354.93 100.13 5374.622000 211.20 1.14 5092.21 794.98 830.31 403.58 7333.432001 166.21 50.63 2188.60 525.12 273.18 646.59 3850.342002 174.95 18.79 1239.98 430.98 1560.33 306.85 3731.882003 63.99 6.37 2309.60 340.61 1903.18 100.04 4723.772004 111.03 22.33 2133.83 397.04 725.91 71.66 3461.792005 184.77 236.57 1837.92 275.81 1534.18 71.04 4140.28
Pertumbuhan (%/tahun) -17,80 44,65 -28,22 -1,98 -20,92 -8,34 -23,46
36
menggerakkan dunia usaha dalam upaya mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional.
Tabel 4. Struktur Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Struktur penanaman modal luar negeri menurut sektor
pembangunan ditunjukkan pada Tabel 4. Dari dua periode waktu
yang berbeda, periode 1997-2000 dan periode 2001-2005, dapat
dideskripsikan struktur investasi luar negeri secara lebih jelas sebagai
berikut : (a) Dua sektor ekonomi yang memperoleh alokasi investasi
cukup besar yaitu sektor perindustrian dan jasa; (b) Dalam dua
periode analisis alokasi investasi sektor perindustrian mengalami
penurunan dari 66,66% menjadi 48,77% sedangkan sektor jasa-jasa
mengalami peningkatan dari 24,38% menjadi 30,12%; (c) Investasi
untuk sektor perdagangan mengalami peningkatan yang cukup
berarti yaitu dari 3,91% menjadi 9,89%; (d) Alokasi investasi luar
negeri yang relatif kecil (dibawah 4%) diperoleh sektor pertanian dan
pertambangan dengan peningkatan yang tidak signifikan pada
periode pemulihan ekonomi. Meskipun alokasi investasi yang
dominan terdapat pada sektor perindustrian dan jasa, namun dengan
laju pertumbuhan yang negatif, maka sektor tersebut belum cukup
mampu untuk memberikan pengaruh pada perbaikan kondisi
perekonomian nasional.
Total investasi yang mencakup penanaman modal dalam negeri
dan luar negeri akan memberi pengaruh pada pertumbuhan ekonomi
nasional. Dalam kurun waktu 1997-2005, pertumbuhan total
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 3,03 3,52 2. Pertambangan (X2) 0,02 1,68 3. Perindustrian (X3) 66,66 48,77 4. Perdagangan (X4) 3,91 9,89 5. Jasa-Jasa (X5) 24,38 30,12 6. Lain-Lain (X6) 2,01 6,01 Total 100 100
37
investasi dalam dan luar negeri mengalami penurunan 22,93% setiap
tahunnya, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Tabel 5 juga menginformasikan bahwa hanya sektor
pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu
20,02% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan
investasi di bawah rataan total PMDN dan PMLN adalah sektor
perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain dengan laju penurunan
sebesar 6,52%, 20,43%, dan 11,79%. Di lain pihak sektor pertanian
dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang
relatif tinggi, yaitu 33,00% dan 24,05%.
Kondisi total investasi dalam dan luar negeri setelah krisis
ekonomi mengalami kecenderungan penurunan di semua sektor,
kecuali sektor pertambangan. Keadaan ini secara konsisten
digambarkan pada penanaman modal dalam negeri dan luar negeri
secara terpisah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal
tersebut menunjukkan investasi belum berjalan dengan baik untuk
dapat menggerakkan dunia usaha dalam memperoleh keuntungan.
Keengganan investor menanamkan modalnya yang menyebabkan
penurunan penanaman modal dalam dan luar negeri disebabkan
karena investor belum berani untuk mengambil risiko setelah gejolak
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11396.57 95.45 76381.79 2317.01 22703.28 1811.42 114705.521998 3750.77 69.27 31663.62 1131.59 6108.31 1425.91 44149.481999 1430.93 92.83 26489.02 1075.16 2210.58 503.58 31802.102000 2179.10 18.45 44632.85 994.91 2334.00 1122.56 51281.882001 753.95 561.67 20940.80 1613.49 3700.76 1304.36 28875.032002 729.18 325.15 7282.99 884.07 3374.25 784.22 13379.862003 753.96 275.62 16774.60 689.12 3428.06 143.82 22065.172004 733.32 245.39 9086.01 654.35 4820.27 429.74 15969.092005 1555.00 536.07 10011.56 1694.46 4640.80 1123.27 19561.16
Pertumbuhan (%/tahun) -33,00 20,02 -24,05 -6,52 -20,43 -11,79 -22,93
38
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Terlebih lagi, kondisi
ekonomi dan politik menjadi salah satu faktor dimana kestabilan
nilai tukar dan tingkat inflasi, serta keamanan dan kepastian hukum
dalam negeri menjadi pertimbangan penting dalam berinvestasi di
Indonesia.
Peningkatan pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor
pertambangan baik pada PMDN maupun PMLN, disebabkan karena
adanya peningkatan harga minyak dunia dan komoditas
pertambangan. Meskipun investasi di sektor pertambangan cukup
berisiko, namun harga produk pertambangan yang tinggi membuat
investor berani untuk menginvestasikan dananya ke sektor tersebut.
Sedangkan sektor pertanian dan perindustrian yang mengalami
penurunan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, terjadi karena
besarnya risiko berinvestasi di kedua sektor tersebut. Untuk sektor
pertanian, baik investor maupun perbankan, selama ini menganggap
bahwa sektor pertanian umumnya kurang mempunyai daya tarik,
karena sektor tersebut tidak cepat menghasilkan, risiko faktor alam
besar, dan produk yang tidak tahan lama sehingga cepat busuk.
Tabel 6. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Struktur total penanaman modal dalam dan luar negeri terbagi
ke dalam dua periode seperti tertera pada Tabel 6. Deskripsi struktur
total investasi tersebut memberikan beberapa informasi penting
sebagai berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yaitu, sektor
perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian yang memperoleh alokasi
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 7,75 4,53 2. Pertambangan (X2) 0,11 1,95 3. Perindustrian (X3) 74,05 64,19 4. Perdagangan (X4) 2,28 5,54 5. Jasa-Jasa (X5) 13,79 19,99 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,79 Total 100 100
39
investasi yang cukup dominan; (b) Sektor perindustrian mengalami
penurunan alokasi investasi dari 74,05% menjadi 64,19%, dan sektor
pertanian dari 7,75% menjadi 4,53%; (c) Investasi untuk sektor jasa
mengalami peningkatan dari 13,79% menjadi 19,99%; (d) Alokasi
investasi yang kurang dari 4% dan tidak mengalami pertumbuhan
yang berarti dialami oleh sektor pertambangan dan sektor lain-lain.
Sama seperti kondisi pada penanaman modal dalam negeri, pada
total penanaman modal dalam dan luar negeri sektor dengan alokasi
investasi yang dominan mengalami laju pertumbuhan yang negatif,
sehingga belum cukup mampu untuk mendorong perbaikan iklim
investasi nasional.
4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan
Bank BNI dalam perkembangannya selama periode 1997-2005
dalam penyaluran kredit kepada sektor ekonomi mengalami
pertumbuhan yang menurun sebesar 8,44% per tahun (Tabel 7).
Keadaan ini mengindikasikan lemahnya penyaluran kredit setelah
adanya krisis ekonomi.
Tabel 7. Pertumbuhan Total Kredit Bank BNI Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali)
Sektor ekonomi yang terdapat dalam penyaluran kredit
perbankan mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian,
perdagangan, jasa, serta sektor lain-lain. Sektor lain-lain yang
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 2461.61 341.93 17116.23 6380.57 11950.49 2483.59 30398.831998 3836.76 570.00 31181.57 8719.05 14501.00 3902.13 37256.711999 3096.81 1234.84 17761.52 3936.94 6144.64 7502.63 19581.202000 2736.74 354.71 15458.57 3539.96 6723.12 3156.74 15204.182001 3037.96 902.56 16477.65 5038.36 5905.88 4029.59 15095.112002 2005.07 160.39 16077.46 5799.71 7014.37 6734.59 14407.222003 2023.59 420.93 17836.18 8091.21 10082.78 7953.58 16598.692004 2554.52 798.18 21834.33 8194.67 12369.30 12116.65 19487.342005 2549.15 670.14 21205.23 11683.43 15137.46 11413.36 19104.45
Pertumbuhan (%/tahun) -14,04 -8,84 -12,02 -5,32 -10,86 6,94 -8,44
40
terdapat dalam alokasi kredit perbankan merupakan sektor konsumsi
yang ditunjukkan kepada individu untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya. Penurunan pertumbuhan alokasi kredit pada sektor
pertanian, pertambangan, perindustrian, dan jasa, nampak lebih
tinggi dibandingkan dengan laju penurunan total alokasi kredit Bank
BNI, dengan laju penurunan sebesar 14,04%, 8,84%, 12,02%,
10,86%. Sektor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan
adalah perdagangan, namun penurunannya hanya sebesar 5,32% per
tahun. Sementara itu, sektor yang mengalami peningkatan
pertumbuhan alokasi kredit adalah sektor lain-lain dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 6,94% per tahun. Hal ini menggambarkan
alokasi kredit Bank BNI lebih terfokus pada peningkatan sektor lain-
lain, yakni mencakup pemenuhan kebutuhan sektor konsumsi.
Tabel 8. Struktur Total Kredit Bank BNI Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali)
Struktur total kredit Bank BNI (Tabel 8) terbagi ke dalam dua
periode waktu (1997-2000 dan 2001-2005), memberikan beberapa
penjelasan mengenai alokasi kredit Bank BNI sebagai berikut : (a)
Dua sektor yang mendominasi alokasi kredit Bank BNI adalah sektor
perindustrian dan jasa-jasa; (b) Alokasi kredit untuk sektor
perindustrian dan jasa-jasa mengalami penurunan dalam dua periode
analisis, yaitu dari 46,29% menjadi 39,38% untuk sektor
perindustrian, dan dari 23,20% menjadi 20,76% untuk sektor jasa-
jasa; (c) Alokasi kredit untuk sektor perdagangan dan sektor lain-lain
mengalami peningkatan yang cukup berarti dari 13,24% menjadi
16,03% dan dari 9,15% menjadi 17,35%; (d) Sedangkan untuk sektor
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 6,78 5,22 2. Pertambangan (X2) 1,34 1,26 3. Perindustrian (X3) 46,29 39,38 4. Perdagangan (X4) 13,24 16,03 5. Jasa-Jasa (X5) 23,20 20,76 6. Lain-Lain (X6) 9,15 17,35 Total 100 100
41
pertanian dan pertambangan mengalami penurunan alokasi kredit
pada periode pemulihan dengan proporsi alokasi kredit yang relatif
kecil, yaitu di bawah 7% untuk sektor pertanian dan 2% untuk sektor
pertambangan.
Untuk membandingkan alokasi kredit Bank BNI dalam sektor
ekonomi terhadap bank lain, dilakukan komparasi dengan Bank
Mandiri dan Bank BCA. Saat ini dilihat dari total asetnya, Bank
Mandiri dan Bank BCA merupakan dua bank besar dengan total aset
yang lebih besar daripada Bank BNI.
Tabel 9. Struktur Alokasi Kredit Bank Mandiri dan Bank BCA Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005
Sektor Pembangunan Bank Mandiri (%) Bank BCA (%) 1. Pertanian (X1) 10,42 3,19 2. Pertambangan (X2) 3,30 1,38 3. Perindustrian (X3) 42,58 28,97 4. Perdagangan (X4) 13,58 28,53 5. Jasa-Jasa (X5) 19,78 21,26 6. Lain-Lain (X6) 10,34 16,66 Total 100 100
Sumber: Laporan Keuangan Bank Mandiri dan Bank BCA (data diolah kembali)
Tabel 9 menunjukkan struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan
Bank BCA periode 2002-2005. Bank BCA memprioritaskan alokasi
kreditnya pada sektor perindustrian dan perdagangan dengan
persentase sebesar 28,97% dan 28,53%. Berikutnya kredit
dialokasikan untuk sektor jasa dan sektor lain-lain (konsumsi).
Sektor yang kecil alokasi kreditnya adalah pada sektor pertanian
(3,19%) dan sektor pertambangan (1,38%). Sedangkan pada Bank
Mandiri, alokasi kredit terbesar juga dialokasikan untuk sektor
perindustrian sebesar 42,58% dan alokasi kredit kedua terbesar
dialokasikan untuk sektor jasa sebesar 19,78%. Namun yang menarik
dari alokasi kredit Bank Mandiri adalah alokasi kredit untuk sektor
pertanian cukup besar dibandingkan dengan Bank BCA dan Bank
BNI, yaitu sebesar 10,42%. Begitu juga untuk sektor pertambangan,
alokasi kreditnya cukup besar jika dibandingkan dengan Bank BCA
42
dan Bank BNI yaitu diatas 3%. Alokasi kredit pada Bank Mandiri
cukup merata di semua sektor.
Proporsi alokasi kredit yang dominan pada sektor perindustrian
dan jasa mengalami laju pertumbuhan negatif dalam penyaluran
kredit Bank BNI, sedangkan pada sektor lain-lain dengan laju
pertumbuhan positif alokasi kreditnya masih relatif kecil. Kondisi ini
menggambarkan fungsi intermediasi Bank BNI dalam penyaluran
kredit belum menunjukkan adanya peningkatan berarti.
Tabel 10. Proporsi Alokasi Kredit Bank BNI terhadap Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Laporan Tahunan Bank BNI dan Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Proporsi menunjukkan seberapa besar kontribusi alokasi kredit
Bank BNI terhadap total kredit perbankan. Pada dua periode analisis,
proporsi alokasi kredit Bank BNI yang dibandingkan dengan total
kredit perbankan (Tabel 9) memberikan beberapa informasi penting
berikut : (a) Secara umum (agregat) peran kredit Bank BNI adalah
relatif kecil dan mengalami penurunan dari 12,63% menjadi 10,32%;
(b) Proporsi alokasi kredit yang cukup menonjol adalah untuk sektor
perindustrian, namun mengalami penurunan dari 17,07% menjadi
13,85%; (c) Proporsi alokasi kredit sektor jasa relatif stagnan dan
meningkat relatif kecil dari 11,33% menjadi 11,40%; (d) Proporsi
alokasi kredit untuk sektor pertanian dan pertambangan relatif sama
(sekitar 11,0%) dan mengalami penurunan menjadi sekitar 9,0%; (e)
Sementara itu proporsi alokasi kredit Bank BNI untuk sektor
perdagangan adalah yang terkecil, dengan sedikit mengalami
peningkatan dari 8,43% menjadi 8,85%. Proporsi alokasi kredit Bank
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 10.89 9.20 2. Pertambangan (X2) 10.99 8.70 3. Perindustrian (X3) 17.07 13.85 4. Perdagangan (X4) 8.43 8.85 5. Jasa-Jasa (X5) 11.33 11.40 6. Lain-Lain (X6) 10.89 6.94 Total 12.63 10.32
43
BNI menurut sektor ekonomi (kecuali untuk sektor perdagangan dan
jasa) mengalami penurunan. Keadaan ini merefleksikan melemahnya
fungsi intermediasi Bank BNI dalam kaitannya dengan penyaluran
kredit beberapa tahun terakhir ini (2001-2005).
Tabel 11. Pertumbuhan Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun1997-2005 1)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Total kredit perbankan yang disalurkan ditunjukkan pada posisi
kredit perbankan menurut sektor pembangunan pada Tabel 10.
Kredit yang disalurkan akan memberikan pengaruh pada total
investasi, sehingga hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi nasional. Ke arah mana kredit perbankan disalurkan akan
tergambarkan melalui pertumbuhan dan struktur total kredit
perbankan. Rata-rata pertumbuhan total kredit perbankan periode
1997-2005 mengalami penurunan 4,58% per tahunnya. Dari enam
sektor yang dipertimbangkan hanya sektor lain-lain (sektor
konsumsi) yang mengalami pertumbuhan kredit positif, yaitu 14,3%
per tahun. Sedangkan sektor ekonomi lainnya (pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa) mengalami
penurunan pertumbuhan di bawah rataan laju pertumbuhan total
kredit perbankan dengan laju penurunan 10,37%, 6%, 8,26%, 5,8%,
dan 11,89%.
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 19404.48 3967.16 83342.54 61391.04 84752.99 29331.34 282189.551998 23353.14 3510.58 101989.07 57250.48 82654.47 20825.21 289582.941999 11734.20 1824.51 41582.69 21363.08 21300.40 13300.60 111105.462000 9275.22 3176.87 50783.28 20972.56 21075.76 22647.07 127930.762001 8898.32 3173.25 49699.31 20664.51 20925.10 26552.50 131192.532002 8513.59 2323.59 46141.97 25152.68 23248.45 33924.36 139304.642003 8566.11 1792.62 44833.15 29307.56 32615.97 37478.81 154594.232004 10902.85 2603.13 48359.32 37391.82 36321.60 50832.46 186411.182005 11183.00 2400.76 51734.25 40889.38 41143.97 62927.62 210278.98
Pertumbuhan (%/tahun) -10,37 -6 -8,26 -5,8 -11,89 14,3 -4,58
44
Kondisi ini mengindikasikan lemahnya kinerja perbankan
dalam menyalurkan kreditnya untuk dunia usaha, karena sektor-
sektor tersebut masih dianggap berisiko tinggi untuk investasi. Selain
itu, melemahnya penyaluran total kredit perbankan dan alokasi kredit
Bank BNI disebabkan karena dunia perbankan masih mengalami
trauma akibat krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan lumpuhnya
perbankan dengan adanya peningkatan NPL. Keadaan ini membuat
perbankan bersikap sangat berhati-hati dalam penyaluran kreditnya.
Selain itu, sektor dunia usaha yang dianggap berisiko tinggi oleh
perbankan menyebabkan perbankan beralih pada investasi untuk
aset-aset yang berisiko rendah, aman, likuid, dan memberikan return
yang menguntungkan, seperti pengalokasian dana pada Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Hal ini ditunjukkan oleh posisi SBI yang
mencapai kisaran Rp 190 triliun sampai dengan Rp 200 triliun pada
tahun 2006 dan melonjak menjadi Rp 235 triliun pada awal Februari
2007. Bank BNI sendiri menjadi bank dengan alokasi SBI kedua
terbesar diantara bank pemerintah dengan nilai SBI sebesar Rp 12,55
triliun (Infobank, 8 Mei 2007).
Pertumbuhan yang positif pada sektor lain-lain menunjukkan
bahwa perbankan, begitu juga dengan Bank BNI, lebih memilih
untuk mengalokasikan dananya pada sektor konsumsi. Hal ini terjadi
karena perbankan masih trauma mengalokasikan kreditnya pada
segmen korporat yang berisiko besar dan pada sektor-sektor
produktif yang sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Setelah krisis
ekonomi melanda Indonesia, pada kenyataannya sektor konsumsi
mengalami perkembangan yang relatif pesat dan juga dinilai
memiliki risiko yang relatif lebih kecil. Penyaluran kredit di sektor
konsumsi ini juga didukung oleh tipikal masyarakat Indonesia yang
cenderung konsumtif.
Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan
(Tabel 11) dalam dua periode analisis memberikan beberapa
informasi sebagai berikut : (a) Alokasi kredit perbankan yang paling
45
dominan disalurkan untuk sektor perindustrian, namun mengalami
penurunan dari 34,25% menjadi 29,34%; (b) Sektor jasa-jasa
menempati tempat kedua dominasi alokasi kredit setelah sektor
perindustrian, namun juga mengalami penurunan dari 25,87%
menjadi 18,80%; (c) Sedangkan sektor lain-lain mengalami
peningkatan alokasi kredit dari 10,62% menjadi 25,8%, sehingga
sektor ini menggantikan posisi sektor jasa pada periode pemulihan
ekonomi sebagai sektor yang mendominasi tempat kedua setelah
sektor perindustrian; (d) Sektor perdagangan mengalami penurunan
alokasi kredit dari 19,85% menjadi 18,70%; (e) Alokasi kredit
dengan persentase relatif kecil kurang dari 8% ditempati oleh sektor
pertanian sedangkan sektor pertambangan kurang dari 2% dengan
alokasi kredit yang menurun pada periode pemulihan ekonomi.
Peningkatan alokasi kredit untuk sektor lain-lain menunjukkan
dominasi kredit perbankan yang diarahkan untuk sektor tersebut.
Meskipun risiko sektor perindustrian cukup besar, namun perbankan
tetap menyalurkan kredit dengan proporsi terbesar ke sektor ini
karena prospeknya yang bagus ke depan dan sektor ini pun menyerap
cukup banyak tenaga kerja.
Tabel 12. Struktur Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP
Kondisi perekonomian selama periode 1997-2005 ditunjukkan
oleh pertumbuhan GDP riil seperti tertera pada Tabel 12. Secara
agregat nasional, laju pertumbuhan GDP per tahun menunjukkan
angka 6,44%. Berdasarkan pada angka tersebut, sektor yang
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 7,86 5,86 2. Pertambangan (X2) 1,54 1,50 3. Perindustrian (X3) 34,25 29,34 4. Perdagangan (X4) 19,85 18,70 5. Jasa-Jasa (X5) 25,87 18,80 6. Lain-Lain (X6) 10,62 25,80 Total 100 100
46
mengalami pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional adalah sektor perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor
lain-lain, yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar
7,91%, 6,86%, 7,43%, dan 8,15% per tahun. Sedangkan sektor
pertanian dan pertambangan mengalami pertumbuhan per tahunnya
yang relatif lebih kecil, yaitu 2,91% dan 3,82%.
Tabel 13. Pertumbuhan GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)
1) Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Dari analisis deskriptif ini terlihat bahwa perkembangan
alokasi kredit perbankan dan nilai investasi tidak besar
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional menurut sektor
pembangunan. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan ekonomi secara
agregat nasional mencapai 6,44%, sedangkan nilai investasi total
menurun 22,93% (Tabel 5), nilai kredit Bank BNI menurun 8,44%
(Tabel 7), dan nilai total kredit perbankan menurun 4,58% (Tabel 10).
Kecuali untuk investasi di sektor pertambangan, kinerja investasi
dinilai kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
sektoral setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Keadaan ini
terjadi karena pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh investasi
yang berasal dari investasi internal masyarakat yang menggerakkan
dunia usaha pada sektor-sektor pembangunan yang ada.
dalam miliar rupiah Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 75380.15 41463.96 125505.97 74314.85 110001.79 41762.69 468429.481998 102677.99 71487.99 141930.25 87179.24 115775.67 48768.30 567819.331999 106443.62 54249.32 141081.73 86776.59 102381.19 51796.53 542728.912000 103627.67 83351.17 149768.58 94692.73 112169.21 57959.48 601568.792001 104376.82 82547.51 159053.10 100545.25 118074.64 61375.07 625972.362002 107350.39 61347.79 199458.50 119014.49 144230.80 63132.51 694534.482003 109368.54 59935.01 203483.78 119854.22 156469.19 71113.38 720224.112004 111652.80 66041.99 215408.32 124384.95 168998.25 79010.07 765496.382005 111457.89 86921.95 233540.67 131088.48 185227.88 84041.98 832278.86
Pertumbuhan (%/tahun) 2,91 3,82 7,91 6,86 7,43 8,15 6,44
47
Pertumbuhan output nasional juga cukup dipengaruhi oleh
sektor konsumsi. Pada dasarnya, sektor yang mengalami
perkembangan setelah krisis adalah sektor konsumsi. Menurut data
yang diperoleh dari Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES,
2006: 11), bahwa sektor konsumsi memegang peranan penting dalam
pembentukan GDP nasional, sebesar dua per tiga dari total GDP
berasal dari sektor konsumsi. Sektor ini mengalami pertumbuhan
yang positif sebesar 4,95% pada tahun 2004 dan 3,95% pada tahun
2005 (BIES, 2006: 10). Sehingga pertumbuhan yang positif pada
GDP lebih didorong oleh sektor konsumsi dari pada investasi dan
kredit yang disalurkan perbankan.
Tabel 14. Struktur GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005
Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 17,80 14,96 2. Pertambangan (X2) 11,49 9,81 3. Perindustrian (X3) 25,60 27,78 4. Perdagangan (X4) 15,73 16,35 5. Jasa-Jasa (X5) 20,19 21,25 6. Lain-Lain (X6) 9,19 9,86 Total 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)
Struktur GDP riil yang terbagi ke dalam dua periode analisis
ditampilkan pada Tabel 13. Tabel tersebut dapat menjelaskan
beberapa fenomena penting berikut : (a) Terdapat dua sektor dengan
total output nasional yang dominan, yaitu sektor perindustrian dan
jasa; (b) Dalam dua periode analisis, total output nasional untuk
sektor perindustrian mengalami peningkatan dari 25,6% menjadi
27,78% dan sektor jasa dari 20,19% menjadi 21,25%; (c) Sektor
perdagangan dan sektor lain-lain mengalami peningkatan GDP dari
15,73% menjadi 16,35% dan dari 9,19% menjadi 9,86%, dengan
alokasi GDP yang relatif kecil pada sektor lain-lain; (d) Sektor
pertanian dan pertambangan mengalami penurunan pada periode
pemulihan ekonomi dengan alokasi yang relatif kecil untuk sektor
48
pertambangan, yaitu dari 11,49% menjadi 9,81% dan untuk sektor
pertanian dari 17,80% menjadi 14,96%.
Dua sektor dengan proporsi GDP yang dominan (perindustrian
dan jasa), pada dua periode analisis, mengalami laju pertumbuhan
GDP yang positif menunjukkan perkembangan yang cukup
menggembirakan. Selain itu, pada periode pemulihan ekonomi sektor
perdagangan juga mengalami laju pertumbuhan positif dengan
proporsi GDP yang cukup mendominasi perekonomian nasional.
4.3. Validasi Model Dampak Portofolio Kredit
4.3.1. Uji Normalitas
Untuk data dengan jumlah sampel kurang dari 30, uji
normalitas dilakukan agar data dapat diolah menggunakan statistik
parametrik. Data yang berdistribusi normal akan membentuk kurva
yang relatif simetris. Sedangkan data yang tidak berdistribusi normal,
maka kurva yang terbentuk akan mempunyai kecondongan ke kiri
atau ke kanan. Jika jumlah sampel lebih dari 30, maka error term
akan terdistribusi secara normal, sehingga tidak perlu dilakukan uji
normalitas (Santoso, 2002).
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005
Peubah Sektoral Asymp.Sig (2-
tailed) Alpha Kondisi Keterangan1. Pertanian (X1) 0,985 0,05 Sig > Alpha Normal 2. Pertambangan (X2) 0,978 0,05 Sig > Alpha Normal 3. Perindustrian (X3) 0,833 0,05 Sig > Alpha Normal 4. Perdagangan (X4) 0,915 0,05 Sig > Alpha Normal 5. Jasa-Jasa (X5) 0,598 0,05 Sig > Alpha Normal 6. Lain-Lain (X6) 0,998 0,05 Sig > Alpha Normal Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)
Sesuai dengan sifat distribusi normal bahwa setiap fungsi linear
dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal, dengan
sendirinya fungsi linear tersebut akan terdistribusi secara normal.
Untuk itu, perlu dilakukan uji normalitas pada variabel-variabel
independen yang terdapat dalam persamaan regresi berganda. Dalam
49
penelitian ini variabel independen ditujukan oleh kredit yang
disalurkan pada sektor-sektor ekonomi. Hasil uji normalitas pada
Tabel 14 menunjukkan bahwa seluruh variabel independen
berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dengan nilai Asymp. Sig
(2-tailed) yang lebih besar dari angka 0,05. Dengan demikian,
pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan statistik
parametrik, yang dalam penelitian ini menggunakan model regresi
berganda.
4.3.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat korelasi antara
variabel independen. Dikatakan terjadi multikolinearitas pada model
apabila terdapat korelasi yang pasti antara variabel independen.
Konsekuensi dari adanya multikolinearitas yang sempurna diantara
variabel independen adalah bahwa koefisien regresinya tak tentu dan
kesalahan standarnya besar (Gujarati, 1978). Keadaan ini juga
berdampak pada kemungkinan untuk menerima hipotesis yang salah
menjadi besar. Selain itu, kesalahan standar akan menjadi semakin
besar dan sensitif jika ada perubahan data. Multikolinearitas juga
menyebabkan tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual
dari variabel independen.
Tabel 16. Hasil Uji Multikolinearitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005
Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien
korelasi antar variabel independen pada matriks korelasi (Tabel 15).
Koefisien korelasi antar variabel menunjukkan nilai yang lebih kecil
daripada nilai koefisien R-squared (0,966). Kesimpulan yang dapat
Peubah Sektoral X1 X2 X3 X4 X5 X6 1. Pertanian (X1) 1 -0,722 -0,910 0,410 0,216 0,644 2. Pertambangan (X2) -0,722 1 0,637 -0,507 0,190 -0,657 3. Perindustrian (X3) -0,910 0,637 1 -0,475 -0,332 -0,654 4. Perdagangan (X4) 0,410 -0,507 -0,475 1 -0,411 0,435 5. Jasa-Jasa (X5) 0,216 0,019 -0,332 -0,411 1 0,266 6. Lain-Lain (X6) 0,644 -0,657 -0,654 0,435 0,266 1
50
diambil bahwa model regresi ini bebas dari masalah
multikolinearitas.
4.3.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan melalui uji Durbin Watson (DW)
yang terdapat pada program SPSS. Uji ini bertujuan untuk melihat
ada tidaknya korelasi antar anggota dari serangkaian observasi yang
diurutkan melalui waktu. Uji autokorelasi biasanya dilakukan untuk
data time series. Hal ini disebabkan oleh data yang terdapat pada
suatu periode dipengaruhi data yang terjadi pada periode sebelumnya,
karena pada kenyataannya akan selalu terdapat kemungkinan pada
observasi yang menggunakan data time series menimbulkan
autokorelasi.
Model regresi yang baik adalah tidak adanya autokorelasi,
dimana gangguan pada suatu observasi tidak dipengaruhi oleh
gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Lebih
jelasnya bahwa gangguan dalam periode sekarang tidak berhubungan
secara linear dengan unsur gangguan dalam periode waktu
sebelumnya. Akibat dari terjadinya autokorelasi adalah varian
residual yang diperoleh akan lebih dari pada semestinya sehingga
mengakibatkan koefisien determinasi menjadi lebih tinggi. Selain itu,
autokorelasi menyebabkan pengujian hipotesis dalam uji F dan uji t
menjadi tidak valid dan jika diterapkan akan memberikan
kesimpulan yang menyesatkan pada tingkat signifikansi dan
koefisien regresi yang ditaksir. Berdasarkan pada hasil uji Durbin
Watson, menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,839. Dengan
demikian, nilai ini berada di antara -2 sampai 2, sehingga dapat
disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.
4.3.4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat varian
dari variabel independen apakah memiliki nilai yang sama
(homoskedastisitas) atau berbeda. Asumsi pada analisis regresi
adalah varian setiap variabel independen mempunyai nilai yang
51
konstan atau memiliki varian yang sama. Masalah heteroskedastisitas
umumnya terjadi pada data cross sectional. Konsekuensi dari adanya
heteroskedastisitas adalah kemungkinan untuk mengambil
kesimpulan yang salah dalam uji F dan uji t karena pengujian tingkat
signifikansi yang kurang kuat (Gujarati, 1978). Uji
heteroskedastisitas ditunjukkan oleh Gambar 2 berikut ini. Dari
grafik tersebut terlihat bahwa titik-titik yang ada tidak membentuk
pola tertentu, melainkan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Regression Standardized Predicted Value
210-1-2
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
1.5
1.0
.5
0.0
-.5
-1.0
-1.5
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot Pendapatan Bunga
Kredit) Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI, 1997-2005 (Lampiran 3)
4.4. Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit
Model analisis regresi linear berganda digunakan pada penelitian ini
untuk melihat pengaruh perubahan portofolio kredit menurut sektor ekonomi
terhadap pendapatan bunganya. Model analisis ini melihat pengaruh secara
52
keseluruhan dan parsial dari kedua variabel yang diujikan, yaitu pendapatan
bunga kredit sebagai variabel dependen dan kredit yang disalurkan ke dalam
sektor ekonomi (pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-
jasa, dan lain-lain) sebagai variabel independennya dengan pengolahan
SPSS versi 11.
4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh keseluruhan variabel
independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan
program SPSS 11. Untuk mengetahui apakah variabel independen
secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen pada tingkat
signifikansi tertentu dengan tahapan berikut :
1. Merumuskan hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 artinya, variabel independen
(Xi) secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen (Y).
H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0 artinya, variabel independen
(Xi) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen (Y).
2. Menentukan F tabel
Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang
masih dapat ditolerir.
Derajat bebas pembilang = k – 1 = 7 – 1 = 6
Derajat bebas penyebut = n – k = 9 – 7 = 2
Dengan demikian F tabel sebesar F 0,1 (6,2) = 9,326
3. Menentukan besarnya F hitung
Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan
nilai F hitung adalah 9,602 (Tabel 16).
4. Membandingkan F hitung dengan F tabel
Jika F hitung > F tabel atau F hitung < -F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
Jika -F tabel < F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
53
Hasil uji menunjukkan bahwa F hitung > F tabel , yaitu 9,602 >
9,326 dengan tingkat signifikansi 0,097. Dengan demikian, maka
H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga kredit untuk sektor
pertanian (X1), pertambangan (X2), perindustrian (X3),
perdagangan (X4), jasa-jasa (X5), dan lain-lain (X6), secara
keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan
bunganya pada taraf nyata 10%.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam perolehan pendapatan
bunga kredit, dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi secara
keseluruhan pada alokasi kredit pada sektor-sektor pertanian,
pertambangan, perindustrian, jasa-jasa, dan lain-lain. Kondisi ini
terjadi karena pada dasarnya pertumbuhan GDP riil setiap sektor
menunjukkan nilai yang positif meskipun ada beberapa sektor
yang laju pertumbuhannnya berada di bawah rataan pertumbuhan
ekonomi nasional, yaitu sektor pertanian (2,91%) dan
pertambangan (3,82%) (Tabel 12).
Kedua sektor diatas memperoleh alokasi kredit yang relatif
kecil oleh Bank BNI. Secara umum, kemampuan bank dalam
memperoleh pendapatan bunga melalui penyaluran kredit dan
kemampuan dari keseluruhan sektor ekonomi mempengaruhi
pendapatan bunganya juga dipengaruhi kondisi internal bank itu
sendiri. Bank BNI memiliki kondisi internal yang baik melalui
kemampuan pengelolaan risiko kredit yang disalurkan secara
sektoral, sehingga hal tersebut dapat dijadikan landasan dalam
penilaian kinerja perkreditannya, dimana secara keseluruhan
alokasi kredit sektoral mempengaruhi pendapatan bunga kredit.
4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial (Uji t)
A. Langkah Uji t
Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh parsial antara
variabel independen terhadap variabel dependen yang dilakukan
dengan program SPSS. Untuk mengetahui variabel independen
54
mana yang mempengaruhi variabel dependen pada tingkat
signifikansi tertentu, maka dilakukan tahapan berikut :
1. Merumuskan hipotesis
H0 : βi = 0 artinya, variabel independen (Xi) tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y)
H1 : βi ≠ 0 artinya, variabel independen (Xi) mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen (Y)
2. Menentukan t tabel
Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang
masih dapat ditolerir; df : n – k = 9 – 7 = 2
Dengan demikian t-tabel sebesar t (α/2,df) = t (0,05,2) = 2,920
3. Menentukan besarnya t hitung
Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan
bahwa t hitung untuk variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 adalah
masing-masing -1,204; -0,65; 3,156; 0,663; -0,485; 0,328
(Tabel 16).
4. Membandingkan t hitung dengan t tabel
Jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
Jika -t tabel < t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
a. Pengaruh kredit sektor pertanian (X1) terhadap
pendapatan bunga kredit (Y)
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,
yaitu -2,290 < -1,204 < 2,290, dengan tingkat signifikansi
0,352. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1
ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor
pertanian (X1) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pendapatan bunga kredit.
b. Pengaruh kredit sektor pertambangan (X2) terhadap
pendapatan bunga kredit (Y)
55
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,
yaitu -2,290 < -0,65 < 2,290, dengan tingkat signifikansi
0,954. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1
ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor
pertambangan (X2) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pendapatan bunga kredit.
c. Pengaruh kredit sektor perindustrian (X3) terhadap
pendapatan bunga kredit (Y)
Hasil uji menunjukkan bahwa t hitung > t tabel, yaitu
3,156 > 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,087. Dengan
demikian, maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga
secara parsial kredit untuk sektor perindustrian (X3)
berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga
kredit pada taraf nyata 10%.
d. Pengaruh kredit sektor perdagangan (X4) terhadap
pendapatan bunga kredit (Y)
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,
yaitu -2,290 < 0,663 < 2,290, dengan tingkat signifikansi
0,575. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1
ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor
perdagangan (X4) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pendapatan bunga kredit.
e. Pengaruh kredit sektor jasa-jasa (X5) terhadap pendapatan
bunga kredit (Y)
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,
yaitu -2,290 < -0,485 < 2,290, dengan tingkat signifikansi
0,675. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1
ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor jasa-
jasa (X5) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan bunga kredit.
f. Pengaruh kredit sektor lain-lain (X6) terhadap pendapatan
bunga kredit (Y)
56
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel,
yaitu -2,290 < 0,328 < 2,290, dengan tingkat signifikansi
0,774. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1
ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor lain-
lain (X6) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan bunga kredit.
B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial
Model regresi yang secara baik memenuhi uji validasi
model seperti telah diuraikan sebelumnya, juga memiliki nilai R-
square yang sangat baik. Nilai R-square sebesar 0,966 (Tabel 16)
menunjukkan bahwa 96,6% keragaman (variasi) dari variabel
dependen (pendapatan bunga kredit) dapat dijelaskan oleh
keragaman (variasi) keenam variabel independen. Sedangkan
sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh variabel lain di luar model
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
Tabel 17. Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 1)
Peubah Sektoral Koefisien RegresiT hitung (t-test) Sig t
1. Konstanta 0,002 0,38 0,9732. Pertanian (X1) -0,615 -1,204 0,3523. Pertambangan (X2) -0,005 -0,65 0,9544. Perindustrian (X3) 1,417 3,156 0,0875. Perdagangan (X4) 0,152 0,663 0,5756. Jasa-Jasa (X5) -0,108 -0,485 0,6757. Lain-Lain (X6) 0,052 0,328 0,7741) - Koefisien determinasi model : R-square = 0,966 - Hasil uji F : F hitung = 9,602 dengan signifikansi F = 0,097 Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali)
a. Sektor Pertanian
Terdapat pengaruh negatif antara alokasi kredit sektor
pertanian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan oleh
koefisien regresi -0,615 (Tabel 16). Hal ini menunjukkan
bahwa bila kredit untuk sektor pertanian (X1) bertambah 1
persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615
persen (ceteris paribus), sehingga alokasi kredit sektor
57
pertanian memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini dapat
dijelaskan melalui beberapa informasi berikut : (i)
Pertumbuhan GDP riil untuk sektor pertanian adalah yang
terkecil yaitu 2,91% per tahun dan total output nasional yang
relatif kecil serta mengalami penurunan di sektor tersebut dari
17,8% menjadi 14,96% (Tabel 12 dan 13); (ii) Pertumbuhan
alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertanian mengalami
penurunan signifikan 14,04% per tahun dan alokasi kreditnya
relatif kecil dan mengalami penurunan dari 6,78% menjadi
5,22% (Tabel 7 dan 8). Kondisi dunia usaha untuk sektor
pertanian yang kurang menggembirakan yang diikuti dengan
alokasi kredit yang kecil dan laju pertumbuhan yang menurun
memberikan dampak negatif yang tidak signifikan terhadap
pendapatan bunga kredit Bank BNI.
b. Sektor Pertambangan
Koefisien regresi sektor pertambangan adalah -0,005
(Tabel 16), menunjukkan pengaruh negatif alokasi kredit
sektor tersebut terhadap pendapatan bunga kredit, dimana bila
kredit untuk sektor pertambangan (X2) bertambah 1 persen,
maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615 persen
(ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit sektor
pertambangan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak
signifikan. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui kondisi
sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil untuk sektor
pertambangan relatif kecil, yaitu 3,82% per tahun, dan
proporsinya terhadap GDP nasional mengalami penurunan
dari 11,49% menjadi 9,81% (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi
kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan adalah yang
terkecil yaitu di bawah 2% dengan laju pertumbuhan yang
menurun 8,84% per tahun (Tabel 7 dan 8). Kinerja dan
alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan yang
58
relatif rendah ditambah dengan kinerja dunia usaha sektor
tersebut yang relatif kurang menggembirakan, maka kondisi
tersebut memberikan dampak negatif dan tidak signifikan
pada alokasi kredit di sektor tersebut terhadap pendapatan
bunga kredit.
c. Sektor Perindustrian
Terdapat pengaruh positif antara alokasi kredit sektor
perindustrian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan
oleh koefisien regresi 1,417. Hal ini menunjukkan bahwa bila
kredit untuk sektor perindustrian (X3) bertambah 1 persen,
maka pendapatan bunga kredit akan meningkat sebesar 1,417
persen (ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit
sektor perindustrian memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini
dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil
untuk sektor perindustrian relatif tinggi yang berada di atas
rataan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu 7,91% per tahun
dan peranannya dalam struktur GDP nasional bersifat
dominan, serta mengalami peningkatan dari 25,60% menjadi
27,78% pada periode pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13);
(ii) Kredit yang dialokasikan Bank BNI untuk sektor
perindustrian adalah yang terbesar dan mendominasi struktur
kredit Bank BNI dengan kisaran 39,0% - 47,0% (Tabel 7 dan
8); (iii) Proporsi kredit Bank BNI pada sektor perindustrian
terhadap total kredit perbankan adalah yang terbesar dengan
kisaran 13,0% - 17,0% (Tabel 9).
Struktur dan pertumbuhan GDP riil sektor perindustrian
yang positif mampu menggerakkan dunia usaha di sektor
tersebut untuk memberikan keuntungan bagi kredit yang
disalurkan, sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan
bunga kredit. Pengaruh yang signifikan juga disebabkan oleh
59
alokasi kredit Bank BNI yang dominan dan proporsi yang
besar terhadap total kredit perbankan di sektor perindustrian.
d. Sektor Perdagangan
Koefisien regresi sektor perdagangan yang bernilai
0,152 menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit
sektor perdagangan terhadap pendapatan bunga kredit.
Sehingga bila kredit untuk sektor perdagangan (X4)
bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan
meningkat sebesar 0,152 persen (ceteris paribus). Pengaruh
yang positif dan tidak signifikan dari sektor perdagangan
terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan sebagai
berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil sektor perdagangan berada
diatas rataan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar
6,86% per tahun dengan struktur GDP yang mengalami
peningkatan dari 15,73% menjadi 16,35% pada periode
pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi kredit
Bank BNI untuk sektor perdagangan relatif kecil yaitu
dibawah 17% dengan laju pertumbuhan yang menurun
sebesar 5,32% per tahun (Tabel 7 dan 8); (iii) Proporsi
alokasi kredit Bank BNI sektor perdagangan terhadap total
kredit perbankan adalah yang terkecil dan bersifat stagnan,
dengan nilai di bawah 9,0% (Tabel 9). Kinerja dunia usaha
sektor perdagangan yang berada di atas kinerja dan
pertumbuhan GDP agregat nasional memberikan pengaruh
yang positif bagi investasi pada sektor tersebut. Tidak
signifikannya pengaruh alokasi kredit Bank BNI di sektor
perdagangan karena laju pertumbuhan alokasi kredit yang
menurun dan proporsi yang kecil terhadap total kredit
perbankan.
e. Sektor Jasa
Koefisien regresi sektor jasa-jasa bernilai -0,108
menunjukkan adanya pengaruh negatif alokasi kredit sektor
60
jasa-jasa terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila
kredit untuk sektor jasa-jasa (X5) bertambah 1 persen, maka
pendapatan bunga kredit akan menurun 0,108 persen (ceteris
paribus). Alokasi kredit sektor jasa-jasa yang memiliki
pengaruh negatif dan tidak signifikan dapat dijelaskan
melalui kondisi sebagai berikut : (i) Adanya penurunan laju
pertumbuhan kredit Bank BNI di sektor jasa-jasa yang lebih
besar dibandingkan dengan penurunan laju pertumbuhan total
kredit Bank BNI, yaitu sebesar -10,86% (Tabel 7); (ii)
Alokasi kredit Bank BNI untuk sektor jasa mengalami
penurunan pada dua periode analisis, yaitu dari 23,20%
menjadi 20,76% (Tabel 8). Dengan demikian, pengaruh yang
tidak signifikan pada alokasi kredit Bank BNI di sektor jasa
terhadap pendapatan bunga kredit adalah karena alokasi
kredit yang semakin menurun pada periode pemulihan
ekonomi dan adanya penurunan laju pertumbuhan kredit
Bank BNI di sektor ini.
f. Sektor Lain-Lain
Koefisien regresi sektor lain-lain yang bernilai 0,052
menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit di sektor
lain-lain terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila
kredit untuk sektor lain-lain (X6) bertambah 1 persen, maka
pendapatan bunga kredit akan menurun sebesar 0,052 persen
(ceteris paribus). Pengaruh yang positif dan tidak signifikan
terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan melalui
beberapa informasi berikut : (i) Laju pertumbuhan alokasi
kredit Bank BNI di sektor ini meningkat sebesar 6,94% per
tahun, dan struktur alokasinya yang meningkat dari 9,15%
menjadi 17,35% (Tabel 7 dan 8); (ii) Proporsi alokasi kredit
Bank BNI di sektor lain-lain terhadap total kredit perbankan
semakin berkurang pada periode pemulihan ekonomi, yaitu
dari 10,89% menjadi 6,94% (Tabel 9).
61
Dapat dinyatakan bahwa pengaruh positif yang
ditunjukkan sektor lain-lain terhadap pendapatan bunga
kredit didukung oleh laju pertumbuhan kredit di sektor ini
yang meningkat dengan alokasi kredit yang juga meningkat.
Kondisi ini menggambarkan bahwa setelah adanya krisis,
perbankan lebih condong untuk menempatkan kredit pada
sektor konsumsi yang memiliki risiko lebih rendah. Terlihat
juga bahwa sektor ini memberi pengaruh pada pembentukan
output nasional, dengan kontribusi sebesar dua per tiga dari
total GDP (BIES, 2006). Namun demikian, keadaan ini tidak
didukung oleh proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap
total kredit perbankan yang semakin menurun di sektor
tersebut. Sehingga keadaan ini menyebabkan alokasi kredit
Bank BNI di sektor lain-lain (sektor konsumsi) terhadap
pendapatan bunga tidak berpengaruh secara signifikan.
4.5. Kebijakan Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral
Kondisi Bank BNI sampai dengan tahun 2005 menunjukkan Capital
Adequacy Ratio (CAR) sebesar 15,99%. Hal ini menggambarkan bahwa
Bank BNI memiliki kecukupan modal yang baik karena berada diatas
ketetapan BI untuk CAR, yaitu 8%. Kecukupan modal ini diharapkan akan
mampu menopang risiko yang muncul dari usaha yang dilakukan bank
dalam kaitannya dengan penyaluran kredit, yakni risiko kredit berupa NPL.
Namun demikian, CAR yang berada di atas ketetapan ini menunjukkan
masih banyaknya dana yang tersimpan dalam bentuk modal, yang
seharusnya dapat disalurkan untuk ekspansi kredit. Loan to Deposit Ratio
(LDR) yang relatif kecil yaitu sebesar 54,24%, menunjukkan bahwa dari
keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya 54,24% yang digunakan untuk
kredit. Keadaan ini semakin menunjukkan lemahnya penyaluran kredit Bank
BNI sehingga fungsi intermediasi masih belum begitu baik dijalankan.
Lemahnya penyaluran kredit perbankan dan kecenderungan bank
untuk menempatkan dananya pada SBI juga menunjukkan kurang
berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Sebagai lembaga intermediasi
62
dan memiliki tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, kredit harus
disalurkan untuk menggerakkan dunia usaha pada sektor riil. Namun
demikian, dalam penyaluran kredit agar dapat mendukung pertumbuhan
ekonomi, perlu didukung oleh kelayakan usaha dari dunia usaha melalui
perbaikan produktivitas dan efisiensi usaha. Selain itu, pemerintah juga
harus mendukung melalui perbaikan infrastruktur, menjaga keamanan, dan
kestabilan kondisi politik.
Dalam upaya optimalisasi penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank
BNI guna maksimisasi pendapatan bunga kredit, maka terdapat beberapa
sektor yang perlu mendapatkan perhatian. Perkembangan dunia usaha pada
sektor perdagangan dan sektor lain-lain perlu ditunjang dengan peningkatan
laju pertumbuhan kredit melalui pemberian prioritas alokasi kredit pada
sektor-sektor tersebut.
Sektor lain-lain, yakni sektor konsumsi, untuk saat ini memberi
kontribusi yang besar pada GDP. Bank BNI memprioritaskan penyaluran
kredit di sektor konsumsi ini pada kredit di luar kredit perumahan, seperti
pada kredit automotif, kredit pembayaran pulsa telepon, dan kartu kredit,
yaitu sebesar 12,63% (Periode Mei 2007) dari keseluruhan kredit yang
disalurkan (Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Sektor ini juga memiliki
tingkat risiko yang rendah yaitu dan dengan tingkat pengembalian yang
positif. Tingkat NPL pada sektor konsumsi adalah yang terendah
dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu sebesar 8,21% di tahun
2005 dan menurun menjadi 6,23% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI
2005 dan 2006). Namun demikian, penyaluran kredit ke sektor konsumsi
yang semakin meningkat memberi dampak kurang baik pada pertumbuhan
ekonomi karena tidak bergeraknya sektor riil. Karena, untuk kelangsungan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kredit perlu dialokasikan untuk
menggerakkan dunia usaha pada sektor-sektor utama pembangunan, yaitu
sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, serta jasa-jasa.
Sektor perdagangan juga menjadi prioritas penyaluran kredit Bank
BNI karena pengaruhnya yang positif terhadap pendapatan bunga kredit.
Adapun subsektor dari sektor perdagangan yang menjadi fokus penyaluran
63
kredit Bank BNI adalah pada pedagang eceran, dengan persentase sebesar
11,71% dari total alokasi kredit pada bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan
BNI, Mei 2007). Dari sisi NPL, sektor perdagangan tidak terlalu berisiko
dengan NPL sebesar 8,39% di tahun 2005 dan meningkat menjadi 11,04% di
tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006).
Untuk sektor jasa, pengaruhnya yang negatif pada analisis regresi
berganda, perlu menjadi pertimbangan dalam penyaluran kredit pada sektor
tersebut. Bank BNI terus melakukan pengurangan alokasi kredit di sektor ini,
menjadi sebesar 20,76% periode 2001-2005 (Tabel 8). NPL pada sektor jasa
mengalami peningkatan dari 9,18% di tahun 2005 menjadi 10,90% di tahun
2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Dalam sektor jasa, alokasi
kredit Bank BNI besar tertuju pada pengembangan real estate sebesar 4,84%
dari total penyaluran kredit pada Mei 2007. Selain itu, pengembangan juga
difokuskan pada pembangunan prasarana, gedung-gedung, pelabuhan laut,
percetakan sawah serta irigasi sebesar 4,69% dari total kredit pada Mei 2007
(Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Dengan demikian, pengkajian lebih
lanjut perlu dilakukan dalam penyaluran kredit di sektor ini.
Mengingat kinerja sektor pertanian dan pertambangan yang kurang
menggembirakan serta respon negatif pada sektor ini, maka prioritas alokasi
kredit tidak ditujukan untuk kedua sektor ini, dalam rangka memaksimalkan
pendapatan bunga kredit Bank BNI. Terutama untuk sektor pertanian, NPL
di sektor ini relatif tinggi, yaitu 17,14% di tahun 2005 dan menurun, namun
tetap tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu 13,65% di
tahun 2006. Sedangkan untuk sektor pertambangan, NPL cukup rendah yaitu
9,21% di tahun 2005 dan menurun menjadi 6,61% di tahun 2006 (Laporan
Tahunan BNI 2005 dan 2006). Namun demikian, alokasi kredit masih perlu
dilakukan pada kedua sektor tersebut secara selektif pada investasi yang
memiliki kelayakan usaha. Terutama pada subsektor tanaman perkebunan
dan perikanan di sektor pertanian, karena Bank BNI besar mengalokasikan
kreditnya pada subsektor tersebut. Dengan alokasi sebesar 2,72% untuk
tanaman perkebunan dan 0,43% untuk perikanan dibandingkan dengan total
kredit yang disalurkan Bank BNI bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan BNI,
64
Mei 2007). Sedangkan untuk sektor pertambangan, fokus penyaluran kredit
Bank BNI pada subsektor minyak dan gas bumi dengan alokasi sebesar
1,72% dari total kredit Bank BNI bulan Mei 2007.
Alokasi kredit yang dominan di sektor perindustrian dan pertumbuhan
dunia usaha yang terus meningkat di sektor tersebut memberikan pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI.
Karena pada kenyataannya, besarnya sumbangan masing-masing sektor
berpengaruh dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor dengan
nilai nominal besar tetap sebagai penyumbang yang besar bagi pertumbuhan,
walaupun pertumbuhan sektor tersebut relatif kecil. Hal inilah yang terjadi
pada sektor industri. Bank masih tetap mengucurkan kredit dalam alokasi
terbesar pada sektor perindustrian, seperti pada Bank BCA dan Bank
Mandiri. Hal ini disebabkan karena sektor perindustrian dianggap mampu
menggerakkan roda perekonomian dan sebagai kontributor utama
pembentukan GDP, meskipun NPL di sektor ini adalah yang tertinggi yaitu
22,52% di tahun 2005. Namun demikian, NPL di sektor perindustrian
mengalami penurunan yang cukup drastis, hingga mencapai angka 13,27%
pada tahun 2006. Karena itu, alokasi kredit sektor perindustrian perlu tetap
dijaga keberlanjutannya oleh Bank BNI dan tetap menjadi prioritas dalam
pengalokasian kredit.
Target pertumbuhan sebesar 8% periode 2005-2009 untuk sektor
perindustrian yang ditetapkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan
(Deperindag) memberikan gambaran akan perkembangan sektor ini di masa
depan. Sesuai dengan targetnya itu, subsektor utama yang menjadi prioritas
pengembangan dalam sektor perindustrian ini adalah pada industri berbasis
pertanian/agro, industri alat-alat transportasi, industri telematika, dan
industri manufaktur. Keadaan ini akan memberikan dampak yang positif
pada kinerja kredit di sektor perindustrian ketika alokasi kredit diarahkan
pada empat subsektor yang menjadi prioritas pengembangan Deperindag.
Bank BNI sendiri memprioritaskan pengalokasian kreditnya di sektor
perindustrian sesuai dengan target pengembangan Deperindag. Subsektor
utama yang besar mendapatkan alokasi kredit adalah pada industri makanan,
65
minuman, dan tembakau sebesar 5,23% dari total kredit. Selain itu, alokasi
kredit sebesar 10,83% dari total kredit, ditujukan untuk pengembangan pada
industri elektronik, otomotif, besi baja, dan logam dasar.
Selain dari yang telah dijelaskan di atas, terdapat juga beberapa
pertimbangan yang turut mempengaruhi penetapan pengalokasian kredit
pada sektor ekonomi. Kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi perbankan dalam pengalokasian kreditnya karena pemerintah
memiliki perencanaan pembangunan yang ingin dicapai pada sektor-sektor
yang menjadi prioritas. Selain itu, perbankan juga memiliki kebijakan
manajemen tersendiri dalam pengalokasian kreditnya, karena terdapat target-
target tertentu yang ingin dicapai perbankan dalam hal alokasi kredit.
Sektor-sektor yang belum berkembang dan memiliki potensi besar untuk
dikembangkan juga dapat mempengaruhi bank dalam pengalokasian
kreditnya.
66
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji F yang dilakukan dalam
penelitian ini, menunjukkan bahwa secara keseluruhan perubahan
portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lain-lain mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan pendapatan bunga
kredit pada Bank BNI.
b. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji t yang dilakukan dalam
penelitian ini, menunjukkan bahwa secara parsial, hanya tiga sektor yang
memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit yaitu sektor
perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Dari
ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang
berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu,
tiga sektor lainnya yaitu, sektor pertanian, pertambangan, dan jasa
berdampak negatif dan berpengaruh tidak nyata.
c. Dalam upaya optimalisasi alokasi kredit, sektor dengan pengaruh positif
perlu untuk dipertimbangkan dan diprioritaskan dalam pengalokasian
kredit, yakni pada sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain
(sektor konsumsi), terlebih lagi pada sektor lain-lain dan perdagangan
yang tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga
kredit. Sedangkan tiga sektor lainnya, yaitu sektor pertanian,
pertambangan, dan jasa yang berpengaruh negatif, perlu dikaji ulang
pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang
menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.
2. Saran
a. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, perbankan
turut berperan penting sebagai lembaga intermediasi dalam menyalurkan
kredit. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang membutuhkan alokasi kredit
67
perbankan di sektor riil. Untuk itu, perbankan dalam hal ini Bank BNI,
perlu menyalurkan kreditnya ke sektor riil dan mengaktifkan kembali
fungsi intermediasinya.
b. Bank BNI perlu untuk memprioritaskan penyaluran kreditnya pada
pengembangan dunia usaha di sektor perindustrian, perdagangan, dan
sektor lain-lain (sektor konsumsi) karena berpengaruh positif terhadap
pendapatan bunga kreditnya. Selain itu, laju pertumbuhan GDP riil ketiga
sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP
nasional. Meskipun NPL di sektor perindustrian tinggi, namun
kontribusinya terhadap pembentukan GDP besar, sehingga hal ini tidak
menjadi halangan dalam penyaluran kredit. Sedangkan NPL pada sektor
perdagangan dan sektor konsumsi relatif kecil. Namun pengalokasian
kredit pada sektor konsumsi perlu dibatasi dengan proporsi tertentu,
karena pengalokasian yang terus menerus dan semakin besar dalam jangka
panjang akan menghambat perkembangan sektor riil.
c. Bank BNI perlu mengkaji ulang penyaluran kreditnya pada sektor jasa,
pertanian, dan pertambangan karena pengaruhnya yang negatif terhadap
pendapatan bunga kredit, sehingga ketiga sektor tersebut bukan merupakan
prioritas utama penyaluran kredit Bank BNI. Selain itu, NPL yang relatif
tinggi pada sektor pertanian serta laju pertumbuhan GDP yang terendah di
sektor pertanian dan pertambangan dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengalokasian kredit di sektor tersebut. Dengan demikian, pengalokasian
kredit di sektor tersebut terbatas hanya pada subsektor yang menjadi
prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Laporan Tahunan Bank BCA 2002. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]
______. 2004. Laporan Tahunan Bank BCA 2004. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]
______. 2005. Laporan Tahunan Bank BCA 2005. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007]
______. 1997. Laporan Tahunan Bank BNI 1997. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 1999. Laporan Tahunan Bank BNI 1999. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2000. Laporan Tahunan Bank BNI 2000. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2001. Laporan Tahunan Bank BNI 2001. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2002. Laporan Tahunan Bank BNI 2002. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2004. Laporan Tahunan Bank BNI 2004. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2005. Laporan Tahunan Bank BNI 2005. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2006. Laporan Tahunan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2007. Laporan Keuangan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta.
______. 2004. Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004. Bank Bumi Putera, Jakarta.
______. 2002. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2002. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]
______. 2004. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2004. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]
______. 2005. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2005. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007]
______. 2004. Laporan Tahunan Bank Niaga 2004. Bank Niaga, Jakarta.
Bank Indonesia. 2003. Bank Sentral Republik Indonesia : Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi. Edisi Pertama. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan BI 1998/99. Bank Indonesia, Jakarta.
BPS. 1997. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 1998. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 1999. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
69
BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS. 2005. Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
FAJ. 2 Maret 2006. Indikasi Laba BNI Turun 49 Persen Tahun 2006 Fokus pada Kredit Konsumer. Kompas. Hlm 19.
___. 23 Desember 2006. Tekanan Kredit Bermasalah. Kompas. Hal 19.
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari Basic Econometrics.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics. Harper & Row Publishers, Inc, USA.
Kuncoro, A. dan Budi Resosudarmo. 2006. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 42 Nomor 1 Tahun 2006).
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Erlangga, Jakarta.
Ramantha, W. 2003. Implikasi Perubahan Portofolio Kredit Di Sektor Ekonomi Terhadap Laba dan Modal Bank Umum di Indonesia. Di dalam Buletin Studi Ekonomi (Volume 9 Nomor 1 Tahun 2004).
Ratnawati. 8 Mei 2007. SBI Melambung Ancaman JK dan Rendahnya Daya Serap Kredit. Info Bank. Hlm 24-25.
Rivai, V. dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rusmiyati, Y A. 2006. Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Output Nasional melalui Jalur Pinjaman. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Santoso, S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Edisi Pertama. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta.
Siamat, D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Keempat. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
70
Soesastro, H. dan Raymond Atje. 2005. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 41 Nomor 1 Tahun 2005).
Sugema, I., et.al. 2003. Restrukturisasi Perbankan di Indonesia : Pengalaman Bank BNI. Tim INDEF, Jakarta.
Sujatmiko, T. 4 Januari 2007. BI Rate Diprediksi Kembali Turun dalam Seputar Indonesia. Hlm 14.
Suta dan Musa, S. 2003. Membedah Krisis Perbankan : Anatomi Krisis dan Penyehatan Perbankan. Edisi Pertama. Yayasan Sad Satria Bhakti, Jakarta.
71
Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pertania
n Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
Jasa-Jasa
Lain-Lain
N 9 9 9 9 9 9Normal Parameters(a,b)
Mean -.068076
18
.31689677
-.037446
86
.02089848
-.018504
01
.14302975
Std. Deviation
.212946140
.831337872
.262566993
.289730247
.279955396
.366687696
Most Extreme Differences
Absolute .152 .158 .207 .186 .256 .129
Positive .152 .117 .161 .160 .157 .108 Negative -.131 -.158 -.207 -.186 -.256 -.129Kolmogorov-Smirnov Z .457 .474 .622 .558 .767 .386Asymp. Sig. (2-tailed) .985 .978 .833 .915 .598 .998a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
72
Lampiran 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficient Correlations(a)
Model Lain-Lain
Perindustrian
Pertambangan
Perdagangan
Jasa-Jasa
Pertanian
1 Correlations Lain-Lain 1.000 -.654 -.657 .435 .266 .644 Perindustrian -.654 1.000 .637 -.475 -.332 -.910 Pertambangan -.657 .637 1.000 -.507 .019 -.722 Perdagangan .435 -.475 -.507 1.000 -.411 .410 Jasa-Jasa .266 -.332 .019 -.411 1.000 .216 Pertanian .644 -.910 -.722 .410 .216 1.000 Covariances Lain-Lain .025 -.047 -.008 .016 .009 .052 Perindustrian -.047 .202 .021 -.049 -.033 -.209 Pertambangan -.008 .021 .006 -.009 .000 -.028 Perdagangan .016 -.049 -.009 .053 -.021 .048 Jasa-Jasa .009 -.033 .000 -.021 .050 .025 Pertanian .052 -.209 -.028 .048 .025 .261a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
73
Lampiran 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredi
Regression Standardized Predicted Value
210-1-2
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
1.5
1.0
.5
0.0
-.5
-1.0
-1.5
74
Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 Lain-Lain,
Perindustrian,
Pertambangan,
Perdagangan, Jasa-
Jasa, Pertanian(a)
. Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .983(a) .966 .866 .104948869 1.839 a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression .635 6 .106 9.602 .097(a)
Residual .022 2 .011
1
Total .657 8 a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
75
Lanjutan Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)
Coefficients(a)
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig. (Constant) .002 .046 .038 .973Pertanian -.615 .511 -.457 -1.204 .352Pertambangan -.005 .075 -.014 -.065 .954
Perindustrian 1.417 .449 1.299 3.156 .087
Perdagangan .152 .229 .154 .663 .575
Jasa-Jasa -.108 .223 -.106 -.485 .675
1
Lain-Lain .052 .159 .067 .328 .774a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit