PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG … MARIE… · JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik...

121
11 PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014 TESIS Oleh LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Transcript of PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG … MARIE… · JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik...

11

11

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PROVIDER

PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

12

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang

hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik

kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan

kehidupan suatu bangsa dan negara dimanapun di dunia ini, baik di negara yang

sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu,

sehat,dan produktif. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kedua upaya adalah

pelayanan berkesinambungan atau continuum care. Upaya kesehatan masyarakat

dilaksanakan pada sisi hulu untuk mempertahankan agar masyarakat tetap sehat dan

tidak jatuh sakit, sedangkan upaya kesehatan perorangan dilaksanakan pada sisi hilir

(Notoatmodjo,2005).

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan

bahwa negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum. Kemudian pembukaan tersebut dijabarkan dalam

pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. 1

13

Secara umum kondisi kesehatan rakyat Indonesia masih memprihatinkan. Hal

ini dapat digambarkan dengan beberapa indikator seperti Angka Kematian Ibu (AKI)

yang semakin meningkat 359/100.000 kelahiran hidup (KH) serta Angka Kematian

Bayi (AKB) yang masih tinggi 32/1.000 KH. Besarnya AKI dan AKB

menggambarkan masih rendahnya tingkat kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat,

status gizi, status kesehatan ibu, cakupan dan kualitas pelayanan serta kondisi

kesehatan lingkungan (SDKI, 2012).

Situasi kesehatan rakyat Indonesia tidak terlepas dari kemampuan ekonomi

sebahagian besar rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan

finansial akan sangat berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

seperti makanan pokok, pakaian, tempat tinggal yang layak serta kemampuan dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang layak apabila mengalami kondisi sakit.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menunjukkan angka

kesenjangan ekonomi di Indonesia sebesar 0,413. Artinya, hanya 40% dari

pendapatan negara yang menyebar di masyarakat, selebihnya yakni 60% dikuasai

oleh perorangan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan masalah-masalah sosial

lainnya di masyarakat.

Ole h sebab itu beberapa aspek yang diatur pemerintah adalah hak warga

negara untuk mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat

dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat 3

14

juga menegaskan hal serupa bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai negara berusaha untuk

mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan kesehatan

semesta (universal health coverage) upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan

akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif., bermutu, dan

merata bagi seluruh penduduk. Indonesia bersama negara-negara anggota Organisasi

Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO) lainnya telah menyepakati

strategi pencapaian jaminan kesehatan semesta yang mencakup langkah

:1) menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan

semesta,2) meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan

sosial, 3) meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan 4) memperkuat

kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan semesta

(Kemkokesra, 2012).

Sejarah dimulainya sistem jaminan kesehatan di Indonesia berlaku sejak tahun

1968. Pada tahun tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan jaminan kesehatan

dan masih terbatas kepada pegawai negeri yang dikelola oleh PT.Askes. Sedangkan

untuk masyarakat luas yang kurang mampu, pemerintah telah mengadakan program

dana sehat di puskesmas sejak tahun 1970an. Kemudian pada tahun 1992 secara

resmi dikeluarkan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja yang dikelola oleh PT.

Jamsostek. Pada tahun yang sama pemerintah juga menerapkan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun-tahun berikutnya jaminan

15

kesehatan untuk masyarakat mengalami perkembangan. Munculnya Jaminan

Kesehatan Daerah (Jamkesda) di banyak propinsi dan kabupaten, Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) serta

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), keseluruhan ini adalah upaya-upaya

pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau untuk

masyarakat. Hingga muncul sistem penjaminan kesehatan terbaru yaitu Sistem

Jaminan Kesehatan Nasional (Thabrany, 2011).

Menurut Kasim,dkk (2009) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi

pelaksanaan Jamkesda di pelayanan dasar di Puskesmas Banjar menyatakan bahwa

manfaat program jamkesda masih kurang dirasakan oleh masyarakat karena secara

khusus program ini lebih terasa di rumah sakit.. Penelitian Ginting (2011)

menunjukkan pasien rawat inap peserta jamkesmas hanya 60,4% saja yang ingin

dirawat inap kembali di Rumah Sakit Sembiring, Deli tua dimana mutu pelayanan

berupa daya tanggap, perhatian dan kepedulian petugas terhadap pasien jamkesmas

masih rendah. Adanya berbagai kelemahan dengan sistem jaminan kesehatan yang

sudah pernah ada diharapkan dapat diatasi dengan sistem jaminan kesehatan nasional

Terkait dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini,

pada tahap awal JKN mengintegrasikan jaminan kesehatan yang diberikan kepada

peserta jamkesmas, askes, jamsostek, dan anggota TNI/Polri yang selama ini dikelola

secara terfragmentasi ke dalam suatu wadah yang dikelola oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. Proses pentahapan ini direncanakan akan

16

dilaksanakan sampai tahun 2019 di mana seluruh warga negara akan tercakup dalam

sistem jaminan sosial ini (BPJS, 2012).

Hal penting lainnya yang menjadikan mengapa sistem jaminan sosial nasional

begitu dibutuhkan adalah, pertama memberikan manfaat yang komprehensif dengan

premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial nasional menerapkan kendali

mutu dan biaya.Sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu dan memadai

dengan biaya yang wajar.Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas

(kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi

kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah

Indonesia. (Kemenkes, 2013).

Jaminan kesehatan nasional yang berlaku saat ini adalah bagian terintegrasi

dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan

mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dan merupakan bagian yang

terintegrasi dari sub sistem pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan

merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh karena itu,

pengembangan dari yang sudah ada tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di

Indonesia secara keseluruhan yang bertujuan akhir untuk mencapai derajat kesehatan

penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk untuk hidup produktif serta

berdaya saing (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah

puskesmas di Indonesia telah mencapai 9.188 puskesmas. Namun hanya 7,4% yang

memiliki dokter untuk menangani pasien. Sistem jaminan ini menghendaki penyedia

17

pelayanan tingkat pertama mampu menjadi gatekeeper yang akan melayani pasien

JKN. Untuk itu BPJS menggandeng klinik swasta dan praktek dokter/dokter gigi

sebagai bagian dari provider pratama dalam pelayanan kesehatan ini.

Untuk menangani seluruh pasien BPJS diperkirakan membutuhkan sekitar

41.000 fasilitas pelayanan kesehatan primer agar JKN bisa berjalan. Sementara saat

ini jumlah fasilitas pelayanan primer yaitu klinik swasta dan puskesmas yang ada di

Indonesia masih sekitar 15.100 unit. Artinya fasilitas yang tersedia sebagai pelaksana

pelayanan kesehatan primer masih kurang sekitar 25.900 unit untuk melayani sekitar

123 juta peserta BPJS (Pusat KPMAK UGM).

Untuk menjadi penyedia pelayanan pratama dalam sistem jaminan ini tentu

tidak mudah. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh klinik swasta atau

praktek dokter sehingga dianggap layak untuk bekerja sama dengan BPJS, prosedur

tersebut disebut dengan sistem kredensialing. Sistem kredensialing akan

mempertimbangkan banyak hal sebagai persyaratan, antara lain : sumber daya

manusia, sarana dan prasarana, peralatan medis dan obat-obatan medis, lingkup

pelayanan, dan komitmen pelayanan.(Kemenkes RI, 2013).

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah melakukan uji

kelayanan adalah PT. Jamsostek Persero dan PT.Askes. Berdasarkan data PT.

Jamsostek (2013) jumlah PPK pratama yang selama ini telah melayani seluruh

peserta Jamsostek ada sekitar 4.896 unit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini dapat mempertimbangkan klinik swasta yang pernah

18

bekerjasama dengan PT.Jamsostek dan PT. Askes untuk menjadi PPK pratama

dalam BPJS kesehatan.

Kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) akan sangat mempengaruhi pelayanan

kesehatan yang akan diberikan. Ada berbagai penelitian yang telah dilakukan

terhadap mutu pelayanan klinik swasta terhadap kepuasan pasien. Menurut Wahyu

(2011), mutu pelayanan, harga dan fasilitas klinik Asy Syifa di Kota Bekasi

mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien. Kesiapan klinik swasta

dan praktek dokter dalam penerapan sistem JKN ini adalah sesuatu yang mutlak

dilakukan.

Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Kota Medan diharapkan menjadi

salah satu pusat penyedia pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik. Berdasarkan

Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2012) jumlah klinik swasta, balai pengobatan

dan praktek dokter/dokter gigi yang ada di Kota Medan berjumlah 1.345 unit. Jumlah

klinik swasta yang pernah menjadi PPK I dalam program Jamsostek ada sekitar 68

unit. Sedangkan jumlah klinik yang sudah layak atau lulus proses kredensialing

untuk menjadi penyedia fasilitas pelayanan pratama bagi masyarakat dan mau

melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS kesehatan adalah sebanyak 52 buah.

Artinya yang sudah dinyatakan lulus kredensialing BPJS dan telah operasional dalam

JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik pratama yang ada. Jumlah tersebut apabila

ditambah dengan puskesmas yang ada di Kota Medan dianggap sangat kurang

memadai untuk menampung seluruh peserta JKN yang akan ditangani di Kota

Medan.

19

Proses kredensialing yang menjadi prasyarat untuk menjadi PPK I dalam JKN

menjadi dilema bagi seribu lebih klinik swasta. Mereka dianggap tidak layak menjadi

PPK dalam JKN sebelum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPJS.

Di lain pihak, implementasi JKN yang telah berlangsung sejak Januari 2014 menuntut

PPK I yang cukup sehingga pasien JKN tidak menumpuk di beberapa PPK yang

telah menjalin kerjasama dengan BPJS. Sementara itu sesuai dengan aturan yang

telah ditetapkan oleh BPJS bekerjasama dengan kementrian Kesehatan bahwa

penyakit-penyakit yang dapat ditangani di PPK I harus dirujuk kembali Ke PPK I

oleh rumah sakit yang menerima pasien dengan kondisi penyakit yang masuk ke

dalam daftar pelayanan PPK I.

Berdasarkan survei peneliti di lapangan, sejak BPJS mulai berlaku per 1

Januari 2014, jumlah masyarakat yang mendaftar untuk menjadi peserta dalam

program JKN mencapai ratusan orang per hari, bahkan hingga pertengahan bulan

Maret antrian masih mencapai 300 orang dalam sehari. Hal ini menggambarkan

antusiasme masyarakat yang besar untuk bisa memperoleh jaminan terhadap

pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Peningkatan peserta JKN yang tidak diiringi dengan penambahan PPK dalam

jumlah yang memadai tentu menjadi dilema dalam penerapan JKN ini. Hal tersebut

di atas tentu harus dapat diakomodir oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas-

fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai dalam segi jumlah dan kualitas

pelayanan. Bagaimanapun hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah mengingat

tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia harus terdaftar sebagai peserta BPJS.

20

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu

pemilik klinik swasta di Kota Medan bahwa pemilik swasta ini sangat ingin untuk

menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan pratama untuk JKN. Namun,

kurangnyanya sosialisasi tentang JKN oleh pemerintah dan BPJS membuat pemilik

klinik tersebut tidak paham hal apa yang harus diperbuat agar dapat menjadi salah

satu PPK dalam penyelenggaraan JKN. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi provider swasta tentang

implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan

di Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi provider

swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama

BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan JKN

21

2. Memberikan masukan kepada BPJS dalam bekerja sama dan menjalin

kemitraan dengan klinik swasta dalam implementasi JKN di lapangan

3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka

membina klinik swasta dalam implementasi JKN

22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan kesehatan nasional

(JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang

diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

2.1.2. Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional

1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat

wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko

sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU

SJSN No.40 tahun 2004).

2. Sistem jaminan sosial nasional adalah tata cara penyelenggaraan program

jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan

dan BPJS ketenagakerjaan.

23

3. Jaminan sosial adalah bentuk perlindungan social untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

2.1.3 Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan nasional mengacu kepada prinsip-prinsip Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) berikut :

1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup

bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam

SJSN, prisip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,

dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan

SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,

melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba.

Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan

peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil

pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektifitas.

Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana

yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

24

4. Prinsip portabilitas.

Prinsip portabilitas jaminan social dimaksudkan untuk memberikan jaminan

yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat

tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat.,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah

serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di

sector formal, bersamaan dengan sector informal dapat menjadi peserta secara

mandiri, sehingga pada pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada

badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalan rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan social

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-

besarnya.

2.1.4 Kepesertaan JKN

Peserta dalam sistem ini adalah penerima bantuan iuran (PBI) JKN dan bukan

PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :

25

a. Peserta PBI jaminan kesehtan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan

orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu terdiri atas :

a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

1. Pegawai negeri sipil

2. Anggota TNI

3. Anggota Polri

4. Pejabat Negara

5. Pegawai pemerintah non pegawai negeri

6. Pegawai swasta

7. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima

upah

b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

1. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

2. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

3. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga

Negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan.

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas :

1. Investor

2. Pemberi kerja

3. Penerima pensiun

26

4. Veteran

5. Perintis kemerdekaan

6. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e

yang mampu membayar iuran

d. Penerima pensiun terdiri atas :

1. Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pension

2. Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun

3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension

4. Penerima pension selain huruf a, huruf b, dan huruf c

5. Janda, duda atau anak yatimpiatu dari penerima pension sebagaimana

dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak

pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :

1. Istri atau suami yang sah dari peserta

2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta

Peserta bukan PBI dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

e. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

27

2.1.5. Pembiayaan

a. Iuran

Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur

oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan

kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013) tentang jaminan kesehatan.

b. Pembayar Iuran

- Bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah

- Bagi peserta penerima upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja

- Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja

iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan

- Besarnya iuran jaminan kesehatan nasional ditetapkan melalui peraturan

presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan

social, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak

c. Pembayaran Iuran

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan

persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah

nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan

iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iurannya

tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat

tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran

dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN

28

dikenakan denda administrative sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total

iuran yang tertunggak dan dibayarkan oleh pemberi kerja.

d. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib

membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan. Pembayaran iuran

JKN dapat dilakukan diawal.

BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai

dengan gaji atau upah peserta.Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan

pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi

kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya

iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan

pembayaran iuran bulan berikutnya.

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat

dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan

pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS kesehatan diberi wewenang untuk melakukan

pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS

kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan

gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan

tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS

kesehatan.

29

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak

menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif

yang berlaku di wilayah tersebut.

2.1.6. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama

dengan sistem kapitasi (Perpres No. 12, 2013). Apabila di suatu daerah tertentu tidak

memungkinkan dilakukan pembayaran secara kapitasi,maka BPJS akan melakukan

pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS

kesehatan wajib melayani pasien pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah

keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas

kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan

BPJS.

2.2. Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan

adalah :

1. Menurut Notoatmodjo (2007) Pelayanan kesehatan adalah sub sistem

pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif

(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat.

30

2. Menurut Azwar (1996) Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.

3. Menurut Depkes RI (2009)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun

masyarakat.

4. Menurut Levey dan Loomba (1973)

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara,

keluarga, kelompok, atau masyarakat.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan

utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif

(pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang dimaksud sub

sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses,

output, dampak, umpan balik.

31

1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan

untuk berfungsinya system

2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan

sehingga mengasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan

3. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses

4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu

lamanya

5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk

sistem tersebut

6. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.

2.2.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan :

1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan

misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan

2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit),

terdiri dari :

a. Preventif primer.

b. Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi

yang baik, dan kesegaran fisik.

c. Preventif sekunder.

d. Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi

kecacatan

32

e. dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit

tersebut.

3. Preventif tersier.

Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi,

pembuatan diagnosa dan pengobatan.

4. Kuratif (penyembuhan penyakit).

5. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi

normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental ,

cedera atau penyalahgunaan.

2.2.3 . Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat

berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat

tidak sulit ditemukan.

2. Dapat diterima dan wajar

Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang

baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

4. Mudah dijangkau

33

Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan

biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan

dan dipihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar

yang telah ditetapkan.

2.2.4. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian

pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan kesehatan.

Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama. Namun

secara umum stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga

macam, yaitu:

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan

dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi

kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan

kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh

sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama

ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services). Bentuk

34

pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas

keliling, dan Balkesmas.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih

lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in

patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer

dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya

Rumah Sakit tipe C dan D.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang

diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani

oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya

diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia

adalah Rumah Sakit tipe A dan B (Azwar, 1996).

2.2.5. Jenjang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan

dibedakan atas lima, yaitu:

1. Tingkat rumah tangga

Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

2. Tingkat masyarakat

Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya:

posyandu, polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.

35

3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama

Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan unit

fungsional dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan

lain-lain.

4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua

Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan

penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan

kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra

pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten

atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota,

dan lain-lain.

5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga

Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan)

oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan

departemen kesehatan.

2.2.6. Upaya Pelayanan Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang

melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap

suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang

terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara

horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat

kemampuannya.

36

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam

Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk

mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya

guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan

kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan

upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya

penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu

kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal,

kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

a. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan

di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas

pembantu) ke puskesmas induk.

2. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang

pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke

puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit

umum daerah).

b. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya

penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk

pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi,

diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

37

2. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan

dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan

(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik

konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan

kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

Rujukan secara konseptual terdiri atas:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah

medik perorangan yang antara lain meliputi:

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan

operasional dan lain-lain.

b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang

lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim

tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi

pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas

pelayanan.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah

kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi

kesehatan.

38

b. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk

penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu

penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan

kamtibmas, dan lain-lain.

c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada

saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan

masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

d. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral

maupun lintas sektoral

e. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu

menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan

a. Antara masyarakat dengan puskesmas

b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan

lainnya.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

39

2.2.7. Bentuk dan Upaya Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan

dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:

a. Dokter Umum (Tenaga Medis)

b. Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan

masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali

diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau

kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang

sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan

rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory

Services). Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat

untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.

Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis

dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan

kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah

sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia

terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan

rumah sakit kelas A.

40

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a. Dokter Spesialis

b. Dokter Subspesialis terbatas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat

(inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan

perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan

pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a. Dokter Subspesialis

b. Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau

pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau

pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.

Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara

umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran

(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri

41

(solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya

terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat

(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara

bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok

dan masyarakat.

2.3. Pelayanan Kesehatan Pratama

2.3.1. Definisi Pelayanan Kesehatan Pratama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan

yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap

( Permenkes No.71, 2013).

2.3.2. Persyaratan Klinik Pratama

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pasal 5

ayat (1), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan pratama

untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan terdiri atas:

a. untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki:

1. Surat Ijin Praktik;

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

42

3. perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek, dan jejaring lainnya;

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

b. untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional;

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker

(SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK)

bagi tenaga kesehatan lain;

3. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

c. untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau

Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

6. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

d. untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :

43

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

4. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja

sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan (Permenkes pasal 8, 2013). Dalam rangka pemberian

pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama

dengan praktik bidan. Persyaratan bagi praktik bidan dan/atau praktik perawat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:

a. Surat Ijin Praktik (SIP);

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya; dan

d. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

2.3.3. Kredensialing dan Rekredinsialing.

Kredensialing dan rekredensialing dilakukan kepada keseluruhan fasilitas

kesehatan yang akan dan masih berkerjasama dengan BPJS Kesehatan, baik faskes

44

tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Kredensialing dan rekredensialing

dilakukan kepada keseluruhan fasilitas kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta /

Perorangan.

Kredensialing adalah penilain BPJS terhadap fasilitas kesehatan yang ada

untuk mengetahui fasilitas yang layak dan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan

PBJS (Askes, 2013). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penilaian

kredensialing adalah :

a. Kriteria Administratif

1. Surat permohonan kerjasama

2. Surat Ijin Praktek

3. Surat Ijin Operasional ( Bagi Klinik Pratama, Puskesmas dan fasilitas

kesehatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan)

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

5. Kontrak kerjasama dengan jejaring (jika diperlukan)

6. Surat Pernyataan Kesediaan mematuhi ketentuan Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

b. Kriteria Teknis

1. Sumber Daya Manusia : ketenagaan, pelatihan kompetensi, pengalaman

kerja, pengalaman kerjasama dengan asuransi, penghargaan yang dimiliki.

2. Sarana dan Prasarana : bangunan, ruangan pendukung, perlengkapan

praktek, perlengkapan penunjang administrasi dan perlengkapan penunjang

umum.

45

3. Peralatan Medis dan Obat-obatan : peralatan medis mutlak, peralatan

kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis tambahan, peralatan kunjungan

rumah dan perlengkapan edukasi.

4. Lingkup Pelayanan : konsultasi/pemeriksaan, pelayanan gigi, pelayanan

obat, pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan imunisasi, pelayanan

KB, promosi kesehatan dan kunjungan rumah.

5. Komitmen Pelayanan : pemenuhan jam praktek, penggunaan aplikasi SIM,

kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis, mendukung

aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan

Dalam menetapkan pilihan Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan

seleksi dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis yang meliputi:

a. sumber daya manusia;

b. kelengkapan sarana dan prasarana;

c. lingkup pelayanan; dan

d. komitmen pelayanan.

Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan persyaratan

dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah dan akan melanjutkan

kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Rekredensialing bertujuan untuk memperoleh

fasilitas kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan

yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur dan

objektif. Proses Rekredensialing dilakukan 3 bulan sebelum kontrak dengan faskes

berakhir. Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk

46

penetapan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, jenis dan luasnya pelayanan, besaran

kapitasi, dan jumlah Peserta yang bisa dilayani. Perpanjangan kerja sama antara

fasilitas kesehatan dengan BPJS kesehatan setelah dilakukan rekredensialing.

1. Kriteria Administratif

Updating Surat Ijin Praktek dan Surat Ijin Operasional

2. Kriteria Teknis

a. Sumber Daya Manusia (updating)

b. Sarana dan Prasarana (updating)

c. Peralatan Medis dan Obat-obatan (updating)

d. Lingkup Pelayanan (updating)

e. Realisasi Komitmen Pelayanan : pemenuhan jam praktek, penggunaan

aplikasi SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis,

mendukung aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS

Kesehatan.

f. Kinerja Faskes : Angka kepuasan pasien, angka rujukan, angka

keberkunjungan prolanis, ketepatan waktu penyampaian laporan

2.3.4. Cakupan Pelayanan Kesehatan Pratama

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama

1) Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta

untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas

kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

kesehatan tingkat pertama.

47

2) pelayanan promotif preventif, meliputi

1) Kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan

Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih

dan sehat.

2) Imunisasi dasar

Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG),

Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan Campak.

3) keluarga berencana

a) Pelayanan keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi dasar,

vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang

membidangi keluarga berencana.

b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.

c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan alat

kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk jasa

pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifer.

4) Skrining kesehatan

a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan

selektif.

48

b) Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko

penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu,

meliputi:

1) diabetes mellitus tipe 2

2) hipertensi

3) kanker leher rahim

4) kanker payudara dan

5) penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Pelayanan skrining kesehatan penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi

dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun sekali. Jika Peserta teridentifikasi mempunyai risiko penyakit diabetes

mellitus tipe 2 dan hipertensi berdasarkan riwayat kesehatan, akan dilakukan

penegakan diagnosa melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu dan

kemudian akan diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi medis. Pelayanan

skrining kesehatan untuk penyakit kanker leher rahim dan kanker payudara dilakukan

sesuai dengan indikasi medis.

5) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

6) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

7) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

8) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama

9) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi

49

10) Upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi termasuk

penanganan komplikasi KB paska persalinan

11) Rehabilitasi medik dasar.

2. Pelayanan Gigi

a) Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran

peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas

kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

kesehatan tingkat pertama

b) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

c) Premedikasi

d) Kegawatdaruratan oro-dental

e) Pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)

f) Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit

g) Obat pasca ekstraksi

h) Tumpatan komposit/GIC

i) Skeling gigi (1x dalam setahun)

3. Rawat Inap Tingkat Pertama

Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan cakupan pelayanan

rawat jalan tingkat pertama dengan tambahan akomodasi bagi pasien sesuai indikasi

medis.

50

4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis

Pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan

pada kasus:

a. Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan

b. Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien

c. Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat

rekomendasi dari dokter Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

2.3.5. Prosedur Pelayanan

1. Ketentuan Umum

a. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama tempat peserta terdaftar

b. Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi:

berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta

terdaftar; atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

c. Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila peserta melakukan

kunjungan ke luar domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan

kegiatan yang rutin. Untuk mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan

tingkat pertama tempat tujuan, maka peserta wajib membawa surat

pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan tujuan.

d. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,

Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan

51

rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur

dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

e. Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan,

tidak dapat langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat

pertama yang baru sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak

mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang baru di

bulan berikutnya.

f. Peserta dapat memilih untuk mutasi fasilitas kesehatan tingkat pertama

selain fasilitas kesehatan tempat peserta terdaftar setelah jangka waktu 3

(tiga) bulan atau lebih.

g. Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan

sudah membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat

langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama

tempat peserta terdaftar

2. Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Pelayanan Gigi

a. Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi)

b. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

c. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan

d. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan

pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh

masing-masing fasilitas kesehatan.

e. Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh obat.

52

f. Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan

pasca melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter

umum.

g. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan

ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis,

maka fasilitas kesehatan

h. Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke Fasilitas

Kesehatan Tingkat Lanjutan, dan selanjutnya selama masih dalam

perawatan dan belum di rujuk balik ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

tidak dibutuhkan lagi surat rujukan. Dokter yang menangani memberi surat

keterangan masih dalam perawatan.

i. Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan

yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang

telah disediakan BPJS Kesehatan

j. Ketentuan Khusus Pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan

pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)

1) Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada fasilitas kesehatan

tingkat pertama atau jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan

di fasilitas kesehatan tingkat pertama

2) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan

(PNC) tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

53

sesuai dengan sistem rujukan yang berlaku diharapkan dilakukan pada

satu tempat yang sama, misalnya pemeriksaan kehamilan (ANC)

dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses persalinan dan

pemeriksaan pasca melahirkan (PNC) juga dilakukan pada bidan

jejaring tersebut.

3) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan

(PNC) pada tempat yang sama dimaksudkan untuk :

a) Monitoring terhadap perkembangan kehamilan

b) Keteraturan pencatatan partograf

c) Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS

Kesehatan

3. Rawat Inap Tingkat Pertama

a. Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas

rawat inap

b. Fasilitas kesehatan dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta

yang dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama lain

c. Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan

d. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian

tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)

54

f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan

pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh

masing-masing fasilitas kesehatan.

g. Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan

yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang

telah disediakan BPJS Kesehatan

h. Peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan bila secara

indikasi medis diperlukan

4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis

a. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan

b. Penggunaan darah sesuai indikasi medis berdasarkan surat permintaan darah

yang ditandatangani oleh dokter yang merawat.

2.4. Persepsi

2.4.1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan,

penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dinyatakan sebagai

proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli. Persepsi

merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang memandang realitas dari

sudut perspektif yang berbeda (Notoatmodjo, 2003). Persepsi dapat dipandang

55

sebagai proses seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan informasi

untuk suatu gambaran yang memberi arti (Abramson, 1991).

Persepsi adalah bagaimana kita melihat dunia sekitar kita. Persepsi

didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan

menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia

(Schiffman, G.Leon, Lazar, Leslie, 2004). Sedangkan menurut Simamora dan Bilson

(2002) persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana seorang

menyeleksi, mengorganisasikan, menginterpretasikan stimuli dalam suatu gambaran

dunia yang berarti menyeluruh. Individu terbuka terhadap berbagai pengaruh yang

cenderung membelokkan persepsi mereka, yaitu sebagai berikut :

1. Penampilan fisik

Berbagai studi mengenai penampilan fisik telah menemukan bahwa model yang

menarik lebih persuasif dan mempunyai pengaruh yang lebih positif terhadap

sikap dan perilaku konsumen

2. Stereotip

Stereotip ini menimbulkan harapan mengenai bagaimana situasi, orang, atau

peristiwa tertentu akan terjadi dan stereotip ini merupakan faktor penentu yang

penting bagaimana stimuli tersebut dirasakan

3. Petunjuk yang tidak relevan

Ketika diperlukan untuk membuat perkembangan yang sulit melalui persepsi,

para konsumen sering kali memberi respon pada stimuli yang tidak relevan.

56

4. Kesan pertama

Kesan pertama cenderung pribadi, namun dalam membentuk kesan tersebut,

penerima belum mengetahui stimuli mana yang relevan, penting, atau yang dapat

diramalkan menjadi perilaku lainnya.

5. Terlalu cepat mengambil keputusan

Banyak orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum meneliti semua

keterangan atau bukti yang berhubungan.

6. Efek halo

Gagasan efek halo diperluas meliputi penilaian terhadap berbagai objek atas dasar

penilaian pada satu dimensi. Dengan definisi yang lebih luas, para pemasar

memanfaatkan efek halo ketika mereka memperluas merek yang menghubungkan

satu lini produk dengan yang lain. Produsen memperoleh pengakuan dan status

yang cepat dengan mengaitkan nama yang sudah terkenal.

Dari beberapa pendapat mengenai persepsi dapat disimpulkan bahwa persepsi

adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi

tentang lingkungannya, melalui indera dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti

yang berbeda. Persepsi dapat diartikan juga sebagai proses seorang individu memilih,

mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan

sebuah gambar yang bermakna tentang dunia ( Kotler, 1994 ).

2.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi

Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat suatu

obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh: 1) tingkat pengetahuan dan pendidikan

57

seseorang, 2) faktor pada pemersepsi / pihak pelaku persepsi, 3) faktor obyek atau

target yang dipersepsikan dan 4) faktor situasi dimana persepsi itu dilakukan

(Dunham, 1984).

2.5. Pengambilan Keputusan

2.5.1. Definisi Keputusan

Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang

dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan - kemungkinan dari

alternatif tersebut bersama konsekuensinya.Setiap keputusan akan membuat pilihan

terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk

melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan

dapat dirasakan rasional atau irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau

asumsi lemah. Keputusan adalah suatu ketetapan yang diambil oleh orang yang

berwenang berdasarkan kewenangan yang ada padanya.

2.5.2. Bentuk atau Jenis Keputusan

1. Keputusan Terprogram

Merupakan keputusan yang berulang dan telah ditentukan sebelumnya, dalam

keputusan terprogram prosedur dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

yang dialami organisasi. Keputusan terprogram memiliki struktur yang baik karena

pada umumnya kriteria bagaimana suatu kinerja diukur sudah jelas, informasi

mengenai kinerja saat ini tersedia dengan baik, terdapat banyak alternatif keputusan,

58

dan tingkat kepastian relatif yang tinggi. Tingkat kepastian relatif adalah

perbandingan tingkat keberberhasilan antara 2 alternatif atau lebih. Contoh keputusan

terprogram adalah, aturan umum penetapan harga pada industri rumah makan dimana

makanan akan diberi harga hingga 3 kali lipat dari direct cost.

2. Keputusan Tidak Terprogram

Keputusan ini belum ditetapkan sebelumnya dan pada keputusan tidak

terprogram tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan. Keputusan ini dilakukan ketika organisasi menemui masalah yang

belum pernah mereka alami sebelumnya, sehingga organisasi tidak dapat

memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, sehingga terdapat

ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan

atau tidak, akibatnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif

keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram selain itu tingginya

kompleksitas dan ketidakpastian keputusan tidak terprogram pada umumnya

melibatkan perencanaan strategik.

2.5.3. Teori Pengambilan Keputusan

Terdapat beberapa teori pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan yang

diambil oleh individu dapat dipahami melalui dua pendekatan pokok, yaitu

pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif. Pendekatan normatif menitikberatkan

pada apa yang seharusnya dilakukan oleh pembuat keputusan sehingga diperoleh

suatu keputusan yang rasional. Pendekatan deskriptif menekankan pada apa saja yang

59

telah dilakukan orang yang membuat keputusan tanpa melihat apakah keputusan yang

dihasilkan itu rasional atau tidak rasional (Suharnan, 2005).

Dengan demikian, pendekatan normatif akan mengacu pada prinsip-prinsip

keputusan yang seharusnya dibuat menurut pikiran logis (ideal). Sementara itu,

pendekatan deskriptif akan mengacu pada kenyataan-kenyataan keputusan yang telah

dibuat oleh kebanyakan orang (realitas-empiris).

Menurut Hastjarjo yang dikutip oleh Suharnan (2005) pengambilan keputusan

juga dapat dipelajari dari sudut tingkat resiko yang menyertainya. Sebagian keputusan

yang dibuat seseorang dalam keadaan yang sedikit atau tanpa resiko (riskless choice).

Sementara itu sebagian keputusan yang lain harus dibuat dalam suasana yang

mengandung resiko (risky choice).

Berikut ini akan dijelaskan beberapa pendekatan dalam pengambilan

keputusan:

a) Pendekatan normatif

Jika digunakan pendekatan normatif dalam pengambilan keputusan, maka

seseorang akan menempuh cara-cara yang rasional berdasarkan perhitungan

matematis atau statistik. Suatu keputusan yang rasional harus memperhatikan prinsip-

prinsip berikut: memperbandingkan di antara pilihan, transitisitas, mengabaikan

faktor umum, dominan, kontinuitas, dan invarian (Plous, 1993; Suharnan, 2005).

1. Memperbandingkan pilihan. Prinsip pertama adalah seseorang pembuat keputusan

yang rasional harus membandingkan di antara dua pilihan atau lebih. Biasanya

dilakukan dengan membuat daftar urut pilihan, termasuk sifat-sifat penting yang

60

dimiliki oleh masing-masing. Setelah itu, seseorang akan menentukan satu pilihan

yang terbaik, atau mungkin semua pilihan tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan sehingga ia boleh memilih alternatif yang mana yang dikehendaki.

2. Transitisitas. Prinsip ini mengatakan bahwa jika ada tiga pilihan misalnya A, B,

dan C; A lebih disukai daripada B, dan B lebih disukai daripada C, maka A

adalah paling disukai diantara kedua pilihan tersebut. Pilihan seseorang

seharusnya jatuh pada A, dan bukan B atau C.

3. Mengabaikan faktor umum. Jika dua alternatif mengandung resiko yang keduanya

memiliki peluang sama di dalam menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu,

maka faktor-faktor yang sama ini seharusnya diabaikan ketika menentukan salah

satu pilihan. Dengan kata lain, menentukan satu pilihan diantara dua alternatif

seharusnya hanya tergantung pada konsekuensi hasil yang berbeda, bukan pada

konsekuensi hasil yang sama-sama dimiliki oleh keduanya. Konsekuensi-

konsekuensi hasil yang sama di antara dua pilihan ini disebut faktor-faktor umum

(common factors), dan seharusnya dikeluarkan dari pertimbangan.

4. Dominan. Jika ada dua objek pilihan atau lebih yang semuanya memiliki sifat-

sifat sama, namun paling sedikit ada satu sifat menarik dan menonjol yang

dimiliki oleh salah satu dari dua objek tersebut, maka seharusnya orang memilih

objek yang memililki sifat menonjol daripada objek yang lain.

5. Kontinuitas. Untuk serangkaian hasil, pembuat keputusan harus selalu lebih

berspekulasi antara hasil terbaik dan terburuk menjadi hasil yang pertengahan jika

untuk mendapatkan hasil terbaik terdapat rintangan yang cukup besar.

61

6. Invarian. Prinsip ini mengatakan bahwa cara penyajian seharusnya tidak

menentukan suatu pilihan. Misalnya, orang membeli sepeda motor merek A atau

B, seharusnya tidak ditentukan oleh cara penyampaian pesan poromosi apakah

melalui media pandang-dengar atau media cetak.

b) Teori prospek

Teori ini adalah salah satu pendekatan deskriptif. Teori ini dikembangkan oleh

Danniel Kahneman dan Amos Tversky di sekitar tahun 80-an. Namun, di kalangan

ahli psikologi Indonesia teori prospek baru dikenal pada tahun 90-an (Suharnan,

1999). Prinsip-prinsip yang diajukan oleh teori prospek meliputi: prinsip fungsi nilai

(value function), bingkai keputusan (decision frame), perhitungan mental-psikologis

(psychological accounting), probabilitas (probability), dan efek kepastian (certainty

effects).

1. Fungsi nilai. Teori prospek mendefinisikan nilai di dalam kerangka kerja bipolar

di antara perolehan (gains) dan kehilangan (losses). Keduanya bergerak dari titik

tengah yang merupakan referensi netral. Fungsi nilai bagi suatu perolehan

(mendapatkan sesuatu) akan berbeda dengan kehilangan sesuatu itu. Nilai bagi

suatu kehilangan dibobot lebih tinggi. Sementara itu, nilai bagi suatu perolehan

dibobot lebih rendah.

2. Pembingkaian. Teori prospek memprediksi bahwa preferensi (kecenderungan

memilih) akan tergantung pada bagaimana suatu persoalan dibingkai atau

diformulasikan. Jika titik referensi diformulasikan sedemikian rupa sehingga hasil

keputusan dianggap atau dipersepsi sebagai suatu perolehan, maka orang yang

62

mengambil keputusan akan cenderung menghindari resiko (risk averse).

Sebaliknya, jika titik referensi diformulasikan ke arah keputusan yang

menghasilkan kerugian atau kehilangan, maka orang akan cenderung mengambil

resiko (risk seeking).

3. Perhitungan psikologis. Orang yang membuat keputusan tidak hanya membingkai

pilihan-pilihan yang ditawarkan, tetapi juga membingkai hasil serta akibat dari

pilihan-pilihan itu. Hal ini disebut perhitungan mental atau psikologis.

Perhitungan psikologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu minimal accounting

dan inclusive accounting (Kahneman dan Tversky dalam Suharnan, 2005). Suatu

perhitungan disebut sebagai minimal accounting apabila hasil-hasil dari pilihan

yang akan ditetapkan dibingkai menurut konsekuensi yang langsung

menyertainya. Suatu perhitungan disebut inclusive accounting apabila hasil-hasil

keputusan dibingkai dengan memperhitungkan kejadian sebelumnya.

4. Probabilitas. Teori prospek berpandangan bahwa kecenderungan orang dalam

membuat keputusan merupakan fungsi dari bobot keputusan (decision weight).

Bobot keputusan ini tidak selalu berhubungan dengan besar-kecilnya peluang atau

frekuensi kejadian. Kejadian-kejadian yang memiliki peluang rendah cenderung

diberi bobot nilai yang tinggi (overweight). Sementara itu, kejadian-kejadian yang

berpeluang sedang atau tinggi justru cenderung diberi bobot nilai yang rendah

(underweight).

5. Efek kepastian. Teori prospek memprediksi bahwa pilihan yang dipastikan tanpa

resiko sama sekali akan lebih disukai daripada pilihan yang masih mengandung

63

resiko meski kemungkinannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena orang-

orang cenderung menghilangkan sama sekali adanya resiko (eliminate) daripada

hanya menguranginya (reduce) atau memperkecil resiko.

c) Pendekatan heuristik

Heuristik adalah cara menentukan sesuatu melalui hukum kedekatan,

kemiripan, kecenderungan, atau keadaan yang diperkirakan paling mendekati

kenyataan. Heuristik merupakan suatu strategi yang cenderung menghasilkan

keputusan yang tepat, tetapi tidak menjamin ketepatan secara mutlak. Sebagai

konsekuensinya, seseorang memliiki kemungkinan untuk membuat keputusan yang

salah atau perkiraan yang melencengakibat kelemahan dari pemakaian strategi

heuristik.

Beberapa strategi penting dari heuristik yang sering digunakan orang di dalam

proses pengambilan keputusan, yaitu: keterwakilan, ketersediaan informasi,

pembuatan patokan, perangkap keputusan, kepercayaan yang berlebihan, dan

pembingkaian.

1. Keterwakilan (representativeness). Menurut Nisbett (Matlin,1994) keterwakilan

merupakan pendekatan heuristik yang paling penting dalam proses pengambilan

keputusan. Suatu sampel tampak mewakili apabila terdapat kesamaan

karakteristik utama dengan yang dimiliki oleh populasinya. Lebih khusus,

keterwakilan sangat tergantung pada bagaimana sampel dipilih dari populasi yang

menjadi asalnya. Keterwakilan pada umumnya merupakan strategi yang sangat

berguna, karena dapat mengarahkan seseorang kepada pengambilan keputusan

64

yang benar. Meskipun begitu, apabila seseorang menggunakan strategi tersebut

secara berlebihan, maka ia dapat mengambil keputusan-keputusan yang salah.

2. Ketersediaan informasi (availability). Tversky & Kahneman (Matlin, 1994)

mengatakan bahwa seseorang akan menggunakan strategi ini ketika ia sedang

membuat estimasi atau taksiran terhadap frekuensi peristiwa atau kemungkinan

pemunculan kejadian berdasarkan tingkat kemudahan contoh-contoh yang dapat

diperoleh. Dengan kata lain, orang mempertimbangkan frekuensi kejadian dengan

cara menetapkan apakah contoh-contoh informasi yang relevan dapat ditemukan

dengan mudah di dalam ingatan ataukah memerlukan usaha yang keras. Faktor-

faktor yang mempengaruhi ketersediaan informasi atau ingatan seseorang antara

lain (Matlin, 1994; Suharnan, 2005) adalah (a) kekinian informasi (recency).

Ingatan mengenai informasi pada umumnya makin menurun bersamaan dengan

semakin berlalunya waktu. Semakin baru suatu informasi diterima atau peristiwa

dialami seseorang, maka semakin baik hal itu diingat kembali.; (b) keakraban

(familiarity). Keakraban dengan contoh-contoh juga mempengaruhi kesalahan

perkiraan seseorang mengenai suatu peristiwa.; dan (c) kejelasan (vividness).

Informasi yang dapat dibayangkan dan diingat kembali dengan jelas oleh

seseorang juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi taksiran terhadap

frekuensi suatu peristiwa. Jika orang dapat membayangkan kembali dengan jelas

di dalam ingatannya mengenai beberapa peristiwa yang relevan dengan peristiwa

yang akan ditaksir, seolah-olah peristiwa itu sedang terjadi sekarang, maka ia

akan menggunakan informasi itu sebagai acuan.

65

3. Patokan dan penyesuaian (ancor and adjusment). Seseorang sering menggunakan

strategi memasang jangkar atau menetapkan patokan awal lalu melakukan

penyesuaian pada saat akan membuat estimasi-estimasi. Strategi ini dimulai

dengan menebak suatu keadaan awal yang paling mendekati, dan ini dijadikan

patokan, kemudian dibuat penyesuaian-penyesuaian secara bertahap sesuai

dengan informasi tambahan yang diterima.

4. Perangkap (entrapment). Perangkap atau jebakan ialah suatu proses pengambilan

keputusan yang berarti menambah atau memperkuat komitmen terhadap pilihan-

pilihan yang telah dibuat sebelumnya. Seseorang atau kelompok dikatakan

terperangkap apabila orang atau kelompok itu berusaha mempertahankan

keputusan yang pernah dibuat. Faktor yang mempengaruhi orang terperangkap,

yaitu pertama, orang lebih melihat imbalan (reward) yang akan diperoleh apabila

tujuan yang diinginkan tercapai daripada melihat kerugian yang akan diderita

apabila ia mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan tersebut. Kedua, orang

mempersepsi bahwa tujuan yang diinginkan sudah tampak di depan mata dan

hampir dipastikan akan dapat dicapai dalam waktu singkat, sehingga hal ini lebih

mendorong orang itu untuk meneruskan perjalanan daripada mundur atau

menyerah. Ketiga, orang sudah terlanjur menanamkan sejumlah besar investasi

atau mengorbankan banyak uang, tenaga, pikiran, dan waktu. Keempat,

kecenderungan orang dalam situasi kompetitif untuk tetap mempertahankan

keunggulan, sehingga keinginan untuk mematikan lawan menjadi sangat besar.

Kelima, muncul perasaan malu pada diri seseorang, karena apabila ia menyerah

66

maka berarti harga dirinya menjadi rendah di mata orang lain. Keenam, adanya

rasa tanggung jawab yang terlalu besar (berlebihan) terhadap kegagalan tugas

atau keberhasilan tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang.

5. Kepercayaan yang berlebihan (overconfidence). Terdapat banyak keputusan yang

salah atau melenceng disebabkan antara lain oleh kepercayaan yang berlebihan

dari pembuat keputusan. Orang tidak jarang membuat perkiraan kedepan yang

ternyata tidak terbukti kebenarannya. Orang juga sering melakukan penaksiran

yang tidak realistis terhadap kemungkinan apakah suatu peristiwa sering terjadi

atau jarang terjadi, karena hanya didasarkan pada perhitungan statistic yang

dianggap sudah tepat.

6. Bingkai keputusan (decision frame). Bingkai keputusan adalah cara-cara yang

digunakan di dalam mengajukan pertanyaan dan konteks pilihan atau

permasalahan agar dihasilkan keputusan tertentu (Matlin, 1994; Suharnan, 2005).

Cara-cara ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap pilihan atau

permasalahan yang hendak diputuskan. Suatu cara penyajian atau konteks yang

berbeda akan menghasilkan keputusan yang berbeda pula, meski persoalan yang

diangkat sebenarnya sama.

2.5.4. Keputusan yang kompleks

Menurut Anderson yang dikutip oleh Suharhan (2005) ada tiga kemungkinan

pendekatan berdasarkan nilai yang diharapkan dalam situasi yang kompleks, yaitu

memaksimalkan nilai minimum, memaksimalkan nilai maksimum, dan

memaksimalkan nilai yang diharapkan (unbiased). Selain itu, ketika menghadapi

67

masalah yang sangat kompleks atau sulit, orang dapat mempertimbangkan

penggunaan proses berpikir sadar (conscious thinking) atau berpikir tidak sadar

(unconscious thinking).

1. Memaksimalkan nilai minimum. Pendekatan ini cenderung mengarah pada

keputusan yang pesimis. Individu cenderung mempertimbangkan situasi atau

resiko yang paling buruk yang akan terjadi jika ia memilih suatu alternatif, atau

alternatif yang lain. Jadi, keputusan dibuat sepenuhnya menurut pertimbangan

kemungkinan paling buruk yang akan terjadi nanti.

2. Memaksimalkan nilai maksimum. Pendekatan ini memiliki pandangan yang

optimis. Individu cenderung mempertimbangkan hal-hal yang baik dan mungkin

dapat terjadi jika ia memilih suatu alternatif, atau memilih alternatif yang lain. Ia

lalu memilih alternatif yang dirasakan paling memuaskan. Keputusan yang dibuat

sepenuhnya menurut perspektif kemungkinan didepan yang paling baik, dan

mengabaikan kemungkinan lain yang jelek akan terjadi.

3. Memaksimalkan nilai harapan. Pendekatan ini pada umumnya dianggap lebih

rasional karena individu memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang baik

dan buruk akan terjadi terhadap alternatif-alternatif pilihan yang dibuatnya.

Pendekatan ini dapat diterapkan pada pengambilan keputusan didalam situasi

yang pasti atau tidak pasti.

4. Penggunaaan berpikir sadar atau tidak sadar. Ketika menghadapi masalah-

masalah atau keputusan-keputusan yang kompleks didalam kehidupan sehari-hari,

individu perlu mempertimbangkan mana yang lebih baik atau berguna antara

68

penerapan proses berpikir sadar atau tidak sadar. Pikiran sadar memiliki kapasitas

memproses informasi yang sangat terbatas, sedangkan pikiran tidak sadar

memiliki kapasitas yang jauh lebih besar di dalam memproses informasi.

Pengambilan keputusan untuk masalah-masalah yang mudah, maka penerapan

berpikir sadar dianggap lebih efektif. Sebaliknya, bagi masalah-masalah yang

kompleks, maka penerapan proses berpikir tidak sadar akan jauh lebih efektif atau

berguna, sehingga menghasilkan keputusan yang berkualitas baik. Hal ini

disebabkan karena masalah-masalah yang kompleks sulit ditentukan secara pasti

apa saja komponen-komponen atau atribut-atribut yang dimiliki. Selain tidak

jelas, juga mungkin saja berjumlah banyak dan saling terkait antara komponen

satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, seseorang cukup memahami kesan-

kesan keseluruhan (global impression) mengenai suatu masalah dan tidak perlu

menganalisis komponen demi komponen masalah secara rinci dan kuantitatif.

69

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang digunakan maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah :

Persepsi Klinik Swasta :

1. Manfaat 2. Kepentingan 3. Profit 4. Kredentialing 5. Sistem Klaim

Keputusan ikut serta :

1. Ya 2. Tidak

70

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey dengan menggunakan pendekatan

explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh persepsi provider klinik swasta terhadap keikutsertaan sebagai provider

BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini

berdasarkan pertimbangan banyaknya klinik swasta yang ada di Kota Medan yaitu

1.345 klinik swasta tetapi yang menjadi PPK I dalam JKN baru 3,6%, sehingga perlu

diteliti persepsi pemilik klinik swasta terhadap program BPJS. Penelitian dilakukan

pada bulan Maret - Juni Tahun 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi dan Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti.

Namun dalam penelitian ini sampel adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti yaitu semua klinik swasta yang memenuhi persyaratan untuk menjadi

PPK I yang ada di Kota Medan yaitu sebanyak 68 klinik swasta.

71

3.1. Teknik Pengambilan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui proses

wawancara dengan menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh dari Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan dan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kota Medan.

3.2. Definisi Operasional

1. Persepsi tentang manfaat adalah pandangan responden tentang guna, faedah,

yang didapatkan oleh responden dari sistem JKN yang dikelola oleh BPJS.

2. Persepsi tentang kepentingan adalah pandangan responden tentang tujuan

utama responden yang ingin dicapai melalui system JKN yang dikelola oleh

BPJS.

3. Persepsi tentang profit adalah pandangan responden tentang nilai yang

diperoleh oleh responden dalam bentuk uang yang diperoleh dari system JKN

yang dikelola oleh BPJS.

4. Persepsi tentang kredensialing adalah pandangan responden tentang proses

penilaian yang dilakukan oleh BPJS dalam menilai penyelenggara pelayanan

yang layak dalam implementasi JKN.

5. Persepsi tentang sistem klaim adalah pandangan responden tentang suatu cara

pencairan dana yang dilakukan oleh BPJS terhadap fasilitas yang menjadi

penyenggara pelayanan dalam system JKN

72

3.3. Aspek Pengukuran

3.3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Variabel karakteristik persepsi meliputi skala pengukuran nominal dan

ordinal. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas No. Variabel Indi-

kator Kriteria Jawaban

Bobot Nilai

Kategori Variabel

Skor Skala Pengukuran

1 Manfaat 3 a. Sangat setuju b. kurang setuju

c. Tidak setuju

3 2 1

a.Baik b.Kurang Baik

6-9 3-5

Ordinal

2 Kepentingan 4 a. Sangat setuju b. kurang setuju

c. Tidak setuju

3 2 1

a.Baik b.Kurang Baik

9-12 4--8

Ordinal

3 Profit 4 a. Sangat setuju b. kurang setuju

c. Tidak setuju

3 2 1

a.Baik b.Kurang Baik

9-12 4--8

Ordinal

4 Kredensialing 4 a. Sangat setuju b. kurang setuju

c. Tidak setuju

3 2 1

a.Baik b.Kurang Baik

9-12 4--8

Ordinal

5 Kapitasi dan Sistem Klaim

3 a. Sangat setuju b. kurang setuju c. Tidak

Setuju

3 2 1

a.Baik b.Kurang Baik

6-9

3-5

Ordinal

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Keikutsertaan klinik swasta diukur melalui 1 pertanyaan dan dibagi dalam 2

kategori yaitu “ya” dan “tidak” dengan menggunakan skala Guttman.

73

Tabel.3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat No. Variabel Indi-

Kator Kriteria Bobot

Nilai Skor Skala

Pengukuran 1 Keikutsertaan 1 1. Ikut serta

0. Tidak ikut serta

1 0

Ordinall

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda

untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen tentang implementasi

kebijakan JKN terhadap variabel terikat.

Persamaan regresi logistik berganda adalah sebagai berikut :

Y = α + β1 X1 + β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7

Keterangan :

Y = Variabel dependen (partisipasi klinik swasta)

α = Konstanta regeresi logistik

β1 … β6 = Koefisien regeresi logistik variabel penelitian

X1 = Manfaat

X2 = Kepentingan

X3 = Profit

X4 = Kredentialing

X5 = Kapitasi dan Sistem Klaim

X6 = Keikutsertaan

74

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Medan

4.1.1 Kondisi Geografis

Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara merupakan pusat

pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, dan perdagangan. Terletak di pantai timur

Sumatera dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Kota Medan adalah 256,10 Km² terdiri atas 21 kecamatan

dan 151 kelurahan. Kota Medan memiliki geografi yang unik, ramping di tengah dan

membesar di sisi Utara dan sisi Selatan. Bagian Utara merupakan kawasan industri

dan pelabuhan serta pemukiman yang dihubungkan ke bagian Selatan oleh bagian

Tengah yang ramping. Bagian Selatan merupakan pusat kegiatan perkotaan.

4.1.1 Distribusi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data statistik Kota Medan tahun 2013

adalah 2.122.804 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 8,008/Km²

75

namun daerah terpadat penduduknya adalah Kecamatan Perjuangan yaitu

22,867 jiwa/Km² sedangkan Kecamatan Medan Labuhan adalah daerah yang

renggang penduduknya yaitu 3,072 jiwa/Km². Berikut distribusi penduduk

berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Medan Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 4.1. di bawah ini terlihat bahwa penduduk Kota Medan pada tahun

2013 terbanyak pada kelompok umur 15-44 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin di Kota Medan Tahun 2013

No Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk Laki-laki % Perempuan %

1 0-4 99.365 9,48 94.516 8,79 2 5-14 190.360 18,16 179.983 16,75 3 15-44 553.390 52,82 579.021 53,86 4 45-64 172.678 16,47 178.749 16,63 5 ≥65 32.082 3,07 42.660 3,97 Total 1.047.875 100 1.074.929 100

Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan 4.1.2 Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Tahun 2013

Kota Medan memiliki fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 4.445. Jumlah ini

cukup banyak untuk sarana pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan

masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan

terbanyak adalah praktik dokter perorangan 2.019 unit, dan sarana pelayanan yang

paling sedikit adalah rumah sakit khusus lainnya yaitu sebesar 5 unit serta beberapa

sarana kesehatan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Tahun 2013

No Fasilitas Kesehatan Jumlah %

76

1 Rumah Sakit Umum 57 1,3 2 Rumah Sakit Jiwa 6 0,2 3 Rumah Sakit Ibu dan Anak 9 0,2 4 Rumah Sakit Khusus Lainnya 5 0,1 5 Puskesmas Perawatan 13 0,3 6 Puskesmas Non Perawatan 26 0,6 7 Puskesmas Keliling 13 0,3 8 Puskesmas Pembantu 41 0,9 9 Poskeskel 151 3,4 10 Posyandu 1.396 31,4 11 Apotek 85 1,9 12 Toko Obat 19 0,4 13 GFK 38 0,9 14 Rumah Bersalin 246 5,5 15 Balai Pengobatan/Klinik 321 7,2 16 Praktik Dokter Bersama - 17 Praktik Dokter Perorangan 2019 45,4 18 Praktik Pengobatan Tradisional Jumlah 4.445 100

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Medan

4.2. Analisis Univariat

Tabel berikut ini merupakan analisis univariat variabel independen dan

dependen pada penelitian Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi

Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS

Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014.

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Manfaat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan

sangat setuju JKN memiliki manfaat yang lebih besar daripada program sebelumnya

sebanyak 37 orang (54,4%), yang setuju sebanyak 18 orang (26,5%), dan responden

yang menyatakan kurang setuju sebanyak 13 orang (19,1%). Responden yang

menyatakan sangat setuju JKN memiliki manfaat lebih dari 75% sebanyak 29 orang

(42,6%), yang menyatakan setuju sebanyak 28 orang (41,2%), dan yang menyatakan

77

kurang setuju sebanyak 11 orang (16,2%). Responden yang menyatakan setuju

jumlah kunjungan pasien meningkat sebanyak 44 orang (64,7%), dan yang

menyatakan kurang setuju sebanyak 24 orang (35,7%). Responden yang menyatakan

setuju pendapatan meningkat sebanyak 34 orang (50,0%), dan yang menyatakan

kurang setuju sebanyak 34 orang (50,0%). Responden yang menyatakan setuju

cakupan wilayah pelayanan bertambah sebanyak 26 orang (38,2%), dan yang

menyatakan kurang setuju sebanyak 42 orang (61,8%). Secara rinci dapat pada tabel

4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Manfaat Sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

No Persepsi Kriteria Jumlah % 1 JKN memiliki manfaat yang lebih besar

daripada program sebelumnya Sangat Setuju 37 54,4

Setuju 18 26,5 Kurang Setuju 13 19,1

Total 68 100 2 Manfaat yang dirasakan lebih dari 75 % Sangat Setuju 29 42,6

Setuju 28 41,2 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100 3 Jumlah kunjungan Meningkat Setuju 44 64,7

Kurang Setuju 24 35,7 Total 68 100

4 Pendapatan Meningkat Setuju 34 50,0 Kurang Setuju 34 50,0

Total 68 100 5 Cakupan wilayah pelayanan bertambah Setuju 26 38,2 Kurang Setuju 42 61,8 Total 68 100

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa setelah dilakukan

pengkategorian berdasarkan jawaban responden, responden yang memiliki persepsi

78

baik tentang manfaat sama besar dengan responden yang memiliki persepsi kurang

baik yaitu sebesar 34 orang (50%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Manfaat Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional

di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%) Manfaat

Baik 34 50,0 Kurang Baik 34 50,0

Jumlah 68 100,0

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kepentingan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan

sangat setuju sistem JKN mendukung kepentingannya sebanyak 39 orang (57,4%),

yang setuju sebanyak 17 orang (25,%), dan responden yang menyatakan kurang

setuju sebanyak 12 orang (17,6%). Responden yang menyatakan sangat setuju visi

dan misi klinik sejalan dengan JKN sebanyak 34 orang (50%), yang menyatakan

setuju sebanyak 23 orang (41,2%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 11

orang (16,2%). Responden yang menyatakan sangat setuju sistem JKN memperkuat

keberadaan klinik sebanyak 46 orang (67,6%), yang menyatakan setuju sebanyak 11

orang (16,2%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 11 orang (16,2%).

Responden yang menyatakan sangat setuju sistem JKN mendukung program-program

yang ada di klinik sebanyak 40 orang (58,8%), yang menyatakan setuju sebanyak 17

orang (25%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 11 orang (16,2%). Secara

rinci dapat dilihat pada tabel 4.5.

79

Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kepentingan Sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

No Persepsi Kriteria Jumlah % 1 2

Kepentingan bapak/ibu didukung dengan adanya JKN

Sangat Setuju 39 57,4 Setuju 17 25,0 Kurang Setuju 12 17,6

Total 68 100 Visi dan misi klinik sejalan dengan sistem JKN

Sangat Setuju 34 50,0 Setuju 23 33,8 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100 3 Sistem JKN memperkuat keberadaan klinik Sangat Setuju 46 67,6

Setuju 11 16,2 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100 4 Sistem JKN mendukung program-program

yang ada di klinik Sangat Setuju 40 58,8 Setuju 17 25,0 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100

Berdasarkan uraian diatas setelah dilakukan pengkategorian dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang kepentingan yaitu

sebanyak 41 orang (60,3%) dan sebagian kecil responden memiliki persepsi kurang

baik yaitu sebanyak 27 orang (39,7%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Kepentingan Sebagai Provider Swasta

BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional

di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%) Kepentingan

Baik 27 39,7 Kurang Baik 41 60,3

Jumlah 68 100,0

80

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Profit

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan

sangat setuju system JKN menambah penghasilan klinik sebanyak 44 orang (64,7%),

yang setuju sebanyak 10 orang (14,7%), dan responden yang menyatakan kurang

setuju sebanyak 14 orang (20,6%). Responden yang menyatakan sangat setuju

pendapatan meningkat lebih dari 50% sebanyak 34 orang (50%), yang menyatakan

setuju sebanyak 20 orang (29,4%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 14

orang (20,6%). Responden yang menyatakan sangat setuju bahwa penghasilan yang

diperoleh sesuai dengan pengeluaran yang ada sebanyak 27 orang (39,7%), yang

menyatakan setuju sebanyak 26 orang (38,2%) dan yang menyatakan kurang setuju

sebanyak 15 orang (22,1%). Responden yang menyatakan setuju dengan system JKN

bisa menutupi operasional klinik sebanyak 41 orang (60,3%), dan yang menyatakan

kurang setuju sebanyak 27 orang (39,7%). Responden yang menyatakan setuju bisa

mempunyai penghasilan yang tetap tinggi sebanyak 28 orang (41,2%), dan yang

menyatakan kurang setuju sebanyak 40 orang (58,8%). Responden yang menyatakan

setuju bisa mempunyai penghasilan yang terus bertambah sebanyak 37 orang

(54,4%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 31 orang (45,6%). Secara

rinci dapat pada tabel 4.7 berikut ini.

81

Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Profit Sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

No Persepsi Kriteria Jumlah % 1 Sistem JKN akan menambah penghasilan Sangat Setuju 34 50,0

Setuju 23 33,8 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100 2 Pendapatan meningkat lebih dari 50% Sangat Setuju 46 67,6

Setuju 11 16,2 Kurang Setuju 11 16,2

Total 68 100 3 Penghasilan yang diperoleh sesuai dengan

pengeluaran yang ada Sangat Setuju 27 39,7

Setuju 26 38,2 Kurang Setuju 15 22,1 5 6 7

Total 68 100 Keuntungan menutupi operasional klinik Setuju 41 60,3

Kurang Setuju 27 39,7 Total 68 100

Penghasilan lebih besar dari sebelum JKN Setuju Kurang Setuju

28 40

41,2 58,8

Total 68 100 Penghasilan tetap tinggi Setuju 37

31 54,4 45,6 Kurang Setuju

Total 68 100

Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan pengkategorian diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang profit yaitu sebesar

40 orang (58,8%) dan sebagian kecil responden memiliki persepsi kurang baik yaitu

sebesar 28 orang (41,2%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Bisnis dan Profit Sebagai Provider

Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional

di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%)

82

Bisnis dan Profit Baik 40 58,8

Kurang Baik 28 41,2 Jumlah 68 100,0

4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kredensialing

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan

sangat setuju dengan sistem kredensialing yang ada sebanyak 32 orang (47,1%), yang

setuju sebanyak 20 orang (29,4%), dan responden yang menyatakan kurang setuju

sebanyak 16 orang (23,5%). Responden yang menyatakan sangat setuju kredensialing

mudah diterapkan di klinik sebanyak 29 orang (42,6%), yang menyatakan setuju

sebanyak 23 orang (33,8%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 16 orang

(23,5%). Responden yang menyatakan sangat setuju kredensialing dipermudah

persyaratannya sebanyak 50 orang (73,5%), yang menyatakan setuju sebanyak 14

orang (20,6%) dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 4 orang (5,9%).

Responden yang menyatakan sangat setuju kredensialing dilakukan setahun sekali

sebanyak 29 orang (42,6%), yang menyatakan setuju sebanyak 16 (23,5%), dan

yang kurang setuju sebanyak 23 orang (33,8%). Secara rinci dapat dilihat pada

tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kredensialing

Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

No Persepsi Kriteria Jumlah % 1 Setuju dengan sistem kredensialing yang

ada Sangat Setuju 32 47,1 Setuju 20 29,4 Kurang Setuju 16 23,5

Total 68 100 2 Kredensialing mudah diterapkan di klinik Sangat Setuju 29 42,6

83

Setuju 23 33,8 Kurang Setuju 16 23,5

Total 68 100 3 Setuju sistem kredensialing dipermudah

persyaratannya Sangat Setuju 50 73,5 Setuju 14 20,6 Kurang Setuju 4 5,9

Total 68 100 4 Setuju kredensialing dilakukan setiap 1

tahun sekali Sangat Setuju 29 42,6 Setuju 16 23,5 Kurang Setuju 23 33,8

Total 68 100

Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan pengkategorian diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang kredensialing yaitu

sebesar 41 orang (60,3%) dan sebagian kecil responden memiliki persepsi kurang

baik yaitu sebesar 27 orang (39,7%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Kredensialing Sebagai Provider

Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan

Nasional di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%) Kredensialing

Baik 40 58,8 Kurang Baik 28 41,2

Jumlah 68 100,0

4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem

Klaim

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan

sangat setuju dengan sistem klaim yang diterapkan BPJS sebanyak 36 orang (52,9%),

yang setuju sebanyak 17 orang (25%), dan responden yang menyatakan kurang setuju

sebanyak 15 orang (22,1%). Responden yang menyatakan sangat setuju dengan

84

waktu klaim selama 15 hari sebanyak 35 orang (51,5%), yang menyatakan setuju

sebanyak 21 orang (30,9%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 12 orang

(17,6%). Responden yang menyatakan sangat setuju dengan prosedur klaim yang

ditetapkan BPJS sebanyak 36 orang (52,9%), yang menyatakan setuju sebanyak 20

orang (29,4%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 12 orang (17,6%).

Responden yang menyatakan sangat setuju dengan system kapitasi yang diterapkan

BPJS sebanyak 46 orang (67,6%), yang menyatakan setuju sebanyak 10 orang

(14,7%), dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 12 orang (17,6%).

Tabel 4.11. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kapitasi dan Sistem

Klaim Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

No Persepsi Kriteria Jumlah % 1 Setuju dengan sistem klaim yang

diterapkan BPJS Sangat Setuju 36 52,9 Setuju 17 25,0 Kurang Setuju 15 22,1

Total 68 100 2 Setuju dengan waktu klaim selama 15 hari Sangat Setuju 35 51,5

Setuju 21 30,9 Kurang Setuju 12 17,6

Total 68 100

Tabel 4.11. (Lanjutan)

No Persepsi Kriteria Jumlah % 3 Setuju dengan prosedur klaim yang

diterapkan BPJS Sangat Setuju 36 52,9 Setuju 20 29,4 Kurang Setuju 12 17,6

Total 68 100 4 Setuju dengan sistem kapitasi yang

diterapkan BPJS Sangat Setuju 46 67,6 Setuju 10 14,7 Kurang Setuju 12 17,6

Total 68 100

85

Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan pengkategorian diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi baik tentang kapitasi dan sistem

klaim yaitu sebesar 41 orang (60,3%) dan sebagian kecil responden memiliki persepsi

kurang baik yaitu sebesar 27 orang (39,7%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel

4.12.

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Kapitasi dan Sistem Klaim Sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan

Nasional di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%) Kapitasi dan Sistem Klaim

Baik 45 66,2 Kurang Baik 23 33,8

Jumlah 68 100,0

4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Sebagai Provider

Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden ikut

serta sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 52 orang (76,5%) dan

sebagian kecil responden tidak ikut serta yaitu sebesar 16 orang (23,5%). Secara rinci

dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.13.Distribusi Frekuensi Variabel Keikutsertaan Sebagai Provider

Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional

di Kota Medan Tahun 2014

Variabel Jumlah Persentase (%) Keikutsertaan

Ya 52 76,5 Tidak 16 23,5

86

Jumlah 68 100,0 4.3. Hasil Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara

variabel bebas (meliputi manfaat, kepentingan, Bisnis dan Profit, Kredensialing,

Kapitasi dan Sistem Klaim) dengan variabel terikat (keikutsertaan sebagai provider

pratama BPJS kesehatan) dengan menggunakan uji Kai Kuadrat dengan tingkat

kemaknaan α=0,05.

4.3.1 Hubungan antara Persepsi Tentang Manfaat dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa responden

dengan persepsi baik tentang manfaat memiliki proporsi lebih besar dalam

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 97,1% dan

responden dengan persepsi kurang baik memiliki proporsi sebesar 55,9%.

Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara responden yang memiliki persepsi baik dengan responden yang memiliki

persepsi kurang baik tentang manfaat dengan keikutsertaan sebagai provider pratama

BPJS kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai ρ= 0,001 ≤ ,05. Nilai Odds Ratio (OR)

=26,053 artinya responden yang memiliki persepsi baik tentang manfaat mempunyai

kecenderungan 26,053 kali untuk ikut serta sebagai provider pratama BPJS

kesehatan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.14.

87

Tabel 4.14. Hubungan antara Persepsi Tentang Manfaat dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Kategori Manfaat

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama

Total

ρ value

OR Ya Tidak f % f % f %

Baik 33 97,1% 1 2,9 34 100 0,001

26,053 Kurang Baik 19 55,9 15 44,1 34 100

4.3.2 Hubungan antara Persepsi Tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa responden

dengan persepsi baik tentang kepentingan memiliki proporsi lebih besar dalam

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 90,2% dan

responden dengan persepsi kurang baik memiliki proporsi sebesar 55,6%.

Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara responden yang memiliki persepsi baik dengan responden yang memiliki

persepsi kurang baik tentang kepentingan dengan keikutsertaan sebagai provider

pratama BPJS kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai ρ= 0,001 ≤ 0,05. Nilai OR

=7,4 artinya responden yang memiliki persepsi baik tentang kepentingan mempunyai

kecenderungan 7,4 kali untuk ikut serta sebagai provider pratama BPJS kesehatan.

Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.15.

88

Tabel 4.15. Hubungan antara Persepsi Tentang Kepentingan dengan

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Kategori

Kepentingan

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama

Total

ρ value

OR Ya Tidak f % f % f %

Baik 37 90,2 4 9,8 41 100 0,001

7,4 Kurang Baik 15 55,6 12 44,4 27 100

4.3.3 Hubungan antara Persepsi Tentang Profit dengan Keikutsertaan Sebagai

Provider Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa responden

dengan persepsi baik tentang profit memiliki proporsi lebih besar dalam

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 95,0% dan

responden dengan persepsi kurang baik memiliki proporsi sebesar 50,0%.

Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara responden yang memiliki persepsi baik dengan responden yang memiliki

persepsi kurang baik tentang profit dengan keikutsertaan sebagai provider pratama

BPJS kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai ρ= 0,001 ≤ 0,05. Nilai OR = 19 artinya

responden yang memiliki persepsi baik dan profit mempunyai kecenderungan 19 kali

untuk ikut serta sebagai provider pratama BPJS kesehatan. Secara rinci dapat dilihat

pada tabel 4.16.

89

Tabel 4.16. Hubungan antara Persepsi Tentang Profit dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Kategori

Bisnis dan Profit

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama

Total

ρ

value

OR Ya Tidak f % f % f %

Baik 38 95,0 2 5,0 40 100 0,001

19 Kurang Baik 14 50,0 14 50,0 28 100

4.3.4 Hubungan antara Persepsi Tentang Kredensialing dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa responden

dengan persepsi baik tentang kredensialing memiliki proporsi lebih besar dalam

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 90,0% dan

responden dengan persepsi kurang baik memiliki proporsi sebesar 57,1%.

Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara responden yang memiliki persepsi baik dengan responden yang memiliki

persepsi kurang baik tentang kredensialing dengan keikutsertaan sebagai provider

pratama BPJS kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai ρ= 0,002. Nilai OR = 6,75

artinya responden yang memiliki persepsi baik tentang kepentingan mempunyai

kecenderungan 6,75 kali untuk ikut serta sebagai provider pratama BPJS kesehatan.

Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.17.

90

Tabel 4.17. Hubungan antara Persepsi Tentang Kredensialing dengan

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Kategori

Kredensialing

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama

Total

ρ value

OR Ya Tidak f % f % f %

Baik 36 90,0 4 10,0 40 100 0,002

6,75 Kurang Baik 16 57,1 12 42,9 28 100

4.3.5 Hubungan antara Persepsi Tentang Kapitasi dan Sistem Klaim dengan

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa responden

dengan persepsi baik tentang kredensialing memiliki proporsi lebih besar dalam

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan yaitu sebesar 93,3% dan

responden dengan persepsi kurang baik memiliki proporsi sebesar 43,5%.

Hasil uji kai kuadrat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara responden yang memiliki persepsi baik dengan responden yang memiliki

persepsi kurang baik tentang kapitasi dan system klaim dengan keikutsertaan sebagai

provider pratama BPJS kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai ρ= 0,001. Nilai OR =

18,2 artinya responden yang memiliki persepsi baik tentang kapitasi dan sistem klaim

mempunyai kecenderungan 18,2 kali untuk ikut serta sebagai provider pratama BPJS

kesehatan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.18.

91

Tabel 4.18. Hubungan antara Persepsi Tentang Kapitasi dan Sistem Klaim

dengan Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan

Kategori

Kapitasi dan Klaim

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama

Total

ρ

value

OR Ya Tidak f % f % f %

Baik 42 93,3 3 6,7 45 100 0,001

18,2 Kurang Baik 10 43,5 13 56,5 23 100

Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh variabel yaitu

variabel persepsi tentang manfaat (ρ=0,001), kepentingan (ρ=0,001), bisnis dan profit

(ρ=0,001), kredensialing (ρ=0,002) serta kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,001)

menunjukkan ρ value < 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara kelima

variabel tersebut dengan variabel keikutsertaan sebagai provider BPJS kesehatan.

Tabel 4.19. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dengan Variabel

Dependen

No Variabel Ρ value 1 Persepsi tentang Manfaat 0,001 2 Persepsi tentang Kepentingan 0,001 3 Persepsi tentang Bisnis dan Profit 0,001 4 Persepsi tentang Kredensialing 0,002 5 Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim 0,001

4.4 Analisis Multivariat

4.4.1 Pembuatan Model Faktor Penentu Keikutsertaan Sebagai Provider BPJS

Kesehatan

Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam

menentukan determinan tingkat keikutsertaan sebagai provider BPJS kesehatan.

Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama.

92

Model terbaik akan mempertimbangkan dua penilaian yaitu nilai signifikansi ratio

log-likelihood (ρ≤0,05) dan nilai signifikansi ρ wald (ρ≤0,05). Secara rinci dapat

dilihat pada tabel 4.20.

Tabel 4.20. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Persepsi

tentang Manfaat, Kepentingan, Profit, Kredensialing serta Kapitasi dan Sistem

Klaim dengan Variabel Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan

Variabel B P Wald Persepsi tentang Manfaat 11,958 0,110 Persepsi tentang Kepentingan 0,758 0,804 Persepsi tentang Profit 12,243 0,031 Persepsi tentang Kredensialing 10,504 0,023 Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim 10,539 0,018

-2 log likelihood=33,868 G=40,333 ρ value=0,000 Dari hasil analisis diatas terlihat bahwa signifikansi log-likelihood < 0,05

(ρ=0,000). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang

profit (ρ=0,031), variabel persepsi tentang kredensialing (ρ=0,023), dan variabel

tentang kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,018) mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan ρ ≤ 0,05. Sedangkan

variabel persepsi tentang manfaat (ρ=0,110) dan persepsi tentang kepentingan

(ρ=0,804) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai

provider pratama BPJS kesehatan ρ ≥ 0,05.

93

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang profit, kredensialing, kapitasi dan

sistem klaim mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai

provider pratama BPJS kesehatan, sedangkan variabel persepsi tentang manfaat dan

kepentingan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan

sebagai provider BPJS kesehatan di Kota Medan Tahun 2014.

5.1 Pengaruh Persepsi tentang Manfaat Terhadap Keikutsertaan Sebagai

Provider BPJS Kesehatan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang manfaat tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan

(ρ=0,081). Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang mendorong yang

berhubungan dengan persepsi tentang manfaat tidak meningkatkan dominasinya

dalam keikutsertaan provider swasta dalam program jaminan kesehatan nasional.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi baik

tentang manfaat JKN 33 orang (63,5%) menyatakan ikut serta sebagai provider BPJS

kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fatmawati (2003) yang menyatakan

bahwa menjadi PPK I askes merupakan kebanggaan tersediri bagi dokter keluarga

sebab pasien yang datang berobat sebahagian besar adalah peserta askes. Peserta

94

program JKN saat ini adalah seluruh peserta askes, jamsostek, masyarakat

umum dan masyarakat miskin. Keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat sebagai

peserta menjadikan provider memperoleh keuntungan yang lebih besar (50%)%),

jumlah kunjungan meningkat (64,7%).

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi kurang

baik tentang manfaat yaitu sebanyak 12 orang (44,4%) menyatakan tidak ikut serta

sebagai provider BPJS. Pengalaman responden sebelumnya dalam program askes dan

jamsostek yang lebih banyak kerugian dibanding manfaat yang dirasakan membuat

responden memilih untuk membuka praktek sendiri. Justru dengan praktek sendiri

pendapatan yang diperoleh lebih besar.

Menurut Saefuddin dan Ilyas (2001) pemberi pelayanan kesehatan memegang

peranan kunci dalam menentukan sumber daya medis apa saja yang sebenarnya

dibutuhkan oleh pasien. Kebanyakan pemberi pelayanan kesehatan tidak memiliki

pengetahuan untuk peduli terhadap persoalan biaya kesehatan. Sistem kapitasi yang

diberlakukan terhadap provider pratama BPJS kesehatan seharusnya memberi

manfaat optimum bagi penyelenggara pelayanan dan peserta.

5.1 Pengaruh Persepsi tentang Kepentingan Terhadap keikutsertaan sebagai

Provider BPJS Kesehatan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kepentingan tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS

95

kesehatan (ρ=0,804). Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang

mendorong yang berhubungan dengan kepentingan tidak meningkatkan dominasi

kepentingan dalam keikutsertaan provider swasta dalam program jaminan kesehatan

nasional.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi baik

tentang kepentingan JKN sebesar 37 orang (71,2%) menyatakan ikut serta sebagai

provider BPJS kesehatan. Responden menyatakan visi misi dan keberadaan klinik

menjadi semakin berkembang dengan adanya program BPJS kesehatan.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Fatmawati (2003) yang

menyatakan bahwa hanya 40% PPK I askes menyatakan merasa beruntung

bekerjasama dengan PT.Askes. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden

dengan persepsi kurang baik tentang kepentingan sebesar 12 orang (75%)

menyatakan tidak ikut serta sebagai provider BPJS kesehatan. Responden

menyatakan tidak mampu bersaing dengan provider yang besar dan memiliki banyak

peserta sedangkan responden hanya memiliki peserta yang sedikit. Responden

menyatakan keadaan ini tdak mendukung keberadaan kliniknya.

5.2 Pengaruh Persepsi tentang Profit Terhadap keikutsertaan Sebagai Provider

BPJS Kesehatan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang bisnis dan profit mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan

96

(ρ=0,009). Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang mendorong yang

berhubungan dengan bisnis dan profit akan meningkatkan dominasi bisnis dan profit

dalam keikutsertaan provider swasta program jaminan kesehatan nasional.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden yang memiliki persepsi

baik memiliki proporsi yang paling besar dalam keikutsertaan sebagai provider

pratama BPJS kesehatan (95%). Hal ini menunjukkan semakin baik persepsi

responden maka semakin meningkat keikutsertaannya.

Hal ini sesuai dengan Schuler (1999) yang menyatakan bahwa hubungan

antara kepuasan dengan imbalan uang akan positif bila dipenuhi tiga dimensi imbalan

uang yaitu : keadilan pembayaran, tingkat kewajaran, dan praktik administrasi

pembayaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden ada berbagai alasan

yang dikemukakan oleh responden terkait dengan profit yang diperoleh dalam sistem

JKN ini. Seluruh responden adalah para pemilik klinik yang sebelumnya adalah

pemilik fasilitas pratama yang bekerja sama dengan PT Jamsostek dan sebagian lagi

adalah fasilitas pratama PT Askes. Jika dibandingkan dengan sebelum JKN,

penghasilan yang diperoleh tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan banyaknya

fasilitas tambahan yang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan pelayanan seperti

menyediakan jaringan internet dan komputer, menambah tenaga medis dokter,

perawat, admintrasi, serta biaya perbaikan dan perawatan klinik

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Putu Januraga dkk

(2009) di Kabupaten Jembrana, Bali. Informan memiliki persepsi yang buruk tentang

97

keuntungan yang diperoleh oleh provider. Penelitian ini menyatakan bahwa

keuntungan yang diperoleh oleh PPK I sebagai pemberi pelayanan kesehatan dalam

program Jaminan Kesehatan Daerah Jembrana Tahun 2009 sangat kecil dibandingkan

dengan sistem fee for service (FFC). Hal ini sesuai dengan pernyataan informan,

“...Sistem ini kurang kami sukai karena ada resiko kerugian didalamnya.

Pengalaman dengan sistem ini juga tidak terlalu baik apalagi dengan apa yang sudah

terjadi di Jembrana selama ini dimana masyarakat sudah terbiasa berobat secara

mudah dan di mana saja. Sistem ini juga merugikan masyarakat dari sisi kebebasan

memilih PPK...”.

Namun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di salah satu klinik swasta

kedatangan seorang pasien bayi yang mengalami kejang akibat panas tinggi. Dokter

jaga menyatakan bahwa obat yang disediakan dalam daftar obat program JKN tidak

ada yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Dokter berinisiatif untuk memberikan

resep obat untuk ditebus di apotik dan memberi surat rujukan agar segera dibawa ke

salah satu rumah sakit agar segera mendapat penanganan. Pemilik klinik yang tidak

berada di tempat menghubungi dokter jaga untuk klarifikasi tindakannya. Pemilik

klinik menyampaikan bahwa tindakan dokter tersebut tidak sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan oleh BPJS. Pemilik klinik menyatakan berikan saja obat yang

ada di klinik yang sudah disediakan. Hal ini dilakukan agar klinik tidak merasa rugi

dengan menyediakan obat baru dan obat yang lama dikhawatirkan tidak terpakai.

Sistem yang diterapkan di PPK I adalah sistem kapitasi dengan cara

pembayaran di depan. Hal ini menyebabkan terjadinya suatu upaya penghematan

98

yang tidak seharusnya dilakukan oleh PPK agar biaya operasional dapat ditekan

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Beberapa

upaya penghematan yang dilakukan oleh beberapa provider menurut hasil

pengamatan peneliti di lapangan adalah : hanya menyediakan beberapa jenis obat

yang dibutuhkan pasien di pelayanan pratama, mengupayakan agar tidak terjadi

berobat ulang oleh pasien yang sama dalam jangka waktu dekat sebab satu pasien

dihitung sekali saja dalam satu bulan, penyakit-penyakit yang memerlukan beberapa

kali kunjungan diberi rujukan untuk mendapat pengobatan di rumah sakit, atau sesuai

kasus di atas dengan menganjurkan memberikan obat yang tidak sesuai dengan

kebutuhan pasien karena obat tersebut sudah tersedia di klinik.

Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional

menyatakan bahwa program jaminan kesehatan nasional diselenggarakan untuk

menjamin setiap warga negara dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang

komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan biaya

yang ringan karena merupakan sebuah asuransi sosial. Maka berdasarkan undang-

undang tersebut responden dalam hal ini adalah sebagai provider pratama yang

menjadi gatekeeper kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan seharusnya lebih

mengutamakan kesehatan pasien dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan pasien dan berkualitas.

Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa responden dengan persepsi

kurang baik yaitu 14 orang (50%) menyatakan tidak ikut serta dalam program BPJS.

Beberapa alasan yang dikemukakan adalah sistem jaminan jamsostek yang selama ini

99

dijalankan hanya cukup untuk menutupi operasional klinik, ada juga yang

mengemukakan akan melihat perkembangan ke depan sebab beberapa rekan yang

telah menjalankan menyatakan sistem yang diterapkan masih sering berganti dari satu

sistem ke sistem lain menyebabkan para provider agak kewalahan mengikuti

perkembangan mekanisme yang terus berubah. Sebahagian lagi menyatakan lebih

menguntungkan membuka praktik sendiri dengan sistem dan prosedur yang dibuat

sendiri.

5.3 Pengaruh Persepsi tentang Kredensialing Terhadap keikutsertaan Sebagai

Provider BPJS Kesehatan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kredensialing mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan

(ρ=0,015). Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang mendorong yang

berhubungan dengan kredensialing akan meningkatkan dominasi kredensialing dalam

keikutsertaan provider swasta dalam program jaminan kesehatan nasional.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa provider yang memiliki persepsi

baik tentang kredensialing ikut serta sebagai provider dalam BPJS kesehatan sebesar

36 orang (69,2%). Kredensialing adalah suatu mekanisme yang harus dipenuhi oleh

provider untuk menjadi salah satu pemberi pelayanan dalam program BPJS. Hal ini

bukanlah hal yang baru dalam sistem jaminan sosial. Sebelumnya dalam program

askes dan jamsostek prosedur kredensialing juga telah diterapkan.

100

Responden memiliki beberapa tanggapan mengenai kredensialing yang

diterapkan oleh BPJS. Responden yang sebelumnya adalah provider jamsostek

sebahagian besar menyatakan proses kredensialing yang saat ini berlaku lebih mudah

untuk diterapkan dibandingkan sebelum BPJS. Namun, tidak terlepas dari berbagai

keluhan yang disampaikan oleh provider tentang krensialing sebahagian responden

menyatakan bahwa menyediakan poli gigi hanya menjadi pengeluaran besar bagi

klinik. Peralatan gigi dan obat-obatan yang harus disediakan memerlukan biaya yang

sangat mahal, sementara pasien yang datang untuk berobat gigi sangat sedikit.

Beberapa responden juga menyatakan bahwa kredensialing dilakukan setahun sekali

sangat memberatkan.

Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa responden dengan persepsi

kurang baik tentang kredensialing tidak menjadi salah satu provider BPJS kesehatan

sebesar 12 orang (42,9%). Sedangkan responden dengan persepsi baik dan tidak

menjadi provider sebesar 4 orang(10%). Kredensialing adalah satu dari beberapa

alasan yang dikemukakan oleh responden yang tidak ikut bekerjasama dengan BPJS.

Responden yang sebelumnya bekerjasama dengan askes sebahagian besar adalah

praktek dokter dan dokter keluarga. Dalam program sebelumnya kredensialing tidak

serumit kredensialing yang berlaku saat ini. Para dokter merasa biaya yang harus

dikeluarkan untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan sangat besar. Menurut

perhitungan responden tidak sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Prosedur yang

banyak dan berubah-ubah serta peraturan-peraturan yang tidak menentu membuat

responden mengambil sikap untuk menjalankan praktik umun seperti biasa. Salah

101

satu responden yang merupakan praktik dokter spesialis juga mengundurkan diri

padahal sebelumnya sudah terdaftar sebagai PPK I di BPJS. Responden menyatakan

tidak mungkin kapitasi dokter umum dengan dokter spesialis sama besar. Pihak BPJS

menyatakan bahwa belum ada peraturan yang membedakan antara praktek umum

dengan praktek spesialis.

Menurut Saefuddin dan Ilyas (2001) kredensialing adalah hal yang

membedakan antara asuransi tradisional dengan asuransi managed care.

Kredensialing dikembangkan sebagai hasil ujian memperoleh lisensi sebagai dokter

sehingga dokter yang dikontrak adalah dokter yang memiliki sertifikat kelulusan. Hal

ini penting agar managed care memiliki keseimbangan antara biaya dan pelayanan.

5.4 Pengaruh Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim Terhadap

keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS

kesehatan (ρ=0,001). Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang

mendorong yang berhubungan dengan kapitasi dan sistem klaim akan meningkatkan

dominasi keikutsertaan provider swasta dalam program jaminan kesehatan nasional.

Diantara ketiga variabel, persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim memiliki

pengaruh yang paling kuat.

102

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi baik

tentang kapitasi dan sistem klaim yang menjadi salah satu provider BPJS sebesar 42

orang (61,8%). Sebahagian besar responden menyatakan sangat setuju dengan

kapitasi yang diterapkan oleh BPJS. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Sugiarto,Hendrartini dan Mukti (2003) menyatakan bahwa persepsi stakeholders

dalam hal ini kepala puskesmas tentang sistem kapitasi sangat positif. Pola ini

dirasakan mampu melakukan kendali biaya pelayanan kesehatan. Pola kapitasi yang

berpusat di PPK I dan bukan di kabupaten akan menekan biaya dan memaksimalkan

pelayanan.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Karyati, Mukti A.G, Nusyirwan

(2004) yang menyatakan bahwa 78,9% dokter keluarga tidak puas dengan besar

kapitasi yang rendah . Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian

Chotimah (2000) yang menyatakan bahwa 73,57 % responden merasa sangat tidak

puas dengan gaji atau upah yang diterima dalam melayani pasien askes.

Kapitasi dalam program BPJS ini sangat berkaitan erat dengan kepesertaan.

Semakin banyak peserta yang terdaftar dalam satu provider, maka jumlah kapitasi

yang diterima akan semakin besar. Sejarah kapitasi berasal sebuah program baru yang

bernama managed care. Di Indonesia managed care diterjemahkan sebagai jaminan

pelayanan kesehatan masyarakat (JPKM). Metode pembiayaan yang selama ini

dikenal dengan sistem fee for service (FFS) menyebabkan tingginya biaya

pengobatan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Kesehatan menjadi sebuah

barang mahal yang sulit untuk dihindari bagi setiap orang yang mengalami kesakitan.

103

Oleh karena itu pemerintah mengadopsi managed care yang menggunakan sebuah

system yang disebut kapitasi. Kapitasi adalah metode pembayaran diawal yang

dihitung berdasarkan angka pemanfaatan pelayanan dan biaya satuan pelayanan ari

seluruh peserta yang terdaftar di provider tersebut.

Kapitasi dalam program BPJS ini menurut sebagian besar responden lebih

besar dari kapitasi yang mereka peroleh dari program sebelumnya baik jamsostek

ataupun askes. Besaran kapitasi tiap klinik berbeda, ada yang sepuluh ribu rupiah,

sembilan ribu rupiah, dan delapan ribu rupiah. Angka kapitasi provider swasta lebih

tinggi dibandingkan puskesmas yang hanya diberi kapitasi sebesar lima ribu rupiah

per kepala.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan peserta yang terdapat di setiap

klinik tidak merata. Beberapa klinik memiliki peserta yang sangat banyak, beberapa

lagi memiliki peserta yang lebih sedikit. Beberapa responden yang sebelumnya

memiliki peserta banyak di program sebelumnya mengalami kehilangan peserta.

Pihak BPJS menyatakan tidak tahu mengapa terjadi kehilangan peserta di beberapa

provider dan penambahan peserta di provider lain. Sejauh ini banyaknya kesalahan

dan permasalahan di lapangan menunjukkan ketidaksiapan BPJS dalam

penyelengaraa JKN.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi kurang

baik tentang kapitasi dan sistem klaim yang tidak ikut serta sebagai provider BPJS

kesehatan sebesar 13 orang (19,1%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Januraga,

dkk (2009) yang menyatakan sebahagian besar stakeholders (PPK I) program

104

jaminan kesehatan Jembrana memiliki persepsi negatif tentang sistem kapitasi.

Beberapa alasan yang dikemukakan responden adalah besarnya kapitasi tidak begitu

berpengaruh terhadap penghasilan sebab peserta yang terdaftar tidak cukup banyak

sehingga kapitasi tersebut hanya cukup untuk memenuhi operasional, biaya

pengeluaran lebih besar daripada penghasilan.

105

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Persepsi tentang profit berpengaruh terhadap keikutsertaan provider swasta

sebagai provider pratama dalam BPJS kesehatan di Kota Medan.

2. Persepsi tentang kredensialing berpengaruh terhadap keikutsertaan provider

swasta sebagai provider pratama dalam BPJS kesehatan di Kota Medan.

3. Persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim berpengaruh terhadap keikutsertaan

provider swasta sebagai provider pratama dalam BPJS kesehatan di Kota Medan.

6.2 Saran 1. Pihak BPJS meningkatkan sosialisasi kepada provider swasta tentang perlunya

penambahan jumlah provider pratama dalam penyelenggaraan program JKN.

2. Kerjasama dan koordinasi yang baik antara BPJS dan Dinas Kesehatan dalam

membina dan meningkatkan peran provider swasta sebagai provider pratama

dengan meningkatkan pengetahuan tentang JKN untuk menyamakan persepsi

demi kelancaran progam jaminan sosial nasional

3. BPJS meningkatkan dan memperbaiki secara cepat sistem dan peraturan yang

diperlukan dalam penyelenggaraan JKN demi membentuk persepsi yang baik

bagi provider pratama.

106

DAFTAR PUSTAKA Abramson J.H. (1991). Metode Survei Dalam Kedokteran Komunitas. Yogyakarta

: Gadjah Mada Press. Asuransi Kesehatan. Kredentialing dan Kebijakan Kesehatan tahun 2013 Azwar, Azrul. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Yayasan

Penelitian Ikatan Dokter Indonesia: Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Statistics Indonesia.

http://bps.go.id/menutab.php?tabel=1&id_subyek=23diakses tanggal 02 maret 2014 Jam 01.45.

BPJS. 2014. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Medan. Profil Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012.

Medan Fatmawati. 2003. Pengetahuan dan Sikap PPK I Terhadap Konsep Managed

Care. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol.06/No.01/2003 Ginting, Selamat . 2011. Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Keinginan Pasien

Jamkesmas untuk Dirawat Inap Kembali di Rumah Sakit Sembiring, Deli Tua. Tesis. Universitas Sumatera Utara

Karyati, Mukti A G, Nusyirwan. Tingkat Kepuasan Dokter Keluarga Terhadap Sistem

Pembayaran Kapitasi PT.Askes di Kota Medan. Jurnal Manjemen Pelayanan Kesehatan Vol 07/No.02/Juni/2004

Kasim, Felix; Winarno ; Sopha M (2009). Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan

Jamkesda di Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas yang Berada Dalam Lingkup Pembinaan Dinas kesehatan Kota Banjar . Universitas Kristen Maranatha.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan

Puskesmas 2011. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. 2013. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.

107

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, dll. 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta

Kotler , P. 1994. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Edisi ke enam. PT. Prenhalindo, Jakarta.

Matlin M. W. 1994. Cognition 3th edition. New York. Harcourt Brace.

Notoatmodjo, Sukidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, Sukidjo. 2003. Pendidikan dan Ilmu Prilaku : Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, Sukidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat (Ilmu dan Seni). Rineka Cipta. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Nasional

Saefuddin, Ilyas Y.2001. Managed Care : Mengintegrasikan Penyelenggaraan dan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI. Jakarta

Schiffman G. Leon, Lazaar, Leslie. 2004. Consumer Behaviour 7Th edition. Perilaku Konsumen : PT. Indeks Company. Surabaya

Schuler, R.S Jackson, Susan E. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad 21. Erlangga. Jakarta

Sugiarto, Julita Hendrartini, Mukti A G . 2003. Persepsi Stakeholder Terhadap Perubahan Pola Kontrak Kapitasi Total Biaya Pelayanan Kesehatan Peserta Wajib Askes Dari Basis Kabupaten ke Basis Puskesmas di Kabupaten Kulonprogo.Jurnal Manajemen Kesehatan Vol 06/No.04/2003.

Simamora, Bilson (2002). Panduan Riset Perilaku Konsumen: Pustaka Utama. Surabaya

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administratif. Alfabeta : Bandung.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Penerbit Srikandi. Surabaya.

108

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

Thabrany, H. 2011. Asuransi Kesehatan Nasional, PAMJAKI : Jakarta

Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat . Jakarta: Sagung Seto

Undang-Undang Dasar RI 1945

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jamina Sosial Nasional.

109

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN

DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

Identitas Responden

Nama Klinik :

Alamat :

I. Manfaat

1. Apakah menurut Bapak/Ibu system JKN ini memiliki manfaat yang lebih

besar terhadap masyarakat daripada program yang ada sebelumnya?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

2. Apakah JKN ini berdampak positif terhadap klinik Bapak/Ibu?

a. ya

b. tidak

3. Jika ya, apakah manfaat yang diperoleh lebih dari 75%?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

98

110

4. Bisakah Bapak/Ibu sebutkan manfaat apa saja yang diperoleh dengan

adanya JKN?

a. Jumlah kunjungan meningkat

b. Pendapatan meningkat

c. Cakupan wilayah pelayanan bertambah

d. Lainnya, sebutkan………….

5. Jika tidak, dampak negatif apa saja yang Bapak/Ibu rasakan dengan adanya

JKN?

a. Jumlah kunjungan menurun

b. Pendapatan berkurang

c. Cakupan wilayah pelayanan berkurang

d. Jumlah pasien berkurang

e. Komplain dari masyarakat dengan system baru

II. Kepentingan

1. Apakah kepentingan Bapak/Ibu didukung dengan system JKN ini?

a. Sangat setuju

b. Kuranng setuju

c. Tidak setuju

2. Apakah visi/misi klinik ini sejalan dengan system JKN?

a. Sangat setuju

b. Kuranng setuju

111

c. Tidak setuju

3. Apakah sitem JKN ini memperkuat keberadaan klinik ini?

a. Sangat setuju

b. Kuranng setuju

c. Tidak setuju

4. Apakah system JKN ini mendukung program-program yang ada di klinik

Bapak/Ibu?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

III. Bisnis/Profit

1. Apakah Bapak/Ibu yakin system JKN akan menambah penghasilan klinik

Bapak/Ibu?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

2. Apakah pendapat yang Klinik Bapak/Ibu meningkat lebih dari 50%?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

112

3. Apakah Bapak/Ibu menilai penghasilan yang diperoleh sesuai dengan

pengeluaran yang ada?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

4. Keuntungan seperti apa yang Bapak/Ibu harapkan dari system JKN?

a. Bisa menutupi operasional klinik

b. Bisa menghasilkan keuntungan lebih besar dari sebelum ikut JKN

c. Bisa mempunyai penghasilan yang tetap tinggi

IV. Kredentialing

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan system kredentialing yang diterapkan

oleh BPJS?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

2. Jika ya, Apakah Klinik Bapak/Ibu menilai kredentialing tersebut mudah

untuk diterapkan di klinik Bapak/Ibu?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

113

3. Jika tidak, kriteria yang mana klinik Bapak/Ibu tidak setuju?

Sebutkan ….

4. Apakah Bapak/Ibu setuju system kredentialing dipermudah persyaratannya?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

5. Coba Bapak/Ibu sebutkan bagian mana yang harus di sesuaikan?

Sebutkan ………………………………………………………..

6. Apakah Bapak/Ibu setuju kredensialing dilakukan setiap 1 tahun sekali?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

7. Jika tidak, menurut Bapak/Ibu berapa tahun sekali sabaiknya dilakukan

kredentialing?

V. Sistem Klaim

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan system klaim yang diterapkan BPJS?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

114

2. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan waktu klaim selama 15 hari?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

3. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan prosedur klaim yang ditetapkan BPJS?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

4. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan system kapitasi yang diterapkan BPJS?

a. Sangat setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju

VI. Keikutsertaan

Apakah Bapak/Ibu menjadi salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam system

JKN ini?

a. Ya

b. Tidak

Jika tidak, mengapa Bapak/ Ibu tidak ikut menjadi salah satu fasilitas primer

dalam BPJS…………………………………………

115

Frequencies

sistem JKN memiliki manfaat yang lebih besar

13 19.1 19.1 19.118 26.5 26.5 45.637 54.4 54.4 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

manfaat lebih dari 75%

11 16.2 16.2 16.228 41.2 41.2 57.429 42.6 42.6 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

manfaat jumlah kunjungan meningkat

24 35.3 35.3 35.344 64.7 64.7 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

manfaat pendapatan meningkat meningkat

34 50.0 50.0 50.034 50.0 50.0 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

116

manfaat cakupan wilayah pelayanan bertambah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid tidak setuju 42 61.8 61.8 61.8

setuju 26 38.2 38.2 100.0 Total 68 100.0 100.0

Statistics

68 68 68 680 0 0 0

ValidMissing

N

Kepentingandidukukng

dengansystem JKN

ini

visi/misi kliniksejalandengan

sistem JKN

Sistem JKNini

memperkuatkeberadaan

klinik

Sistem JKNmendukungprogram-program yangada di klinik

Kepentingan didukukng dengan system JKN ini

12 17.6 17.6 17.617 25.0 25.0 42.639 57.4 57.4 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

visi/misi klinik sejalan dengan sistem JKN

11 16.2 16.2 16.223 33.8 33.8 50.034 50.0 50.0 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Sistem JKN ini memperkuat keberadaan klinik

11 16.2 16.2 16.211 16.2 16.2 32.446 67.6 67.6 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

117

Sistem JKN mendukung program-program yang ada di klinik

11 16.2 16.2 16.217 25.0 25.0 41.240 58.8 58.8 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Statistics

68 68 68 68 68 680 0 0 0 0 0

ValidMissing

N

JKN akanmenambahpenghasilan

klinik

Pendapatanklinik

meningkatlebih dari 50%

Penghasilanyang

diperolehsesuaidengan

pengeluaranyang ada

Bisamenutupi

operasionalklinik

Bisamenghasilkankeuntunganlebih besar

dari sebelumikut JKN

Bisamenolong

lebih banyakpasien

JKN akan menambah penghasilan klinik

14 20.6 20.6 20.610 14.7 14.7 35.344 64.7 64.7 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Pendapatan klinik meningkat lebih dari 50%

14 20.6 20.6 20.620 29.4 29.4 50.034 50.0 50.0 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

118

Penghasilan yang diperoleh sesuai dengan pengeluaran yang ada

15 22.1 22.1 22.126 38.2 38.2 60.327 39.7 39.7 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Bisa menutupi operasional klinik

27 39.7 39.7 39.741 60.3 60.3 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Bisa menghasilkan keuntungan lebih besar dari sebelum ikut JKN

40 58.8 58.8 58.828 41.2 41.2 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Bisa menolong lebih banyak pasien

31 45.6 45.6 45.637 54.4 54.4 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Setuju dengan sistem kredentialing oleh BPJS

16 23.5 23.5 23.520 29.4 29.4 52.932 47.1 47.1 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

119

Kredetialing mudah diterapkan di klinik

16 23.5 23.5 23.523 33.8 33.8 57.429 42.6 42.6 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Sistem kredentialing dipermudah persyaratannya

4 5.9 5.9 5.914 20.6 20.6 26.550 73.5 73.5 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Kredentialing dilakukan setiap 1 tahun sekali

23 33.8 33.8 33.816 23.5 23.5 57.429 42.6 42.6 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Statistics

68 68 68 68 680 0 0 0 0

ValidMissing

N

Setujudengansistem

klaim yangditerapkan

BPJS

Setujudengan waktuklaim selama

15 hari

Setujudengan

prosedurklaim yangditetapkan

BPJS

setujudengankapitasi

Salah satuFasilitas

KesehatanPrimer dalamsistem JKN

120

Setuju dengan sistem klaim yang diterapkan BPJS

15 22.1 22.1 22.117 25.0 25.0 47.136 52.9 52.9 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Setuju dengan waktu klaim selama 15 hari

12 17.6 17.6 17.621 30.9 30.9 48.535 51.5 51.5 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Setuju dengan prosedur klaim yang ditetapkan BPJS

12 17.6 17.6 17.620 29.4 29.4 47.136 52.9 52.9 100.068 100.0 100.0

tidak setujusetujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

setuju dengan kapitasi

12 17.6 17.6 17.610 14.7 14.7 32.446 67.6 67.6 100.068 100.0 100.0

tidak setujukurang setujusangat setujuTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

121

Statistics Manfaat Kepentingan Bisnis prpfit Kredentialing Kapitasi N Valid 68 68 68 68 68 Missing 0 0 0 0 0 Mean 1.50 1.60 1.59 1.59 1.66 Median 1.50 2.00 2.00 2.00 2.00 Mode 1(a) 2 2 2 2 Std. Deviation .504 .493 .496 .496 .477 Sum 102 109 108 108 113

a Multiple modes exist. The smallest value is shown Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Kurang Baik 34 50.0 50.0 50.0

Baik 34 50.0 50.0 100.0 Total 68 100.0 100.0

Kepentingan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Kurang Baik 27 39.7 39.7 39.7

Baik 41 60.3 60.3 100.0 Total 68 100.0 100.0

Bisnis prpfit

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

16 23.5 23.5 23.552 76.5 76.5 100.068 100.0 100.0

TidakYaTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

122

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Kurang Baik 28 41.2 41.2 41.2

Baik 40 58.8 58.8 100.0 Total 68 100.0 100.0

Kredentialing

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Kurang Baik 28 41.2 41.2 41.2

Baik 40 58.8 58.8 100.0 Total 68 100.0 100.0

Kapitasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid Kurang Baik 23 33.8 33.8 33.8

Baik 45 66.2 66.2 100.0 Total 68 100.0 100.0

Manfaat * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak Manfaat Kurang Baik Count 15 19 34

Expected Count 8.0 26.0 34.0 % within Manfaat 44.1% 55.9% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

93.8% 36.5% 50.0%

% of Total 22.1% 27.9% 50.0% Baik Count 1 33 34

Expected Count 8.0 26.0 34.0 % within Manfaat 2.9% 97.1% 100.0%

123

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

6.3% 63.5% 50.0%

% of Total 1.5% 48.5% 50.0% Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0 % within Manfaat 23.5% 76.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 16.019(b) 1 .000 Continuity Correction(a) 13.813 1 .000

Likelihood Ratio 18.516 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 15.784 1 .000

N of Valid Cases 68 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00. Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower Odds Ratio for Manfaat (Kurang Baik / Baik) 26.053 3.186 213.062

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Tidak

15.000 2.097 107.306

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Ya

.576 .425 .781

N of Valid Cases 68

124

Kepentingan * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak Kepentingan Kurang Baik Count 12 15 27

Expected Count 6.4 20.6 27.0 % within Kepentingan 44.4% 55.6% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

75.0% 28.8% 39.7%

% of Total 17.6% 22.1% 39.7% Baik Count 4 37 41

Expected Count 9.6 31.4 41.0 % within Kepentingan 9.8% 90.2% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

25.0% 71.2% 60.3%

% of Total 5.9% 54.4% 60.3% Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0 % within Kepentingan 23.5% 76.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.887(b) 1 .001 Continuity Correction(a) 9.044 1 .003

Likelihood Ratio 10.890 1 .001 Fisher's Exact Test .003 .001 Linear-by-Linear Association 10.727 1 .001

N of Valid Cases 68 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.35.

125

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower Odds Ratio for Kepentingan (Kurang Baik / Baik)

7.400 2.056 26.636

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Tidak

4.556 1.639 12.659

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Ya

.616 .433 .875

N of Valid Cases 68

Kredentialing * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak Kredentialing Kurang Baik Count 12 16 28

Expected Count 6.6 21.4 28.0 % within Kredentialing 42.9% 57.1% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

75.0% 30.8% 41.2%

% of Total 17.6% 23.5% 41.2% Baik Count 4 36 40

Expected Count 9.4 30.6 40.0 % within Kredentialing 10.0% 90.0% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

25.0% 69.2% 58.8%

% of Total 5.9% 52.9% 58.8% Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0 % within Kredentialing 23.5% 76.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0%

126

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.882(b) 1 .002 Continuity Correction(a) 8.141 1 .004

Likelihood Ratio 9.951 1 .002 Fisher's Exact Test .003 .002 Linear-by-Linear Association 9.737 1 .002

N of Valid Cases 68 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.59. Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower Odds Ratio for Kredentialing (Kurang Baik / Baik)

6.750 1.885 24.172

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Tidak

4.286 1.540 11.925

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Ya

.635 .453 .889

N of Valid Cases 68 Kapitasi * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak Kapitasi Kurang Baik Count 13 10 23

Expected Count 5.4 17.6 23.0 % within Kapitasi 56.5% 43.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

81.3% 19.2% 33.8%

% of Total 19.1% 14.7% 33.8%

127

Baik Count 3 42 45 Expected Count 10.6 34.4 45.0 % within Kapitasi 6.7% 93.3% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

18.8% 80.8% 66.2%

% of Total 4.4% 61.8% 66.2% Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0 % within Kapitasi 23.5% 76.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 21.025(b) 1 .000 Continuity Correction(a) 18.346 1 .000

Likelihood Ratio 20.665 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 20.716 1 .000

N of Valid Cases 68 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.41. Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower Odds Ratio for Kapitasi (Kurang Baik / Baik) 18.200 4.345 76.230

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Tidak

8.478 2.683 26.789

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Ya

.466 .290 .747

N of Valid Cases 68

128

Bisnis prpfit * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak Bisnis prpfit

Kurang Baik Count 14 14 28 Expected Count 6.6 21.4 28.0 % within Bisnis prpfit 50.0% 50.0% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

87.5% 26.9% 41.2%

% of Total 20.6% 20.6% 41.2% Baik Count 2 38 40

Expected Count 9.4 30.6 40.0 % within Bisnis prpfit 5.0% 95.0% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

12.5% 73.1% 58.8%

% of Total 2.9% 55.9% 58.8% Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0 % within Bisnis prpfit 23.5% 76.5% 100.0% % within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 18.537(b) 1 .000 Continuity Correction(a) 16.120 1 .000

Likelihood Ratio 19.503 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 18.264 1 .000

N of Valid Cases 68 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.59.

129

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower Odds Ratio for Bisnis prpfit (Kurang Baik / Baik) 19.000 3.823 94.420

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Tidak 10.000 2.464 40.579

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN = Ya .526 .361 .767

N of Valid Cases 68 Block 1: Method = Enter

Block 0: Beginning Block

Omnibus Tests of Model Coefficients

40.333 5 .00040.333 5 .00040.333 5 .000

StepBlockModel

Step 1Chi-square df Sig.

Classification Tablea,b

0 16 .0

0 52 100.0

76.5

ObservedTidak

Ya

Salah satu FasilitasKesehatan Primerdalam sistem JKNOverall Percentage

Step 0Tidak Ya

Salah satu FasilitasKesehatan Primerdalam sistem JKN Percentage

Correct

Predicted

Constant is included in the model.a.

The cut value is .500b.

130

Variables in the Equation

1.179 .286 16.998 1 .000 3.250ConstantStep 0B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

16.019 1 .00010.887 1 .00118.537 1 .0009.882 1 .002

21.025 1 .00032.028 5 .000

mankatkepkatbiskatkrekatkapikat

Variables

Overall Statistics

Step0

Score df Sig.

Model Summary

33.868a .447 .674Step1

-2 Loglikelihood

Cox & SnellR Square

NagelkerkeR Square

Estimation terminated at iteration number 7 becauseparameter estimates changed by less than .001.

a.

Classification Tablea

9 7 56.3

3 49 94.2

85.3

ObservedTidak

Ya

Salah satu FasilitasKesehatan Primerdalam sistem JKNOverall Percentage

Step 1Tidak Ya

Salah satu FasilitasKesehatan Primerdalam sistem JKN Percentage

Correct

Predicted

The cut value is .500a.

131

Variables in the Equation

2.481 1.552 2.556 1 .110 11.958 .571 250.511-.277 1.119 .061 1 .804 .758 .084 6.7962.505 1.161 4.656 1 .031 12.243 1.258 119.1232.352 1.036 5.154 1 .023 10.504 1.379 80.0122.355 .997 5.579 1 .018 10.539 1.493 74.394

-11.744 3.609 10.589 1 .001 .000

mankatkepkatbiskatkrekatkapikatConstant

Step1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: mankat, kepkat, biskat, krekat, kapikat.a.