Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

19
1 Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical Organizational Climate, dan Leader-Member Exchange Quality terhadap Komitmen Organisasional, Komitmen Karir, Motivasi untuk Mengikuti Pelatihan, dan Intention to Leave (Studi Kasus : PT XYZ) Winony Mutiara, Mohammad Mustaqim 1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia 2. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Sebagai salah satu perusahaan teratas dalam sektor asuransi jiwa, PT XYZ tidak luput mengalami salah satu permasalahan SDM, yaitu intention to leave yang tinggi yang dapat disebabkan oleh rendahnya komitmen organisasional karyawan. Di dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh dari perceived external prestige, ethical organizational climate, dan leader-member exchange quality pada komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan serta pengaruh dari komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan pada motivasi untuk mengikuti pelatihan dan intention to leave di PT XYZ. Responden dari penelitian ini adalah 237 orang karyawan PT XYZ di Jakarta. Dengan menggunakan structural equation model, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya perceived external prestige dan leader-member exchange quality yang berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional dan komitmen karir serta komitmen organisasional dan komitmen karir berpengaruh signifikan terhadap intention to leave dan motivasi untuk mengikuti pelatihan. Impact of Perceived External Prestige, Ethical Organizational Climate, and Leader- Member Exchange Quality toward Organizational Commitment, Career Commitment, Motivation to Participate in Training, and Intention to Leave (Case Study : PT XYZ) Abstract As one of top company in life insurance sector, PT XYZ do not miss experiencing one of common HR problem, i.e. high intention to leave that may caused by low organizational commitment. This research explains the impact of perceived external prestige, ethical organizational climate, and leader-member exchange quality to organizational commitment and career commitment on PT XYZ employees and also organizational commitment and career commitment on motivation to participate in training and intention to leave on PT XYZ. The respondents of this study were 237 permanent employee of PT XYZ in Jakarta. By using structural equation model, the result of this study shows that only perceived external prestige and leader-member exchange quality have significant impact to organizational commitment and career commitment and also organizational commitment and career commitment have significant impact to intention to leave and motivation to participate in training. Keywords : perceived external prestige, ethical organizational climate, leader-member exchange quality, organizational commitment, career commitment, motivation to participate in training, intention to leave, structural equation model Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Transcript of Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

Page 1: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

1

Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical Organizational Climate, dan Leader-Member Exchange Quality terhadap Komitmen Organisasional, Komitmen Karir, Motivasi untuk Mengikuti Pelatihan, dan Intention to

Leave (Studi Kasus : PT XYZ)

Winony Mutiara, Mohammad Mustaqim

1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia2. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Sebagai salah satu perusahaan teratas dalam sektor asuransi jiwa, PT XYZ tidak luput mengalami salah satu permasalahan SDM, yaitu intention to leave yang tinggi yang dapat disebabkan oleh rendahnya komitmen organisasional karyawan. Di dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh dari perceived external prestige, ethical organizational climate, dan leader-member exchange quality pada komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan serta pengaruh dari komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan pada motivasi untuk mengikuti pelatihan dan intention to leave di PT XYZ. Responden dari penelitian ini adalah 237 orang karyawan PT XYZ di Jakarta. Dengan menggunakan structural equation model, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya perceived external prestige dan leader-member exchange quality yang berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional dan komitmen karir serta komitmen organisasional dan komitmen karir berpengaruh signifikan terhadap intention to leave dan motivasi untuk mengikuti pelatihan.

Impact of Perceived External Prestige, Ethical Organizational Climate, and Leader-Member Exchange Quality toward Organizational Commitment, Career Commitment, Motivation to Participate in Training, and Intention to Leave (Case Study : PT XYZ)

Abstract

As one of top company in life insurance sector, PT XYZ do not miss experiencing one of common HR problem, i.e. high intention to leave that may caused by low organizational commitment. This research explains the impactof perceived external prestige, ethical organizational climate, and leader-member exchange quality toorganizational commitment and career commitment on PT XYZ employees and also organizational commitmentand career commitment on motivation to participate in training and intention to leave on PT XYZ. Therespondents of this study were 237 permanent employee of PT XYZ in Jakarta. By using structural equationmodel, the result of this study shows that only perceived external prestige and leader-member exchange qualityhave significant impact to organizational commitment and career commitment and also organizationalcommitment and career commitment have significant impact to intention to leave and motivation to participate intraining.

Keywords : perceived external prestige, ethical organizational climate, leader-member exchange quality, organizational commitment, career commitment, motivation to participate in training, intention to leave, structural equation model

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 2: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

2

Pendahuluan

Asuransi mulai dikenal di indonesia pada saat penjajahan Belanda untuk menunjang

risiko kerugian yang muncul pada bisnis perkebunan dan perdagangan. Industri asuransi

modern mulai berkembang pada tahun 1980 dengan semakin banyak perusahaan asuransi

yang berdiri. Berdasarkan data yang dimiliki Swiss Re tahun 2014, sektor life insurance atau

asuransi jiwa masih menjadi kontributor yang signifikan bagi industri perasuransian

Indonesia. Hal ini sejalan dengan analisis yang dilakukan terhadap beberapa indikator

perkembangan industri asuransi dalam kurun waktu 2007 – 2011. Sektor asuransi jiwa

memberikan kontribusi terbesar sebesar 76,9% pada premi bruto industri asuransi untuk tahun

2013. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memprediksi pertumbuhan sektor asuransi

jiwa sebesar 20% pada tahun 2015 seiring dengan melambatnya perekonomian Indonesia

(Bisnis.com, 2015).

Besarnya potensi sektor asuransi jiwa yang dimiliki Indonesia menjadi daya tarik bagi

investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan membuat perusahaan-

perusahaan asuransi jiwa yang telah ada semakin berlomba untuk dapat meraih pasar yang

lebih luas. Dalam persaingan tersebut dibutuhkan kesiapan dari masing-masing perusahaan,

khususnya terkait dengan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan.

Perusahaan dituntut untuk memiliki SDM yang berkualitas sekaligus memiliki komitmen

yang tinggi dengan fakta bahwa industri asuransi merupakan salah satu industri yang

memiliki tingkat turnover yang tinggi (Hay Group, nd dalam PortalHR.com, 2012).

Permasalahan ini juga dihadapi oleh PT XYZ sebagai salah satu perusahaan

multinasional pada sektor asuransi jiwa yang terdaftar menjadi anggota AAJI. PT XYZ

menempati posisi lima dari 10 Besar Market Leader Asuransi Jiwa Berdasarkan Premi dengan

pangsa pasar 6,47% per Desember 2014 (Infobank, 2015). Pada tahun 2013, PT XYZ

menembus peringkat tiga besar kompetisi HR Excellence 2013 versi SWA (SWA, 2013). PT

XYZ merupakan salah satu perusahaan yang mengalami tingkat turnover karyawan cukup

tinggi. Meskipun begitu, PT XYZ mengklaim bahwa karyawan PT XYZ memiliki employee

engagement yang tinggi.

Penelitian Kang et al. (2011) menemukan bahwa komitmen yang dimiliki oleh

karyawan, baik komitmen organisasional maupun komitmen karir dari karyawan, memiliki

pengaruh negatif bagi turnover intention atau intention to leave yang dapat menjadi ciri awal

terjadinya voluntary turnover dalam perusahaan. Fakta PT XYZ memiliki tingkat turnover

yang tinggi menandakan bahwa komitmen karyawan PT XYZ pada umumnya tergolong

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 3: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

3

rendah. Tingkat turnover yang tinggi dapat disebabkan banyaknya kesempatan kerja yang ada

pada industri asuransi dan praktik pembajakan talent atau biasa disebut poaching antar satu

perusahaan pada perusahaan lain. Komitmen karyawan tidak hanya dapat memprediksi

intention to leave dari karyawan, namun juga motivasi karyawan untuk mengikuti pelatihan

(Kang et al., 2011). Hal ini tentu penting bagi pengembangan PT XYZ untuk menjadi

organisasi berbasis pembelajaran (SWA, 2013). PT XYZ sendiri memiliki program pelatihan

yang aktif dan progresif sebagai program wajib bagi karyawan. Dengan jumlah pelatihan

yang banyak dan anggaran yang memadai, diperkirakan masing-masing karyawan akan

mengikuti 3 hari pelatihan dalam 1 tahun.

Komitmen karyawan sendiri memiliki banyak faktor dalam mempengaruhi tinggi atau

rendahnya komitmen karyawan. Dalam penelitiannya, Kang et al. (2011) menggunakan tiga

variabel yang diperkirakan dapat mempengaruhi secara positif komitmen organisasional dan

komitmen karir karyawan, yaitu perceived external prestige, ethical organization climate, dan

leader-member exchange quality. Perceived external prestige terkait dengan persepsi

karyawan mengenai bagaimana dunia luar melihat perusahaan tersebut berdasarkan reputasi

yang dimiliki oleh perusahaan. Berdasarkan kinerja dan percapaian yang dimiliki, PT XYZ

dapat dikategorikan memiliki reputasi baik dalam sektor asuransi jiwa. Ethical organization

climate dapat menjadi dasar bagi karyawan untuk membentuk persepsi mereka mengenai

bagaimana berperilaku etis dan apa saja perilaku yang diterima di perusahaan sehingga akan

membentuk dan mempengaruhi bagaimana karyawan akan berperilaku. Nilai etika yang

ditanamkan di PT XYZ secara tertulis tercantum dalam peraturan dan kode etik dan

dikomunikan pula melalui tindakan-tindakan yang disebut Etika Bisnis dan Pedoman

Perilaku. Kode etik yang ada dalam perusahaan selalu diperbaharui dengan menambahkan

topik yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan PT XYZ sebagai salah satu penerapan

prinsip Good Corporate Governance (Web PT XYZ, nd). Leader-member exchange quality

terkait dengan persepsi karyawan terhadap kualitas hubungan timbal balik antara karyawan

dengan atasannya. Kepemimpinan di dalam PT XYZ sangat kuat dengan setiap pemimpin

berusaha sedemikian rupa mengecilkan jurang antara konsep kepemimpinan dengan

pelaksanaannya.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 4: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

4

Tinjauan Teoritis Perceived external prestige (PEP) merepresentasikan apa yang karyawan pikirkan

mengenai bagaimana orang luar melihat perusahaan tempat ia bekerja (Smidts et al., 2001).

Menurut Smidts et al. (2001), PEP merupakan sebuah hasil dari beragam input dan sumber

informasi seperti word of mouth, publisitas, dan komunikasi internal mengenai persepsi

sebuah organisasi. Kang et al. (2011) menemukan adanya hubungan positif antara perceived

external prestige dengan komitmen organisasional. Penelitian-penelitian tersebut menekankan

bahwa perceived external prestige dapat memfasilitasi proses dari komitmen organisasional di

mana karyawan dapat meningkatkan self-image atau citra diri melalui perceived external

prestige sehingga dapat menimbulkan rasa komitmen pada organisasi. Hal ini juga berlaku

pada komitmen karir karyawan meskipun masih sedikit disebutkan dalam penelitian. Menurut

Kang et al. (2011), karyawan yang memiliki perceived external prestige tinggi akan merasa

ada kebutuhan untuk memajukan karir mereka pada perusahaan yang memiliki reputasi baik.

Hal ini disebabkan pengalaman karir pada perusahaan yang memiliki reputasi baik akan

dilihat sebagai ‘reflected glory’. Pengalaman karir tersebut akan dinilai sebagai keberhasilan

individu oleh lingkungan karyawan seperti keluarga, teman, dan kerabat baik selama bekerja

di perusahaan maupun setelah karyawan keluar dari perusahaan tersebut. Penelitian Kang et

al. (2011) tersebut menunjukkan bahwa perceived external prestige tidak memiliki hubungan

yang signifikan dengan komitmen karir.

H1 : Perceived external prestige berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional

karyawan

H2 : Perceived external prestige berpengaruh positif terhadap komitmen karir karyawan

Budaya organisasi dan organizational climate sering kali dianggap sebagai hal yang

sama (Harrison, 1997 dalam Wibowo, 2012). Namun, menurut Asforth dalam Hoy dan

Miskel (2007, dalam Wibowo, 2012) pada kenyataannya budaya dan organizational climate

merupakan dua hal yang berbeda. Menurutnya, budaya organisasi merupakan asumsi, nilai-

nilai, dan norma yang ada di benak anggota organisasi, sedangkan organizational climate

merupakan persepsi perilaku organisasi oleh anggota organisasi. Ethical organizational

climate dapat didefinisikan sebagai persepsi bersama yang diakui oleh organisasi mengenai

apa perilaku yang benar secara etis dan bagaimana isu etika dihadapi di dalam organisasi

(Victor & Cullen, 1987). Norma dan nilai yang dimiliki organisasi cenderung akan mendikte

bagaimana permasalahan etika ditangani sehingga membentuk organizational climate.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 5: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

5

Menurut Kang et al. (2011), semakin tinggi persepsi karyawan mengenai ethical climate

perusahaan, maka karyawan akan percaya pada tujuan perusahaan dan meningkatkan

emotional attachment pada perusahaan. Dalam penelitian Kim dan Miller (2008 dalam Kang

et al, 2011) ditemukan bahwa dengan adanya kepercayaan karyawan pada perusahaan akan

meningkatkan loyalitas karyawan pada perusahaan. Loyalitas tersebut akan menjadi salah satu

prediktor terhadap komitmen. Dalam penelitiannya Kang et al. (2011) menemukan bahwa

ethical organizational climate memiliki hubungan yang positif dengan komitmen

organisasional dan komitmen karir karyawan, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Schwepker (2001), dan Sims dan Kroeck (1994 dalam Schwepker, 2001).

H3 : Ethical organizational climate berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional

karyawan

H4 : Ethical organizational climate berpengaruh positif terhadap komitmen karir karyawan

Leader-member exchange quality didefinisikan sebagai kualitas yang dihasilkan dari

adanya hubungan timbal balik antara karyawan dan atasan (Dienesch & Liden, 1986). Leader-

member exchange quality dapat disebut sebagai social exchange antara karyawan dengan

atasan (Masterson et al., 2000). Berdasarkan social exchange theory, karyawan memiliki

kecenderungan untuk mengembangkan hubungan kerja yang berkualitas tinggi berdasarkan

pada dengan siapa mereka berinteraksi seperti karyawan lain atau atasan mereka dan

bagaimana mereka berinteraksi dan mendapatkan pengalaman dengan karyawan lain dan

atasan mereka (Blau, 1964; Coyle-Shapiro & Conway, 2004; Cropanzano & Mitchell, 2005

dalam Walumbwa, 2010). Dalam penelitian Kang et al. (2011) ditemukan bahwa kualitas

leader-member exchange dapat menjadi faktor yang mempengaruhi baik komitmen

organisasional dan komitmen karir karyawan. Hal ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Aryee dan Chay (1994), Colarelli dan Bishop (1990), Major et al. (1995), dan

Schyns et al. (2005) yang disebutkan dalam Kang et al. (2011). Berdasarkan penelitian

tersebut, karyawan yang memiliki kualitas leader-member exchange yang tinggi akan

membuat karyawan menerima tujuan perusahaan tempat mereka bekerja dan memotivasi

untuk memajukan karirnya. Hal ini menunjukkan komitmen tersebut dapat menjadi cermin

terkait apa saja yang sudah dilakukan atau diberikan oleh atasan dan perusahaan untuk

mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pertukaran yang tinggi di mana terdapat

pertukaran manfaat formal dan informal akan menghasilkan karyawan yang berdedikasi dan

berkomitmen pada organisasi dan karir mereka.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 6: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

6

H5 : Leader-member exchange quality berpengaruh positif terhadap dengan komitmen

organisasional karyawan

H6 : Leader-member exchange quality berpengaruh positif terhadap dengan komitmen

karir karyawan

Komitmen yang terdapat pada karyawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komitmen

organisasional dan komitmen karir. Komitmen organisasi adalah sejauh mana karyawan

melekatkan dirinya pada suatu organisasi dan tujuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut

serta menginginkan untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi tersebut

(Robbins & Judge, 2011 dan Allen & Meyer, 1990). Sedangkan komitmen karir dapat

didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai yang didapat dari pekerjaan

yang dipilihnya dan keinginan untuk bertahan pada pekerjaannya (Vandenberg & Scarpello,

1994).

Studi-studi sebelumnya telah menemukan bahwa semakin tinggi komitmen karyawan

maka akan kecil meminimalisir keinginan untuk meninggalkan perusahaan dibandingkan

dengan karyawan lain yang kurang berkomitman (Angle & Perry, 1981; Aryee et al., (1991);

Griffeth et al., 2000; Lum et al., 1998 dalam Kang et al, 2011). Intention to leave dapat

didefinisikan sebagai suatu kesadaran dan keinginan yang disengaja untuk meninggalkan

perusahaan (Tett & Meyer, 1993 dalam Egan et al., 2004). Pada penelitian oleh Kang et al.

(2011) ditemukan bahwa komitmen organisasional berhubungan negatif dengan intention to

leave. Menurut Sturges et al. (2005), karyawan yang memiliki tujuan untuk memajukan

karirnya akan berhubungan dengan komitmen karir karyawan karena karyawan tersebut akan

membutuhkan bantuan perusahaan untuk mendapatkan pengalaman kerja di perusahaan.

Karyawan yang memiliki kepuasan terhadap karirnya juga ditemukan memiliki hubungan

dengan komitmen karir. Dalam penelitian oleh Kang et al. (2011) ditemukan bahwa

komitmen karir memiliki hubungan yang negatif dengan intention to leave.

H7 : Komitmen organisasional karyawan berpengaruh negatif terhadap intention to leave

H8 : Komitmen karir karyawan memiliki berpengaruh negatif terhadap intention to leave

Pada peneltian Kang et al. (2011) ditemukan komitmen organisasional dan komitmen

karir mempengaruhi secara signifikan terhadap motivasi karyawan untuk berpartisipasi dalam

pelatihan. Motivasi karyawan untuk mengikuti pelatihan pada umumnya didahului oleh

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 7: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

7

adanya motivasi untuk belajar dari karyawan (Kang et al., 2011). Menurut Beier dan Kanfer

(2010), motivasi untuk mengikuti pelatihan merupakan tahapan awal pada motivasi dalam

pelatihan yang kemudian diikuti oleh motivasi selama proses belajar dalam pelatihan dan

motivasi untuk proses transfer hasil pelatihan. Bartlett (2001) meneliti hubungan atara

komitmen organisasional dengan motivasi untuk mengikuti pelatihan dan menemukan

korelasi yang signifikan di antara keduanya. Studi lain yang dilakukan oleh Ahmad dan Bakar

(2003) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi karyawan

untuk belajar dengan keseluruhan komitmen organisasional yang meliputi affective

commitment, normative commitment, dan continuance commitment. Cheng dan Ho (2011)

juga menemukan bahwa semakin tinggi karyawan berkomitmen pada karirnya akan membuat

karyawan tersebut memiliki keinginan untuk meningkatkan keterampilan dan kinerja mereka

melalui materi-materi pelatihan.

H9 : Komitmen organisasional karyawan berpengaruh positif terhadap motivasi karyawan

untuk mengikuti pelatihan

H10 : Komitmen karir karyawan berpengaruh positif terhadap motivasi karyawan untuk

mengikuti pelatihan

Metode Penelitian

Model dan hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dae-seok Kang, Jim Stewart, dan Hayeon

Kim yang berjudul “The effects of perceived external prestige, ethical organizational climate,

and leader-member exchange (LMX) quality on employees' commitments and their

subsequent attitudes” pada tahun 2011 dengan tujuh variabel, yaitu perceived external

prestige, ethical organizational climate, leader-member exchange quality, komitmen

organisasional, komitmen karir, motivasi untuk mengikuti pelatihan, dan intention to leave.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 8: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

8

Gambar 1. Kerangka Penelitian

Sumber : Kang et al. (2011)

Penelitian ini menggunakan desain penelitian conclusive-descriptive research design

dengan menggunakan karyawan PT XYZ sebagai objek penelitian. Karyawan PT XYZ

Indonesia yang dapat menjadi responden penelitian ini adalah karyawan dengan status

pekerjaan karyawan tetap, telah bekerja minimal 1 tahun, dan memiliki atasan yang

berhubungan secara langsung dan telah memiliki hubungan kerja dengan atasan saat ini

minimal 1 tahun. Kriteria responden tersebut digunakan agar dapat melihat hubungan variabel

lebih mendalam. Dalam pengambilan sampel digunakan nonprobability sampling dengan

teknik purposive sampling. Karyawan-karyawan yang menjadi responden pada umumnya

berjenis kelamin wanita (58,2%), merupakan generasi Y (89,5%), memiliki pendikan terakhir

S1 (81,9%), memiliki jabatan staff (84,8%), memiliki masa kerja 1-3 tahun (60,3%), dan

memiliki hubungan kerja dengan atasan 1-3 tahun (92,4%). Karyawan-karyawan tersebut

tersebar dalam 10 divisi, yaitu divisi Billing Collection (8,9%), divisi Customer Care

(20,3%), divisi Customer Service (14,8%), divisi Finance (11,4%), divisi Individual Claim

Operation (9,7%), divisi IT (9,3%), Operational (2,5%), dan divisi POS (10,1%).

Kuesioner dengan 6 skala Likert sebagai instrumen penelitian disebar dengan jumlah

pertanyaan sebanyak 55 pertanyaan yang kemudian menjadi 46 pertanyaan setelah adanya

pre-test. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian ini menggunakan kuesioner

yang bersumber dari penelitian Mael dan Asforth (1992) untuk variabel perceived external

prestige, penelitian Cullen et al., (1993) untuk variabel ethical organizational climate,

penelitian Liden dan Maslyn (1998) untuk variabel leader-member exchange quality,

penelitian Allen dan Meyer (1990) untuk variabel komitmen organisasional, penelitian Carson

and Bedeian (1994) untuk variabel komitmen karir, penelitian Barlett (2001) untuk variabel

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 9: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

9

motivasi untuk mengikuti pelatihan, dan penelitian Mitchel (1981) untuk variabel intention to

leave. Kuesioner yang dapat digunakan sebanyak 237 kuesioner.

Data primer yang telah dikumpulkan akan diolah menggunakan software SPSS dan

LISREL. Software SPSS 20 digunakan untuk analisis uji validitas dan reliabilitas saat

melakukan pre-test. Software LISREL 8.51 digunakan untuk analisis Structural Equation

Model (SEM) untuk main-test. Pre-test dilakukan untuk uji validitas dan uji reliabilitas dari

masing-masing indikator atau pertanyaan kuesioner. Uji validitas diukur menggunakan

indikator nilai KMO dan loading factor. Sedangkan pada uji reliabilitas menggunakan

indikator nilai Cronbach Alpha. Pada main-test dilakukan analisis SEM yang terdiri dari dua

tahap yaitu model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran dilakukan dengan uji

keseluruhan model pengukuran dengan meilihat nilai RMSEA, uji validitas dengan melihat

nilai stamdardize loading factor (SLF) dan t-value, dan uji reliabilitas dengan melakukan

perhitungan untuk mendapatkan nilai construct reliability (CR) dan variance extracted (VE)

berdasarkan nilai SLF dan SLF error. Model struktural dilakukan dengan uji keseluruhan

model struktural dengan melihat nilai RMSEA, dan analisis hubungan dan hipotesis penelitian

dengan melihat nilai t-value.

Hasil Penelitian

Pada uji kecocokan keseluruhan model pengukuran ditemukan nilai RMSEA senilai

0,093 sehingga perlu dilakukan respesifikasi dengan membebaskan error covariance.

Didapatkan nilai RMSEA sebesar 0,079 setelah respesifikasi. Setelah melakukan

respesifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Analisis

validitas dari model pengukuran dapat dilihat dengan memeriksa nilai t-value dan

standardized loading factor dari variabel teramati. Kriteria nilai tersebut agar dapat dinilai

baik adalah memiliki nilai t-value ≥ 1,96 dan standardized loading factor ≥ 0,3 (Igbaria et al.,

1997 dalam Wijanto, 2008). Pada penelitian ini semua indikator telah memenuhi standar nilai

tersebut. Analisis reliabilitas dari model pengukuran dapat dilihat dengan memerika nilai dari

construct reliability (CR) dan variance extrated (VE) dari nilai pada SLF dan error variance.

Kriteria nilai CR agar dapat dinilai baik adalah ≥ 0.70. Sedangkan untuk nilai VE dinilai baik

apabilai bernilai ≥ 0.50. Pada penelitian ini, seluruh nilai CR telah memenuhi kriteria. Namun

pada nilai VE, variabel ethical organizational climate dan motivasi untuk mengikuti pelatihan

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 10: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

10

belum memenuhi kriteria. Meskipun nilai VE tidak memenuhi standar, tidak perlu ada

eliminasi indikator, karena memang mungkin terjadi adanya variabel yang tidak reliable

meskipun model sudah fit (Malhotra, 2010).

Pada uji kecocokan keseluruhan model struktural ditemukan nilai RMSEA senilai

0,094. Kemudian dilakukan respesifikasi sehingga mendapatkan nilai RMSEA yang good fit

yaitu 0,08. Selanjutnya dalam menganalisis hubungan antar variabel dan menguji hipotesis

penelitian yang telah dibuat terdapat beberapa kriteria nilai hasil uji. Kriteria tersebut adalah t-

value. Nilai t-value yang digunakan pada model struktural adalah one-tailed dengan tingkat

signifikansi α = 5% atau tingkat kepercayaan 95% dengan nilai 1,645. Bila nilai t-value ≥

1,645 untuk pengujian hipotesis pengaruh positif dan t-value ≤ 1,645 untuk pengujian

hipotesis pengaruh negatif, maka dapat disimpulkan koefisien dari persamaan struktural

signifikan sehingga hipotesis dapat diterima. Di bawah ini merupakan hasil uji signifikansi di

dalam model struktural :

Tabel 1. Hasil Uji Signifikan (t-value)

No Path T-value Kesimpulan

1 Perceived External Prestige → Komitmen Organisasi 5,85 Signifikan

2 Perceived External Prestige → Komitmen Karir 4,64 Signifikan

3 Ethical Organizational Climate → Komitmen Organisasi -0,40 Tidak Signifikan

4 Ethical Organizational Climate → Komitmen Karir -0,25 Tidak Signifikan

5 Leader-Member Exchange Quality → Komitmen Organisasi 5,88 Signifikan

6 Leader-Member Exchange Quality → Komitmen Karir 4,53 Signifikan

7 Komitmen Organisasi → Motivasi Untuk Mengikuti Pelatihan 3,08 Signifikan

8 Komitmen Organisasi → Intention to Leave -8,69 Signifikan

9 Komitmen Karir → Motivasi Untuk Mengikuti Pelatihan 6,30 Signifikan

10 Komitmen Karir → Intention to Leave -6,24 Signifikan Sumber: Output Lisrel 8.51 Hasil Olahan Peneliti

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 11: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

11

Pembahasan

Berdasarkan uji signifikansi tersebut, seluruh hipotesis diterima kecuali hipotesis 3

dan hipotesis 4. Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kang et al. (2011),

terdapat beberapa perbedaan pada hasil dari hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4.

Penerimaan hipotesis 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived external

prestige karyawan maka akan semakin tinggi pula komitmen organisasional karyawan, begitu

pula sebaliknya. Adanya pengaruh positif dari perceived external prestige terhadap komitmen

organisasional pada karyawan PT XYZ disebabkan oleh karyawan PT XYZ menganggap PT

XYZ memiliki reputasi yang baik di industri sektor asuransi jiwa. Reputasi tersebut

didapatkan PT XYZ dengan memiliki identitas perusahaan dengan citra yang baik yang

terbentuk dari publik, pengalaman, dan pencapaian-pencapaian yang didapatkan oleh PT

XYZ. Pencapaian tersebut juga mendapatkan award, salah satunya dalam bidang SDM PT

XYZ. Persepsi mengenai reputasi PT XYZ oleh karyawan PT XYZ dapat dijadikan sarana

untuk meningkatkan citra diri karyawan di lingkungannya sehingga menimbulkan rasa

komitmen pada PT XYZ.

Penerimaan hipotesis 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived external

prestige yang dimiliki oleh karyawan maka semakin tinggi pula komitmen karir yang dimiliki

oleh karyawan, begitu pula sebaliknya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Kang

et al. (2011) dapat menunjukkan bahwa karyawan PT XYZ menjadikan persepsi reputasi PT

XYZ sebagai motivasi intrinsiknya untuk memiliki komitmen pada karirnya. Motivasi

intrinsik tersebut dapat tumbuh atas adanya ekspektasi karyawan terhadap reputasi PT XYZ

yang dapat memberikan nilai tambah bagi karyawan. Karyawan PT XYZ menganggap dengan

memiliki pengalaman karir pada PT XYZ yang memiliki reputasi baik dapat dijadikan sebuah

kebanggaan dan keberhasilan karyawan pada lingkungannya sehingga karyawan berkomitmen

untuk berkarir pada PT XYZ.

Pada hipotesis 3 dan 4, hipotesis 3 ditolak karena data tidak mendukung hipotesis.

Adanya perbedaan hasil penelitian ini dan penelitian Kang et al. (2011) dapat disebabkan

perbedaan kultur responden dari penelitian Kang et al dengan penelitian ini. Penelitian Kang

et al mengambil responden yang merupakan karyawan berkebangsaan Korea Selatan yang

bekerja pada 15 perusahaan ternama di negara Korea Selatan. Sedangkan penelitian ini

mengambil responden yang merupakan karyawan berkebangsaan Indonesia yang bekerja pada

PT XYZ. Karyawan di Korea Selatan dikenal sebagai karyawan yang dengan tingkat

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 12: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

12

kedisiplinan tinggi dan sangat menjunjung tinggi etika dalam perusahaan. Sama halnya

dengan ethical climate dalam perusahaan dijunjung tinggi dan diresapi oleh setiap karyawan.

Hal ini akan menimbulkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan yang berujung pada

komitmen karyawan pada perusahaan dan pada karirnya. Perbedaan responden ini juga dapat

menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap masing-masing indikator variabel sehingga

terjadi perbedaan hasil. Terlepas dari perbedaan budaya tersebut, hal ini membuktikan bahwa

meskipun PT XYZ telah memiliki ethical climate yang cukup tinggi, persepsi perilaku dalam

hal komitmen organisasional dan komitmen karir belum tercermin pada karyawan sehingga

PT XYZ perlu untuk menginvestigasi lebih lanjut mengenai ethical climate karyawan.

Hasil penelitian pada hipotesis 5 sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kang et al. (2011) yaitu semakin tinggi leader-member exchange quality maka komitmen

organisasional karyawan akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Persepsi karyawan PT

XYZ terhadap leader-member exchange quality yang tinggi dapat berasal dari timbal balik

dari atasan berdasarkan kontribusi yang diberikan karyawan PT XYZ dalam pekerjaannya,

loyalitas terhadap atasan, hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan, dan

professional respect bawahan terhadap atasan. Bila timbal balik tersebut dipersepsikan dalam

kategori yang baik, maka hubungan timbal balik tersebut akan menimbulkan kepercayaan

dari karyawan pada PT XYZ sehingga karyawan akan lebih berkomitmen dalam menerima

dan meraih tujuan dari PT XYZ. Leader-member exchange quality yang tinggi akan

berpengaruh pada dukungan sosial, mental, dan psikis yang diterima oleh karyawan PT XYZ

sebagai member. Melalui hubungan tersebut yang tinggi, karyawan PT XYZ mendapatkan

pengalaman, kepercayaan, dorongan, dan persetujuan untuk mencapai hasil pekerjaan di atas

standar yang diberikan oleh atasan.

Penerimaan hipotesis 6 menunjukkan bahwa Semakin tinggi leader-member exchange

quality maka akan komitmen karyawan pada karirnya akan semakin tinggi, begitu juga

sebaliknya. Timbal balik yang baik dari atasan atas kontribusi karyawan PT XYZ pada

pekerjaan yang diberikan oleh atasan akan menimbulkan rasa bahwa karyawan telah

melakukan kerja yang baik. Pekerjaan yang diberikan berdasarkan loyalitas karyawan pada

atasan juga akan membuat karyawan memiliki persepsi bahwa atasan percaya pada karyawan

tersebut. Timbal balik yang baik tentunya dipengaruhi oleh hubungan interpersonal yang

telah terjalin antara atasan dan bawahan. Selain itu, penghargaan yang diperoleh oleh

karyawan atas hasil pekerjaan yang diberikan oleh atasan akan membuat karyawan respect

terhadap atasan. Dengan memiliki hubungan timbal balik yang berkualitas tinggi tersebut,

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 13: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

13

karyawan PT XYZ akan semakin nyaman dalam karir atau pekerjaannya sehingga karyawan

akan tertarik untuk meningkatkan karirnya dalam PT XYZ. Selain itu, kualitas leader-member

exchange quality yang tinggi akan menimbulkan kepercayaan atasan pada karyawan PT XYZ

sebagai membernya, sehingga karyawan PT XYZ akan merasa memiliki lebih banyak

kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya melalui tugas pada pekerjaan atau karirnya

saat ini.

Hasil hipotesis 7 sejalan dengan penelitian Kang et al. (2011) yang menunjukkan

komitmen organisasional memiliki pengaruh negatif terhadap intention to leave. Semakin

tinggi komitmen organisasional maka semakin rendah keinginan karyawan untuk keluar dari

perusahaan, begitu pula sebaliknya. Pengaruh negatif ini menandakan bahwa karyawan PT

XYZ yang tidak memiliki loyalitas, kesetiaan, dan kesesuaian dengan tujuan-tujuan PT XYZ

akan memiliki keinginan yang tinggi untuk meninggalkan PT XYZ. Selain itu, hal tersebut

merupakan pertanda bahwa karyawan kurang nyaman untuk bekerja dalam perusahaan.

Loyalitas yang ditunjukkan oleh karyawan dapat ditandai dengan adanya tanggung jawab

terhadap pekerjaan dan perilakunya sesuai dengan nilai dan tujuan perusahaan. Karyawan

akan bersedia untuk memberikan usaha yang maksimal untuk merealisasikan tujuan

organisasi dan untuk kelangsungan organisasi, maka hal ini akan mengurangi keinginan untuk

keluar dari perusahaan. Loyalitas yang ditunjukkan oleh karyawan dapat berkaitan dengan

pengorbanan, risiko, dan alternatif pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan. Bila karyawan

merasa pengorbanannya kecil terhadap perusahaan, risiko yang kecil apabila meninggalkan

perusahaan, dan memiliki alternatif pekerjaan lain, maka keinginan karyawan untuk

meninggalkan perusahaan akan tinggi. Tingginya tingkat intention to leave karyawan dapat

berasal dari tidak adanya konsistensi dan bukti keterikatan pada perusahaan sebagai hasil dari

nilai dan norma yang dianggap benar oleh karyawan.

Hasil hipotesis 8 sejalan dengan penelitian Kang et al. (2011) yang menunjukkan

komitmen karir memiliki pengaruh negatif terhadap intention to leave. Hal ini berarti semakin

tinggi komitmen karir karyawan maka intention to leave karyawan akan semakin rendah.

Loyalitas karyawan PT XYZ terhadap pekerjaan atau karir yang dimiliki dapat diidentifikasi

dengan adanya keterikatan emosional karyawan pada pekerjaan atau karirnya. Keterikatan

emosional tersebut menimbulkan motivasi di dalam diri karyawan untuk konsisten pada

karirnya. Konsistensi pada karirnya juga dapat ditandai dengan adanya perencanaan karyawan

terhadap karir yang dimiliki untuk mencapai tujuan karir karyawan. Selain itu, konsistensi

karyawan pada pekerjaannya dapat dilihat dari bagaimana ketahanan karyawan dalam

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 14: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

14

menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul pada pekerjaannya. Ketahanan

tersebut juga berpengaruh pada kemampuan karyawan untuk menghadapi keadaan yang cepat

berubah. Adanya konsistensi dan loyalitas karyawan terhadap karirnya akan membuat

karyawan berkomitmen penuh pada karirnya di dalam perusahaan. Komitmen karir yang

penuh tersebut hanya bisa dicapai apabilai karyawan merasa puas terhadap apa yang diberikan

oleh perusahaan untuk mendukung karirnya. Bila karyawan merasa puas maka karyawan akan

cenderung tetap bertahan di dalam perusahaan.

Hipotesis 9 diterima menunjukkan bila karyawan memiliki komitmen organisasional

yang tinggi maka motivasi karyawan untuk mengikuti pelatihan akan semakin tinggi, begitu

juga sebaliknya. Adanya komitmen di dalam diri karyawan pada PT XYZ dapat ditandai

dengan keterlibatan karyawan pada program-program yang dijalankan oleh perusahaan.

Komitmen tersebut akan menimbulkan motivasi bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan-

kegiatan PT XYZ di masa yang akan datang, khususnya pada kegiatan pelatihan. Karyawan

PT XYZ yang berkomitmen pada PT XYZ akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan dalam

perusahaan karena karyawan PT XYZ merasa wajib untuk mengikuti pelatihan karena mereka

merupakan anggota dari PT XYZ. Motivasi tersebut juga muncul dari dalam diri karyawan

karena menganggap pelatihan tersebut merupakan pengorbanan bagi karyawan yang

diharapkan pada masa yang akan datang akan memberikan dampak yang baik bagi diri

karyawan.

Hasil hipotesis 10 sejalan dengan hasil penelitian dari Kang et al (2011). Semakin

tinggi komitmen karir karyawan maka motivasi karyawan untuk megikuti pelatihan akan

tinggi juga, begitu pula sebaliknya. Motivasi karyawan dalam mengikuti pelatihan berkaitan

dengan adanya keinginan karyawan untuk melakukan upward mobility karena pelatihan

menjadi salah satu tahapan dalam peningkatan karir karyawan tersebut sehingga mendapatkan

kekuasaan dan timbal balik seperti materi.. Selain itu, melalui pelatihan karyawan akan

mendapatkan penghargaan dari pihak lain, contohnya PT XYZ sendiri. Pelatihan juga dapat

menjadi bagian career planning karyawan PT XYZ dan dipersepsikan penting sebagai salah

satu sarana untuk pengembangan diri dan proyeksi karirnya di masa depan. Pelatihan juga

dapat menjadi sarana untuk melakukan assessment pribadi untuk memahami kebutuhan dan

peluang yang karyawan miliki pada karirnya pada saat ini dan pada masa yang akan datang.

Selain itu, pelatihan dapat menjadi sarana karyawan untuk mengatasi hambatan-hambatan

pada karirnya. Pentingnya pelatihan pada karir karyawan akan memotivasi karyawan untuk

mengikuti pelatihan yang disediakan oleh PT XYZ.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 15: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

15

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan bahwa perceived external prestige dan

leader-member exchange quality terbukti mempengaruhi secara positif komitmen

organisasional dan komitmen karir karyawan PT XYZ. Selain itu, ditemukan bahwa

komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan mempengaruhi secara negatif pada

intention to leave dan secara positif pada motivasi untuk mengikuti pelatihan pada karyawan

PT XYZ. Hanya ethical organizational climate yang ditemukan tidak signifikan pada

komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan PT XYZ.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya adalah penelitian ini

merupakan studi kasus menggunakan responden karyawan PT XYZ yang bekerja di kantor

Jakarta sebanyak 237 orang karyawan. Selain itu hasil analisis hanya berdasarkan pada hasil

kuesioner saja. Agar lebih akurat, dapat dikombinasikan dengan informasi tambahan dari PT

XYZ mengenai keadaan karyawan PT XYZ pada umumnya dan kondisi SDM pada sektor

asuransi jiwa. Dibutuhkan responden yang lebih banyak dan tersebar dari berbagai macam

jabatan dan divisi secara merata sehingga hasilnya tidak hanya bisa dilihat dari sisi

keseluruhan PT XYZ saja, namun pada tingkat divisi dan jabatan juga

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi masukan

bagi PT XYZ. Sebagai perusahaan dengan reputasi yang baik dalam sektor asuransi jiwa, PT

XYZ sudah seharusnya terus meningkatkan kualitas dari bisnis utama dari PT XYZ sendiri.

Hal ini dibutuhkan agar PT XYZ dapat terus mendapatkan citra yang baik di sektor asuransi

jiwa dan industri asuransi secara keseluruhan. Citra yang baik ini tentunya akan berpengaruh

pada perceived external prestige dari karyawan PT XYZ sehingga dapat meningkatkan

komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan. Hasil penelitian yang tidak

signifikan pada variabel ethical organizational climate pada komitmen organisasional dan

komitmen karir karyawan PT XYZ dapat menjadi landasan bagi PT XYZ untuk mengevaluasi

kembali persepsi karyawan mengenai ethical organizational climate PT XYZ. Meningkatkan

leader-member exchange quality pada atasan dan bawahan dalam PT XYZ juga perlu

diperhatikan dan dijaga karena cukup berpengaruh pada komitmen organisasional dan

komitmen karir karyawan. Peningkatan tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan interaksi

di dalam dan di luar pekerjaan.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 16: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

16

Selain dengan meningkatkan variabel-variabel penelitian yang terbukti memiliki

hubungan positif terhadap komitmen organisasional dan komitmen karir karyawan PT XYZ,

PT XYZ dapat mencari faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan komitmen organisasional

dan komitmen karir karyawan PT XYZ sehingga dapat mengurangi tingkat intention to leave.

Komitmen organisasional dapat ditingkatkan dengan menciptakan sense of belonging dan

menciptakan perasaan pentingnya memiliki karyawan. Sense of belonging tersebut didapatkan

dengan mengajak karyawan PT XYZ untuk berpartisipasi lebih dalam kegiatan-kegiatan PT

XYZ, seperti pada proses pengambilan keputusan perusahaan. Selain itu, komitmen

organisasional dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rasa semangat dalam mengerjakan

pekerjaan mereka dengan memberikan pekerjaan yang dapat mengembangkan keterampilan

dan keahlian karyawan. Karyawan PT XYZ sudah memiliki komitmen karir yang tinggi.

Sebagai bentuk dukungan agar komitmen pada karirnya dapat terjaga dalam PT XYZ, PT

XYZ dapat memberikan kebebasan bagi karyawan untuk membuat career planning. Lalu PT

XYZ juga dapat mendukung dan memfasilitasi karyawannya untuk mengembangkan karir di

dalam PT XYZ.

Dalam rangka mengurangi tingginya intention to leave karyawan PT XYZ, PT XYZ, PT

XYZ sebaiknya mencari penyebab-penyebab intention to leave akryawan tersebut. Penyebab-

penyebab tersebut mungkin dapat berupa job stress, kepuasan kerja, motivasi kerja, emotional

exhaustion, dan lain sebagainya. Berdasarkan analisi deskriptif yang telah dilakukan dan data

sekunder, sebagian besar karyawan PT XYZ merupakan generasi Y yang lahir tahun 1980-

1994. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa umur, dalam konteks ini generasi, dapat

mempengaruhi intention to leave karyawan. Tingkat intention to leave yang tinggi khususnya

pada generasi Y dapat disebabkan mereka masih memiliki keinginan untuk mencari

pengalaman dengan mencoba berbagai macam pekerjaan. Hal ini didukung oleh tingkat

keyakinan diri yang tinggi dalam proses percobaan tersebut dan alternatif pekerjaan yang

cukup banyak. Pada generasi Y, PT XYZ dapat memberikan benefit-benefit tambahan dan

tingkat gaji yang lebih tinggi dari pasaran untuk retain talent yang berpotensial sebagai salah

satu bentuk retensi karyawan. Pada umumnya, motivasi untuk mengikuti pelatihan pada

karyawan PT XYZ sudah tinggi. Sebagai bentuk dukungan tambahan selain jam pelatihan

yang sudah cukup banyak, PT XYZ dapat menampung aspirasi karyawan mengenai pelatihan

selanjutnya dan apa motivasi terbesar karyawan dalam mengikuti pelatihan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan tambahan pada perusahaan-

perusahaan dalam industri asuransi, khususnya sektor asuransi jiwa, karena pada umumnya

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 17: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

17

perusahaan dalam industri ini memiliki permasalahan yang sama, yaitu intention to leave

yang tinggi dan komitmen organisasional yang rendah.

Saran

Terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu :

1. Menambah waktu untuk penelitian agar kuesioner dapat tersebar lebih banyak dan

merata.

2. Jika memungkinkan, pengisian kuesioner diawasi sehingga apabila ada yang kurang

jelas dapat ditanyakan dan tidak diisi secara asal.

3. Mencari referensi lain sehingga dapat menambahkan variabel yang belum

dimasukkan dalam penelitian ini.

4. Sebaiknya setelah hasil penelitian didapatkan, peneliti melakukan wawancara

terhadap pihak-pihak terkait dalam perusahaan yang berhubungan dengan topik yang

diambil serta kondisi SDM pada sektor asuransi jiwa khususnya, sehingga analisis,

saran, dan implikasi manajerial yang diberikan dapat lebih akurat.

Daftar Referensi

Ahmad, K. Z., & Bakar, R. A. (2003). The association between training and organizational commitment among white-collar workers in Malaysia.International Journal of Training and Development, 7, 166-185.

Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of occupational psychology, 63(1), 1-18.

Bartlett, K.R. (2001), “The relationship between training and organizational commitment: A study in the health care field”, Human Resource Development Quarterly, Vol. 12 No. 4, pp. 335-52.

Beier, M. E., & Kanfer, R. (2010). Motivation in training and development: A phase perspective. Learning, training, and development in organizations, 65-97.

Cheng, E.W.L. and Ho, D.C.K. (2001), “The influence of job and career attitudes on learning motivation and transfer”, Career Development International, Vol. 6 No. 1, pp. 20-28.

Dienesch, R. M., & Liden, R. C. (1986). Leader-member exchange model of leadership: A critique and further development. Academy of management review, 11(3), 618-634.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 18: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

18

Egan, T. M., Yang, B. and Bartlett, K. R. (2004), The effects of organizational learning culture and job satisfaction on motivation to transfer learning and turnover intention. Human Resource Development Quarterly, 15: 279–301.

Fauzy, A. (2015, June 23). Inilah 10 Market Leader Asuransi Jiwa Berdasarkan Premi. Retrieved July 10, 2015 from infobanknews.com site: http://infobanknews.com/2015/06/inilah-10-market-leader-asuransi-jiwa-berdasarkan-premi/145748/

Kang, D. S., Stewart, J., & Kim, H. (2011). The effects of perceived external prestige, ethical organizational climate, and leader-member exchange (LMX) quality on employees' commitments and their subsequent attitudes. Personnel Review, 40(6), 761-784.

Kusumawardhani, A. (2015, June 6). AAJI Pangkas Prediksi Pertumbuhan Asuransi Jiwa Tahun Ini. Retrieved July 8, 2015 from bisnis.com site: http://finansial.bisnis.com/read/20150606/215/440790/aaji-pangkas-prediksi-pertumbuhan-asuransi-jiwa-tahun-ini

Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation, 5/E. Pearson Education

Mangalandum, R.S. (2013, May 23). Kebersamaan Karyawan PT XYZ Luar Biasa. Retrieved July 10, 2015 form swa.co.id site: http://swa.co.id/business-strategy/management/kebersamaan-karyawan-PTXYZ-luar-biasa

Masterson, S. S., Lewis, K., Goldman, B. M., & Taylor, M. S. (2000). Integrating justice and social exchange: The differing effects of fair procedures and treatment on work relationships. Academy of Management journal, 43(4), 738-748.

Radjasa, S. (2012, May 21). Hidden Cost of Employee Turnover. Retrieved July 10, 2015 from portalhr.com site: http://www.portalhr.com/komunitas/opini/ hidden-cost-of-employee-turnover/

Robbins, S., Judge, T. A. (2011). Organisational behaviour. Pearson Higher Education AU.

Schwepker, C. H. (2001). Ethical climate's relationship to job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention in the salesforce. Journal of business research, 54(1), 39-52.

Smidts, A., Pruyn, A. T. H., & Van Riel, C. B. (2001). The impact of employee communication and perceived external prestige on organizational identification.Academy of Management journal, 44(5), 1051-1062.

Sturges, J., Conway, N., Guest, D., & Liefooghe, A. (2005). Managing the career deal: The psychological contract as a framework for understanding career management, organizational commitment and work behavior. Journal of Organizational Behavior, 26(7), 821-838.

Vandenberg, R. J., & Scarpello, V. (1994). A longitudinal assessment of the determinant relationship between employee commitments to the occupation and the organization. Journal of Organizational Behavior, 15(6), 535-547.

Victor, B., & Cullen, J. B. (1987). A theory and measure of ethical climate in organizations. Research in corporate social performance and policy, 9(1), 51-71.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015

Page 19: Pengaruh Perceived External Prestige, Ethical ...

19

Walumbwa, F. O., Mayer, D. M., Wang, P., Wang, H., Workman, K., & Christensen, A. L. (2011). Linking ethical leadership to employee performance: The roles of leader–member exchange, self-efficacy, and organizational identification. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 115(2), 204-213.

Wibowo, T.S. (2012). Kajian Literatur Perbedaan Budaya dan Iklim Organisasi. Jurnal Dosen Digital Library Unipasby, 29-42.

Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8: Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pengaruh perceived ..., Winony Mutiara, FEB UI, 2015