PENGARUH PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA TERHADAP...
Transcript of PENGARUH PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA TERHADAP...
PENGARUH PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA
TERHADAP PARTISIPASI POLITIK ONLINE
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Hasanul Banna
11151110000047
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
v
ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama Pilkada 2017 DKI, tren partisipasi politik
online di Indonesia meningkat. Dalam pemilihan DKI Jakarta 2017, terjadi pertempuran
sengit antara kandidat untuk gubernur tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga di
dunia maya, terutama di media sosial. Diskusi partisipasi politik, keduanya partisipasi
politik online dan partisipasi politik offline tidak dapat dipisahkan dari demokrasi. Dalam
Pilkada DKI 2017 terlihat berbagai kegiatan politik di dunia maya, termasuk partisipasi
politik online, menyebabkan berbagai pengaruh dan implikasi pada kehidupan orang-
orang, serta kehidupan bangsa dan negara. Berdasarkan pada pengamatan, analisis, dan
studi literatur ada banyak faktor yang mempengaruhi partisipasi politik online.
Dalam penelitian ini, diperkirakan ada faktor yang memiliki pengaruh besar pada
partisipasi politik online adalah intensitasnya penggunaan media sosial. Penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif dilakukan di FISIP UIN JAKARTA dengan peserta
penelitian angkatan 2015-2018. Penelitian ini memberikan hasil bahwa tingkat partisipasi
online mahasiswa FISIP relatif sedang, intensitas penggunaan media sosial
diklasifikasikan sebagai tinggi, tetapi memiliki identitas ekspresi politik yang menengah.
Dari hasil statistic Analisis menggunakan Smart PLS, ditemukan bahwa intensitas
penggunaan media sosial melalui ekspresi politik memiliki pengaruh signifikan terhadap
partisipasi politik online. Dari hasil penelitian ini juga diketahui variabel moderasi yang
mempengaruhi hubungan tersebut adalah waktu penggunaan media, pengetahuan politik,
afiliasi politik dan kinerja pemerintah
Keyword : Sosial Media, Partisipasi Politik Online, ANT, Moderasi
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena
berkat kekuasaan Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir
zaman.
Untuk yang paling istimewa keluarga dan sanak saudara, karena telah
memberikan bantuan materi dan nonmaterial, semangat serta kesabaran yang tiada
henti kepada penulis.
Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak
pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Prof Dr. Hj Amany Burhanudin Lubis, Lc, Ma selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., dan Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si.,
selaku masing-masing Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membawa Prodi Sosiologi ke garda terdepan
vii
(Akreditasi A). Terimakasih telah menyetujui permohonan penyusunan
skripsi ini,
4. Bapak Hendro Prasetyo selaku Dosen pembimbing, berbaik hati
menyempatkan waktu luang di tengah kesibukan kepada penulis untuk
mendiskusikan berbagai hal dari mulai seminar proposal hingga menjadi
sebuah skripsi . Terimakasih atas ketelitian, kesabaran, dan dukungan
moril yang diberikan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran
berharga kepada penulis. Dan juga untuk seluruh staff Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Khairunnisa Hia, Zhafira Rahmayani, Annisa Pratiwi, Rafli Wiyan
Affandi, Oka Pangestu Adi, Yunandika, Ferbian Ahmad Rifai,
Muhammad Nur Romdoni, Dodi Kurniawan, Hanif Susila, Aldo Ghani
Atmojo, Zainal Murtado, Dedeh, Inas, Surya, Nailu. (RANDOM
SQUAD), Terimakasih atas support dan doa yang diberikan.
7. Kawan-kawan Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2015 Terima kasih karena telah menjadi teman seperjuangan yang luar
biasa.
8. Terima kasih terkhusus untuk Citra Dwikasari yang sudah membantu,
mensupport, mengedit, merevisi selama proses semprop sampai skripsi.
Semoga masih bisa berproses bareng ke depannya.
viii
9. Terima kasih juga kepada Travelio, Adly, Chivalry, Despotik, Geral,
Almori, Redi, Firman, Mahessa, Don Serena dan teman-teman
Alaskafinier lainnya yang telah memberikan banyak pembelajaran selama
kuliah.
10. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan
semangat serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang
membangun.Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan
bagi pembaca.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Jakarta, 20 Januari 2020
Hasanul Banna
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ....................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI. ..................................................... iii
ABSTRAK. ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah …………………………………………………. 1
B. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………….. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………… 9
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………. 10
1. Penggunaan Sosial Media dan Ekspresi Politik ………………… 10
2. Ekspresi Politik dan Partisipasi Politik Online …………………. 13
3. Sosial Media, Partisipasi Politik Online dan Moderasi ………… 14
E. Kerangka Teoritis …………………………………………………… 15
1. Landasan Teori …………………………………………………. 15
2. Definisi Konseptual……………………………………………... 20
a) Operasional Media Sosial…………………………………… 20
b) Partisipasi Politik Online …………………………………… 22
F. Metode Penelitian …………………………………………………... 26
1. Desain Penelitian ………………………………………………... 26
2. Kerangka Analisis ………………………………………………. 27
3. Skala Pengukuran ……………………………………………….. 30
G. Strategi Penarikan Sampel …………………………………………. 32
1. Populasi …………………………………………………………. 32
2. Sampel …………………………………………………………... 33
3. Rumus Slovin …………………………………………………… 33
4. Penarikan Sampel ………………………………………………. 33
H. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………… 35
I. Uji Statistik ………………………………………………………… 35
J. Kerangka Berpikir …………………………………………………. 39
x
BAB II GAMBARAN UMUM ………………………………………..
A. Gambaran Umum FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ………… 40
1. Sejarah FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ………………… 40
B. Program Studi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ……………. 41
1. Program Studi Hubungan Internasional ………………………… 41
2. Program Studi Sosiologi ………………………………………… 41
3. Program Studi Ilmu Politik ……………………………………… 42
C. Profil Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta …………. 42
D. Perilaku Sosial Media Mahasiswa FISIP UIN Jakarta ……………... 44
E. Perilaku Politik Mahasiswa FISIP UIN Jakarta ……………………. 45
BAB III ANALISIS DESKRIPTIF …………………………………...
A. Deskripsi Data Responden ………………………………………… 47
B. Deskripsi Variabel Penelitian ……………………………………… 55
1. Analisis Penggunaan Media Sosial …………………………….. 56
2. Analisis Ekspresi Politik ……………………………………….. 57
3. Analisis Partisipasi Politik Online ............................................... 58
BAB IV ANALISIS INFERENSIAL…………………………………
A. Analisis PLS-SEM ………………………………………………... 62
1. Evaluasi Outer Model …………………………………………. 62
a) Validitas Konvergen ………………………………………. 62
b) Validitas Diskriminan ……………………………………... 64
2. Evaluasi Inner Model ………………………………………….. 65
3. Pengujian Hipotesis …………………………………………… 67
4. Analisis Moderasi ……………………………………………... 69
a) Kelompok Berdasarkan Keefektifan Pemerintah …………. 71
b) Kelompok Berdasarkan Minat Politik …………. 72
c) Kelompok Berdasarkan Pengetahuan Politik …………….. 73
B. Pembahasan ………………………………………………………. 74
1. Sosial Media dan Partisipasi Politik Online dalam ANT ……... 74
2. Sosial Media, Ekspresi Politik dan Partisipasi Politik Online … 76
3. Sosial Media, Partisipasi Politik Online dan Moderasi ……….. 79
xi
BAB V PENUTUP ……………………………………………………
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 82
B. Saran ……………………………………………………………… 84
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
LAMPIRAN …………………………………………………………...
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.E.1 Operasionalisasi Variabel………………………………… 24
Tabel I.F.2 Skala Pengukuran………………………………………… 31
Tabel I.F.3 Kekuatan Variabel Berdasarkan Mean …………………... 31
Tabel I.G.4 Populasi Penelitian……………………………………….. 32
Tabel I.G.5 Sampel Penelitian………………………………………… 34
Tabel II.E.2 Jumlah Mahasiswa ……………….................................... 42
Tabel II.E.1 Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin…………………. 44
Tabel III.B.1 Kekuatan Penggunaan Medsos Berdasarkan Mean…….. 57
Tabel III.B.2 Kekuatan Ekspresi Politik Berdasarkan Mean…………. 57
Tabel III.B.3 Kekuatan Partisipasi Politik Online Berdasarkan Mean… 58
Tabel IV.A.1 Nilai Outer Loading……………………………………. 63
Tabel IV.A.2 Berdasarkan Nilai AVE……………………………….... 63
Tabel IV.A.3 Berdasarkan Alpha dan Reliability……………………... 64
Tabel IV.A.4 Berdasarkan Nilai Cross Loading……………………… 65
Tabel IV.A.5 Berdasarkan Nilai R-Square……………………………. 65
Tabel IV.A.6 Berdasarkan Nilai T-statistics…………………………... 68
Tabel IV.A.7 Analisis Moderasi………………………………………. 69
Tabel IV.A.8 Moderasi Berdasarkan Kinerja Pemerintah…………….. 71
Tabel IV.A.9 Moderasi Berdasarkan Minat Politik…………………… 72
Tabel IV.A.10 Moderasi Berdasarkan Pengetahuan Politik…………... 73
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik I.F.1 Hipotesis Penelitian……………………………………… 30
Grafik IV.A.1 Berdasarkan Hubungan Variabel………………………... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Derasnya arus globalisasi dan arus teknologi menjadikan indonesia
harus beradaptasi dengan teknologi internet. Sejak awal kehadirannya,
internet tidak pernah lepas dari perhatian masyarakat kelas manapun, baik
bawah hingga atas. Meskipun tergolong dalam teknologi yang baru namun
internet sukses menarik perhatian para penggunanya, internet selalu
menghadirkan hal-hal baru yang membuat penggunanya mampu
menggunakan internet dengan jangka waktu panjang. Salah satu buah dari
internet yang memberikan pengaruh sangat besar dalam masyarakat dunia
saat ini adalah media sosial. Media sosial menjadi alat baru yang memberikan
dampak signifikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalamnya
lingkungan politik dunia umumnya dan politik Indonesia khususnya.
Media sosial sudah memberikan banyak warna pada kehidupan akhir-
akhir ini. Semua urusan muali dari hal kecil hingga besar pasti melibatkan
media sosial, baik urusan ekonomi, sosial, lingkungan bahkan politik
sekalipun semuanya tak luput dari media sosial. Dari laporan berjudul
"Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use
Around The World" yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total
populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya
mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen.
2
Berdasarkan data yang didapat dari Hootsuite terkait media sosial yang
menguasai di Indonesia (https://tekno.kompas.com, diakses pada tanggal 18-
09-2018). Facebook menjadi urutan pertama sebagai media sosial dengan
user terbanya sekitar 110 juta. Disusul oleh instagram dengan user sekitar 55
juta, berbanding setengah dengan pemakai Facebook. Di posisi ketiga ada
youtube dengan user sekitar 50 juta, youtube pun dianugrahi sebagai media
sosial teraktif yang digunakan masyarakat Indonesia. Diposisi terakhir ada
Twitter dengan user tidak diketahui namun ada sekitar 4,1 miliar tweet yang
sudah keluar.
Penguasa media sosial saat ini adalah generasi milenial, atau yang bisa
disebut dengan generasi Y. Para ahli biasanya mendefinisikan batas milenial
menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan
pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran
(https://id.wikipedia.org/ diaskes pada tanggal 31 Januari 2020). Penelitian
lain dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa sembilan puluh satu
persen dari 16 hingga 24 tahun menggunakan internet untuk media sosial
(https://techno.okezone.com/ diakses pada tanggal 31 Januari 2020). Hal itu
dibuktikan dengan data survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII), hampir separuh dari total pengguna internet di Indonesia merupakan
masyarakat dalam kelompok usia 19-34 tahun (49,52%). Jumlah pengguna
internet dan media sosial dari kalangan pemuda diperkirakan akan terus
melesat. Hal tersebut bisa terjadi mengingat dimulai tahun 2020 sampai
dengan tahun 2035 usia produktif akan terus meningkat, fenomena itu yang
3
disebut dengan bonus demografi (https://databoks.katadata.co.id diakses pada
tanggal 20-09-2018).
Politik menjadi salah satu aspek kehidupan yang inheren dengan media
sosial. Media sosial sudah berhasil menjadi alat penting dalam politik, baik
sebagai penjaga status quo bagi penguasa atau menjadi alat pendobrak bagi
oposisi. Peristiwa musim semi Arab menjadi contoh revolusi yang
menggunakan sosial media untuk menggalang kekuatan untuk
menggulingkan kekuasaan dan berhasil. Proses itu dimulai dengan pemuda
Mesir yang menggunakan Media sosial untuk menyebarkan informasi-
informasi baru sebagai cara alternatif karena media massa sudah dihegomi
oleh penguasa. Gerakan itu berhasil mendapatkan banyak dukungan hingga
dapat memobilisasi massa untuk menjatuhkan rezim yang otoriter (Ipek,
Yasar dan Nahide, 2013). Hal tersebut dirasakan sampai ke Cina hingga
akhirnya pemerintah mengambil tindakan untuk memblokir pencarian kata
“Egypt” di situs pencarian internet untuk menghindari pergolakkan yang
serupa. (Ashraf, 2011). Sosial media adalah pisau bermata dua tergantung
bagaimana dan siapa yang menggunakannya.
Selain menjadi ancaman, media sosial melahirkan banyak peristiwa-
peristiwa besar dalam ranah politik. Keberhasilan Barrack Obama sebagai
presiden (Suhendra, 2014) merupakan bentuk revolusi komunikasi politik.
Presiden Obama menjadi orang hitam pertama yang berhasil menduduki
jabatan tertinggi di Amerika dengan menggunakan media sosial sebagai
media kampanye. Hal itu berhasil menarik suara anak-anak muda, begitupun
4
di periode selanjutnya media sosial kembali digunakan dan kembali berhasil
memenangkan kontestasi demokrasi untuk kedua kalinya. Sejak saat itu
negara-negara lain mulai mengikuti langkah menjadikan media sosial untuk
melakukan agenda kampanye dan kepentingan lain.
Fenomena pemanfaatan media sosial di Indonesia dalam kepentingan
politik mulai terasa sekitar tahun 2012 pada saat Pilkada di DKI Jakarta dan
penyelamatan KPK. Hampir semua calon menggunakan media sosial guna
menarik suara khususnya anak-anak muda. Sejumlah ikon pemuda pun
dimanfaatkan untuk mendapatkan suara di pilkada. Nada apatis (tidak peduli)
yang selama ini menjadi kesan utama sikap generasi muda Jakarta perlahan
mulai mengalami erosi (berkurang) (Priyono dkk, 2014). Hal itu dibuktikan
dengan turunnya tingkat apatis di DKI Jakarta pada kontestasi terakhir di
tahun 2017, mengutip data dari KPU bahwa tingkat apatis turun dari 32
persen (2,4 juta) di tahun 2012 menjadi 22 persen (1,6 juta) di tahun 2017
(pilkada2017.kpu.go.id, diakses pada tanggal 21 September 2018). Memang
tingkat apatisme di Indonesia masih tinggi akan tetapi Jakarta sebagai ibukota
bisa menjadi contoh keefektivan pengunaan media sosial dalam politik guna
menurunkan tingkat apatisme.
Hadirnya teknologi digital tidak hanya merevolusi strategi komunikasi
politik, tapi juga cara partisipasi politik warga negara (Fayakhun, 2017).
Partisipasi politik secara umum diartikan sebagai aktivitas warga negara yang
bertujuan untuk memengaruhi kebijakan politik. Sebagai sebuah konsep dan
model, partisipasi politik bukanlah merupakan konsep yang bersifat final atau
5
statis. Salah satu faktor yang menunjang perkembangan demokrasi dan
partisipasi politik adalah kemajuan teknologi. Berbagai kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, terutama internet dan media sosial, telah
mentransformasi dan memperkenalkan model-model baru partisipasi politik
bagi warga negara, yaitu partisipasi politik di dunia maya (online).
Partisipasi politik konvensional dan online memiliki sedikit perbedaan.
Menurut (Brady, 1999; Verba, Schlozman, & Brady, 1995) partisipasi politik
online adalah aktivitas politik secara online yang mempunyai tujuan atau
dampak untuk memengaruhi kebijakan pemerintah, baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Dari definisi tersebut yang membedakan antara
keduanya hanya ruang yang digunakkan. Dalam partisipasi konvensional
menggunakan ruang fisik sebagai tempat namun partisipasi online
menggunakan ruang maya (online) sebagai tempatnya. Sedangkan tujuan dari
kedua partisipasi ini memiliki kesamaan, untuk terlibat dalam menentukan
kebijakan pemerintah baik langsung ataupun tidak.
Penelitian yang dilakukan di Australia oleh Jill Sheppard (2015),
menemukan pergerasan aktifitas partisipasi politik pasca perang dunia.
Partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat Australia di tahun 1970
lebih ke arah voting, political party membership nampak mulai beralih
menjadi partisipasi politik online. Dimulai dari bentuk partisipasi politik yang
tidak umum seperti demonstrasi, boykot dan hal lain yang bersifat kekerasan
ke arah yang lebih tenang menjadi pengajuan petisi, penulisan kritikan dan
lain-lain. Dalam 15 tahun terakhir ketika internet muncul seakan memberikan
6
cara baru dalam berpartisipasi politik (online). Indonesia nampak memasuki
tahap tersebut, hal ini diperkuat ketika dimulai dari aksi penyerahan petisi
online bertema serahkan ke KPK oleh sejumlah pegiat anti korupsi,
intelektual dan perwakilan mahasiswa yang berhasil mengantongi 5000 petisi.
Fenomena ini bisa terjadi karena media sosial menyediakan platform
baru bagi masyarakat untuk dijadikan sebagai wadah diskursus politik. Ruang
baru yang diberikan memberikan celah untuk kegiatan partisipasi politik
mengalami perubahan. Menjadi kelebihan bagi media sosial karena
menyediakan tempat mengekspresikan beropini, melakukan diskusi serta
mendapatkan informasi di waktu yang bersamaan dibandingkan dengan
media tradisional (Lubna, 2016: 279).
Pada masa awal kehadirannya, penggunaan media sosial terutama pada
generasi muda, sering diidentikkan hanya untuk tujuan sosialiasi,
mengekspresikan diri, dan hiburan. Namun dalam perkembangannya
penggunaan media sosial meluas. Media sosial juga digunakan untuk mencari
dan berbagi informasi, bisnis, menyiarkan agama, dan aktivitas politik
(Rovazio Okiiza, 2017). Penelitian Skoric, Zhu, Goh, & Pang (2016)
menunjukkan bahwa intensitas penggunaan media sosial untuk tujuan
informasi, mengekspresikan diri, dan relasional mempunyai hubungan positif
dengan tingkat partisipasi politik online. Selain itu, penelitian Homero, Logan
dan Zheng (2014) secara lebih spesifik menyatakan penggunaan media sosial
untuk informasi dan relasi melalui ekspresi politik di media sosial juga
mempunyai hubungan positif dengan tingkat partisipasi politik online.
7
Penelitian lain juga dilakukan oleh Lubna Zaheer (2016) kepada
mahasiswa di Pakistan, hasilnya menunjukkan hubungan yang positif antara
lama waktu menggunakan Facebook dengan tingkat partisipasi politik.
Dengan kata lain, para siswa yang menghabiskan lebih banyak waktu di
Facebook adalah lebih terlibat untuk menggunakannya untuk tujuan politik.
Demikian pula, siswa yang sering menggunakan Facebook untuk tujuan
politik lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan politik online dan offline
(Lubna, 2016). Hal tersebut diperkuat dengan semakin tingginya tingkat
pengguna internet dalam tingkat dunia yang bisa terjadi pergeseran partisipasi
politik secara konvensional menjadi partisipasi secara internet (online).
Perdebatan media sosial dan partisipasi politik belum terselesaikan
sampai saat ini. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa media sosial tidak
berkorelasi dengan partisipasi politik online. Penelitian yang dilakukan oleh
Ali Salman dan Suhana Saad (2015), yang menyimpulkan bahwa 89 persen
remaja di Malaysia adalah pengguna media sosial. Namun, pemuda lebih
cenderung menggunakan media sosial untuk tujuan hiburan dan jejaring
sosial. Hal ini yang menjadi permasalahan bahwa hanya tujuan penggunaan
media sosial tertentu yang memberikan dampak terhadap partisipasi politik
online.
Penelitian ini ingin mencoba membuktikan bahwa penggunaan media
sosial berdampak positif dan signifikan dalam memengaruhi tingkat
partisipasi politik online di kalangan milenial. Mereka adalah sebagai
generasi yang melek teknologi dan user terbanyak media sosial sehingga
8
diasumsikan memiliki pengaruh yang lebih terhadap media sosial. Penelitian
ini dilakukan di FISIP UIN Jakarta dengan mengambil mahasiswa FISIP yang
masih aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Alasan kenapa memilih UIN Jakarta adalah karena faktor religiusitas
seseorang bisa sebagai pendorong partisipasi politik. Penelitian yang
dilakukan oleh Saiful Mujani (2003) membuktikan bahwa religiusitas
memberikan pengaruh positif terhadap komponen dari partisipasi politik.
Alasan lain UIN Jakarta menjadi salah tempat terbaik bagi para mahasiswa
muslim milenial di Indonesia mengenyam pendidikan (https://beasiswa-
id.net/universitas-islam-terbaik-di-indonesia/diakses pada tanggal 30 Januari
2020). Alasan lain adalah UIN menjadi salah satu universitas yang dikenal
dengan permainan politiknya yang sangat kental yang dan memuncak pada
pemilihan mahasiswa raya (Pemira). Kampus ini berada di daerah
metropolitan yang artinya akses internet sudah sangat mudah didapatkan.
Gesekan organisasi-organisasi ekstra menjadi penambah dinamisnya politik
di kampus UIN Jakarta. Hal tersebut menjadikan UIN layak dipilih karena
memiliki sensitifitas politik akibat gesekan-gesekan organisasi (Ashek dan
Ruhul, 2017).
FISIP identik dengan pemahaman politik yang karena setiap program
studi mendapatkan mata kuliah yang beririsan dengan ilmu politik. Hasil
interaksi antara pengetahuan (teori) di dalam kelas dan ditambah gesekan
organisasi ekstra (praktik) menambah pemahaman mereka terkait politik.
Pemahaman politik yang tinggi mampu menjadi prediktor kuat antara sosial
9
media dan partisipasi politik online. Hal itu sesuai dengan temuan Aishat,
Ishak dan Norsiah (2015) tentang cognitive engagement theory (CET). CET
menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan politik tinggi
memiliki kemungkinan besar untuk terlibat dalam kegiatan politik online.
Berbeda dengan fakultas yang cenderung menekankan nilai-nilai keagamaan
yang kuat, seperti fakultas Syariah, Ushuludin dan Dirasat atau fakultas eksak
seperti fakultas Sains dan Teknologi, Kedokteran dan Psikologi.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka pertanyaan dalam penelitian ini
adalah:
1. Seberapa besar pengaruh penggunaan media sosial terhadap partisipasi
politik online dengan ekspresi politik sebagai variabel intervening?
2. Seberapa besar pengaruh variabel moderasi terhadap penggunaan media
sosial dan partisipasi politik online?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini diantaranya untuk mengetahui pengaruh antara
penggunaan media sosial dan partisipasi politik online, dan diharapkan
penelitian ini dapat menghasilkan:
10
1. Manfaat Akademis
Dalam penelitian ini diharapkan bisa menyumbangkan untuk kajian
sosiologi khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
pemecahan masalah-masalah sosial yang berkembang dalam ranah media
sosial dan partisipasi politik online.
2. Manfaat Praksis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pula dapat mendorong
penelitian lebih lanjut mengenai media sosial dan partisipasi politik.
Adapun manfaat secara khusus yaitu dapat memberikan manfaat berupa
masukan atau saran-saran positif kepada para pembaca, untuk lebih bijak
dalam menggunakan media sosial dan memikirkan efeknya khususnya
dalam ranah partisipasi politik online.
D. Tinjauan Pustaka
1. Penggunaan Sosial Media dan Ekspresi Politik
Informasi menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam mendorong
dan menentukan sikap seseorang termasuk dalam sikap berpolitik.
Penelitian yang dilakukan oleh Mcleod (1999) bahwa penambahan
informasi yang didapatkan dari media apapun akan memberikan pengaruh
baik langsung ataupun tidak langsung kepada partisipasi politik. Sosial
media menjadi alat baru bagi masyarakat yang lebih terbuka dan beragam
untuk mendapatkan banyak informasi termasuk informasi-informasi politik
11
(akun politisi, berita politik, berita politik, dll). Informasi-informasi politik
yang didapatkan dari internet ini akan memberikan kesempatan yang lebih
besar untuk melakukan kegiatan sosial media dalam mengekspresikan hal-
hal yang bersifat politik (Kushin dan Yamamoto, 2010).
Menurut Aishat, Ishak dan Norsiah (2015) cognitive enagegement
theory adalah seseorang yang memiliki pengetahuan politik tinggi maka
besar kemungkinan untuk terlibat dalam kegiatan politik. Pengetahuan
politik adalah kunci untuk mendorong keterlibatan partisipasi politik
online. Mereka menekankan bahwa akses informasi menjadi prediktor kuat
yang bertanggung jawab dalam partisipasi politik online melalui
pengetahuan politik, ketertarikan politik dan kepuasan dalam kebijakan
yang dibuat. Singkatnya, cognitive engagement theory beranggapan bahwa
pengetahuan-pengetahuan tentang politik yang didapatkan dari sosial
media akan mendorong pengetahuan dan semangat berekspresi dalam
politik dan akhirnya terjadi partisipasi politik online.
Interaksi sosial yang dilakukan di sosial media juga memiliki peran
terhadap ekspresi politik dan partisipasi politik di sosial media. Konsepsi
tentang diri mereka di dunia jaringan berguna untuk membuat hubungan
baru antara pengguna media sosial, konsep ini disebut dengan technologies
of social saturation. Teori ini menjelaskan bahwa manusia memiliki
banyak fragmen dalam dirinya yang berbentuk sikap, pandangan, tujuan
ataupun cara, ini yang disebut oleh Gergen (dalam Kelly Anne Hirsch,
2014) adalah multiphernia. Diri yang dimiliki manusia merupakan
12
internasilisasi dari hasil interaksi dirinya dengan manusia lain secara
langsung ataupun melalui media sosial. Proses internalisasi ini yang akan
menciptakan diri lain dan akan digunakan pada situasi tertentu. Ketika
seorang laki-laki menjadi kepada keluarga, dia sudah tau apa yang harus
dilakukan dan bagaimana bersikap secara otomatis. Hal tersebut terjadi
akibat hasil interaksi dengan orang yang sudah berkeluarga terdahulu.
Sosial media adalah tempat dimana bisa berhadapan dengan banyak
jenis kelompok dan akan menyesuaikan diri sendiri dengan nilai-nilai dari
kelompok tersebut (Papacharissi, 2012). Media sosial mampu
mempertemukan individu dengan kelompok-kelompok yang memiliki
orientasi politik. Hasil interaksi tersebut berpotensi untuk terjadinya
internalisasi nilai-nilai politik ke dalam diri sehingga menjadi bagian
dalam diri diri yang baru. Hal ini harus dipahami bahwa sosial media
memberilan celah besar untuk individu menginternalisasikan nilai-nilai
politik sebagai akibat dan hasil interaksi dengan kelompok yang memiliki
unsur politik.
Pengaruh penggunaan sosial media dan partisipasi politik online juga
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Homero, Logan dan Pei
(2014) dengan melihat ekspresi politik sebagai mediator antara
penggunaan sosial media dengan partisipasi politik offline dan online,
hasilnya adalah positif bahwa ekspresi politik berhasil menjadi jembatan
antara penggunaan sosial media (informasi dan relasi) terhadap partisipasi
politik offline dan online. Temuan serupa juga terjadi pada penelitian yang
13
dilakukan oleh Skoric, Zhu dan Pang (2015) bahwa penggunaan media
sosial informasi, relasi dan ekspresi memberikan pengaruh terhadap
kegiatan politik online.
2. Ekspresi Politik dan Partisipasi Politik Online
Ekspresi merupakan hal penting dalam permulaan sebelum berubah
menjadi sebuah tindakan. Penelitian yang dilakukan oleh Larry Elin (2003)
menyimpulkan ketika ruang untuk berekspresi diberikan baik di ruang
nyata ataupun online akan mendorong seseorang untuk mengambil
tindakan. Penelitian yang dilakukan oleh (Homero, Logan dan Zheng,
2014) memberikan skema bagaiamana proses ekspresi politik ini
tersalurkan dan berubah menjadi partisipasi politik online.
Proses ini memiliki tiga unsur, yaitu ekspektasi dari ekspresi,
susunan dan penyampaian pesan. Ekspektasi menjadi pertimbangan
seseorang untuk berekspresi bahkan dimulai sebelum ekspresi
disampaikan. Individu akan membayangkan respon orang dari hal yang
akan ia sampaikan. Selanjutnya proses penyusunan dari hal yang ingin
disampaikan, selama proses ini individu mampu mendapatkan pandangan
baru dari hal yang ingin disampaikan. Pesan yang berhasil disampaikan
menjadi penguat pandangan dan komitmen dari yang sudah disampaikan.
Hal ini dapat mendorong ekspresi menjadi partisipasi karena muncul rasa
dihargai dalam diri individu ketika suaranya di dengar oleh banyak orang.
14
Media sosial menjadi vital karena bisa menjadi wadah agar skema yang
dijelaskan dapat terlaksana dengan baik.
Analisis ini didukung oleh temuan yang dilakukan (Rovazio Okiiza,
2017) yang membuktikan bahwa ekspresi politik online memberikan
pengaruh yang signifikan kepada partisipasi politik online anak muda di
Jakarta. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Homero dan Logan: 2014)
juga membuktikan bahwa ekspresi politik berhasil sebagai mediator dari
penggunaan sosial media kepada partisipasi politik online dan offline.
3. Sosial Media, Partisipasi Politik Online dan Moderasi
Hubungan sosial media dengan partisipasi politik online terus
mengalami perdebatan terutama pencarian variabel lain yang menjadi
penguat kedua hubungan ini. Penelitian yang dilakukan oleh (Aishat, Ishak
dan Norsiah 2015) menjelaskan bahwa pengetahuan, minat politik dan
kinerja pada pemerintah menjadi variabel penting dalam mempengaruhi
kegiatan politik dalam ranah online.
Menurut Aishat, Ishak dan Norsiah (2015) cognitive enagegement
theory adalah seseorang yang memiliki pemahaman politik yang tinggi
memiliki kemungkinan besar untuk terlibat dalam kegiatan politik.
Penmahaman politik adalah kunci untuk mendorong keterlibatan
partisipasi politik online. Mereka menekankan bahwa pemahaman yang
didapatkan dari sosial media menjadi prediktor kuat yang bertanggung
jawab dalam partisipasi politik online. Hal itu didapatkan melalui
15
pengetahuan politik, ketertarikan politik dan kepuasan dalam kebijakan
yang dibuat. Singkatnya, cognitive engagement theory beranggapan bahwa
pengetahuan-pengetahuan tentang politik yang didapatkan dalam
pencarian informasi dari sosial media akan mendorong pengetahuan dan
semangat berekspresi yang akhirnya menjadi partisipasi politik online
Penelitian ini akan menganalisis hubungan penggunaan media sosial
dengan partisipasi politik online. Penggunaan media sosial dilihat dari tiga
dimensi (penggunaan untuk tujuan informasi, ekspresi politik dan
relasional). Ekspresi politik menjadi variable intervening yang akan
dikaitkan terhadap tingkat partisipasi politik online. Analisis lain akan
melihat hubungan penggunaan media sosial dengan partisipasi politik
online dengan variabel moderasi. Variabel moderasi dalam penelitian ini,
yaitu pengetahuan politik, minat politik dan kinerja pemerintah.
E. Kerangka Teoritis
1. Landasan Teori
Actor Network Theory (ANT) atau teori jejaring aktor adalah
perspektif yang sangat berpengaruh di dalam ilmu Sosiologi saat ini.
Perspektif ini sangat menentang aliran esensialis yang mengatakan tidak
adanya kemampuan manusia untuk menciptakan realitas sosial. ANT
berargumen bahwa realita sosial hadir melalui jaringan di antara agen yang
saling berinteraksi satu sama lain. Agen dalam pandangan ANT bukan
16
hanya manusia tetapi juga non manusia (material) seperti teknologi, mesin,
dan lain-lain. Keberadaan semua unsur-unsur tersebut, baik manusia
maupun non manusia dikenal juga dengan prinsip heterogenitas. Semua
unsur tersebut berperan dalam memelihara keutuhan sistem sosial.
Teori jejaring aktor memiliki beberapa prinsip dalam melihat suatu
realitas sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gibran Rivera
Gonzalez (2013) untuk disertasinya, ia menjelaskan bahwa ANT memiliki
tiga prinsip: simetri umum, agnostisme dan bebas asosiasi. Menurut
prinsip simetri umum, pandangan ini tidak ada perbedaan antara aktor
manusia dan non-manusia. Keduanya harus dianalisa dalam istilah yang
sama tanpa membuat diskriminasi. Singkatnya, semua elemen aktor
memiliki posisi dan pengaruh tindakan yang sama dalam menciptakan
realita sosial.
Prinsip kedua adalah agnostisme, mengharuskan pengamat jaringan
aktor, tidak boleh memfokuskan analisis pada satu agen. Prinsip ini
mengharuskan untuk melihat hubungan yang terjadi sebagai suatu
kesatuan yang umum sehingga akan menghindari interpretasi lebih dalam
ke salah satu aktor. Hal ini menempatkan aktor memiliki pengaruh yang
sama tanpa dibedakan. Prinsip terakhir yaitu bebas asosiasi, dalam analisa
apa pun, hubungan para aktor dan cara mereka menjelaskan fenomena
harus diizinkan berfluktuasi dalam suatu jaringan. ANT menyarankan
untuk tujuan analisa, pembedaan antara unsur manusia dan non manusia
17
tidak perlu dilakukan karena merupakan suatu kesatuan hal inilah yang
disebut dengan prinsip heterogenitas.
Media sosial dipandang sebagai penghantar (intermediari) bagi
seorang manusia untuk melakukan partisipasi politik online dalam
perspektif ANT. Menurut Yuliar (2009) dalam suatu jaringan relasi aktor-
aktor, para aktor penyusunnya berada dalam keadaan saling terhubungkan
satu terhadap yang lain. Hubungan ini hanya terpelihara jika ada
penghantar (intermediari) yang mempertahankan hubungan tersebut. Sifat
media sosial sebagai suatu intermediari bukan sebagai konektor yang
hanya berfungsi sebagai penghubung dari aktor tanpa diberi ruang untuk
bergerak. Media sosial sebagai intermediari memposisikan setiap agen
sebagai aktor yang aktif dan dapat mempengaruhi satu sama lain sehingga
menjadi sebuah jaringan yang kompleks.
Menurut Callon (dalam Yuliar, 2009) terdapat empat tipe
intermediari, yaitu teks (buku, artikel, dll), objek teknis (mesin dan artefak
selain manusia), keterampilan dan uang.
1. Teks. Dalam berbagai bentuk dan tatanan simbolis, teks berperan
penting dalam kehidupan sosial, terutama dalam bidang hukum
dan sains. Suatu teks dapat berbicara atas nama agen pemerintah,
perusahaan multinasional, sektor industri, dan lain-lain.
Kumpulan teks mendefinisikan suatu jaringan dengan menjalin
koneksi dengan berbagai unsur yang heterogen. Dengan cara
seperti ini, teks berperan sebagai intermediari.
18
2. Objek teknis. Dalam berbagai situasi praktis, objek teknis
menjalankan sebuah program aksi yang mengkoordinasikan
jaringan peran, yang melibatkan mesin dan manusia. Seperti
halnya teks, objek teknis menghubungkan entitas-entitas lain ke
dalam jaringan heterogen.
3. Keterampilan. Keterampilan yang spesifik terbentuk melalui
serangkaian kegiatan yang dirancang secara spesifik, dengan
menggunakan beragam sarana teknis, media tekstual, dan para
pelatih yang spesifik pula. Keterampilan tidak bisa
dideskripsikan tanpa melibatkan jaringan heterogen yang
tersusun atas manusia, teks, dan mesin. Deskripsi terhadap
sebuah keterampilan dapat dilakukan dengan menelusuri dan
merekam jaringan yang terkait dengan keterampilan tersebut.
4. Uang. Uang dalam wujud koin, kertas, atau medium elektronik
merupakan intermediari. Uang bersirkulasi dalam pertukaran
barang-barang dan menyimpan nilai. Jadi uang mendefinisikan
relasi antara pembeli dan penjual, dan menjadi ukuran atau
takaran mengenai komitmen diantara mereka.
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan Rovazio (2017),
Jose Van Dick (2017) dan Aizi dan Shahizan (2011), menempatkan media
sosial sebagai aktor intermediari. Intermediari dalam hal ini tidak bisa
dipahami sebagai mediator atau aktor yang pasif yang hanya berperan
sebagai penyambung aktor dengan aktor lain. Pertemuan antara aktor
19
dalam media sosial memberikan proses interaksi satu sama lain begitupun
dengan media sosial. Setiap aktor terlibat di dalam jejaring relasi-relasi,
dalam aliran intermediari yang bersirkulasi, menghubungkan, membentuk
identitas aktor yang baru.
Identitas baru tersebut muncul karena aktor menginisiasi aksi
kemudian aktor-aktor yang lain melanjutkan aksi tersebut. Dalam
melanjutkan aksi memungkinkan adanya terjadi penerimaan atau
penolakan. Aktor-aktor ini saling meneruskan aksi atau justru melawan
dengan antiprogram (resistensi) yang bisa memunculkan aksi baru.
Dengan demikian, aksi merupakan kumpulan dari aksi-aksi yang
dilakukan sebelumnya dan bertemu dengan aksi lain kemudian akan
melewati proses yang sama. Prespektif ANT memahami bahwa aksi
bukanlah hal yang final, melainkan sebuah proses yang akan bergulir terus
menerus sehingga setiap hal akan terus berubah.
ANT dilihat tepat untuk digunakan sebagai teori dalam penelitian ini
yang ingin melihat hubungan teknologi (media sosial) dan realita sosial
karena beberapa hal. Pertama, ANT dilihat fokus terhadap agensi yang
kerap berubah-ubah tergantung dengan tujuan digunakannya. Media sosial
dilihat sebagai tipe baru agensi yang berada dalam dunia komunitas online
yang memberikan penggunannya ruang berinteraksi dan berpenetrasi
sesuai keinginannya. Kedua, ANT memiliki fokus ke dalam teknologi
sebagai proses. Makna proses disini adalah melihat teknologi sebagai
20
sesuatu yang merupakan bagian dari proses evolusi, perkembangan,
penemuan, penolakan dan lain-lain. Internet.
ANT adalah teori yang tepat untuk menjelaskan pengaruh media
sosial terhadap partisipasi politik online. Konsep intermediari yang
dimiliki menjadi fokus pembahasan dalam menjelaskan hubungan tersebut
dengan konsep keutuhan jaringan atau sistem. Hal itu yang menjadi
kekuatan teori ini dibandingkan teori yang lain, semisal cognitive
engagement theory (CET). Teori itu hanya menjelaskan bahwa partisipasi
politik online bisa terjadi akibat dari proses pengetahuan yang didapatkan
dari sosial media. CET hanya fokus pada peran pengetahuan yang
didapatkan dari sosial media. Alasan itu menjadikan ANT cocok dalam
penelitian yang ingin melihat hubungan media sosial dengan tingkat
partisipasi politik online.
2. Definisi Konseptual
a) Operasional Media Sosial
Menurut Ardianto Elvinaro (2007: 103) pada dasarnya media
sosial serupa dengan media massa. Media massa dibagi dua bagian,
yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti surat
kabar, majalah, sedangkan media elektronik seperti radio, televisi,
film dan media online. Sedangkan menurut Andreas Kaplan dan
Michael Haenlein (dalam Gusti, 2012) media sosial adalah sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun diatas dasar
ideologi dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan
21
pertukaran user-generated content, web 2.0 menjadi platform dasar
media sosial. Secara umum media sosial didefinisikan sebagai media
online yang mendukung interaksi sosial. Media sosial menggunakan
teknologi berbasis Web yang mengubah komunikasi menjadi dialog
interaktif. Media sosial menjadi cara baru untuk berkomunikasi bagi
masyarakat dunia
Dalam pengoperasionalan penggunaan media sosial, peneliti
mengambil konsep dari penelitian yang dilakukan oleh (Skoric, 2016:
11) yang berjudul “Social media and citizen engagement: A meta-
analytic review”. Dalam penelitian ini konsep penggunaan media
sosial dibagi menjadi lima jenis, yaitu hasilnya sebagai berikut,
a. Penggunaan untuk tujuan informasi (informational use), yaitu
mencari, mengumpulkan dan membagi berbagai jenis informasi
melalui media sosial, yang meliputi berita, informasi tentang
masyarakat atau komunitas, dan informasi kampanye.
b. Penggunaan untuk tujuan mengekspresikan diri (expressive use), yaitu
menggunakan media sosial untuk mengekspresikan diri, serta
menggunakan media sosial untuk mengartikulasikan opini, ide dan
pemikiran seseorang.
c. Penggunaan untuk tujuan relasional (relational use), yaitu
menggunakan media sosial untuk memulai, mempertahankan dan
memperkuat relasi (hubungan) dengan orang lain.
22
d. Penggunaan untuk tujuan identitas (identity use), yaitu menggunakan
media sosial untuk menciptakan dan mempertahankan identitas
seseorang, mendapatkan pengakuan dari orang lain, dan meningkatkan
status.
e. Penggunaan untuk hiburan (entertainment use), yaitu menggunakan
media sosial untuk tujuan hiburan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh (Brian, Alberto dan Homero,
2015) mengkategorikan penggunaan media sosial untuk informasi,
relasi dan ekspresi politik, dimana ekspresi politik memiliki pengaruh
signifikan terhadap partisipasi politik online. Dalam penelitian ini
penulis membatasi hanya menggunakan tiga dimensi dalam
penggunaan media sosial, yaitu informasi, relasional dan ekspresi
politik. Alasan peneliti adalah karena ketiga dimensi itu memiliki
pengaruh yang signifikan dan kesamaan dalam dua penelitian yang
dilakukan sebelumnya. Parameter penggunaan media sosial adalah
intensitas menggunakan media sosial untuk tujuan informasi,
relasional dan ekspresi politik. Intensitas penggunaan media sosial
ditunjukkan oleh nilai rata-rata (mean), 18 item penggunaan media
sosial yang ditanyakan pada alat ukur penggunaan media sosial.
b) Partisipasi Politik Online
Menurut Miriam (2008) partisipasi politik merupakan
pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah
23
oleh masyarakat. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam
proses pemilu terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan
bersama itu kepentingan mereka akan tersalur dan diperhatikan.
Partisipasi politik merupakan ciri modernisasi politik suatu negara
yang menggunakan sistem demokrasi. Kesuksesan demokrasi di suatu
negara diukur salah satunya dengan tingkat partisipasi politik yang
dilakukan oleh warga negaranya. Oleh karena itu tidak heran tiap
negara berusaha sekeras mungkin untuk menaikkan partisipasi politik
di negaranya dengan menggunakan banyak cara.
Definisi partisipasi politik di atas adalah partisipasi politik
secara konvensional bukan partisipasi politik baru (online). Partisipasi
politik online memiliki kesamaan dengan partisipasi politik
konvensional cuma yang membedakan hanya kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam konteks ini adalah online (Brady, 1999). Artinya
perbedaan antara keduanya hanya terletak dalam ruang yang
membatasinya antara fisik dan maya atau digital
Dalam penelitian ini, untuk partisipasi politik online peneliti
mengembangkan dari dua penelitian sebelumnya, yaitu penelitian
yang dilakukan oleh (Eva Anduiza dan Aina Gallego, 2010). Mereka
mencoba melakukan penelitian terkait partisipasi politik online di
Spanyol dengan melihat faktor dari sumber tradisional dengan
internet. Indikator partisipasi politik online mereka menggunakan tiga
jenis, yaitu e-donation, e-contact dan e-petition.
24
Penelitian lain yang dilakukan oleh (Hongwei Yang, 2016),
terkait pengaruh partisipasi politik online oleh penggunaan media
sosial di mahasiswa Amerika pasca pemilu tahun 2012. Indikator dari
partisipasi politik online yang digunakan ada enam jenis.
Menyampaikan tulisan kepada politikus secara online, berkampanye
secara online, berlangganan layanan pesan politik online. Menjadi
relawan atau kampanye secara online, mengirim pesan-pesan politik
melalui email, menulis tulisan kepada editor untuk koran online. Dari
kedua penelitian sebelumnya di atas, peneliti mengembangkan dengan
menyesuaikan sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Parameter partisipasi politik online adalah intensitas melakukan
aktivitas partisipasi politik di internet atau media sosial dalam waktu 1
(satu) tahun terakhir. Tingkat partisipasi politik online ditunjukkan
oleh nilai rata-rata (mean) 8 item partisipasi politik online yang
ditanyakan pada alat ukur partipasi politik Online.
Tabel I.E.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Pertanyaan
Sosial media untuk
informasi, yaitu mencari,
mengumpulkan dan berbagi
berbagai jenis informasi
melalui media sosial, yang
meliputi berita, informasi
tentang masyarakat atau
komunitas, dan informasi
kampanye. (6)
(1) Mencari berita dan
informasi secara umum.
(2) Mendapatkan informasi
tempat tinggal.
(3) Mengikuti berita
trending.
(4) Mengumpulkan berbagai
jenis informasi (teks, foto,
video, dll).
(1) Menggunakan sosial media untuk
mencari berita dan informasi secara
umum
(2) Menggunakan media sosial untuk
mendapatkan informasi terbaru tentang
masalah daerah tempat saya tinggal
(3) Mengakses media sosial untuk
mengikuti perkembangan berita yang
sedang menjadi trending.
(4) Ketika memerlukan informasi
tentang sesuatu, saya mengumpulkan
25
Sosial media untuk
ekspresi politik, yaitu
menggunakan media sosial
untuk mengekspresikan
diri, mengartikulasikan
opini, ide dan pemikiran
seseorang dalam hal-hal
yang bersifat politik. (7)
Sosial media untuk
relasional, yaitu
menggunakan media sosial
untuk memulai,
mempertahankan dan
memperkuat relasi
(hubungan) dengan orang
lain. (5)
(5) Membagikan informasi
unik ke teman-teman.
(6) Mencari tahu kegiatan
kampanye politisi.
(1) Posting atau sharing
pemikiran politik.
(2) Mengomentari posting-an
politik.
(3) Mem-posting pengalaman
pribadi mengenai politik.
(4) Posting foto, video, atau
meme mengenai isu politik.
(5) Mengikuti (mem-follow)
akun politikus atau tokoh
masyarakat.
(6) Berbagi informasi, berita,
dan ulasan mengenai
masalah-masalah politik.
(7) Membalas komentar-
mengenai politik.
(1) Menjaga hubungan
dengan keluarga atau kerabat
yang jarang bertemu.
(2) Mempererat hubungan
dengan keluarga/kerabat.
(3) Mencari komunitas-
komunitas yang disukai.
(4) Memberikan tanda
(like/comment).
berbagai jenis informasi (teks, foto, video,
dll) dari media sosial.
(5) Ketika menemukan informasi
yang unik di media sosial, saya akan
membagikannya ke media sosial teman-
teman
(6) Mencari tahu kegiatan kampanye
politisi yang saya sukai di media sosial.
(1) Posting mengenai pemikiran
mengenai peristiwa-peristiwa politik yang
actual di sosial media
(2) Mengomentari posting-an orang
lain yang berkaitan dengan isu politik di
sosial media.
(3) Mem-posting pengalaman pribadi
mengenai politik di akun sosial media.
(4) Posting foto, video, atau meme
mengenai isu politik di akun sosial media.
(5) Mengikuti/follow akun media
sosial orang (tokoh masyarakat, politikus,
dll) yang sering membahas isu-isu politik.
(6) Membagikan/sharing informasi
mengenai masalah-masalah politik kepada
orang-orang terdekat (teman, keluarga,
dll)
(7) Membalas/reply komentar-
komentar orang mengenai politik
(1) Menggunakan media sosial untuk
menjaga hubungan dengan keluarga atau
kerabat yang jarang bertemu langsung
(2) Menggunakan media sosial untuk
mempererat hubungan dengan
keluarga/kerabat
(3) Mencari komunitas-komunitas
yang disukai (hobi,profesi,dll) di media
sosial.
(4) Memberikan tanda
26
(5) Memberikan ucapan
untuk teman.
(like/comment) untuk posting-an teman
(5) Memberikan ucapan selamat
(pernikahan, ulang tahun, prestasi, dll)
bagi teman di media sosial.
Partisipasi Politik Online,
Suatu bentuk aktivitas
partisipasi yang bisa
memengaruhi struktur
pemerintahan, pemilihan
umum ataupun kebijakan
yang dilakukan secara
online (Brady, 1999; Verba,
Schlozman, & Brady, 1995)
(8)
(1) Menyumbang uang
untuk kampanye.
(2) Menghubungi
pemerintah secara online
(3) Menandatangani petisi
politik.
(4) Menyebarkan petisi
politik.
(5) Memposting foto
calon untuk kampanye
(6) Menjadi relawan
kampanye.
(7) Mengirim tulisan
politik.
(8) Berdiskusi politik di
group
(1) Menyumbang uang untuk
kampanye ke salah satu calon secara
online/melalui HP (E-banking, I-banking,
dll)
(2) Menghubungi pemerintah atau
politikus secara online (email, dll)
(3) Menandatangani petisi terkait isu
politik secara online
(4) Menyebarkan petisi terkait isu
politik secara online
(5) Memposting foto salah satu caleg
atau kepala daerah demi kampanye secara
online (menyebarkan foto, prestasi, dll)
(6) Menjadi relawan/buzzer untuk
kampanye secara online.
(7) Mengirim tulisan terkait isu
politik di media online (qureta, geotimes,
dll)
(8) Berdiskusi masalah politik di
grup-grup percakapan (chat group) di
media sosial
F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena penelitian
ini berusaha untuk menjelaskan tentang pengaruh penggunaan media sosial
dengan tingkat partisipasi politik online. Pada dasarnya, kuantitatif adalah
suatu pendekatan untuk menguji teori objektif dengan memeriksa
hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini, pada gilirannya, dapat
27
diukur, biasanya pada instrumen, sehingga data berbentuk nomor dan
dapat dianalisa menggunakan prosedur statistik (Creswell, 2014).
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
asosiatif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel atau lebih serta mengetahui pengaruhnya. Dengan metode
penelitian ini maka dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk
menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala (Wiratna, 2014).
Kuantitatif dengan jenis penelitian asosiatif dipilih karena bertepatan
dengan tujuan peneliti yang ingin melihat sejauh mana pengaruh
penggunaan media sosial dengan tingkat partisipasi politik online yang
akan diturunkan ke dalam dimensi dan indikator yang akhirnya diukur
secara numerik sehingga menunjukan hasil.
2. Kerangka Analisa
Sesuai dengan yang dipaparkan di atas maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
Hipotesis 1 (Ha1) : Penggunaan media sosial informasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan
ekspresi politik
Hipotesis 2 (Ha2) : Penggunaan media sosial relasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan
eskpresi politik
28
Hipotesis 3 (Ha3) : Penggunaan media sosial eskpresi politik
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi politik online
Hemat peneliti, dalam penelitian ini terdapat 4 variabel, 2 variabel
bebas/independen (independent variabel), 1 variabel penghubung
(intervening variable) kemudian 1 variabel terikat/dependen (dependent
variable) variabel moderasi. Variabel bebas ini memengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,
2011:39). Variabel ini berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh variabel lain
atau terikat dengan variabel apapun, variabel ini dipilih dan disengaja
dimanipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain tersebut
dapat diamati dan diukur (Saiful, 2007). Dalam variabel ini, variabel bebas
adalah penggunaan media sosial (penggunaan relasi dan informasi).
Sedangkan variabel penghubung (intervening variable) adalah yang
menjadi perantara dari variabel bebas ke variabel terikat. Variabel
penghubung secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel
independen dan dependen tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Pola
pengukurannya adalah variabel bebas mempengaruhi variabel ini
kemudian variabel ini mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal ini
variabel terikatnya adalah penggunaan sosial media dalam hal ini eskpresi
politik
Sedangkan variabel terikat/dependen adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
29
(Sugiyono, 2011: 39). Variabel ini sangat terikat dengan variabel
sebelumnya (bebas) untuk mengetahui besar efeknya terhadap variabel
lain. Besar efek tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul hilangnya, besar
mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat
perubahan pada variabel lain termaksud.
Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau
memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan terikat. Variabel
moderasi dalam penelitian ini adalah minat politik, pengetahuan politik
dan kinerja pemerintah.
Penelitian ini melihat bahwa penggunaan informasi dan relasi
sebagai variabel bebas (independent variable) memengaruhi penggunaan
untuk ekspresi politik sebagai variabel pengantar (intervening variable).
Variabel pengantar akan memengaruhi tingkat partisipasi politik online
sebagai variabel terikat (dependent variable). Variabel moderasi akan
mencoba mengukur pengaruhnya dari masing-masing analisis jalur yang
ada dengan dimensi-dimensi yang sudah disebutkan.
30
Grafik I.F.1 Diagram Hipotesis Penelitian
3. Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala ordinal untuk
kedua variabel, yaitu variabel independent variable dan dependent
variable. Pengukuran serupa juga dilakukan oleh beberapa penelitian
sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan Ali Salman dan Suhana
Saad (2015) dengan judul “Online Political Participation: A Study of
Youth Usage of New Media” dan penelitian yang dilakukan oleh Lubna
Zaheer (2016) dengan judul penelitian “Use of social media and political
participation among university student”. Skala ordinal merupakan salah
satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan terhadap data berdasarkan
urutan dari objek (Hendri, 2009:2). Dalam penelitian ini, peneliti
membuat klafisikasi-klasifikasi antara sangat sering-tidak pernah.
31
Tabel I.F.2 Skala Pengukuran
Kategori Poin
Tidak Pernah 1
Jarang Sekali 2
Kadang-Kadang 3
Sering 4
Sangat Sering 5
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan kategorisasi intensitas
atau kekuatan setelah diperoleh nilai rata-rata (mean) untuk masing-
masing variabel (penggunaan media sosial dan partisipasi politik online).
Pembagian intensitas atau kekuatan ini juga dilakukan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Rovazio Okiiza (2017) dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Media Sosial dan Identitas Kewargaan (Civic Identity)
terhadap Partisipasi Politik Online Generasi Muda”. Ia melakukan
kategorisasi dengan dibagi menjadi tiga, yaitu rendah, menengah dan
tinggi dengan cara membagi 3 selisih antara nilai tertinggi skala (5)
dengan nilai terendah (1). Adapun perhitungannya sebagai berikut:
Selisih skala tertinggi – terendah = 5-1 = 4 Range tiap kategori =
4/3 = 1.33
Tabel I.F.3 Kekuatan Variabel Berdasarkan Mean
Mean
Kategori
Intensitas Penggunaan Media
Sosial
Tingkat Partisipasi Politik
Online
1.00 – 2.33 Rendah Rendah
32
2.34 – 3.67 Menengah Menengah
3.68 – 5.00 Tinggi Tinggi
Penggunaan kategorisasi seperti ini dengan alasan pertimbangan
sederhana bahwa skor mean rendah dapat ditafsirkan sebagai intensitas
rendah/lemah dan mean tinggi ditafsirkan sebagai intensitas tinggi/kuat,
maka kategorisasi semacam ini setidaknya dapat memberikan patokan
kasar mengenai intensitas atau kekuatan masing-masing konsep atau
variabel.
G. Strategi Penarikan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2011:61) populasi adalah wilayah yang terdiri
atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah
mahasiswa FISIP UIN Jakarta. Angkatan yang diambil dari penelitian ini
adalah angkatan 2015 sampai dengan angkatan 2018 karena masih
memiliki kewajiban dan hak dalam adminisitrasi di kampus,
Tabel I.G.4 Populasi Penelitian
No Program Studi Angkatan
2015 2016 2017 2018
1 Hubungan Internasional 113 115 114 142
33
2 Sosiologi 71 70 73 81
3 Politik 73 64 77 82
Total 1075 Mahasiswa
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2011:62), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian ini maka
sampelnya adalah mahasiswa FISIP, dengan menggunakan rumus Slovin
dengan menggunakan margin error 5%,
3. Rumus Slovin
n = N/(1 + Ne2)
n = 1075/1 + 1075 (0,05)2
n = 1075/3,6875 = 291,52 dibulatkan menjadi 292
4. Penarikan Sampel
Dalam penelitian ini penarikan sampel menggunakan teknik
stratified random sampling (proporsional). Stratified random sampling
merupakan proses pengambilan sampel melalui proses pembagian populasi
ke dalam strata, memilih sampel acak sederhana dari setiap stratum, dan
menggabungkannya ke dalam sebuah sampel untuk menaksir parameter
populasinya (Fiqa : 2014 : 22). Teknik ini digunakan ketika populasi
penelitian terdapat lingkungan yang heterogen dan berstrata berdasarkan
angkatan antara angkatan 2015, 2016, 2017 dan 2018. Di karenakan
karakteristik heterogen terjadi di tiap angkatan maka teknik pengambilan
34
ini dirasa tepat untuk dilakukan dengan populasi seperti ini. Maka bisa
dirumuskan seperti ini untuk melakukan distribusi sampel (ds) :
ds =
x Jumlah Angkatan
Keterangan:
ds = Distribusi Sampel
ns = Nominal Sampel
p = Populasi
Tabel I.G.5 Sampel Penelitian
No Program Studi Angkatan
Distribusi Sampel
(Angkatan)
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018
1 Hubungan
Internasional 113 115 114 142 31 31 31 39
2 Sosiologi 71 70 73 81 19 19 20 22
3 Politik 73 64 77 82 20 17 21 22
Total 1075 Mahasiswa 292 Responden
Maka total sampel keseluruhan adalah 292 FISIP UIN Jakarta yang
masing-masing ada keterwakilan dari empat angkatan (2015-2018). Tiap
anggota memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden.
Peneliti akan mengacak dan mengocok dari masing-masing daftar nama
yang sudah didapatkan tiap angkatan tanpa melihat jurusan hingga
berjumlah 292 responden dari masing-masing jumlah yang sudah
ditentukan tiap stratum.
35
H. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket atau
sering disebut dengan kuesioner. Kuesioner (angket) merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Dalam penelitian ini peneliti memberikan kuesioner tertutup, artinya
responden hanya menjawab antara sangat sering sampai tidak pernah.
Dalam pembagian kuesioner, responden akan mengomunikasikan
kepada responden yang sudah terpilih kemudian diberikan batasan waktu
sekitar dua hari untuk mengisi kuesioner tersebut dan dikonfirmasi setelah
sudah selesai mengisi. Peneliti juga memberikan kesempatan responden untuk
bertanya jika ada pertanyaan yang belum dapat dipahami. Memang salah satu
kelemahan dalam teknik ini adalah peneliti tidak bisa mengawasi dalam
pengisian kuesioner jika mereka mengisi di rumah masing-masing dan murni
hasil jawaban responden tersebut.
I. Uji Statistik
Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisa data dengan
menggunakan software SmartPLS, langkah yang akan dilakukan dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu pengukuran model (Outer Model) kemudian
ada evaluasi struktural model (Inner Model) setelah itu akan dilanjutkan
36
pengujian hipotesis dan terakhir adalah analisa untuk masing-masing
hipotesis dengan menggunakan variabel moderasi.
1. Pengukuran Model (Outer Model) Menurut Abdillah dan Jogiyanto (2009)
Outer Model atau model pengukuran menggrafikkan hubungan antar blok
indikator dengan variabel latennya. Model ini secara spesifik
menghubungkan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya atau
dapat dikatakan bahwa Outer Model mendefinisikan bagaimana setiap
indikator berhubungan dengan variabel lainnya. Uji yang dilakukan pada
Outer Model yaitu,
a) Convergent Validity, dinilai berdasarkan loading factor (korelasi
antara skor item atau skor komponen dengan skor konstruk).
Indikator dianggap valid jika memiliki nilai AVE (Average
Variance Extranced) diatas 0,5 atau memperlihatkan seluruh outer
loading dimensi variabel memiliki nilai loading > 0,5 sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengukuran tersebut memenuhi kriteria
validitas konvergen (Ghozali 2008). Nilai AVE merupakan rata-
rata presentase skor varian yang diekstraksi dari seperangkat
variabel laten yang diestimasi melalui loading Standarized
indikatornya dalam proses iterasi alogaritma dalam PLS
(Jogiyanto, 2009).
b) Discriminant Validity, dinilai berdasarkan cross loading, model
mempunyai discriminant validity yang cukup jika nilai cross
loading antara konstruk lebih besar dari nilai cross loading antara
37
konstruk dengan konstruk lainnya dalam model (Jogiyanto Hartono
dan Abdillah, 2009).
c) Menurut Jogiyanto (2009) uji reliabilitas menggunakan nilai
Cronbach’s Alpha dan Composite reliability. Cronbach’s Alpha
untuk mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu konstruk
sedangkan Composite reliability mengukur nilai sesungguhnya
reliabilitas suatu konstruk. Namun Composite reliability dinilai
lebih baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk.
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 dan Composite reliability > 0,7.
2. Evaluasi Struktur Model (Inner Model) menurut Hartono, Abdillah dan
Jogiyanto (2009) model struktural (Inner Model) merupakan model
struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten.
Dalam mengevaluasi struktur model pada penelitian ini digunakan
Coefficient of Determination (R2) dan Path Coefficient (β). Hal ini
digunakan untuk melihat dan meyakinkan hubungan antara konstruk yang
dibuat.
a. Coefficient of Determination (R2) Koefisien determinasi pada
konstruk disebut nilai R-square. Model struktural (Inner Model)
merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan
kausalitas antar variabel laten. Goodness of fit model diukur
menggunakan R-square variabel laten dependen dengan
interpretasi yang sama dengan regresi Q-square predictive
38
relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai
observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya.
Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa
model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-
square kurang dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model kurang
memiliki predictive relevance. Namun, jika hasil perhitungan
memperlihatkan nilai Q square lebih dari 0 (nol), maka model
layak dikatakan memiliki nilai prediktif yang relevan (Ghozali,
2008).
b. Path Coefficient (β) merupakan nilai koefisien jalur atau besarnya
hubungan atau pengaruh konstruk laten, dilakukan dengan
prosedur Bootstraping Path Coefficients merupakan suatu metode
penelitian yang digunakan untuk menguji kekuatan hubungan
langsung dan tidak langsung diantara berbagai variabel.
3. Pengujian Hipotesis menurut Hartono dalam (Jogiyanto, 2009) ukuran
signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan perbandingan nilai
T-table dan T-statistik. Jika T statistik lebih tinggi dibanding nilai T-table,
berarti hipotesis terdukung atau diterima. Dalam penelitian ini untuk
tingkat keyakinan 95% (alpha 95 persen), maka nilai T-table untuk
hipotesis dua ekor (two tailed) adalah > 1.96.
4. Analisa variabel-variabel moderasi terhadap pengaruh penggunaan media
sosial terhadap tingkat partisipasi politik online.
39
J. Kerangka Berfikir
40
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sejarah FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupakan fakultas
termuda di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Didirikan pada bulan Juli tahun 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) langsung membuka tiga program studi yaitu,
Sosiologi, Ilmu Politik dan Hubungan Internasional. Program studi
tersebut merupakan program studi lanjutan karena sebelumnya sudah ada.
Program Studi Sosiologi merupakan perluasan dari Program Studi
Sosiologi Agama (SA) dan Ilmu Politik adalah pengembangan dari
Program Studi Pemikiran Politik Islam keduanya berasal dari fakultas
yang sama, yaitu Fakultas Ushuluddin dan Filsafat sejak tahun 2004. Hal
yang sama juga dilakukan Program Studi Hubungan Internasional juga
sudah berkembang beberapa tahun sebelumnya di bawah naungan Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS).
Selain alasan keilmuan, pembentukan FISIP yang diresmikan pada
tahun 2009 juga untuk menjawab tuntutan dinamika masyarakat ke depan
dan perubahan sosial yang berjalan cepat membutuhkan ilmuwan yang
bisa menganalisa fenomena tersebut, itulah alasan fakultas ini hadir. Lahir
dari institut pendidikan tinggi yang menggeluti Peradaban Islam, posisi
41
FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta cukup
strategis. Berbekal pengetahuan ke-Islaman yang mendalam, FISIP akan
memadukan warisan keilmuwan Barat dan Islam dalam mengembangkan
ilmu-ilmu sosial.
B. Program Studi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sejak berdiri pada tahun 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
memiliki tiga program studi, yaitu
1. Program Studi Hubungan Internasional
Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beorientasi pada tuntutan global, yaitu
kecendrungan berkembangnya hubungan ekonomi politik internasional
dan hubungan politik strategi internasional. Program studi ini juga
bertujuan menghasilkan sarjana yang memiliki kemampuan mengkaji,
meneliti, dan menerapkan ilmu hubungan internasional dalam merespon
isu-isu di dunia internasional
2. Program Studi Sosiologi
Secara umum, Program Studi ini bertujuan untuk ikut serta
mengembangkan ilmu-ilimu sosial yang terpadu dengan ilmu-ilmu agama
dalam suatu disiplin ilmu sosiologi agama. Secara khusus, Program Studi
ini ditujukan untuk menghasilkan sarjana Muslim yang yang memiliki
keahlian dalam bidang ilmu-ilmu sosial keagamaan, khususnya bidang
42
penelitian fenomena sosial keagamaan dan mampu memecahkan
persoalan-persoalan yang ditimbulkan.
3. Program Studi Ilmu Politik
Program studi ini bertujuan untuk mengembangkan kajian yang
mengintegrasikan khazanah ilmu politik baik yang konvensional maupun
yang bersumber dari tokoh-tokoh muslim dengan realitas politik di
Indonesia. Secara umum program studi ini bertujuan untuk ikut serta
mengembangkan ilmu-ilmu sosial yang terpadu dengan ilmu-ilmu agama
alam suatu disiplin ilmu politik. Secara khusus, Program Studi ini
ditujukan untuk menghasilkan sarjana Muslim yang memiliki keahlian
dalam bidang pemikiran politik dalam Islam yang berkaitan dengan
negara-negara minoritas Muslim. Lulusan prodi ini diharapkan mampu
menguasai teori dan metodologi ilmu politik, baik yang berkembang di
Barat maupun yang berasal dari khazanah Islam.
C. Profil Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan data pada tahun 2015-2018 jumlah mahasiswa dan
mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai berikut:
Tabel II.E.1 Jumlah Mahasiswa
No Program Studi Angkatan
2015 2016 2017 2018
1 Hubungan Internasional 113 115 114 142
2 Sosiologi 71 70 73 81
43
3 Politik 73 64 77 82
Total 1075 Mahasiswa
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa FISIP dari tiga
program studi yaitu Sosiologi, Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari
tahun 2015 sampai dengan 2018 berjumlah 1075 mahasiswa. Dari data di atas
bisa disimpulkan bahwa terjadi peningkatan tiap tahunnya dalam penerimaan
jumlah mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.
Tabel di atas adalah jumlah mahasiswa berdasarkan program studi dari
tahun 2015-2018 yang menunjukkan bahwa Program Studi Hubungan
Internasional menunjukkan penurunan yang tidak signifikan di tahun 2017
dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan di tahun berikutnya di tahun
2018. Program Studi Sosiologi cenderung mengalami kenaikkan yang tidak
terlalu siginifikan tiap tahunnya dengan jumlah terbanyak ada di tahun 2018
dan Program Studi Sosiologi selalu menjadi jurusan paling sedikit dalam
jumlah mahasiswanya di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UIN Jakarta.
Berbanding terbalik dengan Program Studi Hubungan Internasional yang
menjadi Jurusan terbanyak dalam jumlah mahasiswanya di tiap tahunnya.
Program Studi Politik mengalami kenaikkan yang juga tidak terlalu signifikan
tiap tahunnya dan jumlah terbanyak ada di tahun 2018 namun jumlah
mahasiswa Ilmu Politik tetap lebih banyak dibandingkan mahasiswa
Sosiologi.
44
Tabel II.E.2 Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-Laki 500
2 Perempuan 575
Total 1075
Tabel di atas menunjukkan bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) didominasi oleh mahasiswa berjenis kelamin perempuan, yakni
sebanyak 575 orang. Sedangkan mahasiswa berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 500 orang.
D. Perilaku Media Sosial Mahasiswa FISIP UIN Jakarta
Mahasiswa FISIP memiliki intensitas penggunaan media sosial yang
tinggi. Hampir setiap aktivitas mahasiswa nya dipengaruhi oleh media sosial,
mulai dari penggunaan jejaring sosial, hingga pendidikan (tugas kuliah)
mereka. Umumnya setiap angkatan memiliki grup masing-masing di sosial
media. Pembuatan grup ini dilakukan pada saat ospek agar mempermudah
penyebaran informasi kepada para mahasiswa baru. Grup ini juga berfungsi
sebagai tempat bagi mahasiswa baru untuk saling berkenalan dengan teman
dan kakak tingkatnya.
Penggunaan media sosial yang tinggi didukung oleh fasilitas yang
diberikan oleh fakultas. Fasilitas yang diberikan mulai dari wifi setiap
lantainya hingga stopkontak hampir di setiap sudut bangunan. Fasilitas ini
memberikan kemudahan bagi mahasiswa FISIP untuk mengakses internet,
sosial media, mengerjakan tugas hingga bermain game. Penggunaan media
45
sosial sudah menjadi perilaku yang melekat dalam kegiatan Mahasiswa FISIP
UIN Jakarta.
E. Perilaku Politik Mahasiswa FISIP UIN Jakarta
Universitas Islam Negeri Jakarta sangat terkenal dengan dinamika
politiknya, bahkan istilah miniatur politik Indonesia sering dilontarkan untuk
kampus ini. Friksi yang terjadi antara organisasi-organisasi ektstra menjadi
penambah bumbu panasnya politik di UIN Jakarta. Gejolak ekstra kampus
menjadi daya tarik tersendiri bagi pelajar Indonesia untuk berpolitik semenjak
di bangku kuliah. Sebut saja Himpunan Mahasiswa Islam, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, hingga Hizbut Tahrir Indonesia ada dan
berkembang di kampus pembaharu tersebut.
Gesekan organisasi ekstra yang dimulai pada saat penerimaan
mahasiswa baru. Masing-masing organisasi ekstra berlomba-lomba untuk
mencari mahasiswa baru untuk direkrut menjadi anggota. Cara yang
digunakkan biasanya melalui masa ospek (PBAK). Setiap panitia akan
mempunyai tugas lain sebagai aktor yang akan mengajak mahasiswa baru
masuk ke dalam organisasi ekstra. Umumnya yang organisasi ekstra menjadi
pemenang dalam pemilihan di jurusan, fakultas dan universitas akan
mendapatkan banyak anggota baru selama proses ospek. Penambahan
anggota bertujuan menjadi amunisi bagi organisasi ekstra dalam kontestasi
pemilihan raya (Pemira) selanjutnya.
46
Pemilihan Raya (Pemira) menjadi pesta demokrasi yang mewah bagi
mahasiswa dan organisasi ekstra di UIN Jakarta. Pada momen itu adalah
puncak perpolitikkan yang terjadi, disitulah perebutan kekuasaan yang
sebenarnya terjadi karena pada hakikatnya politik adalah tentang perebutan
kekuasaan. Tak jarang momen Pemira diiringi dengan terjadinya kericuhan
baik di dalam level Jurusan hingga ke tataran Universitas. Tidak jarang
tataran Rektorat dilibatkan dan diduga bermain di kontestasi pemilihan ini.
FISIP menjadi salah satu Fakultas yang memiliki dinamika politik luar
biasa selain karena Fakultas ini identik dengan politik variabel pendukung
lain adalah benturan organisasi ekstra antara Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sangat luar bisa
kuatnya. Meskipun banyak organisasi ekstra lainnya di FISIP namun kedua
organisasi di atas tampil sebagai yang mendominasi di kalangan mahasiswa.
Lingkungan yang sangat politis menjadi memudahkan mahasiswa FISIP
memahami ilmu-ilmu politik yang dipelajarinya di dalam kelas karena semua
Program Studi mendapatkan mata kuliah dasar-dasar politik sehingga
menambah wawasan mereka terkait politik.
Dengan demikian FISIP menjadi fakultas yang identik dengan ilmu-
ilmu politik kemudian didukung dengan lingkungan yang politis menjadikan
mahasiswa-mahasiswa yang ada di dalamnya lebih melek akan politik
dibandingkan fakultas lainnya.
47
BAB III
ANALISA DESKRIPTIF
Bab ini akan menjelaskan hasil dari analisa data yang telah dilakukan
berdasarkan metode penelitian yang diuraikan pada bab sebelumnya.
Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dengan melakukan deskripsi data
responden lalu deskripsi variabel penelitian kemudian pengujian hipotesis dan
terakhir akan dilakukan pembahasan.
A. Deskripsi Data Responden
Objek dalam penelitian ini adalah mahasiswa FISIP UIN Jakarta yang
terdiri dari jurusan Hubungan Internasional, Sosiologi, dan Ilmu Politik yang
terdiri dari empat angkatan (2015-2018). Dalam melaksanakan penelitian,
peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa lembar daftar pertanyaan
(kuesioner) yang berisi pertanyaan tertutup yang diberikan kepada 292
responden.
Dalam kuesioner tersebut memiliki beberapa pertanyaan yang disusun
berdasarkan kategori yang sudah ditentukan. Kategori penggunaan media
sosial berisi atas penggunaan untuk informasi, relasi dan ekspresi politik.
Penggunaan untuk informasi tersusun dari enam pertanyaan dengan skala
tidak pernah sampai sangat sering (1-5). Penggunaan untuk relasi tersusun
dari lima pertanyaan dengan skala tidak pernah sampai sangat sering (1-5).
Penggunaan untuk ekspresi politik tersusun dari tujuh pertanyaan dengan
skala tidak pernah sampai sangat sering (1-5). Penggunaan untuk partisipasi
politik online masuk ke dalam kategori yang berbeda. Partisipasi online
48
tersusun dari delapan pertanyaan dengan skala tidak pernah sampai sangat
sering (1-5).
Variabel moderasi yang memiliki kategori dan skala yang berbeda-beda
berdasarkan pertanyaan. Pertanyaan variabel moderasi diambil dari demografi
responden yang sudah diajukan. Variabel moderasi memiliki tiga pertanyaan
dengan skala yang berbeda-beda. Pertanyaan dalam variabel ini adalah
pengetahuan politik, minat politik dan kinerja pemerintah.
Bab ini akan menggambarkan jawaban dari masing-masing kategori
yang sudah ditanyakan terhadap responden,
Tabel III.A.1 Demografi Responden
Data Partisipan Frekuensi Presentase
Jenis Kelamin Laki-Laki 139 48%
Perempuan 153 52%
Alat Penggunaan
Internet
Handphone 282 96%
Laptop 8 3%
Komputer 2 1%
Lamanya
Mengakses
Internet
<30 Menit 7 2%
0,5-1 Jam 20 7%
1-2 Jam 30 10%
2-3 Jam 48 17%
3-4 Jam 65 22%
>4 Jam 122 42%
Tujuan
Mengakses
Internet
Sosial Politik 59 20%
Belanja Online 10 3%
Entertainment 150 51%
Edukasi 73 25%
Pengeluaran Per
Bulan
< Rp 1.000.000 116 39.70%
Rp 1.000.001 - Rp 1.500.000 97 33.20%
Rp 1.500.001 - Rp 2.000.000 38 13%
Rp 2.000.001 - Rp 2.500.000 23 7.90%
Rp 2.500.001 - Rp 3.000.000 11 3.80%
> Rp 3.000.000 7 2.40%
Lamanya <30 Menit 13 4.50%
49
Mengakses
Media Sosial 0,5-1 Jam 27 9.20%
1-2 Jam 56 19.20%
2-3 Jam 61 20.90%
3-4 Jam 46 15.80%
>4 Jam 89 30.50%
Medsos Yang
Sering
Digunakkan
Line 36 12%
Whatsapp 113 39%
Facebook 8 3%
Twitter 23 8%
Instagram 108 37%
Selain di Atas 4 1%
1. Jenis Kelamin
Frekuensi tertinggi diambil oleh jenis kelamin perempuan yang
berjumlah 153 (52%) dan laki-laki yang berjumlah 139 (48%). Perbedaan
jumlah jenis kelamin tidak menjadi permasalahan dalam penelitian ini.
Variabel jenis kelamin tidak memberikan dampak yang signifikan baik
terhadap sosial media ataupun politik online. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan (Elvira, Bruna, Bernard, Claire dan Michel:
2011) menjelaskan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak memberikan
pengaruh secara signifikan dalam kegiatan politik online. Menurut Samuel
dan Brian (2005) politik online tidak dibatasi oleh faktor-faktor yang
membatasi politik konvensional termasuk jenis kelamin tidak bisa
dianggap faktor yang memengaruhi dalam politik online.
2. Alat Penggunaan Internet
Mahasiswa FISIP dalam amenggunakan internet mayoritas melalui
handphone sebesar 282 (96%) kemudian disusul oleh laptop sebesar 8
(3%) dan terakhir Komputer sebesar 2 (1%). Hal ini tidak mengherankan
50
karena jumlah ponsel yang dimiliki bahkan melebihi dari jumlah populasi.
Tercatat pengguna ponsel di Indonesia sekitar 371,4 juta sedangkan
populasi hanya sebesar 262 juta jiwa (https://databoks.katadata.co.id/,
diakses pada tanggal 30 Januari 2020). Handphone selain sebagai alat
komunikasi bisa memberikan banyak fungsi, salah satunya akan
memberikan ruang untuk intensitas penggunaan sosial media berkembang.
Penggunaan handphone memberikan akses yang mudah bagi setiap orang
mengakses sosial media.
3. Frekuensi Mengakses Internet
Frekuensi mahasiswa FISIP mayoritas mengakses internet lebih dari
empat jam sekitar 122 orang (42%). Hal ini sudah diduga sebelumnya
karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hootsuite, Indonesia di
posisi kelima sebagai pengguna internet terlama di dunia
(https://coconuts.co/, diakses pada tanggal 30 Januari 2020). Masyarakat
Indonesia rata-rata menghabiskan waktu lebih dari enam jam untuk
internet. Waktu internet ini rata-rata dihabiskan untuk menggunakan sosial
media dengan tingkat penetrasi sebesar 50 persen. Penggunaan internet
yang tinggi akan memberikan pengaruh terhadap penggunaan sosial
media.
4. Tujuan Mengakses Internet
Mayoritas mahasiswa FISIP menggunakan internet adalah untuk
entertainment sekitar 150 orang (51%), disusul oleh penggunaan untuk
edukasi sekitar 73 orang (25%), penggunan ketiga untuk sosial politik
51
sebesar 59 orang (20%) terakhir penggunaan untuk belanja online sekitar
10 orang (3%). Hal ini menjadi salah satu permasalahan anak muda di
Indonesia. Potensi sosial media yang besar menjadi hilang karena
kecenderungan penggunaan hanya untuk senang-senang. Penelitian yang
dilakukan Ali Salman dan Suhana Saad (2015), menyimpulkan pemuda
Malaysia lebih cenderung menggunakan media sosial untuk tujuan hiburan
dan jejaring sosial. Hal itu yang membuat politik online pemuda Malaysia
menjadi rendah. Namun, menjadi permasalahan jika melihat hanya
penggunaan untuk sosial politik yang memberikan dampak terhadap
partisipasi politik online.
5. Pengeluaran
Mayoritas mahasiswa FISIP memiliki pengeluaran di nilai terkecil.
Hal itu dibuktikan dengan pengeluaran mahasiwa FISIP yang dibawah Rp.
1.000.000 sekitar 116 orang (39,7%). Data ini menunjukkan rata-rata
mahasiswa FISIP masih berada di golongan menengah ke bawah. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Taufik Hidayat (2016) faktor ekonomi
memberikan pengaruh terhadap tingkat partisipasi politik konvensional.
Seseorang yang memiliki ekonomi rendah kemungkinan memiliki tingkat
partisipasi yang rendah, namun hal ini tidak sepenuhnya tepat untuk
dijelaskan terhadap partisipasi politik online. Menurut Samuel dan Brian
(2005) politik online tidak dibatasi oleh faktor-faktor yang umumnya
membatasi politik konvensional termasuk status ekonomi. Partisipasi
politik online memiliki cara tersendiri yang memberikan dia bebas dari
52
faktor-faktor yang umumnya berpengaruh terhadap partisipasi politik
konvensional. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
Hongwei Yang (2016) yang menyimpulkan bahwa pendapatan keluarga
dan pribadi berpengaruh secara negatif terhadap aktifitas politik online
pada mahasiswa US.
6. Frekuensi Mengakses Media Sosial
Mahasiwa FISIP memiliki frekuensi tertinggi dalam penggunaan
sosial media, sekitar lebih dari empat jam adalah 89 orang (30,5%) dan
bertahap menurun. Waktu penggunaan media sosial menjadi perdebatan
dalam memengaruhi partisipasi politik online. Penelitian yang dilakukan
Hongwei Yang (2016) menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara waktu
penggunaan sosial media dengan tingkat politik online mahasiswa di
Amerika. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Ali Salman dan Suhana
Saad (2015) yang mengatakan kebanyakan waktu sosial media hanya
dihabiskan untuk senang-senang. Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Lubna Zaheer, 2016) menyatakan semakin lama seseorang menggunakan
sosial media akan memengaruhi aktifitas politiknya dalam ranah online.
7. Media Sosial Favorit
Sosial media yang paling sering digunakan oleh mahasiswa FISIP
adalah Whatsapp sekitar 113 orang (39%) berbeda tipis dengan Instagram
sekitar 108 orang (37%). Data di atas menunjukkan hasil yang berbeda
dengan data yang disajikan dalam laporan Essential Insights Into Internet,
Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World yang
53
memaparkan posisi pertama adalah WhatsApp, Facebook, Instagram, dan
Line (https://tekno.kompas.com/ diakses pada tanggal 30 Januari 2020).
Nampaknya facebook mengalami kemunduran dari aplikasi yang digemari
anak muda. Hal itu disebabkan fitur facebook yang statis sehingga
memberikan kejenuhan bagi penggunanya. Facebook juga dianggap
sebagai aplikasi yang diidentikkan dengan golongan tua karena fiturnya
yang statis. Sebaliknya, Whatsapp menjadi aplikasi yang sering
digunakkan khususnya sebagai fitur komunikasi yang mudah dan luas
(https://www.suara.com/ diakses 30 Januari 2020).
Tabel III.A.2 Data Variabel Moderasi
Data Partisipan Frekuensi Presentase
Minat Politik Iya 176 60%
Tidak 116 40%
Bambang Soesatyo
Ketua DPR
Benar 159 54%
Tidak Benar 133 46%
Tjahyo Kumolo
Mendagri
Benar 251 86%
Tidak Benar 41 14%
Darmin Nasution
Menko
Benar 150 51%
Tidak Benar 142 49%
Kinerja Pemerintah Efektif 103 35%
Tidak Efektif 189 65%
8. Minat Politik
Mahasiswa FISIP memiliki ketertarikan terhadap politik cukup
tinggi. Tercatat sekitar 176 orang (60%) menjawab bahwa dirinya tertarik
terhadap sesuatu yang bersifat politik dan sekitar 116 orang. Minat politik
yang tinggi belum tentu memberikan hasil yang baik terhadap partisipasi
politik online. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh
54
Bruce, Marta, Lauren dan Rachel (2015) yang menemukan minat politik
berpengaruh negatif terhadap aktifitas politik sepert berdiskusi politik di
grup sosial media. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan sosial
media untuk informasi politik akan berhubungan signifikan untuk
melakukan partisipasi politik online ketika minat politik yang dimiliki
rendah. Hal ini disebabkan karena minat politik yang rendah akan
mendorong seseorang untuk mencari informasi tentang politik (Bruce dkk,
2015). Hal tersebut juga menjelaskan bahwa minat politik yang tinggi
menjadi prediktor terhadap rendahnya tujuan mahasiswa FISIP UIN
Jakarta mengakses internet untuk sosial politik (20%).
9. Pengetahuan Politik
Data di atas menunjukkan pengetahuan politik mahasiswa FISIP
cukup tinggi. Dari tiga pertanyaan yang diajukan lebih dari lima puluh
persen menjawab benar. Pengetahuan politik yang didapatkan mahasiswa
FISIP tinggi dikarenakan mereka mendapatkan pemahaman politik dari
perkuliahan bukan melalui akses informasi politik dari sosial media.
Lingkungan yang mendukung membuat memaksa mereka secara tidak
langsung memiliki pengetahuan politik yang tinggi. Pengetahuan politik
tinggi memiliki potensi untuk memengaruhi partisipasi politik online. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aishat, Ishak dan
Norsiah (2015) bahwa pengetahuan politik yang tinggi akan memberikan
pengaruh terhadap tingginya partisipasi politik online. Penelitian yang
dilakukan Bruce, dkk (2015) menjelaskan bahwa Informasi politik yang
55
dimiliki seseorang akan memungkinkan untuk mendorong melakukan
politik online dalam bentuk berdiskusi di grup sosial media.
10. Kinerja Pemerintah
Mahasiswa FISIP cenderung belum melihat pemerintah melakukan
pekerjaannya mengurus negara dengan efektif. Hal itu bisa dilihat yang
menjawab pemerintah sudah efektif dalam mengurus negara hanya sebesar
103 orang (35%) dan yang menjawab belum efisien sebesar 189 orang
(65%). Ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah bisa
menjadi hal buruk bagi kepedulian masyarakat dengan negara. Kinerja
yang gagal menjadi pematah semangat bagi masyarakat untuk
berpartisipasi politik. Perubahan dianggap sebagai sesuatu yang tidak akan
terjadi yang pada akhirnya melahirkan nada apatis. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Doni Hendrik (2010) yang menjelaskan
bahwa kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah menjadi tantangan
besar untuk meningkatkan partispasi politik anak muda. Hal ini harus
segera dituntaskan jika ingin menaikkan kepedulian masyarakat untuk
berpartisipasi politik.
B. Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa:
Variabel Independen : Penggunaan media untuk informasi dan relasi
Variabel Penghubung : Penggunaan media ekspresi politik
Variabel Dependen : Partisipasi Politik Online
56
Analisa deskriptif variabel dibuat untuk menggambarkan secara umum
hasil-hasil data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Statistik itu
bisa dilihat dari analisa-analisa yang akan dilakukan selanjutnya.
1. Analisa Penggunaan Media Sosial
Pengukuran intensitas penggunaan media sosial menanyakan
seberapa sering partisipan menggunakan media sosial dalam 2 kategori,
yaitu penggunaan untuk tujuan informasi dan penggunaan untuk tujuan
relasional dengan rentang penilaian dari Tidak Pernah (1) - Jarang (2) –
Kadang-kadang (3) – Sering (4) - Sangat Sering (5).
Hasil pengukuran intensitas penggunaan media sosial pada
mahasiswa FISIP UIN Jakarta untuk kategori penggunaan untuk tujuan
informasi menunjukkan bahwa aktivitas yang paling sering dilakukan
adalah menggunakan media sosial untuk mencari informasi secara umum
(rata-rata 4.09, SD 0.50), dan paling sedikit digunakan untuk mencari tahu
kegiatan kampanye politisi yang disukai (rata-rata 3.1, SD 1.1).
Kemudian hasil pengukuran intensitas penggunaan media sosial pada
mahasiswa FISIP UIN Jakarta untuk kategori penggunaan untuk tujuan
relasi menunjukkan bahwa aktivitas yang paling sering dilakukan adalah
menggunakan media sosial untuk menjaga hubungan dengan keluarga atau
kerabat yang jarang bertemu langsung (rata-rata 4.1, SD 0.89), dan paling
sedikit digunakan untuk memberikan ucapan selamat (pernikahan, ulang
tahun, prestasi, dll) untuk teman (rata-rata 3.64, SD 1).
57
Tabel III.B.1 Kekuatan Penggunaan Medsos Berdasarkan Mean
Variabel Mean Stdev Kategori
Informasi 3.6 1 Menengah
Relasi 3.9 1.139 Tinggi
Penggunaan Medsos 3.75 1.0695 Tinggi
Dari hasil pengukuran kategori penggunaan pada tabel III.B.1
diperoleh mean tertinggi yaitu penggunaan media sosial untuk tujuan relasi
sebesar 3.9 dan terakhir menggunakan media sosial untuk tujuan informasi
sebesar 3.6. Dari hasil perhitungan standar deviasi (SD) pada keempat
kategori terlihat bahwa nilai standar deviasi untuk kedua tujuan
penggunaan media sosial relatif kecil, sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa intensitas penggunaan media sosial oleh partisipan penelitian untuk
kedua tujuan penggunaan juga relatif sama atau mirip.
2. Analisa Ekspresi Politik
Pengukuran tingkat partisipasi politik online dilakukan dengan
meminta partisipan melaporkan seberapa sering melakukan 7 aktivitas
ekspresi politik politik online dalam waktu 1 tahun terakhir dengan rentang
penilaian dari Tidak Pernah (1) – Jarang (2) – Kadang-kadang (3) – Sering
(4) – Sangat Sering (5). Dari hasil pengukuran diperoleh rata-rata (mean)
tingkat ekspresi politik sebesar 2.62 dengan SD 1.13. Hasil ini secara
umum menunjukkan bahwa tingkat ekspresi politik mahasiswa FISIP UIN
Jakarta berada pada kategori menengah.
Tabel III.B.2 Kekuatan Ekspresi Politik Berdasarkan Mean
Variabel N Min Max Mean Stdev
Ekspresi Politik 292 1 5 2.6 1.13
58
Hasil pengukuran tingkat ekspresi politik pada mahasiswa FISIP
UIN Jakarta hasil bahwa dari 7 jenis ekspresi politik yang ditanyakan,
ekspresi politik yang paling sering dilakukan ekspresi adalah mengikuti
akun media sosial orang (tokoh masyarakat, politikus, dll) yang sering
membahas isu-isu politik. (rata-rata 3.2, SD 1.23). Adapun ekspresi politik
yang paling jarang dilakukan oleh partisipan adalah membalas komentar-
komentar orang mengenai politik (rata-rata 2.13, SD 1.07).
3. Analisa Partisipasi Politik Online
Pengukuran tingkat partisipasi politik online dilakukan dengan
meminta partisipan melaporkan seberapa sering melakukan 11 aktivitas
partisipasi politik online dengan rentang penilaian dari Tidak Pernah (1) –
Jarang (2) – Kadang-kadang (3) – Sering (4) – Sangat Sering (5). Dari
hasil pengukuran diperoleh rata-rata (mean) tingkat partisipasi politik
online sebesar 1.9 dengan SD 1.03. Hasil ini secara umum menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi politik online mahasiswa FISIP berada pada
kategori rendah.
Tabel III.B.3 Kekuatan Partisipasi Politik Online Berdasarkan Mean
VARIABEL N MIN MAX MEAN STDEV
PPO 292 1 5 1.9 1.03
Hasil pengukuran tingkat partisipasi politik online pada mahasiswa
FISIP memberikan hasil bahwa dari 8 jenis partisipasi politik online yang
ditanyakan, partisipasi politik online yang paling sering dilakukan
partisipan adalah berdiskusi masalah politik di grup-grup percakapan (rata-
rata 2.84, SD 1.14). Adapun partisipasi politik online yang paling jarang
59
dilakukan oleh partisipan adalah menyumbang uang untuk kampanye ke
salah satu calon secara online/melalui HP (E-banking, I-banking, dll) (rata-
rata 1.2, SD 0.58).
4. Interaksi Sosial Media, Politik Online Dan Moderasi
Analisis deskripsi memberikan gambaran kasar dalam melihat
rendahnya partisipasi politik online mahasiswa FISIP. Mahasiswa FISIP
cenderung menggunakan sosial media hanya sebagai media untuk
menghibur diri (entertainment). Hal itu terwujud dari tingginya intensitas
penggunaan media sosial untuk relasi dibandingkan untuk informasi,
bahkan untuk ekspresi politik memiliki intensitas mendekati rendah.
Penggunaan media sosial yang cenderung untuk hiburan akan
mempengaruhi tingkat politik online yang akan cenderung rendah (Ali dan
Suhana, 2015). Penggunaan media sosial untuk relasi tidak sepenuhnya
buruk untuk politik online. Penelitian yang dilakukan Rovazio (2017)
menyimpulkan media sosial untuk relasi memberikan pengaruh terhadap
politik online meskipun kalah kuat dibanding media sosial untuk informasi
dan ekspresi politik.
Hal lain yang akan memengaruhi rendahnya politik online adalah
rendahnya kepuasan pada pemerintah dan minat politik yang tinggi.
Kinerja pemerintah yang dianggap kurang akan menghilangkan semangat
perubahan dalam masyarakat. Pemerintah yang dianggap harapan namun
malah memberikan kekecewaan atas kinerjanya. Masyarakat yang kecewa
akan cenderung tidak peduli dengan kondisi negara ke depannya yang
60
akan memengaruhi keterlibatannya dalam bentuk partisipasi. Sebaliknya,
kepercayaan pada kinerja pemerintah akan menumbuhkan semangat
perubahan dan mendorong partisipasi politik (Doni, 2010).
Minat politik yang tinggi menjadi prediktor dalam melihat
rendahnya tujuan mahasiswa FISIP UIN Jakarta mengakses internet untuk
sosial politik dan frekuensi partisipasi politik online yang rendah. Dalam
politik online minat politik menjadi kerugian dalam melihat pengaruhnya.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bruce, Marta,
Lauren dan Rachel (2015) yang menemukan minat politik berpengaruh
negatif terhadap pencarian terhadap informasi politik. Hal itu terlihat dari
penggunaan media sosial informasi yang memiliki frekuensi paling rendah
adalah mencari tahu kegiatan kampanye politisi dibandingkan dengan
pencarian informasi secara umum.
Penelitian yang dilakukan Bruce dkk (2015) membuktikan hubungan
informasi politik akan memiliki hubungan yang signifikan terhadap politik
online. Analisis deskripsi memberikan gambaran yang berbanding terbalik.
Pengetahuan politik mahasiswa FISIP yang tinggi namun memiliki
frekuensi yang rendah dalam partisipasi politik online. Bruce (2015)
menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan minat politik yang tinggi
yang membuat hubungan informasi politik dengan politik online menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena minat politik yang rendah akan
mendorong seseorang untuk mencari informasi tentang politik (Bruce dkk,
2015).
61
Pengetahuan politik mahasiswa FISIP adalah hasil dari lingkungan
sekitarnya. Aktifitas kuliah yang sering melibatkan nilai politik membuat
pengetahuan mahasiswa FISIP tinggi bukan karena pencarian informasi di
media sosial. Pengetahuan politik yang tinggi akan memberikan pengaruh
dalam politik online seperti berdiskusi di grup tentang politik (Bruce dkk,
2015). Hal tersebut dibuktikan dengan frekuensi indikator mahasiswa
FISIP yang paling tinggi dalam politik online adalah berdiskusi masalah
politik di grup-grup.
62
BAB IV
ANALISA INFERENSIAL
Penelitian ini menguji pengaruh variabel penggunaan sosial media (informasi
dan relasi) melalui ekspresi politik terhadap partisipasi politik online. Analisa
lanjutan akan dilakukan dengan melihat variabel kinerja pemerintah, minat politik
dan pengetahuan politik sebagai moderasi.
A. Analisa PLS-SEM
Tahap-tahap analisa PLS-SEM adalah sebagai berikut,
1. Evaluasi Outer Model
Evaluasi model pengukuran digunakan untuk mengevaluasi
hubungan antara konstrak dengan indikatornya, dibagi menjadi dua, yaitu
convergent validity dan discriminant validity. Convergent validity dapat
dievaluasi melalui tiga (3) tahap, yaitu: indikator validitas, reliabilitas
konstrak, dan nilai average variance extracted (AVE). Sedangkan
discriminant validity dapat dilalui dua (2) tahap, yaitu melihat nilai cross
loading dengan memiliki nilai cross loading minimal 0,7 (Jogiyanto:
2009).
a) Validitas Konvergen
Dinilai berdasarkan loading factor (korelasi antara skor item
atau skor komponen dengan skor konstruk). Indikator dianggap valid
jika memiliki nilai AVE (Average Variance Extranced) diatas 0,5 atau
memperlihatkan seluruh outer loading dimensi variabel memiliki nilai
loading > 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran tersebut
63
memenuhi kriteria validitas konvergen (Ghozali 2008). Nilai AVE
merupakan rata-rata presentase skor varian yang diekstraksi dari
seperangkat variabel laten yang diestimasi melalui loading
Standarized indikatornya dalam proses iterasi alogaritma dalam PLS:
Tabel IV.A.1 Nilai Outer Loading
Variabel Ekspol Informasi PPO Relasi
Ekspol_01 0.804
Ekspol_03 0.84
Ekspol_04 0.761
Ekspol_05 0.65
Ekspol_06 0.728
Ekspol_07 0.795
Eskpol_02 0.859
Inform_03 0.707
Inform_04 0.672
Inform_06 0.816
Ppo_02 0.707
Ppo_03 0.75
Ppo_04 0.817
Ppo_05 0.688
Ppo_07 0.667
Ppo_08 0.654
Relation_04 0.901
Relation_05 0.867
Hasil tabel diatas sudah menunjukkan bahwa untuk outer
loading sudah memenuhi angka di atas >0,5 kemudian untuk variabel
penelitian juga sudah memenuhi batas minimum nilai AVE >0,5 hal
itu bisa dilihat dari tabel yang dibawah.
Tabel IV.A.2 Berdasarkan Nilai AVE
AVE
Ekspol 0.608
Informasi 0.539
PPO 0.513
64
Relasi 0.782
Selain melihat outer loading dan nilai AVE, peneliti juga akan
melihat nilai dari reliabilitas konstrak dan cronbach alpha-nya. Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Cronbach’s Alpha > 0,6 dan Composite reliability > 0,7. Hal ini dirasa
penting karena uji reliabilitas adalah sebagai dasar apakah variabel ini
pantas atau berhubungan satu sama lain dan dirasa mewakilkan dari
keseluruhan variabel. Variabel-variabel tersebut ternyata sudah
terpenuhi sebagaimana dijelaskan oleh tabel di bawah,
Tabel IV.A.3 Berdasarkan Alpha dan Reliability
Variabel Cronbach's
Alpha rho_A
Composite
Reliability
Ekspol 0.891 0.895 0.915
Informasi 0.608 0.652 0.777
PPO 0.809 0.814 0.863
Relasi 0.722 0.731 0.878
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa variabel dalam
penelitian ini dengan melihat nilai outer loading, reliabilitas konstrak
dan AVE sudah memenuhi syarat secara validitas konvergen.
b) Validitas Diskriminan
Untuk validitias diskriminan bisa dikatakan memenuhi indikator
ini apabila nilai cross loading indikatornya paling besar terhadap
variabelnya dibandingkan variabel-variabel lainnya. Hal tersebut
sudah terpenuhi apabila dilihat dari tabel dibawah,
65
Tabel IV.A.4 Berdasarkan Nilai Cross Loading
Indikator Ekspol Informasi PPO Relasi
Ekspol_01 0.804 0.512 0.559 0.241
Ekspol_03 0.84 0.461 0.587 0.178
Ekspol_04 0.761 0.345 0.531 0.128
Ekspol_05 0.65 0.482 0.44 0.14
Ekspol_06 0.728 0.524 0.481 0.193
Ekspol_07 0.795 0.416 0.529 0.259
Eskpol_02 0.859 0.481 0.58 0.212
Inform_03 0.316 0.707 0.179 0.172
Inform_04 0.325 0.672 0.233 0.142
Inform_06 0.582 0.816 0.417 0.205
Ppo_02 0.461 0.318 0.707 0.088
Ppo_03 0.471 0.258 0.75 0.161
Ppo_04 0.529 0.226 0.817 0.191
Ppo_05 0.44 0.25 0.688 0.022
Ppo_07 0.387 0.199 0.667 -0.01
Ppo_08 0.587 0.454 0.654 0.302
Relation_04 0.236 0.18 0.177 0.901
Relation_05 0.206 0.249 0.167 0.867
2. Evaluasi Inner Model
Tujuan dari evaluasi struktur model atau Inner Model adalah untuk
mengetahui dan melihat pengaruh langsung atau tidak langsung antar
variabel satu sama lain. Evaluasi Struktur Model (Inner Model) menurut
Abdillah dan Jogiyanto (2015) model struktural (Inner Model) merupakan
model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel
laten. Dalam mengevaluasi struktur model pada penelitian ini dimulai
dengan melihat nilai R-Square. Nilai tersebut bisa dilihat dari tabel di
bawah
Tabel IV.A.5 Berdasarkan Nilai R-Square
Variabel R Square
Ekspol 0.364
66
PPO 0.465
Tabel di atas menunjukkan Nilai 0.364 (moderat) untuk variabel
ekspol, dapat diartikan nilai presentase besarnya pengaruh X1
(penggunaan untuk informasi) dan X2 (penggunaan untuk relasi) terhadap
X3 (ekspresi politik) sebesar 36,4% dan bisa dijelaskan dengan faktor lain
sebesar 63,6%. Selanjutnya untuk variabel PPO dengan nilai presentase
0.465 (moderat), artinya adalah bahwa presentase besarnya pengaruh
variabel media sosial untuk informasi, relasi melalui ekspresi politik
terhadap partisipasi politik online sekitar 46,5% dan sisanya 53,5%
dijelaskan oleh faktor lain. Menurut (Ghazali, 2008) ukuran nilai R-square
sebesar 0.67 (kuat), 0.33 (moderat) dan 0.19 (lemah).
Selanjutnya peneliti akan melihat nilai goodness of fit dengan
melihat Q2 yang mana analisa yang digunakan memiliki kesamaan dengan
R-square, semakin tinggi nilainya maka semakin berpengaruh atau
memiliki hubungan/predictive relevance.
Q2 : 1 - (1-R1
2) (1-R2
2)
Q2 : 1 - (1-0.364
2) (1-0.465
2)
Q2 : 1 - (1-0.132) (1-0.216)
Q2 : 1 - (0.868) (0.784)
Q2 : 1 – 0.68
Q2 : 0.32
Hasil perhitungan di atas diketahui nilai dari Q2 bisa diartikan bahwa
keberagaman data yang didapatkan dari penelitian ini bisa dijelaskan oleh
model struktural sebesar 32%. hasil perhitungan memperlihatkan nilai Q
67
square lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan memiliki nilai
prediktif yang relevan.
Selanjutnya peneliti akan melihat path diagram yang akan
menunjukkan seberapa besar pengaruh yang dari variabel-variabel
independent terhadap dependen dalam penelitian ini. Hal itu ditunjukkan
oleh grafik dibawah
Grafik IV.A.1 Berdasarkan Hubungan Variabel
3. Pengujian Hipotesis
Setelah pengukuran data selesai dilakukan dan telah memnuhi
syarat-syarat maka dapat dilanjutkan dengan melakukan metode
bootstrapping. Pengujian hipotesis menurut (Hartono dalam Jogiyanto
68
2009) ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan
perbandingan nilai T-table dan T-statistik. Jika T statistik lebih tinggi
dibanding nilai T-table, berarti hipotesis terdukung atau diterima. Dalam
penelitian ini untuk tingkat keyakinan 95% (alpha 95 persen), maka nilai
T-table untuk hipotesis dua ekor (two tailed) dengan sampel 292
responden adalah > 1.96.
Pengujian ini akan dilakukan dengan membandingkan T hitung dan
T tabel. Hipotesis (Ha) akan diterima apabila T-hitung lebih besar sama
dengan oleh T-tabel (T-hitung ≥ T-tabel) dan hipotesis (Ha) akan ditolak
apabila T-hitung lebih kecil dari pada T-tabel (T-hitung < T-tabel). Berikut
ini adalah hasil dari uji T-statistik.
Selain dari hipotesis penelitian yang diajukan, terdapat juga
pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang terjadi, yaitu hubungan
antara penggunaan media sosial untuk informasi dan relasi terhadap
partisipasi politik online. Nilai T-statistic yang dimiliki oleh hubungan
tidak langsung ini melebihi 1,96 maka bisa dikatakan bahwa hal tersebut
bisa dikatakan diterima apabila masuk ke dalam hipotesis penelitian.
Tabel IV.A.6 Berdasarkan Nilai T-statistics
Hipotesis Pengaruh T Statistics P Values Keterangan
H1 Informasi -> Ekspol 15.517 0 Diterima
H2 Relasi -> Ekspol 2.322 0.021 Diterima
H3 Ekspol -> PPO 23.019 0 Diterima
- Informasi -> PPO 11.061 0 Diterima
- Relasi -> PPO 2.248 0.025 Diterima
69
Dari analisa jalur pada tabel IV.A.6, semua T-statistics menunjukkan
angka lebih dari nilai 1,96 dari pada nilai T-tabel, artinya bisa disimpulkan
bahwa hipotesis-hipotesis yang ada dalam penelitian ini semuanya
diterima (H1,H2,H3,) dan juga pengaruh yang tidak langsung.
Berikutnya penelitian ini akan menguji hipotesis dalam penelitian ini
dengan menggunakan analisa moderasi. Variabel yang digunakan untuk
moderasi ada beberapa, yaitu minat politik, pengetahuan politik dan
kinerja pemerintah. Hasil pengujian moderasi bisa dilihat dari tabel
dibawah.
4. Analisa Moderasi
Tabel IV.A.7 Analisa Moderasi
Variabel Pengaruh Koefisien
Jalur
T
Statistics
P
Values Keterangan
Pemerintah
efektif
ekspol - efektif -> Ppo 0.088 2.54 0.011 Diterima
inform - efektif -> Ekspol -0.02 0.362 0.717 Ditolak
relasi - efektif -> Ekspol 0.036 0.604 0.546 Ditolak
Minat
Politik
ekspol - minat politik ->
Ppo 0.038 0.835 0.404 Ditolak
inform - minat politik ->
Ekspol -0.067 1.425 0.155 Ditolak
relasi - minat politik ->
Ekspol 0.027 0.389 0.697 Ditolak
Pengetahuan
Politik
ekspol - pengetahuan ->
Ppo -0.061 1.339 0.181 Ditolak
inform - pengetahuan ->
Ekspol 0.082 1.276 0.203 Ditolak
relasi - pengetahuan ->
Ekspol 0.117 2.21 0.028 Diterima
Dari tabel IV.A.7 menunjukkan beberapa variabel yang memiliki
pengaruh sebagai variabel moderasi.
70
Variabel kinerja pemerintah berhasil menjadi variabel moderator
antara hubungan penggunaan media ekspresi politik dengan partisipasi
politik online. Analisa di atas menunjukkan nilai P-Values sebesar 0,011
lebih dari kecil 0,05 serta nilai T-Statistics yang dimiliki bernilai 2,54 dan
angka koefisien jalur menunjukkan 0,088 yang artinya adalah variabel
kepercayaan memperkuat hubungan variabel ekspresi politik dengan
partisipasi politik online.
Variabel pengetahuan politik berhasil menjadi variabel moderator
antara hubungan penggunaan media untuk relasi dengan ekspresi politik.
Analisa di atas menunjukkan nilai P-Values sebesar 0,028 lebih kecil dari
0,05 serta nilai T-Statistics yang dimiliki bernilai 2,210 dan angka
koefisien jalur menunjukkan 0,117 yang artinya adalah variabel
pengetahuan memperkuat hubungan variabel penggunaan media untuk
relasi dengan ekspresi politik.
Dari analisa jalur di tabel IV.A.7 bisa disimpulkan bahwa variabel-
variabel yang berhasil menjadi moderator adalah kepercayaan terhadap
pemerintah dan pengetahuan politik. Variabel ini memberikan koefesien
jalur yang memperkuat. Kepercayaan terhadap pemerintah dan
pengetahuan politik menjadi variabel moderasi yang memperkuat
hubungan antara variabel informasi dengan ekspresi politik, ekspresi
politik dengan partisipasi politik online dan relasi dengan ekspresi politik.
71
Selain melihat analisa variabel-variabel sebagai moderasi penelitian
ini juga melihat pengaruh langsung data responden dengan pengaruhnya
terhadap variabel dalam penelitian ini. Hasilnya adalah minat politik
memberikan pengaruh langsung terhadap ekspresi politik dengan nilai P-
Values dan T-Statistics 0,001 dan 3,419.
Selanjutnya dilakukan pengujian moderasi lanjutan dengan cara
membagi menjadi sub-sub kelompok daripada variabel-variabel moderasi
yang telah dilakukan. Analisa ini disebut dengan Partial Least Square
Multiple Group Analysis (PLS-MGA). Menurut Hensler (2009) adalah
suatu analisa yang memungkinkan untuk menguji masing-masing
kelompok apakah memiliki perbedaan yang signifikan dalam bentuk
parameter kelompok spesifik dengan syarat minimal kelompok adalah 30
sampel. Dalam penelitian variabel moderasi akan dipecah menjadi masing-
masing bagian dan dilihat pengaruhnya terhadap hipotesis yang ada
dengan melihat nilai P-Values apabila <0,05 maka dianggap memiliki
hubungan.
a) Kelompok Berdasarkan Keefektifan Pemerintah
Tabel IV.A.8 Moderasi Berdasarkan Kinerja Pemerintah
Keefektifan Pemerintah Tidak Iya
Hubungan t-Values p-Values p-Values t-Values
Ekspol -> Ppo 15.401 0 0 18.742
Informasi -> Ekspol 10.365 0 0 10.541
Relasi -> Ekspol 2.316 0.021 0.209 1.258
72
Hasil dari analisa PLS-MGA pada tabel IV.A.8 menunjukkan
bahwa hubungan informasi ke ekspresi politik dan ekspresi politik ke
politik online dipengaruhi oleh kinerja pemerintah baik efektif
ataupun tidak. Namun untuk hubungan relasi dengan ekspresi politik
kinerja pemerintah yang efektif tidak mempengaruhi hubungannya.
Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Values yang <0,05 yang
menandakan terdapat pengaruh dari kelompok-kelompok tersebut.
Kesimpulan yang didapat bahwa aktivitas politik yang dilakukan
dalam ranah online lebih cenderung dipengaruhi oleh kinerja
pemerintah yang efektif kecuali penggunaan media untuk relasi
terhadap ekspresi politik.
b) Kelompok Berdasarkan Minat Politik
Tabel IV.A.9 Moderasi Berdasarkan Minat Politik
Minat Politik Tidak Iya
Hubungan t-Values p-Values t-Values p-Values
Ekspol -> Ppo 12.52 0 20.407 0
Informasi -> Ekspol 12.976 0 8.614 0
Relasi -> Ekspol 1.381 0.168 2.161 0.031
Hasil dari analisa PLS-MGA pada tabel IV.A.9 menunjukkan
bahwa hubungan informasi ke ekspresi politik dan ekspresi politik ke
politik online dipengaruhi oleh minat politik baik yang memiliki
ataupun tidak. Namun untuk hubungan relasi dengan ekspresi politik
hanya responden yang memiliki minat politik yang mempengaruhi
hubungannya.
73
Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Values yang <0,05 yang
menandakan terdapat pengaruh dari kelompok-kelompok tersebut.
Kesimpulan dari analisa di atas bahwa kepemilikan minat politik lebih
memiliki pengaruh dalam hubungan penggunaan media sosial untuk
relasi ke ekspresi politik dan ekspresi politik terhadap politik online.
Sedangkan hubungan penggunaan media sosial untuk informasi
terhadap ekspresi politik, kepemilikan minat politik kurang
mempengaruhi hubungan itu.
c) Kelompok Berdasarkan Pengetahuan Politik
Tabel IV.A.10 Moderasi Berdasarkan Pengetahuan Politik
Pengetahuan Politik Rendah Sedang Tinggi
Hubungan t-Values p-Values t-Values p-Values t-
Values
p-
Values
Ekspol -> Ppo 13.434 0 14.077 0 13.256 0
Informasi -> Ekspol 10.4 0 8.775 0 6.298 0
Relasi -> Ekspol 0.481 0.631 2.122 0.034 2.681 0.008
Kelompok pengetahuan hanya dibagi menjadi tiga bagian (P1,
P2 dan P3) hal ini dikarenakan untuk menjadi sebuah sub-kelompok
dibutuhkan minimal 30 sampel (Hensler: 2012), hanya tiga sub-
kelompok ini yang memenuhi syarat. Hasil dari analisa PLS-MGA
pada tabel IV.A.10 menunjukkan bahwa hubungan informasi ke
ekspresi politik dan ekspresi politik ke politik online dipengaruhi oleh
faktor pengetahuan politik baik yang rendah hingga tinggi. Namun
untuk hubungan relasi terhadap ekspresi politik hanya responden yang
memiliki pengetahuan politik sedang dan tinggi yang mempengaruhi
74
hubungan tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-Values
yang <0,05 yang menandakan terdapat pengaruh dari kelompok-
kelompok tersebut.
Kesimpulan dari analisa di atas bahwa untuk hubungan antara
penggunaan media sosial untuk informasi dengan ekspresi politik,
responden yang memiliki pengetahuan politik rendah lebih kuat dalam
mempengaruhi hubungan tersebut. Namun untuk hubungan ekspresi
politik terhadap partisipasi politik online, responden yang memiliki
tingkat pengetahuan politik sedang lebih kuat dalam mempengaruhi
hubungan tersebut. Terakhir untuk hubungan relasi terhadap ekspresi
politik kelompok yang paling memengaruhi adalah yang memiliki
pengetahuan politik tinggi.
B. Pembahasan
1. Sosial Media dan Partisipasi Politik Online dalam ANT
Dalam perspektif ANT, partisipasi politik online yang dilakukan
seseorang melalui media sosial menggunakan komputer atau gadget yang
terkoneksi internet dapat dilihat sebagai suatu jaringan heterogen yang
melibatkan entitas manusia dan entitas non manusia. ANT menjelaskan
hubungan di atas dengan menelusuri berbagai unsur yang terlibat dalam
aksi kolektif dan mempelajari hal-hal yang dilakukan oleh salah satu
individu terhadap individu lainnya. Aksi kolektif menjadi relevan karena
75
yang menjadi perhatian adalah aksi dari agen yang tersusun atas manusia,
aktor sosial, dan artefak teknis.
Dalam pembahasan hubungan antara media sosial dan partisipasi
politik online, media sosial dapat dipandang sebagai penghantar bagi
seorang manusia untuk melakukan partisipasi politik online. Dalam
perspektif ANT, media sosial berperan sebagai intermediari. Intermediari
berfungsi sebagai penjaga jaringan relasi aktor-aktor, agar tetap dalam
keadaan saling terhubungkan satu terhadap yang lain. Hubungan ini hanya
terpelihara jika ada penghantar yang mempertahankan hubungan tersebut.
Dengan demikian, manusia yang melakukan aksi partisipasi politik
online berada dalam suatu jaringan heterogen dengan media sosial sebagai
intermediarinya. Manusia, media sosial, dan partisipasi politik online tidak
bisa dipahami secara terpisah dari jaringan dimana mereka berada. ANT
menyatakan bahwa suatu entitas, baik entitas manusia maupun non
manusia, memiliki bentuk dan memperoleh sifat mereka sebagai akibat
dari hubungan mereka dengan entitas lainnya. Media sosial
mendeskripsikan jaringan, kolektivitas agen-agen manusia dan
nonmanusia dalam suatu topologi relasi. Dalam perspektif ANT, media
sosial tidak diperlakukan sebagai entitas yang bersifat netral, atau pasif,
ataupun sebagai alat yang patuh. Media sosial bersama entitas lain secara
bersama-sama dan aktif memainkan peran dalam konstruksi antara
jaringan dan aktor.
76
2. Sosial Media, Ekspresi Politik dan Partisipasi Politik Online
Berdasarkan pengujian hipotesis yang sudah dipaparkan pada tabel
di atas menunjukkan bahwa penggunaan media sosial untuk informasi dan
relasi memberikan pengaruh terhadap variabel ekspresi politik dan
ujungnya memberikan pengaruh terhadap partisipasi politik online (H1,
H2 dan H3 diterima). Hal ini dikarenakan informasi menjadi kebutuhan
yang sangat penting dalam mendorong dan menentukan sikap seseorang
termasuk dalam sikap berpolitik karena ketika seseorang menggunakan
sosial media untuk mencari informasi mereka akan memiliki
kencederungan untuk mengekspos sesuatu yang berbeda dengan yang
dipikirkan.
Ketika seseorang mencoba mencari tahu informasi tentang suatu hal
di sosial media termasuk politik maka dirinya akan mendapatkan informasi
yang lebih bervariasi dari banyak pihak. Sosial media memberikan ruang
tanpa batas untuk mencari informasi sehingga informasi yang diterima
lebih terbuka. Kemudahan akses menjadikan sosial media berhasil sebagai
pusat pertukaran informasi apapun dengan siapapun termasuk informasi
terkait politik.
Hal tersebut sejalan dengan temuan Mcleod (dalam Homero dan
Logan, 2014) bahwa penambahan informasi yang didapatkan dari sosial
media akan memberikan pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung
kepada partisipasi politik. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan
77
(Kushin dan Yamamoto, 2010) bahwa informasi politik yang didapatkan
dari internet ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan kegiatan sosial media dalam mengekspresikan hal-hal yang
bersifat politik.
Interaksi sosial yang dilakukan di sosial media juga memiliki peran
terhadap ekspresi politik dan partisipasi politik di sosial media. Untuk
memahami bagaimana suatu relasi bisa memberikan dampak terhadap
kegiatan politik secara online adalah dengan cara menempatkan diri di
jaringan yang luas. Konsepsi orang tentang diri mereka di dunia jaringan
berguna untuk membuat hubungan antara penggunaan media sosial umum
dan mengekspresikan diri secara politis. Konsep ini disebut dengan
technological of social saturation, konsep ini menjelaskan bahwa
seseorang bisa memiliki banyak jenis dalam dirinya tidak hanya satu
kepribadian (Kelly Anne Hirsch, 2014) dan teknologi bisa memberikan
kesempatan untuk mengembangkan hal itu.
Sosial media memudahkan untuk bisa berhadapan dengan banyak
jenis manusia, kelompok bahkan yang lebih luas lagi. Proses pertemuan
tersebut yang akan membuat penyesuaian dalam diri dengan nilai-nilai
baru yang diterima dari pihak eksternal. Hal ini bisa memberikan suatu
potensi besar untuk melakukan penerimaan nilai-nilai politik dari hasil
interaksi dengan kelompok yang memiliki orientasi politik sehingga akan
muncul prespektif baru yang diyakini. Hal ini yang harus dipahami bahwa
78
nilai-nilai politik bisa masuk di celah manapun dalam sosial media, dalam
hal ini adalah bentuk interaksi di sosial media.
Selain informasi dan relasi, ekspresi politik menjadi hal penting
dalam menghasilkan sebuah partisipasi politik online. Perbedaan paling
mendasar tentang ekspresi politik dengan partisipasi politik adalah dalam
ranahnya. Ekspresi politik merupakan langkah awal sebagai bentuk
penyuaraan politik (political talks) sebelum berubah menjadi sebuah
tindakan (political action). Homero, Logan dan Zheng (2014) menjelaskan
terdapat tiga komponen penting untuk memahami bagaimana ekspresi
berubah menjadi partisipasi, yaitu (harapan dari berekspresi, susunan dan
penyaluran pesan). Dan sosial media berhasil menjadi wadah bagi
komponen ini terwujudkan.
Proses ini diawali dengan sosial media memberikan ruang untuk
semua orang berekspresi apapun. Sebelum ekspresi tersebut disalurkan
sudah ada suatu harapan atau gambaran terkait dampak dari penyaluran
ekspresi ini ketika dilihat oleh orang-orang. Ekspresi disampaikan dengan
disusun dalam bentuk pesan-pesan yang akan mencerminkan pandangan
yang dimiliki bahkan bisa memberikan pandangan baru dan ketika pesan
itu tersalurkan maka akan memberikan penguatan komitmen dari
pandangan yang sudah disampaikan karena merasa suaranya telah
didengar. Pada akhirnya berpotensi besar dari yang hanya berekspresi akan
berubah menjadi berpartisipasi. Hal itu didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh (Elin, 2003) bahwa ketika ruang untuk berekspresi
79
diberikan baik di ruang nyata ataupun online maka akan mendorong
seseorang untuk mengambil tindakan.
Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan penggunaan sosial
media, ekspresi politik dengan partisipasi politik online. Penelitian yang
dilakukan oleh Homero, Logan dan Pei (2014) dengan melihat ekspresi
politik sebagai mediator antara penggunaan sosial media dengan
partisipasi politik offline dan online, hasilnya adalah positif bahwa ekspresi
politik berhasil menjadi jembatan antara penggunaan sosial media
(informasi dan relasi) terhadap partisipasi politik offline dan online.
Rovazio Okiiza (2017) melihat skema penggunaan sosial media (informasi
dan relasi) memberikan pengaruh kuat terhadap ekspresi politik yang pada
akhirnya memberikan pengaruh terhadap partisipasi politik online.
3. Sosial Media, Partisipasi Politik Online dan Moderasi
Variabel pengetahuan politik memberikan pengaruh pada hubungan
antara penggunaan sosial media untuk relasi terhadap ekspresi politik.
Semakin besar pengetahuan politik yang dimiliki maka akan semakin
besar juga pengaruh antara relasi dengan ekspresi politik. Pada saat
pengetahuan politik yang dimiliki seseorang tinggi maka akan semakin
mudah untuk dirinya menemukan dan berinteraksi dengan kelompok-
kelompok yang memiliki cara pandang politik dari berbagai macam sudut
pandang.
80
Analisa moderasi lain menunjukkan bahwa hubungan antara ekspresi
politik dengan partisipasi politik online dipengaruhi oleh keefektifan
kinerja pemerintah. Keefektifan kinerja pemerintah memiliki pengaruh
yang bersifat positif artinya menguatkan. Kinerja pemerintah yang efektif
akan menguatkan hubungan ekspresi politik dengan partisipasi politik
online.
Analisa moderasi dilanjutkan dengan melakukan multi group
analysis (MGA) dengan melihat dari masing-masing sub-kelompok
variabel moderasi. Untuk analisa PLS-MGA menunjukkan perbedaan
dengan analisa moderasi, tabel PLS-MGA menunjukkan bahwa semua
sub-kelompok memiliki pengaruh terhadap hubungan antara informasi
dengan ekspresi politik dan ekspresi politik dengan politik online. Berbeda
dengan hubungan relasi terhadap ekspresi politik yang hanya dipengaruhi
oleh beberapa sub kelompok dari variabel moderasi dan tidak dipengaruhi
sama sekali oleh variabel jenis kelamin dan pengalaman organisasi.
Selanjutnya variabel keefektifan pemerintah, minat politik dan
pengetahuan politik yang ditunjukkan pada tabel IV.A.8, IV.A.9 dan
IV.A.10. Untuk variabel keefektifan pemerintah hipotesis H1 dan H3
menunjukkan pengaruh yang kuat dalam hubungannya dengan keefektifan
pemerintah. Sebaliknya untuk H2 keefektifan pemerintah dalam bekerja
tidak memberikan pengaruh apapun. Selanjutnya variabel minat politik,
dari hasil tabel menunjukkan pengaruh kuat minat politik kepada H2 dan
81
H3. Lain hal dengan pada H1 yang menunjukkan lemahnya pengaruh
minat politik sebagai moderasi penguat.
Variabel pengetahuan politik menunjukkan pengaruh yang beragam.
Untuk hipotesis H1 pengaruh kelompok kepemilikan pengetahuan politik
tinggi memiliki kekuatan yang paling rendah. Pada hipotesis H2
kepemilikan pengetahuan politik yang tinggi menjadi faktor terkuat dalam
mempengaruhi hubungan tersebut. Terakhir untuk hipotesis H3
menunjukkan kelompok pengetahuan politik sedang memiliki pengaruh
yang paling besar sebagai variabel moderasi. Hasil ini berbeda dengan
temuan (Aishat, Ishak dan Norsiah, 2015) yang menjelaskan bahwa
pengetahuan, minat politik dan keefektifan pada pemerintah menjadi
variabel penting dalam mempengaruhi kegiatan politik online.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menguatkan konsep ANT dalam menjelaskan sosial
media dan partisipasi politik online. Manusia, media sosial, dan partisipasi
politik online tidak bisa dipahami secara terpisah dari jaringan dimana
mereka berada. ANT menyatakan bahwa suatu entitas, baik entitas manusia
maupun non manusia, memiliki bentuk dan memperoleh sifat mereka sebagai
akibat dari hubungan mereka dengan entitas lainnya. Media sosial menjadi
wadah untuk agen-agen manusia dan nonmanusia dalam suatu topologi relasi.
Dalam perspektif ANT, peran media sosial sebagai penghantar tersebut
merupakan peran intermediari. Dalam jaringan relasi aktor-aktor, para aktor
penyusunnya berada dalam keadaan saling terhubungkan satu terhadap yang
lain. Hubungan ini hanya terpelihara jika ada penghantar yang
mempertahankan hubungan tersebut. Media sosial bersama entitas lain secara
bersamasama dan aktif memainkan peran dalam konstruksi jaringan-aktor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik online
tergolong rendah. Penelitian ini membuktikan intensitas penggunaan media
sosial pada mahasiswa FISIP berada pada kategori menengah. Pengaruh
penggunaan media sosial, ekspresi politik terhadap tingkat partisipasi politik
online dalam penelitian ini menunjukkan mempunyai pengaruh yang
signifikan dengan level moderat. Kemudian untuk pengaruh ekspresi politik
83
terhadap tingkat partisipasi politik online mahasiswa FISIP mempunyai
pengaruh yang signifikan dengan level moderat. Dengan kata lain, intensitas
penggunaan media sosial informasi, relasi dan ekspresi politik dapat dijadikan
prediktor untuk memengaruhi tingkat partisipasi politik online.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa untuk ketiga kategori
penggunaan media sosial yaitu penggunaan untuk tujuan informasi,
penggunaan untuk tujuan relasi, dan penggunaan untuk tujuan ekspresi
politik. Penggunaan untuk informasi dan ekspresi politik pada kategori
menengah dan untuk relasi pada kategori tinggi. Hubungan antara ketiga hal
tersebut dapat digambarkan berupa sebuah alur yang diawali dari penggunaan
untuk tujuan informasi dan relasi yang berlanjut ke penggunaan untuk tujuan
ekspresi politik, dan akhirnya menjadi partisipasi politik online.
Ekspresi politik merupakan hasil pelibatan antara informasi yang
didapatkan dan hasil hubungan dengan orang-orang. Informasi yang
didapatkan khususnya politik menambah pengetahuan terkait perkembangan
politik. Aktifitas sosial media cenderung digunakkan untuk menjaga
hubungan dengan kerabat yang jarang bertemu. Proses interaksi tersebut
memberikan celah untuk individu bertemu dengan kerabat yang membawa
nilai-nilai politik baru. Hasil antara informasi dan interaksi memberikan
pengaruh ekspresi politik namun masih tahap dasar, yaitu mengikuti akun
sosial media seseorang yang sering membahas terkait politik. Hal itu
mendorong terjadinya politik online namun hanya sebatas pembicaraan
84
politik (political talks) belum sampai tindakan (political action) disebabkan
minat politik yang tinggi (Bruce dkk, 2015).
Analisa terakhir yaitu pengujian moderasi dengan variabel minat
politik, pengetahuan politik dan kinerja pemerintah terhadap masing-masing
hipotesis yang diajukan. Hipotesis hubungan relasi terhadap ekspresi politik
dimoderasi oleh pengetahuan politik dan untuk ekspresi politik terhadap
partisipasi politik online dimoderasi oleh kinerja pemerintah.
B. Saran
Berdasarkan kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini maka
diharapkan untuk penelitian ke depan dapat memperluas model penelitian
dengan melihat faktor lain selain penggunaan media sosial informasi, relasi
dan ekspresi politik. Analisa lanjutan untuk melihat partisipasi politik offline
juga dirasa perlu terutama hubungan antara offline dan online. Jika dilihat dari
nilai R-square menujukkan adanya potensi besar untuk faktor lain
berpengaruh dari model yang diajukan sehingga disarankan diteliti lebih
lanjut.
85
DAFTAR PUSTAKA
Aishat, Ishak and Norsiah. 2015. “Social Media and Youth Online Political
Participation: Perspectives on Cognitive Engagement”. New Media
and Mass Communication. Vol. 44. 11.
Aminah, Siti. 2006. “Politik Media, Demokrasi dan Media Politik”. Media
Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Vol. 19. No. 3. 9.
Andriadi, Fayakhun. 2016. Demokrasi di Tangan Netizen. Jakarta: RMBOOKS.
Andriadi, Fayakhun. 2017. Partisipasi Politik Virtual. Jakarta: RMBOOKS
Azwar, Saiful. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Best, Samuel. and Krueger, Brian. 2005. Analyzing the Representativeness of
Internet Political Participation. Political Behavior 27(2): 183-216.
Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Danju, Ipek, Yasar Maasoglu and Nahide Maasoglu. 2013. “From Autocracy to
Democracy: The Impact of Social Media on the Transformation
Process in North Africa and Middle East”. Procedia - Social and
Behavioral Sciences. Vol. 8. 681.
Dick, Jose Van. 2012. “Facebook and the Engineering of Connectivity: A Multi-
Layered Approach to Social Media Platform”. Convergence: The
International Journal of Research into New Media Technologies. Vol.
19(2). 150 - 151.
Elin, L. 2003. ”The Radicalization of Zeke Spier: How the Internet contributes to
Civic Engagement and New Forms of Social Capital”. Dalam Zuniga,
Del Humeiro, Molyneux, Logan dan Zheng, Pei. 2014. “Social Media,
Political Expression, and Political Participation: Panel Analysis of
Lagged and Concurrent Relationships”. Journal of Communication,
Vol 64. 608-630.
Elvinaro, Ardianto. 2007. Komunikasi Masa Suatu Pengantar. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media
Elvira dkk. 2011. “Gender Differences in Youths’ Political Engagement and
Participation The Role of Parents and of Adolescents’ Social and
Civic Participation”. Journal of Adolescence. Vol. 30 (1-16).
86
Eva and Aina Galego. 2010. “Online Political Participation in Spain: The Impact
of Traditional and Internet Resources”. Journal of information
technology and politic. Vol. 7(4). 28.
Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modelling Metode Alternatif
denganPartial Least Square. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gibran Rivera Gonzalez. 2013. “The Use Of Actor Network Theory and A
Practice-Based Approach to Understand Online Community
Participation”. Disertasi. University of Sheffield. Sheffield
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta: BPFE.
Hendrik, Doni. 2010. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Rendahnya
Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Walikota dan Wakil
Walikota Padang Tahun 2008”. Jurnal Demokrasi. Vol. IX No. 2
(137-147).
Hepp dkk. 2008. Connectiviy, Networks and Flows: Conceptualizing
Contemporary Communications. Creskill: Hampton Press
Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang, terj. Sahat Simamora. Jakarta: PT Rineka Cipta
Kencana, Ibnu. 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta
Kelly Anne Hirsch. 2014. “Postmodernism and The Self: How Social Saturation
Influences Who We Think We Are”. Disertasi. Texas A&M
University. Texas
Khairuni, Nisa. 2016. “Dampak Positif dan Negatif Media Sosial terhadap
Pendidikan Akhlak Anak”. Jurnal Edukasi. Vol.2 No. 1. 95.
Kushin, M. J. dan Yamamoto, M. (2010). “Did Social Media Really Matter?
College Students’ Use of Online Media and Political Decision Making
in the 2008 Election”. Mass Communication and Society, 13(5). 608-
615
Lesmana, Gusti Ngurah Aditya. 2012. “Analisa Pengaruh Media Sosial Twitter
terhadap Pembentukan Brand Attachment” (Studi: PT. XL AXIATA).
Tesis. Fakultas Ekonomi Program Magister Manajemen Universitas
Indonesia. Jakarta
87
Mahmud, Ashek dan Ruhul Amin. 2017. “Use of Social Networking Media in
Political Participation: A Study on Dhaka University Students”.
Sociologi and Antrophology. Vol. 5(6). 484.
Maran,Rafael Raga. 2007. Pengantar Sosiologi Politik: Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta
Marbun, B.N. 1996. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
McLeod dkk. 1999. “Understanding Deliberation the Effects of Discussion
Networks on Participation in A Public Forum”. Communication
Research, 26(6). 743-744
Morissan. 2016. “Tingkat Partisipasi Politik dan Sosial Generasi Muda Pengguna
Media Sosial”. Jurnal Visi Komunikasi. Vol. 15(1). 96-113.
Priyono, AE, Usman, Wilson dan Zely. 2014. Media Sosial Alat Gerakan Sipil.
Jakarta: Public Virtue Institute
Ritzer, George. 2015. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenamedia Group
Rovazio Okiiza. 2017. “Pengaruh Penggunaan Media Sosial dan Identitas
Kewargaan (Civic Identity) Terhadap Partisipasi Politik Online
Generasi Muda”. Tesis. ITB. Bandung
Salman, Ali dan Suhana Saad. 2015. “Online Political Participation: A Study of
Youth Usage of New Media”. Mediterranean Journal of Social
Sciences. Vol. 6 No. 4. 5.
Sheppard, Jill. 2015. “Measuring Online and Offline Participation: Problems and
Solutions from the Australian Case“. Paper prepared for presentation
at the European Survei Research Association Annual Conference.
University of Reykjavik
Skoric, Zhu, Debbie dan Pang. 2016. “Social Media and Citizen Engagement: A
Meta-Analytic Review”. New Media and Society. Vol. 18(9). 11.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suhendra, Adi. 2014. “SENJATA BARU DALAM RUANG POLITIK :
Konstruksi Sosial Penggunaan Jejaring Sosial Online dalam Pemilihan
Kepala Daerah DKI Jakarta 2012”. Sejarah dan Budaya. Ta.
Kedelapan. No. 1. 6. Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi
88
Penelitian: Lengkap Praktis dan Mudah Dipahami. Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS
Weeks, Brian. Zuniga, Homero dan Abreu, Alberto. 2015. “Online Influence?
Social Media Use, Opinion Leadership, and Political Persuasion”.
International Journal of Public Opinion Research. hal 1-20.
Wisnuhardana, Alais. 2018. Anak Muda dan MedSos, Jakarta: Pustaka Utama
W, John Creswell. 2014. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Yang, Hongwei and Jean L. DeHart. 2016. “Social Media Use and Online
Political Participation among College Students During The Us
Election 2012”. Social Media + Society. Vol. 2(1). 1-18.
Yuliar dan Anggorowati. 2006. “Governance Teknologi di Masyarakat: Sebuah
Pendekatan Jejaring Aktor”. Jurnal Sosioteknologi. Vol. 7(5). 7.
Zaheer, Lubna. 2016. “Use of Social Media and Political Participation among
University Students”. Pakistan Vision. Vol. 17. No. 1. 279 dan 293.
Zuniga, Del Humeiro, Molyneux, Logan dan Zheng, Pei. 2014. “Social Media,
Political Expression, and Political Participation: Panel Analysis of
Lagged and Concurrent Relationships”. Journal of Communication,
Vol 64. 608-630.
Website
Deni Suhendra. “Usia Produktif Mendominasi Pengguna Internet”,
(https://databoks.katadata.co.id, diakses pada tanggal 20-09-2018)
Rio Brian. “5+ Media Sosial Terpopuler di Indonesia dan Paling Banyak
Digunakan”, (https://www.maxmanroe.com, diakses pada tanggal 18-
09-2018)
Wahyunanda Kusuma. “Riset Ungkap Pola Pemakaian Medsos Orang Indonesia”,
(https://tekno.kompas.com, diakses pada tanggal 18-09-2018)
Yusron Fahmi. “Jumlah Golput Pilkada DKI 2017 Turun, Apa Sebabnya ?”,
(https://www.liputan6.com, diakses pada tanggal 21-09-18)
Assalamualaikum Wr.Wb.
Perkenalkan nama saya Hasanul Banna, saya adalah mahasiswa sosiologi semester 8, kebetulan saya
sedang melakukan penelitian untuk skripsi saya yang berjudul pengaruh penggunaan media sosial dan
tingkat partisipasi politik online dengan lingkup penelitian Fisip UIN Jakarta. Penelitian ini mengambil
responden dari tiga jurusan (HI, Politik dan Sosiologi) dari angkatan 2015 sampai 2018 dengan
mengambil secara acak nama-nama yang sudah didapatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan sosial media yang dibagi menjadi tiga
(untuk informasi, ekspresi politik dan relasional) dengan partisipasi politik online (partisipasi politik
yang dilakukan melalui internet).
Oleh karena itu diharapkan kesediaanya bagi saudara untuk menjadi responden dalam penelitian
saya. Mengingat ini adalah angket yang digunakan untuk penelitian, maka hal-hal yang terdapat di
dalamnya berupa identitas diri serta jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiaannya. Data
dari jawaban tersebut hanya sebatas sebegai kebutuhan bagi penelitian dan tidak akan disebarkan
kepada pihak manapun
Terima kasih atas kesediaannya semoga saudara/I selalu dimudahkan dalam menjalani segala
urusannya
Wassalamualaikum Wr.Wb
Peneliti,
Hasanul Banna
Bagian I
Identitas Responden
Isilah pada bagian yang kosong atau beri tanda (X) pada kotak yang sesuai
1. Nama Lengkap :
2. Angkatan Masuk :
a. 2015
b. 2016
c. 2017
d. 2018
3. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki
b. Perempuan
4. Program Studi
a. Hubungan Internasional
b. Sosiologi
c. Ilmu Politik
5. Apakah anda menggunakan Internet (jika menjawab tidak, maka langsung ke pertanyaan 12
dan tidak usah mengisi bagian II dan III)
a. Iya
b. Tidak
6. Umumnya mengakses internet melalui apa
a. Laptop
b. Handphone
c. Komputer
d. Lainnya, sebutkan……..
7. Seberapa lama mengakses internet dalam sehari
a. <30 Menit
b. 0,5 sampai 1 jam
c. 1 sampai 2 jam
d. 2 sampai 3 jam
e. 3 sampai 4 jam
f. >4 jam
g. Lainnya, sebutkan…….
8. Umumnya mengakses internet untuk apa
a. Belanja Online (jual-beli online)
b. Entertainment (game online, music, film, dll)
c. Edukasi (tugas kuliah, kursus online, dll)
d. Sosial Politik (cari berita politik, agama, sosial, kegiatan amal,dll)
e. Lainnya, sebutkan…..
9. Apakah anda menggunakan media social (Facebook, Instagram, Whatsapp, Line, dll) (jika
menjawab tidak, maka langsung ke pertanyaan 12 dan tidak usah mengisi bagian II dan III)
a. Iya
b. Tidak
10. Media Sosial Yang Paling Sering Digunakan
a. Instagram
b. Whatsapp
c. Line
d. Facebook
e. Twitter
f. Lainnya, sebutkan……
11. Waktu Yang Dihabiskan Untuk Menggunakan Media Sosial
a. <30 Menit
b. 0,5 sampai 1 jam
c. 1 sampai 2 jam
d. 2 sampai 3 jam
e. 3 sampai 4 jam
f. >4 jam
Bagian II
Bagian ini peneliti ingin mengetahui intensitas jenis penggunaan di sosial media yang akan
mempengaruhi tingkat partisipasi politik online. Penggunaan sosial media dibagi menjadi tiga jenis
(penggunaan untuk informasi, ekspresi politik dan relasional) yang mana masing-masing akan diukur
tingkat penggunaannya dan akan dikaitkan dengan tingkat partisipasi politik online yang dilakukan.
Responden diminta untuk memberikan tanda (x) pada kolom yang dirasa tepat untuk menjawab
setiap kegiatan yang diberikan.
A. Penggunaan Media Sosial Untuk Informasi
[Penggunaan ini dimaksudkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan di media sosial terkait mencari,
mengumpulkan, dan membagikan berbagai jenis informasi melalui media sosial, yang meliputi berita,
informasi tentang masyarakat atau komunitas, dan informasi kampanye.]
Seberapa sering anda melakukan kegiatan-kegiatan berikut di media sosial
No Aktivitas Tidak
Pernah
Jarang Kadang-
Kadang
Sering Sangat
Sering
1 Mencari informasi secara umum
2 Mencari informasi terbaru tentang masalah daerah
yang ditinggali
3 Mengikuti perkembangan berita yang sedang
menjadi trending/viral
4 Menyimpan/download berbagai jenis informasi
(teks, foto, video, dll)
5 Membagikan/sharing informasi yang unik ke
media sosial orang-orang dekat (teman, keluarga,
dll).
6 Mencari tahu informasi tentang politisi yang
disukai.
B. Penggunaan Media Sosial Untuk Ekspresi Politik
[Penggunaan ini dimaksudkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan di media sosial untuk
mengekspresikan diri, mengartikulasikan opini, menyampaikan ide dari pemikiran seseorang ataupun
pribadi dalam hal-hal atau ranah yang bersifat politik tanpa ada ajakan untuk ikut berpartisipasi
dalam memilih salah satu calon. Secara garis besar penggunaan ini hanya sebagai bentuk
pengresponan diri dalam hal-hal yang bersifat politik.]
Seberapa sering anda melakukan kegiatan-kegiatan berikut di media sosial
No Aktivitas Tidak Pernah
Jarang Kadang-Kadang
Sering Sangat Sering
1 Posting mengenai pemikiran mengenai peristiwa-
peristiwa politik yang actual
2 Mengomentari posting-an orang lain yang
berkaitan dengan isu politik
3 Mem-posting pengalaman pribadi mengenai
politik.
4 Posting foto, video, atau meme mengenai isu
politik
5 Mengikuti/follow akun media sosial orang (tokoh
masyarakat, politikus, dll) yang sering membahas
isu-isu politik.
6 Membagikan/sharing informasi mengenai
masalah-masalah politik kepada orang-orang
terdekat (teman, keluarga, dll)
7 Membalas/reply komentar-komentar orang
mengenai politik
C. Penggunaan Media Sosial Untuk Menjaga Hubungan (Relasional)
[Penggunaan ini dimaksudkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan di media sosial untuk memulai,
mempertahankan dan memperkuat relasi (hubungan) dengan orang lain termasuk di dalamnya
keluarga, kerabat atau saudara.]
Seberapa sering anda melakukan kegiatan-kegiatan berikut di media sosial
No Aktivitas Tidak Pernah
Jarang Kadang-Kadang
Sering Sangat Sering
1 Menjaga hubungan dengan keluarga atau kerabat
yang jarang bertemu langsung.
2 Mempererat hubungan dengan keluarga atau
kerabat.
3 Mencari komunitas-komunitas yang disukai
(hobi,profesi,dll) di media sosial.
4 Memberikan tanda (like/comment) untuk posting-
an orang terdekat (teman, keluarga, dll)
5 Memberikan ucapan selamat (pernikahan, ulang
tahun, prestasi, dll) untuk teman.
Bagian III
Bagian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana intensitas partisipasi politik online yang
dilakukan oleh responden dalam satu tahun terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk melihat tinggi atau
rendahnya keaktifan dan keterlibatan dalam partisipasi politik gaya baru (online) yang dimiliki.
Responden diminta untuk memberikan tanda (x) pada kolom yang dirasa tepat untuk menjawab
setiap kegiatan partisipasi politik online yang diberikan
Partisipasi Politik Online
[Kegiatan ini dimaksudkan dengan suatu bentuk aktivitas partisipasi yang bisa memengaruhi struktur
pemerintahan, pemilihan umum ataupun kebijakan yang dilakukan secara online. Singkatnya adalah
partisipasi politik dan partisipasi politik online hanya memiliki perbedaan dalam segi ruangnya,
partisipasi politik online memanfaatkan internet sebagai medium baru untuk melakukan kegiatan
partisipasi politik yang umumnya partisipasi politik konvensional lakukan di dunia nyata sedangkan
online di dunia maya]
Dalam satu tahun terakhir, seberapa sering anda melakukan aktivitas-aktivitas berikut di media sosial
atau secara online:
No Aktivitas Tidak Pernah
Jarang Kadang-Kadang
Sering Sangat Sering
1 Menyumbang uang untuk kampanye ke salah satu
calon secara online/melalui HP (E-banking, I-
banking, dll)
2 Menghubungi pemerintah atau politikus secara
online untuk suatu evaluasi kinerja (memberikan
pendapat, saran kebijakan, dll)
3 Menandatangani petisi terkait isu politik
4 Menyebarkan/share petisi terkait isu politik
5 Memposting foto salah satu caleg atau kepala
daerah demi kampanye (menyebarkan foto,
prestasi, dll)
6 Menjadi relawan/buzzer untuk kampanye
7 Mengirim tulisan terkait isu politik di media
online (qureta, geotimes, dll)
8 Berdiskusi masalah politik di grup-grup
percakapan (chat group)
12. Pengeluaran Perbulan
a. <Rp 1000.000
b. Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000
c. Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000
d. Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000
e. Rp 2.500.001 – Rp 3.000.000
f. >Rp 3.000.000
13. Apakah Anda Mengikuti Organisasi Mahasiswa Ektra Kampus (HMI, PMII, GMNI, KAMMI, dan
lain-lain)
a. Iya
b. Tidak
14. Apakah Anda Mengikuti Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (HMJ, SEMA F/U, DEMA F/U, UKM,
LSO)
a. Iya
b. Tidak
15. Apakah Orang Tua Anda Aktif Dalam Kegiatan-Kegiatan Yang Diselenggarakan Suatu Organisasi
Politik (Partai Politik dan lain-lain)
a. Iya
b. Tidak
16. Apakah orang tua anda aktif dalam suatu organisasi masyarakat (NU, Muhammadiyah, dll)
a. Iya
b. Tidak
17. Apakah Anda Memberikan Suara Pada Pemilu 2019 ?
a. Iya
b. Tidak
18. Apakah Anda Menyukai atau Berminat Dengan Hal-Hal Yang Bersifat Politik ?
a. Iya
b. Tidak
19. Siapakah ketua dpr terakhir periode 2014-2019
a. Bambang Soesatyo
b. Setya Novanto
c. Fadli Zon
20. Siapakah Menteri dalam negeri periode 2014-2019
a. Tjahyo Kumolo
b. Luhut Bansar Panjaitan
c. Oso Hasibuan
21. Siapakah Menteri bidang perekonomian periode 2014-2019
a. Sri Mulyani
b. Darmin Nasution
c. Chairul Tanjung
22. Apakah Menurut Anda Pemerintah Sudah Bekerja Secara Efektif Dalam Mengurus
Permasalahan Negara ?
a. Sudah
b. Belum
TERIMA KASIH BANYAK