Pengaruh Penggunaan Material Non 2
-
Upload
hari-jatmiko -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of Pengaruh Penggunaan Material Non 2
PENGARUH PENGGUNAAN MATERIAL NON-HOMOGEN UNTUK DINDING
COMBUSTOR TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DALAM MESO-
SCALE COMBUSTOR
Gusti M I, Lilis Yuliati, Widya Wijayanti
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Hariyono 167, Malang 65145, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan material non- homogen untuk
dinding combustor terhadap karakteristik pembakaran dalam meso-scale combustor dengan
menggunakan bahan bakar LPG dan wire mesh didalamnya. Combustor dalam penelitian ini
menggunakan ruang bakar berbentuk silinder dengan diameter dalam 3.5 mm. Dinding combustor
terbuat dari quartz glass tube, stainless steel dan tembaga dengan konduktivitas termal berturut-turut
sebesar 1.4, 20, dan 385 W/mK. Wire mesh terbuat dari stainless steel dengan 60 mesh /inchi.
Karakteristik pembakaran yang diamati adalah visualisasi nyala api dan flammability limit Karakteristik
pembakaran yang diamati adalah visualisasi nyala api dan flammability limit. Batas minimum dan
maksimum Ф (rasio ekuivalen)dimana api dapat menyala dalam combustor pada quartz glass tube
adalah 0.7034 dan 1.4429, stainless steel-quartz glass tube adalah 0.6592 dan 1.6185, dan tembaga-
quartz glass tube adalah 0.6949 dan 1.6621. Api dalam combustor berwarna biru gelap untuk campuran
Φ = 1 atau lebih kecil dan biru kehijauan untuk campuran Φ >1 . Dan luas penampang api api untuk
campuran kaya bahan bakar lebih kecil bila dibandingkan dengan campuran stoikiometri atau
campuran miskin bahan bakar. Luas penampang api paling kecil untuk combustor yang terbuat dari
quart glass tube dan semakin besar berturut-turut untuk combustor yang terbuat dari stainless steel-
quartz glass tube dan tembaga-quartz glass tube. Quartz glass tube combustor memiliki flammability
limit yang lebih sempit dibandingkan combustor yang terbuat dari tembaga-quartz glass tube dan
stainless steel- quartz glass tube. Hal ini karena kalor yang menuju reaktan untuk proses preheating tidak
begitu besar, sehingga temperatur reaktan ketika memasuki daerah pembakaran belum tinggi dan
pembakaran terjadi pada kecepatan yang lebih rendah. Dalam kondisi ini radical quenching menjadi
semakin dominan, sehingga jarak antara api dan dinding combustor semakin besar atau luas penampang
apinya semakin kecil.
Kata kunci: Meso-scale combustor, konduktivitas termal, visualisasi nyala api, flammability
limit, LPG
Pendahuluan
Perkembangan di bidang teknologi
berkembang pesat, khususnya kebutuhan
akan pembangkit daya berskala kecil
(micro-power generator) juga terus
meningkat seiring dengan meningkatnya
penggunaan peralatan listrik portabel.
Dimana semua peralatan portabel tersebut
membutuhkan energi yang dikemas dalam
bentuk baterai sehingga alat-alat tersebut
sangat bergantung pada daya yang disimpan
dalam baterai. Dalam hal ini baterai menjadi
titik lemah dari peralatan listrik portabel
tersebut, karena baterai tidak mampu
menyimpan energi dalam waktu lama dan
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
mengisi ulang kembali (recharge). Selain itu
baterai juga memiliki dampak yang buruk
bila dibuang kelingkungan karena terbuat
dari bahan kimia yang bersifat mencemari
lingkungan.
Micro-power generator yang memiliki
densitas energi tinggi, memiliki waktu
operasi yang relatif panjang dengan waktu
isi ulang yang relatif lebih pendek serta
ramah lingkungan diproyeksikan akan
menjadi penggati baterai dimasa yang akan
datang untuk mengatasi permasalahan pada
baterai sekarang ini. Salah satu komponen
yang sangat penting dari micro-power
generator adalah meso-scale combustor.
Prinsip kerja dari meso-scale combustor
ini pada dasarnya sama seperti pembakaran
pada umumya, yaitu mengubah energi kimia
dari bahan bakar menjadi energi panas.
Tetapi api/pembakaran yang terjadi dalam
meso-scale combustor cenderung kurang
stabil karena perbandingan surface area dan
volume ruang bakar yang relatif besar.
Sehingga heat loss yang terjadi cukup besar
yang menyebabkan penurunan temperatur
dan kecepatan pembakaran, sehingga api
yang terbentuk mudah padam.
Dalam meso-scale combustor sulit
didapatkan kestabilan api. Banyak metode
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
diantaranya dengan menggunakan dinding
combustor berundak untuk memperbaiki
pencampuran udara – bahan bakar dan
memperpanjang waktu bahan bakar berada
dalam daerah reaksi pembakaran. Swiss-roll
combustor digunakan untuk mengurangi
kehilangan kalor dan pemanasan awal
reaktan. Dan yang terakhir menggunakan
external heating untuk pemanasan awal
reaktan atau dinding ruang bakar bertujuan
untuk meningkatkan kestabilan api dan
memperluas flammability limit.
Beberapa penelitian tentang pengaruh
konduktivitas termal terhadap pembakaran
dalam meso-scale combustor telah
dilakukan. Norton et al, (2003) melakukan
penelitian numerik mengenai pengaruh
konduktivitas termal dinding combustor
yang berbentuk plat pararel terhadap
kestabilan api. Didapatkan hasil bahwa
konduktivitas termal material dinding
combustor mempunyai peranan yang
signifikan terhadap kestabilan api, karena
dapat menentukan besarnya resirkulasi
panas ke reaktan yang diperlukan untuk
penyalaan dan kestabilan api.
Selanjutnya mikami et al, (2012)
melakukan penelitian tentang pengaruh
penggunaan wire mesh pada meso-scale
combustor terhadap kestabilan api dan
kecepatan pembakaran. Dan didapatkan
hasil bahwa dengan menyisipkan sebuah
wire mesh yang terbuat dari material dengan
nilai konduktivitas termal tinggi yaitu stain
less steel dapat mestabilkan pembakaran
dalam meso-scale combustor yang terbuat
dari material yang memiliki nilai
konduktivitas termal yang rendah yakni
quartz glass tube. Itu disebabkan karena
wire mesh memiliki peranan sebagai flame
holder yang mengakibatkan perpindahan
panas (heat recirculation) dari flame ke
reaktan sehingga terjadi pembakaran yang
stabil dalam meo-scale combustor. Stable
flame terjadi pada downstream mesh. Jika
tanpa menggunakan wire mesh stable flame
hanya terjadi di ujung pipa.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh konduktivitas termal
dinding combustor yang tidak seragam
terhadap karakteristik pembakaran yang
diamati adalah visualisasi nyala api dan
flammability limit
Metode Penelitian
Experimental set up dan variabel penelitian.
Skema instalasi penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan
pada gambar 1. Tabung LPG digunakan
untuk menyuplai bahan bakar ke dalam
meso-scale combustor, kompresor
digunakan untuk menyuplai udara ke dalam
meso-scale combustor. Flow meter udara
dan flow meter bahan bakar digunakan untuk
mengatur debit udara dan debit bahan bakar
sebelum memasuki meso-scale combustor.
Meso-scale combustor yang digunakan
dalam penelitian ini berukuran diameter
dalam 3,5 mm dan menggunakan wire mesh
didalamnya, terbuat dari stainless steel
dengan ukuran 60 mesh/inchi. Variabel
bebas dalam penelitian ini yakni material
dinding combustor dengan nilai
konduktivitas termal yang berbeda yaitu
quartz glass tube dengan nilai konduktivitas
termal 1,4 W/mK, stainless steel dengan
nilai konduktivitas termal 20 W/mK dan
tembaga dengan nilai konduktivitas termal
385 W/mK. Untuk variabel terikatnya yakni
visualisasi nyala api dan flammability limit.
Untuk mendapatkan data visualisasi
menggunakan kamera untuk mengambil foto
api dalam meso-scale combustor. Detail
meso-scale combustor yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada pada
gambar gambar 2.
Gambar 1. Skema instalasi penelitian
Gambar 2. Meso-scale combustor dengan
variasi material non-homogen
Prosedur pengambilan data
Memasang meso-scale combustor dari
quartz glass tube dengan wire mesh
didalamnya pada instalasi penelitian.
Kemudian alirkan bahan bakar dan udara ke
dalam combustor dan nyalakan api
menggunakan pemantik atau korek api, atur
debit bahan bakar dan udara hingga api
dapat menyala didalam combustor. Atur
debit udara 80 mL/menit dengan debit bahan
bakar menyesuaikan (kondisi kaya bahan
bakar), ambil gambar visualisasinya,
kemudian turunkan debit bahan bakar dan
ambil visualisasinya untuk setiap
pengurangan debit bahan bakar tersebut.
kurangi debit bahan bakar hingga terjadi api
padam (blow-off) catat debit bahan bakar
maksimum dan minimum untuk menentukan
flammability limitnya.
Ulangi prosedur diatas untuk debit
bahan bakar yang lebih besar hingga api
tidak dapat di stabilkan didalam combustor.
Lakukan langkah tersebut untuk tiap
combustor dengan menggunakan material
quartz glass tube, tembaga - quartz glass
tube dan stainless steel - quartz glass tube.
Hasil dan Pembahasan
1.Visualisasi nyala api
Pertama dibandingkan visualisasi nyala
api dalam setiap combustor dengan variasi
debit bahan bakar dan equivalen rasio yang
besarnya tetap (Ф) = 1. Visualisasi
dilakukan pada kecepatan total reaktan
sebesar 14.5 cm/s, 38.9cm/s dan 53.4 cm/s.
Dilihat dari kiri ke kanan secara berurutan
adalah visualisasi nyala api dalam
combustor dengan material quartz glass
tube, stainless steel-quartz glass tube dan
tembaga-quartz glass tube. Visualisai
dilakukan pada combustor tanpa isolasi dan
dengan isolasi panas.
Visualisasi nyala api dibawah
menunjukan perubahan bentuk nyala api
didalam meso-scale combustor yang terjadi
selama proses pembakaran dengan variasi
material non-homogen pada dinding
combustor dengan menggunakan isolator
maupun tidak dan pada nilai rasio ekuivalen
Ф = 1. Dari visualisasi diatas dapat dilihat
untuk setiap kecepatan total reaktan Vtot
warna api hampir sama yaitu biru agak
gelap, tetapi terlihat makin terang pada Vtot
yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi Vtot bearti jumlah bahan
bakar yang dibakar dalam combustor
semakin besar, sehingga kalor dan
temperatur yang dihasilkan dari pembakaran
semakin tinggi pula yang menghasilkan
warna api lebih terang.
Tanpa isolator
Dengan isolator
Vtot = 14.5 cm/s.
Tanpa isolator
Dengan isolator
Vtot = 38.9cm/s. Tanpa isolator
Dengan isolator
Vtot = 53.4 cm/s.
(a) (b) (c)
Gambar 3. Visualisasi nyala api pada Ф = 1
dalam meso-scale combustor dengan
dinding (a) quartz glass tube (b) stainless
steel-quartz glass tube (c) tembaga-quartz
glass tube.
Dapat dilihat juga semakin tinggi Vtot
maka luas penampang api semakin lebar.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi Vtot
maka kalor dan temperatur yang dihasilkan
dari pembakaran semakin tinggi pula dan
temperatur yang tinggi ini dapat mengurangi
terjadinya radical quenching. Sehingga
pemadaman api disekitar dinding karena
radical quenching berkurang, jarak antara
api dan dinding combustor menjadi lebih
kecil dan luas penampang api menjadi lebih
lebar.
Sedangkan pada Vtot yang rendah dapat
dilihat pada Gambar diatas bahwa luas
penampang api pada combustor dengan
material quartz glass tube terlihat lebih kecil
bila dibandingkan dengan combustor yang
menggunakan material stainless steel-quartz
glass tube dan tembaga-quartz glass tube.
Hal ini dikarenakan quartz glas tube
mempunyai konduktivitas termal yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan
konduktivitas termal stainless steel dan
tembaga. Sebagaimana terlihat pada Gambar
4, sejumlah kalor (Q1) dikonveksikan dari
nyala api ke dinding combustor. Selanjutnya
sebagian dari kalor ini (Q2) dikonveksikan
ke lingkungan dan merupakan fraksi kalor
yang hilang. Kehilangan kalor ini
mengakibatkan api menjadi tidak stabil, dan
bila terjadi dalam jumlah yang cukup besar
akan mengakibatkan api padam. Dari
dinding combustor sebagian kalor
dikonduksikan kearah wire mesh dan kearah
upstream dinding combustor (Q3), yang
berfungsi untuk pemanasan awal reaktan.
Bagian ini mendorong terjadinya
pembakaran yang stabil. Karena quartz glass
tube memiliki konduktivitas termal yang
rendah, perpindahan kalor ke arah upstream
yang terjadi tidak begitu besar. Hal ini
menyebabkan kalor yang menuju reaktan
untuk proses preheating tidak begitu besar,
sehingga temperatur reaktan ketika
memasuki daerah pembakaran belum tinggi
dan pembakaran terjadi pada kecepatan yang
lebih rendah. Dalam kondisi ini radical
quenching menjadi semakin dominan,
sehingga jarak antara api dan dinding
combustor semakin besar atau luas
penampang apinya semakin kecil. Selain itu
terdapat pula sejumlah kalor yang
terkandung dalam aliran gas hasil
pembakaran (Q1) yang dibuang ke
lingkungan.
Gambar 4. Skema perpindahan panas (heat loss
dan heat recirculation) pada meso-scale
combustor.
Dari visualisasi diatas dapat dilihat pula
pada v tot yang sama luas penampang api
pada combustor dengan material tembaga-
quartz glass tube terlihat paling kecil bila
dibandingkan dengan combustor yang
menggunakan material stainless steel-quartz
glass tube dan quartz glass tube. Hal ini
dikarenakan adanya perpindahan kalor
secara konduksi dari flame ke wire mesh,
yang selanjutnya dikonduksikan ke arah
upstraem maupun down stream pada
dinding combustor. Pada combustor yang
terbuat dari tembaga-quartz glass tube,
perpindahan kalor dari wire mesh ke arah
upsteram(dinding tembaga) lebih besar
dibandingkan dengan combustor yang
lainnya. Hal ini juga bearti perpindahan
kalor dari api ke wire mesh juga lebih besar.
Sehingga temperatur api yang rendah
mengakibatkan kecepatan pembakaran lebih
rendah. Dalam kondisi ini radical quenching
menjadi semakin banyak, sehingga jarak
antara api dan dinding combustor semakin
besar atau luas penampang apinya semakin
kecil. Warna api biru terang pada combustor
tembaga-quartz glass tube, dimungkinkan
oleh adanya pembakaran tidak sempurna,
yang disebabkan oleh kecepatan
pembakaran yang rendah.
Dapat dilihat juga pada Gambar 3
bahwa luas penampang api semakin besar
untuk debit reaktan yang semakin besar. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi debit
reaktan, maka daerah reaksi pembakarannya
akan semakin luas. Temperatur
pembakarannya juga semakin tinggi dan
radical quencing semakin berkurang.
Sehingga luas penampang apinya menjadi
lebih besar. Bila dibandingkan dengan
combustor yang menggunakan isolator
dapat dilihat bahwa ada sedikit perbedaan
dari warna api yang sedikit lebih terang
dibanding warna api pada combutor tanpa
isolator. Karena combustor dengan isolator
dilapisi glass wool yang mengurangi
kehilangan kalor dari dinding combustor ke
lingkungan secara konveksi. Hal ini
menghasilkan temperatur pembakaran yang
lebih tinggi yang mengakibatkan warna api
lebih terang dari pada combustor tanpa
isolator.Selanjutnya dapat dilihat pada setiap
combustor bahwa luas penampang api
semakin besar untuk debit reaktan yang
semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin
tinngi debit reaktan, maka daerah reaksi
pembakarannya akan semakin luas.
Temperatur pembakarannya juga semakin
tinggi dan radical quencing semakin
berkurang. Sehingga luas penampang apinya
menjadi lebih besar.
Selanjutnya akan dibandingkan
visualisasi nyala api dalam combustor
dengan variasi dinding combustor dan rasio
ekuivalen pada kecepatan reaktan Vtot ≈ 38..
dengan variasi rasio ekuivalen dimulai dari
Ф =0.72, Ф = 1 dan Ф =1.26. Hasil
visualisasi ditunjukan pada gambar 5.
Tanpa isolator
Dengan isolator
Ф =0.72
Tanpa isolator
Dengan isolator
Ф = 1
Tanpa isolator
Dengan isolator
Ф =1.26
(a) (b) (c)
Gambar 5 visualisasi nyala api dengan
variasi Ф dalam meso-scale combustor
menggunakan dinding (a) quartz glass tube
(b) stainless steel-quartz glass tube
(c)tembaga-quartz glass tube.
Dari hasil visualisasi api di atas dapat
diketahui bahwa warna api hampir sama
untuk Φ= 0.72 dan Φ = 1 karena bahan
bakar dapat terbakar sempuna pada saat
reaksi pembakaran terjadi. Secara
keseluruhan warna api untuk Ф = 1 terlihat
sedikit lebih terang daripada warna api
untuk Ф = 0.72. Hal ini di karenakan dalam
penelitian ini variasi rasio ekuivalen
diperoleh dengan memvariasikan debit
bahan bakar pada debit udara yang konstan.
Pada jumlah debit udara yang sama, debit
bahan bakar pada Ф = 1 lebih banyak dari
pada bahan bakar pada Ф = 0.72 sehingga
temperatur pada Ф = 1 lebih tinggi.
Untuk Ф =1.26 api berwarna biru
kehijauan dan luas penampang api menjadi
lebih kecil. Pada Ф =1.26 kecepatan
pembakaran menjadi lebih rendah,
dikarenakan kurangnya udara sebagai
oksidator sehingga tidak semua bahan bakar
dapat terbakar. Hal tersebut mengakibatkan
terdapat unsur karbon monoksida dan
karbon didalam gas hasil pembakaranya
dimana partikel-partikel dari karbon tersebut
menghasilkan pancaran warna yang
berwarna biru kehijauan dan terang pada
nyala api.
Pada rasio equivalen ( Φ ) = 1.26 nyala
api dalam combustor dengan dinding yang
terbuat dari tembaga-quartz glass tube
memiliki luas penampang yang paling besar
dan lebih terang dibandingkan combustor
dengan material stainless steel-quartz glass
tube dan quartz glass tube. Hal ini karena
jumlah kalor berpindah secara konduksi dari
downstream (dinding quartz glass tube)
kearah upstream (dinding tembaga) dan wire
mesh lebih besar. Karena tembaga memiliki
konduktivitas termal yang tinggi sehingga
mengakibatkan perpindahan kalor yang
lebih besar. Dimana kalor tersebut
kemudian dikonveksikan ke reaktan yang
akan memasuki daerah pembakaran dan
berfungsi sebagai kalor pemansan awal
reaktan. Karena reaktan memiliki lebih
banyak kalor dan temperatur api juga tinggi
mengakibatkan kecepatan reaksi
pembakaran dalam combustor ini lebih
tinggi dari combustor yang lainnya.
Sehingga efek radical quenching dalam
combustor ini lebih kecil, sehingga jarak
antara api dan dinding combustor semakin
sempit dan luas penampang apinya semakin
besar.
2. Flammability limit
Berikut merupakan diagram kestabilan
api atau flammability limit dalam meso-scale
combustor dengan variasi dinding material
combustor non-homogen
Gambar 6. Diagram flammability limit
Dari grafik diatas dapat diketahui
besarnya kecepatan reaktan V tot maksimal
dimana api dapat menyala di dalam masing-
masing jenis combustor. Combustor dengan
material quartz glass tube memiliki Vtot
maksimum yang paling kecil dan
flammability limit paling sempit dibanding
dengan combustor tembaga-quartz glass
tube dan stainless steel-quartz glass tube
yaitu 53.48 cm/detik, sedangkan Vtot
maksimum pada combustor tembaga-quartz
glass tube dan stainless steel-quartz glass
tube adalah 69.72 cm/detik. Hal ini
menunjukan kecepatan pembakaran dalam
combustor stainless steel-quartz glass tube
dan tembaga–quartz glass tube lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kecepatan
pembakaran dalam combustor quartz glass
tube. Sehingga api dapat stabil pada
kecepatan reaktan yang lebih tinggi. Api
dapat stabil dalam combustor bila kecepatan
reaktan dan kecepatan perambatan api relatif
sama. Tingginya kecepatan pembakaran
dalam combustor stainless steel-quartz glass
tube dan tembaga-quartz glass tube
mungkin disebabkan karena pada kedua
jenis combustor ini temperatur reaktan
sudah cukup tinggi ketika memasuki ruang
bakar, karena adanya pemanasan awal dari
nyala api melalui konduksi panas melalui
dinding combustor yang konduktivitas
termalnya tinggi. Adanya tambahan kalor
pada reaktan menghasilkan temperatur
pembakaran yang lebih tinggi. Dimana
kecepatan pembakaran merupakan fungsi
dari temperatur pembakaran. Semakin tinggi
temperatur pembakaran, kecepatan
pembakaran juga semakin tinggi dan api
dapat stabil pada kecepatan reaktan yang
lebih tinggi.
Pada combustor quartz glass tube batas
mampu nyala terlihat lebih sempit
dibandingkan dengan batas mampu nyala
dalam combustor yang terbuat dari material
tembaga-quartz glass tube dan stainless
steel-quartz glass tube. Seperti dijelaskan
pada bagian sebelumnya mengenai
visualisasi nyala api, fraksi kalor yang
diresirkulasikan untuk pemanasan awal
reaktan melalui konduksi pada pada dinding
combustor lebih kecil pada combustor
quartz glass tube. Hal tersebut dikarenakan
konduktivitas termal quartz glass tube yang
rendah. Sehingga temperatur reaktan pada
combustor ini lebih rendah dari pada kedua
jenis combustor yang lain. Sehingga
temperatur dan kecepatan pembakarannya
lebih rendah dibandingkan dengan
combustor yang lainnya. Hal ini juga akan
mempengaruhi stabilitas api dan luasnya
flammability limit. Temperatur pembakaran
yang lebih rendah mempunyai kestabilan api
yang kurang baik dan flammability limit
yang lebih sempit.
Kesimpulan
1. Warna api dalam combustor dengan
material tembaga-quartz glass tube
lebih terang dan luas penampang
apinya lebih lebar.
2. Pada rasio eqivalen Ф < 1 dan Ф = 1
warna api sama yakni biru gelap,
untuk rasio eqivalen Ф > 1 warna api
menjadi biru kehijauan.
3. Flammability limit pada material
quartz glass tube tidak seluas
combustor dengan material stainless
steel-quartz glass tube dan
tembaga-quartz glass tube.
Daftar pustaka
1. Wardana, ING. 2008. Bahan Bakar
dan Teknologi Pembakaran. PT.
Danar Wijaya Brawijaya University
Press, Malang
2. Lilis Yuliati, Takehiko Seo, Masato
Mikami. 2011. liquid-Fuel
Combustion In A Narrow Tube
Using An Electrospray Technique. 1-
3. journal homepage:
www.elsevier.com/locate/combustfla
me
3. Masato Mikami, Yoshiyuki Maeda,
Keiichiro Matsui, Takehiko Seo,
Lilis Yuliati. 2012. Combustion of
gaseous and liquid fuels in meso-
scale tubes with wire mesh. 1-6.
www.elsevier.com/locate/proci
4. Carlos Fernandez-Pello, 2002.
Micro-Power Generation Using
Combustion: Issues And Approaches,
883-899
5. D. G. Norton, D. G. Vlachos. 2002.
Combustion characteristics and
flame stability at the microscale: a
CFD study of premixed methane/air
mixtures 19716-3110,