PENGARUH PENGATURAN pH DAN PENGATURAN … · pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam...

9
1 PENGARUH PENGATURAN pH DAN PENGATURAN OPERASIONAL DALAM PRODUKSI BIOGAS DARI SAMPAH EFFECT OF pH ADJUSTMENT AND OPERATIONAL CONTROL IN BIOGAS PRODUCTION OF SOLID WASTE Nur Laili dan Susi A. Wilujeng Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya Abstrak : Salah satu faktor penting dalam proses degradasi anaerobik adalah pH. Proses iniberlangsung pada kisaran pH 6 – 8 dengan pH optimal + 7. Biogas yang dihasilkan pada proses ini akan menurun pada rentang watu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam produksi biogas dengan bahan baku sampah. Penelitian ini dilakukan dengan variasi pH (mencapai 7 dan 8) pada tahap start-upserta pengaturan operasionaldengan penambahan bahan baku (sampah) pada hari ke-27.Sampah yang digunakan adalah campuran sampah dapur dan sampah taman dengan perbandingan 3:1 (w/w). Penelitian dilakukan selama 64 hari. Reaktor penelitian berjumlah 6 buah dengan volume 150 L. Pengaturan pH yang dilakukan menggunakan kapur belum menunjukkan hasil yang optimal karena karena proses degradasi yang berlangsung masih pada tahap hidrolisis. Pengaturan operasional berupa penambahan bahan baku tidak memberikan dampak berarti dalam produksi biogas, karena massa sampah yang ditambahkan hanya 1/8 dari massa sampah awal.Biogas yield terbesar dihasilkan oleh R4 dengan variasi tanpa pengaturan pH dan penambahan bahan baku, yakni sebesar 507,43 mL/gVS. Biogas yield pada R1 (tanpa pengaturan pH, tidak ada penambahan bahan baku) dan R2 (pengaturan pH 7, tidak ada penambahan bahan baku) masing-masing 493,21 mL/gVS dan 375,82 mL/gVS serta sebesar 107,43 mL/gVS pada R6 (pengaturan pH 8, penambahan bahan baku). Kata kunci : sampah, biogas, anaerobic digestion, pH, penambahan bahan baku Abstract : One of the important factor of anaerobic digestion is hydrogen-ion (pH) concentration. It have a pH range of 6 – 8 with value close to 7 for optimal activity. Biogas produced will decrease during the process. The aim of this study is to determine the effect of pH adjustment at the start-up phase and operational control in biogas production used solid waste as the feedstock. The researchwas carried out byvariation of pH adjustment (up to 7 and 8) at the start-up phase and operational control during 27 th pH adjustment using lime seems didn’t show much effect yet in this study due to the digestion still in the hydrolysis phase. Operational control by feeding didn’t show any differents either. It may due to the small amount of feedstock for feeding.Biogas productivity in terms of volatile solids was determined as 493,21 mL/gVS; 375,82 mL/gVS; 507,43 mL/gVS; and 107,43 mL/gVS for R1(without pH adjustment, without feeding), R2 (pH adjustment up to 7, without feeeding), R4 (without pH adjustment, feeding)and R6 (pH adjustment up to 8, feeding). The highest biogas yield was obtain by R4 with pH adjustment up to 7 and feed a new feedstock during 27 days of digestion by feeding new feedstock. Mixing of kitchen waste and green waste 3:1 (w/w) was used in this study for 64 days of digestion time. There were 6 reactor by volume 150 L. th Keywords: solid waste, biogas, anaerobic digestion, pH, feeding. days of digestion.

Transcript of PENGARUH PENGATURAN pH DAN PENGATURAN … · pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam...

1

PENGARUH PENGATURAN pH DAN PENGATURAN OPERASIONAL DALAM PRODUKSI BIOGAS DARI SAMPAH

EFFECT OF pH ADJUSTMENT AND OPERATIONAL CONTROL IN BIOGAS PRODUCTION OF SOLID WASTE

Nur Laili dan Susi A. Wilujeng Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya

Abstrak :

Salah satu faktor penting dalam proses degradasi anaerobik adalah pH. Proses iniberlangsung pada kisaran pH 6 – 8 dengan pH optimal + 7. Biogas yang dihasilkan pada proses ini akan menurun pada rentang watu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan pH dan pengaturan operasional dalam produksi biogas dengan bahan baku sampah.

Penelitian ini dilakukan dengan variasi pH (mencapai 7 dan 8) pada tahap start-upserta pengaturan operasionaldengan penambahan bahan baku (sampah) pada hari ke-27.Sampah yang digunakan adalah campuran sampah dapur dan sampah taman dengan perbandingan 3:1 (w/w). Penelitian dilakukan selama 64 hari. Reaktor penelitian berjumlah 6 buah dengan volume 150 L.

Pengaturan pH yang dilakukan menggunakan kapur belum menunjukkan hasil yang optimal karena karena proses degradasi yang berlangsung masih pada tahap hidrolisis. Pengaturan operasional berupa penambahan bahan baku tidak memberikan dampak berarti dalam produksi biogas, karena massa sampah yang ditambahkan hanya 1/8 dari massa sampah awal.Biogas yield terbesar dihasilkan oleh R4 dengan variasi tanpa pengaturan pH dan penambahan bahan baku, yakni sebesar 507,43 mL/gVS. Biogas yield pada R1 (tanpa pengaturan pH, tidak ada penambahan bahan baku) dan R2 (pengaturan pH 7, tidak ada penambahan bahan baku) masing-masing 493,21 mL/gVS dan 375,82 mL/gVS serta sebesar 107,43 mL/gVS pada R6 (pengaturan pH 8, penambahan bahan baku). Kata kunci : sampah, biogas, anaerobic digestion, pH, penambahan bahan baku

Abstract : One of the important factor of anaerobic digestion is hydrogen-ion (pH) concentration. It

have a pH range of 6 – 8 with value close to 7 for optimal activity. Biogas produced will decrease during the process. The aim of this study is to determine the effect of pH adjustment at the start-up phase and operational control in biogas production used solid waste as the feedstock.

The researchwas carried out byvariation of pH adjustment (up to 7 and 8) at the start-up phase and operational control during 27th

pH adjustment using lime seems didn’t show much effect yet in this study due to the digestion still in the hydrolysis phase. Operational control by feeding didn’t show any differents either. It may due to the small amount of feedstock for feeding.Biogas productivity in terms of volatile solids was determined as 493,21 mL/gVS; 375,82 mL/gVS; 507,43 mL/gVS; and 107,43 mL/gVS for R1(without pH adjustment, without feeding), R2 (pH adjustment up to 7, without feeeding), R4 (without pH adjustment, feeding)and R6 (pH adjustment up to 8, feeding). The highest biogas yield was obtain by R4 with pH adjustment up to 7 and feed a new feedstock during 27

days of digestion by feeding new feedstock. Mixing of kitchen waste and green waste 3:1 (w/w) was used in this study for 64 days of digestion time. There were 6 reactor by volume 150 L.

th

Keywords: solid waste, biogas, anaerobic digestion, pH, feeding.

days of digestion.

2

1. Pendahuluan

Sampah menjadi suatu permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, dan mencemari lingkungan. Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa diperlukan adanya suatu upaya pengelolaan sampah yang berbentuk pengurangan dan penanganan sampah.

Potensi sampah yang besar menjadikan pengolahan sampah dengan cara pengomposan anaerobik pilihan alternatif yang memiliki fungsi ganda. Selain sebagai pengolahan sampah dengan hasil akhir berupa kompos, juga dapat menghasilkan energi berupa biogas. Chanakya et al. (2007) dalam Khalid et al. (2011) juga menyebutkan bahwa pengolahan sampah padat secara anaerobik berpotensi menghasilkan produk berupa biofuel dan kompos.

Yadvika et al. (2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dalam proses fermentasi anaerob adalah pH. pH dalam digester harus dijaga pada kisaran 6,8 – 7. Igoni et al. (2008) menyebutkan bahwa proses anaerobic digestion berlangsung pada kisaran pH 6 – 8 dengan pH optimal + 7. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pH sampah segar sangat bervariasi dan kurang dari 7. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengaturan pH untuk meningkatkan produksi biogas yang dihasilkan.

Penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa produksi biogas akan menurun di atas hari ke-15. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengaturan operasional berupa penambahan bahan baku berupa sampah untuk menambahkan substrat bagi mikroorganisme, dengan harapan zat organik yang dikonversi menjadi biogas bertambah.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh pengaturan pH pada tahap start-up terhadap produksi biogas dari sampah dan pengaruh pengaturan operasional (penambahan bahan baku) terhadap produksi biogas dari sampah

2. Metode penelitian

2.1 Desain Reaktor Reaktor yang digunakan berupa drum

plastik dengan volume 150 L. Dinding samping bagian tengah diberi saluran berupa pipa pendek dengan diameter 1½“ yang digunakan sebagai lubang sampling. Bagian atas reaktor dihubungkan dengan pipa yang menembus bagian dalam drum untuk mengeluarkan gas metana yang terbentuk. Pipa tersebut merupakan pipa dengan lubang-lubang di sepanjang permukaannya. Ujung pipa gas dihubungkan dengan gelas ukur 2000 mL yang berisi air.

2.2 Persiapan Bahan Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: 1. Sampah sebagai bahan baku biogas

Sampah yang digunakan adalah sampah dapur dan sampah taman. Sampah dapur didapat dari kantin dan rumah makan yang berada di kawasan Gebang dan Keputih serta sampah sayur dari pasar Keputran. Sedangkan sampah taman didapatkan dari sampah taman yang berasal dari rumah kompos Bratang.

2. Kapur Kapur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapur padam. Kapur ini berwarna putih dan berupa serbuk.

2.3 Variasi perlakuan Dalam peneliian ini terdapat dua variasi

perlakuan, yakni pengaturan pH (mencapai 7 dan 8), serta pengaturan operasional berupa

3

penambahan bahan baku. Variasi perlakuan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variasi Perlakuan

Variasi Perlakuan

Pengaturan pH

Tanpa pengaturan

pH pH 7 pH 8

Peng

atur

an

Ope

rasi

onal

Tidak ada penambahan bahan baku

R1 R2 R3

Penambahan bahan baku R4 R5 R6

2.4 Metode Analisis Parameter yang diamati dalam penelitian

ini antara lain: suhu, pH, kadar air, volume biogas yang dihasilkan, volatil solid (VS), dan total solid (TS).

Analisis suhu, pH, Volatil solid (VS), dan Total solid (TS) berdasarkan Standard Methods (APHA, 1998). Analisis kadar air menggunakan metode gravimetri. Sedangkan analisis volume gas menggunakan gelas ukur plastik 2000 ml yang diisi air.

2.5 Metode Pengaturan pH Dan Pengaturan Operasional Pengaturan pH dilakukan dengan cara

menambahkan bubuk kapur. Bubuk kapur ditambahkan langsung dalam sampah selama proses pencampuran sampah. Massa kapur yang ditambahkan dalam sampah tergantung dari pH sampah yang akan dimasukkan dalam digester. Penambahan sampah dalam digester yang dilakukan pada hari yang berbeda harus disertai dengan pengecekan pH sehingga dapat diketahui banyaknya kapur yang harus ditambahkan untuk mengatur pH sampah sesuai perlakuan dalam Tabel 1.

Pengaturan operasional dilakukan pada akhir minggu keempat, dimana pada minggu tersebut terjadi penurunan produksi gas per hari. Bahan baku (sampah) yang ditambahkan

ke dalam reaktor R4, R5 dan R6 adalah masing-masing sebesar 10 kg.

3. Hasil dan pembahasan

3.1 Karakteristik Awal Sampah Perbandingan massa komposisi sampah

dapur dan sampah taman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3:1 (hasil penelitian, 2011).

Karakteristik awal dari sampah taman, sampah dapur dan sampah campuran dijelaskan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Karakteristik Awal Sampah

Parameter Sampah Taman

Sampah Dapur

Sampah Campuran (1:3)

pH 5,82 5,28 5,49

Suhu (oC) 31,0 30,0 28,0

Kadar air (%) 69,70 85,71 - Total Solid (g/g)

0,303 0,143 -

Volatil Solid (g/g) 0,270 0,090 -

Densitas (kg/m3)

172 418 348

Tabel 3 Karakteristik Awal Sampah

Dalam Digester

Parameter Kondisi Awal

R1 R2 R3 R4 R5 R6

pH 6,58 8,53 8,22 4,06 8,36 8,50

Suhu (oC) 35 36 35 35 37 37

Kadar air (%) 81,96 81,81 80,35 80,54 81,91 79,29

Total Solid (g/g)

0,180 0,182 0,196 0,195 0,181 0,207

Volatil Solid (g/g) 0,148 0,146 0,141 0,163 0,139 0,165

Derajat keasaman (pH) awal sampah naik dari 5,82 menjadi 6,58 pada R1, 8,53 pada R2, 8,22 pada R3 dan seterusnya. Hal ini terjadi karena adanya pengaturan pH yang dilakukan pada saat pencampuran sampah sebelum sampah dimasukkan dalam digester menggunakan kapur.

4

3.2 Pembentukan Biogas

Gambar 1 Produksi Biogas Pada Variasi

Tanpa Penambahan Bahan Baku

Berdasarkan Gambar 1, produksi biogas per hari pada hari ke-1 sampai hari ke-12 cukup tinggi. Produksi biogas per hari paling tinggi adalah pada R2 dengan variasi perlakuan pengaturan pH 7, pada R2 ini produksi gas paling tinggi mencapai 29,93 L/hari dan dicapai pada hari ke-4, Sedangkan produksi gas per hari tertinggi untuk R1 adalah 18,26 L/hari, yang dicapai pada hari ke-12.

Pada awal proses degradasi ini terjadi proses hidrolisis, dimana polimer organik kompleks akan diubah menjadi senyawa organik rantai pendek oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan mikroorganisme hydrolitic. Monomer yang terbentuk diubah menjadi asam-asam organik melalui proses asidifikasi, proses ini mengahsilkan asam organik rantai pendek (molekul C1–C5), gas H2 dan CO2. Sehingga gas yang terbentuk pada tahap awal ini sebagian besar adalah gas karbon dioksida dan sejumlah kecil gas hidrogen dan belum terjadi pembentukan gas metana.

Selanjutnya pada hari ke-13 terjadi penurunan biogas pada R1 sedangkan penurunan biogas sudah terjadi pada hari ke-10 pada R2. Penurunan produksi biogas ini mengindikasikan penurunan tingkat hidrolisis zat organik yang dapat disebabkan oleh

kondisi substrat dalam digester. Polprasert (1989) menyebutkan bahwa tingkat hidrolisis dipengaruhi oleh kondisi substrat, konsentrasi bakteri, serta kondisi lingkungan seperti pH dan suhu. Veeken et al. (2000) juga menyatakan bahwa tingkat hidrolisis merupakan fungsi dari pH, suhu, komposisi dan ukuran partikel substrat serta konsentrasi dari produk-produk intermedit.

Kondisi suhu dan pH dalam digester sangat memungkinkan terjadinya proses hidrolisis, terutama parameter pH, dimana pH optimum untuk proses hidrolisis adalah 5,5 – 6,5 (Arshad et al., 2011 dalam Jha et al., 2011). Tetapi ukuran partikel sampah taman dalam penelitian ini masih besar meskipun sudah melalui tahap pencacahan.

Tahap hidrolisis merupakan tahap pengendali waktu dalam anaerobic digestion (Veeken et al., 2000). Penurunan tingkat hidrolisis dapat mengakibatkan proses-proses selanjutnya, yaitu asidifikasi dan metanasi, juga berlangsung lambat. Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa produksi biogas sejak hari ke-22 sampai hari ke-64 cenderung rendah dan konstan pada kisaran 1 – 5 L/hari. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan gas metana sangat lambat sehingga gas yang keluar sebagian besar masih berupa gas karbon dioksida.

Lambatnya pembentukan gas metana dapat disebabkan oleh turunnya tingkat hidrolisi karena ukuran partikel sampah yang masih terlalu besar. Semakin kecil ukuran partikel maka gas metana yang dihasilkan juga semakin besar. Semakin kecil ukuran partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga penguraian dapat berlangsung dengan cepat (Polprasert, 1989).

5

Gambar 2 Produksi Biogas Pada Variasi Penambahan Bahan Baku

Dalam penelitian ini, proses degradasi yang terjadi relatif lambat. Hal ini terjadi karena besarnya ukuran partikel sampah yang digunakan dalam penelitian ini serta komposisi sampah yang digunakan. Sampah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah taman dan sampah dapur dimana jenis sampah ini merupakan biomassa yang mengandung lignosellulosa. Sampah taman memiliki kandungan lignin tinggi, yakni 4,1% dan termasuk kategori sampah terdegradasi lambat (Tchobanoglous et al., 1993). Struktur dari lignosellulosa yang kompleks mengakibatkan proses degradasi secara anaerobik berjalan sangat lambat, terutama pada proses hidrolisis (Drennan et al., 2010; Yadvika et al., 2004).

3.3 Pengaruh Pengaturan pH Pada Tahap Start-Up Terhadap Produksi Biogas Sampah yang merupakan substrat dalam

penelitian ini memiliki pH awal rendah yakni 5,49. Yadvika et al. (2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dalam proses fermentasi anaerob adalah pH. pH dalam digester harus dijaga pada kisaran 6,8 – 7,2. Hal yang sama juga dikemukakan Igoni et al. (2008), bahwa proses anaerobic digestion berlangsung pada kisaran pH 6 – 8 dengan pH optimal + 7.

Veeken et al. (2000), Igoni et al. (2008), Liu et al. (2008) menyatakan bahwa pH

optimal dalam anaerobic digestion terutama pada tahap metanogenesis adalah +7. Tetapi pada kenyataanya, dalam penelitian ini produksi biogas terbesar dihasilkan oleh R4 dan R1 yakni sebesar 539,6 L dan 391,23 L dimana kedua digester ini tidak dilakukan pengaturan pH. Reaktor dengan pengaturan pH 7 yakni R2 dan R5 hanya menghasilkan biogas sebesar 275,41 L untuk R2. Sedangkan R3 dan R6 dengan variasi pengaturan pH 8, hanya memproduksi biogas sebesar 60,8 L untuk R6.

Di samping itu, pengaturan pH yang dilakukan pada tahap start-up tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengamatan terhadap keempat digester yang ditambahkan kapur menunjukkan bahwa pH dalam digester melebihi pengaturan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena ukuran partikel sampah masih cukup besar (tidak dalam bentuk slurry) sehingga homogenitas konsentrasi kapur dalam sampah semakin sulit dicapai.

Hasil penelitian ini menunjukkan volume biogas variasi pH 7 jauh lebih kecil daripada tanpa ada pengaturan pH. Hal ini dapat terjadi karena proses yang berlangsung masih pada pada tahap hidrolisis. Proses hidrolisis merupakan tahap pengendali waktu dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Dalam penelitian ini, faktor yang tidak mendukung tahap hidrolisis adalah pH dan ukuran partikel sampah. pH awal sampah sangat tinggi yakni mencapai 8,5 dan berada di luar range pH optimum proses hidrolisis. Ukuran partikel sampah yang besar menyebabkan proses hidrolisis berlangsung lama dan mempengaruhi proses selanjutnya yaitu asidifikasi dan metanasi. Biogas yang terbentuk pada penelitian ini merupakan degradasi zat-zat organik sederhana yang cepat/mudah terdegradasi seperti sisa-sisa nasi dan lindi yang terbentuk. Sedangkan zat-

6

zat organik kompleks masih melalui tahap hidrolisis.

Faktor-faktor di atas menjadi penyebab kurang optimalnya biogas yang dihasilkan pada variasi pengaturan pH pada tahap start-up.

3.4 Pengaruh Penambahan Bahan Baku Terhadap Produksi Biogas

Produksi biogas per hari pada variasi penambahan bahan baku disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Produksi Biogas Per Hari Pada

Variasi Penambahan Bahan Baku

Berdasarkan besarnya produksi biogas per hari, penambahan bahan baku yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memberikan dampak yang berarti. Besarnya gas yang diproduksi setelah dilakukan penambahan bahan baku relatif hampir sama dengan volume biogas per hari yang dihasilkan sebelum penambahan bahan baku. Gambar 4.22 menunjukkan bahwa produksi biogas per hari mencapai puncak pada hari ke-10 setelah keluarnya gas yakni sebesar 27,32 L/hari. Setelah dilakukan penambahan bahan baku, juga terjadi kenaikan biogas per hari yakni pada hari ke-11 setelah penambahan bahan baku sebesar 8,1 L/hari. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang sama yaitu produksi biogas tertinggi pada hari 10 atau 11.

Sampah yang ditambahkan pada perlakuan penambahan bahan baku ini adalah sebanyak 10 kg. Jika dibandingkan dengan massa awal sampah, massa sampah baru yang ditambahkan hanya 1/8 bagian. Jumlah ini termasuk kecil sehingga biogas yang dihasilkan juga tidak terlalu besar. Selain itu pada saat penambahan sampah juga tidak dilakukan pengadukan, sehingga distribusi substrat dan mikroorganisme dalam digester tidak merata (Jha et al., 2011).

3.5 Karakteristik Akhir Sampah Pengamatan terhadap karakteristik akhir

sampah dilakukan pada hari ke-64.

Tabel 4 Karakteristik Akhir Sampah Parameter R1 R2 R3 R4 R5 R6

pH 6,9 7,41 7,52 6,88 7,38 7,48

Suhu (oC) 28,0 28,5 28,5 28,0 28,0 28,0 Kadar air (%)

84,17 84,88 82,24 83,97 84,20 80,96

TS (g/g) 0,158 0,151 0,178 0,160 0,158 0,190

VS (g/g) 0,115 0,115 0,134 0,115 0,118 0,143

Pada hari ke-64 ini, pH sampah sudah stabil yakni antara 6,9 – 7,5. Suhu akhir dalam keenam digester juga hampir sama pada kisaran 28oC. Sedangkan kadar air relatif tinggi yakni antara 80 – 85%. Tingginya kadar air dalam digester ini karena terbentuknya lindi selama proses degradasi tanpa ada pengeluaran lindi ataupun resirkulasi lindi. Kandungan TS juga turun pada kisaran 0,15 – 0,19 g/g, serta kandungan VS antara 0,12 – 0,14 g/g.

3.6 Biodegradabilitas Sampah Biodegradabilitas sampah/bahan baku

ditandai oleh biogas atau methane yield yang dihasilkan dan persentase dari solid (total solid atau volatil solid) yang dihancurkan selama proses degradasi anaerobik dalam jangka waktu tertentu (Zhang et al., 2007).

8 1 L

27 32 L

10

11

7

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah volume biogas, bukan volume metana. Biogas yield yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 493,21 mL/gVS dan 375,82 mL/gVS pada R1 dan R4 serta sebesar 507,43 mL/gVS dan 107,43 mL/gVS pada R4 dan R6

4. Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan pH yang dilakukan

menggunakan kapur yakni pada R2 (variasi pengaturan pH 7, tanpa penambahan bahan baku) dan R6 (variasi pengaturan pH 8, penambahan bahan baku) belum memberikan hasil yang optimal karena proses degradasi yang berlangsung masih pada tahap hidrolisis.

2. Penambahan bahan baku (sampah) yang dilakukan pada hari ke-27 pada R4 (variasi tanpa pengaturan pH, penambahan bahan baku) tidak memberikan hasil yang optimal karena massa sampah yang ditambahkan hanya 1/8 dari massa sampah awal serta tidak dilakukan pengadukan dalam digester sehingga tidak tercapai homogenitas substrat dan mikroorganisme dalam digester.

3. Biogas yield terbesar dihasilkan oleh R4 dengan variasi tanpa pengaturan pH dan penambahan bahan baku, yakni sebesar 507,43 mL/gVS. Biogas yield pada R1 dan R2 masing-masing 493,21 mL/gVS dan 375,82 mL/gVS serta sebesar 107,43 mL/gVS pada R6.

Saran-saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Dalam pengadukan sampah ataupun

pencampuran sampah dengan kapur hendaknya dilakukan dengan baik sehingga sampah tercampur merata.

2. Pengaturan pH dapat diganti dengan bahan lain yang dapat memberikan hasil yang akurat terhadap perubahan pH.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui besarnya massa sampah yang sesuai sehingga dapat dicapai hasil yang optimal.

4. Variasi range pH terhadap sampah juga dapat diperbesar sehingga memudahkan pengaturan pH.

5. Wadah penangkap gas hendaknya proporsional dengan volume reaktor yang digunakan sehingga dapat menampung biogas dalam jumlah besar dan waktu yang lama.

6. Ukuran partikel sampah hendaknya tidak terlalu besar sehingga dapat mempercepat proses degradasi.

7. Dapat dilakukan pretreatment terhadap sampah yang mengandung lignosellulosa sebelum sampah diolah secara anaerobik.

5. Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Informasi Mineral Dan Batu Bara, Ulasan Batu Kapur/Gamping. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Batukapur/. Download, 22 November 2011 pukul 15.15 WWIB.

APHA. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th Edition. American Public Health Association. Washington DC. USA.

Asam, Z-u-Z., Poulsen, T. G., Nizami, A-S., Rafique, R., Kiely, G. 2011. How can we improve biomethane production per unit of feedstock in biogas plants. Applied Energy. doi:10.1016/j.apenergy.2010.12.036

Bouallagui, H., Cheikh, R.B., Marouani, L., Hamdi, M.. 2003. Mesophilic biogas production from fruit and vegetable waste in a tubular digester. Bioresource Technology 86: 85–89.

Busch, G. 2010. Biogas From Waste. 3rd Indo-German Conference on Research

8

for Sustainability. http://www.dialogue4s.de/_media/Busch_Biogas_from_Waste.pdf. Download, 6 Februari 2011 pukul 18.18 WWIB.

Deublein, D., Steinhauser, A. 2008. Biogas From Waste and Renewable Resources, An Introduction. German: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.

Diaz, L. F., Savage, G. M., Eggerth, L. L., Golveke, C. G. 1993. Composting And Recycling Municipal Solid Waste. Boca Raton: Lewis Publishers.

Drennan, M. F., DiStefano, T. D. 2010. Characterization of the curing process from high-solid anaerobic digestion. Bioresource Technology 101: 537 – 544.

Frick, H., Koesmartadi, Ch. 1999. Ilmu Bahan Bangunan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hambali, E., Tambunan, A.H., Pattiwiri, A.W., Hendroko, R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media.

Harahap, F., Apandi, M., Ginting, S. 1980. Teknologi Gas Bio. Bandung: Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung.

Igoni, A.H., Ayotamuno, M.J., Eze, C.L., Ogaji, S.O.T., Probert, S.D. 2008. Designs of anaerobic digesters for producing biogas from municipal solid-waste. Applied Energy 85: 430 – 438.

Jha, A. K., Li, J., Nies, L., Zhang, L. 2011. Review: Research advances in dry anaerobic digestion process of solid organic wastes. African Journal of Biotechnology 10: 14242 – 14253.

Khalid, A., Arshad, M., Anjum, M., Mahmood, T., Dawson, L. 2011. The anaerobic digestion of solid organic waste. Waste Management 31: 1737 – 1744.

Kossmann, W., Pönitz, U., Habermehl, S., Hoerz, T., Krämer, P. tt. Biogas Digest Volume 1 Biogas Basics. Information and Advisory Service on Appropriate Technology. Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit.

Liu, C-f., Yuan, X-z., Zeng, G-m., Li, W-w., Li, J. 2008. Prediction of methane yield at optimum pH for anaerobic digestion of organic fraction of municipal solid waste. Bioresource Technology 99: 882 – 888.

Liu, G., Zhang, R., El-Mashad, H.M., Dong, R. 2009. Effect of feed to inoculum ratios on biogas yield of food and green wastes. Bioresource Technology 100: 5103 – 5108.

Richard, T.L. 1992. Municipal solid waste composting: Physical and biological processing. Biomass and Bioenergy, Vol. 3, No 34, pp. 163-180.

Simamora, S., Salundik, Wahyuni, S., Surajudin. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Sucipto, Edy. 2007. Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru. Laporan Tesis. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.

Sudradjat, H.R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya.

Polprasert, Chongrak. 1989. Organic Waste – Recycling. Great Britain: John Wiley & Sons Ltd.

Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management. Singapore: Mc Graw Hill.

Veeken, A., Kalyuzhnyi, S., Scharff, H., Hamelars, B. 2000. Effect of pH and VFA on hydrolysis of organic solid waste. Journal of Environmental

9

Engineering, Vol. 126, No.12, page 1076 – 1081.

Verma, S. 2002. Anaerobic digestion of biodegradable organics in municipal solid wastes. Master Thesis. Department of Earth & Environmental Engineering. Columbia University.

Vesilind, P. Aarne, Worrell, W., Reinhart, D. 2002. Solid Waste Engineering. Brooks/Cole, Wasworth Group, Thompson Learning, Inc.

Vitra, D. Y., Yosi R. 2008. Upaya Meningkatkan Produksi Biogas Sebagai Energi Alternatif. Laporan Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia Faklutas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Wahyuni, S. 2010. Biogas – Sumber Biogas Jenis Digester dan Cara Membuat Instalasi Biogas, Cara Mengoperasikan Untuk Rumah Tangga dan Listrik. Jakarta : Penebar Swadaya.

Yadvika, Santosh, Sreekrishnan, T.R., Kohli, S., Rana, V. 2004. Enhancement of biogas production from solid substrates using different techniques––a review. Bioresource Technology 95: 1–10.

Zhang, R., El-Mashad, H. M., Hartman, K., Wang, F., Liu, G., Choate, C., Gamble, P. 2007. Characterization of food waste as feedstock for anaerobic digestion. Bioresource Technology 98 : 929 – 935.