PENGARUH PENERAPAN MEDIA PUZZLE TERSUSUN … · sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan...

56
Oleh : RINJANI MEGA SUKMAWATI NIM 108000162 UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 2014 352326$/ 3(1(/,7,$1 PENGARUH PENERAPAN MEDIA PUZZLE TERSUSUN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA 6,6:$ KELAS III ', SDN SAWOTRATAP 1 GEDANGAN SIDOARJO

Transcript of PENGARUH PENERAPAN MEDIA PUZZLE TERSUSUN … · sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan...

Oleh :

RINJANI MEGA SUKMAWATI

NIM 108000162

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 2014

352326$/�3(1(/,7,$1

PENGARUH PENERAPAN MEDIA PUZZLE TERSUSUN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA 6,6:$�

KELAS III ',�SDN SAWOTRATAP 1 GEDANGAN SIDOARJO

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi manusia. Namun

pada zaman dahulu pendidikan sering dianggap remeh pada golongan

tertentu, hal itu dikarenakan adanya anggapan bahwa pendidikan hanya

merupakan suatu kegiatan yang tidak begitu penting. Pendidikan hanya

dilakukan pada saat tertentu saja yang sudah ditentukan sehingga dianggap

sebagai pengganggu dari suatu kegiatan sehari-hari. Seiring berjalannya

waktu, karena pergeseran pola pikir manusia yang semakin maju. Akhirnya

disadarilah bahwa pendidikan sebagai penunjang pokok dari kehidupan dan

kegiatan manusia sehari-hari. Karena pendidikanlah sebagai salah satu

komponen terpenting dari penyusun pola pikir manusia. Selanjutnya,

pendidikan dianggap sebagai kegiatan yang sangat penting bagi penyiapan

siswa-siswa untuk menghadapi kehidupannya di masa mendatang.

Proses pendidikan menjadi suatu masalah universal yang dialami oleh

setiap bangsa. Oleh sebab itu proses pendidikan tersebut akan terpengaruh

oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi bangsa tersebut. Dengan

demikian akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan yang dapat dilihat dalam

pelaksanaan pendidikan tersebut. Namun yang jelas akan terdapat adanya

kesamaan tujuan yakni untuk mendewasakan siswa dalam arti siswa akan

dapat berdiri sendiri di tengah masyarakat luas. Lebih-lebih bila dilihat di

2

negara-negara yang sudah maju akan jauh berbeda pelaksanaannya dibanding

di negara-negara atau daerah yang belum maju.

Dalam sebuah bangsa tentunya mempunyai sistem pendidikan nasional

masing-masing. Pendidikan nasional pada setiap bangsa tersebut berdasarkan

dan dijiwai oleh falsafah serta kebudayaannya sendiri. Nilai-nilai yang

tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarnai gerak hidup

suatu bangsa.

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan

nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai

tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam

melakssiswaan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi,

standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar

pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut,

kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa setelah melakssiswaan kegiatan

pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan.

Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)

yang harus dikuasai siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.

Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai

siswa pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan Pokok

6

mencoba hal-hal yang baru baginya. Dengan mencoba beberapa cara

memasang kepingan berupa potongan-potongan gambar maka siswa dilatih

untuk berfikir kreatif dan mengasah ketekunan siswa dalam memecahkan

masalah.

Media puzzle ini dapat memperbaiki motivasi siswa sehingga

mempengaruhi hasil belajar siswa jika diterapkan pada materi pelajaran

matematika. Media puzzle ini dapat digunakan untuk menjelaskan materi

media pembelajaran dicontohkan seperti puzzle tersusun. Media

pembelajaran ini diduga sangatlah cocok digunakan sebagai alat bantu

pengenalan ruang lingkup bilangan pada siswa di kelas awal yaitu kelas 1, 2,

dan 3.

Patut diduga bahwa SDN Sawotratap 1 Gedangan Sidoarjo dipilih oleh

peneliti sebagai tempat penelitian dikarenakan di SDN Sawotratap 1

Gedangan Sidoarjo merupakan tempat Program Pengalaman Lapangan 2 dan

juga diperkirakan belum pernah dilakukannya penelitian mengenai pengaruh

media Puzzle Tersusun atau penelitian yang terkait sebelumnya.

“Dari penelitian yang dilakukan oleh Abd. Aziz di MTs. SA Sirojul

Hikmah Bendo Kapas Bojonegoro didapatkan hasil analisis data bahwa

setelah menggunakan media pembelajaran menggunakan media benda asli

nilai ketuntasan belajar siswa mencapai 90,00 % setelah melakukan pretest,

posttest dan wawancara“. Dengan menggunakan media ketika menjelaskan

materi pembelajaran maka dapat mempengaruhi pemerolehan hasil belajar

7

siswa dengan baik. Media pembelajaran tersebut sangat membantu guru dan

siswa dalam proses kegiatan pembelajaran dengan optimal.

Dari data yang telah tersaji di atas, dimana data tersebut merupakan

hasil penelitian di sebuah sekolah menengah pertama. Maka dapat

disimpulkan bahwa media benda asli dapat berpengaruh positif terhadap hasil

prestasi belajar siswa. Penerapan media ini dapat dilakukan dengan berbagai

metode yang dapat mengaktifkan siswa. Dengan siswa aktif dalam

pembelajaran, maka siswa akan lebih banyak mendapatkan pengalaman

sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Rangkaian pelaksanaan prosedur

dan penggunaan media pembelajaran secara sistematis tersebut akan

dilaksanakan dalam sebuah penelitian yang berjudul “PENGARUH

PENERAPAN MEDIA PUZZLE TERSUSUN TERHADAP HASIL

BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS

III DI SDN SAWOTRATAP 1 GEDANGAN SIDOARJO”.

B. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

1. Ruang Lingkup

Berdasarkan Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

Ruang lingkup mata pelajaran matematika meliputi aspek-aspek sebagai

berikut.

a. Bilangan, meliputi : Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada

kemampuan melakukan dan menggunakan sifat operasi hitung

8

bilangan dalam pemecahan masalah dan menaksir hasil operasi

hitung.

b. Geometri, meliputi : Pengukuran dan geometri ditekankan pada

kemampuan mengidentifikasi pengelolaan data dan bangun ruang

serta menentukan keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah.

c. Pengolahan Data, meliputi : Pengelolaan data ditekankan pada

kemampuan mengumpulkan, menyajikan dan membaca data.

2. Pembatasan Masalah

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki beberapa

keterbatasan, baik itu berupa tenaga, waktu dan biaya. Untuk itu bagi para

masyarakat yang akan menggunakan hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperhatikan beberapa keterbatasan penelitian ini, diantaranya :

a. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Tes Hasil Belajar (THB)

siswa dalam bentuk post-test serta nilai-nilai yang terkait.

b. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 kelas. Pertama kelas

kontrol dengan menggunakan media kartu bilangan dan kedua pada

kelas eksperimen menggunakan media puzzle tersusun.

C. Rumusan Masalah

Terkait dengan judul dan latar belakang masalah yang telah

disampaikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang dikembangkan

dalam proposal penelitian ini adalah “Adakah pengaruh permainan puzzle

9

tersusun terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas III

di SDN Sawotratap I Gedangan Sidoarjo?.

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel

Menurut Sugiyono (2012:61) variabel penelitian pada dasarnya

adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan

yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

a. Variabel Independen

Dalam bahasa Indonesia variabel independen sering disebut

sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang

bertindak sebagai variabel bebas pada kelas eksperimen

menggunakan media Puzzle Tersusun dan untuk kelas kontrol

menggunakan media kartu bilangan.

b. Variabel Dependen

Dalam bahasa Indonesia variabel dependen sering disebut sebagai

variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel

dependen dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel terikat

adalah hasil belajar.

10

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah konsep yang khusus dan dapat

diamati, karena penelitian adalah sebuah proses pengamatan. Dari

judul penelitian “Pengaruh penerapan media puzzle tersusun terhadap

hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas III di SDN

Sawotratap I Gedangan Sidoarjo”, untuk menghindari kesalahpahaman

persepsi terhadap penelitian ini, maka dijelaskan definisi operasional

sebagai berikut.

a. Matematika adalah suatu pengetahuan yang diciptakan guna

membantu manusia dalam menghitung dan menemukan

jawaban dari masalah dalam kehidupan.

b. Permainan puzzle tersusun adalah pembelajaran yang sengaja

dibuat oleh guru untuk membantu dalam proses pembelajaran

matematika. Permainan puzzle tersusun adalah suatu media

permainan yang berbentuk puzzle yang terbuat dari kertas

karton duplex. Pada setiap potongan puzzle terdapat soal yang

harus dikerjakan oleh siswa setelah gambar tersusun dengan

benar maka akan terbentuk suatu gambar sebenarnya.

c. Hasil belajar adalah nilai yang didapatkan siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran matematika menggunakan

media puzzle tersusun.

11

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah yang telah disampaikan pada

bagian sebelumnya, dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

“Pengaruh permainan puzzle tersusun terhadap hasil belajar matematika pada

siswa kelas III di SDN Sawotratap I Gedangan Sidoarjo”.

F. Manfaat Penelitian

Proposal penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

beberapa pihak diantaranya:

1. Bagi siswa

Pelaksanaan penelitian ini dengan menerapkan media puzzle tersusun

diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan dan hasil belajar siswa

dalam mengikuti pembelajaran matematika. Sehingga hal tersebut dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa kelas III.

2. Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri akan sangat bermanfaat terutama untuk bekal

saat sudah terjun dalam dunia pendidikan sebagai seorang guru.

3. Bagi guru

Dengan menggunakan media puzzle tersusun, guru dapat

melakssiswaan pembelajaran dengan menggunakan media yang

bervariasi dalam menyampaikan materi pembelajaran. Sehingga hal

tersebut dapat mengaktifkan siswa secara maksimal.

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Matematika SD

a. Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2009:296) “Pembelajaran pada dasarnya adalah

proses penambahan informasi dan kemampuan baru”. Dalam bukunya yang

lain berpendapat Sanjaya (2009:26) “Pembelajaran diartikan sebagai proses

kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan

sumber daya yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu

sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk

gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan,

sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar

tertentu”.

Menurut Suprijono (2012:13) “Pembelajaran berdasarkan makna

leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari”. Menurut Winataputra,

dkk (2007:1.18) “Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar

pada diri siswa. Pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis

belajar serta hasil belajar”.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa pembelajaran adalah suatu proses kerjasama antara guru dan siswa

13

dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada sehingga

terjadi penambahan informasi dan pengetahuan baru pada siswa untuk

peningkatan kualitas diri siswa.

a. Matematika

Matematika menurut Kamus Bahasa Indonesia (2011:306), “Ilmu

tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang

digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Matematika erat

kaitannya dengan pengetahuan dalam penyelesaian permasalahan mengenai

hubungan antar bilangan dan digunakannya menjadi alat bantu dalam

menyelesaikan masalah dengan melalui tahapan prosedur operasional yang

ada di dalam diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Matematika menurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2010) matematika

adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai

dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma

atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan menurut Soedjadi (dalam

Heruman, 2010) matematika yaitu memiliki obyek tiruan abstrak, bertumpu

pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (dalam Suharto, 2012)

memberikan batasan bahwa “Belajar matematika adalah belajar tentang

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi

yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika

14

itu”. Dalam pembelajaran matematika harus dipelajari secara bertahap,

berurutan serta berdasarkan kepada pengalaman yang telah ada sebelumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika peneliti dapat

menyimpulkan matematika adalah suatu pengetahuan yang diciptakan guna

membantu manusia dalam menghitung dan menemukan jawaban dari masalah

dalam kehidupannya.

b. Pembelajaran Matematika SD

Menurut Muhsetyo (2007:1.26) Pembelajaran matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian

kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang

bahan matematika yang dipelajari. Pengalaman belajar dapat memberikan

pengaruh yang besar dan pembelajaran yang baik untuk perencanaan

kehidupan nantinya. Ciri-ciri pembelajaran matematika di SD (dalam

Widianto, 2013) sebagai berikut.

a) Pembelajaran Matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral merupakan pendekatan dimana suatu topik

matematika selalu dikaitkan dengan topik yang sebelumnya. Topik

sebelumnya menjadi sebuah prasyarat dan topik baru yang akan dipelajari

merupakan perluasan dari topik sebelumnya. Konsep-konsep yang

diberikan harus dimulai dengan benda-benda konkret.

15

b) Pembelajaran Matematika bertahap

Pembelajaran Matematika bertahap maksudnya adalah

pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap yaitu dari

pembelajaran tentang konsep matematika yang sederhana kemudian ke

konsep matematika yang lebih sulit. Penggunaan benda-benda konkret

pada tahap awal dapat mempermudah siswa memahami konsep-konsep

yang sederhana. Setelah itu, penggunaan gambar-gambar yang semi

konkret dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak.

c) Pembelajaran Matematika bermakna.

Pembelajaran bermakna merupakan cara yang mengutamakan

pengertian dari pada hafalan. Dalam pembelajaran bermakna, aturan-

aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi. Semua

itu ditemukan sendiri oleh siswa melalui contoh-contoh.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran matematika sekolah dasar dalam batasan pengertian

pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika

dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk

menciptakan suasana lingkungan kelas atau sekolah yang memungkinkan

kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas

kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika SD adalah guru

sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang

selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan

16

belajar, dan matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini

sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.

1. Tujuan Pembelajaran Matematika SD

Tujuan Matematika dalam pedoman penyusunan KTSP di SD/MI

adalah agar siswa mempunyai kemampuan sebagai berikut.

a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.

c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Jadi, tujuan dari mata pelajaran matematika adalah mengembangkan

kompetensi yang tidak hanya berasal dari aspek kognitif saja, melainkan dari

aspek afektif serta aspek psikomotor dalam diri siswa.

2. Karakteristik Siswa Sekolah dasar

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau

masa keserasian bersekolah. Menurut Piaget (dalam Yusuf 2011:6) siswa pada

usia 6-11 tahun mengalami perkembangan siswa sudah dapat membentuk

operasi-operasi mental atas pengetahuan yang siswa miliki. Siswa dapat

17

menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk

dapat memecahkan masalah secara logis.

Masa usia sekolah menurut Yusuf (2011:24) dapat diperinci menjadi

dua fase, yaitu masa kelas rendah sekolah dasar dan masa kelas tinggi sekolah

dasar.

Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap

operasional konkret, pada tahap ini siswa mengembangkan pemikiran logis,

masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya siswa mampu berfikir

logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek konkret, dan mampu melakukan

konservasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan permainan puzzle tersusun

yang diterapkan pada siswa kelas rendah sekolah dasar yaitu siswa kelas III

SDN Sawotratap 1 Gedangan Sidoarjo. Menurut Yusuf (2011:24) masa kelas

rendah sekolah dasar kira-kira umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10

tahun. Beberapa sifat khas siswa-siswa pada masa ini antara lain :

1) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan pertumbuhan jasmani

dengan perolehan prestasi yang didapat disekolah.

2) Adanya sikap taat terhadap peraturan-peraturan permainan yang

tradisional.

3) Adanya kecederungan memuji diri sendiri.

4) Senang membanding-bandingkan dirinya dengan siswa lain.

5) Ketika tidak dapat menyelesaikan soal, maka dianggapnya soal itu tidak

penting.

18

6) Pada masa ini (terutama usia 6-8 tahun) siswa menghendaki nilai (angka

rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas

diberi nilai baik atau tidak.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tentang karakteristik siswa kelas

rendah sekolah dasar, peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik siswa SD

kelas rendah antara lain siswa kelas rendah sekolah dasar berada pada tahap

operasional konkret, pada tahap ini siswa mengembangkan pemikiran logis

tetapi masih terbatas pada objek-objek konkret sehingga media puzzle tersusun

yang peneliti gunakan sebagai media atau sarana pembelajaran membantu

meningkatkan pemahaman siswa dikelas rendah, sesuai dengan sifat siswa

kelas rendah yang memiliki hubungan positif antara keadaan kesehatan

pertumbuhan jasmaninya dengan prestasi sekolah, cenderung untuk mematuhi

peraturan-peraturan permainan yang tradisional, cenderung memuji diri

sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan siswa lain, cenderung

mengkhendaki nilai rapor yang baik, senang bermain, bergerak, bekerja dalam

kelompok, dan senang merasakan dan melakukan sesuatu secara langsung.

3. Media Pembelajaran

a. Media

Menurut Sadiman, dkk (2010:6) menyatakan bahwa media berasal dari

bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti

perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat komunikasi. Secara harfiah

19

media diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke

penerima pesan.

Menurut Muhsetyo (2007:2.3) media adalah alat bantu pembelajaran

yang secara sengaja dan terencana disiapkan atau disediakan guru untuk

mempresentasikan dan/atau menjelaskan bahan pelajaran, serta digunakan

siswa untuk dapat terlibat langsung dengan pembelajaran matematika.

Menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education

Association/NEA) (dalam Sadiman dkk, 2010:7) berpendapat bahwa media

adalah segala benda yang dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau

dibicarakan beserta instrumen yang digunakan untuk proses kegiatan tersebut.

Sedangkan menurut Sadiman, dkk (2010:7) menyatakan bahwa media

adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari

pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian

dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar

terjadi.

Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran.

Menurut Briggs (dalam Sadiman dkk, 2010:6) mengemukakan bahwa media

adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa

untuk belajar. Sedangkan menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (dalam

Sadiman dkk, 2010:7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat

merangkang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian siswa sedemikian

rupa sehingga proses belajar terjadi.

20

Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu

guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar

pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan

digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya

dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media

pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer

dan internet.

Berdasarkan definisi di atas, peneliti dapat menjelaskan beberapa

pengertian media pembelajaran yaitu:

a) Media pembelajaran yaitu perantara pesan atau penyampai informasi

pesan guru yang disampaikan kepada siswa.

b) Media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar

baik di dalam maupun di luar kelas yang merangsang siswa untuk belajar.

c) Media pembelajaran digunakan untuk komunikasi serta interaksi guru dan

siswa dalam proses pembelajaran.

d) Media pembelajaran merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk

menyampaikan pesan-pesan pembelajaran berupa gambar, model, atau alat

bantu mengajar yang lain.

e) Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan

dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar

pada diri siswa.

21

b. Kegunaan Media

Menurut Hamalik (dalam Arsyad, 2013:19) pemakaian media

pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan

minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar,

dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Dalam

kaitannya dengan kegunaan media pembelajaran, dapat ditekankan sebagai

berikut.

a) Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan,

tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bentuk untuk mewujudkan

situasi pembelajaran yang lebih efektif.

b) Media pembelajaran merupakan bagian integral dalam proses

pembelajaran yang berarti tidak dapat berdiri sendiri tapi saling

berhubungan.

c) Media pembelajaran dalam penggunaanya harus relevan dengan

kompetensi yang dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri.

d) Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan proses pembelajaran

e) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistik (dalam bentuk

kata-kata tertulis atau lisan saja).

f) Penggunaan media secara tepat dapat berguna dalam kegairahan dalam

belajar dan memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut

kemampuan dan minatnya.

Berkaitan dengan kegunaan media pembelajaran Hamalik (2012:68)

mengungkapkan bahwa “Pemanfaatan media dimaksudkan untuk mengatasi

22

masalah-masalah yang terjadi, yakni adanya verbalisme, kekacauan dalam

penafsiran, perhatian siswa yang tidak terkonsentrasi, kurangnya respon siswa

karena pembelajaran guru kurang merangsang, kurangnya perhatian siswa karena

pengajaran kurang sistematis, dan keadaan lingkungan belajar yang tidak

menyenangkan”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa kegunaan media pembelajaran antara lain memperjelas penyajian pesan

agar tidak terlalu verbalistis dan mengatasi perhatian siswa yang tidak

terkonsentrasi, mengatasi kurangnya respon siswa karena pengajaran kurang

sistematis, dan keadaan lingkungan belajar yang tidak menyenangkan.

c. Media Puzzle Tersusun

1) Teori Belajar Dienes

Dienes mengemukakan bahwa konsep-konsep matematika itu akan

lebih berhasil dipelajari bila melalui tahapan-tahapan tertentu. Menurut Dienes

(dalam Simanjuntak, 1992:72) Pengajaran matematika menekankan

pengertian. Menurut Dienes (dalam Tanti, 2012) ada enam tahapan belajar

secara berurutan, yaitu sebagai berikut :

(1) Tahap 1. Bermain bebas (free play)

Pada tahap awal ini siswa-siswa bermain bebas tanpa diarahkan

dengan menggunakan benda-benda matematika konkret. Siswa belajar konsep

matematika melalui mengkotak-katik atau memanipulasikan benda-benda

konkret.

23

(2) Tahap 2. Permainan (games)

Pada tahap kedua ini, siswa mulai mengamati pola dan keteraturan

yang terdapat dalam konsep. Mereka akan memperhatikan bahwa ada aturan-

aturan tertentu yang terdapat dalam suatu konsep. Mereka akan

memperhatikan bahwa ada aturan-aturan tertentu yang terdapat dalam suatu

konsep tertentu, tetapi tidak terdapat dalam konsep-konsep lainnya. Melalui

permainan, siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan struktur-

struktur matematika. Dengan berbagai permainan untuk menyajikan konsep-

konsep yang berbeda, akan menolong siswa untuk bersifat logis dan

matematis dalam mempelajari konsep-konsep tersebut.

(3) Tahap 3. Penelaahan kesamaan sifat (Searching for Comunities)

Pada tahap ini siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan

sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang diikuti. Dalam melatih mencari

kesamaan ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menetralisasikan

kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Pada tahap ini siswa mulai

belajar membuat abstraksi tentang pola, keteraturan, sifat-sifat bersama yang

dimiliki dari model-model yang disajikan.

(4) Tahap 4. Representasi (Repretation)

Pada tahap keempat ini, para siswa mulai belajar membuat pernyataan

atau representasi tentang sifat-sifat kesamaan suatu konsep matematika yang

diperoleh tahap penelaahan kesamaan sifat (tahap 3).

24

(5) Tahap 5. Simbolisasi (Symbolisation)

Pada tahap ini, siswa perlu menciptakan symbol matematika atau

rumusan verbal yang cocok untuk menyatakan konsep yang representasinya

sudah diketahuinya pada tahap keempat.

(6) Tahap 6. Formalisasi (Formalitation)

Tahap formalisasi merupakan tahap yang terakhir dari belajar konsep

menurut Dienes. Pada tahap ini siswa belajar mengorganisasikan konsep-

konsep membentuk secara formal, dan harus sampai pada pemahaman

aksioma, sifat, aturan, dalil sehingga menjadi struktur dari sistem yang

dibahas.

Dari uraian diatas teori belajar Dienes dalam pembelajaran

matematika, peneliti menyimpulkan bahwa tahapan belajar matematika yang

sesuai untuk ditetapkan pada siswa kelas rendah adalah tahap permainan

(games). Hal ini dikarenakan siswa kelas rendah khususnya siswa kelas III

sudah dapat memperhatikan dan mengikuti aturan-aturan tertentu yang

terdapat pada suatu permainan. Sehingga mendukung penggunaan

pembelajaran dengan bentuk permainan (games) yang akan peneliti gunakan.

2) Puzzle Tersusun

Menurut Albab dalam jurnal yang berjudul Making Picture Puzzle

Game For Improved Learning To Use Game Maker. Menjelaskan “Puzzle

merupakan salah satu permainan yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan belajar dalam memecahkan masalah. Permainan ini

25

membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Karena dalam permainan ini

siswa harus berkonsentrasi untuk meyusun kepingan-kepingan gambar yang

sebelumnya disusun secara acak, dan kemudian menyusun kembali agar

menjadi sebuah gambar yang utuh dan lengkap”.

Menurut kamus Online (http://www.wikipedia.org/wiki/Puzzle), Puzzle

secara Bahasa Indonesia diartikan sebagai tebakan. Tebakan adalah

sebuah masalah atau "enigma" yang diberikan sebagai hiburan; yang biasanya

ditulis, atau dilakukan. Puzzle sebagai sarana membantu otak untuk berfikir

menemukan jawaban atas tebakan yang tersembunyi. Keingintahuan siswa ini

menjadikan penulis menggunakannya sebagai media pembelajaran di dalam

kelas.

Menurut Adenan (Sahara, 2011) dinyatakan bahwa, “Puzzle dan

games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya

penarik yang kuat, Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu

menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan

berhasil”.

Ratri (2012) mengemukakan beberapa alasan penggunaan media

Puzzle dalam pembelajaran baik bagi guru maupun bagi siswa, karena:

(1) Bagi guru

(a) Membantu guru dalam menyampaikan isimateri kepada siswa.

(b) Merubah pola pikir siswa mengenai proses pembelajaran yang

membosankan menjadi menyenangkan.

(c) Adanya media ini juga memotivasi guru untuk terus menciptakan media-

26

media pembelajaran yang menarik perhatian siswa.

(d) Membantu guru dalam memahami karakteristik siswa yang beragam

(dapat dilihat dari kinerja siswa dalam mengikuti pembelajaran).

(2) Bagi siswa

(a) Agar siswa mampu berpikir secara nyata.

(b) Adanya media ini juga membuat siswa lebih punya gambaran nyata

mengenai materi pelajaran.

(c) Adanya media ini juga diharapkan agar siswa lebih aktif dalam mengikuti

setiap proses pembelajaran yang ada.

3) Bentuk Puzzle Tersusun

Menurut Misbach (dalam Epeni, http://kuliah.itb.ac.id/course/

info.php?id=435) menyatakan beberapa bentuk Puzzle, yaitu:

(1) Puzzle konstruksi

Puzzle rakitan (construction Puzzle) merupakan kumpulan potongan-

potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa

model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok kayu sederhana

berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk siswa yang suka bekerja

dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.

(2) Puzzle batang (stick)

Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana

namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk

menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan dengan cara membuat

27

bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang terdapat

pada batang puzzle.

(3) Puzzle lantai

Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik

untuk alas bermain siswa dibandingkan harus bermain di atas keramik. Puzzle

lantai memiliki desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna

yang cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan

berpikir siswa. Puzzle lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.

(4) Puzzle angka

Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu siswa

dapat melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka sesuai

urutannya. Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi mata

dengan tangan, melatih motorik halus serta menstimulasi kerja otak.

(5) Puzzle transportasi

Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang

memiliki gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya

selain untuk melatih motorik siswa, juga untuk stimulasi otak kanan dan otak

kiri. Siswa akan lebih mengetahui macam-macam kendaraan. Selain itu siswa

akan lebih kreatif, imajinatif dan cerdas.

(6) Puzzle logika

Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan

keterampilan serta siswa akan berlatih untuk memecahkan masalah. Puzzle ini

28

dimainkan dengan cara menyusun kepingan puzzle hingga membentuk suatu

gambar yang utuh.

(7) Puzzle geometri

Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan

keterampilan mengenali bentuk geometri (segitiga, lingkaran, persegi dan lain-

lain), selain itu siswa akan dilatih untuk mencocokkan kepingan puzzle

geometri sesuai dengan papan Puzzlenya.

(8) Puzzle Penjumlahan dan Pengurangan

Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle yang dapat

mengembangkan kemampuan logika matematika siswa. Dengan puzzle

penjumlahan dan pengurangan siswa memasangkan kepingan puzzle sesuai

dengan gambar pasangannya. Selain itu siswa dapat belajar penjumlahan dan

pengurangan melalui media puzzle.

Dari pendapat beberapa peneliti di atas, sehingga dapat peneliti

simpulkan bahwa permainan puzzle tersusun adalah pembelajaran yang

sengaja dibuat oleh guru untuk membantu dalam proses pembelajaran

matematika. Permainan puzzle tersusun adalah suatu media permainan yang

berbentuk puzzle yang terbuat dari kertas karton duplex. Pada setiap potongan

puzzle terdapat soal yang harus dikerjakan oleh siswa setelah gambar tersusun

dengan benar maka akan terbentuk suatu gambar sebenarnya. Dengan

menggunakan permainan puzzle tersusun bentuk puzzle operasi hitung

bilangan dikarenakan sesuai dengan peneliti teliti.

29

Permainan puzzle tersusun yang dimaksudkan oleh peneliti disini

adalah permainan puzzle sebagai sarana untuk menyelesaikan soal-soal.

Pertimbangan peneliti disini karena ingin menyampaikan pembelajaran yang

menyenangkan, agar siswa tertarik dan tidak jenuh pada pembelajaran tersebut

maka dalam penyampaiannya perlu dikemas dengan bentuk permainan.

Permainan puzzle tersusun ini mengadopsi dari permaianan yang

terdapat pada buku game kreatif untuk siswa karangan Cerlyn Gerson dengan

beberapa modifikasi seperlunya. Konsep dari puzzle tersusun ini adalah

menggunakan bahan dari kertas karton tebal (duplek). Gambar pada potongan-

potongan puzzle dibuat berwarna-warni sehingga menarik perhatian siswa dan

dengan adanya penggunaan latihan soal dibalik potonggan puzzle. Permainan

ini akan diletakkan pada posisi siswa saat mengerjakan LKS yang diberikan

oleh guru. Pengerjaan permainan ini dilakukan dengan berkelompok yang

beranggotakan 4-5 siswa. Permainan akan dilombakan dengan antar kelompok

sehingga nantinya akan ditentukan satu pemenang yang dapat menyelesaikan

susunan puzzle menjadi gambar puzzle utuh dengan cepat dan dapat menjawab

pertanyaan dengan benar.

4) Penerapan Puzzle Tersusun

Permainan puzzle tersusun dipilih sebagai permainan yang sesuai

untuk digunakan. Pertimbangan peneliti disini karena ingin menyampaikan

pembelajaran yang menyenangkan, agar siswa tertarik dan tidak jenuh pada

30

pembelajaran tersebut maka penyampaiannya perlu dibungkus dengan bentuk

permainan.

Bahan yang digunakan dalam media ini adalah gambar kegiatan jual

beli diberbagai jenis pasar yang berwarna-warni. Pemilihan gambar ini

disesuaikan dengan materi pembelajaran. Bahan selanjutnya adalah kertas

karton tebal biasa disebut dengan kertas duplek. Kertas karton tersebut

dibentuk menjadi potongan puzzle. Pada setiap potongan puzzle terdapat soal

yang harus dikerjakan siswa, selain itu apabila potongan puzzle tersebut

disusun dengan benar maka akan terbentuk suatu gambar utuh.

Permainan ini dipergunakan untuk pemahaman konsep matematika

siswa kelas III. Penggunaan latihan soal dibalik potonggan puzzle digunakan

agar siswa lebih tertarik dan antusias dalam malaksanakan permainan ini.

5) Cara Membuat Puzzle Tersusun

a) Bingkai Puzzle Tersusun

(1) Siapkan Kertas Karton Tebal (duplek) dengan ukuran panjang 30 cm

dan lebar 20 cm.

(2) Gunting kertas karton tebal (duplek) dengan ukuran lebar tiap sisi 2 cm

dan potong tengah hingga berbentuk seperti bingkai foto.

(3) Gabungkan kedua kertas karton tebal (duplek) hingga berbentuk

seperti bingkai foto dengan ukuran 30 cm x 20 cm dengan

menggunakan lem.

31

b) Potongan Puzzle Tersusun

(1) Siapkan gambar ukuran 26 cm x 16 cm.

(2) Gunting kertas karton tebal (duplek) dengan ukuran 26 cm x 16 cm.

(3) Tempel gambar dengan menggunakan lem di atas kertas karton tebal

ukuran 26 cm x 16 cm.

(4) Gunting kertas karton tebal (duplek) menjadi beberapa bagian dengan

bentuk tidak beraturan.

(5) Pada sisi baliknya, tempel kertas metalik dan ditempelkan juga soal-

soal penjumlahan dan pengurangan.

6) Cara Menggunakan Media Puzzle Tersusun

Permainan puzzle tersusun ini dilakukan untuk menumbuhkan

semangat belajar pada saat mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru.

Langkah-langkah kegiatan permainan puzzle tersusun ini :

a) Guru membagi siswa kedalam enam kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari lima sampai enam siswa yang heterogen.

b) Setiap kelompok mendapatkan LKS dan media permainan puzzle tersusun

yang memiliki tingkat kesulitan yang sama.

c) Setiap kelompok memperhatikan gambar yang terdapat pada media

permainan puzzle tersusun.

d) Setiap kelompok membongkar media permainan puzzle tersusun.

e) Setiap kelompok mengerjakan soal-soal operasi hitung bilangan yang

terdapat pada salah satu sisi potongan puzzle tersusun.

36

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2011:156) hasil adalah sesuatu yang

diadakan dengan usaha, sedangkan belajar menurut Winataputra (2007.1.4)

diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan

menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada

masa yang akan datang. Dari kedua istilah tersebut, peneliti mengartikan bahwa

hasil belajar adalah pemerolehan pengetahuan dengan melakukan usaha berupa

membaca dan menggunakan pengalaman pribadi sehingga bertambahnya

wawasan yang didapat.

Menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah siswa

menerima pengalaman belajar. Kingsley (dalam Hanik, 2013) membagi tiga

macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan

pengetian, sikap dan cita-cita.

Tujuan dari pembelajaran adalah mengetahui pengaruh pembelajaran.

Untuk mengetahui hal tersebut maka guru harus melakukan evaluasi. Kata

evaluasi juga biasa disebut dengan assessment yang menurut Tardif et al

(dalam Hanik, 2013) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi

yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Istilah

evaluasi juga biasa digunakan untuk menilai hasil belajar siswa.

37

Brings (dalam Sholihin, 2012) menyatakan bahwa hasil belajar sering

disebut dengan istilah “scholastic achievement” atau “academic achievement”

adalah seluruh efisiensi dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar

di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes

hasil belajar, sedangkan menurut Gagne dan Driscoll bahwa hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan

belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.

Dalam Penelitian ini, Peneliti menggunakan taksonomi Bloom (dalam

Suprijono, 2012:6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

a) Domain Kognitif

(1) Pengetahuan (Knowledge)

Jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif meliputi

pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal,

mengetahui metode dan proses, pengingatan suatu pola, struktur atau

setting.

(2) Pemahaman (comprehension)

Jenjang setingkat di atas pengetahuan ini akan meliputi penerimaan dalam

komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk

panyajian yang berbeda, merorganisasikannya secara setingkat tanpa

merubah pengertian dan dapat mengeksporasikan.

(3) Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang baru.

38

(4) Analisa

Jenjang yang keempat ini akan menyangkut terutama kemampuan siswa

dalam memisah-misah terhadap suatu materi menjadi bagian-bagian yang

membentuknya, mendeteksi hubungan di antara bagian-bagian itu dan cara

materi itu diorganisir.

(5) Sintesa

Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari analisa ini adalah meliputi

siswa untuk menaruhkan/menempatkan bagian-bagian atau elemen

satu/bersama sehingga membentuk suatu keseluruhan yang koheren.

(6) Evaluasi

Jenjang ini adalah yang paling atas atau yang dianggap paling sulit dalam

kemampuan pengetahuan siswa.

b) Domain Kemampuan Sikap (affective)

(1) Menerima atau memperhatikan

Jenjang pertama ini akan meliputi sifat sensitif terhadap adanya

eksistensi suatu phenomena tertentu atau stimulus dan kesadaran yang

merupakan perilaku kognitif.

(2) Merespon

Dalam jenjang ini siswa dilibatkan secara puas kegiatan dalam suatu

subjek tertentu, phenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan mencari-cari

dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat didalamnya.

39

(3) Penghargaan

Pada level ini perilaku siswa adalah konsisten dan stabil, tidak hanya

dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga pemilihan terhadapnya dan

keterlibatannya pada suatu pandangan atau ide tertentu.

(4) Mengorganisasikan

Dalam jenjang ini siswa membentuk suatu sistem nilai yang dapat

menuntun perilaku.

(5) Mempribadi

Pada tingkat terakhir sudah ada internalisasi, nilai-nilai telah

mendapatkan tempat pada diri individu, diorganisir ke dalam suatu sistem

yang bersifat internal, memiliki kontrol perilaku.

c) Ranah Psikomotorik

(1) Menirukan

Apabila ditunjukkan kepada siswa suatu action yang dapat diamati,

maka akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action samapai pada tingkat

sistem otot-ototnya dan diturunkan oleh dorongan kata hari untuk menirukan.

(2) Keseksamaan

Ini meliputi kemampuan siswa dalam penampilan yang telah sampai

pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam memproduksi suatu kegiatan

tertentu.

(3) Artikulasi

40

Yang utama disini siswa telah dapat mengkoordinasikan serentetan

action dengan menetapkan urutan/sikuen secara tepat di antara action yang

berbeda-beda.

(4) Naturalisasi

Tingkat terakhir dari kemampuan psikomotorik adalah apabila siswa telah

dapat melakukan secara alami satu action yang urut.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan sesuatu yang di dapat dari jerih payah melalui latihan atau

pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor untuk

memperoleh tujuan tertentu yang dilakukan oleh setiap individu.

Bentuk hasil belajar yang peneliti ingin teliti dari permainan puzzle ini

didapatkan pada saat pengerjaan Posttest yang dibagikan guru sehingga proses

penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan peneliti. Istilah evaluasi juga biasa digunakan

untuk menilai hasil belajar siswa.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2010:19-28), secara umum faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling

mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas

hasil belajar.

41

a) Faktor Internal (dari dalam diri siswa)

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu. Faktor-faktor internal ini meliputi, faktor fisiologis dan psikologis.

(1) Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua

macam. Pertama, keadaan tonus jasmani yang pada umumnya sangat

mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang bugar akan

memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Oleh

karena keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka

perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Kedua, keadaan fungsi

jasmani atau fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi

fisiologis tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama

pancaindra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah

aktivitas belajar dengan baik pula.

(2) Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang

dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang

utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi,

minat, sikap, dan bakat.

(a) Kecerdasan atau intelegensi siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-

fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan

45

metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan

siswa.

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan oleh

penulis bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan

psikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan

faktor lingkungan nonsosial.

B. Kajian Empiris

Games puzzle merupakan bentuk permainan yang menantang daya

kreatifitas dan ingatan siswa lebih mendalam dikarenakan munculnya

motivasi untuk senantiasa mencoba memecahkan masalah, namun tetap

menyenangkan sebab bisa di ulang-ulang. Tantangan dalam permainan ini

akan selalu memberikan efek ketagihan untuk selalu mencoba, mencoba dan

terus mencoba hingga berhasil. Penelitian tentang permainan puzzle pernah

dilakukan oleh :

1. Jurnal internasional yang berjudul “Cognitive retention of Generation Y

students through the use of games and simulations” yang ditulis oleh

Hicks, Melanie A. (2007) mengemukakan bahwa: “Disertasi ini adalah

untuk memeriksa kemampuan Generasi Y siswa untuk mencapai retensi

kognitif yang lebih besar ketika bahan instruksional disampaikan dengan

bantuan dari atau melalui penggunaan permainan dan/atau simulasi”.

46

2. Jurnal internasional yang berjudul “Primes in context using technology:

Toward a didactical model for the teaching and learning of prime

numbers in middle school mathematics” yang ditulis oleh Lingguo, Bu

(2008) mengemukakan bahwa: “mempertimbangkan implikasi teoritis

untuk desain instruksional yang melibatkan ide-ide lain fundamental

matematika dalam teori pendidikan matematika realistik, terutama ketika

teknologi adalah bagian integral dari instruksi”.

3. Jurnal internasional yang berjudul “Teaching to the mathematical point:

Knowing and using mathematics in teaching” yang ditulis oleh Sleep,

Laurie (2009) mengemukakan bahwa: “Hasil dari studi menginformasikan

penelitian tentang pengajaran matematika, pengetahuan guru, dan guru

pendidikan, serta desain bahan-bahan kurikulum edukatif dan alat untuk

pendidikan guru, seperti protokol untuk perencanaan pelajaran dan

refleksi”.

4. Jurnal nasional yang berjudul “Pengaruh penggunaan media belajar puzzle

dalam proses pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa

tingkat dasar kelas III SLB-C YSSD Cengklik Surakarta tahun ajaran

2002/2003” yang ditulis oleh Dian Kusuma Ayu ML. mengemukakan

bahwa: “Terdapat pengaruh proses pembelajaran yang menggunakan

media belajar puzzle terhadap peningkatan prestasi belajar matematika

bagi siswa kelas III SLB C Cengklik Surakarta”.

5. Artikel Jurnal internasional yang berjudul “A Collaborative Cross Number

Puzzle Game to Enhance Elementary Students' Arithmetic Skills” yang

47

ditulis oleh Chen, Yen-Hua; Lin, Chiu-Pin; Looi, Chee-Kit; Shao, Yin-

juan; Chan, Tak-Wai (2012) mengemukakan bahwa: “karya tulis

menyediakan akun belajar aritmatika yang lebih menarik dalam bidang

kolaborasi jalan dalam memainkan sebuah teka-teki permainan. 83 siswa

di tiga kelas di kelas 4 diminta untuk memecahkan masalah aritmatika

yang berbeda dengan tiga metode: melalui bermain sebuah disesuaikan '

salib teka-teki nomor game di kelompok scribbles ( GS ) collaboratively,

melalui bermain game di gs individual, sama dan melalui metode

tradisional mengajar dan belajar, yaitu dengan tidak ada permainan di

semua. Analisa data pra dan pasca belajar prestasi mengungkapkan bahwa

dua kelas yang memainkan permainan dilakukan lebih baik daripada

kontrol kelas, dengan kolaborasi siswa kelas mencapai lebih baik daripada

individu kelas siswa. Dengan memainkan permainan, siswa kemampuan

rendahnya, khususnya, membuat yang paling kemajuan yang signifikan

dalam aritmatika kemampuan dan dalam membangun kepercayaan diri

mereka dalam melakukan perhitungan aritmatika”.

6. Artikel Jurnal internasional yang berjudul “Dolls, Blocks, and Puzzles:

Playing with Mathematical Understandings” yang ditulis oleh Eisenhauer,

Mary Jane; Feikes, David (2009) mengemukakan bahwa: ”CMET

menekankan matematika dari perspektif anak dan berhubungan langsung

dengan konten matematika yang akan diajarkan kepada anak-anak. Dan

apa yang lebih baik cara untuk menjelajahi bagaimana anak belajar

48

matematika daripada untuk kembali ke awal matematika pengalaman

anak-anak dengan boneka, blok dan teka-teki”.

7. Artikel Jurnal internasional yang berjudul “Development of Active

Learning with Simulations and Games” yang ditulis oleh Zapalska, Alina;

Brozik, Dallas; Rudd, Denis (2012) mengemukakan bahwa: “Permainan

dan simulasi adalah alat pembelajaran aktif yang hebat yang menawarkan

pengalaman siswa tangan. Riset kecil tersedia di mengembangkan

permainan dan simulasi dan bagaimana para guru dapat dibantu dalam

membuat permainan mereka sendiri dan simulasi. Dalam konteks ini,

karya menyajikan suatu proses multi-langkah bagaimana untuk

mengembangkan permainan dan simulasi di bidang bisnis, keuangan dan

ekonomi. Model ini untuk membuat permainan dan simulasi dapat berhasil

diintegrasikan ke dalam proses pengembangan alat-alat yang efisien yang

membuat hasil positif pembelajaran”.

8. Setiawan (2011) juga pernah meneliti, Efektifitas media puzzle untuk

meningkatkan kemampuan menyusun kalimat bagi Cerebral Palsy.

Berdasarkan penelitian tersebut media Puzzle efektif digunakan untuk

meningkatkan kemampuan menyusun kalimat SPOK bagi siswa Cerebral

Palsy kelas DII SMPLB di SLBAL-Islaah Padang.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Kartini (2011). Penerapan media puzzle

dalam proses pembelajaran dan hasil belajar biologi siswa kelas VII-4

SMN 5 Tarakan. Hasilnya adanya tanggapan positif siswa untuk teka-teki

media aplikasi belajar

49

10. Agustina (2010) menyatakan hasil penelitian yang dilakukannya adalah

bahwa model pembelajaran berbasis masalah menggunakan media puzzle

dan aktifitas belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan

dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa menggunakan media puzzle.

Berdasarkan penelitian di atas dapat diketahui bahwa penelitian

tentang permainan puzzle antara peneliti dengan peneliti diatas memiliki

beberapa kesamaan yaitu penggunaan media puzzle sebagai permainan dan

media pemnelajaran dan menggunakan mata pelajaran matematika. Namun

terdapat pula perbedaan yaitu terletak pada pokok bahasan matematika yang

dipilih dan subjek penelitian serta populasi dan sampel yang dipergunakan.

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir mengenai

hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan

antar konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah

diuraikan pada kajian pustaka.

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa media Puzzle

tersusun merupakan media yang efektif untuk pengajaran proses berfikir

tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi

yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan siswa sendiri.

Media ini sangat cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran matematika.

Jadi, dengan menggunakan media puzzle tersusun, siswa mendapat pengaruh

50

penggunaan media guna mencapai ketuntasan hasil belajar pada mata

pelajaran matematika.

Dari pemaparan di atas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh

media puzzle tersusun terhadap hasil belajar matematika pada kelas III SD.

Adapun kerangka konseptual yang dikemukakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Proses Pembelajaran Materi Operasi Hitung Bilangan Campuran

Kelas Kontrol dengan Media

Kartu Bilangan

Kelas Eksperimen dengan

Media Puzzle Tersusun

Post-Test

Hasil

Analisis Data

Kesimpulan dengan adanya pengaruh media pembelajaran “Puzzle

Tersusun” terhadap hasil belajar siswa setelah menerapkan pembelajaran

dengan menggunakan media pembelajaran “Puzzle Tersusun”

Bagan 2.1 Kerangka Konseptual

51

Peneliti berasumsi bahwa pemilihan media pembelajaran puzzle

tersusun digunakan dalam penelitian karena adanya ketersesuaian dengan

materi yang akan diajarkan sebab dengan penggunaan media permainan ini

dapat menunjang pemahaman siswa dan semangat belajar siswa terhadap

hasil belajarnya.

A. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2010:96) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian

telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara

karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,

belum didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Menurut Arikunto (2010:110) Hipotesis memang berasal dari 2

penggalan kata yaitu “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya

“kebenaran”.

Jadi berdasarkan pendapat di atas, hipotesis dapat diartikan sebagai

suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

“Media puzzle tersusun berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada

mata pelajaran matematika kelas III di SDN Sawotratap I Gedangan

Sidoarjo“.

52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian

ini digunakan untuk menganalisis masalah pendidikan, khususnya dalam hal

mengetahui pengaruh penerapan media puzzle tersusun terhadap hasil belajar

siswa pada mata pelajaran matematika kelas III.

Berdasarkan penelitian bentuk paradigma atau model penelitian

kuantitatif yang dipilih adalah True Experimental Design dengan jenis postest-

only control design. Dikatakan True Experimental Design (eksperimen yang

betul-betul), karena dalam desain ini, peneliti dapat mengontrol semua

variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Ciri utama dari True

Experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk eksperimen

maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara random dari populasi

tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok kontrol dan sampel dipilih

secara random. (Sugiyono, 2012:112).

Rancangan penelitian eksperimen dengan jenis Postest-only control

design dapat digambarkan sebagai berikut.

R X

R

R

Gambar 3.1 Rancangan Posttest-Only Control Design

53

Keterangan :

Dalam design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Pengaruh adanya perlakuan perlakuan (treatment) adalah (O1:O2). Dalam penelitian yang sesungguhnya, pengaruh treatment dianalisis dengan uji beda, pakai statistik t-test misalnya. Kalau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan. (Sugiyono, 2012:112).

A. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Menurut Sugiyono (2012:117) “Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Menurut Arikunto (2010:173)

“Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian”.

Maka berdasarkan pendapat di atas, yang dimaksud populasi

adalah semua objek yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan

populasi siswa kelas III dengan jumlah keseluruhan sebanyak 160 siswa.

b. Sampel

Menurut Arikunto (2010:174) “Sampel adalah sebagian atau wakil

populsi yang diteliti”. Menurut Sugiyono (2012:118) “Sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut”.

54

Dengan demikian yang dimaksud sampel adalah orang-orang yang

mewakili keseluruhan dari populasi. Dalam penelitian ini sampel yang

akan digunakan dalam penelitian ialah kelas III D dengan jumlah 32

siswa sebagai kelas kontrol dan kelas III C dengan jumlah 32 siswa

sebagai kelas eksperimen.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu Tes.

Menurut Arikunto (2010:266) tes digunakan untuk mengukur ada atau

tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. Khusus untuk tes

hasil belajar yang biasa digunakan di sekolah. Peneliti menggunakan tes

buatan peneliti untuk mengumpulkan informasi dan mengukur kemampuan

dasar hasil belajar yang telah dicapai siswa setelah melaksanakan

pembelajaran dengan materi yang terkait dengan penelitian. Pemberian tes

yang dimaksud adalah post-test yang dilaksanakan setelah proses

pembelajaran.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian dengan judul “Pengaruh penerapan media puzzle

terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas III di SDN

Sawotratap I Gedangan Sidoarjo” Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini, yaitu:

a. Instrumen 1: Validasi tes hasil belajar (THB)

55

Instrument ini berisi aspek-aspek kelayakan THB untuk diujikan kepada

siswa.

b. Instrumen 2: Validasi media puzzle tersusun.

Instrument ini digunakan untuk mengukur kelayakan media puzzle

tersusun.

c. Instrumen 3 : Validasi RPP media puzzle tersusun.

Instrument ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam Tes

Hasil Belajar dibuat berdasarkan kisi-kisi penyusunan soal sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada mata pelajaran matematika.

D. Prosedur Pengumpulan Data

1. Perencanaan

a. Menyusun Instrumen berupa angket Validasi RPP, THB dan Media.

b. Melakukan Uji Validitas oleh tim ahli yaitu dosen dan guru SD.

2. Perlakuan

a. Melaksanakan proses pembelajaran untuk kelas kontrol menggunakan

media kartu bilangan sedangkan kelas eksperimen menggunakan

media puzzle tersusun.

b. Pada akhir pembelajaran masing-masing kelas melakukan Post-test

3. Pelaporan

a. Semua data Post-test dari masing-masing kelas dikumpulkan

b. Kemudian dianalisis menggunakan rumus yang sesuai

c. Menarik sebuah kesimpulan dari pengauh penerapan media puzzle

tersusun dikelas kontrol dan kelas eksperimen.

56

E. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden

atau sumber data lain terkumpul (Sugiyono, 2012:207). Untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian ini, maka data yang terkumpul dianalisis sesuai

dengan jenis data dan permasalahan itu sendiri. Adapun analisis data untuk

permasalahan adalah:

a. Uji Normalitas

Penggunaan statistik parametris, bekerja dengan asumsi data setiap

variabel yang akan dianalisis membentuk distribusi normal. Bila data tidak

normal, maka teknik statistik parametris tidak dapat digunakan untuk alat

analisis, sehingga digunakan uji normalitas. (Sugiyono, 2012:241)

Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan uji chi kuadrat dengan langkah-langkah sebagai berikut.

(Riduwan, 2012:132).

1) Menentukan Skor Besar dan Kecil

2) Menentukan Rentangan (R)

3) Menentukan Banyaknya Kelas (BK)

BK = 1 + 3,3 Log n

4) Menentukan panjang kelas (i)

i

5) Menentukan rata-rata atau Mean ( )

57

6) Menentukan simpangan baku (S)

7) Menentukan daftar frekuensi yang diharapkan dengan jalan

a) Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri kelas interval pertama

dikurangi 0,5 dan kemudian angka skor kanan kelas interval ditambah

0,5.

b) Mencari nilai Z-skor untuk batas kelas interval dengan rumus :

c) Mencari luas 0 – Z dari tabel kurva normal dari 0 – Z dengan

menggunakan angka – angka untuk batas kelas

d) Mencari luas tiap kelas interval dengan jalan mengurangkan angka-

angka 0 – Z, yaitu angka baris pertama dikurangi baris kedua, angka

baris kedua dikurangi baris ketiga, dan begitu seterusnya. Kecuali untuk

angka yang berbeda pada baris paling tengah ditambahkan dengan

angka pada baris berikutnya.

e) Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara mengalikan luas

tiap interval dengan jumlah responden.

f) Mencari Chi Kuadrat dengan rumus :

g) Membandingkan dengan

58

Kaidah keputusan :

Jika ≥

, maka distribusi data tidak normal

Jika ≤

, maka distribusi data normal

(Riduwan, 2012:121)

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara

variabel bebas dan terikat bersifat homogen. Jika nilai Fhitung < Ftabel pada taraf

signifikan 5% maka dapat dinyatakan data mempunyai varian yang homogen.

Uji homogenitas yang dipaparkan dalam penelitian ini hanya uji varians

terbesar dibanding varians terkecil menggunakan uji F. Langkah-langkahnya

sebagai berikut.

1) Menghitung varians terbesar dan terkecil :

2) Membandingkan Fhitung dengan nilai Ftabel, dengan rumus

Dbpembilang = n – 1 (untuk varian terbesar)

Dbpenyebut = n – 1 (untuk varian terbesar)

Taraf signifikasi α 0,05 yang diperoleh dari Ftabel

3) Kriteria pengujian

Jika F hitung≥ F tabel , tidak homogen

Jika F hitung≤ F tabel , homogen

Ternyata Fhitung < Ftabel, maka varians-varians adalah homogen.

(Riduwan, 2012:120)

59

c. Uji t

Untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji t

komparatif dua sampel, dengan sampel independen (tidak berkorelasi). Uji-t

digunakan untuk menganalisis hipotesis adanya pengaruh penerapan media

puzzle tersusun terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika

kelas III materi Operasi Hitung Bilangan Campuran.

Berdasarkan langkah pengujian hipotesis di atas maka langkah-

langkah yang harus di tempuh adalah sebagai berikut.

1) Menentukan hipotesis (H0 dan H1)

H0 : µ = µ0, artinya tidak ada pengaruh perbedaan hasil belajar antara

penerapan media puzzle tersusun dengan media kartu bilangan terhadap

hasil belajar siswa kelas III dalam pelajaran matematika materi Operasi

Hitung Bilangan Campuran.

H1 : µ ≠ µ0, artinya ada pengaruh perbedaan hasil belajar antara penerapan

media puzzle tersusun dengan media kartu bilangan terhadap hasil belajar

siswa kelas III dalam pelajaran matematika materi Operasi Hitung

Bilangan Campuran.

2) Pengujian dilakukan pada taraf signifikan α 5%

3) uji-t dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan : X1 : Rata-rata nilai kelas media puzzle tersusun X2 : Rata-rata nilai kelas media kartu bilangan S1 2 : Varians Kelas media puzzle tersusun

60

S2 2 : Varians kelas media kartu bilangan n1 : Jumlah individu kelas media puzzle tersusun n2 : Jumlah individu kelas media kartu bilangan

(Sugiyono, 2012:273)

Dengan rumus varians untuk menentukan nilai tiap kelompok sebagai

berikut.

Sumber : (Pramesti, 2008:17)

Keterangan : S2 : Standar deviasi xi : Nilai siswa x : Rata-rata kelompok ( kelas ) N : Banyak siswa

4) Menentukan kriteria pengujian

H0 ditolak jika t hitung > ttabel atau t hitung < ttabel

H0 diterima jika t tabel < t hitung < t tabel

(Sugiyono, 2012: 102)

5) Menentukan daerah penolakan

Gambar 3.2 : Kurva Daerah Penolakan

6) Simpulan

Daerah

Penolakan Ho

Daerah

Penolakan Ho

α 0,05 Daerah

Penerimaan Ho

Daftar Pustaka

A. Pustaka Utama (Buku Teks)

Arikunto, Suharsimi. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. ________ . 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar dan

Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Gerson, Cherlyn. 2008. Game Kreatif untuk anak. Yogyakarta: Penerbit

Andi. Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar & Mngajar Membantu Guru

dalam Perencanaan Pengajaran, Penilaian Perilaku, dan Memberi Kemudahan kepada Siswa dalam Belajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar. 2011. Jakarta: Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Muhsetyo, Gatot (dkk). 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:

Universitas Terbuka. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioal.

Pramesti, Wara., dan Hartanto Sunardi. 2008. Statistika. Surabaya:

University Press Adi Buana Surabaya. Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan

Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sadiman, Arief S. (dkk). 2009. Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

��

Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode mengajar Matematika. Jakarta:

Rineka Cipta Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Winataputra, Udin S. (dkk). 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Jakarta: Universitas Terbuka Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

B. Jurnal atau majalah ilmiah yang lain

Agustina, Khalida. Pengaruh penggunaan media puzzle dalam model

pembelajaran berbasis masalah pada topic rumus kimia terhadap aktivitas dan hasil belajar kimia siswa SMP/MTS. http://digilb.uni med.ac.id/bookmark/830/programs. Diakses/diunduh, 1 Agustus 2013 pukul 14.50

Aziz, 2011. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap Hasil

Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII MTs. SA Sirojul Hikmah Bendo Kapas Bojonegoro Tahun Pelajaran 2010-1011. Bojonegoro: Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA Jurusan Matematika IKIP PGRI Bojonegoro.

Bu, L. 2008. Primes in context using technology: Toward a didactical

model for the teaching and learning of prime numbers in middle school mathematics, http://search.proquest.com/docview/3046440 10?accountid=25704. (304644010). Diakses/ diunduh, 2 Agustus 2013 pukul 11.57.

Chen, Yen-Hua; Lin, Chiu-Pin; Looi, Chee-Kit; Shao, Yin-juan; Chan,

Tak-Wai. 2012. A Collaborative Cross Number Puzzle Game to Enhance Elementary Students' Arithmetic Skills, http://eric.ed.gov// ?q=media+puzzle+for+mathematic+elementary+school&id=EJ989008. Diakses/diunduh tanggal 4 Agustus 2013 pukul 14:02

��

Eisenhauer, Mary Jane; Feikes, David. 2009. Dolls, Blocks, and Puzzles: Playing with Mathematical Understandings. http://eric.ed.gov//?q =media+puzzle+for+mathematic+elementary+school&id=EJ868163. Diakses /diunduh tanggal 4 Agustud 2013 pukul 14:07

Hanik, Makrifatul. 2013. Pengaruh pemanfaatan media pembelajaran

“kartu soal dan jawaban” terhaddap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pkn kelas V pokok bahasan peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah SDN kebondalem Mojokerto. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

Hicks, M. A. 2007. Cognitive retention of generation Y students through

the use of games and simulations. (http://search.proquest.com/docv iew/304701573?accountid=25704. (304701573). Diakses/ diunduh, 1 Agustus 2013 pukul 13.05

Kartini. 2011. Penerapan media pembelajaran puzzle untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran dan hasil belajar biologi siswa kelas VII-4 SMPN 5 Tarakan. http://repository.borneo.ac.id/xmlui/handle/1234 56789/418. Diakses/diunduh, 1 Agustus 2013 pukul 15.00

Kusuma Ayu, Dian. 2013. Pengaruh penggunaan media belajar puzzle

dalam proses pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa tingkat dasar kelas III SLB-C YSSD Cengklik Surakarta Tahun Ajaran 2002-2003. Fakultas Keguruan ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret.

Nurhidayah, Rita. 2012. Uji Coba Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Dibantu dengan Media Puzzle pada Konsep Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia Di Kelas IV SD Negeri 2 Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2012/2013. Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, Universitas Siliwangi.

Setiawan, Alan Tresno. 2012. Efektivitas media Puzzle untuk

meningkatkan kemampuan menyusun kalimat bagi cerebral Palsy. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu. Diakses/diunduh, 1 Agustus 2013 pukul 14.35

Sleep, L. 2009. Teaching to the mathematical point: Knowing and using

mathematics in teaching. http://search.proquest.com/docview/3049 29452?accountid=25704.(304929452). Diakses/ diunduh, 2 Agustus 2013 pukul 12.43

��

Zapalska, Alina; Brozik, Dallas; Rudd, Denis. 2012. Development of Active Learning with Simulations and Games. http://eric.ed.gov //?q=game+puzzlelearning+outcomes&id=ED532179. Diakses/ diunduh tanggal 4 Agustus 2013 pukul 14:21

C. Internet

http://www.scribd.com/doc/44882666/Tujuan-Pembelajaran-Matematika-Sd. Diakses/diunduh, 8 Septembr 2013 pukul 05.49

http://belajarpsikologi.com/metode-permainan-dalam-pembelajaran/.

Diakses/diunduh, 31 juli 2013 pukul 20.00 http://journal.usm.ac.id/jurnal/transit/475/detail/diunduh. Diakses/diunduh,

1 Juli 2013 pukul 13.40 http://kuliah.itb.ac.id/course/info.php?id=435, Diakses/diunduh, 29 juli

2013 pukul 16:28 http://www.wikipedia.org. Diakses/diunduh, 31 juli 2013 pukul 20.00 Nunenk, Ratri. (2012). Penggunaan Media Puzzle. http://ratrin

unenk.blogspot.com/search?q=media+puzzle. Diakses/diunduh, 13 Juli 2013 pukul 09.45

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan. http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp 1905.htm. Diakses/diunduh, 10 Juli 2013 pukul 08.56

Sahara, Syukron. (2011). Penggunaan Media Games Puzzle.

http://syukronsahara.blogspot.com/2011/05/penggunaan- media-games- puzzle.html. Diakses/diunduh, 11 Juli 2013 pukul 09.30

http://www.majalahpendidikan.com/2011/10/faktor-faktor-yang-mempenga

ruhi-hasil.html. Diakses/diunduh, 31 Juli 2013 Pukul 10.26 http://pengunaanmediavideo.blogspot.com/2011/12/pengaruh-pengunaan-

media-video-terhadap.html. Diakses, 31 Juli 2013 Pukul 10:25 http://catatantanti.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-dienes.html. Diakses/

diunduh, 29 juli 2013 pukul 16:18 http://www.m-edukasi.web.id/2012/08/menentukan-hasil-penjumlahan-

atau.html. Diakses/diunduh, 31 Juli 2013 pukul 10.07

��

http://peluangbisnisonlinemodalkecil.blogspot.com/2012/09/karakteristik-anak-usia-sekolah-dasar.html. Diakses/diunduh, 27 juli 2013 11.58

http://edofmath.blogspot.com/2013/03/ciri-ciri-pembelajaran-matematika

-di.html. Diakses/diunduh, 31 Juli 2013 pukul 10.10

��