PENGARUH PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM …
Transcript of PENGARUH PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM …
1
PENGARUH PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA CAKUNG DUA
Boris Sembiring Kembaren Gunadi
Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI)
ABSTRAK Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua. Dalam penelitian yang menjadi variabel bebas adalah good governance dalam pelayanan pajak yang terdiri dari akuntabilitas, efektif dan efisien, daya tanggap, keadilan, partisipatif, dan transparan. Sedangkan, yang menjadi variabel terikat adalah kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data dengan cara survey. Sample yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan jenis nonprobability sampling dengan teknik purposive/judgemental. Hasil penelitian ini menjelaskan adanya pengaruh penerapan good governance dalam pelayanan pajak pada kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua. Akuntabilitas, partisipatif, dan transparan merupakan beberapa dari prinsip good governance yang perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan kedepannya lebih baik.
The Influencof Applying Good Governance in Tax Service to Taxpayer Compliance at Pratama Cakung Dua Tax Office
ABSTRACT
This study has the objective to obtain empirical evidence regarding the influence of applying good governance in tax service to taxpayer compliance at Pratama Cakung Dua Tax Office. In a study by the independent variable is good governance in the tax services consist of accountability, effective and efficient, responsiveness, fairness, participatory, and transparent. The dependent variable is a tax compliance. This study uses a quantitative approach with techniques of data collection by survey. Sample used in this study is 100 respondents. Technique using a type of nonprobability sampling with purposive / judgmental technique. Results of this study describe that there is significant influence of applying good governance in tax service to taxpayer compliance at Pratama Cakung Dua Tax Office. Accountability, participatory, and transparent are some of the principles of good governance are critical to improved future better. Keywords: Good governance in the tax service and tax compliance
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
2
Universitas Indonesia
1. Pendahuluan
Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam
rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal
dari penerimaan pajak. Tugas mulia tersebut diemban oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
sebagai salah satu instansi pemerintah yang secara struktural berada di bawah Departemen
Keuangan. Dengan visi menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di
wilayah Asih Tenggara, dan misi menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan
menerapkan Undang-undang (UU) Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai
penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat (http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi, 2013). Tabel 1.1 Peran Pajak Terhadap APBN Tahun 2007 s/d 2013
No Tahun Anggaran Jumlah (dalam miliar) Prosentase Pajak: APBN
(%) APBN Pajak
1 2013 1.529.673,1 1.192.994,1 78% 2 2012 1.358.205,0 1.016.273,3 75% 3 2011 1.210.599,6 873.874,0 72% 4 2010 995.271,5 723.306,7 72% 5 2009 848.763,2 619.922,2 73% 6 2008 981.609,4 658.700,8 67% 7 2007 707.806,1 490.988,6 69%
Sumber: Departemen Keuangan RI (www.anggaran.depkeu.go.id)
Berdasarkan tabel 1.1, terlihat bahwa peran pajak terhadap APBN sejak tahun anggaran
2007 s/d 2013 rata-rata diatas 50% bahkan pada tahun ini, 2013 mencapai 78%. Untuk itu
diperlukan diperlukan kerjasama yang baik dengan Wajib Pajak, dalam hal ini yaitu kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya agar penerimaan pajak tercapai secara
optimal. Akan tetapi, dewasa ini masyarakat lebih kritis dalam menyikapi hal tersebut, karena
setiap masyarakat mengetahui bahwa pajak merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan
dan tidak memperoleh timbal balik secara langsung. Dengan kata lain, masyarakat mau tidak mau
harus melaksanakan kewajiban tersebut, namun dibalik semua itu masyarakat juga berhak untuk
menuntut pelayanan publik yang lebih baik, khususnya pelayanan dalam administrasi pajak yang
juga merupakan bagian dari pelayanan publik. Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa
kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan kualitas
yang diberikan oleh pihak swasta. Masyarakat menilai pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
sarat dengan praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Disamping itu masyarakat juga
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
3
Universitas Indonesia
menilai bahwa pelayanan yang diberikan pemerintah terlalu berbelit-belit, terlalu lama dalam
memberikan teknis pelayanannya dan adanya pegawai yang kurang mampu bekerja secara
professional atau kurang memiliki daya tanggap yang baik dalam bekerja, serta sikap pegawai
seringkali kurang menyenangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi sistem administrasi
perpajakan di Indonesia dinilai masih terlalu kompleks. Terlebih lagi, bahwa pelayanan pajak dan
penegakan hukum pajak dinilai masih kurang baik, serta tarif pajak yang terlalu tinggi atau
membebankan Wajib Pajak (Rahayu, 2010, hlm. 140) dan hal-hal tersebut sangat penting karena
akan memberikan keengganan dan penggerutuan para pembayar pajak sehingga berpengaruh
terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Sedangkan, Rochmat Soemitro (dalam Jamin, 2001)
menyatakan bahwa tugas penting untuk dilaksanakan agar tercapainya penerimaan pajak secara
optimal adalah upaya membangkitkan kesadaran pajak (tax consciousness) untuk menjadi Wajib
Pajak Patuh. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan
pembaharuan administrasi pajak atau reformasi pajak. Tujuan reformasi pajak selain untuk
meningkatkan kesadaran pajak, namun juga bertujuan menerapkan konsep good governance
dalam sistem administrasi perpajakan melalui peningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib
Pajak, serta peningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan administrasi pajak baik kepada fiskus
maupun kepada Wajib Pajak, seperti yang diungkapkan oleh Rahayu dalam bukunya Perpajakan
Indonesia (2010, hlm. 99). Dengan begitu dapat dijelaskan secara singkat bahwa reformasi pajak
merupakan reformasi terhadap Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dan sistem
administrasi perpajakan dan Indonesia telah melaksanakan reformasi pajak semenjak tahun 1983,
terus berlanjut dalam kurun waktu tertentu.
Salah satu reformasi perpajakan terjadi di Indonesia pada tahun 2007 yang menghasilkan
reformasi terhadap Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, yaitu dengan diundangkannya
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, serta UU No. 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah. Kemudian, perubahan atas reformasi perpajakan pada tahun 2007 terhadap
sistem administrasi perpajakan, yaitu berupa penerapan pelayanan administrasi perpajakan
berbasis modernisasi yaitu adanya layanan yang prima dan pengawasan yang intensif dengan
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
4
Universitas Indonesia
pelaksanaan prinsip-prinsip good governance yang diterapkan pada KPP Pratama atau juga
sering disebut dengan KPP Modern (hlm. 118-121).
Untuk mengimplementasikan konsep perpajakan modern melalui KPP modern yang
berorientasi pada pelayanan dan pengawasan sebagai bentuk penerapan good governance, maka
struktur organisasi DJP perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan
maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Setelah adanya
reformasi perpajakan sebagai langkah pertama, untuk memudahkan Wajib Pajak, ketiga jenis
kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Dengan demikian Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja
untuk menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya. Selain itu, terdapat sistem administrasi
perpajakan modern yang menerapkan kemajuan teknologi terbaru diantaranya perkembangan
Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi
Perpajakan Terpadu (SPAT) yang di kendalikan oleh case management system serta berbagai
pelayanan dengan basis e-system seperti e-SPT, e-Filling, e-Payment, Taxpayer account, e-
Registration, dan e-counceling yang diharapkan meningkatkan mekanisme pengontrolan yang
lebih efektif ditunjang dengan penerapan Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak untuk
mengontrol perilaku para pegawai pajak (hlm. 125-132). Penerapan Good Governance dalam
pelayanan pajak yang tersaji dalam KPP Modern seperti diuraikan di atas, diharapkan DJP dapat
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam masalah perpajakan. Uraian tersebut,
merupakan bukti bahwa penerapan good governance agar dirasakan secara cepat dan tepat oleh
masyarakat adalah melalui pelayanan publik, dalam hal ini adalah pelayanan pajak. Dengan
tujuan sebagaimana dijelaskan sebelumnya agar dapat meningkatkan penerimaan pajak secara
optimal. Akan tetapi apa yang diharapkan masih belum tercapai dan dapat dibuktikan melalui
tabel dibawah ini. Tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan Indonesia Tahun 2009-2012
No Tahun Jumlah (dalam miliar) Tax Ratio (%) PDB Pajak
1 2012 8.241.864,30 1.016.273,3 12% 2 2011 7.422.781,20 873.874,0 11% 3 2010 6.446.851,90 723.306,7 11% 4 2009 5.606.203,40 619.922,2 11% 5 2008 4.948.688,40 658.700,8 14% 6 2007 3.950.893,20 490.988,6 12%
Sumber: Nota Keuangan dan APBN 2013
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 1.2, bahwa penerimaan negara dari sektor pajak meningkat setiap
tahunnya dan hal tersebut membuktikan bahwa upaya DJP dinilai cukup berhasil, terutama atas
penerapan good governance seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak. Namun, bila dianalisis lebih lanjut berdasarkan tax ratio
maka hal tersebut masih belum tercapai secara optimal hingga saat ini. Tax ratio merupakan
perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) suatu negara. Rasio tersebut dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran
pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Logikanya, semakin tinggi nilai tax ratio maka
semakin patuh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di negara tersebut (Sari,
2012). Pada tabel 1.2, terlihat bahwa tax ratio sebesar 12% tahun 2007, 14% tahun 2008, 11%
tahun 2009, 11% tahun 2010, 11% tahun 2011, 12% tahun 2012. Setiap tahun mengalami
peningkatan yang tidak terlalu jauh dengan tahun-tahun sebelumnya, yang artinya tidak ada
perubahan yang begitu signifikan terhadap tax ratio dari tahun 2007-2012. Seharusnya setiap
tahun, bila penerapan good governance dalam pelayanan pajak ditingkatkan maka setiap
tahunnya tax ratio akan mengalami peningkatan pula. Pernyataan tax ratio Indonesia dinilai
masih rendah juga dinilai oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo (2013). Menkeu
Agus Martowardojo (2013) memberikan pernyataan dalam suatu artikel yang ditulis oleh
Manurung (2013) yang berjudul “Kompleksitas Kepatuhan Pajak” bahwa orang pribadi yang
seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib
pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT)
Pajak Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara
badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak
hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak
Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen. Jadi jika
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, dimana tingkat kepatuhan masyarakatnya
dalam membayar pajak mencapai 80 persen, maka persentase kepatuhan pajak masyarakat
Indonesia masih jauh dibawah kepatuhan pajak masyarakat Malaysia
(http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-‐kepatuhan-‐pajak, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tujuan untuk menguji pengaruh penerapan good governance melalui pelayanan pajak terhadap
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
6
Universitas Indonesia
kepatuhan Wajib Pajak. Adapun peneliti melakukan penelitian ini di KPP Pratama Cakung Dua,
karena KPP Pratama Cakung dua telah melakukan reformasi administrasi perpajakan pada tahun
2007 dengan dasar Direktur Jenderal Pajak No. Kep-86/PJ/2007 pada tanggal 3 Juli 2007. Atas
dasar ketetapan tersebut, KPP Pratama cakung Dua juga menerapkan pelayanan pajak yang
berwawasan good governance. Terlebih lagi pada tahun 2012, KPP Pratama Cakung dua
memperoleh predikat sebagai KPP Pratama yang memiliki pelayanan terbaik di tingkat kanwil
Jakarta Timur. Dengan begitu judul penelitian dalam peneltian ini adalah “Pengaruh Penerapan
Good Governance dalam Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua”.
2. Kerangka teori dan Hipotesis Penelitian 2.1 Kepatuhan Perpajakan
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Nowak (Moh. Zain, 2004) sebagai “Suatu
iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi
dimana Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung
jumlah pajak yang terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
(Rahayu, 2010, hlm. 138). Menurut Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dalam
bentuk kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan
kepatuhan dalam pembayaran tunggakan (hlm 139).
Kemudian, Nurmantu (2005) mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya (hlm. 108). Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Nurmantu (2005, hlm.
148-149) terdapat dua macam kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Misalnya
ketentuan tentang batas waktu penyetoran pajak terhutang dan penyampaian SPT. Sedangkan
kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive memenuhi
semua keadaan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat meliputi juga kepatuhan formal. Jadi, wajib pajak yang memenuhi
kepatuhan material dalam mengisi SPT Tahunan Pajak Penghasilan, adalah wajib pajak yang
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
7
Universitas Indonesia
mengisi dengan jujur, baik dan benar SPT tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU PPh dan
mennyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu.
2.2. Cara Meningkatkan Kepatuhan Wajib pajak
Secara tradisional, Jenkins dan Forlemu (1992) yang dikutip oleh Gunadi menyebut
bahwa beberapa metode pendorong kepatuhan perpajakan termasuk self assessment yang
dibarengi dengan penegakan hukum secara random tetapi keras, tegas dan lugas (stringent),
misalnya berupa pemeriksaan, penagihan dan penyidikan, dan administrative assessment atas
semua SPT yang disampaikan wajib pajak. Selain kedua model itu, diperkenalkan juga model self
assessment dengan ‘high level’ pelayanan (pelayanan prima – excellent services) kepada
pembayar pajak, misalnya dalam bentuk edukasi, sosialisasi, konsultasi, fasilitasi pembayaran
dan pelaporan. Namun kita perlu menyadari bahwa saat ini secara umum pelayanan administrasi
(instansi pemerintah) di Indonesia masih belum memuaskan masyarakat karena prosedur berbelit-
belit, pemberian pelayanan lambat dan sering dengan biaya yang mahal (Kasim: 1998; dan Rajab:
2003).
Sehubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan Negara (governance), studi Huther
dan Shah pada 1998 (sebagaimana pernyataan Suryanto: 2002) menunjukkan bahwa Indonesia
berada pada kelompok negara dengan poor governance. Sejalan dengan merebaknya paradigma
good governance, yang menurut Suryanto (2002) merupakan model penyelenggaraan
pemerintahan negara yang efektif dan efisien, dengan menjaga sinergi dan interaksi yang
konstruktif antara pemerintah, sectors wasta dan masyarakat, pembaharuan administrasi,
termasuk pelayanan, dengan muatan good governance dapat menjadi kerangka acuan untuk
memperbaiki kerusakan dasar institusional pengelolaan maupun distribusi berbagai sumber daya
dalam masyarakat. Dengan merujuk pada Pointer, Suryanto (2002) menyebut bahwa
pembaharuan tata pemerintahan haruslah berfokus pada penguatan kapasitas Negara,kapasitas
kebijakan dan kapasitas administrasi. Peningkatan kapasitas administrasi terkait dengan upaya
peningkatan efisiensi pengelolaan sumberdaya, serta efektivitas semua proses administrasi
pemerintahan termasuk pelayanan publik dan penegakan hukumnya.
2.3 Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Pajak
Good governance diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Secara teori good
governance telah didefinisikan oleh berbagai lembaga yang diakui oleh dunia. Salah satunya,
yaitu United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
8
Universitas Indonesia
berjudul “Governance for sustainable human development” (1997) mendefinisikan good
governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antar negara, sektor swasta, dan
society (Dwiyanto, 2005, hlm. 82). Praktiknya diperlukan strategi yang dirasa paling tepat dalam
menerapkan good governance. Dwiyanto (2005) mengungkapkan bahwa strategi yang tepat
dalam mewujudkan good governance adalah melalui pelayanan publik. beberapa pertimbangan
mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good
governance, yaitu (hlm. 20-25):
1. Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana negara yang diwakili pemerintah
berinteraksi dengan lembaga-lembaga non pemerintah.
2. Pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan
secara relative lebih mudah.
3. Pelayanan publik melibatkan semua unsur governance.
Dalam hal ini salah satu bentuk dari pelayanan publik adalah pelayanan pajak. DJP selaku
yang bertanggungjawab dalam memungut pajak wajib menerapkan good governance, terutama
seluruh pihak atau instansi yang dibawah DJP sebagai pelaksana yang memberikan pelayanan
pajak dalam melakukan pemungutan pajak. Sebagaimana dengan prinsip-prinsip yang
dikemukakan oleh UNDP, Dwiyanto (2005) mengadopsi dan menguraikan prinsip-prinsip good
governance yang dituangkannya kedalam pelayanan publik, yaitu:
1. Pelayanan yang Akuntabel (Accountability)
Menurut Dwiyanto (2005) bahwa akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukkan
besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang
dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah. Dalam hal ini, ada dua bentuk akuntabilitas, yaitu
akuntabilitas eksplisit dan implicit. Akuntabilitas eksplisit adalah pertanggungjawaban seorang
pejabat atau menanggung konsekuensi dari cara-cara yang mereka gunakan dalam melaksanakan
tugas-tugas kedinasan. Sedangkan akuntabilitas implicit berarti bahwa setiap pejabat atau
pegawai pemerintah secara implisit bertanggungjawab atas setiap kebijakan, tindakan atau proses
pelayanan publik yang dilaksanakan. Termasuk di dalam tanggungjawab implisit yang harus
dipikul oleh setiap pegawai atau pejabat pemerintah ialah menghindari penyakit-penyakit
birokrasi yang senantiasa dikeluhkan oleh masyarakat saat ini, yaitu korupsi, kolusi, nepotisme
(hlm. 102).
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2. Pelayanan yang Efektif dan Efisiensi (Effectivity and Efficiency)
Dwiyanto (2005) mendefinisikan efisiensi sebagai perbandingan yang terbaik antara input
dan output. Ini berarti suatu output dapat dicapai dengan input yang minimal maka tingkat
efisiensi semakin baik. Input dalam pelayanan publik dapat berupa uang, tenaga, waktu dan
materi lain yang digunakan untuk menghasilkan atau mencapai suatu output. Artinya, harga
pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Disamping itu,
masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik dalam waktu yang relative singkat dan tidak
banyak membutuhkan tenaga. Dengan menggunakan bantuan teknologi modern maka proses
pelayanan publik dapat dilakukan dengan cepat dan hemat tenaga (hlm. 150). Efisiensi dalam
pelayanan publik dapat dilihat dari perspektif pemberi layanan dan dari perspektif pengguna
layanan. Dari perspektif pemberi layanan, organisasi pemberi layanan harus mengusahakan agar
pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan sumberdaya publik. Pelayanan publik sebaiknya
melibatkan sedikit mungkin pegawai dan diberikan waktu yang singkat. Demikian juga dari
perspektif pengguna layanan, mereka menghendaki pelayanan publik dapat dicapai dengan biaya
murah, waktu singkat, dan tidak banyak membuang energi (hlm. 151)
3. Pelayanan yang Responsif (Responsiveness)
Dwiyanto (2005) mendefinisikan responsif atau daya tanggap sebagai kemampuan
organisasi untuk mendefinisikan kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan
mengembangkan ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap
organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntuan warga pengguna layanan.
Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan warga pengguna agar dapat
memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan karena itu, penyedia layanan harus
mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian memberikan
pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut (hlm. 152).
4. Pelayanan yang Non Partisan atau Keadilan (Equity) Merata
Pelayanan publik non-partisan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua
pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi,
kesukuan, etnik, agama, dan sebagainya. Latar belakang pengguna layanan tidak boleh dijadikan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan harus berdasarkan asas
equal before the law (kesamaan di depan hukum). Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi
semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik (hlm. 158-159).
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
10
Universitas Indonesia
5. Pelayanan yang Partisipatif (Participation)
Pada pelayanan publik, prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan good governance,
sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di dalam upaya meningkatkan pelayanan
publik dengan cara melihat masyarakat tidak hanya sebagai pelanggan (customer) melainkan
sebagai warga negara yang memiliki negara dan sekaligus pemerintahan yang ada didalamnya
(owner). Pergeseran pandangan ini mengisyaratkan bahwa masyarakat sejak awal harus
dilibatkan dalam merumuskan berbagai hal yang menyangkut pelayanan publik, misalnya
mengenai jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan, cara terbaik untuk penyelenggaraan
pelayanan publik, mekanisme untuk mengawasi proses pelayanan, dan yang tak kalah pentingnya
adalah mekanisme untuk mengevaluasi pelayanan (Purwanto, 2008, hlm. 190). Dwiyanto (2005)
mengungkapkan beberapa instrument yang dapat dipakai untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik (hlm. 199), yaitu membuat saluran untuk
menampung keluhan konsumen, membuat saluran untuk menampung saran-saran dari konsumen,
melakukan survai konsumen, melakukan kontak atau pertemuan dengan konsumen, membuat
forum untuk memproleh masukan kualitatif dari konsumen, misalnya membentuk forum
konsumen.
6. Pelayanan yang Transparan (Transparation)
Dwiyanto (2005) menjelaskan bahwa konsep transparansi menunjuk pada suatu keadaan
dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui
dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan. Jika segala aspek
proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan, cara
pelayanan, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna layanan dipublikasikan secara
terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggara layanan
itu dapat dinilai memiliki transparasi yang tinggi. Sebaliknya, bila sebagian atau semua aspek
dari proses penyelenggaraan pelayanan itu tertutup dan informasinya sulit diperoleh oleh para
pengguna dan stakeholders lainnya, maka penyelanggaraan pelayanan itu tidak memenuhi kaidah
transparansi (hlm. 242). Oleh karena itu, setidak-tidaknya ada tiga indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur transparansi pelayanan publik (hlm. 242-248), yaitu: mengukur
tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik, seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders lainnya, kemudahan untuk
memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaran pelayanan publik.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan diatas dapat dijelaskan bahwa upaya
menciptakan pelayanan pajak yang efisien dan efektif, dapat dilakukan dengan menerapkan good
governance terhadap administrasi perpajakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak. Dengan meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak diharapkan penerimaan pajak juga
meningkat. Adapun wujud penerapan good governance yang paling efesien dan efektif adalah
berupa pelayanan publik dan hal tersebut nyata telah dilakukan oleh DJP, yaitu pelayanan pajak.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Rumusan
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada Pengaruh dari penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua
Ha : Ada pengaruh dari penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cakung Dua
3 Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,
karena penelitian dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas (independent)
mempengaruhi variabel terikat (dependent), yang dalam hal ini menjadi variabel-variabel
tersebut, yaitu good governance dan kepatuhan Wajib Pajak. Dalam menggunakan pendekatan
ini, penelitian harus didasari pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Prasetyo, 2005, hlm. 43). Oleh
karena itu, penelitian ini berangkat dari teori-teori mengenai good governance yang diwujudkan
melalui pelayanan administrasi pajak sebagai salah satu bentuk dari pelayanan publik dengan
tujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak agar dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.
Setelah terbentuk kerangka teori, maka peneliti membentuk suatu hipotesis yang akan diuji,
menjabarkan konsep dalam bentuk variabel yang jelas, pengukuran telah dibuat secara sistematis
sebelum data dikumpulkan dan ada standarisasinya, hingga kemudian analisa dilakukan dengan
statistik, tabel, diagram, dan didiskusikan bagaimana hubungannya dengan statistik (Neuman,
2003, hlm. 145).
Berdasarkan manfaat penelitian ini termasuk dalam penelitian murni karena penelitian ini
memiliki orientasi pada bidang akademis dan penelitian ini tidak bertujuan untuk memberikan
solusi atas suatu masalah atau fenomena sosial tertentu. Penelitian murni ini menggunakan
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
12
Universitas Indonesia
konsep-konsep yang abstrak dan manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung, serta
mengembangkan ide, teori, atau gagasan. Sedangkan, Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini
termasuk ke dalam penelitian cross sectional, karena penelitian ini hanya dilakukan pada satu
waktu tertentu secara berulang-ulang dan tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang
berbeda untuk dijadikan perbandingan. Penelitian ini dilakukan dari akhir bulan Februari 2013
sampai dengan Juni 2013. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui kuesioner yang telah disebarkan kepada responden yang telah ditentukan.
Jawaban kuesioner diukur dengan menggunakan Skala Likert (Sekaran, 2010, hlm. 152), yaitu
skala yang dingunakan secara luas yang meminta responden menandai derajat persetujuan atau
ketidaksetujuan dengan pernyataan terhadap 5 poin tersaji dalam kuesioner tersebut. Seluruh
hasil nilai tersebut yang telah diisi menurut jawaban responden akan diolah kembali melalui
software Statistical Product and Service Solution (SPSS) dan tersaji kedalam bentuk data
statistik.
Populasi penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar pada KPP Cakung Dua dengan
teknik yang digunakan dalam penarik sampel di penelitian ini adalah teknik nonprobability
sampling. Teknik ini berarti tidak memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota
populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel. Jenis nonprobability sampling yang digunakan
adalah teknik purposive sampling, merupakan teknik yang dilakukan berdasarkan kriteria tertentu
yang ada pada responden. Peneliti melakukan pre-test sebelum menyebar kuesioner yang
sebenarnya dengan tujuan agar memperoleh ke-validan dan reliabilitas isi dari quesioner tersebut.
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan teori slovin, yaitu 100 respoden dalam
penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier sederhana, karena dalam penelitian ini hanya terdiri dari dua variabel, yaitu Good
Governance dalam pelayanan pajak sebagai variabel independent dan kepatuhan Wajib Pajak
sebagai variabel dependen (Nugroho, 2011, hlm. 84). Untuk menganalisis data tersebut,
penghitungan metode ini akan diolah dengan program SPSS versi 12.0. Langkah – langkah
melakukan analisis regresi linier sederhana, yaitu Uji koefisien korelasi (R) dan Determinasi (R
Square/R2), Uji Regresi Anova (Uji F), Uji statistik t.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
13
Universitas Indonesia
4 Hasil Penelitian dan Analisis
4.1 Karakteristik Respoden
Dalam penelitian ini, kuesioner disebar di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Cakung Dua. Sebelum menyebarkan kuesioner yang sebenarnya, peneliti melakukan Pre-test
yang merupakan tahap awal sebelum penyebaran kuesioner yang sesungguhnya dan pre-test
dilakukan terhadap 30 responden yang memenuhi kriteria sampel. Hasil pre-test dalam penelitian
ini dinyatakan valid dan reliable. Dalam penelitian ini juga terdapat pendataan berdasarkan
karakteristik atau profil responden masing-masing seperti jenis kelamin, usia, dan tingkat
pendidikan dengan tujuan untuk memperoleh hasil jawaban pernyataan yang baik dari responden.
Tabel 4.1 menunjukkan profil responden yang meliputi jenis kelamin, usia, dan tingkat
pendidikan. Responden pria sebanyak 67 dan wanita sebanyak 33. Untuk Usia jumlah responden
yang berusia 23-35 tahun paling banyak terlibat dalam penelitian ini melalui pengisian kuesioner,
yaitu berjumlah 53, disusul respoden yang berusia 36-45 tahun sebanyak 23, kemudian berusia
<25 tahun sebanyak 17, dan yang terakhir berusia >45 tahun sebanyak 7. Untuk tingkat
pendidikan mayoritas terdiri dari Sarjana (S1) yaitu dengan tingkat 49, sedangkan pascasarjana
(S2) sebagai minoritas sejumlah 4. D3 serta SMA berjumlah 31 dan 4.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Jumlah dan Proporsi (%)
Jumlah Responden 100
Jenis Kelamin Pria
Wanita
67 (67%) 33 (33%)
Usia <25 tahun
23-35 tahun 36-45 tahun
>45 tahun
17 (17%) 53 (53%) 23 (23%)
7 (7%) Tingkat Pendidikan
SMA D3
Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2)
(4%)
31 (%) 49 (49%)
4 (4%)
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
4.2 Analisis Deskriptif Data Penelitian
4.2.1 Analisis Deskriptif Variabel Good Governance
Variabel Good Governance memiliki 6 dimensi, dimana setiap dimensi memliki 3
indikator. Indikator dari setiap dimensi tersebut yang mewakili variabel Good Governance tersaji
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
14
Universitas Indonesia
dalam kuesioner dan hasil dari kuesioner tersebut diolah kembali melalui SPSS. Adapun hasil
tersebut dijelaskan sesuai tiap dimensi yang sebagai berikut:
a. Dimensi Akuntabilitas (Accountability) Tabel 4.2 Nilai Mean pada Dimensi Akuntabilitas
No. Indikator Mean 1 Pelayanan yang diberikan sesuai dengan etika dan norma yang ada, serta ketentuan
berlaku yang mungkin Wajib Pajak ketahui 4,26
2 Pelayanan yang diberikan tidak dipungut biaya atau bebas dari unsur KKN 4,16 3 Pelayanan yang diberikan dapat dipertanggungjawabakan sesuai ketentuan yang berlaku 3,96
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Tabel 4.3 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Akuntabilitas
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 1 2 8 48 41 100 1% 2% 8% 48% 41% 100% Q2 2 3 10 47 38 100 2% 3% 10% 47% 38% 100% Q3 2 5 21 39 33 100 2% 5% 21% 39% 33% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel diatas secara rata-rata rentang jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan dari indikator akuntabilitas adalah antara 4,07 hingga 4,35. Ditinjau dari frekuensi
jawaban respoden dari dimensi akuntabilitas bahwa responden mayoritas menjawab setuju yang
merupakan nilai 4.
b. Efektif dan Efisien (Effectiveness and Efficient) Tabel 4.4 Nilai Mean pada Dimensi Efektif dan Efisien
No. Indikator Mean 1 Pelayanan yang diberikan tidak berbelit-belit 4,22 2 Pelayanan yang diberikan berkualitas dan tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan Wajib
Pajak 4,11
3 Pelayanan yang diberikan dirasakan mengalami peningkatan dalam kurun waktu tertentu 4,14
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Tabel 4.5 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Efektif dan Efisiensi
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 0 5 12 39 44 100 0% 5% 12% 39% 44% 100% Q2 2 5 14 38 41 100 2% 5% 14% 38% 41% 100% Q3 0 8 11 40 41 100 0% 8% 11% 40% 41% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel diatas, secara rata-rata rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator efesien dan efektif adalah antara 4,14 hingga 4,22. Ditinjau
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
15
Universitas Indonesia
dari frekuensi jawaban respoden pada dimensi efektif dan efisien bahwa responden mayoritas
menjawab sangat setuju yang merupakan nilai 5.
a. Daya Tanggap (Responsiveness) Tabel 4.6 Nilai Mean pada Dimensi Daya Tanggap
No. Indikator Mean 1 Pegawai Pajak tanggap dan tepat dalam melaksanakan teknis pelayanannya 4,34 2 Pegawai pajak tanggap dalam hal ini menangani keluhan atau laporan dari Wajib Pajak 4,06 3 Pegawai pajak tanggap dalam hal selalu mengingatkan Wajib Pajak 3,96
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS Tabel 4.7 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Daya Tanggap
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 1 0 9 40 50 100 1% 0% 9% 40% 50% 100% Q2 1 3 16 49 31 100 1% 3% 16% 49% 31% 100% Q3 1 2 25 44 28 100 1% 2% 25% 44% 28% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel diatas, nilai rata-rata (mean) rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator daya tanggap adalah antara 4,06 hingga 4,34. Ditinjau dari
frekuensi jawaban respoden dari dimensi daya tanggap bahwa responden mayoritas menjawab
setuju yang merupakan nilai 4, namun pada dimensi ini juga cukup banyak respoden yang
menjawab ragu-ragu yang merupakan nilai 3.
d. Keadilan (Equity) Tabel 4.8 Nilai Mean pada Dimensi Keadilan
No. Indikator Mean 1 Pelayanan yang diberikan berdasarkan nomor urut 4,73 2 Pelayanan yang diberikan tanpa membeda-bedakan ras, agama, status, dan jenis kelamin
Wajib Pajak 4,62
3 Wajib Pajak menerima fasilitas yang sama atas pelayanan yang diberikan oleh setiap pegawai Wajib Pajak
4,59
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Tabel 4.9 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Keadilan
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 0 1 2 20 77 100 0% 1% 2% 20% 77% 100% Q2 0 0 2 34 64 100 0% 0% 2% 34% 64% 100% Q3 0 0 1 39 60 100 0% 0% 1% 39% 60% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
16
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel diatas, nilai rata-rata (mean) rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator keadilan adalah antara 4,59 hingga 4,73. Ditinjau dari
frekuensi jawaban respoden dari dimensi keadilan bahwa responden mayoritas menjawab nilai 5.
e. Partisipasif (Participation) Tabel 4.10 Nilai Mean pada Dimensi Partisipasif
No. Indikator Mean 1 Adanya sarana memadai yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk dapat bertanya,
mengajukan keluhan hingga masukan terkait dengan keperluan Wajib Pajak 4,34
2 Adanya tindakan inisiatif pegawai pajak untuk menanyakan masukan dan keluhan Wajib pajak yang mungkin pernah dirasakan hingga saat ini
3,92
3 Pertanyaan, masukan dan keluhan Wajib Pajak selalu diperhatikan 3,66
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS Tabel 4.11 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Partisipasif
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 0 1 8 47 44 100 0% 1% 8% 47% 44% 100% Q2 1 4 31 30 34 100 1% 4% 31% 30% 34% 100% Q3 3 7 31 39 20 100 3% 7% 31% 39% 20% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel diatas, nilai rata-rata (mean) rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator keadilan adalah antara 3,66 hingga 4,34. Ditinjau dari
frekuensi jawaban respoden dari dimensi keadilan bahwa responden mayoritas menjawab setuju
yang merupakan nilai 4, namun juga cukup banyak yang menjawab ragu-ragu yang bernilai 3.
f. Transparan (Transparancy) Tabel 4.12 Nilai Mean pada Dimensi Transparan
No. Indikator Mean 1 Pelayanan yang diberikan berupa informasi pajak mudah diperoleh oleh setiap wajib pajak
baik secara tatap muka maupun secara online (seperti: prosedur pemenuhan kewajiban pajak, peraturan-peraturan pajak, dsbnya)
4,35
2 Informasi pajak yang diberikan merupakan informasi yang terupdate 3,97 3 Informasi pajak diberikan secara lengkap dan mudah dipahami oleh Wajib Pajak 3,77
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS Tabel 4.13 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Dimensi Transparan
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 0 4 11 31 54 100 0% 4% 11% 31% 54% 100% Q2 0 8 20 39 33 100 0% 8% 20% 39% 33% 100% Q3 1 12 27 29 31 100 1% 12% 27% 29% 31% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel diatas, nilai rata-rata (mean) rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator transparan adalah antara 3,77 hingga 4,35. Ditinjau dari
frekuensi jawaban respoden dari dimensi ini, bahwa responden mayoritas menjawab setuju dan
sangat setuju yang merupakan nilai 4 dan 5. Namun juga namun juga cukup banyak yang
menjawab ragu-ragu yang bernilai 3.
4.2.2 Analisis Deskriptif Variabel Kepatuhan Wajib Pajak
Tabel 4.14 Nilai Mean pada Variabel Kepatuhan Pajak
No. Indikator Mean 1 Adanya kesadaran dalam berusaha untuk dapat menghitung pajak yang terhutang
sesuai dengan tarif pajak yang berlaku dan tata cara perhitungan yang benar berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku
3,78
2 Adanya kesadaran untuk dapat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
3,90
3 Adanya kesadaran membayar pajak yang terhutang dengan tepat waktu sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
4,09
4 Adanya kesadaran melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tepat waktu sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku
4,50
5 Adanya kesadaran memenuhi kewajiban atas sanksi yang diberikan oleh KPP setempat serta segera membetulkan kesalahan tersebut yang apabila terbukti dinyatakan tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang benar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku (walaupun disebabkan ketidaksengajaan)
3,73
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Tabel 4.15 Frekuensi Jawaban Responden terhadap Variabel Kepatuhan Wajib Pajak
Frekuensi Jawaban Responden Persentase Jawaban Responden 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total
Q1 2 9 22 43 24 100 2% 9% 22% 43% 24% 100% Q2 2 9 14 47 28 100 2% 9% 14% 47% 28% 100% Q3 2 6 10 45 37 100 2% 6% 10% 45% 37% 100% Q4 0 3 3 35 59 100 0% 3% 3% 35% 59% 100% Q5 2 10 25 39 24 100 2% 10% 25% 39% 24% 100%
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel diatas, nilai rata-rata (mean) rentang jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan dari indikator keadilan adalah antara 3,73 hingga 4,50. Ditinjau dari
frekuensi jawaban respoden dari dimensi ini, bahwa responden mayoritas menjawab setuju dan
sangat setujua yang merupakai nilai 4 dan 5.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
18
Universitas Indonesia
4.3 Analisis Regresi Linier
4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang
dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal. Salah satu metode uji normalitas
adalah dengan uji One Sample Kolmograf Smirnov yang tersaji dalam tabel 5.19.
Tabel 4.16 Hasil One-Sample Kolmogorv-Smirnov Test
Unstandardized Residual Asymp. Sig (2-tailed) 0,200
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh kesimpulan bahwa distribusi data good governance
normal, karena besarnya sig lebih besar dari 0,05 atau 0,200 > 0,05. Setelah mendapat bukti
bahwa distribusi data tersebut bersifat normal, maka dilakukan pengujian hipotesis.
4.3.2 Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menguji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi sederhana, karena
penelitian ini ingin menguji hubungan antara variabel indepen terhadap variabel dependen. Untuk
menguji signifikansi dari suatu hipotesis perlu menggunakan koefesien korelasi (R), koefisien
determinasi (R Square), uji Regresi Anova (Uji F), dan Uji T.
4.3.2.1 Uji Koefesien korelasi (R) dan Determinasi (R Square) Koefiesien korelasi (R) dan Determinasi (R Square) bertujuan untuk mengukur seberapa
jauh hubungan dan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
Berikut merupakan hasil pengujian koefisien korelasi (R) dan determinasi (R Square):
Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Model Summary
R 0,583 R Square 0,340
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Pada tabel tersebut terdapat nilai koefisien korelasi (R) 0,583 dan nilai koefisien
determinasi (R Square) 0,340. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
a. Terdapat hubungan antara good governance terhadap kepatuhan Wajib Pajak sebesar 58,3%.
Angka ini menunjukkan hubungan yang kuat antara good governance dan kepatuhan Wajib
Pajak. Jadi jika good governance meningkat maka kepatuhan Wajib Pajak tentu bertambah.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
19
Universitas Indonesia
b. 34% variasi yang terjadi terhadap tinggi atau rendahnya kepatuhan Wajib Pajak disebabkan
variasi good governance, sedangkan sisanya (100%-34% = 66%) dapat dijelaskan faktor-
faktor lain diluar penelitian ini.
4.3.2.2 Uji Regresi Anova (Uji F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan apakah model penaksiran yang digunakan
tepat atau tidak. Hal tersebut tampak pada tabel dibawah ini. Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Anova (Uji F)
F 50,549 Sig 0,000
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Dari hasil uji F di atas, dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 50,549 dan nilai signifikansi
sebesar 0,0000. Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa model persamaan
yang digunakan tepat, yaitu Ŷ = a + bX. Karena Fhitung>Ftabel yang dilihat pada taraf signifikansi
5%, Df pembilang = jumlah variabel -1 = (2-1) = 1, Df penyebut = jumlah data – jumlah variabel
= (100-2) = 98, Sehingga diperoleh Ftabel. Sebesar 3,94. Dan, terdapat pengaruh penerapan good
governance melalui pelayanan administrasi pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP
Pratama Cakung Dua, karena berdasarkan tabel diatas bahwa nilai signifikansi adalah 0,000 yang
berada dibawah 0,05, berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
4.3.2.3 Uji Statistik t
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independent secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dari uji ini dapat dilihat apakah
variabel independent berpengaruh secara nyata atau tidak.
Tabel 4.19 Hasil Uji Statistik t
Unstandardized Coefficients B (Constant) -7,455 Unstandardized Coefficients B Good governance 0,365 t (Constant) -1,924 t good governance 7,110 Sig. (Constant) 0,057 Sig. good governance 0,000
Sumber: Hasil olah data kuesioner yang telah diolah kembali melalui SPSS
Dari hasil uji t di atas, dapat dilihat bahwa Unstandardized Coefficients B (Constant)
sebesar -7,455 dan Unstandardized Coefficients B Good governance sebesar 0,365, serta t good
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
20
Universitas Indonesia
governance 7,110 . Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa: Persamaan
regresi Ŷ = -7,455 + 0,365X, Terdapat pengaruh good governance terhadap kepatuhan Wajib
Pajak karena thitung>ttabel, dimana ttabel sebesar 1,98 (lihat statiscal table t, fisher. R. A and Yates.
F). Oleh karena thitung>ttabel maka Ho ditolak artinya Good Governance berpengaruh secara nyata
(signifikan) terhadap Kepatuhan wajib Pajak. Dari persamaan regresi tersebut dan bahwa Ha
diterima, dapat dijelaskan juga bahwa setiap kenaikan 1 skor variabel Good Governance (X)
dapat meningkatkan 0,365 skor variabel Kepatuhan wajib Pajak.
5. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Dari hasil data yang diperoleh di lapangan dan uji statistic dengan menggunakan metode analisis
sederhana terhadap penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat 34% variasi yang terjadi terhadap tinggi atau rendahnya kepatuhan Wajib Pajak
disebabkan variasi good governance. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R Square = 0,340.
2. Terdapat pengaruh atas penerapan good governance dalam pelayanan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Cakung Dua. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F Sig.
= 0,000 (nilainya lebih kecil dari 0,05)
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penerapan prinsip good governance seperti
akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, daya tanggap, keadilan, partisipasif, dan transparan
berpengaruh dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Dari prinsip-prinsip good governance
tersebut, terdapat beberapa prinsip yang masih perlu mendapat perhatian lebih besar yaitu prinsip
akuntanbilitas, partisipasif, dan transparansi. Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa saran
secara khusus dan umum menurut peneliti, yaitu:
1. Peneliti menyarankan agar KPP Pratama Cakung Dua meningkatkan pelayanan yang
mencerminkan prinsip akuntabilitas. Peneliti berpendapat peningkatakan pelayanan dalam
prinsip ini dapat berbentuk dengan memberikan pelayanan dengan menjunjung tinggi norma-
norma yang berlaku, seperti bersikap ramah dengan memberikan salam kepada setiap Wajib
Pajak yang berada di KPP Pratama Cakung Dua dan juga melakukan pelayanan yang sesuai
dengan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ketentuan berlaku. Agar Wajib Pajak
mengetahui prosedur-prosedur pelayanan pajak diberikan oleh pegawai pajak, maka KPP
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Pratama Cakung Dua dapat melakukan sosialisasi kepada Wajib Pajak KPP Pratama Cakung
Dua tentang kode etik atau prosedur pelayanan pajak yang diberikan pegawai pajak. Apabila
terdapat pegawai KPP Pratama Cakung Dua yang kedapatan melakukan pelanggaran kode
etik atau prosedur pemberian pelayanan pajak oleh Wajib Pajak, maka diinstruksikan Wajib
Pajak tersebut agar melaporkannya kepada KPP Pratama Cakung Dua melalui contact person
yang telah ditetapkan oleh KPP Pratama Cakung Dua. Serta khususnya pelayanan melalui
pemeriksaan pajak, agar pegawai pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak
sesuai dengan aturan dan dasar yang jelas atas temuan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
agar menghindarkan masalah sengketa pajak yang benar apa adanya antara pegawai pajak
dengan Wajib Pajak, karena tidak jarang pula bahwa hasil pemeriksaan pajak atau penerbitan
Surat Ketetapan Pajak (SKP) karena ketidakbenaran atau kesalahan dari pemeriksa pajak.
2. Secara khusus prinsip partisipatif merupakan wujud inisiatif dari pegawai pajak untuk
mencari tau perihal masukan atau keluhan Wajib Pajak. Melalui masukan atau keluhan
tersebut dikumpulkan menjadi suatu data yang kemudian diolah kembali, sehingga dapat
diperoleh suatu jawaban yang terbaik apa keinginan Wajib Pajak yang sebenarnya terkait
untuk meningkatkan kepatuhan Wajib pajak. Dan hal tersebut, dapat berwujud sosialisasi
secara rutin. Sosialisasi tersebut dapat berupa seminar, workshop, loka larya yang dilakukan
secara terus menerus dan terjadwal yang diberikan secara gratis kepada Wajib Pajak.
Tentunya melalui sosialisasi tersebut selain diharapkan Wajib Pajak semakin mengetahui
informasi pajak atau kewajiban pajaknya, namun juga dapat membantu aparat pajak untuk
menyediakan apa yang dibutuhkan Wajib Pajak untuk membantu pelaksanaan kewajiban
perpajakannya dengan baik sehingga kepatuhan pajakpun meningkat.
3. Pada umumnya seperti yang kita ketahui, setiap KPP tidak memiliki website tersendiri,
termasuk KPP Pratama Cakung Dua. KPP Pratama Cakung Dua tidak memiliki website,
hanya memiliki blog dan itupun tidak dapat dilihat oleh publik hanya orang-orang tertentu.
Oleh karena itu, disarankan pada bagian Pusat Data dan Informasi (PDI) agar dapat memiliki
website tersendiri dan tentunya segala informasi yang tersaji harus update, jelas, dan mudah
dimngerti, serta berada dibawah pengawasan DJP. Dan, dalam penyajian informasi secara
tatap muka, sebaiknya pegawai pajak juga tidak terlalu berbelit-belit dan informasi yang
diberikan bersifat jelas dan dapat dipahami oleh Wajib Pajak.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
22
Universitas Indonesia
4. Jadi secara umum, ketiga prinsip harus lebih ditingkatkan dan diwujudkan lebih baik lagi
kedepannya, dan hal ini memerlukan peran serta dari seluruh KPP Pratama di Indonesia,
khususnya DJP. Karena ketiga dimensi ini memiliki pencitraan secara luas. Masyarakat
melihat secara luas, bahwa masyaralat akan memperhatikan setiap tindakan kecerobohan atau
pelanggaran dalam menyalahi wujud dari penerapan good governance yang dilakukan oleh
seluruh instansi pajak yang tersebar di Indonesia. Walaupun bukan pihak KPP Pratama
Cakung Dua yang melakukan pelanggaran dalam menyalahi wujud dari penerapan good
governance, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap pencitraan di KPP Pratama
Cakung Dua
Kemudian, peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini banyak memiliki kekurangan,
khususnya mungkin belum bisa mewakili pendapat dan harapan segenap populasi Wajib Pajak
yang terdaftar di KPP Pratama Cakung Dua. Mengingat jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di
KPP Pratama Cakung Dua hingga per 31 Desember 2012 mencapai 75.794, maka responden
berjumlah 100 orang masih tergolong cukup minim walaupun telah memenuhi teori dalam
pengambilan sampling. Oleh karena itu, peneliti menambahkan untuk saran kedepannya
berkaitan tentang penelitian ini, yaitu
1. Dilakukan penambahan kriteria sampling yang lebih baik, seperti responden yang layak
masuk dalam penelitian ini adalah responden Wajib Pajak Badan saja, dengan dasar
responden Wajib Pajak Cakung Dua memiliki intensistas tatap muka yang tinggi dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, dimana Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban pajak
secara masa dan tahunan. Kemudian dari sisi jumlah Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak Badan
tidak sebanyak dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Dan tentu juga diperlukan waktu
penelitian yang lebih panjang, agar diperoleh hasil yang maksimal dalam penelitian ini,
karena peneliti menyadari bahwa keterbatasan waktu juga menjadi kendala dalam melakukan
penelitian, sehingga mungkin hasil penelitian dirasa kurang maksimal.
2. variabel-variabel dalam penelitian ini juga dapat ditambahkan berdasarkan teori yang sudah
ada hingga saat ini, agar menghasilkan hasil penelitian yang lebih baik pula. Penelitian ini
juga dapat dilakukan dengan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif agar tidak hanya
menghasilkan kesimpulan terkait hubungan namun juga dapat menjelaskan solusi-solusi yang
dapat memecahkan masalah-masalah yang ada kedepannya terkait untuk meningkatkan
penerapan good governance dalam pelayanan pajak dan kepatuhan pajak.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
23
Universitas Indonesia
6. Kepustakaan Anton, Yohanes. (2011). It’s Easy Olah Data dengan SPSS. Jakarta: Skripta.
Bungin, Burhan. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan
Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi pertaman. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Carlos A. Silvani, Improving Tax Compliance (Washington DC: IMF, 1992)
Dwiyanto. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Gunadi, Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm. 2-3
Keban, Yeremias. (2004). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi
Nasucha Chaizi. (2004). Reformasi Administrasi Publik-Teori dan Praktek, Jakarta: Grasiondo
Neuman, W. Lawrence. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches. New York: Pearson Education
Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Judisseno. (2005). Pajak dan Strategi Bisnis “Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan
Penerapan Akuntansi di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
R. Mansury. (2002). Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000. Jakarta: Yayasan
Pengembangan dan Penyebaran dan Pengetahuan Perpajakan.
Rahayu, Siti K. (2010). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma & Bougie, Roger. (2010). Research Methods for Business.Fifth Edition. USA:
John Wille & Sons Inc.
Soemitro, Rochmat, & Dewi, K.S. (2004). Asas dan Dasar Perpajakan. Jakarta: Refika Aditam
Rondinelli. (2005). Public Administration and Decomocratic Governance “Government Serving
Citizens”. United Nations
UUPAL. (2003). Tax Reform In Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Waluyo. (2009). Perpajakan Indonesia, Edisi ke-9. Jakarta: Salemba Empat.
Bagus, Andi. (2007). Analisis Pengaruh Pengawasan Intern dan Penerapan Good Governance di
Direktorat Jenderal Pajak Terhadap Citra Organisasi dan Kepatuhan Wajib Pajak (Studi
Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Serpong). Depok: FISIP UI.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Hudiarto, Arip. (2012). Pengaruh Penerapan Corporate Governance Tehadap Kepatuhan Pajak
Perusahaan Publik. Tesis Magister Akuntansi. Universitas Sumatera Utara.
Palupi, Endah. (2010). Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat. Tesis, Depok: Universitas Indonesia.
Simon, Hidra. (2006). Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap Motivasi dan
Kepuasan Kerja Pegawai. Tesis, Depok: Universitas Indonesia.
Sari, Vebrina. (2013). Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Pasca Kebijakan Fasilitas Pengurangan Tarif PPH di KPP Pratama Jakarta Kebayoran
Lama, Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Gama, Annisa dan Ardiyanto, Didik. (2010). Jurnal “Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak
sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak
Pada KPP Pratama Kota Semarang di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I”. Semarang:
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Hidayat, Achmad. (2008). Jurnal “Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Jakarta: STIAMI.
Martani, Dwi. (2005). Kepatuhan Pajak Dalam Perpajakan. Jurnal Economics Business
Accounting Review. Jakarta.
Setiyajadi dan Amir. (2008). Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-86/PJ/2007 Tentang Penerapan Organisasi, Tata
Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor
Pelayanan , Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Selain Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat.
Pengaruh Penerapan..., Boris Sembiring Kembaren, FISIP UI, 2013