Elektrospinning nanoselulosa sebagai material benang operasi dan sistem penghantar obat
PENGARUH PENAMBAHAN NANOSELULOSA DARI SERAT...
Transcript of PENGARUH PENAMBAHAN NANOSELULOSA DARI SERAT...
TUGAS AKHIR – TL 141584
PENGARUH PENAMBAHAN NANOSELULOSA DARI SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA KOMPOSIT POLIURETAN UNTUK INSULASI TERMAL DAN ABSORBSI SUARA PADA INTERIOR MOBIL
SAMUEL BUDI UTOMO NRP. 2713 100 091 Dosen Pembimbing : Ir. Moh. Farid, DEA Haniffudin Nurdiansah, S.T., M.T. DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
i
TUGAS AKHIR – TL 141584
PENGARUH PENAMBAHAN NANOSELULOSA DARI
SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA
KOMPOSIT POLIURETAN UNTUK INSULASI TERMAL
DAN ABSORBSI SUARA PADA INTERIOR MOBIL
SAMUEL BUDI UTOMO
NRP 2713 100 091
Dosen Pembimbing
Ir. Moh. Farid, DEA
Haniffudin Nurdiansah S.T., M.T.
DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017
iii
FINAL PROJECT – TL 141584
EFFECT OF NANOCELLULOSE ADDITION OF OIL
PALM EMPTY FRUIT BUNCHES FIBRE ON
POLYURETHANE COMPOSITE FOR THERMAL
INSULATION AND SOUND ABSORBER IN CAR
INTERIOR
SAMUEL BUDI UTOMO
NRP 2713 100 091
Dosen Pembimbing
Ir. Moh. Farid, DEA
Haniffudin Nurdiansah S.T., M.T.
DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017
vii
PENGARUH PENAMBAHAN NANOSELULOSA DARI
SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA
KOMPOSIT POLIURETAN UNTUK INSULASI TERMAL
DAN ABSORBSI SUARA PADA INTERIOR MOBIL
Nama Mahasiswa : Samuel Budi Utomo
NRP : 2713 100 091
Departemen : Teknik Material
Dosen Pembimbing : Ir. Moh Farid, DEA
Haniffudin Nurdiansah S.T., M.T.
ABSTRAK
Komposit berpenguat nanocellulose dari serat tandan kosong
kelapa sawit merupakan inovasi sebeagai penyerap suara dan
insulasi termal yang ramah lingkungan yang dapat diaplikasikan
pada door panel mobil. Maka dari itu dibutuhkan kemampuan
absorbsi suara yang baik serta koefisien konduktivitas termal yang
rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan nanoselulosa sebagai filler terhadap stabilitas termal,
koefisien absorbsi suara, dan konduktivitas termal. Fraksi massa
dari nanoselulosa yang digunakan adalah 5,10, dan 15 %wt.
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah TEM, SEM,
absorbsi suara, konduktivitas termal, TGa, dan densitas.
Penambahan nanoselulosa dari STKKS cenderung menaikkan
stabilitas termal, absorbsi suara, dan konduktivitas termalnya.
Komposit yang mempunyai stabilitas termal dan nilai absorbsi
suara tertinggi adalah komposit dengan 15% nanoselulosa yaitu
40.998% weitght loss dan α 0.343167 , sedangkan komposit
dengan 5% nanoselulosa mempunyai nilai konduktivitas termal
terendah yaitu 0.076478.
Kata kunci: Material Pengabsorbsi Suara, Insulasi Termal,
Nanocellulose, Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit,
Polyurethane
ix
EFFECT OF NANOCELLULOSE ADDITION OF OIL
PALM EMPTY FRUIT BUNCHES FIBRE ON
POLYURETHANE COMPOSITE FOR THERMAL
INSULATION AND SOUND ABSORBER IN CAR
INTERIOR.
Name : Samuel Budi Utomo
NRP : 2713 100 091
Departement : Teknik Material
Advisor : Ir. Moh Farid, DEA
Haniffudin Nurdiansah S.T., M.T.
ABSTRACT
A nanocellulose reinforced composite from an oil palm empty fruit
bunches fibre is an innovation as well as an environmentally sound
absorber and thermal insulation material that can be applied to car
door panels. Therefore the material must have a good sound
absorber value and low thermal conductivity. This study aims to
determine the effect of adding nanoselulose as a filler to thermal
stability, sound absorption coefficient, and thermal conductivity.
The mass fraction of nanocellulose used was 5.10, and 15 wt%.
Tests conducted in this study were TEM, SEM, sound absorption,
thermal conductivity, TGa, and density. The addition of
nanocellulose from STKKS tends to increase thermal stability,
sound absorption, and thermal conductivity. The composites
having the highest thermal stability and highest sound absorption
value are composites with 15% nanoselulose ie 40.998% weitght
loss and α 0.343167, while the composite with 5% nanocellulose
has the lowest thermal conductivity value of 0.076478.
Keywords: Sound absorber material, Thermal Insulation,
Nanocellulose, Oil Palm Empty Fruit Bunches Fibre,
Polyurethane
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kasih karunia yang telah diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir serta menyusun Laporan Tugas Akhir dengan judul :
“APLIKASI KOMPOSIT POLIURETAN BERPENGUAT
NANOSELULOSA DARI SERAT TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT UNTUK INSULASI TERMAL DAN
ABSORBSI SUARA PADA INTERIOR MOBIL”. Adapun
laporan ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan studi di Departemen Teknik Material FTI – Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya dari awal
perkuliahan hingga akhir sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir.
2. Orang tua, adik, dan keluarga atas segala doa, motivasi,
bantuan materiil, pengertian, dan kasih sayang yang telah
diberikan selama ini.
3. Bapak Ir. Moh. Farid, DEA selaku dosen pembimbing dalam
melaksanakan tugas akhir yang telah memberikan ilmu,
tenaga, materi dari awal sampai akhir.
4. Bapak Haniffudin Nurdiansah S.T., M.T. selaku dosen co-
pembimbing yang senantiasa memberikan masukan, koreksi,
membantu dalam diskusi, arahan.
5. Ibu Amaliya Rasyida yang memberikan masukan masukan
selama beberapa kali pengujian.
6. Bapak Dr. Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua
Departemen Teknik Material FTI-ITS.
7. Ibu Dian Mughni Felicia S.T., M.T., selaku dosen wali yang
sangat memperhatikan anaknya.
8. Dosen Tim Penguji Seminar dan Sidang Tugas Akhir.
9. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Material dan
Metalurgi FTI-ITS.
xii
10. Dan seluruh pihak yang telah memberikan partisipasi atas
penulisan tugas akhir ini.
11. Keluarga HMMT dan MT15 yang selalu membantu selama
masa perkuliahan.
12. Keluarga PKKTM 2013 yang selalu ada di sekitar saya.
13. Wiesje Astrid yang senantiasa menyemangati dan
memberikan motivasi baik dalam suka dan duka.
14. Axel, Henry, Standley, Laurent, Eldwin, Amel selaku sahabat
yang selalu menghibur dan memberikan pencerahan baru.
15. Axel, Henry, Rachmadhani, Sita, Aji, Zulfa, Ateng selaku
teman seperjuangan yang selalu memberi masukan satu
dengan yang lainnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
16. Peter, Hana, Adit, Oka, Epi, Yunis, Dida, Afza, Jimmy selaku
teman teman yang berjuang bersama untuk menyelesaikan
tugas akhir di laboratirium inovatif maupun laboratorium
fisika.
17. Kevin, Naim, Teje, Risa, Rifqi, Giri, Rommy selaku teman
teman yang menyuport, membuat tambah salty, dan
merefresh pikiran dikala sedang penat.
Penulis berharap agar laporan tentang inovasi nanoselulosa
dengan kompositnya agar dapat lebih berkembang lagi di
Indonesia. Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam
penulisan laporan ini. Besar harapan penyusun akan saran dan
kritik yang bersifat membangun untuk lebih baik lagi. Penulis
berharap agar tugas akhir ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membaca.
Surabaya, Juli 2017
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................. v
ABSTRAK ............................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................... xi
DAFTAR ISI ......................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................ xv
DAFTAR TABEL ................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................... 6
2.1 Material Komposit ....................................................... 6
2.2 Nanokomposit ............................................................. 8
2.3 Poliuretan ..................................................................... 9
2.4 Sifat Gelombang Suara ................................................ 13
2.5 Material Akustik .......................................................... 15
2.6 Absorbsivitas dan Refleksitas Bunyi ........................... 19
2.7 Insulasi Termal ............................................................ 20
2.8 Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit ............................ 23
2.9 Komposisi Kimia Serat Kelapa Sawit ......................... 25
2.10 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kelapa Sawit .............. 26
2.11 Selulosa ..................................................................... 28
2.12 Nanokristalin Selulosa ............................................... 29
2.13 Alkalisasi ................................................................... 30
2.14 Penelitian Terdahulu .................................................. 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................... 34
3.1 Diagram Alir Percobaan .............................................. 34
3.1.1 Diagram Alir Pembuatan Keseluruhan ................... 34
3.1.2 Diagram Alir Pembuatan Filler Nanoselulosa ........ 35
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ................................... 36
xiv
3.2.1 Bahan Penelitian ..................................................... 36
3.2.2 Peralatan Penelitian ................................................. 39
3.3 Variabel Penelitian ...................................................... 46
3.4 Metode Penelitian ........................................................ 47
3.4.1 Persiapan Bahan ...................................................... 47
3.4.1.1 Pengolahan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit47
3.4.1.2 Pengolahan Matriks ............................................ 48
3.4.1.3 Pembuatan Cetakan ............................................ 48
3.4.1.4 Pembuatan Komposit ......................................... 48
3.4.2 Proses Pengujian ..................................................... 49
3.4.2.1 Pengujian Koefisien Absorbsi Suara .................. 49
3.4.2.2 Pengujian SEM ................................................... 49
3.4.2.3 Pengujian TEM .................................................. 51
3.4.2.4 Pengujian Densitas ............................................. 52
3.4.2.5 Pengujian Konduktivitas Termal ........................ 53
3.4.2.6 Pengujian TGA ................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. 55
4.1 Analisa Morfologi ....................................................... 55
4.1.1 Hasil Pengujian TEM .............................................. 55
4.1.2 Hasil Pengujian SEM .............................................. 56
4.1.2.1 Hasil Pengujian SEM Serat ................................ 56
4.1.2.2 Hasil Pengujian SEM Komposit ........................ 59
4.2 Konduktivitas Termal .................................................. 62
4.3 Absorbsi Suara ............................................................ 64
4.4 Pengujian Tga .............................................................. 67
4.5 Pengujian Densitas ...................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................... 71
5.1 Kesimpulan .................................................................. 71
5.2 Saran ............................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... xviii
LAMPIRAN .......................................................................... xxi
BIODATA PENULIS ........................................................... xxxiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 penjelasan fiber dan resin (Sanjay K. Mazumdar,
2001)....................................................................................... 6
Gambar 2.2 ikatan uretan dan hasil pembentukan poliuretan.(Raja
Naposo Harahap, 2010) .......................................................... 10
Gambar 2.3 Model gelombang suara (David M. Howard,2009)
................................................................................................ 13
Gambar 2.4 Proses perambatan gelombang suara (David M.
Howard,2009) ......................................................................... 14
Gambar 2.5 Tipe penyerapan suara (Howard dan Angus, 2009)
................................................................................................ 17
Gambar 2.6 Zona Frekuensi Tipe Wideband (Howard dan Angus,
2009)....................................................................................... 18
Gambar 2.7 Serat TKKS dengan perlakuan Perebusan (A) dan
Pengukusan (B) (Lya Agustina, 2016) ................................... 24
Gambar 2. 8 Struktur Kimia Selulosa (Chen, 2014) .............. 29
Gambar 2.9 Struktur SEM poliuretan Murni (Jonathan dan Farid,
2016)....................................................................................... 31
Gambar 3.1 Diagram Alir Keselruhan.................................... 34
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan nanoselulosa ................ 35
Gambar 3.3 Serat TKKS ........................................................ 36
Gambar 3.4 H2SO4 ................................................................ 36
Gambar 3.5 NaOH .................................................................. 37
Gambar 3.6 H2O2 .................................................................. 37
Gambar 3.7 PU A dan PU B ................................................... 38
Gambar 3.8 Air Destilasi ........................................................ 38
Gambar 3.9 Cetakan Spesimen .............................................. 39
Gambar 3.10 Timbangan Digital ............................................ 39
Gambar 3.11 Penggaris .......................................................... 40
Gambar 3.12 Alumunium Foil ............................................... 40
Gambar 3.13 Oven ................................................................. 41
Gambar 3.14 Gelas Plastik ..................................................... 41
Gambar 3.15 Hot Plate dan Magnetic Stirrer ......................... 42
Gambar 3.16 Mesin Centrifuge .............................................. 42
xvi
Gambar 3.17 Mesin Sieving ................................................... 43
Gambar 3.18 Alat Uji Absorbsi Suara .................................... 43
Gambar 3.19 Alat SEM .......................................................... 44
Gambar 3.20 Alat TEM .......................................................... 44
Gambar 3.21 Alat uji konduktivitas termal ............................ 45
Gambar 3.22 Alat uji densitas ................................................ 45
Gambar 3.23 Alat coating ...................................................... 46
Gambar 3.24 Dimensi Spesimen yang Akan Dibuat .............. 49
Gambar 3.25 Dimensi Spesimen SEM ................................... 49
Gambar 3.26 Prinsip Kerja SEM (Jimping Zhou, 2000) ........ 50
Gambar 3.27 Prinsip Kerja TEM ........................................... 52
Gambar 3.28 Prinsip TGA...................................................... 54
Gambar 4.1 hasil TEM Nanoselulosa ..................................... 55
Gambar 4.2 Hasil SEM TKKS perlakuan pencucian (Muthia,
2017)....................................................................................... 56
Gambar 4.3 Hasil SEM TKKS perlakuan alkalisasi
(Rachmadhani,2017) .............................................................. 57
Gambar 4.4 Hasil SEM TKKS perlakuan bleaching .............. 57
Gambar 4.5 Hasil SEM TKKS perlakuan hidrolisis (Henry, 2017)
................................................................................................ 58
Gambar 4.6 Analisa SEM komposit dengan fraksi massa (a) 5%,
(b) 10%, (c) 15% .................................................................... 61
Gambar 4.7 Hasil pengujian insulasi termal........................... 62
Gambar 4.8 Grafik koefisien absorbsi suara .......................... 65
Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengujian Tga ................................ 68
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Sifat-Sifat Polyurethane (Kricheldorf, 2005) ........ 12
Tabel 2. 2 Noise Reduction Coefficient (NRC) dari Beberapa
Produk Foam (Lee, 2009) ....................................................... 12
Tabel 2.3 Koefisien Penyerapan Bunyi dari Material Akustik
(Doelle, Leslie L, 1993) ......................................................... 16
Tabel 2.4 Data nilai konduktivitas (Bob Foster, 2004) .......... 22
Tabel 2.5 Data Hasil Pengamatan. (Lya Agustina, 2016) ...... 24
Tabel 2.6 Komposisi Serat Kelapa Sawit (H.P.S. Abdul Khalil
dkk,2012) ................................................................................ 26
Tabel 2.7 Sifat Fisik Serat Kelapa Sawit (H.P.S. Abdul Khalil
dkk,2012) ................................................................................ 27
Tabel 2.8 Sifat Mekanik Serat Kelapa Sawit (H.P.S. Abdul Khalil
dkk,2012) ................................................................................ 28
Tabel 4.1 Data diameter serat TKKS ..................................... 58
Tabel 4.2 Data nilai konduktivitas termal .............................. 63
Tabel 4.3 Data α dari Komposit Poliuretan ............................ 66
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Densitas ............................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bising Dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai
suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara
kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara
kualitatif ( penyempitan spektrum pendengaran ), berkaitan
dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tak dikehendaki,
misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik
dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi
gaya hidup. (JIS Z 8106 -IEC60050-801, kosa kata elektro-
teknik Internasional Bab 801: Akustikal dan elektroakustik).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau
suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu
kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.
Kita ketahui bahwa kebisingan juga merupakan polusi
yang berpengaruh kurang baik terhadap lingkungan, maka
diperlukan cara-cara bagaimana menganggulanginya dan
mengendalikan kebisingan tersebut agar tidak mengganggu
lagi. Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk
memperkecil pengaruhnya pada kesehatan kita. Usaha
pengendalian kebisingan harus dimulai dengan melihat
komponen kebisingan, yaitu Sumber radiasi, Jalur tempuh
radiasi, serta Penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat
dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.
Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu
pengendalian bising aktif (active noise control) dan
pengendalian bising pasif (passive noise control). Pada Active
Noise Control dapat dilakukan dengan Kontrol pada Sumber.
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan
modifikasi sumber, yaitu penggantian komponen atau
mendisain ulang alat atau mesin supaya kebisingan yang
2 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB I PENDAHULUAN
ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik
supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses.
Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara,
memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi
peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin.
Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya
juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003).
Pada saat ini metal dan logam logam lainnya sudah
tidak banyak perkembangannya. Pada dasarnya semakin
modern perkembangan zaman, dibutuhkan teknologi yang
semakin tinggi maka diperlukan juga perkembangan dari segi
material yang memenuhi perkembangan jaman tersebut.
Teknologi hijau atau teknologi ramah lingkungan semakin
serius dikembangkan oleh negara-negara di dunia saat ini,
menjadikan suatu tantangan yang terus diteliti oleh para pakar
untuk dapat mendukung kemajuan teknologi ini. Salah satunya
adalah teknologi komposit dengan material serat alam (Natural
Fiber). Tuntutan teknologi ini disesuaikan juga dengan keadaan
alam yang mendukung untuk pemanfaatannya secara
langsung.Dari hal tersebut material komposit dapat memenuhi
permintaan perkembangan teknologi tersebut. Inti dari
komposit adalah matriks dan fibernya. Kali ini hal penting yang
dibahas adalah fiber yang diambil dari bahan alami atau biasa
disebut natural fiber. Natural fiber yang akan diteliti adalah
serat dari Tandon Kosong Kelapa Sawit. Sekarang Malaysia
merupakan penghasil kelapa sawit terbanyak, banyak lahan luas
di Malaysia yang dipakai untuk menanam kelapa sawit. Kelapa
sawit tahan hidup sekitar 25-30 tahun dan sangat cocok untuk
menghasilkan keuntungan. Kelapa sawit dipilih karena
kebanyakan masyarakat hanya memakai kelapa sawit untuk
diperoleh minyaknya saja, namun tidak digunakan bagian
kelapa sawit yang lainnya dan dianggap sebagai limbah. Maka
3 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB I PENDAHULUAN
dari itu diambil bahan penelitian dari limbah yang tidak dipakai.
Lalu untuk matriks yang dipakai adalah polymer karena
polymer mempunyai karakteristik yang dapat mendukung
pengikatan pada fiber dari tandon kosong kelapa sawit.
Berdasarkan penelitian penelitian sebelumnya, serat
dari tandan kosong kelapa sawit memiliki sifat absorbsi suara
yang baik dan penelitian tentang ini belum terlalu sering
dilakukan apabila dibandingkan dengan penelitian dengan serat
alami yang lainnya. Pada penelitian ini dilakukan sintesa
komposit Poliuretan dengan penguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit. Pada penelitian ini, komposit akan
digunakan sebagai pengabsorbsi suara pada interior mobil.
Sistem audio pada mobil dibutuhkan teknologi dengan kualitas
yang baik, namun harga yang rendah. Serat nanoselulosa yang
didapat dari tandan kosong kelapa sawit ini cocok untuk dipakai
sebagai absorbs suara karena harga yang relatif murah namun
memberikan kualitas yang baik. Selain digunakan sebagai
pengabsorbsi suara, komposit ini juga akan digunakan sebagai
insulasi termal. Umumnya penghasil suara dan panas yang
sangat sering mengganggu pengemudi berasal dari mesin. Maka
dari itu, material komposit ini diinovasikan agar dapat
mengurangi panas dan suara yang dapat mengganggu
kenyamanan pengemudi di dalam mobil.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas,
rumusan masalah pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap stabilitas termal pada komposit
Polyuretan berpenguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit?
2. Bagaimana pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap morfologi dan koefisien absorbs suara
4 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB I PENDAHULUAN
pada komposit Polyuretan berpenguat nanoselulosa
dari serat tandan kosong kelapa sawit?
3. Bagaimana pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap konduktivitas termal pada komposit
Polyuretan berpenguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah digunakan untuk mengasumsikan
konstanta-konstanta yang pengaruhnya sangat kecil pada
penelitian sehingga dapat diabaikan. Batasan masalah yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengotor pada saat proses sintesis nanoselulosa dan
pengujian diabaikan.
2. Kadar uap air dan gas pada atmosfer dianggap tidak
berpengaruh.
3. Distribusi serat pada komposit dianggap merata.
4. Nilai densitas air dianggap 1 gr/cm3.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap stabilitas termal pada komposit
Polyuretan berpenguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit.
2. Menganalisa pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap morfologi dan koefisien absorbsi suara
pada komposit Polyuretan berpenguat nanoselulosa
dari serat tandan kosong kelapa sawit.
3. Menganalisa pengaruh fraksi massa nanoselulosa
terhadap konduktivitas termal pada komposit
polyuretan berpenguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit.
5 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB I PENDAHULUAN
1.5 Manfaat Penelitian
Dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan inovasi untuk interior otomotif dalam
hal insulasi suara dan insulasi termal.
2. Memberikan alternative bahan yang lebih
ekonomis.
3. Memanfaatkan limbah sebagai bahan inovasi
material yang baru.
4. Memberikan refrensi untuk penelitian lebih lanjut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Komposit
Komposit didefinisikan sebagai suatu material yang
terdiri dari dua komponen atau lebih yang memiliki sifat atau
struktur yang berbeda yang dicampur secara fisik menjadi satu
membentuk ikatan mekanik yang dengan struktur homogen
secara makroskopik dan heterogen secara mikroskopik
(sulistijono,2012).
Material komposit dibuat dengan mengkombinasikan
dua atau lebih material menjadi suatu kombinasi sifat mekanik
yang unik. Kedua materialnya tetap menjadi wujudnya masing
masing namun dapat saling melengkapi dan membentuk sifat
mekanik yang lebih baik dari material material penyusunnya.
Konsep umum dari komposit itu sendiri adalah mengandung
material matriks. Komposit material itu terbentuk dari matriks
dalam bentuk resin yang diperkuat oleh fiber, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 penjelasan fiber dan resin (Sanjay K. Mazumdar,
2001)
Bahan penguatnya dapat berbentul fiber, partikulat,
ataupun whiskers, dan matriksnya dapat berupa metal,
polymer, dan keramik. Fibernya sendiri dapat berukuran
7 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
panjang ataupun pendek. Komposit dengan matriks polimer
sangat umum dan sering digunakan dalam berbagai industry.
Untuk mengetahui sifat komposit dengan baik,
haruslah terlebih dahulu mengetahui peran peran dari fibers dan
matriks pada komposit tersebut. Peran dari fiber dan matriks
ditulis dibawah ini.
Fungsi utama ddari fiber dalam komposit adalah :
1. Menerima beban, pada komposit structural, 70%-90%
beban diterima oleh fiber
2. Memberikan kekakuan, kekuatan, stabilitas termal,
dan sifat structural lainnya dari komposit
3. Memberikan konduktivitas atau sebagai isolator listrik,
tergantung jenis fiber apa yang di gunakan.
Material matriks harus memenuhi beberapa fungsi
dari struktur komposit, yang dimana sangat vital untuk
performa atau kerja dari komposit tersebut. Kegunaan material
matriks pada komposit adalah sebagai berikut :
1. Matriks mengikat fiber dan meneruskan beban ke fiber.
2. Matriks memberikan bentuk kepada komposit.
3. Matriks mengisolasi fiber, sehingga fiber tersebut
dapat terpisah, hal ini memperlambat munculnya
crack.
4. Matriks memberikan hasil yang baik pada permukaan
dari komposit.
5. Matriks melindungi fiber dari cairan kimia dan
kerusakan akibat pemakaian.
6. Matriks yang elastis dapat meningkatkan ketangguhan
dari struktur komposit, tergantung dari jenis matriks
yang dipakai dalam pembuatan komposit. Untuk sifat
8 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ketangguhan yang lebih tinggi, thermoplastic
kompositlah yang dipilih.
(Sanjay K. Mazumdar, 2001)
2.2 Nanokomposit
Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur padat
dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak
antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda. Material-
material dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan inorganik
yang tersusun atas komponen organik. Selain itu, material
nanokomposit dapat pula terdiri atas dua atau lebih molekul
inorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan
pembatas antar keduanya minimal satu molekul atau memiliki
ciri berukuran nano.
Ikatan antar partikel yang terjadi pada material
nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan
dan pembatasan sifat material. Partikelpartikel yang
berukukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi
yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi,
semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar
partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material
bertambah. Namun, penambahan partikel-partikel nano tidak
selamanya akan meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas
tertentu dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material
justru semakin berkurang. Namun pada umumnya, material
nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik,
optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan
material penyusunnya.(Ida Sriyanti, 2009)
9 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Poliuretan
Poliuretan merupakan polymeric material yang
mengandung uretan grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol
dengan isocyanate. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah
lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat
berpengaruh adalah spandex. Poliuretandihasilkan dari reaksi
diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol
digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang
didapat nantinya disebut poliurea yang memiliki suatu ikatan
urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut poliuretan
juga (karena poliurea tidak begitu terkenal). Poliuretan dapat
berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat
membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, polyurethane sering
digunakan untuk co-polimer blok buatan dengan sifat elastis
yang lembut khas polimer. Co-Polimer blok ini memiliki sifat
termo-plastik elastomers (Anonim, 2007).
Komponen utama yang penting dari suatu poliuretran
adalah isocyanate yang molekulnya berisi dua isocyanate
(diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagai monomers
atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti
diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanat
(TDI); atau alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI)
atau isophorone diisocyanate (IPDI).
Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari
suatu polyurethane polymer adalah polyol (Molekul yang berisi
dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3 kelompok
hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan
dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene
glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG),
10 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP). Sampai saat ini
polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti
bahanbahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan
reaksi pembetukan poliuretan ditunjukkan pada gambar 2.2
Gambar 2.2 ikatan uretan dan hasil pembentukan
poliuretan.(Raja Naposo Harahap, 2010)
Poliuretan dibuat dengan mereaksikan molekul yang
memiliki gugus isosianat dengan molekul yang memiliki gugus
hidroksil. Dengan demikian, jenis dan ukuran setiap molekul
pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap sifat
Poliuretan yang terbentuk. Hal inilah yang membuat Poliuretan
menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat
mekanik maupun aplikasinya.
Saat ini, aplikasi Poliuretan paling banyak (sekitar
70%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan
elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis. Pembuatan
busa dari Poliuretan dimungkinkan dengan menggunakan agen
pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas
pada saat terjadi reaksi sehingga Poliuretan dapat membentuk
busa. Jika Poliuretan yang digunakan bersifat lunak, maka yang
dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi
dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti
pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap
suara. Busa Poliuretan bersifat ulet dan tidak mudah putus.
Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, Poliuretan juga dapat
11 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa
halogen.
Keunggulan poliuretan dibanding dengan bahan-bahan
lainnya (rubber, metal, wood, dan plastic):
1. Tingkat kekerasan suatu spare part sangat
penting dalam penggunaan suatu mesin. Dngan
menggunakan bahan poliuretan, kekerasan suatu
spare part dapat diatur sedemikian rupa dari
hardness 10 shore A sampai dengan 95 shore A.
2. Mempunyai tingkat abrasi yang tinggi yang
mengakibatkan spare part yang terbuat dari
bahan poliuretan tidak mudah aus.
3. Spare part yang terbuat dari bahan poliuretan
dapat flexible terhadap temperature rendah, bahan
dapat dioperasikan sampai dengan dibawah 0oC.
4. Spare part yang terbuat dari bahan poliuretan
tidak mudah sobek, kekuatannya lebih baik dari
bahan rubber.
Pemakaian poliuretan di Indonesia sebagai bahan
pendukung industry masih sangat tergantung pada impor,
walaupun beberapa industry sudah mulai mencoba
memproduksi poliuretan di dalam negeri. Banyaknya pabrik
kertas, furniture, industri otomotif dan industry alas kaki di
Indonesia membuat prospek usaha di bidang poliuretan di masa
depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau tekun mendalami
teknik pembuatan dan pencetakannya.(Raja Naposo Harahap,
2010)
Tabel 2.1 dan 2.2 berikut akan menjelaskan sifat fisik
dan mekanik yang dimiliki PU.
12 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. 1 Sifat-Sifat Polyurethane (Kricheldorf, 2005)
Sifat fisik
Massa jenis 1.12-1.24 gr/cm3
Serapan air 0.15-0.19 %
Penyusutan 0.4-1 %
Sifat mekanik
Kekuatan Tarik 4500-9000 Psi
Perpanjangan hingga patah 60-550 %
Kekuatan terhadap impak Izod 1.5-1.8 ft-lb/in (tidak patah)
Sifat thermal
Konduktivitas Termal Max 0.027 W/mK
Temperatur proses 370-500 °F
Tabel 2. 2 Noise Reduction Coefficient (NRC) dari Beberapa
Produk Foam (Lee, 2009)
Material Density (lb/ft3) NRC
Polystyrene foam 2.5 0.18
Rigid polyurethane foam 2.0 0.32
Flexible polyurethane foam 1.9 0.6-0.7
Phenolic foam 2.0-4.0 0.5-0.75
13 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Fiberglass board at 2” thick 1.0 1.0
2.4 Sifat Gelombang Suara
Model mekanik sederhana dari suara yang merambat
melalui suatu media dapat dilihat di gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Model gelombang suara (David M.
Howard,2009)
Hal ini menunjukan perambatan suara dalam suatu
medium pada satu dimensi, seperti perambatan suara pada
udara, dimana dapat disebut golf ball and spring model karena
dalam gambar tersebut terdapat beberapa bentuk seperti bola
golf yang dihubungkan dengan pegas. Bola golf itu sendiri
merepresentasikan titik dimana terdapat kumpulan massa dari
molekul material, sedangkan pegasnya merepresentasikan gaya
intermolekul diantaranya. Ketika bola golf yang diujung
terkena gaya, maka pegas yang terhubungkan akan meneruskan
gaya tersebut dan mendorong ke bola golf lainnya, lalu
berulang terus demikian.
14 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.4 Proses perambatan gelombang suara (David M.
Howard,2009)
Gambar 2.4 diatas menjelaskan proses perambatan
getarn oleh gelombang suara dengan analogi bola golf dan
pegas.
Kecepatan gelombang suara dipengaruhi oleh 2 hal,
yaitu:
1. Massa dari golf ball dimana akan
mempengaruhi penyebaran dari suara itu
sendiri karena massa yang lebih berat akan
lebih sulit untuk bergerak dan diam. Hal ini
merepresentasikan density atau masa jenis dari
15 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
benda padat. Lebih besar masa jenisnya, maka
suara akan lebih sulit bergerak.
2. Kekuatan dari springs atau pegas dimana akan
kekuatan pegasnya akan mempengaruhi
seberapa kuat pegas itu dapat mendorong bola
golf tersebut. Semakin kuat pegasnya, maka
akan dapat mendorong bola golf lebih jauh,
dan akan mempercepat perambatan suara. Hal
ini merepresentasikan modulus elastisitas dari
suatu benda padat pada kejadian sebenarnya.
Dapat disimpulkan bahwa hal yang mempengaruhi
kecepatan suara pada kejadian sebenarnya adalah masa jenis
dari benda padat dan modulus elastisitasnya. (David M.
Howard,2009)
2.5 Material Akustik
Material akustik adalah material teknik yang fungsi
utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Tiap-tiap
material akustik memiliki nilai kemampuan penyerapan bunyi
yang berbeda-beda, seperti pada tabel 2.3 dibawah ini.
16 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.3 Koefisien Penyerapan Bunyi dari Material
Akustik (Doelle, Leslie L, 1993)
Bunyi, secara psikologis, didefinisikan sebagai hasil
dari variasi-variasi tekanan disuatu medium baik udara maupun
air yang berlaku pada permukaan telinga yang mengubah
variasi tekanan menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak
sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefinisikan sebagai
gangguan fisik dalam media yang memiliki tekanan dan
sebagai medium pemindah gelombang bunyi. Medium ini
dapat berupa udara, gas dan benda padat.
Kebisingan yang cukup tinggi, di atas 70 dB dapat
menyebabkan kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan
mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah.
Kebisingan di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran
serius pada kondisi kesehatan seseorang. Bila hal ini
berkepanjangan dapat merusak pendengaran yang bersifat
sementara maupun permanen. Tingkat kebisingan yang cukup
tinggi untuk menyebabkan ketulian sementara atau permanen
terjadi di industri. Berbagai kriteria telah ditetapkan dan
17 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
menyatakan tingkat kebisingan maksimum yang tidak boleh
dilampaui. Bila tingkat kebisingan melampaui tingkat
kebisingan yang membahayakan maka harus diambil suatu
tindakan pencegahan untuk mereduksinya. (Hemond Jr,
Conrad J, 1983)
Bahan penyerap suara tipe resonansi seperti panel kayu
tipis, menyerap energi suara dengan cara mengubah energi
suara yang datang menjadi getaran yang kemudian diubah
menjadi energi gesek oleh material berpori yang ada di
dalamnya (missal oleh udara atau material berpori). Ini berarti
material tipe ini lebih sensitif terhadap komponen tekanan dari
gelombang suara yang datang, sehingga lebih efektif apabila
ditempelkan di dinding. Bahan penyerap tipe ini lebih dominan
menyerap energi suara ber frekuensi rendah. Frekuensi
resonansi bahan ini ditentukan oleh kerapatan massa dari panel
dan kedalaman (tebal) rongga udara dibaliknya. Berikut adalah
tipe tipe material penyerap suara yang ditunjukkan pada
gambar 2.5 dibawah.
Gambar 2.5 Tipe Penyerapan Suara (Howard dan Angus, 2009)
18 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tipe lain dari bahan penyerap suara ini adalah Resonator
Helmholtz. Efektifitas bahan penyerap suara tipe ini ditentukan
oleh adanya udara yang terperangkap di pipa atau leher diatas
bidang berisi udara. Permukaan berlubang menjadi ciri utama
resonator yang bekerja pada frekuensi tertentu, tergantung pada
ukuran lubang, leher dan volume ruang udaranya.
Apabila diinginkan sebuah material yang memiliki
frekuensi kerja yang lebar (rendah, menengah, dan tinggi),
maka harus digunakan gabungan ketiga bahan penyerap suara
tersebut. Kombinasi antara proses gesekan dari komponen
kecepatan gelombang suara dan resonansi dari komponen
tekanan gelombang suara akan membuat kinerja penyerapan
energi suara oleh material besar untuk seluruh daerah
frekuensi. Kurva tipe Wideband ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Zona Frekuensi Tipe Wideband (Howard dan
Angus, 2009)
19 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6 Absorbsivitas dan Refleksitas Bunyi
Konsep dari penyerapan Bunyi (Acoustic Absorption)
merujuk kepada kehilangan energi yang terjadi ketika sebuah
gelombang bunyi menabrak dan dipantulkan dari suatu
permukaan benda. Proses pemindahan daya bunyi dari suatu
ruang tertentu, dalam mengurangi tingkat tekanan bunyi dalam
volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi. Proses ini
berkaitan dengan penurunan jumlah energi bunyi dari udara
yang menjalar hingga ia mengenai suatu media berpori atau
fleksibel. Bagian energi terserap ketika gelombang bunyi
dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi
dari material. Harga koefisien ini bergantung dari sifat material,
frekuensi bunyi, dan sudut gelombang bunyi ketika material
tersebut.
Persamaan matematisnya dapat ditulis demikian :
𝛼 =𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙… … … … … …(2.1)
𝛼 = 1 − |𝑅|2 = 1 − |𝑍2−𝜌1c1
𝜌1𝑐1−𝑍2|2.....................(2.2)
Yang mana Z2 = 𝜌2𝑐2 = 𝐴𝑝𝑝𝑙𝑖𝑒𝑑 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒
𝑃𝑎𝑟𝑡𝑖𝑐𝑙𝑒 𝑉𝑒𝑙𝑜𝑐𝑖𝑡𝑦..............(2.3)
= impedansi bahan (kg/m2.s = rayls)
𝜌1 = Kerapatan udara (kg/m3)
𝜌2 = Kerapatan bahan (kg/m3)
𝑐1 = Cepat rambat bunyi di udara (m/s)
𝑐2 = Cepat rambat bunyi pada bahan (m/s)
Dengan R adalah koefisien refleksi suara, yang
didefinisikan sebagai perbandingan tekanan gelombang suara
yang dipantulkan terhadap tekanan gelombang suara yang
20 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
datang. Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak
ada suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Sehingga untuk
menghitung normal impedansinya (Z) dapat dihitung dengan
persamaan 2.4 berikut
𝑍 = 𝜌𝑐 1+𝑅
1−𝑅.................................(2.4)
Dimana : 𝜌 = kerapatan udara (kg/m3)
𝑐 = cepat rambat bunyi dalam udara (m/s)
R = koefisien pantul
Z = normal impedansi bahan (kg/m2.s = rayls)
.(Raja Naposo Harahap, 2010)
2.7 Insulasi Termal
Permintaan utama untuk insulasi termal pada interior
mobil adalah untuk mengisolasi penumpang dari panas yang
berasal dari internal atau eksternal mobil yang mengganggu
kenyamanan penumpang. Permintaan lainnya untuk material
insulasi termal adalah melindungi komponen otomotif yang
sensitif terhadap panas.
Proses heat transfer memiliki logika yang sederhana,
yaitu panas akan bergerak dari temperatur tinggi ke
temperatur rendah, dengan kata lain udara dingin tidak keluar
atau panas tidak masuk. Untuk mengatasi permasalahan
insulasi termal di industry, dibutuhkan design engineer untuk
mengidentifikasi dan menghitung berapa banyak sumber
panas yang perlu diteliti. Di luar kendaraan, ada dua sumber
utama yaitu suhu lingkungan dan panas dari matahari, dimana
sangat sulit dikontrol oleh design engineer. Untuk di dalam
mobil sendiri, bagian mesin dan knalpotlah yang menjadi
21 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sumber utama panas, namun ada juga beberapa komponen
yang dapat membantu penghantaran panas tersebut.
Hukum kedua adalah besarnya heat flow tergantung
dari perbedaan temperature dari satu benda ke benda yang
lainnya, semakin besar perbedaan temperaturnya, maka
semakin besar heat flownya. Insulasi termal ditambahkan di
system untuk mengurangi perbedaan temperature yang jauh
tersebut dan mendistribusikan kembali panas yang mengalir
menjauhi permukaan atau volume benda yang dikontrol.
Ada 3 cara panas berpindah dan semua dapat
berpengaruh saat mengontrol heat flow, ketiga cara itu adalah
1. Konduksi, panas mengalir langsung dari
getaran suatu molekul dan terjadi di semua
fase padat dan cair
2. Konveksi, terjadi hanya di fase cair dan gas
melalui perpindahan panas dari pergerakan
fisik di medium
3. Radiasi, Terjadi di semua fase, namun tidak
untuk fase padat yang tidak tembus cahaya
dan secara umum panas berpindah melalui
fase gas.
(American Acoustic Products,2016)
Dalam berbagai buku sudah dituliskan besarnya nilai
konduktivitas termal dari berbagai bahan, tetapi sebagian
besar mahasiswa tidak mengetahui dari mana nilai
konduktivitas bahan itu bisa diperoleh. Alangkah baiknya jika
dalam pembelajaran mahasiswa langsung dibawa kedalam
kenyataannya atau bereksperimen agar lebih memudahkan
22 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dalam memahami materi yang diajarkan. (Irmin, 2015).
Konduktivitas panas suatu bahan adalah ukuran kemampuan
bahan untuk menghantarkan panas (termal) (Holman, 1995).
Berikut merupakan beberapa nilai
konduktivitas termal dari beberapa benda diambil dari buku
fisika Dr. Ir. Bob Foster (2004) ditunjukkan pada tabel 2.4
berikut.
Tabel 2.4 Data nilai konduktivitas (Bob Foster, 2004)
J/m.s.Co
Kkal/m.s.Co
Perak 420 1000 x 10-4
Tembaga 380 920 x 10-4
Aluminium 200 500 x 10-4
Baja 40 110 x 10-4
Es 2 5 x 10-4
Kaca (biasa) 0,84 2 x 10-4
Bata 0,84 2 x 10-4
Air 0,56 1,4 x 10-4
Tubuh manusia 0,2 0,5 x 10-4
Kayu 0,08 – 0,160,2 x 10-4 – 0,4
x 10-4
Gabus 0,042 0,1 x 10-4
Wol 0,040 0,1 x 10-4
Busa 0,024 0,06 x 10-4
Udara 0,023 0,055 x 10-4
Jenis Benda
Konduktivitas Termal (k)
23 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.8 Serat Tandon Kosong Kelapa Sawit
Di Indonesia, tandan kosong kelapa sawit
dimanfaatkan sebagai bahan pulp kertas, papan serat dan
pengisi volume bahan furniture. TKKS yang dimanfaatkan
memiliki berbagai karakteristik yang perlu dilakukan
penelitian oleh karena itu diperlukan adanya penelitian yang
mengkaji mengenai karakteristik serat TKKS.
Pengolahan serat TKKS dimulai dari proses
pengambilan sampel TKKS, sampel TKKS kemudian
ditimbang beratnya sebelum diberikan perlakuan perebusan
dan pengukusan, TKKS dicuci dengan air bersih agar kotoran-
kotoran yang tidak diinginkan berkurang.
Pada perlakuan perebusan setelah dicuci dengan air
bersih kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan diberi air
perebusan dengan perbandingan 1:7 sampai air terlihat
menggenangi permukaan TKKS. Sedangkan untuk perlakuan
pengukusan setelah dicuci TKKS kemudian dimasukkan
kedalam autoklaf tanpa penambahan air didalam tempat sampel
autoklaf. Selanjutnya dinyalakan autoklaf dengan mengatur
suhu dari suhu awal 0oC sampai suhu 105oC dengan lama
waktu perebusan selama 60 menit.
Setelah selesai proses perebusan dan pengukusan
kemudian dibuka aukoklaf dan dikeluarkan TKKS dari
autoklaf sampai TKKS tidak terlalu panas lalu dilakukan proses
penguraian TKKS. Penguraian ini dilakukan secara manual.
Setelah dilakukannya penguraian TKKS lalu dilanjutkan
proses pengeringan TKKS menggunakan oven dengan suhu
sekitar 90oC selama 60 menit. Setelah itu dipisahkan TKKS
hasil pengovenan. Serat TKKS yang sudah selesai diberikan
24 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
perlakuan perebusan dan pengukusan lalu dilakukan proses
pengeringan menggunakan oven dengan suhu sekitar 60oC
selama 60 menit, kemudian dilakukan pengujian &
pengamatan sampel serat TKKS terhadap perlakuan yang
meliputi rendemen, kuat tarik, berat jenis, panjang dan
diameter. Serat TKKS hasil perebusan dan pengukusan dapat
dilihat pada Gambar 2.7 dibawah ini
.
Gambar 2.7 Serat TKKS dengan perlakuan Perebusan
(A) dan Pengukusan (B) (Lya Agustina, 2016)
Data hasil pengamatan untuk tarik, berat jenis,
panjang, diameter dan warna keseluruhan parameter yaitu
rendemen, kuat serat TKKS disajikan pada tabel 2.5 dibawah
ini.
Tabel 2.5 Data Hasil Pengamatan. (Lya Agustina,
2016)
25 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kuat Tarik
Uji kuat tarik adalah salah satu uji mekanik yang
bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik.
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1) diperoleh rata-rata
kuat tarik serat TKKS dengan pengukusan sebesar 1073.73
kg/cm2, perebusan sebesar 1067.50 kg/cm2 dan control
sebesar 1008.55 kg/cm2. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan
perebusan dan pengukusan terhadap kuat tarik pada serat.
Serat tandan kosong kelapa sawit dimanfaatkan sebagai
papan partikel. Pada penelitian ini kuat tarik serat dapat
diaplikasikan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan
komposit papan partikel. (Lya Agustina, 2016)
2.9 Komposisi Kimia Serat Kelapa Sawit
Dapat diketahui bahwa komposisi kimia dari serat
kelapa sawit bermacam macam tergantung jenis dan asalnya
(Chew dan Bhatia 2008). Umumnya yang diteliti dalam
komposisi serat ini adalah ligninselulosa dimana didalamnya
terdapat selulosa, hemiselulosa, lignin, dan abu. Berikut akan
dilampirkan tabel komposisinya. Dari tanaman kelapa sawit,
ada beberapa bagian yang dapat diambil nanoselulosanya,
seperti dari batangnya (OPT), daunnya (OPF), dan dari
buahnya (EFB). Serat yang didapat dari buahnya (EFB) adalah
serat ligninselulosa dimana selulosa dan ligninselulosanya
dipenguat oleh lignin. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa
serat yang diambil dari buahnya memiliki kandungan selulosa
yang paling banyak dibanding bagian yang lainnya. Berikut
26 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
merupakan tabel 2.6 yang berisi komposisi dari serat kelapa
sawit pada tiap bagiannya.
Tabel 2.6 Komposisi Serat Kelapa Sawit (H.P.S.
Abdul Khalil dkk,2012)
Komposisi Bagian Kelapa sawit beserta komposisi
kimianya (wt%)
EFB OPF OPT
Selulosa 43-65 40-50 29-37
Hemiselulosa 17-33 34-38 12-17
Holoselulosa 68-86 80-83 42-45
Lignin 13-37 20-21 18-23
Xylose 60-66 26-29 15-18
Glukosa 60-66 62-67 30-32
Abu 1-6 2-3 2-3
2.10 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Serat Kelapa Sawit
Tabel berikut akan menampilkan data tentang sifat
fisik dari serat kelapa sawit. Kekuatan serat adalah hal yang
sangat penting untuk diperhatikan saat pemilihan aplikasi.
Sementara panjang serat sendiri juga berpengaruh dalam ikatan
dan distribusi tekanan dalam komposit (Khalil et al,2008). Dari
penelitian-penelitian juga diketahui bahwa serat kelapa sawit
dari batangnya lebih pendek dan lebih tebal dibandingkan
dengan serat dari daun ataupun buah kelapa sawit. Sudut
mikrofibril, dimensi sel, dan komposisi kimia dari serat
tersebut mempengaruhi sifat sifat serat yang lainnya. Berikut
merupakan tabel sifat fisik serat kelapa sawit yang dijelaskan
pada tabel 2.7.
27 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.7 Sifat Fisik Serat Kelapa Sawit (H.P.S. Abdul
Khalil dkk,2012)
Fiber Panjang
Fiber
(mm)
Diameter
Fiber
(mm)
Lebar
Lumen
(µm)
Densitas
(g/cm3)
Sudut
fibril
(o)
EFB 0.89-
1.42
8-300 8 0.7-1.55 46
OPF 0.59-
1.59
11-19.7 8.2-
11.6
0.6-1.2 40
OPT 0.6-1.22 29.6-35.3 17.6 0.5-1.1 42
Tabel berikut akan menampilkan data tentang sifat
mekanik dari kelapa sawit. Sifat mekanik seperti tensile
strength dan modulus dipengaruhi oleh komposisi dan struktur
dari serat itu sendiri. Serat yang lebih tebal cenderung
mempunyai nilai tensile strength yang rendah, namun memiliki
ketahanan sobek yang tinggi. Sifat mekanik dari serat juga
dipengaruhi oleh kadar selulosa dan kristalinnya (bledzki dan
gassan, 1999). Serat kelapa sawit tergolong keras dan tangguh,
sehingga mempunyai potensi untuk menjadi penguat bagi
matriks polimer. Tabel 2.8 berikut menjelaskan sifat sifat
mekanik yang dimiliki serat kelapa sawit.
28 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Sifat Mekanik Serat Kelapa Sawit (H.P.S.
Abdul Khalil dkk,2012)
Fiber Kekuatan
Tarik (MPa)
Modulus
Young
(GPa)
Perpanjangan
saat putus (%)
EFB 50-400 0.57-9 2.5-18
OPF 20-200 2-8 3-16
OPT 300-600 8-45 5-25
2.11 Selulosa
Selulosa merupakan suatu polisakarida yang
mempunyai formula umum seperti pati (C6H10O5)n. Sebagain
besar selulosa terdapat pada dinding sel dan bagian-bagian
berkayu dari tumbuhan-tumbuhan (Anggorodi, 1994). Selulosa
merupakan substansi yang tidak larut dalam air yang terdapat
di dalam dinding sel tanaman terutama dari bagian batang,
tangkai dan semua bagian yang mengandung kayu. Selulosa
merupakan homopolisakarida yang mempunyai molekul
berbentuk linear (Lehninger et.al, 2000). Struktur yang linier
menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut.
Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun
mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan
polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk
kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et.al, 2003).
Struktur kimia selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.8.
29 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.8 Struktur Kimia Selulosa (Chen, 2014)
2.12 Nanokristalin Selulosa
Nanokristalin selulosa dibentuk oleh partikel yang
berbentuk seperti batang dengan lebar sekitar 5-70nm dan
panjang 100nm- beberapa micrometer. Partikelnya 100%
selulosa dan berbentuk kristalin 54-88% (Moon, 2011). Rasio
ukuran dihitung dari perbandingan antara panjang dan
diameternya. Variasi dimensi, morfologi, derajat kristalisasi
dipengaruhi oleh sumber selulosa dan proses sintesisnya.
(Habibi, 2010) dan juga teknik eksperimennya. Proses
pembelahan rantai selulosa terjadi secara acak pada saat proses
hidrolisis, dimensi dari kristal nanoselulosa tidak sama. Dari
beberapa penelitian diketahui bahwa selulosa yang didapat dari
kulit dan bakteri umumnya mempunyai dimensi yang lebih
besar daripada selulosa yang didapat dari kayu dan kapas. Hal
ini disebabkan karena kulit dan bakteri lebih berkristal, maka
dari itu fraksi amorfus yang harus dibelah lebih rendah dan
menghasilkan nanokristalin selulosa yang lebih besar. Ukuran
dari nanokristalin selulosa yang didapat dari kayu adalah 3-5
nm lebarnya dan 100-200nm panjangnya, dan ukuran
nanokristalin selulosa yang mirip juga didapati dari serat
ligninselulosa. Karakteristik morfologi dari nanokrsitalin
30 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
selulosa biasanya dapat diteliti dari TEM ( Transmission
Electron Microscope) dan SEM (Scanning Electron
Microscope).(L. Brinchi, 2013)
2.13 Alkalisasi
Karena nanofibres selulosa berbasis tanaman
berpotensi untuk diekstraksi ke dalam serat yang lebih tipis dari
selulosa bakteri, banyak peneliti telah secara ekstensif
mempelajari ekstraksi nanofibres dari kayu dan serat tanaman
lainnya. Di dinding sel, nanofibres selulosa tertanam dalam zat
matriks seperti hemiselulosa dan lignin, dan sampai saat ini,
penghapusan zat matriks telah dilakukan sebelum proses
fibrilasi. Pulpa yang dikelantang sering digunakan untuk
melewatkan proses pelepasan matriks. Namun, karena struktur
serat tanaman berlapis-lapis yang rumit dan ikatan hidrogen
antarmolekul, fibril yang diperoleh dengan metode ini adalah
gabungan nanofibres dengan distribusi lebar yang lebar. Studi
dilakukan untuk menyiapkan mikrofibril selulosa dari bit gula,
tunicin, dll. Tapi mikrofibril selulosa yang diperoleh dari
sumber ini memiliki beberapa kelemahan. Mikrofibril selulosa
bakteri sangat mahal dan dapat menyebabkan masalah
kontaminasi pada aplikasi organik.
Proses Alkalisasi diketahui menghilangkan sejumlah
lignin, hemiselulosa, lapisan lilin, dan minyak pada permukaan
dari dinding sel pada serat, mendepolimerisasi struktur awal
selulosa, mengecilkan diameter serat, dan memperlihatkan
secara sekilas kristalinitas. Bleaching digunakan untuk
menghilangkan bahan penyemen sisa dari serat. Hemiselulosa
adalah polisakarida yang larut dalam air. Lignin adalah
31 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
senyawa organik kompleks dengan karakter alkali larut. Oleh
karena itu persentase lignin menurun dari serat mentah menjadi
serat yang di-bleaching. Untuk mendapatkan nanoselulosa
mereka menggunakan asam kuat dengan konsentrasi tinggi 70-
80% untuk pembuatan nanofibres dari serat alami. Mereka
cenderung beracun dan degradasi selulosa ditemukan di
dalamnya. Kami menggunakan asam ringan dengan
konsentrasi rendah (5% asam oksalat) yang mengatasi
toksisitas, tanpa degradasi selulosa. Di sini kami melaporkan
ekstraksi nanofibres selulosa yang efisien dari serat alami
seperti serat daun pisang, goni dan nanas seperti yang ada di
dinding sel, dengan perawatan kimia ringan diikuti dengan
perawatan mekanis yang sangat sederhana. (Abraham dkk,
2011)
2.14 Penelitian Terdahulu
Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh jonathan
dan Farid (2016), didapatkan hasil SEM poliureatan murni
yang terlihat rapi dan jelas porinya ditunjukkan pada gambar
2.9 dibawah ini
Gambar 2.9 Struktur SEM poliuretan Murni (Jonathan dan
Farid, 2016)
32 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Juga didapatkan bahwa dengan penambahan serat
nanoselulosa, koefisien absorbsi suara dari komposit
bertambah dan mencapai nilai tertinggi pada frekuensi yang
paling tinggi (4000 Hz) yaitu 0.405. Menurut Farid dan Erdin
(2016), komposit serat bambu dengan polyurethane
mempunyai kemampuan penyerapan suara yang berbeda-beda
pada frekuensi tertentu. Pada frekuensi 500 Hz, nilai α
(koefisien absorpsi) sebesar 0,404. Seiring bertambahnya
frekuensi, besar α pun meningkat. Pada frekuensi 2000 Hz,
nilai rata-rata α sebesar 0,428 dan frekuensi 4000 Hz, nilai rata-
rata α sebesar 0,435. Selain itu, komposit polyurethane
berpenguat serat kelapa mengalami peningkatan koefisien
absorbsi seiring bertambahnya frekuensi. Nilai koefisien
absorbsi terbaik terjadi pada frekuensi 2000 dan 4000 Hz yaitu
sebesar 0.444 (Farid dan Rani, 2016). Akan tetapi, perlu
diketahui bahwa semakin besar nilai dari koefisien absorpsi
suara suatu material bukan berarti bahwa material tersebut
bagus, hal ini dikembali lagi pada kegunaannya (Suban dan
Farid, 2015).
Komposisi pada pembuatan spesimen komposit sangat
mempengaruhi dari hasil nilai koefisien absorpsi suara.
Pengaruh dari serat yang ditambahkan pada material komposit
bermatriks gypsum akan menghasilkan nilai koefisien absorpsi
yang berbeda. Hal ini dikarenakan serat terdiri dari beberapa
serat halus yang apabila dilihat dari mikroskop optik terlihat
bahwa serat tersebut memiliki pori-pori yang mampu
menampung suara. ikatan fisis antara serat sebagai penguat dan
matriks gypsum juga akan membentuk rongga-rongga halus
yang akan menampung suara yang diterima oleh spesimen
komposit. (Farid dan Agung, 2015).
Penelitian dari Farid dan Tri (2013) mengatakan bahwa
komposit poliester berpenguat serat rami memiliki nilai
absorbsi suara sebesar 0.835 pada frekuensi 1255 Hz.
33 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Farid dan Hosta (2015) mengatakan bahwa
komposit poliester berpenguat serat bambu dan rami memiliki
nilai absorbsi suara sebesar 0.836 pada frekuensi 125 Hz dan
0.972 pada frekuensi 1000 Hz.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Percobaan
3.1.1 Diagram Alir Pembuatan Keseluruhan
Gambar 3.1 berikut merupakan diagram alir penelitian
yang dilakukan.
Gambar 3.1 Diagram Alir Keseluruhan
35 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.2 Diagram Alir Pembuatan Filler Nanoselulosa
Pada gambar 3.2 berikut merupakan diagram alir
pembuatan nanoselulosa dari serat tandan kosong kelapa sawit.
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan nanoselulosa
36 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Tandan Kosong Kelapa Sawit
Gambar 3.3 Serat TKKS
Serat TKKS ditunjukkan pada gambar 3.3
diatas.
2. H2SO4
Gambar 3.4 H2SO4
Bahan kimia H2SO4 ditunjukkan pada gambar
3.4 diatas
37 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3. NaOH
Gambar 3.5 NaOH
Bahan kimia NaOH ditunjukkan pada gambar
3.5 diatas
4. H2O2
Gambar 3.6 H2O2
Bahan kimia H2O2 ditunjukkan pada gambar
3.6 diatas
38 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
5. PU A dan PU B
Gambar 3.7 PU A dan PU B
PU A yang merupakan Polyisocyanate dan
PU B yang merupakan Polyol Compound yang terdiri
dari katalis, air, dan silicone surfactant diterangkan
pada gambar 3.7 diatas.
6. Air Destilasi
Gambar 3.8 Air Destilasi
Air destilasi atau aquades yang merupakan
bahan kimia diterangkan pada gambar 3.8 diatas.
3.2.2 Peralatan Penelitian
39 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Cetakan
Gambar 3.9 Cetakan Spesimen
Cetakan digunakan untuk menyesuaikan bentuk
komposit untuk dilakukan pengujian ditunjukkan pada
gambar 3.9.
2. Timbangan Digital
Gambar 3.10 Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk mengukur
massa matriks dan filler yang akan digunakan
ditunjukkan pada gambar 3.10.
3. Penggaris
40 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.11 Penggaris
Penggaris untuk mengukur dimensi spesimen
ditunjukkan pada gambar 3.11.
4. Aluminium Foil
Gambar 3.12 Alumunium Foil
Aluminium foil digunakan untuk menutupi
bagian bawah cetakan agar tidak terjadi kebocoran.
5. Oven
41 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.13 Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan serat
sebelum diproses ditunjukkan pada gambar 3.13 dan
merupakan milik Departemen Teknik Material ITS.
6. Gelas Plastik
Gambar 3.14 Gelas Plastik
Gelas Plastik digunakan sebagai wadah
mencampur PU A dan B serta nanoselulosa
ditunjukkan pada gambar 3.14.
7. Hot plate dan Magnetic Stirrer
42 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.15 Hot Plate dan Magnetic Stirrer
Hot Plate dan Magnetic Stirrer yang
digunakan milik Laboraturium Inovasi Teknik
Material FTI-ITS ditunjukkan pada gambar 3.15.
8. Centrifuge
Gambar 3.16 Mesin Centrifuge
43 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Centrifuge yang digunakan milik Laboratorium
Limbah Padat dan B3 di Jurusan Teknik Lingkungan
FTSP ITS ditunjukkan pada gambar 3.16.
9. Mesin Sieving
Gambar 3.17 Mesin Sieving
Mesin Sieving yang digunakan adalah milik
Laboratorium Fisika Material milik Departemen
Teknik Material FTI-ITS ditunjukkan pada gambar
3.17.
10. Alat Uji Absorpsi Suara
Gambar 3.18 Alat Uji Absorbsi Suara
44 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Alat uji koefisien absorpsi suara milik
laboratorium di Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS
ditunjukkan pada gambar 3.18.
11. Alat Uji SEM
Gambar 3.19 Alat SEM
Alat uji SEM yang digunakan milik
laboratorium di Departemen Teknik Material FTI ITS
ditunjukkan pada gambar 3.19.
12. Alat Uji TEM
Gambar 3.20 Alat TEM
Alat uji TEM yang digunakan milik
Departemen Kimia Universitas Gajah Mada.
45 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
13. Alat Uji Konduktivitas Termal
Gambar 3.21 Alat uji konduktivitas termal
Alat uji konduktivitas termal yang digunakan
milik Laboraturium Universitas Indonesia.
14. Alat Uji Densitas
Gambar 3.22 Alat uji densitas
46 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Alat uji densitas yang digunakan
menggunakan timbangan digital, tabung ukur, dan
sinker (kawat) di Laboraturium Departemen Teknik
Material FTI-ITS ditunjukkan pada gambar 3.22.
15. Alat Coating
Gambar 3.23 Alat coating
Alat untuk men-Coating sebelum dilakukan
pengujian SEM yang digunakan milik laboratorium di
Departemen Teknik Material FTI ITS dan ditunjukkan
pada gambar 3.23 diatas.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian yang digunakana adalah perbedaan
fraksi masa filler nanoselulosa dari serat tandan kosong kelapa
sawit yang ditambahkan pada komposit yaitu 5%, 10%, dan
15%.
47 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan
Untuk dapat melaksanakan pengujian, bahan harus
disiapkan dengan baik. Pengaruh bahan sangat penting dalam
menentukan hasil pengujian kedepannya.
3.4.1.1 Pengolahan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit
1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dijemur selama
±1 hari
2. Serat dari TKKS diambil dan dibersihkan dengan air
bersih
3. Serat dikeringkan dalam oven dengan temperatur 60oC
selama 12 jam
4. Melakukan mechanical crushing dengan mesin
pencacah organik
5. Serat di-meshing untuk mendapatkan ukuran yang
homogen sampai 280 mikron
6. Melakukan alkalisasi pada serat TKKS dengan NaOH
2% selama 3 jam pada 70oC menggunakan magnetic
stirrer
7. Melakukan bleching dengan NaOH 4% dan H2O2 7.2%
selama 2 jam pada 55oC
8. Mencuci hasil rendaman dengan air sampai pH netral
9. Didapatkan serat mikroselulosa
10. Serat mikroselulosa dihidrolisis menggunakan H2SO4
64% pada temperatur 40oC dengan pengadukan
manual selama 45 menit
11. Proses hidrolisis dilakukan dengan metode waterbath
12. Melarutkan air sebanyak 10 kali dari jumlah H2SO4
13. Melakukan centrifuge pada 5000 rpm selama 3-4 jam
14. Melakukan pencucian dengan air sampai pH mencapai
netral
15. Hasil pencucian dikeringkan pada 55oC
16. Nano selulosa ditimbang sesuai perhitungan
48 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4.1.2. Pengolahan Matriks
Dimasukan PU A (Polyisocyanate) dan PU B (Polyol
Compound) kedalam wadah yang berbeda dengan massa
tertentu sesuai dengan perhitungan.
3.4.1.3. Pembuatan Cetakan
1. Untuk cetakan uji absorbsi suara terbuat dari seng
dengan diameter 100 mm dan tinggi 30 mm.
2. Untuk cetakan uji insulasi termal terbuat dari seng
dengan ukuran diameter 10mm dan tinggi 40 mm
3. Untuk cetakan uji SEM berukuran maksimal 10x10x10
mm.
3.2.1.4. Pembuatan Komposit
1.Menimbang massa Polyisocyanate dan Polyol
Compound sesuai dengan perbandingan yang telah
ditentukan.
2.Menimbang massa nanoselulosa sesuai fraksi yang
telah ditentukan.
3.Memasukan nanoselulosa kedalam wadah
Polyisocyanate kemudian diaduk dengan magnetic
stirrer sampai merata
4.Menuangkan Polyol Compound kedalam wadah dan
diaduk sampai pencampurannya homogen dan
warnanya menjadi terang
5.Menuangkan adukan tersebut ke dalam cetakan dan
didiamkan selama kurang lebih 30 menit.
6. Mengeluarkan spesimen dari cetakan.
7. Menyesuaikan ukuran spesimen dengan standar
pengujian.
49 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4.2. Proses Pengujian
3.4.2.1. Pengujian Koefisien Absorbsi Suara
Gambar 3.24 Dimensi Spesimen yang Akan Dibuat
Pengujian ini menggunakan metode ruang gema
termasuk dalam pengukuran menggunakan metode tak
langsung mengacu pada ASTM E1050.
Cara kerjanya adalah specimen yang berbentuk tabung
ke dalam bagian kepala tabung impedansi kemudian diatur
frekuensi suara pada amplifier, maka speaker akan
memberikan suara kedalam tabung impedansi dan sound level
meter.
3.4.2.2. Pengujian SEM
Pengujian ini memiliki fungsi untuk
mengetahui morfologi, ukuran partikel, pori serta bentuk
partikel material. Standar yang digunakan adalah ASTM E986.
Specimen uji berbentuk balok kecil berukuran 10x10x3 mm
Gambar 3.25 Dimensi Spesimen SEM
50 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Prinsip kerja SEM adalah dengan menembakkan
elektron dari electron gun lalu melewati condencing lenses dan
pancaran elektron akan diperkuat dengan sebuah kumparan,
setelah itu elektron akan difokuskan ke sampel oleh lensa
objektif yang ada dibagian bawah. Pantulan elektron yang
mengenai permukaan sampel akan ditangkap oleh
backscattered electron detector dan secondary electron
detector yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk gambar
pada display. Skema prinsip kerja SEM ditunjukkan pada
Gambar 3.5
Gambar 3.26 Prinsip Kerja SEM (Jimping Zhou, 2000)
51 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4.2.3. Pengujian TEM
TEM memiliki fungsi untuk analisis
morfologi, struktur kristal, dan komposisi spesimen. TEM
menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan SEM, dan
dapat memudahkan analisis ukuran atom (dalam jangkauan
nanometer) menggunakan energi berkas electron sekitar 60
sampai 350 keV. TEM cocok untuk menjadi teknik pencitraan
material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural
diperoleh dengan pencitraan resolusi tinggi dan difraksi
elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada sebuah permukaan
material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron.
Dari pancaran elektron ini bisa diketahui bentuk permukaan zat
tersebut, itu merupakan asas kerja dari mikroskop elektron
TEM yang banyak dipakai secara luas pada pengembangan
material, kedokteran, bioteknologi dan sebagainya.
Prinsip kerja TEM dimulai dari sumber emisi (pistol
elektron) yaitu tungsten filament dan sumber lanthanum
hexaboride (LaB6). Dengan menghubungkan pistol ini dengan
sumber tegangan tinggi (biasanya ~ 100-300 kV) pistol akan
mulai memancarkan elektron baik dengan termionik maupun
emisi medan elektron ke sistem vakum. ekstraksi ini biasanya
dibantu dengan menggunakan silinder Wehnelt. Interaksi
elektron dengan medan magnet akan menyebabkan elektron
bergerak sesuai dengan aturan tangan kanan, sehingga
memungkinkan elektromagnet untuk memanipulasi berkas
elektron. Penggunaan medan magnet akan membentuk sebuah
lensa magnetik dengan kekuatan fokus variabel yang baik.
Selain itu, medan elektrostatik dapat menyebabkan elektron
didefleksikan melalui sudut yang konstan. Dua pasang defleksi
yang berlawanan arah dengan intermediete gap akan
membentuk arah elektron yang menuju lensa.
52 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3. 1 Prinsip Kerja TEM
3.4.2.4. Pengujian Densitas
Pengujian ini memiliki fungsi untuk
mengetahui besarnya densitas dari spesimen. Standar yang
digunakan adalah ASTM D792. Untuk ukuran spesimen uji
disesuaikan. Spesimen ditimbang di udara kemudian ditimbang
ketika direndam dalam air pada temperatur ruangan dengan
menggunakan pemberat dan kawat untuk menahan spesimen
benar-benar tenggelam sebagaimana dibutuhkan. Kepadatan
dan berat jenis dihitung. Untuk menghitung massa jenis
digunakan spesimen yang sama dengan spesimen absorbsi
suara. Perhitungan massa dilakukan dengan mengukur massa
dengan timbangan digital.
Untuk perhitungan pertama, mencari berat jenisnya:
Berat jenis = a / [(a + w) -b] (3.1)
dimana
a = massa spesimen di udara.
b = massa spesimen dan pemberat (jika digunakan)
dalam air.
w = massa pemberat tenggelam jika digunakan atau
53 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
sebagian terendam dengan kawat.
Densitas, kg / m3 = (berat jenis) x (997,6)
3.4.2.5 Pengujian Konduktivitas Termal
Pengukuran konduktivitas termal adalah untuk
mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi,
sehingga dengan mengetahui besarnya konduktivitas termal
dari suatu bahan (material) maka dapat diperkirakan aplikasi
material tersebut untuk selanjutnya pengujian konduktivitas
termal dari sampel dapat dukur dengan menggunakan standar
ASTM C 177-97 yang memenuhi persamaan berikut
k = ∆𝑊
∆𝑡 x
𝐿
𝐴 ∆𝑇 ...............(3.2)
dimana :
k = konduktivitas termal (W/mK)
∆𝑊/∆𝑡 = laju aliran energy (J/s)
A = luas permukaan bahan (m2)
L = ketebalan pelat
∆𝑡 = selisih temperature plat (K)
3.4.2.6 Pengujian TGA
Thermogravimetric Analysis (TGA) adalah alat
pengukuran perubahan massa yang terjadi akibat dari
perubahan temperatur. TGA dapat digunakan untuk
mendeteksi perubahan massa sample (weight loss). Analisa
tersebut bergantung pada tiga pengukuran yaitu berat,
temperatur, dan perubahan temperatur. Analisa termal
gravimetri merupakan metode analisis yang menunjukkan
sejumlah urutan dari lengkungan thermal, kehilangan berat dari
bahan setiap tahap, dan temperatur awal penurunan. Analisa
termal gravimetric dilakukan untuk menentukan kandungan
pengisi dan kestabilan termal dari suatu bahan. Metode TGA
54 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
ini mengukur berkurangnya massa material ketika dipanaskan
dari temperatur kamar sampai temperatur tinggi yang biasanya
sekitar 900OC.
Alat TGA dilengkapi dengan timbangan mikro didalamnya
sehingga secara otomatis berat sampel setiap saat bisa terekam
dan disajikan dalam tampilan grafik. Pada pemanasan yang
terus menerus dari temperatur kamar, maka pada temperatur
tertentu material akan kehilangan cukup signifikan dari
massanya. Kehilangan massa pada temperatur tertentu dapat
mengindikasikan kandungan dari bahan uji, meski tidak bisa
secara spesifik merujuk pada suatu senyawa tertentu seperti
yang misalnya ditunjukkan oleh puncak – puncak dari
histogram FTIR. Sehingga biasanya TGA digunakan untuk
melakukan analisa proximate seperti kadar air, kadar senyawa
volatil dan kadar abu dalam bahan. Spesimen yang telah
dipotong sehingga berukuran kecil dimasukkan ke dalam
cawan kecil dari bahan platina, atau alumina ataupun Teflon.
Pemilihan bahan dari cawan ini perlu disesuaikan dengan
bahan uji. Pastikan bahan uji tidak bereaksi dengan bahan
cawan serta tidak lengket ketika dipanaskan
Gambar 3.28 Prinsip TGA
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Morfologi
4.1.1 Hasil Pengujian TEM
Morfologi dari nanoselulosa serat tandan kosong
kelapa sawit ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut. Hasil
percobaan TEM tersebut dilakukan setelah serat dari tandan
kosong kelapa sawit diberi perlakuan acid hydrolysis dengan
H2SO4 64% dan didapati hasil pengujian sebagai berikut.
Gambar 4.1 hasil TEM Nanoselulosa
Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nanoselulsa yang
berwarna terang atau putih yang menggumpal atau
teraglomerasi. Didapati bahwa ukuran dari nanoselulosa yang
terbentuk adalah sekitar 30 – 100 nm.
30 nm
I 100 nm
56 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
wulandari (2016) dimana penelitian tersebut juga mensintesis
nanoselulosa dari tebu dengan menggunakan acid hydrolisis
H2SO4 50% dan 60%. Penelitian tersebut mengatakan ketika
menggunakan H2SO4 50% terbentuk kristalin nanoselulosa
sebanyak 67.83% sedangkan ketika menggunakan H2SO4 60%
terbentuk kristalin nanoselulosa sebanyak 76,01%. Dapat
disimpulkan bahwa ketika percobaan ini memakai H2SO4 64%
juga terbentuk nanokristalin.
4.1.2 Hasil Pengujian SEM
4.1.2.1Hasil Pengujian SEM Serat
Berikut merupakan hasil pengujian SEM yang
dilakukan pada serat mulai dari mentah hingga terhidrolisis
Gambar 4.2 Hasil SEM TKKS perlakuan pencucian (Muthia,
2017)
a
57 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.3 Hasil SEM TKKS perlakuan alkalisasi
(Rachmadhani,2017)
Gambar 4.4 Hasil SEM TKKS perlakuan bleaching
c
b
58 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Gambar 4.5 Hasil SEM TKKS perlakuan hidrolisis (Henry,
2017)
Tabel 4.1 Data diameter serat TKKS
Perlakuan Diameter Serat
TKKS dicuci 343 – 364 µm
Alkalisasi 107-128 µm
Bleaching 20-30 µm
Hidrolisis 291 nm – 8 µm
Pada gambar 4.2 terlihat perbedaan morfologi dari
setiap perlakuan yang diberikan pada serat. Pada gambar 4.2 a,
serat mempunyai diameter sebesar 343 – 364 µm dan ketika
diberikan perlakuan alkalisasi dengan larutan NaOH 2%,
diameter serat berkurang menjadi 107-128 µm. Pengurangan
ini diduga karena lignin yang ada di serat tandan kosong kelapa
sawit tersebut hilang. Hal tersebut juga sama dialami dengan
penelitian Jonathan (2016) dimana disebutkan bahwa lapisan
d
59 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
lignin pada serat tandan kosong kelapa sawit menghilang
karena bereaksi dengan NaOH dan ditandai oleh berkurangnya
diameter dari serat. Kemudian pada gambar (c) dapat dilihat
juga bahwa diameter serat semakin berkurang menjadi 20-30
µm. Hal tersebut terjadi karena proses bleaching dengan
menggunakan H2O2 dan NaOH. Menurut Abraham (2011)
perilaku bleaching digunakan untuk menghilangkan sisa sisa
lignin yang ada pada serat. Ketika sisa sisa lignin sudah hilang,
maka diameter serat tentu akan mengecil kembali dan telah
dibuktikan pada hasil SEM tersebut. Kemudian pada gambar
(d) serat kembali mengalami penurunan diameter menjadi 291
nm – 8 µm karena bereaksi dengan H2SO4 dalam proses acid
hydrolysis. Abraham (2011) mengatakan bahwa hidrolisis
asam dilakukan untuk menghasilkan selulosa murni dan dapat
ditandai dengan pengurangan diameter kembali pada serat.
Dari hasil SEM serat tandan kosong kelapa sawit yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nanoselulosa murni
sudah terbentuk saat perilaku alkalisasi, bleaching, dan
hidrolisis asam dilakukan pada serat dan ditandai dengan
pengurangan diameter yang terus terjadi seiring dengan
perilaku perilaku yang diberikan kepada serat tersebut.
4.1.2.2Hasil Pengujian SEM Komposit
Morfologi komposit yang dilakukan pengujian SEM
terlihat pada gambar gambar pada dibawah ini
61 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.6 Analisa SEM komposit dengan fraksi massa (a)
5%, (b) 10%, (c) 15%
Gambar 4.6 merupakan hasil analisa dari SEM.
Pengujian SEM ditujukan untuk memperlihatkan morfologi
dari komposit saat sebelum dan sesudah ditambahkan filler
dalam hal ini adalah nanoselulosa dari serat tandan kosong
kelapa sawit. Gambar SEM menjelaskan bahwa penambahan
serat membuat komposit tidak beraturan. Hal ini disebabkan
oleh reaksi antara isocyanate dan polyol yang tidak berikatan
dengan sermpurna karena penambahan serat (Shan, 2012).
Terlihat jelas bahwa penambahan serat menyebabkan banyak
terjadi deformasi pada komposit dan foam yang dihasilkan
(Jonathan, 2016). Pada komposit yang ditambahkan fraksi
nanoselulosa sebanyak 5% (pada gambar a) diketahui bahwa
pori yang terbentuk sekitar 331 µm sedangkan ketika
ditambahkan lagi menjadi 10% (gambar b) dan 15% (gambar
c
207.74 µm
62 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
c) nanoselulosa, muncul pori baru yang berukuran kecil sekitar
200-307 µm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jonathan dan Farid, juga Erdin dan Farid (2016) yaitu
penambahan serat nanoselulosa untuk Jonathan dan
penambahan serat bamboo untuk Erdin dapat menyebabkan
foam terdeformasi menjadi ukuran yang lebih kecil. Hal ini
juga didapati pada penelitian yang dilakukan oleh Yesim
Buyukacini et al (2011) dimana penambahan serat membuat
mikrostruktur PU menjadi lebih kecil dan tidak uniform.
4.2 Konduktivitas Termal
Hasil pengujian konduktivitas termal dari komposit
poliuretan berpenguat nanoselulosa ditunjukkan dalam gambar
grafik 4.7 dibawah ini.
Gambar 4.7 Hasil pengujian insulasi termal
63 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, didapatkan trend
penurunan nilai konduktivitas termal seiring dengan
penambahan serat. Berikut merupakan tabel nilai nilai
konduktivitas termal yang diperoleh dari percobaan.
Tabel 4.2 Data nilai konduktivitas termal
Persentase
Serat Temperatur Nilai K
Nilai K
rata rata
Murni
80 °C 0.115626
0.088518 100 °C 0.077023
120 °C 0.072905
5%
80 °C 0.103339
0.076478 100 °C 0.073382
120 °C 0.052714
10%
80 °C 0.103772
0.077134 100 °C 0.073819
120 °C 0.05381
15%
80 °C 0.104677
0.077572 100 °C 0.074172
120 °C 0.053867
Berdasarkan data diatas PU yang merupakan rigid
foam dikategorikan sebagai busa memiliki konduktivitas
termal sekitar 0.024-0.027. Ketika nilai K mengalami
penurunan, maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut
lebih sulit menghantarkan panas (Bob Foster, 2004). Hasil
percobaan ini disebabkan oleh penamban filler yang dapat
memperkecil ukuran pori dan menurut Nastaran (2008)
penambahan filler dapat memperkecil ukuran pori, karena
perpindahan panas terjadi melalui dinding sel dan ukuran sel
yang lebih kecil, mengurangi perpindahan panas dan
64 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
konduktivitas termalnya berkurang. Ketika fraksi massa filler
terus ditambahkan seharusnya nilai konduktivitas termal
semakin menurun, namun hal ini dapat dijelaskan karena
menurut Hongyu (2016) polimer yang amorfus mempunyai
arah perambatan panas yang acak dan menyebabkan fonon
terhamburkan sendangkan kristalin pada dasarnya dapat
meningkatkan arah perambatan panas dan fonon tersebut
menjadi tidak berhamburan. Dari hasil percobaan dapat
disimpulkan bahwa komposit yang memiliki nilai
konduktivitas termal yang paling rendah adalah komposit
poliuretan dengan fraksi massa filler yaitu nanoselulosa
sebanyak 5% yaitu 0.076478. Menurut Hongyu (2016) pada
interior otomotif standar yang digunakan sebagai acuan untuk
maksimal konduktivitas termal adalah 0.4-0.8 W/moC dan
semua komposit yang diuji sudah memenuhi standard untuk
diaplikasikan pada interior mobil khususnya door panel.
4.3 Absorbsi Suara
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian
absorpsi suara komposit, diketahui bahwa ketika nilai α
semakin besar mendekati 1, maka sifat akustik material
tersebut dalam menyerap dan meredam bunyi akan menjadi
lebih baik. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa α
tertinggi tercapai pada frekuensi yang tinggi. Saat frekuensi
500-1000, koefisien absorbsi suara pada poliuretan sedikit
mengalami penurunan dan ada ketidakstabilan, dapat dilihat
pada frekuensi Hal tersebut dapat terjadi karena secara umum
kapasitas absorpsi PU berada pada frekuensi tinggi dan relative
rendah pada frekuensi rendah disebabkan karena rendahnya
kapasitas peredaman energi suara. (Liu Ting dkk, 2011).
Menurut Yusuf (2016) nilai koefisien absorbsi suara pada
setiap specimen berbeda karena komposisi dari specimen
menyebabkan kerapatan dan kehomogenan dari specimen
tersebut berbeda.
65 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.8 Grafik koefisien absorbsi suara
Grafik 4.8 diatas menunjukkan grafik koefisien
absorbsi suara. Diketahui dari grafik bahwa komposit yang
memiliki koefisien absorbsi suara yang paling besar pada
frekuensi tinggi yaitu diantara 1500 – 4000 Hz adalah komposit
dengan penambahan nanoselulosa sebesar 15% kemudian
diikuti dengan penambahan fraksi masa nanoselulosa 10% dan
yang terakhir adalah 5%. Trend dari grafik menunjukkan
bahwa sifat absorbsi suara dari komposit poliuretan berpenguat
nanoselulosa mengalami kenaikan seiring dengan
meningkatnya juga frekuensi pada pengujian. Ciri ciri material
tersebut sama dengan material porous absorber dimana
material tersebut memiliki kemampuan untuk penyerapan
suara yang lebih baik seiring dengan kenaikan frekuensi. Hal
ini disebabkan oleh bertambahnya pori yang disebabkan oleh
nanoselulosa. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
66 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
oleh Jonathan (2016) dan Aulin (2009) nanoselulosa bersifat
sebagai penstabil pori, juga menurut Svagan (2010)
nanoselulosa mempunyai kemampuan untuk membentuk pori.
Dari gambar 4.5 terlihat bahwa terjadi penurunan nilai
koefisien absorpsi suara pada frekuensi 1000 Hz dan kemudian
meningkat lagi. Hasil penelitian yang serupa juga didapati oleh
Jayamani dkk (2013) yaitu penurunan dan peningkatan yang
didapati ini dapat disebabkan oleh sifat atau karakteristik dari
specimen itu sendiri dalam merefleksikan suara pada frekuensi
1000 Hz. Hal ini disebabkan karena koefisien absorbsi suara itu
bergantung pada bahan dan frekuensi suara yang berkontak
dengan permukaan specimen.
Tabel 4.3 Data α dari Komposit Poliuretan
Frekuensi FRAKSI MASSA
Murni 5% 10% 15%
125 Hz 0.1288 0.1188 0.1941 0.1581
250 Hz 0.2071 0.2503 0.2515 0.288
500 Hz 0.3428 0.3378 0.3788 0.3718
1000 Hz 0.4303 0.3568 0.3836 0.3404
2000 Hz 0.4639 0.3898 0.4074 0.4063
4000 Hz 0.5182 0.4334 0.4383 0.4944
NRC 0.348517 0.314483 0.342283 0.343167
Menurut Tiuc et al. (2016) dalam menunjukkan sifat
absorbsi suara dari material dengan menggunakan nilai
koefisien absorpsi suara pada rentang frekuensi yang berbeda
mungkin terlalu kompleks. Untuk mengatasi masalah ini,
kemampuan suatu material untuk menyerap suara umumnya
dihitung menggunakan nilai tunggal: noise reduction
coefficient (NRC). NRC dapat dihitung dengan menggunakan
rumus (Thuman, 1986):
67 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
NRC =(𝛼125+𝛼250 + 𝛼500+ 𝛼1000+ 𝛼2000 + 𝛼4000)
6…………. (4.1)
Shan (2012) juga menjelaskan bahwa semakin kecil
densitas yang dimiliki oleh spesimen tersebut, maka koefisien
absorbsi suara akan semakin bertambah. Menurut Howard
(2009), semakin naik frekuensi, secara umum menyebabkan
semakin naiknya nilai absorpsi suara yang menandakan bahwa
material tersebut merupakan jenis porous absorber. Menurut
Jakob Morkholt (2011), nilai koefisien absorpsi suara didalam
interior sebuah kendaraan dibedakan menjadi 3 yaitu untuk
atap mobil, tempat duduk dan jendela beserta pintu. Untuk door
panel mobil dan jendela nilai α sebesar 0.3. Nilai α dari interior
mobil ini diteliti oleh European Union research project Cabin
Noise Reduction by Experimental and Numerical Design
Optimization (CREDO). Dari hasil percobaan, dapat
disimpulkan bahwa komposit yang memiliki nilai absorbsi
suara yang paling baik adalah komposit dengan penambahan
fraksi massa filler yaitu nanoselulosa sebanyak 15% yaitu
0.343167.
4.4 Pengujian Tga
Pengujian TGa dengan bertujuan untuk mengetahui
stabilitas termal dari komposit PU yang ditambahkan dengan
nanoselulosa. Berikut merupakan grafik hasil pengujian Tga.
Gambar 4.9 Grafik pengujian Tga
68 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengujian Tga
Dari grafik dijelaskan bahwa yang bergaris hitam
adalah PU murni, kemudian garis biru merupakan PU + 5%
serat nanoselulosa, garis merah merupakan PU + 10%
nanoselulosa, garis hijau merupakan PU + 15% nanoselulosa.
Dapat diketahui bahwa tidak ada lagi kadar air didalam
komposit karena tidak terjadi perubahan massa diantara
temperatur 100oC (Ndazi,2007). Pengurangan massa dimulai
pada temperatur 150-300 oC dimana sisa massa yang paling
besar adalah PU murni dengan 25,96%, kemudian 10% serat
nanoselulosa dengan 36,261% , 5% dengan 37,432%, dan yang
paling stabil adalah PU + 15% serat nanoselulosa dengan
40,995%. Perhitungan sisa massa dari spesimen tersebut
dihitung dari massa yang tersisa saat temperatur maksimal
dibagi dengan massa spesimen awalnya. Menurut Karen dkk
(2017) hal tersebut dikarenakan perlunya energi yang lebih
untuk mendegradasi komposit dengan filler yang berfraksi
massa besar daripada komposit yang tidak berfiller / hanya
69 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
polimer. Menurut Ibrahim (2012) pengambahan filler
meningkatkan stabilitas termal dari komposit karena
menaikkan kadar abu dari komposit tersebut. Penelitian yang
sama juga pernah dialami oleh Khoo (2015) dimana
penambahan nanoselulosa memperlambat degradasi termal
dari komposit tersebut.
4.5 Pengujian Densitas
Pengujian densitas dilakukan dengan mengukur massa
dan volume dari komposit. Pengujian dan perhitungan
dilakukan menurut standar ASTM D792.
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Densitas
Fraksi
Massa Densitas Rata-rata (gr/cm3)
0% 1.062 ± 0.01549054
5% 1.13 ± 0.024631657
10% 1.10 ± 0.014588211
15% 1.0695 ± 0.000218495
Tabel 4.4 menunjukkan data densitas pada
polyurethane murni dan komposit. Dari tabel data diatas, dapat
dilihat bahwa densitas tertinggi ke yang paling rendah adalah
70 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
saat penambahan 5% nanoselulosa, 10% nanoselulosa, 15%
nanoselulosa, dan poliuretan murni. Hal ini berkaitan dengan
hasil pengujian dari absorbsi suara dan SEM dimana ketika
koefisien absorbsi suara mengalami kenaikan, maka densitas
dari spesimen tersebut rendah, sedangkan porinya bertambah.
Shan (2012) juga mengatakan hal yang demikian, ketika
densitas yang dihasilkan kecil, maka itu akan memperbesar
koefisien absorbsi suara dari spesimen tersebut. Anand (2017)
Juga mengatakan bahwa ketika densitas dari spesimen
menurun, maka koefisien absorbsi suaranya akan naik.
Menurut Katrine Sivertsen (2007), jumlah void yang banyak
akan mengakibatkan jumlah gas dalam void akan bertambah.
Gas ini mempunyai kekuatan mekanik yang dapat menurunkan
sifat mekanik dari foam tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
nilai densitas eksperimen yang lebih kecil daripada teori.
Karena pada saat proses sintesis, polyurethane mengembang
dengan volume tertentu dan semakin mengembang akan
semakin banyak void dan gas.
Menurut Marks (2008), densitas door panel yang
dibutuhkan pada interior mobil biasanya berkisar antara 1,05-
1,15 g/cm3. Dari hasil pengujian densitas diatas, komposit
tersebut telah memenuhi standar densitas yang dibutuhkan
dalam penggunaannya pada interior mobil.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan analisis data yang sudah
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan:
1. Stabilitas Termal dari komposit Poliuretan berpenguat
Nanoselulosa dari serat tandan kosong kelapa sawit
memiliki trend yang naik seiring ditambahkannya filler
yaitu nanoselulosa. Mulai dari Poliuretan
(50PPI:50PPG) yang paling rendah, penambahan
nanoselulosa 10%, penambahan nanoselulosa 5%, dan
yang paling stabil adalah penambahan nanoselulosa
15%.
2. Koefisien Absorbsi suara dari komposit Poliuretan
berpenguat Nanoselulosa dari serat tandan kosong
kelapa sawit memiliki trend yang naik juga namun
tidak lebih tinggi dari komposit yang tidak berfiller.
Poliuretan polos memiliki nilai α tertinggi yaitu
0.5182, kemudian untuk komposit kedua tertinggi
adalah penambahan 15% serat nanoselulosa yaitu
0.4944, diikuti dengan penambahan 10% serat dan 5%
serat di 0.4383 dan 0.4334. Semua itu adalah α pada
frekuensi 4000 Hz.
3. Nilai Koefisien konduktivitas termal dari komposit
Poliuretan berpenguat Nanoselulosa dari serat tandan
kosong kelapa sawit memiliki trend turun seiring
dengan penambahan nanoselulosa sebagai filler
dengan nilai yang cukup rendah yaitu 0.76478 sebagai
nilai konduktivitas termal yang paling rendah, yaitu di
komposit Poliuretan dengan penambahan 5% serat
nanoselulosa.
4. Dari ketiga fraksi massa yang menjadi penambahan
dalam komposit Poliuretan ini, didapati bahwa
penambahan 15% nanoselulosa dari serat tandan
72 Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
kosong kelapa sawit yang memiliki koefisien absorbsi
suara yang cukup tinggi yaitu 0.343167, nilai
konduktivitas termal yang rendah yaitu 0.077134,
densitas yang cukup rendah yaitu 1.0695 ±
0.000218495 gr/cm3, juga stabilitas termal yang paling
baik.
5.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai material
penyerap suara berpori
2. Pembuatan Poliuretan lebih diperhatikan lagi agar
pori dari poliuretan itu sendiri dapat terkendali.
3. Distribusi serat dalam pembuatan harus diperhatikan
lagi
xviii
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, E. et al. 2011. “Extraction of nanocellulose fibrils from
lignocellulosic fibres: A novel approach”. Carbohydrate
Polymers. Vol. 86. Hal. 1468– 1475.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Chen, Hongyu dkk. 2016. “Thermal conductivity of polymer-based
composites: Fundamentals and applications”. Progress in
Polymer Science. Hal 54-75.
David M. Howard, Accoustics and Psychoaccoustics, 2009 Dian, Jonathan dan Moh Farid. 2017. “Sintesis dan karakterisasi
komposit polyurethane berpenguat nanocellulose dari serat
tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan akustik”.
Program Sarjana. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
Farid, M., H. Ardhyananta, V. M. Pratiwi, S. P. Wulandari. 2015.
Correlation between Frequency and Sound Absorption xxv
Coeffiecient of Polymer Reinforced Natural Fibre.
Advanced Materials Research, Vol. 1112, pp. 329-332
Farid, M. T. Heryanto. 2013. Correlation of Normal Incidence
Sound Absorbtion Coefficient (NAC) and Random Incidence
Sound Absorbtion Coefficient (RAC) of Polyester/Ramie
Fibre Composite Materials. Advanced Material Research.
Vol 789, pp.269-273
Hee, Khai dkk. 2016. ” Oil palm empty fruit bunch fibres as
sustainable acoustic absorber”. Applied Acoustics. Hal 13-
15.
Howard dan Angus, 2009. Accoustics and Psycoaccoustics 4th
Edition. Burlington: Oxford
Ida Sriyanti, Nanocomposite prepared by simple mixing
method, 2009
Jayamani, et al. 2013. “Experimental determination of
Sound Absorption Coefficients of Four types of
xix
Malaysian Wood”. Applied Mechanics and Materials.
Vol. 315. Hal. 577-581. Julianto, Henry dan Moh. Farid. 2017. “Pengembangan bahan
akustik dan insulasi termal berbasis komposit silicone
rubber berpenguat nanoselulosa dari serat tandan kosong
kelapa sawit untuk muffler”. Program Sarjana. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Katrine, S. 2007. Polymer Foams. Spring United States : 3.063
Polymer Physics.
Legiviani, Rani dan Moh. Farid. 2016. “Pengaruh Perbandingan
Komposisi Penyusun Polyurethane dan Fraksi Massa Serat
Kelapa terhadap Koefisien Absorpsi Suara dan Kekuatan
Lentur Komposit Serat Kelapa pada Aplikasi Muffler”.
Program Sarjana. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
Lya Agustina, Karakteristik serat tandon kosong kelapa
sawit (TKKS) dengan perlakuan perebusan dan
pengukusan, 2016 Morais, João Paulo Saraiva, et al. 2012. "Extraction and
characterization of nanocellulose structures from raw cotton
linter". Carbohydrate Polymers No. 91, hal. 229-235.
Nazeran, Nastaran dan Jafarsadegh Moghddas. 2017. “Synthesis
and characterization of silica aerogel reinforced rigid
polyurethane foam for thermal insulation application”.
Journal of Non-Crystalline Solids. Hal 6-8.
Pokorny, Jan. 2014. “A parametric study of influence of material
properties on car cabin environment”. EDP Sciences. Hal 2-
3.
Pratama, Rachmadhani Dian dan Moh. Farid. 2017. “Karakterisasi
komposit silicone rubber berpenguat nanoselulosa dari serat
tandan kosong kelapa sawit dan barium heksaferrit untuk
aplikasi penyerap suara dan penyerap radar”. Program
Sarjana. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
xx
Rahayu, Titiek. 2010. “Dampak Kebisingan Terhadap Munculnya
Gangguan Kesehatan”. Edisi Januari : 59 – 65.
Rahmasita, Muthia Egi dan Moh. Farid. 2017. “Rekayasa komposit
poliester berpenguat nanoselulosa dari serat tandan kosong
kelapa sawit dengan metode spray untuk aplikasi penyerap
suara”. Program Sarjana. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Raja Naposo Harahap,Kajian Eksperimental Karakteristik
Material Akustik dari Campuran Serat Batang Kelapa
Sawit dan Poliuretan dengan Metode Impedance Tube,
2010
Sanjay K. Mazumdar,Composites Manufacturing, 2001 Shan, Chen Wen. 2012. Study of Flexible Polyurethane Foams
Reinforced with Coir Fiber and Tyre Particles. Malaysia :
UTHM
Suban, Stefanus Laga dan Moh. Farid, 2015. “Pengaruh Variasi
Komposisi Serat Terhadap Nilai Koefisien Absorpsi Suara
dan Perilaku Mekanik Pada Komposit Serat Ampas Tebu
Dan Bambu Betung Dengan Matriks Gypsum”. Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS Surabaya
Sulistijono. 2012. Mekanika Material Komposit. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember : Surabaya.
Sultoni, Yusuf dan Moh. Farid. 2016. “Pengaruh Proses Alkali dan
Fraksi Massa terhadap Morfologi, kekuatan Bending dan
Koefisien Absorbsi Suara Komposit Polyurethane/Coir
Fiber pada Komponen Muffler”. Program Sarjana. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Sung, Giwook dan Jung Hyeun Kim. 2017. “Infulence of filler
surface characteristics on morphological, physical, acoustic
properties of polyurethane composite foams filled with
inorganic fillers”. Composites Science and Technology. Hal
10-15.
Supan, Karen E. dkk. 2017. “Thermal degradation of
MWCNT/polypropylene nanocomposites:A comparison of
xxi
TGA and laser pulse heating”. Polymer Degradation and
Stability. Hal 5-11.
Svagan, A.J., et al. 2010. “Towards tailored hierarchical structures
in starch-based cellulose nano-composties prepared by
freeze drying”. J. Mater. Chem. Vol. 20. Hal. 6646.
Wulandari, W.T. dkk. 2016. “Nanocellulose prepared by acid
hydrolysis of isolated cellulose from sugarcane bagasse”.
Institut Teknologi Bandung. Hal 5-7.
Zhang, Lei dkk. 2017. “Thermal conductivity of cement stabilized
earth blocks”. Construction and Building Materials. Hal 506-
511.
xxii
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN MASSA SPESIMEN
1. Massa Spesimen Uji Absorbsi Suara
Massa Total = 40gr
Fraksi Massa 5%
Massa Filler = 2gr
Massa Polyisocyanate = 19gr
Massa Polyol Compound = 19gr
Fraksi Massa 10%
Massa Filler = 4gr
Massa Polyisocyanate = 18gr
Massa Polyol Compound = 18gr
Fraksi Massa 15%
Massa Filler = 6gr
Massa Polyisocyanate = 17gr
Massa Polyol Compound = 17gr
2. Massa Spesimen Insulasi Termal
Massa Total = 10gr
Fraksi Massa 5%
Massa Filler = 0.5gr
Massa Polyisocyanate = 4.75gr
Massa Polyol Compound = 4.75gr
Fraksi Massa 10%
Massa Filler = 1gr
Massa Polyisocyanate = 4.5gr
Massa Polyol Compound = 4.5gr
Fraksi Massa 15%
Massa Filler = 1.5gr
Massa Polyisocyanate = 4.25gr
Massa Polyol Compound = 4.25gr
xxiii
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN INSULASI TERMAL
∆𝑻𝑹 = (∆𝑻𝟏,𝟐 + ∆𝑻𝟐,𝟑 + ∆𝑻𝟑,𝟒 + ∆𝑻𝟕,𝟖 + ∆𝑻𝟖,𝟗 + ∆𝑻𝟗,𝟏𝟎)/𝟔
𝒌′𝒂 =∆𝑻𝑹∆𝑻𝒂
.𝑳𝒂𝑳𝑹
. 𝒌𝑹
𝒌′𝒃 =∆𝑻𝑹∆𝑻𝒃
.𝑳𝒃𝑳𝑹
. 𝒌𝑹
𝒌 =𝑳𝒃. 𝑳𝒂𝑳𝒃𝑲𝒃
.𝑳𝒂𝑲𝒂
xxiv
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
T186
86106
106
126
126T1
8585
106
106
126
126T1
8585
105
105
124
124T1
8584
105
104
125
124
T286
85105
105
126
126T2
8585
105
105
126
126T2
8685
105
105
123
123T2
8484
104
104
124
124
T386
85105
105
125
125T3
8585
105
105
125
125T3
8585
105
105
123
123T3
8484
104
104
124
123
T485
85105
105
125
125T4
8484
105
105
125
125T4
8484
104
104
123
123T4
8483
104
103
124
123
T542
4243
4342
53T5
3939
4141
4140
T539
3940
4040
38T5
3839
4040
4041
T641
4142
4253
53T6
3838
4041
3939
T637
3738
3938
38T6
3837
3940
3838
T735
3535
3535
35T7
3434
3434
3434
T733
3332
3232
32T7
3333
3333
3333
T835
3535
3535
35T8
3434
3434
3434
T833
3332
3232
32T8
3333
3333
3333
T935
3535
3535
35T9
3434
3434
3434
T933
3332
3232
32T9
3333
3333
3333
T10
3535
3535
3535
T10
3434
3434
3434
T10
3333
3232
3232
T10
3333
3333
3333
T12
3434
3434
3434
T12
3333
3434
3434
T12
3333
3333
3232
T12
3232
3333
3333
Tr0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
Ta7
78.17
8.17
2121
4.67
4.67
78.17
5.84
5.84
4.67
4.67
78.17
77
5.84
4.67
78.17
5.84
5.84
Tb42.7
42.8
61.8
61.8
84.8
7244.7
44.7
63.8
6483.7
84.8
44.5
44.5
63.5
63.7
82.7
8546
43.5
63.8
62.8
83.7
81.5
Ka
0.59
0.59
0.51
0.51
0.2
0.2
0.89
0.89
0.59
0.51
0.71
0.71
0.89
0.89
0.59
0.51
0.59
0.59
0.71
0.89
0.59
0.51
0.71
0.71
Kb
0.19
0.19
0.13
0.13
0.1
0.11
0.19
0.19
0.13
0.13
0.1
0.1
0.19
0.19
0.13
0.13
0.1
0.1
0.18
0.19
0.13
0.13
0.1
0.1
K0.12
0.12
0.08
0.08
0.06
0.08
0.1
0.1
0.07
0.07
0.05
0.05
0.1
0.1
0.07
0.07
0.05
0.05
0.1
0.11
0.07
0.08
0.05
0.05
K
T
80T
80100
120
T80
100
120
100
120
PO
LO
S5%
10%
15%
T80
100
120
0.053867
0.1156264
0.0770225
0.0729048
0.1033385
0.0733816
0.0527143
0.1037718
0.0738194
0.0538101
0.1046765
0.0741719
xxv
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN DENSITAS KOMPOSIT
Fraksi
Massa
a b w Densitas Densitas
Rata rata
0% 0.4396 128.92
5
128.9 1.060299
083
1.0625490
54
0.3696 126.08 126.05
8
1.063291
139
0.299 122.13
8
122.12 1.064056
94
5% 0.3874 126.10
5
126.07 1.099318
956
1.1346316
57
0.3812 126.15 126.1 1.150966
184
0.3004 126.21 126.17 1.153609
831
10% 1.0675 119.8 119.7 1.103359
173
1.1045882
11
1.006 117.25 117.16 1.098253
275
0.7834 115.76
9
115.69 1.112152
186
15% 0.781 126.71 126.66 1.068399
453
1.0695184
95
0.5541 124.37
6
124.34 1.069484
655
0.3333 120.62
2
120.6 1.070671
378
a = massa spesimen di udara
b = massa spesimen dan pemberat serta kawat didalam
air
w = massa total pemberat dan kawat
xxxiii
LAMPIRAN F
KOMPARASI SEMUA PENGUJIAN
FRAKSI
MASSA
ABSORB
SI
SUARA
STABILIT
AS
TERMAL
(%)
INSULASI
TERMAL
(W/mC)
DENSITA
S (gr/cm3)
MURNI 0.348517 25.96 0.088518 1.06255
5% 0.314483 37.432 0.076478 1.13463
10% 0.342283 36.261 0.0077134 1.10459
15% 0.343167 40.995 0.077572 1.06952
Dari 4 pengujian dan 4 penambahan fraksi massa
nanoselulosa tersebut, dapat dilihat bahwa yang paling baik dari
segi nilai absorbsi suara, stabilitas termal, insulasi termal, dan
densitasnya adalah komposit dengan penambahan fraksi massa
nanoselulosa sebanyak 15%.
xxxiv
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Samuel Budi
Utomo, lahir di Jakarta pada tanggal 1
November 1995 dari ayah bernama
Eben Ezer dan ibu bernama Ira Sari.
Penulis adalah putra pertama dari tiga
bersaudara dan telah menempuh
pendidikan formal di SDK 4 BPK
Penabur, lalu SMPK 5 BPK Penabur,
lalu SMAK 7 BPK Penabur. Penulis
melanjutkan pendidikan di Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan
Teknik Material dan Metalurgi melalui
tes SBMPTN 2013. Semasa kuliah,
penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan
kepanitiaan di kampus antara lain sebagai Staff Unit Kerja Khusus
HMMT FTI ITS periode 2014/2015, Kepala Departemen Internal
INDOCOR ITS SC periode 2015/2016 dan merangkap sebagai
Kepala Divisi bagian dana Unit Kerja Khusus HMMT FTI ITS
periode 2015/2016. Selain itu, penulis pernah menjadi panitia
ICOMMET 2016, panitia SIlVER PARADE 2015. Penulis juga
memiliki pengalaman kerja praktisi di Elang Perdana Tyre Industry
pada divisi Research and Developement bagian compounding
komposit pada ban. Sebagai tugas akhir, penulis mengambil topik
mengenai material inovatif (komposit).