Kualitas Semen Beku Kuda Pada Pengencer Susu Skim Dengan ...
PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI … · Nama : Ferdinand Hukama ... kalium di media...
Transcript of PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI … · Nama : Ferdinand Hukama ... kalium di media...
PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN
ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei )
FERDINAND HUKAMA TAQWA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)”, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Ferdinand Hukama Taqwa NRP. C 151060101
3
ABSTRACT
FERDINAND HUKAMA TAQWA. The Effect of Potassium Addition during Salinity Acclimatization and Natural Food Substitution Time by Artificial Diet on Performance Pacific White Shrimp Postlarvae (Litopenaeus vannamei). Under direction of D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.
The objectives of this research were to study the effect of potassium addition
during salinity acclimatization from 25 ppt until 2 ppt and natural food substitution time by artificial diet after salinity acclimatization on performance of Litopenaeus vannamei postlarvae. The first experiment was done to determine optimal dosage of potassium which can increase survival and reduce stress level after salinity acclimatization. Animal test used was PL20 of white shrimp (0,001 g). Experimental design used was completely randomized design with four treatments and three replications of different potassium addition level to freshwater : 0 ppm (A), 25 ppm (B), 50 ppm (C) and 75 ppm (D). Dilution of salinity was done in gradual using freshwater during 4 days from 25 ppt to 2 ppt. The research of the second experiment was conducted to determine natural food substitution time by artificial diet after salinity acclimatization which can increase survival and growth. The densities of PL25 white shrimp were 20 PLs/50 liters of 2 ppt media. Design experiment was completely randomized design with five treatments and three replications of food substitution time by artificial diet at day : 1 (A), 7 (B), 14 (C), 21 (D) and full natural food without artificial diet (E) during 28 days rearing period. Artificial diet (40,71% of crude protein) and natural food frozen Chironomus sp (62,76% of crude protein) was used in this experiment. The result of the first experiment indicated that addition of 25 ppm potassium (potassium level in media was 51 ppm) increase survival, also reduce energy cost for osmoregulation and level of stress of PL24 after passing a period of salinity acclimatization during 4 days. The result of the second experiment showed that the use of artificial diet as soon as after salinity acclimatization (PL25) gives best performance production compared to which only that was given natural food Chironomus sp during experiment or with treatment by artificial diet substitution at day-7, day-14 or day-21. Keywords : potassium, acclimatization, salinity, natural food, artificial diet, white
shrimp
4
RINGKASAN
FERDINAND HUKAMA TAQWA. Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.
Kalium merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan pascalarva udang vaname di media bersalinitas rendah terutama untuk mempertahankan keadaan konstan dalam hemolim dan berhubungan dengan aktifitas enzim Na+K+-ATPase. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap. Penelitian tahap pertama merupakan penelitian untuk mendapatkan penambahan kalium optimal yang dapat menurunkan beban osmotik, tingkat stres dan laju metabolisme standar sehingga dapat meningkatkan sintasan pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas. Penelitian tahap kedua merupakan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang vaname hasil aklimatisasi tebaik tahap pertama selama masa pemeliharaan 28 hari di media bersalinitas 2 ppt dengan kadar kalium media yang optimum.
Dalam penelitian tahap pertama, hewan uji yang digunakan adalah PL20 udang vaname yang sebelumnya telah didaptasikan di laboratorium. Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59x29x40 cm. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan yang diterapkan ialah penambahan kalium ke air tawar pengencer masing-masing sebanyak 0 ppm (A), 25 ppm (B), 50 ppm (C) dan 75 ppm (D). Penurunan salinitas dilakukan secara gradual selama 4 hari dari salinitas 25 ppt hingga mencapai 2 ppt. Pakan yang diberikan berupa Artemia salina yang telah diperkaya dengan vitamin C sebanyak 100 mg/l selama 12 jam. Data yang diolah secara statistik meliputi sintasan, tingkat kerja osmotik dan kadar glukosa darah, sedangkan tingkat konsumsi oksigen dan fisika kimia air diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil percobaan tahap pertama menunjukkan bahwa penambahan kalium sebanyak 25 ppm hingga kadar kalium media menjadi 51 ppm dapat meningkatkan sintasan dan menurunkan beban osmotik, tingkat stres serta laju metabolisme standar pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas selama 96 jam (4 hari).
Pada penelitian tahap kedua dilakukan pemeliharaan lanjutan PL25 selama 28 hari di media bersalinitas 2 ppt hasil adaptasi terbaik tahap pertama untuk mengetahui performa PL udang vaname yang meliputi tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, sintasan, dan fisikia kimia air. Secara keseluruhan data yang didapat diolah secara statistik kecuali untuk data fisika kimia air. Wadah percobaan yang digunakan seperti pada tahap pertama dengan padat tebar 20 ekor/50 liter/wadah. Rancangan percobaan berupa rancangan acak lengkap dengan perlakuan yang diterapkan berupa waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan pada hari : ke-1 (A), ke-7 (B), ke-14 (C), ke-21 (D) dan pakan alami (E) selama masa pemeliharaan. Pakan yang diberikan berupa pakan udang komersil dengan kadar protein 40% dan pakan
5
alami Chironomus sp beku dengan kadar protein 62%. Hasil percobaan tahap kedua menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan segera setelah masa adaptasi penurunan salinitas (hari ke-1 atau saat stadia PL25) memberikan performa pascalarva udang vaname terbaik bila dibandingkan dengan yang hanya diberi pakan alami selama masa pemeliharaan maupun waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan pada hari ke-7, ke-14 dan hari ke-21.
6
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
7
PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN
ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei )
FERDINAND HUKAMA TAQWA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Budidaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
8
Judul Tesis : Pengaruh Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Nama : Ferdinand Hukama Taqwa NRP : C151060101 Program Studi : Ilmu Perairan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA Dr. Ir. Ridwan Affandi,DEA Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS
Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 12 Agustus 2008
9
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Kalium pada Masa Adaptasi Penurunan Salinitas dan Waktu
Penggantian Pakan Alami oleh Pakan Buatan terhadap Performa Pascalarva
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)”. Dari hasil penelitian ini diperoleh
informasi tentang metode aklimatisasi penurunan salinitas dengan penambahan
kalium di media pengencer dan waktu penggantian alami oleh pakan buatan yang
tepat sehingga dapat meminimalkan stres, meningkatkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan benih udang vaname di media bersalinitas rendah.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku
komisi pembimbing atas saran dan pengarahan dalam penyusunan tesis ini.
2. Evi Aprianti, S.Si dan ananda Azrell Ilham Ferdinand atas doa, pengertian dan
kesabarannya selama penulis menyelesaikan studi serta dukungan moril orang
tua, mertua dan keluarga besar di Pekalongan dan Prabumulih.
3. Catur Agus P dan Hidayat Suryanto S atas kebersamaan dari awal
perkuliahan, beserta Erly Kaligis dan Azis dalam perjuangan kelulusan studi.
4. Agung dan Dina dari PT TSI Labuan Banten atas bantuan PL udang vaname.
5. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan
mahasiswa program studi Ilmu Perairan, sekolah Pascasarjana IPB angkatan
2006 atas kekompakan, kerjasama yang baik serta bantuannya dalam
penyelesaian karya ilmiah ini.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menyadari masih terdapat
kekurangan yang perlu dilengkapi sehingga segala saran untuk perbaikan akan
sangat dihargai demi kesempurnaan hasil penelitian ini di masa mendatang.
Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
budidaya udang vaname di media pemeliharaan bersalinitas rendah.
Bogor, Agustus 2008
Ferdinand Hukama Taqwa
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, pada tanggal 8 Februari 1976 dari pasangan Bapak Akhmad Lazim Rozaq, B.Sc dan Ibu Sri Endah Rahadjeng, BA sebagai anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 2004 penulis menikah dengan Evi Aprianti, S.Si dan dikaruniai seorang putra Azrell Ilham Ferdinand pada tahun 2005.
Pendidikan sekolah dasar di SDN Keputran VI Pekalongan dari tahun 1982 hingga 1988, dilanjutkan di SMPN 1 Pekalongan dari tahun 1988 hingga 1991 dan pendidikan menengah atas penulis selesaikan di SMAN 1 Pekalongan, Jawa Tengah pada tahun 1994. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro dari tahun 1995 dan lulus pada tahun 2000. Pengalaman kerja di bidang perikanan dimulai pada tahun 2000 saat penulis bekerja di bagian produksi pada salah satu perusahaan nasional pengolahan hasil perikanan di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara dan pada tahun 2001 diterima sebagai staf pengajar tetap di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Penulis melanjutkan studi ke Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan dana Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPs) yang diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2006 dan dinyatakan lulus pada tanggal 12 Agustus 2008.
11
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Tabel ...................................................................................... xiii
Daftar Gambar ...................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ...................................................................................... xv
Pendahuluan ...................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Permasalahan ...................................................................................... 4
Pemecahan Masalah ............................................................................. 5
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7
Hipotesis ...................................................................................... 7
Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 9
Taksonomi dan Biologi Udang Vaname .............................................. 9
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan .............................................. 10
Salinitas ...................................................................................... 12
Aklimatisasi ...................................................................................... 13
Mineral Kalsium dan Kalium ............................................................... 13
Glukosa Darah sebagai Indikator Respon terhadap Stres .................... 16
Fisika Kimia Air ................................................................................... 17
Metodologi Penelitian .............................................................................. 19
Metode Penelitian ................................................................................. 19
Penelitian Tahap 1 ................................................................................ 19
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 20
Bahan dan Alat .............................................................................. 20
Pelaksanaan Percobaan ................................................................ 21
Pengambilan Data ......................................................................... 23
Parameter yang Diukur ................................................................. 24
Analisis Data ................................................................................. 25
Penelitian Tahap 2 ................................................................................ 25
Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 26
12
Bahan dan Alat .............................................................................. 26
Pelaksanaan Percobaan ................................................................ 27
Pengambilan Data ......................................................................... 27
Parameter yang Diukur ................................................................. 28
Analisis Data ................................................................................. 30
Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 31
Penelitian Tahap Pertama ..................................................................... 31
Hasil ...................................................................................... 31
Pembahasan ................................................................................. 35
Penelitian Tahap Kedua ....................................................................... 42
Hasil ...................................................................................... 42
Pembahasan ................................................................................. 47
Simpulan dan Saran ................................................................................... 52
Daftar Pustaka ...................................................................................... 53
Lampiran ...................................................................................... 59
13
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut ....... 14 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006) ………..……… 15 3. Alat dan metode pengukuran parameter fisika kimia air ............. 25 4. Konsentrasi mineral pada air bersalinitas rendah (2 ppt) yang
digunakan selama masa aklimatisasi penurunan salinitas ............ 31 5. Kisaran nilai fisika kimia air selama penelitian tahap ke-1 ......... 31 6. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan
selama 4 hari masa aklimatisasi dengan penambahan kalium pada air tawar pengencer .............................................................. 32
7. Nilai rataan kadar glukosa darah (mg/dl) pascalarva udang vaname akibat penambahan K+ pada media aklimatisasi ............. 34
8. Rerata konsumsi pakan pascalarva udang vaname di akhir percobaan (dalam gram bahan kering) ......................................... 43
9. Data laju pertumbuhan bobot harian (LPBH) pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan (% bobot basah) ......................... 45
10. Efisiensi pakan pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan (% bobot kering) .......................................................... 45
11. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan selama 28 hari masa pemeliharaan ............................................... 46
12. Kisaran nilai fisika kimia air selama penelitian tahap ke-2 ......... 46
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh penambahan Ca2+ 50 ppm dan penambahan mineral kalium pada masa aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda ..................................................................
8 2. Skema rangkaian kegiatan penelitian ..............................…….. 19 3. Hubungan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname
dengan penambahan K+ selama masa adaptasi penurunan salinitas ....................................................................................... 33
4. Pengaruh penambahan K+ terhadap tingkat konsumsi oksigen pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi penurunan salinitas ....................................................................................... 35
5. Retensi protein pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan .................................................................................... 43
6. Retensi energi pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan .................................................................................... 44
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur pengukuran osmolaritas media dan cairan tubuh pascalarva udang vaname (SOP Osmometer Automatic Roebling Type 13) ......................................................................
59 2. Metode pengambilan hemolim pascalarva udang vaname ...... 60 3. Prosedur analisis kadar glukosa darah menggunakan KIT
Glucose GOD FS dari DiaSys International .............................. 60 4. Prosedur pengoperasian spektrofotomer untuk analisis kadar
glukosa darah (SOP CAMSPEC SERI 2001) ........................... 61 5. Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen pascalarva
udang vaname ............................................................................. 62 6. Prosedur preparasi sampel air dan pengukuran kandungan
mineral air dengan metode spektrofotomer serapan atom (AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ............................................... 62
7. Prosedur analisis proksimat pakan dan tubuh pascalarva udang vaname ....................................................................................... 64
8. Sintasan pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi pada penelitian tahap ke-1 ...................................... 68
9. Osmolaritas hemolim, osmolaritas media dan tingkat kerja osmotik (TKO) pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi ................................................................................. 69
10. Kadar glukosa darah pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi di media bersalinitas rendah .......................... 70
11. Tingkat konsumsi oksigen (OC) pascalarva udang vaname pada masing-masing perlakuan ............................................... 70
12. Sintasan pascalarva udang vaname selama masa pemeliharaan 28 hari di media bersalinitas rendah (2 ppt) ...............................
71
13. Data bobot rerata pada awal dan akhir penelitian, konsumsi pakan, efisiensi pakan dan laju pertumbuhan harian selama 28 hari masa pemeliharaan pascalarva udang vaname di media bersalinitas 2 ppt .........................................................................
72 14. Hasil analisis proksimat pakan alami Chironomous sp, pakan
16
udang komersil serta proksimat tubuh pascalarva udang vaname pada awal dan akhir penelitian ......................................
73
15 Penghitungan retensi protein pascalarva udang vaname (dalam gram bahan kering) ..................................................................... 74
16. Penghitungan retensi energi pascalarva udang vaname (dalam gram bahan kering) .................................................................... 75
17. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12) .......................................................................... 76
18. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12) ............................................................ 77
19. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data kadar glukosa darah pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12) .......................................................................... 78
20. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data konsumsi pakan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12) ................................................................................... 79
21. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi protein pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12).................................................................................... 80
22. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi energi pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12) .......................................................................... 81
23. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data laju pertumbuhan harian pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12) .......................................................................... 82
24. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data efisiensi pakan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12) ................................................................................... 83
25. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12) ... 84
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang telah menjadi
perhatian dunia perikanan, karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan salah
satu komoditi perikanan yang nilai ekonomisnya tinggi sebagaimana ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya permintaan pasar udang vaname baik di dalam
maupun luar negeri. Hal ini berarti peluang untuk mengembangkan komoditas
udang vaname semakin tinggi. Selain itu komposisi daging udang vaname (66-
68%) yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan udang windu (62%)
menjadi faktor pendorong lainnya bagi berkembangnya budidaya udang vaname
(Subjakto, 2005).
Setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui
SK Menteri KP No. 41/2001 secara resmi melepas udang vaname sebagai varietas
unggul pada tanggal 12 juli 2001 (Anonim, 2003; Poernomo, 2002; Widigdo,
2002). Beberapa keunggulan udang vaname antara lain lebih tahan terhadap
penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, waktu
pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus, sintasan tergolong
tinggi, hemat pakan dan dapat dibudidayakan dengan padat tebar yang tinggi.
Selain itu udang vaname bersifat euryhalin (Haliman dan Adijaya, 2005) sehingga
dapat dipelihara di daerah perairan pantai dengan kisaran salinitas 1-40 ppt
(Bray et al., 1994).
Usaha budidaya udang vaname di Indonesia belum banyak dilakukan di
daerah yang jauh dari sumber air laut, terutama pada kondisi wilayah yang hampir
sebagian besar terdiri dari daerah rawa dengan nilai pH relatif asam. Di sisi lain
banyak dijumpai area tambak udang windu yang terletak di daerah yang jauh dari
daerah pantai atau pesisir dengan tingkat salinitas rendah yaitu di bawah 15 ppt
dan pH perairan yang cukup rendah. Hal ini tentunya menjadi peluang untuk
mengembangkan budidaya udang vaname, mengingat walaupun budidaya udang
windu sudah dapat dilakukan di lokasi tersebut tetapi belum maksimal
produksinya. Langkah tersebut merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk
18
mengoptimalkan potensi lahan tambak bersalinitas rendah melalui budidaya
udang vaname, karena udang jenis ini mempunyai kisaran toleransi yang tinggi
terhadap perubahan salinitas.
Selain itu masalah lain yang kadang dijumpai pada unit pembesaran udang
vaname adalah tidak semua lokasi tambak dekat dengan sumber air laut, sehingga
dijumpai pada suatu area tambak beragam tingkat salinitasnya. Salah satu langkah
strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketergantungan pasokan air laut
dalam pemeliharaan benih udang vaname hingga mencapai ukuran konsumsi
adalah dengan melakukan adaptasi benih udang vaname pada media bersalinitas
rendah dan pada masa mendatang tidak tertutup kemungkinan untuk
membudidayakan udang ini di lingkungan air tawar. Hal ini penting dilakukan
mengingat banyaknya sentra perikanan budidaya air payau yang berlokasi jauh
dari daerah pantai dan mempunyai potensi besar untuk pengembangan budidaya
udang vaname.
Di Indonesia, prospek budidaya udang vaname di tambak bersalinitas
rendah sangat menjanjikan mengingat di beberapa daerah, banyak terdapat tambak
yang berjarak 2-3 km dari pantai yang bersalinitas rendah bahkan mendekati
0 ppt. Selain itu budidaya udang di air tawar dapat mencegah terjangkitnya
penyakit terutama virus dan bakteri penyebab kematian udang (Sugama, 2002).
Akan tetapi kendala yang dihadapi adalah ketersediaan bibit udang yang siap tebar
pada kondisi salinitas rendah sangat terbatas sehingga teknologi adaptasi dari air
laut ke air bersalinitas rendah mutlak diperlukan. Keberhasilan pada tahap
pengadaptasian awal merupakan faktor yang sangat menentukan untuk proses
berikutnya demi mendapatkan benih yang tahan dan berkualitas sehingga setelah
ditebar di tambak bersalinitas rendah menghasilkan performa produksi yang
signifikan.
Kegiatan budidaya udang vaname sekarang ini tidak hanya dilakukan di air
payau tetapi telah berkembang sampai ke air tawar bersalinitas rendah. Budidaya
udang vaname di tambak air tawar bersalinitas rendah telah dipraktekkan di
beberapa negara seperti Thailand, Amerika (Florida, Texas, Arizona dan
Alabama) dan Amerika Latin (Panama dan Ekuador) (Sugama, 2002). Berbagai
19
metode dan teknik aklimatisasi udang vaname ke media bersalinitas rendah telah
banyak dikembangkan diantaranya oleh McGraw et al., (2002); Davis et al.,
(2002) dan Saoud et al., (2003). Kendala yang masih dijumpai pada tahap
pemeliharaan lanjutan udang vaname di media pemeliharaan bersalinitas rendah
yaitu masih tingginya tingkat mortalitas sehingga produksi budidaya belum
maksimal. Oleh sebab itu teknik aklimatisasi yang diterapkan harus
disempurnakan terutama dalam hal perbaikan karakteristik lingkungan media
aklimatisasi sehingga dapat menekan mortalitas.
Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup benih udang vaname saat aklimatisasi ke media bersalinitas
rendah ialah dengan penambahan mineral penting dalam media air tawar
pengencer. Ketika terjadi perubahan salinitas secara bertahap ke media
bersalinitas rendah maka akan diiringi penurunan alkalinitas dan pH, sehingga
udang mudah stres/lemah, kurang nafsu makan, serta cenderung berkulit tipis.
McGraw et al., (2002) dan Hana (2007) melaporkan tentang teknik aklimatisasi
benih udang vaname hingga mencapai salinitas 2 ppt, namun kelangsungan hidup
pascalarva udang vaname yang diperoleh masih rendah (di bawah 50%). Upaya
yang dapat dilakukan pada aklimatisasi ke salinitas rendah yaitu dengan
penambahan mineral kalsium dalam media pemeliharaan. Davis et al., (2004)
menyatakan bahwa alkalinitas sangat berperan bagi udang yang dipelihara di
media bersalinitas rendah. Peningkatan pH salah satunya dapat dilakukan dengan
penambahan kalsium karbonat (CaCO3). Selain itu kalsium berguna untuk
osmoregulasi dan pergantian kulit (kalsifikasi) pada krustasea. Hasil penelitian
Hukom (2007) mengindikasikan bahwa dengan penambahan kalsium pada proses
aklimatisasi benih udang vaname ke salinitas rendah dapat meningkatkan
kelangsungan hidup benih udang vaname tersebut, akan tetapi masih terdapat
keterbatasan informasi tentang tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan
benih udang vaname pada tahap pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas
rendah.
Pada pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah ternyata
kelangsungan hidup pascalarva udang vaname masih rendah. Oleh sebab itu
20
kemungkinan dibutuhkan upaya penambahan mineral lain selama masa adaptasi
penurunan salinitas dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Davis et al., (2002); McGraw dan Scarpa
(2003) menunjukkan bahwa kurangnya kalium (K+) di media bersalinitas rendah
secara signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva
vaname. Dengan dasar pemikiran tersebut maka dengan pemberian kalsium dan
kalium dalam media kemungkinan dapat mengurangi beban osmotik selama masa
aklimatisasi, sehingga akan meningkatkan kelangsungan hidup pascalarva udang
vaname.
Selain itu, untuk menunjang proses fisiologis dalam rangka menopang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup dibutuhkan makanan sebagai sumber energi
dan materi. Pada stadia larva sumber makanan yang biasa digunakan adalah
makanan alami, namun penggunaaan pakan alami yang berlanjut secara praktis
dan ekonomis tidak menguntungkan. Demikian juga kandungan gizi pakan alami
seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pascalarva udang vaname,
sehingga pemberian pakan yang tepat merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup
pascalarva udang vaname selama masa pemeliharaan di media bersalinitas rendah.
Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam aklimatisasi benih udang vaname di
media bersalinitas rendah yaitu masih rendahnya tingkat kelangsungan hidup. Hal
ini diduga pada media bersalinitas rendah terjadi kekurangan mineral-mineral
penting yang dibutuhkan oleh benih udang vaname untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Selanjutnya pada pemeliharaan di media bersalinitas
rendah juga masih dihasilkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih
udang vaname yang rendah. Hal ini disebabkan oleh penurunan kualitas air
sehingga kerja osmotik terhambat dan pada akhirnya menyebabkan ketahanan
hidup menurun. Selain itu penerapan teknik aklimatisasi salinitas yang dilakukan
kemungkinan belum tepat sehingga berpengaruh terhadap penurunan tingkat
kelangsungan hidup benih udang vaname.
21
Untuk mengatasi permasalahan yang ada diperlukan upaya pengaturan
aklimatisasi salinitas dan media yang tepat. Penelitian Hana (2007) menunjukkan
bahwa tingkat kelangsungan hidup pascalarva vaname masih rendah (48%) saat
diaklimatisasikan ke salinitas 2 ppt selama 96 jam. Selanjutnya Hukom (2007)
menambahkan mineral kalsium pada saat penurunan ke salinitas rendah dalam
media air tawar pengencer dan ternyata dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pascalarva udang vaname hingga mencapai 100% selama aklimatisasi 96 jam,
tetapi kualitas benih pada pemeliharaan tahap berikutnya belum diketahui.
Mineral kalsium dalam bentuk kapur berperan dalam menunjang proses fisiologis
udang, serta dapat mempertahankan kualitas air (pH) media ketika terjadi
penurunan salinitas. Oleh karena itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup
baik pada masa aklimatisasi maupun pemeliharaan selanjutnya di media
bersalinitas rendah maka perlu dilakukan penambahan mineral penting lainnya.
Salah satu mineral penting yang diduga berpengaruh terhadap tingkat
kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname di media
pemeliharaan bersalinitas rendah adalah kalium (K+). Oleh karena itu perlu
dikembangkan teknik aklimatisasi baru dengan penambahan kalium, begitu pula
selama pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah selain dilakukan
penambahan mineral kalium dalam media kultur juga perlu ditunjang dengan
pemberian pakan yang tepat terutama dari kandungan nutrisi, sehingga kebutuhan
mineral pascalarva udang vaname terutama yang berperan penting untuk
metabolisme akan terpenuhi.
Pemecahan Masalah
Salah satu upaya untuk mempertahankan vitalitas dan kualitas pascalarva
udang vaname pada media pemeliharaan bersalinitas rendah adalah dengan
pengelolaan dan pengoptimalan kondisi lingkungan media yang dapat mendukung
kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname. Adanya mineral
kalsium selama aklimatisasi akan menciptakan kondisi media optimal, serta
menghasilkan benih yang prima untuk perkembangan di lingkungan salinitas
22
rendah. Mineral kalsium berfungsi utama dalam menetralisir pH air dan
mineralisasi kulit (eksoskeleton).
Mineral kalsium bersama dengan ion kalium (K+) berperan dalam
mekanisme kerja osmotik udang. Saat kemampuan osmoregulasi pascalarva
meningkat maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pascalarva.
Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin III,
1991). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan efisiensi
enzim Na+K+-ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga
mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan.
Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) akan
berkurang untuk aktifitas enzim Na+K+-ATPase sehingga tersedia banyak energi
(katabolisme) yang dipergunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
udang saat kondisi stres. Sedangkan penambahan kalium (K+) berpengaruh
terhadap metabolisme yaitu dalam kestabilan transpor sel sehingga kemampuan
kerja/aktifitas enzim berjalan normal walaupun terjadi fluktuasi salinitas
lingkungan. Dengan adanya penambahan kedua mineral ini pada media
bersalinitas rendah maka pascalarva udang vaname mampu mempertahankan
kelangsungan hidup karena kebutuhan akan mineral penting terpenuhi.
Pada awal pemeliharaan pascalarva udang vaname, jenis makanan yang
biasa digunakan adalah pakan alami. Langkah ini jika berlanjut dalam waktu yang
lebih lama selain tidak praktis dan kurang ekonomis, ternyata kandungan gizi
pakan alami seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pascalarva udang
vaname. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
saat yang tepat dilakukan penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang dapat
memacu kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname. Skema
pendekatan dan pemecahan masalah pengaruh penambahan kalium selama
aklimatisasi dan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan untuk
pascalarva udang vaname selama pemeliharaan di media bersalinitas rendah
disajikan pada Gambar 1.
23
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan :
1) Mengetahui pengaruh penambahan kalium terhadap performa pascalarva
udang vaname selama masa aklimatisasi ke media bersalinitas rendah.
2) Mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname
selama pemeliharaan di media bersalinitas rendah dengan kadar kalium yang
optimum.
Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi tentang kadar
kalium terbaik yang dapat meminimalkan stres sehingga meningkatkan
kelangsungan hidup pascalarva udang vaname. Disamping itu dengan
diketahuinya saat penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang tepat, dapat
lebih mengefisienkan penggunaan pakan dan memacu pertumbuhan pascalarva
udang vaname.
Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dikembangkan
adalah sebagai berikut :
1. Apabila penambahan mineral kalium pada masa adaptasi penurunan salinitas
rendah mampu menunjang pemenuhan kebutuhan mineral pascalarva udang
vaname, maka tingkat stres akan minimal dan kelangsungan hidup akan
meningkat.
2. Apabila waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan selama masa
pemeliharaan di media bersalinitas rendah tepat, maka pemenuhan kebutuhan
nutrisi pascalarva udang vaname akan terpenuhi sehingga pertumbuhan dan
kelangsungan hidup akan meningkat.
24
Efisiensi
pakan
Pascalarva udang
Pakan
Manajemen kualitas air
Manajemen pakan
Kualitas air layak
Kadar glukosa darah (tingkat
Konsumsi pakan
Pertumbuhan Pascalarva
Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh penambahan Ca2+ 50 ppm dan penambahan mineral kalium pada masa aklimatisasi pascalarva udang vaname ke media bersalinitas rendah dan pemeliharaan lanjutan di media bersalinitas rendah dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda
Aklimatisasi salinitas + Ca+ 50 ppm + penambahan kalium (K+)
Biomassa dan kualitas
Beban osmotik
Konsumsi oksigen (pembelanjaan
+
-
+
-
Kelangsungan hidup pascalarva
Perkembangan Stadia dan pertumbuhan
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Biologi Udang Vaname
Wyban dan Sweeney (1991) mengklasifikasikan udang vaname dalam
filum: Arthropoda, kelas : Malacostraca, sub kelas: Eumalacostraca, superordo:
Eucarida, ordo: Decapoda, subordo: Dendrobrachiata, famili : Penaeidae, genus :
Litopenaeus serta dalam species : Litopenaeus vannamei. Udang vaname disebut
udang putih karena berwarna putih bening dengan corak kebiru-biruan,
mempunyai 10 kaki dan bagian karapas berkembang hingga menutupi seluruh
kepala dan thorak. Ciri lain udang vaname adalah gigi pada rostrum bagian atas
dan bawah dimana bagian ventral dari rostrum terdapat 2 gigi, sedangkan bagian
dorsal terdapat 8-9 gigi. Selain itu pada udang vaname mempunyai telikum
terbuka tanpa tempat penyimpanan sperma pada udang betina serta ciri antena
yang panjang.
Udang vaname termasuk jenis omnivora atau pemakan detritus dan
digolongkan sebagai organisme katadromous dimana udang vaname dewasa hidup
di laut sedangkan udang muda akan berpindah ke daerah pantai. Haliman dan
Adijaya (2005) menyatakan udang vaname merupakan tipe pemakan lambat,
tetapi terus menerus dan mencari makan melalui organ sensor. Pemijahan udang
vaname secara alami terjadi pada kolom air laut pada suhu 26-280C dengan
salinitas sekitar 35 ppt. Telur akan menetas menjadi larva dan mulai menyukai
permukaan air laut. Selama berada di permukaan laut, larva akan mengalami
perubahan bentuk mulai dari nauplius, zoea, mysis dan post larva. Pascalarva
masih membutuhkan pergantian cangkang beberapa kali. Menurut Murtidjo
(1989) pascalarva 14-20 udang vaname mulai mencari tempat di muara sungai.
Setelah beberapa bulan di daerah estuari, udang dewasa akan kembali ke
lingkungan laut dalam dan mengalami kematangan seksual, kawin serta bertelur
(Wyban dan Sweeney, 1991).
10
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Air beserta kandungan yang terlarut di dalamnya merupakan media bagi
kehidupan organisme perairan. Setiap jenis organisme perairan dapat hidup dan
melakukan semua aktifitas kehidupan dengan baik jika ditunjang oleh kualitas
perairan baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kelangsungan hidup organisme
perairan ditentukan oleh kualitas perairannya. Udang mempunyai kisaran kualitas
air tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan aktifitas
kehidupannya dengan baik.
Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara
jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar
nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama
pemeliharaan (Effendie, 2002). Faktor lingkungan merupakan hal yang paling
mempengaruhi tingkat kelulusan hidup organisme secara langsung (Holliday,
1969). Jika salinitas diturunkan ternyata udang vaname masih tetap dapat hidup,
tetapi masih dihadapkan pada tingkat kelangsungan hidup yang masih rendah
(47%) selama pemeliharaan 125 hari pada salinitas 2-5 ppt (Green, 2004).
Pertumbuhan adalah sebuah perubahan ukuran dari individu, biasanya
meningkat serta dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau energi (Wootton,
1995). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan
ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan bagi
populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan tetapi jika dilihat lebih lanjut
sebenarnya pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana
banyak faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan
jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada
kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan.
Bahan yang berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme
dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau
mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna akan
dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan berlebih dari
keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit atau penggantian
11
sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan resultantenya merupakan perubahan
ukuran (Effendie, 2002).
Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa pendekatan dalam mempelajari
pertumbuhan dapat dilakukan melalui : (1) model pertumbuhan metabolik, (2)
model matematik yaitu penelaahan pertumbuhan melalui pendekatan persamaan
matematik dan kurva, dan (3) analisa pada tingkat sel melalui penelaahan
pertumbuhan melalui perkembangan sel (multiplication, regeneration dan
hypertrophy). Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa aspek yang berkaitan
dengan pertumbuhan individu terutama yang berkaitan proses fisiologis meliputi
regenerasi, metamorfosa dan moulting. Regenerasi berkaitan dengan kondisi
binatang/hewan yang memiliki kemampuan untuk menyusun kembali
jaringan/bagian tubuh yang telah hilang, baik pada waktu proses fisiologis normal
maupun rusak karena luka. Metamorfosa dihubungkan dengan reorganisasi
jaringan pada stadia pasca embrio yang biasanya dialami suatu organisme dalam
rangka mempersiapkan diri untuk hidup dalam suatu habitat yang berbeda.
Pengertian moulting berkenaan dengan proses pelepasan secara periodik cangkang
yang sudah tua dan pembentukan cangkang baru dengan ukuran yang lebih besar.
Pada krustase (udang), pertumbuhan terjadi secara berkala setelah pergantian
kulit. Pertambahan panjang dan bobot tubuh akan terhambat bila tidak didahului
oleh ganti kulit.
Seperti halnya arthropoda lain, pertumbuhan udang vaname tergantung dua
faktor yaitu frekuensi moulting (waktu antara moulting) dan peningkatan
pertumbuhan (berapa pertumbuhan setiap moulting baru) (Wyban dan Sweeney,
1991). Kecepatan pertumbuhan merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun
akan menurun apabila kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok (Wickins dan
Lee, 2002). Hasil kajian Saoud et al., (2003) menyatakan bahwa laju pertumbuhan
spesifik individu pascalarva udang vaname sebesar 3,69% selama 28 hari di
tangki pemeliharaan bersalinitas 6 ppt. Sedangkan selama pemeliharaan 30 hari
di tambak bersalinitas 35 ppt, ternyata laju pertumbuhan spesifik individu
pascalarva udang vaname mencapai 15% (Budiardi, 2007).
12
Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah padatan dalam gram dari garam-
garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut, setelah semua karbonat diubah
menjadi oksida, semua bromide dan ion iodin sudah ditansformasikan sehingga
ekuivalen dan semua bahan organik telah dioksidasi (Stickney, 1979). Definisi
lain dari salinitas adalah konsentrasi total ion-ion yang terlarut di dalam air dan
biasanya dinyatakan dalam satuan g/kg atau ‰. Terdapat 7 ion yang sangat
berpengaruh dalam menentukan salinitas perairan, yaitu Na, K, Mg, Ca, Cl, sulfat
dan bikarbonat (Boyd, 1982).
Salinitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam sifat kimia air dan
keberadaanya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu
pertumbuhan ikan. Salinitas merupakan faktor yang secara langsung dapat
mempengaruhi kehidupan organisme yakni jumlah pakan yang dikonsumsi, laju
pertumbuhan, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup (Kinne,
1964). Salah satu aspek fisiologis ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah
tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh
(Holliday, 1969).
Perbedaan konsentrasi cairan tubuh ikan dengan konsentrasi lingkungannya
akan mengganggu kelangsungan poses fisiologis yang normal dalam tubuh ikan.
Untuk mengatasi hal tersebut ikan akan melakukan proses osmoregulasi.
Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi
kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis tubuhnya berjalan normal
(Rahardjo, 1980). Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan
melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi
dibandingkan untuk pertumbuhan (Haliman dan Adijaya, 2005). Perubahan
salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik, dimana semakin rendah
salinitas maka akan semakin rendah tekanan osmotiknya (Vernberg and Vernberg,
1972).
Sifat osmotik air tergantung pada ion-ion yang terlarut dalam perairan.
Semakin tinggi jumlah ion yang terlarut dalam air maka salinitas dan kepekatan
13
osmotik larutan akan semakin tinggi sehingga semakin tinggi juga tekanan
osmotik media. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik air
laut yaitu Na+ dan Cl- dengan kandungan 30,61% dan 55,04% dari total seluruh
ion yang terlarut di dalam air (Nybakken, 1988).
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
respon kompensasi dari suatu organisme terhadap perubahan beberapa faktor
lingkungan, sedangkan jika hanya dipengaruhi oleh satu faktor lingkungan disebut
dengan aklimasi (Affandi dan Tang, 2002). Larva udang vaname diproduksi pada
salinitas 28-35 ppt, tetapi pada stadia pascalarva salinitas yang digunakan
biasanya lebih rendah. Sebelum dimasukkan ke tambak, pascalarva udang vaname
harus diadaptasikan terlebih dahulu pada salinitas rendah secara gradual yang
bertujuan untuk mengurangi resiko kematian akibat stres. Penurunan salinitas
yang dilakukan tidak boleh lebih dari 1 atau 2 ppt per jam (Boyd, 1982). Krustase
laut yang ditempatkan dalam air laut yang lebih encer akan mengalami kehilangan
ion-ion melalui permukaan tubuh dan urin. Organisme tersebut bisa mati bila
perubahan osmotik yang dialami sangat besar. Untuk mengatasi hal ini maka
diperlukan sejumlah energi metabolik yang besar dan sebanding dengan laju
kehilangan ion dari tubuh maupun urin (Lockwood, 1967 dalam Riani, 1990).
Pada salinitas yang diturunkan, udang masih dapat hidup dan tumbuh, hanya
saja masih sangat tergantung pada stadia udang. Pascalarva 10 udang vaname
dapat hidup lebih baik pada salinitas di atas 4 ppt dibandingkan pada salinitas 2
ppt, namun pada PL15 hingga PL20 dapat hidup hingga 1 ppt. Selain stadia umur,
aklimatisasi dan nutrisi, keberadaan unsur seperti kalium, kalsium dan sulfat juga
mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang yang dibudidayakan
di media bersalinitas rendah (Davis et al., 2002).
Mineral Kalsium dan Kalium
Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton, enzim dan kofaktor
beberapa protein, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktifitas saraf. Tidak
seperti hewan darat, krustasea air dapat memanfaatkan larutan mineral dalam air
14
(Deshimaru dan Yone, 1978; Wickins dan Lee, 2002). Kebutuhan kuantitas
mineral adalah tidak tetap diantara individu spesies dan kondisi lingkungan. Hal
ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentrasi
mineral yang terdapat pada air laut dan air tawar. Perbedaan kandungan
konsentrasi ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut
Ion Konsentrasi (ppm)
Air Tawar* Air Laut# Cl- 3-50 18.800 Na+ 2-100 10.770
SO42- 1-100 2.715
Mg2+ 1-70 1.290 Ca2+ 4-100 412 K+ 0,2-10 380
HCO3- 2-300 180
Br- - 67 H3BO3
- - 26 Sr2+ - 8 Fe2+ 0,1-3 -
Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003) # = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006) Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang
bermuatan dua ion positif (Piliang, 2005). Kalsium mempunyai peranan penting
dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini
disebabkan 99% kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau
tulang. Penambahan kalsium pada kolam budidaya lewat pengapuran bertujuan
untuk menetralkan ion Al, Fe, H, dan Mn, serta menambah unsur Ca dan Mg ke
dalam perairan. Penetral utama dalam kapur yaitu karbonat (CO32-) yang
menghasilkan OH-, sehingga akan merangsang perombakan bahan organik
menjadi dipercepat. Wickins dan Lee (2002) mengemukakan bahwa adanya
kandungan kapur yang tinggi dalam perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan
15
udang. Untuk golongan penaeid alkalinitas yang diperlukan sekitar 150-200 mg/l
CaCO3 (Wickins dan Lee, 2002).
Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air
media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral pada
spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh
melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energetik untuk
pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang isoosmotik,
dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk
meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al., 2003).
Kalium adalah suatu elemen intraseluler yang penting. Ion ini sangat
berpengaruh dalam metabolisme ketika pengeluaran energi dibutuhkan dalam
rangka menjaga konsentrasi konstan gradien melewati dinding sel. Berbagai jenis
bahan yang dibutuhkan sel dibawa melalui transpor aktif natrium (Na+) yang
terhubungkan dengan transpor K+ di bagian dalam sel melalui sepasang pompa
ion. Sistem ini menggunakan energi dari ATP yang digambarkan sebagai
Na+K+ATPase (Larvor, 1983). Ion kalium (K+) merupakan unsur pokok yang
ditemukan sedikit dalam perairan payau dan tawar. Pada krustase aktifitas enzim
tergantung konsentrasi K+ yang berperan mempertahankan keadaan konstan
dalam hemolim ketika terjadi fluktuasi salinitas lingkungan perairan (McGraw
dan Scarpa 2003). Kandungan mineral yang terdapat dalam udang disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan mineral pada udang (USDA, 2006)
Jenis Mineral Konsentrasi (mg/kg) Natrium 2.240 Kalium 1.820 Fospor 1.370 Kalsium 390 Magnesium 340 Besi 30,89 Seng 15,60 Tembaga 1,93 Mangan 0,34
16
Berbagai penelitian melaporkan mengenai aklimatisasi ke media bersalinitas
rendah, dan menunjukkan bahwa pemanfaatan kalium ternyata paling dominan
berperan dalam peningkatan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname (Davis
et al., 2002; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007). Roy et al., (2007 ) melaporkan
bahwa adanya peningkatan K+ media secara signifikan meningkatkan persentasi
penambahan bobot dan kelangsungan hidup benih udang vaname. Perlakuan yang
dicobakan yaitu 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm. Hasil maksimal yang
dicapai yaitu pada konsentrasi kalium 40 ppm, sehingga belum memenuhi
kebutuhan kalium optimal. Penelitian lain mengungkapkan bahwa penggunaan
senyawa yang mengandung kalium ternyata dapat meningkatkan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname setelah aklimatisasi (Davis et
al., 2005). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kalium yang terkandung dalam bentuk larutan KCl atau campuran KCl dan MgCl2
dalam media menghasilkan nilai kelangsungan hidup benih udang vaname relatif
sama, sedangkan pada media tanpa penambahan kalium memperlihatkan tingkat
kelangsungan hidup benih udang vaname yang rendah.
Glukosa Darah sebagai Indikator Respon terhadap Stres
Perubahan lingkungan (enviromental changes) akibat perubahan salinitas
perairan dapat mengakibatkan stres pada udang. Bila udang mengalami stres,
udang tersebut menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi
homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan
sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha
mempertahankan homeostasis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem
endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al., 1980) dan katekolamin
(Woodward, 1982). Sandnes dan Waagbo (1991) dalam Marzuqi et al., (1997)
menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa pada tubuh
yang dipicu oleh hormon kortisol dan katekolamin tersebut.
Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan
demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang
berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah
17
glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar
glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme
yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang
disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk
simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh
karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan
homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi
kesehatan bahkan kehidupan (Piliang dan Djojosoebagio, 2000).
Fisika Kimia Air
Kelangsungan hidup udang sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang
menjadi media tempat hidupnya. Bila kualitas air tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan, maka kelangsungan hidup udang akan terganggu. Kualitas air dapat
dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika, parameter kimia dan
parameter biologi. Salah satu parameter fisika perairan yang sangat berperan
terhadap kehidupan organisme air adalah temperatur. Suhu air sangat
mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan (Effendi,
2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat 2 kali lipat
setiap peningkatan suhu 100C. Hirono (1992) dalam Budiardi (1998) menyatakan
suhu optimal bagi pertumbuhan udang antara 28-320C.
Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman suatu perairan dan mewakili
konsentrasi ion-ion hidrogen (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). Udang dapat
hidup baik pada pH 6-9 (Boyd, 1991). Konsentrasi pH air akan berpengaruh
terhadap nafsu makan udang dan reaksi kimiawi di dalam air. Selain itu pH air
yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam ganti kulit dimana kulit menjadi
lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Chien, 1992).
Stickney (1979) menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut akan
membahayakan organisme air karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena
penyakit dan bahkan kematian. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa
kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang.
Kadar oksigen terlarut yang optimum bagi udang adalah di atas 4 mg/l (Liao dan
18
Huang, 1975 dalam Chien, 1992). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi
tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.
Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau
kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan
dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3
-) dan hidroksida (OH-)
(Wheaton, 1977 dalam Budiardi, 1998). Boyd (1991) mengemukakan bahwa
alkalinitas yang baik bagi udang hendaknya lebih dari 20 mg/l CaCO3. Kesadahan
menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta ion logam polivalen lainya.
Kesadahan air yang paling utama adalah ion Ca2+ dan Mg2+, oleh karena itu
hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air (Boyd, 1982).
Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar
20-150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney, 1979).
Amoniak merupakan salah satu hasil sampingan dari proses perombakan
bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Kandungan amoniak sangat terkait
dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan
menyebabkan kandungan amoniak menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NH4
yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis (Widigdo
dan Soewardi, 1999). Konsentrasi amoniak dalam air sangat tergantung pada pH,
suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka kandungan amoniak akan
meningkat relatif lebih tinggi daripada amonium, serta meningkatkan daya
racunnya terhadap udang. NH3 relatif lebih rendah daripada NH4+ pada perairan
yang bersalinitas dan sadah (Stickney, 1979). Toksisitas amoniak meningkat
dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif aman
untuk udang Penaeus sp adalah di bawah 0,1 mg/l (Liu, 1989).
19
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang
dilaksanakan secara laboratoris, dengan sistem pengamatan dan pencatatan secara
teratur dari fenomena yang diteliti. Data yang dianalisis berasal dari hasil
pengukuran secara langsung maupun analisis laboratorium. Penelitian untuk
mengetahui pengaruh penambahan kalium terhadap pemenuhan kebutuhan
mineral penting selama masa adaptasi penurunan salinitas terhadap performa
pascalarva udang vaname ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama yaitu
penambahan mineral kalium selama aklimatisasi pascalarva udang vaname ke
media bersalinitas rendah dan pada tahap kedua berupa waktu penggantian
pemberian pakan buatan pada pemeliharaan lanjutan setelah tahapan aklimatisasi
dalam media bersalinitas rendah dengan dosis kalium terbaik yang didapat dari
penelitian tahap 1. Data yang diukur yaitu dari PL20 sampai PL53. Hasil yang
didapat dari setiap tahapan penelitian merupakan rangkaian yang saling berkaitan,
penelitian tahap satu akan dijadikan pedoman untuk melandasi penelitian
berikutnya. Skema rangkaian tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 2
berikut ini :
Gambar 2. Skema rangkaian kegiatan penelitian
Penelitian Tahap 1
Penelitian tahap pertama merupakan penelitian untuk mendapatkan
penambahan kalium optimal yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan
PL7 PL 20
AKLIMATISASI
LABORATORIUM
TAHAP I AKLIMATISASI :
salinitas, kalsium, kalium
PL 24 PL 53 (28 hari)
TAHAP II PEMELIHARAAN
- K+ media terbaik tahap 1
- Waktu penggantian
20
tingkat stres paling rendah dari pascalarva udang vaname selama
diaklimatisasikan ke media bersalinitas rendah. Rancangan percobaan tahap
pertama penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 taraf
perlakuan dan masing-masing taraf perlakuan diulang 3 kali. Langkah awal
berupa aklimatisasi PL 7 udang vaname hingga PL20 pada media bersalinitas 25
ppt yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya mulai PL20 diaklimatisasikan ke
media pemeliharaan melalui pengenceran dari salinitas 25 ppt hingga 2 ppt selama
4 hari (96 jam) yang telah ditambah kalsium (CaCO3) dalam air tawar sebanyak
50 ppm dengan penerapan perlakuan penambahan kalium (K+) sebagai berikut :
Perlakuan A : Tanpa penambahan K+ (0 ppm) sebagai kontrol
Perlakuan B : Penambahan 25 ppm K+ pada media pengencer
Perlakuan C : Penambahan 50 ppm K+ pada media pengencer
Perlakuan D : Penambahan 75 ppm K+ pada media pengencer
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tahap pertama dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi FPIK
IPB selama lebih kurang 18 hari, mencakup tahapan aklimatisasi laboratorium
selama 14 hari dan dilanjutkan percobaan aklimatisasi salinitas dengan berbagai
penambahan kalium selama 4 hari (96 jam) yang telah ditambahkan kalsium
sebanyak 50 ppm. Pengukuran tekanan osmotik hemolim dan media dilakukan di
Laboratorium Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok, sedangkan kadar
glukosa darah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan IPB.
Analisis parameter fisika kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan FPIK
IPB.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1) Hewan uji berupa pascalarva 7 udang vaname yang diaklimatisasi selama 14
hari hingga mencapai PL20
2) Pakan alami Artemia salina
3) Vitamin C (asam askorbat)
21
4) Kapur yang digunakan berupa kapur pertanian (CaCO3) dan kalium dalam
bentuk K2CO3
5) Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59 x 29 x 40 cm sebanyak 12
unit yang dilengkapi dengan sistem pengatur salinitas, pengatur suhu, dan
aerator
6) Sarana dan prasarana produksi penunjang budidaya dan alat pengukur fisika
kimia air
Pelaksanaan Percobaan
a. Pengkayaan pakan alami
Pakan alami yang digunakan yaitu nauplius Artemia salina yang diperkaya
dengan vitamin C (asam askorbat). Wadah yang digunakan untuk pengkayaan
adalah akuarium berukuran 30 x 30 x 40 cm yang diisi air laut bersalinitas 25 ppt
sebanyak 10 liter. Dosis vitamin C yang digunakan sebanyak 100 mg/l air media.
Kepadatan nauplius Artemia yang digunakan sekitar 300.000 individu/liter yang
diperkaya dengan vitamin C selama 12 jam. Proses pengkayaan dimulai sebelum
aklimatisasi pascalarva. Penyediaan pakan alami yang diperkaya dengan vitamin
C dilakukan setiap hari selama tahapan aklimatisasi.
b. Pascalarva udang vaname
Pascalarva yang digunakan adalah PL7 yang berasal dari pemijahan satu
induk. Benih didapatkan dari balai pembenihan udang vaname di Carita, Jawa
Barat. Pemberian pakan alami nauplius Artemia yang telah diperkaya dengan
vitamin C dilakukan 4 kali per hari mulai PL7 hingga PL24.
c. Aklimatisasi salinitas dengan penambahan kalsium dan kalium
Wadah pemeliharaan yang digunakan berjumlah 12 unit, masing-masing
berukuran 59 x 29 x 40 cm, serta dilengkapi dengan sistem pengatur salinitas,
pengatur suhu, dan aerator. Sebelumnya seluruh wadah dibersihkan dengan sabun
deterjen, direndam dengan larutan PK dan selanjutnya dibilas dengan air bersih.
Wadah pemeliharaan diatur secara acak sesuai satuan percobaan. Berdekatan
dengan akuarium dipasang wadah tempat air tawar yang diatur lebih tinggi untuk
lebih memudahkan dalam mengalirkan air tawar ke setiap wadah perlakuan.
22
Air laut yang digunakan sebagai media berasal dari hatchery komersil, dan
ditampung dalam bak penampungan. Pengadaan salinitas awal 25 ppt berdasarkan
teknik pengenceran salinitas yaitu dengan metode pengenceran air laut yang
menggunakan rumus :
Va x Na = V1 x N1
Keterangan : Va = Volume akhir yang dikehendaki (l)
Na = Salinitas akhir yang dikehendaki (ppt)
V1 = Volume air laut yang diencerkan (l)
N1 = Tingkat salinitas air laut yang diencerkan (ppt)
Air bersalinitas 25 ppt kemudian dimasukkan ke semua wadah percobaan
sebanyak 5 liter per akuarium. Sebelum percobaan dimulai seluruh wadah diaerasi
selama 1 hari sehingga kelarutan oksigennya jenuh.
Larutan air tawar yang berbeda kandungan kalium dengan penambahan
kalsium 50 ppm merupakan media pengencer ke salinitas rendah. Sumber air
tawar berasal dari air danau yang telah diendapkan di laboratorium. Penurunan
salinitas dari 25 ppt menjadi 2 ppt dengan cara menambahkan air tawar yang
sebelumnya telah ditambahkan kalsium 50 ppm dengan penambahan kalium
berbeda yang dilakukan secara gradual. Penurunan salinitas ini dilakukan sedikit
demi sedikit secara kontinyu, sehingga pada jam ke-24 salinitas media menjadi 18
ppt, jam ke-48 mencapai salinitas 12 ppt, jam ke-72 menjadi 6 ppt dan pada akhir
aklimatisasi (jam ke-96) salinitas media menjadi 2 ppt. Penetesan disesuaikan
melalui pengaturan pada kran sehingga akan sama penurunan salinitas pada semua
wadah perlakuan.
Pascalarva udang vaname yang digunakan dalam percobaan aklimatisasi
adalah PL20. Seluruh benih telah melewati tahapan aklimatisasi laboratorium, dan
ditebar dengan kepadatan 100 individu per unit percobaan. Pakan yang diberikan
selama penelitian tahap pertama adalah Artemia salina yang telah diperkaya
dengan vitamin C. Pemberian pakan alami secara ad libitum dengan jumlah
sekitar 500 ind/PL. Frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam sehari yang
dilakukan pada pagi (pukul 06.00), siang (pukul 12.00), sore (pukul 18.00) dan
malam hari (pukul 24.00). Pengelolaan media dilakukan lewat pengaturan suhu,
23
aerasi, serta pembuangan feses dan sisa pakan. Suhu media akan dipertahankan
pada 28-290C, demikian juga penurunan salinitas akan diusahakan sama pada
semua perlakuan.
Pengambilan Data
Penghitungan jumlah pascalarva yang hidup dalam penentuan tingkat
kelangsungan hidup dilakukan tiap 24 jam selama masa aklimatisasi 96 jam.
Penghitungan tingkat kerja osmotik udang berdasarkan data osmolaritas cairan
tubuh dan osmolaritas media yang dilakukan pada hari ke-4 (96 jam). Sekitar 20
individu dari tiap akuarium dipisahkan, kemudian digerus dan disentrifus. Bagian
supernatan yang merupakan cairan tubuh dipisahkan sebanyak 200 µl setiap
perlakuan. Sedangkan untuk sampel media perlakuan diambil sebanyak 300 µl
dari setiap wadah untuk pengukuran osmoralitas media. Pengukuran tekanan
osmotik dilakukan dengan alat osmometer (Osmometer Automatic Roebling Type
13) seperti tersaji pada Lampiran 1.
Untuk mengetahui respon stres pascalarva udang vaname setelah diberi
perlakuan salinitas rendah dengan penambahan mineral kalium dan kalsium maka
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah. Metode yang digunakan untuk
pengukuran kadar glukosa darah disajikan pada Lampiran 2. Selain itu tingkat
metabolisme udang selama mengalami stres karena aklimatisasi ditentukan
dengan pengukuran tingkat konsumsi oksigen pada keadaan standar (basal) yang
pelaksanaannya pada saat hari ke-5. Pascalarva tiap perlakuan pada hari ke-4
diambil secara acak sebanyak 10 individu, kemudian dipuasakan selama 24 jam.
Selanjutnya pascalarva dimasukkan dalam wadah berisi 200 ml media perlakuan
yang diberi penutup stirofom dan diaerasi penuh. Setelah mencapai oksigen jenuh,
aerasi dihentikan. Pengukuran penurunan kandungan oksigen terlarut dalam media
dilakukan selama 1 jam menggunakan peralatan DO-meter.
Parameter fisika kimia air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen
terlarut, kesadahan total dan amoniak. Suhu, salinitas, pH dan DO diukur secara in
situ setiap pagi dan sore hari. Kandungan kesadahan total dan amoniak diukur saat
awal dan akhir percobaan.
24
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur untuk penelitian tahap pertama meliputi : sintasan
pascalarva, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen,
dan fisika kimia media selama proses aklimatisasi berlangsung.
1. Sintasan pascalarva (Effendie, 2002) :
SR = NoNt x 100
Keterangan : SR = persentase udang uji yang hidup (%)
Nt = jumlah individu udang uji pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah individu udang uji pada awal penelitian (ekor)
2. Tingkat kerja osmotik (Anggoro, 1992) :
TKO = │Osmolaritas hemolim udang (mOsm/l H2O - Osmolaritas media (mOsm/l H2O) │
3. Kadar glukosa darah (Wedemeyer dan Yasutake, 1977) :
[GD] = AbsStAbsSp x [GSt]
Keterangan :
[GD] : Konsentrasi glukosa darah (mg/dl)
AbsSp : Absorbansi sampel
AbsSt : Absorbansi standar
[GSt] : Konsentrasi glukosa standar (mg/dl)
4. Tingkat konsumsi oksigen (Liao dan Huang, 1975) :
OC = W x t
)DO - (DO x V ttto
Keterangan : OC = Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam) V = Volume air dalam wadah (l) DOto = Konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan
(mg/l) DOtt = Konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/l) W = Bobot udang uji (g) T = Periode pengamatan (jam)
25
5. Fisika kimia air
Alat dan metode pengukuran beberapa parameter fisika kimia air yang
dilakukan tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat dan metode pengukuran parameter fisika kimia air
No Parameter Alat Metode
1 Temperatur Termometer Insitu
2 Salinitas Refraktometer Insitu
3 Oksigen terlarut DO-meter Insitu
4 pH pH-meter Insitu
5 Kesadahan Buret Titrimetri
6 Amoniak Spektrofotometer Phenat
Analisis Data
Parameter yang dianalisis secara statistik pada penelitian tahap pertama
adalah sintasan, tingkat kerja osmotik dan kadar glukosa darah. Keseluruhan data
nilai tengah dilakukan uji respon pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat
perbedaan antar perlakuan, data dianalisis lanjut dengan uji Duncan yang
bertujuan mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie,
1991). Alat bantu dalam pengolahan data statistik menggunakan program SAS
versi 6.12. Sedangkan data tingkat konsumsi oksigen dan fisika kimia air
dianalisis secara deskriptif.
Penelitian Tahap 2
Penelitian tahap kedua merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pascalarva udang
vaname pada media pemeliharaan bersalinitas rendah setelah melalui masa
aklimatisasi. Penelitian tahap kedua ini merupakan pemeliharaan PL25 hingga
PL53 di media bersalinitas 2 ppt dengan penambahan kalsium 50 ppm dan kadar
kalium terbaik dari hasil penelitian tahap pertama, dengan perlakuan waktu
penggantian pemberian pakan alami ke pakan buatan. Rancangan penelitian
26
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 3 kali
ulangan. Penentuan perlakuan yang diterapkan dalam penelitian tahap kedua
adalah sebagai berikut :
Perlakuan A : Pemberian pakan buatan pada hari ke-1 masa pemeliharaan
(segera setelah selesai pelaksanaan aklimatisasi salinitas)
Perlakuan B : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan
buatan pada hari ke-7 masa pemeliharaan
Perlakuan C : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan
buatan pada hari ke-14 masa pemeliharaan
Perlakuan D : Waktu penggantian pakan alami Chironomus sp oleh pakan
buatan pada hari ke-21 masa pemeliharaan
Perlakuan E : Pemberian pakan alami Chironomus sp selama masa
pemeliharaan
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tahap kedua dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi FPIK IPB
selama 28 hari pemeliharaan pascalarva udang vaname dari PL25 hingga PL53.
Analisis proksimat pakan alami Chironomus sp, pakan udang komersil dan hewan
uji dilakukan di di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan
FPIK IPB. Sedangkan analisis fisika kimia air dilakukan di Laboratorium
Lingkungan FPIK IPB.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1) Hewan uji berupa pascalarva 25 udang vaname
2) Pakan alami Chironomus sp beku
3) Pakan buatan berupa pakan udang komersil dengan kadar protein 40%
4) Kapur pertanian (CaCO3) dan kalium (K2CO3)
5) Wadah percobaan berupa akuarium kaca ukuran 59 x 29 x 40 cm yang
dilengkapi dengan sistem pengatur suhu dan aerator
6) Sarana dan prasarana produksi penunjang budidaya dan alat pengukur
parameter fisika kimia air
27
Pelaksanaan Percobaan
Wadah percobaan berupa akuarium kaca berjumlah 15 unit dengan ukuran
59 x 29 x 40 cm. Seluruh wadah dibersihkan dengan sabun deterjen, direndam
dengan larutan PK dan dibilas dengan air bersih. Tahap berikutnya dilakukan
pengaturan wadah secara acak menurut perlakuan. Setiap unit akuarium diaerasi
dari aerator induk untuk memenuhi kebutuhan oksigen, serta dilengkapi pengukur
suhu (termometer). Penyediaan air laut bersalinitas 2 ppt dilakukan melalui
metode pengenceran dengan air tawar yang telah ditambahkan kalsium 50 ppm
dan kalium terbaik pada penelitian tahap ke-1. Selanjutnya media perlakuan
dimasukkan ke semua unit akuarium dengan volume 50 liter per akuarium.
Dalam penelitian tahap kedua hewan uji yang digunakan adalah PL25 udang
vaname. Pascalarva diaklimatisasi sebelumnya dengan hasil terbaik penelitian
tahap pertama. Pascalarva 25 selanjutnya diseleksi dan ditimbang agar seragam
saat digunakan sebagai hewan uji. Setiap akuarium diisi pascalarva berjumlah 20
individu.
Pemberian pakan untuk pascalarva sebanyak 4 kali perhari secara ad libitum.
Jika dalam wadah perlakuan masih terdapat pakan yang tersisa maka pemberian
pakan dikurangi. Selama penelitian berlangsung kualitas fisika kimia media dijaga
melalui penyiponan sisa pakan yang tertinggal di dasar wadah dan dihitung
sebagai pakan tak terkonsumsi. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak
30-40% dengan air pengganti yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan
dilaksanakan sebelum pemberian pakan pada siang hari. Penyiponan sisa-sisa
pakan dilakukan sekali sehari sebelum penggantian air.
Pengambilan Data
Pengukuran bobot basah dilakukan untuk menentukan laju pertumbuhan
harian dan analisis efisiensi pemanfaatan pakan. Pengukuran dilaksanakan pada
awal percobaan dan dilanjutkan setiap 7 hari selama 28 hari masa pemeliharaan.
Pascalarva udang vaname ditimbang sebanyak 5 ekor dari setiap unit percobaan
dan selanjutnya dapat ditentukan rata-rata bobot individu untuk penghitungan laju
pertumbuhan harian.
28
Analisis proksimat pakan (alami dan buatan) dan hewan uji yaitu meliputi
pengukuran kadar protein kasar, kadar lemak kasar, serat kasar, kadar abu, kadar
air, dan BETN. Hewan uji diukur kandungan proksimat pada awal dan akhir
percobaan untuk analisis retensi protein dan retensi energi. Sedangkan pakan
alami Chironomus sp dan pakan buatan diukur kandungan proksimat pada awal
penelitian. Analisis proksimat untuk protein kasar menggunakan metode Kjeldhal,
sedangkan untuk pengukuran lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan alat
Soxhlet. Setelah diketahui kandungan proksimat dilakukan perhitungan retensi
protein dan retensi energi.
Parameter fisika kimia air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen
terlarut, kesadahan total, alkalinitas, amoniak dan nitrit. Suhu dan salinitas diukur
secara in situ setiap hari (pagi dan sore). Untuk pH dan DO diukur setiap 7 hari
sedangkan kesadahan total, alkalinitas, amoniak dan nitrit diukur saat awal,
pertengahan dan akhir percobaan.
Parameter yang Diukur
Dalam penelitian tahap kedua, beberapa parameter yang diukur meliputi
tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian,
efisiensi pakan, sintasan dan fisika kimia air.
1. Retensi protein (Takeuchi, 1988) :
Bobot protein tubuh akhir - bobot protein tubuh awal (g) RP (%) = x 100 Bobot total protein yang dikonsumsi (g)
2. Retensi energi (Takeuchi, 1988) :
RE = E
IE - FE x 100
Keterangan : RE = retensi energi (%)
FE = total energi tubuh pada waktu t (kkal)
IE = total energi tubuh pada awal percobaan (kkal)
E = total energi yang dikonsumsi (kkal)
29
Kandungan energi total pada pakan dan tubuh pascalarva udang vaname
dihitung berdasarkan koefisien konversi protein, lemak dan karbohidrat
(BETN) berturut-turut sebesar 23,6 kJ/g, 39,5 kJ/g dan 17,2 kJ/g. Nilai
konversi energi sebesar 1 kJ setara dengan 4,2 kkal (Zonneveld et al., 1991).
3. Laju pertumbuhan harian (Huisman, 1976) :
α = ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−1
WW
t
o
t x 100
Keterangan : α = laju pertumbuhan rerata harian (%)
Wt = bobot rata-rata udang pada waktu t (g)
Wo = bobot rata-rata udang pada awal percobaan (g)
t = lama percobaan (hari)
4. Efisiensi pakan (Takeuchi, 1988) :
EP = F
B)B (B o dt −+ x 100
Keterangan : EP = efisiensi pemanfaatan pakan (%)
Bt = biomassa mutlak udang pada akhir percobaan (g)
Bd = biomassa mutlak udang yang mati selama
percobaan (g)
Bo = biomassa mutlak udang pada awal percobaan (g)
F = jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang selama
percobaan (g)
5. Sintasan pascalarva (Effendie, 2002) :
SR = No Nt x 100
Keterangan : S = persentase udang uji yang hidup (%)
Nt = jumlah individu udang uji pada akhir penelitian (ekor)
No = jumlah individu udang uji pada awal penelitian (ekor)
30
6. Fisika kimia air
Alat dan metode pengukuran fisika kimia air yang dilakukan pada tahap kedua
serupa dengan penelitian tahap 1 dengan tambahan pengukuran parameter
alkalinitas dan nitrit pada media pemeliharaan.
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pemberian pakan buatan
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname dalam
penelitian tahap dua ini maka data mengenai tingkat konsumsi pakan, retensi
protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan dan sintasan diuji
secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan antar nilai
tengah perlakuan, data dianalisis lanjut dengan uji Duncan yang bertujuan
mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Alat
bantu dalam pengolahan data statistik menggunakan program SAS versi 6.12.
Data fisika kimia air ditabulasi dan diintepretasikan secara deskriptif.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama
Hasil
Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian tahap pertama,
diperoleh data sintasan, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat
konsumsi oksigen, serta fisika kimia media. Selain itu dengan adanya
penambahan kalsium sebanyak 50 ppm dan kalium sesuai perlakuan pada air
tawar pengencer menghasilkan komposisi mineral kalium yang berbeda di air
bersalinitas 2 ppt. Konsentrasi mineral K+, Na+, Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat
di air bersalinitas 2 ppt pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 4,
sedangkan hasil pengukuran parameter fisika kimia air yang meliputi suhu,
salinitas, pH, O2 terlarut, kesadahan total dan NH3 pada media adaptasi pascalarva
udang vaname selama penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Konsentrasi mineral pada air bersalinitas rendah (2 ppt) yang digunakan selama masa aklimatisasi penurunan salinitas
Perlakuan Konsentrasi mineral yang terkandung (ppm) K Na Ca Mg
A 32,39 841,01 37,01 52,88B 51,78 841,01 37,01 52,88C 87,71 841,01 37,01 52,88D 115,15 841,01 37,01 52,88
Tabel 5. Kisaran nilai fisika kimia air selama penelitian tahap ke-1
Parameter Perlakuan
A B C D Suhu (0C) 28,0-29,0 28,0-28,5 27,5-28,0 27,5-28,0Salinitas (ppt)* 2-25 2-25 2-25 2-25pH (unit) 7,59-8,02 7,93-8,80 8,02-8,23 8,02-8,40DO (mg/l) 6,95-8,05 6,71-8,22 6,96-8,28 6,60-8,29Kesadahan (mg/l) 172,7-1293,4 151,7-1293,4 156,2-1293,4 135,1-1293,4Amoniak (mg/l) 0,173-0,189 0,159-0,173 0,173-0,177 0,165-0,173
* : penurunan salinitas secara gradual dan kontinyu selama 4 hari
32
1. Sintasan Pascalarva
Hasil percobaan dengan perlakuan perbedaan penambahan kalium pada
media pengencer air tawar terhadap sintasan pascalarva udang vaname disajikan
pada Lampiran 8. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung rerata sintasan
pascalarva seperti yang tersaji pada Tabel 6.
Sintasan pascalarva semakin menurun seiring masa aklimatisasi selama 4
hari tetapi masih dalam kisaran yang tinggi yaitu di atas 90%. Rata-rata nilai
tingkat kelulusan hidup yang lebih tinggi ditemukan pada perlakuan C sebesar
98,33% sedang terendah pada perlakuan D yaitu 94%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwasannya diantara perlakuan yang diterapkan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelulusan hidup pascalarva udang vaname
tetapi cenderung semakin meningkat dengan adanya penambahan kalium.
Tabel 6. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan selama 4 hari masa aklimatisasi dengan penambahan kalium pada air tawar pengencer
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)
Rerata Sintasan (%)
A (0, 32) 95,33 + 2,51a B (25, 51) 97,00 + 3,00a C (50, 87) 98,33 + 0,57 a D (75, 115) 94,00 + 3,00a
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0,05)
2. Tingkat Kerja Osmotik
Hasil pengukuran osmolaritas pascalarva 24 udang vaname dan osmolaritas
media aklimatisasi bersalinitas 2 ppt menggunakan osmometer secara terperinci
disajikan pada Lampiran 9. Tingkat kerja osmotik pascalarva yang diperoleh di
akhir masa adaptasi penurunan salinitas penelitian didapat dengan menghitung
selisih osmolaritas cairan tubuh pascalarva dengan osmolaritas media bersalinitas
2 ppt. Tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname pada akhir masa adaptasi
penurunan salinitas disajikan pada Gambar 3.
33
0100200300400500600700800900
A (0, 32) B (25, 51) C (50,87) D (75,115)
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)
Tin
gkat
ker
ja o
smot
ik (m
mol
/l H
20)
Hasil analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05) terhadap tingkat kerja osmotik
pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas
dengan penambahan kalium. Tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname
tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan kalium, sedangkan tingkat
kerja osmotik terendah terdapat pada pascalarva udang vaname yang telah
diadaptasikan pada media bersalinitas 2 ppt dengan penambahan kalium 50 ppm.
Hasil analisis uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan
penambahan kalium sebanyak 25 ppm dan 50 ppm memberikan pengaruh yang
tidak berbeda terhadap beban osmotik pascalarva udang vaname selama 4 hari
masa adaptasi penurunan salinitas dari salinitas 25 ppt menjadi 2 ppt.
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
Gambar 3. Hubungan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname dengan
penambahan K+ selama masa adaptasi penurunan salinitas
3. Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah pascalarva 24 udang vaname pada akhir masa adaptasi
penurunan salinitas disajikan pada Tabel 7. Kadar glukosa darah pascalarva udang
vaname tertinggi pada akhir pengamatan ditemukan pada media aklimatisasi
tanpa penambahan kalium, yaitu sebesar 223,19 mg/dl dan terendah pada media
783,00 + 15,56a 659,00 + 8,48bc
612,00 + 22,63c 691,50 + 28,99b
34
aklimatisasi dengan penambahan kalium 50 ppm yaitu 163,04 mg/dl. Selanjutnya
secara berturut-turut hingga kadar glukosa darah terendah terdapat pada perlakuan
dengan penambahan kalium 75 ppm dan 25 ppm.
Rerata kadar glukosa darah pascalarva 20 udang vaname pada awal
percobaan ialah 139,73 mg/dl. Seiring bertambahnya waktu aklimatisasi, kadar
glukosa darah pada masing-masing perlakuan cenderung meningkat. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kalium mengakibatkan
perubahan kadar glukosa darah yang signifikan di akhir masa adaptasi dan uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan penambahan kalium 25 ppm
dan 50 ppm tidak menyebabkan perbedaan terhadap perubahan kadar glukosa
darah.
Tabel 7. Nilai rataan kadar glukosa darah (mg/dl) pascalarva udang vaname akibat penambahan K+ pada media aklimatisasi
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)
Rerata kadar glukosa darah (mg/dl)
A (0, 32) 223,19 + 6,98a B (25, 51) 171,50 + 5,14b C (50, 87) 163,04 + 8,07b D (75, 115) 193,72 + 2,93c
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
4. Tingkat Konsumsi Oksigen
Setelah melalui masa aklimatisasi selama 4 hari, tahap selanjutnya
pascalarva udang vaname dipuasakan selama 24 jam. Tingkat konsumsi oksigen
diperoleh dari hasil pengukuran pada hari ke-5 atau saat stadia PL25. Hasil dari
pengukuran tingkat konsumsi oksigen untuk semua perlakuan disajikan pada
Gambar 4.
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi oksigen tertinggi
terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar 0,385 mg O2/g/jam, sedangkan tingkat
konsumsi oksigen terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 0,313 mg O2/g/jam.
Dalam hal ini terlihat suatu pola yang kontras, yaitu semakin tinggi penambahan
35
0,3850,338
0,313 0,325
0,0000,050
0,1000,1500,200
0,2500,3000,350
0,4000,450
A (0, 32) B (25, 51) C (50,87) D (75,115)
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ air) (ppm)
Tin
gkat
kon
sum
si o
ksig
en
(mgO
2/g/ja
m)
kalium maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi
oksigen pascalarva 25 udang vaname pada semua perlakuan cenderung sama yaitu
dalam kisaran 0,300 mg O2/g/jam.
Gambar 4. Pengaruh penambahan K+ terhadap tingkat konsumsi oksigen pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi penurunan salinitas
Pembahasan
Berdasarkan data hasil pengukuran fisika kimia air pada tabel 5, maka
parameter fisika kimia media masih berada pada kondisi yang layak untuk
menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname. Nilai
amoniak yang cukup tinggi pada masa adaptasi penurunan salinitas ini yang
berkisar antara 0,159 hingga 0,189 mg/l menandakan bahwa pascalarva udang
vaname masih mampu mentolerir kadar amoniak yang terdapat di media adaptasi
hingga level tersebut.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa sintasan yang
tertinggi adalah yang diperoleh dari perlakuan dengan penambahan kalium
sebanyak 50 ppm (kadar K+ di air bersalinitas rendah 2 ppm sebesar 87,71
ppm) yaitu sebesar 98,33% dan terendah pada perlakuan dengan penambahan
K+ 75 ppm (kadar K+ air sebesar 115,15 ppm) yaitu 94%. Sintasan pascalarva
pada perlakuan dengan penambahan K+ sebesar 25 ppm dan tanpa penambahan
K+ masing-masing adalah 97% dan 95,33%. Dari data rerata sintasan
36
pascalarva setelah melalui aklimatisasi ke media bersalinitas rendah 2 ppt
terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar kalium pada tingkatan
tertentu maka terjadi peningkatan kelulusan hidup, walaupun hasil analisis
ragam menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda terhadap sintasan
pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan K+ pada air
bersalinitas rendah berperan dalam menunjang kelangsungan hidup pascalarva
udang vaname. Sintasan yang diperoleh selama 4 hari masa adaptasi penurunan
salinitas dari 25 ppt menjadi 2 ppt pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan metode aklimatisasi pascalarva 20 udang vaname selama 2 hari hingga
mencapai salinitas 2 ppt yang dilakukan oleh McGraw et al., (2002) dengan
kisaran sintasan 87-90%. Hasil penelitian Tantulo dan Fotedar (2006)
menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil udang windu semakin
meningkat ketika dipelihara pada air tanah bersalinitas 5 ppt yang telah diperkaya
dengan penambahan ion K+ sebanyak 100% sehingga konsentrasi K+ menjadi 51
mg/l. Penambahan 100% ion K+ ke media air tanah bersalinitas rendah ini
menyebabkan rasio Na+/K+ mendekati rasio Na+/K+ di air laut, sehingga air
bersalinitas rendah dapat mendukung aktifitas Na+K+ATPase secara normal.
Burton (1995) dan Pillard et al., (2002) dalam Tantulo dan Fotedar (2006)
menyatakan bahwa aktifitas Na+K+ATPase bertanggung jawab menjaga gradien
Na+ interseluler dan kestabilan membran sel.
Tingkat kelangsungan hidup terbaik pada penelitian ini terdapat pada media
aklimatisasi dengan kisaran rasio Na/K antara 9,588-16,24 (penambahan K+ 25
ppm hingga 50 ppm). Rasio Na/K pada media aklimatisasi yang telah
ditambahkan kalium ini dapat menunjang kelangsungan hidup pascalarva udang
vaname selama masa aklimatisasi karena mampu menunjang pemenuhan
kebutuhan akan mineral penting yang dibutuhkan sehubungan dengan fluktuasi
salinitas media yang tinggi. Zhu et al., (2006) menyatakan bahwa kelangsungan
hidup dan pertumbuhan optimum untuk juvenil udang vaname dapat tercapai
dengan penambahan K+ sebesar 50-70% pada media bersalinitas rendah dengan
kisaran rasio Na+/K+ antara 34,1 hingga 119,3. Kisaran rasio Na/K yang rendah
37
pada percobaan ini (7,30-25,96) disebabkan oleh perbedaan media yang
digunakan, dimana air bersalinitas rendah yang digunakan dalam percobaan ini
berasal dari pengenceran air laut dengan air tawar. Sedangkan percobaan tentang
adaptasi penurunan salinitas dan pemeliharaan udang vaname di media
bersalinitas rendah sebagian besar menggunakan air laut buatan maupun sumber
air tanah bersalinitas rendah dengan penambahan garam NaCl (McGraw dan
Scarpa, 2003; Saoud et al., 2003; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007).
Dersjant-Li et al., (2001) menyatakan nilai rasio Na/K yang terkandung di
air berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
antara K+ dan Na+ yang sesuai di cairan intraseluler dan ekstraseluler, agar proses
fisiologis dapat berjalan dengan baik. Pada penelitian ini adanya peningkatan
sintasan pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas
rendah dengan adanya penambahan K+ diduga dapat menyebabkan penggunaan
energi yang lebih sedikit untuk pengaturan konsentrasi K+ di hemolim. Jika
konsentrasi K+ dinaikkan ke level yang sesuai, pertumbuhan pascalarva udang
vaname tidak dipengaruhi lagi oleh konsentrasi K+ tetapi lebih dipengaruhi oleh
salinitas itu sendiri (Tantulo dan Fotedar, 2006).
McGraw et al., (2002) serta McGraw dan Scarpa (2004) menunjukkan
bahwa umur pascalarva, salinitas akhir dan laju penurunan salinitas berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama aklimatisasi ke
media bersalinitas rendah. Meskipun aklimatisasi dapat dilakukan selama 24
hingga 48 jam namun sintasan pascalarva masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan sintasan pascalarva hasil aklimatisasi pada rentang waktu yang lebih lama
(Saoud et al., 2003). Selain itu Saoud et al., (2003) dan Davis et al., (2005)
mengamati adanya korelasi positif antara kelangsungan hidup pascalarva udang
vaname selama aklimatisasi ke media bersalinitas rendah dengan berbagai
tingkatan konsentrasi K+.
Pengaruh tekanan osmotik media terhadap pertumbuhan (potensi tumbuh)
dapat terjadi melalui pembelanjaan energi dan tingkat energi yang dikonsumsi
(konsumsi pakan). Jika energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi tinggi
maka porsi energi untuk pertumbuhan makin berkurang. Penggunaan energi untuk
38
keperluan osmoregulasi berkaitan erat dengan tingkat kerja osmotik yang
dilakukan dalam upaya melakukan respon terhadap perubahan tekanan osmotik
medianya., terutama melalui transpor ion baik secara difusi maupun tranpor aktif.
Tingkat kerja osmotik yang semakin rendah menyebabkan semakin sedikitnya
energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk
pertumbuhan makin besar.
Berdasarkan data osmolaritas hemolim dan osmolaritas media pada tiap
perlakuan dengan berbagai penambahan K+, ternyata menyebabkan perbedaan
tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname yang signifikan setelah melalui
masa adaptasi penurunan salinitas pada penelitian ini. Hal ini mengindikasikan
bahwa pascalarva udang vaname mempunyai kemampuan osmoregulasi yang
berbeda pada osmolaritas hemolimnya sehubungan dengan penambahan kalium
atau dengan kata lain bahwa perbedaan konsentrasi K+ mempengaruhi
kemampuan udang untuk mengatur osmolaritas hemolimnya. Tantulo dan Fotedar
(2006) menyatakan bahwa osmolaritas serum juvenil udang windu akan semakin
meningkat secara linear seiring dengan peningkatan salinitas.
Pada salinitas 2 ppt pascalarva udang vaname melakukan kerja hiperosmotik
terhadap medianya yang terlihat dari osmolaritas hemolimnya lebih tinggi dari
osmolaritas media (Lampiran 9). Kisaran tingkat kerja osmotik pascalarva udang
vaname di media bersalinitas 2 ppt pada penelitian ini (612 hingga 783 mOsm/l
H2O) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kerja osmotik juvenil udang windu
di media bersalinitas 5 ppt yang berkisar antara 500 hingga 600 mOsm/l H2O
(Tantulo dan Fotedar, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat kerja osmotik
juvenil udang windu di salinitas 25 ppt lebih rendah jika dibandingkan di salinitas
5 dan 45 ppt. Pada salinitas 25 ppt, aktifitas osmoregulasi juvenil lebih sedikit
untuk menjaga osmolaritas serum pada kisaran isoosmotik sehingga
pertumbuhannya pun lebih tinggi. Hagman dan Uglow (1982) dalam Tantulo dan
Fotedar (2006) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk menjaga komposisi
hemolim merupakan bagian yang perlu diperhatikan dari total produksi energi
Konsentrasi K+ merupakan komponen penting dalam memulai fungsi normal
dari NaCl di dalam tubuh udang dan menjaga efisiensi neuromuscular pada
39
aktifitas krustase (Gong et al., 2004). Penambahan K+ di air bersalinitas rendah
dapat meningkatkan kemampuan pascalarva udang vaname dalam proses
osmoregulasi, sehingga energi yang berasal dari pakan secara efisien digunakan
untuk pertumbuhan. Hal ini berarti pascalarva udang vaname yang
diaklimatisasikan di media bersalintas rendah melalui penambahan kalium pada
air tawar pengencer sebesar 25-50 ppm dengan tingkat kerja osmotik terendah
(612-659 mOsm/l H2O) akan menghasilkan potensi hidup dan tumbuh yang lebih
baik karena beban osmotik yang lebih rendah akan mengurangi beban kerja enzim
Na+K+ATPase serta pengangkutan aktif Na+, K+ dan Cl-. Akibatnya energi (ATP)
yang digunakan untuk osmoregulasi mengecil dan sebaliknya makin banyak porsi
yang tersedia untuk pertumbuhan. Payne et al., (1988) dalam Darwisito (2006)
menyatakan bahwa penggunaan energi berhubungan dengan osmoregulasi,
dimana bila kebutuhan energi untuk osmoregulasi tinggi maka pembagian energi
untuk pemeliharaan dan pertumbuhan menjadi berkurang yang mengakibatkan
pertumbuhan terhambat.
Kalium merupakan ion esensial untuk pertumbuhan, kelangsungan hidup
dan fungsi osmoregulasi dari krustase secara normal (Mantel dan Farmer, 1983;
dan Pequeux, 1995). Selain itu kalium merupakan kation intraseluler utama dan
berperan penting dalam aktifasi Na+K+ATPase dan pengaturan volume
ekstraseluler (Mantel dan Farmer, 1983). Kekurangan K+ di perairan dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan osmoregulasi karena aktifitas enzim
berhubungan secara langsung dengan konsentrasi K+ (Bursey dan Lane, 1971
dalam Roy et al., 2007) terutama aktifitas enzim Na+K+ATPase (Mantel dan
Farmer, 1983; Pequex, 1995; Furriel et al., 2000).
Nilai rataan kadar glukosa darah pascalarva udang vaname tanpa
penambahan kalium selama masa adaptasi penurunan salinitas pada penelitian ini
menghasilkan nilai rataan glukosa darah tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya
yaitu sebesar 223,19 mg/dl. Penambahan K+ sebanyak 50 ppm (kadar K+ air 87,71
ppm) menghasilkan kadar glukosa darah terendah yaitu 163,04 mg/dl, sedangkan
penambahan K+ sebesar 25 ppm dan 75 ppm masing-masing menyebabkan kadar
glukosa darah menjadi 171,50 mg/dl dan 193,72 mg/dl. Berdasarkan uji lanjut
40
Duncan, penambahan kalium sebanyak 25 ppm dan 50 ppm tidak mengakibatkan
perbedaan kadar glukosa darah di akhir masa adaptasi penurunan salinitas,
sehingga penambahan kalium sebanyak 25 ppm sudah dapat mengurangi tingkat
stres pascalarva udang vaname.
Perubahan salinitas media secara gradual dari 25 ppt hingga 2 ppt
menghasilkan kisaran nilai rataan glukosa darah antara 163,04 mg/dl hingga
223,19 mg/dl. Perubahan salinitas ini direspons oleh tubuh pascalarva udang
vaname dengan mensekresikan hormon glukokortikoid (kortisol) dan
katekholamin yang mengontrol tubuh untuk mengatasi terjadinya stres (Barthon et
al., 1980; Woodward, 1982), sehingga stres dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa dalam darah. Cuzon et al., (2004) menyatakan bahwa pada
golongan udang jika kadar glukosa hemolim melebihi 150 mg/dl mengindikasikan
udang tersebut membutuhkan sumber energi yang lebih tinggi seperti halnya saat
pembentukan kulit baru setelah proses moulting maupun mekanisme dalam
mempertahankan homeostatis kadar glukosa yang telah tinggi dalam hemolim itu
sendiri.
Brown (1993) menyatakan bahwa kadar glukosa darah yang tinggi dan
bertahan lama pada tingkat yang tinggi mengindikasikan terjadinya tingkat stres
yang sangat tinggi. Penyebab stres dapat berasal dari perubahan lingkungan dan
respons organisme lain (Wedemeyer dan Mc Leay, 1981). Kadar glukosa darah
dapat digunakan sebagai parameter stres yang sederhana, efektif, dan memadai
untuk berbagai macam stresor, sementara itu pengukuran kortikosteroid dan
katekholamin biayanya sangat mahal dan tidak praktis dalam aplikasi untuk
pembenihan udang (Darwisito, 2006).
Kadar glukosa darah yang tinggi pada penelitian ini mengindikasikan
tingginya tingkat stres akibat menurunnya salinitas media. Pada tingkat stres yang
sangat tinggi, akan diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan
tetap berada pada tingkat yang tinggi, selanjutnya akan diikuti oleh kematian
udang (Brown, 1993). Penurunan salinitas secara gradual mengakibatkan naiknya
kadar glukosa darah pascalarva udang vaname pada akhir masa aklimatisasi.
Naiknya kadar glukosa darah pascalarva udang vaname tersebut menunjukan
41
terjadinya stres akibat perlakuan penurunan salinitas media dari kisaran yang
cukup tinggi yaitu dari 25 ppt menjadi 2 ppt. Penambahan kalium hingga kadar
tertentu pada penelitian ini dapat mengurangi tingkat stres, tetapi penambahan
kalium pada kadar yang lebih tinggi tidak selalu memberikan respon biologis
yang lebih baik, namun dapat sama atau bahkan berakibat sebaliknya. Selain itu
Mazeaud dan Mazeaud (1981) menyatakan bahwa kadar glukosa darah ditentukan
oleh pakan, waktu akhir makan, status simpanan glikogen hati, stadia
perkembangan, dan musim.
Respons stres sekunder dapat berupa mobilisasi substrat kaya energi dengan
menurunkan cadangan glikogen hati, meningkatkan kadar glukosa plasma,
mempengaruhi asam lemak bebas yang beredar, dan menghambat sintesis protein.
Stres juga terlihat pada keseimbangan hidromineral, yaitu menyebabkan kelebihan
air pada udang yang hidup di air tawar dan kehilangan air pada udang yang hidup
di air laut. Stres juga dapat mengganggu sistem imunitas, dimana stres umumnya
diyakini menurunkan kemampuan imunitas yang akan berdampak buruk pada
pertumbuhan maupun reproduksi ikan (Darwisito, 2006).
Selain itu adanya perubahan salinitas dalam kisaran yang tinggi dapat
meningkatkan laju metabolisme sehingga memicu pergerakan pernapasan dan
konsumsi oksigen lebih tinggi. Tingkat konsumsi oksigen dapat digunakan
sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air. Semakin
rendah tingkat konsumsi oksigen maka semakin sedikit energi yang digunakan
untuk metabolisme sehingga semakin banyak energi yang tersedia untuk
pertumbuhan.
Tingkat konsumsi oksigen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti salinitas, pakan, tingkatan aktifitas, suhu dan bobot tubuh
(Mantel dan Farmer, 1983; dan Brett, 1987). Tingkat konsumsi oksigen
pascalarva udang vaname terendah pada penelitian ini dijumpai pada perlakuan
dengan penambahan K+ 50 ppm (0,313 mg O2/g/jam), sedangkan tertinggi pada
perlakuan tanpa penambahan K+ ke air tawar pengencer air laut (0,385 mg
O2/g/jam). Menurut Zonneveld et al., (1991) bahwa produksi panas per ml
konsumsi O2 pada udang yang berpuasa setara dengan 4,7 kalori, sehingga dengan
42
penambahan kalium dapat menekan produksi panas lebih rendah pada perlakuan
B, C dan D (1,47-1,59 kalori/g/jam) dibandingkan tanpa penambahan kalium pada
perlakuan A (1,81 kalori/g/jam). Hal ini dapat diartikan bahwa adanya
penambahan K+ ke media aklimatisasi dapat menurunkan laju metabolisme
standar sehingga tingkat konsumsi oksigen atau produksi panas lebih rendah
dibandingkan tanpa penambahan K+. Roy et al., (2007) menyatakan bahwa
tingkat konsumsi oksigen juvenil udang vaname di media bersalinitas 4 ppt tidak
berbeda nyata, tetapi terdapat kecenderungan semakin tinggi kadar kalium di
media (hingga 40 ppm) maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen juvenil
udang vaname yang diuji.
Penelitian Tahap Kedua
Hasil
Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian tahap kedua yaitu
tentang pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap
performa pascalarva udang vaname di media bersalinitas rendah, didapatkan data
tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian,
efisiensi pakan, sintasan dan fisika kimia media. Pascalarva 25 udang vaname dan
media pemeliharaan yang dipergunakan selama percobaan mengacu pada hasil
terbaik yang didapatkan dari penelitian tahap ke-1 yaitu berupa pascalarva hasil
aklimatisasi di media bersalinitas 2 ppt dengan kandungan kalsium 37 ppm dan
kalium 51 ppm. Hasil analisis proksimat pakan alami Chironomous sp, pakan
buatan serta proksimat tubuh pascalarva udang vaname pada awal dan akhir
penelitian, secara terperinci disajikan pada Lampiran 14.
1. Tingkat Konsumsi Pakan
Perbedaan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan menyebabkan
perbedaan konsumsi pakan yang nyata di akhir percobaan, seperti yang tersaji
pada Tabel 8. Konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan waktu
penggantian pakan buatan pada hari ke-1 selama masa pemeliharaan 28 hari dan
secara berturut-turut semakin rendah pada perlakuan B, C, D dan E.
43
0
5
10
15
20
25
A (1, 25) B (7, 32) C (14, 39) D (21, 46) E (Pakanalami, 25)Perlakuan
(Waktu pemberian pakan buatan hari ke-, Stadia PL)
Ret
ensi
prot
ein
(%)
Tabel 8. Rerata konsumsi pakan pascalarva udang vaname di akhir percobaan (dalam gram bahan kering)
Perlakuan (Waktu pemberian pakan buatan, Stadia PL)
Konsumsi pakan (g)
A (Hari ke-1, PL 25) 26,66 + 0,43a B (Hari ke-7, PL 32) 19,70 + 1,70b C (Hari ke-14, PL 39) 15,09 + 0,19c D (Hari ke-21, PL 46) 15,01 + 0,19c E (Pakan alami, PL 25) 13,09 + 0,16d
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
2. Retensi Protein
Pada akhir penelitian didapatkan data retensi protein yang berbeda nyata
diantara perlakuan yang diterapkan. Retensi protein untuk semua perlakuan
berkisar antara 5,33 hingga 19,63%. Retensi protein tertinggi dihasilkan oleh
perlakuan dengan waktu penggantian pakan buatan pada hari ke-1 selama masa
pemeliharaan 28 hari. Retensi protein pascalarva udang vaname cenderung
menurun seiring dengan semakin lama waktu penggantian pakan alami oleh pakan
buatan, seperti terlihat pada Gambar 5.
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
Gambar 5. Retensi protein pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan
19,63 + 1,56a 19,43 + 0,70a
13,38 + 1,05b
7,62 + 0,3c 5,33 + 0,13d
44
02468
10121416
A (1, 25) B (7, 32) C (14, 39) D (21, 46) E (Pakanalami, 25)
Perlakuan (Waktu pemberian pakan buatan hari ke-, Stadia PL)
Ret
ensi
ener
gi (%
)
3. Retensi Energi
Retensi energi tertinggi untuk pascalarva udang vaname di akhir penelitian
didapatkan dari perlakuan dengan waktu penggantian pemberian pakan alami oleh
pakan buatan pada hari ke-1 atau saat stadia PL25. Dari hasil penghitungan retensi
energi pascalarva udang vaname dapat dilihat bahwa semakin lama waktu
penggantian pakan alami oleh pakan buatan maka semakin rendah retensi energi.
Retensi energi untuk setiap perlakuan disajikan pada Gambar 6.
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
Gambar 6. Retensi energi pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan
4. Laju Pertumbuhan Bobot Rerata Harian
Data laju pertumbuhan bobot rerata harian (LPBH) selama 28 hari masa
pemeliharaan pascalarva dari stadia PL25 hingga PL53 disajikan pada Tabel 9.
Hasil penghitungan analisis ragam data laju pertumbuhan bobot rerata harian
menunjukkan adanya perbedaan waktu penggantian pakan buatan memberikan
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot rerata harian
pascalarva udang vaname. Uji wilayah Ganda Duncan untuk data LPBH
pascalarva udang vaname menunjukkan bahwa antar perlakuan memberikan
13,97 + 1,11a 13,75 + 0,49a
9,57 + 0,74b
6,41 + 0,15c 4,67 + 0,12d
45
pengaruh yang berbeda terhadap LPBH pascalarva udang vaname dengan nilai
tertinggi pada perlakuan dengan waktu pemberian pakan buatan pada hari ke-1
(saat stadia PL25).
Tabel 9. Data laju pertumbuhan bobot harian (LPBH) pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan (% bobot basah)
Perlakuan (Waktu pemberian pakan
buatan, Stadia PL)
Bobot rerata awal (mg)
Bobot rerata akhir (mg)
LPBH (%)
A (Hari ke-1, PL 25) 0,0327 0,80 12,10 + 0,10a B (Hari ke-7, PL 32) 0,0327 0,58 10,79 + 0,29b C (Hari ke-14, PL 39) 0,0327 0,36 8,98 + 0,16c D (Hari ke-21, PL 46) 0,0327 0,28 7,97 + 0,14d E (Pakan alami, PL 25) 0,0327 0,21 6,87 + 0,18e
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
5. Efisiensi Pakan
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan data efisiensi pakan menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh waktu penggantian pemberian pakan alami oleh pakan
buatan terhadap efisiensi pakan pascalarva udang vaname selama penelitian
(Lampiran 24). Data efisiensi pakan pascalarva udang vaname selama 28 hari
masa pemeliharaan tersaji pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Efisiensi pakan pascalarva udang vaname untuk setiap perlakuan (% bobot kering)
Perlakuan (Waktu pemberian pakan buatan, Stadia PL)
Efisiensi Pakan (%)
A (Hari ke-1, PL 25) 13,77 + 0,70a B (Hari ke-7, PL 32) 13,33 + 0,50a C (Hari ke-14, PL 39) 9,96 + 0,50b D (Hari ke-21, PL 46) 6,45 + 0,29c E (Pakan alami, PL 25) 5,86 + 0,24c
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05)
46
6. Sintasan Pascalarva
Data sintasan pascalarva udang vaname selama percobaan disajikan pada
Tabel 11. Dari data sintasan tersebut diketahui bahwa sintasan tertinggi terdapat
pada perlakuan dengan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan pada
hari ke-1 (stadia PL25) dan terendah pada perlakuan dengan waktu penggantian
pakan buatan hari ke-21 selama masa pemeliharaan di media bersalinitas rendah.
Berdasarkan hasil analisis ragam tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara
perlakuan yang diterapkan.
Tabel 11. Rerata sintasan pascalarva udang vaname pada setiap perlakuan selama 28 hari masa pemeliharaan
Perlakuan (Waktu penggantian pakan alami oleh
pakan buatan, Stadia PL)
Rerata Sintasan (%)
A (Hari ke-1, PL 25) 90,00 + 5,00a B (Hari ke-7, PL 32) 88,33 + 2,89a C (Hari ke-14, PL 39) 85,00 + 5,00a D (Hari ke-21, PL 46) 81,67 + 2,89a E (Pakan alami, PL 25) 85,00 + 5,00a
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p > 0,05)
7. Fisika Kimia Air
Data hasil pengukuran parameter fisika kimia media pemeliharaan untuk
setiap perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Kisaran nilai fisika kimia media selama penelitian tahap ke-2
Parameter Perlakuan
A B C D ESuhu (0C) 28,0-29,0 27,5-29,0 28,0-29,0 28,0-29,5 27,5-29,0Salinitas (ppt) 2 2 2 2 2pH (unit) 7,2-9,3 7,2-9,1 7,2-8,8 7,2-8,8 7,2-8,5DO (mg/l) 5,76-6,90 5,76-6,70 5,76-6,70 5,76-6,60 5,76-6,70Kesadahan (mg/l) 132,1-234,2 136,6-294,3 135,1-300,3 138,1-312,3 141,1-297,3Alkalinitas (mg/l) 67,7-107,7 91,5-167,2 79,6-318,4 79,6-318,4 75,6-394,0Amoniak (mg/l) 0,36-1,64 0,10-0,22 0,10-2,16 0,10-1,86 0,10-1,22Nitrit (mg/l) 0,12-2,28 0,12-1,33 0,12-1,26 0,12-1,25 0,12-0,48
47
Pembahasan
Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan rendahnya nutrien-nutrien
pakan seperti protein yang terserap oleh pascalarva udang vaname, sehingga
protein yang disimpan dalam tubuh juga rendah yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan pascalarva semakin rendah. Kandungan protein di dalam pakan
sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan pascalarva udang vaname.
Retensi protein terendah yang terdapat pada perlakuan E diduga kandungan
protein dan non-protein yang terdapat pada pakan alami Chironomus sp sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan protein tubuh pascalarva udang vaname untuk
meningkatkan pertumbuhannya saat stadia PL25 atau lebih.
Indikasi rendahnya penggunaan protein sebagai sumber energi ditunjukkan
oleh nilai ekskresi amoniak yang rendah. Nilai eksresi amoniak menandakan
adanya katabolisme protein menjadi energi baik yang berasal dari protein pakan
maupun protein tubuh. Pemberian pakan buatan yang tepat baik dari kandungan
protein maupun imbangan energinya mampu menekan penggunaan protein
sebagai sumber energi dan meningkatkan protein sparing effect dari karbohidrat
dan atau lemak (Arena, 2001 dalam Cuzon et al., 2004).
Retensi energi tertinggi dicapai oleh perlakuan A sebesar 13,97%,
sedangkan terendah terdapat pada perlakuan E yaitu 4,67%. Retensi energi
menurun sejalan dengan semakin rendahnya retensi protein tubuh pascalarva uji
pada setiap perlakuan. Retensi energi perlakuan A yang tinggi menunjukkan
bahwa pemberian pakan buatan segera setelah masa aklimatisasi menyebabkan
pascalarva udang vaname menerima sumber energi dari pakan yang relatif lebih
tinggi sejak awal pemeliharaan dibandingkan yang hanya diberi pakan alami
Chironomus sp selama masa pemeliharaan 28 hari. Dalam hubungannya dengan
pertumbuhan, retensi energi yang tinggi menunjukkan jumlah energi yang tersedia
untuk pertumbuhan makin besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi retensi energi di akhir pemeliharaan maka laju pertumbuhan bobot
rerata harian pascalarva udang vaname semakin meningkat.
Hasil analisis ragam data laju pertumbuhan bobot rerata harian menunjukkan
bahwa perlakuan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan memberikan
48
pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan bobot rerata harian
pascalarva udang vaname di akhir penelitian. Hal ini berhubungan dengan tingkat
konsumsi pakan, kandungan protein dan energi total pada pakan yang diberikan.
Laju pertumbuhan bobot rerata harian semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya konsumsi pakan sehingga semakin banyak porsi energi yang
tersedia untuk pertumbuhan. Pada penelitian ini konsumsi pakan yang berbeda
untuk masing-masing perlakuan memberikan pengaruh berbeda terhadap
pertumbuhan pascalarva udang vaname. Tingkat konsumsi pakan akan
mempengaruhi pertumbuhan individu maupun biomassa pada akhir pemeliharaan,
yang berkaitan dengan efisiensi pakan untuk pertumbuhan.
Cuzon et al., (2004) menyatakan bahwa pada salinitas rendah, udang akan
memanfaatkan protein sebagai sumber asam amino untuk mempertahankan diri
dari tekanan osmotik dan sebagian untuk pertumbuhan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa laju pertumbuhan udang vaname di salinitas rendah lebih tinggi bila diberi
pakan buatan dengan kadar protein 50% bila dibandingkan pakan buatan kadar
protein 30%. Laju pertumbuhan udang yang lebih tinggi akan diiringi dengan
semakin meningkatnya konsentrasi protein di hemolim yang menandakan bahwa
metabolisme protein meningkat ketika udang diberi pakan dengan kadar protein
tinggi. Konsentrasi protein hemolim yang tinggi menandakan bahwa pada
hemolim udang dapat menyimpan protein setelah melalui aklimasi salinitas
(Marangos et al., 1989 dalam Cuzon et al., 2004).
Tantulo dan Fotedar (2006) menyatakan bahwa stres yang terjadi pada
juvenil udang windu pada saat mengatur osmolaritas serum pada salinitas yang
ekstrim (5 dan 45 ppt) dapat menyebabkan pencernaan dan laju pertumbuhan yang
rendah, dan pada akhirnya didapatkan hasil yang serupa pada efisiensi pakan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka upaya untuk mengurangi stres pascalarva
udang vaname selain faktor lingkungan ternyata faktor pakan yang sesuai juga
merupakan salah satu langkah yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan
vitalitas pascalarva, terutama untuk meningkatkan konsumsi pakan dan
pertumbuhan.
49
Salah satu keuntungan dari pemberian pakan dengan kandungan nutrisi
tinggi adalah dapat meningkatkan efisiensi pakan sehingga pakan yang
dikonsumsi secara maksimal akan digunakan untuk pertumbuhan. Aplikasi dalam
budidaya udang berkenaan dengan manajemen pakan adalah pakan dengan
konsentrasi nutrien yang lebih tinggi dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih
baik tetapi dengan jumlah pakan yang lebih sedikit (Venero et al., 2007).
Nilai efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot tubuh
dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pascalarva udang vaname yang
mengkonsumsi pakan buatan pada hari ke-1 mempunyai nilai efisiensi pakan
tertinggi yaitu 13,77%, sedangkan pascalarva uji yang tidak mengkonsumsi pakan
buatan (hanya pakan alami Chironomus sp) mempunyai nilai efisiensi pakan
terendah (5,86%) dengan pertambahan bobot paling rendah dan pakan yang
dikonsumsi lebih sedikit (Lampiran 13). Nilai efisiensi pakan tertinggi pada
perlakuan dengan pemberian pakan buatan di hari ke-1 menunjukkan bahwa saat
stadia PL25 telah membutuhkan pasokan nutrien yang lebih tinggi sehingga tingkat
konsumsi pakan pascalarva udang vaname juga akan meningkat. Akibatnya
pascalarva mampu memanfaatkan energi yang terdapat dalam pakan terutama
karbohidrat dan lemak pakan secara efisien untuk berbagai aktifitas hidup tanpa
mengganggu porsi protein pakan yang digunakan untuk tumbuh. Hal ini
membuktikan bahwa adanya perbedaan waktu penggantian pakan alami oleh
pakan buatan menyebabkan pemanfaatan jumlah protein oleh pascalarva udang
vaname juga berbeda. Lovell (1988) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk
maintenance harus dipenuhi terlebih dahulu dan apabila berlebihan, maka
kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis ragam data sintasan pascalarva udang vaname
selama masa pemeliharaan dari PL25 hingga PL53 di media bersalinitas 2 ppt
dengan kadar kalsium media 37 ppm dan kalium media 51 ppm, ternyata
adanya waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang berbeda tidak
menyebabkan respon yang berbeda terhadap sintasan pascalarva udang vaname.
Sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan waktu penggantian pakan alami
oleh pakan buatan pada hari ke-1 dan terendah pada perlakuan dengan waktu
50
penggantian pakan buatan hari ke-21 selama masa pemeliharaan di media
bersalinitas rendah.
Nilai sintasan yang cukup baik ini (81,67-90%) terutama disebabkan
pascalarva udang vaname telah beradaptasi terhadap lingkungan salinitas 2 ppt
dan juga menunjukkan bahwa pada stadia PL25 organ pencernaan telah mampu
memanfaatkan pakan yang diberikan. Bray et al., (1994) menyatakan bahwa
pascalarva udang vaname termasuk golongan euryhaline yang dapat hidup dan
tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas yang tinggi antara 1 hingga 40 ppt jika
ditunjang oleh kesesuaian jenis pakan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan
dengan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan pada hari ke-1 selama
masa pemeliharaan 28 hari terutama disebabkan oleh jenis dan jumlah pakan yang
diberikan sudah sesuai dengan stadia pascalarva udang vaname dan juga cukup
mendukung kebutuhan nutrisi pascalarva udang vaname untuk meningkatkan
pertumbuhannya. Sintasan pascalarva udang vaname yang didapatkan pada
penelitian ini lebih baik dari hasil penelitian Roy et al., (2007) dimana tingkat
kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama 14 hari pemeliharaan di
media bersalinitas 4 ppt dengan kadar kalium 10 hingga 40 ppm berkisar antara
46,3-55,0%.
Kisaran nilai fisika kimia media pemeliharaan selama penelitian untuk
parameter suhu, pH, O2 terlarut, kesadahan total dan alkalinitas masih dalam
kisaran yang layak untuk pemeliharaan pascalarva udang vaname sehingga
mampu mendukung sintasan dan pertumbuhan pascalarva udang vaname.
Kandungan amoniak dan nitrit cenderung semakin tinggi seiring waktu
pemeliharaan pascalarva udang vaname selama 28 hari. Nilai amoniak dan nitrit
yang tinggi pada penelitian tahap ke-2 ini disebabkan karena proses dekomposisi
sisa pakan dan sisa metabolisme pascalarva udang vaname. Kandungan amoniak
yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada insang dan mengurangi
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, sedangkan kandungan nitrit yang
tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pengikatan oksigen oleh darah (Boyd,
1991). Nilai sintasan dan laju pertumbuhan yang cukup tinggi pada penelitian
51
tahap ke-2 ini menandakan bahwa pascalarva udang vaname masih mampu
mentolerir nilai amoniak dan nitrit yang terkandung di media pemeliharaan
selama penelitian dilaksanakan. Pengelolaan fisika kimia air pada media budidaya
merupakan suatu langkah yang harus dilakukan secara tepat dan teratur agar
fluktuasi sifat fisika dan kimia air selama pemeliharaan tidak terlalu tinggi
sehingga masih dalam kisaran toleransi yang menunjang sintasan dan
pertumbuhan organisme budidaya.
Seiring dengan perkembangan industri budidaya udang maka sistem yang
dikembangkan semakin ke arah intensif dengan peningkatan input pakan. Pakan
sendiri merupakan salah satu variabel biaya penting dalam produksi udang. Pada
saat yang bersamaan input pakan menghasilkan limbah yang dapat menyebabkan
pengaruh merugikan terhadap lingkungan perairan saat dibuang dari media
budidaya. Produksi limbah ini meningkat ketika aplikasi manajemen pakan yang
dilakukan tidak tepat dan melebihi dari kebutuhan input pakan. Kelebihan pakan
akan menyebabkan penurunan kualitas air yang dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan dan kelangsungan hidup dan pada akhirnya mempengaruhi produksi
budidaya (Wyban et al., 1989 dalam Venero et al., 2007).
52
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penambahan kalium sebesar 25 ppm pada air tawar pengencer (kadar kalium
media bersalinitas 2 ppt menjadi 51 ppm) dapat menurunkan beban osmotik,
energi metabolisme basal dan tingkat stres sehingga menghasilkan sintasan
pascalarva udang vaname yang lebih baik.
2. Pemberian pakan buatan (kadar protein 40%) segera setelah masa aklimatisasi
(stadia PL25) di media pemeliharaan yang bersalinitas 2 ppt dengan kadar
kalsium 37 mg/l dan kadar kalium 51 mg/l, memberikan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan pascalarva udang vaname yang terbaik.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan mineral kalium dan
penambahan mineral lain yang akan meningkatkan performa pascalarva udang
vaname pada saat dipelihara di media bersalinitas lebih rendah dari 2 ppt. Selain
itu, juga perlu dilakukan penelitian lebih intensif tentang penggantian pakan alami
dengan pakan buatan pada waktu yang lebih dini ketika pascalarva udang vaname
dipelihara di media bersalinitas lebih rendah dari 2 ppt.
53
DAFTAR PUSTAKA Affandi, R dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Riau. Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya
tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon F. Disertasi. Bogor: Pascasarjana IPB. 230 hlm.
Anonim. 2003. Usaha pertambakan udang vaname prosfektif. [email protected].
23 April 2003. 5 hlm. Barton, B.S., R.E. Peter and C.R. Paulencu. 1980. Plasma cortisol levels of
fingerIing rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) at rest and subjected to handling, confinement, transport, and stocking. Can. 1. Fish. Aquat. Sci., 37:805 - 811.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn
University. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York. 318 p. Boyd, C.E. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming.
Pedoman Teknis dan Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Bray, W.A., A.L. Lawrence, Leung-Trujillo J.R. 1994. The effect of salinity on
growth and survival of Penaeus vannamei, with observations on the interaction of IHHN virus and salinity. Aquaculture 122: 133-146.
Brett, J. 1987. Environmental factors affecting growth. In: W.H. Hoare, D.J.
Randall, S.R. Brett. (Eds.), Fish Physiology, vol. 8. Academic Press. p 252-259.
Brown, J.A. 1993. Endocrine Responses to Environmental Pollutants. p 277-291.
In Rankin, J.c. and F.B. Jensen (eds.) Fish Ecophysiology. Chapman and Hall, London.
Budiardi, T. 1998. Evaluasi kualitas air, pengelolaan air dan produksi udang
windu Penaeus monodon Fabr. pada budidaya intensif. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Budiardi, T. 2007. Keterkaitan produksi dengan beban masukan bahan organik
pada sistem budidaya intensif udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone 1931). Ringkasan Disertasi : disampaikan pada sidang terbuka 19 November 2007. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Chien, Y.H. 1992. Water quality requirements and management for marine
54
shrimp culture. Di dalam : Wyban, J.editor. Proceedings of the Special Session on Shrimp Farming. USA:World Aquaculture Society. Hlm 144-156.
Cuzon, G., A. Lawrence, G. Gaxiol, C. Rosa and J. Guillaume. 2004. Nutrition
of Litopenaeus vannamei reared in tanks or in ponds. Aquaculture 235:513-551.
Darwisito, S. 2006. Kinerja reproduki ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
mendapat tambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang dipelihara pada salinitas media berbeda. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Davis, D.A. and D. Gatlin III. 1991. Dietary mineral requirements of fish and
shrimp. p 49-67. In Akiyama DM & Tan RKH. (Eds). Proceedings of the aquaculture feed processing and nutrition workshop. American Soybean Association. Singapore.
Davis, D.A., I.P. Saoud, W.J. McGraw, D.B. Rouse. 2002. Consideration for
Litopenaeus vannamei reared in inland low salinity waters. p 73-90. In Cruz-Suarez IE, Rieque-Marie D, Tapia-Salazar M, Gaxiola-Cortes MG, Simoes N (Eds). Avances en nutricion acuicola VI memories del VI Simposium Internacional de Nutricion Acuicola 3 al 6 de September del 2002. Cancun, Quantana Roo.
Davis, D.A., T.M. Samocha, C.E. Boyd. 2004. Acclimating pacific white shrimp,
Litopenaeus vannamei, to Inland, Low-Salinity Waters. SRAC Publication No. 2601. 8 p.
Davis, D.A., C.E. Boyd, D.B. Rouse, I.P. Saoud. 2005 Effects of potassium,
magnesium and age on growth and survival of Litopenaeus vannamei post-larvae reared in inland low salinity well waters in West Alabama. Journal of the World Aquacultur Society 36(3): 416-419.
Dersjant-Li, Wu., S., M.W.A. Verstegen, J.W. Schrama, J.A.J Verreth. 2001. The
impact of changing dietary Na/K ratios on growth and nutrient utilisation in juvenile African catfish, Clarias gariepinus. Aquaculture 198:293–305.
Deshimaru, O and Y. Yone. 1978. Requirement of prawn for dietary minerals.
Nippon Suisan Gakkaishi, 44: 907– 910. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Jurusan MSP FPIK IPB. Bogor. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama.
163 hlm.
55
Furriel, R.P.M., J.C. McNamara, F.A. Leone. 2000. Characterization of (Na+, K+)-ATPase in gill microsomes of the freshwater shrimp Macrobrachium olfersii. Comp. Biochem. Physiol. 126B : 303–315.
Gong, H., D.H. Jiang, D.V.C.C. Lightner, D. Brock. 2004. A dietary modification
approach to improve the osmoregulatory capacity of Litopenaeus vannamei cultured in the Arizona desert. Aquac. Nutr.10:227–236.
Green, B.W. 2004. Production of Litopenaeus vanammei in low-salinity inland
pond in Arkansas (Abstract). http://www.ars.usda.gov/research/publication/ publication.htm (1 Oktober 2007).
Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hana, G.C. 2007. Respon udang vanname (Litopenaeus vannamei) terhadap
media bersalinitas rendah. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 39 hlm.
Holliday, F.G.T. 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of
Teleostei. Huisman, E.A. 1976. Food Conversion efficiencies at maintenance and
production level of carp, Cyprinus carpio and rainbow trout, Salmo gairdneri. Aquaculture 9:259-273.
Hukom, V. 2007. Pengaruh salinitas dan kesadahan terhadap tingkat
kelangsungan hidup, tingkat konsumsi oksigen dan osmolaritas udang vaname (Litopenaeus vanammei). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 48 hlm.
Imsland, A.K., S. Gunnarsson, A. Foss, S.O. Stefansson. 2003. Gill Na+, K+-
ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Scophthalmus maximus) reared at different temperatures and salinities. Aquaculture 218:671-683.
Kinne, O. 1964. The effect of Temperature and Salinity on Marine and
Brakhiswater Animals. II. Salinity and Temperature-Salinity Combination. Oceanography and Marine Biology Annual review 2.
Larvor, P. 1983. Minerals. p 281-315. In: Riis PM. (Eds). Dinamic Biochemistry
of Animal Production..Elsevier. Amsterdam. Liao, I.C. and H.J. Huang. 1975. Studies on the respiration jof economic prawns
in Taiwan. I. Oxygen comsumption and lethal dissolved oxygen of egg up to young prawns of Penaeus monodon Fab. Jurn. Fish. Soc. Taiwan 4(1):33-50.
56
Liu, C.I. 1989. Shrimp disease, prevention and treatment. Di dalam: Akiyama D.M, editor.Proceeding of the Southeast Asia Shrimp Farm Management workshop. USA:Soybeans, America Soybean Association. hlm 64-74.
Lovell, R.T. 1988. Nutrition and feeding of fish. New York van Nostrand
Reinhold. p 11-91. Mantel, L.H. and L.L. Farmer. 1983. Osmotic and ionic regulation. In:Mantel,
L.H. (Ed.), The Biology of Crustacea, Volume 5, Internal Anatomy and Physiological Regulation. Academic Press, New York, USA. pp 54–162.
Marzuqi, M., K. Sugama, Z.I. Azwar. 1997. Pengaruh askorbil fosfat magnesium
sebagai sumber vitamin C terhadap pematangan gonad udang windu (Penaeus monodon) asal tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(3): 41-46.
Mazeaud, M.M. and F. Mazeaud. 1981. Adrenergic Responses to Stress in Fish. p 49-68. In Pickering, A.O (Ed.). Stress and Fish. Academic Press, London.
McGraw, W.J., D.A. Davis, D. Teichert-Coddington, D.B. Rouse. 2002.
Acclimation of Litopenaeus vannamei postlarvae to low salinity: Influence of age, salinity endpoint, and rate of salinity reduction. Journal of the World Aquaculture Society. p 78-84.
McGraw, W.J. and J. Scarpa. 2003. Minimum environmental potassium for
survival of Pasific white shrimp Litopenaeus vannamei (Bonne) in freshwater. Journal of Shellfish Research.Vol. 22(1):263-267.
McGraw, J.W. and J. Scarpa. 2004. Mortality of freshwater-acclimated
Litopenaeus vannamei associated with acclimation rate, habituation period, and ionic challenge. Aquaculture 236:285–296.
Murtidjo, B.A. 1989. Tambak Air Payau, Budidaya Udang dan Bandeng.
Kanisius. Yogyakarta. Nybakken, J.M. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.
Jakarta. Pequeux, A. 1995. Osmotic regulation in crustaceans. J. Crustac. Biol. 15:1–60. Piliang, W.G. 2005. Nutrisi Mineral. Edisi ke-5. Bogor: Pusat Antar Universitas,
IPB. 258 hlm. Pilliang, W.G. dan S. Djojosoebagio. 2000. Nutrisi Vitamin Volume 1. Institut
Pertanian Bogor. 255 hlm.
57
Poernomo, A. 2002. Perkembangan udang putih vannamei (Penaeus vannamei) di Jawa Timur. Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang . Makassar, 19 Oktober 2002.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan.
Departemen Biologi Perairan. Bogor. Riani, E. 1990. Mekanisme Osmoregulasi pada Udang. Karya Ilmiah. Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK IPB. Bogor. Roy, L.A, D.A. Davis, I.P. Saoud, R.P. Henry. 2007. Effects of varying levels of
aqueous potassium and magnesium on survival, growth, and respiration of Litopenaeus vannamei reared in low salinity waters. Aquaculture 262:461-469.
Saoud, I.P, D.A. Davis, D.B. Rouse. 2003. Suitability studies of inland well
waters for Litopenaeus vannamei culture. Aquaculture 217:373-383. Soewardi, K. 2006. Respon udang vanname (Litopenaeus vannamei) terhadap
media air laut yang berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid 13 No 2:65-169.
Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1991. Principles and Procedures of Statistics.
London: McGraw-Hill, Book Company, INC. 487 p. Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and
Sons. NewYork Subjakto, S. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Vannamei. Juknis. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo. Sugama, K . 2002. Status budidaya udang introduksi Litopenaeus vannamei dan
Litopenaeus stylirostris serta prospek pengembangannya dalam tambak air tawar. Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang . Makassar, 19 Oktober 2002.
Takeuchi, T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrient. p 179-232. In T. Watanabe, ed. Fish nutrition and mariculture. Kanagawa Fisheries Training Centre; Japan International Cooperation Agency. Tokyo.
Tantulo, U and R. Fotedar. 2006. Comparison of growth, osmoregulatory
capacity, ionic regulation and organosiomatic indices of lack tiger prawn (Penaeus monodon Fabricus, 1798) juveniles reared in potassium fortified inland saline water and ocean water at different salinities. Aquaculture 258:594-605.
58
USDA. 2006. Shrimp Nutrition Information. USDA National Nutrient Database for Standard Reference. Nutrition and Diet Data. http://www.personalhealthzone.com/ Shrimp Nutrition Information.htm (25 Januari 2008).
Venero, J.A., D.A. Davis, DB. Rouse. 2007. Variable feed allowance with
constant protein input for the pacific white shrimp Litopenaeus vannamei reared under semi-intensive conditions in tanks and ponds. Aquaculture 269:490-503.
Vernberg, W.B. and F.J. Vernberg. 1972. Environmental Physiology of Marine
Animal. Springer-Verlag. New York.
Wedemeyer, G.A. and W.T. Yasutake. 1977. Clinical Methods for the Assessment of the Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the US. Fish and Wildlife Service. Washington. 18 p.
Wedemeyer, G.A. and D.J. Mc Leay. 1981. Methods for Determining the Tolerance of Fishes to Environmental Stressors. In A.D. Pickering (ed.). Stress and Fish. p 247-275.
Wickins, J.F. and D.O.C. Lee. 2002. Crustacean farming, ranching and culture. Blackwell Science.Oxford. 446 p.
Widigdo, B. 2002. Udang Vanname, Rostris dan Windu. Mana yang (lebih)
prospektif ?.. Jakarta .5 hlm. Widigdo, B dan K. Soewardi. 1999. Standard Operation Procedure (SOP)
Budidaya Udang Windu di Proyek Pandu TIR Karawang. Kerjasama PPTIR Karawang dengan FPIK IPB. Bogor.
Woodward, J.J. 1982. Plasma catecholamines in resting rainbow trout
Oncorhynchus mykiss, by high pressure liquid chromotgraphy. 1. Fish Biol. 21 :429-432.
Wootton, R. J. 1995. Ecology of Teleost Fishes. Chapman and Hall. New York. Wyban, J.A. and J.N. Sweeney. 1991. Intensif shrimp production technology. The
oceanic institut shrimp manual. Honolulu: The Oceanic Institute. 158 p. Zhu, C., S. Dong, F. Wang, H. Zhang . 2006. Effects of seawater potassium
concentration on the dietary potassium requirement of Litopenaeus vannamei Aquaculture 258:543–550.
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 311 hlm.
59
Lampiran 1. Prosedur pengukuran osmolaritas media dan cairan tubuh pascalarva udang vaname (SOP Osmometer Automatic Roebling Type 13)
1. Sambungkan kabel ke sumber listrik kemudian tekan tombol main power (terletak di bagian depan). Alat akan melakukan prosedur pemanasan selama 15-30 menit (untuk tunggu suhu turun/dingin)
2. Kalibrasi : a. Siapkan microtube 1,5 ml dan masukkan 100 µl akuades secara hati-
hati (agar tidak menimbulkan ruang kosong/bubble di bawah akuades) b. Cuci/bilas sensor dengan tisu yang telah dibasahi dengan akuades, lalu
keringkan c. Pasangkan microtube ke alat osmometer, tekan dan biarkan d. Setelah display menunjukkan angka -70, jarum akan terangkat dan
menusuk ke microtube 1 kali (jika jarum terangkat dan menusuk sebanyak 3 kali, artinya alat belum siap digunakan)
e. Setelah menusuk microtube, display akan memperlihatkan angka 0 mosm, lalu langsung tekan θ dan keluarkan microtube untuk ganti dengan standar
f. Cuci/bilas kembali sensor dengan kertas tisu yang telah dibasahi dengan akuades, lalu keringkan
g. Siapkan microtube 1,5 ml baru dan masukkan 100 µl standar/osmotor 300 mosm secara hati-hati
h. Pasangkan microtube berisi larutan standar ke alat osmometer, tekan dan biarkan
i. Setelah display memperlihatkan angka 300 mosm, tekan CAL dan keluarkan microtube
j. Cuci/bilas kembali sensor dengan kertas tisu yang dibasahi dengan akuades, lalu keringkan
3. Sampel : a. Siapkan cairan sampel dan masukkan ± 100 µl dalam microtube,
kemudian masukkan ke sensor b. Turunkan handle sampel, tunggu sampai pengukuran selesai dan lampu
resultnya menyala disertai dengan bunyi “bip” c. Angkat handle d. Bilas sensor menggunakan kertas tisu yang telah dibasahi dengan akuades
4. Setelah selesai melakukan pengukuran : a. Bersihkan sensor menggunakan kertas tisu yang dibasahi dengan akuades b. Pada saat tidak digunakan sensor harus ditutup dengan tabung eppendorf
kosong (handle dalam posisi turun) c. Matikan main power : off d. Cabut aliran listrik dari pusat listrik
60
Lampiran 2. Metode pengambilan hemolim pascalarva udang vaname
1. Masukkan pascalarva udang vaname yang akan diambil plasmanya ke dalam
wadah penggerus lalu tambahkan larutan antikoagulan 3,8% (3,8 gram
Na-sitrat dalam 100 ml akuades) dengan perbandingaan 1 : 3 (1 gram
pascalarva udang vaname : 3 ml larutan antikoagulan)
2. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml kemudian
disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
3. Dengan menggunakan syringe 1 ml ambil cairan plasma (terletak pada bagian
atas) lalu masukkan ke tabung eppendorf yang lainnya untuk dianalisis lebih
lanjut.
Lampiran 3. Prosedur analisis kadar glukosa darah menggunakan KIT Glucose
GOD FS dari DiaSys International
1. Mempersiapkan larutan blanko, standar dan sampel hemolim pascalarva udang
vaname dengan menambahkan akuades atau reagen sesuai prosedur berikut ini
:
Blanko Sampel atau standar Sampel atau standar Aquades Reagen
- 10 µl 1000 µl
10 µl - 1000 µl
2. Homogenkan dengan bantuan vortex. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit
pada suhu 20-250C, atau selama 10 menit pada suhu 370C
3. Baca absorbansi dalam 60 menit dan dibandingkan dengan blanko. Panjang
gelombang yang digunakan 546 nm.
4. Penghitungan kadar glukosa :
* Dengan standar atau kalibrator : Glukosa [mg/dl] = ΔA Sampel x konsentrasi Std/Cal [mg/dl] ΔA Std/Cal
konsentrasi Std/Cal [mg/dl] = 100 mg /dl ( 5,55 mmol/l ) * Konversi faktor :
Glukosa [mg/dl] x 0,05551 = Glukosa [mmol/l]
61
Lampiran 4. Prosedur pengoperasian spektrofotomer untuk analisis kadar glukosa darah (SOP CAMSPEC SERI 2001)
1. Hubungkan alat spektrofotometer dengan arus listrik. 2. Nyalakan spektrofotometer dengan menekan power switch (IO) di bagian
belakang spektrofotometer. Biarkan 15 menit untuk pemanasan. 3. Pilih jenis pengukuran, % transmitansi, % absorbansi, konsentrasi atau faktor
dengan menekan tombol (MODE) yang diikuti dengan munculnya tanda lampu merah di samping jenis pengukuran yang dipilih.
4. Pilih /atur panjang gelombang dengan tombol (WAVELENGTH) 5. Isi kuvet bersih dengan larutan blanko minimal sebanyak 3/4 dari volume
kuvet. Bersihkan/lap kuvet dengan tisue untuk menghilangkan sidik jari dan tetesan larutan.
6. Buka penutup tempat mengukur sampel. Tempatkan kuvet berisi blanko pada kotak tempat menyimpan sampel, lalu tutup kembali.
7. Zero set/adjust 0.000 A atau 100% T dengan Tombol (0A / 100%T). 8. Bilas kuvet kedua dengan sedikit larutan standar/sampel yang akan diuji, lalu
bersihkan/lap dengan tisue (jangan bersihkan/lap bagian dalam kuvet). Isi kuvet dengan standar/sampel sebanyak 3/4 volume kuvet lalu bersihkan/lap dengan tisue.
9. Tempatkan beberapa kuvet berisi larutan standar/sampel di kotak menyimpan sampel. Untuk membaca 0A/100%T posisikan sampel/standar di depan lensa/lampu di samping kotak tempat menyimpan sampel, dengan menarik/mendorong tombol hitam di bagian luar depan tempat menyimpan sampel.
10. Setiap mengganti isi kuvet dengan larutan yang berbeda bilas terlebih dahulu dengan akuades beberapa kali. Selanjutnya ikuti petunjuk no 8 dan 9.
11. Jika ingin mengukur larutan sampel yang sama pada panjang gelombang yang berbeda ulangi langkah 3 sampai 9.
12. Untuk setiap larutan sampel baru yang akan diukur, ulangi langkah 3 sampai 10.
13. Setelah selesai pengukuran, matikan alat dengan menekan tombol power switch (IO). Putuskan hubungan dengan stok kontak/arus listrik.
62
Lampiran 5. Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen pascalarva udang
vaname
1. Siapkan stoples plastik volume 200 ml yang pada bagian penutupnya dibuat
lubang tempat masuknya selang aerasi dan probe DO-meter.
2. Masukkan air 200 ml dan 10 ekor pascalarva yang telah dipuasakan selama 1
hari sesuai perlakuan percobaan pada stoples, lalu ditutup rapat dan diaerasi
hingga mencapai oksigen jenuh.
3. Catat kandungan oksigen awal (tercapai pada saat nilai yang tertera pada
DO-meter tidak berubah lagi).
4. Setelah 1 jam, catat nilai yang tertera pada DO-meter.
5. Selanjutnya ambil dan timbang 10 ekor pascalarva udang vaname yang telah
dimasukkan ke dalam stoples tersebut.
Lampiran 6. Prosedur preparasi sampel air dan pengukuran kandungan mineral air dengan metode spektrofotomer serapan atom (AAS) (SOP Shimadzu AA-680)
A. Preparasi sampel air : 1. Disiapkan tabung reaksi sebanyak sampel yang ada 2. Dipipet 0,1 ml dari sampel air, kemudian ditambahkan 0,05 ml larutan
lantan klorida dan akuades sebanyak 4,9 ml, lalu divortex 3. Dibaca pada alat AAS, jika absorbansi nya terlalu tinggi (lebih tinggi dari
standar) maka kembali ke larutan poin 2, diambil 0,5 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi lalu ditambah akuades sebanyak 4,5 ml dan divortex
4. Dibaca kembali pada alat AAS dengan perbandingan standar yang sudah ada.
B. SOP AAS dengan Shimadzu AA-680 : 1. Hubungkan alat dengan listrik dan nyalakan stabilizer 2. Gas asetilen dibuka selanjutnya kompresor dinyalakan
Tekan tombol ON Tutup semua kran udara yang ada di kompresor
(Ada 3 kran, 1 dibawah alat kompresor,1 di tempat berwarna biru muda, dan 1 kran bawah pada alat sebelah kompresor)
Ditunggu sampai tekanan berhenti pada angka 2
63
3. POWER UTAMA pada alat dihidupkan, tunggu sampai inisialisasi lampu katoda selesai, ditandai dengan munculnya ”SHIMADZU AA-680 READY” pada printer
4. Tekan MODE, lalu tekan angka 2, ENTER 5. Tekan SIGNAL PROC, lalu tekan angka 3, ENTER 6. Untuk memilih lampu,misalnya kalsium : tekan #HC LAMP, tekan angka 1,
ENTER 7. Tekan ELEM, tekan angka 9,ENTER 8. Tekan START, tunggu sampai keluar ”ANALYTICAL LINE SEARCH” pada
print out 9. Matikan START, ditunggu sampai 15 menit 10. Tahap pengukuran sampel
Matikan LEAK CHK Hidupkan IGNITE, ditekan sampai api pada pembakaran hidup Tekan START Masukan selang pengisap sampel pada aquadest untuk menolkan alat
(BLANKO) Tekan ”MEASURE”, selama nyala pada MEASURE belum hilang, selang
jangan diangkat Setelah nyala pada MEASURE hilang, selang diangkat dan dicelupkan
pada larutan standar Demikian seterusnya sampai pengukuran pada sampel juga dilakukan hal
yang sama 11. Pengulangan injek larutan standar dilakukan setelah pengecekan ± 12 sampel 12. Setelah semua sampel diukur, tekan EXTINGUISH
Pada tahap ini, bila akan ganti lampu katoda (untuk analisis mineral yang lain),dilakukan lagi tahap no.8-10
13. Apabila selesai analisis, tutup gas asetilen 14. Tekan EXTINGUISH 15. Kompresor di ”OFF” kan, dibuka semua kran yang awalnya ditutup, dibiarkan
sampai tekanan turun pada angka 0 16. POWER UTAMA dimatikan 17. Stabilizer di OFF kan 18. Stop kontak dicabut
64
Lampiran 7. Prosedur analisis proksimat pakan dan tubuh pascalarva udang vaname
A. Prosedur analisis kadar protein kasar (metode semi mikro Kjeldahl;
Takeuchi 1988)
1. Sebanyak 0,5-1,0 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam labu
Kjedahl no. 1, kemudian salah satu labu (no. 2) digunakan sebagai blanko.
2. Ke dalam labu no. 1 ditambahkan 3 gram katalis (K2SO4 + CuSO4.5H2O)
dengan rasio 9 : 1 (w/w), dan 10 ml H2SO4 pekat).
3. Labu no. 2 dipanaskan 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwama hijau,
setelah itu pemanasan diperpanjang 30 menit lagi.
4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilata 30 ml. Selanjutnya
larutan no. 2 dimasukan ke labu takar, tambahkan larutan destilata sampai
volume larutan menjadi 100 ml.
5. Dilakukan proses destilasi untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal
dari proses destruksi pada no. 4.
6. Labu erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2-3 tetes
indikator (methyl red/methylen blue), dipersiapkan sebagai penampung
NH3 yang dibebaskan dari labu no. 4.
7. Labu destilasi diisi 5 ml larutan no. 4, lalu ditambah larutan natrium
hidroksida 30%.
8. Pemanasan dengan uap terhadap labu destilasi (no. 7) dilakukan minimum
10 menit, setelah kondensasi uap terlihat pada kondensor.
9. Larutan dalam labu erlenmeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan natrium
hidroksida.
10. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan
rumus :
0,0007* x (Vb – Vs) x F x 6,25** x 20 Kadar protein (%) = x 100 S
Keterangan :
Vs : ml 0,05 N titer NaOH untuk sampel
65
Vb : ml titer NaOH untuk blanko F : faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S : bobot sampel (g) * : 1 ml NaOH = 0,0007 g nitrogen ** : faktor nitrogen
B. Prosedur analisis kadar lemak kasar (metode ether Soxhlet; Takeuchi, 1988)
1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110°C selama 1 jam. Kemudian
didinginkan selama 30 menit dalam eksikator. Panaskan kembali selama
30 menit, lalu dinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang
sampai tidak ada perbedaan bobot labu lebih dari 0,3 mg. Bobot labu
ekstraksi ditimbang (A).
2. Sebanyak 1-2 sampel dimasukkan ke dalam tabung filter, lalu dipanaskan
pada suhu 100°C selama 2-3 jam.
3. Tempatkan tabung filter pada no. 2 ke dalam ekstraksi dari alat Soxhlet.
Kemudian disambungkan kondensor labu ekstraksi pada no. 1 yang telah
diisi 100 ml petroleum ether.
4. Panaskan ether pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath, pada
suhu 70°C selama 16 jam.
5. Panaskan labu ekstraksi pada suhu 100°C, kemudian timbang (B).
6. Persentase lemak kasar dihitung dengan menggunakan rumus :
B – A Kadar lemak (%) = x 100 Bobot sampel
C. Prosedur analisis kadar abu (Takeuchi, 1988)
1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 600°C selama 1 jam dengan
menggunakan muffle furnace, kemudian dibiarkan pada suhu muffle
furnace turun sampai 110°C, lalu cawan porselin dikeluarkan dan
disimpan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang (A).
2. Masukkan sampel lalu timbang (B), penimbangan sampai 4 desimal.
3. Panaskan dalam muffle furnace pada suhu 600°C, sampai bahan berwarna
66
putih.
4. Cawan porselen dikeluarkan lalu didinginkan dalam eksikator selama 30
menit, lalu ditimbang (C).
5. Persentase kadar abu ditentukan dengan rumus :
C – A Kadar abu (%) = x 100 B – A
D. Prosedur analisis kadar air (Takeuchi, 1988)
1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110°C selama 1 jam,
didinginkan dalam eksikator 10 menit dan ditimbang (X1).
2. Bahan seberat A gram dimasukkan ke dalam cawan X1.
3. Cawan yang sudah berisi bahan dimasukkan ke dalam oven pada suhu
105-110°C selama 3 jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang.
4. Prosedur no. 3 diulang kembali, jika tidak ada perubahan bobot maka
pengukuran selesai (X2).
5. Persentase kadar air dihitung dengan rumus:
X1 – X2 Kadar air (%) = x 100 A
E. Prosedur analisis kadar serat kasar (Takeuchi, 1988)
1. Bahan (A gram) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 350 ml, ditambahkan
dengan 50 ml H2S04 0,3 N, kemudian dipanaskan di atas hot plate selama
30 menit.
2. Tambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, kemudian dipanaskan kembali selama 30
menit.
3. Panaskan kertas saring Whatman (Ø : 10 cm) dalam oven, dieksikator
selama 10 menit, kemudian ditimbang (X1). Pasang kertas saring pada
corong Buchner yang dihubungkan dengan vacum pump.
4. Larutan yang telah dipanaskan dituang ke dalam corong Buchner.
67
Lakukan pembilasan berturut-turut menggunakan 50 ml air panas, 50 ml
H2S04 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton.
5. Panaskan cawan porselen pada suhu 105-110°C selama 1 jam dan
didinginkan dalam eksikator.
6. Masukkan kertas saring dari corong Buchner ke dalam cawan, panaskan
pada suhu 105°C, tempatkan pada eksikator dan ditimbang (X2).
7. Dengan metode ini diperoleh kadar serat kasar dengan rumus :
X1 – X2 Kadar serat kasar (%) = x 100 A F. Prosedur analisis kadar karbohidrat (Takeuchi, 1988)
1. Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohydrate by
difference yaitu : 100% - (kadar air + abu + protein + lemak).
2. Kadar karbohidrat N-free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat
yang dapat dicerna dari suatu bahan pangan, yang ditentukan dengan cara :
100% - (kadar air + abu + protein + lemak + serat kasar).
68
Lampiran 8. Sintasan pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi pada penelitian tahap ke-1
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ di air)
Ulangan No (ekor) Nt (ekor) Sintasan (%)
1 100 98 98
A (0 ppm, 32 ppm) 2 100 95 95
3 100 93 93
Rerata 95,33 + 2,52
1 100 97 97
B (25 ppm, 51 ppm) 2 100 94 94
3 100 100 100
Rerata 97,00 + 3,00
1 100 98 98
C (50 ppm, 87 ppm) 2 100 98 98
3 100 99 99
Rerata 98,33 + 0,57
1 100 91 91
D (75 ppm, 115 ppm) 2 100 97 97
3 100 94 94
Rerata 94,00 + 3,00
Keterangan :
No = jumlah individu udang uji pada awal penelitian (ekor)
Nt = jumlah individu udang uji pada akhir penelitian (ekor)
69
Lampiran 9. Osmolaritas hemolim, osmolaritas media dan tingkat kerja osmotik (TKO) pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ di air)
Ulangan Osmolaritas
(mOsm/l H2O)
TKO
(mOsm/l H2O)
Hemolim Media
A (0 ppm, 32 ppm) 1 863 69 794
2 846 74 772
Rerata 854,50 + 12,02 71,50 + 3,53 783,00 + 15,56
B (25 ppm, 51 ppm) 1 736 71 665
2 733 80 653
Rerata 734,50 + 2,12 75,50 + 6,36 659,00 + 8,48
C (50 ppm, 87 ppm) 1 668 72 596
2 709 81 628
Rerata 688,50 + 28,99 76,50 + 6,36 612,00 + 22,63
D (75 ppm, 115 ppm) 1 781 69 712
2 763 92 671
Rerata 772,00 + 12,73 80,50 + 6,26 691,50 + 8,99
70
Lampiran 10. Kadar glukosa darah pascalarva udang vaname setelah melalui masa aklimatisasi di media bersalinitas rendah
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ di air)
Glukosa darah (mg/dl) pada ulangan ke-
Nilai rataan (mg/dl)
1 2 3
A (0 ppm, 32 ppm) 226,087 228,261 215,217 223,188 + 6,98
B (25 ppm, 51 ppm) 165,942 176,087 172,464 171,497 + 5,14
C (50 ppm, 87 ppm) 171,739 155,797 161,594 163,043 + 8,07
D (75 ppm, 115 ppm) 197,101 192,029 192,029 193,719 + 2,93
Lampiran 11. Tingkat konsumsi oksigen (OC) pascalarva udang vaname pada masing-masing perlakuan
Perlakuan (Penambahan K+, Kadar K+ di air)
V (liter)
DOto (mg O2)
DOtt (mg O2)
W (gram)
T (jam)
OC (mg O2/g/jam)
A (0 ppm, 32 ppm) 0,2 1,36 0,86 0,26 1 0,385B (25 ppm, 51 ppm) 0,2 1,46 0,92 0,32 1 0,338C (50 ppm, 87 ppm) 0,2 1,44 0,94 0,32 1 0,313D (75 ppm, 115 ppm) 0,2 1,48 0,96 0,32 1 0,325 Keterangan : OC = Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam) V = Volume air dalam wadah (l) DOto = Konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan
(mg/l) DOtt = Konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/l) W = Bobot udang uji (g) T = Periode pengamatan (jam)
71
Lampiran 12. Sintasan pascalarva udang vaname selama masa pemeliharaan 28 hari di media bersalinitas rendah (2 ppt)
Perlakuan (Waktu penggantian pakan
alami oleh pakan buatan, Stadia PL)
Ulangan No (ekor) Nt (ekor) Sintasan (%)
A (Hari ke-1, PL 25)
1 20 17 85
2 20 19 95
3 20 18 90
Rerata 90,00 + 5,00
B (Hari ke-7, PL 32)
1 20 17 85
2 20 18 90
3 20 18 90
Rerata 88,33 + 2,89
C (Hari ke-14, PL 39)
1 20 16 80
2 20 17 85
3 20 18 90
Rerata 85,00 + 5,00
D (Hari ke-21, PL 46)
1 20 16 80
2 20 16 80
3 20 17 85
Rerata 81,67 + 2,89
E (Pakan alami, PL 25)
1 20 17 85
2 20 16 80
3 20 18 90
Rerata 85,00 + 5,00
Keterangan :
No = jumlah individu udang uji pada awal penelitian (ekor)
Nt = jumlah individu udang uji pada akhir penelitian (ekor)
72
Lampiran 13. Data bobot rerata pada awal dan akhir penelitian, konsumsi pakan, efisiensi pakan dan laju pertumbuhan harian selama 28 hari masa pemeliharaan pascalarva udang vaname di media bersalinitas 2 ppt
Perlakuan Ulangan Parameter
Wo (g) Wt(g) KP (g)* EP (%)* LP (%)
1 0,0327 0,80 27,10 13,16 12,10
A 2 0,0327 0,82 26,66 14,54 12,20
3 0,0327 0,78 26,23 13,61 12,00
Rerata 0,0327 0,80 26,66 13,77 12,10
1 0,0327 0,59 20,18 12,80 10,89
B 2 0,0327 0,61 21,10 13,39 11,02
3 0,0327 0,53 17,82 13,79 10,46
Rerata 0,0327 0,58 18,70 13,33 10,79
1 0,0327 0,35 14,88 9,63 8,84
C 2 0,0327 0,38 15,26 10,54 9,16
3 0,0327 0,36 15,14 9,71 8,95
Rerata 0,0327 0,36 15,09 9,96 8,98
1 0,0327 0,27 14,63 6,33 7,83
D 2 0,0327 0,29 15,11 6,78 8,11
3 0,0327 0,28 15,28 6,24 7,98
Rerata 0,0327 0,28 15,01 6,45 7,97
1 0,0327 0,21 13,04 5,93 6,87
E 2 0,0327 0,22 13,27 6,05 7,05
3 0,0327 0,20 12,96 5,59 6,69
Rerata 0,0327 0,21 13,09 5,86 6,87
Keterangan :
Wo = bobot rerata pascalarva udang vaname pada awal percobaan
Wt = bobot rerata pascalarva udang vaname pada akhir percobaan
*KP = konsumsi pakan (gram bahan kering)
*EP = efisiensi pakan (% bahan kering)
LP = laju pertumbuhan rerata harian
73
Lampiran 14. Hasil analisis proksimat pakan alami Chironomous sp, pakan udang komersil serta proksimat tubuh pascalarva udang vaname pada awal dan akhir penelitian
Analisis proksimat Kadar
air
Kandungan gizi (% bobot kering)
Protein Lemak Serat
kasar
Abu BETN
Chironomus sp 89,26 62,76 5,21 0,00 12,01 20,02
Pakan udang 10,68 40,71 8,16 8,99 11,81 30,33
Tubuh pascalarva :
* Awal penelitian 81,90 60,72 19,94 3,09 7,57 8,67
* Akhir penelitian :
A 75,65 62,75 6,16 4,52 10,84 15,73
B 75,28 67,11 5,42 2,99 8,58 15,90
C 76,71 68,87 6,27 2,88 11,08 10,91
D 77,65 65,95 7,70 1,03 10,34 14,99
E 78,62 66,93 5,99 3,55 12,96 10,57
74
Lampiran 15. Penghitungan retensi protein pascalarva udang vaname (dalam gram bahan kering)
Parameter UPerlakuan
A B C D E Biomassa awal (g) 0,1183 0,1183 0,1183 0,1183 0,1183
Biomassa akhir (g) 1 3,312 2,479 1,304 0,966 0,763 2 3,794 2,714 1,505 1,037 0,753 3 3,419 2,358 1,509 1,064 0,770
Rerata 3,508 2,517 1,439 1,022 0,762Protein tubuh awal (%) 60,72 60,72 60,72 60,72 60,72 Protein tubuh akhir (%) 62,75 67,11 68,87 65,95 66,93
Konsumsi pakan alami (g) 1 0 1,467 3,316 8,155 13,039 2 0 1,425 3,263 8,178 13,270 3 0 1,379 3,260 8,050 12,961
Rerata 0 1,424 3,280 8,128 13,090
Konsumsi pakan buatan (g) 1 27,099 18,715 11,567 6,476 0 2 26,657 19,680 11,996 6,931 0 3 26,231 16,437 11,880 7,235 0
Rerata 26,662 18,278 11,814 6,881 0 Protein pakan alami (%) 0 62,76 62,76 62,76 62,76 Protein pakan buatan (%) 40,71 40,71 40,71 40,71 0
Konsumsi protein pakan alami (g)
1 0 0,921 2,081 5,118 8,1832 0 0,894 2,048 5,133 8,3283 0 0,865 2,046 5,052 8,134
Rerata 0 0,894 2,058 5,101 8,215
Konsumsi protein pakan buatan (g)
1 11,032 7,619 4,709 2,636 02 10,852 8,012 4,883 2,822 03 10,679 6,692 4,836 2,945 0
Rerata 10,854 7,441 4,810 2,801 0
Total konsumsi protein (g) 1 11,032 8,540 6,790 7,754 8,1832 10,852 8,906 6,931 7,954 8,3283 10,679 7,557 6,882 7,997 8,134
Rerata 10,854 8,334 6,868 7,902 8,215
Retensi protein (%) 1 18,19 18,64 12,17 7,29 5,372 21,28 19,65 13,91 7,70 5,193 19,42 19,99 14,06 7,88 5,45
Rerata 19,63 19,43 13,38 7,62 5,33
75
Lampiran 16. Penghitungan retensi energi pascalarva udang vaname (% bahan kering)
Parameter
U
Perlakuan A B C D E
Energi total tubuh awal (kkal) 11,77 11,77 11,77 11,77 11,77
Energi total tubuh akhir (kkal)
1 277,45 215,70 112,88 85,90 64,052 317,84 236,13 130,21 92,27 63,153 286,42 205,16 130,62 94,65 64,59
Rerata 293,90 219,00 124,57 90,94 63,93SD 21,21 15,75 10,13 4,52 0,73
Energi total pakan alami (kkal)
1 0,00 125,18 282,93 695,72 1112,422 0,00 123,95 282,42 727,63 1132,093 0,00 119,97 282,13 716,22 1105,71
Rerata 0,00 123,03 282,50 713,19 1116,74SD 0,00 2,72 0,41 16,17 13,71
Energi total pakan 1 2054,09 1418,62 876,77 490,86 0,00buatan (kkal) 2 2020,56 1491,75 909,27 525,38 0,00 3 1988,34 1245,94 900,47 548,40 0,00
Rerata 2021,00 1385,43 895,50 521,55 0,00SD 32,88 126,22 16,81 28,97 0,00
Total energi yang dikonsumsi (kkal)
1 2054,09 1543,80 1159,70 1186,57 1112,422 2020,56 1615,70 1191,69 1253,01 1132,093 1988,34 1365,91 1182,60 1264,62 1105,71
Rerata 2021,00 1508,47 1178,00 1234,74 1116,74SD 32,88 128,59 16,48 42,11 13,71
Retensi energi
1 12,93 13,21 8,72 6,25 4,702 15,15 13,89 9,94 6,42 4,543 13,81 14,16 10,05 6,55 4,78
Rerata 13,97 13,75 9,57 6,41 4,67SD 1,11 0,49 0,74 0,15 0,12
76
Lampiran 17. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh kalium terhadap sintasan pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan
KALIUM 4 K0 K25 K50 K75 Jumlah pengamatan data = 12
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: SINTASAN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 3 32,3333 10,7778 1,75 0,2346
Galat 8 49,3333 6,1667
Total 11 81,6667
R2 Koefisien keragaman
Simpangan baku Rataan sintasan
0,395918 2,582264 2,48327740 96,16666667
Uji lanjut Duncan untuk variabel : SINTASAN
α = 0,05 derajat bebas = 8 kuadrat tengah galat = 6,1667 Jumlah nilai tengah 2 3 4
Kisaran kritis 4,676 4,872 4,982
Perlakuan Ulangan Rerata Sintasan Uji lanjut Duncan*
K50 3 98,333 a
K25 3 97,000 a
K0 3 95,333 a
K75 3 94,000 a
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
77
Lampiran 18. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh kalium terhadap tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan
KALIUM 4 K0 K25 K50 K75 Jumlah pengamatan data = 8
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: TINGKAT KERJA OSMOTIK (TKO)
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 3 31287,3750 10429,1250 25,03 0,0047
Galat 4 1666,5000 416,62500
Total 7 32953,8750
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan TKO
0,949429 2,973796 20,41139388 686,37500000
Uji lanjut Duncan untuk variabel : TINGKAT KERJA OSMOTIK
α = 0,05 derajat bebas = 4 kuadrat tengah galat = 416,625 Jumlah nilai tengah 2 3 4
Kisaran kritis 56,67 57,91 58,21
Perlakuan Ulangan Rerata TKO Uji lanjut Duncan*
K0 3 783,00 a
K75 3 691,50 b
K25 3 659,00 bc
K50 3 612,00 c
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
78
Lampiran 19. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data kadar glukosa darah pascalarva udang vaname pada percobaan tahap pertama (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh kalium terhadap kadar glukosa darah pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan
KALIUM 4 K0 K25 K50 K75 Jumlah pengamatan data = 12
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: GLUKOSA DARAH
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 3 6498,05912 2166,01971 58,17 0,0001
Galat 8 297,9122 37,2390
Total 11 6795,9714
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan glukosa
darah
0,956163 3,248326 6,10237903 187,86225000
Uji lanjut Duncan untuk variabel : GLUKOSA DARAH
α = 0,05 derajat bebas = 8 kuadrat tengah galat = 37,23903 Jumlah nilai tengah 2 3 4
Kisaran kritis 11,49 11,97 12,24
Perlakuan Ulangan Rerata glukosa darah Uji lanjut Duncan*
K0 3 223,188 a
K75 3 193,720 b
K25 3 171,498 c
K50 3 163,043 c
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
79
Lampiran 20. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data konsumsi pakan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh pakan terhadap konsumsi pakan pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan
PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7 Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: KONSUMSI PAKAN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 366,1446 91,5362 129,06 0,0001
Galat 10 7,0925 0,7092
Total 14 373,2371
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan konsumsi
pakan
0,980997 4,716090 0,84216784 17,85733333
Uji lanjut Duncan untuk variabel : KONSUMSI PAKAN
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 0,709247 Jumlah nilai tengah 2 3 4 5
Kisaran kritis 1,532 1,601 1,642 1,668
Perlakuan Ulangan Rerata konsumsi pakan Uji lanjut Duncan*
PB 3 26,6633 a
PB7 3 19,7000 b
PB14 3 15,0933 c
PB21 3 15,0067 c
PA 3 12,8233 d
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
80
Lampiran 21. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi protein pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap retensi
protein pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7
Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: RETENSI PROTEIN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 519,0213 129,7553 157,24 0,0001
Galat 10 8,2520 0,8252
Total 14 527,2733
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan retensi
protein
0,984350 6,945348 0,90840520 13,07933333
Uji lanjut Duncan untuk variabel : RETENSI PROTEIN
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 0,8252 Jumlah nilai tengah 2 3 4 5
Kisaran kritis 1,653 1,727 1,771 1,799
Perlakuan Ulangan Rerata retensi protein Uji lanjut Duncan*
PB 3 19,6300 a
PB7 3 19,4267 a
PB14 3 13,3800 b
PB21 3 7,6233 c
PA 3 5,3367 d
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
81
Lampiran 22. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data retensi energi pascalarva
udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap retensi
energi pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7
Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: RETENSI ENERGI
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 212,1969 3,0492 128,02 0,0001
Galat 10 4,1437 0,4144
Total 14 216,3405
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan retensi energi
0,980847 6,654513 0,64371319 9,67333333
Uji lanjut Duncan untuk variabel : RETENSI ENERGI
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 0,414367
Jumlah nilai tengah 2 3 4 5 Kisaran kritis 1,171 1,224 1,255 1,275
Perlakuan Ulangan Rerata retensi energi Uji lanjut Duncan*
PB 3 13,9633 a
PB7 3 13,7533 a
PB14 3 9,5700 b
PB21 3 6,4067 c
PA 3 4,6733 d
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
82
Lampiran 23. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data laju pertumbuhan harian pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap laju
pertumbuhan harian pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7
Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: LAJU PERTUMBUHAN HARIAN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 53,4478 13,3620 383,16 0,0001
Galat 10 0,3487 0,03487
Total 14 53,7965
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan laju
pertumbuhan harian
0,993518 1,998687 0,18674403 9,34333333
Uji lanjut Duncan untuk variabel : LAJU PERTUMBUHAN HARIAN
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 0,034873 Jumlah nilai tengah 2 3 4 5
Kisaran kritis 0,3397 0,3550 0,3640 0,3698
Perlakuan Ulangan Rerata laju pertumbuhan harian
Uji lanjut Duncan*
PB 3 12,1000 a
PB7 3 10,7900 b
PB14 3 8,9833 c
PB21 3 7,9733 d
PA 3 6,8700 e
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
83
Lampiran 24. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data efisiensi pakan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap efisiensi
pakan pascalarva udang vaname
Kelas Level Perlakuan PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7
Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: EFISIENSI PAKAN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 164,9096 41,2274 181,16 0,0001
Galat 10 2,2757 0,2276
Total 14 167,1853
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan efisiensi
pakan
0,986388 4,831992 0,47704647 9,87266667
Uji lanjut Duncan untuk variabel : EFISIENSI PAKAN
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 0,227573
Jumlah nilai tengah 2 3 4 5 Kisaran kritis 0,8679 0,9069 0,9299 0,9446
Perlakuan Ulangan Rerata efisiensi pakan Uji lanjut Duncan*
PB 3 13,7700 a
PB7 3 13,3267 a
PB14 3 9,9600 b
PB21 3 6,4500 c
PA 3 5,8567 c
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan
84
Lampiran 25. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan data sintasan pascalarva udang vaname pada percobaan tahap kedua (SAS Ver. 6.12)
Pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan
terhadap sintasan pascalarva vaname
Kelas Level Perlakuan PAKAN 5 PA PB PB14 PB21 PB7 Jumlah pengamatan data = 15
Prosedur analisis varian
Variabel tak bebas: SINTASAN
Sumber keragaman
db Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F P
Perlakuan 4 126,6667 31,6667 1,73 0,2201
Galat 10 183,3333 18,3333
Total 14 310,0000
R2 Koefisien
keragaman Simpangan baku Rataan sintasan
0,408602 4,978772 4,28174419 86,00000000
Uji lanjut Duncan untuk variabel : SINTASAN
α = 0,05 derajat bebas = 10 kuadrat tengah galat = 18,33333
Jumlah nilai tengah 2 3 4 5 Kisaran kritis 7,790 8,140 8,346 8,478
Perlakuan Ulangan Rerata sintasan Uji lanjut Duncan*
PB 3 90,000 a
PB7 3 88,333 a
PB14 3 85,000 a
PA 3 85,000 a
PB21 3 81,667 a
* Huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan hasil di akhir pengamatan