PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 wt%) …digilib.unila.ac.id/23555/3/SKRIPSI TANPA BAB...

57
PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 wt%) TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE BERBASIS SILIKA SEKAM PADI (Skripsi) JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 Oleh: Nesya Tamalia

Transcript of PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 wt%) …digilib.unila.ac.id/23555/3/SKRIPSI TANPA BAB...

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 wt%) TERHADAP

KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN KONDUKTIVITAS TERMAL

BAHAN KERAMIK CORDIERITE BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

(Skripsi)

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

Oleh:

Nesya Tamalia

i

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10, DAN 15 WT%)

TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN

KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE

BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

Oleh

Nesya Tamalia

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina

terhadap karakteristik termal (DTA-TGA) dan konduktivitas termal. Silika

diperoleh dari sekam padi melalui metode sol-gel, sedangkan alumina dan

magnesium berasal dari Sigma-Aldrich. Cordierite disintesis melalui metode

padatan dengan suhu sintering 1200oC. Hasil Pengukuran menunjukan bahwa

karakterisasi dengan Differensial Thermal Analysis (DTA) pada sampel C0

menunjukkan adanya puncak eksoterm di suhu 694oC dan C10 di suhu 649,9

oC,

yang menandakan terbentuknya fasa christobalite dari sekam padi dan fasa

spinel. Hasil konduktivitas termal C10 cukup tinggi, yaitu 12,97 W/mK

disebabkan sampel sudah mulai homogen.

Kata kunci: Alumina, cordierite, DTA-TGA, konduktivitas termal, dan sekam

padi.

ii

ABSTRACT

THE EFFECT OF ALUMINA (Al2O3) 0, 10, AND 15 WT% ON TERMAL

CARACTERISTIC (DTA-TGA) AND THERMAL CONDUCTIVITY OF

CORDIERITE BASED SILICA FROM RICE HUSK

By

Nesya Tamalia

This study was carried out to investigate the effect of alumina on the physical

characteristics, microstructure, and electrical conductivity of cordierite. Silica

obtained from rice husk through sol-gel method, while alumina and magnesium

were obtained from Sigma-Aldrich. Cordierite was synthesized by the solid state

method and sintered at 1200°C. The measurement results revealed that the

addition of alumina on cordierite reduced density and increased porosity. The

Differensial Thermal Analysis (DTA) at 694oC for C0 and 649,9

oC for C10 showed

that there is cristobalite phase of rice husk and spinel phase has also been

established. The results of the thermal conductivity C10 is high at 12.97 W/mK

because a sample is homogeneous.

Keywords: Alumina, cordierite, DTA-TGA, rice husk, and thermal conduktivity.

iii

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 WT%)

TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN

KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE

BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

Oleh

NESYA TAMALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kerang, Lampung Barat pada tanggal

11 Juni 1992, anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan

Bapak Muis S.Pd dan Ibu Husnah S.Pd. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SDN 2 Kota Besi pada 2005, MTsN 1 Liwa pada

2008 dan SMAN 1 Liwa, Lampung Barat pada 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur

undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan kampus antara

lain sebagai Garuda BEM FMIPA Unila 2011/2013, anggota Bidang Masyarakat

BEM FMIPA Unila 2012/2013, anggota Bidang Keputrian ROIS FMIPA Unila

pada 2012/2013, anggota Bidang Kaderisasi Himafi FMIPA Unila pada

2012/2013. Penulis juga pernah menjadi asisten Fisika Dasar pada 2013/2014 dan

2014/2015, asisten Komposit 2014/2015 dan asisten Sol Gel 2015/2016. Penulis

melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT. Balai Pengolahan Mineral

Lampung (BPML). Penulis melakukan KKN di Tulang Bawang Barat tepatnya di

KecamatanWay Kenanga Tiyuh Indraloka II.

Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penambahan

Alumina (0, 10 dan 15 wt%) terhadap Karakteristik Termal (DTA-TGA)

viii

dan Konduktivitas Termal Bahan Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam

Padi” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

ix

MOTTO

“Hidup Adalah Menikmati Kehidupan”

“Time is Life”

x

Kuniatkan Karya Kecilku Ini Karena

ALLAH SWT

Aku Persembahkan Karya Ini Untuk:

Kedua Orang Tua dan Keluarga, yang Selalu Mendo’akan

dan Mendukungku

Dosenku, yang Mengajarkan Banyak Ilmu, Mendidik dan

Membimbingku

Sahabat dan Teman Seperjuangku

Almamater Tercinta.

“Universitas Lampung”

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Alumina (0, 10 dan 15 wt%) terhadap

Karakteristik Termal (DTA-TGA) dan Konduktivitas Termal Bahan

Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi”. Tujuan penulisan skripsi ini

adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan juga

melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bandar Lampung, Agustus 2016

Penulis,

Nesya Tamalia

xii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya penulis masih diberikan

kesempatan untuk mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini, terutama kepada:

1. Kedua orang tuaku Bapak Muis S.Pd. dan Ibu Husnah S.Pd. serta adik-adikku

Roby Yunata S.AP dan Aqila Nadine Azzahra yang tiada henti memberiku

semangat dan doa.

2. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D., sebagai Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan serta nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir.

3. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., sebagai Pembimbing II yang

senantiasa memberikan masukan-masukan serta nasehat dalam

menyelesaikan tugas akhir.

4. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si., sebagai Penguji yang telah mengoreksi

kekurangan, kritik dan saran selama penulisan skripsi.

5. Bapak Prof. Posman Manurung, Ph.D sebagai Pembimbing Akademik, yang

telah memberikan bimbingan serta nasehat dari awal perkuliahan sampai

menyelesaikan tugas khir.

6. Ibu Dr. Yanti Yuliati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

xiii

7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Para dosen serta karyawan di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

9. Yosef Saputra yang selalu memberikan dukungannya dan teman sepermainan

Melisa Aristi, Citra Dewi, Era Septasari, Desi Susanti dan Fitria Yuliza yang

selalu bisa menghiburku.

10. Teman-teman satu team: Shella, Nindy, Umi, Dita, dan Nur yang telah

membantu dan menjadi teman diskusi yang baik.

11. Teman–teman Jurusan Fisika 2011 serta kakak – kakak dan adik – adik

tingkat yang membantu dan memberikan semangat dalam proses

menyelesaikan tugas akhir.

12. Teman-teman KKN Indraloka II (Tubaba) Putri, Dera, Yoga, Fery, Hanif dan

Nico. Terimakasih untuk setiap pelajaran hidup.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta

memberkahi hidup kita. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2016

Penulis,

Nesya Tamalia

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v

PERNYATAAN ............................................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii

MOTTO .......................................................................................................... ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................... x

KATA PENGANTAR ................................................................................... xi

SANWANCANA ........................................................................................... xii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan masalah...................................................................................... 3

C. Tujuan penelitan ........................................................................................ 3

D. Batasan masalah ........................................................................................ 4

E. Manfaat penelitian ..................................................................................... 4

F. Sistematika penulisan ................................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keramik cordierite .................................................................................... 6

1. Mineral cordierite ................................................................................. 6

2. Karakteristik cordierite ......................................................................... 6

3. Pembentukan Kristal cordieirite ........................................................... 7

4. Aplikasi cordierite ................................................................................ 8

B. Alumina ..................................................................................................... 9

1. Karakteristik alumina ........................................................................... 9

2. Sumber alumina .................................................................................... 10

3. Struktur alumina ................................................................................... 10

xv

4. Aplikasi alumina ................................................................................... 11

C. Paduan cordierite-alumina ........................................................................ 11

D. Sekam padi ................................................................................................ 12

E. Silika ......................................................................................................... 13

1. Definisi silika ........................................................................................ 13

2. Klasifikasi ............................................................................................ 14

F. Ekstraksi silika sekam padi ....................................................................... 17

G. Metode sol-gel ........................................................................................... 18

H. Proses sintering ......................................................................................... 19

I. Karakterisasi material keramik ................................................................. 20

1. Konduktivitas Termal ........................................................................... 20

2. Thermal Gravimetry Analysis (TGA) ................................................... 21

3. Differential Thermal Analysis (DTA)................................................... 22

III. Metode penelitian

A. Waktu dan tempat penelitian ..................................................................... 23

B. Bahan dan alat penelitian .......................................................................... 23

C. Prosedur penelitian .................................................................................... 24

1. Preparasi sampel.................................................................................. 24

2. Karakterisasi sampel ........................................................................... 27

3. Diagram alir ........................................................................................ 29

IV. Hasil dan Pembahasan

A. Pengantar .................................................................................................. 33

B. Hasil Ekstraksi Sekam Padi ..................................................................... 33

C. Hasil Paduan Cordierite-Alumina ............................................................ 35

D. Karakterisasi .............................................................................................. 37

1. Analisis Termal DTA Cordierite dengan Penambahan Alumina 0, 10

dan 15 wt% ......................................................................................... 37

2. Analisis Konduktivitas Termal pada Cordierite dengan Penambahan

Alumina 0, 10 dan 15 wt% ................................................................. 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .............................................................................................. 42

B. Saran ....................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Struktur silika tetrahedral .................................................................. 15

Gambar 2. Skematik heat flux menggunakan DSC ............................................. 28

Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk silika ................................................. 29

Gambar 4. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite ......................................... 30

Gambar 5. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina .............. 31

Gambar 6. Diagram alir pembuatan dan karakterisasi sampel cordierite dengan

penambahan alumina .......................................................................... 32

Gambar 7. Proses pemanasan sekam padi dengan larutan KOH 5% .................. 34

Gambar 8. Gel silika sebelum dicuci (a) gel silika setelah dicuci (b) ................. 34

Gambar 9. Silika padat (a) Bubuk silika (b) ........................................................ 35

Gambar 10. Bubuk paduan cordierite-alumina ................................................... 36

Gambar 11. Sampel setelah disintering ............................................................... 36

Gambar 12. Analisis termal DTA keramik cordierite paduan alumina 0% (a),

10%(b), dan 15%(c). ......................................................................... 37

Gambar 13. Grafik perbedaan TGA pada cordierite dengan penambahan alumina

0% (a), 10%(b), dan 15%(c). .......................................................... 37

Gambar 14. Grafik konduktivitas termal terhadap variasi alumina 0,10 dan

15 wt% ............................................................................................. 40

xvii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Karakteristik cordierite .................................................................................... 7

Tabel 2. Karakteristik alumina ....................................................................................... 9

Tabel 3. Transformasi fase - Al2O3 ke fase - Al2O3 .................................................. 10

Tabel 4. Komposisi Kimia Sekam Padi ......................................................................... 13

Tabel 5. Karakteristik amorph silika ............................................................................. 14

Tabel 6. Bentuk Kristal utama silika ............................................................................. 16

Tabel 7. Komposisi massa campuran cordierite dan alumina ......................................... 35

Tabel 8. Hasil analisis DTA-TGA cordierite terhadap variasi alumina........................... 38

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keramik refraktori merupakan bahan padat anorganik bukan logam yang sukar

meleleh pada suhu tinggi sehingga digunakan pada industri temperatur tinggi

sebagai material batu tahan api. Salah satu yang dikenal sebagai bahan refraktori

adalah cordierite (2MgO. 2Al2O3. 5SiO2) yang tersusun dari magnesium oksida,

aluminium oksida, dan silika. Berdasarkan penelitian sebelumnya, cordierite

terbentuk pada suhu 1300°C-1400°C melalui ekstraksi sol-gel (Nozhat et al,

2013) dan dengan metode padatan (solid state) cordierite terbentuk pada suhu

1050°C-1400°C (Shukur, 2015). Sumber bahan oksida-oksida pembentuk

cordierite cukup melimpah dialam seperti sumber MgO dapat diperoleh dari

dolomite, MgCl2 dan MgSiO2, Al2O3 didapat dari tanah koalin, dan coal fly ash.

Sedangkan SiO2 dapat diperoleh dari fumed silica dan sekam padi. Pada penelitan

ini, keramik cordierite akan dipadukan dengan alumina untuk mengetahui sifat

termal dan konduktivitas termal keramik cordierite-alumina.

Cordierite dipadukan dengan alumina karena alumina memiliki ketahanan suhu

yang tinggi, memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik, dan ketahanan panas

yang tinggi. Namun alumina memiliki ekspansi termal yang cukup tinggi yaitu

6,3x10-6

/oC

(Sebayang et al, 2007) dan konduktivitas termal yang tinggi 30

W/m.K (Hwangyoo et al, 2007). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan

2

Margussian ( 2009) hasil DTA menunjukkan bahwa pada suhu 980 C µ-cordierite

mulai terbentuk, tetapi menurut penelitian Piinero et al, (1992), pada suhu 850-

980°C, terdapat fasa μ-cordierite (hexagonal) dengan sifat metastabil pada suhu

rendah, dan fase α-cordierite (orthorhombic) pada suhu 980-1465°C dengan sifat

stabil pada suhu tinggi. Sedangkan menurut penelitian Smart et al (1976) paduan

cordierite dengan α-alumina setara dengan paduan mullite-spinel yang sifatnya

reversibel tetapi reaksinya lambat.

Pembentukan sifat cordierite dipengaruhi oleh bahan baku silika dan suhu

sintering. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahan baku fumes silica, untuk

menghasilkan cordierite membutuhkan suhu sintering 1350°C (Ewais, 2009),

sedangkan sumber silika dari sekam padi, cordierite terbentuk pada suhu 1200 °C

(Quadratun, 2014). Hal inilah yang mendasari penggunaaan sumber silika dari

sekam padi pada penelitian ini, selain mudah didapatkan karena cukup melimpah,

proses ekstraksi silika dari sekam padi juga sederhana. Dengan menggunakan

metode sol-gel, silika diperoleh dengan penambahan larutan (KOH), hasil

tertinggi silika yang didapat dari ekstraksi sekam padi yaitu dengan menggunakan

5% KOH pada ekstraksi 60 menit (Sembiring, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang sintesis dan

karakterisasi Termal (DTA-TGA) dan konduktivitas termal dari bahan keramik

cordierite berbasis silika sekam padi yang dipadukan dengan alumina (Al2O3)

pada suhu sintering 1200°C. Metode yang akan digunakan adalah metode reaksi

padatan (Solid-State Reaction).

3

Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa termogravimetrik

(TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat sampel sebagai fungsi

dari suhu maupun waktu, dan Differntial Thermal Analysis (DTA) yang mengukur

perbedaan suhu (T) antara sampel dengan material referensi yang inert sebagai

fungsi dari suhu. Teknik yang berhubungan dengan DTA adalah Differential

Scanning Calorimetry (DSC). Pada DSC peralatan didesain untuk memungkinkan

pengukuran kuantitatif perubahan entalpi yang timbul dalam sampel sebagai

fungsi dari suhu maupun waktu.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh penambahan Alumina terhadap karakteristik termal

(DTA-TGA) dari keramik cordierite.

b. Bagaimana pengaruh penambahan Alumina terhadap konduktivitas termal

keramik cordierite.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Alumina terhadap karakteristik

termal (DTA-TGA) dari keramik cordierite.

b. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Alumina terhadap konduktivitas

termal dari keramik cordierite.

4

D. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Penggunaan silika pada sintesis cordierite pada penelitian ini merupakan

hasil dari ekstraksi dari sekam padi dengan metode sol-gel menggunakan

KOH 5%.

b. Cordierite yang disintesis dilakukan penambahan Alumina sebanyak 0, 10,

dan 15 wt% .

c. Cordierite di sintering pada suhu 1200oC selama 2 jam.

d. Analisis yang dilakukan meliputi karakteristik sifat termal menggunakan

Differential thermal analysis/thermal gravimetry analysis (DTA-TGA) dan

analisis konduktivitas termal.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

a. Sebagai penambahan refrensi dalam hal mensitesis cordierite dengan bahan

baku utama silika berbasis sekam padi.

b. Bahan refrensi mengenai keramik cordierite alumina.

c. Bahan literatur mengenai konduktivitas termal dan DTA/TGA pada sampel

paduan cordierite-alumina.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami penulisan Skripsi ini, perlu dibuat

sitematika penulisan yang mencakup :

BAB I PENDAHULUAN

5

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

batasan masalah dan sistematika penuliasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang teori dasar yang berhunbungan dengan refraktori, cordierite, silika,

dan termasuk teori pengujian.

BAB III METODE PENELITIAN

Menjabarkan langkah-langkah penelitian dari awal sampai akhir yang termasuk di

dalamnya tentang spesifikasi bahan, alat uji dan alat ukur yang digunakan, dan

diagram alir penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang analisa data yang diperoleh dari pengujian dan pembahasan dari

untuk menarik kesimpulan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari tugas penelitian ini yang dirangkum dari hasil

selama pengujian dan analisa data. Bab ini juga berisi saran-saran yang dapat

mendukung pengembangan dalam penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keramik Cordierite

1. Mineral cordierite

Pada umumnya cordierite mempunyai bentuk kimia 2MgO.2Al2O3.5SiO2 pada

preparasi komposisi dalam bentuk sol (Yalamac, 2004; Naskar dan Chaterjee, 2004).

Di alam, cordierite tidak dapat ditemukan secara alami tetapi dapat diolah dengan

bahan dasar alkali tanah, aluminosilikat kaca, kaolin, alumina dan magnesit

(Tulyaganov et al, 2001). Selain itu cordierite dapat terbentuk dari bahan baku utama

silika yang bersumber dari bahan-bahan mineral seperti pasir kuarsa, batu granit,

tanah liat dan batu bara (Kurama dan Kurama, 2006).

2. Karakteristik Cordierite

Cordierite merupakan salah satu nama mineral dari bahan keramik dalam sistem

MgO-Al2O3-SiO2. Cordierite memiliki kestabilan termal dan daya tahan terhadap zat

kimia yang tinggi serta koefisien termal rendah (Goncalves, 2006) sehingga

digunakan di berbagai industri seperti industri gelas, industri keramik dan industri

elektronik sebagai isolator panas dan listrik. Cordierite juga mempunyai ekspansi

termal yang rendah dan koofisien dielektrik yang tinggi (Djorjevic, 2005) sehingga

cocok digunakan untuk bahan isolator yang baik. Karakteristik cordierite secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

7

Tabel 1. Karakteristik cordierite (Bridge et al, 1985; Garsia et al, 2002).

Karakteristik Nilai Satuan

Warna Tak berwarna, biru

muda, violet, kuning

-

Kekerasan 7,5 Mohs

Flexural strength 8-17 kpsi

Modulus elastisitas 12 Psi x 106

Dielectric constant 9.3 Pada 1 MHz

Compressive strength 35-31 kpsi

Dielectric strength 212 Ac volts/mil

Kekuatan regang 3.5-5.5 Kpsi

Konduktivitas termal 0,6 W/mK

Panas spesifik 0.21 cal/g oC

Shock resistance 300 oC

Temperatur maksimal 1700 oC

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Cordierite memiliki dielectric contant 9,3 pada 1

MHz, dan panas spesifik 0,21 cal/g oC. Cordierite juga dengan tahan suhu hingga

1700 oC dan sock resistance 300

oC. Cordierite baik digunakan untuk isolator suhu

tinggi. Selain itu sifat cordierite yang memiliki daya bias yang tinggi juga dapat

digunakan sebagai katalis gas pada mobil dan pelapis material dalam elektronik.

3. Pembentukan Kristal Cordierite

Bahan baku yang paling sering digunakan dalam komposisi cordierite adalah

magnesium oksalat, silika dan alumina. Tetapi ada juga yang menggunakan bahan

talc-koalin. Menurut Kriinert et al (1964) reaksi pembentukan cordierite

menggunakan dua komposisi bahan baku talc-kaolin, produk yang dibentuk diwakili

persamaan berikut:

→ (1)

→ ( )( ) (2)

8

→ (3)

Dari reaksi talc-kaolin fase menengah protoenstatit dan mullite muncul sebelum

cordierite terbentuk. Reaksi yang lain dengan bahan baku magnesium karbonat,

alumina dan batu api terbentuk dengan persamaan berikut:

→ (4)

→ (5)

( ) ( ) → (6)

Dari reaksi magnesium karbonat, alumina dan batu api, intermediate

fase spinel menghilang ketika cordierite mulai mengkristal pada 1200°C. Kristobalit

mulai membentuk antara 1000 - 1100°C dan diasumsikan sebagai kristal cordierite.

4. Aplikasi cordierite

Cordierite adalah jenis material dengan aplikasi yang luas. Cordierite dapat

digunakan sebagai bahan isolator panas dan sangat baik digunakan untuk isolator

listrik tegangan tinggi karena mempunyai koefisien termal yang rendah (Karmakar et

al, 2002). Cordierite juga dapat diaplikasikan sebagai bahan pelapis logam dan bahan

furnace (Lin et al, 1984) karena cordierite merupakan bahan yang berefraktori tinggi

(Ganguli, 1997). Selain itu cordierite juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan

piranti elektronik (Naskar and Chaterjee, 2004).

9

B. Alumina

Aluminium oksida adalah keluarga dari senyawa anorganik dengan rumus kimia

Al2O3 yang merupakan oksida omphoteric dan umumnya disebut dengan alumina

atau corundum. Menurut Kopeliovich (2010) Alumina memiliki titik lebur yang

tinggi, kekerasan yang tinggi dan kekuatan mekanik yang tinggi meskipun kekuatan

mekanik dan ketahanan kejut suhu berkurang pada suhu 1000oC karena ekspansi

termal alumina yang relatif besar. Alumina yang mempunyai karakteristik stabilitas

yang baik menyebabkan ketahanan terhadap korosi yang tinggi.

1. Karakterisik alumina

Alumina memiliki kekuatan ion yang kuat, yang menentukan sifat material,

diantaranya memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang tinggi, sangat kuat

terhadap serangan kimia dari asam kuat dan alkali hingga suhu yang tinggi, sifat

isolasi yang sangat baik, koefisien ekspansi termal yang rendah dan konduktifitas

termal yang baik (Kopeliovich, 2010). Karakteristik alumina diperlihatkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik alumina (Gernot, 1988).

Parameter Nilai Satuan

Densitas 3,96 gr/cm3

Kuat tekan 230-350 MPa

Koefisien ekspansi termal 8-9 10-6

oC

-1

Modulus of refracture 350 MPa

Konduktivitas termal 24-26 W/mK

Titik lebur 2050 oC

10

2. Sumber Alumina

Alumina banyak ditemukan di alam, seperti pada kaolin dengan kandungan Al2O3

25,39%, SiO2 61,05%, MgO 0,091%, Fe2O3 0,885% dan TiO2 1,03% (Khairunnisa,

2011) sehingga sangat cocok untuk produksi alumina karena memiliki kelimpahan

yang besar (Hosseini et al, 2011). Alumina anhidrat terdapat dalam bentuk alumina

stabil berupa α-alumina dan alumina metastabil yaitu gamma alumina (γ-Al2O3), delta

alumina (δ-Al2O3), theta alumina (θ-Al2O3), kappa alumina (κ-Al2O3) dan chi

alumina (χ- Al2O3), sedangkan hidratnya berada dalam bentuk aluminium hidroksida

seperti gibsite, bayerit, boehmite dan diaspore. Aluminium hidroksida merupakan

komponen utama di dalam bauksit, sehingga umumnya alumunium hidroksida dibuat

dari bauksit, sedangkan alumina anhidrat dibuat dari dehidrasi aluminium hidroksida.

Di alam alumina anhidrat juga terdapat sebagai mineral korundum (Ulyani, 2008;

Utari, 1994)

3. Struktur alumina

Senyawa alumina bersifat polymorph dengan struktur - Al2O3 (corundum) dan -

Al2O3. Transformasi corundum dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Transformasi fase - Al2O3 ke fase - Al2O3 (Clifton and Rishbud, 2000).

Reaksi Suhu pembentukan (oC)

Al(OOH)2 AlOOH 200 - 300

AlOOH - Al2O3 500 – 800

- Al2O3 - Al2O3 800 – 900

- Al2O3 - Al2O3 900 -1000

-Al2O3 -Al2O3 1000 – 1100

11

Transformasi dari fase pada suhu diatas 1000oC menghasilkan struktur

berukuran mikro dengan derajat hubungan porositas yang tinggi.

4. Aplikasi Alumina

Alumina banyak digunakan untuk penyangga katalis pada industri katalis, seperti

yang digunakan dalam hidrodesulfurisasi karena alumina cendrung multifase yang

sering disebut corundum. Alumina secara luas digunakan untuk menghilangkan air

dari aliran gas (Hudson et al, 2002). Isolasi untuk tungku suhu tinggi sering dibuat

dari alumina dengan persentase silika yang tergantung pada suhu material. Alumina

juga umumnya memiliki kemurnian yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk

bahan keramik tembus cahaya (Gernot,1988). Selain itu, alumina diaplikasikan

dibidang elektronik, termal, kimia katalis dan mekanik. Alumina merupakan material

yang sangat kuat dan keras sehingga sering digunakan sebagai bahan dibidang teknik

misal bahan struktur pesawat. Alumina juga memiliki konduktivitas listrik yang

sangat rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan isolator listrik (Santhiarsa,

2009) dan alumina juga dimanfaatkan sebagai bahan pelapisan tekstil pada proses

akhir (finishing) karena dapat membentuk lapisan tipis transparan pada tekstil melalui

metode sol-gel.

C. Paduan cordierite-alumina

Menurut penelitian Sijabat (2007), pada penambahan alumina dengan persentase di

atas 50% dengan suhu 1300°C, densitas mengalami penurunan dengan nilai

penurunannya kecil dan porositas meningkat. Nilai porositas maksimum yang

diperoleh sebesar 34,38% dan nilai densitas terkecil adalah 2,77 gr/cm3 pada

penambahan 90% Al2O3, dan menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan

12

Senguttuvan et al (2001) cordierite dengan paduan alumina yang paling baik

dihasilkan yaitu pada suhu 1380°C dengan kepadatan struktur 2,5 g cm-3

dan menurut

penelitian Smart et al (1976) paduan cordierite dengan α-alumina setara dengan

paduan mullite-spinel yang sifatnya reversibel tetapi reaksinya lambat.

Perlakuan termal atau fase pada cordierite-alumina berbeda, bergantung pada suhu

dan waktu sintering, serta kemurnian dan komposisi bahan. Berdasarkan penelitian

Margussian ( 2009) hasil DTA menunjukkan bahwa pada suhu 980oC µ-cordierite

mulai terbentuk, tetapi menurut penelitian Piinero et al, (1992), pada suhu 850-

980°C, terdapat fasa μ-cordierite (hexagonal) dengan sifat metastabil pada suhu

rendah, dan fase α-cordierite (orthorhombic) pada suhu 980-1465°C dengan sifat

stabil pada suhu tinggi. Sedangkan menurut (Marghussian, 2009), dengan

bertambahnya persentase alumina dan suhu sintering, akan muncul fase baru yaitu

mullite pada suhu 1045-1055oC.

D. Sekam padi

Sekam padi merupakan sisa dari proses penggilingan padi. Sekam padi juga bagian

terluar yang keras dari butir padi yang terdiri dari atas lapisan lemma dan pellea. Sifat

kekerasan pada sekam padi ini disebabkan oleh tingginya kandungan silika. Sekam

dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan

seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses

penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan

beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang

tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Ditinjau data komposisi

13

kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Sekam Padi (Ismunadji, 1998).

Komponen % Berat

Kadar air 32,40-11,35

Protein kasar 1,70-7,26

Lemak 0,38-2,98

Ekstrak nitrogen bebas 24,70-38,79

Serat 31,37-49,92

Silika abu 13,16-29,04

Pentose 16,94-21,95

Sellulosa 34,34-43,80

Lignin 21,40-46,97

E. Silika

1. Definisi Silika

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida) yang

dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah

senyawa yang banyak ditemui dalam mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar

yang mengandung kristal-kristal silika (Della et al, 2002). Selain terbentuk secara

alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan

pasir kuarsa pada suhu 870°C silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon

dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979). Karakteristik silika amorph

diperlihatkan dalam Tabel 5.

14

Tabel 5. Karakteristik amorph silika (Surdia dkk, 2000)

Nama lain Silikon dioksida

Rumus molekul SiO2

Massa jenis (g/cm3) 2,6

Bentuk Padat

Titik cair (oC) 1610

Titik didih (oC) 2230

Kekuatan tarik (MPa) 110

Modulus elastisitas (GPa) 70-75

Resistivitas ( m) >1014

Kekerasan (kg/mm2) 650

Koordinasi geometri Tetrahedral

Struktur Kristal Kristobalit, tridimit, kuarsa

Silika nabati dapat ditemui pada sekam padi (Dahliana dkk, 2013). Silika nabati yang

umumnya digunakan saat ini adalah silika sekam padi (Siriluk and Yuttapong, 2005).

Dalam mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan menggunakan metode

ekstraksi alkalis (Kalaphaty et al, 2000; Ginting dkk, 2008) dan metode pengabuan

(Haslinawati et al, 2011). Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis

adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorph atau

mudah reaktif. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada suhu di

atas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna hitam

(Haslinawati dkk, 2011).

2. Klasifikasi Silika

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan

empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu

atom silikon. Gambar 1 memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

15

Gambar 1. Struktur silika tetrahedral (Anonim A, 2015).

Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorph terhidrat, namun bila pembakaran

berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C maka tingkat kristalinitasnya akan

cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite, dan tridymite (Hara,

1986). Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan tridymite yang merupakan jenis

kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and

Brown, 1980). Struktur Kristal quartz, crystobalite, dan tridymite memiliki nilai

densitas masing-masing sebesar 2,65×103 kg/m

3, 2,27×10

3 kg/m

3, dan 2,23×10

3

kg/m3 (Smallman and Bishop 2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu <

570°C terbentuk low quartz, untuk suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang

mengalami perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite,. Silika dapat

ditemukan di alam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal, silika memiliki

17 bentuk kristal (Anonim B, 2015), dan memiliki tiga bentuk kristal utama yaitu

kristobalit, tridimit, dan kuarsa seperti diperlihatkan pada Tabel 6.

16

Tabel 6. Bentuk Kristal utama silika (Smallman and Bishop, 2000)

Bentuk Rentang stabilitas (oC) Modifikasi

Kristobalit 1470-1723 -(kubik)

-(tetragonal)

Tridimit 870-1470 -(?)

-(heksagonal)

-(ortorombik)

Kuarsa <870 -(heksagonal)

-(trigonal)

Silika adalah keramik tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam

industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000).

Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, dimana satu

atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen (seperti terlihat pada Gambar 1).

Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik dan kovalen

sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan

setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (Vlank and

Lawrench, 1992).

Menurut Sunarya (2008), silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama

proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan

hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar.

Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2,

CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada

senyawa pengotornya. Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang

dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut

kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian

dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika

17

yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir

inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.

F. Ekstraksi silika sekam padi

Dalam mendapatkan silika dari sekam padi, dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

metode ekstraksi alkalis dan metode pengabuan. Sekam padi dapat diperoleh dengan

sangat mudah, biaya yang relatif murah dan suhu yang rendah yakni dengan metode

ekstraksi alkalis (Kalaphaty et al, 2000) dimana silika yang di peroleh melalui

ekstraksi adalah berupa larutan sol. Silika pada fase larutan adalah fase amorph atau

mudah reaktif terhadap zat lain yang bersifat porous (Khopkar, 1990).

Berbeda dengan metode pengabuan, metode pengabuan banyak dibutuhkan biaya

cukup mahal karena perlu dilakukan proses pengarangan atau pengabuan pada suhu

tinggi yaitu 600oC selama 4 jam. Proses ekstraksi pada metode ekstraksi alkalis

didasarkan pada kelarutan silika amorph yang besar dalam larutan basa atau alkalis

seperti kalium hidroksida (KOH) natrium karbonat (Na2CO3) atau natrium hidroksida

(NaOH) dan pengendapan silika terlarut menggunakan asam seperti asam klorida

(HCl) (Daifullah, 2003). Silika di ektraksi dengan larutan KOH 5% selama 30 menit

pada pH optimum 7,0 atau bersifat nomal sehingga terbentuk gel silika. Selain

ekstraksi dengan larutan KOH dalam mendapatkan silika gel, juga dapat dilakukan

dengan larutan NaOH, namun larutan NaOH dapat merubah struktur gel sehingga

menyebabkan ukuran butir yang tidak seragam. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Urhadiansyah (2005) metode ini dapat menghasilkan 91% silika amorph

dengan kemurnian 93%. Silika sekam padi memiliki kelebihan dibandingkan dengan

18

silika mineral yaitu memiliki butiran yang lebih halus, lebih reaktif, dapat diperoleh

dengan cara yang mudah dengan biaya yang relatif murah. Kemudian sifat reaktif

silika amorph yang diperoleh dengan metode ini juga lebih dapat dipertahankan

karena pada metode kimiawi tidak ada perlakuan suhu tinggi yang akan

meningkatkan kristalinitas silika tersebut. Sehingga akan mudah bereaksi ketika

diberikan suatu pereaksi.

G. Metode sol-gel

Metode sol-gel merupakan suatu metode pembentukan material melalu jaringan

oksida dengan reaksi polikondensasi pada medium cair. Proses ini melibatkan

perubahan dari fasa larutan (sol) menjadi fasa padat (gel). Melalui tahapan

pembentuk sol, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan.

Keuntungan penggunaan metode sol-gel dibandingkan dengan metode lain yaitu:

1. Metode sol-gel dapat menghasilkan lapisan yang homogenitasnya tinggi, murni

dan stoikiometris akibat percampuran dalam skala molekuler, sehingga dapat

mengurangi suhu kristalisasi dan mencegah dari pemisahan fase selama

pemanasan (Saberi et al, 2007).

2. Menggunakan temperatur suhu yang rendah, hal ini dikarenakan ukuran partikel

yang kecil dan luas permukaan besar.

3. Bisa menghasilkan partikel ukuran nano yang seragam serta peralatan yang

digunakan relatif sederhana (Sunendar, 2007)

4. Relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama, dan interaksi

antara padatan relatif kuat (Sriyanti dkk, 2005).

19

H. Proses Sintering

Tahap sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan

menentukan sifat-sifat keramik yang dihasilkan. Sintering adalah proses pemadatan

dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi mendekati titik leburnya, sehingga

terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori,

pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan volume. Hal

ini disebabkan karena butiran-butiran partikel akan tersusun semakin rapat (Sebayang

et al, 2009). Dalam tahapan ini akan terjadi berkurangnya pori-pori, cacat bahan,

pengontrolan ukuran butir, dan fase batas butiran (Parno, 1997). Hal ini bertujuan

agar butiran-butiran dalam partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan.

Selama proses pembakaran, kandungan air pada material hilang (Mothe & Ambrosio,

2007). Proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu:

1. Tahap awal

Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel membentuk leher

yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan akan menjadi semakin

cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap ini penyusutan juga terjadi

akibat permukaan porositas menjadi halus. Penyusutan yang tidak merata

menyebabkan keretakan pada sampel (Kashcheev & Turlova, 2010).

2. Tahap menengah

Pada tahap kedua terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil larut

dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir menghasilkan pemadatan

yang lebih baik. Pada tahap ini juga berlangsung penghilangan porositas. Akibat

20

pergeseran batas butir, porositas mulai saling berhubungan dan membentuk silinder

di sisi butir.

3. Tahap akhir

Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus berlangsung dengan laju yang lebih

rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses penghilangan porositas,

pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila pergeseran batas butir lebih lambat

daripada porositas, maka porositas akan muncul di permukaan dan saling

berhubungan.

I. Karakterisasi Material Keramik

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu bahan keramik maka perlu

dilakukan suatu pengujian Konduktivitas Termal dan Karakterisasi termal (DTA-

TGA).

1. Konduktivitas Termal

Konduksi termal adalah perpindahan panas dengan cara agitasi molekul dalam suatu

material tanpa gerak materi secara keseluruhan (Halliday et al, 1997). Konduksi

termal merupakan suatu fenomena transport yang mana perbedaan temperatur

menyebabkan transfer energi termal dari satu daerah material yang memiliki

temperatur yang lebih panas ke daerah yang sama pada temperatur yang lebih rendah

(Callister et al, 2003). Dalam kasus perpindahan termal fluks panas, dT/dx adalah

gradien suhu melalui beberapa jarak, q adalah laju aliran panas Q yang melintasi

luasan A (Godovsky dan Privalko, 1995). Hubungan dasar perpindahan panas secara

konduksi mengikuti hukum Fourier:

21

(

) (7)

Sehingga nilai konduktivitas termal (k) adalah

( ⁄ ) (

) (

) (8)

Satuan k yang dipergunakan adalah kalori per meter per detik per derajat Celcius

(kal/m det °C), atau watt per meter per derajat Kelvin (W/mK) (Godovsky dan

Privalko, 1995).

2. Thermal Gravimetry Analysis (TGA)

Analisis termogravimetri atau Thermal Gravimetry Analysis (TGA) adalah

metode analisis termal di mana perubahan dalam sifat fisik dan kimia dari bahan yang

diukur sebagai fungsi dari meningkatnya suhu (dengan laju pemanasan konstan), atau

sebagai fungsi waktu (dengan suhu konstan atau kehilangan massa konstan). TGA

dapat memberikan informasi tentang fenomena fisik, seperti penguapan, sublimasi,

penyerapan, adsorpsi dan desorpsi. Demikian juga TGA dapat memberikan

informasi tentang fenomena kimia seperti oksidasi atau reduksi. TGA biasanya

digunakan untuk menentukan karakteristik yang dipilih dari bahan yang

menunjukkan baik kehilangan massa atau keuntungan karena dekomposisi, oksidasi,

atau kehilangan volatil (seperti kelembaban). Aplikasi umum dari TGA adalah :

1. Karakterisasi bahan melalui analisis pola dekomposisi karakteristik.

2. Studi mekanisme degradasi dan kinetika reaksi.

3. Penentuan kadar organik dalam sampel.

22

4. Penentuan anorganik (misalnya ash) konten dalam sampel, yang mungkin berguna

untuk menguatkan struktur materi diprediksi atau hanya digunakan sebagai

analisis kimia.

Teknik TGA sangat berguna untuk studi polimer bahan, termasuk

termoplastik, termoset, elastomer, film plastik, serat dan pelapis.

3. Differential Thermal Analysis (DTA)

Salah satu teknik yang digunakan dalam analisis termal yakni Differntial Thermal

Analysis (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur (ΔT) antara sampel dan

material pembanding yang inert sebagai fungsi waktu. Untuk itu DTA digunakan

untuk mendeteksi perubahan panas. Temperatur sampel dan Temperatur tetap harus

sama hingga terjadi suatu kondisi termal, seperti peleburan, dekomposisi, atau

perubahan dalam struktur kristal yang terjadi dalam sampel dimana dapat terjadi

perubahan yang sifatnya eksotermal atau pun endotermal.

Perbedaan temperatur dapat juga timbul di antara dua sampel yang inert ketika respon

keduanya terhadap pemanasan tidaklah sama. Sehingga dengan demikian, DTA dapat

digunakan untuk mempelajari sifat-sifat termal dan perubahan fase yang tidak

menjurus pada suatu perubahan di dalam entalpi.

23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Maret 2016 di

Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung, Laboratorium Kimia

Instrumentasi Universitas Lampung, Laboratorium SMK SMTIN Bandar Lampung.

Uji dan karakterisasi sampel dilakukan di Laboratorium Gedung 42 BATAN Puspitek

Serpong, Divisi Karakterisasi Material Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS dan

Laboratorium Teknik Kimia ITB.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

sekam padi, larutan KOH 5%, larutan HCl 10%, aquades, alkohol 70%,

Magnesium Oxide (MgO) SIGMA-ALDRICH product of Israel (63093-250G-F)

dan Aluminium Oxide (Al2O3) SIGMA-ALDRICH product of Germany (11028-

500G).

2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

kompor listrik, beaker glass, spatula, kertas saring, selang infus, pH meter,

timbangan digital merk ACIS, stirrer merk PMC, oven pemanas, cawan kuarsa,

mortar dan pastel, saringan 63 m, tissue, aluminium foil, kertas press, alat press

24

GRASEBY SPECAC, furnace Bamstead Thermolyne 48000, jangka sorong, LCR

HIOKI, dan DSC-TGA.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sampel

Preparasi sampel pada penelitian ini meliputi preparasi sekam padi, ekstrasi silika

dari sekam padi, pembuatan bubuk cordierite, pembuatan bubuk cordierite dengan

variasi penambahan alumina dan pembentukan pelet.

a. Preparasi Sekam Padi

Sebelum melakukan preparasi, terlebih dahulu membersihkan sekam padi yang

diperoleh dari pabrik penggilingan padi yang berasal dari Way Kandis kota Bandar

Lampung. Selanjutnya mencuci sekam padi hingga bersih dengan menggunakan air

dan merendamnya selama 1 jam. Lalu membuang sekam padi yang mengapung di

permukaan dan mengambil sekam padi yang tenggelam untuk menggunakannya

dalam percobaan selanjutnya. Lalu dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari,

pengeringan menggunakan sinar matahari dimaksudkan agar kekeringannya merata.

Setelah itu, sekam padi direndam ke dalam air panas dan merendamnya selama 6 jam,

hal ini dimaksudkan agar kotoran-kotoran (zat organik) yang larut dalam air seperti

batang padi, tanah, pasir, debu, dan zat-zat pengotor lainnya dapat terlepas dari sekam

padi. Setelah itu, meniriskan sekam padi dan mengeringkannya dengan menggunakan

sinar matahari selama ± 2 hari. Meratakan sekam padi selama proses penjemuran agar

kering secara menyeluruh

25

b. Ekstraksi Silika Sekam Padi

Sekam padi yang telah dicuci dan dikeringkan, selanjutnya diekstraksi dalam larutan

KOH 5%. dengan cara memasukkan 50 gram sekam padi ke dalam beaker glass,

kemudian memberi larutan KOH 5% sebanyak 500 ml hingga sekam terendam

seluruhnya untuk mendapatkan silika terlarut. Mendidihkan sekam padi yang telah

terendam larutan KOH 5% hingga 100°C menggunakan kompor listrik dengan daya

600 Watt selama 30 menit. Pada saat mendidih sekam padi diaduk-aduk agar

kandungan silikanya mudah terlepas dari sekam padi dengan maksimal.

Tahap selanjutnya adalah memisahkan ampas sekam padi dari ekstrak sekam

menggunakan saringan, untuk memperoleh hasil ekstraksi yang berupa filtrat silika

yang terlarut. Kemudian menutup filtrat silika yang dihasilkan dengan menggunakan

plastik press dan mendiamkan filtrat silika selama 24 jam, tahap inilah yang biasa

disebut dengan penuaan (aging). Selanjutnya, menuangkan 50 ml silika sol ke dalam

beaker glass, selanjutnya mengasamkan filtrat dengan menambahkan 25 ml HCl 10%

sedikit demi sedikit menggunakan alat infus sehingga terbentuk silika gel.

Selanjutnya mendiamkan silika gel yang didapat selama 24 jam agar terjadi proses

penuaan (aging). Setelah melalui tahap aging, didapatlah gel yang berwarna coklat

kehitam-hitaman, kemudian mencuci silika gel dengan menggunakan air hangat dan

pemutih untuk mendapatkan silika gel berwarna putih, proses ini disebut dengan

proses bleaching. Tahap selanjutnya menyaring silika gel hasil pencucian dengan

menggunakan kertas saring. Kemudian mengeringkan silika gel dengan menggunakan

oven pada suhu pemanasan 110 °C selama 3 jam untuk memperoleh silika dalam

26

bentuk padat. Silika yang tadinya berbentuk padat di gerus agar dihasilkan serbuk

silika lalu di ayak agar mendapatkan serbuk yang homogen.

c. Pembuatan bubuk cordierite

Pembuatan bubuk cordierite dimulai dengan menimbang bahan baku MgO, Al2O3

dan SiO2 dengan perbandingan mol 2 : 2 : 5 atau perbandingan persen massa 14 : 35 :

51. Komposisi bahan baku yang telah ditimbang kemudian dicampur dan diaduk

dengan menggunakan mortar selama 3 jam. Bubuk cordierite kemudian diayak

menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63 m agar ukuran butir cordierite

menjadi homogen.

d. Pembuatan cordierite dengan penambahan alumina

Penambahan alumina pada penelitian ini adalah 0, 10, dan 15 wt% dari total massa

campuran cordierite dan alumina. Cordierite dan alumina ditimbang sesuai presentasi

massa masing-masing dalam paduan kemudian kedua bahan tersebut dicampur.

Pencampuran dilakukan dengan melarutkan kedua bahan kedalam larutan alkohol

70% dan distirer dengan kecepatan 120 rpm selama 4 jam. Larutan yang telah distirer

kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan cairan alkohol dari

paduan cordierite-alumina. Paduan yang telah kering dioven pada suhu 70 selama 3

jam dan kemudian digerus agar berbentuk bubuk. Bubuk hasil penggerusan diayak

menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63 m untuk mendapatkan paduan

cordierite-alumina yang homogen.

27

e. Pencetakan pelet

Bubuk paduan cordierite-alumina dengan variasi 0, 10, dan 15 wt% masing-masing

ditimbang sebanyak 2 gram. Bubuk yang telah ditimbang kemudian dioven pada suhu

110 sampai benar-benar kering. Bubuk hasil pengovenan tersebut langsung dituang

dalam cetakan pelet yang terbuat dari stainless steel lalu dicetak menggunakan alat

press dengan tekanan 5 ton untuk menghasilkan pelet.

f. Sintering

Pelet ditata di dalam cawan tahan panas dari bahan kuarsa kemudian dimasukkan ke

dalam tungku furnace. Pembakaran pelet untuk proses sintering dilakukan pada suhu

1200 dengan kenaikan suhu 5 /menit. Setelah mencapai suhu 1200 dilakukan

penahanan selama 3 jam.

2. Karakterisasi Sampel

Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji konduktivitas termal dan

analisis DSC-TGA sampel cordierite dengan penambahan alumina 0, 10, dan 15

wt%.

a. Konduktivitas Termal

Pengukuran konduktivitas termal bertujuan untuk mengetahui sampel dalam

menghantarkan panas. Salah satu metode untuk menentukan besar konduktivitas

termal suatu bahan adalah dengan metode Hot Wire Test. Hot Wire Test mengikuti

prosedur dari ASTM C 1113-99 tentang Standard Test Method for Thermal

Conductivity of Refractories by Hot Wire. Benda uji berupa batangan berbentuk

silinder dengan diameter 4,8 cm dan tebal 2 cm.

28

b. Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Analisis termal memiliki beberapa kelompok teknik analisis dimana sifat-sifat

metarial dapat diketahui melalui perubahan suhu, salah satu untuk menguji

karakterisasi termal (DTA-TGA) adalah DSC (Differential Scanning Calorimetry) .

Teknik ini memiliki kesamaan dengan teknik analisis termal lainnya, yaitu mengukur

perubahan suhu dalam laju aliran kalor/panas terhadap bahan (sampel) dengan bahan

referensi. Hasil analisis DSC berupa kurva antara fluks panas (heat flux) yang

diplotkan dengan waktu atau suhu, yang dapat juga digunakan dalam penentuan

entalpi dan kapasitas panas. Sampel pembanding yang umumnya digunakan adalah

sampel yang tidak aktif secara termal misalnya Al2O3. Secara sederhana, DSC terdiri

dari dua wadah (pan), yaitu reference pan dan sample pan. Kedua wadah ini

dihubungkan dengan pemanas dan termokopel untuk mendeteksi temperatur. Sample

pan adalah tempat untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis, sedangkan di

reference pan diletakkan suatu bahan acuan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skematik heat flux menggunakan DSC

29

DSC dapat digunakan untuk analisis kapasitas panas dan entalpi suatu bahan logam,

paduan logam, dan bahan keramik. Untuk fabrikasi bahan nuklir, DSC difungsikan

untuk mengetahui perubahan fasa, temperatur lebur, entalpi. Selain itu, DSC juga

dapat digunakan untuk mempelajari fenomena kestabilan panas endotermik atau

eksotermik bahan.

D. Diagram Alir

Proses ekstraksi silika dai sekam padi ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk silika.

Sekam padi

Sol

Silika

Gel Silika

Padatan Silika

Bubuk silika (SiO2)

- direbus dalam larutan KOH 5%

- disaring

- diaging 24 jam

- ditetesi larutan HCl 10%

- diaging 24 jam

- dicuci menggunakan pemutih

- ditiriskan

- dioven 7 jam pada suhu 110oC

- digerus sampai halus

- dioven 3 jam pada suhu 110oC

- disaring dengan saringan 63 m

30

Pembuatan bubuk codierite ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite.

Proses pembuatan bubuk codierite dengan penambahan alumina ditunjukkan oleh

diagam alir pada Gambar 5.

2MgO.2Al2O3.5SiO2 + Al2O3

Paduan Cordierite-Alumina

- ditimbang dengan komposisisi variasi

penambahan Al2O3 0,10, dan 15 wt%

- distrirrer dalam larutan alkohol 70%

selama 4 jam

- disaring dan ditiriskan

Bubuk paduan Cordierite-Alumina

- dioven 3 jam pada suhu 70oC

- digerus sampai halus

- disaring dengan saringan 63 m

-

-

- disaring dengan saringan 63 m

31

Gambar 5. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina.

Pembentukan pelet sebagai sampel hingga kaakterisasi sampel codierite dengan

penambahan alumina ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 6.

2MgO.2Al2O3.5SiO2 + Al2O3

Paduan Cordierite-Alumina

- ditimbang dengan komposisisi variasi

penambahan Al2O3 0,10, dan 15 wt%

- distrirrer dalam larutan alkohol 70%

selama 4 jam

- disaring dan ditiriskan

Bubuk paduan Cordierite-Alumina

- dioven 3 jam pada suhu 70oC

- digerus sampai halus

- disaring dengan saringan 63 m

-

-

- disaring dengan saringan 63 m

32

Gambar 6. Diagram alir pembuatan dan karakterisasi sampel cordierite

dengan penambahan alumina.

Bubuk paduan Cordierite-Alumina

Pelet Paduan Cordierite-Alumina

- ditimbang masing-masing 2 gram

- dioven 2 jam pada suhu 110 oC

- dicetak dengan alat press pada tekanan

50 ton

Data uji dan karakteisasi

- disintering pada suhu 1200 oC

- diukur konduktivitas termal

- dikarakterisasi menggunakan

DSC-TGA

Kesimpulan

- dianalisis

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Hasil analisis DTA pada sampel C0, C10 dan C15 dengan puncak eksoterm

694oC, 649,9

oC dan 759,7

oC terjadi pembentukan µ-cordierite dari

kristalisasi spinel.

2. Hasil analisis TGA pada sampel C0, C10 dan C15 terjadi pengurangan masa

dengan persentase pengurangan massa tertinggi terjadi pada sampel C10 yaitu

4,938%.

3. Nilai konduktivitas termal tertinggi terjadi pada sampel C10 yaitu 12,97

W/mK.

B. Saran

Untuk penelitian cordierite penambahan alumina selanjutnya disarankan

melakukan penelitian dengan perbandingan suhu guna mengetahui titik jenuh

yang terjadi pada sampel cordierite paduan alumina.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. 2015. http://www.scribd.com/doc/57982095/Silika. Diakses 5 Desember

2015 pukul 20.30 WIB.

Anonim B. 2015. Http://err.wikipedia.org.wiki/silicon_dioxide. Diakses 5 Desember

2015 pukul 21.00 WIB.

Bridge, D.R. 1985. Development of Alpha Cordierite Phase in Glass Ceramics for

Use in Electronic Device. Glass Technologi. Vol 26. No 6. Page 286-293.

Brindley, G.W and Brown, G. 1980. Crystal Structures of Clay Minerals and Their X-

Ray Identification. Mineralogical Society. No 5. Page 312-316.

Callister, W., Appendix B. 2003. Materials Science and Engineering an Introduction.

John Wiley & Sons. Page 757.

Cliffton, G.B. and Risbud, Subash H. 2000. Introduction to Phase Equilibria in

Ceramics. The American Society, Inc. Ohio.

Dahliana, D., Sembiring, S., dan Simanjuntak, W. 2013. Pengaruh Suhu Sintering

Terhadap Karakteristik Fisis Komposit MgO-Si Berbasis Silika Sekam Padi.

Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol 1. No 1. Hal 49-52.

Daifullah, A.A.M., Awward, N.S., and El-Reefy, S.A. 2004. Purification of Wet

hosphoric Acid From Ferric Ions Using Modified Rice Husk. Chemical

Engineering and Processing. Vol. 43, page. 193-201.

Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2002. Rice Husk Ash an Alternate Source For

Active Silica Production. Materials Leters. Vol 57. Page 818-821.

Djorjevic S., Trumbulovic, L., Pavlovic, L., Acimovic L., Andric, M., Stamatovic.

2005. Influence of the Cordierite Ligning on The Lost Foam Casting Procces.

Journal of Mining and Metalurgi. Vol 39. Page 3-4.

Ewais E.M.M., Ahmed Y. M. Z., Ameen A.M.M. 2009. Prepation of Porous

Cordierite Ceramic Using a Silica Secondary Resource (Silica Fumes) for

Dust Filtration Purposes. Journal of Ceramic Prossesing research. Vol 10. No

6. Page 721-728.

Faizah, N. 2016. Pengaruh Penambahan Alumina (Al2O3) (0, 10, dan 15 wt%)

Terhadap Karakteristik Kekerasan dan Struktur Cordierite Berbasis Silika

Sekam Padi. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung

Ganguli, D., Chatterjee M. 1997. Ceramic Powder Prepation; a Handsbook. Page

150-152.

Garcia, E., Osendi, M.I., and Miranzo, P. 2002. Thermal Diffusivity of Porous

Cordierite Ceramic Burners. Journal of Applied Physic. No 5. Vol 22.

Gernot, K. 1988. High-Tech Ceramics. Academic Press. Zurich. Pp 100-118.

Ginting, S.I., Washinton S., Simon S., dan Evi Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika

Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi.

MIPA dan Pembelajarannya. Vol. 37, No.1, hal. 47-52.

Godovsky, Y. K. and Privalko, V. P. 1995. Thermal and Electrical Conductivity of

Polymer Materials. Springer. Verlag Berlin Heidelberg

Goncalves, M.R.F., Bergmann, C.P. 2006. Thermal Insulator Made with Cordierite:

Production and Correlation Between Properties and Microstructure.

Contruction and Building Materials. No 21. Page 632-638.

Itoh, S., Yoshihiro, H., Taro, S., and Shoiciro, S., 2015. Theortical and Experimental

Analyses of Thermal Conduktivity of the Alumina-Mullite System. Journal of

Europan Ceramic Society. No 35. Page 605-612.

Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International Reseach

and Development Cooperation Division. Tokyo. Japan.

Halliday, R.D., Resnic, J., Walker. 1997. Fundamentals of Physics (5th ed.). John

Wiley and Sons. New York.

Haslinawati, M.M., K.A. Matori., Z.A. Wahab., H.A. Sidek., and A. T. Zainal. 2011.

Effect of Temperature on Ceramic from Rice Husk Ash. International Journal

of Basic and Applied Science. Vol 9. No 9. Page 22-25.

Hosseini, S. A., Niaei A., dan D. Salari. 2011. Production of Gamma Alumina from

Kaolin. Open Journal of Physical Chemistry.Vol 1. Page 23-27.

Hudson, L. Keith., Misra, Chanakya., Perotta, Anthony. J., Wefers, Karl. and

Williams, F.S. 2002. Alumina Oxide. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry. Wiley-VCH. Weinheim.

Hwangyoo D., Hong K.S., Eastman J.A., Honsoon Y. 2007. Thermal Conductivity of

Al2O3/Water Nanofluids. Journal of the Korean Physical Society. Vol 51.

Page 84-87.

Iler, R.K. 1979. Silica gels and powders. In: The Chemistry of Silica. John Wiley and

Sons, New York. Page 462–599.

Ismunadji, M. 1988. Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2000. A Simple Method for Production of

Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73. Page 257-

262.

Karmakar, B., Kundu, p., Jana, S., Dwiredi, R.N. 2002. Crystallitation Kinetics and

Mechanism of Low Expansion Magnesium-Alumina-Silicate Glass. Ceramics

by Dilatometry. Vol 85. No 10. Page 2572-2574.

Kashcheev, I. D., Turlova, O.V. 2010. Physical-Chemical Properties of Ceramic Mix

Using Nizhneuvel skoe Clay. Journal Glass and Ceramic. Vol. 67. No 5-6.

Khairunnisa. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Keramik Berpori

Berbahan Baku Kaolin dengan Penambahan Corn Starch Sebagai Pore

Forming Agent. (Skripsi). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kriinert, W., Schwiete, H.E., and Suckow, A. 1964. Die Bildung von Cordieritaus

Talk, Kaolin and den Oxiden im Dreist of system Mg0-Al2O3-SiO2. Journal

of Ceramic Society. Vol 38. Page 420-425.

Kopeliovich, Dimitri. 2010. Alumina Ceramics. Substances and Technologies. 2nd

international conference on “High Tech Aluminas and Unfolding their

Business Prospect”. Kolkata. India.

Kurama, S., Kurama, H. 2006. The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordierite

Ceramics. Ceramic International. No 34. Page 269-27.

Lin, J., Wang, O., Siddiqui, J.A. 2002. Surface Modification of Inorganic Oxide

Particles with Silane Coupling Agent and Organic Dyes. Polymer technology.

Vol 12. Page 285-292.

Marghussian. V. K., U. Balazadegan., B. Efthekhari-yekta. 2008. The Effect of BaO

and Al2O3 addition on the Crytallization behavior of Cordierite Glass

Ceramics in the Presence of V2O5 Nucleant.Tehran Iran. Journal of the

European Ceramic Society. Vol, 29. Page 39-46.

Mothe, C. G., Rosio M. C. 2007. Processes Occuring During The Sintering of Porous

Ceramic Materials by TG/DSC. Journal of Thermal Analysis and

Calorimetry. Vol 87. No 3. Page 819-822.

Naskar, M., K. Chaterjee, M. 2004. A Novel Procces for Shyntesis of Cordierite

(Mg2Al4Si5O18) Powder from Rice Husk Ash and Other Sources of Silica and

Their Comparative Study. Journal of European Ceramics Society. Vol 24.

Page 3499-3508.

Nozhat MB., Djordie V., Bojan J., ZElico I.S., Rada P. 2013. Conventional and

Spark-Plasma Sintering of Cordierite Powders Synthesized by Sol-Gel.

Ceramic International. Vol 39. No 4. Page 5845-5854.

Oktivianty, S.W. 2016. Pengaruh Penambahan Alumina (Al2O3), 0,10, dan 15 wt%

terhadap Karakteristik Konduktivitas Listrik dan Mikrostruktur Cordierite

(2MgO.2Al2O3.5SiO2) Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi). Universitas

Lampung. Lampung

Parno. 1997. Keramik. Karakteristik, Pembuatan dan Penggunaannya. Vol.1 No.1.

Pinero, M., M. Atik and J. Zarzycki. 1992. Cordierite-ZrO2 and Cordierite-Al2O3

Composites Obtained by Sonocatalytic Methods. France. Journal of Non-

Cristalline Solids. Vol 147. Page, 523-531.

Quadratun. 2014. Pengaruh Suhu Sintering terhadap Nilai Konstanta Dielektrik

Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi) Universitas Sebelas

Maret.

Saberi, A., Babak, A., Zahra, N., Faramarz, K dan Ali A. 2007. A Novel Method to

Low Temperature Synthesis of Nanocrystalline Forsterite. Materials Research

Bulletin 42. Hal 666–673.

Sebayang P., Anggito P. T., Deni S., Khaerudini M., Masno G. 2007. Efek Aditif

3Al2O3.2SiO2 dan Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Keramik - Al2O3.

Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol 3. No 2 Hal 1-6.

Sembiring, S dan Wasinton, S. 2015. Silika Sekam Padi: Potensinya sebagai Bahan

Baku Keramik Industri. Plantaxia. Yogyakarta.

Sembiring, S., Posman, M., Pulung, K.K. 2011. Pengaruh Suhu Tinggi Terhadap

Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi. Jurnal Fisika

dan Aplikasinya. Vol 5. No 1. Hal 1-3.

Senguttuvan, T.D., Kalsi, H.S., Sharda, S.K., Das, B.K. 2001. Sintering Behavior of

Alumina Rich Cordierite Porous Ceramics. Materials Chemistry and Physics.

Vol 67. Page 146–150.

Shukur M.M., Aswad M.A., Kadhim Z. I. 2015. Prepation of Cordierite Ceramic

from Iraqi Raw Materials. Journal of Engineering and Technologi. Vol 5. No

3. Page 172-175.

Sijabat, Kaston. 2007. Pembuatan Keramik Paduan Cordierite (2MgO.2 Al2O3.5SiO2)

Alumina (Al2O3) sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya. (Skripsi)

Universitas Sumatera Utara.

Siriluk and Yuttapong. 2005. Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice

Husk Ash. Asian Symposium on Visualization. Chaingmai. Thailand.

Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa

Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta.

Smart R.M., Glasser F.P.1976. Phase Relations of Cordierite and Sapperhirine in the

System MgO- Al2O3- SiO2. Journal of Materials. Vol 6. Page 1459-1464.

Sriyanti, Taslimah, Nuryono dan Narsito. 2005. Sintesis Bahan Hibrida Amino-Silika

dari Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel. (Skripsi). Universitas

Diponegoro. Semarang.

Sunendar, B. 2007. Inovasi dan Teknik Fabrikasi Material Biokeramik. Jurnal

Keramik dan Gelas Indonesia. Vol 16. No 1.

Sunaraya, S. 2008. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu dari Jawa Timur. Jurnal

Penelitian Hasil pertanian. No 5. Hal 290-293.

Surdia, T dan Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Pramita. Jakarta.

Tang, B., Fang, Y.W., Zang, S., Ning, H.Y., and Jing, C.Y. 2010. Preparation and

Characterization of Cordierite Powders by Water-Based Sol-Gel Method.

Indian Journal of Enginering and Materials Sciences. Vol 18. Page 221-226.

Tulyaganov, D.U., Goel, A., Ribeiro, M.J., Pascual, M.J., Ferreira. 2001. Effect of

Al2O3 and K2O Content on Structure, Properties and Devitrification of Glasses

in the Li2O-SiO2 System . Journal of the European Ceramic Society. Vol 30

10. Page 2017-2030.

Ulyani. 2008. Reaksi Katalisis Oksidasi Vanili Menjadi Asam Vanilat menggunakan

Katalis TiO2Al2O3 (1:1) yang Dibuat dengan PEG 6000. (Skripsi).

Universitas Indonesia. Depok.

Urhadiansyah, Y. 2005. Escapsulasi Enzim Horseradish Peroxidas-Glucose

Oxidase(HRP-Gox) dalam Aquagel Silika Hasil Sintesis dari Abu Sekam

Padi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Utari, T. 1994. Pembuatan Adsorben Alumina dari Kaolin.(Tesis). Universitas

Indonesia. Depok.

Vlack Van and H. Lawrench. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non

Logam). Edisi kelima. Alih Bahasa: Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta.

Watanabe, K., Edward, A., and Giess. 1994. Cristallization Kinetics of High-

Cordierite Glass. Journal of Non-Crystaline Solids. Vol 169. Page 306-310.

Yalamac, E. 2004. Preparation of Fine Spinal and Cordierite Ceramic Powders.

(Thesis). Izmir Inztitude of Technology.