PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR...
Transcript of PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR...
PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL)
TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO2 HASIL PROSES SOL-GEL
Mukhamad Aziz 2710100042
Dosen Pembimbing: Hariyati Purwaningsih, S.si, M.si
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014
Metode sol-gel sebagai metode sintesis
nanopartikel yang sederhana, murah
dan mudah.
Aplikasi Titanium Oksida banyak digunakan untuk
semikonduktor.
Doping Al dapat meningkatkan defect
Latar
Belakang Aplikasi nanomaterial titanium oksida
yang aplikasinya begitu besar dan
sangat bermanfaat.
Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat sintering diasumsikan konstan
Homogenitas TiO2 dan Al diasumsikan konstan
Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat stiring pada proses sol-gel diasumsikan konstan
Pengotor serbuk diabaikan
Menganalisa pengaruh variasi penambahan Al (doping Al) terhadap struktur mikro dan fasa material TiO2
Menganalisa pengaruh variasi temperatur sintering terhadap struktur mikro dan fasa
material TiO2
Tujuan
1
Memberikan data dan analisa awal sebagai dasar untuk mengembangkan produk inovasi material TiO2.
2
Memberikan data dan analisa tentang struktur mikro dan fasa akibat proses sintering dan penambahan doping Al pada TiO2
Fase (TiO2)
Rutile
Anatase Brookite
Title Add your text
Bentuk fase yang paling umum adalah anatase dan rutile, hal ini disebabkan karena brookite adalah bentuk yang tidak stabil.
Secara umum, fase anatase lebih dipilih
Anatase memiliki daerah aktivasi yang lebih luas dibandingkan rutile sehingga kristal anatase menjadi lebih reaktif terhadap cahaya dibandingkan rutile.
Besar band gap yang dimiliki pun menjadi berbeda, pada anatase 3,2 eV sedangkan rutile 3,1 eV
a. b.
Gambar 2.1 (a) Struktur Anatase, (b) Struktur rutile ( Maddu, 2012)
Karakteristik Anatase Rutile
Serapan Optik (nm) Sekitar 388 Sekitar 413
Massa Jenis (gr/cm3) 3,89 4,26
Temperatur Sintesis (OC) 100-700 700-1000
Band Gap (eV) 3,2 3,1
Indeks Bias 2,5688 2,9467
Struktur Kristal Tetragonal Tetragonal
Parameter Kisi
a (Å) 3,7852 4,5933
c (Å) 9,5139 2,9592
Vol (Å3) 136,25 62,07
Tabel 2.1 Karakteristik TiO2
Aluminium merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik
Aluminium telah digunakan untuk meningkatkan defect. (Choi, 2007).
Ukuran ion dari Al3+ dan Ti4+ sangat berdekatan yakni masing-masing 0,067 nm dan 0.074 nm. (Choi, 2007).
Hal ini dapat menyebabkan ion Al dapat masuk ke dalam kisi ion Ti sebagai dopan yang mensubstitusi
Penambahan Al dopant pada TiO2 juga meningkatkan defect
Penambahan doping seperti Al juga dapat menghambat pertumbuhan fasa rutil dan mempertahankan fasa anatase pada material TiO2 (Choi dkk, 2007)
Gambar 2.5 Proses reaksi sol-gel dan hasil reaksi sol-gel (Zhengfei, 2005)
Prekusor mengalami reaksi hydrolysis dan polimerisasi sehingga dapat membentuk “sol”.
Setelah terbentuk, maka selanjutnya “gel” yang basah akan terbentuk juga.
Dengan perlakuan pemanasan, “gel” akan berubah menjadi keramik. (Zhengfei, 2005)
2. Pembentukan lapisan tipis yang sangat tinggi yaitu lapisan tipis dalam kisaran ukuran nanometer.
1. Metode sol-gel sederhana, biaya yang sedikit, dan sintesa dalam temperatur relatif rendah.
(Nugroho, 2011)
“Aluminum-doped TiO2 nano-powders for gas sensors”
Metode sol gel. Menggunakan TiO2 dengan doping 0 wt.%, 5wt.% dan 7,5 wt.% Al. Calsinasi dengan variasi temperatur 700 C, 800 C, 900 C selama 1 jam
Hasil XRD menunjukan bahwa sejumlah dopant Al sebanyak 7,5 wt.% tidak memiliki efek yang signifikan pada formasi dari powder nano TiO2.
Dengan penambahan doping, dapat mempertahankan fasa anatase
Ukuran kristal tertinggi pada penambahan doping sebesar 5 wt. % Al
Menurut Muneer (2012) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa pada temperatur 400ºC terbentuk ukuran kristal terkecil.
Hal ini ditunjukkan dengan data XRD yang menunjukan bahwa lebar puncak difraksi anatase pada kalsinasi 400ºC memiliki ukuran kristal paling kecil dari pada saat di kalsinasi di temperatur lainnya.
Peningkatan ukuran butir terlihat pada temperatur kalsinasi 500ºC, dimana terjadi pertumbuhan butir. Pada temperatur kalsnasi 600ºC, terdapat pertumbuhan butir yang lebih besar.
Menggunakan penambahan Al sebanyak 0 %Wt, 5%Wt, 6 %Wt. Dengan variasi temperatur sintering 700 C, 800 C dan 900 C selama satu jam
Alat
Hot plate with magnetic stirrer
Neraca Analitik
Tabung ukur
Beaker Glass
Pipet
Pengaduk
Furnace
Alat Kompaksi Kaca Arloji
Thermocouple
Micro Pippet
Start
TiO2 (8 gr) + H2SO4 (15ml) + 0 wt. % Al
TiO2 (8 gr) + H2SO4 (15 ml) + 6 wt. % Al
TiO2 (8 gr) + H2SO4 (15 ml) + 5 wt. % Al
Proses perendaman selama empat hari
untuk pembentukan solution
A
Flow Chart Pembuatan Sensor
A
Stiring Hot plate 250 º C Kecepatan 800 rpm,
Selama 3 jam
Terbentuk gel
Gel dicuci menggunakan aquades
A
Flow Chart Pembuatan Sensor
A
Drying temperatur 350 º C selama 2 jam + kalsinasi 500
º C 2 jam
Press Hidrolik P = 150 bar, ketebalan 2 mm
Penggerusan powder
Sintering 700o C, 800o C, 900o C selama 1 jam
A
Flow Chart Pembuatan Sensor
A
SEM (Morfologi)
XRD (Identifikasi Fasa)
A
Flow Chart Pembuatan Sensor
A
Analisa Data dan
Pembahasan
Kesimpulan
End
Gambar 3.1 Metodologi Sintesa dan Pembuatan Sensor TiO2 dan TiO2 doping Al
Flow Chart Pembuatan Sensor
SEM
XRD Potensiostat
Title Add your text
Gambar 4.1 Serbuk TiO2 setelah proses pencampuran, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
Gambar 4.2 Ukuran ketebalan Pelet TiO2
Gambar 4.3 Serbuk TiO2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 700oC, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
Gambar 4.4 Serbuk TiO2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 800oC, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
Gambar 4.5 Serbuk TiO2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 900oC, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
Gambar 4.6 Perbandingan Hasil uji XRD pelet tanpa perlakuan untuk: (a) TiO2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al
Gambar 4.7 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO2 setelah kalsinasi 500 o C untuk: (a) TiO2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al
- Fasa TiO2 murni adalah anatase - Fasa setelah kalsinasi 500 o C adalah
titanium sulfida
Pada kalsinasi 500oC, fase yang terbentuk adalah TiO( SO4)3. Hal ini terjadi karena pada temperatur 500oC, TiO2 masih belum dapat melepaskan ion SO4, sehingga menyebabkan terbentuknya senyawa baru yaitu TiO(SO4)3
TiO2 + 3SO4-2
. TiO( SO4)3.
Pada temperatur 500oC - 600oC, TiO2 masih belum dapat melepaskan ion SO4. Untuk dapat melepaskan ion-ion lain seperti SO4, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dari 600oC.
Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk melepaskan ion-ion SO4 maka diperlukan temperatur kalsinasi lebih dari 600oC
Doping Al (wt%)
0 5 6
Ukuran Partikel (µm)
0.3712-1585 0.019-0.097 5.956- 9.277
Gambar 4.18 Hasil uji SEM pelet TiO2 yang menunjukkan struktur mikro setelah kompaksi dan kalsinasi 500o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
(c) (b) (a)
(a) mengalami perbesaran partikel dan telah berubah bentuk menjadi cube heksagonal.
(b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil sehingga partikel mencapai ukuran nano.
(c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan dan ada beberapa partikel TiO2 yang pecah. perubahan fasa dari anatase TiO2 menjadi fase TiO(SO4)3 sehingga menyebabkan perubahan volume yang mengakibatkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar.
Dopin
g Al
(wt.%)
Fasa 2 o FWHM B
(rad)
10-3
D
(nm)
ε
0 TiO2 25.24
98
0.258 450 315.7
1
0.288
0
Al - - - - -
5 TiO2 25.33
4
0.232 404.5
3
351.3
16
0.258
0
Al2SO4 25.46 0.13 226.7 627.0
2
0.143
8
6 TiO2 25.2 0.2 348.8 407.3
1
0.223
6
Al2SO4 25.39 0.2 348 408.1
6
0.220
7
Gambar 4.8 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO2 setelah sintering 700o C untuk: (a) TiO2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al
Tabel 4.1 Ukuran kristal dan micro strain TiO2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 700 C
- Fasa TiO2 murni pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta 28.6142 (rel. Int. Sebesar 0.38%)
- Fasa TiO2 5 wt.% Al pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta 28.6387 (rel. Int. Sebesar 0.71%)
- Fasa TiO2 6 wt.% Al adalah anatase (Al ini dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan fasa rutile.)
Pada temperatur sintering 7000 C grafik (b) dan (c) terbentuk fasa baru Al2(SO4)3. Dengan reaksi sebagai berikut:
2Al + 3SO4-2 Al2(SO4)3
Senyawa ini terbentuk karena kurang tingginya temperatur sintering, sehingga menyebabkan ion SO4
-2 belum menghilang dan ion SO4-2 akhirnya
bereaksi dengan Al membentuk Al2(SO4)3.
Terbentuknya senyawa ini dapat dihindari dengan cara meningkatkan temperatur sintering lebih tinggi, terbukti pada temperatur sintering 8000 C dan 9000 C senyawa Al2(SO4)3 telah hilang.
Doping Al (wt%) 0 5 6 Ukuran Partikel (µm)
0.330-0.927 0.291-0.413 4,480-8,660
Gambar 4.19 Hasil uji SEM pelet TiO2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 700o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
(a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel – partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering.
(b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, partikel mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan
(a) (b) (c)
Doping
Al (wt.%)
Fasa 2 o FWHM B
(rad)
10-3
D
(nm)
ε
0 TiO2 25.558 0.2 348 408.6
3
0.220
3
Al - - - - -
5 TiO2 25.563 0.245 427.3 352.6
97
0.260
02
Al - - - - -
6 TiO2 25.372 0.241 420.4 321.7
52
0.267
6
Al - - - - -
Tabel 4.3 Ukuran kristal dan micro strain TiO2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 800o C
Gambar 4.9 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO2 setelah sintering 800o C untuk: (a) TiO2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al
- Fasa TiO2 murni adalah anatase - Fasa TiO2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO2 6 wt.% Al adalah anatase
Doping Al (wt%)
0 5 6
Ukuran Partikel (µm)
0.487-0.689 0.345-0.509 3,295-5,864
Gambar 4.20 Hasil uji SEM pelet TiO2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 800o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
(a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel – partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering.
(b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan
(a) (b) (c)
Doping
Al (wt.%)
Fasa 2 o FWHM B
(rad)
10-3
D
(nm)
ε
0 TiO2 25.690 0.150 256.5 553.83 0.1646
Al - - - - -
5 TiO2 25.136
7
0.166 289.5 490.69 0.1861
Al - - - - -
6 TiO2 25.065
1
0.228 397.7 357.11
4
0.2564
Al - - - - -
Tabel 4.4 Ukuran kristal dan micro strain TiO2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 900o C
Gambar 4.10 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO2 setelah sintering 900o C untuk: (a) TiO2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al
- Fasa TiO2 murni adalah anatase - Fasa TiO2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO2 6 wt.% Al adalah anatase
Doping Al (wt%) 0 5 6
Ukuran Partikel (µm)
0.3885-0.972 0.358-0.448 8,304-9,382
Gambar 4.21 Hasil uji SEM pelet TiO2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 900o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al
(a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel – partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering.
(b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan.
Permukaan terlihat kasar dan berporous. Pecahnya serbuk yang tidak beraturan ini bisa diakibatkan oleh perbedaan koefisien muai antara TiO2 dengan Al
(a) (b) (c)
4.4.1 Cacat intrinsik Defect ini disebabkan oleh vibrasi atom-atom dari posisi kesetimbangan
akibat temperatur sintering. Pada defect intrinsik terdapat dua jenis yaitu cacat schotty dan cacat frenkel. Cacat schottky menyebabkan vacansi pada partikel. Pada Schottky defect yang terjadi adalah kekosongan pasangan cation dan anion.
4.4.1 Cacat ekstrinsik
Berdasarkan gambar XRD 4.8, 4.9 dan 4.10 serta tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukan perubahan pada latice. Perubahan pada latice ini mengindikasikan adanya defect pada TiO2.
Sehingga semakin melebarnya ukuran kristal (D) dapat mengindikasikan Al larut secara subtitusi di dalam kisi TiO2.
Peristiwa subtitusi Al hanya terjadi pada komposisi doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al pada persamaan 4.4. Jika reaksi sempurna, maka vakansi oksigen diharapkan terbentuk pada defect ini.
Sehingga dalam penelitiannya menurut choi (2006) persamaan defect dapat ditulis
Al2O3 2Al ˚Ti + 3Voox + Voº º ………(4.4)
Ketika tekanan parsial oksigen rendah
TiO2 TiTi + Vo ˚˚ + O2 (g) + 2e’ ……..…(4.5)
Dari ilustrasi diatas, maka dapat diasumsikan bahwa adanya Al2O3 yang larut secara subtitusi dalam TiO2. Sehingga menghasilkan 2 vakansi pada TiO2 dan 2 ion Ti4+ digantikan secara subtitusi oleh ion Al 3+.
Jika doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al2O3 tidak larut dengan sempurna maka persamaan reaksi akan terjadi pada persamaan 4.5. Persamaan reaksi 4.5 berlaku secara khusus pada TiO2 murni tanpa doping.
Gambar 4.29 Proses subtitusi Al2O3 pada TiO2
Dopant 700 oC 800 oC 900 oC
D-Spacing
(Å)
D-Spacing
(Å)
D-Spacing
(Å)
0 wt.% Al 3.5243 3.4825 3.5493
5 wt.% Al 3.5046 3.4904 3.5399
6 wt.% Al 3.5142 3.5076 3.5498
Tabel 4.12 Ukuran d-spacing setelah sintering
Selain itu berhasilnya doping melarut pada TiO2 komposisi doping 0 dan 5 wt.% Al dapat diidentifikasi dari ukuran d-spacing. Jika terjadi cacat secara subtitusi dan intertisi maka terjadi perubahan pada pada d-spacing
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel penambahan wt.% doping Al menyebabkan:
Pada doping 5 wt.% Al, diperoleh ukuran butir nano partikel dengan ukuran 291- 448 nm. Sehingga 5 % Al dapat mereduksi ukuran grain
Penambahan doping 6 wt.% Al menyebabkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar dengan ukuran 4480-9382 µm. Sehingga terdapat batas penambahan Al agar tidak terjadi pertumbuhan butir
Pada penambahan doping 6 wt.%, permukaan butir nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya.
Pada temperatur sintering 700 oC pada 0 dan 5 wt.% Al terdapat fasa TiO2
rutile.
Semakin tinggi doping wt.% Al pada rentang temperatur 700 oC - 900 oC, fasa rutile tidak terbentuk. Hal ini karena adanya doping Al yang dapat menghambat pertumbuhan fasa rutile, sehingga didapatkan fase anatase.
Semakin tinggi wt.% Al, ukuran kristal TiO2 menjadi lebih kecil.
2. Variabel penambahan temperatur sintering akan menyebabkan:
Ukuran butir semakin membesar dengan bertambah temperatur sintering.
Semakin tinggi temperatur sintering, ukuran kristal TiO2 menjadi lebih besar, Tetapi pada 6 wt.% Al di 800 oC terdapat anomali, sehingga ukuran kristal menurun.
Semakin tinggi temperatur sintering, permukaan butir akan nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya.
Pada kasinasi 500 oC terbentuk fasa TiO(SO4)3
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan variasi doping untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Mempertinggi temperatur kalsinasi agar tidak terbentuk fasa TiO(SO4)3
Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian TEM.
Gambar 2.2 (a) Cacat Schottky (b) cacat frenkel (Barsoum, 2003)
1. Defect Intrinsik
Gambar 2. 3 non-stoikiometri (Barsoum, 2003)
2. Defect non-stoikiometrik
Gambar 2.4 Ekstrinsic defect
1 8 gram Titanium Oksida dicampur
dengan 0% Wt, 5% Wt, 6 %Wt
Almunium dilarutkan dalam asam
sulfat 98% sebanyak 40 ml
2
3 .
Larutan diaduk (stirring) dengan
kecepatan 800 rpm temperatur 250ºC
selama 3 jam
Mencuci gel dengan aquades untuk
menghilangkan kandungan SO4-2
4 Drying dilakukan dengan menggunakan
vakum furnace dengan temperatur
pemanasan 350 C selama 2 jam + kalsinasi
500 C selama 2 jam
6
5 .
Penggerusan adalah proses pengecilan
partikel.
Kompaksi sebesar 150 bar.
7
8
Pelet dilakukan proses sintering
dengan temperatur 700º C, 800º C,
900º C selama 1 jam
Karakterisasi SEM dan XRD
Teknik sol-gel adalah teknik kimia basah untuk pembuatan bahan (biasanya logam oksida) mulai dari larutan kimia yang bereaksi untuk menghasilkan partikel koloid nanosized (atau sol) yang bertindak sebagai prekusor (logam alkoxides dan logam yang mengalami reaksi hidrolisis dan polycondensation)
1.Menampilkan gambar morfologi sampel
2.Mengetahui bentuk, sebaran dan ukuran butir serbuk TiO2 dan Al
Gambar 3.2 Cara Kerja SEM
(iastate.edu)
Gambar 3.1 Alat SEM
Posisi puncak dalam pola difraksi sinar-X dapat digunakan untuk menentukan komposisi kimia dan fasa kristal nano partikel
X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mempelajari struktur kristal dan komposisi kimia nanopartikel.
Gambar 3.3 Mekanisme kerja XRD Gambar 3.4 Alat XRD
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
10.2334 21.56 0.4684 8.64429 0.66
14.2423 16.78 0.4015 6.21883 0.51
25.2553 3269.75 0.1673 3.52647 100.00
28.6142 12.42 0.4015 3.11970 0.38
36.9242 175.57 0.2676 2.43446 5.37
37.7551 568.26 0.1632 2.38080 17.38
37.8625 516.72 0.1020 2.38019 15.80
38.5190 187.99 0.3264 2.33532 5.75
44.4765 13.45 0.3264 2.03536 0.41
47.9721 749.87 0.2448 1.89489 22.93
53.8628 446.48 0.1020 1.70073 13.66
55.0120 451.40 0.0816 1.66789 13.81
62.0478 72.94 0.3264 1.49458 2.23
62.6491 306.93 0.2448 1.48167 9.39
62.7867 292.53 0.1632 1.48243 8.95
68.7434 123.58 0.1632 1.36443 3.78
70.2994 138.10 0.3672 1.33799 4.22
75.0304 201.63 0.2448 1.26492 6.17
76.0059 56.35 0.4896 1.25109 1.72
79.7297 14.63 0.0816 1.20175 0.45
80.9232 7.78 0.4896 1.18701 0.24
82.6811 101.76 0.1224 1.16618 3.11
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
TiO2 Murni (Depan) Sinter 700'C
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
15.2372 190.90 0.0836 5.81495 7.00
21.0161 63.74 0.1338 4.22724 2.34
25.4481 2727.25 0.1840 3.50019 100.00
28.6387 19.25 0.2676 3.11709 0.71
30.6658 78.85 0.2007 2.91550 2.89
33.6512 73.35 0.2007 2.66337 2.69
34.3692 44.11 0.1673 2.60935 1.62
37.0966 133.62 0.3011 2.42354 4.90
37.9210 473.06 0.0836 2.37273 17.35
38.7153 132.79 0.3346 2.32586 4.87
40.8947 21.74 0.2007 2.20680 0.80
44.4218 16.42 0.5353 2.03942 0.60
48.1289 621.37 0.2676 1.89065 22.78
52.3266 17.28 0.4015 1.74843 0.63
54.0394 379.97 0.0836 1.69699 13.93
55.2658 337.27 0.4015 1.66220 12.37
59.0411 5.11 0.8029 1.56461 0.19
60.5203 9.08 0.5353 1.52986 0.33
62.7845 252.08 0.1004 1.48003 9.24
65.0338 12.00 0.2007 1.43417 0.44
68.8433 86.98 0.4684 1.36382 3.19
70.3926 114.59 0.2007 1.33755 4.20
75.1497 160.43 0.1673 1.26425 5.88
76.1583 49.48 0.3346 1.25000 1.81
82.8964 75.10 0.4684 1.16466 2.75
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
TiO2 + 5% Al (Tengah) Sinter 700'c
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
15.1412 68.82 0.2342 5.85163 3.30
20.8430 43.07 0.3346 4.26195 2.07
25.2017 2082.46 0.1836 3.53093 100.00
25.3147 1981.10 0.1338 3.51833 95.13
30.4770 57.91 0.3346 2.93313 2.78
33.5171 60.72 0.1673 2.67372 2.92
36.9487 116.32 0.3346 2.43290 5.59
37.7687 421.62 0.2676 2.38194 20.25
38.6128 131.44 0.2676 2.33179 6.31
48.0045 507.62 0.4349 1.89525 24.38
51.9482 10.79 0.4015 1.76027 0.52
53.8717 346.02 0.1004 1.70187 16.62
55.0362 325.48 0.2676 1.66859 15.63
60.1171 11.11 0.5353 1.53915 0.53
62.6114 219.80 0.2676 1.48370 10.55
68.7145 87.38 0.4015 1.36606 4.20
70.4033 100.58 0.2342 1.33737 4.83
74.9668 138.55 0.2342 1.26688 6.65
76.2260 30.66 0.4015 1.24906 1.47
82.6794 80.26 0.4684 1.16716 3.85
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
TiO2+6% Al (belkng) Sinter 700'C
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
25.5655 2516.21 0.2509 3.48439 100.00
37.2593 153.07 0.2342 2.41333 6.08
38.0524 601.08 0.0502 2.36483 23.89
38.8799 169.94 0.1171 2.31639 6.75
48.2887 800.58 0.3011 1.88476 31.82
54.1285 466.56 0.3346 1.69441 18.54
55.4048 408.60 0.1171 1.65836 16.24
62.3388 86.59 0.1673 1.48953 3.44
62.9619 343.34 0.2676 1.47628 13.65
68.9409 137.96 0.2007 1.36212 5.48
70.4906 155.47 0.2342 1.33593 6.18
75.2269 217.26 0.3680 1.26314 8.63
76.2761 70.15 0.1673 1.24836 2.79
77.0732 4.08 0.1673 1.23743 0.16
81.0835 7.41 0.4015 1.18605 0.29
82.8449 108.59 0.2007 1.16525 4.32
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
TiO2 Murni Kompaksi Sinter 800'C Depan
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
25.5381 3012.08 0.2007 3.48806 100.00
33.6079 9.97 0.5353 2.66670 0.33
37.1780 172.38 0.1673 2.41842 5.72
38.0874 579.08 0.1673 2.36274 19.23
38.7771 201.63 0.1338 2.32229 6.69
48.1943 684.21 0.1836 1.88667 22.72
48.2887 778.04 0.1171 1.88476 25.83
54.1264 513.63 0.1004 1.69447 17.05
55.2795 485.67 0.0816 1.66045 16.12
62.2628 76.82 0.1338 1.49117 2.55
62.8933 360.35 0.1171 1.47773 11.96
68.9109 111.02 0.1673 1.36265 3.69
70.4399 142.99 0.2676 1.33677 4.75
75.2322 210.76 0.2342 1.26307 7.00
76.1934 59.15 0.1338 1.24951 1.96
80.9538 9.47 0.5353 1.18763 0.31
82.8732 98.88 0.2676 1.16493 3.28
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000 TiO2 + 5% Al Kompaksi Sinter 800'C Tengah
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
25.4341 2866.40 0.1840 3.50208 100.00
37.0366 189.85 0.1004 2.42732 6.62
37.8690 718.69 0.2040 2.37389 25.07
37.9734 721.14 0.0816 2.37349 25.16
38.6444 192.01 0.2856 2.32803 6.70
48.1231 743.07 0.1836 1.88929 25.92
53.9457 471.21 0.1224 1.69831 16.44
55.1076 415.16 0.0816 1.66522 14.48
55.2155 426.58 0.0612 1.66222 14.88
62.1913 74.63 0.3264 1.49147 2.60
62.7881 332.52 0.2856 1.47873 11.60
68.8405 150.03 0.2040 1.36274 5.23
70.3587 131.84 0.2448 1.33701 4.60
75.1539 199.32 0.2856 1.26315 6.95
76.1924 47.99 0.4080 1.24849 1.67
80.9637 8.65 0.6528 1.18652 0.30
82.7929 112.68 0.2448 1.16489 3.93
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000 TiO2 + 6% Al Kompaksi Sinter 800'C Belakang
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
10.1296 22.17 0.2007 8.73263 0.51
25.0894 4334.66 0.1673 3.54942 100.00
36.7647 240.03 0.1338 2.44465 5.54
37.5833 790.86 0.1338 2.39327 18.25
38.3724 283.21 0.1338 2.34585 6.53
47.8315 1056.57 0.1673 1.90170 24.37
53.6912 646.91 0.1171 1.70717 14.92
54.8826 622.16 0.1632 1.67151 14.35
55.0431 326.51 0.1020 1.67116 7.53
61.9035 94.95 0.1632 1.49772 2.19
62.4911 443.16 0.1632 1.48504 10.22
68.5616 166.13 0.1632 1.36760 3.83
70.0754 193.42 0.1428 1.34172 4.46
73.9503 19.53 0.4080 1.28070 0.45
74.8487 276.62 0.1428 1.26754 6.38
75.1090 161.73 0.2040 1.26379 3.73
75.8696 81.94 0.2040 1.25300 1.89
80.5696 15.57 0.2448 1.19133 0.36
82.5036 137.39 0.1632 1.16824 3.17
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
4000
tio2 murni sintering 900'c
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
13.9524 10.55 0.8029 6.34742 0.25
25.1668 4215.08 0.1673 3.53867 100.00
27.3300 65.61 0.1171 3.26330 1.56
35.9495 33.75 0.1004 2.49819 0.80
36.7757 202.80 0.0669 2.44394 4.81
37.6511 842.07 0.1840 2.38911 19.98
38.4182 236.06 0.1338 2.34315 5.60
43.2394 21.85 0.2007 2.09241 0.52
47.8840 1035.17 0.1428 1.89817 24.56
48.0405 638.98 0.0816 1.89705 15.16
53.7385 629.98 0.1224 1.70437 14.95
53.9260 329.75 0.1224 1.70310 7.82
54.9235 631.85 0.1020 1.67036 14.99
55.0765 346.01 0.1020 1.67022 8.21
61.9856 96.28 0.1020 1.49593 2.28
62.5581 445.91 0.1224 1.48361 10.58
62.7517 228.98 0.0816 1.48317 5.43
68.6532 190.55 0.1428 1.36600 4.52
68.8470 106.17 0.1632 1.36601 2.52
70.1427 207.92 0.1632 1.34059 4.93
74.9318 296.71 0.1224 1.26634 7.04
75.1621 159.98 0.1224 1.26617 3.80
75.9297 90.56 0.1428 1.25216 2.15
80.6847 10.83 0.4896 1.18992 0.26
82.5291 142.22 0.1020 1.16794 3.37
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
4000
TiO2 5% Al Sinter 900'C
Pos. [°2Th.]
Height [cts]
FWHM Left [°2Th.]
d-spacing [Å]
Rel. Int. [%]
25.0973 3294.99 0.2509 3.54831 100.00
26.5064 41.11 0.2007 3.36279 1.25
27.2227 28.94 0.2007 3.27592 0.88
31.1002 33.41 0.4015 2.87576 1.01
36.7582 244.08 0.1004 2.44507 7.41
37.5888 830.43 0.2175 2.39293 25.20
38.4176 202.97 0.2342 2.34319 6.16
47.8389 813.14 0.1673 1.90143 24.68
53.6944 583.13 0.1673 1.70708 17.70
54.8362 460.01 0.1171 1.67420 13.96
57.3410 13.25 0.2342 1.60688 0.40
59.1044 7.37 0.5353 1.56308 0.22
61.9381 90.53 0.1338 1.49820 2.75
62.4953 375.11 0.2040 1.48495 11.38
62.7032 230.61 0.1224 1.48420 7.00
68.5647 155.64 0.2040 1.36754 4.72
68.8196 93.85 0.1632 1.36649 2.85
70.1167 169.48 0.2448 1.34103 5.14
73.9454 17.60 0.2448 1.28077 0.53
74.8825 237.13 0.0816 1.26705 7.20
75.1235 151.69 0.2040 1.26358 4.60
75.8568 65.09 0.1632 1.25318 1.98
80.6374 12.80 0.4896 1.19050 0.39
82.5281 136.56 0.2040 1.16795 4.14
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
TiO2 6% Al Sinter 900'C
Reaksi polikondensasi adalah salah satu cara polimerisasi yang merupakan reaksi 2 gugus fungsi dari monomer tanpa mengubah komposisi stokiometriknya (semua atomnya terpakai pada reaksi polimerisasi, tidak ada senyawa yang hilang). Jenis polimerisasi ini juga bisa mengalami pertumbuhan rantai dengan mengubah komposisi stokiometriknya.
Dealkolisasi: penghilangan alkohol
Siti Aida (2010)
TiO2 rutile TiO2 anatase
D-spasing : jarak antar bidang
Parameter kisi: rusuk
Struktur kristal AmXp Al2O3 (korundum). Bentuk heksagonal tumpukan padat
Sel satuan HCP mempunyai 6 atom per sel satuan, yaitu 2 x 6 x 1/6 ( pada sudut lapisan bawah dan atas + 2 x ½ ( pada pusat lapisan bawah dan atas) + 3 (lapisan tengah).
Diagram skematik (a) larutan padat substitusional, (b) larutan padat interstisial, (c) campuran fase
AMORF KRISTAL
Kristalinitas suatu bahan tergantung pada bagaimana keteraturan susunan atom-
atom. Bahan kristal mempunyai susunan atom yang teratur dan membentuk pola
dalam jangkauan panjang-------struktur kristal
Sedangkan pada bahan amorf atom-atom tidak mempunyai struktur dengan pola
yang tertentu
Hasil pengujian XRD akan menunjukkan pola (bentuk kurva) yang sangat berbeda
untuk bahan kristal dan amorf
Struktur kristal = kisi + basis
KISI BRAVAIS
Sistem Jumlah
kisi Persyaratan sumbu dan sudut
Triklinik 1 a b c,
Monoklinik 2 a b c, = = 90o
Ortorombik 4 a b c, = = = 90o
Tetragonal 2 a = b c, , = = = 90o
Kubus 3 a = b = c, , = = = 90o
Trigonal 1 a = b = c, , = = < 120o, 90o
Heksagonal 1 a = b c, = = 90o, = 120o
Fasa adalah sejumlah zat yang homogen baik secara kimia maupun fisika, atau dapat juga dikatakan bahwa sebuah sistem yang homogen adalah suatu fasa. Secara umum telah dikenal tiga kelompok fasa yaitu; fasa gas, fasa cair dan fasa padat.