PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN, PENDIDIKAN … · Status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN, PENDIDIKAN … · Status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan...
PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN,
PENDIDIKAN GIZI, DAN SUPLEMENTASI BESI TERHADAP
STATUS GIZI, PENGETAHUAN GIZI, DAN STATUS
ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR
ADHITYA AJI CANDRA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi,
Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Adhitya Aji Candra
NIM I14080092
ABSTRAK
ADHITYA AJI CANDRA. Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan,
Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi,
dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh BUDI
SETIAWAN dan M. RIZAL M. DAMANIK
Status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan anemia masih merupakan
masalah umum yang terjadi pada anak sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan
suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada
siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Palasari 02 Kecamatan
Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah
pre eksperimental dengan menggunakan 81 contoh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian makanan jajanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan
(p>0.05) terhadap status gizi. Pendidikan gizi memberikan pengaruh yang
signifikan (p<0.05) terhadap pengetahuan gizi. Pemberian suplemen besi
memberikan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap status anemia.
Kata kunci: pengetahuan gizi, status anemia, dan status gizi
ABSTRACT
ADHITYA AJI CANDRA. The Influence of Snack Feeding, Nutrition
Education, and Iron Suplementation to Nutritional Status, Nutrition Knowledge,
and Anemia Status in Elementary School Students. Supervised by BUDI
SETIAWAN and M. RIZAL M. DAMANIK
Nutritional status, nutrition knowledge, and anemia status are still problems
accuring among elementary school children. This research aimed to the influence
of snack feeding, nutrition education, and iron suplementation to nutritional
status, nutrition knowledge, and anemia status in elementary school students. The
study was conducted in SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. The design of this study was pre experimental. Number of sample
were 81 samples. The result showed that snacking did not give significant
(p>0.05) improvement on nutritional status. Nutrition education gives significant
(p<0.05) improvement on nutrition knowledge. While iron supplement intake
gives significant (p<0.05) improvement toward anemia status.
Keywords : anemia status, nutrition knowledge, and nutritional status
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN,
PENDIDIKAN GIZI, DAN SUPLEMENTASI BESI TERHADAP
STATUS GIZI, PENGETAHUAN GIZI, DAN STATUS
ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR
ADHITYA AJI CANDRA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul : Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar
Nama : Adhitya Aji Candra NIM : 114080092
Disetujui oleh
J::20 c~__ t.. Dr. I . Budi Setiawan, MS. rho M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD
Pembimbing I Pembimbing II
............ ~?".".,.- ", ,,......
/,1./" .. "~' . Diketalmi oleh
(j({-"~. I., ~ I •
..-;. " . ,• __ • t
-;. , ' I .
\ \ ~. . \ \ ", c / Dr.lr Budi Setiawan MS. ' . ~ ::7. ; __e!lliLDepartemen
Tanggal Lulus :
Judul : Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan
Suplementasi Besi terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan
Status Anemia pada Siswa Sekolah Dasar
Nama : Adhitya Aji Candra
NIM : I14080092
Disetujui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
Pembimbing I
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas
segala nikmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Februari 2013 ini adalah
Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan, Pendidikan Gizi, dan Suplementasi Besi
terhadap Status Gizi, Pengetahuan Gizi, dan Status Anemia pada Siswa Sekolah
Dasar. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD
selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus penguji
skripsi atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis.
3. Seluruh Tim AINP yang telah membantu penulis memperoleh data primer
dan sekunder untuk penelitian ini.
4. Kepala sekolah, guru-guru, pegawai kependidikan dan ibu-ibu komite SDN
Palasari 02 atas kerja sama, bimbingan, dan bantuannya selama penelitian.
5. Adik-adik kelas 3, 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02 atas kesediaan dan
kerjasamanya selama penelitian.
6. Bapak, mama, mbah serta keluarga penulis atas semangat, cinta dan kasih
sayang yang diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman Pondok Salman atas semangat dan motivasi yang telah
diberikan kepada peneliti.
8. Teman-teman Gizi Masyarakat 45 dan teman-teman yang selama ini telah
mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Teman-teman IMT IPB (Ikatan Mahasiswa Tegal IPB) khususnya Syifa,
Fety, Barika, Pran, Warto, Iman yang sudah hadir dalam seminar penelitian
ini.
10. Teman-teman KKP Desa Jembayat Kabupaten Tegal, kelompok Internship
Dietetik RSUD Ciawi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis
juga berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, September 2013
Adhitya Aji Candra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 3
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Anak Sekolah 4
Makanan Anak Sekolah 4
Daya Terima Makanan 5
Status Gizi 5
Pengetahuan Gizi 7
Pendidikan Gizi 8
Zat besi 8
Anemia 10
Suplementasi Besi 11
METODOLOGI 12
Desain, Tempat, dan Waktu 12
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 12
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 13
Pengolahan dan Analisis Data 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Gambaran Umum SDN Palasari 02 17
Karakteristik Contoh 18
Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi 25
Daya Terima Makanan Jajanan 27
Kandungan Gizi Makanan Jajanan 28
Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG 30
Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan terhadap Status Gizi 31
Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan gizi 32
Pengaruh Suplementasi Besi terhadap Status Anemia 33
SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 42
RIWAYAT HIDUP 46
DAFTAR TABEL
1 Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri 6
2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median 6
3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z-skor 7
4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 7
5 Angka kecukupan besi menurut umur 9
6 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki
dewasa, anak-anak, dan ibu hamil 10
7 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia 10
8 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 15
9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 18
10 Sebaran contoh berdasarkan usia 19
11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 19
12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 20
13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizi 21
14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 22
15 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh
contoh 23
16 Sebaran jenis kelamin dan kelas contoh berdasarkan pengetahuan gizi 23
17 Sebaran contoh berdasarkan status anemia 24
18 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status anemia 25
19 Rata-rata konsumsi dan sumbangan zat besi 27
20 Kandungan gizi makanan jajanan 29
21 Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG 30
DAFTAR GAMBAR
1 Perbedaan status gizi sebelum dan setelah intervensi pemberian
makanan jajanan 31
2 Perbedaan pengetahuan gizi sebelum dan setelah intervensi pendidikan
gizi 32
3 Perbedaan status anemia sebelum dan setelah intervensi suplementasi
besi 34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daya terima contoh terhadap makanan jajanan 41
2. Makanan jajanan 42
3. Pemberian makanan jajanan kepada contoh 44
4. Pengambilan darah contoh 44
5. Hasil uji statistik 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tingkat prestasi yang baik.
Pembangunan dan pembinaan SDM yang berkualitas sangat baik dimulai sejak
dini, yaitu pada usia sekolah. Usia sekolah adalah masa peralihan dari anak
menjadi dewasa dimana terjadi pertumbuhan mental, fisik, dan emosional yang
cukup cepat. Pada masa tersebut memerlukan kebutuhan gizi yang cukup dan
tepat. Menurut Syarief (1997) periode usia sekolah merupakan bagian dari
tahapan dalam siklus hidup manusia yang sangat menentukan kualitas SDM.
Kesehatan dan daya tahan fisik merupakan unsur kualitas SDM yang pokok,
karena tanpa itu manusia tidak mungkin mampu berpikir dan bekerja produktif.
Namum, status gizi, tingkat pengetahuan gizi, dan anemia masih merupakan
masalah umum yang terjadi pada anak sekolah dasar.
Menurut laporan Riskesdas Tahun 2007, prevalensi nasional anak usia
sekolah kurus sebesar 13.3 % pada laki-laki dan 10.9 % pada perempuan.
Keadaan ini menjadi lebih berat jika muncul kebiasaan keluarga atau orang tua
yang tidak membiasakan diri memberi makan anak sebelum anak tersebut pergi ke
sekolah. Bagi mereka yang tidak atau belum sempat sarapan di rumah, maka
kantin atau makanan jajanan yang tersedia di sekolah berperan penting dan
srategis dalam penyediaan kebutuhan gizi anak sekolah. Dengan kata lain, kualitas
dan keamanan makanan jajanan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian
agar anak sekolah mengonsumsi jajanan yang bergizi dan aman.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
status gizi individu yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan terhadap siswa
SD di Bogor tahun 2010 tentang pengetahuan gizi, sebanyak 63 % siswa SD di
kota maupun di kabupaten memiliki pengetahuan gizi yang masih rendah
meskipun masih ada yang tergolong baik hanya sebanyak 3.0 % siswa dan sisanya
tergolong sedang 34.0 % (Adriani 2010). Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan Widyaningrum (2012) pada sekolah dasar negeri di Kabupaten Bogor,
memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan kurang yaitu sebesar 86.4%.
Masalah gizi lain yang biasanya terjadi pada anak usia sekolah adalah
anemia. Anemia merupakan kondisi kurang darah yang umum terjadi ketika
jumlah eritrosit kurang dari normal atau akibat konsentrasi hemoglobin yang
rendah dalam darah (Depkes 2008). Berdasarkan hasil Riskesdas (2007),
prevalensi anemia di Provinsi Jawa Barat pada kelompok usia anak dan remaja
yang berusia 5-14 tahun adalah sebesar 18.8 %. Prevalensi ini sedikit lebih tinggi
di atas prevalensi anemia pada kelompok anak-anak secara nasional yaitu sebesar
12.8 % (Depkes 2008). Menurut Gibney (2008) Anemia Gizi Besi cukup tinggi
pada usia anak sekolah, yaitu lebih dari dua milyar penduduk dunia. Gabungan
Asia Selatan dan Asia Tenggara turut menyumbang hingga 58 % total penduduk
yang mengalami anemia di negara berkembang. Bukti banyak penelitian
menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara anemia karena defisiensi zat besi pada
2
anak-anak dengan perkembangan motorik dan kognitif yang buruk serta masalah
perilaku (Gibney 2008).
Status gizi yang rendah, tingkat pengetahuan gizi yang rendah, dan adanya
masalah gizi merupakan masalah yang terjadi pada anak sekolah dasar. Adanya
masalah tersebut diperlukan penanganan yang cukup serius, salah satunya dengan
intervensi. Intervensi perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas SDM pada usia
sekolah. Intervensi dilakukan untuk mencegah rendahnya kemampuan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi serta rendahnya produktifitas kerja. Intervensi
tersebut meliputi pemberian makanan jajanan, pemberian pendidikan gizi, dan
suplementasi besi.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status gizi siswa
sekolah dasar adalah dengan pemberian makanan jajanan. Status gizi dan
kesehatan anak dipengaruhi oleh asupan gizi yang cukup. Salah satu aspek yang
perlu diperhatikan dalam pola makan siswa, dimana siswa sekolah dasar
mempunyai kecenderungan mengonsumsi makanan jajanan lebih besar daripada
makanan biasa. Selain harga yang murah dan jenisnya beragam, pangan jajanan
juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi.
Menurut Syarifah (2010) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar negeri di
Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap
konsumsi sehari siswa sebesar 30 % energi dan 22.3 % protein. Oleh karena itu,
konsumsi makanan jajanan mempunyai peranan yang cukup penting karena
memberikan asupan gizi yang cukup besar yang berdampak pada status gizi anak
usia sekolah.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pengetahuan gizi
siswa sekolah dasar adalah dengan pendidikan gizi. Pendidikan gizi dapat
diartikan sebagai usaha membuat seseorang atau sekelompok masyarakat sadar
akan pentingnya gizi, sehingga diharapkan pengetahuan mengenai gizi dan
makanan sehat menjadi lebih baik, yang pada gilirannya akan memperbaiki status
gizi masyarakat. Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah
menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya (Sediaoetama 2008). Tingkat
pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam
pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada status gizi
individu yang bersangkutan.
Suplementasi merupakan salah satu penanganan yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki Anemia Gizi Besi. Menurut Arisman (2007), pemberian
suplementasi atau suntikan zat besi merupakan pendekatan dasar pertama untuk
pencegahan anemia defisiensi besi.
Untuk menciptakan SDM yang berkualitas, dibutuhkan peran serta
masyarakat dan pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta, saat ini sangat
dimungkinkan mengingat pihat swasta juga memiliki program yang disebut
dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Pada dasarnya CSR merupakan
bentuk kontribusi perusahaan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di
sekitarnya, baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan masyarakat. Dalam
melaksanakan program CSR, pihak swasta dapat melibatkan instansi atau lembaga
yang memiliki kompetensi dan pengalaman baik dari segi pelaksanaan program
yang melibatkan masyarakat luas maupun dari segi substansi program yang
dilakukan. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
merupakan departemen di bidang Gizi Masyarakat yang telah berpengalaman
3
dalam melakukan program pengabdian kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan
Tri-Darma Perguruan Tinggi dimana pengabdian kepada masyarakat merupakan
salah satu dari tiga pilar perguruan tinggi selain pendidikan dan penelitian.
Departemen Gizi Masyarakat IPB bekerja sama dengan PT Ajinomoto
Indonesia meluncurkan program kantin sehat. Program ini bertujuan menyediakan
jajanan bergizi dan sehat bagi anak sekolah. SDN Palasari 02 merupakan pilot
project Ajinomoto IPB Nutrition Program (AINP). Dalam mengelola kantin sehat
di SD tersebut, siswa, orang tua siswa, dan pedagang jajanan di lingkungan
sekolah ikut dilibatkan. IPB dan Ajinomoto memberikan edukasi kepada siswa,
orang tua, guru, dan pedagang makanan tentang makanan yang sehat dan
berkualitas. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan
suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada
siswa sekolah dasar.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian makanan
jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi besi terhadap status gizi, pengetahuan
gizi, dan status anemia pada siswa sekolah dasar.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mempelajari karakteristik (jenis kelamin, usia, uang saku, status gizi,
pengetahuan gizi dan status anemia) siswa contoh SDN Palasari 02
2. Mempelajari pola konsumsi makanan sumber zat besi siswa contoh SDN
Palasari 02
3. Mempelajari daya terima, kandungan gizi, dan kontribusi makanan jajanan
terhadap AKG siswa contoh SDN Palasari 02
4. Menganalisis pengaruh pemberian makanan jajanan terhadap status gizi
5. Menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi
6. Menganalisis pengaruh suplementasi besi terhadap status anemia
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi
tentang pengaruh pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi
besi terhadap status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia pada siswa sekolah
dasar. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan di Departemen Gizi Masyarakat IPB dalam
hubungannya dengan perbaikan gizi masyarakat terutama di masyarakat pedesaan,
serta dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian tentang makanan
jajanan selanjutnya.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah
Dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan anak dikelompokkan menjadi anak
prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun) dan remaja (13-18 tahun).
Secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar (RSCM
dan Persagi 1990). Anak sekolah dasar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan
Tambunan 2004). Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan
perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi
makanan yang seimbang, baik jenis dan jumlahnya.
Kebutuhan gizi anak laki-laki mulai usia 10-12 tahun berbeda dengan anak
perempuan. Anak laki-laki membutuhkan energi lebih banyak karena lebih
banyak melakukan aktivitas fisik. Anak perempuan biasanya mulai haid sehingga
memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak. Golongan anak sekolah
biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah sehingga sering
melupakan waktu makan (RSCM dan Persagi 1990). Ukuran, komposisi tubuh,
pola aktivitas, dan kecepatan tubuh berbeda setiap anak mempengaruhi kebutuhan
gizi. Ketersediaan dan diterimanya makanan oleh anak tidak hanya ditentukan
oleh pilihan makanan orang tua, tetapi juga oleh keadaan lingkungan pada waktu
makan, pengaruh teman sebaya, lingkungan, dan pengalaman anak tentang
makanan sebelumnya (Soetardjo 2011)
Menurut Almatsier (2001) anak sekolah merupakan kelompok yang rentan
terhadap makanan yang dikonsumsi. Pada anak usia sekolah, ada perbedaan
kebutuhan gizi yang dibutuhkan. Siswa laki-laki usia sekolah dasar memiliki
kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada siswa perempuan usia sekolah dasar,
yaitu laki-laki sebesar 2000 Kal energi, sedangkan perempuan sebesar 1900 Kal
energi. Selanjutnya, menurut Arisman (2010), masalah gizi yang terjadi pada
masa kanak-kanak ini secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang
melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan
makanan untuk disantap. Buah dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit
kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis dan yang paling penting
adalah adanya anemia defisiensi besi.
Makanan Anak Sekolah
Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan.
Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak
usia sekolah (7-12 tahun) tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang
baik jenis maupun jumlahnya. Fungsinya untuk menyediakan zat pembangun
yang berguna bagi pertumbuhan, menyediakan energi yang dibutuhkan untuk
kegiatan fisik yang berat, membantu memelihara tubuh dari infeksi dan menjamin
kebutuhan akan zat-zat gizi yang diperlukan pada usia remaja (Mc. Willians
(1980) dalam Zuharni 1989)
Dari hasil penelitian Gustina (1992) dikatakan bahwa anak usia sekolah
terutama anak SD mengkonsumsi zat gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan.
5
Hal ini disebabkan oleh jarangnya sarapan pagi, pemilihan jajanan yang kurang
baik serta jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. gizi kurang
mengganggu motivasi anak, kemampuannya untuk berkonsentrasi dan
kesanggupannya untuk belajar. Anak-anak gizi kurang ini akan terus terbelakang
karena sering terkena penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gizi.
Daya Terima Makanan
Pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen
terhadap suatu bahan pangan umumnya dilakukan dengan alat indera manusia.
bahan pangan yang akan diujicobakan kepada beberapa orang panelis pencicip
yang terlatih. Masing-masing panelis memberi nilai terhadap cita rasa bahan
tersebut. Jumlah nilai dari para panelis akan menentukan mutu atau penerimaan
terhadap bahan yang diuji (Winaryo 2002).
Rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, dan pendengaran menentukkan daya terima terhadap
suatu makanan. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan adalah
faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan.
Tanggapan senang atau sangat suka bersifat pribadi, karena itu kesan seseorang
tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu komoditi.
Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat
sensorik tertentu dapat diterima masyarakat. Tanggapan senang atau suka harus
diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau suatu
populasi masyarakat tetentu (Soekarto 1985).
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs) dan penggunaan (utilization)
zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang,
maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut gizinya
baik atau tidak baik (Riyadi 1995)
Penilaian status gizi meliputi beberapa cara, yaitu konsumsi pangan,
biokimia, antropometri, fisiologis, dan klinis. Antropometeri terdiri dari antro
adalah tubuh, dan metric adalah ukuran. Ada dua jenis kegunaan penilaian
antropometri untuk mengukur pertumbuhan dan untuk mengukur komposisi tubuh.
Pengukuran antropometri sering dilakukan adalah berat badan (BB) : mengetahui
massa tubuh, panjang/tinggi badan (BB/TB : mengetahui dimensi linear, tebal
lipatan kulit (skinfcld thickness) dan lingkar lengan atas (LILA) : mengetahui
komposisi tubuh, cadangan energi dan protein. Kekurangan dari penilaian secara
antropometri adalah : relatif kurang sensitif, tidak dapat mengidentifikasikan zat
gizi secara halus, tidak dapat membedakan gangguan akibat defisiensi zat gizi
dengan defisiensi gangguan intik energi dan protein, faktor-faktor non gizi dapat
mengurangi spesifisitas dan sensitivitas pengukuran. Kelebihan penilaian
antropometri adalah sederhana, aman non invansif, sampel besar, peralatan rumah,
portable, tahan lama, mudah didapat, dapat dilakukan oleh petugas bukan ahli,
informasi riwayat gizi masa lampau, identifikasi keadaan gizi, ringan, sedang dan
buruk, pemantauan status gizi, screening test (Briawan & Madanijah 2008)
6
Pengukuran status gizi anak dilakukan dengan menggunakan indeks
antropometri berikut ini, yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks
berat badan menurut panjang/tinggi badan (BB/TB), indeks gabungan (BB/U;
BB/TB; TB/U), indeks lingkar lengan atas (LILA), indeks lingkar kepala menurut
umur (LK/U) dan tebal lemak dibawah kulit (TLBK). Kategori berbagai ukuran
antropometri disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1 Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri BB/U TB/U BB/TB
Gizi lebih (>2.0 SD) Normal (≥-2.0 SD) Gemuk (>2.0 SD)
Gizi baik (-2.0 SD s/d +2.0
SD)
Pendek/stunted (<-2.0 SD) Normal (-2.0 SD s/d +2.0
SD)
Gizi kurang (<-2.0 SD) Kurus/ Wasted ( < -2.0 SD)
Gizi buruk (<-3.0 SD) Sangat kurus < -3.0 SD)
Dari berbagai jenis indeks-indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para
Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap
median, persentil, dan standar deviasi unit.
1) Persen terhadap Median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi
median sama dengan persentil 50.
Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median
Status Gizi Indeks
BB/U TB/U BB/TB
Gizi baik > 80% >90% >90%
Gizi sedang 71% - 80% 81%-90% 81%-90%
Gizi kurang 61% - 70% 71%-80% 71 %- 80%
Gizi buruk ≤ 60% ≤ 70% ≤ 70%
Suber : Yayah K. Husaini, Antropometri Sebagai Indeks gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Medika, no. 8 Th. XXIII, 1997. Hlm 269 dalam
2) Persentil
Para ahli merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median,
akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 40 sama dengan median atau
nilai tengah dari jumlah populasi berada diantaranya dan setengahnya berada
dibawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan
persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas
gizi lebih dan gizi baik.
3) Standar Deviasi Unit (SD)
Standar Deviasi unit disebut juga z-score. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Rumus
perhitungan z-score:
z-score =
7
Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan z-score
Status gizi Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Gizi lebih ≥ + 2 SD
Gizi baik ≥ - 2 SD dan < +2 SD
Gizi kurang ≥ - 3 SD dan < - 2 SD
Gizi buruk < - 3 SD
Sumber : Soekirman 2000
Penilaian status gizi seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk
mengetahui baik buruknya status gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara
langsung melalui pengukuran antropometri dan penilaian biokimia. Status gizi
merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan
(Gibson 2005).
Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks
antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau persen
terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini
karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan
tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB
menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.
Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19
tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan
indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan
IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel Kategori
z< -3 Sangat kurus
-3 ≤ z < -2 Kurus
-2 ≤ z < 1 Normal
1 ≤ z ≤ 2 Overweight
z > 2 Obese
Sumber: WHO 2007
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan merupakan hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu.
Proses penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman rasa, dan melalui kulit. Pengetahuan
merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden
dalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo 2003). Pengetahuan gizi
merupakan aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman responden tentang ilmu
gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi dan kesehatan.
8
Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi
makanan (Khomsan 2000). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya
(Irawati et al. 1992 di dalam Sukandar 2007).
Selanjutnya, Khomsan (2000) menyatakan tingkat pengetahuan gizi siswa
dapat diperoleh melalui skor dari beberapa pertanyaan yang berbentuk multiple
choice. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0
untuk jawaban salah. Selanjutnya tingkat pengetahuan gizi siswa dikategorikan
dengan menetapkan cut of point dari skor yang telah dijadikan persen. Adapun,
kategori untuk tingkat pengetahuan gizi dibagikan ke dalam tiga kelompok yaitu
baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60 %).
Pendidikan Gizi
Menurut Khomsan (2000) Pendidikan gizi bisa dikatakan bahwa program
pendidikan atau penyuluhan gizi yang terpadu akan memberikan hasil yang lebih
baik. Informasi gizi yang ingin disampaikan jangan sampai tumpang tindih
merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan gizi. Informasi yang
disampaikan harus mudah dipraktekan, perubahan yang diharapkan harus
seminimal mungkin, saran-saran yang disampaikan harus bermanfaat merupakan
hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan isi pendidikan gizi.
Ada beberapa metode pendidikan yang bisa digunakan untuk
menyampaikan informasi di bidang pangan dan gizi. masing-masing metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena orang yang akan
mengajarkan pengetahuan pangan dan gizi perlu lebih dahulu mengetahui medan
atau situasi sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa sampai kepada sasaran.
Metode yang dapat digunakan meliputi metode ceramah, metode diskusi
kelompok, metode kelompok studi kecil, metode Role-Play, metode Case-Study,
dan metode Brainstorming (Khomsan 2000).
Pendidikan gizi hendaknya dimulai sejak dini. Pendidikan gizi dan
kesehatan mulai diarahkan pada murid TK dan SD, mengingat kelompok usia ini
memiliki kebebasan sikap yang relatif mudah dibentuk (Khomsan 2002).
Pendidikan gizi pada anak mempunyai beberapa keuntungan antara lain anak-anak
mempunyai pemikiran terbuka dibandingkan orang dewasa dan pengetahuan yang
diterima merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan makannya.
Zat Besi
Besi merupakan elemen kunci dalam proses metabolisme hampir semua
organisme hidup. Pada manusia besi merupakan komponen esensial dari ratusan
protein dan enzim. Besi yang menyusun tubuh sekitar 2-4 gram. Besi dalam tubuh
berasal pada sel darah merah (hemoglobin 60-65%), otot (myogloblin 5-10%),
enzim 2-5 %, aliran darah (tranferin 0,1 %), sebagai cadangan (ferritin 20 % dan
hemosiderin 10 %). Jumlah besi dalam tubuh bervariasi, tergantung pada usia,
jenis kelamin, kehamilan dan pertumbuhan (Marliyana & Kustiyah 2008).
9
Besi dalam makanan dapat berada dalam bentuk besi hem dan besi non-
heme. Besi hem terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin dan banyak
ditemukan pada pangan hewani seperti daging, ikan, dan unggal (50-60% zat
besinya dalam bentuk hem dan sisanya dalam bentuk non-heme). Besi nonheme
banyak terdapat pada pangan nabati seperti buah-buhan, sayuran, kacang-
kacangan, biji-bijian dan dairy products (susu, keju, yoghurt dan sebagainya) serta
telur (Marliyana & kustiyah 2008).
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja.
Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah
dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama
terhadap fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya daya konsentrasi,
daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu (Almatsier 2006). Faktor yang
mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasamaan lambung dan bioavailabilitas
termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi non heme (WNPG VIII 2004).
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan besi adalah keasaman lambung dan
bioavailabilitas, termasuk pendorong dan penghambat penyerapan besi non heme.
Besi pada wanita sangat diperlukan, terutama karena adanya kehilangan besi
selama mestruasi. Menurut WNPG (2004), kecukupan besi untuk masing-masing
kelompok umur disajikan pada tabel berikut
Tabel 5 Angka kecukupan besi menurut umur
Kelompok Umur Besi (mg/hari)
Anak
0-6 bulan 0.5
7-11 bulan 7
1-3 tahun 8
4-6 tahun 9
7-9 tahun 10
Pria
10-12 tahun 13
13-15 tahun 19
16-18 tahun 15
19-29 tahun 13
30-49 tahun 13
50-64 tahun 13
64 + tahun 13
Wanita
10-12 tahun 20
13-15 tahun 26
16-18 tahun 26
19-29 tahun 26
30-49 tahun 26
50-64 tahun 12
64 + tahun 12
Hamil
Trimester 1 +0
Trimester 2 +9
Trimester 3 +13
Menyusui 0-6 bulan +6
7-12 bulan +6
Sumber : WKNPG 2004
10
Anemia
Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar
hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbeda-beda
untuk kelompok usia dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh Depkes dari
hasil Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 dan tercantum pada Tabel 6
berikut ini.
Tabel 6 Rentang nilai normal kadar hemoglobin perempuan dan laki-laki dewasa,
anak-anak, dan ibu hamil
Kelompok Nilai rerata Hb
(g/dl)
Nilai SD (g/dl) Rerata ± 1SD
(g/dl)
Perempuan
dewasa
13.00 1.72 11.28 – 14.72
Laki-laki dewasa 14.67 1.84 12.83 – 16.51
Anak-anak (≤ 14
tahun)
12.67 1.58 11.09 – 14.25
Ibu hamil 11.81 1.55 10.26 – 13.36
Sumber: Depkes 2008
Anemia adalah suatu kondisi terjadinya defisiensi dalam ukuran atau jumlah
sel darah merah atau jumlah molekul hemoglobin yang dikandungnya, sehingga
membatasi terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel darah
dan jaringan-jaringan tubuh (Stopler 2004). Berdasarkan WHO (2011) kadar
hemoglobin yang merupakan indikator status anemia dan tingkat keparahan
anemia dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Kadar hemoglobin sebagai indikator dan tingkat keparahan anemia
Kelompok Tidak
Anemia*
Anemia*
Ringan Sedang Berat
Anak usia 5-11 tahun >11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 <8.0
Anak usia 12-14 tahun >12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0
*Hemoglobin dalam g/dl
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah dan
kandungan hemoglobin di dalamnya. Berdasarkan ukuran sel darah merah, yaitu
anemia makrositik, mikrositik, dan normositik. Sedangkan anemia berdasarkan
kandungan hemoglobin di dalamnya, yaitu anemia hipokromik dan normokromik.
Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah dan jumlah hemoglobin yang
terkandung bertambah. Sebaliknya pada anemia mikrositik, ukuran sel darah
merah mengecil. Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak
mengalami perubahan. Sedangkan anemia hipokromik terjadi karena kandungan
hemoglobin dalam sel tiap sel darah merah berkurang, sehingga warna sel darah
merah pucat. Sementara pada anemia normokromik, kandungan hemoglobin
normal (Stopler 2004).
Kelompok usia yang paling rentan terhadap anemia adalah balita, anak-anak,
remaja, serta wanita hamil dan menyusui. Hal ini terjadi karena pada masa balita,
anak-anak dan remaja terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Pada ibu hamil,
11
anemia terjadi karena adanya peningkatan volume plasma darah. Pada ibu
menyusui, anemia dapat terjadi karena kebutuhan yang meningkat (FAO 2001).
Anemia mikrositik-hipokromik, biasanya terjadi karena kekurangan zat besi,
penyakit kronis tingkat lanjut, atau keracunan timbal. Anemia normositik-
normokromik biasanya karena penyakit kronis fase awal atau perdarahan akut.
Anemia makrositik biasanya karena kekurangan vitamin B12. Berdasarkan hasil
Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007 menyatakan bahwa jenis anemia
terbanyak pada orang dewasa dan anak-anak adalah anemia mikrositik
hipokromik (60.2%). Jika dibandingkan antara anak-anak dan dewasa, anemia
mikrositik hipokromik ini lebih besar proporsinya pada anak-anak (Depkes 2008).
Suplementasi Besi
Menurut Arisman (2007), ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia
defisiensi besi, keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian suplementasi
atau suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan
peningkatan asupan zat besi melalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi,
dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silva et
al. (2003) pada anak usia 5 sampai 10 tahun di Colombo, Srilanka yang
menunjukkan bahwa suplementasi besi secara signifikan memperbaiki status
anemia dengan meningkatkan kadar hemoglobin dan serum ferritin. Menurut
Soekirman (2000), suplementasi dan fortifikasi merupakan cara penanggulangan
Anemia Gizi Besi. Gibney (2008) juga mengatakan bahwa suplementasi zat besi
merupakan salah satu pencegahan dan pengendalian anemia karena defisiensi zat
besi.
12
METODOLOGI
Desain, Tempat, dan Waktu
Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung Ajinomoto IPB
Nutrition Program yang berjudul “Peningkatan Status Gizi Anak Sekolah melalui
Peningkatan Mutu dan Keamanan Makanan Jajanan Kantin” yaitu pre
eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
2012 sampai Februari 2013
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus Lemeshow &
David (1997) dengan perhitungan sebagai berikut :
[(Z1-α)2 x (pxq)]
n ≥ -----------------------
d2
[(1.96)2 x (0.188 x 0.812)]
n ≥ -----------------------------------
(0.1)2
n ≥ 59
Keterangan :
n = jumlah contoh
α = derajat kepercayaan (0.05)
p = proporsi (prevalensi anemia di Provinsi Jawa Barat pada kelompok usia
anak dan remaja yang berusia 5-14 tahun menurut Riskesda (2007),
sebesar 18.8 %)
q = 1-p
d = presisi (10%)
Peneliti menggunakan estimasi drop out sebesar 10 %, sehingga diperoleh
jumlah contoh minimal sebesar 65 orang. Contoh penelitian ini adalah siswa
sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di SDN Palasari 02 pada rentang usia 9 -13 tahun
(Usia Anak Sekolah) dengan pertimbangan pada usia tersebut anak sudah lancar
membaca dan menulis serta lebih mudah untuk diwawancarai dan diberi instruksi
dalam pengisian kuesioner. Penarikan contoh dilakukan secara purposive yaitu
siswa kelas 4, 5, dan 6.
Contoh yang diambil oleh peneliti memiliki kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi yaitu kriteria yang digunakan oleh peneliti, kriteria eksklusi adalah
kriteria yang tidak diambil peneliti. Kriteria inklusi yang diambil yaitu (1)
merupakan siswa kelas 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02, (2) terdiri dari laki-laki dan
perempuan, (3) bersedia mengisi kuesioner, 4) bersedia diambil darah untuk
penentuan kadar hemoglobin dalam darah. Kriteria eksklusi adalah siswa yang
keluar atau pindah dari SDN Palasari 02 ke sekolah lain dan siswa yang tidak
melengkapi data.
Pada awal penelitian jumlah seluruh contoh sebanyak 104, dengan jumlah
masing-masing kelas 4, 5, dan 6 sebesar 41 contoh, 36 contoh, dan 27 contoh.
13
Contoh yang memenuhi kriteria inklusi resmi menjadi contoh dalam penelitian ini,
yaitu sebesar 100 contoh. Sebelum diberikan intervensi atau perlakuan, dilakukan
pengambilan data baseline. Intervensi diberikan setiap hari kepada contoh selama
tiga bulan. Kemudian setelah tiga bulan dilakukan pengambilan data endline.
Dalam proses pemberian intervensi dan pengambilan data endline terjadi drop out
sehingga pada akhirnya diperoleh contoh sebesar 81.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer yang digunakan adalah data baseline dan endline pada penelitian payung
Ajinomoto IPB Nutrition Program. Data tersebut diperoleh melalui pengamatan
langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan
yaitu : karakteristik contoh, pola konsumsi makanan sumber zat besi, kandungan
gizi makanan jajanan, daya terima makanan jajanan, pengetahuan gizi, dan kadar
hemoglobin dalam darah. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan yaitu
keadaan umum SDN Palasari 02.
Data karakteristik meliputi jenis kelamin, usia, dan uang saku diperoleh
dengan metode wawancara melalui pengisian kuesioner. Data karakteristik yang
meliputi berat badan dan tinggi badan diukur melalui penimbangan dan
pengukuran yang dilakukan kepada contoh. Alat yang digunakan untuk mengukur
berat badan adalah timbangan injak digital yang memiliki ketelitian 0.1 kg,
sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoice
dengan ketelitian 0.1 cm. Pengambilan data karakteristik meliputi : jenis kelamin,
usia, uang saku dilakukan pada saat pengambilan data endline, sedangkan
pengambilan data karakteristik meliputi status gizi, pengetahuan gizi, dan status
anemia dilakukan pada saat pengambilan data baseline.
Data pola konsumsi makanan sumber zat besi diperoleh melalui wawancara
dengan menggunakan Food Frequency Questionaires (FFQ) semi kuantitatif.
Jenis data yang digunakan berupa jenis dan frekuensi makan serta jumlah dalam
sekali makan makanan sumber zat besi. Pengambilan data pola konsumsi
makanan sumber zat besi dilakukan pada saat pengambilan data endline.
Data mengenai kandungan gizi makanan jajanan didapat berdasarkan
perhitungan makanan jajanan yang dihasilkan dan bahan utama maupun tambahan
dari makanan jajanan tersebut. Data daya terima makanan jajanan diperoleh
dengan formulir uji penerimaan. Pengambilan data kandungan gizi makanan
jajanan dan data daya terima makanan jajanan dilakukan pada saat intervensi
pemberian makanan jajanan kepada contoh.
Status gizi diperoleh berdasarkan IMT/U. Data pengetahuan gizi contoh
diperoleh dengan menilai jawaban yang diberikan contoh terhadap 20 pertanyaan
meliputi pengetahuan tentang zat-zat gizi secara umum, fungsi zat gizi, akibat
defisiensi dan kelebihan zat gizi dan perilaku hidup sehat. Data kadar hemogloblin
contoh diperoleh dengan cara pengambilan darah untuk kemudian dianalisis kadar
hemoglobin, yang dilakukan oleh tenaga puskesmas menggunakan instruction
manual automatic electric hemoglobin meter (Hb meter). Pengambilan data status
gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia contoh dilakukan sebanyak dua kali,
yaitu pengambilan data baseline dan endline.
14
Intervensi diberikan selama tiga bulan. Sebelum diberikan intervensi,
dilakukan pengambilan data status gizi, pengetahuan gizi, dan pengambilan darah
yang merupakan data baseline. Selanjutnya contoh diberikan intervensi, yakni
pemberian makanan jajanan, pendidikan gizi, dan suplementasi zat besi.
Pemberian makanan jajanan diberikan kepada contoh selama kurang lebih tiga
bulan (senin-sabtu). Makanan jajanan yang diberikan berupa makanan jajanan
manis dan makanan jajanan asin.
Pendidikan gizi diberikan kepada contoh bersama dengan pemberian
makanan jajanan, yaitu dalam waktu tiga bulan (11 pertemuan). Metode
pendidikan gizi menggunakan metode penyuluhan dengan menggabungkan
metode penyampaian konvensional dan simulasi/permainan/cerita dan diharapkan
dapat lebih mudah dipahami oleh siswa. Penyuluhan gizi untuk siswa
dilaksanakan setiap minggu secara paralel. Metode tersebut yaitu permainan kata,
cerdas cermat, kartu pasangan, permainan gerak tubuh, permainan gambar, kartu
pasangan, wayang, permainan gambar, permainan gerak tubuh, permainan kata,
dan cerdas cermat. Teknis pelaksanaan pendidikan gizi contoh meliputi
pembukaan penyuluhan (5 menit), pre test (5 menit), penyampaian materi (15
menit), simulasi/permainan/wayang (20 menit), post test (5 menit).
Suplementasi zat besi diberikan kepada contoh dua minggu sebelum
pengambilan data endline, yang sebelumnya diberikan obat cacing untuk
mengurangi gangguan absorpsi. Suplemen besi berbentuk cair yaitu sebanyak 5
ml dengan kandungan Ferrazone dengan elemental besi sebesar 15 mg, diberikan
kepada contoh dalam satu hari. Setelah tiga bulan intervensi, dilakukan
pengambilan data endline.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entry, cleaning, dan
selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi.
Penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya
dilakukan entri data dan kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan
tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Data tersebut diolah menggunakan
Microsoft excel 2007 dan SPSS 16 for Windows.
Data Karakteristik siswa, Jenis kelamin dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1)
laki-laki dan 2) perempuan. Usia contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran data
yaitu: 1) 9 tahun, 2)10 tahun, 3)11 tahun, 4) 12 tahun, dan 5) 13 tahun. Besar uang
saku contoh yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan sebaran data
yaitu: 1) Rendah (<Rp 3000/hari), 2) Sedang (Rp 3001-Rp 5001/hari), 3) Tinggi
(>Rp 5002/hari) (Sugiyono 2011).
Data pola konsumsi makanan sumber besi meliputi jenis makanan, frekuensi
konsumsi, dan jumlah dalam sekali konsumsi. Jenis makanan sumber zat besi
berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Frekuensi konsumsi
dihitung dalam satu bulan. Kandungan gizi makanan jajanan dihitung berdasarkan
data mengenai bahan-bahan penyusun makanan yang dikonversikan ke dalam
energi, protein, vitamin A, dan zat besi menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan dan dihitung menggunakan rumus berikut : (Hardinsyah & Briawan
1994)
KG = x x G
15
Keterangan :
KG = kandungan gizi dari bahan makanan jajanan
B = berat bahan makanan jajanan yang dikonsumsi (gram)
G = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan
jajanan
BDD = % bahan makanan jajanan yang dapat dimakan
Data daya terima contoh terhadap makanan jajanan dibedakan menjadi
enam, yaitu : 1) tidak dimakan, 2) hanya dicicipi, 3) dimakan bagian, 4)
dimakan bagian, 5) dimakan bagian, 6) dimakan habis (Gregoire & Spears
2007).
Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG (Angka Kecukupan Gizi) contoh
diperoleh dengan membandingkan konsumsi makanan jajanan (kandungan gizi
makanan jajanan yang sudah diperhitungkan dengan daya terima) dengan AKG
contoh kemudian dikalikan 100%. Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Status gizi diperoleh berdasarkan indeks IMT/U. Penentuan nilai status gizi
berdasarkan software Anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007.
Klasifikasi status gizi berdasarkan cara persen terhadap median dengan indeks
IMT/U dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Variabel Kategori
z< -3 Sangat kurus
-3 ≤ z < -2 Kurus
-2 ≤ z < 1 Normal
1 ≤ z ≤ 2 Overweight
z > 2 Obese
Sumber: WHO 2007
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan menilai jawaban yang
diberikan contoh terhadap 20 pertanyaan. Setiap jawaban yang sesuai diberikan
skor 1, sedangkan setiap jawaban yang tidak sesuai diberikan skor 0. Pengetahuan
gizi contoh dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh. Skor
maksimum dari keseluruhan pertanyaan adalah 20, sedangkan skor minimum
adalah 0. Total jawaban yang benar dipersentasikan terhadap jumlah skor
maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga kriteria. Khomsan (2000)
mengelompokkan tingkat pengetahuan gizi menjadi tiga kriteria yaitu 1) kurang
dengan skor <60 %, 2) sedang dengan skor 60-80 %, dan 3) baik dengan skor
>80%
Status anemia diperoleh dengan metode penentuan kadar hemoglobin
contoh berdasarkan WHO (2011) untuk anak usia 5-11 tahun dan anak usia 12-14
tahun. Status Anemia siswa ditentukan berdasarkan kadar Hemoglobin yang
dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan WHO 2011, yaitu tidak anemia
16
dan anemia (Hb <11.5 g/dl untuk usia 5-11 tahun dan Hb<12 g/dl untuk anak usia
12-14 tahun)
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik
menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16 for Windows. Untuk
mengetahui perubahan status gizi, pengetahuan gizi, dan status anemia sebelum
dan setelah intervensi digunakan uji statistik paired t test.
Definisi Operasional
Anemia adalah kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah
kurang dari normal, anak usia 5-11 tahun >11.5 g/dl, anak usia 12-14 tahun
>12.0 d/dl
Contoh adalah siswa siswi sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di SDN Palasari 02
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh pada saat penelitian dilakukan dan
dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.
Kadar hemoglobin adalah nilai yang menentukan status anemia contoh
menggunakan instruction manual automatic electric hemoglobin meter (Hb
meter) yang dilakukan oleh tenaga puskesmas.
Karakteristik contoh adalah kondisi pribadi contoh meliputi usia, jenis kelamin,
dan uang saku per hari.
Makanan jajanan adalah makanan selingan berupa snack dengan citarasa manis
dan asin yang diberikan kepada siswa SDN Palasari 02 selama tiga bulan.
Jenis makanan jajanan adalah bakwan jagung, bihun goreng, bolu kukus,
combro, dadar gulung, donat coklat, donat strawberry, jelly, jelly anggur, jelly
buah, jelly kertas, jelly strawberry, lemper kuning, lontong, lontong daging,
martabak mini, mie goreng, molen, nagasari, nasi goreng, nasi putih ayam, nasi
uduk, nasi uduk daging, nasi uduk kuning, pastel, pisang coklat, pizza mie, putri
ayu, risoles, roti bakar, sate buah, singkong keramas, tahu isi. Pendidikan gizi adalah pemberian materi tentang gizi yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan gizi anak sekolah yang benar meliputi
pembukaan penyuluhan, pre test, penyampaian materi,
simulasi/permainan/wayang, post test.
Pengetahuan gizi adalah skor pengetahuan contoh tentang hal yang berhubungan
dengan gizi yang diukur dengan menjumlahkan seluruh jawaban yang benar
dari 20 pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner.
Status anemia adalah keadaan kadar hemogloblin yang dinilai dengan 1) anemia
dan 2) tidak anemia.
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
jumlah yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi biologis yang dinilai
berdasarkan IMT/U.
Suplementasi besi adalah pemberian sediaan farmakologi zat besi dalam bentuk
cairan setiap hari selama dua minggu pada usia anak sekolah sebesar 15 mg
zat besi setiap hari.
Uang saku adalah jumlah uang yang diberikan oleh orang tua contoh per hari,
kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan
sebaran contoh.
Usia adalah umur contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam
tahun dan berada pada usia anak sekolah (9-13 tahun).
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum SDN Palasari 02
SDN Palasari 02 merupakan sekolah negeri terakreditasi B yang terletak di
kampung Bantar Kambing RT 03 RW 07, Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor. Sekolah yang berdiri pada tahun 1977 ini memiliki luas tanah
dan bangunan adalah 1200 m2
dan 540 m2. Lokasi sebelah timur dibatasi oleh
kantor UPK (Unit Pelaksana Teknis Kurikulum) XXVIII Cijeruk, sebelah barat
dibatasi oleh rumah penduduk, sebelah selatan dibatasi oleh TPU (Tempat
Pemakaman Umum), dan sebelah utara dibatasi oleh jalan desa. Ruangan yang
dimiliki SDN Palasari 02 terdiri dari ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang dapur,
ruang guru, dan jamban. Ruang kelas berjumlah enam kelas. Ruang perpustakaan
terdiri dari buku teks pelajaran, buku pendidik, buku pengayaan, buku referensi,
dan sumber belajar lain. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan SDN Palasari
02 berjumlah sembilan orang, terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru yang
masing-masing bertanggung jawab terhadap satu kelas atau disebut juga sebagai
wali kelas, penjaga sekolah dan satu orang guru olahraga. Jumlah siswa disekolah
ini adalah 203 siswa yang terdiri dari 21 siswa kelas 1, 42 siswa kelas 2, 36 siswa
kelas 3, 41 siswa kelas 4, 36 siswa kelas 5, dan 27 siswa kelas 6.
Beberapa fasilitas yang cukup penting tidak tersedia di SDN Palasari 02,
yaitu kantin sekolah dan sumber air bersih. Keberadaan kantin sehat dan sumber
air bersih merupakan fasilitas yang harus tersedia di sekolah. Untuk itu Ajinomoto
dan Departemen Gizi Masyarakat IPB mendirikan fasilitas kantin dan sumber air
bersih di SDN Palasari 02. Pembangunan fasilitas ini sekaligus mendukung AINP
yaitu “Peningkatan Status Gizi Anak Sekolah melalui Peningkatan Mutu dan
Keamanan Makanan Jajanan Kantin”. Kantin merupakan tempat jajan anak
sekolah selain penjaja makanan jajanan di luar sekolah. Kantin sekolah
mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan
dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan
jajanan sekolah. Tujuan dari kantin sekolah adalah untuk memenuhi keperluan
siswa dengan menyediakan makanan yang enak, bergizi, terjamin kebersihannya
dengan harga yang terjangkau. Sumber air bersih tidak dapat lepas dari pengelolan
kantin yang sehat. Air bersih digunakan untuk menyelenggarakan makanan yang
sehat dan aman untuk dikonsumsi siswa sekolah, baik untuk proses pembuatan,
pencucian alat maupun untuk mencuci tangan.
Visi SDN Palasari 02 yaitu terwujudnya peserta didik yang cerdas, disiplin,
sehat, dan berkarakter melalui program AINP dan pembiasaan keagamaan
berdasarkan iman dan taqwa. Misi dari SDN Palasari 02 adalah (1)
Mengembangkan kegiatan keagamaan melalui pembiasaan pembacaan Asmaul
Husna dan surat Yasin, (2) Melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan, (3) meningkatkan kedisiplinan pendidik dan peserta
didalam berbagai kegiatan, (4) meningkatkan kesehatan peserta didik melalui
kegiatan AINP (Ajinomoto IPB Nutrition Program) dan kantin sehat.
18
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah yang terdiri dari siswa
kelas 4, 5, dan 6 SDN Palasari 02 dengan proporsi berbeda pada setiap kelas.
Contoh terdiri dari siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Siswa laki-laki
sekolah dasar di Indonesia mempunyai proporsi jumlah lebih banyak daripada
perempuan. Berdasarkan BPS (2012), jumlah siswa laki-laki anak usia sekolah
(51.50%) lebih banyak daripada jumlah siswa perempuan anak usia sekolah
(48.50%). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin di SDN Palasari 02 dapat
dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-laki 37 45.68
Perempuan 44 54.32
Total 81 100
Berdasarkan Tabel 9 di atas diketahui bahwa jumlah contoh dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 37 siswa atau 45.68% dari total contoh keseluruhan.
Sedangkan contoh dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 44 siswa atau
54.32% dari total contoh keseluruhan. Pada penelitian ini jumlah contoh laki-laki
lebih sedikit daripada jumlah contoh perempuan. Hal yang sama terjadi pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2012) terhadap anak sekolah dasar di
Bogor, menyatakan bahwa jumlah perempuan sekolah dasar lebih banyak
daripada laki-laki.
Menurut Almatsier (2001) anak sekolah merupakan kelompok yang rentan
terhadap makanan yang dikonsumsi. Pada anak usia sekolah, ada perbedaan
kebutuhan gizi yang dibutuhkan. Siswa laki-laki usia sekolah dasar memiliki
kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada siswa perempuan usia sekolah dasar,
yaitu laki-laki sebesar 2000 Kal energi, sedangkan perempuan sebesar 1900 Kal
energi.
Usia
Kisaran usia contoh yaitu 9 – 13 tahun, dengan rata-rata usia yaitu 11 tahun.
Contoh dari penelitian ini terdiri dari usia 9 - 13 tahun dengan proporsi yang
berbeda pada setiap kelas. Sebagian besar contoh berada pada usia 12 tahun
dengan persentase sebanyak 37.04% sebanyak 30. Sebanyak 5 contoh atau 6.17%
dari seluruh contoh berusia 9 tahun. Sebanyak 24 contoh atau 29.63% berada pada
usia 10 tahun. Usia contoh terendah atau paling kecil berada pada usia 9 dan 13
tahun, yaitu sebesar 6.17% sebanyak 5 contoh, dan sebanyak 20.99% contoh
berusia 11 tahun. Secara lebih rinci, sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat
pada Tabel 10.
19
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia
Usia n %
9 tahun 5 6.17
10 tahun 24 29.63
11 tahun 17 20.99
12 tahun 30 37.04
13 tahun 5 6.17
Total 81 100.00
Rata-rata 11
Menurut Gunarsa (2004), pembagian tahapan perkembangan anak yang
menyatakan bahwa ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah yaitu
pada usia 6 – 9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10 – 12 tahun
atau masa kanak-kanak akhir. Berdasarkan masa perkembangan anak, contoh
penelitian termasuk dalam kategori kanak-kanak akhir yaitu usia 10 – 12 tahun.
Pada masa kanak-kanak akhir, anak tersebut memiliki karakteristik yang berbeda
dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik,
mental, intelektual, sosial, dan emosional anak. Perbedaan aspek fisik yaitu
perubahan sistem reproduksi yang lebih matang sebagai tanda masa pubertas,
aspek mental dan emosional yang lebih ingin mencoba hal baru, serta perubahan
intelektual yang mulai berpikir konkrit, serta perubahan sosial yang mulai
bersosialisasi antar teman sebaya. Selain itu, menurut Arisman (2010), masalah
gizi yang terjadi pada masa kanak-kanak ini secara garis besar merupakan dampak
dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang
melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan
makanan untuk disantap. Buah dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit
kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis dan yang paling penting
adalah adanya anemia defisiensi besi.
Uang Saku
Uang saku atau uang jajan merupakan bagian dari pengalokasian keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan
atau bulanan. Uang jajan yang diterima contoh merupakan pemberian dari orang
tua yang diberikan perhari. Uang jajan tersebut digunakan contoh untuk membeli
suatu produk tertentu, yaitu makanan jajanan. Berdasarkan sebaran uang saku
contoh, maka uang saku dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
rendah (≤ 3000), sedang (3001 – 5001), dan tinggi (≥ 5002) (Sugiyono 2011).
Berikut ini merupakan tabel sebaran contoh berdasarkan uang saku.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku
Uang saku (Rp/hari) Kategori n %
≤ 3000 Rendah 60 74.07
3001 – 5001 Sedang 19 23.46
≥ 5002 Tinggi 2 2.47
Total 100.00
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan sebaran distribusi uang jajan siswa
SDN Palasari 02, sebagian besar berada pada kategori rendah atau rentang ≤ 3000
sebesar 74.07% sebanyak 60 contoh. Jumlah uang saku terendah contoh pada
20
rentang ≥ 5002 dengan persentase 2.47% sebanyak 2 contoh. Berdasarkan hasil
penelitian Syafitri et al. (2009) mengenai kebiasaan jajan siswa sekolah dasar
menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswa mengalokasikan uang sakunya
untuk keperluan membeli makanan jajanan (68.00%).
Hasil ini mendekati dengan penelitian Rosa (2011), dimana di sekolah dasar
swasta dan negeri dengan akreditasi A dan B di wilayah Depok (53.70%) dan
Sukabumi (82.60%) berada pada kategori rendah (Rp 1 000 – 4 000). Uang saku
siswa SDN Palasari 02 tergolong rendah. Faktor yang memungkinkan rendahnya
uang saku siswa adalah keadaan ekonomi keluarga siswa.
Status Gizi
Menurut Riyadi (1995) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan,
dan penggunaan zat gizi makanan, sehingga dapat diketahui apakah seseorang
atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak. Sedangkan menurut
Suhardjo (1989), status gizi seseorang dipengaruhi oleh zat dan mutu pangan yang
dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan
penyerapan zat gizi atau terinfeksi penyakit parasit.
Status gizi contoh ditentukan dengan menggunakan indikator indeks masa
tubuh berdasarkan usia (IMT/U), indikator ini digunakan karena pada anak usia 5
tahun hingga 19 tahun tidak menggunakan indikator berat badan berdasarkan
tinggi badan (BB/TB). Penentuan status gizi pada contoh penelitian didasarkan
pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu WHO (2007).
Pengkategorian status gizi contoh dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut,
yaitu sangat kurus (z < -3), kurus (-3 ≤ z < -2), normal (-2 ≤ z < +1), overweight
(+1 ≤ z ≤ +2), dan obese (z > +2). Penentuan nilai status gizi berdasarkan software
Anthroplus 2007 yang mengacu pada referensi WHO 2007. Keragaman status gizi
contoh disajikan secara rinci pada Tabel 12. Keragaman status gizi ini berasal dari
data baseline penelitian.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status gizi n %
Sangat kurus (z < -3) 2 2.47
Kurus (-3 ≤ z < -2) 7 8.64
Normal (-2 ≤ z < 1) 65 80.25
Overweight (1 ≤ z ≤ 2) 6 7.41
Obese ( z > 2) 1 1.23
Total 81 100.00
Tabel 12 menunjukkan bahwa 80.25% contoh berstatus gizi normal. Kisaran
z-score siswa SDN Palasari 02 yaitu -4.6 - 2.3. Kategori status gizi siswa SDN
Palasari 02 secara berurutan yaitu 2.47 % kategori status gizi sangat kurus, 8.64%
berstatus gizi kurus, 7.41% status gizi overweight, dan 1.23% status gizi obese.
Menurut WHO (2007) permasalahan kesehatan masyarakat dapat dilihat
berdasarkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang dengan empat kriteria yaitu
rendah (<10.00%), sedang (10-19.90%), tinggi (20-29.90%), dan sangat tinggi
(>30.00%). Permasalahan kesehatan masyarakat berdasarkan status gizi kurus dan
sangat kurus pada penelitian ini yaitu 11.11% tergolong sedang. Status gizi yang
21
kurang optimal akan menimbulkan berbagai permasalahan pada anak terutama
anak usia sekolah. Kondisi status gizi yang baik sangat penting dan menjadi
perhatian utama untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan (skill)
serta kecerdasan (intelegence) anak usia sekolah supaya dapat berprestasi.
Menurut Maryam (2001) terdapat hubungan positif antara kondisi status gizi
dengan prestasi belajar. Status gizi merupakan faktor yang lebih mempengaruhi
terhadap prestasi belajar.
Menurut Arisman (2004), menyatakan bahwa masyarakat yang keadaan
gizinya baik adalah masyarakat yang terbebas dari masalah gizi. Masalah gizi
tersebut, baik masalah gizi kurang dan gizi lebih. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat dikatakan bahwa sebagian dari seluruh contoh mempunyai masalah gizi.
Berikut Tabel 13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status
gizinya.
Tabel 13 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status gizi
Sebaran
Status gizi
Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obese Total
n % n % n % n % n % n %
Jenis kelamin
Perempuan 0 0.00 4 4.94 38 46.91 2 2.47 0 0.00 44 54.32
Laki-laki 2 2.47 3 3.70 27 33.33 4 4.94 1 1.23 37 45.68
Total 2 2.47 7 8.64 65 80.25 6 7.41 1 1.23 81 100.00
Usia
9 tahun 0 0.00 0 0.00 5 6.17 0 0.00 0 0.00 5 6.17
10 tahun 0 0.00 3 3.70 20 24.69 1 1.23 0 0.00 24 29.63
11 tahun 0 0.00 2 2.47 14 17.28 1 1.23 0 0.00 17 20.99
12 tahun 1 1.23 2 2.47 23 28.40 3 3.70 1 1.23 30 37.04
13 tahun 1 1.23 0 0.00 3 3.70 1 1.23 0 0.00 5 6.17
Total 2 2.47 7 8.64 65 80.25 6 7.41 1 1.23 81 100.00
Rata-rata z-score status gizi perempuan sebesar -0.70, sedangkan rata-rata z-
score status gizi laki-laki sebesar -0.48. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak
ada berbedaan yang signifikan antara status gizi perempuan dan laki-laki (p>0.05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Soekirman et al. (2002) dan
Kustiyah et al. (2006), yang menyatakan kecenderungan bahwa laki-laki memiliki
peluang lebih besar untuk mengalami kurang gizi (underweight) dibandingkan
perempuan. Hasil penelitian Soekirman et al (2002) di wilayah Jawa Barat dan
Bogor memperlihatkan bahwa 15.00% anak laki-laki dan 8.30% anak perempuan
mengalami underweight. Pada penelitian Kustiyah et al. (2006) yang melibatkan
184 siswa SD di Bogor, prevalensi underweight pada contoh perempuan (25.40%)
lebih rendah daripada laki-laki (31.70%). Status gizi dipengaruhi langsung oleh
konsumsi dan penyakit infeksi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh
ketahanaan pangan keluarga, pola asuh anak, dan pelayanan kesehatan serta
sanitasi lingkungan.
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa semua umur dari 9 tahun
sampai 13 tahun sebagian besar contoh berstatus gizi normal. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan usia contoh antara
22
kelompok status gizi (p>0.05). Menurut Arisman (2010), laju pertumbuhan anak,
baik perempuan maupun laki-laki hampir sama cepatnya sampai pada usia 9 tahun.
Selanjutnya, antara 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami
percepatan lebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia
reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian.
Puncak pertumbuhan berat badan dan tinggi badan perempuan tercapai pada usia
masing-masing 12.9 tahun dan 12.1 tahun. Sementara laki-laki sebesar 14.3 tahun
dan 14.1 tahun.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukkan
pemahamam responden tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya
terhadap status gizi. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam
menentukan konsumsi makanan (Khomsan 2000). Tabel 14 menunjukkan tingkat
pengetahuan gizi contoh. Sebaran pengetahuan gizi ini berasal dari data baseline
penelitian.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahun gizi
Tingkat pengetahuan gizi* n %
Baik 1 1.23
Sedang 11 13.58
Kurang 69 85.19
Total 81 100.00
*)keterangan : Baik > 80%. Sedang = 60 % – 80%. Kurang < 60 %
Berdasarkan Tabel 14, pengetahuan contoh berada pada ketiga kategori,
yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebanyak 1.23% contoh memiliki pengetahuan
gizi baik dan sebanyak 13.58% contoh memiliki pengetahuan gizi sedang. Adapun
contoh memiliki pengetahuan gizi kurang dengan kategori kurang adalah
sebanyak 85.19%. Sebaran pengetahuan gizi contoh yang beragam tersebut diduga
karena adanya perbedaan informasi yang diperoleh contoh tentang gizi dan
kesehatan dan juga adanya perbedaan lingkungan yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan gizi contoh. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa SD di
Kabupaten Bogor tahun 2010 tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan,
bahwa sebanyak 59.60% siswa memiliki pengetahuan gizi tergolong sedang
meskipun yang tergolong baik hanya sebanyak 5.30% siswa dan sisanya (35.10%)
tergolong rendah (Adriani 2010).
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden
dalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmojo 2003). Dua puluh
pertanyaan yang diberikan kepada contoh untuk mengetahui tingkat pengetahuan
gizi contoh. Skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Semakin
tinggi skor pengetahuan gizi contoh maka semakin baik pengetahuan gizi contoh.
Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar contoh dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 menjelaskan mengenai jawaban dari setiap pertanyaan yang
dijawab benar oleh contoh. Mayoritas contoh atau sebanyak 92.59% dari jumlah
contoh yang ada menjawab benar pertanyaan pertama yaitu pertanyaan mengenai
23
pengertian makanan yang sehat, sedangkan sedikit contoh atau sebanyak 8.64%
yang menjawab benar pertanyaan istilah zat protein. Pengetahuan gizi mempunyai
peranan penting dalam pembentukkan kebiasaan makan seseorang, karena hal ini
akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi (Harper et al. 1985).
Tabel 15 Sebaran pertanyaan tentang pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh
contoh
No Pertanyaan n %
1 Makanan yang sehat 75 92.59
2 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 45 55.56
3 Dampak makanan tidak bersih 66 81.48
4 Ciri-ciri anak yang kurang gizi 65 80.25
5 Istilah anak kegemukan 49 60.49
6 Istilah zat karbohidrat 45 55.56
7 Makanan yang banyak mengandung karbohidrat 37 45.68
8 Istilah zat protein 7 8.64
9 Jenis protein 14 17.28
10 Telur merupakan sumber protein hewani 27 33.33
11 Makanan yang banyak mengandung vitamin 45 55.56
12 Istilah kekurangan vitamin 13 16.05
13 Akibat kekurangan vitamin C 32 39.51
14 Manfaat zat besi 16 19.75
15 Makanan yang banyak mengandung zat besi 10 12.35
16 Makanan yang banyak mengandung kalsium 65 80.25
17 Manfaat kalsium 42 51.85
18 Jumlah air putih yang harus diminum dalam sehari 26 32.10
19 Jenis garam yang baik 21 25.93
20 Waktu untuk cuci tangan 67 82.72
Tabel 16 Sebaran jenis kelamin dan kelas contoh berdasarkan pengetahuan gizi
Sebaran
Pengetahuan gizi
Baik Sedang Kurang Total
n % n % n % n %
Jenis kelamin
Perempuan 0 0.00 5 6.17 39 48.15 44 54.32
Laki-laki 1 1.23 6 7.41 30 37.04 37 45.68
Total 1 1.23 11 13.58 69 85.19 81 100.00
Kelas
Kelas 4 0 0.00 2 2.47 28 34.57 30 37.04
Kelas 5 0 0.00 1 1.23 28 34.57 29 35.80
Kelas 6 1 1.23 8 9.88 13 16.05 22 27.16
Total 1 1.23 11 13.58 69 85.19 81 100.00
Menurut Irawati et al. (1992) tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula
keadaan gizinya.
24
Rata-rata pengetahuan gizi perempuan sebesar 48.18%, sedangkan rata-rata
pengetahuan gizi laki-laki sebesar 46.76%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa
tidak ada berbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi perempuan dan laki-
laki (p>0.05).
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa semua kelompok kelas sebagian
besar contoh dengan tingkat pengetahuan gizi kurang. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan gizi,
baik kelas 4, 5, maupun kelas 6 (p<0.05). Semakin bertambah umur anak, maka
kemampuan kognitifnya semakin mengalami kesenjangan (Hardinsyah &
Tambunan 2004). Penyelenggaraan program gizi yang baik akan membawa
manfaat yang luar biasa menguntungkan bagi perkembangan ekonomi dalam
rangka meningkatkan pembangunan nasional.
Status Anemia
Kadar Hb (hemoglobin) merupakan indikator status gizi secara biokimia
yang digunakan untuk mengetahui seseorang menderita anemia atau tidak.
Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin
darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia adalah suatu kondisi terjadinya
defisiensi dalam ukuran atau jumlah sel darah merah atau jumlah molekul
hemoglobin yang dikandungnya, sehingga membatasi terjadinya pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara sel-sel darah merah dan jaringan tubuh.
Berdasarkan WHO (2011) kadar hemoglobin yang merupakan indikator status
anemia. Untuk anak usia 5-11 tahun, sudah dikatakan anemia jika kadar Hb dalam
darah < 11.5 g/dl. Untuk anak usia 12-14 tahun, sudah dikatakan anemia jika
kadar Hb dalam darah <12 g/dl. Sebaran contoh berdasarkan status anemia
disajikan pada Tabel 17. Sebaran status anemia ini berasal dari data baseline
penelitian.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status anemia
Variabel n %
Anemia 80 98.77
Tidak Anemia 1 1.23
Total 81 100.00
Berdasarkan Tabel 17 sebagian besar contoh termasuk kategori anemia
dengan persentase sebesar 98.77 %. Rata-rata kadar Hb contoh yang mengalami
anemia adalah 9.63 g/dl. Sedangkan sisanya sebanyak 1.23% contoh dari total
keseluruhan contoh yang ada termasuk kategori normal dengan nilai kadar Hb
adalah 12 g/dl. Kelompok usia yang paling rentan terhadap anemia adalah balita,
anak-anak, remaja, serta wanita hamil dan menyusui. Hal ini terjadi karena pada
masa balita, anak-anak dan remaja terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Contoh
dalan penelitian ini adalah anak usia 9-13 tahun. Menurut RSCM dan PERSAGI
(2004) usia 7-13 tahun termasuk kategori remaja, sehingga contoh dalam
penelitian ini adalah termasuk kelompok usia yang rentan terhadap anemia. Hasil
penelitian Sinha et al. (2008) yang dilakukan di India pada anak usia 6-35 bulan
menyatakan bahwa prevalensi anemia pada penelitian tersebut sangat tinggi yaitu
80.30%, dimana lebih dari seperempat anak (27.70%) termasuk anemia tingkat
ringan, separuh anak (51.3%) termasuk anemia tingkat sedang, dan 1.30% anak
25
termasuk ke dalam kategori anemia tingkat berat. Tingginya prevalensi tersebut
disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi dan rendahnya kondisi sosioekonomi
(Queiroz & Torres 2000). Berikut Tabel 18 sebaran jenis kelamin dan usia contoh
berdasarkan status anemia
Tabel 18 Sebaran jenis kelamin dan usia contoh berdasarkan status anemia
Sebaran
Status anemia
Anemia Tidak anemia Total
n % n % n %
Jenis kelamin
Perempuan 44 54.32 0 0.00 44 54.32
Laki-laki 36 44.44 1 1.23 37 45.68
Total 80 98.77 1 1.23 81 100.00
Usia
9 tahun 5 6.17 0 0.00 5 6.17
10 tahun 24 29.63 0 0.00 24 29.63
11 tahun 17 20.99 0 0.00 17 20.99
12 tahun 29 35.80 1 1.23 30 37.04
13 tahun 5 6.17 0 0.00 5 6.17
Total 80 98.77 1 1.23 81 100.00
Rata-rata kadar hemogloblin contoh perempuan sebesar 9.54 g/dl,
sedangkan kadar hemoglobin contoh laki-laki sebesar 9.80 g/dl. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang signifikan antara status anemia
contoh perempuan dan laki-laki (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan Manampiring (2008) pada anak usia sekolah dengan usia 6-13
tahun, menyatakan bahwa rata-rata kadar hemoglobin anak sekolah dasar di Desa
Minaesa yaitu 11.63 g/dl. Menurut jenis kelamin, anak laki-laki mempunyai kadar
hemoglobin lebih tinggi (12.05 g/dl) daripada perempuan (11.44%), sedangkan
menurut kelompok umur anak-anak pada umur 6-9 tahun memiliki kadar
hemoglobin lebih tinggi (12.21 g/dl) daripada anak pada kelompok umur 10-13
tahun (11.74 g/dl).
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa semua umur dari 9 tahun
sampai 13 tahun sebagian besar contoh menderita anemia. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan usia contoh antara
kelompok status gizi (p>0.05). Menurut Arisman (2007), secara umum ada tiga
penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah secara kronis,
sebagai dampak pendarahan kronis, (2) asupan zat besi tidak cukup dan
penyerapan tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk
pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan
bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan masa menyusui.
Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Di dalam makanan besi berada dalam bentuk besi heme dan non-heme. Besi
heme banyak ditemukan pada pangan hewani seperti daging, ikan, dan unggas.
Besi non-heme banyak terdapat pada pangan nabati seperti buah-buahan, sayuran.
26
kacang-kacangan, biji-bijian, serta telur. Kekurangan besi dapat menyebabkan
anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/letih dan nafasnya
pendek akibat kekurangan oksigen (Gibney 2008).
Kisaran usia contoh yaitu 9-13 tahun, menurut WNPG (2004), kecukupan
besi untuk anak-anak usia 7-9 tahun sebesar 10 mg/hari. Kelompok pria dengan
usia 10-12 tahun sebesar 13 mg/hari dan pria usia 13-15 tahun sebesar 19 mg/hari.
sedangkan untuk kelompok wanita usia 10-12 tahun sebesar 20 mg/hari dan
wanita usia 13-15 tahun sebesar 26 mg/hari, sehingga diperoleh rata-rata nilai
kecukupan besi dari 81 contoh sebesar 16.73 mg/hari. Aspek penting yang
memerlukan pertimbangan dalam menghitung kebutuhan akan zat besi adalah
persentasi zat besi yang diabsorpsi dari makanan. Persentase 5% diasumsikan bagi
diet atau pola makan yang berbahan dasar sereal, sayuran, buah-buahan, dan
kacang-kacangan. Persentase sekitar 10-15% digunakan bagi pola makan yang
mengandung daging dan produk hewani lainnya.
Menurut Gibney (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
zat besi adalah asupan zat besi, simpanan zat besi dan kehilangan zat besi. Laki-
laki memerlukan sekitar 1 mg besi yang diserap setiap harinya umtuk
menggantikan zat besi yang hilang melalui sekresi usus, sel epitel, urine, dan kulit.
Kehilangan zat besi yang dibutuhkan pada wanita berjumlah 0.8 mg/hari. Namun,
wanita dewasa mengalami kehilangan zat besi tambahan akibat menstruasi dan hal
ini menaikkan kebutuhan zat besi. Bahan makanan sumber zat besi yang
dikonsumsi contoh antara lain kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah, tempe,
daging sapi, hati sapi, telur ayam (bagian kuning), telur asin, ikan mas, ikan
mujair, rebon, udang, bayam, daun melinjo, buah pir, madu, dan bakwan. Secara
lebih rinci dilihat pada Tabel 19.
Rata-rata pangan yang sering dikonsumsi contoh adalah tempe sebesar 59
kali dalam sebulan. Makanan yang terbuat dari kacang kedelai ini merupakan
makanan yang mudah didapat dan ditambah dengan harga yang relatif murah.
Hati sapi merupakan makanan yang jarang dikonsumsi contoh. Rata-rata contoh
mengonsumsi hati sapi 2 kali dalam sebulan. Selain harga yang cukup mahal, rasa
yang tidak disukai merupakan penyebab jarang dikonsumsi oleh contoh.
Konsumsi makanan paling banyak dalam sehari adalah tempe, yaitu sebanyak 33
gram dalam sehari. Sedangkan makanan yang paling sedikit dikonsumsi contoh
sebesar 1 gram dalam sehari yaitu kacang merah, hati sapi, rebon, udang, dan
madu.
Total konsumsi zat besi dalam makanan sebesar 10.55 mg/hari. Tempe
merupakan makanan yang menyumbangkan zat besi terbesar, yaitu 3.30 mg dalam
sehari. Sedangkan paling rendah menyumbangkan zat besi adalah kacang merah,
daging sapi, hati sapi, ikan mujair, rebon udang, daun melinjo, dan madu sebesar
0.10 mg. Persentase konsumsi zat besi terhadap kecukupan zat besi sebesar
64.04%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Manampiring (2008),
pada anak sekolah dasar, menyatakan bahwa jumlah zat besi yang dikonsumsi
siswa sekolah dasar sebesar 6.88 mg, atau persentase terhadap AKG sebesar
53.61%. Menurut Notoatmatjo (2003), pada umumnya anak sekolah mengalami
defisiensi zat besi karena pada umur-umur ini anak sangat aktif bermain dan
banyak kegiatan baik di sekolah maupun di rumah, dan pihak lain, anak-anak pada
kelompok ini kadang mengalami penurunan nafsu makan sehingga konsumsi
27
makanan dan asupan zat besi menjadi tidak seimbang dengan kebutuhan zat besi
yang diperlukan.
Tabel 19 Rata-rata konsumsi dan sumbangan zat besi
Bahan pangan Rata- rata
Frekuensi/bulan Konsumsi
g/hari Kandungan Fe
(mg) Nilai
absorpsi Asupan
Fe (mg)
Kacang ijo 22 6 0.37 0.05 0.02
Kacang kedelai 36 3 0.19 0.05 0.01
Kacang merah 5 1 0.06 0.05 0.00
Tempe 59 33 3.30 0.05 0.16
Daging sapi 8 2 0.08 0.13 0.01
Hati sapi 2 1 0.08 0.13 0.01 Telur ayam
(kuning) 49 9 0.66 0.13 0.08
Telur asin 5 3 0.21 0.13 0.03
Ikan mas 12 7 0.71 0.13 0.09
Ikan mujair 6 2 0.15 0.13 0.02
Rebon 7 1 0.12 0.13 0.02
Udang 6 1 0.07 0.13 0.01
Bayam 27 13 0.77 0.05 0.04
Daun melinjo 7 2 0.09 0.05 0.00
Pir 14 30 1.88 0.05 0.09
Madu 5 1 0.12 0.13 0.01
Bakwan 35 23 1.69 0.05 0.08
Total 10.55 0.69
Rata-rata kecukupan per anak per hari 16.73 0.89
% Terhadap kecukupan 64.04 77.72
Persentase total zat besi yang diabsorpsi tubuh sebesar 0.69 mg, sedangkan
rata-rata kecukupan per anak per hari sebesar 0.89 mg/hari, sehingga nilai
persentase terhadap kecukupan zat besi yang diabsorpsi oleh tubuh sebesar
77.72%. Angka ini masih kurang dari kecukupan gizi yang seharusnya. Diduga
kekurangan konsumsi zat besi oleh contoh yang mengakibatkan sebagian besar
contoh menderita anemia gizi besi. Contoh dalam penelitian ini berada di daerah
desa dan kondisi ekonomi contoh pada umumnya berada pada kalangan sosial
ekonomi menengah ke bawah, sehingga akses terhadap makanan sumber zat besi
masih kurang. Gibney (2008) menyatakan bahwa di negara berkembang banyak
orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absobsi zat besi
yang rendah. Hal ini menjadi penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi.
Makanan yang berasal dari pangan hewani jarang diberikan kepada anak-anak di
daerah sosioekonomi rendah (Jiang et al. 2009)
Daya Terima Makanan Jajanan
Menurut Winarno (2002), pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan
penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan umumnya dilakukan dengan
alat indera manusia. Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh
28
rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, dan pendengaran. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan
oleh makanan adalah faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima
terhadap makanan. Tanggapan senang atau suka sangat bersifat pribadi, karena itu
kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu
komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi
atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Tanggapan senang
atau suka harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat
umum atau suatu populasi masyarakat tertentu (Soekarto 1985).
Makanan jajanan diberikan kepada contoh terdiri dari makanan jajanan
manis dan makanan jajanan asin, yaitu agar kertas, bakwan jagung, bihun goreng,
bolu kukus, combro, dadar gulung, donat coklat, donat strawberry, jelly, jelly
anggur, jelly buah, jelly kertas, jelly strawberry, lemper kuning, lontong, lontong
daging, martabak mini, mie goreng, molen, nagasari, nasi goreng, nasi putih ayam,
nasi uduk, nasi uduk daging, nasi uduk kuning, pastel, pisang coklat, pizza mie,
putri ayu, risoles, roti bakar, sate buah, singkong keramas, tahu isi toge. Makanan
jajanan diberikan kepada contoh dengan pendampingan dari guru wali kelas
masing-masing kelas 4, 5, dan 6. Setelah makanan dikonsumsi contoh, guru wali
kelas mengamati sisa dari makanan jajanan yang tidak habis dikonsumsi oleh
setiap contoh.
Berdasarkan hasil yang didapat, secara umum rata-rata daya terima contoh
terhadap makanan jajanan sangat baik yaitu sebesar 95.33 %. Persentase daya
terima tertinggi contoh terdapat pada jajanan donat coklat, jelly, martabak mini,
nasi putih ayam, nasi uduk daging, roti bakar, dan singkong keramas (100%).
Persentase daya terima terendah terdapat pada jajanan mie goreng (89.81%). Daya
terima contoh terhadap makanan jajanan sangat baik, namun daya terima jajanan
mie goreng yang paling rendah, hal ini disebabkan karena beberapa contoh kurang
menyukai jajanan mie goreng. Secara lebih rinci rata-rata daya terima makanan
jajanan yang diberikan kepada contoh dapat dilihat pada Lampiran 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi contoh atas makanan jajanan
adalah penampakan, rasa, lingkungan, mutu makanan, dan selera. Semakin baik
tingkat daya terima terhadap makanan jajanan maka semakin baik pula faktor-
faktor tersebut. Daya terima yang sangat baik atau tinggi juga akan meningkatkan
asupan gizi contoh. Asupan gizi yang cukup akan berpengaruh terhadap status gizi
individu, dimana semakin baik asupan gizi individu maka akan semakin baik pula
status gizi individu tersebut (Syarifah 2010).
Kandungan Gizi Makanan Jajanan
Menurut Khomsan (2004), dengan jajan, anak mengenal beragam makanan
yang dijual disekolah. Konsumsi jajanan dapat membantu seorang anak untuk
membentuk selera makan yang beragam. Pada saat dewasa nanti mereka dapat
menikmati aneka ragam makanan. Makanan jajanan juga dapat dijadikan salah
satu alternatif pemenuhan sumber zat gizi yang kurang dari konsumsi hariannya.
Pada penelitian ini, selama kurang lebih tiga bulan contoh diberikan makanan
jajanan. Dalam satu hari diberikan dua makanan jajanan yang berbeda, yaitu
makanan jajanan manis dan asin. Berikut ini disajikan Tabel 20 kandungan gizi
makanan jajanan
29
Berdasarkan Tabel 20, energi tertinggi terdapat pada makanan jajanan mie
goreng+bolu kukus, sedangkan energi terendah terdapat pada makanan jajanan
bakwan jagung + donat strawberry. Nilai protein tertinggi terdapat pada lemper
kuning + putri ayu, sedangkan protein terendah terdapat pada makanan jajanan
combro + jelly. Nilai vitamin A tertinggi terdapat pada makanan jajanan nasi uduk
kuning + krupuk, sedangkan vitamin A terendah terdapat pada makanan jajanan
lepet + roti bakar. Nilai zat besi tertinggi terdapat pada makanan jajanan nasi
goreng + putri ayu dan lemper kuning + putri ayu, sedangkan zat besi terendah
terdapat pada makanan jajanan nasi uduk + jelly coklat dan nasi kuning + jelly.
Tabel 20 Kandungan gizi makanan jajanan
Nama makanan jajanan Kandungan Gizi
Energi (Kal)
Protein
(g) Vitamin A
(RE) Besi (mg)
nasi goreng + putri ayu 345 9.30 223.50 2.10 lontong daging + molen 342 4.48 131.92 0.53 nasi uduk kuning + sate buah 245 4.46 99.72 0.56 martabak mini + singkong keramas 325 4.70 39.50 0.80 pastel + nagasari 283 7.20 22.00 0.90 pizza mie + agar kertas 213 5.40 20.90 1.50 lemper kuning + putri ayu 265 11.80 162.10 2.10 bihun goreng + pisang cokelat 250 3.90 3.80 0.50 nasi uduk + sate buah 245 4.46 100.52 0.56 tahu isi toge + jelly strawberry 217 5.30 70.70 1.90 bakwan jagung + donat strawberry 205 5.30 15.80 0.50 nasi uduk kuning + jelly 223 3.30 69.72 0.47 lontong + jelly 237 3.84 12.86 0.59 nasi putih ayam 252 6.52 27.80 1.95 Nasi uduk kuning + krupuk 222 3.94 286.35 0.89 nasi goreng + krupuk 239 3.32 240.00 0.58 nasi uduk +jelly 232 3.94 46.35 0.89 nasi uduk daging 248 5.60 0.90 0.76 mie goreng + bolu kukus 352 10.04 39.40 1.36 lepet + roti bakar 286 5.10 0.00 0.94 bihun goreng + donat coklat 314 2.35 112.23 0.60 lontong + dadar gulung 232 4.82 12.56 0.75 nasi uduk + jelly 248 4.16 69.72 0.47 nasi uduk + pisang coklat 323 4.76 72.52 0.66 lontong + putri ayu 288 8.09 174.56 1.89 molen + risoles 340 4.54 78.17 0.90 nasi goreng + bolu kukus 291 6.10 77.50 1.10 bihung goreng + donat coklat 250 3.90 3.80 0.50 combro + jelly 297 1.46 44.30 0.68 nasi uduk + dadar gulung 330 6.28 69.72 0.82 lemper + bolu kukus 211 8.60 16.10 1.10 Rata-rata 269 5.39 75.65 0.96
Makanan jajanan dapat dijadikan alternatif sarapan jika anak sekolah tidak
sempat sarapan di rumah. Penelitian yang dilakukan Stefani (2012) pada sekolah
dasar, menyatakan bahwa 43.81 % siswa sekolah dasar jarang sarapan dirumah.
Menurut Khomsan (2005), Ada dua manfaat yang bisa diambil dari sarapan.
Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
30
meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal,
maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif
untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan akan
memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga
untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. Oleh sebab itu, makanan
jajanan berperan penting dalam memenuhi gizi individu. Jika individu kekurangan
gizi dari makanan pokok/makanan seharinya, maka makanan jajanan merupakan
alternatif dalam pemenuhan gizi sehari. Terpenuhinya kebutuhan gizi individu
akan meningkatkan status gizi yang baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat serta perekonomian
.
Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap AKG
Makanan jajanan juga dapat dijadikan salah satu alternatif pemenuhan
sumber zat gizi yang kurang dari konsumsi hariannya. Kontribusi zat gizi
makanan jajanan yang dikonsumsi oleh contoh diperhitungkan. Hasil perhitungan
dimaksudkan untuk melihat banyaknya zat gizi yang dikonsumsi oleh contoh
khususnya pada makanan jajanan. Zat gizi yang dihitung kontribusinya adalah
energi, protein, vitamin A, dan zat besi. Berikut disajikan Tabel 7 kontribusi zat
gizi makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan gizi contoh.
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui rata-rata kontribusi konsumsi zat gizi
makanan jajanan pada contoh. Kontribusi zat gizi tertinggi dari makanan jajanan
yaitu Vitamin A (14.49%). Hal tersebut disebabkan makanan jajanan beberapa
pengolahannya dengan cara mengoreng atau adanya penggunaan minyak goreng
dalam pengolahannya, dimana dalam 100 g minyak goreng terdapat 8000 RE
Vitamin A. Selain itu, kontribusi zat gizi lainnya dari makanan jajanan terhadap
AKG contoh antara lain energi sebesar 13.08%, protein sebesar 10.28%, dan zat
besi sebesar 6.56%.
Tabel 21 Kontribusi makanan jajanan terhadap AKG
Zat gizi Rata-rata konsumsi % kontribusi AKG Energi (Kal) 257 13.08 Protein (g) 5.13 10.28 Vitamin A (RE) 72.11 14.49 Besi (mg) 0.92 6.56
Kontribusi zat gizi terendah dari jajanan adalah zat besi (6.56%) yang
disebabkan oleh kurangnya bahan pangan hewani yang terdapat pada makanan
jajanan. Kekurangan pangan hewani ini disebabkan karena harga yang relatif lebih
mahal daripada bahan lain dan akan berdampak pada harga makanan jajanan
menjadi lebih mahal yang akan memberatkan contoh.
Kontribusi makanan jajanan sebaiknya tidak dihilangkan dari konsumsi
harian karena memberikan sumbangan yang cukup berarti. Peranan pangan
jajanan di Indonesia sangat strategis dan mudah dijumpai di lingkungan sekolah,
dan pada umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah.
Kontribusi pangan jajanan terhadap pemenuhan gizi juga dilaporkan cukup
penting, misalnya rata-rata kebutuhan energi dan protein siswa SD dapat terpenuhi
31
oleh pangan jajanan hingga sekitar 36% untuk energi dan 30% untuk protein
(Komalasari 1991).
Pengaruh Pemberian Makanan Jajanan terhadap Status Gizi
Intervensi yang dilakukan untuk memperbaiki status gizi contoh yaitu
dengan pemberian makanan jajanan. Selama kurang lebih tiga bulan contoh
diberikan makanan jajanan yang terdiri dari dua macam yaitu makanan jajanan
manis dan asin. Rata-rata kandungan gizi yang diterima contoh setelah
diperhitungkan dengan daya terima terhadap makanan jajanan yaitu energi sebesar
257 Kal, protein sebesar 5.13 gram, vitamin A sebesar 72.11 RE, dan zat besi
sebesar 0.92 mg. Perbedaan status gizi contoh sebelum dan setelah intervensi
secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Perbedaan status gizi sebelum dan setelah intervensi pemberian
makanan jajanan
Kisaran z-score contoh SDN Palasari 02 sebelum pemberian makanan
jajanan yaitu -4.6 - 2.3 atau rata-rata sebesar 0.6 dan setelah pemberian makanan
jajanan menjadi -3.88 – 2.41 atau rata-rata sebesar 0.69. Berdasarkan hasil uji
statistik paired t test yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat
perubahan yang signifikan (p>0.05) status gizi (IMT/U) antara sebelum dan
setelah intervensi pemberian makanan jajanan selama kurang lebih tiga bulan
yaitu sebesar p=0.438. Meskipun pemberian makanan jajanan dinilai tidak
berpengaruh dalam meningkatkan status gizi contoh, namun pemberian makanan
jajanan meningkatkan rata-rata nilai z-score contoh sebasar 0.09.
Penurunan status gizi normal setelah diberikan intervensi pemberian
makanan jajanan dapat dikatakan bukan hasil yang diharapkan. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Triatma dkk. (2000), penelitian terhadap siswa sekolah dasar
yang mendapat PMT-AS mempunyai kecenderungan mengurangi porsi dan
kebiasaan sarapan pagi pada hari pemberian PMT-AS. Penelitian yang dilakukan
Titisari (1999) yaitu status gizi contoh selama penyelenggaraan makanan
tambahan secara nyata lebih rendah dibandingkan sebelum pemberian makanan
tambahan. Kondisi status gizi yang baik dapat dicapai apabila tubuh memperoleh
cukup zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk
2,47% 8,64%
80,25%
7,41% 1% 1,23%
13,58%
79,01%
3,70%
2,47%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obese
Awal Akhir
32
mencapai tingkat kesehatan optimal. Selain itu adanya penyakit juga
mempengaruhi status gizi seseorang.
Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat
gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan
gizi merupakan faktor pribadi yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selain kesukaan dan status kesehatan (Roedjito 1989)
pengetahuan gizi yang kurang baik dapat menjadikan seseorang dari konsumsi
pangan yang salah, demikian juga sebaliknya. Hasil interaksi dari pengetahuan
gizi dan sikap gizi menghasilkan praktek konsumsi pangan.
Rata-rata tingkat pengetahuan gizi contoh sebelum dan setelah intervensi
pemberian pendidikan gizi adalah sebesar 47.53% (kurang) dan 67.59% (baik).
Peningkatan tingkat pengetahuan gizi contoh sebesar 20.06 %. Berdasarkan hasil
uji statistik paired t test, terdapat perubahan yang signifikan (p<0.05) antara
sebelum dan setelah intervensi yaitu sebesar p=0.000. Hal ini menunjukkan bahwa
intervensi pendidikan gizi yang diberikan selama sebelas hari memberikan
pengaruh terhadap pengetahuan gizi contoh. Perbedaan pengetahuan gizi lebih
rinci dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan pengetahuan gizi sebelum dan setelah intervensi pendidikan
gizi
Hasil penelitian Maiburg et al. (2003), menyatakan bahwa pendidikan gizi
meningkatkan pengetahuan gizi aktual contoh. Masih adanya tingkat pengetahuan
gizi yang kurang disebabkan oleh tingkat penerimaan siswa yang berbeda setiap
anak terhadap materi yang disampaikan oleh penyuluh. Penelitian Widyaningrum
(2012) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi
dan kesehatan dengan status anemia. Oleh karena itu, supaya tidak terjadi anemia
pada siswa sekolah dasar maka perlu pengetahuan gizi yang baik. Pengetahuan
gizi sangat erat hubungannya dengan kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi.
Dengan pengetahuan yang tepat dan benar mengenai gizi, seseorang akan
mengetahui dan berupaya mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga
seimbang dan cukup jumlahnya. Pendidikan gizi bagi siswa penting untuk
memberikan pengetahuan dalam hal memilih makanan yang akan dikonsumsi
untuk menjadikan status gizi yang optimal.
1,23%
13,58%
85,19%
13,58%
60,49%
25,93%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
Baik Sedang Kurang
Awal
Akhir
33
Pendidikan gizi hendaknya dimulai sejak dini. Pendidikan gizi dan
kesehatan mulai diarahkan pada murid TK dan SD, mengingat kelompok usia ini
memiliki kebebasan sikap yang relatif mudah dibentuk (Khomsan 2002).
Pendidikan gizi pada anak mempunyai beberapa keuntungan antara lain anak-anak
mempunyai pemikiran terbuka dibandingkan orang dewasa dan pengetahuan yang
diterima merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan makannya.
Pengaruh Suplementasi Besi terhadap Status Anemia
Anemia merupakan salah satu indikator rendahnya status besi yang banyak
dijumpai di berbagai negara dan menjadi masalah global karena anemia defisiensi
besi menyerang lebih dari dua milyar penduduk dunia (Gibney 2008). Penyebab
anemia gizi besi adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengonsumsi
makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan yang berasal dari hewani,
dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid (Almatsier
2001). Hasil penelitian Widyaningrum (2012) menunjukan bahwa 96.30% siswa
sekolah dasar di Bogor (usia 8 – 10 tahun) mengalami anemia gizi besi. Akibat
anemia gizi besi pada remaja selain menurunkan kemampuan akademik juga akan
menurunkan produktivitas kerja. Periode usia sekolah merupakan bagian dari
tahapan dalam siklus hidup manusia yang sangat menentukan kualitas sumber
daya manusia. Pada periode ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat baik kognitif, motorik, dan emosional. Oleh karena itu, sasaran
program perbaikan gizi terutama masalah anemia karena besi pada kelompok anak
sekolah dianggap strategis di dalam upaya memutus siklus masalah gizi.
Menurut Arisman (2007), ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia
defisiensi besi, keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian suplementasi
atau suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan
peningkatan asupan zat besi malalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi,
dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
Contoh yang menderita anemia sebelum intervensi sebesar 98.77% dan
status contoh tidak anemia sebesar 1.23%. Setelah intervensi, contoh yang
menderita anemia sebesar 4.94% dan status contoh tidak anemia sebesar 95.06%.
Terjadi perubahan yang nyata pada sebelum intervensi dan setelah intervensi yaitu
dengan rata-rata kenaikan sebesar 3.85 g/dl. Uji statistik paired t test yang
dilakukan pada status anemia contoh adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05)
antara sebelum dan sesudah intervensi yaitu sebesar p=0.000. Hal ini
menunjukkan bahwa suplementasi zat besi berpengaruh terhadap status anemia
contoh. Perbedaan status anemia contoh sebelum dan setelah intervensi secara
lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3.
34
Gambar 3 Perbedaan status anemia contoh sebelum dan setelah intervensi
suplementasi besi
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silva et
al. (2003) pada anak usia 5 sampai 10 tahun di Colombo, Srilanka yang
menunjukkan bahwa suplementasi besi secara signifikan memperbaiki status
anemia dengan meningkatkan kadar hemoglobin dan serum ferritin. Hasil
penelitian Iannotti et al. (2006), mengatakan bahwa pemberian suplemen besi
memberikan pengaruh terhadap konsentrasi hemoglobin. Menurut Soekirman
(2000), suplementasi dan fortifikasi merupakan cara penanggulangan Anemia Gizi
Besi. Gibney (2008) juga mengatakan bahwa suplementasi zat besi merupakan
salah satu pencegahan dan pengendalian anemia karena defisiensi zat besi.
98,77%
1,23% 4,94%
95,06%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
Anemia Tidak Anemia
Awal
Akhir
35
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Separuh lebih (54.32%) dari contoh berjenis kelamin perempuan. Rata-rata
usia contoh adalah 11 tahun, sedangkan uang saku contoh tergolong rendah
(≤3000) sebesar (74.07%). Sebagian besar contoh mempunyai status gizi normal
yaitu sebesar 80.25%. Tidak ada berbedaan yang signifikan antara status gizi
perempuan dan laki-laki. Tidak ada perbedaan yang signifikan usia contoh antara
kelompok status gizi. Pengetahuan contoh berada pada ketiga kategori, yaitu
kurang, sedang, dan baik masing-masing sebesar 85.19%, 13.58%, dan 1.23%.
Tidak ada berbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi perempuan dan laki-
laki. Adanya perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan gizi, baik kelas 4, 5,
maupun kelas 6. Sebagian besar contoh termasuk kategori anemia dengan
persentase sebesar 98.77%. Tidak ada berbedaan yang signifikan antara status
anemia contoh perempuan dan laki-laki. Tidak adanya perbedaan yang signifikan
usia contoh antara kelompok status gizi.
Total konsumsi zat besi contoh dari makanan sebesar 10.8 mg/hari,
sedangkan kecukupan zat besi yang dikonsumsi sebesar 64.66%. Sebagian besar
contoh mengonsumsi tempe sebagai sumber zat besi, dengan frekuensi konsumsi
sebesar 59 kali dalam sebulan.
Rata-rata daya terima makanan jajanan sebesar 95.33%. Daya terima
makanan jajanan tertinggi terdapat pada donat coklat, jelly, martabak mini, nasi
putih ayam, nasi uduk daging, roti bakar, dan singkong keramas (100%). Rata-rata
kandungan gizi makanan jajanan yang diberikan kepada contoh sebesar 269 Kal
energi, 5.39 gram protein, 75.65 RE vitamin A, dan 0.96 mg zat besi, sedangkan
kontribusi energi, protein, vitamin A, dan zat besi terhadap AKG masing-masing
sebesar 13.08%, 10.28%, 14.49%, dan 6.56%.
Meskipun pemberian makanan jajanan tidak memberikan pengaruh (p>0.05)
terhadap status gizi contoh, namun ada kecenderungan meningkatkan nilai z-score
contoh. Pendidikan gizi memberikan pengaruh (p<0.05) terhadap pengetahuan
gizi, yaitu meningkatkan pengetahuan gizi contoh. Sedangkan suplementasi besi
memberikan pengaruh (p<0.05) terhadap status anemia, yaitu meningkatkan kadar
hemoglobin contoh.
Saran
Anak usia sekolah merupakan golongan yang suka dalam memilih jenis
jajanan tertentu dan mengalami penurunan nafsu makan, padahal aktivitas mereka
tergolong tinggi. Keamanan dalam pengolahan makanan perlu penelitian lebih
lanjut, mengingat makanan jajanan merupakan alternatif untuk asupan gizi sehari
siswa sekolah dasar. Sebaiknya pemerintah setempat menjadikan pendidikan gizi
bagian mata pelajaran sekolah dasar karena berdasarkan hasil penelitian
pendidikan gizi berpengaruh terhadap pengetahuan gizi siswa yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada status gizi individu yang bersangkutan. Suplementasi besi
perlu dilakukan secara rutin kepada siswa sekolah dasar, mengingat jumlah
penderita anemia di sekolah dasar masih tinggi. Kekurangan besi pada akhirnya
akan mengganggu daya ingat dan kemampuan belajar.
36
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan gizi yang masih rendah
pada anak sekolah, selain pendidikan gizi dari sekolah, perlu dilakukan program
penyuluhan kepada orang tua dan penjaja makanan karena berpengaruh terhadap
konsumsi makanan sehari-hari siswa sekolah, saran ini perlu dilakukan di sekolah
lain.
37
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2010:
Provinsi Jawa Barat: Badan Pusat Statistik. www.bps.go.id. [12 Juli 2013]
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2001. Human vitamin and mineral
requirement (report of a joint FAO/WHO expert consultation
Bangkok,Thailand). Rome: Food and Nutrition Division.
ftp://ftp.fao.org/docrep/Fao/004/y2809e/y2809e00.pdf. [4 Feb 2013].
[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Sekolah Dasar.
www.kemdiknas.go.id. [11 Apr 2013].
[WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years.
[http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html]
_______________________________. 2011. Haemoglobin concentrations for the
diagnosis of anaemia and assessment of severity.
http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin.pdf. [4 Feb 2013].
[WKNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan
dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding, Jakarta (ID):
LIPI.
Adriani N. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Konsumsi Makanan Jajanan Siswa
Sekolah Dasar Negeri di Kota dan Kabupaten Bogor (Skripsi). Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama
Arisman. 2007. Gizi dalan Daur Kehidupan. Edittor, Palupi Widyastuti. Jakarta
(ID): EGC
_______. 2010. Gizi dalan Daur Kehidupan Edisi 2. Edittor, Palupi Widyastuti.
Jakarta (ID): EGC
Briawan D & Madanijah S. 2008. Diktat Ilmu Gizi Dasar. Bogor Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2001. Human vitamin and mineral
requirement (report of a joint FAO/WHO expert consultation
Bangkok,Thailand). Rome: Food and Nutrition Division.
ftp://ftp.fao.org/docrep/Fao/004/y2809e/y2809e00.pdf. [4 Feb 2013].
Gibney JG et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. alih bahasa. Andry Hartono;
editor edisi bahasa Indonesia. Palupi Widyastuti. Erita Agustin Hardiyanti. –
Jakarta (ID) : EGC
Gibson. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. Oxford (US):
Oxford University Press.
Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and
Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education.
38
Gunarsa SA & Gunarsa YAA. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia.
Gunawan E. 2012. Pengetahuan Gizi Ibu dan Kebiasaan Jajan Siswa serta
Kaitannya dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01
Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Gustina N. 1992. Kajian tentang Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswa SD yang
Bekerja di Luar Jam Sekolah (Skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah & Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan
Serat Makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): LIPI.
Harper LJ, BJ Deaton, & JA Driskel. 1985. Pangan, izi, dan Pertanian (Suhardjo,
penerjemah). UI Press, Jakarta (ID).
Iannotti LL, Tielsch JM, Black MM, and Black RE. Iron supplementation in early
childhood: health benefits and risks. Am J Clin Nutr 84:1261–76
Irawati, Damahuri dan Fachrurozi. 1992. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
Jiang JX et al. 2008. Vitamin A deficiency and child feeding in Beijing and
Guizhou, China. World Journal of Pediatrics 4 (1) : 20-25
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID):
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
________. 2005. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan 2. Bogor (ID): Departemen
Gizi Masyarakat. IPB
Komalasari. 1991. Jajanan Anak Sekolah.
http://www.pom.go.id/2010/public/berita_aktual/detail.asp?id=146&qs_men
uid=2 [4 Mei 2013].
Kustiyah L. Syarief H, Hardinsyah, Rimbawan, Suradijono SH. 2006. Pengaruh
Intervensi Makanan Kudapan terhadap Peningkatan kadar Glukosa Darah
dan Daya Ingat Anak Sekolah Dasar. Bogor. Media Gizi & Keluarga, Juli
2006. 30 (1) : 42-57
Lemeshow S dan David WHJ. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan). Yogyakarta (ID): Gadjahmada University Press.
Manampiring A. 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada
Anak Sekolah Dasar di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten
Minahasa Utara (Karya Ilmiah). Manado (ID): Universitas SAM
Marliyana SA & Kustiyah L. 2008. Diktat Ilmu Gizi Dasar. Bogor
Maryam.2001. jajajanan siswa sekolah dasar di Depok dan Sukabumi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Maiburg BHJ, Rethans JE, Schuwirth LWT, Mathus LMH, and Ree JW. 2003.
Controlled trial of effect of computer-based nutrition course on knowledge
and practice of general practitioner trainees. Am J Clin Nutr 77:1019S-24S Notoatmadjo S. 2002. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta
(ID): PT Rineke Cipta. Hlm 200-4
_____________. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
39
Queiroz SS, Torres MAA. 2000. Iron deficiency anemia in children. Jornal de
Pediatria 76: 298-304
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
________. 2003. Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rosa R. 2011. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan jajanan serta kebiasaan
jajan siswa sekolah dasar di Depok dan Sukabumi [skripsi]. Bogor: Jurusan
Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
RSCM dan Persagi. 1990. Penuntun Diit Anak. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
________________. 1994. Penuntun Diit Anak. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID):
Dian rakyat
Silva A, Sunethra A, Irangani W, and Namanjeet A. 2003. Iron supplementation
improves iron status and reduces morbidity in children with or without
upper respiratory tract infections: a randomized controlled study in
Colombo, Sri Lanka. Am J Clin Nutr 77:234–41
Sinha et al. 2008. Epidemiological correlates of nutritional anemia among
children (6-35 months) in rural wardha, central india. Indian J Med Sci.
62(2): 45-54
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta (ID): PT Bhratara Karya Aksara.
Soekirman et al. 2008. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
www.gizi.net/Pugs/PUGS13Pesan.pdf. (Februari 2013)
Soekirman, Hardinsyah, Jus’at I, Jahari AB. 2002. Regional Study of Nutrition
status of urban primary school children. West Jakarta and Bogor, Indonesia.
Food and Nitrition Bulletin, 23 (1) : 31-40
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Soetardjo S. 2011. Gizi Anak. Di dalam: Almatsier S, editor. Gizi Seimbang
dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID):Gramedia hlm. 277-313.
Stefani M. 2012. Keterkaitan Antara Sarapan dan Lama Tidur Siswa Sekolah
Dasar terhadap Prestasi Belajar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Stopler. 2004. Medical Nutrition Therapy of Anemia. Di dalam: Mahan LK &
Stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 11th edition.
USA: Elsevier.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Padan dan Gizi. IPB.
Syafitri Y, Syarief H, dan Baliwati YF. 2009. Kebiasaan jajan siswa sekolah dasar
(studi kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal Gizi dan
Pangan 4(3): 167-175.
Syarief. 1997. Membangun SDM berkualitas. Suatu telaah gizi masyarakat dan
sumber daya keluarga. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
40
Syarifah. 2010. Kebiasaan Jajan Serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan
Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Titisari DL. 1999. Kinerja Penyelenggaraan PMT-AS. Status Gizi dan Prestasi
belajar Anak Sekolah Dasar [Sripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Triatma B, Hardinsyah, khomsan, dan Rimbawan. 2000. Pengaruh Pemberian
Makanan Kudapan PMT-AS pada Glukosa Darah Anak Sekolah Dasar di
Desa tertinggal Karyasari, Bogor. Media Gizi & Keluarga Edisi Suplemen,
Juli 2000, XXIV (1) : 86 - 91
Widyaningrum K. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar
Hemoglobin Anak Usia Sekolah di SDN Palasari 02 Kecamatan Cijeruk
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Zuharni H. 1989. Cara sederhana Penilaian Mutu Gizi Makanan Anak Sekolah
Dasar Usia 8-10 tahun di Kotamadya Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
41
Lampiran 1 Daya terima contoh terhadap makanan jajanan
Makanan jajanan Daya Terima
Agar kertas 95.33%
Bakwan jagung 93.83% Bihun goreng 90.12% Bolu kukus 90.81% Combro 91.15% Dadar gulung 93.83% Donat coklat 100.00% Donat strawberry 92.59% Jelly 100.00% Jelly anggur 95.06% Jelly buah 92.18% Jelly kertas 96.30% Jelly strawberry 96.30% Lemper kuning 90.12% Lepet 95.78 % Lontong 90.74% Lontong daging 95.06% Martabak mini 100.00% Mie goreng 89.81% Molen 96.30% Nagasari 94.23% Nasi goreng 98.46% Nasi putih ayam 100.00% Nasi uduk 96.91% Nasi uduk daging 100.00% Nasi uduk kuning 100.00% Pastel 96.30% Pisang coklat 91.93% Pizza mie 93.21% Putri ayu 92.59% Risoles 95.68% Roti bakar 100.00% Sate buah 96.57% Singkong keramas 100.00% Tahu isi 95.68% Rata-rata 95.33%
42
Lampiran 2 Makanan jajanan
Lemper Kuning Putri Ayu Nasi goreng & Jelly
Lontong & Jelly Lepet Roti Bakar
Bihun Goreng Donat Coklat Bakwan Jagung
Mie Goreng Bolu Kukus Dadar Gulung
Pizza Mie Nasi Uduk Kuning Pisang Coklat
43
Nasi Uduk Sate Buah Jelly Strawberry
Tahu Isi Toge Donat Strawberry Lontong Daging
Molen Singkong Keramas Pastel
Nagasari
44
Lampiran 3 Pemberian makanan jajanan kepada contoh
Lampiran 4 Pengambilan darah contoh
45
Lampiran 5 Hasil uji statistik
Hasil uji statistic pengaruh intervensi makanan jajanan terhadap status gizi
contoh
Hasil uji statistik pengaruh intervensi pendidikan gizi terhadap pengetahuan
gizi contoh
Hasil uji statistik pengaruh intervensi suplementasi besi terhadap status
anemia
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal, pada tanggal 11 Juli 1990, dari Bapak Ramadi
dan Ibu Sarwi. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan
menengah atas ditempuh oleh penulis di SMA Negeri 1 Slawi hingga tahun 2008.
Penulis melanjutkan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) melalui jalur
Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mendapatkan dana beasiswa Bantuan
Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2010-2012. Selama menjadi mahasiswa,
penulis pernah mengikuti organisasi di FEMA, yaitu Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) FEMA. Penulis juga ikut terlibat dalam berbagai kepanitiaan.
Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di
Desa Jembayat Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal. Internship Dietetika
penulis dilakukan pada bulan Februari-Maret 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah
Ciawi untuk mendalami Penyakit pada Anak, Penyakit Dalam, dan Bedah.