Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak dan Ekstrak Sambiloto pada Tikus Resisten Insulin

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1995, penderita diabetes melitus menempati urutan pertama dari seluruh penyakit yang disebabkan oleh kelainan endokrin yang diperkirakan mencapai 4,5 juta jiwa (Anonim, 2005). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang terutama disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat (tinggi lemak dan gula) serta kurangnya aktivitas fisik seperti olah raga. Dari sekian banyak penderita diabetes melitus tersebut, sekitar 85% merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin (Rahmaiah, 2007). Pada penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin, kadar kolesterol total darah cenderung meningkat (hiperkolesterolemia). Hiperkolesterolemia dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke yang merupakan penyakit pembunuh nomor satu di dunia. Kolesterol yang berlebih dalam darah akan menumpuk di dinding pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke otak, jantung, dan organ lainnya serta memicu timbulnya penyakit kardiovaskular (Ehrlich, 2010). Tujuan utama dari terapi diabetes melitus adalah mengurangi risiko komplikasi penyakit mikrovaskular dan makrovaskular, memperbaiki gejala- gejala yang timbul, mengurangi angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup

description

Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak dan Ekstrak Sambiloto pada Tikus Resisten Insulin

Transcript of Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak dan Ekstrak Sambiloto pada Tikus Resisten Insulin

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan

    keempat jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina,

    dan Amerika Serikat. Pada tahun 1995, penderita diabetes melitus menempati

    urutan pertama dari seluruh penyakit yang disebabkan oleh kelainan endokrin

    yang diperkirakan mencapai 4,5 juta jiwa (Anonim, 2005).

    Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang terutama disebabkan

    oleh pola makan yang tidak sehat (tinggi lemak dan gula) serta kurangnya

    aktivitas fisik seperti olah raga. Dari sekian banyak penderita diabetes melitus

    tersebut, sekitar 85% merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin

    (Rahmaiah, 2007). Pada penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin, kadar

    kolesterol total darah cenderung meningkat (hiperkolesterolemia).

    Hiperkolesterolemia dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit

    jantung, serangan jantung, dan stroke yang merupakan penyakit pembunuh nomor

    satu di dunia. Kolesterol yang berlebih dalam darah akan menumpuk di dinding

    pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke otak, jantung, dan organ lainnya

    serta memicu timbulnya penyakit kardiovaskular (Ehrlich, 2010).

    Tujuan utama dari terapi diabetes melitus adalah mengurangi risiko

    komplikasi penyakit mikrovaskular dan makrovaskular, memperbaiki gejala-

    gejala yang timbul, mengurangi angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup

  • 2

    (Dipiro et al., 2008). Untuk mengurangi risiko komplikasi penyakit

    makrovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke, maka perlu dilakukan

    pengendalian kadar kolesterol total darah pada penderita diabetes melitus.

    Pengendalian kadar kolesterol total darah dapat dilakukan dengan pengaturan diet

    dan olah raga. Namun, bila tidak berhasil, dokter akan menyarankan pengobatan

    untuk menurunkan kadar kolesterol total darah (Ehrlich, 2010).

    Pengobatan untuk menurunkan kadar kolesterol total darah menggunakan

    obat-obat sintetik memiliki risiko tinggi karena dilakukan dalam jangka panjang

    sehingga dapat meningkatkan efek samping obat. Melihat banyaknya risiko efek

    samping yang mungkin ditimbulkan, penggunaan obat-obat sintetik mulai dibatasi

    dan digantikan dengan obat-obat dari bahan alam yang dipercaya lebih aman dan

    memiliki risiko efek samping relatif kecil pada penggunaan jangka panjang

    (Pramono dan Katno, 2002).

    Bahan alam yang diketahui mampu menurunkan kadar glukosa darah

    sekaligus kolesterol total darah di antaranya adalah temulawak (Curcuma

    xanthorrhiza Roxb.) dan sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees).

    Ekstrak etanolik herba sambiloto 1000 mg/kg BB diketahui dapat menurunkan

    kadar glukosa darah pada tikus resisten insulin (Rammohan, 2009). Seo et al.

    (2008) melaporkan bahwa diet kurkumin dapat memperbaiki kondisi resisten

    insulin dan hiperglikemia pada tikus obesitas-diabetes. Hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Purbowanti (2006) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

    terpurifikasi rimpang temulawak dengan dosis 45 mg/200 g BB dapat

    menurunkan kadar kolesterol total darah sebesar 27,64% pada tikus Wistar jantan

  • 3

    yang diberi diet lemak tinggi dan kolesterol. Pemberian ekstrak air herba

    sambiloto 100 dan 200 mg/kg BB dapat mencegah kenaikan kadar kolesterol total,

    LDL, dan trigliserida pada tikus yang diberi diet kolesterol (Zuraini et al., 2006).

    Oleh karena itu, sambiloto dan temulawak dapat dipertimbangkan untuk

    pengobatan diabetes melitus dengan komplikasi hiperlipidemia.

    Kombinasi bahan alam dalam mengobati suatu penyakit dapat dilakukan

    dalam rangka meningkatkan efektivitas pengobatan penyakit tersebut. Hingga saat

    ini, belum ada penelitian untuk mengetahui pengaruh kombinasi antara fraksi

    kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi tak larut heksan ekstrak etanolik

    herba sambiloto dalam menurunkan kadar kolesterol total darah pada kondisi

    resisten insulin. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

    apakah kombinasi kedua bahan tersebut lebih efektif dalam menurunkan kadar

    kolesterol total darah pada kondisi resisten insulin dibanding bentuk tunggalnya.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan apakah

    kombinasi fraksi kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi tak larut heksan

    ekstrak etanolik herba sambiloto mampu menurunkan kadar kolesterol total darah

    pada tikus resisten insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian kombinasi

    fraksi kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi tak larut heksan ekstrak

  • 4

    etanolik herba sambiloto mampu menurunkan kadar kolesterol total darah pada

    tikus resisten insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah berupa informasi

    potensi kombinasi fraksi kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi tak larut

    heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dalam menurunkan kadar kolesterol total

    darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin.

    E. Tinjauan Pustaka

    1. Temulawak

    a. Sistematika

    Klasifikasi temulawak dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai

    berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Bangsa : Zingiberales

    Keluarga : Zingiberaceae

    Marga : Curcuma

    Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Anonim, 2007).

  • 5

    Nama daerah

    Sumatera: temulawak (Melayu). Jawa: koneng gede (Sunda), temulawak

    (Jawa Tengah), temulatah (Madura) (Anonim, 2007).

    Gambar 1. Rimpang temulawak (Rukmana, 1995)

    b. Morfologi

    Temulawak memiliki batang semu, lunak, membentuk rimpang,

    berwarna kuning muda. Daunnya tunggal, bulat telur, ujung meruncing,

    terpisah, pangkal runcing, permukaan licin, panjang 40-60 cm, lebar 15-20

    mm, tangkai panjang 15-25 cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga

    majemuk, berbentuk bulir, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, daun pelindung

    banyak, bentuk corong, panjang 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm, kelopak berambut

    panjang 8-13 mm, putih. Mahkota bunga bentuk tabung, putih atau putih

    kekuningan, benang sari kuning muda, kepala sari putih, panjang putik 3-7

    mm berbulu, kuning keputih-putihan. Buah kotak, berbulu, panjang lebih

    kurang 2 cm, putih kekuningan (Anonim, 1991).

  • 6

    c. Kandungan kimia

    Kandungan kimia rimpang temulawak terdiri atas pati 29-30%, kurkumin

    2-2,81% per berat kering (Kiswanto, 2005), dan minyak atsiri 3-12%

    (Maiwald dan Schwantes, 1971). Di dalam rimpang, senyawa turunan

    disinamoilmetana atau diarilheptanoid dapat mencapai kadar 5%, terdiri atas

    senyawa kurkuminoid (Wiryowidagdo, 2005).

    Kurkuminoid, komponen utama di spesies Curcuma yang terdiri atas

    kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin, memiliki struktur

    bifenil yang terhubung dengan alkil tidak jenuh yang bertanggung jawab

    terhadap aktivitas farmakologisnya. Kurkumin memiliki struktur terkonjugasi

    yang unik meliputi dua fenol termetilasi yang dihubungkan oleh enol

    membentuk heptadien-3,5-diketon yang memberikan warna kuning cerah

    pada kurkumin.

    R1 R2 mol %

    Kurkumin OCH3 OCH3 73.4

    Demetoksikurkumin OCH3 H 16.1

    Bisdemetoksikurkumin H H 10.5

    Gambar 2. Struktur Kurkuminoid pada Spesies Curcuma (Asai dan Miyazawa, 2001)

    d. Efek farmakologi

    Selain terkenal dengan efek antiinflamasinya, kurkumin juga mempunyai

    efek terapi lainnya seperti menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah

    oksidasi LDL, menghambat agregasi platelet, menekan trombosis dan

    myocardial infarction, menekan gejala-gejala diabetes melitus tipe 2,

  • 7

    rheumatoid arthritis, multiplesclerosis, penyakit Alzheimer, mencegah

    replikasi human immunodeficiency virus (HIV), mempercepat penyembuhan

    luka, meningkatkan sekresi empedu, hepatoprotektor, antiaterosklerosis, serta

    pencegahan dan pengobatan kanker (Itokawa et al., 2008).

    Diet kurkumin yang diberikan kepada tikus Sprague-Dawley jantan yang

    dibuat hiperkolesterolemia dapat menurunkan kadar kolesterol total darah

    sebesar 34%. Mekanisme aksi hipokolesterolemik kurkumin ini disebabkan

    oleh stimulasi konversi kolesterol menjadi asam empedu melalui peningkatan

    aktivitas enzim kolesterol 7-hidroksilase (CYP7A1). Kolesterol 7-

    hidroksilase (CYP7A1) adalah enzim spesifik pada hati yang mengkatalisis

    biosintesis asam empedu dari kolesterol (Kim dan Kim, 2010).

    2. Sambiloto

    a. Sistematika

    Klasifikasi sambiloto dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai

    berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Bangsa : Solanales

    Keluarga : Acanthaceae

    Marga : Andrographis

    Spesies : Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees (Hutapea, 1994).

  • 8

    Nama daerah

    Sumatera: sambilata (Melayu). Jawa: sambiloto (Jawa Tengah), ki oray

    (Sunda). Maluku: pepaitan. (Anonim, 2007).

    Gambar 3. Herba Sambiloto (Jarukamjorn dan Nemoto, 2008)

    b. Morfologi

    Sambiloto merupakan tanaman liar yang tersebar di Asia Tenggara,

    termasuk Indonesia. Tinggi tanaman dapat mencapai 1 m, batang bentuk

    persegi empat. Daun tunggal, letak berhadapan, tangkai daun sangat pendek,

    bahkan sampai hampir tidak bertangkai, bentuk lanset, ukuran kira-kira 12 cm

    x 13 cm, bertepi rata, permukaan atas berwarna hijau tua, permukaan bawah

    berwarna lebih pucat. Bunga majemuk, bentuk malai, ukuran kecil, warna

    putih, terdapat di ketiak dan ujung tangkai. Buah kecil memanjang, ukuran

    lebih kurang 0,30-0,40 cm x 1,50-1,90 cm, berlekuk, terdiri dari dua rongga,

    berwarna hijau dan akan pecah bila buah masak, biji kecil, gepeng berwarna

    hitam (Hutapea, 1994).

  • 9

    c. Kandungan kimia

    Daun sambiloto mengandung saponin, flavonoid, dan tanin. Beberapa

    kandungan kimia daun dan cabang sambiloto yaitu lakton yang terdiri dari

    deoxy-andrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandrographolide,

    14-deoxy-11, 12 didehydroandrographolide, dan homoandrographolide

    (Mahruzar, 2009). Andrografolid merupakan konstituen aktif utama.

    Andrografolid [C20H30O5] berupa kristal bening yang berasa sangat pahit dan

    terdapat di seluruh bagian tanaman terutama dalam daun.

    Kandungan kimia sambiloto yang lain yaitu alkane, keton, aldehid,

    mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavonoid

    diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, paniculin,

    mono-o-metilwithin, dan apigenin-7, 4-dimetileter (Dalimartha, 1999).

    Gambar 4. Struktur Kimia Andrografolid (Niranjan et al., 2010)

    d. Efek farmakologi

    Secara farmakologi, Andrographis paniculata mempunyai khasiat

    sebagai analgesik, antibakteri, memperbaiki imunitas, antipiretik, antidiare,

  • 10

    antiinflamasi, antimalaria, dan antiviral. Tumbuhan ini telah digunakan

    selama beberapa abad di Asia untuk mengobati beberapa penyakit (Mahruzar,

    2009). Ekstrak air herba sambiloto 100 dan 200 mg/kg BB dapat menurunkan

    kadar kolesterol total darah dengan mekanisme menghambat HMG CoA

    reduktase pada tikus yang diberi diet tinggi lemak (Patel et al., 2011).

    3. Ekstraksi

    Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

    sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,

    2000). Pemilihan penyari yang baik mempunyai kriteria murah dan mudah

    diperoleh, stabil secara fsika kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan

    tidak mudah terbakar, selektif, dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Cairan

    penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila

    cairan penyari yang digunakan adalah air maka untuk mencegah timbulnya

    kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian

    (Anonim, 1986).

    Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi, perkolasi,

    dan soxhletasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

    dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan

    penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

    mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

    konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan luar sel, maka larutan yang

    terpekat akan didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang kali hingga

  • 11

    terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel (Anonim,

    1986).

    Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan untuk

    meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia. Dengan pengadukan

    tersebut, derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di

    dalam sel dengan larutan di luar sel akan tetap terjaga (Anonim, 1986).

    Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

    peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara

    maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna

    (Anonim, 1986).

    Dalam proses ekstraksi, dapat dilakukan purifikasi ekstrak untuk

    menghilangkan atau memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki tanpa

    berpengaruh pada kandungan senyawa yang dikehendaki, sehingga diperoleh

    ekstrak yang lebih murni dengan kandungan zat aktif lebih besar (Anonim, 2000).

    4. Ekstrak

    Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi senyawa

    aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Semua

    atau hampir semua pelarut kemudian diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

    diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

    (Anonim, 1995).

    Berdasarkan sifatnya, ekstrak dapat dibagi menjadi:

  • 12

    a. ekstrak encer (extractum tenue), memiliki konsistensi seperti madu dan dapat

    dituang,

    b. ekstrak kental (extractum spissum), liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat

    dituang, kadar air sebesar 30%,

    c. ekstrak kering (extractum siccum), memiliki konsistensi kering, mudah

    digosokkan, dan berbentuk serbuk, pada umumnya diperoleh melalui perkolasi;

    d. ekstrak cair (extractum fluidum), ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga

    1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga 1 bagian)

    ekstrak cair (Voigt, 1984).

    5. Kromatografi lapis tipis

    Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain

    kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom di

    mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalam kolom, pada kromatografi

    lapis tipis, fase diamnya merupakan lapisan yang seragam pada permukaan

    bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat

    plastik.

    Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

    sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik

    (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun

    (descending).

    Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah

    dibandingkan dengan kromatografi kolom. Peralatan yang digunakan juga lebih

  • 13

    sederhana dan dapat dilakukan di hampir semua laboratorium. Keuntungan lain

    dari kromatografi lapis tipis adalah:

    1) banyak digunakan untuk tujuan analisis,

    2) identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

    fluoresensi, atau radiasi menggunakan sinar ultraviolet,

    3) dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau

    dua dimensi,

    4) ketepatan penentuan kadar lebih baik karena komponen yang ditentukan

    merupakan bercak yang tidak bergerak.

    Fase diam yang paling sering digunakan dalam KLT adalah silika dan serbuk

    selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah partisi dan adsorpsi.

    Fase gerak dapat dipilih dari pustaka tetapi lebih sering dengan mencoba-coba

    karena waktu yang diperlukan hanya sebentar (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Untuk identifikasi digunakan harga Rf (retardation factor). Harga Rf didefinisikan

    sebagai:

    6. Diabetes melitus

    a. Definisi

    Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang

    berkaitan dengan kondisi hiperglikemik karena kelainan sekresi insulin,

    gangguan kerja insulin, atau keduanya. Gejala awal penderita diabetes melitus

  • 14

    di antaranya adalah poliuria (banyak buang air kecil), polidipsi (banyak

    minum), polifagi (banyak makan), berkurangnya berat badan, dan astenia

    (lelah dan lemah). Gejala poliuria disebabkan oleh efek diuresis osmotik dari

    glukosa dalam tubulus ginjal, sedangkan polidipsia disebabkan oleh kondisi

    dehidrasi akibat gejala poliuria. Berkurangnya berat badan disebabkan oleh

    gagalnya metabolisme glukosa dan protein oleh tubuh sehingga menyebabkan

    kecenderungan timbulnya gejala polifagia. Gejala astenia kemungkinan

    disebabkan oleh hilangnya protein tubuh dan penggunaan karbohidrat untuk

    energi (Guyton, 1997). Gejala-gejala lain dari diabetes melitus adalah luka

    dan cedera yang sulit sembuh, rasa kebas dan kesemutan pada kaki, infeksi

    kulit, penglihatan kabur, dan kulit kering serta gatal (Susilowati, 2006;

    Ramaiah, 2006).

    b. Klasifikasi

    Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu:

    1) Diabetes melitus tipe 1

    Sekitar 10% dari penderita diabetes merupakan penderita diabetes

    melitus tipe 1 atau diabetes yang tergantung pada insulin. Diabetes ini

    disebabkan oleh destruksi autoimun pada sel-sel pankreas. Tubuh sudah

    tidak mampu memproduksi insulin lagi sehingga dibutuhkan injeksi insulin

    secara teratur untuk mengatur kadar glukosa darah. Tipe diabetes ini biasanya

    diderita oleh anak-anak dan remaja.

  • 15

    2) Diabetes melitus tipe 2

    Sekitar 85% dari penderita diabetes merupakan penderita diabetes

    melitus tipe 2 atau diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes melitus

    tipe 2 ditandai dengan kondisi resistensi insulin dan kurangnya sekresi

    insulin. Resistensi insulin adalah kondisi di mana tubuh mampu

    memproduksi insulin tetapi tidak dapat menggunakannya dengan baik. Ketika

    seseorang menderita resistensi insulin, sel-sel otot, lemak, dan hati tidak

    merespon insulin dengan baik. Akibatnya, tubuh membutuhkan lebih banyak

    insulin untuk membantu glukosa memasuki sel. Pankreas mencoba

    mengimbangi kebutuhan insulin yang meningkat dengan memproduksi lebih

    banyak insulin. Pada akhirnya, pankreas gagal mengimbangi kebutuhan

    insulin tubuh. Banyak orang dengan resistensi insulin memiliki kadar glukosa

    dan insulin yang tinggi dalam darah pada saat yang bersamaan (Anonim,

    2008).

    Kebanyakan individu dengan diabetes melitus tipe 2 menunjukkan

    obesitas di bagian abdomen yang menyebabkan kondisi resisten insulin.

    Hipertensi, dislipidemia (kadar kolesterol total, trigliserida, atau LDL yang

    tinggi, atau kadar HDL yang rendah, atau kombinasi dari kelainan tersebut),

    serta peningkatan kadar PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor type 1) juga

    sering terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2. Kumpulan kelainan

    tersebut disebut sebagai sindrom resisten insulin atau sindrom metabolik.

    Karena kelainan-kelainan tersebut, pasien dengan diabetes melitus tipe 2

  • 16

    memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi makrovaskular

    (Rahmaiah, 2007; Dipiro et al., 2008).

    3) Diabetes melitus gestasional

    Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa

    yang terjadi pada masa kehamilan (Dipiro et al., 2008).

    4) Diabetes melitus tipe spesifik

    Diabetes melitus tipe spesifik merupakan kelainan genetik yang ditandai

    dengan lemahnya sekresi insulin dengan atau tanpa kondisi resisten insulin.

    Pasien biasanya mengalami hiperglikemia pada usia dini akibat

    ketidakmampuan genetik untuk mengubah proinsulin menjadi insulin (Dipiro,

    et al., 2008).

    c. Diagnosis

    Untuk memastikan seseorang menderita diabetes melitus, perlu dilakukan

    pemeriksaan laboratorium yang meliputi:

    1) Uji Toleransi Glukosa Oral

    Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus bila menunjukkan

    gejala-gejala diabetes seperti yang disebut sebelumnya dan kadar glukosa

    darah 200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL atau kadar

    glukosa darah 2 jam setelah dibebani glukosa 200 mg/dL (Dipiro et al.,

    2008).

    2) Pemeriksaan Glikohemoglobin (HbA1c)

    Uji ini berguna untuk memantau kadar glukosa darah jangka panjang,

    diagnosis, penentuan prognosis, dan pengelolaan penderita diabetes melitus.

  • 17

    Glikohemoglobin merupakan hasil reaksi glukosa dengan hemoglobin A yang

    terbentuk dan terakumulasi di dalam sel darah merah. Nilai normal HbA1c

    adalah 4-6% dari hemoglobin total. Kadar HbA1c yang melebihi 8% dari

    total hemoglobin A dikategorikan abnormal. Nilai yang melebihi 12%

    menggambarkan adanya glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu lama

    sekitar 6-8 minggu sebelumnya (Dalimartha, 1996).

    Tabel 1. Kategorisasi Kadar Glukosa Darah (Dipiro et al., 2008)

    Kategori Kadar glukosa darah puasa

    (mg/dl)

    Kadar glukosa darah 2 jam

    setelah dibebani glukosa

    (mg/dl)

    Normal

  • 18

    diambil oleh jaringan perifer disimpan di otot dan hanya sekitar 4-5%

    dimetabolisme oleh sel-sel adiposa.

    Walaupun hanya memetabolisme sekitar 4-5% glukosa, jaringan lemak

    memainkan peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah.

    Peningkatan sedikit saja pada kadar insulin darah dapat menyebabkan efek

    antilipolisis yang menyebabkan penurunan yang signifikan pada kadar asam

    lemak bebas. Penurunan kadar asam lemak bebas darah mengakibatkan

    peningkatan ambilan glukosa oleh otot dan mengurangi produksi glukosa di

    hati sehingga menurunkan kadar glukosa darah.

    Individu dengan diabetes tipe 2 ditandai dengan gangguan pada sekresi

    insulin dan resistensi insulin yang melibatkan otot, hati, dan sel-sel adiposa.

    Pankreas pada individu dengan fungsi sel yang normal dapat menyesuaikan

    sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang normal.

    Pada pasien dengan diabetes tipe 2, penurunan sekresi insulin postprandial

    disebabkan oleh gangguan fungsi sel pankreas dan berkurangnya stimulasi

    sekresi insulin dari hormon-hormon di usus.

    Peningkatan berat badan juga dapat memicu resistensi insulin.

    Peningkatan resistensi insulin pada peningkatan berat badan berhubungan

    langsung dengan jumlah visceral adipose tissue (VAT). VAT adalah sel-sel

    lemak yang terletak di dalam rongga abdomen. VAT merepresentasikan 20%

    lemak pada pria dan 6% lemak pada wanita. Jaringan lemak ini menunjukkan

    tingkat lipolisis yang lebih tinggi daripada lemak subkutan yang

    mengakibatkan peningkatan produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas

  • 19

    kemudian dilepaskan ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati di mana asam

    lemak bebas tersebut memicu produksi VLDL dan menurunkan sensitivitas

    insulin di jaringan perifer. VAT juga memproduksi sejumlah sitokin yang

    menyebabkan resistensi insulin. Sel lemak juga mempunyai kemampuan

    memproduksi sedikitnya satu hormon yang dapat meningkatkan sensitivitas

    insulin yaitu adiponektin. Kemampuan ini menurun seiring dengan kenaikan

    berat badan yang mencapai tingkat obesitas (Dipiro et al., 2008).

    e. Metabolisme lemak pada diabetes

    Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes adalah peningkatan

    katabolisme lipid yang disertai peningkatan pembentukan benda keton dan

    penurunan sintesis asam lemak serta gliserida. Manifestasi kelainan

    metabolisme lipid tersebut sangat menonjol sehingga menurut Ganong

    (1983), diabetes lebih cenderung merupakan penyakit metabolisme lemak

    daripada metabolisme karbohidrat. Pada penderita diabetes melitus, gangguan

    fungsi hormon insulin juga menyebabkan gangguan metabolisme lemak yang

    ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa zat turunan lemak seperti

    trigliserida dan kolesterol. Peningkatan trigliserida dan kolesterol disebabkan

    oleh penurunan pemecahan lemak yang terjadi karena penurunan aktivitas

    enzim-enzim pemecah lemak yang kerjanya dipengaruhi oleh insulin

    (Noortiningsih, 2004).

    Kekurangan insulin dapat menyebabkan berkurangnya sintesis lemak,

    mempermudah mobilisasi lemak dari jaringan, dan meningkatkan

    penggunaan lemak. Sebaliknya, kelebihan insulin yang erat kaitannya dengan

  • 20

    resisten insulin, dapat menambah persediaan glukosa pada sel yang

    menghambat penggunaan lemak dan menambah masukan lemak. Insulin juga

    langsung menambah masukan asam lemak ke sel lemak sehingga menambah

    cadangan lemak di samping mengurangi penggunaan lemak untuk energi

    (Guyton, 1997).

    7. Kolesterol

    Kolesterol adalah zat alami tubuh dengan sifat fisik seperti lemak tetapi

    memiliki struktur steroid. Kolesterol esensial bagi tubuh manusia untuk sintesis

    zat-zat penting seperti membran sel, hormon kelamin dan adrenalin, vitamin D,

    serta asam empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).

    Gambar 5. Struktur Kimia Kolesterol (King, 2012)

    Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses sintesis (sekitar 700

    mg/hari) dan sisanya diperoleh dari makanan (Murray et al., 2009). Hati dan usus

    masing-masing menghasilkan sekitar 10% dari sintesis total pada manusia.

    Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti mampu membentuk

    kolesterol yang berlangsung di retikulum endoplasma dan sitosol.

  • 21

    Gambar 6. Sintesis Kolesterol di Dalam Tubuh (King, 2012, dengan perubahan seperlunya)

    Kolesterol diperoleh dari makanan berupa kolesterol bebas dan kolesterol

    ester. Kolesterol ester akan dihidrolisis oleh kolesterol esterase menjadi kolesterol

    yang berada dalam usus. Kolesterol diabsorpsi dari usus kemudian dimasukkan ke

    dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa dan kemudian diangkut menuju

    hati. Dari hati, kolesterol dibawa oleh VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

    untuk membentuk LDL (Low Density Lipoprotein) melalui perantara IDL

    (Intermediate Density Lipoprotein). LDL akan membawa kolesterol ke seluruh

    tubuh, tetapi dalam keadaan kadar kolesterol berlebih dalam darah, HDL (High

  • 22

    Density Lipoprotein) akan dipergunakan untuk mengangkut kelebihan kolesterol

    menuju hati agar terjadi metabolisme kembali dan bisa disebarkan ke seluruh

    tubuh melalui sirkulasi darah (Poedjiaji, 2007).

    Gambar 7. Transpor Kolesterol dalam Tubuh (Dipiro et al., 2008, dengan perubahan

    seperlunya)

    8. Hiperlipidemia

    Hiperlipidemia adalah keadaaan terdapatnya akumulasi berlebih salah satu

    atau lebih lipid utama dalam plasma sebagai manifestasi kelainan metabolisme

    atau transportasi lipid. Dalam klinis, hiperlipidemia dinyatakan sebagai

  • 23

    hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, atau kombinasi keduanya.

    Hiperlipidemia dapat terjadi karena defek transportasi lipid atau karena produksi

    endogen berlebihan. Kelainan ini dapat terjadi secara primer (hiperlipidemia

    primer) maupun sekunder akibat penyakit lain (hiperlipidemia sekunder).

    Hiperlipidemia primer disebabkan kelainan genetik sedangkan hiperlipidemia

    sekunder disebabkan peningkatan kadar lipid darah yang disebabkan suatu

    penyakit tertentu, misalnya diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hati, dan

    penyakit ginjal, serta obat-obatan (Tjay dan Rahardja, 2002). Povey (1994)

    menyebutkan bahwa kadar kolesterol total darah yang normal adalah

  • 24

    9. Obat-obat antilipidemik

    Obat antilipidemik dapat dibagi secara umum menjadi penurun sintesis

    VLDL dan LDL, peningkat eliminasi VLDL, peningkat katabolisme LDL,

    penurun absorpsi kolesterol, peningkat HDL, atau kombinasinya (Dipiro et al.,

    2008). Mekanisme kerja obat antilipidemik antara lain adalah:

    a. menghambat biosintesis kolesterol atau prekursornya,

    b. menurunkan kadar trigliserida atau menghambat mobilisasi lemak dengan cara

    menghambat aktivitas enzim trigliserida lipase sehingga menurunkan

    kecepatan hidrolisis trigliserida, memblok kerja hormon pelepas asam lemak

    bebas, dan menghambat pengikatan asam lemak bebas pada albumin,

    c. menurunkan tingkat -lipoprotein dan pra -lipoprotein,

    d. menghilangkan lemak,

    e. mempercepat ekstrak lipid dan menghambat penyerapan kolesterol

    (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

    Contoh obat antilipidemik adalah atorvastatin, simvastatin, lovastatin

    (menghambat enzim HMG-CoA reduktase yang berperan dalam biosintesis

    kolesterol), asam nikotinat (menghambat sekresi VLDL hepatik), gemfibrozil,

    fenofibrat (aktivasi proliferasi PPAR), kolestiramin atau kolestipol (mengikat

    asam empedu), dan ezetimibe (mengurangi absorpsi kolesterol di usus) (King,

    2012).

    Obat lain yang juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total

    darah adalah metformin. Metformin adalah obat diabetes oral golongan biguanida

  • 25

    yang menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sensitivitas

    insulin. Metformin, dapat mencegah aterosklerosis dan menginduksi perubahan

    struktur lipoprotein. Pemberian metformin pada pasien hiperlipidemia non

    diabetik, dapat membantu menurunkan kadar kolesterol total darah dan LDL

    sehingga dapat dipertimbangkan dalam pengobatan pasien diabetes yang juga

    menderita hiperkolesterolemia (Pentikainen et al., 1990). Metformin dapat

    menurunkan kadar kolesterol total dan LDL secara signifikan dibandingkan

    dengan kontrol melalui mekanisme penurunan kadar gula darah. Efek

    menurunkan kadar gula darah pada profil lipid tubuh tersebut sebenarnya terbatas

    dan tidak diharapkan dapat mencegah penyakit kardiovaskular yang disebabkan

    oleh gangguan profil lipid tubuh (Wulffele et al., 2004).

    10. Induksi fruktosa

    Fruktosa merupakan karbohidrat heksosa yang memiliki rumus kimia yang

    sama dengan glukosa namun memiliki rumus bangun yang berbeda. Fruktosa

    memiliki gugus keto pada posisi 2 dari rantai karbon, sedangkan glukosa memiliki

    gugus aldehid pada posisi 1 dari rantai karbon (Tappy dan Le, 2010).

    Konsumsi fruktosa sebagai pemanis mengalami peningkatan seiring dengan

    peningkatan konsumsi soft drink, minuman, dan makanan yang menggunakan

    pemanis sukrosa dan HFCS (high-fructose corn syrup). Kebanyakan HFCS yang

    digunakan di minuman mengandung 55% fruktosa (Elliott et al., 2002).

    Konsumsi fruktosa yang tinggi berperan dalam gangguan metabolime pada model

  • 26

    binatang yang mengakibatkan peningkatan berat badan, hiperlipidemia, dan

    hipertensi (Basciano et al., 2005).

    Di dalam hati fruktosa secara cepat dimetabolisme menjadi glukosa, glikogen,

    laktat, dan lemak. Fruktosa diangkat ke dalam hati melalui GLUT-2 (Glucose

    Transporter-2) kemudian diubah menjadi fruktosa-1-fosfat oleh enzim

    fruktokinase dan lebih lanjut dimetabolisme dan disimpan sebagai lemak.

    Sedangkan glukosa diangkut ke dalam hati menggunakan GLUT-2 kemudian

    diubah menjadi glukosa-6-fosfat, selanjutnya diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan

    lebih lanjut dimetabolisme dan disimpan sebagai glikogen (Tappy dan Le, 2010).

    Gambar 8. Metabolisme Fruktosa di Hati (Basciano et al., 2005, dengan perubahan

    seperlunya)

    Terdapat bukti yang cukup mengenai kemampuan fruktosa meregulasi jalur

    lipogenesis, yang memicu peningkatan trigliserida. Insulin dan glukosa diketahui

    dapat secara langsung meregulasi sintesis dan sekresi lipid. Insulin mengontrol

    ekspresi hepatic sterol regulatory element binding protein (SREBP), yang

  • 27

    merupakan faktor transkripsi yang bertanggung jawab dalam meregulasi

    biosintesis asam lemak dan kolesterol. SREBP berikatan dengan sterol responsive

    elements (SRE) dan dapat mengaktifkan enzim yang terlibat dalam jalur

    biosintesis seperti HMG-CoA reduktase dan fatty acid synthase.

    Miyazaki et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian diet fruktosa 60% pada

    tikus selama 7 hari dapat menginduksi SREBP-1 isoform dan ekspresi gen

    lipogenik seperti FAS (fatty acid synthase), ACC (acetyl-CoA carboxylase), dan

    SCD (stearoyl-CoA desaturase). Pemberian diet fruktosa menyebabkan

    peningkatan aktivitas SREBP-1 secara bertahap.

    11. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan pereaksi GOD-PAP

    Penetapan kadar glukosa darah didasarkan pada kopling oksidasi enzimatik

    glukosa oleh glukosa oksidase yang menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen

    peroksida kemudian diubah oleh peroksidase menghasilkan kuinoimin yang

    berwarna merah. Senyawa berwarna yang dihasilkan kemudian dibaca serapannya

    pada panjang gelombang 546 nm. Pada metode Trinder, orto-dianisidin yang

    bersifat karsinogenik yang digunakan pada formulasi sebelumnya digantikan oleh

    fenol dan 4-amino-antipirin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

    Gambar 9. Pembentukan Senyawa Kuinoimin pada Reaksi Glukosa dengan Reagen GOD-

    PAP (Anonim, 2009)

  • 28

    12. Pengukuran kadar kolesterol total darah dengan metode CHOD-PAP

    Metode analisis kolesterol pertama kali dilaporkan oleh Liebermann pada

    tahun 1885 dan diikuti oleh Burchard pada tahun 1889. Pada reaksi Liebermann-

    Burchard, kolesterol menghasilkan warna biru-hijau yang berasal dari reaksi

    polimer karbohidrat tak jenuh dalam larutan asam asetat-anhidrida asetat-asam

    sulfat pekat. Metode Abell dan Kendall merupakan metode yang spesifik untuk

    kolesterol tetapi rumit dan membutuhkan reagen yang korosif. Pada tahun 1974,

    Allain et al. dan Roeschlau et al. berhasil mengombinasikan kolesterol esterase

    dan kolesterol oksidase dalam suatu reagen enzimatik untuk menetapkan kadar

    kolesterol total. Sekarang reagen kolesterol mengombinasikan kedua enzim

    tersebut dengan peroksidase, fenol, dan 4-aminoantipirin (4-APP) seperti pada

    metode Trinder. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

    Gambar 10. Pembentukan Kuinoimin pada Reaksi Kolesterol dengan Reagen CHOD-PAP

    Kolesterol ester dalam serum mengalami hidrolisis enzimatik oleh kolesterol

    esterase menjadi kolesterol dan asam lemak bebas. Kolesterol bebas kemudian

    dioksidasi oleh kolesterol oksidase menjadi kolest-4-en-3-on dan H2O2. Dengan

    adanya peroksidase, hidrogen peroksida yang terbentuk mengalami kopling

    oksidatif dengan fenol dan 4-aminoantipirin (4-AAP) menghasilkan kuinoimin

    yang berwarna merah. Intensitas warna yang dihasilkan berbanding lurus dengan

  • 29

    kadar kolesterol. Senyawa berwarna yang dihasilkan kemudian dibaca serapannya

    pada panjang gelombang 546 nm (Anonim, 2011).

    F. Landasan Teori

    Tubuh mempertahankan kadar kolesterol total darah dalam rentang normal

    (150-200 mg/dL) terutama dengan mengontrol sintesis de novo. Sintesis kolesterol

    dalam tubuh juga dipengaruhi oleh asupan kolesterol dari makanan (King, 2012).

    Ketika kadar kolesterol tinggi, tubuh akan berusaha mengembalikannya ke

    keadaan normal dengan menekan sintesis kolesterol. Namun, bila tubuh terus

    menerima asupan makanan yang tinggi lemak dan kolesterol, akhirnya tubuh tidak

    dapat mengimbangi sehingga menyebabkan kondisi resisten insulin yang dapat

    memicu hiperlipidemia. Oleh karena itu, ketika seseorang menderita

    hiperlipidemia, dokter akan menyarankan pengaturan diet dan olah raga terlebih

    dahulu (Erhlich, 2010).

    Obat-obat antilipidemik diberikan ketika pengaturan diet dan olah raga tidak

    dapat menurunkan kadar kolesterol total darah. Strategi obat-obat antilipidemik

    dalam menurunkan kadar lipid darah pada penderita hiperlipidemia antara lain

    adalah dengan menghambat biosintesis kolesterol atau prekursornya, menghambat

    aktivitas enzim trigliserida lipase, memblok kerja hormon pelepas asam lemak

    bebas dan menghambat pengikatan asam lemak bebas pada albumin, menurunkan

    tingkat -lipoprotein dan pra -lipoprotein, menghilangkan lemak, serta

    mempercepat ekstrak lipid dan menghambat penyerapan kolesterol (Siswandono

  • 30

    dan Soekardjo, 1995). Penurunan kadar lipid darah dapat dilakukan dengan salah

    satu atau lebih mekanisme di atas.

    Purbowanti (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak terpurifikasi rimpang

    temulawak dengan dosis 45 mg/200 gram BB pada tikus Wistar jantan yang diberi

    diet tinggi lemak dapat menurunkan kadar kolesterol total darah sebesar 27,64%.

    Kim dan Kim (2010) melaporkan bahwa kurkumin, konstituen aktif utama dalam

    rimpang temulawak, dapat menurunkan kadar kolesterol total dengan cara

    meningkatkan konversi kolesterol menjadi asam empedu melalui induksi ekspresi

    gen CYP7A1. Gen CYP7A1 adalah rate-limiting enzyme yang berperan dalam

    metabolisme kolesterol melalui konversi kolesterol menjadi asam empedu.

    Sintesis asam empedu memerankan peran penting dalam homeostasis kadar

    kolesterol (King, 2012).

    Zuraini et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak air daun Andrographis

    paniculata dengan dosis 100 dan 200 mg/kg BB dapat menurunkan kadar

    kolesterol total darah dan LDL pada tikus yang diberi diet tinggi kolesterol.

    Ekstrak air daun Andrographis paniculata dapat menghambat enzim HMG CoA

    reduktase yang diisolasi dari hati tikus Wistar yang diberi diet tinggi lemak.

    Konstituen yang mungkin memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim HMG

    CoA reduktase adalah andrografolid (Patel et al., 2011).

    Enzim HMG CoA reduktase adalah rate-limiting enzyme yang berperan

    dalam biosintesis kolesterol. Regulasi aktivitas HMG CoA reduktase adalah cara

    utama untuk mengontrol biosintesis kolesterol. Penghambatan enzim HMG CoA

    reduktase akan meningkatkan masukan LDL ke dalam sel untuk memenuhi

  • 31

    kebutuhan kolesterol sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol ekstraseluler

    (King, 2012).

    Andrografolid dapat menghambat sintesis kolesterol sedangkan kurkumin

    dapat meningkatkan metabolisme kolesterol. Dengan mekanisme penurunan kadar

    kolesterol total darah melalui dua sasaran yang berbeda, diasumsikan kombinasi

    fraksi kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi tak larut heksan ekstrak

    etanolik herba sambiloto dapat menurunkan kadar kolesterol total darah lebih

    efektif dibanding bentuk tunggalnya.

    G. Hipotesis

    Pemberian kombinasi fraksi kurkuminoid rimpang temulawak dengan fraksi

    tak larut heksan ekstrak etanolik herba sambiloto lebih efektif dalam menurunkan

    kadar kolesterol total darah tikus resisten insulin dibanding bentuk tunggalnya.