PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH KIWI ACTINIDIA … › dspace › bitstream... · Buah Kiwi...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH KIWI ACTINIDIA … › dspace › bitstream... · Buah Kiwi...
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH KIWI
(ACTINIDIA DELICIOSA) TERHADAP BERAT DAN
GAMBARAN MIKROSKOPIS ORGAN LIMPA TIKUS
JANTAN STRAIN SPRAGUE DAWLEY YANG TELAH
DIBERIKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
SELAMA HARI
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Thalia Audina
NIM:
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
M / H
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
kehendak serta rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan
salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat, dan umat Islam.
Selama pelaksanaan penelitian ini, saya mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Penelitian ini tidak akan terwujud bila tanpa adanya dukungan tersebut baik
dalam bentuk bimbingan, motivasi, dan doa. Maka dari itu saya ingin
menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih sebesar –
besarnya kepada :
. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M.,M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada saya untuk
menempuh masa pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. dr.Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS,FACS. Selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh dosen yang selalu membagikan ilmunya yang berharga kepada saya
selama menempuh masa pendidikan di Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. dr. Devy Ariany, M.Biomed selaku dosen pembimbing I dan dr. Lucky
Briliantina, M.Biomed selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan
waktu, tenaga, ilmu dan pengalaman nya dalam membimbing saya dalam
menjalankan penelitian ini.
. Kedua orang tua tercinta, Zulkarnain, SH dan Lisnur Fauziah, SH.MH yang
tak pernah lelah untuk memberi kasih sayang, motivasi, dan doa sepanjang
hidup saya.
. Kedua adik saya yaitu Feiby Annisa dan Haikal Tamir yang selalu
memberikan semangat kepada saya selama menjalani proses penulisan
skripsi ini.
. Keluarga besar saya yang terus mencurahkan semangat serta nasihat kepada
saya untuk menempuh proses pendidikan di Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. Aria Malik Havidiansyah, B.Sc. yang telah memberikan motivasi serta
membimbing saya selama proses skripsi ini hingga selesai.
. Chris Adhiyanto,M.Biomed,Ph.D. selaku penanggungjawab (PJ) modul riset
PSKPD , drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ Laboratorium
Riset, Ibu Zeti Harryati, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi, Ibu
Nurlaely Mida R. S.Si M.Biomed.DMS selaku PJ Laboratorium Animal
House, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia,
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku PJ Laboratorium Biologi, dan Ibu Ayu Fitri
Hapsari selaku PJ Laboratorium Histologi selama penelitian ini berjalan.
. Untuk teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Rahma Ayu
Pratiwi, Desti Asihanti Saputra, Dewi Mutiara, Annisa Tsania M yang telah
bersama – sama mendukung satu sama lain dalam melaksanakan penelitian
ini.
. Untuk Annisa Luthfi, Izzatul Hanifa dan Irfiani Nurrachmawati yang telah
membantu saya untuk tetap semangat dalam melaksanakan penelitian ini.
. Seluruh teman angkatan saya yaitu mahasiswa PSKPD .
. Laboran yang terlibat Mbak Dien, Mbak Suryani, Mbak Lilis, Mas Panji dan
Mas Rachmadi yang telah membantu saya beserta kelompok untuk
menggunakan laboratorium selama penelitian ini berlangsung.
. Dan semua pihak yang terlibat selama proses penelitian ini berlangsung.
Tentunya penelitian ini tak luput dari kesalahan. Sebagai penulis, saya
mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini
dapat berguna ilmunya, terutama untuk seluruh civitas akademik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Oktober
Thalia Audina
ABSTRAK
Thalia Audina. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Kiwi (Actinidia deliciosa) terhadap Berat dan Gambaran
Mikroskopis Organ Limpa Tikus Strain Sprague dawley yang Telah
Diberikan Monosodium Glutamat (MSG) Selama Hari. .
Latar belakang : Monosodium Glutamat (MSG) merupakan penambah rasa
umami yang paling banyak digunakan. MSG menghasilkan stress oksidatif yang
mampu merusak limpa. Buah kiwi memiliki sifat antioksidan. Tujuan :
Mengetahui pengaruh ekstrak buah kiwi dalam mengurangi stress oksidatif akibat
MSG pada limpa. Metode : Penelitian dilakukan selama hari. Pertama adalah
kelompok kontrol negatif. Kelompok kontrol positif diberikan MSG
( g/kgbb/hari). Kelompok P diberikan MSG dan vitamin C ( g/kgbb/hari).
Kelompok P diberikan MSG dan ekstrak kiwi ( g/kgbb/hari). Kelompok P
diberikan MSG dan ekstrak kiwi ( g/kgbb/hari). Hasil : Kelompok P dan P
terdapat perbaikan gambaran mikroskopik. Perbaikan gambaran mikroskopik
ditemukan meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak buah kiwi.
Perbaikan tidak lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian vitamin C.
Simpulan : Ekstrak buah kiwi dapat mempengaruhi gambaran mikroskopis organ
limpa. Namun tidak dapat mempengaruhi berat organ limpa tikus Strain Sprague
dawley yang telah diberikan MSG selama hari.
Kata Kunci : ekstrak buah kiwi, monosodium glutamat, stress oksidatif, limpa
ABSTRACT
Thalia Audina. Faculty Of Medicine. The Effect of Kiwi (Actinidia deliciosa)
Extract on Rat’s Spleen Weight and Spleen Histopathology Which Induced
by Monosodium Glutamate (MSG) for days. .
Introduction : In our time, Monosodium Glutamate (MSG) is the most
extensively used as flavor enhancer. MSG can create oxidative stress that harms
spleen. Kiwi has capability to ease oxidative stress. Objective : To investigate the
protective effect of kiwi as antioxidant to reduce oxidative stress on spleen
induced by MSG. Method : The study proceed for days. The first is negative
control group. Then positive control group was administered g/kgbb/day of
MSG. Group P was administered g/kgbb/day of MSG and g/kgbb/day of
vitamin C. Group P was administered g/kgbb/day of MSG and g/kgbb/day
of kiwi extract. Group P was administered g/kgbb/day of MSG and
g/kgbb/day of kiwi extract. Result : The P and P group showed repairment
spleen histopathology. This result were shown to be concentration dependent.
Compared with P group, kiwi extract didn’t repair as much as vitamin C
Conclusion : Kiwi extract can work on the damage of rat’s spleen histopathology.
However Kiwi extract can’t affect the rats’s spleen weight which induced by
MSG for days.
Key words: kiwi extract, monosodium glutamate, oxidative stress, spleen
Daftar Isi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
. Latar Belakang ...................................................................................
. Rumusan Masalah ..............................................................................
. Hipotesis .............................................................................................
. Tujuan Penelitian ...............................................................................
.Tujuan Umum ............................................................................
.Tujuan Khusus ...........................................................................
. Manfaat Penelitian .............................................................................
. Untuk Peneliti ...........................................................................
. Untuk Institusi ...........................................................................
. Untuk Masyarakat .....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
. Landasan Teori ...................................................................................
. Kiwi ..........................................................................................
. Sejarah Buah Kiwi ........................................................
. Morfologi dan Klasifikasi Buah Kiwi ...........................
. Kandungan Buah Kiwi ..................................................
. Manfaat Buah Kiwi .......................................................
. Limpa ........................................................................................
. Anatomi Limpa .............................................................
. Histologi Limpa ............................................................
. Fisiologi Limpa .............................................................
. Monosodium Glutamat..............................................................
. Sejarah Monosodium Glutamat ...................................
. Struktur Monosodium Glutamat ..................................
. Pengaruh Monosodium Glutamat ................................
. Vitamin C ..................................................................................
. Struktur Vitamin C ......................................................
. Fungsi Vitamin C.........................................................
. Metabolisme Vitamin C...............................................
. Rekomendasi Dosis Konsumsi ....................................
. Ekstraksi ...................................................................................
. Kerangka Teori...................................................................................
. Kerangka Konsep ...............................................................................
. Definisi Operasional...........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
. Desain Penelitian ................................................................................
. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
. Waktu Penelitian .......................................................................
. Tempat Penelitian......................................................................
. Populasi dan Sampel ..........................................................................
. Identifikasi Variabel ...........................................................................
. Variabel Bebas .........................................................................
. Variabel Terikat .......................................................................
. Cara Kerja Penelitian .........................................................................
. Alat dan Bahan .......................................................................
. Alat ..........................................................................
. Bahan ........................................................................
. Adaptasi Hewan .....................................................................
. Pemberian Tikus Dengan Monosodium Glutamat .................
. Pemberian Vitamin C Pada Tikus ..........................................
. Pemberian Ekstrak Kiwi Pada Tikus......................................
. Pengukuran Berat Organ Limpa Tikus ..................................
. Tahap Pengambilan dan Fiksasi Organ ..................................
. Tahap Pembutan Preparat ......................................................
. Observasi dan Foto Jaringan ..................................................
. Pengolahan Data Berat Organ Limpa Tikus ..........................
. Etika Penelitian ..................................................................................
. Alur Penelitian ...................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
. Berat Organ Limpa .............................................................................
. Gambaran Mikroskopik Limpa ..........................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
. . Simpulan ............................................................................................
. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel . Nutrisi Per g Buah Kiwi ....................................................
Tabel . Uji Normalitas Berat Organ Limpa Tikus ................................
Tabel . Uji Oneway anova Berat Organ Limpa Tikus .........................
Tabel . Uji Bonferroni Berat Organ Limpa Tikus ................................
Tabel . Kerusakan Gambaran Mikroskopik Limpa ..............................
Tabel . Berat Organ Limpa Tikus ........................................................
Tabel . Case Processing Summary .......................................................
Tabel . Data Berat Organ Deksriptif ....................................................
Tabel . Uji Normalitas Berat Organ Limpa ..........................................
Tabel . Uji Oneway Anova Berat Organ Limpa ...................................
Tabel . Uji Bonferroni Berat Organ Limpa .........................................
Tabel . Berat Badan Tikus Awal ..........................................................
Tabel . Berat Badan Tikus Akhir .........................................................
DAFTAR GRAFIK
Grafik . Berat Organ Limpa Tikus Setelah Sacrifice ...........................
DAFTAR GAMBAR
Gambar . Anatomi Limpa ....................................................................
Gambar . Vena Sinusoid dan Korda Limpa .........................................
Gambar . Histologi Limpa Tikus .........................................................
Gambar . Struktur MSG .......................................................................
Gambar . Vitamin C sebagai Antioksidan............................................
Gambar Hasil Mikroskopik Organ Limpa .........................................
Gambar .a. Kelompok Kontrol Negatif Perbesaran x .........
Gambar .b. Kelompok Kontrol Positif Perbesaran x .........
Gambar .c. Kelompok P Perbesaran x ..............................
Gambar .d. Kelompok P Perbesaran x ..............................
Gambar .e. Kelompok P Perbesaran x ..............................
Gambar . Surat Keterangan Tikus Sehat ..............................................
Gambar . Surat Etika Penelitian ...........................................................
Gambar . Surat Determinasi Tanaman .................................................
Gambar .Sertifikat Monosodium Glutamat ..........................................
Gambar .Setifikat Vitamin C bagian .................................................
Gambar .Setifikat Vitamin C bagian .................................................
Gambar . .Setifikat Vitamin C bagian .................................................
Gambar .Setifikat Vitamin C bagian .................................................
Gambar . Pembuatan Ekstrak Kiwi ......................................................
Gambar . Sampel Tikus ......................................................................
Gambar . Pencekokan Tikus ..............................................................
Gambar . Penimbangan MSG ............................................................
Gambar . Pelarutan MSG ...................................................................
Gambar . Vitamin C ...........................................................................
Gambar . Pelarutan vitamin C ............................................................
Gambar . Ekstrak kiwi........................................................................
Gambar . Penimbangan ekstrak kiwi .................................................
Gambar . Pelarutan ekstrak kiwi ........................................................
Gambar . Nekropsi hewan ..................................................................
Gambar . Pengamatan preparat ..........................................................
Gambar . Pengambilan foto preparat .................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Keterangan Tikus Sehat ...............................................
Lampiran Surat Etika Penelitian ............................................................
Lampiran Surat Determinasi Tanaman ..................................................
Lampiran Sertifikat Monosodium Glutamat ..........................................
Lampiran Setifikat Vitamin C ................................................................
Lampiran Pembuatan Ekstrak Kiwi .......................................................
Lampiran Proses Penelitian ....................................................................
Lampiran Rumus Monosodium Glutamat ..............................................
Lampiran Rumus Vitamin C Ampul ......................................................
Lampiran Rumus Ekstrak Kiwi ............................................................
Lampiran Tabel Berat Organ Limpa Tikus ..........................................
Lampiran Uji Statistik Berat Organ Limpa Tikus ................................
Lampiran Pengkuran Berat Badan Tikus .............................................
Lampiran Riwayat Penulis ...................................................................
DAFTAR SINGKATAN
APC : Antigen Presenting Cell
DMSA : Dimercaptosuccinic Acid
DNA : Deoxyribonucleic Acid
FASEB : Federation of American Societies for Experimental Biology
FAO : Food and Agriculture Organization of the United Nations
GLUT : Glucose Tansporter
GSH : Glutation
GSSG : Glutation disulfida
HE : Hematoxylin Eosin
IPB : Institut Pertanian Bogor
MSG : Monosodium Glutamat
NF-Kb : Nuclear Factor Kappa-Light-Chain-Enhancer
PALS : Selubung Limfe Periarterial
SVCT : Kotransporter Na-Dependen
USDA : United States Departement of Agriculture
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Monosodium glutamat (MSG), sebagai penyedap rasa makanan telah
digunakan selama 100 tahun dalam makanan buatan rumah ataupun makanan
olahan komersial, pada awalnya MSG hanya digunakan dalam makanan Asia,
tetapi saat ini MSG menjadi bahan aditif yang paling banyak digunakan dalam
makanan dan mungkin tertulis dengan nama lain 1.
MSG pertama kali diisolasi oleh ahli kimia Jerman yaitu Ritthausen pada
tahun 1866. Lalu pada tahun 1936, kemampuan penguat rasa MSG ditemukan
oleh ahli kimia Jepang yaitu Ikeda Kibunae 2. MSG tersebut sebenarnya tidak
memiliki rasa. Jika MSG ditambahkan kedalam makanan, maka akan terbentuk
rasa makanan yang semakin lezat 3. MSG sangat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan pemakaian MSG ini terdapat pada sejumlah besar produk makanan
dari kaki lima hingga di supermarket 4. Menggunakan penyedap makanan adalah
salah satu perilaku konsumsi makanan berisiko terhadap kesehatan, perilaku ini
dikatakan sering apabila penduduk mengonsumsinya sebanyak satu kali atau
lebih setiap hari. Hampir empat dari lima penduduk Indonesia mengonsumsi
penyedap ≥1 kali dalam sehari yaitu 77,3% 5.
Pada studi eksperimental oleh Sharma (2015) ditemukan bahwa efek
toksik ini terdapat pada berbagai organ yang sebagian besar bermanifestasi berupa
meningkatnya stress oksidatif, sitotoksisitas, imunosupresi, sitotoksik terhadap
organ reproduksi, obesitas, asma, dan autism 6. Penelitian oleh Ajibade (2015)
terhadap tikus yang diberi MSG sebesar 3g/kgbb dan 6g/kgbb selama 14 dan 28
hari menunjukkan bahwa pemberian MSG dapat menyebabkan kerusakan seluler
pada organ limpa dan pankreas. Hasil didapatkan berupa deplesi limfosit di pulpa
putih pada limpa tikus dengan perlakuan selama 14 hari. Sedangkan pada tikus
dengan perlakuan 28 hari ditemukan vakuolisasi sel, atrofi ringan pulpa putih dan
aplasia pulpa merah. Kerusakan ini tentunya akan mengurangi fungsi dari organ
tersebut 7.
2
Buah Kiwi (Actinida deliciosa) mengandung vitamin C dan antioksidan.
Hasil analisis ekstraksi buah kiwi dengan pelarut etanol menunjukkan bahwa
kadar vitamin C sebanyak 7,7mg/g ekstrak, kadar flavonoid 147,7 mg per 100
gram ekstrak, dan kadar fenolik 224,9 mg per 100 gram ekstrak 8. Menurut United
States Departement of Agriculture (USDA) tahun 2016 buah Kiwi yang berwarna
hijau mengandung vitamin C sebesar 92,7 mg/100g. Terdapat pula beberapa
macam flavonoid seperti Luteolin, Kaempferol, dan Proantosianidin 9.
Sifat antioksidan vitamin C mengurangi pengaruh toksisitas timbal pada
limpa dan hepar. Pemberian dosis vitamin C 500mg/kgbb menunjukkan gambaran
seluler yang lebih baik dibandingkan dengan organ tikus yang hanya diberikan
timbal asetat 20mg/kg. Pada gambaran mikroskopis ditemukan banyaknya folikel
limfoid yang sehat dan makrofag yang berukuran normal. Berbeda dengan
lainnya, organ limpa yang hanya diberikan timbal asetat 20mg/kg memiliki
makrofag berukuran besar akibat tingginya debris oleh sel yang mati 10
.
Konsumsi MSG telah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh banyak
orang, berpengaruh kurang baik bagi organ untuk menjalankan fungsi
fisiologisnya. Peneliti melihat bahwa buah kiwi memiliki potensi besar untuk
dikembangkan penggunaannya. Sebagai buah dengan tinggi vitamin C dan
antioksidan tentunya sangat baik dalam menjaga fungsi fisiologis organ tubuh.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh ekstrak buah kiwi terhadap
gambaran mikroskopik limpa tikus yang telah diberi MSG.
3
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pemberian ekstrak buah kiwi (Actinidia deliciosa) dengan
dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari berpengaruh terhadap berat organ
limpa tikus jantan Strain Sprague Dawley yang telah diberikan MSG
dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari?
1.2.2. Apakah pemberian ekstrak buah kiwi (Actinidia deliciosa) dengan
dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari berpengaruh terhadap gambaran
mikroskopis pulpa merah serta pulpa putih organ limpa tikus jantan
Strain Sprague Dawley yang telah diberikan MSG dengan dosis
4.8g/kgbb/hari selama 30 hari?
1.3. Hipotesis
1.3.1. Pemberian ekstrak buah kiwi (Actinidia deliciosa) dengan dosis 0.2
dan 0.4 g/kgbb/hari dapat memberikan pengaruh terhadap berat
organ limpa tikus jantan Sprague dawley yang telah diberikan MSG
dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari.
1.3.2. Pemberian ekstrak buah kiwi (Actinidia deliciosa) dengan dosis 0.2
dan 0.4 g/kgbb/hari dapat memberikan pengaruh terhadap gambaran
mikroskopis pulpa merah serta pulpa putih organ limpa tikus jantan
Strain Sprague dawley yang telah diberikan MSG dengan dosis
4.8g/kgbb/hari selama 30 hari.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak buah kiwi dengan dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari terhadap
berat organ limpa tikus jantan Sprague dawley yang telah diberi
MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari.
4
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak buah kiwi dengan dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari terhadap
gambaran mikroskopis pulpa merah serta pulpa putih organ limpa
tikus jantan Sprague dawley yang telah diberi MSG dengan dosis
4.8g/kgbb/hari selama 30 hari.
1.4.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kerusakan organ
limpa tikus jantan Strain Sprague Dawley yang hanya diberi MSG
dengan tikus yang diberi MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari dan
ekstrak buah kiwi (Actinidia deliciosa) dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari
selama 30 hari.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Untuk Peneliti
Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Meningkatkan pengetahuan mengenai pengaruh pemberian ekstrak
buah kiwi terhadap limpa tikus Sprague dawley yang telah diberi
MSG
1.5.2. Untuk Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu pengetahuan
terkait manfaat vitamin C dalam menjaga kesehatan organ limpa.
1.5.3. Untuk Masyarakat
Meningkatkan antisipasi masyarakat untuk membatasi penggunaan
MSG yang dapat merusak organ limpa
Memberi informasi kepada masyarakat bahwa buah kiwi memiliki
fungsi antioksidan yang baik untuk organ limpa.
Mengonsumsi buah kiwi sebagai sumber vitamin C oleh orang
banyak.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kiwi
2.1.1.1. Sejarah Buah Kiwi
Buah Kiwi pada awalnya tumbuh di Cina, yang dikenal sebagai mihotau,
kemudian biji buah tersebut dibawa ke New Zealand saat awal abad ke-20. Buah
tersebut merupakan salah satu buah yang berkembang luas di banyak tempat
seperti di New Zealand, Itali, Jepang, Prancis, Chile, Australia, California, dan
Yunani. Diantara banyak sekali spesies buah kiwi, spesies Actinidia deliciosa
yang paling terkenal secara komersial. Buah kiwi ini mendapat perhatian khusus
untuk dilakukan identifikasi manfaatnya, yaitu zat yang terkandung dalam buah
kiwi adalah antioksidan yang mampu menurunkan kadar lipid darah,
meningkatkan laksatif saluran cerna, dan dapat meredakan gejala penyakit kulit.
Buah ini tidak hanya mengandung vitamin C, tetapi juga sumber nutrisi yang baik
seperti asam folat, kalium serta serat. Nutrisi dan zat fitokimia aktif yang terdapat
dalam buah kiwi telah menstimulasi penelitian mengenai antioksidan dan anti-
inflamasi yang mungkin dapat menghindarkan kita dari penyakit kardiovaskular,
kanker, dan penyakit degeneratif 11
.
2.1.1.2. Morfologi dan Klasifikasi Buah Kiwi
Buah kiwi ini berbentuk oval pada umumnya. Ukuran buah ini memiliki
panjang 5 – 8 cm dengan diameter 4,5 – 5,5 cm. Kulitnya berwarna hijau gelap
kecoklatan dengan daging buah warna hijau terang kuning emas. Buah kiwi yang
berdaging hijau memiliki rasa yang lebih tajam dan sedikit asam. Sedangkan
buah kiwi yang berdaging kuning memiliki rasa yang lebih manis. Terdapat biji
kecil berwarna hitam yang dapat dimakan. Buah ini mempunyai aroma yang unik
dan teksturnya lembut 12
.
6
Berikut adalah taksonomi tanaman kiwi 13
:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Ericales
Famili : Actinidiaceae
Genus : Actinidia
Spesies : Actinidia deliciosa
2.1.1.3. Kandungan Buah Kiwi
Menurut penelitian terhadap ekstraksi buah Kiwi (Actinida deliciosa)
ditemukan bahwa kadar vitamin C sebanyak 7,7mg/g ekstrak, kadar flavonoid
147,7 mg per 100 gram ekstrak, kadar fenolik 224,9 mg per 100 gram ekstrak, dan
total klorofil 10,2 ppm. Ini menggambarkan buah Kiwi kaya akan vitamin C dan
antioksidan 8. Pada USDA tahun 2016 dalam National Nutrient Database for
Standard Reference mengungkapkan bahwa buah Kiwi yang berwarna hijau
mengandung vitamin C sebesar 92,7 mg/100g. Terdapat pula beberapa jenis
flavonoid seperti Luteolin, Kaempferol, dan Proantosianidin 9.
Buah kiwi adalah sumber asam amino arginin dan glutamat, arginin
memiliki sifat vasodilator yang dapat meningkatkan aliran darah. Selain itu hasil
penelitian menunjukkan bahwa vitamin C pada buah ini memiliki kadar 17 kali
lebih banyak dari buah apel, dua kali lebih banyak dari buah Lemon. Kadar
vitamin E pada buah ini dua kali lipat dibandingkan dengan buah Alpukat. Selain
itu, buah kiwi memiliki kapasitas antioksidan yang baik 14
.
Kapasitas antioksidan buah kiwi terhadap senyawa radikal bebas ini
terdapat pada posisi ketiga setelah jeruk dan anggur merah. Kandungan lemak dan
energi yang dimiliki buah Kiwi juga rendah yaitu 61 kkal/ 100gram, sehingga
buah kiwi ini baik dikonsumsi oleh orang yang sedang menjalani diet rendah
kalori 14
. Nutrisi yang terdapat per 100 g buah kiwi tercantum pada tabel 2.1.
7
Tabel 2.1. Nutrisi per 100 g buah kiwi 8
.
2.1.1.4. Manfaat Buah Kiwi
Penelitian yang dilakukan oleh USDA Arkansas Children’s Nutrition
Centre menunjukkan bahwa antioksidan buah Kiwi merupakan yang paling
mudah dimetabolisme tubuh dan diserap kedalam pembuluh darah bila
dibandingkan dengan anggur merah dan stroberi 12
.
8
Penelitian dilakukan dengan mengukur antioksidan dalam tubuh dengan
cara mencatat kenaikan kapasitas antioksidan dalam darah dan mengukur
peningkatan resistensi sel terhadap kerusakan oksidatif oleh hidrogen peroksida.
Hasil yang ditemukan berupa skor asupan antioksidan buah Kiwi yang bernilai
12.5 dibandingkan anggur 4.2 dan stroberi 1.7. Skor asupan antioksidan tersebut
menggambarkan adanya peningkatan signifikan dalam metabolisme antioksidan
dan penyerapan buah Kiwi dalam tubuh 12
.
Mengonsumsi tiga buah kiwi hijau perhari selama tiga minggu ditemukan
adanya peningkatan sebanyak 26% vitamin C plasma rata – rata 15
. Buah kiwi
hijau, Actinidia deliciosa telah digunakan sebagai model pada beberapa penelitian
mengenai pengaruhnya terhadap biomarker kanker dan penyakit seperti
kardiovaskular 16
.
Penelitian oleh Iwasawa (2010) mengenai kandungan vitamin C dan
polifenol pada buah kiwi telah dilakukan secara in vivo. Tikus diberikan kiwi
secara oral selama 8 hari. Hasil yang didapatkan berupa penurunan penanda stres
oksidatif urin oleh pemberian kiwi ini, yaitu 8-hydroxy-2’-deoxyguanosine (8-
OHdG) dan N-epsilon-(hexanoyl)-lysine (HEL) 17
. Konsumsi buah kiwi ini juga
dapat memberikan dampak berupa penurunan oksidasi DNA limfosit, melindungi
limfosit dari oksidasi secara in vitro dan menstimulasi perbaikan DNA limfosit 18
.
2.1.2. Limpa
2.1.2.1. Anatomi Limpa
Limpa merupakan organ limfoid 19
. Organ limpa terletak intraperitoneal
pada epigastrium sinistra 20
. Kapsul yang membungkus organ limpa ini adalah
trabekula fibrosa yang terdapat lima hingga tujuh pembuluh darah arteri dan
disertai saraf masuk kedalam hilum limpa ini 21
.
Sisi konveks limpa adalah facies diaphragmatica yang berbatasan dengan
diafragma. Pada sisi konkaf limpa adalah facies visceralis yang menghadap
viscera abdominis, terutama ginjal kiri, flexura coli sinistra, dan gaster. Pada
margo superior terlihat banyak lekukan dan pada margo inferior terlihat lebih
halus permukaannya 19
. Pada gambar 2.1 menunjukkan anatomi limpa.
9
Gambar 2.1. Anatomi Limpa 20
.
Pada bagian hilum limpa ini terdapat lapisan kapsul yang lebih tebal guna
melindungi arteri, vena, saraf, dan pembuluh limf yang meninggalkan limpa.
Organ ini diperdarahi oleh arteri splenika dan vena splenika. Arteri splenika ini
akan bercabang menjadi arteri trabekula lalu berlanjut menjadi arteri sentralis.
Setelah menjadi kapiler, aliran darah tersebut dapat berlanjut menjadi dua jenis
sirkulasi, yaitu sirkulasi terbuka dan sirkulasi tertutup. Pada sirkulasi terbuka,
aliran darah berakhir memasuki pulpa merah sebelum menuju sinusoid vaskular
dan pada sirkulasi tertutup, kapiler tersebut berlanjut menjadi sinusoid vaskular.
Struktur organ limpa yang padat dan kapsul jaringan ikat fibroelastik irregular,
organ ini dikelilingi oleh peritoneum visceral. Fungsi limpa tidak hanya sebagai
tempat pembentukan dan proliferasi sel T& sel B, akan tetapi sebagai penyaring
darah untuk menghancurkan eritrosit tua. Pada perkembangan fetus, limpa
merupakan salah satu organ hematopoietik 19
.
2.1.2.2. Histologi Limpa
Organ limpa ini terbungkus kapsul jaringan ikat padat yang menjalar
kedalam organ yang disebut trabekula. Kapsul dan trabekula pada organ limpa ini
lebih tebal daripada yang ada di limfonodus dan mengandung sedikit sel otot
polos 22
.
10
Pada organ limpa tampak adanya nodulus limfoid yang membentuk
pulpa putih dan di sekitarnya terdapat pulpa merah berupa anyaman selular difus
yang terdiri dari arteri pulpa, sinus venosus, dan korda limpa. Korda limpa
merupakan untaian difus jaringan limfe diantara sinus venosus yang membentuk
anyaman longgar jaringan ikat retikular 22
.
Pulpa merah merupakan anyaman padat serat retikular yang
mengandung banyak eritrosit, limfosit, sel plasma, makrofag, dan granulosit.
Fungsi dari pulpa merah mempunyai fungsi yaitu untuk menyaring darah,
membersihkan antigen, mikroorganisme, dan eritrosit tua ataupun abnormal dari
darah. Secara struktur terdapat sinus venosus dan korda limpa. Sinus venosus
ialah pembuluh darah melebar yang dilapisi endotel yang terlihat kuboid pada
potongan melintang dan korda limpa (Billroth) ialah agregasi tipis jaringan limfe
yang mengandung limfosit kecil disertai macam – macam sel darah 22
.
Gambar 2.2. Vena Sinusoid dan Korda Limpa 23
.
Keterangan : Pada perbesaran 160x dengan pewranaan H&E. Terdapat vena sinusoid (VS) dan
korda limpa merupakan jaringan diantara vena sinusoid.
11
Gambar 2.3. Histologi limpa tikus 24
.
Keterangan : yang terdapat gambaran zona marginal (ZM), sinus marginal (MS), nodulus limfoid
(F), pulpa merah (RP), dan arteri sentralis (A)
Pulpa putih berisi komponen imun limpa yaitu jaringan limfe yang
mengandung limfosit, agregasi nodulus limfoid, sel penyaji-antigen dan
makrofag. Kumpulan sel B terdapat didalam nodulus limfoid. Sel penyaji-antigen
tersebut berfungsi mendeteksi antigen dan bakteri yang akan memicu interaksi sel
T dan sel B menjadi aktif. Sel limfosit mengalami proliferasi dan menimbulkan
respon imun. Pada nodulus limfoid terdapat arteri sentralis yang terletak eksentris
dan pusat germinal. Di sekeliling arteri sentralis itu terlihat selubung limfe
periarterial (PALS) dengan limfosit kecil tersusun padat, yaitu kumpulan dari sel
T. Pusat germinal terlihat lebih pucat warna nya, yaitu mengandung limfosit B,
banyak limfosit berukuran sedang, sedikit limfosit kecil 22
. Pada sekitar pulpa
putih, terdapat zona marginal. Ciri khas pada limpa tikus adalah zona marginal
yang tampak sangat jelas bila dibandingkan dengan spesies lainnya 21
.
2.1.2.3. Fisiologi Limpa
Organ limpa dan kelenjar getah bening adalah organ limfoid sekunder
yang termasuk kedalam sistem limfatik19
. Organ limfoid sekunder tersebut
memiliki fungsi sebagai tempat sel dendritik mempresentasikan antigen yang
ditangkapnya kepada sel T 19
.
12
Limpa adalah tempat respons imun utama dalam menyaring antigen
darah, karena antigen yang dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC)
masuk kedalam limpa melalui sinusoid vaskular akan menstimulasi limfosit untuk
berproliferasi dan berdiferensiasi 19
.
Semasa perkembangan fetus, sel darah yang dihasilkan ialah granulosit
dan eritrosit. Fungsi limpa sebagai penyaring darah, makrofag limpa inilah yang
akan menguraikan hemoglobin dan eritorsit tua. Besi dari hemoglobin
dikembalikan ke sumsum tulang untuk didaur ulang, sehingga dapat digunakan
kembali untuk sintesis hemoglobin baru. Heme dari hemoglobin tersebut akan
diuraikan yang selanjutnya akan diekskresikan kedalam empedu. Limpa juga
memiliki fungsi sebagai tempat reservoir darah yang dapat menampung banyak
darah di dalamnya 22
.
Limpa memiliki dua tempat untuk menyimpan darah yaitu sinus venosus
dan pulpa merah. Sinus dapat membengkak seperti sistem vena pada umumnya,
sehingga dapat menyimpan darah lengkap. Berbeda halnya dengan pulpa merah,
karena kapiler pulpa sangat permeabel, darah lengkap mengalir keluar dinding
kapiler menuju jaringan trabekula dan terbentuklah pulpa merah. Sel darah merah
terperangkap di trabekula, tetapi plasma tetap mengalir melewati sinus venosus
menuju aliran sistemik. Limpa menjadi organ penampung sel darah merah
terkonsentrasi 25
.
2.1.3. Monosodium Glutamat
2.1.3.1. Sejarah Monosodium Glutamat
Pada tahun 1866, ahli kimia Jerman yaitu Ritthausen mengisolasi asam
glutamat sebagai substansi murni dan mampu mengubahnya menjadi monosodium
glutamat. Selanjutnya pada tahun 1886, Monosodium glutamat mulai
diidentifikasi dengan cara mengisolasi asam glutamat dari masa protein gandum
yang disebut gluten. Pada akhirnya, ditetapkan bahwa struktur kimia asam
glutamat, suatu asam amino 2.
13
Pada masa tersebut, masakan oleh orang jepang terkenal akan kelezatan
nya selama lebih dari satu abad. Rahasia yang terdapat di masakan tersebut adalah
rumput laut yaitu Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Profesor dari University
of Tokyo yaitu Kikunae Ikeda menemukan asam glutamat sebagai rahasia
kelezatan nya. Dalam bahasa Jepang rasa itu disebut Umami yang berarti lezat.
Selanjutnya, pada tahun 1956 Jepang memproduksi L-glutamic acid melalui
fermentasi. Peningkatan akan permintaan MSG mengakibatkan produksi L-
glutamic acid dilakukan dengan cara fermentasi. Pada tahun 1963, Jepang bekerja
sama dengan Korea untuk memproduksi MSG yang semakin berkembang ke
seluruh dunia 3.
2.1.3.2. Struktur Monosodium Glutamat
Glutamat tidak memiliki rasa bila masih terikat dengan asam amino lain
sebagai protein, tetapi jika dalam bentuk yang bebas akan timbul rasa gurih. Pada
makanan setiap hari umumnya mengandung glutamat bebas yang rendah,
sehingga diperlukan bumbu yang kaya glutamat bebas untuk meningkatkan cita
rasa. Monosodium glutamat yang larut dalam saliva akan berdisosiasi menjadi
bentuk anion glutamat. Glutamat akan membuka pintu Ca2+
pada neuron taste bud
yang mengakibatkan kalsium masuk kedalam sel dan menyebabkan reseptor
mengalami depolarisasi. Akhirnya otak menerjemahkan hal tersebut menjadi rasa
lezat 26
.
Gambar 2.4. Struktur MSG 26
.
MSG (C5H8NO4NA) yang terdiri dari 78% asam glutamat, 22% natrium
dan air. Garam natrium dari asam glutamat ini telah dipakai hampir di seluruh
dunia sebagai penambah cita rasa. Prevalensi penggunaan zat aditif ini pada
makanan Asia menjadi sangat relevan 6.
14
Pada eksperimen terhadap hewan, telah dikonfirmasi pengaruh toksik dari
MSG berupa peningkatan stress oksidatif, sitotoksisitas, immunosupresi, toksik
terhadap organ reproduksi, obesitas, asma, dan autism. Jumlah konsumsi MSG
setiap orang perhari di negara berkembang adalah sebesar 0.3 -1.0 g, namun
tipikalnya pada makanan di restoran Cina mengandung 10 – 1500 mg MSG per
100 g 6. Dengan menyadari betapa tinggi konsumsi MSG di wilayah Asia, World
Health Organization (WHO) menggunakan MSG untuk program fortifikasi
vitamin A. MSG juga menjadi pilihan untuk menurunkan hipertensi akibat
konsumsi garam, dikarenakan MSG hanya mengandung 30% natrium untuk
mencapai rasa yang sama bila dibandingkan dengan garam umumnya 3.
2.1.3.3. Pengaruh Monosodium Glutamat
Menurut FASEB (Federation of American Societies for Experimental
Biology) tahun 1995 mengatakan bahwa MSG aman dikonsumsi. Akan tetapi ada
dua jenis kelompok dalam menunjukkan reaksi bila konsumsi MSG sekitar 0.5 –
2.5 g. Pertama merupakan kelompok sensitif berupa panas di leher, lengan dada,
dan kaku otot 3.
Kelompok kedua merupakan penderita asma yang semakin meningkat
serangan setelah konsumsi MSG. Menurut penelitian batas metabolisme MSG
dalam tubuh adalah 30mg/kg/hari. Berarti dalam satu hari hanya 2.5 – 3.5 g MSG
yang diperbolehkan pada berat badan sekitar 50 – 70 kg. Sementara itu, dalam
satu sendok teh sudah sekitar 4 – 6 g MSG 3.
Reseptor glutamat yang terdapat di banyak organ yaitu seperti pada
hipotalamus, limpa, timus, hati, ginjal, ovarium, sistem endokrin dan lain – lain 27
.
Peningkatan konsentrasi glutamat berhubungan dengan penurunan reaktivitas
limfosit dengan cara menghambat proliferasi limfosit. Pengaruh ini timbul melalui
aktivasi mGlur5. Akibatnya kalsium intraseluler meningkat melalui beberapa
reaksi 6.
Akumulasi kalsium akan memicu terbentuknya radikal bebas,
mengganggu proses rantai respirasi dan produksi ATP. Fosfolipase yang
mengalami aktivasi akan bersama dengan radikal bebas merusak membran
fosfolipid.
15
Kalsium mampu mengaktifkan pembentukan nitrit oksida yang bereaksi
dengan radikal bebas, dapat mengaktivasi calpain. Protease yang teraktivasi
mampu merusak submembran sitoskeleton, mikrotubuli, dan endonuklease yang
menyebabkan kerusakan DNA 2.
Konsumsi monosodium glutamat memiliki sifat immunotoksik terhadap
organ timus dan limpa pada tikus dewasa. Perlakuan dilakukan pemberian MSG
3g/kg selama delapan minggu. Hasil yang didapat berupa meningkatnya serum
interleukin (IL)-1β, meningkatnya malondialdehid. Selain itu ditemukan
menurunnya IL-10 serum, glutation (GSH), katalase, dan superoksida dismutase
pada timus dan limpa. Terlihat bahwa adanya penurunan rasio antara sitokin anti-
inflamasi dan pro-inflamasi. Secara mikroskopis organ limpa ditemukan folikel
limfatik berukuran kecil dengan tidak ada pusat germinal dan adanya kongesti
pembuluh darah. Diferensiasi antara pulpa merah dan pulpa putih menjadi tidak
jelas 28
. Sitokin pro-inflamasi yang ditemukan meningkat adalah IL-6 dan TNFβ
pada pemberian MSG 29
.
IL- 10 adalah sitokin anti-inflamasi yang dihasilkan oleh sel B limfosit
matur pada zona marginal limpa. IL-10 mampu menghambat sintesis sitokin
proinflamasi yang menyebabkan IL-10 berperan dalam menekan respon imunitas
yang merugikan 30
. Salah satunya ialah mencegah peningkatan nuclear factor
kappa-light-chain-enhancer (NF-kB). Dimana NF-kB tersebut dapat
menyebabkan kematian sel yang dimediasi oleh glutamat 31
.
Selanjutnya penelitian oleh Al-Saffar (2012) mengungkapkan bahwa
konsumsi mie memiliki pengaruh secara histopatologi yang merugikan setelah
pemberian mie selama 30 hari kepada tikus. Organ yang terkena diantaranya yaitu
ginjal, paru – paru, limpa, dan ginjal. Pada pulpa merah limpa juga ditemukan
adanya kongesti 32
.
Pada penelitian oleh Ajibade (2015) menunjukkan bahwa monosodium
glutamat mampu memberikan pengaruh terhadap distorsi organ limpa, pankreas,
dan peningkatan enzim marker hati pada serum tikus. Hewan tikus mendapat
monosodium glutamat sebesar 3g/kg dan 6g/kg setiap harinya selama 14 dan 28
hari 7.
16
2.1.4. Vitamin C
2.1.4.1. Struktur Vitamin C
Asam askorbat pada awalnya dikenal sebagai asam heksuronat dengan
rumus kimia C6H8O6. Dinamakan menjadi asam askorbat karena khasiat nya akan
antiskorbut. Penyakit skorbut atau lebih dikenal dengan scurvy dikenal pada tahun
1720. Penyakit tersebut dapat dicegah dengan konsumsi buah dan sayur yang
mengandung vitamin C. Vitamin C merupakan koenzim dan pada keadaan
tertentu sebagai reduktor dan antioksidan, vitamin ini juga dapat menjadi kofaktor
untuk prolil dan lisil hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Elektron yang
berlebih pada vitamin C ini dapat diberikan kepada enzim yang membutuhkan ion
logam tereduksi baik secara langsung maupun tidak langsung 33
. Vitamin C adalah
senyawa yang larut dalam air yang memiliki sifat asam dan pereduksi yang kuat.
Senyawanya yang paling aktif yaitu enediaol yang berkonjugasi dengan gugus
karbonil dalam cincin lakton. Pada alam paling sering ditemukan adalah vitamin
C dengan bentuk L-asam askorbat, namun vitamin C dengan bentuk D-asam
askorbat cukup jarang ditemukan pada alam dan hanya memiliki 10% aktivitas
vitamin C 34
.
2.1.4.2. Fungsi Vitamin C
Vitamin C sangat mudah kehilangan elektron, dua ion hidrogen ini
memberikan sifat asam dan antioksidan pada vitamin C. Antioksidan akan
melawan radikal bebas. Radikal bebas adalah senyawa yang mempunyai satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Kondisi pada senyawa tersebut menjadi
tidak stabil dan sangat reaktif. Antioksidan mampu menetralisir radikal bebas
tersebut dengan mendonorkan elektron 35
.
Asam askorbat Asam Dehidroaskorbat
Gambar 2.5. Vitamin C sebagai antioksidan 35
.
17
Vitamin C mampu meningkatkan absorbsi zat besi kedalam tubuh dan
memiliki fungsi sebagai kofaktor dalam pembentukan kolagen yang merupakan
struktur yang sangat penting pada kulit, dinding pembuluh darah, matriks tulang
dan gigi. Dalam proses pembentukan kolagen, konversi prolin menjdi
hidroksiprolin membutuhkan vitamin dan zat besi. Zat besi sebagai kofaktor dan
vitamin melindungi zat besi dari oksidasi. Proses hidroksilasi ini dapat berjalan
dengan lancar 35
.
Vitamin C juga membantu di dalam proses pembentukan hormon seperti
tiroksin, yang mengatur laju metabolisme tubuh. Kebutuhan vitamin C mengalami
peningkatan saat adanya peningkatan stress fisik. Contoh lain yang turut
meningkatkan kebutuhan akan vitamin C adalah saat infeksi, luka bakar, merokok,
suhu ekstrim, intoksikasi logam berat seperti timbal dan merkuri 35
.
Pada penelitian oleh Kuvibidila (2002) menunjukkan bahwa vitamin C
dapat meningkatkan respon limfosit limpa mencit terhadap mitogen untuk
berproliferasi, namun pada manusia yang mengalami defisiensi Vvtamin C
ditemukan proliferasi limfosit yang menurun serta mengganggu jumlah sel CD4+
ataupun CD8+ di sirkulasi 36
.
Penelitian oleh Aldahmash dan El-nager (2014) mengungkapkan bahwa
pemberian vitamin C 500 mg/kg 1 jam sebelum pemberian timah – asetat 20
mg/kg mampu mengurangi toksisitas organ limpa. Hasil yang didapatkan adalah
makrofag tampak berukuran besar pada sediaan histologis organ limpa tikus yang
pemberian timah – asetat. Sedangkan dengan adanya pemberian vitamin C
tersebut, organ limpa tampak baik 37
.
Menurut penelitian oleh El-Sayed (2015) mengungkapkan bahwa
kombinasi dimercaptosuccinic acid (DMSA), sebagai chelating agent untuk
timah, dengan vitamin C dan vitamin E, sebagai antioksidan memiliki sifat
protektif yang lebih lengkap terhadap intoksikasi timah asetat. Timah asetat yang
diberikan sebanyak 100 ppm dapat menyebabkan perubahan pada histologi organ
limpa, ginjal, dan hati. Hasil yang didapatkan dengan pemberian DMSA, vitamin
C dan vitamin E adalah berupa perbaikan yang signifikan terhadap ketiga organ
tersebut 38
.
18
Vitamin C, glutation, dan vitamin E berperan dalam antioksidan
intraseluler yang melindungi dari kerusakan yang diinduksi radikal bebas seperti
anion superoksida, nitrit oksida, dan hidrogen peroksida. Vitamin C yang
mengalami kekurangan 2 molekul ini penting untuk mengkonversi glutation
teroksidasi (GSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH). Selain itu juga
mengkonversi vitamin E teroksidasi menjadi α-tocopherol 39
. Vitamin C berperan
dalam melindungi lipid plasma dan membran lipid. Vitamin C juga memeiliki
fungsi dalam menetralisasi oksidan derivat-fagosit yang dilepaskan ekstraseluler.
Kerusakan jaringan akibat oksidan pada tempat terjadinya aktivitas inflamasi
dapat dihindari. Mekanisme lain dari vitamin C adalah mampu memberikan
proteksi terhadap 5-lipoksigenase 40
.
2.1.4.3. Metabolisme Vitamin C
Vitamin C diabsorbsi di usus halus melalui mekanisme transport aktif Na-
dependen dan efisiensi absorbsi vitamin C pada usus halus adalah 80 – 90% saat
konsumsi vitamin C sebanyak 30 – 180 mg/hari. Pada plasma, vitamin C
ditranspor sebagai akorbat anion bebas, tidak terdapat adanya protein pengikat
spesifik yang teridentifikasi. Konsentrasi askorbat plasma meningkat tajam hingga
50 µmol/L ketika konsumsi vitamin C diantara 60 dan 100 mg/hari. Saat
konsumsi diatas 100 mg/hari, peningkatan konsentrasi askorbat plasma semakin
landai hingga mendatar berkisar 70 – 80 µmol/L 41
.
Konsentrasi askorbat plasma yang tinggi ini hanya dapat dipertahankan
dengan konsumsi jangka lama dosis vitamin C diatas 200 mg/hari 41
. Vitamin C
didistribusikan keseluruh jaringan. Pada transport seluler, askorbat dimediasi
dengan dua kotransporter Na- dependen yaitu SVCT1 dan SVCT2, tetapi
dehidroaskorbat ditranspor dengan glucose transporter seperti GLUT1, GLUT3,
dan GLUT4 41
. Jumlah vitamin C yang ditemukan dalam jumlah yang berbeda
pada berbagai organ. Jumlah terbanyak ditemukan pada kelenjar adrenal dan
kelenjar pituitari. vitamin C dalam jumlah sedang ditemukan pada organ hati,
limpa, jantung, ginjal, paru, pankreas, dan sel darah putih 35
.
19
Jumlah yang sedikit terdapat pada otot dan sel darah merah 35
. Pada organ
limpa, jumlah askorbat berkisar 10 -15 mg/100 g jaringan 42
. Setelah distribusi,
tahap selanjutnya ialah eksresi. Vitamin C yang tidak terabsorbsi oleh usus akan
ditemukan pada feses, tetapi bentuk utuh berserta metabolitnya akan
diekskresikan melalui urin 41
.
2.1.4.4. Rekomendasi Dosis Konsumsi
Menurut Permenkes No.75 Tahun 2013 angka kecukupan gizi untuk
vitamin C orang dewasa dianjurkan sebesar 90 mg perorang/perhari 43
. Menurut
Food and Nutrition Board of the Institute of Medicine, angka kecukupan gizi
untuk vitamin C orang dewasa adalah sebesar 90 mg/hari untuk laki – laki dan 75
mg untuk wanita. Sedangkan untuk perokok dibutuhkan tambahan 35 mg/hari
vitamin C dari non-perokok 44
.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) dan
World Health Organization (WHO) memberikan bahwa anjuran konsumsi
vitamin C bagi dewasa adalah 45 mg/hari 45
. Menurut Anitra C. Carr and Balz
Frei pada The American Journal of Clinical Nutrition merekomendasikan angka
kecukupan gizi untuk vitamin C adalah sebesar 120 mg/hari karena didapatkan
bahwa vitamin C berkorelasi dengan penurunan risiko penyakit katarak,
kardiovaskular, dan kanker 46
.
2.1.5. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan satu atau bebebrapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut 47
. Bahan yang diekstraksi akan
berkontak dengan pelarut, sehingga pelarut menembus kapiler dalam bahan yang
diekstraksi dan melarutkan ekstrak 48
. Senyawa pada bahan yang bersifat polar
akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut
dalam pelarut non polar. Jenis pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pelarut air karena mudah diperoleh, stabil, tidak beracun, dan tidak mudah
menguap 49
. Hasil ekstraksi menggunakan pelarut air menghasilkan rendemen
yang lebih besar bila dibandingkan dengan pelarut etanol 50
.
20
2.2. Kerangka Teori
↑ Sensitivitas limpa terhadap peroksidasi
lipid
↓ Aktivitas SOD & CAT
Aktivasi sitokin
TNF-β
Ukuran folikel limfosit
berbeda - beda
Kongesti pembuluh
darah Batas tidak jelas antara pulpa
merah dan pulpa putih
Aktivasi reseptor glutamat pada organ
limpa
Pemberian MSG secara oral
IL-1β
Menginduksi stress oksidatif
↑ MDA
IL-6
Gangguan struktur histologis limpa
21
2.3. Kerangka Konsep
Kandungan vitamin C
( - )
Pemberian MSG secara oral
selama 30 hari
Aktivasi reseptor glutamat pada
organ limpa
Gangguan struktur organ limpa
Berat organ
limpa
Menginduksi stress oksidatif
Pulpa merah dan pulpa
putih organ limpa
Berfungsi sebagai
antioksidan
Pemberian ekstrak kiwi
secara oral selama 30
hari
22
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara
pengukuran
Skala
pengukuran
1 Berat organ
limpa
Ukuran yang
digunakan untuk
menilai makroskopik
suatu organ
Timbangan
dgital
Organ
diletakkan di
timbangan.
Lalu dilihat
angka yang
tertera.
Numerik
2 Gambaran
Mikroskopis
organ limpa
Pulpa Merah:
Sinus Venosus
tampak dilatasi
pembuluh darah
yang dilapisi
endotel
Pulpa Putih:
Pusat Germinal
tidak ditemukan
Selubung Limfe
Periarterial
(PALS)
mengalami
kerusakan seluler
Mikroskop
binokuler
Shimadzu
Dan
Mikroskop
Olympus
BX41 dan
software
Olympus
DP2-BSW
Pada preparat
dilakukan
pewarnaan
HE. Lalu
preparat
diobservasi
dan dinilai
gambaran
jaringan
limpa dengan
perbesaran
perbesaran
4x, 10x, 20x,
dan 40x.
Semi
kuantitatif
Dengan
derajat
kerusakan
seperti
berikut.
+
Ringan
++
Ringan -
Sedang
+++
Sedang
++++
Berat
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental deksriptif.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan 1 Februari 2017 – Oktober 2017.
3.3.2. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Animal House, Laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, jl.
Kertamukti No. 05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3. Populasi dan Sampel
Hewan yang dipakai selama penelitian ini adalah tikus strain
Sparague dawley usia muda dengan berat badan rata – rata 50 gram yang
diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB) dan
telah dinyatakan sehat. Tikus strain Sparague dawley merupakan tikus
yang paling banyak digunakan pada biomedical research 51
. Tikus sehat
memiliki tanda seperti mata yang jernih, tingkah laku aktif, bulu yang
tidak berdiri dan bersih 52
.
Terdapat 5 kelompok pada penelitian ini, yaitu pertama adalah
kelompok kontrol negatif yang diberikan makan dan minum ad libitum.
Kelompok kedua adalah kontrol positif, yaitu tikus yang diberikan MSG
dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari. Selanjutnya adalah kelompok
P1 yaitu tikus yang diberikan MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari dan
vitamin C dengan dosis 0.2g/kgbb/hari selama 30 hari. Lalu kelompok P2
yaitu tikus yang diberikan MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari dan ekstrak
kiwi 0.2 g/kgbb/hari selama 30 hari. Kelompok P3 yaitu tikus yang
diberikan MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari dan ekstrak kiwi
0.4g/kgbb/hari selama 30 hari.
24
Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian,
dipakai rumus Mead’s resource equation sebagai berikut :
E = N – B – T
E = Derajat kesalahan yang masih diizinkan ( 10 hingga 20 )
N = Jumlah total sampel hewan coba ( dikurangi 1 )
B = Blocking component, yaitu pengaruh lingkungan yang diizinkan
dalam penelitian
T = Jumlah kelompok perlakuan dan kontrol ( dikurangi 1)
Dengan nilai minimal E = 10
E = N – B – T
10 = (Jumlah total sampel hewan coba – 1 ) – 0 – (5 – 1)
10 = Jumlah total sampel hewan coba – 1 – 4
Jumlah total sampel = 15
Dikarenakan jumlah kelompok yang dipakai adalah 5 kelompok, maka
jumlah minimal sampel setiap kelompok adalah 3 ekor hewan coba.
Dengan nilai maksimal E = 20
E = (N – 1) – B – (T – 1)
20 = (Jumlah total sampel hewan coba – 1) – 0 – (5 – 1)
20 = Jumlah total sampel hewan coba – 1 – 4
N = 25
Dikarenakan jumlah kelompok yang dipakai adalah 5 kelompok, maka
jumlah sampel setiap kelompok adalah 5 ekor hewan coba.
Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan jumlah minimal yang
dibutuhkan tiap kelompok adalah 3 hewan coba dan maksimal 5 hewan
coba . Namun untuk mengatasi apabila adanya tikus yang mati, penelitian
ini menggunakan 7 tikus tiap kelompok. Sehingga jumlah tikus yang
digunakan adalah 35 ekor.
25
Sampel pada penelitian ini memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
sebagai berikut.
Kriteria Inklusi :
1. Tikus (Sprague dawley) yang sehat
2. Jantan
3. Usia 4-5 minggu
4. Berat rata – rata 50 gram.
Kriteria Ekslusi : Yaitu tikus yang mati pada saat penelitian dilakukan.
3.4. Identifikasi Variabel
3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas yang terdapat pada penelitian ini yaitu MSG dengan
dosis 4.8g/kgbb/hari, vitamin C dengan dosis 0.2g/kgbb/hari, ekstrak
kiwi 0.2g/kgbb/hari, dan ekstrak kiwi 0.4g/kgbb/hari.
3.4.2. Variabel Terikat
Variabel terikat yang terdapat pada penelitian ini yaitu gambaran
mikroskopis dan berat organ limpa tikus.
3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1. Alat dan Bahan
3.5.1.1. Alat
Kandang tikus
Minor set bedah
Timbangan
Spuit 3cc Merek Terumo
Gelas beker 250cc
Botol kedap cahaya
Sonde lambung
Tempat minum dan makan tikus
Aluminium foil
Mikroskop
26
3.5.1.2. Bahan
Tikus putih strain Sprague dawley sebanyak 35 ekor didapat dari
iRATCo Animal Facility and Modeling Provider Bogor
MSG dari Sigma-Aldrich
Pakan tikus berupa pellet ayam seri 512 dan air minum
Akuabidest
Eter
Formalin 10%
Ekstrak buah kiwi yang diproses dengan freezedry
Vitamin C ampul dari Ulvice
3.5.2. Adaptasi Hewan
Hewan menjalani adaptasi selama 3 hari di Animal House Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. Hewan diberi kandang
yang bersih disertai bedding. Hewan diberi makan dan minum ad libtum.
3.5.3. Pemberian Tikus Dengan Monosodium Glutamat
Hewan diberikan MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari. Pemberian
MSG dicampurkan dengan akuabidest. Kemudian diberikan
kepada kelompok II, III, IV, dan V selama 30 hari secara oral
menggunakan sonde tikus 53
.
3.5.4. Pemberian Vitamin C Pada Tikus
Hewan diberikan vitamin C dengan dosis 0.2g/kgbb/hari.
Pemberian vitamin C dilakukan dengan dicampurkan akuabidest.
Kemudian diberikan kepada kelompok III selama 30 hari secara
oral menggunakan sonde tikus 53
.
27
3.5.5. Pemberian Ekstrak Kiwi Pada Tikus
Ekstrak Kiwi yang telah dibuat lalu ditimbang sesuai dengan dosis
yang diberikan. Dosis 1 yaitu 0.2g/kgbb/hari menggunakan 1.3 g ekstrak
Kiwi. Sedangkan pada dosis 2 yaitu 0.4g/kgbb/hari menggunakan 2.6 g
ekstrak Kiwi.
3.5.6. Pengukuran Berat Organ Limpa Tikus
Saat dilakukan tahap pengambilan organ, berat organ diukur dengan
timbangan digital.
3.5.6. Tahap Pengambilan dan Fiksasi Organ
Plastik disiapkan dengan label nama ataupun kode organ. Plastik
diisi dengan formalin 10%. Selanjutnya tikus kita lakukan anastesi
dengan metode inhalasi menggunakan eter. Kemudian pembedahan
dilakukan pada bagian abdominotorakal dan dilakukan nekropsi organ
limpa. Setelah itu organ dipotong dan dimasukkan kedalam plastik berisi
formalin 10%.
3.5.7. Tahap Pembuatan Preparat
Organ yang telah dilakukan pengambilan, dikirimkan ke Lab
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Preparat
histologi limpa tersebut menggunakan teknik pewarnaan Hematoxylin
Eosin (HE).
3.5.8. Observasi dan Foto Jaringan
Preparat jaringan limpa dilakukan observasi dan foto menggunakan
mikroskop Olympus BX41 dan software Olympus DP2-BSW.
Pengamatan dan foto jaringan ini dilakukan pada perbesaran 4x, 10x, 20x,
dan 40x.
28
3.5.9. Pengolahan Data Berat Organ Limpa Tikus
Data berat organ limpa tikus percobaan dilakukan pengolahan
secara deksriptif menggunakan Software SPSS versi 22.
3.6. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat surat ijin lolos etik (Ethical Clerance) dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
29
3.7. Alur Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan
Adaptasi hewan coba selama 7 hari
Kelompok 1
Kontrol
negatif
Kelompok 2
Kontrol positif
Kelompok P1
MSG + Vit C
Pemrosesan organ
Pembuatan preparat
Observasi dan foto preparat
Kelompok P3
MSG + Ekstrak
Kiwi 2
Kelompok P2
MSG + Ekstrak
Kiwi 1
Penimbangan berat organ
Pencatatan berat organ
Perlakuan dilakukan selama 30 hari
Pengambilan organ pada hari ke 31
Pengolahan data secara dekskriptif
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Berat Organ Limpa
Data berat organ limpa ini berdasarkan dari berat organ yang ditimbang
setelah proses sacrifice yang dilakukan pada semua kelompok tikus pada di hari ke-
31. Data berat organ limpa yang didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut.
Grafik 4.1. Berat organ limpa tikus setelah sacrifice.
Rata – rata hasil berat organ limpa yang terdapat pada kelompok kontrol
negatif (K-) adalah 0.48 g. Kelompok yang hanya diberi MSG (K+) memiliki rata –
rata hasil berat organ limpa adalah 0.36 g . Kelompok yang diberi MSG dan vitamin
C (P1) memiliki rata – rata hasil berat organ limpa adalah 0.36 g. Kelompok yang
diberi MSG dan ekstrak kiwi dosis 1 memiliki rata – rata hasil berat organ limpa
adalah 0.37 g. Kelompok yang diberi MSG dan ekstrak kiwi dosis 2 juga memiliki
rata – rata hasil berat organ limpa adalah 0.37 g.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
K - K + P1 P2 P3
Kelompok
Ber
at (
g)
31
Tabel 4.1. Uji normalitas berat organ limpa tikus.
Tests of Normality
Tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Beratorgan Knegatif .327 5 .086 .892 5 .370
Kpositif .222 5 .200* .945 5 .701
P1 .207 5 .200* .946 5 .712
P2 .204 5 .200* .976 5 .913
P3 .257 5 .200* .882 5 .318
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Data berat organ limpa tikus dilakukan analisis yang dimulai dengan
melakukan uji normalitas, uji ini dilakukan untuk mengetahui bahwa data
memiliki disribusi yang normal atau tidak, uji normalitas yang dilakukan dengan
menggunakan Shapiro-Wilks karena sampel pada penelitian ini sedikit. Hasil
analisis uji statistik tersebut menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan
nilai p > 0.05.
Tabel 4.2. Uji Oneway anova berat organ limpa tikus.
ANOVA
Berat organ
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .056 4 .014 1.137 .368
Within Groups .245 20 .012
Total .300 24
Uji Oneway Anova dilakukan selanjutnya dikarenakan data tersebut
terdistribusi normal. Tujuan dilakukannya uji Oneway Anova adalah untuk
mengetahui perbedaan bermakna pada data rata – rata berat organ limpa antar
semua kelompok tikus. Hasil uji Oneway Anova menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan berat organ limpa secara bermakna pada kelompok tikus dengan nilai
p> 0.5.
32
Uji statistik yang selanjutnya dilakukan adalah dengan menggunakan uji
Bonferroni untuk mengetahui perbedaan nilai berat organ limpa pada masing –
masing kelompok tikus. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang bermakna signifikan diantara semua kelompok tikus
dengan nilai p > 0.5.
Tabel 4.3. Uji Bonferroni berat organ limpa tikus.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Beratorgan
Bonferroni
(I) Tikus (J) Tikus
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Knegatif Kpositif .12000 .06997 1.000 -.1006 .3406
P1 .12200 .06997 .966 -.0986 .3426
P2 .11000 .06997 1.000 -.1106 .3306
P3 .11800 .06997 1.000 -.1026 .3386
Kpositif Knegatif -.12000 .06997 1.000 -.3406 .1006
P1 .00200 .06997 1.000 -.2186 .2226
P2 -.01000 .06997 1.000 -.2306 .2106
P3 -.00200 .06997 1.000 -.2226 .2186
P1 Knegatif -.12200 .06997 .966 -.3426 .0986
Kpositif -.00200 .06997 1.000 -.2226 .2186
P2 -.01200 .06997 1.000 -.2326 .2086
P3 -.00400 .06997 1.000 -.2246 .2166
P2 Knegatif -.11000 .06997 1.000 -.3306 .1106
Kpositif .01000 .06997 1.000 -.2106 .2306
P1 .01200 .06997 1.000 -.2086 .2326
P3 .00800 .06997 1.000 -.2126 .2286
P3 Knegatif -.11800 .06997 1.000 -.3386 .1026
Kpositif .00200 .06997 1.000 -.2186 .2226
P1 .00400 .06997 1.000 -.2166 .2246
P2 -.00800 .06997 1.000 -.2286 .2126
33
MSG mampu memberikan pengaruh negatif pada limpa. Pada penelitian
oleh Zeinab A (2014) menunjukkan MSG mampu menyebabkan atrofi organ
limpa. Selain itu juga menyebabkan gangguan pada organ pankreas, dan
peningkatan enzim marker hati pada serum tikus 28
. Pada penelitian ini diharapkan
terdapat penurunan berat organ limpa kelompok kontrol positif, tetapi ternyata
pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian MSG tidak memberikan
dampak secara signifikan dalam menurunkan berat organ limpa tikus. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibegbulem (2016) bahwa tidak
terdapat perubahan berat organ limpa secara signifikan (p > 0.05) pada pemberian
MSG selama 33 hari yang menunjukkan bahwa pemberian MSG tidak
memberikan pengaruh berupa atrofi atau hipertrofi pada organ limpa 54
.
Bila dihubungkan dengan hasil mikroskopis, didapatkan kerusakan organ
pada kelompok P1 lebih ringan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol
positif, dalam penelitian ini berat organ limpa kelompok P1 diharapkan
menunjukkan peningkatan, tetapi hasil yang didapatkan pada kelompok P1
menunjukkan bahwa pemberian vitamin C tidak dapat meningkatkan secara
signifikan berat organ limpa pada tikus yang telah diberi MSG. Hasil ini sesuai
dengan yang dilakukan oleh Aldahmash dan El-nager (2014), yaitu terjadi
peningkatan berat organ limpa yang tidak signifikan pada mencit yang diberikan
vitamin C 500mg/kg dengan diinduksi timah asetat 20mg/kg selama lima hari 10
.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis vitamin C yang tepat
untuk mempengaruhi berat organ limpa akibat MSG yang dikarenakan
peningkatan stress fisik akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan vitamin C 35
.
Bila dihubungkan dengan hasil mikroskopis, didapatkan kerusakan organ
limpa pada kelompok P2 dan P3 terjadi lebih berat bila dibandingkan kelompok
P1. Pada gambaran mikroskopis ditemukan lebih banyak kerusakan pulpa putih
yang disertai kongesti pulpa merah. Kongesti merupakan tahap yang terjadi
akibat proses stres oksidatif yang sedang berlangsung, dan vasodilatasi yang
terjadi akan menyebabkan keluarnya cairan dari pembuluh darah 55
.
34
Stasis terjadi akibat adanya peningkatan viskositas darah, akumulasi darah
pada stasis ini akan mempengaruhi massa organ, sehingga diharapkan berat
organ limpa kelompok P2 dan P3 terjadi peningkatan. Tetapi pada pemberian
ekstrak kiwi pada kelompok P2 dan P3 tidak menunjukkan peningkatan berat
organ limpa pada tikus secara signifikan.
4.2. Gambaran Mikroskopis Limpa
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 4.1. Pulpa pada organ Limpa (a) kelompok kontrol negatif perbesaran 40x (b) kelompok
kontrol positif perbesaran 40x (c) kelompok P1 yaitu MSG dan vitamin C perbesaran 40x (d)
kelompok P2 yaitu MSG dan kiwi dosis 1 perbesaran 40x (e) kelompok P3 yaitu MSG dan kiwi
dosis 2 perbesaran 40x.
Tabel 4.4. Kerusakan gambaran mikroskopis limpa.
35
Kerusakan limpa
K negatif
K positif
P1
P2
P3 Pulpa Putih + ++++ + +++ ++ Pulpa Merah - ++ + ++ +
Keterangan : Tanda (+) menunjukkan kerusakan derajat ringan, tanda (++) menunjukkan
kerusakan derajat ringan - sedang, tanda (+++) menunjukkan kerusakan derajat sedang, dan tanda
(++++) menunjukkan kerusakan derajat berat.
Pada tikus kelompok kontrol negatif (gambar 4.1.a) terlihat gambaran
normal pulpa putih dan pulpa merah organ limpa. Pada pulpa putih tampak pusat
germinal yang terwarnai lebih pucat, tampak selubung limfe periarterial (PALS)
yang jelas, dan pulpa merah tampak normal, batas antara pulpa merah dan pulpa
putih dapat dibedakan secara jelas.
Gambaran mikroskopis (gambar 4.1.b) tampak berbeda pada kelompok
kontrol positif. Sesuai dengan tabel 4.4. ditemukan kerusakan derajat ringan –
sedang pada pulpa merah dan kerusakan derajat berat pada pulpa putih berupa
atrofi pulpa putih. Ukuran pulpa putih ditemukan berukuran kecil yang
disebabkan tidak adanya pusat germinal dan selubung limfe periarterial secara
jelas pada pulpa putih. Pada pulpa merah ditemukan kongesti yang mengakibatkan
batas antara pulpa merah dengan pulpa putih sulit dibedakan. Sensitivitas organ
limpa dan timus terhadap peroksidasi lipid ini juga meningkat saat pemberian
MSG 56
. Terjadi gangguan konsentrasi lipid peroksida dan tertekannya konsentrasi
antioksidan seperti glutation, katalase dan superoksida dismutase pada berbagai
organ tikus selama pemberian MSG 57
.
Hasil penelitian ini sesuai dengan peneltian oleh Zeinab A (2014) bahwa
setelah pemberian MSG sebesar 3g/kg berat badan selama 8 minggu, tampak
mikroskopis organ limpa dengan folikel limfatik yang berukuran kecil. Folikel
limfatik tidak terdapat pusat germinal dan pada pulpa merah terdapat kongesti.
Peningkatan glutamat dapat mempengaruhi aktivitas pintu kalium voltage-gated
dan mengganggu proliferasi sel T limfosit melalui reseptor metabotropik glutamat
yang menyebabkan penurunan sel T limfosit yang terdapat pada korteks jaringan
timus dan PALS jaringan limpa 28
.
36
Pada kelompok P1 (gambar 4.1.c) masih dapat ditemukan kerusakan
gambaran mikroskopis. Pada tabel 4.4. menunjukkan bahwa kerusakan
mikroskopis kelompok P1 memiliki derajat ringan baik pada pulpa merah dan
pulpa putih. Gambaran mikroskopis didapatkan semakin banyak folikel limfoid
berukuran besar. Pada pulpa putih tampak adanya pusat germinal yang terwarnai
pucat, PALS juga tidak banyak ditemukan secara jelas. Berbeda dengan kelompok
kontrol positif, pulpa merah pada kelompok P1 ini ditemukan lebih sedikit
kongesti. Batas antara pulpa putih dan merah tampak lebih baik bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol positif. Dapat disimpulkan bahwa kerusakan lebih
banyak terjadi pada pulpa putih.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Kim et al mengenai
vitamin C merupakan hal esensial dalam menjaga intergritas struktur dan fungsi
limpa. Terdapat adanya gangguan aritektur histologis mencit limpa setelah tidak
diberikan vitamin C selama lima minggu, vitamin C berperan dalam antioksidan
intraseluler yang melindungi dari kerusakan yang diinduksi radikal bebas seperti
anion superoksida, nitrit oksida, dan hidrogen peroksida. Vitamin C yang
mengalami kekurangan 2 molekul ini penting untuk mengkonversi glutation
disulfida (GSSG) menjadi glutation (GSH). Vitamin C juga memiliki fungsi
dalam mengubah vitamin E teroksidasi menjadi α-tocopherol 39
.
Vitamin C juga memiliki fungsi yaitu melindungi lipid plasma dan
membran lipid, mekanisme yang digunakan adalah dengan menetralisasir oksidan
derivat-fagosit yang dilepaskan secara ekstraseluler. Terjadinya kerusakan
jaringan akibat oksidan dapat dihambat, mekanisme lain dari vitamin C adalah
mampu memberikan proteksi terhadap 5-lipoksigenase 40
.
Pada kelompok P2 (gambar 4.1.d) menggambarkan adanya perbaikan
kerusakan mikroskopis. Sebagaimana dalam tabel 4.4. menunjukkan bahwa
ditemukan kerusakan derajat sedang pada pulpa putih dan derajat ringan – sedang
pada pulpa merah. Pada kelompok P2 tampak adanya perbaikan bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol positif. Tetapi perbaikan mikroskopis ini tidak sebanyak
bila dibandingkan dengan kelompok P1, masih terdapat pulpa putih yang
berukuran kecil tanpa adanya pusat germinal, dan PALS pada pulpa putih tersebut
juga kurang terlihat jelas.
37
Pada pulpa merah kelompok P2 dapat ditemukan kongesti yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan kelompok P1. Gambaran mikroskopis
menunjukkan bahwa jejas yang ditimbulkan akibat MSG masih lebih banyak
terdapat pada kelompok P2.Pada pemberian dosis kiwi yang lebih besar seperti
kelompok P3 (gambar 4.1.e) juga ditemukan perbaikan kerusakan mikroskopis.
Pada tabel 4.4. ditemukan bahwa kerusakan pulpa putih memiliki derajat ringan –
sedang dan pulpa memiliki derajat ringan, kerusakan yang didapatkan pada
kelompok P3 tampak sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok P2.
Tetapi perbaikan secara mikroskopis kelompok P3 masih tidak sebanyak bila
dibandingkan dengan kelompok P1, dapat diartikan bahwa perbaikan gambaran
mikroskopis organ limpa meningkat seiring dengan meningkatnya dosis buah
kiwi, semakin banyak vitamin C pada buah kiwi tersebut bekerja untuk
mengurangi stres oksidatif. Jejas yang ditimbulkan akibat MSG menjadi
berkurang, pulpa putih tanpa pusat germinal terlihat lebih sedikit bila
dibandingkan kelompok P2, meskipun PALS pada pulpa putih masih belum
terlihat jelas, dan kongesti pada pulpa merah tampak jelas berkurang bila
dibandingkan kelompok P2.
Buah kiwi hijau memiliki kandungan tinggi akan vitamin C dan ekstrak
buah kiwi tersebut telah menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat secara in
vitro. Konsumsi buah kiwi ini juga dapat memberikan pengaruh berupa penurunan
oksidasi DNA limfosit, melindungi limfosit dari oksidasi secara in vitro dan
menstimulasi perbaikan DNA limfosit 58
. Selain itu pada penelitian lain yang
menggunakan manusia menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap
perbaikan DNA limfosit akibat stres oksidatif setelah diberi intervensi dengan 1
buah kiwi setiap 30kg berat badan selama 3 minggu 59
.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan buah kiwi (P2
dan P3) tidak menghasilkan perbaikan mikroskopis yang lebih baik bila
dibandingkan dengan kelompok perlakuan dengan vitamin C sintetik (P1). Hasil
ini terjadi dapat diakibatkan oleh proses yang digunakan selama pembuatan
ekstrak kiwi, pembuatan ekstrak kiwi tersebut menggunakan tahap pengeringan.
Tahap tersebut akan mengeluarkan air dari buah kiwi, dan vitamin C memiliki
sifat yaitu larut dalam air 35
.
38
Vitamin C ini turut keluar bersama air dari buah kiwi, adapun faktor yang
mungkin turut mempengaruhi hasil penelitian yaitu terjadinya proses oksidasi
vitamin C selama proses pembuatan ekstrak kiwi. Proses pembuatan ekstrak dapat
mempengaruhi kadar vitamin C yang sebenarnya terdapat pada buah kiwi,
akibatnya vitamin C dalam buah kiwi tidak dapat bekerja maksimal dalam
menurunkan stres oksidatif yang terjadi karena pemberian MSG.
Faktor berupa tingkat kematangan buah kiwi tersebut tidak mempengaruhi
hasil dari penelitian ini. Pada penelitian lain menyatakan bahwa pengaruh buah
kiwi dalam merangsang sistem imun tidak dipengaruhi dengan tingkat
kematangan buah itu sendiri, penelitian tersebut menduga konsentrasi komponen
aktif di dalam buah kiwi tersebut sama di tingkat kematangan yang berbeda.
Tetapi pengaruh buah kiwi dalam merangsang sistem imun berkorelasi dengan
jumlah dosis buah kiwi yang diberikan 17
.
Meskipun dalam mengonsumsi vitamin C secara sintetis ataupun langsung
dari makanan dapat terlihat sejenis, sebenarnya konsumsi vitamin C secara
langsung dari makanan lebih dianjurkan. Zat yang terkandung dalam makanan
lebih bervariatif jenisnya seperti makronutrien, mikronutrien, fitokimia yang akan
memberikan banyak pengaruh baik terhadap kesehatan 60
.
39
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Pemberian ekstrak buah kiwi dengan dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari tidak
memberikan pengaruh secara signifikan ( p > 0.05) terhadap berat organ
limpa tikus Strain Sprague dawley yang telah diberikan MSG dengan
dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari.
2. Pemberian ekstrak buah kiwi dengan dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari dapat
memberikan pengaruh terhadap gambaran mikroskopis berupa perbaikan
pulpa merah dan pulpa putih pada organ limpa tikus Strain Sprague
dawley yang telah diberikan MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30
hari.
3. Pemberian ekstrak buah kiwi dengan dosis 0.2 dan 0.4 g/kgbb/hari pada
tikus yang mendapat MSG dengan dosis 4.8g/kgbb/hari selama 30 hari
selama 30 hari dapat menurunkan kerusakan organ limpa tikus jantan
Strain Sprague dawley bila dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi
MSG.
5.2. Saran
1. Peneliti menyarankan agar melakukan penelitian selanjutnya dengan dosis
buah kiwi yang lebih besar.
2. Peneliti menyarankan agar melakukan penelitian selanjutnya dengan
beberapa durasi selama delapan minggu.
3. Peneliti menyarankan agar melakukan penelitian selanjutnya untuk
menggunakan cara mengekstrak buah kiwi dengan pelarut etanol.
40
Daftar Pustaka
1. He K, Du S, Xun P, et al. Consumption of monosodium glutamate in
relation to incidence of overweight in Chinese adults: China Health and
Nutrition Survey (CHNS). Am J Clin Nutr. 2011.
doi:10.3945/ajcn.110.008870.
2. Anurogo D, Ikrar T. The neuroscience of glutamate. 2008;(July):78-84.
doi:10.1016/j.tins.2004.08.010.
3. Ardyanto TD. MSG dan Kesehatan : Sejarah, Efek dan Kontroversinya.
MSG dan Kesehat Sejarah, Efek dan Kontroversinya. 2004;1:52-56.
4. Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013:1-384. doi:1 Desember 2013.
6. Sharma V, Deshmukh R. Ajimomoto (Msg): a Fifth Tatse or a Bio Bomb.
Eur J Pharm Med Res. 2015;2(2):381-400. www.ejpmr.com.
7. Ajibade AJ, Fakunle PB, Adetunji MO. Some effects of monosodium
glutamate administration on the histo-architecture of the spleen and
pancreas of adult Wistar rats. Jounal Pharm Biol Sci. 2015.
http://www.jpabs.org/.
8. Inggrid M, Santoso H. Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa Aktif dari
Buah Kiwi (Actinidia deliciosa ). Lemb Penelit dan Pengabdi Kpd Masy.
2014;III(3):43.
9. USDA Natonal Nutrient Database for Standard Reference. Full Report (All
Nutrients) 09148, Kiwifruit, Green, Raw Report.; 2016.
10. Aldahmash BA, El-Nager D. The Protective Effect of Vitamin C Against
Toxicity Induced by LeadAcetate on Liver and Spleen in Swiss Albino
Mice. 2014;46:1425-1431.
11. Singletary K. Kiwifruit. Nutr Today. 2012;47(3):133-147.
doi:10.1097/NT.0b013e31825744bc.
12. Ide P. Health Secret of Kiwi Fruit. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindo; 2010.
41
13. Ferguson AR. Kiwifruit: Science and Management. Wellington, New
Zealand: New Zealand Society for Horticultural Science. 415-435.1990.
14. Astawan M, Kasih AL. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama; 2008.
15. Collins AR, Harrington V, Drew J, Melvin R: Nutritional modulation of
DNA repair in a human intervention study. Carcinogenesis 2003, 24:511-
5.
16. Ferguson AR, Fillion L: Are kiwifruit really good for you? Acta
Horticulturae 2003, 610:131-135.
17. Iwasawa H, Morita E, Ueda H, Yamazaki M. Influence of Kiwi Fruit on
Immunity and Its Anti-oxidant Effects in Mice. Food Sci Technol Res.
2010;16(2):135-142. doi:10.3136/fstr.16.135.
18. Collins BH, Horska A, Hotten PM, Riddoch C, Collins AR: Kiwifruit
protects against oxidative DNA damage in human cells and in vitro. Nutr
Cancer 2001, 39:148-153.
19. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 11th ed. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
20. Netter FH. Atlas Anatomi Manusia Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.
21. Cesta MF. Normal Structure, Function and Histology of the Spleen.
Toxicol Pathol. 2006;34(5):504-514. doi:10.1080/01926230600865549.
22. Eroschenko VP. Atlas Histologi Defiore. 11th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.
23. Ross MH, Pawlina W. Histology A Text and Atlas With Correlated Cell
and Molecular Biology. 6th ed. (Taylor C, ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2011.
24. Pearse G. Normal Structure, Function and Histology of the Spleen. Toxicol
Pathol. 2006;34(5):504-514. doi:10.1080/01926230600865549.
25. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th
ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008
26. Iswara I, Yonata A. Efek Toksik Konsumsi Monosodium Glutamate
Toxic. 2016;5(September):100-104.
42
27. Gill S, Pulido O. Glutamate receptors in peripheral tissue excitatory
transmission outside the CNS. New York: Kluwer Academic/Plenum
Publisher; 2005.
28. Hassan ZA, Arafa MH, Soliman, Wafaa Ibrahim Atteia HH, Al-Saeed HF.
The Effects of Monosodium Glutamate on Thymic and Splenic Immune
Functions and Role of Recovery (Biochemical and Histological study).
2014;5(6).
29. Roman-Ramos R, Almanza-Perez JC, Garcia-Macedo R, et al.
Monosodium glutamate neonatal intoxication associated with obesity in
adult stage is characterized by chronic inflammation and increased mRNA
expression of peroxisome proliferator-activated receptors in mice. Basic
Clin Pharmacol Toxicol. 2011;108(6):406-413.
30. Gotoh K, Inoue M, Masaki T, et al. A novel anti-inflammatory role for
spleen-derived interleukin-10 in obesity-induced inflammation in white
adipose tissue and liver. Diabetes. 2012;61(8).
31. Zhou Z, Peng X, Insolera R, Fink DJ, Mata M. (2009). IL-10 promotes
neural survival following spinal cord injury. Experimental Neurology,
220(1), 183–190. https://doi.org/10.1016/j.expneurol.2009.08.018.IL-10
32. Al-saffar SF. Pathological effect of Daily Consumption of Indomy on
Lung, Kidney and Spleen in Albino Rat. 2012;(2):331-339.
33. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafriadi.
Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
danTerapeutik FK UI; 2012.
34. Bakhtiar MAH. Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Dingin terhadap
Kandungan Vitamin C dan Aktivitas Antioksidan Cabai Merah (Capsium
annum L.). 2009;274: 1-173.
35. Whitney E, Rolfes SR. Understanding Nutrition. 13th ed. Wadsworth,
Cengage Learning; 2009. doi:10.1111/j.1753-4887.1997.tb01621.x.
36. Kuvibidila S, Baliga B. Nutrition and Immune Function. (Calder PC, Field
CJ, Gill HS, eds.). London: CABI Publishing; 2002.
37. Aldahmash BA, El-Nager D. The Protective Effect of Vitamin C Against
Toxicity Induced by LeadAcetate on Liver and Spleen in Swiss Albino
43
Mice. 2014;46:1425-1431.
38. El-Sayed MF, Abdel-Ghafar SK, Adly MA, Salim AA, Abdel-Samei WM.
The Protective Effects of DMSA and Some Vitamins against Toxicity
Induced By Lead in Male Albino Rats. J Basic Appl Zool. 2015;71(1):60-
65. http://dx.doi.org/10.12785/jpac/010101.
39. Kim H, Bae S, Yu Y, et al. The analysis of vitamin C concentration in
organs of gulo(-/-) mice upon vitamin C withdrawal. Immune Netw.
2012;12(1):18-26. doi:10.4110/in.2012.12.1.18.
40. Anderson R, Smit MJ, Joone GK, Van Straden AM. (1990) Vitamin C and
cellular immune functions: protection against hypochlorous acid-mediated
inactivation of glyceraldehyde-3-phosphate dehydrogenase and ATP
generation in human leucocytes as a possible mechanism of ascorbate-
mediated immunostimulation. Annals of the New York Academy of
Science. 1990; 587:34–48.
41. EFSA Panel on Dietetic Products Nutrition and Allergies. Scientific
Opinion on Dietary Reference Values for Vitamin C. EFSA J.
2013;11(11). http://doi.wiley.com/10.2903/j.efsa.2013.3418.
42. Berdanier CD. Advanced Nutrition Micronutrients. Florida: CRC Press
LLC; 1998.
43. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI Nomor 75
Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia. http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan Gizi/PMK
75-2013.pdf. Published 2013. Accessed June 2, 2017.
44. National Institutes of Health Office Dietary Supplements. Vitamin C.
https://ods.od.nih.gov/factsheets/VitaminC-HealthProfessional/. Published
2016. Accessed June 3, 2017.
45. Elste V, Troesch B, Eggersdorfer M, Weber P. Emerging Evidence on
Neutrophil Motility Intake Requirements. Nutrients. 2017.
doi:10.3390/nu9050503.
46. Carr AC, Frei B. Toward a new recommended dietary allowance for
vitamin C based on antioxidant and health effects in humans 1 – 3. Am Soc
Clin Nutr. 1999:1086-1107.
44
47. Trianto SS, Lestyorini SY, Margono. Ekstraksi Zat Warna Alami Wortel
(Daucus Carota) Menggunakan Pelarut Air. 2014;13(2):51-54.
48. Diantika F, Sutan SM, Yulianingsih R. Pengaruh Lama Ekstraksi dan
Konsentrasi Pelarut Etanol terhadap Ekstraksi Antioksidan Biji Kakao.
2014;15(3):159-164.
49. Arifianti L, Oktarina RD, Kusumawati I. Pengaruh Jenis Pelarut
Pengektraksi Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun
Orthosiphon stamineus. 2014;2(1):1-4.
50. Sa'adah H, Nurhasnawati H. Perbandingan pelaurt Etanol dan Air pada
Pembuatan EkstrakUmbi Bawang Tiwai Menggunakan Metode Maserasi.
2015;1(2):149-153.
51. Harlan. Sprague Dawley Rat. Taconic.
https://www.taconic.com/pdfs/sprague-dawley-rat.pdf. Accessed October
28, 2017.
52. Siska, Nursal FK, Farida. Pemanfaatan Akar Seledri (Apium Graveolens)
sebagai Antihipertensi. Farmasains. 2010;1(1).
53. Harmita, Radji M. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.
54. Ibegbulem CO, Chikezie PC, Ukoha AI, Opara CN. Effects of diet
containing monosodium glutamate on organ weights, acute blood steroidal
sex hormone levels, lipid profile and erythrocyte antioxidant enzymes
activities of rats. J Acute Dis. 2016;5(5):402-407.
doi:10.1016/j.joad.2016.08.007.
55. Kumar V, Abbas AK. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015.
56. Beyreuther K, Biesalski HK, Fernstrom JD, Grimm P, Hammes WP, et al.
Consensus meeting: monosodium glutamate - an update. Eur J Clin Nutr.
2007;61:304-313.
57. Ahluwalia P, Tiwari K, Choudhary P. 1996. Studies on the effects on
monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult
male mice. Toxicol Lett.1996;84:161-165.
45
58. Brevik A, Gaivão I, Medin T, et al. Supplementation of a western diet with
golden kiwifruits (Actinidia chinensis var.’Hort 16A’:) effects on
biomarkers of oxidation damage and antioxidant protection. Nutr J.
2011;10(1):54.
59. Rush E, Ferguson LR, Cumin M, Thakur V, Karunasinghe N, Plank L.
Kiwifruit consumption reduces DNA fragility: a randomize controlled
pilot study volunteers. 2006. doi:10.1016/j.nutres.2006.05.002.
60. Carr AC, Vissers MCM. Synthetic or Food-Derived Vitamin C Are They
Equally Bioavailable?.2013;4284–4304.
https://doi.org/10.3390/nu5114284.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 6.1. Surat keterangan tikus sehat.
47
Lampiran 2
Surat Etika Penelitian
Gambar 6.2. Surat etika penelitian.
48
Lampiran 3
Surat Determinasi Tanaman
Gambar 6.3. Surat determinasi tanaman.
49
Lampiran 4
Sertifikat Monosodium Glutamat
Gambar 6.4. Sertifikat monosodium glutamat.
50
Lampiran 5
Sertifikat Vitamin C
Gambar 6.5. Sertifikat Vitamin C bagian 1.
51
Gambar 6.6. Sertifikat Vitamin C bagian 2.
52
Gambar 6.7. Sertifikat Vitamin C bagian 3.
53
Gambar 6.8. Sertifikat Vitamin C bagian 4.
54
Lampiran 6
Pembuatan Ekstrak Kiwi
Gambar 6.9. Pembuatan ekstrak kiwi.
1) Kulit buah kiwi dipisahkan mengunakan alat juicer
2) Setelah dilakukan tahapan menggunakan juicer, lalu hasilnya dimasukan
kedalam botol untuk disimpan dengan suhu -22 C⁰
3) Setelah mengalami proses pembekuan selama semalam, dilakukan tahap
freezerdry dengan suhu -45 C⁰ dengan tekanan 15 PA sampai kadar airnya
sudah tidak ada lagi
4) Setelah dilakukan freezerdry dimasukan kedalam botol yang sudah di
timbang untuk mengetahui berat bersih sample yang sudah di freezerdry
55
Lampiran 7
Proses Penelitian
Gambar 6.10. Sampel tikus
Gambar 6.11. Pencekokan tikus
Gambar 6.12. Penimbangan MSG
Gambar 6.13. Pelarutan MSG
56
Gambar 6.14. Vitamin C
Gambar 6.15. Pelarutan Vitamin C
Gambar 6.16. Ekstrak kiwi
Gambar 6.17. Penimbangan ekstrak
kiwi
Gambar 6.18. Pelarutan ekstrak kiwi
Gambar 6.19. Nekropsi hewan
57
Gambar 6.20. Pengamatan preparat
Gambar 6.21. Pengambilan foto
preparat
58
Lampiran 8
Rumus Monosodium Glutamat
Dosis yang digunakan adalah 4800mg/kg/hari. Jumlah MSG untuk 1 tikus
setiap hari adalah sebagai berikut.
Dosis x berat badan tikus
= 4.8 g/kg x 50 g
= 4.8 g/kg x 0.05 kg
= 0.24 g
Untuk mempermudah penelitian, saya membagi MSG kedalam setiap 1
botol untuk 1 kelompok selama 10 hari. Maka dari itu, kebutuhan 7 tikus dalam
10 hari adalah sebagai berikut.
Jumlah MSG untuk 1 tikus per hari x jumlah tikus per kelompok x hari
= 0.24 g x 7 x 10
= 16.8 g
MSG tersebut harus dicampur dengan aquades terlebih dahulu. Dalam
sekali mencekok, saya memberikan aquades sejumlah 2 cc pada setiap tikus.
Maka dari itu kebutuhan 7 tikus dalam 10 hari adalah sebagai berikut.
Jumlah aquades untuk 1 tikus per hari x jumlah tikus per kelompok x hari
= 2 cc x 7 x 10
= 140 cc
Sehingga saya membuat 3 botol yang masing masing berisi campuran
16800 mg MSG dengan 140 cc aquades.
59
Lampiran 9
Rumus Vitamin C Ampul
Dosis yang akan diberikan kepada kelompok P1 adalah 0.2g/kgBB/hari
(200 mg/kgBB/hari ). Jumlah vitamin C untuk 1 tikus/hari adalah sebagai berikut.
Dosis x berat badan tikus
= 200 mg/kg x 0.05 kg
= 10 mg /hari
Pada kelompok P1 tersebut terdapat 7 tikus. Maka dari itu jumlah vitamin
C untuk 1 kelompok selama perhari nya adalah sebagai berikut.
Dosis perhari x jumlah tikus
= 10 mg /hari x 7
= 70 mg /hari
Sediaan vitamin C 1 ampul 5ml mengandung 1000 mg. Sehingga ampul
tersebut mengandung 200 mg/ ml vitamin C. Berikut adalah kebutuhan vitamin C.
Selanjutnya vitamin C tersebut dilarutkan dalam aquadest. Agar tercapai
jumlah cairan adalah 14 ml, aquadest yang diperlukan adalah sebanyak 13,65ml.
Dikarenakan perhitungan larutan ini untuk 7 tikus/hari, maka setiap tikus P1 akan
diberikan sebanyak 2ml larutan vitamin C.
60
Lampiran 10
Rumus Ekstrak Kiwi
Menurut United States Departement of Agriculture (USDA) menyatakan
bahwa di dalam 100 g buah kiwi hijau mengandung 92.7 mg vitamin C, kemudian
kami bulatkan sehingga kandungan vitamin C adalah 90 mg/100 g buah kiwi.
Setelah dilakukan pembuatan ekstrak buah kiwi, saya mendapatkan bahwa
4 kg buah kiwi menghasilkan 478.2 g ekstrak. Sehingga vitamin C yang terdapat
pada ekstrak tersebut adalah sebagai berikut.
= Jumlah vitamin C per 100g buah kiwi x 4 kg buah kiwi
= 90 mg/100 g x 4000 g
= 3600 mg
Dari hasil perhitungan ini didapatkan bahwa di dalam 478.2 g ekstrak
tersebut mengandung 3600 mg vitamin C. Selanjutnya saya akan memberikan 2
jenis dosis buah kiwi yaitu :
a) Dosis 1 ( 200 mg/kg )
= Dosis x berat badan tikus
= 200 mg/kg x 0.05 kg
= 10 mg
Jumlah vitamin C yang akan diberikan untuk 1 tikus adalah 10 mg.
Selanjutnya ini perlu dikonversikan untuk mendapatkan jumlah
ekstrak kiwi yang harus diberikan.
=
=
= 1.3 g
Sehingga jumlah ekstrak yang diberikan untuk dosis 1 adalah
sebanyak 1.3g.
61
b) Dosis 2 ( 400 mg/kg )
= Dosis x berat badan tikus
= 400 mg/kg x 0.05 kg
= 20 mg
Jumlah vitamin C yang akan diberikan untuk 1 tikus adalah 20 mg.
Selanjutnya ini perlu dikonversikan untuk mendapatkan jumlah
ekstrak kiwi yang harus diberikan.
=
=
= 2.6 g
Sehingga jumlah ekstrak yang diberikan untuk dosis 1 adalah
sebanyak 2.6 g.
62
Lampiran 11
Tabel Berat Organ Limpa Tikus
Kelompok A B C D E Mean ± SD
K - 0.47 0.43 0.81 0.24 0.47 0.48 ±
0.20562
K + 0.4 0.42 0.35 0.34 0.31 0.36 ±
0.04506
P1 0.35 0.45 0.43 0.26 0.32 0.36 ±
0.07855
P2 0.45 0.31 0.4 0.36 0.35 0.37 ±
0.05320
P3 0.48 0.44 0.28 0.3 0.33 0.37 ±
0.08877
Tabel 6.1 Berat Organ Limpa Tikus.
63
Lampiran 12
Uji Statistik Berat Organ Limpa Tikus
Case Processing Summary
Tikus
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Beratorgan Knegatif 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Kpositif 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
P1 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
P2 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
P3 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Tabel 6.2. Case processing summary
Descriptives
Tikus Statistic Std. Error
Beratorgan Knegatif Mean .4840 .09196
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .2287
Upper Bound .7393
5% Trimmed Mean .4794
Median .4700
Variance .042
Std. Deviation .20562
Minimum .24
Maximum .81
Range .57
Interquartile Range .31
Skewness .956 .913
Kurtosis 2.382 2.000
Kpositif Mean .3640 .02015
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .3081
Upper Bound .4199
5% Trimmed Mean .3639
Median .3500
Variance .002
64
Std. Deviation .04506
Minimum .31
Maximum .42
Range .11
Interquartile Range .09
Skewness .220 .913
Kurtosis -1.816 2.000
P1 Mean .3620 .03513
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .2645
Upper Bound .4595
5% Trimmed Mean .3628
Median .3500
Variance .006
Std. Deviation .07855
Minimum .26
Maximum .45
Range .19
Interquartile Range .15
Skewness -.121 .913
Kurtosis -1.672 2.000
P2 Mean .3740 .02379
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .3079
Upper Bound .4401
5% Trimmed Mean .3733
Median .3600
Variance .003
Std. Deviation .05320
Minimum .31
Maximum .45
Range .14
Interquartile Range .10
Skewness .492 .913
Kurtosis -.045 2.000
P3 Mean .3660 .03970
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .2558
Upper Bound .4762
5% Trimmed Mean .3644
65
Median .3300
Variance .008
Std. Deviation .08877
Minimum .28
Maximum .48
Range .20
Interquartile Range .17
Skewness .546 .913
Kurtosis -2.479 2.000
Tabel 6.3. Data berat organ deksriptif.
Tests of Normality
Tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Beratorgan Knegatif .327 5 .086 .892 5 .370
Kpositif .222 5 .200* .945 5 .701
P1 .207 5 .200* .946 5 .712
P2 .204 5 .200* .976 5 .913
P3 .257 5 .200* .882 5 .318
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 6.4. Uji normalitas berat organ limpa.
ANOVA
Beratorgan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .056 4 .014 1.137 .368
Within Groups .245 20 .012
Total .300 24
Tabel 6.5. Uji oneway anova berat organ limpa.
66
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Beratorgan
Bonferroni
(I) Tikus (J) Tikus
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Knegatif Kpositif .12000 .06997 1.000 -.1006 .3406
P1 .12200 .06997 .966 -.0986 .3426
P2 .11000 .06997 1.000 -.1106 .3306
P3 .11800 .06997 1.000 -.1026 .3386
Kpositif Knegatif -.12000 .06997 1.000 -.3406 .1006
P1 .00200 .06997 1.000 -.2186 .2226
P2 -.01000 .06997 1.000 -.2306 .2106
P3 -.00200 .06997 1.000 -.2226 .2186
P1 Knegatif -.12200 .06997 .966 -.3426 .0986
Kpositif -.00200 .06997 1.000 -.2226 .2186
P2 -.01200 .06997 1.000 -.2326 .2086
P3 -.00400 .06997 1.000 -.2246 .2166
P2 Knegatif -.11000 .06997 1.000 -.3306 .1106
Kpositif .01000 .06997 1.000 -.2106 .2306
P1 .01200 .06997 1.000 -.2086 .2326
P3 .00800 .06997 1.000 -.2126 .2286
P3 Knegatif -.11800 .06997 1.000 -.3386 .1026
Kpositif .00200 .06997 1.000 -.2186 .2226
P1 .00400 .06997 1.000 -.2166 .2246
P2 -.00800 .06997 1.000 -.2286 .2126
Tabel 6.6. Uji Bonferroni berat organ limpa.
67
Lampiran 13
Pengukuran Berat Badan Tikus
Kelompok
perlakuan
Berat tikus (gram) Rata-rata berat badan
tikus (gram) ± SD A B C D E
K ( - ) 46 54 51 47 56 51± 4,18
K (+ ) 55 53 51 52 49 52±2,54
P1 53 54 48 61 55 50,2±1,64
P2 54 48 49 59 54 55±5,67
P3 47 51 52 57 50 53±3,11
Tabel 6.7. Berat badan tikus awal.
Kelompok
perlakuan
Berat tikus (gram) Rata-rata berat badan
tikus (gram) ± SD A B C D E
K ( - ) 116 123 91 116 74 104± 20,72
K (+ ) 108 115 128 91 111 110,6±13,35
P1 119 102 79 102 105 101,4±14,36
P2 132 110 106 96 121 113,2±13,84
P3 111 112 96 112 113 108,8±7,19
Tabel 6.8. Berat badan tikus akhir.
68
Lampiran 14
Riwayat Penulis
Nama : Thalia Audina
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 7 September 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Asem Gede 2 no.4B RT/RW 04/05, Utan
Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur
Email : [email protected]
No. Telpon : 081313797924
Riwayat Pendidikan
2003 – 2008 : SDI Al Azhar 13 Rawamangun
2008 – 2011 : SMPI Al Azhar 12 Rawamangun
2011 – 2014 : SMA Negeri 8 Jakarta
2014 – Sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta