PENGARUH PARITAS DAN FAKTOR-FAKTOR LAIN TERHADAP …
Transcript of PENGARUH PARITAS DAN FAKTOR-FAKTOR LAIN TERHADAP …
Universitas Indonesia
PENGARUH PARITAS DAN FAKTOR-FAKTOR LAIN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RS BENYAMIN GULUH
KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011-2012
Syahraeni1 dan Engkus Kusdinar Achmad2
Program Studi Kebidanan Komunitas FKM UI1, Departemen Gizi FKM UI2
ABSTRAK Kejadian BBLR merupakan penyebab terbanyak kematian perinatal dan neonatal terutama
dinegara berkembang. Di Indonesia khususnya di RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka
Sulawesi Tenggara. Penelitian ini melihat pengaruh paritas dan faktor-faktor lain terhadap
kejadian BBLR, melalui pendekatan kuantitatif dengan disain case control. Sampel terdiri dari
88 kasus BBLR dan 352 kontrol pada tahun 2011-2012. Data dianalisis menggunakan uji Chi
Square dan analisis regresi logistik ganda. Hasil yang terbukti signifikan berpengaruh secara
statistik adalah jarak kelahiran, usia, pre-eklampsia, dan jenis kelamin. Faktor paling
berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah jarak kelahiran (OR=3,5). Disarankan peningkatan
pelayanan konseling KB, menunda kehamilan sebelum berusia 20 tahun dengan tidak menikah
muda, menjarangkan kehamilan dan Metode Amenorea Laktasi.
Kata Kunci : Bayi Berat Lahir Rendah; Paritas
ABSTRACT
Low Birth Weight is cause of death number one for perinatal and neonatal mortality, especially
for developing countries. Indonesia such as Benjamin Guluh Kolaka Hospital Southeast
Sulawesi. This study discusses the influence of parity and other factors on the incidence of low
birth weight, through a longitudinal study case-control design. Sample were 88 LBW cases and
352 controls in 2011-2012. Data were analyzed through Chi Squared test and multiple logistic
regression analyses. The result were proved to have statistically significant effects on birth
spacing, age, pre-eclampsia and gender. The most influential factor on the incidence of LBW
was birth spacing (OR=3,5). It was suggested to have a family planning counseling, delayed
pregnancy before age 20 years by not being married in toung age, pregnancy spacing and family
planning programs Lactation Amenorrhoea Method.
Key Words : Low Birth Weight; Parity.
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
2
Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan penyebab terbanyak kematian perinatal dan
neonatal (Johnston et al., 2003; Pritchard et al., 1991, p. 5). BBLR pada saat lahir, mempunyai
risiko 4 kali lebih besar untuk meninggal 28 hari pertama dalam kehidupannya (neonatal)
dibanding dengan bayi berat lahir normal (Kemenkes RI, 2010). Menurut WHO secara langsung
atau tidak langsung BBLR berkontribusi 60-80% dari seluruh kematian neonatal (Edmond dan
Bahl, 2006, p. 1).
WHO dan UNICEF (1992, p. 1) mengatakan, kejadian BBLR bervariasi antar daerah,
negara dan wilayah di negara yang sama. Angka kejadian BBLR lebih tinggi dinegara-negara
sedang berkembang daripada dinegara-negara yang sudah maju (Soetjiningsih, 1995, p. 95).
Secara global, WHO memperkirakan bahwa dari 25 juta BBLR yang lahir setiap tahun di dunia,
yang merupakan 17% dari semua kelahiran hidup, hampir 95% diantaranya berasal dari negara
berkembang (The World Health Report, 1998).
Prevalensi global BBLR 15,5%, dan 96,5% diantaranya terjadi dinegara berkembang
(Edmond and Bahl, 2006). Studi kolaborasi oleh WHO yang melibatkan penelitian dari 22
negara mengumpulkan data antropometri wanita hamil dan outcome kehamilan, menemukan
prevalensi BBLR 4,2-28,2% (Turhayati, 2006, p. 140). Insiden BBLR sangat bervariasi antara
wilayah dunia, yaitu 10-12% di Amerika Latin dan Karibia, kemudian Afrika 11-16%, dan 32%
di Asia Selatan (9% di Asia Timur) (The World Health Report, 1998). Studi multisenter yang
diprakarsai oleh WHO South-East Asia Region (SEARO) di tiga negara. Persentase kejadian
BBLR, di India 28.1, di Nepal 14.4, dan di Sri Lanka 18.4 (WHO & SEARO, 1994, p. 36).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9-30%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) angka BBLR sekitar 7,5% (Israr, 2008). Menurut Riskesdas
(2010) prevalensi BBLR (<2500 gram) di Indonesia adalah 11,1%, dan di Provinsi Sulawesi
Tenggara 10,4%. Kabupaten Kolaka adalah termasuk salah satu kabupaten yang terletak di
wilayah Provinsi Sulawesi tenggara. Menurut Bankdata (2010) prevalensi BBLR kabupaten lain
yang berada disekitarnya yaitu Kolaka Utara hanya 0,2% dan Konawe 0,3%, dibandingkan
dengan Kabupaten Kolaka sebesar 3,05%. Sementara menurut Profil Dinas Kesehatan (2011)
prevalensi BBLR adalah 1,6% pada tahun 2010 dan 2,4% tahun 2011, sedangkan target kasus
Kabupaten Kolaka sebesar 1%.
Penyebab BBLR adalah multifaktorial, namun menurut Manuaba (1998), Johnston et al.
(2003) dan Kardjati (1985) mengatakan paritas merupakan faktor yang dapat menyebabkan
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
3
Universitas Indonesia
terjadinya persalinan preterm atau BBLR. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan
masalah yang dihadapi ibu serta bayi yang dikandungnya selama kehamilan dan persalinan.
Kehamilan yang berulang kali dan melahirkan mengakibatkan rahim seorang ibu akan menjadi
lemah. Semakin tinggi paritas ibu atau jika seorang ibu terlalu sering melahirkan, maka risiko
selama kehamilan dan persalinan akan semakin meningkat (Kemenkes RI, 2010, p. 5). Dalam
multiparitas, risiko tampaknya meningkat secara independen dari usia ibu setelah kehamilan
kedua, sampai ke lima sama meningkatnya pada kehamilan pertama (Johnston et al., 2003).
Selain paritas, termasuk juga interval kelahiran yang dekat, kehamilan usia remaja atau
muda dan usia lebih dari 35 tahun, pre-eklampsia serta jenis kelamin bayi yang merupakan faktor
yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya BBLR akibat gangguan pada kehamilannya
(Manuaba, 1998; WHO, 1998; Johnston et al., 2003; Kardjati, 1985).
Interval atau jarak kelahiran menurut Manuaba (1998) dan Kardjati (1985) merupakan
faktor penyebab terjadinya BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2001) di RSUP
Mohammad Hoesni Palembang tahun 2000, membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jarak kelahiran dengan BBLR. Hasil penelitian Sistiarani di RSUD Banyumas
Tahun 2008 menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR adalah jarak
kelahiran < 2 tahun.
Usia ibu menurut Manuaba (1998), Johnston et al. (2003), dan Kardjati (1985),
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm atau BBLR. Dimana
Usia ibu mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Kehamilan dikalangan remaja atau usia muda
memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi, termasuk pre-eklampsia. Sementara pengaruh bagi
bayinya, terdapat risiko yang lebih besar seperti kelahiran BBLR. Remaja putri yang hamil
dibawah usia 18 tahun, akan meningkatkan risiko kesehatan bagi ibu dan bayinya dengan sangat
bermakna (Kemenkes RI, 2010, pp. 3-4).
Setelah usia 35 tahun, risiko yang terkait dengan kehamilan dan persalinan bagi
perempuan akan meningkat lagi. Risiko tersebut termasuk hipertensi dan pre-eklampsia (Anwar
dan Dardiri, 2007, p. 6). Hasil penelitian menegaskan bahwa proporsi kelahiran dengan berat
badan lahir rendah adalah lebih rendah antara anak yang lahir dari wanita yang lebih tua (usia
saat lahir ≥20 tahun), juga menunjukkan bahwa ibu-ibu berusia di bawah 20 tahun memiliki
kesempatan signifikan lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR daripada kelompok usia di atas
20 tahun.
Menurut Ahluwalia et al. (2001) dikutip Johnston et al. (2003) salah satu faktor yang
diketahui dapat menyebabkan bayi memiliki berat lahir tiba-tiba rendah untuk periode kehamilan
adalah pre-eklampsi yang sering dikaitkan dengan insufisiensi plasenta. Manuaba (1998) juga
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
4
Universitas Indonesia
berpendapat bahwa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm atau BBLR
salah satunya adalah pre-eklampsia. Demikian pula Dharma et al. (2005, p. 65) mengatakan
bahwa pre-eklampsia dapat berakibat buruk baik bagi ibu maupun janinnya, komplikasi pada
bayi diantaranya dapat berupa kelahiran prematur dan BBLR. Penelitian oleh Wahyuni dan
Rachmawati di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara preeklampsia berat pada ibu hamil dengan kejadian BBLR.
Jenis kelamin bayi diduga berhubungan dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh
Dasgupta dan Basu (2011) di Blok Hooghly Bengal Barat, menetapkan jenis kelamin sebagai
variabel, menemukan wanita berisiko 1,35 kali lebih rentan menjadi berat lahir rendah dari pada
laki-laki. Demikian pula analisis data sekunder SDKI tahun 1997 yang dilakukan oleh
Yushananta (2001, p. ii) di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, menemukan hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin bayi dengan kejadian BBLR.
Terdapat kesenjangan antara prevalensi kasus BBLR di RS Benyamin Guluh yaitu 11,7%
dengan prevalensi BBLR secara nasional yaitu 11,1% (Riskesdas, 2010), juga kesenjangan
terhadap target kabupaten Kolaka sebesar 1% (Profil Dinkes Kab. Kolaka, 2011). Jumlah kasus
BBLR di RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu 10,9% pada tahun 2011 dan 11,7% pada tahun
2012. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan masalah yang dihadapi ibu serta bayi
yang dikandungnya. Semakin tinggi paritas, maka risiko selama kehamilan dan persalinan akan
semakin meningkat, maka penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran berat lahir di RS
Benyamin Guluh serta pengaruh paritas, jarak kelahiran, usia ibu, pre-eklampsia dan jenis
kelamin bayi terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di RS Benyamin Guluh Kabupaten
Kolaka tahun 2011-2012.
TINJAUAN TEORITIS
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR
Menurut WHO dan UNICEF (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi berat lahir
diantaranya adalah Jenis kelamin dan kembar; Diet ibu; Wanita pendek, daerah ketinggian, dan
wanita muda; Gizi ibu dan diet, gaya hidup (misalnya, alkohol, tembakau atau penyalahgunaan
obat) dan eksposur (misalnya, malaria, HIV atau sifilis), atau komplikasi seperti hipertensi;
Kondisi sosial ekonomi yang rendah.
Menurut WHO dan UNICEF (1992) penyebab BBLR, ada beberapa kondisi yang sering
saling terkait dan berhubungan dengan berat badan lahir rendah, termasuk diantaranya adalah
Status sosio-ekonomi; Etnis; Gizi ibu; Lingkungan; dan Status kesehatan. Sedangkan faktor-
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
5
Universitas Indonesia
faktor utama yang berkontribusi terhadap BBLR karena pertumbuhan intrauterin yang terhambat
(IUGR) seperti : Asupan kalori yang rendah atau berat badan rendah; Berat badan sebelum
kehamilan; Perawakan pendek; Etnis non-putih; Jenis kelamin janin; Malaria; Merokok; dan
Primiparity.
Menurut Johnston, flood, and Spinks (2003) beberapa faktor predisposisi prematur yang
diketahui memiliki kesamaan dengan yang menyebabkan BBLR dari penurunan pertumbuhan
intrauterin, meliputi : Status sosial ekonomi yang buruk; Pre-eklampsia; Infeksi; Merokok dan
alkoholisme pada kehamilan; Perdarahan antepartum; Beberapa kehamilan; Perkembangan
kelainan janin; Primiparity; Ibu dengan perawakan pendek; Ibu usia dibawah 18 tahun.
Selanjutnya menurut Manuaba (1998), berbagai faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya persalinan preterm atau BBLR. Pertama adalah Faktor ibu : Gizi saat hamil yang
kurang; Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun; Jarak kehamilan dan bersalin terlalu
dekat; Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok); Faktor
pekerja yang terlalu berat. Ke-dua adalah Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion; Hamil
ganda; Perdarahan antepartum; Komplikasi hamil : pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.
Ke-tiga adalah Faktor janin : Cacat bawaan; Infeksi dalam rahim. Ke-empat adalah Faktor yang
masih belum diketahui
Sedangkan menurut Kardjati (1985) faktor-faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR digolongkan menjadi dua, faktor-faktor tersebut adalah :
1) Faktor intrinsik bayi: Jenis kelamin bayi; Genetik; Ras/suku bangsa; dan Keadaan plasenta.
2) Faktor ibu:
a) Faktor Biologi : Umur ibu; Jumlah kelahiran (Paritas); Tinggi badan; Berat badan;
Penambahan berat badan selama kehamilan dan Parameter antropometri.
b) Faktor Lingkungan : Status sosial ekonomi; Status Nutrisi; Infeksi; Jarak kelahiran;
Aktivitas fisik; layanan kesehatan semasa hamil (ANC); Altitude; Kebiasaan merokok;
dan konsumsi alkohol.
METODOLOGI PENELITIAN
Disain studi penelitian ini adalah rancangan penelitian kasus kontrol dengan
menggunakan pendekatan retrospektif. Variabel yang akan diteliti adalah paritas, jarak kelahiran,
usia ibu, pre-eklampsia, dan jenis kelamin bayi. Populasi adalah seluruh bayi yang lahir di RS
Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2011-2012. Kriteria sampel yang diikut sertakan pada
penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi yaitu : bayi yang lahir tunggal, hidup periode 2011-
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
6
Universitas Indonesia
2012, berat bayi 1500-2499 gram sebagai kasus, ≥2500 gram sebagai kontrol, ibu yang
melahirkan antara periode 2011-2012.
Sampel kasus yang dipilih diambil dari seluruh bayi dengan berat lahir 1500-2500 gram
(BBLR), yang memenuhi kriteria dan tercatat dalam rekam medik ruang kebidanan dan
Perinatologi RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2011 - 2012. Terdiri dari 88 kasus
BBLR, dengan perbandingan 1 : 4, maka diperoleh 352 bayi sebagai kontrol yang dipilih secara
Systematic Random Sampling. Sehingga total seluruh sampel adalah 440 bayi. Menggunakan
analisis Kai Kuadrat untuk untuk menilai besarnya perbedaan antara frekuensi observasi dan
frekuensi ekspektasi. Jika nilai p<0,05 maka keputusannya ada hubungan yang bermakna antara
variabel dependen dengan independen. Analisis keeratan hubungan antara dua variabel, dengan
melihat Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan
antara dua variabel yang diuji. Regresi Logistik Ganda model Faktor Risiko dengan tingkat
kemaknaan 0,05, sedangkan tahapan analisis yang digunakan adalah seleksi variabel kandidat
model (p<0,25), pengembangan model dasar, dan uji interaksi (p<0,05).
HASIL PENELITIAN
Hasil analisis seperti Tabel 1 memperlihatkan bahwa rata-rata berat bayi lahir adalah
sebesar 2941 gram dengan standar deviasi 525,7 gram. Proporsi bayi dengan berat 1500-2450
gram (BBLR) yang lahir dari responden dengan paritas >4 anak adalah 4,5%.
Tabel 1 Statistik Deskriptif Berat Lahir di RS Benyamin Guluh Tahun 2011-2012
Variabel N Mean Median Min – Maks Std. Dev
Berat Lahir (gram)
BBLR (<2500)* 88 2159,7 2200 1500–2450 231,0
NON BBLR (≥2500)** 352 3136,6 3100 2500–4400 375,5
TOTAL 440 2941,3 3000 1500–4400 525,7 Keterangan : * sebagai kasus, ** sebagai kontrol
Sedangkan Tabel 2 menunjukkan proporsi kelompok kontrol pada responden dengan
paritas ≤4 anak sebesar 97,4%. Proporsi BBLR pada responden dengan jarak kehamilan <2 tahun
sebesar 80,7% dan pada responden dengan jarak kehamilan ≥2 tahun yaitu 19,3%. Namun
proporsi pada responden dengan jarak kelahiran ≥2 tahun adalah sebesar 44,3%. Proporsi BBLR
pada responden dengan usia ibu <20 dan >35 tahun sebesar 31,8% sementara pada responden
dengan usia ibu 20 - 35 tahun sebesar 68,2%. Sedangkan proporsi kelompok kontrol pada
responden dengan usia ibu 20 - 35 tahun sebesar 79,3%. Proporsi BBLR pada responden dengan
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
7
Universitas Indonesia
diagnosa Pre-eklampsia sebesar 27,3% sementara pada responden tanpa diagnosa Pre-eklampsia
sebesar 72,7%. Namun proporsi pada kelompok responden tanpa diagnosa Pre-eklampsia sebesar
84,7%. Proporsi BBLR dengan jenis kelamin bayi perempuan sebesar 60,2%, dan jenis kelamin
bayi laki-laki yaitu 39,8%. Sedangkan proporsi dengan jenis kelamin bayi laki-laki sebesar
52,8%.
Tabel 2 Sebaran Berat Lahir Menurut Paritas, Jarak Kelahiran, Usia Ibu, Pre-Eklampsia, dan Jenis Kelamin Bayi
di RS Benyamin Guluh Tahun 2011-2012 (N=440)
V A R I A B E L Berat Lahir
T O T A L BBLR* Non BBLR**
n % N % N % Paritas
>4
4 4,5 9 2,6 13 3
≤4
84 95,5 343 97,4 427 97
TOTAL 88 100 352 100 440 100 Jarak Kelahiran
<2
71 80,7 196 55,7 267 60,7
≥2
17 19,3 156 44,3 173 39,3
TOTAL 88 100 352 100 440 100 Usia Ibu
<20 atau >35 Tahun 28 31,8 73 20,7 101 23
20-35 Tahun 60 68,2 279 79,3 339 77
TOTAL 88 100 352 100 440 100 Pre-Eklampsia
Ya 24 27,3 54 15,3 78 17,7
Tidak 64 72,7 298 84,7 362 82,3
TOTAL 88 100 352 100 440 100 Jenis Kelamin
Perempuan 53 60,2 166 47,2 219 49,8
Laki-laki 35 39,8 186 52,8 221 50,2
TOTAL 88 100 352 100 440 100 Keterangan : * Sebagai Kasus; **Sebagai Kontrol Seleksi Variabel Kandidat Multivariat
Di antara lima variabel independen terdapat empat variabel yang nilai p value nya <0,25,
namun variabel paritas tetap diikutsertakan dalam pemodelan karena peneliti mengasumsikan
variabel tersebut penting secara substansi.
Tabel 3 Hasil Seleksi variabel Kandidat Multivariat (p<0,25) (step1) No. Variabel p-value Keputusan
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
8
Universitas Indonesia
1 Paritas 0,35 Bukan Kandidat
2 Jarak Lahir 0,000 Kandidat
3 Umur 0,032 Kandidat
4 Pre-eklamsia 0,012 Kandidat
5 Jenis Kelamin 0,028 Kandidat
Tahap Pemodelan Multivariat
Analisis multivariat ke-lima variabel tersebut dengan kejadian BBLR, lakukan pemilihan
variabel yang berhubungan signifikan dengan variabel dependen. Hasilnya terdapat dua variabel
yang nilai p>0,05 yaitu paritas dan usia ibu.
Tabel 4 Hasil analisis multivariat yang berhubungan signifikan terhadap kejadian BBLR
di RS Benyamin Guluh Tahun 2011-2012 (step2)
No. Variabel B p-value OR
95% CI R-Square Sig.
Lower Upper
B B L R
1 Paritas* 0,324 0,618 1,383 0,387 4,942 0,127 0,000 2 Jarak Kelahiran 1,278 0,000 3,589 2,002 6,433 3 Usia Ibu** 0,537 0,057 1,711 .984 2,976 4 Pre-eklampsia 0,769 0,010 2,157 1.206 3,857 5 Jenis Kelamin
Bayi 0,586 0,020 1,796 1.095 2,948
Konstanta -0,597 0,385 0,551 Keterangan : paritas* 0,618 dan usia ibu** 0,057 (p>0,05)
Selanjutnya dilakukan uji confounding dengan mengeluarkan variabel tersebut satu
persatu dimulai dari variabel yang nilai p value terbesar. Setelah variabel paritas dan usia ibu
dikeluarkan, dapat kita lihat perubahan nilai OR untuk variabel jarak kelahiran, pre-eklampsia,
dan jenis kelamin bayi. Berikut hasil analisisnya : Tabel 5
Hasil Analisis Penilaian Konfounding Setelah Variabel Usia Ibu Dikeluarkan Variabel Ekp (B) Adjusted Ekp (B) Crude Selisih OR Keputusan
Paritas 1,383 - - Bukan Konfounder Jarak Lahir 3,589 3,479 3,06% (-)
Usia Ibu 1,711 - - Bukan Konfounder
Pre-eklampsia 2,157 2,268 5,14% (-)
Jenis Kelamin Bayi 1,796 1,797 0,05% (-) Berdasarkan Tabel 5 Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel paritas dan usia ibu
tetap dikeluarkan dari model. Dengan demikian uji confounding telah selesai, kesimpulannya
tidak terdapat variabel confonder dalam penelitian ini.
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
9
Universitas Indonesia
Uji Interaksi
Setelah dilakukan uji konfounder kemudian dilakukan penilaian interaksi pada variabel yang
diduga secara substansi ada interaksi. Pada penelitian ini, peneliti menduga ada interkasi antara
jarak kelahiran dengan pre-eklampsia. Tabel 6
Hasil Uji Interaksi Jarak Kelahiran by Pre-Eklampsia Terhadap Kejadian BBLR di RS Benyamin Guluh Tahun 2011-2012 (step3)
Variabel B p-value OR 95% CI
Lower Upper
B B L R Jarak Kelahiran*Pre-eklamsia 1,195 0,063* 3,305 0,938 11,643
Konstanta 0,339 0,309 1,403 Keterangan : *p value 0,063 (p>0,05) Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa variabel yang diduga secara substansi ada
interaksi, hasil uji omnibusnya memperlihatkan nilai p-value = 0,063 (p>0,05) sehingga dapat
disimpulkan tidak ada interaksi antara jarak kelahiran*pre-eklampsia. Dengan demikian
pemodelan telah selesai, dimana model yang valid adalah model tanpa ada interaksi.
Tahap Model Akhir Multivariat
Setelah melalui beberapa tahapan, maka model terakhir multivariat yang diperoleh adalah Tabel 7
Hasil Akhir Analisis Multivariat dengan Uji Regresi Logistik (Final Model/Step4)
No. Variabel B p-value OR 95% CI
R-Square Sig. Lower Upper
B B L R
1 Jarak Kelahiran 1,247 0,000 3,479 1,952 6,199 0,113 0,000
2 Pre-eklampsia 0,819 0,005 2,268 1,274 4,038 3 Jenis Kelamin Bayi 0,586 0,020 1,797 1,099 2,937 Konstanta 0,081 0,784 1,085
Keterangan : *OR = Exp (B)
Dari analisis multivariat tersebut ternyata variabel yang berpengaruh bermakna dengan
kejadian BBLR adalah variabel jarak kelahiran, pre-eklampsia dan jenis kelamin bayi. Dari
model akhir tersebut didapatkan nilai OR=3,5 (95%CI: 1,95–6,19), artinya bahwa kelompok
responden dengan jarak kelahiran <2 tahun kemungkinan berisiko 3,5 kali lebih besar untuk
melahirkan BBLR dibandingkan dengan kelompok responden dengan jarak kelahiran ≥2 tahun
setelah dikontrol oleh variabel paritas, usia ibu, pre-eklampsia, dan jenis kelamin bayi. Selain itu,
dalam penelitian ini didapatkan jarak kelahiran yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian
BBLR, dimana nilai exp (B) lebih besar dari variabel independen lainnya, bahwa semakin besar
nilai exp (B) berati semakin besar pengaruhnya terhadap variabel yang dianalisis. Pemodelan ini
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
10
Universitas Indonesia
memiliki nilai R-Square = 0,11. Dan hasil penelitian diketahui bahwa pemodelan regresi logistik
mempunyai nilai sig=0,001.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini variabel independen adalah paritas, jarak kelahiran, usia ibu, pre-
eklampsia,dan jenis kelamin bayi yang di hubungkan terhadap kejadian BBLR. Sesuai dengan
kerangka teori yang ada kejadian BBLR juga dipengaruhi oleh faktor risiko lainnya, namun
karena keterbatasan data yang tersedia pada rekam medik ruang kebidanan dan perinatologi RS
Benyamin Guluh, serta karena variabilitas, maka faktor-faktor lain yang dapat diteliti terbatas
pada jarak kelahiran, usia ibu, pre-eklampsia dan jenis kelamin bayi. Faktor penting lain seperti
gizi sebelum dan saat hamil, perawakan pendek, penyakit menahun ibu, kebiasaan ibu, ANC,
primiparity, hydramnion, hamil ganda, KPD, masa gestasi, cacat bawaan, infeksi dalam rahim,
ras dan keadaan plasenta belum dapat diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 1.098 persalinan di Rumah Sakit Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara, antara periode 2011-2012, diperoleh 849 bayi yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian. Dan berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, diketahui proporsi BBLR sebesar 20%, jika dibandingkan dengan Angka
Nasional Riskesdas (2010) yaitu 11,1% serta target kabupaten Kolaka masih jauh diatas target
1%. Hal ini menggambarkan masih rendahnya derajat kesehatan di daerah tersebut. Pada
penelitian ini proporsi kasus BBLR lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian di
Bandung 6,1% (RS Dr. Hasan Sadikin, 2001), di Palembang 19,3% (RSMH, 2000). Perbedaan
tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan sampel populasi, dan disain
penelitian. Disamping itu, kemungkinan oleh multifaktor meliputi daerah atau lokasi, dimana
karakteristik daerah yang satu dengan daerah yang lainnya belum tentu sama. Menurut SDKI
kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar 9-30%.
Sementara pada Proporsi kelompok kasus atau BBLR pada kelompok responden dengan
paritas >4 anak lebih sedikit dibanding kelompok responden dengan paritas ≤4 anak. Hal tidak
sejalan dengan teori yang ada bahwa semakin tinggi paritas ibu semakin besar kemungkinan
untuk melahirkan BBLR. Ini bertolak belakang dengan teori, kemungkinan disebabkan karena
perbedaan jumlah sampel serta penelitian menggunakan populasi di rumah sakit.
Proporsi kelompok kasus pada kelompok responden dengan dengan jarak kehamilan <2
tahun lebih besar dibanding kelompok responden dengan jarak kehamilan ≥2 tahun. Hal ini
sudah sesuai dengan teori, bahwa semakin dekat jarak atau interval kelahiran maka risiko untuk
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
11
Universitas Indonesia
BBLR semakin meningkat, ini disebabkan semakin sering hamil maka tubuh ibu akan mudah
sekali menjadi lemah, karena jarak hamil, melahirkan yang terlalu dekat, dan merawat anak kecil
akan menyebakan terjadinya persalinan BBLR.
Pada penelitian ini, proporsi kelompok BBLR (kasus) sebagian kecil berada pada usia ibu
berisiko (<20 dan >35 tahun) hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana umur berisiko akan
cenderung melahirkan BBLR, karena umur muda terjadi kompetisi makanan antara janin dan
ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang
terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih, 1995, p. 96). Hal ini berbeda dengan teori
dimungkinkan oleh karena ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit Benyamin Guluh, sebagain
besar berusia 20-35 tahun.
Proporsi kelompok kasus sebagian kecil berada pada ibu dengan diagnosa pre-eklampsia.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada, bahwa ibu yang mengalami pre-eklampsia
kemungkinan lebih besar untuk mengalami BBLR. Perbedaan ini disebabkan karena ibu yang
terdiagnosa pre-eklampsia kasusnya jarang.
Proporsi bayi yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dibanding kelompok bayi
yang berjenis kelamin bayi laki-laki, hal ini pun sudah sesuai dengan teori yang ada. Dimana
bayi perempuan akan lebih rentan menjadi BBLR dibanding bayi laki-laki.
Hubungan Antara Paritas dengan Berat Lahir
Dari hasil analisis bivariat pada penelitian ini, bahwa variabel independen paritas
menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana nilai p=0,35. Namun dalam model awal uji
multivariat tetap diikutkan karena dianggap variabel paritas penting secara substansi. Dan pada
analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel paritas bukan merupakan variabel confounder.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Budiman (1996), yang mengatakan risiko ibu
dengan paritas >4 anak akan mempunyai peluang melahirkan BBLR 2,11 kali dibandingkan
dengan ibu dengan paritas ≤4 anak.
Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan akibat besarnya presentase paritas nol,
dimana pada pengkatagorian paritas nol atau yang belum pernah melahirkan dimasukkan
kekategori tidak berisiko yaitu paritas <4 anak, dengan pertimbangan responden belum pernah
melahirkan sehingga dianggap belum memiliki masalah yang berhubungan dengan kehamilan.
Kemungkinan juga disebabkan karena perbedaan populasi, dimana dalam penelitian ini
digunakan populasi sampel di rumah sakit sedangkan pada penelitian Budiman di Kabupaten
Garut tahun 1996, menggunakan populasi di masyarakat. Sebagaimana diketahui penelitian yang
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
12
Universitas Indonesia
menggunakan pupulasi di rumah sakit menimbulkan bias karena tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya di populasi masyarakat.
Hubungan antara Faktor Risiko Lain dengan Kejadian BBLR
Jarak Kelahiran dengan Kejadian BBLR
Dari hasil analisis bivariat diperoleh informasi bahwa variabel jarak kelahiran
menunjukkan hasil yang signifikan, dengan (95% CI: 1,88-5,87), diketahui pula ibu dengan jarak
kelahiran <2 tahun kemungkinan berisiko 3,32 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR
dibandingkan ibu dengan jarak kelahiran ≥2 tahun. Tidak terdapat interaksi antara jarak
kelahiran dengan pre-eklampsia serta bukan variabel confounding. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Susanto (2001) bahwa ibu dengan jarak kelahiran <2 tahun memiliki risiko 2,1 kali
lebih besar untuk melahirkan BBLR dibanding ibu dengan jarak kelahiran ≥2 tahun.
Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Manuaba (1998) dan Kardjati
(1985) bahwa jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya persalinan BBLR. Interval kelahiran atau jarak kelahiran yang terlalu
dekat (kurang dari 2 tahun) selain meningkatkan risiko kematian bagi bayi baru lahir (0-28 hari)
dan bayi dibawah 1 tahun, juga meningkatkan risiko lahir prematur dan BBLR.
Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Sistiarani (2008) bahwa ibu dengan jarak
kelahiran <2 tahun memiliki risiko 5,11 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibanding ibu
dengan jarak kelahiran ≥2 tahun.
Serupa pula dengan hasil penelitian Budiman (1996) mengatakan ibu-ibu dengan jarak
kehamilan ≤30 bulan mempunyai risiko untuk melahirkan BBLR 2,46 kali bila dibandingkan
dengan ibu-ibu yang mempunyai jarak kehamilan >30 bulan.
Usia Ibu
Berdasarkan usia responden hasil analisis bivariat p=0,039 (95% CI: 1,1-2,9)
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi kelompok usia berisiko
pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol, dalam penelitian ini diketahui bahwa ibu yang
berumur <20 dan >35 tahun kemungkinan melahirkan BBLR 1,8 kali lebih besar dibandingkan
dengan ibu yang berumur 20-35 tahun.
Hal penelitian ini mendukung teori Widhaningrat dan Wiyono (2006, p. 17) mengatakan
bahwa kehamilan dan kelahiran pada wanita usia muda (dibawah 19 tahun) mempunyai risiko
melahirkan BBLR. Pada usia muda, risiko untuk melahirkan BBLR sekitar dua kali lipat dalam 2
tahun setelah “menarche” (Soetjiningsih, 1995, p. 96). Sedangkan pada usia 35 tahun lebih,
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
13
Universitas Indonesia
kesehatan ibu sudah menurun. Sehingga bila ibu berumur diatas 35 tahun sebaiknya tidak hamil
lagi (Depkes RI, 2000, p. 26).
Hal ini didukung oleh penelitian Simarmata (2010) bahwa risiko ibu-ibu yang berumur
<20 dan >35 tahun kemungkinan melahirkan BBLR 1,36 kali lebih besar dibandingkan dengan
ibu-ibu dengan umur 20 - 35 tahun. Demikian pula dengan penelitian Susanto (2001) bahwa ibu-
ibu dengan umur <20 dan >35 tahun kemungkinan melahirkan BBLR 1,24 kali lebih besar
dibandingkan umur 20 - 35 tahun. Sejalan dengan teori bahwa menurut Manuaba (1998),
Kemenkes RI (2010, p. 1) terlalu muda (dibawah usia 18 tahun) dan terlalu tua melahirkan dapat
membahayakan kehidupan perempuan dan kelangsungan hidup anak mereka.
Pre-eklampsia
Hasil analisis bivariat berdasarkan ada tidaknya diagnosa pre-eklampsia pada penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi kelompok ibu
dengan diagnosa pre-eklampsia (PE) pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol, dimana
pada penelitian ini juga diketahui bahwa ibu dengan disertai diagnosa pre-eklampsia mempunyai
peluang melahirkan BBLR 2,1 kali lebih besar dibanding dengan ibu bersalin tanpa diagnosa
pre-eklampsia (95% CI: 1,2-3,6).
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan
Rachmawati, 2005 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005, dengan p=0,045 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pre-eklampsia dengan kejadian BBLR. dimana
akibat utama dari pre-eklampsia adalah berkurangnya aliran darah uteroplasenta, sehingga
plasenta tidak mendapatkan cukup aliran darah, dimana fungsi plasenta adalah mengalirkan
makanan ke janin, hal ini dapat menyebabkan BBLR. Buckley and Kulb, 1993, p. 165)
mengatakan dengan pre-eklamsia, perfusi plasenta tetap terganggu, menunjukkan bahwa janin
tetap dalam bahaya sampai melahirkan.
Teori Prawirohardjo (1999, pp. 285-287) membenarkan bahwa aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin
terganggu; pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya
karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
sering didapatkan pada pre-eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.
Jenis Kelamin Bayi
Dari hasil analisis bivariat pada penelitian ini, bahwa variabel jenis kelamin bayi
menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik (95% CI: 1,1-2,7). Juga diketahui bayi yang
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
14
Universitas Indonesia
berjenis kelamin perempuan kemungkinan berisiko lahir BBLR 1,7 kali dibandingkan dengan
bayi berjenis kelamin laki-laki.
Ini sudah sesuai dengan teori bahwa saat lahir berat badan bayi dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Hal ini sejalan dengan Karjati (1985) yang menyimpulkan bahwa berat lahir bayi laki-
laki (2969 gram) lebih berat bila dibandingkan dengan berat perempuan (2905 gram) dan berat
badan bayi perempuan lebih ringan dari berat badan bayi laki-laki 159 gram (5%). Begitu pula
WHO dan UNICEF (2006, p. 7) mengatakan pada usia kehamilan yang sama bayi perempuan
beratnya kurang dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian ini diperkuat pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dasgupta dan Basu
(2011) di Blok Hooghly Bengal Barat, bahwa wanita ditemukan berisiko 1,35 kali lebih rentan
menjadi berat lahir rendah dari pada laki-laki.
Penelitian analisis data sekunder SDKI tahun 1997 yang dilakukan oleh Yushananta
(2001, p. ii) di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, menemukan hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin bayi dengan kejadian BBLR.
Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Kejadian BBLR
Dari penelitian ini diperoleh faktor yang paling mempengaruhi terhadap kejadian BBLR,
yaitu jarak kelahiran dimana nilai exp (B) lebih besar dari variabel independen lainnya, bahwa
semakin besar nilai exp (B) berati semakin besar pengaruhnya terhadap variabel yang dianalisis,
dengan nilai OR=3,5 artinya ibu dengan jarak kelahiran <2 tahun mempunyai peluang 3,5 kali
lebih besar untuk melahirkan BBLR dibanding ibu dengan jarak kelahiran ≥2 tahun setelah
dikontrol oleh variabel paritas, usia ibu, pre-eklampsia, dan jenis kelamin bayi. Variabel paritas
gagal sejak awal dimasukkan dalam model logistik ganda, begitu pula dalam analisis bivariat
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dimana p>0,05 (p=0,3). Dengan demikian
penelitian ini tidak dapat membuktikan satu dari ke-lima hipotesis yaitu adanya pengaruh paritas
terhadap berat lahir.
Pemodelan ini memiliki nilai R-Square = 0,113 artinya pemodelan ini hanya mampu
menjelaskan variasi berat badan lahir sebesar 11,3% dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini (88,7%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemodelan
regresi logistik mempunyai nilai sig=0,001 artinya model tersebut bermakna untuk
menggambarkan berat lahir yang dipengaruhi oleh jarak kelahiran, pre-eklampsia dan jenis
kelamin bayi.
Kesimpulan
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
15
Universitas Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan proporsi kelompok
BBLR (kasus) yaitu sebesar 20% atau 88 dari 440 bayi, lebih tinggi dibanding hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit lain ataupun di daerah-daerah lain di Indonesia.
Hasil penelitian di Bandung, proporsi kasus BBLR 6,1% (RS Dr. Hasan Sadikin, 2001), di
Palembang 19,3% (RSMH, 2000).
Dapat disimpulkan pula, bahwa variabel paritas tidak mampu membuktikan adanya
pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap kejadian BBLR di RS Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka tahun 2011-2012, namun data menunjukkan bahwa proporsi pada kasus lebih
besar dari kontrol.
Beberapa faktor yang diteliti ternyata terdapat pengaruh yang bermakna antara proporsi
kelompok berisiko dengan tidak berisiko terhadap berat lahir yaitu jarak kelahiran, usia ibu, pre-
eklampsia dan jenis kelamin bayi (p<0,05).
Dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR di RS Benyamin Guluh
Tahun 2011-2012 adalah jarak kelahiran. Dengan OR=3,5 menunjukkan bahwa kemungkinan
ibu yang memiliki jarak kelahiran <2 tahun mempunyai peluang 3,5 kali lebih besar untuk
melahirkan BBLR dibandingkan ibu dengan jarak kelahiran ≥2 tahun.
Saran
Oleh karena jarak kelahiran yang merupakan faktor paling besar pengaruhnya terhadap
kejadian BBLR, maka disarankan :
1) Rumah Sakit perlu meningkatkan pelayanan konseling KB bagi ibu bersalin dalam
mendukung program Keluarga Berencana, dengan menyediakan sarana dan prasarana
khusus konseling, meningkatkan peran dalam memberikan pelayanan dan informasi
kesehatan dalam bentuk KIE kepada ibu hamil yang berkunjung dan terdeteksi risiko
tinggi, utamanya bagi ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR, dengan membentuk
kelas ibu hamil khusus di rumah sakit ataupun melalui program PKMRS, meningkatkan
pencatatan dan pelaporan medik Rumah sakit dari segi ketersediaan data, dengan
memanfaatkan KMS ibu hamil.
2) Ibu perlu menunda kehamilan pertama sampai ibu berusia minimal 20 tahun dengan tidak
menikah di usia remaja atau dini, Mengatur jarak kelahiran minimal 2 tahun dengan
mengikuti program Keluarga Berencana dan Metode Amenorea Laktasi (MAL).
3) Bagi pengelola Promosi Kesehatan Tingkat Kabupaten meningkatkan mutu pelayanan
medik KB, dengan menjalin kerjasama dengan BKKBN, dalam hal menyusun informed
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
16
Universitas Indonesia
Consent tentang pemilihan kontrasepsi dan efek kontrasepsi, serta penyusunan pedoman
standar pelayanan kontrasepsi.
4) Bagi Peneliti Selanjutnya, perlu dilakukan penelitian serupa dengan menjadikan jarak
kelahiran, usia ibu, pre-eklampsia dan jenis kelamin bayi sebagai variabel independen
bukan sebagai variabel konfounder.
DAFTAR REFERENSI (2010)
Badan Penetian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. RISET KESEHATAN DAERAH.
Bank Data. (2010) Prevalensi BBLR Antar Kabupaten dan Provinsi, htm. Depkes RI. Diakses tanggal 09 Desember 2012, pk. 21.42
Buckley, Kathleen and Kulb, W. Nancy (1993). High Risk Maternity Nursing Manual. Second Edition. Williams & Wilkins 428 East Preston Street, Baltimore, Maryland 212002, USA.
Budiman, Hendy (1996). Hubungan antara Kadar Hb Selama Kehamilan dengan Kejadian BBLR di Kabupaten Garut Tahun 1995-1996.
Bunadi. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian BBLR Di Kota Cirebon Tahun 2004. Cirebon.
Dharma, Rahajuningsih; Wibowo, Noroyono; Raranta, Hessyani P.T (2005) Disfungsi Endotel pada Preeklampsia. Makara, Kesehatan, Vol. 9, No. 2, Desember p. 63-69
Dasgupta, Aparajita and Basu, Rivu. (2011) Determinants Of Low Birth Weight In A Block Of Hooghly, West Bengal: A Multivariate Analysis. International Journal Of Biological & Medical Research Int J Biol Med Res.; 2(4): 838–842, www.biomedscidirect.com, diakses 23 Januari 2013, 0.37.
(2000) Departemen Kesehatan RI, Departemen Dalam Negeri, Tim PKK Pusat.. Pengenalan Tanda dan Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas.
Edmon, Karen and Bahl Rajiv (2006). Optimal Feeding of low-birth-weight infants : TECHNICAL REVIEW. World Health Organization. ISBN 92 4 159509 4, ISBN 978 92 4 159509 4
Israr, Yayan Akhyar, S. Ked (2008) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Faculty Medicine-Universitas of Riau Pekanbaru, Riau. diakses tanggal 09 Desember 2012, 17:01. http://www.unsytem.org/SCN/archives/npp19/cho8.htm.
Johnston, Peter, Flood, Kristie, Spinks, Karen (2003). THE NEWBORN. Edinburgh London New York Philadelphia Oxford St Louis Sydney Toronto. Churhill Livingstone.
Kardjati, Sri (1985). Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Karmanto, Bambang (2002). Hubungan Kualitas Pemanfaatan Pelayanan Antenatal dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Puskesmas Kota Cirebon Tahun 2001-2002.
(2010)
Kementerian Kesehatan RI, United for children (Unicef), World Health Organization (WHO), United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), UNFPA, UNAIDS, World Food Programe (WFP), The World Bank. Penuntun Hidup Sehat.Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono (1999).
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.
17
Universitas Indonesia
Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga, Cetakan Kelima. Editor Ketua : Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. ISBN 979-8150-01-5.
Pritchard, MacDonald. Gant. (1991) Obstetri William. Surabaya: Airlangga University Press.
Dinas kesehatan Kabupaten Kolaka (2011) Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka. Dapat diakses di [email protected]. Diakses tanggal 17 Desember 2012, 18.06
Simarmata, Oster Suriani (2010). Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Indonesia (Analisis data Sekunder Survei Demografi dan Keseatan Indonesia tahun 2007).
Sistiarani, Colti (2008) Faktor Maternal Dan Kualitas Pelayanan Antenatal Yang Berisiko Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Studi Pada Ibu Yang Periksa Hamil Ke Tenaga Kesehatan dan Melahirkan di RSUD Banyumas Tahun 2008. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. diakses tanggal 4 Januari 2013, 16:24.
Soetjiningsih, SpAK. (1995). TUMBUH KEMBANG ANAK. Jakarta: buku kedokteran EGC.ISBN 979-979-044-026-5.
Susanto, Eddy (2001). Hubungan Anemia Ibu Hamil dan Faktor Lain dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di RSUPMohammad Hoesni Palembang Tahun 2000.
The World Health Report (1998). Life in The 21st century : A vision for all. Report of the Director-general. World Health Organization Geneva. ISBN 92 4 156189 0. ISSN 1020-3311.
Turhayati, E. R. (2001-2003). Hubungan Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan di Sukaraja Bogor Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1, No. 3, December 2006 , 139-143.
Van Eijsden, Manon. et., al. Maternal n-3, n6, and Trans Fatty Acid Profile Early in Pregnancy and Term Birth Weight : A Prospective Cohort Study. The American Journal of Clinical Nutrition (2008). vol. 87, No. 4. ISSN 0002-9165.
Widhaningrat, Sisdjiatmo K, dan Wiyono, Nurhadi. (2006). Karakteristik Demografi, Sosial, dan Ekonomi Perempuan Kelompok Usia Early Chilbearing. Warta Demografi Wahana Memasyarakatkan Pemikiran Demografi Tahun ke 36, No. 1, 2006. ISSN 0125-9679 pp. 17-29.
Wahyuni, Alfaina; Rachmawati, Firma Nur. Hubungan Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil Terhadap Bblr Di Rsup Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2005, diakses 25 Januari 2013, 13:55.
World Health Organization Geneva and Unicef New York (1992). Maternal Health and Safe Motherhood Programe. Low Birth Weight; A Tabulation of Available Information. WHO/MCH/92.2 Distr : General English only.
World Health Organization Regional Office for South-East Asia (SEARO) (1994). Multicentre Study on : Low Birth Weight and Infant Mortalityin India, Nepal and Sri Lanka. World Health Organization Regional Office for South-East Asia New Delhi. No. 25, Regional Health Paper, SEARO 1994. ISBN 92 9022 194 1.
Yushananta, Prayudhy. (2001). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Provinsi. Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah Dan Sulawesi Tenggara.
Pengaruh paritas..., Syahraeni, FKM UI, 2013.